TINJAUAN PUSTAKA MUTU PANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA MUTU PANGAN"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA MUTU PANGAN Arti mutu secara umum berbeda-beda tergantung dari rangkaian kata atau kalimat dimana istilah mutu digunakan. Mutu merupakan karakteristik secara total dari produk atau jasa yang dihasilkan produsen yang berhubungan dengan konsumen. Deming (1969) menyatakan bahwa mutu seharusnya mengarah pada kebutuhan konsumen pada saat ini maupun yang akan datang. Mutu pangan sebagai salah satu unsur daya saing sangat terkait dengan penerimaan konsumen yang memiliki keinginan dan tuntutan yang terus bergerak. Perkembangan mutu pangan tidak terlepas dari perkembangan era mutu. Era mutu dimulai dari kegiatan inspeksi produk kemudian berkembang menjadi pengawasan mutu pada tahun 1920-an yang menekankan pada pengukuran. Arah perkembangan mutu pada tahun 1960-an kemudian bergerak kepada kegiatan pengendalian mutu dengan pendekatan statistika (statistical process control atau statistical quality control). Pada tahun 1980-an mutu berorientasi ke jaminan mutu (Quality Assurance/QA), sehingga akhirnya pada tahun 1990-an manajemen mutu mengarah kepada manajemen mutu total (TQM). Mutu saat ini, tidak lagi hanya didasarkan pada karakteristikkarakteristik fungsional yang konvensional, tetapi telah berkembang juga karakteristik-karakteristik atau atribut-atribut mutu baru seperti karakteristik psikologis (sifat-sifat sensori dan luxury), shelf life, kepraktisan/kemudahan (makanan siap santap) dan cepat saji (fast food). Karakteristik keamanan pangan (food safety) dan pengaruhnya terhadap kesehatan konsumen menjadi penting atau sebagai kekuatan daya saing, apalagi untuk tujuan ekspor. Dalam pengembangannya, pertimbangan utama dalam pembuatan standar mutu yang dilakukan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) lebih mengarah kepada upaya untuk memenuhi kesehatan konsumen (Wirakartakusumah dan Kadarisman, 1995). Menurut Baadilla (1996), sesuai dengan tuntutan konsumen produk pangan harus memenuhi persyaratan mutu yang meliputi lima aspek dengan urutan prioritasnya sebagai berikut : (1) aspek keamanan, 6

2 (2) aspek citarasa, (3) aspek nutrisi, (4) aspek estetika dan bisnis, serta (5) aspek halal. Pendekatan mutu perusahaan adalah mengembangkan dan menerapkan mutu melalui sistem yang mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan pada penerapan manajemen mutu. Sistem mutu yang diterapkan dalam semua rantai produk dimulai dari pembelian dan desain, procurement dan produksi sampai distribusi dan penjualan. Standar khusus dalam sistem mutu, diantaranya ISO 9000 yang merupakan standar manajemen mutu dan jaminan mutu. Dalam mencapai keberhasilan bisnis jangka panjang digunakan pendekatan yang berdasarkan pada partisipasi semua anggota dalam organisasi, yaitu TQM melalui komitmen dan partisipasi yang besar dari semua kekuatan kerja untuk mendapatkan kepuasan konsumen yang lebih baik (Jouve, 2000). SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001: 2000 ISO 9000 dikeluarkan oleh International Standarization For Organization (ISO) yang berpusat di Genewa, Swiss. ISO 9000 merupakan seri standar internasional untuk sistem mutu yang menspesifikasikan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen, dengan tujuan menjamin bahwa pemasok (perusahaan) menyerahkan atau memproduksi barang dan atau jasa sesuai persyaratan yang ditetapkan. Standar internasional seri ISO 9000 diterbitkan dalam enam dokumen terpisah dengan nama ISO 8402, ISO 9000, ISO 9001, ISO 9002, ISO 9003 dan ISO 9004 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996). Seri ISO 9000 direvisi setiap enam tahun sekali dan pada tahun 2000 dilakukan revisi ISO 9000 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996; Gaspersz, 2001). Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000) dalam revisi ISO tersebut terdapat empat standar utama, di bawah ini : ISO 9000 : Sistem manajemen mutu-konsep dan peristilahan ISO 9001 : Sistem manajemen mutu-persyaratan ISO 9004 : Sistem manajemen mutu-panduan ISO : Panduan pengauditan sistem mutu. 7

3 Standar ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 9003 yang berlaku dilebur menjadi standar tunggal ISO 9001, sehingga dalam ISO 9000 revisi 2000 (ISO 9001 : 2000) hanya ada satu standar yang berisi persyaratan, yaitu ISO Standar diatas menyarankan adopsi pendekatan proses saat mengembangkan, mengimplementasikan dan memperbaiki keefektifan sistem manajemen mutu, dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan sesuai dengan persyaratan (BSN, 2000). Manfaat penerapan ISO 9001 : 2000 menurut Gaspersz (2001) adalah: (1) meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan mutu yang terorganisasi dan sistematik, (2) meningkatkan citra perusahaan serta daya saing dalam memasuki pasar global, (3) menghemat biaya dan mengurangi duplikasi audit sistem mutu oleh pelanggan karena dilaksanakan secara berkala, (4) membuka pasar baru karena nama perusahaan terdaftar pada lembaga registrasi terpercaya, (5) meningkatkan mutu dan produktivitas kerja manajemen melalui kerjasama dan komunikasi yang lebih baik, sistem pengendalian yang konsisten serta pengurangan dan pencegahan pemborosan, (6) meningkatkan kesadaran mutu perusahaan, dan (7) perubahan kultur kerja karyawan menjadi kultur mutu. Suatu organisasi untuk berfungsi efektif harus mengetahui dan mengelola sejumlah kegiatan yang saling berhubungan. Suatu kegiatan yang menggunakan sumber daya dan dikelola untuk memungkinkan transformasi masukan menjadi luaran, dapat dianggap sebagai suatu proses. Seringkali luaran suatu proses merupakan masukan bagi kegiatan berikutnya (BSN, 2000). Menurut Gaspersz (2001), tahap-tahap penerapan SMM adalah (1) komitmen dari manajemen puncak, (2) membentuk panitia pengarah atau koordinator ISO, (3) mempelajari persyaratan SMM ISO 9001:2000, (4) melakukan pelatihan terhadap semua anggota organisasi, (5) memulai peninjauan ulang manajemen, (6) identifikasi kebijakan mutu, prosedur-prosedur yang dibutuhkan dalam dokumen tertulis, (7) implementasi SMM, (8) memulai audit sistem manajemen mutu dan (9) memilih register/lembaga sertifikasi mutu yang terpercaya. 8

4 SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN Keamanan Pangan Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan. Menurut Fardiaz (1996), terdapat empat masalah utama dalam sistem keamanan pangan Indonesia, sebagai berikut : 1. Masih banyak ditemukan produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dalam peredarannya. 2. Masih banyak kasus penyakit dan keracunan melalui makanan, yang sebagian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya. 3. Masih banyak ditemukan sarana produksi dan distribusi pangan yang tidak memenuhi persyaratan, terutama industri kecil atau industri rumah tangga dan penjual makanan jajanan. 4. Rendahnya pengetahuan dan kepedulian konsumen terhadap keamanan pangan. Sesuai dengan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, konsumen berhak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan dari produk yang digunakan. Oleh karena itu, produsen wajib untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau yang diperdagangkan sesuai dengan standar mutu yang berlaku. Berbagai perangkat diperlukan dalam membangun pendekatan terstruktur dan terintegrasi dalam menghasilkan produk pangan yang aman dan bermutu tinggi. Pendekatan terintegrasi dalam pengendalian keamanan mikrobiologis dan mutu pangan dapat dilihat pada Gambar 1. 9

5 Gambar 1. Pendekatan terintegrasi dalam pengendalian keamanan mikrobiologis dan mutu pangan (ILSI dalam Jouve, 2000) Dalam pendekatan tersebut, dokumen Good Manufacturing Practice (GMP) yang berisi tentang cara-cara memproduksi makanan yang baik dan syarat-syarat higienis yang menjelaskan kondisi dasar dalam kegiatan produksi pangan higienis yang mencakup penggunaan peralatan pengolahan pangan higienis, jadwal perawatan dan pembersihan peralatan dan fasilitas, serta pelatihan dan kesehatan karyawan. Sistem HACCP merupakan pendekatan terstruktur terhadap manajemen bahaya yang bertujuan untuk menjaga keamanan produk dari bahaya biologis, kimia dan fisik yang dapat terjadi pada produksi, distribusi dan penjualan pangan, serta mengendalikannya pada tingkat yang aman (Jouve, 2000). Menurut WHO (2000) penyakit melalui makanan yang terjadi dapat disebabkan oleh konsumsi makanan seperti susu mentah, daging, unggas mentah dan makanan yang tidak diolah dengan cepat, beberapa makanan laut dan air minum. Beberapa penyebab terjadinya masalah kesehatan adalah infeksi oleh Escherichia coli seperti E. coli 0157: H7, Listeria monocytogenes, dan Vibrio cholera. Selain itu, ada beberapa penyebab masalah keamanan pangan yang lain, yaitu toksin alami pangan (misalnya, mikotoksin, biotoksin laut, glikosida sianogenik), agen yang tidak biasa (seperti freon), persistent organic pollutants (POPs) dan bahan metal. 10

6 Dalam CPO yang merupakan bahan baku produk pangan, dikhawatirkan terkandung beberapa bahan-bahan berbahaya yang tidak dikehendaki, antara lain dioxin, PAH (polyaromatic hidrocarbon), logam berat, pestisida, dan lain-lain ( 2006). Hiel (2005) juga pernah mengungkapkan bahwa ada beberapa kandungan bahan yang dikhawatirkan terkontaminasi dalam CPO, dan ini dikarenakan oleh penanganan bahan yang kurang baik mulai dari penanaman, pemanenan dan transportasi buah, proses pengolahan, transportasi CPO, hingga tangki timbun penyimpanan di pelabuhan. Dalam hal ini, bahaya didefinisikan oleh National Advisory Committee on Microbiologicul Criteria for Foods (NACMCF) sebagai bahan biologi, kimia atau fisik yang dapat menyebabkan resiko kesehatan bagi konsumen. Berdasarkan definisi tersebut, bahaya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bahaya biologi, bahaya kimia dan bahaya fisik (Pierson dan Corlett, 1992). Melalui sistem HACCP, bahaya-bahaya tersebut dapat dicegah melalui pengendalian titik-titik kritis di setiap tahapan proses produksi. Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) Menurut Adams dan Moss (1995), GMP didefinisikan sebagai suatu proses dalam industri pangan, dimana konsistensi produk akhir dari kualitas keamanan mikrobiologi dimonitor dengan uji laboratorium atau saat proses berlangsung. Di Indonesia, tuntutan kepada produsen pangan untuk menghasilkan produk pangan yang bermutu, aman dikonsumsi dan memenuhi keinginan konsumen lokal maupun global sudah menjadi perhatian pemerintah melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 23/MENKES/SK/I/1978 mengenai pedoman cara berproduksi yang baik untuk makanan. Tujuan dari penerapan GMP di industri pangan adalah untuk menghasilkan produk bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen. Menurut Jouve (2000) dokumen GMP dan peraturan higiene lainnya terdiri dari deskripsi dan definisi syarat-syarat kondisi higienis. Penerapan GMP, pengendalian higiene dan uji mikrobial telah dilakukan oleh produsen, pengolah dan pengatur kebijakan pangan, namun untuk memperkuat tujuannya 11

7 perlu diterapkan ketentuan lain seperti HACCP, penerapan konsep jaminan mutu dan manajemen mutu. Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) adalah program prasyarat yang dianjurkan oleh FDA dalam penerapan HACCP. Prosedur tersebut merupakan alat bantu dalam penerapan GMP dan mempunyai karakteristik yang umum pada sistem HACCP. Prosedur SSOP berisi tentang perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terjadi keluhan, verifikasi dan dokumentasi (FDA, 1995). SSOP menurut FDA (1995) terdiri dari delapan aspek kunci, yaitu: (1) keamanan air untuk proses produksi, (2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan termasuk peralatan, sarung tangan dan seragam produksi, (3) pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter, (4) penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet, (5) perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan bahan pangan seperti pestisida, pelumas, minyak dan bahan pembersih, (6) pelabelan dan penyimpanan, (7) kontrol kesehatan pekerja, dan (8) pencegahan hama penyakit. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul pada mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut, dengan tujuan menjamin keamanan makanan. Sistem HACCP merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai dan mengontrol bahaya, terutama digunakan oleh produsen pangan dalam menghasilkan produk sehat dan aman (Jouve, 2000). Dasar konsep HACCP pertama kali dikembangkan pada tahun 1959 oleh perusahaan Pillsbury yang bekerjasama dengan The National Aeronautics and Space (NASA), the Natick Laboratories of the U.S Army and The U.S. Air Space Laboratory Project Group untuk menghasilkan pangan yang tidak terkontaminasi oleh bakteri patogen yang dapat menyebabkan sakit 12

8 pada astronot. Pemecahan dari masalah tersebut adalah melalui sistem pencegahan terhadap pengawasan pada bahan mentah, proses, lingkungan, karyawan, penyimpanan dan distribusi, sehingga dapat dihasilkan produk dengan jaminan keamanan yang tinggi (Pierson and Corlett, 1992). HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai produksi makanan, mulai dari proses pertama sampai produk akhir. Menurut Fardiaz (1996) tujuan HACCP terdiri dari tujuan umum dan khusus. Tujuan umum pelaksanaan HACCP adalah meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan. Tujuan khususnya adalah sebagai berikut : 1. Mengevaluasi cara memproduksi makanan untuk mengetahui bahaya yang mungkin timbul dari makanan. 2. Mempelajari cara memproduksi makanan dengan memberikan perhatian khusus terhadap tahap-tahap proses yang dianggap kritis. 3. Memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan pengolahan makanan, serta penerapan sanitasi dalam memproduksi makanan. 4. Meningkatkan inspeksi mandiri terhadap industri pangan oleh operator dan karyawan. Penerapan HACCP sebagai alat manajemen pada industri pangan memberikan keuntungan, diantaranya mengefektifkan biaya yang digunakan untuk memproduksi makanan yang aman, mencegah atau mengurangi terjadinya masalah keamanan pangan, meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk dan menjaga kelangsungan usaha (Tompkin, 1994). Menurut Fardiaz (1996) kegunaan HACCP terhadap industri pangan diantaranya, mencegah penarikan produk, mencegah penutupan pabrik, meningkatkan jaminan keamanan produk, mencegah kehilangan pembeli atau pasar, meningkatkan kepercayaan konsumen, dan mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul akibat masalah keamanan produk. Tujuh prinsip dalam HACCP adalah (1) melakukan identifikasi bahaya dan penetapan resiko, (2) penetapan Critical Control Point (CCP), (3) penetapan batas kritis/limit kritis, (4) pemantauan CCP, (5) tindakan koreksi terhadap 13

9 penyimpangan, (6) verifikasi dan (7) dokumentasi (Jouve, 2000; Moy, et al., 1994; Pierson dan Corlett, 1992). Menurut Jouve (2000) dan Fardiaz (1996) terdapat 12 langkah yang dapat dilakukan dalam HACCP, yaitu sebagai berikut (1) membentuk tim HACCP, (2) mendeskripsikan produk, (3) mengidentifikasi pengguna yang dituju, (4) membuat diagram alir, (5) verifikasi diagram alir di tempat, (6) mendaftar semua bahaya potensial, melakukan analisis bahaya, menentukan tindakan pengendalian, (7) menentukan CCP, (8) menetapkan batas kritis untuk setiap CCP, (9) menetapkan sistem pemantauan untuk setiap CCP, (10) menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang mungkin terjadi, (11) menetapkan prosedur verifikasi, serta (12) menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi. Menurut Basiron dan Chan (2005), kemungkinan bahaya yang memiliki dampak terhadap keamanan pangan minyak sawit dapat dilihat dalam tiga area, sebagai berikut : (1) Udara, air, tanah, bahan baku dan bahan-bahan lain yang dimasukkan pada saat pra-panen. (2) Aktivitas dari sistem mempunyai dampak terhadap lingkungan, dimana menghasilkan polusi air dan udara yang kemungkinan dapat menjadi sumber zat pencemar yang masuk kembali ke sistem melalui suatu titik yang berbeda. (3) Apabila ada tindakan untuk meningkatkan suatu manfaat dalam beberapa bagian dari sistem, kemungkinan akan meningkatkan resiko kesehatan manusia dalam bagian yang lain. Karenanya, keseluruhan sistem harus dipertimbangkan ketika mempelajari dampak/resiko keamanan pangan dari tindakan yang akan dilakukan. CRUDE PALM OIL (CPO) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) memiliki siklus produksi ekonomis 25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda karena belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia bulan dan pada usia tujuh sampai lima belas tahun disebut sebagai periode matang (the mature periode), dimana pada periode tersebut produksi Tandan Buah Segar (TBS) mencapai puncaknya. 14

10 Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan. Pelepah dan batang sawit bisa dijadikan pulp dan kertas, pakan ternak serta furniture. Tandan kosong dapat dimaanfaatkan sebagai pupuk kompos, pulp dan kertas, karbon, dan rayon. Cangkang inti sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar dan karbon, sedangkan ampas inti sawit bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Serat mesokarp dapat diolah menjadi medium density fibre-board dan bahan bakar. CPO dan PKO dapat diolah menjadi produk pangan dan non pangan. Produk pangan antara lain minyak goreng, margarin, shortening, emulsifier, minyak makan merah, susu kental manis, vanaspati, confectioneries, es krim, dan yoghurt. Sedangkan produk non pangan antara lain biodiesel, pelumas, lilin, senyawa ester, kosmetik, farmasi, dan lain-lain (PPKS, 2006). Pohon industri kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 1. CPO merupakan hasil dari unit pengolahan paling hulu dalam industri pengolahan kelapa sawit, dimana prosesnya juga merupakan titik kritis dalam alur hidup ekonomi buah kelapa sawit khususnya dan industri kelapa sawit umumnya. Sifat yang krusial tersebut disebabkan oleh beberapa faktor penting berikut : a. Sifat buah sawit yang segera mengalami kerusakan/penurunan mutu dan rendemen bila tidak segera diolah. b. CPO merupakan bahan antara industri olahan kelapa sawit dimana mutunya menentukan dayagunanya untuk diolah menjadi produk akhir industri dan konsumen rumah tangga seperti olein, stearin, minyak goreng, dan lain-lain. Seiring dengan peningkatan luas lahan kelapa sawit perkebunan rakyat dan swasta maka pangsa produksi CPO juga mengalami pergeseran. Pada tahun 1994 produksi minyak sawit adalah 2,8 juta ton, pada tahun 1999 produksi telah mencapai 6 juta ton, dan tahun 2006 mencapai 15,1 juta ton. Produksi tersebut dihasilkan oleh perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan besar swasta. Data produksi dan Ekspor CPO dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. 15

11 Tabel 1. Produksi dan Ekspor CPO tahun (juta Ton) Tahun Produksi Ekspor ,8 1, ,5 1, ,7 3, ,4 1, ,4 3, ,0 4, ,6 4, ,9 5, ,7 6, ,0 6, ,3 8, ,5 10, ,1 13,2 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004 Peningkatan permintaan minyak sawit yang selama ini terjadi selain disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, juga karena keunggulan komparatif minyak sawit tersebut dibandingkan jenis minyak nabati lainnya seperti dijabarkan di bawah ini (PT. Bank Rakyat Indonesia dan LMAA-IPB, 2001) : 1. Potensi produksi minyak kelapa sawit/ha tanaman sebesar 7-25 kali lebih besar dibandingkan sumber minyak nabati lainnya, sehingga biaya produksinya akan lebih murah dibandingkan minyak nabati lainnya. 2. Harga minyak sawit jauh lebih murah dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya. 3. Industri hilir yang berbahan baku minyak sawit sangat banyak dan beragam baik untuk keperluan pangan maupun non pangan. Pemanfaatan minyak sawit untuk oleokimia dan biodiesel dimasa mendatang akan sangat menjanjikan, karena potensinya yang sangat besar. 4. Di dunia keteknikan, minyak sawit digunakan sebagai minyak pelumas yang filmis (merata tanpa bolong), sehingga banyak diaplikasikan di industri logam sebagai rolling oil. 5. Perkebunan kelapa sawit lebih menghutan sehingga dapat melestarikan lingkungan dan pemanfaatan lahan yang optimal. 16

12 6. Kandungan asam lemak dalam minyak sawit sangat berimbang antara asam lemak jenuh dan asam yang berikatan rangkap, sehingga kurang membahayakan terhadap kesehatan manusia. 7. Kandungan vitamin A dan E yang cukup besar dalam minyak sawit yang sangat bermanfaat dalam dunia kesehatan. Selain hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal Perkebunan (2007) mengatakan bahwa dari segi daya saing, minyak kelapa sawit memiliki kelebihan dibandingkan minyak nabati lain, diantaranya : (1) produktivitas per hektar relatif lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya, (2) merupakan tanaman tahunan yang cukup handal terhadap berbagai perubahan agroklimat, dan (3) dari segi aspek gizi, minyak kelapa sawit tidak terbukti sebagai penyebab meningkatnya kadar kolesterol dalam tubuh, bahkan mengandung beta karoten sebagai Pro- Vitamin A. Keunggulan komparatif minyak sawit terhadap sumber nabati lain menyebabkan pangsa minyak sawit makin hari makin meningkat. Dengan berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku minyak sawit, maka kebutuhan tersebut terus meningkat. Beberapa industri yang menggunakan minyak sawit adalah industri minyak goreng (34,2 % dari input), industri sabun dan bahan-bahan pembersih (16,2 %), industri minyak makan (5,9 %), industri mentega (1 %), industri pakan ternak (0,6 %) dan industri lainnya (3,7 8,7 %) (PT. Bank Rakyat Indonesia dan LMAA-IPB, 2001). Keunggulan komparatif minyak sawit di atas, sayangnya tidak diimbangi dengan mutu minyak sawit yang baik. Menurut Setiadi Djohar, dkk (2003), rendahnya mutu CPO disebabkan oleh bahan baku yang tidak baik. Banyaknya buah restan yang diolah sangat mempengaruhi mutu CPO yang dihasilkan. Faktor penyebab buah restan adalah faktor manusia (human error), alat dan fasilitas pengangkutan yang tidak memadai, serta metode pengangkutan dan lingkungan yang kurang mendukung. Di lain pihak, menurut Siahaan dan Erningpraja (2006), parameter mutu yang paling menentukan pada rantai produksi kebun, proses panen hingga pengangkutan ke PKS adalah asam lemak bebas dan DOBI (untuk mutu); serta logam berat, residu pestisida dan hidrokarbon (untuk keamanan 17

13 pangan). Proses pengolahan TBS menjadi CPO secara umum dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan Standar Mutu Minyak Sawit dapat dilihat pada Tabel 2. STERILISASI THRESHER MATERIAL P[ASSING TO DIGESTER TANDAN KOSONG DIGESTER 21 % % PRESSING 40 % CAIRAN MINYAK 9-10% FIBRE AIR CONDENSAT 11 % 12-16% BIJI MINYAK 23 % NOS 6% SLUDGE 12-15% 4-6% KERNEL CANGKANG 5-7% MINYAK 6-8% BUANGAN LIMBAH 92-94% BOILER INCINERATOR ABU LAND APPLICATION Gambar 2. Proses Pengolahan TBS menjadi CPO (Naibaho, 2006) Tabel 2. Standar Mutu Minyak Sawit/CPO Berdasarkan SNI No Kriteria uji Satuan Persyaratan mutu Warna Kadar air dan kotoran Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat) - %, fraksi massa %, fraksi massa Jingga kemerah-merahan 0,5 maks 0,5 maks 4. Bilangan Yodium g Yodium / 100 g Sumber : Badan Standarisasi Nasional, MINYAK GORENG SAWIT Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor : 02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Makanan, yang dimaksud dengan minyak goreng (cooking oil) adalah minyak yang diperoleh dari atau dengan cara memurnikan minyak nabati, dengan tujuan untuk menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak 18

14 bebas, dan zat-zat warna. Secara umum komponen utama yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya, karena asam lemak akan menentukan sifat kimia maupun stabilitas minyak. Salah satu bahan baku penghasil minyak goreng adalah CPO (Crude Palm Oil). Disamping bahan baku utama, dalam proses pengolahan minyak goreng juga dibutuhkan bahan pembantu, baik bahan kimia maupun bahan pengemas. Proses produksi minyak goreng berbahan baku CPO pada dasarnya melalui dua tahap yaitu proses rafinasi dan fraksinasi, yang mana keduanya merupakan satu kesatuan proses. Rafinasi atau proses pemurnian adalah proses yang ditujukan untuk menghilangkan zat-zat yang tidak dikehendaki yang ada di dalam CPO, sehingga minyak menjadi bebas dari bau, FFA (Free Fatty Acid) yang rendah, warna yang normal, dan residu lainnya, sedangkan fraksinasi adalah proses pemisahan antara fraksi-fraksi yang ada dalam minyak goreng. Dalam proses fraksinasi tersebut terjadi pemisahan stearin dan olein. Standar mutu minyak goreng dapat dilihat pada Tabel Tabel 3. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI No Indikator Satuan Syarat 1. Kandungan air 0.3 % maks 2. Bilangan peroksida 1.0 % maks Kandungan Asam lemak bebas (asam pelarut) Kandungan logam berbahaya (Pb, Cu, Mg) Kandungan minyak pelikan Bau / aroma Warna Rasa Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2002 % mg oksigen / 100 oksigen % % maks negatif negatif normal normal normal Menurut Timms (2003), untuk menghasilkan refined oils dengan mutu yang baik, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut : (1) CPO yang digunakan memiliki mutu yang tinggi, dimana memiliki FFA sebesar %, (2) proses refinery dilakukan dengan kondisi yang terkontrol baik dan menjaga kandungan tocol sebagai antioksidan alami yang dikandung minyak, dan (3) minyak disimpan pada tangki penyimpanan yang terbuat dari stainless steel atau 19

15 baja dengan lapisan epoksi untuk menjaga minyak dari proses oksidasi yang disebabkan oleh besi. Adapun proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng secara garis besarnya dibagi dalam dua tahapan, yaitu tahap pemurnian (refinery) dan tahap pemisahan (fractionation). Tahap pemurnian terdiri dari penghilangan gum (degumming), pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization). Tahap pemisahan terdiri dari proses pengkristalan (crystallization) dan pemisahan fraksi. Urutan proses minyak goreng secara singkat dapat dilihat pada Gambar 3. CPO Proses degumming Proses bleaching Proses Filtrasi NPO Proses deodorisasi RBDPO (Rifined Bleached Deodorized Palm Oil) Proses Fraksinasi Proses penyaringan RBD Olein RBD Stearin Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Goreng (Amang, 1996) 20

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Batara Elok Semesta Terpadu merupakan salah satu perusahaan di Gresik yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng kelapa sawit. Perusahaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha)

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha) 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terbesar di dunia. Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT QFD (Quality Function Deployment) adalah suatu alat untuk membuat pelaksanaan TQM (Total Quality Management) menjadi efektif untuk mentranslasikan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL

FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DAN MINYAK GORENG DI PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk CHRISTIN IMELDA GIRSANG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Agribisnis minyak goreng berbahan baku kelapa dulunya merupakan satu satunya minyak goreng yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan. Faktor-faktor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Kelapa Sawit 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas itu

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Oleh : BENNY RIO FERNANDEZ 2015 KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat, terutama disekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Kelapa Sawit Minyak sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, margarin,

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

HANS PUTRA KELANA F

HANS PUTRA KELANA F KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA HANS PUTRA KELANA F24104051 2009

Lebih terperinci

URGENSI PENERAPAN ISO 9000, ISO DAN HAZARD ANALYTICAL CRITICAL CONTROL POINT PADA AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT

URGENSI PENERAPAN ISO 9000, ISO DAN HAZARD ANALYTICAL CRITICAL CONTROL POINT PADA AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT URGENSI PENERAPAN ISO 9000, ISO 14000 DAN HAZARD ANALYTICAL CRITICAL CONTROL POINT PADA AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT Wawan Kurniawan Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 55 V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 5.1 Pemanfaatan Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang multi guna, karena seluruh bagian tanaman tersebut dapat dimanfaatkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah

BAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membuat perekonomian di Indonesia semakin tumbuh pesat. Salah satu sektor agro industri yang cenderung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dari segi kepentingan nasional, sektor peternakan memerlukan penanganan dengan seksama karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani, gizi masyarakat, membuka lapangan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Sari Mas Permai adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, dan sistematika penulisan laporan dari penelitian yang dilakukan. 1. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan.. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. BATARA ELOK SEMESTA TERPADU (1 AGUSTUS 8 SEPTEMBER 2015)

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. BATARA ELOK SEMESTA TERPADU (1 AGUSTUS 8 SEPTEMBER 2015) LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. BATARA ELOK SEMESTA TERPADU (1 AGUSTUS 8 SEPTEMBER 2015) Diajukan oleh: Ezekiel Lauwrent Budi Utomo NRP: 5203012019 Wahyu Octaria NRP: 5203012033 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak nabati dunia. Prestasi yang membanggakan sebagai negara perintis budidaya kelapa sawit, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya

Lebih terperinci

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A.

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A. PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI INTI KELAPA SAWIT MENJADI PALM KERNEL OIL MENGGUNAKAN METODE GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) DI PT SINAR JAYA INTI MULYA Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak goreng bagi masyarakat Indonesia adalah salah satu kebutuhan pokok atau merupakan salah satu dari Sembako (sembilan bahan pokok) menurut keputusan Menteri Perindustrian

Lebih terperinci

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL Oleh: TIMOR MAHENDRA N C 34101055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar di berbagai wilayah dan kondisi tanahnya yang subur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak dibidang pengolahan bahan baku Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dengan tujuan memproduksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil

Lebih terperinci

Gambaran Umum Produksi Minyak Sawit

Gambaran Umum Produksi Minyak Sawit Gambaran Umum Produksi Minyak Sawit Tanaman Kelapa Sawit secara umum waktu tumbuh rata-rata 20 25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, hal ini dikarenakan kelapa sawit tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini perkembangan zaman yang diingiringi dengan inovasi-inovasi dalam bidang pangan khususnya. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu produk makanan

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

The Hazard Analysis and Critical Control Point System

The Hazard Analysis and Critical Control Point System The Hazard Analysis and Critical Control Point System HACCP merupakan metode yang rasional & alamiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL MUTU MINYAK SAWIT KASAR Minyak sawit kasar (CPO) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Jakarta, PTPN VIII Banten, PT Wilmar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Minyak Kelapa Sawit Kasar Karakteristik awal minyak kelapa sawit kasar yang diukur adalah warna, kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan yodium, kandungan

Lebih terperinci

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN ISO 22000 ISO 14001 ISO 17025 OHSAS Budaya Kerja 5S/5R Budaya Kerja K3 Sistem Manajemen Halal ISO 9001 Konsumen/Masyarakat IMPLEMENTASI ISO 9001:

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan industri merupakan bagian dari usaha pembangunan ekonomi jangka panjang, yang diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk memperoleh minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) dari daging buah dan inti sawit (kernel)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan baku yang berkualitas akan meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat bervariasi dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian unggulan di negara Indonesia. Tanaman kelapa sawit dewasa ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elais guinensis jacq) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family Palmae. Tanaman genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA 1 TUJUAN PEMBELAJARAN MAHASISWA MEMAHAMI LATAR BELAKANG KONSEP MUTU MAHASISWA MEMAHAMI MASALAH YANG TERJADI DI MASYARAKAT MAHASISWA MEMAHAMI PENGERTIAN MUTU

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) 1 Pendahuluan Teknologi Dampak positip pengawetan peningkatan tampilan peningkatan gizi kecepatan penyajian > Dampak pengiring?? 2 Kemungkinan selama

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng, SII. Sumber : Departemen Perindustrian. dalam SII tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Indikator.

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng, SII. Sumber : Departemen Perindustrian. dalam SII tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Indikator. 1.1. Latar belakang Minyak goreng merupakan salah satu komoditi strategis Indonesia karena minyak goreng merupakan salah satu dari 9 bahan kebutuhan pokok masyarakat. Oleh karena itu pengadaannya selalu

Lebih terperinci

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pengantar Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit (Elaeis guineensis) terbesar di dunia. Produksinya pada tahun 2010 mencapai 21.534 juta ton dan dengan nilai pemasukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa negara. Daerah penghasil kelapa di Indonesia antara lain Sulawesi Utara,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

Gambar I.1. Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia [1]

Gambar I.1. Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak kelapa sawit adalah salah satu minyak yang diproduksi dalam jumlah yang cukup besar di dunia. Hingga tahun 2005, Indonesia merupakan negara pengekspor minyak

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Permasalahan Menurut Montgomery (2009), kualitas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih produk di antara pesaingpesaing yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sejak krisis ekonomi dan moneter melanda semua sektor

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv vii xiv xx BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESJA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 30/PMK.05/2016 TENTANG

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESJA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 30/PMK.05/2016 TENTANG MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESJA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.05/16 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 133/PMK.05/15 TENTANG TARIF LAYANAN BADAN

Lebih terperinci

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN (SMKP) HACCP

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN (SMKP) HACCP PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN (SMKP) HACCP Penilaian penerapan SMKP HACCP industri pengolahan kelapa sawit dan minyak goreng menggunakan beberapa peubah penelitian, yaitu kebijakan mutu, organisasi,

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perkebunan tahun 2008 di Indonesia terdapat seluas 7.125.331 hektar perkebunan kelapa sawit, lebih dari separuhnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit dapat berbuah setelah berusia 3-4 tahun dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit dapat berbuah setelah berusia 3-4 tahun dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa Sawit Kelapa Sawit (Elaeis guinenensis) merupakan tanaman perenial (berumur panjang), dapat berproduksi hingga usia 30 tahun. Bibit kelapa sawit diperoleh dengan pembibitan

Lebih terperinci

STANDAR MUTU PRODUK OLAHAN BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROVINSI DIY

STANDAR MUTU PRODUK OLAHAN BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROVINSI DIY STANDAR MUTU PRODUK OLAHAN BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROVINSI DIY Jl. Gondosuli no.6 YOGYAKARTA 1 Standar & kehidupan kita Standar dapat membuat masyarakat lebih mudah, lebih teratur, memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian di Indonesia berpeluang besar dalam peningkatan perekonomian rakyat dan pembangunan perekonomian nasional.adanya

Lebih terperinci

MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN

MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Konsumen Oleh : 1. Avida Ayu Pramesti (5402411052) 2. Rana Bella (5402411053) 3. Inayatul Munawaroh (5402411054) 4.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan tanaman dengan banyak manfaat. Tanaman ini menjadi bahan baku dalam industri penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu produk utama pertanian Indonesia. Usaha agribisnis di bidang ini (terutama minyak sawit) telah memberikan kontribusi bagi perekonomian negara,

Lebih terperinci

BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI

BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI 7.1 Implemetasi Sistem SINKUAL-BIODIESEL dirancang untuk membantu proses pengambilan keputusan pada bagian pengedalian kualitas (quality control) yang diaplikasikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak atau lemak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak, tersusun atas campuran sebagian besar triasilgliserol dan sebagian kecil senyawa pengotor (di-gliserida dan

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. SARI MAS PERMAI (8 Juni 8 Agustus 2015) Diajukan oleh: Stefanus NRP: 5203012001 Hendry Kurniawan NRP: 5203012002 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan maupun pengolahan merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mempertahankan mutu dan kualitas bahan pangan, termasuk di sektor perikanan. Menurut data Dirjen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR3 TAHUN2017 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETENSI KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN

Lebih terperinci

Sumber (diolah dari) ; 1. Bank Indonesia, Sipuk-Siabe (2003). 2. Departermen Perindustrian, (2007).

Sumber (diolah dari) ; 1. Bank Indonesia, Sipuk-Siabe (2003). 2. Departermen Perindustrian, (2007). Lampiran 1. Diagram Pemerosesan Buah Sawit. Particle Board, Serat kertas Sabut Sawit (Palm Fibre ) Refined, Bleached and Deodorised Crude Palm oil ( RBD CPO ) Mentega (Margarine) Buah Sawit Segar ( Fresh

Lebih terperinci

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000 PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000 MANAJEMEN UMUM Manajemen umum adalah manajemen puncak yang terdiri dari direksi dan wakil manajemen/quality Management Representative (QMR). Direksi

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. SARI MAS PERMAI (8 Juni 8 Agustus 2015) Diajukan oleh: Bernadette Malita S NRP: 5203012029 Rosalia Maria Da S NRP: 5203012042 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci