UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG DAN APLIKASINYA PADA KOMPOR TEKAN SKRIPSI MADA HUNTER PARDEDE F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG DAN APLIKASINYA PADA KOMPOR TEKAN SKRIPSI MADA HUNTER PARDEDE F"

Transkripsi

1 UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG DAN APLIKASINYA PADA KOMPOR TEKAN SKRIPSI MADA HUNTER PARDEDE F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 Characteristic Performance of Tamanu Oil and Its Application to Pressure Stove Mada Hunter Pardede Department of Mechanical And Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone , ABSTRACT In a rural area, tamanu oil is potential to produce energy which is able to replace kerosene as fuel in a pressure stove. To replace kerosene, tamanu oil must meet the likely criterias with kerosene. One of the most important criterias is in the matter of viscosity. Tamanu oil has higher viscosity than kerosene. Heating was done to decrease the viscosity of Tamanu oil. One of many ways to determine that the viscosity criteria of tamanu oil has been nearly equal to the viscosity of kerosene is by studying spraying criteria of tamanu oil. The purpose of this research was to determine and analyze the spraying criteria of tamanu oil in a pressure stove. This research also tested modified burner designed by Lestari (2011). Spraying testing was done by giving a treatment to tamanu oil in a certain temperature. From the testing result, tamanu oil had the nearly equal characteristic with the spraying kerosene when the temperature of tamanu oil reached ± 150 o C. In this temperature, diameter and spraying angle of tamanu oil was 65,67 mm and o. Whereas, diameter and spraying angle of kerosene without heating treatment was 66,75 mm and o. According to Lestari (2011), heating must be done until the temperature of tamanu oil reached ± o C, so that the viscosity of tamanu oil reached 5 cp or equal with the kerosene. From the result of the modified burner testing, apparently burner in a pressure stove could heat tamanu oil to reach o C temperature. Thus, we could conclude that modified burner in a pressure stove can decrease the viscosity of tamanu oil to reach a nearly equal with kerosene. Keywords: Tamanu Oil, Spraying Criteria

3 MADA HUNTER PARDEDE F UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG DAN APLIKASINYA PADA KOMPOR TEKAN. Dibawah bimbingan Usman Ahmad dan Y. Aris Purwanto RINGKASAN Minyak tanah adalah bahan bakar utama untuk keperluan rumah tangga yang digunakan masyarakat di Indonesia. Dengan kelangkaan yang terjadi pada minyak tanah dewasa ini, maka harus dicari solusi untuk mengatasi masalah ini. Salah satu solusinya adalah dengan pemanfaatan minyak nabati menjadi bahan bakar pengganti minyak tanah. Salah satu minyak nabati yang dapat dikembangkan menjadi bahan bakar adalah minyak nyamplung. Secara teknis minyak nyamplung murni dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar, namun kekentalan yang sangat tinggi dan terdapatnya senyawa pengotor dan gum atau getah masih menjadi kendala. Maka perlu dilakukan pengkajian pemurnian minyak nyamplung serta karakterisasi minyak nyamplung terutama viskositasnya agar kriteria minyak nyamplung dapat mendekati kriteria minyak tanah sebagai bahan bakar pada kompor rumah tangga. Salah satu cara untuk mengetahui kriteria viskositas minyak nyamplung agar mendekati viskositas minyak tanah adalah dengan mempelajari karakteristik penyemprotan minyak nyamplung. Pada penelitian ini diuji karakteristik penyemprotan minyak nyamplung dengan menggunakan kompor tekan dan dibandingkan dengan karakteristik penyemprotan minyak tanah. Data karakteristik minyak nyamplung ini selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan modifikasi pada kompor tekan. Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran kinerja burner rmodifikasi pada kompor tekan hasil rancangan Lestari (2011). Pengaplikasian karakteristik semprotan minyak nyamplung pada burner termodifikasi ini dilakukan dengan mengukur suhu sehingga dapat diketahui apakah burner tersebut dapat memanaskan minyak nyamplung agar memilki karakteristik yang mendekati minyak tanah. Hasilnya dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan pengujian semprot sebelumnya. Parameter pengujian karakteristik penyemprotan adalah pola semprotan, diameter semprotan, dan sudut semprotan. Pengujian dilakukan dengan memberikan perlakuan panas pada minyak nyamplung. Semakin meningkatnya suhu minyak nyamplung, maka diameter serta sudut semprotan akan semakin tinggi. Karakteristik semprotan minyak nyamplung mendekati karakteristik semprotan minyak tanah diperoleh ketika minyak nyamplung berada pada suhu 150 o C. Diameter serta sudut semprotan minyak nyamplung yang diperoleh adalah sebesar mm dan o. Sedangkan diameter serta sudut semprotan minyak tanah tanpa perlakuan panas adalah mm dan o. Jadi pada suhu 150 o C, besarnya diameter dan sudut semprotan minyak nyamplung sudah hampir sama dengan diameter dan sudut semprotan minyak tanah. Dalam pengukuran suhu minyak nyamplung pada burner modifikasi pada kompor tekan, burner diharapkan dapat memanaskan minyak nyamplung sehingga viskositasnya dapat mendekati viskositas minyak tanah. Minyak tanah memiliki viskositas 5 cp pada suhu ruang. Menurut Lestari (2011) untuk mencapai viskositas tersebut minyak nyamplung harus dipanaskan hingga mencapai suhu ± o C. Setelah dilakukan pengukuran, ternyata burner modifikasi dapat memanaskan minyak nyamplung hingga mencapai suhu o C.

4 UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG DAN APLIKASINYA PADA KOMPOR TEKAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh : MADA HUNTER PARDEDE F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 Judul Skripsi Nama NRP : Uji Karakteristik Minyak Nyamplung dan Aplikasinya Pada Kompor Tekan : Mada Hunter Pardede : F Menyetujui : Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc NIP : NIP: Mengetahui: Ketua Departemen Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP : Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Uji Karakteristik Minyak Nyamplung dan Aplikasinya Pada Kompor Tekan adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dari Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2012 Yang membuat pernyataan, MADA HUNTER PARDEDE F

7 Hak cipta milik Mada Hunter Pardede, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

8 BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 8 Agustus Penulis merupakan anak kedua, putra dari pasangan Bapak Manaor Pardede dan Ibu Elisabeth Pardede Br. Simbolon. Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Katolik San Francesco Balige. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Budhi Dharma Balige pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Soposurung Balige lulus pada tahun Setelah lulus sekolah menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama masa kuliah penulis aktif di dalam organisasi kemahasiswaan, diantaranya UKM PMK IPB, dan GMKI Bogor. Penulis melaksanakan praktek lapangan pada Tahun 2009 dengan topik Aspek Keteknikan Pertanian di PT. Perkebunan Nusantara VIII Panglejar, Jawa Barat. Untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknik Pertanian, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul Uji Karakteristik Minyak Nyamplung dan Aplikasinya Pada Kompor Tekan dibawah bimbingan Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr dan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc.

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji Karakteristik Minyak Nyamplung dan Aplikasinya Pada Kompor Tekan. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada personalia di bawah ini: 1. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah mengarahkan, membimbing dan membantu penulis dari awal hingga selesainya skripsi penulis. 2. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc selaku pembimbing kedua yang telah memberikan wawasan, arahan, masukan serta bimbingan kepada penulis. 3. Ayah dan Ibu terkasih Bapak Manaor Pardede dan Ibu Elisabeth Pardede Br. Simbolon serta ketiga saudara terbaikku Arjuna, Angga, dan Rida yang selalu menjadi sandaran baik suka maupun duka, yang telah memberikan segenap kasih sayang kepada penulis, terima kasih atas semua kasih sayang, doa, dukungan, semangat, motivasi, dan pengorbanannya. 4. Teman-teman seperjuangan Teknik Pertanian angkatan 43 yang telah berjuang bersama-sama selama kurang lebih empat tahun. 5. Saudari Nunik Lestari Barlian, teman seperjuangan dalam penelitian ini. 6. Sahabat-sahabat Pondok Emperor yang selalu ada dalam suka dan duka. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak sehingga dapat membangun ke arah yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Maret 2012 Penulis Mada Hunter Pardede iii

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN PENELITIAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA TANAMAN NYAMPLUNG MINYAK NYAMPLUNG KOMPOR TEKAN ATOMISASI (PENGABUTAN) CAIRAN PROSES PEMBAKARAN PINDAH PANAS (HEAT TRANSFER) III. METODE PENELITIAN WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN BAHAN DAN ALAT PROSEDUR PENELITIAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PERUBAHAN DENSITAS & VISKOSITAS MINYAK NYAMPLUNG TERHADAP SUHU UJI KARAKTERISTIK PENYEMPROTAN MINYAK NYAMPLUNG APLIKASI PADA KOMPOR TEKAN TERMODIFIKASI V. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Potensi tegakan alami nyamplung di Indonesia... 4 Tabel 2. Kandungan biji nyamplung... 5 Tabel 3. Sifat fisika dan kimia minyak nyamplung... 6 Tabel 4. Perbandingan komposisi asam lemak minyak nyamplung dengan minyak jarak pagar dan sawit... 7 Tabel 5. Perubahan densitas minyak nyamplung (g/ml) terhadap suhu Tabel 6. Perubahan viskositas minyak nyamplung (Poise) terhadap suhu v

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tanaman nyamplung... 3 Gambar 2. Minyak nyamplung kasar (A) dan minyak yang telah dimurnikan (B)... 5 Gambar 3. Kompor Tekan... 8 Gambar 4. Hubungan antara viskositas dan ukuran droplet (Graco 1995)... 9 Gambar 5. Diagram alir penelitian Gambar 6. Proses degumming Gambar 7. Uji karakteristik penyemprotan bahan bakar Gambar 8. Pengambilan profil penyemprotan minyak nyamplung Gambar 9. Contoh profil semprotan minyak nyampluung dan minyak tanah Gambar 10. Grafik pengaruh suhu terhadap diameter penyemprotan minyak nyamplung Gambar 11. Grafik pengaruh suhu terhadap sudut penyemprotan minyak nyamplung Gambar 12. Burner kompor tekan sebelum modifikasi Gambar 13. Burner kompor tekan hasil modifikasi Gambar 14. Grafik pengukuran suhu minyak nyamplung pada burner termodifikasi Gambar 15. Pengukuran suhu minyak nyamplung yang keluar dari nosel Gambar 16. Kondisi nyala api saat pengujian vi

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Tabel pengaruh suhu terhadap daya semprot minyak nyamplung Lampiran 2. Tabel karakteristik semprotan minyak tanah Lampiran 3. Gambar profil penyemprotan minyak tanah dan minyak nyamplung Lampiran 4. Tabel hasil data pengukuran suhu minyak nyamplung pada burner termodifikasi 34 vii

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di daerah perkotaan maupun pedesaan di Indonesia, sebagian besar bahan bakar yang digunakan untuk keperluan rumah tangga adalah minyak tanah dan biomassa seperti kayu bakar. Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sementara itu, produksi minyak bumi dalam negeri menunjukkan penurunan. Menurut Automotive Diesel Oil dalam Sudradjat (2006), konsumsi BBM selama tahun 2004 mencapai 61.7 juta kiloliter, dengan rincian 16.2 juta kiloliter premium, 11.7 juta kiloliter minyak tanah, 26.9 juta kiloliter minyak solar, 1.1 juta kiloliter minyak disesel, dan 5.7 juta kiloliter minyak bakar. Kemampuan produksi bahan bakar minyak di dalam negeri hanya sekitar 44.8 juta kiloliter, sehingga sebagian kebutuhan bahan bakar di dalam negeri harus diimpor. Setiap bulan, impor minyak mentah dan BBM mencapai 1.5 miliar dollar AS atau sekitar 15 triliun rupiah. Minyak tanah umumnya dikonsumsi oleh rumah tangga untuk memasak dan untuk penerangan, terutama di daerah yang belum tersedia listrik (Nuryanti & Herdine dalam Sunandar 2010). Hasil Survei Sosial ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh BPS setiap 3 tahun menunjukkan bahwa minyak tanah dikonsumsi oleh sekitar 65 ribu rumah tangga Indonesia (Dept. ESDM 2004). Pada 2007 harga minyak mentah dunia meningkat tajam mencapai 72 dollar AS per barrel (Nuryanti & Herdine dalam Sunandar 2010). Hal ini menyebabkan pemerintah memberikan subsidi yang lebih besar untuk minyak tanah agar harganya dapat terjangkau oleh masyarakat. Subsidi minyak tanah untuk rakyat sangat memberatkan pemerintah. Disaat anggaran pemerintah dibidang lain terus meningkat, pemerintah harus mengeluarkan subsidi minyak tanah untuk rakyat yang besarnya kurang lebih Rp 30 triliun setiap tahunnya, yang seharusnya dapat digunakan untuk alokasi dana yang lain khususnya bidang pendidikan (Nuryanti & Herdine dalam Sunandar 2010). Untuk mengatasi masalah tersebut, maka salah satu bahan bakar alternatif untuk menggantikan minyak tanah adalah minyak nabati (plant/vegetable oil) yang bahan bakunya tersedia secara lokal, mudah didapat dan terbarukan (renewable), antara lain minyak nyamplung, minyak kelapa, kelapa sawit, kemiri, jarak, kacang tanah, jarak pagar, bintaro dan minyak nabati tropik lainnya yang berpotensi (minyak biji karet, kapuk, biji sirsak, biji rambutan, biji nimba, dan biji mahoni). Selain itu, dengan adanya minyak nabati ini, maka masyarakat khususnya di pedesaan tidak perlu lagi menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Bahan bakar nabati merupakan bahan bakar yang berasal dari tanaman. Penelitian mengenai bahan bakar nabati ini sudah mulai berkembang. Banyak tanaman yang dinilai memiliki potensi sebagai penghasil bahan bakar nabati setelah melalui serangkaian proses, salah satunya adalah tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn.). Kelebihan nyamplung sebagai bahan baku bahan bakar nabati adalah bijinya mempunyai rendemen yang tinggi, yaitu mencapai 74%, dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan. Beberapa keunggulan ditinjau dari prospek pengembangan dan pemanfaatan lain, antara lain adalah tanaman tumbuh dan tersebar merata secara alami di Indonesia; regenerasi mudah dan berbuah sepanjang tahun menunjukkan daya survival yang tinggi terhadap lingkungan; tanaman relatif mudah dibudidayakan baik tanaman sejenis (monoculture) atau hutan campuran (mixed-forest); dan cocok di daerah beriklim kering, produktivitas biji lebih tinggi dibandingkan jenis lain (jarak pagar 5 ton/ha; sawit 6 ton/ha; nyamplung 20 ton/ha).

15 Secara teknis minyak nyamplung murni dapat digunakan sebagai bahan bakar nabati, namun demikian kekentalan dan kadar asam lemak bebas yang tinggi serta adanya senyawa pengotor masih menjadi kendala. Untuk itu perlu dilakukan kajian pemurnian dan karakterisasi minyak nyamplung terutama penurunan viskositasnya agar kriteria minyak nyamplung ini memenuhi kriteria minyak tanah yang digunakan sebagai bahan bakar pada kompor. Salah satu cara untuk mengetahui kriteria viskositas minyak nyamplung apakah sudah mendekati viskositas minyak tanah adalah dengan mengetahui dan mempelajari karakteristik penyemprotan minyak nyamplung. Dalam penelitian ini akan dilakukan uji karakteristik penyemprotan minyak nyamplung untuk membandingkan antara karakteristik penyemprotan minyak nyamplung terhadap peningkatan suhu. Karakteristik penyemprotan minyak tanah juga akan dilakukan dan membandingkannya dengan karakteristik penyemprotan minyak nyamplung. Setelah mengetahui karakteristik minyak nyamplung, maka karakteristik ini dapat diaplikasikan untuk merancang burner pada kompor tekan. Sehingga penelitian ini juga akan mengukur kinerja sebuah burner termodifikasi pada kompor tekan yang dirancang oleh (Lestari 2011) terhadap karakteristik penyemprotan minyak nyamplung dengan pemanasan yang dilakukan secara berkesinambungan dari nyala api hasil pembakaran pada burner itu sendiri. Sasaran aplikasi hasil penelitian ini adalah masyarakat atau konsumen skala rumah tangga di daerah yang memiliki potensi tanaman nyamplung. Para konsumen tersebut diharapkan mau dan bisa menggunakan kompor tekan termodifikasi ini dengan minyak nyamplung sebagai bahan bakarnya. Sehingga pada akhirnya pemanfaatan minyak nyamplung sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada penggunaan minyak tanah yang harganya diperkirakan akan terus meningkat dan akan tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Pemanfaatan minyak nyamplung diharapkan juga dapat mengurangi penggunaan kayu bakar untuk keperluan rumah tangga yang dapat berdampak buruk terhadap kelestarian hutan dan lingkungan. 1.2 TUJUAN Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menguji minyak nyamplung sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah pada kompor tekan. Adapun Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : (1) Menentukan tingkat pemanasan minyak nyamplung untuk memperoleh karakteristik penyemprotan ideal untuk aplikasi pada kompor tekan (2) Mengaplikasikan karakteristik penyemprotan minyak nyamplung pada kompor tekan termodifikasi hasil rancangan Lestari (2011) 2

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TANAMAN NYAMPLUNG Tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn.) dapat ditemukan di Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat, dan Amerika Selatan. Tumbuhan ini memiliki nama yang berbeda pada setiap daerah, seperti di Inggris (Alexandrian izaurel, Tamanu), di Jawa dan Sunda (Nyamplung), Madura (Nyamplong atau Camplong), Minangkabau (Punaga), Dayak (Kanaga atau Panaga), Bima (Mantau), Alor (Pantar), Ternate (Fitako) dan masih banyak nama lain di berbagai daerah (Heyne, 1987). Taksonomi tanaman nyamplung menurut Heyne (1987) adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Bangsa : Guttiferales Suku : Guttiferae Marga : Calophyllum Jenis : Calophyllum inophyllum L. Nama umum : Nyamplung Gambar 1. Tanaman nyamplung Tanaman nyamplung merupakan tanaman industri yang cukup baik untuk dikembangkan. Tanaman ini termasuk dalam famili Guttiferae yang dapat tumbuh dengan baik, dan biasa banyak dijumpai di sepanjang tepian pantai, tetapi tanaman ini dapat juga tumbuh pada tempat yang berada pada ketinggian 100 sampai 350 m dpl. Di Jawa, tanaman ini tumbuh liar, tinggi tanaman dapat mencapai 20 m dan mempunyai diameter batang 1.50 m. Nyamplung memiliki cabang yang rendah dekat dengan permukaan tanah, dan tumbuh berkelompok (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2009). Tanaman nyamplung memiliki kayu yang agak ringan hingga sedang dan lembut, tetapi padat dan agak halus, berurat kusut, hingga tidak dapat dibelah. Kayu nyamplung mempunyai dua warna, yakni kelabu atau semu kuning dan merah bata, mempunyai urat yang lebih halus dan seratnya juga lebih lurus. Sering digunakan sebagai papan, peti dan daun meja, pembuatan kapal, bejana, perabot rumah, bantalan kereta api dan sebagainya. Daun nyamplung yang direndam satu malam

17 mempunyai khasiat menyejukkan sehingga dapat digunakan untuk mencuci mata yang meradang (Heyne, 1987). Buahnya berbentuk bulat seperti peluru dengan bagian ujung meruncing, berwarna hijau terusi, pada saat tua warnanya menjadi kekuningan. Kulit biji yang tipis lambat laun akan menjadi keriput dan mudah mengelupas. Biji yang tersisa berupa daging buah berbentuk bulat ujung meruncing mengandung minyak berwarna kuning, terutama jika dijemur. Biji yang dijemur kering mengandung air 3.3% dan minyak sebesar71.4%. Minyak ini dapat digunakan sebagai bahan biodiesel, dengan rendemen 50% (1 liter : 2 kg biji) (Balitbang Kehutanan, 2008). Tanaman nyamplung tersebar di berbagai daerah di seluruh tepian pantai serta dataran rendah yang menjorok ke pantai. Tanaman nyamplung merupakan salah satu jenis tanaman kehutanan yang mulai dikembangkan penanamannya di Indonesia pada Tujuan penanamannya adalah untuk melindungi pantai dari abrasi, penahan angin dari laut ke darat, penahan gelombang pasang, penahan tebing sungai dan pantai dari longsor dan penjaga kualitas air payau. Saat ini habitatnya tersebar mulai dari hutan di pantai, tepi sungai, rawa-rawa, hingga hutan di pegunungan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2009). Di Indonesia, nyamplung dapat ditemui hampir di seluruh daerah, terutama di daerah pesisir pantai, antara lain: Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Kepulauan Seribu, Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Ujung kulon, Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Kawasan Wisata Batu Karas, Pantai Carita Banten, Pulau Yapen Jayapura, Biak, Nabire, Manokwari, Sorong, Fakfak (wilayah Papua), Halmahera dan Ternate (Maluku Utara), dan Taman Nasional Berbak (Pantai Barat Sumatera). Luas areal tegakan tanaman nyamplung mencapai ribu ha yang tersebar dari Sumatera sampai Papua (Balitbang Kehutanan, 2008). Daerah penyebaran nyamplung diantaranya adalah Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku dan NTT. Tabel 1. Potensi tegakan alami nyamplung di Indonesia Luasan Lahan Potensial Budidaya Nyamplung (ha) No. Wilayah Tanah Kosong Bertegakan Nyamplung dan Belukar Total 1 Sumatera Jawa Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Irian Jaya Barat Papua Seluruh Wilayah Total Sumber : Balitbang Kehutanan (2008) Hutan nyamplung dikelola secara profesional oleh Perum Perhutani Unit I KPH Kedu Selatan Jawa Tengah dengan luas mencapai 196 ha. Nyamplung juga dikembangkan oleh masyarakat Cilacap khususnya di sekitar kecamatan Patimuan dan daerah Gunung Selok kecamatan Kroya/Adipala. Mereka memanfaatkan kayu nyamplung untuk pembuatan perahu nelayan. Sejak tahun 2007, Dinas Kehutanan Perkebunan Kabupaten Cilacap telah menanam 135 ha di lahan TNI Angkatan Darat 4

18 sepanjang pantai laut selatan, dan pada tahun 2008 direncanakan menanam tanaman nyamplung seluas 300 ha. 2.2 MINYAK NYAMPLUNG Buah nyamplung memiliki biji yang berpotensi menghasilkan minyak nyamplung, terutama biji yang sudah tua. Kandungan minyaknya mencapai 50-70% (basis kering) dan mempunyai daya kerja dua kali lipat lebih lama dibandingkan minyak tanah (Heyne, 1987). Tabel 2. Kandungan biji nyamplung Kandungan Nilai (%) Minyak Abu 1,7 Protein kasar 6,2 Pati 0,34 Air 10,8 Hemiselulosa 19,4 Selulosa 6,1 Sumber: Kilham (2003) Minyak nyamplung merupakan minyak kental, berwarna coklat kehijauan, beraroma menyengat seperti karamel dan beracun. Minyak nyamplung dihasilkan dari buah yang telah matang dan mempunyai fungsi penyembuhan signifikan khususnya untuk jaringan terbakar (Kilham, 2003). Minyak nyamplung mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi seperti asam oleat serta komponen komponen tak tersabunkan diantaranya alkohol lemak, sterol, xanton, turunan koumarin, kalofilat, isokalofilat, isoptalat, kapelierat, asam pseudobrasilat dan penyusun triterpenoat sebanyak 0,5-2% yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Kandungan minyak nyamplung (Gambar 2) tergolong tinggi dibandingkan tanaman lainnya, seperti jarak pagar (40-60%) dan sawit (46-54%). Menurut Heyne (1987), minyak nyamplung digunakan sebagai obat oles dengan nama ndilo-olie. Minyak nyamplung di beberapa daerah juga digunakan untuk penerangan (Dweek dan Meadows, 2002). A B Gambar 2. Minyak nyamplung kasar (A) dan minyak yang telah dimurnikan (B) 5

19 Minyak nyamplung diperoleh melalui tahapan proses: (1) pengupasan biji dari kulit yang keras, (2) perajangan hingga menjadi irisan tipis, (3) pengeringan dengan panas matahari selama dua hari, (4) penumpukan, (5) pengukusan, (6) pengepresan atau ekstraksi dengan pelarut organik, (7) degumming, pemisahan getah dengan asam fosfat 1% (Pusat Informasi Kehutanan 2008). Karakteristik minyak nyamplung sebelum dan sesudah degumming dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut. Tabel 3. Sifat fisika dan kimia minyak nyamplung Sebelum Karakteristik degumming (crude oil) Sesudah degumming (refined oil) Kadar air 0.25% 0.41% Densitas pada suhu 20 o C g/ml g/ml Viskositas pada suhu 40 o C 56.7 cp 53.4 cp Bilangan asam mg KOH/g mg KOH/g Kadar asam lemak bebas 29.53% 27.21% Bilangan penyabunan mg KOH/g mg KOH/g Bilangan iod mg/g mg/g Indeks refraksi Penampakan/warna Sumber: Balitbang Kehutanan (2008) Hijau gelap dan kental dengan bau menyengat Kuning kemerahan dan kental Menurut Andyna dalam Kraftiadi (2011), rendemen minyak nyamplung pada proses pengempaan atau pengepresan antara 40 hingga 70% dari massa biji kering. Sedangkan dari hasil proses degumming, rendemen minyak nyamplung yang dihasilkan mencapai % (Fathiyah, 2010). Minyak nyamplung hasil degumming dengan proses sederhana kemudian dinetralisasi dengan NaOH dapat menjadi bio-kerosen, sebagai alternatif pengganti minyak tanah yang sangat bermanfaat untuk masyarakat pedesaan ( 2009). Dari segi nilai kalor pembakaran, minyak nyamplung memiliki nilai kalor yang semakin tinggi setelah mengalami proses degumming dan pemurnian (Fathiyah, 2010). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fathiyah (2010), minyak nyamplung kasar memiliki nilai kalor sebesar cal/g dan setelah degumming nilai kalornya meningkat menjadi cal/g. Adapun nilai kalor minyak tanah adalah sebesar cal/gr (Annamalai, 2006). Minyak nyamplung memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan dengan minyak tanah, dimana 1 ml minyak nyamplung memiliki pembakaran 11.8 menit, sedangkan 1 ml minyak tanah memiliki pembakaran 5.6 menit. Minyak nyamplung memiliki kemiripan komposisi asam lemak dengan minyak jarak pagar maupun sawit yang sudah dicoba dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Tabel 4 berikut menunjukkan bahwa minyak nyamplung memiliki kemiripan komposisi asam lemak dengan minyak jarak pagar maupun sawit yang sudah dicoba dan digunakan sebagai bahan baku biodiesel. (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2009). 6

20 Tabel 4. Perbandingan komposisi asam lemak minyak nyamplung dengan minyak jarak pagar dan sawit Komponen Minyak nyamplung Minyak jarak pagar Minyak sawit Asam miristat (C14) 0.09 % % Asam palmitat (C16) % % % Asam stearat (C18) % 5.20 % 4.60 % Asam oleat (C18 : 1) % % % Asam linoleat (C18 : 2) % % % Asam Linolenat (C18: 3) 0.27 % 4.70 % 0.30 % Asam arachidat (C20) 0.94 % - - Asam erukat (C20 : 1) 0.72 % - - Jumlah % % % Sumber: Balitbang Kehutanan (2008) 2.3 KOMPOR TEKAN Rancangan kompor pada dasarnya digolongkan menjadi 2 tipe, yaitu kompor sumbu (wick burner) dan kompor bertekanan (pressure burner). Secara umum, kompor bertekanan menghasilkan power output dan efisiensi pembakaran yang lebih tinggi, sehingga bahan bakar yang digunakan lebih kecil untuk setiap satuan berat bahan yang dimasak (Wichert et al., dalam Yunita 2008). Prinsip kerja kompor tekan adalah mengubah bahan bakar dari fase cair menjadi fase gas atau uap dan membakarnya dengan oksigen sehingga menyala dan menghasilkan energi panas (Sudrajat dalam Yunita 2008). Beberapa modifikasi rancangan kompor tekan (Stumpf dan Muhlbauer dalam Yunita 2008), antara lain: (1) pencampuran optimal minyak nabati dengan udara dalam vaporizer, (2) pencampuran optimal minyak nabati dengan minyak tanah (kerosen) atau etanol, (3) pemasangan lembaran tikar/ sumbu dari kapas, karung atau fiber glass untuk membantu mempercepat pembakaran awal, (4) percepatan mengalirnya minyak nabati dari tangki minyak dengan bantuan tekanan udara (pompa udara manual). Kompor tekan memiliki beberapa bagian (Sudrajat dalam Yunita 2008), seperti: 1. Nosel Berfungsi sebagai lubang pengeluaran bahan bakar sehingga terjadi proses pembakaran bahan bakar oleh udara (oksigen). 2. Saluran penyalur bahan bakar dari tangki menuju nosel Berfungsi sebagai penyalur bahan bakar dari tangki menuju nosel, dimana selama proses penyaluran bahan bakar ikut dipanasi oleh proses pemanasan awal. 3. Mangkuk Berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pemanasan awal sehingga dapat memanasi bahan bakar agar viskositasnya menurun maka proses pembakaran akan menjadi lebih mudah. 4. Penyangga kompor Berfungsi untuk menjaga posisi kompor tekan agar stabil. 7

21 Gambar 3. Kompor Tekan 2.4 ATOMISASI (PENGABUTAN) CAIRAN Proses pembuatan butiran cairan di dalam fase gas disebut dengan atomisasi. Tujuan atomisasi adalah meningkatkan luas permukaan cairan dengan cara memecahkan butiran cairan menjadi banyak butiran kecil. Proses atomisasi dimulai dengan mendorong cairan melalui sebuah nosel. Energi potensial cairan (diukur sebagai tekanan cairan untuk nosel hidrolik atau tekanan udara dan cairan untuk nosel pneumatik) dengan bantuan geometri nosel menyebabkan cairan diubah menjadi bongkahan-bongkahan kecil. Bongkahan ini selanjutnya pecah menjadi pecahan yang sangat kecil yang biasanya disebut dengan butir (drop), butiran (droplet), atau partikel cairan. Setiap semburan (spray) menghasilkan suatu rentang besar butir, rentang ini dinyatakan sebagai distribusi besar butir (drop size distribution). Distribusi besar butiran ini tergantung pada jenis nosel dan sangat bervariasi untuk setiap jenisnya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar butir adalah sifat-sifat fisik cairan, dan kondisi operasi. Menurut Graco (1995), ada berbagai faktor yang mempengaruhi ukuran dari butiran (droplet). Diantara faktor-faktor tersebut adalah sifat-sifat cairan, seperti tegangan permukaan, viskositas, dan kerapatan. 1. Tegangan permukaan Tegangan permukaan cenderung untuk menstabilkan cairan, mencegah cairan menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Cairan dengan ketegangan permukaan yang lebih tinggi cenderung memiliki ukuran rata-rata tetesan yang lebih besar pada atomisasi. 2. Viskositas Viskositas fluida memiliki pengaruh yang sama pada ukuran butiran droplet seperti pada tegangan permukaan. Viskositas menyebabkan fluida melawan agitasi, cenderung untuk mencegah pemecahan cairan dan mengarah ke ukuran droplet yang rata-rata lebih besar. Gambar 4 menunjukkan hubungan antara viskositas dan ukuran droplet ketika atomisasi terjadi. 8

22 high medium low Gambar 4. Hubungan antara viskositas dan ukuran droplet (Graco 1995) 3. Densitas Densitas menyebabkan cairan mempertahankan akselerasi. Densitas serupa dengan sifat-sifat baik tegangan permukaan dan viskositas, lebih tinggi cenderung menghasilkan ukuran tetesan yang rata-rata lebih besar. Pada proses pembuatan butiran cairan di dalam fase gas, dalam hal ini densitas gas jauh lebih kecil dari densitas cairan. Sehingga mekanisme formasi butiran jauh berbeda untuk perbedaan densitas yang rendah, terutama pada kecepatan tinggi. Pengabutan banyak digunakan untuk keperluankeperluan pengabutan bahan bakar, pembuatan produk berbentuk granular (bongkahan), operasi perpindahan massa, dan pelapisan permukaan (pengecatan, dan lain-lain). Mekanisme atomisasi dilihat dari fluida kerja dapat dibagi atas atomisasi hidrolik dan pneumatik. 1. Atomisasi hidrolik Pada atomisasi hidrolik, atomisasi terjadi karena tekanan cairan atau gaya gravitasi pada cairan yang keluar pada mulut nosel dan pecah pada waktu jet berbentuk lembaran. 2. Atomisasi pneumatik Pada atomisasi pneumatik, atomisasi terjadi sebagai akibat saling aksi antara cairan dengan udara yang berkecepatan tinggi. Gaya gesek antara cairan dengan udara menyebabkan terdisintegrasinya cairan menjadi butiran. Jika ditinjau proses pencampuran dengan udara dengan cairan, nosel pneumatik dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu jenis pencampuran dalam dan pencampuran luar. 9

23 2.5 PROSES PEMBAKARAN Pembakaran didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan cahaya (api) dan panas akibat kombinasi kimia walaupun secara umum pembakaran dikenal sebagai suatu proses reaksi kimia antar bahan bakar dan oksidator dalam hal ini oksigen yang melibatkan pelepasan energi panas (Strehlow dalam Sunandar 2010). Oksigen yang diperlukan diambil dari udara yang terdiri dari: ± 70% N 2, ± 20% O 2, dan ± 1% unsur lainnya (Daywin et al., 1991). Syarat terjadinya proses pembakaran pada bahan bakar (Daywin et al., 1991) adalah: adanya bahan bakar, adanya udara (oksigen), dan adanya titik nyala sebagai pemicu pembakaran. Terdapat dua aspek penting dalam termodinamika kimia pembakaran, yaitu: pertama, stoikiometri pembakaran, dalam stoikiometri kimia pembakaran, hal yang diinginkan adalah untuk mengetahui secara tepat atau secara stoikiometri jumlah udara yang harus dipergunakan untuk mengoksidasi bahan bakar. Jika udara yang masuk lebih besar dari jumlah stoikiometrinya, campuran ini disebut dengan fuel-lean, apabila lebih sedikit dari stoikiometri, campuran ini disebut fuel-rich. Perbandingan stoikiometri udara-bahan bakar ditetapkan dengan menulis neraca massa atom dengan asumsi bahwa bahan bakar bereaksi secara sempurna. Oksigen yang dipergunakan dalam kebanyakan proses pembakaran berasal dari udara yang umumnya tersusun atas 21% oksigen dan 79% nitrogen (%volume), sehingga untuk setiap mol oksigen dalam udara terdapat 0.79/0.21 mol N 2 atau 3.76 mol nitrogen. Untuk bahan bakar hidrokarbon C x H y (Kuo K.K dalam Sunandar 2010). C x H y + a(o N 2 ) xco 2 + (y/2) H 2 O an 2 Dimana a= x + (y/4). Sering ditemui permasalahan untuk mendapatkan pencampuran bahan bakar dengan udara yang diberikan. Dengan demikian udara diberikan dalam jumlah berlebih untuk memastikan terjadinya pembakaran secara sempurna, dikenal dengan istilah udara berlebih (excess air), dimana reaksinya dapat ditulis sebagai C x H y + a/ø(o N 2 ) xco 2 + (y/2) H 2 O + a 5 O an 2 Dimana a= x + (y/4) dan a 5 = a(1- ø)/ ø Kedua, hukum termodinamika 1, besarnya energi yang dilepaskan pada saat reaksi pembakaran terjadi disebut dengan panas pembakaran. Besarnya panas pembakaran ini sangat tergantung dari jenis bahan bakar yang dipergunakan dan kondisi proses, isobar, isothermal atau isovol. Secara umum panas pembakaran suatu reaksi pembakaran dinyatakan dalam panas entalpi, H, dengan satuan kj/kg atau kj/mol. Dalam termofluida, panas pembakaran didefinisikan sebagai panas yang dilepaskan per satuan massa bahan bakar jika stoikiometrik reaktan (bahan bakar + udara) terbakar dimana reaktan dan produk atau hasil reaksi berada pada suhu K dan tekanan 1 atm (Kuo K.K. dalam Sunandar 2010). Menurut Turn R.S. dalam Sunandar (2010), kekentalan minyak bakar akan mempengaruhi panjang lidah api (flame length, L f ), sudut api (angle of flame,α), dan panas api yang dilepas (heat realese) serta kecepatan api (flame speed). Semakin tinggi angka kekentalan minyak tersebut maka panjang lidah api akan semakin panjang, sudut semakin rendah, kecepatan api semakin rendah, dan pelepasan panasnya kecil sehingga penurunan kekentalan minyak diperlukan. Berdasarkan teori pembakaran, bahan bakar yang mengalir sepanjang sumbu nyala api menyebar secara radial keluar, sementara itu udara sebagai oksidator terhisap ke dalam. Ketika bahan bakar dan oksidator bertemu dalam keseimbangan stoikiometrik (stoichiometric equilibrium) akan terbentuk permukaan api (flame surface), dengan demikian permukaan api dapat didefinisikan sebagai titik dimana nilai equivalence ratio sama dengan satu. Dengan demikian penurunan kekentalan minyak nabati yang dipergunakan 10

24 sebagai bahan bakar diperlukan tidak hanya karena masalah aliran fluida kental, tetapi akan membutuhkan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan fluida dengan kekentalan rendah. 2.6 PINDAH PANAS (HEAT TRANSFER) Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari suatu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari perbedaan suhu antara daerah-daerah tersebut. Perpindahan panas dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi Konduksi Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka akan terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Konduksi adalah cara perpindahan panas melalui suatu zat, dimana molekul-molekul zat tersebut tidak ikut berpindah. Karena molekulmolekul zat yang dilewati energi panas secara konduksi tidak ikut berpindah, maka perpindahan energi panas secara konduksi hanya terjadi pada zat padat. Besarnya energi panas per satuan waktu yang melewati penampang benda yang dilewatinya disebut laju aliran panas (Kreith, 1973; Kamil; 1983). Laju aliran panas dapat diketahui melalui persamaan berikut: Q = ka (T1-T2) / L... (1) Dimana : Q = Laju aliran panas (Watt) k = Konduktivitas termal bahan (W/m o C) A = Luas penampang bahan, diukur tegak lurus terhadap arah aliran panas (m 2 ) T1-T2 = Perbedaan Suhu ( o C) L = Panjang bahan (m) Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa laju aliran panas bertambah apabila nilai konduktivitas suhu, luas penampang, angka konduktivitas termal bahan bertambah dan panjang bahan berkurang. Nilai konduktivitas termal menunjukkan tingkat kemudahan suatu bahan dilewati oleh energi panas. Bila nilai konduktivitas termal besar, bahan tersebut semakin mudah dilewati oleh panas. Nilai konduktivitas termal juga dipengaruhi oleh suhu (Kamil, 1983) Konveksi Konveksi adalah perpindahan panas yang disertai dengan perpindahan massa atau molekul zat yang dipanaskan. Umumnya konveksi hanya terjadi pada zat cair ataupun gas (fluida). Bila perpindahan massa fluida disebabkan oleh perbedaan berat jenis fluida karena adanya perbedaan suhu, maka perpindahan panas ini dapat disebut konveksi alami. Namun bila perpindahan massa fluida terjadi karena bantuan suatu alat seperti kipas, blower, kompresor, maupun pompa, maka perpindahan panas ini dinamakan konveksi paksa (Kamil, 1983). 11

25 Besarnya laju aliran panas konveksi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: Q = h A (T1-T2)... (2) Dimana : Q = Lajuran aliran panas (Watt) H = Koefisien pindah panas konveksi (W/m o C) A = Luas permukaan perpindahan panas konveksi (m 2 ) T1-T2 = Perbedaan suhu antara permukaan yang dipanasi dengan suhu fluida yang ditentukan umumnya jauh dari permukaan ( o C) Nilai koefisien pindah panas konveksi selalu berbeda untuk setiap titik pada fluida, namun biasanya digunakan nilai konveksi pindah panas rata-rata untuk mempermudah perhitungan. Karena perpindahan panas secara konveksi juga menyangkut gerakan massa fluida, maka konveksi tidak hanya tergantung pada sifat zatnya saja, namun juga tergantung pada sifatsifat aliran fluida (Kamil, 1983) Radiasi Berbeda dengan perpindahan panas secara konduksi dan konveksi, dimana perpindahan panas terjadi melalui perantara, perpindahan panas secara radiasi sama sekali tidak memerlukan zat perantara. Sifat-sifat perpindahan panas secara radiasi sama dengan sifat-sifat gelombang elektromagnetik. Sebagai contoh adalah perpindahan panas dari matahari ke bumi (Kamil, 1983). Besarnya laju aliran panas radiasi yang dipancarkan oleh suatu permukaan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: Q = Є σ A T 4... (3) Dimana: Q = laju aliran panas (Watt) Є = Angka emisi permukaan yang meradiasikan panas dan merupakan ukuran kemampuan meradiasikan energi panas σ = Angka tetapan Stefan-Boltzman (5.67x10-8 W/m 2 K 4 ) A = Luas Permukaan (m 2 ) T = Suhu Permukaan yang bersangkutan ( o C) 12

26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sumber Daya Air Wageningen, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama10 bulan yaitu dari bulan Februari 2011 sampai dengan November BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Minyak nyamplung 2. Minyak tanah 3. Spiritus 4. Air 5. Kertas tissue 6. Potongan kain Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kompor bertekanan (semawar) 2. Galon bekas 3. Pompa udara manual dengan air pressure gauge 4. Timbangan 5. Pemanas (Heater) 6. Hybrid Recorder 7. Termokopel 8. Termostat 9. Pencatat waktu digital 10. Kalkulator 11. Kamera digital 12. Alat tulis 13. Gelas ukur

27 3.3 PROSEDUR PENELITIAN Mulai Persiapan alat dan bahan Uji karakteristik penyemprotan minyak nyamplung meliputi; pengukuran diameter, sudut, serta pola penyemprotan minyak nyamplung pada kompor tekan Aplikasi karakteristik penyemprotan minyak nyamplung terhadap kompor tekan termodifikasi meliputi; pengukuran suhu minyak nyamplung yang keluar dari nosel pada burner termodifikasi, serta kondisi nyala api yang dihasilkan Selesai Gambar 5. Diagram alir penelitian Persiapan Alat Dan Bahan Setiap alat yang digunakan diperiksa terlebih dahulu kondisi bagian-bagiannya, seperti pada kompor tekan dimana saluran penyalur bahan bakar dari tangki menuju nosel tidak tersumbat dan nosel juga harus bersih sehingga proses pengujian dapat berjalan lancar. Pompa udara yang digunakan harus dapat bekerja dengan baik. Alat lainnya seperti termostat, heater, dan juga pressure gauge harus diperiksa apakah bisa beroperasi dengan baik. Minyak nyamplung dan minyak tanah dipersiapkan dengan baik dimana minyak nyamplung yang akan diuji terlebih dahulu dilakukan proses degumming. Minyak nyamplung yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian dengan menambahkan asam fosfat. Pemberian asam fosfat 14

28 bertujuan untuk menghilangkan gum yang ada pada minyak (degumming). Degumming dilakukan selama beberapa hari dengan menggunakan alat sederhana seperti galon bekas yang dimodifikasi. Proses degumming dilakukan dengan memasukkan minyak nyamplung ke dalam galon ditambah dengan air panas dan asam fosfat. Komposisinya adalah 1 liter minyak nyamplung ditambah dengan 20 ml asam fosfat 20%. Setelah itu dilakukan proses pengadukan selama 10 sampai dengan 20 menit. Lalu minyak dibiarkan selama 6 jam agar minyak terpisah dengan air. Setelah itu air dapat dibuang dengan membuka keran pada bagian bawah galon. Gum akan ikut terbuang bersamaan dengan keluarnya air tersebut. Proses ini dilakukan berulang kali agar minyak benarbenar bersih dari gum. Gambar 6. Proses Degumming Uji Karakteristik Penyemprotan Minyak Nyamplung Minyak nyamplung memiliki viskositas yang tinggi (53.4 cp), sehingga untuk dapat menggunakannya sebagai bahan bakar pada kompor tekan, maka minyak harus dipanaskan terlebih dahulu agar viskositasnya mendekati viskositas minyak tanah, yaitu 5 cp (Couper et al., 2005) Pemanasan minyak nyamplung dilakukan pada suhu yang berbeda-beda, yaitu: T 1 = suhu ruang (30 o C), T 2 = 50 o C, T 3 = 70 o C, T 4 = 90 o C, T 5 = 110 o C, T 6 = 130 o C, T 7 = 150 o C T 8 = o C. Setelah pemanasan dilakukan, maka pengujian karakteristik penyemprotan minyak nyamplung bisa segera dilakukan. Pengujian semprot ini dilakukan untuk mengetahui hubungan profil atau karakteristik penyemprotan minyak nyamplung terhadap peningkatan suhu minyak setelah pemananasan dalam beberapa suhu tertentu. Uji penyemprotan dilakukan dengan kompor bertekanan yang telah dilengkapi pemanas dan termostat pada bagian dalam tangkinya. Termokopel yang telah terpasang di dalam tangki membaca suhu minyak yang diinginkan. Pemanasan dilakukan dari suhu ruang (30 o C) sampai ± o C. Menurut Lestari (2011) suhu ± o C adalah suhu pemanasan minyak nyamplung yang diharapkan akan dapat menurunkan viskositasnya hingga mencapai ± 5 cp (Couper et al. 2005) atau setara dengan viskositas minyak tanah. Percobaan diawali dengan mengisi tangki bahan bakar dengan minyak 15

29 nyamplung sebanyak 1 liter. Kemudian pemanas dinyalakan sampai minyak mencapai suhu yang diinginkan. Selanjutnya tangki bahan bakar diberi tekanan sebesar 2 bar, dan keran bahan bakar dibuka. Keran bahan bakar dibuka sekitar setengah putaran bukaan keran. Pembukaan keran setengah putaran adalah kondisi yang ideal untuk menghasilkan semprotan pada pengujian ini. Minyak yang tersemprot diambil profil semprotannya dengan cara membentangkan kertas milimeter blok diatas semburan minyak tersebut. Kondisi pengambilan profil semprotan dilakukan selama 2 detik. Setelah minyak tersemprot selama 2 detik, keran bahan bakar segera ditutup. Pengambilan data dilakukan sebanyak lima kali ulangan setiap masing-masing perlakuan suhu. Parameter uji penyemprotan yang diamati meliputi pola penyemprotan, diameter penyemprotan, dan sudut penyemprotan. Pengambilan profil penyemprotan juga dilakukan untuk minyak tanah (sebagai kontrol) dengan prosedur yang sama dengan minyak nyamplung, namun tanpa pemanasan. Sumbu vertikal Kertas millimeter blok Sumbu horizontal 30 cm θ Nosel Sudut penyemprotan Gambar 7. Uji karakteristik penyemprotan bahan bakar Pada pengukuran diameter penyemprotan, digunakan kertas milimeter blok dengan jarak 30 cm dari ujung lubang nosel pipa. Hasil penyemprotan tersebut kemudian langsung difoto dengan menggunakan kamera digital. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran bentuk penyemprotan bahan bakar akibat terserap oleh kertas milimeter blok, sehingga dapat mempengaruhi besarnya diameter hasil penyemprotan yang diukur. Bentuk penyemprotan tidak selalu berbentuk lingkaran, sehingga untuk mendapatkan diameter penyemprotan perlu mengacu pada sumbu vertikal dan sumbu horizontal kertas 16

30 milimeter blok. Kedua sumbu ini akan menunjukkan panjang hasil penyemprotan yang diukur melalui dua titik penyemprotan terjauh secara vertikal dan horizontal. Diameter penyemprotan merupakan hasil rata-rata dari panjang penyemprotan di sumbu vertikal dan sumbu horizontal. Berdasarkan data diameter hasil penyemprotan, menurut Suastawa et al., (2006) besarnya sudut penyemprotan dapat dihitung dengan menggunakan rumus: S s = 2 tan D s... (4) T n dimana: Ss : Sudut penyemprotan ( o ) Ds : Diameter penyemprotan (mm) Tn : Tinggi nosel (mm) Bentuk pola, diameter, dan sudut penyemprotan ini kemudian akan dibandingkan antara minyak tanah dengan minyak nyamplung untuk menentukan pengaruh pemanasan pada minyak nyamplung terhadap hasil penyemprotannya Aplikasi Pada Kompor Tekan Termodifikasi Setelah mengetahui karaktarestik penyemprotan minyak nyamplung, maka pengetahuan akan karakteristik tersebut dapat diaplikasikan pada kompor tekan. Dalam aplikasinya, akan diukur suhu minyak nyamplung yang berhasil dipanaskan oleh burner termodifikasi pada sebuah kompor tekan hasil rancangan Lestari (2011). Pengujian ini juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan nyala atau sifat mampu bakar minyak setelah melalui burner termodifikasi tersebut. Sehingga pengamatan kondisi nyala api serta kualitas nyala api pada kompor tekan termodifikasi juga dilakukan dalam penelitian ini. Hasil pengukuran ini akan dibandingkan dengan uji karakteristik penyemprotan minyak nyamplung sebelumnya. Parameter yang akan diamati pada tahap ini adalah suhu minyak yang berhasil terpanaskan hingga mencapai nosel, dan membandingkannya dengan uji penyemprotan minyak terhadap peningkatan suhu sebelumnya. Pengukuran suhu pada burner termodifikasi ini dilakukan dengan pemanasan secara berkesinambungan dari nyala api hasil pembakaran pada burner itu sendiri. Pengujian dilakukan dengan kompor bertekanan dan burner termodifikasi. Pengujian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: 1. Persiapan penyalaan kompor. Minyak nyamplung dimasukkan ke dalam tangki kompor sebanyak 800 ml. Memastikan bagian-bagian kompor bersih dari kotoran, seperti saluran minyak dari tangki ke kumparan pipa pemanas, dan juga lubang nosel dipastikan tidak tersumbat. Kemudian tangki diberikan tekanan sebesar 2 Bar dengan menggunakan pompa udara. 2. Proses pemanasan awal. Penyalaan kompor dimulai dengan memanaskan terlebih dahulu bagian kumparan pipa pemanas. Pemanasan awal ini dilakukan dengan menyalakan api dengan minyak tanah dan potongan kain sebagai penyulut dan bahan bakarnya. Setelah proses pemanasan awal selesai, kemudian keran bahan bakar dibuka sekitar seperempat bukaan keran agar minyak dari dalam tangki mengalir ke dalam kumparan pipa pemanas untuk dipanaskan. Beberapa saat kemudian, minyak segera menyembur dari nosel dan segera terbakar. 3. Pengambilan data. Setelah kompor menyala, dengan semburan minyak dan nyala api yang stabil, maka pengambilan data segera dilakukan. Proses pengambilan data dilakukan dengan dua metode berbeda. Metode pertama adalah kondisi dimana api pada kompor masih menyala. Data yang diambil adalah suhu semprotan minyak yang keluar dari nosel. Pengambilan data dilakukan dengan meletakkan termokopel langsung ke dalam semprotan minyak nyamplung. 17

31 Pengambilan data dilakukan sekitar 1 menit dan recorder merekam suhu semprotan minyak nyamplung tersebut. Metode pengambilan data kedua adalah ketika kondisi dimana api dipadamkan. Untuk memadamkan api, maka keran penyalur minyak harus ditutup terlebih dahulu, sampai api tidak ada. Setelah itu, keran dibuka kembali sehingga menghasilkan semprotan minyak dari nosel. Suhu dari minyak ini yang diambil sebagai data untuk metode kedua. Proses pengambilan datanya juga hampir sama dengan metode pertama diatas. 18

32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PERUBAHAN DENSITAS DAN VISKOSITAS MINYAK NYAMPLUNG TERHADAP SUHU Untuk dapat dijadikan bahan bakar sebagai pengganti minyak tanah, minyak nyamplung harus memiliki karakteristik yang hampir sama dengan minyak tanah terutama angka kekentalannya (densitas). Densitas dari minyak nyamplung diturunkan melalui proses pemanasan. Sehingga dalam penerapannya, modifikasi dari peralatan diperlukan agar minyak nyamplung sebelum terbakar mengalami penurunan densitas mendekati minyak tanah. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa densitas dari minyak nyamplung menurun setelah melalui proses pemanasan seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perubahan densitas minyak nyamplung (g/ml) terhadap suhu Sampel Suhu ( o C) Sumber: Purwanto et al., 2011 Kekentalan suatu fluida adalah sifat fisik suatu fluida yang merupakan ukuran resistensinya terhadap laju deformasi apabila fluida dikenai gaya-gaya geser. Kekentalan dipengaruhi oleh suhu, komposisi dan tekanan fluida (Welty et al., 1976). Hasil pengukuran densitas terhadap waktu menunjukkan bahwa viskositas mengalami penurunan terhadap kenaikan suhu (Tabel 6). Hasil yang sama untuk minyak nabati lainnya diperoleh oleh Sunandar, Desrial et al., 2010 memperoleh kecenderungan yang sama atas penurunan densitas minyak nyamplung terhadap suhu dan pada suhu 70 o C diperoleh nilai yang sama yaitu sekitar 0,18 Poise. Tabel 6. Perubahan viskositas minyak nyamplung (Poise) terhadap suhu Sampel Suhu ( o C) Sumber: Purwanto et al.,

33 4.2 UJI KARAKTERISTIK PENYEMPROTAN MINYAK NYAMPLUNG Uji semprot dilakukan dengan menggunakan kompor tekan dengan burner yang belum dimodifikasi (Gambar 8). Posisi nosel pada burner diubah menjadi berada pada bagian atas burner. Hal ini dilakukan agar semprotan tidak terhambat oleh kumparan yang ada pada burner. Pada uji semprot ini, pengujian seharusnya dilakukan sampai dengan suhu mencapai o C atau sesuai dengan hasil pendugaan simulasi yang telah dilakukan oleh Lestari (2011). Namun untuk mencapai suhu tersebut sangat sulit tercapai. Hal tersebut terjadi karena kondisi seperti heater yang dimasukkan ke dalam tangki kompor kurang memiliki daya untuk memanaskan minyak nyamplung dalam waktu singkat. Heater yang dipakai memiliki daya sebesar 150 Watt. Oleh sebab itu, pengujian semprotan minyak nyamplung cukup sampai pada titik 150 o C saja. Pada kondisi suhu ini, profil penyemprotan minyak nyamplung menunjukkan profil yang hampir sama dengan minyak tanah. Hasil pendugaan simulasi Lestari (2011), jika suhu minyak nyamplung berada pada titik 150 o C maka besarnya viskositas adalah 5.55 cp atau masih tetap mendekati viskositas minyak tanah (5 cp). Gambar 8. Pengambilan profil penyemprotan minyak nyamplung Pengujian semprot terhadap minyak tanah terlebih dahulu dilakukan sebelum pengujian semprot minyak nyamplung. Dari Gambar 9 bisa dilihat contoh profil hasil semprotan minyak tanah dan juga minyak nyamplung pada berbagai suhu. Dari hasil semprotan ini diperoleh karakteristik minyak nyamplung berupa diameter, sudut dan juga pola semprotan. 20

34 17 mm 50 mm (a) (e) 25 mm 55 mm (b) (f) 70 mm 30 mm (c) (g) 35 mm 73 mm (d) (h) Gambar 9. Profil semprotan minyak nyamplung pada (a) suhu 30 o C, (b) suhu 50 o C, (c) suhu 70 o C, (d) suhu 90 o C, (e) suhu 110 o C, (f) suhu 130 o C, (g) suhu 150 o C, dan (h) minyak tanah pada suhu 30 o C 21

35 Karakteristik penyemprotan minyak tanah pada suhu 30 o C diperoleh diameter rata-rata penyemprotan sebesar mm. Pada minyak nyamplung, hasil yang mendekati diperoleh pada suhu pengukuran 150 o C. Pada suhu ini, diameter penyemprotan minyak nyamplung adalah sebesar mm. Untuk mengetahui hasil lengkap diameter penyemprotan minyak nyamplung dan minyak tanah dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Dari Gambar 10 dibawah, bisa dilihat bahwa kecenderungan perubahan diameter penyemprotan minyak nyamplung terhadap perubahan suhu yang semakin meningkat. Diameter penyemprotan cenderung semakin melebar bila diberi perlakuan panas. Hal ini disebabkan karena butiran-butiran semprotan pada minyak nyamplung berubah menjadi semakin halus akibat perubahan suhu yang semakin tinggi. Kenaikan suhu juga mengakibatkan molekul minyak nyamplung bergerak semakin cepat sehingga pengaruh interaksi antar molekul cairan minyak nyamplung berkurang R² = Diameter semprotan (mm) Suhu ( o C) Minyak tanah Minyak nyamplung Gambar 10. Grafik pengaruh suhu terhadap diameter penyemprotan minyak nyamplung Setelah mengetahui diameter semprotan, maka dapat diketahui sudut semprotan. Pada minyak tanah, sudut penyemprotan yang diperoleh adalah sebesar o pada kondisi suhu 30 o C. Pada penyemprotan minyak nyamplung, besar sudut penyemprotan yang mendekati sudut penyemprotan minyak tanah diperoleh pada kondisi suhu 150 o C yaitu sebesar o. Selain diameter penyemprotan, tinggi penyemprotan juga mempengaruhi perhitungan sudut semprotan. Pada pengujian ini, dengan memperhitungkan tinggi semprotan sebesar 30 cm, maka dihasilkan sudut semprotan minyak nyamplung seperti yang tertera pada Gambar 11. Sama halnya dengan perubahan diameter, perubahan suhu cenderung semakin besar bila diberi perlakuan panas. Untuk mengetahui hasil sudut penyemprotan minyak nyamplung dan juga minyak tanah dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. 22

36 14 R² = Sudut semprotan ( o ) Suhu ( o C) Minyak tanah Minyak nyamplung Gambar 11. Grafik pengaruh suhu terhadap sudut penyemprotan minyak nyamplung Dengan berubahnya suhu minyak dan diameter penyemprotan, maka sudut penyemprotan juga berubah. Semakin besar diameter semprotan akibat perubahan suhu, maka sudut semprotan juga semakin besar nilainya. Sebab sudut semprotan berbanding lurus dengan diameter semprotan, atau bisa dikatakan dengan rumus yang diperoleh Suastawa et al., (2006): S s = 2 tan D s, dimana T n S s adalah sudut semprotan, dan D s adalah diameter penyemprotan. Dari hasil pengujian juga dapat terlihat perbedaan pola penyemprotan minyak nyamplung bila dibandingkan dengan minyak tanah. Butiran-butiran pengkabutan pada minyak tanah terlihat lebih halus dan merata, sedangkan butiran-butiran pengkabutan pada minyak nyamplung baik tanpa pemanasan maupun dengan pemanasan cenderung lebih besar dan tidak merata. Misalnya saja dari contoh profil penyemprotan minyak nyamplung pada suhu150 o C, dimana bentuk semprotan minyak terlihat tidak beraturan, berbeda dengan semprotan pada minyak tanah (suhu ruang) yang hampir berbentuk melingkar. Hal ini terjadi karena faktor kandungan getah pada minyak nyamplung yang masih banyak, sehingga mempengaruhi pola dan bentuk semprotannya. Untuk efektifitas penyemprotan, agar karakteristik minyak nyamplung sesuai dengan minyak tanah, baik dari segi diameter penyemprotan maupun sudut penyemprotan, maka diperlukan suhu lingkungan minyak nyamplung adalah berkisar pada suhu 150 o C. Kecenderungan pola dan karakteristik penyemprotan minyak nyamplung yang sama juga diperoleh oleh Desrial et al., (2010) pada suhu pemanasan 110 o C. Untuk melihat hasil gambar lengkap profil penyemprotan minyak nyamplung untuk setiap suhu pemanasan yang diuji, dapat dilihat pada Lampiran 3. Menurut Surya (2010) karakteristik penyemprotan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa sifat-sifat fisik bahan bakar tersebut, diantaranya densitas, viskositas, dan tegangan permukaan. Ketiga sifat fisik ini nilainya akan menurun bila terjadi perubahan suhu bahan bakar yang semakin meningkat. Penurunan nilai ketiga sifat fisik ini menyebabkan pembentukan butiran-butiran semprotan menjadi lebih halus. Sehingga dapat dikatakan semakin besar nilai suhu perlakuan pemanasan terhadap minyak nyamplung, maka diameter dan sudut semprotan minyak nyamplung akan semakin besar. 23

37 Karakteristik penyemprotan ini bisa mempengaruhi proses pembakaran yang segera terjadi. Semprotan yang tidak tepat terjadi karena kualitas pengkabutan yang tidak sempurna. Kualitas pengkabutan minyak nyamplung yang kurang baik menyebabkan proses terjadinya pembakaran akan menjadi tidak sempurna. Minyak nyamplung hasil pemanasan sampai kondisi suhu tertentu akan memiliki karakteristik penyemprotan yang mendekati minyak tanah. Minyak nyamplung hasil perlakuan pemanasan memiliki ketersegeraan untuk terbakar menjadi lebih cepat terjadi bila dibandingkan dengan minyak nyamplung yang tidak diberikan perlakuan panas sebelumnya. 4.3 APLIKASI PADA KOMPOR TEKAN TERMODIFIKASI Setelah mempelajari karakteristik penyemprotan minyak nyamplung, maka dilakukan modifikasi burner dengan terlebih dahulu melakukan perhitungan pada simulasi yang dilakukan oleh Lestari (2011). Kompor tekan yang dimodifikasi adalah kompor tekan bermerek Zeppelin dengan berbahan bakar minyak tanah. Kompor tekan ini memiliki kapasitas tangki sebesar 2 liter, terbuat dari besi kuningan, dan memiliki panjang kumparan burner sepanjang 12 cm. Burner pada kompor tekan ini hanya memiliki tinggi 6.5 cm. Diameter nosel sebesar 0.5 mm dan diameter dalam pipa kumparan burner sebesar 0.25 inch. Burner inilah yang akan dimodifikasi oleh Lestari (2011) agar bisa memanaskan minyak nyamplung suntuk menurunkan nilai viskositasnya. Pada Gambar 12 bisa dilihat gambar burner kompor tekan sebelum dimodifikasi. Gambar 12. Burner kompor tekan sebelum modifikasi Pada penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2011), simulasi dilakukan untuk menduga panjang burner atau kumparan pipa pemanas agar viskositas minyak nyamplung yang keluar dari nosel mendekati minyak tanah. Pada hasil simulasi tersebut, dibutuhkan suhu sekitar ± o C untuk mencapai viskositas 5.34 cp atau mendekati viskositas minyak tanah yaitu 5 cp (Couper et al., 2005). Panjang kumparan pipa pemanas yang dibutuhkan adalah 25 cm untuk mencapai suhu tersebut. Pipa pemanas dibuat dari bahan besi jenis mild steel dengan diameter dalam pipa sebesar 0.25 inch dan diameter nosel sebesar 0.5 mm. Burner hasil modifikasi bisa dilihat pada Gambar 13 berikut. 24

38 Gambar 13. Burner kompor tekan hasil modifikasi Pemanasan awal dilakukan pada saat penyalaan kompor. Pemanasan awal ini berguna untuk memanaskan bagian kumparan pipa pemanas atau burner pada kompor. Setelah melalui beberapa percobaan, ternyata pemanasan awal yang ideal tercapai pada lama waktu sekitar ± 10 menit. Dengan waktu ini, minyak pada kompor tekan sudah cukup panas untuk dapat menyembur dan terbakar dengan baik bila keran bahan bakar dibuka. Pada pengukuran suhu minyak nyamplung dengan burner hasil modifikasi, pengambilan data suhu minyak nyamplung dilakukan dengan dua kondisi. Kondisi pertama adalah ketika nyala api masih menyala. Sedangkan kondisi kedua ketika nyala api pada kompor terlebih dahulu dipadamkan. Hasil pengukuran suhu minyak nyamplung yang keluar dari nosel dapat dilihat pada Gambar 14. Untuk mengetahui data lengkap pengukuran suhu minyak nyamplung pada burner termodifikasi, bisa dilihat pada Lampiran 4. Suhu ( o C) Kondisi pengambilan data suhu yang diharapkan suhu pada kondisi api padam suhu pada kondisi api menyala Gambar 14. Grafik pengukuran suhu minyak nyamplung pada burner termodifikasi Dari hasil data pengukuran, diperoleh rata-rata suhu minyak nyamplung yang keluar dari nosel adalah sebesar o C dengan kondisi api padam, dan o C dengan kondisi api menyala. Hasil ini bisa dibilang mendekati nilai suhu yang diharapkan dapat menurunkan viskositas minyak nyamplung hingga mencapai ± 5 cp atau setara dengan minyak tanah, yaitu ± o C. Perbedaan kedua nilai ini bisa disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya ada beberapa kondisi yang diabaikan pada perhitungan simulasi yang dilakukan oleh Lestari (2011) seperti pindah panas konveksi alamiah, pindah panas konduksi dari lingkungan ke pipa, dan juga radiasi dari api ke pipa. Kemudian hal ini 25

39 bisa juga terjadi karena pada saat pengukuran, minyak yang sudah mengalami pemanasan pada pipa sebagian mengalir kembali masuk ke dalam tangki kompor, sehingga suhu minyak pada tangki lebih besar daripada suhu awalnya. Jadi bisa dikatakan, suhu awal pada saat pengujian ini, tidak sama lagi dengan suhu awal yang dilakukan pada pendugaan di simulasi. Perbedaan suhu yang didapat dari kedua data hasil pengukuran jelas terjadi karena adanya perbedaan kondisi disaat pengukuran. Suhu pengukuran pada saat api menyala lebih besar daripada suhu pengukuran pada saat api padam. Adapun data yang didapat pada saat kondisi api menyala lebih sedikit daripada data pada saat kondisi api padam, ini dikarenakan peneliti kesulitan mendapatkan suhu minyak yang diinginkan akibat pengaruh api yang masih menyala. Proses pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Pengukuran suhu minyak nyamplung yang keluar dari nosel Hasil rancangan burner termodifikasi bila dibandingkan dengan pengujian karakteristik penyemprotan sebelumnya, maka burner termodifikasi ini bisa dikatakan dapat memanaskan minyak nyamplung sehingga menghasilkan karakteristik penyemprotan yang mendekati minyak tanah. Hal ini bisa dilihat dari kondisi suhu yang dihasilkan oleh burner yaitu o C dan o C tidak berbeda jauh dengan hasil pengujian semprot sebelumnya. Pembakaran minyak nyamplung pada saat pengujian kinerja burner ini memilki kualitas yang baik. Dari hasi pengamatan, minyak yang tersembur keluar dari nosel hampir seluruhnya berhasil terbakar. Namun hal ini bisa terjadi apabila prosedur penyalaan kompor dilakukan dengan tepat, khususnya pengontrolan aliran minyak nyamplung dari tangki dengan keran. Keran aliran minyak nyamplung sebaiknya tidak dibuka seluruhnya. Bila keran terbuka lebar, maka debit minyak yang keluar dari nosel akan semakin besar. Hal ini menyebabkan banyak minyak hasil semprotan dari nosel tidak segara terbakar dan terbuang begitu saja. Hal ini yang harus dihindari. Pembukaan keran cukup hanya seperempat putaran saja, sehingga debit minyak yang mengalir tepat untuk mencapai terbakarnya seluruh minyak yang tersemprot dari nosel. Dilihat dari segi kualitas pembakaran minyak nyamplung yang dihasilkan, penyemprotan minyak nyamplung dengan burner termodifikasi ini bila dibandingkan dengan kualitas penyemprotan minyak tanah, keduanya memiliki karakteristik yang sudah hampir sama. Nyala api yang dihasilkan pada saat pengujian burner termodifikasi ini memiliki kualitas yang masih kurang bagus. Secara umum nyala api yang dihasilkan oleh kompor adalah berwarna kuning kemerahan. Hal ini disebabkan oleh komposisi bahan bakar dan udara yang tidak seimbang. 26

40 Bila semakin banyak bahan bakar minyak nyamplung yang terbakar, maka api akan menyala dengan warna kuning kemerahan. Kemudian nyala api yang dihasilkan juga sering tersendat-sendat atau tidak menyala dengan konstan. Hal ini bisa saja terjadi akibat pengaruh gum atau getah yang masih ada pada minyak nyamplung. Pada saat minyak terpanaskan, maka getah atau gum yang terdapat dalam minyak akan menumpuk di sekitar nosel sehingga menghambat laju minyak yang kelar dari nosel. Contoh nyala api yang dihasilkan saat pengujian dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Kondisi nyala api saat pengujian Secara umum, uji kinerja burner termodifikasi ini sudah sesuai dengan harapan dari dilakukannya uji semprot sebelumnya. Bila dibandingkan dengan kesimpulan yang diperoleh Lestari (2011), kompor modifikasi berbahan bakar nyamplung dengan efisiensi 77% ini sudah memenuhi target teknis. Namun agar layak digunakan sebagai pengganti kompor minyak tanah, perlu dilakukan pelatihan dan pengenalan prosedur untuk menggunakan kompor tekan modifikasi ini dengan tepat, sehingga dapat menyala dan berfungsi dengan baik. 27

41 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Karakteristik penyemprotan minyak nyamplung pada kompor tekan dapat mendekati karakteristik penyemprotan minyak tanah bila diberikan perlakuan panas. Perlakuan panas agar karakteristik minyak nyamplung mendekati karakteristik minyak tanah dicapai pada suhu pemanasan sekitar 150 o C. 2. Persamaan karakteristik tersebut dibuktikan dengan diameter semprotan dan sudut semprotan yang dihasilkan. Diameter semprotan minyak nyamplung pada pemanasan suhu 150 o C adalah mm sedangkan diameter penyemprotan minyak tanah tanpa perlakuan panas adalah sebesar mm. Sudut semprotan minyak nyamplung pada pemanasan suhu 150 o C adalah sebesar o dan sudut semprotan minyak tanah tanpa perlakuan panas adalah sebesar o. 3. Pada aplikasi karakteristik penyemprotan minyak nyamplung terhadap kompor tekan, dapat disimpulkan bahwa burner termodifikasi pada kompor tekan rancangan Lestari (2011) mampu menurunkan viskositas minyak nyamplung dengan cara memanaskannya sehingga karakteristiknya mendekati karakteristik minyak tanah. Burner termodifikasi ini dapat memanaskan minyak nyamplung hingga mencapai suhu o C. 5.2 SARAN 1. Untuk penelitian selanjutnya, proses pemurnian minyak nyamplung sebaiknya dilakukan tidak hanya sampai pada proses degumming, namun dilakukan proses-proses kimiawi selanjutnya seperti proses netralisasi sehingga menghasilkan minyak yang lebih murni dan berkualitas. 2. Untuk keperluan penggunaan sehari-hari, kompor bertekanan dengan burner termodifikasi hasil rancangan Lestari (2011) sebaiknya dilakukan pelatihan terhadap calon pengguna kompor, agar dapat menyalakan kompor tekan ini dengan baik. Pemurnian minyak secara sederhana, dalam hal ini proses degumming juga harus ditingkatkan. 3. Untuk mencegah terhambatnya saluran minyak melalui burner karena gum atau getah, maka ketika kompor telah selesai digunakan, untuk mematikan kompor terlebih dahulu dilakukan pembuangan angin atau udara dengan cara membuka keran pembuang udara. Sehingga bila tidak ada lagi tekanan, maka minyak yang berada pada burner akan turun ke bawah menuju tangki. Hal ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya proses pengerakan gum atau getah pada saluran burner.

42 DAFTAR PUSTAKA Annamalai, K., and Puri, I. K Combustion Science and Engineering. CRC Press. pp. 851 Balitbang Kehutanan Nyamplung Sumber Energi Biofuel yang Potensial. Seminar Nasional 23 September Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Departemen Kehutanan. Bogor. Couper JR, Penney WR, Fair WR, and Walas SM Chemical Process Equipment: Selection and Design. Elsevier. Burlington, USA. Daywin, F. J., Djojomartono, M., dan Sitompul, R. G Motor Bakar Internal dan Tenaga di Bidang Pertanian. JICA. Institut Pertanian Bogor, Bogor. [Dept. ESDM]. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Kebijakan Energi Nasional Desrial, Y.A. Purwanto, I.A. Kartika, J. Pitono dan N. Wahyudi Rekayasa sistem penyaluran bahan bakar motor diesel untuk pemakaian minyak nyamplung murni sebagai bahan bakar alternatif. Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian Desember 2010, Serpong. Dweek, A. C. dan T. Meadows Tamanu (Calophyllum inophyllum L.) the Africa, Asia Polynesia and Pasific Panacea. International J. Cos. Sci., 24:1-8. Fathiyah, S Kajian Proses Pemurnian Minyak Nyamplung Sebagai Bahan Bakar Nabati. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Graco Atomization. Graco Inc. Minneapolis, USA. Heyne, K Tumbuhan Berguna Indonesia. Terjemahan Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Kamil, S. dan Pawito Termodinamika Dan Perpindahan Panas. Depdikbud: Jakarta. Kilham, C Oil of Tamanu (Calophyllum inophyllum L.) [12 Februari 2011]. Kraftiadi, S Analisis Energi Pada Proses Pembuatan Minyak Nyamplung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kreith, F Principles Of Heat Transfer. Erlangga: Jakarta. Lestari, N Uji Karakteristik Minyak Nabati Untuk Modifikasi Kompor Bertekanan. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 29

43 Nuryanti, S Analisis Karakteristik Konsumsi Energi Pada Sektor Rumah Tangga di Indonesia. Disampaikan pada Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir di Surabaya November Purwanto, Y.A., Desrial, S. Kraftiadi, N. L. Barlian, M. H. Pardede, dan K. Sunandar Uji Karakteristik Minyak Nyamplung Sebagai Bahan Bakar Nabati Secara Langsung. Disampaikan pada Seminar Nasional Perteta di Jember Juli Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanaman Perkebunan Penghasil Bahan Bakar Nabati (BBN). IPB Press. Bogor. Stumpf, J., and Muhlbauer, R Jatopha Curcas L. As a Source for the Production of Biofuel in Nicaragua. Bioresource Technology, 58. pp Suastawa, I. N., W. Hermawan, Desrial, R. G. Sitompul dan Gatot P Pedoman Praktikum Alat Dan Mesin Budidaya Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB: Bogor. Sudradjat, H.R Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar. Penebar Swadaya. Jakarta. Sunandar, K Kajian Kapilaritas Minyak Nabati Pada Kompor Sumbu. Disertasi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Surya, I.G Pendekatan Dengan CFD Untuk Pola Semprotan Single Hole Pada Ruang Bakar Dengan Bentuk D Dan M Design Dengan Bahan Bakar Biodiesel. Tesis. Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. Welty, J.R., R.E. Wilson., and C.E. Wick Fundamentals of momentum heat and mass transfer. New York. Jhon Wiley and Son. Co. Wichert, M., and Wilbur, L. C Handbook of energi System Engineering Production and Utilization. John Wiley & Son, Inc. Yunita, Delly Uji Performansi Teknis Minyak Jarak Pada Kompor Tekan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 30

44 LAMPIRAN

45 Lampiran 1. Tabel pengaruh suhu terhadap daya semprot minyak nyamplung Su hu ( o C) Sumbu Vertikal Panjang (mm) Sumbu Horizontal Diameter Penyemprotan (mm) Sudut Penyemprotan ( o ) Lampiran 2. Tabel karakteristik semprotan minyak tanah Panjang (mm) Suh u ( o C) Sumbu Vertikal Sumbu Horizontal Diameter Penyemprotan (mm) Sudut Penyemprotan ( o ) Lampiran 3. Gambar profil penyemprotan minyak tanah dan minyak nyamplung a. minyak tanah (suhu ruang) b. minyak nyamplung (suhu ruang) 32

46 c. minyak nyamplung (suhu 50 o C) d. minyak nyamplung (suhu 70 o C) e. minyak nyamplung (suhu 90 o C) f. minyak nyamplung (suhu 110 o C) 33

47 g. minyak nyamplung (suhu 130 o C) h. minyak nyamplung (suhu 150 o C) Lampiran 4. Tabel hasil data pengukuran suhu minyak nyamplung pada burner termodifikasi No. Suhu Minyak dengan Kondisi Api Padam ( o C) Suhu Minyak dengan Kondisi Api Menyala ( o C) Rata-rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TANAMAN NYAMPLUNG Tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn.) dapat ditemukan di Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sumber Daya Air Wageningen, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) TINJAUAN PUSTAKA Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Tanaman nyamplung dapat ditemukan di Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat, dan Amerika Selatan. Tumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan bakar minyak dari bahan bakar fosil merupakan sumber energi yang dikonsumsi paling besar dibandingkan sumber energi lain. Minyak tanah merupakan salah satu sumber energi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

NYAMPLUNG. (Calophyllum inophyllum Linn.) Tanaman nyamplung (Calophyllum

NYAMPLUNG. (Calophyllum inophyllum Linn.) Tanaman nyamplung (Calophyllum NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn.) Tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn.) mempunyai nama yang berbeda pada setiap daerah seperti eyobe (Enggano), nyamplung (Jawa, Sunda, Makassar), samplong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minyak nabati termasuk dalam golongan lipid yang dihasilkan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minyak nabati termasuk dalam golongan lipid yang dihasilkan dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati termasuk dalam golongan lipid yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan. Walaupun kebanyakan bagian dari tanam-tanaman dapat menghasilkan minyak, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Jelantah Minyak goreng berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei sampai bulan Agustus 2010. Bertempat di Laboratorium Pengawasan Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian, dan Bengkel

Lebih terperinci

SKRIPSI. UJI PERFORMANSI TEKNIS PENGGUNAAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BAHAN BAKAR PENGGANTI MINYAK TANAH PADA KOMPOR TEKAN

SKRIPSI. UJI PERFORMANSI TEKNIS PENGGUNAAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BAHAN BAKAR PENGGANTI MINYAK TANAH PADA KOMPOR TEKAN SKRIPSI UJI PERFORMANSI TEKNIS PENGGUNAAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BAHAN BAKAR PENGGANTI MINYAK TANAH PADA KOMPOR TEKAN OLEH DELLY RAMADHANI YUNITA F14102054 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak Dari penghitungan yang telah dilakukan pada Lampiran 3, diketahui bahwa untuk menurunkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan Presiden No 5 tahun 2006 menyatakan bahwa pada tahun 2025 ditargetkan tercapai komposisi sumber energi yang optimal dengan bahan bakar nabati lebih dari 5 %.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK 3.1. Flowchart Pengolahan dan Pengujian Minyak Biji Jarak 3.2. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Produksi Minyak Bintaro Kasar (Crude) Buah bintaro memiliki bentuk bulat dan berwarna hijau (Gambar 17a) dan ketika tua akan berwarna merah (Gambar 17b). Buah bintaro

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Api Api sering disebut sebagai zat keempat, karena tidak dapat dikategorikan ke dalam kelompok zat padat, zat cair maupun zat gas. Api disebut memiliki bentuk plasma. Plasma

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompor Pembakar Jenazah Pada kompor pembakar jenazah menggunakan jenis kompor tekan dengan bahan bakar minyak tanah. Prinsip kerja kompor pembakar jenazah adalah mengubah bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembakaran Pembakaran bisa didefinisikan sebagai reaksi secara kimiawi yang berlangsung dengan cepat antara oksigen dengan unsur yang mudah terbakar dari bahan bakar pada suhu

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu (penelitian pendahuluan)

Lampiran 1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu (penelitian pendahuluan) LAMPIRAN 74 Lampiran 1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu (penelitian pendahuluan) No. Suhu ( o C) Densitas (g/ml) 1 30 0.915 2 50 0.911 3 70 0.905 4 90 0.896 5 110 0.890 Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 PENGUKURAN VISKOSITAS MINYAK NYAMPLUNG Nilai viskositas adalah nilai yang menunjukan kekentalan suatu fluida. semakin kental suatu fuida maka nilai viskositasnya semakin besar,

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBENTUKAN SUDUT SEMBURAN MINYAK JELANTAH PADA UJUNG NOSEL SEDERHANA

ANALISIS PEMBENTUKAN SUDUT SEMBURAN MINYAK JELANTAH PADA UJUNG NOSEL SEDERHANA ANALISIS PEMBENTUKAN SUDUT SEMBURAN MINYAK JELANTAH PADA UJUNG NOSEL SEDERHANA Oleh Dosen Pembimbing : I Gusti Ngurah Bagus Yoga Junaya : Dr. Ir. I Ketut Gede Wirawan, MT : Dr. Wayan Nata Septiadi, ST,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Jelantah Minyak goreng berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya

Lebih terperinci

UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG UNTUK MODIFIKASI KOMPOR BERTEKANAN. Oleh: NUNIK LESTARI

UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG UNTUK MODIFIKASI KOMPOR BERTEKANAN. Oleh: NUNIK LESTARI UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG UNTUK MODIFIKASI KOMPOR BERTEKANAN Oleh: NUNIK LESTARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

MODIFIKASI MESIN PEMBANGKIT UAP UNTUK SUMBER ENERGI PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN PRODUK PANGAN

MODIFIKASI MESIN PEMBANGKIT UAP UNTUK SUMBER ENERGI PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN PRODUK PANGAN MODIFIKASI MESIN PEMBANGKIT UAP UNTUK SUMBER ENERGI PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN PRODUK PANGAN Ekoyanto Pudjiono, Gunowo Djojowasito, Ismail Jurusan Keteknikan Pertanian FTP, Universitas Brawijaya Jl. Veteran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Nabati Minyak nabati adalah senyawa minyak yang terbuat dari tumbuhan yang diperoleh melaui proses ekstraksi dan pengepressan mekanik. digunakan dalam makanan dan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti: 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH Pada kompor pembakar jenazah menggunakan jenis kompor tekan dengan bahan bakar minyak tanah. Prinsip kerja kompor pembakar jenazah adalah mengubah bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Solar Menurut Syarifuddin (2012), solar sebagai bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 2010 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TANAMAN NYAMPLUNG Tanaman nyamplung (Gambar 1) dapat ditemukan di Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat, dan Amerika Selatan. Tumbuhan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Variabel Terhadap Warna Minyak Biji Nyamplung Tabel 9. Tabel hasil analisa warna minyak biji nyamplung Variabel Suhu (C o ) Warna 1 60 Hijau gelap 2 60 Hijau gelap

Lebih terperinci

KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni

KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni Nyamplung tentu tanaman itu kini tak asing lagi di telinga para rimbawan kehutanan. Buah yang berbentuk bulat

Lebih terperinci

KEMIRI SUNAN. (Aleurites trisperma BLANCO) Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) atau kemiri China atau jarak Bandung (Sumedang)

KEMIRI SUNAN. (Aleurites trisperma BLANCO) Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) atau kemiri China atau jarak Bandung (Sumedang) KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma BLANCO) Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) atau kemiri China atau jarak Bandung (Sumedang) atau kaliki (Banten), merupakan salah satu jenis tanaman yang berpotensi

Lebih terperinci

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kemiri Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, 2016 Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae (jarak-jarakan).

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho

Lebih terperinci

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. KALOR A. Pengertian Kalor Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TANAMAN NYAMPLUNG (CALOPHYLLUM INOPHYLLUM L) Oleh H. Marthias Dawi

PENGEMBANGAN TANAMAN NYAMPLUNG (CALOPHYLLUM INOPHYLLUM L) Oleh H. Marthias Dawi PENGEMBANGAN TANAMAN NYAMPLUNG (CALOPHYLLUM INOPHYLLUM L) Oleh H. Marthias Dawi Sekilas Tanaman Nyamplung Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Merupakan jenis pohon dari famili Guttiferae. Tinggi mencapai

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP. Laporan Tesis PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED Oleh : Yanatra NRP. 2309201015 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. HM. Rachimoellah, Dipl. EST

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 125/Dik-1/2010 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan April - Oktober 2010. Tempat penelitian ini adalah Laboratorium Energi (Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB),

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan untuk perubahan suhu benda? 4. Apa yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Yunus Zarkati Kurdiawan / 2310100083 Makayasa Erlangga / 2310100140 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Analisis Sistem Proses Pindah Massa pada Ekstraksi Secara Mekanik Minyak Kedelai (Glycine Max Oil)

Analisis Sistem Proses Pindah Massa pada Ekstraksi Secara Mekanik Minyak Kedelai (Glycine Max Oil) Technical Paper Analisis Sistem Proses Pindah Massa pada Ekstraksi Secara Mekanik Minyak Kedelai (Glycine Max Oil) System Analyze of Mass Transfer Process in Mechanical Extraction Soybean Oil (Glycine

Lebih terperinci

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD Kalor dan Perpindahannya BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI Angga Yudanto (L2C605116) dan Kartika Kusumaningrum (L2C605152) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH VARIASI SUDUT NOZZLE BAHAN BAKAR DENGAN D-NOZZLE RATIO YANG SAMA TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH

SKRIPSI PENGARUH VARIASI SUDUT NOZZLE BAHAN BAKAR DENGAN D-NOZZLE RATIO YANG SAMA TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH SKRIPSI PENGARUH VARIASI SUDUT NOZZLE BAHAN BAKAR DENGAN D-NOZZLE RATIO YANG SAMA TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH Oleh : I MADE DUWI SETIAWAN NIM : 1019351017 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Motor Bakar Diesel

TINJAUAN PUSTAKA Motor Bakar Diesel II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motor Bakar Diesel 2.1.1. Sejarah Ide pertama yang mendasari operasi dan konstruksi motor bakar internal adalah gerakan peluru pada laras senjata api. Laras senjata dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR GALUH CHYNINTYA R.P. NIM

LAPORAN TUGAS AKHIR GALUH CHYNINTYA R.P. NIM LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH TEMPERATUR, KECEPATAN PUTAR ULIR DAN WAKTU PEMANASAN AWAL TERHADAP PEROLEHAN MINYAK KEMIRI DARI BIJI KEMIRI DENGAN METODE PENEKANAN MEKANIS (SCREW PRESS) (Effects of Temperature,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembakaran Pembakaran adalah serangkaian reaksi-reaksi kimia eksotermal antara bahan bakar dan oksidan berupa udara yang disertai dengan produksi energi berupa panas dan konversi

Lebih terperinci

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam EKSPERIMEN 1A WACANA Setiap hari kita menggunakan berbagai benda dan material untuk keperluan kita seharihari. Bagaimana

Lebih terperinci

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263 3 3 BAB II DASAR TEORI 2. 1 Bahan Bakar Cair Bahan bakar cair berasal dari minyak bumi. Minyak bumi didapat dari dalam tanah dengan jalan mengebornya di ladang-ladang minyak, dan memompanya sampai ke atas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA II. 1. TANAMAN NYAMPLUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA II. 1. TANAMAN NYAMPLUNG II. TINJAUAN PUSTAKA II. 1. TANAMAN NYAMPLUNG II. 1. 1. Karakteristik dan Morfologi Tanaman Nyamplung Tumbuhan nyamplung memiliki nama yang berbeda di setiap daerah, seperti bintangor di Malaysia, hitaulo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi SEMINAR NASIONAL INOVASI DAN APLIKASI TEKNOLOGI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 ISSN : 2085-4218 Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi Burhan Fazzry 1,*,

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH TEMPERATUR PREHEATING DAN TEKANAN MINYAK KELAPA TERHADAP SUDUT SEMBURAN NOSEL. Oleh : I PUTU AGUS ARISUDANA JURUSAN TEKNIK MESIN

SKRIPSI PENGARUH TEMPERATUR PREHEATING DAN TEKANAN MINYAK KELAPA TERHADAP SUDUT SEMBURAN NOSEL. Oleh : I PUTU AGUS ARISUDANA JURUSAN TEKNIK MESIN SKRIPSI PENGARUH TEMPERATUR PREHEATING DAN TEKANAN MINYAK KELAPA TERHADAP SUDUT SEMBURAN NOSEL Oleh : I PUTU AGUS ARISUDANA 1104305001 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 Kampus

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ELEMEN PEMANAS BAHAN BAKAR MINYAK KELAPA UNTUK MOTOR BAKAR DIESEL DENGAN MEMANFAATKAN PANAS GAS BUANG. Oleh: MIFTAHUDDIN F

RANCANG BANGUN ELEMEN PEMANAS BAHAN BAKAR MINYAK KELAPA UNTUK MOTOR BAKAR DIESEL DENGAN MEMANFAATKAN PANAS GAS BUANG. Oleh: MIFTAHUDDIN F RANCANG BANGUN ELEMEN PEMANAS BAHAN BAKAR MINYAK KELAPA UNTUK MOTOR BAKAR DIESEL DENGAN MEMANFAATKAN PANAS GAS BUANG Oleh: MIFTAHUDDIN F14104109 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALATIHAN SOAL BAB 9

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALATIHAN SOAL BAB 9 SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALATIHAN SOAL BAB 9 1. Perhatikan grafik pemanasan 500 gram es berikut ini! http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/fis9-9.1.png Jika kalor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Biomassa Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput,

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL VARIASI TEKANAN DAN DIAMETER NOSEL TERHADAP SUDUT SEMBURAN MINYAK JELANTAH

STUDI EKSPERIMENTAL VARIASI TEKANAN DAN DIAMETER NOSEL TERHADAP SUDUT SEMBURAN MINYAK JELANTAH STUDI EKSPERIMENTAL VARIASI TEKANAN DAN DIAMETER NOSEL TERHADAP SUDUT SEMBURAN MINYAK JELANTAH Oleh Pembimbing I Pembimbing II : I Komang Juniarta : Dr. Ir. I Ketut Gede Wirawan, MT : Ainul Ghurri, ST,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang bergerak menjadi sebuah negara industri. Sebagai negara industri, Indonesia pasti membutuhkan sumber energi yang besar yang bila tidak diantisipasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiayah Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian Pada penelitian ini penulis meneliti tentang pengaruh komposisi terhadap sifat campuran minyak jarak dan minyak nyamplung pada suhu 160 C. Campuraan minyak

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Bambang (2016) dalam perancangan tentang modifikasi sebuah prototipe kalorimeter bahan bakar untuk meningkatkan akurasi pengukuran nilai

Lebih terperinci

Arang Tempurung Kelapa

Arang Tempurung Kelapa Arang Tempurung Kelapa Mengapa harus arang tempurung? Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama minyak tanah, membuat masyarakat mencari alternatif lain untuk keperluan memasak. Salah satu yang

Lebih terperinci