FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL"

Transkripsi

1 FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DAN MINYAK GORENG DI PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk CHRISTIN IMELDA GIRSANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Oktober 2007 Christin Imelda Girsang F

3 ABSTRACT CHRISTIN IMELDA GIRSANG. Strategy Formulation of Quality Control and Food Safety Product of Crude Palm Oil at PT. Perkebunan Nusantara III and Cooking Oil at PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Under the direction of ENDANG GUMBIRA SA ID, SAPTA RAHARJA and DONALD SIAHAAN. Deviation of CPO quality cause standard addition which be applied by CPO s importer countries like environmental and food safety standard. Therefore, quality standard has been used by the food industry to fulfill the trade market and consumer through of quality management system on ISO 9001:2000 and food safety system with HACCP system approach. The aim of this study was formulating strategy of quality control based on quality management system and food safety management system. The research method and data analyze was done with some steps, there were : (1) consumer survey with weighting AHP (pairwise comparison) and QFD, (2) the valuation of ISO 9001:2000 implementation with self assessment method,(3) the valuation of HACCP implementation with self assessment method, (4) the determination and valuation of internal-external factors with pairwise comparison, (5) the determination of company position with IE Matrix, and also (6) formulating the alternative formula of quality control strategy with SWOT Matrix. The result showed that the strategy should be done by PKS Rambutan were: increasing commitment management to implementing SOP (Standard Operating Procedure) of grading and SMK3 tightly; building the better sanitation system/ssop; increasing the production activity of specific quality (DOBI, PAH, Dioxin, Pesticide residues, etc); increasing the customer loyalty with giving the quality assurance by HACCP certification;, and also developing new product/product diversification which employed the competitive advantage in solving environment problems. The strategy that could be done by PMG Cap Sendok were : development and relevant training SDM especially with the system HACCP; increasing the product quality with give the quality assurance like ISO and HACCP certification; increasing the production technology by advance machine and equipment; and also developing new product/product diversification which export oriented by performing a alliance strategic with the frying oil foreign company by blending palm oil with soy oil, palm oil with corn oil, palm oil with the other of vegetation oil in state export target. Key words : strategy, quality control, food safety, ISO 9001:2000, HACCP, Crude Palm Oil, cooking oil i

4 RINGKASAN CHRISTIN IMELDA GIRSANG. Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Dibimbing oleh ENDANG GUMBIRA SA ID, SAPTA RAHARJA dan DONALD SIAHAAN. Beberapa penyimpangan mutu CPO yang terjadi, mengakibatkan adanya penambahan standar yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor CPO seperti standar lingkungan dan keamanan pangan. Oleh karena itu, untuk industri pangan diberlakukan standar mutu dalam memenuhi keinginan pasar dan konsumen melalui penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dengan pendekatan ISO 9000 dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan dengan pendekatan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Penelitian bertujuan untuk membuat suatu formulasi strategi pengendalian mutu berdasarkan Sistem Manajemen Mutu dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan. Metode penelitian dan analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu : (1) survei konsumen dengan pembobotan AHP (pairwise comparison) dan Quality Function Deployment (QFD), (2) penilaian penerapan ISO 9001:2000 dengan metode Self Assessment, (3) penilaian penerapan HACCP dengan metode Self Assessment, (4) penentuan dan penilaian faktor internal dan eksternal perusahaan dengan pairwise comparison, (5) penentuan posisi perusahaan dengan analisis Matriks IE, serta (6) perumusan formulasi strategi pengendalian mutu dengan analisis Matriks SWOT. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa strategi yang perlu dilaksanakan oleh pihak PKS Rambutan adalah : peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku; pembangunan sistem sanitasi/ssop yang baik; peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu pestisida; peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi HACCP; serta pengembangan produk baru/diversifikasi produk yang mengekspoitasi keunggulan dalam mengatasi masalah lingkungan (Land Application, pemanfaatan tandan kosong, pengurangan emisi metan dari limbah cair menjadi biogas, dan sebagainya). Strategi yang dapat dilaksanakan oleh PMG Cap Sendok adalah : pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait dengan sistem HACCP; pemberian sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan jaminan mutu kepada konsumen dalam peningkatan kualitas produk; peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju; serta pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor dengan mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng asing dengan cara memblending minyak sawit dengan minyak kedelai, minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati lain di negara tujuan ekspor. Kata kunci : strategi, pengendalian mutu, keamanan pangan, ISO 9000:2000, HACCP, Crude Palm Oil, minyak goreng ii

5 FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DAN MINYAK GORENG DI PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk CHRISTIN IMELDA GIRSANG Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 iii

6 Judul Tesis : Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk NAMA : Christin Imelda Girsang NRP : F Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa id, MA. Dev Ketua Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Anggota Dr. Ir. Donald Siahaan Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Irawadi Jamaran Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : Tanggal Lulus : iv

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat dan anugerah-nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa id, MA.Dev; Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA; dan Dr. Ir. Donald Siahaan selaku komisi pembimbing atas segala curahan waktu, bimbingan, arahan, nasehat dan dorongan moral kepada penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Dr. Ir. Witjaksana Darmosarkoro yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengerjakan proyek penelitian ini. Secara khusus penulis menyampaikan rasa terima kasih yang terdalam kepada Staf/Pegawai Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (Lab PAHAM-PPKS), Ibu Sabarida Silalahi, Bapak Pontas Siahaan, Ibu Ijah, Lia, Jhon, serta Maslan Sinaga atas bantuannya selama penulis berada di Medan dan dalam pengumpulan data di lapangan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Rediman Silalahi selaku Manajer PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan Bapak Pudjianto selaku General Manager PT. Astra Agro Lestari, Tbk divisi Refinery Fractionation yang telah bersedia menjadi pakar dan memberikan banyak masukan selama penulis mengadakan penelitian di lapangan. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ponten M. Naibaho (PT. SUCOFINDO), Dr. Razak Purba (PPKS), Drs. Wagino (PKS Rambutan), Ir. Suyono (PKS Rambutan), Ir. Darwin (PT. AAL, Tbk), Makmur Siregar (PT. AAL, Tbk), Ir. Irwanto (PT. AAL, Tbk), serta Ir. Syarief Lambaga (PT. MAL) yang telah bersedia menjadi pakar dan memberikan curahan pemikiran dan pendapat dalam tesis ini. Demikian juga, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Staf/Pegawai PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Astra Agro Lestari, Tbk divisi Refinery Fractionation atas segala bantuannya selama penulis berada di lapangan. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta, Ir. Annel Girsang dan Nella Samosir, S.Pd beserta saudara-saudariku terkasih, Ir. Fransisca Juniaty; Hardi Utami, SE; Mona Yosefa, S.Pd; Fenny Krisna dan Anfrischa Chrisyofi yang tiada henti memberikan kasih sayang, doa dan dukungannya selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman GBI Ciomas Ministry, rekan-rekan TIP 2004, teman-teman PMK MEKAR, teman-teman Parmasi IPB, temen-temen LaPriezta, teman-teman Gladys, teman-teman Arini, atas kasih persaudaraan, persekutuan, dukungan doa, dan motivasinya kepada penulis selama ini. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama ini. v

8 Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi kesempurnaannya di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Bogor, Oktober 2007 Christin Imelda Girsang vi

9 RIWAYAT HIDUP Penulis adalah putri ketiga dari Bapak Ir. Annel Girsang dan Ibu Nella Samosir, S.Pd yang dilahirkan di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 24 Mei Pada tahun 1999, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Pematangsiantar dan diterima di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Program Studi Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Bali. Setelah menyelesaikan studi strata satu dan memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian tahun 2004, penulis langsung melanjutkan studi pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis pernah menjadi anggota MAKSI, pernah memperoleh piagam penghargaan dengan IPK 4.00 dan beberapa kali mengikuti berbagai kegiatan ilmiah yang dilakukan baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus. vii

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Ruang Lingkup Penelitian... 4 Kegunaan Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA... 6 Mutu Pangan... 6 Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : Sistem Manajemen Keamanan Pangan... 9 Keamanan Pangan... 9 Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Crude Palm Oil (CPO) Minyak Goreng Sawit METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Tempat dan Waktu Penelitian Tata Cara Pengumpulan Data Analisis Data Metode Pembobotan AHP Metode Quality Function Deployment (QFD) Metode Self Assessment Metode Analisis SWOT GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Sejarah Perusahaan Letak Pabrik Struktur Organisasi Perusahaan Produk dan Bahan Baku Proses Produksi CPO PT. Astra Agro Lestari, Tbk Sejarah Perusahaan Lokasi Pabrik Struktur Organisasi Perusahaan Produk dan Bahan Baku Proses Produksi Minyak Goreng Cap Sendok viii

11 Halaman ANALISIS QUALITY FUNCTIONAL DEPLOYMENT (QFD) Konsumen CPO Konsumen Minyak Goreng PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : Manajemen Umum Manajemen Pemasok Manajemen SDM dan Infrastruktur Manajemen Operasional PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN HACCP Kebijakan Mutu Organisasi Deskripsi Produk Persyaratan Dasar Bagan Alir Proses Prinsip HACCP Penanganan Konsumen Prosedur Recall Perubahan/Revisi/Amandemen Dokumen STRATEGI PENGENDALIAN MUTU PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III Faktor-Faktor Lingkungan Internal Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal Analisis Matriks IFE dan EFE Perumusan Alternatif Strategi PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk Faktor-Faktor Lingkungan Internal Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal Analisis Matriks IFE dan EFE Perumusan Alternatif Strategi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Produksi dan Ekspor CPO tahun Standar Mutu Minyak Sawit Berdasarkan SNI Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI Daftar Nama Pakar Nilai dan Defenisi Pendapat Kualitatif dari Skala Perbandingan Saaty Nilai Indeks Random (RI) Model Matriks SWOT Kriteria Kematangan TBS, Persyaratan Mutu dan Komposisi Panen yang Ideal Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu CPO Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu CPO Hasil analisis Planning Matriks untuk Atribut CPO PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III Hasil Analisis Matriks Technical Proses CPO Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu CPO PKS Rambutan Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical Correlations CPO Hasil Analisis Technical Matrix CPO Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu Minyak Goreng Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu Minyak Goreng Hasil Analisis Planning Matriks atribut Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk Hasil Analisis Matriks Technical Response Minyak Goreng Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu Minyak Goreng Cap Sendok Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical Correlations Minyak Goreng Hasil Analisis Technical Matrix Minyak Goreng Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Wakil Manajemen Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Pemasok Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen SDM dan Infrastruktur Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian QA/QC Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada PPIC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok x

13 Halaman 30. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Bidang Produksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian Penggudangan di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Penilaian Penerapan SMKP HACCP Faktor-Faktor Lingkungan Internal PKS Rambutan Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PKS Rambutan Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) PKS Rambutan Faktor-Faktor Lingkungan Internal PMG Cap Sendok Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PMG Cap Sendok Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) PMG Cap Sendok xi

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pendekatan Terintegrasi Dalam Pengendalian Keamanan Mikrobiologis dan Mutu Pangan Proses Pengolahan TBS menjadi CPO Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Goreng Diagram Alir Penelitian Rumah Mutu Perusahaan X House Of Quality PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III House Of Quality PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk Posisi Matriks IFE dan EFE PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III Matriks SWOT PKS Rambutan Posisi Matriks IFE dan EFE PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk Matriks SWOT PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk xii

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Pohon Industri Kelapa Sawit Struktur Organisasi PKS Rambutan Diagram Alir Proses Produksi CPO di PKS Rambutan Struktur Organisasi PMG Cap Sendok, PT.Astra Agro Lestari,Tbk Diagram Alir Proses Bleaching Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok Diagram Alir Proses Deodorisasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok Diagram Alir Proses Fraksinasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Crude Palm Oil (CPO) Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Minyak Goreng Cap Sendok Bagan Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III Standar Mutu CPO dan Kernel di PKS Rambutan Standar Mutu Minyak Goreng Cap Sendok Contoh Laporan Kinerja dan Penilikan PKS Rambutan Contoh Jadwal Perawatan Mesin dan Instalasi PKS Rambutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/ccp) di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III Lembar Kerja Control Measures di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/ccp) di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk Lembar Kerja Control Measures di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk xiii

16 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan bagi semua negara produsen. Sistem perdagangan bebas memungkinkan produk yang dihasilkan suatu negara dapat masuk ke negara lain, sehingga merupakan tantangan bagi semua negara agar produknya dapat memasuki pasar internasional. Di sisi lain, persaingan ketat antar negara diikuti oleh persaingan antar industri dalam menghasilkan produk yang bermutu. Era perdagangan bebas ditandai dengan adanya kesepakatan World Trade Organization (WTO) yang mengharuskan setiap negara anggotanya termasuk Indonesia bersaing dengan negara lain dalam merebut peluang pasar yang semakin terbuka lebar, diantaranya produk pangan. Dengan demikian, industri pangan harus mampu meningkatkan daya saingnya melalui peningkatan unsurunsur daya saing, seperti mutu, efisiensi, produktivitas, layanan, harga dan informasi yang didukung oleh teknologi dan sumber daya manusia (SDM) yang baik. Untuk meningkatkan daya saing dan daya penerimaan di pasar global, industri pangan harus menghasilkan produk yang tidak hanya enak dan bergizi, tetapi juga aman untuk dikonsumsi. Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Berdasarkan pengertian tersebut, mutu pangan tidak hanya mengenai kandungan gizi, tetapi mencakup keamanan pangan dan kesesuaian dengan standar perdagangan yang berlaku. Masalah mutu dan keamanan pangan terjadi di berbagai negara dunia. Menurut laporan komisi Eropa yang dikutip dari fs/sfp/ras_index_en (18 Desember 2003), sepanjang tahun 2002 ditemukan sebanyak 1528 kasus kontaminasi di Eropa, yang terdiri dari cemaran kimia, fisik, mikroorganisme, residu pestisida, residu obat hewan, label, kemasan, radiasi dan tindakan adulterasi. Negara yang mendapat peringatan dari Eropa mengenai kasus 1

17 kontaminasi diatas adalah RRC (147 kasus), Thailand (143 kasus), Turki (141 kasus), dan Brasil (102 kasus). Indonesia sendiri berada pada urutan ke-13 dengan 39 kasus (Hermawan, 2005). Masalah keamanan pangan telah menyebabkan masalah sosial dan ekonomi dalam sistem kesehatan. Sebagai ilustrasi, di Amerika Serikat kerugian akibat penyakit melalui makanan mencapai 37,1 miliar dolar Amerika per tahun, yang mencakup biaya kesehatan dan kehilangan produktivitas. Pada tahun 1991, Peru mengalami kerugian akibat kontaminasi produk perikanan sebesar 700 juta dolar Amerika. Oleh karena itu, untuk industri pangan diberlakukan standar mutu untuk memenuhi keinginan pasar dan konsumen melalui penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dengan pendekatan ISO 9000 dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan dengan pendekatan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Minyak Goreng merupakan salah satu hasil industri pengolahan pangan yang sangat potensial, karena dikonsumsi masyarakat Indonesia setiap hari. CPO (Crude Palm Oil) yang menjadi bahan baku minyak goreng juga memiliki potensi yang sangat besar dikarenakan produk hilir yang dihasilkannya cukup banyak, antara lain sabun, mentega, bahan-bahan pembersih, minyak makan, pakan ternak, dan lain-lain. Cakupan pemasaran CPO dan konsumen minyak goreng sangat luas, karena CPO yang dihasilkan juga diekspor ke negara lain seperti kawasan Eropa yaitu Belanda, Spanyol, Jerman, Italia; kawasan Asia yaitu India, Pakistan, RRC, Bangladesh; dan kawasan Amerika. Oleh karena itu, aspek mutu dan keamanan pangan perlu diperhatikan. Adanya beberapa penyimpangan mutu CPO yang terjadi, seperti kasus CPO yang tercampur solar di Belawan, ditemukannya senyawa asing seperti pasir, tanah, dioxin, sudan red, dan lain-lain mengakibatkan adanya penambahan standar yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor CPO seperti standar lingkungan, keamanan pangan, dan ketentuan-ketentuan perdagangan. Salah satu contohnya adalah European Food Safety Legislation yang menekankan tentang food safety control in the palm oil chain, yang mengharuskan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) mengupayakan sistem jaminan keamanan pangan sehingga CPO yang dihasilkan diterima oleh negara-negara tujuan ekspor (Hiel, 2005). Selain itu, adanya penetapan ketentuan Notification 2

18 No. 120/2003-Customs oleh India yang membatasi bilangan asam menjadi 2 dan kandungan betacarotene pada CPO sebesar mg per kilogram mengakibatkan Indonesia harus lebih memperhatikan mutu yang dikandung oleh CPO yang akan diekspor. Menurut MPOB (2005), saat ini banyak isu tentang keamanan pangan produk minyak sawit diantaranya sebagai berikut : (1) kandungan agrochemical pada bahan baku CPO yang mencemari produk akhir untuk pangan, (2) ketelusuran yang jelas mengenai bahan kimia yang digunakan selama penanaman dan pemeliharaan kelapa sawit : jenis, frekuensi, dan dosis, (3) kontaminasi mikroorganisme selama proses di Pabrik kelapa sawit (PKS), (4) kontaminasi mineral oil pada CPO, (5) kandungan arsenic dalam Palm Kernel Expeller Cake, dan (6) adanya kandungan logam berat, Polyaromatic hidrocarbon (PAH), dan dioxins. Indonesia mengungguli Malaysia dalam mengekspor CPO ke India, namun pada kenyataannya para pembeli India seperti Pakistan dan beberapa negara Eropa menghargai CPO Indonesia lebih rendah dari CPO Malaysia. Penyebabnya antara lain: (1) kurang memadainya infrastruktur pelabuhan Indonesia yang mengakibatkan India harus dibebani ongkos tambahan karena kapal harus menunggu dua sampai tiga hari, bahkan enam hari. Keterbatasan tersebut mengakibatkan semakin tingginya biaya demorage (waktu tunggu), (2) promosi CPO Indonesia kurang memadai, sehingga sejumlah pembeli di India kurang diyakini terhadap mutu CPO Indonesia. Selain itu, CPO Indonesia terjerat isu bahwa dalam proses pemurnian CPO, banyak bahan kimia yang digunakan sehingga para importir membeli CPO Indonesia lebih murah dibandingkan Malaysia. Titik-titik kritis pada pengolahan pangan perlu diketahui untuk memberikan jaminan keamanan pangan yang memadai, karena pengawasan pangan yang hanya mengandalkan uji pada produk akhir tidak akan mampu memberikan jaminan keamanan terhadap keamanan produk pangan yang beredar di pasaran, oleh karena itu HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) sebagai satu-satunya sistem jaminan mutu dengan basis keamanan pangan yang menjadi acuan bagi industri pangan di seluruh dunia perlu diterapkan. 3

19 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat suatu formula strategi pengendalian mutu berdasarkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) yang diharapkan dapat meningkatkan dan menjamin mutu produk CPO dan minyak goreng yang aman dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen. RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di industri CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Sumatera Utara. Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini tidak membandingan kedua industri, tetapi merupakan rangkaian dari produk hulu ke produk hilir. 2. Menganalisa faktor-faktor mutu CPO dan minyak goreng yang diinginkan konsumen. 3. Menganalisa dan menilai sejauh mana penerapan sistem manajemen mutu (SMM) di industri pengolahan CPO di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. 4. Menganalisa dan menilai sejauh mana penerapan sistem manajemen keamanan pangan (SMKP) di industri pengolahan CPO di PKS Rambutan, PT. Perkebuann. Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. 5. Menentukan dan menilai faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu CPO di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. 6. Membuat formulasi strategi pengendalian mutu guna peningkatan mutu produk CPO dan Minyak Goreng. 4

20 KEGUNAAN PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai alat bantu dalam pengambilan kebijakan mutu bagi industri CPO di PT. Perkebunan Nusantara III dan Industri minyak goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk. 2. Sebagai alat bantu bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menetapkan sistem jaminan mutu dan keamanan mutu CPO dan minyak goreng. 3. Memberikan kontribusi pemikiran dalam pengendalian mutu dan kebijakan perusahaan mengenai Sistem Manajemen Mutu (SMM), Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP), dan strategi pengendalian mutu bagi produk CPO dan minyak goreng. 5

21 TINJAUAN PUSTAKA MUTU PANGAN Arti mutu secara umum berbeda-beda tergantung dari rangkaian kata atau kalimat dimana istilah mutu digunakan. Mutu merupakan karakteristik secara total dari produk atau jasa yang dihasilkan produsen yang berhubungan dengan konsumen. Deming (1969) menyatakan bahwa mutu seharusnya mengarah pada kebutuhan konsumen pada saat ini maupun yang akan datang. Mutu pangan sebagai salah satu unsur daya saing sangat terkait dengan penerimaan konsumen yang memiliki keinginan dan tuntutan yang terus bergerak. Perkembangan mutu pangan tidak terlepas dari perkembangan era mutu. Era mutu dimulai dari kegiatan inspeksi produk kemudian berkembang menjadi pengawasan mutu pada tahun 1920-an yang menekankan pada pengukuran. Arah perkembangan mutu pada tahun 1960-an kemudian bergerak kepada kegiatan pengendalian mutu dengan pendekatan statistika (statistical process control atau statistical quality control). Pada tahun 1980-an mutu berorientasi ke jaminan mutu (Quality Assurance/QA), sehingga akhirnya pada tahun 1990-an manajemen mutu mengarah kepada manajemen mutu total (TQM). Mutu saat ini, tidak lagi hanya didasarkan pada karakteristikkarakteristik fungsional yang konvensional, tetapi telah berkembang juga karakteristik-karakteristik atau atribut-atribut mutu baru seperti karakteristik psikologis (sifat-sifat sensori dan luxury), shelf life, kepraktisan/kemudahan (makanan siap santap) dan cepat saji (fast food). Karakteristik keamanan pangan (food safety) dan pengaruhnya terhadap kesehatan konsumen menjadi penting atau sebagai kekuatan daya saing, apalagi untuk tujuan ekspor. Dalam pengembangannya, pertimbangan utama dalam pembuatan standar mutu yang dilakukan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) lebih mengarah kepada upaya untuk memenuhi kesehatan konsumen (Wirakartakusumah dan Kadarisman, 1995). Menurut Baadilla (1996), sesuai dengan tuntutan konsumen produk pangan harus memenuhi persyaratan mutu yang meliputi lima aspek dengan urutan prioritasnya sebagai berikut : (1) aspek keamanan, 6

22 (2) aspek citarasa, (3) aspek nutrisi, (4) aspek estetika dan bisnis, serta (5) aspek halal. Pendekatan mutu perusahaan adalah mengembangkan dan menerapkan mutu melalui sistem yang mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan pada penerapan manajemen mutu. Sistem mutu yang diterapkan dalam semua rantai produk dimulai dari pembelian dan desain, procurement dan produksi sampai distribusi dan penjualan. Standar khusus dalam sistem mutu, diantaranya ISO 9000 yang merupakan standar manajemen mutu dan jaminan mutu. Dalam mencapai keberhasilan bisnis jangka panjang digunakan pendekatan yang berdasarkan pada partisipasi semua anggota dalam organisasi, yaitu TQM melalui komitmen dan partisipasi yang besar dari semua kekuatan kerja untuk mendapatkan kepuasan konsumen yang lebih baik (Jouve, 2000). SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001: 2000 ISO 9000 dikeluarkan oleh International Standarization For Organization (ISO) yang berpusat di Genewa, Swiss. ISO 9000 merupakan seri standar internasional untuk sistem mutu yang menspesifikasikan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen, dengan tujuan menjamin bahwa pemasok (perusahaan) menyerahkan atau memproduksi barang dan atau jasa sesuai persyaratan yang ditetapkan. Standar internasional seri ISO 9000 diterbitkan dalam enam dokumen terpisah dengan nama ISO 8402, ISO 9000, ISO 9001, ISO 9002, ISO 9003 dan ISO 9004 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996). Seri ISO 9000 direvisi setiap enam tahun sekali dan pada tahun 2000 dilakukan revisi ISO 9000 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996; Gaspersz, 2001). Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000) dalam revisi ISO tersebut terdapat empat standar utama, di bawah ini : ISO 9000 : Sistem manajemen mutu-konsep dan peristilahan ISO 9001 : Sistem manajemen mutu-persyaratan ISO 9004 : Sistem manajemen mutu-panduan ISO : Panduan pengauditan sistem mutu. 7

23 Standar ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 9003 yang berlaku dilebur menjadi standar tunggal ISO 9001, sehingga dalam ISO 9000 revisi 2000 (ISO 9001 : 2000) hanya ada satu standar yang berisi persyaratan, yaitu ISO Standar diatas menyarankan adopsi pendekatan proses saat mengembangkan, mengimplementasikan dan memperbaiki keefektifan sistem manajemen mutu, dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan sesuai dengan persyaratan (BSN, 2000). Manfaat penerapan ISO 9001 : 2000 menurut Gaspersz (2001) adalah: (1) meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan mutu yang terorganisasi dan sistematik, (2) meningkatkan citra perusahaan serta daya saing dalam memasuki pasar global, (3) menghemat biaya dan mengurangi duplikasi audit sistem mutu oleh pelanggan karena dilaksanakan secara berkala, (4) membuka pasar baru karena nama perusahaan terdaftar pada lembaga registrasi terpercaya, (5) meningkatkan mutu dan produktivitas kerja manajemen melalui kerjasama dan komunikasi yang lebih baik, sistem pengendalian yang konsisten serta pengurangan dan pencegahan pemborosan, (6) meningkatkan kesadaran mutu perusahaan, dan (7) perubahan kultur kerja karyawan menjadi kultur mutu. Suatu organisasi untuk berfungsi efektif harus mengetahui dan mengelola sejumlah kegiatan yang saling berhubungan. Suatu kegiatan yang menggunakan sumber daya dan dikelola untuk memungkinkan transformasi masukan menjadi luaran, dapat dianggap sebagai suatu proses. Seringkali luaran suatu proses merupakan masukan bagi kegiatan berikutnya (BSN, 2000). Menurut Gaspersz (2001), tahap-tahap penerapan SMM adalah (1) komitmen dari manajemen puncak, (2) membentuk panitia pengarah atau koordinator ISO, (3) mempelajari persyaratan SMM ISO 9001:2000, (4) melakukan pelatihan terhadap semua anggota organisasi, (5) memulai peninjauan ulang manajemen, (6) identifikasi kebijakan mutu, prosedur-prosedur yang dibutuhkan dalam dokumen tertulis, (7) implementasi SMM, (8) memulai audit sistem manajemen mutu dan (9) memilih register/lembaga sertifikasi mutu yang terpercaya. 8

24 SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN Keamanan Pangan Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan. Menurut Fardiaz (1996), terdapat empat masalah utama dalam sistem keamanan pangan Indonesia, sebagai berikut : 1. Masih banyak ditemukan produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dalam peredarannya. 2. Masih banyak kasus penyakit dan keracunan melalui makanan, yang sebagian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya. 3. Masih banyak ditemukan sarana produksi dan distribusi pangan yang tidak memenuhi persyaratan, terutama industri kecil atau industri rumah tangga dan penjual makanan jajanan. 4. Rendahnya pengetahuan dan kepedulian konsumen terhadap keamanan pangan. Sesuai dengan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, konsumen berhak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan dari produk yang digunakan. Oleh karena itu, produsen wajib untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau yang diperdagangkan sesuai dengan standar mutu yang berlaku. Berbagai perangkat diperlukan dalam membangun pendekatan terstruktur dan terintegrasi dalam menghasilkan produk pangan yang aman dan bermutu tinggi. Pendekatan terintegrasi dalam pengendalian keamanan mikrobiologis dan mutu pangan dapat dilihat pada Gambar 1. 9

25 Gambar 1. Pendekatan terintegrasi dalam pengendalian keamanan mikrobiologis dan mutu pangan (ILSI dalam Jouve, 2000) Dalam pendekatan tersebut, dokumen Good Manufacturing Practice (GMP) yang berisi tentang cara-cara memproduksi makanan yang baik dan syarat-syarat higienis yang menjelaskan kondisi dasar dalam kegiatan produksi pangan higienis yang mencakup penggunaan peralatan pengolahan pangan higienis, jadwal perawatan dan pembersihan peralatan dan fasilitas, serta pelatihan dan kesehatan karyawan. Sistem HACCP merupakan pendekatan terstruktur terhadap manajemen bahaya yang bertujuan untuk menjaga keamanan produk dari bahaya biologis, kimia dan fisik yang dapat terjadi pada produksi, distribusi dan penjualan pangan, serta mengendalikannya pada tingkat yang aman (Jouve, 2000). Menurut WHO (2000) penyakit melalui makanan yang terjadi dapat disebabkan oleh konsumsi makanan seperti susu mentah, daging, unggas mentah dan makanan yang tidak diolah dengan cepat, beberapa makanan laut dan air minum. Beberapa penyebab terjadinya masalah kesehatan adalah infeksi oleh Escherichia coli seperti E. coli 0157: H7, Listeria monocytogenes, dan Vibrio cholera. Selain itu, ada beberapa penyebab masalah keamanan pangan yang lain, yaitu toksin alami pangan (misalnya, mikotoksin, biotoksin laut, glikosida sianogenik), agen yang tidak biasa (seperti freon), persistent organic pollutants (POPs) dan bahan metal. 10

26 Dalam CPO yang merupakan bahan baku produk pangan, dikhawatirkan terkandung beberapa bahan-bahan berbahaya yang tidak dikehendaki, antara lain dioxin, PAH (polyaromatic hidrocarbon), logam berat, pestisida, dan lain-lain ( 2006). Hiel (2005) juga pernah mengungkapkan bahwa ada beberapa kandungan bahan yang dikhawatirkan terkontaminasi dalam CPO, dan ini dikarenakan oleh penanganan bahan yang kurang baik mulai dari penanaman, pemanenan dan transportasi buah, proses pengolahan, transportasi CPO, hingga tangki timbun penyimpanan di pelabuhan. Dalam hal ini, bahaya didefinisikan oleh National Advisory Committee on Microbiologicul Criteria for Foods (NACMCF) sebagai bahan biologi, kimia atau fisik yang dapat menyebabkan resiko kesehatan bagi konsumen. Berdasarkan definisi tersebut, bahaya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bahaya biologi, bahaya kimia dan bahaya fisik (Pierson dan Corlett, 1992). Melalui sistem HACCP, bahaya-bahaya tersebut dapat dicegah melalui pengendalian titik-titik kritis di setiap tahapan proses produksi. Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) Menurut Adams dan Moss (1995), GMP didefinisikan sebagai suatu proses dalam industri pangan, dimana konsistensi produk akhir dari kualitas keamanan mikrobiologi dimonitor dengan uji laboratorium atau saat proses berlangsung. Di Indonesia, tuntutan kepada produsen pangan untuk menghasilkan produk pangan yang bermutu, aman dikonsumsi dan memenuhi keinginan konsumen lokal maupun global sudah menjadi perhatian pemerintah melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 23/MENKES/SK/I/1978 mengenai pedoman cara berproduksi yang baik untuk makanan. Tujuan dari penerapan GMP di industri pangan adalah untuk menghasilkan produk bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen. Menurut Jouve (2000) dokumen GMP dan peraturan higiene lainnya terdiri dari deskripsi dan definisi syarat-syarat kondisi higienis. Penerapan GMP, pengendalian higiene dan uji mikrobial telah dilakukan oleh produsen, pengolah dan pengatur kebijakan pangan, namun untuk memperkuat tujuannya 11

27 perlu diterapkan ketentuan lain seperti HACCP, penerapan konsep jaminan mutu dan manajemen mutu. Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) adalah program prasyarat yang dianjurkan oleh FDA dalam penerapan HACCP. Prosedur tersebut merupakan alat bantu dalam penerapan GMP dan mempunyai karakteristik yang umum pada sistem HACCP. Prosedur SSOP berisi tentang perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terjadi keluhan, verifikasi dan dokumentasi (FDA, 1995). SSOP menurut FDA (1995) terdiri dari delapan aspek kunci, yaitu: (1) keamanan air untuk proses produksi, (2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan termasuk peralatan, sarung tangan dan seragam produksi, (3) pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter, (4) penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet, (5) perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan bahan pangan seperti pestisida, pelumas, minyak dan bahan pembersih, (6) pelabelan dan penyimpanan, (7) kontrol kesehatan pekerja, dan (8) pencegahan hama penyakit. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul pada mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut, dengan tujuan menjamin keamanan makanan. Sistem HACCP merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai dan mengontrol bahaya, terutama digunakan oleh produsen pangan dalam menghasilkan produk sehat dan aman (Jouve, 2000). Dasar konsep HACCP pertama kali dikembangkan pada tahun 1959 oleh perusahaan Pillsbury yang bekerjasama dengan The National Aeronautics and Space (NASA), the Natick Laboratories of the U.S Army and The U.S. Air Space Laboratory Project Group untuk menghasilkan pangan yang tidak terkontaminasi oleh bakteri patogen yang dapat menyebabkan sakit 12

28 pada astronot. Pemecahan dari masalah tersebut adalah melalui sistem pencegahan terhadap pengawasan pada bahan mentah, proses, lingkungan, karyawan, penyimpanan dan distribusi, sehingga dapat dihasilkan produk dengan jaminan keamanan yang tinggi (Pierson and Corlett, 1992). HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai produksi makanan, mulai dari proses pertama sampai produk akhir. Menurut Fardiaz (1996) tujuan HACCP terdiri dari tujuan umum dan khusus. Tujuan umum pelaksanaan HACCP adalah meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan. Tujuan khususnya adalah sebagai berikut : 1. Mengevaluasi cara memproduksi makanan untuk mengetahui bahaya yang mungkin timbul dari makanan. 2. Mempelajari cara memproduksi makanan dengan memberikan perhatian khusus terhadap tahap-tahap proses yang dianggap kritis. 3. Memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan pengolahan makanan, serta penerapan sanitasi dalam memproduksi makanan. 4. Meningkatkan inspeksi mandiri terhadap industri pangan oleh operator dan karyawan. Penerapan HACCP sebagai alat manajemen pada industri pangan memberikan keuntungan, diantaranya mengefektifkan biaya yang digunakan untuk memproduksi makanan yang aman, mencegah atau mengurangi terjadinya masalah keamanan pangan, meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk dan menjaga kelangsungan usaha (Tompkin, 1994). Menurut Fardiaz (1996) kegunaan HACCP terhadap industri pangan diantaranya, mencegah penarikan produk, mencegah penutupan pabrik, meningkatkan jaminan keamanan produk, mencegah kehilangan pembeli atau pasar, meningkatkan kepercayaan konsumen, dan mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul akibat masalah keamanan produk. Tujuh prinsip dalam HACCP adalah (1) melakukan identifikasi bahaya dan penetapan resiko, (2) penetapan Critical Control Point (CCP), (3) penetapan batas kritis/limit kritis, (4) pemantauan CCP, (5) tindakan koreksi terhadap 13

29 penyimpangan, (6) verifikasi dan (7) dokumentasi (Jouve, 2000; Moy, et al., 1994; Pierson dan Corlett, 1992). Menurut Jouve (2000) dan Fardiaz (1996) terdapat 12 langkah yang dapat dilakukan dalam HACCP, yaitu sebagai berikut (1) membentuk tim HACCP, (2) mendeskripsikan produk, (3) mengidentifikasi pengguna yang dituju, (4) membuat diagram alir, (5) verifikasi diagram alir di tempat, (6) mendaftar semua bahaya potensial, melakukan analisis bahaya, menentukan tindakan pengendalian, (7) menentukan CCP, (8) menetapkan batas kritis untuk setiap CCP, (9) menetapkan sistem pemantauan untuk setiap CCP, (10) menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang mungkin terjadi, (11) menetapkan prosedur verifikasi, serta (12) menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi. Menurut Basiron dan Chan (2005), kemungkinan bahaya yang memiliki dampak terhadap keamanan pangan minyak sawit dapat dilihat dalam tiga area, sebagai berikut : (1) Udara, air, tanah, bahan baku dan bahan-bahan lain yang dimasukkan pada saat pra-panen. (2) Aktivitas dari sistem mempunyai dampak terhadap lingkungan, dimana menghasilkan polusi air dan udara yang kemungkinan dapat menjadi sumber zat pencemar yang masuk kembali ke sistem melalui suatu titik yang berbeda. (3) Apabila ada tindakan untuk meningkatkan suatu manfaat dalam beberapa bagian dari sistem, kemungkinan akan meningkatkan resiko kesehatan manusia dalam bagian yang lain. Karenanya, keseluruhan sistem harus dipertimbangkan ketika mempelajari dampak/resiko keamanan pangan dari tindakan yang akan dilakukan. CRUDE PALM OIL (CPO) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) memiliki siklus produksi ekonomis 25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda karena belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia bulan dan pada usia tujuh sampai lima belas tahun disebut sebagai periode matang (the mature periode), dimana pada periode tersebut produksi Tandan Buah Segar (TBS) mencapai puncaknya. 14

30 Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan. Pelepah dan batang sawit bisa dijadikan pulp dan kertas, pakan ternak serta furniture. Tandan kosong dapat dimaanfaatkan sebagai pupuk kompos, pulp dan kertas, karbon, dan rayon. Cangkang inti sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar dan karbon, sedangkan ampas inti sawit bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Serat mesokarp dapat diolah menjadi medium density fibre-board dan bahan bakar. CPO dan PKO dapat diolah menjadi produk pangan dan non pangan. Produk pangan antara lain minyak goreng, margarin, shortening, emulsifier, minyak makan merah, susu kental manis, vanaspati, confectioneries, es krim, dan yoghurt. Sedangkan produk non pangan antara lain biodiesel, pelumas, lilin, senyawa ester, kosmetik, farmasi, dan lain-lain (PPKS, 2006). Pohon industri kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 1. CPO merupakan hasil dari unit pengolahan paling hulu dalam industri pengolahan kelapa sawit, dimana prosesnya juga merupakan titik kritis dalam alur hidup ekonomi buah kelapa sawit khususnya dan industri kelapa sawit umumnya. Sifat yang krusial tersebut disebabkan oleh beberapa faktor penting berikut : a. Sifat buah sawit yang segera mengalami kerusakan/penurunan mutu dan rendemen bila tidak segera diolah. b. CPO merupakan bahan antara industri olahan kelapa sawit dimana mutunya menentukan dayagunanya untuk diolah menjadi produk akhir industri dan konsumen rumah tangga seperti olein, stearin, minyak goreng, dan lain-lain. Seiring dengan peningkatan luas lahan kelapa sawit perkebunan rakyat dan swasta maka pangsa produksi CPO juga mengalami pergeseran. Pada tahun 1994 produksi minyak sawit adalah 2,8 juta ton, pada tahun 1999 produksi telah mencapai 6 juta ton, dan tahun 2006 mencapai 15,1 juta ton. Produksi tersebut dihasilkan oleh perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan besar swasta. Data produksi dan Ekspor CPO dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. 15

31 Tabel 1. Produksi dan Ekspor CPO tahun (juta Ton) Tahun Produksi Ekspor ,8 1, ,5 1, ,7 3, ,4 1, ,4 3, ,0 4, ,6 4, ,9 5, ,7 6, ,0 6, ,3 8, ,5 10, ,1 13,2 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004 Peningkatan permintaan minyak sawit yang selama ini terjadi selain disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, juga karena keunggulan komparatif minyak sawit tersebut dibandingkan jenis minyak nabati lainnya seperti dijabarkan di bawah ini (PT. Bank Rakyat Indonesia dan LMAA-IPB, 2001) : 1. Potensi produksi minyak kelapa sawit/ha tanaman sebesar 7-25 kali lebih besar dibandingkan sumber minyak nabati lainnya, sehingga biaya produksinya akan lebih murah dibandingkan minyak nabati lainnya. 2. Harga minyak sawit jauh lebih murah dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya. 3. Industri hilir yang berbahan baku minyak sawit sangat banyak dan beragam baik untuk keperluan pangan maupun non pangan. Pemanfaatan minyak sawit untuk oleokimia dan biodiesel dimasa mendatang akan sangat menjanjikan, karena potensinya yang sangat besar. 4. Di dunia keteknikan, minyak sawit digunakan sebagai minyak pelumas yang filmis (merata tanpa bolong), sehingga banyak diaplikasikan di industri logam sebagai rolling oil. 5. Perkebunan kelapa sawit lebih menghutan sehingga dapat melestarikan lingkungan dan pemanfaatan lahan yang optimal. 16

32 6. Kandungan asam lemak dalam minyak sawit sangat berimbang antara asam lemak jenuh dan asam yang berikatan rangkap, sehingga kurang membahayakan terhadap kesehatan manusia. 7. Kandungan vitamin A dan E yang cukup besar dalam minyak sawit yang sangat bermanfaat dalam dunia kesehatan. Selain hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal Perkebunan (2007) mengatakan bahwa dari segi daya saing, minyak kelapa sawit memiliki kelebihan dibandingkan minyak nabati lain, diantaranya : (1) produktivitas per hektar relatif lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya, (2) merupakan tanaman tahunan yang cukup handal terhadap berbagai perubahan agroklimat, dan (3) dari segi aspek gizi, minyak kelapa sawit tidak terbukti sebagai penyebab meningkatnya kadar kolesterol dalam tubuh, bahkan mengandung beta karoten sebagai Pro- Vitamin A. Keunggulan komparatif minyak sawit terhadap sumber nabati lain menyebabkan pangsa minyak sawit makin hari makin meningkat. Dengan berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku minyak sawit, maka kebutuhan tersebut terus meningkat. Beberapa industri yang menggunakan minyak sawit adalah industri minyak goreng (34,2 % dari input), industri sabun dan bahan-bahan pembersih (16,2 %), industri minyak makan (5,9 %), industri mentega (1 %), industri pakan ternak (0,6 %) dan industri lainnya (3,7 8,7 %) (PT. Bank Rakyat Indonesia dan LMAA-IPB, 2001). Keunggulan komparatif minyak sawit di atas, sayangnya tidak diimbangi dengan mutu minyak sawit yang baik. Menurut Setiadi Djohar, dkk (2003), rendahnya mutu CPO disebabkan oleh bahan baku yang tidak baik. Banyaknya buah restan yang diolah sangat mempengaruhi mutu CPO yang dihasilkan. Faktor penyebab buah restan adalah faktor manusia (human error), alat dan fasilitas pengangkutan yang tidak memadai, serta metode pengangkutan dan lingkungan yang kurang mendukung. Di lain pihak, menurut Siahaan dan Erningpraja (2006), parameter mutu yang paling menentukan pada rantai produksi kebun, proses panen hingga pengangkutan ke PKS adalah asam lemak bebas dan DOBI (untuk mutu); serta logam berat, residu pestisida dan hidrokarbon (untuk keamanan 17

33 pangan). Proses pengolahan TBS menjadi CPO secara umum dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan Standar Mutu Minyak Sawit dapat dilihat pada Tabel 2. STERILISASI THRESHER MATERIAL P[ASSING TO DIGESTER TANDAN KOSONG DIGESTER 21 % % PRESSING 40 % CAIRAN MINYAK 9-10% FIBRE AIR CONDENSAT 11 % 12-16% BIJI MINYAK 23 % NOS 6% SLUDGE 12-15% 4-6% KERNEL CANGKANG 5-7% MINYAK 6-8% BUANGAN LIMBAH 92-94% BOILER INCINERATOR ABU LAND APPLICATION Gambar 2. Proses Pengolahan TBS menjadi CPO (Naibaho, 2006) Tabel 2. Standar Mutu Minyak Sawit/CPO Berdasarkan SNI No Kriteria uji Satuan Persyaratan mutu Warna Kadar air dan kotoran Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat) - %, fraksi massa %, fraksi massa Jingga kemerah-merahan 0,5 maks 0,5 maks 4. Bilangan Yodium g Yodium / 100 g Sumber : Badan Standarisasi Nasional, MINYAK GORENG SAWIT Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor : 02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Makanan, yang dimaksud dengan minyak goreng (cooking oil) adalah minyak yang diperoleh dari atau dengan cara memurnikan minyak nabati, dengan tujuan untuk menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak 18

34 bebas, dan zat-zat warna. Secara umum komponen utama yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya, karena asam lemak akan menentukan sifat kimia maupun stabilitas minyak. Salah satu bahan baku penghasil minyak goreng adalah CPO (Crude Palm Oil). Disamping bahan baku utama, dalam proses pengolahan minyak goreng juga dibutuhkan bahan pembantu, baik bahan kimia maupun bahan pengemas. Proses produksi minyak goreng berbahan baku CPO pada dasarnya melalui dua tahap yaitu proses rafinasi dan fraksinasi, yang mana keduanya merupakan satu kesatuan proses. Rafinasi atau proses pemurnian adalah proses yang ditujukan untuk menghilangkan zat-zat yang tidak dikehendaki yang ada di dalam CPO, sehingga minyak menjadi bebas dari bau, FFA (Free Fatty Acid) yang rendah, warna yang normal, dan residu lainnya, sedangkan fraksinasi adalah proses pemisahan antara fraksi-fraksi yang ada dalam minyak goreng. Dalam proses fraksinasi tersebut terjadi pemisahan stearin dan olein. Standar mutu minyak goreng dapat dilihat pada Tabel Tabel 3. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI No Indikator Satuan Syarat 1. Kandungan air 0.3 % maks 2. Bilangan peroksida 1.0 % maks Kandungan Asam lemak bebas (asam pelarut) Kandungan logam berbahaya (Pb, Cu, Mg) Kandungan minyak pelikan Bau / aroma Warna Rasa Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2002 % mg oksigen / 100 oksigen % % maks negatif negatif normal normal normal Menurut Timms (2003), untuk menghasilkan refined oils dengan mutu yang baik, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut : (1) CPO yang digunakan memiliki mutu yang tinggi, dimana memiliki FFA sebesar %, (2) proses refinery dilakukan dengan kondisi yang terkontrol baik dan menjaga kandungan tocol sebagai antioksidan alami yang dikandung minyak, dan (3) minyak disimpan pada tangki penyimpanan yang terbuat dari stainless steel atau 19

35 baja dengan lapisan epoksi untuk menjaga minyak dari proses oksidasi yang disebabkan oleh besi. Adapun proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng secara garis besarnya dibagi dalam dua tahapan, yaitu tahap pemurnian (refinery) dan tahap pemisahan (fractionation). Tahap pemurnian terdiri dari penghilangan gum (degumming), pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization). Tahap pemisahan terdiri dari proses pengkristalan (crystallization) dan pemisahan fraksi. Urutan proses minyak goreng secara singkat dapat dilihat pada Gambar 3. CPO Proses degumming Proses bleaching Proses Filtrasi NPO Proses deodorisasi RBDPO (Rifined Bleached Deodorized Palm Oil) Proses Fraksinasi Proses penyaringan RBD Olein RBD Stearin Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Goreng (Amang, 1996) 20

36 METODOLOGI PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Persaingan produk yang semakin terbuka merupakan tantangan bagi industri, khususnya industri pangan untuk memenuhi harapan dan tuntutan konsumen akan produk pangan yang tidak hanya bermutu namun aman untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, setiap perusahaan melakukan berbagai upaya agar produk yang dihasilkan diterima oleh konsumen dan juga dapat mengungguli produk yang dihasilkan oleh perusahaan lain. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor-faktor mutu menurut konsumen dengan cara mengetahui keinginan dan persepsi konsumen terhadap produk yang bermutu. Upaya lain yang dilakukan adalah mengimplementasikan sistem mutu dan keamanan produk yang tersertifikasi seperti ISO 9001:2000 dan HACCP. Industri yang telah menerapkan sistem manajemen mutu standar internasional ISO 9001, dinilai telah menempatkan mutu sebagai syarat mutlak bukan hanya pada produk yang dihasilkannya tetapi juga sistem yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut. Penerapan HACCP memberikan jaminan bahwa produk yang dihasilkan telah mengedepankan persyaratan keamanan produk dalam semua rantai pengolahan pangan hingga produk tersebut dipasarkan kepada konsumen. Kedua sistem tersebut memiliki unsur-unsur yang harus diterapkan dengan baik dan diikuti dengan kegiatan perbaikan terus-menerus untuk menjamin efektifitas sistem yang diterapkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penilaian penerapan SMM dan SMKP melalui pengamatan langsung di industri untuk mengetahui kondisi obyektif sistem dalam menghasilkan produk yang bermutu, aman dan memiliki daya saing dengan produk sejenisnya. Penilaian penerapan SMM dan SMKP dilakukan dengan menilai kesesuaian sistem yang diterapkan di perusahaan dibandingkan dengan persyaratan ISO 9001:2000 dan HACCP. Sebuah perusahaan memiliki daya saing yang kuat jika perusahaan tersebut dapat mendengarkan keinginan dan harapan konsumen. Berdasarkan keinginan dan harapan konsumen, perusahaan dapat melihat dengan jelas bahwa lingkungan internal perusahaan dapat menjadi suatu kekuatan untuk memenuhi keinginan 21

37 tersebut, tapi dapat juga menjadi suatu kelemahan. Selain itu, lingkungan eksternal perusahaan juga akan mempengaruhi kegiatan perusahaan dalam memenuhi keinginan konsumennya. Penilaian lingkungan internal dan eksternal perusahaan dapat digunakan untuk menentukan posisi perusahaan saat ini. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat banyaknya perusahaan yang berada dalam industri sejenis sehingga sebelum bertindak, perusahaan harus mengetahui posisinya. Dari posisi perusahaan saat ini diformulasikan strategi pengendalian mutu bagi industri CPO dan minyak goreng. Adapun diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini. Mulai Identifikasi Faktor mutu CPO (survei konsumen) Penilaian penerapan SMM dan SMKP CPO di PTP. N III AHP dan QFD Analisis Self Assessment Identifikasi faktor mutu minyak goreng (survei konsumen) Penilaian penerapan SMM dan SMKP Minyak Goreng di PTP.AAL,Tbk Penentuan Faktor internal dan eksternal Penilaian faktor lingkungan Penentuan posisi perusahaan Perumusan alternatif strategi Rekomendasi Strategi AHP Analisis Matriks IE Analisis Matriks SWOT Penentuan Faktor internal dan eksternal Penilaian faktor lingkungan Penentuan posisi perusahaan Perumusan alternatif strategi Rekomendasi Strategi Selesai Gambar 4. Diagram Alir Penelitian 22

38 Dasar pemilihan industri CPO dan minyak goreng sebagai obyek penelitian adalah dikarenakan saat ini cakupan pemasaran CPO dan konsumen minyak goreng sangat luas karena diekspor ke negara-negara seperti kawasan Eropa yaitu Belanda, Spanyol, Jerman, Italia; kawasan Asia yaitu India, Pakistan, RRC, Bangladesh; dan kawasan Amerika, oleh karena itu aspek mutu dan keamanan pangan perlu diperhatikan. Adanya beberapa penyimpangan mutu CPO yang terjadi di Indonesia mengakibatkan adanya penambahan standar yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor CPO seperti standar lingkungan, keamanan pangan, dan ketentuan-ketentuan perdagangan lainnya. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, mulai bulan Agustus 2006 sampai Januari 2007 di industri CPO dan minyak goreng yang ada di Sumatera Utara, yaitu di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan Pabrik Minyak Goreng (PMG) Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Survei konsumen CPO dilakukan di industri minyak goreng yang menggunakan CPO sebagai bahan bakunya, sedangkan survei konsumen minyak goreng dilakukan di beberapa supermarket dan swalayan yang menjual minyak goreng merek Cap Sendok. TATA CARA PENGUMPULAN DATA Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data primer, yaitu dengan mengadakan wawancara dengan responden konsumen dan para pakar yang memiliki pengetahuan tentang industri CPO dan industri minyak goreng serta mengadakan pengamatan langsung di lapangan pada industri CPO dan minyak goreng. 2. Pengumpulan data sekunder, yaitu dengan penelusuran buku-buku, hasil-hasil penelitian, majalah, jurnal dan sumber-sumber lain yang berhubungan. Selain itu, data juga diperoleh dari PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit), PT. Perkebunan Nusantara III dan PT Astra Agro Lestari, Tbk yang ada di Sumatera Utara. 23

39 Responden yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Responden konsumen Responden konsumen digunakan untuk menilai faktor mutu yang diinginkan konsumen minyak goreng. Responden terdiri dari para wanita dan ibu rumah tangga yang membeli dan mengggunakan minyak goreng Cap Sendok. Jumlah responden konsumen tersebut adalah 30 orang. 2. Responden pakar Responden pakar digunakan untuk menentukan atribut mutu CPO, menentukan permasalahan pada SMM dan SMKP, dan menentukan faktor lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Responden pakar berasal dari PT. Perkebunan Nusantara III, PT Astra Agro Lestari. Tbk, Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Lembaga Sertifikasi Mutu, dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Daftar nama pakar dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini. Tabel 4. Daftar Nama Pakar Topik Nama Jabatan Instansi CPO Minyak Goreng 1. Prof. Dr. Ponten M. Naibaho 2. Dr. A. Razak Purba, MS 3. Dr. Ir. Donald Siahaan 1. Tenaga ahli 2. Staf Pengajar 3. Tenaga ahli Ketua Kelompok Peneliti Pemuliaan dan Kepala Satuan Usaha Strategis 1. Ketua Kelompok Peneliti, Divisi Pengolahan Hasil dan Mutu 2. Tenaga ahli klaster industri kelapa sawit 1. PT Sucofindo, Unit Agribisnis 2. Universitas Sumatera Utara & Universitas Nommensen 3. Dinas Perkebunan SUMUT PPKS 1. PPKS 2. Dinas Perindustrian & Perdagangan SUMUT 4. Sabarida Silalahi, S.Si Kepala Laboratorium PPKS Pangan dan Mutu 5. Ir. M. Syarif Lambaga, M.Si Manajer Divisi HACCP Lembaga Sertifikasi Mutu, PT. Mutu Agung Lestari 6. Ir. Rediman Silalahi Manajer Unit Bisnis PKS PTP. Nusantara III Rambutan 7. Ir. Wagino Masinis Kepala PKS Rambutan PTP. Nusantara III 8. Ir. Suyono Kepala Laboratorium, PTP. Nusantara III PKS Rambutan 1. Ir. Pudjianto General Manajer /Kepala PT. Astra Agro Lestari, Tbk Divisi 2. Ir. Darwin Hasibuan Deputi Manajer Pabrik PT. Astra Agro Lestari, Tbk 3. Makmur Effendi Asisten Quality Assurance PT. Astra Agro Lestari, Tbk 4. Ir. Irwanto Asisten SHE PT. Astra Agro Lestari, Tbk 24

40 ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya. Metode Pembobotan AHP Metode pembobotan untuk analisis data pada survei konsumen dan strategi pengendalian mutu menggunakan pembobotan pairwise comparison AHP. AHP (Analytical Hierarchy Process) merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pengambilan suatu keputusan. Metoda AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty (1993), yang ditujukan untuk memodelkan problemaproblema tidak terstruktur, baik untuk bidang ekonomi, sosial maupun manajemen. Proses Hierarki Analitik ini merupakan suatu model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefenisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Menurut Saaty (1993), terdapat tiga prinsip dasar Proses Hierarki Analitik, yaitu sebagai berikut : a. Menggambarkan dan menguraikan secara hierarkis (menyusun secara hierarki) persoalan-persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah. b. Pembedaan prioritas dan sintesis, yang kita sebut dengan penetapan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut tingkat relatif kepentingannya. c. Konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembobotan pairwise comparison adalah sebagai berikut : 1. Penilaian kriteria dan alternatif Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1993), untuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah 25

41 skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai dan defenisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty Identitas Defenisi Nilai Kepentingan 1 Kedua elemen sama penting 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting (kebalikannya bernilai 1/3) 5 Elemen yang satu essensial atau sangat penting (kebalikannya bernilai 1/5) 7 Satu elemen jelas lebih penting (kebalikannya bernilai 1/7) 9 Satu elemen mutlak lebih penting (kebalikannya bernilai 1/9) 2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan (kebalikannya 1/2, 1/4, 1/6, 1/8) Sumber : Saaty, Penentuan Prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan memanipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik. 3. Konsistensi Logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Untuk menentukan bobot atau prioritas dengan jalan menentukan nilai eigen (eigenvector) yang dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut : a. Penyelesaian dengan manipulasi matriks Prosedur untuk mendapatkan nilai eigen adalah : 1) Kuadratkan matriks tersebut. 2) Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi. 3) Hentikan proses ini bila perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu. b. Penyelesaian dengan persamaan matriks Langkah-langkah untuk menentukan besarnya bobot adalah : 26

42 1) Langkah 1 : Wi / Wj = aij (i, j = 1,2,...,n) Wi = bobot input dalam baris Wj = bobot input dalam lajur 2) Langkah 2 : Wi = aij Wj (i, j = 1,2,...,n) Untuk kasus-kasus umum mempunyai bentuk : w i 1 = n n j= i a ij w j (i, j = 1,2,...,n) Wi = rataan dari a i1 w1,...,a in w n 3) Langkah 3 : Bila perkiraan a ij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah w i /w j. Jika n juga berubah maka n diubah menjadi λ maks sehingga diperoleh : w i 1 = λ maks n j= 1 Perhitungan Consistency Ratio (CR) CI CR = RI Dimana : CI ( p n) CI = ( n 1) RI P N a ij w = konsistensi indeks j (i, j = 1,2,...,n) = indeks random yang didapat dari tabel Oarkridge = nilai rata-rata consistency vector = banyaknya alternatif atau kriteria Tabel 6. Nilai Indeks Random (RI) Ukuran Matriks Indeks Random (RI) Ukuran Matriks Indeks Matriks (MI) ,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1, ,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59 Sumber : Oarkridge Laboratory dalam Marimin (2004) 27

43 Penggabungan Pendapat Responden Pada dasarnya, AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun demikian dalam aplikasinya penilaian criteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisipliner. Konsekwensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu per satu. Pendapat yang konsistensi tersebut digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik (Marimin, 2004). X G = n n π x i Dimana : X G = rata-rata geometrik n = jumlah responden x i = penilaian oleh responden ke-i Metode Quality Function Deployment (QFD) Quality Function Deployment (QFD) merupakan metode perencanaan dan pengembangan produk secara terstruktur yang memungkinkan perusahaan mendefenisikan secara jelas kebutuhan dan harapan pelanggan dan mengevaluasi kemampuan produk atau jasa secara sistematik untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan tersebut. QFD juga merupakan suatu praktek untuk perbaikan proses yang memungkinkan perusahaan memenuhi harapan pelanggan. Menurut Sullivan (1986), manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan Quality Function Deployment (QFD) adalah sebagai berikut : a. Customer-focused, yaitu mendapatkan input dan umpan balik dari pelanggan mengenai kebutuhan dan harapan pelanggan. Hal ini penting karena performansi suatu perusahaan tidak akan terlepas dari pelanggan apalagi bila para pesaing juga melakukan hal yang sama. b. Time-efficient, yaitu mengurangi waktu pengembangan produk. Dengan menerapkan QFD maka program pengembangan produk akan difokuskan pada kebutuhan dan harapan pelanggan. c. Time-oriented, yaitu menggunakan pendekatan yang berorientasi pada kelompok. Semua keputusan didasarkan pada consensus dan keterlibatan semua orang dalam diskusi dan pengambilan keputusan dengan teknik brainstorming. 28

44 d. Documentation-oriented, yaitu menggunakan data dan dokumentasi yang berisi semua proses dan seluruh kebutuhan dan harapan pelanggan. Data dan dokumentasi ini digunakan sebagai informasi mengenai kebutuhan dan harapan pelanggan yang selalu diperbaiki dari waktu ke waktu. Survei konsumen dianalisis menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD) yang diaplikasikan dengan Matriks House of Quality (HOQ). Matriks House of Quality (HOQ) digunakan untuk melihat harapan dan keinginan konsumen terhadap produk CPO dan minyak goreng serta keterkaitannya dengan aktivitas proses. Rumah Mutu Perusahaan X (House of Quality) dapat dilihat pada Gambar 5. 29

45 E. Technical Correlations Tingkat kepentingan (Bobot konversi) C. Technical Response (Tanggapan atas karakteristik proses) Perusahaan X Target Rasio perbaikan Bobot Persentase bobot Harapan Konsumen A. Customer Needs and Benefits (Harapan Pelanggan) D. Relationship (Tanggapan atas kebutuhan pelanggan) B. Planning Matrix (Riset pasar & rencana strategik) Perusahaan X Prioritas Teknis Target Teknis F. Technical Matrix (Prioritas tanggapan teknis, dan target teknis) Gambar 5. Ilustrasi Rumah Mutu Perusahaan X Tahapan pembuatan Rumah Mutu (House of Quality) untuk industri CPO dan minyak goreng adalah sebagai berikut : A. Customer Needs and Benefits (harapan pelanggan) Tahap ini merupakan tahap untuk mendefenisikan harapan konsumen dan mengukur atribut-atribut mutu produk yang menjadi prioritas dengan cara pembobotan. Data untuk tahap ini diperoleh dari kuesioner dan wawancara 30

46 langsung kepada konsumen, serta berdasarkan studi literatur. Penilaian kuisioner menggunakan skala 5 (Likert). Data yang diperoleh kemudian dihitung dengan cara : (N1 x 1) + (N2 x 2) + (N3 x 3) + (N4 x 4) + (N5 x 5) Ket : N1 = Jumlah responden dengan jawaban sangat tidak puas N2 = Jumlah responden dengan jawaban tidak puas N3 = Jumlah responden dengan jawaban cukup puas N4 = Jumlah responden dengan jawaban puas N5 = Jumlah responden dengan jawaban sangat puas Langkah-langkah yang ditempuh untuk mendapatkan tingkat kepuasan konsumen adalah sebagai berikut : 1) Mencari nilai indeks maksimum (NI maks) dan nilai indeks minimum (NI min) kemudian menghitung range (NI maks NI min). Nilai indeks maksimum = Total nilai maksimum Bobot jawaban tertinggi Nilai indeks minimum = Total nilai minimum Bobot jawaban terendah Range = Nilai indeks maksimum Nilai indeks minimum 2) Membuat interval kelas, yaitu : menentukan selang tingkat kepuasan dari atribut mutu produk yang dinilai. Disini terlebih dahulu dihitung panjang interval kelas. Panjang interval kelas = Range Jumlah interval kelas B. Planning Matrix (Riset pasar dan rencana strategik) Planning matrix merupakan informasi mengenai tiga hal, yaitu : (1) data pasar secara kuantitatif yang menunjukkan tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan perusahaan, (2) penggunaan rencana 31

47 strategik (target yang diharapkan perusahaan), serta (3) seberapa besar perbaikan yang perlu dilakukan perusahaan terhadap mutu produknya. Penilaian masih menggunakan skala likert menurut data sekunder yang diperoleh dari perusahaan. Nilai yang diperoleh pada tahap ini dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Rasio perbaikan = target nilai / skor evaluasi Bobot = rasio perbaikan x tingkat kepentingan atribut %bobot = bobot/total bobot x 100% C. Technical Response (Tanggapan atas karakteristik proses) Technical Response merupakan tahap untuk menentukan aktivitas proses yang terkait dengan spesifikasi dan harapan konsumen. Penentuan aktivitas proses dilakukan oleh para pakar dengan teknik brainstorming dan studi literatur. D. Relationship (Tanggapan atas kebutuhan pelanggan) Relationship merupakan pertimbangan tentang hubungan yang kuat atau lemah antara kebutuhan dan harapan pelanggan terhadap technical response (karakteristik proses). Tujuan dari membangun hubungan keterkaitan adalah untuk menunjukkan karakteristik proses yang memiliki hubungan paling berarti dengan atribut mutu produk, sehingga pada saat matriks sudah selesai dan analisa dilakukan dapat ditentukan karakteristik proses mana yang harus mendapat perhatian utama. Hubungan antara harapan konsumen dan karakteristik proses dapat dinyatakan dengan menggunakan lambang-lambang, yaitu sebagai berikut : = 10 = melambangkan hubungan kuat = 5 = melambangkan hubungan sedang = 1 = melambangkan hubungan lemah E. Technical Correlations Technical Correlations merupakan informasi mengenai hubungan antara elemen-elemen technical response (karakteristik proses). Beberapa karakteristik proses memiliki proses keterkaitan antara satu dengan lainnya. Pemberian tindakan pada karakteristik proses dapat mengakibatkan perubahan 32

48 pada karakteristik proses yang terkait lainnya, baik perubahan searah (positif) maupun perubahan berlawanan arah (negatif). Hubungan keterkaitan antara elemen-elemen technical response (karakteristik proses) dinotasikan dengan lambang sebagai berikut : 1) Hubungan kuat positif (++) Hubungan kuat positif merupakan hubungan searah yang kuat, dimana bila salah satu karakteristik proses memiliki ketergantungan terhadap proses yang lain (proses sebelumnya sangat menentukan mutu produk yang dihasilkan untuk proses selanjutnya). 2) Hubungan positif (+) Hubungan positif merupakan hubungan searah namun ketergantungannya tidaklah sekuat hubungan pada poin 1, dimana proses sebelumnya memiliki pengaruh sedang dalam penentuan mutu untuk proses selanjutnya. 3) Hubungan negatif (-) Hubungan negatif merupakan hubungan tidak searah, yaitu apabila proses yang satu tidak terlalu mempengaruhi mutu produk untuk proses selanjutnya. 4) Hubungan kuat negatif (--) Hubungan kuat negatif merupakan hubungan tidak searah yang kuat, dimana proses yang satu tidak memiliki hubungan ketergantungan dalam penentuan mutu produk yang dihasilkan. Korelasi ini perlu diperhatikan karena dengan adanya hubungan korelasi ini dapat diketahui usaha yang bisa dilakukan untuk memperbaiki suatu karakteristik proses dalam rangka meningkatkan kepuasan konsumen dan pengaruhnya terhadap karakteristik proses yang lain. F. Technical Matrix (Prioritas tanggapan teknis dan target teknis) Technical Matrix berisi informasi mengenai tingkat kepentingan tanggapan teknis berdasarkan kebutuhan dan harapan pelanggan, serta nilai relatif dari karakteristik proses yang menjadi target performansi teknis yang harus dicapai perusahaan. 33

49 Nilai tingkat kepentingan karakteristik proses ke-y = (Bobot konversi tiap atribut x karakteristik proses ke-y) Nilai relatif karakteristik proses ke-y = Tingkat kepentingan proses Jumlah total nilai kepentingan Metode Self Assessment Data yang diperoleh dari kuesioner di perusahaan mengenai penilaian ISO 9001 dan SMKP akan dianalisis menggunakan metode modifikasi self assessment (Johnson, 1993) dengan tujuan untuk menilai sejauh mana penerapan SMM ISO 9001 dan SMKP yang telah diterapkan oleh industri. Tahapan penilaian dari metode modifikasi self assessment adalah sebagai berikut : a. Jawaban dari setiap pertanyaan dinilai berdasarkan isian kuesioner. Setiap jawaban mempunyai jangkauan penilaian 0 (untuk jawaban tidak) dan 1 (untuk jawaban ya). Bila pertanyaan ditanyakan berulang pada bagian yang berbeda, maka nilainya adalah 0,5. b. Setiap unsur mempunyai nilai maksimum yang merupakan nilai maksimum unsur jika setiap elemen diterapkan. c. Nilai setiap unsur yang diterapkan dibandingkan dengan nilai maksimum setiap unsur. d. Dilakukan interpretasi terhadap nilai penerapan yang diperoleh perusahaan, yaitu sebagai berikut : Nilai penerapan < 50 % nilai maksimum = tidak dipenuhi Nilai penerapan = 50 % nilai maksimum = dipenuhi sebagian Nilai penerapan > 50 % nilai maksimum = dipenuhi. Interpretasi penilaian penerapan SMM ISO 9001 dan SMKP yang telah diperoleh kemudian dianalisa. Metode Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), 34

50 namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis (Rangkuti, 2000), yaitu sebagai berikut : a. Tahap Pengumpulan Data Tahap ini pada dasarnya tidak hanya berupa pengumpulan data, tapi juga pengklasifikasian dan pra-analisis data. Pada tahap ini, data yang diperoleh dapat dibagi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, seperti : analisis pasar, analisis kompetitor, analisis komunitas, analisis pemerintah, analisis pemasok, dan sebagainya, sedangkan data internal diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri, seperti : laporan keuangan, laporan sumber daya manusia, laporan kegiatan operasional, laporan kegiatan pemasaran, dan sebagainya. Data yang diperoleh dimodelkan ke dalam matriks, yang terdiri atas matriks faktor strategi eksternal (Matriks EFE) dan matriks faktor strategi internal (Matriks IFE). Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting, sedangkan matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi faktorfaktor eksternal yang berkaitan dengan peluang dan ancaman bagi perusahaan. Kedua matriks tersebut kemudian akan digabungkan ke dalam satu matriks yang disebut matriks IE (internal-eksternal). Tujuan matriks ini adalah untuk memperoleh data strategi yang lebih detail (Rangkuti, 2000). b. Tahap Analisis Setelah data yang diperlukan diperoleh, selanjutnya akan dilakukan tahap analisis data. Tahap analisis ini menggunakan model Matriks SWOT, dimana matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Model Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini. 35

51 Menurut David (2002), matriks TOWS (Threats-Opportunities- Weakness-Strengths) atau yang lebih dikenal dengan matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting, yang membantu manajer untuk mengembangkan empat tipe strategi, dimana matriks ini dapat mengembangkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Keempat strategi tersebut adalah sebagai berikut : 1) Strategi S-O, strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan. 2) Strategi W-O, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahankelemahan internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. 3) Strategi S-T, strategi ini berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal dengan menggunakan kekuatan yang dimilikinya. 4) Strategi W-T, strategi ini merupakan suatu cara untuk bertahan dengan mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman. c. Tahap Pengambilan Keputusan Setelah dilakukan tahap pengumpulan data dan dianalisa maka akan diperoleh suatu kesimpulan yang berupa alternatif pengambilan keputusan sebagai alat strategi bagi perusahaan. Faktor Internal Faktor Eksternal OPPORTUNITIES (Peluang) 3 THREATS (Ancaman) 4 Tabel 7. Model Matriks SWOT STRENGHTS (Kekuatan) 1 SO Gunakan kekuatan untuk mengambil manfaat dari peluang yang ada ST Gunakan kekuatan untuk menangkis ancaman WEAKNESSES (Kelemahan) 2 WO Mengatasi kelemahan dengan mengambil manfaat dari peluang yang ada WT Mengatasi ancaman dan memperbaiki kelemahan Sumber : David,

52 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PKS RAMBUTAN, PT.PERKEBUNAN NUSANTARA III (Persero) Sejarah Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) merupakan salah satu dari 14 badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Pembentukan perusahaan ini mempunyai lintasan sejarah yang diawali dengan proses pengambil-alihan perusahaan untuk perkebunan Belanda pada tahun 1958 oleh pemerintah RI yang dikenal sebagai proses Nasionalisasi perusahaan perkebunan asing menjadi perusahaan perseroan negara (PPN). Embrio yang turun membentuk perusahaan berasal dari NU Rubber Culture Maatchappij Amsterdam (RCMA) dan NU Culture Kij de Oeskut (CMO) yang merupakan perusahaan perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia sejak zaman kolonial pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Langkah awal perusahaan dimulai pada tahun 1958 dengan nama perusahaan perkebunan negara baru cabang SUMUT (PPN Baru). Setelah mengalami beberapa kali perubahan, bentuk/status badan hukum sejalan dengan undang-undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang ada. Pada tahun 1968 PPN tersebut di re-organisasikan menjadi beberapa kesatuan perusahaan negara perkebunan (PNP) yang selanjutnya pada tahun 1974 bentuk hukumnya dialihkan menjadi PT. Perkebunan (Persero). Dalam rangka menunjukkan efektifitas dan efisiensi terhadap kegiatan usaha BUMN, pemerintah telah mencanangkan program re-strukturisasi BUMN, subsektor perkebunan melalui penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan perampingan struktur organisasi. Diawali dengan langkah penggabungan manajemen pada tahun 1994, 3 (tiga) BUMN perkebunan yang terdiri dari PT. Perkebunan III (Persero), PT. Perkebunan IV (Persero) dan PT. Perkebunan V (Persero) disatukan pengelompokannya oleh Direksi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Selanjutnya melalui peraturan pemerintah No. 8 tahun 1996, tanggal 14 Februari 1996 ketiga perusahaan tersebut yang wilayah kerjanya berada di propinsi Sumatera Utara digabungkan menjadi satu 37

53 perusahaan dengan nama PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) yang berkedudukan di Medan, Sumatera Utara. Perusahaan bergerak di bidang usaha perkebunan dengan komoditas utama (core bisnis) kelapa sawit dan karet. Perusahaan memiliki lahan perkebunan yang didukung dengan pabrik pengolahan untuk masing-masing komoditas tersebut. Selain itu perusahan juga memiliki fasilitas pengolahan industri hilir karet. Lahan perkebunan perusahan tersebut di Propinsi Sumatera Utara seluas Ha dalam pengolahan perusahaan, sedangkan bahan baku untuk pabrik kelapa sawit dan pabrik karet berasal dari kebun sendiri, kebun plasma maupun pihak lain. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan merupakan salah satu pabrik kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Letak Pabrik PKS Rambutan merupakan salah satu dari 11 PKS yang dimiliki PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Pabrik kelapa sawit (PKS) Rambutan dibangun tahun 1983 yang berlokasi di Desa Paya Bagas Kecamatan Rambutan, Kotamadya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara dengan kapasitas olah 30 ton/jam. Sumber bahan baku (TBS) berasal dari kebun seinduk dan kebun pihak ketiga terutama Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang berada di daerah Serdang Bedagai/Deli Serdang sekitarnya. Struktur Organisasi Perusahaan Untuk mendukung kelancaran pengoperasian, PKS Rambutan mempunyai tenaga kerja/karyawan sebanyak 227 orang dengan perincian karyawan pimpinan delapan orang, karyawan pengolahan 84 orang, karyawan laboratorium/sortasi 33 orang, karyawan bengkel 38 orang, karyawan dinas sipil 15 orang, karyawan administrasi 17 orang, karyawan bagian umum/hansip 24 orang, dan karyawan bagian produksi delapan orang. Adapun struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 3. 38

54 Produk dan Bahan Baku PKS Rambutan merupakan pabrik yang mengolah kelapa sawit menjadi CPO (crude palm oil) atau minyak sawit kasar. Sumber TBS (Tandan Buah Segar) sebagai sumber bahan baku yang masuk ke PKS Rambutan adalah berasal dari kebun seinduk dan pihak ketiga. Sumber TBS dari kebun seinduk berasal dari delapan kebun kelapa sawit, yaitu : Kebun Rambutan, Kebun Tanah Raja, Kebun Gunung Pamela, Kebun Gunung Monako, Kebun Sarang Gitting, Kebun Silau Dunia, Kebun Sei Putih, dan Kebun Gunung Para, sedangkan dari pihak ketiga berasal dari PIR dan Pembelian TBS pihak ketiga. Buah yang berasal dari kebun seinduk merupakan TBS, namun dari pihak ketiga hanya berupa brondolan saja. Dari perkiraan keseluruhan, buah yang berasal dari pihak ketiga hanya berkisar 5-10 % dari total bahan baku yang dibutuhkan PKS. Proses Produksi CPO PKS Rambutan mengolah tandan buah segar (TBS) menjadi crude palm oil (CPO) dan kernel. Untuk mengolah TBS menjadi crude palm oil (CPO) dan kernel, PKS Rambutan memiliki 10 stasiun kerja yang saling terkait, yaitu : Stasiun Penerimaan TBS dan Pengiriman Produksi, Stasiun Loading Ramp, Stasiun Rebusan, Stasiun Thresing, Stasiun Pressing, Stasiun Klarifikasi, Stasiun Kernel, Stasiun Water Treatment, Stasiun Water Plant, Stasiun Fat-fit dan Effluent. Kapasitas pabrik disesuaikan dengan kapasitas alat pengempaan, yaitu 30 ton/jam. Diagram alir proses produksi CPO di PKS Rambutan dapat dilihat pada Lampiran Stasiun Penerimaan TBS Pada stasiun ini, dilakukan proses penerimaan TBS, yang bertujuan untuk memperoleh catatan waktu dan jumlah produk yang masuk dan dibongkar di loading ramp sesuai dengan kapasitas olah dan tidak dibenarkan membongkar TBS di pohon. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan terdiri atas alat angkut TBS, timbangan dan loading ramp. Prosedur kerja di stasiun penerimaan TBS adalah sebagai berikut : 39

55 a. Penerimaan TBS harus disertai dengan surat pengantar buah yang berisikan : asal TBS, tahun tanam, jumlah tandan, tanggal panen, jam berangkat dan ditandatangani oleh pengirim. b. Penerimaan TBS disesuaikan dengan waktu olah dan kapasitas pabrik. c. Alat angkut TBS terlebih dahulu ditimbang, dicatat tanggal, jam tiba, dan hasil timbangan (bruto). d. TBS dibongkar di loading ramp. e. Alat angkut TBS ditimbang kosong (tarra), sehingga diketahui berat netto. Berat netto adalah berat bruto dikurangi berat tarra. f. Penimbangan dan pencatatan hasil penimbangan diserahkan kepada pemasok yang bersangkutan (sesuai dengan formulir yang berlaku). g. Hasil penimbangan TBS dibukukan dalam buku produksi. 2. Stasiun Loading Ramp Loading ramp adalah tempat penampungan sementara dan pemindahan tandan buah ke dalam rebusan (sterilizer). Tandan buah ditaruh pada tiap-tiap sekat (bays) dan diatur dengan pintu-pintu lain dengan isian sesuai kapasitas. Pengisian bays tidak boleh terlalu penuh karena dapat mengakibatkan hal-hal berikut : 1. Pintu dan penahan buah membengkok. 2. Tandan dan buah brondol dapat jatuh ke bawah 3. Dapat menyulitkan penurunan tandan buah ke dalam lori. Formatted: Bullets and Numbering Formatted: Bullets and Numbering Hal tersebut diatas dapat mengakibatkan kerugian produksi, yaitu kenaikan losis dan kenaikan ALB. Loading ramp PKS Rambutan berjumlah satu unit (12 bays) dengan kapasitas loading ramp sebesar 144 ton. Pada stasiun ini terjadi proses sortasi, yaitu pemilihan TBS yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan PKS. Tujuan sortasi adalah untuk menjamin bahan baku TBS kelapa sawit yang diterima di pabrik sesuai kriteria yang sudah ditentukan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan antara lain gancu, sekop, timbangan, buku sortasi, dan surat pengantar buah. 40

56 Tabel 8. Kriteria kematangan TBS, persyaratan mutu dan komposisi panen yang ideal (Instruksi Kerja Bagian Sortasi PKS Rambutan PTP. N III, 2005) Fraksi Kematangan Buah luar membrondol Komposisi panen ideal Fraksi 00 Fraksi 0 Fraksi 1 Fraksi 2 dan 3 Fraksi 4 dan 5 Sangat mentah Mentah Kurang matang Matang Lewat matang Tidak ada 0 12,5 % 12,50 25 % 25 % - 75 % 75 % % dan buah dalam ikut membrondol Tidak boleh ada Tidak boleh ada Maksimal 20 % Maksimal 68 % Maksimal 12 % Fraksi 4 + Fraksi5 Brondolan = 7% + % 2 Catatan : 7% adalah brondolan dari Fraksi 0,1,2 dan 3. Apabila persentase brondolan kurang dari perhitungan maka setiap penurunan/ kekurangan brondolan 1% maka rendemen turun sebesar 0,5 %. Prosedur pelaksanaan sortasi adalah sebagai berikut : 1. Buah yang disortasi hanyalah buah segar (TBS) yang diserahkan pada hari yang sama ke pabrik. 2. Truk yang mengangkut TBS yang akan disortasi dipilih secara acak (random) dari setiap afdeling oleh asisten laboratorium dan secara insidentil ditetapkan manajer. 3. Buah yang disortasi adalah 5-10 % dari produksi atau minimal 1 truk dari setiap afdeling. Buah pihak ketiga (plasma, pembelian, dan titip olah) disortasi seluruhnya. 4. Hasil dari sortasi berlaku umum untuk semua produksi TBS afdeling bersangkutan pada hari yang sama. 3. Stasiun Perebusan (Sterilizer) Dari loading ramp, TBS dimasukkan ke dalam lori rebusan, kemudian lori dimasukkan ke dalam rebusan (sterilizer) untuk direbus dengan tujuan berikut ini : - Memudahkan brondolan lepas dari tandan - Melunakkan buah sehingga mudah diaduk - Menonaktifkan enzim-enzim yang merusak mutu minyak Formatted: Bullets and Numbering 41

57 - Menggumpalkan zat putih telur dalam buah agar pemurnian minyak mudah dilakukan. - Melunakkan inti dari cangkang. Perebusan dilaksanakan dengan kondisi operasi sebagai berikut : - Tekanan uap 2.8 sampai dengan 3.0 kg/cm 2. - Waktu merebus menit (siklus perebusan) - Sistem merebus 3 puncak, puncak pertama dengan tekanan 1 kg/cm 2, puncak kedua sampai 2 kg/cm 2 dan puncak ketiga kg/cm 2. - Pada puncak ketiga, waktunya menit, dimana lamanya tergantung pada kondisi buah (buah segar 45 menit, buah menginap 35 menit). Tujuan cara merebus sistem tiga puncak adalah sebagai berikut : - Tahap pertama adalah pembuangan udara dan penguapan air dari tandan buah (air kondensat). - Tahap kedua, untuk pematangan dan melunakan daging buah. Cara ini dilakukan untuk memperoleh hasil rebusan buah yang sempurna, mengingat kerapatan brondolan dalam tandan buah semakin padat atau solid. Untuk mencapai kematangan perebusan brondolan bagian dalam diperlukan panas yang cukup. Pembuangan air kondensat dan udara pada puncak pertama dan kedua harus benar-benar sampai habis. Perebusan yang kurang sempurna akan mengakibatkan brondolan sukar lepas dari tandan, kehilangan brondolan di janjang kosong naik, buah yang kurang matang memerlukan perebusan ulang, pengepresan lebih sulit, inti kurang lekang dari cangkangnya, kehilangan minyak dalam air kondensat tinggi, serta kehilangan minyak dalam janjang kosong naik. 4. Stasiun Penebahan (Thresing) dan Pengadukan (Digester) Setelah direbus tandan buah dimasukkan kedalam alat penebah (thresher). Tujuannya untuk melepaskan brondolan dari janjangan. Proses perontokan berlangsung akibat terbantingnya berulang-ulang tandan buah di dalam alat penebah, yang berputar dengan kecepatan ± 23 rpm. 42

58 Dalam penggunaan alat penebah, hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : - Sewaktu diputar, tandan buah dalam alat penebah harus dapat mencapai ketinggian yang maksimal sebelum jatuh. - Pengaturan buah yang masuk ke dalam alat penebah disamakan dengan kapasitas alat, sehingga tidak terjadi kelebihan kapasitas. Hal yang menyebabkan hasil penebahan kurang sempurna antara lain : - Tandan buah dari lapangan mentah - Tandan buah kurang masak dalam perebusan - Susunan brondolan dalam tandan sangat rapat dan padat sehingga uap tidak dapat mencapai bagian dalam tandan. - Pengeluaran udara kurang sempurna. Setelah terjadi penebahan di alat penebah (thresher), selanjutnya brondolan dimasukkan ke dalam alat pengadukan (digester). Brondolan yang telah rontok pada proses penebahan, selanjutnya dimasukkan kedalam alat pengaduk/digester. Di dalam alat pengaduk, brondolan diremas/dilumat dengan pisau pengaduk yang diputar sambil dipanaskan. Proses pengadukan berlangsung akibat adanya gesekan antara pisau brondolan dan adanya tekanan gaya berat dari brondolan yang terisi penuh dalam alat pengaduk. Tujuan dari proses pengadukan adalah mendapatkan massa adukan yang homogen agar mudah diproses dalam pengepresan. Pengadukan dilaksanakan dalam kondisi sebagai berikut : - Ketel adukan selalu dalam keadaaan penuh. - Suhu o C. - Waktu pengadukan ± ½ jam. Jika kondisi ini tidak terpenuhi, massa adukan akan sulit dikempa/dipress, dan akibatnya kehilangan minyak dalam ampas semakin tinggi. 5. Stasiun Pengempaan (Pressing) Setelah terjadi pengadukan di digester, brondolan tersebut dimasukkan ke dalam alat pengempaan. Tujuan pengempaan adalah semaksimal mungkin memisahkan minyak yang ada dari massa adukan pada tingkat tekanan 43

59 tertentu. Minyak kasar yang diperoleh dialirkan ke stasiun klarifikasi untuk dijernihkan atau dimurnikan, sedangkan ampas diteruskan ke depericarper. Pengempaan dilakukan pada kondisi sebagai berikut : - Suhu massa yang diproses o C - Tekanan pengempaan bar (tergantung pada jenis kempa) - Penambahan air panas dengan suhu 95 o C sebanyak 12 20% terhadap berat TBS. Penambahan air panas harus dapat memenuhi ketentuan cairan yang diinginkan pada proses pemurnian di klarifikasi, yakni di countinous settling tank (CST). Hal yang dapat menyebabkan pengepresan kurang sempurna adalah buah kurang matang, pengadukan tidak sempurna, dan screw press sudah aus. Akibat dari ketidaksempurnaan pengepresan dapat menimbulkan kehilangan minyak pada ampas naik, kehilangan minyak pada biji naik, dan inti pecah naik. 6. Stasiun Pemurnian Minyak (Klarifikasi) Minyak kasar yang keluar dari alat pengempaan dialirkan ke stasiun klarifikasi melalui sand trap tank, yang berfungsi sebagai penangkap pasir dan vibro separator untuk menyaring benda-benda kasar dari cairan. Crude oil dipompakan ke VCT (Vertical Clarifier Tank) untuk memisahkan sebagian minyak dari sludge dengan perbedaan bobot jenis dengan suhu o C. Minyak yang berada di bagian atas dialirkan ke oil tank, selanjutnya ke oil purifier untuk memisahkan sisa air yang masih ada dan kemudian dipompakan ke tangki timbun. Dari VCT, cairan sludge dialirkan ke dalam tangki sludge dengan suhu harus tetap dipertahankan o C. Selanjutnya cairan sludge dialirkan ke sludge separator melalui pre-cleaner dan strainer. Pre-cleaner berfungsi menghilangkan panas dari cairan, sedangkan strainer berfungsi menghilangkan serat-serat halus (NOS/non oil solid). Sludge separator dioperasikan dengan kondisi suhu cairan sludge o C dan cairan yang diolah sesuai dengan kapasitas alat. Hal-hal yang menyebabkan sludge separator tidak bekerja dengan sempurna adalah sebagai berikut : - Suhu cairan rendah, dibawah 90 o C. 44

60 - Brush stasioner sudah rusak atau tidak berfungsi dengan baik - Alat dalam keadaan kotor atau aus. Akibat hal tersebut kehilangan minyak dalam sludge akan naik. Cairan sludge selanjutnya akan dialirkan ke dalam bak fat pit. Tujuannya adalah untuk mengutip kembali sisa minyak yang masih ada dalam sludge. Setelah itu, cairan sludge dibuang ke dalam pond untuk diproses sebelum dibuang. Sludge yang berada di bagian bawah akan dialirkan ke sludge tank untuk diolah ke sludge separator atau decanter. Pada penggunaan sludge separator, sludge tersebut harus melalui brush strainer dan sand cyclone untuk memisahkan serabut dan pasir. Selanjutnya sludge tersebut diproses di sludge separator untuk memisahkan minyak dari drab. Minyak yang diperoleh dipompakan kembali ke VCT, drab dialirkan ke fat pit. Dari fat pit dialirkan ke deoling pond dan minyak yang diperoleh dikembalikan ke recovery tank. Jika menggunakan decanter, vibro separator yang dipakai adalah single deck ukuran 20 mesh. Minyak kasar dari vibro separator ditampung dalam bak minyak kasar (crude oil) kemudian dialirkan ke decanter. Kegunaan decanter adalah memisahkan serat-serat halus (non oil solid) yang terkandung dalam minyak kasar. Serat halus berasal dari serat atau ampas dari buah mentah yang terputus-putus pada waktu pengepresan. Dengan berkurangnya serat halus, cairan minyak tidak akan kental sehingga proses pemisahan di dalam VCT akan lebih sempurna. Pengoperasian decanter dilaksanakan dengan kondisi suhu minyak kasar o C dan putaran motor penggerak 1500 rpm dan scroll 250 rpm. Keuntungan menggunakan decanter ialah pengenceran dapat dikurangi menjadi 60% dan pendangkalan kolam limbah tidak akan terjadi. Di dalam VCT (Vertical Clarifier Tank), lumpur kotor (sludge) dipisahkan dari minyak. Prinsip pemisahan berlangsung didasarkan pada perbedaan bobot jenis. Minyak yang berat jenis lebih ringan akan naik, sedangkan cairan lumpur akan turun. Dalam pemisahan ini, kekeruhan cairan (viskositas) dan suhu cairan sangat memegang peranan penting, oleh karena itu pengenceran 45

61 dan pemanasan merupakan faktor penentu keberhasilan pemisahan atau pemurnian di klarifikasi. Pemisahan di dalam VCT memerlukan kondisi sebagai berikut : - Suhu cairan dalam VCT harus antara o C. - Untuk menghindari terbawanya kotoran dalam minyak, ketebalan lapisan minyak di permukaan tangki VCT diatur ± 60 cm VCT vertikal dan ± 40 cm VCT horizontal. - Pemanasan dilakukan dengan sistem coil pipa pemanas. Jika pemisahan VCT berjalan dengan sempurna, minyak yang keluar dari VCT ke tangki minyak (oil tank) memiliki kadar kotoran 0,3 0,4 %, kadar air 0,6 0,8 %, dan cairan sludge menjadi minyak %. Selanjutnya minyak dialirkan ke dalam oil purifier. Di dalam alat tersebut, kotoran dan air dipisahkan dari minyak sehingga kadar kotoran menjadi 0,1 0,2 % dan kadar air ± 0,4 %. Untuk meminimalkan air yang masih ada, minyak dialirkan ke dalam vacum drier dengan tekanan vakum mmhg. Minyak akan keluar dengan kadar air 0,1 0,2%. Minyak yang keluar dari vacum drier ini sudah memenuhi standar mutu. Keberhasilan proses pemurnian minyak sangat ditentukan oleh proses pemisahan di VCT dan berfungsinya alat vacum drier. Minyak yang keluar dari vacum drier dialirkan ke balance tank dan selanjutnya dipompakan ke tangki timbun. 7. Stasiun Kernel Melalui Cake Breaker Conveyor (CBC), ampas dialirkan ke ketel melalui blower untuk dipakai sebagai bahan bakar dan biji dialirkan ke depericarper. Bila persentase inti pecah tinggi, maka kehilangan inti pada ampas akan dihisap oleh blower. Pengolahan biji Tenera Biji yang telah pecah di masukkan ke dalam pneumatic separator, abu dan cangkang dihisap ke hopper cangkang, crack mixture yang belum terpisah masuk kedalam sistem pemisah inti basah (hydrocyclone atau claybath). Alat ini bekerja dengan sistem perbedaan biji. Inti dimasukkan ke dalam silo inti 46

62 untuk di keringkan, cangkang di masukkan ke hopper cangkang untuk bahan bakar ketel uap. Pengeringan inti dalam silo dilaksanakan sebagai berikut : - Pemanasan di lakukan dengan sistem tiga tingkat, dengan suhu atas 80 o C, tengah 70 o C dan bawah 60 o C. - Waktu pengeringan ± 24 jam. Inti sawit kering dibersihkan dengan blower, kemudian yang telah kering ditimbang selanjutnya dikirim ke gudang inti. Mutu inti akan baik jika proses pengolahan biji mulai dari perebusan buah sampai pengeringan dan penghisapan kotoran dilaksanakan dengan baik. Biji yang sudah dipoles keluar dari polishing drum melalui timba biji atau destoner dimasukkan ke dalam hopper. Di hopper diumpan ke dalam ripple mill untuk dipecah. Pemecahan dalam ripple mill adalah dengan cara menjepit biji diantara rotor ban dan dinding yang bergerigi. Pengolahan Biji Dura Biji yang sudah dipoles keluar dari polishing drum melalui timba biji atau destoner dimasukkan ke dalam silo biji. Dari silo biji melalui shaling grate diumpan ke dalam unit grading drum untuk pemisahan fraksi sampah, kecil, sedang, dan besar. Fraksi kecil, sedang, dan besar dimasukkan ke dalam cracker untuk pemecahan. Pemecahan dalam nut cracker adalah berdasarkan lemparan biji ke dalam dinding cracker ripple mill, yakni dengan cara menjepit biji diantara rotor ban dan dinding yang bergerigi. Biji yang telah pecah dimasukkan ke dalam pneumatic separator, abu dan cangkang dihisap ke hopper cangkang, cracker mixture yang belum terpisah masuk ke dalam inti basah hydrocyclone atau claybath. Alat ini bekerja dengan sistem perbedaan bobot jenis. Inti dimasukkan ke silo inti untuk dikeringkan, cangkang dimasukkan ke hopper cangkang untuk bahan bakar ketel uap. Pengeringan inti dalam silo dilaksanakan sebagai berikut : - Pemanasan dilakukan dengan sistem tiga tingkat, dengan suhu atas 80 o C, tengah 70 o C dan bawah 60 o C. - Waktu pengeringan ± 24 jam. Inti sawit kering dibersihkan dengan blower, kemudian yang telah kering ditimbang selanjutnya dikirim ke gudang inti. Mutu inti akan baik jika proses 47

63 pengolahan biji mulai dari perebusan buah sampai pengeringan dan penghisapan kotoran dilaksanakan dengan baik. 8. Stasiun Water Treatment (Stasiun Pemurnian Air) PKS Rambutan memanfaatkan air dari sungai Padang yang berjarak ± 1 km dari PKS Rambutan untuk memasok kebutuhan air. Air tersebut diperlukan untuk proses perebusan, pembangkit tenaga listrik, proses pembersihan, dan untuk perumahan. Air yang berasal dari sungai biasanya mengandung zat-zat padat yang harus dibersihkan terlebih dahulu. Perlakuan yang dilakukan pada air sungai sebelum dipergunakan terdiri dari sedimentasi, flokulasi, koagulasi, dan filtrasi. Proses pengolahan air terdiri dari hal-hal sebagai berikut : 1. Pengolahan air domestik Pengolahan air untuk kebutuhan domestik, baik yang bersumber dari air permukaan atau air bawah tanah dilaksanakan dengan tahapan: pengendapan, penyaringan, koagulasi dan flokulasi, desinfektan (proses klorinasi atau penambahan kaporit), penghilangan bau dengan menggunakan karbon aktif. 2. Pengolahan air ketel uap Pengolahan air untuk kebutuhan ketel uap, baik bersumber dari air permukaan atau air bawah tanah dilakukan dengan tahapan : a. Proses fisika (sedimentasi dan penyaringan) b. Proses kimiawi, dengan penggunaan bahan kimia untuk air umpan ketel dan untuk air ketel. 3. Proses penjernihan air dilakukan sebagai berikut : a. Proses koagulasi dilakukan pada clarifier tank dengan menginjeksikan bahan kimia soda ash, tawas dan flokulan, dimana pembubuhan soda ash digunakan untuk mengatur ph yang sesuai. b. Hasil penjernihan dari clarifier tank ditampung pada bak pengendapan. c. Air dari bak pengendapan, melalui sand filter dipompakan ke water tower. 4. Proses demineralisasi a. Proses demisi bertujuan untuk : Formatted: Bullets and Numbering Formatted: Bullets and Numbering 48

64 - menurunkan kesadahan air dengan menggunakan cation exch. - Menurunkan silica dengan menggunakan anion exch. Air yang sudah melalui proses demisi ditampung dalam feed tank yang nantinya digunakan sebagai air umpan ketel. Cat : Regenerasi cation unit dilakukan bila kadar kesadahan telah mencapai 2 ppm. regenerasi anion unit dilakukan bila kadar silica telah mencapai 5 ppm. b. Suhu air yang keluar dari feed tank minimum 70 o C. 5. Untuk menghilangkan O 2 terlarut (dissolved O 2 ), air umpan dari feed tank dipompakan ke deaerator untuk dipanasi hingga suhu o C. 6. Penggunaan bahan kimia (internal treatment) Air dari daerator dipompakan ke ketel uap dengan terlebih dahulu diinjeksikan bahan kimia internal yang bertujuan untuk menghindari terjadinya korosi pada ketel uap. Bahan kimia internal treatment : - oxigen scavanger - scale inhibitor - ph alkalinity (ph Boster) - sludge conditioner / disposant. 7. Untuk pengawasan mutu air, dilakukan pengambilan contoh sesuai kebutuhan dan dianalisis di laboratorium, hasilnya digunakan untuk perbaikan atas penyimpangan. 8. Bahan kimia yang digunakan untuk eksternal dan internal treatment harus diikuti dengan pemeriksaan bulanan oleh pemasok bahan kimia guna memastikan bahwa pemakaian bahan kimia tepat dosis sehingga mutu air boiler sesuai dengan standar. Pemasok harus memiliki teknisi yang ahli untuk memberikan rekomendasi untuk perbaikan dan penyempurnaan pengolahan air umpan boiler. Hasil pemeriksaan dan rekomendasi oleh teknisi ahli tersebut harus dilaksanakan setiap bulan, sesuai hasil kunjungan yang bersangkutan ke Formatted: Bullets and Numbering Formatted: Bullets and Numbering 49

65 pabrik terkait dan dibuat dalam laporan tertulis untuk diserahkan kepada direktur produksi, bagian teknologi, distrik, manajer, dan pabrik yang bersangkutan. 9. Stasiun Pembangkit Tenaga Listrik (Power Plant) Stasiun ini berfungsi sebagai penggerak peralatan pabrik, penerangan pabrik dan kantor serta perumahan. PKS Rambutan memiliki 2 (dua) unit Turbin Generator dan 2 (dua) unit Diesel Generator. Untuk menampung steam dari turbin terdapat 1 (satu) unit BPV (Back Pressure Vessel), yang berfungsi untuk mendistribusikan uap ke stasiun-stasiun yang memerlukan uap. 10. Stasiun Boiler (Pembangkit Tenaga Uap) Sumber uap di PKS Rambutan adalah Boiler. Uap tersebut digunakan untuk pembangkit tenaga listrik dan pemanasan. Boiler tersebut menggunakan bahan bakar fibre dan shell yang dihasilkan oleh stasiun Depericarper dan Kernel Recovery. Boiler berfungsi untuk menghasilkan steam dari pipa-pipa air, dimana di dalam boiler pipa-pipa air tersebut dipanaskan dengan mengalirkan udara panas dari hasil pembakaran di Refactory sehingga dibutuhkan untuk proses pembakaran. Udara dari boiler dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut : a. Udara primer : udara dipasok dari bawah rangka bakar (grate). b. Udara sekunder : udara dipasok melalui lorong masuk bahan bakar. Formatted: Bullets and Numbering Secara teori, sejumlah bahan bakar memerlukan udara agar pembakaran total tercapai. Udara lebih sebaiknya dihindarkan karena ini akan mendinginkan tungku masak dan operasi boiler jadi tidak efisien. Ada beberapa cara untuk menentukan apakah jumlah udara yang dipasok sudah mencukupi atau berlebihan, yaitu dengan cara berikut : a. Oksigen lebih O 2 meter dapat ditempatkan pada Exhouse Ducting agar dapat mengukur oksigen didalam emisi gas asap, dimana angka 2 3 % menunjukkan udara cukup untuk proses pembakaran yang baik. Lebih dari angka diatas berarti terlalu banyak udara lebih dan udara ekstra ini akan dapat mendinginkan tungku. 50

66 b. Karbondioksida Alat pengukur CO 2 dapat juga digunakan, dan ditempatkan di Ducting Exhouse, dimana angka % memperlihatkan pembakaran baik. Kurang dari 12 % berarti pembakaran tidak sempurna, dan diatas 14 % menunjukkan udara berlebihan. c. Emisi Cerobong Metode ini umumnya digunakan di PKS dengan kondisi sebagai berikut : 1. Bila warna asap yang keluar dari chimny berwarna coklat muda, maka pembakaran baik. 2. Bila warna asap hitam dan pekat, maka hal ini menunjukkan terlalu banyak bahan bakar digunakan atau udara kurang. 3. Bila asap berwarna putih atau tidak terlihat pada saat boiler beroperasi menunjukkan udara berlebihan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dari boiler adalah pengisian bahan bakar, distribusi bahan bakar, jumlah dan tingginya, desain rangka bakar dan kebersihannya, udara primer, udara sekunder, draft Balance, dan draft adjustment. Di PKS Rambutan memiliki 2 (dua) unit Boiler merek TAKUMA dengan jenis WATER TUBE berkapasitas 20 ton uap/jam. 11. Stasiun Limbah (Effluent Treatment) a. Persyaratan Limbah Limbah yang dihasilkan PKS berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berupa cangkang dan serat yang dipergunakan sebagai bahan bakar boiler. Tandan kosong dimanfaatkan kembali sebagai Mulsa (pupuk bagi tanaman). Limbah cair yang dihasilkan harus mengikuti standar yang telah ditetapkan dan tidak dapat dibuang secara langsung ke sungai karena akan mencemari lingkungan. Limbah di PKS Rambutan diolah dengan sistem Land Application, yaitu dialirkan ke afdeling-afdeling untuk dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman kelapa sawit. Untuk limbah yang dicairkan memiliki standar mutu sebagai berikut : BOD < 100 mg/liter, PH > 6, minyak dan lemak < 600 mg/liter. Sumber-sumber limbah cair di PKS Rambutan adalah berasal dari stasiun perebusan sekitar 10% dari TBS olah, stasiun klarifikasi sekitar 40% dari TBS Formatted: Bullets and Numbering 51

67 olah, stasiun kernel sekitar 10% dari TBS olah, dan lain-lain sekitar 10%. Total keseluruhan limbah cair adalah sekitar 70% dari TBS olah. Parameter yang menjadi salah satu indikator kontrol untuk pembuangan limbah adalah angka Biological Oxygen Demand (BOD), angka BOD berarti angka yang menunjukkan kebutuhan Oxygen. BOD biasanya diukur dalam periode lima hari. Jika limbah cair yang mengandung BOD tinggi dibuang ke sungai maka oksigen yang ada di sungai akan terhisap oleh material organik tersebut, hingga mahluk hidup lainnya di sungai tersebut tidak kebagian oksigen. Fungsi dari Effluent treatment adalah untuk menetralisir parameter limbah yang masih terkandung dalam cairan limbah sebelum dibuang ke perairan umum (sungai). b. Sistem Pengendalian Sistem pengendalian limbah yang digunakan pada Effluent treatment adalah dengan menggunakan beberapa kolam, yaitu kolam untuk menghilangkan minyak, kolam untuk proses asidifikasi, kolam anaerobik, kolam aerobik, dan kolam terakhir. Pada kolam penghilang minyak, tujuannya adalah untuk menghilangkan minyak yang masih terkandung dalam limbah cair dengan mengurangi unsur-unsur yang mengurangi angka BOD. Proses Asidifikasi tujuannya untuk mengurangi suhu dan menaikkan ph, hingga dihasilkan cairan yang lebih stabil untuk mengalir ke tahap berikutnya. Pada kolam Fase aerobik, limbah yang tidak adanya oksigen menggunakan bakteri untuk mengubah limbah menjadi unsur yang tidak merusak lingkungan. Limbah yang mengandung unsur organik digunakan sebagai makanan bakteri untuk mengubahnya menjadi bahan yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Pada fase aerobik menghasilkan pengurangan BOD secara signifikan dan PH yang dihasilkan mendekati 7. Yang mempengaruhi kinerja effluent treatment adalah sebagai berikut : 1. Pengendalian suhu dengan menggunakan cooling toner dan re-sirkulasi dan ph. 2. Kedalaman kolam (kapasitas). 3. Sistem distribusi, kondisi pompa, kualitas dan kuantitas umpan. 4. Jumlah dan kondisi bakteri. 52

68 PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk Sejarah Perusahaan PT. Astra Agro Lestari Tbk (biasa disebut PT. AAL) adalah salah satu perusahaan agribisnis terbesar di Indonesia yang bisnis intinya (core business) bergerak dalam bidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. PT. AAL merupakan salah satu anak perusahaan PT. Astra Internasional Tbk. (Astra International Group) yang termasuk dalam Divisi Astra Resources untuk industri yang berbasis agribisnis perkebunan dan perkayuan. Astra Internasional itu sendiri merupakan salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia yang pada awal kegiatan operasionalnya bergerak dalam bidang usaha perdagangan umum terutama hasil bumi. Kemudian Astra Internasional melakukan perluasan usaha ke bidang distribusi kendaraan dan alat-alat berat serta komponen kendaraan bermotor, di samping melakukan penyertaan saham baik secara langsung maupun tidak langsung pada anak-anak perusahaan dan juga kepada perusahaan yang mempunyai hubungan afiliasi yang bergerak dalam berbagai usaha antara lain kendaraan bermotor, jasa keuangan, industri, perkebunan serta usaha-usaha lainnya. PT. Astra Agro Lestari Tbk. semula didirikan dengan nama PT. Suryaraya Cakrawala sesuai Akte Pendirian No. 12 tanggal 3 Oktober 1988, kemudian pada tahun 1989 berubah nama menjadi PT. Astra Agro Niaga berdasarkan Akte Perubahan No. 9 tanggal 4 Agustus Akte Pendirian perusahaan dan perubahannya telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam SK No. C HT TH.89 tanggal 31 Oktober 1989 dan diumumkan dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia No. 101 Tambahan No tanggal 19 Desember Pada tanggal 30 Juni 1997, perusahaan melakukan penggabungan usaha dengan PT. Suryaraya Bahtera salah satu pemegang saham terbesar. Sehubungan dengan penggabungan usaha tersebut, nama perusahaan diubah menjadi PT. Astra Agro Lestari Tbk. (PT. AAL). PT. AAL yang bergerak dalam bidang perkebunan melaksanakan kegiatan usaha mulai dari penanaman, panen, pengolahan dan perdagangan hasil produksinya dilaksanakan oleh Perseroan sendiri maupun dioperasikan melalui 42 anak perusahaan dengan berbagai nama perusahaan yang masuk di dalam 53

69 beberapa Direktorat yang terbagi di beberapa Divisi Bisnis PT. AAL seluruh Indonesia, yang terdiri dari 30 perusahaan yang bergerak dalam bidang kakao, lima perusahaan dalam perkebunan teh, serta satu perusahaan dalam bidang pengolahan bahan baku CPO menjadi minyak goreng yang pabriknya berada di Tanjung Morawa Medan. Lokasi Pabrik Pabrik Refining and Fractionation, PT. Astra Agro Lestari, Tbk berada di jalur trans Medan Siantar, tepatnya di kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Lokasi pabrik sekitar 300 meter dari persimpangan jalan trans Siantar Medan. Lokasi pabrik tersebut sangat strategis karena terletak di daerah yang dekat dengan jalan utama sehingga memudahkan sarana transportasi. Struktur Organisasi Perusahaan Pada struktur organisasi perusahaan yang ditunjukkan di Lampiran 5, Divisi Refinery berada di bawah naungan direktorat Downstream Industries (DSI) dimana Divisi Refinery ini menangani pengolahan serta penjualan dan pemasaran turunan minyak kelapa sawit (CPO). Sebagai divisi dalam PT. AAL yang memproduksi minyak goreng dengan merek dagang Cap Sendok. Divisi Refinery yang dipimpin oleh seorang General Manager mempunyai tiga departemen yang masing-masing dipimpin oleh seorang manajer yang menjabat sebagai kepala departemen (Department Head), yaitu departemen pabrik, departemen administrasi dan departemen marketing/pemasaran. Masing-masing manajer dalam menjalankan tugasnya, dibantu oleh beberapa asisten manajer untuk melaksanakan tugas-tugas operasionalnya. Antar departemen pabrik, pemasaran serta administrasi mempunyai keterkaitan satu sama lain, seperti misalnya departemen pemasaran bekerja sama dengan departemen pabrik dalam merencanakan jumlah produksi yang harus dilakukan berdasarkan informasi pasar yang diperoleh departemen marketing. Departemen administrasi bekerja sama dengan departemen pabrik dan departemen 54

70 marketing dalam mengelola anggaran biaya produksi dan biaya pemasaran. Bagan struktur organisasi ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Kepala Divisi Refinery bertugas untuk mengkoordinasikan seluruh manajer untuk mencapai tujuan perusahaan, menetapkan sasarn yang cukup luas serta kebijakan untuk mencapainya, memahami kendala yang terjadi dan merumuskan kembali kebijakan yang harus ditetapkan, serta memastikan strategi berjalan baik sehingga visi dan misi terwujud sesuai dengan rencana. Adapun tugas-tugas dari masing-masing departemen yang dibawahi oleh Divisi Refinery dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Departemen Pabrik (Factory) Departemen pabrik dipimpin oleh seorang Manajer Pabrik (Factory Manager). yang dibantu oleh Deputy Manager. Manajer Pabrik membawahi langsung QAA (Quality Assurance Assistance), Asisten PPIC (Product Planning and Inventory Control) dan Asisten SHE (Safety Health and Environment), sedangkan Deputi Manajer Pabrik membawahi langsung asisten permesinan (Maintenance Asistance), Kepala Proses dan Kepala Packing. 2. Departemen Administrasi Departemen Administrasi dipimpin oleh seorang Manajer Administrasi dan membawahi langsung empat sub bagian, yaitu : Logistic, Finance & Accounting, HRGA dan Gudang. Tiap-tiap bagian dipimpin oleh Kepala Bagian, dimana bagian Logistic membawahi Procurement dan Expedisi. Bagian Finance & Accounting membawahi bagian Finance dan Accounting. Bagian Human Resources and General Affair (HRGA) membawahi personalia umum. Bagian kepala gudang membawahi gudang pabrik dan gudang packing. Bagian Logistic adalah bagian yang mengelola unit kerja procurement dan expedisi yang bertugas untuk mengelola persediaan dan persiapan untuk produksi pabrik serta packing yang menyangkut kepada pemesanan bahan baku, bahan penunjang, bahan bakar, material consumable dan spare part mesin pabrik dengan pihak pemasok. Unit kerja gudang mengatur persediaan barang, stock barang jadi, stock bahan baku serta lain-lain barang yang 55

71 tersimpan sebagai stock gudang dan bagian expedisi memonitor kelancaran pengiriman produk dan penerimaan bahan baku. Bagian personalia bertanggung jawab terhadap seluruh karyawan pada waktu bertugas di perusahaan, mengatur perekrutan, menempatkan tenaga kerja dan pengembangan karier. Sedangkan bagian finance dan accounting bertugas dalam hal keuangan untuk mengatur dan memonitor biaya produksi maupun biaya pemasaran, mengeluarkan pembayaran, mengelola semua arus keuangan perusahaan serta membuat laporan keuangan. 3. Departemen Pemasaran (Marketing) Departemen marketing/pemasaran dipimpin oleh seorang manajer pemasaran yang membawahi dua regional sales manager dan marketing and sales support, membuat perencanaan atau target penjualan, dan meneteapkan strategi pemasaran seperti melakukan promosi, menembus pasar baru yang tepat sesuai dengan kebijakan perusahaan. Saat ini kepala divisi refinery juga merangkap sebagai manajer pemasaran. Pemasaran minyak goreng Cap Sendok saat ini baru mencapai wilayah Sumatera dan Jawa, sehingga Regional sales manager tersebut masing-masing bertanggung jawab atas pemasaran dan penjualan untuk daerah Sumatera dan daerah Jawa. Selanjutnya masing-masing regional sales manager untuk Jawa membawahi supervisor area Jakarta dan Lampung, supervisor Jawa Barat dan supervisor Jawa Timur. Keseluruhan supervisor tersebut memiliki tugas untuk mencapai target yang ditentukan manajemen seperti target distribusi, volume penjualan, memonitor saluran distribusi, mengetahui persediaan barang di tiap-tiap area, serta memenuhi permintaan distributor. Selain itu supervisor area harus mampu mengetahui situasi dan kondisi yang terjadi di pasar dengan menganalisa kendala ataupun peluang yang ada, sebagai wakil manajemen atau perusahaan principle dalam menjaga hubungan dengan pihak distributor dan pedagang perantara lainnya. Pada bagian marketing and sales support membawahi bagian sales promotion and costumer service, administrasi computer data centre, serta marketing research. Bagian sales promotion and customer service membuat perencanaan dan menjalankan kegiatan promosi penjualan minyak goreng Cap 56

72 Sendok serta layanan pra jual maupun purna jual pada pelanggannya. Bagian administrasi komputer dan pusat data bertugas untuk mengumpulkan data guna keperluan pemasaran dan penjualan produknya yang didukung oleh sistem informasi yang dimiliki perusahaan, sedangkan bagian market research melakukan survey atau riset berdasarkan tujuan pemasaran yang ingin dicapai. Produk dan Bahan Baku Pabrik Refining and Fractionation, PT. Astra Agro Lestari, Tbk merupakan pabrik pengolahan CPO menjadi minyak goreng yang terdiri dari minyak goreng curah (bulking) dan minyak goreng dengan merek Cap Sendok dan Palmeco. Minyak goreng curah dan Cap Sendok dipasarkan di dalam negeri dan minyak goreng Palmeco dipasarkan di luar negeri (ekspor). Untuk minyak goreng Cap Sendok, dipasarkan ke toko-toko, swalayan dan supermarket, sedangkan yang curah dipasarkan ke warung, grosir dan pasar tradisional. Bahan baku CPO diperoleh dari pabrik sendiri, yang berasal dari Aceh dan sebagian berasal dari PKS swasta. Untuk minyak goreng Cap Sendok dan Palmeco, seratus persen CPO berasal dari pabrik sendiri, sedangkan untuk curah, CPO berasal dari pabrik sendiri dan dari pabrik swasta. Proses Produksi Minyak Goreng Cap Sendok Proses pengolahan minyak goreng Cap Sendok di PT. Astra Agro Lestari, Tbk terdiri dari dua tahapan proses, yaitu proses refining dan proses fractionation. Pada dasarnya, proses refining ada dua jenis yaitu Chemical refining dan physical refining. Pada chemical refining digunakan bahan kimia penolong, namun biaya operasinya sangat mahal, sedangkan physical refining lebih murah dan lebih mudah pelaksanaannya. PT. Astra Agro Lestari, Tbk menggunakan physical refining yang terdiri dari beberapa tahapan proses di bawah ini : 1. Pretreatment section, 2. Degumming section, 3. Bleaching section, dan 4. Deodorization section. 57

73 Hasil dari proses pemurnian (refining) diperoleh minyak RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dan PFAD (Palm Fatty Acid Destillate). Proses Fractionation menggunakan Dry fractionation yang terdiri dari tiga tahapan proses sebagai berikut : 1. Tahap persiapan dan pengkondisian minyak (Preparation tank) 2. Tahap pembentukan kristal (Crystalizer tank) 3. Tahap filtrasi (Filter press) Kapasitas pabrik ini dalam mengolah minyak goreng Cap Sendok adalah 200 ton/hari. Diagram alir proses produksi minyak goreng Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran 4. A. Physical Refining 1. Pretreatment section Pretreatment section adalah proses pendahuluan yang dilakukan terhadap CPO (Crude Palm Oil) sebagai bahan baku, dimana CPO ini terlebih dahulu diuji di laboratorium sesuai persyaratan yang telah ditentukan. CPO yang datang dari PKS dicurahkan ke dalam loading dan akan mengalami pemanasan pendahuluan sebelum ditransfer ke dalam tangki timbun (storage tank) bahan baku. Media pemanas yang digunakan adalah steam yang mengalir di dalam pipa (coil) yang terdapat di dasar loading. Pada storage tank, CPO dipanaskan hingga suhu o C (maksimal) dengan tujuan agar CPO tidak membeku sehingga memudahkan pengaliran CPO. CPO dari storage tank ditransfer ke intermediate tank dengan menggunakan pompa. Dalam intermediate tank, CPO dipanaskan kembali hingga mencapai suhu o C. Selanjutnya, CPO dipompakan ke pemanas (heat exchanger), namun sebelumnya disaring terlebih dahulu di bucket stryner filter. Heat exchanger digunakan untuk memanaskan CPO pada saat start-up pabrik dan saat RBDPO sudah dihasilkan. Setelah CPO yang dipanaskan mencapai suhu o C, kemudian dipompakan ke tangki pengering (dryer vessel). Tangki ini bekerja pada tekanan vakum, dimana berfungsi sebagai pengering dengan menguapkan kandungan air pada CPO dengan cara sprayer pada ruang hampa tersebut. 58

74 2. Degumming section CPO dari dryer tank dialirkan dengan pompa menuju ke tangki pengolahan (degumming tank), dimana sebelumnya CPO dicampur dengan phosporic acid (H 3 PO 4 ) untuk memudahkan pelepasan getah yang dikandung CPO. Tangki degumming dilengkapi dengan pengaduk (mixer static) yang berfungsi untuk menghomogenkan larutan minyak. Pada proses degumming ditambahkan bleaching earth (BE) yang bertujuan untuk mengeluarkan heavy metal dan kotoran lainnya hasil hidrasi. Dengan demikian, pada tangki ini sudah tercampur H 3 PO 4 dan BE. Dari degumming tank, minyak dipompakan menuju bleaching tank. 3. Bleaching section CPO yang keluar dari degumming tank dialirkan menuju bleacher tank. Bleacher tank ini juga dilengkapi dengan pengaduk yang fungsinya untuk menghomogenkan larutan minyak CPO dengan BE. Bleacher tank ini beroperasi pada tekanan vakum mbar. Fungsi dari bleacher tank adalah untuk memucatkan warna dari CPO, dimana BE akan mengikat karoten yang terdapat pada CPO. Hasil minyak BPO dari bleacher tank kemudian dialirkan atau dipompakan menuju ke niagara filter untuk menjernihkan minyak. Spent earth yang sudah dipisahkan akan dibuang melalui bottom niagara filter dengan cara mem-blowing terlebih dahulu dengan menggunakan uap yang bertekanan maksimum 3 Bar. Apabila minyak BPO tersebut keruh maka akan disirkulasikan kembali ke bleacher tank lalu kembali ke niagara filter hingga minyak BPO benar-benar jernih. Tekanan pada niagara filter tidak bisa lebih dari 1,4 Bar agar penyaringan minyak dapat berjalan dengan lancar dan niagara filter tidak padat dengan spent earth sehingga tidak merusak filter card yang terdapat pada niagara filter tersebut. Minyak BPO yang sudah jernih kemudian dipompakan menuju intermediate tank BPO. Dari intermediate tank ini BPO dialirkan menuju polishing filter dengan menggunakan pompa. Polishing filter ini menggunakan filter bag yang mempunyai dua jenis ukuran, yaitu ukuran 40 µ dan 10 µ. Filter bag ukuran 40 µ ini digunakan untuk menyaring BPO yang 59

75 berasal dari intermediate tank, sedangkan ukuran 10µ digunakan untuk menyaring minyak RBDPO yang berasal dari cooler. Polishing filter untuk BPO dan RPO masing-masing ada empat buah, dimana ada dua buah ukuran panjang dan dua buah ukuran pendek. Kemudian minyak BPO yang sudah disaring akan dipompakan ke Deaerator/Deodorization section untuk diolah lebih lanjut sehingga menghasilkan RPO. 4. Deodorization section Setelah CPO mendapat perlakuan penghilangan air (dryer), mengikat gum (degumming) dan pemucatan (bleaching), maka CPO disebut dengan Bleaching Palm Oil (BPO). BPO ini diproses lagi untuk menghasilkan RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) atau sering juga disebut dengan RPO (Refined Palm Oil). Pada proses deodorisasi, yang digunakan adalah proses physical refining untuk memisahkan free fatty acid (FFA), zat warna berupa pigmen, air, heavy metal, dan bahan lain yang dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak. Tahapan proses deodorisasi adalah sebagai berikut : Deaerator BPO yang berasal dari polishing filter dipompa menuju deaerator. Deaerator berfungsi menghilangkan kembali kadar air dan gas yang masih ada dalam minyak sebagai penyebab oksidasi. Didalam deaerator terbentuk kondisi sedemikian rupa sehingga air menguap dan dihisap oleh sistem vakum yang dihasilkan oleh steam jet injector. Pada kondisi tersebut, minyak belum dapat menguap sehingga tidak mudah terhisap. Dengan terbentuknya kondisi vakum, tekanan uap larutan BPO akan turun sehingga suhu uap air dan gas-gas akan kecil. Dengan suhu o C sudah cukup untuk menghilangkan uap air dan gas-gas. BPO masuk deaerator dengan cara spray yang menggunakan nozzle sehingga akan memudahkan air dan gas untuk menguap. Uap air beserta gas akan lewat melalui pipa vakum menuju ke direct lalu dibuang ke Hot Well. Agar kondensat ini dapat dipakai kembali maka dipompakan ke Barometric Cooling Tower untuk didinginkan. BPO yang dihasilkan 60

76 dialirkan menuju spiral Heat Exchanger untuk dinaikkan suhunya dengan menggunakan media pemanas yang bersuhu sekitar 265 o C. Heat Exchanger Didalam heat exchanger terdapat pemanas yang berbentuk spiral tersebut dari bahan stainless steel. Secara kontinu terjadi perpindahan panas RPO bersuhu 265 o C ke BPO bersuhu 110 o C. BPO yang keluar dari heat exchanger bersuhu sekitar 210ºC. Pada spiral-spiral ini dapat terjadi penyumbatan-penyumbatan oleh karena pemakaian yang sudah lama sehingga mengakibatkan flow rate BPO yang masuk ke akan berkurang dan akan menurunkan kapasitas. Untuk mengatasi ini jika pabrik sedang tidak beroperasi, spiral heat exchanger dibersihkan (disirkulasikan) dengan caustic soda untuk membersihkan kotoran yang melekat pada dinding spiral. Presstriper BPO yang telah dipanaskan di heat exchanger bersuhu ºC dan telah jernih dialirkan ke presstriper. Fungsi presstriper adalah untuk memisahkan FFA sebesar mungkin dengan penguapan. Pada kolom ini minyak diberi stripping steam yang berfungsi untuk membentuk gelembung-gelembung uap sehingga FFA cenderung menguap. Scrubber Fungsi scrubber adalah menampung gas FFA dengan proses pendinginan. Minyak yang mengandung FFA cair di scrubber dipanaskan dengan suhu 70 80ºC sebagai umpan secara sprayer, menyebabkan terjadinya peristiwa kondensasi karena kondisi vakum terhisap masuk ke stripper untuk mendapatkan perlakuan final seperti di presstripper. Stripper Fungsi Stripper adalah untuk memisahkan FA terakhir kalinya sehingga diperoleh RPO murni yang bebas FA dan bau sehingga siap untuk diproses ke dry fractionation. Fatty Acid Kondensor Pipa vakum berfungsi untuk mendapatkan/menampung gas fatty acid atau liquid fatty acid sehingga gas akan terkondensasi menjadi liqiud. 61

77 Heat Exchanger (Cooler RPO) RPO memiliki suhu yang cukup tinggi sehingga perlu pendinginan sebelum masuk ke storage tank di polishing filter. Fungsi Heat Exchanger adalah untuk pendinginan RPO dengan air dingin sehingga diperoleh suhu RPO yang layak untuk disimpan (suhu condition storage) yaitu sekitar 50ºC. Air pendingin berasal dari chilling tower, dimana air yang masuk memiliki suhu 30 33ºC. Polishing Filter CPO Fungsi polishing filter adalah untuk mendapatkan RPO bersih dan bebas dari kotoran. Prinsip polishing filter dilengkapi dengan filter bag, dimana ukuran lubang-lubang pada filter bagian adalah 10 µ. RPO masuk melalui top polishing filter kemudian mengalir ke bawah melalui filter bag sehingga kotoran RPO yang lebih besar dari 10 µ akan tertinggal di filter bag ini. Filter bag ini perlu dicuci dan diganti dengan yang baru pada interval waktu tertentu. RPO yang bebas kotoran mengalir ke tangki timbun (storage tank) dengan suhu RPO sekitar 70 80ºC. Cooler Free Fatty Acid Fatty Acid sebelum diumpankan terlebih dahulu didinginkan dengan suhu 60 70ºC. B. Dry Fractionation Pada PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk menggunakan sistem fraksionasi tanpa pelarut (dry fractionation). Pada fraksionasi ini, minyak RBDPO produk refining plant yang masih mengandung dua fraksi (olein dan stearin) dipisahkan berdasarkan sifat fisiknya. Fraksi minyak yang tidak jenuh (unsaturated) mempunyai titik cair relatif lebih tinggi (stearin). Tahap Persiapan dan Pengkondisian Minyak (Preparation tank) RBDPO dari refinery plant dipompakan ke tangki sebelum diumpankan ke tangki crystalizer. Pada tangki ini RBDPO diatur dengan suhu sekitar 80ºC dan diaduk merata dengan sebuah agigator. Tangki ini dilengkapi dengan pengatur suhu dan pengatur tekanan untuk mengatur kecepatan steam yang diperlukan untuk menggerakkan agigator. Tangki ini juga berguna untuk dosing minyak yang akan diumpankan ke 62

78 crystalizer tank. Tangki ini dilengkapi dengan level indikator yang berguna untuk menunjukkan volume RBDPO. Tahap pembentukan kristal (Crystalizer tank) RBDPO yang akan difraksionasi dipompakan ke crystalizer tank tergantung pada berapa banyak yang diinginkan. Crystalizer ada enam buah, lima buah mempunyai spesifikasi yang sama yakni dan masingmasing mempunyai muatan 24 ton sedangkan satu buah mempunyai muatan 50 ton. Keenam tangki bekerja secara bergantian (tidak sekaligus, tetapi bertahap) sesuai dengan waktu pengisian. Beroperasi secara batch dan diharapkan dapat mengimbangi kapasitas refining plant. Dengan pendinginan perlahan-lahan yang bergantung kepada cooling start (suhu awal) dari setiap tangkinya sehingga fraksi stearin akan mengkristal sedangkan fraksi olein masih dalam fase cair. Air pendingin masuk melalui coil yang bersentuhan langsung dengan minyak di dalam tangki, air cooling tower akan digantikan dengan air chiller pada suhu minyak 48ºC. Agar minyak tercampur merata setiap crystalizer dilengkapi dengan sebuah pengaduk (agitator) yang digerakkan oleh elektromotor. Sistem pendinginan bertahap pada crystalizer di PT. Astra Agro Lestari, Tbk dikendalikan secara otomatis, dan laju aliran air pendingin diatur oleh suhu control valve (TCV). Penggantian air pendingin (cooling water dan chiller) diatur oleh pneumatic valve atau control valve. Dengan dua media pendingin cooling water dan chiller, minyak mengalami penurunan suhu yaitu cooling water menurunkan suhu minyak dari suhu awal (60-70ºC) menjadi suhu 24,5 ºC dengan cara bertahap. Langkah pendinginan ini disebut dengan cooling step. Tahap filtrasi (Filter press) Tahan filtrasi berfungsi untuk memisahkan fraksi stearin yang telah mengkristal dengan olein yang masih dalam fase cair. PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk memiliki dua buah filter press, sebagai berikut : - Filter Press 01 (bekerja secara manual) - Filter Press 02 (bekerja secara automatic) 63

79 Pemisahan stearin dengan olein dalam filter press memiliki beberapa tahapan proses dibawah ini : a. Filtrasi Pada tahap ini, RPO yang sudah didinginkan di crystalizer hingga suhu mencapai 24,5ºC akan dipisahkan fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein) dengan menggunakan filter press yang bertekanan 1,6 Bar (max). Fraksi padat akan melekat di plate dan fraksi cair akan mengalir ke storage tank. Tahap ini membutuhkan waktu sekitar menit. b. Sequeezing Tahap ini dimaksudkan untuk memadatkan stearin yang ada di filter cloth dengan air kompressor 3 bar (max) yang masuk ke membran karet. Tahap ini membutuhkan waktu selama 25 menit. c. Suspension Blowing Tahap ini dimaksudkan untuk mengosongkan minyak yang tinggal dalam pipa-pipa yang belum tertekan. Waktu suspension blowing kirakira 5 menit. d. Cake Discharge Tahap ini dimaksudkan untuk membuang fraksi stearin yang telah dipadatkan ke dalam melting tank stearin yang terletak di bawah filter press dan selanjutnya dipompakan ke storage tank. Waktu yang diperlukan untuk cake discharge kira-kira 5 menit. Selain ketiga tahap diatas, untuk menunjang proses produksi di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk dilengkapi dengan alat-alat bantu fraksionasi sebagai berikut : a. Hot Water Tank Tangki ini digunakan untuk pencairan stearin hasil filtrasi dan untuk memanaskan minyak dalam crystalizer tank yang tidak memenuhi standar untuk diproses di filter press. Minyak tersebut dipanaskan kembali oleh air yang berasal dari hot water tank agar dapat diproses ulang. 64

80 b. Washing Tank Washing tank digunakan untuk menampung olein panas bekas pencucian filter press. Untuk mencuci filter press, olein pencuci dipanaskan terlebih dahulu pada tangki ini. Jika hasil fraksionasi di kristalisasi jelek, olein keruh akan diover ke dalam tangki ini sebelum diproses ulang. c. Olein Intermediate Tank Hasil olein filter press dialirkan terlebih dahulu ke olein intermediate tank sebelum dipompakan ke storage. Tujuannya adalah untuk menguji mutu olein di laboratorium. Jika pemeriksaan di laboratorium menyatakan mutu olein baik dan sesuai standar yang ditetapkan, maka olein dipompakan ke storage tank. Jika olein mutunya buruk atau tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, maka olein harus diproses ulang. d. Melting Tank Stearin Cake stearin yang keras dicairkan terlebih dahulu di dalam melting tank stearin dengan coil pemanas yang dialiri steam, kemudian dipompakan ke storage tank stearin. e. Cooling Tower Cooling tower yang digunakan pada bagian fraksionasi ada dua jenis, sebagai berikut : - Cooling Tower Liang Chi Digunakan untuk memenuhi kebutuhan air pendingin. Air pendingin yang dihasilkan dari cooling tower Liang Chi digunakan untuk mendinginkan RPO. Proses pendinginan air pendingin bekas ini disebut proses humidifikasi, dimana air pendingin bekas akan dipompakan ke atas cooling tower lalu akan turun ke bawah melalui packing-packing, dan untuk mempercepat pendinginan digunakan kipas angin (blower). - Cooling Tower Dry Fractionation Air pendingin dari cooling tower dry fractionation digunakan untuk mendinginkan crystallizer tank yang berisi RPO hingga mencapai 65

81 suhu 35 ºC selama kira-kira tiga jam dan juga untuk mendinginkan air yang akan dipompakan ke chiller dengan menggunakan refrigerant. Cooling tower dry fractionation ini dilengkapi dengan blower yang fungsinya menarik panas dari air yang didinginkan. Air yang jatuh ke cooling tower dry fractionation tersebut akan turun melalui packing yang terdapat pada cooling tower tersebut. 66

82 ANALISIS QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK MENGETAHUI KEINGINAN DAN HARAPAN KONSUMEN KONSUMEN CPO A. Customer Needs and Benefits (Harapan Pelanggan) Survei pendahuluan dilakukan dengan wawancara langsung kepada konsumen CPO (industrial buyers), yaitu industri minyak goreng untuk mengetahui atribut-atribut mutu. Ini disebut juga dengan elemen Voice of Consumer (VOC) yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk. Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen dan pakar diperoleh delapan jenis atribut penentu mutu CPO yang menjadi prioritas konsumen dalam memilih CPO sebagai bahan baku minyak goreng, antara lain FFA, kadar kotoran, kadar air, PV, IV, DOBI, warna, dan karoten. Tabel 9 menunjukkan hasil analisis kepentingan antar atribut mutu CPO berdasarkan kombinasi pendapat pakar dan Tabel 10 menunjukkan hasil analisis prioritas atribut mutu CPO. Tabel 9. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu CPO Atribut FFA Kadar Air Kadar Kotoran PV IV DOBI Warna Karoten FFA 1,644 1,644 2,667 2,667 4,076 4,359 6,544 Kadar air 0,922 2,220 2,459 3,322 3,680 6,118 Kadar kotoran 2,352 2,459 3,323 3,817 6,544 PV 1,246 2,551 3,322 5,348 IV 2,047 2,766 4,828 DOBI 2,221 4,076 Warna 3,758 Karoten Tabel 10. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu CPO No Atribut Bobot Rangking 1 FFA Kadar kotoran Kadar air PV IV DOBI Warna Karoten

83 Berdasarkan metode pairwise comparison dari AHP yang dianalisa menggunakan Program Expert Choice 2000, maka didapat bobot masingmasing tingkat kepentingan atribut mutu CPO yaitu : kadar FFA (0.255), kadar kotoran (0.199), kadar air (0.191), Peroxide value (0.117), Iod value (0.101), DOBI (0.066), warna (0.049), dan karoten (0.024). Nilai Incon (Konsistensi Indeks) merupakan nilai ukuran dari seberapa besar kemungkinan ketidakkonsistenan kita dalam menetapkan prioritas untuk elemen-elemen yang ada. Konsistensi sampai kadar tertentu dalam menetapkan prioritas untuk elemen-elemen perlu untuk memperoleh hasilhasil yang sahih/akurat dalam dunia nyata. Nilai Konsistensi Indeks harus 10 persen atau kurang. Ketidakkonsistenan yang lebih besar menunjukkan kekurangan informasi atau kekurangpahaman sehingga hasilnya menjadi tidak akurat (Saaty, 1993). Nilai Incon yang diperoleh adalah lebih kecil dari 0,1 yaitu sebesar 0,03. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketidakkonsistenan gabungan pendapat konsumen pakar rendah, sehingga pendapat tersebut dipandang konsisten. Dari hasil analisis kepentingan antar atribut diatas, diketahui bahwa kadar FFA merupakan atribut yang menjadi prioritas pertama bagi konsumen dalam memilih CPO. Hal itu kemudian diikuti oleh atribut kadar kotoran, kadar air, PV, IV, DOBI, warna, dan karoten. B. Planning Matrix (Riset Pasar dan Rencana Strategik) Tahap ini merupakan tahap untuk mengkaji riset pasar berdasarkan penilaian konsumen mengenai sasaran perusahaan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu produk yang dihasilkan perusahaan. Dari hasil analisis riset pasar, diketahui bahwa rasio perbaikan yang diharapkan konsumen untuk keseluruhan atribut mutu CPO sudah memenuhi target sasaran yaitu Dengan rasio perbaikan tersebut maka PKS Rambutan sudah memenuhi target pasar, dan yang harus dilakukan adalah mempertahankan mutu CPO yang sudah ada. Hasil dari analisis riset pasar dan sasaran yang harus dicapai PKS Rambutan dapat dilihat pada Tabel

84 Tabel 11. Hasil Analisis Planning Matriks Untuk Atribut CPO PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III Atribut Target Nilai Skor Evaluasi Tingkat Kepentingan Rasio Perbaikan FFA Kadar kotoran Kadar air PV IV DOBI Warna Karoten C. Technical Response (Tanggapan atas karakteristik proses) Tahap ini merupakan tahap untuk menentukan jenis aktivitas proses yang terkait dengan spesifikasi dan harapan konsumen. Penentuan aktivitas proses dilakukan oleh para pakar dengan teknik brainstorming dan studi literatur. Hasil dari analisis tanggapan atas karakteristik proses dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Analisis Matriks Technical Proses CPO Karakteristik Proses Produksi N o Atribut Tingkat Kepentingan Penerimaan TBS Sortasi TBS Penyimpanan Buah Perebusan (Sterilisasi) Penebahan Pengadukan Pengempaan (Pengepressan) Pemurnian (Klarifikasi) Penyimpanan CPO Distribusi (Transportasi) 1 FFA Kadar kotoran Kadar air PV IV DOBI Warna Karoten Nilai 10 melambangkan hubungan kuat antara atribut dengan karakteristik proses produksi, dimana proses tersebut berpengaruh kuat terhadap peningkatan atau penurunan nilai atribut produk. Nilai 5 melambangkan hubungan sedang, nilai 1 melambangkan hubungan lemah, dan nilai 0 melambangkan tidak adanya hubungan antara proses tersebut dengan peningkatan dan penurunan nilai atribut. 69

85 Aktivitas proses yang berpengaruh kuat terhadap kadar FFA adalah sortasi TBS, penyimpanan buah, perebusan, dan pengadukan, sedangkan proses pengempaan, pemurnian, penyimpanan CPO, dan distribusi berpengaruh sedang. Disamping itu proses penebahan berpengaruh lemah terhadap kadar FFA. Kadar kotoran dipengaruhi kuat oleh proses sortasi TBS, penyimpanan buah, proses pengempaan, dan pemurnian, sedangkan perebusan, penebahan dan distribusi berpengaruh sedang. Proses pengadukan dan penyimpanan CPO memiliki pengaruh yang lemah. Kadar air dipengaruhi kuat oleh proses sortasi TBS, penyimpanan buah, perebusan, pengadukan, pengempaan, dan pemurnian. Proses distribusi CPO memiliki pengaruh yang sedang terhadap kadar air, sedangkan penyimpanan CPO memiliki pengaruh yang lemah. Peroxide Value (PV) dipengaruhi kuat oleh proses sortasi, penyimpanan buah, perebusan, dan pemurnian, sedangkan proses pengadukan, pengempaan, penyimpanan CPO dan distribusi CPO memiliki pengaruh yang sedang terhadap PV. Iod Value (IV) dipengaruhi kuat oleh sortasi dan perebusan, sedangkan penyimpanan buah, pengempaan, dan pemurnian memiliki pengaruh sedang, serta pengadukan, penyimpanan CPO dan distribusi berpengaruh lemah. DOBI dipengaruhi kuat oleh sortasi, penyimpanan buah, perebusan dan pemurnian, sedangkan proses pengadukan, pengempaan, penyimpanan CPO dan distribusi memiliki pengaruh yang sedang. Parameter warna dan kandungan karoten sama-sama dipengaruhi kuat oleh proses sortasi, penyimpanan buah, dan perebusan, sedangkan pengadukan, pengempaan, pemurnian, penyimpanan CPO serta distribusi memiliki pengaruh yang sedang. D. Relationship (Tanggapan Atas Kebutuhan Pelanggan) Tahap ini merupakan tahap untuk membandingkan tingkat kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut mutu produk CPO yang dihasilkan oleh PKS Rambutan. Dari hasil analisis diatas, diketahui bahwa seluruh atribut mutu CPO, yaitu FFA, kadar kotoran, kadar air, kadar PV, kadar IV, DOBI, warna dan kandungan karoten yang dihasilkan PKS Rambutan memuaskan bagi konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa mutu CPO PKS Rambutan diterima oleh konsumen dan target yang ditentukan oleh PKS Rambutan sudah 70

86 tercapai. Tabel 13 menunjukkan hasil analisis kepuasan konsumen terhadap atribut mutu CPO yang dihasilkan PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan perhitungan analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 13. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu CPO PKS Rambutan Atribut Sangat tidak puas Tidak puas Cukup puas Puas Sangat puas Jumlah Total nilai Nilai indeks Tingkat kepuasan FFA Kadar kotoran Kadar air PV IV DOBI Warna Karoten E. Technical Correlations Analisis Technical Correlations diperlukan untuk mengetahui hubungan keterkaitan antar karakteristik proses yang satu dengan proses lainnya. Suatu perubahan pada salah satu proses dapat mengakibatkan perubahan pada proses lainnya. Hasil analisis untuk technical correlations ini dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical Correlations CPO No. Aktivitas Proses Penerimaan Buah Sortasi TBS Penyimpanan Buah Perebusan (Sterilisasi) Penebahan Pengadukan Pengempaan (Pengepressan) Pemurnian (Klarifikasi) Penyimpanan CPO Distribusi (Transportasi) 1 Penerimaan Buah Sortasi TBS Penyimpanan Buah Perebusan (Sterilisasi) Penebahan Pengadukan Pengempaan (Pengepressan) Pemurnian (Klarifikasi) Penyimpanan - 10 Distribusi / Transportasi 71

87 Dari hasil analisa data diketahui bahwa proses penerimaan TBS memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penerimaan buah, dan memiliki hubungan positif terhadap proses sortasi TBS. Proses sortasi TBS memiliki hubungan kuat positif terhadap proses perebusan dan pengempaan; memiliki hubungan positif dengan proses penyimpanan buah, proses penebahan, pengadukan, pemurnian dan penyimpanan CPO. Proses penyimpanan buah memiliki hubungan kuat positif terhadap proses perebusan; memiliki hubungan kuat dengan proses penebahan, pengadukan, pengempaan, pemurnian dan penyimpanan CPO. Proses perebusan memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penebahan, pengadukan, pengempaan dan pemurnian, serta memiliki hubungan positif dengan proses penyimpanan CPO. Proses penebahan memiliki hubungan positif terhadap proses pengadukan dan pengempaan. Proses pengadukan memiliki hubungan kuat positif terhadap proses pengempaan, memiliki hubungan positif terhadap proses pemurnian, dan memiliki hubungan negatif dengan proses penyimpanan CPO. Proses pengempaan memiliki hubungan kuat positif terhadap proses pemurnian dan memiliki hubungan negatif dengan penyimpanan CPO. Proses pemurnian memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penyimpanan CPO dan memiliki hubungan negatif dengan proses distribusi. Proses penyimpanan CPO memiliki hubungan negatif dengan proses distribusi. F. Technical Matrix (Prioritas Tanggapan Teknis dan Target Teknis) Technical Matrix berisi informasi mengenai tingkat kepentingan tanggapan teknis berdasarkan kebutuhan dan harapan pelanggan, serta nilai relatif dari karakteristik proses yang menjadi target performansi teknis yang harus dicapai perusahaan. Dari hasil analisa perhitungan data, didapat bahwa aktivitas proses yang paling menentukan mutu CPO yang akan digunakan sebagai bahan baku minyak goreng adalah proses sortasi TBS (0,175) dan penyimpanan buah (0,165) merupakan proses yang paling utama perlu mendapat perhatian, diikuti oleh proses perebusan (0,143), pemurnian (0.139), pengempaan (0,119), pengadukan (0,104), distribusi CPO (0,078), penyimpanan CPO (0,054), serta penebahan (0,023). Hasil analisis hubungan keterkaitan antar proses produksi dapat dilihat pada Tabel

88 Tabel 15. Hasil Analisis Technical Matrix CPO Karakteristik Proses Produksi No Atribut Tingkat Kepentingan Penerimaan TBS Sortasi TBS Penyimpanan Buah Perebusan (Sterilisasi) Penebahan Pengaduka Pengempaan (Pengepressan) Pemurnian (Klarifikasi) Penyimpanan CPO Distribusi (Transportasi) T O T A L 1 FFA Kadar kotoran Kadar air PV IV DOBI Warna Karoten Nilai Tingkat Kepentingan Nilai Relatif 0 0,175 0,165 0,143 0,023 0,104 0,119 0,139 0,054 0,078 1,000 Rangking Proses pelaksanaan Quality Function Deployment (QFD) adalah dengan menyusun satu atau lebih matriks yang disebut dengan rumah kualitas (House Of Quality). Matriks tersebut menjelaskan hal-hal yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen dan cara untuk memenuhinya. Rumah kualitas juga menggambarkan hubungan antara keinginan konsumen dengan aktivitas perusahaan serta mengevaluasi kemampuan perusahaan. Analisa yang dilakukan terhadap rumah kualitas menghasilkan tiga hal yang harus dilakukan oleh perusahaan yaitu memperbaiki, mempertahankan dan meningkatkan mutu CPO. Konsep rumah kualitas PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III, Tebing Tinggi dapat dilihat pada Gambar 6. 73

89 BOBOT KONVERSI Penerimaan TBS Sortasi TBS Penyimpanan TBS Perebusan (Sterilisasi) Penebahan HARAPAN PELANGGAN Pengadukan Pengempaan (Pengepressan) Pemurnian (Klarifikasi) Penyimpanan CPO Distribusi (Transportasi) PKS Rambutan,PTP.N III Target dan Rasio FFA 8 4 4;1.00 Kadar kotoran 7 4 4;1.00 Kadar air 6 4 4;1.00 PV 5 4 4;1.00 IV 4 4 4;1.00 DOBI 3 4 4;1.00 Warna 2 4 4;1.00 Carotene 1 4 4;1.00 PKS Rambutan, PTP. N III Nilai Tingkat Kepentingan Nilai Relatif 0 0,175 0,165 0,143 0,023 0,104 0,119 0,139 0,054 0,078 Keterangan : : kuat : sedang : lemah ++ : hubungan kuat positif + : hubungan positif -- : hubungan kuat negatif - : hubungan negatif Gambar 6. House Of Quality PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III 74

90 KONSUMEN MINYAK GORENG A. Customer Needs and Benefits (Harapan Pelanggan) Survei pendahuluan dilakukan dengan wawancara langsung kepada konsumen minyak goreng Cap Sendok, yaitu orang yang membeli langsung minyak goreng Cap Sendok untuk mengetahui atribut-atribut mutu. Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen dan pakar, maka diperoleh sepuluh jenis atribut penentu mutu minyak goreng yang menjadi prioritas konsumen dalam memilih minyak goreng untuk dikonsumsi, yaitu keamanan pangan, kehalalan, nilai gizi, warna, label, kemasan, harga, aroma, kekentalan, dan merek. Tabel 16 menunjukkan hasil analisis prioritas atribut mutu minyak goreng berdasarkan kombinasi pakar dan Tabel 17 menunjukkan hasil analisis prioritas atribut mutu minyak goreng. Tabel 16. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu Minyak Goreng Atribut Warna Harga Nilai gizi Kemasan Merek Label Kehalalan Kekentalan Aroma Keamanan produk Warna 2,667 0,338 0,802 3,322 1,551 0,305 1,933 1,933 0,155 Harga 0,316 1,245 1,551 0,802 0, ,229 Nilai gizi 3 4,139 2,408 1,379 3,271 3,680 1 Kemasan 2,220 0,740 0,338 0, ,245 Merek 0,581 0,305 0,902 0,467 0,177 Label 0,581 1,401 1,291 0,221 Kehalalan 3,758 4,317 0,870 Kekentalan 0,922 0,160 Aroma 0,196 Keamanan produk Tabel 17. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu Minyak Goreng No Atribut Bobot Rangking 1 Keamanan pangan Kehalalan Nilai gizi Warna Label Kemasan Harga Aroma Kekentalan Merek

91 Hasil dari analisis perhitungan data menggunakan pairwise comparison, memberikan rangking pembobotan dari masing-masing atribut sebagai berikut : keamanan pangan (0.257), kehalalan (0.183), nilai gizi (0.173), warna (0.080), label (0.066), kemasan (0.058), harga (0.050), aroma (0.050), kekentalan (0.046), dan merek (0.035). Di lain pihak, nilai Incon (Konsistensi Indeks) merupakan nilai ukuran dari seberapa besar kemungkinan ketidakkonsistenan kita dalam menetapkan prioritas untuk elemen-elemen yang ada. Konsistensi sampai kadar tertentu dalam menetapkan prioritas untuk elemen-elemen perlu untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih/akurat dalam dunia nyata. Nilai Konsistensi Indeks harus 10 persen atau kurang. Ketidakkonsistenan yang lebih besar menunjukkan kekurangan informasi atau kekurangpahaman sehingga hasilnya menjadi tidak akurat (Saaty, 1993). Nilai Incon yang diperoleh adalah lebih kecil dari 0,1 yaitu sebesar 0,02. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketidakkonsistenan gabungan pendapat konsumen pakar rendah, sehingga pendapat tersebut dipandang konsisten. Dari hasil analisis kepentingan antar atribut diatas, diketahui bahwa faktor keamanan pangan merupakan faktor utama bagi konsumen dalam membeli minyak goreng, diikuti oleh faktor kehalalan, nilai gizi, warna, label, kemasan, harga, aroma, kekentalan, dan merek. B. Planning Matrix (Riset Pasar dan Rencana Strategik) Dari hasil analisis data untuk riset pasar dalam upaya memperbaiki mutu, diketahui bahwa faktor pelabelan memiliki rasio perbaikan sebesar 2.00, sedangkan faktor keamanan pangan, kemasan, dan merek memiliki rasio perbaikan sebesar Dengan rasio perbaikan tersebut maka PMG Cap Sendok perlu memperbaiki mutu minyak goreng dengan atribut pelabelan sebesar 1 %; diikuti oleh atribut keamanan pangan sebesar %; kemasan sebesar %, dan merek sebesar %. Hasil dari analisis sasaran proyek dapat dilihat pada Tabel

92 Tabel 18. Hasil Analisis Planning Matriks Atribut Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk Atribut Target Tingkat Rasio Nilai Skor Evaluasi Kepentingan Perbaikan Keamanan pangan Kehalalan Nilai gizi Warna Label Kemasan Harga Aroma Kekentalan Merek C. Technical Response (Tanggapan Atas Karakteristik Proses) Tahap ini merupakan tahap untuk menentukan jenis aktivitas proses yang terkait dengan spesifikasi dan harapan konsumen. Penentuan aktivitas proses dilakukan oleh para pakar dengan teknik brainstorming dan studi literatur. Hasil dari analisis tanggapan atas karakteristik proses dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Analisis Matriks Technical Response Minyak Goreng Karakteristik Proses Produksi No Atribut Tingkat Kepentingan Penerimaan bahan baku Penanganan bahan baku Degumming Bleaching Deodorisasi Kristalisasi Penyaringan Pengemasan Penyimpanan Distribusi 1 Keamanan pangan Kehalalan Nilai gizi Warna Label Kemasan Harga Aroma Kekentalan Merek Dari hasil perhitungan data diketahui bahwa, aktivitas proses yang berpengaruh kuat terhadap atribut keamanan pangan adalah penanganan bahan baku, degumming, bleaching, deodorisasi, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi; sedangkan proses kristalisasi dan penyaringan memiliki pengaruh 77

93 yang sedang. Kehalalan dipengaruhi kuat oleh proses penerimaan bahan baku, dan dipengaruhi sedang oleh proses pengemasan. Nilai gizi dipengaruhi kuat oleh penerimaan bahan baku dan deodorisasi; dipengaruhi sedang oleh proses penanganan bahan baku, pengemasan, dan penyimpanan; serta dipengaruhi lemah oleh degumming dan distribusi. Atribut warna dipengaruhi kuat oleh proses penerimaan bahan baku, degumming, bleaching, dan deodorisasi; dipengaruhi sedang oleh proses penanganan bahan baku dan distribusi; serta dipengaruhi lemah oleh proses pengemasan dan penyimpanan. Atribut label tidak dipengaruhi oleh proses apapun. Atribut kemasan dipengaruhi secara sedang oleh proses pengemasan, penyimpanan, dan distribusi. Atribut harga dipengaruhi secara kuat oleh proses penanganan bahan baku, bleaching, dan deodorisasi; dipengaruhi secara sedang oleh proses degumming, kristalisasi, dan penyaringan; serta dipengaruhi secara lemah oleh proses penanganan bahan baku, penyimpanan dan distribusi. Atribut aroma dipengaruhi secara kuat oleh proses deodorisasi; dipengaruhi secara sedang oleh proses penyimpanan; dan dipengaruhi secara lemah oleh proses penerimaan bahan baku dan pengemasan. Atribut kekentalan dipengaruhi secara kuat oleh proses kristalisasi; dipengaruhi secara sedang oleh proses deodorisasi, penyaringan, dan penyimpanan; serta dipengaruhi secara lemah oleh proses penanganan bahan baku dan distribusi. Atribut merek tidak dipengaruhi oleh proses apapun. D. Relationship (Tanggapan Atas Kebutuhan Pelanggan) Tahap ini merupakan tahap untuk membandingkan tingkat kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut mutu produk minyak goreng yang dihasilkan oleh PMG Cap Sendok. Dari hasil analisa, diketahui bahwa konsumen minyak goreng Cap Sendok merasa tidak puas akan label yang ada pada kemasan. Walaupun demikian, konsumen merasa cukup puas dengan faktor keamanan pangan, kemasan, dan merek. Faktor nilai gizi, warna, harga, aroma, dan kekentalan memuaskan konsumen, sedangkan faktor kehalalan sangat memuaskan konsumen. Hal ini merupakan bahan pertimbangan bagi PMG Cap Sendok untuk memperbaiki mutu minyak goreng yang dihasilkan terutama atribut label, merek, kemasan, serta keamanan pangan. Tabel 20 78

94 menunjukkan hasil analisis kepuasan konsumen terhadap atribut mutu CPO yang dihasilkan PMG Cap Sendok dan perhitungan analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 20. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu Minyak Goreng Cap Sendok Sangat Atribut tidak Tidak Cukup Puas Sangat Jumlah Total Nilai Tingkat puas puas puas puas nilai indeks kepuasan Keamanan pangan Kehalalan Nilai gizi Warna Label Kemasan Harga Aroma Kekentalan Merek E. Technical Correlations Analisis Technical Correlations diperlukan untuk mengetahui hubungan keterkaitan antar karakteristik proses yang satu dengan proses lainnya. Suatu perubahan pada salah satu proses dapat mengakibatkan perubahan pada proses lainnya. Dari hasil analisa data diketahui bahwa proses penerimaan bahan baku memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penanganan bahan baku, proses degumming, bleaching, dan deodorisasi, serta memiliki hubungan yang negatif terhadap proses kristalisasi, penyaringan, dan penyimpanan. Proses penanganan bahan baku tidak memiliki hubungan kuat positif terhadap proses apapun, namun memiliki hubungan yang positif terhadap proses degumming, bleaching, dan deodorisasi, serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi, penyaringan, dan penyimpanan. Proses degumming memiliki hubungan kuat positif terhadap proses bleaching dan deodorisasi; memiliki hubungan yang positif terhadap proses penyimpanan; serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi dan penyaringan. Proses bleaching memiliki hubungan kuat positif terhadap proses deodorisasi; memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan; serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi dan penyaringan. 79

95 Proses deodorisasi memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan, serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi dan penyaringan Proses kristalisasi memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penyaringan, serta memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan, dan memiliki hubungan negatif terhadap proses pengemasan. Proses penyaringan memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan minyak goreng, dan memiliki hubungan negatif terhadap proses pengemasan. Proses pengemasan memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan dan distribusi minyak goreng, sedangkan proses penyimpanan memiliki hubungan positif dengan distribusi minyak goreng. Hasil analisis untuk technical correlations tersebut dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical Correlations Minyak Goreng No. Aktivitas Proses Penerimaan bahan baku Penanganan bahan baku Degumming Bleaching Deodorisasi Kristalisasi Penyaringan Pengemasan Penyimpanan Distribusi 1 Penerimaan bahan baku Penanganan bahan baku Degumming Bleaching Deodorisasi Kristalisasi Penyaringan Pengemasan Penyimpanan + 10 Distribusi F. Technical Matrix (Prioritas Tanggapan Teknis Dan Target Teknis) Technical Matrix berisi informasi mengenai tingkat kepentingan tanggapan teknis berdasarkan kebutuhan dan harapan pelanggan, serta nilai relatif dari karakteristik proses yang menjadi target performansi teknis yang harus dicapai perusahaan. Dari hasil analisa perhitungan data, didapat bahwa aktivitas proses yang paling menentukan mutu minyak goreng adalah proses penerimaan bahan baku CPO (0.202). Hal itu kemudian diikuti oleh proses 80

96 deodorisasi (0.155), bleaching (0.137), degumming (0.108), penanganan bahan baku (0.104), kristalisasi (0.078), penyaringan (0.078), pengemasan (0.069), penyimpanan (0.041), dan distribusi (0.028). Hasil analisis hubungan keterkaitan antar proses produksi dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Hasil Analisis Technical Matrix Minyak Goreng Karakteristik Proses Produksi No Atribut Tingkat Kepen-tingan Penerimaan bahan baku Penanganan bahan baku Degumming Bleaching Deodorisasi Kristalisasi Penyaringan Pengemasan Penyimpanan Distribusi Total 1 Keamanan pangan Kehalalan Nilai gizi Warna Label Kemasan Harga Aroma Kekentalan Merek Nilai Tingkat Kepentingan Nilai Relatif 0,202 0,104 0,108 0,137 0,155 0,078 0,078 0,069 0,041 0,028 1,000 Rangking Proses pelaksanaan Quality Function Deployment (QFD) adalah dengan menyusun satu atau lebih matriks yang disebut dengan rumah kualitas (House Of Quality). Matriks diatas menjelaskan hal-hal yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen dan cara untuk memenuhinya. Rumah kualitas juga menggambarkan hubungan antara keinginan konsumen dengan aktivitas perusahaan serta mengevaluasi kemampuan perusahaan. Analisis yang dilakukan terhadap rumah kualitas menghasilkan tiga hal yang harus dilakukan oleh perusahaan yaitu memperbaiki, mempertahankan dan meningkatkan mutu. Konsep rumah kualitas untuk PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk dapat dilihat pada Gambar 7. 81

97 BOBOT KONVERSI Penerimaan bahan baku Penanganan bahan baku Degumming HARAPAN KONSUMEN Bleaching Deodorisasi Kristalisasi Penyarinagn Pengemasan Penyimpanan Distribusi PT. AAL, Tbk Target Rasio Keamanan pangan Kehalalan Nilai gizi Warna Labelling Kemasan Harga Aroma Kekentalan Merek PT. AAL, Tbk Nilai Tingkat Kepentingan Nilai Relatif 0,202 0,104 0,108 0,137 0,155 0,078 0,078 0,069 0,041 0,028 Keterangan : : kuat : sedang : lemah ++ : hubungan kuat positif + : hubungan positif -- : hubungan kuat negatif - : hubungan negatif Gambar 7. House Of Quality PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk 82

98 PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000 MANAJEMEN UMUM Manajemen umum adalah manajemen puncak yang terdiri dari direksi dan wakil manajemen/quality Management Representative (QMR). Direksi memiliki tanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan menjalankan roda perusahaan. QMR adalah wakil manajemen yang menjalankan kebijakan manajemen mutu dan bertanggung jawab terhadap penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM). Adanya dukungan dan komitmen manajemen adalah hal yang penting dalam penerapan SMM ISO 9001:2000. Tanpa dukungan manajemen puncak, penerapan SMM sangat sulit dan tidak mungkin dilaksanakan. a. Direksi Penilaian penerapan unsur-unsur ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS Rambutan diketahui berdasarkan dokumen ISO dan wawancara dengan Manajer dan Masinis Kepala (Maskep) di PKS Rambutan, sedangkan untuk PMG Cap Sendok diketahui berdasarkan wawancara dengan Factory Manager dan Deputy Manager. Tabel 23 merupakan hasil penilaian penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. Tabel 23. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Penerapan Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan PMG Cap Sendok 4.0. Persyaratan Sistem Manajemen Mutu 4.1. Persyaratan umum 4.2. Persyaratan Dokumentasi Umum Pedoman Manual Mutu X Pengendalian Dokumen Pengendalian Rekaman 5.0. Tanggung jawab manajemen 5.1. Komitmen manajemen X 5.2. Fokus pada pelanggan 5.3. Kebijakan mutu 5.4. Perencanaan 5.5. Tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi X 5.6. Tinjauan manajemen Keterangan : = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi 83

99 1) PKS Rambutan PKS Rambutan, yang merupakan bagian dari PT. Perkebunan Nusantara III, memiliki Manajemen Puncak yang terdiri dari Direktur Utama yang dibantu oleh Direktur Produksi, Direktur Keuangan, Direktur SDM dan Umum, serta Direktur Pemasaran. Di lain pihak, wakil manajemen dikenal dengan Corporate Management Representative (CMR). Bagan organisasi diatas dapat dilihat pada Lampiran 9. Dalam pelaksanaannya, terdapat dua unsur ISO yang terkait dengan direksi, yaitu persyaratan sistem manajemen umum dan tanggung jawab manajemen. Melalui salah seorang wakil manajemen yang ditunjuk oleh direksi, SMM dikembangkan, dikoordinasi, dan dikelola sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh SMM ISO 9001:2000. Tanggung jawab tertinggi unit implementasi kebijakan mutu dan pencapaian sasaran mutu terletak pada direktur utama yang dibantu oleh Direktur Produksi, Direktur Keuangan, Direktur SDM dan Umum, serta Direktur Pemasaran. Manajemen puncak dibantu oleh kepala bagian mengawasi Distrik Manajer (DM) dan Manajer unit kerja. 2) PMG Cap Sendok Secara umum, unsur SMM ISO 9001 : 2000 yang berkaitan dengan direksi telah dipenuhi oleh PMG Cap Sendok namun pada unsur Pedoman Manual Mutu, komitmen manajemen serta tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi belum sepenuhnya terorganisasi dengan baik. PMG Cap Sendok memiliki komitmen dan kebijakan mutu yang sudah berfokus kepada pelanggan/konsumen, namun komitmen ini tidak termasuk komitmen untuk menjalankan SMM ISO 9001 : Berdasarkan analisis tersebut, dukungan manajemen puncak masih rendah sehingga tanggung jawab, wewenang dan komunikasi yang dimiliki belum terlaksanakan dengan baik. b. Wakil Manajemen Wakil menajemen disebut dengan QMR (Quality Management Representative) yang merupakan perwakilan Direksi dalam menjalankan kebijakan manajemen mutu dan bertanggung jawab terhadap penerapan 84

100 Sistem Manajemen Mutu (SMM). Tabel 24 merupakan hasil penilaian penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh wakil Manajemen di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. Tabel 24. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Wakil Manajemen Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Penerapan Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan PMG Cap Sendok 4.0. Persyaratan Sistem Manajemen Mutu 4.1. Persyaratan umum 4.2. Persyaratan dokumentasi X 5.0. Tanggung jawab manajemen 5.1. Komitmen manajemen X 5.2. Fokus kepada pelanggan 5.3. Kebijakan mutu 5.4. Perencanaan 5.5. Tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi X 5.6. Tinjauan manajemen 8.0. Pengukuran, analisis dan peningkatan 8.1. Umum 8.2. Pengukuran dan pemantauan Kepuasan pelanggan Audit internal X Pengukuran & pemantauan proses Pengukuran & pemantauan produk 8.3. Pengendalian produk yg tidak sesuai 8.4. Analisis data 8.5. Perbaikan Keterangan : = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi 1) PKS Rambutan Manajemen puncak PKS Rambutan menunjuk salah seorang wakil manajemen untuk menjadi CMR dalam melaksanakan SMM. Persyaratan penerapan SMM yang disyaratkan untuk CMR telah dipenuhi sesuai dengan yang ditetapkan oleh ISO. Unsur SMM persyaratan umum dan persyaratan dokumen telah dipenuhi oleh CMR. Bersama-sama dengan Direksi, CMR menetapkan, mendokumentasikan, melaksanakan, memelihara dan secara terus-menerus melakukan peningkatan SMM. Pelaksanaan SMM ini didasarkan oleh interaksi proses yang berbentuk business process mapping dan aliran proses pengolahan seluruh kegiatan, sumber daya dan personil yang dimiliki dapat dikelola dengan baik untuk mencapai tujuan SMM. 85

101 Dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan penting dalam penerapan SMM ISO 9001 : 2000 ditetapkan dan dikelola oleh CMR. Dokumen tersebut mencakup pernyataan terdokumentasi kebijakan dan tujuan mutu, manual mutu, prosedur, dokumen untuk mengendalikan proses (instruksi kerja dan form kerja) dan catatan mutu. 2) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok belum menerapkan SMM ISO 9001:2000, sehingga tidak ada wakil manajemen dalam sistem ISO 9001:2000 yang menjalankan kebijakan mutu dan bertanggungjawab terhadap penerapan sistem manajemen mutu, namun dalam manajemen pabrik minyak goreng ini memiliki wakil manajer yaitu Deputi Factory Manager yang bertanggung jawab terhadap proses produksi dan mutu produk. MANAJEMEN PEMASOK Menurut Sutrisno dan Utomo (2001), manajemen pemasok terkait dengan unsur pembelian pada SMM ISO 9001 : 2000 yang terdiri dari proses pembelian, informasi pembelian dan verifikasi produk yang dibeli. Dalam proses pembelian, organisasi harus melakukan penetapan kriteria pemilihan pemasok, melakukan seleksi pemasok dan evaluasi pemasok. Organisasi juga harus melakukan dokumentasi prosedur pembelian sehingga evaluasi pemasok dan peninjauan ulang dapat dilakukan secara berkelanjutan. Tabel 23 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO 9001:2000 pada manajemen pemasok di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. 1) PKS Rambutan Di PKS Rambutan, pemasok TBS % adalah berasal dari kebun milik PT. Perkebunan Nusantara III sendiri dan 2-5 % berasal dari luar, oleh karena itu manajemen pemasok sangat baik pelaksanaannya. Informasi pembelian yang terdiri dari proses pembelian, informasi dan verifikasi produk yang dibeli sudah terurai dan terdokumentasi dengan baik. 2) PMG Cap Sendok Manajemen pemasok di PMG Cap Sendok cukup baik, dimana untuk bahan baku minyak goreng Cap Sendok 100 % berasal dari PKS sendiri. Hal 86

102 ini menjadikan manajemen bisa terkontrol dengan baik dan mutu bahan baku bisa sesuai yang diharapkan. Informasi pembelian yang terdiri dari proses pembelian, informasi dan verifikasi produk yang dibeli sudah terurai dan terdokumentasi dengan baik. Tabel 25. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Pemasok Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan PMG Cap Sendok 7.4. Pembelian Proses pembelian Informasi pembelian Verifikasi produk yang dibeli Keterangan : = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi MANAJEMEN SDM DAN INFRASTRUKTUR SDM dan Infrastruktur adalah penunjang penerapan SMM ISO 9001:2000. Tersedianya kedua unsur pendukung tersebut akan mendukung dan meningkatkan efektifitas pelaksanaan SMM. Tabel 26 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO pada manajemen SDM dan infrastruktur. Tabel 26. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen SDM dan Infrastruktur Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan PMG Cap Sendok a. Sumber Daya Manusia 6.2. Sumber daya manusia X 6.4. Lingkungan kerja b. Infrastruktur dan Teknik 6.3. Infrastruktur X 7.5. Produksi dan Penyediaan sumber daya Pengendalian produksi dan penyediaan jasa 8.5. Perbaikan Keterangan : = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi a. Sumber Daya Manusia SDM adalah personalia yang bertanggungjawab dalam melaksanakan SMM yang memiliki kompetensi, yaitu pendidikan, pelatihan, kemampuan 87

103 dan pengalaman. Dalam lingkup SMM yang terkait dengan SMM adalah unsur SDM yang meliputi kompetensi, kesadaran dan pelatihan serta pemeliharaan lingkungan kerja yang mendukung pelaksanaan dan keberhasilan SMM. 1) PKS Rambutan Di PKS Rambutan, terdapat 218 orang karyawan yang mempunyai kualifikasi pendidikan sesuai bagian-bagiannya. Pelatihan-pelatihan sudah diberikan kepada karyawan sesuai bidang masing-masing, khususnya pelatihan ISO Menurut dua belas orang dari lima belas orang karyawan, pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka sering mereka terima, baik berupa in house training, pusat maupun dari luar perusahaan. 2) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok memiliki 152 orang karyawan, dimana masingmasing karyawan menempati bagian pekerjaannya sesuai kualifikasi pendidikan yang mereka punyai. Pelatihan-pelatihan sudah mereka dapatkan, namun masih berupa in house training dan belum merupakan pelatihan ISO 9000 secara khusus. b. Infrastruktur dan Teknik Infrastruktur mencakup bangunan, ruang kerja, dan fasilitas yang sesuai, peralatan proses dan pelayanan pendukung seperti transportasi dan komunikasi. Dalam penerapan SMM ISO 9001:2000, unsur-unsur yang terkait dengan bagian teknik adalah infrastruktur, pengendalian produksi dan pelayanan dan perbaikan. Organisasi harus menetapkan, menyediakan, memelihara dan melakukan perbaikan infrastruktur untuk mencapai kesesuaian terhadap persyaratan produk. 1) PKS Rambutan PKS Rambutan memiliki infrastruktur yang cukup lengkap namun belum terpelihara dengan baik. Beberapa infrastruktur seperti kamar mandi (toilet) dan sarana air bersih untuk sanitasi karyawan kurang mendukung dan kurang terpelihara, sedangkan infrastruktur lainnya, seperti bangunan, 88

104 ruang kerja, peralatan proses, pelayanan transportasi dan komunikasi sudah memadai. 2) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok saat ini sedang membangun sistem GMP (Good Manufacturing Practice) sehingga saat ini infrastruktur yang dimiliki sedang mengalami perbaikan secara menyeluruh. Secara umum, infrastruktur yang dimiliki sudah mendukung dalam proses produksi. Beberapa infrastruktur sedang dalam penyempurnaan, misalnya gudang, ruang pengemasan, dan fasilitas sanitasi. MANAJEMEN OPERASIONAL Manajemen operasional terdiri dari bagian Quality Assurance (QA) /Quality Control (QC), penelitian dan pengembangan/research and development (litbang/r&d), Production Planning and Inventory Control (PPIC), produksi serta penggudangan bahan mentah dan produk jadi. a. Quality Assurance (QA)/ Quality Control (QC) QA atau jaminan mutu adalah istilah yang menyatakan keseluruhan kegiatan yang terencana dan resmi yang memberikan kepercayaan bahwa keluaran akan memenuhi tingkat mutu yang diinginkan, sedangkan QC atau pengendalian mutu adalah keseluruhan kegiatan dan teknik dalam proses untuk menciptakan karakteristik mutu tertentu. Kegiatan di atas mencakup pemantauan, mengurangi kemungkinan perubahan atau perbedaan dan penghilangan sebab-sebab yang diketahui (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996). Unsur SMM ISO 9001:2000 yang terkait dengan QA/QC adalah manajemen sumber daya (infrastruktur dan lingkungan kerja), realisasi produk (perencanaan realisasi produk, desain dan pengembangan, proses pembelian, produksi dan penyediaan jasa, serta pengendalian sarana pemantauan dan pengukuran) dan pemantauan, analisa dan perbaikan (pemantauan dan pengukuran proses, pemantauan dan pengukuran produk, pengendalian produk yang tidak sesuai, analisis data dan perbaikan). Tabel 27 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO 9001:2000 pada manajemen operasi bagian QA/QC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. 89

105 Tabel 27. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian QA/QC Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan PMG Cap Sendok 6.3. Infrastruktur X 6.4. Lingkungan kerja 7.1. Perencanaan realisasi produk 7.3. Desain dan pengembangan X 7.4. Pembelian Proses pembelian 7.5. Produksi dan penyediaan jasa 7.6. Pengendalian sarana pengukuran dan pemantauan 8.2. Pengukuran dan pemantauan Pengukuran & pemantauan proses Pengukuran & pemantauan produk 8.3. Pengendalian produk yg tidak sesuai 8.4. Analisis data 8.5. Perbaikan Keterangan : = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi 1) PKS Rambutan PKS Rambutan memiliki infrastruktur QA/QC yang cukup lengkap sesuai dengan analisis kebutuhan yang diperlukan. Unsur-unsur lain mengenai QA/QC tersebut juga sudah terpenuhi dan terstandarisasi dengan baik. 2) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok saat ini sedang membangun sistem GMP (Good Manufacturing Practice) sehingga saat ini infrastruktur yang dimiliki sedang mengalami perbaikan secara menyeluruh. Ruang laboratorium merupakan ruang yang perlu mendapat renovasi dan penambahan peralatan laboratorium sehingga proses analisis mutu lebih baik lagi. Unsur-unsur QA/QC lain sudah terpenuhi dan terdokumentasi dengan baik. b. Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) Unsur yang terkait dengan penelitian dan pengembangan adalah perencanaan realisasi produk, proses yang berkaitan dengan pelanggan desain dan pengembangan serta analisa data. Tabel 28 menunjukkan hasil penilaian 90

106 penerapan unsur-unsur ISO pada manajemen operasi bagian penelitian dan pengembangan (research and development) di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. Tabel 28. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan 7.1. Perencanaan realisasi produk 7.2. Proses yang terkait dengan pelanggan 7.3. Desain dan pengembangan X 8.4. Analisis data Keterangan : 1) PKS Rambutan = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi R&D di PKS Rambutan memiliki keterbatasan secara skala pabrik, namun prosedur R&D ini tercakup lengkap berdasarkan skala pusat PTP. Nusantara III mulai dari unsur perencanaan realisasi produk, proses yang terkait dengan pelanggan, desain dan pengembangan, serta analisis data. 2) PMG Cap Sendok R&D di PMG Cap Sendok belum berjalan dengan maksimal. Desain dan pengembangan merupakan unsur yang belum mampu untuk direalisasikan penuh oleh perusahaan. Hal ini berkaitan dengan belum adanya bagian R&D secara khusus di perusahaan ini. c. Production Planning and Inventory Control (PPIC) Unsur yang terkait dengan PPIC adalah perencanaan realisasi produk, proses yang berkaitan dengan pelanggan dan pengendalian produksi dan penyediaan jasa. Tabel 29 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO pada PPIC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. Tabel 29. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada PPIC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan PMG Cap Sendok 7.1. Perencanaan realisasi produk 7.2. Proses yang terkait dengan pelanggan Ketentuan pengendalian produksi dan pelayanan 91

107 Keterangan : = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi 1) PKS Rambutan Unsur-unsur yang terkait dengan PPIC di PKS Rambutan secara keseluruhan sudah terpenuhi dan berjalan dengan baik sesuai dokumen yang sudah terstandarisasi dengan baik. 2) PMG Cap Sendok PPIC di PMG Cap Sendok sudah memenuhi unsur-unsur ISO, yaitu perencanaan realisasi produk, proses yang terkait dengan pelanggan, dan ketentuan pengendalian produksi dan pelayanan. Keseluruhan unsur-unsur di atas sudah berjalan dengan baik. d. Produksi Pengendalian produksi dan penyediaan jasa diidentifikasi dan mampu telusur, pemeliharaan/penjagaan/pengawetan produk, pemantauan dan pengukuran produk, dan pengendalian produk yang tidak sesuai. Tabel 30 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO pada bidang produksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. Tabel 30. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Bidang Produksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan PMG Cap Sendok Pengendalian produksi dan penyediaan jasa Identifikasi dan mampu telusur Penjagaan/pemeliharaan produk/pengawetan produk Pengukuran & pemantauan produk 8.3. Pengendalian produk yg tidak sesuai Keterangan : = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi 1) PKS Rambutan Unsur-unsur yang terkait dengan produksi sudah berjalan dengan baik. Kesemuanya berjalan sesuai dengan dokumen prosedur yang terstandarisasi. 92

108 2) PMG Cap Sendok Seperti halnya PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga sudah memenuhi keseluruhan unsur-unsur ISO 9001:2000 yang terkait dengan produksi. Prosedur mengenai unsur-unsur ini juga sudah terdokumentasi dengan baik. e. Penggudangan Penggudangan dilakukan untuk bahan baku/bahan mentah dan produk akhir. Unsur yang terkait dengan penggudangan bahan mentah adalah infrastruktur serta produksi dan penyediaan jasa. Penggudangan produk akhir adalah infrastruktur, pengendalian produksi dan penyediaan jasa, pemeliharaan/penjagaan/pengawetan produk dan pengendalian produk yang tidak sesuai. Tabel 31 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO pada manajemen operasi bagian penggudangan di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. Tabel 31. Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian Penggudangan di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Unsur-Unsur ISO PKS Rambutan PMG Cap Sendok Penggudangan Bahan Mentah 6.3. Infrastruktur 7.5. Produksi dan Penyediaan jasa Penggudangan Produk Akhir 6.3. Infrastruktur Pengendalian Produksi dan Penyediaan jasa Penjagaan/pemeliharaan produk/pengawetan produk 8.3. Pengendalian produk yang tidak sesuai Keterangan : = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi 1) PKS Rambutan Mengenai unsur-unsur ISO yang terkait dengan pross penggudangan, PKS Rambutan sudah memenuhi keseluruhan unsur-unsur ISO tersebut. Hanya yang perlu mendapat perhatian adalah proses pemeliharaan dan perawatan gudang saja. 93

109 2) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok sudah memenuhi keseluruhan unsur-unsur ISO yang terkait dengan proses penggudangan, hanya tinggal proses pemeliharaan yang perlu mendapat perhatian, contohnya kebersihan dan penerangan di dalam gudang bahan penolong (Bleaching earth dan Phosporic acid) yang belum memadai. Selain hal tersebut, keberadaan hama (seperti serangga, tikus, dan lain-lain) perlu mendapat perhatian dalam hal pencegahan. 94

110 PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN (SMKP) HACCP Penilaian penerapan SMKP HACCP industri pengolahan kelapa sawit dan minyak goreng menggunakan beberapa peubah penelitian, yaitu kebijakan mutu, organisasi, persyaratan dasar operasi, persyaratan dasar produk, penerapan prinsip HACCP dan penanganan konsumen. Hasil penilaian penerapan sistem keamanan pangan HACCP dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Penilaian Penerapan SMKP HACCP Unsur-unsur HACCP PKS Rambutan 1. Kebijakan mutu X 2. Organisasi 2.1. Tim HACCP Struktur organisasi Bidang kegiatan 2.4. Personil dan pelatihan X X 3. Deskripsi produk : Nama produk, komposisi, cara penyiapan dan penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluarsa, cara penyimpanan, sasaran konsumen, cara distribusi, dll PMG Cap Sendok 4. Persyaratan Dasar 4.1. GMP X X 4.2. SSOP X X 5. Bagan Alir Proses 6. Prinsip HACCP 5.1. Analisa bahaya X 5.2. Penetapan CCP (jumlah CCP) X 5.3. Penetapan batas kritis (metode, dan penetapannya) 5.4. Penetapan sistem monitoring 5.5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan 5.6. Penetapan verifikasi 5.7. Catatan dan dokumentasi 7. Sistem Penyimpanan Catatan 8. Prosedur Verifikasi 9. Prosedur Pengaduan konsumen 10. Prosedur recall 11. Perubahan Dokumen/Revisi/Amandemen Keterangan : = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi 95

111 KEBIJAKAN MUTU Kebijakan mutu adalah suatu pernyataan dari manajemen puncak yang menunjukkan komitmennya untuk menetapkan, menerapkan dan memelihara sistem HACCP dalam rangka mencapai tingkat mutu dan keamanan yang tinggi dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan (SNI, 1999). Penisella et al. (1999) mengungkapkan hasil survei yang dilakukan 127 perusahaan makanan yang sudah menerapkan HACCP di Inggris, bahwa beberapa alasan dukungan manajemen pada penerapan HACCP, yaitu untuk meningkatkan keamanan produk yang dihasilkan (50%), memenuhi tekanan konsumen (37,5%), memenuhi persyaratan hukum (31,3%), mengikuti tren yang berkembang (15,6%), dan 3,1% lainnya karena membaca jurnal/buku. Corlett (1998) menyatakan bahwa dukungan manajemen adalah hal yang sangat penting dalam penerapan HACCP. Terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong manajemen untuk memberikan dukungan dan komitmennya dalam menerapkan HACCP, seperti dijelaskan di bawah ini : a. Ditemukannya bahaya pada produk, pada batas yang tidak dapat diterima yang mengindikasikan bahwa sistem keamanan pangan yang dijalankan tidak efektif, adanya produk return, dan keluhan dari konsumen yang menyebabkan kerugian dan hilangnya pasar. b. Adanya desakan dari konsumen agar perusahaan menerapkan HACCP. c. Peraturan yang mensyaratkan perusahaan mengembangkan dan menerapkan HACCP, terutama produk daging dan perikanan. d. Produk yang dihasilkan akan dipasarkan di luar negeri dan memerlukan persyaratan HACCP. Penerapan HACCP memerlukan waktu, kesiapan infrastruktur dan faktor pendukung seperti GMP dan SSOP, yang keseluruhannya merupakan bagian dari dukungan penuh manajemen puncak untuk menerapkan SMKP. Menurut Mayes (1994), penerapan HACCP bukan pekerjaan semalam karena meliputi evaluasi teknis secara rinci terhadap proses dan produk serta membutuhkan dukungan dan komitmen manajemen disamping pengalaman untuk menganalisis bahaya dan mengembangkan prosedur pengendalian dan pemantauan. 96

112 a) PKS Rambutan PKS Rambutan memiliki kebijakan mutu yang hanya memenuhi sebagian dari yang dipersyaratkan oleh HACCP. Kebijakan mutu yang ditetapkan oleh PKS Rambutan belum menyatakan secara spesifik tentang kebijakan terhadap keamanan produk yang dihasilkan bagi konsumen. Selain itu, kebijakan yang ditetapkan manajemen puncak belum sepenuhnya diikuti dengan penyediaan faktor-faktor pendukung penerapan HACCP seperti GMP dan SSOP. b) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok memiliki kebijakan mutu yang telah memenuhi materi yang dipersyaratkan oleh HACCP. Aspek keamanan pangan sudah tercantum dalam kebijakan mutunya. ORGANISASI Dalam SMKP HACCP, manajemen harus menetapkan uraian tentang sistem tanggung jawab, wewenang, fungsi, struktur organisasi dan personil yang bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan produk. Dalam hal ini, manajemen membentuk suatu tim HACCP yang terdiri dari beberapa personil yang memiliki latar belakang berbagai disiplin ilmu untuk menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik tertentu tersedia untuk pengembangan program HACCP efektif. Dalam organisasinya tercakup pembentukan tim HACCP, struktur organisasi, bidang kegiatan, serta personalia dan pelatihan. a) PKS Rambutan Manajemen puncak PKS Rambutan telah menetapkan uraian tentang sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personil di dalam struktur organisasi dan deskripsi kerja, namun belum memenuhi persyaratan organisasi yang diinginkan oleh HACCP secara keseluruhan karena perusahaan ini tidak memiliki tim HACCP. Pelatihan-pelatihan bagi karyawan telah dilakukan namun belum merupakan pelatihan mengenai sistem HACCP. b) PMG Cap Sendok Sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personalia di dalam struktur organisasi dan deskripsi kerja di PMG Cap Sendok telah terurai dengan baik. Tim HACCP, struktur organisasi, bidang kegiatan, serta 97

113 personalia untuk sistem HACCP sudah terbentuk, namun untuk pelatihannya masih belum terlaksana sepenuhnya kepada semua pekerja. DESKRIPSI PRODUK Dalam penerapan HACCP, perusahaan harus menetapkan deskripsi produk dan rencana penggunaan produk. Deskripsi produk berisi penjelasan dan spesifikasi produk akhir yang mencakup nama produk/nama dagang, komposisi produk, cara penyiapan dan penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluarsa, cara penyimpanan, sasaran konsumen, cara distribusi, dan lain-lain. a) PKS Rambutan PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) memproduksi CPO tanpa merek dan tanpa kemasan karena dijual langsung ke konsumen yaitu industrial buyer dengan memakai truk tangki CPO, sedangkan CPO yang akan diekspor ditimbun pada tangki timbun bersama di Belawan melalui Kereta Api. Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit dari pemasok disortasi sehingga mutu TBS sesuai dengan standar fraksi kriteria matang TBS yaitu fraksi 1 sampai 5 dan brondolan. TBS tersebut kemudian direbus, dipress, dilakukan pemurnian, lalu disimpan pada tangki timbun untuk menghasilkan Crude Palm Oil (CPO). Sedangkan proses pengolahan kernel dimulai setelah tahap pengempaan, dimana ampas pressan berupa biji TBS dan serabut. Selanjutnya, biji dan serabut dipisah, lalu biji dipecah, dikeringkan, diperam, kemudian ditimbun di gudang penimbunan. CPO merupakan produk yang tidak langsung dikonsumsi manusia, tapi merupakan bahan baku dalam pembuatan olein, stearin, glycerin, sabun, dan sebagainya, oleh karena itu perlu adanya pengolahan lebih lanjut baru bisa dikonsumsi manusia. Kernel juga merupakan produk yang tidak dapat langsung dikonsumsi manusia, tetapi merupakan bahan baku dalam pembuatan minyak inti sawit, sehingga perlu adanya pengolahan lebih lanjut untuk dapat dikonsumsi manusia. CPO tidak dikemas dalam bahan pengemas, tapi disimpan dalam storage tank pada suhu o C. Kernel tidak boleh terkena air atau bebas dari kelembaban O 2. Sasaran pengguna/konsumen CPO dan kernel adalah industri- 98

114 industri oleopangan, oleokimia, farmasi, yang menggunakan CPO sebagai bahan bakunya. CPO dijual secara ekspor dan lokal, dimana ekspor melalui Kantor Penjualan Bersama (KPB), sedangkan kernel hanya dijual di lokal saja. b) PMG Cap Sendok PT. Astra Agro Lestari, Tbk memproduksi minyak goreng (olein) dengan merek Cap Sendok, Palmeco dan minyak goreng curah (bulking). Minyak goreng Cap Sendok dan Palmeco sebenarnya memiliki proses produksi dan standar mutu yang sama. Yang membedakan keduanya adalah tujuan pemasarannya. Minyak goreng Cap Sendok dipasarkan di dalam negeri, sedangkan merek Palmeco dipasarkan ke luar negeri (ekspor). Minyak goreng Cap Sendok diproses dari minyak kelapa sawit murni (CPO) dengan standar produk yang ingin dicapai adalah iodine value (60,00 meq min), cloud point (7,0 o C maks), stability (9 15 jam), FFA (0,06 0,08 %), dan visual (bening dan tidak ada benda asing). Minyak goreng Cap Sendok dikemas dalam kemasan primer dan sekunder, dimana kemasan primer berupa botol plastik jenis PET dan kemasan sekunder berupa kardus serta disimpan pada suhu ruangan. Minyak goreng yang dikemas tersebut didistribusikan menggunakan container barang ke toko dan supermarket. PERSYARATAN DASAR Persyaratan dasar (Prerequisite) adalah suatu persyaratan teknis yang harus dimiliki dan dipenuhi oleh suatu perusahaan yang akan memulai proses produksi dan menerapkan HACCP. Persyaratan ini berupa peraturan teknis proses produksi dan penerapan HACCP, dan dalam operasionalisasinya diwujudkan dalam standar prosedur operasi (SPO) atau dalam bentuk dokumentasi lainnya. Persyaratan dasar tersebut adalah sistem sanitasi/ sanitation standard operating procedures (SSOP) dan diterapkannya cara-cara berproduksi yang baik atau GMP (Good Manufacturing Practice). 99

115 Good Manufacturing Practice (GMP) Sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI No 23/MEN/SK/I/1978 mengenai pedoman cara berproduksi yang baik untuk makanan, pedoman ini mencakup lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, alat produksi, bahan, proses pengolahan, produk akhir, laboratorium, personil, kemasan, label dan penyimpanan. Berikut ini dijelaskan penerapan GMP di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. PKS Rambutan sebagai bagian dari PT. Perkebunan Nusantara III, walaupun sudah memiliki sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 dan Sistem Manajemen Lingkungan ISO namun belum memenuhi sebagian persyaratan GMP sebagai persyaratan dasar HACCP. Prinsip-prinsip GMP belum dilaksanakan sesuai dengan standar yang seharusnya. Kegiatan sanitasi dilaksanakan sesuai dengan pengalaman yang biasa dilakukan. PMG Cap Sendok belum memiliki sertifikat sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 dan sistem manajemen lingkungan ISO Demikian pula halnya untuk sistem manajemen keamanan pangan HACCP, walaupun sebagian besar unsur-unsurnya telah dipenuhi dan dilaksanakan, namun belum memiliki sertifikasi HACCP. Sebagaimana halnya dengan PKS Rambutan, prinsip-prinsip GMP sebagai prasyarat sistem HACCP di PMG Cap Sendok masih belum sepenuhnya sesuai dengan standar yang ada. 1) Lokasi a) PKS Rambutan Lokasi PKS Rambutan, berada di jalur trans Medan - Siantar yang sangat strategis, karena berada tidak jauh dari jalan raya. PKS berada di kawasan areal perkebunan kelapa sawit yang jauh dari sumber pencemaran seperti areal persawahan, pembuangan sampah, dan perumahan penduduk. Lokasi bangunan juga dilengkapi oleh sarana penunjang seperti, sarana penyediaan air bersih dan sarana pembuangan limbah yang dikelola dengan baik oleh perusahaan sendiri. b) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok berada di jalur trans Medan Siantar yang tidak jauh dari jalan raya. Lokasi pabrik tidak sesuai dengan standar GMP, dimana pabrik ini berada di daerah perumahan padat penduduk dan 100

116 disekitar jalan masuk pabrik banyak terdapat sampah-sampah yang berasal dari pembuangan limbah rumah tangga. Jalan masuk menuju pabrik sudah rusak, dimana banyak jalan yang berlubang sehingga tergenang air pada saat hujan dan saat hari panas banyak debu dan terlihat kotor. Disamping pabrik minyak goreng terdapat pabrik pengolahan kopi menjadi minuman kopi instan, dimana sangat jelas terlihat bahwa arah pembuangan asap pembakarannya mengarah ke pabrik minyak goreng. Dampaknya sangat tidak baik karena dikhawatirkan PAH (polyaromatic hydrocarbon) yang dari pembakaran pabrik kopi menjadi kontaminan untuk pabrik minyak goreng. Di dalam pabrik minyak goreng Cap Sendok sendiri terdapat pekarangan yang tidak terpelihara dengan baik. Selain itu terdapat rumahrumah kecil yang sudah tidak layak huni yang menjadikannya terlihat kotor. 2) Bangunan Bangunan merupakan salah satu faktor penting dalam menjalankan suatu kegiatan industri terutama industri pengolahan pangan. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam bangunan adalah tata ruang, lantai, atap dan langitlangit, pintu, jendela, penerangan, dan ventilasi atau pengatur suhu. a) PKS Rambutan Tata ruang bangunan terdiri dari ruangan produksi dan ruang kantor yang terpisah sehingga tidak mengganggu proses produksi CPO dan tidak mengakibatkan pencemaran CPO. Susunan ruangan proses produksi diatur sesuai dengan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang-siur dan tidak mengakibatkan pencemaran terhadap CPO. Ruangan proses pengolahan dan ruang pelengkap (gudang, laboratorium, bengkel, dan lain-lain) terletak terpisah, hal ini menjaga kontaminasi bahan dan peralatan lain. Luas masing-masing ruang pengolahan, ruang pelengkap dan kantor sesuai dengan jenis, kapasitas produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja. Lantai yang dipersyaratkan dalam GMP berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 23/Men.Kes/SK/I/1978 harus rapat air, tahan 101

117 terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan rata dan halus tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan serta memiliki kelandaian yang cukup ke arah saluran pembuangan air. Kondisi lantai di unit pengolahan tidak sepenuhnya sesuai dengan persyaratan GMP menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 23/Men.Kes/SK/I/1978. Lantai di unit pengolahan rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan tidak rata, tidak halus dan tidak licin namun mudah dibersihkan sesuai standar kebersihan PKS serta memiliki kelandaian yang cukup kearah saluran pembuangan air. Bangunan unit pengolahan tidak memiliki dinding karena merupakan bangunan semi terbuka, dimana atasnya memiliki atap dan disetiap sisi samping tidak memiliki dinding. Hal tersebut dimaksudkan agar ruangan unit pengolahan memiliki penerangan dan udara yang cukup sehingga para pekerja nyaman untuk bekerja. Dinding kamar mandi merupakan bagian yang perlu mendapat perhatian untuk segera diperbaiki karena sudah mengelupas dan terlihat sangat kotor. Atap di unit pengolahan terbuat dari seng yang tahan terhadap air, namun ada beberapa bagian seng yang terlihat bocor sehingga memungkinkan air untuk masuk ke ruangan unit pengolahan. Untuk bangunan pelengkap, kamar mandi merupakan bagian yang perlu untuk mendapat renovasi, baik bagian dinding, lantai, atap dan langit-langit, pintu serta ventilasi, mengingat kamar mandi sudah banyak bagianbagiannya yang rusak. Bangunan yang digunakan sebagai pabrik dan kantor di PKS Rambutan sesuai dengan persyaratan teknik dan higienis, dimana bangunan mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindakan sanitasi dan mudah dipelihara. Perawatan dan pemeliharaan untuk bangunan juga tertuang dalam prosedur dan instruksi kerja. b) PMG Cap Sendok Lokasi pabrik minyak goreng di PMG Cap Sendok memiliki bangunan dengan ruangan pokok dan ruangan pelengkap yang masingmasing terpisah letaknya. Ruangan pelengkap merupakan ruangan 102

118 pengolahan mulai dari bahan baku hingga produk akhir, sedangkan ruang pelengkap merupakan ruangan lain yang mendukung proses pengolahan seperti kantor, bengkel, gudang, toilet, laboratorium, dan lain-lain. Tata letak susunan ruangan unit pengolahan dan ruang pelengkap diatur sedemikian rupa dan berdasarkan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang-siur dan tidak mengakibatkan kontaminasi silang (cross contaminant). Luas masingmasing ruang pengolahan, ruang pelengkap dan kantor sesuai dengan jenis, kapasitas produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja. Hanya pada ruangan bengkel, pekerja merasa ruangan tersebut terlalu sempit sehingga sering kali para pekerja memperbaiki peralatan hingga keluar batas ruangan bengkel, padahal itu merupakan jalan yang sering dilalui oleh pekerja lainnya. Lantai pada ruangan unit pengolahan rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan rata dan halus, tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan dan memiliki kelandaian yang cukup kearah saluran pembuangan air, demikian juga halnya dengan ruangan pelengkap. Dinding pada ruangan pengolahan terdiri dari tiga bagian yang bersusun keatas, dimana bagian pertama terbuat dari beton dengan tinggi lebih dari 20 cm diatas permukaan lantai yang rapat air. Susunan kedua dan ketiga terbuat dari seng yang semi tertutup karena ada celah terbuka antara dinding susunan pertama dengan kedua dan ketiga. Atap bangunan unit pengolahan terbuat dari seng yang tahan terhadap air dan mudah diperbaiki ataupun diganti bila terjadi kerusakan atau kebocoran. Tinggi dari lantai lebih dari 3 meter sesuai persyaratan GMP. Pintu di bagian unit pengolahan merupakan pintu yang terbuat dari bahan tahan lama, permukaan tidak rata, tidak halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan, dapat ditutup dengan baik, serta membuka keluar. Bangunan unit pengolahan tidak memiliki jendela karena bangunan tersebut merupakan bangunan semi tertutup. 103

119 Untuk penerangan, bangunan unit pengolahan termasuk bangunan yang kurang penerangan karena di beberapa sudut ruangan pengolahan terlihat agak gelap. Indikator ini ditunjukkan dengan agak sulitnya membedakan jenis warna di beberapa ruang dalam stasiun pengolahan. 3) Fasilitas sanitasi a) PKS Rambutan Fasilitas sanitasi terdiri dari sarana penyediaan air, sarana pembuangan (sisa dan limbah), sarana toilet, dan sarana cuci tangan. PKS Rambutan belum mengelola fasilitas sanitasi dengan baik. Penyediaan sarana cuci tangan dan sabun belum terdapat di lingkungan proses pengolahan. Kamar mandi (toilet) juga sangat tidak memadai, dimana bak air sudah pecah-pecah, berjamur dan berlumut. Air yang tersedia juga tidak memadai untuk membersihkan anggota tubuh sebelum dan sesudah bekerja. Hal ini merupakan persoalan yang menjadi keluhan karyawan karena ketidaknyamanan bagi karyawan untuk membersihkan diri di kamar mandi. b) PMG Cap Sendok Di PMG Cap Sendok fasilitas sanitasi sudah dikelola dengan cukup baik. Sarana penyediaan air, sarana pembuangan (sisa dan limbah), sarana toilet, dan sarana cuci tangan sudah tersedia dengan SOP yang tertera di masing-masing tempat. Jumlah karyawan dengan fasilitas sanitasi yang ada telah sesuai sehingga karyawan tidak perlu mengantri dalam menggunakan fasilitas tersebut. Di dalam ruang ganti pakaian terdapat loker untuk menyimpan barang-barang karyawan dan tempat untuk menyimpan pakaian ganti. 4) Peralatan produksi a) PKS Rambutan Peralatan yang dipergunakan di PKS Rambutan sudah memadai, dimana peralatan yang digunakan dalam keadaan baik dan mencukupi untuk proses pengolahan. Peralatan produksi sudah sesuai dengan persyaratan teknik yaitu sesuai dengan jenis produksi. Standar prosedur untuk pembersihan dan perawatan peralatan secara berkala juga sudah 104

120 tersedia dan tertuang dalam prosedur dan instruksi kerja yang terdokumentasi dan terstandarisasi. b) PMG Cap Sendok Di PMG Cap Sendok, peralatan yang digunakan sudah sesuai dengan jenis produksi yang jumlahnya juga mencukupi. Kendala pada peralatan adalah usianya yang sudah tua sehingga kinerja mesin dan peralatannya menjadi berkurang. Prosedur kerja dan pemeliharaan mesin dan peralatan tersebut sudah terdokumentasi dengan baik. 5) Bahan a) PKS Rambutan Bahan baku dan bahan pelengkap telah mengalami proses pemeriksaan oleh pihak laboratorium dan sortasi. Bahan baku yang berupa TBS telah disortasi dan dianalisa mutunya sehingga yang diterima sesuai dengan kriteria kematangan TBS, persyaratan mutu dan komposisi panen yang sudah ditetapkan perusahaan yang terdokumentasi dan terstandarisasi. b) PMG Cap Sendok Bahan baku dan bahan penolong yang digunakan telah memenuhi standar mutu dan persyaratan yang ditetapkan oleh manajemen karena telah terlebih dahulu mengalami pemeriksaan secara fisika dan kimia. Bahan-bahan tersebut juga harus memiliki CoA (Certificate of Analysis) dan sertifikat halal dari pemasok sehingga bahan baku dan bahan penolong benar-benar terjamin dengan baik. 6) Proses Pengolahan a) PKS Rambutan Proses pengolahan dilaksanakan sesuai standar prosedur yang didokumentasikan dalam instruksi kerja (IK) bagian teknologi dan IK bagian teknik. Pada IK bagian teknologi ini, instruksi kerja proses pengolahan terdiri dari Penerimaan TBS di Pabrik Kelapa Sawit, Sortasi TBS Kelapa Sawit, Analisa TBS, Pengolahan Kelapa Sawit, Pengendalian Proses dan Mutu Produksi PKS, Serah Terima Jaga Pabrik, Analisa Kehilangan Minyak dan Inti Sawit, Standar Mutu Minyak Sawit dan Inti 105

121 Sawit, Penyimpanan Produksi, Pengolahan Air Kebutuhan Pabrik, dan Pembelian dan Pengolahan TBS Kelapa Sawit Pihak Ketiga. Pada IK bagian teknik instruksi kerja yang terkait dengan proses pengolahan terdiri dari Perencanaan dan Pelaksanaan kegiatan teknik, pengawasan pengendalian pekerjaan, kapasitas pabrik, penertiban inventaris, evaluasi kinerja peralatan pabrik, pemakaian kwh dan BBM, pemeliharaan mesin dan instalasi PKS, instalasi listrik, menjalankan dan memberhentikan mesin PKS, pengoperasian / inspeksi / pengawetan ketel uap, pengoperasian turbin uap dan genset, tera ulang timbangan, pengoperasian dan pemeliharaan alat angkut, road grader, traktor, excavator, trailer, mesin-mesin, gergaji, dan kalibrasi. Masing-masing tahapan proses pengolahan memiliki formula dasar yang menyebutkan jenis bahan yang digunakan, baik bahan baku dan bahan penolong serta persyaratan mutunya. Untuk setiap satuan pengolahan memiliki instruksi kerja tertulis yang menyebutkan jumlah bahan dan alat yang digunakan, tahap-tahap rincian kerja, langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama pengolahan dengan mengingat faktor suhu, kelembaban, tekanan, dan lain-lain, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan dan pencemaran pada produk akhir, alat pelindung diri, hal-hal emergency yang perlu diperhatikan selama pengolahan, serta hal lain yang dianggap perlu. Setiap proses pengolahan selalu dipantau dan diperiksa oleh petugas pengolahan di bagian produksi, dimana hasil pemantauan didokumentasikan dalam laporan kerja manual book. b) PMG Cap Sendok Seperti halnya di PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga memiliki instruksi kerja yang menguraikan tahap-tahap rincian kerja, langkahlangkah yang perlu diperhatikan selama pengolahan dengan mengingat faktor suhu, kelembaban, tekanan, dan lain-lain, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan dan pencemaran pada produk akhir, alat pelindung diri, hal-hal emergency yang perlu diperhatikan selama pengolahan, serta hal lain yang dianggap perlu. Instruksi kerja yang ada di 106

122 PMG Cap Sendok ini belum sepenuhnya lengkap seperti pada PKS Rambutan yang sudah terdokumentasi dan tersertifikasi dengan baik. 7) Produk akhir a) PKS Rambutan PKS Rambutan menetapkan standar mutu produk akhir CPO yang dihasilkan, dan standar mutu untuk produk CPO dan kernel dapat dilihat pada lampiran 10. Standar mutu ini terdokumentasi pada prosedur mutu dan IK (instruksi kerja) yang sudah terstandarisasi. CPO dan kernel yang akan dipasarkan terlebih dahulu dilakukan pengujian fisik dan kimia di laboratorium internal dan eksternal sehingga produk CPO yang akan dipasarkan diketahui mutunya. Pengujian mutu di laboratorium internal terdiri dari kadar air, kadar kotoran dan FFA, sedangkan jika diperlukan analisa parameter mutu yang lain seperti DOBI, PV, IV, dan lain-lain maka pengujiannya dilakukan di laboratorium eksternal atau lembaga pemeriksa mutu di luar laboratorium PKS Rambutan. b) PMG Cap Sendok Produk akhir yang berupa minyak goreng merek Cap Sendok memiliki persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan, yang sesuai dengan standar mutu minyak goreng di Indonesia (SNI). Produk akhir dan produk samping yang dihasilkan, sebelum didistribusikan ke masyarakat terlebih dahulu mengalami pemeriksaan baik fisik, kimia maupun mikrobiologi, sehingga aman untuk dikonsumsi. Standar mutu minyak goreng cap Sendok yang dihasilkan PMG Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran 11. 8) Laboratorium a) PKS Rambutan PKS Rambutan memiliki laboratorium yang terdiri dari tiga ruangan, masing-masing adalah ruang inventaris laboratorium, ruang analisis minyak dan ruang analisis limbah dan air. Laboratoriumnya sudah memadai untuk skala PKS. Analisa yang dilakukan di laboratorium ini terdiri dari analisa kadar air, kadar kotoran, FFA (baik TBS maupun CPO), 107

123 lossis minyak sawit, lossis inti (kernel), analisa mutu air umpan boiler, dan analisa limbah. Hasil analisa tersebut didokumentasikan dalam log book laporan kinerja analisa mutu. Adapun contoh laporan kinerja analisa mutu dapat dilihat pada lampiran 12. b) PMG Cap Sendok Laboratorium yang dimiliki oleh PMG Cap Sendok merupakan bagian yang dirasakan kurang oleh pihak manajemen sendiri, mengingat ruangan laboratorium yang cukup sempit dan fasilitas yang kurang lengkap dalam mendukung analisis hasil produk. Analisis mutu yang dilakukan adalah analisis mutu bahan baku CPO, bahan penolong, dan produk akhir. Menurut Asisten QA, analisis mutu yang lebih spesifik dan beragam lebih banyak dilakukan di luar laboratorium sendiri dengan pengeluaran dana yang cukup besar, seperti di PPKS. 9) Higiene Karyawan a) PKS Rambutan Seluruh personil yang berhubungan langsung dengan produksi CPO dan kernel ataupun karyawan yang bekerja di pabrik seharusnya mengenakan pakaian kerja yang telah ditetapkan perusahaan seperti baju, sarung tangan, tutup kepala, penutup mulut, penutup telinga, dan sepatu kerja. Tetapi di PKS Rambutan, permasalahan yang masih dan sering ditemukan adalah ketidakkonsistenan dalam menggunakan APD (alat pelindung diri) yang ada. Pada standar prosedur operasi (SOP), hal tersebut penting untuk digunakan, tetapi masih banyak karyawan yang lalai untuk menggunakannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pekerja, perlengkapan peralatan tersebut disediakan oleh perusahaan, tetapi pekerja malas menggunakannya. Ini merupakan ketidaktegasan pihak manajemen untuk mengawasi karyawannya dalam mematuhi peraturan yang sudah dibuat padahal peraturan tersebut sudah terstandarisasi dalam SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Kebiasaan karyawan yang buruk terutama pada unit sortasi juga sangat berpengaruh pada kualitas CPO, seperti merokok, mengupil dan 108

124 lain-lain. Sepatu yang tidak higienis karena dipakai diluar produksi juga dapat membawa kontaminan dari luar, contohnya debu. Pekerja yang dalam keadaan sakit tidak diperkenankan masuk kerja, apalagi kondisi dengan penyakit yang menular. Check up kesehatan pekerja pada bagian pengolahan dilakukan minimal dua kali setahun. b) PMG Cap Sendok Karyawan yang berhubungan langsung dengan proses pengolahan memiliki pakaian seragam yang khusus untuk karyawan bagian pengolahan. Beberapa karyawan yang memang wajib mengenakan sarung tangan, masker, penutup kepala, dan pelindung lainnya, mengenakannya disaat bekerja. Khusus bagian pengemasan, karyawan harus mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja, dan memakai pakaian khusus saat masuk ke ruang pengemasan. Mengenai kesehatan karyawan, pihak perusahaan tidak memperbolehkan karyawan yang sedang sakit untuk bekerja, namun tidak ada check up khusus secara berkala dari pihak perusahaan untuk karyawan. Pihak manajemen melarang karyawan untuk melakukan kebiasaan yang buruk saat bekerja, seperti merokok, mengupil, mengunyah makanan dan minuman saat bekerja, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kontaminasi terhadap produk. 10) Wadah dan Pembungkus a) PKS Rambutan PKS Rambutan memproduksi crude palm oil, yang tidak dikemas melainkan dipasarkan dalam bentuk cair dalam drum dan tangki yang khusus untuk CPO. b) PMG Cap Sendok Minyak goreng Cap Sendok dikemas dengan botol dan jerigen. Wadah/kemasan ini dibuat dari bahan jenis PET yang tidak melepaskan bagian atau unsur yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu produk, dapat mempertahankan mutu isinya terhadap pengaruh dari luar, tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan, dan 109

125 peredaran, serta telah dibersihkan dan dilakukan tindakan sanitasi sebelum dikemas. 11) Label a) PKS Rambutan CPO tidak dikemas dengan wadah, sehingga tidak memiliki label pada kemasannya. b) PMG Cap Sendok Label pada kemasan minyak goreng Cap Sendok terdiri atas nama merek, komposisi, volume isi (netto), saran penyajian, tanggal kadaluarsa, kode produksi, informasi nilai gizi, sertifikat halal, kode MD, dan nama perusahaan yang memproduksi. Label kemasan sudah sesuai dengan yang disyaratkan oleh Menteri Kesehatan tentang pelabelan. 12) Penyimpanan a) PKS Rambutan Penyimpanan menggunakan sistem FIFO (First In First Out), artinya setiap bahan baku, bahan penolong dan produk akhir yang masuk terlebih dahulu akan digunakan dan didistribusikan terlebih dahulu. Tangki dan gudang penyimpanan dipelihara kebersihannya sesuai standar prosedur dan instruksi kerja yang terstandarisasi. Bahan baku berupa TBS disimpan di loading ramp, dimana loading ramp ini dijaga kebersihannya dari tanah, pasir, sampah-sampah kebun setiap saat selama jam kerja. Bahan penolong lain, seperti Asam sulfat (H 2 SO 4 ), Aluminium sulfat, NaOH, NALCO 724, NALCO 8173 PULV, NALCO 7203, NALCO 2811 PULV, NALCO 214, dan lain-lain disimpan di gudang penyimpanan masing-masing tempat secara terpisah. Bahan yang berkaitan dengan analisis laboratorium disimpan di ruang laboratorium tempat penyimpanan. CPO sebagai produk akhir disimpan di storage tank dengan suhu yang harus dijaga antara 50 o C 60 o C. b) PMG Cap Sendok Bahan baku disimpan dalam storage tank yang khusus untuk CPO dan bahan penolong lainnya disimpan di masing-masing gudang yang terpisah. Seperti halnya di PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga 110

126 menetapkan sistem penyimpanan secara FIFO (First In First Out), artinya setiap bahan baku, bahan penolong dan produk akhir yang masuk terlebih dahulu akan digunakan terlebih dahulu. Masing-masing bahan yang akan disimpan dan digunakan memiliki catatan yang berisi nama bahan, tanggal penerimaan, asal, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, jumlah pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan. 13) Pemeliharaan a) PKS Rambutan Kegiatan pemeliharaan di pabrik yang terdiri dari sarana pengolahan, sarana kantor dan lain-lain sudah dilakukan dengan baik. Prosedur pemeliharaan ini terangkum jelas dalam standar prosedur yang tertuang dalam instruksi kerja (IK). Instruksi kerja yang berkaitan dengan pemeliharaan adalah kebersihan pabrik, pemeliharaan PKS yang terdiri dari pemeliharaan/perawatan mesin & instalasi PKS, pemeliharaan/perawatan instalasi listrik, pengawetan ketel uap dan bejana uap, pemeliharaan peralatan PKS serta alat angkut bahan baku dan produk. Limbah ataupun buangan yang bersifat padat, cair, dan gas sudah dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Yang perlu mendapat perhatian dalam pemeliharaan adalah, tidak adanya prosedur operasi untuk pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan serta pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat dengan menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida. Kebersihan lingkungan di proses pengolahan juga perlu mendapat perhatian. Pada loading ramp terlihat kotor, dimana masih banyak terdapat tanah dan pasir yang cukup tebal pada lantainya. Di stasiun perebusan juga masih kotor, dimana berserakan tumpahan brondolan, sisa minyak dan air kondensat dari lori, tanah dan pasir. Pada stasiun penebahan, salah satu alat digester bocor yang mengakibatkan tumpahan minyak yang tercecer di lantai stasiun penebahan. Pada stasiun pengolahan kernel, terlihat berserakan dan berterbangan serat-serat halus mesocarp sehingga 111

127 mengotori lantai dan mengganggu kesehatan karyawan karena dapat terhirup dan terkena mata. b) PMG Cap Sendok Bangunan dan bagian-bagiannya dipelihara secara teratur dan berkala, hingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik. Alat dan perlengkapan yang dipergunakan dibersihkan dan dilakukan tindak sanitasi secara teratur sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk akhir. Alat pengangkutan dan alat pemindahan barang dalam bangunan unit produksi selalu bersih dan tidak merusak barang yang diangkut atau dipindahkan baik bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, serta produk akhir. Alat pengangkutan untuk mengedarkan produk akhir selalu bersih dan dapat melindungi produk baik fisik maupun mutunya sampai ke tempat tujuan. Limbah padat dan limbah cair dikelola dengan baik sebelum dibuang. Hal yang belum terangkum jelas dalam prosedur operasi untuk pemeliharaan ini adalah prosedur dalam pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan serta pembasmian mikroorganisme, serangga dan binatang pengerat dengan menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida. Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) Menurut Corlett (1998), SSOP adalah prosedur tertulis yang harus digunakan oleh produsen pangan dalam melaksanakan produksi dan sanitasi di pabrik. Ada delapan bagian dalam SSOP yang terdiri dari 1) keamanan air untuk proses produksi, 2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, 3) pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter, 4) penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet, 5) perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahaya yang kontak dengan bahan pangan 6) pelabelan dan penyimpangan, 7) kontrol kesehatan pekerja, dan 8) pencegahan hama penyakit. Berikut ini diuraikan penerapan SSOP di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. 112

128 1) Keamanan air untuk proses produksi a) PKS Rambutan Air yang digunakan oleh PKS Rambutan berasal dari air sungai Padang yang berjarak ± 1 km dari PKS Rambutan. Air sungai ini kemudian diolah dengan proses sedimentasi, flokulasi, koagulasi dan filtrasi sehingga aman dan sesuai dengan syarat mutu yang dipergunakan untuk pengolahan. Selain air dari sungai padang, sumber air yang digunakan di PKS Rambutan adalah air dari sumur bor. Syarat mutu untuk air yang digunakan pada pengolahan terdokumentasi dan terstandarisasi dengan baik. b) PMG Cap Sendok Air yang digunakan oleh PMG Cap Sendok adalah air yang berasal dari PDAM dan sumur bor. Syarat mutu untuk air pengolahan adalah syarat air minum yang digunakan. 2) Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan a) PKS Rambutan Peralatan yang dipergunakan untuk proses produksi memiliki proses pembersihan dan perawatan yang terdokumentasi dan terjadwal dengan baik, terutama peralatan yang kontak langsung dengan bahan. Contoh jadwal perawatan mesin dan instalasi PKS dapat dilihat pada Lampiran 13. Meskipun demikian, pada salah satu alat digester mengalami kebocoran sehingga minyak tercecer keluar mengotori lantai. Hal ini perlu mendapat penanganan secepatnya, untuk segera memperbaiki alat tersebut. b) PMG Cap Sendok Peralatan yang digunakan di PMG Cap Sendok termasuk sarung tangan dan seragam produksi didesain dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah terkikis. Pembersihan peralatan peralatan memiliki prosedur yang dilakukan sebelum dan sesudah peralatan dipergunakan. Sarung tangan dan seragam yang dikenakan pada waktu bekerja terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah terkelupas, bersih dan dibersihkan setiap hari setelah selesai produksi. 113

129 3) Pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter a) PKS Rambutan Kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter sangat memungkinkan terjadi di PKS Rambutan, karena para pekerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi tidak melakukan pencegahan sanitasi yang baik. Hal tersebut dikarenakan para pekerja tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memulai aktivitas, tidak berganti pakaian sebelum bekerja, tidak memakai sarung tangan, topi maupun APD (alat pelindung diri) lainnya, terutama pada unit sortasi dan pengempaan. Menurut Soekarto (1990), bagian tubuh pekerja industri pengolahan pangan yang sangat mudah mengotori/mencemari produk adalah tangan, kepala terutama bagian muka dan rambut, serta kaki. Oleh karenanya, bagian-bagian tubuh tersebut perlu mendapat sarana untuk pencegahan kontaminasi seperti sarung tangan, sepatu khusus, penutup kepala dan mulut. Pekerja dibagian produksi terutama berhubungan langsung dengan makanan diwajibkan mengenakan penutup rambut, sarung tangan, dan masker. Pekerja tidak diperkenankan mengenakan perhiasan (cincin, arloji), tidak diijinkan makan dan minum serta merokok selama berada di ruang produksi (Manley,1991). Untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan cara menerapkan peraturan yang tegas dengan disertai pengawasan yang lebih ketat tentang penggunaan seragam kerja pada saat bekerja, serta meningkatkan pengetahuan pekerja tentang sanitasi (higiene) yang dapat ditempuh melalui pendidikan, penyuluhan serta pelatihan pekerja yang berhubungan dengan praktek sanitasi dan higiene yang baik. Menurut Winarno (1994), pimpinan perusahaan harus memberikan pendidikan untuk karyawan tentang higiene perorangan dan pengolahan makanan agar karyawan mengetahui tindakan yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi makanan. Pendidikan harus dilaksanakan, bukan hanya sampai pada taraf kognitif (tahu), tetapi sampai pada perubahan pola tingkah laku (attitude). Untuk sampai pada tahap ini, pendidikan harus dilaksanakan secara rutin, berkala, dan diawasi terus-menerus 114

130 (Winarno, 2002). Komitmen manajemen untuk mengawasi para pekerja masih kurang, karena tidak ada penegasan terhadap karyawan yang tidak menggunakan APD pada saat bekerja. b) PMG Cap Sendok Pencegahan kontaminasi dari objek yang tidak saniter, terdiri dari material kemasan, makanan, dari permukaan yang kontak dengan bahan pangan seperti peralatan, sarung tangan, seragam produksi dan kontaminasi silang dari bahan baku. Tangan pekerja, sarung tangan, seragam produksi, peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus dalam keadaan bersih dan tidak boleh digunakan jika terkena cemaran atau kotoran. Tangan pekerja, sarung tangan dan seragam produksi, khususnya di unit pengemasan sangat memiliki peluang yang besar terjadinya kontaminasi dikarenakan metode pengemasan yang masih manual, yang dilakukan oleh tangan pekerja langsung. 4) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet a) PKS Rambutan Perusahaan menyediakan tiga buah toilet untuk pekerja di proses pengolahan. Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah pekerja yang ada. Selain itu, kebersihan toiletnya juga tidak mendukung dimana lantainya retak-retak, berlumut dan menghitam. Seharusnya toilet sudah tidak layak untuk dipergunakan. Sebaiknya perusahaan memperbaiki dan merenovasi toilet serta menambah sedikitnya dua buah toilet lagi. Selain itu, sebaiknya dibuat sarana tempat mencuci tangan dengan air yang mengalir dan sabun yang selalu tersedia. Fasilitas lain yang seharusnya juga tersedia adalah tempat penyimpanan pakaian (loker) dan tempat penggantian pakaian. b) PMG Cap Sendok Lokasi fasilitas sanitasi dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh pekerja dan dekat dengan area pengolahan. Di area pengemasan sebaiknya memiliki fasilitas hand cleaning dan pengering tangan, mengingat pengemasan masih mengandalkan tangan manusia. Fasilitas toilet sudah cukup tersedia dan dilengkapi dengan tempat penggantian pakaian dan loker untuk menyimpan pakaian ganti dan barang-barang milik pekerja. 115

131 5) Perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahaya yang kontak dengan bahan pangan a) PKS Rambutan Manajemen menetapkan standar penanganan bahan berupa prosedur tertulis yang digunakan di PKS Rambutan untuk menghindari kerusakan, salah penanganan atau kontaminasi antar bahan atau dengan sumber cemaran lainnya. bahan baku, bahan penolong, dan produk akhir ditangani sesuai dengan prosedur tertulis tersebut. TBS yang masuk selalu diperiksa agar mutunya sesuai dengan standar mutu yang diinginkan perusahaan. Selanjutnya TBS ini diletakkan di loading ramp sebelum diolah. Bahanbahan penolong lainnya disimpan terpisah untuk menghindari kontaminasi. b) PMG Cap Sendok Bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan bahan pangan sudah terlindungi dari cemaran kimia, fisik dan biologis, tetesan, aliran air dan debu/kotoran yang jatuh ke bahan pangan. Masing-masing bahan dan kemasan disimpan terpisah untuk menghindari kontaminasi. Para pekerja juga diharuskan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah mempergunakan atau berhubungan dengan bahan-bahan. 6) Pelabelan dan penyimpanan a) PKS Rambutan Pihak manajemen menetapkan prosedur penyimpanan yang terdokumentasi dengan baik. Untuk menjamin kebersihan loading ramp sebagai tempat penyimpanan TBS, gudang untuk bahan penolong, dan storage tank untuk penyimpanan CPO, maka selalu dibersihkan sesuai jadwal yang tertulis pada prosedur yang terdokumentasi. PKS Rambutan menggunakan sistem FIFO untuk setiap bahan yang digunakan, dimana bahan yang lebih dahulu masuk akan juga lebih dahulu digunakan. Pelabelan dilakukan untuk setiap bahan yang masuk agar tidak terjadi kontaminasi silang antar bahan dan kekeliruan pada saat akan mempergunakannya. 116

132 b) PMG Cap Sendok Sama halnya dengan PKS Rambutan, PMG Cap Sendok sudah melakukan proses penyimpanan dengan baik, dimana bahan baku, bahan penolong, produk akhir, bahan pengemas disimpan terpisah dan menggunakan sistem FIFO sehingga bahan yang masuk terlebih dahulu akan keluar terlebih dahulu. Untuk mengetahui bahan yang masuk terlebih dahulu, dilakukan sistem pelabelan sehingga bahan-bahan tersebut mudah terdeteksi. Selain itu, susunannya dibuat teratur sesuai jadwal masuknya bahan tersebut. 7) Kontrol kesehatan pekerja a) PKS Rambutan PKS Rambutan melakukan general check up kesehatan pekerja secara berkala. General check up dilakukan minimal dua kali setahun. Kegiatan tersebut dilakukan bekerjasama dengan rumah sakit milik PT. Perkebunan Nusantara III. b) PMG Cap Sendok Di PMG Cap Sendok, general check-up belum ditangani oleh pihak perusahaan sendiri. Pekerja yang dalam kondisi sakit, luka yang dapat menjadi sumber kontaminasi pada proses pengolahan, kemasan dan produk akhir tidak diperbolehkan masuk sampai kondisinya normal. General check-up sangat diperlukan untuk mengetahui kesehatan pekerja. 8) Pencegahan hama penyakit a) PKS Rambutan Ruang produksi, gudang dan ruang lain di PKS Rambutan kemungkinan belum bebas dari hama pabrik seperti tikus, serangga, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan belum adanya penerapan standar prosedur sanitasi untuk pemberantasan hama di lingkungan pabrik. b) PMG Cap Sendok Ruang produksi, gudang dan ruang lain harus bebas dari hama pabrik, seperti tikus, serangga dan lain-lain. Hal ini seharusnya mendapat perhatian karena di PMG Cap Sendok belum memiliki prosedur pengendalian hama. 117

133 BAGAN ALIR PROSES Bagan alir proses merupakan sebuah diagram yang menggambarkan tahaptahap operasional dalam pengerjaan sebuah produk atau produk lainnya dalam suatu proses pengolahan. a) PKS Rambutan Tahap-tahap pengolahan buah sawit menjadi CPO terdiri dari 10 stasiun unit pengolahan, yaitu : Stasiun Penerimaan TBS dan Pengiriman Produksi, Stasiun Loading Ramp, Stasiun Rebusan, Stasiun Thresing, Stasiun Pressing, Stasiun Klarifikasi, Stasiun Kernel, Stasiun Water Treatment, Stasiun Water Plant, dan Stasiun Fat-fit dan Effluent. Verifikasi diagram alir proses dilakukan dan hasilnya adalah sesuai dengan diagram alir yang ada di dokumen perusahaan. Bagan alir proses tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. b) PMG Cap Sendok Proses pengolahan minyak goreng Cap Sendok di PT. Astra Agro Lestari, Tbk terdiri dari dua tahapan proses, yaitu proses refining dan proses fractionation. Proses refining yang dilakukan adalah physical refining yang terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu : Pretreatment section, Degumming section, Bleaching section, dan Deodorization section. Hasil dari physical refining akan diperoleh minyak RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dan PFAD (Palm Fatty Acid Destillate). Proses Fractionation menggunakan Dry fractionation yang terdiri dari tiga tahapan proses, yaitu : tahap persiapan dan pengkondisian minyak (Preparation tank), tahap pembentukan kristal (Crystalizer tank), dan tahap filtrasi (Filter press). Setelah verifikasi terhadap diagram alir dilakukan, ternyata keterangan pada diagram alir belum lengkap sehingga dilakukan rancangan diagram alir yang baru dengan keterangan yang lebih lengkap. Verifikasi bagan alir ini dapat dilihat pada Lampiran 14. PRINSIP HACCP Tim HACCP harus menerapkan tujuh prinsip HACCP yang menjadi persyaratan utama HACCP. Ketujuh prinsip tersebut, yaitu identifikasi bahaya 118

134 dan penetapan resiko, penetapan titik kendali kritis (Critical control point/ccp), penetapan batas kritis, pemantauan CCP, tindakan koreksi terhadap penyimpangan, verifikasi dan dokumentasi. 1. Identifikasi bahaya dan penetapan resiko Mengidentifikasi bahaya-bahaya potensial yang mungkin timbul yang berhubungan dengan produksi makanan dan cara-cara pencegahan untuk mengendalikannya pada setiap tahap mulai dari penerimaan, penanganan bahan baku, proses produksi, produk akhir hingga distribusi. Menurut Donald Siahaan dan Luqman Erningpraja (2006), faktor resiko terbesar yang menjadi sumber kontaminasi dan penurun mutu CPO adalah: residu pestisida dan logam berat, cemaran pelumas dan minyak hidrolik, benda asing, penggunaan fat trap atau fat fit, adulterasi karena alat transpor dan bahan pembersih yang tidak tepat. a) PKS Rambutan Berdasarkan analisa bahaya yang diperoleh di PKS Rambutan, maka di setiap tahapan proses pengolahan buah sawit menjadi CPO memiliki bahaya potensial, yaitu bahaya fisik dan kimia. Hanya pada proses penebahan yang tidak ditemukan kemungkinan bahaya potensial. Selain itu, teridentifikasi juga bahaya yang kemungkinan merupakan kontaminasi dari pekerja, lingkungan serta mesin dan peralatan. Tabel identifikasi bahaya, penetapan resiko dan tindakan pencegahan di PKS Rambutan dapat dilihat pada Lampiran 15. b) PMG Cap Sendok Analisa bahaya yang ditemukan di PMG Cap Sendok adalah kemungkinan bahaya fisik dan kimia, dimana kemungkinan bahaya ini bisa timbul di hampir semua tahapan kecuali tahap distribusi. Tabel identifikasi bahaya, penetapan resiko dan tindakan pencegahan di PMG Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran Penetapan titik kendali kritis (Critical control point/ccp) Menetapkan titik, prosedur atau tahap operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya. Yang dimaksud dengan tahap adalah setiap langkah 119

135 dalam produksi makanan dan atau pengolahan termasuk bahan mentah, penanganan, produksi, transportasi, formulasi, pengolahan, penyimpanan dan lain-lain. a) PKS Rambutan Pada proses pengolahan buah sawit menjadi CPO di PKS Rambutan diidentifikasi beberapa titik kendal kritis (CCP), yaitu pada lingkungan, peralatan mesin dan alat, tahap penerimaan bahan baku dan sortasi TBS, proses perebusan, pemurnian, dan distribusi. Tabel penetapan titik kendali kritis (Critical control point/ccp) dapat dilihat pada Lampiran 16. b) PMG Cap Sendok Titik kendali kritis (CCP) pada pengolahan minyak goreng Cap Sendok ditemukan pada tahap proses penerimaan CPO, penerimaan bleaching earth (BE), proses deodorisasi, dan pengemasan. Tabel penetapan titik kendali kritis (Critical control point/ccp) di PMG Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran Penetapan batas kritis Menetapkan batas kritis yang harus dipenuhi pada setiap CCP untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis dari keseluruhan CCP yang teridentifikasi dapat dilihat pada Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok. 4. Pemantauan / Monitoring CCP Pemantauan/monitoring CCP dilakukan dengan menetapkan sistem atau prosedur untuk memantau pengendalian CCP dan batas kritis termasuk pengamatan, pengukuran, pengujian dan pencatatan secara terjadwal. Pemantauan/monitoring ini dapat dilihat pada Lembar Kerja Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok. 5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan Menetapkan tindakan koreksi atau perbaikan yang harus dilakukan jika hasil pemantauan menunjukkan terjadinya penyimpangan pada CCP dan batas kritis. Tindakan koreksi ini dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 20 pada Lembar Kerja Control Measures. 120

136 6. Catatan dan dokumentasi Menyusun dokumentasi yang mencakup semua prosedur dan catatan yang tepat mengenai prinsip dan penerapan HACCP untuk mengarsipkan HACCP. Catatan dan dokumentasi ini dapat dilihat pada Lembar Kerja Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok. 7. Penetapan verifikasi Menetapkan prosedur pemeriksaan termasuk pengujian dan prosedur tambahan untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah dilaksanakan dan bekerja secara efektif. Penetapan verifikasi ini dapat dilihat pada Lembar Kerja Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok. PENANGANAN KONSUMEN Organisasi harus menetapkan prosedur untuk menangani keluhan-keluhan konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu, organisasi harus menetapkan metode untuk mengidentifikasi, menempatkan dan menarik kembali produk yang mengalami kerusakan atau menyalahi standar yang telah ditetapkan. PROSEDUR RECALL Untuk menjaga kepuasan pelanggan dan menghindari konsumen dari mengkonsumsi produk yang tidak aman, maka perusahaan mempunyai kebijakan untuk melakukan penarikan produk (product recall). Informasi yang menjadi alasan untuk melakukan penarikan produk terutama adalah keluhan atau komplain dari pelanggan dan adanya kesalahan bahan baku atau proses produksi. Produk yang telah ditarik selanjutnya akan dikumpulkan pada tempat yang terpisah yang telah ditentukan. Informasi dan data penarikan produk akan didokumentasikan dan ditindaklanjuti. Tindak lanjut yang akan dilakukan dengan adanya penarikan produk antara lain sebagai berikut : a) Menyelidiki penyebab masalah dan menyusun tindakan koreksi agar tidak terulang kembali. 121

137 b) Penanganan terhadap produk yang ditarik. c) Penghentian proses produksi sampai diperoleh hasil perbaikan yang memenuhi persyaratan konsumen. Pelaksanaan penarikan produk tersebut dilakukan dibawah tanggung jawab Manajer. PERUBAHAN/REVISI/AMANDEMEN DOKUMEN Perusahaan harus menjamin bahwa semua dokumen dan data yang terkait dengan HACCP Plan telah mempunyai identitas, ditinjau dan disahkan untuk menjamin kemutahirannya. Setiap perubahan terhadap dokumen harus diperiksa dan disetujui oleh manajemen atau wakil manajemen yang ditunjuk dan dilaporkan pada Tim HACCP agar dapat didokumentasikan. Kegiatan perubahan/revisi/amandemen dokumen ini berada di bawah tanggung jawab sekretaris Tim HACCP. 122

138 STRATEGI PENGENDALIAN MUTU PKS RAMBUTAN, PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (Persero) Faktor-Faktor Lingkungan Internal Faktor-faktor lingkungan internal pada industri PKS Rambutan diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang mendalam dengan para pakar dan tinjauan langsung ke lokasi penelitian. Perusahaan mempunyai kontrol langsung terhadap faktor-faktor internal dan perusahaan dapat memanfaatkan faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan guna meningkatkan keuntungan serta mengatasi kelemahan agar tidak merugikan bagi perusahaan. Faktor-faktor tersebut dikaji dari berbagai aspek internal yang berkaitan erat bagi peningkatan mutu CPO. Faktor-faktor lingkungan internal tersebut dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PKS Rambutan No Faktor Lingkungan Internal Bobot A. Kekuatan 1 Ketersediaan bahan baku yang terjamin Penanganan bahan baku yang baik Mutu bahan baku yang terjamin SOP yang baku Tenaga kerja terlatih yang dimiliki Lokasi pabrik yang strategis Keunggulan kandungan yang dimiliki minyak sawit Produktivitas tinggi dengan ongkos produksi yang rendah Dana yang dimiliki perusahaan Harga jual CPO yang tinggi B. Kelemahan 1 Komitmen manajemen yang kurang Fungsi R&D yang kurang mendukung Fasilitas laboratorium yang kurang memadai Fasilitas dan sistem sanitasi pekerja yang kurang mendukung Jumlah tenaga kerja yang dimiliki Sanitasi lingkungan yang kurang baik Berdasarkan Tabel 33 terlihat bahwa terdapat 16 faktor lingkungan internal, yang terdiri dari 10 faktor yang menjadi kekuatan dan enam faktor yang menjadi kelemahan. Kekuatan yang dimiliki perusahaan menjadi faktor yang sangat menguntungkan bagi aktivitas perusahaan, sedangkan kelemahan yang dimiliki perusahaan merupakan faktor yang dapat merugikan aktivitas perusahaan jika tidak ditangani dengan baik. Penilaian faktor lingkungan diatas dilakukan dengan 123

139 metode pairwise comparison dari AHP. Perhitungan bobot untuk faktor lingkungan dilakukan dengan bantuan software Expert Choice Tiga faktor kekuatan yang memiliki bobot tertinggi secara berurutan adalah mutu bahan baku yang terjamin (0.229), penanganan bahan baku yang baik (0.154) dan lokasi pabrik yang strategis (0.117), sedangkan untuk faktor kelemahan adalah komitmen manajemen yang kurang (0.314), fasilitas dan sistem sanitasi pekerja yang kurang mendukung (0.275), dan sanitasi lingkungan yang kurang baik (0.187). Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal Faktor-faktor lingkungan eksternal ditelaah dari berbagai aspek eksternal yang ada, seperti ekonomi, sosial, teknologi, politik, konsumen, pesaing dan pemasok. Aspek-aspek ini difokuskan kepada upaya pengendalian mutu produk yang dihasilkan perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi yang mendalam dengan para pakar dan tinjauan langsung di lokasi penelitian, diperoleh 14 faktor eksternal yang terdiri dari tujuh faktor yang menjadi peluang dan tujuh faktor yang menjadi ancaman. Peluang merupakan suatu kondisi yang berada di luar perusahaan yang dapat dimanfaatkan perusahaan dengan sebaik-baiknya untuk menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi perusahaan, sedangkan ancaman merupakan suatu kondisi yang berada di luar perusahaan yang harus dihindari perusahaan karena secara langsung ataupun tidak langsung bisa merugikan perusahaan. Perusahaan tidak mempunyai kontrol langsung terhadap faktor-faktor eksternal di atas, sehingga harus dapat memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman yang ada. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh tiga faktor peluang paling utama, yaitu peningkatan pola hidup sehat (0.240), peningkatan tingkat pendidikan (0.192) dan kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara dalam jumlah besar (0.165). Dilain pihak, tiga faktor ancaman utama yang mempengaruhi perusahaan dalam pengendalian mutu adalah kebijakan negara pengimpor dalam penambahan parameter mutu (DOBI, PAH, dioxin, pestisida, dan lain-lain) (0.274), kebijakan luar negeri terhadap food safety produk CPO (0.259) dan adanya technical barrier dari negara lain (0.157). Hasil penilaian peluang dan ancaman oleh masing- 124

140 masing pakar dilakukan berdasarkan metode pembobotan AHP pairwise comparison. Keluaran hasil perhitungan pembobotan diolah menggunakan software Expert Choise Hasil pembobotan Faktor-faktor lingkungan Eksternal dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PKS Rambutan No Faktor Lingkungan Eksternal Bobot A. Peluang 1 Permintaan pasar CPO yang tinggi Peningkatan tingkat pendidikan konsumen Peningkatan pola hidup sehat R & D yang berkembang pesat Industri hilir yang berkembang Tersedianya pemasok bahan baku TBS Kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara dalam jumlah besar B. Ancaman 1 Kebijakan negara pengimpor dalam penambahan parameter mutu (DOBI, PAH, dioxin, pestisida, dan lain-lain) 2 Kebijakan luar negeri terhadap food safety produk CPO Adanya technical barrier dari negara lain Adanya substitusi produk yang sejenis Keberadaan industri yang sejenis Tindakan adulterasi dari luar Isu pemanasan global karena pembakaran hutan untuk perkebunan sawit Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Matriks IFE dan EFE merupakan alat analisis yang menggunakan faktorfaktor lingkungan internal dan eksternal yang dimiliki perusahaan untuk menentukan total nilai posisi internal dan total nilai posisi eksternal. Matriks IE tersebut dapat menentukan posisi sebuah perusahaan, dimana posisi perusahaan dapat berada pada salah satu dari sembilan sel yang ada. Kesembilan sel tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda. Pertama, sel I, II, dan IV disebut strategi tumbuh dan bina. Kedua, sel III, V dan VII disebut strategi pertahankan dan pelihara. Ketiga, sel VI, VIII, dan IX disebut strategi panen atau divestasi. Adapun Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) dapat dilihat pada Tabel

141 Tabel 35. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) No Faktor Lingkungan Internal Bobot Rating Skor A. Kekuatan 1 Ketersediaan bahan baku yang terjamin 0, ,448 2 Penanganan bahan baku yang baik 0, ,616 3 Mutu bahan baku yang terjamin 0, ,916 4 SOP yang baku 0, ,412 5 Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 0, ,448 6 Lokasi pabrik yang strategis 0, ,468 7 Keunggulan kandungan yang dimiliki minyak sawit 0, ,165 8 Produktivitas tinggi dengan ongkos produksi yang rendah 0, ,129 9 Dana yang dimiliki perusahaan 0, , Harga jual CPO yang tinggi 0, ,099 Total nilai faktor kekuatan 3,830 B. Kelemahan 1 Komitmen manajemen yang kurang 0, ,628 2 Fungsi R&D yang kurang mendukung 0, ,082 3 Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 0, ,204 4 Fasilitas dan sistem sanitasi pekerja yang kurang mendukung 0, ,275 5 Jumlah tenaga kerja yang dimiliki 0, ,162 6 Sanitasi lingkungan yang kurang baik 0, ,187 Total nilai faktor kelemahan 1,538 NILAI POSISI INTERNAL 2,292 C. Peluang 1 Permintaan pasar yang tinggi Peningkatan tingkat pendidikan konsumen Peningkatan pola hidup sehat R & D yang berkembang pesat Industri hilir yang berkembang Tersedianya pemasok bahan baku CPO Kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara dalam jumlah besar Total nilai faktor peluang 3,825 D. Ancaman 1 Kebijakan negara pengimpor dalam penambahan parameter mutu (DOBI, PAH, 0, ,274 dioxin, pestisida, dll) 2 Kebijakan luar negeri terhadap food safety produk CPO. 0, ,259 3 Adanya technical barrier dari negara lain 0, ,314 4 Adanya substitusi produk yang sejenis 0, ,106 5 Keberadaan industri yang sejenis 0, ,112 6 Tindakan adulterasi dari luar 0, ,196 7 Isu pemanasan global karena pembakaran hutan untuk perkebunan sawit 0, ,206 Total nilai faktor ancaman 1,467 NILAI POSISI EKSTERNAL 2,

142 Berdasarkan Tabel 35 terlihat bahwa total nilai faktor kekuatan yang diperoleh adalah 3,830 dan total nilai faktor kelemahan adalah 1,538. Hal ini memperlihatkan bahwa kekuatan internal perusahaan lebih besar dari pada kelemahan internal perusahaan, sedangkan hasil evaluasi faktor eksternal memperlihatkan bahwa total nilai peluang yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan sebesar 3,825 dan total nilai ancaman sebesar 1,467. Hal ini memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki peluang eksternal yang lebih besar dibandingkan ancaman eksternal yang dihadapinya. Berdasarkan evaluasi faktor internal dan eksternal dapat diketahui bahwa posisi perusahaan berada pada sel V, dimana nilai posisi internal (total nilai kekuatan-kelemahan) adalah 2,292 dan nilai posisi eksternal (total nilai peluangancaman) adalah 2,358. Posisi perusahaan pada sel V menunjukkan strategi pertahankan dan pelihara, yaitu bahwa perusahaan harus mempertahankan dan memelihara keadaan perusahaan saat ini, dan penetrasi pasar serta pengembangan produk adalah strategi yang terbanyak dilakukan pada tipe strategi ini (David, 2002). Posisi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 8. TOTAL NILAI FAKTOR INTERNAL Kuat Sedang Lemah TOTAL NILAI FAKTOR EKSTERNAL Tinggi Sedang Lemah I II III IV Posisi Perusahaan V VI VII VIII IX Gambar 8. Posisi Matriks IFE dan EFE PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III 127

143 Perumusan Alternatif Strategi Pengendalian Mutu Analisa terhadap lingkungan perusahaan memperlihatkan bahwa perusahaan dalam menjalankan berbagai aktivitas perusahaan dalam upaya pengendalian mutu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan internal dan eksternal. Faktor lingkungan internal yang paling berpengaruh adalah bahan baku, produksi dan operasi, serta sumber daya manusia, sedangkan faktor lingkungan eksternal yang paling berpengaruh adalah konsumen, pemasok, pesaing dan produk substitusi. Analisis matriks IFE dan EFE memberikan hasil bahwa posisi PKS Rambutan berada pada sel V, dimana strategi yang dilakukan adalah strategi pertahankan dan pelihara, yaitu bahwa perusahaan harus mempertahankan dan memelihara keadaan perusahaan saat ini, dan penetrasi pasar serta pengembangan produk adalah strategi yang terbanyak dilakukan pada tipe strategi ini (David, 2002). Posisi perusahaan jika diaplikasikan dalam matriks SWOT adalah strategi S-O, dimana PKS Rambutan menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Jika posisi perusahaan bergeser, maka perusahaan harus menyesuaikan strategi yang akan dilaksanakan. Adapun perumusan alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan kondisi dan analisis Matriks SWOT, maka alternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh pihak PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dalam mengendalikan mutu produknya saat ini adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku (S 1-5 & O 2-3,6-7 ) 2. Pembangunan sistem sanitasi yang baik/ssop (S 2-4,7,O 2-3,6-7 ) 3. Peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu pestisida (S 2,4-5,8-10 & O 1-2,6 ) 4. Peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi HACCP (S 1-10 & O 2-3,7-8 ) 5. Pengembangan diversifikasi produk yang mengekspoitasi keunggulan dalam mengatasi masalah lingkungan (S 7,9 & O 4-5,7-8 ). 128

144 Eksternal Factors Analysis Strategic (EFAS) Internal Factors Analysis Strategic (IFAS) PELUANG (O) 1. Permintaan pasar yang tinggi 2. Peningkatan tingkat pendidikan 3. Peningkatan pola hidup sehat 4. R&D yang berkembang pesat. 5. Industri hilir yang berkembang. 6. Tersedianya pemasok bahan baku 7. Kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara dalam jumlah besar. ANCAMAN (T) 1. Kebijakan negara pengimpor dalam penambahan parameter mutu (DOBI, PAH, dioxin, pestisida, dll) 2. Kebijakan luar negeri terhadap food safety produk CPO. 3. Adanya technical barrier dari negara lain mengenai nutrisi minyak sawit. 4. Adanya substitusi produk yang sejenis 5. Keberadaan industri yang sejenis 6. Tindakan adulterasi dari luar industri. 7. Isu pemanasan global karena pembakaran hutan untuk perkebunan sawit. KEKUATAN (S) 1. Ketersediaan bahan baku yang terjamin 2. Penanganan bahan baku yang baik 3. Mutu bahan baku yang terjamin 4. SOP yang baku 5. Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 6. Lokasi pabrik yang strategis 7. Keunggulan kandungan yang dimiliki minyak sawit 8. Produktivitas tinggi dengan ongkos produksi yang rendah 9. Dana yang dimiliki perusahaan. 10. Harga jual CPO yang tinggi Strategi S-O : 1. Peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku (S 1-5 & O 2-3,6-7 ) 2. Pembangunan sistem sanitasi yang baik/ssop (S 2-4,7,O 2-3,6-7 ) 3. Peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu pestisida (S 2,4-5,8-10 & O 1-2,6 ) 4. Peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi HACCP (S 1-10 & O 2-3,7-8 ) 5. Pengembangan produk baru/diversifikasi produk yang mengekspoitasi keunggulan dalam mengatasi masalah lingkungan (Contoh : LA, pemanfaatan tandan kosong, pengurangan emisi metan dari limbah cair menjadi biogas, dll.). (S 7,9 & O 4-5,7-8 ) Strategi S-T : 1. Peningkatan mutu produk dengan kinerja yang tinggi (S 2-6,8-9 & T 1-3 ) 2. Peningkatan pengawasan mutu yang ketat di setiap rantai produksi minyak sawit serta peningkatan kedisiplinan pelaku transportasi minyak sawit (S 2-9 & T 1-3,6-7 ) 3. Pembangunan kepercayaan konsumen dengan sistem jaminan mutu yang tersertifikasi HACCP (S 1-7 & T 1-3,6-7) ) 4. Pengeksploitasian keunggulan minyak sawit lewat R&D (S 3,6 & T 3 ) 5. Pengembangan produk baru/diversifikasi produk (S 1-5,7 & T 3-5 ) 6. Penerapan produksi bersih dalam mendapatkan green label (S 4,6 & T 4-5,7 ) 7. Peningkatan komitmen dan budaya kerja yang baik dalam menghasilkan minyak sawit lestari (S 1-10 & O 1-3,7 ) 8. Pembangunan good global image CPO melalui kampanye Palm oil saved our planet (S 1,8 & O 1-3,7 ) Gambar 9. Matriks SWOT PKS Rambutan KELEMAHAN (W) 1. Komitmen manajemen yang kurang 2. Fungsi R&D yang kurang mendukung 3. Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 4. Fasilitas dan sistem sanitasi pekerja yang kurang mendukung 5. Jumlah tenaga kerja yang banyak 6. Sanitasi lingkungan yang kurang baik Strategi W-O : 1. Penerapan sistem GMP dalam peningkatan mutu produk (W 1,3-6 & O 1-3,6 ) 2. Pembangunan sistem operasi sanitasi yang baik / SSOP (S 3,4,6 & O 2,3 ) 3. Pengembangan produk / diversifikasi produk (W 5 & O 4-5,8 ) 4. Pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait dengan sanitasi pekerja (W 4-5 & O 2-3 ) Strategi W-T : 1. Penerapan sistem GMP (W 1,3-4,6 & T 1-2,4) 2. Penerapan sistem SSOP (W 3-4,6 & T 1-2 ) 3. Peningkatan fasilitas laboratorium analisis yang memadai (W 1-3 & O 1-3 ) 4. Penerapan sistem jaminan mutu yang tersertifikasi HACCP (W 1-6 & T 1-3,5 ) 5. Peningkatan komitmen dan budaya kerja yang baik dalam menghasilkan minyak sawit lestari (W 1-6 & T 1-7 ) 129

145 PABRIK MINYAK GORENG CAP SENDOK PT. ASTRA AGRO LESTARI, TBK Faktor-Faktor Lingkungan Internal Seperti halnya di PKS Rambutan, faktor-faktor lingkungan internal pada PMG Cap Sendok diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang mendalam dengan para pakar dan tinjauan langsung ke lokasi penelitian. Faktor-faktor tersebut dikaji dari berbagai aspek internal yang berkaitan erat bagi peningkatan mutu CPO. Adapun faktor-faktor lingkungan internal tersebut dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PMG Cap Sendok No Faktor Lingkungan Internal Bobot A. Kekuatan 1 Mutu bahan baku yang terjamin Penanganan bahan baku yang baik SOP yang baku Pemeliharaan mesin dan peralatan Tenaga kerja terlatih yang dimiliki Dukungan keuangan yang kuat Harga yang bersaing B. Kelemahan 1 Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan Teknologi proses yang sudah lama Mesin dan peralatan yang sudah tua Kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan Fungsi dan fasilitas R & D yang terbatas Infrastruktur yang kurang mendukung Lokasi pabrik yang tidak mendukung Fasilitas laboratorium yang kurang memadai Sistem operasi sanitasi yang belum berjalan baik Sistem pengemasan yang manual Berdasarkan Tabel 36 terlihat bahwa terdapat 17 faktor lingkungan internal, yang terdiri dari tujuh faktor yang menjadi kekuatan dan 10 faktor yang menjadi kelemahan. Kekuatan yang dimiliki perusahaan menjadi faktor yang sangat menguntungkan bagi aktivitas perusahaan, sedangkan kelemahan yang dimiliki perusahaan merupakan faktor yang bisa merugikan aktivitas perusahaan jika tidak ditangani dengan baik. Penilaian faktor lingkungan tersebut dilakukan dengan pairwise comparison dari metode AHP. Perhitungan bobot untuk faktor lingkungan dilakukan dengan bantuan software Expert Choice

146 Tiga faktor kekuatan yang memiliki bobot tertinggi secara berurutan adalah mutu bahan baku yang terjamin (0.325), penanganan bahan baku yang baik (0.198) dan SOP yang baku (0.147), sedangkan untuk faktor kelemahan adalah Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan (0.227), mesin dan peralatan yang sudah tua (0.174) dan teknologi proses yang sudah lama (0.151). Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi yang mendalam dengan para pakar dan tinjauan langsung di lokasi penelitian, diperoleh faktor-faktor lingkungan eksternal sebanyak 10 faktor yang terdiri dari lima faktor yang menjadi peluang dan lima faktor yang menjadi ancaman. Adapun faktor-faktor lingkungan eksternal dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PMG Cap Sendok No Faktor-faktor Lingkungan Eksternal Bobot A. Peluang 1 Diversifikasi produk dari CPO yang semakin beragam Peningkatan konsumsi minyak goreng sawit di dunia Peningkatan pola hidup sehat Pola kemitraan yang baik Hubungan dengan pemasok yang terbina baik D. Ancaman 1 Harga bahan baku CPO yang tinggi Keberadaan industri yang sejenis Perubahan teknologi proses yang terus berkembang maju Tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi Adanya substitusi produk yang sejenis Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa tiga faktor peluang paling utama adalah peningkatan pola hidup sehat (0.385), hubungan dengan pemasok yang terbina baik (0.325) dan pola kemitraan yang baik (0.153), sedangkan tiga faktor ancaman utama yang mempengaruhi perusahaan dalam pengendalian mutu adalah tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi (0.379), perubahan teknologi proses yang semakin berkembang maju (0.258) dan harga bahan baku CPO yang tinggi (0.186). Hasil penilaian peluang dan ancaman oleh masingmasing pakar dilakukan dengan pairwise comparison dari metode AHP. Keluaran hasil perhitungan pembobotan diolah menggunakan software Expert Choise

147 Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) merupakan hasil pemodelan data dari faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting, sedangkan matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang berkaitan dengan peluang dan ancaman bagi perusahaan. Kedua matriks tersebut kemudian digabungkan ke dalam satu matriks yang disebut matriks IE (internal eksternal). Tujuan matriks tersebut adalah untuk memperoleh data strategi yang lebih detail mengenai posisi internal dan eksternal perusahaan. Berdasarkan hasil analisis Matriks IE diperoleh total nilai faktor kekuatan sebesar 3,893 dan total nilai faktor kelemahan sebesar 1,448. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kekuatan internal perusahaan lebih besar dari pada kelemahan internal perusahaan. Hasil evaluasi faktor eksternal memperlihatkan bahwa total nilai peluang yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan sebesar 3,070 dan total nilai ancaman sebesar 1,566. Hal tersebut memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki peluang eksternal yang lebih besar dibandingkan ancaman eksternal yang dihadapinya. Adapun Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) dapat dilihat pada Tabel

148 Tabel 38. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Faktor Lingkungan Internal Bobot Rating Skor A. Kekuatan 1 Mutu bahan baku yang sesuai 0, ,300 2 Penanganan bahan baku yang baik 0, ,792 3 SOP yang baku 0, ,588 4 Pemeliharaan mesin dan peralatan 0, ,400 5 Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 0, ,480 6 Dukungan keuangan yang kuat 0, ,171 7 Harga yang bersaing 0, ,162 Total nilai faktor kekuatan 3,893 B. Kelemahan 1 Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan 0, ,454 2 Teknologi proses yang sudah lama 0, ,151 3 Mesin dan peralatan yang sudah tua 0, ,174 4 Kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan 0, ,054 5 Fungsi dan fasilitas R & D yang terbatas 0, ,022 6 Infrastruktur yang kurang mendukung 0, ,166 7 Lokasi pabrik yang tidak mendukung 0, ,107 8 Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 0, ,044 9 Sistem operasi sanitasi yang belum berjalan baik 0, , Sistem pengemasan yang manual 0, ,054 Total nilai faktor kelemahan 1,448 NILAI POSISI INTERNAL 2,445 C. Peluang 1 Diversifikasi produk dari CPO yang semakin beragam 0, ,189 2 Peningkatan konsumsi minyak goreng sawit di dunia 0, ,292 3 Peningkatan pola hidup sehat 0, ,155 4 Pola kemitraan yang baik 0, ,459 5 Hubungan dengan pemasok yang terbina baik 0, ,975 Total nilai faktor peluang 3,070 D. Ancaman 1 Harga bahan baku CPO yang tinggi 0, ,372 2 Keberadaan industri yang sejenis 0, ,101 3 Perubahan teknologi proses yang terus berkembang maju 0, ,258 4 Tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi 0, ,758 5 Adanya substitusi produk yang sejenis 0, ,077 Total nilai faktor ancaman 1,566 NILAI POSISI EKSTERNAL 1,504 Berdasarkan evaluasi faktor internal dan eksternal dapat diketahui bahwa posisi perusahaan berada pada sel VIII, dimana nilai posisi internal (total nilai 133

149 kekuatan-kelemahan) adalah 2,445 dan nilai posisi eksternal (total nilai peluangancaman) adalah 1,504. Posisi perusahaan pada sel VIII menunjukkan strategi panen atau divestasi. Posisi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 10. TOTAL NILAI FAKTOR INTERNAL Kuat Sedang Lemah TOTAL NILAI FAKTOR EKSTERNAL Tinggi Sedang Lemah I II III IV V VI VII Posisi Perusahaan VIII IX Gambar 10. Posisi Matriks IFE dan EFE PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk Perumusan Alternatif Strategi Pengendalian Mutu Analisa terhadap lingkungan perusahaan memperlihatkan bahwa faktor lingkungan internal yang paling berpengaruh adalah bahan baku, produksi dan operasi, mesin dan alat serta sumber daya manusia, sedangkan faktor lingkungan eksternal yang paling berpengaruh adalah konsumen, teknologi proses, pemasok, pesaing dan produk substitusi. Analisis matriks IFE dan EFE memberikan hasil bahwa posisi PMG Cap Sendok berada pada sel VIII, dimana posisi perusahaan ini mendukung untuk melakukan strategi panen atau divestasi. Strategi panen atau divestasi jika diaplikasikan dalam matriks SWOT adalah strategi S-O, dimana PMG Cap Sendok menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Jika posisi perusahaan bergeser, maka perusahaan harus 134

150 menyesuaikan strategi yang akan dilaksanakan. Adapun perumusan alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan kondisi dan analisis Matriks SWOT, maka alternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh pihak perusahaan dalam mengendalikan mutu produknya saat ini adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan dan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) terutama terkait dengan sistem HACCP (S 2,3,5,6 & O 2-3 ) 2. Pemberian sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan jaminan mutu kepada konsumen dalam peningkatan kualitas produk (S 1-7 & O 2-5 ) 3. Peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju (S 3-6 & O 1-4 ) 4. Pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor, yaitu dengan mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng asing dengan cara mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai, minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati lain di negara tujuan ekspor. (S 5-6 & O 1,4 ). 135

151 Eksternal Factors Analysis Strategic (EFAS) Internal Factors Analysis Strategic (IFAS) PELUANG (O) 1. R&D yang berkembang maju 2. Peningkatan konsumsi minyak goreng sawit di dunia 3. Peningkatan pola hidup sehat 4. Pola kemitraan yang baik 5. Tersedianya pemasok bahan baku ANCAMAN (T) 1. Harga bahan baku CPO yang tinggi 2. Keberadaan industri yang sejenis 3. Perubahan teknologi proses yang semakin berkembang maju 4. Tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi 5. Adanya substitusi produk yang sejenis KEKUATAN (S) 1. Mutu bahan baku yang sesuai 2. Penanganan bahan baku yang baik 3. SOP yang baku 4. Pemeliharaan mesin dan peralatan yang sudah tua 5. Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 6. Dukungan keuangan yang kuat 7. Harga yang bersaing Strategi S-O : 1. Pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait dengan sistem HACCP (S 2,3,5,6 & O 2-3 ) 2. Sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan jaminan mutu kepada konsumen dalam peningkatan kualitas produk (S 1-7 & O 2-5 ). 3. Peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju (S 3-6 & O 1-4 ). 4. Pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor, yaitu dengan mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng asing dengan cara mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai, minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati lain di negara tujuan ekspor. (S 5-6 & O 1,4 ). Strategi S-T : 1. Peningkatan kualitas produk dengan kinerja yang tinggi (S 3,5,7 & T 1-5 ) 2. Peningkatan teknologi produksi (S 2-7 & T 2-3 ) 3. Pengembangan produk baru/diversifikasi produk (S 1-5,7 & T 2,3,5 ) 4. Pembangunan kepercayaan konsumen dengan sistem jaminan mutu yang tersertifikasi (S 1-7 & T 2-5 ) KELEMAHAN (W) 1. Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan 2. Teknologi proses yang sudah lama 3. Mesin dan peralatan yang sudah tua 4. Kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan 5. Fungsi dan fasilitas R & D yang terbatas 6. Infrastruktur yang kurang mendukung 7. Lokasi pabrik yang tidak mendukung 8. Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 9. Sistem operasi sanitasi yang belum berjalan baik 10. Sistem pengemasan yang manual Strategi W-O : 1. Efisiensi dan efektifitas dalam pelaksanaan produksi (W 1-4 & O 2,5 ) 2. Peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju (W 2-5,8,10 & O 1-4 ) 3. Pembangunan sistem operasi sanitasi yang baik / SSOP (W 6-10 & O 3 ) 4. Peningkatan kualitas produk dengan cara memproduksi makanan yang baik / membangun sistem GMP (W 1-10 & O 1-5 ) 5. Pembangunan kemitraan yang lebih baik dengan pemasok (W 1,4,7 & O 4-5 ) Strategi W-T : 1. Pembangunan kemitraan yang lebih baik dengan pemasok (W 1,4 & T 1,2,5 ) 2. Penerapan sistem GMP (W 2-4, 6-10 & T 2-5 ) 3. Penerapan sistem SSOP (W 3, & T 2,4 ) 4. Penerapan sistem jaminan mutu yang tersertifikasi (W 2-4,6-10 & T 2-5 ) Gambar 11. Matriks SWOT PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk 136

152 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis kepuasan konsumen, maka PMG Cap Sendok perlu meningkatkan mutu minyak goreng khususnya pada atribut pelabelan sebesar 1 % dan atribut keamanan pangan, atribut kemasan serta atribut merek yang masing-masing sebesar 0,33 %. 2. PKS Rambutan telah menerapkan dan mendapat sertifikasi ISO 9001:2000, namun perlu adanya penerapan sistem HACCP untuk menjamin CPO yang dihasilkan aman untuk diolah sebagai produk pangan. Oleh karena itu, PKS Rambutan perlu memperbaiki dan melengkapi beberapa unsur HACCP, yaitu : Kebijakan mutu, Pembentukan Tim HACCP, Personil dan Pelatihan, GMP, SSOP, Analisa bahaya potensial, serta Penetapan CCP (jumlah CCP). 3. PMG Cap Sendok belum mendapat sertifikasi ISO 9001:2000 maupun sertifikasi HACCP, oleh karena itu perlu adanya upaya untuk menerapkan kedua sistem dengan melengkapi dan memperbaiki unsur-unsur yang terkandung dalam kedua sistem ini. Unsur yang perlu dilengkapi dan diperbaiki dalam sistem ISO 9001:2000 adalah komitmen manajemen; tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi; SDM; infrastruktur; serta desain dan pengembangan. Unsur yang perlu dilengkapi dan diperbaiki dalam penerapan sistem HACCP adalah Personil dan Pelatihan, GMP, dan SSOP. 4. Alternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh pihak PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dalam mengendalikan mutu produknya saat ini adalah : (1) peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku, (2) pembangunan sistem sanitasi/ssop yang baik, (3) peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu pestisida, (4) peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi HACCP, serta (5) pengembangan produk baru/diversifikasi produk yang 137

153 mengekspoitasi keunggulan dalam mengatasi masalah lingkungan (Contoh : Land Application, pemanfaatan tandan kosong, pengurangan emisi metan dari limbah cair menjadi biogas, dan sebagainya). 5. Aternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh PMG Cap Sendok dalam mengendalikan mutu produknya saat ini adalah : (1) pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait dengan sistem HACCP, (2) pemberian sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan jaminan mutu kepada konsumen dalam peningkatan kualitas produk, (3) peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju, serta (4) pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor, yaitu dengan mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng asing dengan cara mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai, minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati lain di negara tujuan ekspor. SARAN Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Perlu adanya penelitian mengenai GAP (Good Agricultural Practice), GHP (Good Handling Practice), dan GDP (Good Distribution Practice) sebelum TBS sampai ke PKS mengingat mutu bahan baku TBS sangat menentukan mutu CPO dan mutu CPO sangat menentukan mutu minyak goreng. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penerapan sistem HACCP di PKS dan PMG yang lain untuk mengetahui titik-titik kritis di setiap tahapan proses produksi mengingat kebutuhan akan sertifikasi sistem tersebut di masa mendatang sangat dibutuhkan terutama bagi kegiatan ekspor. 138

154 DAFTAR PUSTAKA Adams MR, Moss MO Food Microbiology. The Royal Society of Chemistry. Thomas Graham House. The Science Park. Cambridge. Amang B Ekonomi Minyak Goreng di Indonesia. Bogor: IPB Press. Baadilla HO Persyaratan Mutu Pangan dalam Era Perdagangan Bebas. Di dalam: Seminar Nasional Pangan dan Gizi. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Statistik Indonesia. BPS. Jakarta. Basiron Y, Chan KW The Role of Research and Development Strategies in Food Safety and Good Agricultural, Manufacturing and Distribution Practices in the Malaysian Palm Oil Industry. J Malaysian Palm Oil Board (MPOB). BRI (Persero), LMAA-IPB Industry Review Kelapa Sawit. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero). BSN Standar Mutu Minyak Sawit Berdasarkan SNI Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. BSN Standar Nasional Indonesia (SNI) Sistem Manajemen Mutu Persyaratan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. BSN Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. David FR Manajemen Strategis : Konsep. Sindoro A, penerjemah; Jakarta: PT Prenhallindo. Terjemahan dari: Concepts of Strategic Management. Deming WE Out of The Crisis. Cambridge University Press. USA. Direktorat Jenderal Perkebunan Pedoman Umum : Program Revitalisasi Perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, Kakao). Jakarta: Departemen Pertanian. Djohar S, Tanjung H, Cahyadi ER Building a Competitive Advantage on CPO Through Supplay Chain Management : A Case Study in PT. Eka Dura Indonesia, AAL Riau. J Manajemen dan Agribisnis 1: Fardiaz S Evaluasi dan Proyeksi Permasalahan Keamanan Pangan. Temu Pakar dalam Rangka Studi Kaji Ulang Repelita VI Pangan dan Identifikasi Repelita VII. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI dan Pusat Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) IPB. Bogor. FDA Sanitation, Sanitary Regulation and Voluntary Programs. Di dalam : G Marriot, Norman (ed). Principles of Food Sanitation, hal 7. Third edition. New York: Chapman and Hall. 139

155 Gaspersz V ISO 9001 : 2000 and Continual Quality Improvement. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hadiwirdjo BH, Wibisono S Memasuki Pasar Internasional dengan ISO 9000 Sistem Manajemen Mutu. Jakarta: PT Ghalia. Hermawan T Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hiel R Food Safety Control in the Palm Oil Chain. Modul Workshop on European Food Safety Legislation Relevant for Palm Oil. Jakarta: MVO Risk Analysis of The Chain of Palm Oil and Palm Kernel Oil Products. fs/sfp/ras_index_en Di dalam: Hermawan T. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Jakarta: PT. Bumi Aksara http// Hubeis M Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar IPB. Bogor. Jouve JL Good Manufacturing Practice, HACCP and Quality System. Di dalam: Hund BM, TC Baird-Paker and GW Gould. The Microbiological Safety and Quality Control of Food. Volume I. Maryland: Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg. Kadarisman D, Wirakartakusumah MA Standarisasi dan Perkembangan Jaminan Mutu Pangan. B Teknologi dan Industri Pangan VI(1): Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Bogor: Fateta, Institut Pertanian Bogor. Marimin Moy G, Kaferstein F, Motarjeni Y Application of HACCP to Food Manufacturing : Some Considerations on Harmonization through Training. J Food Control. 5 (3) : MPOB Competitiveness of The Malaysia Oil Palm Industry. Malaysia: MPOB. Naibaho P Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit. Bahan Training Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta: PT SUCOFINDO. Pierson MD, Corlett DA Jr HACCP: Principles and Aplications. New York: Chapman and Hall Publ. 140

156 PPKS Produk Pangan dari Minyak Sawit. Di dalam: Teknologi Pengolahan Industri Hilir. Medan: Pusat Penelitian Kepala Sawit (PPKS). PPKS, Pengenalan Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Bahan Training Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kepala Sawit (PPKS). PTP. N III, Sortasi TBS Kelapa Sawit. Di dalam: Daftar Instruksi Kerja Bagian Teknologi. Medan: PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Puspitasari D Perbaikan dan Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu pada Industri Pengolahan Tahu [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rangkuti F Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Saaty TL Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin (PHA Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks). Edisi Bahasa Indonesia. Cetakan Kedua. Jakarta: IPMM dan PT Pustaka Binaman Pressindo. Siahaan D, Lalang B Teknologi Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Siahaan D, Lukman E Penerapan Good Agriculture Practice dan Good Manufacture Pratice Dalam Meningkatkan Mutu dan Keamanan Pangan Minyak Kelapa Sawit. J PPKS. Sullivan LH Quality Function Deployment. Di dalam: Ariani, DW. Manajemen Kualitas : Pendekatan Sisi Kualitatif. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional Timms R Delivering Quality and Food Safety to The European Palm Oil Consumer : Contribution of Palm Oil to the Food Industry. J Britannia Food Ingredients Ltd. Tompkin RB HACCP in Meat and Poultry Industri. J. Food Control. 5 (3): Utami E Pengkajian Pelaksanaan GMP dan Penyusunan Rencana HACCP di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, Jawa Barat. Winarno FG HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor: M-Brio Press. WHO Fact Sheet 237 : Food Safety and Foodborne Illness. Geneva, Switzerland. ( 141

157 Lampiran 1. Pohon Industri Kelapa Sawit (http// Carotene Cocoa Butter Fatty Alkohol (Ester) Minyak Kelapa Sawit Tocopherool Olein Minyak Goreng Minyak Salad Palmitic/Sospropanol Palmitic/ Octanol Butanol Stearic/Octanol Butanol Stearic/Glycol Stearin Margarine Oleic/Glycol Propylene Glycol Soap Stock Shortening Oleic/Methanol Butanol FFA Minyak Padat Oleic/Olycealkohol K E L A P A S A W I T Inti Kelapa Sawit Tempurung Minyak Inti Sawit /PKO Bungkil Arang Tepung Tempurung Bahan Bakar Sabun Glyserine Fatty Acid Lauric Acid Myristic Acid Briket Arang Karbon Aktif Asam Organik Metalic Salt Palmitic Stearic/Ca, Zn Stearic/Ca/Mg Stearic/Ai,Mg Oleic/Zn, Pb Oleic/Ba Polyaloxylated Derivates : Palmitic/Ethylene Propylene Oxida Stearic/Ethylene Propylene Oxida Oleic Acid Dimer/ Ethylene Propylene Oxida Fatty Amines Serat Tandan Kosong Bahan Selulosa Kertas Primary C16 & C18 Hydroclorides Aceates C16 & C18/ Ethoxylated C 16 & C 18 /Guanidin Ethoxylated Secondary C16 & C 18/ Ethoxylated Sludge Komponen Pakan Ternak Quartenery C16 & C18 Esters of Dibasic Acid Azelaic/Butanol & Octanol As Esters Azelai/Glucol Esters Aleic Acid Dimer/Butanol & Octanol Esters Oxigenated Fatty Acid/Ester Fatty Acid Amides Stearamide Oleamide Suplated Alcanolamide of Palmitic, Stearic and Oleic Acids Fatty Alchohol dll C 16 & C 18 Alchohols Suphlated C 16 & C 18 Alchohols/Esterified with Higer Saturated Fatty Acids C 16, C 18 & C 19 Alchohol Epoxystearic/ Octanol Ester Epithio Stearic/Mono & Polyhydric Alkohol Esters C 16 & C 18 Alchohol/Ethexylation 142

158 Lampiran 2. Struktur Organisasi PKS Rambutan MANAJER MASKEP ASS. PENGOLAHAN ASS. LABORATORIUM ASS. TEKNIK / D.S / TRAKSI ASS. TATA USAHA / UMUM PAPAM DCC KRANI MASKEP MANDOR PENGOL KRANI PENGOL MANDOR. LAB / SORTASI KRANI LAB / SORTASI /PROD MANDOR. BENGKEL UMUM/ LISTRIK/ WORKSHOP /D.SIPIL KRANI TEKNIK /D.SIPIL PETUGAS ADMIN. TU/ PERSONALIA /KR.GUDANG DANTON/ WADANTON Pemb. DCC Pemb.Kr. MASKEP Operator Ptgs. Laboratorium/ Sortasi/Penerimaan TBS /Pengiriman Produksi Ptgs. Teknik/Listrik/ Workshop/ D.Sipil/Traksi Bagian Umum SATPAM / HANSIP Pelayan Kantor Pemb. Operator 143

159 Lampiran 3. Diagram Alir Proses Produksi CPO di PKS Rambutan 144

160 Lampiran 4. Struktur Organisasi PMG Cap Sendok, PT.Astra Agro Lestari,Tbk 145

161 Lampiran 5. Diagram Alir Proses Bleaching Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok Cyclone Separator To Steam Ejector Drier Steam Degumming Niagara Filter Static Mixer Bleacher CPO G-202 G-202A H 3 PO 4 Spent Earth To Air To Storage Polishing Filter Bleaching Earth Balance Tank A B To Deaerator 146

162 Lampiran 6. Diagram Alir Proses Deodorisasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok Water 250 o C 0 Termopac 270 o 0 C Steam To Hot Well mba Vacum System Pre C Stripper Scrubber Water Steam 5 Water Water Termia Oil Deaerator CPO G-201 Water 255 O 0 C Deodorizer 265 o 0 C To Hot Well 10 0 C A B P. Filter water BPO RBDPO To Hot Well Condensor _PFAD 147

163 Lampiran 7. Diagram Alir Proses Fraksinasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok 148

164 Lampiran 8. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Crude Palm Oil (CPO) Nilai indeks maksimum adalah : Nilai indeks maksimum = Total nilai maksimum Bobot jawaban tertinggi = Skala penilaian tertinggi x jumlah responden konsumen jumlah interval kelas = 5 x 6 = 6 5 Nilai indeks maksimum adalah : Nilai indeks minimum = Total nilai minimum Bobot jawaban terendah = Skala penilaian terendah x jumlah responden konsumen jumlah interval kelas = 1 x 6 = Range dari nilai diatas adalah : Range = Nilai indeks maksimum Nilai indeks minimum = = 4.8 Panjang interval kelas adalah : Panjang interval kelas = Range Jumlah interval kelas = 4.8 = Berdasarkan perhitungan data tersebut, maka interval kelas yang disusun adalah : = sangat tidak memuaskan > = tidak memuaskan > = cukup memuaskan > = memuaskan > = sangat memuaskan 149

165 Lampiran 9. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Minyak Goreng Nilai indeks maksimum adalah : Nilai indeks maksimum = Total nilai maksimum Bobot jawaban tertinggi = Skala penilaian tertinggi x jumlah responden konsumen jumlah interval kelas = 5 x 30 = 30 5 Nilai indeks maksimum adalah : Nilai indeks minimum = Total nilai minimum Bobot jawaban terendah = Skala penilaian terendah x jumlah responden konsumen jumlah interval kelas = 1 x 30 = 6 5 Range dari nilai diatas adalah : Range = Nilai indeks maksimum Nilai indeks minimum = 30 6 = 24 Panjang interval kelas adalah : Panjang interval kelas = Range Jumlah interval kelas = 24 = Berdasarkan perhitungan data tersebut, maka interval kelas yang disusun adalah : = sangat tidak memuaskan > = tidak memuaskan > = cukup memuaskan > = memuaskan > = sangat memuaskan 150

166 Lampiran 10. Bagan Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) RUPS Dewan Komisaris KOMITE AUDIT Direktur Utama Direktur Produksi Direktur Keuangan Direktur SDM/Umum Direktur Pemasaran Kabag Sekretaris Korporat/CMR Kabag Tanaman Kabag Pembiayaan Kabag SDM Kabag Pemasaran Kabag SPI Kabag Teknik Kabag Kemitraan & Bina Lingkungan Kabag Pengadaan Kabag Teknologi Informasi (TI) Kabag Pengolahan DM Wil Labuhan Batu-I DM Wil Labuhan Batu-II DM Wil Labuhan Batu-III DM Wil Asahan DM Wil Simalu ngun DM Wil Deli Serdang-I DM Wil Deli Serdang-II DM Wil Tapsel GM Rumah Sakit GM PIK MR MANAJER MANAJER MANAJER 151

167 Lampiran 11. Standar Mutu CPO dan Kernel di PKS Rambutan CPO : No Parameter Produksi (%) Eksport (%) ALB Kadar air Kadar kotoran Nilai peroksida (Peroxide value) Nilai anisida (Aniside value) Kadar besi Kadar tembaga DOBI Bilangan Iod Titik cair Kernel : No Parameter Produksi (%) Eksport (%) ALB Kadar air Kadar kotoran Inti pecah Kadar minyak Berubah warna Max 1.00 Max 7.00 Max 6.00 Max 15.0 Min 49.0 Max 40 Max 1.00 Max 7.00 Max 6.00 Max 15.0 Min 49.0 Max

168 Lampiran 12. Standar Mutu Minyak Goreng Cap Sendok OLEIN SUPER - Iodine Value : 60,00 Meq Min - Cloud Point : 7,0 o C Max - Stability : 9 15 jam - FFA : 0,06 0,08 % - Visual : Bening dan Tidak Ada Benda Asing OLEIN BULK - Iodine Value : 56,00 Meq Min - Cloud Point : 10,0 o C Max - FFA : 0,1 % Max SOFT STEARIN - Iodine Value : 38,0 meq Max - Melting Point : 46,0 o C Min HARD STEARIN - Iodine Value : 43,0 Meq Max - Melting Point : 53,0 54,0 o C 153

169 Lampiran 13. Contoh Laporan Kinerja dan Penilikan PKS Rambutan 154

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL

FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DAN MINYAK GORENG DI PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk CHRISTIN IMELDA GIRSANG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA MUTU PANGAN

TINJAUAN PUSTAKA MUTU PANGAN TINJAUAN PUSTAKA MUTU PANGAN Arti mutu secara umum berbeda-beda tergantung dari rangkaian kata atau kalimat dimana istilah mutu digunakan. Mutu merupakan karakteristik secara total dari produk atau jasa

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR

STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha)

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha) 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terbesar di dunia. Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

METODA PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian. Mulai

METODA PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian. Mulai 45 METODA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Semakin ketatnya persaingan produk agroindustri pangan merupakan tantangan bagi industri dalam memenuhi harapan konsumen, oleh karena itu setiap

Lebih terperinci

KARKAS PT. SIERAD SEKOLAH

KARKAS PT. SIERAD SEKOLAH STRATEGI MANAJEMEN MUTU PROSES PRODUKSI KARKAS AYAM PEDAGING DI RUMAH PEMOTONGAN AYAM (RPA) PT. SIERAD PRODUCE, Tbk, PARUNG, BOGOR NUR FITRIANII USDYANA ATTAHMID SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dari segi kepentingan nasional, sektor peternakan memerlukan penanganan dengan seksama karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani, gizi masyarakat, membuka lapangan kerja,

Lebih terperinci

URGENSI PENERAPAN ISO 9000, ISO DAN HAZARD ANALYTICAL CRITICAL CONTROL POINT PADA AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT

URGENSI PENERAPAN ISO 9000, ISO DAN HAZARD ANALYTICAL CRITICAL CONTROL POINT PADA AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT URGENSI PENERAPAN ISO 9000, ISO 14000 DAN HAZARD ANALYTICAL CRITICAL CONTROL POINT PADA AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT Wawan Kurniawan Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000 PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000 MANAJEMEN UMUM Manajemen umum adalah manajemen puncak yang terdiri dari direksi dan wakil manajemen/quality Management Representative (QMR). Direksi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Persaingan produk yang semakin terbuka merupakan tantangan bagi industri pertanian, khususnya pangan, untuk memenuhi harapan dan tuntutan konsumen akan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Batara Elok Semesta Terpadu merupakan salah satu perusahaan di Gresik yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng kelapa sawit. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Semakin ketatnya persaingan akan produk pangan agroindustri merupakan tantangan bagi industri dalam memenuhi harapan konsumen. Oleh karena itu, setiap perusahaan melakukan berbagai

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR

STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 88 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Quality Function Deployment (QFD) Harapan Konsumen (Costumer Needs and Benefits ) Pengumpulan data primer dengan wawancara langsung kepada konsumen produk karkas ayam pedaging

Lebih terperinci

HANS PUTRA KELANA F

HANS PUTRA KELANA F KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA HANS PUTRA KELANA F24104051 2009

Lebih terperinci

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL Oleh: TIMOR MAHENDRA N C 34101055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian unggulan di negara Indonesia. Tanaman kelapa sawit dewasa ini

Lebih terperinci

PENERAPAN SNI DI PT. PACIFIC MEDAN INDUSTRI DIPERSENTASIKAN OLEH EVIYANTI TARIGAN (MANAGEMENT REPRESENTATIVE) & SUDARI (MANAGER QC)

PENERAPAN SNI DI PT. PACIFIC MEDAN INDUSTRI DIPERSENTASIKAN OLEH EVIYANTI TARIGAN (MANAGEMENT REPRESENTATIVE) & SUDARI (MANAGER QC) PENERAPAN SNI DI PT. PACIFIC MEDAN INDUSTRI DIPERSENTASIKAN OLEH EVIYANTI TARIGAN (MANAGEMENT REPRESENTATIVE) & SUDARI (MANAGER QC) Company Profile: Our Product - Minyak Goreng - Margarine - Shortening

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A.

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A. PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI INTI KELAPA SAWIT MENJADI PALM KERNEL OIL MENGGUNAKAN METODE GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) DI PT SINAR JAYA INTI MULYA Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari,

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

ANALISIS QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK MENGETAHUI KEINGINAN DAN HARAPAN KONSUMEN

ANALISIS QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK MENGETAHUI KEINGINAN DAN HARAPAN KONSUMEN ANALISIS QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK MENGETAHUI KEINGINAN DAN HARAPAN KONSUMEN KONSUMEN CPO A. Customer Needs and Benefits (Harapan Pelanggan) Survei pendahuluan dilakukan dengan wawancara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG SKRIPSI ELLYTA WIDIA PUTRI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan.. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan baku yang berkualitas akan meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat bervariasi dari satu

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. minyak goreng, margarine, shortening, food emulsifier, coffee whitener, filled

I. PENDAHULUAN. minyak goreng, margarine, shortening, food emulsifier, coffee whitener, filled I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit dengan produk turunannya yaitu minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil CPO) merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia karena kontribusinya terhadap perolehan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar di berbagai wilayah dan kondisi tanahnya yang subur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan tanaman dengan banyak manfaat. Tanaman ini menjadi bahan baku dalam industri penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di

I. PENDAHULUAN. Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di era globalisasi seiring dengan semakin ketatnya tingkat kompetisi yang dihadapi. Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT QFD (Quality Function Deployment) adalah suatu alat untuk membuat pelaksanaan TQM (Total Quality Management) menjadi efektif untuk mentranslasikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan antar perusahaan semakin ketat dalam suatu industri termasuk pada agroindustri. Salah satu produk komoditi yang saat ini sangat digemari oleh perusahaan

Lebih terperinci

PENERAPAN HACCP PADA INDUSTRI CRACKER MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: STEPHANIE HANS

PENERAPAN HACCP PADA INDUSTRI CRACKER MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: STEPHANIE HANS PENERAPAN HACCP PADA INDUSTRI CRACKER MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: STEPHANIE HANS 6103009034 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah

BAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membuat perekonomian di Indonesia semakin tumbuh pesat. Salah satu sektor agro industri yang cenderung

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA 1 TUJUAN PEMBELAJARAN MAHASISWA MEMAHAMI LATAR BELAKANG KONSEP MUTU MAHASISWA MEMAHAMI MASALAH YANG TERJADI DI MASYARAKAT MAHASISWA MEMAHAMI PENGERTIAN MUTU

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT FAJAR KURNIAWAN

RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT FAJAR KURNIAWAN RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT FAJAR KURNIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1.

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai wilayah dan kondisi tanahnya yang

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini perkembangan zaman yang diingiringi dengan inovasi-inovasi dalam bidang pangan khususnya. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu produk makanan

Lebih terperinci

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN ISO 22000 ISO 14001 ISO 17025 OHSAS Budaya Kerja 5S/5R Budaya Kerja K3 Sistem Manajemen Halal ISO 9001 Konsumen/Masyarakat IMPLEMENTASI ISO 9001:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI

Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI Latar Belakang Pengembangan agroindustri memandang pengendalian mutu sangat strategis karena : Mutu terkait dengan kepuasan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari 3 dasawarsa dalam pasar minyak nabati dunia, terjadi pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara tahun 1980 sampai

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BAHAYA DAN PENENTUAN TITIK PENGENDALIAN KRITIS PADA PENANGANAN TUNA SEGAR UTUH DI PT. BALI OCEAN ANUGRAH LINGER

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Sari Mas Permai adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL)

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL) PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL) 2 nd Lecture of Fat and Oil Technology By Dr. Krishna P. Candra PS Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) PADA PABRIK PENGOLAHAN CRACKER DENGAN KAPASITAS TEPUNG TERIGU 100 KG PER HARI

PENERAPAN PRINSIP HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) PADA PABRIK PENGOLAHAN CRACKER DENGAN KAPASITAS TEPUNG TERIGU 100 KG PER HARI PENERAPAN PRINSIP HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) PADA PABRIK PENGOLAHAN CRACKER DENGAN KAPASITAS TEPUNG TERIGU 100 KG PER HARI MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH : ANITA LUGITO (6103006007) PROGRAM

Lebih terperinci

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Issue : Kemampuan petani didalam menjamin mutu dan keamanan pangan segar yg dihasilkan relatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN

APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES, SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN TITIK KENDALI KRITIS PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI KOPERASI PETERNAK BANDUNG SELATAN SKRIPSI DINNI RAHMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan global, tidak dapat dipungkiri bahwa lalu lintas barang semakin terbuka, sehingga memungkinkan tidak adanya batasan negara dalam lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Asean sebagai basis produksi pasar dunia. Dilanjutkan dengan WTO ( World Trade Organization ) yaitu organisasi

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Asean sebagai basis produksi pasar dunia. Dilanjutkan dengan WTO ( World Trade Organization ) yaitu organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi ini telah menjadikan setiap negara melakukan perdagangan secara bebas, sehingga tingkat persaingan di berbagai sektor perdagangan semakin

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.842, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Keamanan Pangan. Pengawasan Pemasukan. Pangan Segar. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, globalisasi bisnis serta pertumbuhan ekonomi dunia adalah makin meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil ribuan ton BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 167.669

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sejak krisis ekonomi dan moneter melanda semua sektor

Lebih terperinci

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) 1 Pendahuluan Teknologi Dampak positip pengawetan peningkatan tampilan peningkatan gizi kecepatan penyajian > Dampak pengiring?? 2 Kemungkinan selama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 55 V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 5.1 Pemanfaatan Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang multi guna, karena seluruh bagian tanaman tersebut dapat dimanfaatkan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber pangan yang diharapkan masyarakat yaitu memiliki nilai gizi tinggi serta menyehatkan. Salah satu sumber gizi yang tinggi terdapat pada bahan pangan kedelai, yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. strategi yang dimiliki oleh PT. Astra Agro Lestari Tbk adalah sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. strategi yang dimiliki oleh PT. Astra Agro Lestari Tbk adalah sebagai berikut. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari berbagai tinjauan pembahasan dan analisis dimuka, maka dalam persoalan untuk menemukan keunggulan bersaing dan evaluasi perumusan strategi yang dimiliki oleh PT. Astra Agro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2012 Gambar 1 Perkembangan dan produksi kelapa sawit di Indonesia

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2012 Gambar 1 Perkembangan dan produksi kelapa sawit di Indonesia 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Guineensis elaeis jacq.) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak goreng, minyak industri, maupun bahan bakar nabati berupa biomasa dan biodiesel.

Lebih terperinci

MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN

MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Konsumen Oleh : 1. Avida Ayu Pramesti (5402411052) 2. Rana Bella (5402411053) 3. Inayatul Munawaroh (5402411054) 4.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI Oleh PUGUH SANTOSO A34103058 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PABRIK PENGOLAHAN MIE KERING DAN MIE INSTAN DI PT. SURYA PRATISTA HUTAMA SIDOARJO

PABRIK PENGOLAHAN MIE KERING DAN MIE INSTAN DI PT. SURYA PRATISTA HUTAMA SIDOARJO PABRIK PENGOLAHAN MIE KERING DAN MIE INSTAN DI PT. SURYA PRATISTA HUTAMA SIDOARJO PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH: ADRIANTO RAHARDJA (6103012040) MARISKA SUCIPTO (6103012043) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun dibayangi penurunan harga sejak akhir 2012, Prospek minyak kelapa sawit mentah (CPO) diyakini masih tetap akan cerah dimasa akan datang. Menurut Direktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, dan sistematika penulisan laporan dari penelitian yang dilakukan. 1. 1

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub sektor agroindustri

Lebih terperinci