Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 1 Tahun Ke VI Tanggal 1 Februari 1956

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 1 Tahun Ke VI Tanggal 1 Februari 1956"

Transkripsi

1 Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 1 Tahun Ke VI Tanggal 1 Februari 1956 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 1 TAHUN 1956 TENTANG B A N G U N A N DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA Menetapkan peraturan daerah sebagai berikut : PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA TENTANG BANGUNAN Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Perturan daerah ini jng dimaksudkan dengan : a. bangunan ialah : termasuk semua bangunan, baik diatas maupun dibawah maupun dibawah tanah. b. membuat bangunan ialah : mendirikan, memperbaharui, merobah semua atau sebagian, memperluas, memperbasiki atau membongkar basngunan. c. pemilik bangunan ialah : termasuk penguasa tanash, penguasa bangunan, pemungut hasil atau mereka jang mendapat izin membuat bangunan. d. gambar situasi ialah : gambar, ketentuan letak bangunan jang dimintakan izin dengan tanda : 1. hitam untuk keadaan jang lama, 2. merah untuk jang dimintakan izin dan 3. kuning untuk jang dibongkar. e. garis sempadan rumah ialah : garis jang menghadap kedjalan jang tidak boleh dilampui oleh rumah-rumah jang dibuat baru. f. garis sempadan pagar ialah : garis jang menghadap kedjalan, jang tidak boleh dilampui oleh pagar-pagar pekarangan jang dibuat baru. g. bangunan terbuka ialah : bangunan jang temboknja jang menghadap kedjadian dari rumah induk tidak bergandengan atau bergandengan dua-dua dengan tembok jang menghadap kedjadian dari rumah induk bangunan disebelahnja. h. bangunan tertutup ialah : bangunan jang temboknja jang menghadap kedjalan dari rumah induk bergandeng-gandengan rapat dengan tembok jang menghadap kedjal;an dari rumah induk bangunan-bangunan disebelahnja. Pasal 2 Dengan tidak mengurangi peraturan peraturan jang berlaku jang berkenaan dengan pemberantasan penjakit pes, maka dalam daerah Kota Besar Surakarta, dilarang membuat bangunan dengan tidak mendapat surat izin terlebih dahulu dari Dewan Pemerintah Daerah.

2 Pasal 3 Surt izin termaksud dalam pasal 2 tidak diperlukan bagi pembuatan bangunan tersebut dibawah ini : a. mester [melepa], mengapur, mengetir, mengecat atau menempelkan kertas perhiasan. b. membobok dan menutup bagian-bagian jang petjah dalam tembok atau memperbaiki plisir tembok. c. memperbaiki atau memperbaharui : 1. lantai pasangan, tidak termasuk meninggikan atau merendahkan lantai. 2. engsel dan daun pintu serta djendela pintu angin, sekat, tiang, talang, atap, ketjuali djika memakai bahan jang lebih kasar. 3. langit langit [pjan] atau lantai dari papan. 4. slokan, saluran tertutup, hek atau pagar dari besi atau kaju, baik jang dapat diputar maupun tidak. 5. emperan atau topengan jang tidak memakai tiang. d. Memindah atau membuat lubang untuk memasukkan sinar tjahaja jang luas sebanjak banjaknja seperempat meter persegi dan pandjangnja sebanjak banjaknja satu meter. e. Memindah atau memasng emperan atau topengan jang tidak memakai tiang, tidak lebih dari 0,60 meter diluar dinding dan masih didalam garis sempadan. f. Memasang sekat atau pagar halaman dari bambu belahan. g. Mendirikan los dari bambu untuk keperluan membuat bangunan jang telah menadapt surat izin. h. Membuat kakus jang pelaksanaannja dibawah pengawasan Djawatan Pekerdjaan Umum. i. Membongkar bangunan jang mempunjai ragangan bambu, pohon kelapa atau lain lain jang tidak tahan lama. Pasal 4 Mereka jang akan membongkar bangunan harus tunduk kepada ketentuan jang ditetaapkan oleh Dewan Pemerintah Daerah untuk mendjaga keselamatan. ketentuan Pasal 5 Ketentuan ketentuan ternmaksud dalam pasal 2 dan 4 berlaku bagi bangunan bangunan jang dibuat oleh dan untuk Pemerintah Daerah. Bab. II. Ketentuan hal pembuatan bangunan. A. Tentang letaknja bangunan. Pasal 6 Letaknja bangunan harus sesuai dengan gambar ketentuan letak (situasi) jang telah disetudjui oleh Dewan Pemerintah Daerah. Pasal 7 (1) Dilarang mendirikan bangunan / bagian bangunan diluar garis sempadan rumah ssatu garis sempadan pagar. (2) Dalam keadaan jang memaksa Dewan Pemerintah Daerah dapat meberi izin untuk menjimpang dari ketentuan termaksud dalam ajat [1].

3 Pasal 8 Dewan Pemerintah Daerah dapat menentukan agar dinding jang menghadap kejdjadian didirikan diatas atau pada djarak tertentu sedjadjar dengan garis sempadan rumah. B Tentang bagnunan terbuka. Pasal 9 [1] Bangunan jang didirikan dengan tjara terbuka, djumlah luas seluruhnja tidk boleh melebihi 60% [enam puluh perseratus] dari luas pekarangan dibelakang garis sempadan bangunan sebelah muka, dengan tjatatan bahwa sebelah kiri dan kanan dari rumah induk atau rumah rumah induk jang bergandengan dua harus terdapat halaman jang tidak ada bangunannja jang lebarnja sedikit dikitnja sepeerti berikut : a. untuk rumah rumah induk jang berdiri sendiri : 2 ½ M smpai batas pekarngan, b. untuk rumah rumah induk jang bergandengan dua : 3 M sampai bata pekarangan, c. diantara rumah rumah induk jang berdiri sendiri dan rumah induk lainnja jang djuga beerdiri sendiri dalam satu pekarngan : 5 M. d. Diantara rumah rumah induk jang berdiri sendiri engan rumah induk laainnja jang bergandengan dan dalam sastu pekerangan : 5 M, e. Diantara dua rumah rumah jang kedua duanja bergandengan dua dalam satu pekarngan : 7 M. [2] Dewan Pemerintah Daerah dapat menambah ketentuan ketentuan jang berhubungan dengan ukuran ukuran halaman jang harus terbuka. [3] Dalam keadaan jang memaksa Dewan Pemerintah Daerah dapat memberi izin untuk menjimpang dari ketentuan ketentuan termaksud dalam ajat (1). [4] Dalam hal penjimpangan termaksud dalam ajat [3] Dewan Pemerintah Daerah dapat menentukan hal hal jang menjamin agar hawa dan tjahaja dapat masuk dengan tjukup. B. Tentang Bangunan tertutup. Pasal 6 [1] Dengan Peraturan Daerah tersendiri akan ditentukan bgian bagian kota dimana boleh didirikan bangunan tertutup. [2] Luas dan ukuran halaman dalam jang tidak beratap, tidak boleh kurang dari ketentuan dibawah ini : Ruangan jang berdampingan dengan halaman dalam 1 Luas Halaman dalam Ukuran halaman dalam a. kamar untuk tempat tinggal b. ruangan lainnja 1/6 T x T. Sedikitnja 10% dari luas pekarangan. 1/24 T x T, sedikitnja 4 M 2 1/3 T. 1/6 T. K e t e r a n g a n : Jang dimaksud dengan T ialah : Tinggi rata rata dari dinding dinding jang mengelilingi halaman dalam itu. Atau jang tjondongnja 60 deradjat atau lebih dari garis timbang air dianggap sebagai dinding. Tinggi dinding dihitung dari lantai halaman dalam.

4 [3] Dalam keadaan jang memaksa Dewan Pemerintah Daerah dapat memberi izin jang menjimpang dari ketentuan termaksud dalam ajat (2) untuk mendirikan bangunan diantara dua bangunan lain jang telah ada. D Tentang tinggi lantai dan tinggi rumah. Pasal 11 (1) Dalam hal mendirikan bangunan dengan tjara tertutup, tinggi lantai ruangan bawah sedikit dikitnja harus 0,30 M diatas djalan jang berbatasan dengan 1M. (2) Dalam hal mendirikan bangunan dengan cara terbuka, tinggi lantai ruangan bawah, sedikitnja harus 0,30 M diatas halaman sekeliling. (3) Dewan Pemerintah Daerah dapat menentukan lebih tinggi dari pada ketentuan termaksud dalam ajat (1) dan (2), sedangkan dalam keadaan jang memaksa Dewan Pemerintah Daerah dapat memberi izin untuk menjimpang dari ketentuan termaksud dalam ajat (1) dan (2). Pasal 12 (1) Tinggi dinding rumah jang menghadap ke djalan raja tidak boleh melebihi ukuran djarak rata rata dari dinding itu sampai garis sempadan rumah disebelah djalan. (2) Tinggi dinding termaksud ajat [1] dihitung dari tingginja teengah tengahnja tutup kejong [gevel] Pasal 13 Djika terpaksa diberi kelonggaran akan adanja emperan [teritis] diluar garis sempadan pagar, maka tingginja emperan. E. Tentang ukuran kamar, tangga dan gang Pasal 14 (1) Luas kamar tidur sedikit dikitnja harus 9 M 2. (2) Bagi rumah rumah ketjil atau gondok [bijgebouw] luas kamar tidur sedikit dikitnja harus 6 M 2. Dewan Pemerintah Daerah menentukan rumah rumah mana jang dipandang rumah ketjil. (3) Tinggi ruangan ruangan untuk tempat tinggal tidak boleh kurang dari : a. 2,75 M djika luas lantainja 6 M 2 9 M 2. b. 3 M,,,,,, 9 M 2 12 M 2. c. 3,25 M,,,,,, 12 M 2 atau lebih. (4) Jang dianggap tingginja ruangan ialah djarak antara lantai dengan langit langit atau balok dibawah langit langit. Djika tingginja ruangan itu tidak rata, maka tingginja ruangan ditentukan dengan membagi isi ruangan itu dengan luas lantai. (5) Ketentuan ketentuan termaksud dlam ajat [1], [2] dan [3] tidak dikenakan bagi bangunan bangunan jang seluruhnja atau kecuali pondamen dan atapnja terdiri atas bahan bahan jang tidak tahan lama. Pasal 15 (1) Lebar tangga keloteng tidak boleh kurang dari 0,80 M dihitung diantara tiang tiangnja. (2) Lebar anak tangga tidak boleh kurang dari 0,16 M dan jarak antara anak tangga tidak boleh lebih dri 0,21 M. (3) Tangga itu sekarang kurangnja pada satu sisi harus diberi sandaran jang cukup kuat.

5 (4) Djika tangga itu terdapat diluar rumah, maka tangga itu pada tiap tiap loteng harus diberi lantai [bordes] jang luasnja tidak boleh kurang dari 1 M 2. Pasal 16 (1) Bagi bangunan jang diperuntukkan bagi pertemuan pertemuan atau bagi sesuatu jang mungkin didatangi orang banjak atau jang mengadnung bahaja kebakaran lebih dari biasa, maka Dewan Pemerintah Daerah berhak menentukan djumlah, letak serta luasnja gang gang / pintu pintu untuk keluar masuk, tangga tangga dan bordes bordes, dan berhak pula menentukan bahan bahan jang harus dipergunakan untuk itu. (2) Daun pintu pintu harus berputar keluar. F. T E N TA N G K A K U S. Pasal 17 (1) Dalam djarak jang tidak boleh lebih dari 30 M dari bangunan jang diperuntukkan bagi tempat tinggal, harus diadakan sebuah kakis jang dapat dikuntji dari dalam. (2) Leteaknja tempat kotoran kakus tidak boleh didalam djarak jang kurang dari 7 M dari sumur jang airnja dipergunakan untuk air minum. (3) Tempat kotoran kakus jang ditutup dan diberi pipa jang lebarnja sedikit dikitnja 2,50 M, sedang udjung pipa itu hrus ada diluir rumah. Pasal 18 Djika tidak jauh kakus terdapat saluran guna membuang kotoran, maka k otoran kakus itu harus dihubungkan dengan saluran tersebut agar kotoran dapat terus dibuang melalui saluran itu. Pasal 19 (1) Bagi kakus jang kelihatan dari jalan, Dewan Pemerintah Daerah berhak menetapkan ketentuan ketentuan jang khusus. (2) Dalam keadaan jang memaksa Dewan Pemerintah Daerah dapat memberi izan untuk menjimpang dari ketentuan ketentuan termaksud dalam pasal [17] dan [18] dengan atau tidak dengan memberikan sarat sarta seperlunja. G. Tetang persedian air minum. Pasal 20 (1) Sumurt jang airnja dipergunakan untuk minum, letaknja tidak boleh kurang dari 7 M dari tempat kotoran kakus atau tempat pembuangan air jang tidak dapat mengalir. (2) Djika Dewan Pemerintah Daerah menganggap bahwa air sumur tersebut ajat [1] berbahaja bagi kesehatan, maka Dewan Pemerintah Daerah berhak melarang dipergunakan air itu untuk minum atau memerintakan menutup sumur itu. (3) Dalam keadaan jang memaksa Dewan Pemerintah Daerah dapat memberi izan untuk menjimpang dari ketentuan termaksud dal;am ajat [1] dengan atau tidak dengan memmberikan sarat sarat seperlunja. H. Tentang mentjegah bahaja kebakaran. Pasal 21

6 (1) Tiap tungku [dapur besar] harus diberi tjorong asap jang terbuat dari pasangan batu, beton, logam atau pipa tanah. (2) Udjung tjorong asap itu sedikit dikitnja harus 1 M dari bubung atau pada sisi jang terpendek 1.50 M dari atap. (3) Penduduk disekitar tungku itu tidak boleh mendapat gangguan dari asap, arang atau bunga api dari tjorong itu. (4) Didalam ayau dibagian atas dari tjorong atau tungku tidak boleh terdapat bagian jang terbuat dari kaju. (5) Pada ruang tungku atau ruang lainnja jang mengeluarkan asap atau uap, harus diadakan lubang- lubang hawa. (6) Keetentuan ketentuan termaksud dalam pasal ini tidak berlaku bagi dapur dapur untuk rumah tangga.. Pasal 22 (1) Dalam hal membuat bangunan dengan tjara tertutup harus dibuat tembok tembok penan api. (2) Dewan Pemerintah Daerah menentukan pada tiap tiap pembutan bangunan termasuk dalam ajat [1] dimana dan bagaimana tembok tembok penan api itu harus dibuat. Pasal 23 Dewan Pemerintah Daerah, estela mendengar pertimbangan Kepala Pemadam Api, berhak memberi ketentuan ketentuan l;ain untuk mentjegah bahaja kebakaran. N. Tentang mentjegah lengas (vochtighied) Pasal 24 (1) Untuk mentjegah lengas, Dewan Pemerintah Daerah berhak menentukan salami berapa luasnja dan sampai berapa dalamnja tanah, dimana akan didirikan bangunan, harus digali dan lalu _sur lagi setinggi jang ditentukan oleh Dewan Pemerintah Daerah, dengan bahan bahan jang tidak mengganggu kesehatan. (2) Semua pondamen rumah tempat tinggal atau tempat berkerdja harus diberi tras jang tinggi sedikit dikitnja 0.20 M diatas lantai dan 0.20 M dibawah lantai serta dibuat dari bahan jang tahan air. (3) Dengan persetudjuan Dewan Pemerintah Daerah tras termaksud ajat [2] dapast dengan bahan lain jang tahan air. J. Tentang kekuatan pondamen, tembok, lantai, tangga loteng dan atap. Pasal 25 (1) Pondamen bangunan harus dibuat dari pasangan batu jang keras atau batu merah jang masak sungguh dengan memakai tras atau semen. (2) Lebarnja dasar pondamen termaksud dalam ajat [1]n : a. bagi rumah jang tidak memakai loteng, atau hanja memakai satu loteng, sedikit dikitnja dua setengah kali tebalnja tembok cébela bawah. b. Bagi rumah jang memakai dua loteng atau lebih sedikit dikitnja tiga kali tebalnja. (3) Dasar tembok _suran bawah : Pondamen harus terletak diatas wadas; djika letaknja wadas terlalu dalam, maka Dewan Pemerintah Daerah menentukan tjara pembuatan pondamen. Pasal 26

7 (1) Tembok rumah dari batu harus dipasang dengn memakai kawur tras atau semen dan batunja merah harus sungguh masak, sedangkan batu batu merah itu harus dipasang sedemikian rupa, ingá dapat saling menahan, lapisannja timbang dan berdirinja tegak lupus. (2) Tebalnja tembok rumah sedikit dikitnja harus sebagai jang ditentukan dibawah ini : A. Tembok luar jang menahan balok : a. bagi rumah jang tidak memakai loteng : 1. jang tingginja samapi 6 M tebalnja satu batu. 2. jang tingginja sampai 10 M bagian bawah sampai setinggi 6 M, tebalnja setengah batu, dan diatasnja tebalnja satu batu b. bagi rumah jang memakai satu loteng : sampai balok lantai loteng jang tingginja tidak boleh melebihi 6 M, tebalnja satu setengah batu dan diatasnja jang tingginja tidak boleh lebih dari 5 M, tebalnja setengah batu. c. bagi rumah jang memakai dua loteng : sampai balok lantai loteng kesatu jang tingginja tidak melebihi 6 M, tebalnja dua batu. Sampai balok lantai loteng kedua jang tingginja tidak melebihi 5 M, tebalnja satu setengah batu dan diatasnja jang tingginja tidak boleh melebihi 4 M, tebalnja satu batu. B. Tembok dalam jang tidak menahan balok tebalnja boleh dikurangi setengah batu dari tembok luar jang sama tingginja. C. Bagi rumah ketjil dan terbuat dari bahan ringan jang tidak memakai loteng dapat dipergunakan tembok tembok jang tebalnja setengah batu, tetapi djika perlu harus diperkuat dengan pilar pilar jang tebalnja sedikit dikitnja satu setengah batu dan tingginja sampai balok jang ditahan. Pilar pilar jang dimaksudkan sebagai pengganti tembok penan balok, tingginja tidak boleh melebihi 5 M, dan tebalnja sekurang kurangnja satu batu. (3) Panjangnja batu merah sedikit dikitnja harus 22 Cm. (4) Bagian tembok jang lebih atas tidak boleh lebih tabal dari bagian tembok dibawahnja, ketjuali dengan _sur Dewan Pemrintah Daerah. (5) Djika dalam surat perminataan izan termaksud dalam pasal 2 dinjatakan bahwa tembok tembok akan dibuat dari bahan lain dari pada batu merah, maka Dewan Pemerintah Daerah menentukan sarat sarat untuk mendjamin agar tembok tembok itu tjukup _sur. Pasal 27 (1) Untuk memnuhi ketentuan ketentuan termaksud dalam pasal 26 tembok tembok tidak boleh hanja dipertebal dengan tempelan impelan batu, labur atau plesteran. (2) Dinding dinding tembok dari dua bangunan. Pasal 28 (1) Dlurung dlurung, ketjuali jang ada tanah, harus memakai angker dari besi potongan tebalnja sedikit dikitnja 3 Cm 2. dan masing masing udjung balik harus ditanam jang dalamnja sedikit dikitnja sampai 2/3 dari tebalnja tembok. (2) Dinding dinding penutup jang sedjajar dengan dlurung dlurung dan tidak merupakan dinding sekat dengan rumah disampingnja, harus diangker dengan dlurung jang kedua dengan memakai angker jang tebalnja sedikit dikitnja 3 Cm 2. sedangkan djarak antara masing masing angker tidak boleh melebihi 2.50 M. (3) Dlurung dlurung loteng jang lebih tinggi tidak boleh dipasang sebelum dlurung dlurung loteng dibawahnja diberi angker dan dipasang pada tembok. (4) Balkon balkon dan lantai lantai loteng jang keluar dari dinding luar, harus ditahan dengan setjukupnja dan diangker dengan dinding atau balok.

8 Pasal 29 Tangga tangga harus tjukup kyat sesuai dengan keperluannja menurut petunjuk petunjuk dari Dewan Pemerintah Daerah. Pasal 30 Lantai lantai loteng harus dipasang jang teguh pada dlurung dlurung jang menahannja. Pasal 31 (1) Tiap tiap atap bangunan harus dapat memberi perlindungan jang sempurna terhadap angin dan hudjan. (2) Atap atap harus dipasang sedemikian rupa ingá tidak dapat terlepas karena tiupan angin. (3) Atap atap genting tjondongnja tidak boleh melebihi 60 derajat dari garis timbang air. Pasal 31 K. Tentang pembuangan air dan kotoran Pasal 32 Surat izan termaksud dalam pasal 2 dapat dibubuhi ketentuan mengenai pembuangan air dan kotoran. ketentuan jang L. tentang masuknja tjahaja dan hawa. Pasal 33 (1) Tiap tiap ruangan tempat tinggal harus diberi : a. pintu atau tjendela dapat ditutup dan dibuja, jang langsung berhubungan dengan hawa diluir, sedangkan dumlah luasnja pintu atau djendela tidak boleh kurang dari 1/12 dari luasnja lantairuangan jasng bersangkutan. b. Lobang lobang angin jang langsung berhubungan dengan hawa diluir jang pada waktu pintu dan djendela ditutup, djumlah luasnja tidak kurang 1/10 dari luasnja lantai ruangan jang bersangkutan dan tidak boleh kurang dari 0,50 M 2. (2) Luas lubang krepjak jang ada pada dinding, daun pintu atau djendela, dihitung separo untuk menentukan luasnja lubang angin termaksud dalam ajat [1] sub b. (3) Jang dimaksud dengan hawa diluir termaksud dalam ajat [1] termaksud pula emper jang terbuka sebagian atau seluruhnja dan tidak dapat ditutup, sedangkan luasnja bidng jang terbuka itu tidak boleh kurang dari 2/3 dari luasnja lantai emper jang bersangkutan. (4) Ketentuan temaksud dalam ajat [1] dan [2] tidak berlaku bagi bangunan jang dibuast dari bahan bahan jang tidak tahan lama atau bangunan jang ketjuali pondamen dan atapnja dibuat dari bahan jang tidak tahan lama. N. Tentang pagar halaman. Pasal 34 (1) Pagar jang memisahkan dua pekarangan tidk boleh lebih tinggi dari pada 2.50 M. Dalam keadaan jang memaksa dan dengan persetujuan pemilik pekarangan disampingnja, Dewan Pemerintah Daerah, dapat memberi izan membuat pagar jang lebih tinggi.

9 (2) Pagar jang memisahkan pekarangan dengan djalan umum, tidakm boleh ti nggi dari satu setengah meter. Dalam keadaan jang memaksa Dewan Pemerintah Daerah dapat memberi izan membuat pagar itu jang lebih tinggi. (3) Ditepi djalan umum tidak diperbolehkan adanja pagar dari kawat berduri. N. T e n t a n g K a n d a n g. Pasal 35 Kandang kandang harus memenuhi sarat sarat dibawah ini : a. djika dindingnja dibuat dari tembok, maka jang cébela dalam sampai setinggi 1 M, harus diplester dengan semen jang keras. b. Pembuangan air kentjing dan air kandang harus menurut ketentuan ketentuan jang ditetapkan oleh Dewan Pemerintah Daerah. c. Didekat tiap tiap kandang harus ada liang kotoran jang tahan air jang besasrnja sesuai dengan banjaknja kuda atau sapi, denagan perhitungan ¼ M 3 tiap ekor. Liang ini harus diberi pipa untuk membuang hawa busuk, jang tjukup tinggi tidak mengganggu penduduk sekelilingnja. Pembuangan air dari liang ini harus menurut ketentuan ketentuan jang ditetapkan oleh Dewan Pemerintah Daerah. d. Lantai kandang harus landai dan tahan air. e. Djika diadakan lantai atas dasri kayu, letaknja sedikit dikitnja harus 0,15 M diatas, lantai dibawahnja, sedangkan lantai kaju itu harus sudah diasmbil. f. Bagi tiap tiap kuda atau sapi, harus disediakan ruangan jang luasnja sedikit dikitnja 3 M 2. g. Tinggi kandang sedikit dikitnja 2,50 M. h. Lantai kandang tidak boleh dibuat dari bambu. O. Tentang sifat, ukuran dan kekuatan bahan bahan bangunan. Pasal 36 (1) Pada waktu merencanakan pembuatan bangunan harus diperhatikan bahwa pada tiap tiap Cm 2 bahan tidak boleh ada tegangan jang lebih tinggi dari angka angka seperti tersebut dalam daftar dibawah ini, ketjuali djika Dewan Pemerintah Daerah memperkenankan adanja tegangan jang lebih tinggi untuk kosntruksi konstruksi jang bersifat istimewa atau untuk bangunan jang bersifat sementara. Nama bahan Besi tertempa atau besi tjair (smeed en vloeciijzer) Maximum tegangan (spanning) Kg bagi tiap tiap Cm 2. Tarikan Tekanan Pegeseran kg kg 800 kg Besi tjetakan (gegoteniijzer) 250,, 500,, 200,, Kawat besi (ijzerdraad) 1.200,, --.. Kaju djati / serat (langshout) 100,, 80,, 8,, Kaju tahun / serat 50,, 50,, Kaju djati / serat (Kopshout) 20,, Kaju tahun / serat 15,,

10 Batu kali Pasangan batu kali 6,, Pasangan batu merah dsb. 4,, Bout keling dan bout sekrup Klink en schroefbouten) 750,, 1.500,, (2) Djika mempergunakan bahan bahan lain dari pada apa jang tersebut dalamajat (1) ketentuan tegangnja harus dimintakan persetudjuan lepada Badan Pemerintah Daerah. (3) Untuk menentukan tegangan termaksud dalam ajat (1) dan (2) maka : a. Bahan bahan seperti tersebut dibawah ini tiap tiap M 3 dianggap mempunjai berat sedikit dikitnja : Tanah basah Kg. Tanah kering ,,. Pasir basah ,,. Pasir kering ,,. Krikil basah ,,. Krikil kering ,,. Batu kali (batu gunung) ,,. Pasangan batu kali ,,. Pasangan batu merah ,,. Beton ,, Beton berurat (Gewapend beton ,,. Kaju djati ,,. Besi tjair ,,. Besi tjetakan ,,. Tembaga ,,. Timah ,,. Seng ,,. b. B e r a t n j a b e b a s j a n g s e b a n j a k b a n j a k n j a d a p a t d i t e r i m a t i a p - t i a p M 2 o l e h : Lantai rumah Kg. Lantai dan tangga untuk rumah sekolah, Rumah makan, gudang, toko, bengkel, ruang tempat permusjawaratan dan tempat pertundjukan ,, Lantai gudang dimana tertimbun bahan - bahan ketjuali logam jang tinggi timbunannja 1 M c. B e r a t n j a b a n g u n a n t i a p t i a p M 2 : 500,,. Sampai ,, Lantai kaju bagi rumah ,, Langit langit ,, d. T e k a n a n a n g i n : (Arah angin dianggap merupakan sudut 10 0 dengan garis timbang air). Tekanan siku pada arahnja = W = Tekanan siku pada jajasannja = W = sinus 2 (sudut jang dirupakan oleh bidang bangunan itu dengan garis timbang air ). 75 kg

11 e. B e r a t n j a a t a p t i a p M 2 : termasuk djuga dakroosternja tetapi tidak terhitung tekanan angin. Atap genting biasa 60 Kg Atap genting dari semen 90,, Atap sirap (ijzerhout, kaju berlian) 40,, Atap besi berombak (gegolfd gegalvaniseerd dakijzeer) 15,, Atap asbest cement iein 20,, Atap rubberoid malhoid 25,, dsb. diatas papan tidak memakai tutup kerikil. Beratnja suatu atap tjondongnja boleh dianggap tiap-tiap M 2 dasar buat atap genting biasa 150,, Atap gegolfd dakijzer 65,, Dalam angka ini termasuk djuga beratnja kuda 2, pinggang, atap tekanan angin. Kuda 2 besi rata-rata beratnja dapat dianggap sebagai daftar dibawah ini : Lebarnja kuda 2 (spawijdte) Beratnja kuda 2 dalam ukuran Kg. Bagi kuda 2 jang djarak letaknja antara satu dengan lainnja 4 M 5 M 6 M 6 M 8 M 10 M 12 M 15 M 16 M 18 M 20 M 220 Kg. 280,, 350,, 450,, 750,, Kg. 350,, 450,, 550,, 900,, 950,, 1150,, 1450,, 300 Kg. 400,, 500,, 600,, 1050,, 1200,, 1400,, 1800,, (4) Bahan bahan baik berhubungan dengan sifatnja, maupun keadaan atau tjampurannja, tidak sesuai dengan keperluannja, hingga dapat menimbulkan bahaja, dapat dilarang oleh Dewan Pemerintah Daerah. Bab III. Ketentuan hal mentjapai tempat tinggal jang baik. Pasal 37. Djika dalam sebuah bangunan ternjata benih penjakit, maka Dewan Pemerintah Daerah dapat memerintahkan kepada penghuni atau pemilik bangunan itu agar membersihkannja, perintah mana harus dipenuhi dalam waktu jang ditentukan. Pasal 38. Tempat tidur tidak boleh ditempatkan di : a. ruangan ruangan tempat mendjual bahan makanan atau tempat menjimpan barangbarang jang berbau busuk atau jang kotor. b. kandang-kandang atau ruangan-ruangan jang berdampingan dengan kandang ketjuali jang dipisahkan dengan kandang itu sedemikian rupa hingga air atau uap jang jang datang dari kandang itu tidak dapat masuk. Pasal 39.

12 (1) Djumlah orang jang bersama-sama tidur dalam satu ruangan, tidak boleh melebihi sepersepuluh dari angka M3 jang menundjukkan isi ruangan itu. (2) Ketentuan termaksud dalam ajat [1] tidak berlaku bagi anak dibawah umur satu tahun, sedangkan anak berumur diantara satu tahun dan dua belas tahun dihitung separo dari ketentuan termaksud dalam ajat (1). (3) Ketentuan termaksud dalam ajat (1) tidak berlaku bagi rumah : a. jang tidak didiami oleh orang orang lain ketjuali jang telah berdiam disitu pada saat mulai berlakunja peraturan daerah ini. b. dimana pelanggaran terhadaop kententuan termaksud dalam ajat (1) terdjadi disebabkan anggauta keluarga, karena kelahiran atau karena datangnja anggauta keluarga jang tadinja untuk sementara berdiam ditempat lain. Pasal 40. Kolam ikan atau slokan, terbuka tertutup jang terdapat dalam pekarangan, harus dipelihara dengan baik dan selalu dibersihkan. Pasal 41. Untuk kepentingan kesehatan umum, Dewan Pemerintah Daerah dapat memerintahkan kepada pemilik/penghuni pekarangan agar tempat-tempat jang ada airnja jang tidak mengalir, dikeringkan dengan mengalirkan airnja ke saluran saluran jang ada atau dengan djalan menutupnja, satu dan lain menurut petundjuk petundjuk Dewan Pemerintah Daerah. Pasal 42. Dewan Pemerintah Daerah dapat memerintahkan agar pemilik/penghuni pekarangan membuat windu pada sumur jang terdapat dalam pekarangan itu, jang tingginja sedikitdikitnja 20 cm diatas tinggi air bandjir jang terbesar jang pernah terdjadi, dan serendahrendahnja 1 M diatas tanah sekelilingnja. Bab IV Ketentuan hal pemakaian alat-alat untuk memandjat (djagrag, tangga dll) dan pagar. Pasal 43. (1) Untuk keprluan pembuatan, perubahan, perbaikan atau pembongkaran bangunan boleh dipergunakan alat alat untuk memandjat [djagrag, tangga dll] dan pagar diatas djalan-djalan atau perairan perairan asal tidak melampaui batas jang telah diizinkan oleh Dewan Pemerintah Daerah. (2) Pada pagar pagar tersebut ajat [1] tidak boleh diadakan pintu-pintu jang dapat dibuka keluar. (3) Untuk keselamatan umum Dewan Pemerintah Daerah dapat memerintahkan mengadakan pagar untuk menutup tempat-tempat jang sedang diadakan pembuatan, perubahan, perbaikan atau pembongkaran bangunan atau penggalian tanah. Pasal 44. Alat alat untuk memandjat tersebut pasal 43, jang pada pendapat Dewan Pemerintah Daerah dapat membahajakan, harus diperkuat atau diganti. Bab V Ketentuan hal perbaikan, pernjataan tidak baik bagi tempat tinggal atau bagi keperluan lainnja, pengosongan, penutupan dan pembongkaran

13 Pasal 45. (1) Untuk kesehatan atau keselamatan umum atau untuk kesehatan atau keselamatan orang-orang jang menempati, Dewan Pemerintah Daerah memerintahkan mengadakan pemeriksaan apakah bangunan atau baagian dari padanja baik untuk ditempati dengan tjara seperti jang dilakukan. (2) Djika laporan peperiksaan tersebut ajat [1] menjatakan bahwa bangunan jang diperiksa itu tidak baik untuk tempat tinggal, maka dalam laporan itu harus berisi pula : a. alasan lasan jang dipakai sebagai dasar daripada pernjataan tersebut. b. pernjataan apakah bangunan jang diperiksa itu dengan mengadakan perbaikan perbaikan masih dapat dibuat baik untuk dipergunakan sebagai tempat tinggal dengan tjara seperti jang dilakukan dan djika masih dapat, bagaimana tjaranja mengadakan perbaikan perbaikan itu dan lamanja waktu perbaikan itu dapat diselesaikan. Pasal 46. (1) Djika bangunan jang telah diperiksa itu dengan perbaikan perbaikan termaksud dalam pasaal 45 ajat [2] sub b, masih dapat dibuat baik untuk dipergunakan sebgai tempat tingal, maka Dewan Pemerintah Daerah dengan memberikan turunan dari pada laporan termaksud dalam pasal 45, memerintahkan kepada pemilik atau penguasa bangunan itu untuk mengadakan semua perbaikan perbaikan jang dianggap perlu dadlam laporan itu dalam waktu jang ditentukan atau djika ia menginginkannja, untuk mengosongkan bangunan itu dalam waktu jang ditentukan oleh Dewan Pemerintah Daerah. (2) Perintah termaksud dalam ajat [1] diberitahukan djuga kapada mereka jang menurut register register tertjatat sebagai orang jang mempunjai pihutang dengan bangunan tersebut sebgai tanggungan. Pasal 47. Djika menurut laporan peperiksaan termaksud dalam pasal 45 ternjata bahwa bangunan jang telah diperiksa itu tidak dapat diperbaiki lagi untuk dibuat baik bagi tempat tinggal dengan tjara seperti jang dilakukan atau djika perbaikan perbaikan jang diperintahkan seperti termaksud dalam waktu jang telah ditentukan, maka bangunan itu dengan surat keputusan Dewan Pemerintah Daerah dinjatakan tidak baik bagi tempat tinggal dengan tjara seperti jang dilakukan. Pasal 48. (1) Surat keputusan termaksud dalam pasal 47 berisi djuga perintah untuk mengosongkan atau mengubah penggunaan bangunan jang bersangkutan dalam waktu jang ditentukan. (2) Djika ternjata bahwa setelah waktu termaksud dalam ajat [1] lampau, perintah termaksud dalam ajat [1] belum diindahkan, maka Dewan Pemerintah Daerah berhak memerintahkan untuk mengosongkan bangunan itu dengana seketika. (3) Djika dipandang perlu Dewan Pemerintah Daerah berhak memerintahkan menutup bangunan itu untuk waktu jang ditentukan. (4) Perintah penutupan termaksud dalam ajat [3] dengan segera diberitahukan kepada pemilik rumah itu. Pasal 49. Surat keputusan termaksud dalam pasal 47, dengan dilampiri turunan laporan peperiksaan termaksud dalam pasal 45, dengan seketika diberikan kepada penghuni kepala dan kepala pemilik atau penguasa bangunan jang bersangkutan. Pasal 50.

14 Pada bangunan jang terkena surat keputusan termaksud dalam pasal 47 dipasang sebuah tanda oelh Dewan Pemerintah Daerah jang menurut tulisan jang terang jang berbunji :,,Bangunan ini tidak baik untuk dengan sekedar pendjelasan sesuai dengan isi surat keputusan. Pasal 51. (1) Djika sebuah bangunan jang telah dinjatakan tidak baik tempat tinggal, sesudah berachirnja waktu jang ditentukan untuk mengosongkan bangunan itu, ternjata menimbulkan bahaja atau gangguan bagi penghuninja atau tetangganja, maka Dewan Pemerintah Daerah memutuskan untuk membongkar bangunan itu sebagian atau seluruhnja, atau mengambil tindakan-tindakan untuk menghilangkan bahaja atau gangguan termaksud. (2) Tiap-tiap keputusan jang termaksud dalam ajat [1] diberikan kepada penghuni bangunan jang bersangkutan. Pasal 52. Djika pembongkaran dilakukan dengan paksa oleh Dewan Pemerintah Daerah, maka barang barang hasil pembongkaran itu didjual dimuka umum dan hasil pendjualan itu setelah dikurangi dengan beaja pembongkaran, diserahkan kepada jang berhak. Pasal 53. (1) Djika setelah tanggal penandatanganan surat keputusan termaksud dalam pasal 47, perintah termaksud dalam pasal 46 lalu diindahkan, maka surat keputusan tersebut dibatalkan. (2) Dalam hal pembatalan termaksud dalam ajat [1], tanda termaksud dalam pasal 50 dihilangkan. Bab VI Ketentuan hal surat-surat izin Pasal 54. (1) Untuk mendapatkan surat izin termaksud dalam pasal 2 dan 4 harus menjampaikan surat permintaan kepada Dewan Pemerintah Daerah. (2) Surat permintaan izin termaksud dalam ajat (1), harus berisi keterangan keterangan : I. djika mengenai izin mendirikan bangunan : a. penggunaan bangunan itu. b. letak tanah dimana akan didirikan bangunan dengan keterangan tanggal dan nomor surat pikukuh dari Kantor Kadaster. c. tjara mendapatkan air. d. tjara pembuangan air dan kotoran. e. apakah bangunan itu akan didirikan diatas pondamen jang telah ada. II. djika mengenai izin membongkar : Letak dari pada bangunan dengan keterangan nomor gambar pekarangan beserta nomor keputusan hak tanah. Pasal 55. (1) Gambar termaksud dalam pasal 54 harus dibuat rangkap dua dengan memakai perbandingan ukuran, sedikit-dikitnja 1 : 100 dari udjud sebenarnja. (2) Bagi bangunan besar, Dewan Pemerintah Daerah dapat mengizinkan dipergunakannja perbandingan ukuran sedikit-dikitnja 1 : 200 dari udjud sebenarnja.

15 (3) Gambar gambar itu, harus menundjukkan : a. Pembagian ruangan ruangan jang ada dengan keterangan akan maksud pemakaiannja. b. Tinggi lantai ruangan bawah, diukur dari dataran djalan umum, dan atau dari dataran pekarangan kesekitarnja. c. Tinggi loteng dan atapnja. d. Ukuran dari pda ruangan ruangan, tangga tangga dan emper emper. e. Tjampuran pasangan, djuga dalam dan lebar dari pada pondamen pondamen. f. Trasraam. g. Tebal tembok. h. Ukuran serta djarak dari pada masing masing balok, djuga tjara dari pada pemasangannja dengan angker. i. Kuda kuda. j. Tjara tjara pembuangan air dan kotoran. k. Ukuran serta penetapan pemasangan pintu-pintu dan djendela djendela. i. Letak dari pada bangunan guna mendapatkan / memperoleh air minum. (4) Dari gambar beserta lampiran pendjelasannja harus dapat dibuktikan, dari bahan apakah bagian-bagian dari bangunan itu akan disusun. (5) Pada permintaan akan izin, selain gambar-gambar tersebut, djuga harus diberikan peta keadaan (denah) dengan perbandingan ukuran sedikit dikitnja 1 : 500 dari udjud sebenarnja, beserta petundjuk arah utara. Dalam peta tersebut diterangkan : a. Letak dari pada tanah, dimana akan didirikan bangunan. b. Pekarangan pekarangan dan djalan djalan jang berbatasan dengan tanah tersebut. c. Letak serta tjara djalan masuk / keluar ke /dari tanah tersebut dari / ke djalan umum. d. Letak sebenarnja dari pada bangunan atau bagian dari pada bangunan jang akan didirikan. e. Penundjukan tanah tersebut menurut buku kadaster dari pendaftaran tanah. f. Keterangan jang menjatakan dari bahan bahan apakah bangunan bangunan disekitarnja didirikannja. (6) Pemohon izin diharuskan memberikan semua bahan-bahan keterangan dan gambar gambar jang diperlukan oleh Dewan Pemerintah Daerah, guna pertimbangan jang tepat akan rentjana pendirian bangunan. (7) Djika permohonan izin mengenai bangunan jang tidak pantas atau bangunan jang semua atau sebagian terdiri dari bahan bahan jang tidak tetap dan djika si pemohon izin kurang atau tidak mampu, maka Dewan Pemerintah Daerah dapat menjediakan gambar jang diperlukan dengan harga jang ringan atau dengan pertjuma. Dewan Pemerintah Daerah memutuskan siapakah jang dianggap kurang atau tidak mampu. Pasal 56. (1) Keputusan keputusan dari Dewan Pemerintah Daerah tentang permohonan izin diberitahukan setjara tertulis kepada para pemohon izin. (2) Sebuah gambar dari pada bangunan jang bersangkutan, setelah mendapat pengesahan dari Dewan Pemerintah Daerah, bersama sama dengan turunan surat keputusan izin, diberikan kepada pemohon. (3) Turunan surat izin tersebut dan gambar jang telah disjahkan harus selalu disediakan ditempat dan pada waktu bangunan masih dikerdjakan. (4) Atas pertanjaan dari pada pendjabat / petugas termaksud dalam pasal 61, turunan surat izin dan gambar tersebut ajat 3 diatas, harus dapat ditundjukkannja. Pasal 57. Turunan surat izin tersebut dalam bab ini, hanja dapat diberikan, setelah pembajaran bea sempadan tersebut dalam pasal 58 dipenuhi dikas Daerah Kota Besar Surakarta.

16 Pasal 58. (1) Pemegang izin, termaksud dalam pasal 2 dan 4 dikenakan bea, jang disebut : bea sempadan dan diperhitungkan menurut ketentuan ketentuan dibawah ini : a. Bea sempadan untuk segala matjam bangunan, pasangan kaju, pembuangan kotoran, tempat sampah dan perigi/sumur, pintu air, pasangan ketel, tempat pembakaran, pondamen untuk segala matjam pesawat dan mesin, kolam, terras, trottoir, tjorong asap, dihitung menurut luasnj, dan diukur menurut djarak bagian luar. b. Untuk djembatan menurut luasnja lantai. c. Untuk dinding penahan tanah, tembok penahan tanah, pagar jang dapat dan tidak dapat digerakkan, selokan selokan jang terbuka, menurut pandjangnja. (2) Bea sempadan bagi bangunan tidak berloteng : a. Jang memakai balungan kaju, tidak berdinding atau berdinding gedeg, berdiri diatas tembok [neut] atau pondamen adalah : Rp. 0,60 s/d Rp. 1,80 per M 2. b. Susunan [konstruksi] seperti sub a tersebut diatas atau semua dari besi akan tetapi berdinding papan kaju atau besi, adalah : Rp. 0,90 s/d Rp. 2,70 per M 2. c. Susunan [kontruksi] seperti sub b tersebut diatas berdinding kaju, gedeg atau bahan lain ketjuali tembok atau beton dengan pondamen ladjuran tinggi sedikitdikitnja 0,50 M adalah : Rp. 1,50 s/d Rp. 4,50 per M 2. d. Susunan [kontruksi] seperti sub b tersebut diatas dengan dinding tembok atau beton setinggi 0,80 M diatas lanatai, dengan dinding gedeg diatasnja, dan berdiri diatas pondamen ladjuran adalah : Rp. 1,80 s/d Rp. 5,40 per M 2. e. Berdinding tembok tebal ½ batu adalah : Rp. 2,25 s/d Rp. 6,75 per M 2. f. Brdinding beton atau tembok, tebal satu batu atau lebih adalah : Rp. 3,-- s/d Rp. 9,-- per M 2. (3) Bea sempadan bagi bangunan berloteng, diperhitungkan sebagai berikut : Bagi tiap tiap tingkat loteng dipungut bea rooi separonja daripada bea sempadan bagi rumah dibawahnja. T j o n t o h : Ajat : 2a Rp. 0,60 s/d Rp. 1,80 per M 2 -- Bagi tiap loteng Rp. 0,30 s/d Rp. 0,90 per M 2. Ajat : 2b Rp. 0,90 s/d Rp. 2,70 per M 2 -- Bagi tiap loteng Rp. 0,45 s/d Rp. 1,35 per M 2. Ajat : 2c Rp. 1,50 s/d Rp. 4,50 per M 2 -- Bagi tiap loteng Rp. 0,75 s/d Rp. 2,25 per M 2. Ajat : 2d Rp. 1,80 s/d Rp. 5,40 per M 2 -- Bagi tiap loteng Rp. 0,90 s/d Rp. 2,70 per M 2. Ajat : 2e Rp. 2,25 s/d Rp. 6,75 per M 2 -- Bagi tiap loteng Rp. 1,125 s/d Rp. 3,375 per M 2. Ajat : 2f Rp. 3,-- s/d Rp. 9,-- per M 2 -- Bagi tiap loteng Rp. 1,50 s/d Rp. 4,50 per M 2. (4) Bea sempadan bagi rumah samping, seperti dapur, kamar pelajan, kamar mandi, kakus, gudang, kandang, tempat kendaraan dan sebagainja adalah separo daripada jang ditetapkan dalam ajat 2 untuk tiap-tiap M 2. (5) Bea sempadan bagi sumur pembuangan kotoran, perigi pintu air, pasangan dapur [oven], pondamen mesin, tjorong asap, dan bak air adalah Rp. 3,-- s/d Rp. 9,-- per M 2. (6) Bea sempadan bagi terras dan trottoir adalah Rp. 0,30 s/d Rp. 0,90 per M 2. (7) Bea sempadan bagi djembatan adalah Rp. 1,50 s/d 4,50 per M 2. (8) a. Bea sempadan bagi tembok penahan tanah, pagar tetap atau pagar berputar [pintu pagar], slokan tertutup dan terbuka adalah Rp. 0,75 s/d Rp. 2,25 per M 2. b. Bea sempadan bagi membuka tembok guna memasang djendela atau pintu atau membikin dinding dalam rumah adalah : I. tembok tebal ½ batu Rp. 2,25 s/d Rp. 6,75 per M 2. II.,,,, 1 batu,, 3,,, 9,,, (9) Perbaikan beret atau perobahan besar, dimana tembok bagian luar tidak berobah letaknja, bea sempadan ditetapkan 1% dari beaja perbaikan / perobahan tersebut

17 menurut taksiran Kepala Djawatan Pekerdjaan Umum, tetapi tidak akan melebihi separunja bea sempadan bagi pembikinan bangunan baru. (10) Dewan Pemerintah Daerah menetapkan besarnja bea sempadan untuk suatu waktu didalam batas tarip tersebut dalam ajat-ajat diatas. Pasal 59. (1) Dasar penolakan izin untuk mendirikan bangunan hanjalah djika keadaan [situasi] termaksud dalam pasal 6 tidak dapat disetudjui dan bilamana pemberian izin akan bertentangan dengan sesuatu peraturan jang berlaku. (2) Pemberian izin guna mendirikan bangunan hanja dapat ditolak, apabila bertentangan dengan salah suatu peraturan atau menjalahi peraturan peraturan lalu-lintas, kesehatan umum, keamanan, bahaja kebakaran, atau djika djalan jang menghubungkan dengan djalan umum kurang ada manfaatnja. (3) Apabila permintaan izin terpaksa ditolak seperti termaksud dalam pasal 3, 5 dan 6 peraturan ini, atau djika menjimpang dari pada ketetapan permintaan maka dalam surat keputusan diterangkan alasan-alasannja. Pasal 60. (1) Izin, termaksud dalam pasal 3, 5 dan 6 peraturan daerah ini dianggap tidak diberikan, djika ternjata dalam waktu enam bulan sesudah tanggal penanda tanganan suraat keputusan dari Dewan Pemerintah Daerah, pekerdjaan jang dimaksudkan belum dimulai atau seluruh atau sebagian dari pada bangunannja belum ditempati [didiami], ketjuali djika sebelum lewat waktu jang ditentukan, telah mengadjukan permohonan, jang oleh Dewan Pemerintah Daerah tambahan waktu 6 [enam] bulan tersebut telah dapat dikabulkan. (2) Dewan Pemerintah Daerah dapat mentjabut berlakunja izin seperti tersebut dalam ajat 1 diatas, a. djika pekerdjaan tidak mengalami kemadjuan jang tjukup pesat atau berhenti selama enam bulan. b. djika izin jang telah diberikan, ternjata tidak sah, disebabkan keterangan-keterangan jang tidak benar atau bersifat tipuan. c. djika dalam mendjalankan pekerdjaan, menurut pendapat Dewan Pemerintah Daerah, menjimpang dari pada ketentuan ketentuan tersebut dalam perturan ini, atau dari pada suatu ketentuan jang mengikat, tertjantum dalam izin tersebut. Bab VII. Ketentuan pengawasan antjaman hukuman dan waktu peralihan Pasal 61. (1) Kewadjiban mengawasi pelaksanaan peraturan daerah ini dan mengusut pelanggaran pelanggaran terhadapnja ddiserahkan djuga kepada Kepala Djawatan Pekerdjaan Umum Kota Besar Surakarta, Kepala kantor Panitijoso dan pegawai pegawai pengawas bangunan. (2) Pendjabat tersebut ajat [1] diatas berhak mendjalankan pengawasan seperti termaksud dalam ajat [1], terhadap semua bangunan dan ruangan baik jang terbuka maupun jang tertutup pada waktu antara djam 8.00 pagi sampai djam sore. (3) Pemilik atau penghuni bangunan atau ruangan tersebut diatas, berkewadjiban melajani pendjabat tersebut ajat [1] dalam mendjalankan tugasnja pada waktu waktu jang telah ditentukan seperti termaksud dalam ajat [2]. Pasal 62. (1) Dengan tidak mengurangi apa jang tersebut dalam pasal 63, maka segala pelanggaran terhadap pasal :

18 2, 4 6, 7 [1], 9 [1], 10 [2], 11 [1-2], 12 [1], 13, 14 [1-2-3], 15 [ ], 16[1-2], 17[1-2-3], 18, 20 [1-2], 21 [ ], 22 [1], 24 [2], 25 [1-3], 26 [ ], 27 [1-2], 28 [ ], 29, 30, 31 [1-2-3], 33 [1-3], 34 [1-2-3], 35, 36 [1-2], 37, 40, 41, 42, 43[1-2], 44, 54 [1-2], 55 [ ] 56 [3-4], 61 [3], begitu pula terhadap segala ketentuan ketentuan dan sarat sarat tertjantum dalam surat izin dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanja 3 [tiga] bulan atau hukuman denda setinggi-tingginja Rp. 100,-- [seratus rupiah]. (2) Orang orang jang melanggar peraturan daerah ini, termasuk djuga jang tidak memenuhi dengan ketentuan ketentuan dan sarat sarat tertjantum dalam surat izin, diharuskan bertindak untuk mentjukupi kekurangannja, membongkar atau merobah segala sesuatu jang bertentangan dengan peraturan daerah ini. Apabila ini semua tidak dipenuhi, Dewan Pemerintah Daerah dapat bertindak untuk membereskan atas tanggungan dan beaja dari mereka jang melanggarnja. Ketjuali dalam keadaan jang tergesa-gesa, tindakan tersbut diatas ta akan didjalankan sebelum jang berkepentingan mendapat peringatan setjara tertulis. Dewan Pemerintah Daerah berhak memerintahkan memberhentikan dengan segera pekerdjaan jang bertentangan denga pertauran daerah ini, atau bertentangan dengan ketentuan ketentuan dan sarat-sarat tertjantum dalam surat izin, dan perlu dengan bantuan polisi untuk menghalang-halangi kelandjutan pekerdjaan tersebut. Pasal 63. Pemilik bangunan atau bagian bangunan jang telah ada atau telah dikerdjakan pada waktu peraturan daerah ini mulai berlaku, diharuskan berusaha supaja dalam waktu 3 [tiga] tahun sesudah peraturan ini mulai berlaku atau dalam waktu jang akan ditetapkan lebih landjut oleh Dewan Pemerintah Daerah, mentjukupi sarat sarat jang telah ditentukan dalam pasal 15, 16, 31 dan 33 dan ketentuan ketentuan tentang pelaksanaannja jang ditetapkan oleh Dewan Pemerintah Daerah. Pasal 64. Peraturan daerah ini mulai berlaku pada hari pertana sesudah tanggal diundangkannja. Surakarta, 26 Djuni Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara Kepala Daerah Kota Besar Surakarta : Kota Besar Surakarta K e t u a, (MUHAMMAD SALEH). (A. SISWOPRANOTO). Peraturan daerah ini didjalankan berdasarkan pasal 30 ajat [1] Undang No. 22 tahun undang Diundangkan pada tanggal 1 Pebruari 1956 Dewan Pemerintah Daerah Kota Besar S u r a k a r t a, Sekretaris, Sekretaris, A. SISWOPRANOTO. (S O E T O N O).

19

20 This document was created with Win2PDF available at The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.

Tambahan Lembaran Kotapraja Surakarta Nomor 1 Tahun Ke VII Tanggal 1 April 1957 Nomor 2

Tambahan Lembaran Kotapraja Surakarta Nomor 1 Tahun Ke VII Tanggal 1 April 1957 Nomor 2 Tambahan Lembaran Kotapraja Surakarta Nomor 1 Tahun Ke VII Tanggal 1 April 1957 Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1957 TENTANG PEMELI HARAAN BABI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954. Tjetakan ke 2 tgl. Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni 1954. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1954. Tentang PERIZINAN MEMBUAT REKLAME DAN PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 9 TAHUN 1953 TENTANG PENDJUALAN MINUMAN KERAS DAN PEMUNGUTAN PADJAK ATAS IZIN PENDJUALAN

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 No.11/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Kutipan Lembaran Kota Besar Ska. No. I th. Ke I tg PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. : 2/D.P.R./Ska./ 51.

Kutipan Lembaran Kota Besar Ska. No. I th. Ke I tg PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. : 2/D.P.R./Ska./ 51. Kutipan Lembaran Kota Besar Ska. No. I th. Ke I tg. 30 11 1957 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. : 2/D.P.R./Ska./ 51. TENTANG KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEMENTARA KOTA

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8 No.10/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953.

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953. Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli. 1953 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953. TENTANG PEMERIKSAAN DAN PEMBANTAIAN HEWAN, PEMERIKSAAN DAGING

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 1

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 1 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 7 TAHUN 1953 TENTANG MENDIRIKAN DAN MENJEWAKAN KIOSK DI TANAH MILIK DAERAH DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1954, TENTANG SURAT MENGEMUDI KENDARAAN TIDAK BERMOTOR. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan. 1955. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1955. Tentang TANDA-NOMOR DAN SURAT-TANDA-NOMOR BAGI KENDARAAN BERMOTOR DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 3 Tahun Ke VI Tanggal 27 Agustus 1956 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1956

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 3 Tahun Ke VI Tanggal 27 Agustus 1956 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1956 Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 3 Tahun Ke VI Tanggal 27 Agustus 1956 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1956 TENTANG SETASIUN OTOBIS DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEMENTARA

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 5 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 5 TAHUN 1954. Tjetakan ke 2 tgl. 1 Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 5 TAHUN 1954. Tentang TAMAN SRIWEDARI DAN TAMAN BALAI KAMBANG

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 6 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 6 TAHUN 1954. Tjetakan ke 2 tgl. 1 Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 6 TAHUN 1954. Tentang TAMAN PEMAKAIAN PEMELIHARAAN DAN

Lebih terperinci

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke II tg. 15 Ag. 51 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 tahun 1952.

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke II tg. 15 Ag. 51 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 tahun 1952. Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke II tg. 15 Ag. 51 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 tahun 1952. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun TENTANG PEMADAM API

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun TENTANG PEMADAM API Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des.1952. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun 1952. TENTANG PEMADAM API DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1.

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1. No.6/ 1959. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. menetapkan peraturan-daerah sebagai berikut : PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1. (1) Dalam

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA Menetapkan peraturan daerah sebagai berikut :

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA Menetapkan peraturan daerah sebagai berikut : TJETAKAN KE II TANGGAL 1 MARET 1958 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke III tg. 1 2-1953. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1953. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 2 Tahun Ke VI Tanggal 1 Djuli 1956 Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1956

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 2 Tahun Ke VI Tanggal 1 Djuli 1956 Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1956 Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 2 Tahun Ke VI Tanggal 1 Djuli 1956 Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1956 TENTANG PENJUALAN AIR SUSU DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5 No. 5 Tahun 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930)

UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930) UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930) Mengubah Peraturan Uap No. 342 tahun 1924 Menimbang bahwa dianggap perlu untuk menindjau kembali Peraturan Uap jang ditetapkan

Lebih terperinci

Undang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang-undang 1946, No. 22 PENTJATATAN NIKAH. Peraturan tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1) bahwa peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk seperti

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 5 th. Ke V tg. 1 Mei No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1955

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 5 th. Ke V tg. 1 Mei No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1955 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 5 th. Ke V tg. 1 Mei. 1955 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1955 TENTANG KANTOR PERKREDITAN DAERAH. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR Menetapkan Peraturan Daerah Jang Berikut : PERATURAN DAERAH TENTANG MENGADAKAN

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 2

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 2 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 2 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 8 TAHUN 1953 TENTANG TUGAS BELADJAR. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk mendjamin bagian jang lajak dari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 12/1968 30 Agustus 1968 No. 1/DPRD.GR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN PEMUNGUTAN SUMBANGAN IURAN UNTUK MEMBANTU PEMBIAJAAN PENJELENGGARAAN RADIO REPUBLIK INDONESIA KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA SERI A TAHUN 1975 NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA SERI A TAHUN 1975 NOMOR : 2 Dimuat juga dalam Lembaran Daerah Tingkat I Jawa Tengah Tahun 1974 Seri B Nomor : 20 NOMOR : 2 TAHUN 1972 DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 16/1963 20 April 1963 No. 7/DPRD-GR/1963.- DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BADUNG Menetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 37/1968 31 Desember 1968 No. 4/D.P.R.D.-G R./1965 Pasal 1. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun 1969 28 Mei 1969 No. 6 a 1/DPRDGR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 9 th. Ke IV tgl. 1 Des. 54 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 9 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 9 th. Ke IV tgl. 1 Des. 54 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 9 TAHUN 1954. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 9 th. Ke IV tgl. 1 Des. 54 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 9 TAHUN 1954. TENTANG MEMBERIKAN, MEMEGANG DAN MEMPERTANGGUNG DJAWABKAN UANG PERSEKOT KERDJA.

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM. Pasal 1.

KETENTUAN UMUM. Pasal 1. LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA SERI C TAHUN 1975 NOMOR : 6 Dimuat juga dalam Lembaran Daerah Tingkat I Jawa Tengah Tahun 1973 Seri B Nomor : 29 DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 9 tahun 1969 24 Pebruari 1969 No. 1/DPRDGR/67. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BANGLI Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 30/1963 5 Juli 1963 No : 2/DPR/1962 DEWAN PERWKAILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BULELENG Menetapkan peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 25/1963. 8 Djuni 1963. No. 12/DPRD/1962. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 8 th. Ke V tgl. 1 Nop. 55 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 10 TAHUN 1955.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 8 th. Ke V tgl. 1 Nop. 55 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 10 TAHUN 1955. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 8 th. Ke V tgl. 1 Nop. 55 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 10 TAHUN 1955. UNTUK MENGUBAH JANG KEDUA KALINJA PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Status : Mendjadi UU No.3 Th.1951 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk mengawasi berlakunja Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 10/1963 13 April 1963 No.5 /DPRDGR/1963. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BADUNG Meretapkan Peraturan

Lebih terperinci

Tjetakan ke II tg. 1 Maret Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke III tg. 1 Maret 1953.

Tjetakan ke II tg. 1 Maret Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke III tg. 1 Maret 1953. Tjetakan ke II tg. 1 Maret 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke III tg. 1 Maret 1953. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NO. 2 TAHUN 1953. TENTANG PASAR DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 No.12/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG Menetapkan Peraturan Daerah sebagai berikut

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 32 tahun 1970 19 Agustus 1970 No. 3/PD/26/1970. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KLUNGKUNG Menetapkan peraiuran

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR : 1 TAHUN 1960 (1/1960) Tentang Peraturan sempadan, pembuatan dan pembongkaran bangunan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II Nomor : 2 TAHUN 1976 SERI C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH TINGKAT II Nomor : 1 Tahun 1976 TENTANG HYGIENE PASAR DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTAMADYA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 43 Tahun 1970 1 September 1970 No: 8/P/LK/DPRD-GR/1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KARANGASEM Menetapkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN No. 180 TAHUN 1953 TENTANG PERATURAN TENTANG PEMERIKSAAN-KAS PADA PARA BENDAHARAWAN JANG MENERIMA UANG UNTUK DIPERTANGGUNG DJAWABKAN DARI KANTOR-KANTOR PUSAT PERBENDAHARAAN OLEH PARA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerdja berhak mendapat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR Menetapkan Peraturan Daerah Sebagai Berikut : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR TENTANG PADJAK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 13 tahun 1970 29 April 1970 No. 2/DPRDGR/A/Per/15. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 1 / 1966 14 Desember 1966 No. 8/D.P.R.D.G.R./1962 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerdja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannja

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 1982 SERI C Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 1982 SERI C Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 1982 SERI C Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 29 TAHUN 1981 TENTANG KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN KOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. :18/1969. 2 Mei 1969 No.5/DPRD-GR/1966 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI Menetapkan Peraturan Daerah sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 22/1968 18 Nopember 1968 No. 1/SK/DPRD-GR/1968 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN GIANYAR K E P U T U S A

Lebih terperinci

BAB I OBJEK, DJUMLAH DAN TERUTANGNJA PADJAK. Pasal 1

BAB I OBJEK, DJUMLAH DAN TERUTANGNJA PADJAK. Pasal 1 III. I. ORDONANSI PADJAK PERSEROAN 1925. Stbl. 1925 No. 319; Stbl. 1927 No. 137; Stbl. 1930 No. 134; Stbl. 1931 No. 168; Stbl. 1932 No. 196 dan 634; Stbl. 1934 No. 106 dan 535; Stbl. 1938 No. 155 dan 319;

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah 1950 No. 37

Peraturan Pemerintah 1950 No. 37 Peraturan Pemerintah 1950 No. 37 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITEIT GADJAH MADA Peraturan tentang Universiteit Gadjah Mada. Menimbang : bahwa perlu mengadakan peraturan tentang Universitit Negeri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI MUDA AGRARIA NOMOR 15 TAHUN 1959 TENTANG

PERATURAN MENTERI MUDA AGRARIA NOMOR 15 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN MENTERI MUDA AGRARIA NOMOR 15 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN DAN PEMBAHARUAN BEBERAPA HAK ATAS TANAH SERTA PEDOMAN MENGENAI TATA-TJARA KERDJA BAGI PEDJABAT-PEDJABAT JANG BERSANGKUTAN Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuatan ekonomi potensiil jang dengan

Lebih terperinci

: MEMBANGUN BARU, MENAMBAH, RENOVASI, BALIK NAMA

: MEMBANGUN BARU, MENAMBAH, RENOVASI, BALIK NAMA Perihal : Permohonan Surat Izin Mendirikan Bangunan Pangkajene Sidenreng,.................... Kepada Yth. Bupati Sidenreng Rappang Cq, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Yang bertandatangan

Lebih terperinci

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung - 1983 Kombinasi Pembebanan Pembebanan Tetap Pembebanan Sementara Pembebanan Khusus dengan, M H A G K = Beban Mati, DL (Dead Load) = Beban Hidup, LL

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI )

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) NO. 7/1963 27 Pebruari 1963 No. : 6/DPRD-GR/1962,- Keputusan :Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Daerah Tingkat II Buleleng

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa perlu diadakan peratuaran tentang penggunaan Lambang Negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REBPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 tahun 1971 TENTANG PERDJANDJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REBPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 tahun 1971 TENTANG PERDJANDJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REBPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 tahun 1971 TENTANG PERDJANDJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DISELAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 5 tahun 1969 27 Pebruari 1969 No. : 6/Kep/D.P.R.D.G.R./1968 Keputusan : Dewan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kabupaten Djembana Tanggal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) Nomor 5 Tahun 1960 (5/1960) Tentang: Perusahaan Susu

PERATURAN DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) Nomor 5 Tahun 1960 (5/1960) Tentang: Perusahaan Susu PERATURAN DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) Nomor 5 Tahun 1960 (5/1960) Tentang: Perusahaan Susu DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA Menimbang: Perlu mengadakan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 5 / 1966 14 Desember 1966 No. 4/D.P.R.D.G.R./1964. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 51 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 6

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 51 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 51 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 3 / 1966 14 Desember 1966 No. 1/DPRD.GR./1962. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANGLI Menetapkan

Lebih terperinci

SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG 1 SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN BANGUNAN DI KABUPATEN BALANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAMADYA SURAKARTA. Menetapkan Peraturan Daerah sebagai berikut :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAMADYA SURAKARTA. Menetapkan Peraturan Daerah sebagai berikut : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan Daerah sebagai berikut : PERATURAN DAERAH KOTAMADYA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1972 Tentang PENJUALAN

Lebih terperinci

Interpretasi dan penggunaan nilai/angka koefisien dan keterangan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna.

Interpretasi dan penggunaan nilai/angka koefisien dan keterangan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna. DISCLAIMER Seluruh nilai/angka koefisien dan keterangan pada tabel dalam file ini didasarkan atas Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987), dengan hanya mencantumkan nilai-nilai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 11/1968 21 April 1968 No. 510 a/dprdgr/a/ii/4/23. LAMPIRAN dari surat keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1970 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1970 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1970 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untukk memantapkan harga beras dan mentjukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, perlu menetapkan kebidjaksanaan

Lebih terperinci

3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian

3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian 3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian 7 3.2. Data Yang Diperlukan Untuk kelancaran penelitian maka diperlukan beberapa data yang digunakan sebagai sarana

Lebih terperinci

Panduan Menghitung Volume Pekerjaan Pondasi

Panduan Menghitung Volume Pekerjaan Pondasi Panduan Menghitung Volume Pekerjaan Pondasi Pekerjaan pondasi yang telah disetting dalam software rab meliputi pekerjaanpekerjaan sebagai berikut: 1. Galian tanah pondasi 2. Pasangan Pondasi Batu Kosong

Lebih terperinci

BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA

BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA 8.1. Rencana Anggaran Biaya (RAB) Rencana anggaran biaya (RAB) adalah tolok ukur dalam perencanaan pembangunan,baik ruma htinggal,ruko,rukan maupun gedung lainya. Dengan RAB

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHAESA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SURAT PENTJALONAN UNTUK PEMILIHAN ANGGOTA D.P.R./D.P.R.D.I DAN D.P.RD. II

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SURAT PENTJALONAN UNTUK PEMILIHAN ANGGOTA D.P.R./D.P.R.D.I DAN D.P.RD. II - 5 - SURAT PENTJALONAN UNTUK PEMILIHAN ANGGOTA D.P.R./D.P.R.D.I DAN D.P.RD. II Pentjalonan ini dikemukakan untuk pemilihan Anggota DEWAN PERWAKILAN RAKJAT/DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH TINGKAT I/DEWAN

Lebih terperinci

Arang Tempurung Kelapa

Arang Tempurung Kelapa Arang Tempurung Kelapa Mengapa harus arang tempurung? Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama minyak tanah, membuat masyarakat mencari alternatif lain untuk keperluan memasak. Salah satu yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN :

PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN : PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN : Kompetensi Keahlian : Hari / Tanggal : Teknik Gambar Bangunan Kelas / Jurusan : III / Teknik Gambar Bangunan Waktu

Lebih terperinci

Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu

Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu Sambungan Kayu Konstruksi kayu merupakan bagian dari konstruksi bangunan gedung. Sambungan dan hubungan kayu merupakan pengetahuan dasar mengenai konstruksi kayu yang sangat membantu dalam penggambaran

Lebih terperinci

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan 1 UNDANG-UNDANG GRASI (Undang-Undang tgl. 1 Djuli 1950 No. 3.) LN. 50-40: (mulai berlaku. 6-7-'50.) Anotasi: Dg. UU ini, dicabut: Gratie Regeling, S. 1933-2; PP No. 67 th. 1948 tentang permohonan grasi;

Lebih terperinci

DINDING DINDING BATU BUATAN

DINDING DINDING BATU BUATAN DINDING Dinding merupakan salah satu elemen bangunan yang berfungsi memisahkan/ membentuk ruang. Ditinjau dari segi struktur dan konstruksi, dinding ada yang berupa dinding partisi/ pengisi (tidak menahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 66 tahun 1970 20 November 1970 No: 11/DPRD-GR/A/Per/29 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 31/1968 31 Desember 1968 No. 5/DPRD.GR.//1968- DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 24 tahun 1970 17 Djuni 1970 Keputusan : Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kab. Gianyar Tanggal : 18 Nopember 1969 Nomer

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) Nomor 12 Tahun 1955 (12/1955) Tentang : Pajak Reklame

PERATURAN DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) Nomor 12 Tahun 1955 (12/1955) Tentang : Pajak Reklame PERATURAN DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) Nomor 12 Tahun 1955 (12/1955) Tentang : Pajak Reklame DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA Membaca : Surat Dewan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 011 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 011 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 011 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1969 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PAJAK POTONG HEWAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PAJAK POTONG HEWAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PAJAK POTONG HEWAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA, MENIMBANG : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JAYAPURA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JAYAPURA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JAYAPURA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II JAYAPURA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 27 tahun 1970 17 Djuli 1970 Keputusan : Dewan Pewakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Propinsi Bali. Tanggal : 3 Djuli 1969. Nomor

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN TAHAN GEMPA

PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN TAHAN GEMPA LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL CIPTA KARYA NOMOR: 111/KPTS/CK/1993 TANGGAL 28 SEPTEMBER 1993 TENTANG: PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN TAHAN GEMPA A. DASAR DASAR PERENCANAAN BANGUNAN TAHAN GEMPA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1970 TENTANG TATA-TJARA PENTJALONAN UNTUK PEMILIHAN ANGGOTA- ANGGOTA D.P.R., D.P.R.D. I DAN D.P.R.D II. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN PENERBITAN IJIN GUDANG BAHAN PELEDAK

PEDOMAN PENERBITAN IJIN GUDANG BAHAN PELEDAK PEDOMAN PENERBITAN IJIN GUDANG BAHAN PELEDAK DIAGRAM ALIR PROSES I V II VI III VII IV I. Surat Permohonan Dari perusahaan (KTT/Direksi) ditujukan kepada KAPIT Ijin Baru Perihal : Permohonan Penunjukan

Lebih terperinci

BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA

BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA 8.1 Volume Pekerjaan 8.1.1 Perkerjaan Persiapan 8.1.1.1 Pembersihan Lokasi panjang bangunan (p) = 40 m lebar bangunan (l) = 40 m Luas Pembersihan Lokasi = p x l = 1600 m2 8.1.1.2

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 13 TAHUN 2006 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN DAN PENGABUAN MAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 13 TAHUN 2006 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN DAN PENGABUAN MAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 13 TAHUN 2006 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN DAN PENGABUAN MAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I K A R O Menimbang : a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

ET D'IRLANDE DU NORD, CANADA, AUSTRALffi,

ET D'IRLANDE DU NORD, CANADA, AUSTRALffi, No. 7323 UNITED KINGDOM OF GREAT BRITAIN AND NORTHERN IRELAND, CANADA, AUSTRALIA, NEW ZEALAND, INDIA and PAKISTAN and INDONESIA Agreement respecting the war cemeteries, graves and memorials of the Commonwealth

Lebih terperinci