BAB I PENDAHULUAN UKDW. R. Siti Maryam, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya (Jakarta : Penerbit Salemba Medika, 2008), hlm. 32.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN UKDW. R. Siti Maryam, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya (Jakarta : Penerbit Salemba Medika, 2008), hlm. 32."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Sebagai pendahuluan, maka pada bab ini penulis akan memberikan pengantar terkait dengan keseluruhan tulisan dalam skripsi ini. Penulis membagi bab I menjadi beberapa bagian, yaitu Latar Belakang, Permasalahan Penelitian, Judul Skripsi, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Diharapkan melalui bab ini pembaca mendapatkan gambaran sekilas mengenai apa yang akan dibahas dalam skripsi ini. A. Latar Belakang 1. Persoalan Lansia secara Umum Usia lanjut merupakan tahapan akhir pada perkembangan kehidupan manusia yang dialami oleh seseorang yang dapat mencapai tahapan ini. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia no. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pasal 1 ayat (2), (3), dan (4), usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. 1 Di Indonesia, istilah untuk kelompok usia ini belum baku dan memiliki penyebutan yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah manusia usia lanjut (manula), namun ada pula yang menggunakan istilah manusia lanjut usia (lansia). Dalam uraian selanjutnya, penulis akan menggunakan istilah lansia untuk menyebutkan orang-orang yang berusia lanjut. Sebab, walaupun perkumpulan orang-orang berusia lanjut di GKI Kayu Putih disebut Komisi Senior, tetapi penyebutan yang biasa dipakai, baik dalam komunikasi verbal di gereja 2, ataupun dalam Buku Kehidupan Jemaat tetap lansia. Setiap manusia akan bertambah tua, dan hal ini merupakan sesuatu yang alamiah. Bahkan, usia yang panjang dinilai sebagai anugerah pemberian tanda kemurahan hati Allah. 3 Saat ini, usia harapan hidup semakin bertambah tinggi. Untuk tahun , usia harapan hidup di Indonesia adalah 70,1 tahun. 4 Usia ini sudah memasuki masa usia lanjut. Akan tetapi, walaupun umur panjang disyukuri sebagai sebuah berkat, perlu dilihat juga secara realistis bahwa masa 1 R. Siti Maryam, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya (Jakarta : Penerbit Salemba Medika, 2008), hlm Berdasarkan penelitian penulis melalui proses wawancara dengan beberapa anggota Komisi Senior, sebagian besar mereka menyebut diri sebagai lansia. Pertimbangan lain adalah dengan keberadaan HOG yang berbeda dengan Komisi Senior, istilah lansia ini dapat mencakup individu-individu yang berada dalam dua kegiatan ini. 3 Hanna Santoso dan Andar Ismail, Memahami Krisis Lanjut Usia:Uraian Medis & Pedagogis-Pastoral (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009), hlm Badan Pusat Statistik, Angka Harapan Hidup Penduduk Beberapa Negara (tahun) , (diakses pada 25 Mei 2016). 1

2 usia lanjut dapat menjadi masa yang kurang menyenangkan. Alkitab memberikan beberapa contoh terkait dengan hal ini, seperti penglihatan menjadi kabur (lih. Kejadian 48:10), kekuatan tubuh menurun (lih. Mazmur 71:9), bahkan masa usia lanjut pun digambarkan sebagai hari-hari yang malang (lih. Pengkhotbah 12:1). Memang, penurunan fisik yang terjadi pada lansia tidak bisa dihindari. Apabila melihat dari segi medis, maka menjadi tua atau menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas 5 dan memperbaiki kerusakan yang diderita. 6 Berdasarkan definisi ini, jelaslah bahwa lansia akan mengalami penurunan fisik dan lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit. Tidak hanya persoalan fisik, lansia pun juga menghadapi keadaan lain yang kurang menyenangkan, yaitu pengasingan, kesepian, dan yang paling buruk adalah kehilangan diri. 7 Para lansia yang sudah pensiun dari pekerjaan mereka merasa ditempatkan di luar lingkungan orang yang identitasnya ditentukan oleh pekerjaan, penghasilan, dan hak milik. Inilah yang membedakan kebudayaan tradisional dan kebudayaan modern. Kebudayaan tradisional menempatkan lansia di tempat yang tinggi, dihormati, diperhatikan, dan dikasihi. 8 Hal ini dikarenakan lansia dianggap memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kebijaksanaan yang dapat dipelajari oleh generasi muda. Tidak jarang dalam satu masyarakat yang masih memegang teguh kebudayaan tradisional, pendapat dari para lansia selalu didengar dan dihargai. Namun, sepertinya penghargaan terhadap lansia luntur seiring dengan berkembangnya zaman menuju kebudayaan modern. Kebudayaan modern saat ini cenderung menyamakan keberhasilan dengan banyaknya harta yang dimiliki, sehingga orang senantiasa berlomba-lomba untuk membangun karier dan mengumpulkan harta benda sebanyak mungkin dan memberi tempat yang sedikit bagi orang-orang berusia lanjut. 9 Lansia sudah dianggap tidak bisa lagi menghasilkan sesuatu dan mengikuti persaingan pengumpulan harta, sehingga akhirnya dimarjinalisasikan dan dianggap tidak berguna. Bahkan, ada kecenderungan menganggap lansia sebagai beban bagi keluarga, 5 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jejas adalah lecet (tergores, luka sedikit, dan sebagainya) di bagian kulit. 6 Santoso dan Ismail, hlm Henry J.M.Nouwen dan Walter J. Gaffney, Meniti Roda Kehidupan : Tambah Usia Menuju Kepenuhan Hidup (Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1989), hlm Wahjudi Nugroho, Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009), hlm Sharon R. Curtin, Nobody Ever Died of Old Age (Boston : Brown and Company, 1972), hlm

3 sebab anggota keluarga lain harus merawat dan juga membiayai kebutuhan hidup lansia, sementara membiayai kehidupan sendiri saja sudah sulit. Selain itu, pengalaman kesepian juga merupakan pengalaman yang sangat mungkin dirasakan oleh lansia. Kesepian merupakan salah satu pengalaman yang memilukan karena ditinggalkan orang-orang yang selama ini begitu dekat dan menyayangi lansia dan juga kesadaran bahwa lingkaran relasi mereka dengan yang lain tidak akan pernah bertambah. Dalam menghadapi perjalanan kehidupan selanjutnya, lansia menyadari bahwa semakin sedikit sahabat seperjalanan yang senantiasa berbagi dalam suka dan duka, dan pada akhirnya mereka harus berjalan sendiri. Tidak hanya dikarenakan pasangan atau sahabat-sahabat yang pergi meninggalkan mereka, tetapi kesepian dapat juga dirasakan oleh para lansia yang tinggal bersama dengan anak-cucu mereka. Apabila masing-masing anggota keluarga sibuk dengan kegiatannya dan hampir tidak memiliki waktu bersama para lansia, maka tentu rasa kesepian ini akan semakin merasuk. Pengalaman pengasingan dan kesepian pada akhirnya menimbulkan perasaan penolakan terhadap diri lansia. Jika pengalaman pengasingan merupakan penolakan yang dialami dari masyarakat, maka kesepian merupakan penolakan dari sahabat dan keluarga. Namun, pengalaman yang paling menghancurkan dan merusak adalah kehilangan diri. Lansia merasa kehilangan harga diri karena keberadaannya ditolak oleh masyarakat secara umum dan orangorang terdekat secara khusus sehingga merasa tidak ada lagi gunanya mereka hidup. Mungkin hilangnya diri menjadi paling tampak dalam diri orang-orang yang seluruh identitasnya diserap oleh masa lampau, yang hampir tidak pernah merasa puas dengan masa kini dan yang melihat ke depan seolah-olah ia memandang kegelapan yang semakin pekat. 10 Masa usia lanjut seakan dianggap sebagai masa yang suram, gelap, tidak berpengharapan dan tidak menyenangkan sama sekali. Sebenarnya, masa usia lanjut sebagai saat-saat kehidupan terakhir manusia tidak serta-merta berisi hal-hal yang gelap, suram, ataupun menyeramkan. Yang menjadikan masa usia lanjut seakan suram adalah stigma dari masyarakat dan kurangnya perhatian dari orang-orang terdekat. Penurunan kondisi fisik memang dapat menjadi permasalahan, namun bukan berarti lansia tidak bisa melakukan apa-apa sehingga ditolak oleh masyarakat dan dipandang sebagai beban. Masa usia lanjut dapat menjadi masa yang penuh dengan harapan dan menyenangkan apabila lansia 10 Nouwen dan Gaffney, hlm

4 dihargai, dilindungi, didengarkan. Dengan perhatian, menjadi tua dapat menjadi jalan menuju cahaya, memberi harapan serta kehidupan yang baru Peranan Gereja dan Pendidikan Kristiani Antargenerasi (PKA) Henri Nouwen mengatakan bahwa memberi perhatian kepada orang-orang berusia lanjut menuntut sebuah gaya hidup yang memungkinkan terjadinya hubungan kreatif dan rekreatif antargenerasi. 12 Relasi antargenerasi ini pada akhirnya menyentuh konsep Pendidikan Kristiani Antargenerasi. Pendidikan Kristiani Antargenerasi (selanjutnya disingkat menjadi PKA) adalah dua atau lebih kelompok usia yang berbeda yang berada dalam komunitas keagamaan dan bersama-sama belajar/bertumbuh/hidup dalam iman melalui pengalaman bersama, pembelajaran paralel, kesempatan untuk memberikan kontribusi, dan berbagi secara interaktif. 13 Bertolak dari konsep PKA, pertemuan antargenerasi tidak hanya menghasilkan persahabatan dan cinta kasih, melainkan lebih dari itu, ada proses pembelajaran di mana kedua generasi semakin diperkaya melalui pembelajaran ini. Bahkan, setiap orang dalam PKA akan diperhitungkan atau berada dalam kedudukan yang setara, baik sebagai pemberi dan penerima. Setiap orang akan mengajar dan juga belajar dalam proses pertumbuhan iman bersama. Gereja sebagai komunitas iman berisikan individu-individu dari seluruh tingkatan usia, baik yang baru saja lahir hingga lanjut usia. Apalagi dengan tingkat usia harapan hidup yang semakin tinggi, hal ini menandakan bahwa semakin banyak lansia yang ada di dalam gereja dibandingkan dekade sebelumnya. Hal ini berarti, perbedaan usia di dalam gereja semakin besar. Para lansia bisa saja duduk bersebelahan dengan bayi yang baru saja lahir dan digendong oleh seorang ibu muda. Dengan demikian, gereja merupakan tempat yang sangat strategis dalam melakukan PKA dengan berkumpulnya setiap generasi dalam komunitas iman yang sama. Selain itu, secara khusus gereja juga dapat berperan sebagai pihak yang memberi perhatian dan juga dukungan, baik secara moril, fisik, dan spiritual kepada para lansia. Peranan gereja sangat penting, khususnya dalam membangun serta memelihara mental dan rohani para lansia. 14 Namun, berdasarkan pra-penelitian penulis di GKI Kayu Putih, setiap generasi memiliki kegiatan 11 Nouwen dan Gaffney., hlm Ibid., hlm James W. White, Intergenerational Religious Education : Models, Theory, and Prescription for Interage Life and Learning in the Faith Community (Alabama : Religious Education Press, 1988), hlm Santoso dan Ismail, hlm

5 masing-masing di gereja melalui setiap komisi (Komisi Anak, Remaja, Pemuda, Dewasa Muda, Dewasa, Senior) dan jarang terdapat kegiatan yang bersifat antargenerasi. Apalagi, relasi antar anak-anak muda dengan para lansia di gereja jarang sekali terlihat sejauh pengamatan penulis. Sebenarnya, GKI Kayu Putih telah merancang konsep Pelayanan Antargenerasi. Akan tetapi, konsep ini belum menyentuh pelayanan antargenerasi bagi Lansia, dan masih berhenti sampai tahap Dewasa. B. Permasalahan Penelitian GKI Kayu Putih memiliki dua wadah kegiatan bagi para lansia, yaitu House of Grace (selanjutnya disingkat menjadi HOG) dan juga Komisi Senior. Secara struktural, Komisi Senior berada di bawah Majelis Jemaat bidang Bina Kategorial. Bidang Bina Kategorial ini bertanggung jawab atas Komisi-Komisi yang pembagiannya didasarkan oleh usia, seperti Komisi Anak, Remaja, Pemuda, Dewasa Muda, Dewasa, dan Senior. Sedangkan HOG berada di bawah Majelis Jemaat bidang Oikumene dan Masyarakat (Selanjutnya dalam penulisan disingkat menjadi Oikmas). HOG adalah rumah singgah yang diperuntukkan bagi lansia wanita dan terbuka untuk umum, dalam arti tidak hanya dikhususkan bagi anggota jemaat GKI Kayu Putih saja. HOG dilaksanakan setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat pukul WIB. Di HOG, para lansia mengikuti kegiatan seperti senam pagi, renungan bersama, bermain angklung, melukis, dan diberikan waktu bebas juga bagi para lansia. Pelaksanaan HOG dibantu oleh beberapa anggota jemaat wanita yang menjadi volunteer (usia tahun). Selain bertugas menjadi pengurus HOG, maka volunteer juga bertugas menyediakan makanan dan mengurus keuangan HOG. Lalu, Komisi Senior merupakan perkumpulan lansia pria dan wanita di GKI Kayu Putih. Sedikit berbeda dengan HOG yang pengurusnya adalah para volunteer, Komisi Senior memiliki pengurus yang berasal dari lansia GKI Kayu Putih sendiri. Ada beberapa program yang dilaksanakan secara rutin oleh Komisi Senior, seperti rapat rutin, pelawatan, persekutuan yang dilaksanakan setiap Sabtu minggu kedua dan keempat, ceramah kesehatan, dan kegiatankegiatan lainnya. Berdasarkan informasi mengenai pelaksanaan kegiatan bagi para lansia, baik HOG dan juga Komisi Senior, dapat dilihat bahwa kegiatan tersebut dilakukan di luar hari Minggu. HOG dilaksanakan setiap hari Senin, Rabu, Jumat, sedangkan kegiatan rutin Komisi Senior, yaitu persekutuan dilaksanakan setiap hari Sabtu minggu kedua dan keempat. Apabila dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan komisi lainnya, seperti Komisi Anak, Remaja, dan Pemuda, maka 5

6 kegiatan-kegiatan gereja lainnya banyak dilaksanakan pada hari Minggu. Selain itu, terdapat pula pemisahan tempat dalam melakukan kegiatan. Ibadah Remaja dilaksanakan di gedung tersendiri, begitu pula dengan Ibadah Pemuda dan Sekolah Minggu yang dilaksanakan di gedung yang berlainan. Hal inilah yang menyebabkan minimnya relasi antargenerasi yang terjadi di dalam gereja. Selain itu, penulis juga menemukan masalah yang terjadi di HOG. Asal mula pembentukan HOG yang dicetuskan oleh Tkt. Hilda Pelawi, S.Th 15 berawal ketika Pelawi melihat kenyataan para lansia di GKI Kayu Putih yang masih membutuhkan semangat dan perhatian dalam menjalani masa usia lanjutnya. Namun, perhatian dan semangat ini tidak terlalu optimal diberikan oleh setiap keluarga dari para lansia mengingat kesibukan masing-masing anggota keluarga, baik dalam pekerjaan maupun studi. Dengan keyakinan bahwa gereja merupakan wadah dimana komunitas Kristiani saling memperhatikan dan membangun kasih, maka terbentuklah HOG ini. 16 HOG sendiri mempunyai visi dan misi. Visi HOG adalah menjadikan masa tua sebagai anugerah Tuhan, sedangkan misi HOG adalah menyemangati kehidupan lanjut usia dengan kegembiraan, kreativitas, dan persahabatan. 17 Tentunya, persahabatan yang diharapkan terjalin tidak hanya terjadi antara para lansia saja, tetapi juga antara lansia dan volunteer. Sebab, Pelawi juga mengatakan bahwa HOG tidak bisa berjalan sendiri tanpa volunteer yang setia mempersembahkan waktu, cinta kasih, talenta, dan persahabatan yang terus dibina. 18 Namun, berdasarkan pra-penelitian yang dilakukan penulis dalam bentuk observasi langsung, relasi yang terjalin antara volunteer dan para peserta HOG cenderung renggang. Volunteer cenderung lebih sering berinteraksi dengan sesama volunteer lainnya. Memang bukan berarti tidak ada interaksi sama sekali antara volunteer dan peserta, akan tetapi interaksi yang ada pun hanya sebatas basa-basi semata, seperti pertanyaan apakah oma sudah makan?, atau oma sedang ngapain? Penulis jarang melihat peserta yang berbicara secara mendalam kepada volunteer. Jika demikian, maka persahabatan dan cinta kasih yang diharapkan hadir dalam HOG pun bisa jadi tidak terpenuhi secara optimal. Bahkan, mungkin saja masih ada perasaan kesepian yang 15 Tkt. Hilda Pelawi, S.Th. merupakan tenaga kategorial di GKI Kayu Putih yang menjadi pengerja pendamping HOG sekaligus pengagas berdirinya HOG. 16 Brosur House of Grace yang dikeluarkan GKI Kayu Putih dalam rangka mempromosikan kegiatan House of Grace, Tulisan Hilda Pelawi mengenai House of Grace, Ibid. 6

7 dirasakan oleh para lansia. Sebab, para lansia sama-sama membutuhkan dukungan dan cinta kasih dari generasi-generasi lainnya. Selain itu, program ini pun juga masih mengidentikkan lansia sebagai objek atau pihak yang diberikan pelayanan. Belum pernah diadakan kegiatan di HOG di mana lansia misalnya membagikan cerita kepada para volunteer atau kepada anak-anak remaja dan pemuda, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang menempatkan lansia sebagai subjek. Seharusnya lansia jangan hanya dilihat sebagai penerima, melainkan aktif juga sebagai pemberi. 19 Hal ini pula yang belum ditonjolkan oleh HOG di mana lansia dilihat hanya sebagai pihak yang harus diberikan perhatian dan menjadi objek utama dari pelayanan. Padahal, mungkin saja ada kerinduan dari para lansia untuk tetap bisa berkarya dan memberikan sesuatu bagi generasi muda. Melihat persoalan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belum ada relasi antargenerasi yang terjalin secara intens antara lansia di GKI Kayu Putih dengan generasi-generasi lainnya. Padahal, seperti yang telah dikatakan Nouwen di atas, relasi antargenerasi yang kreatif perlu sekali dibangun dalam rangka pemberian perhatian dan dukungan bagi lansia dalam menjalani masa usia lanjutnya yang tidak mudah. Pemisahan kegiatan berdasarkan generasi begitu terasa terjadi di dalam gereja ini. Padahal, pemisahan generasi dalam gereja membuat satu generasi menjadi tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh generasi lainnya dan apa persoalan yang dihadapi mereka. Nouwen mengatakan demikian : Kalau kita membiarkan dunia kita terbagi menjadi kelompok orang muda, tengah umur dan berusia lanjut, maka sebenarnya kita menyingkirkan daya yang terdapat dalam tindak memberi perhatian yang sesungguhnya; karena perkembangan dan pertumbuhan manusia pertama-pertama terjadi dengan interaksi kreatif antargenerasi. 20 Untuk itu, dalam memaksimalkan peran gereja dalam rangka pemberian dukungan dan perhatian bagi para lansia, diperlukan sebuah relasi antargenerasi yang berkualitas. Diharapkan relasi yang ada juga dapat memberikan tempat bagi lansia untuk berkarya dan memberikan sesuatu bagi generasi muda, sehingga keberadaan mereka masih tetap diperhitungkan. Begitu pula sebaliknya, lansia juga mendapatkan sesuatu melalui relasi ini, yang tidak hanya berupa dukungan, tetapi pembelajaran dari generasi muda. PKA dapat menjadi salah satu wadah yang tidak hanya 19 Santoso dan Ismail, hlm Nouwen dan Gaffney, hlm

8 memberikan perhatian, tetapi juga dapat menjadi sarana bagi lansia untuk berkarya dan menjadi pemberi. Relasi antargenerasi yang terjalin dapat menjadi pembelajaran bagi setiap orang yang terlibat, serta mempererat persaudaraan dan persatuan di dalam komunitas iman yang penuh dengan cinta kasih. Dalam skripsi ini, pada akhirnya penulis mencoba menyusun sebuah konsep program PKA yang berangkat dari konteks lansia di GKI Kayu Putih. Konteks ini berhubungan dengan sejauh mana minat lansia dalam melakukan relasi antargenerasi yang juga diikuti dengan bagaimana tipe kepribadian lansia di GKI Kayu Putih, sebab tipe kepribadian lansia akan mempengaruhi konsep program PKA di GKI Kayu Putih. Setelah melihat permasalahan yang terjadi, maka penulis memunculkan pertanyaan permasalahan, yaitu : 1. Bagaimanakah tipe kepribadian lansia GKI Kayu Putih serta pandangan mereka terhadap masa usia lanjut yang sedang dijalani? 2. Sejauh manakah minat para lansia di GKI Kayu Putih untuk melakukan relasi antargenerasi? 3. Bentuk Pendidikan Kristiani Antargenerasi seperti apakah yang dapat dilakukan bagi lansia di GKI Kayu Putih? C. Judul Skripsi PENDIDIKAN KRISTIANI ANTARGENERASI BAGI LANSIA DI GKI KAYU PUTIH JAKARTA D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan skripsi ini terkait dengan rumusan masalah di atas adalah : 1. Mengetahui tipe kepribadian lansia di GKI Kayu Putih Jakarta 2. Menemukan bentuk Pendidikan Kristiani Antargenerasi seperti apa yang relevan untuk dilakukan di GKI Kayu Putih Jakarta 3. Pembaca dapat memahami isu mengenai Pendidikan Kristiani Antargenerasi, terkhusus manfaatnya bagi keberadaan lansia di gereja 8

9 E. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan melakukan penelitian terhadap para lansia di GKI Kayu Putih, baik yang mengikuti kegiatan HOG ataupun Komisi Senior. Ada dua metode yang digunakan penulis : studi literatur dan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif. Studi literatur digunakan guna memperkuat landasan teori terkait dengan PKA menurut James W. White dalam buku Intergenerational Religious Education:Models, Theory, and Prescription for Interage Life and Learning in the Faith Community dan tipe-tipe kepribadian lansia dalam rangka membantu pembentukan konsep program PKA. Kedua, dalam menggunakan metode kualitatif, penulis memilih pengumpulan data melalui wawancara mendalam terhadap beberapa lansia di GKI Kayu Putih. F. Sistematika Penulisan Skripsi ini akan terdiri dari 5 bab dengan pembagian sebagai berikut : BAB 1 : Pendahuluan Pada bagian ini, penulis memaparkan latar belakang dan permasalahan serta rancangan penelitian yang akan dilakukan secara singkat. BAB 2 : Pendidikan Kristiani Antargenerasi Pada bagian ini, penulis memaparkan teori James W. White mengenai Pendidikan Kristiani Antargenerasi, serta Pendidikan Kristiani Antargenerasi bagi Lansia. BAB 3 : Hasil Penelitian Konteks Lansia di GKI Kayu Putih Pada bagian ini, penulis memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai relasi antargenerasi yang selama ini dihidupi oleh lansia dan seberapa besar minat lansia dalam melakukan relasi antargenerasi beserta analisanya. Selain itu, penulis juga memaparkan teori mengenai tipe-tipe kepribadian lansia, diikuti dengan memaparkan hasil penelitian mengenai tipe-tipe kepribadian lansia di GKI Kayu Putih beserta analisanya. Pada akhir bagian ini, akan dijelaskan korelasi antara tipe kepribadian lansia dan minat lansia dalam menjalankan PKA. 9

10 BAB 4 : Konsep Program Pendidikan Kristiani Antargenerasi di GKI Kayu Putih Pada bagian ini, penulis memberikan usulan konsep program Pendidikan Kristiani Antargenerasi yang dapat dilakukan sesuai dengan hasil penelitian di bab 3. BAB 5 : Penutup Bagian ini berisi saran penelitian, serta kesimpulan atas seluruh bagian yang telah dipaparkan dan diakhiri dengan penutup atas keseluruhan proses penulisan skripsi ini. 10

BAB I PENDAHULUAN. Hanna, 2004, p Prapti Nitin, Buku Lustrum ke-25 Panti Wreda Hanna dalam Pendampingan Para Lanjut Usia di Panti Wreda

BAB I PENDAHULUAN. Hanna, 2004, p Prapti Nitin, Buku Lustrum ke-25 Panti Wreda Hanna dalam Pendampingan Para Lanjut Usia di Panti Wreda 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Permasalahan Panti Wreda Hanna yang didirikan oleh Persekutuan Doa Wanita Oikumene Hanna (PDWOH) merupakan sebuah Panti Wreda khusus untuk kaum wanita. Panti Wreda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil wawancara penulis dengan AK pada tanggal 17 Oktober

BAB I PENDAHULUAN. Hasil wawancara penulis dengan AK pada tanggal 17 Oktober BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) para pelayanan kebaktian anak dan remaja dikenal dengan sebutan pamong. Istilah pamong ini tidak ada dalam buku Tata Pranata GKJW

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibadah yang sejati seperti yang ditegaskan oleh Rasid Rachman 1 sebagai refleksinya atas Roma 12:1, adalah merupakan aksi dan selebrasi. Ibadah yang sejati tidak

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat, seperti perubahan pola pikir, perubahan gaya hidup, perubahan sosial, perubahan teknologi, dan sebagainya, memiliki

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Menjadi tua merupakan proses alamiah yang dialami setiap makhluk hidup. Sejak lahir manusia mengalami pertumbuhan sel-sel di dalam tubuhnya sehingga semakin

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung. BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja 1 dipahami terdiri dari orang-orang yang memiliki kepercayaan yang sama, yakni kepada Yesus Kristus dan melakukan pertemuan ibadah secara

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama

Bab I PENDAHULUAN. Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama kata gereja yang diberikan oleh banyak kamus, khususnya kamus daring (online),

Lebih terperinci

III. PROFIL GKI PALSIGUNUNG DEPOK

III. PROFIL GKI PALSIGUNUNG DEPOK III. PROFIL GKI PALSIGUNUNG DEPOK 3.1 Sejarah dan Perkembangan GKI Palsigunung Depok Gereja Kristen Indonesia (GKI) merupakan buah penyatuan dari GKI Jawa Barat, GKI Jawa Tengah, dan GKI Jawa Timur. Berdirinya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan di kota saat ini mulai dipenuhi dengan aktivitas yang semakin padat dan fasilitas yang memadai. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri oleh gereja-gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan, yang hadir bersama dengan pluralitas agama, adalah konteks kehidupan gerejagereja di Indonesia secara umum, dan gereja-gereja di Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini, di berbagai tempat di dunia, terkhusus di Indonesia, terjadi perubahan yang cukup mencolok dalam partisipasi jemaat

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK 1.1.1 Tinjauan Umum Gereja Dengan adanya perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, mengakibatkan manusia berlomba-lomba dalam

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA KOMISI LANJUT USIA ( LANSIA ) GKI SUMUT MEDAN TAHUN 2016

PROGRAM KERJA KOMISI LANJUT USIA ( LANSIA ) GKI SUMUT MEDAN TAHUN 2016 I. VISI MENJADI TELADAN DALAM PELAYANAN PROGRAM KERJA KOMISI LANJUT USIA ( LANSIA ) GKI SUMUT MEDAN TAHUN II. MISI 1. Menjaga karya dan kemampuan 2. Menjaga iman 3. Menjaga kesehatan 4. Menjaga kebugaran

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Ibadah etnik merupakan salah satu bentuk ibadah yang memberi ruang bagi kehadiran unsurunsur budaya. Kehadiran unsur-unsur budaya yang dikemas sedemikian rupa

Lebih terperinci

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Teologi merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk mencermati kehadiran Tuhan Allah di mana Allah menyatakan diri-nya di dalam kehidupan serta tanggapan manusia akan

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gereja adalah kumpulan orang-orang yang telah dipanggil Allah keluar dari dunia ini untuk menjadi miliknya, umat kepunyaan Allah sendiri. Allah memanggil mereka di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jika melihat sekilas tentang bagaimana Gereja menjalankan karyanya -khususnya Gereja Kristen Jawa (GKJ)-, memang sangat tampak bahwa Gereja merupakan sebuah organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kehidupan seseorang dalam perjalanannya akan selalu mengalami perubahan. Perubahan ini dapat dikarenakan perkembangan dan pertumbuhan normal sebagai pribadi, maupun

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini ada sebuah gaya hidup tertentu yang berkembang di dalam masyarakat modern dan sangat digandrungi oleh masyarakat dalam ruang lingkup pemuda-remaja. Gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal.1. 1 Dalam artikel yang ditulis oleh Pdt. Yahya Wijaya, PhD yang berjudul Musik Gereja dan Budaya Populer,

BAB I PENDAHULUAN. hal.1. 1 Dalam artikel yang ditulis oleh Pdt. Yahya Wijaya, PhD yang berjudul Musik Gereja dan Budaya Populer, BAB I PENDAHULUAN I. PERMASALAHAN I.1. Masalah Ibadah adalah salah bentuk kehidupan bergereja yang tidak terlepas dari nyanyian gerejawi. Nyanyian di dalam sebuah ibadah mempunyai beberapa fungsi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan

BAB I PENDAHULUAN. perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Proses menua (aging process) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Kata gender berasal dari kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memiliki peran penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan, menurut Ayub Yahya, terdiri dari bermacam bentuk, yaitu pendidikan

Lebih terperinci

UKDW. Bab I Pendahuluan

UKDW. Bab I Pendahuluan Bab I Pendahuluan I. A. Latar Belakang Perbedaan merupakan hal yang selalu dapat kita temukan hampir di setiap aspek kehidupan. Beberapa perbedaan yang seringkali ditemukan misalnya perbedaan suku bangsa,

Lebih terperinci

RINGKASAN HASIL SURVEI, 24 JULI 2016

RINGKASAN HASIL SURVEI, 24 JULI 2016 GKI BLIMBING, www.gkiblimbing.com RINGKASAN HASIL SURVEI, 24 JULI 2016 1 Hasil Survei dalam grafik 1. Usia Responden sebagian besar di atas 51 tahun (46%). Usia Responden 51 th

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. LASILING, pada tanggal 20 dan 21 September 2005.

Bab I Pendahuluan. LASILING, pada tanggal 20 dan 21 September 2005. Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam menjalani kehidupan di dunia ini manusia seringkali harus berhadapan dengan berbagai macam permasalahan. Permasalahan yang ada bisa menjadi beban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan selalu berpasangan, pria dengan wanita. Dengan tujuan bahwa dengan berpasangan, mereka dapat belajar berbagi mengenai kehidupan secara bersama.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA USAHA PENGEMBANGAN JAMUR DI GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (GBKP) BOGOR. 4.1 Analisa Usaha Pengembangan Jamur di GBKP Bogor

BAB IV ANALISA USAHA PENGEMBANGAN JAMUR DI GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (GBKP) BOGOR. 4.1 Analisa Usaha Pengembangan Jamur di GBKP Bogor BAB IV ANALISA USAHA PENGEMBANGAN JAMUR DI GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (GBKP) BOGOR 4.1 Analisa Usaha Pengembangan Jamur di GBKP Bogor Bila dilihat dari hasil penelitian yang penulis telah lakukan, usaha

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. 1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News,

BAB 1 Pendahuluan.  1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News, 1 BAB 1 Pendahuluan 1. 1. Latar Belakang Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 berkekuatan 5,9 Skala Richter pada kedalaman 17,1 km dengan lokasi pusat gempa terletak di dekat pantai pada koordinat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja hidup di tengah masyarakat. Gereja kita kenal sebagai persekutuan orangorang percaya kepada anugerah keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI

PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat dalam Menyelesaikan Stratum

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW

BAB I. Pendahuluan UKDW BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini banyak gereja mencoba menghadirkan variasi ibadah dengan maksud supaya ibadah lebih hidup. Contohnya dalam lagu pujian yang dinyanyikan dan

Lebih terperinci

Oleh Pdt. Daniel Ronda. Latar Belakang Pergumulan Pendidik

Oleh Pdt. Daniel Ronda. Latar Belakang Pergumulan Pendidik Oleh Pdt Daniel Ronda Latar Belakang Pergumulan Pendidik Profesi pendidik agama Kristen di sekolah negeri maupun swasta memiliki keistimewaan, karena dia sedang menolong kebutuhan anak didik dalam menemukan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Jemaat merupakan bidang yang baru dalam kekristenan, baik Protestan maupun Katolik dan masuk ke dalam ranah teologi praktis, di mana terjadi adanya perpindahan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sejak manusia pertama (Adam) jatuh ke dalam dosa, seperti dikisahkan pada kitab Kejadian dari Alkitab Perjanjian Lama, maka pintu gerbang dunia terbuka

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Gereja yang ada dan hadir dalam dunia bersifat misioner sebagaimana Allah pada hakikatnya misioner. Yang dimaksud dengan misioner adalah gereja mengalami bahwa dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap manusia memerlukan orang lain untuk saling memberi dan menerima. Hal itu menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial sekaligus

Lebih terperinci

UKDW. Bab I. Pendahuluan

UKDW. Bab I. Pendahuluan Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Tak dapat dipungkiri bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, maka dari itu kehidupan seorang manusia yang dimulai dari kelahiran dan diakhiri dengan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan kesehatan bagi

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan kesehatan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan semakin luasnya pelaksanaan upaya kesehatan dan keberhasilan pembangunan nasional pada semua sektor, sehingga hal tersebut mendorong peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

(Dibacakan sebagai pengganti homili pada Misa Minggu Biasa VIII, 1 /2 Maret 2014)

(Dibacakan sebagai pengganti homili pada Misa Minggu Biasa VIII, 1 /2 Maret 2014) (Dibacakan sebagai pengganti homili pada Misa Minggu Biasa VIII, 1 /2 Maret 2014) Para Ibu/Bapak, Suster/Bruder/Frater, Kaum muda, remaja dan anak-anak yang yang terkasih dalam Kristus, 1. Bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pada umumnya dipahami bahwa warga gereja terdiri dari dua golongan, yaitu mereka yang dipanggil penuh waktu untuk melayani atau pejabat gereja dan anggota jemaat biasa.

Lebih terperinci

Level 2 Pelajaran 4. PENTINGNYA GEREJA KRISTUS Oleh Don Krow

Level 2 Pelajaran 4. PENTINGNYA GEREJA KRISTUS Oleh Don Krow Level 2 Pelajaran 4 PENTINGNYA GEREJA KRISTUS Oleh Don Krow Hari ini kita akan bahas mengenai pentingnya gereja Kristus. Saya ingin bacakan ayat dari Ibrani 10:25. Ayat itu berkata, Janganlah kita menjauhkan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Khotbah mempunyai tempat yang penting bagi jemaat. Hal ini sempat penyusun amati, yaitu bagaimana jemaat menunjukkan keseriusan mereka ketika khotbah akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan Kristiani (PK) merupakan suatu proses pengajaran tentang kekristenan. 1 Dalam prosesnya, PK membutuhkan ruang untuk menjalankan aktivitasnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AGAMA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AGAMA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AGAMA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang tertuang dalam bab III, peneliti ingin memberi paparan analisis terhadap perubahan minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak selamanya berada dalam kondisi dimana semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan dan diingininya. Ada saat dimana muncul ketegangan-ketegangan

Lebih terperinci

Evaluasi Kuesioner Pembangunan Jemaat GKI Blimbing

Evaluasi Kuesioner Pembangunan Jemaat GKI Blimbing Evaluasi Kuesioner Pembangunan Jemaat GKI Blimbing Rangkuman: a. Catatan Umum: - Survei dilakukan setelah ibadah hari Minggu, 24 juli 2016, meskipun ada beberapa yang mengisi survey saat PD Lingkungan.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan berkembangnya jaman yang ditandai dengan kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Maka kehidupan manusia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

LOYALITAS DAN PARTISIPASI PEMUDA DALAM GEREJA ETNIS DI HKBP SALATIGA

LOYALITAS DAN PARTISIPASI PEMUDA DALAM GEREJA ETNIS DI HKBP SALATIGA LOYALITAS DAN PARTISIPASI PEMUDA DALAM GEREJA ETNIS DI HKBP SALATIGA Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Teologi untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si Teol) Oleh David Sarman H Pardede Nim

Lebih terperinci

TIDAK ADA BAB 5 BAB I. Pendahuluan. I.1. Permasalahan I.1.1. Latar Belakang Permasalahan

TIDAK ADA BAB 5 BAB I. Pendahuluan. I.1. Permasalahan I.1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I Pendahuluan I.1. Permasalahan I.1.1. Latar Belakang Permasalahan Gereja Kristen Sumba (selanjutnya disingkat GKS) Waikabubak adalah sebuah gereja yang berada di pusat kota kabupaten Sumba Barat,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. 1 Ucapan Petrus dalam suatu dialog dengan Yesus ini mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkitab merupakan Firman Tuhan yang tertulis. Alkitab berkuasa untuk mengubah kehidupan manusia. Tiap ayat didalamnya merupakan pegangan hidup bagi manusia agar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dr. H. Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979, hlm

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dr. H. Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979, hlm BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dewasa ini pertanyaan perihal Siapa Allah? merupakan bagian dari sebuah problematika yang sangat sensitif begitu pun ketika kita berbicara mengenai iman,

Lebih terperinci

PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9

PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9 PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9 PERTANYAAN YANG PERLU DIPIKIRKAN Bagaimanakah orang-orang yang dipilih dalam organisasi GMAHK itu menjalankan wewenangnya? SUATU PELAYANAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI Permasalahan hidup yang dihadapi oleh warga jemaat Pola Tribuana Kalabahi meliputi beberapa aspek, yaitu aspek fisik, sosial,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

UKDW BAB I Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I Latar Belakang Permasalahan BAB I 1. 1. Latar Belakang Permasalahan Pendeta dipandang sebagai tugas panggilan dari Allah, karenanya pendeta biasanya akan dihormati di dalam gereja dan menjadi panutan bagi jemaat yang lainnya. Pandangan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan analisis tentang peranan musik dalam ibadah

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan analisis tentang peranan musik dalam ibadah BAB V PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan analisis tentang peranan musik dalam ibadah minggu di GKMI Salatiga dari perspektif psikologis dan teologis di atas maka penulis menyimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan sosial dan religi masyarakat Tionghoa dipengaruhi oleh prinsip hidup kekeluargaan. Hidup kekeluargaan menempatkan pentingnya hubungan

Lebih terperinci

STUDI STATUS DEPRESI PADA LANSIA

STUDI STATUS DEPRESI PADA LANSIA STUDI STATUS DEPRESI PADA LANSIA Suryono Dosen Akper Pamenang Pare Kediri Proses menua yang dialami lansia mengakibatkan berbagai perubahan fisik, mental, dan emosional seiring dengan bertambahnya usia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan pada Pancasila mengakui adanya lima agama di dalamnya, antara lain: Islam, Kristen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah masa penutup. Masa penutup merupakan masa dimana. penurunan jumlah aktivitas (Hurlock, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah masa penutup. Masa penutup merupakan masa dimana. penurunan jumlah aktivitas (Hurlock, 1999). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu menjalani periode perkembangan yang sama. Salah satu masa perkembangan yang dijalani adalah masa lansia atau masa tua yang juga dikenal dengan istilah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend. BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian

Lebih terperinci

Pdt. Gerry CJ Takaria

Pdt. Gerry CJ Takaria Geli, Jijik, Menakutkan, Bikin Gatal Kelahiran adalah waktu sukacita. Sebuah benih bertunas, dan munculnya dua daun pertama, menjadikan pemilik kebun akan senang. Seorang bayi dilahirkan, dan tangisannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada dasarnya setiap orang memiliki suatu gambaran tentang keluarga dan keluarga harmonis. Keluarga merupakan sistem sosial dari hubungan utama, yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan semua kajian dalam bab-bab yang telah dipaparkan di atas, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Rekomendasi ini terutama bagi gereja

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan BAB V PENUTUP Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan keluarga di Jemaat GPIB Immanuel Semarang, maka penulis membuat suatu kesimpulan berdasarkan pembahasan-pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Dewasa ini terjadi peningkatan yang tajam baik dari segi korban maupun peredaran dan perdagangan NAPZA yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Fredrike Bannink, Handbook Solution-Focused Conflict Management, (Gottingen: Hogrefe Publishing, 2010) 2

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Fredrike Bannink, Handbook Solution-Focused Conflict Management, (Gottingen: Hogrefe Publishing, 2010) 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Konflik dapat dipahami dalam dua dimensi, yaitu bahaya dan peluang 1. Bila dalam krisis, seseorang atau kelompok orang memiliki pikiran negatif yang kuat, ia atau mereka

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu:

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu: IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu: (1) Kelurahan Kedaton, (2) Kelurahan Surabaya, (3) Kelurahan Sukamenanti, (4) Kelurahan Sidodadi, (5) Kelurahan Sukamenanti

Lebih terperinci

yang tunggal Yesus Kristus, maka tugas jemaat adalah menanggapi penyataan kasih

yang tunggal Yesus Kristus, maka tugas jemaat adalah menanggapi penyataan kasih Bab 5 Penutup 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisa yang penulis sampaikan pada bab 4 tentang praktek nyanyian dan musik gereja di GKMI Pecangaan dalam peribadatan, maka penulis menarik beberapa kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Kehidupan selalu dipenuhi dengan harapan, tantangan dan usaha untuk selalu menjadi seseorang yang lebih baik di setiap waktu. Namun untuk mampu menjalani

Lebih terperinci

Liturgi Minggu. Jadilah Penurut-Penurut Allah. GKI Bintaro Utama 9 Agustus 2015 Pukul 06.30, 09.00, dan WIB

Liturgi Minggu. Jadilah Penurut-Penurut Allah. GKI Bintaro Utama 9 Agustus 2015 Pukul 06.30, 09.00, dan WIB Liturgi Minggu adilah Penurut-Penurut Allah GKI Bintaro Utama 9 Agustus 2015 Pukul 06.30, 09.00, dan 17.00 WIB 2 Liturgi Minggu Persiapan Ibadah Organis/pianis mengalunkan lagu-lagu pujian Saat teduh/doa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentunya pernah merasakan dan berada dalam keadaan sakit, baik itu sakit yang sifatnya hanya ringan-ringan saja seperti flu, batuk, pusing

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 1* Gumarang Malau, 2 Johannes 1 Akademi Keperawatan Prima Jambi 2 STIKes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kemajemukan merupakan realitas yang menjadi salah satu ciri dari kondisi masa sekarang ini. Di era modern yang untuk sementara kalangan sudah berlalu

Lebih terperinci