V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Keberadaan Ruang Terbuka Publik Berdasarkan sejarah, perkembangan Kota Tua Jakarta berawal dari sebuah noktah yaitu Sunda Kelapa yang jatuh ke tangan Pangeran Jayakarta dari Kesultanan Banten dan membangun kota Jayakarta yang kemudian dihancurkan oleh VOC. VOC akhirnya membangun kota jiplakan Amsterdam dan menempatkan pusat pemerintahan di sekitar kawasan Taman Fatahillah sekarang. Pada perkembangan selanjutnya grid-grid yang dibentuk oleh kanalkanal pada akhir abad 18 dinyatakan tidak sehat karena timbul wabah malaria dan pes yang dahsyat, seiring dengan pergantian pemerintahan, maka Benteng Kasteel Batavia kemudian dihancurkan oleh Daendles, yang kemudian difungsikan untuk menimbun kanal-kanal yang sudah dangkal dan lambat arusnya Seiring dengan perkembangan kota, maka keberadaan dari ruang terbuka publik yang ada di Kota Tuapun mengalami perubahan yang kemudian akan dikaji berdasarkan beberapa periode (Lampiran 2). a. Masa Sebelum Kekuasaan VOC Kawasan Kota Tua sebagai cikal bakal kota Jakarta dibangun oleh Fatahillah, 22 Juni 1527, setelah sebelumnya berupa kota Sunda Kelapa dengan Pelabuhan Sunda Kelapa yang didirikan oleh Kerajaan Sunda Pajajaran di awal abad ke-4. Kawasan yang diganti namanya menjadi Jayakarta oleh Fatahillah, berkembang menjadi kota pelabuhan internasional di mana berbagai bangsa tinggal sehingga terbentuklah suatu budaya campuran. Satu-satunya sumber peta yang dapat dipergunakan untuk merekonstruksi morfologi kota selama kurun waktu tersebut ( ) adalah peta Ijzerman tahun 1619 (Gambar 17). Berdasarkan peta Ijzerman terlihat bahwa kota Jakarta terbentang di tepi Barat Ciliwung dengan ditandai ruang terbuka berupa alun-alun sebagai pusat kota dengan pasar di sebelah selatannya. Namun karena kota Jayakarta pada saat itu dihancurkan oleh VOC maka tidak ada sama sekali meninggalkan jejaknya.

2 46 Kampung Kiai Aria Keterangan : Alun-alun Pasar Gambar 17. Peta Keberadaan Ruang Terbuka Masa Kekuasaan Jayakarta (Sumber: Haris, 2007) b. Masa Kekuasaan VOC (Periode ) Tahun 1619 adalah mulai masuknya bangsa Belanda yang yang kemudian membangun benteng pertahanan dan membuat pemukiman untuk bangsa warga Belanda. Pada tahun Belanda mulai membangun kota bentengnya berdasarkan kota Amsterdam dengan menggunakan kanal-kanal dan jalan sebagai bagian dari ruang terbuka yang berbentuk grid. Bentuk grid ini masih berkembang dan masih bisa kita saksikan sekarang, kota Benteng Batavia membagi daerah Batavia menjadi kawasan di dalam benteng (Surjomihardjo, 2000). Perkembangan Kota Tua Jakarta mengalami perubahan yang signifikan pada masa kolonilisme Belanda. Karakter morfologi kawasan Batavia beberapa abad yang lalu kini masih dapat kita saksikan dan masih dapat kita telusuri jejaknya (Gambar 18).

3 47 JAYAKARTA, 1618 JAYAKARTA, 1619 BATAVIA, 1627 BATAVIA 1635 BATAVIA 1650 BATAVIA 1672 Gambar 18. Peta Perkembangan Kota Tua Masa Kekuasaan Jayakarta sampai VOC (Sumber: Dinas Tata Kota, 2007) Pada periode ini terdapat beberapa jenis ruang terbuka publik yaitu berupa pelabuhan, pasar, alun alun, jalan dan kanal. Javasche Kaasjes merupakan pelabuhan yang dikenal pada masa Kerajaan Jayakarta kemudian bernama Haven Kanal. Lapangan terbuka yang pada saat itu merupakan bagian dari Kastil Batavia berfungsi sebagai tempat eksekusi. Pasar yang bernama Vishmarkt sebagai tempat penjualan ikan dan kebutuhan sehari-hari. Stadhuis Plein yang sekarang disebut Taman Fatahillah merupakan pusat kota Batavia pada periode tersebut. Selain itu ruang terbuka lainnya adalah berupa jalan dengan kanal atau jalan tanpa kanal yang dibuat dengan pola tegak lurus yang saling berpotongan. Keberadaan ruang terbuka pada periode dapat dilihat pada Gambar 19.

4 48 Haven Kanaal kini Pelabuhan Sunda Kelapa Justitie Plein (Lapangan eksekusi) Vishmarkt (Pasar Ikan) de Amsterdamschegragt, (Jalan Nelayan Timur) de Heerenstraat/ de Thewater (Jalan Teh) de Leeuwinnenracht, (Jalan Kali Besar Timur 3) de Groote River, kini Jalan Kali de Nieuwpoorstraat (Jalan Pintu Besar Utara) de Hospitalstraat/ Bank Straat ( kini Jalan Bank) Buiten Niewpoort gragt, kini Jalan Pintu Besar Selatan de Prinsenstraat (Jalan Cengkeh) De Groene gedemte, (Jalan Kali Besar 2) De Tijgergragt, (Jalan Poskota dan Jalan Lada) Stadhuis Plein (Taman de Kaaimansgragt, (Jalan Kemukus) Stad Buiten gragt, (Jalan Asemka dan Jembatan Batu) Batas Zona Inti street square Gambar 19. Peta Keberadaan Ruang Terbuka Publik di Kota Tua Jakarta berdasarkan Peta Tahun 1650

5 49 Jalan utama Batavia dulu yaitu de Prinsenstraat, kini telah menjadi Jalan Cengkeh. Jalan utama ini berupa jalan yang lurus berfungsi sebagai axis yang menghubungkan Kastil Batavia di sekitar Jalan Tongkol sekarang dengan Stadhuis atau Balaikota, yang kini telah menjadi Museum Fatahillah atau Museum Sejarah. Pada Gambar 18 tampak jelas bahwa jalan-jalan di dalam kota tertutup ini dibangun lebar dan lurus, saling menyilang dengan siku-siku yang tajam. De Nieuwpoorstraat, kini telah menjadi Jalan Pintu Besar Utara tersambung terus ke utara dengan de Heerenstraat atau Jalan Teh. Pada ujung paling selatan Jalan Kali Besar Timur dulu terdapat de Hospitalstraat yang kemudian berubah menjadi Bank Straat dan hingga kini masih bernama Jalan Bank yang terletak antara gedung eks Bank Exim dan Gedung Bank Dagang Negara. Jalan-jalan di dalam kota dibangun pula di pinggir-pinggir kanal atau terusan yang cukup banyak mengalir di dalam kota Batavia (Ataladjar, 2003) Di Kota batavia sebelah timur, terdapat Jalan Lada yang kita kenal sekarang, dulu merupakan sebuah terusan yang bernama de Tijgerstraat atau Terusan Macan. Di depan Kastil Batavia, mengalir sebuah kanal bernama de Amsterdamschegragt, kini sebagiannya menjadi Jalan Nelayan Timur yang terbentang dari tepi timur Ciliwung hingga berpotongan dengan bagian utara dari de Tijgerstraat yang mengalir dari utara ke selatan. Sementara di sebelah selatannya, mengalir de Groenegragt yang lebih pendek. Di sebelah selatan Groenegragt mengalir de Leeuwinnengragt, sekitar Jalan Kunir dan Jalan Kali Besar Timur III sekarang. Kanal ini sama panjangnya dengan de Amsterdamschegragt yang terbentang dari tepi timur Ciliwung, memotong lurus de Tijgerstracht sendiri membentang dari utara ke selatan dekat dengan tembok luar kota sebelah timur. Terusan de Kaaimansgragt, sekitar Jalan Kemukus sekarang, membentang dari utara ke selatan atau sekitar Jalan Lada dan Jalan Poskota saat ini, searah dengan aliran Kali Besar (de Groote River) (Ataladjar, 2003). Sebagian besar ruang terbuka memiliki pola linier (memanjang) dengan batas-batas disepanjangnya (Kostof, 1992) berupa kanal dan jalan (street) dengan pola lurus (straight) dan lainnya berupa jalan tanpa kanal berpola lurus

6 50 (straight) seperti Jalan Cengkeh (de Prinsestraat) dan Jalan Pintu Besar Utara (de Nieuwpoorstraat). Carmona et al. menyebutkan bahwa ruang terbuka tipe street merupakan ruang tiga dimensi dengan batas-batas (bangunan) di sepanjangnya dan tipe square sebagai ruang terbuka dengan batas-batas (bangunan) di sekelilignya. Stadhuis Plein (Taman Fatahillah sekarang) sebagai ruang terbuka yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan yang dominan (dominated square) dan Pasar Ikan berupa square dengan bentuk amorf (amorphous square). Tabel 9. Karakter fisik dan Fungsi Ruang Terbuka Publik pada periode Zona Nama Ruang Terbuka Publik Masa Kolonial Nama Ruang Terbuka Publik Kini Tipe dan Karakter Fungsi Zona 1 Haven Kanal Pelabuhan Sunda Kelapa kanal-linear dermaga kapal/main point entry Pasar Ikan Baru amorphous square pasar pelelangan ikan segar Justitie Plein Lapangan dominated square tempat eksekusi eksekusi de Amsterdamche gragt Jalan Nelayan Timur kanal-jalan-lurus Sirkulasi pejalan kaki/transportasi air Zona 2 de Groote River Jalan Kali Besar Barat-Timur kanal-jalan-lurus Sirkulasi pejalan kaki/transportasi air Stadhuis Plein Taman Fatahilah dominated square pusat kegiatan de Groene gedemte Jalan Kali Besar kanal-street sirkulasi gragt Timur 2 de Leeuwinnengragt Jalan Kali Besar kanal-jalan-lurus Sirkulasi pejalan Timur 3 kaki/transportasi air - Jalan Kali Besar jalan-lurus sirkulasi Timur 4 - Jalan Kali Besar jalan-lurus sirkulasi Timur 5 de Nieuwpoorstraat Pintu Besar Utara jalan-lurus sirkulasi de Tijgergragt Jalan Poskota kanal-jalan-lurus Sirkulasi pejalan kaki/transportasi air de Tijgergragt Jalan Lada kanal-jalan-lurus Sirkulasi pejalan kaki/transportasi air de Prinse srtaat Jalan Cengkeh jalan-lurus axis, sirkulasi Bank straacht Jalan Bank jalan-lurus sirkulasi de Heerenstraat Jalan Teh jalan-lurus sirkulasi de Kaaimansgragt Jalan Kemukus kanal-jalan-lurus Sirkulasi pejalan kaki/transportasi air Kwartier straat Jalan Ketumbar jalan-lurus Sirkulasi pejalan kaki Zona 3 Buiten Tyger gragt Jalan Pintu Besar Selatan kanal-jalan-lurus Sirkulasi pejalan kaki/transportasi air Keterangan: Zona I= Sunda Kelapa, Zona 2= Zona Fatahillah, Zona 3= Zona Pecinan

7 51 c. Masa Kekuasaan Daendles (Periode ) Sejak tahun 1730-an hingga akhir abad ke-18 di Batavia terjadi perpindahan besar-besaran ke daerah yang lebih tinggi dan lebih jauh letaknya dari rawa yaitu Weltevreden (daerah sekitar Lapangan Banteng sekarang), merupakan daerah yang dipandang lebih sehat. Pada 1810 Daendles memerintahkan membongkar tembok kota, benteng dan bangunan bangunan yang ada di kota Batavia untuk membangun bangunan di Weltevreden. Hanya beberapa bangunan yang disisakan tidak dibongkar. Ruang terbuka yang awalnya terdiri dari kanal dan jalan kemudian kanal-kanal tersebut diurug demi menjaga kualitas lingkungan, hanya pola jalan yang berbentuk garis lurus yang saling tegak lurus tidak berubah. Kota inipun sempat menjadi kota mati selama kurang tebih 100 tahun (Gambar 20). bangunan tersisa street square Gambar 20. Peta Kondisi Kota Tua sekitar tahun 1870 Setelah ditinggalkan, kawasan Kota Tua pada periode akhir abad ke-19 ini menjadi kawasan yang disebut downtown (Kota Bawah) dan daerah Weltevreden sebagai Kota Atas yang kemudian dihubungkan oleh rel kereta tram dengan jalur

8 52 dari de Prinsenstraat (Jalan Cengkeh) Stadhuisplein (Taman Fatahillah) belok ke barat yaitu ke Binnen Nieuw Straat (Jalan Pintu Besar Utara) Buiten Nieuw Straat (Jalan Pintu Besar) Molenvlietvliet (Jalan Gajah Mada) Tanah Abang. Walaupun pusat pemerintahan dipindahkan ke Weltevreden (sekitar Lapangan Banteng sekarang), sebagian kantor-kantor perdagangan dan perusahaan masih tetap dipertahankan di Kota Batavia (Sejarah Kota Tua, 2007). Bagian utara didominasi oleh pelabuhan dengan fasilitas dan bangunan terkait kegiatannya (Heuken, 2000) yang kemudian disebut Sunda Kelapa. Sunda Kelapa pada periode ini berupa kanal lebar menjorok ke laut dengan daratan dan rawa-rawa, sebagai sedimentasi dari Kali Besar di sekitarnya. Pelabuhan ini masih menjadi pintu masuk (main point entry) bagi pengunjung dari arah utara, hingga selesainya Pelabuhan Tanjung Priuk pada tahun Kemudian Daendles bercita-cita agar kota yang pernah mendapat julukan Ratu dari Timur (The Queen of the East) itu kelak akan terisi dengan bangunan-bangunan baru. Oleh karena itu parit-parit ditimbun agar sumber penyakit dapat ditiadakan. d. Masa Dibangun Kembali oleh Deandles (Periode ) Selain terjadi pembongkaran tembok keliling dengan kubu-kubunya, kanal-kanal yang tadinya mengelilingi lahan rumah yang membentuk pola kotakkotak segi empat semua dihilangkan diganti dengan jalan darat. Namun demikian struktur kota abad 17 masih terlihat, antara lain pada garis-garis batas kota dan jalan-jalan kota. Kota batavia pada periode ini masih memiliki pola yang sama, kotakkotak, namun sudah tidak lagi dibentuk oleh kanal, melainkan oleh jalur-jalur jalan, yang tadinya kanal. Kali Besar menjadi sumbu membelah kota menjadi dua bagian utama, yaitu barat dan timur, menerus menyambung dengan Pelabuhan Kanal (Haven kanaal) untuk kapal-kapal kecil. Sampai dengan tahun 1903 terjadi perluasan kota terjadi ke arah selatan dengan dibangunnya Stasiun Kereta Api dan beberapa bangunan bergaya modern. Pada Gambar 21 terlihat peninggalan pada masa itu antara lain suatu lingkungan dengan sebuah taman yang sering disebut Stasiun Plein, karena berada di depan stasiun, kemudian sering disebut Taman Beos.

9 53 a b c i d e g p f h j o k m n l k l t l r s x w v u y z A Keterangan : : street : square a = Pelabuhan Sunda Kelapa b = Pasar Ikan c = Jl Tongkol d = Jl Nelayan Timur e = Jl Kali Besar Timur 1 f = Jl Kali Besar Timur 2 g = Jl Cengkeh h = Jl Teh i = Jl Kali Besar Timur-Barat j = Jl Kali Besar Timur 3 k = Jl Kali Besar timur 4 l = Jl Kali Besar Timur 5 m = Taman Fatahillah n = Jl Poskota o = Jl Ketumbar p = Jl Kemukus r = Jl Bank S = Taman Stasiun Kota t = Jl Pintu Besar Utara u = Jl Asemka v = Jl Pintu Kecil w = Jalan Perniagaan x = Jl Pekojan y = Jl Jembatan Batu z = Jl Pintu Besar Selatan A = Jalan Pancoran Gambar 21. Peta Keberadaan Ruang Terbuka Publik Periode Di sisi barat taman, yaitu di de Binnen Nieuwpoort straat (Jl. Pintu Besar Utara), terdapat berderet dari selatan ke utara: kantor Nederlandsche Handel

10 54 Maatschappij (NHM)/Museum Bank Mandiri, Javasche Bank sebagai hasil perombakan kedua (tahun 1930), sekarang Bank Indonesia Kota, kantor Nederlandsch Indische Escomto Maatschappij (NIEM) dan lain-lain. Di jalan Binnen Nieuwpoort straat (Jl. Pintu Besar Utara) yang dilalui jalur kereta api dalam kota (tram) dan berterminal di Amsterdam Poort. Stadhuis Plein (sekarang Taman Fatahillah) masih dijadikan sebagai pusat lingkungan kota Batavia. Di sekelilingnya terdapat bangunan-bangunan penting yang sudah ada pada zaman VOC, yaitu Balai Kota Batavia, hasil perombakan ketiga dan sekarang sebagai Museum Sejarah Jakarta Di sisi selatan, terdapat Raad van Justitie (Dewan Pengadilan) yang sekarang menjadi Museum Seni Rupa yang sudah ada sejak abad ke-18. Di sisi utara Stadhuis terdapat Cafe Batavia, Kantor Pos dan Telegram yang ada sejak awal abad ke-20. Kota Batavia selanjutnya sejak 1920-an cenderung berkembang menjadi kota modern dan pada tahun 1930-an sudah lebih berkembang lagi sehingga terbentuk menjadi kota kolonial modern (een modernekolonialstad). Namun pola lama antara lain adanya selasar bagian samping bawah dalam bangunan, deretan gedung di tepian jalan masih terlihat. Jalan Cengkeh, sebagai jalan utama yang pernah menjadi sumbu penghubung antara Kastil dengan Stadhuis kondisinya semakin buruk. Pada kawasan Pecinan terdapat Glodok Plein (Jalan Pancoran sekarang) yang berasal dari kata pancuran air sebagai keran tempat mengambil air (Heuken, 1997). Kawasan Pancoran menjadi pusat aktivitas masyarakat Tionghoa mengadakan perayaan besar Tionghoa. Sedangkan kawasan Pekojan merupakan kawasan yang sudah dihuni oleh komunitas Arab ditandai dengan bangunan Rumah Gedong, Masjid An-Nawier dan Langgar Tinggi yang sudah ada pada pertengahan abad ke 19. Keberadaan, karakter dan fungsi ruang terbuka publik pada periode ini dapat dilihat pada Tabel 10.

11 55 Tabel 10. Keberadaan ruang Terbuka Publik periode Zona Nama Ruang Terbuka Publik Masa Kolonial Nama Ruang Terbuka Publik Kini Tipe dan Karakter Fungsi Zona 1 Haven Kanal Pelabuhan Sunda Kelapa kanal-linear dermaga/pelabuhan kapal Pasar Ikan Baru amorphous square pasar ikan segar D Amsterdamche gragt Jalan Nelayan Timur kanal-jalan-lurus sirkulasi pejalan kaki/transportasi air Zona 2 de Groote River Jalan Kali Besar Barat-Timur kanal-jalan-lurus sirkulasi pejalan kaki/transportasi air Stadhuis Plein Taman Fatahilah dominated square pusat kegiatan De Groene gedemte Jalan Kali Besar jalan-lurus sirkulasi pejalan kaki gragt Timur 2 De Leeuwinnengragt Jalan Kali Besar Timur 3 jalan-lurus sirkulasi pejalan kaki, kendaraan - Jalan Kali Besar jalan-lurus sirkulasi pejalan kaki Timur 4 - Jalan Kali Besar jalan-lurus sirkulasi pejalan kaki Timur 5 De Nieuwpoorstraat Pintu Besar Utara jalan-lurus Sirkulasi kendaraan,tram,pejalan kaki De Tijgergragt Jalan Poskota jalan-lurus sirkulasi kendaraan/pejalan kaki De Tijgergragt Jalan Lada jalan-lurus sirkulasi pejalan kaki, kendaraan De Prinse srtaat Jalan Cengkeh jalan-lurus axis, jalur tram, sirkulasi pejalan kaki Bank straacht Jalan Bank jalan-lurus sirkulasi kendaraan,pejalan kaki De Heerenstraat Jalan Teh jalan-lurus sirkulasi kendaraan,pejalan kaki De Kaaimansgragt Jalan Kemukus jalan-lurus sirkulasi kendaraan Kwartier straat Jalan Ketumbar jalan-lurus sirkulasi pejalan kaki Stasiun Plein Taman Stasiun Oval square Peralihan moda transportasi Zona 3 Buiten Tyger gragt Jalan Pintu Besar Selatan jalan-lurus sirkulasi pejalan kaki,tram, kendaraan Jalan Jembatan batu jalan-lurus sirkulasi pejalan kaki, kendaraan Jalan Asemka jalan-lurus sirkulasi pejalan kaki, koemersil Jalan Pintu Kecil jalan-lengkung sirkulasi pejalan kaki, kendaraan Jalan Perniagaan jalan-lengkung sirkulasi pejalan kaki, kendaraaan Jalan Pancoran jalan-lengkung pasar, sirkulasi pejalan kaki, kendaraan Zona 4 Jalan Pekojan jalan-lengkung sirkulasi pejalan kaki, tempat kegiatan religi Keterangan: Zona I= Sunda Kelapa, Zona 2= Zona Fatahillah, Zona 3= Zona Pecinan

12 56 e. Masa Pasca Kemerdekaan (Periode ) Setelah Belanda ditaklukkan oleh bangsa Jepang, kota Batavia di tinggalkan oleh bangsa Belanda dan pada masa inilah kota Batavia berganti nama menjadi kota Jakarta. Pada masa pendudukan Jepang yang hanya selama tiga setengah tahun tersebut tidak banyak mengalami perubahan sampai dengan masa kemerdekaan Indonesia. Pembangunan serta pemerintahan difokuskan di pusat Kota Jakarta (sekitar Monas dan Lapangan Banteng). Sedangkan Kota Lama Jakarta kembali menjadi kota yang ditinggalkan. Selain bangunan-bangunan yang masih dalam kondisi baik seperti Balai Kota, Museum Seni Rupa, ada yang dirombak total, berkondisi buruk dan bahkan ada yang hancur. Jalan Cengkeh, sebagai jalan utama yang pernah menjadi sumbu penghubung antara Kastil dengan Stadhuis kondisinya semakin buruk Karakter Fisik, Fungsi dan Keradaan Saat Ini Berdasarkan penelusuran perkembangan ruang terbuka bersejarah, dapat diketahui keberadaan, fungsi dan karakter fisiknya hingga sekarang. yang dijelaskan per zona. a. Zona Sunda Kelapa Pada zona ini terdapat beberapa ruang terbuka yang masih ada sampai sekarang. Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai ruang terbuka yang telah ada dari masa Kerajaan Sunda-Pajajaran, keberadaannya kini masih dapat dilihat dan fungsinya masih sebagai pelabuhan bongkar muat barang. Namun kondisinya sekarang, pelabuhan ini menjadi sepi dan tidak seramai saat sebelum dibuatnya Pelabuhan Tanjung Priok. Pasar Ikan sekarang merupakan peninggalan dari Pasar Ikan yang baru dibuka pada periode , sedangkan Pasar Ikan lama (Vishmark) yang berada di bagian utara Kali Besar (Groot River) sudah tidak ada lagi. Pasar Ikan kini menjadi nama jalan yang berada di depan Museum Bahari. Kondisi Pasar Ikan kini kumuh dan kotor dengan utilitas yang memprihatinkan. Karakter ruang terbuka berupa pelabuhan (Pelabuhan Sunda Kelapa) yang masih dapat dilihat sekarang adalah polanya yang linier dan lurus berorientasi ke laut. Di Sepanjang pelabuhan berderet kapal-kapal Phinisi yang sedang berlabuh. Pasar Ikan sebagai pasar berbentuk square tidak beraturan (amorphous square)

13 57 yang berada di tepi laut juga menunjukkan orientasinya ke laut. Bangunanbangunan bekas gudang (sekarang Museum Bahari) dan menara pengawas (sekarang Menara Syahbandar) merupakan Bangunan Cagar Budaya (BCB) yang memperkuat ruang terbuka di zona ini. Jalan Tongkol merupakan ruang terbuka berupa jalan (street) yang berbentuk lengkung/tidak lurus (Carmona et al., 2003) sebagai akses yang menghubungkan jalan Cengkeh dengan kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa. Jalan Nelayan Timur berupa jalan yang berbentuk lurus sebagai peralihan dari Zona Sunda Kelapa dengan Zona Fatahillah (Gambar 22). Gambar 22. Ruang Terbuka Publik di Zona Sunda Kelapa

14 58 b. Zona Fatahillah Pada zona ini terdapat Taman Fatahillah sebagai ruang terbuka yang menjadi pusat aktivitas. Kawasan sekitar Taman Fatahillah adalah kawasan yang sudah banyak tersentuh upaya revitalisasi. Taman Fatahillah sebagai ruang publik utama telah berhasil menjadi ruang terbuka publik yang banyak dikunjungi orang dengan berbagai aktivitas seperti pengamatan edukasi, fotografi, pameran, bazar, konser dan sebagainya. Menurut Garnham (1985) ruang terbuka publik sebagai ruang terbuka yang dapat diakses dan dimanfaatkan secara spontan oleh publik secara fisik dan visual dan menurut Hakim (2002) sebagai ruang terbuka yang dimanfaatkan oleh publik dan di dalamnya mengandung unsur-unsur kegiatan. Namun karena aktivitas di Taman Fatahillah, ruang terbuka lain di sekitar Taman Fatahillah akhirnya seringkali dijadikan tempat parkir yang sebenarnya menjadi area semi pedestrian. Koridor Kali Besar telah dikenal sebagai daerah perkantoran dan perusahaan besar di jaman kolonial. Hingga kini masih banyak terdapat bangunan tua dengan estetika tinggi sebagai aset yang luar biasa sehingga kawasan ini menjadi sasaran utama revitalisasi setelah Taman Fatahillah. Secara fisik keberadaan ruang terbuka ini sudah mengalami pembenahan, hal ini dapat dilihat dari ketersediaan jalur pedestrian dan street furniturenya yang sudah memadai. Namun ruang terbuka di Kali Besar belum termanfaatkan secara optimal. Ruang selasar tepi bangunan sering digunakan bagi pihak yang tidak berkepentingan seperti pemulung dan gelandangan (Gambar 23). Gambar 23. Kondisi Jalur Pedestrian dan Selasar Bangunan di Jalan Kali Besar

15 59 Ruang terbuka lain yang berupa jalan terdiri dari Jalan Kali Besar Timur 1, Jalan Kali Besar Timur 2, Jalan Kali Besar Timur 3, Jalan Kali Besar Timur 4, Jalan Kali Besar Timur 5, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Cengkeh, Jalan Teh, Jalan Kemukus, Jalan Ketumbar, Jalan Lada, dan Jalan Bank. Taman Stasiun Kota kini masih dalam pengerjaan sebagai tempat peralihan moda transportasi busway. Keberadaan Taman Stasiun ini sekarang berupa plaza bawah tanah sehingga sudah berubah dari karakter awalnya (Gambar 24). Gambar 24. Kondisi Taman Stasiun Kota Sebelum Menjadi Plaza Bawah Tanah Zona ini didominasi oleh ruang terbuka yang berupa jalan (street) dan square (taman Fatahillah) sebagai pusat kawasan. Ruang terbuka berupa jalan (street) memiliki pola lurus (straight) yang antar jalan membentuk grid menunjukkan formalitas dalam desainnya (Gambar 25). Ruang-ruang terbuka berupa square di zona ini adalah Taman Fatahillah yang dikelilingi oleh bangunan bersejarah (dominated square) dan Taman Stasiun Kota yang berbentuk oval. Di sepanjang jalan dan sekeliling square ada zona ini dibatasi oleh dinding-dinding dengan gaya arsitektur yang unik. Menurut Carmona et al. (2003) salah satu elemen pembentuk ruang terbuka kota adalah fasade bangunan (building facades) yang terdiri dari unsur dinding (walls), kolom (column) dan bukaan (opening). Unsur dinding, kolom dan bukaan yang yang membentuk fasade bangunan di sepanjang jalan pada zona ini menghasilkan gaya/style campuran dari beberapa arsitektur kolonial dengan tropis yang disebut gaya eklektik (eclectic style) misalnya campuran gaya Neo Classic-Modern, Barouqe-Neo Classic,

16 60 Renaissance-Modern, Neo Classic-Art Deco. Sebagian besar bangunan yang terdapat pada zona ini adalah bangunan Cagar Budaya. Secara lengkap Bangunan Cagar Budaya yang berada di Zona Fatahillah dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 25. Peta Ruang Terbuka Publik pada Zona Fatahillah c. Zona Pecinan Kawasan Pecinan kini masih dihuni mayoritas masyarakat Tionghoa sebagai pusat perekonomian. Ruang terbuka dan bangunan di zona ini sebagian besar difungsikan sebagai area komersil seperti menjadi pasar dan tempat pedagang kaki lima (Gambar 26). Ruang terbuka pada zona ini terdiri dari Jalan Asemka yang berada di bawah jalan tol, Jalan Pintu Kecil, Jalan Perniagaan, Jalan Jembatan Batu, Jalan Pintu Besar Selatan dan Jalan Pancoran. Dibandingkan dengan ruang terbuka di Zona Fatahillah, ruang terbuka di zona ini memiliki pola yang tidak beraturan (amorph), artinya antar jalan tidak saling tegak lurus kecuali perpotongan antara Jalan Pintu Besar Selatan dengan Jalan Jembatan Batu dan Jalan Asemka. Jalan Pintu Besar Selatan (Buiten Nieuw

17 61 straat) sudah terbentuk dari periode awal kolonial yang berpotongan dengan Jalan Jembatan Batu dan Jalan Asemka yang awalnya berupa kanal, yaitu Stad Buitengragt (Gambar 27). Bangunan di sepanjang jalan di zona ini didominasi bangunan urban yang rapat dan beberapa bangunan cagar budaya seperti Toko Obat Lay An Tong dan Klenteng Budhi Dharma yang berada di Jalan Perniagaan. Gambar 26. Aktivitas Komersil di Jalan Pancoran Gambar 27. Peta Ruang Terbuka Publik pada Zona Pecinan d. Zona Pekojan Gambar 27. Peta Ruang Terbuka di Zona Pecinan

18 62 d. Zona Pecinan Jalan Pekojan merupakan ruang terbuka bersejarah satu-satunya jalan yang dapat mewakili zona ini sebagai bekas lokasi perkampungan Arab (Gambar 28). Walaupun kini dihuni sebagian besar oeh masyarakat Tionghoa, namun pada jalan ini masih terdapat beberapa fakta sejarah memiliki nilai penting sebagai bukti bahwa kawasan ini pernah sebagai pusat aktivitas masyarakat Islam. Peninggalan tersebut berupa bangunan rumah tinggal bergaya Mor (Rumah Gedong) dan masjid tua seperti An-Nawier dan Langgar Tinggi (Gambar 29).. Gambar 28. Peta Ruang Terbuka Publik pada Zona Pekojan Gambar 29. Bangunan Langgar Tinggi di Pekojan

19 63 Keberadaan ruang terbuka publik bersejarah pada masing-masing periode dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Keberadaan Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta Zona Nama Ruang Terbuka Publik Periode Periode Periode Periode Street Square Badan Air Batas Zona Inti Zona 1 Pelabuhan Sunda Kelapa Ada Ada Ada Ada Pasar Ikan Lama Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada (Vishmarkt) Pasar Ikan Baru Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Lapangan Eksekusi Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Jalan Tongkol Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Jalan Nelayan Timur Ada Ada Ada Ada Zona 2 Jalan Kali Besar Barat- Ada Ada Ada Ada Timur Taman Fatahilah Ada Ada Ada Ada Jalan Kali Besar Timur 1 Ada Ada Ada Ada Jalan Kali Besar Timur 2 Ada Ada Ada Ada Jalan Kali Besar Timur 3 Ada Ada Ada Ada Jalan Kali Besar Timur 4 Ada Ada Ada Ada Jalan Kali Besar Timur 5 Ada Ada Ada Ada Pintu Besar Utara Ada Ada Ada Ada Jalan Poskota Ada Ada Ada Ada Jalan Lada Ada Ada Ada Ada Jalan Cengkeh Ada Ada Ada Ada Jalan Bank Ada Ada Ada Ada Jalan Teh Ada Ada Ada Ada Taman Stasiun Kota Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Pintu Besar Utara Ada Ada Ada Ada Jalan Ketumbar Ada Ada Ada Ada Zona 3 Jalan Asemka Tidak Ada Ada Ada Ada Jalan Pintu Kecil Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Jalan Perniagaan Tidak Ada Ada Ada Ada Jalan Jembatan Batu Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Jalan Pancoran Ada Ada Ada Ada Jalan Pintu Besar Selatan Ada Ada Ada Ada Zona 4 Jalan Pekojan Tidak Ada Ada Ada Ada Keterangan: Zona 1 = Zona Sunda Kelapa, Zona 2 = Zona Fatahillah, Zona 3 = Zona Pecinan, Zona 4 = Zona Pekojan Secara spasial, keberadaan ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta dapat dilihat pada Gambar 30. Sedangkan kondisinya dapat dilihat pada Gambar 31, Gambar 32, Gambar 33 dan Gambar 34.

20 64 Gambar 30. Peta Keberadaan Ruang Terbuka Publik di Kota Tua Jakarta 1. Pelabuhan Sunda Kelapa 2. Pasar Ikan 3. Jalan Tongkol 4. Jalan Nelayan Timur Gambar 31. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Sunda Kelapa 5. Jalan Kali Besar Timur 1 6. Jalan Kali Besar Timur 2 7. Jalan Cengkeh 8. Jalan Teh 9. Jalan Kali Besar Barat-Timur 10. Jalan Kali Besar Timur 3

21 Jalan Kali Besar Timur Jalan Kali Besar Timur Taman Fatahillah 14. Jalan Poskota 15. Jalan Ketumbar 16. Jalan Kemukus 17. Jalan Lada 18. Jalan Bank 19. Taman Stasiun Kota 20. Jalan Pintu Besar Utara Gambar 32. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Fatahillah

22 Jalan Asemka 22. Jalan Pintu Kecil 23. Jalan Perniagaan 25. Jalan Jembatan Batu 26. Jalan Pintu Besar Selatan 25. Jalan Pancoran Gambar 33. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Pecinan 24. Jalan Pekojan Gambar 34. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Pekojan 5.3. Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Saat Ini di Kota Tua Jakarta Nilai integritas dari ruang terbuka publik bersejarah ditentukan berdasarkan kriteria nilai historik dan nilai estetika dan nilai fungsi yang perrhitungannya dapat dilihat pada (Lampiran 4). Penjabaran mengenai masingmasing nilai dijelaskan sebagai berikut.

23 Nilai Sejarah (Historical Value) Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kualitas kesejarahan dari ruang terbuka. Parameter penilaian terdiri dari nilai kronologis, fakta sejarah, tingkat even bersejarah, keunikan dan keutuhan dengan hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai Sejarah pada Ruang Terbuka Bersejarah Zona Sunda Kelapa Ruang Terbuka Variabel Jalan Teh R Pecinan Jalan Pancoran S Jalan Jembatan Batu S Jalan Perniagaan S Jalan Pintu Besar Selatan S Jalan Pintu Kecil R Jalan Asemka R Pekojan Jalan Pekojan S Sumber: Studi Pustaka dan Ahli dari Dinas Museum dan Kebudayaan Keterangan: NK=nilai kronologis, FS=fakta sejarah, Kl=kelangkaan, ES=even sejarah, Ku=keutuhan, N=nilai total, K = kategori (T=tinggi, jika N=13-15, S=sedang, jika N=9-12, R=rendah, jika N=5-8). Berdasarkan hasil penilaian pada Tabel 12 didapatkan beberapa ruang terbuka yang memiliki nilai sejarah tinggi, sedang dan rendah. Nilai Total NK FS Kl ES Ku N K Pelabuhan Sunda Kelapa T Pasar Ikan S Jalan Nelayan Timur R Jalan Tongkol R Fatahillah Taman Fatahilah T Jalan Kali Besar Barat-Timur T Pintu Besar Utara T Jalan Bank T Jalan Poskota T Jalan Lada S Jalan Kali Besar Timur T Jalan Kali Besar Timur T Jalan Cengkeh S Taman Stasiun Kota S Jalan Ketumbar S Jalan Kemukus S Jalan Kali Besar Timur R Jalan Kali Besar Timur R Jalan Kali Besar Timur S

24 68 a. Zona Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa termasuk ruang terbuka yang memiliki nilai historik tinggi. Hal ini dikarenakan Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki nilai kronologis tinggi dilihat dari usianya yang lebih dari 100 tahun. Keberadaan Kapal Phinisi dan aktivitas bongkar muat barang secara tradisional sebagai fakta sejarah bahwa pelabuhan tersebut pernah menjadi pelabuhan rempah-rempah tingkat internasional di masanya. Pelabuhan yang pernah menjadi pintu masuk utama (main entry point) ini termasuk memliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan pelabuhan lain yang yang ada di Jakarta. Sedangkan Pasar Ikan dan Jalan Tongkol memiliki nilai sedang, karena Pasar Ikan sudah mengalami banyak perubahan dan tidak terlalu memiliki keunikan. Sedangkan Jalan Tongkol, sebagai jalan yang baru dibuka setelah tahun 1805 mengurangi nilai kronologisnya ditambah fakta sejarah yang tidak dapat lagi dilihat di jalan ini. Jalan Nelayan Barat memiliki nilai sejarah yang rendah karena sudah banyak mengalami perubahan sehingga mengurangi nilai keutuhan. Selain itu kedua ruang terbuka tersebut juga banyak ditemui di tempat lain sehingga mengurangi nilai keunikan ruang tersebut. b. Zona Fatahillah Sebagian besar ruang terbuka pada zona ini memiliki nilai historik tinggi, seperti Taman Fatahillah, Jalan Kali Besar Barat-Timur, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Bank, Jalan Poskota, Jalan Kali Besar Timur 4 dan Kali Besar Timur 5. Ruang-ruang tersebut termasuk memiliki nilai kronologis yang tinggi karena keberadaannya sudah lebih dari 100 tahun. Even bersejarah yang pernah terjadi dapat dikatakan berskala Internasional karena pernah sebagai pusat pemerintahan pada masanya. Fakta sejarah yang ada masih banyak seperti keberadaaan bangunan tua dan bersejarah yang berada di sekitarnya, selain itu bentuk grid pada jalan juga masih tetap dipertahankan sebagai cerminan dari kota kolonial Belanda. Ruang terbuka dengan elemen-elemen bangunan para kawasan sekitar Taman Fatahillah ini termasuk langka, karena pola eklektik pada bangunan merupakan adaptasi antara arsitektur kolonial asli (klasik) dengan arsitektur tropis pada bangunan yang hampir tidak ditemukan di tempat lain. Bangunan tersebut

25 69 sebagian besar masih tergolong memiliki keutuhan yang tetap terjaga walaupun mengalami kerusakan akibat tidak berfungsinya lagi bangunan. Beberapa ruang terbuka di zona ini yang memiliki nilai sedang adalah Jalan Lada, Taman Stasiun Kota, Jalan Ketumbar, Jalan Kemukus. Ruang terbuka tersebut masih memiliki nilai kronologis yang tinggi, namun fakta sejarah tidak banyak ditemukan dan keutuhan sudah tidak terjaga. Sedangkan ruang yang memiliki nilai rendah seperti Jalan Kali Besar Timur 1, Kali Besar Timur 2, dan Jalan Teh yang memiliki jumlah fakta sejarah dan tingkat keutuhan yang rendah (Gambar 35). Gambar 35. Kondisi ruang terbuka dengan Fakta Sejarah Rendah c. Zona Pecinan Ruang-ruang terbuka pada zona ini memiliki nilai sedang dan rendah. Jalan Pancoran, Jalan Jembatan Batu, Jalan Perniagaan dan Jalan Pintu Besar Selatan termasuk dalam kategori sedang. Fakta sejarah berupa bangunan bersejarah sudah tidak banyak lagi dapat dilihat. Beberapa bangunan dengan gaya Pecinan hanya dapat dilihat pada Jalan Perniagaan. Pada Jalan Pancoran fakta sejarah yang masih dapat dilihat adalah aktivitasnya yang bernuansa Cina. Sedangkan sebagian besar bangunan sudah merupakan gaya bangunan urban sebagaimana bangunan di kota modern lain. Fakta yang masih dapat dilihat pada ruang-ruang tersebut adalah pola ruang yang tidak beraturan (amorph) dan pola bangunan yang rapat sebagai salah satu karakter kawasan Pecinan. Jalan Asemka memiliki nilai rendah karena pada ruang tersebut memiliki nilai kronologis, fakta sejarah, keutuhan dan kelangkaan yang rendah.

26 70 d. Zona Pekojan Pada zona ini terdapat Jalan Pekojan yang sudah ada sejak masa kolonial Belanda, ditambah dengan fakta sejarah yang masih dapat dilihat, walaupun hanya sedikit. Ruang terbuka yang dulu sebagai pusat aktivitas religius sudah tidak terlihat Nilai Estetika (Aesthetic Value) Nilai estetika ditentukan berdasarkan tingkat representasi terhadap gaya tertentu, proporsi antara ketinggian bidang dinding, kontinuitas dinding ruang (ritme) dan skala ruang. Adapun hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai Estetika Ruang Terbuka Bersejarah Zona Sunda Kelapa Variabel Ruang Terbuka N K RG Pr Rt Sk Pelabuhan Sunda Kelapa T Pasar Ikan S Jalan Nelayan Timur S Jalan Tongkol S Fatahillah Taman Fatahilah T Jalan Kali Besar Barat-Timur T Pintu Besar Utara T Jalan Bank T Jalan Poskota T Jalan Lada T Jalan kali Besar Timur T Jalan Kali Besar Timur T Jalan Cengkeh S Taman Stasiun Kota T Jalan Ketumbar T Jalan Kemukus T Jalan Kali Besar Timur R Jalan Kali Besar Timur R Jalan Kali Besar Timur S Jalan Teh R Pecinan Jalan Pancoran T Jalan Jembatan Batu T Jalan Perniagaan S Jalan Pintu Besar Selatan S Jalan Pintu Kecil S Pekojan Jalan Asemka R Jalan Pekojan R Sumber : survei lapang Keterangan: RG=representasi gaya, Pr=proporsi, Rt=ritme, Sk=skala, N=nilai total, K = kategori (T=tinggi,jika N=10-12, S=sedang, jika N=7-9, R=rendah, jika N=4-6). Berdasarkan hasil penilaian pada Tabel 12 dapat dilihat tingkat kualitas estetika ruang terbuka pada masing-masing zona.

27 71 a. Zona Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki nilai estetika tinggi, selain karena memiliki tingkat representasi yang tinggi terhadap citra bahari, juga memiliki nilai yang tinggi pada proporsi, ritme dan skala (Gambar 36). Keberadaan kapal-kapal Phinisi yang sedang berlabuh membentuk skala yang monumental dan ritme yang kontinu. Jalan yang lebar menciptakan ruang yang proporsional terhadap bidang yang dibentuk deretan kapa-kapal tua tersebut. Pasar Ikan memiliki nilai sedang, karena masih memiliki nilai representasi terhadap citra bahari yang ditunjang dengan kegiatan pelelangan ikan di dalamnya. Namun ruang terbuka pada Pasar Ikan ini tidak memiliki proporsi, ritme dan skala yang istimewa, terlebih pada Jalan Nelayan Barat dan Jalan Tongkol. Gambar 36. Ruang Terbuka sebagai Representasi Citra Bahari b. Zona Fatahillah Sebagian ruang terbuka pada Zona Fatahillah memiliki nilai estetika tinggi seperti Taman Fatahillah, Jalan Kali Besar Barat-Timur, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Kali Besar Timur 4, Jalan Kali Besar Timur 5, Jalan Bank, Jalan Poskota, Jalan Lada dan Taman Stasiun Kota. Selain masih sangat memiliki tingkat representasi yang tinggi terhadap citra kolonial (dari keberadaan bangunan dan pola ruangnya), ruang-ruang tersebut juga memiliki proporsi, ritme dan skala yang istimewa. Proporsi antara ketinggian bangunan dengan lebar jalan menciptakan

28 72 sudut pandang yang dapat memberikan kesan visual yang tinggi. Menurut Jacobs (1993) jika sebuah ruang terbuka dengan rasio 1:4 antara ketinggian dengan lebar berarti ruang tersebut memiliki sense of enclosure yang lemah, sedangkan rasio 2:1 memiliki sense of enlosure baik dan 1:1 adalah rasio minimum pada ruang terbuka. Berdasarkan pengamatan, terdapat ruang yang memiliki rasio 3:1 dan sebagian besar ruang terbuka dengan rasio 1:1 sampai 1:5. Sense of enclosure merupakan perasaan timbul pada sebuah ruang terbuka yang dibatasi oleh dinding-dinding. Proporsi pada ruang terbuka di Jalan Kali Besar memiliki perbandingan antara lebar jalan dengan ketinggian bangunan adalah lebih dari 1,5 (Gambar 37). Hal ini menunjukkan bahwa sense of enclosure pada ruang tersebut baik, sehingga pengguna ruang memiliki kenyamanan terhadap kesan visual. H W/H = 6 : 1 atau W/H> 1.5 W Gambar 37. Proporsi Ruang Terbuka Kali Besar Bangunan-bangunan yang tinggi menciptakan skala monumental pada ruang. Fasade bangunan tua dan bersejarah yang berderet di sepanjang/di sekeliling jalan/taman juga dapat menciptakan ritme yang kontinu pada ruang (Gambar 38). Ruang yang memiliki nilai sedang adalah Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur 3. Pada jalan ini sudah tidak banyak elemen ruang terbuka yang dapat dijadikan sebagai representasi gaya kolonial. Bangunan-bangunan yang berada di sepanjang jalan ini sudah merupakan campuran berbagai tipe yang mencerminkan bagunan urban sehingga kontinuitas dari dinding ruang juga tidak tercipta. Sedangkan ruang yang memiliki nilai estetika rendah seperti Jalan Kali Besar 1, Jalan Kali Besar 2 tidak banyak terdapat elemen-elemen ruang yang

29 73 dapat mempresentasikan citra kolonial. Proporsi, ritme dan skala ruang pada jalan tersebut kurang menunjang nilai estetika ruang. Gambar 38. Kontinuitas Fasade Bangunan di Kali Besar c. Zona Pecinan Pada Zona Pecinan terdapat Jalan Pancoran dan Jalan Jembatan Batu yang memiliki nilai estetika tinggi. Nilai representasi pada Jalan Pancoran diberikan pada aktivitas khas Pecinan dan karakter jalan yang sempit serta bangunan yang rapat, sedangkan elemen berupa bangunan bersejarah Pecinan tidak banyak ditemukan. Representasi Jalan Jembatan Batu terhadap gaya pecinan tidak terlalu menonjol, namun perbandingan antara lebar jalan dengan ketinggian bangunan (W/H) yang sangat proporsional menambah nilai estetika pada ruang terbuka. Ruang terbuka yang termasuk pada nilai estetika rendah memiliki tingkat representasi, proporsi, ritme dan skala yang tidak mendukung estetika ruang. d. Zona Pekojan Kawasan ini didominasi oleh bangunan hunian. Ruang terbuka terbentuk dari jalan dengan fasade bangunan hunian dan beberapa spot bangunan bersejarah seperti bangunan masjid dan rumah tinggal dengan arsitektur Mor pada Rumah Gedong (Gambar 39). Walaupun bangunan bersejarah tersebut dalam jumlah yang kecil, namun dapat menjadi representasi sebagai tempat yang pernah dihuni komunitas Arab dengan budaya Islamnya. Karena fasade bangunan terbentuk dari berbagai tipe bangunan terutama bangunan urban, maka kontinuitas dinding ruang

30 74 tidak tercipta. Proporsi dan skala ruang yang terbentukpun termasuk penilaian yang tidak istimewa. Gambar 39. Rumah Gedong dan Masjid An Nawier sebagai Representasi Citra pada Zona Pekojan Nilai Fungsi (Functional Value) Nilai fungsi didapatkan dari indikator kenyamanan, akses dan linkage serta kegunaan secara ekonomi dan sosial (Tabel 13). a. Zona Sunda Kelapa Semua ruang terbuka pada zona ini memiliki nilai fungsi sedang karena Pelabuhan Sunda Kelapa, Pasar Ikan, Jalan Tongkol dan Jalan Nelayan Barat termasuk ruang terbuka yang selain tidak memiliki kenyamanan yang tinggi, aktivitas ekonomi dan sosialpun belum belum terlihat menonjol. b. Zona Fatahillah Pada zona ini terdapat Taman Fatahillah, Jalan Kali Besar Barat-Timur, Jalan Kali Besar Timur 3 dan Jalan Cengkeh dengan nilai fungsi tinggi. Berdasarkan nilai fungsi yang diperoleh, ruang-ruang tersebut telah memenuhi kriteria atau berpotensi sebagai sebagai ruang publik aktif (Gambar 40). c. Zona Pecinan Pada zona ini terdapat Jalan Pancoran yang memiliki nilai fungsi paling tinggi (Gambar 40). Jalan tersebut telah dikenal sebagai pusat jajanan dan obatobatannya. Selain kenyamanan dan akses yang cukup baik, ruang terbuka ini juga telah efektif dimanfaatkan sebagai area komersil khas Pecinan. Sedangkan ruang

31 75 terbuka lainnya termasuk kategori sedang seperti Jalan Pintu Kecil, Jalan Jembatan Batu, Jalan Perniagaan dan Jalan Asemka. Gambar 40. Ruang Terbuka dengan Nilai Fungsi Tinggi Tabel 13. Nilai Fungsi Ruang Terbuka Bersejarah Zona Sunda Kelapa Nilai Variabel Ruang Terbuka Total K AL KE KS N K Pelabuhan Sunda Kelapa S Pasar Ikan S Jalan Nelayan Timur S Jalan Tongkol S Fatahillah Taman Fatahilah T Jalan Kali Besar Barat-Timur T Pintu Besar Utara S Jalan Bank S Jalan Poskota S Jalan Lada S Jalan kali Besar Timur S Jalan Kali Besar Timur S Jalan Cengkeh T Taman Stasiun Kota T Jalan Ketumbar S Jalan Kemukus S Jalan Kali Besar Timur R Jalan Kali Besar Timur S Jalan Kali Besar Timur T Jalan Teh R Pecinan Jalan Pancoran T Jalan Jembatan Batu S Jalan Perniagaan S Jalan Pintu Besar Selatan S Jalan Pintu Kecil S Pekojan Jalan Asemka S Jalan Pekojan S Keterangan: RG=representasi gaya, Pr=proporsi, Rt=ritme, Sk=skala, K = kategori (T=tinggi, S=sedang, R=rendah).

32 76 JIka ketiga penilaian digabungkan maka didapatkan nilai integritas ruang terbuka publik sebagai penilaian menyeluruh yang mencerminkan kualitas dan signifikansi ruang terbuka publik bersejarah (Tabel 14). Tabel 14. Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta Zona Sunda Kelapa Fatahillah Pecinan Nilai Historik Nilai Estetika Nilai Fungsi Nilai Total Ruang Terbuka N K N K N K N K Pelabuhan Sunda Kelapa 13 T 12 T 7 S 32 T Pasar Ikan 9 S 8 S 9 S 26 S Jalan Nelayan Timur 7 R 6 S 7 S 20 R Jalan Tongkol 6 R 7 S 9 S 22 S Taman Fatahilah 15 T 12 T 11 T 38 T Jalan Kali Besar Barat- 15 T 12 T 10 T 37 T Timur Pintu Besar Utara 15 T 12 T 9 S 36 T Jalan Bank 13 T 12 T 9 S 36 T Jalan Poskota 14 T 12 T 9 S 35 T Jalan Lada 12 S 11 T 9 S 32 T Jalan kali Besar Timur 4 13 T 10 T 8 S 31 T Jalan Kali Besar Timur 5 13 T 10 T 8 S 31 T Jalan Cengkeh 12 S 8 S 10 T 30 S Taman Stasiun Kota 9 S 11 T 10 T 30 S Jalan Ketumbar 11 S 11 T 7 S 29 S Jalan Kemukus 11 S 11 T 7 S 29 S Jalan Kali Besar Timur 1 6 R 6 R 7 S 19 R Jalan Kali Besar Timur 2 7 R 6 R 7 S 20 R Jalan Kali Besar Timur 3 12 S 7 R 11 T 30 S Jalan Teh 8 S 6 T 5 R 19 R Jalan Pancoran 10 S 10 T 11 T 31 T Jalan Jembatan Batu 9 S 11 S 7 S 27 S Jalan Perniagaan 10 S 7 S 9 S 26 S Jalan Pintu Besar Selatan 9 R 9 S 9 S 27 S Jalan Pintu Kecil 7 R 9 S 8 S 24 S Jalan Asemka 7 S 4 R 9 S 20 R Jalan Pekojan 9 T 7 R 8 S 24 S Keterangan: N= nilai, K = kategori untuk nilai total (T=tinggi, jika N=31-39, S=sedang, jika N=22-30, R=rendah, N=13-21). Berdasarkan hasil penilaian secara komposit, nilai integritas diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan, yaitu nilai integritas tinggi, sedang dan rendah. Ruang terbuka yang memiliki nilai integritas tinggi dominan berada pada Zona Fatahillah sebagai cerminan keberhasilan dari sebuah ruang terbuka publik

33 77 bersejarah. Taman Fatahillah merupakan ruang terbuka berejarah yang memiliki nilai integritas paling tinggi. Pengertian ruang publik berdasarkan Hakim (2002) bahwa ruang terbuka publik memberi kesempatan untuk bermacam-macam kegiatan seperti berjalan kaki, bermain, duduk, mengobrol dan sebagainya sudah dipenuhi pada Taman ini. Sebagai peninggalan masa lalu, ruang terbuka tersebut memiliki tingkat representasi yang tinggi terhadap karakter kesejarahannya. Pola square dan keberadaan bangunan bersejarah dengan arsitektur kolonial merupakan fakta sejarah dan representasi kota kolonial yang paling dominan. Proporsi dan skala ruang tersebut sangat mendukung nilai estetikanya. Sebagai ruang publik, ruang terbuka tersebut sudah cukup memberikan kenyamanan dan telah dimanfaatkan secara optimal bagi masyarakat (Gambar 41). Gambar 41. Ruang Terbuka Publik dengan Nilai Integritas Tinggi Sebagai ruang terbuka utama di Kota Tua, taman ini memiliki arti yang penting bagi Kota Tua. Selain sebagai peninggalan sejarah juga menjadi pusat aktivitas masyarakat dan sebagai kawasan yang dijadikan icon atau landmark bagi kawasan Kota Tua (Dinas Tata Kota, 2005). Pada Zona Sunda Kelapa terdapat Pelabuhan Sunda Kelapa dan Jalan Pancoran pada Zona Pecinan sebagai ruang terbuka dengan nilai integritas tinggi. Secara spasial, nilai integritas ruang terbuka tersebut dapat dilihat pada Gambar 42.

34 Gambar 42. Peta Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta 78

35 79 Ruang terbuka di Zona Fatahillah yang juga memiliki nilai integritas tinggi adalah Jalan Kali Besar Barat-Timur, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Cengkeh, Jalan Poskota, Jalan Lada, namun juga terdapat ruang terbuka dengan nilai sedang dan rendah. Jalan Kali Besar Timur 3, Taman Stasiun Kota, Jalan Kemukus dan Jalan Ketumbar dengan nilai sedang dan Jalan Kali Besar Timur 1, Jalan Kali Besar Timur 2 serta Jalan Teh. Walaupun nilai dan arti sejarah pada Jalan Cengkeh tinggi, namun karena faktanya sudah mengalami banyak perubahan sehingga menurunkan nilai estetikanya dan ruang terbuka bersejarah ini termasuk nilai integritas sedang nilai integritas sedang. Kawasan yang memiliki nilai sedang pada zona Sunda Kelapa adalah Pasar Ikan dan Jalan Tongkol, sedangkan yang memiliki nilai rendah adalah Jalan Nelayan Timur. Pada Zona Pecinan terdapat Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Pintu Kecil dan Jalan Perniagaan dengan nilai integritas sedang, dan Jalan Asemka dengan nilai integritas rendah. Pada Zona Pekojan terdapat Jalan Pekojan dengan nilai integritas sedang. Ruang terbuka publik dengan nilai integritas tinggi merupakan perwakilan dari ruang terbuka bersejarah yang dianggap memiliki karakter sejarah yang dapat merepresentasikan citra pada masing-masing zona, memiliki nilai estetika yang masih tinggi dan sebagai ruang yang telah memenuhi kriteria sebagai ruang publik. Sedangkan pada ruang dengan nilai integritas sedang dan rendah dianggap belum atau tidak memenuhi ketiga kriteria nilai integritas ruang terbuka publik, baik pada nilai sejarah, estetika maupun fungsi Kebijakan Pemerintah dan Pengelolaan di Kota Tua Jakarta Kebijakan Pemerintah Dukungan terhadap upaya pengembangan Kota Tua dapat dilihat dari berbagai peraturan perundangan lainnya yang secara langsung dan tidak langsung terkait dengan kawasan tersebut. Pada Tabel 15 dipaparkan beberapa perangkat peraturan yang dikeluarkan pemerintah dari tingkat pusat sampai daerah dalam upaya pelestarian aset-aset sejarah di Kota Tua Jakarta dan pemanfaatannya :

36 80 Tabel 15. Peraturan Terkait Revitalisasi Kota Tua Jakarta No. Peraturan Perundangan 1. Staadblad No. 238 Tahun Undang-undang RI Nomor : 5 Tahun Kepmen Dikbud RI No. 0128/M/ SK KDKI Jakarta No. Cd. 3/1/70 5. SK Gubernur DKI Jakarta No. Cb. 11/1/12/ SK Gubernur KDKI Jakarta No. : D.IIIb/11/4/54/ Surat Keputusan Gubernur No : D.IIIb.11/4/56/1973 Tingkat Perundangan Pusat Isi Penetapan Peraturanperaturan yang berhubungan dengan Perlindungan Bendabenda yang memiliki niali penting bagi sejarah, kesenian dean paleoanthropologi Peran dukungan Memberikan perlindungan dan melakukan pendaftaran benda-benda bersejarah dan pemiliknya Pusat Benda cagar budaya Memberikan arahan pengaturan bagi penguasaan, perlindungan, pemanfaatan dan pengawasan benda cagar budaya Mengamanatkan masalah pelaksanaan pengaturannya Pusat Daerah DKI Jakarta Daerah Daerah Penetapan beberapa gedung, museum, masjid, dan gereja sebagai cagar budaya yang dilindungi Pernyataan daerah Taman Fatahillah, Jakarta Barat sbg di bawah daerah pemugaran Pem. DKI Jakarta yang dilindungi oleh UU Monumen Penetapan bangunanbangunan bersejarah dan monumen di wilayah DKI Jakarta sebagai bangunan yang dilindungi Pernyataan Jakarta Kota dan Pasar Ikan, Jakarta Barat dan Utara sebagai kawasan yang dilindungi Pernyataan daerah Glodok sebagai daerah yang dilindungi Memberikan perlindungan terhadap gedung, museum, masjid dan gereja di Kota Tua Jakarta spt : Museum Keramik, Museum Fatahillah, Museum Bahari, Masjid Annawir (di Pekojan) Perlindungan terhadap bangunan dan benda bersejarah yang berada di sekitar Taman Fatahillah Memberi penjabaran, penjelasan dan pedoman mengenai penguasaan, perlindungan, pemanfaatan dan pengawasan berkenaan upaya pelestarian benda cagar budaya Perlindungan kawasan Jakarta Kota (sebagian dari Kota Tua Jakarta) dan Pasar Ikan Perlindungan terhadap kawasan Glodok

37 81 No. Peraturan Perundangan 8. Surat Keputusan Gubernur KDKI No : 475 Tahun Peraturan Daerah No. 6 tahun 1999 tentang RTRW DKI Jakarta Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 9 tahun 1999 Tingkat Perundangan Daerah Daerah Daerah Isi Penetapan bangunanbangunan bersejarah di DKI Jakarta sebagai benda cagar budaya misi dan strategi pengembangan Tata ruang Kotamadya terutama terkait dengan pengembangan kawasan kota tua Pelestarian dan pemanfaatan lingkungan dan bangunan cagar budaya Peran dukungan Memberikan penjelasan kepentingan pelestarian dan penetapan bangunan bersejarah di DKI Jakarta sebagai benda cagar budaya Memberikan arahan dalam pengembangan Kota Tua Jakarta Mendefinisikan BCB Mendorong partisipasi masyarakat dalam pelestarian BCB Mengatur tolak ukur BCB 11. SK Gubernur DKI Jakarta No. 475 Tahun SK Gubernur DKI Jakarta No. 34 Tahun Peraturan Gubernur No. 127 Tahun Draft Rencana Induk Kota Tua 2007 Daerah Daerah Daerah Daerah Penetapan bangunan bersejarah sebagai benda cagar budaya Tentang Penguasaan Perencanaan dalam rangka penataan kawasan Kota Tua seluas Ha yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara dan Jakarta Barat Pembentukan, organisasi dan tata kerja unit penataan dan pengembangan kawasan Koatua Arahan Pengembangan yang berisi Konsep dan Penataan Kota Tua Sumber: Dinas Museum dan Kebudayaan, Draft Rencana Induk Kota Tua Memberikan perlindungan terhadap bangunan dan lingkungan bersejarah di DKI Jakarta Memberikan kejelasan batasan luas Kota Tua Pembentukan UPT Kota Tua sebagai lembaga yang mengkoordinasi semua hal yang menyangkut Kota Tua dengan berbagai instansi atau pihak yang ada. Memberikan arahan umum dalam pengembangan Kota Tua Jakarta pada semua aspek Secara umum, kebijakan pemerintah melalui peraturan perundangan yang telah ditetapkan baik tingkat pusat maupun daerah sudah menunjukkan dukungannya terhadap upaya perlindungan aset-aset bersejarah di Kota Tua Jakarta baik berupa bangunan maupun lingkungan bersejarah (cagar budaya). Melalui peraturan-peraturan ini diharapkan aset-aset yang mempunyai nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat dipertahankan, dipulihkan,

38 82 dilindungi dan dipelihara baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk kepentingan pembangunan dan citra positif kota Jakarta sebagai kota yang memiliki berbagai sejarah perjuangan. Upaya pelestarian atas aset bersejarah telah dimulai sejak jaman Hindia Belanda, yaitu sejak diterbitkannya Monumenten Ordonnantie Staatsblad tahun 1931 nomor 238 yang mengatur perlindungan terhadap benda-benda yang memiliki nilai penting bagi prasejarah, sejarah, kesenian dan paleoanthropologi. Setelah itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sejak kepemimpinan Ali Sadikin, telah mengupayakan penyelamatan bangunan cagar budaya dan lingkungan cagar budaya melalui SK KDKI Jakarta No. Cd. 3/1/70. Kini sebagai pegangan dalam pengembangan Kota Tua, Dinas tata Kota akan menyelesaikan Rencana Induk Kota Tua Jakarta yang kini masih berupa draf yang sedang dimatangkan. Terkait dengan ruang terbuka publik, berdasarkan Draf Rencana Induk Kota Tua yang akan ditetapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta secara khusus sudah digambarkan mengenai konsep dalam penataan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta. Salah satu isi konsep umum dalam Draft Rencana Induk Kota Tua 2007 adalah Pelestarian Kota Tua melalui integrasi aktivitas manusia di dalam ruang terbuka hijau kawasan dengan prinsip tata guna lahan sebagai berikut : 1. Mengembalikan peran ruang terbuka sebagai ruang integrasi sosial antar komunitas 2. Menciptakan ruang terbuka dan ruang terbuka hijau pada berbagai layer aktivitas kota, misalnya di lantai dasar, podium,lantai atap, dan lain-lain 3. Merumuskan dan memberlakukan kembali KDH kawasan yang mendukung terciptanya karakter kawasan 4. Membuat sistem kompensasi atau insentif/disinsentif untuk merangsang penyediaan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau terutama di kawasan berkepadatan tinggi 5. Menghidupkan kembali Ruang Terbuka Hijau menjadi ruang terbuka aktif yang mendukung meningkatkan jumlah dan kualitas ruang terbuka. Isi dari prinsip tata guna lahan ruang terbuka telah menunjukkan bahwa telah ada upaya pemerintah untuk mengembalikan peran ruang terbuka sebagai

39 83 ruang publik. Ruang terbuka publik selain sebagai ruang integrasi sosial, diharapkan dapat menghidupkan ruang terbuka hijau untuk meningkatkan kualitas ruang terbuka. Namun isi dari draf tersebut masih belum menggambarkan arahan secara lebih spesifik. Insentif dan disinsentif juga disediakan untuk merangsang penyediaan ruang terbuka publik. Namun seharusnya usulan kebijakan tersebut tidak hanya bagi penyedia ruang terbuka publik, tetapi juga bagi yang bersedia memanfaatkan ruang terbuka publik berdasarkan aturan pelestarian. Misalnya insentif diberikan kepada pihak yang bersedia mengembangkan aktivitas wisata air di kawasan Sunda Kelapa dan Kali Besar serta memberikan disinsentif bagi pihak pengembang yang merusak kawasan atau melanggar aturan pelestarian. Menurut Arifin (2005) salah satu pendekatan dalam pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan cara menjalankan insentif dengan tujuan menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan, dan sistem disinsentif bertujuan untuk menanggulangi kerusakan lingkungan. Dalam Draf Rencana Induk Kota Tua telah diusulkan beberapa kawasan yang dianggap membutuhkan ruang terbuka publik yaitu kawasan Pekojan, Pinangsia, Glodok dan Peremajaan dengan Taman Fatahillah sebagai ruang publik utama (Gambar 43). Usulan tersebut dibuat dengan pertimbangan bahwa kawasan tersebut memiliki tingkat kepadatan tinggi. Namun usulan tersebut perlu dikaji kembali bagaimana strategi pelaksanaanya, mengingat kawasan tersebut hampir sudah tidak lagi memiliki lahan kosong, berarti untuk membuka ruang terbuka perlu dilakukan pembongkaran kawasan yang sudah terbangun. Dalam draf tersebut, ruang terbuka di Zona Inti sebagai ruang terbuka publik hanya dialokasikan pada Taman Fatahillah sebagai ruang publik utama sedangkan ruang terbuka lainnya belum menjadi alternatif sebagi ruang publik. Pertimbangan ruang terbuka publik bersejarah seharusnya dapat dijadikan sebagai alternatif pemilihan ruang publik yang pemanfaatannya disesuaikan dengan nilai integritas dan karakter kawasan. Ruang terbuka publik bersejarah yang memiliki nilai integritas tinggi dapat diusulkan menjadi alternatif ruang terbuka publik tambahan sebagai perluasan dari ruang publik utama.

40 84 Ruang terbuka sebagai ruang terbuka hijau yang menjadi usulan Draf Rencana Induk adalah kawasan Kali Besar, Roa Malaka, Jalan Nelayan Timur, Jalan Pintu Kecil dan Jalan Pancoran serta Taman Gedung BNI (Gambar 43). Usulan ruang terbuka pada Draf Rencana Induk yang termasuk Zona Inti adalah hanya kawasan Kali Besar, Jalan Nelayan Timur dan Jalan Pancoran serta taman yang berada di depan Gedung BNI. PETA USULAN RUANG TERBUKA KOTA TUA JAKARTA Gambar 43. Usulan Ruang Terbuka dan Tata Hijau dalam Rencana Induk Kota Tua Jakarta (Sumber: Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2007) Ruang terbuka publik sebagai tempat aktivitas publik harus juga memberikan kenyamanan. Hal ini dapat dilakukan dengan menata penghijauannya. Penanaman pohon yang tepat akan membantu memberikan

41 85 kenyamanan di Kota Tua. Secara mendasar pemanfaatan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta harus diupayakan dalam rangka pelestarian ruang bersejarah dengan mengoptimalkan fungsinya sekaligus memberikan kenyamanan bagi penggunanya. Peran ruang terbuka publik bagi pejalan kaki sudah menjadi usulan dalam Draf Rencana Induk Kota Tua. Penyediaan jalur pedestrian yang nyaman pada ruang terbuka publik menjadi bagian rencana dalam pengembangan Kota Tua Jakarta begitupula dengan sarana transportasi berupa shuttle bus sebagai alternatif moda transportasi bagi pengunjung Kota Tua (Gambar 44). PETA USULAN AREA PEJALAN KAKI DAN JALUR SHUTTLE BUS KOTA TUA JAKARTA Area pejalan kaki Bus Pemberhentian Shuttle Jalur Shuttle Bus (terbaru) Batas Zona Inti Gambar 44. Usulan Area Pejalan Kaki dan Jalur Shuttle Bus dalam Draf Rencana Induk Kota Tua (Sumber: Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2007) Usulan penyediaan jalur bagi pejalan kaki dan shuttle bus dalam draf tersebut masih berupa arahan umum. Kawasan yang diusulkan sebagai jalur pejalan kaki belum ditentukan secara spesifik. Seharusnya jalur yang dipilih bagi

42 86 pejalan kaki di kawasan bersejarah Kota Tua perlu mempertimbangkan potensi ruang berdasarkan nilai sejarah, estetika dan fungsi ruang. Sedangkan jalur yang pernah digunakan bagi tram dapat digunakan sebagai jalur shuttle bus nantinya. Berdasarkan penelusuran sejarah, jalur yang pernah sebagai jalur tram di Zona Inti adalah berawal dari ujung utara Jalan Cengkeh menuju Taman Fatahillah kemudian Jalan pintu Besar Utara dan menerus ke Jalan Pintu Selatan (Dinas Museum dan Kebudayaan, 2007). Jalur shuttle bus yang mengikuti jalur tram selain sebagai alternatif sarana transportasi dan wisata Pengelolaan dalam Pengembangan Kawasan Kota Tua Jakarta Pengembangan Kawasan Kota Tua melibatkan banyak pihak terkait (multi-stakeholder) baik di tingkat Pusat, Propinsi dan Kotamadya. Berdasarkan teori a triangle of forces and influences, terdapat tiga pihak yang merupakan segitiga kesatuan kekuatan dalam pengelolaan kawasan, yaitu pengelola kawasan, perwakilan yang dipilih dan pengguna kawasan (Arifin, 2005). Pihak pengelola kawasan Kota Tua adalah pemerintah yang berasal dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kotamadya. Pihak perwakilan yang meliputi akademisi, praktisi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sedangkan pengguna kawasan merupakan masyarakat di tingkat lokal yang juga sangat penting dalam rangka memberikan penguatan kapasitas stakeholders lokal dalam pengembangan kawasan Kota Tua (Gambar 45). pengelola kawasan pihak perwakilan a triangle of forces and influences pengguna kawasan Gambar 45. Segitiga Kekuatan Peran Para Pihak dalam Pengelolaan kawasan

43 87 Oleh karena itu perlu dikembangkan jaringan kerjasama yang baik antara Pemerintah, Lembaga Non Pemerintahan dan Masyarakat. Berikut ini hasil identifikasi peran pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan Kota Tua Jakarta. a. Pemerintah Unsur Pemerintah Pusat, terdapat beberapa departemen dan instansi yang terlibat antara lain Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kantor Menteri Negara Pariwisata dan Kebudayaan, Kantor Menteri Negara BUMN, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan lain-lain. Dinas dan Intansi di lingkugan Pemerintah Propinsi DKI yang terkait dengan penanganan kawasan Kota Tua Jakarta antara lain Badan Perencanaan Pembangunan (Bapeda), Dinas Tata Kota, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Museum dan Kebudayaan, Dinas Pariwisata, Biro Administrasi Perekonomian Daerah, Dinas Kebersihan, Dinas Pertamanan, Suku Dinas dan Instansi Terkait di tingkat Kotamadya seperti Bapeko (Jakarta Barat dan Jakarta Utara) dan Sudinsudin terkait. Sejak Februari 2008 Pemerintah DKI telah membentuk Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Kota Tua Jakarta sebagai perpanjangan tangan Pemerintah DKI Jakarta di bawah Dinas Museum dan Kebudayaan untuk melaksanakan programprogram pengembangan Kota Tua secara langsung dan bersifat teknis. Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 127 Tahun 2007 Unit Penataan dan Pengembangan kawasan Kota Tua mempunyai tugas mengelola, menata, konservasi, mengembangkan, memonitor, mengendalikan dan mempublikasikan kawasan Kota Tua. Tugas-tugas tersebut ditangani oleh pihak pihak terkait yang dikoordinasikan oleh UPT Kota Tua. Misalnya dalam hal pengerjaan infrastruktur jalan, akan bekerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta atau Depertemen Pekerjaan Umum. Dalam penataan bekerjasama dengan Dinas tata Kota, dan bidang pariwisata akan berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata. Namun karena terbentuk belum lama, maka tugas dan wewenang dari UPT Kota Tua belum berjalan baik. Bentuk koordinasi antar instansi terkait masih menjadi bagian dari masalah pengelolaan Kota Tua selain masalah sistem penganggaran dapat menghambat pelaksanaan program-program di Kota Tua Jakarta.

44 88 Overlapping kewenangan juga menjadi masalah dalam pengelolaan Kota Tua Jakarta. b. Lembaga Non Pemerintahan Pengembangan kawasan Kota Tua memerlukan penanganan secara serius dengan melibatkan semua pelaku pembangunan lainnya. Komponen lembaga non pemerintahan terdiri dari : Unsur Perguruan Tinggi dan para ahli dan pengamat perkotaan sebagai pihak yang dapat membantu dalam berbagai penelitian dan pengkajian. Dalam hal ini pemerintah DKI Jakarta telah bekerjasama dengan unsur perguruan tinggi seperti dari Univesitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan para ahli perkotaan dari Pusat Studi Urban Desain (PSUD) dan biro-biro konsultan perkotaan. Stakeholder Forum yang menjadi sparring partner bagi Pemerintah dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, seperti Paguyuban Kota Tua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Kemasyarakatan dapat memberikan pendampingan dan advokasi pada masyarakat kota terkait dengan pengembangan kawasan perkotaan; seperti JOK (Jakarta Old Kotaku) Unsur pengusaha baik yang tergabung dalam Kadin dan REI sebagai penyedia pelayanan dan jasa (service provider) maupun sebagai pelaku kegiatan usaha.. Unsur lembaga non pemerintahan memiliki peran penting dalam pelestarian dan pengembangan Kota Tua Jakarta sebagai penyeimbang kebijakan agar dalam setiap program dan perencanaannya tidak hanya dari sudut pandang dari pihak pemerintah saja. Selain sebagai sparring partner bagi pemerintah unsur lembaga ini juga sebagai pemberi pendampingan dan perpanjangan tangan dari masyarakat. Namun dalam pelaksanannya masih terjadi kesenjangan dan dalam melakukan program-program di Kota Tua dilakukan tanpa koordinasi yang jelas antara pemerintan, unsur non kelembagaan (seperti LSM-LSM) dan masyarakat.

45 89 b. Masyarakat Peran masyarakat di tingkat lokal sangat penting dalam rangka memberikan partisipasinya dalam pengelolaan dan memperkuat kapasitas stakeholders lokal dalam pengembangan kawasan Kota Tua. Oleh karena itu perlu dikembangkan jaringan kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Masyarakat langsung atau melalui tokoh-tokohnya dapat digali preferensinya dalam pengembangan Kotutua agar masyarakat sebagai pemilik dan pengguna kawasan dapat lebih memiliki sense of belonging yang tinggi terhadap Kota Tua. Peran serta masyarakat, dalam hal ini baik masyarakat setempat ataupun sebagai pengunjung sangat penting. Usulan-usulan dan pemikiran dari masyarakat sebagai stakeholder, perlu untuk diterima dan didengarkan. Pada dasarnya, mereka memiliki preferensi tersendiri atas revitalisasi lingkungan Kota Tua Jakarta. Namun sampai saat ini keterlibatan mereka sampai saat ini belum terwujud, hal ini dapat dibuktikan pada upaya revitalisasi yang hanya pada peningkatan fisik lingkungan dan belum mendatangkan pengaruh atas berfungsinya dan berkembangnya kawasan Preferensi Masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Secara umum fungsi ruang publik harus memenuhi tiga hal, yaitu responsif, demokratis dan bermakna responsif (Carr, 1992). Responsif artinya ruang publik harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Sementara demokratis berarti ruang publik seharusnya dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya serta aksisebel dari berbagai kondisi fisik manusia. Dan terakhir bermakna yang berarti ruang publik harus memiliki tautan antara manusia, ruang dan dunia luas serta dengan konteks sosial (Carr, 1992). Sedangkan suksesnya sebuah ruang publik menurut Carmona et al. (2003) dapat diukur dari beberapa variabel yaitu : 1) kenyamanan, 2) akses dan linkage, 3) kegunaan ekonomis, 4) kebutuhan sosial. Oleh karena itu untuk memenuhi hal tersebut perlu digali faktor-faktor penting dalam pemanfaatan ruang terbuka publik berdasarkan masukan dari masyarakat. Pengembangan sebuah kawasan, dalam hal ini adalah kawasan Kota Tua sudah saatnya untuk melibatkan

46 90 masyarakat (community based) yang menghuni dan menggunakan kawasan tersebut (Budiharjo, 1999). Masyarakat sebagai komunitas pengguna/pengunjung kawasan dan pemilik banguna tidak dapat lagi hanya dijadikan sebagai objek dari pengembangan kawasan Kota Tua, akan tetapi harus dilibatkan sebagai pelaku yang turut memberikan masukan dan pemikirannya, baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan (Dinas Museum dan Kebudayaan, 2007). Dari data kuesioner yang berisi pertanyaan yang ditujukan kepada responden masyarakat. Isi pertanyaan dapat dilihat pada Lampiran 5. Sebelum tahap analisis terlebih dahulu dilakukan tahap uji validitas dan realibilitas sebagai berikut : a. Uji Validitas Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa uji validitas ini digunakan untuk melihat seberapa besar korelasi antara faktor satu dengan faktor lain yang menjadi pembentuk variabel. Hasil uji validitas data dapat diketahui bahwa instrument/alat ukur yang akan digunakan adalah valid, baik Zona 1, Zona 2, dan Zona 3 maupun Zona 4, karena nilai Item Total Correlation lebih besar dari R-tabel masingmasing variabel (Lampiran 5). Dengan demikian semua faktor dapat dilanjutkan untuk uji realibilitas. b. Uji Realibilitas Pada uji realibilitas ini akan dilihat berapa besar nilai Cronbach s Alpha. Dan dapat diketahui bahwa seluruh item memiliki nilai rata-rata interkorelasi di antara butir-butir pernyataan dalam kuesioner, lebih besar dari 0,6 nilai Cronbach s Alpha-nya, dengan demikian data kuesioner di atas dianggap realibel. Hasil perhitungan uji dan analisis dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Dibawah ini merupakan hasil analisis yang merupakan preferensi masyarakat terhadap kebutuhan dalam pemanfaatan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta pada masing-masing zona. a. Zona Sunda Kelapa Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 16, pertanyaan (operasional variabel) yang dianggap sangat penting dan penting oleh lebih dari sebagian responden masyarakat adalah dalam hal peningkatan karakter bersejarah (43% dan 17%), ketersediaan jalur pedestrian dan penegkap jalan (33% dan 30%), pohon pelindung (40% dan 20%) dan pedestrian linkage (50% dan 30%), ketersediaan

47 91 pelengkap jalan (sebagian), shuttle bus (30% dan 40%) dan tempat parkir (10 % dan 67%) dan peningkatan aktivitas/even (23 % dan 53%). Jawaban responden menunjukkan bahwa variabel yang sangat dibutuhkan oleh responden masyarakat pada Zona Sunda Kelapa adalah kenyamanan dan image ditambah dengan beberapa kebutuhan akses dan lingkage. Tabel 16. Tingkat Kebutuhan Masyarakat di Zona Sunda Kelapa Variabel Kenyamanan dan Image Akses dan linkange Kegunaan ekonomi Kegunaan sosial budaya Fasilitas pendukung Sumber: Data Olahan Keterangan : SP (Sangat Penting), P (Penting), CK (Cukup Penting, KP (Kurang Penting) dan TP (Tidak Penting) b. Zona Fatahillah Tingkat Kepentingan dan Jumlah Responden (%) Sub Variabel SP P CP KP TP Total Karakter fisik Jalur pedestrian Pelengkap jalan (street furniture) Pohon pelindung Ketersediaan shuttle bus Pedestrian linkage Halte Tempat parkir Koordinasi PKL Investor Jenis usaha Street market Jenis & frekuensi aktivitas Penambahan waktu aktivitas Fasilitas bagi semua kalangan Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 17, pertanyaan (operasional variabel) yang dianggap sangat penting dan penting oleh lebih dari sebagian responden masyarakat adalah mempertahankan karakter bersejarah (20% dan 40%), street furniture (23% dan sebagian), pedestrian linkage (50% dan 30%), koordinasi PKL (7% dan 47%), peningkatan jenis dan frekuensi aktivitas (60% dan 17%), penambahan waktu even (47 % dan 10%) dan penyediaan fasilitas bagi semua kalangan (17% dan 40%). Dari jawaban responden menunjukkan bahwa variabel yang paling banyak dibutuhkan adalah kebutuhan terhadap kegunaan secara sosial yaitu dengan cara meningkatkan jenis dan frekuensi kegiatan/even serta menambah waktunya hingga malam hari. Menurut Lynch (1981) aktivitas dalam ruang sangat terkait dengan waktu pengadaan kegiatan. Pengaturan waktu

48 92 kegiatan perlu dilakukan dengan memperhatikan waktu-waktu khusus seperti jam kerja, akhir pekan, liburan dan sebagainya. Waktu kegiatan harus diatur agar tidak terjadi penggunaan ruang yang hanya digunakan pada waktu tertentu dan tidak termanfaatkan dalam waktu yang sangat panjang. Menurut Jacobs (1961), keberhasilan pada sebuah street (jalan) ditunjukkan pada keaktifan kegiatan pada waktu yang berbeda. Pengeloaan waktu bertujuan untuk menghindari konflik, menyebar kegiatan ke dalam beberapa waktu dan memanfaatkan even-even tertentu seperti market days berupa bazar. Peningkatan jenis dan frekuensi kegiatan di ruang terbuka Zona Fatahillah dapat dilakukan bersama dengan pengaturan waktunya. Tabel 17. Tingkat Kebutuhan Masyarakat di Zona Fatahillah Variabel Kenyamanan dan Image Akses dan linkage Kegunaan ekonomi Kegunaan sosial budaya Tingkat Kebutuhan dan Jumlah Responden (%) Sub Variabel SP P CP KP TP Total Karakter fisik Jalur pedestrian Pelengkap jalan (street furniture) Pohon pelindung Ketersediaan shuttle bus Pedestrian linkage Halte Tempat parkir Koordinasi PKL Investor Jenis usaha Street market Jenis & frekuensi aktivitas Penambahan waktu aktivitas Fasilitas bagi semua kalangan Fasilitas pendukung Sumber: Data Olahan Keterangan : SP (Sangat Penting), P (Penting), CK (Cukup Penting, KP (Kurang Penting) dan TP (Tidak Penting) c. Zona Pecinan Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 18, pertanyaan (operasional variabel) yang dianggap sangat penting dan penting oleh lebih dari sebagian responden masyarakat adalah ketersediaan shuttle bus (17% dan 57%), ketersediaan pedestrian linkage (67% dan dan 30%), koordinasi PKL (43% dan 20%), prioritas bagi investor lokal (93% dan 3%), pemanfaatan untuk street market (67% dan 23%), peningkatan jenis aktivitas/even (87% dan 7%). Dari

49 93 jawaban responden menunjukkan bahwa variabel yang paling dibutuhkan adalah pemanfaatan ruang terbuka untuk kegunaan ekonomi dan menyusul kebutuhan terhadap akses dan linkage. Tabel 18. Tingkat Kebutuhan Masyarakat di Zona Pecinan Variabel Tingkat Kebutuhan dan Jumlah Responden (%) Sub Variabel SP P CP KP TP Total Karakter fisik Kenyamanan Jalur pedestrian dan Image Pelengkap jalan (street furniture) Pohon pelindung Ketersediaan shuttle bus Akses dan linkange Kegunaan ekonomi Kegunaan sosial budaya Pedestrian linkage Halte Tempat parkir Koordinasi PKL Investor lokal Jenis usaha Street market Jenis & frekuensi aktivitas Penambahan waktu aktivitas Fasilitas bagi semua kalangan Fasilitas pendukung Sumber: Data Olahan Keterangan: SP (Sangat Penting), P (Penting), CK (Cukup Penting, KP (Kurang Penting) dan TP (Tidak Penting) d. Zona Pekojan Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 19, pertanyaan (operasional variabel) yang dianggap sangat penting dan penting oleh lebih dari sebagian responden masyarakat adalah pedestrian linkage 43% dan 22%), street market (23% dan 67%) peningkatan jenis aktivitas (87% dan 7%). Dari jawaban responden menunjukkan bahwa dari 16 pertanyaan, haya sebagian kecil yang dianggap sangat penting dan penting oleh lebih dari sebagian masyarakat yang ada di sekitar Jalan Pekojan ini. Ketersediaan jalur pedestrian yang menghubungkan dengan kawasan lain merupakan kebutuhan akan terbentuknya keterpautan kawasan ini dengan kawasan lainnya. Keberadaan street market dan peningkatan

50 94 jenis dan frekuensi aktivitas sebagai upaya agar ruang terbuka ini dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik. Tabel 19. Tingkat Kebutuhan Masyarakat di Zona Pekojan Tingkat Kebutuhan dan Jumlah Responden (%) Variabel Sub Variabel SP P CP KP TP Total Karakter fisik Kenyamanan dan Image Akses dan linkange Jalur pedestrian Pelengkap jalan (street furniture) Pohon pelindung Ketersediaan shuttle bus Pedestrian linkage Halte Tempat parkir Koordinasi PKL Kegunaan Investor ekonomi Jenis usaha Street market Jenis & frekuensi aktivitas Kegunaan Penambahan waktu aktivitas sosial budaya Fasilitas bagi semua umur Fasilitas pendukung Sumber:Data Olahan Keterangan : SP (Sangat Penting), P (Penting), CK (Cukup Penting, KP (Kurang Penting) dan TP (Tidak Penting) 5.6. Konsep dan Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Konsep Pelestarian Ruang Terbuka Publik Bersejarah Kawasan Kota Tua Jakarta adalah kawasan kota lama yang merupakan pusat kota pada masa lampau yang kemudian seiring dengan perkembangan zaman mengalami pergeseran fisik dan fungsi. Sebagai kota yang memiliki nilai sejarah tinggi, kawasan ini memiliki ruang terbuka bersejarah dengan karakternya masing-masing. Berdasarkan nilai sejarah dan pengamatan kondisi yang ada pada saat ini, ruang terbuka pada masing-masing zona di Kota Tua memiliki karakter khusus. Zona Sunda Kelapa memiliki ruang terbuka dengan orientasi ke laut yang mencerminkan citra bahari. Zona Fatahillah memiliki ruang terbuka dengan karakter fisik formalitas pada ruang terbuka, yang berupa jalan (street) yang berpola grid dan square dengan dominasi bangunan dengan gaya arsitektur kolonial campuran tropis modern (eklektik). Zona Pecinan dengan ruang terbuka

51 95 berkarakter komersil Pecinan, dan Zona Pekojan dengan karakter ruang terbuka di sekitar hunian yang berbudaya-religius. Konsep umum ruang terbuka dalam Draf Rencana Induk Kota Tua berisi pelestarian Kota Tua melalui integrasi aktivitas manusia di dalam ruang terbuka hijau kawasan menjadi dasar dalam pemanfaatan ruang terbuka publik bersejarah. Dengan potensi yang ada sebagai ruang bersejarah, ruang terbuka publik yang ada di Kota Tua Jakarta harus mampu menjadi wadah atas kebutuhan integrasi publik serta mendukung ketersediaan ruang terbuka hijau. Namun tidak kalah pentingnya adalah upaya pelestarian lingkungan bersejarah. Ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta harus dapat menciptakan karakter kota dan memiliki fungsi interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat dan tempat apresiasi budaya (Dharmawan, 2005). Oleh karena itu Kota Tua Jakarta harus dapat mewujudkan ruang terbuka publik bersejarah yang merepresentasikan karakter sejarah dan citra zona kawasan dengan mengoptimalkan kontinuitas, fungsi dan kenyamanan pengguna. Sebagai kawasan yang memiliki nilai historis, ruang terbuka bersejarah di dalamnya berperan sebagai tonggak sejarah kota yang harus dilestarikan dan dihidupkan segala daya. Pelestarian ruang terbuka diarahkan pada peningkatan citra berdasarkan karakter pada masing-masing zona. Ruang terbuka Zona Sunda Kelapa dengan Citra Bahari, Zona Fatahillah dengan Citra Kota Kolonial, Zona Pecinan dengan Citra Komersil Pecinan dan Zona Pekojan dengan Citra Budaya Religius (Gambar 46). Selain dapat merepresentasikan karakter dan citra zona, ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta juga harus mengoptimalkan pemanfaatan dan fungsinya sebagai ruang publik. Secara esensial menurut Carr (1992) ruang terbuka publik harus memenuhi kriteria yaitu memberi makna atau arti bagi masyarakat setempat secara individual maupun kelompok (meaningful), tanggap terhadap semua keinginan pengguna dan dapat mengakomodir kegiatan yang ada pada ruang publik tersebut (responsive), dan menerima kehadiran berbagai lapisan masyarakat dengan bebas tanpa ada diskriminasi (democratic).

52 96 Ruang Terbuka CITRA BAHARI Sunda Kelapa Ruang Terbuka CITRA KOTA KOLONIAL Fatahillah Ruang Terbuka CITRA BUDAYA RELIGIUS Pekojan Pecinan Ruang Terbuka CITRA KOMERSIAL PECINAN Gambar 46. Konsep Karakter Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta

53 Arahan Pelestarian Ruang Terbuka Publik Bersejarah Tisler (1979) berpendapat bahwa pelestarian lanskap sejarah (preservasi) merupakan upaya memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu dari berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak dari hal negatif atau yang merusak keberadaanya atau nilai yang dimilikinya. Menurutnya tindakan pelestarian sebagai proses penerapan cara-cara untuk mempertahankan dan mendukung keutuhan karakter suatu kawasan dan keberlangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia. Tindakan yang dilakukan untuk pelestarian dapat beragam, dimana untuk setiap tindakan dapat dilakukan dengan suatu pendekatan atau kombinasi beberapa pendekatan.. Berdasarkan hasil penelusuran karakter dan analisis integritas ruang terbuka, dihasilkan klasifikasi tindakan berdasarkan tingkat integritas ruang terbuka publik. Klasifikasi ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam arahan pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik yang diklasifikasikan menjadi : 1. Ruang integritas tinggi sebagai ruang yang perlu dilakukan preservasi atau sejenisnya (konservasi atau rehabilitasi) untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau karakter sejarah terdahulu dari berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak dari hal negatif atau yang merusak keberadaannya atau nilai yang dimilikinya dan perlu pembatasan dalam memasukkan fungsifungsinya. 2. Ruang integritas sedang sebagai ruang yang perlu dilakukan upaya adaptive use, yaitu dengan pemanfaatan karakter bersejarah penting yang masih ada dan memasukkan kebutuhan masa kini. Upaya lain dapat dilakukan dengan menciptakan kembali karakter yang sudah tidak ada lagi (rekonstruksi), meletakkan kembali yang sudah tidak ada (restorasi) atau membuat tiruan karakter sejarah yang pernah ada (replikasi) dalam rangka memperkuat karakter yang yang sudah mulai terkikis. 3. Ruang integritas rendah, artinya ruang tersebut dapat dikembangkan lebih bebas baik secara fisik ataupun fungsi, namun tetap mendukung citra kawasan. Upaya pelestarian harus mempertimbangkan segala persyaratan kawasan dari berbagai hal yang bersifat holistik atau menyeluruh. Kegiatan tersebut harus

54 98 menitikberatkan pada upaya pemanfaatan yang lebih kreatif, menghasilkan berbagai produk warisan (heritage products) yang baru, melaksanakan berbagai program partisipasi, kegiatan ekonomi dan sosial budaya di kawasan pelestarian tersebut (Haris dan Dines, 1988). Oleh karena itu arahan dalam pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta juga dapat memenuhi tujuan tersebut di atas yang akan dipaparkan berikut ini berdasarkan zona kawasan Zona Sunda Kelapa Sebagai zona yang memiliki karakter bahari, maka ruang terbuka publik perlu diarahkan untuk peningkatan Citra Bahari dengan penjelasan sebagai berikut : a. Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki ruang terbuka yang berorientasi ke laut. Sebagai kawasan bersejarah yang dilindungi, karakter dan aktivitas yang mencerminkan citra bahari perlu dilestarikan. Berdasarkan penilaian, ruang terbuka ini memiliki nilai integritas tinggi (Tabel 14). Dalam rangka mempertahankan warisan budaya/sejarah yang memiliki karakteristik spesifik suatu kawasan dan untuk melihat dan merasakan eksistensi dalam alur kesinambungan masa lampau, masa kini dan masa depan (Nurisyah, 2001), perlu dilakukan konservasi terhadap keberadaan ruang terbuka pada pelabuhan bersejarah ini berserta elemen dan aktivitasnya. Elemen-elemen seperti Kapal Phinisi dan aktivitas bongkar muat barang secara tradisional harus dipertahankan dan fungsi atau kegiatan baru yang dimasukkan harus diupayakan agar tidak merusak karakter asli kawasan. Pelestarian dan pengembangan Pelabuhan Sunda Kelapa telah didukung pemerintah berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No tahun 1990 tentang penguasaan perencanaan bidang tanah dan bangunan yang mencakup kawasan wisata bahari di kawasan Sunda Kelapa. Oleh karena itu pelabuhan ini perlu lebih dikembangkan, tidak sekedar sebagai lingkungan cagar budaya namun dapat dijadikan sebagai kawasan wisata yang menarik. Ruang terbuka perlu dimanfaatkan untuk mendukung terciptanya kehidupan sosial dan ekonomi.

55 99 Dalam rangka mendukung wisata bahari, kapal-kapal dan aktivitas bongkar muat barang dapat dijadikan sebagai obyek dan atraksi bahari yang menarik dan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat setempat. Kenyamanan bagi pengguna kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa juga harus menjadi prioritas untuk mencapai tujuan sebagai kawasan wisata bahari. Menurut Carr (1992), kenyamanan merupakan syarat keberhasilan dari ruang publik yang mencakup kenyamanan fisik dan psikologis. Kenyamanan tersebut dapat dipenuhi melalui desain fisik dan strategi pengelolaan. Untuk mendukung kenyamanan bagi pengguna kawasan, di sepanjang pelabuhan ini diperlukan jalur pedestrian sebagai area khusus bagi pejalan kaki untuk menghindari konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan-kendaraan besar seperti truk-truk pengangkut barang. Selain itu menurut Anggraini (2006) jalur pedestrian (pedestrian walk) di kawasan Kota Tua berfungsi sebagai penunjang kegiatan wisata maupun kegiatan sehari-hari yang berada pada kawasan. Lebar jalan tersebut minimal 3 m untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut. Di sepanjang jalur pedestrian dapat dilengkapi pelengkap jalan (street furniture) seperti bangku, tempat sampah, papan informasi dan sebagainya serta tata hijau berupa penataan pohon untuk mendukung kenyamanan dari pengaruh suhu yang relatif tinggi (Gambar 47). Gambar 47. Kondisi Pelabuhan Sunda Kelapa Ilustrasi Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa Keberadaan pohon peneduh di Pelabuhan Sunda Kelapa, selain dapat memberikan perlindungan dari suhu yang relatif tinggi, juga harus pula dapat memperkuat karakter kawasan sebagai kawasan bahari. Berdasarkan kriteria yang

56 100 ditentukan dalam English Heritage (2000) bahwa penampilan vegetasi harus sesuai dengan konteks sejarah atau konteks lokal serta mempertimbangkan kesesuaian material dengan penampilan. pohon kelapa (Cocos nucifera), waru laut (Hibistus tiliaceus) dan ketapang (Terminalia catappa) dan cemara laut (Cassuarina equisetifolia) dapat menjadi alternatif untuk ditanam disepanjang jalur pedestrian (Gambar 48). Menurut Lynch (1981), jalur pedestrian dapat ditingkatkan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan menyediakan jalur tersebut yang saling tersambung (connected). Oleh karena itu, untuk membentuk tautan (linkage) di kawasan Kota Tua, jalur pedestrian yang disediakan di Pelabuhan Sunda Kelapa harus kontinyu dan terhubung dengan Pasar Ikan dan zona Fatahillah untuk memberikan kemudahan bagi pejalan kaki untuk melakukan pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya (Carmona et al., 2003). Gambar 48. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa

57 101 b. Pasar Ikan Sebagai kawasan yang memiliki nilai integritas sedang (Tabel 14), tindakan yang perlu dilakukan adalah kegunaan adaptif yaitu dengan memanfaatkan nilai sejarah yang ada dan memasukkan fungsi disesuaikan dengan kebutuhan masa kini. Pasar Ikan Sunda Kelapa sebagai lingkungan cagar budaya dapat dimanfaatkan sebagai generator vitalitas revitalisasi Kota Tua secara terpadu (Dinas Tata Kota, 2005). Ruang terbuka dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi yang tetap dapat memperkuat citra kawasan. Bagian utara kawasan Pasar Ikan yang sekarang menjadi permukiman semi permanen yang kumuh dengan kualitas lingkungan yang buruk perlu direhabilitasi dan disediakan sebagai ruang terbuka yang berpotensi sebagai wadah aktivitas ekonomi dan sosial yang mendukung citra bahari. Tindakan rehabilitasi tersebut meliputi perbaikan lingkungan, utilitas, fungsi dan penampilan ruang terbuka bersejarah sebagai upaya pelestarian dengan pertimbangan kenyamanan dan lingkungan (Nurisjah, 2001). Insentif bagi masyarakat untuk menciptakan kegiatan atau fungsi baru yang dapat mendukung citra kawasan perlu dilakukan. Kegiatan wisata berupa penyediaan fasilitas penyeberangan seperti taksi air dapat menjadi alternatif dalam mengakses Pasar Ikan dari arah Pelabuhan Sunda Kelapa (Gambar 49). Gambar 49. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Pasar Ikan

58 102 Pelaksanaan kegiatan (event) tertentu yang bercitra bahari dapat dilakukan di ruang terbuka ini. Even yang didukung dengan suasana pemandangan di kawasan ini sebagai upaya untuk lebih menghidupkan suasana pelabuhan dan memperkuat budaya bahari yang semakin lama semakin terkikis. Kegiatan atau even tersebut dapat berupa lomba fotografi bahari, atraksi dayung perahu dan sebagainya. c. Jalan Tongkol Ruang terbuka ini pada awal kekuasaan VOC belumlah ada. Di atas jalan ini dahulu terdapat sebuah kastil pertahanan VOC yang di dalamnya juga terdapat lapangan eksekusi. Berdasarkan penilaian kawasan ini termasuk kawasan yang bernilai sedang sehingga dapat dilakukan penggunaan adaptif (adaptive use) dengan mengakomodasi kebutuhan baru di dalamnya. Pada titik-titik tertentu di sepanjang jalur pedestrian, dapat diletakkan kios-kios kecil komersial yang tidak terbatas jenisnya. Jalur ini dapat dijadikan sebagai akses yang menghubungkan antara Zona Fatahillah dengan Zona Sunda Kelapa, sebagai lanjutan dari Jalan Cengkeh (Gambar 50). Di Jalan ini perlu dibuat jalur pedestrian yang memadai agar akses menuju Zona Sunda Kelapa tidak terputus. c. Jalan Nelayan Timur Jalan Nelayan Timur sebagai ruang terbuka yang memiliki nilai rendah dapat lebih bebas dikembangkan. Jalur ini dapat dijadikan akses yang menghubungkan Zona Fatahillah dengan Zona Sunda Kelapa melalui kawasan Kali Besar (Gambar 50). Ruang terbuka pada jalan ini dapat ditunjang dengan fungsi pendukung seperti kios atau retail. Kenyamanan menjadi kebutuhan yang sangat penting untuk dipenuhi, yaitu dengan ketersediaan jalur pedestrian yang kontinu dengan ketersediaan pohon peneduh di sepanjangnya. Pohon yang dapat menjadi alternatif yaitu tanjung (Mimussops elengi), bungur (Lagerstroemia losreginae), mahoni (Swietenia mahogani).

59 103 Gambar 50. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Jalan Tongkol dan Jalan Nelayan Timur Zona Fatahillah Pada zona ini terdapat ruang terbuka berupa jalan (street) dan square yang didominasi bangunan disekelilingnya (dominated square). Zona ini merupakan zona yang memiliki karakter morfologi kota kolonial yang menampilkan bentuk formalitas pola grid dan desain blok dengan orientasi pada ruang terbuka utama. Massa besar yang sebagian besar dengan Garis Sempadan Bangunan (GSB) = 0 atau streetwall buildings juga menjadi karakter ruang terbuka pada zona ini. Ruang terbuka pada Zona Fatahillah perlu diarahkan pada peningkatan Citra Kota Kolonial. Untuk memproteksi karakter sejarah yang bernilai dari perubahan yang negatif perlu dilakukan ufisik ruang terbuka yang dapat memperkuat citra harus dipertahankan. Formalitas pada desain ruang terbuka menjadi karakter yang harus dipertahankan. Fasade improvement (perbaikan fasade) pada bangunan-bangunan bersejarah yang rusak dan pemasangan utilitas bawah tanah (underground utilitas) harus dilakukan untuk menciptakan image yang dapat meningkatkan kualitas visual pada ruang terbuka. Ruang terbuka pada Zona Fatahillah perlu diarahkan pada peningkatan Citra Kota Kolonial. Pada ruang yang memiliki nilai integritas tinggi, karakter

60 104 fisik ruang terbuka yang dapat memperkuat citra harus dipertahankan. Formalitas pada desain ruang terbuka menjadi karakter yang harus dipertahankan. Facade Improvement (perbaikan fasade) pada bangunan-bangunan bersejarah yang rusak dan pemasangan utilitas bawah tanah (underground utilitas) harus dilakukan untuk menciptakan image yang dapat meningkatkan kualitas visual pada ruang terbuka (Gambar 51). Gambar 51. Kondisi bangunan rusak di Jalan Pintu Besar Utara dan Utilitas listrik yang mengganggu kesan visual di Jalan Kali Besar Fungsi dan aktivitas baru perlu dibatasi agar tidak merusak karakter asli pada ruang terbuka, misalnya dengan kegiatan komersil semi permanen dan insidentil. Pada ruang yang memiliki nilai integritas sedang dapat dilakukan upaya rehabilitasi atau restorasi dan dimasukkan fungsi baru sesuai kebutuhan, namun tetap mempertahankan karakter sejarah yang masih ada. Sedangkan pada ruang terbuka yang memiliki nilai rendah dapat dilakukan tindakan fisik dan pemanfaatan yang lebih bebas namun tetap mendukung kawasan. Secara khusus di bawah ini akan dibahas arahan pelestarian dan pemanfaatan yang dapat dilakukan pada setiap ruang terbuka. a. Taman Fatahillah, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Poskota, Jalan Lada, Jalan Bank Taman Fatahillah merupakan pusat ruang terbuka dari Zona Fatahillah bahkan Koa Tua yang menampilkan formalitas dalam desain ruang terbuka berupa square. Sebagai ruang terbuka aktif yang merupakan titik pusat Zona 2 bahkan Kota Tua, Taman Fatahillah memiliki nilai sejarah yang paling tinggi. Hal ini

61 105 berarti karakter ruang terbuka yang dapat memperkuat citra kawasan harus dipertahankan. Jalan setapak berbentuk garis diagonal yang dulu pernah diperuntukkan untuk melintas bagi masyarakat harus terus dipertahankan dan dipertegas keberadaannya. Sebagai ruang terbuka yang memiliki nilai integritas tinggi (Tabel 14), Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Poskota, Jalan Lada, Jalan Kali Besar Timur 4, Jalan Kali Besar Timur 5 perlu dilakukan upaya pelestarian pada karakter asli yang dimiliki. Pola jalan yang lurus (straight) dan membentuk pola grid menjadi karakter yang kuat yang perlu dipertahankan. Fungsi ruang terbuka dapat diaktifkan melalui kegiatan publik yang tidak permanen, baik secara terjadwal maupun insidentil. Kostof (1992) menyebutkan bahwa peran utama ruang terbuka publik adalah bukan hanya sebagai tempat aktivitas publik, seperti upacara rakyat, parade, pasar dan sebagainya, juga sebagai sirkulasi publik dan tempat berkumpul. Namun aktivitas-aktivitas tersebut pada ruang terbuka publik yang memiliki nilai integritas tinggi perlu dibatasi dan diatur melalui pengelolaan jenis, frekuensi dan waktu. Keberadaan pedagang-pedagang pada ruang terbuka perlu dibatasi jumlahnya. Sistem perparkiran juga harus diatur agar tidak mengganggu aktivitas di taman. Permasalahan yang terjadi adalah kebutuhan akan lahan parkir sangat tinggi, namun lahan yang ada untuk parkir kendaraan secara khusus tidak ada. Oleh karena itu pengaturan terhadap tempat parkir juga menjadi bagian yang penting untuk diperhatikan, misalnya dengan mengalokasikan tempat parkir khusus secara profesional di tempat tertentu yang tidak mengganggu aktivitas di sekitar Taman Fatahillah. Sesuai dengan upaya yang diusulkan dalam Pengkajiaan Aspek Ketatakotaan pada Kawasan Kota Tua, adalah dengan menerapkan konsep park and ride dengan menyediakan kantung-kantung parkir di luar kawasan. Namun juga diusulkan untuk tetap menyediakan on street parking di sepanjang jalan yang cukup lebar di dalam kawasan Kota Tua. Namun sistem parkir on street ini haruslah tepat. Badan jalan yang dipilih diusahakan tidak mengganggu aktivitas dalam Kota Tua begitu pula pada kawasan sekitar Taman Fatahillah. Pengunjung Taman Fatahillah dapat memanfaatkan tempat parkir yang berada pada sepanjang Kali Besar baik sebelah barat maupun timur, asalkan dikelola

62 106 secara profesional sehingga memberikan keamanan yang baik. Ruang terbuka sekitar Taman Fatahillah seharusnya dibebaskan dari gangguan lalu lintas kendaraan dan perlu pemberlakuan pedestrianisasi penuh pada Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Kali Besar Timur 4 dan Kali Besar Timur 5, sebagai langkah penting untuk menjaga karakter dan aktifitas kawasan sekitar Taman Fatahillah. Pedestrianisasi yang dimaksud adalah pemnyediaan dan pembangunan fasilitas bagi pejalan kaki. Pengembangan sistem pedestrian di DKI Jakarta secara umum sudah tercantum dalam Pola Transportasi Makro (PTM-SK Gubernur No. 84/2004). Acuan program ini adalah mendukung program pengembangan fasilitas pejalan kaki yang memadai dan menumbuhkan budaya berjalan kaki, serta mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Salah satu cara sebagai upaya untuk menandakan jalur yang diberlakukan pedestriaisasi adalah dengan pemasangan barier pada segmen tertentu agar kendaraan tidak dapat melintas. Di bagian selatan Pintu Besar Utara upaya tersebut telah dilakukan, namun perlu ditambahkan pada bagian utara Jalan Pintu Besar Utara, sebelah barat Jalan Kali Besar Timur 4 dan Jalan Kali Besar Timur 5. Aksesbilitas dan tautan (linkage) menjadi sangat penting manakala kawasan tersebut dimaksudkan untuk menjadi kawasan yang dikunjungi (PPS, 2001). Pembenahan aksesbilitas di kawasan Kota Tua Jakarta ini dianggap penting, karena saat ini, jalan-jalan yang berada di lingkungan tersebut cukup padat oleh kendaraan, khususnya pada jam-jam kerja. Padatnya jalan tersebut tidak disebabkan oleh banyaknya kendaraan pengunjung lingkungan, namun karena kendaraan lain yang melintas. Oleh karena itu perlu ada pembatasan bagi kendaraan yang melintas, misalnya dengan melakukan penutupan pada beberapa jalan. untuk memenuhi kebutuhan terhadap aksesibilitas, jalur pedestrian harus kontinyu dan terintegrasi. Jalur tersebut dapat diperkuat dengan perabot jalan yang bersifat festive. Pohon pelindung yang disediakan jangan menghalangi sudut pandang pejalan kaki untuk melakukan apresiasi terhadap fasade bangunan yang menurut Collins and Collins (1965) sebagai freestanding sculptural mass yang merupakan bagian dari prinsip estetika ruang terbuka perkotaan (Gambar 52).

63 107 Gambar 52. Penanamban Pohon di Jalan Pintu Besar Utara Penyediaan shuttle bus juga sebagai alternatif bagi pengguna kawasan menuju kawasan Fatahillah atau berkeliling di kawasan Kota Tua, selain itu juga untuk mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi (Dinas Tata Kota, 2005). Jalur shuttle bus tersebut dapat mengikuti jalur tram yang pernah beroperasi pada abad ke-19 yaitu berawal dari Jalan Cengkeh menuju Taman Fatahillah dan melintas Jalan Pintu Besar Utara dan Jalan Pintu Besar Selatan (Gambar 53). Jalur tram yang disediakan harus terintgrasi dengan pedestrian linkage dan tempat parkir yang disediakan agar pengguna kawasan dapat merasa nyaman untuk pindah dari satu alternatif transportasi yang satu ke alternatif lainnya. Gambar 53. Usulan Shuttle bus di Kota Tua dan Jalur tram di Jalan Pintu Besar Utara (Sumber:Dinas Tata Kota, 2007) Kebutuhan terhadap peningkatan jenis aktivitas/kegiatan dianggap sangat penting bagi masyarakat. Kegiatan dapat diciptakan apabila penataan ruang dapat mendukungnya. Kegiatan yang dilakukan dapat bersifat pasif seperti menonton obyek atau atraksi (people watching), dapat pula bersifat aktif (direct experiences) terhadap ruang atau orang lain (Carr et al, 1992). Selain melihat obyek-obyek

64 108 bersejarah, peningkatan people watching dapat dilakukan melalui penambahan jenis dan frekuensi dari even-even yang juga berfungsi dalam meningkatkan kehidupan sosial di kawasan Kota Tua. Even yang diadakan di Zona Fatahillah perlu diperluas, agar tidak hanya terfokus pada Taman Fatahillah. Kegiatan yang diadakan perlu disebar pada ruang terbuka lainnya di sekitarnya, seperti pada Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Lada dan Jalan Poskota. Pada ruang terbuka tersebut dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik yang bersifat aktif (direct experiences) dengan menyediakan fasilitas untuk memberikan peluang bagi masyarakat untuk saling berinteraksi, seperti meneyediakan tempat duduk, mengadakan program senam bersama dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan besar seperti karnaval atau pawai budaya dapat menggunakan ruang terbuka di sekitar Taman Fatahillah. Even-even berupa konser dapat dilakukan misalnya di sepanjang Jalan Pintu Besar Utara, atau karnaval yang melewati Jalan Poskota. Menurut Lynch (1981), pengaturan waktu (time management) merupakan salah satu pertimbangan penting dalam pengadaan aktivitas/even untuk 1) menghindari konflik, 2) menyebar ke seluruh waktu agar bermanfaat, 3) menghindari kemacetan, 4) memberikan peluang bagi kegiatan-kegitan yang disesuaikan dengan waktu-waktu khusus, seperti pada hari besar, akhir pekan atau liburan sekolah dengan mengadakan bazar, pameran, open square dan sebagainya.. Pemberlakuan Car Free Day secara berkala setiap hari Sabtu atau Minggu dapat diterapkan untuk lebih menghidupkan suasana di sekitar Taman Fatahillah yang juga memberikan alternatif bagi pengguna kendaraan untuk berjalan kaki di kawasan ini. Jalan Pintu Besar Utara yang dulunya bernama Prinsen Straat dan pernah menjadi kawasan perdagangan ini dapat dimanfaatkan sebagai shopping street dengan juga memfungsikan bangunan di sepanjangnya terutama lantai dasar, misalnya sebagai kafe, restoran, toko-toko eceran dan galeri. Jalan Pintu Besar Utara dapat dijadikan sebagai pintu gerbang menuju kawasan Fatahillah dari arah Stasiun Kota dan menjadikannya sebagai jalur khusus pejalan kaki (pedestrianisasi) dan jalur shuttle bus (Gambar 54).

65 109 Gambar 54. Ilustrasi Pemanfaatan Jalan Pintu Besar Utara b. Jalan Cengkeh Jalan yang memiliki nilai integritas sedang ini (Tabel 14), berdasarkan sejarahnya berfungsi sebagai penghubung (axis) antara kastil, Amsterdam Poort, Stadhuisplein dan Stadhuis. Karena nilai penting dari jalan ini, maka Jalan Cengkeh perlu dikembalikan sebagai axis yang menghubungkan antara Taman Fatahillah dengan kawasan Sunda Kelapa (Gambar 55). Tindakan yang dilakukan dapat melalui rekonstruksi yaitu dengan membangun ulang mengikuti karakter fungsi aslinya (Harvey dan Buggey, 1988). Amsterdam Port yang pernah berfungsi sebagai pintu gerbang dari utara perlu dihadirkan kembali (Gambar 56). Sepanjang Jalan Cengkeh ini dapat ditanami pohon Cengkeh (Syzgium aromaticum) yang berfungsi selain sebagai peneduh juga sebagai pengarah dan mempertegas fungsi axis pada jalan. Gambar 55. Axis penghubung Taman Fatahillah dengan Zona Sunda Kelapa (Sumber: Guidelines Kota Tua)

66 110 Gambar 56. Amsterdam Port dulu dan sekarang (Sumber: Sejarah Kota Tua) c. Jalan Bank Jalan ini merupakan akses dari jalan Pintu Besar Utara menuju Kali Besar. Di sepanjang jalan ini merupakan bagian samping dari bangunan Bekas kantor Nederlands Indische Escomto Maatschappij (NIEM), yang arsitekturnya sangat unik, campuran Neo-Klasik Renaissance dan Modern Art Deco. Fasade bangunan di jalan ini menjadi view tersendiri bagi pengendara yang melewati jalan ini. Jalan ini merupakan jalur satu-satunya bagi kendaraan bermotor dari Jalan Pintu Besar menuju Kali Besar, karena akses langsung menuju Taman Fatahillah ditutup bagi kendaraan. Walaupun jalan ini pendek, perlu dioptimalkan sebagai jalur kendaraan dan perlu dibatasi fungsinya sebagai ruang publik. d. Taman Stasiun Kota Taman yang sekarang menjadi sebuah plaza sebagai sirkulasi bawah tanah menuju bus way, tetap haru membuka view ke luar dan ke arah bangunan bersejarah yang ada di sekitarnya seperti Stasiun Kota dan Museum Bank Mandiri dan BanK Indonesia. Selain itu fungsi di dalamnya dapat diperluas, tidak hanya sebagai ruang peralihan moda transportasi busway, tapi dapat diisi dengan kegiatan komersil di beberapa titik dalam plaza. Arahan pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik di Zona Fatahillah pada kawasan sekitar Taman Fatahillah dapat dilihat pada Gambar 57.

67 111 Gambar 57. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Kawasan Sekitar Taman Fatahillah e. Jalan Kali Besar Barat-Timur Satu diantara beberapa kawasan di Kota Tua yang masih memiliki kondisi fisik kawasan yang cukup baik adalah kawasan Kali Besar. Sampai sekarang sebagian besar gedung-gedung masih dalam kondisi cukup baik dan beberapa masih berfungsi sebagai perkantoran. Ruang terbuka ini memiliki nilai integritas tinggi sehingga elemen-elemen yang dapat memperkuat karakter harus dipertahankan. Melihat potensi yang ada, maka koridor ini seharusnya dapat diarahkan sebagai high street Kota Tua Jakarta sebagai daerah tujuan belanja yang unik (Dinas Tata Kota, 2005). Merujuk pada peruntukan lahan makro kawasan Kota Tua, maka arahan tata guna lahan mikro pada kawasan ini adalah untuk kegiatan komersil. Ruang terbuka di sepanjang bangunan dapat dijadikan sebagai

68 112 perluasan kegiatan yang ada di lantai dasar bangunan-bangunan yang menghadap Kali Besar. Pemberian insentif bagi pemilik bangunan bersejarah untuk mempertahankan penampilan fasadenya dan membuka kegiatan minimal di lantai dasarnya perlu dilakukan untuk mendukung arahan tata guna lahan mikro yang ada. Selasar di sepanjang jalan ini juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi sebagai street market sebagai perluasan kegiatan dari dalam bangunan. Menurut Alexander et al. (1977), kegiatan dari bangunan merupakan daya tarik bagi passers-by (orang lewat) dan berkontribusi dalam memberikan rasa aman. Oleh karena itu desain fasade bangunan harus bersifat terbuka dan mudah diakses dari jalan baik secara fisik maupun visual untuk menambah daya tarik dan vitalitas pada ruang terbuka publik. Jumlah pintu atau entrance pada bangunan yang berisi kegiatan merupakan indikator yang baik untuk menciptakan street life di perkotaan (Gambar 58). Gambar 58. Desain Fasade Bangunan sebagai Daya Tarik Ruang Terbuka Publik Badan jalan yang cukup lebar dengan jalur pedestrian yang memadai, bangunan yang bernilai tinggi dan keberadaan sungai kali Besar sebagai potensi yang tidak dimiliki ruang terbuka lainnya. Jalur pedestrian tepi air dapat difungsikan sebagai ruang aktivitas ekonomi yang semi permanen dan insidentil, misalnya pameran, bazaar, tenda-tenda makanan atau warung berjalan sehingga tercipta kehidupan dan interaksi sosial di kawasan ini. Ruang terbuka sepanjang sisi kanal Kali Besar Timur dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka aktif yang diisi berbagai kegiatan baik bersifat aktif ataupun pasif.

69 113 Jalan Kali Besar Barat-Timur ini dibelah oleh sungai dahulunya pernah sebagai sarana transportasi air yang ramai dilalui (Gambar 59). Kini area pinggir sungai perlu dikembangkan sebagai ruang publik atau kawasan wisata waterfront dengan memanfaatkan sungai sebagai bagian depan yang harus dipelihara, bukan menjadi bagian belakang sebagaimana kondisinya sekarang. Desain street furniture yang kini membelakangi sungai perlu dibenahi agar dapat diakses dengan secara visual dan fisik (Gambar 60). Insentif perlu disediakan bagi pengusaha atau masyarakat lokal yang bersedia mengembangkan wisata air di kawasan ini. Arahan pelestarian dan pemanfatan ruang terbuka publik di kawasan Kali Besar secara spasial dapat dilihat pada Gambar 61. Gambar 59. Kali Besar Ketika Dimanfaatkan sebagai Sarana Transportasi (Sumber: Ataladjar, 2003) Gambar 60. Contoh Sungai sebagai Bagian Depan yang Dipelihara (Sumber: www. Capetown. dj)

70 114 Konservasi Fasade Bangunan street market Gambar 61. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Kawasan Kali Besar Zona Pecinan Karakter ruang terbuka memiliki karakter yang mencerminkan citra pecinan. Sebagaimana karakter yang dimiliki dan fungsi di dalamnya, ruang terbuka pada Zona Pecinan perlu diarahkan pada peningkatan Citra Komersil Pecinan dengan bentuk pelestarian dan pemanfaatan yang dapat dilihat pada Gambar 62. Dalam rangka peningkatan citra kawasan, karakter pecinan seperti bangunan rapat pada hunian dan sarana komersil, warna merah yang mendominasi setiap elemen, harus ditampilkan dan diperkuat. Ruang terbuka dimanfaatkan untuk aktivitas sosial dan ekonomi yang tetap dapat mendukung citra Pecinan, misalnya sebagai tempat mengadakan perayaan imlek, Cap Gomeh, dan pusat jajanan khas Pecinan.

71 115 Pedestrianisasi ruang terbuka Penyediaan jalur pedestrian dan pohon peneduh Usulan Gerbang Pecinan Pi t b k Gambar 62. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Zona Pecinan a. Jalan Pancoran Area yang dapat diamanfaatkan adalah Jalan Pancoran sebagai ruang terbuka yang memiliki nilai integritas tinggi. Jalan ini perlu diarahkan menjadi pintu gerbang kawasan Pecinan. Gangguan samping (side friction) perlu diminimalisir dengan menghilangkan parkir on street atau bahkan jalan ini dibebaskan dari kendaraan bermotor (Gambar 63). Gambar 63. Kondisi dan Ilustrasi Pemanfaatan Jalan Pancoran Keberadaan pedagang kaki lima perlu ditata agar dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan visual. Penyediaan jalur pedestrian harus memperhatikan kenyamanan pejalan kaki dan dirancang untuk dapat mengakses seluruh muka bangunan. Jalur pedestrian perlu dibuat sirkuler atau mengelilingi kawasan. Jalur

72 116 pedestrian yang disediakan juga harus terhubung dengan kawasan di zona lain agar tercipta kesinambungan kawasan Kota Tua. b. Jalan Pintu Besar Selatan Ruang terbuka lain yang memiliki nilai sedang perlu dikembangkan dengan fungsi baru yang mendukung citra kawasan. Selasar di sepanjang Jalan Pintu Besar Selatan juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan komersil. Bentuk industri kreatif yang sudah ada seperti jasa lukisan merupakan kegiatan positif yang perlu didukung. Pemilik bangunan perlu dirangsang misalnya dengan memberikan insentif untuk mengaktifkan bangunannya dan menjadikannya sebagai kawasan komersil Pecinan yang dapat mendukung kawasan sebagai tujuan wisata belanja. c. Jalan Pintu Kecil Area ini sangat sarat dengan kegiatan perekonomian. Namun demikian kondisi ruang terbuka menjadi sangat padat dan memiliki kesemrawutan dalam lalu lintas. Oleh karena itu perlu pembenahan dan peningkatan kualitas fisik lingkungan dan estetika pada ruang terbukanya. Parkir on street perlu diminimalisir dan memfungsikan kembali gedung parkir yang memang disediakan sebagai kantung parkir di Kota Tua. Kawasan ini dapat terus dikembangkan sebagai kawasan komersil Pecinan. Keberadaan bangunan yang relatif sudah tidak memiliki khas Pecinan perlu dilakukan penambahan elemen-elemen yang dapat memperkuat karakter Pecinan. d. Jalan Perniagaan Pada jalan ini masih terdapat beberapa peninggalan bersejarah yang dapat dilihat. Namun beberapa bangunan yang memiliki ciri khas Pecinan dalam kondisi yang tidak terawat. Oleh karena itu, pemberian insentif bagi pemiliknya perlu dilakukan agar keberadaannya tidak semakin hilang. Ruang terbuka dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat Pecinan. e. Jalan Jembatan Batu Ruang terbuka ini cukup lebar dan perlu dioptimalkan sebagai jalur kendaraan yang menghubungkan antara kawasan Pasar Pagi Mangga Dua dengan Kawasan Kota Tua. Peningkatan kenyamanan perlu dilakukan dengan menyediakan jalur pedestrian dan penanaman pohon penenduh. Pohon yang

73 117 ditanam selain memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki, namun juga diarahkan untuk memberikan kenyamanan bagi pengendara kendaraan bermotor. f. Jalan Asemka Sebagai ruang terbuka dengan nilai integritas rendah maka yang perlu dilakukan adalah mengembangkannya secara lebih bebas sebagai kawasan kamersil dengan jenis yang beragam dan menjadikannya sebagai kawasan wisata belanja. Ruang terbuka dapat dimanfaatkan sebagai perluasan dari bangunan komersil. Namun kenyamanan perlu ditingkatkan dengan mengurangi konflik antara pejalan kaki dengan arus lalu lintas atau menjadikannya sebagai area semi pedestrian Zona Pekojan Pada zona ini, satu-satunya jalan yang masih mewakili karakter Pekojan adalah Jalan Pekojan, karena pada jalan ini masih terdapat beberapa bangunan tua dan bersejarah dengan citra budaya religius seperti Masjis An-Nawir dan rumah tinggal yang bergaya arsitektur Mor (Gambar 64). Gambar 64. Kondisi eksisting dan Ilustrasi Pemanfaatan Jalan Pekojan Ruang terbuka dapat dimanfaatkan untuk peningkatan citra budayareligius. Pemanfaatannya dapat berupa perluasan dari aktivitas yang diadakan di bangunan. Misalnya kegiatan pengajian atau perayaan hari besar keagamaan yang diperluas di ruang terbuka didukung dengan kegiatan market days seperti bazar, pameran atau pusat makanan berbuka pada bulan Ramadhan.

74 118 Untuk meningkatkan kenyamanan, perlu disediakan jalur pejalan kaki yang memadai dan terhubung dengan kawasan lain. Pemberlakuan Car Free Day juga dapat diterapkan di jalan ini, misalnya pada setiap hari Jumat, Muludan dan sebagainya. Arahan pelestrian dan pemanfaatan ruang terbuka di Zona Pekojan dapat dilihat pada Gambar 65. Gambar 65. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Zona Pekojan Rekomendasi Linkage Kota Tua Jakarta Menurut Hiller (1996) pertimbangan bentuk desain yang mendukung kegunaan dan aktivitas sangat penting. Menurutnya pertimbangan fungsional yang berhubungan dengan pergerakan kebutuhan dari satu tempat ke tempat lainnya harus diperhatikan. Oleh karena itu bentuk garis pergerakan (movement lines) harus di rencanakan secara optimal. Menurut Carmona et al. (2006), sebuah pergerakan (movement) merupakan faktor penting dalam men-generate kehidupan dan aktivitas. Hubungan antar tempat bagi pejalan sangat penting dan dikatakan berhasil jika diwujudkan melalui sistem pergerakan lokal (local movement system), yang bentuknya dapat berupa pedestrian linkage. Ruang-ruang terbuka publik dengan nilai integritas tinggi harus dihubungkan sehingga membentuk tautan (linkage) di Kota Tua Jakarta (Gambar 66).

75 119 Gambar 66. Usulan Pedestrian Linkage Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta Dalam pemanfaatannya, keberadaan pedestrian linkage dapat memenuhi kebutuhan terhadap pergerakan pengguna kawasan dalam melakukan aktivitas. Linkage yang dibentuk melalui sarana transporasi berupa kendaraan shuttle bus juga dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Pemilihan jalur yang

76 120 tepat menentukan efektifitas dalam penggunaannya. Berdasarkan hasil penelitian, jalur dasar yang dapat digunakan adalah jalur tram yang pernah dioperasikan pada abad pertengahan 19, yaitu berawal dari Jalan Cengkeh dan melintas Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Pancoran, Jalan Kali Besar kembali ke Jalan Cengkeh. Jalur tersebut harus ditunjang dengan shelter pemberhentiannya dengan memperhatikan titik-titik penting yang dilalui yaitu berawal dari titik Pintu Gerbang bekas Amsterdam Port yang berada pada ujung utara Jalan Cengkeh, kemudian titik Taman Fatahillah, titik di ujung selatan Jalan Pintu Besar Selatan dan Jalan Pancoran dan titik di Kali Besar (Gambar 67). Selain itu jalur dan titik pemberhentian yang ditentukan harus terintegrasi dengan jalur pedestrian sehingga tautan (linkage) di Kota Tua Jakarta benar-benar dapat tercipta. Jika dibandingkan dengan perencanaan jalur shuttle bus pada Draf Rencana Induk Kota Tua, rekomendasi yang diberikan adalah dengan memberikan alternatif tambahan, di mana Jalan Cengkeh, dan Jalan Pintu Besar Utara menjadi jalur yang juga dilewati oleh shuttle bus. Hal ini dilatarbelakangi sejarah, bahwa jalur tram pernah melewati jalan tersebut. Jalan Kali Besar juga merupakan ruang terbuka yang sangat berpotensi untuk dilewati, sebagai citra koridor perdagangan masa lampau yang kini diperuntukkan sebagai high street untuk mendukung kegiatan wisata (Dinas Tata Kota, 2007). Kota Tua kini dan masa yang akan datang harus dijadikan sebagai sebagai tempat tujuan dan bukan sekedar sebagai tempat perlintasan. Ruang terbuka publik yang menarik akan selalu dikunjungi oleh masyarakat luas dengan berbagai tingkat kehidupan sosial-ekonomi-etnik, tingkat pendidikan, perbedaan umur dan motivasi atau tingkat kepentingan yang berlainan (Dharmawan, 2005). Semua ini akan tercipta jika perencanaannya dilakukan secara holistik dan terintegrasi. Pada Tabel 20, Tabel 21, Tabel 22 dan Tabel 23 dapat dilihat arahan dalam pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik bersejarah yang dijelaskan berdasarkan nilai integritas, variabel ruang publik dan karakter serta citra kawasan berdasarkan masing-masing zona.

77 121 USULAN PETA JALUR SHUTTLE BUS KAWASAN KOTA TUA JAKARTA KETERANGAN Pedestrian Linkage Ruang Terbuka Jalur shuttle bus Gerbang Jalur Amsterdam Titik pemberhentian Shuttle bus Port Gambar 67. Usulan Jalur Shuttle Bus Kota Tua Jakarta

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan panjang sejarah terbentuknya kota Jakarta dimulai dari sebuah area kecil yang kini disebut daerah jembatan gantung kota intan. Dahulu lokasi tersebut adalah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi Penelitian. Zona Inti

III. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi Penelitian. Zona Inti III. METODOLOGI 3.. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilakukan di kawasan Kota Tua Jakarta yang termasuk dalam wilayah Kotamadya Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Berdasarkan SK Gubernur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda pada tahun 1619 yang dipimpin oleh Jan Pieterzoon Coen.

BAB I PENDAHULUAN. Belanda pada tahun 1619 yang dipimpin oleh Jan Pieterzoon Coen. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Judul Pada awalnya kota Jakarta adalah sebuah kota kecil yang berdiri di atas lahan bekas Pelabuhan Sunda Kalapa, dibangun oleh Pangeran Fatahillah pada tahun 1527

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut Ratu dari Timur ( Queen of the east ). Kejadian kejadian sejarah termasuk

BAB I PENDAHULUAN. disebut Ratu dari Timur ( Queen of the east ). Kejadian kejadian sejarah termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batavia yang merupakan cikal bakal kota jakarta saat ini mempunyai sejarah yang panjang, dalam berbagai masa, perubahan, perombakan dan pembangunan. Ia mengalami masa

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang dilakukan di kawasan Petak Sembilan, masih banyak yang perlu

Lebih terperinci

REVITALISASI KAWASAN PASAR IKAN LUAR BATANG

REVITALISASI KAWASAN PASAR IKAN LUAR BATANG BAB II TINJAUAN PROYEK 1 2.1 TINJAUAN UMUM PROYEK Judul : Revitalisasi Kawasan Pasar Ikan Luar Batang Lokasi : Jl. Pasar Ikan Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara Luas Tapak : 27. 749 m 2 KDB : 50% KLB

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

Jakarta dulu dan Kini Senin, 22 Juni :55

Jakarta dulu dan Kini Senin, 22 Juni :55 Jakarta bermula dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam. Selama berabad-abad kemudian kota bandar ini berkembang menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim atau kepulauan terbesar didunia dengan 70% wilayahnya terdiri atas laut. Sehingga banyak pulau-pulau yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wayang, dan Museum Seni Rupa dan Keramik menurut Gubernur Jakarta, Basuki

BAB I PENDAHULUAN. Wayang, dan Museum Seni Rupa dan Keramik menurut Gubernur Jakarta, Basuki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Tua menjadi simbol permata Jakarta selain Monas dan Kepulauan Seribu, dan Kota Tua juga salah satu pusat sejarah Indonesia, sebab di wilayah tersebut terdapat

Lebih terperinci

PERENCANAAN MANAJEMEN LANSKAP ZONASI DESTINASI WISATA BUDAYA KOTA TUA JAKARTA

PERENCANAAN MANAJEMEN LANSKAP ZONASI DESTINASI WISATA BUDAYA KOTA TUA JAKARTA PERENCANAAN MANAJEMEN LANSKAP ZONASI DESTINASI WISATA BUDAYA KOTA TUA JAKARTA Rudy Aryanto; Idris Gautama So Management Department, School of Business and Management, BINUS University Jln. KH. Syahdan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian)

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian) Sebagai pusat ibadah dan pusat dakwah Islam yang dirintis oleh Sunan Ampel, kawasan ini menjadi penting

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Basri Metodologi Penelitian Sejarah (Pendekatan, Teori dan Praktek). Jakarta: Restu Agung Press.

DAFTAR PUSTAKA. Basri Metodologi Penelitian Sejarah (Pendekatan, Teori dan Praktek). Jakarta: Restu Agung Press. DAFTAR PUSTAKA Aggraini PA. 2006. Perancangan Jalur Interpretasi Wisata Sejarah Kawasan Kota Tua Jakarta [Skripsi]. Bogor: Program Studi Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor. Alexander C., Ishikawa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA

BAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA Dalam pembahasan bab ini akan menjelaskan persepsi dan preferensi masyarakat, analisis gap dan analisis kuadran. Dari hasil

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA

PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA Diajukan oleh : ARDHANA

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN 5.1 Konsep Visual 5.1.1 Visual Secara Visual harus ada 2 hal yang harus digabungkan menjadi sebuah kesatuan yaitu yang pertama bahwa desain harus berorientasi pada sistem

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini persoalan utama yang dihadapi kota-kota besar di Pulau Jawa akibat pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi adalah masalah transportasi, masalah transportasi

Lebih terperinci

Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta

Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta Steven Nio (1), Julia Dewi (1) stevennio93@gmail.com, julia.dewi@uph.edu (1) Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang publik merupakan tempat berinteraksi bagi semua orang tanpa ada batasan ruang maupun waktu. Ini merupakan ruang dimana kita secara bebas melakukan segala macam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bangunan-bangunan cagar budaya dan kawasan-kawasan cagar budaya tersebar

BAB 1 PENDAHULUAN. Bangunan-bangunan cagar budaya dan kawasan-kawasan cagar budaya tersebar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur masa lalu yang terdiri dari bangunan-bangunan dan kawasankawasan cagar budaya berperan dalam merangkai dan menghubungkan sejarah kota Jakarta dari masa lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan kegiatan ekonomi yang cukup potensial bagi Indonesia. Akselerasi globalisasi yang terjadi sejak tahun 1980-an semakin membuka peluang bagi kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pada perkembangannya memiliki dinamika yang tinggi sebagai akibat dari proses terjadinya pertemuan antara pelaku dan kepentingan dalam proses pembangunan. Untuk

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Arjuna terletak pada bagian Barat Kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya oleh Pemerintah Kota Bandung (RTRW Kota Bandung 2003-2013).

Lebih terperinci

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development BAB II FIRST LINE Sesuai dengan proses perancangan, pengetahuan dan pengalaman ruang sangat dibutuhkan untuk melengkapi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. Karena itu

Lebih terperinci

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Gambar simulasi rancangan 5.30 : Area makan lantai satu bangunan komersial di boulevard stasiun kereta api Bandung bagian Selatan 5.6.3 Jalur Pedestrian Jalur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi

Lebih terperinci

REDESAIN PELABUHAN ULEE LHEUE SEBAGAI PELABUHAN FERRY INTERNASIONAL DI BANDA ACEH

REDESAIN PELABUHAN ULEE LHEUE SEBAGAI PELABUHAN FERRY INTERNASIONAL DI BANDA ACEH LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR REDESAIN PELABUHAN ULEE LHEUE Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh : RAMADHANI GURUH PRASETYO

Lebih terperinci

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang BAB 5 KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif (oleh peneliti) dan obyektif (pendapat responden) maka elemen identitas fisik yang membentuk dan memperkuat karakter (ciri

Lebih terperinci

- BAB I - PENDAHULUAN

- BAB I - PENDAHULUAN - BAB I - PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mal salah satu obyek rekreasi yang banyak dinikmati oleh masyarakat sebagai tempat hiburan untuk merelaksasikan diri, karena tuntutan aktifitas kesibukan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA

BAB II DATA DAN ANALISA BAB II DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Informasi yang terkumpul dan digunakan sebagai acuan untuk dalam tugas akhir ini didapat dari berbagai sumber, antara lain: Literatur Wawancara Dokumen Dan catatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

Desain Spasial Kawasan sebagai Dasar Pengembangan Ekspresi Visual Tepi Sungai Kalimas Surabaya

Desain Spasial Kawasan sebagai Dasar Pengembangan Ekspresi Visual Tepi Sungai Kalimas Surabaya TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Desain Spasial Kawasan sebagai Dasar Pengembangan Ekspresi Visual Tepi Sungai Kalimas Surabaya Ririn Dina Mutfianti, F. Priyo Suprobo Perencanaan Dan Perancangan Kota, Program Studi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota Jakarta adalah kota yang berkembang dan memiliki banyak sejarah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota Jakarta adalah kota yang berkembang dan memiliki banyak sejarah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Jakarta adalah kota yang berkembang dan memiliki banyak sejarah di dalamnya. Sejarah kawasan dapat menjadi sebuah karakteristik tersendiri bagi suatu kawasan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI Bab ini memberikan arahan dan rekomendasi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada kawasan studi, dengan membawa visi peningkatan citra Kawasan Tugu Khatulistiwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Glodok Pancoran Abad ke 17 Sumber: Jakartakita.com diakses pada 12 April 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Glodok Pancoran Abad ke 17 Sumber: Jakartakita.com diakses pada 12 April 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Glodok Pancoran merupakan bagian dari kawasan Kota Tua Jakarta yang menjadi pembentuk kota Batavia di abad ke 17 sebagai kawasan Pecinan yang berada di luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN KARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN Jurnal Ilmiah Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh: PIPIET GAYATRI SUKARNO 0910651009 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan

Lebih terperinci

Teknik Visualisasi & Menyusun Shooting Script

Teknik Visualisasi & Menyusun Shooting Script Teknik Visualisasi & Menyusun Shooting Script Modul ke: 07 Fakultas FIKOM Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting Menyusun Shooting List Setelah sequence dan scene tersusun semua, salinlah di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Museum Sejarah Jakarta merupakan museum sejarah yang diresmikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Museum Sejarah Jakarta merupakan museum sejarah yang diresmikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Museum Sejarah Jakarta merupakan museum sejarah yang diresmikan pada tanggal 4 April 1974. Nama lain dari museum ini adalah Museum Fatahillah. Sesuai dengan nama resminya,

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan institusi permanen yang melayani kebutuhan publik melalui

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan institusi permanen yang melayani kebutuhan publik melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum merupakan institusi permanen yang melayani kebutuhan publik melalui usaha pengoleksian dan memamerkan benda-benda serta aset-aset bersejarah dan sumber pengetahuan

Lebih terperinci

Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe

Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe Cut Azmah Fithri (1), Sisca Olivia (1), Nurhaiza (1) cutazmah@unimal.ac.id (1) Dosen Tetap Program Studi Arsitektur

Lebih terperinci

Tugas Akhir Analisa Taman Menteng Sebagai Taman Kota Berdasarkan Kriteria Kualitas Taman, Jakarta Pusat BAB I PENDAHULUAN

Tugas Akhir Analisa Taman Menteng Sebagai Taman Kota Berdasarkan Kriteria Kualitas Taman, Jakarta Pusat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta yang memiliki tingkat perkembangan yang tinggi mendorong minat investor untuk berinvestasi di kota metropolitan ini. Dengan kondisi yang demikian, DKI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN. Kata kunci: Kata kunci: Bangunan Kuno dan Kawasan Bersejarah, Konservasi Pusat Kota Lama Manado, Heritage Bulding.

HASIL PENELITIAN. Kata kunci: Kata kunci: Bangunan Kuno dan Kawasan Bersejarah, Konservasi Pusat Kota Lama Manado, Heritage Bulding. HASIL PENELITIAN KAJIAN KONSERVASI BANGUNAN KUNO DAN KAWASAN BERSEJARAH DI PUSAT KOTA LAMA MANADO Yenie Naftalia Tonapa 1, Dwight M. Rondonuwu, ST. MT 2, Dr. Aristotulus E. Tungka, ST.MT 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan jaman, perkembangan dalam berbagai bidang kini semakin terasa di Indonesia. Kemajuan teknologi telah membawa suatu pengaruh yang cukup signifikan

Lebih terperinci

AKSESIBILITAS DAN KARAKTERISTIK KAWASAN PEKOJAN JAKARTA

AKSESIBILITAS DAN KARAKTERISTIK KAWASAN PEKOJAN JAKARTA AKSESIBILITAS DAN KARAKTERISTIK KAWASAN PEKOJAN JAKARTA Theresia Budi Jayanti Staff Pengajar Program Studi Arsitektur Universitas Tarumanagara Kampus UNTAR, Letjen S. Parman No.1 (tia.licious@yahoo.com)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan peninggalan kerajaan Hindu-Taruma dengan rajanya Purnawarman dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan peninggalan kerajaan Hindu-Taruma dengan rajanya Purnawarman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah Jakarta dimulai dengan ditemukannya Prasasti Tugu pada abad V, yang merupakan peninggalan kerajaan Hindu-Taruma dengan rajanya Purnawarman dan wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi luas perairan 3,1 juta km 2, terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai ± 81.000 km. (Dishidros,1992).

Lebih terperinci

POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG

POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG Wienty Triyuly Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang-Prabumulih km 32 Indralaya OI 30662 Email

Lebih terperinci

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center KONSEP RANCANGAN Latar Belakang Surabaya semakin banyak berdiri gedung gedung pencakar langit dengan style bangunan bergaya modern minimalis. Dengan semakin banyaknya bangunan dengan style modern minimalis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI

BAB I PENDAHULUAN. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI BAB I PENDAHULUAN Masyarakat kota Yogyakarta pasti mengenal Kawasan JL. KHA. Dahlan. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI yang terkenal dengan tokohnya KHA. Dahlan

Lebih terperinci

SUMBU POLA RUANG DALAM RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PECINAN KOTA BATU

SUMBU POLA RUANG DALAM RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PECINAN KOTA BATU SUMBU POLA RUANG DALAM RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PECINAN KOTA BATU Maharani Puspitasari 1, Antariksa 2, Wulan Astrini 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN ~ GRAHAILMU DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN BAB2 Arsitektur Cina Akhir Abad Ke-19 di Pasuruan Denah, Bentuk, dan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat 112 BAB V KESIMPULAN Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat perdagangan di Kota Surakarta berawal dari migrasi orang-orang Cina ke pesisir utara pulau Jawa pada abad XIV. Setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara sedang berhenti dengan pengemudi tidak meninggalkan kendaraannya (Direktorat Jendral

Lebih terperinci

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

negara kita sebagai negeri bahari yang kuat. Trend masa kini ternyata tidak hanya terjadi pada gaya hidup dan mode tetapi juga olah raga. Saat ini ola

negara kita sebagai negeri bahari yang kuat. Trend masa kini ternyata tidak hanya terjadi pada gaya hidup dan mode tetapi juga olah raga. Saat ini ola SNORKELING AND DIVING CENTER DI TANJUNG LESUNG Evans Persadagubta L. Tobing 20305014 ABSTRAKSI Trend masa kini ternyata tidak hanya terjadi pada gaya hidup dan mode tetapi juga olah raga. Saat ini olah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan tidak mungkin bergerak terus-menerus, akan ada waktunya kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan atau archipelago terbesar di dunia dengan lebih dari 2/3 luasnya terdiri dari wilayah perairan. Indonesia dikenal sebagai negara

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kota dewasa ini telah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sangat cepat. Tingkat pertumbuhan itu dapat dilihat dari makin bertambahnya bangunan-bangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jakarta Utara merupakan salah satu wilayah bagian dari DKI Jakarta yang merupakan Ibukota Negara Indonesia. Sebagaimana diketahui, Jakarta Utara yang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR TABEL... vii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan dan Sasaran... 2 1.3. Manfaat...

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, BAB 5 PENUTUP 5.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai sejak kapan permukiman di Depok telah ada, juga bagaimana

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah kota, sebagai untuk mengebumikan jenazah makam juga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN

BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN 2.1 Tinjauan Umum Penulis akan membuat sebuah buku yang berisi tentang museum sejarah jakarta. Buku tersebut akan membahas mengenasi sejarah bangunan, fungsi bangunan pada saat

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Menurut Avelar et al dalam Gusmaini (2012) tentang kriteria permukiman kumuh, maka permukiman di Jl. Simprug Golf 2, Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 KONSEP DASAR Museum kereta api merupakan bangunan yang mewadahi aktivitas memajang / memamerkan lokomotif, dan menampung pengunjung museum dan aktivitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan

6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan 6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan Hasil dalam perubahan kawasan dapat dilihat berdasarkan teori-teori yang digunakan pada perencanaan ini. Dalam hal perancangan kawasan ini menggunakan teori yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kota pastinya memiliki nilai sejarah tersendiri, dimana nilai sejarah ini yang menjadi kebanggaan dari kota tersebut. Peristiwa peristiwa yang telah terjadi

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari peninggalan budaya dan sejarah bangsa sehingga mampu menjadi simbol identitas keberadaban. Pengalihan

Lebih terperinci

sesudah adanya perjanjian Wina dan terutama dibukanya terusan Suez. Hal

sesudah adanya perjanjian Wina dan terutama dibukanya terusan Suez. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masuknya bangsa Eropa ke Indonesia pertama kali ditandai dengan kedatangan bangsa Portugis pada abad 16 M kemudian diteruskan dengan kedatangan bangsa Belanda yang

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERENCANAAN dan PERANCANGAN. Bina Nusantara adalah sebagai berikut :

BAB V. KONSEP PERENCANAAN dan PERANCANGAN. Bina Nusantara adalah sebagai berikut : 112 BAB V KONSEP PERENCANAAN dan PERANCANGAN V.1. Konsep Perancangan Kegiatan Adapun jenis kegiatan dan sifat kegiatan yang ada di dalam asrama mahasiswa Bina Nusantara adalah sebagai berikut : Jenis Kegiatan

Lebih terperinci

GUIDELINES KOTATUA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS KEBUDAYAAN DAN PERMUSEUMAN TAHUN 2007 GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS KEBUDAYAAN DAN PERMUSEUMAN TAHUN 2007 GUIDELINES KOTATUA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS KEBUDAYAAN DAN PERMUSEUMAN TAHUN 2007 1 BAB I TINJAUAN UMUM 1.1. PENDAHULUAN Arsitektur masa lalu yang terdiri dari bangunan-bangunan dan kawasan-kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota-kota di Pulau Kalimantan memiliki kaitan yang erat terhadap sungai. Hal ini dikarenakan kota-kota tersebut merupakan kota yang mengalami perkembangan dari jejalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

RELOKASI TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT TANJUNG PRIOK DI ANCOL TIMUR

RELOKASI TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT TANJUNG PRIOK DI ANCOL TIMUR LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RELOKASI TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT TANJUNG PRIOK DI ANCOL TIMUR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Disususn

Lebih terperinci

PASAR IKAN DAN PASAR FESTIVAL IKAN DI SUNDA KELAPA

PASAR IKAN DAN PASAR FESTIVAL IKAN DI SUNDA KELAPA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PASAR IKAN DAN PASAR FESTIVAL IKAN DI SUNDA KELAPA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh

Lebih terperinci

ARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR

ARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR ARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : FAISAL ERIZA L2D 307 012 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Dari proses yang dilakukan mulai pengumpulan data, analisa, sintesa, appraisal yang dibantu dengan penyusunan kriteria dan dilanjutkan dengan penyusunan konsep dan arahan,

Lebih terperinci