UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG UNTUK MODIFIKASI KOMPOR BERTEKANAN. Oleh: NUNIK LESTARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG UNTUK MODIFIKASI KOMPOR BERTEKANAN. Oleh: NUNIK LESTARI"

Transkripsi

1 UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG UNTUK MODIFIKASI KOMPOR BERTEKANAN Oleh: NUNIK LESTARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Uji Karakteristik Minyak Nyamplung untuk Modifikasi Kompor Bertekanan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2011 Nunik Lestari NRP F

3 ABSTRACT NUNIK LESTARI. Performance Test of Tamanu Oil for Pressure Stove Modification. Supervised by Y. ARIS PURWANTO and KUDRAT SUNANDAR. Tamanu (Calophyllum inophyllum L.) has potential as a biofuel producer crop. Tamanu oil has a high viscosity compared with kerosene. Tamanu oil viscosity must be lowered to the equivalent of kerosene to be applied as a substitute for kerosene, especially in pressure stove. In pressure stove, preheating can reduce the viscosity of fuel to achieve the desired viscosity to be sprayed and burned well. Nowadays, pressure stoves generally are made for kerosene fuel. so that, the pressure stove needs to be modified by considering the preheating stage. Thus, the tamanu oil can be used in the modified pressure stove as a subtitute of kerosene. The objective of the study were (1) to simulate the temperature and viscosity change in relation to the length of heating oil pipeline, (2) to modify the heating oil pipeline based on the simulation result, and (3) to test the performance of modified heating oil pipeline. The simulation results show that the oil should be heated to C to obtain the viscosity of tamanu oil close to the viscosity of kerosene, which is using the heating pipe element along the 25 cm. The tamanu oil spraying diameter is mm, and the spraying angle is o. While kerosene as a control has a spraying diameter of mm, and the spraying angle is o. The increasing of spray diameter to temperature follows the equation d = 0.435T , with determinant coefficient of While the increasing of spray angle to temperature follows the equation θ = 0.082T , with determinant coefficient of The increase in diameter and angle of spray with increasing oil temperature, due to the increasing temperatures will further lower the viscosity value, surface tension, and density of tamanu oil. According to Ing et al. (2010), viscosity, surface tension, and density are three fluid properties that are influential in forming the droplet. This oil heating element can heat the tamanu oil until o C and C for two different data retrieval conditions. Keywords: tamanu oil, kerosene, heating, heat transfer, temperature, viscosity, spraying, droplet, pressure stove, modification

4 RINGKASAN NUNIK LESTARI. Uji Karakteristik Minyak Nyamplung untuk Modifikasi Kompor Bertekanan. Dibimbing oleh Y. ARIS PURWANTO dan KUDRAT SUNANDAR. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa minyak tanah dikonsumsi oleh sekitar 65 ribu rumah tangga Indonesia (Kementerian ESDM 2004). Melonjaknya harga BBM termasuk minyak tanah serta dampak buruk penggunaan kayu bakar terhadap degradasi lingkungan, menyebabkan timbulnya kebutuhan untuk mencari bahan bakar alternatif yang lebih murah dan dapat tersedia dengan mudah (Yunita 2007). Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai penghasil bahan bakar alternatif berupa bahan bakar nabati (BBN) adalah tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). Viskositas dan titik bakar yang tinggi membuat BBN minyak nyamplung memerlukan jenis kompor tertentu. Minyak nabati memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda dengan minyak tanah. Pada kompor bertekanan, minyak nabati menyisakan kerak setelah pembakaran dan menyumbat nosel. Selain itu, pada waktu penyalaan awal minyak sulit terbakar karena viskositas yang tinggi (Reksowardojo 2008). Kompor bertekanan yang ada di pasaran saat ini dibuat untuk bahan bakar minyak tanah. Sehingga untuk mengaplikasikan minyak nyamplung sebagai pengganti minyak tanah, maka viskositas minyak nyamplung harus diturunkan hingga mendekati viskositas minyak tanah. Viskositas menjadi hal yang penting dalam sistem kompor bertekanan. Jika viskositas tinggi, maka tahanan untuk mengalir juga akan tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena kualitas penyemprotan bahan bakar bergantung pada viskositas. Viskositas dipengaruhi oleh suhu. Pada kompor bertekanan, pemanasan awal dapat menurunkan viskositas bahan bakar. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan tahap pemanasan awal dalam modifikasi rancangan pada kompor bertekanan. Tujuan penelitian ini adalah (1) menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, (2) melakukan modifikasi pipa koil pemanas minyak berdasarkan hasil pendugaan pemanasan minyak nyamplung, dan (3) melakukan uji fungsional dari pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi. Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap. Identifikasi masalah menjelaskan target teknis yang ingin dicapai dalam penelitian. Dalam penelitian ini akan dilakukan modifikasi burner kompor bertekanan yang semula digunakan untuk bahan bakar minyak tanah, menjadi elemen pemanas minyak nyamplung. Elemen pipa pemanas ini dirancang berbentuk koil. Panjang pipa yang akan dibentuk menjadi koil ini diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, dan uji profil penyemprotan minyak nyamplung. Koil pipa pemanas minyak ini dirancang untuk dapat memanaskan minyak nyamplung hingga mencapai suhu tertentu dimana viskositas minyak pada suhu tersebut mendekati nilai viskositas minyak tanah yaitu 5 cp (Couper et al. 2005). Sumber pemanas adalah api hasil pembakaran minyak itu sendiri, sehingga proses pemanasannya

5 berkesinambungan. Minyak nyamplung yang digunakan adalah minyak yang telah mengalami proses degumming. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendukung data-data yang digunakan pada perhitungan selain data sekunder, seperti pengujian densitas, mengetahui laju aliran massa, dan menentukan suhu awal minyak dalam tangki sebelum pembakaran. Selanjutnya menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak. Kemudian menguji profil penyemprotan minyak nyamplung. Uji penyemprotan dilakukan untuk mengetahui profil penyemprotan minyak nyamplung setelah dilakukan pemanasan pada beberapa tingkat suhu 30, 50, 70, 90, 110, 130, dan 150 o C. Parameter uji penyemprotan yang diamati meliputi diameter dan sudut penyemprotan. Kontrol yang digunakan adalah membandingkan dengan profil penyemprotan minyak tanah. Selanjutnya membuat modifikasi desain pipa koil pemanas minyak berdasarkan hasil perhitungan pendugaan dan karakteristik pemanasan. Kemudian melakukan uji fungsional dari pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi. Pada uji fungsional ini dilakukan validasi suhu minyak yang telah dipanaskan melalui koil pipa pemanas, yang kemudian keluar melalui nosel. Suhu minyak hasil validasi ini dibandingkan dengan suhu minyak hasil pendugaan. Tahap pengujian terakhir adalah uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui waktu dan jumlah bahan bakar terpakai yang dibutuhkan untuk memanaskan air hingga mendidih dengan menggunakan kompor bertekanan termodifikasi berbahan bakar minyak nyamplung. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan pengujian kompor bertekanan mengunakan bahan bakar lainnya yang diperoleh dari data sekunder. Hasil pendugaan menunjukan bahwa untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung dari 50.4 cp, agar mendekati viskositas minyak tanah sebesar 5 cp (Couper et al. 2005), maka dibutuhkan pemanasan 990 o C di sepanjang pipa dengan menggunakan pipa berdiameter 0.25 inci sepanjang 25 cm. Selanjutnya, pipa ini dibentuk menjadi koil sebanyak 2 lilitan. Dalam penelitian ini tidak dilakukan validasi nilai viskositas minyak nyamplung yang telah terpanaskan melalui burner pipa koil pemanas minyak. Validasi hasil perhitungan pendugaan yang dilakukan hanya pada suhu minyak yang keluar dari nosel, dan juga dibandingkan dengan hasil pengujian karakteristik penyemprotan minyak nyamplung dan minyak tanah. Diameter penyemprotan minyak nyaplung adalah mm, dengan sudut penyemprotan o. Sedangkan diameter penyemprotan minyak tanah sebagai kontrol adalah mm, dengan sudut penyemprotan o. Diameter dan sudut penyemprotan minyak nyampung sudah mendekati diameter dan sudut penyemprotan minyak tanah pada suhu 150 o C. Besarnya peningkatan diameter semprotan minyak nyamplung terhadap kenaikan suhu ini mengikuti persamaan d = 0.435T , dengan koefisien determinan sebesar Sementara besarnya peningkatan sudut semprotan terhadap kenaikan suhu ini mengikuti persamaan θ = 0.082T , dengan koefisien determinan sebesar Bertambahnya diameter dan sudut penyemprotan dengan meningkatnya suhu minyak disebabkan karena semakin meningkatnya suhu maka akan semakin menurunkan nilai viskositas, yang juga menyebabkan turunnya nilai tegangan permukaan dan densitas minyak. Menurut Ing et al. (2010), viskositas, tegangan v

6 vi permukaan, dan densitas adalah tiga sifat fluida yang berpengaruh dalam pembentukan droplet. Hasil validasi menunjukkan bahwa pipa koil pemanas minyak termodifikasi mampu memanaskan minyak nyamplung sampai suhu o C untuk pengukuran pada kondisi api kompor menyala, dan o C untuk pengukuran sesaat setelah api kompor dipadamkan. Sementara suhu minyak hasil pendugaan adalah o C. Secara keseluruhan, kompor bertekanan dengan elemen pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi ini telah dapat beroperasi dengan baik. Tetapi karena karakter minyak nyamplung yang mengandung banyak getah dan sulit untuk dihilangkan, maka terkadang masih terjadi penyumbatan gum pada nosel. Gum yang terkandung pada minyak nyamplung tidak hanya mengganggu stabilitas aliran minyak pada proses pembakaran, tetapi juga dapat menyebabkan pengerakan pada dinding dalam pipa dan penyumbatan pada nosel. Setelah pemakaian berulang-ulang, gum pada minyak nyamplung menyisakan kerak yang menempel pada permukaan dalam pipa dan menyebabkan terjadinya penyempitan diameter pipa. Untuk mengurangi pengerakan dan penyumbatan di dalam burner ini maka sebaiknya pemadaman api dilakukan dengan cara membuang tekanan pada tangki bahan bakar terlebih dahulu hingga tekanannya setara dengan tekanan udara ambien. Sehingga minyak turun kembali menuju tangki bahan bakar dan dapat menghindari terperangkapnya minyak pada pipa koil pemanas minyak yang menyebabkan pengerakan ketika minyak dan burner telah dalam kondisi dingin. Disarankan juga untuk membersihkan pipa koil pemanas minyak sebelum menyalakan kompor. Hasil uji coba pembakaran menunjukan bahwa untuk memanaskan 1 liter air hingga mendidih menggunakan kompor bertekanan termodifikasi berbahan bakar minyak nyamplung memerlukan waktu selama menit pemanasan, dengan konsumsi bahan bakar sebesar liter/jam. Sedangkan menurut hasil penelitian Reksowardojo et al. (2005), untuk memanaskan 0.6 liter air hingga mendidih menggunakan kompor bertekanan berbahan bakar minyak tanah memerlukan waktu selama 6 menit, minyak jarak pagar selama 7 menit, dan minyak sawit selama 9 menit pemanasan, dengan konsumsi bahan bakar minyak tanah sebesar liter/jam, minyak jarak pagar sebesar liter/jam, dan minyak sawit sebesar liter/jam. Kata kunci: minyak nyamplung, pemanasan, pindah panas, viskositas, penyemprotan, atomisasi, droplet, kompor bertekanan, modifikasi

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG UNTUK MODIFIKASI KOMPOR BERTEKANAN NUNIK LESTARI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si

10 Judul Tesis Nama NRP : Uji Karakteristik Minyak Nyamplung untuk Modifikasi Kompor Bertekanan : Nunik Lestari : F Disetujui: Komisi Pembimbing Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc Ketua Dr. Ir. Kudrat Sunandar, MT Anggota Diketahui: Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 19 Desember 2011 Tanggal Lulus:

11 PRAKATA Segala puji hanya milik Allah SWT, yang telah memberikan kemudahan, melimpahkan rahmat, nikmat, dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis yang berjudul Uji Karakteristik Minyak Nyamplung untuk Modifikasi Kompor Bertekanan. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc dan Dr. Ir. Kudrat Sunandar, MT selaku komisi pembimbing atas segala pengorbanan waktu, kesabaran, pengetahuan, pemikiran dan jerih payahnya dalam memberikan bimbingan selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si atas kesediaannya untuk menjadi penguji luar komisi. Kepada seluruh staf pengajar dan pegawai di lingkup Sekolah Pascasarjana IPB atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB. Ucapan terima kasih setulus hati juga penulis sampaikan atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan tesis ini kepada: 1. Bapak M. Nur Barlian dan Ibu Syurni, serta Mimi Luvinta, Yan Eko Sasih, dan Yustian Adhinata selaku orang tua dan saudara-saudara penulis yang telah mendidik, memberikan kasih sayang, doa, dan dukungannya sehingga membuat semuanya menjadi mungkin. 2. Acho Samsuar, terima kasih atas semua kasih sayang, perhatian, masukan, dan bantuannya. 3. Mada Hunter Pardede dan Des Taubing, atas bantuan dan masukan yang telah diberikan selama proses penelitian. 4. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin Pertanian dan Pangan (TMP) 2009, Sulastri Panggabean, Adian Rindang, Furqon, Miftahuddin, Fikri Al-Haq Fachryana, Agus Ghautsun Niam, M. Tahir Sapsal, Syafriandi, Husen Asbanu, Dedy Eko Rahmanto, dan M. Atta Bary, atas kebersamaan, kekeluargaan, dan dukungannya selama ini. 5. Teman-teman Teknik Sipil dan Lingkungan (SIL) 2009, Nazif Ichwan, Fadli Irsyad, dan Adrionita, atas kebersamaan dan dukungannya selama ini. 6. Bulkis Leonhart dan Ellis Nurjuliasti Ningsih atas kebersamaan, keceriaan, bantuan dan dukungannya selama menderita di Perwira Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penelitian dan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Sebagai penutup, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Bogor, Desember 2011 Penulis

12 RIWAYAT HIDUP Nunik Lestari dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 12 Mei 1985, sebagai putri keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak M. Nur Barlian dan Ibu Syurni. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Ashy Shihab Kotabumi pada tahun 1990 dan TK Bhayangkara Kotabumi pada tahun 1991, pendidikan Sekolah Dasar di SDN 3 Kotabumi pada tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 4 Kotabumi pada tahun 2000, Sekolah Menengah Umum di SMUN 2 Kotabumi pada tahun 2003, dan pendidikan Strata 1 di Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung pada tahun Selanjutnya sejak Agustus 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program magister pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan S2 pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan IPB, penulis pernah mendapatkan kesempatan mengikuti program Winter Course dan International Symposium on Asian Consortium for Sustainable Agriculture di Universitas Ibaraki, Jepang. Penulis juga pernah mengemban tugas sebagai bendahara umum pada Forum Mahasiswa Pascasarjana Keteknikan Pertanian (FORMATETA) IPB. Sebagian dari hasil penelitian pada tesis ini juga pernah penulis sampaikan pada Seminar Nasional Perteta di Universitas Jember pada tanggal Juli 2011 dengan judul Uji Karakteristik Minyak Nyamplung sebagai Bahan Bakar Nabati secara Langsung.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xviii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 5 Ruang Lingkup Masalah... 5 TINJAUAN PUSTAKA Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)... 7 Karakteristik Minyak Nyamplung... 9 Kompor Bertekanan Atomisasi (Pengabutan) Cairan Reaksi Pembakaran Pembakaran Semprot Pindah Panas Konduksi Konveksi Radiasi METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Prosedur Penelitian Identifikasi Masalah Penelitian Pendahuluan Menghitung Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak Uji Profil Penyemprotan Minyak Nyamplung Modifikasi Desain Pipa Koil Pemanas Minyak Uji Fungsional Pipa Koil Pemanas Minyak Hasil Modifikasi Uji Coba Pembakaran Kompor Bertekanan Termodifikasi Analisis Data... 40

14 HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak Uji Profil Penyemprotan Minyak Nyamplung Modifikasi Desain Pipa Koil Pemanas Minyak Uji Fungsional Pipa Koil Pemanas Minyak Hasil Modifikasi Uji Coba Pembakaran Kompor Bertekanan Termodifikasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 73

15 DAFTAR TABEL Halaman 1 Sifat fisika dan kimia minyak nyamplung... Error! Bookmark not defined. 2 Perbandingan komposisi asam lemak minyak nyamplung dengan minyak jarak pagar dan sawit... Error! Bookmark not defined. 3 Nilai konduktivitas panas beberapa bahan pada suhu ruang.. Error! Bookmark not defined. 4 Ikhtisar persamaan-persamaan yang digunakan dalam perpindahan panas konveksi paksa di dalam pipa... Error! Bookmark not defined. 5 Data sekunder penurunan nilai viskositas terhadap peningkatan suhu (Wahyudi 2010) dan hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu pada penelitian pendahuluan... 43

16 xvi

17 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta sebaran indikatif tegakan alam nyamplung di Indonesia Gambar pohon, kayu, bunga, daun, buah dan biji nyamplung Penampang melintang buah nyamplung Minyak nyamplung dan biodiesel nyamplung Kompor bertekanan Hubungan antara viskositas dan ukuran droplet Sistem pembakaran semprot Tipe-tipe sistem injektor Proses pembakaran semprot Mekanisme perpindahan panas konduksi dalam fase yang berbeda dari suatu zat Kisaran konduktivitas termal dari berbagai bahan pada suhu ruang Diagram alir prosedur penelitian Alur pendugaan hubungan sebaran suhu, viskositas, dan panjang pipa untuk modifikasi kompor bertekanan Perpindahan panas yang terjadi dari pipa ke minyak Uji karakteristik penyemprotan bahan bakar Modifikasi pipa koil pemanas minyak Diagram alir proses perancangan Skema pengujian efisiensi pembakaran Grafik pendugaan penurunan nilai viskositas terhadap suhu Grafik pendugaan penurunan viskositas terhadap panjang pipa pemanas Viskositas dinamik beberapa jenis asam lemak Perbandingan profil penyemprotan (a) minyak nyamplung pada suhu 150 o C, dan (b) minyak tanah pada suhu ruang Grafik hubungan diameter semprotan minyak nyamplung Grafik hubungan sudut semprotan minyak nyamplung Grafik hubungan diameter droplet dengan perubahan viskositas Grafik hubungan diameter droplet dengan perubahan densitas Grafik hubungan diameter droplet dengan perubahan tegangan permukaan... 47

18 28 Grafik penurunan nilai (a) viskositas, dan (b) densitas minyak kelapa Grafik penurunan nilai viskositas terhadap suhu pada biodiesel Grafik penurunan tegangan permukaan beberapa jenis minyak terhadap peningkatan suhu Hasil penyemprotan minyak nabati canola murni dan perbesaran gambar droplet pada tekanan injeksi yang berbeda (Ti = 700 K, t = 0.5 ms) Burner kompor bertekanan sebelum modifikasi Hasil rancangan elemen pipa koil pemanas minyak Elemen pipa koil pemanas minyak (a) setelah dipasang pada kompor bertekanan, (b) kompor lengkap dengan dudukan alat masak Validasi pengukuran suhu minyak pada nosel saat api menyala Validasi pengukuran suhu minyak pada nosel sesaat setelah api padam Validasi pengukuran suhu minyak pada nosel Waktu tunda penyalaan untuk droplet metanol dalam udara panas (hubungan temperatur gas dan ukuran diameter droplet) Penyumbatan oleh gum pada nosel Pembakaran campuran LPG dan udara dengan penambahan 20% CO Perbandingan kecepatan pembakaran antara campuran LPG dan udara tanpa CO 2 dan dengan CO Grafik peningkatan suhu tiap titik pengukuran pada uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi... 63

19 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu (penelitian pendahuluan)... Error! Bookmark not defined. 2 Hasil pengukuran suhu awal minyak dalam tangki sebelum proses pembakaran (penelitian pendahuluan)... Error! Bookmark not defined. 3 Perhitungan pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas... Error! Bookmark not defined. 4 Data pengujian profil penyemprotan minyak nyamplung... Error! Bookmark not defined. 5 Data pengujian profil penyemprotan minyak tanah... Error! Bookmark not defined. 6 Data rata-rata pengujian profil penyemprotan minyak nyamplung... Error! Bookmark not defined. 7 Data rata-rata pengujian profil penyemprotan minyak tanah... Error! Bookmark not defined. 8 Validasi suhu minyak pada nosel dengan kondisi api menyala... Error! Bookmark not defined. 9 Validasi suhu minyak pada nosel dengan kondisi api padam... Error! Bookmark not defined. 10 Hasil pengukuran suhu pada uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi... Error! Bookmark not defined. 11 Gambar teknik burner kompor bertekanan sebelum modifikasi... Error! Bookmark not defined. 12 Gambar teknik burner kompor bertekanan setelah modifikasi... Error! Bookmark not defined.

20 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan bakar minyak dari bahan bakar fosil merupakan sumber energi yang dikonsumsi paling besar dibandingkan sumber energi lain. Minyak tanah merupakan salah satu sumber energi yang banyak digunakan oleh masyarakat perkotaan, sedangkan di pedesaan sebagian besar bahan bakar yang digunakan untuk keperluan rumah tangga adalah minyak tanah dan biomassa terutama kayu bakar. Mengingat pentingnya peranan minyak tanah, maka minyak tanah dimasukan ke dalam kelompok sembilan bahan kebutuhan pokok. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa minyak tanah dikonsumsi oleh sekitar 65 ribu rumah tangga Indonesia (Kementerian ESDM 2004). Minyak tanah umumnya dikonsumsi oleh rumah tangga untuk memasak dan penerangan, terutama di daerah yang belum tersedia listrik (Nuryanti 2007). Minyak tanah juga banyak digunakan sebagai bahan bakar pada industri dan pedagang-pedagang makanan. Kelangkaan minyak tanah sering terjadi beberapa tahun terakhir ini yang menyebabkan melonjaknya harga minyak tanah. Kondisi ini tentu saja mengganggu kelangsungan usaha bagi para pedagang dan industri kecil. Sedangkan bagi masyarakat pedesaan yang jauh dari sumber energi harus mempertimbangkan energi alternatif jika minyak tanah tidak lagi dapat mencapai daerah tempat mereka tinggal. Melonjaknya harga BBM termasuk minyak tanah serta dampak buruk penggunaan kayu bakar terhadap degradasi lingkungan, menyebabkan timbulnya kebutuhan untuk mencari bahan bakar alternatif yang lebih murah dan dapat tersedia dengan mudah. Salah satu bahan bakar alternatif untuk dapat digunakan adalah minyak nabati yang bahan bakunya tersedia secara lokal, mudah didapat dan terbarukan (Yunita 2007). Indonesia sendiri mempunyai sumber energi terbarukan yang melimpah, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar fosil. Kontribusi energi terbarukan terhadap total penggunaan energi masih dibawah 10 % (Sumiarso 2011). Kebijakan-kebijakan Pemerintah dalam

21 2 bentuk Instruksi Presiden No. 10 tahun 2005 mengenai penghematan penggunaan energi, Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006 mengenai penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel), serta Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 mengenai kebijakan energi nasional, menyatakan tahun 2025 ditargetkan untuk mengoptimalkan bahan bakar nabati menjadi lebih dari 5%. Sejalan dengan kondisi itu pemerintah menargetkan ada 2000 desa mandiri energi sampai tahun Mandiri energi berarti 60 persen kebutuhan energinya dipenuhi dari sumber setempat terutama dari energi terbarukan (Dirjen PMD 2008). Bahan bakar nabati merupakan bahan bakar yang berasal dari tanaman. Penelitian mengenai bahan bakar nabati ini sudah mulai berkembang. Banyak tanaman yang dinilai memiliki potensi sebagai penghasil bahan bakar nabati setelah melalui serangkaian proses, salah satunya adalah tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). Kelebihan nyamplung sebagai bahan baku bahan bakar nabati adalah bijinya mempunyai rendemen yang tinggi, yaitu mencapai 74%. Dalam pemanfaatannya, tanaman nyamplung tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan karena biji yang bersifat toksik, bagian kulit biji mengandung LC50 (Median Lethal Concentration) sebesar ppm, dan daging biji sebesar ppm (Santi 2009). Beberapa keunggulan ditinjau dari prospek pengembangan dan pemanfaatan lain, antara lain adalah tanaman tumbuh dan tersebar merata secara alami di Indonesia, regenerasi mudah dan berbuah sepanjang tahun menunjukkan daya survival yang tinggi terhadap lingkungan, tanaman relatif mudah dibudidayakan baik tanaman sejenis (monoculture) atau hutan campuran (mixed-forest), cocok di daerah beriklim kering, dan produktivitas biji lebih tinggi dibandingkan jenis tanaman penghasil bahan bakar nabati lainnya (jarak pagar 5 ton/ha, sawit 17 ton/ha, dan nyamplung 20 ton/ha) (Bustomi 2008). Pada saat ini penelitian tentang pemakaian bahan bakar nabati sebagai pengganti minyak tanah sudah mulai dikembangkan, bahkan sudah mulai dikomersialisasikan. Namun demikian, oleh karena viskositas dan titik bakarnya yang tinggi maka penggunaan bahan bakar nabati memerlukan jenis kompor tertentu (Puslitbun 2007). Minyak nabati memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda dengan minyak tanah. Pada kompor sumbu akan mengakibatkan mengerasnya sumbu kompor yang akan menghambat kapilaritas minyak

22 3 selanjutnya, sedangkan pada kompor bertekanan, minyak nabati menyisakan kerak setelah pembakaran dan menyumbat lubang nosel (Reksowardojo 2008). Selain itu, pada waktu penyalaan awal minyak sulit terbakar karena viskositas yang tinggi sehingga sulit untuk terjadi pengabutan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang kompor yang mampu mengadaptasi sifat-sifat minyak tersebut terutama pada viskositasnya, sehingga perlu dipertimbangkan tahap pemanasan awal dalam modifikasi rancangan pada kompor bertekanan. Selama ini kompor bertekanan yang ada di pasaran dibuat dan digunakan untuk bahan bakar minyak tanah. Sehingga untuk mengaplikasikan minyak nyamplung sebagai pengganti minyak tanah, maka viskositas minyak nyamplung harus diturunkan hingga setara dengan minyak tanah. Viskositas menjadi hal yang penting dalam sistem kompor bertekanan. Jika viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena kualitas penyemprotan bahan bakar sangat bergantung pada viskositas. Viskositas juga dipengaruhi oleh suhu. Pada kompor bertekanan, pemanasan awal dapat menurunkan viskositas bahan bakar hingga tercapai viskositas yang diinginkan agar minyak dapat terkabutkan dan terbakar dengan baik. Terdapat dua kemungkinan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif terutama untuk kompor. Pertama, menggunakan secara langsung minyak nabati yang memiliki karakter hampir sama dengan minyak tanah, atau melakukan karakterisasi minyak sehingga sesuai dengan kebutuhan kompor, dan kedua, melakukan modifikasi kompor untuk disesuaikan dengan karakteristik minyak nabati tersebut (Puslitbun 2007). Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dalam penelitian ini dititikberatkan untuk melihat kemampuan minyak nyamplung sebagai bahan bakar pada kompor bertekanan melalui pengujian hubungan antara viskositas, temperatur dan desain pemanas terhadap kualitas penyemprotan minyak. Dengan demikian maka dapat dilakukan modifikasi pada kompor bertekanan yang sesuai dengan hasil uji karakteristik bahan bakar nabati tersebut. Perumusan Masalah Minyak tanah digunakan oleh sekitar 65 ribu rumah tangga Indonesia, pedagang-pedagang makanan, dan industri. Kelangkaan minyak tanah yang terjadi beberapa tahun terakhir ini menyebabkan harga minyak tanah melonjak tinggi

23 4 namun sulit untuk diperoleh. Bagi pedagang-pedagang makanan dan industri kecil hal ini tentu saja mengganggu kelangsungan usaha mereka. Sedangkan bagi masyarakat pedesaan yang daerahnya sulit terjangkau, bahan bakar minyak tanah sudah menjadi sejarah bagi mereka. Untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan di atas, maka bahan bakar nabati sebagai pengganti BBM menjadi salah satu solusi yang tidak dapat ditunda lagi. Hal ini didukung dengan potensi Indonesia sebagai negara agraris, dimana potensi sumber daya alamnya sangat berlimpah dan beraneka ragam. Nyamplung merupakan salah satu jenis tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar nabati. Minyak nyamplung berpotensi sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah pada kompor bertekanan, namun dalam pengaplikasiannya masih harus diteliti mengenai kemungkinan tidak sempurnanya proses penyemprotan minyak sebagai akibat tingginya angka kekentalan minyak tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dalam penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yang saling terkait meliputi identifikasi masalah untuk menjelaskan secara garis besar target teknis yang ingin dicapai dalam penelitian ini, penelitian pendahuluan untuk mendukung data-data yang akan digunakan pada perhitungan pendugaan selain data sekunder, menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, menguji profil penyemprotan minyak nyamplung, membuat modifikasi desain koil pemanas minyak berdasarkan hasil perhitungan pendugaan dan karakteristik pemanasan minyak nyamplung, melakukan uji fungsional dari koil pemanas minyak hasil modifikasi, dan melakukan uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak. 2. Membuat modifikasi burner pipa koil pemanas minyak berdasarkan hasil perhitungan pendugaan dan karakteristik pemanasan minyak nyamplung. 3. Melakukan uji fungsional dari burner pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi.

24 5 Manfaat Penelitian Secara khusus, hasil akhir dari penelitian ini adalah desain kompor bertekanan termodifikasi yang dapat digunakan dengan bahan bakar 100% minyak nyamplung. Secara umum, pemanfaatan minyak nyamplung sebagai pengganti minyak tanah diharapkan dapat menyokong industri kecil, pedagang, dan rumah tangga pedesaan yang jauh dari sumber energi fosil dengan memanfaatkan potensi alam untuk menghasilkan minyak nyamplung sebagai sumber bahan bakar alternatif. Pemanfaatan minyak nyamplung juga diharapkan dapat mengurangi penggunaan kayu bakar untuk keperluan rumah tangga pedesaan yang dapat berdampak buruk terhadap kelestarian hutan dan lingkungan. Ruang Lingkup Masalah Pada penelitian ini akan dikaji potensi minyak nyamplung sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah pada kompor bertekanan. Pengujian yang akan dilakukan meliputi penelitian pendahuluan, menghitung pendugaan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, menguji profil penyemprotan minyak nyamplung, membuat modifikasi desain pipa koil pemanas minyak berdasarkan hasil simulasi dan karakteristik pemanasan minyak nyamplung, melakukan uji fungsional dari koil pemanas minyak hasil modifikasi, dan melakukan uji efisiensi pembakaran kompor bertekanan termodifikasi. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendukung data-data yang akan digunakan pada simulasi selain data sekunder. Analisis teknik pendugaan hubungan sebaran suhu, viskositas bahan, dan panjang pipa pemanas minyak dilakukan untuk mendapatkan panjang pipa optimal yang akan dibuat sebagai kumparan pemanas minyak untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung hingga setara dengan minyak tanah, dalam kondisi minyak mengalir sambil dipanaskan. Kemudian melakukan uji penyemprotan awal untuk mengetahui profil penyemprotan minyak nyamplung setelah dilakukan pemanasan. Parameter uji penyemprotan yang diamati meliputi diameter dan sudut penyemprotan. Kontrol yang digunakan adalah membandingkan dengan karakteristik penyemprotan minyak tanah. Selanjutnya adalah pembuatan modifikasi kompor

25 6 bertekanan, yaitu modifikasi kumparan pipa pemanas minyak. Uji fungsional dari koil pemanas minyak hasil modifikasi dilakukan untuk melakukan validasi suhu hasil pemanasan dan mengetahui sifat mampu bakar minyak nyamplung. Pada pengujian ini akan diukur suhu minyak nyamplung yang baru saja keluar dari nosel. Sedangkan uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi dilakukan untuk mengetahui waktu dan jumlah bahan bakar terpakai yang dibutuhkan untuk mendidihkan air sebanyak volume tertentu.

26 TINJAUAN PUSTAKA Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Tanaman nyamplung dapat ditemukan di Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat, dan Amerika Selatan. Tumbuhan ini mempunyai nama yang berbeda di setiap daerah, seperti bintangor di Malaysia, hitaullo di Maluku, nyamplung di Jawa, bintangur di Sumatera, poon di India dan di Inggris dikenal dengan nama alexandrian laurel, tamanu, pannay tree, serta sweet scented calophyllum (Dweek et al. 2002). Sebaran indikatif tegakan alam nyamplung di Indonesia disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Peta sebaran indikatif tegakan alam nyamplung di Indonesia (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia 2009) Taksonomi tanaman nyamplung (Gambar 2) menurut Heyne (1987) adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas Bangsa Suku Marga : Dicotyledone : Guttiferales : Guttiferae : Calophyllum Jenis : Calophyllum inophyllum L.

27 8 Gambar 2 Gambar pohon, kayu, bunga, daun, buah dan biji nyamplung (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia 2009) Tanaman nyamplung biasa tumbuh liar di sepanjang tepian pantai, tetapi tanaman ini dapat juga tumbuh pada tempat dengan ketinggian 100 sampai 350 mdpl. Di Jawa tanaman nyamplung tumbuh liar di hutan yang menjorok ke pantai, tinggi tanaman dapat mencapai 20 m dan mempunyai diameter batang 1.50 m dengan batang yang sangat pendek, bercabang rendah dekat permukaan tanah, dan tumbuh berkelompok (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2009). Kayunya agak ringan hingga sedang dan lembut, tetapi agak halus, berurat kusut, hingga tidak dapat dibelah. Kayu nyamplung mempunyai dua warna, yakni kelabu atau semu kuning, dan merah bata mempunyai urat yang lebih halus dan seratnya juga lebih lurus (Heyne 1987). Bentuk daun majemuk menyirip ganjil dengan bentuk helai daun lanset (lanceolatus), bentuk pangkal daun meruncing dengan panjang cm, lebar cm dan tepi daun rata. Tanaman ini mempunyai bunga majemuk tidak terbatas (inflorescentia centripetala) dengan bunga mekar dari bawah ke atas sehingga berbentuk tandan dengan tangkai bunga tumbuh dari ujung batang (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2009).

28 9 Buah nyamplung (Gambar 3) berwarna hijau, berbentuk bulat, kulit buah tipis dan akan mengelupas ketika mulai mengering. Inti biji yang mengandung minyak, berbentuk bulat mancung berwarna kuning, dilindungi tempurung keras mirip tempurung kelapa (Heyne 1987) dan memiliki garis tengah antara 2 sampai 4 cm termasuk lapisan pulp yang tipis (3 sampai 5 mm), cangkang, dan sebuah biji. Buah yang telah dewasa berwarna kuning atau merah kecoklatan dan berkerut (Little et al. 1989). Kulit biji yang sudah tua mudah dikupas, daging buah yang tua/kering dapat dikempa dan akan mengandung air 3.3% dan minyak nabati 71.4% yang saat ini dapat digunakan sebagai biodiesel dengan rendemen 50% (1 liter: 2 kg biji kering), berat 1 kg buah kering setara dengan 2,400 biji (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2009). Biji-biji dapat dikumpulkan dari pohonnya dengan cara memetik buah atau memotong cabang dengan alat pemotong, tetapi umumnya lebih praktis dengan cara mengumpulkannya setelah buah jatuh ke kepermukaan tanah (Little et al. 1989). Skin Kernel Pulp Gambar 3 Penampang melintang buah nyamplung ( 2010) Karakteristik Minyak Nyamplung Minyak nyamplung (Gambar 4) tersusun atas minyak dengan asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh yang berantai karbon panjang, dengan kandungan utama berupa asam oleat 37.57%, asam linoleat 26.33%, dan asam stearat 19.96%, selebihnya berupa asam miristat, asam palmitat, asam linolenat, asam arachidat, dan asam erukat (Balitbang Kehutanan 2008).

29 10 Gambar 4 Minyak nyamplung dan biodiesel nyamplung (Kementrian Kehutanan Republik Indonesia 2009) Minyak nyamplung diperoleh melalui tahapan proses: (1) pengupasan biji dari kulit yang keras, (2) perajangan hingga menjadi irisan tipis, (3) pengeringan dengan panas matahari selama dua hari, (4) penumpukan, (5) pengukusan, (6) pengepresan atau ekstraksi dengan pelarut organik, (7) degumming, pemisahan getah dengan asam fosfat 1%. Karakteristik minyak nyamplung sebelum dan sesudah degumming dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Sifat fisika dan kimia minyak nyamplung Karakteristik Sebelum degumming Sesudah degumming (crude oil) (refined oil) Kadar air 0.25% 0.41% Densitas pada suhu 20 o C g/ml g/ml Viskositas pada suhu 40 o C 56.7 cp 53.4 cp Bilangan asam mg KOH/g mg KOH/g Kadar asam lemak bebas 29.53% 27.21% Bilangan penyabunan mg KOH/g mg KOH/g Bilangan iod mg/g mg/g Indeks refraksi Penampakan/warna Sumber: Balitbang Kehutanan (2008) Hijau gelap dan kental dengan bau menyengat Kuning kemerahan dan kental Minyak nyamplung hasil degumming dengan proses sederhana berupa netralisasi dengan NaOH dapat menjadi biokerosen, sebagai alternatif pengganti minyak tanah yang sangat bermanfaat untuk masyarakat pedesaan (ESDM 2009). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2009) menyatakan bahwa minyak nyamplung memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan dengan

30 11 minyak tanah, yang mana 1 ml minyak nyamplung memiliki pembakaran 11.8 menit, sedangkan 1 ml minyak tanah memiliki pembakaran 5.6 menit. Minyak nyamplung memiliki kemiripan komposisi asam lemak dengan minyak jarak pagar maupun sawit yang sudah dicoba dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Tabel 2 berikut menunjukkan bahwa minyak nyamplung memiliki kemiripan komposisi asam lemak dengan minyak jarak pagar maupun sawit yang sudah dicoba dan digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Tabel 2 Perbandingan komposisi asam lemak minyak nyamplung dengan minyak jarak pagar dan sawit Komponen Minyak Minyak jarak Minyak nyamplung pagar sawit Asam miristat (C14) 0.09 % % Asam palmitat (C16) % % % Asam stearat (C18) % 5.20 % 4.60 % Asam oleat (C18 : 1) % % % Asam linoleat (C18 : 2) % % % Asam Linolenat (C18 : 3) 0.27 % 4.70 % 0.30 % Asam arachidat (C20) 0.94 % - - Asam erukat (C20 : 1) 0.72 % - - Sumber: Balitbang Kehutanan (2008) Kompor Bertekanan Kompor bertekanan atau pressure stove berbahan bakar minyak tanah telah dikenal dan dipergunakan secara luas sebagai alat untuk memasak dikalangan masyarakat di Indonesia, terutama pada pedagang keliling dengan nama kompor semawar atau kompor brander. Disain kompor minyak tanah yang mempergunakan pembakaran dengan prinsip tekanan ditampilkan pada Gambar 5. Secara umum, kompor bertekanan menghasilkan power output dan efisiensi pembakaran yang lebih tinggi, sehingga bahan bakar yang digunakan lebih kecil untuk tiap satuan berat bahan yang dimasak (Wichert et al. 1987). Prinsip kerja kompor bertekanan adalah mengubah bahan bakar dari fase cair menjadi fase gas atau uap dan membakarnya dengan oksigen sehingga menyala dan menghasilkan energi panas (Sudradjat 2006). Kompor bertekanan memiliki beberapa bagian (Sudradjat 2006), yaitu:

31 12 a. Nosel Berfungsi sebagai lubang pengeluaran bahan bakar sehingga terjadi proses pembakaran bahan bakar oleh udara (oksigen). b. Saluran penyalur bahan bakar dari tangki menuju nosel Berfungsi sebagai penyalur bahan bakar dari tangki menuju nosel, dimana selama proses penyaluran bahan bakar ikut terpanaskan oleh proses pemanasan awal. c. Mangkuk Berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pemanasan awal sehingga dapat memanasi bahan bakar agar viskositasnya menurun maka proses pembakaran akan menjadi lebih mudah. d. Penyangga kompor Berfungsi untuk menjaga posisi kompor bertekanan agar stabil. Gambar 5 Kompor bertekanan Bahan bakar yang digunakan pada kompor bertekanan adalah bahan bakar berfasa cair, yaitu minyak tanah. Pada pembakaran dengan bahan bakar berfasa cair, diperlukan suatu usaha untuk memperbesar luas permukaan kontak antara udara dengan bahan bakar. Hal ini sesuai dengan Hukum Ficks yang menyatakan bahwa laju perpindahan massa oksigen ke dalam molekul bahan bakar dipengaruhi oleh luas bidang kontak dan gradien konsentrasinya. Efisiensi pembakaran langsung dipengaruhi oleh proses pencampuran antara udara dan bahan bakar. Proses ini dapat berlangsung pada ruang pembakaran atau terpisah dari ruang pembakaran, sebelum dilakukan pembakaran. Pada umumnya

32 13 sistem yang digunakan untuk memperbesar luas permukaan kontak bahan bakar adalah dengan sistim pembakaran semprot atau spray combustion, seperti pada sistem pembakaran mesin diesel, tungku pembakaran industri dan salah satunya adalah kompor bertekanan. Atomisasi (Pengabutan) Cairan Proses pembuatan butiran cairan didalam fase gas disebut dengan atomisasi. Proses atomisasi dimulai dengan mendorong cairan melalui sebuah nosel. Energi potensial cairan (diukur sebagai tekanan cairan untuk nosel hidrolik atau tekanan udara dan cairan untuk nosel pneumatik) dengan bantuan geometri nosel menyebabkan cairan diubah menjadi bongkahan-bongkahan kecil. Bongkahan ini selanjutnya pecah menjadi pecahan yang sangat kecil yang biasanya disebut dengan butir (drop), butiran (droplet), atau partikel cairan. Setiap semburan (spray) menghasilkan suatu rentang besar butir, rentang ini dinyatakan sebagai distribusi besar butir (drop size distribution). Distribusi besar butiran ini tergantungan pada jenis nosel dan sangat bervariasi untuk setiap jenisnya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar butir adalah sifat-sifat fisik cairan, dan kondisi operasi. Menurut Graco (1995), ada berbagai faktor yang mempengaruhi ukuran dari droplet. Diantara faktor-faktor tersebut adalah sifat-sifat cairan, seperti viskositas, tegangan permukaan, dan kerapatan seperti digambarkan pada Gambar 6. Gambar 6 Hubungan antara viskositas dan ukuran droplet (Graco 1995)

33 14 a. Viskositas Viskositas fluida memiliki pengaruh yang sama pada ukuran butiran droplet seperti pada tegangan permukaan. Viskositas menyebabkan fluida melawan agitasi, cenderung untuk mencegah pemecahan cairan dan mengarah ke ukuran droplet yang rata-rata lebih besar. Gambar 6 menunjukkan hubungan antara viskositas dan ukuran droplet ketika atomisasi terjadi. b. Tegangan permukaan Tegangan permukaan cenderung untuk menstabilkan cairan, mencegah cairan menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Cairan dengan ketegangan permukaan yang lebih tinggi cenderung memiliki ukuran rata-rata tetesan yang lebih besar pada atomisasi. c. Densitas Densitas menyebabkan cairan mempertahankan akselerasi. Densitas serupa dengan sifat-sifat baik tegangan permukaan dan viskositas, lebih tinggi cenderung menghasilkan ukuran tetesan yang rata-rata lebih besar. Pada proses pembuatan butiran cairan di dalam fase gas, dalam hal ini densitas gas jauh lebih kecil dari densitas cairan. Sehingga mekanisme formasi butiran jauh berbeda untuk perbedaan densitas yang rendah, terutama pada kecepatan tinggi. Pengabutan kebanyakan digunakan untuk keperluan-keperluan pengabutan bahan bakar, pembuatan produk berbentuk granular (bongkahan), operasi perpindahan massa, dan pelapisan permukaan (pengecatan dan lain-lain). Reaksi Pembakaran Pembakaran adalah reaksi kimia eksotermik yang disertai timbulnya kalor, nyala/cahaya, asap dan gas dari bahan yang terbakar, atau pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan yang dapat terbakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor. Pembakaran dikatakan sempurna bila campuran bahan bakar dan oksigen (dari udara) mempunyai perbandingan yang tepat, hingga tidak diperoleh sisa. Bila oksigen terlalu banyak, dikatakan campuran lean (miskin). Sebaliknya, bila bahan bakarnya terlalu banyak (atau tidak cukup oksigen), dikatakan campuran rich (kaya).

34 15 Perbandingan jumlah udara dengan jumlah bahan bakar disebut dengan Air- Fuel Ratio (AFR). Perbandingan ini dapat dibandingkan baik dalam jumlah massa ataupun volume yang dinyatakan dengan persamaan (1) sebagai berikut....(1) Besarnya AFR dapat diketahui dari uji coba reaksi pembakaran yang benarbenar terjadi. Nilai ini disebut AFR aktual. Sedangkan AFR lainnya adalah AFR stokiometrik, yang merupakan AFR diperoleh dari persamaan reaksi pembakaran. Kebalikan dari nilai AFR adalah Fuel Air Ratio (FAR), yaitu perbandingan jumlah bahan bakar dengan jumlah udara. Dari perbandingan nilai AFR tersebut dapat diketahui nilai Rasio Ekuivalen (ϕ):...(2) Dimana jika nilai rasio ekuivalen tersebut: ϕ > 1 : terdapat kelebihan bahan bakar dan campuran disebut campuran kaya bahan bakar (fuel-rich mixture) ϕ < 1 : terdapat kelebihan udara dan campuran disebut campuran miskin bahan bakar (fuel-lean mixture) ϕ = 1 : merupakan campuran stokiometri. Untuk dapat mengetahui nilai AFR, maka harus dihitung jumlah keseimbangan atom C, H, dan O dalam suatu reaksi pembakaran. Adapun rumus umum reaksi pembakaran yang menggunakan udara kering adalah: ( )...(3) Reaksi pembakaran diatas adalah reaksi pembakaran sempurna (stokiometrik), dimana semua hidrogen dan karbon di dalam bahan bakar teroksidasi seluruhnya menjadi H 2 O dan CO 2. Udara yang digunakan dalam reaksi pembakaran mengandung 0.79 kmol nitrogen dan 0.21 kmol oksigen. Proses reaksi pembakaran dapat terjadi dalam dua cara, yaitu premixed dan non-premixed. Api premixed terjadi ketika bahan bakar dan udara sudah dicampur terlebih dahulu sebelum terjadi reaksi pembakaran. Contoh dari api jenis ini adalah pada busur nyala api las dan pada motor pembakaran dalam. Sedangkan

35 16 api non-premixed adalah api yang berasal dari bahan bakar dengan mengambil udara secara difusi dari lingkungan sekitarnya. Pada api non-premixed, besarnya laju pembakaran dihitung dari laju suplai bahan bakar. Pada bahan bakar padat dan cair, laju tersebut berarti laju suplai material volatile dari permukaan bahan bakar. Sehingga besarnya laju pembakaran ( ) adalah: g/m 2.s... (4) dimana: = heat flux berasal dari api (kw/m 2 ) = heat flux yang hilang ke permukaan bahan bakar (kw/m 2 ) L V = panas yang diperlukan untuk menghasilkan material volatile (kj/g), dimana untuk bahan bakar cair sama dengan nilai panas penguapannya. Bahan bakar dapat terbakar dan mengalami reaksi pembakaran hanya dalam kondisi gas. Oleh karena itu, bahan bakar yang berada dalam bentuk zat awal selain gas (padat dan cair) harus mengalami perubahan bentuk menjadi gas sebelum dapat terbakar. Untuk bahan bakar cair, proses tersebut dapat dilakukan dengan cara menguapkannya saja. Sedangkan bagi hampir semua bahan bakar padat, perlu dilakukan dekomposisi secara kimiawi yang disebut pirolisis untuk menghasilkan produk yang berat molekulnya cukup ringan sehingga dapat menguap dan terbakar. Pembakaran Semprot Pembakaran semprot terjadi dengan berbagai cara, berdasarkan aplikasi, konfigurasi, dan strukturnya. Kenneth (1986) membagi sistem pembakaran semprot menjadi 5 sistem seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Sistem pembakaran pada kompor minyak bertekanan dapat didekati dengan pembakaran semprot (spray combustion), yang termasuk dalam sistem pembakaran pada tungku industri (industrial furnace). Pada sistem pembakaran kompor minyak agak sedikit berbeda, dalam kasus ini sistem pembakaran terbagi dalam dua bagian utama, yaitu primary zone, dimana bahan bakar diinjeksi ke dalam aliran udara untuk membentuk campuran reaktan yang hampir stoikiometri dalam aliran dua

36 17 fasa dan secondary zone, dimana pembakaran secara lengkap berlangsung. Sistem pembakaran ini dikategorikan sebagai diffusion flame. Gambar 7 Sistem pembakaran semprot (Kenneth 1986) Kinerja dari sistem pembakaran semprot sangat dipengaruhi oleh disain injektor. Suatu injektor dapat dievaluasi berdasarkan distribusi ukuran butiran (drop size, droplet) yang dihasilkan, sudut penyemprotan, dan sifat dari bentuk semprotannya. Namun demikian kondisi aliran dan sifat dari bahan bakar juga mempengaruhi bentuk semprotan tersebut. Tipe-tipe sistem injektor dapat dilihat pada Gambar 8. Injektor dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pressureatomizing injector, dimana hanya bahan bakar cair yang melewati injektor dan atomisasi diperoleh dengan baik karena adanya penurunan tekanan, dan twin-fluid injector, dimana atomisasi bahan bakar cair terjadi karena adanya aliran udara melalui injektor dengan laju yang tinggi (Faeth 1986, diacu dalam Kenneth 1986).

37 18 Gambar 8 Tipe-tipe sistem injektor (Kenneth 1986) Untuk kompor minyak bertekanan, jenis injektor yang dipakai adalah jenis yang pertama, yaitu pressure-atomizing injector dengan bentuk hollow cone. Dalam kasus kompor, bahan bakar cair ditekan didalam tangki minyak melalui pemompaan oleh pompa tangan dan dialirkan melalui injektor, akibat penurunan tekanan yang tiba-tiba, cairan minyak berubah menjadi fasa gas. Cairan mengalami evaporasi dalam vaporizer dan dipancarkan melalui nosel kedalam burner head dimana jet bercampur dengan udara ambien. Pada saat meninggalkan burner head menuju celah campuran bahan bakar-udara terbakar dalam premixed flame. Besarnya tenaga yang diperlukan diatur dengan katup regulator pengatur aliran bahan bakar. Minyak diinjeksi kedalam ruang bakar dan pecah secara pneumatik atau mekanik kedalam sprayer menjadi bentuk butir halus. Penguapan minyak terjadi pada permukaan droplet akibat proses absorbsi panas dari nyala (flame). Difusi udara kedalam droplet dihasilkan dalam penyalaan gas uap disekeliling droplet yang dikenal sebagai droplet burning atau pada sekumpulan droplet yang dikenal sebagai cloud burning sehingga memanaskan droplet dan melepaskan uap mampu

38 19 bakar tambahan. Suatu daerah nyala atau flame zone terbentuk dimana gas yang bersifat volatil bercampur dengan udara yang disuplai melalui pembakar. Penguapan droplet dan pembakaran lengkap dari gas harus terjadi sebelum penyerapan panas dari nyala dan pendingin berkelanjutan. Secara sederhana proses pembakaran semprot dapat dilihat pada gambar 9. Gambar 9 Proses pembakaran semprot (Sonnichsen 2004) Pindah Panas Perpindahan panas (heat transfer) dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari suatu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari perbedaan suhu antara daerah-daerah tersebut. Perpindahan panas dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Semua cara perpindahan panas memerlukan adanya perbedaan suhu, dan semua cara perpindahan panas berlangsung dari media bersuhu tinggi ke media yang bersuhu lebih rendah (Cengel 2003). Konduksi Menurut Cengel (2003), konduksi dapat terjadi dalam padatan, cairan, atau gas. Dalam gas dan cairan, konduksi disebabkan oleh tabrakan dan difusi dari molekul selama gerak acak mereka. Sedangkan dalam padatan, hal ini terjadi karena kombinasi dari getaran molekul dalam kisi dan transportasi energi oleh elektron bebas seperti dijelaskan oleh Gambar 10.

39 20 Gambar 10 Mekanisme perpindahan panas konduksi dalam fase yang berbeda dari suatu zat (Cengel 2003) Laju aliran panas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas permukaan benda yang saling bersentuhan, perbedaan suhu awal antara kedua benda, dan konduktivitas panas dari kedua benda tersebut. Konduktivitas panas adalah tingkat kemudahan untuk mengalirkan panas yang dimiliki suatu benda. Setiap benda memiliki konduktivitas yang berbeda. Logam mempunyai konduktivitas panas yang tinggi bila dibandingkan dengan benda lainnya (Syaiful 2009). Menurut Holman et al. (1995), perpindahan panas konduksi didasari oleh Hukum Fourier yang dapat dinyatakan dengan persamaan (5) sebagai berikut. dimana: q k... (5) = laju aliran panas (Watt) = konduktivitas panas bahan (W/m C) A = luas permukaan pindah panas (m 2 ) dt/dx = gradien suhu ke arah perpindahan panas ( C) Nilai konduktivitas panas menunjukkan tingkat kemudahan untuk mengalirkan panas yang dimiliki suatu benda. Bila nilai konduktivitas panas besar, bahan tersebut semakin mudah dilewati oleh panas. Nilai konduktivitas panas juga dipengaruhi oleh suhu. Setiap benda memiliki konduktivitas yang

40 21 berbeda. Logam mempunyai konduktivitas panas yang tinggi bila dibandingkan dengan benda lainnya. Beberapa nilai konduktivitas panas ditampilkan pada Gambar 11 dan Tabel 3. Gambar 11 Kisaran konduktivitas termal dari berbagai bahan pada suhu ruang (Cengel 2003) Tabel 3 Nilai konduktivitas panas beberapa bahan pada suhu ruang Sumber: Cengel (2003) Bahan k (W/m o C) Berlian 2300 Perak 429 Tembaga 401 Emas 317 Aliminium 237 Besi 80.2 Raksa (cair) 8.54 Kaca 0.78 Bata 0.72 Air Kayu (oak) 0.17 Helium Udara 0.026

41 22 Konveksi Konveksi adalah perpindahan panas yang disertai dengan perpindahan massa atau molekul zat yang dipanaskan. Umumnya konveksi hanya terjadi pada zat cair ataupun gas (fluida) (Kamil 1983). Menurut Holman et al. (1995), besarnya laju aliran panas konveksi dapat dihitung dengan persamaan pendinginan Newton sebagai berikut. ( )...(6) dimana: q = laju aliran panas (Watt) h = koefisien pindah panas konveksi (W/m C) A = luas penampang perpindahan panas (m 2 ) T w T f = perbedaan suhu antara suhu permukaan yang dipanasi dengan suhu fluida di lokasi yang ditentukan ( C). Menurut Holman et al. (1995), perpindahan panas konveksi menurut cara menggerakkan alirannya diklasifikasikan menjadi dua cara, yaitu konveksi bebas atau alami dan konveksi paksa. Pada konveksi bebas pergerakan fluida terjadi karena perbedaan massa jenis yang disebabkan oleh perbedaan suhu, sedangkan pada konveksi paksa fluida bergerak karena adanya pengaruh dari luar dari suatu alat seperti pompa atau kipas. Bilangan Reynold digunakan sebagai kriteria untuk menunjukkan jenis aliran turbulen atau laminer. Aliran yang mempunyai bilangan Reynold kurang dari 2000 merupakan aliran laminer, sedangkan aliran dengan bilangan Reynold antara 2000 dan 4000 merupakan aliran transisi (peralihan dari aliran laminer ke aliran turbulen), dan aliran dengan bilangan Reynold lebih dari 4000 dikatakan sebagai aliran turbulen penuh (Nevers 2005). Radiasi Berbeda dengan perpindahan panas secara konduksi dan konveksi, dimana perpindahan panas terjadi melalui suatu perantara, perpindahan panas secara radiasi sama sekali tidak memerlukan zat perantara. Sifat-sifat perpindahan panas secara radiasi sama dengan sifat-sifat gelombang elektromagnetik. Sebagai contoh

42 23 adalah perpindahan panas dari matahari ke bumi (Holman et al. 1995). Besarnya laju aliran panas radiasi yang dipancarkan oleh suatu permukaan dinyatakan dengan persamaan berikut:...(7) dimana: Q = laju aliran panas (Watt) A = luas penampang perpindahan panas (m 2 ) σ = angka tetapan Stefan-Boltzman (5.67 x 10-8 W/m 2 K 4 ) T = suhu permukaan yang bersangkutan ( o C) = angka emisi permukaan yang meradiasikan panas dan merupakan ukuran kemampuan meradiasikan energi panas.

43 24

44 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fateta-IPB; dan Bengkel Ibrahim, Bandung. Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompor bertekanan, thermocouple tipe K, pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa, air pressure gauge, thermostat, heater, stopwatch, kamera digital, meteran, peralatan perbengkelan, pompa udara manual yang dilengkapi dengan air pressure gauge, dan gelas ukur. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak nyamplung, minyak tanah (sebagai kontrol), air, kertas millimeter blok, besi plat, dan besi pipa jenis mild steel. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yang saling terkait. Identifikasi masalah menjelaskan secara garis besar target teknis yang ingin dicapai dalam penelitian ini, penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendukung data-data yang akan digunakan pada simulasi selain data sekunder, menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, menguji profil penyemprotan minyak nyamplung, membuat modifikasi desain koil pemanas minyak berdasarkan hasil perhitungan pendugaan dan karakteristik pemanasan minyak nyamplung, melakukan uji fungsional dari koil pemanas minyak hasil modifikasi, dan melakukan uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi. Diagram alir proses penelitian secara umum dapat dilihat pada Gambar 12.

45 26 Mulai Identifikasi masalah Penelitian pendahuluan dan pengumpulan data-data sekunder Menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak Uji profil penyemprotan minyak nyamplung Membuat modifikasi desain pipa koil pemanas minyak Uji fungsional pipa koil pemanas minyak Tidak Ya Uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi Evaluasi dan analisis data Selesai Gambar 12 Diagram alir prosedur penelitian Identifikasi Masalah Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi burner kompor bertekanan yang semula digunakan untuk bahan bakar minyak tanah, menjadi elemen pemanas minyak nyamplung. Elemen pipa pemanas ini dirancang berbentuk koil. Panjang

46 27 pipa yang akan dibentuk menjadi koil ini diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, dan uji profil penyemprotan minyak nyamplung. Koil pipa pemanas minyak ini dirancang untuk dapat memanaskan minyak nyamplung hingga mencapai suhu tertentu dimana viskositas minyak pada suhu tersebut mendekati nilai viskositas minyak tanah yaitu 5 cp (Couper et al. 2005). Sumber pemanas adalah api hasil pembakaran minyak itu sendiri, sehingga proses pemanasannya berkesinambungan. Penurunan viskositas bertujuan agar minyak nyamplung mempunyai karakteristik penyemprotan yang mirip dengan minyak tanah, sehingga diharapkan kualitas pembakarannya pun dapat mendekati kualitas pembakaran minyak tanah. Minyak nyamplung yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian dengan penambahan asam fosfat dan air. Penambahan asam fosfat dan air ini bertujuan untuk memisahkan gum yang ada pada minyak (degumming). Hasil dari degumming akan memperlihatkan perbedaan yang sangat jelas dari minyak asalnya, yaitu berwarna lebih jernih. Penelitian Pendahuluan Dalam penelitian pendahuluan ini dilakukan pengujian densitas minyak nyamplung pada beberapa tingkat suhu, mengukur laju aliran massa minyak nyamplung, dan menentukan kenaikan suhu minyak dalam tangki pada tahap pemanasan awal sebelum dilakukan pembakaran. Data-data dari penelitian pendahuluan ini digunakan sebagai data pendukung untuk melakukan perhitungan pendugaan selain data-data sekunder dari penelitian terdahulu. a. Pengukuran densitas Pengukuran densitas dilakukan dengan menggunakan alat piknometer 9.2 ml, neraca digital, thermocouple tipe K, pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa, gelas ukur, dan heater. Sampel minyak yang akan diukur densitasnya dimasukkan ke dalam cawan heater sebanyak 500 ml. Kemudian minyak dipanaskan pada beberapa tingkat suhu 30, 50, 70, 90, dan 110 o C. Setelah minyak mencapai suhu yang diinginkan, kemudian minyak dimasukkan ke dalam piknometer 9.2 ml dan setelah itu sampel

47 28 ditimbang. Massa hasil pengukuran dikurangi dengan massa piknometer kosong. Densitas minyak nyamplung dihitung dengan persamaan (8) sebagai berikut....(8) dimana: ρ = densitas (kg/l) m = massa minyak nyamplung (kg) v = volume minyak nyamplung (l) b. Laju aliran massa Laju aliran massa didapat dari pengukuran konsumsi bahan bakar pada kompor yang sama dengan kompor yang akan dimodifikasi. Pengukuran laju aliran massa dilakukan dengan menggunakan kompor bertekanan, koil pemanas minyak sebelum modifikasi, dan gelas ukur. Besar diameter pipa dan nosel pada koil pemanas minyak sebelum modifikasi ini juga akan dijadikan acuan diameter pipa dan nosel koil pemanas minyak yang akan dimodifikasi. Laju aliran massa diukur dengan cara memasukan minyak nyamplung sebanyak 800 ml ke dalam tangki kompor bertekanan. Kemudian tangki diberi tekanan sebesar 2 bar. Setelah itu kompor dinyalakan selama 40 menit. Setelah 40 menit pembakaran, kompor dimatikan dan volume bahan bakar yang tersisa diukur kembali. Laju aliran massa dihitung dengan persamaan (9) sebagai berikut. ( )... (9) dimana: t ρ = laju aliran massa (kg/s) = waktu selama pembakaran (s) = densitas (kg/l) v 1 v 2 = selisih antara volume minyak awal dan sisa pembakaran (l) c. Menentukan suhu awal minyak dalam tangki sebelum pembakaran Suhu minyak di dalam tangki akan meningkat pada saat pemanasan awal. Pemanasan awal dilakukan selama 10 menit sebelum saluran bahan bakar dibuka dan kemudian minyak terbakar sempurna. Suhu setelah 10 menit pemanasan awal

48 29 inilah yang akan digunakan sebagai input parameter (T a ) pada proses simulasi. Penentuan suhu awal ini dilakukan dengan menggunakan kompor bertekanan, thermocouple tipe K, dan pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa. Percobaan dilakukan dengan mengisi tangki bahan bakar dengan minyak nyamplung sebanyak 800 ml. Thermocouple tipe K dihubungkan ke pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa, kemudian sensor thermocouple dimasukan ke dalam tangki bahan bakar. Setelah itu kompor dinyalakan selama 30 menit. Perubahan suhu minyak di dalam tangki selama proses pemanasan awal dan pembakaran secara otomatis akan tercatat oleh pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa. Menghitung Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak Minyak nyamplung memiliki viskositas yang cukup tinggi (50.4 cp). Untuk dapat menggunakan minyak nyamplung sebagai bahan bakar pada kompor bertekanan, maka minyak harus dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan ini bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung agar mendekati nilai viskositas minyak tanah yaitu ± 5 cp (Couper et al. 2005). Minyak dipanaskan sambil dialirkan pada sebuah pipa besi jenis mild steel dengan panjang l. Ketika minyak dialirkan sambil dipanaskan, maka akan terjadi perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa. Panjang pipa ketika viskositas mendekati nilai viskositas minyak tanah adalah panjang pipa yang akan digunakan untuk modifikasi pipa koil pemanas minyak. Secara garis besar, alur pendugaan hubungan sebaran suhu, viskositas, dan panjang pipa untuk modifikasi kompor bertekanan ini diilustrasikan oleh Gambar 13. Minyak nyamplung Viskositas μ = 50.4 cp T awal = 30 o C Suhu pemanas (api) dianggap konstan sepanjang pipa T api/pipa = 990 o C Target : viskositas minyak nyamplung viskositas minyak tanah μ = 5 cp T = 30 o C Gambar 13 Alur pendugaan hubungan sebaran suhu, viskositas, dan panjang pipa untuk modifikasi kompor bertekanan

49 30 Ada beberapa asumsi yang digunakan pada pendugaan hubungan sebaran suhu, viskositas, dan panjang pipa untuk modifikasi kompor ini. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tidak terjadi perubahan kecepatan aliran sepanjang pipa. Tekanan dari tangki minyak diasumsikan tidak mengalami penurunan dan tetap pada tekanan 2 bar 2. Laju aliran massa fluida selalu konstan 3. Suhu pemanas konstan sepanjang pipa 4. Tidak terjadi pindah panas konveksi secara alamiah karena minyak mengalir akibat tekanan yang diberikan pada tangki 5. Dalam perhitungan digunakan pipa dalam kondisi lurus, belum dibentuk koil seperti yang direncanakan pada desain pipa koil pemanas minyak. Pada kondisi tunak, dengan mengabaikan kehilangan panas di sepanjang aliran yang dilaluinya, maka panas yang dipindahkan dari pipa (q p ) sama dengan panas yang diterima oleh minyak nyamplung (q m ). Pindah panas yang terjadi pada pipa adalah pindah panas secara konduksi dari api pemanas di luar pipa ke bagian dinding dalam pipa, sedangkan pindah panas yang diterima minyak adalah pindah panas konduksi dari bagian dinding dalam pipa ke minyak nyamplung di dalam pipa, dan pindah panas konveksi paksa karena adanya aliran minyak di dalam pipa akibat tekanan. Proses pindah panas yang terjadi di sepanjang pipa diilustrasikan oleh Gambar 14. l r i r o T 2 T 1 /T i T o Gambar 14 Perpindahan panas yang terjadi dari pipa ke minyak Persamaan-persamaan yang mewakili proses pindah panas yang terjadi pada aliran minyak di sepanjang pipa adalah sebagai berikut. q sistem = q pipa-minyak q sistem = q konduksi pipa + q konduksi minyak + q konveksi paksa minyak + q konveksi bebas

50 31 ( ) ( ) ( ) ( )...(10) Karena pipa besi jenis mild steel yang digunakan memiliki ketebalan dinding yang tipis, maka diasumsikan panas yang diberikan oleh api pada permukaan dinding luar pipa sama dengan panas yang diterima pada permukaan dinding dalam pipa. Dalam hal ini dianggap tidak ada panas yang hilang akibat ketebalan dinding, atau tidak ada beda suhu antara permukaan dinding luar dan dalam, sehingga pindah panas konduksi akibat pemanasan api dari permukaan dinding luar pipa ke bagian permukaan dinding dalam pipa diabaikan. Pindah panas secara konveksi bebas pada minyak juga diabaikan karena bahan bergerak lebih dominan disebabkan oleh adanya tekanan dari tangki bahan bakar. Sedangkan pergerakan bahan akibat perubahan densitas hampir tidak ada sama sekali. Sehingga persamaan (10) diatas dapat disederhanakan sebagai berikut. ( ) ( ) ( ) ( ) <=> ( ) <=> ( ) ( ( ) ( ) ) ( ( )( )) <=> ( ) ( ) (( ) ( )) (( ) ( )) <=> ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) <=> ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) <=> (( ) ( ) ( )) ( ) ( ) ( ) <=> ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )...(11)

51 32 dimana: = laju aliran massa (kg/s) Cp = panas jenis minyak nyamplung (kj/kg o C) k = konduktifitas termal minyak nyamplung (W/m o C) h = koefisien pindah panas konveksi (W/m C) A = luas kontak pindah panas (m 2 ) l = panjang bidang aliran pipa (m) T a = suhu awal minyak ( o C) T o = suhu dinding permukaan luar pipa ( o C) T 1 /T i = suhu dinding bagian dalam pipa ( o C) T 2 = suhu titik pusat bahan ( o C) r i r i = jari-jari bagian dalam pipa (m) = jari-jari bagian luar pipa (m) Untuk menghitung nilai koefisien pindah panas konveksi (h), maka dapat didekati dengan persamaan-persamaan yang digunakan dalam perpindahan panas konveksi paksa di dalam pipa seperti tertera pada Tabel 4. Tabel 4 Ikhtisar persamaan-persamaan yang digunakan dalam perpindahan panas konveksi paksa di dalam pipa Sistem Pipa panjang (L/D > 20) Aliran laminar (Re < 2100) Persamaan Nu = 1.86 (Re Pr Dh/L) 0.33 (μb/μs) 0.14 Pemanasan cairan μb/μs = 0.36 Pendinginan cairan μb/μs = 0.20 Nomor Persamaan 12 Pipa pendek (L/D < 20) Aliran laminar (Re < 2100) Pipa panjang (L/D > 20) Aliran turbulen (Re >2100) Nu = Re Pr Dh/(4L) ln (1- ( (Pr (Re Pr Dh/L) 0.5 ))) -1 Nu = Re 0.8 Pr Pipa pendek (L/D < 20) Aliran turbulen (Re >2100) Sumber: Suhardiyanto et al. (2007) Nu = (1 + (Dh/L) 0.7 Re 0.8 Pr Dimana Mc. Adams dalam Syaiful (2009) mengorelasikan nilai Nusselt rata-rata untuk kondisi temperatur dinding seragam dalam bentuk sebagai berikut.

52 33...(16) Bilangan Prandtl dicari dengan persamaan (17) sebagai berikut....(17) Bilangan Reynold digunakan sebagai kriteria untuk menunjukan jenis aliran turbulen atau laminer. Bilangan Reynold dicari dengan menggunakan persamaan (18) sebagai berikut....(18) dimana: Re = bilangan Reynold ρ = densitas fluida (kg/m 3 ) v = kecepatan aliran fluida (m/s) D h = diameter (m) μ = viskositas dinamik fluida (Pa/detik) Menurut Steffe (1992), pengaruh suhu terhadap viskositas untuk fluida Newtonian dapat dinyatakan dalam persamaan tipe Arrhenius melibatkan suhu mutlak (T), konstanta gas universal (R), dan energi aktivasi untuk viskositas (E a ) sebagai berikut. ( ) ( )...(19) Konstanta A dan energi aktivasi untuk viskositas (E a ) digunakan untuk menghitung prediksi nilai viskositas terhadap suhu. Penentuan nilai konstanta A dan energi aktivasi untuk viskositas (E a ) dilakukan dengan logaritma natural (ln) pada kedua sisi persamaan (19) di atas sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut. ( ) ( ( )) ( )

53 34...(20) Selanjutnya persamaan (20) di atas diubah menjadi persamaan regresi linier sebagai berikut....(21) dimana: x =...(22) y = ln µ...(23) a = ln A...(24) b =...(25) Dengan menyubtitusikan persamaan (19) ke persamaan (20) maka hubungan antara perubahan suhu terhadap panjang pipa, hubungan perubahan viskositas minyak nyamplung terhadap perubahan suhu, dan hubungan perubahan viskositas terhadap panjang pipa dapat diperoleh. Uji Profil Penyemprotan Minyak Nyamplung Uji penyemprotan awal dilakukan untuk mengetahui profil penyemprotan minyak nyamplung setelah dilakukan pemanasan pada beberapa tingkat suhu 30, 50, 70, 90, 110, 130, dan 150 o C. Parameter uji penyemprotan yang diamati meliputi pola, diameter, dan sudut penyemprotan. Kontrol yang digunakan adalah membandingkan dengan profil penyemprotan minyak tanah. Uji penyemprotan dilakukan dengan kompor yang telah dilengkapi pemanas (heater) pada bagian dalam tangki bahan bakarnya. Percobaan diawali dengan mengisi tabung bahan bakar dengan minyak nyamplung sebanyak 800 ml. Selanjutnya tabung bahan bakar diberi tekanan 2 bar, kemudian heater dinyalakan. Jika suhu minyak pada tangki sudah mencapai suhu yang diinginkan, kemudian keran bahan bakar dibuka sampai minyak menyembur. Minyak yang

54 35 tersembur akan terekam profilnya pada kertas millimeter blok yang telah dibentangkan diatas semburan minyak tersebut dengan jarak 30 cm dari ujung lubang nosel (Gambar 15). Hasil penyemprotan tersebut kemudian langsung difoto dengan menggunakan kamera digital. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran bentuk penyemprotan bahan bakar akibat terserap oleh kertas milimeter blok, sehingga dapat mempengaruhi besarnya diameter hasil penyemprotan yang diukur. Parameter uji penyemprotan yang diamati meliputi pola, diameter, dan sudut penyemprotan. Bentuk pola, diameter, dan sudut penyemprotan ini kemudian dibandingkan dengan profil penyemprotan minyak tanah. Perbandingan ini akan menunjukan seberapa besar pengaruh pemanasan pada minyak nyamplung terhadap hasil penyemprotannya. Berdasarkan data diameter hasil penyemprotan, menurut Suastawa (2006) besarnya sudut penyemprotan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (26) sebagai berikut. ( )...(26) dimana: θ = sudut penyemprotan ( ) D s = diameter penyemprotan (mm) T n = tinggi nosel (mm) Sumbu vertikal Kertas millimeter blok Sumbu horizontal 30 cm θ Sudut penyemprotan Nosel Gambar 15 Uji karakteristik penyemprotan bahan bakar

55 36 Modifikasi Desain Burner Pipa Koil Pemanas Minyak a. Kriteria Perancangan Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi elemen pemanas minyak nyamplung yang akan digunakan pada kompor bertekanan. Elemen pipa pemanas ini dirancang berbentuk koil. Perancangan pipa koil pemanas minyak ini bertujuan untuk memanaskan minyak nyamplung agar dapat menurunkan nilai viskositasnya sehingga mendekati nilai viskositas minyak tanah. Panjang pipa yang akan dibentuk menjadi koil diperoleh berdasarkan hasil perhitungan pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, dan uji profil penyemprotan minyak nyamplung. Pemanasan dilakukan dengan memanfaatkan nyala api pembakaran pada kompor itu sendiri. Panas ini akan memanaskan minyak baik secara konduksi maupun konveksi. b. Rancangan Fungsional Rancangan pipa koil pemanas minyak terdiri dari tiga komponen utama yaitu, elemen pipa pemanas minyak, nosel, dan mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal. Ketiga komponen tersebut diharapkan dapat menunjang rancangan agar dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan. Untuk memenuhi tujuan perancangan pipa koil pemanas minyak ini, maka diperlukan fungsi-fungsi yang dapat menunjang agar rancangan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan. Elemen pipa pemanas minyak berfungsi sebagai penyalur minyak dari tangki ke nosel. Pada bagian pipa pemanas inilah proses penurunan viskositas minyak terjadi. Nosel berfungsi sebagai tempat pengeluaran minyak setelah dipanaskan. Minyak yang keluar dari nosel ini diharapkan telah memiliki nilai viskositas mendekati minyak tanah. Mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal berfungsi sebagai wadah bahan bakar untuk melakukan pemanasan awal. Api dari proses pemanasan awal ini juga nantinya akan menjadi starter pada pembakaran utama setelah minyak tersembur dari nosel.

56 37 c. Rancangan Struktural Dalam perancangan, pemilihan bentuk, dimensi, dan bahan yang digunakan merupakan hal yang sangat penting karena akan berdampak langsung pada kinerja alat atau mesin yang dirancang. Masing-masing rancangan struktural pada desain pipa koil pemanas minyak dijelaskan sebagai berikut. 1. Elemen pipa pemanas minyak Elemen pipa pemanas minyak dibuat berbentuk koil (Gambar 16). Bahan yang digunakan adalah pipa besi jenis mild steel berdiameter 0.25 inci dengan tebal dinding pipa 1 mm. Panjang elemen pipa pemanas minyak ini diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak. Gambar 16 Modifikasi pipa koil pemanas minyak 2. Nosel Nosel merupakan lubang pada elemen pipa pemanas minyak. Nosel ini berdiamater 0.5 mm. 3. Mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal Mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal ini dibuat dengan bahan besi mild steel. Mangkuk ini memiliki diameter 8 cm, dan dapat menampung minyak untuk pemanasan awal sebanyak 54 ml. Secara umum, proses modifikasi desain pipa koil pemanas minyak ini ditampilkan pada Gambar 17. Tahap-tahap dalam pembuatan modifikasi kompor bertekanan ini dijelaskan sebagai berikut.

57 38 1. Tahap perancangan, meliputi pembuatan gambar detail rancangan struktural alat, gambar tiga dimensi alat, gambar bagian-bagian alat, penentuan ukuran, penentuan bahan konstruksi. 2. Tahap pengumpulan alat dan bahan, yaitu: penentuan jumlah bahan-bahan konstruksi yang diperlukan, pembelian bahan, penyediaan alat-alat yang dibutuhkan dalam proses perakitan. 3. Tahap pembuatan dan perakitan, meliputi pembuatan pipa koil pemanas minyak, nosel, dan mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal. Selanjutnya akan dilakukan perakitan dan pengujian. 4. Tahap pengujian, merupakan tahapan untuk mencoba apakah alat yang telah dirancang dapat bekerja dan berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Mulai Tahap perancangan Tahap pengumpulan alat dan bahan Tahap pembuatan dan perakitan Tahap pengujian Tahap modifikasi Kriteria rancangan Tidak Ya Tahap pengamatan dan analisis data Selesai Gambar 17 Diagram alir proses perancangan

58 39 Uji Fungsional Pipa Koil Pemanas Minyak Hasil Modifikasi Pada pengujian ini akan diukur suhu minyak yang keluar dari nosel. Pengujian dilakukan dengan kompor bertekanan dan pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi. Percobaan diawali dengan mengisi tabung bahan bakar dengan minyak nyamplung sebanyak 800 ml. Selanjutnya tabung bahan bakar diberi tekanan 2 bar, dan kemudian kompor dinyalakan. Setelah api pembakaran stabil, selanjutnya dilakukan pengukuran suhu minyak yang baru saja tersembur dari nosel menggunakan thermocouple tipe K. Ada dua cara pengambilan data, yang pertama pengukuran minyak pada saat api kompor menyala. Minyak yang diukur suhunya adalah minyak yang baru saja keluar dari nosel sebelum terbakar. Sedangkan pengujian kedua dilakukan sesaat setelah api pembakaran dipadamkan. Setelah api dipadamkan, saat itu juga minyak yang masih tersembur diukur suhunya. Data-data suhu minyak hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan suhu hasil pendugaan. Uji Coba Pembakaran Kompor Bertekanan Termodifikasi Uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi ini bertujuan untuk mengetahui waktu dan jumlah bahan bakar terpakai yang dibutuhkan untuk memanaskan air hingga mendidih dengan mengunakan kompor bertekanan termodifikasi berbahan bakar minyak nyamplung. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan pengujian kompor bertekanan mengunakan bahan bakar lainnya yang diperoleh dari data sekunder. Pada pengujian ini juga akan diukur peningkatan suhu pada beberapa titik pengukuran yang mewakili suhu air, uap air, permukaan luar panci, ruangan, dan pemanas. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Sebanyak 800 ml minyak nyamplung dimasukkan ke dalam tangki bahan bakar, kemudian tangki yang telah diisi bahan bakar diberi tekanan 2 bar. b. Air sebanyak 1 liter dimasukkan ke dalam panci yang telah disediakan. c. Thermocouple tipe K dipasang antara lain berada pada posisi-posisi yang dapat mewakili suhu air (T 1 ), uap air (T 2 ), permukaan dinding luar panci (T 3 ), ruangan (T 4 ), serta pemanas (T 5 ) seperti digambarkan pada Gambar 18.

59 40 T 2 T 3 T 1 T 4 T 5 Gambar 18 Skema pengujian efisiensi pembakaran d. Thermocouple lalu dihubungkan dengan pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa. e. Kompor kemudian dinyalakan, dan setelah api stabil lalu panci diletakkan di atas kompor. Hybrid recorder dinyalakan, dan pencatatan suhu dilakukan secara bersamaan saat panci diletakkan di atas kompor. f. Menghentikan proses pemanasan dan pengukuran suhu setelah air mendidih (saat titik pengukuran suhu air menunjukkan nilai konstan). g. Mengukur dan menimbang sisa minyak nyamplung pada tangki bahan bakar. Analisis Data Data hasil percobaan, pengamatan, dan perhitungan yang diperoleh disajikan dan dianalisis dalam bentuk tabel dan grafik.

60 HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak Dari penghitungan yang telah dilakukan pada Lampiran 3, diketahui bahwa untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung dari 50.4 cp, agar mendekati viskositas minyak tanah sebesar 5 cp (Couper et al. 2005), maka dibutuhkan pemanasan 990 o C di sepanjang pipa dengan menggunakan pipa berdiameter 0.25 inci sepanjang 25 cm. Selanjutnya, pipa ini dibentuk menjadi koil sebanyak 2 lilitan. Hasil pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak ditampilkan pada Gambar 19 dan 20. Viskositas (cp) Suhu ( o C) Gambar 19 Grafik pendugaan penurunan nilai viskositas terhadap suhu Viskositas (cp) Panjang pipa (cm) Gambar 20 Grafik pendugaan penurunan nilai viskositas terhadap panjang pipa pemanas

61 42 Dari Gambar 19 dan 20 terlihat bahwa viskositas akan semakin menurun dengan semakin meningkatnya suhu dan bertambah panjangnya pipa pemanas. Bentuk grafik penurunan viskositas terhadap suhu ini juga serupa dengan hasil eksperimental yang dilakukan oleh Rabelo et al. (2000) pada percobaannya dengan menggunakan beberapa jenis asam lemak seperti yang ditampilkan pada Gambar 21. Gambar 21 Viskositas dinamik beberapa jenis asam lemak (Rabelo et al. 2000) Dari hasil perhitungan, viskositas menurun dengan cepat pada tahap awal pemanasan, yaitu pada rentang suhu o C. Selanjutnya penurunan viskositas terjadi dengan lambat. Hal ini disebabkan karena saat minyak dipanaskan, maka akan mengakibatkan pergeseran jarak molekul dalam minyak menjadi lebih besar sehingga volume minyak tersebut bertambah. Namun ketika minyak dipanaskan lebih lanjut, pergeseran molekul minyak sudah berada pada jarak yang maksimum sehingga sulit untuk meregangkan jarak menjadi lebih besar lagi. Akibatnya penurunan viskositas pun terjadi dengan lebih lambat. Dalam penelitian ini tidak dilakukan validasi nilai viskositas minyak nyamplung yang telah terpanaskan melalui burner pipa koil pemanas minyak. Validasi hasil perhitungan pendugaan yang dilakukan hanya pada suhu minyak yang keluar dari nosel, dan juga dibandingkan dengan hasil pengujian karakteristik penyemprotan minyak nyamplung dan minyak tanah. Data sekunder hasil penelitian penurunan nilai viskositas terhadap peningkatan suhu (Wahyudi 2010) pada Tabel 5 dibutuhkan untuk proses menghitung simulasi penurunan nilai

62 43 viskositas minyak nyamplung tiap 1 cm pertambahan panjang pipa koil pemanas minyak. Proses perhitungan simulasi penurunan nilai viskositas minyak nyamplung tiap 1 cm pertambahan panjang pipa koil pemanas minyak dijelaskan pada Lampiran 3. Nilai viskositas terhadap peningkatan suhu hasil penelitian Wahyudi (2010) ini adalah nilai viskositas minyak dalam satuan cetistokes. Sementara satuan viskositas yang dipakai dalam penelitian ini adalah centipoises. Sehingga untuk mengubah satuan centistokes menjadi centipoises, maka dibutuhkan data pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu pada penelitian pendahuluan. Data sekunder penurunan nilai viskositas terhadap peningkatan suhu (Wahyudi 2010) dan hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu pada penelitian pendahuluan ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Data sekunder penurunan nilai viskositas terhadap peningkatan suhu (Wahyudi 2010) dan hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu pada penelitian pendahuluan No. Suhu ( o Viskositas (cst) Densitas (g/ml) C) (Wahyudi 2010) (Penelitian Pendahuluan) Uji Profil Penyemprotan Minyak Nyamplung Uji penyemprotan minyak nyamplung dilakukan untuk mengetahui profil sebaran semprotan dari minyak nyamplung tersebut, baik dalam kondisi suhu ruang maupun setelah pemanasan. Tekanan pada tangki bahan bakar yang digunakan adalah sebesar 2 bar. Pada pengujian ini, minyak tanah digunakan sebagai kontrol. Sebelum minyak nyamplung disemprotkan, minyak terlebih dahulu dipanaskan pada beberapa tingkat suhu. Hasil pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, menunjukkan bahwa viskositas minyak nyamplung akan setara dengan minyak tanah pada suhu minyak o C. Oleh karena itu, profil penyemprotan minyak nyamplung kemudian diambil dari keadaan suhu ruang hingga suhu pemanasan

63 44 mencapai o C. Profil penyemprotan diambil pada tiap interval suhu 20 o C. Perbandingan hasil profil penyemprotan minyak nyamplung dan minyak tanah ditampilkan pada Gambar 22. (a) Gambar 22 Perbandingan profil penyemprotan (a) minyak nyamplung pada suhu 150 o C, dan (b) minyak tanah pada suhu ruang (b) Pada pengujian ini, minyak tanah yang digunakan sebagai kontrol memiliki diameter penyemprotan rata-rata atau equivalent cellular diameter sebesar mm pada suhu ruang. Sedangkan minyak nyamplung memiliki diameter penyemprotan rata-rata sebesar mm pada suhu 150 o C. Diameter hasil penyemprotan ini meningkat dengan bertambahnya suhu pemanasan. Jika dibandingkan dengan hasil pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, profil penyemprotan minyak nyamplung akan setara dengan minyak tanah pada suhu pemanasan o C, yaitu ketika viskositas minyak nyamplung mendekati nilai viskositas minyak tanah. Hal ini bisa saja terjadi mengingat penurunan viskositas dari suhu 150 o C menuju o C tidak terjadi penurunan yang terlalu signifikan, yaitu dari 5.50 cp menuju ke 5.34 cp. Grafik hubungan diameter dan sudut semprotan minyak nyamplung terhadap peningkatan suhu ditampilkan pada Gambar 23 dan 24. Besarnya peningkatan diameter semprotan terhadap kenaikan suhu ini mengikuti persamaan d = 0.435T , dengan koefisien determinan sebesar Sudut hasil penyemprotan juga berbanding lurus dengan hasil diameter penyemprotan. Sudut penyemprotan minyak tanah sebagai kontrol adalah o

64 45 pada suhu ruang, sedangkan sudut penyemprotan minyak nyamplung adalah o pada suhu 150 o C. Besarnya peningkatan sudut semprotan terhadap kenaikan suhu ini mengikuti persamaan θ = 0.082T , dengan koefisien determinan sebesar Diameter semprotan (mm) d = 0.435T R² = Minyak nyamplung Suhu ( o C) Minyak tanah Gambar 23 Grafik hubungan diameter semprotan minyak nyamplung terhadap peningkatan suhu 15 Sudut semprotan ( o ) θ = 0.082T R² = Minyak nyamplung Suhu ( o C) Minyak tanah Gambar 24 Grafik hubungan sudut semprotan minyak nyamplung terhadap peningkatan suhu Dari Gambar 23 dan 24 di atas terlihat bahwa besar diameter dan sudut penyemprotan bertambah dengan meningkatnya suhu pemanasan minyak. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya suhu maka akan semakin menurunkan nilai viskositas, yang juga menyebabkan turunnya nilai tegangan permukaan dan

65 46 densitas minyak (Sunandar 2010). Menurut Ing et al. (2010), tingkat kekentalan minyak (viskositas), tegangan permukaan, dan densitas adalah tiga sifat fluida yang berpengaruh dalam pembentukan butir semprotan (droplet). Graco (1995) menyatakan bahwa viskositas memiliki pengaruh yang sama pada ukuran butir semprotan (droplet) seperti pada tegangan permukaan dan densitas. Viskositas menyebabkan fluida melawan agitasi, cenderung untuk mencegah pemecahan cairan, dan mengarah ke ukuran droplet yang rata-rata lebih besar (Graco 1995). Viskositas, tegangan permukaan, dan densitas sendiri dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu, maka nilai viskositas, tegangan permukaan, dan densitas akan semakin menurun. Sehingga dengan semakin menurunnya nilai viskositas, tegangan permukaan, dan densitas maka pembentukan droplet yang terjadi akan lebih kecil. Dengan demikian maka hasil penyemprotannya akan menghasilkan rentang besar butir yang lebih besar. Hal ini juga didukung oleh penelitian Ing et al. (2010) pada penelitian karakteristik penyemprotan campuran biofuel kelapa sawit, dimana besarnya diameter droplet akibat pengaruh viskositas mengikuti persamaan y = 9654x Besarnya diameter droplet akibat pengaruh densitas mengikuti persamaan y = 1.278x Sedangkan besarnya diameter droplet akibat pengaruh tegangan permukaan mengikuti persamaan y = 30281x Hubungan ketiga sifat minyak ini dengan pembentukan diameter droplet ditampilkan pada Gambar 25, 26, dan 27. Gambar 25 Grafik hubungan diameter droplet dengan perubahan viskositas (Ing et al. 2010)

66 47 Gambar 26 Grafik hubungan diameter droplet dengan perubahan densitas (Ing et al. 2010) Gambar 27 Grafik hubungan diameter droplet dengan perubahan tegangan permukaan (Ing et al. 2010) Peristiwa perubahan viskositas terhadap suhu dapat dijelaskan dengan teori termodinamika yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu suatu fluida, molekul fluida akan bergerak cepat sehingga secara makro akan meningkatkan tekanan. Jika tidak terdapat batas pada materi tersebut, maka materi akan mengembang dan memperlebar jarak antar molekulnya. Jarak antar molekul yang lebar akan mengakibatkan kerapatan (densitas) dan viskositas semakin menurun (Annamalai et al. 2002). Penurunan viskositas terhadap suhu ini dibuktikan oleh penelitian Sunandar (2010) pada pengujian sifat termofisik minyak kelapa (Gambar 28a), dan Murni (2010) pada pengujian pengaruh suhu terhadap viskositas biodiesel kelapa sawit dan solar (Gambar 29). Menurut hasil peneltian Sunandar (2010), besarnya

67 48 penurunan nilai viskositas terhadap peningkatan suhu mengikuti persamaan μ = T , seperti ditampilkan pada Gambar 28a. Secara empiris, penurunan nilai viskositas terhadap peningkatan suhu ini juga didukung oleh Steffe (1992) pada persamaan model Arhenius, ( ), dimana dari persamaan ini dapat dilihat bahwa dengan bertambah besarnya nilai suhu (T), maka nilai viskositasnya akan menjadi lebih kecil. Bird et al. (1960) pada persamaan juga memperlihatkan penurunan eksponensial viskositas terhadap suhu, yang sudah banyak terbukti untuk beberapa cairan yang umum ditemukan. (a) Gambar 28 Grafik penurunan nilai (a) viskositas, dan (b) densitas minyak kelapa terhadap peningkatan suhu (Sunandar 2010) (b) Gambar 29 Grafik penurunan nilai viskositas terhadap suhu pada biodiesel kelapa sawit dan solar (Murni 2010)

68 49 Menurut Graco (1995), densitas menyebabkan cairan mempertahankan akselerasi. Kenaikan suhu mengakibatkan bergesernya jarak molekul dalam minyak menjadi lebih besar, sehingga akibat bertambahnya jarak antar molekul, jumlah molekul yang mengisi satu satuan volume menjadi lebih kecil sedangkan volumenya menjadi lebih besar. Dengan bertambah besarnya volume dan merujuk persamaan, maka angka densitas akan menjadi lebih kecil. Penurunan densitas terhadap suhu juga dibuktikan oleh penelitian Sunandar (2010) pada pengujian sifat termofisik minyak kelapa, dimana besarnya penurunan densitas terhadap peningkatan suhu mengikuti persamaan ρ = ln (T) , seperti ditampilkan pada Gambar 28b. Tegangan permukaan cenderung untuk menstabilkan cairan dan mencegah cairan menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Cairan dengan ketegangan permukaan yang lebih tinggi cenderung memiliki ukuran rata-rata tetesan yang lebih besar pada atomisasi. Umumnya ketika terjadi kenaikan suhu, nilai tegangan permukaan mengalami penurunan. Turunnya nilai tegangan permukaan juga akan memperkecil pembentukan ukuran droplet (Tolman 1949). Semakin kecil ukuran droplet maka sebaran semprotannya akan semakin melebar. Grafik penurunan nilai tegangan permukaan minyak kelapa dan beberapa minyak lainnya terhadap peningkatan suhu ditampilkan pada Gambar 30. Gambar 30 Grafik penurunan tegangan permukaan beberapa jenis minyak terhadap peningkatan suhu (Sunandar 2010) Penurunan nilai tegangan permukaan terhadap peningkatan suhu ini disebabkan karena ketika suhu meningkat, molekul cairan bergerak semakin cepat sehingga pengaruh interaksi antar molekul cairan berkurang. Akibatnya nilai

69 50 tegangan permukaan juga mengalami penurunan. Hal ini didukung secara empiris oleh Gennes et al. (2002), dimana tegangan permukaan cairan sebagai fungsi suhu mengikuti persamaan ( ). Sedangkan menurut penelitian Sunandar (2010), besarnya penurunan angka tegangan permukaan dari minyak kelapa mengikuti persamaan γ = -5E-05T (Gambar 30). Menurut Abdullah (2010), untuk mendapatkan kualitas butiran droplet yang lebih halus dapat juga dilakukan dengan menambah tekanan injeksi penyemprotan pada tangki bahan bakar. Tekanan injeksi yang lebih tinggi akan menghasilkan proses atomisasi yang lebih baik, seperti ditampilkan pada hasil penyemprotan minyak canola pada Gambar 31. Gambar 31 Hasil penyemprotan minyak nabati canola murni dan perbesaran gambar droplet pada tekanan injeksi yang berbeda (Ti = 700 K, t = 0.5 ms) (Abdullah 2010) Modifikasi Burner Pipa Koil Pemanas Minyak Pada tahap modifikasi ini telah dilakukan perancangan ulang burner kompor bertekanan yang semula digunakan untuk bahan bakar minyak tanah. Burner minyak tanah berfungsi sebagai saluran bahan bakar dan tempat terjadinya proses pembakaran minyak. Burner minyak tanah tidak memiliki fungsi sebagai elemen pemanas karena pengabutan minyak tanah sendiri sudah dapat terjadi dengan baik

70 51 pada suhu ruang. Minyak tanah dapat langsung terbakar setelah teratomisasi dari nosel. Sedangkan pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi memiliki dua fungsi yaitu sebagai burner dan elemen pemanas minyak untuk menurunkan viskositas. Minyak nyamplung tidak dapat digunakan langsung pada kompor bertekanan dengan burner minyak tanah. Hal ini disebabkan karena burner jenis ini tidak memiliki fungsi pemanasan awal minyak. Jika minyak nyamplung digunakan langsung pada kompor bertekanan dengan burner yang belum dimodifikasi, maka minyak tidak dapat teratomisasi dan terbakar dengan baik akibat tingginya nilai viskositas minyak. Viskositas menjadi hal yang penting dalam sistem kompor bertekanan. Jika viskositas tinggi, maka tahanan untuk minyak mengalir pun tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena kualitas atomisasi bahan bakar sangat bergantung pada viskositas, dimana nilai viskositas ini sangat dipengaruhi oleh suhu. Ketika suhu minyak meningkat, maka nilai viskositasnya akan turun. Oleh karena itu burner kompor bertekanan termodifikasi ini juga memliki fungsi sebagai elemen pemanas minyak, sehingga dapat menurunkan nilai viskositas agar tercapai viskositas yang diinginkan untuk minyak dapat teratomisasi dan terbakar dengan baik. Burner kompor bertekanan sebelum modifikasi ini memiliki tinggi 10 cm. Burner kompor bertekanan sebelum modifikasi ditampilkan pada Gambar 32. Sedangkan gambar skematis modifikasi kompor bertekanan sebelum dan setelah modifikasi dapat dilihat pada Lampiran 11 dan cm Gambar 32 Burner kompor bertekanan sebelum modifikasi

71 52 Pipa koil pemanas minyak hasil rancangan memiliki dimensi keseluruhan 15 x 8 x 8 cm. Gambar hasil rancangan pipa koil pemanas minyak ditampilkan pada Gambar 33. Pipa yang digunakan adalah jenis pipa besi mild steel dengan panjang keseluruhan 50 cm, diameter 0.25 inci, dan ketebalan pipa 1 mm. Berdasarkan hasil pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, panjang pipa yang dibutuhkan untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung agar mendekati nilai viskositas minyak tanah adalah sepanjang 25 cm. Pada proses perhitungan pendugaan panjang pipa, kondisi pipa yang digunakan adalah pipa lurus. Sedangkan pada tahap pembuatan, pipa lurus ini akan dirancang berbentuk koil. Pada rancangan pipa koil pemanas minyak ini, nosel tempat keluarnya minyak akan berada pada bagian pusat dari panjang pipa keseluruhan. Sehingga panjang pipa koil pemanas minyak dirancang dua kali dari panjang pipa hasil pendugaan, yaitu 50 cm. Dengan demikian, maka nosel tetap akan berada pada posisi titik 25 cm dari pangkal pipa koil pemanas. Dengan kata lain, minyak yang melewati pipa koil pemanas, baik dari saluran masuk minyak sebelah kiri maupun kanan pipa koil pemanas, tetap akan terpanaskan sepanjang 25 cm sebelum akhirnya keluar melalui nosel. Piringan penyebar nyala api Nosel Pipa koil pemanas minyak Mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal Gambar 33 Hasil rancangan elemen pipa koil pemanas minyak Lubang nosel tempat keluarnya minyak yang akan dibakar memiliki diameter 0.5 mm. Diameter nosel ini diadaptasi dari diameter nosel pada burner kompor bertekanan sebelum modifikasi. Pada bagian dasar pipa koil pemanas

72 53 terdapat mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal. Mangkuk ini dapat menampung minyak yang digunakan sebagai starter sebanyak 54 ml. Diameter mangkuk ini adalah 8 cm. Pipa koil pemanas minyak ini juga dilengkapi dengan piringan penyebar nyala api yang diletakan pada bagian tengah atas lingkaran pipa koil pemanas minyak. Piringan penyebar nyala api ini berfungsi untuk memperluas sebaran nyala api hasil pembakaran agar api dan alat masak memiliki luas permukaan kontak pindah panas yang semakin besar. Dengan demikian, maka panas yang diterima oleh alat masak akan tersebar lebih merata. Elemen pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi ini digunakan sebagai pengganti burner pada kompor bertekanan yang biasanya menggunakan bahan bakar minyak tanah. Pada pipa koil pemanas minyak ini terdapat mur pada bagian pangkalnya. Mur ini berfungsi sebagai penghubung antara pipa koil pemanas dengan saluran minyak kompor yang sebelumnya merupakan tempat dimana burner kompor awal dipasang. Gambar hasil rancangan pipa pemanas minyak yang telah dipasang pada kompor bertekanan ditampilkan pada Gambar 34. (a) Gambar 34 Elemen pipa koil pemanas minyak (a) setelah dipasang pada kompor bertekanan, (b) kompor lengkap dengan dudukan alat masak (b) Mekanisme kerja kompor bertekanan termodifikasi ini adalah dengan menekan minyak di dalam tangki bahan bakar melalui pemompaan. Pemompaan ini biasanya dilakukan dengan pompa tangan atau pompa udara manual, sehingga tekanan di dalam tangki bahan bakar lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan

73 54 udara lingkungan. Setelah keran bahan bakar dibuka, maka minyak akan mengalir mengisi pipa koil pemanas minyak untuk selanjutnya dipanaskan dan terjadi penurunan viskositas. Sedangkan pada burner konvensional, minyak langsung mengalir menuju nosel tanpa ada pemanasan awal terlebih dahulu. Karena adanya penurunan tekanan dari tangki bahan bakar menuju lingkungan, maka cairan minyak mengalir keluar menuju lingkungan melalui nosel dan pecah secara pneumatik menjadi bentuk butiran-butiran halus (droplet) akibat viskositas minyak yang rendah setelah proses pemanasan awal sebelum minyak disemprotkan pada nosel. Droplet ini kemudian terpanaskan oleh nyala api pembakaran pada burner, dan terjadi penguapan minyak pada permukaan droplet akibat proses perpindahan panas dari nyala api. Cairan minyak yang telah menguap dan berada dalam fase gas ini kemudian bercampur dengan udara ambien untuk selanjutnya terbakar dan menjadi pemanas minyak selanjutnya. Mekanisme kerja kompor bertekanan sebelum dan setelah modifikasi adalah sama. Perbedaan hanya terletak pada proses pemanasan awal minyak. Pada kompor bertekanan sebelum modifikasi tidak ada proses pemanasan awal minyak. Seperti hal nya pada kompor bertekanan termodifikasi, aliran minyak yang terjadi pada kompor bertekanan sebelum modifikasi ini adalah akibat perbedaan tekanan pada tangki bahan bakar dan lingkungan. Tekanan di dalam tangki bahan bakar lebih tinggi daripada tekanan udara lingkungan. Sehingga setelah keran bahan bakar dibuka, maka minyak akan mengalir menuju tekanan udara lingkungan yang lebih rendah melalui nosel. Minyak yang mengalir dari tangki bahan bakar kemudian masuk ke saluran minyak pada burner, dan langsung mengalir menuju nosel. Karena adanya perubahan tekanan secara tiba-tiba, maka cairan minyak yang keluar dari nosel pecah secara pneumatik menjadi droplet. Sementara mangkuk bahan bakar pada burner kompor bertekanan sebelum modifikasi ini hanya ditujukan sebagai wadah minyak yang digunakan sebagai starter api pembakaran awal. Uji Fungsional Pipa Koil Pemanas Minyak Hasil Modifikasi Uji fungsional pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi bertujuan untuk melakukan validasi suhu yang keluar dari nosel setelah dipanaskan melewati elemen pipa koil pemanas. Ada dua kondisi pengambilan data suhu pada nosel,

74 55 yaitu pada kondisi api kompor menyala dan sesaat setelah api kompor dipadamkan seperti ditampilkan pada Gambar 35 dan 36. Posisi pengukuran (a) Gambar 35 Validasi pengukuran suhu minyak pada nosel saat api menyala (a) kondisi pengukuran yang baik, (b) kondisi pengukuran yang terganggu (b) Gambar 36 Validasi pengukuran suhu minyak pada nosel sesaat setelah api padam Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa rata-rata suhu minyak pada nosel dengan kondisi pengukuran saat api kompor menyala adalah o C. Suhu rata-rata minyak pada nosel dengan kondisi pengukuran sesaat setelah api kompor dipadamkan adalah o C. Sedangkan suhu minyak hasil

75 56 pendugaan adalah o C. Hasil pengukuran suhu dibandingkan dengan hasil pendugaan suhu ditampilkan pada Gambar Suhu ( o C) Kondisi pengambilan data Pengukuran suhu saat api menyala Pendugaan suhu minyak Pengukuran suhu saat api padam Gambar 37 Validasi pengukuran suhu minyak pada nosel Sazhin et al. (2005) menyatakan bahwa pembakaran spontan dipengaruhi oleh temperatur bahan bakar. Menurut Murni (2010), pemanasan bahan bakar akan meningkatkan suhu bahan bakar dan mengakibatkan penurunan viskositas. Bahan bakar dengan viskositas rendah akan teratomisasi dengan lebih baik sehingga menghasilkan butiran yang lebih kecil. Dengan kondisi seperti ini maka proses pencampuran bahan bakar dengan udara akan lebih homogen sehingga pada proses pembakaran, bahan bakar yang terbakar akan menjadi lebih banyak. Diameter butiran droplet juga mempengaruhi waktu pembakaran. Pembakaran sendiri adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan yang dapat terbakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor. Pembakaran spontan adalah pembakaran dimana bahan mengalami oksidasi perlahan-lahan sehingga kalor yang dihasilkan tidak dilepaskan, akan tetapi dipakai untuk menaikkan suhu bahan secara pelan-pelan sampai mencapai suhu nyala. Proses pembakaran pada butiran droplet sendiri terjadi dalam tiga tahapan, yaitu pemanasan butiran, penguapan butiran, dan pembakaran butiran (Murni 2010). Pada temperatur yang sama, diameter bintik yang terkecil mempunyai waktu tunda penyalaan (ignition delay times) paling cepat, atau dapat dikatakan bahwa bila semprotan bahan bakar dari nosel dapat berbentuk butiran yang kecil maka

76 57 waktu pembakaran yang terjadi akan semakin cepat (Warnatz et al. 2006). Sementara butiran semprotan yang lebih besar akan lama terbakar, atau tidak terbakar sama sekali karena jatuh mengikuti gravitasi sebelum sempat terbakar. Waktu tunda penyalaan droplet dijelaskan oleh Warnatz et al. (2006) pada waktu tunda penyalaan untuk droplet metanol dalam udara panas pada Gambar 38. Gambar 38 Waktu tunda penyalaan untuk droplet metanol dalam udara panas (hubungan temperatur gas dan ukuran diameter droplet) (dari 10 µm sampai 100 µm) (Warnatz et al. 2006) Dengan viskositas yang lebih rendah, maka akan menghasilkan rentang besar butir semprotan yang lebih besar dan pembakarannya menjadi lebih baik. Pemanasan awal minyak nyamplung dengan tujuan untuk menaikkan suhu minyak dan menurunkan viskositasnya agar mendekati nilai viskositas minyak tanah ini diharapkan dapat menghasilkan kualitas pembakaran yang lebih baik. Dengan demikian proses pemanasan awal minyak melalui pipa koil pemanas akan berjalan berkesinambungan. Secara keseluruhan, kompor bertekanan dengan elemen pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi ini telah dapat beroperasi dengan baik. Tetapi karena karakter minyak nyamplung yang mengandung banyak getah dan sulit untuk dihilangkan, maka terkadang masih terjadi penyumbatan gum pada nosel, seperti ditampilkan pada Gambar 39. Gum ini akan mengganggu stabilitas aliran minyak di tahap selanjutnya (Zin 2006). Gum merupakan getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, karbohidrat, residu, air dan resin. Senyawa organo-fosfor

77 58 kompleks atau biasa disebut fosfolipid (fosfatida) pada gum harus dihilangkan karena akan menjadi pengemulsi yang kuat pada minyak (Kim et al. 2002). Penyumbatan gum pada nosel ini menyebabkan kualitas pembakarannya menjadi kurang baik. Api yang dihasilkan terlihat seperti meledak-ledak, yang disebabkan oleh minyak yang tersendat-sendat aliran keluarnya oleh gum pada nosel, sehingga nosel harus dibersihkan secara rutin. Gum Gambar 39 Penyumbatan oleh gum pada nosel Gum yang terkandung pada minyak nyamplung tidak hanya mengganggu stabilitas aliran minyak pada proses pembakaran, tetapi juga menyebabkan pengerakan pada dinding dalam pipa dan penyumbatan pada nosel. Minyak nyamplung tidak hanya mengandung gum yang tersuspensi, tetapi juga mengandung gum yang terlarut. Setelah pemakaian berulang-ulang, gum yang terlarut pada minyak nyamplung menyisakan kerak yang menempel pada permukaan dalam pipa dan menyebabkan terjadinya penyempitan diameter pipa. Penggunaan jangka panjang tanpa pembersihan secara rutin dapat menyebabkan penyumbatan oleh kerak gum secara menyeluruh pada pipa koil pemanas minyak, sehingga minyak tidak dapat mengalir lagi. Gum juga menyebabkan penyumbatan nosel dari permukaan dalam pipa. Kondisi ini tentu saja merugikan karena sulitnya proses untuk membersihkan gum tersebut sehingga terkadang pipa koil pemanas minyak menjadi tidak dapat terpakai lagi.

78 59 Selain penyumbatan yang disebabkan oleh gum, pengerakan dan penyumbatan juga dapat disebabkan oleh polimerisasi minyak. Sama seperti hal nya dengan minyak goreng yang dipanaskan berulang-ulang dan menjadi minyak jelantah, maka minyak nyamplung yang dipanaskan berulang-ulang juga akan mengalami kerusakan. Kerusakan minyak akibat pemanasan ini akan mempengaruhi kualitas minyak, pembakaran, dan berkontribusi juga terhadap penyumbatan. Pada proses pemanasan minyak secara berulang-ulang akan menyebabkan terbentuknya polimerisasi adisi dari asam lemak tak jenuh, sehingga membentuk senyawa polimer yang menyerupai gum yang mengendap dan menempel pada dinding, serta mengakibatkan terjadinya peningkatan viskositas minyak (Ketaren 1986). Minyak yang telah mengalami pemanasan berulang-ulang akan bersifat lebih kental, mempunyai asam lemak bebas yang tinggi, serta berwarna cokelat kehitaman. Kenaikan viskositas minyak disebabkan oleh pembentukan polimer akibat pemanasan. Semakin sering minyak dipakai, maka viskositas, densitas, dan asam lemak bebas akan meningkat, warna semakin pekat, dan mutu minyak semakin rendah (Winarni et al. 2010). Atas dasar ini maka tidak disarankan untuk melakukan pemanasan awal minyak pada wadah tertentu sebelum digunakan. Pemanasan minyak sebaiknya dilakukan hanya untuk minyak yang ingin dibakar saja. Pemanasan minyak pada tangki bahan bakar akan beresiko menyebabkan kerusakan fisiko kimiawi minyak akibat terjadinya polimerisasi minyak. Selain itu, pemanasan awal minyak pada tangki menggunakan heater, seperti yang dilakukan pada uji profil penyemprotan, akan menambah biaya dan energi listrik. Pemanasan minyak yang dilakukan pada kompor bertekanan termodifikasi ini hanya terjadi pada minyak yang mengalir menuju burner pipa koil pemanas minyak saja, sedangkan minyak pada tangki bahan bakar tidak ikut dipanaskan. Namun minyak yang telah terpanaskan pada burner pipa koil pemanas minyak ini tidak semuanya mengalir dan terbakar pada nosel. Minyak yang telah terpanaskan sebagian ada juga yang mengalir kembali ke dalam tangki bahan bakar. Di satu sisi kondisi ini menguntungkan karena dapat meningkatkan suhu input minyak menuju burner pipa koil pemanas minyak, dengan demikian minyak yang nantinya mengalir akan memiliki suhu yang lebih tinggi dan viskositas yang lebih

79 60 rendah dari target teknis. Tetapi di sisi lain minyak yang telah terpanaskan dan kembali menuju tangki bahan bakar ini sebagian sudah rusak akibat terjadi polimerisasi minyak, sehingga berpotensi untuk terjadi pengerakan senyawa polimer yang menyerupai gum pada dinding ketika suhu minyak dan kompor sudah kembali normal. Untuk mengurangi pengerakan di dalam pipa koil pemanas minyak dan terjadinya penyumbatan pada nosel ini, maka sebaiknya pemadaman api pada kompor bertekanan termodifikasi dilakukan dengan cara membuang tekanan pada tangki bahan bakar terlebih dahulu hingga tekanannya setara dengan tekanan udara ambien. Dengan demikian maka minyak akan turun kembali menuju tangki bahan bakar dan dapat menghindari terperangkapnya minyak pada pipa koil pemanas minyak. Jika minyak dibiarkan terperangkap di dalam pipa koil pemanas minyak, setelah suhu minyak turun, maka gum dan polimer pada minyak yang tersuspensi kemudian menempel pada dinding dalam pipa, membentuk kerak dan menyebabkan penyempitan diameter pipa serta penyumbatan pada nosel. Kondisi yang salah dalam proses pemadaman nyala api pada kompor bertekanan juga akan menyebabkan resiko penebalan kerak pada dinding dalam pipa menjadi lebih cepat. Kondisi pemadaman nyala api yang tidak dianjurkan adalah dengan cara menutup keran bahan bakar terlebih dahulu untuk menghentikan tekanan dari tangki menuju nosel. Pada kondisi seperti ini maka minyak akan tertahan pada pipa koil pemanas minyak hingga waktu kompor digunakan kembali. Jika kondisi ini dibiarkan, maka setelah beberapa kali pemakaian kerak yang terbentuk akan semakin menebal. Disarankan juga untuk membersihkan pipa koil pemanas minyak sebelum menyalakan kompor. Hal ini bertujuan untuk membersihkan kerak di dalam pipa, dan mengantisipasi terjadinya penyumbatan nosel. Pembersihan pipa koil pemanas minyak dapat dilakukan dengan menggunakan kabel sling yang lentur dengan cara memasukan kabel sling tersebut kedalam pipa koil pemanas minyak. Kabel sling ini akan mendorong kotoran yang tertinggal didalam pipa koil pemanas minyak. Sedangkan untuk membersihkan lubang nosel dapat dilakukan dengan menggunakan penitik nosel. Hasil pengujian menunjukan api hasil pembakaran cenderung berwarna kuning kemerahan. Hal ini berkaitan dengan kualitas bahan bakar dan seberapa

80 61 banyak oksigen yang mampu tersedia dan tercampur dengan baik pada proses pembakaran semprot. Hal ini sesuai dengan Hukum Ficks yang menyatakan bahwa laju perpindahan massa oksigen ke dalam molekul bahan bakar dipengaruhi oleh luas bidang kontak dan gradien konsentrasinya (Haryanto 2005). Oksigen yang banyak menyebabkan nyala api berwarna biru, sedangkan oksigen yang terbatas menyebabkan nyala berwarna kuning. Api berwarna merah atau kuning menghasilkan suhu dibawah 1000 o C ( ). Untuk dapat bercampur dengan oksigen dengan baik, maka bahan bakar harus berada dalam fase gas, sehingga minyak yang disemprotkan akan mengalami fase penguapan dan tercampur dengan oksigen untuk kemudian dapat terbakar. Besarnya butir semprotan yang dihasilkan mempengaruhi fase pemanasan droplet untuk kemudian terjadi penguapan dan terbakar. Sementara itu di bawah pengaruh panas, sebagian minyak yang tidak terbakar terurai, antara lain menjadi partikel-partikel karbon yang sangat kecil. Panas dari pembakaran menyebabkan partikel-partikel karbon membara dan berpendar dengan cahaya berwarna kuning. Minyak nyamplung sendiri tersusun atas asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh yang berantai karbon panjang (Balitbang Kehutanan 2008). Minyak nyamplung bahkan memiliki asam lemak dengan rantai karbon yang lebih panjang daripada minyak sawit dan jarak pagar (Towaha 2010). Oleh karena itu warna nyala api yang dihasilkan adalah kuning. Di pihak lain, kompor yang mengunakan bahan bakar gas tidak memerlukan proses penguapan bahan bakar. Cara ini memudahkan bahan bakar bercampur dengan udara sebanyak-banyaknya, sehingga reaksi pembakaran dapat berlangsung dengan cepat. Karena bahan bakar disini terbakar hampir seluruhnya, maka nyala yang dihasilkan jauh lebih panas. Nyala api juga jernih dan transparan karena tidak dikotori oleh partikel-partikel karbon. Tetapi ketika bahan bakar gas diberi tambahan karbon, maka warna nyala apinya akan berubah menjadi kuning dan kecepatan pembakarannya juga menurun. Pengaruh penambahan karbon terhadap perubahan warna nyala api ini didukung oleh penelitian lminnafik (2010) pada percobaan penambahan CO 2 pada pembakaran campuran LPG dan udara. Hasil penelitian Iminnafik (2010) menjelaskan bahwa pembakaran stoikiometri LPG dan udara tanpa penambahan CO 2 akan menghasilkan api

81 62 berwarna biru, dan api berubah menjadi kekuningan setelah campuran ditambahkan CO 2 sebesar 20%. Penambahan CO 2 menyebabkan warna api cenderung kekuningan yang menunjukkan pembakaran tidak sempurna yaitu sebagian karbon tidak terbakar. Hasil penambahan CO 2 pada campuran LPG dan udara juga akan berpengaruh terhadap kecepatan pembakaran. Meski selisih tidak terlalu signifikan, tetapi secara umum terlihat penambahan CO 2 mempunyai pengaruh terhadap penurunan kecepatan pembakaran. Perubahan warna nyala api akibat penambahan CO 2 pada campuran LPG dan udara, serta penurunan kecepatan pembakaran akibat penambahan CO 2 ditampilkan pada Gambar 40 dan 41. Gambar 40 Pembakaran campuran LPG dan udara dengan penambahan 20% CO 2 (Iminnafik 2010) Gambar 41 Perbandingan kecepatan pembakaran antara campuran LPG dan udara tanpa CO 2 dan dengan CO 2 (Iminnafik 2010)

82 63 Uji Coba Pembakaran Kompor Bertekanan Termodifikasi Uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi ini bertujuan untuk mengetahui waktu dan jumlah bahan bakar terpakai yang dibutuhkan untuk memanaskan air hingga mendidih dengan menggunakan kompor bertekanan termodifikasi berbahan bakar minyak nyamplung. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan pengujian kompor bertekanan mengunakan bahan bakar lainnya yang diperoleh dari data sekunder. Pada pengujian ini juga diukur peningkatan suhu pada beberapa titik pengukuran yang mewakili suhu air, uap air, permukaan luar panci, lingkungan, dan pemanas terhadap waktu, seperti ditampilkan pada Gambar 42. Suhu ( o C) Waktu (detik) Air Uap air Permukaan luar panci Minyak dalam tangki Lingkungan Gambar 42 Grafik peningkatan suhu tiap titik pengukuran uji coba pembakaran Gambar 42 diatas menjelaskan bahwa suhu air, uap air, permukaan luar panci, dan minyak dalam tangki meningkat seiring dengan pertambahan waktu, sedangkan suhu lingkungan cenderung stabil. Suhu air cenderung tidak lagi mengalami perubahan setelah menit pemanasan, yaitu pada suhu 99 o C. Pada saat suhu konstan ini, air sudah mencapai titik didih maksimumnya dan mulai mengalami penguapan akibat pemanasan terus-menerus. Pada tekanan dan temperatur udara standar, titik didih air adalah sebesar 100 C. Tetapi pada percobaan ini air mendidih pada suhu 99 o C. Hal ini disebabkan karena percobaan berlangsung tidak pada tekanan dan temperatur udara standar.

83 64 Suhu uap air terlihat hampir serupa dengan suhu air. Pada saat terjadi penguapan, suhu uap air mulai meningkat dan kemudian menjadi setara dengan suhu uap air. Suhu panci juga mengalami peningkatan terhadap waktu. Suhu pada dinding permukaan panci ini berfluktuasi karena dipengaruhi oleh kestabilan nyala api yang memanaskan bagian samping luar permukaan panci. Peningkatan suhu minyak di dalam tangki terjadi karena adanya minyak dari pipa koil pemanas yang telah dipanaskan terdorong kembali menuju tangki. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan suhu minyak di dalam tangki, yang juga meningkatkan suhu awal minyak (T awal ) yang akan masuk menuju pipa koil pemanas. Dengan demikian, semakin lama kompor digunakan maka pemanasan minyak melalui pipa koil pemanas minyak dapat mencapai suhu lebih dari o C, yang disebabkan input T awal yang semakin meningkat dengan pemanasan yang sama. Hal ini dapat menyebabkan viskositas minyak menjadi lebih rendah lagi. Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa untuk memanaskan 1 liter air hingga mendidih menggunakan kompor bertekanan termodifikasi berbahan bakar minyak nyamplung memerlukan waktu selama menit pemanasan, dengan konsumsi bahan bakar sebesar liter/jam. Sedangkan menurut hasil penelitian Reksowardojo et al. (2005), untuk memanaskan 0.6 liter air hingga mendidih menggunakan kompor bertekanan berbahan bakar minyak tanah memerlukan waktu selama 6 menit, minyak jarak pagar selama 7 menit, dan minyak sawit selama 9 menit pemanasan, dengan konsumsi bahan bakar minyak tanah sebesar liter/jam, minyak jarak pagar sebesar liter/jam, dan minyak sawit sebesar liter/jam. Konsumsi bahan bakar pada kompor bertekanan ini berbeda karena konsumsi bahan bakar dipengaruhi oleh laju aliran pembakaran dan tinggi rendahnya viskositas suatu bahan bakar. Laju aliran pembakaran yang berbeda dipengaruhi oleh jumlah bahan bakar yang keluar dan terbakar selama proses pembakaran berlangsung (Alamsyah 2006).

84 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Penurunan viskositas minyak nyamplung mendekati nilai viskositas minyak tanah terjadi pada suhu o C. 2. Diameter dan sudut semprotan minyak nyamplung meningkat dengan bertambahnya suhu pemanasan. Diameter dan sudut semprotan minyak nyamplung sudah mendekati diameter dan sudut semprotan minyak tanah pada suhu 150 o C. 3. Panjang pipa pemanas yang dibutuh untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung agar mendekati nilai viskositas minyak tanah adalah 25 cm. 4. Suhu minyak pada nosel hasil pemanasan dengan menggunakan burner pipa koil pemanas minyak termodifikasi adalah o C untuk pengukuran pada kondisi api kompor menyala, dan o C untuk pengukuran sesaat setelah api kompor dipadamkan. Sementara suhu minyak hasil pendugaan adalah o C. 5. Modifikasi burner pipa koil pemanas minyak dianggap sudah cukup mampu untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung mendekati nilai viskositas minyak tanah. Saran Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh saran-saran sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui tekanan maksimal yang mampu ditahan oleh tangki bahan bakar, sehingga dapat dilakukan pengujian dengan tekanan yang lebih tinggi. Semakin besar tekanan yang diberikan, maka sebaran semprotan minyak dan droplet yang dihasilkan akan lebih baik (Abdullah 2010). 2. Untuk mengurangi pengerakan di dalam burner pipa koil pemanas minyak dan terjadinya penyumbatan pada nosel, maka sebaiknya pemadaman api pada kompor bertekanan termodifikasi dilakukan dengan cara membuang tekanan pada tangki bahan bakar terlebih dahulu hingga tekanannya setara

85 66 dengan tekanan udara ambien. Dengan demikian maka minyak akan turun kembali menuju tangki bahan bakar dan dapat menghindari terperangkapnya minyak pada pipa koil pemanas minyak. Minyak yang terperangkap di dalam pipa koil pemanas minyak ini akan membentuk kerak dan menyebabkan penyempitan diameter pipa dan penyumbatan pada nosel. 3. Sebaiknya tidak melakukan pemanasan awal minyak pada wadah tertentu sebelum digunakan. Pemanasan minyak sebaiknya dilakukan hanya untuk minyak yang ingin dibakar saja. Pemanasan minyak pada tangki bahan bakar akan beresiko menyebabkan kerusakan minyak akibat terjadinya polimerisasi minyak. Selain itu, pemanasan awal minyak pada tangki bahan bakar dengan menggunakan heater akan menambah biaya dan energi listrik.

86 DAFTAR PUSTAKA Abdullah AAB A Study on Spray Characteristics of Straight Vegetable Oil. Proceeding of the National Conference in Mechanical Engineering Research and Postgraduate Studies. Faculty of Mechanical Engineering, Universiti Malaysia Pahang. Malaysia. 3-4 December Alamsyah AN Biodiesel Jarak Pagar. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Annamalai K, Iswar K, Puri Advanced Thermodynamics Engineering. CRC Press.Washington DC, USA Balitbang Kehutanan Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Sumber Energi Biofuel yang Potensial. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Departemen Kehutanan. Bogor Bustomi S, Rostiwati T, Sudradjat R, Leksono B, Kosasih S, Anggraeni I, Syamsuwida D, Lisnawati Y, Mile Y, Djaenudin D, Mahfudz, Rachman E Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Sumber Energi Biofuel yang Potensial. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Bird RB, Stewart EE, Lightfoot NE Transport Phenomena. Jhon Wiley and Son Inc. New York, USA. Cengel YA Heat Transfer, A Practical Approach. McGraw-Hill. New York, USA. Couper JR, Penney WR, Fair WR, Walas SM Chemical Process Equipment: Selection and Design. Elsevier. Burlington, USA. [Dirjen PMD]. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri Petunjuk Pelaksanaan Pilot Project Desa Mandiri Energi. Dweek AC, T Meadows Tanamu (Calophyllum inophyllum) the Africa, Asia Polynesia and Pasific Panacea. International J. Cos. Sci. 24:18. Gennes DPG, Wyart FB, Quéré D Capillary and Wetting Phenomena Drops, Bubbles, Pearls, Waves. Springer. [10 Oktober 2011]. Graco Atomization. Graco Inc. Minneapolis, USA. Hambali E, Mujdalipah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Hendroko R Teknologi Bioenergi. Jakarta. Agro Media Pusaka.

87 68 Haryanto B Pengaruh Pemilihan Kondisi Batas, Langkah Ruang, Langkah Waktu, dan Koefisien Difusi pada Model Difusi. Jurnal APLIKA. 8:2. Heyne K Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid 3. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan. Holman JP, Jasjfi E Perpindahan Kalor. Jakarta. Erlangga. Iminnafik N Pengaruh Karbondioksida pada Kecepatan Pembakaran dari Refrigeran Hidrokarbon. Prosiding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9. Palembang. ISBN : Oktober Ing NL, Jaafar MNM, Ishak MSA, Arizal MAA Spray Characteristic of Palm Biofuel Blends. International Journal of Mechanical and Materials Engineering (IJMME). 5: Kamil S, Pawito Termodinamika Dan Perpindahan Panas. Depdikbud. Jakarta. [Kementerian ESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Kebijakaan Energi Nasional Kementerian ESDM Peraturan Presiden Tahun [6 Juli 2011]. Kementrian Kehutanan Republik Indonesia Rencana Aksi Pengembangan Energi Alternatif Berbasis Tanaman Nyamplung Nyamplung%20_30%20Des%2009_.pdf [3 Maret 2010]. Kenneth KK Principles of Combustion. Jhon Wiley and Son Inc. New York, USA. Ketaren S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak. UI Press. Jakarta. Kim IC, Kim JH, Lee KH, Tak TM Phospholipids Separation (Degumming) from Crude Vegetable Oil by Polyimide Ultrafiltration Membrane. Journal of Membrane Science. 205: Little, Skolman Calophyllum inophyllum L. James A. Allen. New York, USA. Miftahuddin Rancang Bangun Elemen Pemanas Bahan Bakar Minyak Kelapa untuk Motor Bakar Diesel dengan Memanfaatkan Panas Gas Buang. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

88 69 Murni Kaji Eksperimental Pengaruh Temperatur Biodiesel Minyak Sawit terhadap Performansi Mesin Diesel Direct Injection Putaran Konstan. [Tesis]. Semarang: Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Nevers ND Fluid Mechanics for Chemical Engineers, Third Edition. McGraw Hill Companies Inc. New York, USA. Nuryanti, Herdine S Analisis Karaktersitik Konsumsi Energi Pada Sektor Rumah Tangga di Indonesia. Disampaikan pada Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir di Yogyakarta November Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanaman Perkebunan Penghasil Bahan Bakar Nabati (BBN). Bogor. IPB Press. [Puslitbun]. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Bahan Nabati Asal Tanaman Perkebunan Sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah Untuk Rumah Tangga. Bakar Nabati Asal Tanaman Perkebunan Sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah Untuk Rumah Tangga/html [28 Maret 2009]. Rabelo J, Batista E, Cavaleri FVW, Meirelles AJA Viscosity Prediction for Fatty Systems. JAOCS. 77: Reksowardojo IK Stove for Plant Oils. Workshop on Renewable Energy Technology Application To support Energy. Economics. and Environment Vilage Juli Jakarta. Reksowardojo IK, Surachman A, Sigit TP, Ibrahim, Soerawidjaja TH, Brodjonegoro TP Pemakaian Minyak Jawak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Kompor Bertekanan. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Biodiesel dan Minyak Bakar. Bogor. 22 Desember Santi SR Penelusuran Senyawa Sitotoksik pada Kulit Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) dan Kemungkinan Korelasinya Sebagai Antikanker. Jurnal Kimia 3. 2: Sazhin SS, Abdelghaffar WA, Sazhina EM, Heikal MR Models for Droplet Transient Heating: Effects on Droplet Evaporation, Ignition, and Break-up. Int. J Thermal Science. 44: Sonnichsen T Application of CFV Technology to Practical Combustion Systems. Sonnichsen Engineering. Woodinville, USA. Steffe JF Rheological Method in Food Process Engineering. Second Edition. Freeman Press, East Lansing, USA. Hal :

89 70 Stuartxchange Calophyllum inophyllum. PaloMaria.html [23 Maret 2010]. Suastawa IN, Hermawan W, Desrial, Sitompul RG, Gatot P Pedoman Praktikum Alat Dan Mesin Budidaya Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB: Bogor. Sudradjat HR Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar. Penebar Swadaya. Jakarta. Suhardiyanto H, Fuadi MM, Widaningrum Y Analisis Pindah Panas pada Pendinginan dalam Tanah untuk Sistem Hidroponik. Jurnal Keteknikan Pertanian. 21: Sumiarso L Energi Bersih Energi Terbarukan. [11 November 2011]. Sunandar K Kajian Kapilaritas Minyak Nabati Pada Kompor Sumbu. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Susilo B, Argo BD, Rakhmawati A Pengujian Kinerja Kompor Tekan Menggunakan Bahan Bakar Alternatif Minyak Kapuk (Ceiba petandra). Jurnal Keteknikan Pertanian. 8: Syaiful M Mekanisme Perpindahan Energi. Bogor. IPB Press. Tolman RC The Effect of Droplet Size on Surface Tension. AIP. Journal of Chemical Physics. 17: [17 November 2011]. Towaha J Karakteristik Asam Lemak Minyak Nyamplung dan Dampaknya Terhadap Titik Kabut Biodiesel. Info Tek Perkebunan. Volume 2 Nomor 7 Juli ISSN X. Wahyudi N Rancang Bangun Elemen Pemanas Bahan Bakar Minyak Nyamplung untuk Motor Diesel dengan Memanfaatkan Panas Gas Buang. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Warnatz J, Mass U, and Dibble RW Combustion: Physical and Chemical Fundamentals, Modeling and Simulation, Experiments, Pollutant Formation. 4th Edition. Springer. Berlin, Jerman. Wichert M, Wilbur LC Handbook of Energy System Engineering Production and Utilization. Jhon Wiley and Son Inc. New York, USA. Wikipedia Color Temperature. temperature. [12 Desember 2011].

90 71 Winarni, Sunarto W, Mantini S Penetralan dan Adsorbsi Minyak Goreng Bekas menjadi Minyak Goreng Layak Konsumsi. Jurnal Kimia FMIPA UNNES. 8: Yunita DR Uji Performansi Teknis Penggunaan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak Tanah pada Kompor Tekan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Zin RBM Process Design of Degumming and Bleaching of Palm Oil. [Thesis]. Johor Bahru: Centre of Lipids Engineering and Applied Research (CLEAR). University Teknologi Malaysia.

91 72

92 LAMPIRAN

93 74 Lampiran 1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu (penelitian pendahuluan) No. Suhu ( o C) Densitas (g/ml) Lampiran 2 Hasil pengukuran suhu awal minyak dalam tangki sebelum proses pembakaran (penelitian pendahuluan) No. Waktu (menit) Suhu ( o C) 1 14:20: :21: :22: :23: :24: :25: :26: :27: :28: :29: Lampiran 3 Perhitungan pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak Beberapa penurunan nilai viskositas terhadap peningkatan suhu diperoleh dari penelitian Wahyudi (2010) dalam satuan cetistokes. Untuk mengubah ke dalam satuan centipoises, maka digunakan data pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu pada penelitian pendahuluan, sehingga didapat hasil sebagai berikut. No. Suhu ( o Viskositas (cst) C) (Wahyudi 2010) Densitas (g/ml) Viskositas (cp)

94 75 Dengan memasukan nilai viskositas dan suhu ke dalam persamaan (22) dan (23) maka diperoleh hasil sebagai berikut. y x Viskositas (cp) y = x R² = Suhu ( o C) Sehingga, dengan menyubtitusikan persamaan y = 90.55x di atas ke persamaan (24) dan (25), maka didapat nilai konstanta A dan energi aktivasi untuk viskositas (E a ) sebagai berikut. a = a = A = b = b = Ea = Selanjutnya, dengan mengetahui laju aliran massa dari penelitian pendahuluan sebesar 3.3 x 10-4 kg/detik, maka hubungan perubahan viskositas terhadap peningkatan suhu minyak dan panjang pipa koil pemanas dapat dilakukan dengan variabel diketahui sebagai berikut.

95 76 Diketahui: Variabel Nilai Keterangan m 3.3 x 10-4 Laju aliran massa (kg/s) Cp 6250 Panas jenis minyak nyamplung (J/kg o C) (Miftahuddin 2009) T Suhu permukaan dinding dalam pipa ( o C) T Suhu permukaan dinding luar pipa ( o C) T a 45.3 Suhu awal minyak ( o C) k 0.13 Konduktifitas termal minyak nyamplung (W/m o C) r Jari-jari pipa (m) R Konstanta gas universal π Iterasi l (m) T minyak ( o C) l total (m) μ (cp)

96 77 Lampiran 4 Data pengujian profil penyemprotan minyak nyamplung Suhu 30 ( o C) Suhu 50 ( o C) Suhu 70 ( o C) No. Sb. Vertikal (mm) Sb. Horizontal (mm) Sb. Vertikal (mm) Sb. Horizontal (mm) Sb. Vertikal (mm) Sb. Horizontal (mm) Ratarata Suhu 90 ( o C) Suhu 110 ( o C) Suhu 130 ( o C) Suhu 150 ( o C) No. Sb. Vertikal (mm) Sb. Horizontal (mm) Sb. Vertikal (mm) Sb. Horizontal (mm) Sb. Vertikal (mm) Sb. Horizontal (mm) Sb. Vertikal (mm) Sb. Horizontal (mm) Ratarata

97 78 Lampiran 5 Data pengujian profil penyemprotan minyak tanah Suhu 30 ( o C) No. Sb. Vertikal (mm) Sb. Horizontal (mm) Rata-rata Lampiran 6 Data rata-rata pengujian profil penyemprotan minyak nyamplung Suhu ( o C) Panjang (mm) Sumbu Vertikal Sumbu Horizontal Diameter Penyemprotan (mm) Sudut Penyemprotan ( o C) Lampiran 7 Data rata-rata pengujian profil penyemprotan minyak tanah Suhu ( o C) Panjang (mm) Sumbu Vertikal Sumbu Horizontal Diameter Penyemprotan (mm) Sudut Penyemprotan ( o C) Lampiran 8 Validasi suhu minyak pada nosel dengan kondisi api menyala Suhu minyak dengan kondisi api menyala No. ( o C) Rata-rata 168.5

98 79 Lampiran 9 Validasi suhu minyak pada nosel dengan kondisi api padam Suhu minyak dengan kondisi api padam No. ( o C) Rata-rata Lampiran 10 Hasil pengukuran suhu pada uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi Waktu Air Uap Air Permukaan Lingkungan (Menit) ( o C) ( o C) Panci ( o C) ( o C) Api ( o C) 13:42: :43: OVER 13:44: OVER 13:45: OVER 13:46: OVER 13:47: OVER 13:48: OVER 13:49: OVER 13:50: OVER 13:51: OVER 13:52: OVER 13:53: OVER 13:54: OVER 13:55: OVER 13:56: OVER 13:57: OVER 13:58: OVER 13:59: OVER

99 80 Lampiran 11 Gambar teknik burner kompor bertekanan sebelum modifikasi Skala : Digambar : Des Taubing Peringatan Satuan : cm NRP : F Tanggal : 22 Desember 2011 Diperiksa : Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc TMP IPB Kompor Bertekanan Sebelum Modifikasi No. A4

100 81 Lampiran 11 Gambar teknik burner kompor bertekanan sebelum modifikasi (lanjutan) Skala : Digambar : Des Taubing Peringatan Satuan : cm NRP : F Tanggal : 22 Desember 2011 Diperiksa : Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc TMP IPB Kompor Bertekanan Sebelum Modifikasi No. A4

101 82 Lampiran 11 Gambar teknik burner kompor bertekanan setelah modifikasi (lanjutan) Skala : Digambar : Des Taubing Peringatan Satuan : cm NRP : F Tanggal : 22 Desember 2011 Diperiksa : Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc TMP IPB Burner Kompor Bertekanan Sebelum Modifikasi No. A4

102 83 Lampiran 12 Gambar teknik burner kompor bertekanan setelah modifikasi Skala : Digambar : Des Taubing Peringatan Satuan : cm NRP : F Tanggal : 22 Desember 2011 Diperiksa : Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc TMP IPB Kompor Bertekanan Setelah Modifikasi No. A4

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan bakar minyak dari bahan bakar fosil merupakan sumber energi yang dikonsumsi paling besar dibandingkan sumber energi lain. Minyak tanah merupakan salah satu sumber energi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) TINJAUAN PUSTAKA Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Tanaman nyamplung dapat ditemukan di Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat, dan Amerika Selatan. Tumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak Dari penghitungan yang telah dilakukan pada Lampiran 3, diketahui bahwa untuk menurunkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu (penelitian pendahuluan)

Lampiran 1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu (penelitian pendahuluan) LAMPIRAN 74 Lampiran 1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu (penelitian pendahuluan) No. Suhu ( o C) Densitas (g/ml) 1 30 0.915 2 50 0.911 3 70 0.905 4 90 0.896 5 110 0.890 Lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sumber Daya Air Wageningen, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembakaran Pembakaran bisa didefinisikan sebagai reaksi secara kimiawi yang berlangsung dengan cepat antara oksigen dengan unsur yang mudah terbakar dari bahan bakar pada suhu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TANAMAN NYAMPLUNG Tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn.) dapat ditemukan di Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Api Api sering disebut sebagai zat keempat, karena tidak dapat dikategorikan ke dalam kelompok zat padat, zat cair maupun zat gas. Api disebut memiliki bentuk plasma. Plasma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti: 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH Pada kompor pembakar jenazah menggunakan jenis kompor tekan dengan bahan bakar minyak tanah. Prinsip kerja kompor pembakar jenazah adalah mengubah bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 PENGUKURAN VISKOSITAS MINYAK NYAMPLUNG Nilai viskositas adalah nilai yang menunjukan kekentalan suatu fluida. semakin kental suatu fuida maka nilai viskositasnya semakin besar,

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH TEMPERATUR PREHEATING DAN TEKANAN MINYAK KELAPA TERHADAP SUDUT SEMBURAN NOSEL. Oleh : I PUTU AGUS ARISUDANA JURUSAN TEKNIK MESIN

SKRIPSI PENGARUH TEMPERATUR PREHEATING DAN TEKANAN MINYAK KELAPA TERHADAP SUDUT SEMBURAN NOSEL. Oleh : I PUTU AGUS ARISUDANA JURUSAN TEKNIK MESIN SKRIPSI PENGARUH TEMPERATUR PREHEATING DAN TEKANAN MINYAK KELAPA TERHADAP SUDUT SEMBURAN NOSEL Oleh : I PUTU AGUS ARISUDANA 1104305001 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 Kampus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Produksi Minyak Bintaro Kasar (Crude) Buah bintaro memiliki bentuk bulat dan berwarna hijau (Gambar 17a) dan ketika tua akan berwarna merah (Gambar 17b). Buah bintaro

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBENTUKAN SUDUT SEMBURAN MINYAK JELANTAH PADA UJUNG NOSEL SEDERHANA

ANALISIS PEMBENTUKAN SUDUT SEMBURAN MINYAK JELANTAH PADA UJUNG NOSEL SEDERHANA ANALISIS PEMBENTUKAN SUDUT SEMBURAN MINYAK JELANTAH PADA UJUNG NOSEL SEDERHANA Oleh Dosen Pembimbing : I Gusti Ngurah Bagus Yoga Junaya : Dr. Ir. I Ketut Gede Wirawan, MT : Dr. Wayan Nata Septiadi, ST,

Lebih terperinci

SKRIPSI. UJI PERFORMANSI TEKNIS PENGGUNAAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BAHAN BAKAR PENGGANTI MINYAK TANAH PADA KOMPOR TEKAN

SKRIPSI. UJI PERFORMANSI TEKNIS PENGGUNAAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BAHAN BAKAR PENGGANTI MINYAK TANAH PADA KOMPOR TEKAN SKRIPSI UJI PERFORMANSI TEKNIS PENGGUNAAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BAHAN BAKAR PENGGANTI MINYAK TANAH PADA KOMPOR TEKAN OLEH DELLY RAMADHANI YUNITA F14102054 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG DAN APLIKASINYA PADA KOMPOR TEKAN SKRIPSI MADA HUNTER PARDEDE F

UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG DAN APLIKASINYA PADA KOMPOR TEKAN SKRIPSI MADA HUNTER PARDEDE F UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG DAN APLIKASINYA PADA KOMPOR TEKAN SKRIPSI MADA HUNTER PARDEDE F14060138 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 Characteristic Performance of

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SKRIPSI FAKTOR JUMLAH LILITAN PIPA BURNER TERHADAP POLA NYALA DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA ALAT PEMBAKAR JENAZAH KONVENSIONAL

SKRIPSI FAKTOR JUMLAH LILITAN PIPA BURNER TERHADAP POLA NYALA DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA ALAT PEMBAKAR JENAZAH KONVENSIONAL SKRIPSI FAKTOR JUMLAH LILITAN PIPA BURNER TERHADAP POLA NYALA DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA ALAT PEMBAKAR JENAZAH KONVENSIONAL OLEH : BANGUN TUA SAGALA NIM. 1019351022 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH VARIASI SUDUT NOZZLE BAHAN BAKAR DENGAN D-NOZZLE RATIO YANG SAMA TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH

SKRIPSI PENGARUH VARIASI SUDUT NOZZLE BAHAN BAKAR DENGAN D-NOZZLE RATIO YANG SAMA TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH SKRIPSI PENGARUH VARIASI SUDUT NOZZLE BAHAN BAKAR DENGAN D-NOZZLE RATIO YANG SAMA TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH Oleh : I MADE DUWI SETIAWAN NIM : 1019351017 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang bergerak menjadi sebuah negara industri. Sebagai negara industri, Indonesia pasti membutuhkan sumber energi yang besar yang bila tidak diantisipasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompor Pembakar Jenazah Pada kompor pembakar jenazah menggunakan jenis kompor tekan dengan bahan bakar minyak tanah. Prinsip kerja kompor pembakar jenazah adalah mengubah bahan

Lebih terperinci

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT. PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN UDARA- BAHAN BAKAR TERHADAP KUALITAS API PADA GASIFIKASI REAKTOR DOWNDRAFT DENGAN SUPLAI BIOMASSA SERABUT KELAPA SECARA KONTINYU OLEH : SHOLEHUL HADI (2108 100 701) DOSEN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan Presiden No 5 tahun 2006 menyatakan bahwa pada tahun 2025 ditargetkan tercapai komposisi sumber energi yang optimal dengan bahan bakar nabati lebih dari 5 %.

Lebih terperinci

NYAMPLUNG. (Calophyllum inophyllum Linn.) Tanaman nyamplung (Calophyllum

NYAMPLUNG. (Calophyllum inophyllum Linn.) Tanaman nyamplung (Calophyllum NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn.) Tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn.) mempunyai nama yang berbeda pada setiap daerah seperti eyobe (Enggano), nyamplung (Jawa, Sunda, Makassar), samplong

Lebih terperinci

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER YANG DIPASANG DIDINDING BELAKANG TUNGKU

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER YANG DIPASANG DIDINDING BELAKANG TUNGKU NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER YANG DIPASANG DIDINDING BELAKANG TUNGKU Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biomassa adalah bahan biologis yang berasal dari organisme atau makhluk hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah keseluruhan organisme

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK 3.1. Flowchart Pengolahan dan Pengujian Minyak Biji Jarak 3.2. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI DIAMETER BURNER

PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI DIAMETER BURNER PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI DIAMETER BURNER Subroto Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konversi dari energi kimia menjadi energi mekanik saat ini sangat luas digunakan. Salah satunya adalah melalui proses pembakaran. Proses pembakaran ini baik berupa

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN KOMPOR BRIKET BIOMASS UNTUK LIMBAH KOPI

TUGAS AKHIR PERANCANGAN KOMPOR BRIKET BIOMASS UNTUK LIMBAH KOPI TUGAS AKHIR PERANCANGAN KOMPOR BRIKET BIOMASS UNTUK LIMBAH KOPI Arga Setia Tama NRP. 2408 100 018 PEMBIMBING I Ir. Sarwono, M.MT NIP : 19580530198303 1 002 PEMBIMBING II Ir. Ronny Dwi Noriyati, M Kes NIP

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. Effect Of Preheating Temperature and Pressure on Nyamplung (Collaphyllum Inophyllum) seed s oil using press hidraulic

LAPORAN TUGAS AKHIR. Effect Of Preheating Temperature and Pressure on Nyamplung (Collaphyllum Inophyllum) seed s oil using press hidraulic LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH SUHU PEMANASAN AWAL DAN TEKANAN TERHADAP PEROLEHAN MINYAK BIJI NYAMPLUNG (COLLAPHYLUM INOPHYLLUM) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGEPRESAN Effect Of Preheating Temperature and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi yang sangat tinggi pada saat ini menimbulkan suatu pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu mengurangi pemakaian bahan

Lebih terperinci

Ekstraksi Biji Karet

Ekstraksi Biji Karet Ekstraksi Biji Karet Firdaus Susanto 13096501 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2001 TK-480 PENELITIAN 1 dari 9 BAB I PENDAHULUAN Biji karet berpotensi menjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei sampai bulan Agustus 2010. Bertempat di Laboratorium Pengawasan Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian, dan Bengkel

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi SEMINAR NASIONAL INOVASI DAN APLIKASI TEKNOLOGI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 ISSN : 2085-4218 Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi Burhan Fazzry 1,*,

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Variabel Terhadap Warna Minyak Biji Nyamplung Tabel 9. Tabel hasil analisa warna minyak biji nyamplung Variabel Suhu (C o ) Warna 1 60 Hijau gelap 2 60 Hijau gelap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bakar alternatif merupakan suatu bagian dari proses energi terbarukan yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. bakar alternatif merupakan suatu bagian dari proses energi terbarukan yang tidak II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam rangka upaya untuk menekan penggunaan minyak tanah yang selanjutnya diganti dengan gas, maka pemakaian bahan bakar minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minyak nabati termasuk dalam golongan lipid yang dihasilkan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minyak nabati termasuk dalam golongan lipid yang dihasilkan dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati termasuk dalam golongan lipid yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan. Walaupun kebanyakan bagian dari tanam-tanaman dapat menghasilkan minyak, tetapi

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut njeksi Burhan Fazzry, ST, MT. (), Agung Nugroho, ST., MT. Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan nformatika, Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Serat buah kelapa sawit (mesocarp), seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1 yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber energi alternatif dapat menjadi solusi ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber energi alternatif dapat menjadi solusi ketergantungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber energi alternatif dapat menjadi solusi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak. Bentuk dari energi alternatif yang saat ini banyak dikembangkan adalah pada

Lebih terperinci

SKRIPSI FAKTOR VARIASI DIAMETER PIPA UDARA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH. Oleh :

SKRIPSI FAKTOR VARIASI DIAMETER PIPA UDARA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH. Oleh : SKRIPSI FAKTOR VARIASI DIAMETER PIPA UDARA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH Oleh : I WAYAN DUNUNG SAPUTRA NIM : 1019351018 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN IV. PENDEKATAN RANCANGAN A. Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan suatu desain atau prototipe produk yang sesuai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL & ANALISIS

BAB 4 HASIL & ANALISIS BAB 4 HASIL & ANALISIS 4.1 PENGUJIAN KARAKTERISTIK WATER MIST UNTUK PEMADAMAN DARI SISI SAMPING BAWAH (CO-FLOW) Untuk mengetahui kemampuan pemadaman api menggunakan sistem water mist terlebih dahulu perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

KEMIRI SUNAN. (Aleurites trisperma BLANCO) Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) atau kemiri China atau jarak Bandung (Sumedang)

KEMIRI SUNAN. (Aleurites trisperma BLANCO) Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) atau kemiri China atau jarak Bandung (Sumedang) KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma BLANCO) Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) atau kemiri China atau jarak Bandung (Sumedang) atau kaliki (Banten), merupakan salah satu jenis tanaman yang berpotensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kemiri Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, 2016 Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae (jarak-jarakan).

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PANJANG NOZZLE EXIT

PENGARUH VARIASI PANJANG NOZZLE EXIT SKRIPSI PENGARUH VARIASI PANJANG NOZZLE EXIT BAHAN BAKAR TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH Oleh : I MADE WEDHA ANGGARA NIM : 1019351023 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK PROGRAM NON REGULER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Biomassa Guna memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, maka diperlukan pengertian yang tepat mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Institut Pertanian Bogor (IPB) Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak (Jatropha curcas) Melalui Transesterifikasi In Situ Dr.Ir. Ika Amalia Kartika, MT Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Dr.Ir. Danu Ariono

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS Tri Tjahjono, Subroto, Abidin Rachman Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP. Laporan Tesis PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED Oleh : Yanatra NRP. 2309201015 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. HM. Rachimoellah, Dipl. EST

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. Disusun oleh : LINTANG ZETA FADILA

LAPORAN TUGAS AKHIR. Disusun oleh : LINTANG ZETA FADILA i LAPORAN TUGAS AKHIR Pengaruh Tekanan Press dan Temperatur Pemanasan Awal terhadap Perolehan Minyak Biji Kenari (Canarium indicum) dengan Metode Pengepresan Hydrolik (Hydraulic Pressing) (Effect of Pressure

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIO-OIL DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT MELALUI PIROLISASI

PEMBUATAN BIO-OIL DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT MELALUI PIROLISASI LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIO-OIL DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT MELALUI PIROLISASI (Making Bio-oil Using Shell Palm Oil Through Pyrolysis Process) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Biomassa Untuk memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, diperlukan pengertian yang sesuai mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST. KESEIMBANGAN ENERGI KALOR PADA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR DAN UAP KAPASITAS 1 Kg Nama : Nur Arifin NPM : 25411289 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Karakterisasi Proses Gasifikasi Downdraft Berbahan Baku Sekam Padi Dengan Desain Sistem Pemasukan Biomassa Secara Kontinyu Dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Dimas Setiawan (2105100096) Pembimbing :

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SERBUK GERGAJI MENJADI BIO-OIL MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS

PENGEMBANGAN SERBUK GERGAJI MENJADI BIO-OIL MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS LAPORAN TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN SERBUK GERGAJI MENJADI BIO-OIL MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS (Development of Saw Dust Into Bio-oil Using Pyrolysis Process) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Analisis Sistem Proses Pindah Massa pada Ekstraksi Secara Mekanik Minyak Kedelai (Glycine Max Oil)

Analisis Sistem Proses Pindah Massa pada Ekstraksi Secara Mekanik Minyak Kedelai (Glycine Max Oil) Technical Paper Analisis Sistem Proses Pindah Massa pada Ekstraksi Secara Mekanik Minyak Kedelai (Glycine Max Oil) System Analyze of Mass Transfer Process in Mechanical Extraction Soybean Oil (Glycine

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Dasar Ketel Uap Ketel uap adalah pesawat atau bejana yang disusun untuk mengubah air menjadi uap dengan jalan pemanasan, dimana energi kimia diubah menjadi energi panas.

Lebih terperinci

UJI KINERJA REAKTOR GASIFIKASI SEKAM PADI TIPE DOWNDRAFT PADA BERBAGAI VARIASI DEBIT UDARA

UJI KINERJA REAKTOR GASIFIKASI SEKAM PADI TIPE DOWNDRAFT PADA BERBAGAI VARIASI DEBIT UDARA UJI KINERJA REAKTOR GASIFIKASI SEKAM PADI TIPE DOWNDRAFT PADA BERBAGAI VARIASI DEBIT UDARA SKRIPSI Oleh SISKA ARIANTI NIM 081710201056 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

CAMPURAN MINYAK JELANTAH INDUSTRI DAN KEROSIN SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF PADA KOMPOR MINYAK

CAMPURAN MINYAK JELANTAH INDUSTRI DAN KEROSIN SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF PADA KOMPOR MINYAK CAMPURAN MINYAK JELANTAH INDUSTRI DAN KEROSIN SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF PADA KOMPOR MINYAK Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan S1 Terapan pada Jurusan Teknik Kimia Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Yunus Zarkati Kurdiawan / 2310100083 Makayasa Erlangga / 2310100140 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT Oleh : Harit Sukma (2109.105.034) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembakaran Pembakaran adalah serangkaian reaksi-reaksi kimia eksotermal antara bahan bakar dan oksidan berupa udara yang disertai dengan produksi energi berupa panas dan konversi

Lebih terperinci

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263 3 3 BAB II DASAR TEORI 2. 1 Bahan Bakar Cair Bahan bakar cair berasal dari minyak bumi. Minyak bumi didapat dari dalam tanah dengan jalan mengebornya di ladang-ladang minyak, dan memompanya sampai ke atas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. gesekan antara moekul-molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu cairan yang

BAB II DASAR TEORI. gesekan antara moekul-molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu cairan yang BAB II DASAR TEORI 2.1. Definisi Viskositas Viskositas dapat dinyatakan sebagai tahanan aliran fluida yang merupakan gesekan antara moekul-molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu cairan yang mudah

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH Oleh : ASHARI HUTOMO (2109.105.001) Pembimbing : Dr. Bambang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perencanaan Alat Alat pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi bahan bakar minyak sebagai pengganti minyak bumi. Pada dasarnya sebelum melakukan penelitian

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN AIR HEATER TANPA SIRIP

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN AIR HEATER TANPA SIRIP PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN AIR HEATER TANPA SIRIP Putro S., Sumarwan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Muhamadiyah Surakarta Jalan Ahmad Yani Tromol Pos I Pebelan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Energi berperan penting dalam kehidupan manusia yang mana merupakan kunci utama dalam berbagai sektor ekonomi yang dapat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia. Kebutuhan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI Angga Yudanto (L2C605116) dan Kartika Kusumaningrum (L2C605152) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto,

Lebih terperinci

OPTIMASI EFISIENSI TUNGKU SEKAM DENGAN VARIASI LUBANG UTAMA PADA BADAN KOMPOR RIFKI MAULANA

OPTIMASI EFISIENSI TUNGKU SEKAM DENGAN VARIASI LUBANG UTAMA PADA BADAN KOMPOR RIFKI MAULANA OPTIMASI EFISIENSI TUNGKU SEKAM DENGAN VARIASI LUBANG UTAMA PADA BADAN KOMPOR RIFKI MAULANA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK RIFKI MAULANA.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu Teknologi

Lebih terperinci