Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah komunitas yang sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran dan perasaan serta memiliki sistem yang sama. Dengan kesamaankesamaan yang ada manusia berinteraksi dengan sesama mereka dan pada akhirnya membentuk sebuah masyarakat. Dalam sebuah masyarakat dapat terjadi berbagai macam kejadian yang dapat memicu perkembangan pola kehidupan sebuah masyarakat, salah satunya adalah budaya yang lahir di dalam sebuah masyarakat tersebut. Budaya sendiri adalah sebuah cara hidup yang berkembang dan muncul dari sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Faktor yang membentuk atau melahirkan sebuah budaya itu sangatlah rumit, mulai dari faktor politik, sistem agama, adat istiadat, bahasa, bangunan, dan karya seni. Budaya memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat, hal ini disebabkan oleh segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, sehingga berbagai macam budaya akan terlahir dalam sebuah masyarakat. Di Jepang lahirlah sebuah budaya akibat dari faktor bahasa dan karya seni dari sebuah masyarakat. Menurut Azuma (2001:8) Otaku ( おたく / オタク ) adalah istilah umum yang mengarah kepada mereka yang terlibat dalam suatu sub-kultur yang memiliki hubungan kuat dengan anime, game, komputer, fiksi ilmiah, film dengan efek spesial, figurin anime, dan sebagainya. Budaya tersebut dinyatakan sebagai budaya Otaku. Budaya Otaku seperti yang dicontohkan melalui komik dan anime masih mempertahankan citranya sebagai budaya anak muda tetapi untuk generasi yang lahir pada akhir 1950 dan awal 1960 bukanlah budaya bagi anak muda yang menikmati masa kebebasan pra-kuliah dan pada akhirnya mengambil tanggung jawab sebagai anggota masyarakat. Melalui ini 1

2 2 budaya Otaku sudah menjadi sebuah hal yang mengakar di dalam masyarakat Jepang Sejak tahun 1990-an. Istilah Otaku mulai dikenal di luar Jepang untuk menyebut penggemar berat subkultur asal Jepang seperti anime dan Manga, bahkan ada orang yang menyebut atau mengaku dirinya sebagai Otaku. Fenomena Otaku yang muncul di Jepang ini mendapati banyak sekali permasalahan yang terus muncul, contohnya terdapat Otaku yang tidak dapat membedakan antara dunia fiksi dengan dunia nyata sehingga membuat dirinya dianggap aneh oleh masyarakat sekitarnya. Pada era 1970-an di Jepang terdapat juga generasi Otaku yang cukup membuat masyarakat resah. Hal ini disebabkan munculnya praduga terhadap Otaku bahwa seorang Otaku bernama Tsutomu Miyazaki melakukan kasus pembunuhan heboh, dan di kalangan anak sebayanya Otaku mulai menerima diskriminasi. Sedangkan menurut seorang ahli antropologi Jepang bernama Toshio Okada menyatakan hal yang berbeda mengenai Otaku, terdapat berbagai macam ciri-ciri dan penggunaan dari sebuah kata yang berhubungan dengan kata Otaku. Menurut Okada, Otaku adalah sebuah kata yang lahir dari Nakamori Akio dalam sebuah artikel yang ditulisnya pada tahun 1983 berjudul "Otaku" no Kenkyū ( おたくの研究 ) atau diartikan sebagai penelitian Otaku. Penelitian tersebut memiliki kaitan dengan para penggemar berat dari sub-kultur Jepang seperti anime, Manga, ataupun game. Dikatakan juga pada awal abad ke 20 istilah atau kata Otaku digunakan kepada mereka yang menggemari anime, Manga, game, maupun idol group di Jepang. Akan tetapi sebelum kata Otaku digunakan untuk menyatakan sebagai penggemar berat dari sub-kultur Jepang, kata Otaku digunakan untuk menyebut mereka yang menghabiskan sebagian besar waktu maupun penghasilan hidupnya untuk bidang yang mereka minati atau hobi mereka. Bidang hobi yang diminati pun lebih spesifik dan banyak, tidak hanya untuk anime, Manga, game saja. Bahkan seseorang yang benarbenar menekuni hobi mereka dan fokus dengan hal yang mereka minati sehingga mengetahui, menguasai, dan memiliki kemampuan lebih dalam bidang tertentu dapat juga di sebut sebagai seorang Otaku.

3 3 Kemudian kata Otaku kembali muncul dalam hal yang lebih detail atau penyempitan kategori yaitu dinyatakan kepada mereka yang menggemari sebuah komik lolicon. Serta penggunaannya untuk mengekspresikan kalimat yang mengarah kepada sebuah gender yang pada umumnya adalah kaum laki-laki pecinta anime ataupun maniak anime. Otaku figure adalah kelompok Otaku yang merupakan kolektor dari figur-figur karakter yang muncul dalam serial anime tertentu, salah satunya adalah figure gundam. Kemudian kata Otaku juga digunakan untuk menyebut mereka yang sama sekali tidak memiliki minat terhadap perkembangan fashion, mengurung diri sendiri di kamarnya dan sama sekali tidak keluar kamar, yang cenderung disebut sebagai Hikikomori Otaku. Kelompok Otaku dapat dibedakan menurut generasi atau tahun kelahirannya, terdapat 3 jenis generasi dari kelompok Otaku di Jepang, yaitu generasi pertama pada tahun 1960, generasi kedua pada tahun 1970, dan generasi ketiga pada tahun Pada Otaku generasi pertama kelahiran tahun 1960 dibesarkan sebagai seorang Otaku yang menggemari film-film bertipe fiksi sains atau film dengan efek-efek spesial. pada saat itu masyarakat umum masih menganggap anime sebagai konsumsi anak-anak. Pada saat itu Gekiga atau disebut juga sebagai buku komik atau novel grafik yang dimaksudkan kepada orang-orang dewasa dan kemudian dikenal secara luas. Sehingga Otaku generasi pertama juga ikut membaca Gekiga. Di Jepang sendiri generasi Otaku kelahiran 1960 ini pada masa kecilnya takjub dengan film-film yang memiliki unsur monster-monster raksasa maupun monster yang dapat berubah bentuk. Mereka sangat menyenangi film Tokusatsu yaitu sebuah film dengan jagoan-jagoan atau pahlawan pembela kebenaran yang melindungi bumi dari ancaman. Generasi an ini disebut juga sebagai Shinjinrui ( 新人類 ) yang berarti manusia baru atau kata-kata yang digunakan kepada generasi muda yang memiliki pandangan dan keinginan yang berbeda dari biasanya. Kemudian Otaku pada generasi kedua yang lahir pada tahun 1970-an, di masa kecilnya mulai tertarik dengan anime seperti Space Battleship Yamato dan Mobile Suit Gundam. Dua buah judul anime tersebut merupakan hal yang sangat penting sebagai bekal untuk menjadi seorang Otaku atau meneruskan generasi Otaku. Selain masyarakat Jepang mulai dapat menerima kehadiran Otaku sebagai generasi baru, terdapat kendala yang mengatakan bahwa Otaku generasi 1970-an ini memiliki kesulitan

4 4 untuk membedakan antara dunia fiksi dengan dunia nyata, sehingga banyak dari mereka yang sulit untuk berkomunikasi dengan masyarakat luas karena mereka menganggap bahwa mereka hidup di dunia fiksi. Permainan video games juga mulai menjadi kegemaran Otaku pada generasi kedua ini. Apabila pada awalnya masyarakat mulai menerima kehadiran Otaku generasi 1970-an ini, hal tersebut berubah menjadi sebaliknya semenjak terjadi sebuah kasus pembunuhan yang telah penulis paparkan di atas yaitu oleh Tsutomu Miyazaki yang diduga sebagai seorang Otaku. Mulai dari saat itu Otaku mulai mendapati diskriminasi dari orang-orang di sekitarnya maupun teman sebayanya. Hal yang berbeda terdapat pada Otaku generasi ketiga, yaitu kelahiran tahun 1980-an ini pada masa kecilnya mulai meminati anime legendaris berjudul Neon Genesis Evangelion. Otaku generasi ketiga ini mulai diterima kembali sebagai masyarakat dan menganggap Otaku hanya satu dari sekian banyak hobi. Anak-anak dari Otaku generasi pertama mulai masuk ke dunia Otaku generasi ketiga. Hal ini meredakan keresahan masyarakat yang muncul pada saat masa Otaku generasi kedua. Citra negatif yang muncul pada kalangan Otaku juga semakin berkurang. Kemudian istilah-istilah baru mulai muncul melalui Otaku generasi ketiga kencederungan Moe, yaitu sebutan untuk karakter dalam sebuah anime yang pada dasarnya memiliki tubuh mungil, mata yang besar, dan wajah yang imut menjadi sebuah kecenderungan baru yang muncul pada Otaku generasi ketiga ini. Menjadi sebuah istilah yang disepakati bersama dan sekaligus menjadi sebuah prinsip dan tujuan. Otaku generasi ketiga ini semakin banyak yang tenggelam dan masuk ke dalam dunia yang digambarkan oleh anime, manga, ataupun game membuat mereka menyenangi berbagai macam hal yang ada didalamnya. Pada perkembangan selanjutnya, sebutan Otaku digunakan untuk pria lajang yang mempunyai hobi seperti anime, Manga, game. Tanpa mengenal batasan umur kata-kata Otaku dipakai juga kepada wanita lajang atau wanita yang sudah menikah yang membentuk kelompok sendiri yang bersifat khusus. Berdasarkan pengamatan dari kesamaan hobi kalangan yang berusia lima puluh tahun ke atas dan terus mengejar prestasi di bidang akademik dan karir yang juga merupakan penggemar berat dari anime, Manga, dan game jarang sekali disebut sebagai seorang Otaku.

5 5 Istilah Otaku dalam arti lain juga dapat digunakan untuk menunjukkan orang-orang yang memiliki hobi sejenis dan membentuk kalangan terbatas seperti penerbitan Doujinshi yaitu sebuah karya yang bersifat bebas dan dikarang oleh para penggemar dari sebuah anime tertentu. Penggunaan kata Otaku tergantung pada situasinya, dalam arti luas memiliki arti yang negatif ataupun positif dan juga bergantung kepada orang yang menggunakan kata-kata tersebut. Istilah Otaku dinyatakan secara negatif apabila menjelaskan masyarakat yang merupakan penggemar fanatik suatu sub-kultur yang letak sisi positifnya yang tidak dimengerti oleh masyarakat umum. Secara positif kata-kata Otaku digunakan untuk menjelaskan orang yang mendalami suatu bidang hingga detil, disertai dengan tingkat pengetahuan yang tinggi dalam bidang itu dan dapat disebut juga sebagai pakar dalam bidang tersebut. Sebelum istilah Otaku menyebar luas di Jepang, sudah ada orang-orang yang disebut sebagai mania atau maniak karena hanya menekuni bidang tertentu, dan tidak tertarik pada kehidupan sehari-hari yang ada di luar yang biasa dilakukan oleh orang lain. Di Jepang sendiri, istilah Otaku lahir untuk menggantikan istilah mania atau maniak, sehingga muncul berbagai jenis Otaku seperti Gundam-Otaku, Pasokon-Otaku (Otaku komputer), Densha Otaku (Otaku yang menggemari kereta), Morning-Musume Otaku (kelompok Otaku yang menggemari idol group morning musume), dan berbagai macam jenis Otaku lainnya. Dalam kasus lainnya istilah Otaku juga digunakan untuk menyatakan laki-laki dengan kebiasaan aneh dan tidak dimengerti oleh masyarakat umum. Tanpa memandangi orang tersebut menekuni hobi atau tidak, anak-anak perempuan di Jepang sering menggunakan istilah Otaku untuk memberikan kesan negatif atau sindiran maupun diskriminasi kepada anak laki-laki yang tidak populer dikalangan anak perempuan. Hal yang menarik adalah istilah ini tidak pernah digunakan untuk kaum perempuan, karena berhubungan dengan konteks Otaku yang digunakan untuk menyinggung perasaan, atau digunakan untuk mengkritik sebagai perlakuan diskriminasi terhadap seseorang.

6 6 Setelah itu, pada tahun 2005 perubahan besar mulai banyak terjadi pada dunia Otaku. Mulai dari bahasa-bahasa atau istilah baru yang muncul dan hanya dimengerti oleh para Otaku. Industri dan perusahaaan-perusahaan skala kecil dan menengah mulai mengalihkan pandangan mereka terhadap Otaku yang setiap tahunnya terus berkembang dan memanfaatkan kesempatan ini untuk ikut serta ke dalam dunia Otaku yang terlibat dalam dunia anime, Manga, maupun game. Dalam hal ini banyak sekali yang tercipta dan muncul dalam industri anime di Jepang dimulai dari industri pembuatan anime yang inovatif dan menarik perhatian para Otaku untuk menggeluti hasil karya mereka hingga pengarang komik/manga yang terus meluncurkan serial-serial manga terbaru mereka agar menjadi sorotan utama di kalangan para Otaku. Apabila dilihat dari sudut pandang lain jauh dari citra negatif yang sempat muncul di kalangan masyarakat terhadap Otaku sekarang ini, Otaku bukanlah suatu hal yang kecil lagi di Jepang sana. Tokyo, Akihabara, yang sering disingkat dengan istilah Akiba, merupakan sebuah daerah di Jepang yang merupakan sumber dari pusat perbelajaan elektronik. Selain elektronik Akihabara memiliki istilah lain yaitu surga bagi para Otaku, karena di Akihabara ini merupakan pusat perbelanjaan untuk Anime, Manga dan Doujinshi terbesar di Jepang serta maid café yang menjamur di daerah ini. Hal ini cenderung membuat para Otaku mengeluarkan uang mereka untuk memenuhi keinginan mereka dalam mengumpulkan hal-hal yang berkaitan dengan hobi mereka dan hal ini memancing sikap konsumerisme yang ada pada diri para Otaku tersebut. Didalam buku Peter N. Stearns (2006:7) menyatakan bahwa kita hidup di dalam dunia yang diserap oleh konsumerisme, tetapi kita jarang untuk mengambil langkah mundur untuk memeriksa apa maksud dari semua ini. Definisi terbaik untuk konsumerisme dapat dilihat dari bagaimana itu muncul, Maka konsumerisme mendeskripsikan sebuah masyarakat yang kebanyakan orang memformulasikan sebagian dari tujuan dalam hidupnya untuk memperoleh barang yang tampak dengan jelas tidak dibutuhkan untuk penghidupan. Mereka terjerat didalam proses pendapatan sebuah barang melalui belanja. Mengambil identitas diri melalui perolehan barang yang mereka beli dan dipamerkan.

7 7 Sikap konsumerisme yang dimiliki para Otaku ini bukanlah hal yang aneh, demi hobi mereka rela mengeluarkan sejumlah uang agar keinginannya terpenuhi. Bagi para Otaku, mengumpulkan atau mengkoleksi sejumlah barang-barang yang berhubungan dengan anime adalah sebuah kesenangan tersendiri. Dimulai dari CD/VCD/DVD anime, figur skala dari karakter-karakter anime yang mereka sukai, poster atau majalah-majalah anime, dan juga Manga ataupun doujinshi untuk melengkapi koleksi mereka. Tetapi dalam hal ini perilaku konsumerisme cenderung memancing sisi negatif, terutama bagi mereka, para Otaku. yang terlalu dalam memasuki dunia mereka. Konsumerisme adalah sikap menggunakan uang untuk memenuhi kebutuhan kita sebagai seorang manusia, tetapi sikap konsumerisme cenderung mengarah ke arah negatif karena ini adalah suatu pola pikir serta tindakan seseorang melakukan tindakan membeli barang bukan karena dia membutuhkan barang tersebut, tetapi karena tindakan membeli itu sendiri memberikan kepuasan terhadap diri mereka. Dengan kata lain perilaku konsumtif atau konsumerisme itu dapat dikatakan sebagai pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya dan secara sadar dilakukan berkelanjutan. Hal ini cenderung membuat manusia menjadi pencadu sebuah produk sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat dihilangkan, sehingga sifat konsumtif ini menjadi sebuah penyakit jiwa yang menjangkiti manusia didalam kehidupannya. Apabila dihubungkan dengan perilaku konsumtif yang dilakukan Otaku, maka definisi konsumerisme diatas dapat dikatakan mendekati. Dalam artikel oleh Setiadi(2014), (Kalian Otaku? Hitung pengeluaran bulanan hobi kalian dengan rumus ini!). Didalamnya terdapat rumus dari perencana keuangan Shunsuke Yamasaki yang mengaku dirinya adalah seorang Otaku Manga, mengembangkan tes matematika mudah untuk menentukan apakah hobi Otaku yang dimiliki oleh seseorang mengalami efek buruk terhadap kondisi ekonomi orang tersebut atau tidak. Adapun sebuah rumus yang dipaparkan oleh Shunsuke Yamasaki seorang perencana keuangan pada salah satu perusahaan di Jepang adalah : Koefisien Otaku = (pengeluaran bulanan Otaku hobi (pendapatan sebelum pajak bulanan) x 100

8 8 Dalam hal ini Yamasaki menjelaskan apabila koefisien yang seimbang adalah sama dengan atau kurang dari 10, apabila di atas itu atau mencapai angka 20 maka bergerak ke zona yang dapat di kategorikan sebagai zona bahaya. Dan itu dialami oleh teman sekelas Yamasaki yang demi memenuhi hobinya dia rela untuk menyisihkan uang untuk makan siangnya. Dalam hal ini terlihat bahwa seseorang demi hobi yang sudah diminatinya rela melakukan hal apapun agar keinginannya dapat tercapai. Dari mulai menyisihkan uang saku dan rela untuk tidak makan agar uang yang disisihkan lebih dapat digunakan untuk keperluan hobi. Masalah mengenai perilaku konsumerisme para Otaku ini perlu mendapatkan perhatian, karena apabila hal ini berlanjut, perilaku konsumerisme akan menjadi budaya dan menghasilkan orang-orang dengan pribadi yang mementingkan apa yang mereka senangi saja dan dapat berdampak buruk kepada pribadi seseorang ketika terlibat dalam faktor-faktor lainnya seperti pekerjaan, pola pikir, dan pada akhirnya terdapat kemungkinan dapat mempengaruhi pola pergaulan Otaku tersebut. Pada dasarnya seorang Otaku rela mengeluarkan uang sebesar apapun demi memenuhi keinginan mereka, tetapi apa akibatnya kalau ternyata Otaku tersebut masih belum dapat menghasilkan penghasilan sendiri dan masih bergantung dengan orang tua mereka, sementara sifat konsumerisme sudah menjadi bagian terdalam dari diri pribadi tersebut. Perilaku konsumtif merupakan akibat dari ekspansi pasar yang berkembang pesat dalam suatu perusahaan atau industri. Perilaku konsumerisme yang dilakukan oleh para Otaku disebabkan oleh perusahaan atau industri yang memacu perilaku tersebut. Dalam industri anime berbeda dengan hukum permintaan biasa, yaitu apabila ada permintaan maka di sana akan ada suplai, nilai guna bukan merupakan faktor utama yang penting bahkan perannya kecil untuk mendorong pembelian. Hal ini disebabkan karena di dalam industri anime berbeda dengan Barat dimana film atau seri yang laku biasanya hanya disebabkan oleh kualitas dari karya tersebut dan cenderung mereka hanya menjual CD atau DVD dari film tersebut dan pernik yang terbatas sesuai dengan rating atau popularitas Sebagai contoh hanya seri dengan level kepopuleran tertentu, seperti karakter figur super hero yang di produksi merchandise. Di

9 9 dalam industri anime bahkan sesuatu yang tidak terlalu terkenal ataupun baru dapat ditemukan sarung bantal dengan gambar karakter dari suatu visual novel tertentu dan ditawarkan ke pasaran dan ada peminatnya. Dan ini merupakan hal yang berbeda dengan industri hobi di Barat. Sehingga pengaruh dari Otaku dengan konsumerisme ini bukan hanya dari Otaku itu sendiri. Tanpa ada permintaan, industri-industri tersebut menyediakan seluruhnya kepada para Otaku dan secara langsung perilaku konsumerisme seseorang akan muncul. Tidak hanya di Jepang, bahkan di Indonesia perilaku konsumtif Otaku Indonesia sudah sering terlihat, Para Otaku yang ada di Indonesia sering sekali melakukan perilaku konsumtif, Mereka membeli apapun hanya untuk memenuhi kesenangan pribadi mereka. Pada akhirnya penyebab perilaku konsumerisme tidak hanya disebabkan oleh industri anime itu sendiri, para Otaku yang telah banyak bermunculan, rela menghabiskan uang mereka tanpa memikirkan bahwa uang itu dapat disimpan ataupun ditabung untuk kebutuhan yang lebih berguna. Salah satu figure yang dikoleksi oleh Otaku Indonesia adalah figure gundam.salah satu tempat yang biasa dikunjungi Otaku untuk berkumpul adalah Lullaby Winds Café Pantai Indah Kapuk, Lullaby Winds Café adalah sebuah café bertemakan anime yang berlokasi di Centro Metro Broadway Pantai Indah Kapuk, Jalan Pantai Indah Utara 2 Blok A Nomor: Di buka pada tanggal 18 januari 2014 hari sabtu. Café yang sudah berjalan hampir setengah tahun ini menyediakan hal yang berbeda dengan café-café lainnya. Wallpaper anime terpampang di dinding dan figur-figur anime menghias sudut-sudut ruangan. Menu makanan yang disediakan merupakan inspirasi dari makanan-makanan Jepang yang khas dan sering muncul dalam anime atau dorama Jepang. Pada lantai 2 café ini menjual berbagai macam figur mulai dari figma hingga nendoroid ataupun model-kit gundam. Selain itu di lantai 2 juga memberikan fasilitas PO (Purchase Order) untuk barang-barang dari Jepang yang sulit didapatkan di Indonesia. Dengan cukup memperlihatkan gambar barang yang kita inginkan maka akan diberitahukan harga dan biaya bea cukai yang harus dibayar. Maka Lullaby Winds Café merupakan tempat yang sangat cocok bagi para penggemar anime Jepang untuk bersantai dan berkumpul

10 10 Gambar 1.1 Lullaby Winds Anime Cafe Sumber : JurnalOtaku.com, Japanesestation.com 1.2 Masalah/Isu Pokok Berdasarkan latar belakang masalah yang terdapat di atas maka fokus masalah/isu pokok yang terdapat dalam penelitian ini adalah pola perilaku konsumerisme yang dilakukan oleh para kelompok Otaku. 1.3 Formulasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang terdapat di atas maka formulasi masalah di dalam penelitian ini pola perilaku konsumerisme yang dilakukan oleh para kelompok Otaku; sisi positif yang timbul dari sifat konsumerisme seorang Otaku dan faktor pendorong seorang Otaku sehingga terjebak ke dalam konsumerisme figur. 1.4 Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, adalah peneliti hanya akan membahas perilaku konsumerisme dan sifat positif yang timbul dari prilaku konsumerisme pengoleksi figur anime, yaitu figure Gundam. Data diperoleh dari para responden yang merupakan orang Indonesia yaitu pengoleksi figur Gundam yang merupakan konsumen anime di Restoran Lullaby Winds Pantai Indah Kapuk.

11 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan di atas tujuan dari penelitian ini adalah memahami lebih dalam perilaku konsumerisme dan sifat positif yang timbul dari perilaku konsumerisme pengoleksi figure anime Gundam di Restoran Lullaby Winds Pantai Indah Kapuk. 1.6 Tinjauan Pustaka Peneliti melakukan tinjauan pustaka melalui jurnal online. Beberapa artikel di antaranya adalah Meretas Kebahagiaan Utama Di Tengah Pusaran Budaya Konsumerisme Global oleh M. Nur Prabowo S. yang menyatakan bahwa konsumerisme telah menjadi indentitas masyarakat modern. Konsumerisme ditunjukkan melalui perilaku konsumsi masyarakat yang berlebihan, boros, dan rakus. Perilaku seperti ini cenderung mengarah kepada perilaku sosial seperti narsis, hedonistis, materialisits, dan individualis. Selera atau kebahagiaan bagi masyarakat konsumeris dicapai melalui pemenuhan kepuasan duniawi yang semata-mata hanya mengacu kepada nafsu secara berlebihan terhadap sebuah material. Prabowo S. juga menyatakan bahwa perilaku konsumerisme atau pola hidup ekonomi yang tidak dapat disesuaikan dapat berakibat pada perilaku kejahatan seperti, misalnya, korupsi atau hal lainnya. Menurut Han-Jen Niu dan Yung-Sung Chiang (2012:714) dalam jurnal online berjudul An Explorary Study of the Otaku Adolescent Consumer, Otaku adalah sebuah grup unik yang muncul akibat dari perkembangan teknologi dan media modern, dan memiliki ketertarikan atau sebuah obsesi terhadap komik, animasi, dan permainan yang dikembangkan dalam era visualisasi. Karena itu terdapat dua poin utama dalam studi ini. Pertama, dari sifat pribadi seorang Otaku dalam komunikasi, medium komunikasi bagi kelompok ini adalah ketertarikan umum antar sesama seperti animasi, permainan, dan komik. Kedua, metode komunikasi bagi grup ini bergantung kepada subyek animasi dan permainan yang merupakan perkembangan sebuah cara menyampaikan pesan antar Otaku. Oleh karena itu, gambar merupakan landasan untuk komunikasi. Bagi generasi ini karakteristik pembelian harus menyatu dengan teknologi dan trendi, Sehingga karakteristik pembelian berdampingan dengan sifat saling membandingkan dan pamer. Menurut peneliti kebudayaan Jepang, Okada (1996) dalam Han-Jen Niu & Yung-Sung

12 12 Chiang (2012:713) memformulasikan teori Otaku, yang dideskripsikan sebagai tipe baru dari sebuah bentuk kehidupan. Okada juga menyatakan Otaku bukan hanya mewakili sebuah kecerdasan media yang baru, tetapi Otaku juga pewaris asli dari kebudayaan tradisional Jepang. Di dalam jurnal berjudul An Explorary Study of the Otaku Adolescent Consumer dinyatakan bahwa hal paling jelas dari karakteristik seorang remaja yang dikategorikan sebagai Otaku adalah obsesinya dalam mengumpulkan sesuatu yang baru. Fitur yang membedakan adalah kebiasaan mereka dalam hal membeli adalah sifat murah hati dalam mengeluarkan uang, tanpa memikirkan harganya. Menurut Nomura Research Institute (2005), Otaku di Jepang pada tahun 2004 mengeluarkan uang sebesar 411 miliar yen untuk hal khusus seperti anime, manga, DVD, anime figure, dan barang terkait yang lainnya. Statistik ini berdasarkan rangkuman dari wawancara, laporan industri terkait, dan informasi terkait melalui internet.

ANALISIS FAKTOR PENDORONG ATAU PEMICU KONSUMERISME PADA OTAKU PENGOLEKSI FIGUR ANIME

ANALISIS FAKTOR PENDORONG ATAU PEMICU KONSUMERISME PADA OTAKU PENGOLEKSI FIGUR ANIME ANALISIS FAKTOR PENDORONG ATAU PEMICU KONSUMERISME PADA OTAKU PENGOLEKSI FIGUR ANIME Denise Atmaja Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27 083899376610 atmaja_dennis@yahoo.com Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 5. Simpulan dan Saran

BAB 5. Simpulan dan Saran BAB 5 Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan Sebagai simpulan, penulis menarik beberapa simpulan kecil yang berasal dari penelitian yang sudah dilakukan penulis pada bab 4 mengenai hubungan antara fashion Jepang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal

BAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Globalisasi adalah proses di mana manusia akan bersatu dan menjadi satu masyarakat tunggal dunia, masyarakat global (Albrow, 1990: 9). Globalisasi telah membawa perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu hal dalam adat istiadat yang menjadi kebiasaan turun temurun yang erat hubungannya dengan masyarakat di setiap negara. Dengan adanya keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Globalisasi tersebut membuat berbagai perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. mengidentifikasikan dirinya sebagai penggemar sesuatu. Objek kegemaran setiap orang

Bab 1. Pendahuluan. mengidentifikasikan dirinya sebagai penggemar sesuatu. Objek kegemaran setiap orang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini, semakin sulit bagi kita untuk menemukan seseorang yang tidak mengidentifikasikan dirinya sebagai penggemar sesuatu. Objek kegemaran setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah

Lebih terperinci

2015 PENCIPTAAN KARAKTER SUPERHERO SEBAGAI SUMBER GAGASAN BERKARYA SENI LUKIS

2015 PENCIPTAAN KARAKTER SUPERHERO SEBAGAI SUMBER GAGASAN BERKARYA SENI LUKIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Tokoh pahlawan atau superhero Indonesia sepertinya sudah lama sekali hilang di dunia perfilman dan media lainnya di tanah air. Tidak bisa dipungkiri, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam perangkat elektronik, hardware komputer dan mesin-mesin yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam perangkat elektronik, hardware komputer dan mesin-mesin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 秋葉原 (Akihabara) adalah salah satu distrik yang terdapat di 東京 (Tōkyō). Distrik 秋葉原 (Akihabara) merupakan kawasan yang banyak menjual berbagai macam perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkannya sering kali berhasil memukau banyak orang, baik dari negara

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkannya sering kali berhasil memukau banyak orang, baik dari negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah negara yang terkenal karena banyak hal, salah satunya adalah bidang hiburan. Baik budaya tradisional maupun modern yang dihasilkannya sering kali berhasil

Lebih terperinci

BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA

BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA 2.1. Pengertian Shopaholic Shopaholic berasal dari kata shop yang artinya belanja dan aholic yang artinya suatu ketergantungan yang disadari maupun tidak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil, mudah dijumpai penawaran produk film-film kartun Jepang. Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. kecil, mudah dijumpai penawaran produk film-film kartun Jepang. Umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah komik, kini film-film kartun Jepang membanjir dan digemari anak-anak muda di Indonesia. Di berbagai toko buku, baik toko besar maupun kecil, mudah dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan informasi membawa berbagai kemudahan bagi masyarakat untuk

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan informasi membawa berbagai kemudahan bagi masyarakat untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menunjukkan skala berkembang, tumbuh besar, mempercepat dan memperdalam dampak arus dan pola interaksi sosial antar benua (Held dan McGrew, 2002:12). Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak individu menganggap bahwa tampil menarik di hadapan orang lain merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang adalah salah satu negara maju di Asia Timur yang dikenal memiliki berbagai macam budaya dan keunikan tersendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya

Lebih terperinci

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di era informasi yang sedang berkembang dengan cepat dan pesat dewasa

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di era informasi yang sedang berkembang dengan cepat dan pesat dewasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era informasi yang sedang berkembang dengan cepat dan pesat dewasa ini, memungkinkan setiap individu atau kelompok menerima, menyerap dan mengkaji segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mecintai dan menjaga bumi atau alam merupakan ajakan yang tidak pernah bosan disuarakan kepada manusia di seluruh dunia. Earth day merupakan gerakan untuk mencintai

Lebih terperinci

HARAJUKU STYLE : KREATIVITAS DAN NILAI-NILAI HIDUP PARA PELAKU SENI COSPLAY PADA KOMUNITAS HARJUKJA DI KOTA SOLO

HARAJUKU STYLE : KREATIVITAS DAN NILAI-NILAI HIDUP PARA PELAKU SENI COSPLAY PADA KOMUNITAS HARJUKJA DI KOTA SOLO HARAJUKU STYLE : KREATIVITAS DAN NILAI-NILAI HIDUP PARA PELAKU SENI COSPLAY PADA KOMUNITAS HARJUKJA DI KOTA SOLO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fashion merupakan hal yang memiliki berbagai macam arti. Fashion sendiri sebenarnya tidak hanya mengacu kepada gaya berbusana saja. Dengan kata lain, fashion merujuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. jeli dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebih. Kebutuhan atas pakaian sering

BAB V PENUTUP. jeli dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebih. Kebutuhan atas pakaian sering BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pakaian menjadi salah satu kebutuhan yang di rasa semakin meningkat sejak masuk ke bangku kuliah. Terutama bagi mahasiswi, pakaian menjadi salah satu penanda eksistensi diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi merupakan perubahan global yang melanda seluruh dunia. Dampak yang terjadi sangatlah besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia di semua lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemikiran Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya.meski masyarakat Jepang sangat menjaga budaya dan tradisi dari leluhurnya,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya.meski masyarakat Jepang sangat menjaga budaya dan tradisi dari leluhurnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang adalah negara maju yang terkenal dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, namun tidak begitu saja meninggalkan budaya lama yang sudah lama melekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Akhir-akhir ini dunia hobi sangat berkembang pesat di kota-kota besar Indonesia, termasuk di kota Jogjakarta. Salah satu hobi yang berkembang saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia merupakan individu yang berdiri sendiri, mempunyai unsur fisik dan psikis yang dikuasai penuh oleh dirinya sendiri. Masing-masing individu tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah 11 24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan usia 11 tahun adalah usia ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanji di Jepang. Manga pertama diketahui dibuat oleh Suzuki Kankei tahun 1771

BAB I PENDAHULUAN. kanji di Jepang. Manga pertama diketahui dibuat oleh Suzuki Kankei tahun 1771 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manga 漫画 adalah sebutan untuk komik Jepang. Berbeda dengan komik Amerika, manga biasanya dibaca dari kanan ke kiri, sesuai dengan arah tulisan kanji di Jepang.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi yang semakin maju dan canggih menumbuhkan berbagai pengaruh bagi penggunanya. Adapun kemajuan teknologi tersebut tidak lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tersier. Feist, Jess (2010) mengatakan bahwa salah satu kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hingga tersier. Feist, Jess (2010) mengatakan bahwa salah satu kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditengah era globalisasi dan berkembangnya zaman membuat kebutuhan konsumen menjadi sangat beragam. Mulai dari kebutuhan primer, sekunder hingga tersier. Feist,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat merupakan pelaku kegiatan ekonomi dimana masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa. Masyarakat dalam kegiatan ekonomi melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kreatifitas adalah sebuah proses mental individu yang melahirkan sebuah gagasan, proses, metode ataupun produk baru yang efektif, bersifat imajinatif, estetis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan wajar. Di era globalisasi ini banyak orang yang kurang memperdulikan bagaimana

Lebih terperinci

Contoh : komik bertema surga dan neraka komik kisah para Nabi

Contoh : komik bertema surga dan neraka komik kisah para Nabi Sejarah komik Indonesia mengalami masa keemasan pada dekade 1950-1980an. Tidak terkecuali komik-komik Islami yang lazim di konsumsi generasi muda. Walaupun secara umum komik merupakan media hiburan, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebudayaan sebagai warisan leluhur yang dimiliki oleh masyarakat setempat, hal ini memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif,

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tergesernya budaya setempat dari lingkungannya disebabkan oleh kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif, fleksibel dan mudah dipahami sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat cepat. Begitu pula dengan gaya hidup masyarakat yang juga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat cepat. Begitu pula dengan gaya hidup masyarakat yang juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaman yang semakin modern membuat arus globalisasi menjadi sangat cepat. Begitu pula dengan gaya hidup masyarakat yang juga mengikuti arus globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya semua orang yang hidup di dunia ini memiliki kebutuhan untuk membuatnya bertahan hidup. Kebutuhan tersebut dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak dan dewasa adalah fase pencarian identitas diri bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini tampaknya komik merupakan bacaan yang digemari oleh para anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun tempat persewaan buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Televisi merupakan salah satu media komunikasi massa yang sangat penting dan menjadi salah satu kebutuhan hidup masyarakat. Televisi memiliki kelebihan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja

Bab 1. Pendahuluan. Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah suatu masa yang pasti dialami oleh semua orang. Pada tahapan ini seorang remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba teknologi ini, gadget smartphone merupakan sebuah alat

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba teknologi ini, gadget smartphone merupakan sebuah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi komunikasi dalam wujud ponsel merupakan fenomena yang paling unik dan menarik dalam penggunaannya, karena termasuk benda elektronik yang mudah digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan, individu sudah memiliki naluri bawaan untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Gejala yang wajar apabila individu selalu mencari kawan baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri perfilman di Indonesia mempunyai sisi kemajuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri perfilman di Indonesia mempunyai sisi kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri perfilman di Indonesia mempunyai sisi kemajuan yang sangat pesat. Saat ini dunia perfilman di Indonesia sudah mampu menunjukkan keberhasilannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk hidup dan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Dalam setiap faktor kehidupan, baik dalam hal organisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Salah satunya dengan kehadiran dan keberadaan game online akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Salah satunya dengan kehadiran dan keberadaan game online akibatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Maraknya perkembangan dunia internet, membawa banyak pengaruh bagi siswa. Salah satunya dengan kehadiran dan keberadaan game online akibatnya terjadi pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekayaan alam dan keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia menjadikan bumi pertiwi terkenal di mata internasional. Tidak terlepas oleh pakaian adat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, arus penyampaian informasi berkembang dengan cepat, apalagi didukung dengan teknologi canggih melalui berbagai media. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori/Metode Teori membuat Komik. Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori/Metode Teori membuat Komik. Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah 14 BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1 Landasan Teori/Metode 4.1.1 Teori membuat Komik Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah Gambar-gambar dan lambing-lambang yang terjukstaposisi dalam turutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin cepat ini, mempercepat pula perkembangan informasi di era global ini. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dapat begitu mudahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berimpitan, lokasi penduduk padat, dan sarana-prasarana memadai serta

BAB I PENDAHULUAN. yang berimpitan, lokasi penduduk padat, dan sarana-prasarana memadai serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika kota memberikan dampak tersendiri, dimana perkembangan kota secara alamiah melahirkan kegembiraan untuk menjadi daya tarik dan pusat pendidikan, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan salah satu masalah yang sulit dipecahkan bahkan sudah menjadi masalah nasional dan internasional. Hal ini menjadi sulit, karena berkaitan dengan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. elektronik. Media hiburan ini yang sering disebut dengan dorama atau serial televisi

Bab 1. Pendahuluan. elektronik. Media hiburan ini yang sering disebut dengan dorama atau serial televisi Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang seperti yang banyak kita ketahui adalah negara maju dan modern hampir di segala bidang. Kemajuan di segala bidang ini tidak terkecuali media hiburan. Media hiburan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik merupakan kerajinan bernilai seni tinggi dan menjadi salah satu warisan budaya Indonesia. Kain batik yang memiliki corak yang beragam serta teknik pembuatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Budaya populer Jepang beragam, ia mempresentasikan cara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Budaya populer Jepang beragam, ia mempresentasikan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya populer adalah budaya yang bersifat produksi, artistik dan komersial, diciptakan sebagai konsumsi massa dan dapat diproduksi kembali serta dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. nilai-nilai tradisionalnya. Sebelum Perang Dunia II, sistem keluarga Jepang didasarkan

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. nilai-nilai tradisionalnya. Sebelum Perang Dunia II, sistem keluarga Jepang didasarkan BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Masyarakat Jepang di kenal sebagai suatu masyarakat yang memegang kuat nilai-nilai tradisionalnya. Sebelum Perang Dunia II, sistem keluarga Jepang didasarkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Membaca dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang digemari oleh mayoritas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Membaca dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang digemari oleh mayoritas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membaca dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang digemari oleh mayoritas orang dari segala jenjang usia. Namun, apakah semua orang bisa menikmati sebuah novel tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tampil cantik dan modis dengan gaya elegan, feminine, atau simple kini dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tampil cantik dan modis dengan gaya elegan, feminine, atau simple kini dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tampil cantik dan modis dengan gaya elegan, feminine, atau simple kini dapat dinikmati dalam balutan busana muslimah, Anak muda sekarang kian menggemari tren busana

Lebih terperinci

Perancangan Media Komik Dari Buku Gajahmada Karangan Langit K.Hariadi. Gilbert Jansen

Perancangan Media Komik Dari Buku Gajahmada Karangan Langit K.Hariadi. Gilbert Jansen Perancangan Media Komik Dari Buku Gajahmada Karangan Langit K.Hariadi Gilbert Jansen 3405100071 Siapakah Gajah Mada? Gajah Mada dikenal sebagai sosok yang berperan besar dalam kejayaan Majapahit dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa setiap individu memiliki berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan pokok atau primer maupun kebutuhan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Model, Katou Shizuko:2) disebutkan bahwa Idol adalah sebutan bagi

Bab I. Pendahuluan. Model, Katou Shizuko:2) disebutkan bahwa Idol adalah sebutan bagi Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah jurnal penelitian yang dikeluarkan oleh Universitas Meiji yang berjudul AKB48 ビジネスモデルについての考察 ( AKB48 bijinesu moderu nit tsuite no kousatsu, Investigation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi merupakan era yang tengah berkembang dengan pesat pada zaman ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan banyak budaya beragam. Beragam budaya, adat, bahasa, legenda, dongeng dan lain-lain. Setiap daerah mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup merupakan gambaran bagi setiap orang yang mengenakannya dan menggambarkan seberapa besar nilai moral dalam masyarakat disekitarnya, menurut Suratno dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Selain terkenal sebagai kota kembang, Bandung juga dikenal sebagai kota kreatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Life style atau gaya hidup, salah satu unsur penting di kalangan masyarakat modern. Gaya hidup sudah menjadi bagian dari salah satu ciri-ciri masyarakat modern, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam era globalisasi ini komunikasi sangat berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam era globalisasi ini komunikasi sangat berperan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini komunikasi sangat berperan penting dalam seluruh aspek kehidupan. Media komunikasi pun semakin berkembang seriring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia komik Indonesia, atau yang biasa disebut cergam (cerita bergambar) saat ini didominasi oleh komik-komik yang berasal dari luar negeri seperti komik Jepang,

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan satu dari sekian negara yang tergolong cepat melakukan pembangunan dalam bidang ekonomi, pendidikan dan teknologi di dunia, semenjak dari masa isolasinya

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 8. DISKUSILatihan Soal

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 8. DISKUSILatihan Soal SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 8. DISKUSILatihan Soal 8.4 1. Perhatikan teks acak di bawah ini! 1. Handphone menjadi lebih praktis dan memiliki berbagai macam fitur yang sangat banyak dan menarik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selaras dengan tuntutan dunia, hal-hal baru pun bermunculan dengan siap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selaras dengan tuntutan dunia, hal-hal baru pun bermunculan dengan siap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi saat ini tidak terlepas dari modernisasi yang memposisikan pencitraannya sebagai suatu bentuk globalisasi yang terus bergulir. Selaras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Punk lahir di Inggris pada pada akhir 70an sebagai budaya tandingan dari budaya mainstream pada zamannya. Dipicu sebuah perasaan yang menjadi rahasia umum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia tersebut tidak dapat hidup sendiri melainkan membutuhkan orang lain dalam menjalankan kehidupannya. Seseorang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

I. PENDAHULUAN. Globalisasi sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat dewasa ini, telah membawa berbagai dampak dan perubahan dalam kehidupan manusia. Globalisasi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkeluarga maupun belum berkeluarga sering mengunjungi pusat perbelanjaan

BAB I PENDAHULUAN. berkeluarga maupun belum berkeluarga sering mengunjungi pusat perbelanjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki berjuta ragam penduduk yang berasal dari berbagai suku, ras, budaya, agama, dan pekerjaan yang berbeda beda diantara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1

PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1 PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1 Villia Octariana Putri Binus University, Jakarta, Indonesia Abstrak TUJUAN PENELITIAN Alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet.

BAB I PENDAHULUAN. yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet. Ditengah perkembangan

Lebih terperinci

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang- Undang No 33 tahun 2009 dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan politik masih menjadi masalah yang sangat kompleks. Fenomena ini

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan politik masih menjadi masalah yang sangat kompleks. Fenomena ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskriminasi gender memang sudah ramai di bicarakan sejak dulu. aneka diskriminasi terhadap kaum perempuan di Indonesia seperti dalam bidang sosial, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita Jepang yang masih tradisional, kebahagiaan bagi mereka adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita Jepang yang masih tradisional, kebahagiaan bagi mereka adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang wanita Jepang yang masih tradisional, kebahagiaan bagi mereka adalah berada diantara keluarga dan rumah. Pada era Meiji ada istilah ryousaikenbo wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.dengan kata lain, serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.dengan kata lain, serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan. Juga dalam kehidupan sehari- hari orang tidak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaum wanita adalah kaum yang sangat memperhatikan penampilan. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun identitas, penampilan juga sebagai

Lebih terperinci

1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN

1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN 1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cirebon adalah sebuah kota yang berada di pesisir utara pulau Jawa, berbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Karena letak geografisnya yang strategis membuat

Lebih terperinci

2015 EFEKTIVITAS DRAMA CD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK

2015 EFEKTIVITAS DRAMA CD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan bahasa Jepang di Indonesia cukup pesat dari tahun ke tahun, hal ini bisa dilihat dari survei yang dilakukan oleh The Japan Foundation yang berpusat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena perilaku seks bebas di kalangan remaja mengakibatkan terjadinya kecenderungan meningkatnya pelaku seks pranikah, penderita HIV/AIDS, dan kasus Aborsi. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah Latar Belakang RumusanMasalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah Latar Belakang RumusanMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Belajar adalah kebutuhan dasar bagi manuasia dan merupakan proses yang terjadi secara terus-menerus. Karena belajar akan menambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kartun Jepang atau biasanya disebut anime sangat digemari saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kartun Jepang atau biasanya disebut anime sangat digemari saat ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kartun Jepang atau biasanya disebut anime sangat digemari saat ini. Anime adalah animasi khas Jepang yang biasanya dicirikan melalui gambargambar berwarna-warni yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERILAKU OTAKU PADA KARAKTER IZUMI KONATA DI DALAM ANIME LUCKY STAR MAKALAH NON-SEMINAR

UNIVERSITAS INDONESIA PERILAKU OTAKU PADA KARAKTER IZUMI KONATA DI DALAM ANIME LUCKY STAR MAKALAH NON-SEMINAR UNIVERSITAS INDONESIA PERILAKU OTAKU PADA KARAKTER IZUMI KONATA DI DALAM ANIME LUCKY STAR MAKALAH NON-SEMINAR ROCHMADONY TRISANDI SANJAYA 1006700753 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM SASTRA JEPANG

Lebih terperinci

ini menjadi tantangan bagi perusahaan karena persaingan semakin ketat dan Persaingan antar produsen ini juga terjadi di Indonesia.

ini menjadi tantangan bagi perusahaan karena persaingan semakin ketat dan Persaingan antar produsen ini juga terjadi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi yang terjadi saat ini, konsumen cenderung semakin aktif dalam memberi produk yang mereka gunakan. Perilaku konsumen yang konsumtif menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengindentifikasi diri (KBBI, 2008:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korea menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea di tingkat. global, yang biasa disebut Korean wave. Korean wave atau hallyu

BAB I PENDAHULUAN. Korea menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea di tingkat. global, yang biasa disebut Korean wave. Korean wave atau hallyu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pemerintah Korea Selatan dalam penyebaran budaya Korea menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea di tingkat global, yang biasa disebut Korean

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman telah menunjukkan kemajuan yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan. Selain menunjukkan kemajuan juga memunculkan gaya hidup baru

Lebih terperinci

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA Unika Atma Jaya, Jakarta Memasarkan sebuah produk di media massa bertujuan untuk mencapai target

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah pemanasan global atau yang lebih sering disebutkan dengan global warming tentunya sudah dikenal dan diketahui sebagian besar masyarakat dari seluruh dunia.

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang harus terpenuhi. Pemahamannya bukan hanya sekedar sebagai mengisi perut, makanan juga erat kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman dari waktu ke waktu, yang diiringi dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi, telah membawa manusia kearah modernisasi dan globalisasi.

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS COSPLAY

KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS COSPLAY KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS COSPLAY Disusun oleh: ARIF WICAKSONO NIM : 10.12.4365 S1 SISTEM INFORMASI STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Abstrak COSPLAY Cosplay ( コスプレ, Kosupure?) adalah istilah bahasa Inggris

Lebih terperinci