BAB IV PERILAKU ASERTIF MAHASISWA KOS DI SEKITAR KAMPUS STAIN PEKALONGAN. A. Analisis Perilaku Asertif Mahasiswa Kos di Sekitar Kampus STAIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PERILAKU ASERTIF MAHASISWA KOS DI SEKITAR KAMPUS STAIN PEKALONGAN. A. Analisis Perilaku Asertif Mahasiswa Kos di Sekitar Kampus STAIN"

Transkripsi

1 BAB IV PERILAKU ASERTIF MAHASISWA KOS DI SEKITAR KAMPUS STAIN PEKALONGAN A. Analisis Perilaku Asertif Mahasiswa Kos di Sekitar Kampus STAIN Pekalongan Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada bab sebelumnya, perilaku asertif mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan dapat dilihat dari kejujuran dan ketegasan dalam membuat keputusan khususnya dalam meminta pertolongan dan tolong-menolong sesama teman yang membutuhkan. Seperti yang dipaparkan Nailul Murodah yaitu apabila ada mahasiswa kos yang sakit ya langsung ada yang mengantarkannya untuk berobat, kemudian diantar ke dokter... apabila ada mahasiswa yang membutuhkan pinjaman uang atau pertolongan membuat tugas maka mahasiswa kos yang lain ikut membantu sebiasanya atau semampunya, 1. Pada kasus diatas, baik mahasiswa yang sakit atau yang memerlukan bantuan, mereka dapat menyampaikan atau mengekspresikan keinginannya untuk dibantu. Kemudian pada mahasiswa yang menolong atau yang memberikan bantuan, mereka pun secara natural merespon dengan membantu individu dalam bersosialisasi. Tidak jauh berbeda dengan pendapat tersebut, Maria Ulfa juga mengatakan perilaku asertif mahasiswa kos, sigap membantu teman yang sedang kesusahan, baik secara materi maupun non 1 Nailul Murodah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 10 66

2 67 materi, mau membantu mengerjakan tugas bersama-sama, mau mengantarkan teman jika sedang ada keperluan, mau berbagi makanan dan lain sebagainya. 2 Pada pernyataan Nailul Murodah dan Maria Ulfa, merupakan komunikasi interpersonal yang terbentuk dan diperkuat dengan adanya hubungan timbal balik seseorang terhadap lingkungan dengan menyatakan sesuatu secara terus-terang atau tegas serta bersikap positif. 3 Dua pernyataan tersebut diatas sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Eskin, yang menggambarkan perilaku asertif sebagai kemampuan sosial dalam mengekspresikan langsung perasaan, hasrat, keinginan, dan pikiran dalam konteks interpersonal. 4 Pernyataan diatas kemudian diperkuat oleh ibu kos Surati yang mengatakan Mahasiswa yang kos di sini rata-rata berkata jujur bila ditanya, memiliki rasa dermawan yang tinggi jika diminta bantuannya, 5 dan saudari Nurkhasanah yang mengatakan bahwa cara mereka merespon orang lain dengan ungkapan-ungkapan jujur dan sopan, dan juga cara mereka yang blak-blakan meminta pertolongan pada teman yang lain. 6 Perilaku jujur, keterbukaan dalam menyampaikan keinginan untuk dibantu atau ditolong, serta tanggap dan tegas memutuskan untuk membantu atau menolong, merupakan identifikasi dari perilaku asertif yang mana dalam Maria Ulfa, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 17 Maret 3 Fensterheim dan Baer dalam Syarani, Mehmet Eskin, 2003.Ibid. Hlm.1 5 Surati, Ibu Kos di sekitar STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 12 Maret 6 Nurkhasanah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 14 Maret

3 68 perilaku yang terbentuk, terdapat unsur-unsur sesuai dengan yang dikemukakan Rees dan Graham yaitu kejujuran, tanggung-jawab terhadap apa yang terjadi pada dirinya, kesadaran diri, dan unsur percaya diri. 7 Perilaku asertif juga digambarkan oleh Riqoh Amidsani yang mengatakan bahwa Perilaku asertif,.. apabila bertemu dengan teman saling menyapa,.. apabila ada air yang tumpah tidak langsung dibereskan, hanya teriak-teriak mencari pelakunya 8, dan Mufida tidak membuang sampah pada tempatnya, jika ada yang sembarangan langsung meneriakinya Pada perilaku menyapa, perilaku asertif digambarkan sebagai kemampuan komunikasi interpersonal dasar yang dipelajari secara natural yang mana dapat membantu individu dalam bersosialisasi. 10 Sedangkan pada perilaku meneriaki seseorang, perilaku asertif muncul untuk meminta seseorang berbuat sesuatu agar melakukan apa yang dikehendaki atau meminta sesuatu pada orang lain yang menumpahkan air atau yang membuang sampah sembarangan tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Eisler yang mengatakan bahwa perilaku asertif dapat dibentuk pula dengan cara meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain dengan mengungkapkan fakta atau perasaan dengan tujuan agar situasi berubah sesuai dengan yang diinginkan Reputrawati, Riqoh Amidsani, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 9 9 Mufida, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, Laura K. Kirst. Investigating the relationship between assertiveness and personality characteristics. Thesis. (Florida, 2011) 11 Galassi, Merna Dee dan Galassi. Assert Yourself How To Be Your Own Person. (Newyork, Penerbit Human Sciences Press. 1977). Hlm

4 69 Namun, pada kasus bertamunya seseorang pada jam malam, perilaku asertif tidak ditemukan, dibuktikan dengan pernyataan Nailul Murodah yang mengatakan bahwa: banyak ditemukan mahasiswa yang berkeliaran di sekitar kos mahasiswi hingga larut malam, tapi dibiarkan saja oleh teman yang lain, Perilaku dibiarkan ini merupakan perilaku tidak tegas dan tidak berani menegur seseorang yang berpacaran hingga larut karena merasa masih teman satu kos sehingga seolah acuh tak acuh terhadap apa yang terjadi pada perilaku mahasiswa di sekitar kos STAIN Pekalongan tersebut, 13 dan menimbulkan perasaan su udzon dan ketidaknyamanan di lingkungan kos dan dapat memicu terjadinya perzinahan diantara mahasiswa. Hal ini senada dengan pernyataan Laela Fitriyani: tidak sedikit mahasiswa kos yang berpacaran, menerima tamu laki-laki hingga larut malam dan tidak ada yang berani menegur karena masih teman satu kosnya. 14 Pengakuan tersebut diperkuat dengan pernyataan Mufida selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan tidak berani menolak dan menerima tamu laki-laki hingga larut malam, berduaan dengan laki-laki sambil ketawa-tawa hingga keras, tapi tidak ada yang berani menegur. 15 Pernyataan tidak berani menegur dan tidak berani menolak pada hasil wawancara diatas merupakan bentuk perilaku yang bertentangan dengan teori perilaku asertif. Daniel R. Ames yang menerangkan bahwa perilaku asertif 12 Nailul Murodah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, Observasi dan interview mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan pada tanggal 19 Agustus Laela Fitriyani, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, Mufida, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 16

5 70 merupakan refleksi bagaimana seseorang melihat, menjamin, membela, mengejar prinsip atau keinginan personal. 16. Kirst Laura juga mendefinisikan perilaku asertif sebagai kemampuan komunikasi interpersonal dasar dalam bersosialisasi yang terbentuknya dan diperkuat dengan adanya hubungan timbal balik antar teman, lingkungan maupun masyarakat. 17 Dengan bersikap tidak tegas, seseorang tidak dapat merefleksikan dan mengekspresikan ketidaknyamanannya terhadap apa yang dilihat dan dirasakan, sehingga perilaku asertif tidak muncul pada situasi tersebut. B. Analisis Aspek-Aspek Perilaku Asertif pada Mahasiswa Kos di Sekitar Kampus STAIN Pekalongan Berdasarkan hasil wawancara, saudari Riqoh Amidsani memaparkan bahwa Perilaku asertif mahasiswa itu apabila bertemu dengan teman saling menyapa.. 18 dan paparan dari saudari Laela Fitriyani yang mengatakan perilaku asertif mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN dapat dilihat dari sikap tegas mereka dan rasa sosial yang tinggi, sopan dan santun terhadap orang tua 19. Pada pernyataan diatas, menyapa dan sopan santun merupakan ungkapan perasaan suka, cinta, sayang kepada orang lain, 16 Daniel R. Ames. In Search of the Right Touch. (Columbia, penerbit APS, 2008). Hlm.1 17 Laura K. Kirst. Investigating the relationship between assertiveness and personality characteristics. Thesis. (Florida, 2011) 18 Riqoh Amidsani, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 9 19 Laela Fitriyani, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 11

6 71 yang mana hal ini adalah identifikasi dari salah satu aspek perilaku asertif yang dikemukakan Galassi dan Galassi yaitu expressing positive feelings. 20 Menyapa juga merupakan pintu hubungan silaturahim dan secara tidak langsung seseorang telah berkomunikasi dengan orang lain dan orang lain tersebut akan merespon dengan sapaan pula atau dengan bahasa tubuhnya. Jadi dengan menyapa, perilaku asertif terbentuk dan diperkuat dengan adanya hubungan timbal balik antar teman, lingkungan maupun masyarakat. 21 Dengan mengungkapkan perasaan positif, seseorang akan memulai dan terlibat percakapan yang diindikasikan oleh frekuensi senyuman dan gerakan tubuh yang mengindikasi reaksi perilaku, respon, kata-kata yang menginformasikan tentang diri. Perasaan positif hendaknya perlu diungkapkan, baik dengan orang tua, adik, saudara, kerabat, teman sepermainan, maupun masyarakat. Karena dengan ungkapan positif, membantu seseorang untuk membentuk kejujuran, sportivitas, dan menekan ego atau perasaan gengsi seseorang. Perilaku asertif merupakan pengekspresian karakter personal. 22 Hal ini berupa sikap atau perilaku yang menyangkut ekspresi, keinginan-keinginan, kebutuhan-kebutuhan, serta perasaan-perasaan secara tepat, jujur, relatif terbuka, dan langsung mengarah ke tujuan. Dalam aspek perilaku asertif yaitu self affirmations, Nurkhasanah memaparkan bahwa perilaku asertif Galassi, Merna Dee dan Galassi. Assert Yourself How To Be Your Own Person. (Newyork, Penerbit Human Sciences Press. 1977). Hlm Laura K. Kirst. Investigating the relationship between assertiveness and personality characteristics. Thesis. (Florida, 2011) 22 Ivelina Pevena dan Stoil Mavrodiev, A Historical Approach to Assertiveness.(Bulgaria, Penerbit Psyct, 2013). Hlm.1

7 72 dapat dilihat dari cara mereka merespon orang lain dengan ungkapanungkapan jujur dan sopan, dan juga cara mereka yang blak-blakan meminta pertolongan pada teman yang lain. 23 Pada ungkapan jujur, sopan dan blakblakan meminta pertolongan merupakan perilaku mahasiswa kos dalam mempertahankan hak, dan mengungkapkan pendapat sesuai dengan identifikasi dari aspek self affirmations yang dikemukakan Galassi dan Galassi. 24 Pada mahasiswa kos STAIN Pekalongan, aspek self affirmations juga dapat dilihat dari pernyataan Nailul Murodah apabila ada mahasiswa kos yang sakit ya langsung ada yang mengantarkannya untuk berobat, kemudian diantar ke dokter apabila ada yang membutuhkan pinjaman uang atau pertolongan membuat tugas maka mahasiswa kos yang lain ikut membantu sebiasanya atau semampunya. 25 Identifikasi aspek self affirmations ini, dapat dilihat dari perilaku jujur untuk mengungkapkan perasaan atau keinginannya untuk dibantu, yang muncul pada subyek mahasiswa yang sakit dan mahasiswa yang membutuhkan pertolongan. Subyek pada pernyataan Nailul Murodah, mengekspresikan langsung perasaan, hasrat, keinginan, dan pikiran dalam konteks interpersonal, 26 yang mana si subyek atau mahasiswa yang sakit dan yang membutuhkan pertolongan ini meminta seseorang untuk berbuat sesuatu agar melakukan apa yang dikehendaki. 23 Nurkhasanah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 14 Maret Galassi, Merna Dee dan Galassi. Assert Yourself How To Be Your Own Person. (Newyork, Penerbit Human Sciences Press. 1977). Hlm Nailul Murodah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, Mehmet Eskin, 2003.Ibid. Hlm.1

8 73 Terakhir, Dalam aspek perilaku asertif yang dikemukakan Galassi dan Galassi yaitu expressing negative feelings. 27 Perilaku menyatakan perasaan negatif, dapat dilihat dari perilaku menolak atau menegur teman yang meminjam barang tanpa izin, sebagaimana dipaparkan oleh Nailul Muna berbicara, apa adanya, seperti menegur jika ada yang meminjam barang teman tanpa izin Dengan sikap berani menegur tersebut, seseorang telah mengekspresikan keinginan dan perasaannya secara jujur, relatif terbuka dan langsung mengarah ke tujuan. Perilaku berani menegur pada mahasiswa kos, ternyata selain masuk dalam komponen aspek perilaku asertif yang dikemukakan Galassi dan Galassi yaitu expressing negative feelings, juga sejalan dengan konsep perilaku asertif yang dikemukakan Eisler tentang salah satu komponen perilaku asertif yaitu complain dan Request for new Behaviour. 29 Hal ini membuktikan bahwa aspek perilaku asertif, yaitu expressing positive feelings, self affirmations dan expressing negative feelings, muncul hampir pada setiap perilaku mahasiswa kos STAIN Pekalongan. Namun, pada kasus bertamunya seseorang pada jam malam, ketiga aspek perilaku asertif yang dikemukakan Galassi dan Galassi ini tidak muncul atau tidak ditemukan, yang mana dibuktikan dengan pernyataan Nailul Murodah, Laela Fitriyani dan Mufida selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan yang mengatakan bahwa banyak ditemukan mahasiswa yang 27 Galassi, Merna Dee dan Galassi. Assert Yourself How To Be Your Own Person. (Newyork, Penerbit Human Sciences Press. 1977). Hlm Nailul Muna, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 14 Maret ibid

9 74 berkeliaran di sekitar kos mahasiswi hingga larut malam, tapi dibiarkan saja oleh teman yang lain,.. 30, tidak sedikit mahasiswa kos yang berpacaran, menerima tamu laki-laki hingga larut malam dan tidak ada yang berani menegur karena masih teman satu kosnya. 31 dan tidak berani menolak dan menerima tamu laki-laki hingga larut malam, berduaan dengan laki-laki sambil ketawa-tawa hingga keras, tapi tidak ada yang berani menegur. 32 Perilaku membiarkan, tidak berani menegur dan tidak berani menolak pada hasil wawancara diatas merupakan perilaku tidak tegas yang bertentangan dengan konsep perilaku asertif yang mana seharusnya dapat diidentifikasi melalui pengungkapan perasaan secara terang-terangan dan menolak permintaan. Seseorang yang asertif tidak merasa malu dalam mengungkapkan pendapat dan prinsip dalam mempertahankan hak dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral dalam diri seseorang. Bersinggungan dengan perilaku mahasiswa yang berduaan tanpa mahram, baik dari mahasiswa yang terlibat maupun mahasiswa yang tidak terlibat atau hanya sekedar melihat dan mendengar perilaku itu, mereka tidak dapat bersikap tegas untuk menolak seseorang pada jam malam dan tidak berani menegur seseorang yang pacaran hingga larut. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan pendidikan perilaku asertif agar tidak terjadi perilaku yang negatif yang dapat mencemarkan nama mahasiswa kos khususnya almamater STAIN Pekalongan. 30 Nailul Murodah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, Laela Fitriyani, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, Mufida, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 16

10 75 C. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Mahasiswa Kos di Sekitar Kampus STAIN Pekalongan. Perilaku asertif pada setiap individu berbeda berdasarkan latar belakang individu. Dari hasil penelitian pada bab sebelumnya diketahui bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku asertif mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan, antara lain jenis kelamin, kepribadian, intelegensi, usia, kebudayaan dan pola asuh Faktor Jenis Kelamin Menurut penuturan Novi Astriani selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan: Menurut saya faktor seseorang bersikap tegas atau asertif itu tergantung dari jenis kelaminnya. Pada perempuan, mereka lebih memilih menjaga perasaan karena takut menyakiti. Sedangkan laki-laki biasanya bisa ceplas-ceplos jika berbicara dengan temannya. 34 Pada hasil wawancara diatas, jelas terlihat bahwa perilaku asertif lebih dominan pada mahasiswa kos berjenis kelamin laki-laki daripada mahasiswa berjenis kelamin perempuan yang mana sejalan dengan penjelasan Ratus dan Nevid tentang salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku asertif. 35 Hal ini juga sejalan dengan penelitian Herni Rosita pada 100 mahasiswa Gunadarma-Depok, yang mana hasilnya yaitu 33 Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and Winston. 34 Novi Astriani, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 15 Maret Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and Winston.

11 76 mahasiswa berjenis kelamin laki-laki lebih asertif daripada mahasiswa perempuan. 36 Pada dasarnya laki-laki memiliki power yang lebih kuat daripada perempuan. Sehingga peranan dalam kehidupan pun terlihat jelas berbeda seperti peranan ayah yang berwibawa, tegas, dan disegani dalam lingkup keluarga serta peranan ibu yang memiliki kasih sayang dan kelembutan di dalam keluarga. Sehingga dalam kehidupan pun, perempuan lebih bersikap pasif meskipun terhadap hal-hal yang kurang berkenan di hatinya. 2. Faktor kepribadian Dalam penuturan Abdul Gofar selaku mahasiswa kos disekitar kampus STAIN Pekalongan: Mahasiswa itu sifatnya beda-beda. Ada yang pemalu, penurut, pemberontak, supel, ceria, pemberani. Jadi, perilaku mereka itu biasanya tergantung dari sifat dan tabiat mereka masing-masing. 37 Dalam pernyataan pemalu, penurut, pemberontak, supel, ceria, pemberani merupakan ciri dari karakter seseorang yang mana biasa kita sebut dengan sifat atau kepribadian. Hal ini jelas terlihat bahwa perilaku asertif lebih dominan pada mahasiswa kos dengan kepribadian ekstrovert dimana pada kepribadian ekstrovert, proses komunikasi merupakan syarat utama dalam interaksi. Interaksi akan lebih efektif apabila setiap orang 36 Herni Rosita. Hubungan antara Perilaku Asertif dengan Kepercayaan diri pada Mahasiswa. (E-jurnal,2010). Hlm Abdul Gofar, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 14 Maret 2015.

12 77 mau terlibat dan berperan aktif. Seseorang yang berperan aktif adalah mereka yang spontan mengutamakan buah pikirannya dan menanggapi pendapat setiap sikap pihak lain. Sifat spontan ini dapat dijumpai pada orang-orang yang memiliki kepribadian ekstrovert. Seseorang dengan kepribadian ekstrovert memiliki ciri-ciri mudah melakukan hubungan dengan orang lain, imulsif, cenderung agresif, sulit menahan diri, percaya diri, perhatian, mudah berubah, gampangan, ceria dan banyak teman. Sebaliknya, kepribadian introvert memiliki ciri-ciri pendiam, gemar mawas diri, sedikit teman, pemikir, dan menahan diri. Sehingga kepribadian masuk kedalam salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku asertif sesuai dengan penjelasan Ratus dan Nevid tentang faktor yang mempengaruhi perilaku asertif Faktor intelegensi Menurut penuturan Awaliyah selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan: Faktor kecerdasan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan. seseorang yang cerdas akan memiliki perilaku yang baik karena bertindak dengan matang sedangkan seseorang tidak cerdas akan cenderung bersifat kasar dan memiliki perilaku yang rendah pula karena tidak berfikir panjang tentang apa yang dilakukannya. Alhamdulillah kami walaupun mahasiswa yang kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan akan tetapi mendapatkan pendidikan agama di STAIN Pekalongan sehingga kami dapat membentengi diri kami dari perilaku yang tidak baik Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and Winston. 39 Awaliyah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 15 Maret 2015.

13 78 Ini membuktikan bahwa perilaku asertif dipengaruhi oleh faktor intelegensi yang mana sesuai dengan penjelasan Ratus dan Nevid tentang faktor yang mempengaruhi perilaku asertif. 40 Dengan intelegensi, seseorang mampu untuk merumuskan dan mengungkapkan buah pikirannya secara jelas dan gamblang sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain. Seseorang dengan intelegensi yang tinggi akan memiliki perilaku yang jauh lebih sopan dan beradab daripada seseorang dengan intelegensi rendah. 4. Faktor budaya dan lingkungan di sekitar tempat kos Menurut penuturan Azizah selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan: Faktor budaya dalam keluarga merupakan faktor yang utama dalam mempengaruhi perilaku asertif pada mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan. Lingkungan yang baik maka akan melahirkan perilaku mahasiswa yang baik pula, sedangkan lingkungan yang buruk maka akan melahirkan perilaku mahasiswa yang buruk pula. Namun, Alhamdulillah saya dilahirkan dalam keluarga yang baik dan menurut saya lingkungan di sekitar tempat kos kampus STAIN Pekalongan adalah lingkungan yang baik, hal ini dapat ditunjukkan dari kegiatan warga yang suka bergotong royong, mengadakan pos ronda, saling menghargai antar tetangga dan lain sebagainya. Sehingga mahasiswa yang kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan menjadi terpengaruh dengan kondisi lingkungan yang baik tersebut. 41 Dalam hal ini jelas terlihat bahwa perilaku asertif pada mahasiswa kos dipengaruhi oleh faktor kebudayaan. Yang mana sejak kecil, seseorang sudah mengenal kebudayaan, adat, kebiasaan dari keluarga. Jika 40 Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and Winston. 41 Azizah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 13

14 79 didalam keluarga yang didalamnya menanamkan perilaku yang tidak baik, maka akan melahirkan hal yang tidak baik pula. Sebaliknya, jika kebaikan yang ditanamkan dalam keluarga akan melahirkan kebaikan pula pada generasi barunya. Sama halnya dengan lingkungan, lingkungan merupakan wadah untuk individu berkembang, sekaligus tempat untuk belajar dari hal baik maupun buruk. Jika di dalam masyarakat itu diwarnai dengan suasana keagamaan, maka anak ikut diwarnai menjadi baik. Begitu juga sebaliknya, jika lingkungan masyarakat itu jauh dan gersang jiwanya dari nilai-nilai agama, ini berpengaruh pada perilaku kesehariannya menjadi buruk. Setiap orang memiliki perilaku yang berbeda-beda. Faktor kebudayaan ini juga merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku asertif menurut Ratus dan Nevid. 42 mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan. Lingkungan yang baik menjadikan anak menjadi individu yang baik pula sebagaimana yang terjadi menurut penuturan Azizah. 5. Faktor pola asuh Menurut penuturan Farhah selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan: Faktor yang mempengaruhi perilaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan menurut saya adalah adanya pola asuh dan sikap pemanjaan dari orang tua. Bagaimana cara orang tua membesarkan anaknya dan perlu diingat bahwa orang tua pastilah mempunyai sikap kasih dan sayang kepada anaknya, tentu saja hal ini diperbolehkan akan tetapi apabila sikap kasih dan sayang orang tua itu berlebih maka akan akan merasa dimanja yang pada akhirnya anak anak merasa apa yang Winston. 42 Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and

15 80 dilakukannya bukanlah hal yang salah dan selalu didukung oleh orang tuanya. Inilah yang dinamakan pemanjaan anak oleh orang tua. Di tambah lagi orang tua yang senantiasa memberikan apa yang anak minta, hal ini membuat perilaku mahasiswa menjadi bertambah semakin buruk dengan timbulnya sifat egois, suka pamer, dan merasa paling hebat di antara mahasiswa kos yang lainnya. 43 Sebagai seseorang yang mencintai buah hatinya pastilah orang tua akan memberikan apa yang diinginkan oleh anaknya, hal ini sebagai bentuk pemanjaan dari orang tua. Anak yang diasuh secara otoriter biasanya akan menjadi remaja yang pasif dan sebaliknya bila diasuh secara permisif terbiasa utuk mendapatkan segalanya dengan mudah dan cepat sehingga ada kecenderungan untuk bersikap agresif. Lain halnya dengan pola asuh demokratis, pola ini mendidik anak untuk mempunyai kepercayaan diri yang besar, dapat mengkomunikasikan segala keinginannya secara wajar dan tidak memaksakan kehendak. Pada penuturan diatas membuktikan bahwa perilaku asertif dipengaruhi oleh pola asuh sesuai dengan penjelasan Ratus dan Nevid tentang faktor yang mempengaruhi perilaku asertif Faktor usia Menurut penuturan Setyaningsih selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan: Biasanya ya mas, perilaku asertif mahasiswa kos itu faktornya dari keseniorannya dia, mas. Rata-rata yang sudah senior atau yang usianya diatas yang lain, lebih tegas dan mengayomi adek-adek kelasnya di kosan mas. Tapi kadang juga tidak lepas dari sifat jahil mereka mengerjai juniornya. Yang junior pun juga hanya yang berani dan yang akrab saja Winston. 43 Farhah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and

16 81 yang biasanya jujur menyampaikan perasaan tidak nyamannya pada seniornya. 45 Hal ini tidak jauh berbeda dengan Penelitian perbandingan kebudayaan yang dilakukan Mehmet Eskin tahun 2003 pada 652 remaja Swedia dan 654 remaja Turki mengenai Self Reported Assertiveness, dengan menggunakan skala perilaku interpersonal (SIB) menunjukkan bahwa para remaja baik Swedia maupun Turki usia tua lebih asertif daripada usia muda. 46 Ini menunjukkan usia merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku asertif sesuai dengan penjelasan Ratus dan Nevid tentang faktor yang mempengaruhi perilaku asertif. 47. Berdasarkan wawancara di atas, maka diperoleh informasi bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi perilaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan, yakni faktor jenis kelamin, kepribadian, intelegensi, kebudayaan, pola asuh, dan usia. 45 Setyaningsih, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 14 Maret Mehmet Eskin, Self Reported Assertiveness in Swedish and Turkish Adolescents; A Cross Cultural Comparison. (Turki; Penerbit Scandinavian Journal of Psychology, 2003). Vol.44. Hlm.7 47 Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and Winston.

BAB III GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN KOS SEKITAR STAIN PEKALONGAN. kampus 1, letaknya di jalan Beji terdapat 7 kos-kosan yang didominasi lakilaki.

BAB III GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN KOS SEKITAR STAIN PEKALONGAN. kampus 1, letaknya di jalan Beji terdapat 7 kos-kosan yang didominasi lakilaki. BAB III GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN KOS SEKITAR STAIN PEKALONGAN A. Profil Kos Sekitar STAIN Pekalongan Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, letak kos terbagi menjadi tiga wilayah di sekitar STAIN

Lebih terperinci

BAB II PERILAKU ASERTIF MAHASISWA. kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu,

BAB II PERILAKU ASERTIF MAHASISWA. kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, BAB II PERILAKU ASERTIF MAHASISWA A. Perilaku 1. Pengertian Perilaku Perilaku menurut Ngalim Purwanto, perilaku adalah perbuatan atau sikap sebagai respon atau reaksi terhadap suatu rangsangan atau stimulus.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku assertif adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku assertif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI

PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI Masa awal remaja adalah masa dimana seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan, gaya hidup, bahkan hingga pandangan-pandangan yang mendasar

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan, gaya hidup, bahkan hingga pandangan-pandangan yang mendasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, penyimpangan perilaku banyak terjadi di lapisan masyarakat. Namun, perilaku ini lebih didominasi di kalangan remaja dan dewasa awal. Penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menghadapi lingkungan yang memiliki perbedaan pola pikir, kepribadian serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan pendapatnya, berani tampil di muka umum, memiliki kepedulian sosial, dan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial, adanya kecenderungan perilaku asertif sangat membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu lain yang

Lebih terperinci

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA 65 No : PETUNJUK PENGISIAN SKALA 1. Sebelum menjawab pernyataan, bacalah secara teliti 2. Pada lembar lembar berikut terdapat pernyataan yang membutuhkan tanggapan Anda. Pilihlah salah satu tanggapan yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR

BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR Atas dasar hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab tiga, maka akan dilakukan

Lebih terperinci

PERSEPEKTIF PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PERLINDUNGAN DIRI ANAK Oleh: Arumi Savitri Fatimaningrum, S.Psi., M.A.

PERSEPEKTIF PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PERLINDUNGAN DIRI ANAK Oleh: Arumi Savitri Fatimaningrum, S.Psi., M.A. 1 PERSEPEKTIF PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PERLINDUNGAN DIRI ANAK Oleh: Arumi Savitri Fatimaningrum, S.Psi., M.A. Perlindungan diri anak merupakan hal yang perlu kita galakkan pada masa sekarang ini. Maraknya

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI

HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa awal remaja adalah masa seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang ingin dilakukannya

Lebih terperinci

ANGKET RESPONDEN. 1. Identitas Responden Nama :.. Kelas :.. Jenis Kelamin : Usia :..

ANGKET RESPONDEN. 1. Identitas Responden Nama :.. Kelas :.. Jenis Kelamin : Usia :.. ANGKET RESPONDEN 1. Identitas Responden Nama :.. Kelas :.. Jenis Kelamin : Usia :.. 2. Petunjuk Pengisian a. Bacalah dengan cermat setiap pertanyaan dari jawaban yang tersedia b. Sebelum mengisi pertanyaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha pembinaan dan pengembangan generasi muda terus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus berlangsung baik didalam pendidikan formal sekolah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa memiliki tugas yang beragam meliputi tugas-tugas kehidupannya yaitu sebagai seorang remaja ataupun seseorang yang sedang beranjak dewasa. Selain tugas-tugas

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Tabel 4.1 Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi % Laki-laki/siswa 45 30,00 Perempuan/siswi 105 70,00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, sebagian orang terkadang mengeluhkan sesuatu. pada teman dekat tentang keinginan untuk mengeluarkan pendapat,

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, sebagian orang terkadang mengeluhkan sesuatu. pada teman dekat tentang keinginan untuk mengeluarkan pendapat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian orang terkadang mengeluhkan sesuatu pada teman dekat tentang keinginan untuk mengeluarkan pendapat, mengungkapkan ketidaksetujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terkadang dalam prakteknya, anak tidak selalu memahami arti. mendengarkan ceramah dari guru, mengerjakan tugas, dan belajar

BAB I PENDAHULUAN. Terkadang dalam prakteknya, anak tidak selalu memahami arti. mendengarkan ceramah dari guru, mengerjakan tugas, dan belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun Dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun Dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks kenegaraan, penyelenggaraan pendidikan diatur dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 2004. Dalam Undang-Undang tersebut, pendidikan diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan upaya pembinaaan dan pengasuhan yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga anak usia 6 tahun, meskipun sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

BAB VII HUBUNGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS BAB VII HUBUNGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kim dan Gudykunts (1997) memaparkan bahwa keterampilan berkomunikasi penting agar dapat berkomunikasi dengan efektif

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI REMAJA TERHADAP URGENSI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA DI DESA PEGUNDAN KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG

BAB IV ANALISIS PERSEPSI REMAJA TERHADAP URGENSI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA DI DESA PEGUNDAN KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG BAB IV ANALISIS PERSEPSI REMAJA TERHADAP URGENSI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA DI DESA PEGUNDAN KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG Pada bab ini akan dibahas analisis dari hasil penelitian bab sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah perkembangan (developmental) merupakan bagian dari masalah psikologi. Masalah ini menitik beratkan pada pemahaman dan proses dasar serta dinamika perilaku

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat

BAB V PEMBAHASAN. mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat BAB V PEMBAHASAN Menurut Ratna Megawangi, pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kognitif anak-anak ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Imajinasi anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

Human Relations. Faktor Manusia dalam Human Relations (Learning how to Learn)-Lanjutan. Ervan Ismail. S.Sos., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM

Human Relations. Faktor Manusia dalam Human Relations (Learning how to Learn)-Lanjutan. Ervan Ismail. S.Sos., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM Modul ke: Human Relations Faktor Manusia dalam Human Relations (Learning how to Learn)-Lanjutan Fakultas FIKOM Ervan Ismail. S.Sos., M.Si. Program Studi Public Relations http://www.mercubuana.ac.id Isi

Lebih terperinci

BAB III KARAKTER TANGGUNG JAWAB ANAK YANG BERADA DI SANGGAR GENIUS CEU WITA YATIM MANDIRI

BAB III KARAKTER TANGGUNG JAWAB ANAK YANG BERADA DI SANGGAR GENIUS CEU WITA YATIM MANDIRI BAB III KARAKTER TANGGUNG JAWAB ANAK YANG BERADA DI SANGGAR GENIUS CEU WITA YATIM MANDIRI Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri mereka membutuhkan orang di sekitar untuk membantu dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini ( PAUD ) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang sekolah dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara

Lebih terperinci

STUDI TENTANG IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDI PEKERTI SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 21 PEKANBARU

STUDI TENTANG IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDI PEKERTI SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 21 PEKANBARU STUDI TENTANG IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDI PEKERTI SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 21 PEKANBARU DRS. AHMAD EDDISON, M.Si. Dosen Program Studi PPKn FKIP Universitas Riau, Pekanbaru, Riau E-mail: ahmadeddison@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

Fungsi Dinamika Kelompok

Fungsi Dinamika Kelompok Fungsi Dinamika Kelompok Dinamika kelompok merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang hidup dalam sebuah kelompok. Fungsi dari dinamika kelompok itu antara lain :. Individu satu dengan yang lain akan

Lebih terperinci

FIL PENGANTAR ILMU KOMPUTER. Etika Mahasiswa dan Cara Belajar

FIL PENGANTAR ILMU KOMPUTER. Etika Mahasiswa dan Cara Belajar FIL-150013 PENGANTAR ILMU KOMPUTER Etika Mahasiswa dan Cara Belajar OUTLINE Etika Mahasiswa Cara Belajar Mahasiswa Kompetensi Mahasiswa Apa yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa, khususnya mahasiswa

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU MORAL SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 95/I OLAK KECAMATAN MUARA BULIAN SKRIPSI OLEH :

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU MORAL SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 95/I OLAK KECAMATAN MUARA BULIAN SKRIPSI OLEH : PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU MORAL SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 95/I OLAK KECAMATAN MUARA BULIAN SKRIPSI OLEH : SRI WAHYUNI A1D109028 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. BAB II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki banyak tujuan dalam kehidupan, salah satunya adalah untuk menciptakan manusia yang mandiri. Seperti yang tertera dalam Undang undang Republik

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA 4.1. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Proses Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Pengertian Kode Etik

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Pengertian Kode Etik BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian Kode Etik 1. Kode Etik adalah sebuah pola aturan yang didasarkan pada nilai-nilai moral yang diharapkan selalu menuntun pelaksanaan tugas, kewajiban, dan pekerjaan.

Lebih terperinci

PETUNJUK PENELITIAN. Nama : Usia : Pendidikan terakhir :

PETUNJUK PENELITIAN. Nama : Usia : Pendidikan terakhir : 103 Nama : Usia : Pendidikan terakhir : Di tengah-tengah kesibukan anda saat ini, perkenankanlah saya memohon kesediaan anda untuk meluangkan waktu sejenak menjadi responden penelitian guna mengisi skala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergaulan adalah salah satu kebutuhan manusia, sebab manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan antar manusia dibina melalui

Lebih terperinci

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek? Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan dari Allah SWT, karena Allah telah memberi amanah kita untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohaninya. Oleh karena itu, setiap orang tua bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini perilaku prososial mulai jarang ditemui. Seiring dengan semakin majunya teknologi dan meningkatnya mobilitas, masyarakat terbiasa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik, emosional, dan

BAB I PENDAHULUAN. individu yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik, emosional, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja terjadi perkembangan yang dinamis dalam kehidupan individu yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik, emosional, dan sosial (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapat, aktivitas, atau gerak-gerik. Perilaku juga bisa diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapat, aktivitas, atau gerak-gerik. Perilaku juga bisa diartikan sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asertifitas 2.1.1 Pengertian Asertif Manusia dalam kehidupan sehari-hari sering mendengar istilah perilaku, perilaku adalah semua respon baik itu tanggapan, jawaban, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa, oleh karena itu setiap warga Negara harus wajib mengikuti jenjang pendidikan baik jenjang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik. Pada masa ini remaja tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikis, perubahan terhadap pola perilaku dan juga

Lebih terperinci

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN A. Perbandingan Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan

Lebih terperinci

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT Dwi Retno Aprilia, Aisyah Program Studi PGPAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku asertif adalah perilaku hubungan antar pribadi yang menyertakan kejujuran dan berterus terang secara sosial dalam mengekspresikan pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi sekarang ini, manusia dituntut untuk dapat menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting, namun sampai sekarang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 7 BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Perilaku Sosial Perilaku sosial adalah perilaku yang dimiliki individu di mana perilaku itu akan muncul pada waktu individu itu berinteraksi

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang besar, dan masing-masing individu itu sendiri harus memulai dan mencoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang besar, dan masing-masing individu itu sendiri harus memulai dan mencoba 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan sifat yang sejatinya dimiliki oleh setiap individu untuk melakukan berbagai kegiatan, mulai dari kegiatan kecil sampai kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

BAB V PEMBAHASAN MASALAH BAB V PEMBAHASAN MASALAH A. PEMBAHASAN Setiap manusia memiliki impian untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Tetapi ketika sudah menikah banyak dari pasangan suami istri yang memilih tinggal bersama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA DALAM PEMBELAJARAN AKHLAK AL-KARIMAH DI LINGKUNGAN KELUARGA TIDAK MAMPU DESA BULAKPELEM KEC. SRAGI KAB.

BAB IV ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA DALAM PEMBELAJARAN AKHLAK AL-KARIMAH DI LINGKUNGAN KELUARGA TIDAK MAMPU DESA BULAKPELEM KEC. SRAGI KAB. BAB IV ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA DALAM PEMBELAJARAN AKHLAK AL-KARIMAH DI LINGKUNGAN KELUARGA TIDAK MAMPU DESA BULAKPELEM KEC. SRAGI KAB. PEKALONGAN A. Analisis Profil Keluarga Tidak Mampu Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik dari segi emosi, tubuh,

Lebih terperinci

BAB III TEMUAN PENELITIAN

BAB III TEMUAN PENELITIAN BAB III TEMUAN PENELITIAN Bab ini merupakan bab yang menjabarkan temuan penelitian yang mencakup : karakteristik responden, peran significant others, konsep diri, kemampuan mereduksi konflik dalam pemutusan

Lebih terperinci

Lampiran. Item Pola Asuh Authoritative. Aspek Indikator Item

Lampiran. Item Pola Asuh Authoritative. Aspek Indikator Item Lampiran Item Pola Asuh Authoritative Aspek Indikator Item Pandangan Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar ditinggalkan Memberikan bimbingan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan melakukan segala sesuatunya sendiri. Setiap aktivitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini masih terdapat orang - orang tidak mampu untuk menyatakan pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa dimana seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS POLA PENDIDIKAN KEAGAMAAN ANAK DI KELUARGA RIFA IYAH DESA PAESAN KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS POLA PENDIDIKAN KEAGAMAAN ANAK DI KELUARGA RIFA IYAH DESA PAESAN KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN BAB IV ANALISIS POLA PENDIDIKAN KEAGAMAAN ANAK DI KELUARGA RIFA IYAH DESA PAESAN KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN A. Analisis profil keluarga Rifa iyah Desa Paesan Kecamatan Kedungwuni Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang perlu diperhatikan lagi di negara ini. Pendidikan juga dibuat oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mengompol merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak belum mampu melakukan pengendalian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Secara umum kepribadian (personality) suatu pola watak yang relatif permanen, dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi perilaku

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Penanaman Nilai-nilai Multikultural pada Masyarakat Dusun. masyarakatnya. Masyarakat dusun Mojokerep yang ikut berperan dalam

BAB IV ANALISIS. A. Penanaman Nilai-nilai Multikultural pada Masyarakat Dusun. masyarakatnya. Masyarakat dusun Mojokerep yang ikut berperan dalam BAB IV ANALISIS A. Penanaman Nilai-nilai Multikultural pada Masyarakat Dusun Mojokerep Dalam menanamkan nilai-nilai multikultural, tidak lepas dari peran masyarakatnya. Masyarakat dusun Mojokerep yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat bagi setiap individu untuk menimba ilmu dan tempat untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan

Lebih terperinci

KOMUNIKASI ASERTIF MENDONGKRAK TINGKAT KEPUASAN PEMANGKU KEPENTINGAN

KOMUNIKASI ASERTIF MENDONGKRAK TINGKAT KEPUASAN PEMANGKU KEPENTINGAN KOMUNIKASI ASERTIF MENDONGKRAK TINGKAT KEPUASAN PEMANGKU KEPENTINGAN Oleh Sumaryo Widyaiswara Madya BDK Palembang I. Pendahuluan Seorang pejabat/ pegawai tertentu, seperti pegawai yang bertugas yang melayani

Lebih terperinci

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 133 134 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 135 136 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 137 138

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN A. Analisis Tujuan Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga Nelayan di Desa Pecakaran Kec. Wonokerto.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Mencapai

Lebih terperinci

BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA

BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA A. Gambaran Subjek Penelitian 1. Responden DW DW merupakan anak perempuan sulung yang lahir di Jawa

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK TURUN MENJADI ANAK JALANAN Terdapat tiga faktor internal yang disebutkan dalam penelitian ini, yaitu impian bebas, ingin

Lebih terperinci