BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
|
|
- Utami Cahyadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan menjadi salah satu isu utama di dalam hubungan internasional kontemporer. Hal ini terjadi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran publik dan politik atas masalah lingkungan yang melanda dunia. Upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat dan industrialisasi turut menjadi penyebab permasalahan tersebut. Kesadaran manusia secara global tersebut terutama muncul ketika isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir tahun 1970-an. 1 Masalah tersebut telah memberikan pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan politik dan sosial di dunia. Oleh sebab itu, kerjasama antar negara dan juga masyarakat internasional menjadi penting untuk dilakukan guna merespon masalah lingkungan tersebut. Pertemuan Kyoto menjadi pertemuan yang penting menghasilkan suatu protokol persetujuan yang dikenal dengan Protokol Kyoto yang berisi mengenai langkah-langkah komprehensif yang perlu dilakukan negara-negara dalam mengatasi masalah lingkungan untuk mencegahnya terulang kembali. Terhitung telah terdapat 192 pihak (191 negara anggota PBB dan 1 regionalisme -Uni Eropa-) yang telah menandatangani dan meratifikasi Protokol ini hingga saat ini. 2 Pada masa berikutnya, pertemuan-pertemuan yang membahas mengenai isu lingkungan global masih tetap diadakan secara rutin di dalam kerangka Conference of Parties (COP) di dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Pada Desember 2015, 196 negara akan bertemu di Paris untuk membahas dan berunding mengenai perubahan iklim dalam Conference of Parties ke-20 UNFCCC. Untuk menyongsong Konferensi di Paris ini, negaranegara negara yang mengikuti pertemuan di Desember akan diharapkan untuk 1 J Vogler, Environment, dalam Issues in World Politics, ed. B.White, R. Little dan M. Smith (New York: Palgrave, 2001), United Nations Framework Convention on Climate Change, Status of Ratification of the Kyoto Protocol, [diakses 19 Juni 2015] 1
2 mempersiapkan diri untuk memastikan bahwa mereka siap untuk melaksanakan hasil yang diharapkan dari pertemuan tersebut. Dalam laporan terakhir, terdapat 66 negara, yang merepresentasikan 88 persen penghasil emisi global, yang sudah melakukan perubahan aturan di tingkat legislatif masing-masing negara. 3 Pihak penyelenggara Konferensi Paris sendiri sudah memunculkan ekspektasi bahwa kesepakatan yang muncul akan memiliki arti yang besar. Seperti yang tercantum dalam artikel yang dikeluarkan oleh Non-Governmental Organization (NGO) yang mendukung pelaksanaan Konferensi Paris To ensure meaningful action on climate change, the deal must contain the following element: ambitious action before and after 2020 a strong legal framework and clear rules a central role for equity a long term approach public finance for adaptation and the low carbon transition a framework for action on deforestation and land use clear links to the 2015 Sustainable Development Goals Dalam poin pertama di atas terdapat poin yang mengindikasikan keinginan untuk membuat rencana yang decisive pada periode setelah Hal ini berkaitan dengan kesepakatan Durban yang disetujui pada tahun Kesepakatan ini menyatakan adanya persetujuan untuk membentuk sebuah komitmen bagi kesepakatan iklim global yang baru, setelah terdapat kepastian dalam kegagalan pemenuhan Protokol Kyoto. Komitmen Durban 2011, yang merupakan hasil akhir dari rangkaian COP ke-17, ini merupakan komitmen internasional baru pertama, pasca gagalnya pertemuan di Kopenhagen pada 2009, pasca kepastian kegagalan pemenuhan komitmen Protokol Kyoto. Dan dari konferensi ini terbentuk kesepakatan bahwa akan ada kesepakatan baru yang memiliki legal binding dalam mengurangi emisi karbon global dan dampak climate change yang akan disetujui atau ditandatangani pada tahun 2015 bertepatan dengan COP di Paris- 3 GLOBE International, GLOBE climate legislation study, fourth edition: review of climate change legislation in 66 countries (January 2014) 2
3 dan diimplementasikan pada tahun Pada tahun berikutnya di Doha, terdapat kesepakatan baru untuk melanjutkan komitmen Protokol Kyoto di periode kedua dari tahun 2013 s/d 2020, tanpa merubah ide prinsip dan mekanisme dalam Protokol. Konferensi Paris sendiri pada akhirnya menjadi penanda bagi negaranegara yang tergabung dalam UNFCCC untuk merumuskan rencana lingkungan mereka pasca tahun Dan negara-negara maju, termasuk Amerika Serikat dan China, juga sedang berupaya untuk mempersiapkan diri untuk menyongsong Konferensi Paris dengan juga mengumumkan rencana pengurangan emisi nasional pasca tahun Sebagai dua negara penghasil gas karbon terbesar, tindakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan China ini akan menjadi sangat vital dalam menentukan hasil akhir dari pembuatan kesepakatan. Tindakan keduanya menjadi memiliki kekuatan pivotal untuk menentukan preferensi tindakan negara lain. Hal ini terbukti dengan tindakan Amerika Serikat yang telah menandatangani protokol Kyoto pada tahun 1998 namun kemudian menyatakan mundur setelah mengalami kegagalan di proses ratifikasi pada Hal ini kemudian menjadi penghambat bagi kemajuan progres upaya penurunan emisi global. Namun berbeda dengan Amerika Serikat yang dianggap sebagai negara maju dan dikategorikan dalam annex 1, China termasuk dalam kategori negara Non-Annex 1 berdasarkan kesepakatan dari UNFCCC. Hal ini terjadi karena meskipun China mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup besar, namun secara per kapita masih banyak dari penduduknya yang hidup dengan 4 Ottmar Edenhofer et al., Harvard Project on Climate Agreements, Identifying options for a new international climate regime arising from the Durban platform for enhanced action, October 2013, nal_climate_regime_arising_from_the_durban_platform_for_enhanced_action.html, [diakses 3 Agustus 2015] 5 Agrawala and Andresen, U.S. Climate Policy: Evolution and FutureProspects, dalam Energy and Environment,
4 penghasilan dibawah 1,25 dollar per hari sehingga mereka meminta agar dimasukkan ke dalam kategori negara berkembang. 6 Status China sebagai negara berkembang ini kemudian menjadikan usaha pengentasan kemiskinan di China masih menjadi prioritas utama, dengan solusi utama yang ditawarkan adalah semakin digiatkannya industrialisasi dengan batu bara sebagai solusi utama masalah kebutuhan energi. Hal tersebut membuat China menjadi negara nomor 1 sebagai penghasil green house gases (GHG) terbesar pasca Protokol Kyoto ditandatangani, dan diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan jika tidak ada tindakan pencegahan. Tindakan mundur dari negara maju seperti Amerika Serikat juga mempengaruhi negara lain, seperti misalnya Kanada yang telah meratifikasi protokol ini pada tahun 2002 dan justru kemudian secara resmi menyatakan diri menarik diri dari protokol ini pada tahun Tindakan Kanada untuk mundur dari Protokol Kyoto salah satunya didasari oleh aksi dari Amerika Serikat. Kanada menganggap bahwa tidak adanya partisipasi dari Amerika Serikat dalam pemberlakuan Protokol Kyoto akan membuat tujuan awal dari protokol tidak akan pernah tercapai. Hal ini akibat posisi Amerika Serikat sebagai negara emiter GHG terbesar di dunia, dan tidak adanya partisipasi aktif Amerika Serikat untuk mengurangi emisi hanya akan membuat upaya negaranegara annex-1 lain, yang dibebani kewajiban untuk mengurangi emisi, hanya akan berakhir dengan sia-sia. 8 Tindakan tidak kooperatif kedua negara ini menjadi ganjalan dalam tidak terpenuhinya fase pemenuhan kewajiban Protoko Kyoto dan penanganan isu climate change. Protokol Kyoto menjadi tidak efektif dalam fungsinya sebagai alat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Dan untuk itulah negara terdapat beragam usaha untuk membuat kembali perjanjian lingkungan internasional yang efektif, salah satunya dengan mengubah level perjanjian dari level multilateral ke level bilateral. 6 Action for Our Planet, Top 10 Polutting Countries (online), diakses 18 April BBC, Canada to Withdraw from Kyoto Protocol, 19 Juni 2015] 8 Ibid 4
5 11 The New York Times, China, America and our warming planet [Op-ed], Seiring berjalannya waktu, China dan Amerika Serikat juga nampak mengubah preferensi tindakannya di dalam isu lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan China dan Amerika Serikat membuat kesepakatan bilateral bersama mengenai global climate change dalam joint initiatives pengurangan GRK pada 11 November Dalam kesepakatan bilateral tersebut, China dan Amerika Serikat mengumumkan tujuan dan posisi mereka untuk berkomitmen dalam mengatasi global warming sebagai dampak perubahan iklim. Kesepakatan ini mencanangkan tujuan untuk menguatkan komitmen masing-masing negara dalam mengurangi mengurangi emisi karbon nasional masing-masing. China mengklaim akan melakukan kalkulasi agar mencapai level puncak pelepasan emisi karbon (peak carbon emissions) nasional pada tahun 2030 atau sebelumnya. Sekaligus akan meningkatkan penggunaan energi nol-emisi atau energi bersih hingga 20% dari total energi nasional pada tahun Di lain pihak, dalam kesepakatan ini Amerika Serikat bermaksud untuk mengurangi emisi hingga level 17% di tahun Rencana ini kemudian diproyeksikan akan berlanjut hingga 26-28% di bawah level emisi pada tahun 2005 pada tahun Pengurangan ini akan menyamai penurunan level emisi hingga 9,6-12% dari level emisi di tahun 1990, seperti yang direncanakan dalam Protokol Kyoto. 10 Kesepakatan ini juga bagian dari rencana baru untuk menunjukkan komitmen mengenai isu lingkungan yang akan dilaporkan dalam konferensi di Paris pada China dan Amerika Serikat menjadi sorotan dunia dalam masalah lingkungan sebagai negara dengan tingkat ekonomi yang sangat besar dan menjadi penyumbang terbesar emisi GRK dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya yang berjumlah besar dan membangun pertumbuhan industri. Hal tersebut kemudian menjadikan China dan Amerika Serikat memiliki signifikansi 9 The White House, Fact sheet: US-China Joint Announcement on Climate Change and Clean Energy Cooperation, 11 November 2014, [diakses 3 Agustus 2015] 10 ibid html [diakses 19 Juni 2015] 5
6 yang besar dan posisi yang penting dalam penyelesaian permasalahan lingkungan hidup. Pada kenyataannya, tindakan China dan Amerika Serikat dalam menanggapi isu lingkungan, baik di tingkat nasional, maupun di tingkatan global menjadi hal yang patut untuk dianalisis. Dalam tulisan ini, penulis akan memaparkan faktor-faktor domestik dan struktur internasional diantara China dan Amerika Serikat dalam negosiasi di UNFCCC, serta faktorfaktor yang mempengaruhi preferensi tindakan yang diambil China dan Amerika Serikat dalam melihat isu pengurangan komitmen GRK. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dari permasalahan dalam skripsi yang akan diteliti, maka didapatkan permasalahan utama di dalamnya. Mengapa China - Amerika Serikat berhasil membangun komitmen pengurangan GRK di level bilateral sementara mengalami kegagalan di level multilateral? 1.3 Landasan Konseptual Two-Level Game Robert Putnam menjelaskan dalam tulisannya bahwa proses pembuatan kebijakan internasional melibatkan baik dari level domestik maupun dari level internasional. Dalam arti lain pembuatan kebijakan adalah gabungan dari faktor yang berasal dari luar negara maupun dari domestik di dalam sebuah negara. Kedua faktor ini saling berinteraksi dan dapat mempengaruhi satu sama lain. Putnam dalam tulisannya menyatakan: At the national level (Level II), domestic groups pursue their interests by pressuring the government to adopt favorable policies, and politicians seek powerby constructing coalitions among those groups. At the international level (Level I), national governments seeks to maximize their own ability to satisfy 6
7 domestic pressures, while minimizing the adverse consequences of foreign developments. 12 Konsep two-level game dapat menjelaskan bagaimana sebenarnya kondisi domestik dan internasional kedua negara, Amerika Serikat dan China, saling berhubungan. Seperti yang diutarakan Putnam, two-level game lebih menitikberatkan pada maksimalisasi pemenuhan kepentingan domestik sekaligus meminimalisasi konsekuensi negatif di level internasional. Hal ini senada dengan pendapat Plano dan Olton yang menyebutkan bahwa foreign policy is a continuation of domestic policy because it serves and reflects national interests. 13 Dalam konsep two-level games, terdapat usaha untuk memperoleh kepentingan yang diinginkan oleh publik di ranah domestik, tanpa harus melewati limit atau batas toleransi yang dapat membawa konsekuensi negatif pada level internasional. Pada awalnya, tarik ulur yang terjadi di dalam hubungan antara Amerika Serikat dan China terjadi di isu ekonomi, dimana dalam isu ini terjadi tarik ulur antara kepentingan jangka panjang dan jangka pendek. Di dalam kondisi multilateral Protokol Kyoto, kedua negara mengesampingkan faktor ekonomi jangka panjang dari terciptanya green economy demi mempertahankan pertumbuhan ekonomi jangka pendek. Kedua negara juga masih belum memperhatikan akumulasi modal politik dari kepemimpinan di dalam isu lingkungan global. Namun seiring berjalannya waktu, terdapat perubahan situasi politik di dalam lingkup domestik dan internasional yang membuat kedua negara mengalami perubahan kebijakan mengenai lingkungan. Hal ini terlihat sebagaimana dalam kasus Amerika Serikat dan China yang mengalami shifting position dari yang semula enggan memiliki komitmen dalam pemenuhan kewajiban abatement kemudian mengambil sikap kooperatif dengan membuat komitmen untuk melakukan compliance di periode selanjutnya. Perbedaan pendekatan (approach) dalam membingkai proses negosiasi terjadi akibat perubahan kepentingan di dalam negeri kedua negara. Para 12 Robert D. Putnam, Diplomacy and Domestic Politics: the Logic of Two-Level Games, International Organization, Summer 1988, Vol. 42: 3, JC. Plano & R. Olton, International Relations Dictionary. (New York: Holt, Rinehart & Winston, 1969), 127 7
8 pembuat kebijakan di kedua negara akan memiliki presumption mengenai payoff yang mungkin akan didapatkan. Ekspektasi inilah yang kemudian akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan diantara para elit tersebut, tanpa memperhatikan apakah ekspektasi pay-off akan sesuai dengan hasil yang didapat dalam realita. Kedua negara dapat melihat win-set yang lebih besar di dalam perundingan bilateral dibandingkan dengan perundingan multilateral. Hal inilah yang membuat Amerika Serikat dan China mulai bergeser dari proses negosiasi multilateral di UNFCCC ke lingkup negosiasi yang lebih kecil di tingkat bilateral, untuk mengatasi permasalahan global warming secara lebih efektif. Pada akhirnya, perubahan geometri dalam level negosiasi antara AS dan China terjadi akibat berubahnya kalkulasi dari para pembuat kebijakan di level domestik dari kedua negara dalam proses pembuatan kebijakan di dalam isu lingkungan. 1.4 Hipotesis Protokol Kyoto membawa konsekuensi bagi para signatories yang tergabung dalam UNFCCC. Negara - negara maju yang tergabung dalam kelompok annex-1 dan terlibat dalam Protokol Kyoto seperti Amerika Serikat mendapat pengaruh dan tanggung jawab yang besar dari perjanjian Protokol Kyoto ini, yaitu untuk ikut menjaga kelestarian lingkungan dengan berusaha mengurangi emisi gas dari hasil industri mereka. Hal ini didasarkan pada ekspektasi terhadap mereka sebagai salah satu dari negara besar di dalam struktur internasional, dengan posisi tersebut AS dapat mendemonstrasikan kekuatan leadership untuk menjawab persoalan yang dianggap semakin signifikan. Posisi Amerika Serikat sebagai negara emiter terbesar akan secara signifikan mempengaruhi jalannya upaya mengurangi jumlah emisi global dan menanggulangi efek negatif pemanasan global. Namun hal yang berbeda dirasakan juga negara besar lain seperti China yang tidak ikut berkomitmen dalam Protokol Kyoto. China memiliki posisi unik dalam UNFCCC karena mereka masih mengkategorikan diri sebagai negara berkembang meskipun memiliki angka pertumbuhan ekonomi dan GDP yang besar atau dapat dikategorikan sebagai negara maju. 8
9 Kedua negara tidak mampu memenuhi ekspektasi dari Protokol Kyoto. Hal ini juga disebabkan karena Protokol Kyoto tidak mampu mengatasi permasalahan fundamental dalam isu lingkungan global untuk menjadi perjanjian internasional yang efektif dalam mengurangi pengurangan GRK. Mekanisme pelaksanaan Protokol Kyoto tidak mampu mengubah preferensi awal negara-negara yang mengikuti Protokol tersebut. Namun perubahan kondisi politik domestik membuat kedua negara mulai mengubah preferensi tindakan dalam isu lingkungan internasional di dalam negosiasi UNFCCC ke dalam lingkup negosiasi yang lebih kecil di tingkat bilateral. Pada akhirnya, AS dan China mulai menggeser strategi dari negosiasi multilateral di UNFCCC ke negosiasi yang lebih kecil di tingkat bilateral akibat adanya perubahan strategi dan kalkulasi dari kedua negara sebagai aktor rasional. Adanya perubahan ke arah yang lebih kooperatif terhadap lingkungan yang timbul dari level domestik kemudian menimbulkan reaksi dari pihak lain, yang berupa kesepahaman untuk melakukan komitmen yang lebih besar diantara kedua negara. Kedua negara berhasil memanfaatkan momentum ketika di waktu yang bersamaan dua negara ini mempunyai komitmen yang sama untuk bekerja sama, dan rela untuk mengambil risiko dengan menguatkan komitmen di level internasional. Penguatan komitmen yang terjadi dalam kerjasama bilateral ini pada akhirnya adalah cerminan permainan koordinasi (game coordination). Adanya perubahan dalam cara melihat atau membingkai negosiasi membuat kedua negara mulai mengubah pendekatan dalam isu global warming. Kedua negara mulai melihat insentif dan penerimaan (win-set) lebih besar yang mungkin bisa mereka dapatkan dalam kerangka negosiasi bilateral dibandingkan melaui negosiasi multilateral, sehingga AS mengajak China untuk berunding secara bilateral untuk menjaga komitmen domestik China dalam isu lingkungan global dan mampu membentuk komitmen bersama di level internasional untuk mengurangi produksi GRK. 1.5 Jangkauan Penelitian Adapun jangkauan penelitian ini adalah semenjak penandatanganan Protokol Kyoto pada 1997 dan dinamika yang terjadi dari kedua negara -China 9
10 dan Amerika Serikat- hingga terjalinnya kerjasama bilateral yang membentuk komitmen bersama antar kedua negara di tahun Serta akan akan dilakukan analisis terhadap proses pembentukan rezim komitmen bersama untuk mengurangi produksi GRK dalam negosiasi multilateral di UNFCCC dan negosiasi secara bilateral oleh China - Amerika Serikat. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan akan dilakukan dalam lima bab, dengan perincian sebagai berikut: Bab Pertama, akan menjelaskan pendahuluan yang mencakup latar belakang adanya perjanjian bilateral antara China dan Amerika Serikat dan relevansinya dengan rezim lingkungan internasional di UNFCCC serta menjelaskan kerangka berpikir yang digunakan untuk menjelaskan rumusan masalah yang menjadi acuan dasar dalam melakukan penelitian. Bab Kedua, akan menjelaskan latar belakang terbentuknya rezim lingkungan internasional di UNFCCC, latar belakang munculnya Protokol Kyoto, serta peran Amerika Serikat dan China dalam negosiasi tersebut. Bab Ketiga, akan menganalisa mengapa terjadi perubahan dalam proses pembuatan kebijakan lingkungan diantara China - Amerika Serikat dalam negosiasi di UNFCCC serta menjelaskan bagaimana proses perubahan tersebut terjadi dengan menguraikan faktor-faktor domestik dan struktur internasional yang menjadi dasar preferensi dari tindakan China dan Amerika Serikat di dalam isu lingkungan. Bab Keempat, akan menjabarkan kesimpulan dari rangkaian penelitian sehingga dapat menjawab rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya. 10
BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah membawa agenda baru dalam tatanan studi hubungan internasional (Multazam, 2010). Agenda yang awalnya
Lebih terperinciSUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI
MATERI SUMBER DAYA ENERGI Energi fosil Dampak penggunaan energi fosil Energi alternatif Upayapenurunan penurunan emisi gas rumah kaca Kyoto Protocol JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA Apakah ada aspek kehidupan
Lebih terperinciUnited Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI
United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3 Kantor UKP-PPI/DNPI Alur Perundingan 19th session of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP19) 9th
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses
BAB V KESIMPULAN Dinamika hubungan diplomatik Indonesia dengan Jepang telah mengalami berbagai perkembangan, mulai dari masa penjajahan, kerjasama ekonomi hingga bidang politik dan keamanan. Politik luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antara Jepang dan Amerika Serikat pasca Perang Dunia II kerap diikuti dengan kebijakan proteksionisme negara Jepang, khususnya dalam bidang agrikultur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melatar belakangi isu pemanasan global dan krisis iklim. Selain itu, dalam
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan menegenai latar belakang masalah yang melatar belakangi isu pemanasan global dan krisis iklim. Selain itu, dalam pendahuluan juga akan dijelaskan tujuan
Lebih terperinciPandangan Indonesia mengenai NAMAs
Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak
Lebih terperinciWWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban
WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban COP 17 di Durban akan menjadi titik balik proses negosiasi PBB untuk perubahan iklim. Para pemimpin dunia dapat meneruskan capaian yang telah dihasilkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan
Lebih terperinciKerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM
Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Pokok Bahasan Tentang Konvensi Struktur Konvensi Peluang dukungan dan dana Tentang Protokol Kyoto Elemen & Komitmen Protokol Kyoto
Lebih terperinciNations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinciBAB III ISU LINGKUNGAN DAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG DALAM PENANGGULAN ISU LINGKUNGAN
BAB III ISU LINGKUNGAN DAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG DALAM PENANGGULAN ISU LINGKUNGAN Bab ini merupakan penjabaran substansial mengenai gambaran emisi karbon yang ditimbulkan oleh Jepang, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.
Lebih terperinciPercepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil
Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Climate Summit 2014 merupakan event penting dimana negara-negara PBB akan berkumpul untuk membahas
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan Internasional kontemporer di era globalisasi modern saat ini tidak hanya memperhatikan isu politik antar negara saja, tetapi isu-isu lain juga terus
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinciPerlindungan Terhadap Biodiversitas
Perlindungan Terhadap Biodiversitas Pendahuluan Oleh karena kehidupan di dunia tergantung kepada berfungsinya biosfer secara baik, maka tujuan utama konservasi dan perlindungan adalah menjaga biosfer dalam
Lebih terperinciUPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI
UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( 1998 2011 ) RESUME SKRIPSI Disusun Oleh : Pongky Witra Wisesa (151040295) JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini dan perubahan tersebut terjadi akibat dari ulah manusia yang terus mengambil keuntungan dari
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanasan global telah menjadi isu politik dan bisnis yang semakin penting bagi sebagian besar negara. Ada panggilan yang kuat dari lingkungan, bisnis dan pemimpin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berjudul Perubahan Kebijakan Lingkungan Kanada Di bawah Pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, dituliskan mengenai gambaran secara umum dari isi skripsi yang berjudul Perubahan Kebijakan Lingkungan Kanada Di bawah Pemerintahan Perdana Menteri Justin Trudeau dalam
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. yang diperlukan bergantung pada keberhasilan kegiatan mitigasi. Masyarakat
BAB V KESIMPULAN Perubahan iklim telah berdampak pada ekosistem dan manusia di seluruh bagian benua dan samudera di dunia. Perubahan iklim dapat menimbulkan risiko besar bagi kesehatan manusia, keamanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini, aktivitas operasional perusahaan memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan sosial, Hal ini menyebabkan berbagai pihak
Lebih terperinciEMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR
EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR Dr. Armi Susandi, MT Program Studi Meteorologi Departemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih sebagai isu lingkungan global. Salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. Dibandingkan dengan kondisi permintaan energi beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Internasional, setelah isu keamanan internasional dan ekonomi global. 1 Isu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu lingkungan merupakan sebagai isu ketiga dalam studi Hubungan Internasional, setelah isu keamanan internasional dan ekonomi global. 1 Isu lingkungan menjadi penting
Lebih terperinci2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c
No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciBAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change)
BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change) Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat
Lebih terperinciPENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM
PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM Disusun oleh: DANIEL AGA ARDIANTO NPM : 02 05 08058 PROGRAM STUDI : Ilmu Hukum PROGRAM
Lebih terperinciIUCN Merupakan singkatan dari International Union for Conservation of Nature and Natural Resources sering juga disebut dengan World Conservation Union adalah sebuah organisasi internasional yang didedikasikan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciMENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN
MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN 11. Penanggulangan perubahan iklim merupakan tema inti agenda pembangunan dan pengentasan kemiskinan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini memiliki tema utama yakni upaya yang dilakukan Australia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian ini memiliki tema utama yakni upaya yang dilakukan Australia dalam pengurangan emisi gas karbon di Indonesia melalui kerjasama IAFCP terkait mekanisme
Lebih terperinciKEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)
KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) I. Pernyataan Tujuan A. Perubahan iklim menimbulkan tantangan dan resiko global terhadap lingkungan dan ekonomi, membawa dampak bagi kesehatan manusia,
Lebih terperinciPEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya
PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memicu terjadinya pemanasan global. Padahal konsep mengenai green accounting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahunterakhir ini terjadi perubahan yang signifikan pada ilmu ekonomi, aktivitas konsumsi yang dilakukan manusia secara sadar atau tidak telah memicu
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh negara ditekan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran negara berkembang dalam isu global menjadi mengemuka setelah seluruh negara ditekan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan menjadi
Lebih terperinciKEBIJAKAN BRAZIL MENOLAK MEKANISME TRADING CARBON DALAM CONFERENCE OF THE PARTIES TAHUN Oleh : MAYASARI FAISYAL RANI.
KEBIJAKAN BRAZIL MENOLAK MEKANISME TRADING CARBON DALAM CONFERENCE OF THE PARTIES TAHUN 2012 Oleh : MAYASARI FAISYAL RANI (my_caem90@yahoo.com) Abstract This research describes the policy of Brazil rejecting
Lebih terperinciRencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com
Lebih terperinciKebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat
Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia JCM Indonesia Secretariat Data suhu bulanan global Suhu rata-rata global meningkat drastic dan hamper mencapai 1.5 O Celcius dibanding dengan jaman
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, dituliskan mengenai gambaran secara umum dari isi
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, dituliskan mengenai gambaran secara umum dari isi skripsi yang berjudul Perubahan Kebijakan Lingkungan Amerika Serikat Dibawah Pemerintahan Presiden Barrack Hussain Obama
Lebih terperinciSAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR-RI Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 Assalamu alaikum
Lebih terperinciPeningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)
Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim oleh: Erna Witoelar *) Pemanasan Bumi & Perubahan Iklim: tidak baru & sudah jadi kenyataan Kesadaran, pengetahuan & peringatan
Lebih terperinciMenuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim
Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim Proses UNFCCC terkait pendanaan, 2013 ADP 2-1 Bonn 29 Apr-3 Mei Intersessional Bonn 3-14
Lebih terperinciGUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR
Lebih terperinciKebijakan Pelaksanaan REDD
Kebijakan Pelaksanaan REDD Konferensi Nasional terhadap Pekerjaan Hijau Diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional Jakarta Hotel Borobudur, 16 Desember 2010 1 Kehutanan REDD bukan satu-satunya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Carbon Fund Perubahan iklim dalam Stern (2007) adalah kegagalan pasar terluas yang pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk meminimalkan gangguan ekonomi
Lebih terperinci2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima
No.161, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Perangkat REDD+. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan
Lebih terperincitersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta meningkatkan suhu global. Kegiatan yang menyumbang emisi gas rumah kaca dapat berasal dari pembakaran
Lebih terperinciPolitik Internasional Analisis Inkonsistensi China dalam Masalah Lingkungan
Politik Internasional Analisis Inkonsistensi China dalam Masalah Lingkungan Brilian Akbar Suriadjati Willarda Lucky Dwi Ananda Mahendra Ramdhani Muadh Bharayudha El Borneo Gebyar Lintang Ndadari Firdi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN LETTER OF UNDERSTANDING FOR THE AMENDMENT OF THE PRODUCT SPECIFIC RULES SET OUT IN APPENDIX 2 OF ANNEX 3 OF THE AGREEMENT ON
Lebih terperinciRingkasan eksekutif. Laporan tentang Penilaian terhadap Beberapa Pilihan untuk Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD)
Laporan tentang Penilaian terhadap Beberapa Pilihan untuk Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) Ringkasan eksekutif Pemerintah Norwegia Dokumen ini diterbitkan untuk kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat
Lebih terperinciDialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN) Jakarta, 30 Oktober 2012
Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN) Jakarta, 30 Oktober 2012 Dua ad-hoc working groups, AWG-KP dan AWG-LCA, akan diakhiri di Doha AWG-LCA: diakhiri dengan agreed outcome untuk isu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penelitian dan terakhir adalah sistematika penulisan. jelas dirasakan oleh masyarakat dunia. Berbagai bencana seperti kekeringan,
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, dituliskan mengenai gambaran secara umum dari isi skripsi yang berjudul Kerjasama Indonesia dan Australia Dalam Kemitraan Karbon Hutan di Indonesia. Gambaran umum dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak negara di berbagai penjuru dunia dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di masing-masing
Lebih terperinci1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan
100 1 BAB V: PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses penandatangan MoU Microsoft - RI. Proses tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses politisasi hak kekayaan intelektual
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu hal pokok yang dilakukan oleh setiap negara. Tiap-tiap negara melakukan pembangunan dalam berbagai bidang di daerah yuridiksinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi
Lebih terperinciProses dan Negosiasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs)
Proses dan Negosiasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs) Toferry P. Soetikno Direktur Pembangunan, Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri 2015 Outline Pentingnya SDGs Proses dan
Lebih terperinciPengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan
Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cina dan Taiwan adalah dua kawasan yang memiliki latar belakang
Lebih terperinci2015 PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE DAN PENERAPAN CARBON MANAGEMENT ACCOUNTING TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara alami perusahaan memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan maksimal untuk mempertahankan keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability). Keberlanjutan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK
PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Millenium Development Goals disingkat MDGs merupakan sebuah cita-cita
132 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Millenium Development Goals disingkat MDGs merupakan sebuah cita-cita pembangunan global yang menitikberatkan pembangunan pada pembangunan manusia (human development).
Lebih terperinciHasil Pertemuan COP 17 dan COP/CMP 7 di DURBAN. Pekerjaan Rumah Indonesia
Hasil Pertemuan COP 17 dan COP/CMP 7 di DURBAN Pekerjaan Rumah Indonesia oleh: Liana Bratasida lianab125@yahoo.com Jakarta, 22 Maret 2012 Negosiasi Internasional Menjelang 2012 Struktur Organisasi UNFCCC
Lebih terperinciBackground Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN
Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN Pendahuluan Bakground Paper ini disusun sebagai informasi awal untuk memberikan gambaran mengenai posisi diskursus pembiayaan pembangunan saat ini. Diharapkan
Lebih terperinciANALISIS DINAMIKA KEBIJAKAN UNTUK KETANGGUHAN IKLIM
ANALISIS DINAMIKA KEBIJAKAN UNTUK KETANGGUHAN IKLIM Wahyu Mulyana Direktur Eksekutif Urban and Regional Development Institute (URDI) Seminar Nasional Peran Ahli Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan
BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Undang Undang No. 6 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Oleh : PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUpdate on Indonesia Climate Change Policy Development
Update on Indonesia Climate Change Policy Development Dr. Medrilzam Director for Environment Affairs Ministry of National Development Planning/ National Development Planning Agency (BAPPENAS) Presented
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di sektor transportasi, peningkatan mobilisasi dengan kendaraan pribadi menimbulkan peningkatan penggunaan kendaraan yang tidak terkendali sedangkan penambahan ruas
Lebih terperinciDe Foresta H, K. A. (2000). Agroforest khas Indonesia - Sebuah Sumbangan Masyarakat. In Ketika Kebun Berupa Hutan (p. 249). Bogor: ICRAF.
Daftar Pustaka Books De Foresta H, K. A. (2000). Agroforest khas Indonesia - Sebuah Sumbangan Masyarakat. In Ketika Kebun Berupa Hutan (p. 249). Bogor: ICRAF. Subiksa, F. A. (2008). Lahan Gambut: Potensi
Lebih terperinciDewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen
Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen OLEH: ALAN KOROPITAN Sinar Harapan, 13 Juni 2009 Tak terasa, dengan hadirnya PP No 46 Tahun 2008, Dewan Nasional
Lebih terperinciPertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.
PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti
Lebih terperinci2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep
No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim dan pemanasan global menjadi isu lingkungan yang paling banyak dibicarakan saat ini, baik pada tataran ilmiah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). SDA yang melimpah dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam aktivitasnya
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional UNFCCC dan juga telah menyepakati mekanisme REDD+ yang dihasilkan oleh rezim tersebut dituntut
Lebih terperinciNASKAH PENJELASAN PENGESAHAN
NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para
Lebih terperinci4.2 Respon Uni Eropa dan Amerika Terhadap Konflik Rusia dan Ukraina Dampak Sanksi Ekonomi Terhadap Pariwisata Rusia
iv DAFTAR ISI DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR SINGKATAN... viii ABSTRAK... ix ABSTRACT... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Batasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN Pemilihan judul skripsi didasarkan pada permasalahan mengenai tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia sektor domestik yang bekerja di Malaysia. Terutama mengenai
Lebih terperinciPENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN Dr. Medrilzam Direktorat Lingkungan Hidup Kedeputian Maritim dan Sumber Daya Alam Diskusi Koherensi Politik Agenda Pengendalian Perubahan
Lebih terperinciIMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA
IMPLEMENTASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Disampaikan ik dalam Diskusi
Lebih terperinciOverview of Climate Negotiation: Balanced Package for Doha?
Overview of Climate Negotiation: Balanced Package for Doha? Tazwin Hanif Deputy Director for Sustainable Development. Ministry of Foreign Affairs Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN)
Lebih terperinciPENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA
Ambon, 3 Juni 2016 PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA disampaikan dalam WORKSHOP AHLI PERUBAHAN IKLIM REGIONAL MALUKU DAN MALUKU UTARA PENINGKATAN KAPASITAS AHLI DALAM PENANGANAN PEMANASAN
Lebih terperinci