UJI KEAWETAN KAYU KARET (Hevea braziliensis) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH DENGAN MENGGUNAKAN RENDAMAN KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri) Oleh:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI KEAWETAN KAYU KARET (Hevea braziliensis) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH DENGAN MENGGUNAKAN RENDAMAN KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri) Oleh:"

Transkripsi

1 UJI KEAWETAN KAYU KARET (Hevea braziliensis) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH DENGAN MENGGUNAKAN RENDAMAN KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri) Oleh: Andri Kurniawan NIM PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013

2 UJI KETAHANAN KAYU KARET (Hevea braziliensis) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH DENGAN MENGGUNAKAN RENDAMAN KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri) Oleh: Andri Kurniawan NIM Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Kehutanan pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013

3 UJI KETAHANAN KAYU KARET (Hevea braziliensis) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH DENGAN MENGGUNAKAN RENDAMAN KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri) Oleh: Andri Kurniawan NIM Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Kehutanan pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013

4 HALAMAN PENGESAHAN Judul Karya Ilmiah Nama : Uji Ketahanan Kayu Karet (Hevea braziliensis) Terhadap Serangan Rayap Tanah dengan Menggunakan Rendaman Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) : Andri Kurniawan NIM : Program Studi Jurusan : Teknologi Hasil Hutan : Teknologi Pertanian Pembimbing Penguji I, Penguji II, Dr. Ir. F. Dwi Joko Priyono, MP NIP Ir. Yusdiansyah, MP NIP Ir. Sumiati NIP: Menyetujui, Ketua Program Studi Teknologi HasilHutan, Mengesahkan, Ketua JurusanTeknologi HasilHutan, Ir. H. Syafi i. MP NIP Heriad Daud Salusu, S.Hut, MP NIP Lulus ujian pada tanggal :...

5 ABSTRAK ANDRI KURNIAWAN. Uji Ketahanan Kayu Karet (Hevea braziliensis) Terhadap Serangan Rayap Tanah dengan Menggunakan Rendaman Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) (dibimbing oleh Dwi Joko Priyono). Latar belakang penelitian adalah karena belum maksimalnya pemanfaatan kayu karet sebagai bahan industri, dimana dari keseluruhan pohon kayu karet selama ini hanya getah (lateks) yang dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Sementara itu masalah yang dihadapi kayu karet adalah mudah terserang jamur dan organisme perusak kayu lainnya. Tujuan penelitian adalah mencoba mengetahui sejauh mana kemampuan air rendaman kayu ulin sebagai bahan anti rayap (termisida) alami yang diterapkan pada kayu karet dalam mencegah serangan rayap tanah. Bahan penelitian berupa potongan bagian teras kayu karet kering tanur dalam ukuran 2x2x10cm sebanyak 30 buah contoh uji, terbagi dalam perlakuan rendaman ulin, perlakuan rendaman bahan pengawet merk Akonafos 480 (bahan aktif Klorpirifos) dan contoh uji sebagai kontrol masing-masing 10 buah. Perendaman contoh uji dalam bahan pengawet dilakukan selama 48 jam yang kemudian diumpankan pada rayap tanah dalam jampot sesuai SNI Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Kayu Seksi Pengawetan dan Pengeringan Kayu Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda selama kurang lebih 2 (dua) bulan. Hasil penelitian membuktikan bahwa air rendaman kayu ulin dan pengawet Akonafos mampu terserap dalam kayu ulin dengan penetrasi sebesar 33,12% dan 28,75%, retensi Akonafos dalam kayu karet adalah sebesar 17,02 kg/m? Dengan standar SNI membuktikan bahwa berdasarkan pengurangan berat kayu akibat serangan rayap, maka kayu karet berpengawet alami masuk dalam katagori tahan dan kemampuan bertahan hidup pada rayap hanya mampu selama (1), (5-8) dan (10-15) hari masing-masing untuk perlakuan Akonafos, air rendaman ulin dan kontrol. Dengan hasil tersebut diharapkan kayu karet dapat dipertimbangkan sebagai bahan baku dalam industri kayu. Kata kunci: air rendaman kayu ulin, kayu karet, pengawetan kayu, rayap.

6 RIWAYAT HIDUP Andri Kurniawan lahir pada tanggal 15 Desember 1991 di desa Bangun Sari, Kecamatan Linggang Bigung. Kabupaten Kutai Barat. Merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Sukro dan Ibu Robiatun. Tahun 1997 memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 002 Bangun Sari dan memperoleh ijazah pada tahun 2004, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 004 Sendawar Linggang Bigung dan memperoleh ijazah pada tahun 2007, dan selanjutnya melanjutkan ke Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Ave Bungen Tana di Bigung baru Pada tahun 2009 mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada perusahaan Kedap Sayak Dua (KSD) yang berbasis industri perkebunan kelapa sawit dan mendapat ijazah pada tahun Pada tahun 2010 melanjutkan studi pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Jurusan Teknologi Pertanian Program Studi Teknologi Hasil Hutan. Pada bulan Maret sampai Mei 2013 mengikuti program Praktek Kerja Lapang (PKL) perusahaan industri kayu lapis PT. Idec Abadi Wood Industries,Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara)

7 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata ala, karena atas berkat Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada waktunya. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium Rekayasa Kayu Seksi Pengawetan dan Pengeringan Kayu Jurusan Teknologi Pertanian. selama dua bulan, yaitu dari bulan Mei Juni Karya Ilmiah ini merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan untuk mendapat sebutan Ahli Madya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayah dan Ibu serta adik-adik tercinta atas segala dukungan baik moril maupun materi. 2. Bapak Dr. F. Dwi Joko Priyono, selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan penulis mulai dari persiapan penelitian hingga penyusunan karya ilmiah ini selesai. 3. Bapak Ir. Wartomo, MP, selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 4. Bapak Heriad Daud Salusu, S.Hut, MP, selaku Ketua Jurusan Teknologi Pertanian. 5. Bapak Ir. Syafi i, MP, selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan. 6. Kepala Laboratorium Rekayasa Kayu, Bapak Ir. Yusdiansyah, MP. 7. Bapak Ir. Taman Alex, MP, selaku penguji. 8. Seluruh teknisi dan staf pengajar yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. 9. Feni Rahmawati beserta keluarga yang telah memberi dukungan do a serta motivasi kepada penulis. 10. Agus Pujiono dan Junaidi yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini, serta teman-teman angkatan 2010 yang selalu memberi dukungan dan motivasai.

8 Akhir kata, penulis mohon maaf karena walaupun sudah berusaha dengan sungguh-sungguh, namun penulis sadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan karya ilmiah ini. Meski demikian penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. Penulis, Kampus Sei Keledang, 27 Juni 2013

9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI.. vii DAFTAR TABEL.. viii DAFTAR GAMBAR.. ix I. PENDAHULUAN. 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 3 Halaman A. Pengawetan kayu 3 B. Bahan Pengawet. 4 C. Sifat Bahan Pengawet. 5 D. Manfaat Pengawet 5 E. Metode Rendaman Dingin.. 7 F. Zat ekstraktif.. 7 G. Organisme Perusak Kayu 8 H. Rayap Tanah... 9 I. Risalah Kayu Karet 10 J. Absorbsi.. 13 K. Retensi. 13 III. METODE PENELITIAN.. 15 A. Waktu dan Tempat Penelitian. 15 B. Alat dan Bahan.. 15 C. Prosedur Penelitian.. 17 D. Pengolahan Data.. 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 22 A. Hasil 22 B. Pembahasan. 25 V. KESIMPULAN DAN SARAN. 27 A. Kesimpulan 27 B. Saran.. 27 DAFTAR PUSTAKA. 28 LAMPIRAN

10 DAFTAR TABEL Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Klasifikasi SNI Kerapatan dan Kadar Air Kayu Karet Absorbsi Pengawet pada Kayu Karet Retensi Pengawet pada Kayu Karet Jenis Rayap Tanah Ketahanan Hidup Rayap pada Jam Pot Hasil Penurunan 24 Lampiran 1. Pengukuran Dimensi dan Berat Awal Contoh Uji Pengukuran Contoh Uji Kering Tanur Penghitungan Jumlah Kadar Air Kerapatan Contoh Uji Pengukuran Contoh Uji Setelah Perendaman Pengawet Absorbsi Penimbangan Berat sebelum dan sesudah Diumpankan Penghitungan Kosentrasi 33

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Grafik Nilai Penyerapan Bahan Pengawet (absorbsi dalam kg/m?).. 22 Lampiran 9. Foto Hasil Liputan Penelitian 34 a. Pemotongan Kayu Karet. 34 b. Pembuatan Sampel. 34 c. Pengukuran Sampel 34 d. Penimbangan Sampel. 35 e. Pendinginan Setelah Pengovenan. 35 f. Pendidihan Serbuk Ulin.. 35 g. Penyaringan Pengawet Alami 36 h. Pengawet Kimia. 36 i. Pengukuran Dosis Pengawet Kimia 36 j. Pelarutan Pengawet Kimia.. 37 k. Perendaman Pada Pengawet Alami 37 l. Pemberian Pemberat Saat Perendamaan 37 m. Perendaman Pengawet Kimia.. 38 n. Pemotongan Sampel. 38 o. Pengawet Kimia Setelah Pemberian Pewarna. 38 p. Sampel Siap Uji q. Aktivitas Rayap Dalam Jam Pot.. 39 r. Penyusunan Jam Pot. 39 s. Susunan Jam Pot. 40 t. Pengamatan Aktivitas Rayap. 40 u. Pengamatan Aktivitas Rayap.. 40

12 BAB I PENDAHULUAN Kayu telah dikenal sejak lama sebagai sumber kekayaan alam yang mempunyai peran penting dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Disamping memiliki keunggulan kayu juga memiliki kelemahan yaitu dapat rusak karena faktor tertentu, diantaranya faktor biologis, fisik mekanik maupun kimia. Tetapi dari keempat faktor tersebut yang paling banyak menimbulkan kerusakan adalah faktor biologis, kerusakan akibat bakteri, serangga, jamur dan binatang laut (marine borer). Suatu usaha yang dikembangkan untuk memperpanjang masa pakai kayu atau memperbaiki kayu-kayu bangunan dan berbagai produk kayu lainnya yang digunakan pada konstruksi memperlakukan kayu tersebut dengan bahan kimia (melalui proses pengawetan). Adapun alasan manusia melakukan pengawetan terhadap kayu, karena kayu yang memiliki kelas awet tinggi sangat sedikit selain itu harganya juga cukup mahal. Sebaliknya kayu yang memiliki kelas awet rendah cukup banyak dan cara pengerjaannya lebih mudah. Pengawetan dalam kayu sangat diperlukan pada manfaatnya. Pengawetan kayu dapat diartikan sebagai suatu cara memberi bahan pengawet kedalam kayu untuk mengetahui jumlah bahan pengawet yang masuk kedalam kayu yang dinyatakan dalam berat persatuan volume (kg/m 3 ) yang disebut retensi dan dalamnya bahan pengawet masuk kedalam kayu yang disebut penetrasi. Menurut Sutrisno (1992), bahan pengawet yang dicapai dipengaruhi oleh type bahan pengawet, jenis kayu yang diawetkan, cara pengawetan, dan keadaan kayu yang akan diawetkan.

13 2 Keefektifan suatu bahan pengawet kayu tergantung pada daya racunnya terhadap faktor perusak kayu. Apabila suatu bahan pengawet dengan konsentrasi tertentu dapat mematikan faktor perusak kayu, maka bahan pengawet dengan konsentrasi tersebut dapat dikatakan efektif. Konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dapat mempengaruhi retensi, sehingga pada konsentrasi yang berbeda retensi dan penetrasi bahan pengawetnya akan berbeda pula. Hal ini menyebabkan daya tahan kayu akan berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Yosesof (1997) dalam proses pengawetan yang paling banyak digunakan adalah proses perendaman dingin, hal ini dikarenakan peralatanya sederhana, penetrasinya lebih besar dan biaya relatif murah. Adapun proses perendaman dingin ini kayu-kayu dimasukan kedalam tangki-tangki yang berisi larutan bahan pengawet pada beberapa konsentrasi yang diinginkan dan kayu tersebut dibiarkan terendam dalam beberapa hari. Penelitian bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan yang larut dalam air rendaman kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) sebagai bahan pengawet alami yang diterapkan pada kayu karet (Hevea braziliensis) bila dibandingkan dengan pengawet kimia yang telah dikenal di pasaran umum.

14 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawetan Kayu Pengawetan kayu adalah cara memberikan bahan pengawet yang bertujuan untuk memperpanjang masa pakai kayu dan untuk memperbesar sifat keawetan kayu sehingga memiliki daya tahan yang lama. Menurut Dumanauw (1990), pengawetan kayu berarti memasukkan bahan kimia yang beracun dalam kayu sebagai pelindung terhadap organisme perusak kayu yang datang dari luar seperti serangan jamur dan binatang laut lainnya. Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Nilai suatu jenis kayu akan ditentukan oleh keawetannya karena bagaimanapun kuatnya kayu itu penggunaannya tidak akan berarti jika keawetannya rendah. Kayu dikatakan awet apabila umur pakainya panjang, artinya mampu menahan berbagai macam serangan mahluk hidup perusak kayu seperti jamur, serangga, dan binatang laut penggerek kayu (Hunt dan Garrat, 1967). Tujuan utama dari pengawetan kayu adalah untuk memperpanjang penggunaan umur pemakaian, dengan demikian mengurangi biaya akhir dari produk itu dan menghindari penggantian yang terlalu sering dalam konstruksi yang permanen dan semi permanen. Contoh yang menonjol dari tambah permanennya konstruksi adalah dengan jalan pengawetan, hal ini ditunjukkan oleh produk-produk yang dibiarkan terkena serangan yang sangat berat dari faktor perusak kayu (Dumanauw, 1990). Pengingkatan umur pakai kayu dengan menggunakan bahan pengawet yang cocok mempunyai pengaruh lain yang nyata dalam bidang kayu, yaitu dimungkinkannya penggunaan banyak jenis kayu yang sebelumnya dianggap

15 4 kurang baik atau terutama karena jenis-jenis kayu tersebut secara alami kurang awet dan hanya memberikan suatu umur pakai yang pendek jika tanpa diawetkan. B. Bahan Pengawet Kayu Bahan pengawet kayu adalah bahan-bahan kimia yang apabila diterapkan secara baik pada kayu akan membuat kayu itu tahan terhadap serangan cendawan, serangga, atau cacing-cacing kapal. Efek perlindungannya adalah menjadikan kayu itu beracun terhadap organisme yang menyerangnya. Bahanbahan pengawet ini dapat berupa senyawa-senyawa kimia murni atau campuran dari senyawa-senyawa dan mempunyai sifat, keefektifan, harga dan kecocokan penggunaan yang berbeda-beda (Hunt dan Garrat, 1967). Duljapar (1996) menjelaskan bahwa bahan pengawet kayu dibagi menjadi tiga golongan yaitu 1. Bahan pengawet berupa minyak Bahan pengawet ini biasanya hasil sampingan dari industri petroleum. Termasuk dalam jenis ini antara lain kreosot, karbolieum, dan kloronatalin. Bahan pengawet kayu kreosot merupakan hasil destilasi dari proses karbonasi batu bara pada suhu tinggi antara 180 o C-360 o C. 2. Bahan pengawet larutan dalam minyak Bahan pengawet yang pemakaiannya dilarutkan dalam minyak, umumnya memiliki daya racun yang tinggi terhadap organisme perusak kayu. 3. Bahan pengawet larut dalam air Bahan pengawet ini paling banyak digunakan untuk mengawetkan kayu, dan karena pelarutnya air, maka jenis bahan pengawet ini mempunyai kelebihan antara lain harganya murah, tidak berbau, tidak mudah terbakar

16 5 dan bersih dalam pemakaiannya. Bahan pengawet ini tidak cocok untuk tujuan penggunaan di tempat basah karena mudah luntur atau tercuci. 4. Keawetan adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk dll. Keawetan kayu tersebut disebabkan adanya zat ekstraktif didalam kayu yang merupakan unsur racun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif tersebut terbentuk pada saat kayu gubal berubah menjadi kayu teras sehingga pada umumnya kayu teras lebih awet dari kayu gubal. C. Sifat Bahan Pengawet Suatu hal yang umum diketahui ialah bahwa jenis bahan pengawet yang dipakai mungkin mempunyai pengaruh yang nyata pada kemudahan dan kesempurnaan dalam impregnasi kayu. Dalam kondisi perlakuan yang sama peresapan dan absorbsi yang lebih baik biasanya diperoleh dengan garamgaram larut air dari pada dengan bahan pengawet minyak dan kreosot murni umumnya memberikan hasil yang lebih baik dari pada campuran-campuran kreosot. Selanjutnya dalam campuran-campuran kreosot ini ketahanan terhadap peresapan ternyata naik jika bagian ter, batu bara atau petroleum dinaikkan. Keragaman absorbsi dan peresapan yang diperoleh dengan berbagai tipe bahan pengawet mungkin sebagian besar ditentukan oleh perbedaan viskositas cairan, meskipun kenyataan bahwa larutan dalam air diserap oleh dinding sel, sedangkan minyak pengawet tidak dapat membantu menerangkan kelebihan peresapan yang diperoleh dengan klorida seng dan bahan-bahan pengawet larut air lainnya (Alex, 2002).

17 6 D. Manfaat Pengawetan Dengan jalan melaksanakan pengawetan dapat diperoleh beberapa keuntungan, antara lain: 1. Jenis kayu kurang awet yang tadinya tidak atau kurang dipakai menjadi dapat dipergunakan dengan baik, hal mana berarti penggunaan sumber alam secara efisien. 2. Karena kayu yang diawetkan itu berumur lebih panjang dibandingkan dengan yang tidak diawetkan, maka hal ini berarti penghematan yang baik sekali. 3. Dapat menggantikan jenis kayu yang bernilai ekspor seperti jati untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga dengan demikian mampu membantu usaha negara untuk mempertinggi penghasilan devisa dalam pembangunan. 4. Dengan berdirinya industri pengawetan kayu sedikit banyak berarti pula bertambahnya kesempatan kerja untuk rakyat, sehingga dapat membantu memecahkan masalah pengangguran. Pengawetan ini terasa lebih penting lagi karena dikuatirkan bahwa produksi jenis kayu yang awet dalam waktu mendatang tidak dapat memenuhi kebutuhan lagi. Pada waktu memilih bahan pengawet kayu perlu diperhatikan beberapa hal dibawah ini : a) Tempat kayu itu akan dipakai b) Mahluk perusak kayu yang terdapat ditempat tersebut c) Syarat-syarat kesehatan Bahan pengawet yang mengandung garam arsen biasanya digunakan untuk kayu dengan resiko serangga-serangga yang hebat. Kayu yang akan digunakan

18 7 ditempat yang lembab dengan resiko serangga perusak kayu yang hebat perlu dipilih bahan pengawet yang tidak luntur dan cukup beracun bagi jamur. Kayu yang akan digunakan untuk mebel dapat diawetkan dengan bahan pegawet larut air yang tidak merubah warna kayu (Alex, 2002). E. Metode Rendaman Dingin Yoesof (1997) perendaman dingin dapat dilakukan dengan cara memasukkan kayu kedalam larutan bahan pengawet dan dibiarkan terendam selama beberapa hari dan biasanya pada suhu kamar. Sedangkan menurut Forbes (1961) yang diikuti oleh Suyatman (1980), peresapan bahan pengawet akan berlangsung secara lambat setelah hari-hari berikutnya. Makin lama kayu terendam dalam bahan pengawet semakin besar penembusan yang diperoleh sehingga hasilnya akan sama dengan yang diperoleh proses tekanan. Dumanauw (1990) menambahkan bahwa waktu pengawetan perendaman harus seluruhnya terendam, jangan sampai ada yang terapung, oleh karena itu kayu harus diberi pemberat yang berguna untuk sirkulasi masuknya bahan pengawet. F. Zat Ekstraktif Secara umum zat ekstraktif kayu mudah larut dalam pelarut seperti ether, alcohol, benzene dan air. Banyaknya kandungan zat ekstraktif dalam setiapkayu bervariasi antara 3-10% dari berat kayu kering tanur termasuk didalamnya adalah minyak, resin, lilin, tanin, gula,pati, dan warna lainya, (Dumanauw, 1992). Simatupang (1988), mengemukakan bahwa keawetan kayu terhadap serangan serangga pada awalnya diduga disebabkan oleh kekerasan kayu itu

19 8 sendiri. Namun setelah terbukti keawetan kayu yang demikian adalah peran dari pada zat ekstraktif yang mampu mempertahankan bentuk kayu tersebut. Anonim (1976), menyatakan bahwa zat ekstraktif dapat menambah kekebalan kayu. Diantaranya adanya keseimbangan, artinya dapat melawan pengaruh luar seperti iklim, serangga jamur dan cacing laut yang dapat mempengaruhi sifat-sifat kayu. G. Organisme Perusak Kayu Organisme perusak kayu adalah mahluk hidup yang dalam aktifitasnya merugikan dan merusak kayu dimana kayu merupakan tempat tinggal dan tempat memperoleh makanan dari zat-zat kayu yang ditempatinya. Dumanauw (1990) faktor-faktor penyebab perusak kayu digolongkan menjadi: 1. Faktor non biologis yang terdiri dari: a. Faktor fisik b. Faktor mekanis c. Faktor kimia. 2. Faktor biologis yang terdiri dari: a. Jamur Jamur perusak kayu terbagi dua yaitu jamur pewarna dan jamur perusak.jamur pewarna tidak hidup dari zat-zat dalam sel kayu tetapi merombak komponen kayu, jamur ini merugika kerena warna kayu menjadi kotor kehitam-hitaman sehingga menurunkan kualitas kayu. Sedangkan jamur perusak kayu hidup dalam komponen kayu seperti sellulosa, hemisellulosa, dan ingin merombak kayu tersebut secara

20 9 biokimia dengan bantuan enzim, kerena perombakan inilah sifat-sifat kayu berubah dan cenderung rusak. b. Serangga Serangga perusak kayu dapat di bagi menjadi: 1) Rayap tanah 2) Rayap kayu kering 3) Rayap kayu basah 4) Bubuk kayu kering 5) Bubuk kayu basah 6) Binatang atau penggerek kayu (Marine Borer) H. Rayap Tanah Rayap adalah serangga pemakan selulosa yang termasuk ke dalam Ordo Blatodea, tubuhnya berukuran kecil sampai sedang, hidup dalam kelompok sosial dengan sistem kasta. Dalam setiap koloni rayap, umumnya terdapat tiga kasta, yaitu kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (Borror et al., 1992). Menurut Supriana (1994), kasta pekerja umumnya berjumlah paling banyak dalam koloni dan berfungsi sebagai pencari dan pemberi makan bagi seluruh anggota reproduktif (raja atau ratu) yang berfungsi untuk berkembang biak, dan kasta prajurit berfungsi untuk menjaga koloni dari serangan musuh, seperti semut. Makanan dari kasta pekerja disampaikan kepada kasta prajurit dan kasta reproduktif melalui anus atau mulut. Menurut Tambunan dan Nandika (1989), di dalam hidupnya rayap mempunyai 4 sifat yang khas, yaitu:

21 10 1. Trophalaksis, yaitu sifat rayap untuk saling menjilat dan melakukan pertukaran makanan melalui anus dan mulut. 2. Cryptobiotic, yaitu sifat menyembunyikan diri, menjauhkan diri dari cahaya dan gangguan. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap. 3. Cannibalism, yaitu sifat rayap untuk memakan sesamanya yang telah lemah atau sakit. Sifat ini menonjol dalam keadaan kekurangan makanan. 5. Necrophagy, yaitu sifat rayap yang memakan bangkai sesamanya. Rayap tanah merupakan rayap yang masuk ke dalam kayu melalui tanah atau lorong-lorong pelindung yang dibangunnya. Untuk hidupnya diperlukan kelembaban tertentu secara tetap. Oleh karena itu, untuk mendapatkan persediaan air, rayap selalu berhubungan dengan tanah dan membuat sarang di dalam tanah (Nandika et al., 2003). Menurut Tarumingkeng (2001), rayap tanah merupakan serangga sosial yang hanya dapat hidup jika berada di dalam koloninya, karena di dalam koloninya terdapat bahan-bahan dan proses-proses yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Rayap tanah sangat ganas dan dapat menyerang obyek-obyek berjarak 200 meter dari sarangnya. Untuk mencapai kayu sasarannya mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa centimeter, dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya. Jenis rayap ini biasannya menyerang kayu yang berhubungan dengan tanah, misalnya bantalan rel kereta api ataupun tiang listrik. Meskipun demikian rayap ini juga menyerang kayu yang tidak berhubungan dengan tanah melalui terowongan yang dibuat dari dalam tanah.

22 11 I. Risalah Kayu Karet Tanaman karet (Hevea braziliensis) berasal dari Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Padahal jauh sebelum tanaman karet ini dibudidayakan, penduduk asli di berbagai tempat seperti di Amerika Serikat, Asia dan Afrika Selatan menggunakan pohon lain yang juga menghasilkan getah. Getah yang mirip lateks juga dapat diperoleh dari tanaman Castillaelastica (family moraceae) (Wikipedia, 2010). Secara umum tanaman ini dapat tumbuh di daerah tropis yang mencakup luasan antara 15 LU- 10 LS. Tanaman karet tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan per tahun diatas mm optimal antara mm, temperatur C dan sangat cocok ditempat yang mempunyai ketinggian tidak lebih dari 700 m dpl. Pada akhir abad ke 19 tanaman ini telah terintroduksikan ke wilayah Asia Tenggara dan Afrika Barat, dapat tumbuh dengan baik sebagai karet alam. Kedua kawasan tersebut ternyata saat ini merupakan daerah penyebaran yang sangat penting. Di Indonesia kayu karet banyak ditemukan pada perkebunan besar dan perkebunan rakyat di Sumatera, Jawa dan Kalimantan untuk diambil getahnya (Dwi, 2009). Sekarang tanaman tersebut kurang dimanfaatkan lagi getahnya karena tanaman karet telah dikenal secara luas dan banyak dibudidayakan. Sebagai penghasil lateks tanaman karet dapat dikatakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran (Nazarudin, dkk, 1992, Wikipedia, 2010). Potensi kayu karet untuk diolah sebagai bahan baku industri cukup besar. Data statistik Ditjenbun (1998) menunjukkan bahwa luas tanaman karet yang perlu diremajakan sampai tahun 1997 sekitar hektar atau 11 persen dari total luas areal karet di Indonesia. Di samping itu, saat ini teknologi

23 12 pengolahan kayu karet telah berkembang pesat sehingga prospek pemanfaatan kayu karet dapat lebih luas. Ditinjau dari sifat fisik dan mekanis, kayu karet tergolong kayu kelas kuat II yang berarti setara dengan kayu hutan alam seperti kayu ramin, perupuk, akasia, mahoni, pinus, meranti, durian, ketapang, keruing, sungkai, gerunggang, dan nyatoh, Sedangkan untuk kelas awetnya, kayu karet tergolong kelas awet V atau setara dengan kayu ramin (Oey Djoen Seng, 1951dalam Boerhendhy, dkk, 2003), namun tingkat kerentanan kayu karet terhadap serangga penggerek dan jamur biru (blue stain) lebih besar dibandingkan dengan kayu ramin. Oleh karena itu untuk pemanfaatannya diperlukan pengawetan yang lebih intensif dari kayu ramin, terutama setelah digergaji (Budiman, 1987, Boerhendhy, dkk, 2003). Dengan berkembangnya teknologi pengawetan saat ini, maka masalah serangan jamur biru (blue stain) dan serangga penggerek, serta kapang seperti Aspergillus sp. Dan Penicillium sp. tidak lagi menjadi kendala dalam pemanfaatan kayu karet. Sifat dasar lainnya yang menonjol dari kayu karet, kayunya mudah digergaji dan permukaan gergajinya cukup halus, serta mudah dibubut dengan menghasilkan permukaan yang rata dan halus. Kayu karet juga mudah dipaku, dan mempunyai karakteristik pelekatan yang baik dengan semua jenis perekat. Sifat yang khas dari kayu karet adalah warnanya yang putih kekuningan ketika baru dipotong, dan akan menjadi kuning pucat seperti warna jerami setelah dikeringkan. Selain warna yang menarik dan tekstur yang mirip dengan kayu ramin dan perupuk yaitu halus dan rata, kayu karet sangat mudah diwarnai sehingga disukai dalam pembuatan mebel (Budiman, 1987), Ditinjau dari sifat fisik,

24 13 mekanis, dan sifat dasar lainnya seperti warna dan tekstur kayu karet, ketersediaan bahan baku kayu karet pada perkebunan karet, dan berkembangnya teknologi pengolahan dan pengawetan kayu karet akhir-akhir ini, sangat memungkinkan kayu karet dapat dimanfaatkan sebagai substitusi kayu alam, khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan (Boerhendhy, dkk, 2003). Ditinjau dari sifat fisik, mekanis, dan sifat dasar lainnya seperti warna dan tekstur kayu karet, ketersediaan bahan baku kayu karet pada perkebunan karet, dan berkembangnya teknologi pengolahan dan pengawetan kayu karet akhirakhir ini, sangat memungkinkan kayu karet dapat dimanfaatkan sebagai substitusi kayu alam, khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan (Boerhendhy, dkk, 2003). J. Absorbsi Absorbsi adalah jumlah larutan yang terserap dalam kayu setelah proses pengawetan selesai atau selisih berat kayu sebelum dan sesudah diawetkan yang dinyatakan dalam liter atau gram. Absorbsi sangat tergantung dari jenis kayu, perlakuan dan jenis larutan serta pelarut bahan pengawet digunakan (Hunt dan Garrat, 1986). K. Retensi Retensi adalah jumlah bahan pengawet yang masuk dan terkandung di dalam kayu yang dinyatakan dalam kilogram per meter kubik (kg/m 3 ). Retensi dapat diketahui dengan cara menghitung berdasarkan selisih berat kayu sebelum dan sesudah diawetkan dibagi dengan volume kayu dan dikalikan dengan konsentrasi larutan yang digunakan untuk mengawetkan kayu.

25 14 Hunt dan Garrat (1986) menyebutkan bahwa retensi bahan pengawet merupakan faktor penting sebagai indikator keberhasilan pengawetan karena besarnya retensi dapat mempengaruhi keefektifan sistem pengawetan dalam memperpanjang umur penggunaan kayu yang diawetkan. Selanjutnya dikatakan bahwa besarnya retensi dapat ditingkatkan dengan menambah atau memperbesar konsentrasi bahan pengawet. Dengan kata lain hubungan retensi dan konsentrasi bahan pengawet adalah linier. Menurut Nicholas (1973) retensi bahan pengawet yang tinggi sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan keberadaan bahan pengawet didalam kayu, akan tetapi retensi yang berlebihan akan menyebabkan kayu mudah rapuh.

26 15 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat 1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu kurang lebih dua bulan sejak Juli Agustus 2013, terdiri atas kegiatan persiapan penelitian, pelaksanaan, pengolahan data dan pembuatan laporan karya ilmiah yang masing-masing kegiatan dilakukan selama 2 (dua) minggu. 2. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Rekayasa Kayu seksi Pengawetan dan Pengeringan Kayu Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. B. Alat dan Bahan 1. Alat a. Gergaji tangan b. Gergaji bundar c. Gelas ukur d. Mikrokaliper e. Timbangan elektrik f. Toples (jam pot) g. Pemberat h. Pengaduk i. Aluminium foil

27 16 j. Oven k. Amplas l. Kertas bergaris (Dotgrit) m. Ember/bak n. Kaca pembesar (loupe) 2. Bahan Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Kayu Karet sebagai contoh uji yang berukuran 2 cm x 2 cm x 10 cm sebanyak 30 sampel dengan rincian: 1) 10 sampel untuk pengawet kimia ( merk dagang Akonafos) 2) 10 sampel untuk pengawet alami (rendaman ulin) 3) 10 sampel untuk kontrol Contoh uji diambil dari sekitar lingkungan kampus Politani, yaitu di depan asrama putri. b. Bahan pengawet alami berupa serbuk kayu ulin yang diperoleh dari mebel kayu Rapak Dalam, kemudian direbus sampai mendidih setelah itu didiamkan selama 4 hari. Untuk merendam 10 sampel diperlukan air sebanyak satu liter dan serbuk sebanyak 300gr. c. Bahan pengawet kimia memakai termisida merk Akonafos dengan bahan aktif Klorpirifos 480gr/l dilarutkan dalam air sesuai dosis yaitu 6-12 ml/liter air

28 17 C. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan contoh uji a. Contoh uji diambil dari kayu Karet (bagian teras) yang dipotongpotong menjadi ukuran 2 cm x 2 cm x 10 cm sebanyak 30 sampel menggunakan alat gergaji bundar. b. Setelah sampel membentuk ukuran 2 cm x 2 cm x 10 cm, sampel diamplas untuk mendapatkan hasil yang baik dan halus. c. Pemberian tanda pada sampel dilakukan supaya dalam pengukuran berikutnya tidak tertukar. 2. Penentuan nilai kadar air dan kerapatan contoh uji a. Pengukuran volume dan penimbangan berat kayu sampel menggunakan alat mikrokaliper dan timbangan elektrik. b. Sampel dioven selama 24 jam untuk mendapatkan sampel kering tanur, untuk memastikan apakah kayu telah kering tanur maka dilakukan pengovenan kembali selama sembilan jam dan diukur kembali volume serta penimbangan beratnya. c. Penghitungan nilai kadar air dihitung berdasarkan penimbangan berat awal dan berat kering tanur. d. Penghitungan kerapatan kayu karet dihitung berdasaekan pengukuran volume dan berat kering tanur contoh uji. 3. Pembuatan dan proses perendaman pengawet alami a. Untuk pengawet alami hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan bahan utama yaitu serbuk ulin dan air. b. Menimbang serbuk ulin dengan takaran 300 gr dan air sebanyak 1 ltr.

29 18 c. Serbuk dimasukan kedalam air ketika air telah mendidih, dalam waktu 5-10 menit didihan air berserta serbuk diangkat dan didiamkan selama 4 hari. d. Rendaman serbuk ulin disaring sebelum dilakukan perendaman sampel. 4. Pembuatan dan proses perendaman pada pengawet kimia a. Pengawet kimia (Akonafos) menggunakan dosis 12 ml dilarutkan dalam air satu liter. b. Pemberian zat pewarna hanya pada larutan pengawet kimia karena pada pengawet alami telah mempunyai warna tersendiri yaitu merah kegelap-gelapan. c. Pewarna yang dimaksud adalah bubuk pewarna Rhodamine B. 5. Perendaman contoh uji a. Sampel direndam selama empat hari dalam larutan yang telah disiapkan, diberi pemberat agar sampel dapat tenggelam sepenuhnya lalu sampel kontrol dibiarkan dalam keadaan kering udara. b. Setelah perendaman selesai, sampel diangkat dan ditiriskan sampai beberapa menit serta dibersihkan dengan kain lalu ditimbang dan diukur volumenya. 6. Penentuan perhitungan absorbsi dan retensi. a. Untuk mengetahui besarnya nilai absorbsi bahan pengawet dari perlakuan ini dicari berdasarkan berat contoh uji sebelum dan sesudah merendam. b. Retensi dihitung pada pengawet kimia namun tidak dihitung pada pengawet alami

30 19 7. Prosedur pelaksanaan pengujian ketahanan rayap a. Menyiapkan alat dan media untuk proses pengujian. b. Memasukan pasir lembab 100 gr kedalam setiap jam pot. c. Contoh uji dimasukan kedalam jam pot, diletakkan dengan cara berdiri pada dasar jam pot dan disederhanakan sedemikian rupa sehingga salah satu ujung contoh uji menyentuh dinding dasar jampot. d. Selanjutnya kedalam setiap jampot dimasukan rayap tanah yang sehat dan aktif sebanyak 100 ekor. e. Setelah itu jam pot ditutup dengan aluminium voil dan diberi lubanglubang kecil supaya udara tetap bisa masuk kedalam jam pot. f. Kemudian contoh uji tersebut ditimbang terlebih dahulu sebelum sampel uji disimpan di tempat gelap selama kurang lebih 6 minggu. g. Rayap yang digunakan adalah rayap tanah yang diambil dari lokasi Arboretum Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Setiap satu minggu sekali aktivitas rayap dalam jampot diamati dan masing-masing jampot ditimbang. h. Contoh uji untuk kontrol penelitian 10 sampel kayu karet tanpa pengawet diuji ketahanannya terhadap rayap tanah dengan cara yang sama. 8. Klarifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap. Klarifikasi ketahanan kayu terhadap rayap dihitung berdasarkan penurunan berat dimana selama waktu pengujian setiap minggu dilakukan pengamatan dan ditimbang beratnya.

31 20 D. Pengolahan Data 1. Untuk menghitung kadar air kayu digunakan rumus: (ASTM D-143, 2008) Keterangan: Ka : Kadar air (%) Ba : Berat awal (gr) Bkt : Berat kering tanur (gr) 2. Kerapatan dihitung menggunakan rumus: (ASTM D-143, 2008) Keterangan: K : kerapatan (gr/cm?) Bkt: berat kering tanur (gr) Vb : volume basah (mm? ) 3. Untuk mengetahui besarnya nilai absorbsi bahan pengawet dari perlakuan ini dicari berdasarkan berat contoh uji sebelum dan sesudah merendam yang ditulis dengan rumus : (Hunt dan Garrat, 1976) Keterangan: Ab : Absorbsi (gr) Ba : Berat kayu sesudah diawetkan (gr) Bo : Berat kayu sebelum diawetkan (gr) 4. Retensi dihitung dengan rumus sebagai berikut: (Hunt dan Garrat, 1976) Keterangan: R = Retensi (kg/m?) Ab = absorbsi (gr)

32 21 V = Volume (m?) K = kosentrasi (%) 5. Penurunan berat untuk menentukan klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap. Hasil dinyatakan berdasarkan penurunan berat dan dihitung dengan menggunakan persamaan: (Anonim, 2006) Keterangan: P : Penurunan berat W1 : Berat kayu sebelum diumpankan (gr). W2 : Berat kayu setelah diumpankan (gr) 6. Hasil dari perhitungan data 10 sampel dihitung rata-rata menggunakan rumus: Keterangan: S = rata-rata N = jumlah data keseluruhan 10 = jumlah sampel Selanjutnya hasil rata-rata penurunan berat dipakai sebagai dasar penentuan klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah sesuai SNI , dengan melihat parameter klasifikasi Tabel berikut: Tabel 1: Klasifikasi Ketahanan Kayu terhadap Serangan Rayap (SNI ). Kelas Ketahanan Penurunan berat (%) I Sangat tahan < 3,52 II Tahan 3,52-7,50 III Sedang 7,30 10,96 IV Buruk 10,96 18,94 V Sangat buruk 18,94-31,89

33 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Berat Jenis, Kadar Air dan Penyusutan Kayu Karet Kayu karet yang diteliti memiliki berat jenis, kadar air dan penyusutan sebagaimana Tabel 2 berikut. Tabel 2. Kerapatan dan Kadar Air Kayu Karet Jenis sampel Kerapatan (gr/cm? ) Kadar Air (%) Sampel pengawet alami 0,50 60,6 Sampel pengawet kimia 0,56 55,8 Rataan 0,53 58,2 2. Absorbsi dan Retensi Bahan Pengawet Nilai absorbsi pada kayu karet diuraikan pada Tabel 3 berikut Tabel 3. Absorbsi Pengawet pada Kayu Karet Jenis pengawet Ba (gr) Bo (gr) Ab (gr) Pengawet alami 43,77 27,22 16,55 Pengawet kimia 41,50 27,31 14,19 Keterangan: Ab = absorbsi, Ba = berat kayu sesudah diawetkan, Bo = berat kayu sebelum diawetkan. Gambar 1. Absorbsi Kayu Karet

34 23 Kemudian untuk mengetahui jumlah bahan pengawet kimia yang terpapar pada kayu dilakukan perhitungan retensi dalam (%). 1. Kosentrasi Pengawet Kimia Kosentrasi pengawet kimia sebesar 0,576 %, hasil ini merupakan hasil perhitungan dari dosis yang tertera pada kemasan Akonafos (sebesar 12 ml untuk satu liter air), dengan konsentrasi bahan aktif Chlorpirifos sebesar 480 gram/liter. Rincian perhitungan konsentrasi tercantum dalam Lampiran 1 (satu) untuk konsentrasi pada pengawet alami tidak dihitung dalam penelitian ini karena tidak dilakukan ekstraksi terhadap hasil rendaman kayu ulin yang dibuat. 2. Retensi Nilai retensi pengawet kimia pada kayu karet diuraikan pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Retensi Pengawet pada Kayu Karet Pengawet Kosentrasi (%) Volume (mm?) Absorbsi (gr) Retensi (gr/cm? ) Pengawet kimia 0, ,781 14,19 O,17 3. Identifikasi rayap Rayap yang digunakan dalam penelitian ini adalah rayap jenis Macrotermes gilvus (Hagen) sesuai data identifikasi sebagai Tabel 5 berikut: Tabel 5. Jenis Rayap Tanah. Parameter identifikasi Macrotermes gilvus (Hagen) Nilai yang diperoleh Nilai menurut Tarumingkeng (2006) Warna kepala prajurit Coklat merah Coklat merah Panjang kepala prajurit besar 5.1 mm mm Panjang kepala prajurit kecil 3.0 mm 3,0 3,4

35 24 4. Ketahanan Contoh Uji Terhadap Serangan Rayap Tanah Rayap yang diletakkan pada jam pot memiliki kemampuan bertahan hidup yang berbeda-beda sesuai dengan perlakuannya. Lebih jelasnya ketahanan hidup rayap dapat dilihat pada Tabel 6 berikut: Tabel 6. Ketahanan Hidup Rayap pada Jam Pot. Perlakuan Pengawet kimia Pengawet alami Kontrol Ketahanan hidup (hari) Disamping data ketahanan hidup rayap sesuai perlakuan pengawetan kayu pada jam pot, penurunan berat jam pot beserta isinya juga dapat dilihat sebagaimana Tabel 7 berikut: Tabel 7. Hasil Penurunan Berat Sebelum dan Sesudah Diumpankan (%) Jenis pengawet Berat sebelum diumpankan Berat setelah diumpankan Penurunan berat (%) Pengawet alami 281,6 271,8 3,4 Pengawet kimia 285,5 272,9 4,41 Kontrol 277,5 264,8 4,71 Hasil pengamatan di atas menunjukkan bahwa berdasar nilai penurunan berat setelah diumpankan, menurut Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap (SNI ) maka perlakuan yang dilakukan dengan menggunakan pengawet kimia dan kontrol menghasilkan kelas klasifikasi II dengan tingkat ketahahanan berada pada klasifikasi Tahan karena nilai penurunan berat berada pada nilai 3,5-7,50 %. Sedang untuk perlakuan pengawet alami menghasilkan tingkat ketahahan Sangat Tahan (kelas I) karena berada pada nilai < 3,5%.

36 25 B. Pembahasan 1. Ekstraktif dari Rendaman Serbuk Kayu Ulin Perubahan warna air rendaman menjadi kecoklatan membuktikan adanya ekstraktif yang telah larut dalam air. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dumanauw (1992) yang menyatakan bahwa zat ekstraktif mudah larut dalam pelarut seperti air dengan nilai bervariasi antara 3-10% dari berat kayu kering tanur. Zat ekstraktif tersebut termasuk didalamnya adalah minyak, resin, lilin, tanin, gula, pati, dan warna lainya. Zat ekstraktif yang bersifat racun bagi jamur dan rayap, dan sebetulnya semua kayu memiliki zat tersebut. Hanya saja, jumlah kandungannya berbeda di setiap jenis dan dapat saja habis tercuci oleh bahan pelarut umum seperti air hujan, metanol, air panas, air dingin, alkohol dan sebagainya (Nandika, 2005). Zat ekstraktif kayu ulin yang bersifat racun bagi rayap disebut dengan Eusiderin (C22H26O6), sedangkan zat ekstraktif yang bersifat sama juga dapat diperoleh dari ekstraksi kayu Pterocarpus indicus dan Dalbergia latifolia yang masing-masing disebut dengan Angolensian dan Latifolin (Mayangsari, 2008). 2. Penyerapan (Absorbsi) Bahan Pengawet Penyerapan pengawet pada kayu karet diketahui tingkat penyerapan pengawet alami lebih tinggi dibanding pengawet kimia didalam penghitungan absorbsi, Diduga air sebagai cairan murni lebih mudah penyerapannya dibanding penyerapan kimia, karena kimia mengandung bahan yang sulit untuk terserap pada dinding-dinding sel pada kayu, Hal ini sesuai dengan

37 26 Alex (2002) yang menyatakan bahwa keragaman absorbsi dan peresapan yang diperoleh dengan berbagai tipe bahan pengawet sebagian besar ditentukan oleh perbedaan viskositas cairan. 3. Retensi Pengawet yang diketahui nilai kosentrasinya dapat dilakukan penghitungan retensi. Pada pengawet alami tidak diketahui nilai retensinya dikarenakan nilai kosentrasinya tidak dihitung. 4. Persentase Pengujian Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Dari hasil penelitian diketahui bahwa rayap tidak mampu hidup sampai 6 minggu sesuai SNI dan hanya bertahan paling lama 2 minggu untuk sampel kontrol. Hal tersebut menyebabkan hasil ketahanan kayu terhadap serangan rayap menjadi tidak maksimal. Diduga kematian rayap disebabkan karena rayap tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tarumingkeng (2001) bahwa rayap tanah merupakan serangga sosial yang hanya dapat hidup jika berada di dalam koloninya, karena di dalam koloninya terdapat bahan-bahan dan prosesproses yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya.

38 27 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Rendaman serbuk kayu ulin selama 4 hari mampu dipakai sebagai bahan untuk menahan serangan rayap sesuai SNI , yang mampu mempercepat kematian rayap dibanding dengan kontrolnya. 2. Serbuk ulin dan bahan kimia dengan menggunakan metode absorbsi berdasarkan hasil pengujian dari nilai rata-rata pengawet alami 16,55 g sedangkan untuk pengawet kimia nilai rata-rata penyerapannya 14,19 g. B. Saran 1. Dalam rendaman kayu ulin masih banyak terdapat zat selain ekstraktif yang tercampur sehingga perlu penelitian yang lebih lanjut untuk memisahkan ekstraktif secara tersendiri dan kemudian dicoba digunakan sebagai bahan penahan serangan rayap. 2. Dalam proses pengujian organisme perusak kayu sebaiknya terlebih dahulu diamati tentang cara hidupnya sehingga dapat digunakan sebagai media perusak yang baik.

39 28 DAFTAR PUSTAKA Alex, T, 2002 Keterawetan Kayu Anggrung, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Anonim, Vademecum Kehutanan Indonesia Departemen Pertanian Direktorat Jendral Kehutanan. Anonim, Jenis-jenis Kayu Indonesia. Lembaga Biologi Nasional LIPI, Bogor. Anonim, Peraturan Pengawetan dan Kering Kayu Bangunan. Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan. ASTM Standards Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber. D (Reapproved 1998). Vol 04.10: Wood. Section 4: Construction. West Conshohocken, PA, United States. Boerhendy et al, Industri Perkayuan. Budiman,1987. Pemanfaatan Pengawetan Kayu Ramin. Duljapar, Pengawetan Kayu, Penebar Swadaya. Dumanauw, Mengenal Kayu Cetakan Pertama, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Dumanuw, Mengenal Kayu PT Gramedia, Jakarta. Hunt, G. M and G.A. Garrat,1967. Wood Preservation, Mc Graw Hill Book Co, New York. Inward, Analisis Morfologi, 29 Juli Kasmudjo, Mebel Dan Kerajinan, Penerbit Cakrawala Media, Yogyakarta. Mayangsari, R, Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kayu Kopo (Eugenia Cymosa Lamk.) Terhadap Rayap Tanah Coptotermes Curvignathus Holmgren. Skripsi Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Nandika, Hidup Rayap Dalam Kelompok Sosial dengan Sistem Kasta, 29 Juli 2013.

40 29 Nicholas, Kemunduran (Deteriorasi) Kayu Dan Pencegahannya Dengan Perlakuan-perlakuan Pengawetan. Airlangga University Press. Surabaya. Sukardjo, Kimia Anorganik Rineka Cipta. Supriana, Mengenali Cara Hidup Rayap Tanah. Suranto, Pengawetan Kayu Bahan dan Metode. Yogyakarta. Sutrisno et al, Teknologi Hasil Hutan. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Universitas Padjajaran. Tarumingkeng, Identifikasi Rayap Tanah. Tambunan, Sifat Khas Rayap, Diunduh 29 Juli Wikipedia, Castilaelastica (family moraceae), Diunduh 29 juli 2013.

41 30 Lampiran 1. Dimensi dan Berat Awal Contoh Uji N Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm) Volume (mm) Berat awal (gr) O alami kimia Alami kimia alami Kimia Alami Kimia Alami Kimia 1 21,05 21,76 22,20 21,33 101,66 101, , ,367 42, , ,60 21,54 22,54 21,00 102,61 102, , ,224 42, , ,06 22,00 22,17 21,96 101,43 102, , ,501 44, , ,40 21,34 22,57 22,66 102,14 102, , ,955 45, , ,91 21,02 22,42 20,97 101,55 102, , ,558 43, , ,23 22,41 22,73 21,68 102,16 102, , ,37 41, , ,25 21,41 22,03 22,23 100,15 101, , ,408 43, , ,80 20,87 22,14 21,40 102,72 103, , ,985 41, , ,74 21,58 21,74 20,90 100,43 102, , ,897 42, , ,73 22,42 21,42 21,90 102,67 101, , ,667 46, ,9557 Jumlah , , , ,6536 Rata rata 49157, , , ,56536 Lampiran 2. Contoh Uji Kering Tanur N o Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm) Volume (mm? ) Berat kering tanur (gr) alami kimia alami kimia alami kimia Alami Kimia alami Kimia 1 19,78 20,60 21,34 20,84 102,35 101, , ,876 27, , ,43 20,45 21,05 20,17 101,57 101, , ,605 27, , ,47 20,55 20,93 21,19 100,93 102, , ,704 27, , ,81 20,69 21,57 21,46 101,50 102, , ,92 28, , ,05 20,46 21,21 20,01 101,46 101, , ,181 28, , ,22 21,44 21,62 20,66 101,79 102, , ,8 27, , ,24 20,91 21,34 21,25 100,06 101, , ,124 27, , ,97 20,30 21,46 20,36 102,59 102, , ,728 28, , ,57 20,41 20,96 20,09 100,40 101, , ,842 28, , ,58 21,34 20,74 21,48 101,94 100, , ,051 20, ,1212 Jumlah , , , ,1307 Rata rata 84314, , , ,31307

42 31 Lampiran 3. Jumlah Kadar Air No Ba/gr Bkt/gr Ka(%) Alami kimia Alami Kimia Alami Kimia 1 42, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,8084 Jumlah 606, ,52713 Rata rata 60, , Lampiran 4. Kerapatan Contoh Uji No Bkt (gr) Vb (mm) K (gr/cm?) Alami Kimia Alami kimia Alami Kimia 1 27, , , ,0963 0,58 0, , , , ,4372 0,58 0, , , , ,56 0, , , , ,7829 0,58 0, , , , ,9825 0,57 0, , , , ,8383 0,54 0, , , , ,4654 0,54 0, , , , ,0239 O,55 0, , , , ,0718 0,15 0, , , , ,8706 0,40 0,58 Jumlah ,67 Rata rata 0,505 0,567

43 32 Lampiran 5. Pengukuran Dimensi dan Berat Setelah Perendaman Pengawet NO Berat setelah Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm) Volume (mm? ) perendaman (gr) Alami Kimia Alami kimia Alami Kimia Alami Kimia Alami Kimia 1 21,05 21,62 22,36 21,34 102,23 101, , ,566 44, , ,61 21,56 22,79 20,80 102,72 102, , ,479 43, , ,12 21,58 22,26 21,94 101,58 102, , ,856 43, , ,47 21,16 22,61 22,52 101,78 102, , ,115 44, , ,88 20,95 22,39 20,90 101,84 101, , ,469 44, , ,21 22,37 22,85 21,50 102,19 102, , ,506 42, , ,22 21,33 22,12 22,33 100,27 101, , ,199 42, , ,75 20,83 22,13 21,32 102,95 102, , ,673 42, , ,60 21,21 21,70 20,75 100,67 101, , ,131 44, , ,60 22,42 21,47 21,89 102,17f 101, , , ,0569 Lampiran 6. Absorbsi No Bo/gr Ba/gr Ab/gr Alami Kimia Alami Kimia Alami Kimia 1 27, , , , ,286 14, , , , , , , , , , , , , , , , , ,964 14, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,9357 Rata rata 16,55 14,19

44 33 Lampiran 7. Penimbangan Berat Sebelum Dan Sesudah Diumpankan NO Berat sebelum diumpankan Berat setelah diumpankan alami Kimia Kontrol alami Kimia Kontrol Rata-rata 281,6 285,5 277,9 271,8 272,9 264,8 Lampiran 8. Penghitungan Kosentrasi 0,12 X 0,48 X 100 = 0, x 100 = 0,576

45 34 Lampiran 9 a-u Foto Hasil Liputan Penelitian Lampiran 9.a. Pemotongan Kayu Karet Lampiran 9 b. Pembuatan Sampel Lampiran 9 c. Pengukuran Sampel

46 35 Lampiran 9 d. Penimbangan Sampel Lampiran 9 e. Pendinginan Setelah Pengovenan Lampiran 9 f. Setelah Pendidihan Serbuk Ulin

47 36 Lampiran 9 g. Penyaringan Pengawet Alami Lampiran 9 h. Pengawet Kimia Lampiran 9 i. Pengukuran Dosis Pengawet Kimia

48 37 Lampiran 9 j. Pelarutan Pengawet Kimia Lampiran 9 k. Perendaman pada Pengawet Alami Lampiran 9 l. Pemberian pemberat

49 38 Lampiran 9 m. Perendaman Pengawet Kimia Lampiran 9 n. Pemotongan Sampel Lampiran 9 o. Pengawet Kimia setelah Pemberian Pewarna

50 39 Lampiran 9 p. Sampel Siap Uji Lampiran 9 q. Aktivitas Rayap Dalam Jam Pot Lampiran 9 r. Penyusunan Jam Pot

51 40 Lampiran 9 s. Susunan Jam Pot Lampiran 9 t. Pengamatan Aktivitas Rayap Lampiran 9 u. Pengamatan Aktivitas Rayap

ABSTRAK. ACHMAD MAHDI. Pengawetan Kayu Karet (Havea brasiliensis) Menggunakan Trusi dengan Metode Vakum Tekan (di bawah bimbingan H.

ABSTRAK. ACHMAD MAHDI. Pengawetan Kayu Karet (Havea brasiliensis) Menggunakan Trusi dengan Metode Vakum Tekan (di bawah bimbingan H. ABSTRAK ACHMAD MAHDI. Pengawetan Kayu Karet (Havea brasiliensis) Menggunakan Trusi dengan Metode Vakum Tekan (di bawah bimbingan H.Taman Alex) Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui retensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Retensi adalah banyak atau jumlah bahan pengawet yang terdapat dalam kayu. Rata-rata retensi dalam metode pengawetan rendaman dingin selama 10 hari dan metode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi

TINJAUAN PUSTAKA. terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi organisme yang bersangkutan (Duljapar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keawetan Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan organisme perusak yang datang dari luar, seperti misalnya jamur, serangga, marine

Lebih terperinci

ABSORBSI DAN RETENSI PREVAIL 100 EC PADA KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DENGAN METODE RENDAMAN DINGIN PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA

ABSORBSI DAN RETENSI PREVAIL 100 EC PADA KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DENGAN METODE RENDAMAN DINGIN PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA 1 ABSORBSI DAN RETENSI PREVAIL 100 EC PADA KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DENGAN METODE RENDAMAN DINGIN PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA Oleh : SAHRIAN NIM. 070 500 062 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mahoni Mahoni merupakan famili Meliaceae yang meliputi dua jenis yaitu Swietenia macrophylla King (mahoni daun besar) dan Swietenia mahagoni Jacq (mahoni daun kecil). Daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2012, bertempat di Laboratorium Pengelohan Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan Berat (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Hasil perhitungan kehilangan berat ke empat jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu SNI 01-7207-2006 Standar Nasional Indonesia Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu ICS 79.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan yaitu mulai dari bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Bagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Selain memiliki sifat yang awet dan kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, berasal dari bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Papan partikel Papan partikel adalah papan yang dibuat dari partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat organik ataupun sintesis kemudian

Lebih terperinci

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi di proyek- Pada kesempatan ini saya akan berbagi informasi tentang Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Kayu adalah material

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari Kayu Definisi Suatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan November 2011 di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas

Lebih terperinci

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KARYA TULIS NILAI ph DAN ANALISIS KANDUNGAN KIMIA ZAT EKSTRAKTIF BEBERAPA KULIT KAYU YANG TUMBUH DI KAMPUS USU, MEDAN Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP. 132 296 841 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

JENIS KAYU DARI HUTAN RAKYAT UNTUK MEBEL DAN KERAJINAN

JENIS KAYU DARI HUTAN RAKYAT UNTUK MEBEL DAN KERAJINAN JENIS KAYU DARI HUTAN RAKYAT UNTUK MEBEL DAN KERAJINAN Oleh: Kasmudjo* Abstrak Jenis kayu dari hutan rakyat jumlahnya cukup banyak. Terdiri dari jenis kayu yang sudah dikenal maupun belum dengan potensi

Lebih terperinci

PERESAPAN BAHAN PENGAWET. 1. Faktor-faktor terhadap Peresapan

PERESAPAN BAHAN PENGAWET. 1. Faktor-faktor terhadap Peresapan PERESAPAN BAHAN PENGAWET 1. Faktor-faktor terhadap Peresapan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peresapan kayu dapat dibedakan faktor dari luar dan faktor dari dalam kayu. Faktor dari luar meliputi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAYU KARET UNTUK FURNITURE

PEMANFAATAN KAYU KARET UNTUK FURNITURE Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 PEMANFAATAN KAYU KARET UNTUK FURNITURE Dwi Suheryanto dan Tri Haryanto Peneliti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Respon Kehilangan Berat Setelah dilakukan proses pengumpanan terhadap rayap tanah selama empat minggu, dari data yang diperoleh dilakukan pengujian secara statistik untuk

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd NATA putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Nata adalah kumpulan sel bakteri (selulosa) yang mempunyai tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama lima bulan yaitu dari bulan Maret sampai dengan Juni dan dilanjutkan kembali bulan November sampai dengan Desember 2011

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 a) Tumbuhan tuba yang tumbuh di perladangan masyarakat; b) Batang tumbuhan tuba.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 a) Tumbuhan tuba yang tumbuh di perladangan masyarakat; b) Batang tumbuhan tuba. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tumbuhan Tuba Nama ilmiah tumbuhan tuba adalah Derris eliptica (Roxb.) Benth (WH, 1992). Tumbuhan ini tersebar luas di Indonesia, biasanya banyak tumbuh liar di hutan-hutan, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia, dalam kehidupan sehari-hari kayu digunakan untuk kebutuhan konstruksi, meubel dan perabotan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas 4 TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit (BKS) Menurut sistem klasifikasi yang ada kelapa sawit termasuk dalam Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Monocotyledoneae, Family

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2011 di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimen kuantitatif dengan variabel hendak diteliti (variabel terikat) kehadirannya sengaja ditimbulkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GERGAJI KAYU JATI TERHADAP KUAT TEKAN KUAT LEKAT DAN ABSORFSI PADA MORTAR SEMEN. Oleh : Dedi Sutrisna, M.Si.

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GERGAJI KAYU JATI TERHADAP KUAT TEKAN KUAT LEKAT DAN ABSORFSI PADA MORTAR SEMEN. Oleh : Dedi Sutrisna, M.Si. PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GERGAJI KAYU JATI TERHADAP KUAT TEKAN KUAT LEKAT DAN ABSORFSI PADA MORTAR SEMEN Oleh : Dedi Sutrisna, M.Si. Abstrak Mortar adalah campuran yang terdiri dari semen, pasir dan

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir. Penyaji: Afif Rizqi Fattah ( ) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc.

Sidang Tugas Akhir. Penyaji: Afif Rizqi Fattah ( ) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc. Sidang Tugas Akhir Penyaji: Afif Rizqi Fattah (2709 100 057) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc. Judul: Pengaruh Bahan Kimia dan Waktu Perendaman terhadap Kekuatan Tarik Bambu Betung

Lebih terperinci

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan 59 60 Lampiran 1.Pengukuran Kandungan Kimia Pati Batang Aren (Arenga pinnata Merr.) dan Pati Temulawak (Curcuma xanthorizza L.) a. Penentuan Kadar Air Pati Temulawak dan Pati Batang Aren Menggunakan Moisture

Lebih terperinci

SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI

SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL Syahrizal & Johny Custer Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Bathin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau djalls@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SUKADE PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh YULIANA SABARINA LEWAR NIM

PENGARUH KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SUKADE PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh YULIANA SABARINA LEWAR NIM PENGARUH KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SUKADE PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh YULIANA SABARINA LEWAR NIM. 100500148 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat Kehilangan berat dapat menjadi indikasi respon serangan rayap terhadap contoh uji yang diberi perlakuan dalam hal ini berupa balok laminasi. Perhitungan

Lebih terperinci

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN The Preservation of Lesser Known Species Rattan as Raw Material Furniture by Cold Soaking Saibatul Hamdi *) *) Teknisi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA MUDA (CocosNucifera) SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET ARANG. Oleh: NICO PRADANA NIM.

PEMANFAATAN LIMBAH SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA MUDA (CocosNucifera) SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET ARANG. Oleh: NICO PRADANA NIM. PEMANFAATAN LIMBAH SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA MUDA (CocosNucifera) SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET ARANG Oleh: NICO PRADANA NIM. 120 500 031 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan dan obat-obatan.namun demikian, hasil hutan yang banyak dikenal penduduk adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan yang dibutuhkan manusia untuk berbagai penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. Namun pada kenyataannya,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Juli 2008. Pembuatan OSB dilakukan di Laboratorium Biokomposit, pembuatan contoh uji di Laboratorium

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK VOLUME 5 NO. 2, OKTOBER 2009 STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS Fauzan 1, Ruddy Kurniawan 2, Siska Martha Sari 3 ABSTRAK Kayu kelapa sebagai alternatif bahan konstruksi

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA H.Abdullah Saleh,, Meilina M. D. Pakpahan, Nowra Angelina Jurusan

Lebih terperinci

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Standar Nasional Indonesia ICS 85.040 Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

UJI DAYA RACUN BAHAN PENGAWET. 1. Uji Kultur Agar

UJI DAYA RACUN BAHAN PENGAWET. 1. Uji Kultur Agar UJI DAYA RACUN BAHAN PENGAWET 1. Uji Kultur Agar Uji daya racun bahan pengawet dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Uji kultur agar adalah uji bahan pengawet di laboratorium untuk serangan cendawan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten 1 I. PENDAHULUAN Indonesia mengalami kerugian ekonomi akibat serangan rayap pada kayu bangunan rumah penduduk mencapai 12,5% dari total biaya pembangunan perumahan tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 17 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Labaratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Anonim, 2006). Dengan. Banyak faktor yang membuat potensi hutan menurun, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Anonim, 2006). Dengan. Banyak faktor yang membuat potensi hutan menurun, misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan, tumbuhtumbuhan dalam persekutuan alam dan

Lebih terperinci

Rendaman Panas Dan Dingin Dan Metode Rendaman Dingin. Terhadap Kayu Sengon (Paraserianthes falacataria) SAPARUDIN

Rendaman Panas Dan Dingin Dan Metode Rendaman Dingin. Terhadap Kayu Sengon (Paraserianthes falacataria) SAPARUDIN 1 Retensi Bahan Pengawet Prevail 100EC Dengan Metode Rendaman Panas Dan Dingin Dan Metode Rendaman Dingin Terhadap Kayu Sengon (Paraserianthes falacataria) Oleh : SAPARUDIN NIM : 070 500 063 JURUSAN PENGOLAHAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. MetodePenelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan metode eksperimen kuantitatif, metode ini dipilih karena digunakan untuk menguji sebab-akibat serta mempunyai keunggulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 Tabel 3 Klasifikasi kondisi cacat permukaan berdasarkan ASTM D 1654-92 (2000) Presentase Permukaan Bercacat (%) Kelas Tidak bercacat 10 0-1 9 2-3 8 4-7 7 7-10 6 11-20 5 21-30 4 31-40 3 41-55 2 56-57

Lebih terperinci

POTENSI BIJI KARET (HAVEA BRASILIENSIS) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN SABUN CUCI TANGAN PENGHILANG BAU KARET

POTENSI BIJI KARET (HAVEA BRASILIENSIS) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN SABUN CUCI TANGAN PENGHILANG BAU KARET JURNAL TEKNOLOGI & INDUSTRI Vol. 3 No. 1; Juni 2014 ISSN 2087-6920 POTENSI BIJI KARET (HAVEA BRASILIENSIS) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN SABUN CUCI TANGAN PENGHILANG BAU KARET *FATIMAH 1, SUSI SUSANTI 1, AULIA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis-Jenis Proses Proses pembuatan pulp adalah pemisahan lignin untuk memperoleh serat (selulosa) dari bahan berserat. Oleh karena itu selulosa harus bersih dari lignin supaya

Lebih terperinci

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. B) DI PERSEMAIAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Kendala

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah

TINJAUAN PUSTAKA. Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah TINJAUAN PUSTAKA Bangunan Sekolah Dasar Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah milik pemerintah dan 404 buah milik pihak swasta. Rincian sebaran SD di Kota Medan disajikan pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei Tahun 2013 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 11 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan September 2011 yang bertempat di laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

Analisa Mekanisme Pembuatan Pisang Sale di Desa Bandar Tinggi

Analisa Mekanisme Pembuatan Pisang Sale di Desa Bandar Tinggi Petunjuk Sitasi: Tugiman, Suprianto, Panjaitan, N., Ariani, F., & Sarjana. (2017). Analisa Mekanisme Pembuatan Pisang sale di Desa Bandar Tinggi. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. C246-251). Malang:

Lebih terperinci

MANISAN BASAH BENGKUANG

MANISAN BASAH BENGKUANG MANISAN BASAH BENGKUANG 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 25%,dankadar gula di atas 60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah spent bleaching earth dari proses pemurnian CPO yang diperoleh dari PT. Panca Nabati Prakarsa,

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon sp.) merupakan salah satu tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri (essential oil). Di dalam dunia perdagangan Intemasional minyak nilam sering

Lebih terperinci

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012 BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) Ubi kayu (Manihot utilissima Pohl) merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika,

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahap Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap yaitu penyiapan serbuk DYT, optimasi ph ekstraksi DYT dengan pelarut aquades, dan uji efek garam pada ekstraksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang akan dilakukan selama 4 bulan, bertempat di Laboratorium Kimia Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

CABE GILING DALAM KEMASAN

CABE GILING DALAM KEMASAN CABE GILING DALAM KEMASAN 1. PENDAHULUAN Cabe giling adalah hasil penggilingan cabe segar, dengan atau tanpa bahan pengawet. Umumnya cabe giling diberi garam sampai konsentrasi 20 %, bahkan ada mencapai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2009 sampai dengan bulan Juli 2009. Laboratorium Pengujian Hasil Hutan (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci