BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapat, aktivitas, atau gerak-gerik. Perilaku juga bisa diartikan sebagai
|
|
- Irwan Kurnia
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asertifitas Pengertian Asertif Manusia dalam kehidupan sehari-hari sering mendengar istilah perilaku, perilaku adalah semua respon baik itu tanggapan, jawaban, maupun batasan yang dilakukan oleh organisme dan hal ini dapat berupa pendapat, aktivitas, atau gerak-gerik. Perilaku juga bisa diartikan sebagai manifestasi dari sifat yang dimiliki oleh individu. Perilaku asertif menurut Lazarus (dalam Fensterheim & Baer, 1995) adalah perilaku yang penuh ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi dari setiap usaha untuk membela hak-haknya serta adanya keadaan efektif yang mendukung meliputi : 1) Mengetahui hak pribadi 2) Berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak-hak tersebut dan melakukan hal itu sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi (Fensterheim & Baer, 1995). Amirullah (2009) memberi batasan asertif sebagai kemampuan mengekspresikan perasaan, membela hak secara sah dan menolak permintaan yang dianggap tidak layak serta tidak menghina atau meremehkan orang lain. 9
2 Harsen dan Bellack (dalam Fauziyah & Fitriyana, 2009) mengatakan tingkah laku manusia berada dalam satu kontinum. Di salah satu ujungnya seseorang berperilaku non asertif. Orang ini mengalami kesulitan untuk mengungkapkan emosi kepada orang lain, berkenalan dengan orang lain, meminta orang lain untuk untuk memberi informasi atau saran, menolak permintaan yang tidak beralasan, lebih lanjut orang ini mengalami kesulitan untuk memulai atau mengakhiri suatu percakapan serta mengungkapkan kekecewaan dan penolakan dalam proporsi yang tepat. Di ujung kontinum yang lain, adalah orang yang berperilaku agresif yang memusatkan perhatiannya pada diri sendiri. Orang ini kebanyakan dikatakan sebagai orang yang tidak peduli terhadap hak dan kebebasan orang lain dan sangat egois. Di antara ujung ekstrim ini adalah orang bertingkah laku asertif. Orang ini secara langsung dan jelas mengungkapkan perasaannya yang positif maupun yang negatif tanpa mengganggu atau melanggar perasaan dan kebebasan orang lain. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah perilaku individu untuk mendapatkan hak-haknya dengan mengekpresikan apa yang ada dalam pikirannya dalam komunikasi yang tepat dan tegas tanpa melupakan hak-hak orang lain atau menyakiti orang lain Ciri-ciri Perilaku Asertif Fensterheim & Baer (1995) mengatakan orang yang berperilaku asertif memiliki 4 ciri yaitu : 10
3 1) Merasa bebas untuk mengemukakan emosi yang dirasakan melalui kata dan tindakan. Misalnya : inilah diri saya, inilah yang saya rasakan dan saya inginkan. 2) Dapat berkomunikasi dengan orang lain, baik dengan orang yang tidak dikenal, sahabat, dan keluarga. Dalam berkomunikasi relatif terbuka, jujur, dan sebagaimana mestinya. 3) Mempunyai pandangan yang aktif tentang hidup, karena orang asertif cenderung mengejar apa yang diinginkan dan berusaha agar sesuatu itu terjadi serta sadar akan dirinya bahwa ia tidak dapat selalu menang, maka ia menerima keterbatasannya, akan tetapi ia selalu berusaha untuk mencapai sesuatu dengan usaha yang sebaik-baiknya dan sebaliknya orang yang tidak asertif selalu menunggu terjadinya sesuatu. 4) Bertindak dengan cara yang dihormatinya sendiri. Maksudnya karena sadar bahwa ia tidak dapat selalu menang, ia menerima keterbatasan namun ia berusaha untuk menutupi dengan mencoba mengembangkan dan selalu belajar dari lingkungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asertif Rathus (dalam Fensterheim & Baer, 1995) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan asertif adalah: 1) Jenis Kelamin Sejak kanak-kanak, peranan pendidikan laki-laki dan perempuan telah dibedakan di masyarakat, laki-laki harus tegas dan kompetitif. Masyarakat mengajarkan bahwa asertif kurang sesuai untuk anak 11
4 perempuan. Oleh karena itu tampak terlihat bahwa perempuan lebih bersikap pasif meskipun terhadap hal-hal yang kurang berkenan di hatinya. 2) Kepribadian Proses komunikasi merupakan syarat utama dalam setiap interaksi. Interaksi akan lebih efektif apabila setiap orang mau terlibat dan berperan aktif. Orang yang berperan aktif dalam proses komunikasi adalah mereka yang secara spontan mengutamakan buah pikirannya dan menanggapi pendapat setiap sikap pihak lain. Sifat spontan ini dapat dijumpai pada orang yang berkepribadian ekstrovert. Orang yang berkepribadian ini memiliki ciri-ciri mudah melakukan hubungan dengan orang lain, impulsif, cenderung agresif, sukar menahan diri, percaya diri, perhatian, mudah berubah, bersikap gampangan, mudah gembira, dan banyak teman. Sebaliknya orang yang berkepribadian introvert, mempuanyai ciriciri pendiam, gemar mawas diri, teman sedikit, cenderung membuat rencana sebelum melakukan sesuatu, serius, mampu menahan diri terhadap ledakan-ledakan perasaan dan penaruh prasangka terhadap orang lain. 3) Inteligensi Perilaku asertif juga dipengaruhi oleh kemampuan setiap orang untuk merumuskan dan mengungkapkan buah pikirannya secara jelas sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh orang lain serta mampu 12
5 memahami apa yang dikomunikasikan oleh pihak lain sehingga proses komunikasi berlangsung dengan lancar. 4) Kebudayaan (Santosa, 1999) memandang bahwa kebudayaan mempunyai peran yang besar dalam mendidik perilaku asertif. Misalnya pada budaya Jawa yang menekankan prinsip kerukunan dan keselamatan sosial seorang anak sejak kecil telah dilatih untuk berafiliasi dan konformis. Lebih-lebih pada wanita yang dituntut untuk bersikap pasif, dan menerima apa adanya atau pasrah. 5) Pola Asuh Orang Tua Ada tiga macam pola asuh orang tua dalam mendidik anak, yaitu pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif. Anak yang diasuh secara otoriter biasanya akan menjadi remaja yang pasif dan sebaliknya bila anak diasuh secara permisif anak akan terbiasa untuk mendapatkan segalanya dengan mudah dan cepat, sehingga ada kecenderungan untuk bersikap agresif, lain dengan pola asuh demokratis, pola asuh semacam ini akan mendidik anak untuk mempunyai kepercayaan diri yang besar, dapat mengkomunikasikan segala keinginannya secara wajar dan tidak memaksakan kehendak (Festerheim & Baer, 1995). 6) Usia Santosa (1999) berpendapat bahwa usia merupakan salah satu faktor yang menentukan munculnya perilaku asertif. Pada anak kecil perilaku ini belum terbentuk. Struktur kognitif yang ada belum 13
6 memungkinkan mereka untuk menyatakan apa yang diinginkan dengan bahasa verbal yang baik dan jelas. Sebagian dari mereka bersifat pemalu dan pendiam sedangkan yang lain justru bersifat agresif dalam menyatakan keinginannya. Pada masa remaja dan dewasa perilaku asertif menjadi lebih berkembang sedangkan pada usia tua tidak begitu jelas perkembangan atau penurunannya. Menurut Galassi (dalam Fauziyah, 2009) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku asertif, karena berkembangnya perilaku asertif dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dialami individu dalam lingkungan sepanjang hidup. Tingkah laku asertif berkembang secara bertahap sebagai hasil interaksi antara anak, orang tua, dan orang dewasa lain dalam lingkungannya Komponen Perilaku Asertif Eisler (dalam Marini & Andriani, 2005) mengungkapkan komponen perilaku asertif antara lain : 1) Complain Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat dengan orang lain. Yang perlu ditekankan di sini adalah keberanian seseorang untuk mengatakan tidak pada orang lain jika memang itu tidak sesuai dengan keinginanya. 2) Duration of reply Merupakan lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang dikehendakinya, dengan menerangkannya pada orang lain. 14
7 Orang yang asertifitasnya tinggi memberikan respon yang lebih lama (dalam arti lamanya waktu untuk berbicara) dari pada orang yang tingkat asertifnya rendah. 3) Loudness Berbicara lebih keras biasanya lebih asertif selama seorang itu tidak berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara yang terbaik dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. 4) Request for new behavior Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain, mengungkapkan tentang fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran pada orang lain, dengan tujuan agar situasi berubah sesuai yang diinginkan. 5) Affect Afek berarti emosi, ketika seseorang berada dalam keadaan emosi maka intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika seseorang berbicara dengan flukturasi yang sedang dan tidak berupa respon yang monoton ataupun respon yang emosional. 6) Latency of respon Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai gilirannya untuk mulai berbicara. Kenyataannya bahwa adanya sedikit jeda sesaat sebelum menjawab secara umum lebih asertif dari pada yang tidak terdapat jeda. 15
8 7) Non verbal Ada beberapa komponen non verbal dari asertif yaitu: a) Kontak mata Kontak mata memandang orang yang diajak bicara maka akan membantu dalam menyampaikan pesan dan juga akan meningkatkan efektivitas pesan. Akan tetapi jangan pula sampai terlalu membelakang ataupun juga menundukkan kepala. b) Ekspresi muka Perilaku asertif yang efektif membutuhkan ekspresi wajah yang sesuai dengan pesan yang disampaikan. Misalnya, pesan kemarahan akan disampaikan secara langsung tanpa senyuman, ataupun pada saat gembira menunjukkan wajah yang senang. c) Jarak fisik Sebaiknya berdiri atau duduk yang sewajarnya, jika terlalu dekat dapat mengganggu orang lain dan terlihat seperti menantang. Sementara terlalu jauh akan membuat orang lain susah untuk menangkap apa maksud dari perkataannya. d) Sikap badan Sikap badan yang tegak ketika berhadapan dengan orang lain akan membuat pesan lebih asertif. Sementara sikap badan yang tidak tegak dan terlihat malas-malasan akan membuat orang lain menilainya mudah mundur atau melarikan diri dari masalah. 16
9 e) Isyarat tubuh Pemberian isyarat tubuh dengan gerakan tubuh yang sesuai dapat menambah keterbukaan, rasa percaya diri dan memberikan penekanan pada apa yang kita katakan, misalnya dengan mengarahkan tangan keluar. Sementara yang lain dapat mengurangi, seperti menggaruk leher dan menggosok-gosok mata. 2.2 Kekerasan dalam Berpacaran Pengertian Kekerasan Secara bahasa, kekerasan (violence) dimaknai Mansour (Fakih, 1996) sebagai serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Sementara menurut Galtung ( dalam Warsana, 1992) terminology kekerasan atau violence berasal dari bahasa latin vis vis yang berarti daya tahan atau kekuatan atau latus yang berarti membawa sehingga dapat diartikan secara harfiah sebagai daya atau kekuatan untuk membawa. Kata kekerasan sepadan dengan kata violence dalam bahasa Inggris diartikan sebagai suatu serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Sedangkan kata kekerasan dalam bahasa Indonesia umumnya dipahami hanya menyangkut serangan fisik belaka. Dengan demikian, bila pengertian violence sama dengan kekerasan, maka kekerasan di sini merujuk pada kekerasan fisik maupun psikologis. 17
10 Kekerasan (violence) adalah ancaman atau penggunaan kekuatan fisik terhadap orang lain, dirinya sendiri, kelompok atau komunitas masyarakat dengan hasil akhir luka atau kematian, termasuk di dalamnya adalah pembunuhan, bunuh diri, penyerangan, kekerasan seksual, pemerkosaan, penganiayaan dah kekerasan dalam rumah tangga (Soetjiningsih, 2004). Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa kekerasan adalah tindakan agresi dengan menggunakan kekuatan fisik yang dapat merugikan dan menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikologis Pengertian Berpacaran Menurut Cate & Llyod (dalam Dinastuti, 2008) pacaran atau courtship adalah semua hal yang meliputi hubungan berpacaran (dating relationship) baik yang mengarah ke perkawinan maupun yang putus sebelum perkawinan terjadi. Menurut Baron & Byrne (dalam Satria, 2011) ada beberapa karakteristik dari hubungan pacaran, yaitu perilaku yang saling bergantung satu dan lainnya, interaksi yang berulang, kedekatan emosional, dan kebutuhan untuk saling mengisi. Hubungan ini terdiri dari orang-orang yang kita sukai, seseorang yang kita sukai, cintai, hubungan yang romantis dan hubungan seksual. Salah satu kerakteristik dari pacaran yaitu adanya kedekatan atau keintiman secara fisik (physical intimacy). Keintiman (intimacy) tersebut meliputi berbagai tingkah laku tertentu, seperti 18
11 berpegangan tangan, berciuman, dan berbagai interaksi perilaku seksual lainnya. Perilaku pacaran menurut perspektif sosiologi merupakan perilaku yang menyimpang karena berpacaran merupakan sebagian dari pergaulan bebas. Pacaran berarti tahap untuk saling mengenal antara seorang pemuda dan pemudi yang saling tertarik dan berminat untuk menjalin hubungan yang eksklusif (terpisah, sendiri dan istimewa) (Basyarudin, 2010). Menurut pandangan Islam, pacaran hukumnya haram. Sebab dalam aktivitas pacaran hampir dapat dipastikan akan melanggar semua ketentuan/hukum-hukum terkait interaksi laki-laki dan perempuan. Fakta membuktikan bahwa pacaran merupakan awal dari perbuatan zina yang diharamkan. Oleh karena itu tidak ada istilah dan praktik pacaran Islami sebelum menikah. (Ramadhan, 2011). Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa pacaran adalah suatu proses hubungan antara dua orang (laki -laki dan perempuan) yang membangun komitmen untuk berinteraksi sosial dan melakukan aktivitas bersama-sama dengan maksud menuju hubungan yang lebih berkualitas (pertunangan atau pernikahan) Pengertian Kekerasan dalam Berpacaran Dalam literature bahasa Indonesia kekerasan dalam rumah tangga mengacu pada penganiayaan terhadap pasangan baik menikah atau tidak menikah, wife beating, conjugal violence, intimate violence, battering, partners abuse, yang kadang digunakan untuk maksud yang lebih spesifik 19
12 (Chusairi, 2000). Pengertian tersebut memiliki basis rumah tangga, bila dalam konteks berpacaran, maka dapat dimaknai sebagai penganiayaan yang terjadi terhadap pasangan dalam sebuah hubungan pacaran, kekerasan verbal, pukulan, penyalahgunaan hubungan berpacaran, yang kadang digunakan untuk maksud yang lebih spesifik. Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa kekerasan dalam pacaran adalah segala bentuk tindakan yang mempunyai unsur kekerasan yang meliputi kekerasan secara fisik, seksual, atau psikologis yang terjadi dalam sebuah hubungan pacaran, baik yang dilakukan di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi dan semua perilaku yang bermaksud menyakiti pasangan dalam sebuah hubungan secara fisik dan verbal sehingga merugikan orang lain Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Berpacaran Menurut Shinta & Bramanti (2007), bentuk -bentuk kekerasan antara lain : 1) Kekerasan fisik, adalah penggunaan secara instensif kekuatan fisik yang berpotensi menyebabkan luka, bahaya, cacat dan kematian. 2) Kekerasan seksual, adalah upaya melakukan hubungan seksual yang melibatkan seseorang yang tidak memiliki kemampuan untuk memahami kelaziman/kebiasaan atau keadaan dari aksi tersebut, tidak mampu untuk menolak, atau tidak mampu mengkomunikasikan ketidakinginan untuk turut dalam hubungan seksual dan lain-lain. 20
13 3) Kekerasan psikologis/emosional dapat berupa tindakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau taktik kekerasan/paksaan. Tidak hanya terbatas pada penghinaan pada korban, tetapi juga mencakup kontrol terhadap apa yang dapat atau tidak dapat korban lakukan, menahan informasi dari korban, mengisolasi korban dari teman-teman dan keluarga, dan menyangkal akses korban terhadap uang atau sumbersumber daya yang mendasar lainnya. 4) Kekerasan ekonomi terjadi ketika pelaku kekerasan mengontrol secara penuh uang korban dan sumber-sumber ekonomi lainnya. Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran meliputi kekerasan fisik, kekerasan verbal atau psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kekerasan dalam Berpacaran Menurut Setyawati (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan kekerasan dalam pacaran, yaitu : 1) Pola asuh dan lingkungan keluarga yang kurang menyenangkan. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang amat berpengaruh dalam membentuk kepribadian seseorang. Masalah-masalah emosional yang kurang diperhatikan orang tua dapat memicu timbulnya permasalahan bagi individu yang bersangkutan di masa yang akan datang. Misalkan saja sikap kejam orang tua, berbagai macam penolakan dari orang tua terhadap keberadaan anak, dan sikap disiplin yang diajarkan secara 21
14 berlebihan. Hal-hal semacam itu akan berpengaruh pada peran (role model) yang dianut anak itu pada masa dewasanya. Bisa model peran yang dipelajari sejak kanak-kanak tidak sesuai dengan model yang normal atau model standard, maka perilaku semacam kekerasan dalam pacaran ini pun akan muncul. 2) Peer Group, Teman sebaya memiliki pengaruh yang besar dalam memberikan kontribusi semakin tingginya angka kekerasan antar pasangan. Berteman dengan teman yang sering terlibat kekerasan dapat meningkatkan resiko terlibat kekerasan dengan pasangannya. 3) Media Massa, Media Massa, TV atau film juga sedikitnya memberikan kontribusi terhadap munculnya perilaku agresif terhadap pasangan. Tayangan kekerasan yang sering muncul dalam program siaran televisi maupun adegan sensual dalam film tertentu dapat memicu tindakan kekerasan terhadap pasangan. 4) Peran Jenis Kelamin, pada banyak kasus, korban kekerasan dalam pacaran adalah perempuan. Hal ini terkait dengan aspek sosial budaya yang menanamkan peran jenis kelamin yang membedakan laki-laki dan perempuan. Laki-laki dituntut untuk memiliki citra maskulin dan macho, sedangkan perempuan feminin dan lemah gemulai. Laki-laki juga dipandang wajar jika agresif, sedangkan perempuan diharapkan untuk mengekang agresifitasnya. 22
15 2.2.6 Dampak Kekerasan dalam Berpacaran Menurut Setyawati (2010) Kekerasan dalam pacaran menimbulkan dampak baik fisik maupun psikis. Dampak fisik bisa berupa memar, patah tulang, dan sebagainya. Sedangkan luka psikis bisa berupa sakit hati, harga diri yang terluka, terhina, dan sebagainya. Menurut Engel (2002), dampak utama dari kekerasan emosional yang dialami oleh korban adalah depresi, berkurangnya motivasi, kebingungan, kesulitan berkonsentrasi atau membuat keputusan, rendahnya kepercayaan diri, perasaan gagal atau tidak berarti, keputusasaan, menyalahkan diri sendiri dan menghancurkan diri sendiri. Perasaan yang timbul dalam diri orang yang terlibat dalam kekerasan emosional adalah ketakutan, kemarahan, rasa bersalah, dan rasa malu. Tindakan kekerasan yang terjadi dalam kehidupan membawa dampak negatif bagi korban. Bukan hanya korban yang harus menanggung beban tersebut melainkan orang-orang terdekatnya sebagai bagian dari keluarga juga terkena dampaknya. Dampak yang terjadi pada korban pun sangat beragam, bersifat fisik dan psikis. Dampak psikis kekerasan emosional menurut Engel (2002) antara lain : rasa cemas dan takut yang berlebihan. Kecemasan tersebut akan menghambat perempuan untuk mencari bantuan dan menyelesaikan masalahnya. Selain itu rasa percaya diri yang rendah dapat timbul karena perlakuan pasangan yang membuatnya merasa bodoh, tidak berguna dan merepotkan, dampak psikis lain adalah labilnya emosi. 23
16 Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa dampak bagi korban yang mengalami kekerasan dalam pacaran meliputi hal-hal sebagai berikut : dampak fisik dan dampak psikis. 2.3 Masa Dewasa Awal Santrock (2003) mengemukakan bahwa dewasa awal dimulai pada akhir usia belasan atau permulaan usia 20-an dan berlangsung sampai usia 30, di masa ini merupakan waktu untuk membentuk perkembangan diri secara optimal dari segi kemandirian, kepentingan pribadi, ekonomi, memulai pasangan yang lebih intim dan rasa tanggung jawab. Erickson (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan yang lain). 24
17
BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi
BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Secara umum kepribadian (personality) suatu pola watak yang relatif permanen, dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi perilaku
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekerasan Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut (Reza 2012), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan
Lebih terperinciKEKERASAN DALAM BERPACARAN
KEKERASAN DALAM BERPACARAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : REZA RIANA PUTRI F 100 070 152 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku assertif adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku assertif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara
BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya
Lebih terperinciBAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan
BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. sah (Sarwono, 2005). Mu tadin (2002) mengatakan bahwa prilaku seksual
BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Definisi Prilaku Seksual Pranikah Prilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA ASERTIFITAS DENGAN KECENDERUNGAN MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL PADA PEREMPUAN YANG BERPACARAN SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA ASERTIFITAS DENGAN KECENDERUNGAN MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL PADA PEREMPUAN YANG BERPACARAN SKRIPSI Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciPedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Masing-masing individu yang berinteraksi akan memberikan respon yang berbeda atas peristiwa-peristiwa
Lebih terperinci3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?
Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja A. 1. Pengertian Remaja Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere) (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kekerasan 2.1.1. Pengertian Kekerasan Krug, Dahlberg, Mercy, Zwi, dan Lozano (2002) kesengajaan menggunakan kekuatan fisik atau kekuasaan, mengancam,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun. Pada usia ini anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak, dan mengabungkan diri
Lebih terperinciPENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA
PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist &
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist & Feist, 2006), remaja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEKERASAN EMOSI 1. Pengertian Kekerasan Emosi Kekerasan emosi didefinisikan sebagai bentuk kekerasan yang dilakukan secara sengaja tujuan untuk mempertahankan dan menguasai individu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi
Lebih terperinciKalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga
Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Suami Rosa biasa memukulinya. Ia memiliki dua anak dan mereka tidak berani berdiri di hadapan ayahnya karena mereka takut akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada masa dewasa awal merupakan masa puncak dalam bersosialisasi. Individu dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif
BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang
Lebih terperinciBagi sebagian orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah. melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup
BABI PENDAHULUAN 1 BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar BeJakang Masalah Bagi sebagian orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpacaran Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) atau Dating Violence. Banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan Reproduksi adalah termasuk salah satu dari sekian banyak problem remaja yang perlu mendapat perhatian bagi semua kalangan, baik orang tua, guru, dan maupun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Sepanjang hidup, manusia akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari ketidakpuasan seseorang terhadap kondisi hidupnya sehingga melihat anak yang tidak berdaya sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya
Lebih terperinci5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)
Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya antara usia 13 dan 20 tahun.
Lebih terperinciSIKAP ASERTIF DAN PERAN KELUARGA TERHADAP ANAK
SIKAP ASERTIF DAN PERAN KELUARGA TERHADAP ANAK Alief Budiyono Dosen Tetap Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto Abstract Assertiveness is a behavior of a person to be able to express opinions, desires, feelings
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Perkembangan hidup seorang manusia diawali dari pengalamannya dalam suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek bullying sudah merambah ke dalam dunia pendidikan, hal ini sangat memprihatinkan bagi pendidik, orang tua dan masyarakat. Komnas Perlindungan Anak (PA)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan pendapatnya, berani tampil di muka umum, memiliki kepedulian sosial, dan memiliki kemampuan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perilaku Asertif dalam Bimbingan Sosial. untuk mencapai perkembangan optimal. Jamal Ma mur (dalam Ratnawati,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Perilaku Asertif dalam Bimbingan Sosial Bimbingan dan konseling memiliki tujuh jenis layanan yang semuanya merupakan layanan untuk membantu peserta didik yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. PERILAKU ASERTIF 1. Pengertian Perilaku Asertif Kata asertif berasal dari bahasa Inggris assertive yang berarti tegas dalam pernyataannya, pasti dalam mengekspresikan dirinya atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut UU no. 20/03 tentang sistem pendidikan Nasioanl pasal 1 ayat (1) menerangkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu
BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau
Lebih terperinciBULLYING. I. Pendahuluan
BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku asertif adalah perilaku hubungan antar pribadi yang menyertakan kejujuran dan berterus terang secara sosial dalam mengekspresikan pemikiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa peralihan atau masa transisi di mana para remaja belum bisa sungguh-sungguh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa peralihan atau masa transisi di mana para remaja belum bisa sungguh-sungguh dikatakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan
13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai
Lebih terperinciBULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017
BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017 oleh: Dr. Rohmani Nur Indah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Angket 1: Beri tanda berdasarkan pengalaman anda di masa kecil A. Apakah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi dan dapat memberikan dampak terhadap tiap-tiap individu yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Asertif Perawat 2.1.1 Pengertian Perawat Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam situasi yang menyangkut hubungan antarmanusia, terjadi proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini, remaja menaruh minat dan perhatian yang cukup besar terhadap relasi dengan teman
Lebih terperinciMemahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah
Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah (School Violence) Oleh : Nandang Rusmana Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan di Sekolah Faktor psikologis (hiperaktivitas, konsentrasi terhadap masalah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-21 yaitu dimana remaja tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. teman sebayanya dalam suatu kelompok. Isolasi atau isolate itu sendiri
BAB II LANDASAN TEORI A. Anak atau Siswa Terisolasi a) Pengertian anak terisolasi Anak terisolasi adalah anak yang tidak mempunyai sahabat diantara teman sebayanya dalam suatu kelompok. Isolasi atau isolate
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana anak mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari segi fisik maupun psikologis. Manusia mengalami perkembangan sejak bayi, masa kanak- kanak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah
Lebih terperinci