BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya yang sangat penting dalam aspek kehidupan manusia. Tanah adalah modal dasar dari berbagai macam pembangunan yang dilakukan oleh manusia untuk perkembangan kesejahteraannya (Nugroho, 2013). Tanah juga digunakan untuk kegiatan komersial yang dapat diperjualbelikan, selain itu tanah merupakan tempat dimana manusia melakukan aktivitasnya. Jumlah penduduk yang terus meningkat menyebabkan kebutuhan akan tanah meningkat. Ketersediaan tanah yang terbatas jumlahnya, tidak seimbang dengan kebutuhan manusia dan memicu timbulnya sengketa pertanahan (Mudjiono, 2007). Sengketa tanah dapat dipengaruhi oleh faktor faktor sebagai berikut : (1) terjadinya perubahan pola pemilikan atau penguasaan atas tanah; (2) perubahan makna tanah semula bernilai sosial dan bersifat magis; (3) perbedaan persepsi mengenai status tanah antara pemerintah dan masyarakat; (4) hubungan kekerabatan pada kelompok masyarakat yang mulai renggang (Omba, 1998). Tanah yang dahulu bernilai sosial kini bernilai ekonomis sehingga dapat dijadikan benda yang dapat diperjualbelikan dan memperoleh keuntungan. Kota Depok merupakan salah satu kota yang memiliki banyak kasus sengketa tanah. Menurut Kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Depok pada media Republika online (Anonim, 2010) bahwa dari 821 kasus tanah di Jabar, 338 di antaranya (sekitar 41 %) berada di wilayah Depok. Kasus sengketa tanah yang terjadi di Kota Depok tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Badan Pertanahan Nasional tipologi penyebab kasus pertanahan secara garis besar dikelompokkan menjadi : (1) Penguasaan tanah tanpa hak; (2) Sengketa batas; (3) Sengketa waris; (4) Jual berkali kali; (5) Sertifikat ganda; (6) Sertifikat pengganti; (7) Akta jual beli palsu; (8) Kekeliruan penunjukan batas; (9) Tumpang tindih; dan (10) Putusan pengadilan. Tipologi tersebut merupakan penyebab yang disampaikan atau diadukan serta telah ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional. Namun, tidak menutup kemungkinan diluar dari penyebab 1

2 2 sengketa tanah yang dikelompokkan oleh BPN terdapat penyebab lain yang berhubungan dengan kasus sengketa tanah di Kota Depok. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis apakah terdapat penyebab lain yang ditinjau secara spasial terhadap kasus sengketa tanah di Kota Depok. Adapun tahap yang dilakukan untuk menganalisis apakah terdapat aspek spasial yang mempengaruhi kasus sengketa tanah yaitu mengubah data kasus sengketa tanah yang merupakan data non spasial menjadi data spasial agar dapat dianalisis terhadap aspek spasial yang akan diteliti. Data kasus sengketa tanah yang telah dipetakan selanjutnya dapat diketahui sebaran spasialnya sehingga dapat digunakan sebagai referensi ilmu pengetahuan yang terkait di bidang pertanahan dan dapat digunakan oleh instansi terkait untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kasus sengketa tanah khususnya yang terjadi di Kota Depok. I.2. Identifikasi Masalah Sengketa tanah merupakan permasalahan yang krusial dalam pertanahan. Banyak sengketa tanah yang terjadi di Kota Depok. Penyebab kasus sengketa tanah tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor namun, tidak menutup kemungkinan bila penyebab terjadinya kasus sengketa tanah di Kota Depok disebabkan karena aspek spasial. Untuk mengetahui aspek aspek spasial yang berkorelasi terhadap kasus sengketa tanah di Kota Depok dibutuhkan analisis. Analisis korelasi kontingensi merupakan salah satu analisis korelasi yang digunakan untuk mengetahui adakah korelasi antara variabel terikat dengan variabel bebasnya. Dengan menggunakan analisis tersebut, dapat diketahui apakah aspek spasial berkorelasi dengan kasus sengketa tanah yang terjadi di Kota Depok tahun I.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah pada sub bab I.2 maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana persebaran lokasi sengketa tanah di Kota Depok tahun 2014.

3 3 2. Apakah terdapat korelasi antara tanah yang bersengketa dengan aspek spasial. 3. Diantara aspek spasial yang diteliti, aspek spasial apakah yang berpengaruh dengan kasus sengketa tanah di Kota Depok tahun I.4. Cakupan Penelitian Cakupan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Lokasi penelitian adalah Kota Depok Provinsi Jawa Barat. 2. Kasus sengketa tanah yang akan dianalisis adalah kasus sengketa tanah tahun Aspek spasial yang akan dianalisis dibatasi pada faktor nilai tanah, kesesuaian lahan, kedekatan lokasi sengketa terhadap pusat kota, dan kedekatan lokasi sengketa terhadap jalan utama. 4. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi kontingensi. I.5. Tujuan Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah aspek spasial jadi penyebab kasus sengketa tanah di Kota Depok tahun Untuk mencapai tujuan utama tersebut, beberapa tujuan spesifik telah disusun sebagai berikut : 1. Untuk memetakan lokasi persebaran kasus sengketa pertanahan di Kota Depok tahun Untuk mengetahui aspek spasial apa yang berkorelasi dengan kasus sengketa tanah di Kota Depok tahun I.6. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat digunakan sebagai referensi ilmu pengetahuan di bidang pertanahan dan dapat juga digunakan sebagai bahan evaluasi untuk melakukan pemantauan terhadap kasus sengketa pertanahan oleh instansi yang terkait yaitu Badan Pertanahan.

4 4 I.7. Tinjauan Pustaka Konflik atau sengketa terjadi karena adanya perbedaan persepsi yang merupakan penggambaran tentang lingkungan yang dilakukan secara sadar yang didasari pengetahuan yang dimiliki seseorang, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik maupun sosial (Koentjaraningrat, 1982). Sebuah konflik berkembang menjadi sengketa bila pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau pihak lain (Musnita, 2008). Sengketa pertanahan bukanlah hal yang baru lagi dalam dunia pertanahan. Menurut Musnita (2008) secara mikro sumber konflik/sengketa dapat timbul karena adanya perbedaan/benturan nilai (kultural), perbedaan tafsir mengenai informasi, data atau gambaran obyektif kondisi pertanahan setempat (teknis), atau perbedaan/benturan kepentingan ekonomi yang terlihat pada kesenjangan struktur pemilikan dan penguasaan tanah. Namun menurut Nasution (2001) penyebab sengketa pertanahan adalah sebagai berikut : (1) penguasaan tanah yang tidak seimbang; (2) ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan non pertanian; (3) kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan lemah; (4) kurang pengakuan terhadap hak hak masyarakat adat atas tanah. Penyebab sengketa pertanahan lebih banyak disebabkan oleh aspek aspek non spasial yang tidak memiliki referensi keruangan namun tidak menutup kemungkinan aspek spasial berpengaruh didalamnya seperti yang diungkapkan Arma (2012) bahwa kenaikan harga tanah yang meningkat menyebabkan banyak pihak mengklaim sebagai pemilik tanah walaupun tanpa didukung oleh bukti kepemilikan yang kuat dan jelas sehingga timbul sengketa tanah. Harga tanah mencerminkan tinggi rendahnya nilai tanah sehingga nilai tanah menjadi salah satu penyebab timbulnya sengketa tanah. Untuk mengetahui hubungan antara sengketa tanah dengan aspek spasial yang diteliti dibutuhkan alat analisis statistik. Data kasus sengketa tanah merupakan data yang bukan berupa angka sehingga disebut data kualitatif (Santoso, 2008). Menurut Santoso (2009) apabila salah satu data dalam bentuk skala nominal atau kualitatif maka seharusnya

5 5 dianalisis dengan korelasi nonparametrik yaitu korelasi kontingensi karena lebih mudah dan efisien. I.8. Hipotesis Berdasarkan hasil tinjauan pustaka yang telah dilakukan, ada hubungan antara kasus sengketa tanah di Kota Depok dengan nilai tanah dan tidak ada hubungan antara kasus sengketa tanah di Kota Depok dengan kesesuaian lahan, kedekatan lokasi dari pusat kota, dan kedekatan lokasi dari jalan utama. I.9. Landasan Teori I.9.1. Sengketa Pertanahan Sengketa pertanahan dirumuskan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, selanjutnya disebut PMNA/KBPN 1/1999, yaitu : perbedaan pendapat antara pihak yang berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak atas tanah, termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh status hukum tanah tersebut. Sedangkan menurut Sarjita (2005), sengketa pertanahan adalah : perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tersebut untuk penggunaan dan penguasaan hak atas tanahnya, yang diselesaikan melalui musyawarah atau melalui pengadilan. Kasus pertanahan yang terdapat dalam basis data BPN RI merupakan kasuskasus lama maupun kasus kasus baru yang timbul sebagai implikasi kasus-kasus lama. Setelah dilakukan identifikasi terhadap kasus kasus tersebut, diperoleh informasi bahwa tipologi kasus kasus tersebut tidak dapat dilakukan generalisasi dalam melakukan upaya penanganan kasusnya. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam upaya penyelesaiannya dikategorikan dalam beberapa kriteria sebagai berikut: 1. Kriteria 1 (K1) : penerbitan surat pemberitahuan penyelesaian kasus pertanahan dan pemberitahuan kepada semua pihak yang bersengketa.

6 6 2. Kriteria 2 (K2) : penerbitan Surat Keputusan tentang pemberian hak atas tanah, pembatalan sertipikat hak atas tanah, pencatatan dalam buku tanah atau perbuatan hukum lainnya sesuai Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan. 3. Kriteria 3 (K3) : Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang ditindaklanjuti mediasi oleh BPN sampai pada kesepakatan berdamai atau kesepakatan yang lain disetujui oleh pihak yang bersengketa. 4. Kriteria 4 (K4) : Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang intinya menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan akan melalui proses perkara di pengadilan. 5. Kriteria 5 (K5) : Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan yang telah ditangani bukan termasuk kewenangan BPN dan dipersilakan untuk diselesaikan melalui instansi lain. Badan Pertanahan Nasional (BPN) membagi sengketa pertanahan menjadi dua macam yaitu : (1) Konflik dan sengketa, (2) Perkara. Sengketa pertanahan itu sendiri dibagi lagi menjadi sepuluh tipologi antara lain 1. Penguasaan tanah tanpa hak, 2. Sengketa batas, 3. Sengketa waris, 4. Jual berkali kali, 5. Sertifikat ganda, 6. Sertifikat pengganti, 7. Akta jual beli palsu, 8. Kekeliruan penunjukan batas, 9. Tumpang tindih dan, 10. Putusan pengadilan.

7 7 I.9.2. Aspek Spasial Kata aspek dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai tanda atau sudut pandang sedangkan arti kata spasial yaitu berkenaan dengan ruang dan tempat. Menurut undang undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2011 tentang informasi geospasial, yang dimaksud dengan aspek spasial yaitu aspek keruangan suatu objek atau kejadian yang mencakup lokasi, letak dan posisinya. Dapat diartikan bahwa suatu objek merupakan aspek spasial bila objek tersebut mempunyai informasi lokasi, letak dan posisi. Konsep spasial merupakan suatu cara pandang yang menekankan eksistensi ruang sebagai pendekatan. Struktur keruangan berkenaan dengan elemen elemen pembentuk ruang. Elemen elemen tersebut dapat disimbolkan dalam tiga bentuk utama yaitu (Utami dkk, 2012) : (1) Kenampakan titik (point features) (2) Kenampakan garis (line features) (3) Kenampakan bidang (areal features) Berikut ini merupakan aspek aspek spasial yang terdapat didalam suatu bidang tanah : I Nilai tanah. Nilai adalah suatu opini atau pendapat seseorang terhadap harga suatu barang (Rahman dkk, 1992). Nilai tanah merupakan aspek spasial yang terdapat dalam suatu bidang tanah. Nilai tanah dikatakan sebagai aspek spasial karena nilai tanah diperoleh dari hasil penilaian berbagai aspek salah satunya aspek fisik seperti lokasi, penggunaan lahan maupun aksesibilitas. Data fisik tersebut merupakan data spasial yang umumnya disajikan dalam bentuk peta. Oleh karena itu, nilai tanah merupakan salah satu aspek spasial pada bidang tanah. I Jarak lokasi. Jarak lokasi merupakan salah satu aspek spasial pada suatu bidang tanah. Jarak suatu lokasi dapat dicari bila posisi spasial suatu lokasi dengan lokasi lainnya diketahui. Posisi merupakan suatu komponen dalam data spasial. oleh karena itu, jarak termasuk salah satu aspek spasial pada bidang tanah. Beberapa contoh jarak sebagai aspek spasial dalam suatu bidang tanah yaitu jarak terhadap pusat kota, jarak terhadap jalan.

8 8 I Penggunaan lahan. penggunaan lahan merupakan salah satu aspek spasial dalam suatu bidang tanah dikarenakan penggunaan lahan merupakan data spasial yang biasanya disajikan dalam bentuk peta. Sebuah peta berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat dan memiliki informasi lokasi serta informasi deskriptif. Pada peta penggunaan lahan, informasi lokasi berupa koordinat dan informasi deskriptif berupa keterangan penggunaan lahan dari suatu lokasi. I.9.3. Rencana Tata Ruang dan Penggunaan Lahan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang pedoman RTRW Nasional yang dimaksud dengan Penataan Ruang adalah Suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam Peraturan Pemerintah yang sama juga disebutkan maksud dari Rencana Tata Ruang adalah Hasil perencanaan tata ruang. Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 1 Tahun 1997 Pasal 1 yang dimaksud dengan penggunaan tanah yaitu Wujud kegiatan menggunakan tanah baik secara lingkungan buatan maupun secara lingkungan alami ; Penggunaan tanah perdesaan adalah wujud kegiatan menggunakan tanah yang menitikberatkan dibidang pertanian dalam arti dalam arti luas ; Penggunaan tanah perkotaan adalah wujud kegiatan menggunakan tanah yang menitikberatkan dibidang non pertanian dalam arti luas. Pada penggunaan lahan Kota Depok, permukiman dibagi menjadi kampung dan perumahan. Kampung dibagi lagi menjadi kampung padat teratur, kampung padat tidak teratur, kampung jarang teratur dan kampung jarang tidak teratur sedangkan perumahan juga dibagi lagi menjadi perumahan padat dan perumahan jarang. Berikut ini merupakan pengertian kampung dan perumahan secara umum sesuai dengan undang undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman sebagai berikut: 1. Pengertian rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian dan sarana pembinaan keluarga. 2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan.

9 9 Selain itu, dalam Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 1 Tahun 1997 Pasal 6 disebutkan tanah perkampungan adalah Areal tanah yang digunakan untuk kelompok bangunan padat atau jarang tempat tinggal penduduk untuk dimukimi secara menetap. Berdasarkan pengertian di atas, perumahan dan kampung intinya merupakan kawasan tempat tinggal yang digunakan oleh sekelompok masyarakat atau penduduk. I.9.4. Analisis Korelasi Analisis korelasi merupakan salah satu teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih yang bersifat kuantitatif (Sulistyanto, 2005). Dasar pemikiran analisis korelasi bahwa adanya perubahan sebuah variabel disebabkan atau akan diikuti dengan perubahan variabel lain. Besarnya koefisien perubahan tersebut dinyatakan dalam koefisien korelasi semakin besar koefisien korelasi maka semakin besar keterkaitan perubahan suatu variabel dengan variabel yang lain. Variabel dikatakan saling berkorelasi jika perubahan suatu variabel diikuti dengan perubahan variabel lain. Menurut Hadi (2000), bilamana kenaikan nilai variabel X selalu disertai dengan kenaikan nilai variabel Y dan sebaliknya bila turunnya nilai variabel X selalu disertai dengan turunnya variabel Y maka hubungan ini disebut hubungan yang positif. Akan tetapi, bila kenaikan variabel X disertai dengan turunnya variabel Y dan sebaliknya bila turunnya variabel X disertai dengan naiknya variabel Y maka hubungan seperti ini dinamakan hubungan yang negatif. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya dilakukan perhitungan korelasi. Perhitungan korelasi ada berbagai jenis tergantung dari jenis variabelnya. Dalam perhitungan korelasi kontingensi dihasilkan tabel kontingensi seperti pada tabel I.1. Tabel kontingensi dengan baris r dan kolom k disebut dengan tabel kontingensi r x k. Masing masing elemen dalam sampel dapat diklasifikasikan ke dalam r kategori yang berbeda menurut kriteria satu dan pada waktu yang sama diklasifikasikan ke dalam k kategori yang berbeda menurut kriteria yang kedua (Santoso, 2009).

10 10 Tabel I.1 Bentuk tabel kontingensi (Siegel, 1992) Dalam hal ini, A 1, A 2, A k : Kategori kolom A ke-1, kategori kolom A ke-2 hingga kategori kolom A ke-k. B 1, B 2, B k : Kategori baris B ke-1, kategori baris B ke-2, hingga kategori baris B kek. A 1 B 1, A k B r : Frekuensi pada kategori A 1 dan B 1, hingga frekuensi pada kategori A k B r. N : Total frekuensi. A merupakan variabel terikat dan B merupakan variabel bebas. Dalam hal ini, A yaitu kasus sengketa pertanahan yang dibagi menjadi beberapa kategori A 1 (konflik dan sengketa) dan A 2 (perkara) dan B yaitu variabel bebas yang terdiri dari nilai tanah, kesesuaian lahan, jarak lokasi dari pusat kota dan jarak lokasi dari jalan utama. Setiap variabel bebas (B) diklasifikasikan menjadi beberapa kategori lagi yaitu B 1, B 2, hingga B r. Sebagai contoh variabel bebas kesesuaian lahan diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu sesuai (B 1 ) dan tidak sesuai (B 2 ). Menurut Siegel (1992) bila tabel kontingensi memiliki baris atau kolom berukuran > 2 maka tidak boleh 20% sel yang ada memiliki frekuensi harapan (e ij ) < 5 dan tidak boleh ada sel yang memiliki nilai frekuensi harapan (e ij ) < 1. Bila syarat tersebut tidak terpenuhi maka harus dilakukan penggabungan kategori-kategori yang berdekatan bisa menurut baris atau menurut kolom.

11 11 Pada perhitungan korelasi kontingensi dihasilkan nilai koefisien korelasi seperti pada rumus (I.1) untuk mengetahui kuat atau lemahnya hubungan antar variabel. Selain itu, dihasilkan juga nilai signifikansi seperti pada rumus (I.2) untuk menjawab hipotesis apakah hipotesis ditolak atau diterima. (I.1) (I.2) Dalam hal ini, C = koefisien kontingensi/koefisien korelasi f ij = frekuensi kategori i dan j e ij = frekuensi harapan kategori i dan j n i = jumlah sampel pada kategori i n j = jumlah sampel pada kategori j N = jumlah total (sampel) X 2 = nilai chi kuadrat Salah satu uji korelasi yang digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu koefisien kontingensi (C). Koefisien kontingensi (C) digunakan pada data dimana kedua variabel berskala nominal. Menurut Supranto (2008) jika nilai C < 0,50 maka hubungannya lemah, bila terletak antara 0,50 dan 0,75 maka hubungannya sedang atau cukup, antara 0,75 dan 0,90 maka hubungannya kuat, antara 0,90 dan 1 maka hubungannya sangat kuat, bila sama dengan 1 maka hubungannya sempurna. I.9.5. Klasifikasi Data (I.3) Klasifikasi Data adalah pengelompokkan data ke dalam beberapa kategori yang menunjukkan banyaknya data dalam setiap kategori, dan setiap data tidak dapat dimasukkan ke dalam dua atau lebih kategori (Suharyadi dan Purwanto, 2009).

12 12 Berikut langkah langkah membuat daftar klasifikasi data menggunakan metode Sturges menurut Marhaendro (2015) : 1. Mengurutkan data dari data terkecil ke data terbesar. 2. Menentukan rentang. Rentang = nilai maksimum nilai minimum 3. Menentukan banyak kelas interval menurut rumus Sturges : K = 1 + 3,3 log n ; dimana n merupakan jumlah data yang diobservasi. 4. Menentukan panjang kelas interval. Panjang kelas = rentang/banyak kelas I.9.6. Sistem Informasi Geografis (SIG) Dunia telah memasuki era komputerisasi dimana teknologi sudah semakin berkembang. Perkembangan teknologi yang semakin pesat ini telah melahirkan sebuah sistem yang berfungsi untuk pengambilan keputusan dan penyebaran informasi yang dinamakan sistem informasi geografis. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi (Aronoff, 1989). SIG merupakan suatu sistem yang didalamnya terdapat beberapa subsistem. Beberapa subsistem SIG dapat diuraikan sebagai berikut (Prahasta, 2001): 1. Data input yaitu subsistem yang bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini juga bertanggungjawab dalam mengkonversi format data asli ke format yang digunakan dalam SIG. 2. Data output yaitu subsistem yang bertugas menampilkan keluaran seluruh atau sebagian basisdata baik dalam bentuk softcopy ataupun hardcopy.

13 13 3. Data management yaitu subsistem yang mengorganisasikan baik data spasial maupun data atribut ke dalam sebuah basisdata sehingga mudah dipanggil, di-edit, dan di-update. 4. Data manipulation & analysis yaitu subsistem yang menentukan informasi informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data. Data manipulation & analysis Data input SIG Data output Data management Gambar I.1 Subsistem subsistem SIG (Prahasta, 2001) SIG memiliki kemampuan untuk menghubungkan berbagai data di muka bumi sehingga data tersebut dapat digabungkan, dianalisis serta dipetakan. Data yang diolah merupakan data spasial atau data keruangan yang menunjukkan letak geografis suatu titik dengan sistem koordinat tertentu sebagai referensinya. Oleh karena itu SIG dapat melakukan analisis untuk mengetahui suatu lokasi, kondisi ataupun pola. Hal tersebut yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya. Kemampuan SIG dapat dikenali dari fungsi analisisnya. Fungsi analisis sendiri dibedakan menjadi fungsi analisis atribut dan fungsi analisis spasial. Fungsi analisis atribut terdiri dari operasi dasar sistem pengelolaan basis data sedangkan fungsi analisis spasial menurut Prahasta (2001) terdiri dari : 1. Klasifikasi yaitu mengkasifikasikan kembali suatu data spasial atau atribut menjadi data spasial yang baru dengan kriteria tertentu.

14 14 2. Network (jaringan) yaitu data spasial yang berupa titik titik dan garis garis merupakan jaringan yang tidak terpisahkan. 3. Overlay (tumpang susun) yaitu fungsi yang menghasilkan data spasial yang baru dari minimal dua data spasial. 4. Buffering yaitu fungsi ini menghasilkan data spasial baru yang berbentuk poligon atau zona yang berasal dari data spasial masukannya dengan jarak tertentu. 5. 3D Analysis yaitu fungsi yang terdiri dari sub sub fungsi yang berhubungan dengan presentasi data spasial dalam ruang 3 dimensi. 6. Digital Image Processing (Pengolahan Citra Digital) yaitu fungsi yang dimiliki oleh SIG yang berbasiskan raster dikarenakan citra digital memiliki format raster sehingga banyak SIG yang dilengkapi dengan fungsi ini. Dalam hal ini, fungsi analisis spasial yang digunakan yaitu tumpang susun. Jenis tumpang susun yang digunakan yaitu spatial join. Spatial join adalah operasi yang digunakan untuk menggabungkan dua buah dataset yang saling berhubungan dan berpasang pasangan lokasinya ( Jacox dan Samet, 2005). Operasi ini menggabungkan data tabular target feature yang akan ditambahkan datanya dengan join feature yang akan menjadi tambahan. Operasi ini akan menghasilkan data tabular baru yang merupakan hasil gabungan dari dua buah dataset. I.9.7. Peta Peta secara umum ialah gambaran gambaran dari permukaan bumi yang dinyatakan dalam skala tertentu serta digambarkan pada bidang datar menggunakan simbol simbol tertentu melalui sistem proyeksi peta (Riyadi, 1994). Peta dibedakan menjadi dua menurut informasinya yaitu peta umum yang menggambarkan topografi suatu daerah dan batas batas administrasinya serta peta tematik yang menunjukkan tema tertentu. Peta dapat digunakan sebagai data dan informasi muka bumi bila memenuhi 3 prinsip utama menurut Soendjojo dan Akhmad (2012) sebagai berikut :

15 15 1. Bila digunakan untuk menyatakan posisi atau lokasi suatu tempat di permukaan bumi yang dinyatakan dengan koordinat X dan Y serta ketinggian dari muka air laut rata rata. 2. Dapat memperlihatkan pola distribusi dan pola spasial dari suatu fenomena alam dan buatan manusia seperti bentuk relief (alam) dan bentuk jalan (buatan manusia). 3. Dapat merekam dan menyimpan data dan informasi muka bumi serta dapat memvisualkan data dan informasi menjadi suatu peta. Menurut Prihandito (1989), peta memiliki beberapa fungsi antara lain : 1. Menunjukkan posisi relatif suatu objek di permukaan bumi. 2. Memperlihatkan ukuran. 3. Memperlihatkan bentuk. 4. Mengumpulkan dan menyeleksi data data dari suatu peta dan menyajikannya di atas peta. Klasifikasi peta ditinjau dari segi fungsinya atau isi yang disajikan dalam peta dibagi menjadi 3 jenis yaitu : 1. Peta tematik. Peta tematik adalah peta yang menyajikan suatu informasi dengan tema tertentu contohnya peta rawan bencana, peta persebaran lokasi penyakit demam berdarah, peta wisata, peta geologi seperti pada gambar I.2.

16 16 Gambar I.2 Peta geologi (Masberry, 2008) 2. Peta umum (General Map). Peta umum adalah peta yang berisi jalan, bangunan, batas wilayah, elevasi dan sebagainya. Peta umum skala besar disebut dengan peta topografi sedangkan peta umum skala kecil disebut atlas. 3. Chart. Chart merupakan peta yang didesain untuk keperluan navigasi, nautical dan aeronautical. Peta kelautan yang ekivalen dengan peta topografi disebut dengan peta batimetrik. I.9.8. Kartografi Kartografi merupakan disiplin ilmu yang berhubungan dengan seni dan teknik dalam pembuatan desain peta dan produksi peta (Soendjojo dan Akhmad, 2012). Menurut Purwadhi dan Tjaturahono (2010), pembuatan peta yang baik harus memenuhi kaidah pemetaan, sebab peta mengandung arti komunikasi dalam menyampaikan pesan antara pembuat peta dan pemakai peta sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh pemakai. Kaidah pemetaan kartografi tersebut meliputi : 1. Tidak membingungkan dan memiliki kelengkapan peta seperti judul peta, legenda dan indeks peta.

17 17 2. Mudah dimengerti dengan mencantumkan simbol yang benar, memiliki sistem proyeksi dan sistem koordinat yang tepat. 3. Dapat memberikan gambaran yang sebenarnya pada skala yang benar. 4. Harus teliti dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Peta merupakan alat komunikasi dalam bentuk visual. Peran kartografi sangat penting dalam mengkonversi informasi antara pembuat peta dengan pengguna peta agar peta yang dibuat menjadi interaktif. Pembuat peta akan mengolah data hasil survei pengukuran di lapangan menjadi data dan informasi muka bumi yang akan disajikan pada sebuah peta sehingga perlu dilakukan komunikasi antara pembuat peta dengan pengguna peta agar dapat menghasilkan suatu spesifikasi peta yang disebut dengan komunikasi kartografi (Soendjojo dan Akhmad, 2012) seperti pada gambar I.3. Pembuat peta Data Peta Pengguna peta Gambar I.3 Komunikasi kartografi (Soendjojo dan Akhmad, 2012) Ilmu yang mempelajari simbol simbol di bidang kartografi adalah Semiology. Kata semiology diambil dari bahasa Yunani, yaitu Semion, yang artinya tanda (sinyal) dan Logos, yang artinya kata. Desain simbol adalah suatu kegiatan grafis dalam menyajikan unsur permukaan bumi yang sesuai dengan tujuan pembuatan peta. Dalam pembuatan desain simbol terdapat delapan faktor utama yang langsung terlibat di dalamnya seperti pada gambar I.4.

18 18 Karakteristik geodata Isi peta Produksi dan biaya Persepsi pandang Desain simbol Persyaratan peta Variabel pandang Aspek persepsi fisik & psikologi Standar dan konvensi Gambar I.4 Faktor yang terlibat dalam pembuatan simbol (Soendjojo dan Akhmad, 2012) Dalam komunikasi kartografi, simbol simbol dikelompokkan dan ditempatkan di peta sesuai dengan distribusi geografi dan posisi planimetrik (X,Y) dari detil yang diwakili, merupakan bentuk semua informasi yang akan dikomunikasikan kepada pemakai peta. Selain itu pembuatan simbol dimaksudkan agar pemakai peta paham dengan informasi yang disajikan oleh karena itu simbol peta harus jelas dan mewakili keadaan yang sebenarnya. Untuk memudahkan pelaksanaan simbolisasi dari banyak variasi data, maka diadakan klasifikasi simbol, berdasarkan bentuknya simbol kartografi dapat diklasifikasikan menjadi (Prihandito, 1989): 1. Simbol Titik : menyajikan tempat atau data posisional seperti simbol kota, bangunan, dan sebagainya. 2. Simbol Garis (arc): menyajikan data geografis berbentuk garis seperti jalan, sungai, dan sebagainya. 3. Simbol Luasan (area): menunjukkan kenampakan area atau suatu luasan Gambar I.5 Contoh simbolisasi kartografi (Prihandito, 1989)

19 19 Menurut Prihandito (1989), secara umum simbol kartografi dikelompokkan menjadi tiga kategori menurut ciri-cirinya, yaitu sebagai berikut: 1. Simbol piktorial atau gambar simbol, merupakan suatu simbol yang digambar sesuai dengan bentuk nyatanya maupun bentuk yang telah disederhanakan. Gambar I.6 Contoh simbol piktoral 2. Simbol geometrik atau abstrak, merupakan suatu simbol yang dibentuk secara teratur untuk mewakili suatu bentuk pada dunia nyata dan tidak mempunyai ciri-ciri khusus yang mewakili bentuk tersebut. Gambar I.7 Contoh simbol geometrik 3. Simbol huruf atau angka, merupakan simbol yang disusun atau yang dibentuk oleh angka atau huruf, biasanya digunakan untuk menyatakan unsur tertentu yang sangat khas.

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang luas, terdiri atas sepertiga wilayah daratan dan dua pertiga wilayah lautan. Untuk membangun Negeri Indonesia yang besar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, baik pulau-pulau kecil maupun pulau-pulau besar. Indonesia adalah

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Agus Rudiyanto 1 1 Alumni Jurusan Teknik Informatika Univ. Islam Indonesia, Yogyakarta Email: a_rudiyanto@yahoo.com (korespondensi)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah memiliki arti penting bagi kelangsungan hidup manusia, baik sebagai faktor produksi dan barang konsumsi maupun sebagai ruang ( space ) tempat melakukan kegiatan.

Lebih terperinci

SISTEM IFORMASI GEOGRAFI

SISTEM IFORMASI GEOGRAFI SISTEM IFORMASI GEOGRAFI A. DEFINISI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) Informasi permukaan bumi telah berabad-abad disajikan dalam bentuk peta. Peta yang mulai dibuat dari kulit hewan, sampai peta yang dibuat

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Windhu Purnomo FKM UA 2013 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memeriksa, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta 2.1.1 Pengertian Peta Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta didefinisikan sebagai gambaran dari unsur unsure alam maupun buatan manusia

Lebih terperinci

MEMBUAT SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SMA

MEMBUAT SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SMA MEMBUAT SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SMA Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar, M.Si. Jurusan Pendidikan Geografi FISE Universitas Negeri Yogyakarta PENGANTAR Sitem Informasi

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12)

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12) SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12) SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA Oleh: Dr.Ir. Yuzirwan Rasyid, MS Beberapa Subsistem dari SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 1. Subsistem INPUT 2. Subsistem MANIPULASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto Pengertian SIG Sistem informasi yang menggunakan komputer untuk mendapatkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data yang mengacu pada lokasi geografis

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROTOTIPE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENYEBARAN RUTE ANGKUTAN UMUM KOTA SEMARANG

PENGEMBANGAN PROTOTIPE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENYEBARAN RUTE ANGKUTAN UMUM KOTA SEMARANG PENGEMBANGAN PROTOTIPE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENYEBARAN RUTE ANGKUTAN UMUM KOTA SEMARANG Afif Luthfi Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Dian Nuswantoro Email : luthrev@gmail.com ABSTRAK : Tugas Akhir

Lebih terperinci

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

[Type the document title]

[Type the document title] SEJARAH ESRI Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisa, dan menghasilkan data yang mempunyai referensi

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS - PENGENALAN AWAL MENGENAI SIG & KONSEP DASAR SIG OUTLINE

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS - PENGENALAN AWAL MENGENAI SIG & KONSEP DASAR SIG OUTLINE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS - PENGENALAN AWAL MENGENAI SIG & KONSEP DASAR SIG MINGGU KE 2 Materi 1 OUTLINE 2 1. SEKILAS TENTANG PETA Komponen Peta 2. SUMBER INFORMASI GEOGRAFIS 3. DEFINISI SIG 4. SEJARAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393) PERATURAN

Lebih terperinci

PETA DAN KARTOGRAFI (Bagian 2)

PETA DAN KARTOGRAFI (Bagian 2) Mata Kuliah : PEMETAAN DAN TATA RUANG LINGKUNGAN PESISIR DAN LAUT Kode MK : M10B.113 SKS : 3 (2-1) PETA DAN KARTOGRAFI (Bagian 2) OLEH SYAWALUDIN A. HRP, S.Pi., MSc. FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti permukaan dan graft yang berarti gambaran atau bentuk, sehingga kartografi merupakan gambaran permukaan

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI. Telkom Flexi merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang Teknologi

RINGKASAN SKRIPSI. Telkom Flexi merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang Teknologi RINGKASAN SKRIPSI Telkom Flexi merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang Teknologi Informatika dengan produk yang bernama Flexi. Telkom Flexi tersebut merupakan suatu operator yang menggunakan

Lebih terperinci

A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa

A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa wilayah dalam bentuk informasi spatial (keruangan). GIS

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar. nonverbal antara pembuat peta dengan pengguna peta.

I. PENDAHULUAN. Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar. nonverbal antara pembuat peta dengan pengguna peta. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar (kertas) yang diproyeksikan dan skalakan. Peta merupakan alat komunikasi nonverbal antara

Lebih terperinci

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN Kuliah Minggu ke 2 Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta Sudarto Lab Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan OUTLINE 1 Pengertian Peta 2 Pemahaman dan Fungsi Peta

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

Apa itu DATA? Apa bedanya DATA & INFORMASI?

Apa itu DATA? Apa bedanya DATA & INFORMASI? Apa itu DATA? Apa bedanya DATA & INFORMASI? Informasi data yang telah diproses menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima dan dapat berupa fakta, suatu nilai yang bermanfaat. Jadi ada suatu proses

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Tipologi 2.2 Definisi Tutupan Lahan dan Penggunaan Lahan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Tipologi 2.2 Definisi Tutupan Lahan dan Penggunaan Lahan BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Tipologi Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengambil suatu kebijakan pada kegiatan perencanaan adalah dengan cara memanfaatkan metode tipologi. Sebagai contoh,

Lebih terperinci

MATA KULIAH PEMBUATAN PETA TEMATIK. Dr. Sumi Amariena Hamim, ST, MT

MATA KULIAH PEMBUATAN PETA TEMATIK. Dr. Sumi Amariena Hamim, ST, MT MATA KULIAH PEMBUATAN PETA TEMATIK Dr. Sumi Amariena Hamim, ST, MT Pengertian Peta Erwin Raisz (1948), Gambaran konvensional dari permukaan bumi seperti kenampakannya kalau dilihat tegak lurus dari atas

Lebih terperinci

Teknik Informatika UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU. Hari Aspriyono, S.Kom

Teknik Informatika UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU. Hari Aspriyono, S.Kom Teknik Informatika UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU Hari Aspriyono, S.Kom Nama : Hari Aspriyono, S.Kom E-Mail : hari.aspriyono@gmail.com Hp : 081373297985 Absen : 10% Tugas : 20% UTS : 30% UAS : 40% Total

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan masalah tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja (Undang-undang RI Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

Adipandang YUDONO

Adipandang YUDONO Pengenalan Kartografi Adipandang YUDONO 11 E-mail: adipandang@yahoo.com Outline Apa itu Kartografi? Peta Definisi Peta Hakekat Peta Syarat-syarat yang dikatakan peta Fungsi peta Klasifikasi peta Simbol-simbol

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEORAFIS TATA RUANG KOTA di SAUMLAKI. Rofina Manunwembun ( ) Pembimbing : Didik Tristianto,S.Kom, M.

SISTEM INFORMASI GEORAFIS TATA RUANG KOTA di SAUMLAKI. Rofina Manunwembun ( ) Pembimbing : Didik Tristianto,S.Kom, M. SISTEM INFORMASI GEORAFIS TATA RUANG KOTA di SAUMLAKI Rofina Manunwembun (04105037) Pembimbing : Didik Tristianto,S.Kom, M.Kom ABSTRAK Untuk menata suatu kota perlu diadakan pemantauan langsung ke lapangan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENDIDIKAN KOTA BEKASI

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENDIDIKAN KOTA BEKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENDIDIKAN KOTA BEKASI Lingga Prayoga (11104008) Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Gunadarma Email : yoga_206@yahoo.com ABSTRAK Informasi tentang

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis. Model Data Spasial

Sistem Informasi Geografis. Model Data Spasial Sistem Informasi Geografis Model Data Spasial Representasi Grafis Untuk Objek Secara umum dikenal tiga jenis data. Ketiganya merupakan abstraksi sederhana dari objek-objek nyata yang lebih rumit. Titik:

Lebih terperinci

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis Pendahuluan Data yang mengendalikan SIG adalah data spasial. Setiap fungsionalitasyang g membuat SIG dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan,

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS, Integrasi GISdan Inderaja Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13 Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota Adipandang Yudono 13 Definisi Peta Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah atau lahan memiliki arti penting bagi kehidupan manusia. Manusia membutuhkan lahan untuk mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal serta melakukan aktivitasnya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA II. 1 Peta Multiguna (Multipurpose map) Peta multiguna secara sederhana didefinisikan sebagai peta yang yang bisa digunakan oleh berbagai pihak untuk berbagai keperluan.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Pelayanan kesehatan, Georaphical Information System (GIS), Kebumen, Rumah sakit dan puskesmas

ABSTRAK. Kata kunci: Pelayanan kesehatan, Georaphical Information System (GIS), Kebumen, Rumah sakit dan puskesmas Pemodelan Profil Prasarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Kebumen Menggunakan Sistem Informasi Geografis / GIS Mahmud Husein S Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian

Lebih terperinci

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data Batas Wilayah

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data Batas Wilayah LAMPIRAN 6 KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL DASAR BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS 2012 Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data

Lebih terperinci

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Informasi Geospasial Pusat Standardisasi dan Kelembagaan Informasi Geospasial Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial Badan Informasi Geospasial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Atas (SMA) Swasta, Madrasah Aliyah Negeri (MAN), Madrasah Aliyah Swasta

I. PENDAHULUAN. Atas (SMA) Swasta, Madrasah Aliyah Negeri (MAN), Madrasah Aliyah Swasta 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandar Lampung memiliki beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat diantaranya Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta,

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN AUDIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom No.1513, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Audit Tata Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Yunani Graphein) yang berarti pencitraan, pelukisan atau deskripsi.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Yunani Graphein) yang berarti pencitraan, pelukisan atau deskripsi. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Geografi merupakan ungkapan atau kata dari bahasa Inggris Geography yang terdiri dari dua kata yaitu; Geo yang berarti bumi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem informasi adalah suatu sistem manusia dan mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan. Tujuan dari sistem

Lebih terperinci

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Salah satu dari sekian banyak sumber daya alam yang diciptakan oleh Allah SWT untuk kelangsungan hidup manusia adalah tanah atau lahan. Pengertian tanah menurut Sumaryo

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 Matakuliah Waktu : Sistem Informasi Geografis / 3 SKS : 100 menit 1. Jelaskan pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG). Jelaskan pula perbedaan antara SIG dan

Lebih terperinci

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016 Model Data pada SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 1 Materi Sumber data spasial Klasifikasi

Lebih terperinci

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 25/PRT/M/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT PROSEDUR

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG Disusun Oleh : ADI MAHENDRA (201031118) AGUSTINUS SUAGO (200931057) HENDRA TANGDILINTIN (200831113) MUHAMMAD ISHAK (201231014) ZUHRUF F.H (200631021) SUTRISNO (200931046)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis Jurnal Rekayasa LPPM Itenas No.1 Vol. XV Institut Teknologi Nasional Januari Maret 2011 Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis M. ABDUL BASYID, DIAN SURADIANTO Jurusan Teknik Geodesi FTSP

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAERAH TITIK RAWAN KECELAKAAN DI PROVINSI LAMPUNG

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAERAH TITIK RAWAN KECELAKAAN DI PROVINSI LAMPUNG RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAERAH TITIK RAWAN KECELAKAAN DI PROVINSI LAMPUNG Didi Susianto 1, Rahmad Adi Guntoro 2 1) Program Studi Manajemen Informatika, AMIK Dian Cipta Cendikia Bandar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini setiap orang tidak luput dari penggunaan komputer. Mulai dari pemakaian untuk pembuatan surat, membuat laporan, memperoleh informasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 Latar Belakang PENDAHULUAN Berdasarkan data historis hampir semua jenis bencana pernah berulangkali terjadi di Indonesia, seperti: gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, longsor, banjir, kekeringan,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM PENGELOLAAN PEMETAAN WILAYAH JAWA TENGAH BERBASIS GIS

RANCANG BANGUN SISTEM PENGELOLAAN PEMETAAN WILAYAH JAWA TENGAH BERBASIS GIS RANCANG BANGUN SISTEM PENGELOLAAN PEMETAAN WILAYAH JAWA TENGAH BERBASIS GIS Budi Widjajanto Abstrak : Perencanaan pembangunan yang baik dilakukan tidak hanya dengan memperhatikan data data deskriptif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a) Purwadhi (1994) dalam Husein (2006) menyatakan: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan data, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a) Purwadhi (1994) dalam Husein (2006) menyatakan: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan data, serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) 2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis Ada beberapa pengertian dari sistem informasi geografis, diantaranya yaitu: a) Purwadhi (1994) dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Informasi Geografis Pencarian Apotik terdekat di Kota Yogyakarta. Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Informasi Geografis Pencarian Apotik terdekat di Kota Yogyakarta. Pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian yang sama pernah dilakukan sebelumnya oleh Bambang Pramono (2016) di STMIK AKAKOM dalam skripsinya yang berjudul Sistem Informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar

I. PENDAHULUAN. Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar (kertas) yang diproyeksikan dan skalakan. Peta merupakan alat komunikasi nonverbal antara

Lebih terperinci

17.2 Pengertian Informasi Geografis

17.2 Pengertian Informasi Geografis Bab 17 Sistem Informasi Geografis 17.1 Pendahuluan Sistem informasi geografis atau SIG merupakan suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menggabungkan, mengatur mentransformasikan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN MADRASAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN MADRASAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN MADRASAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Ahmad Hasanuddin, Ilyas Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitasi Islam Indragiri (UNISI) Jl.

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas KATA PENGANTAR Tanah atau agraria berasal dari beberapa bahasa. Istilah agraria berasal dari kata akker (Bahasa Belanda), agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti tanah

Lebih terperinci

BAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN

BAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN BAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN Informasi geospasial tematik (IGT) merupakan informasi geospasial (IG) yang menggambarkan satu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. 1.1 Kesimpulan. Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. 1.1 Kesimpulan. Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN 1.1 Kesimpulan Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Penyusunan data atribut (keterangan) aset tanah dan bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia pada dasarnya secara filosofis memandang tanah sesuai dengan Pasal 33 ayat(3) UUD 1945 dan Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan aset yang memiliki nilai ekonomi dan sosial bagi orang atau yang memilikinya. Saat ini harga bidang tanah merupakan informasi penting yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. PETA 2.1.1. Pengertian peta Peta merupakan suatu representasi konvensional (miniatur) dari unsur-unsur (fatures) fisik (alamiah dan buatan manusia) dari sebagian atau keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disajikan secara deskriptif. Selain itu, beberapa website

BAB I PENDAHULUAN.  disajikan secara deskriptif. Selain itu, beberapa website BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta tidak hanya memiliki karakteristik yang unik dan menarik yang sebatas pada sosial dan budayanya. Akan tetapi, keunikan lain khususnya dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

KONSEP MANAJEMEN BASIS DATA Sistem Informasi Geografis

KONSEP MANAJEMEN BASIS DATA Sistem Informasi Geografis KONSEP MANAJEMEN BASIS DATA Sistem Informasi Geografis Company LOGO Sistem Informasi Geografis ibi Basis data spasial yaitu: sekumpulan entity baik yang memiliki lokasi atau posisi tetap maupun tidak tetap

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI SISTEM

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI SISTEM 94 BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI SISTEM 4.1 Implementasi 4.1.1 Spesifikasi Hardware Spesifikasi hardware minimum yang diperlukan untuk menjalankan sistem informasi ini adalah sebagai berikut : a. Processor

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN

PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN 1. Informasi Geografis Wayan Sedana Fenomena geografi merupakan identifikasi dari obyek studi bidang SIG, dan fenomena tersebut direpresentasikan secara

Lebih terperinci

BIG. Peta. Rencana Tata Ruang. Pengelolaan. Tata Cara.

BIG. Peta. Rencana Tata Ruang. Pengelolaan. Tata Cara. No.1517, 2014 BIG. Peta. Rencana Tata Ruang. Pengelolaan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL - 1 - MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Yunani Graphein) yang berarti pencitraan, pelukisan atau deskripsi. Jadi dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Yunani Graphein) yang berarti pencitraan, pelukisan atau deskripsi. Jadi dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Geografi merupakan ungkapan atau kata dari bahasa Inggris Geography yang terdiri dari dua kata yaitu; Geo yang berarti bumi dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Perkembangan kota yang semakin pesat membuat banyak bangunan didirikan dimana-mana dan tentunya akan merubah tata ruang yang telah ada.

1. PENDAHULUAN Perkembangan kota yang semakin pesat membuat banyak bangunan didirikan dimana-mana dan tentunya akan merubah tata ruang yang telah ada. SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DENGAN TEKNIK GEODESIGN DALAM PERENCANAAN TATA RUANG KECAMATAN BEKASI TIMUR Dr. Lintang Yuniar B., MSc *), Novitasari Kuswidyandari **) Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya

SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya Disampaikan dalam Workshop Pengelolaan Data Geospasial

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING APLIKASI GIS UNTUK PEMBUATAN PETA INDIKATIF BATAS KAWASAN DAN WILAYAH ADMINISTRASI DIREKTORAT PENGUKURAN DASAR DEPUTI BIDANG SURVEI, PENGUKURAN DAN PEMETAAN BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci