PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio"

Transkripsi

1 PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio Oleh: NUR BAMBANG PRIYO UTOMO B SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA. Danio rerio adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Juli 2009 NUR BAMBANG PRIYO UTOMO NIM B

3 ABSTRACT NUR BAMBANG PRIYO UTOMO. Improved Reproductive Performance of Ornamental Fish by Combined Effect of Dietary Essential Fatty Acid and Vitamin E Using Zebrafish, Danio rerio as Test Fish. Under the supervision of MUHAMMAD ZAIRIN Jr. As a chairman, TUTY L. YUSUF, MARIA BINTANG, and ING MOKOGINTA as members of the Supervisory Committee. This research consisted of four experimental phase. A series of experiment had been conducted to determine the dietary essential fatty acid and vitamin E requirement for reproduction of broodstock zebrafish, Danio rerio. The experiments had been carried out at Faculty of Fisheries and Marine Science, Bogor Agricultural University, Bogor. The objective of the first experiment were conducted to determine the dietary essential fatty acid for reproduction of broodstock zebrafish, Danio rerio. experiment had been carried out for consecutive seven months. Six isonitrogenous (39%) and isocaloric (3,200 kcal digestible energy/kg diet) practical diets, with different levels of essential fatty acid (0,66% n-3, 1,03% n-3, 1,50% n-3, 2,04% n-3 combined respectively with 1,03% n-6, 1,04% n-6, 1,05% n-6, 1,98% n-6, and 2,04% n-6) were fed to zebrafish broodstock. Fish were fed at satiation using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of essential fatty acid affected the chemical content, gonad somatic index, fecundity, egg size, hatching rate, fertilization rate, and total number of normal larvae. The results showed that the best test feed; 1,03% n-3 fatty acids in the diet combined respectively with 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of zebrafish. The second experiment was done to study the dietary vitamin E requirement for reproduction of broodstock zebrafish Danio rerio. Four isonitrogenous (37% crude protein) and isocaloric (3,293 kcal digestible energy/kg diet) practical diets, namely diets A, B, C, and D with different levels of vitamin E were fed to zebrafish broodstock. The broodstock were cultivated in aquaria. Diet A contained low dosage of vitamin E (9 mg vitamin E /kg diet), while diets B (132 mg vitamin E /kg diet), C (258 mg vitamin E /kg diet), and diet D (384 mg vitamin E /kg diet), combined respectively with 1,03 % n-3 fatty acids and 2,04 % n-6 fatty acids. Fish were fed at satiation for 60 days using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of vitamin E affected the egg The

4 size, chemical content, total number of normal larvae, and survival rate of larvae produced Result of the experiment indicated at dosage 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids, zebrafish require 258 mg vitamin E/kg feed in the diet for reproduction. The results showed that the best test feed; 258 mg vitamin E/kg feed in the diet combined respectively with 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of zebrafish. The third experiment was conducted to determine the dietary vitamin E requirement for reproduction of male broodstock zebrafish Danio rerio. Four isonitrogenous (37% crude protein) and isocaloric (3,293 kcal digestible energy/kg diet) practical diets, namely diets A, B, C, and D with different levels of vitamin E were fed to zebrafish broodstock. The broodstock were cultivated in aquaria. Diet A contained low dosage of vitamin E (9 mg vitamin E /kg diet), while diets B (132 mg vitamin E /kg diet), C (258 mg vitamin E /kg diet), and diet D (384 mg vitamin E /kg diet), combined respectively with 1,03 % n-3 fatty acids and 2,04 % n-6 fatty acids. Fish were fed at satiation for 28 days using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of vitamin E affected the gonad somatic index, growth rate, and feed efficiency. Result of the experiment indicated at dosage 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids, male zebrafish require 258 mg vitamin E/kg feed in the diet for reproduction. The results showed that the best test feed; 258 mg vitamin E/kg feed and 384 mg vitamin E/kg feed in the diet combined respectively with 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of male zebrafish. The objective of the last experiment was conducted to characterize the response of three test feed on the reproductive performance of Danio rerio. Three practical diets, namely diets A, B, and C with different levels of essential fatty acid and vitamin E were fed to zebrafish broodstock. The broodstock were cultivated in aquaria. Diet A (shrimp postlarvae feed) contained 25 mg vitamin E/kg diet combined respectively with 2,81% n-3 and 0,85% n-6, while diets B (commercial ornamental fish feed) contained 18 mg vitamin E/kg diet combined respectively with 0,75% n-3 and 1,06% n-6, and diet C (test feed) contained 258 mg vitamin E /kg diet combined respectively with 1,03 % n-3 fatty acids and 2,04 % n-6 fatty acids, Fish were fed at satiation for 60 days using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of vitamin E and

5 essential fatty acid affected the gonad somatic index, fecundity, total number of normal larvae, and survival rate of larvae produced. The results showed that the best test feed; 258 mg vitamin E/kg feed in the diet combined respectively with 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of zebrafish better than commercial feed. In general, it is concluded that the dietary with different level of essential fatty n-3 and n-6 acid affected the chemical content, gonad somatic index, fecundity, fertilization rate, and total number of normal larvae. The dietary with different level of vitamin E affected the egg size, chemical content, total number of normal larvae, and survival rate of larvae produced. Result of the experiment indicated at dosage 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids, zebrafish require 258 mg vitamin E/kg feed in the diet for reproduction. Key words: Essential fatty acid, vitamin E, reproductive performance, Danio rerio

6 RINGKASAN NUR BAMBANG PRIYO UTOMO. Peningkatan Mutu Reproduksi Ikan Hias Melalui Pemberian Kombinasi Asam Lemak Esensial dan Vitamin E dalam Pakan pada Ikan Uji Zebra, Danio rerio. Dibimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN Jr. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, TUTY L. YUSUF, MARIA BINTANG, dan ING MOKOGINTA sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kebutuhan asam lemak esensial dan vitamin E dalam proses reproduksi ikan zebra (Danio rerio) yang dilaksanakan dalam empat tahap penelitian yang saling berhubungan. dilakukan di Institut Pertanian Bogor. Seluruh rangkaian penelitian Penelitian pertama dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui peran asam lemak esensial dalam proses reproduksi ikan zebra, Danio rerio. Penelitian dilakukan selama tujuh bulan. Enam pakan perlakuan yang sama kandungan protein (39%) dan sama kandungan kalori (3200 kkal/k g feed) dengan kandungan asam lemak esensial yang berbeda (0,66% n-3, 1,03% n-3, 1,50% n-3, 2,04% n-3 dikombinasikan dengan 1,03% n-6, 1,04% n-6, 1,05% n-6, 1,98% n-6, dan 2,04% n-6) diberikan kepada induk ikan zebra. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation. Selama masa pemeliharaan, stadia kematangan gonad diperiksa secara teratur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan dengan kandungan asam lemak esensial yang berbeda mempengaruhi secara statistik kandungan kimia tubuh induk, telur dan larva. Pakan dengan kandungan asam lemak esensial yang berbeda juga berpengaruh terhadap nilai gonado somatik indeks, fekunditas, ukuran dan volume telur, derajat pembuahan, derajat penetasan, dan persentase larva abnormal. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pakan uji terbaik untuk meningkatkan kinerja reproduksi ikan zebra adalah pakan uji yang mengandung 1,03% asam lemak esensial n-3 dalam pakan yang dikombinasikan 2,04% asam lemak esensial n-6. Penelitian kedua ditujukan untuk mengetahui kebutuhan vitamin E pada pakan induk ikan zebra (Danio rerio) untuk reproduksi. Empat pakan perlakuan yang isoprotein (37%) dan iso-kalori (3.295 kcal digestible energy/kg pakan), dinamakan pakan A, B, C, dan pakan D dengan kandungan vitamin E yang berbeda diberikan kepada induk ikan zebra. Induk ikan dipelihara pada akuarium. Pakan A mengandung vitamin E terendah (9 mg vitamin E/kg pakan), sedangkan pakan B mengandung 132 mg vitamin E/kg pakan, pakan C asam mengandung vitamin E 258 mg /kg pakan, dan pakan D mengandung vitamin E 384 mg /kg pakan. Semua pakan

7 perlakuan mempunyai kombinasi asam lemak n-3 berbanding n-6 sebesar 1:2. Ikan diberi pakan secara at satiation selama 60 hari pemeliharaan. Selama masa pemberian pakan, tingkat kematangan gonad diperiksa secara teratur. Perbedaan kandungan vitamin E pada kadar asam lemak 1,03% n-3 dan asam lemak 2,04% n-6 berpengaruh nyata secara statistik terhadap nilai diameter telur, kandungan nutrisi tubuh induk, telur, dan larva, gonado somatik indeks, lama pematangan telur, volume telur, kelangsungan hidup larva serta prosentase larva abnormal. Perbedaan kandungan vitamin E dalam pakan induk tidak berpengaruh secara statistik terhadap fekunditas, laju penyerapan kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat penetasan telur, serta lama waktu embriogenesis. Secara umum, ikan zebra prasalin maupun pasca salin membutuhkan 258 mg vitamin E/kg pakan pada pakan dengan asam lemak 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 serta kadar lemak total 8,26% untuk menghasilkan kinerja reproduksi yang terbaik. Penelitian tahap tiga ditujukan untuk mengetahui kebutuhan vitamin E pada pakan induk jantan ikan zebra (Danio rerio) untuk reproduksi. Empat pakan perlakuan yang iso-protein (37%) dan iso-kalori (3.293 kcal digestible energy/kg pakan), dinamakan pakan A, B, C, dan pakan D dengan kandungan vitamin E yang berbeda diberikan kepada induk ikan zebra yang dipelihara di akuarium. Pakan A mengandung vitamin E terendah (9 mg vitamin E/kg pakan), sedangkan pakan B mengandung 132 mg vitamin E/kg pakan, pakan C asam mengandung vitamin E 258 mg /kg pakan, dan pakan D mengandung vitamin E 384 mg /kg pakan. Semua pakan perlakuan mempunyai kombinasi asam lemak n-3 berbanding n-6 sebesar 1:2. Ikan diberi pakan secara at satiation selama 28 hari pemeliharaan. Selama masa pemberian pakan, tingkat kematangan gonad diperiksa secara teratur. Perbedaan kandungan vitamin E pada kadar asam lemak 1,03% n-3 dan asam lemak 2,04% n-6 berpengaruh nyata secara statistik terhadap nilai gonado somatik indeks (GSI), laju pertumbuhan spesifik dan efisiensi pakan. Secara umum, ikan zebra jantan membutuhkan mg vitamin E/kg pakan pada pakan dengan asam lemak 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 serta kadar lemak total 8,26% untuk menghasilkan kinerja reproduksi yang terbaik. Penelitian tahap empat merupakan penelitian untuk membandingkan kinerja reproduksi ikan zebra (Danio rerio) yang menggunakan pakan uji dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pelet komersial yang umum dipakai oleh

8 pembudidaya ikan hias. Pakan komersil yang digunakan adalah pakan udang dan pakan ikan hias. Kandungan asam lemak pakan udang pada penelitian ini adalah 2,81% n-3, 0,85% n-6, vitamin E sebesar 25 mg/kg pakan, sedangkan kandungan asam lemak pakan ikan hias komersil pada penelitian ini adalah 0,75% n-3, 1,06% n-6 dengan kandungan vitamin E sebesar 18 mg/kg pakan. Pakan uji C merupakan pakan dengan kandungan 258 mg vitamin E/kg pakan yang dikombinasikan dengan kandungan 1,03% asam lemak n-3 dan 2,04% asam lemak n-6. Ikan diberi pakan secara at satiation selama 60 hari pemeliharaan. Selama masa pemberian pakan, tingkat kematangan gonad diperiksa secara teratur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan nutrien pada pakan komersial yang umum digunakan sebagai pakan induk hanya sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan zebra untuk pembesaran, sehingga kurang memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai pakan induk. Kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pakan uji dengan kandungan vitamin E sebesar 258 mg/kg dan asam lemak esensial 1,03% n3 dan 2,04% n6 lebih baik dibandingkan dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pelet komersial. Secara umum penelitian ini membuktikan bahwa kombinasi asam lemak n-3, n-6 dengan vitamin E dalam pakan berperan dalam penyusunan kandungan nutrisi tubuh induk, telur dan larva ikan zebra. Kinerja reproduksi terbaik ikan zebra prasalin dan salin adalah ikan yang diberi pakan dengan vitamin E sebesar 258 mg/kg, asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% dan asam lemak esensial n-6 sebesar 2,04% pada lemak total pakan 8,26% Penelitian ini memperlihatkan bahwa pakan induk ikan zebra dengan kandungan asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% serta n-6 sebesar 2,04% membutuhkan vitamin E sebesar 258 mg/kg pakan. Kata kunci: Asam lemak esensial, vitamin E, penampilan reproduksi, Danio rerio

9 @ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

10 PRAKATA Segala puji serta syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi dengan judul Peningkatan Mutu Reproduksi Ikan Hias Melalui Pemberian Kombinasi Asam Lemak Esensial dan Vitamin E dalam Pakan pada Ikan Uji Zebra, Danio rerio. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof.Dr. M. Zairin Jr., selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof.Dr. Tuty L. Yusuf, Prof.Dr. Ing Mokoginta, dan Prof.Dr. Maria Bintang sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan nasehat, petunjuk, dan bimbingan mulai dari pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Etty Riyani, MS, sebagai penguji luar komisi pada ujian tetutup, Dr. Zafril Imran Azwar dan Prof.Dr. Komar Sumantadinata selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka; yang telah memberikan masukan dan kritikan yang sangat membantu dalam penulisan disertasi ini. Kepada pimpinan IPB, Dekan FKH IPB, Dekan FPIK IPB, Program Studi BRP, Program Studi BDP FPIK IPB; atas segala fasilitas dan kesempatan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan serta menyelesaikan penelitian. Terima kasih saya sampaikan kepada tim manajemen Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional; atas beasiswa yang diberikan. Terima kasih saya sampaikan kepada adik-adik mahasiswa yang terlibat dalam penelitian ini, Lia Nurmalia, Yudhita P., Ahmad Zakaria, Astrid L., Andri H., Ary F. Nasrulloh, Deden D. Ismara, Ela R. Mustika, Nurul Nurjanah, Siti Murniasih, Suci Istiqlal, serta Ni Wayan Widya Astuti. Penulis persembahkan karya tulis ini untuk isteri Etty Tristiana dan anak-anak tercinta Adhiet Y. Utomo, Annisa R. Utomo, Alysa N. Utomo, serta seluruh keluarga besar Soedarno Hendro Atmodjo dan keluarga besar Soetikno. Mudah-mudahan disertasi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya budidaya perikanan. Bogor, Juli 2009 Nur Bambang Priyo Utomo

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 14 Agustus 1965 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari bapak yang bernama Soedarno Hendro Atmodjo dan ibu bernama Soelijah. Pendidikan formal penulis ditempuh di SD Negeri Piasa I, Somagede (tamat tahun 1978), SMP Negeri 1 Banyumas (tamat tahun 1981) dan SMPP Negeri 1 Banyumas (tamat tahun 1984). Gelar Insinyur diperoleh pada tahun 1988 dari Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan IPB. Gelar Magister Sains diperoleh pada tahun 1998 dari Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis bekerja sebagai supervisor pada perusahaan tambak udang PT. Samudera Farmindo Luas pada bulan Maret 1989, dan pada tahun 1991 penulis dipercaya menjadi superintendent. Penulis diberi tugas oleh perusahaan yang sama untuk mengelola petambak plasma dari tahun Tahun 1992 penulis mendapat penghargaan dari Bupati Tangerang sebagai pembina plasma terbaik. Pada tahun 1992 penulis menikah dengan Etty Tristiana dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Adhiet Y. Utomo, Annisa R. Utomo, serta Alysa N. Utomo Penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Budidaya Perairan FPIK IPB mulai tahun Pada tahun 2002 penulis mendapatkan kesempatan mengikuti program doktor pada Program Studi Biologi Reproduksi, Sekolah Pascasarjana IPB. Selama mengikuti program S3, penulis sempat menyampaikan karya ilmiah yang merupakan bagian dari penelitian disertasi pada Seminar Nasional Perikanan di UGM, Yogyakarta pada tahun 2006 dan pada Seminar Nasional Perikanan pada tahun 2007 di UNIBRAW, Malang. Artikel yang disampaikan pada seminar nasional tersebut diterbitkan pada jurnal terakreditasi J. Fish Sc.VIII (1) : ISSN : dan jurnal terakreditasi J. Pen. Perikanan X (1) ISSN :

12 PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio NUR BAMBANG PRIYO UTOMO Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Biologi Reproduksi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

13 Judul Disertasi Nama Nomor Pokok Program Studi : Peningkatan Mutu Reproduksi Ikan Hias Melalui Pemberian Kombinasi Asam Lemak Esensial dan Vitamin E dalam Pakan pada Ikan Uji Zebra, Danio rerio : Nur Bambang Priyo Utomo : B : Biologi Reproduksi Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing Prof.Dr.Ir. Muhammad Zairin Jr., MSc. Ketua Prof.Dr. Drh. Tuty L. Yusuf, MS Anggota Prof.Dr. Ir. Ing Mokoginta, MS Anggota Prof. Dr. Maria Bintang, MS Anggota Diketahui 2. Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Biologi Reproduksi Dr. Drh. Iman Supriatna, MS Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

14 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman i iii v vi PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Kerangka Pemikiran 5 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7 Hipotesis 7 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Zebra (Danio rerio) 9 Reproduksi Ikan Zebra 10 Nutrisi Reproduksi 12 Kualitas Air 17 PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL n-3 DAN n-6 DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio Abstrak 19 Abstract 20 Pendahuluan 21 Tinjauan Pustaka 23 Metodologi Penelitian 26 Hasil dan Pembahasan 35 Kesimpulan dan Saran 47 i

15 PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio Abstrak 48 Abstract 49 Pendahuluan 50 Tinjauan Pustaka 52 Metodologi Penelitian 57 Hasil dan Pembahasan 66 Kesimpulan dan Saran 75 PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio JANTAN Abstrak 76 Abstract 77 Pendahuluan 78 Tinjauan Pustaka 80 Metodologi Penelitian 84 Hasil dan Pembahasan 91 Kesimpulan dan Saran 96 PERBANDINGAN KINERJA REPRODUKSI IKAN ZEBRA, Danio rerio, YANG MENGGUNAKAN PAKAN UJI DENGAN IKAN ZEBRA YANG MENGGUNAKAN PAKAN PELET KOMERSIAL Abstrak 97 Abstract 98 Pendahuluan 99 Tinjauan Pustaka 101 Metodologi Penelitian 103 Hasil dan Pembahasan 111 Kesimpulan dan Saran 115 PEMBAHASAN UMUM 116 KESIMPULAN DAN SARAN UMUM 122 DAFTAR PUSTAKA 123 LAMPIRAN 129 ii

16 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kebutuhan asam lemak essesial pada beberapa jenis ikan Komposisi pakan dari tiap perlakuan Komposisi proksimat dan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 pakan percobaan (% bobot kering) Kombinasi asam lemak esensial n-3 dan n-6 tiap perlakuan (%) Kandungan lemak, protein dan asam lemak pada tubuh induk, telur, dan larva ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Nilai gonado somatik indeks (GSI), gonado somatik indeks salin (GSI S ) dan lama pematangan telur (LPT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Fekunditas, volume telur dan laju penyerapan kuning telur (LPKT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Derajat pembuahan telur (FR), derajat tetas telur (HR), dan kecepatan waktu embriogenesis (KWE) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Tingkat kelangsungan hidup larva (SR 3 ) dan persentase larva abnormal (PLA) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Komposisi pakan tiap perlakuan Komposisi proksimat pakan dalam persentase bobot kering (%) Matrik penelitian Kandungan lemak, protein dan vitamin E dari induk, telur, dan larva ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Gonado somatik indeks (GSI), lama pematangan telur (LPT) dan fekunditas ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Nilai diameter telur, volume telur, dan laju penyerapan kuning telur (LPKT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Derajat pembuahan telur (FR), derajat tetas telur (HR), dan kecepatan waktu embriogenesis (KWE) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Tingkat kelangsungan hidup larva (SR 3 ) dan persentase larva abnormal(pla) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda 73 iii

17 18. Komposisi pakan perlakuan Komposisi proksimat pakan dalam persentase bobot kering (%) Matrik penelitian Kriteria penilaian motilitas spermatozoa Gonado somatik indeks (GSI), motilitas sperma,derajat pembuahan telur (FR), laju pertumbuhan spesifik (LPS), serta efisiensi pakan (EP) ikan zebra jantan yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Komposisi proksimat pakan perlakuan (% bobot kering) Matrik penelitian Nilai kualitas reproduksi ikan zebra yang diberi berbagai perlakuan tiga jenis pakan uji 111 iv

18 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan alur penelitian 8 2. Ikan zebra (Danio rerio) Histologi gonad. Pewarnaan HE Embriogenesis ikan uji zebra yang mendapat perlakuan Larva abnormal pada perlakuan vitamin E. Pewarnaan HE Hubungan antara waktu pemeliharaan dengan nilai GSI Morfologi sperma pra perlakuan Morfologi sperma 15 hari perlakuan Morfologi sperma 28 hari perlakuan 95 v

19 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Komposisi vitamin campuran Komposisi mineral campuran Prosedur analisis proksimat Prosedur analisis kualitas air Kualitas air 137 vi

20 PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya ikan hias merupakan suatu kegiatan usaha perikanan yang mempunyai potensi ekonomi cukup tinggi. Berdasarkan data FAO (2004), produksi serta perdagangan ikan hias dan tanaman hias hasil budidaya air tawar masih memiliki kontribusi yang besar terhadap industri ikan hias dunia. Nilai industri ikan hias dunia diestimasi bervariasi antara 1-5 milyar USD. Sementara itu nilai ekspor ikan hias dan tanaman hias dunia tahun 2003 kurang lebih 200 juta USD atau mengalami peningkatan 7-8% per tahun sejak tahun 1990-an. Produsen ikan hias dunia masih didominasi oleh Asia dengan kontribusi 65%, sedangkan selebihnya disuplai oleh Eropa dengan kontribusi 19%; dan Oceania, Afrika dan Amerika Utara dengan kontribusi sebesar 16%. Perkembangan pasar tujuan menunjukkan bahwa AS masih menjadi pasar utama. Pada tahun 2003, AS mengimpor ikan hias dengan nilai 41 juta USD berasal dari 60 negara eksportir yang didominasi oleh Thailand (18,2%) dan Singapura (18,2%), serta Indonesia (12,2%). Pada tahun 2004, Singapura dengan pangsa pasar 19,4% telah mengungguli Thailand (19,1%), sementara Indonesia mengalami penurunan menjadi 12,1%. Melihat potensi ekonomi ikan hias yang menjanjikan tersebut, maka usaha ikan hias layak untuk dikembangkan menjadi komoditas penting dalam usaha perikanan budidaya di Indonesia. Salah satu faktor pembatas utama pada pengembangan budidaya ikan hias, khususnya kegiatan budidaya ikan skala massal, adalah ketidaktentuan dan bervariasinya mutu reproduksi induk yang akan mempunyai dampak terhadap mutu dan jumlah benih yang dihasilkan. Kualitas telur dan sperma yang berubah-ubah merupakan faktor pembatas bagi produksi massal benih. Kualitas telur dan sperma induk ikan dibatasi oleh berbagai faktor internal seperti umur, ukuran, serta genetik induk; serta faktor eksternal seperti kualitas pakan, padat penebaran, dan kondisi lingkungan. Upaya untuk meningkatkan mutu dan jumlah produksi ikan hias dapat dilakukan dengan melalui berbagai cara antara lain manipulasi lingkungan, aplikasi hormonal, serta melalui perbaikan nutrisi induk. Prinsip kerja manipulasi lingkungan untuk meningkatkan produksi adalah dengan memanipulasi lingkungan budidaya sehingga kondisinya mirip dengan lingkungan aslinya sehingga ikan dapat melakukan 1

21 proses reproduksi sebagaimana di habitat aslinya. Sedangkan aplikasi hormonal pada umumnya dipergunakan untuk merangsang proses reproduksi, menginduksi ovulasi/spermiasi, serta pemijahan. Perbaikan nutrisi pada pakan induk ikan menurut Izquierdo et al. (2001) akan berpengaruh positif tidak hanya pada kualitas telur dan sperma, tetapi juga terhadap mutu dan jumlah benih yang dihasilkan. Komposisi lemak dan asam lemak pada pakan induk diidentifikasi sebagai faktor utama dalam pakan yang menentukan sukses tidaknya reproduksi dan kelangsungan hidup (survival rate) dari benih yang dihasilkan. Pada beberapa spesies ikan, asam lemak tidak jenuh rantai panjang diketahui berpengaruh, langsung atau melalui metabolitnya; terhadap fekunditas, pematangan telur, fertilisasi (pembuahan) dan steroidogenesis. Penurunan kinerja reproduksi pada ikan juga dapat disebabkan oleh pengaruh dari ketidakseimbangan nutrien pada sistem jalur aksi hormonal atau disebabkan oleh kurangnya ketersediaan komponen biokimia tertentu seperti asam lemak esensial pada salah satu fase proses reproduksi. Asam lemak esensial dalam pakan ikan merupakan faktor utama yang berperan penting bagi keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup larva (Meinelt et al., 2004). Asam-asam lemak esensial berperan dalam memelihara struktur dan fungsi membran sel, selain sebagai sumber energi. Asam lemak linoleat (18:2n-6) dan linolenat (18:2n-3) yang merupakan prekursor yang sangat diperlukan untuk sintetis produk lain, merupakan asam lemak esensial karena tidak dapat disintetis oleh ikan. Kebutuhan akan asam lemak pada masing-masing spesies ikan berbeda, terutama dihubungkan dengan habitatnya. Ikan yang hidup di laut lebih memerlukan asam lemak n-3 dibandingkan ikan yang hidup di air tawar, sedangkan ikan air tawar lebih membutuhkan asam lemak n-6 atau campuran asam lemak n-3 dan n-6. Oleh karena itu, maka jumlah dan pengaturan komposisi kedua jenis asam lemak tersebut di dalam pakan induk diharapkan dapat memperbaiki penampilan reproduksi ikan. Arakidonat adalah asam lemak yang sangat penting karena menjadi prekursor esensial pada hampir semua senyawa prostaglandin. Menurut Lehninger (2003), prostaglandin G1 diturunkan dari eikosatrienoat, sedangkan prostaglandin E2, F2α dan prostaglandin G2 diturunkan dari penguraian arakidonat. Prostaglandin yang diturunkan dari asam lemak tidak jenuh tersebut merupakan salah satu pengatur kerja hormon termasuk diantaranya adalah hormon-hormon reproduksi. Dengan demikian keberadaan asam lemak rantai panjang dalam pakan ikan akan sangat berpengaruh 2

22 terhadap terbentuk atau tidaknya prostaglandin yang pada proses selanjutnya akan mempengaruhi penampilan reproduksi induk ikan. Kandungan asam lemak esensial dalam pakan maupun dalam tubuh ikan berhubungan erat dengan kandungan vitamin E dalam pakan maupun dalam tubuh ikan. Fungsi yang paling nyata dari vitamin E adalah sebagai antioksidan alami yang akan melindungi asam lemak rantai panjang dalam pakan dan dalam tubuh ikan. Seperti pada kebanyakan vertebrata, kekurangan vitamin E dapat mempengaruhi penampilan reproduksi, penyebab tidak matangnya gonad, rendahnya derajat tetas telur dan kelangsungan hidup benih (Fernandez-Palacios et al., 1995). Walaupun informasi mengenai hubungan antara kebutuhan vitamin E dengan kandungan asam lemak esensial dalam nutrisi induk ikan masih sangat sedikit dan terbatas, tetapi umumnya telah diakui bahwa keberadaan asam lemak tidak jenuh pada pakan maupun tubuh ikan sangat dipengaruhi oleh keberadaan kandungan antioksidan. Pakan khusus untuk induk ikan hias yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk reproduksi di Indonesia masih sulit untuk didapatkan, sehingga umumnya pembudidaya ikan hias mempergunakan pakan alami yang ketersediaannya sangat tergantung kepada musim atau bahkan menggunakan pelet udang sebagai pakan induk yang belum diketahui jelas dampaknya terhadap ikan hias. Salah satu upaya awal untuk membuat pakan khusus untuk induk adalah dengan membuat suatu formula dasar pelet induk yang kandungan nutrisinya sesuai dengan kebutuhan reproduksi ikan. Meskipun sudah diketahui bahwa secara umum bahwa induk ikan membutuhkan asam lemak esensial n-3, asam lemak esensial n-6 serta vitamin E, tetapi masih perlu diketahui secara tepat bagaimana hubungan antara peran asam lemak esensial yang ada dalam nutrisi induk dengan peran vitamin E dalam memperbaiki mutu reproduksi ikan zebra betina. Selanjutnya perlu diketahui secara tepat kombinasi dosis asam lemak esensial n-3, n-6 dengan vitamin E dalam pakan yang dapat memperbaiki kinerja reproduksi induk melalui perbaikan nutrisi. Penelitian ini menggunakan ikan zebra (Danio rerio) sebagai hewan uji karena ikan zebra memiliki karakter biologi yang sesuai untuk mendukung penelitian reproduksi, diantaranya interval regenerasi pendek, telur transparan, mudah untuk dipijahkan, serta mudah dalam pemberian pakan. Ikan zebra termasuk dalam famili ikan Cyprinidae, dimana famili Cyprinidae adalah salah satu golongan ikan yang dikenal luas di kalangan pembudidaya ikan, baik sebagai ikan hias maupun ikan 3

23 konsumsi. Kepopuleran ikan zebra sebagai ikan hias dikarenakan memiliki warna yang menarik yaitu garis-garis longitudinal berwarna biru atau hitam dan emas atau perak yang memanjang sampai sirip ekor, tingkah laku yang tenang, daya tahan tinggi dan memiliki fekunditas yang banyak. Perumusan Masalah Potensi ikan hias di Indonesia tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Jenis ikan hias yang diperdagangkan di dunia tahun 2003 mencapai jenis. Sedangkan potensi ikan hias Indonesia yang teridentifikasi mencapai jenis, dan yang diekspor baru sekitar 300 sampai 500 jenis. Dari jenis ikan hias yang dibudidayakan oleh masyarakat baru sekitar 50 jenis. Indonesia relatif masih tertinggal dari negara-negara lain, baik dari segi teknologi, kelembagaan, sarana dan prasarana pemasaran serta manajemen pengelolaan bisnis ikan hias. Para pembudidaya ikan hias Indonesia dalam melakukan usahanya pada umumnya berskala kecil, jenis ikan terbatas, kualitas produk relatif masih rendah, time of delivery terbatas, dan modal terbatas. Kualitas produk yang masih rendah serta kontinuitas produksi yang belum terjamin merupakan salah satu faktor pembatas utama terhadap keberhasilan budidaya ikan hias skala massal di Indonesia. Perbaikan nutrisi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu reproduksi induk ikan. Sebagaimana pada vertebrata tingkat tinggi, perbaikan nutrisi pada pakan induk ikan diharapkan akan berpengaruh positif terhadap mutu dan jumlah benih yang dihasilkan. Perbaikan kinerja reproduksi ikan hias melalui perbaikan nutrisi sulit dilakukan apabila tidak tersedia pakan khusus untuk induk ikan hias yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk reproduksi. Umumnya pembudidaya ikan hias mempergunakan pakan alami yang ketersediaannya sangat tergantung kepada musim atau bahkan banyak yang menggunakan pelet udang sebagai pakan induk yang belum diketahui jelas dampaknya terhadap ikan hias. Penurunan mutu reproduksi pada ikan dapat disebabkan antara lain karena pengaruh dari ketidakseimbangan nutrien pada sistem jalur aksi hormonal atau disebabkan oleh kurangnya ketersediaan komponen biokimia tertentu pada salah satu fase proses reproduksi. Untuk dapat memperbaiki mutu reproduksi, harus disediakan nutrien pada pakan yang sesuai dengan kebutuhan induk untuk dapat menjalankan 4

24 proses reproduksi yang optimum. Kebutuhan nutrien esensial untuk induk antara lain tergantung dari jenis ikan, umur induk serta pengalaman memijah induk (prasalin atau salin). Nutrien pada pakan ikan yang berpengaruh positif terhadap penampilan reproduksi ikan antara lain adalah asam lemak esensial dan vitamin E. Permasalahan yang dihadapi dalam perbaikan nutrisi induk ikan zebra adalah sebagai berikut: 1. Belum diketahui secara tepat hubungan peran asam lemak esensial n-3, n-6, dan vitamin E dalam proses reproduksi ikan. 2. Perlu dikaji dosis yang tepat dari kombinasi asam lemak esensial n-3, n-6 dengan vitamin E dalam pakan untuk dapat memperbaiki kinerja reproduksi induk melalui perbaikan nutrisi. 3. Belum diketahui apakah perbaikan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pakan uji hasil penelitian lebih baik dibandingkan dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pelet komersial yang umum dipakai oleh pembudidaya ikan hias. Kerangka Pemikiran Hubungan peran asam lemak esensial n-3, n-6, dan vitamin E dalam proses reproduksi ikan dapat diketahui melalui serangkaian penelitian yang disusun untuk mengetahui secara tepat peran dari setiap nutrien tersebut. Asam lemak linoleat dan linolenat yang merupakan prekursor yang sangat diperlukan untuk sintetis produk lain, tidak dapat disintesa oleh ikan (asam lemak esensial) dan dengan demikian di dalam pembuatan pakan ikan (pelet ikan) perlu diperoleh dengan menambahkan dari sumber tanaman dimana pada penelitian ini bersumber dari minyak jagung dan minyak sawit. Setelah masuk dalam tubuh ikan, asam linoleat dapat dirubah menjadi asam linolenat dan arakidonat yang hanya dapat dibuat dari asam linoleat. Molekul ini adalah asam lemak yang sangat penting karena menjadi prekursor esensial pada hampir semua senyawa prostaglandin. Prostaglandin G1 diturunkan dari eikosatrienoat, sedangkan prostaglandin E2,F2α dan prostaglandin G2 diturunkan dari penguraian arakidonat. Prostaglandin yang diturunkan dari asam lemak tidak jenuh tersebut merupakan pengatur kerja hormon termasuk diantaranya adalah hormon-hormon reproduksi. Dengan demikian keberadaan asam lemak esensial n-3 dan n-6 (yang merupakan salah satu bahan 5

25 penyusun prostaglandin) dalam pakan ikan mempunyai peran penting terhadap terbentuk atau tidaknya prostaglandin yang pada proses selanjutnya akan mempengaruhi penampilan reproduksi ikan. Kebutuhan ikan akan asam lemak esensial berbeda-beda berdasarkan spesies dan habitatnya. Asam lemak esensial yang dibutuhkan untuk reproduksi juga dapat berbeda untuk induk ikan yang belum pernah memijah (prasalin) maupun untuk induk ikan yang sudah pernah memijah (salin). Vitamin E dan asam lemak esensial dibutuhkan secara bersamaan untuk mendukung proses reproduksi pada ikan. Dosis vitamin E di dalam pakan antara lain akan bergantung kepada kandungan asam lemak esensial yang ada di dalam pakan tersebut. Semakin tinggi kandungan asam lemaknya, maka kebutuhan vitamin E juga semakin tinggi. Dengan demikian perlu diketahui kombinasi dosis yang tepat antara n-3, n-6, dan vitamin E untuk dapat memperbaiki mutu reproduksi melalui perbaikan nutrisi induk. Setelah kombinasi dosis yang tepat antara n-3, n-6, dan vitamin E diketahui, maka formulasi akhir pakan uji dapat disusun. Kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pakan uji hasil penelitian harus dibandingkan terlebih dahulu dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pelet komersial yang umum dipakai oleh pembudidaya ikan hias untuk dapat mengetahui apakah pakan uji hasil penelitian dapat memperbaiki kinerja reproduksi induk ikan zebra. Penemuan dosis dan hubungan peran asam lemak esensial n-3, n-6, dan vitamin E dalam proses reproduksi ikan serta dilakukannya uji banding dengan pelet komersial merupakan novelty dari penelitian ini. Bagan alur penelitian penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, maka penelitian yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan mutu reproduksi ikan hias melalui pemberian kombinasi asam lemak esensial n-3 dan n-6 dalam pakan pada ikan uji zebra, Danio rerio. 2. Peningkatan mutu reproduksi ikan hias melalui pemberian kombinasi asam lemak esensial dan vitamin E dalam pakan pada ikan uji zebra, Danio rerio. 3. Peningkatan mutu reproduksi ikan hias melalui pemberian kombinasi asam lemak esensial dan vitamin E dalam pakan pada ikan uji zebra, Danio rerio jantan. 6

26 4. Perbandingan kinerja reproduksi ikan zebra, Danio rerio yang diberi pakan uji dengan ikan zebra yang diberi pakan pelet komersial. Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, perumusan masalah dan kerangka pemikiran maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengkaji peran asam lemak esensial n-3, n-6 dan vitamin E dalam proses reproduksi ikan zebra. 2. Menentukan dosis optimal kombinasi asam lemak esensial n-3/n-6 dan vitamin E dalam pakan untuk memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra. 3. Membandingkan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pakan uji dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pakan pelet komersial. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peran asam lemak esensial n-3, n-6 dan vitamin E dalam proses reproduksi serta dosis optimal kombinasi vitamin E dan asam lemak esensial dalam pakan buatan untuk induk ikan zebra. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan formulasi pakan induk untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil. Hipotesis Mengacu pada identifikasi masalah, perumusan masalah dan kerangka pemikiran, serta tujuan penelitian maka diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Asam lemak esensial n-3, n-6 dalam pakan mempunyai hubungan peran dengan vitamin E dalam memperbaiki mutu reproduksi ikan zebra yang belum pernah memijah (prasalin) maupun yang sudah pernah memijah 2. Pakan uji hasil penelitian dapat memperbaiki mutu reproduksi ikan zebra lebih baik dibandingkan dengan pelet komersial ikan hias yang sudah ada di pasaran. 7

27 I Ikan prasalin Induk Betina Induk Jantan Asam lemak n-3 0,66%, 1,03%, 1,50%, 2,04% Asam lemak n-6 1,03%, 1,04%, 1,05%, 1,98%, 2,04% Kinerja Reproduksi Kandungan lemak, protein dan asam lemak, serta GSI, lama pematangan telur, fekunditas, volume telur, laju penyerapan kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat tetas telur, kecepatan waktu embriogenesis, tingkat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal II Ikan prasalin Ikan salin Dosis optimal n-3, n-6 dari Penelitian I + Vitamin E 9, 132, 258, 384 mg/kg pakan III Ikan Prasalin Kinerja Reproduksi Kandungan lemak, protein, asam lemak, vitamin E, serta GSI, lama pematangan telur, fekunditas, volume telur, laju penyerapan kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat tetas telur, kecepatan waktu embriogenesis, tingkat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal, motilitas sperma, efisiensi pakan IV Ikan prasalin Pakan Uji Kombinasi terbaik dosis asam lemak esensial dan vitamin E hasil penelitian I, II, III VS Pakan Komersial Pelet udang Pelet ikan hias Kinerja Reproduksi Laju pertumbuhan harian, GSI, lama pematangan telur, fekunditas, diameter telur, volume kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat tetas telur, tingkat kelangsungan hidup larva persentase larva abnormal, rematurasi Gambar 1. Bagan alur penelitian 8

28 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Zebra (Danio rerio) Ikan zebra (Danio rerio) termasuk dalam kelas ikan-ikan telestoi dan termasuk golongan famili Cyprinidae. Pada literatur lama ikan zebra disebut dengan nama Brachydanio rerio, sedangkan nama Danio rerio mulai dipakai setelah tahun Nama lain dari Danio rerio adalah Cyprinus rerio dan Perilampus striatus (Riehl and Baensch, 1991). Spesies lain dari genus Danio selain Danio rerio adalah Danio frankei, Danio albolineatus, serta Danio aequipinnatus. Klasifikasi ikan zebra menurut Meyer et al., (1993) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Kelas : Actynopterigii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Danio Spesies : Danio rerio Ikan zebra merupakan ikan hias yang berasal dari Sungai Gangga yang melintasi beberapa negara. Ikan ini banyak ditemukan di anak Sungai Gangga, sepanjang daerah pesisir Coromandel, dari Calcutta sampai Masulipatam, Benggala, Nepal, Pakistan dan Bangladesh. Ukuran tubuh ikan zebra dapat mencapai 5 cm. Warna tubuhnya biru atau kuning dengan 4 garis perak sepanjang tubuhnya sampai pangkal sirip ekor. Sirip dorsal Dorsal= 8-9(2/6-7), Anal= 15-16(2-3/12-13), dan Pectoral= 12-13(1/11-12) (Talwar and Jhingran, 1991). Ikan zebra dapat ditemukan pada berbagai habitat, dari perairan yang memiliki arus tenang sampai perairan yang tidak mengalir, terutama di lahan persawahan. Nilai ph untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan zebra mempunyai kisaran ideal dari 6,5-7,5. Spesies ini menurut Westerfield (1995) dapat dengan mudah dipelihara pada akuarium berukuran 10 gallon (45 liter) dengan kisaran suhu antara C. Ikan zebra bersifat omnivora serta mau memakan berbagai jenis pakan alami maupun pakan buatan. Menurut Westerfield (1995), pakan terbaik untuk induk ikan 9

29 zebra adalah artemia hidup. Selain artemia, ikan zebra juga dapat diberi pakan daphnia, moina dan larva drosophila. Cacing tubifex umumnya jarang diberikan sebagai pakan ikan zebra karena berpotensi sebagai pembawa (carrier) penyakit. Pakan buatan dengan kandungan nutrisi yang sesuai untuk kebutuhan reproduksi ikan zebra juga dapat diberikan kepada induk ikan zebra (Meinelt et al., 1999). Berbagai bentuk pakan buatan seperti flakes (serpihan), bubuk, maupun butiran (pelet) juga cocok untuk pemeliharaan ikan zebra. Gambar 2. Ikan zebra (Danio rerio) Reproduksi Ikan Zebra Ikan jantan memiliki warna yang lebih cerah dan menarik. Ikan betina umumnya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan (Axelrod et al., 1971). Ciri lainnya yaitu terdapat garis berwarna biru pada dubur ikan betina, sedangkan pada ikan jantan terdapat garis berwarna kuning emas. Ciri ini hanya bisa dibedakan setelah ikan dewasa. Ikan zebra biasa digunakan dalam penelitian ekotoksikologi, karena biologi dan reproduksi ikan zebra (interval generasi pendek, interval pemijahan yang singkat, telur transparan) cocok sebagai ikan uji untuk penelitian toksikologi (Meinelt et al., 1999). Ikan ini bersifat parsial spawner. Penelitian Maack (2002) melaporkan ikan zebra memijah dengan interval 1,9-2,7 hari tetapi terkadang interval pemijahan ikan zebra bisa lebih lama lagi, mulai 5 hari bahkan sampai 1 minggu. 10

30 Perkembangan gonad ikan zebra dapat diamati secara mikroskopis yaitu dengan histologi gonad, sedangkan secara makroskopis perkembangan gonad dapat ditentukan dengan mengamati rongga perut ikan. Dalam perkembangan gonadnya ikan zebra mempunyai siklus yang relatif pendek, yaitu dari stadia larva sampai stadia siap mijah hanya membutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan. Menurut Maack & Segner (2004), ikan zebra yang berumur 2 minggu gonadnya hanya mengandung primary germ cells (PGC). Setelah ikan berumur 4 minggu maka ovary mulai dapat ditemukan, sedangkan persentase ovary tertinggi ditemukan pada minggu ke 6 dan 7. Sekitar setengah dari jumlah ikan ovary terus berkembang, pada separo ikan lainnya ovary mulai bertransformasi menjadi testes. Testis ikan zebra pertama kali dapat ditemukan pada saat ikan berumur 7 minggu. Pematangan gonad akan terus berlangsung sampai ikan zebra berumur sekitar 3-4 bulan. Ikan zebra akan bertelur di pagi hari, bahwa dalam sekali pengeluaran induknya mampu menghasilkan butir telur. Jumlah total telur yang dihasilkan dalam sekali bertelur antara butir. Telurnya bersifat non adhesive (tidak merekat) dan menetas setelah jam dari masa pengeluaran. Larvanya mampu bertahan selama 3-4 hari (masa kuning telur sudah habis). Frekuensi pergantian air yang cukup, adanya beberapa tanaman air atau substrat lain dan tempat pemeliharaan yang cukup menerima cahaya akan merangsang kegiatan pemijahan. Effendie (1997) menguraikan tingkat kematangan ovari ikan secara umum, yaitu : Tingkat 1 : Tahap muda (immature), individu-individu muda belum mempunyai keinginan reproduksi dan ukuran ovari sangat kecil Tinkat II : Tahap istirahat (resting stage), ovari belum mulai berkembang dan ukurannya masih sangat kecil. Tahap III : Proses pemasakan (maturation), penambahan berat gonad sangat cepat, ovari berubah dari transparan berwarna pucat. Telur dapat dibedakan dengan mata. Tahap IV : Masak (maturity). Produk sexual sudah mencapai berat maksimal tetapi tidak bisa keluar pada saat perutnya ditekan perlahan. 11

31 Tahap Tahap V : Tahap reproduksi (reproduction). Produk sexual akan keluar bila perut ditekan perlahan-lahan, berat gonad turun drastis muali dari awal pemijahan sampai selesai. VI : Kondisi salin (spent condition). roduk sexual telah dikeluarkan, lubang genitalia meradang kemerah-merahan, gonad telah mengempis dan ovari berisi beberapa telur sisa. Nutrisi Reproduksi Semua jenis ikan membutuhkan zat gizi yang baik, yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin serta energi untuk beraktivitas (NRC, 1977). Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam proses pematangan gonad, selain itu kualitas telur ditentukan oleh kandungan nutrien yang ada dalam pakan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Asam Lemak Esensial Lemak dan asam lemak esensial merupakan salah satu nutrien penentu dalam perkembangan induk agar menghasilkan kuantitas dan kualitas dari telur maupun sperma yang lebih baik (Watanabe et al., 1988). Omega 3 biasa disebut dengan asam lemak linolenat dan omega 6 biasa disebut dengan asam lemak linoleat. Kedua asam lemak ini termasuk ke dalam asam lemak esensial, essential fatty acids (EFAs). EFA ditemukan dalam lemak tak jenuh rantai banyak. Di dalam tubuh, EFA yang merupakan komponen fosfolipid berperan penting sebagai struktuk membran sel yang akan mempengaruhi fluiditasnya yang kemudian akan mempengaruhi pula aktivitas enzim-enzim tertentu pada membran sel. Lemak dalam pakan ikan mempunyai peran sangat penting bagi ikan karena berfungsi sebagai sumber energi dan asam lemak esensial untuk memelihara bentuk dan fungsi membran serta membantu dalam penyerapan vitamin A, D, E dan K. Asam lemak esensial merupakan komponen lemak yang tidak dapat disintesis oleh ikan, untuk mencukupinya maka harus diberikan melalui pakan (Bautisa & De La Cruz, 1998). Setiap spesies ikan memiliki kebutuhan asam lemak esensial yang berbeda-beda (Furuichi, 1988). Ikan-ikan air tawar mampu mengkonversi asam lemak esensial linoleat (18:2n-6) dan linolenat (18:3n-3) menjadi asam lemak berantai panjang PUFA atau HUFA, namun 12

32 tidak demikian pada ikan air laut (Sargent et al,. 1999). Dalam tubuh ikan air tawar tersedia enzim elongase dan desaturase yang dapat memperpanjang dan mendesaturasikan rantai karbon asam lemak. Asam lemak esensial pada gonad dapat digunakan untuk perkembangan embrio hingga menetas menjadi larva. Mokoginta (1986) mengungkapkan bahwa komposisi asam lemak esensial pada telur dapat mempengaruhi embriogenesis. Menurut Mokoginta (1986) bahwa asam lemak esensial yang terkandung dalam telur berpengaruh terhadap stadia awal dari embriogenesis dan akan menentukan apakah embrio tersebut akan berkembang atau tidak. Daya tetas telur dan daya hidup larva dipengaruhi oleh pemberian asam lemak esensial dalam pakan induk. Asam lemak esensial pada telur hingga kadar tertentu dapat meningkatkan daya tetas telur dan daya hidup larva. Asam lemak esensial berfungsi sebagai prekursor dari senyawa prostaglandin yang berperan sebagai hormon. Proses pengenalan antar sel dalam telur dipengaruhi oleh prostaglandin. Jika telur kekurangan asam lemak esensial maka berlangsungnya proses embriogenesis akan gagal (pada pembelahan sel ke 16, 32 dan organogenesis) dan akan menghasilkan derajat tetas telur yang rendah (Mokoginta et al.,1992). Pada ikan red seabream ditemukan bahwa ikan yang diberi pakan mengandung EFA sebelum 6 bulan masa memijah ternyata total produksi telur dan kemampuan menetas telur menjadi rendah (Watanabe et al., 1984b). Berdasarkan Fernandez et al. (1995) mengemukakan bahwa kadar asam lemak n-3 HUFA yang tinggi atau berlebih dapat menurunkan jumlah telur yang diproduksi oleh induk. Seperti diungkapkan oleh Mokoginta et al. (2000) bahwa apabila rasio asam lemak n-6/n-3 dalam telur kurang atau berlebih akan menyebabkan keberhasilan dalam proses embriogenesis menjadi terhambat. Kebutuhan asam lemak esensial dapat dilihat pada Tabel 1. 13

33 Tabel 1 Kebutuhan asam lemak esensial pada beberapa jenis ikan Spesies ikan Asam Lemak Mas (Cyprinius carpio) n-6 n-3 Lele (Clarias batracus) n-6 n-3 Bandeng (Chanos chanos) n-6 n-3 Red seabream ( Pagrus n-6 major) n-3 Nilai 1 % 1 % 1,53-1,56 % 1 % 0,5 % 0,5 % 1 % 0,5 % Kebutuhan Pustaka Pertumbuhan Watanabe, 1988 Reproduksi Mokoginta, 1986 Pertumbuhan Reproduksi Bautista and de La Cruz, 1998 Watanabe et al., 1984a Furuichi (1988) menyatakan bahwa ikan-ikan yang kekurangan asam lemak esensial kadar air bebas dan lemak tubuhnya meningkat, tetapi kadar protein akan menurun. Protein merupakan molekul yang bersifat polar dan dapat mengikat molekul air sedangkan lemak bersifat non polar dan tidak mengikat air. Apabila protein tubuh rendah, maka molekul air yang terikat menjadi rendah sehingga molekul air bebas menjadi tinggi (Mokoginta, 1986). Percobaan yang dilakukan oleh Takeuchi & Watanabe (1979) pada ikan rainbow trout menyimpulkan bahwa jika kandungan asam lemak linolenat (n-3) yang diberikan 4 kali lebih tinggi dari kebutuhannya, maka pertumbuhan ikan akan terhambat, konversi pakan meningkat, kandungan air dalam daging ikan semakin tinggi, menurunnya kadar protein dan lemak. Gejala yang sama juga ditemui pada ikan lele (Mokoginta, 1986). Pada hasil penelitian ikan gilthead sea bream peningkatan kadar asam lemak n-3 HUFA akan meningkatkan kadar lemak dalam telur (Fernandez,.et al, 1995). Gejala kekurangan asam lemak n-3 maupun kelebihan asam lemak n-3 terlihat pada tingginya kadar air gonad yang menggambarkan rendahnya kadar protein dan lemak gonad. Gejala yang sama juga ditemukan pada penelitian terhadap kepiting bakau. Kebutuhan asam lemak esensial dapat dipenuhi melalui pemberian sumber lemak yang berasal dari lemak nabati dan lemak hewani. Contoh sumber lemak yaitu minyak kedelai, minyak jagung, minyak ikan, minyak kelapa, minyak kedelai, minyak biji bunga matahari dan minyak biji kapas. Minyak ikan mempunyai kadar asam lemak n-3 sebesar 36, 4 % (Stickney, 1979). Minyak jagung mengandung asam lemak n-6 sebesar 56,3 % sedangkan minyak kelapa mengandung 90 % asam lemak jenuh (Ketaren, 1986). 14

34 Vitamin E Salah satu vitamin yang dapat berperan dalam meningkatkan reproduksi ikan adalah vitamin E. Fungsi yang paling nyata dari vitamin E adalah sebagai antioksidan, terutama untuk melindungi asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid dalam membran sel. Sementara itu diketahui pula pada ikan atlantik salmon bahwa α-tocopherol, nama lain dari vitamin E, diangkut dari jaringan periferal ke gonad melalui hati bersama lipoprotein plasma; hal ini menunjukkan adanya peran vitamin E pada proses reproduksi ikan. Vitamin E diangkut ke hati dalam bentuk kilomikron, dari hati dan seterusnya, distribusinya mengikuti trigliserida dan lipid lainnya melalui lipoprotein ke jaringan lemak dan membran intra sel maupun ekstra sel (Linder, 1992). Selama vitelogenesis, kadar vitamin E dalam tubuh menurun sampai kira-kira 10% hingga tingkat pematangan. Seperti halnya vitamin larut dalam lemak lainnya, penyerapannya membutuhkan lemak dalam pakan dan aktivitas asam empedu (Linder, 1992). Asam empedu berfungsi untuk merubah lemak menjadi emulsi lemak dengan cara membentuk komplek asam lemak-asam empedu, sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim lipase sebelum diabsorbsi oleh dinding usus. Selanjutnya dikemukakan lagi bahwa vitamin A, D, E dan K (vitamin yang larut di dalam lemak) menjadi lebih mudah diserap oleh mukosa usus dengan adanya asam empedu. Defisiensi α-tocopherol pada hewan dapat menyebabkan lemah otot, pertumbuhan terhambat, degenerasi embrio, tingkat penetasan telur yang rendah, degenerasi dan pelepasan sel epitel germinatif dari testis dan terjadinya kemandulan, menurunkan produksi prostaglandin oleh mikrosom dari testis, otot dan limpa, menurunkan permeabilitas sel, memacu kematian dan kerusakan syaraf (Lehninger, 2003). Penelitian ikan atlantik salmon Salmo salar, dengan bobot lebih kurang 16.9 g, diberi pakan dasar semi murni yang mengandung kasein dan dl-α-tocopherol asetat 0 dan 15 mg/kg pakan, menyebabkan tingkat kematiannya 100% dan jika diberi 30 mg/kg pakan, ikan akan mengalami gejala defisiensi. Ikan yang mengalami defisiensi vitamin E memperlihatkan kandungan haemoglobin darah rendah, volume dan jumlah sel darah merah meningkat dan bagian sel darah merah tidak matang. Kadar vitamin E 60 mg/kg 15

35 pakan dapat memberikan kelangsungan hidup ikan yang tinggi. Verakunpiriya et al. (1986) menyatakan vitamin E berperan sangat penting untuk perkembangan gonad. Kadar vitamin E di telur dari ikan yellow tail yang terbaik adalah sampai µg/g bobot kering telur. Kadar vitamin E dalam telur tersebut berasal dari induk yang mendapatkan pakan yang mengandung vitamin E sampai mg/kg pakan. Vitamin ini juga dapat mempengaruhi komponen kimia lipid telur dan daya apung telur yellow tail. Kebutuhan ikan terhadap vitamin E dalam ransum berbeda-beda bergantung kepada jenis dan umur ikan. Gatlin et al. (1992) menyatakan bahwa untuk jenis-jenis ikan catfish kebutuhan vitamin E berkisar antara mg/kg ransum ikan. Sedangkan untuk jenis salmonid membutuhkan vitamin E 35 mg/kg hingga 300 mg/kg pakan. Vitamin E dan asam lemak esensial dibutuhkan secara bersamaan untuk pematangan gonad ikan, dan dosis vitamin E di dalam pakan akan bergantung kepada kandungan asam lemak esensial yang ada di dalam pakan tersebut. Semakin tinggi kandungan asam lemaknya, maka kebutuhan vitamin E juga semakin tinggi (Watanabe et al. 1991). Protein Protein merupakan molekul kompleks yang terdiri dari asam-asam amino, baik esensial maupun non esensial (NRC,1983). Protein dan kandungan asam aminonya diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh, pembentukan enzim dan beberapa hormon serta antibodi dalam tubuh, disamping juga berperan sebagai sumber energi. Kebutuhan protein berbeda-beda menurut jenis spesiesnya dan umur. Protein merupakan komponen esensial yang dibutuhkan untuk reproduksi. Protein merupakan komponen utama dari kuning telur (Kamler, 1992). Pada ikan gillhead seabream, dimana pakannya mengandung asam amino esensial yang seimbang akan memperbaiki sintesa vitelogenin. Protein dalam jumlah sedikit dengan kalori yang tinggi pada pakan dapat menyebabkan penurunan reproduksi pada ikan red seabream (Watanabe et al, 1984b). Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi, dimana penggunaannya dalam proses metabolisme dan pencernaannya masih sedikit (NRC, 1977). Karbohidrat pada pakan ikan terdapat dalam bentuk serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen dengan nilai 16

36 nutrisi serat kasar rendah. Kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat bergantung kepada kemampuannya dalam menghasilkan enzim amilase. Umumnya ikan air tawar memerlukan karbohidrat dalam jumlah lebih besar dari 20 % dan menurut Furuichi (1988) ikan Ichtalurus punctatus dapat memanfaatkan karbohidat secara optimum pada kisaran %, tetapi lebih sedikit yang dimanfaatkan untuk perkembangan telur. Kualitas Air Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan adalah kadar oksigen terlarut, suhu, amoniak, ph dan alkalinitas. Suhu air mempengaruhi laju metabolisme dan pengeluaran energi pada ikan. Jika suhu air meningkat maka akan diikuti oleh peningkatan laju metabolisme yang disebabkan meningkatnya konsumsi pakan sehingga pertumbuhan juga meningkat (NRC, 1977). Ikan zebra dapat tumbuh baik pada kisaran suhu C (Hammilton, 2004). Suhu merupakan salah satu parameter lingkungan yang sangat penting keberadaannya bagi kehidupan ikan. Hal ini dikarenakan ikan memiliki sifat poikilotermal dimana tingkat laju metabolismenya dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suhu lingkungan. Peningkatan suhu air sampai pada batas optimum akan berdampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan ikan. Tang dan Affandi (2001) mengatakan suhu dan photoperiod dapat mempengaruhi perkembangan gonad pada ikan, perbaikan mutu telur dan kecepatan penetasan larva. Misalnya pada penetasan telur yang ditempatkan pada suhu yang relatif tinggi lebih cepat menetas dibandingkan dengan pada suhu yang rendah. Perkembangan gonad pada dasarnya merupakan perkembangan sel. Tiap tahap perkembangan gonad dipengaruhi oleh faktor dalam yaitu umur dan sistem hormonal juga dipengaruhi oleh faktor luar yaitu suhu dan makanan. Suatu tahapan perkembangan gonad akan berjalan optimum jika ditunjang oleh faktor pendukungnya, seperti suhu lingkungan yang optimum. Tang dan Affandi (2001) mengungkapkan bahwa suhu mempengaruhi fungsi dari sistem reproduksi teleostei seperti laju pengeluaran dari GtH, respon pituitari GnRH, Gonad binding GtH, siklus harian GtH, sintesis dan katabolisme steroid dan merangsang GtH dalam proses pemecahan polikel. Oleh karena itu untuk 17

37 mengoptimalkan perkembangan gonad agar menghasilkan penampilan reproduksi yang optimal diperlukan suhu lingkungan yang optimal pada saat pemeliharaan induk ikan. Oksigen terlarut merupakan komponen yang penting untuk kehidupan hewan air. Laju konsumsi oksigen oleh ikan tergantung dari jenis, ukuran ikan, suhu dan kualitas pakan (Boyd, 1982). Kadar oksigen terlarut antara 4,21-5,43 ppm (Hammilton, 2004) dapat memberikan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang baik. Tercukupinya oksigen di perairan sangatlah diperlukan, karena kekurangan oksigen akan mengakibatkan dampak yang negatif pada kesehatan ikan seperti mengakibatkan stress, anoreksia, hypoxia pada jaringan, ketidak sadaran, mudah diserang penyakit dan parasit bahkan kematian secara mendadak dan masal. Boyd (1982) mengemukakan bahwa konsentrasi minimum air terlarut adalah 1 mg/l dan konsentrasi oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 3 mg/l. Power of hidrogen (ph) didefinisikan sebagai logaritma negatif dari aktivitas ion hydrogen, ph = -log (H+). Nilai ph dipengaruhi oleh suhu, dimana dengan meningkatnya suhu maka ph semakin menurun (Boyd, 1990). Nilai ph mempengaruhi daya racun bahan atau faktor kimia lain misalnya ammonia yang meningkat seiring dengan meningkatnya nilai ph dan H 2 S menurun seiring meningkatnya ph. Nilai ph yang baik menunjang kehidupan ikan zebra berkisar antara 6,5-7 (Sakurai et al., 1992). Toleransi amoniak dalam media pemeliharaan yang baik untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan zebra adalah 0,00-0,12 ppm (Hammilton, 2004). Bila ammonia meningkat, maka ammonia dari ekresi ikan akan menurun sehingga kandungan ammonia dalam darah dan jaringan menjadi tinggi. Ammonia yang tinggi akan mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air dan penurunan konsentrasi cairan tubuh, sehingga meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan dan menyebabkan kerusakan pada insang serta mengurangi kemampuan darah dalam mentransport oksigen (Boyd, 1990). 18

38 PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL n-3 DAN n-6 DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui peran asam lemak esensial dalam proses reproduksi ikan zebra, Danio rerio. Penelitian dilakukan selama tujuh bulan. Enam pakan perlakuan yang sama kandungan protein (39%) dan sama kandungan kalori (3200 kkal/kg feed) dengan kandungan asam lemak esensial yang berbeda yaitu 0,66% n-3, 1,03% n-3, 1,50% n-3, 2,04% n-3 dikombinasikan dengan 1,03% n-6, 1,04% n-6, 1,05% n-6, 1,98% n-6, dan 2,04% n-6; diberikan kepada induk ikan zebra. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation. Selama masa pemeliharaan, stadia kematangan gonad diperiksa secara teratur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan dengan kandungan asam lemak esensial yang berbeda mempengaruhi secara statistik kandungan kimia tubuh induk, telur dan larva. Pakan dengan kandungan asam lemak esensial yang berbeda juga berpengaruh terhadap nilai gonado somatik indeks, fekunditas, ukuran dan volume telur, derajat pembuahan, derajat penetasan, dan persentase larva abnormal. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pakan uji terbaik untuk meningkatkan kinerja reproduksi ikan zebra adalah pakan uji yang mengandung 1,03% asam lemak esensial n-3 dalam pakan yang dikombinasikan 2,04% asam lemak esensial n-6. Kata kunci : Asam lemak esensial, kinerja reproduksi, ikan zebra, Danio rerio 19

39 ABSTRACT A series of experiment had been conducted to determine the dietary essential fatty acid for reproduction of broodstock zebrafish, Danio rerio. The experiment had been carried out for consecutive seven months. Six isonitrogenous (39%) and isocaloric (3,200 kcal digestible energy/kg diet) practical diets, with different levels of essential fatty acid (0,66% n-3, 1,03% n-3, 1,50% n-3, 2,04% n-3 combined respectively with 1,03% n-6, 1,04% n-6, 1,05% n-6, 1,98% n-6, and 2,04% n-6) were fed to zebrafish broodstock. Fish were fed at satiation using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of essential fatty acid affected the chemical content, gonad somatic index, fecundity, egg size, hatching rate, fertilization rate, and total number of normal larvae. The results showed that the best test feed; 1,03% n-3 fatty acids in the diet combined respectively with 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of zebrafish. Key words: Essential fatty acid, reproductive performance, zebrafish, Danio rerio 20

40 PENDAHULUAN Budidaya perikanan merupakan suatu kegiatan pemeliharaan organisme akuatik dalam lingkungan yang terkontrol dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu faktor pembatas utama pada kegiatan pemeliharaan ikan hias, khususnya kegiatan budidaya perikanan skala massal, adalah ketidaktentuan dan bervariasinya mutu reproduksi induk. Keterbatasan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perbaikan pada beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah dengan melalui perbaikan nutrisi induk. Sebagaimana pada vertebrata lain, menurut Izquierdo et al.(2001) perbaikan nutrisi pada pakan induk ikan akan berpengaruh positif tidak hanya pada kualitas telur dan sperma tetapi juga terhadap mutu dan jumlah benih yang dihasilkan. Salah satu upaya awal untuk membuat pakan khusus untuk induk adalah dengan membuat suatu formula dasar pelet induk yang kandungan nutrisinya sesuai dengan kebutuhan reproduksi ikan. Keberadaan dan komposisi nutrien berupa asam lemak dalam pakan induk merupakan faktor utama yang berperan penting bagi keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup larva (Meinelt et al., 2004). Asam lemak esensial linoleat (18:2n-6) dan linolenat (18:2n-3) dalam pakan ikan merupakan faktor utama yang berperan penting bagi keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup larva. Oleh karena itu, maka pengaturan komposisi kedua jenis asam lemak di dalam pakan ini diharapkan dapat memperbaiki mutu reproduksi ikan. Kebutuhan akan asam lemak masing-masing spesies ikan berbeda, terutama dihubungkan dengan habitatnya. Ikan yang hidup di laut lebih memerlukan asam lemak n-3 dibandingkan ikan yang hidup di air tawar. Sedangkan ikan air tawar lebih membutuhkan asam lemak n-6 atau campuran asam lemak n-3 dan n-6. Penurunan mutu reproduksi pada ikan dapat disebabkan antara lain karena pengaruh dari ketidakseimbangan nutrien pada sistem jalur aksi hormonal endokrin atau disebabkan oleh kurangnya ketersediaan komponen biokimia tertentu pada salah satu fase proses reproduksi. Asam lemak esensial untuk ikan air tawar, yaitu asam 21

41 lemak rantai panjang n-3 dan n-6, setelah melewati proses pencernaan antara lain akan menghasilkan prostaglandin (Lehninger, 2003). Prostaglandin yang diturunkan dari asam lemak tidak jenuh tersebut, merupakan salah satu pengatur kerja hormon termasuk diantaranya adalah hormon-hormon reproduksi yang antara lain meliputi produksi hormon-hormon steroid dan perkembangan gonad. Dengan demikian keberadaan asam lemak rantai panjang dalam pakan ikan yang merupakan salah satu bahan penyusun prostaglandin akan sangat berpengaruh terdapat terbentuk atau tidaknya prostaglandin yang pada proses selanjutnya akan mempengaruhi penampilan reproduksi induk ikan. Penelitian ini menggunakan ikan zebra (Danio rerio) sebagai hewan uji, karena memiliki karakter biologi yang sesuai untuk mendukung penelitian reproduksi, diantaranya interval regenerasi pendek, telur transparan, mudah untuk dipijahkan, serta mudah dalam pemberian pakan (Maack & Segner, 2004). Ikan zebra termasuk dalam famili ikan Cyprinidae, dimana famili Cyprinidae adalah salah satu golongan ikan yang dikenal luas di kalangan pembudidaya ikan, baik sebagai ikan hias maupun ikan konsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji peran dan hubungan peran asam lemak esensial n-3 dan n-6 proses reproduksi ikan zebra; 2) menentukan dosis optimal kombinasi asam lemak esensial n-3/n-6 dalam pakan untuk memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra; Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peran asam lemak esensial n-3 dan n-6 dalam proses reproduksi serta menemukan dosis optimal kombinasi asam lemak esensial dalam pakan buatan untuk kebutuhan reproduksi induk ikan zebra. Hasil penelitian ini akan dijadikan acuan dalam penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pembuatan formula pakan induk untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil. 22

42 TINJAUAN PUSTAKA Lemak menurut hasil dari berbagai penelitian merupakan komponen yang sangat penting baik bagi pertumbuhan maupun reproduksi. Asam lemak berperan dalam memelihara struktur dan fungsi membran sel, selain sebagai sumber energi. (Watanabe, 1988). Asam lemak esensial adalah bagian lipid yang tidak dapat disintesis oleh tubuh (Hepher, 1990; Lehninger, 2003). Lemak pada pakan berfungsi sebagai sumber energi dan asam lemak esensial, memelihara integritas membran sel, membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak serta untuk mempertahankan daya apung tubuh (NRC, 1983). Lemak yang ditambahkan dalam pakan harus mengandung asam lemak yang tidak dapat disintesis tubuh yaitu asam lemak esensial. Pakan induk yang kekurangan asam lemak esensial menghasilkan laju pematangan gonad yang rendah, Watanabe et al. (1984b) mengemukakan bahwa proporsi lemak yang relatif rendah dengan n-3 Highly Unsaturated Fatty Acid (HUFA) tinggi dapat meningkatkan kematangan gonad. Induk red sea bream diberikan pakan dengan kandungan lemak 10% (18,5% n-3 HUFA), 11%(29,6% n-3 HUFA), dan 16% (22,7% n-3 HUFA). Hasil terbaik didapat pada pemberian lemak 11% (29,6% n-3 HUFA) dengan derajat penetasan telur terbaik 93,9% dan larva normal 97,6%. Sedangkan nilai terendah diperoleh pada pemberian lemak 16% (22,7% n-3 HUFA). Asam lemak pada tubuh ikan merupakan salah satu senyawa fosfolipid membran sel. Sifat fluiditas dari membran sel ini dipengaruhi oleh komposisi asam lemak penyusunnya, termasuk keseimbangan antara asam lemak jenuh dan tak jenuh (Bell et al., 1986). Asam lemak esensial, asam lemak non-esensial, gliserol dan fosfat adalah komponen penyusun fosfolipid (Bhagavan, 1982). Menurut NRC (1977), keberadaan asam lemak tidak jenuh dalam pakan induk seperti linoleat dan linolenat memang diperlukan. Hasil penelitian Watanabe et al. (1984ab) menunjukkan bahwa induk yang mendapatkan makanan yang kekurangan asam lemak esensial akan menghasilkan telur dengan derajat tetas telur yang rendah dan sebagian besar larva yang dihasilkan abnormal. Dalam perkembangan embrio 23

43 selain sebagai sumber energi asam lemak esensial mempunyai peranan penting sebagai penyusun struktur membran sel dan prekursor prostaglandin (Leray et al., 1985). Ikan sparus aurata L. yang diberikan pakan 1,6% n-3 HUFA selama 3 minggu, secara nyata dapat menghasilkan telur dengan kualitas yang lebih baik. Pemberian pakan dengan asam lemak n-3 HUFA dapat meningkatkan kadar C20:5n-3 dalam telur yang selanjutnya meningkatkan jumlah telur yang dibuahi, jumlah telur yang menetas dan kehidupan larva (Palacios et al., 1995). Semua ikan memerlukan asam lemak esensial dalam jumlah dan jenis yang berbeda-beda (Furuichi, 1988). Berdasarkan habitatnya ikan yang hidup di laut lebih memerlukan asam lemak n-3 terutama dalam bentuk 20:5n-3 dan 22:6n-3. Sedangkan kebutuhan asam lemak esensial pada ikan air tawar daerah tropik dapat dipenuhi dari asam lemak linoleat (18:2 n-6) (Hepher, 1990). Kebutuhan asam lemak esensial berbeda-beda tergantung kepada jenis ikan dan habitat ikan. Ikan mas membutuhkan 1,0% asam lemak linoleat (18:2 n-6) dan 1,0% asam lemak linolenat (18: 3 n-3) untuk pertumbuhan. Tilapia zillii membutuhkan 1,0% asam lemak linoleat atau 1,0% asam lemak n-6 (20:4n-6), sedangkan Tilapia nilotica hanya membutuhkan asam lemak linoleat sebanyak 0,5% (Furuichi, 1988). Dari penelitian Meinelt et al. (1999) dapat diketahui bahwa ikan zebra termasuk kedalam tipe ikan air tawar yang membutuhkan n-6 yang lebih besar. Pemberian pakan pada induk ikan zebra yang mengandung 1,58 % n-3 dan 4,19 % n-6 dengan kadar lemak pakan 10,62 %, secara nyata menghasilkan derajat pembuahan telur tertinggi. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa beberapa ikan air tawar tropik mempunyai kemampuan untuk mengkonversikan asam-asam lemak tadi menjadi asam lemak berantai karbon panjang C20 dan C22 dengan jalan memperpanjang rantai karbon dan desaturasi (Lovell, 1989). Kualitas dan kuantitas asam lemak dapat ditentukan berdasarkan sumber lemak dalam pakan. Sumber lemak yang berbeda akan menghasilkan asam lemak yang berbeda pula, sehingga pemilihan sumber lemak yang sesuai penting untuk 24

44 dilakukan. Beberapa sumber lemak nabati dan hewani yang sering digunakan adalah minyak ikan, beef tallow, minyak kedelai, minyak jagung, minyak biji bunga matahari dan minyak kelapa. Minyak yang umumnya dipakai adalah minyak ikan cod, hering, salmon, menhaden, tuna dan caplin. Minyak jagung mengandung asam lemak linoleat yang tinggi yaitu 53%, sedangkan minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh yang tinggi yaitu 88% (Linder, 1992). Asam lemak esensial dibutuhkan untuk proses reproduksi, baik untuk pembentukan gonad maupun pematangan gonad. Fase utama dalam proses pembentukan gonad atau oogenesis adalah vitellogenesis. Vitellogenesis adalah proses induksi dan sintesis vitellogenin di hati serta penyerapan vitellogenin yang terbawa dalam aliran darah ke dalam oosit. Vitellogenin adalah bakal kuning telur yang merupakan komponen utama dari oosit yang sudah tumbuh dan dihasilkan di hati. Aktivitas vitellogenesis ini menyebabkan nilai HSI dan GSI ikan meningkat (Yaron, 1995). 25

45 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat bahan pakan dan pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan. Analisis asam lemak dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu, sedangkan pemeliharaan dan pemijahan ikan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan preparat histologis dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Foto perkembangan embrio dilakukan di Laboratorium Pembenihan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ikan Uji Ikan yang digunakan sebagai induk prasalin adalah calon induk ikan zebra yang belum pernah memijah. Ikan ini berasal dari petani ikan hias Depok, Jawa Barat dengan umur sekitar 25 hari serta memiliki bobot awal berkisar antara ,154 g/ekor. Pakan Uji Pakan uji yang digunakan merupakan pakan isoprotein dan isoenergi yang dibuat dalam bentuk pasta dengan kadar protein 39,63%-40,0%, energi dapat dicerna 313,28-326,17 kkal/100 g serta rasio energi protein 7,85-8,20. Komposisi pakan yang digunakan didasarkan pada kebutuhan nutrisi ikan Cyprinidae untuk tumbuh dan melakukan reproduksi yang merupakan modifikasi dari SNI: Bahanbahan penyusun pakan terdiri atas tepung ikan sebagai sumber protein hewani dan 26

46 tepung kedelai sebagai sumber protein nabati. Tepung pollard dipergunakan sebagai sumber karbohidrat. Sumber lemak dan asam lemak berasal dari minyak ikan, minyak jagung dan minyak sawit. Minyak ikan digunakan sebagai sumber utama asam lemak n-3, sedangkan minyak jagung digunakan sebagai sumber utama asam lemak n-6 serta minyak sawit digunakan sebagai pelengkap jumlah lemak yang dibutuhkan. Bahan penyusun lain yaitu vitamin campuran; mineral campuran dan tapioka, yang berfungsi sebagai pengikat. Tabel 2 Komposisi pakan dari tiap perlakuan Komponen Pakan Perlakuan Asam lemak n-3 ; Asam Lemak n-6 (%) A (0 ; 1) B (1 ; 1) C (2 ; 1) D (0 ; 2) E (1 ; 2) F (2 ; 2) Tepung ikan 31,0 31,0 31,0 31,0 31,0 31,0 Kedelai 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 Pollard 19,5 19,5 19,5 19,5 19,5 19,5 Minyak jagung 1 1,4 1,4 1,4 3,3 1,0 2,3 Minyak ikan 1 0,0 1,0 3,8 0,0 3,3 3,2 Minyak sawit 1 4,1 3,1 0,3 2,2 1,2 0,0 Vitamin mix 2 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 Mineral mix 3 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 Tapioka 10,0 10,0 10,0 10,0 10,0 10,0 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Keterangan: 1. Sumber asam lemak n-3 dan n-6 2. Takeuchi, Takeuchi, 1988 Sebelum pakan dibuat, bahan penyusun pakan seperti tepung ikan, tepung kedelai dan pollard dianalisa terlebih dahulu. Begitu juga pakan yang telah dibuat kemudian dianalisis proksimat dan asam lemak. Analisis proksimat dilakukan sesuai dengan Takeuchi (1988); terdiri atas analisis protein, lemak, serat kasar, kadar abu dan kadar air. Pengujian asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 dilakukan menggunakan gas liquid chromatography (GLC) dengan silica capillary column (GC- 15A, Shimadzu Corp., Japan) sesuai dengan metode Takeuchi (1988). Komposisi pakan selengkapnya disajikan pada Tabel 2 di atas. Komposisi proksimat dan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 disajikan pada Tabel 3 berikut. 27

47 Tabel 3 Komposisi proksimat dan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 pakan percobaan (% bobot kering) Perlakuan Asam lemak n-3 ; Asam Lemak n-6 (%) A (0, 1) B (1, 1) C (2, 1) D (0, 2) E (1, 2) F (2, 2) Proksimat Protein kasar 40,00 39,69 39,63 39,79 39,99 39,90 Lemak kasar 10,55 10,38 10,49 10,30 10,15 10,19 Kadar abu 35,45 36,12 36,41 8,52 8,39 8,51 Karbohidrat 9,00 8,81 8,47 41,39 41,47 41,40 DE (kkal/100g) * 314,10 313,28 314,68 326,17 325,86 325,69 C/P 7,85 7,89 7,94 8,20 8,15 8,16 Asam lemak n-3 0,66 1,03 2,04 0,66 1,03 1,50 Asam lemak n-6 1,05 1,04 1,03 2,04 2,04 1,98 Keterangan : DE = digestible energi yang diperhitungkan dari 1 g protein = 3,5 kkal; 1 g lemak = 8,1 kkal;1 g karbohidrat = 2,5 kkal (NRC, 1983) Rancangan Perlakuan Penelitian tahap pertama ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Sebagai perlakuan adalah penambahan asam lemak esensial n-3 dan n-6 sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kombinasi asam lemak esensial n-3 dan n-6 tiap perlakuan (%) Dosis Asam Lemak n-6 (%) dan Asam Lemak n-6 (%) Perlakuan A 0% n-3, 1% n-6 Perlakuan B 1% n-3, 1% n-6 Perlakuan C 2% n-3, 1% n-6 Perlakuan D 0% n-3, 2% n-6 Perlakuan E 1% n-3, 2% n-6 Perlakuan F 2% n-3, 2% n-6 Pemeliharaan Ikan Uji Wadah pemeliharaan berupa akuarium berukuran 60 x 50 x 40 cm sebanyak 18 buah akuarium yang dilengkapi dengan sistem resirkulasi untuk setiap set penelitian. Sebelum digunakan, akuarium beserta tandon berkapasitas 2 ton dibersihkan dan dipersiapkan terlebih dahulu. Pada awal pemeliharaan dilakukan analisis kualitas air media pemeliharaan. Untuk menjaga kualitas air tetap baik maka setiap hari dilakukan penyiponan, yaitu pada pagi hari sebelum pakan diberikan. 28

48 Pemeliharaan ikan zebra dilakukan dengan kepadatan 25 ekor dalam setiap akuariumnya. Selama pemeliharaan, ikan zebra diberi pakan dalam bentuk pasta secara at satiation dengan frekuensi pemberian 4 kali sehari, yaitu pada jam 07.00, 11.00, dan WIB. Ikan zebra dipelihara sampai siap memijah. Untuk mengetahui perkembangan kematangan gonadnya maka dilakukan sampling bobot dan GSI sebanyak 3 ekor/ulangan. Pemijahan dilakukan pada saat ikan zebra telah siap memijah. Induk betina telah siap untuk dipijahkan apabila nilai GSI sudah di atas 20% dan umumnya juga memiliki ciri ukuran perut yang lebih besar dan bila disentuh bagian anal akan terasa lembek. Apabila ada induk betina yang siap memijah dari setiap perlakuan, maka induk tersebut dipindahkan ke akuarium pemijahan. Wadah pemijahan berupa akuarium berukuran 15 x 15 x 20 cm sebanyak 24 buah untuk setiap set penelitian. Untuk setiap akuarium pemijahan diberi 1 induk jantan dan 1 induk betina per akuarium. Setiap perlakuan diambil 3 ekor betina untuk dipijahkan. Adapun langkah-langkah persiapan akuarium pemijahan, adalah sebagai berikut : 1. Akuarium dibersihkan terlebih dahulu, menggunakan larutan desinfektan (kaporit). 2. Setiap akuarium diisi air setinggi cm. 3. Dasar akuarium diberi kain saringan dengan mata jaring 1 mm. 4. Setiap akuarium diisi sepasang induk yang siap memijah. Induk betina dimasukkan terlebih dahulu yaitu pada pagi hari kemudian induk jantan dimasukkan pada sore hari. Pemijahan biasanya terjadi pada pagi hari berikutnya, yaitu pukul WIB. Ketika induk selesai memijah, maka induk jantan dan betina harus segera dipisahkan dan dipindahkan dari akuarium pemijahan, agar tidak memangsa telur yang ada di dasar akuarium. Setiap akuarium yang berisi telur, diberi methylen blue untuk mencegah tumbuhnya jamur. 29

49 Fekunditas induk dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah telur per pemijahan. Sepuluh butir telur untuk setiap ulangan diambil dan diukur diameter telurnya dengan menggunakan mikroskop. Setelah telur menetas (48 72 jam), maka dihitung jumlah larva untuk mengetahui hatching rate telur tersebut. Larva yang telah menetas dari setiap ulangan perlakuan, dipelihara di dalam akuarium penetasan. Selama pemeliharaan, larva tidak diberi pakan. Setelah 3 hari yaitu ketika kuning telur habis, jumlah larva dihitung sehingga dapat diketahui suvival rate larva yang diberi perlakuan. Analisis kualitas air dilakukan pada awal dan akhir masa pemeliharaan, yaitu akuarium pemeliharaan dan tandon. Analisis kualitas air terdiri atas analisis oksigen terlarut (DO), ph, suhu, amoniak, kesadahan dan alkalinitas. Suhu, DO dan ph diukur langsung dengan menggunakan alat DO meter, alkalinitas menggunakan spektrofotometer, sedangkan amoniak dan kesadahan diukur menggunakan metode titrasi. Parameter Uji Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Kandungan Lemak, Protein dan Asam Lemak Parameter kandungan lemak, protein dan asam lemak dilakukan pada tubuh ikan, telur serta larva. Analisis proksimat dilakukan sesuai dengan Takeuchi (1988); terdiri atas analisis protein, lemak, serat kasar, kadar abu dan kadar air. Pengujian asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 dilakukan menggunakan gas liquid chromatography (GLC) dengan silica capillary column (GC-15A, Shimadzu Corp., Japan). 30

50 Gonad Somatik Indeks Penilaian perkembangan gonad yang hanya berdasarkan pada ciri-ciri morfologi saja adalah subyektif dan kurang informatif karena hanya menerangkan secara kualitatif. Padahal dalam perkembangan gonad tadi selain perkembangan secara mofologi, di dalamnya terdapat perkembangan telur dan sejalan dengan ini terjadi perkembangan berat gonad. Keterangan perkembangan telur dan berat gonad ini dapat memberi informasi tambahan yang dapat dijabarkan secara kuantitatif dengan rumus sebagai berikut: Lama Pematangan Telur GSI (%) = Bobot gonad (g) x100% Bobot tubuh (g) Lama pematangan telur dihitung dari umur ikan pada saat mencapai kematangan gonad atau ikan sudah siap untuk dipijahkan. Ikan sudah siap untuk dipjahkan apabila nilai GSI sudah di atas 20%., ukuran perut yang lebih besar dan bila disentuh bagian anal akan terasa lembek. Fekunditas Fekunditas merupakan jumlah telur per satuan berat atau panjang (Effendie, 1997), dari nilai fekunditas secara tidak langsung dapat diduga jumlah anak ikan yang akan dihasilkan. Diameter Telur Jumlah telur yang diovulasi Fekunditas (butir/g induk) = Bobot induk (g) Diameter telur diukur dengan menggunakan mikrometer yang diletakan di lensa okuler. Pengukuran dengan mikrometer dipengaruhi oleh pembesaran lensa objektif. Diameter telur diukur pada bagian yang terpanjang dari telur dengan perhitungan sebagai berikut: x DT = y x

51 Keterangan : DT = Diameter telur (mm) x = Nilai diameter telur yang diamati dengan mikroskop y = Nilai perbesaran Volume Kuning Telur Volume kuning telur dihitung sesuai dengan metode Heming & Buddington (1988) sebagai berikut : Keterangan : V = ( π/6 ) LH 2 V = volume kuning telur (mm 3 ) L = diameter memanjang (mm) H = diameter melebar (mm) Cara pengukuran panjang dan lebar kuning telur : Lebar Panjang Laju Penyerapan Kuning Telur Laju penyerapan kuning telur dihitung sesuai dengan metode Polo et al. (1991) sebagai berikut: (ln Vo ln Vt ) LPKT = t Keterangan : LPKT = Laju penyerapan kuning telur ( mm3/ jam) Vo = Volume kuning telur pada awal percobaan (mm3) Vt = Volume kuning telur pada saat ke-t (mm3) t = Periode pengamatan 32

52 Derajat Pembuahan Telur Derajat pembuahan telur adalah persentase jumlah telur yang dibuahi dari jumlah telur yang diinkubasi yang dapat ditentukan pada saat stadium morula, dengan rumus perhitungan sebagai berikut (Woynarovich & Horvath, 1980) : Jumlah telur yang dibuahi Fertilizat ion Rate(%) = 100% Jumlah total telur Derajat Tetas Telur Derajat penetasan (hatching rate) adalah persentase jumlah embrio yang menetas dari jumlah telur yang telah dibuahi. Perhitungan derajat penetasan ditentukan setelah penetasan telur seluruhnya dengan perhitungan rumus sebagai berikut : Jumlah telur yang menetas Hatching Rate(%) = 100% Jumlah telur yang ditetaskan Kecepatan Waktu Embriogenesis Waktu yang dibutuhkan untuk embriogenesis dari masing-masing perlakuan dihitung untuk setiap perlakuan. Sepuluh telur diambil dari akuarium yang berbeda perlakuan untuk pengamatan yang disebar kedalam cawan petri untuk mengamati embriogenesis dengan menggunakan mikroskop. Setiap tahap perkembangannya difoto untuk dokumentasi perubahan bentuk masing-masing stadium terutama stadium stadium tertentu, sepeti cleavage, morulasi, blastulasi, gastrulasi dan organogenesis sampai telur menetas Survival Rate Larva Tingkat kelangsungan hidup larva dihitung dengan menggunakan rumus: Jumlah ikan akhir pemeliharaan Survival Rate (%) = 100% Jumlah ikan awal pemeliharaan 33

53 Persentase Larva Abnormal Persentase larva abnormal dihitung dengan menggunakan rumus: Σ Ikan yang abnormal PLA = x100% Σ Ikan total Analisis Data Penelitian ini menggunakan desain penelitian Anova dengan 6 perlakuan dan tiga ulangan. Apabila ada perbedaan antar perlakuan, dilakukan analisis tingkat lanjut dengan uji Duncan. Sedangkan untuk data kadar asam lemak serta histologi kematangan gonad disajikan secara deskriptif eksploratif. Parameter yang dianalisis adalah kandungan lemak, protein dan asam lemak, GSI, lama pematangan telur, fekunditas, volume telur, laju penyerapan kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat tetas telur, kecepatan waktu embriogenesis, tingkat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal. 34

54 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Lemak, Protein dan Asam Lemak dari Tubuh, Telur, dan Larva Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 pada pakan induk berperan dalam penyusunan kandungan asam lemak, lemak, dan protein tubuh, telur, dan larva ikan zebra. Pemeliharaan induk ikan yang diberi pakan perlakuan selama 4 minggu menghasilkan data berupa kadar lemak, protein dan asam lemak dari tubuh ikan, telur, serta larva. disajikan pada Tabel 5. Hasil selengkapnya Tabel 5 Kandungan lemak, protein dan asam lemak pada tubuh induk, telur, dan larva ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Perlakuan Komposisi Induk Telur Larva Lemak (%) 14,65 15,43 14,95 A (0,66% n-3; 1,05% n-6) Protein (%) 55,94 56,92 57,32 Asam Lemak n-3 (% Area) 11,46 13,52 12,04 Asam Lemak n-6 (% Area) 4,83 5,86 5,31 Lemak (%) 16,81 21,25 19,28 B (1,03% n-3; 1,04% n-6) Protein (%) 57,36 60,42 58,21 Asam Lemak n-3 (% Area) 12,82 14,43 14,18 Asam Lemak n-6 (% Area) 7,63 9,26 8,96 Lemak (%) 14,82 22,07 20,42 C (2,04% n-3; 1,03% n-6) Protein (%) 56,84 61,65 59,05 Asam Lemak n-3 (% Area) 10,23 14,34 10,13 Asam Lemak n-6 (% Area) 7,83 11,31 8,79 Lemak (%) 16,70 16,08 14,75 D (0,66% n-3; 2,04% n-6) Protein (%) 56,32 56,54 56,22 Asam Lemak n-3 (% Area) 10,47 14,21 12,78 Asam Lemak n-6 (% Area) 7,06 8,86 7,39 Lemak (%) 19,73 29,68 25,47 E (1,03% n-3; 2,04% n-6) Protein (%) 59,13 66,81 63,43 Asam Lemak n-3 (% Area) 11,58 17,07 12,81 Asam Lemak n-6 (% Area) 8,46 10,45 8,02 Lemak (%) 15,03 29,74 21,68 F (1,50% n-3; 1,98% n-6) Protein (%) 56,84 61,21 59,57 Asam Lemak n-3 (% Area) 9,85 15,12 11,29 Asam Lemak n-6 (% Area) 8,17 11,79 9,07 35

55 Kadar lemak dan asam lemak dari tubuh induk, telur dan larva pada penelitian ini paralel dengan kandungan asam lemak dalam pakan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Watanabe et al. (1984ab), Leray et al. (1985), Meinelt et al. (1999), Mokoginta et al. (2000), serta Maack & Segner (2004). Secara umum pemberian pakan perlakuan dengan kadar asam lemak n-3 yang rendah yaitu 0,66% pada pakan A dan pakan D akan menghasilkan kandungan asam lemak esensial yang rendah pula pada dari tubuh induk, telur dan larva (Tabel 5). Kandungan asam lemak esensial pada tubuh induk, telur dan larva akan naik sejalan dengan kenaikan kandungan asam lemak pakan, kemudian akan menurun kembali setelah nilai maksimal kandungan asam lemak tercapai. Pakan perlakuan C dan F dengan kandungan asam lemak n-3 yang tinggi (2,04% dan 1,5%) menghasilkan kandungan asam lemak esensial yang lebih rendah dibandingkan perlakuan B dan perlakuan E yang mengandung asam lemak n-3 sebesar 1,03%. Pakan perlakuan dengan kadar asam lemak n-6 yang rendah yaitu 1,03% pada perlakuan A, B, dan perlakuan C akan menghasilkan induk, telur, dan larva dengan kandungan asam lemak esensial yang lebih rendah dibandingkan induk ikan yang diberi pakan perlakuan dengan mengandung asam lemak n-6 yang lebih tinggi yaitu 2,04% seperti pada perlakuan D, E, dan perlakuan F. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk ikan zebra kebutuhan asam lemak n-6 lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan asam lemak n-3. Pakan perlakuan A, D, E, F dengan asam lemak n-6 pada pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak n-3 ternyata menghasilkan induk, telur, dan larva dengan kandungan asam lemak n-3 yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak n-6. Hal ini sejalan dengan penelitian Meinelt et al. (1999), Mokoginta et al. (2000), serta Maack & Segner (2004) yang menunjukkan bahwa afinitas asam lemak n-3 lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak n-6. Data pada Tabel 5 menginformasikan bahwa pakan dengan 1,03 % asam lemak n-3 dan 2,04 % n-6 menghasilkan kadar lemak dan protein tubuh yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Menurut Takeuchi (1996), ikan-ikan 36

56 yang mengalami kekurangan asam lemak esensial memperlihatkan gejala kadar protein tubuh yang rendah. Gejala yang sama juga dapat terjadi pada pakan yang terlalu tinggi asam lemaknya. Kondisi ini terdapat pada tubuh ikan yang mendapat pakan perlakuan A (0,66% asam lemak n-3 dan 2,04% n-6) dan perlakuan F (1,5% asam lemak n-3 dan 1,98% n-6). Tingginya kadar air bebas pada kadar protein tubuh yang rendah dimungkinkan karena sifat molekul air yang dapat diikat oleh molekul polar seperti protein dan tidak dapat diikat oleh molekul non polar seperti lemak, sehingga molekul air yang terikat menjadi rendah. Setaiap seri asam lemak diketahui berkompetisi untuk sistem enzim yang sama dan afinitas menurun dari seri asam lemak n-3 ke n-6 hingga n-9 (Mayes, 2003). Penyimpanan asam lemak pada telur merupakan merupakan akumulasi vitelogenin dari hasil vitelogenesis. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa selama proses vitelogenesis, asam lemak yang disimpan disesuaikan dengan kebutuhan embrio ikan zebra. Asam lemak esensial yang disimpan dibatasi sampai jumlah tertentu, yang ditunjukkan oleh menurunnya kandungan asam lemak meskipun kadar asam lemak pakan bertambah. Kadar asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan induk juga mempengaruhi besarnya kadar lemak telur dan larva. Tabel 5 di atas memperlihatkan bahwa kadar lemak tertinggi telur diperoleh pada perlakuan E (1,03 % asam lemak n-3 dan 2,04 % n-6) dan terendah adalah pada perlakuan A (0,66 % asam lemak n-3 dan 1,05 % n-6). Kamler (1992) mengatakan bahwa bahan penyusun struktur butiran lemak dan butiran kuning telur adalah lemak. Selain itu lemak juga merupakan bahan yang menyusun fosfolipid yang ditimbun dalam sitoplasma dan kutub anima telur. Tingginya kadar lipid dapat meningkatkan fosofolipid dalam sitoplasma yang pada akhirnya dapat meningkatkan kandungan energi telur sebagaimana tergambar pada hasil penelitian ini (Tabel 5). Keberadaan lemak dan asam lemak yang cukup di dalam telur dan larva ikan penting untuk digunakan dalam proses perkembangan selanjutnya. 37

57 Gonado Somatik Indeks, Gonado Somatik Indeks Salin dan Lama Pematangan Telur Hasil pengaruh perbedaan konsentrasi asam lemak n-3 maupun asam lemak n-6 pada pakan perlakuan yang diberikan kepada ikan zebra terhadap nilai GSI, GSI S dan lama pematangan telur disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai gonado somatik indeks (GSI), gonado somatik indeks salin (GSI S ) dan lama pematangan telur (LPT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Perlakuan GSI (%) GSI Salin (%) LPT (hari) A (0,66% n-3; 1,05% n-6) 15,97±8,98 a 13,31±2,72 a 53,0±0,0 a B (1,03% n-3; 1,04% n-6) 12,43±5,37 a 18,11±1,41 b 53,0±0,0 a C (2,04% n-3; 1,03% n-6) 13,02±7,79 a 16,31±0,58 b 53,0±0,0 a D (0,66% n-3; 2,04% n-6) 23,64±4,54 b 10,00±0,86 a 53,0±0,0 a E (1,03% n-3; 2,04% n-6) 25,43±1,96 b 16,90±0,38 b 53,0±0,0 a F (1,50% n-3; 1,98% n-6) 34,79±4,90 b 13,95±0,13 b 53,0±0,0 a Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05) Nilai gonado somatik indeks (GSI) rata-rata induk ikan uji tidak berbeda pada pakan yang diberi penambahan asam lemak n-3 pada kandungan asam lemak n-6 konsentrasi 1,03%-1,05% (perlakuan A, B, dan perlakuan C); tetapi nilai GSI lebih tinggi pada kandungan asam lemak n-6 sebesar 1,98%-2,04% (perlakuan D, E, dan perlakuan F). Pakan uji dengan kandungan asam lemak n-3 yang rendah pada pakan uji A dan pakan uji D memiliki nilai GSI Salin yang rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa perbedaan kandungan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 tidak berpengaruh terhadap lama pematangan telur pada semua perlakuan. Pengamatan terhadap kondisi perkembangan gonad secara histologis dilakukan seminggu sekali. Tahap-tahap perkembangan gonad ikan zebra setiap minggunya dapat dilihat pada Gambar 3. Pada usia 25 hari oosit belum terbentuk, didominasi oogonium (Og), sedangkan warna masih transparan. Setelah umur 32 hari, oosit (Os) telah terbentuk, ukuran sel telur terlihat tidak seragam, inti sel/nukleus (N) masih di tengah. 38

58 Pada usia 39 hari, ukuran sel telur (Os) membesar, tidak seragam, beberapa inti (N) mulai terlihat menepi. Kemudian pada saat umur ikan telah mencapai 46 hari, beberapa ootid (Ot) membentuk sel telur/ovum (Ov),sementara yang lain masih dalam bentuk oosit. Ikan uji mulai matang gonad dan siap dipijahkan pada umur 53 hari, yang dalam hal ini sel telur (Ov) telah matang dan siap dikeluarkan. Ikan yang telah mengalami tahap matang gonad tetapi tidak dipijahkan akan mengakibatkan jumlah sel (Ov) telur berkurang sebagaimana terlihat pada ikan umur 60 hari. S Os Og Umur 25 Hari N Umur 32 Hari Oot Oo OVt Umur 39 Hari Umur 46 Hari OV Umur 53 Hari Umur 60 Hari Gambar 3 Histologi gonad. Pewarnaan HE OV 39

59 Pada penelitian ini nilai gonado somatik indeks semakin tinggi sejalan dengan tingginya kadar asam lemak n-6 di dalam pakan. Nilai GSI ini berbeda dengan nilai GSIs, dimana pada induk yang telah mengalami masa salin dan mendapat pakan dengan kadar asam lemak n-3 kurang (0,66%) yaitu pada perlakuan A dan D memiliki nilai GSIs yang rendah. Adanya perbedaan ini dimungkinkan karena kondisi induk yang berbeda. Induk yang digunakan untuk pengukuran GSI adalah induk yang memijah pertama kali, sedangkan nilai GSIs diperoleh dari induk yang sama tetapi telah mengalami masa salin. Hal yang sama terlihat dari pernyataan Tang dan Affandi (2000) serta Maack & hasil penelitian Segner (2004), bahwa pengaruh asam lemak esensial terhadap GSI berbeda pada ikan yang dipijahkan pertama kali dengan ikan yang sudah mengalami pemijahan lebih dari sekali. Umumnya semakin besar nilai gonado somatik indeks ikan, semakin tinggi tingkat kematangan gonadnya dan mencapai nilai tertinggi pada saat akan terjadi pemijahan. Hasil penelitian ini sebagaimana terlihat pada Tabel 6 membuktikan bahwa kandungan asam lemak esensial yang rendah pakan perlakuan A dan D yaitu n- 3 sebesar 0,66% pada ikan yang sudah pernah memijah akan menghambat proses pematangan gonad. Asam lemak esensial pada gonad dapat digunakan untuk proses vitelogenesis, dan selanjutnya akan menentukan apakah gonad tersebut akan berkembang atau tidak. Lama pematangan telur pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh pakan perlakuan sebagaimana ditunjukkan Tabel 6 dan Gambar 3. Lama pematangan telur dihitung dari umur ikan pada saat mencapai kematangan gonad atau ikan sudah siap untuk dipijahkan. Kesamaan hasil yang diperoleh untuk parameter lama pematangan telur sejalan dengan Tang dan Affandi (2000) serta Maack & Segner (2004), yaitu karena ikan uji yang dipergunakan adalah induk muda yang baru pertama kali memijah. Selain hal tersebut, lama pematangan gonad menurut Kamler (1992) sangat dipengaruhi pula oleh ketersediaan protein dan nutrien lain. Induk muda memanfaatkan nutrien esensial seperti asam lemak tidak hanya untuk proses pematangan gonad saja, tetapi juga untuk proses pertumbuhan sel-sel somatik. 40

60 Fekunditas, Volume Telur, dan Laju Penyerapan Kuning Telur Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perbedaan kandungan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 pada pakan uji berpengaruh terhadap nilai fekunditas dan volume telur, tetapi tidak berpengaruh terhadap nilai laju penyerapan kuning telur sebagaimana disajikan pada Tabel 7. Nilai fekunditas tertinggi dicapai pada perlakuan B (1% n-3; 1% n-6) dan perlakuan E (1% n-3; 2% n-6), sedangkan volume telur terbaik diperoleh pada pakan uji B (1% n-3; 1% n-6), C (2% n-3; 1% n-6), perlakuan E (1% n-3; 2% n-6) dan F (2% n-3; 2% n-6). Pakan uji yang mengandung asam lemak n-3 paling rendah yaitu pada pakan perlakuan A (0% n-3; 1% n-6) dan pakan D (0% n-3; 2% n-6) mempunyai nilai fekunditas yang rendah dan volume telur yang paling kecil. Tabel 7 Fekunditas, volume telur dan laju penyerapan kuning telur (LPKT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Perlakuan Fekunditas (butir/g) Volume Telur (mm 3 ) LPKT(mm 3 /jam) A (0,66% n-3; 1,05% n-6) 201,33±44,37 b 0,047±0,003 a 0,07±0,04 a B (1,03% n-3; 1,04% n-6) 598,33±176,98 d 0,091±0,004 b 0,08±0,03 a C (2,04% n-3; 1,03% n-6) 129,67±62,08 b 0,089±0,003 b 0,05±0,01 a D (0,66% n-3; 2,04% n-6) 84,28±4,60 a 0,052±0,002 a 0,09±0,02 a E (1,03% n-3; 2,04% n-6) 616,53±261,14 d 0,085±0,002 b 0,04±0,02 a F (1,50% n-3; 1,98% n-6) 377,54±57,14 c 0,094±0,004 b 0,11±0,05 a Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05) Fekunditas yang tinggi pada perlakuan B (1% n-3; 1% n-6) dan perlakuan E (1% n-3; 2% n-6) diduga terkait dengan aktivitas prostaglandin dalam pembentukan butir-butir telur. Menurut Lehninger (2003) asam lemak esensial berperan dalam pembentukan prostaglandin dan prostaglandin berperan sebagai hormon yang membantu pada ovulasi yaitu saat pecahnya sel folikel. Asam-asam lemak n-3 dan n- 6 diketahui sebagai asam lemak esensial yang dapat mempengaruhi sifat fluiditas membran sel. Sifat fluiditas akan mempengaruhi aktivitas enzim pada membran (Bell et al., 1986). Adanya perubahan aktivitas enzim dapat merubah proses metabolisme sel secara keseluruhan. 41

61 Rasio asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 yang sesuai dengan kebutuhan ikan zebra akan membuat proses metabolisme berlangsung dengan baik. Begitu juga dengan proses vitellogenesis yang terjadi pada hati dan proses pembentukan butir telur akan berlangsung dengan optimal sehingga fekunditas yang dihasilkan tinggi. Kekurangan asam lemak esensial seperti pada pakan perlakuan A (0% n-3; 1% n-6) dan pakan D (0% n-3; 2% n-6) serta kelebihan asam lemak esensial seperti pada perlakuan C (2% n-3; 1% n-6) dan F (2% n-3; 2% n-6) membuat pengaruh yang negatif terhadap nilai fekunditas. Kekurangan asam lemak esensial akan mengakibatkan terganggunya proses pembentukan telur antara lain karena nutrien yang diperlukan jumlahnya tidak mencukupi, sedangkan kandungan asam lemak esensial yang berlebihan pada pakan induk akan mengakibatkan gangguan aksi hormonal karena kelebihan EPA maupun DHA akan mempengaruhi aksi pembentukan steroid dari gonadotropin pada ovary. Komposisi asam lemak penyusun akan mempengaruhi sifat fluiditas dari membran sel. Kelebihan asam lemak juga dapat berakibat pada ketidakseimbangan proporsi antara asam lemak n-3 dengan n-6 karena adanya perbedaan afinitas dari kedua asam lemak tersebut. Ketersediaan lemak yang tinggi, akan berpengaruh pada nilai diameter dan volume kuning telur sebagaimana terlihat pada induk ikan zebra yang diberi pakan perlakuan B (1% n-3; 1% n-6), pakan perlakuan C (2% n-3; 1% n-6), pakan perlakuan E (1% n-3; 2% n-6), serta pakan perlakuan F (2% n-3; 2% n-6). Diameter dan volume kuning telur ini dipengaruhi oleh proses vitelogenesis, dimana lipid berfungsi secara langsung. Proses vitelogenesis antara lain dicirikan oleh bertambah banyaknya volume sitoplasma yang berasal dari luar sel, yakni kuning telur atau disebut juga vitelogenin. Vitelogenin disintesis oleh hati dalam bentuk lipophosphoproteincalsium komplek dan hasil mobilisasi lipid dari lemak visceral. Hal ini yang menyebabkan kecilnya diameter dan volume telur ikan zebra yang diberi pakan perlakuan dengan kandungan asam lemak esensial rendah yaitu pakan perlakuan A (0,66% n-3; 1% n-6) dan pakan perlakuan D (0,66% n-3; 2% n-6). 42

62 Laju penyerapan kuning telur pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh kadar asam lemak n-3 maupun n-6 yang ditambahkan pada pakan (Tabel 7). Pada saat proses embriogenesis sebagai sumber energi utama adalah lemak, sedangkan protein walaupun memiliki kadar terbesar dalam telur tapi lebih berperan dalam pembentukan jaringan. Namun yang mempengaruhi laju penyerapan kuning telur pada saat embriogenesis adalah sebagian besar asam lemak jenuh sehingga mengakibatkan laju penyerapan telur pada semua perlakuan menjadi sama. Derajat Pembuahan Telur, Derajat Tetas Telur, dan Kecepatan Waktu Embriogenesis Perbedaan kandungan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 pada pakan uji berpengaruh terhadap nilai derajat pembuahan telur (FR) dan derajat tetas telur (HR) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 8. Pakan perlakuan B (1,03% n-3; 1,04% n-6) dan pakan perlakuan E (1,03% n-3; 2,04% n-6) memberikan hasil yang terbaik untuk parameter derajat pembuahan telur (FR) dan derajat tetas telur (HR). Sedangkan semua perlakuan mempunyai pengaruh yang sama terhadap kecepatan waktu embriogenesis (KWE). Tahapan embriogenesis selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 8 Derajat pembuahan telur (FR), derajat tetas telur (HR), dan kecepatan waktu embriogenesis (KWE) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Perlakuan FR (%) HR (%) KWE (Jam) A (0,66% n-3; 1,05% n-6) 52,45±22,90 a 61,62±17,75 a 32,0±0,0 a B (1,03% n-3; 1,04% n-6) 95,82± 3,07 c 98,18± 0,39 b 32,0±0,0 a C (2,04% n-3; 1,03% n-6) 75,06± 9,49 b 74,75± 5,81 a 32,0±0,0 a D (0,66% n-3; 2,04% n-6) 52,78± 3,65 a 49,45± 2,31 a 32,0±0,0 a E (1,03% n-3; 2,04% n-6) 94,59± 5,12 c 93,97± 2,40 b 32,0±0,0 a F (1,50% n-3; 1,98% n-6) 75,71± 2,75 b 61,89± 0,11 a 32,0±0,0 a Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05) Asam lemak esensial diketahui sebagai prekursor prostaglandin. Sedangkan pada ikan prostaglandin telah jelas berfungsi nyata dalam mempercepat ovulasi dan mengatur sinkronisasi tingkah laku memijah (Shilo dan Sarig, 1989). Jadi dapat 43

63 dikatakan bahwa keberadaan prostaglandin yang terbentuk dari asam lemak esensial menentukan keberhasilan pematangan oosit yang berhubungan dengan derajat pembuahan telur. Rendahnya derajat pembuahan telur dan derajat tetas telur disebabkan rendahnya asam lemak n-3 yang diberikan pada pakan perlakuan A (0,66% n-3; 1% n-6) dan pakan perlakuan D (0,66% n-3; 2% n-6) sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam pembelahan sel. Keberhasilan proses embriogenesis juga dapat memperlihatkan kualitas telur. Penambahan kadar asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan sampai batas tertentu akan mempengaruhi keberhasilan proses embriogenesis yang diperlihatkan dengan nilai derajat pembuahan telur dan derajat tetas telur yang tinggi. Pada penelitian ini kegagalan proses embriogenesis hanya ditemukan pada telur dari induk yang mendapat pakan yang kekurangan asam lemak esensial yaitu pakan perlakuan A (0,66% n-3; 1% n-6) dan pakan perlakuan D (0,66% n-3; 2% n-6). Pakan perlakuan B (1,03% n-3; 1,04% n-6) dan pakan perlakuan E (1,03% n- 3; 2,04% n-6) memberikan hasil yang terbaik untuk parameter derajat pembuahan telur (FR) dan derajat tetas telur (HR). Proses pengenalan antar sel dalam telur dipengaruhi oleh keberadaan prostaglandin. Telur yang defisien akan asam lemak esensial akan mengalami kegagalan dalam pembelahan yaitu pada pembelahan ke-16, 32 dan organogenesis. Pada akhirnya akan menghasilkan telur dengan derajat penetasan yang rendah (Leray et al., 1985). Parameter penelitian ini yang dapat secara langsung membuktikan hal tersebut adalah tingkat kematangan gonad, fekunditas, serta kandungan nutrien telur. Sedangkan parameter tidak langsung karena sudah ada pengaruh dari mutu sperma pejantan diantaranya adalah hatching rate dan embriogenesis. 44

64 Telur dibuahi 1 sel 2 sel 4 sel 8 sel 16 sel 32 sel Blastula Gastrula Perisai embrio Embrio Embrio Organogenesis Awal Organogenesis Ahir Larva menetas Gambar 4 Embriogenesis ikan uji zebra yang mendapat perlakuan. Pewarnaan HE 45

65 Tingkat Kelangsungan Hidup Larva dan Persentase Larva Abnormal Tingkat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal pada penelitian ini disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Tingkat kelangsungan hidup larva (SR 3 ) dan persentase larva abnormal (PLA) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Perlakuan SR 3 (%) PLA (%) A (0,66% n-3; 1,05% n-6) 86,67±11,55 a 28,89±0,60 a B (1,03% n-3; 1,04% n-6) 93,33±11,55 a 14,45±0,49 b C (2,04% n-3; 1,03% n-6) 86,67±11,55 a 13,82±1,26 b D (0,66% n-3; 2,04% n-6) 66,67±11,55 a 21,64±0,97 a E (1,03% n-3; 2,04% n-6) 80,00±20,00 a 4,45±0,39 d F (1,50% n-3; 1,98% n-6) 73,33±11,55 a 7,88±1,83 c Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05) Induk ikan yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak rendah, yaitu pakan A (0,66% n-3; 1,05% n-6) dan pakan D (0,66% n-3; 2,04% n-6); pada penelitian ini menyebabkan tingkat abnormalitas larva yang tinggi. Kekurangan asam lemak tidak jenuh esensial tersebut akan mengakibatkan terganggunya proses penyusunan membran sel yang selanjutnya akan menyebabkan abnormalitas pada larva. Abnormalitas larva juga dipengaruhi antara lain oleh ketersediaan sumber energi dan materi selama proses embriogenesis. Jumlah energi yang dikonsumsi dari kuning telur oleh embrio dan larva berkorelasi positif dengan ukuran telur, dimana diketahui bahwa cadangan nutrisi dalam telur pun akan berpengaruh pada persentase larva abnormal ikan zebra. Pemberian kadar asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan perlakuan ternyata tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup larva. Proses perkembangan awal larva menggunakan kuning telur sebagai sumber energi, karena belum ada tambahan pakan dari luar. Pada penelitian ini kandungan asam lemak n-3 dan n-6 tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup, karena sebagai sumber energi yang digunakan adalah asam lemak jenuh. Sedangkan asam lemak tidak jenuh lebih banyak berperan sebagai penyusun membran. 46

66 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kandungan asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan berperan dalam penyusunan kandungan nutrisi tubuh induk, telur dan larva ikan zebra. 2. Kekurangan atau kelebihan asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan akan mempengaruhi nilai gonado somatik indeks salin, fekunditas, ukuran dan volume telur, derajat pembuahan, derajat penetasan, dan persentase larva abnormal. Kekurangan atau kelebihan asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan tidak mempengaruhi nilai gonado somatik indeks prasalin, lama pematangan telur, laju penyerapan kuning telur, waktu embriogenesis, serta derajat kelangsungan hidup larva 3 hari. 3. Kinerja reproduksi terbaik ikan zebra pada penelitian ini adalah ikan yang diberi pakan dengan asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% dikombinasikan dengan asam lemak esensial n-6 sebesar 2,04% pada kadar lemak total pakan 10,15%. Saran Kandungan asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% dan n-6 sebesar 2,04% pada pakan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan formula pakan induk untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil. 47

67 PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio ABSTRAK Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kebutuhan vitamin E pada pakan induk ikan zebra (Danio rerio) untuk reproduksi. Empat pakan perlakuan yang isoprotein (37%) dan isokalori (3295 kcal digestible energy/kg pakan), dinamakan pakan A, B, C, dan pakan D dengan kandungan vitamin E yang berbeda diberikan kepada induk ikan zebra. Induk ikan dipelihara pada akuarium. Pakan A mengandung vitamin E terendah (9 mg vitamin E/kg pakan), sedangkan pakan B mengandung 132 mg vitamin E/kg pakan, pakan C asam mengandung vitamin E 258 mg /kg pakan, dan pakan D mengandung vitamin E 384 mg /kg pakan. Semua pakan perlakuan mempunyai kombinasi asam lemak n-3 berbanding n-6 sebesar 1:2. Ikan diberi pakan secara at satiation selama 60 hari pemeliharaan. Selama masa pemberian pakan, tingkat kematangan gonad diperiksa secara teratur. Perbedaan kandungan vitamin E pada kadar asam lemak 1,03% n-3 dan asam lemak 2,04% n-6 berpengaruh nyata secara statistik terhadap nilai diameter telur, kandungan nutrisi tubuh induk, telur, dan larva, gonado somatik indeks, lama pematangan telur, volume telur, kelangsungan hidup larva serta prosentase larva abnormal. Perbedaan kandungan vitamin E dalam pakan induk tidak berpengaruh secara statistik terhadap fekunditas, laju penyerapan kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat penetasan telur, serta lama waktu embriogenesis. Secara umum, ikan zebra prasalin maupun pasca salin membutuhkan 258 mg vitamin E/kg pakan pada pakan dengan asam lemak 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 serta kadar lemak total 8,26% untuk menghasilkan kinerja reproduksi yang terbaik. Kata Kunci: Vitamin E, penampilan reproduksi, ikan zebra Danio rerio 48

68 ABSTRACT This experiment was conducted to determine the dietary vitamin E requirement for reproduction of broodstock zebrafish Danio rerio. Four isonitrogenous (37% crude protein) and isocaloric (3,293 kcal digestible energy/kg diet) practical diets, namely diets A, B, C, and D with different levels of vitamin E were fed to zebrafish broodstock. The broodstock were cultivated in aquaria. Diet A contained low dosage of vitamin E (9 mg vitamin E /kg diet), while diets B (132 mg vitamin E /kg diet), C (258 mg vitamin E /kg diet), and diet D (384 mg vitamin E /kg diet), combined respectively with 1,03 % n-3 fatty acids and 2,04 % n-6 fatty acids. Fish were fed at satiation for 60 days using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of vitamin E affected the egg size, chemical content, total number of normal larvae, and survival rate of larvae produced Result of the experiment indicated at dosage 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids, zebrafish require 258 mg vitamin E/kg feed in the diet for reproduction. The results showed that the best test feed; 258 mg vitamin E/kg feed in the diet combined respectively with 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of zebrafish. Key words: Vitamin E, reproductive performance, zebrafish Danio rerio 49

69 PENDAHULUAN Pakan khusus untuk induk ikan hias yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk reproduksi di Indonesia masih sulit untuk didapatkan, sehingga umumnya pembudidaya ikan hias mempergunakan pakan alami yang ketersediaannya masih sangat tergantung kepada musim atau bahkan menggunakan pelet udang sebagai pakan induk yang belum diketahui jelas dampaknya terhadap ikan hias. Salah satu upaya awal untuk membuat pakan khusus untuk induk adalah dengan membuat suatu formula dasar pelet induk yang kandungan nutrisinya sesuai dengan kebutuhan reproduksi ikan. Faktor pembatas utama pada kegiatan pemeliharaan ikan hias, khususnya kegiatan budidaya ikan hias skala massal adalah ketidaktentuan dan bervariasinya mutu reproduksi induk yang akan mempunyai dampak terhadap mutu dan jumlah benih yang dihasilkan. Keterbatasan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perbaikan pada nutrisi induk yaitu dengan pemberian pakan bermutu yang mengandung asam lemak esensial dan vitamin yang diketahui penting untuk kebutuhan reproduksi. Keberadaan dan komposisi nutrien berupa asam lemak dalam pakan induk merupakan faktor utama yang berperan penting bagi keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup larva (Meinelt et al., 2004). Kadar lipid dan komposisi asam lemak pakan induk telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan reproduksi dan kemampuan hidup keturunannya (larva). Untuk menjaga lipid dalam pakan terutama lemak tidak jenuh rantai panjang yang mudah teroksidasi, maka diperlukan penambahan zat antioksidan dalam pakan. Salah satu zat antioksidan yang banyak digunakan adalah vitamin E. Seperti pada kebanyakan vertebrata, kekurangan vitamin E pada induk ikan dapat mempengaruhi penampilan reproduksi, penyebab tidak matangnya gonad, rendahnya derajat tetas telur dan kelangsungan hidup benih. Kandungan asam lemak esensial linoleat (18:2n-6) dan linolenat (18:2n-3) dalam pakan maupun dalam tubuh ikan berhubungan erat dengan kandungan vitamin E dalam pakan maupun dalam tubuh ikan (Fernandez-Palacios et al., 1998). Dengan 50

70 demikian perlu diketahui secara tepat peranan n-3, n-6, dan vitamin E dalam proses reproduksi ikan serta selanjutnya perlu ditentukan dosis yang tepat untuk kombinasi asam lemak n-3 dan n-6 dengan vitamin E dalam pakan untuk dapat memperbaiki kinerja reproduksi induk melalui perbaikan nutrisi. Penelitian ini menggunakan ikan zebra (Danio rerio) sebagai hewan uji karena memiliki karakter biologi yang sesuai untuk mendukung penelitian reproduksi, diantaranya interval regenerasi pendek, telur transparan, mudah untuk dipijahkan, serta mudah dalam pemberian pakan (Maack & Segner, 2004). Ikan zebra termasuk dalam famili ikan Cyprinidae; dimana famili Cyprinidae adalah salah satu golongan ikan yang dikenal luas di kalangan pembudidaya ikan, baik sebagai ikan hias maupun ikan konsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji peran vitamin E dalam proses reproduksi ikan zebra prasalin (belum pernah memijah) maupun ikan zebra salin (sudah pernah memijah); 2) menentukan dosis optimal kombinasi asam lemak esensial n-3/n-6 dan vitamin E dalam pakan untuk memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra prasalin dan salin. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peran vitamin E dalam proses reproduksi serta dosis optimal kombinasi vitamin E dan asam lemak esensial dalam pakan buatan untuk calon induk dan induk ikan zebra. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan formula pakan induk untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil. 51

71 TINJAUAN PUSTAKA Vitamin E diketahui mengandung tokoferol dan turunan-turunannya, yang memiliki rantai jenuh atau tokotrienol yang terdiri dari tiga ikatan karbon yang tidak jenuh. Salah satu yang terpenting dari tokoferol adalah α-tokoferol dengan rumus kimia C 23 H 50 O 2. Tokoferol stabil terhadap panas dan asam kuat dalam kondisi tidak ada oksigen (Halver, 1989). Tokoferol alami terkandung pada minyak nabati misalnya minyak kedelai, minyak kecambah biji kapas, minyak kecambah gandum serta minyak kecambah biji-bijian yang lain. Tokoferol berperan sebagai inter dan ekstraselular antioksidan, untuk menjaga homeostatis pada metabolisme sel dan jaringan-jaringan. Sebagai antioksidan fisiologis, tokoferol berperan untuk melindungi vitamin-vitamin dan asam lemak tidak jenuh dari proses oksidasi. Peranan vitamin E sebagai antioksidan berhubungan erat dengan unsur mineral selenium dan enzim glutation peroksidase (Lehninger, 2003). Kebutuhan dasar vitamin E untuk ikan bervariasi, bergantung pada beberapa faktor yaitu ukuran ikan, umur ikan, suhu air, persentase pertumbuhan dan komposisi pakan. Untuk jenis ikan channel catfish menurut NRC (1983) adalah 50 IU per kg pakan, sedangkan untuk jenis ikan salmonids adalah 30 IU per kg pakan. Satu International Unit (IU) vitamin E setara dengan 1 mg α-tocopherol. Gejala defisiensi vitamin E pada ikan antara lain muscular dystrophy, exudative diathesis, hematokrit rendah, depigmentasi kulit, penurunan laju pertumbuhan dan lain-lain. Hipervitaminosis vitamin E dapat menyebabkan laju pertumbuhan yang rendah, reaksi keracunan pada organ hati dan kematian (Halver, 2002). Vitamin memainkan peranan penting dalam fisiologi reproduksi ikan, burung dan mamalia. Takeuchi et al. (1988) menguji efek kontribusi vitamin E pada tubuh ikan, pemijahan, penetasan telur dan kematian benih. Didapatkan hasil bahwa pada induk yang diberi pakan dengan kadar vitamin yang rendah tidak memijah, sedangkan yang diberi pakan dengan kadar vitamin E yang lebih tinggi induk memijah. Vitamin E juga berfungsi untuk mendukung peran enzim sitokrom P450 mensintesis kolesterol untuk pembentukan hormon reproduksi, dalam hal ini 17β-estradiol. Hormon 17βestradiol menstimulasi sintesis vitelogenin di hati. Pentingnya peranan vitamin E untuk reproduksi juga ditemukan pada beberapa jenis ikan, seperti carp, rainbow trout 52

72 dan read seabream (Furuichi, 1988). Umumnya konsentrasi vitamin E dalam telur tinggi dan konsentrasi vitamin E rendah pada jaringan tubuh induk setelah pemijahan, sehingga diduga beberapa fungsi fisiologi terkait dengan vitamin E pada saat pemijahan, pembuahan dan penetasan telur. Ikan membutuhkan lipid sebagai sumber energi, struktur sel dan memelihara keutuhan membran sel (Watanabe, 1988). Selain berperan sebagai sumber energi, lipid juga merupakan sumber asam lemak esensial pada ikan. Hubungan positif antara kelangsungan hidup dengan konsentrasi lipida total telur telah ditunjukkan oleh Vladimiriv dalam Tang dan Affandi (2001) untuk ikan Rutiulus rutiulus dan Abramis brama, begitu juga pada udang cina diyakini bahwa kandungan lemak telur dapat meningkatkan daya tetas telur dan hidup larva. Lemak merupakan aspek nurtisi pakan yang paling penting dan sangat esensial dalam meningkatkan mutu telur, karena asam lemak telur merupakan cadangan makanan dengan konversi energi yang paling tinggi. Meningkatnya level lemak dari 12% ke 18% pada pakan induk ikan Siganus guttatus dapat meningkatkan fekunditas dan derajat penetasan telur (Duray et al., dalam Izquierdo et al., 2001), meskipun efek ini dapat juga disebabkan oleh meningkatnya kandungan asam lemak esensial pada pakan. Menurut Watanabe et al., (1984ab), faktor utama nutrien yang mempengaruhi penampilan reproduksi ikan adalah kandungan asam lemak esensial dalam pakan. Lipid digunakan sebagai sumber energi selama embriogenesis pada ikan, khususnya pada stadia akan menetas. Kandungan lipid pada telur ikan rainbow trout menurun sebanyak 50% selama perkembangan atau pertumbuhan. Glikogen dan lipid adalah sumber energi utama dan lipid telah digunakan pada saat seluruh proses embriogenesis, khususnya pada stadia larva. Defisiensi Essential Fatty Acid (EFA) dapat menyebabkan efek kerusakan pada ikan dan efek negatif pada penampilan reproduksinya. Tanda-tanda kekurangan asam lemak esensial juga, hampir selalu menyebabkan pembengkakan, hati menjadi pucat dan anemia. Begitu pula dengan kematian, terutama pada ikan-ikan muda dan ikan yang sedang dalam masa pertumbuhan kematian mengalami peningkatan jika ikan ini kekurangan asam lemak esensial (Halver, 2002). 53

73 Ikan air tawar memerlukan n-6 yang lebih tinggi untuk proses reproduksinya, sedangkan ikan air laut memerlukan n-3 yang lebih tinggi. Hal ini terkait dengan kemampuan ikan air tawar yang mempunyai enzim elongase. Dimana, ikan air tawar mampu memperpanjang ikatan atau rantai asam lemak esensial. Asam lemak ikan air tawar telah lama diketahui berbeda secara signifikan dengan ikan air laut. Kelimpahan asam lemak 20:5n-3 (EPA) dan khususnya 22:6n-3 (DHA) pada keduanya, minyak ikan air tawar mengandung proporsi yang tinggi dari asam dienoic dan trienoic, terutama 18:2n-6 (linoleat) dan 18:3n-3 (linolenat), sedangkan pada ikan air laut mengandung proporsi yang lebih besar asam tetraenoic terutama 20:4n-6 (aracidonat). Sebaliknya, konsentrasi dari 20:5n-3 (EPA) dan 22:6n-3 (DHA) agak menurun pada ikan air tawar jika dibandingkan dengan ikan air laut (Halver, 2002). Induk ikan yang memasuki fase pematangan oosit akan dipengaruhi oleh hormon trofik hipotalamus dan kelenjar pituitari (Tang dan Affandi, 2001). Folikel yang sedang tumbuh mensintesis dan mensekresi hormon steroid kedalam peredaran darah. Salah satu jenis hormon steroid adalah estradiol-17β yang merangsang sintesis dan mengangkut vitelogenin ke gonad. Hubungan vitamin E dengan vitelogenin dalam perkembangan oosit antara lain melalui prostaglandin. Prostaglandin disintesis secara enzimatik dengan menggunakan asam lemak esensial. Vitamin E dapat mempertahankan keberadaan asam lemak karena fungsi vitamin E antara lain adalah sebagai antioksidan. Vitamin E dan asam lemak esensial dibutuhkan secara bersama untuk pematangan gonad ikan, dan dosis vitamin dalam pakan akan bergantung kepada kandungan asam lemak esensial yang berbeda dalam pakan. Perkembangan gonad atau oogenesis ialah tranformasi oogonia menjadi oosit. Komponen utama oosit berasal dari senyawa vitelogenin berbobot molekul tinggi asal darah yang disintesis di dalam hati (Nagahama, 1987). Sebelum terjadi pemijahan ukuran gonad semakin besar dan berat, begitu pula butir telur yang ada didalamnya. Berat gonad akan mencapai maksimum saat ikan akan memijah, kemudian akan turun dengan cepat selama pemijahan berlangsung sampai selesai. Nagahama (1987) menyatakan ada tiga tipe ovari yaitu: (1) ovari sinkron/serempak, yaitu perkembangan oosit dalam ovari berkembangan bersama (sinkron), keluar bersama dan sesudah itu mati. (2) ovari sinkron sebagian, yaitu ovari 54

74 memiliki lebih dari dua kelompok oosit pada berbeda tahap perkembangan, umumnya memijah setahun sekali dan relatif pendek. (3) ovari tidak sinkron yang memiliki oosit pada semua tingkat perkembangan. Tipe ini banyak ditemukan pada spesies ikan tropis yang memijah dalam waktu dan musim yang panjang. Tingkat kematangan gonad merupakan pengelompokan kematangan gonad berdasarkan perubahanperubahan yang terjadi pada pekembangan gonad dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1) pengelompokan berdasarkan morfologi dan 2) berdasarkan histologi. Vitelogenesis adalah proses induksi dan sintesis vitelogenin dihati oleh hormon estradiol-17β, serta penyerapan vitelogenin yang terbawa aliran darah ke dalam oosit. Agar oosit dapat berkembang, seluruh tahapan proses ini harus berlangsung secara berurutan dan teratur. Secara lengkap proses vitelogenesis didalam tubuh ikan digambarkan sebagai berikut. Estradiol-17β sebagai stimulator dalam biosintesis vitelogenin diproduksi oleh lapisan granulosa pada folikel oosit dibawah pengaruh gonadotropin. Estradiol-17β yang dihasilkan menstimulasi sintetis Vitelogenin kemudian dilepaskan kedalam darah, dan secara selektif vitelogenin ini diserap oleh oosit. Disamping itu estradiol-17β darah juga memberikan rangsangan balik terhadap hipofisis dalam pembentukan gonadotroin, dan terhadap hipotalamus dalam menghasilkan GnRH (Nagahama, 1987). Vitelogenin adalah bakal kuning telur yang merupakan komponen utama dari oosit yang sudah tumbuh dan dihasilkan di hati. Vitelogenin ini berupa glikofosfoprotein yang mengandung kira-kira 20% lemak, terutama fosfolipid, trigliserida dan kolestrol. Sintesis vitelogenin dalam tubuh ikan berlangsung di hati. Aktifitas vitelogenin ini meyebabkan nilai GSI dan HSI ikan meningkat (Shilo & Sarig, 1989; Tang & Affandi, 2001). Pakan berfungsi sebagai sumber energi digunakan antara lain untuk hidup, pertumbuhan dan untuk proses perkembangan (reproduksi). Energi mula-mula digunakan untuk pemeliharaan tubuh, pergantian jaringan tubuh yang rusak, pertumbuhan dan selanjutnya untuk reproduksi (Tang & Affandi, 2001). Pakan merupakan komponen penting dalam proses pematangan gonad karena dalam vitelogenesis terjadi akumulasi nutrisi dalam sel telur yang membutuhkan nutrien pada akhir proses tersebut, dan kualitas telur sangat ditentukan oleh pakan. 55

75 Sekitar tiga per empat zat pada tubuh ikan adalah protein. Protein tersusun dari rantai panjang asam amino di mana asam aminonya berikatan dengan kelompok karboksil. Protein dan kandungan asam aminonya diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh, pembentukan enzim dan beberapa hormon serta antibodi dalam tubuh, disamping juga berperan sebagai sumber energi. Protein merupakan komponen esensial yang dibutuhkan untuk reproduksi. Protein merupakan komponen utama dari kuning telur (Kamler, 1992). Telah ditemukan bahwa kandungan protein dalam pakan mempengaruhi penampilan reproduksi. Seperti contoh, pada pakan yang rendah protein dan tinggi kalori menyebabkan menurunnya penampilan reproduksi pada ikan red seabream (Izquierdo et al., 2001). Menurut Izquierdo et al. (2001) keseimbangan protein khususnya asam amino dalam pakan dapat memperbaiki proses sintesis vitelogenesis. Cadangan makanan yang paling penting untuk telur teleost adalah protein kuning telur yang dikombinasikan dengan phospolipid dan kemungkinan kombinasi metabolismenya. Saat pembakaran protein, dominan terjadi pada saat periode penetasan telur dan pada saat yang bersamaan terjadi penurunan kadar kabohidrat total. Setelah menetas, fase utama adalah pertumbuhan, dimana kuning telur mengalami pengenceran dalam waktu yang cukup lama hingga dimulainya proses pembakaran lemak trigliserida dalam kuning telur. Oleh karena itu, protein sangat dibutuhkan sebagai sumber materi untuk bentuk embrio dan sebagai bahan bakar petumbuhan, sedangkan lemak lebih penting sebagai bahan bakar. Menurut Watanabe et al. (1984a) induk yang diberi pakan dengan kandungan protein yang rendah, kekurangan phosfor dan kekurangan EFA akan menghasilkan telur- telur yang abnormal. Hal ini menyebabkan rendahnya derajat penetasan telur. 56

76 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini selama enam bulan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat bahan pakan dan pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis asam lemak dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu. Analisis vitamin E dilakukan di Laboratorium INMT, Fakultas Peternakan IPB. Pemeliharaan dan pemijahan ikan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan preparat histologis dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Foto perkembangan embrio dilakukan di Laboratorium Pembenihan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kualitas air dilakukan dilakukan di Laboratorium Lingkungan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ikan Uji Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk dara atau prasalin yaitu calon induk ikan zebra yang belum pernah memijah serta induk salin yaitu induk ikan zebra yang sudah pernah memijah. Ikan prasalin berasal dari petani ikan hias Depok, Jawa Barat dengan umur sekitar 25 hari serta memiliki bobot tubuh awal rata- bobot awal 0,1134 ± 0,03556 g/ekor. Sedangkan induk salin mempunyai bobot awal ratarata 0,728 ± 0,063 g/ekor. Induk salin yang digunakan adalah induk ikan zebra yang berumur 10 hari setelah pemijahan kedua. Induk salin maupun induk prasalin didatangkan dari petani ikan hias Depok, Jawa Barat. Pakan Uji Pakan yang dipakai dalam penelitian tahap ini terdiri atas empat macam pakan perlakuan yang isoprotein (37,06%-37,72%) dan isoenergi (289,93-295,18 kkal/100g) dan memiliki komposisi vitamin E target yang berbeda beda yaitu 9, 132, 258 dan 57

77 384 mg/kg pakan. Vitamin E yang digunakan sebagai perlakuan adalah dalam bentuk α tocopherol. Perbandingan antara asam lemak n-3 dan n-6 di dalam pakan tetap yaitu 1:2. Komposisi pakan dapat dilihat di Tabel 10, sedangkan hasil analisis proksimat dan vitamin E pakan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 10 Komposisi pakan tiap perlakuan Bahan Pakan Perlakuan Vitamin E (mg/ kg pakan) A ( 0 mg ) B ( 125 mg ) C ( 250 mg ) D ( 375 mg ) Tepung Ikan 25, , , ,0000 Tepung Kedelai 35, , , ,7375 Tepung Pollard 24, , , ,4384 Minyak Ikan 1 1,4390 1,4390 1,4390 1,4390 Minyak Jagung 1 3,3373 3,3373 3,3373 3,3373 Vitamin Mix 2 1,5000 1,5000 1,5000 1,5000 Vitamin E 0,0000 0,0250 0,0500 0,0750 Tapioka 5, ,0075 4,9725 Mineral Mix 3 3,0000 3,0000 3,0000 3,0000 Choline Chloride 0,5000 0,5000 0,5000 0,5000 Total 100, , , ,0000 Keterangan: 1. Sumber asam lemak n-3 dan n-6 2. Takeuchi, Takeuchi, 1988 Berdasarkan hasil analisis, ternyata kandungan Vitamin E dalam pakan adalah 9 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan A, 132 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan B, 258 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan C, serta 384 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan D. Tabel 11 Komposisi proksimat pakan dalam persentase bobot kering (%) Perlakuan (mg vitamin E/kg pakan) A (0) B (125) C (250) D (375) Proksimat Protein 37,42 37,72 37,56 37,06 Lemak 8,74 8,22 8,26 8,55 Abu 10,12 9,99 9,88 9,76 Serat Kasar 6,94 6,93 7,69 6,14 BETN 36,75 37,14 36,60 38,49 DE (kkal/100 g pakan) * 293,64 291,47 289,93 295,18 C/P (kkal/ g protein) 7,85 7,73 7,72 7,97 Vitamin E (mg/kg pakan) 9,00 132,00 258,00 384,00 Keterangan: DE = Digestible Energi yang diperhitungkan dari 1 g protein = 3,5 kkal; 1 g lemak = 8,1 kkal; 1 g karbohidrat = 2,5 kkal (NRC, 1983). 58

78 Rancangan Perlakuan Penelitian ini merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dikerjakan untuk mengetahui peran vitamin E dalam memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra yang belum pernah memijah (prasalin) serta ikan zebra yang sudah pernah memijah (salin) yang ditambahkan pada pakan buatan dengan kandungan asam lemak esensial terbaik untuk induk ikan zebra. Formula pakan dasar yang digunakan dalam penelitian tahap kedua ini menggunakan pakan terbaik hasil penelitian tahap pertama Penelitian ini terdiri dari dua rangkaian penelitian yaitu (a) penelitian untuk mengetahui hubungan antara peran asam lemak esensial dengan vitamin E pada pakan buatan dalam memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra yang belum pernah memijah (prasalin) serta (a) penelitian untuk mengetahui hubungan antara peran asam lemak esensial dengan vitamin E pada pakan buatan dalam memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra yang sudah pernah memijah (salin). Matrik penelitian tahap kedua dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Matrik penelitian Ikan Dara (Pra Salin) Ikan Salin Vitamin E 0 mg/kg pakan Perlakuan A Perlakuan A Vitamin E 125 mg/kg pakan Perlakuan B Perlakuan B Vitamin E 250 mg/kg pakan Perlakuan C Perlakuan C Vitamin E 375 mg/kg pakan Perlakuan D Perlakuan D Keterangan: 1. Ikan dara adalah ikan zebra yang belum pernah memijah (prasalin), ikan salin adalah ikan zebra yang sudah pernah memijah 2. Perbandingan asam lemak esensial n-3/n-6 dalam pakan sesuai dengan hasil penelitian tahap pertama Pemeliharaan Ikan Uji Wadah pemeliharaan berupa akuarium berukuran 60 x 50 x 40 cm sebanyak 12 buah akuarium yang dilengkapi dengan sistem resirkulasi untuk penelitian menggunakan ikan dara serta 12 buah akuarium berukuran 60 x 50 x 40 cm dipergunakan untuk penelitian menggunakan ikan salin. Sebelum digunakan, akuarium beserta tandon berkapasitas 2 ton dibersihkan dan dipersiapkan terlebih dahulu. Pada awal pemeliharaan dilakukan analisis kualitas air media pemeliharaan. Suhu air pada wadah pemeliharaan berkisar antara C dan akuarium dilengkapi dengan thermostat untuk menjaga kestabilan suhunya. Untuk menjaga kualitas air 59

79 tetap baik maka setiap hari dilakukan penyiponan, yaitu pada pagi hari sebelum pakan diberikan. Pemeliharaan ikan zebra dilakukan dengan kepadatan 25 ekor dalam setiap akuariumnya. Selama pemeliharaan, ikan zebra diberi pakan dalam bentuk pasta secara at satiation dengan frekuensi pemberian 4 kali sehari, yaitu pada jam 07.00, 11.00, dan WIB. Ikan zebra dipelihara sampai siap memijah. Untuk mengetahui perkembangan kematangan gonadnya maka dilakukan sampling bobot dan GSI sebanyak 3 ekor/ulangan. Pemijahan dilakukan pada saat ikan zebra telah siap memijah. Induk betina telah siap untuk dipijahkan apabila nilai GSI sudah di atas 20% dan umumnya juga memiliki ciri ukuran perut yang lebih besar dan bila disentuh bagian anal akan terasa lembek. Apabila ada induk betina yang siap memijah dari setiap perlakuan, maka induk tersebut dipindahkan ke akuarium pemijahan. Wadah pemijahan berupa akuarium berukuran 15 x 15 x 20 cm sebanyak 24 buah untuk setiap set penelitian. Untuk setiap akuarium pemijahan diberi 1 induk jantan dan 1 induk betina per akuarium. Setiap perlakuan diambil 3 ekor betina untuk dipijahkan. Adapun langkah-langkah persiapan akuarium pemijahan, adalah sebagai berikut : 1. Akuarium dibersihkan terlebih dahulu, menggunakan larutan desinfektan (kaporit). 2. Setiap akuarium diisi air setinggi cm. 3. Dasar akuarium diberi kain saringan dengan mata jaring 1 mm. 4. Setiap akuarium diisi sepasang induk yang siap memijah. Induk betina dimasukkan terlebih dahulu yaitu pada pagi hari kemudian induk jantan dimasukkan pada sore hari. Pemijahan biasanya terjadi pada pagi hari berikutnya, yaitu pukul WIB. Ketika induk selesai memijah, maka induk jantan dan betina harus segera dipisahkan dan dipindahkan dari akuarium pemijahan, agar tidak memangsa telur yang ada di dasar akuarium. Setiap akuarium yang berisi telur, diberi methylen blue untuk mencegah tumbuhnya jamur. 60

80 Fekunditas induk dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah telur per pemijahan (ulangan). Sepuluh butir telur untuk setiap ulangan, diambil dan diukur diameter telurnya dengan menggunakan mikroskop. Setelah telur menetas, maka dihitung jumlah larva untuk mengetahui hatching rate telur tersebut. Larva yang telah menetas dari setiap ulangan pada masing-masing perlakuan dipelihara di dalam akuarium penetasan. Selama pemeliharaan, larva tidak diberi pakan. Setelah 3 hari yaitu ketika kuning telur diperkirakan telah habis, jumlah larva dihitung sehingga dapat diketahui suvival rate dan abnormalitas larva yang diberi perlakuan. Kualitas Air Analisis kualitas air dilakukan pada awal dan akhir masa pemeliharaan, yaitu akuarium pemeliharaan dan tandon. Analisis kualitas air terdiri atas analisis oksigen terlarut (DO), ph, suhu, amoniak, kesadahan dan alkalinitas. Suhu, DO dan ph diukur langsung dengan menggunakan alat DO meter, alkalinitas menggunakan spektrofotometer sedangkan amoniak, dan kesadahan diukur menggunakan metode titrasi. Parameter Uji Peubah yang diamati pada penelitian tahap pertama adalah sebagai berikut: Kandungan Lemak, Protein dan Vitamin E Parameter kandungan lemak, protein dan asam lemak dilakukan pada tubuh ikan, telur serta larva. Analisis proksimat dilakukan sesuai dengan Takeuchi (1988); terdiri atas analisis protein, lemak, serat kasar, kadar abu dan kadar air. Pengujian asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 dilakukan menggunakan gas liquid chromatography (GLC) dengan silica capillary column (GC-15A, Shimadzu Corp., Japan), pada 50 0 C C (Takeuchi, 1988). Parameter kandungan vitamin E dilakukan pada tubuh ikan, telur serta larva. Seluruh prosedur dilakukan dengan intensitas cahaya rendah dan suhu sekitar 5 0 C. Ekstrak acetone lipid dikeringkan dengan nitrogen dan residu keringnya dilarutkan kembali pada 5 ml dari HPLC-grade hexane sebelum sampel dari 20 ml larutan tersebut diinjeksi ke dalam Hitachi L-600 HPLC dan langsung menganalisis kadar 61

81 vitamin E. Separasi dan penghitungan kadar kadar vitamin E dilakukan menggunakan 5 mm normal phase column (Supelco, Singapura). Vitamin E dideteksi pada 295 nm menggunakan Hitachi L-4250 fluorescence detector. Gonad Somatik Indeks Penilaian perkembangan gonad yang hanya berdasarkan pada ciri-ciri morfologi saja adalah subyektif dan kurang informatif karena hanya menerangkan secara kualitatif. Padahal dalam perkembangan gonad tadi selain perkembangan secara mofologi, di dalamnya terdapat perkembangan telur dan sejalan dengan ini terjadi perkembangan berat gonad. Keterangan perkembangan telur dan berat gonad ini dapat memberi informasi tambahan yang dapat dijabarkan secara kuantitatif dengan rumus sebagai berikut: GSI (%) Lama Pematangan Telur = Bobot gonad (g) x100% Bobot tubuh (g) Lama pematangan telur dihitung dari umur ikan pada saat mencapai kematangan gonad atau ikan sudah siap untuk dipijahkan. Ikan sudah siap untuk dipjahkan apabila nilai GSI sudah di atas 20%, ukuran perut yang lebih besar dan bila disentuh bagian anal akan terasa lembek. Fekunditas Fekunditas merupakan jumlah telur per satuan berat atau panjang. Dari fekunditas secara tidak langsung dapat menduga jumlah anak ikan yang akan dihasilkan. Jumlah telur yang diovulasi Fekunditas (butir/g induk) = Bobot induk (g) 62

82 Diameter Telur Diameter telur diukur dengan menggunakan mikrometer yang diletakan di lensa okuler. Pengukuran dengan mikrometer dipengaruhi oleh pembesaran lensa objektif. Diameter telur diukur pada bagian yang terpanjang dari telur dengan perhitungan sebagai berikut: Keterangan : x DT = y x 0.01 DT = Diameter telur (mm) x = Nilai diameter telur yang diamati dengan mikroskop, y= Nilai perbesaran Volume Kuning Telur Dengan menggunakan mikrometer dilakukan pengukuran panjang dan lebar kuning telur. Volume kuning telur dihitung berdasarkan metode Heming & Buddington (1988) sebagai berikut : Keterangan : V = ( π/6 ) LH 2 V = volume kuning telur (mm 3 ) L = diameter memanjang (mm) H = diameter melebar (mm) Cara pengukuran panjang dan lebar kuning telur : Lebar Panjang Laju Penyerapan Kuning Telur Laju penyerapan kuning telur diukur berdasarkan metode Polo et al. (1997) (ln Vo ln Vt ) LPKT = t 63

83 Keterangan : LPKT = Laju penyerapan kuning telur ( mm3/ jam) Vo = Volume kuning telur pada awal percobaan (mm3) Vt = Volume kuning telur pada saat ke-t (mm3) t = Periode pengamatan Derajat Pembuahan Telur Derajat pembuahan telur adalah persentase jumlah telur yang dibuahi dari jumlah telur yang diinkubasi yang dapat ditentukan pada saat stadium morula, dengan rumus perhitungan sebagai berikut (Woynarovich dan Hoart,1980) : Jumlah telur yang dibuahi Fertilizat ion rate(%) = 100% Jumlah total telur Derajat Tetas Telur Derajat penetasan (hatching rate) adalah persentase jumlah embrio yang menetas dari jumlah telur yang telah dibuahi. Perhitungan derajat penetasan ditentukan setelah penetasan telur seluruhnya dengan perhitungan rumus sebagai berikut : Jumlah telur yang menetas Hatching rate(%) = 100% Jumlah telur yang ditetaskan Kecepatan Waktu Embriogenesis Waktu yang dibutuhkan untuk embriogensisi dari masing-masing perlakukan dihitung untuk setiap perlakuan. Sepuluh telur diambil dari akuarium yang berbeda perlakuan untuk pengamatan yang disebar kedalam cawan petri untuk mengamati embriogenesis dengan menggunakan mikroskop. Setiap tahap perkembangannya difoto untuk dokumentasi perubahan bentuk masing-masing stadium terutama stadium stadium tertentu, sepeti cleavage, morulasi, blastulasi, gastrulasi dan organogenesis sampai telur menetas 64

84 Survival Rate Larva Tingkat kelangsungan hidup larva dihitung dengan menggunakan rumus : Jumlah ikan akhir pemeliharaan Survival Rate (%) = 100% Jumlah ikan awal pemeliharaan Persentase Larva Abnormal Persentase larva abnormal dihitung dengan menggunakan rumus: Σ Ikan yang abnormal PLA = x100% Σ Ikan total Analisis Data Penelitian ini menggunakan desain penelitian Anova dengan 4 perlakuan dan tiga ulangan untuk penelitian menggunakan ikan zebra yang belum pernah memijah serta 4 perlakuan dan tiga ulangan untuk penelitian menggunakan ikan zebra yang sudah pernah memijah (salin). Apabila ada perbedaan antar perlakuan, dilakukan analisis tingkat lanjut dengan uji Duncan. Sedangkan untuk data kadar asam lemak serta histologi kematangan gonad disajikan secara deskriptif eksploratif. Parameter yang dianalisis adalah kandungan lemak, asam lemak, protein dan vitamin E, GSI, lama pematangan telur, fekunditas, volume telur, laju penyerapan kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat tetas telur, kecepatan waktu embriogenesis, tingkat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal. 65

85 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Lemak, Protein dan Vitamin E dari Induk Ikan, Telur, dan Larva Percobaan yang dilakukan telah menghasilkan data berupa kadar lemak, protein dan viamin E dari tubuh ikan, telur, serta larva sebagaimana disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Kandungan lemak, protein dan vitamin E dari induk, telur, dan larva ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Perlakuan mg (vit. E/kg pakan) Komposisi Induk Telur Larva Ikan Prasalin (dara) Lemak (%) 14,91 27,09 24,46 A (9) Protein (%) 53,58 47,04 46,52 Vitamin E (µg/g) nd 13 8 Lemak (%) 17,40 30,78 26,94 B (132) Protein (%) 56,51 48,11 47,26 Vitamin E (µg/g) Lemak (%) 18,50 31,43 27,46 C ( 258) Protein (%) 53,15 48,30 47,65 Vitamin E (µg/g) Lemak (%) 18,02 35,50 33,74 D (384) Protein (%) 52,22 46,93 45,87 Vitamin E (µg/g) Ikan Salin Lemak (%) 19,83 44,96 38,73 E (9) Protein (%) 52,31 43,15 42,86 Vitamin E (µg/g) nd 11 7 Lemak (%) 25,48 47,22 44,39 F (132) Protein (%) 53, ,28 Vitamin E (µg/g) Lemak (%) 25,79 46,10 45,63 G (258) Protein (%) 55,03 43,82 43,07 Vitamin E (µg/g) Lemak (%) 28,83 47,04 45,52 H (384) Protein (%) 53,95 43,20 42,84 Vitamin E (µg/g) Kandungan lemak tubuh, telur dan larva pada semua perlakuan lebih tinggi pada ikan salin dibandingkan dengan ikan prasalin. Sebagaimana diketahui, pemakaian nutrien pada ikan prasalin masih dipergunakan untuk pertumbuhan 66

86 somatik dan reproduksi, sedangkan pada ikan salin pemakaian nutrien lebih banyak untuk keperluan reproduksi. Dengan demikian sebagaimana terlihat pada Tabel 13 di atas, kadar lemak tubuh, telur, serta larva secara keseluruhan lebih tinggi pada ikan salin dibandingkan dengan ikan dara (prasalin). Secara umum kandungan lemak dan vitamin E ikan uji pada semua perlakuan naik dari tubuh ikan ke telur, kemudian menurun kembali pada saat telur sudah menjadi larva. Vitamin E berperan sebagai inter dan ekstraselular antioksidan, untuk menjaga homeostatis pada metabolisme sel dan jaringan-jaringan. Sebagai antioksidan fisiologis, tokoferol berperan untuk melindungi vitamin-vitamin dan asam lemak tidak jenuh dari proses oksidasi (Halver, 1989). Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis lemak, protein, vitamin E pada tubuh ikan, telur, serta larva ikan zebra pada Tabel 13 di atas yang memperlihatkan bahwa kandungan lemak dan vitamin E pada pada tubuh ikan, telur, serta larva mengikuti pola konsentrasi vitamin E pada pakan perlakuan. Kandungan protein dari semua perlakuan pada penelitian ini menunjukkan penurunan dari tubuh ikan, telur, kemudian larva. Menurut Izquierdo et al. (2001) keseimbangan protein khususnya asam amino dalam pakan dapat memperbaiki proses sintesis vitelogenesis. Cadangan makanan berupa protein kuning telur yang dikombinasikan dengan phospolipid dan kemungkinan kombinasi metabolismenya dipergunakan pada proses vitelogenesis dan juga pada saat embriogenesis sehingga konsentrasinya terus menurun (Tabel 13). Saat pembakaran protein dominan terjadi pada saat periode penetasan telur. Setelah menetas, fase utama adalah pertumbuhan, dimana kuning telur mengalami pengenceran dalam waktu yang cukup lama hingga dimulainya proses pembakaran lemak trigliserida dalam kuning telur. Gonado Somatik Indeks, Lama Pematangan Telur dan Fekunditas Nilai gonado somatik indeks, lama pematangan telur dan fekunditas induk ikan uji pada ikan prasalin dan nilai fekunditas ikan salin tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Pemberian vitamin E 258 mg /kg pakan serta 384 mg /kg pakan pada ikan salin memberikan hasil yang terbaik untuk parameter uji gonado somatik indeks dan lama pematangan telur. Nilai gonado somatik indeks, lama pematangan telur dan fekunditas pada penelitian ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

87 Tabel 14 Gonado somatik indeks (GSI), lama pematangan telur (LPT) dan fekunditas ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Perlakuan GSI (%) LPT (hari) Fekunditas (butir/g) (mg vit.e/kg pakan) Ikan Prasalin A (9) 21,26±0,83 a 53,0±0,0 a 491,51±171,89 a B (132) 21,25±1,36 a 53,0±0,0 a 562,21±101,20 a C (258) 21,36±1,84 a 53,0±0,0 a 529,92±47,44 a D (384) 21,29±0,58 a 53,0±0,0 a 576,27±135,49 a Ikan Salin E (9) 18,00±1,61 a 28,0±0,0 b 775,99±254,81 a F (132) 19,95±1,62 a 28,0±0,0 b 713,29±341,41 a G (258) 25,96±2,09 b 21,0±0,0 c 1161,84±185,06 ab H (384) 26,35±1,43 b 21,0±0,0 c 967,22±116,92 a Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05) Pemberian dosis vitamin E yang berbeda dalam pakan pada semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada nilai gonado somatik indeks, lama pematangan telur dan fekunditas induk ikan uji pada ikan prasalin. Tidak adanya perbedaan ini dikarenakan ikan yang digunakan adalah ikan yang baru pertama kali memijah (masih muda), sehingga hasil metabolisme lebih banyak digunakan untuk pertumbuhannya. Hal ini disebabkan, karena proses pematangan gonad baru akan terjadi apabila terdapat kelebihan energi yang diperoleh dari makanan setelah digunakan untuk perawatan (maintenance) dan pertumbuhan. Menurut Kamler (1992), beberapa penelitian membuktikan bahwa induk betina yang pertamakali memijah akan menghasilkan jumlah dan ukuran telur yang relatif rendah. Jumlah telur akan meningkat pada periode pemijahan yang ke-2 dan ke-3 dan akan mengalami penurunan pada periode pemijahan selanjutnya sebagaimana terlihat pada hasil penelitian ini. Gonado somatik indeks semakin meningkat seiring dengan peningkatan umur ikan. Hasil penelitian ini memperlihatkan nilai GSI ikan prasalin tidak terpengaruh oleh perlakuan, tetapi pada ikan salin angka GSI bertambah sesuai dengan penambahan konsentrasi vitamin E. Nilai GSI di atas 20% dicapai pada minggu ketiga pada perlakuan penambahan vitamin E sebesar 258 mg/kg pakan dan 384 mg/kg pakan. Sedangkan pada perlakuan penambahan vitamin E sebesar 9 dan 132 mg/kg pakan, nilai GSI di atas 20% baru didapatkan pada minggu keempat 68

88 pemeliharaan. Nilai GSI di atas 20% yang menujukkan bahwa ikan sudah siap dipijahkan pada ikan prasalin (ikan dara) baru dicapai pada minggu keempat pemeliharaan. Peningkatan nilai GSI setiap minggu disebabkan oleh perkembangan oosit. vitamin E diduga dapat mempertahankan unit-unit lemak penyusun oosit/telur dari kerusakan akibat proses oksidasi. Peningkatan bobot gonad ini berkaitan dengan proses vitelogenesis. Vitelogenesis adalah proses penimbunan vitelogenin (bakal kuning telur) yang merupakan komponen utama dalam oosit yang sudah tumbuh (Affandi dan Tang, 2001). Vitamin E berhubungan dengan prostaglandin pada proses vitelogenesis. Prostaglandin disintesis secara enzimatik dengan menggunakan asam lemak esensial yang dipertahankan oleh vitamin E (Lehninger, 2003). Peningkatan kecepatan pematangan gonad sebagai akibat dari peningkatan kadar vitamin E yang dilihat dari nilai GSI menunjukkan bahwa penimbunan vitelogenin terjadi semakin cepat. Dengan meningkatnya kadar vitamin E maka oksidasi asam lemak esensial yang digunakan untuk sintesis prostaglandin akan menurun sehingga prostaglandin yang tersedia semakin banyak. Peningkatan nilai GSI tidak diikuti dengan peningkatan jumlah telur yang dihasilkan oleh induk (Tabel 14). Jumlah telur yang dikeluarkan oleh induk per gram bobot tubuhnya (fekunditas) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa fekunditas lebih dipengaruhi oleh kandungan n-3 dan n-6 dibandingkan dengan pengaruh perbedaan vitamin E pada pakan perlakuan. Kandungan n-3 dan n-6 pada penelitian ini sama untuk semua pakan perlakuan yaitu 1,03% n-3 dan 2,04% n-6. Diameter Telur, Volume Telur, dan Laju Penyerapan Kuning Telur Perbedaan kandungan vitamin E pada pakan uji berpengaruh terhadap nilai diameter telur, volume telur, dan laju penyerapan kuning telur (LPKT) baik untuk ikan prasalin maupun ikan salin. Nilai diameter telur, volume telur, dan laju penyerapan kuning telur selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

89 Tabel 15 Nilai diameter telur, volume telur, dan laju penyerapan kuning telur (LPKT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Perlakuan (mg Vit.E/kg pakan) Diameter Telur (mm) Volume Telur (mm 3 ) LPKT (mm 3 /jam) Ikan Prasalin A (9) 0,83±0,01 a 0,047±0,003 a 0,0064±0,0004 b B (132) 1,22±0,01 b 0,091±0,004 b 0,0029±0,0003 a C (258) 1,25±0,03 b 0,089±0,003 b 0,0031±0,0007 a D (384) 1,27±0,02 b 0,094±0,002 b 0,0025±0,0001 a Ikan Salin E (9) 0,90±0,01 a 0,070±0,004 a 0,0064±0,0006 b F (132) 1,16±0,01 b 0,091±0,005 b 0,0023±0,0004 a G (258) 1,18±0,01 b 0,092±0,001 b 0,0027±0,0017 a H (384) 1,20±0,01 b 0,094±0,005 b 0,0030±0,0015 a Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05) Nilai diameter telur, volume telur serta laju penyerapan kuning telur pada ikan prasalin (ikan dara) maupun ikan salin hanya berbeda pada perlakuan vitamin E rendah 9 mg/kg pakan yaitu pada perlakuan A dan perlakuan E. Nilai pada dua perlakuan tersebut lebih rendah dibandingkan nilai diameter telur dan volume telur semua perlakuan lain. Sedangkan pada perlakuan lainnya, semua parameter di atas menunjukkan pengaruh yang sama secara statistik. Menurut Fujaya (2004), volume telur erat kaitannya dengan diameter telur. Semakin besar volume telur yang dihasilkan oleh induk menunjukkan bahwa diameter telurnya juga semakin besar. Volume telur yang dihasilkan meningkat seiring dengan peningkatan kadar vitamin E yang diberikan kepada induk. Peningkatan diameter telur ini diduga karena vitamin E mampu menghambat proses oksidasi asam lemak tidak jenuh yang berhubungan dengan vitelogenin yang tertimbun dalam telur selama proses vitelogenesis. Dengan adanya ketersediaan lemak yang tinggi, akan berpengaruh pada nilai diameter dan volume kuning telur. Dimana diameter dan volume kuning telur ini dipengaruhi oleh proses vitelogenesis. Selain berfungsi sebagai antioksidan, vitamin E juga mendukung peran enzim sitokrom P450 mensintesis kolesterol untuk pembentukan hormon reproduksi, dalam hal ini 17β-estradiol. Hormon 17β-estradiol menstimulasi sintesis vitelogenin di hati (Matty, 1985). Lipid berfungsi secara langsung pada proses vitelogenesis. Proses vitelogenesis dicirikan oleh bertambah banyaknya volume sitoplasma yang berasal dari luar sel, yakni kuning telur atau 70

90 disebut juga vitelogenin. Vitelogenin disintesis oleh hati dalam bentuk lipophosphoprotein-kalsium komplek dan hasil mobilisasi lipid dari lemak visceral. Selama proses vitelogenesis terjadi penambahan ketebalan pada zona radiata, sel-sel granulosa dan theca. Hal ini yang menyebabkan diameter dan volume telur ikan zebra prasalin maupun salin antar perlakuan berbeda nyata, semakin meningkat seiring dengan peningkatan vitamin E dalam pakan. Kuning telur merupakan sumber utama energi dan materi untuk perkembangan embrio ovipar (Kamler, 1992). Nilai kalori kuning telur dapat diduga berdasarkan diameter telur, volume kuning telur dan bobot telur. Jumlah energi yang dikonsumsi dari kuning telur oleh embrio dan larva berkorelasi positif dengan ukuran telur. Pada hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan laju penyerapan kuning telur ikan zebra prasalin dengan penambahan vitamin E dalam pakan. Dengan rendahnya laju penyerapan kuning telur, maka cadangan nutrisi dalam telur pun semakin tinggi dan ini berpengaruh pada kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal ikan zebra prasalin maupun salin. Derajat Pembuahan Telur, Derajat Tetas Telur, dan Kecepatan Waktu Embriogenesis Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perbedaan kandungan vitamin E pada pakan uji tidak berpengaruh terhadap nilai derajat pembuahan telur, derajat tetas telur dan kecepatan waktu embriogenesis sebagaimana disajikan pada Tabel 16. Derajat pembuahan telur adalah persentase bergabungnya inti sperma dengan inti sel telur dalam sitoplasma sehingga membentuk zigot. Penambahan vitamin E dalam pakan menghasilkan derajat pembuahan telur yang tidak berbeda nyata secara statistika pada tiap perlakuan. Tidak berbedanya derajat pembuahan telur oleh penambahan vitamin E diduga karena adanya pengaruh bahan lain. Menurut hipotesis dari Tang dan Affandi (2001), telur-telur dari bulu babi dan cacing ketika dilepaskan ke dalam air akan mengeluarkan bahan atau substansi yang dapat merangsang spermatozoa untuk berenang berusaha atau mencapai telur. Bahan yang dikeluarkan telur disebut fertilizin. Bahan inilah yang memainkan peran yang sangat penting dalam proses fertilisasi. 71

91 Tabel 16 Derajat pembuahan telur (FR), derajat tetas telur (HR), dan kecepatan waktu embriogenesis (KWE) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Perlakuan FR (%) HR (%) KWE (Jam) (mg Vit. E/kg pakan) Ikan Prasalin A (9) 64,04±19,33 a 65,19±14,10 a 32,0±0,0 a B (132) 67,30±24,41 a 84,11±12,27 a 32,0±0,0 a C (258) 81,71±15,65 a 65,32±20,83 a 32,0±0,0 a D (384) 79,70±31,94 a 66,87±13,43 a 32,0±0,0 a Ikan Salin E (9) 56,60±14,15 a 55,74±17,22 a 32,0±0,0 a F (132) 68,73±17,70 a 57,68±13,06 a 32,0±0,0 a G (258) 62,41±7,27 a 57,77±16,86 a 32,0±0,0 a H (384) 66,92±12,91 a 59,11±14,96 a 32,0±0,0 a Keterangan :Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05) Permukaan kepala dari spermatozoa memiliki reseptor yang dapat menangkap spermophilic dari fertilizin. Dari sisi lain cincin ovophilic akan bergantung dengan reseptor-reseptor yang ada pada telur, sehingga terjadi penggabungan sperma dengan telur. Apabila fertilizin dan reseptor yang terkait dengan group ovophilic, lapisan cortical dari telur mengandung substansi yang dapat menghalangi group spermophilic dari fertilizin disebut antifertilizin. Setelah terjadi penggabungan antara spermatozoa dengan telur, molekul-molekul bebas dari fertilizin menghalangi antifertilizin dan mencegah terjadinya polyspermi. Fertilizin dapat berinteraksi dengan reseptor pada spermatozoa, bukan hanya dalam penggabungan sperma dengan telur, tetapi juga bagian luar dari telur yang menyebabkan terjadinya agglutinasi (Fujaya, 2004) Derajat tetas telur adalah persentase telur yang menetas sebagai hasil beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya. Penghitungan menggunakan metoda statistik memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Semakin tinggi dosis vitamin E dalam pakan maka nilai derajat tetas telur semakin meningkat. Menurut Mokoginta (1992), rendahnya derajat tetas telur dapat disebabkan oleh hambatan perkembangan embrio atau gangguan pada embrio sehingga tidak dapat berkembang dengan baik. Hubungan yang terjadi antara perkembangan embrio dengan vitamin E merupakan hubungan melalui mediator asam lemak tidak jenuh. Rasio asam lemak n6:n3 yang sesuai dengan kebutuhan embrio dalam telur diduga 72

92 akan mempengaruhi keberhasilan proses embriogenesis dan diperlihatkan dengan nilai derajat tetas telur yang tinggi. Dapat dijelaskan bahwa peranan vitamin E sebagai antioksidan asam lemak tidak jenuh mampu menghambat laju oksidasi n6:n3 dalam tubuh, telur dan larva ikan. Tingkat Kelangsungan Hidup Larva (SR 3 ) dan Persentase Larva Abnormal Tingkat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal pada penelitian ini disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Tingkat kelangsungan hidup larva (SR 3 ) dan persentase larva abnormal (PLA) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Perlakuan SR Larva 3 (%) PLA (%) (mg Vit. E/kg pakan) Ikan Prasalin A (9) 47,76 ± 6,88 b ± 2.03 b B (132) 46,43 ± 7,41 b 8.38 ± 0.56 a C (258) 80,35 ± 13,95 c 7.12 ± 0.14 a D (384) 86,30 ± 9,64 c ± 1.08 b Ikan Salin E (9) 20,22 ± 1,39 a 26,89 ± 0,77 b F (132) 75,56 ± 4,82 c 4,45 ± 0,39 a G (258) 68,00 ± 1,16 c 3,78 ± 1,02 a H (384) 31,78 ± 4,24 b 22,82 ± 3,57 b Keterangan :Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05) Gambar 5 Larva abnormal pada perlakuan vitamin E. Pewarnaan HE Pada hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan laju penyerapan kuning telur ikan zebra prasalin dengan penambahan vitamin E dalam pakan. Dengan rendahnya laju penyerapan kuning telur, maka cadangan nutrisi dalam telur pun semakin tinggi dan ini berpengaruh pada kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal ikan zebra prasalin maupun salin. Hubungan positif antara 73

93 SR dengan konsentrasi lipida total telur telah ditunjukkan oleh Tang dan Affandi (2001), untuk ikan dan udang diyakini bahwa kandungan asam lemak telur dapat meningkatkan daya hidup larva. Defisiensi Essential Fatty Acid (EFA) akibat kekurangan vitamin E dapat menyebabkan efek kerusakan pada ikan (abnormal) sebagaimana terlihat pada Gambar 5 dan efek negatif pada penampilan reproduksinya. Larva ikan zebra prasalin dan salin yang diberi pakan kontrol dengan kandungan vitamin E rendah menunjukkan nilai persentasi larva abnormal yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dengan kandungan vitamin E tinggi (Tabel 17). Kelebihan vitamin E pada pakan induk sebagaimana pada pakan C dan pakan F dengan kandungan vitamin E 384 mg/kg pakan dapat menyebabkan hipertrofi kantung telur (yolk sac hypertrophy) pada larva ikan dan selanjutnya akan kenaikan abnormalitas pada larva (Tabel 17 dan Gambar 5)... Hal tersebut kemungkinan terjadi sebagai akibat kelebihan nutrien antioksidan yang terjadi karena kelebihan kandungan vitamin E. Akibat lain dari vitamin E yang berlebih pada pakan ikan akan menimbulkan efek kebalikan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah larva abnormal. Salah satu penyebab dari meningkatnya abnormalitas larva adalah karena kelebihan vitamin E antara lain akan menyebabkan tidak sempurnanya embriogenesis, dimana pada vitamin E yang berlebih akan menyebabkan asam lemak esensial yang berlebih pula yang mengakibatkan proses embriogenesis akan dipercepat. Proses embriogenesis yang terlalu cepat sering menyebabkan tidak sempurnanya proses embriogenesis sehingga menyebabkan jumlah larva abnormal akan meningkat. 74

94 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kombinasi asam lemak n-3, n-6 serta vitamin E dalam pakan berperan dalam penyusunan kandungan nutrisi tubuh induk, telur dan larva ikan zebra. 2. Kinerja reproduksi terbaik ikan zebra prasalin ikan yang diberi pakan dengan vitamin E sebesar 258 mg/kg, asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% serta asam lemak esensial n-6 sebesar 2,04% pada lemak total pakan 8,26%. 3. Kinerja reproduksi terbaik ikan zebra salin adalah ikan yang diberi pakan dengan vitamin E sebesar 258 mg/kg, asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% serta asam lemak esensial n-6 sebesar 2,04% pada lemak total pakan 8,26%. Saran Kombinasi dosis vitamin E sebesar 258 mg/kg pakan dengan asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% dan n-6 sebesar 2,04% pada pakan dengan kandungan lemak total 8,26% dapat dijadikan acuan dalam pembuatan formula pakan induk untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil. 75

95 PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio JANTAN ABSTRAK Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kebutuhan vitamin E pada pakan induk jantan ikan zebra (Danio rerio) untuk reproduksi. Empat pakan perlakuan yang iso-protein (37%) dan iso-kalori (3293 kcal digestible energy/kg pakan), dinamakan pakan A, B, C, dan pakan D dengan kandungan vitamin E yang berbeda diberikan kepada induk ikan zebra yang dipelihara di akuarium. Pakan A mengandung vitamin E terendah (9 mg vitamin E/kg pakan), sedangkan pakan B mengandung 132 mg vitamin E/kg pakan, pakan C asam mengandung vitamin E 258 mg /kg pakan, dan pakan D mengandung vitamin E 384 mg /kg pakan. Semua pakan perlakuan mempunyai kombinasi asam lemak n-3 berbanding n-6 sebesar 1:2. Ikan zebra jantan diberi pakan secara at satiation selama 28 hari pemeliharaan. Selama masa pemberian pakan, tingkat kematangan gonad diperiksa secara teratur. Perbedaan kandungan vitamin E pada kadar asam lemak 1,03% n-3 dan asam lemak 2,04% n-6 berpengaruh nyata secara statistik terhadap nilai gonado somatik indeks (GSI), laju pertumbuhan spesifik dan efisiensi pakan. Secara umum, ikan zebra jantan membutuhkan 258 mg vitamin E/kg pakan pada pakan dengan asam lemak 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 serta kadar lemak total 8,26% untuk menghasilkan kinerja reproduksi yang terbaik. Kata Kunci: Vitamin E, penampilan reproduksi, Danio rerio jantan 76

96 ABSTRACT This experiment was conducted to determine the dietary vitamin E requirement for reproduction of male broodstock zebrafish Danio rerio. Four isonitrogenous (37% crude protein) and isocaloric (3,293 kcal digestible energy/kg diet) practical diets, namely diets A, B, C, and D with different levels of vitamin E were fed to zebrafish broodstock. The broodstock were cultivated in aquaria. Diet A contained low dosage of vitamin E (9 mg vitamin E /kg diet), while diets B (132 mg vitamin E /kg diet), C (258 mg vitamin E /kg diet), and diet D (384 mg vitamin E /kg diet), combined respectively with 1,03 % n-3 fatty acids and 2,04 % n-6 fatty acids. Fish were fed at satiation for 28 days using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of vitamin E affected the GSI, growth rate, and feed efficiency. Result of the experiment indicated at dosage 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids, male zebrafish require 258 mg vitamin E/kg feed in the diet for reproduction. The results showed that the best test feed; 258 mg vitamin E/kg feed in the diet combined respectively with 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of male zebrafish. Key words: Vitamin E, reproductive performance, male zebrafish Danio rerio 77

97 PENDAHULUAN Ikan hias air tawar di Indonesia sangat beraneka ragam jenisnya. Kegiatan pembenihan ikan hias telah banyak dikembangkan baik skala rumah tangga maupun skala besar. Salah satu kendala dalam budidaya ikan hias yaitu terbatasnya ketersediaan induk yang berkualitas sehingga menghambat peningkatan produksi. Untuk itu perlu usaha untuk mendapatkan benih yang bermutu dengan tingkat kelangsungan hidup larva yang tinggi. Pematangan gonad merupakan salah satu fase penting pada siklus reproduksi ikan. Umumnya pematangan gonad induk dapat dipacu dengan manipulasi faktor lingkungan, pakan dan hormon. Pematangan gonad melalui pakan dapat dilakukan dengan jalan memberikan pakan yang cukup mengandung nutrien yang penting dan dibutuhkan untuk reproduksi Pada umumnya penelitian tentang gonad sangat dominan dilakukan pada induk ikan betina dibandingkan dengan penelitian yang berhubungan dengan induk jantan, yaitu untuk mengetahui seberapa besar kualitas telur yang dihasilkan sehingga menghasilkan benih-benih yang berkualitas. Kualitas reproduksi induk jantan merupakan faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan reproduksi, yaitu kemampuan membuahi sel telur. Kualitas sperma sendiri sangat dipengaruhi oleh nutrisi, musim, suhu dan frekuensi pemakaian induk jantan. Keberhasilan proses budidaya untuk menghasilkan generasi yang berkualitas tersebut tentunya harus didukung oleh induk ikan jantan yang berkualitas. Induk ikan yang memasuki fase pematangan gonad akan dipengaruhi oleh hormon trofik hipotalamus dan kelenjar pituitari. Folikel yang sedang tumbuh mensintesis dan mensekresi hormon steroid kedalam peredaran darah. Salah satu jenis hormon steroid adalah estradiol-17β yang merangsang sintesis dan mengangkut vitelogenin ke gonad. Hubungan vitamin E dengan vitelogenin dalam perkembangan oosit antara lain melalui prostaglandin. Prostaglandin disintesis secara enzimatik dengan menggunakan asam lemak esensial. Vitamin E dipercaya dapat mempertahankan keberadaan asam lemak karena fungsi vitamin E antara lain adalah sebagai antioksidan. Vitamin E dan asam lemak esensial dibutuhkan secara bersama 78

98 untuk pematangan gonad ikan; dosis vitamin dalam pakan akan bergantung kepada kandungan asam lemak esensial yang berbeda dalam pakan. Penelitian ini menggunakan ikan zebra (Danio rerio) jantan sebagai hewan uji. Ikan zebra merupakan salah satu ikan hias yang memiliki prospek yang cukup bagus karena ikan zebra mempunyai warna menarik berupa garis-garis longitudinal berwarna biru dan emas yang memanjang sampai sirip ekor, tingkah laku yang tenang, daya tahan tinggi dan memiliki fekunditas yang banyak (Axerold et al., 1971). Ikan ini memiliki selang reproduksi yang pendek dan telurnya yang berwarna transparan membuat ikan ini banyak digunakan sebagai hewan uji dalam penelitian toksikologi. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji peran vitamin E dalam proses reproduksi ikan zebra jantan; 2) menentukan dosis optimal kombinasi asam lemak esensial n-3/n-6 dan vitamin E dalam pakan untuk memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra jantan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peran vitamin E dalam proses reproduksi ikan zebra jantan serta dosis optimal kombinasi vitamin E dan asam lemak esensial dalam pakan buatan untuk induk ikan zebra jantan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan formulasi pakan induk jantan untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil. 79

99 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan gonad pada ikan menjadi perhatian para peneliti reproduksi dimana peninjauan perkembangan gonad dilakukan dari berbagai aspek, termasuk proses-proses yang terjadi di dalam gonad baik terhadap individu maupun populasi. Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina sebesar 10-25% dari berat tubuh dan pada ikan jantan sebesar 5-10% (Effendie, 1997). Pada umumnya penelitian tentang gonad sangat dominan dilakukan pada induk ikan betina dibandingkan dengan penelitian yang berhubungan dengan induk jantan, yaitu untuk mengetahui seberapa besar kualitas telur yang dihasilkan sehingga menghasilkan benih-benih yang berkualitas. Menurut Toelihere (1981), kualitas sperma merupakan faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan reproduksi, yaitu kemampuan membuahi sel telur. Kualitas sperma itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nutrisi, musim, suhu dan frekuensi pemakaian induk jantan. Keberhasilan proses budidaya untuk menghasilkan generasi yang berkualitas tersebut tentunya harus didukung oleh induk ikan jantan yang berkualitas. Organ reproduksi ikan jantan pada umumnya merupakan sepasang testis yang memanjang sepanjang rongga badan dan dilengkapi dengan saluran testikuler. Pembungkus testikuler yang mengelilingi testis, secara luas menghubungkan jaringanjaringan testis. Spermatozoa dihasilkan dalam kista seminiferus yang terletak dalam kantung-kantung pada testis. kista seminiferus dikelilingi oleh sel-sel sertoli yang mempunyai fungsi nutritif, sedangkan pada bagian luar terdapat sel leydig yang mempunyai fungsi endokrin yaitu menghasilkan testosteron. Cairan sperma adalah larutan spermatozoa yang berada dalam saluran testes dan dihasilkan oleh hidrasi testes (Woynarovich & Horvath, 1980). Campuran antara cairan seminal plasma dengan spermatozoa disebut semen. Sel sperma merupakan sel yang padat dan tidak tumbuh atau membelah diri serta mempunyai peranan hanya untuk membuahi sel telur. Pada umumnya spermatozoa terdiri atas dua bagian, yaitu bagian kepala dan ekor, tetapi ada pula yang terdiri dari tiga bagian yaitu bagian tengah, yang bergabung dengan bagian kepala (Fujaya, 2004). Tiap-tiap bagian memiliki ukuran yang berbeda-beda tergantung jenis ikannya. Kepala spermatozoa 80

100 secara umum berbentuk oval atau bulat dan mengandung materi inti, kromosom terdiri atas materi inti, kromosom terdiri atas DNA yang bersenyawa dengan protein. Informasi genetika yang dibawa oleh spermatozoa diterjemahkan dan disimpan dalam molekul DNA (Tang dan Affandi, 2001). Pada bagian tengah tersebut terdapat mitokondria yang berfungsi dalam metabolisme sperma. Ekor sperma berfungsi memberi gerak maju kepada spermatozoa dengan gelombang-gelombang yang dimulai di daerah implantasi ekor kepala dan berjalan ke arah distal sepanjang ekor seperti pukulan cambuk (Toelihere, 1981). Spermatozoa ikan-ikan teleostei mempunyai ukuran yang sederhana, dengan ukuran panjang kepala 2-3 µm dan panjang total µm. Sel sperma dihasilkan melalui proses spermatogenesis oleh testes atas pengaruh FSH dan LH yang dihasilkan oleh adenohipofisa (Fujaya, 2004). Diawali dengan terjadinya pembelahan spermatogonia beberapa kali untuk memasuki tahap spermatosit primer. Spermatosit primer selanjutnya akan mengalami pembelahan meiosis dimulai dengan kromosom berpasangan yang diikuti dengan duplikasi membentuk tetraploid (4n). Satu spermatosit primer tetraploid membentuk dua spermatosit sekunder yang diploid (2n). Satu spermatosit sekunder diploid membelah menjadi dua spermatid (n). Selanjutnya spermatid akan mengalami diferensiasi sehingga menjadi spermatozoa, spermia atau sperma. Proses metamorfosis ini sering disebut spermiogenesis. Menurut Fujaya (2004), pada akhir spermiogenesis, spermatozoa dilepaskan dari kista dan masuk ke dalam lumen. Proses ini disebut spermiasi. Proses spermiasi terjadi akibat kenaikan tekanan hidrostatik di dalam kantung sperma sehingga spermatozoa terdorong ke luar. Proses ini dipengaruhi oleh hormon-hormon yang disekresi oleh sel-sel Sertoli di bawah rangsangan gonadotropin. Spermatozoa didorong ke dalam sistem pengeluaran, disini bercampur dengan plasma semen. Jumlah sperma yang dihasilkan ikan-ikan jantan dalam satu waktu berbeda-beda. Volume semen yang dihasilkan berkaitan dengan beberapa faktor antara lain ukuran tubuh ikan jantan, musim dan frekuensi pemijahan, jumlah telur yang akan dibuahi, jumlah ikan jantan dan betina yang memijah dan kondisi pemijahan. 81

101 Walaupun ukuran dan bentuk spermatozoa berbeda pada berbagai jenis ikan, namun struktur morfologinya adalah sama (Tang dan Affandi, 2001). Permukaan sperma dibungkus oleh suatu membran lipoprotein. Apabila sel tersebut mati, permeabilitas membrannya meninggi, terutama di daerah kepala dan dalam hal ini merupakan dasar pewarnaan semen yang dapat membedakan sperma yang hidup atau mati. Spermatozoa ikan imotil dalam testes dan pada beberapa ikan imotil pada cairan plasma semennya. S perma akan bergerak aktif dan berenang bila terkena air. Gerakan spermatozoa berbentuk rektilinier, berbelok-belok dan spiral. Sebagian besar spermatozoa ikan air tawar dapat motil di air selama tidak lebih dari 2-3 menit. Stimulasi dan lama pergerakan spermatozoa dipengaruhi oleh umur, kematangan spermatozoa, suhu dan faktor-faktor lingkungan lain seperti kandungan ion-ion, ph dan tekanan osmolalitas (Fujaya, 2004). Spermatozoa yang belum matang memiliki masa pergerakan yang lebih singkat dibandingkan spermatozoa matang. Kebutuhan dasar vitamin E untuk ikan bervariasi, bergantung pada beberapa faktor yaitu ukuran ikan, umur ikan, suhu air, persentase pertumbuhan dan komposisi pakan. Untuk jenis ikan channel catfish menurut NRC (1983) adalah 50 IU per kg pakan, sedangkan untuk jenis ikan salmonids adalah 30 IU per kg pakan. Satu International Unit (IU) vitamin E setara dengan 1 mg α-tocopherol. Gejala defisiensi vitamin E pada ikan antara lain muscular dystrophy, exudative diathesis, hematokrit rendah, depigmentasi kulit, penurunan laju pertumbuhan dan lain-lain. Hipervitaminosis vitamin E dapat menyebabkan laju pertumbuhan yang rendah, reaksi keracunan pada organ hati dan kematian (Halver, 2002). Vitamin memainkan peranan penting dalam fisiologi reproduksi ikan, burung dan mamalia. Takeuchi et al. (1988) menguji efek kontribusi vitamin E pada tubuh ikan, pemijahan, penetasan telur dan kematian benih. Didapatkan hasil bahwa pada induk yang diberi pakan dengan kadar vitamin yang rendah tidak memijah, sedangkan yang diberi pakan dengan kadar vitamin E yang lebih tinggi induk memijah. Vitamin E juga berfungsi untuk mendukung peran enzim sitokrom P450 mensintesis kolesterol untuk pembentukan hormon reproduksi, dalam hal ini 17β-estradiol. Hormon 17βestradiol menstimulasi sintesis vitelogenin di hati. Pentingnya peranan vitamin E untuk reproduksi juga ditemukan pada beberapa jenis ikan, seperti carp, rainbow trout 82

102 dan read seabream (Furuichi, 1988). Umumnya konsentrasi vitamin E dalam telur tinggi dan konsentrasi vitamin E rendah pada jaringan tubuh induk setelah pemijahan, sehingga diduga beberapa fungsi fisiologi terkait dengan vitamin E pada saat pemijahan, pembuahan dan penetasan telur. Dalam pakan dibutuhkan zat gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Secara umum kebutuhan protein ikan berkisar antara % (Hepher, 1990). Protein tersusun dari asam-asam amino esensial dan asam amino non-esensial yang bergabung menjadi molekul kompleks (NRC, 1983). Dengan kandungan asam amino ini, protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh serta reproduksi; termasuk pematangan gonad (Lovell, 1989). Lemak memegang peranan penting bagi ikan, selain sebagai sumber energi non protein juga berfungsi memelihara struktur dan fungsi membran, sumber energi dan pada organ tubuh ikan tertentu berperan untuk mempertahankan daya apung tubuh. Lemak pakan harus mengandung asam lemak tidak jenuh seperti linoleat dan linolenat (Takeuchi et al., 1988). 83

103 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai selama lima bulan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat bahan pakan dan pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis asam lemak dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu. Analisis vitamin E dilakukan di Laboratorium INMT, Fakultas Peternakan IPB. Pemeliharaan dan pemijahan ikan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan preparat histologis dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Foto perkembangan embrio dilakukan di Laboratorium Pembenihan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kualitas air dilakukan dilakukan di Laboratorium Lingkungan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ikan Uji Ikan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai ikan uji adalah ikan zebra jantan umur 40 hari dengan bobot awal bobot tubuh 0,1234 ± 0,1130 g dan padat tebar 25 ekor per akuarium. Ikan uji didatangkan dari petani ikan hias di Depok, Jawa Barat. Pakan Uji Pakan yang dipakai dalam penelitian ini terdiri atas empat macam pakan perlakuan yang isoprotein (37%) dan isoenergi (289,93 kkal/100 g) dan memiliki komposisi vitamin E target yang berbeda beda yaitu 9, 132, 258 dan 384 mg/kg pakan. Vitamin E yang digunakan sebagai perlakuan adalah dalam bentuk α tocopherol. Perbandingan antara asam lemak n-3 dan n-6 di dalam pakan tetap yaitu 1:2. Komposisi pakan dapat dilihat di Tabel 18, sedangkan hasil analisis proksimat dan vitamin E pakan dapat dilihat pada Tabel

104 Tabel 18 Komposisi pakan perlakuan Bahan Pakan Perlakuan Vitamin E (mg/ kg pakan) A ( 0 mg ) B ( 125 mg ) C ( 250 mg ) D ( 375 mg ) Tepung Ikan 25, , , ,0000 Tepung Kedelai 35, , , ,7375 Tepung Pollard 24, , , ,4384 Minyak Ikan 1 1,4390 1,4390 1,4390 1,4390 Minyak Jagung 1 3,3373 3,3373 3,3373 3,3373 Vitamin Mix 2 1,5000 1,5000 1,5000 1,5000 Vitamin E 0,0000 0,0250 0,0500 0,0750 Tapioka 5, ,0075 4,9725 Mineral Mix 3 3,0000 3,0000 3,0000 3,0000 Choline Chloride 0,5000 0,5000 0,5000 0,5000 Total 100, , , ,0000 Keterangan: 1. Sumber asam lemak n-3 dan n-6 2. Takeuchi, Takeuchi, 1988 Berdasarkan hasil analisis, ternyata kandungan vitamin E dalam pakan adalah 9 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan A, 132 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan B, 258 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan C, serta 384 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan D. Tabel 19 Komposisi proksimat pakan dalam persentase bobot kering (%) Perlakuan (mg vitamin E/kg pakan) A (0) B (125) C (250) D (375) Proksimat Protein 37,42 37,72 37,56 37,06 Lemak 8,74 8,22 8,26 8,55 Abu 10,12 9,99 9,88 9,76 Serat Kasar 6,94 6,93 7,69 6,14 BETN 36,75 37,14 36,60 38,49 DE (kkal/100 g pakan) * 293,64 291,47 289,93 295,18 C/P (kkal/ g protein) 7,85 7,73 7,72 7,97 Vitamin E (mg/kg pakan) 9,00 132,00 258,00 384,00 Keterangan: DE = Digestible Energi yang diperhitungkan dari 1 g protein = 3,5 kkal; 1 g lemak = 8,1 kkal; 1 g karbohidrat = 2,5 kkal (NRC, 1983). 85

105 Rancangan Perlakuan Percobaan ini merupakan suatu rangkaian penelitian yang dikerjakan untuk mengetahui peran vitamin E dalam memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra jantan. Formula pakan dasar yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pakan terbaik hasil penelitian sebelumnya. Matrik penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Matrik penelitian Pakan Uji *) Perlakuan Vitamin E 0 mg/kg pakan Perlakuan A Vitamin E 125 mg/kg pakan Perlakuan B Vitamin E 250 mg/kg pakan Perlakuan C Vitamin E 375 mg/kg pakan Perlakuan D Keterangan: *) Jumlah dan perbandingan asam lemak dalam pakan uji sesuai dengan hasil penelitian I dan II Pemeliharaan Ikan Uji Induk yang digunakan adalah calon induk ikan zebra berumur 26 hari yang berasal dari petani ikan hias Depok, Jawa Barat. Calon induk tersebut dipelihara dalam 12 buah akuarium berukuran 50x50x50 cm. Setelah dua minggu dipelihara (berumur 40 hari), dilakukan seleksi ikan jantan dan betina sehingga menjadi 25 ekor jantan di setiap akuarium. Agar suhu air konstan maka dipasang pemanas pada masing-masing akuarium dengan suhu ± 28 ºC. Selama masa pemeliharaan, calon induk ikan zebra tersebut diberi pakan perlakuan sebanyak empat kali sehari yaitu pukul 07.00; 11.00; dan WIB secara at satiation. Pengamatan terhadap nilai IKG dan perkembangan panjang dan bobot tubuh ikan dilakukan setiap minggu. Sedangkan pembuatan preparat histology gonad jantan dilakukan setiap 15 hari sekali. Setelah 28 hari perlakuan ketika ikan zebra berumur 68 hari, induk jantan dipindahkan ke akuarium pemijahan. Pemijahan dilakukan satu kali dalam satu hari. Induk dipijahkan dengan rasio jantan betina 1:1 dalam akuarium berukuran 15 x 15 x 20 cm, dengan volume air ± 1,5 l dengan suhu air ± 26 ºC. Dasar akuarium diberi alas berupa hapa untuk memisahkan telur dari induknya. Masing-masing perlakuan 86

106 dilakukan satu kali ulangan pemijahan yang dilakukan dalam wadah tanpa perlakuan aerasi dan suhu. Pengamatan pemijahan dilakukan ketika induk jantan mulai mengejar induk betina. Apabila terlihat induk berpijah, maka ditunggu beberapa saat sampai induk betina mengeluarkan telur-telurnya. Setelah induk jantan dan betina berhenti berpijah, induk dipindahkan ke akuarium pemeliharaan dan hapa diangkat. Telur-telur yang berada dalam wadah pemijahan diberikan biru metilen dan dimasukan ke akuarium inkubasi masal yang berukuran 100 x 50 x 50 cm. Pada wadah inkubasi masal, suhu diatur ± 28 ºC agar perkembangan embrio berjalan normal, dilengkapi empat titik aerasi untuk masing-masing perlakuan. Selama inkubasi air tidak diganti dan tidak dilakukan penyifonan. Setelah telur menetas maka larva dibiarkan selama tiga sampai empat hari, setelah itu dipindahkan ke akuarium yang lebih besar. Pengamatan perkembangan embrio dilakukan hanya satu kali ulangan dari setiap perlakuan. Untuk pengamatan diambil dua sampai sepuluh butir telur yang diletakan di gelas objek cekung. Setiap perkembangan diamati di bawah mikroskop, kemudian diamati dan difoto untuk hasil dari masing-masing bentuk stadia. Stadia utama yang diamati dan difoto adalah stadia satu sel, pembelahan, morula, blastula, gastrula dan organogenesis sampai telur menetas. Kualitas Air Analisis kualitas air dilakukan pada awal dan akhir masa pemeliharaan, yaitu akuarium pemeliharaan dan tandon. Analisis kualitas air terdiri atas analisis oksigen terlarut (DO), ph, suhu, amoniak, kesadahan dan alkalinitas. Suhu, DO dan ph diukur langsung dengan menggunakan alat DO meter sedangkan amoniak dan kesadahan diukur menggunakan metode titrasi. Alkalinitas diukur dengan menggunakan spektrofotometer. 87

107 GSI (%) = Parameter Uji Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut Gonad Somatik Indeks Penilaian perkembangan gonad yang hanya berdasarkan pada ciri-ciri morfologi saja adalah subyektif dan kurang informatif karena hanya menerangkan secara kualitatif. Padahal dalam perkembangan gonad tadi selain perkembangan secara mofologi, di dalamnya terdapat perkembangan telur dan sejalan dengan ini terjadi perkembangan berat gonad. Keterangan perkembangan testes dan berat gonad ini dapat memberi informasi tambahan yang dapat dijabarkan secara kuantitatif: Bobot gonad (g) x100% Bobot tubuh (g) Motilitas Sperma Motilitas sperma diukur dengan cara semen ikan zebra diteteskan sebanyak satu tetes di atas gelas obyek dibubuhi cairan fisiologis, kemudian ditempelkan gelas penutup. Kepadatan sperma ikan diketahui sekitar juta/cc. Pada tepi gelas penutup diteteskan akuades lalu pergerakan sperma setelah terkena air di bawah mikroskop dilihat dengan perbesaran 10 x 40. Kriteria penilaian motilitas dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Kriteria penilaian motilitas spermatozoa Kriteria Skor Semua spermatozoa bergerak cepat dengan arah maju 5 (progressively) dengan pergerakan ekor bervariasi Kebanyakan spermatozoa bergerak arah maju dan beberapa 3-4 menunjukan gerakan cepat Sedikit atau sangat sedikit spermatozoa menunjukan gerak arah 1-2 maju Kebanyakan spermatozoa tidak bergerak, kadang-kadang sedikit 0,50-0,75 gerakan (bergetar) dan sedikit bergerak arah maju Kebanyakan spermatozoa imotil/tidak bergerak, kadang-kadang 0,25 terlihat sedikit gerakan/bergetar Semua spermatozoa imotil/tidak bergerak 0 88

108 Laju Pertumbuhan Spesifik (α) Laju pertumbuhan spesifik dihitung berdasarkan rumus Effendie (1997): α (%) = t wt wo 1 x 100% Keterangan: Wt = Bobot tubuh akhir percobaan (g) Wo = Bobot tubuh awal percobaan (g) t = waktu pemeliharaan (hari) α = Laju pertumbuhan spesifik (%) Efisiensi Pemberian Pakan Perhitungan efisiensi serta konversi pakan dihitung berdasarkan rumus berikut (National Research Council, 1977): EP (%) = Wt + Wd Wo F x 100% Keterangan: F = Jumlah total pakan (g) Wt = Bobot total ikan akhir (g) Wd = Bobot total ikan mati (g) Wo = Bobot total ikan awal (g) Derajat Pembuahan Telur Derajat pembuahan telur adalah persentase jumlah telur yang dibuahi dari jumlah telur yang diinkubasi yang dapat ditentukan pada saat stadium morula, dengan rumus perhitungan sebagai berikut (Woynarovich & Hoart,1980) : Jumlah telur yang dibuahi Fertilizat ion rate(%) = 100% Jumlah total telur Derajat Kelangsungan Hidup Embrio Derajat kelangsungan hidup embrio (survival rate) adalah persentase jumlah embrio yang hidup dalam waktu tertentu dari jumlah telur yang dibuahi. Tingkat kelangsungan hidup embrio diamati sebelum embrio menetas yaitu pada stadia organogenesis. Dari pengamatan secara visual terlihat bahwa pada embrio yang hidup 89

109 akan tampak terbentuk organ-organ tubuh serta pergerakan-pergerakan, sedangkan embrio yang mati akan tampak berwarna putih keruh. Perhitungan derajat kelangsungan hidup embrio adalah sebagai berikut: SR E (%) = Embrio yang hidup Telur yang dibuahi x 100% Analisis Data Penelitian ini menggunakan desain penelitian Anova dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Apabila ada perbedaan antar perlakuan, dilakukan analisis tingkat lanjut dengan uji Duncan. Sedangkan untuk data histologi gonad disajikan secara deskriptif eksploratif. 90

110 HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum pemberian pakan dengan kadar vitamin E 258 mg/kg sampai dengan 384 mg/kg pakan pada ikan zebra jantan menghasilkan nilai gonado somatik indeks, laju pertumbuhan spesifik dan efisiensi pakan tertinggi. selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 22. Hasil penelitian Tabel 22 Gonado somatik indeks (GSI), motilitas sperma,derajat pembuahan telur (FR), laju pertumbuhan spesifik (LPS), serta efisiensi pakan (EP) ikan zebra jantan yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Perlakuan Parameter Vit E 9 mg/kg pakan Vit E 132 mg/kg pakan Vit E 258 mg /kg pakan Vit E 384 mg/kg pakan GSI (%) 1,46 ± 0,15 a 1,73 ± 0,20 ab 2,36 ± 0,54 b 2,42 ±0,50 b Motilitas Sperma FR (%) 98, LPS(%) 2,68 ± 0,54 a 2,90 ± 0,83 a 2,94 ± 1,20 a 3,47 ± 0,79 a EP(%) 13,13 ± 6,75 a 9,71 ± 7,63 a 11,53 ± 4,68 a 13,99 ± 1,66 a Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0.05) Nilai gonado somatik indeks dan laju pertumbuhan spesifik pada induk yang tidak diberikan vitamin E menghasilkan nilai yang paling rendah dibandingkan perlakuan dengan vitamin E pada pakan. Adapun perbedaan skor progresif sperma antara 4 sampai 5 tidak berpengaruh terhadap nilai derajat pembuahan. Perlakuan dosis vitamin E 258 mg/kg pakan tetap menghasilkan derajat pembuahan sebesar 100% sama halnya dengan perlakuan dosis vitamin E 132 dan 384 mg/kg pakan. Perkembangan testes tiap sampling disajikan pada Gambar berikut. Setiap perlakuan mengalami peningkatan nilai indeks kematangan gonad dari hari ke-0 sampai hari ke-28 selama penelitian. Setelah tujuh hari perlakuan nilai indeks kematangan gonad tertinggi diperoleh dari perlakuan dengan pemberian dosis vitamin E sebesar 258 mg/kg dan 384 mg/kg pakan. Pada hari ke-14 dan ke-28 penelitian, dapat 91

111 dilihat pada Tabel 22 membentuk pola perkembangan sperma yang meningkat seiring dengan besarnya dosis vitamin E yang ditambahkan pada pakan. 3,000 2,500 GSI (%) 2,000 1,500 1,000 0, Sampling (hari ke) Kontrol 125mg/kg 250mg/kg 375mg/kg Gambar 6 Hubungan antara waktu pemeliharaan dengan nilai GSI Skor progresif sperma yang diberi perlakuan dengan dosis mg/kg pakan menunjukkan nilai kisaran 4 sampai 5. Tiga perlakuan tersebut menghasilkan derajat pembuahan sebesar 100 %. Meskipun secara empiris perlakuan kontrol memperoleh nilai skor progresif sperma sebesar 5, hal ini menunjukkan bahwa pemberian vitamin E pada pakan memberikan pengaruh terhadap ketahanan sperma sehingga dapat menghasilkan derajat pembuahan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian vitamin E pada pakan (kontrol). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vitamin E pada pakan dengan dosis yang berbeda berpengaruh terhadap indeks kematangan gonad ikan uji setelah 28 hari perlakuan. Meningkatnya nilai indeks kematangan gonad pada setiap perlakuan sangat dipengaruhi oleh perkembangan sperma, yaitu dengan adanya pertambahan bobot gonad jantan ikan uji setelah perlakuan pemberian pakan. Begitu pula menurut Tang dan Affandi (2001), perbedaan bobot gonad atau volume semen yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh kondisi ikan selama pemeliharaan, nutrisi dan lingkungan pemeliharaan. Dalam penelitian ini, pengaruh nutrien yang diberikan berupa penambahan vitamin E telah memberikan perlindungan terhadap viabilitas sperma sehingga perkembangan sperma sampai matang bertahan dalam jumlah yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan vitamin E pada pakan. 92

112 Sebagai antioksidan, vitamin E sangat berguna sebagai pelindung vitamin lain dan asam lemak tidak jenuh terhadap proses oksidasi. Vitamin E mampu menjaga unsaturated fatty acid dalam jaringan, baik yang terdapat pada bahan makanan, campuran bahan makanan, maupun dalam jaringan tubuh. Pada Gambar 7, 8, dan 9 dapat dilihat alur perkembangan sperma berdasarkan pengukuran indeks kematangan gonad mingguan selama penelitian. Secara umum pada awal perlakuan dan setelah tujuh hari perlakuan, nilai indeks kematangan gonad pada grafik turun-naik antar perlakuan tidak seiring dengan peningkatan pemberian dosis vitamin E yang diberikan pada pakan. Hal ini menunjukkan alokasi penggunaan pakan lebih ke pertumbuhan tubuh. Lain halnya dengan pengukuran nilai indeks kematangan gonad pada hari ke-14 dan ke-28 perlakuan, bahwa grafik menunjukan peningkatan nilai indeks kematangan gonad seiring dengan penambahan dosis vitamin E pada pakan setiap perlakuan. Dalam hal ini adaptasi pemberian pakan dengan penambahan vitamin E sudah mengarah ke pematangan gonad ikan zebra jantan. Pakan yang dimakan merupakan sumber energi dan nutrisi utama untuk meningkatkan kerja organ dalam tubuh termasuk proses spermatogenesis oleh testes atas pengaruh hormon FSH dan LH yang dihasilkan oleh adenohipofisa. Rendahnya konsumsi terhadap pakan, maka akan menurunkan kerja dari adenohipofisa sehingga proses spermatogenesis dalam mengasilkan sperma terganggu. Dalam penelitian ini, kondisi demikian secara langsung menurunkan konsumsi vitamin E yang ditambahkan pada pakan sehingga kerja vitamin E terhadap penangkapan radikal bebas (anti oksidan) dalam jaringan tubuh menurun. Selama penelitian, nilai efisiensi pakan tiap perlakuan tidak berpengaruh terhadap perkembangan gonad. Akan tetapi, secara empiris peningkatan nilai indeks kematangan gonad pada perlakuan mg vitamin E/kg pakan seiring dengan meningkatnya nilai efisiensi pakan pada setiap perlakuan tersebut. Sedangkan pada perlakuan 9 mg vitamin E/kg pakan menunjukkan nilai indeks kematangan gonad paling rendah pada akhir perlakuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Verakunpirya et al. (1986), bahwa vitamin E berperan sangat penting untuk perkembangan gonad. Pertumbuhan, perkembangan dan pematangan serta pengosongan sperma adalah mekanisme yang terjadi dalam kematangan sperma. Menurut Tang dan Affandi 93

113 (2001), tahap-tahap spermatogenesis dan spermiogenesis dapat dibedakan berdasarkan karakteristik morfologi nukleus dan sitoplasma. Berdasarkan hasil histologis dapat dikatakan bahwa perkembangan sperma ikan zebra pada penelitian memperlihatkan kondisi yang sama dengan perkembangan nilai indeks kematangan gonad. Secara garis besar hasil histologi awal sebelum diberi perlakuan, 15 dan 28 hari setelah perlakuan berturut-turut dimulai sebelum diberi perlakuan menunjukan nukleus yang belum terlihat jelas, lebih banyak sitoplasma diseluruh permukaan testis dan kista spermatogonia belum terlihat (Gambar 7). Kondisi tersebut menurut Fujaya (2004) menunjukan bahwa spermatogonia primer mengalami beberapa kali pembelahan mitosis untuk memasuki tahap spermatosit primer. Selanjutnya, pada hari ke-15 semua perlakuan kecuali kontrol secara umum menunjukkan ukuran nukleus yang membesar dan sitoplasma mulai tertutupi spermatid yang berkembang, dimana kista-kista memenuhi bagian testis. Selain itu proses differensiasi menjadi spermatozoa mulai terjadi (Gambar 8). Proses metamorfosis ini sering disebut spermiogenesis. Sedangkan perlakuan kontrol masih menunjukkan perkembangan yang sama dengan morfologi testis sebelum perlakuan. Hal ini sama halnya dengan hasil dari nilai indeks kematangan gonad dimana perolehan nilai GSI pada kontrol pada sampling hari ke-14 adalah paling rendah dibandingkan dengan yang diberikan perlakuan. Hal ini jelas sekali, tanpa pemberian vitamin E pada pakan atau kekurangan vitamin ini diperlihatkan dari gonad yang lama berkembang menuju ke arah matang gonad (Izquierdo et al., 2001). Sedangkan pada hari ke-28 perlakuan (Gambar 9), hasil pada preparat histologi secara umum menunjukkan beberapa kista mengeluarkan spermatozoa yang dikeluarkan menuju lumen. Menurut Fujaya (2004), proses ini disebut spermiasi. Proses spermiasi terjadi akibat kenaikan tekanan hidrostatik di dalam kantung sperma sehingga spermatozoa terdorong ke luar. Proses ini dipengaruhi oleh hormon-hormon yang disekresi oleh sel-sel sertoli di bawah rangsangan gonadotropin. 94

114 Gambar 7 Morfologi gonad pra perlakuan Vit E 9 Vit E 132 Vit E 258 Vit E 384 Gambar 8 Morfologi gonad 15 hari perlakuan Vit E 9 Vit E 132 Vit E 258 Vit E 384 Gambar 9 Morfologi gonad 28 hari perlakuan 95

PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio

PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio Oleh: NUR BAMBANG PRIYO UTOMO B661020011 SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Effect of Enriched Feed by Different n-6 Fatty Acids Levels at 0% of n-3 on Danio rerio Reproductive Performance

Effect of Enriched Feed by Different n-6 Fatty Acids Levels at 0% of n-3 on Danio rerio Reproductive Performance Pengaruh Jurnal Akuakultur pemberian Indonesia, kadar asam 5(1): lemak 51-56 n-6 (2006) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 51 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH PEMBERIAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr. PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) Ediwarman SEKOLAH PASACASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ASAM LEMAK N-6 DAN N-3 DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.)

KEBUTUHAN ASAM LEMAK N-6 DAN N-3 DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) Kebutuhan Jurnal Akuakultur asam lemak Indonesia, induk 6(1): ikan baung 7 15 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 7 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id KEBUTUHAN ASAM LEMAK

Lebih terperinci

KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA

KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANG MENDAPAT TAMBAHAN MINYAK IKAN DAN VITAMIN E DALAM PAKAN YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS MEDIA BERBEDA SURIA DARWISITO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. P E N D A H U L U A N

I. P E N D A H U L U A N I. P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Ikan Gurami (Ospheronemus gouramy Lac) merupakan plasma nutfah ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara (Badan Standarisasi

Lebih terperinci

3.KUALITAS TELUR IKAN

3.KUALITAS TELUR IKAN 3.KUALITAS TELUR IKAN Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi: pakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya

I. PENDAHULUAN. Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya ikan ini belum diimbangi dengan tingkat produksi yang tinggi karena tidak didukung oleh produksi

Lebih terperinci

Effect of Enriched Feed by n-3 fatty acids and 2% of n-6 fatty acid on Danio rerio Reproduction. N. B. P. Utomo, L. Nurmalia, dan I.

Effect of Enriched Feed by n-3 fatty acids and 2% of n-6 fatty acid on Danio rerio Reproduction. N. B. P. Utomo, L. Nurmalia, dan I. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 171 18 (25) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 171 PENGARUH PEMBERIAN KADAR ASAM LEMAK n-3 YANG BERBEDA PADA

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pertumbuhan induk ikan lele tanpa perlakuan Spirulina sp. lebih rendah dibanding induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. 2%

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari protein. Bahan ini berfungsi untuk membangun otot, sel-sel, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari protein. Bahan ini berfungsi untuk membangun otot, sel-sel, dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Nutrisi Ikan Baung Nutrisi yang harus ada pada ikan adalah protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin. Sekitar 50 % dari kebutuhan kalori yang diperlukan oleh

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BAUNG

PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BAUNG PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr) DENGAN PEMBERIAN PAKAN BUATAN YANG DITAMBAHKAN ASAM LEMAK N-6 DAN N-3 DAN DENGAN IMPLANTASI ESTRADIOL-17β DAN TIROKSIN ADHARTHO UTIAH SEKOLAH

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil percobaan perkembangan bobot dan telur ikan patin siam disajikan pada Tabel 2. Bobot rata-rata antara kontrol dan perlakuan dosis tidak berbeda nyata. Sementara

Lebih terperinci

Kampus Darmaga, Bogor 16680, Indonesia 2) Fakultas Pertanian Universitas Batanghari, Jambi, Indonesia ABSTRACT

Kampus Darmaga, Bogor 16680, Indonesia 2) Fakultas Pertanian Universitas Batanghari, Jambi, Indonesia ABSTRACT Jurnal Akuakultur Indonesia Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH KADAR VITAMIN E ( TOCOPHEROL) PAKAN TERHADAP KADAR LEMAK, ASAM LEMAK ESENSIAL

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2).

Lebih terperinci

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E PADA PAKAN BERBASIS TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP KEMATANGAN GONAD IKAN NILA MERAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila berdaging padat, tidak mempunyai banyak duri, mudah disajikan dan mudah didapatkan di

Lebih terperinci

PENGARUH SUMBER ASAM LEMAK PAKAN BERBEDA TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN IKAN BOTIA Botia macracanthus Bleeker

PENGARUH SUMBER ASAM LEMAK PAKAN BERBEDA TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN IKAN BOTIA Botia macracanthus Bleeker Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(2): 99 204 (2008) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 99 PENGARUH SUMBER ASAM LEMAK PAKAN BERBEDA TERHADAP KINERJA

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh :

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : FIRMAN HIKMAWAN C14103067 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan

Lebih terperinci

N.B.P. Utomo, N. Nurjanah dan M. Setiawati

N.B.P. Utomo, N. Nurjanah dan M. Setiawati Pengaruh Jurnal Akuakultur pemberian Indonesia, pakan dengan 5(1): 31-39 kadar (2006) vitamin E Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 31 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pemberian pakan buatan di BBAP Situbondo dilakukan bulan Oktober sampai Desember 2008. Sedangkan untuk pada bulan Agustus-September induk diberi perlakuan pakan rucah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan dapat dijadikan alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan dan memiliki prospek jangka panjang yang baik. Hal ini dikarenakan atas permintaan produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015),

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan komoditas bahan pangan yang bergizi tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), konsumsi produk

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari subset penelitian faktorial untuk mendapatkan dosis PMSG dengan penambahan vitamin mix 200 mg/kg pakan yang dapat menginduksi

Lebih terperinci

GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS. By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract

GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS. By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract The research was conducted from Februari to April 2013

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

PADA PAKAN INDUK TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK BETINA IKAN ZEBRA

PADA PAKAN INDUK TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK BETINA IKAN ZEBRA KOMBINASI ASAM LEMAK n-3/n-6 (1:3) DAN VITAMIN E (a-tokoferol) PADA PAKAN INDUK TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK BETINA IKAN ZEBRA Brachydanio rerio Oleh : Siti Murniasih C14101008 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: selenium, growth, viability, Cromileptes altivelis, grouper

ABSTRACT. Keywords: selenium, growth, viability, Cromileptes altivelis, grouper ABSTRACT MUHAIMIN HAMZAH. The Growth Performance and Viability Enhancement of Humpback Grouper (Cromileptes altivelis) Fed on Selenium Supplementation. Under direction of M. AGUS SUPRAYUDI, NUR BAMBANG

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Tahap I Pemberian pakan uji yang mengandung asam lemak esensial berbeda terhadap induk ikan baung yang dipelihara dalam jaring apung, telah menghasilkan data yang

Lebih terperinci

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 103 108 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 103 PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENAMBAHAN VITAMIN E DALAM PAKAN UNTUK MENINGKATKAN POTENSI REPRODUKSI INDUK IKAN SEPAT HIAS ( Trichogaster sp )

PENAMBAHAN VITAMIN E DALAM PAKAN UNTUK MENINGKATKAN POTENSI REPRODUKSI INDUK IKAN SEPAT HIAS ( Trichogaster sp ) 1 PENAMBAHAN VITAMIN E DALAM PAKAN UNTUK MENINGKATKAN POTENSI REPRODUKSI INDUK IKAN SEPAT HIAS ( Trichogaster sp ) Puji Kurniawan 1, Yuneidi Basri 2, Elfrida 2 1) Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan E-mail

Lebih terperinci

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal**

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal** Daya Tetas Telur dan Sintasan Larva Dari Hasil Penambahan Madu pada Bahan Pengencer Sperma Ikan Nila (Oreochromis niloticus) (Egg Hatching Rate and Survival of Larvae produced from Supplementation of Honey

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMPILAN REPRODUKSI IKAN LELE

KAJIAN PENAMPILAN REPRODUKSI IKAN LELE KAJIAN PENAMPILAN REPRODUKSI IKAN LELE (Clarias gariepinus) BETINA MELALUI PENAMBAHAN ASCORBYL PHOSPHATE MAGNESIUM SEBAGAI SUMBER VITAMIN C DAN IMPLANTASI DENGAN ESTRADIOL-17β HENGKY JULIUS SINJAL SEKOLAH

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Percobaan tahap pertama mengkaji keterkaitan asam lemak tak jenuh n-6 dan n-3 yang ditambahkan dalam pakan buatan dari sumber alami

Lebih terperinci

PEMATANGAN GONAD IKAN PALMAS (Polypterus senegalus) DENGAN MENGGUNAKAN PAKAN YANG BERBEDA

PEMATANGAN GONAD IKAN PALMAS (Polypterus senegalus) DENGAN MENGGUNAKAN PAKAN YANG BERBEDA PEMATANGAN GONAD IKAN PALMAS (Polypterus senegalus) DENGAN MENGGUNAKAN PAKAN YANG BERBEDA Herzi Jeantora 1, M. Amri 2, Usman Bulanin 2 1) Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan E-mail : Jhean_tora@yahoo.com

Lebih terperinci

EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus

EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus Firsty Rahmatia 1, Yudha Lestira Dhewantara 1 Staf Pengajar Jurusan Budidaya Perikanan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin Pengaruh Jurnal Akuakultur Tiroksin Indonesia, terhadap Larva 1(1): Ikan 21 25(2002) Gurami Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 21 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH UMUR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DALAM PAKAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) ANJELI SULISTIANTI PAISEY

PEMANFAATAN TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DALAM PAKAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) ANJELI SULISTIANTI PAISEY PEMANFAATAN TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DALAM PAKAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) ANJELI SULISTIANTI PAISEY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV)

THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) BY FITRIA RONAULI SIHITE 1, NETTI ARYANI 2, SUKENDI 2) ABSTRACT The research

Lebih terperinci

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN TENTANG TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat akan konsumsi ikan meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang 16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus

PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus Oleh : Khaidir Ahmady Us IImu Perairan 99466 PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

M.A. Suprayudi, E. Mursitorini dan D. Jusadi

M.A. Suprayudi, E. Mursitorini dan D. Jusadi Jurnal Pengaruh Akuakultur pengkayaan Indonesia, Artemia 5(2): sp. 119126 (2006) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 119 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH PENGKAYAAN Artemia

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING)

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING) PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING) DISUSUN OLEH : TANBIYASKUR, S.Pi., M.Si MUSLIM, S.Pi., M.Si PROGRAM STUDI AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Percobaan ini dilakukan di Kolam Percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, Dramaga. Percobaan dilakukan dari bulan Mei hingga Agustus 2011. 2.1.1 Persiapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang permintaannya terus meningkat dan berkembang pesat. Udang vannamei memiliki

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii)

EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) 697 Evaluasi penggunaan pakan dengan kadar protein berbeda... (Reza Samsudin) EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial 1. Mengidentifikasi potensi dan peran budidaya perairan 2. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang disuplai dari makanan pokok tidak terpenuhi. Suplemen di pasaran dapat dibedakan berdasarkan kategori penggunaannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) termasuk kedalam salah satu komoditas budidaya yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan bahwa ikan nilem

Lebih terperinci

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

Suplementasi vitamin E dengan dosis berbeda pada pakan terhadap kinerja reproduksi induk betina ikan komet Carassius auratus auratus

Suplementasi vitamin E dengan dosis berbeda pada pakan terhadap kinerja reproduksi induk betina ikan komet Carassius auratus auratus Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (1), 14 18 (213) Suplementasi vitamin E dengan dosis berbeda pada pakan terhadap kinerja reproduksi induk betina ikan komet Carassius auratus auratus Dietary vitamin E of

Lebih terperinci

Wisnu Prabowo C SKRIPSI

Wisnu Prabowo C SKRIPSI PENGARUH DOSIS BACITRACINE METHYLE DISALISILAT (BMD) DALAM EGG STIMULANT YANG DICAMPUR DENGAN PAKAN KOMERSIL TERHADAP PRODUKTIVITAS IKAN LELE SANGKURIANG Clarias sp Wisnu Prabowo C14102006 SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Pencampuran dan Pemberian Pakan

II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Pencampuran dan Pemberian Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur 2.1.1 Persiapan Wadah Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah kolam pemeliharaan induk berukuran 20x10x1,5 m. Kolam disurutkan, lalu dilakukan pemasangan patok-patok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Protein Pakan Protein adalah salah satu nutrien yang sangat diperlukan oleh ikan. Protein dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan, penggantian jaringan tubuh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR PROTEIN DAN RASIO ENERGI PROTEIN PAKAN BERBEDA TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)

PENGARUH KADAR PROTEIN DAN RASIO ENERGI PROTEIN PAKAN BERBEDA TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) J.11. Pert. Indo. Vol. 9(2). 2000 PENGARUH KADAR PROTEIN DAN RASIO ENERGI PROTEIN PAKAN BERBEDA TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) Oleh : Adelina*, Ing ~oko~inta**,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13 PEMBENIHAN : SEGALA KEGIATAN YANG DILAKUKAN DALAM PEMATANGAN GONAD, PEMIJAHAN BUATAN DAN PEMBESARAN LARVA HASIL PENETASAN SEHINGGA MENGHASILAKAN BENIH YANG SIAP DITEBAR DI KOLAM, KERAMBA ATAU DI RESTOCKING

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan Cirata dan Saguling khususnya kabupaten Cianjur sekitar 8.000.000 kg (ukuran 5-8 cm) untuk ikan mas, 4.000.000

Lebih terperinci

FERDINAND HUKAMA TAQWA

FERDINAND HUKAMA TAQWA PENGARUH PENAMBAHAN KALIUM PADA MASA ADAPTASI PENURUNAN SALINITAS DAN WAKTU PENGGANTIAN PAKAN ALAMI OLEH PAKAN BUATAN TERHADAP PERFORMA PASCALARVA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei ) FERDINAND HUKAMA

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M : LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS NAMA KELAS : IMADUDIN ATHIF : S1-SI-02 N.I.M : 11.12.5452 KELOMPOK : G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal ini

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI 1 PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

Efektivitas Suplemen Herbal Terhadap Pertumbuhan dan Kululushidupan Benih Ikan Lele (Clarias sp.)

Efektivitas Suplemen Herbal Terhadap Pertumbuhan dan Kululushidupan Benih Ikan Lele (Clarias sp.) Efektivitas Suplemen Herbal Terhadap Pertumbuhan dan Kululushidupan Benih Ikan Lele (Clarias sp.) Dian Puspitasari Program studi Budidaya Perairan, Fakultas pertanian, Universitas Asahan Email: di_dianri@yahoo.com

Lebih terperinci