BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perbandingan Indonesia China, Indonesia Korea Selatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perbandingan Indonesia China, Indonesia Korea Selatan"

Transkripsi

1 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Perbandingan Indonesia China, Indonesia Korea Selatan PMA dan BUT Di Indonesia Ketika suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai PMA adalah berdasarkan ketentuan dalam UU Penanaman Modal No.25 Tahun 2007, maka yang disebut sebagai Penanaman Modal Asing PMA ( Pasal 31A UU PPh) harus memenuhi beberapa unsur berikut (Pasal 1(3)) : 1. Merupakan kegiatan penanaman modal 2. Untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia 3. Dilakukan oleh penanam modal asing, Menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri Adapun bentuk penanaman modal dapat dilakukan melalui beberpa cara, diantaranya (Pasal 5 (3)) : 1. Mengambil bagian saham pada saat pendirian Perseroan Terbatas 2. Membeli saham 3. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan perundang undangan Adapun jenis usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh sebuah perusahaan PMA diatur dalam Perpes No.76 Tahun 2007 dan Perpes No.77 Tahun 2007 jo. Perpes No.111 Tahun Daftar bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal seperti perjudian, peninggalan sejarah dan purbakala, meseum pemerintahan, 53

2 pemukiman/ lingkungan adat, monumen, Objek Ziarah, pemanfaatan koral alam serta bidang bidang usaha. Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan: 1. Dicadangkan untuk UMKMK 2. Kemitraan 3. Kepemilikan modal 4. Lokasi tertentu 5. Perizinan khusus 6. Modal dalam negeri 100% 7. Kepemilikan modal serta lokasi 8. Perizinan khusus dan kepemilikan Modal 9. Modal dalam negeri 100% dan perizinan khusus. Prosedur pendirian perusahaan PMA di Indonesia ( Peraturan Kepala BKPM No.12 Tahun 2009 Mulai berlaku 02 Januari 2010) dapat dibagi atas 2 bagian, yaitu: 1. Pendirian perusahaan baru; 2. Penyertaan pada perusahaan dalam negeri yang telah ada. Adapun bentuk perusahaan PMA ini diwajibkan dalam bentuk Perseroan Terbatas (Ps.5(2) UUPM). Terhadap perusahaan PMA ini, dapat berbentuk kantor perwakilan (Representatives Office), Joint Venture ataupun bentuk-bentuk lainnya. Adapun skema umum permohonan izin penanaman modal pada tahap pengajuan di BKPM dapat digambarkan sebagai berikut: 54

3 Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 23 Perka BKPM No. 12 Tahun 2009, setiap terjadinya perubahan struktur penanaman modal wajib melakukan pendaftaran penanaman modal ke BKPM. Dalam Perka BKPM ini, perubahanperubahan dapat mencakup: 1. Perubahan Bidang Usaha atau Produks 2. Perubahan Investasi 3. Perubahan/Penambahan Tenaga Kerja Asing 4. Perubahan Kepemilikan saham Perusahaan PMA atau PMDN atau Non PMA/PMDN 5. Perpanjangan JWPP 6. Perubahan Status 7. Pembelian Saham Perusahaan PMDN dan Non PMA/PMDN oleh asing atau sebaliknya 8. Penggabungan 9. Perusahaan/Merger 55

4 Beberapa dokumen yang perlu diperhatikan pada saat mengajukan permohonan untuk mendirikan PMA di Indonesia adalah: Formulir yang dipersyaratkan dalam rangka penanaman modal sebagaimana diatur dalam Perka BKPM No. 12 Tahun 2009; 1. Surat dari Instansi Pemerintah Negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan Negara yang bersangkutan dalam hal pemohon adalah pemerintah Negara lain 2. Paspor dalam hal pemohon adalah perseorangan asing 3. Rekomendasi visa untuk bekerja (dalam hal akan dilakukan pemasukan tenaga kerja asing) 4. KTP dalam hal pemohon adalah warga Negara Indonesia 5. Anggaran dasar dalam hal pemohon adalah badan usaha asing 6. Akta pendirian dan perubahannya beserta pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM dalam hal pemohon adalah Badan Usaha Indonesia 7. Proses dan flow chart uraian kegiatan usaha 8. Surat kuasa (bila ada); dan 9. NPWP Setelah diperolehnya persetujuan PMA dari BKPM, maka persetujuan tersebut selanjutnya akan diteruskan kepada Notaris dalam rangka perubahan Anggaran Dasar dan pembuatan Akta Jual beli Saham (bila penanaman modal tersebut dilakukan melalui jual beli saham). Setelah itu, maka proses selanjutnya adalah permohonan penyampaian persetujuan kepada Menteri Hukum dan HAM dengan menyertakan semua dokumen pendukung. Setelah mendapatkan Pengesahan/Persetujuan dari 56

5 Menteri Hukum dan HAM, maka dilanjutkat dengan permohonan Izin Usaha Tetap melalui BKPM dengan melampirkan semua dokumen yang diperlukan. Sedangkan Bentuk usaha yang dipergunakan oleh badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia ( pasal 2 ayat 5 UU PPh). Walaupun BUT adalah Wajib Pajak Luar Negeri tetapi pengenaan pajaknya disamakan dengan Wajib Pajak Beban Dalam Negeri dengan modifikasi dalam metode penentuan laba serta penambahan tarif pasal 23 ayat 4. Suatu badan asing dapat melakukan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia dengan bentuk usaha tetap yang dapat berupa : 1. Tempat kedudukan manajer 2. Cabang perusahaan 3. Kantor perwakilan 4. Gudang kantor 5. Pabrik 6. Bengkel 7. Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan 8. Perikanan, perternakan, perkebunan buat perkebunan 9. Proyek instruksi, instlasi atau proyek perakitan. BUT dapat juga bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau yang tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. 57

6 Orang asing dapat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia dengan bentuk usaha tetap yang dapat berupa (pasal 2 ayat 5) : Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Orang atau badan yang bertindal selaku agen yang berkedudukannya tidak bebas Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima penerima asuransi atau menangung premi di Indonesia. Berdasarkan penjelasan diatas yang paling efektif antara PMA dengan BUT adalah PMA, karena yang mendukung perkembangan penerimaan pajak di Indonesia adalah PMA selain tarifnya mengikuti Pajak badan di Indonesia sebesar 28% sedangkan untuk BUT tarif yang dikenakan telah ditentukan berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda jadi untuk penerimaan pajak di Indonesia dibatasi dengan perjanjian P3B tersebut Kredit Pajak Luar Negeri I. Korea Selatan Penduduk Korea Selatan merupakan subjek pajak baik di Korea Selatan dan luar negeri sehubungan dengan penghasilan yang diterima di luar negeri berhak menggunakan kredit pajak luar negeri untuk pajak luar negeri yang telah dibayarkan. Terbatasnya kredit pajak pada jumlah pajak yang terutang di Korea pada sumber penghasilan luar negeri. Kredit pajak luar negeri juga dapat diringankan yaitu pajak yang dikenakan oleh pemerintahan luar negeri (asing) atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh wajib pajak dalam negeri diperbolehkan sebagai kredit 58

7 terhadap pajak penghasilan di Korea atau sebagai biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak. Dalam kebanyakan kasus, pajak pajak luar negeri akian diterapkan sebagai kredit pajak. Namun, ada batas ( per country limit dan jumlah limit adalah opsional) pada jumlah kredit pajak luar negeri yang dibayarkan. Jumlah kredit pajak terbatas pada lebih rendahnya dari pajak luar negeri yang benar benar membayar pajak dan pajak tambahan di Korea dihasilkan dari dimasukkannya penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri. Kredit pajak luar negeri yang tidak terpakai dapat dieksekusi untuk maksimal 5 tahun. kredit pajak tertentu terhadap kewajiban pajak pendapatan global yang tersedia untuk pembayar pajak penduduk. Ini termasuk barang-barang yang ditunjukkan sebagai berikut : 1. Sebuah kredit pajak untuk Kelas A dan Kelas B upah (sampai maksimum dari W500, 000 per tahun): a. Dimana jumlah pajak yang dihitung adalah W500, 000 atau kurang, kredit adalah jumlah dari jumlah pajak yang dihitung dikalikan dengan 55%, yaitu, W275, 000. b. Dimana jumlah pajak yang dihitung lebih dari W500, 000, kredit adalah W275, 000 ditambah 30% dari jumlah pajak yang dihitung lebih dari W500, Sebuah kredit pajak sebesar 10% dari pajak penghasilan untuk penerima upah Kelas B yang secara sukarela melaporkan pendapatan bulanan mereka dan membayar pajak penghasilan bulanan melalui asosiasi pembayar pajak berlisensi. 3. Sebuah kredit pajak sebesar 12% dari dividen tertentu yang diterima oleh masing-masing pemegang saham terhadap pajak pendapatan individu 59

8 dihitung berdasarkan pendapatan global meningkat sebesar 12% dari dividen yang diterima. 4. Sebuah kredit pajak untuk pajak penghasilan luar negeri yang dibayarkan ke luar negeri oleh penduduk Korea, hingga batas dari jumlah pajak penghasilan Korea sebelum waktu kredit pajak asing rasio pendapatan bersumber dari luar negeri terhadap total penghasilan kena pajak di seluruh dunia. Kelebihan atas kredit maksimum dapat dibawa ke depan untuk lima tahun. Atau, pajak asing yang dibayarkan dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak. II. China Pajak luar negeri yang telah dibayar dapat dikreditkan terhadap resiko pajak di Cina pada keuntungan yang sama, tetapi kredit terbatas pada jumlah pajak China dibayar pada penghasilan luar negeri. Suatu negara dengan pembatasan Kredit pajak luar negeri diterapkan. Jika kredit pajak luar negeri melebihi batas, kelebihannya dapat diperhitungkan selama 5 tahun. Kredit pajak tidak langsung diperbolehkan saat deviden dibagikan kepada perusahaan-perusahaan setempat yang memegang langsung atau tidak langsung setidaknya 20% dari suatu entitas asing. Kredit pajak luar negeri dapat diringankan dengan cara mengklaim kredit pajak luar negeri untuk pajak penghasilan badan yang teelah dibayar oleh wajib pajak atau cabang perusahaan di negara lain. Namun, jumlah kredit pajak yang terbatas di China terhadapa pajak penghasilan luar negeri yang terutang yang dihitung hukum EIT. Menurut UU CIT dan aturan pelaksanaannya, jumlah kredit pajak asing tidak dapat melebihi CIT yang terhutang atas penghasilan dihitung sesuai dengan UU CIT. Batasan kredit tersebut dihitung oleh negara (wilayah) dan tidak berdasarkan kategori penghasilan; formula perhitungan adalah sebagai berikut. Batasan kredit 60

9 pajak = Jumlah hutang atas penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar Cina yang dihitung sesuai dengan Cina hukum pajak x penghasilan kena pajak dari negara asing tertentu (wilayah) total pendapatan kena pajak yang berasal dari dalam maupun luar Cina pajak. Pemberitahuan ini menjelaskan bahwa pendapatan asing source, pengkreditan pajak, dan batasan kredit sehubungan dengan masing-masing negara atau wilayah harus terpisah dihitung. Dalam menghitung penghasilan kena pajak, biaya umum harus cukup dialokasikan antara laba di China dan sumber penghasilan asing (luar negeri). Kerugian cabang di luar negeri tidak dapat mengimbangi pendapatan yang berasal dari China atau pendapatan dari negara-negara asing lainnya; kerugian tersebut dapat digunakan untuk mengimbangi pendapatan dari negara yang sama dalam tahun berjalan dan selanjutnya lima tahun. Pengkreditan pajak harus dalam sifat pajak penghasilan badan dan jumlah aktual yang dibayarkan oleh perusahaan sesuai dengan undang-undang pajak dan peraturan negara atau wilayah lain. Pengkreditan pajak tidak termasuk Pajak yang dibayarkan oleh suatu perusahaan atau dikumpulkan oleh negara asing atau wilayah. Pajak yang melebihi keterbatasan sebagaimana diatur oleh perjanjian pajak yang berlaku. Bunga, biaya keterlambatan pembayaran, dan denda untuk kekurangan pembayaran atau keterlambatan pembayaran pajak Pajak yang dibayar dan kemudian dikembalikan. Pajak asing atas penghasilan yang dikecualikan dari CIT berdasarkan UU CIT. Pajak yang telah dipotong dalam menghitung penghasilan kena pajak. Namun, jika suatu perusahaan diberikan pembebasan pajak atau pengurangan oleh negara asing dan jika perjanjian pajak yang berlaku menyatakan bahwa jumlah pajak dibebaskan atau dikurangi dianggap telah dibayar, maka pajak yang dianggap telah dibayar adalah dikreditkan dan perusahaan dapat mengklaim kredit pajak. 61

10 III. Indonesia Di Indonesia pajak luar negeri diatur dalam Undang Undang PPh Pasal 24. PPh Pasal 24 merupakan pajak yang dibayar atau terutang diluar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri. PPh Pasal 24 boleh dikreditkan terhadap total penghasilan terutang dalam suatu tahun pajak. Pada dasarnya WP dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, baik penghasilan yang diterima atau diperoleh di dalam negeri atau penghasilan yang diterima dari luar negeri. Jika negara lain tempat WPDN mengenakan pajak penghasilan, WP akan membayar pajk yang terutang atas penghasilan yang diterima di luar negeri. Diantara Pajak Penghasilan di 3 negara yaitu Indonesia, China, Korea Selatan dalam hal kredit pajak luar negeri peraturan di masing masing negara pada dasarnya sama setiap wajib pajak dalam negeri yang mendapatkan penghasilan di luar negeri mendapatkan keringanan membayar pajak dalam hal kredit pajak luar negeri. Setiap negara mempunyai tarif tarif yang berbeda dalam hal Kredit pajak luar negeri tergantung kebijakan negara yang menetapkan peraturan kredit pajak luar negeri. Untuk lamanya pengkreditan pajak antara Indonesia, Korea Selatan, dan China jangka waktu yang diberikan oleh pemerintah masing masing negara sama yaitu 5 tahun. Jadi penerapannya di masing masing negara sama. Perusahaan Resident memperoleh pendapatan dari sumber-sumber asing berhak atas kredit pajak sepihak sehubungan dengan pajak asing dibayarkan pada pendapatan. Kredit ini terbatas pada jumlah pajak Indonesia yang terhutang atas penghasilan asing yang relevan. 62

11 4.1.3 Penghasilan Kena Pajak I. Korea Selatan Individual Income Tax Korea Selatan tarif pajak penghasilan individu pada rentang pendapatan global dari 6% menjadi 35%. Bagian atas tarif pajak, termasuk biaya tambahan tinggal adalah 38,5% atas penghasilan kena pajak lebih dari W88 juta. Income Over Not Over Tax on Column 1 Tax % on Excess W 0 W 12,000,000-6% W 12,000,000 W 46,000,000 W 720,000 15% W 46,000,000 W 88,000,000 W 5,820,000 24% W 88,000,000 W 15,900,000 35% Seorang wajib pajak di Korea, yang bertanggung jawab untuk membayar pajak penghasilan atas / nya penghasilannya, diklasifikasikan menjadi Residen dan bukan penduduk untuk tujuan pajak penghasilan, sebagai berikut : 1) Setiap orang memiliki domisili atau tempat tinggal di Korea selama satu tahun atau lebih, individu yang memiliki suatu pekerjaan yang umumnya akan meminta mereka untuk tinggal di Korea selama satu tahun atau lebih, atau individu yang keluarganya menemani mereka ke Korea dan yang mempertahankan aset substansial dalam Korea. Di sisi lain, bahkan ketika seseorang memiliki pekerjaan di luar negeri dan tinggal di sana selama lebih dari setahun, tapi ia / dia / nya hubungan yang hidup umum termasuk / nya keluarga dan properti di Korea, ia / dia akan dianggap sebagai penduduk 63

12 Korea. Umumnya, tinggal ditentukan pada "fakta dan keadaan" test, dievaluasi secara individual. Seorang warga dikenakan pajak penghasilan pada semua pendapatan yang berasal dari sumber di dalam dan di luar Korea. Efektif dari 2009 tahun pajak, warga asing yang tinggal di Korea selama lebih dari lima (5) tahun selama sepuluh tahun terakhir (10) tahun yang dikenakan pajak atas penghasilan di seluruh dunia mereka. Namun, warga asing yang tinggal di Korea selama lima (5) tahun atau lebih pendek selama (10) periode terakhir sepuluh tahun dikenai pajak atas penghasilan Korea-sumber dan sumber penghasilan asing serta hanya jika sumber penghasilan asing yang dibayar oleh Korea entitas atau ditransfer ke Korea. 2) Seorang individu yang tidak dianggap penduduk. Non-residen dikenakan pajak penghasilan hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber di Korea. Ketika seorang non-residen yang tidak memiliki tempat domestik bisnis memiliki pendapatan Korea-sumber untuk melaporkan melalui SPT tahunan, sebagian besar ketentuan mengenai basis pajak dan jumlah pajak penduduk berlaku kepadanya / nya. Namun, dalam menghitung basis pajak dan jumlah pajak, non-penduduk tidak berhak pengurangan pribadi (kecuali untuk diri sendiri). Corporate Income Tax Pajak penghasilan badan dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan yang merupakan laba bersih setelah penyesuaian-penyesuaian buku untuk perbedaan antara akuntansi dan peraturan pajak. Pajak penghasilan badan bervariasi sesuai dengan status perusahaan. Korporasi (Berkantor pusat, kantor utama atau tempat manajemen yang efektif di Korea) adalah perusahaan dalam negeri dan didefinisikan sebagai perusahaan penduduk. Sebuah perusahaan Asing dapat dianggap memiliki 64

13 tempat domestik bisnis (yaitu bentuk usaha tetap) di Korea jika memiliki tempat tetap di Korea di mana bisnis entitas seluruhnya atau sebagian dijalankan. Selain itu, tempat usaha dalam negeri dianggap ada di mana sebuah perusahaan diwakili oleh kantor perwakilan luar negeri tergantung di Korea yang memiliki wewenang untuk menutup kontrak, atau mengisi perintah atau perintah mengamankan atas namanya. Selanjutnya, kantor perwakilan luar negeri Status independen yang melakukan tindakan yang merupakan bagian penting dari bisnis dari prinsipal asing tertentu juga akan membuat tempat usaha domestik. Pada beberapa pengecualian, biaya usaha normal dikurangkan untuk tujuan pajak, Pengecualian tersebut di atas termasuk dimana tempat tetap hanya digunakan untuk pembelian, penyimpanan harta yang tidak untuk dijual, iklan, publisitas, mengumpulkan atau memberikan informasi, atau kegiatan lain yang persiapan atau penunjang untuk menjalankan bisnis. Perusahaan asing bukan penduduk yang tidak memiliki tempat dalam negeri bisnis di Korea umumnya dikenakan pajak melalui mekanisme pemotongan pajak. Di bawah sistem ini, tingkat pada penerimaan kotor dari negara sumber Korea diterapkan. Kedua perusahaan penduduk dan perusahaan non-penduduk yang memiliki permanen perusahaan di Korea bertanggung jawab atas pajak perusahaan. Interim pajak penghasilan badan harus dibayar dalam delapan bulan sejak dimulainya tahun buku untuk kinerja enam bulan pertama tahun fiskal. Setiap sisa perusahaan pajak penghasilan yang kemudian dibayarkan dalam waktu tiga bulan dari akhir tahun fiskal. Tahunan dan sementara pengembalian pajak perusahaan juga harus diajukan bersama dengan pembayaran pajak. Tarif pajak pengahasilan adalah sebagai berikut : 65

14 Taxable Income (Million) Tax Rate (%) Income Up to KRW200 10% Income Over KRW 200 to 2,000 20% Income Over KRW 2,000 22% Selain tarif pajak dasar, ada pajak tambahan penduduk ( pajak penduduk) dari 10% kewajiban pajak penghasilan badan. Tingkat maksimum efektif 24,2%. Pajak penghasilan badan untuk perusahaan perusahaan asing dengan bentuk usaha tetap di Korea Selatan harus membayar pajak penghasilan badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di Korea Selatan dengan cara yang sama dengan pajak penghasilan badan di Korea Selatan. Sebuah perusahaan domestik yang mempunyai penghasilan yang diterima atau diperoleh di Korea jika mempunyai perusahaan asing dalam bentuk kantor cabang di Korea Selatan dan mempunyai perjanjian Tax Treaaty dengan Korea Selatan dan tempat manajemen yang aktif di Korea Selatan maka akan memungkinkan pengenaan pajak atas laba kantor cabang (BPT), kemudian pajak atas laba kantor cabang dikenakan atas penghasilan kena pajak disesuaikan cabang Korea Selatan dari perusahaan asing. Pajak atas laba kantor cabang berdasarkan UU Pajak badan di Korea Selatan. Tingkat standar BPT adalah 20%, meskipun tingkat penurunan 5% dan 15% berlaku apabila disediakan oleh perjanjian pajak. Pajak penghasilan badan didasarkan penghasilan kena pajak disesuaikan menjadi penghasilan kena pajak kurang. pajak penghasilan badan yangb teratur dan jumlah yang dianggap telah diinvestasikan kembali untuk operasi dari bentuk usaha tetap berdasarkan basis modal dipandang dari cabang seolah-olah itu sebuah perusahaan sebanding terpisah. 66

15 II. China Penghasilan kena pajak adalah jumlah yang tersisa dari penghasilan bruto dalam tahun pajak setelah dikurangi biaya yang diijinkan dan kerugian, tidak kena pajak dan pajak barang dibebaskan, dan setiap tahun sebelum kompensasi rugi. Semua biaya didokumentasikan terjadi sehubungan dengan kegiatan operasi secara wajar dan sebenarnya diijinkan, kecuali yang secara spesifik diidentifikasi. Bagian dari Undang-undang Pajak Penghasilan Perusahaan ('Hukum Baru') pada tanggal 16 Maret 2007 bersatu tarif pajak penghasilan untuk perusahaan domestik dan asing yang diinvestasikan perusahaan (FIEs) dan insentif pajak efisien efektif sejak 1 Januari Semua FIEs (yaitu perusahaan patungan non-asing dan perusahaan asing yang dimiliki sepenuhnya) dan perusahaan asing (FES) dengan atau tanpa perusahaan di China sekarang dikenakan pajak di tingkat yang sama seperti perusahaan domestik. EIT dibebankan pada tingkat 25% untuk kena pajak keuntungan dalam satu tahun kalender. Dikenakan tarif pajak preferensial 20% untuk perusahaan berkualitas dengan keuntungan kecil, kedua perusahaan domestik dan FIEs akan dinilai pada tingkat pajak terpadu dari 25%. Semua FIEs (dan mereka FES memiliki manajemen yang efektif mereka di China ) tunduk EIT pada keuntungan mereka di seluruh dunia. FES dengan bentuk usaha tetap (PES) di China mengacu EIT pada laba yang diperoleh dari PES. FES tanpa PES di China mengacu EIT pada pendapatan China satunya sumber. Hukum baru memperkenalkan sebuah konsep yang lebih luas dari manajemen dalam menentukan pajak residensi. Sebuah perusahaan akan diakui sebagai penduduk pajak di China jika dimasukkan di China atau tempatnya kontrol dan manajemen yang efektif di Cina. Tahun pajak di Cina adalah tahun kalender (yaitu tahun yang berakhir 31 Desember). 67

16 Individual Income Tax From (RMB) To(RMB) Tax Rate (%) Quick Deduction (RMB) Over Pajak Per Bulan = (Penghasilan kena pajak 3500RMB)* tarif pajak pemotongan cepat 68

17 Corporate Income Tax Pajak penghasilan badan merupakan topik panas di China pada saat dengan mayoritas baru di Kongres Rakyat Nasional untuk menyelaraskan tarif pajak penghasilan untuk Usaha Investasi Asing dan perusahaan domestik. Hal ini diyakini bahwa langkah tersebut menandakan pergeseran China bergerak sejalan dengan praktik internasional. Undang-undang baru, yang disahkan pada 16 Maret 2007, telah menjadi subyek perdebatan berlarut-larut dan spekulasi untuk waktu yang cukup sekarang. Undang undang tesebut menjadi efektif sejak 1 Januari 2008, menggembar-gemborkan awal dari sebuah era baru investasi di China, dengan tidak ada lagi perlakuan istimewa yang diberikan kepada Usaha Investasi Asing (FIEs) atas rekan-rekan mereka yang dibiayai dalam negeri. Dengan adanya penerapan tesebut akan tetap menguntungkan, namun, dalam industri bahwa pemerintah ingin menyalurkan investasi ke arah. Perubahan telah membawa sebagian besar karena perusahaan China sering berjuang untuk bersaing dengan saingan asing mereka, sesuatu yang pemerintah Cina diyakini tidak adil, terutama mengingat aksesi barubaru ini China ke Organisasi Perdagangan Dunia. Berdasarkan undang-undang saat ini, FIEs berhak mendapatkan sejumlah insentif pajak yang dibentuk untuk mendorong tingkat tinggi, investasi profil tinggi di negara ini. Hasil Investasi Asing Langsung dimaksudkan untuk digunakan untuk lebih meningkatkan tingkat infrastruktur dan faktor-faktor kunci lainnya yang berkaitan dengan pengambilan keputusan investasi perusahaan asing. 69

18 III. Indonesia Individual Income Tax Sesuai dengan Pasal 17 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008 (Undang- Undang tentang Pajak Penghasilan), maka tarif (potongan) pajak penghasilan pribadi adalah sebagai berikut: Lapisan Penghasilan kena pajak Tarif Pajak Sampai dengan 50 Juta 5% Diatas 50 juta s/d 250 juta 15% Diatas 250 juta s/d 500 juta 25% Diatas 500 juta 30% Tarif pajak di atas diberlakukan setelah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dikurangi dari penghasilan bersih yang disetahunkan. PTKP berbeda untuk status pekerja yang berbeda. Sesuai dengan Pasal 7 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008, yang besarnya kemudian dirubah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, bagi pekerja yang belum kawin, PTKP adalah Rp Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. 70

19 Berikut adalah jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru : Untuk diri Wajib pajak orang pribadi Rp ,- Tambahan untuk wajib pajak kawin Rp ,- Tambahan untuk penghasilan istri yang digabung dengan penghasilan suami Rp ,- Tambahan untuk anggota keluarga maksimal 3 Rp ,- Corporate Income Tax Tarif pajak perusahaan di Indonesia adalah 25%. Sebuah perusahaan akan dianggap kena pajak di Indonesia jika memiliki kehadiran dan melakukan bisnis di negara itu. Resolusi pertanyaan ini tergantung pada apakah entitas memiliki 'bentuk usaha tetap di Indonesia. Istilah ini secara luas didefinisikan meliputi tempat manajemen, cabang, kantor perwakilan, gedung kantor, agen, pabrik atau workshop, konstruksi atau tambang. Di mana keberadaan seperti itu ada, bentuk usaha tetap dikenakan pajak atas penghasilan di seluruh dunia. Dimana bisnis yang sama seperti yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap dilakukan di Indonesia, perawatan harus dilakukan untuk memastikan bahwa 'gaya tarik-menarik' prinsip tidak menghasilkan pendapatan usaha yang dikenakan pajak di bentuk usaha tetap. Pajak perusahaan dibayar dengan angsuran bulanan. Pengumpulan pajak dari bunga, royalti, sewa dan dividen, biaya jasa profesional, biaya jasa teknik dan manajemen, biaya jasa konstruksi, biaya jasa pemasangan, perbaikan dan biaya jasa pemeliharaan adalah dengan cara pemotongan pajak. Dimana penerima adalah wajib pajak Indonesia, pajak yang dipotong diperhitungkan dalam menentukan kewajiban pajak final perusahaan (kecuali untuk pajak bunga dari bank dan sewa ruang yang diperlakukan 71

20 sebagai pajak final). Dimana penerima tidak penduduk, pajak yang dipotong merupakan pajak final. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2010, perusahaan dikenakan pajak pada tarif tunggal yaitu 25%. Perusahaan dengan pendapatan kotor tahunan sampai dengan Rp 50 miliar yang berhak mendapatkan diskon pajak 50% dari tarif standar atas penghasilan kena pajak yang berasal dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar. Adapun perusahaan publik, pemotongan pajak perusahaan sebesar 5% akan diberikan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Persyaratan daftar minimum 40% 2. Kepemilikan publik minimal adalah 300 individu dimana setiap individu memiliki kurang dari lima persen dari saham disetor 3. Di atas dua kondisi yang harus dipenuhi setidaknya dalam enam bulan (183 hari) dalam satu tahun pajak. Residence - Sebuah perusahaan adalah penduduk jika didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Perusahaan Resident dikenakan pajak atas penghasilan di seluruh dunia. Perusahaan Non resident dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang bersumber di Indonesia, termasuk penghasilan yang dihasilkan oleh bentuk usaha tetap di negara ini Hak Pemajakan I. Korea Selatan Pencapaian penerimaan pajak Korea utk tahun 2006 telah mencapai Won 136 T atau kira2 sebesar Rp triliun. Hampir dua kali pencapaian DJP. Di Korea ada 16 jenis pajak pusat : pajak langsung dan tdk langsung, customs, ditambah earmarked taxes. Mereka telah mengenakan pajak atas warisan sbg pajak langsung. 72

21 Earmarked taxes adalah pajak khusus yang dikenakan atas pendidikan, transportasi, dan pembangunan di rural area. Hak pemajakan dalam Undang Undang PPh Korea atas non resident sama dengan domestik rule negara lainnya, yaitu dikenakan secara world wide income bila ada place of business. Perlakuan pajak yang sama dengan WP resident. Dalam Pasal 5 ayat (1) UU PPh kita juga diatur objek PPh BUT dengan prinsip atributtable Income, Force of attraction rule, dan effectively connected income. Untuk Passive Income yang tidak Effectively connected dengan perusahaan asing di Korea akan dikenakan withholding tax final sebesar 25%, lebih besar dibandingkan dengan tarif PPh Pasal 26 yang hanya sebesar 20%. Sebuah perusahaan yang berkantor pusat atau kantor utama di Korea adalah sebuah perusahaan domestik. Efektif dari tahun fiskal yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2006, sebuah perusahaan dengan tempat manajemen yang efektif di Korea juga diperlakukan sebagai sebuah perusahaan domestik. Sebuah perusahaan bukan penduduk umumnya akan dianggap memiliki kehadiran pajak (yaitu, bentuk usaha tetap) di Korea jika salah satu dari berikut ini berlaku. 1. Ini memiliki tempat usaha tetap di Korea di mana bisnis entitas seluruhnya atau sebagian dijalankan. 2. Hal ini diwakili oleh agen tergantung di Korea yang memiliki wewenang untuk menutup kontrak-kontrak atas nama dan berulang kali melaksanakan kewenangan tersebut. 3. Karyawan menyediakan layanan di Korea selama lebih dari 6 bulan dalam 12 bulan berturut-turut. 73

22 4. Karyawan secara terus menerus atau berulang kali membuat layanan serupa di Korea selama 2 tahun atau lebih, bahkan jika setiap pelayanan yang diberikan kurang dari 6 bulan dalam 12 bulan berturut-turut. Pengecualian termasuk tempat tetap yang digunakan hanya untuk pembelian, penyimpanan harta yang tidak untuk dijual, iklan, publisitas, mengumpulkan atau pemberian informasi, atau kegiatan lain yang persiapan atau penunjang untuk pelaksanaan bisnis. Perusahaan asing bukan penduduk tanpa tempat domestik bisnis di Korea umumnya dikenakan pajak (melalui pemotongan) secara terpisah untuk setiap item pendapatan. II. China Hak pemajakan dalam Undang Undang PPh China atas non resident sama dengan domestik rule negara lainnya, yaitu dikenakan secara world wide income bila ada place of business. Perlakuan pajak yang sama dengan WP resident. Dalam Pasal 5 ayat (1) UU PPh kita juga diatur objek PPh BUT dengan prinsip atributtable Income, Force of attraction rule, dan effectively connected income. Untuk Passive Income yang tidak Effectively connected dengan perusahaan asing di Korea akan dikenakan withholding tax final sebesar 24,2%, lebih besar dibandingkan dengan tarif PPh Pasal 26 yang hanya sebesar 20%. Sebuah perusahaan yang berkantor pusat atau kantor utama di Korea adalah sebuah perusahaan domestik. Sebuah perusahaan bukan penduduk umumnya akan dianggap memiliki kehadiran pajak (yaitu, bentuk usaha tetap) di Korea jika salah satu dari berikut ini berlaku. 74

23 1. Ini memiliki tempat usaha tetap di China di mana bisnis entitas seluruhnya atau sebagian dijalankan. 2. Hal ini diwakili oleh agen tergantung di China yang memiliki wewenang untuk menutup kontrak-kontrak atas nama dan berulang kali melaksanakan kewenangan tersebut. 3. Karyawan menyediakan layanan di China selama lebih dari 6 bulan dalam 12 bulan berturut-turut. 4. Karyawan secara terus menerus atau berulang kali membuat layanan serupa di China selama 2 tahun atau lebih, bahkan jika setiap pelayanan yang diberikan kurang dari 6 bulan dalam 12 bulan berturut-turut. Pengecualian termasuk tempat tetap yang digunakan hanya untuk pembelian, penyimpanan harta yang tidak untuk dijual, iklan, publisitas, mengumpulkan atau pemberian informasi, atau kegiatan lain yang persiapan atau penunjang untuk pelaksanaan bisnis. Perusahaan asing bukan penduduk tanpa tempat domestik bisnis di China umumnya dikenakan pajak (melalui pemotongan) secara terpisah untuk setiap item pendapatan. Dilihat dari tarif yang dikenakan di masing masing negara negara Korea Selatan yang paling kuat dalam Hak pemajakan bagi perusahaan asing yang tidak effectively connected di Korea Selatan maka akan dikenakan tarif withholding tax final 25% sedangkan China dalam Hak pemajakan agak lemah daripada Korea Selatan walaupun China dianggap sebagai negara yang memiliki perekonomian yang paling baik tetapi dalam hak pemajakan China hanya menerapkan sebesar 24,2% untuk perusahaan asing yang tidak effectively connected di china setara dengan tarif Corporate Income Tax yang berlaku berdasarkan UU China. 75

24 4.2 Tujuan Pembentukan Bentuk Usaha Tetap Untuk mewadahi Perusahaan asing yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Sehingga dengan adanya BUT di Indonesia dapat mempermudah orang asing dapat membuka kegiatan usaha di Indonesia dalam bentuk kantor promosi untuk mempromosikan produk produk luar negeri. Pada umumnya pembentukan bentuk usaha tetap diterapkan oleh pemotong / pemungut pajak dalam sistem self assessment. Kemungkinan para pemotong/pemungut pajak menerapkan Bentuk Usaha Tetap karena ada beberapa hal: 1. Ada biaya biaya yng mungkin menjadi pertimbangan bisnis 2. Bentuk Usaha Tetap mudah dibubarkan daripada PT. Asing 3. Untuk menghambat perdagangan internasional dan investasi 4. Mengoptimalkan kesejahteraan sumber daya Tujuan dibentuknya kerja sama dalam hal Bentuk Usaha Tetap dengan China dan Korea Selatan, Yaitu : 1. Adanya kerjasama bilateral, kerja sama ini diatur dalam perjanjian penghindaran pajak berganda ( Tax Treaty) 2. Memudahkan Indonesia untuk menginvestasi ke negara Korea Selatan dan China 3. Kerja sama Unilateral, diatur dalam PPh Pasal 24 Undang Undang Pajak Penghasilan 4. Untuk kemajuan perdagangan Indonesia di masa yang akan datang. 76

25 4.3 Penerapan Tax Treaty di Indonesia Penerapan Tax Treaty mulai 1 Januari 2010, pada tanggal 5 november 2009 Dirjen Pajak telah menetapkan peraturan No PER-61/PJ./2009 tentang cara penerapan penghindaran pajak berganda (P3B). Peraturan tersebut mulai berlaku terhitung sejak 1 Januari Sesuai dengan UU PPh, pemotong/ pemungut pajak wajib untuk memotong atau memungut pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh wajib pajak luar negeri (WPLN). Dalam hal WPLN berasal dari negara mitra P3B, pemotongan/pemungutan pajak juga akan mengikuti ketentuan yang diatur dalam P3B. Metode penerapan P3B pada umumnya diterapkan oleh WP Pemotong/ Pemungut Pajak dalam sistem self assessment. Ada beberapa metode dalam penerapan P3B : 1. P3B diterapkan dan manfaatnya diberikan saat Pemotong/Pemungut Pajak membayarkan penghasilan kepada WPLN 2. Menggunakan sarana administratif: Surat Keterangan Domisili (SE- 03/PJ.101/1996). P3B tidak diterapkan secara efektif apabila si Pemotong/Pemungut Pajak: 1. Keliru menafsirkan/menerapkan P3B, atau 2. Mengambil posisi aman/menghindari risiko. Penerapan Tax Treaty di Indonesia bersifat Lex Specialis ( ikut dengan ketentuan perjanjian P3B), yang dimaksud dengan Lex Specialis adalah walaupun di Indonesia banyak macam macam ketentuan perpajakan seperti Ketentuan Umum Perpajakan, Pajak Penghasilan,dan sebagainya dalam penerapan tax tretay tetapi tetap mengikuti ketentuan yang telah disepakati dalam Tax Treaty dengan negara mitra P3B. Jika negara mitra P3B yang mempunyai perjanjian penghindaran pajak berganda dengan 77

26 Indonesia maka Wajib Pajak yang akan mendirikan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia mengikuti peraturan yang telah disepakati dengan negara mitra P3B. Setelah Wajib Pajak yang akan mendirikan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia sudah diketahui apakah wajib pajak yang akan mendirikan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia adalah negara mitra P3B maka wajib pajak tersebut berhak menggunakan manfaat dari Tax Treaty dan harus memenuhi syarat untuk membuktikan bahwa wajib pajak yang akan mendirikan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia merupakan wajib pajak negara mitra P3B dengan mengisi surat keterangan domisili. Apabila penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri dan persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B tidak dipenuhi oleh pemotong/pemungut pajak wajib memotong/memungut pajak yang terutang sesuai dengan UU PPh. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi : 1. Menggunakan formulir surat keterangan domisili (SKD) yang telah ditetapkan Dirjen Pajak (Lampiran II PER-61 [Form-DGT1] atau Lampiran III PER-61 [Form-DGT 2]) 2. (Formulir tersebut) telah diisi oleh WPLN dengan lengkap 3. (Formulir tersebut) telah ditandatangani oleh WPLN 4. (Formulir tersebut) telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di negara mitra P3B. Disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak. SKD yang menggunakan (Form DGT-1) yang disampaikan kepada pemotong/pemungut pajak setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, tidak dapat dipertimbangkan sebagai dasar 78

27 penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B sejak tanggal SKD tersebut disahkan oleh pejabat yang berwenang dari negara mitra perjanjian dan berlaku selama 12 bulan. Untuk dapat menetapkan tarif pemotongan/pemungutan PPh sesuai dengan P3B, hal hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : Pada saat pengirimana dokumen tagihan (Invoice) ke Indonesia, WPLN harus sudah menyertakan SKD (Form DGT-1 dan Form DGT-2) yang diisi lengkap, ditandatangani dan telah disahkan oleh pejabat yang berwenang Akan lebih baik jika Blanko Form DGT-1 atau Form DGT-2 diserahkan ke lawan transaksi (WPLN) bersamaan dengan penandatanganan Agreement agar dapat diisi lengkap, ditandatangani dan dimintakan pengesahan kepada pihak yang berwenang sehingga dapat dikirim bersamaan pada sataa pengiriman Invoice. Jika terdapat beberapa transaksi dalam satu tahun, SKD tersebut harus diisi kembali setiap bulan, kecuali untuk WPLN Bank dan WPLN yang menerima/memperoleh penghasilan melalui custodian sehubungan dengan transaksi pengalihan saham/obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga dan deviden Photocopy SKD harus dilampirkan dalam SPT Masa yang dilaporkan ke KPP SKD asli harus disimpan pemotong/pemungut pajak selama 10 tahun Meskipun PPh yang terutang NIHIL atau tidak terdapat pemotongan/pemungutan pajak, apabila terdapat pembayaran penghasilan kepada WPLN, pemotong/pemungut pajak wajib membuat bukti potong PPh26 dengan mencantumkan besarnya penghasilan bruto. 79

28 Sedangkan penerapan Tax Treaty yang dilihat dari sisi penerimaan pajak di Indonesia adalah dengan adanya perjanjian P3B di Indonesia maka penerimaan pajak di Indonesia menjadi terbatas karena pajak yang akan dikenakan untuk wajib pajak yang menerima penghasilan di Indonesia maupun bentuk usaha tetap di Indonesia (wajib pajak badan) ditetapkan tarif pajaknya berdasarkan kesepakatan perjanjian penghindaran pajak berganda jadi untuk mengenakan pajaknya berdasarkan perjanjian P3B setelah telah dipenuhi syarat syarat administratif yang membuktikan bahwa wajib pajak tersebut merupakan negara mitra P3B Perubahan dalam Tax Treaty Saat ini, Indonesia telah menjalin P3B dengan 62 negara. Indonesia pernah menjalin P3B dengan Mauritius tetapi diterminasi mulai tahun Indonesia mulai mempunyai undang undang Pajak penghasilan ( UU PPh) pada tahun 1984, yaitu UU Nomor 7 tahun 1983, yang kemudian beberapa kali mengalami perubahan yaitu pada tahun 1991, 1994, 2000, dan terakhir Oleh karena itu, pemetaan berdasarkan tahun dimulainya negosiasi dibagi sesuai dengan rejim UU PPh yang berlaku. Periode merupakan periode dimulainya Indonesia memasuki jaringan P3B sebelum Indonesia mempunyai UU PPh, periode merupakan era UU PPh generasi pertama, dan seterusnya. terlihat bahwa 17 P3B yang pertama kali dinegosiasikan sebelum 1984 mayoritas adalah P3B dengan negara maju. Pada periode ini tentunya Indonesia belum mempunyai Model P3B, sementara negara-negara maju telah mempunyai OECD Model 1963 sebagaimana akan dijelaskan kemudian. Sebagian besar P3B Indonesia dinegosiasikan pada periode , yaitu periode setelah Indonesia mempunyai UU PPh dan UN menerbitkan UN Model Indonesia mulai mempunyai Model P3B Indonesia tidaklah jelas karena Model Indonesia ini tidak ditemukan dalam suatu produk 80

29 hukum. Ketika perjanjian P3B dibuat dan di tandatangani oleh kedua belah negara makan perjanjian P3B tersebut harus dilaksanakan dan harus diakui keberadaan perjanjian P3B, Jika ada perubahan yang terjadi dengan perjanjian P3B biasanya akan perubahan tersebut dipertimbangkan berdasarkan perkembangan - perkembangan yang terjadi dan perubahan tersebut harus disepakati oleh kedua belah negara. Perubahan yang terjadi tergantung masing masing negara memposisikan negaranya dengan kondisi ekonomi, poltik, dan sebagainya. Perjanjian P3B dilaksanakan 5 Tahun dan perjanjian dapat disesuaikan jikan perlu disesuaikan. Contoh perubahan Tax Treaty Indonesia Korea Selatan Monday, 27 February 2012 Nilai perdagangan yang terus meningkat dengan negara mitra membuat pemerintah terus berupaya menegosiasi ulang perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty). Kali ini, pemerintah tengah melakukan renegosiasi tax treaty dengan Korea Selatan (Kores Selatan). Dengan negosiasi ulang ini, Pemerintah berharap tax treaty dengan Negeri Ginseng bisa menjadi lebih baik, terutama dalam hal pertukaran informasi. Peninjauan ini juga bertujuan agar tidak menimbulkan penyalahgunaan pajak atawa tax abuse. Berdasarkan Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Dedi Rudaedi menjelaskan, saat ini, renegosiasi tax treaty dengan Korsel masih berjalan. Pertemuan terakhir berlangsung di Denpasar belum lama ini. Menurut Dedi, ada beberapa pasal yang masih dibicarakan. Ditjen Pajak mengharapkan, renegosiasi ini bisa membuat posisi tawar Indonesia lebih baik. "Kami harapkan exchange of information menjadi jadi lebih baik, jangan sampai ada loopholes untuk melakukan tax abuse, evasion, dan lain-lain,"jelasnya akhir pekan 81

30 lalu. Catatan saja, pemerintah telah menjalin kerjasama penghindaran pajak berganda dengan 60 negara, seperti Jepang, Inggris, Belanda, Amerika Serikat, Rusia, Jerman, Pakistan, Turki, Norwegia, Australia, dan Austria. Selain dengan Korea Selatan. Saat ini, pemerintah juga tengah menegosiasi ulang tax treaty dengan Jerman, perjanjian pajak dengan Negeri Panser Jerman ditandatangani pada 1 Januari Sementara, dengan Korea Selatan mulai berlaku efektif sejak 1 Januari Renegosiasi yang telah mencapai kesepakatan adalah dengan Belanda. Pemerintah juga membuka kemungkinan untuk mengkaji tax treaty dengan negara lain. Peninjauan tax treaty sangat penting karena perjanjian ini kadang menimbulkan kehilangan potensi penerimaan pajak yang cukup besar. Padahal, di 2014 nanti, menurut Ditjen Pajak menargetkan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) bisa mencapai 18%. "Beberapa peraturan ini perlu ditinjau ulang karena membuat penerimaan negara khususnya di sektor migas menjadi berkurang, menurut sumber KONTAN di Ditjen Pajak. Menurut Sumber itu bilang, tax treaty terkadang menjadi alat menghindar pajak bahkan memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak kena pajak. Misalnya, investasi di bursa Singapura yang dibebaskan pajak. Makanya, tax treaty dengan Singapura juga perlu ditinjau ulang. "Kami minta supaya Singapura lebih terbuka. Kami akan kembangkan anti-treaty shopping dengan membuat debt of equity ratio,"tegas dia. Pengamat perpajakan Universitas Indonesia Dany Septriadi mengingatkan, hal penting dalam renegosiasi tax treaty adalah memasukkan tata cara pelaksanaan bantuan penagihan pajak saat wajib pajak ada di negara lain. 82

31 4.3.2 Sejarah terbentuknya Tax Treaty Di Indonesia Saat ini, Indonesia telah menjalin P3B dengan 62 negara. Indonesia pernah menjalin P3B dengan Mauritius tetapi diterminasi mulai tahun Mengenai periode dimulainya proses negosiasi dan klasifikasinya sebagai negara maju atau berkembang berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (PBB, 2009). Perlu diketahui, Indonesia mulai mempunyai Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) pada tahun 1984, yaitu UU Nomor 7 Tahun 1983, yang kemudian beberapa kali mengalami perubahan yaitu pada tahun 1991, 1994, 2000, dan terakhir Oleh karena itu, pemetaan berdasarkan tahun dimulainya negosiasi dibagi sesuai dengan rejim UU PPh yang berlaku. Periode merupakan periode dimulainya Indonesia memasuki jaringan P3B sebelum Indonesia mempunyai UU PPh, periode merupakan era UU PPh generasi pertama, dan seterusnya. 17 P3B yang pertama kali dinegosiasikan sebelum 1984 mayoritas adalah P3B dengan negara maju. Pada periode ini tentunya Indonesia belum mempunyai Model P3B, sementara negara-negara maju telah mempunyai OECD Model 1963 sebagaimana akan dijelaskan kemudian. Sebagian besar P3B Indonesia dinegosiasikan pada periode , yaitu periode setelah Indonesia mempunyai UU PPh dan UN menerbitkan UN Model Adapun kapan Indonesia mulai mempunyai Model P3B Indonesia tidaklah jelas karena Model Indonesia ini tidak ditemukan dalam suatu produk hukum. Sejarah mencatat bahwa tax treaty yang pertama kali ditandatangani adalah tax treaty antara Prussia dan Austro-Hungarian pada tahun 1899 meskipun sebelum itu perjanjian serupa telah ada di antara negara-negara federasi Jerman. Lama setelah tax treaty pertama tersebut, pada tahun 1928 mulai terbentuk satu model tax treaty yang dikenal dengan Model Genewa yang disusun oleh League of Nations, cikal bakal 83

32 United Nations (UN). Selanjutnya, segera setelah Perang Dunia II, League of Nations kembali menerbitkan satu model tax treaty yang disebut Model London. Perkembangan tax treaty dalam era League of Nations ini kurang bagus hingga OECD menerbitkan modelnya yang pertama pada tahun 1963, disusul dengan Model 1977, yang segera menjadi standar internasional dalam negosiasi tax treaty. Namun demikian, dengan meningkatnya perdagangan internasional dan berakhirnya kolonialisme, timbullah kebutuhan terhadap sebuah model tax treaty yang mengakomodasi kepentingan negara berkembang saat ingin menjalin P3B dengan negara maju. Model OECD dirasakan lebih sesuai untuk negosiasi antar negara maju dan kurang cocok untuk negara berkembang. Menyikapi kebutuhan negara-negara berkembang tersebut, pada tahun 1968 UN membentuk Ad Hoc Group of Experts on Tax Treaties between Developed and Developing Countries. Hasilnya adalah pada tahun 1980 UN menerbitkan modelnya yang pertama yang disebut dengan UN Model Double Taxation Convention between Developed and Developing Countries (UN Model). UN Model 1980 disusun berdasarkan OECD Model 1977 dengan sedikit modifikasi namunsignifikan. Secara umum, UN Model memberikan lebih banyak hak pemajakan kepada negara sumber atau capital-importing country daripada OECD Model. UN Model pun segera diadopsi oleh negara-negara berkembang. Dalam perkembangannya, OECD cukup sering meng-update modelnya, yaitu pada tahun 1992, 1994, 1995, 1997, 2000, 2002, 2003, 2005, dan Sedangkan UN baru mengupdate modelnya pada tahun 2001 dengan memodifikasi OECD Model Pada tahun 1970 an Indonesia mulai terlibat dalam negosiasi P3B dengan 10 84

33 negara, tahun 1980 an dengan 20 negara, tahun 1990 an dengan 27 negara, dan tahun 2000 an dengan 2 negara. 4.4 Ringkasan Tarif Penghindaran Pajak Berganda No Negara Pajak Penghasilan Deviden Bunga dan Royalti Tarif Pengec Deviden Bunga Royalti BPT ualian Port Penyerta Umum Khusu Umum Khu Perusah ofoli an s sus aan o Langsun KBH g 1 Aljazair 10% Tidak 15% 15% 15% - 15% - ada 2 Australia 15% Ya 15% 15% 10% - 15% 10% 3 Autria 12% Ya 15% 10% 10% - 10% - 4 Bangladesh 10% Ya 15% 10% 10% - 10% - 5 Belgia 15% Tidak 15% 15% 15% 10% 10% - Renegoisasi 10% Ya 15% 10% 10% - 10% - 6 Brunei 10% Ya 15% 15% 15% - 15% - Darussalam 7 Bulgaria 15% Ya 15% 15% 10% - 10% - 8 Canada 15% Ya 15% 15% 15% - 15% - Renegoisasi 15% Tidak 15% 10% 10% - 10% - 9 Republik Ceko 12,50 % Ya 15% 10% 12,50% - 12,50% - 85

34 10 Cina 10% Tidak 10% 10% 10% - 10% - ada 11 Denmark 15% Ya 20% 10% 10% - 15% - 12 Mesir 15% Ya 15% 15% 15% - 15% - 13 Finlandia 15% Ya 15% 10% 10% - 15% 10% 14 Perancis 10% Tidak 15% 10% 15% 10% 10% - 15 Jerman 10% Tidak 15% 10% 10% - 15% 10% 16 Hungaria Tidak ada Tidak ada 15% 15% 15% - 15% - 17 India 10% Ya 15% 10% 10% - 15% - 18 Italia 12% Ya 15% 10% 10% - 15% 10% 19 Iran 7% Tidak 7% 7% 10% 12% - ada - 20 Jepang 10% Ya 15% 10% 10% - 10% - 21 Yordania Tidak Tidak 10% 10% 10% 10% - ada ada - 22 Korea 10% Ya 15% 10% 10% 15% - Selatan - 23 Korea Utara 10% Tidak 10% 10% 10% 10% - ada - 24 Kuwait 10% Ya 10% 10% 5% - 20% - 25 Luksembur 10% Ya 15% 10% 10% 12,50% - g - 26 Malaysia 10% Ya 15% 15% 10% - 10% - Renegoisasi 10% 10%

35 27 Meksiko 10% Ya 10% 10% 10% - 10% - 28 Mongolia 10% Ya 10% 10% 10% - 10% - 29 Belanda 9% Tidak 15% 10% 10% - 20% - Renegoisasi 9% Tidak 15% 10% 10% - 10% - Renegoisasi II 10% Tidak ada 30 Selandia Tidak Tidak 15% 15% 10% 15% - Baru ada ada - 31 Norwegia 15% Ya 15% 15% 10% - 15% 10% 32 Pakistan 10% Tidak 15% 10% 15% 15% - ada - 33 Filipina 20% Tidak 20% 15% 15% 15% - ada 10% 34 Polandia 10% Ya 15% 10% 10% - 15% - 35 Portugal 10% Ya 10% 10% 10% - 10% - 36 Qatar 10% Ya 10% 10% 10% - 5% - 37 Rumania 12,50 Tidak 15% 12,50% 12,50% 12,50% 15% % ada 15% 38 Rusia 12,50 Ya 15% 15% 15% 15% Saudia Tidak Tidak Tida Tidak N/A N/A N/A N/A Arabia ada ada k ada ada 87

36 40 Seychelles Tidak Tidak 15% 10% 10% 10% - ada ada - 41 Singapura 15% Ya 10% 10% 10% - 15% - 42 Slovakia 10% Ya 15% 10% 10% 10% 15% 10% 43 Afrika 10% Ya 15% 10% 10% 10% - Selatan - 44 Spanyol 10% Ya 15% 15% 15% - 10% - 45 Sri Lanka Sesuai Tidak 10% 10% 15% 15% - UU ada Dome stik - 46 Sudan 10% Ya 15% 10% 10% - 10% - 47 Swedia 15% Ya 15% 10% 10% 10% 12,50% 10% 48 Swiss 10% Ya 10% 10% 10% - 20% - 49 Suriah 10% Ya 10% 10% 10% 15% 10% - 50 Taiwan 5% Ya (RI) 15% (RI) 15% (RI) 15% - 10% 15% 51 Thailand Sesuai Tidak (Tha (Thai)15 (Thai)2 10% 15% UU ada i)25 % 5% % 15% Dome 12% 12% 12% stik 52 Tunisia 12% Ya 15% 10% 10% - 15% - 53 Turki 15% Ya 10% 10% 5% - 10% - 88

37 54 Uni Emirat 5% Tidak 15% 10% 10% 5% - Arab - 55 Ukraina 10% Ya 15% 10% 10% - 10% - 56 Inggris 10% Tidak 15% 10% 10% - 10% - Renegoisasi 10% Ya 15% 15% 15% 10% 15% - 57 Amerika 15% Ya 15% 10% 10% 10% 15% 10% Serikat Renegoisasi 10% Ya 10% 10% 10% - 10% 10% 58 Uzbekistan 10% Ya 15% 10% 10% - 10% - 59 Venezuela 10% Ya 15% 15% 15% 10% 20% 10% 60 Vietnam 10% Ya - 15% - Perjanjian penghindaran pajak berganda antara Indonesia dan china, Indonesia dan Korea selatan tarif branch profit tax yang ditetapkan berdasarkan perjanjian adalah 10%. Tarif BPT untuk china dan Korea Selatan sama besarnya, jadi wajib pajak yang mempunyai penghasilan di Indonesia harus membayarkan pajaknya sebesar 10% dan di negara sumber 10% jadi disini tidak ada perbedaan untuk tarif BPT. Untuk tarif Branch Profit Tax di Indonesia sebesar 20% cabang keuntungan pajak atas laba setelah pajak berdasarkan Undang undang PPh Pasal

PAJAK INTERNASIONAL. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK INTERNASIONAL. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PAJAK INTERNASIONAL Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Latar Belakang Perkembangan transaksi perdagangan barang dan jasa lintas negara Pemberlakukan hukum pajak di masing-masing negara

Lebih terperinci

MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Oleh : Misdawati 1110531019 Risa Kurnia 1210532063 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS 2015 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

(WITHHOLDING) TAX DAN KREDIT PAJAK (TAX CREDIT)

(WITHHOLDING) TAX DAN KREDIT PAJAK (TAX CREDIT) Bab 7 PEMOTONGAN PAJAK (WITHHOLDING) TAX DAN KREDIT PAJAK (TAX CREDIT) WITHHOLDING TAX PPH PASAL 26 Penghasilan yang diterima oleh Subjek Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia, harus

Lebih terperinci

CONTOH PEMANFAATAN TAX TREATY

CONTOH PEMANFAATAN TAX TREATY CONTOH PEMANFAATAN TAX TREATY 1. TAX TREATY INDONESIA-SINGAPURA Perjanjian pajak Indonesia dan Singapura yang ditandatangani pada tanggal 8 Mei 1990 ini mengatur tentang penghindaran pajak berganda dan

Lebih terperinci

Bab 8 BENTUK USAHA TETAP (BUT)

Bab 8 BENTUK USAHA TETAP (BUT) Bab 8 BENTUK USAHA TETAP (BUT) PENGERTIAN BUT Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Pajak Penghasilan, Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal

Lebih terperinci

KETENTUAN PENERAPAN P3B DAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN P3B PERDIRJEN SEBELUMNYA

KETENTUAN PENERAPAN P3B DAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN P3B PERDIRJEN SEBELUMNYA KETENTUAN PENERAPAN P3B DAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN P3B PERDIRJEN SEBELUMNYA Perdirjen Pajak Nomor 61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan P3B s.t.d.t.d. Perdirjen Pajak Nomor 24/PJ/2010 (11 Pasal): #Pemotongan

Lebih terperinci

Beneficial Owner Certificate of Domicile Limitation on Benefit Article YOHANES DWIKI R. D. FIDIRA MAHARANI YUH MELIALA

Beneficial Owner Certificate of Domicile Limitation on Benefit Article YOHANES DWIKI R. D. FIDIRA MAHARANI YUH MELIALA Beneficial Owner Certificate of Domicile Limitation on Benefit Article YOHANES DWIKI R. D. FIDIRA MAHARANI YUH MELIALA Beneficial Owner Pengertian Umum Beneficial Owner Pemilik manfaat dari penghasilan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai tata cara penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai tata cara penerapan

Lebih terperinci

Santi Wijaya ; Maya Safira Dewi. Binus University, Jl.Kebun Jeruk Raya no.27, ABSTRACTS

Santi Wijaya ; Maya Safira Dewi. Binus University, Jl.Kebun Jeruk Raya no.27, ABSTRACTS ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP BENTUK USAHA TETAP BERDASARKAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA ( PERBANDINGAN INDONESIA DAN CHINA, INDONESIA DAN KOREA SELATAN) Santi Wijaya ; Maya Safira

Lebih terperinci

Landasan Hukum: Pasal 24 UU PPh, KMK No. 164/ KMK.03/ 2002

Landasan Hukum: Pasal 24 UU PPh, KMK No. 164/ KMK.03/ 2002 Landasan Hukum: Pasal 24 UU PPh, KMK No. 164/ KMK.03/ 2002 DEFINISI Pajak yang terutang atau dibayarkan di Luar Negeri (LN). Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang boleh dikreditkan

Lebih terperinci

BAB IV. yang tidak terikat dan didasarkan pada keahlian professional yang dimilikinya. 1

BAB IV. yang tidak terikat dan didasarkan pada keahlian professional yang dimilikinya. 1 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENGARUH ASIMILASI PASAL INDEPENDENT PERSONAL SERVICES DALAM PASAL PERMANENT ESTABLISHMENT JIKA DITERAPKAN DALAM PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) INDONESIA A.

Lebih terperinci

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Perjanjian Penghindaran Berganda (P3B) Perjanjian Penghindaran Berganda (P3B) adalah perjanjian internasional di bidang perpajakan antar kedua negara guna menghindari pemajakan ganda agar tidak menghambat

Lebih terperinci

PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25

PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25 PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25 3.1 PPH PASAL 24 Dalam kondisi bisnis internasional semakin meningkat, WP Dalam Negeri dan WP BUT mungkin saja

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

TAX JURISDICTION. Original Paper Created by : Eka Daswindar

TAX JURISDICTION. Original Paper Created by : Eka Daswindar TAX JURISDICTION Salah satu isu terpenting dalam perpajakan internasional adalah menetapkan negara mana yang mempunyai hak untuk mengenai pajak atas penghasilan. Sistem perpajakan yang berbeda dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1. Aturan Perbankan II.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah: Bank adalah bidang

Lebih terperinci

BAHAN AJAR PAJAK INTERNASIONAL

BAHAN AJAR PAJAK INTERNASIONAL BAHAN AJAR PAJAK INTERNASIONAL PROGRAM DIPLOMA III KEUANGAN SPESIALISASI PAJAK ANANG MURY KURNIAWAN, S.S.T., Ak., M.Si. SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TAHUN 2010 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji

Lebih terperinci

ERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PMK.010/2015 TENTANG

ERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PMK.010/2015 TENTANG ERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 60/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI (EXCHANGE OF INFORMATION)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA OLEH: Yulazri M.Ak. CPA Pajak Penghasilan (PPh) Dasar Hukum : No. Tahun Undang-Undang 7 1983 Perubahan 7 1991 10 1994 17 2000 36 2008 SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK PENGHASILAN 1. a. Orang Pribadi b. Warisan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

Perpajakan internasional

Perpajakan internasional AKUNTANSI INTERNASIONAL MODUL 13 PERTEMUAN 13 Perpajakan internasional OLEH ; NUR DIANA SE, MSi JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2016 PERPAJAKAN INTERNASIONAL Tujuan Kebijakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) PENGERTIAN DAN TUJUAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antara dua negara bilateral

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM P3B, METODE PENERAPAN, DAN STRUKTUR P3B

KEDUDUKAN HUKUM P3B, METODE PENERAPAN, DAN STRUKTUR P3B KEDUDUKAN HUKUM P3B, METODE PENERAPAN, DAN STRUKTUR P3B 1 POKOK-POKOK BAHASAN 1. Kedudukan hukum P3B di hadapan UU PPh, 2. Status P3B Indonesia, 3. Metode Penerapan P3B, 4. Surat Keterangan Domisili, 5.

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dipotong atas penghasilan penghasilan yang berasal dari modal penyerahan jasa hadiah dan penghargaan SIAPA PEMOTONG PPH Wajib Pajak

Lebih terperinci

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA Triwulan I Tahun 2018 Jakarta, 30 April 2018 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) - RI DAFTAR ISI I. TRIWULAN I 2018: Dibanding Tahun 2017 II. TRIWULAN I 2018: Sektor,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1193, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Visa. Saat Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. No.1193, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Visa. Saat Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1193, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Visa. Saat Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Definisi Pajak yang dikenakan atas penghasilan berasal dari Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri selain BUT. Subjek PPh 26 dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ketentuan Umum Perpajakan 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Andriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo (1991: 2), Perpajakan Indonesia, (Waluyo) Edisi 10 Buku

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN 4.1. Hubungan Indonesia dan Belanda dalam Tax Treaty Indonesia - Belanda Suatu Tax Treaty dibuat dengan tujuan untuk menghindari pengenaan pajak atas penghasilan yang

Lebih terperinci

BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK

BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK Dalam Undang-undang Pajak Domestik di Negara Jerman pada tahun 1922 memberikan pandangan yang

Lebih terperinci

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 Pada tanggal 23 Januari 2018 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan Atas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.I. Simpulan Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan pengamatan, penghitungan, dan pembahasan terhadap pelaksanaan Tax Treaty antara Indonesia dan United Kingdom

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.825, 2015 KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Saat Kedatangan. Ketujuh. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.825, 2015 KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Saat Kedatangan. Ketujuh. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.825, 2015 KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Saat Kedatangan. Ketujuh. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK Berdasarkan litelatur perpajakan dan KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN yang saya baca, kemungkinan pengembalian pajak lebih banyak diberikan kepada wajib pajak secara perorangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-03.GR.01.06 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA NOMOR M.HH-01.GR.01.06 TAHUN 2010

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pengaturan PPh UU No. 7/1983 UU No. 7/1991 UU No. 10/1994 UU No. 17/2000 UU No. 36/2008 tentang PPh Subjek Pajak Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat subjektif (berdomisili

Lebih terperinci

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 79/PJ/2010 TENTANG : STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) LAYANAN UNGGULAN BIDANG PERPAJAKAN DAFTAR 16 (ENAM BELAS) JENIS LAYANAN UNGGULAN BIDANG

Lebih terperinci

Materi E-Learning Perpajakan

Materi E-Learning Perpajakan Kompilasi Materi Teori Perpajakan : 1. Bentuk Usaha Tetap 2. Norma Perhitungan Penghasilan Netto 3. Pajak Penghasilan Final 4. Utang Pajak dan Penagihan Pajak Sumber : Seri Perpajakan www.pajak.go.id BENTUK

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA RUANG LINGKUP P3B Untuk mempermudah pemahaman pembaca tentang P3B, maka ruang lingkup P3B dengan menggunakan United Nations (UN) Model dikelompokkan sebagai

Lebih terperinci

BENTUK USAHA TETAP BUT. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BENTUK USAHA TETAP BUT. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com BENTUK USAHA TETAP BUT Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com BENTUK USAHA TETAP Definisi : (pasal 2 UU Pph) bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KOMPENSASI OPSI SAHAM UNTUK KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KOMPENSASI OPSI SAHAM UNTUK KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KOMPENSASI OPSI SAHAM UNTUK KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN A. Pajak Penghasilan atas Kompensasi Opsi Saham untuk Karyawan dari Pekerjaan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia,

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang: Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b dan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Sistem Perpajakan Indonesia Self Assesment System Hak/Kewajiban WP Dalam Self Assesment System: Menghitung Menyetor Melapor Memperhitungkan 3 WAJIB

Lebih terperinci

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN PMA TRIWULAN I TAHUN 2014

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN PMA TRIWULAN I TAHUN 2014 Invest in remarkable indonesia indonesia Invest in remarkable indonesia Invest in remarkable indonesia Invest in remarkable indonesia indonesia remarkable indonesia invest in Invest in indonesia Invest

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 10-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 50, 1983 FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investor asing berkenaan dengan permasalahan utama bagi setiap investor untuk

BAB I PENDAHULUAN. investor asing berkenaan dengan permasalahan utama bagi setiap investor untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan untuk menarik investor asing menanamkan modalnya pada suatu negara semakin ketat. Oleh karena itu, negara juga secara aktif mempromosikan negaranya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA NEGARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK-PAJAK NEGARA 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang 1) Undang-undang

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN II.1. Rerangka Teori dan Literatur II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Liberti Pandiangan (2010:v) adalah salah

Lebih terperinci

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN NOMOR P.2/II-KEU/2010 TENTANG PEDOMAN HARGA SATUAN

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26 Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ.

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ. PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ./2009) Tahun Pajak : 2009 Formulir 1770 S ini merupakan formulir SPT Tahunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

Lebih terperinci

KELOMPOK 3. Ani Rahmatika Dian Safitri Maria Meliana Yudha Adi Prasetyo TAX TREATY PROVISION

KELOMPOK 3. Ani Rahmatika Dian Safitri Maria Meliana Yudha Adi Prasetyo TAX TREATY PROVISION KELOMPOK 3 Ani Rahmatika Dian Safitri Maria Meliana Yudha Adi Prasetyo TAX TREATY PROVISION Bahan 1: Beneficial Owner Pengertian Beneficial Owner Menurut Vogel, sebagaimana dikutip oleh Rachmanto Surahmat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00.

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00. SOAL PAJAK SMK 1.Penghasilan yang termasuk obyek PPh Pasal 21 (Pajak Penghasilan Pasal 21) adalah. a. bunga b. deviden c. Gaji d. royalty e. sewa 2. Berdasarkan data laporan keuangan atas usaha tahun pajak

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Selain mendapat imbalan atas jasa pelaksanaan konstruksi yang diberikan, PT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.162, 2011 EKONOMI. Pajak. Hak dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN - PMA TRIWULAN I TAHUN 2017

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN - PMA TRIWULAN I TAHUN 2017 Invest in remarkable indonesia indonesia indonesia Invest in remarkable indonesia Invest in remarkable indonesia Invest in remarkable indonesia indonesia remarkable indonesia invest in Invest in Invest

Lebih terperinci

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pengertian Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak

Lebih terperinci

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari deviden, bunga, royalty, sewa dan penghasilan lain atas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.217, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Imigrasi. Visa. Bebas. Kunjungan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2 September 2013 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 UMUM Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 disusun dalam struktur yang

Lebih terperinci

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUMAS 2011 KATA PENGANTAR DAFTAR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

2016, No pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) P

2016, No pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) P BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2120, 2016 KEMENKEU. Wajib Pajak. Jenis Dokumen. Informasi Tambahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 213/PMK.03/2016 TENTANG JENIS DOKUMEN DAN/ATAU

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1. Definisi Aset Tetap Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 68), aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau

Lebih terperinci

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUMAS 2011 KATA PENGANTAR DAFTAR

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-54/PJ/2015 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-54/PJ/2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-54/PJ/2015 TENTANG STANDAR PROSEDUR OPERASI (STANDARD OPERATING PROCEDURES) LAYANAN

Lebih terperinci

PASAL 11 & 12 TARIF PPh PASAL 26 ATAS BUNGA DAN ROYALTI UNTUK P3B YANG SUDAH BERLAKU EFEKTIF MAUPUN YANG BARU DIRATIFIKASI

PASAL 11 & 12 TARIF PPh PASAL 26 ATAS BUNGA DAN ROYALTI UNTUK P3B YANG SUDAH BERLAKU EFEKTIF MAUPUN YANG BARU DIRATIFIKASI PASAL 11 & 12 TARIF PPh PASAL 26 ATAS BUNGA DAN ROYALTI UNTUK P3B YANG SUDAH BERLAKU EFEKTIF MAUPUN YANG BARU DIRATIFIKASI NO NEGARA BUNGA ROYALTI Umum Khusus* Umum Khusus* 1 2 3 4 5 6 1. Algeria 15% -

Lebih terperinci

MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA [TAX TREATY]

MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA [TAX TREATY] MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA [TAX TREATY] 1 Tujuan Pembahasan Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan melihat persamaan dan perbedaan metode perjanjian penghindaran pajak berganda(p3b)

Lebih terperinci