Bab II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Biofouling Biofouling adalah akumulasi secara bertahap organisme dalam air seperti ganggang, bakteri, kerang, dan protozoa pada sebuah permukaan struktur peralatan bawah air, struktur pipa, struktur lambung kapal dan lain-lain yang dapat menimbulkan sifat korosi dari struktur yang ditumbuhinya, sehingga dapat membuat gangguan dari struktur dan sistem peralatan tersebut (dictionary.reference.com, 2009). Selain gangguan korosi dan gangguan struktur, biofouling juga menyebabkan penurunan efisiensi bagian yang bergerak (dictionary.babylon.com, 2009) dan kerugian dalam siklus air pendingin industri besar dan pembangkit listrik (wikipedia.org, 2009) Biofouling terbagi menjadi 2 kategori (wikipedia.org, 2009) : 1. Micro biofouling Terbentuknya lapisan fouling berbentuk biofilm pada permukaan struktur material peralatan akibat organisme berskala kecil seperti bakteri, protozoa dan lain-lain tumbuh dan berkembang-biak dalam suatu komunitas. 2. Macro biofouling Terbentuknya lapisan fouling pada permukaan struktur material peralatan akibat organisme berskala besar seperti kerang, tritip, ganggang, rumput laut, karang dan lain-lain tumbuh dan berkembang-biak dalam suatu komunitas. 6

2 Gambar II.1. Tritip (Balanus Amphitrite) II.1.1 Karakteristik Perkembangan dan Pertumbuhan Micro Biofouling Micro biofouling atau biofilm terbentuk karena adanya interaksi perubahan kimia dan biologi antara permukaan logam dan air alam ketika keduanya bertemu. Interaksi itu menghasilkan deposit ion inorganik (ion yang bukan berasal dari mahluk hidup) dan kemudian menyerap substansi organik yang terlarut dalam air alam serta membentuk film dengan ketebalan berkisar 50 nm. Proses inilah yang memulai terjadinya lapisan biofouling. Kemudian lapisan film tersebut memungkinkan bakteri-bakteri yang terlarut dalam air alam untuk tumbuh dan berkoloni yang kemudian membentuk biofouling (J.K. Rice et al : 1993). Pada kasus yang lebih berat kumpulan bakteri yang berkoloni tadi (biofilm) nantinya akan menjadi substrat bagi pertumbuhan makroorganisme lain seperti tritip, kerang, ganggang dan lain-lain. Sehingga fase microfouling akan beralih menjadi fase macrofouling 7

3 Gambar II.2. Tahapan Pembentukan Biofouling (Dr R Venkatesan : 2007) Gambar II.3. Tube Condensor dan Exchanger Yang Telah Ditumbuhi Makroorganisme Perkembangan dan pertumbuhan micro biofouling dibagi menjadi 3 fase (J.K. Rice et al : 1993) : 1. Fase Induksi Pada fase ini substansi molekul organik akan menyerap deposit ion inorganik yang terjadi karena interaksi perubahan kimia dan biologi dalam air dan mulai membentuk film. Bakteri dan mikroorganisme mulai menempel pada permukaan logam (mulai terjadi pembentukan biofouling). Ketebalan lapisan biofouling pada fase ini dianggap kecil atau tidak ada 8

4 2. Fase Pertumbuhan secara Logaritmik Pada fase ini bakteri dan mikroorganisme yang terbentuk jumlahnya akan berlipat secara fungsi logaritma, dimana bakteri dapat bereproduksi dalam hitungan menit sampai dengan beberapa jam. Pertumbuhan exponensial ini akan memproduksi ribuan koloni dalam satu atau dua hari sehingga ketebalan biofouling akan juga akan meningkat secara exponensial. Ketika bakteri dan mikroorganisme mati lapisan biofouling yang terbentuk tetap akan menempel pada permukaan material 3. Fase Plateau Pada fase ini pertumbuhan bakteri akan mencapai steady-state (plateau), karena pertumbuhan bakteri akan mencapai keseimbangan akibat terkelupas oleh tekanan kecepatan aliran air. Sehingga pada fase ini ketebalan biofouling yang terbentuk bersifat konstan dengan jumlah tertentu Gambar II.4. Fase Pertumbuhan Biofouling (J.K. Rice et al : 1993) Dari semua metode pengontrolan dan pembersihan micro biofouling yang ada, metode tersebut harus memindahkan fase ke-2 atau fase ke-3 dari fase pertumbuhan biofouling, kembali menjadi fase ke-1 sebab pembersihan atau pengontrolan biofouling kembali ke fase ke-2 tidak akan memberikan dampak yang berarti karena biofouling akan kembali lagi berakumulasi dalam kurun 9

5 waktu yang singkat (fase ke-2 : akumulasi pertumbuhan biofouling akan berlipat secara exponensial). Pemutusan aliran air dalam waktu sementara tidak merubah fase pertumbuhan dan perkembangan biofouling, tetapi hanya menunda waktu pertumbuhan dengan jangka waktu yang lebih lama. Beberapa faktor yang mempengaruhi akumulasi dan pertumbuhan biofouling adalah (J.K. Rice et al : 1993) : 1. Kondisi permukaan logam Dari pengamatan yang pernah dilakukan pertumbuhan dan akumulasi biofouling lebih banyak terjadi pada kondisi permukaan material yang kasar dibandingkan dengan permukaan material yang lebih halus atau datar 2. Kualitas air Kualitas air yang mengandung banyak mikroorganisme dan nutrisi akan lebih mempercepat akumulasi pertumbuhan biofouling dibandingkan dengan kualitas air dengan kandungan mikroorganisme dan nutrisi yang lebih rendah 3. Kecepatan aliran air Peningkatan kecepatan aliran air akan meningkatkan tekanan kelupas bagi pembentukan biofouling, tetapi yang perlu ditekankan adalah bahwa kecepatan aliran dalam kebanyakan condensor dan exchanger didisain pada kecepatan yang spesifik tanpa dapat diubah. 10

6 Gambar II.5. Pertumbuhan Biofouling Terhadap Fungsi Kecepatan Air (Dr R Venkatesan : 2007) 4. Temperature air Biofouling pada umumnya terjadi ketika musim panas, ini disebabkan karena meningkatnya nutrisi pada air dalam musim panas dalam jumlah besar. Dari hasil ujicoba yang dilakukan oleh EPRI terdapat korelasi yang significant antara akumulasi biofouling dengan kenaikan temperature air, dimana terjadi kecenderungan peningkatan akumulasi biofouling pada temperature air antara 15 o C 40 o C. Sementara pada temperature diatas 40 o C akumulasi pertumbuhan biofouling cenderung terhambat 11

7 Gambar II.6. Korelasi Pertumbuhan Biofouling dengan Peningkatan Temperature Air (J.K. Rice et al : 1993) 5. Material logam Material condensor dan exchanger yang umum dipakai seperti copper-nickel, titanium, stainless steel dan brass juga mempengaruhi akumulasi pertumbuhan biofouling. Dari ujicoba yang dilakukan EPRI terhadap ke-empat material tersebut didapatkan hasil dengan ranking sebagai berikut : Tabel II.1. Korelasi Pertumbuhan Biofouling dengan Jenis Material (J.K. Rice et al : 1993) No. Material Akumulasi Biofouling 1 Copper-Nickel Slowest Biofouling 2 Brass 3 Titanium 4 Stainless Steel Fastest Biofouling 12

8 Senyawa dari copper merupakan racun bagi bakteri sehingga pada senyawa ini akumulasi pertumbuhan biofouling bersifat paling lambat. Walaupun coppernickel dan brass mempunyai karakteristik akumulasi pertumbuhan biofouling yang lambat, tetapi material ini mempunyai tingkat rata-rata korosi yang lebih tinggi dibanding material lain, sehingga degradasi transfer panas yang terjadi menjadi lebih tinggi karena adanya faktor tambahan dari korosi tersebut. II.1.2 Metode Pengontrolan Biofouling Metode pengontrolan dan pembersihan biofouling pada condensor dan exchanger terbagi menjadi 2 metode : 1. Metode secara kimia dan 2. Metode secara mekanik. Metode secara kimia dilakukan dengan cara menginjeksikan sejumlah bahan kimia yang berfungsi sebagai racun bagi organisme dalam air agar organisme tersebut tidak dapat ditumbuh ditempat yang tidak diharapkan. Secara umum injeksi bahan kimia dilakukan pada sistim PLTU adalah menginjeksi bahan kimia melalui sisi inlet air pendingin pada condensor dan exchanger. Dosis injeksi yang dilakukan tergantung kepada kebutuhan sistim masing-masing dengan mengacu kepada regulasi lingkungan setempat. Mengingat dampak negatif dari penggunaan dosis injeksi bahan kimia yang berlebihan adalah rusaknya ekosistem perairan setempat. Sementara jika dosis injeksi kurang dari yang dibutuhkan akan mengakibatkan kegagalan pada pencegahan pertumbuhan biofouling (William Edward Garrett, Jr, et al : 1995). Kelemahan dari metode ini dalam pengontrolan biofouling adalah tidak mampu membersihkan lapisan biofouling atau biofilm yang telah terbentuk pada dinding 13

9 tube condensor dan exchanger. Hal ini karena biofouling yang sempat terbentuk dari organisme yang sebelumnya hidup, masih akan tetap ada dan menempel pada dinding tube condensor dan exchanger (J.K. Rice et al : 1993). Secara singkatnya metode ini hanya efektif untuk mengontrol atau mencegah pertumbuhan organisme agar tidak membentuk biofouling atau lapisan film baru. Bahan kimia yang umumnya dipakai dalam metode pengontrolan biofouling adalah senyawa yang berbasis chlorine (seperti sodium hypochlorite, hypochlorous acid dan hypochlorite ion), berbasis bromine (seperti hypobromous acid dan hypobromite ion) dan chlorine dioxide. Metode pengontrolan dan pembersihan biofouling secara mekanik dibagi menjadi 2 kategori : 1. Metode On-line. Metode pengontrolan dan pembersihan biofouling dimana tidak memerlukan shutdown peralatan dari sistim kerjanya. Metode on-line yang umum dipakai adalah ball system dan cage system. 2. Metode Off-line. Metode pengontrolan dan pembersihan biofouling yang memerlukan shutdown peralatan dari sistim kerjanya. Metode off-line yang umum dipakai adalah jet cleaner dan rotating cleaner. Secara singkat cara kerja dari pengontrolan dan pembersihan dengan metode online ball system dan cage system adalah sebagai berikut : 1. Bola dan cage diinjeksi pada sisi inlet air pendingin. Bola-bola (ball) dan cage (kapsul) yang terbuat dari sponge dengan ukuran lebih besar 1 mm 2 mm dari diameter tube condensor dan exchanger dilepaskan pada sisi air masuk pendingin yang kemudian akan hanyut bersama aliran air pendingin. 14

10 2. Bola dan cage membersihkan dinding tube Ketika sampai pada tube condensor dan exchanger bola dan kapsul sponge ikut masuk kedalam tube. Tekanan aliran air pendingin akan memaksa bola dan kapsul tersebut untuk bergerak maju membersihkan dinding tube condensor dan exchanger. 3. Bola dan cage akan ditangkap dan dikumpulkan. Setelah keluar dari tube bola dan kapsul sponge akan ditangkap oleh sistem penangkap bola atau kapsul (collector) untuk dialirkan lagi pada sisi air masuk pendingin sebelumnya atau akan digunakan kembali pada proses pembersihan tube berikutnya selama bola dan cage masih mempunyai diameter yang dipersyaratkan. Gambar II.7. Sistim Ball Cleaning pada Condensor dan Exchanger Kelemahan dari metode ini adalah dari pengalaman memperlihatkan bahwa distribusi ball atau cage tidaklah sama / merata untuk setiap seksi dari luas area tube yang akan dibersihkan. Sehingga akibat dari distribusi ball atau cage yang tidak merata tadi mengakibatkan ada tube yang dibersihkan secara terus-menerus atau bahkan tidak terbersihkan sama sekali (J.K. Rice et al : 1993). 15

11 Gambar II.8. Prediksi Frekwensi Kerapatan Bola Pembersih Tube dalam Area Condensor (J.K. Rice et al : 1993) Secara singkat cara kerja dari pengontrolan dan pembersihan dengan metode offline mekanik adalah sebagai berikut : 1. Mematikan kerja peralatan Mematikan kerja peralatan yang akan dilakukan pembersihan, dalam hal ini jika condensor atau exchanger yang akan dibersihkan maka sistim pembangkit harus stop operasi, tetapi jika sistim pembangkit memiliki konfigurasi condensor atau exchanger ganda maka pembersihan dapat dilakukan dengan cara mematikan kerja kondensor atau exchanger bergantian sehingga sistim PLTU dapat tetap berjalan, tetapi hanya beroperasi dengan separuh beban maksimum. 2. Membersihkan tube Membersihkan tube dilakukan dengan cara memasukkan projectil tubecleaner pada setiap tube kemudian menembak projectil tersebut dengan 16

12 tekanan angin, air atau kombinasi angin-air untuk memaksa projectil bergerak maju membersihkan tube. Sementara untuk pembersihan tube dengan kondisi fouling yang lebih berat (macroorganisme seperti tritip telah tumbuh dalam tube) digunakan rotating cleaner yang menggunakan tenaga penggerak berputar semacam mesin bor dengan dilengkapi kepala pembersih tube untuk membersihkan tube. Gambar II.9. Air / Water Jet Cleaner Gambar II.10. Rotating Cleaner II.2 Unit Pembangkit Muara Karang (UP Muara Karang) PLTU Muara Karang berada dalam naungan operasi dan pemeliharaan UP Muara Karang (Unit Pembangkit Muara Karang) yang merupakan bagian dari usaha PT PJB (PT Pembangkitan Jawa-Bali) dalam bidang penyediaan tenaga listrik. 17

13 Dalam operasi dan pemeliharaannya sehari-hari, selain mengoperasikan dan memelihara PLTU Muara Karang, UP Muara Karang juga mengelola PLTGU Muara Karang. UP Muara Karang pertama kali beroperasi tepatnya tahun 1979, yang saat itu masih bernama PLN Sektor Muara Karang dan berada dibawah naungan PLN KJB (Perusahaan Listrik Negara Pembangkitan Jawa Bagian Barat) dengan mengoperasikan PLTU #1 dengan kapasitas 100 MW. Sampai dengan saat ini UP Muara Karang masih dipercaya untuk mengelola operasi dan pemeliharaan 9 pembangkit yang menjadi tanggung-jawabnya, dengan total kapasitas terpasang MW dan dengan produksi listrik rata-rata sebesar Gwh pertahun. Listrik yang dihasilkan oleh UP Muara Karang dipasok untuk kebutuhan area DKI Jakarta dan sekitarnya terutama bagi kepentingan-kepentingan vital di Jakarta seperti Istana Presiden, Gedung MPR/DPR, Bandara International Soekarno-Hatta dan lain-lain, melalui transmisi tegangan tinggi 150 Kv. Selain memasok area DKI Jakarta dan sekitarnya, listrik yang diproduksi UP Muara Karang juga turut mendukung beban se Jawa-Bali melalui SUTET 500 Kv, dimana listrik yang disalurkan melalui jaringan 150 Kv akan dinaikkan tegangannya menjadi 500 Kv pada Gardu Induk Gandul. Adapun type dan kapasitas pembangkit, serta tahun operasi pembangkit yang sampai saat ini masih dikelola UP Muara Karang adalah sebagai berikut : 18

14 Tabel II.2 Type Pembangkit UP Muara Karang Type Pembangkit Unit Kapasitas Terpasang (MW) Bahan Bakar Mulai Operasi PLTU PLTGU MFO 20 Feb MFO 28 Feb MFO 28 Jun MFO / Gas 26 Nov MFO / Gas 7 Jun 1982 GT Gas 26 okt 1992 (Open Cycle) 1995 (Combined Cycle) GT Gas 26 okt 1992 (Open Cycle) 1995 (Combined Cycle) GT Gas 26 okt 1992 (Open Cycle) 1995 (Combined Cycle) ST (Combined Cycle) Kapasitas Total 1210 Lokasi UP Muara Karang sendiri berada di teluk Jakarta, tepatnya berada di Jl Raya Pluit Utara No. 2A, Penjaringan Jakarta Utara. II.2.1 Sistim PLTU Muara Karang Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa PLTU Muara Karang terdiri dari 2 type yang berbeda yaitu yang berkapasitas 100 MW dan 200 MW, tetapi secara prinsip pola kerja untuk membangkitkan tenaga listrik dari kedua type PLTU itu adalah sama. Perbedaan yang siginificant dari ke-2 type tersebut terletak pada sistim boiler yang dipakai, dan turbin yang digunakan. Boiler unit pembangkit 100 MW menggunakan konfigurasi burner front wall dengan 3 elevasi, sementara boiler unit pembangkit 200 MW menggunakan burner konfigurasi diagonal dengan 4 elevasi dilengkapi dengan sistim reheater (pemanas uap bekas turbin HP). Turbin yang digunakan pada unit pembangkit type 100 MW menggunakan 2 stage turbin yaitu HP (High Pressure) turbin dan LP (Low Pressure) turbin. Sementara untuk 19

15 unit pembangkit type 200 MW menggunakan 3 stage turbin yaitu HP turbin, IP (Immediate Pressure) turbin dan LP turbin. Stack Air Heater HP Turbine IP Turbine LP Turbine Generator FD Fan Boiler Fuel Pump Condensor Deaerator HP Heater LP Heater Circulating Water Pump Boiler Feed Pump Gambar II.11. Sistim PLTU Type Unit Pembangkit 4,5 Cond. Pump Air Laut Gambar II.12. Sistim PLTU Type Unit Pembangkit 1,2,3 20

16 II.2.2 Sistim Pendingin PLTU Muara Karang Sistim air pendingin utama PLTU Muara Karang merupakan suatu sistim air pendingin yang berjenis once-through cooling water system. Dimana air pendingin yang diambil berasal dari perairan laut dan setelah berfungsi mendinginkan condensor PLTU, air tersebut dibuang kembali ke perairan laut. Pada suatu sistem PLTU, air pendingin utama (Main Cooling Water) merupakan suatu bagian fungsi yang penting dari fungsi-fungsi yang bekerja dalam suatu sistim PLTU. Fungsi ini bekerja langsung untuk mendinginkan condesor PLTU serta bekerja secara cascade (bertingkat) dengan sistim air pendingin siklus tertutup (Closed Cooling Water) melalui HE (Heat Exchanger) untuk mendinginkan peralatan-peralatan yang bekerja dalam sistim PLTU (motor-motor penggerak, minyak pelumas, gas pendingin generator). Sebelum digunakan sebagai sarana air pendingin, air tersebut dinjeksi sodium hypochlorite yang dihasilkan oleh hypochlorite plant dan dilakukan pada kanal intake air pendingin masuk untuk setiap pompa pendingin utama (Ciculating Water Pump). Untuk unit pembangkit 1, 2 dan 3 dengan kapasitas setiap pembangkit 100 MW, air pendingin utama dilayani oleh 1 unit pompa pendingin utama untuk setiap unit pembangkit, sedangkan untuk unit 4 dan 5 dengan kapasitas setiap pembangkit 200 MW, air pendingin utama dilayani oleh 2 unit pompa pendingin utama untuk setiap unit pembangkit. 21

17 Gambar II.13. Typical Flow Diagram Sistim Pendingin Utama PLTU Muara Karang Spesifikasi pompa air pendingin utama untuk unit pembangkit #1, #2 dan #3 : Nama : Circulating Water Pump Type Pompa : 60MN-MP Type Motor : MKB-R Manufacture : Melco-Nagasaki Jumlah : 4 buah Total Head : 20,4 m Putaran : 326 rpm Kapasitas : L/menit ( m3/jam) Power Rating : 770 kw, 4 kv, 145 A Spesifikasi pompa air pendingin utama untuk unit pembangkit #4 dan #5 : Nama : Circulating Water Pump Type Pompa : 54MN-MP Type Motor : FKB-R Manufacture : Melco-Nagasaki 22

18 Jumlah : 5 buah Total Head : 11,8 m Putaran : 424 rpm Kapasitas : L/menit ( m3/jam) Power Rating : 710 kw, 4 kv, 131 A II.2.3 Sistim dan Operasi Hypochlorite Plant PLTU Muara Karang Hypochlorite Plant adalah suatu sistim peralatan yang digunakan untuk mengelektrolisa Sodium Chloride (NaCl) yang terkandung dalam air laut untuk dijadikan Sodium Hypochlorite (NaOCl) yang kemudian diinjeksikan kembali ke air laut. Tujuan dari adanya sistim peralatan ini adalah untuk mencegah tumbuhnya lapisan biologis (biofouling) yang dapat menjadi substrat (dasar untuk tumbuh) bagi makroorganisme seperti kijing, tritip, kerang, ganggang dan rumput laut untuk tumbuh pada permukaan material yang bersinggungan dengan air laut. Pertumbuhan organisme laut ini dapat mengurangi koefisien perpindahan panas, korosi, penurunan aliran dan tekanan dan bahkan penyumbatan pada pipa. Prinsip dasar dari Hypochlorite Plant yaitu dengan melewatkan air laut melalui dua logam bertegangan yang berfungsi sebagai elektroda, sehingga terjadi reaksi pembentukkan Sodium Hypochlorite (NaOCl) dari Sodium Chloride (NaCl) yang terdapat pada air laut. Pada umumnya air laut mengandung 3% Sodium Chloride (NaCl) dari ph rata-rata air laut 8. Sistim Hypochlorite Plant yang dimiliki oleh PLTU Muara Karang adalah sistim generator hypochlorite plant type plate-electrolyzer merk Daiki type 15WL-12 yang mulai beroperasi sejak tahun 1982 bersamaan dengan mulai beroperasinya PLTU #4 dan #5. Proses kerja dari Hypochlorite Plant tersebut adalah sebagai berikut : 1. Air laut dialirkan dengan menggunakan pompa Sea Water Supply 2. Kotoran-kotoran yang terbawa pada air laut disaring dengan menggunakan dua filter (strainer) secara cascade (bertingkat). Penyaringan pertama 23

19 menggunakan filter dengan lubang sebesar 2 mm yang bekerja manual, dan penyaringan kedua menggunakan filter dengan lubang 0,5 mm yang bekerja secara automatic. 3. Air laut dielektrolisa dengan electrolizer yang terdiri dari pelat anoda dan katoda yang tersusun secara paralel sebanyak 15 pasang pada setiap cell, dengan konfigurasi setiap cell dihubungkan secara seri terhadap aliran air laut (untuk setiap modul terdapat 12 cell) untuk menghasilkan Sodium Hypochlorite (NaOCl). 4. Gas hydrogen sebagai hasil sampingan dari proses elektrolisa dibuang melalui tangki Dehydrogen. 5. Sodium Hypochlorite (NaOCl) yang dihasilkan diinjeksikan pada air laut yang akan digunakan dalam proses. Secara sederhana, Hypochlorite Plant dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar II.14. Ilustrasi sederhana Hypochlorite Plant Elektroda yang terpasang pada Hypochlorite Plant berupa pelat Titanium (Ti) sebagai anoda dan 316 Stainless Steel sebagai katoda. Adapun reaksi kimia pada proses elektrolisa adalah sebagai berikut: NaCl + H 2 O + 2e NaOCl + H 2 24

20 Dengan rincian reaksi sebagai berikut: 2NaCl 2Na + + 2Cl - Reaksi pada Anoda : 2Cl - Cl 2 + 2e Reaksi pada Katoda : 2Na+ + 2H 2 O + 2e 2NaOH + H 2 Reaksi pada Electrolizer : 2NaOH + Cl 2 NaCl + NaOCl + H 2 O Peralatan utama dalam sistim Hypochlorite Plant adalah : 1. Sea Water Supply Pump Jenis : Vertical Centrifugal Pump Jumlah : 2 buah Kapasitas : 220 m 3 /jam Total Head : 40 m Motor : 3 phase, 380 V, 50 Hz, 45 kw, rpm 2. Manual Strainer Jenis Jumlah Kapasitas Diameter mesh : Basket : 2 buah : 220 m 3 /jam : 2 mm 3. Automatic Backwash Strainer Jenis : Skid Mounted Jumlah : 1 buah Kapasitas : 220 m 3 /jam Diameter mesh : 0,5 mm Motor : 3 phase, 380 V, 50 Hz, 0,2 kw, rpm 4. Electrolyzer Unit Jenis Jumlah : Daiki 15WL-12 : 4 modul : 12 cell setiap modul : 15 pasang electrode setiap cell 25

21 Kapasitas Out Minimum Input : kg/hari atau 64,6 kg/jam setara Cl 2 (Chlorine) permodul pada arus A : 55 m 3 /jam air laut 5. Controlled Power Supply Unit Jenis : Six (6) phase half wave Thyristor Output Control Jumlah : 4 set Input Rated : 3 phase, 416 V, 50 Hz Output Rated : 212,1 kw (max 300 kw) 48 VDC (max 60 VDC) A (max 5000 A) 100% continous output rating 6. Dehydrogen Drum Jenis : Silinder Vertikal Jumlah : 4 buah Kapasitas : 55 m 3 /jam Jumlah sodium hypochlorite yang dihasilkan oleh Hypochlorite Plant dapat dihitung dengan rumus berikut (Daiki Engineering Co. Ltd : 1982) : 10 Dimana : Q : Aliran air laut masuk tiap modul (m3/hour) C : Konsentrasi sodium hypochlorite keluar tiap modul (mg/l) II. 1 Pengoperasian hypochlorite plant yang mengacu pada manual book adalah dengan menginjeksikan sodium hypochlorite secara kontinu pada sisi intake air pendingin masuk untuk setiap pompa pendingin utama yang beroperasi dengan mengontrol konsentrasi residual chlorine pada outpool air pendingin utama 0,1 ppm (1 ppm = 1 mg/l). Hal ini berdasarkan penelitian penggunaan injeksi sodium 26

22 hypochlorite pada pembangkit-pembangkit listrik di Jepang pada waktu itu (Daiki Engineering Co. Ltd : 1984). Sementara menurut Electric Power Research Institute (EPRI), injeksi sodium hypochlorite tergantung kepada site pembangkit masing-masing, dimana dosisnya tergantung kepada kualitas air pendingin yang akan diinjeksi, tetapi konsentrasi residual chlorine pada outpool air pendingin tidak boleh melebihi 0,5 ppm jika air pendingin tersebut dikembalikan langsung ke perairan (harus mengalami treatment terlebih dahulu). Secara umum injeksi yang diperkenankan adalah jika konsentrasi residual chlorine (TRC / Total Residual Chlorine) pada outpool air pendingin berada dalam kisaran 0,2 ppm (J.K. Rice et al : 1993). Standard baku mutu untuk perairan laut di wilayah DKI Jakarta sesuai dengan SK Gubernur No.582 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai / Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, telah menetapkan bahwa batasan kadar chlorine bebas (FRC / Free Residual Chlorine) yang dapat dibuang adalah maksimum 1 ppm. Sebagai catatan bahwa : TRC = FRC + CRC Dimana : TRC = Total Residual Chlorine FRC = Free Residual Chlorine CRC = Combined Residual Chlorine (II.2) II.3 Biaya Dampak Biofouling Biaya dampak biofouling pada pembangkit tenaga listrik terbagi menjadi 2 komponen (J.K. Rice et al : 1993) : 1. Biaya dampak biofouling yang menyebabkan terjadinya degradasi (penurunan) performa condensor dan exchanger 2. Biaya dampak biofouling yang menyebabkan adanya kehilangan kesempatan untuk berproduksi dan biaya energi pengganti (replacement power cost). 27

23 II.3.1 Biaya Degradasi Performa Condensor dan Exchanger Biofouling yang telah terjadi pada condensor akan menyebabkan degradasi performa condensor, dimana akan timbul kerugian kerja turbin akibat tidak terbuangnya panas uap dengan baik. Menurunnya kerja turbin itu diakibatkan adanya tekanan balik (back-pressure) condensor terhadap laju uap masuk turbin yang semakin membesar, sebanding dengan meningkatnya temperature air kondensasi dari uap bekas pemutar turbin yang tidak dapat didinginkan secara baik. Kerugian kerja turbin ini diasosiasikan sebagai energi yang seharusnya dapat dikonversi sebagai energi listrik atau dengan kata lain ada energi bahan bakar yang yang terbuang. Sehingga biaya kerugian yang timbul adalah biaya kerugian energi yang harus dibayar untuk menggantikan energi yang hilang akibat biofouling yang diasosiasikan sebagai energi yang hilang dalam setara satuan bahan bakar. 28

24 Gambar II.15. Kerugian Back-Pressure Condensor dengan Fungsi Kehilangan Beban dan Kehilangan Pendapatan Gambar II.15 memperlihatkan sebuah contoh kerugian akibat back pressure condensor yang meningkat terhadap fungsi kehilangan beban dan kehilangan pendapatan yang telah dilakukan penelitiannya pada sebuah pembangkit berkapasitas 525 MW (Intek, Common Condenser Problems : 2008) dengan menggunakan software PEPSE (Performance Evaluation of Power System Efficiencies) Sementara pada exchanger biofouling menyebabkan kerugian transfer panas dikarenakan adanya tambahan resitansi panas dari lapisan biofouling pada plate atau tube exchanger. 29

25 Gambar II.16. Equivalent Penambahan Tahanan Panas akibat Biofouling Ilustrasi gambar II.16. menggambarkan bahwa penambahan ketebalan media transfer panas yang dianalogikan dalam rangkaian listrik sebagai resistan yang dihubungkan seri, sementara temperature yang akan ditransimisikan dianalogikan sebagai arus yang mengalir (DOE Fundamentals Handbook : 1992). Dengan kondisi tersebut maka panas yang seharusnya dapat diserap oleh air pendingin dalam exchanger akan berkurang. Selisih panas yang terjadi ketika exchanger berada dalam kondisi bersih dari biofouling dan ketika berada dalam keadaan mengalami biofouling adalah merupakan kerugian panas yang terjadi, yang kemudian kerugian panas tersebut diasosiasikan sebagai energi yang hilang dalam setara satuan bahan bakar II.3.2 Biaya Kehilangan Kesempatan Berproduksi dan Biaya Energi Pengganti Ketika degradasi performance condensor dan exchanger telah mencapai suatu titik, dimana pengoperasian condensor dan exchanger secara terus-menerus dengan kondisi tersebut tidak mungkin dilakukan maka condensor dan exchanger harus dishutdown sebagian atau seluruhnya untuk dilakukan pembersihan tube condensor dan exchanger. 30

26 Dampak dari shutdown condensor dan exchanger ketika akan dilakukan pembersihan adalah adanya kehilangan kesempatan untuk bekerja atau berproduksi. Sebagai contoh kasus : konfigurasi sistim pendingin utama yang dimiliki PLTU Muara Karang (gambar II.13) memperlihatkan bahwa ketika terjadi shutdown exchanger untuk dilakukan pembersihan maka harus dilakukan shutdown sebagian condensor (walaupun condensor tidak akan dilakukan pembersihan). Hal ini berarti bahwa pekerjaan pembersihan tube condensor dan exchanger yang akan dilakukan baik pada exchanger maupun condensor akan mengakibatkan kehilangan kesempatan untuk berproduksi. Jika pada suatu titik kondisi dimana pembersihan tube condensor dan exchanger harus dilakukan pada kondisi penuh (seluruh condensor harus di out servis), maka akan timbul biaya energi pengganti (replacement power cost). Pada kondisi ini pembangkit akan berhenti berproduksi tetapi pemakaian listrik untuk beberapa bagian peralatan pembangkit akan tetap akan timbul seperti penerangan dalam area pembangkit, supply power pada konsol operasi, supply power bagi motor-motor fan pendingin, dan lain-lain. Sehingga pada kondisi ini posisi pembangkit adalah sebagai pembeli energi listrik. II.4 Analisis Biaya dan Manfaat (Cost & Benefit Analysis) Dalam setiap pembangunan dan pengembangan proyek selalu mempertimbangkan apa keuntungan yang diperoleh dari investasi proyek yang ditanam. Keuntungan tersebut dapat berupa peningkatan efisiensi maupun peningkatan efektifitas. Keduanya baik efisiensi maupun efektifitas bisa terjadi dalam berbagai bentuk. Secara umum keuntungan dalam keuntungan sebuah proyek dapat dibagi menjadi 2 bentuk besar yaitu : 1. Tangible benefits dan 2. Intangible benefits. 31

27 Tangible benefits adalah keuntungan yang dapat secara langsung dikuantifikasi hasilnya sementara intangible benefits adalah keuntungan tidak dapat dikuantifikasi secara langsung. Tangible benefits dapat dihitung dengan pendekatan komponen biaya seperti : 1. Hidden cost (biaya tak nampak). Merupakan biaya tersembunyi yang merupakan biaya tidak jelas dan muncul pada suatu bagian tertentu sebagai dampak dari pembangunan atau pengembangan proyek. Biaya operasional dan perawatan yang tak terduga seperti biaya entertaiment merupakan hidden costs. 2. Opportunity cost (biaya kesempatan). Merupakan besarnya keuntungan yang didapat bila sejumlah dana tersebut diinvestasikan ke bidang lain. Hal ini penting menjadi pertimbangan apakah investasi lebih menguntungkan daripada investasi ke bisnis utama atau disimpan ke dalam bank. 3. Time value of money (nilai waktu dari uang). Konsep nilai waktu dari uang mengacu pada fakta bahwa nilai uang saat ini akan lebih berharga bila dibandingkan dengan nilai uang di masa akan datang. Ide nilai waktu dari uang di didasarkan pada arus kas terdiskon dan merupakan metode penting dalam mengevaluasi suatu investasi. 4. Discounted cash flow (arus kas terdiskon). Merupakan suatu cara untuk mengoperasionalkan konsep nilai waktu dari uang. Pemotongan arus kas ini dilakukan setiap tahun selama investasi tersebut masih memberikan keuntungan. 5. Rate of return (tarif kembalian) dan Cost of capital (biaya modal). Tarif kembalian dan biaya modal merupakan dua istilah yang sering digunakan dalam perhitungan arus kas terdiskon. Apapun itu namanya, tarif kembalian atau biaya modal merupakan angka yang dipakai untuk 32

28 menunjukkan tingkat pengembalian modal yang harus dicapai. 6. Economic life (umur ekonomis). Merupakan suatu periode yang dipercaya bahwa investasi tersebut dapat menjadi efektif dan dapat memberikan keuntungan selama masa proyek beroperasi / berjalan. Sementara Intangible benefits dapat dihitung dengan pendekatan komponen manfaat (efektifitas) seperti (Gatot Prabantoro, 2009) : 1. Manfaat pengurangan biaya 2. Manfaat pengurangan kesalahan 3. Manfaat peningkatan kecepatan aktivitas 4. Dan manfaat lain yang dapat dikomparasi Pada penelitian ini akan membahas kelayakan suatu proyek dari alternative rehabilitasi sistim hypochlorite plant PLTU Muara Karang diutamakan dari sisi kelayakan ekonomis dan manfaat dengan menggunakan parameter : 1. Metode Total Cost of Ownership (TCO) 2. Rate Of Return (ROR) 3. Net Present Value (NPV) II.4.1 Total Biaya Kepemilikan (Total Cost of Ownership) Pengertian tentang Total Cost of Ownership (TCO) merupakan salah satu teknik analisis investasi yang menjadi faktor penentu pemilihan investasi. TCO adalah penjumlahan semua kategori biaya, baik itu biaya implementasi maupun biaya operasional dari proyek yang akan dibangun atau dikembangkan. Menghitung TCO adalah dengan menjumlahkan semua biaya implementasi dan biaya operasional selama kepemilikan proyek berjalan. Rumus : TCO = {(Biaya Investasi) + (Biaya Operasi) + (Biaya Pemeliharaan)} (II.3) 33

29 II.4.2 Return On Investment (ROI) Return of investment (ROI) didefinisikan sebagai hasil bagi antara annual profit dengan tingkat investasi. 0 1 dimana : I 0 = Jumlah investasi awal N = Tahun investasi CF = Cash flow setiap tahun (tingkat pengembalian pertahun) i = Percentage tingkat suku bunga II. 4 dalam excell digunakan :,, II.4.3 Net Present Value (NPV) Net Present Value (PV) menunjukkan nilai suatu total investasi dimasa yang akan datang dengan nilai ditarik pada saat sekarang 1 Dimana : NPV = Nilai sekarang dari cash flow CF = Cash flow pertahun i = Suku bungan investasi N = Tahun investasi II. 5 adalah dalam excell :,, 34

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Unit Pembangkit Muara Karang (UP Muara Karang), sebagai salah satu unit pengelola pembangkit listrik yang berada dibawah naungan PT PJB dalam mengelola pembangkit yang

Lebih terperinci

Bab V Analisis Hasil Pengolahan Data

Bab V Analisis Hasil Pengolahan Data Bab V Analisis Hasil Pengolahan Data V.1 Analisis Kondisi Hypochlorite Plant PLTU Muara Karang Dalam analisis penelitian sistim hypochlorite plant PLTU Muara Karang ini dilakukan analisis terhadap beberapa

Lebih terperinci

BAB II PROFIL UNIT PEMBANGKITAN MUARA KARANG

BAB II PROFIL UNIT PEMBANGKITAN MUARA KARANG BAB II PROFIL UNIT PEMBANGKITAN MUARA KARANG 2.1 Gambaran Umum Unit pembangkit Muara Karang dioperasikan pertama kali pada tahun 1979. Pada awalya dikelola oleh PT Pembangkit dan Penyaluran Jawa Bagian

Lebih terperinci

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai STEAM TURBINE POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai PENDAHULUAN Asal kata turbin: turbinis (bahasa Latin) : vortex, whirling Claude Burdin, 1828, dalam kompetisi teknik tentang sumber daya air

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian III.1 Diagram Alir Penelitian Secara garis besar metode penelitian yang akan digunakan dalam proyek akhir ini adalah metode mengukur sample produk yang dihasilkan oleh generator

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA Muara Karang Steam Power Plant : Instruction Book For Hypochlorite Generation Equipment Volume I

DAFTAR PUSTAKA Muara Karang Steam Power Plant : Instruction Book For Hypochlorite Generation Equipment Volume I DAFTAR PUSTAKA 1. Daiki Engineering Co. Ltd, Tokyo & Osaka, Japan, Muara Karang Steam Power Plant : Instruction Book For Hypochlorite Generation Equipment Volume I, Black & Veatch International Consulting

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN

BAB II PROFIL PERUSAHAAN BAB II PROFIL PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Unit Pembangkitan Muara Karang, dioperasikan pertama kali pada tahun 1979 oleh PLN Pembangkitan dan Penyaluran Jawa bagian barat (PLN KJB) yang dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PLTGU Grati merupakan pembangkitan tenaga listrik yang dimiliki oleh PT. Indonesia Power yang beroperasi dengan combined cycle pada blok satu (GT 3x100.75 MW dan ST

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK

BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK 3.1 Konfigurasi PLTGU UBP Tanjung Priok Secara sederhana BLOK PLTGU UBP Tanjung Priok dapat digambarkan sebagai berikut: deaerator LP Header Low pressure HP header

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DATA. Pusat Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) Muara Karang terletak ditepi pantai

BAB III PENGUMPULAN DATA. Pusat Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) Muara Karang terletak ditepi pantai BAB III PENGUMPULAN DATA 3.1. PLTU Muara Karang. Pusat Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) Muara Karang terletak ditepi pantai Teluk Jakarta, di Muara Karang. Kapasitas terpasang total PLTU Muara Karang sebesar

Lebih terperinci

Steam Power Plant. Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU

Steam Power Plant. Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU Steam Power Plant Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU Siklus dasar yang digunakan pada Steam Power Plant adalah siklus Rankine, dengan komponen utama boiler, turbin

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN. Start. Preventive Maintenance. Kelainan Temperatur. N Pembongkaran PHE. Y Perbaikan. Pencucian.

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN. Start. Preventive Maintenance. Kelainan Temperatur. N Pembongkaran PHE. Y Perbaikan. Pencucian. 37 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Alur Proses Perbaikan Plate Heat Exchanger Start Preventive Maintenance Kelainan Temperatur Penggantian Equipment baru N Pembongkaran PHE Y Perbaikan Pencucian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PLTU 3 Jawa Timur Tanjung Awar-Awar Tuban menggunakan heat. exchanger tipe Plate Heat Exchanger (PHE).

BAB I PENDAHULUAN. PLTU 3 Jawa Timur Tanjung Awar-Awar Tuban menggunakan heat. exchanger tipe Plate Heat Exchanger (PHE). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Heat Exchanger adalah alat penukar kalor yang berfungsi untuk mengubah temperatur dan fasa suatu jenis fluida. Proses tersebut terjadi dengan memanfaatkan proses perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PLTU merupakan sistem pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan energi panas bahan bakar untuk diubah menjadi energi listrik dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol No. 2 Mei 214; 65-71 ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1 Anggun Sukarno 1) Bono 2), Budhi Prasetyo 2) 1)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori PLTGU atau combine cycle power plant (CCPP) adalah suatu unit pembangkit yang memanfaatkan siklus gabungan antara turbin uap dan turbin gas. Gagasan awal untuk

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA ANALISA SISTEM KONTROL LEVEL DAN INSTRUMENTASI PADA HIGH PRESSURE HEATER PADA UNIT 1 4 DI PLTU UBP SURALAYA. Disusun Oleh : ANDREAS HAMONANGAN S (10411790) JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA

Lebih terperinci

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES digilib.uns.ac.id BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES 3.1. Spesifikasi Alat Utama 3.1.1 Mixer (NH 4 ) 2 SO 4 Kode : (M-01) : Tempat mencampurkan Ammonium Sulfate dengan air : Silinder vertical dengan head

Lebih terperinci

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Pratama Akbar 4206 100 001 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS PT. Indonesia Power sebagai salah satu pembangkit listrik di Indonesia Rencana untuk membangun PLTD Tenaga Power Plant: MAN 3 x 18.900

Lebih terperinci

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI, 2009 POTENSI ENERGI PANAS BUMI Indonesia dilewati 20% panjang dari sabuk api "ring of fire 50.000 MW potensi panas bumi dunia, 27.000 MW

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing : Ir. Teguh Yuwono Ir. Syariffuddin M, M.Eng. Oleh : ADITASA PRATAMA NRP :

Dosen Pembimbing : Ir. Teguh Yuwono Ir. Syariffuddin M, M.Eng. Oleh : ADITASA PRATAMA NRP : STUDI PENENTUAN KAPASITAS MOTOR LISTRIK UNTUK PENDINGIN DAN PENGGERAK POMPA AIR HIGH PRESSURE PENGISI BOILER UNTUK MELAYANI KEBUTUHAN AIR PADA PLTGU BLOK III (PLTG 3x112 MW & PLTU 189 MW) UNIT PEMBANGKITAN

Lebih terperinci

BUKU V SISTEM ALAT BANTU

BUKU V SISTEM ALAT BANTU BUKU V SISTEM ALAT BANTU TUJUAN PELAJARAN : Setelah mengikuti pelajaran ini peserta mampu memahami sistem alat bantu sesuai dengan kebutuhan pengoperasian sistem air pendingin serta prosedur perusahaan.

Lebih terperinci

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG 1. SIKLUS PLTGU 1.1. Siklus PLTG Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG Proses yang terjadi pada PLTG adalah sebagai berikut : Pertama, turbin gas berfungsi

Lebih terperinci

Apa itu PLTU? Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik.

Apa itu PLTU? Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Apa itu PLTU? Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah Generator

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1 SPESIFIKASI TURBIN Turbin uap yang digunakan pada PLTU Kapasitas 330 MW didesain dan pembuatan manufaktur dari Beijing BEIZHONG Steam Turbine Generator Co., Ltd. Model

Lebih terperinci

Memahami sistem pembangkitan tenaga listrik sesuai dengan sumber energi yang tersedia

Memahami sistem pembangkitan tenaga listrik sesuai dengan sumber energi yang tersedia Memahami sistem pembangkitan tenaga listrik sesuai dengan sumber energi yang tersedia Memahami konsep penggerak mula (prime mover) dalam sistem pembangkitan tenaga listrik Teknik Pembangkit Listrik 1 st

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-137 Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure Ryan Hidayat dan Bambang

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK SIRUP MALTOSA BERBAHAN DASAR TAPIOKA KAPASITAS TON/TAHUN

PRARANCANGAN PABRIK SIRUP MALTOSA BERBAHAN DASAR TAPIOKA KAPASITAS TON/TAHUN 1 PRARANCANGAN PABRIK SIRUP MALTOSA BERBAHAN DASAR TAPIOKA KAPASITAS 25000 TON/TAHUN O l e h : Anita Hadi Saputri NIM. L2C 007 009 Ima Winaningsih NIM. L2C 007 050 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Studi Pembangunan PLTU 2x60 MW di Kabupaten Pulang Pisau berkaitan dengan Krisis Energi di Kalimantan Tengah

Studi Pembangunan PLTU 2x60 MW di Kabupaten Pulang Pisau berkaitan dengan Krisis Energi di Kalimantan Tengah Studi Pembangunan PLTU 2x60 MW di Kabupaten Pulang Pisau berkaitan dengan Krisis Energi di Kalimantan Tengah oleh: Alvin Andituahta Singarimbun 2206 100 040 DosenPembimbing 1: Ir. Syarifuddin M, M.Eng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik. Adapun pembangkit listrik yang umumnya digunakan di Indonesia yaitu

BAB I PENDAHULUAN. listrik. Adapun pembangkit listrik yang umumnya digunakan di Indonesia yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bertambahnya perindustrian di Indonesia menyebabkan peningkatan kebutuhan listrik. Untuk mengatasi hal tersebut maka saat ini pemerintah berupaya untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PLTU adalah suatu pembangkit listrik dimana energi listrik dihasilkan oleh generator yang diputar oleh turbin uap yang memanfaatkan tekanan uap hasil dari penguapan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PERANCANGAN PABRIK AMMONIUM CHLORIDE PROSES AMMONIUM SULFAT-SODIUM CHLORIDE KAPASITAS PRODUKSI 35. TON/TAHUN Oleh : Agnes Ayunda N.U. NIM. L2C819 Heru Cahyana

Lebih terperinci

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi listrik terus-menerus meningkat yang disebabkan karena pertumbuhan penduduk dan industri di Indonesia berkembang dengan pesat, sehingga mewajibkan

Lebih terperinci

Analisa Biaya Manfaat Penerapan Power Management System Pada PT Petrokimia Gresik. Awang Djohan Bachtiar

Analisa Biaya Manfaat Penerapan Power Management System Pada PT Petrokimia Gresik. Awang Djohan Bachtiar Analisa Biaya Manfaat Penerapan Power Management System Pada PT Petrokimia Gresik Awang Djohan Bachtiar 9105205402 Pendahuluan Profil PT Petrokimia Gresik. Penjelasan singkat Mengapa butuh power monitoring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kebutuhan energi listrik pada zaman globalisasi ini, Indonesia melaksanakan program percepatan pembangkitan listrik sebesar 10.000 MW dengan mendirikan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Suspensi Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT

Prarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Suspensi Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT BAB III SPESIFIKASI ALAT 1. Tangki Penyimpanan Spesifikasi Tangki Stirena Tangki Air Tangki Asam Klorida Kode T-01 T-02 T-03 Menyimpan Menyimpan air Menyimpan bahan baku stirena monomer proses untuk 15

Lebih terperinci

Pengoperasian pltu. Simple, Inspiring, Performing,

Pengoperasian pltu. Simple, Inspiring, Performing, Pengoperasian pltu PERSIAPAN COLD START PLTU 1. SISTEM AUXILIARY STEAM (UAP BANTU) FUNGSI : a. Menyuplai uap ke sistem bahan bakar minyak pada igniter untuk mengabutkan bahan bakar minyak (Atomizing sistem).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini, hampir semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

TUGAS PERANCANGAN PABRIK METHANOL DARI GAS ALAM DENGAN PROSES LURGI KAPASITAS TON PER TAHUN

TUGAS PERANCANGAN PABRIK METHANOL DARI GAS ALAM DENGAN PROSES LURGI KAPASITAS TON PER TAHUN EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PERANCANGAN PABRIK METHANOL DARI GAS ALAM DENGAN PROSES LURGI KAPASITAS 230000 TON PER TAHUN Oleh: ISNANI SA DIYAH L2C 008 064 MUHAMAD ZAINUDIN L2C

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PRARANCANGAN PABRIK SIRUP MALTOSA BERBAHAN DASAR TAPIOKA KAPASITAS TON PER TAHUN

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PRARANCANGAN PABRIK SIRUP MALTOSA BERBAHAN DASAR TAPIOKA KAPASITAS TON PER TAHUN EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PRARANCANGAN PABRIK SIRUP MALTOSA BERBAHAN DASAR TAPIOKA KAPASITAS 30000 TON PER TAHUN Disusun Oleh : Gita Lokapuspita NIM L2C 008 049 Mirza Hayati

Lebih terperinci

BAB II PROFIL UNIT PEMBANGKIT PLTU MUARA KARANG

BAB II PROFIL UNIT PEMBANGKIT PLTU MUARA KARANG BAB II PROFIL UNIT PEMBANGKIT PLTU MUARA KARANG 2.1 Gambaran Umum PLTU ( Pusat Listrik Tenaga Uap ) merupakan salah satu unit pembangkitan energi listrik yang menggunakan system turbin uap yang dibangun

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN VACUUM PADA SAAT BACKWASH CONDENSER TERHADAP HEAT RATE TURBIN DI PLTU

PENGARUH PENURUNAN VACUUM PADA SAAT BACKWASH CONDENSER TERHADAP HEAT RATE TURBIN DI PLTU PENGARUH PENURUNAN VACUUM PADA SAAT BACKWASH CONDENSER TERHADAP HEAT RATE TURBIN DI PLTU Imron Rosyadi 1*, Dhimas Satria 2, Cecep 3 1,2,3 JurusanTeknikMesin, FakultasTeknik, Universitas Sultan AgengTirtayasa,

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS (PLTG)

MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS (PLTG) MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS (PLTG) Di Susun Oleh: 1. VENDRO HARI SANDI 2013110057 2. YOFANDI AGUNG YULIO 2013110052 3. RANDA MARDEL YUSRA 2013110061 4. RAHMAT SURYADI 2013110063 5. SYAFLIWANUR

Lebih terperinci

BAB III SPESIFIKASI TRANSFORMATOR DAN SWITCH GEAR

BAB III SPESIFIKASI TRANSFORMATOR DAN SWITCH GEAR 38 BAB III SPESIFIKASI TRANSFORMATOR DAN SWITCH GEAR 3.1 Unit Station Transformator (UST) Sistem PLTU memerlukan sejumlah peralatan bantu seperti pompa, fan dan sebagainya untuk dapat membangkitkan tenaga

Lebih terperinci

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGER DI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGER DI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 10 No. 3 September 2014; 78-83 ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGER DI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON F. Gatot Sumarno, Slamet

Lebih terperinci

STUDI PADA PENGARUH FWH7 TERHADAP EFISIENSI DAN BIAYA KONSUMSI BAHAN BAKAR PLTU DENGAN PEMODELAN GATECYCLE

STUDI PADA PENGARUH FWH7 TERHADAP EFISIENSI DAN BIAYA KONSUMSI BAHAN BAKAR PLTU DENGAN PEMODELAN GATECYCLE SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI PADA PENGARUH FWH7 TERHADAP EFISIENSI DAN BIAYA KONSUMSI BAHAN BAKAR PLTU DENGAN PEMODELAN GATECYCLE Disusun oleh : Sori Tua Nrp : 21.11.106.006 Dosen pembimbing : Ary Bacthiar

Lebih terperinci

BIAYA MODAL/ CAPITAL COST BIAYA TETAP (O & M)

BIAYA MODAL/ CAPITAL COST BIAYA TETAP (O & M) BIAYA MODAL/ CAPITAL COST Biaya modal pertahun adalah biaya investasi pembangunan pembangkit tenaga listrik dikalikan dengan faktor penyusutan Biaya modal / Capital Cost (CC) dirumuskan sebagai berikut

Lebih terperinci

TUGAS PERANCANGAN PABRIK FORMALDEHID PROSES HALDOR TOPSOE KAPASITAS TON / TAHUN

TUGAS PERANCANGAN PABRIK FORMALDEHID PROSES HALDOR TOPSOE KAPASITAS TON / TAHUN XECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PERANCANGAN PABRIK FORMALDEHID PROSES HALDOR TOPSOE KAPASITAS 100.000 TON / TAHUN Oleh: Dewi Riana Sari 21030110151042 Anggun Pangesti P. P. 21030110151114

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Turbin uap berfungsi untuk mengubah energi panas yang terkandung. menghasilkan putaran (energi mekanik).

BAB I PENDAHULUAN. Turbin uap berfungsi untuk mengubah energi panas yang terkandung. menghasilkan putaran (energi mekanik). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Turbin uap adalah suatu penggerak mula yang mengubah energi potensial menjadi energi kinetik dan energi kinetik ini selanjutnya diubah menjadi energi mekanik dalam

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA TURBIN YANG DIHASILKAN DAN EFISIENSI TURBIN UAP PADA UNIT 1 DAN UNIT 2 DI PT. INDONESIA POWER UBOH UJP BANTEN 3 LONTAR

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA TURBIN YANG DIHASILKAN DAN EFISIENSI TURBIN UAP PADA UNIT 1 DAN UNIT 2 DI PT. INDONESIA POWER UBOH UJP BANTEN 3 LONTAR ANALISIS PERHITUNGAN DAYA TURBIN YANG DIHASILKAN DAN EFISIENSI TURBIN UAP PADA UNIT 1 DAN UNIT 2 DI PT. INDONESIA POWER UBOH UJP BANTEN 3 LONTAR Jamaludin, Iwan Kurniawan Program Studi Teknik mesin, Fakultas

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRARANCANGAN PABRIK ETIL ASETAT PROSES ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS H 2 SO 4 KAPASITAS 18.000 TON/TAHUN Oleh : EKO AGUS PRASETYO 21030110151124 DIANA CATUR

Lebih terperinci

TUGAS PRA PERANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI DISTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT (DALMS) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI KAPASITAS 100.

TUGAS PRA PERANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI DISTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT (DALMS) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI KAPASITAS 100. EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PRA PERANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI DISTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT (DALMS) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI KAPASITAS 100.000 TON/TAHUN Oleh: RUBEN

Lebih terperinci

TES TERTULIS. 1. Terkait Undang-Undang RI No 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Bab XI Pasal 2 apa kepanjangan dari K2 dan berikut tujuannya?

TES TERTULIS. 1. Terkait Undang-Undang RI No 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Bab XI Pasal 2 apa kepanjangan dari K2 dan berikut tujuannya? TES TERTULIS KODE UNIT : KTL.PO.20.111.02 JUDUL UNIT : Mengoperasikan Peralatan Air Condensate (1) NAMA : JABATAN : UNIT KERJA : TANDA TANGAN : Tes tertulis ini berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan pemahaman

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI Dosen Pembimbing : Ir. Joko Sarsetiyanto, MT Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Oleh

Lebih terperinci

PENGOPERASIAN OPTIMUM SISTEM TENAGA LISTRIK

PENGOPERASIAN OPTIMUM SISTEM TENAGA LISTRIK PENGOPERASIAN OPTIMUM SISTEM TENAGA LISTRIK Ontoseno Penangsang Text Book : Power Generation Operation and Control Allen J. Wood & Bruce F. Wollenberg Power System Analysis Hadi Saadat INTRODUCTION Acquaint

Lebih terperinci

MODUL 5A PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU)

MODUL 5A PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) MODUL 5A PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) Definisi dan Pengantar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan energi panas dari uap (steam) untuk memutar turbin

Lebih terperinci

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG 2007-2016 Dari keterangan pada bab sebelumnya, dapat dilihat keterkaitan antara kapasitas terpasang sistem pembangkit dengan

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK AMMONIUM NITRAT PROSES STENGEL KAPASITAS TON / TAHUN

PRARANCANGAN PABRIK AMMONIUM NITRAT PROSES STENGEL KAPASITAS TON / TAHUN EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRARANCANGAN PABRIK AMMONIUM NITRAT PROSES STENGEL KAPASITAS 60.000 TON / TAHUN MAULIDA ZAKIA TRISNA CENINGSIH Oleh: L2C008079 L2C008110 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGAMATAN & ANALISA

BAB IV HASIL PENGAMATAN & ANALISA BAB IV HASIL PENGAMATAN & ANALISA 4.1. Spesifikasi Main Engine KRI Rencong memiliki dua buah main engine merk Caterpillar di bagian port dan starboard, masing-masing memiliki daya sebesar 1450 HP. Main

Lebih terperinci

Kata Kunci : PLC, ZEN OMRON, HP Bypass Turbine System, pompa hidrolik

Kata Kunci : PLC, ZEN OMRON, HP Bypass Turbine System, pompa hidrolik Makalah Seminar Kerja Praktek SIMULASI PLC SEDERHANA SEBAGAI RESPRESENTASI KONTROL POMPA HIDROLIK PADA HIGH PRESSURE BYPASS TURBINE SYSTEM Fatimah Avtur Alifia (L2F008036) Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

MODUL V-C PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU)

MODUL V-C PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU) MODUL V-C PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU) DEFINISI PLTGU PLTGU merupakan pembangkit listrik yang memanfaatkan tenaga gas dan uap. Jadi disini sudah jelas ada dua mode pembangkitan. yaitu pembangkitan

Lebih terperinci

ANALISA HEAT RATE DENGAN VARIASI BEBAN PADA PLTU PAITON BARU (UNIT 9)

ANALISA HEAT RATE DENGAN VARIASI BEBAN PADA PLTU PAITON BARU (UNIT 9) EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 10 No. 1 Januari 2014; 23-28 ANALISA HEAT RATE DENGAN VARIASI BEBAN PADA PLTU PAITON BARU (UNIT 9) Agus Hendroyono Sahid, Dwiana Hendrawati Program Studi Teknik Konversi

Lebih terperinci

Oleh : Pressa Perdana S.S Dosen Pembimbing Ir. Syarifuddin Mahmudsyah, M.Eng - Ir. Teguh Yuwonoi -

Oleh : Pressa Perdana S.S Dosen Pembimbing Ir. Syarifuddin Mahmudsyah, M.Eng - Ir. Teguh Yuwonoi - STUDI PEMANFAATAN BIOMASSA AMPAS TEBU (DAN PERBANDINGAN DENGAN BATU BARA) SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP 1X3 MW DI ASEMBAGUS, KABUPATEN SITUBONDO (STUDI KASUS PABRIK GULA ASEMBAGUS)

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI TERMODINAMIKA PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI

BAB III APLIKASI TERMODINAMIKA PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI BAB III APLIKASI TERMODINAMIKA PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap

Lebih terperinci

V. SPESIFIKASI ALAT. Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan

V. SPESIFIKASI ALAT. Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan V. SPESIFIKASI ALAT Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan pabrik furfuril alkohol dari hidrogenasi furfural. Berikut tabel spesifikasi alat-alat yang digunakan.

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP ( PLTU ) UNIT 3 DAN 4 GRESIK

ANALISIS KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP ( PLTU ) UNIT 3 DAN 4 GRESIK Wahana Teknik Vol 02, Nomor 02, Desember 2013 Jurnal Keilmuan dan Terapan teknik Hal 70-80 ANALISIS KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP ( PLTU ) UNIT 3 DAN 4 GRESIK Wardjito, Sugiyanto

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS Gambar 4.1 Lokasi PT. Indonesia Power PLTP Kamojang Sumber: Google Map Pada gambar 4.1 merupakan lokasi PT Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Kamojang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman. mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman. mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang digunakan sebagai penggerak mula dari generator

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1. Uraian Proses Proses pembuatan natrium nitrat dengan menggunakan bahan baku natrium klorida dan asam nitrat telah peroleh dari dengan cara studi pustaka dan melalui pertimbangan

Lebih terperinci

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI Kode Unit : JPI.KE01.001.01 STANDAR KOMPETENSI Judul Unit: Menerapkan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMANSI KONDENSOR DENGAN KAPASITAS AIR PENDINGIN M 3 /JAM DI PT PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LABUHAN ANGIN LAPORAN TUGAS AKHIR

ANALISA PERFORMANSI KONDENSOR DENGAN KAPASITAS AIR PENDINGIN M 3 /JAM DI PT PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LABUHAN ANGIN LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA PERFORMANSI KONDENSOR DENGAN KAPASITAS AIR PENDINGIN 22082 M 3 /JAM DI PT PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LABUHAN ANGIN LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK UREA FORMALDEHID PROSES FORMOX KAPASITAS TON / TAHUN

PRARANCANGAN PABRIK UREA FORMALDEHID PROSES FORMOX KAPASITAS TON / TAHUN EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRARANCANGAN PABRIK UREA FORMALDEHID PROSES FORMOX KAPASITAS 44.000 TON / TAHUN MURTIHASTUTI Oleh: SHINTA NOOR RAHAYU L2C008084 L2C008104 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

PLTU (PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP)

PLTU (PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP) PLTU (PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP) I. PENDAHULUAN Pusat pembangkit listrik tenaga uap pada saat ini masih menjadi pilihan dalam konversi tenaga dengan skala besar dari bahan bakar konvensional menjadi

Lebih terperinci

SOLUSI SUPLAI AIR PENDINGIN UNTUK KOMPLEK INDUSTRI PADAT DI TEPI PANTAI Oleh: Muchlis Nugroho Pasaman&Soeparman Chemical Engineer, PT

SOLUSI SUPLAI AIR PENDINGIN UNTUK KOMPLEK INDUSTRI PADAT DI TEPI PANTAI Oleh: Muchlis Nugroho Pasaman&Soeparman Chemical Engineer, PT SOLUSI SUPLAI AIR PENDINGIN UNTUK KOMPLEK INDUSTRI PADAT DI TEPI PANTAI Oleh: Muchlis Nugroho Pasaman&Soeparman Chemical Engineer, PT Latar Belakang Lokasi pabrik PT. Kaltim Parna Industri (produsen ammonia)

Lebih terperinci

Permasalahan. - Kapasitas terpasang 7,10 MW - Daya mampu 4,92 MW - Beban puncak 31,75 MW - Defisit daya listrik 26,83 MW - BPP sebesar Rp. 1.

Permasalahan. - Kapasitas terpasang 7,10 MW - Daya mampu 4,92 MW - Beban puncak 31,75 MW - Defisit daya listrik 26,83 MW - BPP sebesar Rp. 1. STUDI PEMBANGUNAN PLTU MAMUJU 2X7 MW DITINJAU DARI ASPEK TEKNIS, EKONOMI DAN LINGKUNGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL SULAWESI BARAT Yanuar Teguh Pribadi NRP: 2208100654 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM 10.000 MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA OLEH : MUHAMMAD KHAIRIL ANWAR 2206100189 Dosen Pembimbing I Dosen

Lebih terperinci

ANALISIS PENGOPERASIAN SPEED DROOP GOVERNOR SEBAGAI PENGATURAN FREKUENSI PADA SISTEM KELISTRIKAN PLTU GRESIK

ANALISIS PENGOPERASIAN SPEED DROOP GOVERNOR SEBAGAI PENGATURAN FREKUENSI PADA SISTEM KELISTRIKAN PLTU GRESIK ANALISIS PENGOPERASIAN SPEED DROOP GOVERNOR SEBAGAI PENGATURAN FREKUENSI PADA SISTEM KELISTRIKAN PLTU GRESIK Oleh : Patriandari 2206 100 026 Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Ontoseno Penangsang, M.Sc, PhD.

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PRA RANCANGAN PABRIK KIMIA

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PRA RANCANGAN PABRIK KIMIA EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PRA RANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PRA RANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET KAPASITAS 34.000 TON/TAHUN DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI O l e h : Agustina Leokristi R

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR KONDENSOR

BAB III TEORI DASAR KONDENSOR BAB III TEORI DASAR KONDENSOR 3.1. Kondensor PT. Krakatau Daya Listrik merupakan salah satu anak perusahaan dari PT. Krakatau Steel yang berfungsi sebagai penyuplai aliran listrik bagi PT. Krakatau Steel

Lebih terperinci

Rancang Bangun Pembangkit Listrik dengan Sistem Konversi Energi Panas Laut (OTEC)

Rancang Bangun Pembangkit Listrik dengan Sistem Konversi Energi Panas Laut (OTEC) Rancang Bangun Pembangkit Listrik dengan Sistem Konversi Energi Panas Laut (OTEC) Oleh : Andhika Pratama Yassen (4303 100 029) Dosen Pembimbing: Ir. Arief Suroso, M.Sc Ir. Mukhtasor M.Eng. Ph.D OTEC atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Skema Oraganic Rankine Cycle Pada penelitian ini sistem Organic Rankine Cycle secara umum dibutuhkan sebuah alat uji sistem ORC yang terdiri dari pompa, boiler, turbin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Listrik merupakan salah satu energi yang sangat dibutuhkan oleh manusia pada era modern ini. Tak terkecuali di Indonesia, negara ini sedang gencargencarnya melakukan

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo

Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo B117 Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo Raditya Satrio Wibowo dan Prabowo Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Energi Alamraya Semesta adalah PLTU yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Batubara yang digunakan adalah batubara jenis bituminus

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III

LAPORAN TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III ANALISIS PENGARUH PARAMETER AIR PENDINGIN KONDENSOR (AIR LAUT) TERHADAP PERFORMANSI KONDENSOR PADA TEKANAN 8KPa DI PT PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LABUHAN ANGIN LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang cukup penting bagi manusia dalam kehidupan. Saat ini, hampir setiap kegiatan manusia membutuhkan energi

Lebih terperinci

BAB V STUDI POTENSI. h : ketinggian efektif yang diperoleh ( m ) maka daya listrik yang dapat dihasilkan ialah :

BAB V STUDI POTENSI. h : ketinggian efektif yang diperoleh ( m ) maka daya listrik yang dapat dihasilkan ialah : BAB V STUDI POTENSI 5.1 PERHITUNGAN MANUAL Dari data-data yang diperoleh, dapat dihitung potensi listrik yang dapat dihasilkan di sepanjang Sungai Citarik. Dengan persamaan berikut [23]: P = ρ x Q x g

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya perindustrian di Indonesia menyebabkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya perindustrian di Indonesia menyebabkan peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bertambahnya perindustrian di Indonesia menyebabkan peningkatan kebutuhan listrik, untuk mengatasi hal ini maka pemerintah Indonesia melaksanakan kegiatan percepatan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRA-RANCANGAN PABRIK MODIFIED TAPIOCA STARCH DENGAN PROSES ASETILASI KAPASITAS 10.000 TON/TAHUN O l e h : Bhagus Alfiyan Ni Wayan Santi Dewi NIM. L2C008023

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena serta hubungan-hubunganya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena serta hubungan-hubunganya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, definisi dari penelitian kuantitatif itu sendiri adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PERANCANGAN PABRIK VERMIKOMPOS DENGAN PROSES KOMPOSISASI Oleh: AYU NASTITI WIDIYASA BAYU HADI ENGGO SAPUTRA L2C607009 L2C607013 JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

PRESENTASI P3 SKRIPSI PENENTUAN PARAMETER TURBIN GAS UNTUK PENAMBAHAN HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR DAN PENINGKATAN PERFORMA PADA BLOK 2 PLTGU GRATI

PRESENTASI P3 SKRIPSI PENENTUAN PARAMETER TURBIN GAS UNTUK PENAMBAHAN HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR DAN PENINGKATAN PERFORMA PADA BLOK 2 PLTGU GRATI PRESENTASI P3 SKRIPSI PENENTUAN PARAMETER TURBIN GAS UNTUK PENAMBAHAN HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR DAN PENINGKATAN PERFORMA PADA BLOK 2 PLTGU GRATI Nama : Afrian Syaiibrahim Kholilulloh NRP : 42 09 100

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya perindustrian di Indonesia menyebabkan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya perindustrian di Indonesia menyebabkan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bertambahnya perindustrian di Indonesia menyebabkan meningkatnya kebutuhan listrik. Untuk mengatasi hal ini, maka pemerintah melaksanakan kegiatan percepatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern ini, Indonesia sudah banyak mengembangkan kegiatan pendirian unit -

BAB I PENDAHULUAN. modern ini, Indonesia sudah banyak mengembangkan kegiatan pendirian unit - BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bertambahnya perindustrian di Indonesia menyebabkan peningkatan kebutuhan listrik. Untuk mengatasi hal ini, maka pemerintah Indonesia melaksanakan kegiatan percepatan

Lebih terperinci

ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU. Bambang Setyoko * ) Abstracts

ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU. Bambang Setyoko * ) Abstracts ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU Bambang Setyoko * ) Abstracts Heat Recovery Steam Generator ( HRSG ) is a construction in combine cycle with gas turbine and

Lebih terperinci

BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES 34 BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES 3.1. Tangki Tangki Bahan Baku (T-01) Tangki Produk (T-02) Menyimpan kebutuhan Menyimpan Produk Isobutylene selama 30 hari. Methacrolein selama 15 hari. Spherical

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Lembar Pengesahan... ii. Kata Pengantar... iv. Daftar Isi... v. Daftar Tabel... ix. Daftar Gambar...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Lembar Pengesahan... ii. Kata Pengantar... iv. Daftar Isi... v. Daftar Tabel... ix. Daftar Gambar... v vi vii DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... v Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... xii Intisari... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Pendirian

Lebih terperinci