BAB II PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK OLEH PEGAWAI NEGERI SIPIL MUSLIM DI PENGADILAN AGAMA. A. Pengertian Anak, Anak Angkat dan Pengangkatan Anak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK OLEH PEGAWAI NEGERI SIPIL MUSLIM DI PENGADILAN AGAMA. A. Pengertian Anak, Anak Angkat dan Pengangkatan Anak"

Transkripsi

1 27 BAB II PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK OLEH PEGAWAI NEGERI SIPIL MUSLIM DI PENGADILAN AGAMA A. Pengertian Anak, Anak Angkat dan Pengangkatan Anak Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja, dengan kata lain anak adalah seorang laki-laki dan perempuan yang belum atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua dimana kata anak merujuk dari lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Pengertian anak menurut Kamisa dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern bahwa Anak adalah keturunan kedua. 40 Pengertian ini memberikan gambaran bahwa anak tersebut adalah turunan dari ayah dan ibu sebagai turunan pertama. Jadi anak adalah merupakan suatu kondisi akibat adanya perkawinan antara kedua orang tuanya. Hassan juga mengartikan anak sebagai muda-mudi/remaja yang masih dianggap anak-anak, yang masih memerlukan bimbingan dari orang tua/keluarga serta masih harus belajar banyak baik melalui pendidikan orang tua maupun menimba pengalaman-pengalaman dalam kehidupan bermasyarakat. 41 Haditono mengutip pendapat Sumadi Suryabrata, menyatakan bahwa : 40 Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal Hassan, Kumpulan Soal Tanya Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama. Diponegoro, Bandung, 1983, hal

2 28 Anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu, anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama. 42 Pengertian di atas menjelaskan bahwa anak merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian baik dalam bidang ilmu pengetahuan, agama, hukum, dan sosiologi yang menjadikan pengertian anak semakin aktual dalam lingkungan sosial. Kedudukan anak dalam lingkungan hukum sebagai subjek hukum, ditentukan dari bentuk sistem hukum terhadap anak sebagai kelompok masyarakat yang berada di dalam status hukum dan tergolong tidak mampu atau di bawah umur. Maksud tidak mampu karena kedudukan akal dan pertumbuhan fisik yang sedang berkembang dalam diri anak yang bersangkutan. Meletakkan anak sebagai subjek hukum yang lahir dari proses sosialisasi berbagai nilai ke dalam peristiwa hukum secara substansial meliputi peristiwa hukum pidana maupun hubungan kotrak yang berada dalam lingkup hukum perdata menjadi mata rantai yang tidak dapat dipisahkan. 43 Apabila ditelaah ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ditegaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (delapan belas) tahun, termasuk anak yang 42 Sumadi Suryabrata, Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Andi, Yogyakarta, 2000, hal Maulana Hasan Wadong, Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta, 2000, hal. 3.

3 29 masih dalam kandungan. 44 Ketentuan dalam Undang-undang di atas menerangkan bahwa anak yang masih dalam kandungan pun dikategorikan anak sampai dengan anak berusia 18 tahun. Pengertian anak dalam konteks hukum perdata erat kaitannya dengan pengertian mengenai kedewasaan. Hukum Indonesia mengenai anak masih digolongkan sebagai anak terdapat perbedaan penentuan. Menurut ketentuan hukum terdapat perbedaan tolak ukur dimaksud antara lain: 45 a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 330 Ayat (1) KUH Perdata yang menentukan bahwa batas antara belum dewasa (Minderjerigheid) dengan telah dewasa (Meerderjarigheid) yaitu 21 tahun kecuali Anak itu sudah kawin sebelum berumur 21 tahun dan Pendewasaan (venia aetetis Pasal 419) 46 b. Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 47 ayat 1 menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melakukan pernikahan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaan orang tuanya. Pasal 50 ayat (1) menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali. Dari ketentuan dalam Undang-undang Nomor 1 44 Undang-undang RI Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Media Centre, Surabaya, 2006, hal Irma Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal Ibid., hal 17.

4 30 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut di muka dapat disimpulkan bahwa dalam Undang-undang tersebut menentukan batas belum dewasa atau sudah dewasa adalah 16 dan 19 tahun. c. Hukum kebiasaan (hukum adat) Menurut hukum adat tidak ada ketentuan yang pasti kapan seseorang dapat dianggap dewasa dan wewenang bertindak. Hasil penelitian Mr. R. Soepomo tentang hukum perdata Jawa Barat dijelaskan bahwa ukuran kedewasaan seseorang diukur dari segi: (1) Dapat bekerja sendiri (mandiri), (2) Cakap untuk melakukan apa yang disyaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bertanggung jawab; dan 3) Dapat mengurus harta kekayaannya sendiri. 47 Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa dalam hukum adat ukuran kedewasaan tidak berdasarkan hitungan usia tapi pada ciri tertentu yang nyata. 48 Dengan demikian setelah melihat ketentuan yang berlainan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian anak berlaku bagi seseorang yang berusia di bawah 21 tahun. Masa kanak-kanak dibagi menjadi 3 tahap, yaitu masa bayi umur 0 menjelang dua tahun, masa kanak-kanak pertama umur 2-5 tahun dan masa kanak-kanak terakhir antara umur 5-12 tahun. 49 Adapun proses perkembangan anak terdiri dari beberapa 47 Ibid, hal Ibid, hal Gatot Supramono, Hukum Acara Peradilan Anak, Djambatan, Jakarta, 2005, hal. 1.

5 31 fase pertumbuhan yang bisa digolongkan berdasarkan pada paralelitas perkembangan jasmani anak dengan perkembangan jiwa anak. Penggolongan tersebut dibagi ke dalam tiga fase yaitu: 1) Fase pertama adalah dimulainya pada usia anak 0 tahun sampai dengan 7 tahun yang bisa disebut sebagai masa anak kecil dan masa perkembangan kemampuan mental, perkembangan fungsi-fungsi tubuh, perkembangan emosional, bahasa bayi dan arti bahasa bagi anak-anak, masa kritis (tro zalter) pertama dan tumbuhnya seksualitas awal pada anak; 2) Fase kedua adalah dimulainya pada usia 7 sampai dengan 14 tahun disebut sebagai masa kanak-kanak; 50 3) Fase ketiga adalah dimulai pada usia 14 sampai dengan 21 tahun yang dinamakan masa remaja, dalam arti yang sebenarnya yaitu fase fubertas dan adolescant, dimana terdapat masa penghubung dan masa peralihan dari anak menjadi dewasa. 51 Fase-fase yang disebutkan di atas masing-masing menjelaskan, fase pertama antara 0-7 tahun disebut sebagai masa anak kecil, perkembangan kemampuan mental dan lain sebagainya, lebih dari 7 tahun maka anak tersebut digolongkan dalam fase kedua yaitu masa kanak-kanak dengan ketentuan batas usianya adalah 14 tahun. Sementara untuk fase terakhir adalah 14 sampai dengan 21 tahun dikategorikan remaja dan ketentuan pada usia 21 inilah akhir fase disebut anak. Pada pengertian anak di atas, meskipun dikutip dari beberapa sumber akan tetapi yang menjadi acuan utama di sini adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang spesifik menjelaskan tentang perlindungan anak. Jadi dengan demikian dari semua pengertian anak di atas hanya sebagai 50 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Refika Adiatama, Jakrta, 2006, hal Ibid., hal

6 32 komparasi dari undang-undang dan ketentuan-ketentuan yang ada, baik dari Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-undang hukum perdata ataupun hukum adat. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa anak merupakan buah hati sibiran tulang, sebagaimana diungkapkan masyarakat melayu dalam mengekspresikan begitu pentingnya eksistensi seorang anak bagi kelangsungan hidup mereka. Anak seyogyanya dipandang sebagai aset berharga suatu bangsa dan negara di masa mendatang yang harus dijaga dan dilindungi hak-haknya. Hal ini dikarenakan bagaimanapun juga di tangan anak-anaklah kemajuan suatu bangsa tersebut akan ditentukan. 52 Semakin modern suatu negara, seharusnya semakin besar perhatiannya dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh kembang anak-anak dalam rangka perlindungan. Perlindungan yang diberikan negara terhadap anak meliputi berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, hankam maupun aspek hukum. Dalam kehidupan bermasyarakat juga dikenal adanya anak angkat atau anak orang lain yang diangkat menjadi layaknya anak sendiri atau anak kandung. Dengan kata lain anak angkat adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orangtua dan anak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Mengangkat anak saat ini adalah merupakan hal yang wajar dilakukan bagi setiap orang. Baik bagi mereka 52 Rumilawati Windari, Perlindungan Anak Berdasarkan Undang-Undang di Indonesia dan Beijing Rule, Diakses 25 Mei 2012

7 33 yang belum dikaruniai keturunan ataupun yang telah dikaruniai keturunan. Karena hal ini diperbolehkan oleh undang-undang dan telah diatur dalam ketentuan-ketentuan hukum. Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan anak angkat adalah anak orang lain yang diambil (dipelihara) serta disahkan secara hukum sebagai anak sendiri. 53 Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orangtua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangganya. 54 Sedangkan menurut Surojo Wignodipuro yang mengartikan sebagai berikut : Anak angkat adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarganya sendiri sedemikian rupa sehingga antara orangtua yang mengangkat anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama, seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandung sendiri. 55 Muderis Zaini mengemukakan pula bahwa : Anak angkat adalah penyatuan seseorang anak yang diketahui bahwa ia sebagai anak orang lain kedalam keluarganya. Ia diperlakukan sebagai anak segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, dan bukan diperlakukan sebagai anak nashabnya sendiri. 56 hal.31. hal Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, Jakarta, 1976, 54 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandung, Alumni, 1991, hal Surojo Wignjodipuro, Asas-asas Hukum Adat, Jakarta, Kinta, 1972, hal Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Segi Tiga Sistem Hukum, Bina Akasara, 1999,

8 34 Kemudian menurut M. Djojodiguno dan R. Tirtawinata, anak angkat adalah pengambilan anak orang lain dengan maksud supaya anak itu menjadi anak dari orangtua angkatnya. Ditambahkan bahwa adopsi ini dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga anak itu baik lahir maupun batin merupakan anaknya sendiri. 57 Sementara itu dalam Mahmud Syaltut yang dikutip Aziz Dahlan, mengemukakan bahwa setidaknya ada dua pengertian anak angkat, yaitu :. Pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, tanpa diberikan status anak kandung kepadanya, Cuma ia diperlakukan oleh orang tua angkatnya sebagai anak sendiri. Kedua, mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan ia diberi status sebagai anak kandung, sehingga ia berhak memakai nama keturunan (nasab) orang tua angkatnya dan saling mewarisi harta peninggalan, serta hakhak lain sebagai akibat hukum antara anak angkat dan orang tua angkatnya itu. 58 Beberapa definisi serta batasan dari beberapa sarjana yang telah disebut di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa anak angkat adalah upaya mengalihkan hak serta kewajiban anak yang bukan asli dari keturunannya untuk dimasukkan kedalam satu keluarga, sehingga hak dan kewajiban si anak menjadi beralih kepada pihak yang mengangkatnya sebagai anak selayaknya anak kandung. Adanya anak angkat dalam sebuah keluarga adalah akibat adanya tindakan pengangkatan anak. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seseorang anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua yang sah/walinya yang sah/orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan 57 M. Djojodiguno dan R. Tirtawinata dalam Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Semarang, 1990, hal A. Aziz Dahlan, Op.Cit., hal

9 35 dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan kekuasaan keluarga orang tua angkat berdasarkan putusan/penetapan Pengadilan Negeri. 59 Sifat perbuatan pengangkatan anak merupakan perbuatan hukum yang tidak dapat dianggap hanya sebagai hasil kesepakatan antara para pihak semata, pengangkatan anak harus dianggap sebagai suatu lembaga yang menciptakan suatu hubungan hukum yang sah bagi anak angkat dengan lingkungan keluarga orang tua angkat berdasarkan penetapan pengadilan. Hendaknya dipahami bahwa perbuatan pengangkatan anak bukanlah suatu perbuatan hukum yang dapat terjadi pada suatu saat seperti halnya dengan penyerahan barang, melainkan merupakan suatu rangkaian kejadian hubungan kekeluargaan yang menunjukan adanya kesungguhan, cinta kasih dan kesadaran yang penuh akan segala akibat dari pengangkatan anak. Apabila ditelaah ketentuan dalam KUHPerdata tidak mengatur tentang lembaga pengangkatan anak yang berlaku bagi anak angkat Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa, yang ada hanya pengakuan anak luar kawin yang disahkan. Untuk memberikan pengertian tentang pengangkatan anak, dapat dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu pengertian secara etimologi dan secara terminologi. 1. Secara etimologi yaitu, pengangkatan anak berasal dari kata adoptie bahasa Belanda atau adopt bahasa Inggris. Pengertian dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum, berarti pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak kandungnya sendiri. hal Erna Sofwan Sjukrie, Lembaga Pengangkatan Anak, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1992,

10 36 2. Secara terminologi, yaitu dalam kamus umum bahasa Indonesia dijumpai arti anak angkat, yaitu anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anaknya sendiri. Dalam ensiklopedia umum disebutkan bahwa pengangkatan anak adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diatur dalam pengaturan perundangundangan. 60 Menurut Iman Sudiyat, pengertian dari pengangkatan anak adalah suatu perbuatan memungut seorang anak dari luar ke dalam kerabat, sehingga terjalin suatu ikatan sosial yang sama dengan ikatan kebangsaan biologis. 61 Dengan kata lain, melalui pengangkatan anak, anak angkat masuk kehidupan rumah tangganya orang tua yang mengambil anak itu sebagai sebagai anggota rumah tangganya, akan tetapi ia berkedudukan sebagai anak kandung dengan fungsi untuk meneruskan keturunan bapak angkat. Menurut Soerjono Soekanto, pengangkatan anak adalah sebagai suatu perbuatan mengangkat anak untuk dijadikan anak sendiri, atau secara umum berarti mengangkat seseorang dalam kedudukan tertentu yang menyebabkan timbulnya hubungan yang seolah-olah didasarkan pada faktor hubungan darah. 62 Adopsi harus dibedakan dengan pengangkatan anak dengan tujuan sematamata untuk pemeliharaan anak saja. Dalam hal ini anak tidak mempunyai kedudukan sama dengan anak kandung dalam hal warisan. 63 Rumusan yang diberikan oleh JA. Nota yang dikutip Purnadi Purbotjaroko mengenai adopsi adalah sebagai suatu lembaga hukum yang menyebabkan seorang beralih ke hubungan kekeluargaan lain, hal Muderis Zaini, Op.Cit., hal Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal Soerjono, Soekanto. Intisari Hukum Keluarga, Citra Aditya Bakti. Bandung hal Irma Setyowati Soemitro. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Bumi Aksara. Jakarta, 1990,

11 37 sehingga timbul hubungan-hubungan hukum yang sah dengan orang tuanya, di Jawa Tengah pengangkatan anak menurut M.M Djojodiguno dan Raden Tirtawinata, adalah pengangkatan anak orang lain dengan maksud supaya anak itu menjadi anak dari orang tua angkatnya. Ditambahkan bahwa adopsi itu dilakukan sedemikian rupa, sehingga anak itu baik secara lahir maupun batin merupakan anak sendiri. Berdasarkan rumusan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian adopsi secara umum adalah suatu tindakan mengalihkan seseorang anak dari kekuasaan orang tua kandungnya ke dalam kekuasaan orang tua angkatnya, untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak kandungnya sendiri, sehingga dengan sendirinya anak angkat mempunyai hak dan kedudukan yang sama seperti anak kandung. Hukum Islam, sejak zaman Jahiliyah orang Arab telah mengenal dan melakukan pengangkatan anak. Pada waktu itu Nabi Muhammad S.A.W. mengangkat anak seorang laki-laki bernama Zaid bin Haritsah. Tindakan Nabi Muhammad S.A.W. ini mendapat teguran dari Allah melalui wahyu Illahi sebagaimana tertera dalam Al-Qur an Surat Al-Azhab ayat 4, 5 dan 40, yang diturunkan untuk memperbaiki kesalahan Nabi Muhammad S.A.W. dalam mengangkat anak yang disesuaikannya dengan adat dan kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan bangsa Arab waktu itu M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Tiga Sistem Hukum, Akademika, Pressindo, Jakarta, 1985, hal 23

12 38 Berkaitan dengan pengangkatan anak ini, Al-Qur an Surat Al- Azhab ayat (4), (5) dan (40) menegaskan yang artinya : Ayat (4) yang artinya Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya, dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sendiri. Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar. Ayat (5) Panggillah mereka (anak-anak angkatmu itu) dengan memakai nama bapak-bapak meraka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka panggilah mereka sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ayat (40) Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasullulah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. 65 Berdasarkan rumusan ayat tersebut di atas dapatlah diketahui, bahwa menurut agama Islam, anak angkat bukanlah anak kandung. Hubungan darah tidak pernah terputus antara ayah kandung dengan anak kandung. Oleh karena itu seharusnyalah si anak dipanggil menurut bapak kandungnya, sehingga oleh karena itu menurut hukum Islam tidak ada halangan sama sekali untuk menikah antara anak kandung dengan anak angkat. Menurut hukum Islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1) Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua biologis dan keluarga; Soenarjo, Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1971, hal. 666-

13 39 2) Anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkat, melainkan tetap sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya, demikian juga orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari anak angkatnya; 3) Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara langsung, kecuali sekedar sebagai tanda pengenal/alamat; 4) Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan terhadap anak angkatnya. 66 Ketentuan tersebut di atas menjelaskan bahwa prinsip pengangkatan anak menurut hukum Islam adalah bersifat pengasuhan anak dengan tujuan agar seorang anak tidak sampai terlantar atau menderita dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu, juga tidak menutup kemungkinan memberikan berbagai bentuk bantuan atau jaminan penghidupan oleh orang tua angkat terhadap anak angkatnya, antara lain berupa : 1) Pemberian hibah kepada anak angkat untuk bekal hidupnya dikemudian hari; 2) Pemberian wasiat kepada anak angkat dengan ketentuan tidak lebih dari 1/3 (sepertiga ) harta kekayaan orang tua angkat yang kelak akan diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak. 67 Hal ini sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam telah mengatur bahwa orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah dari harta warisan anak angkatnya, demikian sebaliknya terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah dari harta warisan orang tua angkatnya. Jumlah wasiat wajibah itu maksimal 1/3 (sepertiga) dari harta warisan. Pengangkatan anak menurut hukum Islam, tidak memberi status kepada anak angkat sebagai anak kandung orang tua angkat. Meskipun barangkali 66 M. Budiarto, Op.Cit., hal Ibid, hlm 25

14 40 dilihat dari kenyataan kehidupan sehari-hari, hubungan ikatan batin antara orang tua angkat dengan anak angkat, sudah tidak ubahnya seperti hubungan anak kandung dengan orang tua kandung, hal itu tidak mengubah kenasaban hubungan darah antara mereka. Prinsip-prinsip pengangkatan anak menurut hukum Islam bertujuan mencegah agar seorang anak tidak sampai terlantar dalam hidupnya dan bersifat pengarahan yang dapat disertai dengan pemberian bantuan penghidupan untuk kesejahteraan anak. Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa pengangkatan anak merupakan salah satu perbuatan hukum yang termasuk perbuatan hukum di bidang hukum perdata dan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan, bagaimanapun juga lembaga pengangkatan anak ini akan mengikuti perkembangan dari masyarakat itu sendiri, yang terus beranjak ke arah kemajuan. B. Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Berbagai Sistem Hukum. Pengangkatan anak di Indonesia dilihat dari sejarahnya di urut dari Staatsblad 1917 Nomor 129, hukum adat, perundang-undangan dan berdasarkan hukum Islam. 1. Menurut Staatsblad 1917 Nomor 129 Hukum keluarga adat golongan Tionghoa menganut garis keturunan lakilaki (patrilinel), karena itu nama keluarga (she atau fam, seperti Tan, Oei, Lim,dan lain-lain) diturunkan melalui keturunan laki-laki. Apabila tidak ada keturunan laki-laki untuk meneruskan nama keluarga, maka mereka akan mengangkat anak laki-laki dari keluarga lain. Oleh karena itu, asas

15 41 pengangkatan anak hanya bisa dilakukan seorang laki-laki Tionghoa wajib mengusahakan agar cabang keluarganya tidak punah dan ada keturunan yang melanjutkan merawat abu leluhur. 68 Lembaga pengangkatan anak diatur khusus karena merupakan adat golongan Tionghoa yang berhubungan erat dengan pandangan dan kepercayaan mereka. Sedangkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) memandang suatu perkawinan sebagai bentuk hidup bersama bukan untuk mengadakan keturunan, sehingga tidak mengenal lembaga pengangkatan anak (adopsi). 69 Dalam perkembangannya, penduduk golongan Tionghoa mengalami perubahan pendangan terhadap hubungan kekeluargaan yang semula patrilineal menjadi bilateral atau parental. Perubahan pandangan itu dipengaruhi berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pendidikan, dan agama Kristen yang banyak dianut oleh mereka. Lembaga pengangkatan anak masih dibutuhkan tetapi dengan tujuan yang berbeda dari tujuan semula. Kehadiran anak angkat kadang dibutuhkan bagi mereka yang tidak mempunyai anak untuk mengisi kekosongan dalam keluarga atau memelihara mereka di hari tua. Oleh karenanya pengangkatan anak tidak perlu dibatasi hanya anak laki-laki J. Satrio, Op.Cit, hlm Ali Affandi, hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undangundang Hukum Perdata (BW), Bina Aksara, Jakarta, 1986, hlm J. Satrio, Op.Cit. hlm. 194.

16 42 2. Menurut Hukum Adat Hukum kekeluargaan adat memandang bahwa keturunan adalah ketunggalan leluhur, artinya dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah dengan tunggal leluhur. Akibat hukum yang berhubungan dengan ketunggalan leluhur bervariasi di masing-masing daerah. Ada satu pandangan pokok yang sama bahwa keturunan merupakan unsur yang hakiki serta mutlak bagi suatu suku, atau kerabat yang menginginkan dirinya tidak punah dan menghendaki supaya ada generasi penerusnya. Apabila suatu suku atau kerabat yang khawatir akan menghadapi kepunahan pada umumnya melakukan pengangkatan anak. 71 Pengangkatan anak dalam hukum adat bukan merupakan lembaga yang asing. Lembaga itu dikenal luas hampir diseluruh Indonesia yang dilakukan dengan cara dan motif yang bervariasi. Misalnya di Jawa, anak angkat biasanya diambil dari anak keponakannya sendiri, laki-laki atau perempuan. Sedangkan motivasi pengangkatan anak tersebut berdasarkan alasan-alasan antara lain : karena tidak mempunyai anak, untuk mempererat tali persaudaraan dengan orang tua anak yang diangkat, karena belas kasihan disebabkan orang tuanya tidak mampu/anak yatim, atau anak yatim piatu, adanya kepercayaaan bahwa dengan mengangkat anak akan mendapatkan anak keturunannya sendiri (panutan, sebagai pemancing),dan karena hanya mempunyai anak laki-laki maka mengangkat anak perempuan atau sebaliknya, 71 Bushar Muhammad, Pokok pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006, hlm. 3.

17 43 dan yang terakhir karena untuk mendapatkan anak laki-laki yang dapat membantu pekerjaan orang tua sehari-hari. Demikian pula akibat hukum pengangkatan anak dalam hukum adat sangat bervariasi. Misalnya di Jawa, pengangkatan anak tidak memutuskan pertalian keluarga antara anak angkat dan orangtua kandungnya. Anak angkat masuk dalam kehidupan rumah tangga orang tua angkat sebagai anggota keluarga, tetapi tidak berkedudukan sebagai anak kandung untuk meneruskan keturunan bapak angkatnya. Sedangkan di Bali, pengangkatan anak adalah perbuatan hukum yang melepaskan anak dari pertalian keluarga orang tua kandungnya dan memasukkan anak itu kedalam keluarga bapak angkat, sehingga anak tersebut berkedudukan menjadi anak kandung untuk meneruskan keturunan bapak angkatnya. 72 Kedudukan anak angkat dalam hukum adat dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan atau keturunan. Sistem kekeluargaan di Indonesia dibedakan menjadi tiga (3) corak, yaitu : Sistem Patrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis keturunan bapak, kedudukan laki-laki lebih menonjol pengaruhnya daripada kedudukan perempuan. 72 Amir Martosedono, Tanya Jawab pengangkatan Anak dan Masalahnya, Dahara Prize, Semarang, 1990, hlm

18 44 Sistem Matrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis keturunan ibu, kedudukan perempuan lebih menonjol pengaruhnya daripada kedudukan laki-laki. Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua atau menurut garis dua sisi, yaitu bapak dan ibu, kedudukan laki-laki dan perempuan tidak dibedakan Menurut Perundang-undangan Republik Indonesia Undang-undang yang mengatur pengangkatan anak di Indonesia yang dibuat secara lengkap dan tuntas masih belum ada. Dalam sejarah perundangundangan yang berkaitan, pengaturan pengangkatan anak sempat masuk dalam rancangan undang-undang, yaitu dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perkawinan dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Peradilan Anak. 74 Ketentuan pasal dalam RUU Perkawinan ini termasuk salah satu pasal yang mendapat reaksi keras dari umat Islam karena bertentangan dengan hukum Islam. Hasil Musyawarah Ulama Jawa Timur pada tanggal 11 Agustus 1973 mengusulkan Pasal 62 tersebut untuk mengubah ayat ( 8 ), ayat (9), dan menghapus ayat (11) dan ayat (12) Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Citra Aditia Bakti, Bandung, 1993, hlm Musthofa Sy, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2008, hlm Amak, Proses Undang-Undang Perkawinan, Al-Maarif, Bandung, 1976, hlm. 47.

19 45 Rancangan Undang-Undang tersebut selanjutnya disahkan menjadi Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai legal product dengan menghapus semua ketentuan Pasal 62 yang mengatur pengangkatan anak, sehingga dalam Undang-Undang RI Nomor 1974 tentang Perkawinan tidak ada ketentuan yang mengatur pengangkatan anak. 4. Berdasarkan Hukum Islam Mengangkat anak saat ini adalah merupakan hal yang wajar dilakukan bagi setiap orang. Baik bagi mereka yang belum dikaruniai keturunan ataupun yang telah dikaruniai keturunan. Karena hali ini diperbolehkan oleh Undangundang dan telah diatur dalam ketentuan-ketentuan hukum. Pengangkatan anak telah dilakukan dari zaman dahulu, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Walaupun pada masa sekarang ini pelaksanaan pengangkatan anak telah jauh berkembang. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pelaksanaan pengangkatan anak yang sudah berkembang dari tujuan semula diadakannya pengangkatan anak. Namun bila diperhatikan dari segi apapun juga, pada dasarnya pengangkatan anak mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk memperoleh keturunan. Pengangkatan anak sering juga diistilahkan dengan adopsi, adopsi berasal dari kata Adoptie dalam bahasa Belanda atau adoption dalam bahasa Inggris. Adoption artinya pengangkatan, pemungutan. 76 Dalam bahasa arab disebut tabanny yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan dengan mengambil anak angkat. Sedangkan dalam kamus 76 Musthofa Sy, Op.Cit. hlm. 32

20 46 Munjid diartikan ittikhadzahu, yaitu menjadikannya sebagai anak. Dalam Ensiklopedi Umum sebagaimana dikutip oleh Muderis Zaini dalam bukunya menyebutkan bahwa : Adopsi adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diatur dalam pengaturan perundangundangan. Biasanya adopsi dilaksanakan untuk mendapat pewaris atau untuk mendapatkan anak bagi orang tua yang tidak beranak, sedangkan dalam hukum Islam, sudah sejak zaman Jahiliyah orang Arab telah mengenal dan melakukan pengangkatan anak. Pada waktu itu Nabi Muhammad SAW mengangkat anak seorang laki-laki bernama Zaid bin Harisah. Tindakan Nabi Muhammad ini mendapat teguran dari Allah SWT melalui wahyu Ilahi sebagaimana tertera dalam Al-Qur an Surat Al-Azhab ayat 4, 5 dan 40, yang diturunkan untuk memperbaiki kesalahan Nabi Muhammad S.A.W. dalam mengangkat anak yang disesuaikannya dengan adat dan kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan bangsa Arab waktu itu. Berkaitan dengan pengangkatan anak ini, Al-Qur an Surat Al-Azhab ayat 4, 5 dan 40 menegaskan yang artinya : Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya, dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sendiri. Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah SWT mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar ( Ayat 4 ). Panggillah

21 47 mereka (anak-anak angkatmu itu) dengan memakai nama bapak-bapak meraka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka panggilah mereka sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi ( yang ada dosanya ) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Ayat 5). Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasululah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu ( Ayat 40 ). Dari rumusan ayat tersebut di atas dapatlah diketahui, bahwa menurut agama Islam, anak angkat bukanlah anak kandung. Hubungan darah tidak pernah terputus antara ayah kandung dengan anak kandung. Oleh karena itu seharusnyalah si anak dipanggil menurut bapak kandungnya, sehingga oleh karena itu menurut hukum Islam tidak ada halangan sama sekali untuk menikah antara anak kandung dengan anak angkat. Menurut hukum Islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan apabila memenuhi ketentuan ketentuan sebagai berikut : 77 Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua biologis dan keluarga; Anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkat, melainkan tetap sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya, demikian Nopember Hilman Lubis, Panitera Pengadilan Agama Medan Kelas IA, Wawancara tanggal 25

22 48 juga orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari anak angkatnya; Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara langsung, kecuali sekedar sebagai tanda pengenal / alamat; Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan terhadap anak angkatnya; Dari ketentuan tersebut di atas dapat diketahui bahwa prinsip pengangkatan anak menurut hukum Islam adalah bersifat pengasuhan anak dengan tujuan agar seorang anak tidak sampai terlantar atau menderita dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Berdasarkan prinsip dasar termaksud maka, hukum Islam tidak melarang memberikan berbagai bentuk bantuan atau jaminan penghidupan oleh orang tua angkat terhadap anak angkatnya, antara lain berupa : Pemberian hibah kepada anak angkat untuk bekal hidupnya dikemudian hari; Pemberian wasiat kepada anak angkat dengan ketentuan tidak lebih dari 1/3 (sepertiga) harta kekayaan orang tua angkat yang kelak akan diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak. Ketentuan Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam telah mengatur bahwa orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah dari harta warisan anak angkatnya, demikian sebaliknya terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat

23 49 diberi wasiat wajibah dari harta warisan orang tua angkatnya. Jumlah wasiat wajibah itu maksimal 1/3 ( sepertiga ) dari harta warisan. Pengangkatan anak menurut hukum Islam, tidak memberi status kepada anak angkat sebagai anak kandung orang tua angkat. Meskipun barangkali dilihat dari kenyataan kehidupan sehari hari, hubungan ikatan batin antara orang tua angkat dengan anak angkat, sudah tidak ubahnya seperti hubungan anak kandung dengan orang tua kandung, hal itu tidak mengubah kenasaban hubungan darah antara mereka. Dari hal hal yang diutarakan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa prinsip-prinsip pengangkatan anak menurut hukum Islam bertujuan mencegah agar seorang anak tidak sampai terlantar dalam hidupnya dan bersifat pengarahan yang dapat disertai dengan pemberian bantuan penghidupan untuk kesejahteraan anak. C. Syarat-Syarat Pengangkatan Anak. Pelaksanaan pengangkatan anak dalam praktiknya lebih mengutamakan pelayanan bagi pihak yang mengangkat anak di samping juga kepentingan pemilik anak agar menyetujui anaknya diambil oleh orang lain. Kemudian pelayanan diberikan bagi pihak-pihak lain yang berjasa dalam terlaksana proses pengangkatan anak. Sepanjang proses tersebut, anak benar-benar dijadikan obyek perjanjian dan persetujuan antara orang-orang dewasa bukan sebagai objek perdagangan. Berkaitan dengan kenyataan ini, proses pengangkatan anak yang menuju ke arah suatu bisnis jasa komersial merupakan hal yang amat penting untuk dicegah karena hal ini bertentangan dengan asas dan tujuan pengangkatan anak. Pada

24 50 dasarnya, pengangkatan anak tidak dapat diterima menurut asas-asas perlindungan anak. Pelaksanaan pengangkatan anak dianggap tidak rasional positif, tidak dapat dipertanggungjawabkan, bertentangan dengan asas perlindungan anak, serta kurang bermanfaat bagi anak yang bersangkutan. Pengangkatan anak dilakukan melalui Dinas Sosial dan diatur dalam Ketentuan Umum angka 6 Keputusan Menteri Sosial Nomor 40/HUK/KEP/IX/1980 tentang Organisasi Sosial yang menyatakan bahwa Organisasi sosial/lembaga pelayanan sosial adalah lembaga kesejahteraan sosial yang berbadan hukum yang menangani pengasuhan anak yang ditunjuk oleh Dinas Sosial melalui Surat Keputusan Menteri Sosial sebagai penyelenggara pengangkatan anak. 78 Kriteria yayasan/organisasi sosial yang dapat ditunjuk oleh Menteri Sosial sebagai lembaga yang memfasilitasi pengangkatan anak adalah: 1. Memiliki panti sosial asuhan anak yang khusus melayani anak balita dengan sarana dan prasarana yang memadai. 2. Memiliki SDM yang melaksanakan tugas secara purna waktu dengan disiplin/keterampilan pekerja sosial. Sarjana hukum, psikolog, dan pengasuh. 3. Mandiri dalam operasional 4. Telah memiliki hubungan kerja dengan rumah sakit setempat. 79 Dalam melakukan pengangkatan anak perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prosedur pengajuan pengangkatan anak yang diatur dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang 78 Keputusan Menteri Sosial Nomor 40/HUK/KEP/IX/1980 tentang Organisasi Sosial 79 Departemen Sosial Republik Indonesia. Op.Cit., hal 4

25 51 Perlindungan Anak. Syarat yang wajib dipenuhi demi kepentingan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 adalah sebagai berikut : Pasal 39 (1)Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2)Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. (3)Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat. (4)Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. (5)Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat. Berdasarkan ketentuan hukum mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengangkatan anak, maka orang tua angkat mempunyai kewajiban seperti yang telah diatur dalam Pasal 40 yang menyebutkan : (1)Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usul dan orang tua kandungnya (2)Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan. Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandung ini bertujuan agar anak yang telah diangkat tidak merasa kehilangan jati diri yang sebenarnya dan mengetahui asal usulnya yang sebenar-benarnya. Selain itu, agar tujuan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ini tercapai, maka diperlukan peran serta dari masyarakat dan pemerintah dalam undang-undang ini terdapat dalam Pasal 41 yang menentukan bahwa :

26 52 (1)Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak. (2)Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian, syarat dan prosedur lain yang harus ditempuh untuk melakukan pengangkatan anak keduanya adalah WNI. Untuk syarat calon orang tua angkat (pemohon), diperbolehkan pengangkatan anak langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan orang tua atau biasanya disebut dengan private adaption. Selain itu, pengangkatan anak oleh orang yang belum menikah juga diperolehkan atau disebut dengan single parents adaption, asalkan para orang tua angkat ini mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap. Syarat calon anak angkat (bila dalam asuhan suatu yayasan sosial), yayasan sosial harus mempunyai surat ijin tertulis dari Menteri Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah diijinkan bergerak di bidang pengasuhan anak dan calon anak angkat harus punya ijin tertulis dari Menteri Sosial atau pejabat yang berwenang bahwa anak tersebut diijinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat, dan apabila ijin sudah lengkap, kemudian mengajukan permohonan pengangkatan anak kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat. Selain itu, Arif, Gosita. mengatakan bahwa dalam hal pengangkatan anak harus ada pihak-pihak yang bersangkutan. Pihak-pihak yang bersangkutan dalam terjadinya dan berlangsungnya pengangkatan anak adalah sebagai berikut :

27 53 a. Pihak orang tua kandung, yang menyediakan anaknya diangkat. b. Pihak orang tua baru, yang mengangkat anak. c. Hakim atau petugas lain yang berwenang mengesahkan pengangkatan anak. d. Pihak perantara, yang secara individual atau kelompok (badan, organisasi) menguntungkan atau merugikan pihak-pihak yang bersangkutan. e. Anggota keluarga masyarakat lain, yang mendukung atau menghambat pengangkatan anak. f. Anak yang diangkat, yang tidak menghindarkan diri dari perlakuan yang menguntungkan atau merugikan dirinya, menjadi korban tindakan aktif dan pasif seseorang. 80 Sementara itu, menurut Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak Departemen Sosial Republik Indonesia dalam pengangkatan anak pihak-pihak yang terlibat dalam hal terjadinya pengangkatan anak adalah sebagai berikut: a. Pihak orang tua kandung, yang menyediakan anaknya untuk diangkat. b. Pihak orang tua baru, yang mengangkat anak. c. Hakim atau petugas lain yang berwenang mengesahkan pengangkatan anak. d. Pihak perantara, yang dapat secara individual atau kelompok (badan, organisasi). e. Pembuatan Undang-Undang yang merumuskan ketentuan pengangkatan anak dalam peraturan perundang-undangan. f. Anggota keluarga masyarakat lain, yang mendukung atau menghambat pengangkatan anak. g. Anak yang diangkat, yang tidak dapat menghindarkan diri dari perlakuan yang menguntungkan atau merugikan dirinya. 81 Pihak Dinas Sosial dalam proses pengangkatan anak ikut andil dalam proses adopsi sebagai fasilitator, dengan perannya menjembatani antara calon orang tua adopsi dengan rumah sakit atau yayasan sosial yang dapat melaksanakan adopsi anak. Dinas Sosial akan berperan memberikan pengarahan kepada calon orang tua adopsi apa saja yang diperlukan apabila akan melaksanakan adopsi anak, diantaranya adalah 80 Arif Gosita. Masalah Perlindungan Anak. Edisi Pertama. Akademi Presindo. Jakarta. 1989, hal Departemen Sosial Republik Indonesia. Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak Departemen Sosial Republik Indonesia. Jakarta hal 5

28 54 dengan memberitahukan prosedur-prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon orang tua adopsi. Selain itu, dalam pelaksanaan adopsi anak Dinas Sosial juga memberikan pengawasan dan pembinaan kepada yayasan sosial atau panti asuhan yang biasanya melakukan adopsi anak agar pelaksanaan adopsi dapat berjalan sesuai dengan prosedur-prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan. Tujuan utama dari Adopsi anak adalah untuk memenuhi segala kebutuhan jasmani, rohani dan sosial agar anak tersebut dapat berkembang dan tumbuh secara baik sehingga apa yang anak tersebut peroleh dapat dipergunakan di masa depan mereka. Agar proses pelaksanaan adopsi dapat berjalan dengan lancar, maka calon orang tua adopsi harus memenuhi segala persyaratan dalam adopsi atau pengangkatan anak. Apabila dalam proses ada syarat-syarat yang tidak dapat dipenuhi, maka pelaksanaan adopsi tidak dapat dilanjutkan. Berdasarkan Ketentuan Intern Dinas Sosial, syarat-syarat adopsi adalah sebagai berikut : a. Persyaratan Bagi Calon Orang Tua Angkat 1) Umur calon orang tua angkat minimal 30 (tiga puluh) tahun dan maksimal 50 (lima puluh) tahun berdasarkan identitas diri yang sah. Dalam syarat ini umur calon orang tua adopsi dapat dilihat melalui Kartu Tanda penduduk (KTP), akte kelahiran atau syarat-syarat keterangan identitas lainnya. 2) Calon orang tua adopsi telah menikah sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun. Syarat ini terpenuhi dengan melihat surat atau buku nikah dari calon

29 55 orang tua adopsi. Apabila dalam buku nikah tersebut tercantum bahwa calon orang tua adopsi telah menikah lebih dari 5 (lima) tahun maka, proses adopsi dapat segera di lanjutkan. 3) Selama menjalani pernikahan calon orang tua adopsi belum mempunyai anak atau hanya mempunyai seorang anak. Dalam syarat ini selain dapat dilihat dari surat Kartu Keluarga (KK), pihak yayasan bersama Dinas Sosial juga melakukan peninjauan langsung rumah calon orang tua adopsi. Dinas Sosial beserta yayasan akan mengunjungi langsung rumah calon orang tua adopsi dan akan mengadakan wawancara kepada calon orang tua adopsi, keluarga ataupun tetangga di sekitar rumah tersebut. Di dalam pelaksanaan wawancara tersebut biasanya ditanyakan apakah calon orang tua adopsi tersebut sudah mempunyai anak atau belum. 4) Calon orang tua adopsi dalam keadaan mampu secara ekonomi. Keadaan mampu secara ekonomi adalah berpendapatan atau penghasilan calon orang tua adopsi selama sebulan dikurangi pengeluaran bulanan dan pengeluaran-pengeluaran lainnya masih bisa digunakan untuk membiayai, merawat dan membesarkan anak yang akan diadopsi. Keadaan ini juga didukung oleh surat keterangan mampu dari Kelurahan tempat yang bersangkutan. Syarat ini diadakan bertujuan untuk menjamin kehidupan dan kesejahteraan anak adopsi dalam keluarga barunya, jangan sampai anak adopsi tersebut menjadi anak yang terlantar dalam keluarga barunya.

30 56 Apabila pengangkatan anak dilakukan oleh pegawai negeri sipil, maka persyaratan juga dilampiri daftar gaji setiap bulannya dan dalam syarat ini tidak ditentukan besar gaji atau pendapatan calon orang tua adopsi yang terpenting adalah pendapatan minimal di atas UMR. Dalam hal ini Dinas Sosial juga ikut memantau dan menilai apakah calon keluarga tersebut layak atau tidak dengan cara melihat kondisi rumah untuk memperkirakan kemampuan ekonomi calon orang tua adopsi. Adapun yang menjadi patokan Berikut ini patokan atau standar perhitungan yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan ekonomi calon orang tua adopsi : Makan 2 x x 30 = Rp ,- Transport = Rp ,- Kesehatan = Rp ,- Rekreasi = Rp ,- Sosial, dll = Rp ,- Perhitungan di atas keseluruhan pengeluaran perbulan kira-kira Rp ,-. Jadi, bisa diperkirakan bahwa calon orang tua adopsi yang ingin mengadopsi anak sebaiknya mempunyai penghasilan di atas 2 (dua) juta tiap bulannya agar kehidupan dan kesejahteraan anak benar-benar dapat terjamin. 5) Menyertakan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

31 57 Syarat ini dapat terpenuhi dengan meminta bantuan dan kerjasama dengan pihak kepolisian dalam pembuatan SKCK. Apabila ada calon orang tua adopsi yang pernah melakukan kejahatan atau pelanggaran, sebetulnya proses adopsi tetap dapat dilaksanakan asalkan calon orang tua adopsi tersebut mempunyai SKCK dari kepolisian. Apabila mereka mempunyai SKCK dari kepolisian menganggap mereka sudah menjadi baik dan layak mendapatkan SKCK. Namun apabila mereka tidak mendapatkan SKCK, maka proses pelaksanaan adopsi tidak dapat dilanjutkan lagi. 6) Calon orang tua adopsi dalam keadaan sehat jasmani berdasarkan keterangan dari dokter pemerintah. Dalam syarat ini dokter pemerintah ikut berperan dalam proses pelaksanaan adopsi anak, dokter tersebut akan memeriksa keadaan calon orang tua adopsi, apakah calon orang tua adopsi mempunyai cacat fisik penyakit tertentu atau tidak. Dokter tersebut akan mengeluarkan surat keterangan yang menyatakan calon orang tua tersebut sehat jasmani atau tidak. 7) Calon orang tua adopsi dalam keadaan sehat rohani atau mental berdasarkan keterangan psikolog. Selain surat keterangan dari dokter pemerintah mengenai kesehatan jasmani calon orang tua adopsi, psikolog juga ikut menentukan dalam kelanjutan proses adopsi anak. Psikolog akan memeriksa keadaan mental calon orang tua adopsi, apakah calon orang tua adopsi tersebut

32 58 mempunyai kelainan mental atau gangguan mental atau tidak. Setelah pemeriksaan ini psikolog akan mengeluarkan surat keterangan yang menyatakan kesehatan mental calon orang tua adopsi. Hal ini perlu dilakukan, karena kondisi mental calon orang tua adopsi akan berpengaruh dalam cara mendidik mereka dan merawat anak yang mereka adopsi tersebut. 8) Calon orang tua adopsi wajib membuat pernyataan tertulis yang menyatakan kesanggupan untuk : i) Memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak yang diadopsi secara wajar Calon orang tua yang sudah memutuskan untuk mengadopsi anak harus bersedia dan bertanggung jawab untuk memenuhi segala kebutuhan anak adopsinya, agar kehidupan dan kesejahteraan anak yang sudah diadopsi tersebut mengalami peningkatan dari kehidupan sebelumnya. ii) Tidak menelantarkan anak Dalam pernyataan ini calon orang tua adopsi harus mengusahakan supaya kehidupan anak yang sudah di adopsi tersebut tidak terlantar, karena apa gunanya adopsi dilakukan kalau anak tersebut hidupnya tetap terlantar dan tidak mengalami peningkatan dalam kesejahteraannya. iii)tidak memperlakukan anak secara semena-mena

33 59 Pernyataan ini dibuat agar orang tua adopsi tidak memperlakukan anak adopsi dengan semena-mena. Mereka memutuskan mengadopsi anak berarti mereka harus bisa berlaku seadil-adilnya, apalagi mereka mempunyai anak kandung. Mereka harus dapat berlaku adil dan tidak semena-mena dalam mendidik, merawat dan membesarkan. Jangan karena anak adopsi tidak lahir dari rahim sendiri lalu mereka dapat berlaku semena-mena dan membedakan antara anak kandung dan anak adopsi. iv)memperlakukan anak adopsi sama dengan anak kandung Dalam mendidik, merawat dan membesarkan anak adopsi dan anak kandung sebaiknya tidak ada perbedaan. Hak-hak yang didapat anak kandung sebaiknya juga diberikan kepada anak adopsi, begitu pula kewajiban dari anak kandung. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kecemburuan antara anak adopsi dengan anak kandung. Yayasan akan tetap melakukan pengawasan terhadap orang tua adopsi dan anak yang sudah diadopsi tersebut. Apabila selama pengawasan orang tua adopsi dianggap tidak melaksanakan seperti apa yang sudah tercantum dalam surat pernyataan, maka yayasan dapat mencabut kembali kewenangan adopsi yang dimiliki oleh orang tua adopsi tersebut.

34 60 9) Telah mengasuh calon adopsi selama 6 (enam) bulan berdasarkan surat keputusan dari Instansi Sosial Kabupaten dan Kota tentang izin pengasuhan anak. Dalam syarat ini calon orang tua adopsi telah mengasuh dan merawat calon anak adopsi selama 6 (enam) bulan, setelah 6 (enam) bulan tersebut Instansi Sosial atau Dinas Sosial bersama dengan yayasan sosial akan meninjau, mengamati, memeriksa dan memutuskan apakah calon orang tua adopsi tersebut layak untuk mengadopsi anak yang bersangkutan atau tidak. Dalam pemeriksaan tersebut akan dilihat apakah calon anak adopsi tersebut mendapatkan kehidupan dan kesejahteraan yang layak atau tidak. 10) Bagi calon orang tua Warga Negara Indonesia yang tinggal di luar negeri pengadopsian anak WNI di Indonesia, maka calon orang tua tersebut harus berada di Indonesia selama proses adopsi anak tersebut berlangsung. Syarat ini berlaku bagi calon orang tua adopsi yang tinggal di luar negeri. Diwajibkan bagi calon orang tua adopsi yang tinggal di luar negeri untuk tinggal di Indonesia selama proses adopsi berlangsung. Hal ini dimaksudkan selain untuk memudahkan dalam proses adopsi juga untuk menunjukkan bahwa calon orang tua adopsi tidak main-main dalam proses adopsi anak tersebut b. Persyaratan Calon Anak Angkat

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah SWT untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak Dalam kamus umum bahasa Indonesia mengartikan anak angkat adalah anak orang lain yang diambil (dipelihara)

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN 2007 A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengangkatan anak. Pengangkatan anak disebut juga dengan adopsi, kata adopsi berasal dari bahasa latin adoptio yang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdussalam. Hukum Perlindungan Anak. Restu Agung, Jakarta, 2007.

DAFTAR PUSTAKA. Abdussalam. Hukum Perlindungan Anak. Restu Agung, Jakarta, 2007. 141 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Teks Abdussalam. Hukum Perlindungan Anak. Restu Agung, Jakarta, 2007. Affandi, Ali, Hukum Waris Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Lebih terperinci

SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Suwardjo. Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI

SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Suwardjo. Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK Oleh : Suwardjo Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI Hukum perdata di Indonesia baik hukum yang tertulis maupun yang tidak tertulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL 2.1 Pengertian Pengangkatan anak Dalam proses pengangkatan anak maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse), 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang anak adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, anak merupakan bagian dari generasi muda, penerus cita-cita perjuangan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Sejarah. Adopsi Dalam Hukum Islam. Surah Al-AhzabAyat4 dan5 08/03/2018

Sejarah. Adopsi Dalam Hukum Islam. Surah Al-AhzabAyat4 dan5 08/03/2018 Adopsi Dalam Hukum Islam Sejarah Oleh: Zakia Nur R. 155010100111151 (11) Selly P. 155010101111052 (14) Nadia Yulia K. 155010101111066 (16) Krisna Murti 155010101111177 (18) IkaFitriaA. 155010112111002

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK PERKARA No. 0033/Pdt.P/2010/PA.Dmk. TENTANG PENGANGKATAN ANAK

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK PERKARA No. 0033/Pdt.P/2010/PA.Dmk. TENTANG PENGANGKATAN ANAK BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK PERKARA No. 0033/Pdt.P/2010/PA.Dmk. TENTANG PENGANGKATAN ANAK 1. Analisis sebab terjadinya dissenting opinion dalam proses penyelesaian persidangan perkara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Salah satu dampak menurunnya moral masyarakat, membawa dampak meluasnya pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Sekilas Tentang Bapak Kasun Sebagai Anak Angkat Bapak Tasral Tasral dan istrinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk selanjutnya disebut UUP memberikan definisi perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA DAN AKIBAT HUKUMNYA DI KOTA SEMARANG

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA DAN AKIBAT HUKUMNYA DI KOTA SEMARANG TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA DAN AKIBAT HUKUMNYA DI KOTA SEMARANG TESISI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derjat S-2 Program Studi Magister Kenotariatan

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu kehidupan manusia tidak lepas dari keinginan untuk memiliki seorang keturunan. Keinginan untuk memiliki keturunan atau mempunyai anak merupakan suatu

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

PENETAPAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 PENETAPAN Nomor 09/Pdt. P/2012/PA. Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa untuk memberikan perlindungan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN Menimbang : PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, a. bahwa dengan

Lebih terperinci

SALINAN PENETAPAN Nomor: 06/Pdt.P/2011/PA.Pkc.

SALINAN PENETAPAN Nomor: 06/Pdt.P/2011/PA.Pkc. SALINAN PENETAPAN Nomor: 06/Pdt.P/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara pengangkatan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017 KAJIAN YURIDIS PENGANGKATAN ANAK DALAM UPAYA PERLINDUNGAN ANAK 1 Oleh : Evie Sompie 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana alasan dan tujuan pengangkatan anak dalam

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM Hak Anak Angkat terhadap Peninggalan Orang Tua Angkat Menurut Hukum Islam Kanun Jurnal Ilmu Hukum Susiana No. 55, Th. XIII (Desember, 2011), pp. 139-148. HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK. tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Walaupun begitu istilah ini sering

BAB II TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK. tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Walaupun begitu istilah ini sering BAB II TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK A. Pengertian Anak dan Pengangkatan Anak Anak adalah seorang laki-laki dan perempuan yang belum atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK MELALUI LEMBAGA PENGASUHAN ANAK (Peraturan Menteri Sosial RI Nomor : 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak)

PENGANGKATAN ANAK MELALUI LEMBAGA PENGASUHAN ANAK (Peraturan Menteri Sosial RI Nomor : 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak) PENGANGKATAN ANAK MELALUI LEMBAGA PENGASUHAN ANAK (Peraturan Menteri Sosial RI Nomor : 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak) Pengangkatan anak melalui Lembaga Pengasuhan Anak, CAA (Calon

Lebih terperinci

PENETAPAN. Pengangkatan Anak yang diajukan oleh:

PENETAPAN. Pengangkatan Anak yang diajukan oleh: PENETAPAN Nomor : 0051/Pdt.P/2012/PA.PRA DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Praya yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada tingkat pertama telah memberikan

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG 1 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG Pengadilan Negeri sebagai salah satu pelaksana kekuasaan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. KAJIAN TENTANG PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN Oleh: Sarwenda Kaunang 2

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. KAJIAN TENTANG PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN Oleh: Sarwenda Kaunang 2 KAJIAN TENTANG PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN 2007 1 Oleh: Sarwenda Kaunang 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengangkatan anak antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu berhubungan dengan manusia yang lain. Dengan demikian setiap

Lebih terperinci

MAYA SARI 2. Grafika, 1995) hlm Musthofa Sy., Pengangkatan Anak: Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana,

MAYA SARI 2. Grafika, 1995) hlm Musthofa Sy., Pengangkatan Anak: Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana, MAYA SARI 1 PENGARUH SURAT PENETAPAN PENGADILAN ATAS PENGANGKATAN ANAK BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL MUSLIM DALAM DAFTAR GAJI (STUDI KASUS TERHADAP PENETAPAN NOMOR 21/PDT.P/2010 DI PENGADILAN AGAMA MEDAN)

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya BAB I PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia masih terdapat sistem hukum waris yang beraneka ragam, yaitu sistem hukum waris Adat, hukum waris Islam, dan hukum waris Barat (KUHPerdata). Sistem hukum waris Adat

Lebih terperinci

BAB IV 4. ANALISIS TERHADAP PENYIMPANGAN DALAM PROSES PENGANGKATAN ANAK MELALUI PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN OLEH ORANG TUA ANGKAT

BAB IV 4. ANALISIS TERHADAP PENYIMPANGAN DALAM PROSES PENGANGKATAN ANAK MELALUI PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN OLEH ORANG TUA ANGKAT 46 BAB IV 4. ANALISIS TERHADAP PENYIMPANGAN DALAM PROSES PENGANGKATAN ANAK MELALUI PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN OLEH ORANG TUA ANGKAT 4.1. Proses pengangkatan anak yang ada dimasyarakat Masalah pengangkatan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PELAKSANAAN ADOPSI ANAK DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK (STUDI DI SEMARANG DAN SURAKARTA) TESIS

IMPLEMENTASI PELAKSANAAN ADOPSI ANAK DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK (STUDI DI SEMARANG DAN SURAKARTA) TESIS IMPLEMENTASI PELAKSANAAN ADOPSI ANAK DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK (STUDI DI SEMARANG DAN SURAKARTA) TESIS Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pasca Sarjana (S2) Universitas

Lebih terperinci

BAB II PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK PADA MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA SUKU HAINAN DI KOTA MEDAN. hubungan darah anak angkat dengan orang tua kandungnya.

BAB II PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK PADA MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA SUKU HAINAN DI KOTA MEDAN. hubungan darah anak angkat dengan orang tua kandungnya. 32 BAB II PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK PADA MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA SUKU HAINAN DI KOTA MEDAN A. Dasar Hukum Pengangkatan Anak Ketentuan hukum tentang pengangkatan anak yang berlaku bagi seluruh warga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ANGKAT DI KUA KEC. SAWAHAN KOTA SURABAYA

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ANGKAT DI KUA KEC. SAWAHAN KOTA SURABAYA BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ANGKAT DI KUA KEC. SAWAHAN KOTA SURABAYA A. Analisis Proses Pencatatan Perkawinan Anak Angkat di KUA Kec. Sawahan Kota Surabaya Sebagaimana disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris yang berlaku di Indonesia dikenal sangat beragam, hal ini dikarenakan adanya pengaruh penggolongan penduduk yang pernah dilakukan pada masa Hindia Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan sistem hukum dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan sistem hukum dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangkatan anak bukanlah hal yang baru di Indonesia. Sejak dulu pengangkatan anak telah dilakukan dengan cara dan motivasi yang berbeda-beda sesuai dengan

Lebih terperinci

SALINAN P E N E T A P A N Nomor : 47/Pdt.P/2011/PA. Sgr.

SALINAN P E N E T A P A N Nomor : 47/Pdt.P/2011/PA. Sgr. SALINAN P E N E T A P A N Nomor : 47/Pdt.P/2011/PA. Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Singaraja yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM 1 RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah lepas dari interaksi dengan sesama. Bahkan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu membentuk

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI BUKU :

DAFTAR REFERENSI BUKU : 117 DAFTAR REFERENSI BUKU : Afandi, Ali. Hukum Keluarga, Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (B.W). Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada.. Hukum Waris Keluarga Hukum Pembuktian Menurut Kitab

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara naluri insani, setiap pasangan suami isteri berkeinginan untuk mempunyai anak kandung demi menyambung keturunan maupun untuk hal lainnya. Dalam suatu rumah tangga,

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK

PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK Pemerintah provinsi jawa tengah Dinas sosial Jalan Pahlawan Nomor 12 Semarang (024) 8311729 (hunting) www.dinsos.jatengprov.go.id/email 1 DASAR HUKUM ADOPSI UUD 1945 (34:2) UU

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, PT.Citra Aditya, Bandung, 1994

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, PT.Citra Aditya, Bandung, 1994 129 DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, PT.Citra Aditya, Bandung, 1994 Afandi Ali, Hukum Waris, Hukum Masyarakat dan Hukum Pembuktian, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1986 Ashofa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan, yang hubungannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk. kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini (Pasal 1 ayat 1)

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk. kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini (Pasal 1 ayat 1) Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta-otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini (Pasal 1 ayat 1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA MENURUT HUKUM ISLAM. Yulies Tiena Masriani * ABSTRACT

PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA MENURUT HUKUM ISLAM. Yulies Tiena Masriani * ABSTRACT ISSN : NO. 0854-2031 PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA MENURUT HUKUM ISLAM Yulies Tiena Masriani * ABSTRACT Kid's adoption is an effort to take someone else's kid's life into our

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NO.54 TAHUN 2007 TENTANG PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Sasmiar, S.H., M.H.

PENGANGKATAN ANAK DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NO.54 TAHUN 2007 TENTANG PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Sasmiar, S.H., M.H. PENGANGKATAN ANAK DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NO.54 TAHUN 2007 TENTANG PENGANGKATAN ANAK Oleh : Sasmiar, S.H., M.H. 1 ABSTRACT The aim of this script is to study a problem about

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 110 / HUK /2009 TENTANG PERSYARATAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 110 / HUK /2009 TENTANG PERSYARATAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 110 / HUK /2009 TENTANG PERSYARATAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG (Peraturan Menteri Sosial RI Nomor : 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak)

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG (Peraturan Menteri Sosial RI Nomor : 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak) PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG (Peraturan Menteri Sosial RI Nomor : 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak) 1. Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia secara langsung, Calon Anak

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( ) KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI Oleh: Mulyadi, SH., MH. (081328055755) Abstrak Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka kalau terjadi perkawinan

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PENETAPAN Nomor: 0051/Pdt.P/2013/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D 101 09 047 ABSTRAK Tulisan ini mengangkat 3 masalah utama, yaitu (a) Bagaimanakah Status Hukum dan Hak Mewaris

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2008 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Nomor : 03/Pdt.P/2012/PA.Dgl BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Nomor : 03/Pdt.P/2012/PA.Dgl BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Salinan PENETAPAN Nomor : 03/Pdt.P/2012/PA.Dgl BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA -------- Pengadilan Agama Donggala yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

Hukum Adopsi menurut Hukum Adat

Hukum Adopsi menurut Hukum Adat Hukum Adopsi menurut Hukum Adat Oleh: 1. Rico Andrian Hartono(135010101111114)/ 17 2. Ramadhanti Safirriani(135010119111001)/ 46 3. Farahdyba R (135010107111189)/ 44 4. Giovanna Calista F (135010101111106)/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,

Lebih terperinci

17/03/2016 ADOPSI MENURUT HUKUM AGAMA ISLAM DAN NON ISLAM. Pengertian Tentang Adopsi. Disusun Oleh:

17/03/2016 ADOPSI MENURUT HUKUM AGAMA ISLAM DAN NON ISLAM. Pengertian Tentang Adopsi. Disusun Oleh: ADOPSI MENURUT HUKUM AGAMA ISLAM DAN NON ISLAM Pengertian Tentang Adopsi DariSegi Etimologi Disusun Oleh: RIKA CLAUDYA YUNITA 135010107111046/ 28 APRILLYA SUCI RAHAYU 135010101111132 / 21 PARAMITA WIDYANTI

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka penat dengan kegiatan sehari-hari. Selain itu, anak juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mereka penat dengan kegiatan sehari-hari. Selain itu, anak juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang tidak tergantikan dalam sebuah keluarga. Setiap orang yang berumah tangga sangat menginginkan akan hadirnya seorang anak. Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hikmah perkawinan untuk melahirkan dan menciptakan kesinambungan keturunan. Secara naluriah pasangan suami istri umumnya sangat mendambakan kehadiran anak.

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS KUMULASI GUGATAN DAN ANAK ANGKAT

BAB II TINJAUAN YURIDIS KUMULASI GUGATAN DAN ANAK ANGKAT BAB II TINJAUAN YURIDIS KUMULASI GUGATAN DAN ANAK ANGKAT A. Kumulasi Gugatan 1. Rekonstruksi Kumulasi Gugatan Menurut Yahya Harahap Kumulasi gugatan atau samenvoeging van vordering adalah penggabungan

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan menjadi bagian dari sistem hukum kekeluargaan, karena menyangkut kepentingan orang-perorang dalam keluarga.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus

Lebih terperinci