BAB VII PENUTUP. masukan berdasarkan data, informasi dan analisa terhadap data dan informasi

Transkripsi

1 BAB VII PENUTUP Pada bab ini Peneliti akan menyampaikan kesimpulan dan beberapa masukan berdasarkan data, informasi dan analisa terhadap data dan informasi tentang kegiatan Sertifikasi Hak atas Tanah Nelayan Tahun 2010 di Kabupaten Gunungkidul. Penyampaian kesimpulan dan masukan tersebut harus dilakukan dengan hati-hati tanpa mengurangi kadar kekritisan mengingat kebijakan ini merupakan kebijakan yang relatif baru dalam bidang kelautan dan perikanan serta bersifat top-down policy. Disamping itu kebijakan ini juga melibatkan berbagai stakeholder yang berperan dalam pelaksanaannya. 7.1 Kesimpulan Selanjutnya berdasarkan hasil analisis pada bab V dan Bab VI sebagaimana dituliskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Program Pemberdayaan Nelayan dan Usaha Penangkapan Ikan Skala Kecil untuk Peningkatan Akses Permodalan melalui Sertifikasi Hak atas Tanah di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 telah dilaksanakan dengan baik meliputi 100 bidang tanah pada tiga lokasi yang berbeda. Pensertifikatan tanah melalui program ini telah mampu merubah tanah-tanah yang sebagian besar dimiliki oleh nelayan/keluarganya yang tadinya menjadi modal mati (dead capital) menjadi modal aktif (active/live capital). 2. Dengan menjadi modal aktif, tanah-tanah tersebut bisa dijadikan jaminan pinjaman di bank/lembaga keuangan untuk peningkatan akses permodalan. Namun demikian tingkat pemanfaatan sertifikat tanah sebagai jaminan kredit perbankan/lembaga keuangan berbeda antara satu lokasi dengan lokasi 123

2 lainnya. Tingkat pemanfaatan sertifikat tanah yang berbeda ini diantaranya dipengaruhi oleh kerumitan administrasi peminjaman kredit perbankan, kesadaran untuk menambah modal guna meningkatkan kapasitas usaha, kuatnya ikatan patron klien, pengetahuan tentang skim kredit yang sesuai, dan lain-lain. Hal ini terjadi karena tidak dilaksanakannya pembinaan dan fasilitasi akses permodalan yang seharusnya dilaksanakan pada tahap pasca sertifikasi. 3. Tingkat keberhasilan pelaksanaan Program Sertifikasi Hak atas Tanah Nelayan di Kabupaten Gunungkidul tahun 2010 dalam meningkatkan akses permodalan nelayan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: a. Sumber daya manusia pelaksana. Aparat pelaksana Program Sertifikasi Hak atas Tanah Nelayan di Kabupaten Gunungkidul tahun 2010 terdiri dari implementor dari berbagai instansi di berbagai tingkatan di antaranya dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Gunungkidul, Kantor Pertanahan Kabupaten Gunungkidul, Kantor Kecamatan, Pemerintah Desa Kemadang Kecamatan Tanjungsari, Pemerintah Desa Kanigoro Kecamatan Saptosari dan Pemerintah Desa Girikarto Kecamatan Panggang. b. Sumber daya anggaran. Pada tahap pra sertifikasi sumber pembiayaan pelaksanaan kegiatan berasal dari dana APBN yang dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi DIY (dana dekonsentrasi), sedangkan pihak kabupaten hanya sebatas menjalankannya saja atau mengikuti DKP propinsi. Sedangkan pada tahap pasca sertifikasi tidak terdapat sumber anggaran baik yang berasal dari APBN, propinsi, 124

3 maupun kabupaten. Hal ini mengakibatkan belum dilaksanakannya pembinaan dan fasilitasi akses permodalan nelayan pasca sertifikasi. c. Komunikasi/Hubungan antar lembaga. Komunikasi dan hubungan antar lembaga yang bersifat vertical top-down tergambar dalam bentuk penetapan kebijakan yang dituangkan dalam penetapan kuota peserta masing-masing daerah, pembuatan petunjuk teknis kegiatan, penyebaran informasi, sosialisasi program, monitoring dan evaluasi serta penyerahan sertifikat tanah. Sedangkan komunikasi dan hubungan yang bersifat vertical bottom-up tergambar dalam bentuk penyerahan daftar calon peserta, penyampaian berkas dan pelaporan. Sementara komunikasi dan hubungan yang bersifat horizontal atau sejajar terjalin antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Badan Pertanahan Nasional dalam bentuk kesepakatan bersama, antara DKP Propinsi DIY dengan Kanwil BPN dan antara DKP Kabupaten Gunungkidul dengan Kantor Pertanahan. d. Standard Operating Procedure/ Mekanisme Kerja. Mekanisme kerja kegiatan sertifikasi hak atas tanah nelayan melibatkan Kelompok Kerja tingkat Pusat yang terdiri dari Departemen Kelautan dan Perikanan (waktu itu) dan Badan Pertanahan Nasional, Kelompok Kerja Propinsi yang terdiri dari DKP Propinsi DIY dan Kanwil BPN DIY, Kelompok Kerja Kabupaten yang terdiri dari DKP Kabupaten Gunungkidul dan Kantor Pertanahan serta pemerintah kecamatan, pemerintah desa lokasi program hingga nelayan sebagai target groups. e. Keaktifan kelompok nelayan. Keaktifan kelompok nelayan dalam pelaksanaan sertifikasi hak atas tanah nelayan di Kabupaten 125

4 Gunungkidul sangat diperlukan karena kelompok ini akan menjadi perantara antara instansi pemerintah dalam berbagai tingkatan seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Kantor Pertanahan, Kecamatan hingga Pemerintah Desa dengan nelayan anggotanya terutama yang diusulkan menjadi peserta program. f. Realisasi peserta program. Bila dilihat dari aspek pemenuhan kuota, realisasinya mencapai 100%. Namun apabila dilihat kesesuaian persyaratan subyek hak maka realisasi peserta mencapai 91 %. Dua lokasi penelitian menunjukkan peserta sertifikasi hak atas tanah nelayan 100% adalah nelayan dan usaha penangkapan ikan skala kecil. Sementara satu lokasi program, yakni Desa Girikarto Kecamatan Panggang, 30 % peserta bukanlah nelayan dan usaha penangkapan ikan skala kecil. g. Respon implementor. Walaupun ada satu dua oknum aparat pelaksana yang lebih mendahulukan kepentingan pribadi dan keluarganya, namun sebagian besar aparat pelaksana memiliki respon, komitmen, motivasi serta kepatuhan yang tinggi terhadap keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan. h. Pemahaman implementor. Pemahaman implementor terhadap maksud tujuan kebijakan sudah sangat bagus dari pelaksana tingkat desa hingga pelaksana tingkat kabupaten. Begitupun terkait dengan mekanisme pelaksanaannya, pemahaman tentang mekanisme SeHAT nelayan ini sudah sangat memadahi. Namun begitu pemahaman tentang ketentuanketentuan yang ada masih belum begitu baik, walaupun hanya sebagian kecil saja dan terutama pada pelaksana di tingkat desa. 126

5 7.2 Masukan Akhirnya, terasa tidak adil apabila Peneliti tidak memberikan masukan sebagai bahan perbaikan pelaksanaan kegiatan Sertifikasi kedepannya. Masukan atau saran yang dimaksud antara lain: 1. Perlunya pelaksanaan petunjuk teknis secara konsisten terutama pelaksanaan tahap pasca sertifikasi. Mengingat pada tahap pasca sertifikasi terletak unsur utama pemberdayaan berupa kewenangan dan kemampuan (pengembangan kapasitas) maka pada tahap ini diperlukan sinergisitas antar berbagai stakeholder lain selain DKP dan Kantor Pertanahan yang meliputi, Bappeda, Disperindagkoptam, perbankan, lembaga keuangan mikro dan lain-lain. Pemberdayaan nelayan tidak akan mencapai tujuan yang sebenarnya bila masih dilakukan secara sektoral. Sinergisitas ini juga diperlukan dalam rangka menangkal secara dini peralihan kepemilikan tanah nelayan kepada pemilik modal yang dikhawatirkan akan memiliki efek kontra produktif bagi pemberdayaan itu sendiri. 2. Perlunya dukungan anggaran bagi instansi pelaksana di tingkat kabupaten baik untuk tahap Pra-Sertifikasi maupun tahap Pasca Sertifikasi. Jika memungkinkan termasuk biaya operasional pemerintah desa agar lebih efektif dalam menjalankan fungsinya terutama dalam penyiapan data calon peserta agar tepat sasaran. 3. Oleh karena itu, model penganggaran yang menggunakan asas dekonsentrasi perlu dirubah menjadi asas tugas pembantuan. Dengan ini birokrasi pusat tetap memegang keputusan-keputusan strategis sementara birokrasi di daerah (kabupaten) memiliki keleluasaan baik dalam proses perencanaan maupun dalam penggunaan sumberdaya yang ada untuk 127

6 pelaksanaan pemberdayaan nelayan melalui sertifikasi hak atas tanah. Sementara Propinsi dan Kantor Pertanahan tetap bisa melakukan tugas dan fungsinya masing-masing. Melalui asas ini pula diharapkan terjadi penyederhanaan mekanisme kerja sehingga pemecahan masalah dan pengambilan keputusan bisa dilakukan dengan tepat dan cepat. 4. Pembuatan kartu nelayan perlu dipercepat sebagai identifikasi profesi nelayan agar program-program perikanan tangkap termasuk program sertifikasi hak atas tanah nelayan ini lebih tepat sasaran. 5. Diperlukan penelitian lanjutan tentang sejauh mana resistensi elit lokal (pengambak dan elit nelayan lain) terhadap program pemberdayaan semacam sertifikasi tanah nelayan ini. Bagaimana peran dan posisi mereka selanjutnya dalam pembangunan masyarakat nelayan setelah program ini mencapai tujuannya? 6. Selain itu, penelitian lain yang perlu ditindaklanjuti adalah apakah program sertifikasi tanah semacam ini telah turut memperlancar proses peralihan kepemilikan tanah nelayan kepada pemilik modal? Sinergisitas dan program pemberdayaan seperti apa yang cocok untuk membendungnya? 128