BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. Dalam bab ini saya akan membahas dan menganalisa temuan-temuan yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. Dalam bab ini saya akan membahas dan menganalisa temuan-temuan yang"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Dalam bab ini saya akan membahas dan menganalisa temuan-temuan yang diperoleh oleh saya di lapangan terkait studi kasus kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua, dengan berpedoman pada teori-teori yang lebih dahulu telah dipaparkan pada bab 2. Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa, respon X terhadap peristiwa kehilangan karena kematian kedua orang tua ialah X mengalami kedukaan, hal ini dibuktikan dengan munculnya beberapa gejala dan pasca kehilangan X menjalani beberapa tahapan kedukaannya. 4.1 Respon X terhadap Peristiwa Kehilangan Peristiwa kematian orang tua selalu membawa pengaruh yang kuat dan mendalam bagi anak-anak yang ditinggalkan. Pada peristiwa kematian kedua orang tua secara berurutan, X mengalami kedukaan sebagai respon terhadap peristiwa kehilangan karena kematian kedua orang tua. Bukti bahwa X benar-benar mengalami kedukaan terlihat dari beberapa gejala yang muncul, namun perlu diingat bahwa tidak semua gejala yang dijelaskan akan muncul pada diri X, disebabkan karena setiap kedukaan yang dialami penduka bersifat unik, khas, personal, situasional dan kontekstual. 1 Ada pun gejala-gejala yang dialami oleh X sebagai berikut: 1 Wiryasaputra, Mengapa Berduka...,

2 4.1.1 Fisik Melalui penelitian terhadap peristiwa kehilangan yang disebabkan karena kematian kedua orang tua, secara fisik gejala awal yang ditunjukkan oleh X ialah menangis. Menangis merupakan respon fisik akibat dari refleks ataupun gejolak emosi yang dirasakan oleh seseorang. Dalam peristiwa kehilangan, reaksi menangis tidak mudah dibuat-buat atau dipalsukan, karena pada saat menangis air mata yang diproduksi seseorang mengaburkan pandangannya dan melumpuhkan kemampuannya untuk menyerang ataupun bertahan dan mengirimkan sinyal pada orang-orang terdekat bahwa orang tersebut dalam keadaan tubuh butuh pertolongan, ditenangkan atau ditemani. Gejala yang diperlihatkan oleh X memperlihatkan adanya kesesuaian dengan apa yang disampaikan dalam teori Worden bahwa tekanan stres menyebabkan ketidakseimbangan kimia dalam tubuh sehingga berujung pada tangisan. 2 Sejalan dengan Worden, Wiryasaputra juga memberi pemahaman yang sama, yakni bahwa menangis adalah gejala yang normal dalam proses berduka. 3 Adanya kesesuaian antara teori yang dipaparkan oleh Worden, Wiryasaputra dan temuan di lapangan disebabkan karena secara psikologis, menangis selalu memiliki kaitan dengan emosi seseorang pada saat senang, sedih, atau bahkan marah dan seseorang yang mengalami kehilangan akan memiliki kecenderungan untuk menangis. Dengan kata lain, menangis merupakan gejala universal yang akan dialami oleh setiap penduka dalam merespon kedukaannya. Menangis dapat terjadi sebagai respon awal dari kedukaan, namun 2 Worden, Grief Counseling..., Wiryasaputra, Mengapa Berduka...,

3 menangis juga sewaktu-waktu dapat diperlihatkan setelah kematian, ketika memori penduka di bawa kembali kepada orang-orang yang telah meninggal. Dengan demikian menurut saya, keselarasan antara temuan di lapangan dengan teori Worden dan Wiryasaputra memberi gambaran bahwa menangis merupakan mekanisme alami yang harus dilakukan untuk meluapkan emosi atau kesedihan pasca mengalami kehilangan. Temuan berbeda juga diperoleh ketika X sempat dilarang oleh ibunya untuk tidak menangis ketika kematian sang ayah. Temuan ini memperlihatkan adanya kesenjangan dengan teori Worden dan Wiryasaputra. Kesenjangan yang terjadi antara teori dan temuan di lapangan disebabkan karena dalam keseharian masyarakat, menangis masih sering dianggap sebagai lambang kelemahan, sehingga anak-anak sering dilarang untuk menangis bila jatuh dan sebagainya. Selain itu, dalam masyarakattertentu menangis juga sering dianggap sebagai hal yang tidak perlu danberusaha menghentikannya. Berdasarkan temuan yang berbeda ini menurut saya, pemahaman tentang pentingnya menangis dalam merespon peristiwa kehilangan masih dianggap oleh sebagian orang sebagai sesuatu yang tidak penting, walau dalam teori telah dijelaskan bahwa dalam proses kehilangan sebaiknya X dibiarkan saja menangis sepuasnya, karena menangis merupakan salah satu mekanisme penyembuhan dari rasa sakit. Selain menangis, X juga begitu hiperaktif ketika beraktivitas. Gejala hiperkatif yang diperlihatkan oleh X merupakan suatu bentuk peningkatan aktivitas motorik, 3

4 hingga pada tingkatan tertentu dapat menyebabkan gangguan perilaku. Gejala hiperaktif yang dialami X memiliki kesesuaian dengan teori Wiryasaputra bahwa secara fisik seorang penduka akan menunjukkan beberapa gejala diantaranya hiperaktif. Teori Wiryasaputra didukung pula oleh Worden, yang mana secara mental, pasca peristiwa kehilangan sebagian penduka memilih untuk mencari alternatif lain yang memungkinkan penduka untuk menghindari ingatan terhadap kenangan dengan orang-orang terkasih yang telah meninggal. 4 Adanya kesesuaian antara temuan di lapangan dengan teori karena, secara psikologis hiperkatif merupakan gangguan tingkah laku yang tidak normal, yang disebabkan disfungsi neurologia dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Dengan demikian, menurut saya pada gejala ini X memperlihatkan bahwa X belum mampu menyesuaikan diri dengan realita kematian kedua orang tuanya, sehingga mencoba mencari kesibukan lain yang dapat membuat dirinya melupakan kematian kedua orang tua Mental Hubungan orangtua dan anak adalah hubungan antar manusia yang paling dalam dan mendasar, sebab orangtua merupakan sumber atau asal keberadaan sang anak. Hubungan orang tua dan anak yang terjalin baik antara X dengan kedua orang tua dan peristiwa kematian kedua orang tua yang terjadi secara berurutan, sering menimbulkan kerinduan dalam diri X untuk bertemu lagi dengan kedua orang tua, 4 Worden, Grief Counseling...,

5 sehingga gejala yang sering dimunculkan oleh X ialah memimpikan dan angan-angan untuk bertemu kembali dengan kedua orang tua. Gejala yang terjadi pada X sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Wiryasaputra bahwa kedalaman kedukaan seorang anak karena kematian orang tua, tidak hanya ditentukan dari objek yang hilang, namun dipengaruhi pula oleh hubungan emosional antara anak dan orang tua. 5 Adanya kesesuaian antara temuan di lapangan dan teori Wiryasaputra disebabkan karena, secara psikologis dalam perkembangannya seorang anak sangat membutuhkan perhatian dari orang-orang yang ada disekeliling kehidupan anak terutama orang tua. Peran dan fungsi orang tua dalam kehidupan anak sangat besar, sehingga anak akan lebih senang dan lebih nyaman jika bersama dengan orang tuanya. Berdasarkan teori dan temuan di lapangan, saya dapat menyimpulkan bahwa gejala memimpikan kedua orang tua yang diperlihatkan oleh X, menunjukkan bahwa X sangat merindukan kehadiran kedua orang tua yang telah meninggal tersebut, dan rasa rindu X yang begitu besar terhadap kedua orang tua telah memicu X untuk memimpikan kedua orang tua yang telah meninggal sebagai ganti obat kerinduan. Umumnya rentang waktu masa berduka yang dialami oleh masing-masing individu akan berbeda tergantung pada hubungan kedekatan antara penduka dengan almarhum, sebab hubungan yang terjalin sangat baik dengan orang yang telah meninggal akan mempersulit proses grief yang akan dilalui oleh penduka, sehingga menurut saya, pada awal kedukaannya X sempat mengalami kesulitan menerima 5 Wiryasaputra, Mengapa Berduka..., 53. 5

6 realita kematian kedua orang tua, disebabkan karena hubungan baik yang dibangun antara X dan kedua orang tuanya semasa hidup. Selain gejala memimpikan kedua orang tua yang terjadi sebagai akibat dari kerinduan X terhadap kedua orang tua dan kuatnya ikatan emosional antara X dan kedua orang tuanya, X juga merasakan perubahan yang cukup siginifikan dalam kehidupannya, diantaranya X merasa sedih karena tidak ada lagi perhatian orang tua yang selama ini diterima olehnya. 6 Gejala ini memperlihatkan bahwa kematian orang tua merupakan peristiwa menyedihkan dan menyakitkan yang sulit dihadapi oleh anak-anak yang ditinggalkan, apalagi bila peristiwa tersebut terjadi pada saat seorang anak masih membutuhkan kehangatan dari orang tuanya. Pada lain pihak semasa hidup kebutuhan anak menjadi bagian dari tanggung jawab orang tua, namun ketiadaan kedua orang tua mengharuskan seorang anak untuk belajar mandiri dalam mengatur kehidupannya, dengan kata lain kematian kedua orang tua secara langsung telah memutuskan sumber kehidupan anak Sosial Dalam setiap peristiwa kehilangan yang disebabkan karena kematian, seorang penduka akan cenderung merasakan perubahan yang cukup signifikan dalam lingkungan sosial dimana penduka berada. Secara sosial, menurut Worden salah satu perilaku berduka yang sering dilakukan oleh penduka ialah menarik diri dari 6 Hasil wawancara dengan X. 6

7 lingkungan sosialnya, 7 akan tetapi dalam kasus kehilangan yang disebabkan karena kematian kedua orang tua, gejala ini tidak terdeteksi pada X. Menurut M.E.S selaku sahabat X, pasca kematian kedua orangtuanya, X yang dulunya suka menyendirikini lebih banyak bergaul dan peduli dengan orang-orang disekitar. 8 Hal ini dibenarkan pula oleh kedua sahabat X yang lainnya, yakni N.P dan M.M.B bahwa pasca kematian kedua orang tuanya, X lebih mendekatkan diri dengan orang-orang disekitar, sebab menurut X lingkungan sosialnya begitu membantu X dalam menjalani kedukaannya. Berbagai dukungan diterima oleh X, yakni melalui lingkungan Asrama, kampus dan sahabat-sahabat, sehingga bagi X tidak ada alasan untuk terus larut dalam kesedihannya. 9 Berdasarkan hasil penelitian, terjadi adanya kesenjangan antara teori Worden dan temuan di lapangan, hal ini disebabkan karena masing-masing individu pada umumnya memiliki kepribadian dan strategi yang berbeda dalam menyikapi masalah yang sementara dihadapi. Bila Worden dalam teorinya melihat individu cenderung menarik diri dari lingkungan ketika mengalami kehilangan, maka melalui temuan ini dapat dilihat bahwa setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan, sehingga masing-masing manusia terlahir untuk menjadi pribadi yang unik dan keunikan ini membuat setiap manusia berbeda. Dengan demikian, tindakan X yang berani untuk bersosialisasi kembali dengan lingkungannya pasca kematian kedua orang tua, dipicu oleh keinginan X sendiri dan di dukung oleh lingkungan dimana X 7 Worden, Grief Counseling..., Hasil wawancara dengan M.E.S. 9 Hasil wawancara dengan N.P dan M.M.B. 7

8 berada. Besarnya dukungan yang diberikan dari lingkungan bagi X pasca kematian kedua orang tua, mengindikasikan bahwa lingkungan X turut berperan dalam kehilangan yang dialami oleh X Spiritual Dalam kasus kehilangan, secara spiritual setiap orang akan mempertanyakan keberadaan Tuhan. Pada awal kematian kedua orang tua, X mempertanyakan mengapa peristiwa ini terjadi kepadanya. Menurut Westberg dalam teorinya mengungkapkan bahwa, ketika seseorang mengalami kehilangan sesuatu yang berharga, orang tersebut mulai meragukan keberadaan Tuhan. 10 Adanya kesesuaian antara temuan di lapangan dengan teori karena penduka tidak memiliki kesiapan, sehingga mulai menggugat Tuhan yang diyakini memiliki kekuasaan terhadap hidup dan mati manusia. Di sisi lain, dalam kasus kehilangan yang disebabkan karena kematian kedua orang tua, X tetap percaya pada rencana Tuhan, sehingga teori Westberg memiliki kesenjangan dengan apa yang diperlihatkan oleh X. Kesenjangan yang terjadi antara teori dan temuan di lapangan disebabkan karena, pada agama tertentu telah diajarkan bahwa kematian merupakan hal yang pasti dialami oleh semua orang, sehingga agama dapat menghibur dan menimbulkan rasa aman bagi mereka yang mengalami kehilangan karena kematian, walau pada kenyataannya ada pula yang menyalahkan Tuhan akan kematian. 10 Westberg, Good Grief..., 20. 8

9 Berdasarkan kesenjangan antara teori dan temuan di lapangan, saya dapat menyimpulkan bahwa pemahaman X terhadap besarnya kemahakuasaan Tuhan, secara spiritual telah menguatkan X dalam menghadapi kehilangan kedua orang tua yang disebabkan karena kematian. Di lain sisi, X merupakan anak yang dibesarkan oleh orang tua (ayah) seorang pendeta, sehingga ajaran dan didikan yang selama ini diterima oleh X secara tidak langsung telah membentuk pribadi X. 1.2 Tahap-Tahap Kedukaan yang Dialami oleh X Banyak teori tentang kedukaan yang telah dikemukakan oleh para ahli, namun tidak ada individu yang secara otomatis dapat menerima kehilangan yang disebabkan karena kematian, hal ini disebabkan peristiwa kedukaan yang disebabkan karena kematian merupakan fakta esensial dalam kehidupan yang berharga dan bernilai bagi setiap penduka, sehingga sejauhmana seorang penduka memproses kedukaannya pasca mengalami kehilangan dapat diamati melalui tahapan-tahapan yang dijalani oleh penduka. Dalam menganalisis tahapan-tahapan kedukaan yang dijalani oleh X, saya menggunakan teori yang dipaparkan oleh Westberg dalam penelitian ini, karena teori Westberg dianggap sesuai dengan kasus kedukaan bertumpuk yang diakibatkan karena kematian kedua orang tua seperti yang dialami oleh X. Perlu diingat bahwa setiap kedukaan bersifat unik, khas, personal, situasional dan kontekstual, sehingga tidak semua tahapan akan dilewati oleh X. Dengan kata lain, tahapan-tahapan kedukaan yang dilalui oleh X tidak linear. Berdasarkan temuan di lapangan, terdapat dua tahapan dari 10 tahapan kedukaan Westberg yang tidak 9

10 dilalui oleh X dalam kasus kehilangan yang disebabkan karena kematian kedua orang tua. 1. Tahapan pertama: shock. X mengalami shock ketika pertama kali mendengar kabar kematian sang ayah. Hal ini disebabkan karena sebelum kematian, sang ayah sama sekali tidak menunjukkan tanda atau gejala-gejala sakit apapun, hanya saja satu jam sebelum kematian, sang ayah sempat menelepon X untuk meminta maaf. 11 Peristiwa yang sama terjadi pula untuk kematian sang ibu, dimana sang ibu tidak menunjukkan gejala apapun sebelum kematiannya. Parkes dan Weiss dalam Camellay mengungkapkan bahwa: 2 sampai 4 tahun kemudian 61% dari orang yang berduka karena kematian mendadak dan 29% dari kematian yang diantisipasi masih mempertanyakan mengapa kematian terjadi. Tidak mengejutkan, bahwa lebih mudah untuk memahami kematian yang terantisipasi daripada kematian mendadak. 12 Peristiwa kematian yang memisahkan hubungan anak dan orang tua secara mendadak merupakan peristiwa yang sulit untuk diterima oleh setiap individu, karena tidak ada individu yang benar-benar siap ketika harus menerima kehilangan orang yang dicintainya. Westberg dalam teorinya menyebut tahapan ini sebagai serangan kejutan, karena perasaan ini dapat terjadi dimana dan kapan saja. 13 Sejalan dengan itu Papalia dalam teorinya membenarkan hal yang sama bahwa, reaksi awal terhadap 11 Hasil wawancara dengan X. 12 Carnelley, B. K.; dkk The Time Course of Grief Reactions to Spousal Loss: Evidence From a National Probability Sample. Journal of Personality and Social Psychology, Vol.91, No. 3, Westberg, Good Grief...,

11 kematian orang yang disayangi meliputi shock dan menganggap reaksi ini berfungsi sebagai perisai yang melindungi orang yang ditinggalkan dari masa kehilangan. 14 Berdasarkan realita dan pemahaman-pemahaman di atas menurut saya, dalam tahapan ini terdapat kesesuaian antara temuan di lapangan dengan teori Westberg dan Papalia, karena secara psikologis penduka yang mengalami kedukaan secara mendadak tidak memiliki kesiapan, sehingga cenderung mengalami shock. Berdasarkan kesesuaian antara teori dan temuan, saya dapat menyimpulkan bahwa peristiwa kehilangan yang disebabkan karena kematian kedua orang tua yang terjadi secara mendadak atau tidak diharapkan akan benar-benar mengejutkan bagi orang-orang yang ditinggalkan, karena mereka tidak memiliki kesempatan untuk menyiapkan diri secara psikologis untuk menghadapi kehilangan kematian orangorang yang dicintai tersebut. 2. Tahapan kedua: mengungkapkan emosi. Dalam meluapkan dan mengekspresikan emosi terdapat perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki memiliki perasaan kehilangan yang sangat sulit untuk diungkapkan, lebih menahan dan memendam perasaan tersebut. Sebaliknya anak perempuan cenderung memiliki perasaan yang sensitif dan lebih peka, serta lebih mudah menunjukkan kesedihan dan rasa kehilangannya. Dalam kasus kehilangan yang disebabkan karena kematian kedua orang tua, X cenderung mengungkapkan emosinya 14 Papalia, Olds dan Feldman, Human Development...,

12 dengan cara menangis dan mengungkapkan perasaan lewat media sosial. 15 Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh J.S Jeffreys bahwa tidak semua individu akan menyatakan kesedihan dengan cara yang sama. 16 Ada invididu yang dapat merasakan kesedihan ketika mengalami kehilangan orang yang dicintai, namun ada pula individu yang menahan rasa dukanya karena adanya tekanan dari pihak luar atau karena individu tersebut tidak merasa berhak untuk mengungkapkan rasa dukanya. Adanya kesesuaian antara temuan di lapangan dengan teori disebabkan karena secara psikologis mengungkapkan emosi menjadi bagian dari upaya mengkomunikasikan status perasaan seseorang. Emosi menjadi energizer atau pembangkit energi yang memberikan kegairahan dalam kehidupan manusia. Kematian saudara kandung, sanak keluarga yang lain, teman atau sahabat, bahkan binatang kesayangan tidak sebanding dengan reaksi emosional anak dalam menghadapi kematian orang tua atau figur yang dianggap sebagai orang tua. Berdasarkan temuan dan teori di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa saat individu kehilangan kontak dengancaregiver (orang tua atau pengasuh) maka dipersepsikan sebagai situasi yang mengancam dan penduka harus dapat bertahan hidup (survive) dalam situasi seperti ini. Bentuk pertahanan tersebut dapat berupa menampilkan respon-respon emosi atas pengabaian yang diterimanya tersebut. 15 Hasil wawancara dengan X. 16 Jeffreys, Helping Grieving People...,

13 3. Tahapan ketiga: merasa depresi dan sangat kesepian. Kematian orang tua selalu menimbulkan implikasi yang berat bagi anak-anak, dikarenakan anak-anak telah kehilangan sandaran hidup. Pasca kematian kedua orang tua, X mulai merasakan kesepian karena ketiadaan kasih sayang dari orang tua. Hubungan yang selama ini terjalin begitu intens dengan kedua orang tua kini tidak lagi dirasakan oleh X 17 dan selama beberapa hari X mulai membandingkan dirinya dengan teman-temannya yang lain. 18 Dalam hal ini terdapat kesesuaian dengan apa yang disampaikan oleh Westberg bahwa, dalam tahapan ketiga dari proses kedukaan, penduka akan mengalami depresi dan kesepian karena sesuatu yang berharga telah di ambil dari kehidupannya. 19 Teori Westberg sejalan dengan teori Parkes yang menyatakan bahwa kesedihan merupakan sebuah proses yang tidak dimulai setelah kematian dan kemudian memudar, melainkan gejala-gejala yang sering bergabung dan saling menggantikan. Adanya kesesuaian antara temuan di lapangan dengan teori disebabkan karena secara psikologis, pada diri anak kebutuhan kasih sayang mutlak dipenuhi, agar kehidupan psikisnya dapat tumbuh secara wajar. Kebutuhan akan kasih sayang umumnya diperoleh dari orang tua, namun anak-anak yang telah kehilangan cinta orang tua karena kematian, sering dalam diri mereka timbul perasaan depresi dan kesepian. Dengan demikian saya dapat menyimpulkan bahwa, ketiadaan orang tua karena kematian adalah perubahan hidup yang selalu menimbulkan berbagai risiko bagi anak, sehingga menuntut anak berespon dalam melakukan penyesuaian diri. 17 Hasilwawancara dengan X. 18 Hasil wawancara dengan M.B. 19 Westberg, Good Grief...,

14 4. Tahapan keempat: muncul gejala-gejala fisik Dalam menjalani tahapan kedukaannya, kondisi seperti shock dan rasa tidak percaya perlahan menghilang dengan sendirinya setelah pemakaman selesai. Kondisi seperti gangguan pola makan, gangguan tidur, kekhawatiran dan kebingungan tidak lagi dirasakan oleh penduka. 20 Di sisi lain gejala mati rasa masih dirasakan oleh X. Menurut Wiryasaputra, salah satu gejala fisik yang diperlihatkan oleh penduka ketika menjalani kedukaannya ialah mati rasa. 21 Berdasarkan temuan di lapangan terdapat adanya kesesuaian dengan teori Wiryasaputra karena secara psikologis gejala mati rasa merupakan kondisi dimana seseorang tidak bisa merespons secara emosional suatu peristiwa yang dialami. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mati rasa berarti tidak mempunyai perasaan lagi. Secara mental psikologis individu yang mengalami mati rasa akan merasa terasing dan tidak ada gairah hidup, dan secara afektif menjadi gampang lupa dan tidak bisa memusatkan atensi dengan baik. Berdasarkan temuan dan teori di atas menurut saya, mati rasa merupakan bentuk perlindungan diri dari kesedihan yang mendalam atau kejadian-kejadian traumatik. Misalnya, dengan mati rasa seseorang bisa menjalani hari, sementara hatinya terluka karena orang yang dikasihi meninggal. 5. Tahapan kelima: panik Pada umumnya saat seseorang berada dalam kondisi tertekan dan tidak memiliki rasa percaya diri serta pengendalian diri yang baik, orang tersebut akan mudah 20 Hasil wawancara dengan X. 21 Wiryasaputra, Mengapa Berduka...,

15 mengalami perasaan panik. Kondisi ini juga akan dialami oleh seorang penduka dalam menjalani proses kedukaannya dan merupakan hal yang normal. Perasaan panik atau panik attack adalah gangguan atau tekanan perasaan yang datang secara tiba-tiba dan sering ditandai dengan preasaan gelisah dan cemas yang mendalam. Dalam kasus yang dialami oleh X, X tidak memperihatkan gejala kepanikan dalam proses kedukaannya, sehingga menurut saya tahapan ini dan tahapan sebelumnya memiliki kesesuaian dengan teori, yakni bahwa proses berduka tidak selamanya mengikuti pola garis linear, secara teratur, berurutan dari satu tahap ke tahapan yang lain, karena kedukaan masing-masing penduka akan cenderung berbeda-beda. 6. Tahapan keenam: perasaan bersalah. Kedukaan yang mendalam sering berhubungan dengan adanya perasaan bersalah atas pikiran, sikap, perasaan serta tindakan penduka terhadap orang yang telah meninggal. Perasaan bersalah ini umumnya bersifat subjektif. Sumbernya dapat berupa pikiran, perasaan, perlakukan serta tindakan yang secara objektif begitu mengecewakan, menyakiti hati atau bahkan mencederai mental maupun fisik orang yang meninggal semasa hidup. Sebagai anak bungsu yang sementara menuntut ilmu di perantauan, peristiwa kematian kedua orang tua yang terjadi secara berurutan membuat X mulai menyalahkan diri sendiri. Hal ini disebabkan karena keinginan X untuk membanggakan kedua orang tua belum sempat dilakukan oleh X. 22 Demi menebus perasaan bersalah yang dirasakan, X kini lebih aktif berkuliah dengan tujuan ingin membanggakan kedua orang tua yang telah tiada. Perasaan bersalah yang 22 Hasil wawancara dengan N.P. 15

16 dialami oleh X dapat dikategorikan sebagai rasa bersalah normalsesuai dengan apa yang disampaikan oleh Westberg, yakni bahwa ketika penduka tidak sempat melakukan sesuatu bagi almarhum semasa hidupnya, maka akan timbul rasa bersalah dalam diri penduka. 23 Adanya kesesuaian antara temuan di lapangan dengan teori disebabkan karena orang tua sering menjadi motivasi terbesar bagi kehidupan anakanaknya, sehingga banyak sekali anak-anak yang ingin membalas semua budi baik dari kedua orang tua,walau orang tua telah tiada. Motivasi ini dapat muncul karena adanya keinginan dari seorang anak untuk membahagiakan orang tuanya, atau lebih dari itu karena anak tersebut adalah anak rantau yang jauh dari kedua orang tua, sehingga berkeinginan besar untuk sukses. 7. Tahapan ketujuh: permusuhan dan kebencian. Pada kematian yang mendadak, akan lebih sulit penduka untuk menghadapi kenyataan, hal ini disebabkan karena penduka tidak memiliki kesempatan untuk menyiapkan diri. Kecenderungan dari tidak siapnya penduka dalam mempersiapkan diri, membuat penduka mulai mengekpresikan kemarahan dan kebencian kepada orang-orang disekitar. Dalam kasus ini, X sama sekali tidak memperlihatkan permusuhan dan kebencian terhadap siapa pun. 24 Hal ini disebabkan karena orangorang terdekat dari X justru memberikan kekuatan tersendiri dalam menjalani kedukaannya. Dengan demikian dalam menjalani proses kedukaannya X tidak berada 23 Westberg, Good Grief..., Hasil wawancara dengan X. 16

17 dalam tahapan permusuhan dan kebencian yang umumnya terjadi bagi para penduka yang lainnya. 8. Tahapan kedelapan: kembali ke kebiasaan awal. Seseorang yang mengalami grief karena kematian orang yang dicintai dapatmengakibatkan adanya perubahan tingkahlaku keseharian dalam bersosialisasi dimasyarakat, serta kurangnya percaya diri untuk bersosialisasi di masyarakat sehingga dapat menutup diri di lingkungan, namun hal ini tidak terdeteksi pada X. Hari ke dua setelah acara pemakaman kedua orang tua dilaksanakan, X kemudian kembali ke Salatiga untuk menjalankan perannya sebagai seorang mahasiswi di Fakultas Teologi UKSW. 25 Rutinitas kuliah rupanya membantu X untuk menghilangkan perasaan sedih atas kematian kedua orang tua. Selain padatnya aktivitas kuliah yang di lakukan, X juga memiliki lingkungan soisal dan sahabatsahabat yang ternyata sangat membantu X menjalani kehidupannya pasca kematian kedua orang tua. 26 Dalam peristiwa kehilangan karena kematian kedua orang tua, lingkungan memiliki daya dukung terhadap penduka dalam menjalani proses kedukaannya. Hal ini disebabkan karena lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan perilaku penduka, baik secara fisik maupun sosio-psikologis. Selain lingkungan, dukungan yang diberikan dari temanteman terdekat kepada penduka akan membuat penduka semakin lebih kuat dan tegar untuk menghadapi kondisi kedukaannya. Tanpa adanya dukungan dari orang-orang 25 Hasil wawancara dengan X. 26 Hasil wawancara dengan X. 17

18 terdekat, cenderung membuat penduka merasa kesepian dan hampa dalam menjalani kehidupannya. Temuan lapangan ini memiliki kesesuaian dengan apa yang dijelaskan oleh Westberg bahwa, peranan orang-orang terdekat dari penduka sangat penting bagi penduka dalam menjalani tahapan kedukaannya. Orang-orang terdekat penduka berfungsi untuk menjaga memori penduka terhadap orang yang telah meninggal. Adanya kesesuaian antara temuan di lapangan dengan teori karena lingkungan yang mendukung berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan psikologis seseorang, terlebih mereka yang sedang terpuruk karena peristiwa hidup yang menimbulkan kedukaan. Penduka yang memiliki jaringan dukungan sosial dapat mendapatkan beberapa manfaat, antara lain rasa memiliki kebersamaan, peningkatan rasa diri berharga serta perasaan aman. Berdasarkan teori dan temuan di lapangan, saya menyimpulkan bahwa X yang mengalami kedukaan mampu untuk mengatasi perasaan kehilangan yang dialami dan dapat kembali hidup normal serta menjalani kehidupan selanjutnya, karena adanya support dari orang-orang sekitar yang dapat memberikan kepercayaan diri bahwa X mampu mengatasi kedukaan yang dialami, sehingga melalui bantuan dan dukungan dari lingkungan serta orang-orang terdekat secara tidak langsung dapat mencegah perwujudan perilaku-perilaku negatif dari X. 9. Tahapan kesembilan: berpengharapan. Dalam tahapan ini, seorang penduka akan mulai memberanikan diri untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar atas keinginan penduka sendiri dan berusaha 18

19 hidup tanpa kedua orang tua. Pada kasus yang di alami oleh X, keinginan X untuk kembali bersosialisasi dengan lingkungan sekitar terlihat begitu kuat, sehingga X memberanikan diri untuk menyesuaikan diri dan tidak ingin berlarut-larut di dalam kesedihannya. Tindakan X memiliki kesesuaian dengan teori yang dijelaskan oleh Westberg karena tidak ada penduka yang sama dalam menjalani proses kedukaannya, ada penduka yang begitu cepat tetapi adapula penduka yang begitu lambat. 27 Berdasarkan temuan dan teori di atas saya menyimpulkan bahwa, dalam peristiwa kehilangan yang disebabkan karena kematian kedua orang tua, X tetap memiliki pengharapan kepada Tuhan. Pengharapan X ini terlihat dari tahapan sebelumnya dimana keinginan X untuk kembali ke kebiasaan awal pasca mengalami kehilangan kedua orang tua. 10. Tahapan kesepuluh: menerima kenyataan. Tahapan menerima kenyataan sering disebut juga sebagai tahapan reorganisasi dimana penduka mulai membangun kembali identitasnya, arah dan tujuan hidup, rasa mandiri dan percaya diri. X memahami dengan baik bahwa peristiwa kehilangan yang dirinya alami merupakan bagian dari perencanaan Tuhan. Keyakinan X ini didukung oleh teori Westberg, yang mana pada tahapan terakhir ini penduka yang imannya kuat akan lebih menyadari bahwa hidup tidak akan pernah sama dan merasakan bahwa banyak hal dalam hidup ini perlu dilalui. Sejalan dengan Westberg, pada tahapan kelima dari teorinya, Kübler Ross memberikan penekanan yang sama bahwa pada tahapan terakhir penduka sudah mulai berbesar hati menerima kepergian almarhum. 27 Westberg, Good Grief...,

20 Adanya kesesuaian antara temuan di lapangan dengan teori karena pada tahapan terakhir dari setiap rangkaian proses kedukaan selalu ditandai dengan diterimanya peristiwa kehilangan sebagai sebuah peristiwa yang riil. Menurut Kathleen Nadercara seorang penduka menjalani kedukaannya ditentukan oleh beberapa faktor. Sifat dari penduka (misalnya kepribadian, genetika dan jenis kelamin), keterampilan (misalnya keterampilan dan pengalaman dengan kematian dan kedukaan), lingkungan (misalnya budaya, status sosial ekonomi, sistem pendukung), perkembangan usia dan gaya berduka, jenis kehilangan atau penyebab kematian (misalnya trauma, tenang), dan hubungan dengan almarhum (misalnya keluarga, kenalan). 28 Dalam kasus kehilangan yang di alami X, faktor yang menentukan X dalam menjalani kedukaannya ialah sifat dari X itu sendiri. Selain sebagai anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang menanamkan nilai-nilai kemandirian oleh kedua orang tua, X juga merupakan mahasiswi Fakultas Teologi UKSW yang nantinya akan menjadi pendeta. Sebagai seorang yang sementara menekuni pendidikan Teologi, bagi X peristiwa kematian kedua orang tua yang di alaminya merupakan bagian dari jalan Tuhan. Menurut X kehidupan ini milik Tuhan, manusia tidak dapat menambah sejengkal umurnya dan kematian itu sesungguhnya adalah jalan Tuhan. 29 Menurut saya, didikan dan ajaran kedua orang tua yang diperoleh oleh X semasa hidup kedua orang tua, sangat berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan X. Semua pendidikan dalam keluarga begitu mendukung X untuk semakin kuat 28 Kathleen Nader; Salloum, Alison. Journal of Child & Adolescent Trauma. Jul2011, Vol. 4 Issue 3, p Hasil wawancara dengan X. 20

21 menerima kenyataan kematian kedua orang tua, sehingga proses recovery kasus kedukaan yang dialami oleh X ditandai dengan keikhlasan X untuk menerima kematian kedua orang tua, dan kini X telah kembali menjalankan aktivitasnya seperti semula. 21

BAB III TEMUAN PENELITIAN. kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua.

BAB III TEMUAN PENELITIAN. kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua. BAB III TEMUAN PENELITIAN Dalam bab ini saya akan membahas temuan hasil penelitian terkait studi kasus kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua. Mengawali deskripsi hasil

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap temuan-temuan di lapangan pada bab IV,

BAB V PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap temuan-temuan di lapangan pada bab IV, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap temuan-temuan di lapangan pada bab IV, pada bab ini saya akan menyimpulkan seluruh temuan yang diperoleh dari hasil penelitian studi kasus

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. (Wawancara dengan Bapak BR, 3 Maret 2008)

1. PENDAHULUAN. (Wawancara dengan Bapak BR, 3 Maret 2008) 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika putri saya meninggal dunia, saya merasa kehilangan bagian dari diri saya. Saya merasa tidak utuh dan segala sesuatu tidak akan pernah sama lagi. Beberapa hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran, ayat 185 yang berbunyi: Tiap-tiap yang

BAB I PENDAHULUAN. Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran, ayat 185 yang berbunyi: Tiap-tiap yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran, ayat 185 yang berbunyi: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal BAB II PROFIL INFORMAN Dalam bab sebelumnya telah dikemukakan tentang alasan apa saja yang mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal pasangan mahasiswa yang hamil diluar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss). BAB II LANDASAN TEORITIS A. GRIEF 1. Definisi Grief Menurut Rando (1984), grief merupakan proses psikologis, sosial, dan reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu emosi yang paling sering di alami oleh manusia. Kadang-kadang kecemasan sering disebut sebagai bentuk ketakutan dan perasaan gugup yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan

BAB I PENDAHULUAN. upaya penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja (adolescence) merupakan peralihan masa perkembangan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang tidak pasti dari kematian adalah waktu datang dan proses menjelangnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang tidak pasti dari kematian adalah waktu datang dan proses menjelangnya. BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kematian merupakan suatu hal yang pasti akan terjadi dalam kehidupan ini. Hal yang tidak pasti dari kematian adalah waktu datang dan proses menjelangnya. Hal ini menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak 2.1.1. Pengertian Hospitalisasi Hospitalisasi adalah suatu keadaan dimana seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan secara intensif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang tidak dapat diperkirakan waktu terjadinya. Sehingga kematian

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang tidak dapat diperkirakan waktu terjadinya. Sehingga kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian merupakan bagian yang tidak terlepas dari kehidupan manusia. Kematian merupakan fakta hidup yang harus diterima oleh semua makhluk yang bernyawa di dunia ini,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA 35 SERI BACAAN ORANG TUA Pengaruh Perceraian Pada Anak Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan

Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan LAMPIRAN 61 Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan gejala stres No. Variabel Cronbach s Alpha N

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai enam minggu berikutnya. Pengawasan dan asuhan postpartum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja mencerminkan kondisi manusia yang sehat lahir dan batin, sedangkan tidak bekerja sama sekali, mengindikasikan kondisi macet atau sakit atau adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial dan perkembangan atau spiritual seseorang

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini. Selanjutnya juga akan dipaparkan hasil diskusi dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di antara

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar dan menekuni disiplin ilmu yang ditempuhnya secara mantap, dimana di dalam menjalani serangkaian kuliah itu sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A LEMBAR DATA PARTISIPAN

LAMPIRAN A LEMBAR DATA PARTISIPAN LAMPIRAN A LEMBAR DATA PARTISIPAN Identitas Partisipan Nama (Inisial) : Tempat, Tanggal Lahir : Anak Ke : Agama : Status : Suku Bangsa : Pendidikan Terakhir : Profesi/ Pekerjaan : Alamat/ No Telepon :

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab Pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran proses grief pada ayah yang anaknya meninggal dunia secara mendadak, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak yang sehat dan memiliki tumbuh kembang yang baik merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah. Anak merupakan berkah yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS. Peristiwa kehilangan karena kematian orang tua, terlebih lagi kematian kedua

BAB II TINJAUAN TEORETIS. Peristiwa kehilangan karena kematian orang tua, terlebih lagi kematian kedua BAB II TINJAUAN TEORETIS Peristiwa kehilangan karena kematian orang tua, terlebih lagi kematian kedua orang tua menimbulkan kedukaan yang sangat dalam bagi anak-anak. Berdasarkan pemahaman tersebut saya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. cerebral palsy, maka peneliti dapat memberi kesimpulan dari ketiga subjek terkait

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. cerebral palsy, maka peneliti dapat memberi kesimpulan dari ketiga subjek terkait BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai bagaimana gambaran proses penerimaan ibu dengan anak yang mengalami cerebral palsy,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kehidupan seseorang dalam perjalanannya akan selalu mengalami perubahan. Perubahan ini dapat dikarenakan perkembangan dan pertumbuhan normal sebagai pribadi, maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga terdiri dari beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang menyenangkan dan nyaman

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meninggal sebelum usia lima tahun didominasi oleh kelahiran prematur dan kelahiran bayi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meninggal sebelum usia lima tahun didominasi oleh kelahiran prematur dan kelahiran bayi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi yang memungkinkan bayi lahir dalam keadaan tidak normal dan berisiko meninggal sebelum usia lima tahun didominasi oleh kelahiran prematur dan kelahiran

Lebih terperinci

LAMPIRAN A-1 SKALA DEPRESI PADA REMAJA

LAMPIRAN A-1 SKALA DEPRESI PADA REMAJA LAMPIRAN A-1 SKALA DEPRESI PADA REMAJA A. IDENTITAS Kelas : B. PETUNJUK PENGISIAN SKALA 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian kerjakan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisik adalah bagian dari tubuh manusia yang mudah dilihat dengan kasat mata, termasuk bagian kulit. Kulit merupakan bagian yang terluas dari tubuh dan bagian terpenting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang diinginkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres Stres merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari serta akan dialami oleh setiap orang.

Lebih terperinci

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). PENYAKIT TERMINAL Pengertian Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,

Lebih terperinci

Respons Orang Tua Korban Pembunuhan terhadap Pembunuh Anak Tunggalnya

Respons Orang Tua Korban Pembunuhan terhadap Pembunuh Anak Tunggalnya Judul Skripsi : Respons Orang Tua Korban Pembunuhan terhadap Pembunuh Anak Tunggalnya Pembimbing: Dr. Hendro Prabowo, S.Psi Oleh : Monica Lutfy Setyawan 14511602 Latar Belakang Masalah Dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung pula oleh sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak selalu ada kebutuhan untuk dikasihi dan merasakan bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Sepanjang daur kehidupan tidak terlepas dari situasi yang dapat mempengaruhi respon emosi individu. Salah satu situasi yang mempengaruhi emosi individu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial, tentu membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu keluarga kehadiran anak adalah kebahagiaan tersendiri bagi orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah amanah, titipan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Purwanto, 1998). Periode ini dianggap sebagai masa-masa yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO Astrid Oktaria Audra Siregar 15010113140084 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) merupakan tahap terakhir dari tahapan perkembangan manusia. Didalam masyarakat, masa lansia sering diidentikkan dengan masa penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, saling berhubungan atau berkomunikasi, dan saling mempengaruhi. Hidupnya selalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Seluruh Subjek Untuk hasil penelitian diketahui bahwa untuk tahapan pertama yaitu subjek I, II, dan III kurang memiliki pengingkaran saat pertama munculnya payudara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang

Lebih terperinci

Developmental and Clinical Psychology

Developmental and Clinical Psychology DCP 2 (2) (2013) Developmental and Clinical Psychology http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/dcp GRIEF PADA REMAJA AKIBAT KEMATIAN ORANGTUA SECARA MENDADAK Adina Fitria S, Sri Maryati Deliana, Rulita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun, namun biasanya tidak dapat disembuhkan melainkan hanya diberikan penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

Lebih terperinci