Kumpulan Naskah. KN PRBBK XIII Mataram- NTB, September 2017

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kumpulan Naskah. KN PRBBK XIII Mataram- NTB, September 2017"

Transkripsi

1 Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII Mataram- NTB, September 2017 Menguatkan Tata Kelola Sumber Daya Berbasis Komunitas Menuju Masyarakat Tangguh Bencana 1 Daftar Isi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

2 Daftar Isi Jakarta 2016 DAFTAR ISI... 2 KATA PENGANTAR... 4 KERANGKA ACUAN KN PRBBK XIII... 5 AGENDA KEGIATAN KN PRBBK XIII DEKLARASI BANDUNG PANEL DISKUSI KUMPULAN NASKAH TATA KELOLA SUMBER DAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI INDONESIA DATA DASAR DAN INDIKATOR KOMUNITAS TANGGUH DATA DASAR DAN INDIKATOR KOMUNITAS TANGGUH PERLINDUNGAN PELAKU PRBBK DAN KELOMPOK RENTAN BERBASIS KOMUNITAS PERLINDUNGAN PELAKU PRBBK DAN KELOMPOK RENTAN PEMBELAJARAN KEBIJAKAN PRBBK DI INDONESIA KEBIJAKAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI INDONESIA 32 PENDANAAN, PEMANGKU KEPENTINGAN, BUDGET DAN EVALUASI PRBBK STRATEGI PENGANGGARAN DALAM UPAYA MEMBANGUN KETANGGUHAN BERBASIS MASYARAKAT DI SUMATRA BARAT KESIAPSIAGAAN BENCANA PEMODELAN PUSAT INFORMASI DAN EDUKASI PENGURANGAN RISIKO BENCANA DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM BERBASIS TEKNOLOGI YANG RAMAH ANAK DAN ORANG MUDA DI KOTA JAKARTA 43 SIKAP ALTRUISME RELAWAN PENANGGULANGAN BENCANA PADA KOMUNITAS PRAMUKA PEDULI DI MALUKU KESIAPAN DINAS KESEHATAN DAN KEPEMIMPINAN BUPATI/ KEPALA DAERAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG KEDARURATAN BENCANA PERAN DAN PENDEKATAN PARALEGAL KOMUNITAS DALAM MENDAMPINGI PEREMPUAN KORBAN TSUNAMI MENDAPATKAN HAK KEPEMILIKAN OPERASIONALISASI RENCANA KONTINJENSI BANJIR KELURAHAN SAAT TERJADI BENCANA BANJIR STUDI KASUS KELURAHAN DI DKI JAKARTA KETANGGUHAN MASYARAKAT KETANGGUHAN PULAU: MEMBANGUN KETAHANAN MASYARAKAT DAN SEKOLAH PESISIR DI KABUPATEN LEMBATA DAN NAGEKEO Daftar Isi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

3 KEBIJAKAN PRB API DUKUNGAN KEARIFAN LOKAL PADA IMPLEMENTASI DESA/KELURAHAN TANGGUH BENCANA SEBAGAI AKSI NYATA PENGELOLAAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS PRB INKLUSI PEMBELAJARAN KETERLIBATAN KOMUNITAS DIFABEL DALAM KEBENCANAAN DI SUKOHARJO SEBUAH CATATAN USAHA PERJUANGAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KONSERVASI INKLUSI KAMPUNG AMPIANG PARAK KARAKTERISTIK TANAH PADA LERENG RAWAN LONGSOR DAN MITIGASI BENCANA (STUDI KASUS: BENCANA LONGSOR DI KINTAMANI BALI) KARAKTERISTIK GEOLOGI DAN TINGKAT KERAWANAN BENCANA LONGSOR DI CIPTAHARJA, KECAMATAN CIPATAT DAN SEKITARNYA SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR KETANGGUHAN ANAK DAN SEKOLAH RESILIENSI ANAK USIA 9-12 TAHUN KORBAN BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI POS PENGUNGSIAN BATU KARANG KABUPATEN KARO MENGUATKAN SINERGITAS KOMUNITAS SEKOLAH DAN MASYARAKAT MENUJU DESA TANGGUH BENCANA; PEMBELAJARAN DARI ACEH BELAJAR DARI PENGALAMAN: FAKTOR KEGAGALAN MENGELOLA SUMBERDAYA KOMUNITAS UNTUK WUJUDKAN SATUAN PENDIDIKAN AMAN BENCANA ANAK DAN KAUM MUDA SAHABAT PRB-API PEMBERDAYAAAN ANAK SEBAGAI PELAKU ADVOKASI PRB-API MELALUI CDST KOMPLIKASI SEKOLAH MADRASAH TANGGUH BENCANA Daftar Isi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

4 Kata Pengantar Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas ke XIII ini bertema Menguatkan Tata Kelola Sumberdaya Berbasis Komunitas menuju Masyarakat Tangguh Bencana. Panitia penyelenggara mengundang para pemerhati dan praktisi pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas di Indonesia mengirimkan abstraknya. Ada 7 orang panitia seleksi naskah menyeleksi sejumlah 28 abstrak. Panitia seleksi ada yang bekerja sebagai pendidik dan sekaligus peneliti (di Darwin - Australia, Manado - Sulawesi Utara, Depok Jawa Barat, dan Berlin - Jerman), praktisi di Kupang dan Jakarta dan seorang kandidat doktor sekaligus pengurus Perkumpulan Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia. Dari 28 abstrak itu, ada 3 yang mengundurkan diri. Seluruh abstrak yang diterima diminta mengirim naskah lengkapnya yang dapat dibaca dalam dokumen ini. Secara tematik, panitia pengarah KN PRBBK Ke XIII membaginya menjadi 6 tema besar, yaitu kesiapsiagaan, kedaruratan bencana, ketangguhan masyarakat, ketangguhan anak dan sekolah, kebijakan adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana, dan pengurangan risiko bencana inklusif. Naskah-naskah lengkap yang berhasil dikumpulkan oleh panitia penyelenggara dikumpulkan dalam kumpulan naskah ini untuk memudahkan peserta memilih dan mengikuti panel yang diminatinya. Ada juga 4 panel mendahuluinya yang merupakan mandate dari KN PRBBK ke XII di Bandung tahun lalu, yaitu mengenai data dasar dan indicator komunitas tangguh, perlindungan pelaku PRBBK dan kelompok rentan yang berbasis komunitas, advokasi dan pembelajaran PRBBK di Indonesia, serta pendanaan, pemangku kepentingan, budget dan evaluasi PRBBK. Sayangnya belum semua naskah panel 1 s/d 4 termuat dalam kumpulan naskah ini. Beberapa praktik baik maupun praktik buruk yang dilakukan oleh parapihak dalam meningkatkan ketangguhan masyarakat akan ditunjukkan dalam konferensi ini. Pembelajaran ini pengelolaan sumberdaya komunitas sekaligus merupakan refleksi, bahwa sumberdaya internal yang dapat digunakan ternyata melebihi sumberdaya luar. Sumberdaya tersebut akan menjadi lebih efektif dan efisien penggunannya ketika kita mampu mengelola secara lebih baik. Oleh karenya konferensi ini hendaknya menjadi proses pembelajaran kita semua untuk dapat mengelola sumberdaya dengan lebih baik. Dr. Ir. Eko Teguh Paripurno M. Si. Ketua Panitia Pengarah 4 Kata Pengantar Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

5 Kerangka Acuan KN PRBBK XIII Mataram, September 2017 I. Latar Belakang Lebih dari 62% wilayah Indonesia memiliki risiko bencana tinggi atau 322 dari 514 kabupaten/kota; dan 34% wilayah memiliki risiko sedang atau 174 dari 514 kabupaten/kota 1. Kondisi ini tidak terlepas dari kondisi geografis, geologis maupun iklim Indonesia. Tiga lempeng bumi aktif yang menghimpit Indonesia menempatkan sebagian besar wilayah Indonesia secara alamiah rawan gempa, tsunami dan longsor. Indonesia menjadi bagian dari cincin api Pasifik (Pacific ring of fire), sehingga berpotensi terhadap erupsi 127 gunungapi aktif. Iklim tropis merupakan konsekwensi posisi Indonesia pada garis khatulistiwa mengakibatkan seluruh wilayah berpotensi terhadap banjir, longsor, kekeringan, angin ribut, wabah atau hama. Kondisi ini selanjutnya diperparah dengan dampak perubahan iklim, pola dan program pembangunan yang tidak berkelanjutan, semakin meningkatnya praktik-praktik ekstraksi sumber daya alam dan perkebunan yang semakin meningkatkan risiko bencana. Pada periode tahun , Indonesia mengalami perubahan besar dalam penanggulangan bencana (PB).Ada undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri serta peraturan kepala badan setingkat menteri terkait penanggulangan bencana.ada program penanggulangan bencana yang terencana di Kementerian/Lembaga, ada lembaga setingkat menteri untuk mengurus bencana, dan terbentuk forum-forum pengurangan risiko bencana di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.capaian ini membuat UN ISDR menganugerahi sebuah penghargaan tertinggi berupa Sasakawa Award for Disaster Reduction dan Global Champion for DRR. Indonesia menjadi salah satu rujukan dan laboratorium dunia atas berbagai upaya PRB sebagai pengarusutamaan PB maupun pembangunan. Perubahan paradigma PRB menempatkan penanggulangan bencana lebih luas lagi sampai pada aspek-aspek yang memiliki korelasi langsung atau tidak langsung terhadap risiko bencana.walaupun demikian diakui masih banyak hal perlu dibenahi dalam penanggulangan bencana di Indonesia, misalnya perlunya revisi UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelarasan peraturan dan perundangan terkait penanggulangan bencana, sinkronisasi program-program K/L/SKPD/Dunia Usaha dan masyarakat sipil, pengembangan kapasitas di semua tingkatan, dan koordinasi lintas bidang, program, sektor, dan wilayah. Hal terpenting dari paradigma PRB adalah komunitas sebagai pelaku utama PB dan lingkungan bagian dari PRB. Komunitas telah menunjukkan peran dan kemampuannya dalam penanganan bencana yang lebih baik, misalnyaerupsi gunung Merapi, gunung Kelud, banjir disepanjang sungai Ciliwung atau banjir bandang di Negeri Lima - Maluku Tengah. Kemampuan komunitas mengurangi risiko bencana tergantung pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengelola ancaman danmengurangi kerentanan meningkatkan kapasitasnya. Di Negara-negara lain pun upaya komunitas merupakan 70% dari seluruh upaya tanggap darurat, pemulihan, kesiapsiagaan dan mitigasi bencana. II. Tema Konferensi & Perkembangan Konferensi Simposium Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK, Community-based Disaster Risk Management - CBDRM) merupakan media semua untuk saling bertukar pengalaman dan pembelajaran, alat-alat serta kerangka kerja untuk membangun jaringan kerja pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas di Indonesia. Simposium yang kemudian disebut KN-PRBBK ini diprakarsa oleh kalangan organisasi masyarakat sipil pada tahun Simposium CBDRM I pada bulan Agustus 2004 di Yogyakarta memotret berbagai kegiatan PRBBK di lapangan. Simposium CBDRM II di Jakarta menghasilkan Deklarasi Cikini dan sekaligus merumuskan 1 Data terolah dari IRBI Kerangka Acuan KN PRBBK XIII Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

6 metode, praktek dan kerangka kerja PRBBK. Hasil Simposium CBDRM III digunakan sebagai strategi utama dalam pengurangan risiko bencana nasional yang terangkum dalam buku panduan (Living Guidebook) CBDRM. Simposium CBDRM IV mempromosikan akuntabilitas negara terhadap Undangundang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Konferensi 2 Nasional PRBBK V di Makassar mendorong pelembagaan gerakan pengurangan risiko bencana berbasis komunitas sebagai gerakan bersama dengan menjadikan Konferensi Nasional PRBBK yang diselenggarakan secara rutin sebagai salah satu perangkat gerakan ini. Konferensi Nasional PRBBK VI di Jakarta memotret daerah perkotaan sebagai wilayah yang perlu mendapat perhatian dalam hal pengerahan sumberdaya, terutama komunitasnya, terkait dengan Pengurangan Risiko Bencana. Konferensi Nasional PRBBK VII di Yogyakarta digunakan untuk melihat bagaimana proses pemulihan dengan menggunakan perspektif PRBBK. Konferensi Nasional PRBBK VIII dilaksanakan di Kupang NTT dengan mengangkat tema Kepemilikan, Akuntabilitas dan Ketataprajaan PRBBK. KN PRBBK IX bulan Juni tahun 2013 di Padang mendorong visibilitas perempuan dan anak perempuan dalam pembentukan komunitas tangguh bencana, termasuk di dalamnya sebagai gambaran umum atas perhatian dan fakta untuk melindungi perempuan pada sebelum-saat-setelah bencana. Mengangkat pemahaman atas keadilan gender dan inklusifitas gerakan PRBBK dengan tidak selalu menempatkan Perempuan dan Anak Perempuan sebagai objek yang membutuhkan pertolongan. KN PRBBK X di Bengkulu pada bulan Oktober mengangkat tema Ketangguhan Masyarakat Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Terhadap Bencana dan Perubahan Iklim. Pemilihan bulan Oktober sebagai bulan PRB juga telah dijadikan agenda rutin oleh BNPB dan BPBD seluruh Indonesia merupakan salah satu upaya proses dan hasil konferensi dapat langsung diangkat pada pertemuan nasional yang dikuti oleh para pihak oleh penyelenggara Negara. Tema integrasi API dalam PRB serta isu kepulauan kecil menjadi sangat krusial untuk menjadi pertimbangan dalam PB. Tahun 2015 KN PRBBK XI mengangkat tema Membangun Ketangguhan Komunitas dalam Mereduksi Bencana Lingkungan dan Industri telah menjadi media untuk memperkuat gerakan pengurangan risiko bencana secara komprehensif dan sistematis dengan didukung oleh suatu komitmen yang kuat dari semua pihak (stakeholders).tahun 2016 KN PRBBK XII mengangkat tema Perlindungan sebagai Upaya Memastikan Ketangguhan Komunitas.Tema ini diharapkan dapat menggarap beragam isu perlindungan, dari perlindungan ekosistem, perlindungan sarana dan prasarana vital, perlindungan sumber produksi dan pasar lokal, dan perlindungan kelompok rentan, termasuk isu-isu perlindungan anak. Tahun 2017 KN PRBBK XIII mengangkat Tema Menguatkan Tata Kelola Sumber Daya Berbasis Komunitas Menuju Masyarakat Tangguh Bencana. Isu ini sudah sering dibicarakan secara terpisah dari pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas. Dalam kenyataan skala permasalahannya menunjukkan kerusakan sumber daya mengalami peningkatan setiap tahunnya.tata kelola sumber daya yang masih berpusat pada pemerintah merupakan salah satu sumber pemicu kerusakannya. III. Tujuan dan Sasaran Konferensi Nasional PRBBK XIII Tujuan KN PRBBK XIII ini adalah sebagai wahana memantau, memperkuat dan memperluas gerakan pengurangan risiko bencana di Indonesia yang komprehensif. Isu penguatan tata kelola sumber daya sebagai komponen pengurangan risiko bencana perlu diposisikan lebih proporsional dalam PRB di Indonesia, agar manajemen risiko bencana lebih mampu memenuhi keseimbangan sosial, budaya, politik dan ekosistem dalam mewujudkan ketangguhan komunitas secara hakiki sebagai bagian hidup berkelanjutan. Berbagi pengetahuan dan pengalaman melalui proses dialogis diharapkan mampu menjembatani berbagai kesenjangan dalam upaya PRBBK sekaligus mampu menyuarakan berbagai gagasan dan dukungan yang diperlukan dalam memperkuat perwujudan manusia yang bermartabat sebagai tujuan akhir dari PRBBK. 2 Kata simposium diubah menjadi konferensi, karena dianggap waktu untuk menabur dan menyemai isu PRBBK sudah memadai.kata konferensi dianggap lebih mewakili situasi dan kondisi per-prbbk-an di Indonesia. 6 Kerangka Acuan KN PRBBK XIII Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

7 Capaian yang diharapkan di akhir konferensi: Terpetakannya berbagai permasalahan pokok, kebutuhan, dan tata kelola sumber daya berbasis komunitas; Disepakatinya perangkat pemantauan dan evaluasi PRBBKdi Indonesia; Adanya kerangka kerja bersama untuk mencapai capaian PRBBK tahun 2018 dan tahun 2019 seperti termaktub dalam deklarasi Bandung (2016). IV. Tempat dan waktu Konferensi Nasional PRBBK XIII Sebelum konferensi dilakukan beragam kegiatan persiapan berupa seminar, diskusi, tour, lokakarya dan pelatihan di berbagai tempat. Bahkan dianjurkan pelaksanaan konferensi tingkat kabupaten dan provinsi mendahului pelaksanaan KN PRBBK XIII. Kegiatan Waktu Tempat Lokakarya Perangkat, Indikator, dan Proses Pemantauan dan 28 Agustus 2017 Jakarta Evaluasi PRBBK Lokakarya Data Dasar PRBBK di Indonesia 29 Agustus 2017 Jakarta Advokasi nomenklatur PRBBK dalam APBD dan APBDDes Agustus - September Jakarta 2017 Lokakarya Perlindungan Pelaku PRBBK dan Kelompok Rentan 30 Agustus 2017 Jakarta Lokakarya Pemutakhiran Panduan PRBBK Edisi 2011 Agustus 2017 Jakarta Pelatihan Dasar PRBBK September Jakarta Pelatihan Lanjut PRBBK September 2017 Jakarta KN PRBBK XIII akan dilaksanakan selama 3 hari mulai hari Selasa tanggal 12 September 2017 sampai dengan hari Kamis tanggal 14 September Bertempat di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Jl. Panji Tilar Negara No. 8, Taman Sari, Ampenan, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat V. Kepanitiaan Konferensi Nasional PRBBK XIII Panitia Penyelenggara: MPBI sebagai pemegang mandat KN PRBBK XII bersama, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat membentuk penyelenggara/kepanitiaan bersama dengan pemerintahan maupun Ornop atau Organisasi kemasyarakatan baik di tingkat Nasional maupun di wilayah Nusa Tenggara Barat. Kegiatan ini didukung oleh Pengurus Besar Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nadhlatul Ulama, Islamic Relief, Muslim Aid, Dompet Dhuafa, Catholic Relief Service (CRS), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Sosial Republik Indonesia, Forum Pengurangan Risiko Bencana Nusa Tenggara Barat, KONSEPSI, KOSLATA, Suara NTB, Humanitarian Forum Indonesia, Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Pengurus IABI Pusat. Struktur Penyelenggara KN PRBBK XIII sebagai berikut: Kepanitian terdiri dari: MPBI, Forum PRB Provinsi Nusa Tenggara Barat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Rekan-rekan organisasi yang terkait dan peduli terhadap isu perlindungan dan kebencanaan, khususnya di wilayah Mataram dan sekitarnya. Panitia Pengarah / Steering Committee (SC) 3 Direncanakan tanggal Agustus 2017, namun jumlah peserta tidak memenuhi batas minimum, sehingga diundur menjadi September/Oktober Kerangka Acuan KN PRBBK XIII Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

8 Dr. Ir. Eko Teguh Paripurno MT(Ketua Prodi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta) Ir. H. Mohammad Rum MT (Kepala BPBD NTB) Kristanto Sinandang M. Si (Presidium MPBI) Ir. Siti Agustini M. Sc.(Pengurus IABI Pusat) Surya Rahman Muhammad S. Psi (Direktur Eksekutif Humanitarian Forum Indonesia) M. Ali Yusuf (Ketua PB Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama) Syamsul Ardiansyah S.S (Dompet Dhuafa) Rahmat Sabani (Ketua Forum PRB NTB) Panitia seleksi naskah Dr. Jonatan Lassa, (Senior Lecturer Charles Darwin University, Darwin, Australia) Ir. Avianto Amri MA, Ph.D Candidate (Sekretaris Perkumpulan Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia, Jakarta) Dicky Pelupessy, Ph.D (Ketua Pusat Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok) H. Dwi Vidiarina S.Th. (Presidium Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia, Jakarta) Mercy Rampengan Ph.D (Dosen Universitas Negeri Manado, Manado) Ir. Riyanti Djalante M.Sc., Ph.D (Pendidik dan Peneliti di Advance Study of Sustainability United Nations University, Berlin) Silvia FanggidaE, M.Sc. (Direktur Perkumpulan PIKUL, Kupang) Panitia Penyelenggara / Organizing Committee (OC) Ketua H. Iskandar Leman MPBI Wakil Ketua 1 H. Arifuddin BPBD NTB Bendahara & Keuangan Siti Istikanah MPBI Novi Haryanto BPBD NTB Hieronymus Kopong Bali MPBI Sekretaris H. Ridho Ahyana BPBD NTB Administrasi kesekretariatan Herdianty M.G. Prayitno MPBI Aini Kurniawati Muslim Aid Zurhan Afriadi S Pd KOSLATA Ramli SPd KOSLATA Acara: Seminar, Diskusi terarah, Dewi Andaruni MPBI Workshop dan pameran Andy Widayat Dear Nugra Bestari MPBI Sinandang Mohammad Taqiuddin KONSEPSI NTB Drs. Rujito Martowiyono KOSLATA Ahmad Junaidi SH KOSLATA Rama Aditya Rahim Muslim Aid Baiq Tutik Yuliana Muslim Aid Bagian Perlengkapan, Akomodasi dan Transportasi Bambang Sasongko Mulya Disurya MPBI MPBI Humas media Raka Akriyani Suara NTB M. Amin Sunarhadi FKIP Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Sekretariat Penyelenggara: Jakarta: Sekretariat MPBI, Jl. Kalasan No. 45B, Kel. Pegangsaan, Kec. Menteng, Jakarta 10320, knprbbk13@gmail.com Mataram: BPBD, jl. Dr. Sujono, Lingkar Selatan, Kota Mataram VI. Peserta & Narasumber Konferensi Nasional PRBBK XII 8 Kerangka Acuan KN PRBBK XIII Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

9 Peserta Konferensi KNPRBBK XIII mensasar 150 orang peminat, pemerhati, praktisi, perekayasa, peneliti dan artis pengurangan risiko bencana berbasis komunitas yang bekerja secara bebas merdeka secara perorangan, di lembaga pemerintahan, di lembaga non-pemerintah, di Dunia Usaha, lembaga pendidikan, Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi keagamaan, atau lembaga pendanaan. Narasumber dan Fasilitator Konferensi Narasumber; pembicara kunci maupun pembicara dan fasilitator terdiri dari perwakilan masyarakat, pemerintah nasional, praktisi PRB, akademisi dan organisasi masyarakat sipil.peran masing-masing terbagi dalam kegiatan-kegiatan yang menjadi bagian dari agenda KN PRBBK, baik seminar, diskusi tematik, lokakarya, maupun kunjungan lapangan dan perumusan. VII. Pengumpulan Abstrak Pengumpulan abstrak diselenggarakan dari bulan Juli Agustus Panitia seleksi naskah akan menyampaikan hasil pilihan abstrak pada tanggal 14 Agustus Naskah lengkap disampaikan kepada Panitia Penyelenggara selambatnya 16 Agustus Kumpulan naskah akan disatukan menjadi Prosiding yang disampaikan pada saat penyelenggaraan KN PRBBK XIII. VIII. Jadwal Kegiatan KN PRBBK XII Secara umum, jadwal kegiatan dan proses kegiatan KN PRBBK disusun dalam sebuah alur deduktif. Artinya proses di mulai dari hal umum ke hal khusus. Kegiatan dimulai dengan yang bersifat umum dilakukan melalui seminar dengantopik Memperkuat Tata Kelola Sumber Daya Berbasis Komunitas Menuju Masyarakat Tangguh Bencana.Hasil seminar selanjutnya didialogkan melalui diskusi tematik. Peserta seminar dibagi dalam kelompok untuk membahas tema-tema yang lebih khusus. Setelah hari pertama, ada diskusi/panel diskusi menggunakan tema-tema seputar penguatan tata kelola sumber daya berbasis komunitas. IX. Sumberdaya dan Keuangan KN PRBBK XIII Pembiayaan kegiatan ini berasal dari kontribusi peserta, dan dukungan dari beberapa lembaga/organisasi Pemerintah dan Non-Pemerintah. Masing-masing peserta berkontribusi menanggung biaya kepesertaan. Biaya kepesertaan meliputi dan tidak terbatas pada materi konferensi, sewa ruangan beserta fasilitas pendukungnya, makan dan minum selama jam konferensi berlangsung. Panitia Penyelenggara TIDAK menanggung biaya transport, akomodasi, maupun komunikasi bagi peserta kegiatan KN PRBBK XIII. Anggaran biaya sebesar Rp ,- dibuat berdasarkan pembelajaran pelaksanaan KNPRBBK XII Tahun 2016 dengan penyesuaian seperlunya. Rincian anggaran dapat dilampirkan jika diperlukan. Sumber pendanaan: Kontribusi peserta (perkiraan sementara, tanpa penginapan) Peserta luar kota Rp Peserta kota Mataram Rp (dengan bukti KTP dan tidak menginap) Mahasiswa / pelajar Rp (tidak menginap) Sponsor/donatur Sisa dana penyelenggaraan KN PRBBK XII X. Monitoring, Evaluasi dan Pembelajaran KN PRBBK XIII Monitoring persiapan pelaksanaan dilakukan secara virtual dan temu muka, melalui surat menyurat elektronik, WhatsApp, dan rapat-rapat persiapan. Pada akhir KNPRBBK XIII peserta akan diminta 9 Kerangka Acuan KN PRBBK XIII Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

10 menulis evaluasi tertulis mencakup pencapaian sasarankn PRBBK XIII, harapan peserta, mutu fasilitasi, fasilitas KN PRBBK, pembelajaran, informasi pra-selama KN PRBBK. XI. Tindak Lanjut Panitia penyelenggara dalam jangka 4 minggu akan menyelesaikan laporan penyelenggaraan KN PRBBK dan menyampaikan laporan ini kepada para penderma, peserta dan para pihak terkait, lalu menerbitkan prosiding dalam bentuk tercetak dan elektronik. XII. Rujukan Panitia Penyelenggara (2016): Laporan Penyelenggaraan KN PRBBK XII, disirkulasikan kepada para pihak. 10 Kerangka Acuan KN PRBBK XIII Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

11 Agenda Kegiatan KN PRBBK XIII Jam Selasa, 12 September :00-09:00 Pendaftaran Ulang 09:00-10:00 Pembukaan dan Sambutan Doa Pembukaan Lagu Indonesia Raya Laporan Ketua Panitia Suara Warga Masyarakat NTB Kearifan Lokal Mengelola Sumberdaya Alam Sambutan dan Pembukaan secara resmi KNPRBBK XIII oleh Gubernur NTB 10:00-10:30 Rehat/ KonferensiPers Panitia Pengarah + Gubernur + Kepala BPBD + Wakil Masyarakat NTB + MPBI 10:30-12:00 Pembelajaran dari Penguatan Tata Kelola Sumber Daya Berbasis Komunitas: BNPB,BAPPENAS, ESDM EBTKE, KLHK, KKP. Moderator: Ibu Ir. Siti Agustini M.Sc.(Pengurus IABI Pusat) 12:00-13:00 Makan siang 13:00-18:00 Kunjungan Lapangan KL (2) KL (3) (KL) (1) 18:00-19:30 Makan malam 19:30-21:00 Ekspresi Budaya Lestari Sumberdaya Jam Rabu, 13 September :00-08:30 Review hari 1 Ibu Ir. Siti Agustini M. Sc. (Pengurus IABI Pusat) 08:30-10:00 FGD 1 : Hasil KL F: Bpk. Rujito Martowiyono (Koslata) FGD 2: Hasil KL F: Bpk. Mohammad Taqiudin (Konsepsi NTB) 10:00-10:30 Rehat 10:30-12:00 Panel 1: Data Dasar dan Indikator Komunitas Tangguh F: Bpk. Surya Rahman Muhammad S. Psi (HFI) 12:00-13:00 Makan siang 13:00-15:00 Panel 5 Kesiapsiaga an Bencana F: Rama Aditya (Muslim Aid) Panel 2: Perlindungan Pelaku & Kelompok Rentan PRBBK F: Bpk. Syamsul Ardiansyah (Dompet Dhuafa) Panel 6 Kedaruratan Bencana F: Ibu Ir. Siti Agustini M. Sc. (Pengurus IABI Pusat) FGD 3: Hasil KL F: Ibu Baiq Tuti Yuliana (Muslim Aid) Panel 3: Advokasi, Pembelajaran Kebijakan PRBBK di Indonesia F: Bpk. M. Ali Yusuf (LPBI NU) Panel 7 Ketangguhan Masyarakat, Panel 9: Kebijakan AP PRB, Panel 10:PRB Inklusif F: Bpk. Dr. Ir. Eko Teguh Paripurno M.Si. (UPN Veteran Yogyakarta) 11 Agenda Kegiatan KN PRBBK XIII Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII Panel 4: Pendanaan, pemangku Kepentingan, Budget & Evaluasi F: Bpk. Rahmat Sabani (FPRB NTB) Panel 8: Ketangguhan Anak dan Sekolah F: Bpk. Andy Widayat 15:00-16:00 Rehat 16:00-17:30 Panel: Laporan Ringkas Tiap FGD & Panel F: Bpk. Catur J Sudiro MBA (SEKJEN MPBI) 17:30-19:30 Makanmalam 19:30-22:00 Rancangan Deklarasi oleh tim Mengulas Living Document Buku Panduan PRBBK

12 perumus (2 dari tiap Panel 1 s/d 8) F: Bpk. Syamsul Ardiansyah (DD); Bpk. M. Ali Yusuf (LPBI NU); Bpk. Andy Widayat Edisi 2014 Narasumber: Bpk. Dr. Ir. Eko Teguh Paripurno M. Si (UPN Veteran Yogyakarta) Jam Kamis, 14 September 2017 Hasil capaian 08:00-08:30 Review hari 2 oleh Bpk. Syamsul Ardiansyah (Dompet Ulasan, Arah hari ke-3 Dhuafa) 08:30-10:00 Pleno: Kesepakatan Deklarasi KN PRBBK XIII Pleno F: Bpk. Surya Rahman Muhammad (HFI) 10:00-10:30 Rehat 10:30-12:00 Pleno: Deklarasi KN PRBBK XIII Penutupan Evaluasi KN PRBBK XIII Kepala BPBD NTB Penutupan KN PRBBK XIII 12:00-13:00 Makan siang, Pembagian sertifikat peserta. Peserta Sertifikat dibagikan pulang 13:00-19:00 Kegiatan pilihan Wisata Mataram Kekeraban diperkuat 19:00-20:00 Panitia Penyelenggara makan bersama 20:00-21:30 Rapat Panitia Evaluasi dan rancangan laporan Topik Paparan Lisan 4 Paparan Poster 5 1. KESIAPSIAGAAN BENCANA 2. KEDARURATAN BENCANA 1. (3) Pemodelan Pusat Informasi dan Edukasi Berbasis Teknologi yang Ramah Anak dan Orang Muda Menuju Kelurahan Tangguh Bencana di Kota Jakarta (Presentasi Lisan) 2. (1) Gaya Kepemimpinan pada Organisasi Relawan Penanggulangan Bencana di Jawa Timur (Presentasi Lisan) 1. (6) Refleksi Tanggap Bencana Banjir di Kabupaten Malaka 2017 Pemulihan Perikehidupan dalam Semangat Partisipatif yang Berkeadilan (Presentasi Lisan) 2. (9) Peran dan Pendekatan Paralegal Komunitas dalam Mendampingi Perempuan Korban Tsunami Mendapatkan Hak Kepemilikan (Presentasi Lisan) 3. (29) Operasionalisasi Rencana Kontinjensi Banjir Kelurahan Saat Terjadi 3. (2) Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana pada Komunitas Pramuka Peduli di Maluku (Presentasi Poster) 4. (10) Kesiapan dinas Kesehatan dan Kepemimpinan Bupati/ Kepala Daerah dalam Penanggulangan Bencana Pengungsi Gunung Sinabung (Presentasi Poster) 4. (20) Erupsi Tiada Henti Gunung Sinabung: Membantu Komunitas Agar Tangguh terhadap Bencana(Presentasi Poster) 5. (27) Apakah Dokumen Rencana Kontinjensi Banjir Kelurahan sudah Menjadi Rujukan saat Situasi Darurat? (Presentasi Poster) 4 Maksimal 10 slide bahan tayang, untuk dipaparkan 10 menit. Berisi setidaknya latar belakang, metoda, hasil penelitian, rekomendasi 5 Poster berukuran A1, huruf bisa dibaca dari jarak 2 meter. Berisi setidaknya latar belakang, metoda, hasil penelitian, rekomenasi. Gambar/tabel dominan. Disampaikan 2 menit. 12 Agenda Kegiatan KN PRBBK XIII Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

13 Topik Paparan Lisan 4 Paparan Poster 5 Bencana Banjir Studi Kasus Kelurahan di DKI Jakarta (Presentasi Lisan) 3. KETANGGUHAN MASYARAKAT 4. KETANGGUHAN ANAK & SEKOLAH 5. KEBIJAKAN PRB API 1. ((16) Ketangguhan Pulau: Membangun Ketahanan Masyarakat dan Sekolah Pesisir di Kabupaten Lembata dan Nagekeo (Presentasi Lisan) 2. (21) Kajian Resiliensi Wilayah Pesisir Terhadap Bencana Banjir di Desa Labuhan Jambu, Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat (Presentasi Lisan) 3. (24) Kajian Daya Lenting Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Gempabumi ditinjau dari Faktor Kapabilitas Pemerintah Daerah dan Modal Sosial (Studi Kasus Gempabumi Sumatera Barat 2009) (Presentasi Lisan) 1. (7) Resiliensi Anak Usia 5-12 Tahun Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung di Pos Pengungsian Batu Karang Kabupaten Karo (Presentasi Lisan) 2. (12) Menguatkan Sinergitas Sumber Daya Komunitas Sekolah dan Masyarakat Menuju Desa Tangguh Bencana; Pembelajaran dari Aceh (Presentasi Lisan) 3. (28) Belajar dari pengalaman: Kegagalan mengelola sumber daya komunitas untuk wujudkan satuan pendidikan aman Bencana (Presentasi Lisan) 1. (5) Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Sebagai Aksi Nyata Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (Presentasi Lisan) 6. PRB INKLUSI 1. (13) Pembelajaran Keterlibatan Komunitas difabel dalam Kebencanaan di Sukoharjo (Presentasi Lisan) 2. (23) Relawan Difabel Klaten Sebuah Pendekatan Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (Presentasi Lisan) 3. (26) Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Konservasi Inklusi Kampung Ampiang Parak (Presentasi Lisan) 4. (11) Karakteristik Tanah pada Lereng Rawan Longsor dan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Bencana Longsor di Kintamani Bali) (Presentasi Poster) 5. (14) Karakteristik Geologi dan Tingkat Kerawanan Bencana Longsor di Ciptaharja, Kecamatan Cipatat dan Sekitarnya Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Longsor(Presentasi Poster) 4. (17) Anak dan Kaum Muda Sahabat PRB-API (Presentasi Poster) 5. (18) Pemberdayaaan Anak Sebagai Pelaku Advokasi PRB- API Melalui CDST (Presentasi Poster) 2. (15) Pemahaman Kebijakan Relokasi Paska Erupsi Merapi 2010 : Antara Negara dan Masyarakat (Presentasi Poster) 4. (25) Partisipasi disabilitas dalam Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (Presentasi Poster) 13 Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

14 Deklarasi Bandung 2016 Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas XII Kami adalah warga masyarakat, penyandang disabilitas, para penggerak, praktisi, pemerhati pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas yang bekerja di desa/kelurahan, lembaga pemerintah, lembaga kemanusiaan internasional, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan tinggi, lembagausaha, media, dan relawan. Kami memahami peluang untuk membangun ketangguhan komunitas melalui upaya pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK). Komunitas terbukti merupakan pelaku aktif dan utamadalam pengurangan risiko bencanayang bergerak dengan dasarkearifan lokal hingga sampai saat ini. Kami mengakui adanya kesepakatan dunia dalam Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana(KKSPRB) ,Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SPB) 2030, dan Konsensus Paris (Paris Agreement)2015 mengenai Perubahan Iklim sebagai rujukan dalam melaksanakan PRBBK.Pelaksanaan PRBBK merujuk pada sasaran yang ingin dicapai, prinsip panduan, agenda prioritas dan aksi-aksi kuncinya. Kami merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) , Kebijakan dan Strategi Nasional Penanggulangan Bencana (JAKSTRA PB) dan Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian/Lembaga yang terkait dengan PRBBK di tingkat nasional serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi/Kabupaten/Kota dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dalam pelaksanaan PRBBK di tempat kami masingmasing. Kami mengakui risiko bencana dan perubahan iklim yang semakin me ningkat dan munculnya risiko bencana baru. Risiko bencana ini dapat mengancam perempuan dan laki-laki diantaranya ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak, remaja, usia lanjut, penyandang disabilitas/ berkebutuhan khusus dan harta benda mereka, serta aset-aset sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, pendidikan, mata pencaharian dan lingkungan di tingkat komunitas.upaya Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) dan perlindungan melibatkan kelompok rentan dan berkebutuhan khusus menggunakan aset-aset warga dan desa/kelurahandengan beragam upaya sektoral dalam PRBBK yang inovatif, mengakar budaya dan berkelanjutan sudah dilakukan, namun masih perlu ditingkatkan dan diperluas. Kami menyadari perlunya keterlibatan dari pemerintah, Partai Politik,lembaga pendidikan, lembaga kemanusiaan internasional, lembagausaha, media massa, organisasi keagamaan,lembaga swadaya masyarakat, lembaga adat, dan masyarakat untuk bergotongroyong mencapai ketangguhan komunitas sebagaimana dimaksud melalui tujuh sasaran KKSPRB dantujuh belas Sasaran Pembangunan Berkelanjutan. Kami berkomitmen menggunakan seluruh sumber daya yang kami miliki dan kami kelola untuk digunakan dalam kerjasama yang tulus bersama seluruh pemangku kepentingan untuk menguatkan kerangka kerja PRBBK dan mencapai peta jalan PRBBK. Kami mengajakseluruh sektor pemerintahan, lembaga usaha, media, Lembaga Pendidikan, dan masyarakat untuk bersama-sama menggelorakan semangat gotong royong mencapai komunitas yang lebih tangguh melalui: 14 Deklarasi Bandung 2016 Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

15 Memahami Risiko Bencana Menggunakan pengetahuan dan praktik tradisional, adat dan lokal secara tepat melengkapi pengetahuan ilmiah dalam menilai risiko bencana untuk merumuskan kebijakan, strategi, rencana dan program lintas sektor; Menyebarkan informasi risiko bencana yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang kepada seluruh warga masyarakat termasuk untuk kelompok rentan; Membangun dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, praktik, perilaku dan kebiasaan pemangku kepentingan yang mempunyai otoritas/wewenang di semua tingkatan secara berkelanjutan; Menguatkan tata kelola risiko bencana Melakukan advokasi tentang pentingnya PRBBK kepada partai-partai politik;yang menjabat dan calon: Presiden, Gubernur, Walikota/Bupati dan Lurah/Kepala Desa/Nagari/Banjar.Juga melakukan advokasi kepada Menteri/Kepala Badan, Kepala Dinas; dan para warga pemilih; Melakukan advokasi dan memastikan pelaksanaan regulasi tentang penggunaan Dana Desa dan dana lainnya untuk implementasi PRBBK; Menguatkan dan mengembangkan semua komunitas yang sudah ada menjadi lebih tangguh dengan menimbang kearifan lokal masyarakat setempat; Saling belajar daripraktik baik dan penelitian yang ada melalui jejaring yang ada dan yang akan diadakan; Memastikan seluruh Provinsi/Kabupaten/Kota memiliki Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) yang legal dan menjadi acuan pembangunan wilayah; Melaksanakan perlindungan terhadap seluruh pelaku PRBBK dan seluruh kelompok rentan; Menginvestasikan sumber yang dimiliki dan dikelola dalam upaya ketangguhan terhadap bencana Membangun, memperkuat dan memelihara ketangguhan fasilitas infrastruktur penting, misalnya sekolah/madrasah, puskesmas, rumah sakit, pasar, tempat ibadah, lumbung pangan, bendungan/tanggul, pintu air, tempat bersejarah, dan lain-lain; Memastikan pelaksanaan aturansarana dan prasarana tangguh bencana dan akses penyandang disabilitas pada sarana dan prasarana umum; Memastikan keterlibatan para pihak, laki-laki dan perempuan diantaranya ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak, remaja, usia lanjut, penyandang disabilitas dan kelompok berkebutuhan khusus sejak dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan dan penyebaran pembelajaran kegiatan PRBBK; Memastikan kebijakan, program, dan praktik pembangunan yang berisiko rendah dan tidak menimbulkan risiko baru, misalnya kelestarian sumber air, ketahanan pangan, ketersediaan hunian layak huni, layanan kesehatan terjangkau; Memastikan sistem perlindungan anak dibangun untuk mencegah dari dan menangani perlakuan yang salah, penelantaran, eksploitasi dan kekerasan terhadap anak dalam aksi kemanusiaan, termasuk upaya pengarusutamaannya dalam seluruh sektor; Meningkatkan kesiapsiagaan bencana Membangun dan/atau memperkuat sistem peringatan dini berbasis komunitas multiancamanyang memenuhi kebutuhan praktis dan strategis kelompok rentan dan berkebutuhan khusus; Membangun dan melaksanakan sistem pemeriksaanberkala ketangguhan infrastruktur penting seperti infrastruktur air, transportasi, telekomunikasi, energi, pendidikan, kesehatan, ekonomi oleh otoritas khusus dan para ahli yang melibatkan warga masyarakat setempat; Menyusun dan membaharui rencana kontinjensi yang diuji setiap tahun melalui praktik simulasi dengan melibatkan para pemangku kepentingan termasuk kelompok rentan dan berkebutuhan khusus. 15 Deklarasi Bandung 2016 Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

16 Kami sepakat memutuskan untuk : Mempromosikan dan melaksanakan himbauan yang ada dalam Deklarasi Bandung ini, dan melaporkan perkembangan kemajuannya pada KN PRBBK berikutnya; Mengakui peran KN PRBBK sebagai media untuk berbagi, saling belajar dan menyebarkan praktik baik dan pembelajaran dalam ber-prbbk; Menggalang dan memobilisasi sumber daya pemerintah, lembagausaha, media, lembaga pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga kemanusiaan internasional, organisasi keagamaan, dan warga masyarakat termasuk kelompok rentan untuk melaksanakan bersama Peta Jalan PRBBK; Mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mengalokasi sumber dayanya, mengembangkan kapasitasnya dan merevisi kebijakan dan prosedur yang ada agar lebih cocok untuk PRBBK. Mencapai agenda di atas dalam kurun waktu seperti di bawah: Peta Jalan PRBBK Pada tahun 2017 tercapai: Laporan dan prosiding KN PRBBK XII sudah tersedia dan digunakan; Deklarasi Bandung 2016 sudah disebarkan, terutama kepada Kementerian/Lembaga dan para pemangku kepentingan lainnya; Perangkat pemantauan dan evaluasi PRBBK siap digunakan; Indikator masukan, proses, hasil, dan dampak PRBBK sudah disepakati; Penyelenggaraan KN PRBBK XIII; Data dasar PRBBK Indonesia; Ada nomenklatur PRBBK dalam APBD dan APBDes; Rancangan Perlindungan Pelaku PRBBK dan Kelompok Rentan; dan Rencana Revisi Panduan PRBBK. Pada tahun 2018 tercapai: Laporan dan prosiding KN PRBBK XIII sudah tersedia dan digunakan; Hasil pemantauan PRBBK; Penyelenggaraan KN PRBBK XIV; PRRBK menjadi agenda pembangunan minimal 5 Provinsi, 50 kabupaten/kota; Panduan PRBBK terbarukan; Pedoman Perlindungan Pelaku PRBBK dan Kelompok Rentan; dan PRBBK terpadu dalam Kurikulum Pendidikan Formal; Pada tahun 2019 tercapai: Evaluasi PRBBK tahun Laporan dan prosiding KN PRBBK XIV sudah tersedia dan digunakan. Penyelenggaraan KN PRBBK XV. Dokumentasi praktik baik PRBBK dari berbagai wilayah di Indonesia. Dokumen RPB terbarukan sudah dilegalkan di 34 provinsi, 132 kabupaten/kota. PRBBK menjadi agenda pembangunan minimal 10 provinsi, 132 kabupaten/kota. PRBBK menjadi agenda PILPRES, PILEG, dan PILKADA. Pada tahun 2024 tercapai: PRBBK menjadi agenda pembangunan 20 Provinsi dan 275 Kabupaten/Kota 16 Deklarasi Bandung 2016 Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

17 Dokumen RPB terbarukan sudah dilegalkan di 34 provinsi, 275 kabupaten/kota Pada tahun 2030 tercapai: Seluruh Provinsi/Kabupaten/Kota mengagendakan dan mengalokasikan anggarannya untuk PRBBK Dokumen PRB terbarukan sudah dilegalkan di seluruh provinsi, kabupaten/kota. Melalui dekralasi ini, kami ingin menyampaikan ungkapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pimpinan dan seluruh anggota Civitas Academica Universitas Padjadjaran, Fakultas Teknik MIPA UNPAD, Fakultas Teknik Geologi UNPAD, Fakultas Pasca Sarjana UNPAD, Forum Pengurangan Risiko Bencana Provinsi Jawa Barat (FPRB JABAR), Islamic Relief, Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU), Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Agus Agus Bersaudara (AAB) Jawa Barat, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat, Humanitarian Forum Indonesia (HFI), Muslim Aid, Yayasan Sayangi Tunas Cilik Save the Children, DMC-Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Kementerian Sosial Republik Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat, BPBD DKI Jakarta, BPBD NTB, BPBD Kabupaten Majene,IBU foundation, BAZNAS Tanggap Bencana, Action Contre la Faim / Action Against Hunger (ACF), Forum PRB DIY, Institut Pertanian Bogor, Bina Eka Lestari SI, Institut Teknologi Bandung, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (PLANAS PRB), Asia Pacific Alliance for Disaster Management, Perkumpulan Lingkar, Palang Merah Indonesia (PMI), Santri Penanggulangan Bencana (SATGUNA) Daarut Tauhiid,Wahana Visi Indonesia, UNESCO IOTIC-IOC, Risk Frontiers/Macquarie University,Universitas Pertahanan, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat, Bina Masyarakat Peduli, UNICEF, UNDP REDD+, Disaster Resource Partnership Indonesia,PASAG Merapi, Plan International Indonesia, Forum Pengurangan Risiko Bencana Lembata, KAPPALA, Arbeiter Samariter Bund, Yayasan Tanggul Bencana Indonesia (YTBI), CIS Timor, Yayasan Flores Sejahtera (sanres), Resilience Development Initiative (RDI), Church World Service, Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI) Jawa Barat,DisasterChannel.co,UIN Sunan Gunung Djati Bandung (Tasawuf Psikoterapi), PPCK Klaten, Desa Tangguh Bencana Iknklusi Kebon Agung, Jangkar Kelud, Panjer Manikoro, Laras Wilis,Disaster Mitigation Readiness of Indonesia Community (DMRI-C), IKA-UNPAD, Ikatan Alumni ITB, Kementerian Desa Tertinggal, BPBD Provinsi NTT, FPRB NTT, FPRB TTU, Dinas P & K Provinsi NTT, PMPBNTT, Yayasan Mitigasi Bencana (Yayasan Samiti) dan Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) serta seluruh relawan Panitia Pengarah dan Panitia Penyelenggara KN PRBBK XII yang telah menginvestasikan sumber-sumbernya secara efektif agar KN PRBBK XII berlangsung dengan lancar. Kami semua menyongsong KNPRBBK XIII Di Nusa Tenggara Barat/Kalimantanbulan Juli /November 2017 yang akan bertema : 1. Memperkuat tata kelola sumber daya berbasis komunitas menuju masyarakat tangguh bencana 2. Mengawal berjalannya capaian PRBBK 2016 dengan local host: Islamic Relief, BPBD Prov, perguruan tinggi didukung (sponsor, sumber dana)pemprov NTB, Iuran peserta, BPBD, Private Sector, Perguruan Tinggi, INGO, BNPB Disepakati pada tanggal 24 November 2016 di Bandung, Jawa Barat, Indonesia 17 Deklarasi Bandung 2016 Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

18 Panel Diskusi Panel Paparan Lisan 6 Paparan Poster 7 1. Data Dasar dan Indikator Komunitas Tangguh 1. Rangkuman Lokakarya Data Dasar PRBBK dan Perangkat Indikator Proses Pemantauan dan Evaluasi PRBBK 2. BPBD 3. DINKES 2. Perlindungan Pelaku PRBBK dan Kelompok Rentan Berbasis Komunitas 3. Advokasi, Pembelajaran Kebijakan PRBBK di Indonesia 4. Pendanaan, Pemangku Kepentingan, Budget dan Evaluasi PRBBK 5. Kesiapsiagaan Bencana 4. DINSOS 1. Rangkuman Lokakarya Perlindungan Pelaku PRBBK dan Kelompok Rentan Berbasis Komunitas 2. POLDA NTB 3. PPD NTB 1. BNPB 2. Forum PRB NTB BNPB 2. BPBD 3. FITRA NTB 4. AMAN NTB 5. NW NTB 5. (3) Pemodelan Pusat Informasi dan Edukasi Berbasis Teknologi yang Ramah Anak dan Orang Muda Menuju Kelurahan Tangguh Bencana di Kota Jakarta (Presentasi Lisan) 6. (1) Gaya Kepemimpinan pada Organisasi Relawan Penanggulangan Bencana di Jawa Timur (Presentasi Lisan) 7. (2) Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana pada Komunitas Pramuka Peduli di Maluku (Presentasi Poster) 8. (10) Kesiapan dinas Kesehatan dan Kepemimpinan Bupati/ Kepala Daerah dalam Penanggulangan Bencana Pengungsi Gunung Sinabung (Presentasi Poster) 6. Kedaruratan Bencana 9. (6) Refleksi Tanggap Bencana Banjir di Kabupaten Malaka 2017 Pemulihan Perikehidupan dalam Semangat Partisipatif yang Berkeadilan (Presentasi Lisan) 10. (9) Peran dan Pendekatan Paralegal Komunitas dalam Mendampingi Perempuan Korban Tsunami Mendapatkan Hak Kepemilikan 12. (20) Erupsi Tiada Henti Gunung Sinabung: Membantu Komunitas Agar Tangguh terhadap Bencana(Presentasi Poster) 13. (27) Apakah Dokumen Rencana Kontinjensi Banjir Kelurahan sudah Menjadi 6 Maksimal 10 slide bahan tayang, untuk dipaparkan 10 menit. Berisi setidaknya latar belakang, metoda, hasil penelitian, rekomendasi 7 Poster berukuran A1, huruf bisa dibaca dari jarak 2 meter. Berisi setidaknya latar belakang, metoda, hasil penelitian, rekomenasi. Gambar/tabel dominan. Disampaikan 2 menit. 18 Panel Diskusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

19 Panel Paparan Lisan 6 Paparan Poster 7 (Presentasi Lisan) 11. (29) Operasionalisasi Rencana Kontinjensi Banjir Kelurahan Saat Terjadi Bencana Banjir Studi Kasus Kelurahan di DKI Jakarta (Presentasi Lisan) 7. Ketangguhan Masyarakat 14. ((16) Ketangguhan Pulau: Membangun Ketahanan Masyarakat dan Sekolah Pesisir di Kabupaten Lembata dan Nagekeo (Presentasi Lisan) 15. (21) Kajian Resiliensi Wilayah Pesisir Terhadap Bencana Banjir di Desa Labuhan Jambu, Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat (Presentasi Lisan) 16. (24) Kajian Daya Lenting Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Gempabumi ditinjau dari Faktor Kapabilitas Pemerintah Daerah dan Modal Sosial (Studi Kasus Gempabumi Sumatera Barat 2009) (Presentasi Lisan) Rujukan saat Situasi Darurat? (Presentasi Poster) 17. (11) Karakteristik Tanah pada Lereng Rawan Longsor dan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Bencana Longsor di Kintamani Bali) (Presentasi Poster) 18. (14) Karakteristik Geologi dan Tingkat Kerawanan Bencana Longsor di Ciptaharja, Kecamatan Cipatat dan Sekitarnya Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Longsor(Presentasi Poster) 8. Ketangguhan Anak & Sekolah 19. (7) Resiliensi Anak Usia 5-12 Tahun Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung di Pos Pengungsian Batu Karang Kabupaten Karo (Presentasi Lisan) 20. (12) Menguatkan Sinergitas Sumber Daya Komunitas Sekolah dan Masyarakat Menuju Desa Tangguh Bencana; Pembelajaran dari Aceh (Presentasi Lisan) 21. (28) Belajar dari pengalaman: Kegagalan mengelola sumber daya komunitas untuk wujudkan satuan pendidikan aman Bencana (Presentasi Lisan) 9. Kebijakan PRB API 1. (5) Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Sebagai Aksi Nyata Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (Presentasi Lisan) 10. PRB Inklusi 24. (13) Pembelajaran Keterlibatan Komunitas difabel dalam Kebencanaan di Sukoharjo (Presentasi Lisan) 25. (23) Relawan Difabel Klaten Sebuah Pendekatan Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Komunitas 22. (17) Anak dan Kaum Muda Sahabat PRB-API (Presentasi Poster) 23. (18) Pemberdayaaan Anak Sebagai Pelaku Advokasi PRB-API Melalui CDST (Presentasi Poster) 2. (15) Pemahaman Kebijakan Relokasi Paska Erupsi Merapi 2010 : Antara Negara dan Masyarakat (Presentasi Poster) 27. (25) Partisipasi disabilitas dalam Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (Presentasi Poster) 19 Panel Diskusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

20 Panel Paparan Lisan 6 Paparan Poster 7 (Presentasi Lisan) 26. (26) Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Konservasi Inklusi Kampung Ampiang Parak (Presentasi Lisan) 20 Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

21 Kumpulan Naskah Tata Kelola Sumber Daya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas Di Indonesia Oleh : Deputi bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Tujuan PB - UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; 2. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; 3. menjamin terselenggaranya PB secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; 4. menghargai budaya lokal; 5. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta; 6. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan 7. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Mengubah Paradigma Dalam PB bahwa penanggulangan bencana telah mengalami perkembangan paradigma dari responsif ke preventif, dari penanggulangan bencana secara konvensional menjadi holistik, dari menangani dampak menjadi mengelola risiko, dari sentralistis ke desentralistis, dari urusan pemerintah semata menjadi urusan bersama pemerintah dan masyarakat, dan dari sektoral menjadi multisektor. Fatalistik reaktif Tanggap darurat Terpusat Hanya pemerintah Terencana proaktif Pengurangan risiko Otonomi daerah Partisipasi aneka pemangku kepentingan Aset dan pembangunan Pembangunan merupakan proses mengelola pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan keadilan sosial Pembangunan merupakan proses yang dilakukan masyarakat untuk mentransformasikan aset-aset alam/lingkungan, sosial, fisik, ekonomi, dan manusia Dalam pelaksanaannya, PRBBK melakukan mobilisasi (dan transformasi) aset untuk perlindungan 21 Kumpulan Naskah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

22 Keterkaitan bencana dan risiko aset Ancaman (H) Risiko rendah Risiko sedang Kapasitas (C) Kerentanan (V) Risiko tinggi Risiko tidak ada Risiko = (HxV)/C Sumber Daya Di Dalam Penanggulangan Bencana Manusia, TERMASUK DI DALAMNYA ADALAH SIKAP, MOTIVASI, KEBIASAAN, TINGKAT KECERDASAN DAN KEAHLIAN, JENIS KELAMIN, USIA, KELENGKAPAN FISIOLOGIS DAN FUNGSI INDRA ALAM DAN LINGKUNGAN, TERMASUK BENTANG ALAM, TANAH, AIR, UDARA, TUMBUHAN, BINATANG FISIK, TERMASUK INFRASTRUKTUR, MAKANAN Sosial, termasuk keluarga, organisasi, kelembagaan dan jaringan sosial Ekonomi, termasuk keuangan, akses perbankan, pekerjaan Hubungan Sumber Daya Dengan Bencana Manusia, alam dan lingkungan, kondisi fisik, kondisi social dan kondisi ekonomi adalah sumber daya yang berkontribusi dalam proses pembangunan dan bencana. Alam dan Lingkungan Manusia Kondisi Fisik Kondisi Ekonomi Sosial & Budaya Pembangunan bencana 22 Tata Kelola Sumber Daya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas Di Indonesia Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

23 Peran para pihak Warga (Motor/ Kreator) Pemerintah (regulator/ fasilitator) Swasta (Enabler, pemampu) Media (Mediator Komunikator) Pemerintah Desa (Regulator/ Fasilitator) Akademia (Fasilitator Katalisator) Target nasional Kemandirian sumber daya politik, ekonomi, sosial dan lingkungan guna menghadirkan negara untuk mampu memberikan kesejahteraan dan perlindungan bagi masyarakat DEPUTI BIDANG PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA GEDUNG GRAHA BNPB, JL. PRAMUKA NO. 38 LANTAI 14 - JAKARTA TIMUR GEDUNG INA-DRTG KAWASAN IPSC SENTUL JAWA BARAT 23 Tata Kelola Sumber Daya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas Di Indonesia Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

24 Data Dasar dan Indikator Komunitas Tangguh Data Dasar dan Indikator Komunitas Tangguh 8 Oleh H. Iskandar Leman 9 Pengantar Tulisan ini merupakan rangkuman dua (2) lokakarya pra-konferensi KN PRBBK XIII, yaitu lokakarya Perangkat, Indikator, dan Proses Pemantauan dan Evaluasi PRBBK dan Data Dasar PRBBK. Kegiatan pertama diselenggarakan hari Senin, 28 Agustus 2017, dari jam 08:30 16:30 WIB. Kegiatan kedua diselenggarakan hari Selasa, 29 Agustus 2017, dari jam 08:30-17:30 WIB dan didukung konsumsinya oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Kedua kegiatan diselenggarakan di Ruang Rapat Sekretariat Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia, Jl. Kalasan No. 45 B, Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat Kegiatan pertama dihadiri oleh 15 orang peserta, diantaranya ada 5 orang perempuan dan 10 orang laki-laki. Kegiatan kedua dihadiri oleh 26 orang peserta, diantaranya ada 12 orang perempuan dan 14 orang laki-laki. Ada 4 (empat) orang pemapar dalam kedua lokakarya tersebut sebagai pemantik diskusi, yaitu bpk. Tatang Husaini Muslim Aid; ibu Leny Veronika Plan International; bpk. Sigit Padmono Badan Nasional Penanggulangan Bencana; dan bpk Udin Suchaini Badan Pusat Statistik. Tujuan Penanggulangan Bencana menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah: 1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana 2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada 3. Menjamin terselenggaranya PB secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh 4. Menghargai budaya local 5. Membangun partisipasi dan kemitraan public serta swasta 6. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan 7. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sasaran Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana (KKSPRB) Periode tahun adalah: 1. Pengurangan angka kematian akibat bencan adi dunia 2. Pengurangan jumlah masyarkaat terdampak 3. Pengurangan kerugian ekonomi dalam kaitannya dengan GDP dunia 4. Pengurangan kerusakan terhadap infrastruktur penting/kritis dan gangguan pelayanan dasar termasuk kesehatan dan fasilitas Pendidikan 5. Penambahan jumlah negara yang memiliki strategi pengurangan risiko bencana di tingkat nasional dan tingkat daerah pada tahun Peningkatan kerjasama internasional 7. Bertambahnya akses pada system peringatan dini multi bencana dan informasi risiko bencana dan pengkajian Ada 4 (empat) prioritas KKSPRB , yaitu: 1. Pemahaman risiko bencana 2. Penguatan pengaturan risiko bencana untuk mengelola risiko bencana 8 Untuk disampaikan dalam Panel 1: Data Dasar dan Indikator Komunitas Tangguh Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Ke XIII di Mataram, September Koordinator Advokasi dan Pengembangan Kapasitas Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia. Dapat dihubungi melalui atau hleman@yahoo.com 24 Data Dasar dan Indikator Komunitas Tangguh Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

25 3. Investasi PRB untuk ketangguhan 4. Peningkatan kesiapsiagaan bencana untuk response untuk pembangunan kembali yang lebih baik dalam pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi. Sasaran penanggulangan bencana dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Periode Tahun adalah menurunnya indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan yang berisiko tinggi. Sasaran itu akan dicapai melalui 3 (tiga) strategi, yaitu: 1. Internalisasi PRB dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah, 2. Penurutan tingkat kerentanan terhadap bencana; dan 3. Peningkatan kapasitas pemerintah, PEMDA dan masyarakat dalam penanggulangan bencana. Desa/kelurahan tangguh bencana menurut BNPB (2012) adalah desa/kelurahan yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi potensi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak-dampak bencana yang merugikan. Pelaku Selain BNPB, ada minimal 12 Kementerian/Lembaga, 13 pihak internasional, 9 pihak nasional, 4 pihak dunia usaha terlibat dalam mewujudkan desa / kelurahan tangguh bencana. Kementerian/lembaga yang terlibat, yaitu: 1. KEMENTAN; 2. KEMENKOMINFO; 3. KEMENHKUMHAM; 4. KEMENKKP; 5. KEMENKES; 6. KEMENSOS; 7. KEMENDESA; 8. KEMENDAGRI; 9. KEMENPUPERA; 10. KEMENLHK; 11. KEMEN ESDM; dan 12. K/L lainnya. Pihak internasional yang terlibat, antara lain: 1. UNDP; 2. World Bank; 3. Mercy Corps; 4. GIZ; 5. Oxfam; 6. IOM; 7. UNESCO; 8. Plan International; 9. WVI; 10. ACF; 11. Muslim Aid; 12. Islamic Relief; dan 13. INGO/Lembaga internasional lainnya. Pihak nasional/lokal yang teridentifikasi melakukan kegiatan, antara lain: 1.PMI; 2. MDMC; 3. LPBI NU; 4. YTBI; 5. MPBI; 6. Yayasan IDEP; 7. Yayasan SHEEP Indonesia; 8. Karitas Indonesia dan 9. Lokal/nasional/perguruan tinggi. Ada 4 kategori dunia usaha yang terlibat, yaitu: 1. BUMN ; 2. BUMD; 3. Lembaga Usaha; dan 4. Perusahaan swasta. Melihat banyaknya pelaku yang melakukan program desa/kelurahan tangguh dengan nama yang berbeda-beda, maka diperlukan penyamaan konsepsi desa tangguh bencana dan sinkronisasi program Kem/Lembaga/NGO/internasional/local/lembaga usaha dan perguruan tinggi. Data Dasar Badan Pusat Statistik (2014) melakukan pendataan potensi desa (PODES) setiap tiga tahun untuk mendukung pelaksanaan Sensus Penduduk Podes selalu diintegrasikan dengan kegiatan Sensus Penduduk, Sensus Pertanian dan Sensus Ekonomi. Sejak tahun 2005, PODES dilaksanakan tiap 3 tahun agar terjaga kesinambungan data. Podes yang sudah dilakukan adalah tahun 2008, 2011, dan Data podes terdiri dari 16 bab. Ke-16 bab itu antara lain mengenai: 1. Pengenalan tempat; 2. Keterangan petugas dan narasumber; 3. Keterangan umum desa/ kelurahan; 4. Kependudukan dan ketenagakerjaan; 5. Perumahan dan lingkungan hidup; 6. Bencana alam dan mitigasi bencana alam; 7. Pendidikan dan kesehatan; 8. Sosial budaya; 9. Hiburan dan olah raga; 10. Angkutan, komunikasi dan informasi; 11. Penggunaan lahan; 12. Ekonomi; 13. Keamanan; 14. Program pemberdayaan masyarakat; 15. Otonomi; dan 16. Keterangan aparatur pemerintah desa/kelurahan.. Data yang terkait kebencanaan yang dikumpulkan ada di Bab VI nomor 601 dan 602, yaitu terkait 10 kejadian bencana (jumlah kejadian, korban jiwa) dan adanya 4 (empat) fasilitas/upaya antisipasi/mitigasi bencana alam yang ada di desa/kelurahan. Keempat fasilitas yang didata adalah system peringatan dini alam, system peringatan dini khusus tsunami, perlengkapan keselamatan (perahu karet, tenda, persediaan masker, dll), dan jalur evakuasi. Dari 16 bab podes, ada data terkait pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas, misalnya di bab 7 kesehatan, bab 13 - keamanan dan bab 14 pemberdayaan masyarakat. 25 Data Dasar dan Indikator Komunitas Tangguh Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

26 BPS merencakan perbaikan PODES 2018, dengan menambahkan fasilitas/upaya antisipasi/mitigasi bencana alam di desa/kelurahan: 1. Sistem peringatan alam 2. Perlengkapan keselamatan (perahu karet, tenda, persediaan masker, dll) 3. Rambu-rambu dan jalur evakuasi bencana 4. Pembuatan, perawatan atau normalisasi sungai, kanal, tanggul, parit, drainase, waduk, pantai, dll selama 3 tahun terakhir 5. Simulasi dan peningkatan kewaspadaan terhadap bencana alam yang diikuti oleh warga desa 6. Pendidikan atau pelatihan kesiapsiagaan bencana alam yang diikuti oleh warga desa/kelurahan selama 3 tahun terakhir Kegiatan Desa Tangguh Kegiatan desa tangguh bencana yang dilakukan oleh BNPB atau BPBD, umumnya terdiri dari 6 kategori kegiatan, yaitu 1. Penyusunan peta dan rencana desa a. Peta risiko bdesa dan RPB dan RAK/M Desa b. Peta jalur evakuasi dan tempat pengungsian c. Rencana kontijensi d. Rencana aksi masyarakat/komunitas 2. Pembentukan relawan desa a. Jumlahnya 20 orang per desa b. Keahlian dan ketrampilan meliputi: SAR, first aid, logistic dan dapur umum, komunikasi 3. Pelatihan masyarakat a. Pelatihan untuk aparatur desa b. Pelatihan untuk warga desa c. Pelatihan kerelawanan d. Pelatihan perencanaan 4. Penyusunan legislasi desa a. Penyusunan peraturan desa b. Penyusunan peraturan kepala desa c. Penyusunan surat keputusan kepala desa 5. Rencana Pengembangan desa tangguh bencana 1. Pengembangan desa tangguh bencana mandiri: inisiasi dari masyarakat desa secara mandiri 2. Sinergitas program penyelenggaraan PB dengan payung desa tangguh: a. Dilaksanakan oleh BNPB melalui kerjasama dengan BPBD Kabupaten/Kota sudah terbentuk 375 destana di 32 provinsi b. Fasilitasi dengan APBD Provinsi dan kabupaten/kota (Jawa Timur 270 desa, Yogyakarta 102 desa, Jawa Tengah 78 desa, dan masing-masing provinsi <50 desa) c. Kementerian dengan K/L (MPA 731 desa/kemen KKP, kemendes) d. Kerjasama dengan dunia usaha: desa Makmur Peduli API/perusahaan perkebunana, CRS Lembaga Usaha e. Kerjasama dengan Lembaga/NGO Internasional/Lokal: PMI, Mercy Corps, Plan, Caritas, MDMC, LPBI NU, UNDP, World Bank,AUSAID, USAID, YEU, Oxfam, dll. f. Kerjasama dengan perguruan tinggi melalui program KKN tematik maupun reguler (UGM, Asosiasi Perguruan Tinggi Perawat Jawa Timur, dll) Indikator Ada 6 (enam) kategori untuk menentukan ketangguhan desa/kelurahan, yaitu 1. Legislasi; 2. Perencanaan; 3. Kelembagaan; 4. Pendanaan; 5. Pengembangan kapasitas; dan 6. Penyelenggaraan 26 Data Dasar dan Indikator Komunitas Tangguh Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

27 penanggulangan bencana. Indikator yang digunakan untuk menentukan ketangguhan suatu desa atau kelurahan adalah: Kategori Indikator Legislasi 1. Kebijakan/peraturan di desa/kelurahan tentang PB/PRB Perencanaan 2. Rencana PB, RAK, dan atau RENKON Kelembagaan 3. Forum PRB 4. Relawan PB 5. Kerjasama Antar pelaku dan wilayah Pendanaan 6. Dana tanggap darurat 7. Dana untuk PRB Pengembangan kapasitas 8. Pelatihan Pemerintah Desa 9. Pelatihan untuk tim relawan 10. Pelatihan untuk warga desa 11. Pelibatan/partisipasi warga desa 12. Pelibatan perempuan dalam tim relawan Penyelenggaraan PB 13. Peta dan Analisa risiko 14. Peta dan jalur evakuasi serta tempat pengungsian 15. SPD berbasis masyarakat 16. Pelaksanaan mitigasi structural (fisik) 17. Pola ketahanan ekonomi untuk mengurangi kerentanan masyarakat 18. Perlindungan kesehatan kepada kelompok rentan 19. Pengelolaan SDA untuk PRB 20. Perlindungan asset produktif utama masyarakat. INARISK bagaimana risiko wilayah kita? Inarisk merupakan sebuah system informasi kajian risiko bencana online berbasis GIS server yang user friendly. Inarisk memuat hasil kajian risiko bencana BNPB tahun 2015 (skala 1:250/level provinsi) akan terus diupdate. Dapat dimanfaatkan untuk perencanaan terkait PB. Informasi terkecilnya adalah kecamatan. Kalau 1: untuk tingkat desa. Rangkuman Hasil Diskusi Kelompok Kategori Indikator Pratama Madya Utama Legislasi 1. Kebijakan/peraturan di desa/kelurahan tentang PB/PRB Belum ada atau masih dibicarakan, inisiasi Sudah ada, belum dilaksanakan Dilaksanakan dan berkembang Perencanaan 2. Rencana PB, RAK, dan atau RENKON Baru berupa usulan. Kelembagaan 3. Forum PRB Ada upaya menyusun. 4. Relawan PB Ada upaya membentuk. 5. Kerjasama Antar pelaku dan wilayah Pendanaan 6. Dana tanggap darurat Ada, tapi tidak berani menggunakan PB telah tersusun tetapi belum terpadu ke dalam instrument perencanaan Ada forum tetapi belum berfungsi aktif. Ada relawan tapi tidak terlalu aktif. 27 Data Dasar dan Indikator Komunitas Tangguh Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII Sudah dilaksanakan dan dikembangkan dalam RPJMDes. A dan berfungsi aktif Ada tim relawan yang rutin terlibat aktif Baru inisiasi Ada MoU Pelaksanaan MoU dan pengembangan kerjasama Ada, sudah mengajukan nomenklatur Di atas 80%

28 Kategori Indikator Pratama Madya Utama 7. Dana untuk PRB 0-40% 40-80% Di atas 80% Pengembangan kapasitas 8. Pelatihan Pemerintah Desa 9. Pelatihan untuk tim relawan 10. Pelatihan untuk warga desa 11. Pelibatan/partisipasi warga desa Belum ada/sudah ada pelatihan pemerintah desa Pemerintah desa mampu membuat kajian risiko bencana desa secara partisipatif 28 Data Dasar dan Indikator Komunitas Tangguh Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII Pemerintah desa mampu menjadi komandan/leader dalam penanganan bencana Pemerintah desa mampu menetapkan kebijakan tentang PB (pembagian tugas, perencanaan, penganggaran, eksekusi). Pemerintah desa memfasilitasi penyusunan EWS Relawan berpartisipasi dalam penyusunan kajian risiko bencana desa Kapasitas relawan diakui BPBD Kota/kabupaten Warga mengetahui risiko bencana di lingkungannya Warga mengetahui cara untuk menyelamatkan diri Warga mengetahui jalur evakuasi penyelamatan Warga berpartisipasi dalam menentukan jalur evakuasi Warga berpartisipasi dalam menentukan penempatan pemasangan rambu evakuasi Warga berpartisipasi dalam menentukan tempat evakuasi Warga berpartisipasi dalam penyusunan kajian risiko Warga berpartisipasi Dokumen kajian risiko bencana tingkat desa/keluraha n Dokumen renkon tingkat desa/keluraha n Dokumen SOP EWS tingkat desa/keluraha n Relawan memahami tugasnya dan mampu bertindak sesuai kebutuhan SK KALAK keanggotaan relawan BPBD Kabupaten 50% warga yang disampling simulasi menyatakan mengetahui parameter

29 Kategori Indikator Pratama Madya Utama dalam pembuatan dan penggunaan EWS Penyelenggaraan PB 12. Pelibatan perempuan dalam tim relawan 13. Peta dan Analisa risiko 14. Peta dan jalur evakuasi serta tempat pengungsian 15. SPD berbasis masyarakat 16. Pelaksanaan mitigasi structural (fisik) 17. Pola ketahanan ekonomi untuk mengurangi kerentanan masyarakat 18. Perlindungan kesehatan kepada kelompok rentan 19. Pengelolaan SDA untuk PRB 20. Perlindungan asset produktif utama masyarakat. 21. Pemulihan awal secara dini. Minimal 30% perempuan tergabung dalam tim relawan desa Minimal 30% perempuan terlibat dalam seluruh proses PB (pra, sat, pasca) Ada 9 parameter penggunaan indikator desa/kelurahan tangguh 1. Tersosialisasi di masyarakat 2. Implementatif 3. Sesuai ancaman 4. Tepat guna 5. Memperhatikan kearifan local 6. Memenuhi kebutuhan khusus 7. Ada upaya 8. Ada mekanisme 9. Ada PERDA 29 Data Dasar dan Indikator Komunitas Tangguh Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

30 Perlindungan Pelaku PRBBK dan Kelompok Rentan Berbasis Komunitas Perlindungan Pelaku PRBBK Dan Kelompok Rentan Oleh: Suhardi wiyanto Perlindungan Hukum UU NO 24 TAHUN 2007 UU NO 20 TAHUN 2014 UU NO 8 TAHUN 2016 SENDAI FRAMEWORK FOR DRR 2015 PERKA 14 TAHUN 2014 Perlindungan Pelaku Prbbk Diperlukan Regulasi khusus untuk pelaku Asuransi pelaku PB Kelompok Rentan Penyandang Disabilitas Lansia Ibu Hamil Anak anak Permasalahan Pokok Kelompok Rentan Mempunyai kerentanan lebih Aksesibilitas yang belum aksesibel Kapasitas Rendah Belum/tidak bisa berpartisipasi Penyandang Disabilitas Merupakan Kelompok yang mempunyai kerentanan 2-4 x lebih tinggi : * mempunyai kebutuhan spesifik * memerlukan perlakuan spesifik * kendala mobilitas * kendala komunikasi * banyak kebutuhan difabel blm tercukupi * aksesibilitas yang minim * kapasitas rendah * banyak yang belum memahami * banyak yang salah mempersepsikan * cara evakuasi blm ramah * tempat evakuasi blm ramah * belum / tidak bisa partisipasi Perlindungan Kelompok Rentan Data Pilah Aksesibilitas Peningkatan Kapasitas Partisipasi Prioritas Perlindungan 30 Perlindungan Pelaku PRBBK dan Kelompok Rentan Berbasis Komunitas Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

31 Sister Village dan Sister Disabilitas Akomodasi yang layak EWS yang akses Peta Kelompok Rentan Kajian Kebutuhan Kelompok Rentan Adanya dukungan untuk anak terus berkembang Non Diskriminasi Kesetaraan dan kesempatan Kerangka Kerja Bersama Perlindungan Sister Village Sister Disabilitas Relawan khusus kel. rentan tidak mampu Jejaring Adanya tempat yang sesuai dengan untuk kelompok rentan seperti anak dan orang tua Pemenuhan kebutuhan 31 Perlindungan Pelaku PRBBK dan Kelompok Rentan Berbasis Komunitas Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

32 Pembelajaran Kebijakan PRBBK di Indonesia Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas Di Indonesia Oleh: Dr. Raditya Jati, S.Si., M.Si., Direktur Pemberdayaan Masyarakat KOMITMEN GLOBAL No SASARAN SFDRR PROFIL BENCANA DI INDONESIA ( ) 1 Mengurangi mortalitas per populasi global (Rerata < ) 2 Mengurangi warga terdampak per populasi global (Rerata < ) Korban meninggal: jiwa Warga terdampak: jiwa 3 Mengurangi kerugian ekonomi per PDB global (Rasio 2030 > 2015) 4 Mengurangi kerusakan terhadap sarpras penting dan gangguan terhadap pelayanan dasar (Nilai 2030 > 2015) 5 Meningkatkan negara yang memiliki strategi PRB nasional dan lokal (Nilai 2030 > 2015) 6 Meningkatkan kerjasama internasional untuk negara berkembang (Nilai 2030 > 2015) 7 Meningkatkan ketersediaan dan akses terhadap EWS multi-ancaman dan informasi serta penilaian risiko bencana (Nilai 2030 > 2015) Kerugian: USD 2,058,687,174 ( )* Kerusakan Sarpras penting: Gangguan pelayanan dasar: unit fasilitas peribatan, pendidikan, dan kesehatan rusak Strategi PRB nasional: RPJMN , Renas PB Strategi PRB lokal: RPB di 34 provinsi, RPB di sebagian kab/kota Kerjasama internasional: Ketersediaan EWS: sistem peringatan dini per jenis ancaman masih bersifat lokal, sebagian sistem belum berfungsi dengan baik, kemampuan masyarakat dalam merespon masih perlu ditingkatkan. Akses terhadap EWS:belum tersedia secara baik untik keselurhan wilayah Indonesian dan belum fungsional RPJMN BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA 32 Pembelajaran Kebijakan PRBBK di Indonesia Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

33 Kegiatan yang berpotensi didukung TNI: Penyusunan renkon (kabupaten, provinsi, nasional) Menyusun rencana dan pelaksanaan latihan (TTX, Geladi Peta, CPX) Gladi Posko di 42 Danrem dan 279 Dandim. Memperkuat early warning dan memberikan informasi awal kejadian bencana. Membantu kegiatan mitigasi bencana dengan gerakan untuk penghijauan, normalisasi sungai, pencegahan abrasi dengan pemasangan bronjong, dll. Menjadi pelopor Desa Tangguh Bencana di daerah-daerah rawan bencana. PRIORITAS BNPB ( ) 1. Mempercepat penyelesaian pembangunan Sistem Peringatan Dini Nasional untuk bencana alam, 2. Meningkatkan kapasitas masyarakat melalui program pembentukan Desa Tangguh Bencana di 136 kab/kota, 3. Membangun sistem logistik kebencanaan nasional di 6 wilayah pulau, beserta kelengkapan sarana transportasinya, 4. Meningkatkan ketersediaan logistik dan peralatan kebencanaan daerah, 5. Meningkatkan jumlah kajian risiko bencana, 6. Meningkatkan kesiapan sumber daya nasional dalam menghadapi kejadian keadaan darurat bencana (pendidikan, pelatihan dsb), 7. Percepatan manajemen pemulihan pascabencana, 8. Mengkoordinasikan upaya-upaya khusus untuk pengurangan dampak bencana hidrometeorologi. Hasil survey di Jepang, Great Hansin Earthquake 1995, korban selamat karena diselamatkan oleh: Diri sendiri 35% Anggota Keluarga 31,9 % Teman/Tetangga 28,1% Orang lewat 2,60% Tim SAR 1,70 % Lain-Lain 0,90% 33 Pembelajaran Kebijakan PRBBK di Indonesia Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

34 Konsepsi pengurangan risiko bencana 1. Menjauhkan masyarakat dari bencana 2. Menjauhkan bencana dari masyarakat 3. Hidup harmoni dengan bencana 4. Menumbuhkembangkan dan mendorong kearifan lokal masyarakat dalam penanggulangan bencana Masyarakat dan bangsa tangguh bencana Mampu menyerap informasi bahkan mengembangkannya Mampu untuk mengantisipasi Mampu melawan (melindungi diri) atau menghindar Mampu beradaptasi Mampu pulih kembali lebih baik dan lebih aman Ketangguhan dijelaskan sebagai kemampuan sebuah sistem, komunikasi atau masyarakat yang terpapar ancaman untuk melawan, menyerap, mengakomodasi dan memulihkan diri dari dampak suatu bahaya secara cepat dan efisien, termasuk melestarikan dan memulihkan struktur dan fungsi dasar yang penting (UNISDR, 2009) PRBBK : Sebuah pendekatan yang mendorong komunitas akar rumput dalam melakukan interpretasi sendiri atas apa yang dihadapi, melakukan prioritas penanganan pengurangan yang dihadapinya, serta memantau dan mengevaluasi sendiri kinerjanya dalam upaya PRB Interpreta si analisa HVC - Asessmen t Tindakan prioritas mengurangi risiko Monitorin g dan Evaluasi Mandiri 34 Pembelajaran Kebijakan PRBBK di Indonesia Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

35 Manajemen Risiko Manajemen Krisis Siklus Penanggulangan Bencana 35 Pembelajaran Kebijakan PRBBK di Indonesia Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

36 Negatif Positif Pembangunan dan bencana Pembangunan Pembangunan dapat memunculkan bahaya & Meningkatkan kerentanan Pembangunan dapat mengurangi dan mencegah bahaya & kerentanan Bencana dapat memundurkan pembangunan Bencana dapat memberikan peluang pembangunan Bencana Kelompok usia dalam PRBBK Anak-anak Remaja Dewasa terlibat/ tidak terlibat Lanjut Usia 36 Pembelajaran Kebijakan PRBBK di Indonesia Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

37 Pelaku PRBBK yang terlibat hanya terbatas pada kelompok usia dewasa, belum melibatkan seluruh kelompok usia dalam masyarakat Indikator Proses PRBBK Membentuk Pelaku PRBBK Melakukan Kajian Risiko Membuat Laporan Kajian Risiko dan Diseminasi Mambuat Rencana Pengelolaan Risiko Melakukan rangkaian kegiatan pengurangan risiko Melakukan rangkaian kegiatan monitoring dan evaluasi Indikator Outcome PRBBK Organisasi Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (CBDMO) Alokasi sumberdaya internal untuk PRBBK Peta Kajian Risiko Bencana Berbasis Komunitas Rencana Aksi Komunitas untuk PRB Training Komunitas untuk PRB Pembelajaran Komunitas untuk PRB Latihan/Gladi Kesiapsiagaan Komunitas Sistem Peringatan Dini berbasis Komunitas TERIMA KASIH DEPUTI BIDANG PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA GEDUNG GRAHA BNPB, JL. PRAMUKA NO. 38 LANTAI 14 - JAKARTA TIMUR GEDUNG INA-DRTG, KAWASAN IPSC SENTUL JAWA BARAT 37 Pembelajaran Kebijakan PRBBK di Indonesia Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

38 Pendanaan, Pemangku Kepentingan, Budget dan Evaluasi PRBBK Strategi Penganggaran dalam Upaya Membangun Ketangguhan Berbasis Masyarakat di Sumatra Barat 10 Oleh: BPBD Provinsi Sumatra Barat Oleh karena itu diperlukan Upaya yang sangat kuat Mengarusutamakan PRB dalam Perencanaan dan Penganggaran yang Kolaboratif, dimana; setiap 1 dollar yang diinvestasikan pada program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dapat mengurangi kerugian hingga 7 dollar saat terjadi bencana. (UNDP) Praktik Baik dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana/Pembangunan Ketangguhan Berbasis Masyarakat Pengembangan UMKM Tangguh yang didukung oleh Klinik UMKM Tangguh di Tiku Kabupaten Agam, kolaborasi masyarakat dengan sektor swasta, Pemda Agam dan NGO Program PRB inklusi di Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Pesisir Selatan Pengembangan Sekolah Lapang untuk isu Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas dan Perubahan Iklim yang di kembangkan di Kabupaten Padang Pariaman Pengembangan Sekolah Cerdas Bencana yang diinisiasi BPBD Kota Padang bersama KOGAMI, Jemari Sakato dan Organisasi Masyarakat Pemerhati Bencana di Kota Padang Optimalisasi Penyuluh Pertanian (dengan konten Masyarakat Ketangguhan) yang tertuang dalam MoU antara Badan Kordinasi Penyuluh (BAKORLUH) Sumatra Barat dengan BPBD Provinsi Sumatra Barat Alokasi Dana Operasional Kelompok Siaga Bencana (KSB) di Kabupaten Tanah Datar Pengembangan Program Nagari Kembar (Nagari Terdampak) dengan (Nagari Penyangga) untuk memastikan lokasi evakuasi yang aman bagi kawasan terdampak Tantangan Kita Kesenjangan Pemahaman diantara pegiat Penanggulangan Bencana (Pra, Saat dan Pasca), yang memiliki kecenderungan menunggu beraktifitas setelah kejadian bencana dan cenderung gagap mempersiapkan ketangguhan nagari dan komunitasnya. Kebijakan yang (pada saat tertentu) masih tumpang tindih antar pembuat kebijakan dimana berdampak pada kekurang terpaduan dan kekurang serasian dan kordinasi pada saat implementasi berbagai program Mindset proyek pada beberapa kasus yang kurang memberikan perhatian pada dokumen pembelajaran (data) serta aspek kemandirian dan keberlanjutan. Penggunaan anggaran pemerintah (APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota) yang cenderung terserap untuk Belanja Tidak Langsung, Operasional Kantor dan Belanja Modal sehingga 10 Disampaikan Pada KNPRBBK XIII di Mataram, Lombok, September Pendanaan, Pemangku Kepentingan, Budget dan Evaluasi PRBBK Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

39 Belum optimalnya pengelolaan potensi sumberdaya (nagari, anggaran lintas OPD, sektor swasta dan dana fund raising) sehingga tidak sedikit potensi yang ada terpakai/dioptimalkan untuk pengembangan Nagari Tangguh Bencana secara tidak efektif, tidak efisien dan (kadang-kadang) tidak berkeadilan Potensi Kita Ketersediaan pendanaan pada tingkat nagari (dana desa) yang potensial bagi pengurangan risiko bencana/pembangunan ketangguhan berbasis masyarakat. Program dan pendanaan lintas sektor (OPD) Provinsi; Program Pembinaan Kelompok Ketahanan Keluarga dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (1 Nagari Pada semua Kabupaten/Kota) Program Nagari Mandiri Pangan dari Dinas Ketahanan Pangan (32 Nagari pada 19 Kabupaten/Kota dengan Dana 2,4 Milyar) Dinas Kesehatan dengan Program Desa Siaga, dan juga berkordinasi dengan Dinas Ketahanan Pangan untuk Program Kawasan Mandiri Pangan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sijunjung dan Kepulauan Mentawai Program Kampung Siaga Bencana (KSB) dari Dinas Sosial di Solok Selatan, Dharmasraya, 50 Kota dan Padang Pariaman Program POKMASWAS dari Dinas Kelautan, khususnya untuk Kawasan Pesisir di 7 (tujuh) Kabupaten Kota Ketersediaan program kegiatan pada OPD Kabupaten Kota On call budget untuk kasus tertentu (BAPPEDA Provinsi) Sumber pendanaan alternatif dari Badan Usaha Milik Daerah/Negara, Sektor Swasta, NGO serta pendanaan mandiri (fund raising) kelompok swadaya/siaga bencana di Nagari Tujuan dan Hasil yang Diharapkan (Kerangka Aksi Sendai) Mencegah dan menurunkan kerentanan dan keterpaparan Mencegah timbulnya risiko baru dan mengurangi risiko Pengurangan secara signifikan risiko dan kerugian akibat bencana Meningkatkan resiliensi melalui kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan Program Ketangguhan Berbasis Masyarakat, menggunakan indikator DESTANA; Aspek Legislasi Aspek Perencanaan 39 Pendanaan, Pemangku Kepentingan, Budget dan Evaluasi PRBBK Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

40 Aspek Kelembagaan Aspek Pendanaan Aspek Pengembangan Kapasitas Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Model Pembiayaan Pengembangan Ketangguhan Berbasis Masyarakat Masuk dalam Skema Pembiayaan Reguler APBD/APBNag Kerjasama Pembiayaan Mandiri (Fund Raising Kelompok) Model Pembiayaan Lintas Dinas/Badan (OPD) Kerjasama Kemitraan Sharing Nilai/Manfaat dan Sharing Risiko 40 Pendanaan, Pemangku Kepentingan, Budget dan Evaluasi PRBBK Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

41 Model Pengembangan Pembiayaan Ketangguhan Nagari Berbasis Masyarakat di Tiku Kabupaten Agam Peluang-peluang Revisi RPJMD dan RTRW Provinsi Sumatra Barat, terbuka untuk memperkuat Misi 5 dalam konteks Penanggulangan Bencana 41 Pendanaan, Pemangku Kepentingan, Budget dan Evaluasi PRBBK Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

42 keterbukaan Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Dinas Kesehatan dan Dinas Kelautan untuk berkolaborasi dan berkordinasi dengan BPBD dalam membangunan Katangguhan Berbasis Masyarakat Ketersediaan beberapa Program NGO (ASB, Jemari Sakato, dan lain-lain) melalui Program PRB inklusi, Sekolah Cerdas Bencana, UMKM Tangguh, dan lain-lain Reses anggota DPRD pada Dapil, yang menjadi bahan untuk Pokok Pikiran DPRD dalam menentukan/menetapkan Kebijakan Umum Anggaran dan Platform Prioritas Anggaran Sementara (KUA PPAS) APBD Rekomendasi Perlu Peningkatan Pemahaman diantara pegiat Penanggulangan Bencana (Pra, Saat dan Pasca), lebih pro aktif mempersiapkan ketangguhan nagari dan komunitasnya. Penyesuaian Kebijakan dan kordinasi antar pembuat kebijakan sehingga lebih terpadu dan serasi serta terkordinasi pada saat implementasi berbagai program Mengembangkan kegiatan kegiatan agar memberikan perhatian pada dokumen pembelajaran (data) serta aspek kemandirian dan keberlanjutan. Mengoptimalkan Penggunaan anggaran pemerintah (APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota) dengan memasukan indikator desa tanggguh bencana kedalam Renstra OPD Mengoptimalkan pengelolaan potensi sumberdaya (nagari, anggaran lintas OPD, sektor swasta dan dana fund raising) sehingga potensi yang ada bisa lebih efektif, efisien dan berkeadilan Memperkuat Kelompok Siaga Bencana (KSB), dan memfasilitasi hubungan yang lebih produktif dengan Anggota DPRD dari Dapilnya 42 Pendanaan, Pemangku Kepentingan, Budget dan Evaluasi PRBBK Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

43 Kesiapsiagaan Bencana Pemodelan Pusat Informasi Dan Edukasi Pengurangan Risiko Bencana Dan Adaptasi Perubahan Iklim Berbasis Teknologi Yang Ramah Anak Dan Orang Muda Di Kota Jakarta Oleh: Adelina R.Simatupang, Urban Disaster Risk Reduction (DRR) Coordinator, Plan International Indonesia, Menara Duta Building 2nd Floor, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. B-9 Kuningan, Jakarta Selatan 12910, Indonesia, e- mail: Abstrak Tulisan ini merupakan bagian pemodelan edukasi pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim yang ramah anak dan orang muda untuk kota Jakarta demi mewujudkan masyarakat perkotaan yang tangguh bencana (urban resilience). Pemodelan pusat informasi dan edukasi yang berbasis teknologi ini menjadi salah satu pusat informasi dan eduaksi pertama di Kota Jakarta yang berbasis anak dan orang muda yang terintegrasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI. Jakarta yang di kenal dengan SIGAB (Pusat EdukaSI SiaGA Bencana). Selain kepentingan penyadaran informasi dan edukasi pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim yang ramah anak serta inklusi, SIGAB berfungsi sebagai alat sistim peringatan dini bencana yang terhubung langsung dengan Pusat Data Informasi Bencana (PUSDATIN) BPBD DKI. Jakarta. Penggunaan SIGAB yang difasilitasi modul Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim di masyarakat khususnya Kelurahan Duri Utara Kecamatan Tambora Jakarta Barat telah memberikan dampak pengetahuan dan keterampilan anak dan orang muda yang mengakses informasi dan edukasi. Dampak tersedianya SIGAB di Kelurahan Duri Utara secara signifikan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta sebesar 22,66% melalui kelas pelatihan melalui pre test dan post test Kata Kunci : Urban Resilience, Anak dan orang muda, Adaptasi Perubahan Iklim, Pengurangan Risiko Bencana Perkotaan, SIGAB 1. PENDAHULUAN Anak muda merupakan mata air perubahan dan kunci masa depan bagi masyarakat, negara maupun bangsanya. Mereka lahir untuk berperan mendorong perubahan. Dunia yang berubah dengan perkembangan teknologi, salah satunya faktor pendorongnya adalah anak muda yang menjadi generasi millennium abad ini. Menurut Badan kesehatan Dunia (World Health Organization) batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. MenurutDepartemen kesehetan Republik Indonesia adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBNadalah 10 sampai 19 tahun (Widyastuti dkk., 2009)[1] Para remaja atau anak muda yang biasa di kenal dengan Generasi millennial adalah generasi yang lahir diawal tahun 1980anhingga akhir 1990an, tumbuh dan Gambar1. Pengertian Pemuda berkembang ditengah hiruk pikuk majunya teknologi komunikasi yang demikian cepat. Kehidupan generasi muda masa sekarang tak lepas dari kehidupan teknologi yang modern terutama di perkotaan, sering disebut generasi gadget, dimana anak-anak muda mengahbiskan waktunya di depan layar datar baik Handphone dan Game online yang menghabiskan hampir setengah hari dari 43 Kesiapsiagaan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

44 waktu kehidupan mereka. Generasi sosial media dan generasi lampu merah adalah kehidupan yang erat dianatara anak muda urban. Selain itu ancamana tawuran dan narkoba serta permasalahan sosial lainnya seperti prostitusi online menambah carut marut kehidupan anak muda di perkotaan khususnya kota Jakarta. Sebagian besar kehidupan di Jakarta tak seindah dan sekokoh megah bangunan gedung bertingkat, kebakaran dan banjir menjadi ancaman bencana di kota Jakarta. Kemajuan teknologi ini sendiri tidak selalu berdampak negatif karena berhasil menghadirkan generasi anak muda yang lebih luwes dalam interaksi, toleran dengan perbedaan kultur serta cepat peduli dan responsif terhadap berbagai kejadian yang terjadi disekelilingnya. Namun disisi lain, derasnya informasi yang dihadirkan melalui internet ini, disadari telah menghasilkan distorsi dan eksternalitas buat anak muda dan masyarakat. Mereka begitu rentan dengan berbagai hal-hal negative ketika mengkonsumsi informasi dan pengetahuan yang salah. Hadirnya internet dan gadget dapat menjadi peluang bagi Anak muda yang merupakan bagian dari generasi untuk dapat mengakses informasi dan edukasi yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim yang menjadikan wilayah tempat mereka rentan terhadap bencana banjir dan kebakaran. 2. JAKARTA DAN POTENSI BENCANA Hasil kajian sejumlah institusi, seperti Economy and Environment Program For Southeast Asia (EEPSEA) dan World Bank telah menyebutkan bahwa Jakarta merupakan salah satu daerah yang cukup rentan terhadap perubahan iklim. Resiko terbesar dari iklim yang berubah ini ialah makin rentannya banjir terjadi di Kota ini.perubahan iklim yang tengah terjadi ini ditandai oleh beberapa kondisi, antara lain meningkatnya frekuensi dan intensitas curah hujan, meningkatnya suhu rata-rata, dan kenaikan permukaan tinggi air laut. Kondisi faktual Kota Jakarta sebagai kota delta seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, telah membuat banjir dan bencana lain begitu mudah terjadi. Hal tersebut tentunya akan makin bertambah rentan ketika dampak perubahan iklim melanda Jakarta.Analisis trend iklim historis hingga 30 tahun ke belakang, menunjukkan telah terjadi kenaikan suhu rata-rata di wilayah Jakarta. Namun kenaikan ini sendiri tidak disertai dengan perubahan curah hujan yang signifikan, meski semuanya bisa saja memiliki kecenderungan yang berubah pada periode mendatang.[2] Hasil analisis BMKG menunjukkan, meskipun proyeksi prosentase perubahan suhu udara rata-rata dari tahun dengan baseline data ( ), cenderung menurun dengan curah hujan mencapai - 0,43%. Namun prosentase perubahan curah hujan pada periode bulan basah (Januari- Februari) di tahun 2030 nanti, mengalami peningkatan 4,09% dari prosentase perubahan curah hujan bulan basah (Januari- Februari) saat ini yaitu 0,3%. Di saat terebut, antara bulan Januari-Februari umumnya merupakan puncak terjadinya banjir. Karena itu peningkatan suhu, curah hujan, topografi wilayah dan kualitas lingkungan yang ditenggarai semakin menurun, menjadi faktor terkuat yang mempengaruhi peningkatan ancaman bencana di Jakarta. Selain banjir dan rob, penurunan permukaan tanah, wabah, dan abrasi merupakan dampak lainnya yang harus diwaspadai khususnya pada wilayah pesisir Kota Jakarta. Curah hujan yang terjadi di atas normal serta pergantian cuaca yang kurang stabil, merupakan kondisi yang juga harus diwaspadai karena bisa berpengaruh pada peningkatan penyebaran penyakit di Kota Jakarta. Sebagai ilustrasi, pergantian hujan lebat menjadi panas terik matahari yang menyengat mendorong perkembangbiakan nyamuk dengan cepat. Bertambahnya luasan genangan air di tempat-tempat penampungan air juga dapat menambah tempat perindukan nyamuk. Akibat meningkatnya jumlah nyamuk ini, membuat Jakarta akan semakin rawan terhadap penyebaran penyakit Demam Berdarah dan membuat ketidaknyamanan sendiri bagi masyarakat. [3] Banjir sudah terjadi sejak Jakarta dibangun oleh Jan Pieters Z. Coen di awal abad 44 Kesiapsiagaan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

45 ke 17. Karena itu secara historis semenanjung dan Teluk Jakarta memang rawan banjir akibat peningkatan debit air sungai-sungai Cisadane, Angke, Ciliwung, Bekasi dan Citarum pada musim hujan. Dengan pertumbuhan permukiman dan perkotaan yang tak terkendali disepanjang dan disekitar daerah aliran sungai, tidak berfungsinya kanal-kanal dan tiadanya sistem drainase yang memadai, telah mengakibatkan Jakarta dan kawasan di sepanjang daerah aliran sungai menjadi sangat rentan terhadap banjir. Karena itu peristiwa banjir yang terjadi di Jakarta ini dari tahun ke tahun, cenderung meningkat luasannya. Pada tahun 1980, daerah genangan Jakarta telah mencapai seluas 7,7 km2, pada tahun 1996 seluas 22,59 km2, pada tahun 2002 adalah seluas 167,88 km2, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 238,32 km 2. Di tahun 2002, daerah genangan diperkirakan mencapai sekitar 13 persen dari keseluruhan wilayah DKI Jakarta. Pada banjir tahun 2007 luas genenangan tersebut meningkat hingga 37 persen dari wilayah DKI Jakarta.[4] Dari berbagai pengalaman terjadinya banjir di Jakarta, faktor penyebabnya dapat diidentifikasi sebagai berikut: Luapan air sungai karena aliran air dari hulu yang melebihi kapasitas sungai; Tidak memadainya fungsi saluran drainase serta semakin berkurangnya daerah resapan; Sulitnya pemeliharaan sungai karena sebagian bantaran sungai telah digunakan sebagai permukiman; Pola pengelolaan sampah yang buruk dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam kebersihan lingkungan; Kerusakan lingkungan daerah tangkapan air di bagian hulu sungai akibat pemanfaatan yang kurang terkendali. Curah hujan tinggi; Naiknya permukaan air laut dan sungai yang dipengaruhi oleh pemanasan global; Faktor tersebut makin diperburuk oleh perilaku yang dilakukan (atau tidak dilakukan) manusia dalam mengatur dan memelihara lingkungan perkotaan yang berkembang serta infrastrukturnya. Bencana lain di Jakarta yang turut dipicu oleh iklim yang berubah adalah kebakaran. Dengan terjadinya kecenderungan kemarau yang lebih panjang dan kering sangat berpotensi memicu meningkatnya tingkat ancaman kebakaran. Kondisi kemarau juga dapat berpengaruh terhadap kelangkaan air sebagai sumber utama pemadaman kebakaran.dinas Pemadam Kebakaran mengidentifikasi daerah-daerah yang rawan kebakaran, secara umum memiliki karakteristik: memiliki jalan lingkungan yang sempit; banyaknya belokan yang menyulitkan kendaraan pemadam untuk berbelok; bahu jalan yang digunakan parkir kendaraan; jarak antar bangunan sangat rapat dan tidak teratur; sumber air yang langka serta perilaku masyarakat yang kurang kooperatif. Sedangkan pada lingkungan perdagangan seperti pasar dan fasilitas umum, faktor penyebabnya karena pada lokasi tersebut menyimpan banyak material yang mudah terbakar dan minimnya pengawasan pada jam-jam tertentu.secara ekonomi, kebakaran mengakibatkan kerugian materi yang tidak sedikit. Pada tahun 2011, kebakaran yang terjadi di Jakarta telah mengakibatkan kerugian sebesar Rp.219 Miliar dengan total area kebakaran mencapai 444 hektar.[5] Di wilayah DKI Jakarta setidaknya terdapat 53 kelurahan yang rawan bencana kebakaran dari total 144 Kelurahan yang ada. Terdapat sejumlah factor yang mempengaruhi kerentanan terjadinya kebakaran yaitu: (1) keberadaan pemukiman padat; (2) pemahaman dan kesadaran masyarakat yang minim mengenai penggunaan alat elektronik secara aman; serta (3) ketidakmampuan untuk menyiapkan system proteksi terhadap kebakaran.pemukiman padat merupakan kawasan yang sangat potensial rentan untuk terjadi kebakaran pada skala massif. Pemukiman padat di Jakarta merupakan konsentrasi kemiskinan, rumah-rumah tanpa jarak yang cukup antara satu dengan yang lain dan material rumah yang non-permanen hingga semi permanen yang mudah terbakar. Faktor kelalaian dan minimnya pemamahan serta kesadaran masyarakat termasuk pula yang mendorong meningkatnya kerawanan terjadinya kebakaran. Ledakan 45 Kesiapsiagaan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

46 kompor, dan api dari bekas rokok menjadi pemicu terjadinya kebakaran pada sejumlah kasus yang terjadi.bahaya kebakaran diperkirakan akan terus menjadi ancaman apabila tidak tumbuh kesadaran masyarakat, peningkatan kualitas infrastruktur serta kemampuan dan kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah terkait yang memiliki TUPOKSI pada penanggulangan kebakaran. Fokus keisapsiagaan ini meliputi pemukiman warga, area pasar dan bisnis menjadi ancaman yang tinggi dan dapat terjadi kapan saja di Wilayah DKI. Jakarta, sehingga dibutuhkan peranan berbagai pihak dan salah satunya adalah anak muda yang memiliki potensi untuk memberikan partisipasi dalam menurunkan angka kejadian, kerugian dan kerusakan dikarenakan kebakaran. 3. PUSAT EDUKASI SIAGA BENCANA (SIGAB) RAMAH ANAK DAN ORANG MUDA Bagaimana memberdayakan anak dan oang muda menjadi agen perubahan dimasyarakat adalah menjadi hal penting, karena dengan pelibatan partisipasi anak dan orang muda dalam pengurangan risiko bencana serta adaptasi perubahan iklim akan membangun budaya siaga bencana di masyarakat. Karena ancaman bencana di perkotaan akan selalu ada, baik dari perubahan iklim maupun karena faktor manusia yang berhubungan dengan perilaku melestarikan lingkungan. Melalui proyek membangun resiliensi masyarakat perkotaan dengan pelibatan aksi anak dan orang muda, Plan International Indonesia melalui dukungan dana international DFAT- AusAid, memfasilitasi model pendidikan dan pelatihan Pengurangan Risiko Bencana dan Adapatasi Perubahan Iklim yang ramah anak dan orang muda berbasis teknologi. Pusat informasi komunikasi ini dikenal dengan SIGAB, dimana anak-anak muda diperkotaan memiliki pusat informasi yang berfungsi sebagai tempat belajar dan berlatih juga sebagai sistim peringatan dini di wilayah tempat tinggalnya karena terintegrasi dengan Pusat Data Informasi (PUSDATIN) BPBD DKI. Jakarta dengan call center 112. Prinsip dari SIGAB ini selain lokasi yang mudah di akses dan struktur bangunan yang aman banjir dan gempa karena sudah di retrofitting, juga ramah pada disabilitas dengan adanya akses ramp. Tempat belajar yang ramah anak, dimana anak dan orang muda memiliki jam belajar secara mandiri dan difasilitasi oleh fasilitator dari anak muda yang sudah terlatih. Ramah anak dan orang muda menjadi nilai pelaksanaan SIGAB dimana satu sama lain dari peserta didik dan orang dewasa secara sadar berupaya menjamin dan memenuhi hak-hak anak dalam setiap aspek kehidupan secara terencana dan bertanggung jawab. Prinsip utama adalah non diskriminasi kepentingan, hak hidup serta penghargaan terhadap anak dan orang muda. Sebagaimana dalam bunyi pasal 4 UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, menyebutkan bahwa anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Gambar 2. Kerangka Dasar Memahami Mitigasi Bencana di Kota Jakarta Sebagaimana disebutkan salah satunya adalah hak mendapat pendidikan tentang kebencanaan dan perubahan iklim serta dapat berpartisipasi yang dijabarkan sebagai hak untuk berpendapat dan didengarkan suaranya. SIGAB terbuka melibatkan anak muda di perkotaan untuk berpartisipasi dalam segala kegiatan, kehidupan sosial,serta mendorong tumbuh kembang dan kesejahteraan anak dan orang muda Konsep Modul dan Pelatihan Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim 46 Kesiapsiagaan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

47 Secara konseptual pendekatan yang tepat dalam membangun kesadaran akan adaptasi perubahan iklim dan resiko bencana pada masyarakat perkotaan ialah dengan meningkatkan pengetehauan dan kemandirian dari masyarakat yang terdampak. Masyarakat tanpa disadari sebenarnya telah memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam beradaptasi dari pengalaman-pengalaman yang dihadapi dalam menghadapi situasi alam dan bencana baik secara individu maupun kolektif. Adaptasi tidak bisa digeneralisasi dan disimplifikasi dengan satu pendekatan tertentu, namun sebagai sebuah respon alamiah, kemampuan ini muncul dan terasah sesuai tempat dan konteksnya secara spesifik. Karena itu dalam upaya memperkuat kapasitas adaptasi dan kemampuan menghadapi bencana dari masyarakat ini, tidak lain harus dibangun dan diasah dari kemampuan dasar yang telah dimiliki oleh suatu masyarakat sebagai sebuah kearifan lokal. Dari kemampuan dasar inilah kemudian dikembangkan agar makin tangguh dan optimal sebagai sebuah kemampuan berkapasitas dalam beradaptasi menghadapi perubahan iklim dan resiko bencana. Dalam upaya mengembangkan modul yang digunakan sebagai sumber pembelajaran dalam Pusat Komunikasi Informasi dan Edukasi Pengurangan Resiko Bencana dan Perubahan Iklim yang ramah anak dan orang muda, maka akan dikembangkan 3 (tiga) tangga pengetahuan yang perlu dilewati oleh pelaku pembelajaran, dalam hal ini anak muda, untuk menguasai kemampuan adaptasi perubahan iklim dan resiko bencana. Keempat tangga pengetahuan ini merupakan eskalasi pengetahuan yang secara bertahap harus dikuasai oleh peserta pembelajaran dalam membangun kemampuan adaptasi dan mengelola bencana. Modul terdiri atas 2 bagian utama, yaitu modul dasar dan modul pokok. Modul dasar berisikan mengenai pemahaman kebencanaan, konsep dan prinsip-prinsip pengurangan resiko bencana serta perubahan iklim, sementara modul pokok berisikan materi-materi utama yang harus dilakukan bagi fasilitator dan peserta kegiatan pelatihan. Modul ini berupa aplikasi permainan dan interaktif yang disesuaikan dengan tingkat usia dan motorik anak yaitu antara Tahun. [6] Di dalam modul ini, pelaku pembelajaran dikenali untuk mengetahui dua jenis bencana yang paling tinggi intensitas terjadinya di Kota Jakarta, yaitu banjir dan kebakaran. Peserta pembelajaran diajak untuk mengetahui kondisi eksisting dari Kota Jakarta berikut intensitas, penyebab dan dampak dari kedua bencana tersebut. Melalui modul dasar ini, peserta pembelajaran ingin dikenalkan pula dengan kerentanan penduduk Jakarta terhadap bencana-bencana yang kerap terjadi di masyarakat. Termasuk ketersediaan system dan perangkat yang dimiliki Pemerintah Daerah maupun masyarakat di lingkungan sekitar dalam penanganan bencana tersebut. Gambar 3. Tampilan start awal aplikasi modul pelatihan PRB API Dari pemahaman dasar ini, peserta pembelajaran kemudian diajak untuk mulai memikirkan strategi penanganan yang sekiranya dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri di dalam menghadapi bencana beserta dampaknya tersebut. Keberadaan system informasi yang tepat dan akurat untuk mengetahui ancaman dan resiko bencana kebakaran dan banjir menjadi demikian penting untuk dibangun dan didayagunakan oleh masyarakat. Demikian pula dengan peningkatan kesadaran masyarakat yang dibangun dari pengetahuan dasar yang dimiliki terhadap bencana 47 Kesiapsiagaan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

48 menjadi langkah penting untuk dimiliki dalam merespon ancaman bencana. Upaya membangun kesadaran masyakat efektif dilakukan bila dibangun dari internal masyarakat itu sendiri melalui berbagai media yang dimiliki dan dimanfaatkan sendiri oleh masyarakat. Dengan kesadaran yang terbangun diharapkan dapat mendorong terciptanya gerakan komunal mengenai kesiapsiagaan terhadap bencana yang terbangun secaa kolektif dimasyarakat. Gambar 5. Memahami Resiko Bencana di Lingkungan Sekitar Diharapkan dengan mengetahui beberapa pengetahuan dasar ini, peserta pembelajaran dapat memiliki pengetahuan dasar untuk menemukenali profil dari bencana yang terjadi, berikut upaya yang bisa dilakukan dalam menghadapi dan antisipasi bencana banjir dan kebakaran di masyarakat. Dengan pengetahuan dasar ini diharapkan pula dapat terbangun kesadaran awal tentang pentingnya membangun gerakan komunal kesiapsiagaan bencana ditengah masyarakat. memuat tentang wilayah jakarta dengan ancaman bencana di masing-masing wilayah bagian kota Jakarta serta aktor-aktor yang terlibat dalam penaggulangan bencana Modul 2 Memahami Resiko Bencana di Lingkungan Sekitar Didalam modul kedua ini, peserta pembelajaran diajak untuk mencermati dan memahami resiko bencana yang ada di lingkungan sekitar. Dengan tingginya frekuensi dan variasi terjadinya bencana baik dalam skala wilayah maupun pada skala lokal, terkadang data dan informasi mengenai bencana yang terjadi belum diolah menjadi pengetahuan yang dapat diakses dan diketahui public secara luas. Masyarakat sejatinya membutuhkan pengetahuan ini dalam upaya membangun kesadaran diri dan kolektif sebagai bagian dari bentuk adaptasi dan upaya pengurangan resiko bencana. Karena itu pada skala yang mikro dilingkungan sekitar tempat tinggal, area terdampak bencana dan kebakaran harus dapat terinfokan secara luas kepada masyarakat sekitar, baik secara intensitas maupun kecenderungan/tren kejadian. Dengan terinformasikannya area terdampak berikut intensitas, trend dan informasi lainnya, diharapakan dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan masyarakat dalam membangun pemahaman dirinya terhadap pentingnya memitigas resiko terjadinya bencana dimaksud Modul 1 : Hak dan Partisipasi Anak Muda dalam Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim Modul 1 memiliki muatan tentang pengenalan usia anak dan anak muda, peran sosial dan pengetahuan dasar tentang hak anak dan perlindungan anak, kesetaraan gender dan inklusi. Bagaimana setiap anak dan orang muda tanpa diskriminasi dapat berperan aktif dalam membangun resiliensi di kota tempat tinggalnya. Modul ini juga 48 Kesiapsiagaan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII Gambar 4. Kerangka Dasar Memahami Mitigasi Bencana di Kota Jakarta

49 Untuk membangun siklus pengetahuan ini, maka melalui modul ini dilakukan simulasi kepada peserta pembelajaran untuk melakukan inventarisasi kejadian bencana dan trend yang terjadi selama satu tahun terakhir. Dengan aktiitas interaktif, peserta pembelajaran akan diajak untuk melakukan pemetaan lokasi rawan bencana beserta area radius terdampak bencana diarea tempat tinggal mereka. Dari pemetaan awal ini, diharapkan peserta pembelajaran memahami pentingnya penyebarluasan informasi kejadian bencana kepada public dalam upaya membangun pengetahuan dasar tentang kesadaran memahani resiko bencana yang terjadi dilingkungan sekitar mereka sendiri Modul 3: Meminimalisasi Dampak dan Mengelola Resiko Modul ini merupakan lanjutan sekaligus pendalaman dari modul sebelumnya yang akan memberikan pengetahuan kepada peserta pembelajaran mengenai upaya yang dapat dilakukan dalam meminimalisasi dampak dan mengelola resiko. Masyarakat Jakarta diyakini memiliki kualitas yang lebih baik secara rata-rata nasional, namun tidak dapat dipungkiri tingkat kerentanan terhadap bencana juga tinggi. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya kerusakan dan kerugian yang dialami masyarakat ketika terkena bencana. Tingginya tingkat kerusakan dan kerugian ini terjadi salah satunya karena kapasitas masyarakat yang belum disiapkan secara sistimatis dalam mengantisipasi dan menangani bencana yang terjadi. Dengan minimnya edukasi secara khusus dan tersedianya informasi yang cukup dan mudah diakses bagi publik, masyarakat belum secara optimal memiliki kemampuan dalam tanggap bencana.karena itu di dalam modul ini akan dikenalkan aksi tanggap darurat bencana khususnya banjir dan kebakaran yang dapat dilakukan masyarakat dengan mengoptimalkan sarana dan prasarana yang eksisting ada dilingkungan sekitar maupun yang telah disapkan oleh Pemprov DKI Jakarta. Gambar 6. Bentuk aplikasi modul mengenali kerentanan sosial Dalam modul ini pula diuraikan upaya pengenalan strategi/tahapan adaptasi dan mitigasi bencana banjir dan kebakaran yang dapat dilakukan pada tingkat komunitas. Diharapkan dari pengetahuan ini, peserta pembelajaran dapat mampu membekali dirinya dengan pengetahuan umum tanggap bencana sesuai dengan kondisi lingkungan tempat tinggal, sehingga kapabel untuk selanjutnya melakukan aksi tanggap bencana baik untuk diri dan keluarganya maupun secara kolektif di lingkungan tempat tinggalnya. Gambar 7 Skema Meminimalisasi Dampak dan Mengelola Resiko Bencana 3.5. Modul 4: Mengorganisasi Aksi Adaptasi di Tengah Masyarakat Pada bagian akhir dari modul yang dikembangkan ini akan dielaborasi kemampuan peserta pembelajaran dalam mengorganisasi aksi adaptasi di tengah masyarakat. Dengan intensitas bencana dan 49 Kesiapsiagaan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

50 kerentanan yang dimiliki masyarakat terhadap bencana maka jelas, dibutuhkan aktivitas kolektif yang memadukan kemampuan antar individual untuk mengelola sumber daya dan informasi dalam upaya melakukan adaptasi dan pengurangan resiko bencana. Melalui modul ini, peserta pembelajaran akan dibangun kesadarannya untuk melakukan inisiasi aktivitas kolektif dalam bentuk forum rembug/komunikasi tingkat lingkungan warga terkecil (RT/RW) untuk membahas berbagai kemungkinan terjadinya bencana pada level lingkungan tempat tinggal beserta langkah antisipasi dan upaya penanggulangannya. Melalui forum-forum tersebut diharapkan terbangun gagasan kolektif yang disepakati sebagai agenda bersama warga untuk mengurangi resiko bencana. Dari agenda bersama ini diharapkan pembelajaran bagi para peserta pembelajaran yang terpasang pada Pusat Komunikasi Informasi dan Edukasi (PKIE) atau SIGAB. Keberadaan PKIE ini sendiri akan menjadi sarana pendukung dalam upaya meningkatkan kemampuan adaptasi dan pengelolaan resiko bencana masyarakat secara berkelanjutan.teknologi yang dikembangkan pada PKIE mencakup: Server pengendali Pengolahan data teks, foto, video Sistem basis data Pengolahan informasi (keadaan lingkungan - pencemaran, kondisi udara -, banjir, kebakaran). Panic button Interaksi / komunikasi dengan supra system (Jakarta Smart City) Gambar 8 Mengorganisasi Aksi Adaptasi di Tengah Masyarakat secara tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan masyarakat pada level komunitas untuk melakukan aksi langsung secara kolektif sebagai bentuk kesadaran dan upaya kolektif bersama mengurangi resiko bencana yang terjadi Perangkat Lunak Edukasi Dalam mendukung proses pembelajaran yang diuraikan dalam modul, didesain perangkat lunak edukasi yang terpasang pada personal computer sebagai alat bantu Gambar 9 Bagan Arsitektur Perangkat Keras Deskripsi system di atas secara garis besar terdiri dari Komputer desktop yang difungsikan sebagai server, PC desktop; berfungsi sebagai sarana untuk pembelajaran (learning). Aplikasi diakses dari server. Jumlah PC sebanyak 10 unit. Router; berfungsi untuk menghubungkan PC desktop ke server. Modem; berfungsi untuk akses internet dari server ke dunia luar. Pada system ini aplikasi dapat menerima dan menampilkan berita actual dari BPBD yang berhubungan untuk memberikan informasi sehingga dapat mengurangi resika dampak bencana. 50 Kesiapsiagaan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

51 Aplikasi; berfungsi sebagai sarana pembelajaran kesadaran dan pengetahuan pengurangan resiko bencana. Aplikasi juga dapat berhubungan dengan supra system (BPBD) dalam meneruskan berita atau informasi terkini. Untuk menjaga keamanan dan keakuratan data, pengguna harus mendaftar terlebih dahulu dan diverifikasi. Komunikasi antara tiap entitas (pengguna, local server dan supra system) dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komunikasi internet.pembangunan aplikasi pembelajaran Pengurangan Resiko Bencana (PRB) didisain seperti gambar di bawah. Start Login Not Pass Level 1 Pass Leve 1 Not Pass Level 2 Pass Level 2 Not Pass Level 3 Pass Level 3 GAMBAR 10 Disain Aplikasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Aplikasi PRB-API didisain dengan beberapa leveling (tahapan). Setiap peserta belajar mempunyai login masing-masing yang telah diverifikasi dan diberikan oleh admin. Sebelum mengakses aplikasi, peserta belajar memasukkan username dan password. Setelah proses verifikasi oleh system, peserta dapat mengakses aplikasi PRB. Aplikasi ini mempunyai tiga (3) tahapan. Tahap pertama berisi pengetahuan dasar dan umum tentang bencana. Peserta belajar akan dapat mengakses tahap berikutnya jika dan hanya jika perserta belajar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditampilkan pada akhir tahap satu. Jika tidak dapat memenuhi kriteria lulus, maka peserta harus mengulangi tahap satu. Sebaliknya, jika lulus, tahap dua dapat diakses. Hal ini berlaku juga untuk tahap dua menuju tahap tiga. Pada saat peserta sedang belajar atau menjawab pertanyaan-pertanyaan, jika ada informasi baru yang telah ditentukan dari BPBD, maka aka nada update berita berupa running text pada layar monitor. Running text tersebut akan muncul secara otomatis End mengikuti perkembangan berita terkini dari BPBD. SIGAB memiliki fungsi juga untuk peringatan dini maka dibangun konektivitas data dan interaksi dengan pihak PUSDATIN BPBD DKI. Jakarta. Pihak Pusdalops 112 menyambut baik pengembangan SIGAB yang berada di Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) Duri Utara Jakrarta Barat. V. HASIL DAN ANALISA Perangkat lunak dan modul aplikasi yang disusun secara interaktif dari awal sudah melibatkananak-anak dan orang muda, mulai dari penentuan tema, bentuk bangunan dan aplikasi modul yang berupa permainan yang meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Sebanyak 25 anak muda sudah mendapat pelatihan menjadi fasilitator dan sudah melakukan kelas belajar regular dengan bentuk peer to peer. Dalam pelatihan tersebut peserta diberikan pengenalan terhadap penggunaan Sistem SIGAB, beserta perangkat lunak edukasi dan modul pendamping. Setiap peserta yang akan mendapat pelatihan atau pembelajaran para peserta terlebih dahulu dibagikan pre-test untuk mengenali pengetahuan awal dari peserta sebelum mengikuti pelatihan. Selanjutnya Tim Konsultan menjelaskan kerangka dasar dari system SIGAB beserta pengenalan terhadap resiko bencana dan perubahan iklim yang diikuti penjelasan di setiap permainan yang tersedia pada perangkat lunak SIGAB. Peserta secara berkelompok 1-2 orang menghadapi perangkat computer mencoba seluruh tahapan permainan yang harus diikuti selama pelatihan berikut penjelasan tentang materi terkait dari permainan dimaksud. Setelah pelaksanaan pelatihan selesai, peserta kembali mengisi lembar post test untuk melihat perkembangan pengetahuan dari peserta setelah mengikuti pelatihan. Hasil olahan data pra dan pasca pelatihan melalui tes awal dan akhir dapat dilihat pada grafik berikut: 51 Kesiapsiagaan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

52 agar lebih menarik untuk diterima dan dipahami terutama oleh anak.[8] Gambar 11: Proses Pelaksanaan Pelatihan untuk Fasilitator Berdasarkan hasil analisis pra dan pasca pelatihan pengurangan risiko bencana melalui aplikasi SIGAB dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan anak dan orang muda sebanyak 22,66% dengan demikian bahwa pusat informasi dan edukasi PRB-API yang ramah anak dan orang muda ini sangat efektif dalam meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir dan kebakaran di Kota Jakarta. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Pak Lurah Duri Utara bahwa sejak berdirinya Pusat Eukasi yang dikenal dengan SIGAB ini maka anak muda di Kelurahan tersebut aktif mengikuti kelas pelatihan dan terlibat dalam monitoring di wilayah mereka untuk menurunkan angka kejadian kebakaran di Kelurahan Duri Utara Kecamatan Tambora Jakarta Barat [7] Pemodelan pusat informasi dan edukasi ramah anak berbasis teknologi ini juga sesuai dengan penelitian Berdasarkan penelitian oleh Dian Wahyu Putra, dkk tentang game edukasi untuk anak. Penggunaan ponsel pintar (smartphone), Ipad, Tablet PC, dan lain sejenisnya dalam kehidupan sehari-hari kian marak. Mulai merk terkenal sampai biasa saja, dan yang canggih sampai yang sederhana kian santer digunakan. Berbagai alasan menjadi magnet bagi semua kalangan dalam penggunaanya. Ringan,mudah dibawa, praktis menjadi alasan utama pemakaiannya. Selain itu, Terdapat banyak fitur game yangtidak hanya sebagai hiburan bermain, namun sudah banyak game untuk mengasah daya pikir dan logikayang dapat memperkenalkan materi V. KESIMPULAN Dari uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Perancangan modul dan aplikasi secara partisipatif melibatkan anak, orang muda dengan pendekatan hakhak anak dapat menciptakan ruang edukasi yang ramah anak dan orang muda, sehingga pola belajar dan pelatihan dapat diterima dengan mudah oleh sasaran pelatihan. 2) Modul aplikasiedukasi SIGAB dapat menjadi referensibelajar bagi anak Hasil Peningkatan KAP PRB -API Pra dan Pasca Pelatihan Pengetahuan PRB -API Mengenali Risiko Bencana dan PI Pra Pasca dan orang muda berusia Tahun tentang Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim Perkotaan dan Plan International Indonesia telah memberikan aplikasi modul ke Dinas Sosial Provinsi DKI. Jakarta dan BPBD DKI. Jakarta untuk referensi modul PRB-API yang ramah anak. 3) Modul aplikasi edukasi SIGAB ini sebagai wahana bagi anak dan orang muda untuk mengenali ancaman disekitarnya, risiko dan dampak perubahan iklim serta aksi bersama yang dilakukan bersama masyarakat untuk menjadi kota tangguh Aksi PRB-API Gambar 12 Grafik Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan 52 Kesiapsiagaan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

53 DAFTAR PUSTAKA 1. Widyawastuti,dkk (2009) pengertian usia remaja menurut parah ahli Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat (PUSDATINMAS), BPBD DKI. Jakarta (Februari 2017) 5. Sejarah Kebakaran Pasar Senen: Berawal dari Peristiwa Malari, Majalah Tempo Jum'at, 20 Januari Henricus Andy dkk (2017) aplikasi SIGAB dalam pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim di perkotaan 7. Plan International Indonesia, (2017) Final Report Youth in Action for Urban Disaster Risk Reduction 8. Diana Laily dan Dave Andre Setiawan (2017), Analisa dan perancangan game edukasi sebagai motivasi belajar untuk anak, Jurnal SIMETRIS, Vol 8 No 1 April 2017 ISSN: Kesiapsiagaan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

54 Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana Pada Komunitas Pramuka Peduli Di Maluku Oleh: Saul Ronald Jacob Saleky 1,2 1) Wakil Komandan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana Pramuka Peduli Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku 2) Pembina Unit Brigade Pramuka Penolong Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku Abstrak Pramuka sebagai salah satu potensi relawan dalam sistem penanggulangan bencana nasional perlu dibekali dengan pengetahuan, ketrampilan dan sikap tertentu melalui pendidikan dan pelatihan. Untuk itu Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku menyelenggarakan berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan tentang kebencanaan dan kerelawanan. Dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan, para relawan pramuka bisa berperan dengan sebaik-baiknya dalam berbagai aktivitas penanggulangan bencana pada setiap tahapan kebencanaan. Sikap mendasar yang perlu dimiliki oleh para relawan adalah altruisme, yaitu kesediaan atau kerelaan untuk memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan dan pelatihan tentang kebencanaan dan kerelawanan, dalam membentuk sikap altruisme para pramuka sebagai potensi relawan di Maluku. Data penelitian ini dikumpulkan menggunakan kuesioneryang dibagikan kepada responden, kemudian diolah menggunakan SPSS 21 serta selanjutnya dianalisis dengan regresi berganda. Responden penelitian ini adalah 55 orang pramuka yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kebencanaan dan kerelawanan yang diselenggarakan oleh Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku. Hasil penelitian ini menunjukanadanya pengaruh yang positif dan signifikan dari pendidikan dan pelatihan terhadap pembentukan sikap altruisme dari para relawan pramuka. Penelitian ini merekomendasikan upaya-upaya yang dapat dilakukan daam rangka meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap para relawan pramuka. Kata kunci : pendidikan, pelatihan, sikap altruisme PENDAHULUAN Anggota Gerakan Pramuka sebagai bagian dari generasi muda, memiliki potensi yang cukup besar untuk ikut serta dalam aktivitas pertolongan dan bantuan kemanusiaan. Hal ini sejalan dengan tujuan Gerakan Pramuka, yakni untuk membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup [1]. Untuk itu Gerakan Pramuka melakukan proses pembinaan bagi anggotanya dengan sasaran utama adalah penanaman nilai kepramukaan, di mana salah satu di antaranya adalah kecintaan kepada alam dan sesama manusia. Salah satu implementasinya adalah dengan memunculkan Program Pramuka Peduli, yang diawali dengan adanya Nota Kesepahaman antara Kwartir Nasiona Gerakan Pramuka dengan 17 Kementerian dan Lembaga yang berada di bawah koordinasi Menteri Negara Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan pada bulan Oktober 1998, sebagai kontribusi nyata Gerakan Pramuka dalam ikut serta membantu pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis moneter pada waktu itu. Program Pramuka Peduli adalah bentuk kepedulian pramuka dalammenghadapi situasi yang tidak menguntungkan bagi sebagianmasyarakat Indonesia. Program ini meliputi pendidikan, pelatihan dan aksi di bidang Pengembangan Sumberdaya Manusia, Penanggulangan Bencana, dan Pelestarian Lingkungan Hidup [2]. Di Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku, implementasi Program Pramuka Peduli dilakukan antara lain melalui pembentukan Unit Pramuka Peduli pada setiap bidang. Untuk 54 Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana Pada Komunitas Pramuka Peduli Di Maluku Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

55 bidang Penanggulangan bencana, terdapat 2 unit kegiatan Pramuka Peduli, yakni Unit Brigade Pramuka Penolong dengan orientasi kegiatan khususnya pada upaya percarian dan pertolongan (SAR), serta Unit Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana dengan orientasi kegiatan khususnya pada aktivitas penanggulangan bencana di setiap tahapan kebencanaan. Keanggotaan pada Unit Brigade Pramuka Penolong 25 terdiri dari peserta didik golongen Pramuka Penegak (16-20 tahun) dan Pramuka Pandega (21-25 tahun) [3]. Sedangkan keanggotaan pada Unit Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana meliputi peserta didik golongan Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega, serta anggota dewasa (di atas 25 tahun) [4]. Relawan adalah seseorang yang secara ikhlas karena panggilan nuraninya memberikan apa yang dimilikinya (pikiran, tenaga, waktu, harta, dan yang lainnya) kepada masyarakat sebagai perwujudan tanggung jawab sosialnya tanpa mengharapkan pamrih baik berupa imbalan (upah), kedudukan, kekuasaan, ataupun kepentingan maupun karier [5]. Relawan adalah individu yang rela menyumbangkan tenaga atau jasa, kemampuan dan waktunya tanpa mendapatkan upah secara finansial atau tanpa mengharapkan keuntungan materi dari organisasi pelayanan yang mengorganisasi suatu kegiatan tertentu secara formal [6]. Sejalan dengan itu,relawan penanggulangan bencana adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan dan kepedulian dalam penanggulangan bencana yang bekerja secara ikhlas untuk kegiatan penanggulangan bencana [7].Hal-hal yang dapat dilakukan relawan pada saat bencana antara lain rescue (penyelamatan), evakuasi mayat, pelayanan kebutuhan pangan dan sandang, pelayanan kesehatan, mengajak anak-anak korban bencana untuk bermain atau pemulihan sosial psikologis, logistik, serta pendataan [8]. Ketika terjun ke medan bencana, relawan harus memiliki keterampilan praktis agar bisa bertindak secara strategis, seperti kondisi psikologis yang kuat secara fisik maupun mental dan berani untuk menghadapi situasi bencana. Tidak semua orang memiliki kemampuan untuk langsung berhadapan dengan situasi yang tidak tenang seperti pasca bencana. Melihat fakta di lapangan, seperti mengangkat dan mencari mayat-mayat korban bencana alam akan memberikan dampak psikologis yang besar bagi seorang relawan.selain merasa terpanggil untuk menolong sesama, menjadi seorang relawan juga harus memiliki kekuatan mental untuk bisa mengevakuasi korban-korban yang luka atau meninggal termasuk memberi pendampingan serta terlibat penuh dalam lingkungan pasca bencana, dan sebagainya. Bencana bisa menimpa siapa saja dan kapan saja, serta menempatkan diri pada kondisi korban bencana juga bisa menjadi motivasi menolong. Fenomena seperti ini dapat menggambarkan seseorang yang memiliki sikap altruisme karena mampu merasakan penderitaan orang lain (empati) dan bersedia membantu serta mengutamakan kepentingan orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Perilaku prososial adalah suatu perilaku sosial yang menguntungkan dan didalamnya terdapat unsur-unsur kebersamaan, kerjasama, kooperatif, dan altruisme [9]. Perilaku prososial adalah kategori yang lebih luas dibandingkan dengan altruisme karena perilaku prososial mencakup setiap tindakan yang dirancang membantu orang lain [10]. Penelitian menunjukkan perilaku prososial semakin hari semakin menurun. Ketika seorang memiliki waktu yang sempit dan terburu-buru cenderung untuk tidak menolong orang lain dengan alasan karena tidak mengenal orang tersebut. Selain itu semakin banyak orang-orang berada di lokasi kejadian membuat persentase individu yang menolong semakin kecil dibandingkan dengan ketika hanya ada sedikit orang [11]. Altruisme merupakan suatu bentuk khusus dari menolong yang dengan sukarela mengeluarkan biaya dan tenaga serta dimotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain dan lebih dari sekedar mendapat reward eksternal [11]. Penelitian [12] yang mengukur karakteristik altruisme pada relawan, menemukan bahwa relawan mempunyai karakteristik altruisme yang lebih tinggi daripada individu yang bukan relawan. Karakterisitik tersebut antara lain empati, efikasi diri, standar moral yang tinggi, sikap dan 55 Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana Pada Komunitas Pramuka Peduli Di Maluku Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

56 emosi yang positif, dan emosi yang cenderung stabil. Pendidikan dan pelatihan merupakan dua hal yang berpengaruh dalam menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan sikap relawan. Pendidikan dan pelatihan terhadap sumber daya relawan pada suatu organisasi sosial merupakan aspek penting dalam pengembangan organisasi dan pengembangan sumber daya manusia. Mengenai posisi pendidikan dan pelatihan dalam kerangka pengembangan sumber daya manusia, cakupan dari kegiatan pengembangan personil dan organisasi yaitu pengembangan pengawasan/manajemen, perencanaan dan pengembangan karier, program-program pembinaan/asistensi pekerja, pelatihan keterampilan, non-manajemen, programprogram persiapan pensiun, dan penelitianpenelitian mengenai sikap (pekerja) [13]. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap pembentukan sikap altruisme pada relawan pramuka peduli di Maluku. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku dalam usaha untuk membina dan mengembangkan relawan pramuka pada Unit Pramuka Peduli Bidang Penanggulangan Bencana sehingga mereka dapat lebih siap secara fisik dan mental, yang didukung oleh pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang memadai untuk memberikan pertolongan dan bantuan kemanusiaan bagi siapa saja, kapan saja dan di mana saja saat dibutuhkan. KAJIAN TEORITIS Pendidikan Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi semua individudan hampir seluruh individu/personal pernah merasakan pendidikan dari dulu sampai saat ini. Kata pendidikan memang sudah tidak asing lagi didengar, karena semua pernah menempuh pendidikan agar tercapainya cita-cita dan keinginan. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak [14]. Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sedemikian rupa supaya peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif supaya memiliki pengendalian diri, kecerdasan, keterampilan dalam bermasyarakat, kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian serta akhlak mulia [15]. Pendidikan Kepramukaan merupakan proses pembentukan kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak mulia pramuka melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepramukaan yang tertuang dalam Satya dan Dharma Pramuka. Metode belajar interaktif dan progresif di dalam pendidikan kepramukaan adalah pengamalan kode kehormatan pramuka, kegiatan belajar sambil melakukan, kegiatan yang berkelompok, bekerja sama, berkompetisi, kegiatan yang menantang, kegiatan di alam terbuka, kehadiran orang dewasa yang memberikan dorongan dan dukungan, penghargaan berupa tanda kecakapan, satuan terpisah antara putra dan putri [1]. Pelaksanaan proses pendidikan memiliki sejumlah komponen, antara lain kurikulum dan materi pendidikan, tenaga pendidik, serta sarana dan prasarana. Muatan materi pendidikan formal telah banyak mengadopsi nilai-nilai pengabdian dan pelayanan bagi sesama manusia dan alam lingkungan. Demikian pula, sebagai suatu bentuk pendidikan nilai, pendidikan kepramukaan dilandaskan atas nilai-nilai yang bersumber dari Pancasila, adat-istiadat serta norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, serta sejarah perjuangan bangsa. Nilai-nilai tersebut dirangkum dalam satya dan darma pramuka. Pada hakekatnya nilai-nilai pendidikan kepramukaan merupakan bentuk-bentuk karakter hidup yang ingin ditanamkan bagi peserta didik pramuka [1]. Adapun bentuk-bentuk pendidikan Pramuka Peduli yang disiapkan oleh Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku bagi para relawan meliputi Pendidikan Dasar, Pendidikan 56 Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana Pada Komunitas Pramuka Peduli Di Maluku Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

57 Kejuruan, Pendidikan Lanjutan, dan Pendidikan Spesialis [16], [17]. Dalam penelitian ini pendidikan yang dimaksud adalah muatan materi pendidikan formal dan non formal tentang kesediaan dan kesukarelaan untuk memberi pertolongan kepada orang lain yang membutuhkan. Pelatihan Pelatihan merupakan bagian dari kegiatan pengembangan sumber daya manusia. Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performa pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya, atau suatu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Pelatihan akan berkaitan langsung dengan performansi kerja (kinerja). Hal senada dikemukakan [18]bahwa : Sosialisasi, latihan, dan pengembangan pegawai merupakan usaha organisasi yang disengaja dilakukan untuk meningkatkan kinerja sekarang dan yang akan datang dengan meningkatkan kemampuan. Secara khusus sosialisasi mengacu pada mengajarkan kebudayaan perusahaan dan filsafat mengenai bagaimana melakukan usaha, melatih mengacu kepada meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan sekarang ini atau yang segera muncul, dan pengembangan mengacu pada peningkatan keterampilan dalam jangka panjang. Pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi dimana pegawai non-manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas [19], [20], [21]. Dengan demikian, istilah pelatihan ditujukan kepada pegawai pelaksana dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis dalam jangka pendek, sedangkan pengembangan diperuntukkan bagi pegawai tingkat manajerial dalam rangka meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan pengambilan keputusan, dan memperluas human relation dalam jangka panjang. Terdapat 2 tujuan utama program pelatihan, yaitupelatihan dilakukan untuk menutup gap antara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan, serta program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan [19]. Berkenaan dengan pelatihan, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi agarnsuatu kegiatan dapat disebut pelatihan [22], yaitu: 1) Pelatihan harus membantupegawai dalam menambahkemampuannya; 2) Pelatihan harus menimbulkan perbaikan dalam kebiasaan bekerja dari pekerja, dalam sikapnya terhadap pekerjaan, dalam informasi dan pengetahuan yang ia terapkan dalam pekerjaan sehari-hari; dan 3) Pelatihan harus berhubungan dengan pekerjaan tertentu. Pegawai manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis guna mencapai tujuan yang umum. Dengan demikian, istilah pelatihan ditujukan kepada pegawai pelaksana dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis dalam jangka pendek, sedangkan pengembangan diperuntukkan bagi pegawai tingkat manajerial dalam rangka meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan pengambilan keputusan, dan memperluas human relation dalam jangka panjang. Pelatihan penting dalam hubungan masyarakat dan berguna untuk memproyeksikan citra yang benar terhadap para relawan atas prospektif yang berkualitas.ketikapelatihanmenggabungkanpela tihankeselamatan sebagai bagian program yang integral, hasilnya bisa menunjang, terutama dalam kerangka kesehatan dan keselamatan kerja.pengaruh motivasional pelatihan terwujud ketika para relawan merasa mendapat pengakuan saat dikirimkan ke pelatihan, dan setelah dilatih mereka termotivasi untuk memperoleh keterampilanketerampilanbaru,khususnya bila penguasaan dan penggunaanketerampilan itu. Adapun bentuk-bentuk pelatihan Pramuka Peduli yang disiapkan oleh Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku bagi para relawan meliputi Pelatihan Orientasi, Latihan Rutin secara berkala di pangkalan masingmasing, Gladi Posko, dan Gladi Lapangan (Manuver) [16], [17]. Dalam penelitian ini, istilah pelatihan 57 Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana Pada Komunitas Pramuka Peduli Di Maluku Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

58 merujuk pada respon para relawan atas materi pelatihan Pramuka Peduli yang berkaitan dengan kesiapan fisik dan mental mereka untuk memberikan pertolongan dan bantuan kemanusiaan kapan, di mana dan bagi siapa saja saat dibutuhkan. Sikap Altruisme Persoalan kerelawanan seringkali dikaitkan dengan sifat altruisme, yaitu sifat untuk membantu atau menolong orang lain yang mengalami kesulitan hidup. Bahkan apabila ditelusuri kemunculan berbagai badan pelayanan sosial selalu tidak terlepas dari dorongan altruistik untuk membantu orang lain [23]. Flashman dan Quick mengemukakan pendapatnya mengenai altruistik dalam kaitan dengan kerelawanan [23], yaitu altruisme merupakan faktor motivasional utama dalam perilaku relawan, dengan membuat pembagian antara egoistik dan altruisme secara jelas, sebagai suatu tanggapan kreatif terhadap banyak tantangan yang dihadapi di dunia, terutama di abad keduapuluh yang ditandai munculnya hubungan secara paralel baik dalam altruisme maupun aktifitas kerelawanan. Dalam penelitian ini pengukuran sikap altruisme dilakukan menggunakan 3 indikator [8], yakni 1) empati, yaitu kemampuan merasakan, memahami, danpeduli terhadap perasaan yang dialami oleh orang lain; 2) Sukarela, yaitu perbuatan yang dilakukan didasari oleh tidak adanya keinginan untuk mendapatkan imbalan dari orang lain. Tindakan ini dilakukan untuk menjunjung nilai kejujuran dan keadilan pada dirinya; serta 3) keinginan membantu, yaitu keinginan untuk memberi bantuan kepada orang yang membutuhkan bantuan meskipun tidak ada orang yang mengetahui bantuan yang telah diberikannya. Bantuan yang diberikan dapat berupa materi dan waktu. Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Sikap Altruisme Sejauh ini masih terdapat sedikit penelitian yang mengkaji tentang pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap pembentukan sikap altruisme para relawan. Hasil penelitian [24]terdapat pengaruh bagi peningkatan tingkat perilaku prososial remaja setelah diberikan pelatihan pramuka peduli. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian [25] bahwa pramuka memiliki nilai-nilai positif dalam bertingkah laku seperti perilaku prososial. Demikian pula hasil penelitian [26], bahwamelalui pendidikan kepramukaan akan dapat mengembangkan nilai-nilai pembentukan karakter bangsa antara lain karakter religius, jujur, mandiri, kerja keras, disiplin, rasa ingin tahu, kreatif, tanggung jawab, komunikatif, peduli sosial, peduli lingkungan, cinta damai, toleransi, demokratis, menghargai prestasi dan gemar membaca. Pelatihan pramuka peduli efektif dalam meningkatkan perilaku prososial remaja karena di dalam pelatihan ini sesuai dengan misi kepramukaan yang terdapat di dalamnya norma sosial yang berarti bahwa pelatihan ini akan mendorong peserta didik untuk melibatkan diri tehadap pembangunan masyarakat, menghormati dan menghargai orang lain serta mencintai alam seisinya [24]. Pendidikan kepramukaan telah mempromosikan kerukunan dan kedamaian lokal, internasional serta saling pengertian dalam kerjasama [27]. Hipotesis Penelitian Dari uraian di atas, hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembentukan sikap altruisme relawan Pramuka Peduli di Maluku. 2. Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembentukan sikap altruisme relawan Pramuka Peduli di Maluku. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian explanatory yang menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Ambon selama bulan April Mei Populasi dan Sampel Untuk penelitian ini populasi yang digunakan adalah 55 orang peserta pelatihan 58 Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana Pada Komunitas Pramuka Peduli Di Maluku Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

59 Orientasi Pramuka Peduli yang diselenggarakan oleh Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku pada tahun Oleh karena itu semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependendan variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah sikap altruisme (Y) yaitu kesediaan para relawan untuk memberikan pertolongan dan bantuan kemanusiaan kapan, di mana dan bagi siapa saja saat dibutuhkan. Sedangkan variabel independen adalah pendidikan (X 1 ) dan pelatihan (X 2 ). Pendidikan dalam penelitian iniadalah respon para relawan terhadap muatan materi pendidikan formal di sekolah dan pendidikan non formal di Gerakan Pramuka terkait dengan perilaku prososial. Pelatihan dalam penelitian ini adalah respon para relawan terhadap muatan materi pelatihan pramuka peduli terkait dengan peran para relawan dalam memberikan pertolongan dan bantuan kemanusiaan bagi sesama. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan tertutup, untuk mendapatkan data tentang intikator dari pendidikan, pelatihan dan sikap altruisme. Pernyataan-pernyataan dibuat dengan menggunakan Skala Likert, dengan rentang skala 1 (Sangat Tidak Setuju) - 5 (Sangat Setuju) untuk mendapatkan data yang bersifat interval. Teknik Analisis Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda, di mana bentuk persamaan awal yang digunakan adalah : Y = b 0 + b 1 X 1 + b 2 X 2 + di mana : Y = Sikap Altruisme para relawan b 0 b 1 b 2 = nilai konstanta = pendidikan = pelatihan = menunjukan nilai residu Pengolahan dan analisis data menggunakan SPSS 21. HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Responden penelitian ini berjumlah 55 orang peserta pelatihan Orientasi Pramuka Peduli yang dilaksanakan oleh Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku pada tahun Hasil tabulasi menunjukan bahwa mereka terdiri dari 38 orang (69,1%) laki-laki dan 17 orang (30,9%) perempuan. Selanjutnya responden penelitian ini sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMA/Sederajat sebanyak 37 orang (67,3%), sarjana sebanyak 8 orang (14,5%0, diploma sebanyak 7 orang (12,7%), dan pascasarjana sebanyak 3 orang (5,5%). Dari jenis pekerjaan, responden penelitian ini yang bekerja sebagai pelajar dan mahasiswa sebanyak 34 orang (61,8%), pegawai negeri sipil sebanyak 18 orang (32,7%), pegawai swasta sebanyak 2 orang (3,6%), serta professional sebanyak 1 orang (1,8%). Sementara itu, responden penelitian ini yang telah menjadi anggota Gerakan Pramuka antara 1-5 tahun sebanyak 25 orang (45,5%), lebih dari 10 tahun sebanyak 19 orang (34,5%), dan selebihnya adalah mereka yang telah menjadi anggota antara 6-10 tahun sebanyak 11 orang (20,0%). Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi atau pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, melalui hubungan dengan variabel bebas lainnya. Ringkasan hasil pengujian persamaan dalam penelitian ini dalam bentuk persamaan regresi berganda disajikan dalam tabel berikut. Model Tabel 1. Ringkasan Hasil Regresi Berganda Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig. 59 Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana Pada Komunitas Pramuka Peduli Di Maluku Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

60 1 (Constant) Pendidikan Pelatihan R = 0,882 R 2 = 0,778 F hitung = 12,354 Sig = 0,000 Sumber : Hasil Pengolahan, 2017 Berdasarkan tabel di atas, model persamaan yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dituliskan dalam bentuk persamaan regresi berganda sebagai berikut : Y = 1, ,524X 1 + 0,781X 2 + 0,222 Dari hasil persamaan regresi tersebut di atas maka dapat : b 0 = 1,551 merupakan nilai konstanta, artinya tanpa adanya pengaruh pendidikan dan pelatihan maka sikap altruisme para relawan sebesar 1,551 atau 155,1%. b 1 = 0,518 menunjukkan bahwa apabila pendidikan para relawan ditingkatkan, sedangkan faktorfaktor lainnya tetap maka akan memengaruhi sikap altruisme mereka sebesar 0,518 atau 51,8%. b 2 = 0,779 menunjukkan bahwa apabila pelatihan para relawan ditingkatkan, sedangkan faktorfaktor lainnya tetap maka akan memengaruhi sikap altruisme mereka sebesar 0,779 atau 77,9%. penelitian ini. Nilai R = 0,882 atau 88,2% menunjukan pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap pembentukan sikap altruisme relawan, sedangkan nilai koefisien determinasi R 2 = 0,778 menunjukan pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama memengaruhi sikap altruisme para relawan sebesar 77,8%, sedangkan sisanya 22,2% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak ikut diteliti. Hasil ini menunjukan pendidikan dan pelatihan relawan memberikan kontribusi sebesar 77,8% terhadap pembentukan sikap altruisme relawan Pramuka di Maluku. Tabel di atas menunjukan nilai t-hitung variabel pendidikan sebesar dengan level signifikansi 0,000 sementara nilai t-tabel adalah 2,60 dengan demikian nilai t-hitung > t-tabel, sehingga hipotesis 1 yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, di mana pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembentukan sikap altruisme relawan pramuka di Maluku.Kemudian nilai t- hitung variabel pelatihan sebesar dengan level signifikansi 0,000 dengan demikian nilai t-hitung > t-tabel, sehingga hipotesis 2 yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, di mana pelatihan relawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembentukan sikap altruisme relawan pramuka di Maluku Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukan variabel pendidikan memiliki pengaruh yang positif terhadap pembentukan sikap altruisme relawan pramuka di Maluku. Selain itu, variabel pelatihan juga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembentukan sikap altruisme relawan pramuka di Maluku.Hasil ini mengindikasikan upaya untuk membentuk sikap altruisme para relawan pramuka di Maluku dapat diwujudkan melalui adanya muatan pendidikan dan pelatihan yang relevan. Muatan materi pendidikan dan pelatihan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan para relawan di lapangan, sesuai dengan bidang spesifikasi mereka. 60 Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana Pada Komunitas Pramuka Peduli Di Maluku Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

61 Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pihak Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku dalam upaya untuk mendapatkan relawan pramuka yang memiliki sikap altruisme, yang siapdan bersedia untuk memberi pertolongan dan bantuan kemanusiaan kapan, di mana, dan bagi siapa saja saat dibutuhkan. Hal ini dapat dimulaidengan memberikan pendidikan dan pelatihan yang relevan, yang dapat menambah pengetahuan, wawasan, ketrampilan, dan sikap para relawan terkait dengan upaya pemberian bantuan dan pertolongan kemanusiaan. Dengan adanya pendidikan dan pelatihan yang relevan, sikap altruisme para relawan akan dapat terbentuk dan terpelihara dengan baik pula. Materi pendidikan yang dikembangkan oleh Gerakan Pramuka, yang pada hakekatnya merupakan nilai-nilai kepramukaan merupakan pembentuk sikap altruisme yang penting bagi para relawan pramuka. Nilai-nilai kepramukaan yang terkandung dalam satya dan darma pramuka, yang dioperasionalkan dalam bentuk syarat kecakapan pramuka (umum dan khusus) merupakan kurikulum pembinaan peserta didik dalam pendidikan kepramukaan, yang jika diimplementasikan dengan bak oleh para pembina, akan mampu membentuk sikap altruisme para pramuka sebagai salah satu potensi relawan penanggulangan bencana. Demikian pula materi pelatihan Pramuka Peduli yang sementara dikembangkan oleh Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku hendaknya tetap memberi ruang pada materi-materi yang terkait dengan pembentukan sikap kerelawanan dan prososial. Penekanan pada materi-materi pelatihan yang bertujuan untuk menningkatkan pengetahuan, wawasan, ketrampilan dan kemampuan peserta pelatihan, hendaknya tetap dibarengi dengan materi-materi yang bertujuan untuk membentuk sikap dan perilaku altruisme, sehingga pasca pelatihan para relawan menjadi lebih siap secara fisik dan mental untuk mendarmabaktikan dirinya bagi pembentian pertolongan dan bantuan kemanusiaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, di mana pendidikan dan pelatihan yang efektif merupakan prediktor utama dalam rangka membangun sikap altruisme KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan dan pelatihan dalam membentuk sikap altruisme para relawan pramuka di Maluku. Hasil penelitian ini menunjukan pendidikandan pelatihan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembentukan sikap altruisme para relawan pramuka di Maluku. Dalam upaya untuk membentuk sikap altruisme para relawan, pihak Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku hendaknya dapat terus memberikan pendidikan dan pelatihan yang relevan dan senantiasa meningkat dari waktu ke waktu, sesuai dengan kebutuhan para relawan, dalam rangka meningkatkan pengetahuan, wawasan, sikap, dan ketrampilan mereka. Muatan materi pendidikan kepramukaan yang bersumber dari nilai-nilai kepramukaan perlu diberikan secara lebih intensif, demikian pula muatan materi pendidikan formal di sekolah dan perguruan tinggi. Sejalan dengan itu pula, materi pelatihan Pramuka Peduli tentang kerelawanan juga penting untuk tetap mendapatkan perhatian dari penyelenggara pelatihan. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada para Relawan Pramuka Anggota Unit Brigade Pramuka Penolong 25 dan Unit Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini, terutama saat pengumpulan data. REFERENSI [1] Sekretariat Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka *2+ Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Petunjuk Penyelenggaraan Pramuka Peduli, Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 203 Tahun Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana Pada Komunitas Pramuka Peduli Di Maluku Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

62 [3] Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku, Petunjuk Pelaksanaan Unit Brigade Pramuka Penolong, Keputusan Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku Nomor 02 Tahun 2016 *4+ Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku, Petunjuk Pelaksanaan Unit Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana, Keputusan Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku Nomor 03 Tahun 2016 *5+ Tobing, U.R.I.L., Nugroho, F., dan Tehuteru, E.S., Peran relawan dalam memberikan pendampingan kepada anak penderita kanker dan keluarganya,indonesian Journal of Cancer, 1, 2008, pp *6+ Schroeder, D.A., Penner, L.A., Dovidio, J.F., and Pillavin, J.A., The psychology of helping and altruism: Problems and puzzles, New York: McGraw-Hill, *7+ Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia, Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17 Tahun 2011 tentang Pedoman Relawan [8] Gloria Gabriella Melina, Aully Grashinta, dan Vinaya., Resiliensi dan Altruisme pada Relawan Bencana Alam, Jurnal Psikologi Ulayat, Edisi I/Desember 2012, hlm [9] Kartono, K., Kamus Psikologi, Bandung : Pionir Jaya, 2003 *10+ Sears, D. O; Taylor, S. E; Peplau, L. A., Psikologi Sosial, Edisi ke dua belas, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009 [11] Baron, R.A., and Byrne, D.,Social Psychology, 10 th Ed., Boston: Allyn and Bacon, *12+ Rushton, J.P., and Allen, N.J., Personality characteristics of community mental health volunteers : A review. Department of Psychology. Advance online publication, *13+ Bernardin and Russell, Human Resource Management, Second Edition, Singapore, McGraw-Hill Book Co., 1998 *14+ Dewey, John. Democracy and Education, The Free Press, 1944, pp *15+ Sekretariat Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional [16] Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku, Petunjuk Teknis Pendidikan dan Pelatihan Unit Brigade Pramuka Penolong, Draft, 2016 *17+ Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Maluku, Petunjuk Teknis Pendidikan dan Pelatihan Unit Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana, Draft, 2016 *18+ Schuller, R.S., and Jackson, S.E, Manajemen Sumber Daya Manusia Abad ke 21, Edisi ke-6, Jilid 1. Jakarta: Erlangga, 2000 *19+ Handoko, T. H., Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Edisi 2. Yogyakarta: BPFE,1994 *20+ Sikula, A.E., Personnel Administration and Human Resources Manajemen, John Wiley & Sons, Inc., 1981 *21+ Mangkunegara, A.P., Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001 *22+ Moekijat, Latihan dan Pengembangan Pegawai, Bandung : Alumni, 1985 *23+ Raharjo, Santoso T., Manajemen Relawan : Model Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Relawan pada Organisasi Pelayanan Sosial, Unpad Press, 2015 *24+ Lusiria dan Yusra, Efektivitas Pelatihan Pramuka Peduli, Jurnal RAP UNP, Vol. 5 No. 1, Mei 2014, hlm [25] Joon, Sung Jang, Johnson, Byron R, and Kim, Young-ll, Eagle Scout : Merit Beyond The Badge,America: Baylor University, 2011 *26+ Zaen, Bunga, Pembentukan Karakter Bangsa (Proses dan Nilai-nilai Karakter Bangsa) dalam Kegiatan Pramuka (Studi Di SMP Negeri 3 Babelan Bekasi), Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2012 *27+ World Organization Scout of Movement, Jambore : Apa, Siapa, Kapan, Mengapa, Bagaimana. Terjemahan. Jakarta: Pustaka Tunas Media Balai Penerbit Gerakan Pramuka, Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana Pada Komunitas Pramuka Peduli Di Maluku Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII 17

63 Kesiapan Dinas Kesehatan Dan Kepemimpinan Bupati/ Kepala Daerah Dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Oleh: S.Otniel Ketaren 1, Ivan Elisabeth Purba 2, Taruli Rohana Sinaga 3 1 Pusat Studi Kebencanaan, Kesehatan Masyarakat dan LH-USM Indonesia 2 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat-USM Indoensia 3 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat-USM Indonesia otnielk@yahoo.co.id Abstrak Bencana erupsi gunung berapi merupakan bencana alam yang tidak bisa di prediksi kapan terjadinya. Erupsi gunung Sinabung yang terjadi pada tanggal 13/09/2013 dini hari, membuat panik warga beberapa desa yang ada di kaki gunung Sinabung. Agustus 2010, gunung Sinabung pernah erupsi sekitar 1 bulan dan waktu itu tidak ada informasi yang didapat dari pemerintah tentang bahaya dan intensitas bencana, membuat warga semakin panik ketika erupsi kembali terjadi. Ribuan warga mengungsi secara mandiri menuju kota Berastagi dan Kabanjahe sebagai ibukota kabupaten Karo yang berjarak ± 15 km dari gunung Sinabung. Gelombang pertama pengungsi ada sebanyak an jiwa, yang dari jam ke jam terus bertambah hingga mencapai 33,321 jiwa terjadi siang hari. Para pengungsi selanjutnya ditempatkan dibeberapa pos pengungsi seperti tempat-tempat ibadah, jambur (balai desa) dan tenda-tenda. Sebagian besar pos pengungsi tersebut tidak memenuhi persyaratan dari segi kesehatan antara lain penyediaan air bersih, jamban, kapasitas bangunan, dan kondisi kebersihan lingkungan. Dinas Kesehatan kabupaten langsung membuat pos-pos pelayanan kesehatan di pospos pengungsi dengan segala keterbatasan dan kekurangan, khususnya tenaga kesehatan, obat-obatan, perlengkapan, dan ambulance. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif untuk melihat kesiapan Dinas Kesehatan kabupaten Karo dan kepemimpinan krisis Bupati/ KDh Karo dalam mengatasi kondisi darurat bencana gunung Sinabung dari awal-awal bencana 2013 hingga akhir Informan yang ditentukan adalah kepala BPBD provinsi Sumatera Utara yang hari pertama sudah ada dilokasi bencana, kepala Kesbangpol Linmas Karo. Sekretaris Dinas Kabupaten Karo, dan 8 orang koordinator pos pengungsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dinas Kesehatan kabupaten Karo tidak siap dalam menghadapi situasi darurat bencana, baik dari jumlah SDM, peralatan, obat-obatan dan sarana angkutan/ambulance. Kepemimpinan krisis yang dilakukan oleh Bupati/ KDh sebagai penanggungjawab utama penanggulangan bencana, berbeda dengan pemahaman dalam prinsip-prinsip penanggulangan bencana yang sudah diatur dalam beberapa peraturan/perundangan. Saran yang diajukan adalah perlunya peningkatan kesiapan Dinas Kesehatan Kabupaten dalam menghadapi kondisi darurat bencana baik dari segi SDM, stok peralatan dan obat-obatan, serta dukungan sarana angkutan. Selanjutnya perlunya peningkatan kapasitas Bupati/KDh beserta jajarannya tentang filosopi penyelenggaran penanggulangan bencana sesuai dengan peraturan-perundangan dan nilainilai kearifan lokal. Kata kunci : Bencana, Kesiapan Dinas Kesehatan, Kepemimpinan Bupati/ KDh Latar Belakang Kejadian erupsi pada tanggal 15 September 2013 pukul WIB, mengakibatkan kepanikan masyarakat dan membuat mereka lari untuk mengungsi ke tempat-tempat yang lebih aman. Trauma kejadian erupsi pada 29 Agustus 2010 yang lalu membuat suasana kepanikan menjadi-jadi. Eskalasi peningkatan pengungsi dari jam ke jam mulai dari jiwa menjadi jiwa pada tanggal 16 September pagi menjadi jiwa pada sore harinya, tersebar di beberapa titik pengungsian atau pos pengungsi.jumlah pengungsi terus bertambah menjadi jiwa padahal ancaman Gunung Sinabung masih kecil. Walaupun intensitas dan besaran letusan jauh lebih kecil di bandingkan erupsi pada tahun 2010 yang lalu, namun pengungsi terus meningkat jumlahnya disebabkan desa-desa di luar radius 3 km yang sebenarnya aman sesuai rekomendasi PVMBG Badan Geologi juga ikut mengungsi. Adalah Ronda Tarigan, SH, Kepala Badan Kesbang Linmas Kabupaten Karo langsung bereaksi mencoba berkordinasi dengan Muspida dan para pimpinam SKPD, serta melaporkan per telepon ke Bupati/KDh yang pada saat kejadian tanggal 15 September 2013 itu tidak berada di Kabanjahe. Menurut Ronda Tarigan, Bupati 63 Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana Pada Komunitas Pramuka Peduli Di Maluku Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

64 langsung memerintahkan camat-camat yang warga desanya untuk memperhatikan kebutuhan pengungsi. Tanggal 15 September 2013 sekitar pukul pagi, begitu Bupati Kepala Daerah tiba di Kabanjahe, langsung memimpin rapat untuk membicarakan penanganan bencana dan pengungsi. rapat dihadiri oleh seluruh para camat, kepala SKPD, begitu juga perwakilan dari Kodim 0205/Tanah Karo dan Polres Tanah Karo. Peserta rapat tersebut antara lain dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, Kepala Badan Kesbangpol Linmas dan Humas Pemerintah Kabupaten Karo, yang ketiga-tiganya menjadi informan dalam penelitian ini. Metode Penelitian Penelitian tentang kepemimpinan dari seseorang dalam hal ini adalah kepemimpinan krisis kepala daerah (Bupati) Kabupaten Karo pada masa Tanggap Darurat erupsi Gunung Sinabung pada hakekatnya adalah penelitian tentang interaksi sosial dimana salah satu pendekatannya adalah pendekatan paradigma interaksionisme simbolik (Sunarto, 2000). Penelitian dalam paradigma interaksionisme simbolik terutama bersifat observasional dengan menggunakan wawancara, dimana simbol-simbol dalam proses interaksi sosial berasal dari makna dan penafsiran individu-individu yang menjadi objek penelitian. Interaksionisme simbolik adalah salah satu model penelitian sosial yang berusaha mengungkap realita perilaku manusia. Falsafah dasar interaksionisme simbolik adalah fenomenologi, dengan jalan pikiran yang bersifat induktif. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa informasi-informasi berdasarkan wawancara mendalam dengan beberapa informan, yang menguasai permasalahan dan terlibat langsung awal-awal kejadian bencana erupsi Gunung Sinabung. Informan dimaksud berasal dari internal pemerintahan Kabupaten Karo, sebanyak 5 orang, informan eksternal berasal dari instansi atau lembaga diluar jajaran pemerintahan Kabupaten Karo yakni 2 orang dari BPBD provinsi Sumatera Utara, tokoh agama 2 orang, 3 orang dari LSM, dan 5 orang dari koordinator pos pengungsi. Selanjutnya studi kepustakaan dan dokumentasi laporan dari Media Centre Pos Komando Tanggap Darurat, BPBD Kabupaten Karo, BPBD Provinsi Sumatera utara dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo. Demikian juga informasi-informasi dari mass media baik cetak maupun elektronik. Hasil Penelitian Tipologi kepemimpinan Bupati cenderung otoriter tanpa didasari oleh tingkat pendidikan formal yang memadai dan minimnya pemahaman tentang tata kelola pemerintahan, membuat Bupati Kepala Daerah banyak mengambil kebijakan yang menabrak tata aturan pemerintahan. Bupati tidak memerintahkan Seketaris Daerah untuk memimpin Komando Tanggap Darurat sebagaimana yang telah diatur dalam PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Bahkan Sekda tidak diajak rapat dalam membicarakan penanganan pengungsi. Bupati juga tidak segera menetapkan status Tanggap Darurat sebagai dasar atau payung hukum pengelolaan penanggulangan bencana dan pengungsi. Sampai hari kedua Bupati/KDH belum menetapkan status Tanggap Darurat padahal, PVMBG sudah mengeluarkan rekomendasi karena status gunung sinabung sudah masuk pada level IV (Awas).Kondisi ini dikritik oleh gubernur Sumatera Utara dan Menko Kesra yang mengunjungi ibukota kabupaten pada tanggal 17 September Penetapan status Tanggap Darurat adalah payung hukum untuk mencairkan dana bantuan dan peralatan penanggulangan bencana yang ada di pemerintah pusat maupun di daerah. Bupati/KDh memerintahkan camat-camat dan kepala desa ikut mendampingi warganya yang mengungsi, dan memerintahkan SKPD untuk membantu. Karena keterbatasan sarana dan prasarana SKPD-SKPD sulit untuk bergerak, mereka lebih bersikap menunggu tanpa aksi yang jelas. Pada periode panik atau chaosseperti itu dibutuhkan fungsi komando dan koordinasi dari Bupati/KDh sebagai bagian dari kepemimpinan krisis. Dinas Kesehatan Kabupaten Karo sudah menugaskan tenaga kesehatan dari puskesmas setempat satu dua orang dan dibagi tiga shift, yakni shift pagi, sore dan malam di masing-masing pos pengungsi. Tenaga kesehatan yang ditugaskan adalah satu orang tenaga perawat/bidan, dan satu orang lagi tenaga pendukung misalnya tenaga 64 Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana Pada Komunitas Pramuka Peduli Di Maluku Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

65 kesehatan lingkungan, tenaga gizi, atau tenaga administrasi puskesmas. Sementara tenaga dokter hanya datang apabila dibutuhkan (on call). Salah satu SKPD yang segera terlibat dalam setiap kejadian bencana dan pengungsi adalah Dinas Kesehatan. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karo sehabis rapat langsung memerintahkan anak buahnya untuk melayani pengungsi. Tim Kesehatan ini langsung disebar kesetiap titik pengungsi walau dengan kondisi darurat dan dengan keterbatasan peralatan dan obat-obatan. Tanggal 15 September 2013 adalah hari Sabtu dimana banyak petugas dan juga tenaga kesehatan di Puskesmas tidak masuk kerja. Permasalahan yang terkait dengan ketersediaan SDM kesehatan yang ditemukan adalah dibeberapa titik pengungsian petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada pengungsi adalah tenaga perawat sedangkan dokter yang ditugaskan tidak selalu berada (stand by) di posko kesehatan karena secara bersamaan juga harus memberikan pelayanan di Puskesmas. Pos kesehatan pengungsi hanya diisi oleh petugas kesehatan (perawat) sebanyak 3 orang dengan pembagian 1 orang shift pagi, 1 orang shift siang dan 1 orang shift malam ditambah petugas pendukung. Kebanyakan petugas dari jajaran kesehatan Kabupaten Karo tidak pernah mendapat pelatihan dalam melayani kondisi kedaruratan bencana. Demikian juga petugas Dinas Kesehatan maupun RSUD daerah kekurangan stok logistik obatobatan, peralatan, dan sarana transportasi. Kondisi seperti ini membuat Dinas Kesehatan Kabupaten Karo sangat bergantung pada bantuan dari Kementerian Kesehatan beserta UPT nya, Dinas Kesehatan Provinsi dan beberapa relawan kesehatan. Kondisi kesehatan lingkungan di pos-pos pengungsi umumnya mengalami kekurangan persediaan air bersih, jamban, saluran air limbah dan sampah, vektor kontrol serta kepadatan jumlah pengungsi dibandingkan luas bangunan pos pengungsi atau tenda pengungsi. Beberapa penyakit menular yang muncul ditengah-tengah pengungsi didominasi oleh ISPA, diare, gastritis, dan konjungtivitis. Bahkan muncul beberapa kasus DBD dan campak. Atas desakan dari berbagai pihak, akhirnya Bupati/KDh menunjuk Dandim 0205/Tanah Karo sebagai Komando Tanggap Darurat (Incident Commander). Akan tetapi Bupati/KDh sebagai penanggung jawab utama penyelenggaraan penanggulangan bencana tidak pernah sekalipun hadir di Pos Komando Tanggap Darurat, demikian juga para SKPD termasuk Dinas Kesehatan. Padahal setiap pukul WIB diadakan rapat koordinasi dan evaluasi tentang kondisi terkini Gunung Sinabung dan kondisi Pospos pengungsian. Anehnya, pada saat yang bersamaan Bupati/KDh mengeluarkan Surat Perintah kepada Camat Kabanjahe Kota sebagai koordinator Tanggap Darurat dengan anggota camat-camat yang terdampak erupsi. Kondisi ini membingungkan mekanisme Sistem Komando Tanggap Darurat karena tim Camat ini langsung bekerja menerima bantuan-bantuan dari luar, padahal Pos Komando dan tim Camat di lokasi yang sama. Kesimpulan Dan Saran Kesiapan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dalam menghadapi situasi kedaruratan kesehatan atau bencana erupsi Gunung Sinabung kurang optimal. Keterbatasan dalam SDM Kesehatan, peralatan, obat-obatan maupun sarana prasarana transportasi sangat minim. Dinas kesehatan tidak aktif di Pos Komando Tanggap Darurat sebagai wadah koordinasi dan evaluasi kegiatan penanggulangan pengungsi. Bupati/KDh sama sekali tidak memahami peraturan perundang-undangan pennaggulangan bencana termasuk Perka BNPB No 10 Tahun 2008 tentang Pedoman Sistem Komando Tanggap Darurat, dan Perka BNPB No 14 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat. Sebagai saran agar Dinas Kesehatan Kabupaten Karo lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi kondisi kedaruratan kesehatan seperti halnya bencana erupsi Gunung Sinabung. Ada aturan dari Kementerian Kesehatan tentang persyaratan minimal jumlah tenaga kesehatan, dan pedoman teknis penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Kepemimpinan Bupati/KDh haruslah mengacu pada peraturan perundangan penanggulangan bencana karena Bupati/KDh merupakan penanggung jawab utama penyelenggaraan penanggulangan bencana. 65 Sikap Altruisme Relawan Penanggulangan Bencana Pada Komunitas Pramuka Peduli Di Maluku Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

66 Daftar Pustaka Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2008, Undang- undang No. 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pelaksanaannya, Jakarta., 2010, Penanggulangan Bencana di Indonesia (makalah seminar). Medan, USU,, 2010, Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, vol. 1 No. 2 Tahun 2010, Jakarta. Breinl, Anton Disaster Medical Assistance Teams (A Literature Review). Department of Health Western Australia. Dai, Kathy, 2010, Leadership Roles of the United Nations in Humanitarian Aid. East Chapel Hill High School. Davey, Peter. 2012, Environmental Health Training in Emergency Response (EHTER) Awareness Level, Griffith University, Denpasar, Udayana University. Departemen Kesehatan RI, 2007, Kepmenkes RI No. 145/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan, Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, 2011, Materi TOT Manajemen Bencana,Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, Jakarta. Nurjanah, Sugiharto, Dede Kuswanda, Siswanto, & Adikoesoemo, 2011, Manajemen Bencana. Bandung, Alfabeta. PAHO, 2006, Bencana Alam; Perlindungan Kesehatan Masyarakat (terjemahan), Jakarta, Penerbit Buku Kesehatan Kedaruratan Bencana Refleksi Tanggap Bencana Banjir Di Kabupaten Malaka 2017 Pemulihan Perikehidupan Dalam Semangat Partisipatif Yang Berkeadilan ABSTRAK Wijayanti, Margareta*), Eninofa Rambe **) dan Kevin Yosua***) Livelihood & Resilience Specialist, Wahana Visi Indonesia Zonal Manager of Sumba, Timor & Alor, Wahana Visi Indonesia Design & Monitoring Coordinator of TTU ADP, Wahana Visi Indonesia Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Belu pada tahun 2013 Berbatasan langsung dengan laut Timor yang menjadi muara sungai Benenai yang membelah Kabupaten Malaka. Dengan topografinya yang sebagian dataran rendah, adanya sungai besar yang menjadi muara berbagai sungai kecil lainnya dan berkurangnya daya dukung di wilayah hulu menyebabkan Kabupaten Malaka rentan terhadap banjir.hal tersebut dibuktikan denganbanjir rutin tahunan yang dialami sejak sekitar tahun Desa Sikun dan Desa Motaain di Kecamatan Malaka Barat, merupakan 2 desa yang terkena dampak banjir yang terjadi pada tanggal 2 April Dengan 1755 KK dan 6759 jiwa; 4206jiwa diantaranya adalah anak-anak. Terdapat 27 bangunan sekolah yang terendam 66 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

67 lumpur sehingga hampir 2 minggu anak-anak tidak bisa melaksanakan proses belajar mengajar. Didasarkan kondisi tersebut maka Wahana Visi Indonesia melakukan tanggap bencana selama 30 hari terhitung dari 19 April 2017sampai dengan 19 Mei Aktivitas yang dilakukan adalah kajian awal, dukungan sarana belajar mengajar, gotong royong masyarakat membersihkan sekolah untuk mendukung anak kembali sekolah, pelatihan tanggap bencana dan distribusi dana ke KK dengan mekanisme dana tunai / Cash Based Program (CBP) untuk pemulihan perikehidupan masyarakat. Distribusi sarana belajar dan gotong royong membersihkan sekolah dilakukan di SDK Sikun; SDK Motaain dan SD GMIT Loomaten; pelatihan tanggap bencana dilakukan di masingmasing sekolah diikuti oleh 322murid dengan pemangku kepentingan yang terdiri dari Dinas Sosial, Dinas PPO, Puskesmas, Gereja, Kepala Sekolah, guru-guru, komite sekolah, Kepala Desa dan perwakilan masyarakat(38 orang). CBP didistribusikan senilai Rp ,- untuk 476KK Rp / KK. Pembelajaran dari CBP yang sukses didistribusikan ke KK terdampak dalam waktu singkat karena 1) Daftar KK tiap dusun tersedia, 2) Masyarakat menyusun kriteria penerima secara partisipatif dan berkeadilan yaitu mengutamakan yang paling rentan dan terdampak langsung, 3) Ikatan sosial kuat dan antar tetangga saling kenal sehingga memudahkan proses verifikasi penerima manfaat, 4) Pemerintah desa bersiaga memfasilitasi masyarakat yang mempunyai halangan administratif kependudukan, 5) Bank yang menjadi mitra melakukan upaya jemput bola untuk mengurangi biaya transportasi masyarakat, 6) Dukungan dari tokoh adat, agama, pemerintah kecamatan maupun kabupaten dalam setiap tahapan respon bencana dan pelatihan pengurangan resiko bencana. Dengan demikian suksesnya WVI dalam tanggap bencana di Malaka adalah karenaperan serta dari seluruh pemangku kepentingan, baik dari masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, pemerintah desa, kecamatan dan kabupaten maupun dari pihak swasta yang bahu membahu untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana. Kata kunci : WVI, Malaka, Banjir, CBP, Sekolah Aman PENDAHULUAN Kabupaten Malaka, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Belu pada tahun Berbatasan langsung dengan laut Timor yang menjadi muara sungai Benenai yang membelah Kabupaten Malaka. Dengan topografinya yang sebagian dataran rendah, adanya sungai besar yang menjadi muara berbagai sungai kecil lainnya dan berkurangnya daya dukung di wilayah hulu menyebabkan Kabupaten Malaka rentan terhadap banjir. Hal tersebut dibuktikan dengan banjir rutin tahunan yang dialami sejak sekitar tahun Sejak awal bulan Maret 2017, hujan deras mendera bagian barat Pulau Timor meliputi 4 kabupaten yaitu Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Atambua dan Malaka yang menyebabkan meningkatnya jumlah air yang masuk ke Sungai Benenain. Banjir beberapa kali terjadi selama bulan Maret dan mencapai puncaknya pada awal April Pada tanggal 01 April sekitar pukul WITA, banjir melanda Kabupaten Malaka dengan ketinggian antara 30 cm 2 meter. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malaka melaporkan bahwa hektar lahan pertanian di 27 desa dan 340 sumur, sumber air bersih masyarakat, terendam banjir. Dengan kondisi ini, Bupati Malaka menyatakan status bencana banjir dan melakukan tanggap bencana dengan fokus pada pemulihan tanggul Sungai Benenain dan distribusi bantuan darurat pada desa yang terdampak. Hal ini menunjukkan tingginya perhatian dan tanggapan Pemerintah Daerah Kabupaten Malaka untuk mengatasi dampak bencana banjir ini. Wahana Visi Indonesia (WVI) adalah yayasan sosial kemanusiaan Kristen yang bekerja untuk membuat perubahan yang berkesinambungan pada kehidupan anak, keluarga dan masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. WVI mendedikasikan diri untuk bekerjasama dengan masyarakat yang paling rentan tanpa membedakan agama, ras, etnis dan gender. Saat ini WVI hadir di 62 titik wilayah di Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

68 provinsi di Indonesia melalui program pengembangan masyarakat dan program-program khusus lainnya. WVI melayani di sektor pendidikan, kesehatan, penguatan ekonomi dan perlindungan anak, dengan pendekatan pengembangan masyarakat jangka panjang, manajemen bencana, dan advokasi. WVI tidak bekerja di wilayah Kabupaten Malaka, namun berlandaskan salah satu fokus kerja WVI yaitu manajemen bencana, maka WVI melakukan kajian dampak banjir. Berdasarkan standar manajemen bencana WVI, kategori banjir di Kabupaten Malaka tergolong pada skala 1 dengan korban terdampak kurang dari orang, yaitu di Kecamatan Malaka Barat, dimana terdapat orang atau keluarga menjadi korban banjir, dan 2,5% diantaranya adalah anak-anak di bawah usia 5 tahun (Balita). Karena bukan merupakan wilayah layanan langsung maka tanggap bencana dilakukan oleh kantor pusat WVI dengan berkoordinasi dan bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan, diantaranya Dinas Pendidikan dan Olahraga (PPO), Dinas Sosial maupun BPBD Kabupaten Malaka. WVI juga bekerjasama dengan jaringan Humanitarian Forum Indonesia (HFI) dan PDRB. Kajian cepat (rapid assessment) dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder maupun informasi langsung dari masyarakat, kondisi pasar lokal, tokoh masyarakat, tokoh adat maupun tokoh agama serta dinas-dinas terkait. Hasil kajian menunjukkan bahwa banjir ini menyebabkan trauma bagi masyarakat karena banjir tersebut membawa lumpur yang merusak lahan pertanian maupun lingkungan hidup sekitar rumah. Lahan pertanian yang ditanami tanaman pangan, terendam lumpur menyebabkan terjadinya gagal panen musim II (Periode Februari-Mei) sehingga ketahanan pangan masyarakat terancam. Lumpur juga menimbun sekolah sehingga sekolah rusak serta tertutupnya akses jalan menuju sekolah menyebabkan anak-anak tidak bisa belajar dalam jangka waktu yang cukup panjang. Ada 27 sekolah dari sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah atas/sekolah menengah kejuruan (SMA/SMK) yang terdampak dan tidak aman untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. GAMBAR 1. RUMAH MASYARAKAT YANG TERENDAM BANJIR KAB. MALAKA GAMBAR 2. LADANG JAGUNG TERENDAM LUMPUR BANJIR KAB. MALAKA GAMBAR 3. SUASANA KELAS SEMI PERMANEN SETELAH BANJIR KAB. MALAKA Program Tanggap Bencana Didasarkan hasil kajian cepat maka WVI melakukan tanggap darurat selama 30 hari terhitung dari 19 April 19 Mei Tanggap bencana dilakukan dengan 2 tujuan utama yaitu : 1) Memulihkan ketahanan hidup masyarakat yang terdampak sehingga mempunyai akses untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga dan 2) Memastikan anak-anak dapat belajar dan bermain dengan aman. 68 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

69 Pemulihan Ketahanan Hidup. Pemulihan ketahanan hidup masyarakat dilakukan dengan melakukan kajian Cash Based Programming (CBP) dan distribusi dana kebutuhan dasar hidup minimum di 2 desa yang terdampak paling berat yaitu Desa Motaain dan Desa Sikun, Kecamatan Malaka Barat. Hasil kajian menunjukkan bahwa lahan pertanian yang ditanami tanaman pangan, terendam lumpur menyebabkan terjadinya gagal panen musim II (Periode Februari-Mei) sehingga ketahanan pangan masyarakat terancam. Cadangan pangan yang dimiliki masyarakat hanya tinggal untuk kebutuhan 1 bulan yang terbagi untuk kebutuhan pangan dan benih. Musim tanam berikutnya akan berlangsung mulai bulan Agustus, sehingga apabila tidakada dukungan maka cadangan benih juga akan digunakan untuk pangan dan tidak ada cadangan benih untuk musim tanam selanjutnya, dan akan berdampak buruk pada perikehidupan masyarakat selanjutnya. Kajian juga mencari informasi tentang besaran pengeluaran yang dibutuhkan untuk satu keluarga melanjutkan perikehidupannya dimana hasilnya menunjukkan bahwa pengeluaran minimum keluarga untuk pangan mencapai Rp ,00 Rp ,00 dengan rata-rata Rp ,00. Biaya lain yang diperlukan untuk memulihkan perikehidupan masyarakat adalah biaya untuk sarana pertanian yang meliputi penyediaan benih/bibit, pupuk, pestisida dan sarana pertanian lainnya. Dengan demikian diputuskan bahwa minimum paket CBP yang akan didistribusikan adalah Rp ,00/KK. (Paska banjir, Dinas Sosial telah mendistribusikan bantuan beras kepada setiap KK yaitu sebanyak 6 Kg beras, 10 buah mie instan dan 10 gelas air mineral. Bantuan ini juga membantu masyarakat terdampak).tahapan lanjut untuk CBP adalah memastikan jumlah KK yang berhak mendapatkannya. Menariknya, di masyarakat berkembang konsep bahwa adil adalah sama, baik bentuk maupun jumlahnya tanpa melihat kondisi masing-masing KK. Untuk itu dilakukan proses belajar yang partisipatif untuk mengubah konsep, bahwa yang berhak mendapat dukungan adalah mereka yang benar-benar terdampak dan yang paling membutuhkan. Proses ini membutuhkan waktu yang cukup panjang dan peran banyak pihak sehingga dapat dicapai kesepakatan yang berkeadilan. Proses diskusi dengan masyararat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, pemerintah desa, bahkan pemerintah Kecamatan Malaka Barat dilakukan secara intensif dan berujung pada penyepakatan kriteria penerima CBP dan jadwal kerja bersama. Peran para tokoh di atas menjadi kunci untuk penyadaran konsep berbagi yang berkeadilan. Peran pemerintah desa juga sangat penting, karena mereka adalah contoh langsung KK yang tidak akan mendapatkan bantuan CBP. GAMBAR 4. MEMBANGUN KRITERIA PENERIMA MANFAAT DI DESA SIKUN Adapun kriteria KK yang berhak mendapatkan CBP adalah 1) Keluarga lanjut usia (Lansia) yang sudah tidak mampu bekerja, 2) Keluarga dengan anak yatim/piatu/yatim piatu atau orangtua tunggal, 3) Keluarga dengan kecacatan, 4) Keluarga dengan tempat tinggal yang terdampak banjir parah, 5) Keluarga dengan kebun yang hilang terbawa banjir, terendam lumpur, 6) Keluarga yang masih mempunyai anak di bawah usia 18 tahun dan 7) Keluarga bukan pegawai negeri sipil (PNS) ataupun yang mendapatkan pendapatan tetap dari negara. Didasarkan kriteria tersebut maka dilakukan proses verifikasi di desa dengan melihat lapangan untuk melihat GAMBAR 5. MESYARAKAT MEMBERIKAN UMPAN BALIK IMPLEMENTASI PROGRAM 69 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

70 kondisi secara langsung atas rumah dan lahan pertaniannya. Pada akhirnya didapatkan 476 KK yang mendapatkan CBP sesuai dengan kriteria yang telah dibangun secara partisipatif. Untuk distribusi CBP dilakukan kerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam bentuk transfer ke rekening KK yang telah diverifikasi. Kebijakan jemput bola dari BRI dengan datang langsung ke desa Motoaain dan Sikun untuk membantu pembukaan rekening menjadi salah satu kebijakan yang menjadi kunci sukses pendistribusian CBP. sekolah. Dalam kegiatan ini, 352 anak sekolah mendapat manfaat langsung. GAMBAR 7. PENDIRIAN SEKOLAH KELAS DARURAT BERSAMA MASYARAKAT GAMBAR 6. PELENGKAPAN DARA ADMINISTRASI UNTUK PEMBUKAAN REKENING BANK Demikian juga sikap melayani dari Pemerintah Desa yang bersedia lembur di hari libur untuk memastikan warga mempunyai surat-surat yang dibutuhkan untuk pembukaan rekening. Ini merupakan contoh nyata sikap melayani masyarakat yang tulus. Dengan demikian, terdistribusi dana sebesar Rp ,00 untuk 476 keluarga di 2 desa tersebut. Program Dukungan untuk Anak dapat Belajar dan Bermain dengan Aman,- Dari 27 sekolah yang terdampak di Kecamatan Malaka Barat, WVI berkontribusi untuk pemulihan proses belajar mengajar di 3 sekolah dasar. Sehubungan paska banjir, sekolah tidak bisa digunakan untuk belajar mengajar maka mendorong pembuatan sekolah sementara dengan mendistribusikan 6 terpal, 6 papan tulis besar, 6 kotak peralatan belajar mengajar yang berisi spidol, kertas, balpoin, gunting, penghapus, pengaris, papan tulis kecil, buk utulis, peta dunia, tabel alfabet, tabel hitungan matematika, dan peralatan menggambar. Pemerintah desa juga tokoh agama bahu membahu menyediakan juga rumah ibadah dan areal sekelililingnya unuk sekolah sementara. Sedangkan dukungan masyarakat untuk pemulihan belajar mengajar di sekolah dilakukan dengan bergotong royong membersihkan lumpur di Untuk memastikan sekolah aman bagi anak belajar dan bermain maka dilakukan pelatihan membangun sekolah aman kepada anak, guru, kepala sekolah, komite sekolah, perwakilan masyarakat, pemerintah desa, Dinas PPO dan pemangku kepentingan lainnya. Kegiatan lain adalah simulasi sekolah aman di 3 sekolah yaitu SDK Sikun, SDK Motaain dan SD GMIT Loomaten. Dengan difasilitasi oleh Perkumpulan Masyarakat Peduli Bencana Indonesia (PMPBI), pelatihan bagi orang dewasa dilakukan kepada 38 peserta dengan tujuan pelatihan adalah meningkatkan pemahaman tentang pentingnya membangun sekolah aman terutama bagi sekolah yang mempunyai resiko tinggi terhadap bencana banjir tahunan. Dalam kesempatan tersebut juga dibagikan aturan tentang sekolah aman. Pelatihan bagi siswa siswi dilakukan untuk anak yang duduk di kelas 1-5 SD (karena yang kelas 6, sudah mendekati ujian) dengan dihadiri 332 anak. Terjadi peningkatan pemahaman akan resiko bencana dan persiapan menghadapi banjir di waktu yang kan datang. Siswa siswi juga memahami tanda-tanda bencana dan tahu apa yang harus dilakukan bila banjir melanda sekolah mereka. Bel sekolah digunakan sebagai salah satu tanda yang disepakati untuk penanda datangnya bencana. Simulasi dilakukan pada hari terakhir pelatihan dimana seluruh pihak berperan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang sudah disepakati. Simulasi berjalan lancer dan siswa-siswi memahami penanda keadaan bencana dan dievakuasi dengan aman. 70 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

71 GAMBAR 8. SUASANA PELATIHAN SEKOLAH AMAN DI SDK MOTAAIN Apakah anda cukup mendapatan informasi tentang CBP Apakah anda puas dengan proses seleksi penerima CBP Secara uum, apakah anda puas dengan proses distribusi CBP 6,3% 93,7 % 100% 100% 100% 41,1 % 58,9 % 100% GAMBAR 9. SIMULASI EVAKUASI BENCANA Kerangka Akuntabilitas Program, - WVI selalu berkomitmen utuk memastikan proses tanggap bencana sesuai dengan Humanitarian Accountability Partnership (HAP) Standart dengan berpegang pada 4 pilar yaitu 1) Penyediaan informasi, 2) Konsultasi dengan masyarakat, 3) Mempromosikan partisipasi aktif dan 4) Mengumpulkan dan menyelesaikan komplain (feed back mechanism). Seluruh tahapan proyek terdokumentasikan dengan baik, termasuk tantangan dan rekomendasi untuk memastikan program berjalan dengan baik. Umpan balik dari masyarakat diterima melalui short message service (SMS) maupun pertemuan langsung. Tim WVI kemudian mengkonsultasikan tindakan yang akan dilakukan kepada pemerintah desa maupun tokoh agama untuk memastikan tidak terjadinya ketegangan di masyarakat (do no harm). Pada akhir program dilakukan post distribution monitoring (PDM) untuk mengevaluasi implementasi CBP. Monitoring dilakukan melalui survei kepada 95 responden yang dipilih secara acak yang terdistribusi dalam 5 kluster di 2 desa. Hasilnya adalah sebagai berikut : Keterangan Tidak Puas Puas Sangat Puas Total Hasil di atas menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat puas dengan metode transfer melalui lembaga keuangan dibandingkan dengan distribusi secara tunai karena mereka mendapatkan utuh sesuai yang dijanjikan oleh WVI. Kepuasan tersebut dilandasi perbandingan dengan pengalamanpengalaman buruk sebelumnya, dimana dana yang diterima berkurang dari yang dijanjikan. Dana tunai juga lebih fleksibel dimanfaatkan keluarga dibanding dalam bentuk natura, karena masingmasing keluarga berbeda besaran kebutuhannya untuk natura tertentu. KESIMPULAN Tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi atas program tanggap bencana banjir di Kabupaten Malaka dihasilkan dari koordinasi dan kerjasama yang baik dari banyak pihak yaitu WVI, masyarakat, pemerintah Desa Sikun dan Desa Motaain, pemerintah Kecamatan Malaka Barat, pemerintah Kabupaten Malaka (Dinas Sosial, BPBD, Dinas PPO, dll), tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama (terutama dari Paroki Besikama dan Paroki Bolan) dan BRI sebagai mitra penyalur dana. Program CBP yang sukses didistribusikan ke KK terdampak dalam waktu singkat karena 1) Daftar KK tiap dusun tersedia, 2) Masyarakat menyusun kriteria penerima secara partisipatif dan berkeadilan yaitu mengutamakan yang paling rentan dan terdampak langsung, 3) Ikatan sosial kuat dan antar tetangga saling kenal sehingga memudahkan proses verifikasi penerima manfaat, 4) Pemerintah desa bersiaga memfasilitasi masyarakat yang mempunyai halangan administratif kependudukan, 5) Bank BRI yang menjadi mitra melakukan upaya jemput bola untuk 71 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

72 mengurangi biaya transportasi masyarakat, 6) Dukungan dari tokoh adat, agama, pemerintah kecamatan maupun kabupaten dalam setiap tahapan respon bencana dan pelatihan pengurangan resiko bencana. Pelatihan dan simulasi tentang sekolah aman dan dukungan masyarakat dalam bentuk gotong royong menjadi pemulih yang cepat agar anak dapat kembali belajar dan bermain dengan aman dan meminimalkan dampak resiko bencana di masa depan. Penyediaan mekanisme umpan balik dan monitoring selama kegiatan dan setelah kegiatan menjadi strategi yang efektif untuk memastikan program berjalan dengan baik, tepat waktu dan tepat sasaran serta tidak menimbulkan ketegangan baru di masyarakat yang terdampak. Referensi : Dokumentasi - Respon Banjir Bandang Malaka, WVI, 2017 Laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 11 April 2017 Proposal proyek Respon Banjir Bandang Malaka, WVI, 2017 Ringkasan Kajian, Air Bersih, Sanitasi, dan Kebersihan, UNICEF, Jakarta The Sphere Handbook, Humanitarian Charter and Minimum Standard in Humanitarian Response. UNICEF Indonesia, 2012 Peran Dan Pendekatan Paralegal Komunitas Dalam Mendampingi Perempuan Korban Tsunami Mendapatkan Hak Kepemilikan Oleh: Fatimahsyam Ketua Bidang Pengarusutamaan Gender pada Forum Pengurangan Risko Bencana Aceh Dosen pada Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar Ranniry Banda Aceh, syamfatimah13@yahoo.com Abstrak : Kehilangan dan kehancuran nyawa dan harta benda yang berat dan meluas akibatgempa dan tsunami Aceh 26 Desember 2004 dua belas tahun yang lalu masih menyisakan masalah-masalah hukum dan sosial yang pelik hingga saat ini terutama masalah hak kepemilikan korban tsunami. Perempuan adalah pihak yang paling spesifik dan rentan dalam mengaskes hak kepemilikan berupa hak pewarisan dan perwalian. Faktor budaya patriarki dan pemahaman agama yang tidak utuh tentang hak perempuan dan laki-laki menempatkan perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan dalam fungsi sosial mereka, kondisi ini berdampak sulitnya bagi perempuan mengakases hak pewarisan dan perwalian, sementara proses pengadilan membutuhkan proses yang lama, berbiaya tinggi dan rumit. Dilatarbelakangi hal tersebut dibutuhkan paralegal yang memiliki kemampuan pengetahuan dan ketrampilan khusus untuk mendampingi perempuan korban tsunami dalam mengakses hak kepemilikan mereka. Keberadaan paralegal merupakan bagian dari pendekatan pengurangan resiko bencana yang berbasis komunitas bagi kelompok rentan yang secara langsung juga mempengaruhi kapasitas masyarakat dalam membangun dan melakukan pemulihan diri pasca bencana.dilatarbekangi masalah tersebut penulis melakukan penelitian tentang peran dan pendekatan paralegal komunitas dalam mendampingi perempuan korban tsunami mendapatkan hak kepemilikannya. Penelitian di lakukan di Kecamatan Pekan Bada dan Lhoknga Aceh Besar sebagai wilayah yang mengalami dampak berat gempa dan tsunami 26 Desember Penelitian bertujuan mengetahui seberapa besar peran paralegal untuk membantu perempuan korban tsunami mendapatkan hak perwarisan dan perwaliannya dan mengetahui pendekatan baru agar proses pendampingan paralegal dapat berkelanjutan. Pendekatan penelitian menggunakan metode kualitatif dengan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan pengamatan dan wawancara mendalam dengan perempuan korban tsunami, paralegal, aktivis, aparat hukum serta aparat gampong di 6 desa lokasi penelitian. Hasil wawancara dengan responden di cross cek dengan para pakar, buku perundang-undangan, laporan hasil penelitian dan dokumen resmin lainnya. Hasil penelitian menyimpulkan peran paralegal sangat besar dalam mendampingi perempuan korban tsunami mendapatkan hak kepemilikannya. Paralegal bukan saja melakukan pendampingan secara litigasi (dalam peradilan) dan non litigasi (diluar pengadilan), mereka juga berperan melakukan penguatan pada perempuan korban tsunami dan masyarakat melalui pendidikan publik tentang hak-hak perempuan dalam konteks hukum positif dan nilainilai keislaman khususnya tentang hak kepemilikan. Peran yang dimainkan paralegal dalam mendampingi perempuan korban tsunami tidak berkelanjutan karena konsep program paralegal yang dibangun oleh lembaga layanan tidakkomprehensif dan tidak berbasis potensi komunitas gampong, sehingga peran paralegal hanya sebatas menjalankan program jangka pendek berbasis dana hibah.tidak berlanjutnya peran paralegal mengakibatkan pendampingan hak kepemilikan perempuan korban tsunami tidak tuntas dan terkatung-katung hingga saat ini, berdampak buruk pada kehidupan perempuan korban tsunami dan keluarganya. Pendekatan yang sesuai untuk kelanjutan peran paralegal adalah merubah paradigma paralegal, dimana paralegal bukan sebagai pekerjaan tetapi sebagai suatu komitmen yang harus dibangun mulai tingkat komunitas gampong (desa). Paralegal harus direkrut dari 72 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

73 komunitas asal paralegal dan masyarakat gampong harus berkontribusi untuk mendukung kerja-kerja paralalegal dan peran aparat gampong mengoptimalkan potensi gampong untuk membantu peran paralegal komunitas termasuk memasukkan anggaran pendampingan kasus dalam anggaran gampong dan kerja pendampingan paralegal harus masuk dalam salah satu program perencanaan gampongsehingga pendampingan paralegal berkelanjutan, komprehensif serta mandiri dalam mewujudkan kekuatan masyarakat pasca bencana. Kata Kunci: Paralegal komunitas, perempuan korban tsunami, hak kepemilikan PENDAHULUAN Gempa dan tsunami Aceh 26 Desember 2004 menyebabkankehilangan dan kehancuran nyawa dan harta benda yang berat dan meluas. Korban tewas saat tsunami Aceh jiwa, hilang , dan kehilangan tempat tinggal serta orang mendadak berstatus tunakarya (BRR, 2009:1). Anak-anak yang kehilangan orang tua kurang dari orang.lebih dari anak-anak berada di puluhan panti asuhan yang menjadi korban tsunami.(departemen Sosial, Save the ChildrendanUNICEF,2006..news.detik ) Dampak gempa dan tsunami memunculkan persoalan-persoalan hukum dan sosial, seperti kasus-kasus terkait dengan kepemilikan.perempuan mengalami kondisi yang lebih spesifik dibandingkan dengan laki-laki sebagai korban tsunami dalam mengakses hak kepemilikan. Dalam konteks bencana perempuan diperlakukan sama dengan kelompok dewasa lainnya namun tetap saja menimbulkan ketidakadilan, karena perempuan dengan kondisi yang berbeda seharusnya mendapatkan perlakuan khusus yang berbeda pula sehingga tidak muncul yang namanya diskriminasi gender, karena diskriminasi gender ini termanifestasi dalam berbagai kenyataan sosial, budaya, ekonomi, politik dan pemahaman ajaran keagamaan dan ketidakadilan ini berpangkal pada bagaimana masyarakat membedakan fungsi sosial, kultural juga religius laki-laki dan perempuan. (Kadriah dkk : ) Sebagian besar perempuan yang berada diwilayah tsunami merupakan kepala keluarga dan mereka harus menghidupi anak-anaknya, sehingga menghadapi kesulitan ekonomi. Sementara proses pengadilan untuk memperjuangkan hak kepemilikannya membutuhkan biaya, waktu panjang dan proses yang agak rumit, walaupun ada program sidang keliling oleh Mahkamah Syar iyah Aceh Besar hanya pada perkara penetapan perwalian saja dan jangkauan wilayah terbatas. (Abidin Nurdin : 151). Perempuan juga tidak dibenarkan menjadi wali anak yang orangtuanya meninggal saat tsunami. Pemahamansebagian besar aparat gampog perwalian anak merupakan hak laki-laki, perempuan tidak berhak menjadi wali anak. Sementara wali yang ditunjuk dari sebelah ayah si anak lebih banyak menguasai harta anak di bandingkan mengurus si anak. Kenyataan ini dapat dilihat pada penetapan perwalian yang diajukan di pengadilan sangat sedikit jumlanya dibandingkan dengan jumlah anak yang membutuhkan pengesahan perwalian karena kehilangan orang tua. Penetapan perwalian di pengadilan dilakukan pada anak yang mewaris harta yang banyak dari orang tuanya, sehingga kecenderungan melakukan pengesahan perwalian bukan memberikan perlindungan tetapi menguasai harta si anak (Laila. M. Rasyid dan Romi Asmara, 2011:10). Pada data Tahun 2005 Mahkamah Syar iyah Jantho menetapkan perempuan menjadi wali hanya 17 kasus dari 678 kasus yang masuk kepengadilan. Hal ini terjadi karena jumlah perempuan yang mengajukan penetapan menjadi wali sangat sedikit dibandingkan dengan pihak laki-laki, karena lakilaki dianggap lebih berhak menjadi wali atas anak. (UNDP dan IDLO, 2006:200 ). Tantangan tersebut dapat diatasi jika perempuan korban tsunami mempunyai askes pendampingan dari pihak yang mempunyai kapasitas di bidang tersebut yaitu paralegal. Peran paralegal lebih mudah diakes oleh perempuan korban tsunami karena cara kerja paralegal tidak berbelit-belit dan perempuan korban tsunami tidak harus mengeluarkan biaya pada paralegal untuk jasa pendampingannya, karena paralegal bekerja di bawah payung lembaga non pemeritah yang mendapatkan dana hibah dari lembaga Internasional. Peran paralegal pasca 12 tahun tsunami tidak bisa diharapkan lagi karena lembaga yang memayunginya tidak lagi memiliki sumber pendanaan untuk membiayai operasional 73 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

74 paralegal, sementara kasus-kasus pewarisan dan perwalian bagi perempuan korban tsunami masih membutuhkan pendampingan paralegal. Rumusan Masalah 1. Bagaimana peran paralegal agar perempuan korban tsunami mampu mengkakses hak pewarisan dan perwaliannya 2. Bagaimana pendekaan baru agar peran paralegal berkelanjuan dan komprehensif serta mudah diakses oleh korban bencana Tujuan 1. Untuk mengetahui seberapa besar peran paralegal agar perempuan korban tsunami mampu mengakses hak pewarisan dan perwaliannya 2. Untuk mengetahui pendekaan baru agar peran paralegal berkelanjutan dan komprehensif dan mudah diakses oleh perempuan korban bencana Manfaat Penelitian Mengetahui konsep baru agar perempuan korban bencana mudah mengakses pendampingan dari paralegal dalam memperjuangkan hak-hak pewarisan dan perwalian pasca bencana KAJIAN KEPUSTAKAAN Pengertian pewarisan dan Perwalian Pewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam ( Pasal 171) adalah : Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Perwalian adalah kekuasaan/otoritas yang dimiliki seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri tanpa harus bergantung (terikat) atas seizin orang lain. Orang yang mengurus menguasai sesuatu disebut wali.. (Muhammad Amin Suma, 2005: ). Perwalian anak menurut Kompilasi Hukum Islam diartikan sebagai kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua, atau kedua orang tua yang masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Pengertian wali anak dalam UU No. 23/2002Tentang Perlindungan Anak menyebutkan wali adalah orang atau badan hukum yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak. Syarat menjadi wali anak adalah :Cakap melakukan perbuatan hukum, Jujur,Adil, Bijaksana,Berkelakuan baik, seagama dengan anak. Pengertian tersebut di atas menunjukkan bahwa perwalian bukan hanya meliputi kewenangan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum atas nama serta kepentingan anak tapi juga meliputi kekuasaan asuh sebagai orang tua bagi anak, selain itu perwalian dapat diberikan kepada laki-laki ataupun perempuan. Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana penyelesaian masalah hak pewarisan dan perwalian merupakan bagian dari tahapan rehabilitasi dan rekontruksi berupa perbaikan dan pemulihan dalam segala aspek termasuk aspek sosial budaya, tegaknya hukum dan bangkitnya peran masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2007 Tentang Pananganan Permasalahan Hukum dalam Rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarkat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Sumatera Utara. Salah satu permasalahan hukum yang diatur dalam Perpu tersebut sebagaimana terdapat dalam Pasal 24 s.d 32 tentang tata cara peralihan hak-hak pewarisan dan perlindungan terhadap perwalian anak baik oleh perseorangan atapun lembaga adat setempat. Korban Bencana dan Peran Paralegal Korban bencana Alam adalah: Perorangan, keluarga dan kelompok masyarkat yang menderita fisik, mental, sosial, dan ekonomi sebagai akibat terjadinya bencana alam yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Termasuk korban bencana alam adalah koban bencana gempa tektonik, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, gelombang pasang atau tsunami, angin kencang, kekeringan, kebakaran hutan atau lahan, kebakaran pemukiman, kecelakaan pesawat terbang, kereta api, perahu, dan musibah industri kecelakaan kerja (Kementerian Sosial, 2008:8). Menurut Undang -Undang No. 24 tahun 2007 definisi korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana. Berdasarkan referensi diatas 74 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

75 dapat disimpulkan bahwa definsi Perempuan Korban tsunami adalah korban yang berjenis kelamin perempuan yang mengalami penderitaan fisik, mental sosial dan ekonomi sebagai akibat terjadinya bencana tsunami. Perempuan korban bencana khususnya di lokasi penelitian mengalami tantangan besar dalam mengakes hak pewarisan dan perwaliannya.mereka tidak mengetahui hak-hak dan strategi memperjuangkan hak kepemilikannya, minimnya dukungan dari keluarga dan komunitas serta budaya patriarki yang menempatkan mereka pada posisi lemah dan tidak berdaya menghadapi kasus mereka.perempuan korban tsunami membutuhkan pendampingan hukum yang sifatnya bukan saja mendampingi secara prosedur tetapi pendampingan yang di maksud bersifat memberi penguatan baik pada perempuan korban tsunami dan pada masyarkat dalam bentuk pendidikan publik. Paralegal adalah seseorang yang bukan advokat namun memiliki pengetahuan dibidang hukum, baik hukum materiil maupun hukum acara dengan pengawasan advokat atau organisasi bantuan hukum yang berperan membantu masyarakat pencari keadilan.paralegal ini bisa bekerja sendiri di dalam komunitasnya atau bekerja untuk organisasi bantuan hukum atau firma hukum.pengertian lain dari paralegal adalah adalah orang yang secara sukarela memiliki kepedulian dan komitmen melakukan pendampingan untuk memperjuangkan keadilan dalam masyarakat. Pendampingan itu berupa konsultasi guna memahami perkara dengan lebih baik, alternatif pilihan dalam penyelesaian perkara hingga upaya menjembatani pihak yang bersangkutan dengan sumber bantuan hukum yang tepat(justice for the poor, 2008: 23 ). Peran-peran paralegal yang dimaksud dalam konteks ini berupamemberikan bantuan hukum berupa perlindungan,mendidik dan melakukan penyadaran hukum,mendorong masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan keadilan melalui perundingan dan dialog untuk memperoleh hakhaknya,melakukan pendampingan psikososial terhadap korban,mendokumentasikan kasus, mencatat kronologi kasus secara sistematis, merekam kegiatan yang dilakukan dan menyimpan arsip kasus dan salinan surat. Peran paralegal jugamengkonsep surat berkaitan dengan hukum (surat permohonan, pengaduan, pernyataan dan surat resmimembantu advokat dengan melakukan penyelidikan awal, mengumpulkan bukti, ringkasan fakta kasus, konsep pembelaan dan gugatanmediator antara korban dengan pihak lain jika ada perselisihan, membimbing, mediasi dan mendamaikan para pihak yang bersengketa (LBH APIK Aceh.2007:5) Latarbelakang adanya peran paralegal bukan saja karena lemahnya kapasitas perempuan dalam konteks bencana namun juga peran negara lemah memberikan pendampingan hukum pada masyarakat marginal pasca bencana sehingga keberadaan paralegal membantu peran negara agar kelompok marginal seperti perempuan korban bencana mampu menngakses hak-hak kepemilikannya. Undang-Undang No. 16Tahun 2011Tentang Bantuan Hukummemberikan ruang pada lembaga pemberi layanan bantuan hukum mendampingi kelompok marginal dengan bantuan dengan dana pendampingan hukum bersumber dari APBN dikelola oleh Kementerian Hukum dan HAM RI, namun dalam Implementasinya anggaran ini sulit diakses karena rumitnya birokrasi dan prosedur yang harus dilalui oleh lembaga layanan hukum serta diprioritaskan untuk kasus-kasus pidana. Kondisi ini tentunya belum mampu menjawab agar negara lebih besar perannya dalam memberikan pendampingan hukum khususnya pada kelompok marginal. METODOLOGI PENELITIAN Analisis Penelitian Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif menghasilkan data-data bersifat faktafakta dari lapangan yang di deskripsikan dalam kalimat-kalimat. Pemilihan respondendengan non probability atau tidak acak dengan spesifikasi. Purposive Sampling. Purposive Sampling teknik penentuan responden dengan pertimbangan tertentu sehingga data yang diperoleh lebih representatif dengan melakukan penelitian yang kompeten di bidangnya ( Sugiono.,2008). Responden adalah perempuan korban tsunami yang menghadapi masalah dalam mengakses hak pewarisan dan perwalian. Responden lain adalah aparat gampong dan paralegal berpengalaman dalam proses penyelesaian dan pendampingan kasus pewarisan dan perwalian pasca tsunami. Lokasi penelitian Kecamatan Pekan Bada dan Kecamatan Lhoknga Aceh Besar. Masing-masing Kecamatan memilih 3 gampong yang dianggap dapat mewakili kecamatan lainnya di wilayah Aceh Besar lainnya. Teknik mengumpulkan data dengan 75 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

76 mewawancarai secara mendalam perempuan korban tsunami, paralegal dan aparat gampong dari dua kecamatan tersebut. Pendekatan dengan perempuan korban tsunami dilakukan secara khusus dimulai dengan konseling awal sebelum wawancarai penelitian dilakukan. Konseling ini dilakukan karena sebagian dari mereka masih mengalami trauma dan perasaan kehilangan mendalam sebagian keluarga mereka akibat gempa dam tsunami lalu. Wawancara dengan pakar dilakukan setelah peneliti mendapatkan data dari responden untuk melakukan cross cek data, namun cros cek data atau trianggulasi data juga dilakukan pada berbagai dokumen resmi, karya ilmiah dan laporan program lembaga. Proses analisa data dimulai sejak pengumpulan data di lapangan sampai proses penyusunan jurnal sehingga terjadi berbagai penyesuaianpenyesuaian data-data dan infromasi dari responden, para infroman dan dokumen resmi lainnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Temuan-Temuan Kasus Kasus hak waris TA di Kecamatan Pekan Bada yang belum selesai d tingkat peradilan, kasusnya masih berjalan karena masih proses kasasi di Mahkamah Agung, DY sebagai paralegal tidak mendampingi lagi TA sampai tingkat Mahkamah Agung. Pada Pengadilan tingkat pertama didampingi oleh paralegal dimana kasusnya dimenangkan oleh TA sebagai penggugat dan tergugat adalah pamannya sendiri melakukan banding dan kasasi namun paralegal tidak mengikuti lagi perkembangannya kasus tersebut.belum ada kepastian hasilnya dan eksekusi juga belum dilakukan.terakhir dampingan korban 2009, TA juga tidak bisa mengakses informasi tentang keputusan Mahkamah Agung. Kasus ini menimbulkan ketidakpastian bagi perempuan korban tsunami, sehingga hubungan antara keluarga dan masyarakat sekitar terganggu, TA merasa tidak nyaman karena belum mampu membuktikan bahwa dia mempunyai hak atas harta yang di wariskan oleh orang tuanya Paralegal tidak mampu lagi mendampingi karena lembaga yang memayunginya yaitu Yayasan Bungong Jeumpa yang berdiri Tahun 2005 merupakan lembaga yang bekerja untuk issue hak waris berlokasi di Banda Aceh tidak lagi memiliki biaya operasional pendampingan kasus sejak tahun 2009 karena tidak ada lagi lembaga donor yang mendukung pembiayaan program lembaga ini. Ketidakmampuan Yayasan Bungong Jeumpa mendanai program paralegal menyebabkan DY memutuskan beralih profesi menjadi tenaga honorer di Rumah Sakit umum Zainal Abidin. Kasus yang dialami KY di Kecamatan Pekan Bada oleh aparat gampong tidak membenarkan dia menjadi wali atas anak kakaknya beserta suaminya meninggal saat tsunami. Hak wali ponakan KY oleh aparat gampong diberikan pada keluarga ayah ponakan KY yang selama ini tidak dekat dengan anak tersebut,bahkan menguasai harta ponakannya tanpamengurus dan mendidiknya. Oleh ED sebagai paralegal Kelompok Kerja Transformsi Gender Aceh (KKTGA),lembaga perempuan yang berdiri Tahun 1999 di Banda Aceh mendampingi KY melakukan pendekatan dengan aparat gampong agar hak perwalian diserahkan sepenuhnya pada KY. Pendampingan ini di lakukan karena keponakannya sulit mengakses hak warisan dari orang tuanya untuk kebutuhan pendidikan karena warisan dikuasai oleh pamannya sebagai wali. Pendekatan ini gagal karena perangkat gampong tidak menyetujui KY sebagai wali.paralegal membantu KY membuat permohonan menjadi wali ke Mahkamah Sya riyah Jantho. Pendampingan permohonan perwalian tersebut tidak dilanjutkan lagi, oleh paralegal ED karena tidak tersedia biaya operasional pendampingan, KY di minta mengajukan sendiri permohonan perwalian ke Mahkamah Syar iyah Jantho.KY tidak berani melanjutkan permohonan perwalian atas ponakannya ke Mahkamah Sya riah Jantho karena keluarga dari ayah ponakannya mengancam dirinya, dan dia pun tidak mendapat dukungan dari aparat gampong, karena mereka telah memutuskan bahwa keluarga ayahnya menjadi wali. Aparat gampong tidak mempertimbangkan nasib anak yatim piatu yang tidak diurus oleh walinya. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ernita Dewi di gampong Lamteh dikecamatan Peka Bada menurut pengakuan keuchik wali anak memang di pihak ayah bukan dipihk ibu, dasar keputusan aparat gampong Lamteh untuk kasus perwalian memberikan hak asuh dan wali harta pada keluarga ayah di si anak..( Ernita Dewi ). Penelitian oleh Salim di lapangan termasuk di gampong Mon Ikuen, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, bahwa pengasuhan diri anak tidak 76 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

77 selamanya langsung ditangani sendiri oleh wali, melainkan dilakukan oleh anggota keluarga lain yang juga masih merupakan kerabat anak yatim di bawah perwalian itu, wali hanya mengelola harta anak yatim,sementara pemeliharaan anak tersebut secara fisik dilakukan oleh kerabat lain yang biasanya berasal dari pihak keluarga ibu (karoeng ) anak tersebut.(arskal Salim. 2006). Hukum positif nasional yang mengatur tentang perwalian adalah UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perwakinan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kompilasi Hukum Islam, dan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perlindungan Anak di mana tidak ada satu pasal pun yang melarang perempuan menjadi wali anak, asalkan syarat menjadi wali terpenuhi, yaitu: 1) Cakap melakukan perbuatan hukum, 2) Jujur, 3) Adil, 4) Bijaksana, 5) Berkelakuan baik, dan 6) Seagama dengan anak. Berdasarkan uraian tersebut baik secara hukum posistif dan hukum adat tidak terhalang bagi perempuan menjadi wali baik wali diri atau wali harta, hanya saja membutuhkan pendampingan dari paralegal untuk membantu memperkuat pengetahuan perempuan akan hakhaknya yang diakomodir berbagai undang-undang dan kebijakan dan melakukan upaya pendampingan berupa lobby, negosiasi dengan aparat gampong sampai permohonan perwalian Mahkamah Syar iyah Jantho. Kasus yang dialami oleh HA di Kecamatan Lhoknga sebagai satu-satunya ahli waris yang tersisa pasca tsunami dimana sampai saat ini belum mendapatkan harta warisan dari neneknya.aparat gampong tidak membenarkan HA mendapatkan seluruh warisan tersebut, karena menurut mereka HA adalah perempuan dan tidak bisa menghabiskan harta (asabah), dan sebagian besar warisan tersebut harus diberikan ke Baital Mal Gampong. Dalam fikih, anak perempuan tidak bisa menghabiskan harta. Pengertian ini dipertahankan dalam bidang bukan kewarisan, misalnya, dalam hal pembayaran diat, sedangkan di dalam kewarisan yang lebih ditonjolkan adalah hak menghabiskan warisannya. Karena itu, orang perempuan pun disebut asabah apabila berhak menghabiskan warisan. Atas dasar itu, anak lakilaki dan begitu juga saudara perempuan dari pewaris perempuan disepakati sebagai asabah. (Alyasa Abubakar, 1989). Artimya perempuan juga dapat menghabiskan harta, namun dasar ini sulit dijadikan rujukan bagi aparat gampong, apalagi HA berjuang sendiri tampa pendampingan dari paralegal yang berupaya meyakinkan aparat gampong dengan dalil yang ada tentang asabah. Ketentuan bahwa perempuan bisa menghabiskan sisa warisan diperkuat oleh: Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 86.K/AG/1994 tanggal 20 Juli 1995, Nomor 122,K/AG/1995 tanggal 30 April 1996.Yurisprudensi ini menjadi dasar hukum di pengadilan bahwa hakim dapat memutuskan perempuan sebagai asabah. Kasus HA hingga saat ini penyelesaian di gampong juga belum dilakukan, karena menurut aparat gampong struktur baital mal gampong belum terbentuk, dan mereka tidak memahami cara menyelesaian kasus ini, membutuhkan pihak lain yang membantu menyelesaikan kasus ini. HA membutuhkan kejelasan kasus ini, karena dia membutuhkan warisan tersebut untuk membiayai kuliahnya. HA tidak mempunyai kesempatan menyampaikan pendapatnya pada aparat gampong karena HA dianggap perempuan dan tidak punya pengalaman. HA ingin didampingi oleh paralegal dari Yayasan Bungong Jeumpa atau KKTGA sampai ke tingkat pengadilan, namun keinginan tersebut tidak bisa terpenuhi karena program paralegal kedua lembaga ini sudah tidak berjalan lagi karena tidak ada biaya program. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Ernita Dewi di desa Cot Lamkuweuh Kecamatan Meuraxa Banda Aceh, seorang perempuan sebagai ahli waris utama yang tersisa pasca tsunami berhasil menghabiskan harta warisan. Pada awalnya keuchik dan Tengku Imum menyatakan perempuan hanya mendapatkan ½ harta warisan, ½ lagi harus diserahkan ke baital mal gampong, namun si perempuan mencari referensi dari tengku di gampong lain dengan pernyataan tertulis menyatakan perempuan berhak menghabiskan harta jika ahli waris utama lain telah tiada. Berdasarkan surat pernyataan tersebut akhirnya keuchik dan tengku imum gampong Cot Lamkuweh menerima bahwa perempuan boleh menghabiskan harta atau asabah.(ernita Dewi. 2006). Pada Penelitian tersebut perempuan cukup memilki pengetahuan dan strategi dalam memperjuangkan haknnya,dan aparat gampong 77 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

78 menerima referensi pihak lain tentang asabah. Belum bisa dipastikan strategi penyelesain kasus dalam penelitian tersebutakan berhasil pada kasus HA.Menurut HA pemikiran aparat gampong sangat kaku dan HA tidak diberi ruang untuk menyatakan pendapatnya sehingga dibutuhkan pendampingan yang cukup strategis terutama melakukan pendekatan dengan aparat gampong oleh paralegal. Ada beberapa temuan lain seperti kasus-kasus yang sulit didampingi oleh paralegal diantaranya tidak memilik saksi dan bukti-bukti yang mendukung perempuan korban tsunami mendapatkan hak kepemilikannya. Harta warisan yang dikuasai oleh sepupu laki-laki dari anak lakilaki.istri dan anak yang belum mendapatkan warisan dari suaminya yang meninggal saat tsunami karena dikuasai oleh adik laki-laki suami.harta penulang(harta warisan dari orang tua istri diberikan saat menikah) yang difaraidkan (dibagikan) di gampong tanpa persetujuan dari anak perempuan sebagai ahli waris dan beragam kasus lainnya. Peran Paralegal dan Tantangan yang Di hadapi Peran paralegal yang sudah terlatih dalam mendampingi kasus-kasus tersebut sangat besar, bukan saja memberikan informasi tentang strategi penyelesaian kasus, tetapi juga memberikan penguatan tentang hak-hak perempuan terkait pewarisan dan perwalian.paralegal juga berperan sebagai mediator sekaligus negosiator, melobby pihak-pihak terkait baik penyelesaian yang dilakukan di tingkat gampong sampai di tingkat pengadilan. Di tingkat pengadilan peran paralegal membantu pengacara, atau advokat. Peran mereka di luar pengadilan justru lebih besar, meyakinkan aparat gampong bahwa tidak ada hukum yang melarang perempuan menjadi wali anak, meminta aparat gampong agar segera menyelesaikan perkara kepemilikan perempuan di tingkat gampong, menginfromasikan tentang nilai dan prinsip pembagian warisan dalam Hukum Islam dan hukum adat,melakukan pendekatan dengan pihak pemerintah daerah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional untuk penyesaian dokumentasi hak kepemilikan, membantu perempuan korban membuat gugatandan permohonan menjadi wali anak dan jenis gugatan kepemilikan lainnya. Peran penting lainnya yang dimainkan paralegal melakukan pendidikan publik tentang hukum waris dan perwalian yang terkait dengan hak-hak perempuan pada masyarakat khususnya wilayah penelitian yang terkena dampak berat tsunami. Kerja-kerja pendampingan tersebut dalam 5 atau 7 tahun terakhir sejak tahun 2008 tidak lagidiperankan oleh paralegal, walaupun lembaga yang memayunginya telah menanamkan investasi pada paralegal dengan berbagai jenis pelatihan dan asistensi. Sebagian dari paralegal beralih profesi menjadi pedagang, PNS, petani tambak, staf program di lembaga lain dan beralih jenis profesi lainnya. Alasan peralihan profesi ini karena mereka harus bertahan hidup tidak mungkin lagi berharap dari pekerjaan paralegal, karena mereka tidak lagi mendapatkan gaji bahkan tidak ada lagi biaya operasional pendampingan kasus. Hal ini juga dibenarkan oleh pimpinan lembaga Yayasan Bungong Jeumpa dan KKTGA bahwa mereka tidak lagi mendapatkan dana hibah untuk membiayai program pendampingan yang dilakukan oleh paralegal. Dana yang tersedia hanya cukup untuk membiayai operasional kantorberupa iuran lsitrik, air dan sewa kantor, bahkan Yayasan Bungong Jeumpa tidak lagi memiliki kantor tetap sehingga tidak ada lagi tempat atau pos bantuan hukum tempat perempuan menerima konsultasi dan pendampingan kasusnya. Durasi program paralegal yang dikelola oleh Yasasan Bungong Jeumpa dan KKTGA sekitar 12 s.d 15 bulan dengan anggaran rata-rata Rp.800 juta s.d 1.3 milyar yang diperoleh darilembaga internasional seperti IDLO, Hivos dan Word Bank. Dana ini harus habiskan dalam periode tersebut dengan kegiatan yang sangat padat mulai pelatihan paralegal,sosialisasi ke beberapa gampong, merancang media kampanye, pendampingan kasus dan kegiatan lainnya. Seluruh potensi, waktu dan kapasitas lembaga dikerahkan untuk menghabiskan dana program dengan sejumlah kegiatan dan output yang harus dicapai selama periode program. Belum ada inisiatif untuk merancang program pendampingan kasus oleh paralegal secara berkelanjutan walaupun dana hibah dan periode program telah selesai. Menjelang finalisasi program aktivitas lembaga disibukkan dengan deadline pelaporan dan pemenuhan persyaratan administrasi ke lembaga donor. Pendekatan Mengoptimalkan Peran Paralegal 78 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

79 Pendekatan untuk mengoptimalkan peran paralegal tetap berjalan adalah memperbaiki paradigma tentang profesi paralegal, dimana paralegal jangan dianggap sebagai satu pekerjaan yang harus ada bayarannya. Paralegal adalah komitmen yang harus didimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarkat yang telah mempunyai kapasitas untuk mendampingi kelompok marginal.komitmen ini harus diikutsertakan dengan mengoptimalkan peran komunitas, melihat bahwa masyarakat dampingan lembaga sebagai salah satu potensi yang harus di kembangkan kapasitasnya, sehingga masyarkat khususnya perempuan korban tidak tergantung dengan peran paralegal yang berasal dari lembaga. Proses perekrutan paralegal harus berasal dari gampong-gampong yang membutuhkan pendampingan paralegal dan jika memungkinkan perempuan korban tsunami yang telah mandiri diikutsertakan menjadi paralegal komunitas. Pendekatan ini dilakukan untuk meminimalkan biaya operasional pendampingan kasus dan memudahkan akses perempuan korban mendapatkan pendampingan, karena di gampong mereka sendiri telah ada paralegal komunitas yang berkapasitas dan setiap saat berada di gampong untuk melakukan pendampingan. Pendekatan ini sebenarnya telah mulai dilakukan oleh lembaga perempuan namun tidak komprehensif, karena tidak melakukan upaya advokasi di tingkat gampong agar masyarkat dan aparat gampong mengoptimalkan potensigampong yang dipakai untuk membantu peran paralegal komunitas termasuk memasukkan anggaran pendampingan kasus dalam anggaran gampong dan masuk dalam salah satu program perencanaan gampong. Hasil wawancara dengan Prof. Syahrizal, akademisi di UIN Ar.Ranniry Aceh menegaskan hal yang sama yaitu : 79 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII Masyarkat gampong selama ini memilki keterbatasn akses pedampingan, harapannya lembaga bantuan hukum memanfaatkan institusi gampong seperti tuha peut, keuchik, tengku imum dengan pelatihan atau peningkatan kapasitas untuk mereka, membuka jaringan pada masyarkat digampong dan membentuk kelompok sosial yang perduli dengan masalah sosial. Jika tidak membuka jaringan ini sampai ke gampong maka akses masyarakat sampai ke tingkat bawah akan sangat rendah.melalui lembaga bantuan hukum harus melakukan ekspansi sampai ke gampong dengan memanfaatkan tokoh masyarkat. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Paralegal sangat berperan dalam melakukan pendampingan terhadap perempuan korban tsunami untukmengkases hak-hak pewarisan dan perwaliannya, namun peran ini tidak berkelanjutan karena pendekatan program paralegal yang dirancang oleh lembaga non pemerintah seperti Yayasan Bungong Jeumpa dan KKTGA bersifat based proyek. Strategi pengelolaan program ini mengakibatkan kasuskasus pewarisan dan perwalian yang dihadapi perempuan korban tsunami tidak selesai bahkan tidak tertangani, sementara peran negara lemah dalam memberikan pendampingan hukum pada kelompok marginal. Saran Dalam merancang program paralegal bagi lembaga pemerintah dan non pemerintah di awali dengan identifikasi wilayah sararan dan kelompok dampingan secara sistematis dan akurat, sehingga memperoleh informasi yang utuh tentang potensi dan kebutuhan wilayah sasaran program. Hasil indentifikasi tersebut sebagai dasar dalam merancang program paralegal yang berbasis komunitas DAFTAR PUSTAKA Abidin Nurdin PKPM Pemberdayaan Perempuan Aceh Pasca Bencana dalam Buku Realitas Kondisi Perempuan dan Anak di Aceh Pasca Konflik dan Tsunami BRR, Seri buku BRR buku 9 Ekonomi.Jakarta : Pustaka Al Kautsar Departemen Sosial, Save the Children dan UNICEF, Maret Penelitian Bersama Seluruh Aceh. Harper Erica, IDLO Hukum perwalian, pewarisan dan tanah di Aceh pascatsunami. Justice for the poor.revitalization Legal Aid Program, Maret 2008, Panduan Pelatihan Paralegal Kadriah dkk. Fakultas Hukum Unsyiah Perlindungan Terhadap Perempuan Korban Tsunami Dalam Mendapatkan Hak Kepemilikan Atas Tanah dalam buku Realita Kondisi Perempuan dan Anak di Aceh Pasca Konflik dan Tsunami Modul Paralegal LBH APIK Aceh, LBH APIK Aceh. 2007

80 Muhadjir Noeng Metode logi Penelitian Kualitatif Penekatan positivisik,rasionalistk, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama. Yokjakarta : Rake Sarasin Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Bandung : Citra Umbara. Undang-Uandang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Np. 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Suma, Muhammad Amin.2005.Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta,PT Raja Grafindo Operasionalisasi Rencana Kontinjensi Banjir Kelurahan Saat Terjadi Bencana Banjir Studi Kasus Kelurahan Di Dki Jakarta Maulinna Utaminingsih 11 Abstrak Rencana Kontinjensi (Renkon) merupakan bagian dari upaya kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana. Bencana atau ancaman terkadang sulit dapat diprediksi secara tepat, waktu terjadinya serta besaran bencananya dan kemudian menjadikan kondisi kritis. Untuk itulah dibutuhkan perencanaan dalam menangani kondisi kritis berdasarkan perkiraan untuk menekan dampak buruk yang ditimbulkan. Renkon merupakan sebuah proses dalam menghadapi atau menangani kondisi krisis yang mungkin terjadi dan mungkin juga tidak terjadi. Biasnya renkon dituangkan dalam bentuk dokumen yang didalamnya memuat kesepakatan tujuan, pendekatan, prosedur dari situasi krisis sehingga mampu merespon ancaman tersebut secara tepat waktu, efektif dan sesuai kebutuhan. Sebagai sebuah rencana ketidakpastian, renkon bisa jadi tidak pernah diaktifasi. Namun sebagai bagian dari kesiapsiagaan, tidak dijalankannya renkon karena kejadian yang diprediksi tidak terjadi dan tidak menimbulkan kerugian. Dalam hal bencana terjadi, maka Renkon berubah menjadi Rencana Operasi Tanggap Darurat atau Rencana Operasi. Provinsi DKI Jakarta memiliki ancaman banjir, untuk itulah sejak tahun 2013 beberapa kelurahan yang rawan banjir membuat dokumen renkon banjir. Tetapi apakah kemudian dokumen renkon ini diaktifkan pada saat kelurahan mengalami banjir? Dan apakah dokumen renkon yang sudah ada ini benar dapat dioperasionalkan? Dua hal inilah yang akan dianalisis melalui metode kualitatif triangulasi informasi hasil review dokumen renkon, studi kasus dan hasil wawancara dengan beberapa kelurahan dampingan proyek PRESTASI di Jakarta Utara. Hal ini disebabkan oleh: 1) kurang kuatnya dasar hukum yang dijadikan landasan untuk mengaktifkan renkon; 2) pembuatan renkon tidak melibatkan komunitas di kelurahan; 3)kurangnya pemetaan sumber daya yang ada dikomunitas; 4) tidak adanya pembaharuan data renkon; 5) tidak adanya simulasi secara rutin. Harapannya ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk mewujudkan komunitas yang tangguh bencana. Kata kunci: renkon, sumber daya, komunitas, tangguh, bencana, simulasi 11 SPO DRR, Yayasan Sayangi Tunas Cilik-Save the Children 80 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

81 I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam tetapi sekaligus juga memiliki potensi bencana yang beragam. Tak luput juga di provinsi DKI Jakarta, Ibukota Indonesia yang memiliki banyak permasalahan termasuk potensi bencana. Berdasarkan analisa data dari BPBD Provinsi DKI Jakarta dan tertuang dalam rencana kontinjensi Provinsi DKI Jakarta 2017, terdapat 49 Kelurahan yang merupakan wilayah rawan bencana banjir. Hal ini tertuang dalam dokumen Rencana Kontinjensi Banjir Provinsi DKI Jakarta yang disusun oleh BPBD Provinsi DKI Jakarta tahun Sebelum adanya dokumen rencana kontinjensi banjir provinsi, di beberapa kelurahan di DKI Jakarta sudah membuat dokumen rencana kontinjensi. Hal ini dilakukan untuk menyikapi kondisi Jakarta yang rawan banjir. Berdasarkan kondisi tersebut maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan upaya dengan menyusun perencanaan dan kebijakan dalam melaksanakan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana, salah satunya adalah Perencanaan Kontinjensi Banjir Provinsi DKI Jakarta, sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (3) PP. 21/2008 dilakukan pada kondisi kesiapsiagaan. Perencanaan Kontinjensi merupakan upaya kesiapsiagaan dalam menghadapi sebuah ancaman bencana yang mungkin terjadi. Sebagai upaya kesiapsiagaan, rencana kontinjensi diharapkan mampu memenuhi fungsinya meredam dampak buruk yang akan terjadi akibat sebuah bencana secara cepat, tepat dan efektif. Sejak tahun 2013 sudah ada upaya-upaya untuk membuat dokumen rencana kontinjensi banjir di kelurahan-kelurahan yang sering terjadi banjir di DKI Jakarta. Rencana Kontinjensi Banjir Kelurahan ini diharapkan dapat menjadi pedoman pada saat menghadapi darurat bencana bagi semua pelaku penanggulangan bencana banjir di kelurahan sehingga semua sumber daya yang ada dapat termobilisasi dan terkordinasi dengan baik untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat yang terkena dampak bencana. Dalam hal bencana terjadi, maka Rencana Kontinjensi berubah menjadi Rencana Operasi Tanggap Darurat atau Rencana Operasi. Ada 3 kelurahan dampingan project PRESTASI (Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah Terintegrasi) yang dijalankan oleh Yayasan Sayangi Tunas Cilik-Save the Children yang juga sudah memiliki renkon banjir. Kelurahan tersebut adalah Kelurahan Kapuk Muara, Kelurahan Pejagalan dan Kelurahan Pluit yang berada di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Tetapi sejauh manakah dokumen rencana kontinjensi banjir di ketiga kelurahan ini dapat dioperasionalkan pada saat situasi banjir? Dan apakah rencana kontinjensi banjir yang sudah dibuat sudah pernah diaktifkan pada saat tejadi banjir pada tahun 2014, 2015 dan 2017? 1.2 Tujuan Berdasarkan pertanyaan penelitian dalam rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Menjelaskan apakah rencana kontinjensi banjir yang sudah dibuat di kelurahan Kapuk Muara, Pejagalan dan Pluit sudah pernah diaktifkan pada saat tejadi banjir pada tahun 2014, 2015 dan Menjelaskan faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan dokumen rencana kontinjensi banjir di ketiga kelurahan tersebut tidak dapat dioperasionalkan pada saat situasi banjir. II. Metodologi Penelitian 2.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu jenis penelitian studi kasus. Studi kasus yang peneliti teliti yaitu dokumen renkon banjir Kelurahan Kapuk Muara, Pejagalan dan Pluit kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. 2.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di DKI Jakarta, dengan focus wilayahnya di Kelurahan Pejagalan, Kapuk Muara dan Pluit Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. 81 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

82 2.3 Informan Penelitian Informan penelitian ini adalah para perangkat di ketiga kelurahan lokasi penelitian, para fasilitator renkon BPBD DKI Jakarta, para fasilitator review dan TTX (Top Table Excercise) Yayasan Sayangi Tunas Cilik Save the Children dan BPBD DKI Jakarta. 2.4 Pengumpulan dan Analisis Data Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti melalui du acara, yaitu: (1) pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap pihak-pihak terkait; (2) pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan sumber data melalui studi literature dan dokumentasi. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana dikemukakan oleh Neuman (2006, h ), yaitu sebagai berikut: (a) Tahap pengorganisasian data; (b) Tahap pengolahan data; (c) Tahap penafsiran data; dan (d) Tahap kesimpulan. III. Hasil dan Pembahasan 3.1 Aktivasi Dokumen Rencana Kontinjensi Banjir Kelurahan Pejagalan, Kapuk Muara dan Pluit Kelurahan Pejagalan, Kapuk Muara dan Pluit yang berada di kecamatan Penjaringan termasuk daerah yang sering mengalami banjir. Dengan pertimbangan tersebut BPBD DKI Jakarta pada tahun 2013 berinisiatif memfasilitasi kelurahan tersebut dalam membuat dokumen rencana kontinjensi banjir. Proses pembuatan dokumen ini dilakukan oleh tim fasilitator BPBD DKI Jakarta dengan melibatkan pihak kelurahan, pihak swasta dan perwakilan warga. Setelah pembuatan dokumen renkon banjir tahun 2013, pada tahun-tahun berikutnya tahun 2014, 2015 dan 2017 kelurahankelurahan tersebut mengalami banjir meski tidak separah tahun 2007 dan Tetapi mereka tidak mengaktifkan renkon yang sudah pernah dibuat. Padahal dalam dokumen renkon mereka sudah ada aturan kapan renkon ini bisa diaktifkan seperti tertera dibawah ini yang diambil dari dokumen Renkon Banjir Kelurahan Pejagalan: Aktivasi rencana kontinjensi ini dilakukan beberapa saat sebelum terjadi bencana (siaga darurat) dengan kriteria sebagai berikut: 1. Adanya pernyataan status siaga 1 di beberapa titik sumber-sumber ancaman bencana banjir di tingkat kelurahan berdasarkan hasil pengamatan ketinggian muka air yang dilaksanakan oleh Tripikel dan Tim Reaksi Cepat Tingkat Kelurahan. 2. Adanya situasi dan kondisi wilayah yang sudah terdampak 100% sesuai skenario yang dikembangkan di tingkat kelurahan berdasarkan hasil pengamatan/kaji cepat yang dilakukan oleh Tripikel dan Tim Reaksi Cepat Tingkat Kelurahan. 3. Adanya usulan penetapan masa tanggap darurat bajir oleh TRC kepada Lurah setempat. Berdasarkan kriteria tersebut Lurah Pejagalan menetapkan keadaan darurat banjir dengan asumsi masa tanggap darurat berlangsung sesuai dengan skenario yang dikembangkan terhitung sejak ditetapkannya keadaan darurat. 1. Mekanisme Aktivasi Rencana Kontinjensi a. Lurah Pejagalan segera berkoordinasi dengan Pusdalops BPBD DKI Jakarta setelah masa tanggap darurat ditetapkan di wilayahnya. b. Jika indikator potensi bencana telah aktif/terjadi/terpenuhi, maka sistem peringatan dini banjir secara intensif memberikan informasi awal tentang akan terjadinya banjir dan kemungkinan lokasi yang akan tergenang. c. Setelah potensi bencana diaktifkan, Lurah Pejagalan segera melakukan rapat koordinasi perdana dengan melibatkan seluruh sektor dan unsur-unsur lain yang terlibat dalam penanggulangan bencana (Babinsa, Bimas, Ketua RW, Ketua LMK, dll). Materi rapat antara lain membahas : 1) Pembaharuan data sumber daya (manusia dan peralatan) yang secara riil 82 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

83 dapat digerakkan dalam proses tanggap darurat. 2) Menyepakati Struktur Organisasi Komando Tanggap Darurat (SKTD) yang akan digunakan dan dilengkapi dengan pembagian tugas yang mengacu pada Standar Operasional Prosedur atau prosedur tetap dalam lampiran rencana kontinjensi. 3) Melaporkan kepada Pusdalops, BPBD Provinsi DKI Jakarta tentang status tanggap darurat aktif. 2. Aktivasi Rencana Operasi Rapat Koordinasi aktivasi Rencana Kontinjensi akan menghasilkan Rencana Operasi, yang antara lain berupa : a. Aktivasi Sistem Komando Tanggap Darurat (SKTD) dan pembagian peran; b. Profil dasar wilayah terpapar bencana (hasil kaji cepat TRC) c. Pembaharuan data posko/pos/seksie yang telah dibentuk d. Proyeksi kebutuhan, ketersediaan dan kesenjangan pada masing-masing posko/pos /seksi yang telah dibentuk. e. Rencana kerja dan Rencana Anggaran Biaya masing-masing Posko/Pos/Seksie Pelaksanaan Rencana Operasi dapat dilakukan setelah Komandan (Lurah) mengumumkan Status Tanggap Darurat dan masa berlakunya tanggap darurat. Table 1.1 Dokumen Renkon Banjir Kelurahan Pejagalan Salah satu penyebab mereka tidak mengaktifkan Renkon Banjir Kelurahan adalah karena setelah renkon selesai dikerjakan keberadaannya di kelurahan tidak diketahui. Sehingga ketika terjadi banjir respon dilakukan dengan tidak mengaktifkan renkon banjir. 3.2 Faktor-faktor yang menyebabkan Renkon Banjir tidak dapat dioperasionalkan Provinsi DKI Jakarta memiliki ancaman banjir, untuk itulah sejak tahun 2013 beberapa kelurahan yang rawan banjir membuat dokumen renkon banjir. Tetapi ternyata hingga tahun 2017 dokumen ini tidak pernah diaktivkan meski di tahun 2014, 2015, 2016 dan 2017 terjadi banjir. Berdasarkan hasil penelitian tidak dapat dioperasionalkannya renkon banjir tersebut karena tidak memenuhi syarat dan ketentuan dalam proses pembuatan renkon. Berikut ini beberapa penyebab renkon banjir kelurahan ini tidak dapat dioperasionalkan: 1) Kurangnya komitmen dan rasa memiliki dokumen Renkon Pada Januari tahun 2017, tim dari Yayasan Sayangi Tunas Cilik mendatangi kelurahan-kelurahan untuk melakukan verivikasi data renkon. Tetapi ketika dikonfirmasi ke pihak kelurahan ternyata tidak ada yang mengetahui keberadaan dokumen renkon tersebut. Bahkan banyak staf kelurahan yang tidak tahu apa itu Renkon. Ternyata dokumen renkon yang pernah dihasilkan masih tersimpan di tim fasilitator BPBD. Mungkin pernah diserahkan ke pihak kelurahan tetapi tidak diketahui siapa yang menerima dan dimana keberadaannya. Selain itu adanya pergantian lurah serta perubahan perangkat di kelurahan dan tidak adanya transfer informasi menyebabkan apa yang pernah dihasilkan tidak diketahui oleh lurah serta perangkat kelurahan yang baru. Ketika pada tahun 2014, 2015, 2016 dan 2017 kelurahan mengalami banjir mereka merespons sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Pihak kelurahan merasa selalu siap menghadapi situasi bencana apapun karena memang sudah sering terjadi bencana di wilayah mereka. Contohnya di Kelurahan Kapuk Muara, untuk kebakaran dan banjir sering sekali terjadi sehingga mereka jadi terbiasa menghadapi situasi bencana. Tetapi tidak begitu dengan pihak-pihak lainnya yang masih mengalami kebingungan saat ada situasi darurat, apa yang harus dilakukan pihak-pihak lainnya ketika situasi darurat. Komitmen merupakan hal yang utama dalam penyusunan renkon. Karena dengan adanya komitmen yang kuat untuk menangani bencana secara lebih baik akan menjadi modal 83 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

84 utama dalam menyusun renkon. Dengan begitu penanganan bencana dapat menjadi tepat, efektif serta terkoordinasikan. Kemudian komitmen tersebut harus dikembangkan untuk membangun kesadaran masyarakat atas penanganan bencana yang bertumpu pada rencana kontinjensi yang akan disusun secara partisipatif. Komitmen dan rasa memiliki sebagai upaya mengurangi risko bencana atau kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana merupakan hal paling mendasar yang harus ada sebelum kita melangkah pada proses selanjutnya. Tanpa ada keduanya, proses penyusunan renkon akan mengalami kendala, tidak efektif atau bahkan tidak dapat berjalan sama sekali. Pastikan seluruh pemangku kepentingan memiliki pemahaman yang sama serta menempatkan renkon sebagai landasan bersama dalam penanganan bencana. 2) Kurang kuatnya dasar hukum yang dijadikan landasan untuk mengaktifkan renkon Dalam dokumen renkon kelurahan disebutkan secara jelas kapan akan diaktifkan, yaitu pada saat situasi siaga darurat (beberapa saat sebelum terjadi situasi darurat). Tetapi kendalanya ternyata status bencana di DKI Jakarta hanya ada ditingkat provinsi dan statusnya untuk provinsi hanya tanggap darurat. Sedangkan siaga darurat dan pemilihan darurat sebagai bagian dari status tanggap darurat di hilangkan kata "darurat" nya. Karena hanya tanggap darurat saja, maka provinsi tidak mengeluarkan status karena tidak memenuhi indikator darurat. Sehingga kelurahan menjadi dilema akan menetapkan situasi di wilayahnya. Hal ini tentunya berkaitan dengan alokasi dana yang akan digunakan tidak bisa digunakan karena tidak ada alokasi untuk situasi siaga darurat. 3) Pembuatan renkon tidak melibatkan seluruh lapisan komunitas di kelurahan Pembuatan renkon sebaiknya melibatkan komunitas, melalui perwakilanperwakilannya. Karena tentunya komunitaslah yang akan terdampak langsung jika terjadi bencana. Pentingnya pelibatan seluruh lapisan komunitas untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak mengenai situasi pada saat terjadi bencana. Di kelurahan Pluit, Kapuk Muara dan Pejagalan pada saat penyusunan dokumen renkon memang sudah dihadiri perwakilan komunitas tetapi kenyataannya ketika dilakukan peninjauan ulang dokumen masih banyak data-data yang kurang dikarenakan kurangnya pelibatan perwakilan komunitas. Sebaiknya perwakilan RT dan RW hadir saat proses pembuatan renkon. Tetapi ternyata mereka tidak diundang pada saat pembuatan atau diundang tapi tidak bisa hadir dikarenakan kesibukaan masing-masing RT/RW. 4) Tidak adanya pembaharuan data renkon Pentingnya melakukan pembaharuan data renkon dikarenakan situasi senantiasa tidak selalu sama. Hal ini untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan secara pasti ketika situasi darurat. Sejak dibuat tahun 2013, belum ada pembaharuan dokumen renkon banjir lagi. Dokumen ini baru mulai direview lagi tahun 2017 dengan memperbaharui data-data yang terbaru. Itu pun mengalami kendala karena kurangnya ketersediaan data yang detail di kelurahan. Selain itu juga adanya pergantian lurah serta perangkatnya serta tidak adanya keberlanjutan dari renkon karena tidak adanya proses serah terima. 5) Sistem peringatan dini yang tidak diketahui komunitas Tanda peringatan dini adalah tanda yang menjadi pertanda akan datangnya ancaman bencana/bahaya. Peringatan dini merupakan tanda yang dapat dikembangkan dan disepakati serta dimengerti oleh seluruh warga untuk melakukan tindakan segera menyelamatkan diri atau asset-aset warga. Perlu digali informasi, tanda peringatan dini yang digunakan selama ini serta efektifitasnya. Jika sudah ada dan dinilai efektif, maka perlu dikembangkan untuk lebih terstruktur dan jelas, siapa yang bertanggungjawab menyampaika peringatan dini tersebut. Jika 84 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

85 tidak, proses bersama komunitas dapat membuat kesepakatan tentang tanda peringatan dini yang akan digunakan dan siapa yang bertanggungjawab untuk menyampaikan peringatan dini tersebut. Apakah tanda peringatan dini menggunakan sirine, kentongan, bedug atau lainnya. Penetapan system peringatan dini di kelurahan harus jelas dan diketahui oleh semua pihak, baik pihak kelurahan, swasta, maupun komunitas. Dengan adanya system peringatan dini yang jelas dapat meminimalkan risiko bencana. Dari ketiga kelurahan tersebut ternyata masih banyak yang belum mengetahui bagaimana system peringatan dini di kelurahannya. Yang sudah berjalan di kelurahan Kapuk Muara, informasi peringatan dini disampaikan melalui grup Whatsapp (WA) tingkat RW untuk kemudian dapat dilanjutkan di tingkat RT. Tetapi untuk sekolah-sekolah yang berada di kelurahan belum masuk dalam grup WA tersebut dan tidak pernah mendapatkan peringatan dini dari kelurahan. Sedangkan di dua kelurahan lainnya system peringatan dini sama sekali belum berjalan. 6) Tidak adanya simulasi secara rutin Sebaiknya dokumen renkon juga disimulasikan, hal ini penting untuk mengetahui apakah memang dokumen tersebut sudah dapat dioperasionalkan. Selain itu untuk supaya masing-masing mengetahui perannya pada saat situasi darurat, siapa melakukan apa. Diharapakan dengan seringnya dilakukan simulasi dapat meningkatkan kesiapsiagaan pda saat situasi bencana. Pada kenyataannya dokumen renkon banjir kelurahan ini dari tahun 2013 hingga 2017 di Kelurahan Kapuk Muara pernah sekali dilakukan simulasi TTX(Top Table Exercise) oleh lurah yang lama. Sedangkan kelurahan lainnya baru melakukan sekali TTX dengan difasilitasi oleh Yayasan Sayangi Tunas Cilik- Save the Children. Setelah mengikuti TTX ini para peserta jadi memahami betul fungsi dari renkon dan mereka berharap hal ini dapat dilakukan secara rutin. IV. Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal yang menyebabkan dokumen renkon kelurahan di DKI Jakarta tidak dapat diaktifkan dan dioperasionalkan, yaitu: a. Kurangnya komitmen dan rasa memiliki dokumen Renkon b. Kurang kuatnya dasar hukum yang dijadikan landasan untuk mengaktifkan renkon c. Pembuatan renkon tidak melibatkan seluruh lapisan komunitas di kelurahan d. Tidak adanya pembaharuan data renkon e. Sistem peringatan dini yang tidak diketahui komunitas f. Tidak adanya simulasi secara rutin Hal-hal diatas bisa tidak terjadi jika syarat dan ketentuan dalam proses pembuatan renkon dapat terpenuhi. Ini menjadikan pembelajaran bagi kita semua supaya kedepan dalam membuat renkon bencana dapat dipersiapkan lebih baiklah supaya dapat memenuhi syarat dan ketentuan pembuatan renkon. V. Daftar Pustaka Tim Fasilitator Renkon BPBD DKI Dokumen Rencana Kontinjensi Kelurahan Kapuk Muara Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Fahzy.2013, Dokumen Rencana Kontinjensi Kelurahan Pejagalan Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Suci Salmaningsih Royeza.2013, Dokumen Rencana Kontinjensi Kelurahan Pluit kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Rezki, Muhammad Prinsip dan Proses Perencanaan Kontinjensi, 02/prinsip-dan-proses-perencanaan.html, diakses pada 14 Agustus 2017 pukul Sofyan Rencana Kontinjensi Kelurahan, Membangun Kesiapsiagaan Mengurangi Risiko Bencana dalam Lembar Informasi Rencana Kontinjensi Komunitas, edisi 01. Jakarta. Wahana Visi Indonesia. 85 Kedaruratan Bencana Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

86 Ketangguhan Masyarakat Ketangguhan Pulau: Membangun Ketahanan Masyarakat dan Sekolah Pesisir di Kabupaten Lembata dan Nagekeo Oleh: Dian Mardiana, Roby Lay, Melyaki Habel, and Aryo Adhityo H (Project manager and project Coordinator of Resilient Island Plan International Indonesia), Dian.mardiana@plan-international-org; roby.lay@plan-international.org; Melyaki.Habel@plan-international.org; aryo.adhito@planinternational.org Program Ketangguhan Pulau adalah salah satu program bagaimana membangun ketahanan masyarakat dan sekolah agar mereka bisa menjadi masyarakat dan sekolah yang tangguh terhadap bencana. Program tersebut merupakan salah satu kontribusi nyata terhadap The Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR) dan Sustainable Development Goals (SDG). Program ini diimplementasikan di dua pulau yakni pulau Flores (Nagekeo) dan Pulau Lembata sebagai salah satu strategi mengurangi risiko bencana yang menyasar sekolah dan komunitas desa. Program ini bersesuaian dengan beberapa peraturan yang sudah dikeluarkan pemerintah Indonesia terkait dengan Penanggulangan Bencana di tingkat nasional sampai tingkat desa/kelurahan. Dari pengalaman implementasi program tersebut, ada beberapa pencapaian dan pembelajaran menarik yakni 1) terbentuknya Tim siaga bencana desa sebagai upaya memperkuat ketahanan masyarakat dari bencana; 2) Perencanaan Pembangunan Komunitas dengan perspektif Pengurangan Risiko Bencana dan Mitigasi Adaptasi Perubahan Iklim (PRB-MAPI). Ini adalah upaya pemanfaatan Alokasi Dana Desa untuk mendukung desa tangguh dan menjawab indikator kemandirian desa di Kabupaten Lembata; 3) Penguatan warga dan struktur bangunan sekolah dengan perspektif Pengurangan Risiko Bencana yang inklusif dan ramah anak. Dengan adanya program Ketangguhan Pulau ini, diharapkan dapat memperkuat ketahanan masyarakat dan mendorong komunitas desa dan sekolah menjadi tangguh. Kata Kunci: desa tangguh, sekolah aman, bangunan tahan bencana, anggaran desa, SDG I. Pendahuluan Sejak kemunculan Hyogo Framework kemudian menjadi The Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR) telah membawa skema yang berbeda dari program bencana di banyak negara, termasuk Indonesia. Saat ini sudah ada banyak upaya regulasi yang dikeluarkan pemerintah untuk memberi payung hukum terkait penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana di Indonesia. Banyak program pun kemudian dirumuskan dan diimplementasikan sebagai upaya dari penjabaran kebijakan. Bukan hanya oleh pemerintah, banyak pihak dari International NGO dan NGO Nasional ikut berkontribusi di dalamnya. Salah satu program yang diimplementasikan oleh Plan International, sebagai International NGO yang ada di Indonesia adalah program Ketangguhan Pulau di Nusa Tenggara Timur. Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari ancaman bencana di NTT, program ketangguhan pulau diluncurkan dengan dukungan dari German Federal Foreign Office (GFFO). Program tersebut adalah salah satu strategi mengurangi risiko bencana yang menyasar sekolah dan komunitas desa. Program ini bersesuaian dengan beberapa peraturan yang sudah dikeluarkan pemerintah Indonesia terkait dengan UU Penanggulangan Bencana 24/2007, Peraturan Kepala BNPB No 01/2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, Peraturan Kepala BNPB No 04/2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah Aman dari Bencana, dan 86 Ketangguhan Masyarakat Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

87 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 19/2012 tentang Program Kampung Iklim. Program Ketangguhan Pulau di NTT diimplementasikan di dua pulau, yakni pulau Lembata dan Pulau Flores (Nagekeo). Pulaupulau ini memiliki keunikan tersendiri dalam hal demografi, lingkungan, dan paparan risiko bencana dan iklim. Pulau Lembata dan Flores terletak di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di kawasan timur Indonesia. II. Kajian Menurut data resmi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), setidaknya 25 bencana berskala besar terkait iklim telah terjadi di provinsi NTT sejak tahun Populasi NTT juga telah berlipat ganda sejak Masyarakat telah semakin menetap di lereng bukit rawan bahaya. Dan di daerah pesisir tanpa mempertimbangkan potensi risiko. Karena perubahan iklim, orang-orang kemudian menyadari risiko (kekeringan, kelangkaan makanan dan air), namun saat ini mereka tidak dapat memperbaiki situasi mereka karena kurangnya sumber daya, pengetahuan dan kapasitas. Pulau Lembata: Pulau Lembata terletak di sebelah timur pulau Flores. Ini adalah pulau administrasi kabupaten terkecil kedua di provinsi NTT yang hanya hektar. Ini mencakup 9 kecamatan, 151 desa. Jumlah penduduk yang tercatat pada tahun 2014 adalah orang, dimana laki-laki dan perempuan. Pertumbuhan penduduknya mencapai 2,19%. Lembata pernah dilanda tsunami pada tahun 1979, yang disebabkan oleh pergerakan massa tanah. Acara tersebut dikenal dengan sebutan Lomlen Tsunami: Lebih dari 500 orang di empat (4) desa terbunuh dan lebih dari 300 orang tidak diketahui keberadaannya. Pulau Lembata, bagaimanapun, tidak hanya rentan terhadap tsunami, tapi juga aktivitas gunung berapi karena kabupaten ini adalah rumah bagi sejumlah gunung berapi, antara lain Ili Ape, Mt. Lewotolok, Mt. Kabah, Ili Werung dan Ili Hobal. Menurut Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) provinsi, Ili Ape dan Mt. Lewotok dianggap sebagai salah satu "gunung berapi aktif skala besar di provinsi NTT". Pulau Flores: Pulau Flores adalah pulau terbesar di NTT dengan luas wilayah lebih dari km2 dan merupakan pulau yang kaya sumber daya alam di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pulau ini terbagi menjadi beberapa pemerintahan kabupaten, yaitu: Sikka, Flores Timur, Enda, Ngada, Manggarai, Manggarai Barat dan Timur dan Nagekeo. Secara total, ada 110 kecamatan dan desa (NTT pada Gambar 2015). Pada orang tinggal di kedua kabupaten di mana Plan aktif, 62,26% di antaranya di Sikka, salah satu kota berkembang terbaik di pulau ini. Serupa dengan konteks pulau Lembata, populasi perempuan di Sikka dan Nagekeo lebih tinggi. Untuk Sikka rasionya adalah perempuan dibandingkan dengan sedangkan di Nagekeo, jumlah populasi wanita adalah dan laki-laki adalah Pulau ini memiliki gunung berapi aktif yang meluas: Mt. Ranaka dan Mt. Anak Ranaka di Manggarai, Mt. Ine Rie dan Ebulobo di Ngada dan Rokatenda di Sikka. Gunung Rokatenda di antara gunung api utama di provinsi NTT (BPBD Provinsi) dan beberapa gunung berapi aktif lainnya seperti Sirung, Lewotobi Laki-laki, Lewotobi Perempuan, Lera Boleng, Egon, Iya, Ine Lia dan Kelimutu (Pusat Mitigasi Vulkanologi dan Geologi). Akibatnya pulau ini sangat rawan gempa dan ancaman aktivitas vulkanik. Sebuah gempa besar di Flores adalah gempa Sikka pada tahun Selain gempa dan letusan gunung berapi, Flores juga mengalami banjir tanah longsor, dan angin kencang. Provinsi / kabupaten / kota di Indonesia sangat luas. Inilah sebabnya mengapa masyarakat masih memiliki tingkat kesadaran rendah dan kapasitas yang terbatas untuk menyesuaikan diri dengan kondisi perubahan yang diakibatkan oleh kondisi cuaca yang ekstrim dan sering terjadi bencana alam. Anak-anak adalah kelompok orang-orang yang paling 87 Ketangguhan Masyarakat Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

88 banyak terkena dampak perubahan iklim dan lebih rentan daripada orang dewasa akibat dampaknya yang berbahaya, dengan dampak mulai dari malnutrisi, tingkat kematian yang lebih tinggi akibat kejadian cuaca ekstrem dan bencana, kerentanan terhadap penyakit yang disebabkan oleh iklim dan terganggunya pendidikan mereka. Pendidikan yang tidak lengkap dan buruk menyebabkan kerentanan lebih lanjut (buta huruf, pengangguran dll.). Anak-anak adalah generasi yang akan paling menderita akibat dampak perubahan iklim di masa depan tanpa saat ini menerima pengembangan kapasitas adaptif yang tepat. Program Kepulauan Tangguh ini bertujuan untuk menggabungkan semua pengalaman (mendukung masyarakat dengan perencanaan pencegahan, sekolah yang aman, pengurangan risiko dan kegiatan adaptasi perubahan iklim) dan membantu membangun kapasitas masyarakat pesisir yang rentan dan sekolah di pulau-pulau tersebut. Mereka dilatih untuk memiliki kesiapsiagaan dan kapasitas yang lebih baik untuk mengatasi kejadian bencana yang lebih cepat dan juga sebagai kebutuhan adaptasi jangka panjang dan menjadi komunitas yang tangguh. III. Analisa Target dari program Ketangguhan pulau adalah 17 desa dan 20 sekolah di Lembata dan Nagekeo. Ada 3 target pencapaian dari program ini yakni: 1) kapasitas masyarakat desa meningkat mengenai kesiapsiagaan dan penanganan bencana sehingga memperkuat ketahanan masyarakat mereka; 2) kapasitas warga sekolah meningkat dan menerapkan tindakan kesiapsiagaan; 3) kesadaran para pengambil kebijakan dan masyarakat umum telah meningkat mengenai konsep masyarakat yang tangguh dan sekolah yang aman. Program Ketangguhan Pulau diinisiasi dan mulai diimplementasikan sejak Mei Dalam satu tahun terakir, ada banyak pencapaian dan pembelajaran yang bisa diambil untuk menjawab target program. Beberapa pencapaian dan pembelajaran menarik dari program Ketangguhan Pulau adalah 1) terbentuknya Tim siaga bencana desa sebagai upaya memperkuat ketahanan masyarakat dari bencana; 2) Perencanaan Pembangunan Komunitas dengan perspektif Pengurangan Risiko Bencana dan Mitigasi Adaptasi Perubahan Iklim (PRB-MAPI). Ini adalah upaya pemanfaatan Alokasi Dana Desa untuk mendukung desa tangguh dan menjawab indikator kemandirian desa di Kabupaten Lembata; 3) Penguatan warga dan struktur bangunan sekolah dengan perspektif Pengurangan Risiko Bencana yang inklusif dan ramah anak. 1) Terbentuknya Tim siaga bencana desa sebagai upaya memperkuat ketahanan masyarakat dari bencana Praktik baik dari aksi nyata dari ketiga pencapaian dan pembelajaran yang muncul saat ini adalah Kemunculan Tim Siaga Bencana Desa (TSBD) di setiap desa di Lembata dan Nagekeo. TSBD ini pula yang memperkuat ketangguhan desa dengan partisipasi dan keterlibatannya dalam kegiatan implementasi program dan juga dalam advokasi. Di Kabupaten Lembata, Tim siaga bencana sudah terbentuk 41 tim siaga bencana untuk 41 desa yang saat ini sudah direplikasi menjadi 56 desa termasuk 5 desa yang didampingi langsung oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sementara di Kabupaten Nagekeo, saat ini sudah diinisiasi pembentukan 7 tim siaga bencana untuk 7 desa. Di desa-desa baik di Pulau Lembata dan Nagekeo, kehadiran Tim Siaga Bencana dirasakan dapat memperkuat kesiapsiagaan dan ketahanan masyarakat terhadap bencana. salah satu studi menarik dari tim siaga bencana bisa didapat dari desa Maropokot, Kabupaten Nagekeo, Flores. Desa ini cukup rawan terkena bencana gempa, tsunami, gelombang pasang dan banjir, sesuai dengan hasil analisa PRA/HVCA yang dilakukan masyarakat. Hal dikarenakan pemukiman masyarakat diapit oleh saluran irigasi 88 Ketangguhan Masyarakat Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

89 persawahan dan pesisir utara flores. Keadaan ini diperparah dengan banyaknya masyarakat yang membangun perumahan diatas lahan pesisir tersebut, semakin berbahaya lagi ketika bangunan irigasi yang dibuat tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan pemerintah yaitu harus terintegrasi pada sistim drainase di lingkungan sekitar pemukiman. Kondisi ini terus memprihatinkan ketika para masyarakatnyapun kurang menjaga lingkungan. Menjadi lokasi banjir dan terpapar gelombang pasang menjadi tontonan gratis setiap tahunnya. Di Desa Marapokot kehadiran Tim Siaga Bencana Desa menjadi solusi kedaruratan di desa ini. Di tengah situasi Bencana Alam yang seringkali terjadi di desa, kehadiran kelompok masyarakat ini menjadi bentuk perubahan baru dalam tatanan sosial dan pola pikir masyarakatnya khususnya dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana. Mereka menyadari bahwa bencana alam tidak sedikit membawa dampak yang buruk untuk makhluk hidup. Banyak sekali efek yang ditimbulkan oleh bencana alam. Baik kerugian secara material atau finansial dan juga kerugian secara psikis atau secara kejiwaan. Tujuan dari keberadaan Tim Siaga Bencana Desa ini adalah meningkatkan pemahaman dan kesadaran dalam diri masyarakat untuk peduli dan peka terhadap bencana alam yang terjadi, masyarakat harus siap secara fisik dan psikis, oleh karena itu masyarakat perlu memiliki pemahaman dan wawasan yang luas serta kemapuan teknis kedaruratan tentang sebabakibat terjadinya bencana melalui pendekatan ketangguhan desa. Pendekatan ini diawali dengan membangun pemahaman bersama tentang Upaya Pengurangan Risiko Bencana, melakukan kajian partisipatif berbasis Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas, menyusun rencana kontijensi desa, serta pelatihan-pelatihan pengetahuan teknis tanggap darurat. Yang bermuara pada rencana aksi desa tentang mitigasi terhadap bencana itu sendiri. Pembelajaran yang luar biasa bagi Desa Marapokot adalah pada saat Tim Siaga Bencana Desa ini dalam perjalanan pendampingan Program Ketangguhan Pulau menghadapi situasi kedaruratan di desanya. Kemampuan Pemerintah Desa dan Tim Siaga Bencana Desa dalam upaya kedaruratan seperti membangun koordinasi, komunikasi dan respon cepat akhirnya teruji. Pendampingan program ini dirasakan memberikan dampak positif yang cukup besar dalam memperkuat masyarakat dalam melaksanakan Tanggap Darurat. Operasi kedaruratan yang dilaksanakan membuahkan hasil yang positif walaupun masih ada beberapa kelemahan. Namun bagi masyarakat, mampu bereaksi awal dan memberikan respon cepat bagi kedaruratan di desanya merupakan perubahan baru dalam tatanan sosial yang telah ada. Kebutuhan akan keberadaan sumber daya manusia dan peralatan kedaruratan di desa menjadi hal kritis yang dibicarakan dan dievaluasi oleh masyarakat itu sendiri. Kisah masyarakat desa Maropokot(yang juga termasuk tim siaga bencana desa) berperan dalam pencarian dan evakuasi 5 orang korban yang terseret arus laut bersama-sama dengan pemerintah setempat, seperti yang dilansir oleh media koran pos Kupang dan okezone.com tanggal 16 Agustus 2017: Peristiwa itu bermula ketika satu keluarga asal Boawae datang ke Pantai Marapokot untuk berekreasi.ketika hendak pulang, salah satu korban bernama Intan Permata kembali ke laut untuk berenang saat sedang terjadi gelombang dan angin kencang, sehingga menyeret korban. Melihat korban menghilang, salah satu anggota keluarga korban bernama Anil Fanja (16) langsung memberikan pertolongan, namun korban ikut terseret gelombang laut Pantai Marapokot yang sangat deras."tiga keluarga korban yaitu Jamaludin, Fandhi, dan Asmawati berusaha menolong kedua korban yang terseret gelombang, namun ketiganya juga turut terseret arus gelombang yang sangat deras," kata 89 Ketangguhan Masyarakat Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

90 Lambarlagi. Ia menjelaskan bahwa jasad para korban semuanya telah ditemukan setelah melalui proses pencarian dilakukan tim SAR gabungan terdiri dari BPBD, Tagana, Satpol PP serta pemerintah dan masyarakat Desa Marapokot, hingga Sabtu 15 Juli pukul WITA dipimpin langsung Wakil Bupati Nagekeo Paulinus Yohanes Nuwa Veto. 2) Perencanaan Pembangunan Komunitas dengan perspektif Pengurangan Risiko Bencana dan Mitigasi Adaptasi Perubahan Iklim (PRB-MAPI). Aksi nyata lainnya adalah dengan adanya integrasi yang kuat antara kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh BNPB terkait Desa/Kelurahan Tangguh Bencana dan Peraturan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 2 tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun. Peluang integrasi antara kedua peraturan tersebut memberi kesempatan untuk memasukan pengurangan risiko bencana ke dalam pemenuhan indikator ekologi pada Indeks Desa Membangun. Ini juga yang memberikan peluang untuk menginisiasi pembuatan model Perencanaan Pembangunan berbasis komunitas dengan pemanfaatan dana desa untuk mendukung desa tangguh dan menjawab indikator kemandirian desa. A. Pengurangan Risiko Bencana dalam perspektif Kebijakan Desa Segala kebijakan dan strategi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat mengacu pada kewenangan desa. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan berdasarkan hak asal-usul, kewenangan lokal berskala Desa, kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota serta kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sesuai dengan Permendagri Nomor 81 Tahun 2016, dalam hal tanggap dan siaga bencana, desa wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut : Perencanaan Kontigensi Desa: Adanya musyawarah perencanaan identifikasi bencana Peta Risiko Rencana : Ketersediaan peta bencana beserta rambu-rambunya; Sosialisasi mengenai peta bencana pada masyarakat dalam waktu 2 tahun terakhir ini Sistem Peringatan Dini Terpusat Pada Masyarakat : Pengetahuan dan simulasi dalam menghadapi Risiko; Sistem Pemantauan yang dikembangkan pemerintah Desa dan Kelurahan dalam menghadapi bencana ; Layanan tim penanganan bencana yang di bentuk Desa dan Kelurahan; Penyebarluasan dan Komunikasi tanggap bencana; Alat deteksi dini bencana. Infrastruktur Evakuasi : Tempat Evakuasi; Jalur Evakuasi; Sarana Evakuasi. Khusus bagi desa rawan bencana, pemenuhan indikator/subindikator tanggap dan siaga bencana di dalam evaluasi tingkat perkembangan desa ini dapat membatu dan sangat efektif dalam mendorong tingkat perkembangan desa, dari Desa dan kelurahan Kurang Berkembang menjadi Desa dan kelurahan Berkembang atau menjadi Desa dan kelurahan Cepat Berkembang. Selanjutnya sesuai amanat Permendesa PDTT Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun, untuk kegiatan yang berkaitan dengan Pengurangan Resiko Bencana masuk dalam pemenuhan indikator ekologi, meliputi : 1) Kualitas Lingkungan a. Ada atau tidak adanya pencemaran air, tanah dan udara b. Terdapat sungai yg terkena limbah 2) Potensi/Rawan Bencana Alam a. Pencemaran air, tanah dan udara b. kejadian Bencana Alam (banjir, tanah longsong, kebakaran hutan) c. Upaya/Tindakan terhadap potensi bencana alam (Tanggap bencana, 90 Ketangguhan Masyarakat Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

91 jalur evakuasi, peringatan dini dan ketersediaan peralatan penanganan bencana) d. Upaya Antisipasi, Mitigasi bencana alam yang ada didesa Pada desa yang rawan bencana, pemenuhan indicator/sub indikator ekologi tersebut akan sangat membantu meningkatkan Status kemajuan dan kemandirian Desa yang ditetapkan berdasar Indeks Desa Membangun ini diklasifikasi dalam 5 status Desa yakni: a) Desa Mandiri, atau bisa disebut sebagai Desa Sembada; b) Desa Maju, atau bisa disebut sebagai Desa Pra-Sembada; c) Desa Berkembang, atau bisa disebut sebagai Desa Madya; d) Desa Tertinggal, atau dapat disebut Desa Pra-Madya; dan e) Desa Sangat Tertinggal, atau dapat disebut Desa Pratama. Keterpaduan program PRB-API ditingkat komunitas program pembangunan ditingkat desa menjadi sebuah cita cita ideal, hal ini berkaitan dengan program BNPB yaitu menjadikan Desa Tangguh Bencana yang didalamnya terdapat Desa kurang berdaya atau desa tangguh bencana tingkat pratama dan desa berdaya atau desa tangguh bencana tingkat utama. Untuk mewujudkan program menuju desa tangguh bencana tingkat utama, maka pemerintah pusat maupun daerah harus melakukan proses pendampingan secara terus menerus kepada masyarakat. Menghadapi situasi ini, maka perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi PRB-API yang terintegrasi dalam pembangunan reguler mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat desa yang termuat dalam RPJMDesa. Integrasi tersebut mencakup kegiatan-kegiatan pada pra-bencana (antisipasi bencana), tanggap darurat (bencana), dan pasca bencana. Perumusan integrasi pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan adalah untuk: Membantu desa dalam menyusun kebijakan-kebijakan PRB API Dapat mengatasi dan/atau mengantisipasi masalah bencana yang terjadi atau yang mungkin terjadi. Membantu Desa untuk mengoptimalkan upaya mencapai tingkat perkembangan Desa dan status kemajuan Desa sesuai indikator evaluasi perkembangan desa dan indikator indeks desa membangun. B. Strategi dan Mekanisme Pengintegrasian PRB API dalam Perencanaan dan Penganggaran di Desa i. Strategi Pengintegrasian PRB API dalam Pembangunan reguler di Desa Inisiasi dan internalisasi (pengenalan) dimulai dari pertemuan awal, penyusunan panduan workshop dan publikasi ke desa. Institusionalisasi dan pelembagaan (penguatan) pendampingan penyusunan perdes, pembentukan kelembagaan, peningkatan kapasitas dan pengintegrasian PRB-API di dalam pembangunan reguler Desa kemandirian (keberlanjutan). pelaksanaan pembangunan desa yang terintegrasi dengan PRB-API secara berkelanjutan. ii. Mekanisme Pengintegrasian PRB-API dalam Perencanaan dan Penganggaran Desa Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya mencakup bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. Perencanaan pembangunan Desa disusun secara berjangka meliputi: (1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan (2) Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa), merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. 91 Ketangguhan Masyarakat Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

92 Tahapan dan waktu pelaksanaan penyusunan dokumen perencanaan desa dapat di lihat pada gambar 1 dan gambar 2 sebagai berikut : GAMBAR 1 Tahapan Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa Berdasarkan gambar tersebut, semua usulan kegiatan yang berasal dari matrik RPJM GAMBAR 2. WAKTU PELAKSANAAN PENYUSUNAN PERENCANAN PEMBANGUNAN DESA 92 Ketangguhan Masyarakat Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

93 Desa hasil pencermatan ulang dan merupakan kewenangan desa sebagai prioritas kegiatan untuk dilaksanakan pada tahun yang direncanakan wajib dimasukan di dalam RKP Desa untuk dianggarkan di dalam APB Desa. Apabila ada usulan kegiatan yang menjadi kewenangan desa dan merupakan prioritas yang harus dikerjakan ternyata membutuhkan biaya yang sangat besar dalam pelaksanaanya sehingga dapat mengakibatkan pembebanan yang berat pada APB Desa atau berdasarkan hasil konsultasi dengan OPD teknis kegiatan tersebut juga merupakan prioritas Daerah yang akan ditangani langsung oleh OPD, maka Usulan kegiatan yang menjadi kewenangan Desa tersebut dapat diusulkan untuk dibiayai dari APBD Kabupaten atau dapat dibiayai dari sumber lain (pihak ketiga) melalui mekanisme Musrenbang kecamatan. 3) Penguatan warga dan struktur bangunan sekolah dengan perspektif Pengurangan Risiko Bencana yang inklusif dan ramah anak. Perkuatan struktur bangunan atau disebut juga retrofitting adalah pekerjaan konstruksi bangunan yang bertujuan untuk memperkuat struktur utama. Hubungan retrofitting dan sekolah aman yaitu pada pillar pertama tentang gedung dan fasilitas sekolah aman. Perkuatan struktur bangunan ini dilakukan untuk memperkuat struktur bangunan agar tahan dari bencana. Ini dilakukan dengan penilaian bahwa dengan struktur bangunan yang kokoh maka dapat meminimalisir korban jiwa dengan cara melindungi korban dari bencana yang datang tibatiba dengan mempertimbangkan kelompok yang paling rentan terhadap bencana yakni anak-anak dan inklusi. Pada konteks program Ketangguhan Pulau, selain perkuatan struktur bangunan sekolah perlu dilakukan penyediaan fasilitas yang bisa diakses oleh anak berkebutuhan khusus. A. Retrofitting (Perkuatan Struktur Bangunan Sekolah) Sebagai indikator sekolah aman yang ramah bencana gempa ini direalisasikan kepada 20 sekolah, ini mengacu kepada peraturan pemerintah seperti : PPI 1983 Peraturan Pembebanan Indonesia SNI Standar Nasional Indonesia untuk desain struktur beton PTBTG 2006 Pedoman Teknis Bangunan Tahan Gempa SNI O Standar Nasional Indonesia untuk bangunan tahan gempa PERKA BNPB NO. 4 tahun 2012 mengenai lokasi sekolah, bentuk lay out bangunan, dan hal-hal lainnya. Tahapan-tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam hal perkuatan struktur bangunan, dilakukan, yaitu : 1. Asesment atau melakukan kunjungan fisik sekolah melihat lokasi sekolah, serta kondisi struktur misalnya : - Lokasi sekolah (posisi bangunan ditinjau berdasarkan tingkat kerentanan baik itu tsunami, gempa, tanah longsor) pada program perkuatan ketangguhan pulau alternative disain yaitu pembuatan talud penahan ombak atau pemecah ombak & penanaman mangrove. - Pondasi bangunan kesesuaian jenis pondasi, material, dimensi dan kondisi tanah sekeliling. - Sloof, Kolom/tiang, ring balok, rangka atap bangunan baik dimensi serta pembesiannya berdasarkan aturan SNI dan aturan lainnya. Untuk non struktur : - Kondisi dinding, mengecek tingkat keretakkan berdasarkan aturan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24/ PRT/ M/ 2008, tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung. - Kusen serta aksesorisnya - Plafond dan rangka - Serta penutup atap - Dan juga lantai 2. Dari hasil kunjungan tersebut diperoleh data data input yang sangat membantu dalam hal mendisain atau merencanakan perkuatan bangunan sekolah, ditinjau posisi sekolah yang berada di tepi pantai pengaruh udara garam juga sangat perlu dipertimbangkan. Sehingga dalam rekomendasi diarahkan menggunakan material anti karat seperti penggunaan 93 Ketangguhan Masyarakat Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

94 rangka baja ringan yang mengandung galvalume serta pada pemasangan rangka plafond juga. 3. Selain itu juga program sekolah aman juga mengacu kepada program lembaga yang mengarahkan Gerakkan Go Green yang dimaksudkan mengurangi atau meminimalkan penggunaan material kayu sehingga kita ikut serta menjaga keberlangsungan hutan. Ini dilakukan dengan cara penggunaan rangka baja ringan untuk rangka atap serta rangka plafond. Biasanya masyarakat local menggunakan material dari kayu. Pada bangunan sekolah yang menjadi target hanya pada kusen & daun pintu-jendela yang menggunakan kayu. B. Akses Inklusi/Berkebutuhan Khusus Sesuai peraturan pemerintah Undang-Undang Dasar 1945, UU RI No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang HAM; juga Surat Edaran Menteri Sosial RI Nomor: A/A-50/VI-04/MS; Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI No. SE/09/M.PAN/3/2004;Surat Edaran Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional RI No. 3064/M.PPN/05/2006 tentang Perencanaan Pembangunan yang Memberi Aksesibilitas bagi Penyandang Cacat. Dan dalam pelaksanaannya Dinas Pekerjaan Umum mengeluarkan Undang Undang No. 28 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan dan Lingkungan dll. Didalam aturan tersebut diterakan : 1. Pembuatan ramp (bidang Miring yang bisa diakses oleh kursi roda dengan kemiringan 7-9% serta dilengkapi railing sebagai pegangan oleh anak yang berkursi roda) 2. Pembangunan toilet dengan ukuran 2 x 2 m sesuai standar acuan toilet untuk anak berkebutuhan khusus yang dilengkapi dengan : - Handrailing yang memudahkan anak berkebutuhan khusus untuk beraktifitas didalam toilet - Closet duduk memudahkan anak untuk BAB. - Handshower memudahkan membersihkan tangan sesudah BAB - Wastafel yang memudahkan juga untuk mencuci tangan setelah aktifitas di toilet. 3. Pemasangan railing-pegangan dari bahan anti karat di dinding gedung sekolah yang memudahkan anak inklusi beraktifitas. Semua hal itu telah dilakukan di 20 sekolah baik Kabupaten Lembata serta Kabupaten Nagekeo. Lebih rinci bisa dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1: Implementasi Perkuatan Struktur Bangunan Sekolah Aman Bencana yang Inklusi dan Ramah Anak No Nama Sekolah 1. SDK Baopukang (sekolah ini memiliki siswa yang belajar menggunakan kursi roda) 2. SMPs Ile Tewolok Pulau/ Kabupaten P.Lembata/ Kab.Lembata P.Lembata/ Kab.Lembata Indikator Perkuatan Bangunan Telah dilakukan perkuatan pada sloof yang retak Perkuatan struktur bangunan 3 ruang, 3 ruang toilet Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan: Bangun baru 1 ruang kelas baru dan saluran keliling Indikator Inklusi Dimensi toilet 2 x 2 meter, serta dilengkapi handrailing (seperti yang disebut diatas) Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan dipersiapkan untuk inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus 94 Ketangguhan Masyarakat Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

95 No Nama Sekolah Pulau/ Kabupaten 3. SDK Mawa P.Lembata/ Kab.Lembata 4. SDK Atawatung, 5. SMPS SinarSwasemb ada 6. MIS Lewohung P.Lembata/ Kab.Lembata P.Lembata/ Kab.Lembata P.Lembata/ Kab.Lembata 7. SDI Bareng P.Lembata/ Kab.Lembata 8. SDI Mulewaq P.Lembata/ Kab.Lembata 9. SDI Tokojaeng, P.Lembata/ Kab.Lembata 10. SDI Wailolong P.Lembata/ Kab.Lembata Indikator Perkuatan Bangunan Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan : Perkuatan bangunan dan atap dan 3 ruang toilet baru Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan: Retrofit Talud 2 ruangkelas& Toilet baru 3 ruangan Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan: Retrofit 3 ruang kelas&1 ruang inklusi Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan: Retrofit 3 ruang kelas&3 ruang toilet inklusi Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan:rekonstruksi 5 Ruang Toilet & Retrofit Atap 3 RK Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan:retrofit Atap& Rehab 4 Toilet Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan:retrofit Talud 2 RK & Toilet baru 3 ruangan Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan:retrofit 3 ruang kelas&1 ruang baru inklusi Indikator Inklusi Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan ruang baru inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan 95 Ketangguhan Masyarakat Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

96 No Nama Sekolah 11. MAS MAROPOKO T 12. SDI Tongguramba ng 13. MIS NANGADHE RO 14. SMPS STELLA MARIS Pulau/ Kabupaten P.Flores/ Nagekeo P.Flores/ Nagekeo P.Flores/ Nagekeo P.Flores/ Nagekeo Indikator Perkuatan Bangunan Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan: pembangunan 2 ruang kelas baru Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan: Retrofit 4 ruang kelas Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan:2 ruang kelas baru Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan:retrofit 4 ruang kelas& Toilet inklusi Indikator Inklusi khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan ruang baru inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus 15. SDI Maropokot 16. SDK Nggolonio 17. SMPN 5 Waeburung P.Flores/ Nagekeo P.Flores/ Nagekeo P.Flores/ Nagekeo 18. SDI Weburung P.Flores/ Nagekeo Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan:3 ruang kelas&toilet inklusi Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan:3 ruang kelas, toilet baru inklusi Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan: 1 ruang kelas baru dan 1 ruang toilet inklusi Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan: 2 ruang kelas/2 gedung dan 1 ruang toilet inklusi Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus 96 Ketangguhan Masyarakat Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

97 No Nama Sekolah 19. SDK Niodede ( 20. SMPN 1 Keotengah Pulau/ Kabupaten P.Flores/ Nagekeo P.Flores/ Nagekeo Indikator Perkuatan Bangunan Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan:retrofit 4 ruang kelas dan Retrofit Lama 1 ruang toilet inklusi Perkuatan bangunan berdasarkan hasil assessment struktur yang dikeluarkan berupa disain rekomendasi perbaikan:gedungsekolah&t oilet baru inklusi Indikator Inklusi Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Sekolah dilengkapi dengan handrailing dan toilet inklusi sebagai upaya kesiapsiagaan sekolah inklusi meskipun pada tahun ini tidak ada anak inklusi/berkebutuhan khusus Semua hal ini diterapkan dengan metoda pendekatan kombinasi kemasyarakatan melalui komite sekolah atau komite pembangunan sekolah di dua kabupaten, sehingga masyarakat memperoleh tambahan pengetahuan tentang semua proses pembangunan baik perbaikan dan perkuatan struktur bangunan, sehingga kedepan masyarakat mampu melakukannya. Dan pendekatan lainnya yaitu bekerjasama dengan kontraktor seperti pemasangan rangka baja ringan atau handrailing material dan metoda pemasangan membutuhkan keahlian khusus, namun masyarakat bisa mendapat tambahanpengetahuan tentang material yang aman untuk ketangguhan pulau. Dengan adanya peningkatan pengetahuan, skill, dan keterampilan mengenai perkuatan struktur bangunan di sekolah memberi kontribusi nyata dalam inisiasi model bangunan yang tahan bencana yang ramah anak dan menyasar kaum inklusi/berkebutuhan khusus. I. Kesimpulan Program Ketangguhan Pulau pada dasarnya adalah program yang mengupayakan untuk menangkap sebanyak-banyaknya peluang integrasi dari sumber daya yang ada baik komunitas, sekolah, anggaran desa, stakeholder lintas dinas dan lembaga untuk memperkuat ketahanan masyarakat dan mendorong komunitas desa dan sekolah menjadi tangguh. ada beberapa pencapaian dan pembelajaran menarik dari program Ketangguhan Pulau yakni 1) terbentuknya Tim siaga bencana desa sebagai upaya memperkuat ketahanan masyarakat dari bencana; 2) Perencanaan Pembangunan Komunitas dengan perspektif Pengurangan Risiko Bencana dan Mitigasi Adaptasi Perubahan Iklim (PRB-MAPI) yakni dengan pemanfaatan Alokasi Dana Desa untuk mendukung desa tangguh dan menjawab indikator kemandirian desa di Kabupaten Lembata; 3) Penguatan warga dan struktur bangunan sekolah dengan perspektif Pengurangan Risiko Bencana yang inklusif dan ramah anak. Praktik baik dari aksi nyata dari ketiga pencapaian dan pembelajaran yang muncul saat ini adalah Kemunculan Tim Siaga Bencana Desa (TSBD) di setiap desa di Lembata dan Nagekeo. TSBD ini pula yang memperkuat ketangguhan desa dengan partisipasi dan keterlibatannya dalam kegiatan implementasi program dan juga dalam advokasi dan juga bisa menjadi solusi dalam persoalan darurat di desa. Aksi nyata lainnya adalah dengan adanya integrasi yang kuat antara kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh BNPB terkait Desa/Kelurahan Tangguh Bencana dan Peraturan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 2 tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun. Peluang integrasi antara kedua peraturan tersebut memberi kesempatan untuk memasukan pengurangan risiko bencana ke dalam pemenuhan indikator ekologi pada Indeks Desa Membangun. Ini juga yang memberikan peluang untuk menginisiasi pembuatan model Perencanaan Pembangunan berbasis komunitas 97 Ketangguhan Masyarakat Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

98 dengan pemanfaatan dana desa untuk mendukung desa tangguh dan menjawab indikator kemandirian desa. Terakhir, dengan adanya perkuatan bangunan sekolah dengan melibatkan masyarakat, komite, guru, anak sekolah bisa meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan mereka dalam memahami konsep bangunan aman bencana dan memberi kontribusi nyata dalam inisiasi model bangunan yang tahan bencana yang ramah anak dan menyasar kaum disabilitas. II. Ucapan Terima kasih Program Ketangguhan Pulau di Lembata dan Nagekeo merupakan program yang didukung oleh banyak pihak dari mulai perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Kami mengucapkan banyak terima kaish atas kontribusi dan partisipasi para penggerak program dan lembaga yang sudah mendukung atas berjalannya program di dua pulau, dua kabupaten. Program ini dijalankan atas dukungan dari banyak pihak. Kami mengucapkan terima kasih kepada German Federal Foreign Office (GFFO) yang telah mendanai program Ketangguhan Pulau, Lembaga Plan International Indonesia yang menjadi lembaga implementasi program di Lembata dan Nagekeo, dibantu juga oleh Mitra YBS dan Sanres sebagai lembaga lokal yang membantu implementasi program, terima kasih juga ditujukan kepada Country Director, National Program Manager DRM, DRM Manager Plan International, para penggerak program di dua wilayah: para Program Area Manager dan seluruh staff Plan International di Lembata dan Nagekeo, DRM Officer di dua wilayah tersebut, forum PRB Lembata yang sangat gesit dan supportive dalam implementasi program di Lembata, dan banyak terima kasih pada kolega yang berkontribusi pada tulisan ini yakni Project Manager dan para Project Coordinator, juga Engineer Plan International yang ikut bersama-sama merumuskan tulisan ini menjadi tulisan yang utuh dan komprehensif. III. Daftar Pustaka Sustainable Development Goals UNICEF, The Challenges of Climate Change: Children on the Frontline, ASSI phase 1 report, supported by ASEAN Secretariat, AADMER Partnership Group consortium and Australian Aid, May 2013 The Sendai Framework is a 15-year, voluntary, non-binding agreement which recognizes that the State has the primary role to reduce disaster risk but that responsibility should be shared with other stakeholders including local government, the private sector and other stakeholders. It aims for the following outcome: The substantial reduction of disaster risk and losses in lives, livelihoods and health and in the economic, physical, social, cultural and environmental assets of persons, businesses, communities and countries. The Sendai Framework is the successor instrument to the Hyogo Framework for Action (HFA) : Building the Resilience of Nations and Communities to Disasters. It is the outcome of stakeholder consultations initiated in March 2012 and inter-governmental negotiations held from July 2014 to March 2015, which were supported by the UNISDR upon the request of the UN General Assembly The Asia Ministerial Conference for Disaster Risk Reduction (AMCDRR) is a biennial conference in the Asia region to ensure political and stakeholder s commitment towards Disaster Risk Reduction implementation Consortium for Disaster Education (CDE) is a consortium that aimed t provide suppport in development of sustainable policy, regulation and practice of disaster education at national and district level both formal and informal through improving capacity, coordination, collaboration and networking of stakeholders that have commitment in disaster risk education. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dan peraturan pelaksanaanya Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan pelaksanaanya. Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup dan ketentuan pelaksanaanya. Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana dalam Pendidikan, 2010 Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencana Peraturan Pembebanan Indonesia, Ketangguhan Masyarakat Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

99 Standar Nasional Indonesia untuk desain struktur beton, SNI Pedoman Teknis Bangunan Tahan Gempa, 2006 Standar Nasional Indonesia untuk bangunan tahan gempa, SNI O Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No 4 tahun 2012 mengenai Implementasi Sekolah/Madrasah aman Bencana. Kebijakan PRB API Dukungan Kearifan Lokal Pada Implementasi Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Sebagai Aksi Nyata Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (Studi kasus di Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, Indonesia) Oleh: Noorma Miryani Syamsiah (nurmams@yahoo.com), BPBD Kota Bogor Warga desa atau kelurahan merupakan kelompok masyarakat yang terdiri dari beberapa rukun warga (RW) dimana kelompok masyarakat tersebut terlibat dalam kegiatan sehari-hari baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga terjalin sebuah ikatan kekeluargaan.dalam konteks penanggulangan bencana, Pengurangan Risiko Bencana penting dilaksanakan oleh warga desa/kelurahan, karena warga desa/kelurahan tersebut perlu diberikan pengetahuan dalam melakukan upaya-upaya tertentu untuk mengurangi risiko terjadinya bencana. Pada saat terjadi bencana di suatu desa/kelurahan, warga di desa/kelurahan itu sendirilah yang harus segera bertindak secara cepat dan tepat sebelum bantuan datang dari berbagai pihak terkaitpenanggulangan bencana. Implementasi Pengurangan Risiko Bencana bagi warga desa/kelurahan dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat seperti karang taruna, remaja masjid, ibu-ibu PKK, kader posyandu, dan Inisiasi program Desa/Kelurahan Tangguh Bencana.Kearifan lokal dari warga setempat juga berperan dalam membentuk ketangguhan masyarakat.berdasarkan penilaian dan pengamatan fasilitator bersama para aktor yang terlibat langsung dalam kegiatan Kelurahan Tangguh Bencana, implementasi Kelurahan Tangguh Bencana di Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor termasuk ke dalam kategori Baik. Dari 6 kategori dan 20 indikator keberhasilan penilaian Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, indikator Kebijakan/Peraturan di Desa/Kelurahan tentang PB/PRBdan Pelatihan untuk tim relawan meraih skor tertinggi. Hal ini merupakan kapasitas yang dimiliki kelurahan Pasir Jaya yang perlu dipertahankan, sedangkan untuk indikator lainnya perlu ditingkatkan lagi. 1. Pendahuluan Kota Bogor adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat dengan kondisi alam yang kompleks dan unik sehingga menjadikan Kota Bogor sebagai salah satu daerah yang berpotensi terhadap ancaman bencana. Dilihat dari kondisi alam, Kota Bogor memiliki curah hujan yang tinggi sehingga mempunyai potensi terjadinya bencana banjir. Selain itu Kota Bogor juga rentan terhadap bencana banjir bandang, gempabumi, kekeringan, cuaca ekstrim, tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan, serta letusan gunungapi. Bencana dapat datang secara tiba-tiba, dan mengakibatkan kerugian materil dan non materil. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan menanggulangi dan memulihkan kondisi masyarakat akibat bencana. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Sejarah kejadian bencana di Kota Bogor mencatat bahwa bencana yang pernah terjadi merupakan bencana alam dan non alam. Salah satu bencana terjadi di Kota Bogor adalah tanah longsor. Tanah longsor terjadi pada tahun 1992 sampai 2016 berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) telah mengakibatkan 25 jiwa meninggal, 15 jiwa luka-luka, 99 jiwa mengungsi, 40 rumah rusak berat, dan 49 rumah rusak ringan. Bencana lain berdampak besar di Kota Bogor adalah cuaca ekstrim yang 99 Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

100 mengakibatkan 47 rumah rusak berat dan 329 rumah rusak ringan. Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan, maka Pemerintah Kota Bogor membutuhkan upaya penanganan penanggulangan bencana yang lebih optimal dengan didukung oleh masyararakat dan dunia usaha. 2. Gambaran Umum Kota Bogor merupakan salahsatukota di Jawa Barat dengan kondisi geografis yang mayoritas perbukitan dan kontur tanah yang labil. Kini disertai semakin meningkatnya kepadatan penduduk, menjadikan Kota Bogor rentan hingga berpotensi mengalami berbagai jenis bencana. Berbagai macam bencana yang ada di Indonesia seperti bencana banjir, gempa bumi, angin puting beliung, tanah longsor, dan ancaman gunung meletus, berpotensi terjadi di wilayah Kota Bogor (BPBD Kota Bogor, 2015). Tingkat kerawanan bencana di Kota Bogor berada di peringkat ke-461 untuk ranking nasional dengan kelas risiko sedang, untuk rangking Provinsi Jawa Barat berada di peringkat ke-25 dengan kelas risiko sedang (IRBI BNPB, 2013).Hal ini menunjukkan bahwa Kota Bogor berada pada tingkat kerawanan yang tinggi. Untuk jenis bencana di Kota Bogor berdasarkan data IRBI BNPB tahun 2013 dengan tingkat kerawanan yang tinggi adalah bencana gempa bumi, kebakaran gedung dan permukiman, tanah longsor, cuaca ekstrim dan kekeringan sedangkan untuk tingkat kerawanan sedang adalah bencana gunung api dan banjir. GAMBAR 1. PETA KOTA BOGOR, SUMBER: BAPPEDA KOTA BOGOR, 2016 (TELAH DIOLAH OLEH PENULIS) 100 Kebijakan PRB API Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

101 INDEKS ANCAMAN Untuk tingkat ancaman masing-masing jenis bencana di Kota Bogor berdasarkan skala ancaman masing-masing jenis bencana dan skala TINGKAT ANCAMAN penduduk terpapar di Kota Bogor, dapat kita lihat dari matriks ancaman multi bencana di Kota Bogor yaitu sebagai berikut: INDEKS PENDUDUK TERPAPAR RENDAH SEDANG TINGGI RENDAH Angin putting beliung, kekeringan, gempabumi, epidemi wabah penyakit, KRB gununga pi Gagal Teknologi SEDANG Pohon Tumba ng ba nji r TINGGI Longsor,- Kebakaran Tingkat Ancaman Rendah Tingkat Ancaman Sedang Tingkat Ancaman Tinggi Gambar 2. Matriks Tingkat Ancaman Multi Bencana Kota Bogor Berdasarkan matriks di atas disimpulkan bahwa tingkat ancaman masing-masing jenis bencana di Kota Bogor adalah : 1) Tingkat ancaman RENDAH dengan indeks ancaman rendah dan penduduk terpapar rendah adalah angin putting beliung, kekeringan, gempa bumi, wabah penyakit, dan KRB Gunungapi. 2) Tingkat ancaman RENDAH dengan indeks ancaman tinggi dan penduduk terpapar tinggi adalah gagal teknologi. 3. Pengurangan Risiko Bencana Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkanakibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (UU No.24 Tahun 2007). Pengurangan resiko bencana (PRB) adalah sebuahkonsep dan praktek mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisis dan mengurangi faktor-faktor penyebab bencana. Mengurangi paparan bahaya, mengurangi kerentanan manusia dan 3) Tingkat ancaman SEDANG dengan indeks ancaman rendah dan penduduk terpapar rendah adalah pohon tumbang. 4) Tingkat ancaman SEDANG dengan indeks ancaman sedang dan penduduk terpapar sedang adalah pohon banjir. 5) Tingkat ancaman TINGGI dengan indeks ancaman tinggi dan penduduk terpapar tinggi adalah longsor dan kebakaran. properti, manajemen kebijakan lahan dan lingkungan, meningkatkan kesiapsiagaan dan peringatan dini merupakan contoh dari pengurangan risiko bencana.pengurangan Risiko Bencana (PRB) bertujuan untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh bencana alam seperti gempa bumi, banjir, kekeringan dan badai, melalui etika pencegahan (UNISDR).Pengurangan Risiko Bencana penting dilaksanakan oleh warga desa/kelurahan, karena warga desa/kelurahan tersebut perlu diberikan pengetahuan dalam melakukan upaya-upaya tertentu untuk mengurangi risiko terjadinya bencana. Pada saat terjadi bencana di suatu 101 Kebijakan PRB API Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

102 desa/kelurahan, warga di desa/kelurahan itu sendirilah yang harus segera bertindak secara cepat dan tepat sebelum bantuan datang dari berbagai pihak terkaitpenanggulangan bencana.warga desa/kelurahan merupakan ujung tombak dalam penanggulangan bencana khususnya dalam pelaksanaan upaya pengurangan risiko bencana. Apabila tidak dilakukan upaya pengurangan risiko bencana, maka warga desa/kelurahan khususnya kelompok rentan (anak-anak, difabel, perempuan, ibu hamil, lanjut usia) menjadi kelompok yang paling berisiko tinggi terkena dampak dari bencana tersebut. Implementasi Pengurangan Risiko Bencana bagi warga desa/kelurahan dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat seperti karang taruna, remaja masjid, ibu-ibu PKK, kader posyandu, dan Inisiasi program Desa/Kelurahan Tangguh Bencana. 4. Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Pengertian desa mengacu kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32/2004). Pengertian desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedangkan pengertian kelurahan adalah sebuah unit administrasi pemerintah di bawah kecamatan yang berada dalam sebuah kota. Kelurahan setara dengan desa, yang merupakan bagian dari kecamatan yang berada di kabupaten, tetapi kelurahan hanya memiliki kewenangan yang terbatas dan tidak memiliki otonomi luas seperti yang dimiliki sebuah desa. Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah sebuah desa atau kelurahan yang memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana (BNPB, 2012). Kemampuan ini diwujudkan dalam perencanaan pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencegahan, kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana dan peningkatan kapasitas untuk pemulihan pascabencana. Dalam Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, masyarakat terlibat aktif dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di wilayah mereka, terutama dengan memanfaatkan sumber daya lokal demi menjaminkeberkelanjutan. Tujuan khusus implementasidesa/kelurahan Tangguh Bencana ini adalah: 1) Melindungi masyarakat di kawasan rawan bahaya dari dampak-dampak merugikan bencana. 2) Meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya kelompok rentan, dalam pengelolaan sumber daya untuk mengurangi risiko bencana. 3) Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dan pemeliharaan kearifan lokal bagi PRB. 4) Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan dukungan sumber daya dan teknis bagi PRB. 5) Meningkatkan kerjasama antara para pemangku kepentingan dalam PRB, pihak pemerintah daerah, lembaga usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyakarat (LSM), organisasi masyarakat, dan kelompok-kelompok lainnya yang peduli. 5. Indikator Kelurahan Tangguh Bencana Dalam pelaksanaan kegiatan Kelurahan Tangguh Bencana di Kota Bogor, BPBD Kota Bogor mengacu kepada indikator Perka BNPB, yaitu sebagai berikut 102 Kebijakan PRB API Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

103 Tabel 1 Indikator Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (PerkaBNPB No.1 Tahun2012) KATEGORI NO INDIKATOR LEGISLASI 1 Kebijakan/Peraturan di Desa/Kelurahan tentang PB/PRB PERENCANAAN 2 Rencana Penanggulangan Bencana, Rencana Aksi Komunitas, dan Rencana kontijensi 3 Forum PRB KELEMBAGAAN PENDANAAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 4 Relawan Penanggulangan Bencana 5 Kerjasama antar pelaku dan wilayah 6 Dana tanggap darurat 7 Dana untuk PRB 8 Pelatihan untuk pemerintah desa 9 Pelatihan untuk tim relawan 10 Pelatihan untuk warga desa 11 Pelibatan/partisipasi warga desa 12 Pelibatan Perempuan dalam tim relawan 13 Peta dan analisa risiko/kajian Risiko Bencana 14 Peta dan jalur evakuasi serta tempat pengungsian 15 Sistem peringatan dini 16 Pelaksanaan mitigasi struktural (fisik) 17 Pola ketahanan ekonomi untuk mengurangi kerentanan masyarakat 18 Perlindungan kesehatan kepada kelompok rentan 19 Pengelolaan sumber daya alam (SDA) untuk PRB 20 Perlindungan aset produktif utama masyarakat 6. Kearifan Lokal Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlakudalam tata kehidupan masyarakat untukantara lainmelindungi dan mengelola lingkungan hidup secaralestari (UU No.32 th2009). Kearifan lokal menyangkut segala bentuk kebijaksanaan yang didasari oleh nilai-nilai kebaikan yang dipercaya, diterapkan dan selalu dijaga keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup atau secara turun temurun oleh sekelompok orang dalam lingkungan atau wilayah tertentu yang menjadi tempat tinggal mereka. Hal tersebut dapat terwujud dalam berbagai bentuk seperti: a)pola pikir masyarakat yang berbudi pekerti baik b) Perasaan mendalam terhadap tanah kelahiran c) Perangai/ tabiat masyarakat pada daerah tertentu yang akan melekat dan dibawa saat berbaur dengan kelompok masyarakat atau lingkungan yang berbeda d) Filosofi hidup masyarakat tertentu yang tetap melekat meski telah lama hidup di perantauan e) Keinginan besar untuk tetap menjalankan adat/tradisi yang telah lama diikuti secara turuntemurun. Beberapa ungkapan, biasanya berupa nasihat atau piwuruk yang harus menjadi tuntunan perilaku atau sebagai pengandaian untuk tidak dilakukan demi kebaikan yang memiliki nama-nama unsur alam dalam masyarakat Sunda diantaranya : Ka cai jadi saleuwi, ka darat jadi salebak ( ke air menjadi satu danau, ke darat menjadi satu 103 Kebijakan PRB API Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

104 kawasan ) artinya hidup harus seiring sejalan atau harmonis. Gunung talingakeun, leuweung kanyahokeun, kebon garaaeun, gawir awieun, lebak balongan, sampalan sawahan, walungan rempekan (Gunung harus dijaga, hutan harus dipelajari/diperhatikan, kebun harus diolah, tebing harus ditanami bambu, cekungan lembah dibuatkan kolam, dataran harus dijadikan sawah, sungai ditanami pepohonan pada pinggirannya). Di Nu kiwari ngancik nu bihari seja ayeuna sampeureun jaga (Segala hal di masa kini adalah pusaka di masa silam, dan ikhtiar hari ini adalah untuk masa depan, apa yang kita nikmati hari ini adalah warisan pendahulu, dan apa yang kita nikmati sekarang akan diwarisi untuk generasi berkutnya) Adapula kearifan lokal dalam bentuk Pengurangan Risiko Bencana, contohnya tamnaman bambu.bencana banjir dan tanah longsor yang sering terjadi di Kota Bogordiprediksi akibat dari kurang stabilnya tanah.metode betonisasi yang kerap digunakan ternyata tidak cukup efektif untuk menjaga stabilisasi tanahsementaratanaman bambu-kearifan lokal yang sedikit terlupakan-dapat sangat efektif membuat susunan yang kuat mencegah longsor dan menyerap air bila ditanam sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) saat banjir.batang bambu juga dapat menghisap air karena bersifat kapiler dan mampu menampung air sehingga pada musim kemarau dapat dialirkan ke bawah tanah dan timbul mata air.bambu memiliki akar serabut yang dapat mengikat permukaan tanah sehingga bisa mengurangi ancaman erosi tanah. tanaman bambu memiliki sejumlah manfaat.selain mengurangi banjir dan longsor serta konservasi air, bambu juga ternyata bernilai ekonomi untuk masyarakat setempat karena bisa untuk bahan dasar industri. 7. Analisa Berdasarkan matriks ancaman bencana dan tingkat kerawanan di Kota Bogor, BNPB dan BPBD Kota Bogor memutuskan untuk melaksanakan Program Desa/Kelurahan Tangguh Bencana di Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat. Adapun untuk mewujudkan Kelurahan Tangguh Bencana ini, fasilitator bersama BPBD Kota Bogor dan BNPB menjadwalkan beberapa tahapan kegiatan yaitu sebagai berikut: a) 104 Kebijakan PRB API Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII Sosialisasi dan Fasilitasi Kelurahan Tangguh Bencana, b) Konsep Kelurahan Tangguh Bencana dan Profil bencana Kelurahan Pasir Jaya, c) Kajian Resiko dan Kerentanan, d) Kajian Kapasitas, e) Kajian Peta Risiko, f) Jalur Evakuasi, g) Early Warning System, h)rencana Kontijensi, i) Kajian Peta dan Transek, j) Perlindungan Aset Strategis, k) Pemulihan Ekonomi, l) Forum Pengurangan Risiko Bencana, m) Rencana Aksi Komunitas, n) Rencana Pengurangan Risiko Bencana. Dalam pelaksanaan tahapan kegiatan tersebut tentunya selalu memperhatikan Prinsip Ketangguhan Masyarakat, antara lain: 1)Bencana adalah urusan bersama 2)Berbasis Pengurangan Risiko Bencana 3) Pemenuhan hak masyarakat 4) Masyarakat menjadi pelaku utama 5) Dilakukan secara partisipatoris 6) Mobilisasi sumber daya lokal 7) Inklusif 8) Berlandaskan kemanusiaan 9) Keadilan dan kesetaraan gender 10) Keberpihakan pada kelompok rentan 11) Transparansi dan akuntabilitas 12) Kemitraan 13) Multi ancaman 14) Otonomi dan desentralisasi pemerintahan 15)Pemaduan ke dalam pembangunan berkelanjutan 16) Diselenggarakan secara lintas sektor. Berbagi Peran Dalam implementasi Kelurahan Tangguh Bencana ini seluruh elemen yang terlibat memiliki peran yang saling berkaitan dan mendukung.di sebuah Renkon yang telah disusun oleh Pokja Keltana bersama warga, Kelurahan (aparat pemerintah desa) berfungsi sebagai Pusat Pengendali Kegiatan, memantau dan mengevaluasi kegiatan Pokja Keltana. Tokoh agama/ tokoh masyarakat berperan dalam menyampaikan pesan-pesan moral yang berkaitan dengan penanggulangan bencana kepada masyarakat, mensosialisasikannya di tempattempat ibadah. Pada umumnya, wargaakan lebih mudah menerima dan melaksanakan pesan yang disampaikan oleh seseorang yang dituakan. Kader Kesehatan berperan dalam merencanakan pelayanan kesehatan dan medik termasuk obatobatan dan koordinasi dengan paramedis di Puskesmas terdekat. FORUM PRB memiliki fungsi dalam merencanakan penyelenggaraan kegiatan penanggulangan bencana pada masa pra bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.

105 RT/RW, LPM, Kelompok Profesi/Peduli Bencana berperan sebagai Pelaksana kegiatan penanggulangan bencana pada masa pra bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. Sementara itu ibu-ibu PKK memiliki fungsi yang sangat penting yaitu merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi Relawan Tanggap Darurat bertugas melakukan kegiatan evakuasi dan penyelamatan korban. Babinsa dan babinkamtibmas berfungsi dalam pengamanan saat darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena penghuninya mengungsi. Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus korban bencana diharapkan mampu dalam batasan tertentu menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak berkembang ke skala yang lebih besar. Dunia Usaha/Swasta perlu diberdayakan perannya dalam penanggulangan bencana melalui Corporate Social Responsibility. Corporate Social Responsibility adalah komitmen sebuah perusahaan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perusahaannya sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya Peran dunia usaha/ swasta cukup signifikan pada tahap pra bencana dan saat pemberian bantuan darurat di tahap Tanggap darurat. Masyarakat yang tangguh dalam menghadapi bencana memiliki ciri-ciri, yaitu sebagai berikut: 1. Kemampuan untuk mengantisipasi setiap ancaman atau bahaya yang akan terjadi. Dalam konteks penanggulangan bencana ada istilah yang sudah sangat mendunia yaitu Pengurangan Risiko Bencana (PRB) atau Disaster Risk Reduction (DRR).PRB adalah sebuah konsep dan praktek mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisis dan mengurangi faktor-faktor penyebab bencana.mengurangi paparan bahaya, mengurangi kerentanan manusia dan properti, manajemen kebijakan lahan dan lingkungan, meningkatkan kesiapsiagaan dan peringatan dini merupakan contoh dari pengurangan risiko bencana. 2. Kemampuan untuk melawan atau menghindari ancaman bencana tersebut. Kemampuan untuk melawan ini merupakan kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat. Kapasitas /kekuatan adalah sumber daya, pengetahuan, ketrampilan, dan kekuatan yang dimiliki seseorang atau masyarakat yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri, mencegah, dan memitigasi, menanggulangi dampak buruk, atau dengan cepat memulihkan diri dari bencana. Kapasitas berupa sumberdaya-sumberdaya tersedia untuk mengurangi kerentanan serta mencegah ancaman atau mengurangi tingkat ancaman. Sumberdaya tersebut dapat berupa kebijakan, kegiatan, pengetahuan, keterampilan, alat, tenaga, dana dan lainnya. Semakin besar sumberdaya tersedia, berarti semakin tinggi kapasitas, sehingga risiko semakin rendah.sebaliknya, semakin sedikit sumberdaya, semakin rendah kekuatan dan semakin tinggi risikonya. 3. Kemampuan untuk mengadaptasi bencana dan dampak yang ditimbulkan. Apabila kita tidak mampu melawan ataupun menghindar, maka kita harus mampu mengurangi, mengalihkan atau menerima risiko bencana yang akan terjadi. Prinsip-prinsip manajemen risiko berlaku untuk menanggulangi bencana.upaya memperkecil dampak yang ditimbulkan atau mitigasi bencana, seperti membuat bangunan tahan gempa, membangun shelter vertikal, membuat jalur evakuasi dan sebagainya harus diterapkan.pengalihan risiko atau risk transfer, seperti asuransi bencana mulai dibudayakan.pada dasarnya mengadaptasi bencana ini bertujuan agar kemampuan masyarakat untuk menerima risiko semakin tinggi.hal ini berkaitan dengan filosofi, hidup berdampingan secara damai dengan bencana (Living in harmony with disaster). 4. Kemampuan untuk pulih kembali secara cepat setelah terjadi bencana. Ketangguhan suatu masyarakat dalam menanggulangi bencana dapat dilihat dari kemampuannya untuk pulih kembali setelah ditimpa bencana (bounce back/ daya lenting). 105 Kebijakan PRB API Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

106 Tabel 2 Ringkasan Pembahasan Hasil Penelitian Kelurahan Tangguh Bencana Di Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor No Indikator Pembahasan Prosentase Sudah memiliki Kelompok kerja (Pokja) Kebijakan/Peraturan di Kelurahan Tangguh Bencana beserta tugas Desa/Kelurahan tentang pokok dan fungsinya dan dilegalkan oleh SK PB/PRB Rencana Penanggulangan Bencana, Rencana Aksi Komunitas, dan Rencana kontijensi Forum PRB Relawan Bencana Penanggulangan 5 Kerjasama antar pelaku dan wilayah Dana tanggap darurat Dana untuk PRB Pelatihan untuk pemerintah desa Pelatihan untuk tim relawan Pelatihan untuk warga desa 11 Pelibatan/partisipasi warga desa Pelibatan Perempuan dalam 12 tim relawan Peta dan analisa risiko/kajian Risiko Bencana Peta dan jalur evakuasi serta tempat pengungsian Sistem peringatan dini Pelaksanaan mitigasi struktural (fisik) Pola ketahanan ekonomi untuk mengurangi kerentanan masyarakat Lurah Sudah memiliki Penanggulangan Bencana, Rencana Aksi Komunitas, dan Rencana kontijensi yang disusun oleh Pokja Sudah memiliki Forum PRB yang terdiri dari seluruh lapisan masyarakat dan memperhatikan pengarusutamaan gender Sudah memiliki Relawan Penanggulangan Bencana yang terdiri dari seluruh lapisan masyarakat dan memperhatikan pengarusutamaan genderrelawan Penanggulangan Bencana Sudah terjalin kerjasama yang baik antara warga dengan aparat kelurahan, babinsa, babinkamtibmas dan dunia usaha Sudah memiliki Dana tanggap darurat yang bersumber dari swadaya warga Sudah memiliki Dana untuk PRB yang bersumber dari swadaya warga Sudah pernah dilakukan Pelatihan untuk pemerintah desa Sudah pernah dilakukan Pelatihan untuk tim relawan Sudah pernah dilakukan Pelatihan untuk warga desa Sudah ada Pelibatan/partisipasi warga desa secara aktif dalam kegiatan pokja Kelurahan Tangguh Bencana Sudah ada Pelibatan Perempuan dalam tim relawan Sudah memiliki Peta dan analisa risiko/kajian Risiko Bencana yang dibuat secara mandiri oleh pokja dan warga, difasilitasi oleh BPBD dan fasilitator Sudah memilikipeta dan jalur evakuasi serta tempat pengungsian yang dibuat secara mandiri oleh pokja dan warga, difasilitasi oleh BPBD dan fasilitator Sudah memiliki Sistem peringatan dini berupa smart alarm Sudah pernah melaksanakan kegiatan mitigasi struktural (fisik) secara swadaya Sudah ada industri skala rumah tangga namun laba dari industri tersebut belum dialokasikan khusus untuk kegiatan Pengurangan Risiko 106 Kebijakan PRB API Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

107 18 Perlindungan kesehatan kepada kelompok rentan Pengelolaan sumber daya alam (SDA) untuk PRB Perlindungan aset produktif utama masyarakat Bencana Sudah ada warga yang dilatih untuk P3K dasar dan sudah terjalin kerjasama dengan 72.5 puskesmas terdekat Sudah ada pengelolaan sumber daya (SDA) namun hasil dari pengelolaansda tersebut 65 belum dialokasikan khusus untuk kegiatan Pengurangan Risiko Bencana Sudah ada perlindungan asset produktif utama 70 masyarakat T O T A L 72.3 Tabel 3 Instrumen Penilaian Kondisi Kesiapsiagaan Masyarakat 12 Skor * Nilai Kondisi 1-20 % Sangat buruk Ketangguhan masyarakat sangat kurang % Buruk Ketangguhan masyarakat kurang % Cukup Ketangguhan masyarakat cukup % Baik Ketangguhan masyarakat baik % Sangat Baik Ketangguhan masyarakat sangat baik *skor dikembangkan dari penilaian subyektif narasumber 8. Kesimpulan Berdasarkan penilaian dan pengamatan fasilitator bersama para aktor yang terlibat langsung dalam kegiatan Kelurahan Tangguh Bencana, implementasi Kelurahan Tangguh Bencana di Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor termasuk ke dalam kategori Baik (72,3%). Dari 6 kategori dan 20 indikator keberhasilan penilaian Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, indikator Kebijakan/Peraturan di Desa/Kelurahan tentang PB/PRBdan Pelatihan untuk tim relawan meraih skor tertinggi. Hal ini merupakan kapasitas yang dimiliki kelurahan Pasir Jaya yang perlu dipertahankan, sedangkan untuk indikator lainnya perlu ditingkatkan lagi. Untuk ke depannya, dari penerapan Kelurahan Tangguh Bencana di Kota Bogor ini Kelompok Kerja Kelurahan Tangguh Bencana (Pokja Keltana) Kelurahan Pasir Jaya bersama BPBD Kota Bogor telah menyusun rencana tindak lanjut sebagai berikut, yaitu: 1) Advokasi dengan Walikota Bogor untuk mendukung kegiatan Kelurahan Tangguh Bencana dan menjadikannya sebagai program prioritas yang sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor. 2) Melanjutkan kegiatan Kelurahan Tangguh Bencana secara swadaya dan menggetok tularkan ilmunya (knowledge sharing) kepada kelurahan-kelurahan lain, baik di Kota Bogor maupun kota/kabupaten lainnya. 3) Rencana jangka menengah, berdasarkan kearifan lokal, pokja Keltana Pasir Jaya akan mencoba merintis usaha pembibitan tanaman bambu betung4) Membuat rencana jangka panjang berupa pembentukan Pokja dan implementasi Kelurahan Tangguh Bencana di seluruh Kota Bogor (68 Kelurahan) dalam rangka mewujudkan masyarakat Kota Bogor yang tangguh dalam menghadapi bencana menuju Kota Bogor, Kota Tangguh Bencana. Referensi BNPB. (2012). Peraturan Kepala BNPB tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana. Jakarta: BNPB. BNPB.(2017). Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) Kota Bogor tahun Jakarta: BNPB. BNPB.(2016). Risiko Bencana Indonesia. Jakarta: BNPB. Intruksi Presiden RI Nomor.09 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan Nasional 12 Dikembangkan oleh penulis 107 Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

108 LIPI.(2016) Penanaman Bambu Solusi Penanggulangan Banjir dan Longsor serta Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Jakarta Maarif, Samsul. (2012). Menuju Indonesia Tangguh. Makalah Rapat Koordinasi dan Pelatihan Tingkat Nasional Tahun BNPB, Jakarta Maarif, Samsul. (2012).Pikiran dan Gagasan, Penanggulangan Bencana di Indonesia. BNPB, Jakarta Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas ( PP 47/2012 ) Twigg, J. (2009). Characteristics of a Disaster-resilient Community-A Guidance Note Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 108 Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

109 PRB Inklusi Pembelajaran Keterlibatan Komunitas Difabel Dalam Kebencanaan Di Sukoharjo Oleh: Edy Supriyanto I. PENDAHULUAN Dalam isu kebencanaan Disabilitas menjadi salah satu kelompok rentan yang yang harus mendapatkan prioritas dalam perlindungan, sehingga ada stigma bahwa disabilitas tidak memiliki kapasitas. Namun pada kenyataan kelompok disabilitas selain harus dilindungi tetapi disabilitas memiliki kapasitas untuk melakukan evakuasi mandiri untuk mengurangi resiko bencana. Sesungguhnya tidak ada disabilitas apabila disediakan akomodasi beralasan (reasonable acomodation), seperti EWS yang akses, jalur evakuasi, posko pengungsian dan pendamping yang memiliki pemahaman tata cara berinteraksi dengan disabilitas. Hal ini sering terjadi pertolongan saat bencana baru datang setelah beberapa jam kejadian sehingga disabilitas harus memiliki pengetahuan dan pemahaman bagaimana melindungi dirinya saat bencana. Peristiwa banjir 28 November 2016 di Sukoharjo yang merendam ratusaan bahkan ribuan rumah warga di 5 kecamatan yang berdampak pada aktifitas warga terutama yang bertempat tinggal di bantaran sungai. Kabupaten Sukoharjo merupakan wilayah yang dilalui 2 sungai Besar arah selatan sungai bengawan Solo, arah Timur sungai Samin yang mengalir dari pegunungan Lawu. Dari ribuan rumah yang terpapar banjir ada seratusan rumah dari keluarga penyandang disabilitas, dengan segala keterbatasan dan hambatan menjadi warga yang paling terdampak. Masyarakat sering kali masih memandang kebutuhan difabel sama dengan masyarakat yang lain, yang sesungguhnya memiliki kebutuhan khusus dan perlindungan khusus. Perkumpulan Penyandang Disabilitas SEHATI Sukoharjo dalam terlibat saat banjir masa Tanggap Darurat melakukan pendataan Disabilitas terdampak di 3 kecamatan yang paling terdampak, membuat data pilah untuk identifikasi dampak dan kebutuhan yang dialami oleh keluarga Penyandang Disabilitas. SEHATI mampu mendistribusikan 300 paket nasi bungkus hasil dari iuran dan penyisihan kas perkumpulan yang disalurkan ke 2 Posko Pengungsi di kantor kecamatan Grogol dan Balai desa Bugel kecamatan Polokarto. Belum terakomodasinya kapasitas komunitas disabilitas selama ini berdampak terjadinya kesalahan dalam pemberian bantuan baik dalam evakuasi dan bantuan logistik kepada penyandang disabilitas, serta Sistem Peringatan Dini (EWS) yang tidak aksesibel bagi penyandang disabilitas berakibat pada tidak terlindunginya kelompok disabilitas dalam penanggungan bencana. Keterlibatan penyandang disabilitas dan peningkatan pemahaman kebencanaan kepada penyandang disabilitas menjadi kunci ketangguhan komunitas disabilitas dalam kebencanaan. Dan peningkatan pemahaman pelaku kebencanaan tentang penyandang disabilitas dapat minimalisir kesalahan dalam memberikan pertolongan. II. PARTISIPASI DIFABEL DI PASKA BENCANA Di tanggap darurat yang dilakukan di 4 desa di 3 kecamatan SEHATI mampu membuat data pilah 70 keluarga disabilitas mulai dari Jenis Kelamin, Umur dan ragam Disabilitas serta kebutuhan paska banjir. Dengan data tersebut SEHATI melakukan komunikasi dengan lembaga kemanusiaan yang memberikan bantuan berupa cash transfer kepada 50 keluarga penyandang Disabilitas. 109 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

110 Paska bencana banjir sebagian besar keluarga difabel kesulitan dalam melakukan pembersihan rumah, selain itu beberapa peralatan rumah tangga meraka mengalami kerusakan dan hilang terbawa banjir. Sedang dalam peristiwa banjir di Sukoharjo paska bencana hanya sampai saat air surut sehingga peralatan maupun perlengkapan rumah tangga yang rusak atau hilang tidak tercover dalam pemberian bantuan dalam tanggap darurat. Dari pendataan yang dilakukan SEHATI selanjutnya dikomunikasikan ke jaringan yang dimiliki antara lain, Mitra program Disability Right Fund (DRF), ASB dan lain-lain. dari ASB kemundian menindaklanjuti dengan memastikan apakah toko-toko maupun pasar masih jalan? Dan hasil dari pendataan ditemukan bahwa toko dan pasar dilokasi bencana masih buka. ASB memberikan bantuan dalam bentuk cash ke Sehati, dengan bantuan tersebut SEHATI melakukan verifikasi data dengan melakukan wawancara langsung ke keluarga difabel yang menjadi korban bencana dan mengumpulkan doukumen KK dan KTP. Difabel yang melakukan verifikasi di bekali dengan Form pendataan dengan pertanyaan dasar metode WGQ. Untuk menentukan bantuan yang akan disalurkan dengan membuat kriteria, sangat membutuhkan dan membutuhan dengan kriteria sebagai berikut : a. Kehilangan mata pencaharian b. Anggota keluarga lebih dari 5 c. Kerugian lebih dari ,- d. Memiliki anak yang masih sekolah e. Orang tua tunggal Dalam menentukan prioritas pertama dan kedua menggunakan scoring, proritas jumlah scoring lebih dari 12 dan kedua dengan jumlah score kurang dari 12, dimana prioritas pertama mendapatkan bantuan tunai Rp ,- prioritas kedua Rp ,-. Hasil dari Scoring diperoleh data penerima bantuan tunai, prioritas 1 sebanyak 23 keluarga dengan bantuan Rp Rp dan 27 keluarga prioritas kedua dengan bantuan Rp Rp ,- yang diserahkan langsung ke ibu rumah tangga dengan disaksikan oleh anggota keluarga dan didokumentasikan oleh SEHATI. Setelah pemberian bantuan tersebut SEHATI masih melakukan monitoring untuk memastikan bantuan tersebut dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya sesuai kebutuhan sekaligus membantu keluarga untuk membelanjakan bantuan tersebut, walaupun hanya dengan sepeda motor roda tiga (sispan). Dari hasil monitoring yang dilakukan, bantuan yang berikan dibelanjakan berbagai kebutuhan rumah tangga, antara lain : 1. Sembako 2. Kompor gas dan tabungnya ( Ibu Lastri) 3. Tikar 4. Peralatan sekolah 5. Peralatan dapur (panci, wajan, dandang dll) 6. Alat usaha (lemper) untuk jualan lotis 7. Peralatan mandi 8. Peralatan sholat III. PELAPORAN Selama proses tanggap darurat banjir di beberapa kecamtan tersebut SEHATI memberikan laporan kepada stakeholder baik pemerintah maupun pemberi bantuan dalam hal ini; Camat Polokarto, 7 Kepala Desa yang warganya terdampak, BPBD, Dinas Sosial dan ASB. 110 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

111 Tujuan pelaporan ini untuk membangun kesadaran bahwa ada warga difabel yang terdampak banjir yang membutuhkan perlindungan khusus dan pelibatan dalam pemberian bantuan serta tentu untuk akuntabilitas. IV. PEMBELAJARAN Proses pelaksanaan bantuan cash transfer yang dilakukan oleh SEHATI Sukoharjo : 1. Pentingnya data pilah, data yang menunjukkan kondisi disabilitas (kebutuhan dan kapasitas difabel) serta kerentananya; 2. Kelompok disabilitas meningkat pemahamanya tentang mekanisme pemberian bantuan cash transfer; (pendataan, assesment kebutuhan, pendokumentasian, dan pelaporan) 3. Adanya perubahan pola pikir masyarakat tentang bagaimana bantuan dipergunakan; 4. Cash transfer lebih efektif terutama untuk pemulihan ekonomi; ada salah satu penerima bisa memulai usahanya kembali dengan modal dari cash transfer (beli cobek) untuk usaha rujak. 5. Cash transfer harus dilengkapi dengan pendokumentasian yang baik; 6. Monitoring penting untuk membantu penerima untuk membelanjakan. 7. Pelaksanaan bantuan harus dilaporkan kepada stakeholder terkait untuk memperoleh dukungan dan keberlanjutan pemulihan paska bencana. V. PENUTUP Komunitas disabilitas terbukti memiliki kapasitas dalam penanggulangan bencana sehingga tinggal bagaimana para stakeholder kebencanaan berkomunikasi dan memberikan akses kepada komunitas disabilitas terlibat dalam setiap fase kebencanaan secara setara. Sukoharjo, 31 Agustus 2017 Edy Supriyanto 111 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

112 Sebuah Catatan Usaha Perjuangan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Konservasi Inklusi Kampung Ampiang Parak I. Latar Belakang Wilayah Kampung Pasar Ampiang Parak, Nagari Amping Parak (Desa Adat di Sumatea Barat), Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan merupakan kawasan yang masuk pada kategori zona merah atau rawan bencana misalnya abrasi, badai dan tsunami (Sumber : BPBD Pesisir Selatan). Sementara itu, Pantai Pasar Amping Parak yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia tersebut sebelum tahun 2013 merupakan hamparan pantai yang tandus dimana hampir setiap tahun terjadi pergeseran permukaan pantai serta terkikisnya bibir pantai oleh ombak. Tidak kurang dari 3000 orang kini bermukim di kawasan zona rawan bencana alam di Pasar Amping Parak dengan pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan yang amat minim. Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran yang amat mendalam bagi sekelompok pemuda/komunitas di Amping Parak dan kemudian tersentak hatinya untuk menyiapkan konsep pengurangan resiko bencana dengan mempersiapkan alam sekitar menjadi benteng utama jika sekiranya bencana datang. II. Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Konservasi Komunitas yang menyiapkan konsep pengurangan resiko bencana tersebut adalah Kelompok Laskar Pemuda Peduli Lingkungan disingkat (LPPL). Kelompok ini berdiri 5 Januari 2013 dan ditetapkan dengan SK Walinagari Ampiang Parak. Pembentukan kelompok dimulai dengan inisiasi Haridman dengan cara mengumpulkan masyarakat atau pemuda setempat dan memberikan penjelasan tentang perlunya merintis sebuah kawasan yang sebelumnya gersang menjadi ruang terbuka hijau. Awalnya tidak banyak pemuda atau masyarakat yang tertarik dengan ide yang saya sampaikan, karena sebagian besar masyarakat masih berpikiran kegiatan lingkungan seperti ini hanya akan menghabiskan waktu saja dan cenderung tidak akan mendatangkan uang. Namun saya tetap berusaha meyakinkan sejumlah pemuda yang tertarik dengan konsep penyelamatan lingkungan yang saya gagas dengan sejumlah konsekwensi yang harus ditanggung. Peran Pemuda dan Pelibatan Disabilitas Pemuda yang mau dan siap untuk mendermakan dirinya untuk penyelamatan lingkungan tersebut adalah Zulkifli, Sepriadi, Rino, Dino, Novendra, Jasman, Srimulyati, Samsuddin, Omricon YP dan Yendri. Sebagian besar dari pemuda ini adalah tidak memilik pekerjaan tetap dan hidup serba kekurangan, namun mereka punya satu cita-cita mulia yakni kawasan pantai yang selama ini belum bermanfaat dapat berubah menjadi pantai yang bermanfaat bagia semua. Kelompok ini pada kemudian hari juga mengikutsertakan penyandang disabilitas sebanyak dua orang yaitu Firdaus dan Nia Suci Warni. Keterlibatan dua penyandangn disabilitas diawali dari ketertarikannya untuk kegiatan konservasi dan selanjutnya mereka diserahi tugas sebagai pemandu wisatawan (tunarungu), selain itu mereka juga berperan sebagai penjaga vegetasi dan pemberi makanan penyu. Selain itu mereka juga bertugas untuk pembuatan kerajinan tangan yang akan ditindaklanjuti untuk ke depannya. Setelah mendapat legalitas dari pemerintah nagari setempat, dilakukanlah pesiapan aksi lingkungan. Aksi pertama adalah menanam pohon ketapang (waru) sebanyak 120 batang. Pohon ini tumbuh dengan baik hingga awal tahun Kemudian setelah melihat potensi kawasan kelompok ini memantapkan diri untuk konsisten bergerak dalam kegiatan lingkungan dan secara khusus bidang pengawasan dan perlindungan sumberdaya hayati laut di Pantai dan Laut Ampiang Parak. Penghujung tahun 2014 kelompok berupaya mencari jenis tanaman yang cocok dengan lingkungan Pantai Amping Parak. Maka setelah melakukan koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Pesisir Selatan diperoleh kesimpulan bahwa tanaman yang multifungsi dan cocok ditanam di Amping Parak adalah vegetasi pantai berupa cemara laut dan mangrove. 112 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

113 Mangrove merupakan tanaman pantai yang secara teori dapat meredam laju gelombang tsunami dan abrasi sebesar persen. Tanaman ini juga mampu menyediakan oksigen yang banyak bagi lingkungan sekitar. Sementara cemara laut, nyaris memilik fungsi yang sama. Bila dua jenis tanaman ini tumbuh dengan baik di Ampiang Parak, maka dengan sendirinya masyarakat sudah sedikit terlindungi dari ancaman bencana. Maka tahun 2015 kelompok dengan bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia menanam 2500 cemara laut. Tanaman tersebut dapat dirawat dengan baik oleh kelompok. Pada tahun yang sama kelompok juga menanam vegetasi pantai berupa mangrove jenis Rhizopora Sp dengan jumlah mencapai batang, vegetasi ini juga dapat tumbuh dengan baik di dalam wilayah pasang surut. Tanaman Tumbuh, Penyu Mendarat Selain mengawasi dan merawat vegetasi pantai, pada pertengahan tahun 2015, kelompok juga berupaya melakukan perlindungan terhadap penyu. Semenjak tananaman mulai besar kemudian diketuahui berbagai jenis penyu mulai mendarat untuk bertelur. Langkah awal perlindungan dilakukan dengan mengajak masyarakat untuk tidak memungut telur penyu yang bertelur di Pantai Amping Parak. Namun akibat sulitnya mengajak warga untuk berhenti mencari telur penyu, akhirnya kelompok melakukan upaya pemindahan setiap telur penyu yang ditemukan kelompok ke tempat penetasan. Gambar Tumbuhan Cemara Udang Upaya pemindahan telur penyu dari sarangnya membuahkan hasil pada Bulan Desember 2015 dengan menetasnya 200 tukik dan dilepas ke laut. Kegiatan tersebut terus berlanjut pada tahun 2016 hingga sekarang. Perubahan besar dalam usaha pelestarian penyu ini terjadi pada penghujung 2016 ditandai dengan berhasilnya kelompok mengajak separuh dari pencuri telur penyu untuk menghentikan kegiatan pengambilan telur. Sembari tetap menjaga vegetasi pantai yang ada, kelompok setiap malam melakukan ronda di sepanjang pantai Pasar Amping Parak. Kegiatan ronda ini telah meningkatkan jumlah telur penyu yang bisa ditetaskan di penetasan kelompok. Kampanye perlindungan penyu yang dilakukan kelompok sebetulnya adalah sebuah srtategi agar masyarakat mau menjaga tanaman yang berfungsi untuk pengurangan resiko bencana tersebut, sehingga muncul semboyan penyu selamat vegetasi pantai sehat. Kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat ini terpusat di Pondok Informasi yang dibangun pada tahun Berbagai kegiatan kelompok dan masyarakat juga berlangsung disini antara lain: 1. Aktivitas harian kelompok. Sebelum kegiatan harian dimulai, seluruh anggota kelompok berkumpul di pondok informasi untuk membagi tugas lapangan. Kegiatan malam hari juga dipusatkan di pondok informasi dalam rangka membahas dan evaluasi kegiatan. 113 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

114 2. Tempat rapat mingguan dan bulanan kelompok. Kelompok senantiasa melakukan rapat setiap minggu dan setiap bulan untuk membahas berbagai persoalan dilapangan dan rencana selanjutnya. 3. Sebagai ruang pembelajaran terkait perlindungan penyu bagi siswa/siswi dari berbagai sekolah dan tingkatan. Umumnya kegiatan ini berlangsung pada setiap hari Sabtu. 4. Sebagai ruang belajar bagi warga untuk kegiatan mitigasi bencana alam. 5. Tempat masyarakat memperoleh informasi tentang kegiatan konservasi penyu dan vegetasi pantai. Perahu motor saat ini menjadi alat transportasi utama setiap hari bagi kelompok dalam usaha melakukan pengawasan kawasan. Perahu motor tersbut sangat memudahkan kelompok dalam mengangkut logistic pengawasan untuk dibawa ke kawasan yang ditanami tanaman atau vegetasi pantai. Selain itu, perahu juga menjadi alat utama bagi siswa / siswi / masyarakat / organisasi / instansi pemerintah dan swasta untuk keperluan edukasi tentang penyu. Seiring tingginya minat masyarakat untuk mempelajari penyu dan vegetasi pantai, maka selama bulan Januari 2017, perahu telah mengangkut sekitar 3300 orang. Gambar Pengunjung Menuju Lokasi Konservasi Menggunakan Perahu Motor Billboard berukuran 3 x 5 meter berisi tentang 20 species target konservasi KKP saat di pasang hingga saat ini memiliki peran besar terhadap sosialisasi hewan dilindungi. Rincian manfaat billboard yaitu: 1. Sebagai media belajar utama bagi siswa/siswi yang datang ke kawasan ekowisata Ampiang Parak. 2. Kelompok biasanya memberikan informasi kepada peserta study tour di depan billboard. 3. Tempat berdiri billboard yang sangat strategis menyebabkan alat peraga raksasa ini menjadi media utama untuk selfie dan kegiatan foto bersama pengunjung. 4. Sebagai sarana informasi dan hiburan bagi masyarakat setempat. 5. Mempermudah kelompok dalam memberikan jawaban atas pertanyaan pengunjung terhadap hewan dilindungi. 6. Memperindah kawasan ekowisata Amping Parak. Aset Kelompok NO Nama Barang Sumber Dana Pondok informasi 1 unit Perahu Kayu Mesin 5 PK merk Yamaha 1 unit Bak perawatan 2 unit Pondok Jaga 1 Unit APBN 2016 APBN 2016 APBN 2016 APBN 2016 Swadaya PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

115 Perahu Fiber ukuran kecil 1 unit Sumur 2 Unit Lampu PLN (sedang proses pengurusan) Penetasan Tempat Shalat Kompor Gas 1 set Peralatan dapur 1 set Bak semen Rumah Penyu Swadaya 2017 Swadaya 2017 Swadaya 2017 Swadaya 2017 Swadaya 2017 Swadaya 2017 Swadaya 2017 Swadaya 2016 Swadaya 2016 Pendampingan Pengurangan Risiko Bencana ASB Disaat aksi penyelamatan penyu dan perlindungan vegetasi pantai gencar di masyarakat dan sudah bisa diterima khalayak maka satu persoalan yakni mempersiapkan lingkungan sebaik mungkin sebelum terjadi bencana sudah teratasi dengan baik. Persoalan selanjutnya adalah soal kapasitas kelompok dan kapasitas masyarakat di Ampiang Parak dalam hal Pengurangan Risiko Bencana. Nyaris seluruh masyarakat awam dalam hal pengurangan risiko bencana tersebut, sehingga jika terjadi bencana yang bakal terdampak bencana mungkin besar jumlahnya. Penghujung 2015 ASB datang ke Amping Parak untuk melakukan survey awal. Kedatangan ASB membawa angin segar untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan bahkan lingkungan dalam menghadapi bencana. Kedatangan ASB Bak pucuk dicinta ulampun tiba. ASB setelah itu mulai memfasilitasi masyarakat dan pemerintah nagari dalam membentuk organisasi secara berjenjang. Mulai dari Tim PB Kampung hingga Forum PRB Nagari. Organisasi di berbagai tingkat tersebut kemudian memperoleh pelatihan soal pengurangan resiko bencana. Organisasi bentukan ASB ini kemudian dengan sendirinya memperkuat pemahaman ke masyarakat bahwa kegiatan perlindungan vegetasi pantai dan penyu adalah bagian tidak tepisahkan dari upaya pengurangan resiko bencana. III. Perencanaan Bersama Kawasan konservasi seluas 26 herktar pada saat ini juga merupakan kawasan yang masih dapat dimasuki oleh berbgai kalangan sebagai destinasi wisata, disadari juga bahwa dengan berkembangnya minat masyarkat maka pengmbnagan konsep wisata untuk kawasan ini haruslah tepat jangan sampai hanya untuk mengejar jumlah pengunjung wisatawan keberadaan pantai sapanjang 2,7 km akan penuh sehingga akan mengusik penyu-penyu untuk datang bertelur. Terlebih dengan adanya keberadaan objek wisata kapal karam bawah laut menjadikan lokasi pantai Pasar Ampiang parak semakin menarik, perlu adanya perencaan pengembangan kawasan wisata terutama untuk menjadi kawasan pariwisata minat khusus sehingga kawasan tidak hanya bergantung dengan jumlah pengunjung akan tetapi dengan meningkatkan kualitas wisatawan dengan menjadikan kawasan sebagai lokasi wisata edukasi. Dengan adanya Program Peningkatan Kapasitas Pengurangan Risiko Bencana dan Ketangguhan Desa Pesisir di Sumatra Barat yang dilakukan oleh ASB maka bersama Laskar Peduli Lingkungan Ampiang Parak akan menjadikan daerah Ampiang Parak sebagai daerah percontohan kegiatan PRB dan konservaasi penyu dengan pelibatan penyandang disabilitas. 115 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

116 Karakteristik Tanah Pada Lereng Rawan Longsor Dan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Bencana Longsor Di Kintamani Bali) Oleh: I Nyoman Sutarja 1 dan Made Dodiek Wirya Ardana 1 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana nsutarja_10@yahoo.com, mddodiekwa2@gmail.com Abstrak Tanah di kepulauan Nusantara sebagian besar merupakan hasil pelapukan dari material hasil letusan gunung api. Tanah ini terdiri dari pasir dan lempung dengan berbagai tingkat pelapukan sesuai dengan tempat terdepositnya. Pada lereng-lereng pegunungan dan perbukitan yang memilki kemiringan lereng alami (natural slope) yang curam hingga terjal memiliki peluang terjadinya kelongsoran. Peristiwa kelongsoran lereng acap dipicu oleh curah hujan yang tinggi dan dalam waktu yang lama. Mekanisme kelongsoran yang terjadi pada lereng menerus (continuos slope) adalah terlampauinya kuat geser tanah pada bidang gelincir oleh gaya yang ditimbulkan oleh berat material tanah yang logsor atau bergerak. Untuk menganalisis kelongsoran lereng dibutuhkan pengetahuan tentang karakteristik tanah dan lereng tersebut. Pada studi ini, penyelidikan geoteknik dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan sifat mekanik, seperti tanah berat volume tanah, kohesi, dan sudut geser dalam pada bidang gelincir dan tanah material longsoran. Karakteristik tanah lereng pada daerah studi didominasi oleh tanah pasir berbutir halus dalam keadaan lepas (loose) dengan fraksi lanau dan lempung kurang dari 20%. Sudut geser dalam tanah (internal friction angle, ) pada keadaan jenuh air adalah 26 o. Lereng termasuk kategori infinite slope dengan kemiringan lereng berkisar 35 o terhadap horizontal dan memilki bidang gelincir berupa batuan hasil pembekuan magma dan bahan longsoran merupakan material hasil letusan yang terdeposit secara alami. Angka keamanan lereng saat terjadinya longsoran dilakukan dengan metode stabilitas lereng menerus dengan mangadaptasi metodestabilitas lereng dan memasukkan komponen rasio kejenuhan tanah. Upaya pemantauan karakteristik tanah dan stabilitas lereng ini dapat menjadi masukan untuk upaya mitigasi bencana kelongsoran lereng. Kata kunci: lereng alami, kelongsoran, karakteristik tanah, stabilitas lereng, mitigasi. 1. Pendahuluan Kelongsoran lereng yang dipicu oleh hujan dengan intensitas tinggi sangat potensial terjadi di daerah perbukitan atau lereng pegunungan [1]. Intensitas hujan tinggi dalam waktu yang sangat singkat pada lereng menerus (infinite slope) dapat berdampak sigifikan terhadap stabilitasnya [2]. Disamping itu keadaan alamiah lereng serta jenis tanah merupakan faktor yang menentukan potensi ketidakstabilan lereng tersebut. Ketebalan lapisan tanah pada lereng menerus/tidak terbatas juga menjadi faktor yang berkontribusi pada potensi kelongsorannya. Permeabilitas dari jenis tanah pembentuk lereng mengontrol mudah atau tidaknya infiltrasi air ke dalam lapisan tanah. Tekanan air pori dan gaya rembesan saat atau beberapa saat setelah hujan intensitas tinggi meningkat secara drastic dan akhirnya memicu kelongsoran. Peningkatan air pori yang drastis menyebabkan tanah kehilangan tegangan efektifnya dan sekaligus kekuatan gesernya. [2]. Mitigasi bencana longsor akibat kelongosran yang dipicu hujan intensitas tinggi dikategorikan dengan pendekatan perangkat keras dan perangkat lunak [3]. Peristiwa bencana longsor terjadi di Desa Songan B, Kec. Kintamani, Kabupaten Bangli, Propinsi Bali terjadi pada hari Jumat tanggal 10 Februari Daerah bencana ini berlokasi di kaki/lereng Gunung Batur. Peristiwa ini mengakibatkan terjadinya korban jiwa dan korban luka-luka serta kerusakan rumah warga serta infrastruktur jalan di lingkangan tersebut. Kronologi kejadian di wilayah bencana diawali oleh hujan dengan intensitas tinggi dan terjadi secara terus menerus dalam sepekan. Pada studi ini akan dilakukan analisis mengenai potensi longsor dengan melakukan kajian pada 116 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

117 karakteristik tanah dan geometri lereng alami pada daerah bencana. Penyelidikan geoteknik berupa pengujian lapangan dan laboratorium telah dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan sifat mekanik. Usulan untuk mitigasi bencana dengan pendekatan berupa perbaikan geometri lereng dan penanaman vegetasi pada tempat-tempat yang dianggap rawan juga dipertimbangkan. 2. Infiltrasi Air Hujan dan Stabilitas Lereng Mekanisme yang terjadi pada kelongsoran lereng yang dipicu oleh hujan dapat disimpulkan secara umum sebagai berikut: 1) Saat air hujan memasuki lapisan tanah yang tidak jenuh, maka akan terjadi penurunan tegangan air pori negatif yang menyebabkan penurunan tegangan normal efektif disepanjang bidang yang berpotensi longsor. Hal ini memicu berkurangnya sampai hilangnya kekuatan geser pada suatu titik di bidang longsor sehingga ketidakseimbangan pada titik tersebut tidak lagi dapat dipertahankan [3] Dalam [4], lereng dikelompokkan menjadi 3 macam ditinjau dari segi terbentuknya, yaitu: a. lereng alam, yaitu lereng yang terbentuk akibat kegiatan alam, seperti erosi, gerakan tektonik dan sebagainya;b. lereng yang dibuat manusia, akibat penggalian atau pemotongan pada tanah asli; c. lereng timbunan tanah, seperti urugan untuk jalan raya. Menurut [5], gaya-gaya gravitasi dan rembesan (seepage) cenderung menyebabkan ketidakstabilan (instability) pada lereng alami (natural slope), pada lereng yang dibentuk dengan cara penggalian, dan pada lereng tanggul serta bendungan tanah (earth dams). Ada 3 tipe utama dari kelongsoran yaitu sebagai berikut: kelongsoran rotasi (rotational slips), yaitu kelongsoran yang bentuk permukaan runtuh pada potongannya dapat berupa busur lingkaran atau kurva bukan lingkaran; kelongsoran translasi (translationalslips),cenderung terjadi bila lapisantanah yang berbatasan berada pada kedalaman yang relatif dangkal di bawah permukaan lereng; dan kelongsoran gabungan (compound slips), terjadi bila lapisan tanah yang berbatasan berada pada kedalaman yang lebih dalam. potongan kurva dan bidang. Metode stabilitas lereng menerus (infinite slope) adalah metode untuk menganalisis stabilitas lereng, dimana lereng memiliki panjang bidang gelincir yang relative sangat panjang dibandingkan dengan ketebalan/kedalaman dari lapisan tanah diatas bidang gelincir. Pada metode ini, bidang gelincir diasumsikan mengikuti garis lurus yang 117 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII paralel dengan garis permukaan tanah diatas bidang gelincir [6]. Skema tentang konsep kedalam tanah basah pada lapisan tanah diatas bidang gelincir akibat infiltrasi air hujan diberikan seperti Gambar 1. [7]. Gambar 1. Konsep pembasahan lapisan tanah akibat infiltrasi air hujan. dimana D adalah panjang jalur infiltrasi, h adalah tebal lapisan tanah diatas bidang gelincir = D cos dan D wf adalah ketebalan lapisan tanah jenuh air. Rasio kedalaman lapisan tanah jenuh air dengan tanah yang tidak jenuh air adalah h = D wf /D. Dengan mengadaptasi metode stabilitas lereng dan memasukkan komponen rasio kejenuhan tanah maka [7] menyarankan formula berikut: (1) Hujan adalah volume. H, rasio kejenuhan tanah secara sederhana diberikan sebagai rasio antara ketebalan lapisan tanah basah dan ketebalan lapisan tanah kering diatas garis gelincir saat hujan berlangsung. 3. Metode Penelitian Permukaan Zona Basah Tanah keras/ Dalam studi ini dilakukan langkah-langkah kerja sebagai berikut: 1) Pengambilan sample tanah pada bidang longsor dan uji hand-vaneshear; 2) Karaktersisasisifat fisik dan mekanik; 3) Analisis stabilitas lereng menerus (infinteslope) dan 4) Upaya mitigasi bencana.

118 Passed (%) Pengambilan sample disturbed dan undisturbed dilakukan pada titik longsor. Pengujian hand-vane shear dilakukan tepat pada bidang gelincir untuk mengetahui seaktual mungkin kekuatan tanah saat terjadinya longsor. Karakteristik tanah pada longsor meliputi sifat fisik seprti berat volume, berat jenis, kadar air, dan distribusi butiran tanah. Sedangkan sifat mekanik meliputi kohesi dan sudut geser dalam dari masa tanah. Analisis stbilitas lereng dianalisis dengan metode yang diberikan oleh [7] dengan memasukkan parameter-parameter yang relevan sesuai dengan keadaan karakteristik tanah dan geometri lereng pada daerah studi kedalam pers.(1). 4. Hasil dan Analisis Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik diberikan pada sample tanah disturbed adalah tanah memiliki berat volume, 17 kn/m 3 ; berat jenis, 2.435; kadar air, %; Batas-batas Atterberg adalah Nonplastis; serta distribusi ukuran butiran seperti pada Gambar Gravel 10 Sand Coarse Med Fine 1 0,1 Grain Size (mm) Silt Finer 0,01 Clay 0,001 -rata 26 o. Pengukuran kuat geser dilapangan dengan memakai alat hand-vane shear apparatus memberikan hasil kuat geser pada puncak lereng berkisar kpa, bagian tengah lereng berkisar kpa dan pada bagian kaki lereng kpa. Geometri lereng pada lokasi longsor memiliki ketinggian berkisar meter dari bidang datar terdekat (tempat datar yang dijadikan permukiman oleh penduduk) dan berjarak m, sehingga kemiringan lereng, berkisar 30 o - 35 o terhadap bidang horizontal. Ketebalan lapisan tanah diatas bidang gelincir (asumsi) berupa tanah keras/batuan adalah berkisar 4-5 m. Persamaan (1) digunakan untuk menganalisis angka keamanan yang terjadi aktual saat terjadi kelongsoran. Angka keamanan stabilitas lerengyang diperoleh setelah memasukkan parameter yang bersesuaian untuk rentang kemiringan lereng 30 o - 35 o adalah, FS = Mitigasi Bencana. Perubahan karakteristik tanah khususnya pada sifat mekanik yang merupakan penyokong dari kekuatan geser tanah. Intensitas hujan yang tinggi dalam kurun waktu yang singkat mengakibatkan menurunnya kekuatan geser tanah akibat hadirnya air yang berlebih. Laju infiltrasi tanah pada lereng yang didominasi tanah berbutir kasar, seperti pasir halus, mempercepat proses penjenuhan dalam masa tanah. Gambar 2. Distribusi ukuran butiran. Distribusi ukuran butiran memberikan gambaran bahwa tanah pada lokasi studi memiliki persentase finer dibawah 20% dengan D 10 = 0.02 mm; D 30 = 0.16 mm dan D 60 = 0.3 mm, memberikan Cu = 15 dan Cc = 4,2. Tanahsecara umum adalah digolongkan tanah pasir bergradasi buruk. Sedangkan sifat mekanik tanah berupa kohesi, c sebesar 0.08 kg/cm 2 (7,8 kpa) danan sudut geser 118 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII Gambar 3. Penanaman vegetasi di daerah bencana. Usaha untuk mengendalikan laju infiltrasi dan meningkatkan kemampuan tanah menahan air sangat dibutuhkan. Upaya klasik yaitu melakukan penanaman veegetasi yang tepat sesuai kondisi kemiringan lereng dan jenis tanah seperti Gambar3sangat bermanfaat dalam upaya mencegah kelongsoran. Sosialisasi kepada masyarakat yang bermukim didaerah rawan

119 longsor tentang potensi bencana dan pengendalian lingkungan sangat penting. Alih fungsi lahan yang masif dan berlangsung terus menerus khususnya pada daerah-daerah berbukit/lereng merupakan kendala yang secara nyata dihadapi dalam mengendalikan potensi bencana. Upaya lain yang dengan pendekatan lunak adalah memberikan himbauan kepada masyarakat untuk menghindari bermukin disekitar lereng. Memang himbauan ini tidak akan mudah untuk dilaksanakan, namun kesiapan dari pemerintah daerah untuk memberikan edukasi dan idealnya menyediakan lahan hunian yang tidak berlokasi pada daerah rawan bencana. 6. Kesimpulan dan Saran Penelitian ini dilakukan di daerah bencana longsor di Desa Songan B, Kecamatan Kintamani, Kab. Bangli, Propinsi Bali. Hasil penyelidikan karakteristik tanah pada daerah bencana berupa tanah pasir yang bergradasi buruk. Tanah pasir ini sangat mudah meluluskan air karena butiran cenderung seragam yang menyebabkan pori-pori cukup besar. Pada tanah ini juga tidak terdapat vegetasi dan menyebabkan infiltrasi air dengan mudah kedalam lapisan tanah. Lereng pada deaerah bencana ini termasuk lereng yang menerus dimana terdapat lapisan tanah yang cukup tipis berada diatas tanah keras/batuan. Kelongsoran lereng terpicu oleh intensitas hujan yang tinggi dalam kurun waktu yang singkat. Hal ini menyebabkan tanah secara drastis dan cepat kehilangan kekuatan gesernya. Ketergangguan kesetimbangan antara kekuatan geser tanah dan. gaya yang menggerakan tanah pada zona longsor masih sangat potensial terjadi. Hasil analisis stabilitas lereng memang menunjukkan angka keamanan berkisar Angka-angka ini menunjukkan daerah tersebut sangat berpotensi mengalami kelongsoran. Peran semua pihak untuk mengedukasi masyarakat yang bermukim di daerah rawan bencana khususnya bencana kelongsoran sangat dibutuhkan. Upaya merelokasi warga yang bermukin di daerah rawan longsor adalah sangat ideal dilakukan disamping melakukan upaya pencegahan bahaya longsor melalui pengendalian fungsi lahan dan penghijauan. Perlu dilakukan analisis yang lebih lengkap untuk memperkuat upaya mitigasi bencana longsor ini. Analisis mengenai pusat masa tanah dan volume bahan longsoran perlu dilakukan pada daerah-daerah yang sudah terindikasi mengalami tanda-tanda kelongsoran. Penelitian mengenai jenis dan pola penanaman vegetasi yang tepat untuk daerah rawan longsor perlu di dukung untuk memberikan upaya pencegahan yang efisien dan efektif. 7. Ucapan Terimakasih Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam penyiapan data-data teknis dan akses informasi saat penyelidikan lapangan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Laboraotrium Mekanika Tanah, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Udayana atas dukungan penyelidikan tanah dilapangan dan di laboratorium 8. Daftar Pustaka [1] Polemio, M. and Petrucci, O., 2000, Rainfall as a landslide triggering factor: An overview of recent international research, Landslides, Vol. 3. pp [2] Muntohar, A.S. and H-J Liao, 2010, Rainfall infiltration: Infinite slope model for landslides triggering by rainstorm, National Hazards, Vol. 54 pp DOI /s [3] Orense, R.P., 2004, Slope failures triggered by heavy rainfall, Philipine Engineering Journal, Vol. 25, No. 2, pp [4] Wesley, L.D., 2012, Mekanika Tanah untuk tanah endapan dan residu, Penerbit Andi, Yogyakarta. [5] Craig, R.F., 1989 (pp.321), Mekanika Tanah, Erlangga, Jakarta. [6] Rahardjo, H., Lim, T. T., Chang, M. F., and Fredlund, D. G.1995, : Shear strength characteristics of a residual soil, Can. Geotech.,Vol. 32, pp [7] B.-G. Chae, J.-H. Lee, H.-J. Park, and J. Choi, 2015, A method for predicting the factor of safety of an infinite slope basedon the depth ratio of the wetting front induced by rainfall infiltration, Nat. Hazards Earth Syst. Sci., 15, doi: /nhess PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

120 Karakteristik Geologi Dan Tingkat Kerawanan Bencana Longsor Di Ciptaharja, Kecamatan Cipatat Dan Sekitarnya Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Longsor Oleh: Tati Andriani 1, Dicky Muslim 2, Zufialdi Zakaria 2, Agus Wiramsya Oscar 2 1 Fakultas teknik geologi Universitas Padjadjaran,Jatinangor 45635, Jawa Barat 2 Pascasarjana Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Bandung 50115, Jawa Barat 1 tatiandriani@gmail.com, 2 d.muslim@unpad.ac.id, 2 Zufialdi.zakaria@unpad.ac.id, 2 Oscar.agus@yahoo.co.id Abstrak Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang cukup sering terjadi di Kabupaten Bandung Barat dan merupakan sebuah ancaman serius terhadap infrastruktur dan pemukiman, salah satunya di daerah Ciptaharja, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Sepanjang tahun 2016,tercatat 143 kejadian bencana longsor di Kabupaten Bandung Barat termasuk di Kecamatan Cipatat. Dengan terjadinya bencana longsor yang cukup sering tersebut, rencana mitigasi yang baik sangatlah diperlukan. Namun sejauh ini, upaya mitigasi termasuk upaya pencegahan dan penanggulangan kebencanaan oleh pemerintah masih belum cukup efektif dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerentanan bencana longsor di daerah Ciptaharja sebagai salah satu upaya mitigasi bencana longsor. Metode yang dipakai dalampenelitian ini adalah studiliteratur, analisis studio menggunakan GIS dan juga pemetaan geologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di daerah penelitian didominasi oleh kemiringanlereng curam, litologipenyusunnya didominasi oleh batuan sedimen berupa batupasir. Di daerah penelitian juga terdapat sesar naik dengan arah barat-timur dan sesar mendatar dekstral dengan arah utara-selatan. Berdasarkan hasil tersebut dilakukan analisis risiko darah kebencanaan yang kemudian dihasilkan tabel kerentanan bencana longsor serta peta zonasi kerentanan bencana longsor sebagai tolak ukur dalam upaya mitigasi bencana longsor. Berdasarkan hasil analisis, daerah Ciptaharja termasuk kedalam tingkat kerawanan bencana longsor menengah hingga tinggi. Kata Kunci : Longsor, Analisis Resiko,Ciptaharja Pendahuluan Salah satu bencana yang cukup sering terjadi di Kabupaten Bandung Barat ialah bencana longsor, yang merupakan sebuah ancaman yang serius terhadap infrastruktur dan pemukiman di Kabupaten Bandung Barat, salah satunya di daerah Kelurahan Ciptaharja, Kecamatan Cipatat. Desa Ciptaharja memiliki jumlah penduduk Jiwa dengan kepadatan penduduk jiwa per Hektar (data profil tahun 2014). Angka ini termasuk ke dalam kepadatan penduduk rendah menurut klasifikasi dari SNI tentang Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Wilayah ini termasuk dalam jalur lalu lintas antar kota, sehingga termasuk cukup padat lalu lintas. Sehingga dalam hal ini diperlukan adanya kajian analisis dan kebencanaan serta rencana mitigasi yang baik. Namun sejauh ini, upaya mitigasi termasuk upaya pencegahan dan penanggulangan kebencanaan oleh pemerintah masih belum cukup efektif dan efisien. Untuk dapat mengetahui tindakan yang tepat dalam melakukan mitigasi, maka perlu mengenali potensi kebencanaan, baik yang telah terjadi maupun berpotensi akan terjadi. Maka diperlukan salah satu kajian ilmiah mengenai analisis resiko daerah kebencanaan di daerah penelitian. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat resiko kebencanaan di wilayah Ciptaharja, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Tinjauan Pustaka Kondisi Geologi Daerah Penelitian Kelurahan Ciptaharja secara fisiografi termasuk ke dalam zona Bogor, menyebar dari Rangkasbitung kemudian melalui Bogor, Purwakarta, Subang,Sumedang dan berakhir di Bumiayu dengan lebar 40 km. Zona ini terdiri dari jalur perbukitan dan pegunungan yang kompleks. Zona ini merupakan anticlinorium dari lapisan endapan neogen yang terlipat dan terintrusi oleh hypabisal volcanic neck (van Bemmelen, 1949). Menurut Sudjatmiko (1972), daerah penelitian tersusun atas enam formasi yaitu Formasi Rajamandala berumur Oligosen Akhir sampai Miosen Awal, Formasi Citarum berumur Miosen Awal, Tufa Batuapung, Batupasir Tufaan, Breksi Tufaan, Lava, Batupasir, Konglomerat 120 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

121 berumur Miosen, dan Hasil Gunungapi Tua serta Endapan-Endapan Danau bersifat Tufaan yang berumur quarter. Formasi Rajamandala tersusun atas litologi batugamping, batulempung,napal dan Batupasir kursa. Pada Formasi Citarum, tersusun atas litologi Breksi, Batupasir, Batulanau, Batulempung. Struktur Geologi yang terdapat di daerah penelitian menurut Sudjatmiko (1972), terdapat sesar naik berarah barat timur, yang dipotong oleh sesar-sesar mendatar berarah utara selatan. Longsor Karnawati (2005) menjelaskan tanah longsor adalah salah satu jenis gerakan massa tanah ataupun batuan ataupun bahan rombakan yang bergerak ke bawah atau keluar menuruni lereng. Longsor seringkali terjadi akibat adanya pergerakantanah pada kondisi daerah lereng yang curam, serta tingkat kelembaban(moisture) tinggi, tumbuhan jarang (lahan terbuka) dan material kurang kompak. (Zakaria, 2009).Menurut Verhoef, 1985 dalam Zakarian, 2009, Faktor untuk timbulnya longsor adalah rembesan dan aktifitas geologi sepertipatahan, rekahan dan liniasi. Kondisi lingkungan setempat merupakan suatukomponen yang saling terkait. Bentuk dan kemiringan lereng, kekuatan material,kedudukan muka air tanah dan kondisi drainase setempat sangat berkaitan puladengan kondisi kestabilan lereng. Analisis resiko Analisis resiko adalah penggunaan secara sistematis dari informasi yang didapatkan untuk mengidentifikasi bencana dan memperkirakan resiko individu, materi, dan lingkungan (IIEC , 1995 dalam Rausand, 2011). Analisis resiko digunakan untuk mengidentifikasi penyebab bencana, menentukan dampak yang yang terjadi akibat bencana, dan mengidentifikasi cara penanggulangannya. Peran analisis resiko sangat berkaitan dalam menentukan upaya mitigasi suatu jenis bencana, termasuk longsor. Hal ini dikarenakan setiap jenis bencana memiliki cara mitigasi yang berbeda dengan bencana yang lainnya sehingga membutuhkan analisis resiko yang berbeda pula. Metodologi Metode yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari pekerjaan lapangan dan pekerjaan studio. Pekerjaan lapangan terdiri dari pemetaan geologi untuk mengetahui litologi batuan penyusun serta karakteristiknya dan juga untuk mengetahui struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian, selain itu dilakukan pemetaan terhadap longsoran-longsoran yang berada di daerah penelitian. Tahap pekerjaan studio terdiri dari analisis DEM (Digital Elevation Model), untuk mendapatkan informasi mengenai elevasi (ketinggian) daerah penelitian, analisis peta kemiringan lereng untuk mengetahui tingkat kemiringan lereng di daerah penelitian, analisis peta kerawanan longsor daerah penelitian. Dari parameter-parameter tersebut kemudian dilakukan analisis penilaian tingkat resiko daerah penelitian terhadap bencana longsor dengan menggunakan tabel 1. Tabel 1. Tabel Penilaian Analisis Resiko (Modifikasi dari Taufiq, 2008) Parameter Kerentanan Sangat tinggi Kerentanan Tinggi Kerentanan Sedang Kerentanan Rendah Kerentanan Sangat Rendah Elevasi (m) > Kemiringan Lereng (%) >45% 25 45% 15 25% 8 15% 0-8% Litologi Batulempung, btulanau Batulanau, batupasir sangat halus Batupasir sangat halus, batupasir sedang Batupasir kasar Konglomerat, Breksi, Intrusi Penggunaan Lahan Pemukiman Perkebunan/Lad ang Struktur Geologi Ada stuktur (regional) Ada struktur (local) Hasil dan Pembahasan Analisis Digital Elevation Model (DEM) Sawah Ada struktur (indikasi, sedikit) 121 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII Semak Belukar/Tanah Kosong Tidak ada Hutan Tidak ada struktur struktur Analisis Peta DEM adalah untuk mengetahui tingkat ketinggian atau kondisi

122 morfografi daerah penelitian. Seperti yang terdapat pada gambar 1, wilayah sebelah utara daerah penelitian tepatnya daerah Pasir Ipis dan Cileat, yang termasuk ke dalam Desa Ciptaharja termasuk pada memiliki elevasi m yang termasuk resiko kerentanan sedang, Wilayah G. Sanghyangtikoro termasuk pada kerentanan tinggi dengan elevasi sekitar 392 m, sedangkan untuk wilayah timur dan selatan yang meliputi G. Guha, Lebaksiuh dan Desa Jati termasuk pada kerentanan tinggi dengan elevasi m. semakin tinggi suatu wilayah, maka semakin tinggi pula tingkat kerentanan terhadap bencana longsor. Semakin tinggi suatu daerah, maka semakin rentan pula terhadap longsor. Hal ini dikarenakan pada daerah yang tinggi, tingkat erosi akan lebih besar dari pada daerah yang rendah. 70%. Desa Jati dan Desa Cipangeran dengan kemiringan lereng berkisar antara 15 % hingga 45%. Semakin tinggi kemiringan lereng, makan semakin rentan pula terhadap longsor, hal ini dikarenakan semakin curam suatu lereng, maka beban yang harus ditanggung lereng lebih banyak sehingga lereng akan mencari titik kesetimbangan dengan menghilangkan (melongsorkan) sebagian beban hingga stabil. Gambar 2. Peta Kemiringan Lereng (tanpa skala) Analisis Karakteristik Geologi Gambar 1. Peta Digital Elevation Mode (DEM) tanpa skala Analisis Kemiringan Lereng Analisis kermiringan lereng diperlukan untuk mengetahui tingkat kesuraman lereng di daerah penelitian. Seperti yang terdapat pada gambar 2, pada bagian utara tepatnya di daerah CileatKaler, Pasir Sumeng, dan bagian selatan pada daerah Ciranji, memiliki kemiringan lereng 2-15 % yang artinya termasuk ke dalam kerentanan rendah. Pada daerah sebelah barat laut yang meliputi G. Sanghyangtikoro, dan Desa Rajamandala Kulon serta wilayah barat daya pada Desa Saguling dan Desa Jati termasuk ke dalam kerentanan mengengah dengan kemiringan lereng 15-25%. Untuk kelas lereng yang mendominasi ada pada kerentanan tanah tinggi yang tersebar pada daerah barat hingga timur daerah penelitian meliputi wilayah Gunung Guha Desa Ciptaharja, dengan kemiringan lereng berkisar antara 30 % hingga Berdasarkan hasil pemetaan geologi di daerah penelitian(gambar 3), dapat diketahui litologi penyusun serta karakteristik litologi daerah penelitian. Pada bagian utara daerah penelitian, di wilayah CiletKaler tersusun atas litologi tuff yang memiliki karakterstik warna segar abu kecoklatan, warna lapuk coklat, ukuran tuf halus hingga sedang, bentuk butir membundar tanggung, kemas tertutup, pemilahan baik, permeabilitas baik,denga tingkat kekrasan agak keras (dapat dicungkil oleh palu). Di daerah Gunung Guha dan Gunung Sanghyangtikoro tersusun atas litologi batugamping, sedangkan wilayah Cikentit dan Pasir Ronggeng tersusun atas litologi breksi, yang dimana berdasarkan tabel kerawanan longsor, daerah ini termasuk ke dalam kerawanan sangat rendah. Penyebaran jenis litologi yag mendominasi ialan Batupasir yang berada di bagian tengah hingga selatan di daerah penelitian meliputi CileatKaler, Lebaksiuh yang temasuk Desa Ciptaharja, Desa Jati, Desa Cipangeran dan Desa Saguling. Karakteristik Batupasir di daerah ini adalah warna segar abu-abu, warna lapuk hitam kecoklatan, ukuran butir pasir halus sampai sedang, 122 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

123 bentuk butir membundar tanggung, kemas tertutup, pemilahan bauk, permeabiltas sedang, agak keras sampai keras, terdapat mineral kuarsa, plagioklas dan biotit.. berdasarkan tabel penilaian resiko kerentanan longsor, wilayah ini termasuk ke dalam kerentanan sedang hingga tinggi dengan litologi penyusunnya Batupasir berukuran butir halus hingga sedang. Dari tabel 1. dapat terlihat bahwa semakin halus ukuran butir batuan, semakin rentan terhadap longsor. Hal ini dikarenakan gaya tahan batuan akan berkuran atau semakin kecil seiring dengan semakin kecilnya ukuran butir. Selain litologi penyusun daerah penelitian, struktur geologi juga berpengaruh terhadap kerentanan bencana longsor. Adanya struktur geologi, baik berupa kekar maupun sesar dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan batuan akibat retakan maupun dan juga bidang lemah pada batuan sehingga batuan akan lebih mudah lapuk. Terdapat dua sesar di daerah penelitian yaitu sesar naik Ciptaharja berarah barat- timur yang memotong litologi Batupasir dan batugamping. Terdapat juga sesar mendatar dekstral berarah utara-selatan yang memotong litologi Batupasir dan breksi. Berdasarkan tabel kerentanan longsor, wilayah ini termasuk kerentanan longsor tinggi karena terdapat struktur geologi. Gambar 3. Peta Geologi Daerah Penelitian (Tanpa Skala) 123 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

124 Klasifikasi Tingkat Kerentanan Tanah Daerah Penelitian Dari beberapa analisis yang dilakukan, maka diperoleh klasifikasi resiko kerentanan bencana longsor di daerah penelitian, yang dimana kerawanan longsor di daerah penelitian dikategorikan menengah hingga tinggi, seperti yang tertera pada tabel 2. Jika ditinjau dari penggunaan lahan, belum banyak pemukiman yang berada di daerah penelitian. Pemukiman terdapat di bagian utara (CileatKaler) yang termasuk Desa Ciptaharja, dan bagian Selatan Berada di Desa Saguling. G, Sanghyangtikoro dan G. Guha dijadikan sebagai area penambangan batugamping, sedangkan daerah Lebaksiuh hanya sedikit terdapat pemukiman dan kebanyakan dijadikan lahan persawahan dan perkebunan. Dari analisis kemiringan lereng, elevasi topografi dan hasil pemetaan geologi, pada daerah penelitian terbagi menjadi dua kategori tingkat kerawanan yaitu menengah sampai tinggi (gambar 4). Di daerah Cileat, Babakan Batugede (Desa Ciptaharja) termasuk ke dalam kategori kerawanan tinggi terhadap bencana longsor dengan penggunaan lahan sebagai pemukiman, litologi penyusun tuf dan Batupasir. Pada area Gunung Guha dan Gunung Saghyangtikoro termasuk ke dalam tingkat kerawanan menengah, pemanfaatan lah di area ini digunakan sebagai area pertambangan batugamping. Wilayah Desa Saguling dan Desa Jati termasuk dalam tingkat kerawanan tinggi terhadap bencana longsor dengan pemanfaatan lahan sebagai pemukiman, dan adanya sesar lokal. Sedangkan Desa Cipangeran dikategorikan dalam tingkat kerawanan menengah terhadap bencana longsor. Gambar 4 Peta Kerawanan Longsor Daerah Penelitian (tanpa skala) Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Kerawanan Longsor Daerah Penelitian No Daerah Elevasi Kemiringan Penggunaan Struktur Litologi (M) Lereng (%) Lahan Geologi 1 Cileat, Babakan Batugede Tuf, Pemukiman Tidak Ada (Desa Ciptaharja) 350 Batupasir 2 G.Sanghayangtikoro (Desa Ciptaharja) Batugamping Tambang Batugamping Sesar Regional 3 G. Guha (Desa Ciptaharja) Batuganping Tambang Batugamping Sesar Regional 4 Desa Jati Batupasir Pemukiman Sesar 829 Lokal 5 Cikentit (Desa Jati) Breksi Perkebunan Sesar 783 Lokal 6 Desa Cipangeran Batupasir, Pemukiman Tidak Ada 854 Breksi 7 Desa Saguling Batupasir, Pemukiman Sesar 714 Breksi Lokal Kesimpulan Daerah Ciptaharja dan Sekitarnya dikategorikan sebagai area dengan tingkat kerawanan longsor menengah hingga tinggi. Pada Wilayah Cileat, Babakan Batugede (Desa Ciptaharja) dikategorikan kerawanan tinggi, G. Sanghyangtikoro dan G. Guha dikategorikan kerawanan menengah, Desa Jati dikategorikan kerawanan tinggi, Desa Cipangeran dan Desa Saguling dikategorikan Kerawanan menengah. 124 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

125 Hal ini tentunya harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah agar tidak terjadi hal yang tak diharapkan. Salah satu pencegahan yang bisa dilakukan adalah adanya pembelajaran kepada masyarakat mengenai kebencanaan, serta himbauan untuk tidak mendirikan bangunan di daerah dengan kemiringan lereng yang curam. Referensi Andriani, Tati Geologi Daerah Ciptaharja dan SekitarnyakecamatanCipatat, Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat. Bandung : Universitas Padjadjaran (Tidak Dipublikasi) Anonim Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan SNI Budiman, Alvian dan Dimas, A. Muslim, D Karakteristik Geologi dan Analisis Resiko di Kelurahan Babakan Jawa Kecamatan Majalengka dan Sekitarnya Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Longsor. Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran. Karnawati, D Bencana Alam Gerak Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Noorwantoro,Muhammad., Asmaranto, Runi. dan Harisuseno, Donny.Analisa Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor Di Das Upper Brantas Menggunakan Sistem Informasi Geografi. Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Priyono, K. D., Priyana, Y., dan Priyono Analisis Tingkat Bahaya Longsor Tanah di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara. Fakultas GeografiUniversitas Muhamadiyah Surakarta. Sudjatmiko Peta Geologi Lembar Cianjur, Jawa. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Susanti, D.P. dan Miardini, A Analisis Tingkat Kerawamam dam Teknik Mitigasi Longsor di Sub Das M Taufiq, H.P., dan Suharyadi, Landslide Risk Spatial Modelling Using Geographical Information System. Tutorial Landslide. Laboratorium Sistem Informasi Geografis. Fakult Van Bemmelen, R.W., The Geology of Indonesia: General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, the East Indies, Inclusive of the British Part of Borneo, the Malay Peninsula, the Philippine Islands, Eastern New Guinea, Christmas Island, and the Andaman and Nicobar Islands. US Government Printing Office. Van Zuidam, R.A., 1985,Areal Photo-interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping, The Hague. Zakaria Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Laboratorium Geologi Teknik Universitas Padjadjaran 125 PRB Inklusi Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

126 Ketangguhan Anak dan Sekolah Resiliensi Anak Usia 9-12 Tahun Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Pos Pengungsian Batu Karang Kabupaten Karo Oleh Ivan Elisabeth Purba 1, S.Otniel Ketaren 2, Taruli Rohana Sinaga 3 1 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat-USM Indonesia 2 Pusat Studi Kebencanaan, Kesehatan Masyarakat dan LH-USM Indonesia 3 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat-USM Indonesia otnielk@yahoo.co.id Abstrak Bencana erupsi Gunung Sinabung yang sudah berjalan lebih 3 tahun menyisakan masalah psikososial bagi warga korban bencana yang tinggal di beberapa pos pengungsi. Dari awal-awal erupsi pada tanggal 13/09/2013 hingga tahun 2015 adalah jiwa dari kk. Pengungsi yang di tempatkan di 34 pos pengungsi, dan hingga pada saat ini masih ada 1682 kk yang tinggal di 7 pos pengungsi. Waktu yang begitu lama dalam pengungsian menimbulkan masalah kejiwaan bagi orang tua maupun anak-anak. Kondisi ketidak nyamanan di pos-pos pengungsi seperti kekurangan air bersih, jamban, dan hidup dengan suasana baru yang tidak familiar. Penelitian ini bersifat deskriptif bertujuan untuk mengetahui kondisi resiliensi anak-anak usia 9-12 tahun korban bencana erupsi pos pengungsi, berasal dari Guru Kinayan Batu Karang, sebuah desa yang terletak 3 km dari kawah gunung Sinabung yang sekarang desa tersebut sudah porak-poranda dan semua warga menunggu proses relokasi. Jumlah responden adalah semua anak-anak usia 9-12 tahun sebanyak 40 orang. Instrumen penelitian adalah mengukur resiliensi dari 6 aspek yaitu : aspek emotional regulation, aspek impuls control, aspek optimism, aspek causal analysis, aspek emphaty, dan aspek self-efficacy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari aspek emotional regulation, kategori baik 15 orang (37,5%), kurang baik 25 orang (62,5%). Aspek impuls control, kategori baik 19 orang (47,5%), kurang baik 21 orang (52,5%). Aspek optimism, kategori baik 16 orang (40%), kurang baik 24 orang (60%). Aspek causal analysis, kategori baik 18 orang (45%), kurang baik 22 orang (55,0%). Aspek emphaty, baik 27 orang (67,5%), kurang baik 13 orang (32,5%). Aspek self-efficacy, kategori baik 27 orang (67,5%), kurang baik 13 orang (32,5%). Secara umum disimpulkan bahwa resiliensi anak 9-12 tahun korban bencana erupsi gunung Sinabung di desa Guru Kinayan adalah baik 16 orang (40%), kurang baik 24 orang (60%). Saran yang diusulkan adalah: pertama, agar orang tua warga pengungsi memberikan perhatian lebih dan semangat kepada anak-anak akan kenyataan yang dihadapi dan selalu mengajak anggota keluarga untuk berdoa dan bersyukur kepada Tuhan. Kedua, institusi keagamaan meningkatkan frekuensi kebaktian keluarga khususnya kegiatan rohaniah dikeluarga terutama anak-anak. Di kabupaten Karo yang mayoritas beragama kristen, kegiatan sekolah minggu tidak hanya dilakukan pada hari minggu tapi bisa dilaksanakan 2 atau 3 kali seminggu. Ketiga, pihak pemkab/bpbd tetap memfasilitasi kebutuhan anak-anak dan bisa memanfaatkan relawan-relawan untuk mendampingi anak-anak dan memastikan bahwa anak-anak warga pengungsi tetap mendapat kesempatan belajar. Kata kunci : Anak usia 9-12 tahun, Pengungsi, dan Resiliensi I. Latar Belakang Gunung Sinabung terletak di kabupaten Karo sekitar 20 km dari ibukota Kabanjahe. Gunung Sinabung selama ini dianggap sudah tidak aktif karena menurut catatan pernah meletus tahun 1600 an yang lalu. Pada 29 Agustus 2010 terjadi erupsi selama lebih kurang 40 hari yang sangat membuat panik warga sekitar kaki gunung karean tidak pernah mengalami atau mendengar cerita tentang letusan Gunung Sinabung yang selama ini dianggap memberi kesuburan bagi tanah pertanian warga. Tanggal 15 September 2013 terjadi erupsi yang kedua kali dengan insensitas yang lebih tinggi, berfluktuaktif bahkan hingga kini sudah hampir 4 tahun status Gunung Berapi Sinabung tetap berada dalam status level IV atau Awas. Dari awal-awal erupsi pada tanggal 13/09/2013 hingga tahun 2015 adalah jiwa dari kk. Pengungsi yang di tempatkan di 34 pos pengungsi, dan hingga pada saat ini masih ada 1682 kk yang tinggal di 7 pos pengungsi. Kondisi ketidak nyamanan di pos-pos pengungsi seperti kekurangan air bersih, jamban, dan hidup dengan suasana baru yang tidak familiar. Meletusnya Gunung Sinabung memberikan dampak besar pada beberapa aspek kehidupan masyarakat khususnya yang 126 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

127 berada di sekitar gunung tersebut. Hingga saat ini efek tersebut telah dirasakan masyarakat sejak September 2013 silam. Masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Sinabung kehilangan tempat tinggal, rusaknya pemukiman dan tempat tinggal masyarakat yang tinggal di kawasan Gunung Sinabung sehingga mereka harus tinggal di pos-pos pengungsian. (Kem. Kesehatan, 2014). Waktu yang begitu lama dalam pengungsian menimbulkan masalah kejiwaan bagi orang tua maupun anak-anak. Anak-anak kehilangan teman dan tempat bermain, bahkan kehilangan waktu bersekolah. Salah satu populasi yang merasakan dampak psikologis akibat bencana adalah anak-anak. Anak-anak merupakan populasi paling rentan karena sistem neurofisiologi yang masih berubah-ubah dan kemampuan koping yang belum cukup berkembang untuk mengatasi kejadian yang luar biasa. Dogan-Ates, (2010) menyebutkan bahwa anak usia 5-12 tahun menunjukkan distres psikologi yang lebih rendah dan sedikit masalah kognitif dibanding dengan orang dewasa. Meskipun demikian, anak usia 5-12 tahun lebih menunjukkan insiden yang tinggi pada perasaan takutnya, kehilangan kemampuan berbahasa, dan masalah perilaku. Lebih lanjut dijelaskan bahwa masalah perilaku yang sering muncul adalah ketergantungan, anak menjadi lebih tergantung pada orang tua, menurunnya kemandirian anak dalam melakukan aktivitas sehari-harinya. Sebagian mereka tak terkecuali kaum bapak, ibu dan kaum muda pun terpaksa menjalani profesi baru sebagai pengumpul barang bekas (pemulung) dan menjadi buruh tani di negeri orang dengan penghasilan yang pas-pasan. Potret kehidupan ini terjadi akibat keadaan desa sudah benar-benar hancur diluluh lantakkan serbuan badai matrial debu vulkanik erupsi Sinabung berskala besar setahun lalu. Rumah-rumah penduduk, fasilitas desa, termasuk aliran listrik PLN benar-benar rusak tak bermanfaat. Begitu juga areal pertanian yang luas tidak dapat lagi ditanami sebagai penghasil tanaman hortikultura. Pasca erupsi Gunung Sinabung yang meninggalkan duka yang mendalam bagi anakanak. Sampai saat ini mereka masih dalam pengungsian bersama keluarga dan kerabat. Ada 7 titik pengungsian dan kesemuanya terdapat banyak anak-anak. Satu tahun lebih dalam pengungsian menimbulkan masalah bagi anakanak baik masalah pendidikan kesehatan maupun psikologis. Hampir tiap hari harus dihadapkan pada kekurangan air. Akibatnya sebelum ke sekolah jarang ada yang mandi. Kondisi yang tidak segar ini membuat anak-anak sulit mendapatkan pelajaran dengan baik. Lingkungan di pengungsian yang kurang baik mnimbulkan masalah bagi kesehatan anak-anak. Tidak jarang ada yang menderita diare dan sakit perut. Air hanya dikirim 1 kali sehari. Terkadang air sudah habis sebelum kiriman kembali datang. Padahal untuk menjaga kebersihan memerlukan air. Kekurangan air menyebabkan WC menjadi jorok karena tidak disiram. Banyak anak-anak buang air sembarangan karena tidak ada air. Teman saya pernah tidak sengaja menginjak kotoran manusia ketika berkunjung di UKA. Pada siang hari pos pengungsi sepi dan terlihat hanya anak-anak yang sedang asyik bermain bersama temannya tanpa ada yang mengawasi. Anak-anak tentunya belum bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Tanpa adanya pengawasan ancaman yang membahayakan jiwa anak-anak sangat tinggi. Semasa dalam pengungsian, sekolah anak-anak dipindahkan ke sekolah yang dekat dengan posko tempat tinggal mereka. Tiap hari diantarjemput oleh mobil BPBD, mereka sekolah murid yang lain pulang. Hal ini dilakukan karena keterbatasan gedung tempat belajar. Setelah asik bermain, lanjut ke sekolah ketika menerima pelajaran anak-anak dalam kondisi capek. Ditambah cuaca panas siang hari, dan mengantuk menjadikan anak-anak tidak bisa menerima pelajaran dengan baik. Resiliense didefinisikan sebagai kemampuan individu yang dapat melunakkan efek negatif dari stres dan mendorong proses adaptasi. Dengan memiliki kemampuan tersebut, individu yang resilien seringkali memiliki kemampuan tersebut, individu yang resiliense seringkali mengandalkan faktor profektif untuk membantu mereka menyesuaikan diri dengan masa-masa sulit (Wagnild dalam Shaumi, 2012). Reivich dan Shatte, (2002) memaparkan tujuh kemampuan yang membentuk resiliense yaitu emotional regulasition yaitu kemampuan anak tetap tenang dalam kondisi yang menekan, 127 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

128 impulse control yaitu kemampuan anak untuk mengendalikan kondisi yang dirasakan, optimism yaitu anak optimis bisa bangkit dari masalah kondisi yag dirasakan, causal analysis yaitu anak dapat mengenali penyebab masalah yang dihadapi, emphaty yaitu anak dapat mampu membagi apa yang dirasakan kepada teman sesama merasakan masalah tersebut, self efficacy yaitu anak dapat mengambil keputusan untuk memecahkan masalah menurut pandangan sendiri, reaching out yaitu kemampuan yang dimiliki secara mendasar tanpa di ajarkan oleh orang lain untuk memcahkan atau menghindari dari masalah. Desa Guru Kinayan merupakan kawasan erupsi Gunung Sinabung warga yang tertimpa bencana erupsi Gunung Sinabung terpaksa banting setir mencari uang untuk menafkahi keluarganya. Lahan pertanian yang semula diharapkan dapat menghidupi keluarga dari hasil bercocok tanam tidak lagi memberi harapan untuk membangkitkan gairah perekonomian masyarakat desa.tujuan penelitian untuk menganalisis resiliensi anak usia 9-12 tahun korban bencana erupsi Gunung Sinabung di pos pengungsi di Batu Karang Kabupaten Karo. II. Metode Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskriptif bertujuan untuk mengetahui analisis resiliensi anak usia 9-12 tahun korban bencana erupsi Gunung Sinabung di Pos Pengungian di Batu Karang Desa Guru Kinayan Kecamatan Kabupaten Karo. Tempat penelitian ini dilaksanakan di Pos pengungsian bencana erpsi Gunung Sinabung di Desa Guru Kinayan Kecamatan Payung Kabupaten Karo pada bulan Agustus Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 9-12 tahun sebanyak 40 orang. Metode pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu, Data primer yaitu data yang diperoleh den gan melakukan wawancara dengan responden. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Kepala Desa dan koordinator pos pengungsi. III. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiliensi responden baik sebanyak 40,0%, kurang baik sebanyak 60,0%. Hal ini diperoleh berdasarkan jawaban responden terhadap kuesioner bahwa 45,5% responden mengatakan tidak beruntung dengan kehidupan sekarang, 48,5% responden mengatakan merasa ada masalah dalam kehidupan keluarga yang dirasakan, 42,4% responden mengatakan tidak begitu ceria dalam menjalani kehidupan dipengungsian tersebut, 63,6% responden mengatakan merasa patah semangat melihat kondisi sekarang yang tinggal dipengungsian tidak tinggal dirumah sendiri, 48,5% responden merasa malas belajar ketika tinggal dipengungsian, 54,5% responden merasa kedepan dapat mencapai cita-citanya, 63,6% responden mengatakan mampu membahagiakan orang tua meskipun orang tua sekarang dalam keadaan susah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek resiliensi emotional regulation baik sebanyak 37,5%, kurang baik sebanyak 62,5%%. Hal ini diperoleh berdasarkan jawaban responden bahwa sebagian besar responden mengatakan responden tidak merasa beruntung dengan kehidupan sekarang, sebagian besar responden mengatakan merasakan ada masalah dalam kehidupan keluarga saat ini, sebagian besar responden mengatakan merasa iri melihat teman yang tidak terkena bencana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek resiliensi impuls control baik sebanyak 47,5%, kurang baik sebanyak 52,5%. Hal ini diperoleh berdasarkan jawaban responden terhadap kuesioner menyatakan bahwa sebagian besar responden mengatakan merasa patah semangat melihat kondisi yang sekarang tinggal dipengungsian, sebagian besar responden mengatakan malas belajar selama tinggal dipengungsian, sebagian besar responden mengatakan tinggal dipengungsian merupakan kehidupan tercela. Hal ini berbeda dengan penelitian Prihastuti kontrol impuls para pendidik Fakultas Psikologis Universitas Airlangga cukup kuat. Namun demikian, hasil temuan ini cukup menarik, karena kontrol impuls pada dasarnya berkaitan erat dengan kemampuan regulasi emosi, yaitu kemampuan untuk tetap tenang dalam kondisi yang penuh tekanan. Individu dengan kontrol impuls yang kuat, cenderung memilki regulasi emosi yang tinggi. Perbedaan tersebut sangat signifikan anatara penelitian ini dengan penelitian Prihastuti karena responden pada penelitian Prihastuti adalah dosen pendidik. Bila dilihat dari segi umur secara otomatis orang dewasa akan 128 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

129 berbeda dengan anak-anak dari segi kesiapan mental, pola pikir. Hasil penelitian Taufiq Rahmat (2014) menyatakan bahwa tidak ada subyek yang memiliki kemampuan mengontrol impulsnya di bawah rata-rata. Sebanyak 28 orang (90,32%) memiliki skor di atas rata-rata dan 3 orang (9,68%) yang memilki skor rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek resiliensi optimism baik sebanyak 40,0%, kurang baik sebanyak 60,0%. Hasil penelitian ini diperoleh dari jawaban responden terhadap kuesioner bahwa sebagian besar responden menyatakan kedepan desa kelahirannya yang sudah hancur tidak dapat berkembang lagi, sebagian besar responden menyatakan responden tidak dapat mencapai cita-citanya akibat bencana yang menimpa tersebut, sebagian besar responden merasa yakin bahwa cobaan ini akan berlalu dan diakhiri dengan kebahagiaan. Hasil penelitian ini sejalan dengn penelitian Taufiq Rahmat (2014) menunjukkan bahwa kemampuan optimisme, sebanyak 5 orang (16,13%) memiliki skor di atas rata- rata, 23 orang (74,19%) memiliki skor rata-rata, dan 3 orang (9,68%) di bawah rata-rata. Hasil penelitian Sari, Dian (2014) menunjukkan bahwa faktor yang menonjol tinggi adalah Optimism. Ini terkait dengan kemampuannya untuk melihat masa depan dengan cerah. Hal ini dapat dimungkinkan terjadi karena program bimbingan konseling disekolah. Dalam pelajaran tersebut anak banyak diberi suntikan untuk dapat menggapai cita-cita dan melihat masa depan dengan cerah, keadaan itu memungkinkan remaja di Kabupaten Gunung Kidul dapat bersikap optimis dan melihat masa depan dengan cerah. Hasil penelitain menunjukkan bahwa aspek resiliensi causal analysis baik sebanyak 45,0%, kurang baik sebanyak 55,0%. Hasil ini diperoleh berdasarkan jawaban responden menyatakan bahwa sebagian responden merasa tidak pantas tinggal dipengungsian tersebut, sebagian besar responden merasa bahwa cobaan ini merupakan ujian dari Tuhan, sebagian besar responden menyatakan pernah marah ketika teman di sekolah mengejek karena tinggal dipengungsian. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Taufiq Rahmat (2014), kemampuan impulse control tidak ada subyek yang memiliki kemampuan mengontrol impulsnya di bawah rata-rata, sebanyak 28 orang (90,32%) memiliki skor di atas rata-rata dan 3 orang (9,68%) yang memilki skor rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek resiliensi emphaty baik sebanyak 67,5%, kurang baik sebanyak 32,5%. Artinya bahwa dalam penelitian ini empati responden mayoritas baik, hasil ini diperoleh berdasarkan jawaban responden bahwa sebagian besar responden kasihan melihat teman-temannya yang juga terkena bencana, sebagian besar responden menyatakan ini membantu untuk menguru adik-adik, responden mau membantu untuk mencuci piring dipengungsian. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Taufiq Rahmat, (2014) kemampuan empati, tidak ada subyek yang memiliki skor di atas rata-rata. Sebanyak 13 orang (41,94%) memilki skor yang tergolong rata-rata dan sebanyak 18 orang (58,06%) memiliki skor yang tergolong di bawah rata-rat. Hasil penelitian Sari, Dian (2014) menunjukkan bahwa aspek yang mednominasi rendah adalah emphaty. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek resiliensi self efficacy baik sebanyak 67,5%, kurang baik sebanyak 32,5%. Hasil diperoleh dari jawaban responden bahwa sebagian besar responden mengatakan akan selalu semangat menghadapi bencana tersebut, sebagian besar responden mengatakan harus bisa membanggakan orang tua kelak dengan mengukir prestasi di sekolah, sebagian besar responden mengatakan berjanji dalam diri adik sendiri untuk selalu membahagiakan orang tua. Berdasarkan jawaban tersebut anak-anak usia 5-12 tersebut merasa bahwa dengan adanya berakhir dan mereka meyakini akan ada keajaiban yang mereka dapatkan dari tuhan sesuai keyakinan mereka masing-masing. Hasil penelitian ini berbeda penelitian Taufiq Rahmat (2014) yang menunjukkan bahwa keampuan self efficacy, sebanyak 3 orang (9,68%) memiliki skor di atas rata-rata, sebanyak 12 orang (38,71%) memiliki skor yang tergolong rata-rata dan sebanyak 16 orang (51,61%) memiliki skor yang tergolong rata-rata dan sebanyak 16 orang (51,61%) memiliki skor yang tergolong di bawah rata-rata. Saran yang diusulkan adalah: pertama, agar orang tua warga pengungsi memberikan perhatian lebih dan semangat kepada anak-anak akan kenyataan yang dihadapi dan selalu mengajak anggota keluarga untuk berdoa dan 129 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

130 bersyukur kepada Tuhan. Kedua, institusi keagamaan meningkatkan frekuensi kebaktian keluarga khususnya kegiatan rohaniah dikeluarga terutama anak-anak. Di kabupaten Karo yang mayoritas beragama kristen, kegiatan sekolah minggu tidak hanya dilakukan pada hari minggu tapi bisa dilaksanakan 2 atau 3 kali seminggu. Ketiga, pihak pemkab/bpbd tetap memfasilitasi kebutuhan anak-anak dan bisa memanfaatkan relawan-relawan untuk mendampingi anak-anak dan memastikan bahwa anak-anak warga pengungsi tetap mendapat kesempatan belajar. DAFTAR PUSTAKA [1] Dogan-Ates, A. Developmental Differences in Children s and Adolescent s Post Disaster Reactions. Issues In Medical Health Nursing [2] Kemenkes RI., Laporan Pemantauan Kondisi Kesehatan Lingkungan Di Pos Pengungsi Sinabung, BTKL-PP Medan [3] Reivich, K & Shat te, A. The Resilience Factor ; 7 Essential Skill For Overcoming Life s Inevitable Obstacle. New York, Broadway Bo [4] Shaumi. Resiliensi Orang Jawa Dewasa Muda Akhir yang Menjadi Penyintas Erupsi Gunung Berapi Depok : Skripsi Fakultas Psikologi Program Studi Sarjana Reguler [5] Taufiq Rahmat, dkk,gambaran Resiliensi Anak Pasca Bencana Banjir Di Desa Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

131 Menguatkan Sinergitas Komunitas Sekolah dan Masyarakat Menuju Desa Tangguh Bencana; Pembelajaran dari Aceh. Oleh: Muslem Daud 13, Muhammad Nur 14, Adil Syahputra 15, Faisal Ilyas 16, Nasir Nurdin 17, & Hasan Di Bangka 18 Abstrak Pengurangan risiko dan penanggulangan bencana adalah tanggung jawab bersama dan dilaksanakan secara komunal dengan memberikan perhatian pada kaum rentan. Sekolah memiliki komunitas besar untuk diselamatkan, dan memiliki kaum rentan terbanyak, yaitu siswa-siswi. Di satu sisi, sekolah punya program Sekolah Madrasah Aman Bencana (SMAB), dan di sisi lain desa punya inisiatif Desa Tangguh Bencana. Ke dua program dimaksud dapat disenergikan sehingga dapat saling mengisi. Komite sekolah dapat menjembatani kepentingan ini karena mereka memiliki akses langsung ke sekolah dari satu sisi, dan di sisi lain mereka adalah penduduk, dan mungkin perangkat desa setempat. Peran komite sekolah dimulai dari peningkatan pemahaman komite sekolah sendiri terhadap isu-isu kebencanaan dan praktek Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Sehingga mereka dapat berperan aktif menjembatani kepentingan SMAB ke dalam rancangan dan program Desa Tangguh Bencana; baik itu berkaitan dengan jalur evakuasi, akses ke titik aman, dan seterusnya. Pengalaman PRB di Pidie Jaya Aceh paska gempa Desember 2016, sinergitas komunitas sekolah dan masyarakat sudah berjalan, namun belum menunjukkan kolaborasi yang maksimal. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal antara lain kurangnya kapasitas komite sekolah itu sendiri dan kurangnya informasi perencanaan Desa Tangguh Bencana dari desa lokasi sekolah berada. Pembenahan-pembenahan diperlukan baik itu berkaitan dengan komunitas sekolah, khususnya komite sekolah dan juga keterbukaan informasi Desa Tangguh Bencana. Sehingga peran komite sekolah lebih maksimal, dan PRB sekolah sekaligus PRB keseluruhan komunitas desa dapat tercapai. Kata Kunci: Sekolah Aman Bencana;Desa Tangguh Bencana; Forum PRB Aceh Corresponding Author: Muslem Daud: Artikel ini dipaparkan pada Konferensi Nasional PRBBK XIII Mataram12-14September2017 Citation: Daud, M., Nur, M., Syahputra, A., Ilyas, F., Nurdin, N., & Bangka, H.D. (2017). Menguatkan Sinergitas Komunitas Sekolah dan Masyarakat Menuju Desa Tangguh Bencana; Pembelajaran dari Aceh. Mataram. Konferensi Nasional PRBBK XIII 13 Dosen Universitas Serambi Mekkah dan Wakil Ketua II Forum PRB Aceh 14 Dosen Universitas Serambi Mekkah dan Anggota Forum PRB Aceh Bid. Pendidikan-Teknologi Kebencanaan 15 Koordinator Forum PRB Aceh Bidang Pemberdayaan SDM Kebencanaan 16 Koordinator Forum PRB Aceh Bidang Pendidikan-Teknologi Kebencanaan 17 Ketua Forum PRB Aceh dan Ketua RAPI Aceh 18 Sekretaris Forum PRB Aceh dan Ketua Forum PRB Banda Aceh 131 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

132 Pendahuluan Partispasi masyarakat dalam pengurangan resiko dan penanggulangan bencana dipandang sebagai hal yang mutlak (BNPB: 2012a; UNDP: 2016). Hal ini disebabkan karena masyarakatlah yang menjadi komunitas besar untuk diselamatkan atau akan menjadi korban dalam setiap musibah. Salah satu komunitas terbesar dalam masyarakat adalah komunitas sekolah, dan selebihnya adalah komunitas masyarakat yang tersebar dan beraktifitas untuk mencari penghidupan dengan berbagai pekerjaan dan profesi mulai dari petani, nelayan, pedagang, pegawai negeri di berbagai kantor, dan seterusnya. Komuitas sekolah terdiri dari kelompok rentan yaitu siswa-siswi sekolah yang punya jumlah signifikan (Margaretha: 2011), disamping para guru, administrator sekolah, komite sekolah yang mungkin pada saat musibah berada di lingkungan sekolah. Jumlah komunitas sekolah ini dapat saja berkali lipat jika sekolah terletak di kota, pemukiman padat penduduk ataupun sekolah favorit. Besarnya jumlah komunitas sekolah dikaitkan dengan risiko bencana yang kemungkinan dihadapi membutuhkan perhatian (Kemendikbud: 2016). Selain pelaksanaan program Sekolah Madrasah Aman Bencana di sekolah, perangkat komite sekolah dapat menjadi representasi komunitas sekolah dengan perangkat desa di mana sekolah berada. Hal ini bukan saja untuk menyukseskan SMAB tetapi juga memberikan nilai positif terhadap program Desa Tangguh Bencana (Kemendikbud-Unicef: 2015). Ide ini terkesan ideal dan pada kenyataannya, perlu pembenahan-pembenahan baik dari pihak komunitas sekolah, khususnya komite sekolah dan juga dari pihak desa, khususnys berkaitan dengan informasi Desa Tangguh Bencana. Dalam tulisan singkat ini, turut dikemukakan beberapa pengalaman di Aceh, khususnya paska gempa Pidie Jaya 7 Desember 2016 lalu. Kajian lebih mendalam dibutuhkan, sehingga dapat difoumulasikan sebagai strategi ke depan dalam kerangkan mencipakan sekolah aman bencana dalam bingkai Desa Tangguh Bencana. Pembahasan SMAB dan Peran Komite Sekolah Pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman Bencana (SMAB) membutuhkan kerjasama berbagai pihak (lintas sektor), dan ini merupakan hal yang mendasari SMAB (Kemendikbud: 2016). Selanjutnya, dalam petunjuk Kemendikbud (2016) disebutkan bahwa prinsip-prinsip SMAB adalah: berbasis Pengurangan Risiko Bencana (PRB), inklusif (tidak ada anak dan komunitas sekolah yang ditinggalkan) dan ramah anak. Secara teknis, Lesmana (2015) menyebutkan bahwa paling kurang ada 7 langkah PRB untuk sekolah yaitu: pengidentifikasian ancaman; pembentukan komite penyelamatan; penerapan jalur komunikasi; perencanaan penyelamatan; dan penyebaran informasi dan pengetahuan penyelamatan. Langkah-langkah disebutkan akan membuka jalan untuk mitigasi bencana yang dapat terjadi kapan saja. Untuk menjalankan langkah-langkah ini dapat dilakukan oleh komunitas sekolah, mulai kepala sekolah, guru, dan juga komite sekolah. Peran Komite sekolah pada dasarnya adalah suatu keharusan karena peran mereka bagian tidak terpisahkan dalam kerangka pembangunan pendidikan Indonesia (UU Sisdiknas: 2003), termasuk di dalamnya memberikan rasa aman sehingga siswa siswi dapat belajar dengan baik. Sejalan dengan ide ini, dalam buku panduan Modul 3 Pilar 3 - Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana (Kemendikbud-Unicef: 2015) disebutkan bahwa komite sekolah (dan orang tua peserta didik) adalah subjek penting dalam PRB di sekolah/ madrasah. Dua subjek lainnya adalah sekolah itu sendiri dan yang ke tiga adalah pemerintah. Supaya komite sekolah dapat berperan aktif, maka kerjasama Kemendikbud dengan BNPB telah melaksanakan pilot projek di 80 sekolah dan dilaporkan berhasil. Salah satu aktifitas penting adalah penerapan SMAB, dan pelatihan komunitas sekolah dan juga aparatur desa dilakukan secara bersama-sama (Kemendikbud: 2015). Ini menjadi lesson learnt (pelajaran penting) bahwa integrasi komunitas sekolah dan desa penting. Apalagi diperkuat oleh petunjuk-petunjuk teknis, termasuk Kemensos (2011) dan juga langkah teknis PRB yang diusulkan Lesmana (2016) di atas. 132 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

133 Desa Tangguh Bencana Dalam Peraturan Kepala (Perka) Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Nomor 1 Tahun 2012 disebutkan bahwa Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah desa/kelurahan yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi potensi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak-dampak bencana yang merugikan (BNPB: 2012a). Perka BNPB ini sejalan dengan Peraturan Mentri Sosial sebelumnya, tentang Kampung Siaga Bencana (KSB) di mana desa/ kampung/ lurah menjadi tempat aman bagi semua masyarakat (Kemensos: 2011). Sementara itu, untuk mewujudkan target Desa Tangguh Bencana 5000 di tahun 2019 (BNPB: 2016), maka desa-desa perlu mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana. Ketangguhan dimaksud juga meliputi seluruh komunitas yang ada dalam desa, dan tidak ada yang ditinggalkan (Margaretha: 2011). Karenanya, koordinasi penuh berbagai lini dapat meminimalisir kendala dihadapi PRB (Kementerian PPN/ Bappenas: 2016). Selanjutnya disebutkan bahwa prinsip PRB Desa Tangguh Bencana antara lain prinsip parsipatoris, keberpihakan pada kelompok rentan, inklusif (menyeluruh), lintas sektor, kemitraan, dan hak semua masyarakat sekaligus pelaku PRB bagi yang tinggal dalam wilayah desa dimaksud (BNPB: 2012a). Ini berarti bahwa PRB adalah tanggung jawab bersama dan dan hal ini sejalan dengan konsep SMAB yang dijalankan oleh Kemendikbud (dan juga Kementerian Agama- Kemenag). Bahwa komunitas sekolah yang ada dalam wilayah desa dimaksud berhak mendapatkan akses kepada kegiatan PRB di desa. Tinggal lagi bagaimana mengorganisir potensi sekolah seperti komite sekolah dan potensi desa, seperti aparatur desa (Kemendikbud: 2015), Taruna Siaga (Kemensos: 2011), para sukarelawan (Supianto: 2015) dan unsur lainnya untuk dapat bersinergi. Disamping itu, akses jalan desa dan ruang terbuka hijau yang diamanahkan oleh Permendagri Nomor 114 (2014) dan Permendes PDTT Nomor 21 (2016a) selaras dengan konsep Desa Tangguh Bencana. Salah satu dimensi penting dalam yang menjadi acuan dalam Index Desa Membangun adalah dimensi Ekologi. Penilaian dimensi ini ditujukan pada indikator: kualitas lingkungan meliputi ada tidaknya pencemaran lingkungan; dan ada tidaknya potensi rawan bencana dan tanggap bencana (Permendes PDTT: 2016b). Dengan demikian, hampir semua kebijakan pemerintah sudah tanggap bencana dan kepada perangkat desa dapat mengambil inisiatif menjadikan desa mereka sebagai Desa Tangguh Bencana. Tinggal lagi pelaksana di lapangan hingga tingkat perangkat desa untuk menjalankannya dengan benar, terbuka, dan saling berkoordinasi termasuk dengan komunitas sekolah, sehingga desa aman dan kompetensi desa tangguh bencana dapat terwujud. Pengalaman Menghadapi dan Simulasi Bencana di Sekolah di Aceh Aceh hampir mempunyai berbagai pengalaman kebencanaan, seperti gempa yang diikuti tsunami (BNPB: 2012b), gempa Gayo 2013, dan terakhir gempa Pidie Jaya 2016 lalu. Di Aceh terdapat istilah kebencanaan Smong yang berarti Tsunami (Atjeh Post: 2014). Hanya saja, istilah ini tidak dikenal luas oleh masyarakat Aceh sebelumnya, kecuali bagi masyarakat pulau Simeulue. Hal ini pula yang boleh jadi menjadi penyebab mengapa korban Tsunami 2004 lalu begitu banyak, sementara untuk pulau korban di pulau Simeulue sendiri angkanya tergolong minim (BNPB: 2012b). Tiga gempa besar di atas, telah diikuti pula oleh gempa-gempa susulan karena dipengaruhi letaknya di atas lempeng tektonik Australasia, Pasifik, Eurasia dan Filipina (Kemendikbud: 2016) dan kemungkinan pengaruh Ring of Fire (BNPB: 2016). Sehingga gunung Seulawah Agam dianggap aktif dan terus dipantau. Suatu ketika boleh jadi akan mengeluarkan semburan bara api. Sedangkan musibah banjir dan kebakaran hutan dua hal yang cukup memprihatinkan. Pembakaran hutan dan lahan gambut telah menjadi petaka karena asap yang menyelimuti pemukiman penduduk dan juga kota (BPBA: 2017). Exploitasi hutan berlebihan juga telah menyebabkan banjir bandang ketika 133 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

134 curah hujan tinggi tidak sangggup diserap oleh bebatang kayu kayu tersisa. Sementara itu, eksploitasi tambang tidak beraturan, telah menyebabkan pencemaran lingkungan serta dikhawatirkan mengakibatkan berbagai penyakit akibat zat kimia pembuangan. Memperhatikan tantangan dan intensitas bencana dihadapi, seharusnya ke 6 jenis bencana (gempa, tsunami, gunung berapi, kebakaran, banjir, dan pencemaran lingkungan) perlu dintisipasi. Namun dalam catatan penulis, penguatan kesiapsiagaan bencana di sekolah lebih banyak difokuskan pada paling kurang 4 keadaan yaitu gempa, tsunami, kebakaran dan banjir. Sementara, simulasi-simulasi bencana yang dilakukan disesuikan dengan lokasi dimana letak sekolah. Untuk sekolah yang letaknya jauh dari laut, maka biasanya tidak dilakukan simulasi tsunami tetapi berfokus pada gempa, kebakaran dan banjir saja. Dalam perspektif kenbencanaan di Aceh, terdapat banyak lembaga yang melakukan program kesiapsiagaan di sekolah baik itu lembaga pemerintah, swasta, forum peduli bencana dan lembaga swadaya masyarakat. Lembaga-lembaga dimaksud pun bervariasi mulai lokal, nasional maupun internasional. Dalam pelaksanaannya, mereka ada yang beintegrasi dengan pemerintah lokal dan dinas terkait seperti dinas pendidikan dan Kementerian agama, namun ada juga yang langsung berinteraksi dengan target beneficiaries (penerima manfaat). Hal menarik ingin disampaikan adalah pengalaman PRB, kesiapsiagaan dan simulasi bencana paska gempa di Pidie Jaya Aceh 2016 lalu, di mana hampir semua lembaga-lembaga dimaksud bersatu menyukseskan program ini. Pemerintah daerahpun mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup Pidie Jaya: 2017) untuk menguatkan aturan pelaksana sehingga sekolah dan madrasah benar-benar aman bagi siswa (Berita Lima: 2017). Simulasi bencana yang dilakukan secara periodik telah melibatkan lebih dari 80 sekolah hingga Juli Peran serta lembaga sosial pendukung sangat kentara seperti Palang Merah Indonesia (PMI) dan Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) sehingga dapat menjadi best practice (praktek baik) PRB. Hanya saja berdasarkan pengamatan penulis, keterlibatan komite sekolah di beberapa sekolah dipandang masih minim. Padahal, dalam semua aturan sebagaimana dijelaskan di atas dan juga Perbup jelas-jelas menyebutkan bahwa komite sekolah punya porsi penting dalam SMAB. Kapasitas komite sekolah dipandang masih kurang. Sementara itu peran masyarakat, khususnya perangkat desa, dipandang masih belum maksimal karena pemahaman mereka terhadap inisiatif Desa Tangguh Bencana pun masih perlu perhatian. Berkaitan dengan pelaksanaan Perbup, hingga artikel ini ditulis sekretariat formal yang diamanahkan Perbup belum dapat dijalankan karena masih terkendala pendanaan. Di sisi lain, keterlibatan instansi pemerintah terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) juga masih belum maksimal karena terkendala anggaran. Kegiatan simulasi bencana di sekolah ini masih terus dilanjutkan oleh dinas pendidikan propinsi dengan melibatkan lembaga lokal. Informasi terakhir didapat, kegiatan simulasi ini juga sudah diperlebar ke kabupaten/kota lainnya seperti Lhoksumawe (Aceh Antara News: 2017). Sementara itu, kiprah Forum PRB Aceh dalam pengurangan resiko bencana sudah berekselerasi dengan merangkul semua pihak, termasuk dunia usaha (Harian Serambi Indonesia: 2017). Ke depan, salah satu fokus utama forum adalah SMAB sebagaimana tertuang dalam program perioritas Forum PRB Aceh tahun anggaran 2018 tahun depan (FPRB Aceh: 2017). 134 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

135 Direktur PPKLK Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional Jakarta (Ir. Sri Renani Pantjastuti MPA, posisi tengah berjilbab) diapit oleh penulis dan Kepala Dinas Pendidikan Pidie Jaya (Saiful, M.Pd, sebelah kanan berkaca mata) serta tim pelaksana lainnya dalam acara sosialisasi Perbup No 11 Tahun 2017 di Kantor Bupati Pidie Jaya (Sumber: Berita Lima: 2017). Menguatkan Sinergitas Komunitas Sekolah dan Masyarakat Menuju Desa Tangguh Bencana Sebagaimana digambarkan dalam diskusi di atas bahwa salah satu tujuan utama dari kesiapsiagaan bencana adalah mengantisipasi dan menyelematkan sebanyakbanyaknya masyarakat dan kaum rentan dari musibah yang mungkin terjadi. Beranjak dari tujuan ini, maka semua pihak diharapkan proaktif mengurangi resiko bencana sesuai dengan kemampuan yang dimiliki (Daud: 2017). Memperhatikan realita bahwa masing-masing individu yang hidup dalam komunitas disatukan oleh pekerjaan, kegiatan sehari-hari, kepentingan, kecendrungan, dan seterusnya. Namun untuk pengurangan resiko bencana, semua stratifikasi tersebut diharapkan hilang dan semua disatukan oleh kepentingan yang lebih besar yaitu selamat bencana dengan risiko minimal (Siregar: 2012; Supianto: 2015). Karenanya, penyatuan kepentingan untuk PRB ini memerlukan mekanisme pengelolaan yang baik sehingga satu dengan lainnya akan saling bersinergi dan saling memperkuat sehingga membuahkan hasil yang maksimal (UNDP: 2012), seperti bersinerginya komunitas sekolah dengan masyarakat sekitar dalam PRB baik pra, sedang maupun paska bencana. Perlu menjadi cacatan bahwa, kebersamaan dalam PRB hampir sulit berjalan maksimal, jika belum terdapat kesamaan pemahaman bencana dari sebelum bencana terjadi. Karenanya, komunikasi, diskusi awal dan penyebaran informasi, simulasi bersama sangat diperlukan (Kementerian PPN/ Bappenas: 2016; Daud: 2017). Sehingga masingmasing komunitas tahu apa, mengapa, dengan siapa, bagaimana dan melakukan apa dan seterusnya ketika kontribusi mereka dibutuhkan. Dalam hal sinergitas sumber daya komunitas sekolah dan masyarakat menuju Desa Tangguh Bencana, maka komite sekolah dianggap pilar paling penting karena komite sekolah terdiri dari orang tua siswa siswi satu sisi, dan disisi lain komite sekolah berasal dari desa dan pemukiman sekitar sekolah (Kemendikbu-Unicef: 2015; Kemendikbud: 2016). Artinya, komite sekolah dapat masuk ke dalam dua sisi; sekolah dan desa sekaligus. Peran ini akan semakin penting, maka kala komunitas sekolah adalah ekslusif sehingga terkadang komite sekolah menjadi satu-satunya jalur komunikasi antara sekolah dengan masyarakat. Di sisi lain, dengan adanya program Desa Tangguh Bencana (BNPB: 2012a) yang sejalan dengan berbagai program lainnya seperti Index Desa Membangun oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (2016a; 2016b), peraturan Kemendagri Nomor 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa dan seterusnya, maka program-program PRB dapat dilaksanakan. Hal yang terpenting dilakukan adalah dengan tetap berkoordinasi dengan lembaga dan instansi lain yang punya kegiatan hampir serupa sehingga tidak terkesan jalan 135 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

136 sendiri-sendiri (Kementerian PPN/ Bappenas: 2016). Kerena itu, perangkat desa sebagai tataran paling bawah dalam pelaksanaan kegiatan supaya melibatkan komunitas sekitar desa guna menyukseskan program tangguh bencana dimaksud. Sementara para pengambil kebijakan supaya selalu memonitor pelaksanaan kegiatan ini untuk memaksimalkan output dan tercapainya indikator kegiatan(kementerian PPN/ Bappenas: 2016). Dalam hal ini, komite sekolah berperan penting dan dapat menjembatani kepentingan sekolah. Akan sangat beruntung jika ada di antara para komite sekolah duduk sebagai perangkat desa sehingga dapat mensingkronkan program SMAB ke dalam program Desa Tangguh Bencana dan juga sebaliknya. Secara perundangan, memang hal ini telah menjadi mandat, namun dalam praktek masih dibutuhkan pembenahan-pembenahan. Hal ini terlihat masih banyak rumah sekolah yang belum ada jalur evakuasi ke satu titik aman dalam sebuah pemukiman. Belum lagi letak rumah sekolah sudah dikurung oleh pemukiman padat penduduk, sehingga menyulitkan proses evakuasi pada saat saat golden time penyelamatan. Mobil pemadam kebakaran pun terkadang sulit menjangkau lokasi sekolah padat penduduk. Tata ruang desa masih banyak yang belum mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang disetujui, atau malah RTRWnya belum ada sama sekali. Sementara itu, masih terdapat sekolah yang terletak di pinggir sungai dan kerap dilanda banjir; ada juga sekolah yang space terbuka sudah tidak ada lagi semua lahan sekolah sudah didirikan bangunan, sedangkan lahan relokasi belum tersedia. Hal-hal ini juga menjadi kendala, bukan saja menghambat terwujudnya Desa Tangguh Bencana tetapi menjadi kendala bagi SMAB. Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Beranjak dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa komite sekolah memainkan peran penting dalam menjadikan sekolah madrasah sebagai tempat yang aman. bagi para siswa-siswi khususnya, dan komunitas sekolah pada umumnya. Dalam program PRB dan juga situasi bencana, komite sekolah dapat menjembatani antara komunitas sekolah yang akan diamankan menuju titik-titik evakuasi terdekat di suatu desa/ pemukiman. Peran lainnya adalah menjadi penghubung dalam berbagai perencanaan dan inisiatif Desa Tangguh Bencana untuk menempatkan komunitas sekolah menjadi salah satu prioritas yang akan diselamatkan. Hal ini mengingat di sana terdapat kelompok rentan yaitu siswasiswi sekolah yang butuh perhatian lebih besar. Di samping itu, komite sekolah juga dapat berperan sebagai penghubung antara desa dengan sekolah dalam hal kebijakan/ keputusan desa berkaitan dengan mitigasi bencana, baik hal itu berkaitan dengan jalur evakuasi, titik berkumpul, dan seterusnya. Dengan demikian jika musibah seperti gempa, tsunami, banjir-tanah longsor, kebakaran dan juga mungkin gunung berapi serta bencana dari pencemaran lingkungan terjadi, maka pihak sekolah dan desa dapat mengurangi resiko secara bersama-sama. Rekomendasi Beberapa rekomendasi disampaikan bahwa komite sekolah untuk memperkuat diri dengan pemahaman kebencanaan dan dapat berperan aktif dalam pengurangan risiko bencana. Sementara itu pihak desa untuk selalu melibatkan pihak sekolah yang dapat diwakili oleh komite sekolah dalam inisiatif dan program Desa Tangguh Bencana. Karenanya, direkomendasikan supaya komite sekolah perlu ikut serta dalam berbagai kegiatan PRB di sekolah dan juga di desa. Di samping itu, penyebaran informasi kepada semua anggota komite sekolah perlu dilakukan. Sehingga jika musibah terjadi, program penyelamatan dan pengurangan resiko bencana tidak dilakukan oleh hanya masing-masing wali murid dan hanya untuk anak-anak mereka sendiri, tetapi terintegrasi dalam program SMAB dan masyarakat desa. Untuk mencapai ini semua, sinergitas komunitas sekolah, khususnya komite sekolah, dengan masyarakat khususnya perangkat desa perlu diperkuat, menuju SMAB dan juga Desa Tangguh Bencana. Semoga! 136 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

137 Daftar Kepustakaan Atjeh Post. (2014). Smong dari Simeulue Diusulkan Menggantikan Istilah Tsunami. Sumber: Aceh Antara News. (2017). Sekolah di Lhoksumawe Ikut Simulasi Siaga Bencana. Sumber: Berita Lima. (2017). Direktur PPKLK Apresiasi Perbup Sekolah Madrasah Aman Bencana Pidie Jaya. Sumber: Bupati Pidie Jaya. (2017). Peraturan Buapti Pidie Jaya. Nomor 11 Tentang Sekolah Madrasah Aman Bencana. Merdu. Sekretariat Kantor Bupati Pidie Jaya. BNPB. (2012a). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Peoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana. Jakarta. BNPB BNPB. (2012b). Masterplan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami. Jakarta. BNPB BNPB. (2016). Karakteristik dan Kebutuhan Daerah Di Kabupaten Rawan Bencana. Jakarta. BNPB BPBA. (2017). Informasi Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan di Beberapa Wilayah Di Aceh (Kondisi Per 26 Juli 2017). B. Aceh. BPBA Daud., M. (2017). Menguatkan Sinergitas Pengurangan Resiko Bencana. Ppt. Diskusi Publik PRB. Banda Aceh. Universitas Serambi Mekkah Forum PRB Aceh. (2017). Dokumen Usulan Program Forum PRB Aceh Banda Aceh. Forum PRB Aceh Habibullah. (2013). Kebijakan Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas: Kampung Siaga Bencana dan Desa/Kelurahan Tangguh. Jakarta. Jurnal Informasi Vol. 18, No. 02 hal Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial RI. Harian Serambi Indonesia. (2017). IOM-Forum Gelar Workshop Dunia Usaha. Sumber: iom-forum-gelar-workshop-dunia-usaha International Organization for Migration-IOM. (2014). Penguatan Kapasitas dalam Manajemen Bencana dan Ketahanan Komunitas: Jawa Barat dan Aceh. Jakarta. IOM Kemendagri (2014). Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa. Jakarta. Kemendagri Kemendes PDTT. (2016a). Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun Jakarta. Kemendes PDTT Kemendes PDTT. (2016b). Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Indeks Desa Membangun. Jakarta. Kemendes PDTT. Kemendikbud. (2003). Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20, Tahun Jakarta. Kemendikbud. Kemendikbud. (2015). Roadmap Sekolah/Madrasah Aman. Jakarta. Kemendikbud. Kemendikbud. (2016). Petunjuk Teknis Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana (SMAB) bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta. Kemendikbud Kemendikbud-Unicef. (2015). Modul 3 Pilar 3 - Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana. Jakarta. Kemendikbud Kemensos. (2011). Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 201l Tentang Kampung Siaga Bencana. Jakarta. Kemensos Kementerian PPN/ Bappenas. (2016). Laporan: Akhir Koordinasi Strategis Perencanaan dan Pelaksanaan Pengurangan Risiko Bencana untuk Mendukung UU No. 24 Tahun Jakarta. Kementerian PPN/ Bappenas Lasmana, U. D. (2015). Sudah Amankan Sekolah Anak Anda?. Tanggerang. Lasmana. 137 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

138 Margaretha, M. (2011). Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang Belum Termanfaatkan. Jakarta. ASB Indonesia Siregar, N. (2012). Implementasi Making Aceh Safer Trough Disaster Risk Reduction in Development (DRR-A) Project Oleh United Nations Development Programme (UNDP) Dalam Upaya Mengurangi Resiko Bencana di Aceh Banda Aceh. ejournal Ilmu Hubungan Internasional.2017,5(3) Supianto, Y.A. (2015). Membangun Kemandirian Melalui Desa Tangguh Bencana. Garut. BPBD Jawa Barat. United Nations Development Programme -UNDP. (2012). Making Aceh Safer through Disaster Risk Reduction in Development (DRR-A). Jakarta. UNDP. 138 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

139 Belajar Dari Pengalaman: Faktor Kegagalan Mengelola Sumberdaya Komunitas Untuk Wujudkan Satuan Pendidikan Aman Bencana Oleh: Ida Ngurah Yayasan Sayangi Tunas Cilik mitra dari Save the Children Abstrak Sekolah/Madrasah sebagai bagian dari komunitas memegang peranan penting guna mewujudkan masyarakat tangguh Bencana. Dalam rangka mewujudkan komunitas di satuan pendidikan yang aman Bencana dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak yang memiliki sumberdaya, termasuk wali murid, masyarakat, pemerintah setempat, lembaga non pemerintah dan dunia usaha. Sumberdaya tersebut berupa pengetahuan kebencanaan, keahlian praktik keselamatan Bencana, logistic masa darurat, lokasi evakuasi, bahkan pendanaan kegiatan, perlu dikelola secara optimal. Lemahnya tata kelola sumberdaya komunitas dapat menumpulkan upaya kesiapsiagaan dan kedaruratan menghadapi Bencana. Bagaimana dinamika pengelolaan sumberdaya komunitas tangguh Bencana? Mengapa tata kelola sumberdaya kebencanaan gagal mencapai titik optimal? Kedua pertanyaan tersebut akan dibahas berdasarkan pengalaman Yayasan Sayangi Tunas Cilik mitra dari Save the Children di Jakarta Utara melalui proyek PRESTASI yang telah berupaya mengintegrasikan sumberdaya yang dimiliki satuan pendidikan, masyarakat, lembaga pemerintah dan non-pemerintah. Analisis dilakukan dengan metode kualitatif triangulasi informasi dokumen evaluasi proyek PRESTASI, studi kasus, dan hasil wawancara salah satu Lurah wilayah dampingan proyek PRESTASI di Jakarta Utara. Beberapa dinamika dalam pengelolaan sumberdaya adalah lemahnya hubungan sekolah/madrasah dengan pengawas pemerintah, masyarakat, pemerintah kelurahan dan dunia usaha. Hubungan baik terjalin hanya saat tanggap darurat dimana pemerintah akan mengirimkan bantuan pangan dan sandang, tanpa dapat masyarakat memelihara hubungan baik tersebut saat pasca Bencana. Sedangkan penyebab kegagalan pengelolaan sumberdaya mewujudkan satuan pendidikan aman Bencana antara lain: (1) perencanaan proyek tidak melibatkan masyarakat dan lembaga pemerintah; (2) pemilihan target wilayah, durasi dan jumlah alokasi dana yang tidak sesuai kebutuhan; (3) satuan pendidikan tidak menumbuhkembangkan hubungan kemitraan dengan masyarakat, dunia usaha dan lembaga pemerintahan; dan (4) dis-integrasi program tangguh Bencana sekolah/madrasah dengan komunitas.hal ini diharapkan menjadi pembelajaran bagi semua pelaku program satuan Pendidikan aman Bencana, agar sumberdaya yang tersedia baik internal atau eksternal Pendidikan dapat dioptimalkan. Kata kunci: tata kelola, sumberdaya, komunitas, tangguh, Bencana 1. Pendahuluan Dalam Risiko Bencana Indonesia 19 disebutkan bahwa Indonesia berada di pertemuan dan aktifitas tiga lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasifik menyebabkan terbentuknya deretan gunungapi (volcanic arc) di sepanjang pulau Sumatera, Jawa-Bali-Nusa Tenggara, utara Sulawesi-Maluku, hingga Papua. Deretan gunungapi di Indonesia merupakan bagian dari deret gunungapi sepanjang Asia-Pasifik yang sering di sebut sebagai Ring of Fire atau deret sirkum pasifik. Erupsi gunungapi terjadi di Merapi Yogyakarta (2010) menyebabkan hampir Buku Risiko Bencana Indonesia (RBI), BNPB (2016) orang meninggal dan memaksa 384,000 orang tinggal di tenda pengungsian. Erupsi gunung Lokon di Sulawesi Utara (2011) menyebabkan 10,000 orang menjadi pengungsi dan gunung Kelud di Jawa Timur (2014) menyebabkan 56,000 orang mengungsi. Dampak lain dari aktifitas tektonik adalah terbentuknya patahan atau sesar. Beberapa patahan yang cukup besar antara lain Semangko (Pulau Sumatera), Sorong (Papua & Maluku) dan Palu Koro (Pulau Sulawesi). Sebaran patahan sangat berasosiasi dengan sebaran pusat gempa, daerah yang berada di sekitar jalur patahan sangat rawan terhadap goncangan gempabumi.aktivitas patahan dan gunungapi diwilayah Indonesia selain memberikan banyak anugerah sumberdaya alam 139 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

140 termasuk kesuburan tanah, namun juga berkontribusi pada pembentukan risiko beberapa jenis bencana. Gempabumi dan tsunami yang terjadi banyak dipengaruhi oleh aktivitas patahan tektonik. Bencana gempabumi dan tsunami di Aceh (2004) menyebabkan hampir 230,000 orang meninggal dan 500,000 orang harus kehilangan tempat tinggal dan diungsikan. Pada gempabumi di Nias Sumatera Utara (2005), 1,000 meninggal dan 2,400 menjadi pengungsi. Selang setahun kemudian, gempabumi di Yogyakarta (2006) memberikan duka dengan hampir 6,200 orang meninggal dan 1,200,000 orang mengungsi. Ditahun yang sama tsunami terjadi di Pangandaran Jawa Barat dengan 600 meninggal dan 52,000 menjadi pengungsi. Selain itu, oleh karena zona klimatologi menyebabkan Indonesia juga mengalami kejadian banjir dan tanah longsor di beberapa wilayah Indonesia secara teratur, terutama di musim penghujan yang mengalami intensitas dan frekuensi hujan yang tinggi. Jakarta adalah salah satu wilayah yang terus-menerus mengalami banjir akibat tingginya intensitas hujan di wilayah Jakarta ataupun karena banjir kiriman dari wilayah hulu seperti Bogor. Di tahun 2015, 139 kelurahan di 39 kecamatan di seluruh wilayah Jakarta mengalami banjir dengan kisaran tinggi genangan cm yang menyebabkan hampir 282,000 orang terdampak dan 45,000 menjadi pengungsi (BPBD Jakarta) 20. Wilayah khususnya bagian utara Jakarta juga rentan mengalami banjir rob.chandra & Supriharjo (2013) 21 menyebutkan fenomena banjir rob di Jakarta disebabkan oleh naiknya muka laut juga penurunan muka tanah. Banjir rob merupakan genangan air pada bagian daratan pantai yang terjadi pada saat air laut pasang. Banjir rob menggenangi bagian daratan pantai atau tempat yang lebih rendah dari muka air laut pasang tinggi.jakarta memiliki 40% daratan ( ha) yang letaknya lebih rendah dibandingkan permukaan air laut. Jakarta Utara merupakan bagian dari kota metropolitan Jakarta mengalami perkembangan wilayah yang pesat setiap tahunnya, ditandai dengan pembangunan gedung bertingkat dan meningkatnya aktivitas penduduk yang secara tidak langsung menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air 20 Update Banjir BPBD DKI Jakarta (2016) 21 Mitigasi Bencana Banjir Rob di Jakarta Utara, ITS (2013) bersih dan memicu pengambilan air tanah secara besar-besaran. Hasil pengukuran pada tahun , permukaan air laut Jakarta selalu naik setiap tahun, kenaikannya rata-rata 0,5 sentimeter (cm) per tahun. Sebaliknya laju penurunan muka tanah Jakarta mencapai 5cm hingga 12 cm per tahun di sejumlah titik selama tiga dekade terakhir, kondisi ini yang menyebabkan akumulasi permukaan air laut yang menggenangi tanah Jakarta lebih tinggi Lain halnya dengan kebakaran, menurut data Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta dalam 3 bulan (Januari-Maret) tahun 2011 terjadi 137 kali kebakaran dengan perkiraan kerugian hampir 21 milyar rupiah. Meskipun pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta telah memberlakukan peraturan daerah No. 8 tahun 2008 tentang pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, kesadaran dan pemahaman masyarakat akan bahaya kebakaran masih rendah. Perilaku tidak aman masih menjadi faktor penyebab utama kebakaran di Jakarta, seperti penggunaan listrik tidak benar sehingga menyebabkan arus pendek, kelalaian pemasangan dan penggunaan tabung gas LPG 3 kg dan kompor, serta keteledoran penggunaan api lainnya. Wilayah Jakarta yang padat, menempatkan pemukiman dan fasilitas umum lainnya seperti sekolah rentan terhadap bahaya banjir dan juga kebakaran. Upaya mewujudkan sekolah yang tangguh menghadapi ancaman, dilakukan melalui program sekolah/madrasah aman bencana sebagai bagian dari komunitas memegang peranan penting guna mewujudkan masyarakat tangguh Bencana. Namun untuk mewujudkan komunitas di satuan pendidikan yang aman Bencana dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak yang memiliki sumberdaya, termasuk wali murid, masyarakat, pemerintah setempat, lembaga non pemerintah dan dunia usaha. Sumberdaya tersebut berupa pengetahuan kebencanaan, keahlian praktik keselamatan Bencana, logistik masa darurat, lokasi evakuasi, bahkan pendanaan kegiatan, perlu dikelola secara optimal. Namun tata kelola sumberdaya komunitas yang lemah dapat menumpulkan upaya kesiapsiagaan dan kedaruratan menghadapi Bencana. Hal ini menjadi dasar pertimbangan dari Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) mitra dari Save the Children melaksanakan program peningkatan ketangguhan Bencana di sekolah melalui proyek PRESTASI di 140 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

141 Jakarta Utara. Dalam pelaksanaan proyek PRESTASI, YSTC berupaya mengintegrasikan sumberdaya yang ada di sekolah dan masyarakat sekitarnya sehingga dapat terwujud suatu program ketangguhan yang menyeluruh dan menjadi tanggung jawab bersama. Namun dalam perjalanannya, YSTC mempelajari adanya faktorfaktor yang melemahkan tata kelola sumberdaya, dan dapat menjadi pembelajaran bersama bagi seluruh penggerak program satuan Pendidikan dan komunitas tangguh Bencana di kemudian hari. Pembelajaran tersebut akan menjadi pembahasan dalam makalah yang berjudul: Belajar dari pengalaman: faktor kegagalan mengelola sumberdaya komunitas untuk wujudkan satuan pendidikan aman Bencana 2. Permasalahan pembahasan Sumberdaya di lingkungan satuan Pendidikan dan komunitas untuk mewujudkan masyarakat, termasuk anak-anak yang tangguh Bencana dapat berupa kebijakan, program kerja, anggaran, pengetahuan, keahlian praktis, logistik persediaan barang seperti alat keselamatan, sandang, ataupun peralatan saat darurat seperti tenda dan pertolongan pertama (PP). Namun sumberdaya tersebut tidak mudah didapat dan dikelola oleh pelaku atau masyarakat yang berupaya memperkuat diri dan komunitasnya menghadapi Bencana. Lemahnya tata kelola sumberdaya komunitas dapat menumpulkan upaya kesiapsiagaan dan kedaruratan menghadapi Bencana. Dalam makalah ini akan dibahas dua permasalahan yaitu: (1) Bagaimana dinamika pengelolaan sumberdaya komunitas tangguh Bencana? (2) Mengapa tata kelola sumberdaya kebencanaan gagal mencapai titik optimal? 3. Landasan teori Dalam Modul Fasilitator SMAB 22 disebutkan setiap anak memiliki hak atas keselamatan dan kelangsungan hidup, selain juga hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas dan berkesinambungan. Hak-hak ini sering kali terancam tidak terpenuhi akibat bahaya alam dan bahaya terkait teknologi yang menyebabkan terjadinya bencana besar dan kecil. Bencana ini, baik sekala besar, sedang maupun kecil, 22 Modul Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman Bencana, Kemdikbud (2016) memberikan dampak terhadap keselamatan dan pendidikan anak-anak. Saat pendidikan menjadi terganggu, pendidikan seorang anak bisa menjadi terputus, kadang terputus selamanya, yang berarti memberikan dampak negatif yang permanen, baik secara ekonomi maupun sosial, terhadap anak tersebut, keluarganya dan komunitasnya. Untuk sektor pendidikan, dampak terburuk dari sebuah bencana adalah hilangnya nyawa maupun terjadinya cedera parah di sekolah. Terdapat banyak konsekuensi lain yang dapat secara permanen mempengaruhi masa depan anak-anak: Sekolah yang tidak bisa digunakan karena rusak Sekolah yang tidak bisa digunakan karena digunakan sebagai hunian sementara atau tempat pengungsian Sekolah yang sudah tidak dapat diakses Hilangnya akses fisik ruang bermain anak yang ramah Hillangnya peralatan sekolah dan materi pendidikan Guru tidak bisa mengajar Peserta didik diharapkan untuk mencari nafkah, membantu dalam pemulihan maupun dalam mengasuh adiknya secara purna waktu Gangguan psikososial pada guru, peserta didik dan tenaga kependidikan lainnya Sektor pendidikan memiliki peran penting dalam menghadapi berbagai tantangan yang diakibatkan oleh terjadinya bencana dan dalam mencegah bahaya menjadi bencana. Dengan melakukan pengkajian terhadap bahaya dan risiko, melakukan perencanaan berdasarkan hasil kajian tersebut, melakukan perlindungan fisik dan lingkungan, serta membuat rencana kesiapsiagaan, maka bahaya dapat dicegah untuk tidak menjadi bencana. Sekolah merupakan lembaga tempat berbagi pengetahuan dan keterampilan, sehingga harapan bahwa sekolah menjadi panutan dalam melakukan pencegahan bencana menjadi tinggi. Keberhasilan mitigasi bencana merupakan salah satu ujian utama terhadap keberhasilan pendidikan yang diberikan dari generasi ke generasi. Sasaran dari sekolah aman yang komprehensif dalam menghadapi bahaya yang sudah diperkirakan, baik yang alami ataupun buatan manusia, adalah untuk: Melindungi peserta didik, guru dan tenaga kependidikan lainnya dari risiko kematian dan cedera di sekolah 141 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

142 Merencanakan kesinambungan pendidikan dalam menghadapi bahaya yang sudah diperkirakan Memperkuat ketangguhan warga komunitas terhadap bencana melalui pendidikan Melindungi investasi di sektor Pendidikan Sekolah aman yang komprehensif dapat dicapai melalui kebijakan dan perencanaan yang sejalan dengan manajemen bencana di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/ kota dan di tingkat sekolah. Sekolah aman yang komprehensif ini ditopang oleh tiga pilar sebagai berikut: 1. Fasilitas Sekolah Aman 2. Manajemen Bencana di Sekolah 3. Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana 4. Metodologi Pembahasan dalam makalah ini akan menggunakan metode kualitatif triangulasi dari tiga sumber informasi proyek PRESTASI: laporan evaluasi akhir proyek PRESTASI, laporan studi kasus dan hasil wawancara dengan salah satu lurah di wilayah dampingan. Ruang lingkup pembahasan: Pembahasan dibatasi pada pengalaman YSTC dalam proyek 3 tahun PRESTASI (Pengurangan Risiko Bencana berbasis Sekolah) di Jakarta Utara Kelompok satuan Pendidikan yang dibahas adalah 10 sekolah/madrasah di 5 kelurahan (Pluit, Kapuk Muara, Kamal Muara, Penjaringan dan Pejagalan) yang menjadi lokasi kerja proyek PRESTASI di Jakarta Utara Pembahasan terbatas pada hasil evaluasi proyek, studi kasus dan wawancara yang dilakukan. 5. Pembahasan Identifikasi sumberdaya program satuan Pendidikan aman Bencana yang telah dimiliki Jakarta antara lain: Komitmen & kebijakan Program Kemitraan Deklarasi sekolah/madrasah Plan Internasional 22 sekolah Konsorsium Pendidikan Bencana aman Bencana (Januari 2016) ASSI 3 sekolah YSTC 35 sekolah (KPB) Humanitarian Forum Indonesia (HFI) BPBD DKI 50 sekolah Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) ASEAN Safe School Initiative (ASSI) Forum PRB DKI Jakarta Peraturan Gubernur No. 187 tahun 2016 tentang penerapan sekolah/ madrasah aman bencana MoU kerjasama antara pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan 12 lembaga non-profit dan profit (Oktober 2016) Integrasi program kelurahan tangguh Bencana: 34 kelurahan Inisiasi program sekolah/madrasah secara mandiri seperti LPBNU, MDMC, LDD Keuskupan Agung Jakarta Kelompok Siaga Bencana (KSB) kelurahan Damkar: Fire fighter goes to school PMI in school: Palang Merah Remaja Pramuka Pada deklarasi program sekolah/madrasah aman Bencana yang dicanangkan langsung oleh antar lembaga pemerintah dan non-pemerintah penggerak kebencanaan di Jakarta. Deklarasi ini diikuti oleh 400 sekolah yang berkomitmen untuk melaksanakan program sekolah/madrasah aman Bencana. Komitmen ini dilanjutkan pada penyusunan peraturan gubernur tentang sekolah/madrasah aman Bencana, yang mengatur tugas dan fungsi masing-masing sektor pelaku dan penanggung jawab membangun Gubernur DKI Jakarta, Januari 2016 terselenggara melalui kerjasama yang kuat ketangguhan di sekolah seperti SKPD yakni BPBD, Dinas Pendidikan, Kantor Wilayah Kemenag, SAR, Damkar, dan semua sekolah di wilayah DKI Jakarta serta lembaga lain di luar pemerintah seperti PMI, Pramuka dan LSM. Didalam peraturan tersebut juga disebutkan 10 indikator sekolah/madrasah aman Bencana yang diharapkan tercapai di setiap sekolah yakni: 142 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

143 (1) Ditetapkannya peta ancaman Bencana di sekolah oleh Kepala Sekolah/Madrasah (2) Ditetapkannya prosedur tetap penanggulangan Bencana di sekolah oleh Kepala Sekolah/Madrasah (3) Ditetapkannya rencana aksi sekolah aman oleh Kepala Sekolah/Madrasah (4) Ditetapkannya tim siaga Bencana oleh Kepala Sekolah/Madrasah (5) Tersedia dan diajarkannya modul penanggulangan Bencana banjir, kebakaran, gempabumi dan angin topan bagi siswa sekolah/madrasah (6) Tersedianya tenaga pengajar yang berkemampuan mebimbing dan membina pelaksanaan penanggulangan banjir, kebakaran, gempabumi dan angin topan di lingkungan sekolah/madrasah (7) Tersedianya sarana dan prasarana keselamatan: Alat pemadam api ringan Pelampung Tali tambang Rambu kebencanaan Alat pertolongan pertama Megaphone/sirine (8) Terlaksananya simulasi penanggulangan Bencana di sekolah/madrasah minimal satu kali setahun (9) Terlaksananya pemantauan dan evaluasi kegiatan sekolah/madrasah aman Bencana (10) Disosialisasikannya sekolah/madrasah aman Bencana di lingkungan sekolah oleh manajemen sekolah Komitmen nyata diwujudkan kemudian dalam bentuk penandatanganan kerjasama (MoU) antara pemerintah provinsi DKI Jakarta dengan 12 lembaga di luar pemerintah baik profit dan non-profit dalam kegiatan penanggulangan bencana di wilayah Jakarta. Hal ini melahirkan sumberdaya yang luas dan kuat bagi penanggulangan Bencana di Jakarta, tidak hanya pada sebelum Bencana namun juga saat darurat dan pasca Bencana. Program sekolah/madrasah aman Bencana yang telah dilakukan oleh lembaga non pemerintah sejak tahun 2013 di wilayah Jakarta menjadi model pembelajaran program bagi program BPBD di 50 sekolah tahun Petunjuk teknis pelaksanaan, praktik baik dan pembelajaran menjadi sumberdaya bagi pemerintah DKI Jakarta untuk mereplikasi program sekolah/madrasah aman Bencana.Contoh model sekolah/madrasah aman Bencana juga dinisiasi oleh lembagalembaga berbasis agama seperti NU, Muhammadiyah, dan Keuspukan Agung Jakarta, yang juga dapat menjadi rujukan pembelajaran bagi Jakarta untuk program ketangguhan Bencana di sekolah. Berbagai kemitraan yang telah terbangun antara pemerintah DKI Jakarta dan forum/perkumpulan nasional dan provinsi dan kemitraan dengan program sejalan dari instansi lainnya seperti damkar dan PMI merupakan sumberdaya yang kaya dalam hal berbagi pengetahuan, logistik persediaan barang seperti alat keselamatan, sandang, ataupun peralatan saat darurat seperti tenda dan pertolongan pertama. Sumberdaya ini cukup mudah dijangkau pada semua siklus penanggulangan Bencana. Rencana program desa/kelurahan tangguh oleh BNPB di Jakarta di 34 kelurahan, menghasilkan kelompok siaga Bencana (KSB) yang siap membantu upaya peningkatan ketangguhan di lingkungan komunitas termasuk sekolah. Kelompok ini adalah sumberdaya yang bisa digunakan dalam hal pengetahuan dan mobilisasi sumberdaya lainnya. Dari semua pelaku dan sumberdaya yang ada, melahirkan dinamika kelompok atau sosial Jakarta yang mempengaruhi tujuan yang ingin dicapai yakni masyarakat tangguh Bencana. Dinamika kelompok adalah analisis hubungan antar kelompok social dimana tingkah laku dalam kelompok merupakan hasil interaksi dinamis antara individu dalam situasi sosial tertentu. Faktor yang mempengaruhi kedinamisan kelompok yaitu tujuan, struktur, fungsi tugas, pembinaan dan pengembangan, kekompakan,suasana, tekanan dan efektivitas kelompok. Untuk mewujudkan suatu dinamika di dalam kelompok maka memerlukan tiga proses interaksi sosial yaitu proses komunikasi, kepemimpinan dan partisipasi yang melibatkan semua anggota kelompok 23. Berdasarkan salah satu proses interaksi social yakni komunikasi dapat dianalisis bagaimana 23 Marzuki. Pembinaan Kelompok, Universitas Terbuka Jakarta (2001) 143 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

144 dinamika pelaku dan masyarakat dampingan proyek PRESTASI dalam tata kelola sumberdaya yang ada untuk mewujudkan masyarakat tangguh Bencana, yaitu: SKPD Provinsi SKPD wil. I SKPD wil. II Kantor kelurahan Masyarakat Sekolah Non pemerintah SKPD Provinsi SKPD wil. I SKPD wil. II Kantor kelurahan Masyarakat Sekolah Non pemerintah Ket: = adanya komunikasi intensive mengenai program sekolah/aman Bencana; x = tidak ada Dari table diatas terlihat bahwa, SKPD tingkat provinsi seperti Dinas Pendidikan, BPBD, Kantor wilayah Kemenag, SAR dan Damkar telah membangun komunikasi dengan antar SKPD di tingkat provinsi dalam hal perencanaan dan pelaksanaan program sekolah/madrasah aman Bencana. Namun belum membangun komunikasi yang rutin dan intensif dengan kantor wilayah II dan kelurahan bahkan masyarakat dan sekolah/madrasah sendiri mengenai penerapan program. Namun komunikasi aktif telah dilakukan dengan lembaga non pemerintah seperti LSM dan PMI. Komunikasi yang tersendat ini menyebabkan kurang tersosialiasikannya kebijakan peraturan dan program yang dicanangkan di tingkat provinsi ke tingkat yang lebih bawah yakni kecamatan, kelurahan, masyarakat dan sekolah. Sebaliknya sekolah/madrasah sebagai pelaku langsung program sekolah/madrasah aman Bencana membangun komunikasi aktif hanya dengan pengawas sekolah dari sudin Pendidikan wilayah II dan lembaga non pemerintah. Hal ini menyebabkan pelaksanaan program tidak dapat maksimal karena akses sumberdaya seperti informasi, pengetahuan, keahlian, dan bantuan teknis lain yang dimiliki oleh pelaku lain tidak dapat digunakan. Komunikasi aktif terbuka lebar antar semua pelaku pada saat tanggap darurat terjadi Bencana, termasuk dengan pelaku dunia usaha. Dengan dinamika seperti disebutkan, ketangguhan komunitas Pendidikan di wilayah dampingan PRESTASI dapat dikatakan sedikit meningkat dilihat dari pencapaian yang diperoleh melalui tata kelola sumberdaya yang baik, antara lain: (1) Kemitraan antar lembaga non pemerintah di Jakarta yang mampu mendorong lembaga pemerintah tingkat provinsi menelurkan Peraturan Gubernur No. 187 tahun 2016 tentang penerapan sekolah/madrasah aman Bencana di Jakarta (2) Peraturan tersebut diatas mampu menjadi dasar bagi BPBD DKI Jakarta untuk menyusun program dan penganggaran di 50 sekolah/madrasah (3) Kerjasama terus-menerus antar lembaga juga menghasilkan dokumen pendukung terlaksananya program sekolah/madrasah aman Bencana seperti petunjuk teknis, materi-materi fasilitasi dan juga pembentukan pokja fasilitator daerah (4) Sekolah/Madrasah dampingan PRESTASI mampu menjadi model dan rujukan bagi sekolah lain yang ingin melaksanakan program yang sama, melalui adanya kepala sekolah dan guru yang memiliki pemahaman tentang penanggulangan Bencana, tim siaga sekolah, prosedur tetap penanggulangan Bencana dan peringatan dini di sekolah. Salah satu madrasah dampingan bahkan telah mendapat penghargaan tingkat ASEAN sebagai Safe School Champion di tahun Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

145 (5) Sekolah/madrasah dan kelurahan di wilayah dampingan PRESTASI mulai bekerjasama dalam mengintegrasikan prosedur tetap sekolah dengan rencana kontinjensi Bencana kelurahan (6) Anak-anak sekolah/madrasah mampu menjadi promoter kesiapsiagaan Bencana, baik di lingkungan sekolah dan masyarakat umum melalui kegiatan panggung seni Pencapaian tersebut dapat digunakan sebagai rujukan penyusunan program sekolah/madrasah aman di kemudian hari melalui pengelolaan dan penggunaan sumberdaya yang ada. Faktor penyumbang tidak optimalnya pengelolaan sumberdaya mewujukan ketangguhan Bencana di satuan Pendidikan di Jakarta ditemukan sebagai berikut: (1) Perencanaan proyek tidak melibatkan masyarakat dan antar lembaga pemerintah secara intensive. Konsultansi dilakukan dengan beberapa lembaga pemerintahan di level provinsi, kota dan kecamatan untuk menentukan wilayah intervensi proyek dan menjalankan kegiatan-kegiatan yang sudah ditetapkan sesuai dengan ketiga pilar sekolah aman Bencana, serta integrasinya dengan masyarakat tangguh Bencana. Hal ini menyebabkan informasi program tidak diketahui secara luas dan partisipasi dalam program menjadi rendah (2) Pemilihan target wilayah (kelurahan dan sekolah), durasi dan jumlah alokasi dana yang tidak sesuai kebutuhan. Meskipun pemilihan target proyek dilakukan bersama-sama lembaga pemerintahan terkait namun internalisasi konsep program kepada pimpinan wilayah dan masyarakat tidak berjalan dengan mudah sehingga tingkat partisipasi dan dukungan kepada pelaksanaan proyek menjadi rendah. Hal ini menyebabkan sumberdaya yang sudah ada di wilayah tersebut seperti rencana kontinjensi kelurahan, fasilitator kelurahan, sistem peringatan dini tidak dapat digunakan optimal dan tidak terintegrasi. Durasi singkat dan jumlah alokasi dana yang tidak mencukupi kebutuhan menjadi salah satu faktor pendukung rendahnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan (3) Sekolah/Madrasah dampingan tidak mengembangkan kemitraan dengan masyarakat, dunia usaha, lembaga pemerintah/non pemerintah lainnya. Kemitraan dengan komite sekolah dan masyarakat perlu dibangun untuk menjamin adanya keberlanjutan program. Identifikasi sumberdaya yang dimiliki oleh komite sekolah dan masyarakat juga perlu dilakukan agar sekolah/madrasah mengetahui siapa dapat melakukan apa, kapan dan dimana, pada saat sebelum Bencana, tanggap darurat dan setelah Bencana. Kemitraan dengan dunia usaha tidak hanya pada saat tanggap darurat namun juga dapat dibangun sejak awal menuju pencapaian 10 indikator sekolah aman yang telah ditetapkan dalam peraturan gubernur No 187/2016 (4) Dis-integrasi program tangguh Bencana di sekolah dan komunitas. Pengetahuan dan praktis yang sudah dibangun dan terbentuk di tingkat masyarakat seperti rencana kontinjensi, kelompok siaga Bencana, system peringatan dini tidak digunakan secara optimal oleh sekolah/madrasah. Prosedur tetap penanggulangan Bencana di sekolah belum terintegrasi dengan rencana kontinjensi masyarakat dan sebaliknya rencana kontinjensi masyarakat belum mengintegrasikan sektor Pendidikan didalamnya. 6. Kesimpulan Pelaksanaan program sekolah/madrasah aman Bencana di Jakarta telah menghasilkan berbagai macam pembelajaran dan praktik baik yang dapat menjadi rujukan replikasi dan scale up program. Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan makalah ini adalah: (1) Interaksi sosial (komunikasi, kepemimpinan, dan partisipasi) untuk meningkatkan dinamisitas kelompok pelaku program sekolah/madrasah aman Bencana perlu diaktifkan dan berlangsung secara intensif, agar sumberdaya yang ada dapat diakses dan digunakan secara optimal (2) Peraturan, panduan, materi fasilitasi (modul pembelajaran) perlu dikomunikasikan/disosialisasikan secara langsung kepada pelaksana program di 145 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

146 tingkat bawah seperti sekolah dan masyarakat agar program dapat dilaksanakan dengan baik melalui dukungan dan partisipasi aktif dari semua aktor (3) Sekolah/Madrasah harus aktif melakukan identifikasi sumberdaya dan menjalin kemitraan dengan pihak luar agar diperoleh dukungan yang memadai untuk menjalankan program sekolah/madrasah aman Bencana. (4) Tata kelola sumberdaya akan berjalan optimal melalui kerjasama dan koordinasi antar semua pihak baik pemerintah dari berbagai tingkatan, non pemerintah, sekolah/madrasah itu sendiri, masyarakat dan dunia usaha. 146 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

147 Anak Dan Kaum Muda Sahabat PRB-API Oleh: Robert Desilfa Saunoah, Angel Christy P. Supit, Advocacy Officer Kefamenanu Plan International Indonesia, 4CA Project Manager Plan International Indonesia, Abstrak Plan International Indonesia mengimplementasi proyek adaptasi perubahan iklim dengan anak sebagai pusat yang kini telah memasuki fase lanjutan untuk implementasi program selama 3 tahun. Proyek ini mendorong terbangunnya kapasitas anak dan masyarakat untuk memahami dampak perubahan iklim, melakukan aksi adaptasi di tingkat local secara partisipatif, dan menerapkan solusi yang inovatif di berbagai level yang membantu mereka beradaptasi terhadap perubahan iklim. Anak dan kaum muda terlibat dalam proses tersebut, dan melalui proyek ini mereka tidak hanya menjadi penerima manfaat, namun secara aktif bisa menjadi pemimpin, inovator, dan agen perubahan dalam adaptasi perubahan iklim di tengah lingkungan sekolah dan masyarakat. Melalui pendidikan, anak dan pemuda ditingkatkan pengetahuannya terhadap ilmu perubahan tentang perubahan iklim, dampak-dampaknya, dan bentuk adaptasi melalui pendidikan di sekolah. Hal-hal yang dilakukan bersama anak dan kaum muda adalah belajar bersama dan praktik pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim. Di kabupaten TTU, provinsi NTT, kegiatan belajar dan praktik ini dilakukan melalui muatan lokal di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun melalui modul pramuka yang diterapkan dalam kegiatan ekstrakurikuler wajib kepramukaan di tingkat Penggalang (SMP) dan Penegak (SMU). Anak dan pemuda adalah generasi yang kreatif dan dinamis, kita perlu untuk berbicara dalam bahasa mereka, yakni belajar perubahan iklim dengan cara yang interaktif dan menyenangkan. Melalui aksi, pemerintah lokal dan masyarakat mengimplementasi model kontekstual untuk adaptasi perubahan iklim melalui keterlibatan anak dan pemuda. Anak dan pemuda melakukan aksi cerdas iklim sebagai upaya peningkatan kapasitas adaptif melalui aktivitas yang lokal dan kontekstual, untuk mewujudkan ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim. Para pemuda yang tergabung dalam Karang Taruna atau Forum Relawan terlibat dalam berbagai upaya adaptasi perubahan iklim yang digagas bersama pemerintah desa dan kelompok-kelompok di tingkat desa. Kegiatan advokasi juga dilakukan dengan peran aktif anak dan pemuda di mana mereka dipersiapkan untuk menjadi komunikator dan aktor kunci melakukan advokasi. Bertujuan agar pemerintah nasional dan subnasional bisa mengetahui dan memasukkan praktik baik adaptasi perubahan iklim dalam proses perencanaan program mereka. Sampai pada upaya-upaya untuk mendorong adanya perubahan yang lebih besar dengan terbitnya kebijakan-kebijakan yang mengatur upaya adaptasi perubahan iklim baik di tingkat desa hingga kabupaten, propinsi dan di tingkat nasional. Berbicara tentang Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim (PRB/API) sesungguhnya sesuatu yang bersifat jangka panjang dan tak bisa dilakukan dalam waktu sekejap. Oleh karena itu, anak dan pemuda sebagai generasi penerus bangsa adalah pilihan terbaik dan yang paling strategis untuk mewujudkan lingkungan yang aman dan adaptif terhadap setiap perubahan yang sedang terjadi. Anak dan kaum muda belajar tentang adaptasi perubahan iklim dan bertumbuh bersama perubahan yang diciptakan sendiri. Anak dan pemuda bukan saja menjadi kelompok paling rentan yang paling terdampak terhadap perubahan iklim, namun mereka juga memiliki kapasitas dan juga bagian dari masyarakat. Anak dan kaum muda yang diberi ruang untuk belajar tentang lingkungan dan kebencanaan akhirnya terlahir sebagai pribadi yang tangguh dan berani menantang masa depan, mereka bisa menjadi duta, bahkan pelaku perubahan di tengah keluarga, rekan sebaya, dan masyarakat, untuk menjadikan bumi dan lingkungan sekitar sebagai bagian dari masa depan yang lebih baik. Kata kunci: anak, pemuda, adaptasi perubahan iklim, agen perubahan, sahabat PRB-API 147 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

148 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Mengapa iklim berubah? Mengapa terjadi bencana? Dua pertanyaan yang muncul dari kepolosan seorang anak atau dari setiap orang yang awam dalam isu perubahan iklim dan kebencanaan sering disampaikan baik dalam diskusi warung kopi maupun dalam diskusi-diskusi resmi. Musim hujan yang tidak menentu, panas yang berkepanjangan, kekeringan, gempa bumi, tsunami, angin puting beliung, tanah longsor dan lainnya selalu menjadi alasan pertanyaanpertanyaan ini dikemukakan. Hal ini semakin parah ketika berdampak pada kerugian material dan non materi bahkan sampai pada kehilangan nyawa. Kemudian, mengapa anak dan kaum muda disebut sahabat PRB-API oleh penulis? Plan International Indonesia mengimplementasi proyek adaptasi perubahan iklim dengan anak sebagai pusat yang kini telah memasuki fase lanjutan untuk implementasi program selama 3 tahun. Proyek ini mendorong terbangunnya kapasitas anak dan masyarakat untuk memahami dampak perubahan iklim, melakukan aksi adaptasi di tingkat lokal secara partisipatif, dan menerapkan solusi yang inovatif di berbagai level yang membantu mereka beradaptasi terhadap perubahan iklim. Anak dan kaum muda terlibat dalam proses tersebut, dan melalui proyek ini mereka tidak hanya menjadi penerima manfaat, namun secara aktif bisa menjadi pemimpin, inovator, dan agen perubahan dalam adaptasi perubahan iklim di tengah lingkungan sekolah dan masyarakat. B. Rumusan Masalah Beberapa hal yang menjadi persoalan dan perlu dibahas dalam tulisan ini, antara lain: 1. Siapa yang dimaksudkan sebagai anak dan kaum muda? 2. Mengapa anak dan kaum muda disebut sebagai sahabat PRB-API? 3. Apa yang bisa dilakukan oleh anak dan kaum muda sebagai sahabat PRB-API? C. Tujuan 1. Tujuan umum: Penulisan makalah ini disiapkan untuk Konferensi Nasional Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas XIII (KNPRBBK XIII) yang diadakan pada bulan September 2017 di Mataram. 2. Tujuan Khusus: Penulisan makalah ini memiliki tujuan khusus yakni untuk menelaah peran anak dan kaum muda dalam program adaptasi perubahan iklim dan melihat sejauh mana anak dan kaum muda dapat melakukan berbagai upaya adaptasi perubahan iklim dalam wilayah kerja Plan International Indonesia di kabupaten Timor Tengah Utara. A. Anak BAB II ANAK, KAUM MUDA DAN PRB-API Dalam tulisan ini yang dimaksud anak yakni yang diakui secara formal menurut undang undang yang berlaku. Dalam hal ini menurut UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat 1 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan Maka, berdasarkan undang-undang setiap orang yang berada dalam rentang usia 0 sampai 18 tahun masuk dalam kategori anak. Penulis secara khusus melihat keterlibatan anak dalam program adaptasi perubahan iklim yang diimplementasikan oleh Plan International Indonesia sejak tahun 2011 di beberapa kecamatan dalam kabupaten Timor Tengah Utara. Anak-anak yang terlibat rata-rata sedang duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). B. Kaum Muda Kaum muda atau biasa disebut pemuda menurut UU Nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan Pasal 1 ayat 1 adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) 148 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

149 sampai 30 (tiga puluh) tahun. Dalam tulisan ini penulis secara khusus membahas kaum muda yang terlibat secara aktif dalam program adaptasi perubahan iklim baik melalui Karang Taruna desa, forum relawan PRB-API di desa, kaum muda yang tergabung dalam organisasi kemahasiswaan maupun yang terlibat mewakili organisasi kepemudaan lainnya. C. PRB-API Pengurangan Risiko Bencana atau yang biasa disingkat PRB adalah upaya yang sistematis baik fisik maupun peningkatan penyadaran kepada masyarakat untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan akibat satu jenis bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan hartadan gangguan kegiatan masyarakat. Sedangkan, adaptasi perubahan iklim merupakan proses penyesuaian secara alamiah di dalam ekosistem atau dalam sistem manusia sebagai reaksi terhadap iklim, baik dengan meminimalkan tingkat perusakan maupun mengembangkan peluang-peluang yang menguntungkan sebagai reaksi terhadap iklim yang sedang berubah atau bencana yang akan terjadi yang terkait dengan perubahan-perubahan lingkungan. Istilah ini mengacu pada perubahan dalam pandangan, perilaku, atau kebiasaan terkait denga perubahan iklim 24. Dengan demikian, pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim boleh dikatakan sebagai suatu kesatuan upaya untuk meningkatkan kesadaran dan proses penyesuaian secara alamiah atau dalam sistem manusia untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana alam maupun dampak dari perubahan iklim yang mengancam kehidupan manusia dan alam. Anak dan kaum muda dengan sengaja diangkat dalam tulisan ini untuk mengungkap peran anak dan kaum muda yang secara signifikan membawa perubahan pada perjuangan pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim di beberapa tempat dalam wilayah kabupaten Timor Tengah Utara. Hal ini didukung oleh adanya intervensi Plan International Indonesia melalui program Adaptasi Perubahan Iklim yang Berpusat Pada Anak di wilayah kabupaten Timor Tengah Utara. BAB III KABUPATEN TTU DAN KONDISI KERENTANANNYA A. Sekilas Tentang Kabupaten TTU Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 69 tahun 1958 (Lembaran Negara tahun 1958 No. 122). Semasa pemerintahan Hindia Belanda, TTU disebut Onderafdeeling Noord Miden Timor. Berdasarkan letak geografisnya, kabupaten TTU berada pada posisi strategis yang dilalui jalan negara yang menghubungkan Timor Barat- Indonesia dengan negara Timor Leste (RDTL). Wilayah kabupaten TTU memiliki luas 2.669,70 km 2 dan keseluruhannya berupa daratan. Luas perairan (Laut) kabupaten TTU sebesar 950 km 2. Secara administratif, kabupaten TTU mempunyai batas di sebelah selatan dengan wilayah kabupaten Timor Tengah Selatan, sebelah utara dengan wilayah Ambenu (Timor Leste) dan Laut Sawu, sebelah barat dengan wilayah kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan, serta sebelah timur berbatasan dengan wilayah kabupaten Belu dan kabupaten Malaka 25. B. Kondisi Kerentanan di Kabupaten TTU Terkait kerentanan di kabupaten TTU berdasarkan Hasil Penelitian Tentang Kerentanan Iklim di Kabupaten Sikka, Lembata dan TTU pada tahun 2013 menyebutkan bahwa curah hujan di kabupaten TTU cukup tinggi. Setiap bulan Agustus tidak terjadi hujan. Lahan pertanian pun mengalami kekeringan. Biasanya, setiap bulan November hujan mulai turun sangat lebat hingga dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor serta menyebabkan kegagalan di bidang pertanian. 24 Adger, et al (2005) 25 BPS Kab. TTU (2016) 149 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

150 itu, banjir, tanah longsor, angin kencang dan udara ekstrim panas masih sering terjadi secara sporadis di beberapa wilayah 27. TABEL 1 RATA-RATA HUJAN (MM/BULAN) SELAMA DI TIGA KABUPATEN RISET Suhu udara di kabupaten TTU pun berubah-ubah sesuai dengan perubahan musim. Hal ini dapat menyebabkan penguapan air tanah menjadi lebih cepat atau lambat. Ketika musim panas suhu meningkat menjadi hangat atau panas dan suhu cenderung turun pada musim hujan. Perubahan suhu udara berdasarkan hasil penelitian pun dapat dilihat pada grafik di bawah ini. BAB IV PERAN ANAK DAN KAUM MUDA DALAM PRB-API A. Anak dan Kaum Muda Belajar Beradaptasi Sejak tahun 2011 anak dan kaum muda belajar kebencanaan dan adaptasi perubahan iklim di beberapa desa di kabupaten TTU. Anak dan kaum muda belajar adaptasi perubahan iklim melalui perantara orang dewasa baik itu di lingkungan rumah, masyarakat maupun di sekolah. Sebagai contoh, anak-anak dan kaum muda di Desa Banain C belajar dan mempraktikkan infus bambu bersama bapak Andreas Kau. Anak-anak di SDN Unina mulai belajar menggunakan infus dengan media periuk tanah di kebun sekolah. Berbagai inovasi dalam upaya adaptasi perubahan iklim dipraktikkan di kebun sekolah 28. TABEL 2 SUHU UDARA RATA-RATA DI TIGA KABUPATEN SELAMA TAHUN Tidak dapat dihindari bahwa kenaikan suhu udara akan berdampak pada kenaikan permukaan air laut. Hal ini terjadi karena kenaikan suhu dapat menyebabkan mencairnya lapisan es di kutub dan gunung-gunung yang tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Plan Indonesia, Nusa Tenggara Timur dan khususnya kabupaten TTU pun tidak akan ketinggalan terkena dampak kenaikan permukaan laut. Kurang lebih hingga tahun 2100, kabupaten TTU diproyeksi akan kehilangan 0,77 km 2 dari 2.669,7 km 2 saat ini 26. Selain itu menurut hasil Studi Solusi Cerdas Iklim Adaptasi Perubahan Iklim Fokus Anak di Kabupaten Timor Tengah Utara pada tahun 2016, dampak perubahan iklim yang paling menonjol adalah masalah kekeringan pada setiap musim kemarau dan angin puting beliung yang pernah dialami pada tahun 2012 dan Di samping FOTO 1 PENERAPAN INFUS PERIUK TANAH DI KEBUN SEKOLAH B. Modul Muatan Lokal Lingkungan dan Kebencanaan Untuk SD dan SMP Produk modul muatan lokal Lingkungan dan Kebencanaan dihasilkan melalui proses pembelajaran selama proyek adaptasi perubahan iklim fase II pada tahun Modul ini diterapkan di sekolah-sekolah pilot project dan diakhir project Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) menandatangani komitmen untuk menerapkan modul muatan lokal ini di semua sekolah dalam wilayah kabupaten TTU. 26 Plan Indonesia, Laporan Hasil Penelitian Tentang Kerentanan Iklim di Kabupaten Sikka, Lembata dan TTU (2013) 27 Plan Indonesia, Studi Solusi Cerdas Iklim Kabupaten TTU (2016) 28 Berliana Dasa, DRM Officer Plan Indonesia Program Area Timor 150 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

151 Anak mendapat peran penting untuk belajar dan menerapkan praktik-praktik baik terkait lingkungan dan kebencanaan sejak dini. Pada fase ini anak-anak dan kaum muda menemukan berbagai inovasi adaptasi, salah satunyainfus batang pisang untuk kebun sekolah yang minim air. FOTO 2 PENERAPAN INFUS BATANG PISANG DI KEBUN SEKOLAH C. Modul Pramuka Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana Modul ini menjadi salah satu andalan dalam penerapan proyek adaptasi perubahan iklim yang berpusat pada anak fase III sejak tahun Modul ini sejalan dengan penerapan kurikulum 2013 (K13) yang memberi ruang seluas-luasnya bagi Pramuka untuk dihidupkan kembali di sekolah-sekolah baik SMP maupun SMA. Lagi-lagi, anak mendapatkan porsi lebih untuk belajar tentang lingkungan, adaptasi perubahan iklim dan kebencanaan. Anak dan kaum muda menerima tongkat estafet untuk meneruskan tanggung jawab menjaga dan memelihara lingkungan serta menjadi aktor dalam kebencanaan. Dari anak untuk anak dan seluruh masyarakat demi masa depan yang aman dan nyaman bagi generasi selanjutnya. Sesuai dengan komitmen untuk penerapan modul pramuka ini, maka Kwartir Cabang Timor Tengah Utara yang dipimpin langsung oleh Wakil Bupati TTU, Aloysius Kobes, gencar melakukan pembentukan Gugus Depan Pramuka di semua SMP dan SMA yang telah menjalankan aktifitas kepramukaan. Selain itu, sebuah gerakan untuk mengokohkan isu lingkungan menjadi bagian tak terpisahkan dalam program pemerintah daerah dan pemerintah desa adalah lahirnya Peraturan Daerah dan peraturan desa yang mengatur perlindungan dan pengelolaan sumber daya air pada tahun D. Anak dan Kaum Muda Dalam Advokasi Selain belajar dan praktik upaya adaptasi perubahan iklim, anak dan kaum muda terlibat aktif dalam rangkaian kegiatan advokasi baik itu di tingkat desa hingga kabupaten, propinsi dan di tingkat nasional. Melalui program adaptasi perubahan iklim yang berpusat pada anak, anak dan kaum muda ditingkatkan kapasitasnya untuk dapat berperan aktif dalam berbagai forum di tingkat desa seperti MUSRENBANGDes (Musyawarah Perencanaan Pembangungan Desa) maupun kegiatan-kegiatan yang mendorong lahirnya peraturan desa maupun peraturan daerah. Menjawab kerentanan yang dialami di kabupaten TTU, anak dan kaum muda pun terlibat untuk mendorong lahirnya peraturan desa dan peraturan daerah terkait perlindungan dan pengelolaan sumber daya air yang rencananya akan ditetapkan dalam tahun Hal ini membuktikan bahwa keterlibatan anak dan kaum muda menjadi bagian penting dalam PRB-API. BAB V KESIMPULAN Anak dan kaum muda terlahir di saat bencana menjadi momok yang menakutkan dan iklim berubah tidak menentu. Anak dan kaum muda terlahir untuk mewarisi banyak ketakutan yang disebabkan rusaknya lingkungan oleh para pendahulu. Namun, anak dan kaum muda akhirnya tidak menjadi pihak rentan yang pasrah pada nasib. Anak dan kaum muda yang diberi ruang untuk belajar tentang lingkungan dan kebencanaan akhirnya terlahir sebagai pribadi yang tangguh dan berani menantang masa depan. Anak dan kaum muda sebagai pemilik masa depan, siap untuk menjadi pelaku perubahan dan menjadikan bumi, lingkungan sebagai bagian dari masa depan yang lebih baik. Berbicara tentang Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim (PRB/API) sesungguhnya sesuatu yang bersifat jangka panjang dan tak bisa dilakukan dalam waktu sekejap. Oleh karena itu, anak dan pemuda 151 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

152 sebagai generasi penerus bangsa adalah pilihan terbaik dan yang paling strategis untuk mewujudkan lingkungan yang aman dan adaptif terhadap setiap perubahan yang sedang terjadi. Anak dan kaum muda belajar tentang adaptasi perubahan iklim dan bertumbuh bersama perubahan yang diciptakan sendiri. Anak dan pemuda bukan saja menjadi kelompok paling rentan yang paling terdampak terhadap perubahan iklim, namun mereka juga memiliki kapasitas dan juga bagian dari masyarakat. Anak dan kaum muda yang diberi ruang untuk belajar tentang lingkungan dan kebencanaan akhirnya terlahir sebagai pribadi yang tangguh dan berani menantang masa depan, mereka bisa menjadi duta, bahkan pelaku perubahan di tengah keluarga, rekan sebaya, dan masyarakat, untuk menjadikan bumi dan lingkungan sekitar sebagai bagian dari masa depan yang lebih baik. Referensi: BPS Kab. TTU, Data dan Informasi Statistik Kabupaten Timor Tengah Utara, 2016 Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten TTU, Plan International Indonesia. Pendidikan Lingkungan Hidup dan Kebencanaan, 2016 Perdinan, I Putu Santikayasa, Yon Sugiarto, Tin Herawati, Tri Atmaja, Rizki Abdul Basit, Ryco Farysca Adi, Enggar Yustisi Arini. Studi Solusi Cerdas Iklim Adaptasi Perubahan Iklim Fokus Anak di Propinsi Nusa Tenggara Timur, 2016 Plan International Indonesia. Laporan Hasil Penelitian Tentang Kerentanan Iklim di Kabupaten Sikka, Lembata dan Timor Tengah Utara, 2013 Wawancara: Dasa, Berliana, DRM Officer Plan International Indonesia Area Timor, *** 152 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

153 Pemberdayaaan Anak Sebagai Pelaku Advokasi PRB-API Melalui CDST Oleh: Benediktus Kia Assan, Angel Christy P. Supit, Advocacy Officer Lembata Plan International Indonesia, 4CA Project Manager Plan International Indonesia Abstrak Implementasi upaya pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim penting untuk menyasar kebijakan pembangunan daerah di setiap level mulai dari desa hingga nasional. Seringkali partisipan dalam penyusunan dokumen perencanaan dan kebijakan ini didominasi orang dewasa. Jika ada peserta anak dan pemuda, partisipasi mereka seringkali masih sebatas representasi kehadiran semata, belum benar-benar berpartisipasi dalam bersuara dan mewakili kegelisahan kelompok anak dan pemuda terkait bencana dan ancaman perubahan iklim. Anak-anak menjadi kelompok yang hampir pasti paling rentan terhadap dampak semua jenis bahaya, khususnya dampak dari perubahan iklim. Banyak anak yang menjadi malnutrisi karena kurangnya pangan akibat gagal panen, putus sekolah karena harus membantu orang tua bekerja untuk kebutuhan ekonomi, anakakan perempuan semakin rentan karena beban peran domestik yang mengharuskan mereka mencari air ke sumber yang lebih jauh lagi. Anak dan pemuda perlu diberi kesempatan ruang dan waktu untuk menyampaikan suara perwakilan kelompoknya terkait dampak perubahan iklim. Kita dapat menyiapkan mereka untuk menjadi komunikator dan pelaku advokasi pada pemerintah dan masyarakat lokal. Anak dan pemuda bisa menjadi ambasador dan duta dalam menyampaikan pesan-pesan tentang pentingnya melakukan aksi adaptasi untuk peningkatan ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim. Sebagai generasi muda, mereka memiliki banyak cara yang kreatif dan inovatif dalam menyampaikan aspirasnya. Menyesuaikan dengan minat serta bakat anak dan pemuda, kami menggunakan metode CDST(Community Digital Storytelling) atau seringkali mereka disebut Pencerita Muda, seperti yang kami lakukan di kabupaten Lembata, provinsi NTT. Anak muda, mereka memiliki banyak cerita yang ingin mereka sampaikan dan mereka juga ingin didengarkan oleh teman sebaya mereka, pemimpin masyarakat, dan pemerintah pengambil keputusan. Anakanak muda ini siap untuk memperkuat suara aspirasi mereka terkait perubahan iklim, risiko bencana, isu terkait hak anak lainnya. Sebagai visual-storytellers mereka akan menyampaikan cerita-cerita mereka dalam menjalin hubungan diskusi dengan masyarakat di mana mereka berada. Secara kelompok, mereka membuat cerita dengan cara mendokumentasikan dampak perubahan iklim yang mereka temui di desa mereka. Mereka menyusun foto-foto tersebut untuk dijadikan sebuah cerita dalam bentuk video. Video ini dijadikan media advokasi, di mana melalui video mereka akan berdialog dengan orang tua, pemerintah desa, dan para pengambil keputusan. Dari pertemuan desa dan dialog yang dilakukan, mereka mendorong masyarakat untuk melakukan aksi solusi cerdas iklim agar desa mereka bisa beradaptasi terhadap dampak maupun bencana akibat perubahan iklim yang semakin merusak dan semakin sering terjadi. Dari hasil dokumentasi anak, ternyata memunculkan banyak cerita menarik yang bisa diangkat. Sebagian besar sebenarnya hal yang sudah sering ditemui dan dihadapi oleh masyarakat desa, namun mereka tidak menyadari bahwa hal tersebut ternyata berpengaruh besar terhadap anak-anak sebagai salah satu kelompok paling rentan terhadap perubahan iklim. Cerita perubahan iklim oleh anak melalui CDST juga bisa menyasar topik dan kepentingan yang lebih luas. Pola ini sekaligus mengarahkan anak-anak untuk lebih bijak memanfaatkan media yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Mereka bisa memanfaatkan teknologi internet, berjejaring sosial secara sehat, dan bentuk material lainnya. Selain pengetahuan, perubahan sikap juga niscaya bisa terjadi. Hal ini bisa mendorong terjadinya perubahan di tengah masyarakat, bahkan hingga penyusunan perencanaan dan program pada tindakan mendesain perencanaan pembangunan yang mengakomodir kegelisahan dimaksud. Kata kunci: Anak, Kaum Muda, Adaptasi Perubahan Iklim, Advokasi, Video 153 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

154 PENDAHULUAN Anda orang dewasa? Laki-laki? Perempuan? Pernah mendengar atau malah terlibat mempengaruhi sebuah kebijakan publik di wilayah tempat tinggal anda? Berhasilkah Anda? Saya yakin Anda berhasil seperti juga banyak keberhasilan di berbagai daerah dalam melahirkan kebijakan-kebijakan yang populis di berbagai level dan sektor pembangunan. Tentu ada juga cerita gagal atau terkatung-katungnya proses mempengaruhi kebijakan atau kerab disebut advokasi kebijakan. Setiap kebijakan publik yang lahir dari upaya advokasi diharapkan bisa menjawab kepentingan semakin banyak masyarakat (baca:penerima manfaat) dari berbagai kategori. Kategori tingkat kesejahteraan dan pendidikan, jenis kelamin dan bahkan kelompok usia. Untuk kategori yang terakhir ini, belakangan sudah banyak upaya advokasi untuk mempertimbangkan kepentingan kelompok usia anak dan pemuda. Bicara soal kepentingan anak, upaya advokasi memang sudah mulai memasukan berbagai parameter seperti hak anak termasuk perlindungan anak. Namun kelompok anak dan anak muda yang punya kepentingan dimaksud, justru belum banyak diberi ruang dalam upaya advokasi kepentingan mereka sendiri. Mengapa kelompok anak harus juga menjadi aktor advokasi bagi pemenuhan hak anak? Dalam Deklarasi Pembentukan Forum Anak Kabupaten Lembata, awal 2017 silam, Ambrosius Leyn, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2KBP3A) Kabupaten Lembata Nusa Tenggara Timur, menyebutkan pentingnya partisipasi anak dalam perencanaan pembangunan. Kebijakan nasional negeri ini pun telah cukup jelas merestui pentingnya mendorong partisipasi anak dalam pembangunan. Itu artinya setiap kebijakan daerah juga harus membuka ruang bagi partisipasi anak untuk menyampaikan kepentingan terbaiknya. Nah, sudah siapkah anak-anak untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan pembangunan? Mungkikah anak-anak akan menampilkan kepentingan mereka ala orang dewasa, semisal musrenbang, focus group discussion, rapat dengar pendapat ataupun forum publik lainnya? Sanggupkah anak-anak bersaing dengan orang dewasa dalam pertaruhan ide di ruang-ruang dimaksud? Anak punya dunia yang unik. Dunia anak adalah dunia bermain, dunia mencari tahu, dunia belajar. Itu berarti, ruang partisipasi anak dalam perencanaan pembangun juga perlu mempertimbangkan konteks yang ramah anak. Kesiapan seorang anak dalam menyuarakan kepentingannya dalam pembangunan tentu berbeda dengan kesiapan orang dewasa.ini berlaku untuk semua permasalahan pembangunan, yang tentu saja punya kontribusi langsung maupun tidak langsung bagi perkembangan kehidupan anakanak. Salah satu di antaranya adalah urusan pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim. Soal global yang tengah menggelisahkan ini, baik langsung maupun tidak langsung telah turut mengganggu dunia Sudah saatnya anak-anak menjadi subyek pembangunan. Karena itu anak-anak harus didampingi agar bisa menyampaikan aspirasi mereka dalam perencanaan pembangunan, misalnya dalam musrenbang. (Majalah Kabar NTT, April 2017). 160 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

155 anak. Di sekolah, di rumah maupun di lingkungan sosial lainnya. Survey yang dilakukan oleh Forum PRB Kabupaten Lembata bersama Plan International Indonesia menunjukkan tingginya dampak bencana dan perubahan iklim bagi anak-anak di kabupatenyang terdiri dari 9 kecamatan tersebut. Berkaitan dengan implementasi program Satuan Pendidikan Aman Bencana (Sekolah Aman), survey berbasis berbasis teknologi yang hanya hanya menyasar 144 sekolah di 5 kecamatan menunjukkan angka persoalan yang tidak mengkhawatirkan. Dari jumlah itu saja, 96 % (138 sekolah) ternyata memiliki ancaman bencana dan 85 persennya tidak memiliki organisasi Tim Siaga Bencana Sekolah. (Olah Data Survey Sekolah Aman Berbasis Aplikasi, Plan International-Forum PRB Lembata, 2017). Temuan terakhir semakin menggelisahkan, manakala diyakini bahwa berbagai intervensi peningkatan kapasitas berkaitan dengan PRB-API ke dalam lingkungan sekolah, seyogyanya masuk lewat organisasi tersebut. Hampir pasti pula dapat disimpulkan bahwa sekitar 85 persen pula dari 144 sekolah (warga sekolah) belum peduli tentang ancaman bencana termasuk perubahan iklim di lingkungannya. Bertolak dari kajian dimaksud dan mempertimbangkan pemenuhan hak anak, maka dipandang perlu menerapkan metode permberdayaan anak untuk terlibat dalam advokasi isu PRB-API ke dalam kebijakan pembangunan agar dapat mendukung pemenuhan hak anak baik anak laki-laki dan anak perempuan. Makalah ini akan memaparkan tentang Storytelling atau CDST sebagai metode advokasi isu PRB-API ke dalam kebijakan pembangunan oleh anak. ADVOKASI ISU PRB-API OLEH ANAK MELALUI STORYTELLING Community Digital Storytelling atau Masyarakat Pencerita Digital (CDST) adalah sebuah pendekatan pengembangan partisipatif inovatif yang memungkinkan manusia untuk memperoleh pengetahuan, membangun kepercayaan diridan berbagi kepeduliandengan orang lain yang dapat menanganinya. CDST membangun penuh potensi masyarakat yang suaranya sering tidak terdengar; dan dalam proses tersebut turut memperkuat masyarakat luas. Kegiatan ini diinisiasi oleh koalisi global antar organisasi yang berpusat pada anak, yakni Unicef, Plan International Indonesia, World Vision International, ChildFund Alliance, dan Save The Children Indonesia, di mana semua tergabung dalam Children in a Changing Climate Coalition (CCCC). Di Indonesia, CDST ini dilakukan oleh semua organisasi anggota CCCC, serta beberapa organisasi kepemudaan di tingkat nasional. MelaluiCDST, anggota masyarakat secara kolektif menciptakan dan berbagi cerita dalam bahasa mereka sendiri dengan menggunakan audio, foto dan musik. Foto-video yang dihasilkan biasanya berdurasi selama 3-5 menit dan dilakukandalam bahasa lokal. Cerita-ceritainidiupayakanoleh para anggotamasyarakatitusendiri, denganmengembangkanisidanmemutuskanfot o mana yang terbaikmewakilinarasi yang inginmerekaceritakan. Dalambanyakhal, pesertalokalmembuatfotomerekasendiriuntuk ceritamereka. MANFAAT DAN NILAI-NILAI CDST Kita akan membahas tentang manfaat dan nilai yang dianut dalam pendekatan CDST untuk melakukan advokasi isu PRB-API. Bahasan ini akan dikemas dengan sharing implementasi CDST di Kabupaten Lembata. 161 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

156 Implementasi CDST di Lembata dilakukan dengan pilot pada SMAN 1 Ile Ape Kecamatan Ile Ape Kabupaten Lembata. Sekolah ini berada pada salah satu kecamatan yang berdasarkan hasil Kajian Kerentanan dan Kapasitas terkait Iklim(CVCA/Climate Vulnerability and Capacity Assessment) memiliki beberapa ancaman bencana terkait iklim seperti kekeringan, kebakaran dan abrasi.(kajian CVCA Kecamatan Ile Ape, 4CA Project, Plan International-CIS Timor, 2016). Selain ancaman bencana terkait iklim, ditemukan juga berbagai praktik lokal masyarakat untuk adaptasi perubahan iklim seperti pembuatan penampungan air hujan dan sistem pertanian tumpang sari (Studi Solusi Cerdas Iklim, Plan International- Generasi Hijau Indonesia: 2016). Temuan dalam dua kajian ini menjadi referensi untuk memilih lokasi pilot agar dapat menjadi laboratorium bagi kelompok anak CDST. NILAI COMMUNITY DIGITAL STORYTELLING Community Digital Storytelling atau Masyarakat Pencerita Digital adalah pendekatan pengembangan partisipasif. Hal ini merupakan variasi dari bercerita dengan digital, yang merupakan proses singkat dengan menggunakan media digital bagi masyarakat untuk berbagi kisah hidup mereka. CDST didasarkan pada pendekatan ini dengan mempromosikan cerita kelompok yang diciptakan bersama, dan yang secara khusus digunakan dalam pengembangan konteks untuk meningkatkan pemrograman dan kebijakan. Pendekatan Community Digital Storytelling memprioritaskan enam nilai penting yang dapat mendorong partisipasi dan suara masyarakat yang lebih luas: 1. Berbasis Masyarakat CDST memprioritaskan partisipasi berbasis masyarakat, di mana anggota masyarakat dihargai untuk keterlibatan mereka sebagai mitra yang sejajar dengan organisasi pendukung. Mereka memutuskan dongeng terbaik yang ingin mereka ceritakan dalam kebudayaan dan konteks mereka, memimpin dalam mengembangkan cerita dan menyetujui foto-video final. Organisasi pelaksana dan para pemangku kepentingan lain adalah mitra dalam produksi dongeng; dan seringkali memfasilitasi aspek teknis serta menambah informasi pendukung pada isu yang sedang dibahas. Nilai ini diterapkan dalam implementasi di SMAN 1 Ile Ape dengan melibatkan 10 siswa sekolah tersebut. Warga sekolah tersebut 90 persennya berasal dari 5 desa yang ada di sekitar sekolah dengan ancaman bencana kekeringan, kebakaran dan abrasi. Ke-10 anak, selain terdiri dari 5 anak laki-laki dan 5 perempuan, juga merupakan keterwakilan dari ke-5 desa. ((setiap desa 2 anak). Pemilihan kesepuluh anak merupakan hasil diskusi internal sekolah dengan kelompok anak. Sedangkan dalam aktivitas membangun cerita, tema dan pengambilan foto, para peserta dibekali peralatan dan dikapasitasi soal isu PRB API kemudian secara mandiri melakukan pengamatan, wawancara dan pengambilan foto. Prinsip berbasis masyarakat ternyata cukup efektif memunculkan berbagai topik yang relevan dengan PRB API baik dari sisi ancaman, kerentanan maupun tentang praktik adaptasi yang dilakukan. Anak-anak pesert melakukan wawancara dan pengamatan dan melahirkan topik unik seperti kelaparan ternak kambing, kandang tanaman, penanaman bakau, pembuatan tambak, membeli air, bak penampung air hujan, terganggunya waktu belajar karena aktivitas mencari air. 162 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

157 2. Fleksibel & Tertanam CDST adalah pendekatan yang fleksibel tergantung konteks dimana hal ini akan digunakan. Kegiatan CDST tidak dilakukan secara terpisah. Pendekatan ini sangat baik jika dimasukkan secara strategis di dalam inisiatif pengembangan yang lebih luas yang bertujuan untuk meningkatkan suara lokal, membantu pemberdayaan dan memperkuat kebijakan agar dapat memberi manfaat bagi rakyat yang hidup dalam kemiskinan atau termaginalisasi. Hal ini juga membantu untuk memastikan bahwa kegiatan bercerita mendukung pembelajaran percobaan yang sedang berlangsung, yang berharga untuk membangun kepercayaan dan kepemimpinan masyarakat. Hingga munculnya kegelisahan anak tentang kelaparan hewan, kandang tanaman dan topik lainnya memang bukan dalam sekejap mata. Apalagi anak-anak sudah terlanjur merasa survive dengan kondisi perubahan iklim yang sesungguhnya telah, sedang dan mungkin akan semakin mengganggu pemenuhan hak mereka,misalnya dalam hal bermain dan belajar. Anak-anak diberi ruang untuk mulai mengekspresikan pikiran dan perasaannya lewat Buku Harian. Setiap anak diberi kebebasan menulis apa saja hal bermakna atau tepatnya menarik bagi mereka setiap hari. Faktanya memang tidak setiap hari mereka menulis, namun selalu ada hal menarik yang bisa terekam setiap minggu dan mulai menunjukkan kegelisahan mereka. 3. Menghormati CDST menghormati perbedaan sosial, kebudayaan dan adat istiadat, dengan fokus khusus pada gender. Dengan demikian, maka semua kegiatan harus mempertimbangkan bagaimana orang mungkin terbatas dalam berbagi cerita mereka karena gender, cacat, ras, etnis, agama, dll, dan bertujuan untuk mengatasi berbagai hambatan. Kegiatan bercerita jangan pernah menghadapkan orang pada risiko atau bahaya. Bahaya dapat terjadi dengan cara yang jelas atau tersamar yang berkaitan dengan dinamika kekuasaan lokal, kepekaan dalam berbagi cerita serta potensi untuk melemahkan jika suara peserta tidak dihargai ketika berbagi. Karena itu, kegiatan masyarakat pendongeng harus menganalisa dan meminimalkan risiko sebelum pelaksanaan. Aplikasi nilai menghormati tergambar dalam pelibatan 10 anak yang merupakan representasi dari 5 desa di sekitar area sekolah, dengan memberi ruang secara adil baik pada laki-laki maupun perempuan. Dengan sumber daya pendukung 5 kamera, anak-anak diarahkan untuk melakukan praktik fotografi secara bergantian agar proses kapasitasi berjalan lebih merata kepada semua peserta.setiap peserta juga dihimbau untuk mencatat setiap foto yang diambil (inventaris nomor foto) sebagai bentuk pembelajaran tanggungjawab dan penghargaan terhadap setiap hasil karya. 4. Dialog & Mendengarkan CDST merangsang dialog bermakna melalui pembuatan film dan cerita, yang memungkinkan orang untuk lebih aktif terlibat dalam isu-isu yang berdampak pada kehidupan mereka. Kegiatan ini juga bertujuan untuk memfasilitasi mendengarkan yang lebih melibatkan antara anggota masyarakat serta para pengambil keputusan lokal, regional, nasional dan/atau internasional agar orang dapat mengambil tindakan positif. Dengan cara ini, bercerita dihargai sebagai proses untuk perubahan sosial daripada metode untuk membuat video promosi atau untuk mendokumentasikan suatu program pengembangan. Penerapan nilai Dialog dan Mendengarkan memang menjadi bagian yang cukup rumit. Anak-anak di lokasi pilot, dengan berbagai keterbatasan baik di sekolah dan kampungnya, belum terbiasa dengan komunikasi publik. Sebelum jauh bicara tentang bagaimana mendialogkan hasil karyanya, mereka juga diperkuat kapasitasnya. Mental, bahasa, artikulasi merupakan pekerjaan rumah khusus yang harus diselesaikan. Latiha pidato dan debat pun harus dilakukan untuk mempersiapkan 163 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

158 mereka pada dialog sesungguhnya dengan para pemangku kepentingan. 5. Persetujuan Setelah Penjelasan CDST memastikan bahwa semua orang yang terlibat dalam dongeng memberikan persetujuan setelah penjelasan; terutama anak-anak dan orang tua mereka. Hal ini berarti bahwa para peserta dan siapapun yang difoto untuk video final CDST sepenuhnya memahami dan menyetujui cara bagaimana foto dan kisah mereka ditampilkan dan kepada siapa. Para peserta harus meninjau foto-video final untuk disetujui sebelum berbagi dengan khalayak yang lebih luas. Para peserta juga harus memiliki kesempatan untuk membatasi presentasi umum jika hal ini akan membuat mereka tidak nyaman. Nilai ini memang menjadi hal baru dan bahkan sempat dipandang hal lumrah untuk diabaikan oleh peserta. Foto, kamera, reflector dan laptop bukan pemandangan biasa sehari-hari. Tidak seperti komunitas perkotaan modern dimana setiap orang tentu saja waspada dan protektif ketika ada orang lain yang memotret atau bertanya-tanya tentang sesuatu hal kepadanya. Gambaran tentang dampak dari dialog dan penyebarluasan suara mereka termasuk bagi setiap narasumber, akhirnya membangun kepatuhan untuk tidak lupa menyodorkan Lembar Persetujuan kepada semua pihak yang dilibatkan termasuk pihak sekolah dan orang tua. 6. Pilihan Teknologi Cerdas CDST dengan sengaja menggunakan fotografi, narasi dan perangkat lunak yang mudah digunakan sebagai pilihan teknologi cerdas. Dibandingkan dengan video, maka pendekatan CDST seringkali lebih murah, lebih mudah untuk mengajar dan belajar secara teknis, dan lebih mudah ditiru, pendekatan tersebut mempromosikan penggunaan perangkat lunak gratis yang dapat diakses di internet untuk menciptakan foto-video final. Nah, untuk implementasi nilai yang satu ini pun gampang-gampang susah. Visualisasi memang menempati posisi kuat dalam agenda advokasi. Apalagi dengan tambahan audio yang memperkuat imajinasi khalayak. Video Storytelling sebagai produk CDST memang akan menjadi ibarat kepalan tangan kuat yang mampu memekakkan telinga hati pemangku kepentingan yang diketuk dengan cerita perubahan iklim ini. Pilihan teknologi cerdas yang dengan produk video dengan model MP4 memang layak masuk berbagai jejaring media sosial internet. Namun jejaring yang terakhir memang bukan menjadi opsi pertama bagi ruang dialog cerita CDST. Ruang-ruang offline, sementara ini masih lebih efektif dan melahirkan dialog yang lebih utuh. Musrenbang Desa, pertemuan Komite Sekolah, dan berbagai pertemuan masyarakat menjadi ruang dialog yang lebih efektif bagi anak-anak di lokasi pilot CDST. Bahkan presentasi hasil video dalam sebuah pertemuan Forum Anak Lembata, juga melahirkan niat anak-anak lain untuk coba memperdengarkan suara mereka dengan metode serupa. Alhasil, replikasi pun mulai berjalan dan hingga separuh 2017 ini, 5 cerita perubahan iklim dalam bentuk video sudah siap didialogkan. Kelima cerita itu antara lain: 1. Kapan Lewulun Berlimpah Air? 2. Ikan dan Gelombang Pasang 3. Petani, Pupuk dan Masa Depan 4. Banjir, Kita Buat Apa? 5. Rejeki Di Antara Sampah Lalu bagaimana implementasi CDST memberikan manfaat baik bagi anak selaku 164 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

159 subyek maupun para pemangku kepentingan terutama terkait isu PRB-API. MANFAAT CDST a. Bercerita dapat memberikan wawasan yang berharga dan seringkali baru mengenai kehidupan rakyat rentan. Hal ini mendukung pengembangan program dan kebijakan yang lebih baik. Studi tentang perubahan iklim yang dipaparkan pada awal makalah ini tidak menunjukkan secara spesifik tentang praktik Kandang Tanaman, sebagai sebuah upaya kebijakan agar lebih responsif terhadap realitas lokal, prioritas dan solusi. Praktik Kandang Tanaman plus rutin membeli air menunjukkan adannya upaya masyarakat untuk beradaptasi. Dengan tetap adanya krisis air, maka investasi air melalui Gerakan Tanam Air bisa memicu peningkatan stok pakan ternak dan mengurangi gangguan ternak pada tanaman kayu yang secara khusus ditanam oleh masyarakat. c. CDST juga dapat mendukung dan mempercepat upaya dalam kegiatan partisipatif yang lebih luas, yang bertujuan untuk memberdayakan anggota masyarakat. Sebagai contoh, secara tradisional, perempuan tidak dapat bersuara dalam pertemuan masyarakat; akan tetapi, keprihatinan mereka dapat dihargai ketika ditampilkan sebagai fotovideo. adaptasi perubahan iklim yang dilakukan masyarakat. Cerita CDST anak-anak-lah yang justru menemukan dan membangunnya menjadi bagian dari cerita tentang Kapan Lewulun Berlimpah Air. Kandang tanaman adalah ironi karena kebanyakan orang mengkandangkan ternak. Namun masyarakat di lokasi proyek, meski dengan kondisi kekeringan dimana rerumputan sudah kering meranggas jauh sebelum musim kemarau dimulai. Padahal mereka juga beternak kambing. Kompetisi menghijaukan versus mengenyangkan ternak, akhirnya memunculkan praktik kandang tanaman. Tanaman yang ditanam bisa terawat tanpa harus habis dimakan ternak kambing. Kambing terpaksa dilepas bebas, karena jika dikandangkan butuh terlalu banyak energi untuk menyiapkan menu makan saban hari. b. Pengetahuan akar rumput yang berharga muncul melalui proses bercerita. Apa yangtelah dipelajari membantu pengembangan pemrogaman dan CDST di Lembata telah mendorong pelakupelaku lain untuk ikut membantu menyuarakan kepentingan anak terkait perubahan iklim. Cerita perubahan iklim oleh Susana Lipat baik bersama temanteman maupun melalui Buku Hariannya, salah satu peserta, semakin kuat bergema, melalui media massa lain, yang membidiknya sebagai individu anak perempuan dengan aktivitas unik. (Majalah Kabar NTT, Cerita Perubahan Iklim di Buku Harian Susan, April 2017). d. Sifat foto-video visual danlisanmerupakan media yang kuat untuk melibatkan anggota masyarakat, terutama mereka yang tidak dapat membaca atau menulis. Hal ini memungkinkan mereka untuk berbagi refleksi dan pembelajaran dalam suara dan bahasa mereka sendiri. Cerita Perubahan Iklim yang dibuat oleh anak-anak di Lembata, pertama kali ditampilkan di ruang publik pada sebuah pertemuan advokasi yang diadakan oleh Bappelitbangda Lembata bertajuk Integrasi Isu Strategis PRB API ke dalam RPJMD Lembata Dihadirkan 165 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

160 sebagai opening sekaligus trigger, cerita ini menjadi salah satu pemicu komitmen semua Organisasi Perangkat Daerah di Lembata untuk menambah catatan, tidak hanya dalam dokumen RPJMD tetapi juga Renstra OPD Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga: Sekolah Aman 2. Dinas Peternakan: Gerakan Tanam Air e. Hubungan yang lebih kuat seringkali terbentuk antara orang yang membuat foto-video dan mereka yang menonton serta mendiskusikan cerita dengan mereka. Dimanapun, anak-anak menjadi kelompok yang disayangi, dikagumi, dibanggakan jika melakukan sebuah aktivitas yang unik dan tidak lazim. Ini akan memantik empati. Secara praktis, parade dialog anak dengan para pemangku kepentingan di lokasi pilot CDST Lembata, memang baru dalam tahap penjadwalan dengan pemangku kepentingan di desa dan pihak sekolah. Namun uji coba dialog kecil dalam pertemuan yang difasilitasi Forum PRB dan Plan International, telah menunjukkan tren positif. PENUTUP Berdasarkan kajian dan sharing implementasi CDST dengan memposisian anak baik sebagai penerima manfaat dan sekaligus aktor subyek advokasi isu PRB-API, maka ada beberapa kesimpulan akhir dari makalah ini. Kesimpulan-kesimpulan itu antara lain: 1. Anak adalah pusat, anak adalah masa depan, anak adalah kelompok rentan. Tetapi anak bukan obyek penderita, yang lemah-pasif dan hanya siap dievakuasi ketika terjadi kondisi darurat. 2. Upaya pemenuhan hak anak termasuk berkaitan dengan PRB-API akan mencapai hasil jika anak itu sendiri diberi ruang untuk bersuara. 3. Anak punya kemampuan bercerita bukan berbicara. Be them teller. PUSTAKA 1. Perubahan Iklim di Catatan Harian Susan, Fince Bataona, Majalah Kabar NTT, April Ini Kami, Dengarlah..., Fince Bataona, Majalah Kabar NTT, April Dan Forum Anak Lembata Ikut Musrenbang, Fince Bataona, Majalah Kabar NTT, April Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2012 tentang tentang Perlindungan Anak, 5. Our Valuable Voices_Community Digital Storytelling for Good Pragramming and Policu Engagement, Valuable-Voices_Community-Digital-Stroytelling.pdf 166 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

161 Komplikasi Sekolah Madrasah Tangguh Bencana Oleh:Isria Sirubaya(Kepala Sekolah MI Al Muttaqin, Soesatyo Budi Kurniawan (Former YSTC North Jakarta Project Coordinator, Abstrak Tahun ajaran baru 206/2017 baru saja dimulai lebih kurang 6 juta anak usia sekolah dasar memulai pendidikan formal pendidikan dasar baik di sekolah negri dan swasta yang berada dibawah naungan Kementerian Pendidiakan dan Kebudayaan serta sekolah-sekolah berbasis agama dan madrsah yang berada dibawah naungan Kementerian Agama. Selaku orang tua tentu saja telah menyiapkan berbagai macam persiapan dalam menunjang putra-putri mereka dapat masuk disekolah favorit untuk mengembangkan kemampuan akademis selama enam tahun kedepan. Akan tetapi dalam memilih sekolah, selain melihat bagaimana sekolah dapat menyediakan sarana prasarana belajar, apakah para orang tua sudah memastikan bahwa sekolah yang dipilih merupakan Sekolah Madrsah Aman Bencana, karena tidak ada satupun wilayah di Indonesia yang aman terhadap bencana sehinga sangat penting memastikan agar sekolah dapat: (1) Memberikan perlindungan dan keselamatan kepada anak murid sekolah, guru dan tenaga pendidik lainnya dari dampak buruk bahkan kematian di sekolah, (2) Memastikan keberlangsungan kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah selama terjadinya bencana, (3) Melindungi investasi sektor pendidikan, dan (4) Memperkuat ketahanan terhadap bencana melalui pendidikan. Berbicara mengenai Sekolah Madrsah Aman Bencana itu sendiri bukanlah sesuatu yang baru karena landasan hukumnya untuk melakukan implementasi sudah dapat dimulai dengan adanya UU PB No. 24/2007 & Renas PB mengakomodasi bahwa pendidikan menjadi salah satu prioritas dengan Perka BNPB No. 4/2012 yang digunakan sebagai Pedoman Penerapan Sekolah Madrasah Aman dari Bencana. Indonesia. Akan tetapi jangan heran jika tidak banyak orang tua murid yang belum mengetahui bahwa sekolah punya kewajiban untuk melindungi anak didiknya dari risiko bencana selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, karena bahkan tidak banyak pengelola sekolah yang mengetahui implementasi sekolah aman. Berdasarkan pengalaman melakukan implementasi kegiatan Pengurangan Resiko disekolah Terintragrasi (PRESTASI) & ASSI (Asean Safe School Initiative) yang diimplementasikan oleh kemitraan APG yang terdiri dari Plan International Indonesia (leading agency), World Vision International, Save the Children dan Mercy Malaysia. Dengan lokasi kegiatan dilakukan di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara dengan 10 sekolah dampingan (5 Sekolah Dasar Negri dan 5 Madrasah Ibtidaiyah), berdasarkan infomasi yang didapatkan dari Ibu Isria Sirubaya, Kepala Sekolah MI Al Muttaqin bahwa berbeda dengan sekolahnegri, madrasah seperti anak tiri dalam implemtasi Sekolah Madrasah Aman Bencana., banyak madrasah ibtidaiyah yang terletak dilokasi rawan bencana akan tetapi sangat sedikit pendampingan yang diberikan. MI Al Muttaqin terlibat aktif dalam implementasi program untuk memastikan ketersediaan (1) fasiltas sekolah yang aman, (3) pendidkan pencegahan dan pengurangan risiko bencana, (2) manajemen bencana di sekolah 1. Adanya leadership yang kuat dari Kepala Sekolah, komitment yayasan, peran serta guru dan komite sekolah, kolabarasi bersama aparat pemerintahan dan yang paling utama adalah partispasi anak-anak secara inklusif, untuk poin ini sangat menarik bagaimana MI Al Muttaqin juga melibatkan peran anak-anak disabilitas tanpa adanya pemisahan baik dalam melakukan pembelajaran formal maumpun ekstrakurikuler secara inklusif. Sehingga setelah implementasi program yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat yang hanya bersifat sebagai pemicu implementasi Sekolah Madrasah Aman Bencana dilanjutkan oleh pengelola MI Al Muttaqin secara swadaya. Sadar akan pentingnya koordinasi dalam mewujudkan Sekolan Madrasah Aman Bencana, ibu kepala sekolahpun melakukan pengimbasan program dalam kegiatan kelompok kerja madrasah. Walapun sering terjadi komplikasi permasalahan dalam penerpan Sekolah Madrasah Aman Bencana akan teapi dengan adanya pemetaan permasalahan yang ada sehingga pembelajaran yang ada dalam implementasi program dapat diimbaskan kepada sekolah.madrasah lainnya maka target World Initiative Safe School dimana semua sekolah baik yang lama dan baru merupakan sekolah aman bencana di tahun 2030, bahkan dengan parameter capain hasil yang dicapai diharapkan dapat menjadi Sekolah Madrasah Tangguh Bencana (SMART Bencana). Kata kunci: aman, bencana, komplikasi, madrasah, sekolah, tangguh 162 Ketangguhan Anak dan Sekolah Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

162 dited: 08/09/ :44:30 1. Pendahuluan. Tahun ajaran baru 206/2017 baru saja dimulai lebih kurang 6 juta anak usia sekolah dasar memulai pendidikan formal pendidikan dasar baik di sekolah negri dan swasta yang berada dibawah naungan Kementerian Pendidiakan dan Kebudayaan serta sekolah-sekolah berbasis agama dan madrsah yang berada dibawah naungan Kementerian Agama. Selaku orang tua tentu saja telah menyiapkan berbagai macam persiapan dalam menunjang putraputri mereka dapat masuk disekolah favorit untuk mengembangkan kemampuan akademis selama enam tahun kedepan. Akan tetapi dalam memilih sekolah, selain melihat bagaimana sekolah dapat menyediakan sarana prasarana belajar, apakah para orang tua sudah memastikan bahwa sekolah yang dipilih merupakan Sekolah Madrsah Aman Bencana, karena tidak ada satupun wilayah di Indonesia yang aman terhadap bencana sehinga sangat penting memastikan agar sekolah dapat: (1) Memberikan perlindungan dan keselamatan kepada anak murid sekolah, guru dan tenaga pendidik lainnya dari dampak buruk bahkan kematian di sekolah, (2) Memastikan keberlangsungan kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah selama terjadinya bencana, (3) Melindungi investasi sektor pendidikan, dan (4) Memperkuat ketahanan terhadap bencana melalui pendidikan. Berbicara mengenai Sekolah Madrsah Aman Bencana itu sendiri bukanlah sesuatu yang baru karena landasan hukumnya untuk melakukan implementasi sudah dapat dimulai dengan adanya UU PB No. 24/2007 & Renas PB mengakomodasi bahwa pendidikan menjadi salah satu prioritas dengan Perka BNPB No. 4/2012 yang digunakan sebagai Pedoman Penerapan Sekolah Madrasah Aman dari Bencana. Indonesia. Akan tetapi jangan heran jika tidak banyak orang tua murid yang belum mengetahui bahwa sekolah punya kewajiban untuk melindungi anak didiknya dari risiko bencana selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, karena bahkan tidak banyak pengelola sekolah yang mengetahui implementasi sekolah aman 2. Kajian Penulisan. Berdasarkan infomasi yang didapatkan dari Ibu Isria Sirubaya, Kepala Sekolah MI Al Muttaqin, sebagai salah satu kepala sekolah yang aktif dalam berbagai kegiatan peningkatan kapasitas individu kepala sekolah,, memberikan ruang kepada perangkat sekolah untuk ikut serta pula dalam berbagai pelatihan, dirinya baru mengetahui bahwa sejak tahun 2007 dunia pendidikan merupakan salah satu prioritas dalam kegiatan pengurangan risiko bencana dengan berbagai aktifitasnya, dimana lembaga pendidikan harus menjamin keselamatan murid, guru serta perangkat didik lainnya jika terjadi bencana. Informasi tersebut baru didapatkan sejak adanya implementasi project Pengurangan Risiko Bencana Di Sekolah Terintegrasi (PRESTASI). Project PRESTASI merupakan program yang dilakukan oleh Save the Children dengan dukungan Prudence Foundation pada tahun Ditengah perjalanan impelementasi program implemtasi program Pengurangan Risiko Bencana Terintegarasi (PRESTASI), konsosrium Asean Partnership Group (APG) bekerjasama dengan ASEAN secretariat berinisiarif melakukan Asean Safe School Initiative di wilayah DKI Jakarta dengan tujuan melaksanan implementasi berdasarkan review modul sekolah aman yang sudah diperbarui. Sekolah yang dipilih dalam kegiatan ini adalah sekolah-sekolah yang memiliki tingkat ancaman tinggi terhadap ancaman serta berminat melakukan kontribusi partisipatif dalam implementasi project ASSI dan terpilihlah MI Al Muttaqin sebagai sekolah yang berkomitmen terlibat dalam project ASSI. Dalam engalaman melakukan implementasi kegiatan Pengurangan Resiko disekolah Terinteragrasi (PRESTASI) & ASSI (Asean Safe School Initiative) yang diimplementasikan oleh AADMER Partnership Group (APG) Consortium. Dengan tujuan melakukan akselerasi dan pengimbasan Insiatif Sekolah Aman kepada 8 nagara anggota ASEAN sehingga anak-anak di ASEAN lebih tangguh terhadap bencana dan memiliki lingkungan pembelajaran, kegiatan ini dikelola oleh Plan International Indonesia (leading agency), World Vision International, Save the Children dan Mercy Malaysia. Pendampingankegiatan kerangka Sekolah Aman sosialisasi dilakukan dari bebagai level baik tingkat Propinsi hingga tingkatan Kelurahan. Kegiatan awal ini menjadi penting sebagai dasar dibangun pemahaman bahwa Madrasah dilakukan tidak hanya dilakukan oleh masyarakat madrasah saja akan tetapi juga harus mendapatkan dukungan dari masyarakat yang ada disekitarnya dimana pada 163 KETANGGUHAN ANAK DAN SEKOLAH Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

163 dited: 08/09/ :44:30 akhirnya dapat mendukung Kelurahan yang tangguh bencana. MI Al Muttaqin berada di Jl. Kapuk Muara Raya, No. 17, Kapuk Muara Pejagalanyang berada dalam komplek pendidikan Yayasan Ittiqan, wilayah disekitar madrasahberlokasi dengan tepi laut dengan tanah rawa dan bergambut, lahan yang digunakan dulunya merupakan reklamasi dari rawa-rawa yang ditimbun sehingga sudah langganan mendapatkan kiriman banjir walaupun warga tidak pernah berlangganan. madrasah yang didirikan oleh orang tua dari Ibu Isria Sirubaya selaku kepala madrasah saat ini, didirikan pada awalanya sebagai bentuk kepedulian beliau dalam menanggapi keluhan tetangga disekitarnya terhadapkebutuhan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, sekolah pertama kali dibangun hanya untuk dua local kelas pembelajaran, pengalaman banjir besar dirasakan sejak tahun 1996.Madrasah pun mejadi tempat evakuasi masyrakat yang Kapuk Muara, selama satu hingga dua minggu.masyarakat yangmengungsi di kompleks pendikan MI Al Muttaqin pada banjir besar yang terjadi pada tahun 2007 dan 2013,biasanya juga orang tua murid berbagai dengan anak-anak mereka untuk menggunakan lokal kelas, seluruh perangkat madrsahpun menjadi relawan dalam menangani masyarakat yang melakukan evakuasi. Latar belakang inilah yang menjadi dasar kenapa MI Al Muttaqin menjadi lokasi dalam implementasi program Sekolah/ Madrasah Aman.Disisi lain dalam implementasinya program selalu melakukan pelibatan stakeholder Pemerintah untuk sekolahsekolah negri dilakukan bersama dengan Dinas Pendidikan sedangan untuk MI Al Muttaqin berada dibawah pengarahan Kementerian Agama. Strategi yang sangat penting dalam membanguan partispasi implementasi program maka seluruh komponen madarsah diajak untuk melakukan penilaian terhadap kondisi madrsah dengan menggunakan parameter dan indaktor sekolah aman fasilitasi dilakukna baik untuk masyarakat madrasah dewasa yang tediri dari Pengurus Yayasan, kepala sekolah, perwakilan komite, perwakilan guru, dan perwakilan orang tua wali murid kelas 1-6.Anak-anak perwkilan dari kelas 3, 4& 5 pun melakukan kegiatan penilaian madrsah berdasarkan 3 pilar sekolah/madrasah aman. Dari hasil penilaian parisipatif baik yang dilakukan oleh orang dewasa maupun anak-anak, mereka menyadari bahwa status MI Al Muttaqin belum memenuhi kriteria sekolah/madrsah aman, sehingga hasil kegiatan, sekolah berkomitmen akan melakukan langkah-langkah dalam mencapai status sekolah aman dalam program ASSI yaitu; 1. Meningkatkan kapasitas masyarakat madrsah dalam pengetahuan penanggulangan bencana dimana baik Pengelola Yayasan, Kepala Sekolah, Guru serta perwakilan murid mendapatkan pelatihan tentang dasar-dasar penanggulangan bencana. KemudianTenaga pendidik sekolah melakukan integrase material Pengurangan Risiko Bencana kedalam Rencana Pembelajaran sebagai implementasi rencana tindak lanjut pelatihan. Tidak hanya dalam metode penididiakn formal, untuk meningkatkan kemapuan dari murid-murid untuk melakukan pendidikan Pengurangan Risiko Bencana dilakukan pula kegiatan ekstrakurikuler seperti Prarmuka dan dalam melakukan kegiatan kampanye Pengurangan Risiko Bencana dilakukan dengan berbagai metode seperti Pupet Show, Wayang, Drama dan Lenong. Kegiatan tersebut dilakukan olehkelompok Siaga Bencana Sekolah membentuk tim kampanye dalam kelampok kesenian.. Tidak banyak yang menyadari bahwa MI memiliki fungsi sebagai lokasi pasar informasi social informal dimana banyak issue yang digodog bersama dalam lingkungan sekolah, sehingga dalam melakuakn kegiatan orang tua murid sering dikumpulkan secara informal untuk meningkatkan partisipasi dan dukungan dalam implementasi Sekolah Aman, perwkalian orang tuapun diberikan penegtahuan untuk melakkan rencana kedaruratan dirumah yang berhubungan dengan rencana kedaruratan yang ada disekolah. MI Al Muttaqin bukanlah sekolah yang menyematkan label Madrasah Inklusi akan tetapi pada kegiatan pembelajarannya Madrasah saat ini ada 3 murid berkebutuhan khusus yang belajar bersama dengan murid-murid masdrasah lainnya, mereka juga dilibatkan dalam berbagai kegiatan pendidikan pengurangan risiko bencana. 2. Dalam pengeloaan bencana di madrasah, MI Al Muttaqin didorong untuk memilki kelompok Siaga Bencana Sekolah (KSBS) baik dari muridmurid kelas 3,4, dan 5 yang diberi nama Sahabat Siaga Bencana serataserta KSBS yang terdiri atas masyarakat sekolah baik guru, kepala sekolah, orang tua murid, komite, perwakilan yayasan hingga tenaga kebersihan sekolah. KSBS 164 KETANGGUHAN ANAK DAN SEKOLAH Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

164 dited: 08/09/ :44:30 Sekolah menjamin adanya kerterkaitan antara kegiatan pengelolaan kebencaan disekolah dan yang dimiliki oleh kelurahan yaitu dengan adanya anggota KSBS yang juga merupakan anggota KSB di tinggat kelurahan Pejagalan. Situasi ini membuat koordinasi anatar KSBS sekolah dengan KSB kelurahan terjalin dengan berkesinambungan. Sebagaiman yang terjadi dimana tingkat kepadatan penduduk sangat tinggi sebagai imbas dari struktur kawasan pemukiman yang bersebelahan dengan kawsan industry sehingga selain banjir, kebakaran pemukiman merupakan bencana yang sering terjadi.keberadaanksbs terbukti meningkatkan kemampuan masyarakat Madrasah untuk siap siaga dalam kejadian darurat dimana penjaga sekolah dapat dengan tenang mengelola kebakaran yang terjadi di tetangga sebelah madrasah. Dengan tenang Pak Amin Cireng mengambil APAR yang dimilki madrsah untuk memadamkan api yang baru mulai membesar. Kebakaran perumahansering pula terjadi yang terkadang menimpa rumah-rumah murid MI Al Muttaqin, dengan adanya dukungan Tenda dan Media Pembelajaranyang dimiliki oleh madrasah, MI Al Muttaqin dapat mendukung KSB kelurahan Pejagalan untuk melakukan kegiatan tanggap darurat sertaikut memastikan pembelajaran tetap terlaksana dalam kondisi darurat. Dimana dua tenda yaitu tenda yang dimiliki satu buah dimanfaatkan untuk pengungsian dan yang satu lagi digunakan sebagai tenda ruang ramah anak untuk penyelenggaraan pendidikan pada masa tanggap darurat, yang dilakukan oleh guru-guru madrasah yang telah mendapatkan pelatihan psikososial dari BPBD Propinsi DKI Jakarta. 3. Dalam mengembangan SOP penanggulangan bencana MI Al Muttaqin berusaha mengakomodasi surat edaran dari BPBD Propinsi DKI Jakarta bahwa sekolah hanya diperbolehkan menjadi lokasi transit evaskuasi sementara selama 3 hari, dengan meningkatkan mekasnisma kedarutannya dan untuk memastiikan terselenggaranya pendidikan dalam masa tanggap darurat MI Al Muttawin mencoba menyempurnakan SOP sehingga jika terjadi tanggap darurat bajir, sekolah masih dapat menjadi tempat evakuasi warag sekitar dan tetap menjaga kualitas pendidikan anak didik pada masa tanggap darurat. 4. MI Al Mutatqin merupakan sekolah yang Madrasah yang membebaskan uang sekolah kepada murid-muridnya, sekolah ini berjalan dengan adanya dana donatur dan dana BOS, sehingga dalam mengembangkan fasilitas sekolah MI Al Muttaqin sangat bergantung pada sumber pendaanan dari donator, fasilitas sekolah dibangun secara bertahab dengan kualitas yang disesuaikan dengan sumber pendaanaan, dalam kaitannya dengan impelemntasi ASSI, Dengan dilibatkan seluruh komponen masyarakat madrasah, menyadarkan mereka bahwa banguanmadrsah belum aman terhadap ancaman bencana yang ada baik banjir, kebakaran maupun gempa bumi sehinga merekomendasikankepada program ASSI untuk melakukan structural evaluation untuk memastikan apakah struktur bangunan MI Al Muttaqin kuat terhadap ancaman gempa bumi berdasarkan peta zonasi ancaman gempa bumi yang ada. Structural evaluation dilakukan oleh tim ahli yang tergabung dalam program ASSI, dalam melakukan kegiatan structural evaluation ini sekolah juga diajak ikut serta untuk melihat kegiatan penilaian yang dilakukan, hasil dari structural evaluation tersebutadalah rekomendasikan untuk dilakukannyaretrofitting bangunan, kegiatan retrofitting bangunan merupakan proses yang belum banyak dikenal dimana masyarakat lebih kenal dengan istilah renovasi, sehingga pendamping program dan tim teknis melakukan kegiatan khusus untuk menyampaikan hasil dari structural evaluation dan rekomendasi tindak lanjut atas hasil rekomendasi tersbut. Dalam prosesnya ternyata biaya yang dibutuhkan dalam melakukan retrofitting untuk struktur bangunan (kolom, balok), penutup banguanan (plafond, rangka dan penutup atap) serta akses (parubahan bukaan pintu dan tangga) besarnya melabihi anggaran yang direncanakan, sehingga dari dua blok banguanan hanya dapat dilakukan untuk satu blok bangunan. MI Al Muttaqin memperlihatkan komitmen yang tinggi dalam mencapai stastus sekolah aman, hingga berkomitmen bahwa MI Al Muttaqin akan bekontribusi untuk memastikan pendaanan dalam menyelesaikan retrofitting banguann sekolah. Ibu Isria Sirubaha bersama Ibu Sudan selaku Pembina sekolah mencari tambahan 165 KETANGGUHAN ANAK DAN SEKOLAH Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

165 dited: 08/09/ :44:30 dana untuk menyelesaikan retrofitting, bukan hal mudah karenan istilah retrofitingg tidak banyak dikenal oleh masyarakat seperti yang sudah diutarakan diatas. Panduan dari hasil evaluasi struktur tersebut juda digunakan untuk melakukan pengembangan bangunan yang berada dikomplek penidikan yayasan Al Ittiqan baik dalam mengajukan pendanaan hingg pengawasan pekerjaan. Selain melakukan kegiatan sesuai dengan kerangka panduan program, MI Al Muttaqin juga melakukan penyebarluasan konsep sekolah aman dalam kegiatan Kelompok Kerja Kepala Madrsah dan Kelompok Kerja Guru, karena berdasarkan kondisi yang diamati oleh Ibu Isria Sirubaya banyak madrasah yang berada pada lokasi rawan bencana dengan kelengkapan dan pengetahuan yang belum memadai, berbeda dengan sekolah negri, madrasah seperti anak tiri dalam implemtasi Sekolah/Madrasah Aman Bencana karena baik madrasah maupun Departemen Agama masih sangat awam berkaitan dengan pelaksanaan Sekolah/Madrasah Aman Bencana. Pengalamanpengalaman kegiatan Inisiasai Sekolah Madrsah Aman yang dilakukan oleh lembaga non pemerintah harus diarngkum dan tindak lanjuti oleh Pemerintah untuk disebarluaskan sehingga terbentuk Sekolah Madrasah Tangguh Bencana yang mendukung terbentuknya Masyarakat dan Bangsa Yang Tangguh Bencana. 166 KETANGGUHAN ANAK DAN SEKOLAH Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII

166 167 KETANGGUHAN ANAK DAN SEKOLAH Kumpulan Naskah KN PRBBK XIII dited: 08/09/ :44:30

167 Desain & Layout : Siti.Istikana@gmail.com

Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas XIII Mataram, September 2017

Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas XIII Mataram, September 2017 Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas XIII Mataram, 12-14 September I. Latar Belakang Lebih dari 62% wilayah Indonesia memiliki risiko bencana tinggi atau 322 dari 514 kabupaten/kota;

Lebih terperinci

KN PRBBK XIII Mataram NTB, September Buku Panduan Peserta

KN PRBBK XIII Mataram NTB, September Buku Panduan Peserta Menguatkan Tata Kelola Sumber Daya Berbasis Komunitas Menuju Masyarakat Tangguh Bencana KN PRBBK XIII Mataram NTB, 12-14 September 2017 Buku Panduan Peserta Daftar Isi DAFTAR ISI... 1 KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN B. Wisnu Widjaja Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan TUJUAN PB 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN DARI DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL MEWAKILI MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/

Lebih terperinci

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB PELUNCURAN DAN DISKUSI BUKU TATANAN KELEMBAGAAN PB DI DAERAH PUJIONO CENTER, 3 JUNI 2017 RANIE AYU HAPSARI Peran Serta Masyarakat SFDRR: Prioritas 1 (Memahami Risiko Bencana):

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Kegiatan Konferensi Nasional Sekolah Aman 2015 Latar Belakang

Kerangka Acuan Kegiatan Konferensi Nasional Sekolah Aman 2015 Latar Belakang Kerangka Acuan Kegiatan Konferensi Nasional Sekolah Aman 2015 Mewujudkan Komitmen Sekolah Aman Bencana dalam Pelaksanaan Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030 Latar Belakang Indonesia

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional

Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional Kegiatan Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional SFDRR (Kerangka Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana) dan Pengarusutamaan PRB dalam Pembangunan di Indonesia Tanggal 17 Oktober

Lebih terperinci

Jakarta, 26 Februari 2015

Jakarta, 26 Februari 2015 Kerangka Acuan (TOR) Lokakarya Akuntabilitas 1 Pendanaan Kemanusiaan Jakarta, 26 Februari 2015 A. LATAR BELAKANG Bencana beragam penyebab di Indonesia dalam 10 tahun terakhir tercatat 11.274 kejadian,

Lebih terperinci

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA Ida Ngurah Plan International Indonesia Ida.Ngurah@plan-international.org Konteks Bencana dan Dampak Pendidikan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN LOKAKARYA NASIONAL PERAN MASYARAKAT DAN LEMBAGA MASYARAKAT DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA DI INDONESIA Jakarta, 6 Maret 2013

KERANGKA ACUAN LOKAKARYA NASIONAL PERAN MASYARAKAT DAN LEMBAGA MASYARAKAT DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA DI INDONESIA Jakarta, 6 Maret 2013 KERANGKA ACUAN LOKAKARYA NASIONAL PERAN MASYARAKAT DAN LEMBAGA MASYARAKAT DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA DI INDONESIA Jakarta, 6 Maret 2013 PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang akrab dengan kejadian-kejadian

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA

PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA 14 DESEMBER 2016 DISIAPKAN OLEH : DIREKTORAT PRB, BNPB INDONESIA DAN BENCANA Secara geografis Indonesia terletak pada rangkaian cincin api yang membentang sepanjang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

Hasil yang diharapkan Hasil yang dicapai Peserta. Rekomendasi Dokumentasi

Hasil yang diharapkan Hasil yang dicapai Peserta. Rekomendasi Dokumentasi c. d. e. f. g. h. i. Hasil yang diharapkan Hasil yang dicapai Peserta Lokasi Waktu Rekomendasi Dokumentasi 3. Laporan kegiatan yang disusun oleh Unit LIDi PB diberikan kepada Kepala Pelaksana BPBD dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Sekilas Berdirinya BNPB Indonesia laboratorium bencana Terjadinya bencana besar : Tsunami NAD dan Sumut, 26 Desember 2004,

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA SEMINAR INTERNASIONAL TEMU ILMIAH NASIONAL XV FOSSEI JOGJAKARTA, 4 MARET 2015 DR HANIBAL HAMIDI, M.Kes DIREKTUR PELAYANAN SOSIAL

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Kuesioner Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Becana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana

LAMPIRAN. Kuesioner Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Becana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana LAMPIRAN Kuesioner Peraturan Kepala Badan Nasional Becana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Lampiran 1. Aspek dan Indikator Desa/Kelurahan Tangguh Aspek Indikator Ya Tidak

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

DUKUNGAN PENINGKATAN ALOKASI ANGGARAN SEBAGAI PERWUJUDAN PENINGKATAN INVESTASI PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI KEBIJAKAN POLITIK ANGGARAN

DUKUNGAN PENINGKATAN ALOKASI ANGGARAN SEBAGAI PERWUJUDAN PENINGKATAN INVESTASI PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI KEBIJAKAN POLITIK ANGGARAN DUKUNGAN PENINGKATAN ALOKASI ANGGARAN SEBAGAI PERWUJUDAN PENINGKATAN INVESTASI PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI KEBIJAKAN POLITIK ANGGARAN (Disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional Penanggulangan Bencana,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DESA YANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DESA YANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DESA YANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA DISAMPAIKAN OLEH : EKO PUTRO SANDJOJO MENTERI DESA, PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa kondisi geografis

Lebih terperinci

KONDISI TEKTONIK INDONESIA

KONDISI TEKTONIK INDONESIA KONDISI TEKTONIK INDONESIA 2 Bencana Tsunami Aceh dan Sumatra Utara Desember 2004 Bencana Gempabumi Yogyakarta dan Jawa Tengah Mei 2006 Bencana Tsunami Pangandaran Juli 2006 UU No. 24 Tahun 2007 : Penanggulangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,

Lebih terperinci

Ketangguhan Masyarakat Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Ketangguhan Masyarakat Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kerangka Acuan KN PRBBK X Konferensi Nasional PRBBK X Ketangguhan Masyarakat Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Bengkulu, 8-11 Oktober 2014 Latar Belakang Simposium Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas

Lebih terperinci

MATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN. Pemerintahan Daerah

MATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN. Pemerintahan Daerah MATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 UNDANG- UNDANG BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN UU 24 / 2007 tentang PB UU 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU 33

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. Menurut Center of Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), bencana didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN. Front Line Responder Training PENDIDIKAN DALAM SITUASI DARURAT

KERANGKA ACUAN. Front Line Responder Training PENDIDIKAN DALAM SITUASI DARURAT KERANGKA ACUAN Front Line Responder Training PENDIDIKAN DALAM SITUASI DARURAT 1. Format Pelatihan Hotel Splash Bengkulu (tgl. 15 dan 17 Oktober 2014) dan di Aula Kampus 3 Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BUPATI KAUR PROPINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BUPATI KAUR PROPINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA SALINAN BUPATI KAUR PROPINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG -1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG DAFTAR KEWENANGAN GAMPONG BERDASARKAN HAK ASAL USUL DAN KEWENANGAN LOKAL BERSKALA GAMPONG DI KABUPATEN ACEH TIMUR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1220, 2012 KEMENTERIAN SOSIAL. Taruna. Siaga Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM TARUNA SIAGA BENCANA

Lebih terperinci

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) Deputi Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas Disampaikan pada Rapat Pedoman Teknis Perumusan RAN TPB Jakarta, 23 Juni 2016 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.14,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Peran serta, Lembaga Usaha, penyelenggaraan, penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerentanan berkaitan erat dengan kesenjangan (inequality) yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Kerentanan berkaitan erat dengan kesenjangan (inequality) yang dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bencana merupakan proses dinamis hasil kerja ancaman (hazards) terhadap komponen ekonomi, politik, dan ekologis yang disebut kerentanan. Kerentanan berkaitan erat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi atau ring of fire yang dimulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Utara hingga

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang

Lebih terperinci

Deklarasi Dhaka tentang

Deklarasi Dhaka tentang Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi

Lebih terperinci

Outline Presentasi. PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II. Proses Penyusunan SDGs. Proses Penyusunan SDGs

Outline Presentasi. PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II. Proses Penyusunan SDGs. Proses Penyusunan SDGs Outline Presentasi PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II Bengkulu, 14 Oktober 2014 Kristanto Sinandang UNDP Indonesia Proses Penyusunan SDGs Tujuan dan sasaran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Arah Kebijakan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana

Arah Kebijakan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Arah Kebijakan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana Dr. Ir. Taufik Hanafi, MUP Staf Ahli Mendikbud Bidang Sosial dan Ekonomi Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG DUNIA USAHA TANGGUH BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA BUPATI KARANGANYAR, ESA Menimbang : a.

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEMBENTUKAN DESA TANGGUH BENCANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN ANGGARAN 2015

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEMBENTUKAN DESA TANGGUH BENCANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN ANGGARAN 2015 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEMBENTUKAN DESA TANGGUH BENCANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN ANGGARAN 015 I. LATAR BELAKANG Sejarah kebencanaan di Kabupaten Boyolali menunjukkan,

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata No.1359, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. Dana Desa. Penetapan. Tahun 2018. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA Agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan Indikator

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG DAFTAR KEWENANGAN DESA BERDASARKAN HAK ASAL USUL DAN KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA DI KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa secara geografis,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG DAFTAR KEWENANGAN DESA BERDASARKAN HAK ASAL USUL DAN KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN

Lebih terperinci

SEKOLAH SIAGA BENCANA & Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana

SEKOLAH SIAGA BENCANA & Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana SEKOLAH SIAGA BENCANA & Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana mewakili Konsorsium Pendidikan Bencana Ardito M. Kodijat [UNESCO Office Jakarta] Tak Kenal Maka Tak Sayang.. Presidium: ACF, LIPI, MPBI, MDMC

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU 0 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN INDRAMAYU 2016 1

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA

LAPORAN KEGIATAN MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA LAPORAN KEGIATAN MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA LOKASI: KABUPATEN KLATEN, PROVINSI JAWA TENGAH TANGGAL: 29 Januari s/d 1 Februari 2016 Nomor : Lap.

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 03 Tahun : 2008 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 03 Tahun : 2008 Seri : D c. bahwa atas dasar pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, dan Tugas Lembaga Teknis Daerah; LEMBARAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA - 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa tujuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN

Lebih terperinci