INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) DAN INCREMENTAL LABOR OUTPUT RATIO (ILOR) KABUPATEN LOMBOK BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) DAN INCREMENTAL LABOR OUTPUT RATIO (ILOR) KABUPATEN LOMBOK BARAT"

Transkripsi

1

2 INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) DAN INCREMENTAL LABOR OUTPUT RATIO (ILOR) KABUPATEN LOMBOK BARAT Tahun Anggaran 2016

3 KATALOG DALAM PENERBITAN Catalogue in Publication Judul / Title : Incremental Capilat Output Ratio (ICOR) dan Incremental Labor Output Ratio (ILOR) Tahun No. Publikasi : Publication Number Ukuran Buku Book Size : 18,2 cm X 25,7 cm Jumlah Halaman : 90+vii Total Pages Naskah Manuscript : Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Regional Account and Statistical Analysis Divison Dicetak Oleh Printed by : CV. MAHARANI BPS Kabupaten Lombok Barat Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengkomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik Do not publish, distribute, communicate, and/or reprint part or the whole of the publication for commercial interest without writen authorization from Statistics of Indonesia.

4

5 Prolog SAMBUTAN Data dan informasi ekonomi merupakan hal yang sangat penting dalam menghasilkan perencanaan pembangunan perekonomian agar berada pada koridor yang benar. Dengan dukungan data perencanaan dapat terukur sehingga akan memudahkan dalam pengambilan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. Kami menyambut gembira terbitnya publikasi Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dan Incremental Labor Output Ratio (ILOR) Kabupaten Lombok Barat Tahun Harapan kami agar publikasi yang memuat informasi tentang investasi dan ketenagakerjaan ini dapat dimanfaat oleh para stake holder sebagai landasan dalam mengambil kebijakan dan juga bagi masyarakat pada umumnya sebagai gambaran perekonomian Kabupaten Lombok Barat terkini. Kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya publikasi ini disampaikan terima kasih. Semoga Lombok Barat semakin Unggul, Mandiri, Sejahtera dan Bermartabat. Giri Menang, November 2016 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lombok Barat Kepala, Dr. H. BAEHAQI, S. Si, M.Pd, MM ii

6 Prolog KATA PENGANTAR Salah satu kegiatan ekonomi yang berperan dalam menentukan laju pertumbuhan ekonomi wilayah adalah investasi. Salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran mengenai investasi dan peranannya dalam membentuk pertumbuhan ekonomi adalah Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Bekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Lombok Barat, BPS menyambut terbitnya publikasi Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dan Incremental Labor Output Ratio (ILOR) Kabupaten Lombok Barat sebagai sumber data bagi perencanaan pembangunan ekonomi Lombok Barat. Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam publikasi ini, intuk itu saran dan kritik membangun kami harapkan. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan publikasi ini diucapkan terima kasih. Gerung, November 2016 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat I r. A G U S A L W I iii

7 Prolog DAFTAR ISI SAMBUTAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI. iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GRAFIK.. vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Incremental Capital Output Rasio (ICOR ) Pengertian Investasi Pengertian Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Pengertian Output dan Nilai Tambah Bruto Pengertian Incremental Labour Output Rasio (ILOR).. 17 BAB III METODOLOGI 3.1 Sumber Data Metode Analisis Penghitungan ILOR.. 33 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 PDRB Kabupaten Lombok Barat Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) Perkembangan Investasi Perkembangan ICOR Kabupaten Lombok Barat Kebutuhan Investasi 60 iv

8 Lampiran 4.7 Incremental labor Output ratio (ILOR) 62 BAB V PENUTUP.. 71 DAFTAR PUSTAKA. 75 LAMPIRAN 76 v

9 Lampiran DAFTAR TABEL Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lombok Barat Tahun (Juta Rp).. 35 Tabel 2 Struktur Ekonomi Kabupaten Lombok Barat Menurut lapangan Usaha Tahun (Juta Rp). 36 Tabel 3 Struktur Ekonomi Kabupaten Lombok Barat Menurut Pengeluaran Tahun (Juta Rp). 37 Tabel 4 Rencana dan Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Kabupaten Lombok Barat Tahun Tabel 5 Nilai PMTB dan Laju Pertumbuhan Investasi di Kabupaten Lombok Barat Tahun (Juta Rp.) Tabel 6 Koefisien ICOR Lapangan Usaha Metode Akumulasi Kabupaten Lombok Barat Periode Tahun Tabel 7 Koefisien ICOR Lapangan Usaha Metode Standar Kabupaten Lombok Barat Periode Tahun Tabel 8 Kebutuhan Investasi Kabupaten Lombok Barat Tahun (juta Rupiah) Tabel 9 Kondisi Ketenagakerjaan Kabupaten Lombok Barat Tahun Tabel 10 ILOR Kabupaten Lombok Barat Tahun Tabel 11 Produktivitas Pekerja Kabupaten Lombok Barat Menurut Lapangan Usaha Tahun vi

10 Lampiran DAFTAR GRAFIK Grafik 1 Perkembangan Investasi dan Belanja Modal APBD Kabupaten Lombok Barat Tahun (Juta Rp.).. 46 Grafik 2 Perkembangan Pangsa Investasi terhadap PDRB dan Pangsa Belanja Modal APBD terhadap Investasi Kabupaten Lombok Barat Tahun (persen).. 47 Grafik 3 Elastisitas PDRB Per Kapita terhadap Investasidi Kabupaten Lombok Barat Tahun (persen) 48 Grafik 4 Koefisien ICOR dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lombok Barat Grafik 5 Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat Periode Tahun Menurut Metode Penghitungan Grafik 6 Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat dan Provinsi NTB Tahun (dengan Newmont) Grafik 7 Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat dan Provinsi NTB Tahun (Tanpa Newmont) Grafik 8 Koefisien ILOR Kabupaten Lombok Barat Tahun vii

11 BAB I

12 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai kabupaten yang cukup besar di Nusa Tenggara Barat, keberadaan Kabupaten Lombok Barat memegang andil yang cukup besar dalam perekonomian. Dalam periode 2012 hingga 2015 pertumbuhan ekonomi di Lombok Barat selalu berada di atas 5 persen hal ini tentu saja menggambarkan betapa sehatnya iklim perekonomian di Lombok Barat. Dengan kondisi geografis dan sumber daya yang dimiliki, Lombok Barat menjadi salah satu Kabupaten yang cukup potensial untuk berkembangnya investasi. Ekonomi yang tumbuh karena peningkatan investasi selalu menjadi harapan setiap daerah, dan berbagai cara dan promosi dilakukan oleh setiap daerah dalam rangka menarik investor guna berinvestasi di daerahnya. Investasi merupakan salah satu stimulan yang telah dibuktikan oleh para ahli ekonomi dapat membantu mengembangkan perekonomian suatu daerah. Selain itu keberadaan investasi juga dapat membantu kesinambungan perekonomian suatu wilayah di masa yang 1

13 Pendahuluan akan datang. Kegiatan investasi dapat meningkatkan kapasitas produksi yang akan berimbas pada peningkatan output dan tentu saja akan bermuara pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi target pembangunan karena dengan pertumbuhan ekonomi diharapkan kesejahteraan masyarakat akan ikut meningkat. Salah satu indikator yang berkaitan dengan investasi yang bisa digunakan untuk evaluasi dan perencanaan pembangunan adalah Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Besaran ICOR dapat memperlihatkan seberapa banyak tambahan investasi diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Oleh karena itu besaran ICOR dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya kebutuhan investasi pada masa-masa yang akan datang. Selain itu analisis besaran ICOR dapat digunakan pula untuk melihat produktivitas dan efisiensi dari investasi yang dilakukan. Semakin kecil nilai ICOR semakin besar pula efisiensi produktivitas dari investasi yang ditanamkan. Investasi yang sama pada suatu perekonomian dengan ICOR yang lebih rendah akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi. Dalam teori Keynes, pengeluaran investasi diperkirakan akan mempengaruhi permintaan agregat, 2

14 Pendahuluan tetapi tidak mempengaruhi penawaran agregat. Harrod- Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih panjang. Karena itu, menurut Harrod-Domar, pengeluaran investasi tidak hanya mempengaruhi permintaan agregat melalui proses multiplier, tetapi juga akan mempengaruhi penawaran agregat melalui peningkatan kapasitas produksi. Adanya pengeluaran investasi akan menyebabkan penambahan stok kapital yang berarti akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output. Model Harrod-Domar (Model H-D) memperlihatkan hubungan yang erat antara investasi dan output (pendapatan wilayah). Keterkaitan tersebut, dalam Model H-D, salah satunya ditunjukkan oleh suatu ukuran yang disebut sebagai Incremental Capital Output Ratio (ICOR), yang merupakan rasio antara investasi dan tambahan output (pendapatan regional) yang dihasilkan selama suatu periode tertentu. Dengan menggunakan besaran ICOR, kebutuhan investasi juga dapat diperkirakan dalam upaya mencapai tingkat pertumbuhan yang diinginkan. Dengan sedikit modifikasi, dapat pula dilihat keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja yang dituangkan dalam suatu ukuran yang disebut sebagai Incremental Labour Output Rasio (ILOR). ILOR merupakan suatu besaran yang 3

15 Pendahuluan menunjukkan besarnya tambahan tenaga kerja baru yang dibutuhkan untuk menaikkan atau menambah satu unit output. Besaran ILOR diperoleh dengan membandingkan besarnya tambahan tenaga kerja dengan tambahan output. Dapat juga dikatakan ILOR menunjukkan jumlah tenaga kerja yang terserap dari pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu wilayah pada periode tertentu. Tersedianya data mengenai ICOR dan ILOR diperlukan dalam perencanaan pembangunan daerah. Aspek perencanaan merupakan faktor penting dalam menentukan arah dan target hasil-hasil pembangunan yang akan dicapai dalam hal ini mengenai iklim investasi. Perencanaan yang telah didasarkan pada data yang tersedia akan dituangkan dalam bentuk kebijakan baik berupa aturan ataupun pembiayaannya untuk kemudian implementasi dari kebijakan tersebut dievaluasi dan dianalisis sehingga dapat dijadikan masukan yang berharga bagi perencanaan pembangunan untuk masa yang akan datang. Dalam perencanaan pembangunan ekonomi, target pertumbuhan ekonomi suatu daerah biasanya telah ditetapkan dalam suatu dokumen perencanaan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), yang diterjemahkan dalam pedoman kerja daerah yang dikenal dengan 4

16 Pendahuluan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan. Kebutuhan investasi pada suatu daerah perlu untuk direncanakan. Target pertumbuhan ekonomi realistis yang sudah ditentukan dapat dijadikan panduan dalam menentukan kebutuhan investasi. Kebutuhan investasi suatu daerah dapat berbeda dengan daerah lainnya, karena sangat dipengaruhi oleh struktur dan potensi ekonomi yang dimiliki daerah. Terciptanya iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Kebijakan desentralisasi pemerintahan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2001 telah mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk turut berperan besar dalam upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif di daerahnya. Dengan kewenangan tersebut, pemerintah daerah lebih leluasa dalam menentukan jenis investasi dan menciptakan iklim investasi sesuai dengan kebutuhan di daerahnya masingmasing Maksud Dan Tujuan Penyusunan publikasi ICOR dan ILOR Kabupaten Lombok Barat dimaksudkan untuk memenuhi 5

17 Pendahuluan kebutuhan akan data indikator ekonorni makro yang dapat digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan di Kabupaten Lombok Barat. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah: 1. Untuk mengetahui besarnya ICOR dan ILOR menurut lapangan usaha di Kabupaten Lombok Barat pada tahun Untuk mengetahui tingkat efisiensi dalam penggunaan barang modal di masing-masing lapangan usaha di Kabupaten Lombok Barat pada tahun Untuk mengetahui struktur pembentukan barang modal per lapangan usaha di Kabupaten Lombok Barat pada tahun Untuk merencanakan kebutuhan investasi yang diperlukan agar pertumbuhan ekonomi dapat tercapai sesuai target yang diinginkan Ruang Lingkup Wilayah cakupan penyusunan Incremental Capital Output Rasio (ICOR) dan Incremental Labour Output Rasio (ILOR) yang disajikan pada laporan ini adalah Kabupaten Lombok Barat dan periode waktunya adalah empat tahun yaitu tahun

18 Pendahuluan Dasar penentuan waktu empat tahun adalah bahwa peranan investasi pada satu tahun pertama setelah kegiatan investasi dilaksanakan pada suatu lapangan usaha ekonomi, belum tentu langsung dapat menghasilkan output secara optimal, output baru akan tercipta optimal pada tahun kedua, ketiga atau lebih. 7

19 BAB II

20 Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Incremental Capital Output Rasio (ICOR) Incremental Capital Output Ratio (ICOR) adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah satu unit output. Besaran ICOR diperoleh dengan membandingkan besarnya tambahan kapital dengan tambahan output. Karena unit kapital bentuknya berbeda-beda dan beraneka ragam sementara unit output relatif tidak berbeda, maka untuk memudahkan penghitungan keduanya dinilai dalam bentuk uang (nominal). Pengkajian mengenai ICOR menjadi sangat menarik karena ICOR dapat merefleksikan besarnya produktifitas kapital yang pada akhirnya menyangkut besarnya pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Secara teoritis hubungan ICOR dengan pertumbuhan ekonomi dikembangkan pertama kali oleh R. F. Harrod dan Evsey Domar (1939 dan 1947). Namun karena kedua teori tersebut banyak kesamaannya, maka kemudian teori tersebut lebih dikenal sebagai teori Harrod-Domar. 8

21 Tinjauan Pustaka Pada dasarnya teori tentang ICOR dilandasi oleh dua macam konsep Rasio Modal-Output yaitu: (i) Rasio Modal-Output atau Capital Output Ratio (COR) atau yang sering disebut sebagai Average Capital Output Ratio (ACOR), yaitu perbandingan antara kapital yang digunakan dengan output yang dihasilkan pada suatu periode tertentu. COR atau ACOR ini bersifat statis karena hanya menunjukkan besaran yang menggambarkan perbandingan modal dan output. (ii) Rasio Modal-Output Marginal atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yaitu suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan /menambah satu unit output baik secara fisik maupun secara nilai (uang). Konsep ICOR ini lebih bersifat dinamis karena menunjukkan perubahan kenaikan/ penambahan output sebagai akibat langsung dari penambahan kapital. Dari pengertian pada butir (ii), maka ICOR bisa diformulasikan sebagai berikut: ICOR = ΔK / ΔY.(1) dimana ΔK = perubahan kapital ΔY = perubahan output 9

22 Tinjauan Pustaka Dari rumus (1) didapatkan pengertian bahwa ICOR merupakan statistik yang menunjukkan kebutuhan perubahan stok kapital untuk menaikkan satu unit output. Dalam perkembangannya, data yang digunakan untuk menghitung ICOR bukan lagi hanya penambahan barang modal baru atau perubahan stok kapital melainkan Investasi (I) yang ditanam baik oleh swasta maupun pemerintah sehingga rumusan ICOR dimodifikasi menjadi: ICOR = I / ΔY..(2) dimana I = Investasi ΔY = perubahan output Rumus (2) dapat diartikan sebagai banyaknya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mendapatkan 1 unit output. Sebagai contoh, misalnya besarnya investasi pada suatu tahun di negara A adalah sebesar Rp 300 miliar, sedangkan tambahan output yang diperoleh dari hasil penanaman investasi itu adalah sebesar Rp 60 miliar, maka nilai ICOR negara A adalah sebesar 5 (300 miliar / 60 miliar). Angka ini menunjukkan bahwa untuk menaikkan 1 unit output diperlukan investasi sebesar 5 unit. 10

23 Tinjauan Pustaka Pada kenyataannya pertambahan output bukan hanya disebabkan oleh investasi, tetapi juga oleh faktorfaktor lain di luar investasi seperti pemakaian tenaga kerja, penerapan teknologi dan kemampuan kewiraswastaan. Dengan demikian untuk melihat peranan investasi terhadap output berdasarkan konsep ICOR, maka peranan faktor-faktor selain investasi diasumsikan konstan (ceteris paribus). 2.2 Pengertian Investasi Secara umum kapital atau yang sering disebut sebagai Gross Capital Stock merupakan akumulasi/penumpukan pembentukan modal bruto dari tahun ke tahun yang digunakan untuk menghasilkan produk baru. Kapital secara fisik adalah seluruh barang modal yang digunakan dalam proses produksi seperti mesin, bangunan, kendaraan dan lainnya. Dalam sistem pembukuan neraca perusahaan, yang dimaksud dengan kapital adalah harta tetap (fixed assests) suatu badan usaha. Batasan mengenai konsep barang modal adalah barang yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun dan dapat dipakai berulang kali, serta nilainya relatif besar. Konsep barang modal sendiri adalah 11

24 Tinjauan Pustaka seluruh peralatan dan prasarana fisik yang digunakan di dalam proses produksi, dengan deksripsi sebagai berikut: a. Barang modal dalam bentuk bangunan/konstruksi, baik berupa bangunan tempat tinggal (residential buildings) maupun bukan tempat tinggal (non-residential buildings), dan konstruksi lainnya seperti jalan raya, jembatan, instalasi listrik, jaringan komunikasi, jembatan pelabuhan dan lain-lain. b. Mesin-mesin dan peralatan baik untuk pabrik, kantor maupun usaha rumah tangga. c. Alat-alat transportasi. d. Biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan besar barang modal. e. Biaya untuk pengembangan dan pembukaan lahan baru, perluasan hutan, serta peremajaan dan penanaman pohon tanaman hias. f. Pembelian ternak produktif untuk pembibitan dan pemeliharaan untuk tujuan diambil hasil-hasilnya, termasuk pula yang pemeliharaannya untuk dipakai tenaganya. Tetapi tidak termasuk pembelian ternak untuk dipotong. g. Barang modal lainnya, mencakup pengadaan barangbarang elektronik, barang-barang komunikasi termasuk perlengkapannya, alat ukur, alat fotografi, alat optik, 12

25 Tinjauan Pustaka jam, alat musik, alat olah raga, perabot rumah tangga dan barang-barang modal lainnya. Total nilai investasi diperoleh dari penjumlahan seluruh pembelian barang modal baru/bekas, pembuatan/perbaikan besar yang dilakukan oleh pihak lain dan sendiri dikurangi oleh penjualan barang modal bekas. Pembentukan modal merupakan bagian dari proses investasi secara umum, dan dalam konsep neraca nasional proses ini dikenal sebagai investasi fisik. Berdasarkan proses realisasinya investasi dikelompokkan menjadi investasi finansial dan investasi non finansial. Investasi finansial lebih mengarah pada investasi dalam bentuk instrument finansial seperti tabungan, deposito, saham dan sejenisnya. Sementara investasi non finansial lebih mengarah kepada investasi dalam bentuk fisik/ modal tetap (tangible dan intangible), dimana termasuk di dalamnya inventori atau persediaan (barang jadi, barang setengah jadi, bahan baku dan bahan penolong), dan barang berharga lainnya. Kendatipun demikian, investasi finansial dapat juga direalisasikan menjadi investasi fisik (riil). Dalam konsep publikasi ini, investasi yang digunakan mencakup investasi fisik saja. 13

26 Tinjauan Pustaka 2.3. Pengertian Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Sesuai dengan konsep A System of National Account (SNA) 2008, dijabarkan bahwa Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan terminology lain dari capital yang secara konsep sebenarnya identic dengan investasi fisik yang direalisasikan pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu (physical domestic investment). Disebut sebagai PMTB karena tidak termasuk perubahan inventori dan barang berharga. PMTB erat kaitannya dengan keberadaan asset tetap (fixed asset) yang dilibatkan dalam proses produksi. Secara garis besar asset tetap dapat diklasifikasikan menurut barang modal seperti: bangunan dan konstruksi lain, mesin dan perlengkapan, kendaraan, tumbuhan, ternak dan barang modal lainnya. Pembentukan modal tetap bruto suatu daerah/wilayah didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan dan pembelian barang modal baru dari dalam daerah/ wilayah dan termasuk juga barang modal baru atau bekas dari luar daerah/wilayah yang digunakan sebagai alat berproduksi. Sedangkan istilah bruto mencerminkan bahwa penghitungan PMTB belum dikurangi dengan penyusutannya. Pada level kabupaten/kota, PMTB adalah semua barang modal baru yang digunakan sebagai alat untuk 14

27 Tinjauan Pustaka berproduksi di daerah tersebut. Barang modal tersebut dapat diperoleh dengan cara membeli dari luar daerah maupun melalui pengadaan dari dalam daerah sendiri, barang modal baru disini mencakup pembelian barang modal bekas dari luar daerah. PMTB menggunakan pendekatan pengukuran sebagai arus (flow), sementara istilah bruto mengindikasikan bahwa masih terdapat unsur penyusutan (teknis dan ekonomis) di dalamnya. Penyusutan atau konsumsi barang modal (Consumption of Fixed Capital) menggambarkan penurunan nilai barang modal yang digunakan dalam proses produksi secara normal selama satu periode, dimana kerugian tersebut akan dikompensasikan sebagai pengeluaran produksi (biaya primer) Pengertian Output dan Nilai Tambah Bruto Dalam perspektif ekonomi pengertian output adalah hasil yang diperoleh dari pendayagunaan seluruh faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, dan kewiraswastaan), di dalam kegiatan proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam kerangka ekonomi nasional, output adalah nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh faktor-faktor domestik dalam negeri selama periode tertentu. Namun demikian, nilai yang 15

28 Tinjauan Pustaka diciptakan oleh penggunaan faktor produksi tersebut tidak sebesar output yang dihasilkan, karena dalam proses produksi diperlukan bahan-bahan baku dan penolong (biaya antara) yang merupakan hasil produksi sektor lain. Dengan demikian, nilai yang diciptakan oleh faktor produksi tersebut merupakan pengurangan dari output dengan biaya antara. Nilai yang diciptakan inilah yang disebut dengan Nilai Tambah Bruto (NTB). Dalam kerangka ICOR, output adalah tambahan (flow) produk dari hasil kegiatan ekonomi dalam kurun waktu tertentu atau nilai-nilai yang merupakan hasil pendayagunaan faktor produksi. Output ini merupakan nilai tambah atas dasar biaya faktor produksi yang dihasilkan dari kegiatan usaha. Oleh sebab itu untuk selanjutnya, dalam penghitungan ICOR ini konsep output yang digunakan adalah Nilai Tambah Bruto bukan output seperti konsep umum. Nilai tambah adalah tambahan nilai input antara yang digunakan dalam proses produksi barang/jasa (BPS,2004). Penambahan nilai input antara ini terjadi karena input antara tersebut telah mengalami proses yang mengubah barang/jasa menjadi bernilai lebih tinggi. Input antara sendiri mencakup seluruh nilai komoditas yang 16

29 Tinjauan Pustaka habis atau dianggap habis dalam suatu proses produksi, contoh bahan baku, bahan bakar, dan sebagainya. Barang yang digunakan untuk proses produksi yang memiliki umur kurang dari 1 tahun dan habis dipakai dimasukkan sebagai input antara bukan sebagai barang modal. Nilai tambah bruto dalam suatu wilayah ini dikenal juga sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan demikian Nilai Tambah Bruto yang dimaksud dalam penghitungan ICOR ini adalah Nilai Tambah Bruto (PDRB) yang dihasilkan oleh lapangan usaha Kabupaten Lombok Barat periode tahun Pengertian Incremental Labour Output Rasio (ILOR) Dalam ilmu ekonomi, faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam suatu proses produksi untuk menghasilkan barang/jasa. Pada umumnya faktor produksi dirunutkan dalam empat kelompok yaitu faktor produksi sumber daya alam, faktor produksi tenaga kerja, faktor produksi modal (capital) dan faktor produksi kewirausahaan. Andil faktor produksi tenaga kerja dalam menggerakkan perekonomian dapat digambarkan melalui indicator Incremental Labour Output Ratio (ILOR). ILOR didefinisikan sebagai perbandingan antara perubahan 17

30 Tinjauan Pustaka tenaga kerja (ᐃL) terhadap perubahan output (ᐃY) dalam suatu wilayah. ILOR = ΔL / ΔY Perubahan tenaga kerja (ᐃL) merupakan selisih antara jumlah penduduk bekerja menurut lapangan usaha ekonomi pada tahun t dengan tahun sebelumnya. Sedangkan perubahan output (ᐃY) merupakan selisih PDRB Atas dasar harga konstan pada tahun t dengan tahun sebelumnya. Selain memberikan gambaran efisiensi tenaga kerja, ILOR dapat menggambarkan seberapa besar tenaga kerja yang dapat terserap jika terjadi penambahan output di suatu wilayah. Dihadapkan pada keterbatasan sumber data yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, maka khusus untuk penghitungan ILOR lapangan usaha ekonomi dikelompokkan dalam tiga sektor besar yaitu Agriculture (A), Manufacture (M) dan Services (S). Yang termasuk dalam sektor A adalah lapangan usaha pertanian, yang termasuk dalam sektor M adalah lapangan usaha Pertambangan dan penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan air, pengelolaan 18

31 Tinjauan Pustaka limbah, sampah dan daur ulang; dan lapangan usaha Konstruksi. Adapun yang termasuk dalam sektor S adalah lapangan usaha Perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; lapangan usaha transportasi dan pergudangan; Penyediaan akomodasi dan makan minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estate; Jasa Perusahaan; Administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan kegiatan sosial dan Lapangan usaha Jasa Lainnya. 19

32 BAB III

33 Metodologi BAB III METODOLOGI 3.1. Sumber Data Dalam penyusunan ICOR Kabupaten Lombok Barat periode tahun dilakukan pengumpulan data dari berbagai sumber. Data yang dimaksud berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan survei langsung ke sumber data (responden). Pengumpulan data primer ini dilakukan melalui wawancara dengan mengisi kuesioner di perusahaan-perusahaan yang terpilih sebagai sampel pada Survei Khusus Neraca Konsumsi dan Survei Khusus Neraca Produksi. Selain itu digunakan juga data hasil Survei Ketenagakerjaan nasional (Sakernas) untuk penghitungan ILOR. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan sumber-sumber lainnya, seperti BPMP2T, Laporan Keuangan Daerah, Lombok Barat Dalam Angka, Bank Indonesia dan sebagainya yang digunakan untuk mendukung penghitungan baik ICOR maupun ILOR. Diakui bahwa data yang diperoleh masih sangat terbatas, selain karena merupakan hasil sampel juga karena data-data lainnya kurang lengkap. Sehingga, pada 20

34 Metodologi akhirnya dilakukan estimasi dengan menggunakan data yang ada untuk mendapatkan PMTB. Sebagai Control Total (CT) pada estimasi ini adalah nilai PMTB total yang terdapat pada PDRB menurut pengeluaran (expenditure). Data Penyerapan tenaga kerja per sektor diperoleh dari data survei angkatan kerja nasional (Sakernas) sebagai pendukung didalam penghitungan ILOR. Karena perbedaan konsep klasifikasi didalam pengelompokan tenaga kerja di sakernas dengan pengklasifikasian dalam penghitungan output atau nilai tambah bruto, maka dilakukan penyelarasan terhadap data sakernas dengan menggunakan data pendukung lainnya. Data yang diperoleh baik melalui survei maupun kompilasi dari sumber-sumber yang ada masih dalam bentuk harga berlaku, sedangkan pada penghitungan ICOR dibutuhkan data atas dasar harga konstan. Untuk menghitung data PMTB atas dasar harga konstan digunakan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan Indeks Harga Konsumen (IHK) menurut kelompok barang modal, dengan cara mendeflate angka PMTB berlaku dengan indeks harga yang sesuai. 21

35 Metodologi 3.2. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penyusunan publikasi ini adalah analisis deskriptif dimana data akan disajikan baik dalam bentuk tabel maupun gambar/grafik. Beberapa indikator yang akan dihitung diantaranya adalah kontribusi/pangsa, laju pertumbuhan dan sumbangan investasi terhadap PDRB. Estimasi PMTB Menurut Lapangan Usaha Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi yang digunakan dalam penghitungan ICOR adalah PMTB atau investasi atas dasar harga konstan 2010, karena pertumbuhan ekonomi diukur dengan menggunakan PDRB atas dasar harga konstan Dalam menghitung nilai investasi pada masing-masing sektor/sub sub sektor sangat tergantung terhadap ketersedian data. Terdapat beberapa metode dalam menghitung nilai investasi yaitu menggunakan metode langsung, metode survei dan metode penyusutan. (i) Metode Langsung, yaitu nilai investasi diperoleh secara langsung dari publikasi-publikasi dan laporanlaporan yang bersumber dari dinas/instansi pemerintah dan badan usaha maupun dari perusahaan/lembaga swasta. Namun demikian, nilai 22

36 Metodologi investasi yang diperoleh adalah atas dasar harga berlaku (nilai tahun berjalan), karena itu nilai investasi tersebut harus dikonstankan terlebih dahulu dengan mendeflasikan terlebih dahulu dengan indeks harga yang sesuai. (ii) Metode Survei, yaitu digunakan untuk sektor/subsektor yang tidak tersedia data investasinya. Data yang didapatkan dari hasil survei adalah data pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan output dari usaha/perusahaan dalam waktu tertentu. Kemudian dari hasil survei tersebut dapat dihitung rasio PMTB terhadap output. Dengan diperolehnya rasio PMTB terhadap output dari hasil survei tersebut maka untuk memperoleh PMTB lapangan usaha adalah dengan mengalikan rasio tersebut dengan output masingmasing lapangan usaha dari PDRB. Data yang dihasilkan tersebut adalah data investasi dan output atas dasar harga berlaku karena itu data tersebut harus di konstankan terlebih dahulu dengan mendeflasikan dengan indeks harga yang sesuai. Hampir sebagian besar lapangan usaha diestimasi dari hasil Survei Khusus Neraca Konsumsi maupun Survei Khusus Neraca Produksi, karena keterbatasan data 23

37 Metodologi yang mencatat besarnya pembentukan modal menurut lapangan usaha. (iii) Metode Penyusutan, yaitu cara mengestimasi investasi pada masing-masing lapangan usaha dengan menggunakan besaran nilai penyusutan pada lapangan usaha tersebut. Dasar pemikiran yang melandasi penggunaan metode penyusutan adalah bahwa penyusutan barang modal tetap yang diperhitungkan pada periode tertentu akan digunakan untuk investasi pada periode berikutnya. Ini berarti bahwa investasi mempunyai hubungan linier dengan nilai penyusutan, sehingga lapangan usaha yang mempunyai nilai penyusutan besar akan memiliki investasi yang besar pula. Pendekatan yang digunakan dalam melakukan estimasi PMTB pada masing-masing lapangan usaha menggunakan kombinasi dari ketiga metode di atas sesuai dengan kondisi data yang ada, namun sebagai Control Total (CT) pada estimasi ini adalah nilai PMTB total yang terdapat pada PDRB menurut pengeluaran (expenditure). 24

38 Metodologi Penghitungan Output Menurut Lapangan Usaha Konsep output yang digunakan dalam penyusunan ICOR adalah nilai tambah Bruto (dalam output masih terkandung biaya antara), karena nilai peningkatan output tercermin dari peningkatan nilai tambah. Nilai tambah yang digunakan dalam penghitungan ICOR adalah nilai tambah dari PDRB yang dihitung atas dasar harga konstan tahun Peningkatan output suatu lapangan usaha dihitung dengan cara menghitung selisih output (nilai tambah) setiap lapangan usaha pada PDRB tahun t dikurangi dengan nilai tambah lapangan usaha tersebut sektor PDRB tahun t-1. Pangsa/Kontribusi Investasi Pangsa/kontribusi investasi terhadap PDRB dihitung dengan formula sebagai berikut: Dimana: Pangsa I b,t = pangsa/kontribusi investasi terhadap PDRB atas dasar harga berlaku pada periode ke t 25

39 Metodologi I b,t = Investasi atas dasar harga berlaku pada periode ke t Y b,t = PDRB atas dasar harga berlaku pada periode ke t Laju Pertumbuhan Investasi Laju pertumbuhan investasi dihitung dengan formula sebagai berikut: Dimana: Growth I k,t = laju pertumbuhan Investasi atas dasar harga konstan 2010 pada periode t I k,t = Investasi atas dasar harga konstan 2010 pada periode t I k,t-1 = Investasi atas dasar harga konstan 2010 pada periode t-1 Elastisitas PDRB per kapita terhadap investasi Konsep elastisitas dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh sensitifitas pendapatan per kapita terhadap perubahan investasi. Konsep ini digunakan untuk melihat besarnya dampak pertumbuhan investasi terhadap 26

40 Metodologi pertumbuhan PDRB per kapita. Adapun formula yang digunakan adalah sebagai berikut: Dimana: E Ik,t = elastisitas PDRB per kapita adh konstan 2010 terhadap investasi pada periode ke t Growth I k,t = Laju pertumbuhan investasi adh konstan 2010 pada periode t Growth Y k,t = laju pertumbuhan PDRB perkapita adh konstan 2010 periode t Rumus Penghitungan ICOR Dalam prakteknya, penanaman investasi memerlukan waktu yang lama untuk menunjukkan hasil (dampak). Jangka waktu yang diperlukan untuk memperoleh feedback dari investasi yang ditanamkan disebut sebagai Lag. Dengan mempertimbangkan periode waktu ini, dan karena data yang digunakan adalah time series data, maka untuk memperoleh nilai ICOR yang mewakili dilakukan mewakili dilakukan dengan perhitungan simple average (rata-rata sederhana). Rumus penghitungan ICOR dapat diperluas menjadi sebagai berikut: 27

41 Metodologi ICOR pada lag 0 (tanpa lag) Dimana: n = t 2 (t 1 1) Rumus ICOR lag 0 diinterpretasikan bahwa investasi yang ditanamkan pada tahun ke t (It) akan menghasilkan output pada tahun ke t juga. Dengan demikian, tidak diperlukan waktu (time lag) untuk investasi yang ditanamkan hingga menghasilkan tambahan output. ICOR pada lag 1 Dimana: n = t 2 (t 1 1) Rumus ICOR lag 1 diinterpretasikan bahwa investasi yang ditanamkan pada tahun ke t (It) baru akan menghasilkan tambahan output pada tahun ke t + 1. Dengan demikian, terdapat lag satu tahun sampai investasi yang ditanamkan menghasilkan tambahan output. 28

42 Metodologi ICOR pada lag 2 Dimana: n = t 2 (t 1 1) Rumus ICOR lag 2 diinterpretasikan bahwa investasi yang ditanamkan pada tahun ke t (It) baru akan menghasilkan tambahan output pada tahun ke t + 2. Dengan demikian, terdapat lag dua tahun sampai investasi yang ditanamkan menghasilkan tambahan output. ICOR pada lag 3 Dimana: n = t 2 (t 1 1) Rumus ICOR lag 3 diinterpretasikan bahwa investasi yang ditanamkan pada tahun ke t (It) baru akan menghasilkan tambahan output pada tahun ke t + 3. Dengan demikian, terdapat lag tiga tahun sampai investasi yang ditanamkan menghasilkan tambahan output. 29

43 Metodologi Dengan melihat kenyataan bahwa output yang ditimbulkan oleh suatu investasi membutuhkan waktu yang berbeda-beda, maka penghitungan koefisien ICOR akan lebih representatif apabila dihitung dalam satu kurun waktu tertentu (periode). Untuk menghitung koefisien ICOR dalam satu periode maka metode pendekatan yang biasa digunakan yaitu : a. Metode akumulasi, yang beranggapan bahwa timbulnya peningkatan output selama periode waktu tertentu disebabkan oleh adanya akumulasi investasi pada periode yang sama. Secara matematis dapat dirumuskan : ICOR I t Y t Y t 1 dengan adanya time lag maka rumusnya menjadi ; ICOR I t Y t s Y t s 1 dimana s adalah lag. b. Metode Standar, didasarkan pada prinsip rata-rata sederhana. Metode ini dilakukan dengan mencari koefisien ICOR terlebih dahulu pada masing-masing 30

44 Metodologi tahun, kemudian dicari rata-ratanya. Secara matematis sebagai berikut : 1 ICOR n Y I t Y t t 1 Dimana : n adalah jumlah koefisien ICOR Untuk penggunaan time lag, rumus umumnya menjadi: 1 ICOR n Y I t Y t s t s 1 Apabila laju pertumbuhan ekonomi PDRB dapat diperkirakan atau ditetapkan, serta diasumsikan ICOR tidak berubah, maka perkiraan investasi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan dapat dihitung dengan mengembangkan rumus di atas. Koefisien ICOR Koefisien ICOR dapat bernilai negatif maupun positif. Koefisien ICOR negatif dapat terjadi apabila output pada tahun penghitungan lebih kecil daripada tahun sebelumnya. Penurunan nominal output dapat terjadi dikarenakan ada sebagian barang modal yang dijual, rusak atau tidak aktif karena alasan tertentu. Walaupun mungkin tetap terjadi penambahan barang modal baru, 31

45 Metodologi namun bisa jadi barang modal baru tersebut belum berproduksi atau telah berproduksi namun output yang dihasilkan tidak sebanyak output tahun sebelumnya. Akibatnya selisih output pada tahun pengitungan dengan tahun sebelumnya akan bernilai negatif dan tentu saja hal ini akan berdampak pada koefisien ICOR yang juga akan menjadi bernilai negatif. Dengan demikian, koefisien ICOR yang negatif dapat diartikan bahwa investasi (penanaman barang modal) baru belum menghasilkan output dengan optimal ada tahun tersebut. Namun apabila penyebabnya adalah tidak dioperasikannya barang modal karena alasan tertentu maka hal tersebut bukan berarti investasi tidak efisien. Investasi akan dikatan efisien apabila koefisien bernilai positif dan kecil. Pada kondisi tertentu koefisen ICOR dapat pula bernilai positif dan sangat besar, hal ini akan terjadi apabila investasi yang ditanamkan pada tahun penghitungan relatif besar sedangkan output yang dihasilkan pada tahun penghitungan hanya sedikit lebih besar dari output tahun sebelumnya dan bahkan bisa jadi hampir sama dengan tahun sebelumnya. Apabila hal ini yang terjadi maka dapat dikatakan bahwa investasi yang ditanamkan tidak efisien dan tidak efektif. 32

46 Metodologi Asumsi Dasar dalam Penghitungan ICOR Dalam menghitung ICOR ini terdapat asumsi bahwa perubahan output hanyalah disebabkan oleh perubahan capital atau oleh adanya investasi. Faktor lain di luar investasi seperti tenaga kerja, kewiraswastaan dan penerapan teknologi diasumsikan konstan Penghitungan ILOR Besarnya ILOR suatu daerah ditentukan oleh 2 (dua) faktor yaitu peningkatan penyerapan tenaga kerja per sektor dan peningkatan output yang dicapai oleh masingmasing sektor. Sebagaimana telah dijabarkan dalam Bab sebelumnya bahwa khusus untuk penghitungan ILOR dari 17 lapangan usaha yang ada pada PDRB dikelompokkan lagi menjadi 3 sektor besar yaitu Agriculture, Manufacture dan Services (A,M,S). Peningkatan serapan tenaga kerja per sektor diperoleh dengan mengurangkan serapan tenaga kerja pada tahun t dikurangi dengan serapan tenaga kerja pada tahun t-1. Sedangkan peningkatan output suatu sektor dihitung dengan cara menghitung selisih output (nilai tambah) sektor pada tahun t dikurangi dengan nilai tambah sektor/sub sektor PDRB tahun t-1. 33

47 BAB IV

48 Penutup BAB IV PEREKONOMIAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DARI PERSPEKTIF ICOR DAN ILOR TAHUN PDRB Kabupaten Lombok Barat Perekonomian Kabupaten Lombok Barat periode tahun mengalami perkembangan yang menggembirakan setiap tahunnya, hal ini tercermin dari peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lombok Barat baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan Secara nominal besaran PDRB atas dasar harga berlaku yang dihasilkan pada tahun 2012 sebesar Rp ,32 juta, meningkat setiap tahun hingga menjadi Rp ,33 juta pada tahun Sedangkan atas dasar harga konstan 2010, PDRB meningkat dari Rp ,58 juta pada tahun 2012 menjadi Rp ,42 juta pada tahun 2015 dengan pertumbuhan rata-rata per tahun ( ) sebesar 5,55 persen dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai pada tahun 2015 dengan nilai pertumbuhan sebesar 6,39 persen. Proses pembangunan ekonomi, biasanya diikuti dengan terjadinya perubahan-perubahan dalam struktur 34

49 Penutup ekonomi baik itu struktur permintaan domestik, struktur produksi, maupun struktur perdagangannya. Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lombok Barat Tahun (Juta Rp) Tahun PDRB adh. Berlaku (juta rupiah) PDRB adh. Konst (juta rupiah) Laju Pertumb. Berlaku (%) Laju Pertumb. Konstan (%) (1) (2) (3) (4) (5) ,62 5, ,94 5, * ,89 5, ** ,83 6,39 Keterangan: * : Angka sementara ** : Angka sangat sementara Perubahan struktur ini sesungguhnya terjadi akibat adanya interaksi antara dua proses yaitu proses akumulasi (pembentukan modal) dan perubahan konsumsi masyarakat yang terjadi karena meningkatnya pendapatan per kapita. Perubahan pola permintaan ini yang kemudian mengubah komposisi barang dan jasa yang diproduksi dan diperdagangkan. Lapangan usaha pertanian masih memegang peranan utama dalam struktur perekonomian masyarakat Lombok Barat, namun demikian sejak tahun 2012 hingga 2015 nampak bahwa mulai terjadi pergeseran pola. 35

50 Penutup Persentase lapangan usaha pertanian perlahan mulai turun dan bergeser ke lapangan usaha ekonomi lainnya yang terlihat dari besarnya peranan masing-masing lapangan usaha ini terhadap pembentukan PDRB Lombok Barat. Tabel 2. Struktur Ekonomi Kabupaten Lombok Barat Menurut lapangan Usaha Tahun (Juta Rp) Lapangan Usaha/Industry * 2015** (1) (3) (4) (5) (6) Pertanian,kehutanan,perikanan 22,04 21,53 20,35 20,23 Pertambangan penggalian 6,82 6,59 6,51 6,41 Industri Pengolahan 5,03 4,84 4,54 4,37 Pengadaan Listrik dan Gas 0,07 0,06 0,07 0,07 Pengadaan air,pengelolaan sampah,limbah 0,12 0,12 0,13 0,12 Konstruksi 12,40 12,24 12,34 12,64 Perdagangan dan reparasi motor mobil 12,68 12,75 12,94 12,81 Transportasi dan pergudangan 9,35 9,27 9,70 9,98 Penyediaan Akomodasi makan Minum 6,88 7,62 8,46 8,46 Informasi Komunikasi 2,15 2,16 2,11 2,02 Jasa Keuangan dan Asuransi 2,71 2,83 2,81 2,80 Real Estat 3,36 3,51 3,54 3,50 Jasa Perusahaan 0,11 0,11 0,11 0,11 Adm Pemerintahan,pertahanan,jaminan sosial 6,86 6,82 7,10 7,21 Jasa Pendidikan 5,10 5,18 5,01 5,02 Jasa Kesehatan dan kegiatan Sosial 1,91 1,94 1,92 1,90 Jasa Lainnya 2,41 2,44 2,36 2,36 Keterangan: * : Angka sementara ** : Angka sangat sementara 36

51 Penutup Menurut lapangan usaha, kategori pertanian masih mendominasi pembentukan PDRB Kabupaten Lombok Barat, kemudian Lapangan usaha konstruksi dan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor merupakan lapangan usaha terbesar selanjutnya setelah lapangan usaha pertanian. Tabel 3. Struktur Ekonomi Kabupaten Lombok Barat Menurut Pengeluaran Tahun (Juta Rp) Komponen * 2015** (1) (3) (4) (5) (6) Konsumsi Rumah tangga 84,74 82,86 81,20 76,06 Konsumsi LNPRT 1,64 1,70 1,91 1,80 Konsumsi Pemerintah 14,12 13,93 17,22 17,05 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 38,87 38,27 37,95 38,23 Perubahan Inventori 1,48 0,07 0,58 0,38 Ekspor 24,04 16,85 18,67 16,26 Impor 64,89 53,68 57,53 49,78 Keterangan: * : Angka sementara ** : Angka sangat sementara Menurut Pengeluaran, pada tahun 2012 hingga 2015 struktur perekonomian Kabupaten Lombok Barat didominasi oleh komponen konsumsi rumah tangga diikuti oleh komponen PMTB, adapun komponen yang 37

52 Penutup memberikan kontribusi paling kecil adalah komponen perubahan inventori. Berkaitan dengan investasi, Dalam kurun waktu lima tahun terakhir struktur ekonomi menurut penggunaan cenderung tidak mengalami perubahan. Hingga akhir tahun 2015 masih terlihat bahwa Kabupaten Lombok Barat masih bergantung pada produk impor baik antar negara maupun antar daerah. Hal ini tercermin dari besarnya persentase komponen impor dalam menyusun PDRB menurut penggunaan Kabupaten Lombok Barat. Pesatnya pembangunan fisik di Kabupaten Lombok Barat tercermin dari kontribusi komponen PMTB dalam membangun PDRB penggunaan Kabupaten Lombok Barat. Pada tahun 2011, komponen PMTB berkontribusi sebesar 34,68 persen, dan meningkat menjadi 38,23 persen pada tahun Komponen PMTB merupakan salah satu indikator yang menggambarkan investasi masyarakat untuk kegiatan produksi. Kontribusi komponen konsumsi pemerintah juga perlu diperhitungkan dalam menggeliatkan perekonomian Kabupaten Lombok Barat. Pada tahun 2011 komponen ini berkontribusi sebesar 14,24 persen, kendati cukup fluktuatif setiap tahunnya, namun pada tahun 2015 kontribusi komponen konsumsi pemerintah mencapai 17,05 persen. 38

53 Penutup 4.2. Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Investasi atau PMTB berasal dari berbagai institusi baik pemerintah, swasta (PMA dan PMDN) maupun rumah tangga (masyarakat). PMTB yang dilakukan oleh pemerintah dapat ditelusuri dari realisasi APBN dan APBD Kabupaten Lombok Barat. Penanaman modal yang dilakukan oleh swasta yang tercermin dari realisasi PMA dan PMDN dan pembentukan modal oleh rumah tangga dapat dilihat dari usaha rumah tangga yang dilakukan. PMA dan PMDN biasanya selalu menjadi indikator investasi di daerah, karena nilainya cenderung besar. Berdasarkan data BPMP2T Kabupaten Lombok Barat, pada tahun 2012 rencana PMA yang disetujui di Lombok Barat tercatat sebesar US$ 700,163 juta, sedangkan yang terealisasi hanya sebesar US$ 40,799 juta. Adapun untuk PMDN pada tahun yang sama direncanakan investasi mencapai Rp ,365 juta namun terealisasi sebesar Rp ,274 juta saja. 39

54 Penutup Tabel 4. Rencana dan Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Kabupaten Lombok Barat Tahun Tahun Rencana Investasi Realisasi Investasi PMA PMDN PMA PMDN (juta US$) (juta Rp) (juta US$) (juta Rp) (1) (2) (3) (4) (5) , ,365 40, , NA NA NA NA , , , , , , , ,643 Ket: NA = Not Available Sumber: BPMP2T Kabupaten Lombok Barat Dalam kurun waktu rencana dan realisasi investasi baik berupa PMA maupun PMDN cenderung berfluktuasi. Namun sayangnya data PMA dan PMDN untuk tahun 2013 tidak tersedia sehingga mengurangi informasi umum mengenai kondisi PMA dan PMDN di Kabupaten Lombok Barat. Kondisi terakhir pada tahun 2015 tercatat rencana PMA di Lombok Barat mencapai US$ 5.129,063 juta namun hanya dapat direalisasikan sebesar US$ 343,136 juta saja. Adapun untuk PMDN direncanakan untuk dapat mencapai Rp ,851 juta di tahun 2015 dan terealisasi sebesar Rp ,643 juta. 40

55 Penutup 4.3. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) PMTB didefinisikan sebagai penambahan dan pengurangan aset tetap pada suatu unit produksi, dalam kurun waktu tertentu. Penambahan barang modal mencakup pengadaan, pembuatan, pembelian, sewa beli (financial leasing) barang modal baru dari dalam negeri serta barang modal baru dan bekas dari luar negeri (termasuk perbaikan besar, transfer atau barter barang modal), dan pertumbuhan aset sumberdaya hayati yang dibudidaya. Sedangkan pengurangan barang modal mencakup penjualan, transfer atau barter, dan sewa beli (financial leasing) barang modal bekas pada pihak lain. Pengecualian kehilangan yang disebabkan oleh bencana alam tidak dicatat sebagai pengurangan. PMTB dalam PDRB menurut Pengeluaran dihitung atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan Yang akan digunakan dalam penghitungan ICOR sebagai investasi adalah PMTB atas dasar harga konstan 2010, namun demikian tidak ada salahnya untuk meninjau nilai PMTB atas dasar harga berlaku sebagai gambaran umum perekonomian di Lombok Barat. Dalam periode tahun PMTB senantiasa mengalami peningkatan setiap tahun sejalan dengan peningkatan PDRB. Secara 41

56 Penutup nominal nilai PMTB atas dasar harga berlaku lebih tinggi daripada PMTB atas dasar harga konstan Pada tahun 2012 nilai PMTB adh berlaku Lombok Barat mencapai Rp 3,236 trilyun, sementara nilai investasinya sebesar Rp 2,652 trilyun. Nilai tersebut kembali meningkat hingga pada tahun 2015 PMTB adh berlaku mencapai Rp 4,338 trilyun sedangkan nilai investasinya menjadi Rp 3,159 trilyun. Tentu saja peningkatan PMTB yang signifikan selama periode tahun tersebut berpengaruh terhadap peningkatan nilai tambah perekonomian atau PDRB Kabupaten Lombok Barat pada periode yang sama. Tabel 5. Nilai PMTB dan Laju Pertumbuhan Investasi di Kabupaten Lombok Barat Tahun (Juta Rp.) Tahun PMTB Adh Berlaku PMTB Adh Konstan 2010 (Investasi) Laju Pertumbuhan Investasi (%) (1) (2) (3) (4) , ,04 7, , ,64 3, * , ,38 4, ** , ,81 9,88 Keterangan: * : Angka sementara ** : Angka sangat sementara 42

57 Penutup Salah satu indikator yang digunakan untuk menggambarkan prestasi ekonomi suatu daerah adalah pertumbuhan investasi. Pertumbuhan investasi dapat bernilai positif dan dapat juga bernilai negatif. Pertumbuhan positif menggambarkan adanya peningkatan investasi pada periode tertentu, dan sebaliknya pertumbuhan yang negatif dapat diinterpretasikan sebagai adanya penurunan aktivitas investasi dalam periode tersebut. Banyak yang mengartikan bahwa pertumbuhan ekonomi positif yang bernilai lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya menggambarkan penurunan aktivitas, hal ini kurang tepat. Karena pada hakikatnya pertumbuhan positif sudah mengindikasikan adanya peningkatan aktifitas, lebih rendahnya nilai pertumbuhan dibanding tahun sebelumnya menggambarkan bahwa peningkatan aktivitas tahun indikatif tidak sebanyak peningkatan pada tahun sebelumnya. Mengamati laju pertumbuhan investasi atau PMTB adh konstan 2010 ternyata berfluktuasi selama periode Laju pertumbuhan investasi pada tahun 2012 cukup tinggi yaitu 7,11 persen padahal di tahun yang sama laju pertumbuhan ekonomi Lombok Barat hanya 5,27 persen. Walaupun nilai investasinya meningkat namun laju pertumbuhan investasi pada tahun 2013 dan

58 Penutup melambat menjadi 3,66 persen dan 4,60 persen. Kondisi perekonomian yang semakin membaik terjadi pada tahun 2015 dimana baik laju pertumbuhan ekonomi maupun laju pertumbuhan investasi sama-sama melejit di atas 6 persen artinya semakin besar barang modal yang dialokasikan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi ke depan. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, investasi memberikan andil lebih dari 33 persen dalam pembentukan PDRB Kabupaten Lombok Barat. Andil dari investasi yang cukup dominan mengindikasikan bahwa trend pergerakan komponen ini turut berperan dalam menentukan perekonomian di wilayah Lombok Barat, sehingga dapat menjadi indikator dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lombok Barat secara umum Perkembangan Investasi Belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu bentuk nyata investasi. Karena salah satu lokus yang dapat dengan mudah diintervensi dalam rangka 44

59 Penutup memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi adalah melalui belanja pemerintah. Dalam nominal, belanja modal APBD Lombok Barat pada tahun 2012 mencapai Rp 151,60 milyar dan sempat berkurang menjadi Rp 148,22 milyar pada tahun Pada tahun 2014 alokasi belanja modal pemerintah meningkat menjadi Rp 202,90 milyar dan terus bertambah pada tahun 2015 menjadi Rp 274,33. Secara rata-rata peran belanja modal dalam APBD Kabupaten Lombok Barat berada pada kisaran 6,80 persen setiap tahunnya. Peranan belanja modal APBD terhadap total investasi Lombok Barat tertinggi adalah sebesar 8,68 persen, hal ini terjadi pada tahun Dalam konteks makro ekonomi cakupan belanja modal pemerintah kabupaten terdiri dari belanja modal pemerintah kabupaten yang bersangkutan, belanja modal pemerintah pusat yang menjadi bagian dari pemerintah kabupaten, belanja modal pemerintah provinsi yang menjadi bagian dari pemerintah kabupaten, dan belanja modal seluruh pemerintah desa dalam kabupaten yang bersangkutan. 45

60 Penutup Grafik 1. Perkembangan Investasi dan Belanja Modal APBD Kabupaten Lombok Barat Tahun (Juta Rp.) Sumber: DPPKD Kab. Lombok Barat dan BPS Kab. Lobar Data yang diperoleh dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Lombok Barat (DPPKD) hanya mencakup belanja modal APBD dari pemerintah daerah setempat belum termasuk belanja modal dari pemerintah pusat, provinsi dan desa/kelurahan yang menjadi bagian dari pemerintahan Kabupaten Lombok Barat. Menurut Boediono (2011) dalam Janis, dkk (2013) masa depan suatu daerah tidak tergantung pada APBD tetapi justru tergantung pada investasinya karena itu merupakan keikutsertaan dari berbagai elemen, baik BUMN dan dunia usaha dalam dan luar negeri. Lebih 46

61 Penutup lanjut Boediono mengatakan agar jangan terpaku pada APBD, tetapi harus ada upaya mendorong investasi karena APBN dan APBD akan sangat terbatas, pada umumnya hanya membangun infrastruktur dan program sosial tertentu. Grafik 2. Perkembangan Pangsa Investasi terhadap PDRB dan Pangsa Belanja Modal APBD terhadap Investasi Kabupaten Lombok Barat Tahun (persen) Pangsa/kontribusi investasi terhadap PDRB cenderung stabil dan tidak banyak mengalami perubahan dalam periode 4 tahun terakhir, dan bahkan pada tahun 2014 sempat berkurang di bawah 38 persen. Kendati demikian, pangsa belanja modal APBD terhadap investasi justru mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari hanya 47

62 Penutup sebesar 4,68 persen menjadi mencapai 6,32 persen pada tahun Konsep elastisitas dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh sensitifitas PDRB per kapita terhadap perubahan investasi. Konsep ini dikembangkan untuk menggambarkan dampak pertumbuhan investasi terhadap pertumbuhan PDRB per kapita. Nilai elastisitas PDRB perkapita terhadap investasi selama kurun waktu 2012 hingga 2015 fluktuatif dan cenderung bersifat inelastis. Hanya pada tahun 2013 saja elastisitas PDRB perkapita terhadap investasi bersifat elastis. Grafik 3. Elastisitas PDRB Per Kapita terhadap Investasidi Kabupaten Lombok Barat Tahun (persen) 48

63 Penutup Pada tahun 2012 kenaikan investasi sebesar 1 persen akan mendorong pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 0,57 persen. Pada tahun 2013 pertumbuhan investasi sebesar 1 persen akan dapat menstimulus PDRB perkapita sebesar 1,10 persen. Pada tahun 2014 kanaikan investasi sebanyak 1 persen akan menaikkan PDRB per kapita sebesar 0,33 persen sedangkan pada tahun 2015 akan menaikkan PDRB per kapita sebanyak 0,48 persen Perkembangan ICOR Kabupaten Lombok Barat ICOR adalah salah satu metode yang dikembangkan untuk melihat hubungan pertumbuhan faktor produksi dengan pertumbuhan ekonomi. Patut dipahami bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak hanya peranan dari penggunaan barang modal atau faktor produksi akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain seperti tenaga kerja, peningkatan produktivitas dan lain-lain. Meskipun demikian, banyak study yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan tingkat produktifitas penggunaan modal, sehingga instrumen ICOR dapat digunakan untuk menghubungkan pertumbuhan ekonomi dan faktor produksi. Penghitungan ICOR menjadi berguna bagi perencanaan pembangunan 49

64 Penutup ekonomi di suatu daerah. Hal ini terutama dirasakan pada saat menargetkan sasaran pertumbuhan pendapatan regional dengan kebutuhan modal yang mungkin akan terkumpul dari tabungan domestik yang berjalan. Estimasi mengenai volume investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target output tertentu diperlukan agar kebutuhan modal dalam rangka pencapaian pertumbuhan ekonomi dapat diperkirakan. Dengan demikian perkiraan investasi dimasa yang akan datang akan bergantung pada ICOR yang dihasilkan. Grafik 4. Koefisien ICOR dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lombok Barat

65 Penutup Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2012 bernilai 6,77 artinya untuk setiap modal yang diinvestasikan sebesar 6,77 rupiah akan menghasilkan output 1 rupiah. Investasi senilai 6,68 rupiah pada tahun 2013 akan menaikkan output sebanyak 1 rupiah, sedangkan kenaikan 1 rupiah output pada tahun 2014 terjadi karena investasi senila 6,36 rupiah. Nilai koefisien ICOR merefleksikan produktifitas investasi dimana semakin kecil ICOR yang dihasilkan akan semakin efisien penanaman modal yang dilakukan. Pada tahun 2015 tampak bahwa investasi semakin efisien dibandingkan dengan tahun sebelumnya hal ini terlihat dari semakin rendahnya koefisien ICOR pada tahun tersebut dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut peneliti Hg. Suseno Triyanto Widodo (1990), berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan koefisien ICOR yang dianggap memiliki produktivitas investasi yang baik adalah yang bernilai antara 3 hingga 4. Semakin tinggi koefisien ICOR maka semaik inefisien investasi yang ditanam. Secara umum sejak tahun 2012 hingga tahun 2015, meskipun investasi di Lombok Barat masih kurang efisien namun perkembangannya semakin membaik karena koefisien ICOR semakin menurun dalam kurun waktu tersebut. Membaiknya iklim investasi di Lombok Barat 51

66 Penutup tidak lepas dari kerja keras pemerintah setempat dan hal ini diperkuat dengan tingginya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lombok Barat pada kurun waktu yang sama. Tergambar dengan jelas pada grafik 4 bahwa berkurangnya koefisien ICOR sejak tahun 2012 hingga 2015 dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Seperti dijelaskan terdahulu bahwa penanaman investasi belum tentu menghasilkan output pada tahun tersebut, tetapi baru menghasilkan kapasitas produksi secara penuh tahun-tahun berikutnya. Demkian juga dengan produksi atau output yang dihasilkan pada tahun ini belum tentu hasil dari penanaman investasi pada tahun ini, tetapi merupakan output dari investasi yang ditanamkan pada tahun sebelumnya. Untuk itu dihitung pula ICOR untuk periode tahun dengan menggunakan metode akumulasi dan metode standar. Sebagaimana dijabarkan sebelumnya bahwa koefisien ICOR Lombok Barat berkisar antara 5,69-6,77. Menggunakan metode standar koefisien ICOR untuk periode tahun bernilai 6,32 untuk lag 0 dan berkurang menjadi 4,78 untuk lag 3. 52

67 Penutup Grafik 5. Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat Periode Tahun Menurut Metode Penghitungan Dihitung menggunakan metode akumulasi, koefisen ICOR periode tahun Lombok Barat bernilai 6,32 pada lag 0 dan berkurang menjadi 5,69 pada lag 3. Baik dengan metode standar maupun akumulai, nilai ICOR terendah ada pada lag 3 dan dari kedua metode tersebut ICOR terendah diperoleh dengan metode standar dengan koefisien sebesar 4,78. Koefisien ICOR yang bernilai 4,78 memiliki arti bahwa investasi yang ditanamkan pada tahun 2012 senilai Rp 478 juta akan menghasilkan output Rp 100 juta tiga tahun berikutnya (2015). Karena masih bernilai di atas 4 maka dapat dikatakan bahwa investasi 53

68 Penutup di Lombok Barat selama periode 2012 hingga 2015 masih belum efektif, kendati demikian menuju ke arah yang lebih efisien. Untuk dapat berbenah dan membuat investasi di Lombok Barat menjadi efisien, perlu dilihat lapangan usaha apa yang paling tidak efisien dan lapangan usaha apa yang telah cukup efisien dalam hal investasi khususnya selama empat tahun terakhir. Hasilnya menunjukkan bahwa koefisien ICOR lag 0 untuk masingmasing lapangan usaha cukup bervariasi. Dengan menggunakan metode akumulasi, lapangan usaha yang telah efisien (koefisien ICOR < 4) adalah lapangan usaha informasi komunikasi dan lapangan usaha Jasa Keuangan dan Asuransi dimana lapangan usaha Informasi dan Komunikasi memiliki koefisien ICOR terendah selama periode Hal ini terjadi karena cukup tingginya kenaikan output pada lapangan usaha ini dalam periode penghitungan. Seiring arus moderenisasi, kebutuhan akan komunikasi dan informasi yang paling banyak tercermin dari penggunaan telepon selular menjadi tidak terelakkan. Telepon selular yang awalnya merupakan barang mewah saat ini telah berubah menjadi barang primer yang dimiliki oleh sebagian besar penduduk Lombok Barat. Oleh sebab itu tidaklan mengherankan apabila nilai tambah yang 54

69 Penutup dihasilkan dari lapangan usaha ini cukup besar dan menjadikan investasi yang ditanamkan di lapangan usaha ini efisien. Masih menggunakan metode akumulasi, pada lag 3 lapangan usaha yang investasinya efisien semakin bertambah yaitu lapangan usaha pertanian, lapangan usaha informasi dan komunikasi, lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi, dan lapangan usaha administrasi pemerintahan dan lapangan usaha jasa lainnya. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa investasi pada kelima lapangan usaha ini akan menjadi efisien untuk meningkatkan output dalam jangka waktu tiga tahun. Lapangan usaha yang paling tidak efisien adalah lapangan usaha pengadaan listrik dan gas karena koefisien ICOR nya semakin meningkat seiring bertambahnya time lag. Bahkan pada lapangan usaha ini sepertinya investasi justru akan lebih dapat meningkatkan output apabila ditanamkan dalam jangka pendek. Koefisien ICOR terkecil dalam lapangan usaha ini ada pada lag 2 yaitu sebesar 5,66. Interpretasinya adalah investasi sebesar Rp 566 juta pada tahun 2012 akan meningkatkan Rp 100 juta output pada tahun Patut diakui bahwa investasi pada lapangan usaha ini banyak 55

70 Penutup bertumpu pada pembangunan infrastruktur yang sangat padat modal. Lag waktu 3 tahun tampaknya belum cukup untuk dapat meningkatkan efisiensi pada lapangan usaha listrik dan gas, bisa jadi hasil dari investasi yang ditanamkan pada tahun ini baru akan menampakkan hasil yang efisien setelah 10 tahun yang akan datang. Tabel 6. Koefisien ICOR Lapangan Usaha Metode Akumulasi Kabupaten Lombok Barat Periode Tahun Lapangan Usaha/Industry Lag 0 Lag 1 Lag 2 Lag 3 (1) (3) (4) (5) (6) Pertanian,kehutanan,perikanan 5,53 5,69 5,80 3,87 Pertambangan penggalian 9,06 9,38 7,71 7,64 Industri Pengolahan 7,19 6,91 6,32 6,12 Pengadaan Listrik dan Gas 7,10 6,78 5,66 104,18 Pengadaan air,pengelolaan sampah,limbah 7,50 7,20 6,85 8,51 Konstruksi 6,20 5,88 5,57 5,66 Perdagangan dan reparasi motor mobil 6,88 6,83 6,81 7,08 Transportasi dan pergudangan 8,53 8,04 7,25 7,35 Penyediaan Akomodasi makan Minum 6,57 6,71 7,48 10,10 Informasi Komunikasi 2,04 1,98 1,93 1,93 Jasa Keuangan dan Asuransi 2,95 3,26 3,29 3,05 Real Estat 6,30 6,33 6,70 5,86 Jasa Perusahaan 5,55 5,85 5,96 5,30 Adm Pemerintahan,pertahanan,jaminan sosial 4,13 3,63 3,26 3,17 Jasa Pendidikan 5,59 5,33 5,09 4,53 Jasa Kesehatan dan kegiatan Sosial 7,39 7,04 7,62 7,31 Jasa Lainnya 4,05 3,58 3,70 3,43 LOMBOK BARAT 6,32 6,19 5,99 5,69 56

71 Penutup Penghitungan ICOR dengan metode standar menghasilkan koefisien yang sedikit lebih tinggi dari metode akumulasi pada lag 0. Namun pada lag berikutnya penghitungan dengan metode standar justru menghasilkan koefisien ICOR yang lebih rendah dibandingkan metode akumulasi. Tabel 7. Koefisien ICOR Lapangan Usaha Metode Standar Kabupaten Lombok Barat Periode Tahun Lapangan Usaha/Industry Lag 0 Lag 1 Lag 2 Lag 3 (1) (3) (4) (5) (6) Pertanian,kehutanan,perikanan 4,93 6,23 7,62 3,50 Pertambangan penggalian 8,29 9,63 5,36 6,42 Industri Pengolahan 7,38 6,70 5,56 5,31 Pengadaan Listrik dan Gas 31,21 36,13 36,31 70,50 Pengadaan air,pengelolaan sampah,limbah 7,82 7,60 6,06 6,64 Konstruksi 6,73 5,17 4,30 3,26 Perdagangan dan reparasi motor mobil 6,86 6,96 6,93 7,07 Transportasi dan pergudangan 9,84 9,20 6,65 6,88 Penyediaan Akomodasi makan Minum 5,95 7,00 7,99 8,97 Informasi Komunikasi 2,09 1,94 1,82 1,68 Jasa Keuangan dan Asuransi 3,12 3,24 3,21 2,73 Real Estat 6,55 6,50 6,88 5,35 Jasa Perusahaan 5,81 6,03 6,22 5,10 Adm Pemerintahan, pertahanan,jaminan sosial 4,63 3,86 3,38 3,19 Jasa Pendidikan 6,11 5,00 4,39 3,17 Jasa Kesehatan dan kegiatan Sosial 8,04 6,49 6,05 4,33 Jasa Lainnya 6,45 5,24 4,84 3,22 LOMBOK BARAT 6,38 5,90 5,41 4,78 57

72 Penutup Lapangan usaha yang paling efisien di lag 3 dengan metode standar lebih banyak daripada dengan metode akumulasi. Lapangan usaha tersebut adalah lapangan usaha pertanian, lapangan usaha konstruksi, lapangan usaha informasi dan komunikasi, lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi, lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan jaminan sosial, lapangan usaha jasa pendidikan, dan lapangan usaha jasa lainnya. Efisiensi yang tampaknya lebih banyak terjadi pada lapangan usaha jasa-jasa di lag 3 disinyalir terjadi karena lapangan usaha jasa tidak memerlukan proses produksi yang rumit dan proporsi investasi yang dibutuhkan relatif tidak terlalu besar disamping biaya antara yang juga cukup kecil sehingga dapat menghasilkan output yang besar. Jika dibandingkan dengan kondisi investasi Provinsi NTB, secara umum investasi maupun perekonomian Provinsi NTB sangat didominasi oleh keberadaan PT Newmont Nusa Tenggara yang terletak di Kabupaten Sumbawa Barat. Apabila output dari PT Newmont dimasukkan dalam penghitungan maka pada tahun 2012 tampak bahwa investasi di NTB sama sekali tidak memberikan kontribusi pada output karena ICOR nya bernilai negatif. Karena ingin dibandingkan dengan 58

73 Penutup Kabupaten Lombok Barat maka akan lebih berimbang jika output dari PT Newmont dikeluarkan dari penghitungan dan hasilnya tidak ada lagi koefisien ICOR yang bernilai negatif. Grafik 6. Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat dan Provinsi NTB Tahun (dengan Newmont) Walaupun PT Newmont telah dikeluarkan dari penghitungan secara umum tampak bahwa investasi di Provinsi NTB sejak tahun 2012 hingga 2015 lebih tidak efisien dari investasi di Lombok Barat. Hal ini tercermin dari lebih besarnya koefisien ICOR provinsi NTB dibandingkan Lombok Barat. 59

74 Penutup Grafik 7. Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat dan Provinsi NTB Tahun (Tanpa Newmont) Bahkan pada tahun 2015 dimana ICOR Lombok Barat semakin efisien, ICOR Provinsi NTB justru meningkat yang dapat diartikan bahwa semakin tidak efisien investasi di Provinsi NTB pada tahun Kebutuhan Investasi Efisiensi investasi untuk meningkatkan output dan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penghitungan ICOR. Dengan berdasarkan koefisien ICOR yang telah dihitung pada lag 3 baik dengan metode 60

75 Penutup kumulatif maupun standar, maka diasumsikan bahwa ICOR tetap sebesar 4,78 dapat dihitung kebutuhan investasi di Lombok Barat hingga tahun 2020 dengan menetapkan target pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai. Dengan memperkirakan kebutuhan akan investasi di masa yang akan dating, pemerintah dapat menetapkan kebijakan yang dapat diambil untuk mencapai target tersebut. Tabel 8. Kebutuhan Investasi Kabupaten Lombok Barat Tahun (juta Rupiah) Tahun Target Pertumbuhan PDRB Adh Konstan 2010 ᐃY Kebutuhan Investasi Adh Konstan 2010 Kebutuhan Investasi Adh Berlaku (1) (2) (3) (4) (5) (6) , , , , , Catatan: ICOR tetap sebesar 4,78 IHI 122,72 Apabila ditargetkan bahwa pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi di Lombok Barat akan mencapai 6,45 persen maka dibutuhkan investasi sebesar 3,50 trilyun rupiah. Di tahun 2017 dibutuhkan investasi senilai 3,77 trilyun rupiah untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi 61

76 Penutup sebesar 6,53 persen. Dengan demikian agar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,93 pada tahun 2020 diperlukan suntikan investasi senilai 4,84 trilyun rupiah. Kebutuhan investasi tersebut bukan mutlak menjadi tanggung jawab pemerintah daerah Kabupaten Lombok Barat, karena tentunya anggaran yang dimiliki juga terbatas. Yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi swasta maupun rumah tangga baik yang berasal dari Kabupaten Lombok Barat itu sendiri maupun dari luar daerah, terlebih luar negeri. Keberhasilan daerah dalam meningkatkan daya saing investasi dapat ditentukan oleh kemampuan daerah tersebut untuk merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia usaha, membuka kemudahan akses serta prosedur perijinan yang tidak berbelit untuk investasi Incremental Labor Output Ratio (ILOR) Salah satu tujuan investasi adalah agar tercipta lapangan pekerjaan yang mampu menyerap tenaga kerja agar dapat mengurangi pengangguran. Setiap tahunnya masalah pengangguran selalu menjadi pekerjaan rumah 62

77 Penutup pemerintah dan bahkan dapat menyentuh kepada isu politik. Masalah pengangguran dapat berdampak pada eskalasi masalah sosial di masyarakat dan pada akhirnya stabilitas ekonomi dapat terganggu. Incremental Labor Output Ratio (ILOR) merupakan salah satu instrument yang dapat digunakan untk melihat hubungan antara output dengan tenaga kerja. Selain menggambarkan efisiensi tenaga kerja, ILOR juga dapat digunakan untk melihat penyerapan tenaga kerja setiap tahunnya apabila terjadi penambahan output di suatu wilayah. Penduduk berusia 15 tahun ke atas dapat dibedakan menjadi penduduk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja meliputi penduduk yang bekerja, penduduk yang sedang mencari pekerjaan dan pengangguran. Sedangkan penduduk yang dikategorikan bukan angkatan kerja adalah penduduk yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan (sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya). Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk tentu saja jumlah angkatan kerja di Kabupaten Lombok Barat semakin meningkat setiap tahunnya. Hingga tahun 2015 tercatat sebanyak penduduk Lombok Barat merupakan angkatan kerja dan 63

78 Penutup dari jumlah tersebut diantaranya merupakan penduduk yang bekerja. Tabel 9. Kondisi Ketenagakerjaan Kabupaten Lombok Barat Tahun Tahun Penduduk Bekerja Pengangguran Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja Penduduk Usia Kerja TPAK (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) ,40 6, ,71 6, ,94 4, ,14 5, ,08 4, ,09 5, ,72 4, ,05 4, ,54 3,35 TPT (%) Jika pada tahun 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Lombok Barat masih cukup tinggi yaitu mencapai 6,07% dengan jumlah pengangguran sebanyak orang. Namun hingga tahun 2015 baik jumlah pengangguran maupun TPT Lombok Barat semakin berkurang. Sebagaimana telah didefinisikan pada bab II, dikarenakan sumber data yang dimiliki maka lapangan usaha yang digunakan dalam penghitungan ILOR dikelompokkan menjadi tiga yaitu sektor Agrucultur (A), 64

79 Penutup sektor Manufactur (M) dan Sektor Services (S). Lapangan usaha Pertanian, kehutanan dan perikanan merupakan lapangan usaha yang termasuk dalam sektor A. Lapangan usaha yang termasuk dalam sektor M adalah lapangan usaha pertambangan dan penggalian, lapangan usaha Industri pengolahan, lapangan usaha pengadaan Listrik dan Gas, lapangan usaha Pengadaan air, pengelolaan sampah dan limbah, dan lapangan usaha Konstruksi. sedangkan lapangan usaha sisanya termasuk dalam sektor S. Grafik 8. Koefisien ILOR Kabupaten Lombok Barat Tahun Koefisien ILOR di Kabupaten Lombok Barat selama kurun waktu 2012 hingga 2015 cukup fluktuatif dan 65

80 Penutup sempat mencapai nilai negatif pada tahun Koefisien yang bernilai positif menunjukkan adanya penyerapan tenaga kerja sedangkan nilai negatif menyatakan sebaliknya. Pada tahun 2013 koefisien ILOR Lombok Barat bernilai -0,02 yang dapat diartikan sebagai adanya penurunan jumlah tenaga kerja/ penduduk bekerja pada tahun 2013 dibandingkan tahun Kondisi ini dirasa kontradiktif dengan TPT Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2013 yang justru lebih rendah dibandingkan tahun 2012, artinya ada penurunan jumlah penduduk bekerja dan ada penurunan jumlah pengangguran. Berdasarkan fenomena yang terjadi dapat ditarik kesimpulan bahwa penurunan jumlah penduduk bekerja bukan karena beralih menjadi pengangguran melainkan bergeser ke bukan angkatan kerja. Nilai koefisien ILOR sebesar 0,04 yang dicapai pada tahun 2015 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan 100 juta rupiah output akan menyerap 4 orang tenaga kerja. Dikelompokkan dalam 3 sektor besar, koefisien ILOR Kabupaten Lombok Barat dalam kurun waktu 2012 hingga 2015 bervariasi. Nilai ILOR negatif terjadi di sektor Agriculture (A) dan Manufaktur (M). Hal ini terjadi karena jumlah penduduk yang bekerja pada kedua sektor 66

81 Penutup tersebut berkurang dibandingkan tahun sebelumnya. Hal yang menarik adalah bahwa hanya pada sektor Services (S) saja tidak terdapat ILOR yang negatif. Sehingga diperoleh gambaran bahwa pada tahun 2012, 2013 dan 2015 pada sektor Agricultur terdapat pengurangan jumlah tenaga kerja, sedangakan pada sektor manufaktur terdapat pengurangan jumlah tenaga kerja di tahun 2013 dan Tabel 10. ILOR Kabupaten Lombok Barat Tahun Tahun Agriculture Manufaktur Services (1) (2) (3) (4) 2012 (0,28) 0,02 0, (0,12) (0,04) 0, ,44 (0,04) 0, (0,02) 0,13 0,01 Kenyataan yang terjadi adalah, hanya pada tahun 2013 saja jumlah penduduk bekerja berkurang dan hal ini dikarenakan pergeseran ke bukan angkatan kerja, sedangkan pada tahun lainnya jumlah penduduk bekerja 67

82 Penutup justru semakin meningkat. Indikasi yang tergambar adalah bahwa terjadi pergeseran sektor dimana penduduk terserap sebagai tenaga kerja dalam 4 tahun terakhir. Pergeseran yang paling banyak adalah dari sektor Agriculture karena pada sektor ini ILOR nya lebih banyak yang bernilai negatif. Lantas kemana penduduk bekerja ini bergeser mengingat pada sektor Manufaktur juga terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja? Sektor Services pada sisi yang lain, dalam 4 tahun terakhir selalu mengalami ILOR yang positif, sehingga jelaslah tergambar bahwa dalam kurun waktu 2012 hingga 2015 tenaga kerja yang ada di Kabupaten Lombok Barat bergeser ke sektor Service. Dari ketiga sektor besar A,M dan S, jika dilihat efisiensinya maka sektor S merupakan yang paling efisien pada tahun 2015 karena memiliki koefisien ILOR positif yang paling rendah. Pada tahun tersebut, sektor M membutuhkan 13 tenaga kerja untuk dapat meningkatkan output sebesar 100 juta rupiah, sedangkan sektor S hanya membutuhkan tenaga kerja sebanyak 1 orang saja untuk meningkatkan output sejumlah yang sama. Secara umum ILOR menggambarkan efisiensi/efektifitas dari penggunaan faktor produksi tenaga kerja dalam 68

83 Penutup meningkatkan output, namun kemampuan dari tenaga kerja itu sendiri akan tercermin dari produktivitasnya. Peningkatan produksi dan produktivitas kerja sangat ditentukan oleh kemampuan pekerja, baik di tingkat bawah maupun di level pimpinan yang mampu menjadi penggerak tenaga kerja yang ada dibawahnya untuk bekerja secara produktif. Tabel 11. Produktivitas Pekerja Kabupaten Lombok Barat Menurut Lapangan Usaha Tahun Lapangan Pekerjaan PDRB Adh Berlaku (juta Rupiah) Penduduk Bekerja Produktivitas Pekerja (1) (2) (3) (4) 2012 Agriculture , ,69 Manufacture , ,29 Services , , Agriculture , ,55 Manufacture , ,09 Services , , Agriculture , ,84 Manufacture , ,87 Services , , Agriculture , ,89 Manufacture , ,52 Services , ,02 69

84 Penutup Beberapa faktor yang dapat meningkatkan produktivitas seseorang diantaranya melalui pendidikan, pelatihan, pengalaman, ketrampilan dan lain-lain. Dengan mengembangkan ILOR dapat pula diukur produktivitas dari tenaga kerja menurut lapangan usahanya. Sejalan dengan hasil yang dari ILOR, produktivitas pekerja Lombok Barat juga menunjukkan bahwa lapangan usaha yang paling produtif pada tahun 2015 adalah lapangan usaha Services. Bahkan selama kurun waktu empat tahun terakhir lapangan usaha Service mencapai produktivitas tertinggi pada tahun 2015 yaitu sebesar 49,02 juta rupiah per pekerja. Amat disayangkan bahwa produktivitas pekerja pada lapangan usaha Agriculture merupakan yang terendah, padahal lapangan usaha ini merupakan lapangan usaha yang paling dominan dalam struktur perekonomian Kabupaten Lombok Barat. Produktivitas terendah pada lapangan usaha Agriculture terjadi pada tahun 2012 dengan produktivitas sebesar 19,69 juta rupiah per pekerja. Namun hingga tahun 2015 produktivitas dari lapangan usaha ini semakin meningkat dan berhasil mencapai 23,89 juta rupiah per pekerja. 70

85 PENUTUP

86 Penutup BAB V PENUTUP Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Komponen PMTB memberikan kontribusi antara 34,68 38,23 persen bagi PDRB menurut penggunaan Lombok Barat selama kurun waktu Pada tahun 2012 investasi di lombok Barat baru mencapai 2,65 trilyun rupiah sedangkan pada tahun 2015 sudah mencapai 3,16 trilyun rupiah. 2. Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat periode tahun dengan metode standar adalah 6,38 lag 0; 5,90 lag 1; 5,41 lag 2 dan 4,78 untuk lag 3. Dengan menggunakan metode akumulasi dihasilkan koefisien ICOR yang lebih besar yaitu 6,32 lag 0; 6,19 lag 1; 5,99 lag 2 dan 5,69 untuk lag Karena masih bernilai di atas 4 maka dapat dikatan bahwa investasi di Lombok Barat selama periode 2012 hingga 2015 masih belum efektif, kendati demikian menuju ke arah yang lebih efisien. 71

87 Penutup 4. Koefisien ICOR menurut lapangan usaha periode tahun terlihat bervariasi. Lapangan usaha yang mempunyai ICOR paling tinggi adalah pengadaan listrik dan gas sebesar 70,50 sedangkan lapangan usaha dengan ICOR terendah adalah lapangan usaha Informasi dan Komunikasi 5. Investasi di Provinsi NTB dalam kurun waktu lebih in efisien dibandingkan dengan Lombok Barat, hal ini tercermin dari koefisien ICOR NTB yang beih besar dari Lombok Barat. 6. Lapangan usaha yang paling efisien selama kurun waktu di Lombok Barat lebih didominasi oleh lapangan usaha berbasis jasa. Hal ini bisa jadi karena jasa tidak memerlukan proses produksi yang rumit dan proporsi investasi yang dibutuhkan relatif kecil. 7. Diasumsikan ICOR tetap sebesar 4,78 dengan target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan maka pada tahun 2017 jika ingin perekonomian tumbuh sebesar 6.53 maka diperlukan investasi senilai 3,77 tirlyun rupiah. 8. Berdasarkan pengalaman di banyak negara, maka untuk mendapatkan ICOR yang baik sebagai alat perencanaan adalah ICOR dengan periode rentang waktu yang lebih panjang yaitu 10 atau 15 tahun. 72

88 Penutup 9. Untuk mencapai investasi yang ditargetkan, bukanlah mutlak tanggung jawab pemerintah daerah. Yang dapat dilakukan pemerintah daerah adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif, merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia usaha, membuka kemudahan akses dan prosedur perijinan serta memberikan rasa aman bagi para investor. 10. Koefisien ILOR Lombok Barat sempat bernilai negatif pada tahun 2013, hal ini diakibatkan oleh penurunan jumlah penduduk Lombok Barat yang bekerja ke penduduk bukan angkatan kerja. 11. Koefisien ILOR pada tahun 2015 sebesar 0,04 artinya setiap penambahan 100 juta rupiah output akan menyerap 4 orang tenaga kerja Lombok Barat. 12. Penyerapan tenaga kerja yang paling efisien dalam pembentukan output Lombok Barat adalah pada sektor Services. Hal ini sejalan juga dengan koefisien ICOR pada lapangan usaha berbasis jasa. 13. Pada tahun 2015 di sektor Services hanya membutuhkan tambahan 1 orang tenaga kerja untuk meningkatkan output sebesar 100 juta rupiah. 73

89 Penutup 14. Lapangan usaha pertanian (Agriculture) merupakan lapangan usaha yang paling tidak efisien dan dalam produktivitasnya juga paling rendah. 15. Produktivitas tertinggi ada di sektor Services pada tahun 2015 dengan nilai produktivitas mencapai 49,02 juta rupiah per pekerja. 74

90 Daftar Pustaka DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. (2005). Analisis Incremental labor Output Ratio Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. (2009). Incremental Capital Output ratio (ICOR) Kabupaten Bandung Bandung: BPS Kabupaten Bandung. Badan Pusat Statistik DI Yogyakarta, (2014). Analisis ICOR Sektoral Daerah Istimewa Yogyakarta Yogyakarta: BPS DI Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo Utara. (2015). Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Kabupaten Gorontalo Utara Gorontalo Utara: BPS Kabupaten Gorontalo Utara. Irawan, & Suparmoko. (2002). Ekonomi Pembangunan Edisi keenam. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta Samuelson, PA & Nordhaus WD. (1997). Makro Ekonomi Edisi Keempat Belas. Jakarta: Penerbit Erlangga. 75

91 LAMPIRAN

92 Lampiran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lombok Barat Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (juta Rp) Tahun Kat LAPANGAN USAHA * 2015** (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) A B Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik dan Gas E Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah F Konstruksi G H I Perdagangan Besar dan Eceran Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan dan Asuransi L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertanahan P Jasa Pendidikan Q R,S,T, U Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 76

93 Lampiran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lombok Barat Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2010 (juta Rp) Tahun Kat LAPANGAN USAHA * 2015** (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik dan Gas Limbah E Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, F Konstruksi G Perdagangan Besar dan Eceran H Transportasi dan Pergudangan I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan dan Asuransi L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertanahan P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T, U Jasa lainnya TOTAL *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 77

94 Lampiran Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Kabupaten Lombok Barat Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rp) Kat LAPANGAN USAHA * 2015** (1) (2) (3) (4) (5) (6) A Pertanian, Kehutanan dan , , , ,91 Perikanan B Pertambangan dan Penggalian , , , ,66 C Industri Pengolahan , , , ,84 D Pengadaan Listrik dan Gas 5 678, , , ,23 E Pengadaan Air, Pengelolaan 3 976, , , ,92 sampah, Limbah F Konstruksi , , , ,14 G Perdagangan Besar dan Eceran , , , ,61 H Transportasi dan Pergudangan , , , ,18 I Penyediaan Akomodasi dan , , , ,23 Makan Minum J Informasi dan Komunikasi , , , ,90 K Jasa Keuangan dan Asuransi , , , ,63 L Real Estate , , , ,01 M,N Jasa Perusahaan 3 213, , , ,35 O Administrasi Pemerintahan, , , , ,05 Pertahanan P Jasa Pendidikan , , , ,54 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan , , , ,12 Sosial R,S,T,U Jasa lainnya , , , ,40 LOMBOK BARAT , , , ,71 *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 78

95 Lampiran Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Kabupaten Lombok Barat Atas Dasar Harga Konstan 2010=100 Menurut Lapangan Usaha (Juta Rp) Kat LAPANGAN USAHA * 2015** (1) (2) (3) (4) (5) (6) A Pertanian, Kehutanan dan , , , ,43 Perikanan B Pertambangan dan Penggalian , , , ,70 C Industri Pengolahan , , , ,61 D Pengadaan Listrik dan Gas 5 360, , , ,76 E Pengadaan Air, Pengelolaan 3 064, , , ,26 sampah, Limbah F Konstruksi , , , ,93 G Perdagangan Besar dan Eceran , , , ,00 H Transportasi dan Pergudangan , , , ,01 I Penyediaan Akomodasi dan , , , ,60 Makan Minum J Informasi dan Komunikasi , , , ,26 K Jasa Keuangan dan Asuransi , , , ,44 L Real Estate , , , ,41 M,N Jasa Perusahaan 2 696, , , ,64 O Administrasi Pemerintahan, , , , ,21 Pertahanan P Jasa Pendidikan , , , ,42 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan , , , ,14 Sosial R,S,T,U Jasa lainnya , , , ,98 LOMBOK BARAT , , , ,81 *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 79

96 Lampiran Distribusi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Kabupaten Lombok Barat Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rp) Kat LAPANGAN USAHA * 2015** (1) (2) (3) (4) (5) (6) A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 12,23 11,51 5,40 10,49 B Pertambangan dan Penggalian 10,28 5,54 10,13 9,09 C Industri Pengolahan 4,26 3,64 3,84 4,12 D Pengadaan Listrik dan Gas 0,18 0,14 0,16 0,17 E Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah 0,12 0,14 0,17 0,11 F Konstruksi 11,45 16,07 14,94 16,09 G Perdagangan Besar dan Eceran 18,60 18,03 16,88 14,47 H Transportasi dan Pergudangan 15,96 12,63 18,52 18,66 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,71 10,43 9,95 5,83 J Informasi dan Komunikasi 1,10 1,06 0,96 0,97 K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,23 2,25 2,06 2,16 L Real Estate 4,00 4,02 3,75 3,89 M,N Jasa Perusahaan 0,10 0,10 0,09 0,09 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan 3,04 2,91 2,79 2,98 P Jasa Pendidikan 4,12 5,74 5,12 5,40 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,96 2,92 2,66 2,78 R,S,T,U Jasa lainnya 1,67 2,89 2,58 2,71 LOMBOK BARAT 100,00 100,00 *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 100,00 100,00 80

97 Lampiran Distribusi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Kabupaten Lombok Barat Atas Dasar Harga Konstan 2010=100 Menurut Lapangan Usaha (Juta Rp) Kat LAPANGAN USAHA * 2015** (1) (2) (3) (4) (5) (6) A B C D E F G H I J K L M,N O P Q Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 12,52 12,35 12,05 11,62 Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas 10,34 10,22 10,48 10,32 4,48 4,26 4,30 4,33 0,20 0,19 0,23 0,25 Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah 0,12 0,12 0,13 0,12 Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Transportasi dan Pergudangan 12,07 15,37 16,16 17,63 18,14 17,01 16,47 15,26 16,53 13,40 14,27 14,82 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,02 8,56 7,72 7,58 Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan 1,17 1,11 1,09 1,14 2,13 2,02 1,96 1,99 3,80 3,55 3,36 3,49 0,10 0,09 0,09 0,09 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan 2,80 2,53 2,38 2,34 Jasa Pendidikan 3,86 4,88 4,90 4,64 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2,00 2,52 2,76 2,84 R,S,T,U Jasa lainnya 1,72 1,80 1,66 1,54 LOMBOK BARAT 100,00 100,00 100,00 100,00 *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 81

98 Lampiran Laju Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Kabupaten Lombok Barat Atas Dasar Harga Konstan 2010=100 Menurut Lapangan Usaha (Juta Rp) Kat LAPANGAN USAHA * 2015** (1) (2) (3) (4) (5) (6) A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan - 2,25 2,05 5,96 B Pertambangan dan Penggalian - 2,50 7,25 8,23 C Industri Pengolahan - D Pengadaan Listrik dan Gas - E Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah (1,38) (4,39) 5,53 10,74 31,62 17,43-6,28 12,06 7,68 F Konstruksi - 31,99 9,94 19,89 G Perdagangan Besar dan Eceran - H Transportasi dan Pergudangan - I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (2,81) (15,97) 1,24 1,80 11,34 14,13-10,70 (5,63) 7,82 J Informasi dan Komunikasi - K Jasa Keuangan dan Asuransi - L Real Estate - M,N Jasa Perusahaan - O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan - (1,80) (1,40) (2,94) (4,32) (6,49) 2,54 14,62 1,41 11,70 (1,08) 14,09 (1,49) 10,11 (1,58) 8,14 P Jasa Pendidikan - 31,24 4,85 4,11 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial - 30,31 14,68 12,94 R,S,T,U Jasa lainnya - 8,73 (3,79) 1,98 LOMBOK BARAT - 3,66 4,60 9,88 *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 82

99 Lampiran Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat Menurut Lapangan Usaha Lag 0 Kat LAPANGAN USAHA * 2015** (1) (2) (3) (4) (5) (6) A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 5,06 5,48 12,32 3,87 B Pertambangan dan Penggalian 8,15 18,18 7,79 7,64 C Industri Pengolahan 8,25 8,69 6,56 6,12 D Pengadaan Listrik dan Gas 8,58 15,82 2,68 104,18 E Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah 8,82 8,15 5,66 8,51 F Konstruksi 8,19 6,79 5,46 5,66 G Perdagangan Besar dan Eceran 7,04 6,87 6,56 7,08 H Transportasi dan Pergudangan 10,35 10,84 7,14 7,35 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,17 5,58 5,84 10,10 J Informasi dan Komunikasi 2,24 2,09 1,93 1,93 K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,27 3,21 3,60 3,05 L Real Estate 6,21 5,68 8,01 5,86 M,N Jasa Perusahaan 4,84 5,62 6,92 5,30 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan 6,88 4,71 3,36 3,17 P Jasa Pendidikan 7,01 5,90 5,85 4,53 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,44 5,94 8,01 7,31 R,S,T,U Jasa lainnya 7,02 3,36 4,03 3,43 LOMBOK BARAT 6,77 6,68 6,36 5,69 *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 83

100 Lampiran Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat Menurut Lapangan Usaha Lag 1 Kat LAPANGAN USAHA * 2015** (1) (2) (3) (4) (5) (6) A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan - 5,36 12,07 3,65 B Pertambangan dan Penggalian - 17,74 7,27 7,06 C Industri Pengolahan - 8,81 6,22 5,53 D Pengadaan Listrik dan Gas - 16,54 2,04 88,72 E Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah - 7,67 5,05 7,90 F Konstruksi - 5,15 4,97 4,72 G Perdagangan Besar dan Eceran - 7,07 6,48 6,96 H Transportasi dan Pergudangan - 12,90 6,42 6,44 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum - 5,04 6,19 9,37 J Informasi dan Komunikasi - 2,13 1,89 1,69 K Jasa Keuangan dan Asuransi - 3,25 3,55 2,73 L Real Estate - 5,85 8,10 5,13 M,N Jasa Perusahaan - 5,88 7,02 4,81 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan - 5,03 3,41 2,93 P Jasa Pendidikan - 4,50 5,58 4,36 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial - 4,56 6,99 6,47 R,S,T,U Jasa lainnya - 3,09 4,19 3,36 LOMBOK BARAT - 6,44 6,08 5,18 *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 84

101 Lampiran Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat Menurut Lapangan Usaha Lag 2 Kat LAPANGAN USAHA * 2015** (1) (2) (3) (4) (5) (6) A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ,81 3,58 B Pertambangan dan Penggalian - - 7,09 6,58 C Industri Pengolahan - - 6,31 5,24 D Pengadaan Listrik dan Gas - - 2,13 67,40 E Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah - - 4,75 7,05 F Konstruksi - - 3,76 4,30 G Perdagangan Besar dan Eceran - - 6,67 6,87 H Transportasi dan Pergudangan - - 7,64 5,78 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum - - 5,59 9,93 J Informasi dan Komunikasi - - 1,92 1,65 K Jasa Keuangan dan Asuransi - - 3,60 2,69 L Real Estate - - 8,34 5,19 M,N Jasa Perusahaan - - 7,34 4,88 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan - - 3,65 2,98 P Jasa Pendidikan - - 4,25 4,15 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial - - 5,36 5,64 R,S,T,U Jasa lainnya - - 3,85 3,50 LOMBOK BARAT - - 5,87 4,95 *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 85

102 Lampiran Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat Menurut Lapangan Usaha Lag 3 Kat LAPANGAN USAHA * 2015** (1) (2) (3) (4) (5) (6) A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ,50 B Pertambangan dan Penggalian ,42 C Industri Pengolahan ,31 D Pengadaan Listrik dan Gas ,50 E Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah ,64 F Konstruksi ,26 G Perdagangan Besar dan Eceran ,07 H Transportasi dan Pergudangan ,88 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum ,97 J Informasi dan Komunikasi ,68 K Jasa Keuangan dan Asuransi ,73 L Real Estate ,35 M,N Jasa Perusahaan ,10 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan ,19 P Jasa Pendidikan ,17 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial ,33 R,S,T,U Jasa lainnya ,22 LOMBOK BARAT ,78 *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 86

103 Lampiran Koefisien ICOR Periode Tahun Kabupaten Lombok Barat Lag 0 Menurut Lapangan Usaha dan Metode Kat LAPANGAN USAHA Akumulasi Standar (1) (2) (3) (4) A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 5,53 6,68 B Pertambangan dan Penggalian 9,06 10,44 C Industri Pengolahan 7,19 7,41 D Pengadaan Listrik dan Gas 7,10 32,81 E Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah 7,50 7,79 F Konstruksi 6,20 6,53 G Perdagangan Besar dan Eceran 6,88 6,89 H Transportasi dan Pergudangan 8,53 8,92 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,57 6,92 J Informasi dan Komunikasi 2,04 2,05 K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,95 3,03 L Real Estate 6,30 6,44 M,N Jasa Perusahaan 5,55 5,67 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan 4,13 4,53 P Jasa Pendidikan 5,59 5,82 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,39 7,68 R,S,T,U Jasa lainnya 4,05 4,46 LOMBOK BARAT 6,32 6,38 *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 87

104 Lampiran Koefisien ICOR Periode Tahun Kabupaten Lombok Barat Lag 1 Menurut Lapangan Usaha dan Metode Kat LAPANGAN USAHA Akumulasi Standar (1) (2) (3) (4) A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 5,69 7,03 B Pertambangan dan Penggalian 9,38 10,69 C Industri Pengolahan 6,91 6,85 D Pengadaan Listrik dan Gas 6,78 35,77 E Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah 7,20 6,87 F Konstruksi 5,88 4,95 G Perdagangan Besar dan Eceran 6,83 6,84 H Transportasi dan Pergudangan 8,04 8,58 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,71 6,87 J Informasi dan Komunikasi 1,98 1,90 K Jasa Keuangan dan Asuransi 3,26 3,18 L Real Estate 6,33 6,36 M,N Jasa Perusahaan 5,85 5,90 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan 3,63 3,79 P Jasa Pendidikan 5,33 4,81 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,04 6,01 R,S,T,U Jasa lainnya 3,58 3,55 LOMBOK BARAT 6,19 5,90 *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 88

105 Lampiran Koefisien ICOR Periode Tahun Kabupaten Lombok Barat Lag 2 Menurut Lapangan Usaha dan Metode Kat LAPANGAN USAHA Akumulasi Standar (1) (2) (3) (4) A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 5,80 7,69 B Pertambangan dan Penggalian 7,71 6,84 C Industri Pengolahan 6,32 5,77 D Pengadaan Listrik dan Gas 5,66 34,77 E Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah 6,85 5,90 F Konstruksi 5,57 4,03 G Perdagangan Besar dan Eceran 6,81 6,77 H Transportasi dan Pergudangan 7,25 6,71 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,48 7,76 J Informasi dan Komunikasi 1,93 1,78 K Jasa Keuangan dan Asuransi 3,29 3,15 L Real Estate 6,70 6,77 M,N Jasa Perusahaan 5,96 6,11 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan 3,26 3,32 P Jasa Pendidikan 5,09 4,20 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,62 5,50 R,S,T,U Jasa lainnya 3,70 3,67 LOMBOK BARAT 5,99 5,41 *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 89

106 Lampiran Koefisien ICOR Periode Tahun Kabupaten Lombok Barat Lag 3 Menurut Lapangan Usaha dan Metode Kat LAPANGAN USAHA Akumulasi Standar (1) (2) (3) (4) A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 3,87 3,50 B Pertambangan dan Penggalian 7,64 6,42 C Industri Pengolahan 6,12 5,31 D Pengadaan Listrik dan Gas 104,18 70,50 E Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah 8,51 6,64 F Konstruksi 5,66 3,26 G Perdagangan Besar dan Eceran 7,08 7,07 H Transportasi dan Pergudangan 7,35 6,88 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 10,10 8,97 J Informasi dan Komunikasi 1,93 1,68 K Jasa Keuangan dan Asuransi 3,05 2,73 L Real Estate 5,86 5,35 M,N Jasa Perusahaan 5,30 5,10 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan 3,17 3,19 P Jasa Pendidikan 4,53 3,17 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,31 4,33 R,S,T,U Jasa lainnya 3,43 3,22 LOMBOK BARAT 5,69 4,78 *): Angka Sementara; **):Angka Sangat Sementara 90

107

INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Provinsi Banten Tahun 2014 ISBN : 978-602-0932-42-2 No. Publikasi / No. Publication : 36000.1565

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara Triwulan III-2017

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara Triwulan III-2017 Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara N o. 61/11/Th.IX, 6 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara Triwulan III-2017 Provinsi Sulawesi Tenggara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Triwulan III 2017 No. 62/11/32/Th. XIX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Triwulan III-2017 Ekonomi Jawa Barat Triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN III-2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 65/11/32/Th.XVII, 5 November 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN III-2015 EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN III-2015 TUMBUH 5,03 PERSEN Perekonomian Jawa Barat pada Triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 2015 No. 11/02/15/Th.X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN TUMBUH 4,21 PERSEN Perekonomian Provinsi Jambi tahun yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 2016 No. 010/0/15/Th.XI, 6 Februari 017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN TUMBUH,37 PERSEN Perekonomian Provinsi Jambi tahun yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Maluku Utara November 2017 No. 63/11/82/Th.XVI, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Pertumbuhan Ekonomi Maluku Utara Triwulan III-2017 EKONOMI MALUKU UTARA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 29/05/34/Th.XVII, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I 2015 TUMBUH 0,16 PERSEN MELAMBAT DIBANDING

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN 2016 Ekonomi Gorontalo Tahun 2016 Tumbuh 6,52 Persen

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN 2016 Ekonomi Gorontalo Tahun 2016 Tumbuh 6,52 Persen No. 11/02/75/Th.XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN 2016 Ekonomi Gorontalo Tahun 2016 Tumbuh 6,52 Persen Perekonomian Gorontalo tahun 2016 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 2014 No. 11/02/15/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN TUMBUH 7,9 PERSEN KINERJA POSITIF YANG TERUS TERJAGA DALAM KURUN LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2016 No. 77/11/33/Th.X, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III- EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III- TUMBUH 5,6 PERSEN LEBIH BAIK DIBANDING TRIWULAN III-15 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2017

Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI GORONTALO Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo Triwulan III-217 Ekonomi Gorontalo Triwulan III- 217 tumbuh 5,29 persen Perekonomian Gorontalo berdasarkan besaran Produk Domestik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2016 No. 1/0/33/Th.XI, 6 Februari 017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN TUMBUH 5,8 PERSEN MELAMBAT DIBANDINGKAN PERTUMBUHAN TAHUN SEBELUMNYA 17 1 A. PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN No. 09/02/31/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN Perekonomian Jakarta tahun 2016 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2014 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA Release PDRB tahun dan selanjutnya menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 No. 11/02/34/Th.XVII, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN EKONOMI DAERAH

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN I Ekonomi Gorontalo Triwulan I-2015 Tumbuh 4,69 Persen Melambat Dibanding Triwulan I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN I Ekonomi Gorontalo Triwulan I-2015 Tumbuh 4,69 Persen Melambat Dibanding Triwulan I-2014 Persen (%) No. 29/05/75/Th.IX, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN I- 2015 Ekonomi Gorontalo Triwulan I-2015 Tumbuh 4,69 Persen Melambat Dibanding Triwulan I-2014 Perekonomian Gorontalo yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN III-2016 Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2016 Tumbuh 6,98 Persen Meningkat Dibanding dengan Triwulan II-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN III-2016 Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2016 Tumbuh 6,98 Persen Meningkat Dibanding dengan Triwulan II-2016 No. 62/11/75/Th.X, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN III-2016 Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2016 Tumbuh 6,98 Persen Meningkat Dibanding dengan Triwulan II-2016 Perekonomian Gorontalo

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat November 2017 No. 67/11//76/Th.XI, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Triwulan III-2017

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I-2017 No. 27/05/72/Th.XX, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I-2017 EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I-2017 TUMBUH 3,91 PERSEN DIBANDING TRIWULAN I-2016 Perekonomian Sulawesi Tengah yang

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan III

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan III Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan III - No. 77/11/33/Th.XI, 6 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan III - EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU UTARA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU UTARA TAHUN 2016 No. 12/02/82/Th.XVI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU UTARA TAHUN 2016 EKONOMI MALUKU UTARA TAHUN 2016 TUMBUH 5,77 PERSEN EKONOMI MALUKU UTARA TRIWULAN IV- 2016 (Y-ON-Y) TUMBUH 6,54 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 No. 32/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2016 TUMBUH SEBESAR 6,04% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,46% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016 No. 11/02/Th.IX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016 EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016 TUMBUH 6,51 PERSEN Perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2016 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 10/02/32/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT 2016 EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2016 TUMBUH 5,45 PERSEN EKONOMI JAWA BARAT 2016 TUMBUH 5,67 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 64/11/61/Th.XVIII, 5 November 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2015 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2015 TUMBUH 4,23 PERSEN SEDIKIT MELAMBAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th.XV, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I 2017 TUMBUH 5,37 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TRIWULAN I-2017 No. 26/05/15/Th.XI, 5 Mei PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TRIWULAN I- EKONOMI PROVINSI JAMBI TRIWULAN I- TUMBUH 4,27 PERSEN DIBANDING TRIWULAN I- Perekonomian Provinsi Jambi yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015 No. 05/02/Th. IX, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015 EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015 TUMBUH 6,88 PERSEN MENINGKAT DARI TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Sulawesi Tenggara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN III-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 64/11/16/Th.XVII, 5 November 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN III-2015 EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN III-2015 TUMBUH 4,89 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA No. 28/05/Th. IX, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA EKONOMI SULAWESI TENGGARA TRIW. I-2017 TUMBUH 8,39 PERSEN (YEAR ON YEAR) Perekonomian Sulawesi Tenggara triwulan I-2017 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN III-2015 Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2015 Tumbuh 5,74 Persen Lebih Cepat Dibanding Triwulan II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN III-2015 Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2015 Tumbuh 5,74 Persen Lebih Cepat Dibanding Triwulan II-2015 Persen (%) No. /11/75/Th.IX, 5 November 15 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN III-15 Ekonomi Gorontalo Triwulan III-15 Tumbuh 5,7 Persen Lebih Cepat Dibanding Triwulan II-15 Release PDRB tahun 1 dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA No. 5/5/Th. IX, Mei 1 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA EKONOMI SULAWESI TENGGARA TRIW. I-1 TUMBUH 5,1 PERSEN (YEAR ON YEAR) Perekonomian Sulawesi Tenggara triwulan I-1 yang diukur berdasarkan Produk

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Papua Triwulan III-2017 No. 62/11/94/Th. X, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA Pertumbuhan Ekonomi Papua Triwulan III-2017 EKONOMI PAPUA TRIWULAN

Lebih terperinci

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR No. 01/10/3172/Th.VIII, 7 Oktober 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2015 EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2015 TUMBUH 5,41 PERSEN Perekonomian Jakarta Timur tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN I-2017 No. 26/05/75/Th.XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN I-2017 EKONOMI GORONTALO TRIWULAN I-2017 TUMBUH 7,27 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN I-2016 Perekonomian Gorontalo yang diukur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 01/08/1205/Th. VIII, 16 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara

Lebih terperinci

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN II-2017 EKONOMI RIAU TRIWULAN II-2017 TUMBUH 2,41 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 No. 37/08/14/Th. XVIII, 7 Agustus 2017 Perekonomian

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan IV-217 No. 16/2/Th.XXI, Februari 218 BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan IV-217 Ekonomi Indonesia Triwulan IV-217 Tumbuh,19 Persen Perekonomian

Lebih terperinci

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR No. 01/10/3172/Th.VII, 1 Oktober 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 TUMBUH 5,98 PERSEN Release PDRB tahun 2014 dan selanjutnya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN II-2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 47/08/32/Th.XVII, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN II-2015 EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN II-2015 TUMBUH 4,88 PERSEN Perekonomian Jawa Barat pada T riwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 10/02/61/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN IV- TUMBUH 3,77 PERSEN TERENDAH SELAMA TAHUN EKONOMI KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTT No. 07/05/53/Th.XVIII, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I-2015 EKONOMI NTT TRIWULAN I-2015 TUMBUH 4,60 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2014 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I-2015 No. 35/05/33/Th.IX, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I-2015 EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I-2015 TUMBUH 5,5 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No.34/05/52/Th. IX, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2015 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2015 TUMBUH 1,21 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN I-2015 No. 29/5/13/Th.XVIII, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN I-2015 EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN I-2015 TUMBUH 5,46 PERSEN Perekonomian Sumatera Barat yang diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN I-2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 26/05/32/Th.XVIII, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN I-2016 EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN I-2016 TUMBUH 5,08 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN I-2015 Perekonomian

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb.

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb. SAMBUTAN Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur atas penerbitan Publikasi Analisis Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Kota Semarang Tahun 2010. Melalui publikasi ini dapat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA No. 05/11/Th.VIII, 5 November 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA EKONOMI SULAWESI TENGGARA TRIW. III-2015 TUMBUH 6,96 PERSEN (YEAR ON YEAR) Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 55/08/52/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2015 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2015 TUMBUH 3,76 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 45/08/Th.XIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,29 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 11/02/61/Th.XIX, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2015 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2015 TUMBUH 4,81 PERSEN MELAMBAT DIBANDINGKAN TAHUN 2014

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 34/05/35/Th.XIII, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2015 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I 2015 TUMBUH 5,18 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2014 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 26/05/Th.XIX, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN I-2017 EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN I-2017 TUMBUH 5,11

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III-2015 No. 64/11/13/Th.XVIII, 5 November PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III- EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III- TUMBUH 4,71 PERSEN Perekonomian Sumatera Barat yang diukur berdasarkan besaran Produk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 12/02/61/Th.XVIII, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN TUMBUH 5,02 PERSEN MELAMBAT DIBANDINGKAN TAHUN 2013 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TRIWULAN I-2016 No. 027/05/16/Th.X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TRIWULAN I-2016 EKONOMI PROVINSI JAMBI TRIWULAN I-2016 TUMBUH 0,56 PERSEN DIBANDING TRIWULAN IV-2015 Perekonomian Provinsi Jambi yang diukur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 07/02/53/Th.XIX, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2015 EKONOMI NTT TAHUN 2015 TUMBUH 5,02 PERSEN Perekonomian NTT tahun 2015 yang diukur berdasarkan Produk Domestik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA UTARA SEMESTER I TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA UTARA SEMESTER I TAHUN 2016 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 47/08/12/Th.XIX, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA UTARA SEMESTER I TAHUN 2016 EKONOMI SUMATERA UTARA SEMESTER I TAHUN 2016 TUMBUH 5,34 PERSEN Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2017 No. 40/08/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2017 EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2017 MENGALAMI PERTUMBUHAN SEBESAR 2,01 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dikatakan baik apabila terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan di

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dikatakan baik apabila terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU TAHUN 2016 BPS PROVINSI MALUKU No. 01/02/81/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU TAHUN 2016 EKONOMI MALUKU TAHUN 2016 TUMBUH 5,76 PERSEN DIBANDING TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Maluku tahun 2016 yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 62/11/32 Th.XVIII, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 5,76 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA No. 10/02/94/Th. X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 TUMBUH 9,21 PERSEN TUMBUH LEBIH CEPAT DIBANDING TAHUN LALU Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA BPS PROVINSI SULAWESI TENGGARA No. 45/08/Th. IX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA EKONOMI SULAWESI TENGGARA TRIW. II-2017 TUMBUH 7,03 PERSEN (YEAR ON YEAR) Perekonomian Sulawesi Tenggara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN I-2016 BADAN PUSAT STATISTIK No. 7/5/Th.XVIII, Mei 16 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN I-16 EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN I-16 TUMBUH,9 PERSEN Perekonomian Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN KONTRIBUSI INVESTASI SWASTA TERHADAP PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO (PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN 2010 2014 Pendahuluan Dalam perhitungan PDRB terdapat 3 pendekatan, yaitu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 No. 9/02//13/Th. XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN IV-2016 TUMBUH 4,86 PERSEN EKONOMI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 TUMBUH 5,26 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2014 No. 13/02/51/Th. IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,72 PERSEN LEBIH CEPAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Release PDRB Tahun dan selanjutnya menggunakan

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 27/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN I-2017 EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN I-2017 TUMBUH 5,24 PERSEN Perekonomian Jawa Barat pada triwulan I-2017

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Triwulan I 2017 Terhadap Triwulan I 2016 (y on y)

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Triwulan I 2017 Terhadap Triwulan I 2016 (y on y) BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 29/05/76/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI BARAT TRIWULAN I-2017 EKONOMI SULAWESI BARAT TRIWULAN I-2017 SECARA Q TO Q TERKONTRAKSI 7,48 PERSEN, NAMUN SECARA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 49/08/73/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015 TUMBUH 7,62 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 No. 05/11/Th.IX, 5 Februari 2015 No. 11/02/63/Th.XIX/ 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 TUMBUH 4,85 PERSEN MELAMBAT SEJAK TIGA TAHUN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2015 I-12 II-12 III-12 IV-12 I-13 II-13 III-13 IV-13 I-14 II-14 III-14 IV-14 I-15 II-15 III-15 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No.76/11/52/Th. IX, 5 November 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 No. 11/2//13/Th XIX, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 EKONOMI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 TUMBUH 5,41 PERSEN Perekonomian Sumatera Barat tahun 2015 yang diukur berdasarkan Produk

Lebih terperinci

Lainnya. Infokom. konstruksi. Perdagangan. Industri PDRB. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I-2016 Terhadap Triwulan IV-2015 (q-to-q) Pertanian

Lainnya. Infokom. konstruksi. Perdagangan. Industri PDRB. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I-2016 Terhadap Triwulan IV-2015 (q-to-q) Pertanian No. 33/05/33/Th.X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I-2016 EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I-2016 TUMBUH 5,1 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I- Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DKI Jakarta November 2017 No.53/11/31/Th.XIX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI DKI JAKARTA Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Triwulan III-2017 EKONOMI DKI JAKARTA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015 No. 10/02/14/Th. XVII, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN EKONOMI RIAU TAHUN TUMBUH 0,22 PERSEN MELAMBAT SEJAK LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian Riau tahun yang diukur berdasarkan Produk Domestik

Lebih terperinci

https://binjaikota.bps.go.id

https://binjaikota.bps.go.id BPS KOTA BINJAI No. 1/10/1276/Th. XVI, 10 Oktober 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA BINJAI TAHUN 2015 Pertumbuhan Ekonomi Kota Binjai tahun 2015 yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II-2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 47/8/61/Th.XIX, 5 Agustus 216 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II-216 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II-216 TUMBUH 4,21 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TAHUN 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT 10/02/32/Th. XVIII, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TAHUN EKONOMI JAWA BARAT TAHUN TUMBUH 5,03 PERSEN Perekonomian Jawa Barat tahun yang diukur berdasarkan Produk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2016 BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur No. 07/01/53/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN EKONOMI NTT TAHUN TUMBUH 5,18 PERSEN Perekonomian NTT yang diukur berdasarkan besaran Produk Domestik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TRIWULAN II-2015 No. 047/08/15/Th.IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TRIWULAN II-2015 EKONOMI PROVINSI JAMBI TRIWULAN II-2015 TUMBUH 1,5 PERSEN DIBANDING TRIWULAN I-2015 Perekonomian Provinsi Jambi yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU UTARA TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU UTARA TRIWULAN III-2016 No. 63/11/82/Th.XV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU UTARA TRIWULAN III-2016 EKONOMI MALUKU UTARA TRIWULAN III-2016 TUMBUH 5,56 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN III-2015 Perekonomian Maluku

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I-2016 BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur No. 07/05/53/Th.XIX, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I-2016 EKONOMI NTT TRIWULAN I-2016 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian NTT yang diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XXI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU TRIWULAN I TAHUN 2017 EKONOMI MALUKU TRIWULAN I 2017 MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 2,39 PERSEN DIBANDING TRIWULAN IV TAHUN 2016

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2015 BPS PROVINSI BENGKULU No. 11/02/17/X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2015 EKONOMI BENGKULU TUMBUH 5,14 PERSEN, PERTUMBUHAN TERENDAH DALAM LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2016 I-12 II-12 III-12 IV-12 I-13 II-13 III-13 IV-13 I-14 II-14 III-14 IV-14 I-15 II-15 III-15 IV-15 I-16 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 31/05/52/Th X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 31/05/52/Th XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR

Lebih terperinci

No. 25/05/31/Th.XVII, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 EKONOMI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 TUMBUH 5,08 PERSEN MENGALAMI KONTRAKSI 0,12 PERSEN DIBANDINGKAN TRIWULAN IV/2014

Lebih terperinci