PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI"

Transkripsi

1 PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI Masa awal remaja adalah masa dimana seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang ingin dilakukannya. Tidak semua remaja dapat berperilaku asertif. Perilaku asertif itu sendiri didefinisikan sebagai suatu pengungkapan ekspresi secara langsung dan jujur yang memungkinkan kita untuk mempertahankan hakhak pribadi kita tanpa melakukan tindakan agresif yang mengganggu hak-hak pribadi orang lain. Hal ini disebabkan karena tidak semua anak remaja laki-laki maupun perempuan sadar bahwa mereka memiliki hak untuk berperilaku asertif. Banyak pula anak remaja yang cemas atau takut untuk berperilaku asertif, atau bahkan banyak individu selain anak remaja yang kurang terampil dalam mengekspresikan diri secara asertif. Hal ini mendapat pengaruh dari latar belakang budaya keluarga dimana anak remaja itu tinggal, urutan anak tersebut dalam keluarga, pola asuh orang tua, jenis kelamin, status sosial ekonomi orang tua atau bahkan sistem kekuasaan orang tua. Dalam hal ini, perilaku asertif yang akan dibahas secara mendalam dilihat berdasarkan usia remaja awal. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat : 1. Bagaimana ciri-ciri perilaku asertif yang tampak pada remaja awal, 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perilaku asertif remaja awal, serta 3. Bagaimana proses perkembangan perilaku asertif pada remaja awal. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode pendekatan kualitatif agar memperoleh pemahaman yang luas dan mendalam tentang fenomena yang diteliti. Peneliti juga menggunakan teknik pengambilan data wawancara dan observasi dengan menggunakan alat bantu penelitian yaitu pedoman wawancara, pedoman observasi dan alat perekam untuk mempermudah proses penelitian. Subjek yang diteliti adalah remaja dengan rentang umur 12 tahun sampai dengan 15 tahun dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Peneliti memilih remaja dengan rentang umur 12 tahun sampai dengan 15 tahun karena pada rentang umur tersebut, remaja dikategorikan sebagai remaja awal. Jenis kelamin yang dipilih adalah laki-laki dan perempuan, karena ada perbedaan perilaku asertif berdasarkan jenis kelamin. Setelah dilakukan penelitian, didapatkan bahwa ketiga subjek penelitian belum dapat mengembangkan perilaku asertifnya di dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial. Umumnya mereka enggan untuk berperilaku asertif karena menghindari hukuman dari orang tua dan juga takut akan dijauhi oleh teman-temannya. Dalam penelitian ini diharapkan para orang tua membantu subjek untuk berlatih bersikap asertif dalam lingkungan keluarga dengan tidak memberikan hukuman fisik, verbal maupun sosial bila subjek melakukan penolakan. Kepada ketiga subjek, disarankan agar berlatih berperilaku asertif agar di masa mendatang, subjek menyadari bahwa dirinya memiliki hak untuk menolak, mengemukakan pendapat serta memiliki hak untuk hidup bebas tanpa pengaruh dari figur otoritas ataupun teman sebaya. Kata Kunci : Perilaku Asertif, Remaja Awal PENDAHULUAN Perilaku asertif sangat penting bagi remaja awal, karena apabila seorang remaja tidak memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif atau bahkan tidak dapat berperilaku asertif, disadari ataupun tidak, remaja awal ini akan kehilangan hak-hak pribadi sebagai individu dan cenderung tidak dapat menjadi individu yang bebas dan akan selalu berada dibawah kekuasaan orang lain. Alasan seorang remaja awal tidak dapat berperilaku asertif adalah karena mereka belum menyadari bahwa mereka memiliki hak untuk berperilaku asertif. Remaja awal dipilih, karena pada masa ini terdapat keraguan akan identitas diri sebagai seorang remaja awal karena pada masa ini individu telah merasa dewasa namun masih ada orang-orang

2 disekelilingnya yang menyebutnya anak remaja. Perilaku asertif dibutuhkan oleh remaja awal, terlebih apabila seorang remaja awa berada dalam lingkungan yang kurang baik seperti lingkungan perokok atau pecandu narkoba, pada satu sisi sorang remaja tidak ingin kehilangan teman dan pada sisi lainnya seorang remaja tidak ingin terjerumus pada hal-hal negatif. Tidak semua individu dapat berperilaku asertif. Hal ini disebabkan karena tidak semua anak remaja laki-laki maupun perempuan sadar bahwa mereka memiliki hak untuk berperilaku asertif. Banyak pula anak remaja yang cemas atau takut untuk berperilaku asertif, atau bahkan banyak individu selain anak remaja yang kurang terampil dalam mengekspresikan diri secara asertif. Hal ini mungkin mendapatkan pengaruh dari latar belakang budaya keluarga dimana anak remaja itu tinggal, urutan anak tersebut dalam keluarga, pola asuh orang tua, jenis kelamin, status sosial ekonomi orang tua atau bahkan sistem kekuasaan orang tua. Perilaku asertif berbeda dengan perilaku agresif, karena dalam berperilaku asertif, kita dituntut untuk tetap menghargai orang lain dan tanpa melakukan kekerasan secara fisik maupun verbal. Sedangkan perilaku agresif cenderung untuk menyakiti orang lain apabila kehendaknya tidak dituruti. Remaja awal belum dapat mengkomunikasikan perasaan yang dirasa kepada orang lain secara jujur, mereka menganggap mereka tidak memiliki hak untuk melakukan hal tersebut. Peneliti tertarik mengamati perilaku asertif pada remaja awal lebih jauh karena peneliti menilhat banyaknya remaja awal yang enggan berperilaku asertif karena mereka merasa bahwa suara atau keinginana mereka akan diabaikan oleh figur otoritas seperti orang tua, guru, atau bahkan teman sebaya. Alasan pentingnya penelitian ini dilakukan adalah, karena apabila seorang remaja awal tidak dapat berperilaku asertif, maka dimasa yang akan datang remaja tersebut akan merasa merasa rendah diri dan tidak berani mengemukakan perasaanya kepada orang lain karena merasa apa yang disampaikannya selalu tidak dipedulikan orang lain. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri-ciri perilaku asertif yang tampak pada remaja awal. Penelitian ini pun memiliki tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku asertif pada remaja awal, serta mengetahui bagaimana proses perkembangan perilaku asertif pada remaja awal. TINJAUAN PUSTAKA Cawood (1988) menyebutkan bahwa perilaku asertif adalah ekspresi yang langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak individu tanpa kecemasan yang tidak beralasan. Alberti & Emmons (2002) memberikan pengertian bahwa perilaku yang asertif mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan kita untuk bertindak menurut kepentingan kita sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi kita tanpa menyangkali hak-hak orang lain.

3 Lange dan Jakubowski (1978) memberikan pengertian tentang perilaku asertif sebagai berikut: Standing up for personal rights and expressing toughts, feelings, and beliefs in direct, honest, and appropriate ways which do not violate another person s rights Dalam pengertian yang mereka kemukakan, mereka menyatakan bahwa perilaku asertif adalah mempertahankan hak-hak kita dan mengekspresikan apa yang kita yakini, rasakan serta inginkan secara langsung dan jujur dengan cara yang sesuai yang menunjukkan penghargaan terhadap hak-hak orang lain. Pengertian lainnya dikemukakan oleh Rini (2001), yaitu bahwa asertif adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Sedangkan Rathus dan Nevid (1983) menyatakan bahwa asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok. Selanjutnya, Beddel & Lennox (1997) memberikan pengertian mengenai perilaku asertif, yaitu: Assertiveness promotes interpersonal behavior that simultaneously attempts to maximize the person s satisfaction of wants while considering the wants of other people, thus promoting respect for the self and others. Mereka mengatakan bahwa, asertifitas akan mendukung tingkah laku interpersonal yang secara simultan akan berusaha untuk memenuhi keinginan individu semaksimal mungkin dengan secara bersamaan juga mempertimbangkan keinginan orang lain karena hal itu tidak hanya memberikan penghargaan pada diri sendiri tetapi juga kepada orang lain. Ciri-Ciri Individu dengan Perilaku Asertif Lange dan Jakubowski (1978) mengemukakan lima ciri-ciri individu dengan perilaku asertif. Ciri-ciri yang dimaksud adalah: a. Menghormati hak-hak orang lain dan diri sendiri Menghormati orang lain berarti menghormati hak-hak yang mereka miliki, tetapi tidak berarti menyerah atau selalu menyetujui apa yang diinginkan orang lain. Artinya, individu tidak harus menurut dan takut mengungkapkan pendapatnya kepada seseorang karena orang tersebut lebih tua dari dirinya atau memiliki kedudukan yang lebih tinggi. b. Berani mengemukakan pendapat secara langsung Perilaku asertif memungkinkan individu mengkomunikasikan perasaan, pikiran, dan kebutuhan lainnya secara langsung dan jujur. c. Kejujuran Bertindak jujur berarti mengekspresikan diri secara tepat agar dapat mengkomunikasikan perasaan, pendapat atau pilihan tanpa merugikan diri sendiri atau orang lain.

4 d. Memperhatikan situasi dan kondisi Semua jenis komunikasi melibatkan setidaknya dua orang dan terjadi dalam konteks tertentu. Dalam bertindak asertif, seseorang harus dapat memperhatikan lokasi, waktu, frekuensi, intensitas komunikasi dan kualitas hubungan. e. Bahasa tubuh Dalam bertindak asertif yang terpenting bukanlah apa yang dikatakan tetapi bagaimana menyatakannya. Bahasa tubuh yang menghambat komunikasi, misalnya: jarang tersenyum, terlihat kaku, mengerutkan muka, berbicara kaku, bibir terkatup rapat, mendominasi pembicaraan, tidak berani melakukan kontak mata dan nada bicara tidak tepat. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, hal ini dilakukan untuk mengembangkan pemahaman dalam mengerti dan menginterpretasikan apa yang ada dibalik peristiwa, latar belakang pemikiran manusia yang terlibat didalamnya serta bagaimana manusia meletakkan makna pada peristiwa yang terjadi (Sarantakos dalam Poerwandari, 1998). Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin memahami dan memiliki pengertian yang mendalam tentang bentuk perilaku asertif pada remaja awal. HASIL Menurut Lange & Jakubowski (1978), terdapat beberapa ciri-ciri individu dengan perilaku asertif, ciriciri yang dimaksud adalah : 1. Menghormati hak-hak orang lain dan diri sendiri. Hal yang dimaksud adalah bahwa setiap individu memiliki hak yang sama dengan individu lainnya tanpa melihat perbedaan usia, jabatan atau golongan. Pada kasus subjek 1, 2 dan 3, terlihat bahwa ketiga subjek yang diambil dalam penelitian ini tidak dapat mengemukakan hak nya untuk menolak pada masalah-masalah sepele yang terjadi di lingkungan rumahnya. Subjek 1, 2 maupun 3 menyatakan bahwa pada akhirnya mereka akan melakukan perintah yang diminta oleh orang tua karena menghindari hukuman atau merasa tidak enak terhadap orang tua. Mereka melakukan perintah tersebut walaupun merasa terpaksa. Hal ini menjadi bukti bahwa remaja awal masih mementingkan hak orang lain dibandingkan harus meminta hak yang dimiliki secara jujur kepada orang lain, khususnya orang tua dan teman sebaya. Dilihat dari tingkah laku memberi (the give), yang dikemukakan Cawood (dalam Zulkaida, 2006) tentang memberikan keputusan: Mengatakan Ya (menerima) atau Tidak (menolak) dimana individu dapat mempertahankan haknya dengan fokus secara jelas terhadap apa yang ingin dikatakan, maka dapat dilihat bahwa ketiga subjek belum dapat menghormati haknya untuk menolak.

5 2. Berani mengemukakan pendapat secara langsung. Hal yang dimaksud adalah bahwa setiap individu dengan perilaku asertif akan mampu mengungkapkan segala perasaan yang dirasakannya atau sesuatu yang dipikirkannya. Pada kasus subjek 1, 2 dan 3 terlihat bahwa mereka tidak dapat mengungkapkan kepada orang lain apabila sedang merasa marah dengan orang tersebut. Ketiga subjek lebih merasa nyaman untuk tetap diam tanpa mengkomunikasikan perasaannya kepada orang lain karena takut akan dijauhi dan tidak memiliki banyak teman. Namun dalam hal pengungkapan pikiran, baik subjek 1, 2 maupun subjek 3, mampu untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan kepada orang lain. Dilihat dari tingkah laku memberi (the give), yang dikemukakan Cawood (dalam Zulkaida, 2006) tentang memberikan pendapat atau opini dimana individu sebenarnya memiliki hak untuk menyatakan pendapat, terlepas apakah pendapat tersebut benar atau salah, baik atau kurang baik, maka dapat dilihat bahwa ketiga subjek belum dapat mengemukakan pendapat secara langsung. 3. Kejujuran. Dalam hal ini, kejujuran yang ditunjukkan dalam mengekspresikan diri agar dapat mengkomunikasikan perasaan, pendapat ataupun pilihan yang tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Pada kasus subjek 1, 2 dan 3, terlihat bahwa mereka mampu mengemukakan pendapat secara jujur kepada teman atau dalam keluarga serta berusaha memberikan pendapat yang tidak menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain. Dilihat dari tingkah laku memberi (the give), yang dikemukakan Cawood (dalam Zulkaida, 2006) tentang berbagi perasaan, dimana individu perlu memahami bahwa mengakui dan berbagi perasaan akan dapat membangun komitmen yang lebih kuat dengan orang lain karena dapat membuat kontak dan secara efektif meningkatkan kerjasama dengan orang lain, maka dapat dilihat bahwa ketiga subjek dapat mengekspresikan kejujuran kepada orang lain sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Cawood (dalam Zulkaida, 2006). 4. Memperhatikan situasi dan kondisi. Hal yang dimaksud adalah, bahwa setiap individu yang berperilaku asertif akan mampu memperhatikan situasi, lokasi, frekuensi serta intensitas komunikasi. Pada kasus subjek 1 dan 2, terlihat bahwa mereka memperhatikan sekali tempat dan waktu untuk memberikan masukan, pendapat ataupun saran. Dari kedua subjek tersebut, dapat dilihat bahwa masing-masing dari mereka memiliki tempat dan waktu khusus untuk mengemukakan pendapatnya kepada orang lain. Sedangkan pada kasus subjek 3, subjek merasa akan lebih baik apabila dirinya memberikan masukan, pendapat atau saran langsung pada saat orang lain berbuat kesalahan, tanpa mempertimbangkan tempat ataupun waktu yang baik. Dilihat dari tingkah laku memberi (the give), yang dikemukakan Cawood (dalam Zulkaida, 2006) tentang memberikan kritik atau pujian, dimana individu memiliki penentuan waktu yang tepat dengan mengetahui kondisi seseorang untuk mengatakan sesuatu membuat perilaku asertif menjadi lebih asertif, maka apa yang dilakukan oleh subjek 1 dan 2 di dukung oleh pernyaaan Cawood (dalam Zulkaida, 2006) dimana subjek 1 dan 2 dapat memperhatikan situasi dan kondisi, namun subjek 3 belum dapat memperhatikan situasi dan kondisi.

6 5. Bahasa tubuh. Selain dari beberapa ciri perilaku asertif yang telah dijelaskan sebelumnya, ciri perilaku asertif lainnya dapat ditunjukkan dengan bahasa tubuh. Tidak berani melakukan kontak mata serta mengemukakan nada bicara yang tidak tepat dapat menghambat komunikasi. Subjek 1 mengaku bahwa dirinya tidak memiliki kesulitan dalam melakukan komunikasi dengan orang lain. Sedangkan subjek 2 dan 3 merasa sebaliknya. Mereka mengatakan bahwa mereka merasa kesulitan dalam berkomunikasi. Pada kasus subjek 1, walaupun subjek merasa tidak memiliki kesulitan dalam berkomunikasi namun subjek tidak dapat selalu menatap mata lawan bicara dan merasa pernah melakukan kesalahan dalam pengungkapan nada kemarahan. Pada kasus subjek 2, subjek mengemukakan bahwa subjek memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dan diperkuat dengan sikap subjek saat berbicara yang tidak mau menatap mata lawan bicara. Sedangkan subjek 3, walaupun merasa kesulitan dalam berkomunikasi namun subjek tetap menatap mata lawan bicara dengan harapan orang yang berbicara dengannya merasa diperhatikan saat berbicara. Dilihat dari tingkah laku memberi (the give), yang dikemukakan Cawood (dalam Zulkaida, 2006) tentang memberikan informasi, dimana informasi yang diberikan sebaiknya bersifat langsung, deskriptif, tidak ada bias dan tidak bersifat menasihati, maka dapat dilihat bahwa subjek 1 dan 2 belum mampu menggunakan bahasa tubuh yang baik ketika memberikan informasi kepada orang lain, sedangkan subjek 3 merasa nyaman apabila menggunakan bahasa tubuh secara tepat ketika memmemberikan informasi kepada orang lain. Menurut Rathus dan Nevid (1983), terdapat enam hal yang mempengaruhi perkembangan perilaku asertif, yaitu: 1. Jenis kelamin. Jenis kelamin mempengaruhi perkembangan perilaku asertif. Wanita pada umumnya lebih sulit bersikap asertif seperti mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan dengan lakilaki. Subjek 1 adalah seorang perempuan, subjek 2 adalah perempuan, dan subjek 3 adalah lakilaki, menurut ketiga subjek, mereka merasa jenis kelamin mempengaruhi perilaku mereka. Dilihat dari alasan individu berperilaku non asertif, yang dikemukakan Lange & Jakubowski (dalam Zulkaida, 2006) tentang kesalahan dalam menganggap perilaku non asertif sebagai suatu bentuk kesopanan, dimana ketiga subjek menganggap jenis kelamin mempengaruhi perilaku mereka, dan sebagai seorang anak perempuan subjek 1 dan 2, sering menganggap lebih baik diam sebagai bentuk kesopanan. 2. Self esteem. Disebut juga dengan harga diri. Individu yang berhasil untuk berperilaku asertif adalah individu yang harus memiliki keyakinan. Orang yang memiliki keyakinan diri yang tinggi memiliki kekuatiran sosial yang rendah sehingga mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri. Pada kasus subjek 1, 2 dan 3, terdapat kesamaan, yaitu bahwa ketiga subjek merasa memiliki harga diri yang tinggi dan dengan harga diri yang tinggi tersebut, ketiga subjek mampu menunjukkan perilaku asertifnya kepada orang lain. Dilihat dari alasan individu berperilaku non asertif, yang dikemukakan Lange & Jakubowski (dalam

7 Zulkaida, 2006) tentang kegagalan menerima hak pribadi, maka ketiga subjek tidak merasakan kegagalan dalam menerima hak pribadi, melainkan ketiga subjek merasa memiliki harga diri yang tinggi dan mampu berperilaku asertif kepada orang lain. 3. Kebudayaan. Kebudayaan juga mempengaruhi perilaku yana muncul. Kebudayaan biasanya dibuat sebagai pedoman batas-batas perilaku setiap individu. Subjek 1 yang memiliki ayah dari suku Jawa dengan ibu dari suku Sunda. Subjek 2 yang memiliki ayah dari Suku Sumatra (Padang) dengan ibu dari suku Jakarta, dan subjek 3 memiliki kedua orang tua dari suku yang sama, suku Sunda. Pada kasus subjek 1 dan 3, terlihat bahwa subjek merasa bahwa kebudayaan mempengaruhi perilakunya. Pada kasus subjek 2 dapat dilihat subjek merasa kebudayaan tidak mempengaruhi perilakunya. Dilihat dari alasan individu berperilaku non asertif, yang dikemukakan Lange & Jakubowski (dalam Zulkaida, 2006) tentang kecemasan akan adanya akibat yang bersifat negatif, dimana dari hasil diatas, dapat dilihat bahwa subjek 1 dan 3 merasa akan mendapatkan akibat negatif apabila mereka mengabaikan sisi kebudayaan mereka. 4. Tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas wawasan berpikir sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih terbuka. Pada kasus subjek 1 dan 2 terdapat kesamaan. Menurut mereka tingkat pendidikan mempengaruhi perilakunya. subjek 3 mengatakan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi perilakunya. Dilihat dari alasan individu berperilaku non asertif, yang dikemukakan Lange & Jakubowski (dalam Zulkaida, 2006) tentang tidak adanya keterampilan untuk berperilaku asertif, dimana subjek 1 dan 2 merasa tingkat pendidikan saat ini membuat mereka merasa tidak memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif. 5. Tipe kepribadian. Hal ini dipengaruhi oleh tipe kepribadian, dimana seseorang akan bertingkah laku berbeda dengan individu kepribadian lain. Pada kasus subjek 1 dan 3 terdapat kesamaan, yaitu memiliki kepribadian yang terbuka. Pada kasus subjek 2, terlihat bahwa subjek lebih pendiam dan tertutup Dilihat dari alasan individu berperilaku non asertif, yang dikemukakan Lange & Jakubowski (dalam Zulkaida, 2006) tentang kesalahan dalam membedakan antara perilaku asertif dan agresif, dimana subjek 1 dan 3 dengan tipe kepribadian yang terbuka berusaha untuk tidak mengkomunikasikan keinginannya dengan suara yang keras atau yang sifatnya memaksa agar tidak terjadi kesalahan dalam membedakan perilaku asertif dan agresif. 6. Situasi tertentu lingkungan sekitarnya. Dalam berperilaku, seseorang akan melihat kondisi dan situasi dalam arti luas. Pada kasus subjek 1 dan 3, terlihat bahwa subjek dapat menolak perintah orang tua sedangkan kasus subjek 2 terlihat bahwa subjek merasa tidak dapat menolak permintaan orang lain. Dilihat dari alasan individu berperilaku non asertif, yang dikemukakan Lange & Jakubowski (dalam Zulkaida, 2006) tentang kesalahan menganggap perilaku asertif adalah sebagai usaha untuk membantu orang lain, dimana subjek 2 tidak dapat menolak permintaan orang lain dan menganggap perilakunya tersebut sebagai usaha untuk membantu orang lain.

8 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : Subjek 1 kurang dapat menghormati hak pribadi, berani mengemukakan pendapat secara langsung, dapat berlaku jujur tentang perasaan, memperhatikan situasi dan kondisi serta tergolong mampu berperilaku asertif dengan menggunakan bahasa tubuh. Subjek merasa jenis kelamin mempengaruhi perilaku, subjek merasa memiliki self esteem yang baik, dalam hal budaya dan tingkat pendidikan subjek merasa budaya dan tingkat pendidikan mempengaruhi. Subjek merupakan orang yang terbuka dan merasa mampu menolak perintah yang ditujukan kepadanya. Subjek 2 kurang dapat menghormati hak pribadi, berani mengungkapkan pendapat secara langsung, dapat berlaku jujur tentang perasaan, memperhatikan situasi dan kondisi tetapi kurang mampu berperilaku asertif dengan menggunakan bahasa tubuh. Subjek merasa jenis kelamin mempengaruhi perilaku, subjek merasa memiliki self esteem yang baik, dalam hal budaya, subjek merasa budaya tidak mempengaruhi sedangkan pada tingkat pendidikan, subjek merasa tingkat pendidikan mempengaruhi. Subjek merupakan orang yang tertutup dan merasa sulit untuk menolak perintah yang ditujukan kepadanya. Subjek 3 kurang dapat menghormati hak pribadi, berani mengungkapkan perasaan secara langsung, dapat berperilaku jujur tentang perasaan, kurang dapat memperhatikan situasi dan kondisi serta tergolong mampu berperilaku asertif dengan menggunakan bahasa tubuh. Subjek merasa jenis kelamin mempengaruhi perilaku, subjek merasa memiliki self esteem yang baik, dalam hal budaya, budaya mempengaruhi dan tingkat pendidikan subjek merasa tingkat pendidikan mempengaruhi. Subjek merupakan orang yang tebuka dan merasa mampu menolak perintah yang ditujukan kepadanya. SARAN Saran yang diberikan, yaitu : 1. Kepada Subjek Diharapkan subjek memulai melatih diri untuk bersikap asertif kepada orang tua, teman sebaya ataupun orang-orang disekitar. Diharapkan subjek mampu menolak perintah apabila perintah yang diberi dirasa merugikan bagi diri sendiri, namun tetap tidak merugikan hak-hak orang lain. Subjek juga diharapkan mampu untuk berkata jujur dan langsung kepada orang lain tentang perasaannya. Subjek harus merasa yakin walaupun subjek masih tergolong remaja awal, namun subjek memiliki hak-hak pribadi yang sama seperti individu dewasa. 2. Kepada Keluarga Subjek Diharapkan keluarga dapat membantu subjek dalam melatih perilaku asertif subjek di dalam lingkungan keluarga, dengan tidak memberikan hukuman fisik maupun verbal apabila subjek menolak melakukan perintah.

9 3. Kepada Masyarakat Diharapkan masyarakat sekitar turut membentu subjek dalam melatih perilaku asertif subjek di lingkungan sekitar, dengan tidak menanamkan kebiasaan yang menunjukkan penolakan yang dilakukan subjek atau remaja awal khususnya sebagai suatu bentuk pemberontakan dan gambaran ketidakdisiplinan seorang anak kepada orang tua, namun melihat penolakan tersebut sebagai pengungkapan hak-hak pribadi dari seorang remaja awal. 4. Kepada Peneliti Selanjutnya Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk mengambil subjek dengan usia remaja awal yang lebih beragam, tidak hanya mengambil subjek dengan usia yang sama yaitu 13 tahun. Diharapkan pula dari perbedaan usia yang lebih beragam, peneliti akan melihat perilaku asertif yang ditunjukkan dari setiap subjek penelitian berdasarkan tingkat umur berbeda yang masih termasuk remaja awal, supaya mendapatkan data yang lebih mendalam tentang perilaku asertif remaja awal. DAFTAR PUSTAKA Alberti, R & Emmons, M. (2002). Your perfect right, hidup lebih bahagia dengan menggunakan hak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Beddel, J. R & Lenox, S. S. (1997). Handbook for communication and problem solving skills training: A cognitive behavioral approach. New York: John Willy & Sons, Inc Cawwod, D. (1988). Assertiveness for managers: Learning effective skill for managing people. (2 nd ed). Canada: International Self-Counsel Press, ltd Lange, A. J & Jackubowski, P. (1978). Responsible assertive behavior: Cognitive behavioral procedures training. Illionis: Research Press Poerwandari, E. K. (2005).Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Depok: Lembaga pengembangan sarana pengukuran dan penelitian psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia Rathus, S. A & Nevid, J. S. (1983). Adjustment and growth: The challenges of life. (2 nd ed). New York: CBS College Publishing Zulkaida, A. (2006). Tingkah laku asertif yang bertanggung jawab. Makalah: (Ditampilkan pada seminar pelatihan tingkah laku asertif). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Rini, J. (2001). Asertivitas.

ASSERTIVE BEHAVIOR ON EARLY TEEN

ASSERTIVE BEHAVIOR ON EARLY TEEN ASSERTIVE BEHAVIOR ON EARLY TEEN MADE CHRISTINA NOVIANTI, DR. AWALUDDIN TJALLA Undergraduate Program, 2008 Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id key words: ABSTRACT : Early adolescence is a period

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 33 JAKARTA BARAT

TINGKAH LAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 33 JAKARTA BARAT 64 Tingkah Laku Asertif Pada Siswa Kelas X di SMA Negeri 33 Jakarta Barat TINGKAH LAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 33 JAKARTA BARAT Oleh : Masyitoh 1) Dra. Endang Setiyowati 2) Dr. Awaluddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa dimana seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dewasa ini, setiap manusia harus dituntut untuk bisa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dewasa ini, setiap manusia harus dituntut untuk bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini, setiap manusia harus dituntut untuk bisa mengikuti teknologi yang berkembang pesat. Perkembangan teknologi yang pesat inilah membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menghadapi lingkungan yang memiliki perbedaan pola pikir, kepribadian serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini masih terdapat orang - orang tidak mampu untuk menyatakan pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku assertif adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku assertif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan pendapatnya, berani tampil di muka umum, memiliki kepedulian sosial, dan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist &

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist & BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist & Feist, 2006), remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Masing-masing individu yang berinteraksi akan memberikan respon yang berbeda atas peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, sebagian orang terkadang mengeluhkan sesuatu. pada teman dekat tentang keinginan untuk mengeluarkan pendapat,

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, sebagian orang terkadang mengeluhkan sesuatu. pada teman dekat tentang keinginan untuk mengeluarkan pendapat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian orang terkadang mengeluhkan sesuatu pada teman dekat tentang keinginan untuk mengeluarkan pendapat, mengungkapkan ketidaksetujuan,

Lebih terperinci

TINGKAT KEMAMPUAN ASERTIF PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 1 IX KOTO KABUPATEN DHARMASRAYA ABSTRACT

TINGKAT KEMAMPUAN ASERTIF PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 1 IX KOTO KABUPATEN DHARMASRAYA ABSTRACT 1 TINGKAT KEMAMPUAN ASERTIF PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 1 IX KOTO KABUPATEN DHARMASRAYA Erni Walini 1, Alfaiz 2, Hafiz Hidayat 2 1 Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Sebagai makhluk sosial, manusia diharapkan mampu mengatasi segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial, adanya kecenderungan perilaku asertif sangat membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu lain yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA Disusun oleh : Herni Rosita

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA Disusun oleh : Herni Rosita HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA Disusun oleh : Herni Rosita 10502099 Abstrak Individu dalam perannya sebagai mahasiswa, dituntut untuk menjadi lebih mandiri, mampu

Lebih terperinci

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap perilakunya seseorang perlu mencari tahu penyebab internal baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap perilakunya seseorang perlu mencari tahu penyebab internal baik fisik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seseorang adalah hasil interaksi antara komponen fisik, pikiran, emosi dan keadaan lingkungan. Namun, untuk memperkuat kontrol manusia terhadap perilakunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa awal remaja adalah masa seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang ingin dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering

I. PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peserta didik pada usia remaja di sekolah sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Secara umum kepribadian (personality) suatu pola watak yang relatif permanen, dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi perilaku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DALAM KELUARGA DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 7 PALEMBANG

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DALAM KELUARGA DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 7 PALEMBANG HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DALAM KELUARGA DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 7 PALEMBANG Urfaa Fajarwati Dosen Universitas Bina Darma Jalan A. Yani No. 12 Palembang Surel:

Lebih terperinci

KAJIAN IDENTIFIKASI PERILAKU ASERTIF PUSTAKAWAN UPT PERPUSTAKAAN UNDIP. Studi Kasus di Bagian Layanan. Oleh Sugeng Priyanto

KAJIAN IDENTIFIKASI PERILAKU ASERTIF PUSTAKAWAN UPT PERPUSTAKAAN UNDIP. Studi Kasus di Bagian Layanan. Oleh Sugeng Priyanto KAJIAN IDENTIFIKASI PERILAKU ASERTIF PUSTAKAWAN UPT PERPUSTAKAAN UNDIP Studi Kasus di Bagian Layanan Oleh Sugeng Priyanto Abstrak : Selama ini perpustakaan selalu dikeluhkan tidak mampu memberikan layanan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pulau Jawa merupakan tempat yang paling banyak menjadi tujuan para calon mahasiswa di Indonesia untuk menggali ilmu. Berdasarkan data Kementrian Pendidikan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF ANTARA ETNIS JAWA DENGAN ETNIS DAYAK

PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF ANTARA ETNIS JAWA DENGAN ETNIS DAYAK PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF ANTARA ETNIS JAWA DENGAN ETNIS DAYAK SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Diajukan Oleh : UMIYATI F 100 050 239 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan baik yang bersifat fisik maupun psikologis.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan mahkluk sosial, sehingga tidak mungkin manusia mampu menjalani kehidupan sendiri tanpa melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA 65 No : PETUNJUK PENGISIAN SKALA 1. Sebelum menjawab pernyataan, bacalah secara teliti 2. Pada lembar lembar berikut terdapat pernyataan yang membutuhkan tanggapan Anda. Pilihlah salah satu tanggapan yang

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA Ertik Indrawati, Setyorini dan Sumardjono Padmomartono Program Studi S1

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam mengekspresikan perasaan, sikap, keinginan, hak, pendapat secara langsung,

BAB II LANDASAN TEORI. dalam mengekspresikan perasaan, sikap, keinginan, hak, pendapat secara langsung, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif Alberti & Emmons (1990) mendefinisikan bahwa perilaku asertif merupakan perilaku kompleks yang ditunjukan oleh seseorang dalam hubungan antar pribadi, dalam mengekspresikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Salatiga. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas IX A dan Kelas IX B yang berjumlah

Lebih terperinci

Pengaruh Pelatihan Asertif Untuk Meningkatkan Asertivitas Terhadap Penyalahgunaan Narkoba

Pengaruh Pelatihan Asertif Untuk Meningkatkan Asertivitas Terhadap Penyalahgunaan Narkoba PENGARUH PELATIHAN ASERTIF UNTUK MENINGKATKAN ASERTIVITAS TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOBA (Single Subject Research Anak didik di Lapas Anak Pria Tangerang) Herli Hartati Moch. Dimyati, M.Pd Herdi, M.Pd

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa memiliki tugas yang beragam meliputi tugas-tugas kehidupannya yaitu sebagai seorang remaja ataupun seseorang yang sedang beranjak dewasa. Selain tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. PERILAKU ASERTIF 1. Pengertian Perilaku Asertif Kata asertif berasal dari bahasa Inggris assertive yang berarti tegas dalam pernyataannya, pasti dalam mengekspresikan dirinya atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Hal-hal yang sering dihadapi oleh para remaja pada umumnya adalah gejolak emosi dan

1. PENDAHULUAN. Hal-hal yang sering dihadapi oleh para remaja pada umumnya adalah gejolak emosi dan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang harus dilewati oleh setiap individu dalam tiap rentang kehidupan manusia. Masa ini merupakan periode peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi

Lebih terperinci

Kontribusi Perilaku Asertif Terhadap Kecerdasan Emosi

Kontribusi Perilaku Asertif Terhadap Kecerdasan Emosi Kontribusi Perilaku Asertif Terhadap Kecerdasan Emosi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji seberapa besar kontribusi perilaku asertif terhadap kecerdasan emosi. Sampel pada penelitian ini berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

Keywords: Assertive Behavior, Interaction, Passive Attitude of Aggressive Attitude

Keywords: Assertive Behavior, Interaction, Passive Attitude of Aggressive Attitude 1 DAMPAK PERILAKU TIDAK ASSERTIVE PESERTA DIDIK DALAM BERINTERAKSI DI KELAS X SMA NEGERI 1 PASAMAN Tia Ayu Putri Aulia 1, Rahma Wira Nita 2, Septya Suarja 2 1 Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling

Lebih terperinci

ASERTIFITAS SISWA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL (Survei di Kelas XI SMA Negeri 31 Jakarta)

ASERTIFITAS SISWA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL (Survei di Kelas XI SMA Negeri 31 Jakarta) Asertifitas Siswa Terhadap Perilaku Seksual (Survei di Kelas XI SMA Negeri 31 Jakarta) ASERTIFITAS SISWA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL (Survei di Kelas XI SMA Negeri 31 Jakarta) Ariesanti Juwita Sari 1 Dra.

Lebih terperinci

Self Disclosure, Perilaku Asertif dan Kecenderungan Terhindar dari Tindakan Bullying

Self Disclosure, Perilaku Asertif dan Kecenderungan Terhindar dari Tindakan Bullying Persona, Jurnal Psikologi Indonesia Mei 2015, Vol. 4, No. 02, hal 208-215 Self Disclosure, Perilaku Asertif dan Kecenderungan Terhindar dari Tindakan Bullying Tika Meilena Tika.meilena@gmail.com SMPN 1

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN ASERTIVITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN ASERTIVITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN ASERTIVITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Nur Asia F 100 020 212 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. diimajinasikan oleh individu atau kelompok. Pendapat tersebut diartikan bahwa

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. diimajinasikan oleh individu atau kelompok. Pendapat tersebut diartikan bahwa 10 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Konformitas Santrock (2003:249) mendefenisikan konformitas sebagai perubahan dalam sikap atau pendapat individu sebagai hasil dari tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PERILAKU ASERTIF MELALUI KEPRIBADIAN EKSTROVERT SEBAGAI VARIABEL ANTARA

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PERILAKU ASERTIF MELALUI KEPRIBADIAN EKSTROVERT SEBAGAI VARIABEL ANTARA HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PERILAKU ASERTIF MELALUI KEPRIBADIAN EKSTROVERT SEBAGAI VARIABEL ANTARA Marta Wahyuningsih Mahasiswa Magister Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya e-mail: dckymrt2919@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku asertif sangat penting bagi setiap orang guna memenuhi segala kebutuhan dan keinginan, terutama pada mahasiswa, dimana harus menyelesaikan tugas perkembangan

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application IJGS 1 (1) (2012) Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jbk MENGURANGI PERILAKU SISWA TIDAK TEGAS MELALUI PENDEKATAN REBT DENGAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai karakteristik yang berbeda. Karakteristik laki-laki adalah agresif,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai karakteristik yang berbeda. Karakteristik laki-laki adalah agresif, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda. Karakteristik laki-laki adalah agresif, mandiri, obyektif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman tentang pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua yang erat dalam proses sejarah kehidupan Indonesia sejak ratusan tahun yang silam. Ia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB III TEMUAN PENELITIAN

BAB III TEMUAN PENELITIAN BAB III TEMUAN PENELITIAN Bab ini merupakan bab yang menjabarkan temuan penelitian yang mencakup : karakteristik responden, peran significant others, konsep diri, kemampuan mereduksi konflik dalam pemutusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi Komunikasi mencakup pengertian yang luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pergeseran pola penyebab tindak kriminalitas. World Health

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pergeseran pola penyebab tindak kriminalitas. World Health 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah remaja dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan terjadinya pergeseran pola penyebab tindak kriminalitas. World Health Organization (WHO) memperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

PENGARUH BUDAYA JAWA DAN HARGA DIRI TERHADAP ASERTIVITAS PADA REMAJA SISWA KELAS XDI SMA NEGERI 3 PONOROGO

PENGARUH BUDAYA JAWA DAN HARGA DIRI TERHADAP ASERTIVITAS PADA REMAJA SISWA KELAS XDI SMA NEGERI 3 PONOROGO ejournal Psikologi,3 (1) 2015 : 348-357 ISSN 0000-0000, ejournal.sos.fisip-unmul.org Copyright 2015 PENGARUH BUDAYA JAWA DAN HARGA DIRI TERHADAP ASERTIVITAS PADA REMAJA SISWA KELAS XDI SMA NEGERI 3 PONOROGO

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku asertif adalah perilaku hubungan antar pribadi yang menyertakan kejujuran dan berterus terang secara sosial dalam mengekspresikan pemikiran

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI INTENSI BERPERILAKU ASERTIF DALAM KEGIATAN PERKULIAHAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

STUDI MENGENAI INTENSI BERPERILAKU ASERTIF DALAM KEGIATAN PERKULIAHAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN STUDI MENGENAI INTENSI BERPERILAKU ASERTIF DALAM KEGIATAN PERKULIAHAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN NURUL HAMIDAH Dr. Rismiyati E. Koesma 1 Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA DENGAN TINGKAT ASERTIVITAS REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA DENGAN TINGKAT ASERTIVITAS REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA DENGAN TINGKAT ASERTIVITAS REMAJA SKRIPSI Diajukan Kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk

Lebih terperinci

Judul Tema: Perilaku Asertif

Judul Tema: Perilaku Asertif KELOMPOK Afrita Shima Devi 201410211303261 Sella Egar Tanisa 201410211303269 Alifatul Firda Aulia 201410211303280 Rachmania Tatsa L. 201410211303294 Shyntia Pradianti 201410211303300 PENGANTAR Banyak penyimpangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun

Lebih terperinci

Nama : Wienda Tridimita Ayu NPM : Fakultas : Psikologi Jurusan : Psikologi Pembimbing : Prof. Hera Lestari Mikarsa, Ph.D

Nama : Wienda Tridimita Ayu NPM : Fakultas : Psikologi Jurusan : Psikologi Pembimbing : Prof. Hera Lestari Mikarsa, Ph.D HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT DENGAN ORANG TUA DAN PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA Nama : Wienda Tridimita Ayu NPM : 18512091 Fakultas : Psikologi Jurusan : Psikologi Pembimbing : Prof. Hera Lestari Mikarsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan lingkungan sosial bagi anak, karena dalam keluarga untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan lingkungan sosial bagi anak, karena dalam keluarga untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial bagi anak, karena dalam keluarga untuk pertama kalinya anak mengadakan kontak sosial yang menjadi dasar untuk tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya antara usia 13 dan 20 tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Asertivitas adalah kemampuan mengkomunikasikan keinginan, perasaan,

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Asertivitas adalah kemampuan mengkomunikasikan keinginan, perasaan, BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1.1. Asertivitas Asertivitas adalah kemampuan mengkomunikasikan keinginan, perasaan, dan pikiran kepada orang lain tanpa rasa cemas, dengan tetap menjaga dan menghargai hakhak

Lebih terperinci

PERILAKU ASERTIF DAN HARGA DIRI PADA KARYAWAN

PERILAKU ASERTIF DAN HARGA DIRI PADA KARYAWAN PERILAKU ASERTIF DAN HARGA DIRI PADA KARYAWAN Ratna Maharani Hapsari 1 Retnaningsih 2 1,2 Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No. 100 Depok 16424, Jawa Barat 2 retnaningsih01@yahoo.com

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA SISWA SMA MARDISISWA SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA SISWA SMA MARDISISWA SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA SISWA SMA MARDISISWA SEMARANG Agustinus Yogy Dwicahyo Nugroho, Sri Hartati* Fakultas PsikologiUniversitas Diponegoro Email :yogyagustinus@yahoo.co.id,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Perkembangan hidup seorang manusia diawali dari pengalamannya dalam suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan berinteraksi

Lebih terperinci

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UKSW

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UKSW HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UKSW OLEH GUSTAF FIRDAUS 80 2009 051 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN A-1 Perilaku Agresif pada Anak A-2 Konformitas terhadap Teman Sebaya A-1 PERILAKU AGRESIF PADA ANAK Kelas / No. : Umur : Tanggal Pengisian : Sekolah : PETUNJUK PENGISIAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asertivitas 2.1.1 Definisi Asertivitas Menurut Jakubowski (1976) asertivitas adalah perilaku yang melibatkan membela hak-hak pribadi dan mengekspresikan pikiran, perasaan, dan

Lebih terperinci

Hubungan antara Perilaku Asertif dengan Penyesuaian Diri pada Siswa Kelas X Asrama SMA MTA Surakarta

Hubungan antara Perilaku Asertif dengan Penyesuaian Diri pada Siswa Kelas X Asrama SMA MTA Surakarta Hubungan antara Perilaku Asertif dengan Penyesuaian Diri pada Siswa Kelas X Asrama SMA MTA Surakarta The Relationship Assertive Behavior with Adjustment in Class X s Student SMA MTA Surakarta Boarding

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Percaya Diri Sikap dan perilaku manusia sangatlah dipengaruhi oleh kondisi perasaannya, salah satunya adalah sikap percaya diri. Menurut Santrock (2002)

Lebih terperinci

KAITAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN PERILAKU ASERTIF

KAITAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN PERILAKU ASERTIF KAITAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN PERILAKU ASERTIF NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: DINA

Lebih terperinci