SINTESIS SILIKON KARBIDA (SiC) DARI SILIKA SEKAM PADI DAN KARBON KAYU DENGAN METODE REAKSI FASA PADAT SUPARMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SINTESIS SILIKON KARBIDA (SiC) DARI SILIKA SEKAM PADI DAN KARBON KAYU DENGAN METODE REAKSI FASA PADAT SUPARMAN"

Transkripsi

1 SINTESIS SILIKON KARBIDA (SiC) DARI SILIKA SEKAM PADI DAN KARBON KAYU DENGAN METODE REAKSI FASA PADAT SUPARMAN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sintesis Silikon Karbida dari Silika Sekam Padi dan Karbon Kayu dengan Metode Reaksi Fasa Padat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2010 Suparman NRP G

3 ABSTRACT SUPARMAN. Synthesis of Silicon Carbide (SiC) from Silica Rice Husk and Charcoal by Solid State Reaction Method. Under direction of AKHIRUDDIN MADDU and GUSTAN PARI The agricultural waste such as rice husk and meubel waste such as powder wood does not used in an optimal fashion for functional material. Silica were synthesized from rice husk by burning and refining. Rice husk contains silica ± 10,5% with purity 95,1%. Carbon were synthesized from powder wood in reactor. The aim of our research was synthesis silicon carbide (SiC) from rice husk and wood. Silica and carbon mixture with ratio 5/3 and 1/3 were reacted by solid state reaction. SiC ceramic was produced by milling, hidrothermal, and sintering. The product was analyzed by X-Ray Diffraction, Scanning Electron Microscopy, Energy Dispersive Spectroscopy, Ultra Violet -Visible spectrometry, and I-V meter. The Size of crystal vary from 18 to 200 nm. The SiC ceramic is semiconductor material that can used to electronic aplication. Keywords: synthesis, silica, carbon, silicon carbide, milling, hydrothermal and sintering

4 RINGKASAN SUPARMAN. Sintesis Silikon Karbida (SiC) Dari Silika Sekam Padi dan Karbon Kayu dengan Metode Reaksi Fasa Padat. Dibimbing oleh AKHIRUDDIN MADDU dan GUSTAN PARI. Indonesia merupakan negara agraris penghasil beras dan mempunyai hutan tropis yang luas sehingga menjadi penghasil kayu utama dunia. Industri pertanian dan industri pengolahan kayu menjadi barang jadi seperti meubel merupakan penghasil limbah. Limbah pertanian berupa sekam padi dan limbah meubel berupa serbuk kayu belum dimanfaatkan secara optimal sebagai material fungsional. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan limbah-limbah tersebut yang diharapkan dapat menjadi bahan dasar untuk berbagai aplikasi. Tujuan penelitian untuk mensintesis silikon karbida dari sekam padi dan serbuk kayu. Sintesis SiC dilakukan dengan metode reaksi fasa padat antara SiO 2 dari sekam padi dan C dari serbuk kayu Lembasung dengan cara milling, hidrothermal, sintering, dan kombinasinya. Sintesis SiO 2 dari sekam padi melalui penimbangan, pencucian, pengeringan, pengarangan, pengabuan, dan pemurnian. Hasil yang diperoleh berupa silika (SiO 2 ) 95,14 %, Al 2 O 3 (1,69%), Na 2 O (0,647%), CaO (0,602%), K 2 O (0,449%), MgO (0,362%), Fe 2 O 3 (0,262%), MnO (0,207%), As 2 O 3 (0,119%), Cs 2 O (0,117%), P 2 O 5 (0,113%), ZnO (0,0853%), Ar (0,055%), Cl(0,048%), Rb 2 O (0,0179%), Yb 2 O 3 (0,0169%), CuO (0,0118%). Sintesis C dari serbuk kayu Lembasung (Shorea atrinervosa) melalui pengarangan dalam reaktor hingga temperatur 500 C. Hasil yang diperoleh berupa kandungan karbon 85,365%, zat terbang (volatile matter) 14,135%, kadar abu (fly ash) 0,5%. Pengayakan dan milling selama 3 jam silika dan karbon dilakukan untuk mereduksi ukuran butir agar lebih mudah bereaksi. Sintesis SiC melalui milling dengan kecepatan 600 rpm selama 144 jam dan milling energi mekanik tinggi berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam. Proses mekanik kimia menyebabkan terjadinya perubahan ukuran partikel menjadi partikel-parikel yang berukuran lebih halus dan terjadinya reaksi kimia. Sintesis SiC melalui proses hidrothermal dengan katalisator amonium hidroksida (NH 4 OH) pada temperatur ± 100 C dan tekanan ± 3 MPa. Temperatur zat cair dan tekanan uap menjadi agen reaksi kimia. Mineral-mineral yang stabil pada lingkungan hidrothermal mengkristal. Sintesis SiC melalui sintering dilakukan dalam ruang vakum pada spark plasma sintering (SPS) dengan temperatur 1300 C selama 8 menit bertekanan ±30 MPa. Reaksi kimia terjadi akibat pengaruh tekanan dan temperatur tinggi. Karakterisasi material keramik SiC dilakukan dengan XRD, SEM dan EDS, mikroskop optik digital, UV-Vis spektrometer, dan I-V meter. Berdasarkan pola difraksi sinar-x teridentifikasi puncak-puncak yang bersesuaian dengan puncakpuncak SiC pada sudut 2θ yaitu 26,6 ; 44,5 ; 44,6 ; 44,7 ; 45,5 ; 64,8 ; 64,95 ; 65,6 ; 77,8. Pengamatan dengan mikroskop optik memperlihatkan bahwa SiC telah terbentuk dengan milling. Kenampakan morfologi sampel hasil sintering memperlihatkan adanya bidang kristal SiC. Perubahan perbandingan komposisi SiO 2 terhadap C setelah reaksi menandakan telah terbentuknya SiC. Pemetaan unsur dengan EDS memperlihatkan unsur Si dan C bersinggungan langsung yang

5 menandakan adanya ikatan kimia antara Si dan C. Selain itu terlihat pula masih adanya pengotor berupa unsur Fe dan Ca pada keramik SiC. Sifat optik SiC memperlihatkan spektrum reflektans terjadi pada interval panjang gelombang ( ) nm. Reflektans meningkat dengan cepat pada panjang gelombang 350 nm hingga 400 nm. Daerah serapan maksimun keramik SiC adalah daerah Ultra Violet. Pengukuran karakteristik arus-tegangan memperlihatkan adanya respon terhadap cahaya dimana peningkatan resistivitas keramik berbanding lurus dengan energi cahaya yang diterima. Berdasarkan nilai resistivitas keramik, maka SiC yang diperoleh bersifat semikonduktor. Ketidak murnian keramik SiC membuatnya sebagai semikonduktor ekstrinsik.

6 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 SINTESIS SILIKON KARBIDA (SiC) DARI SILIKA SEKAM PADI DAN KARBON KAYU DENGAN METODE REAKSI FASA PADAT SUPARMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUTT PERTANIAN BOGOR BOGOR 20100

8 Judul Tesis Nama NIM : Sintesis Silikon Karbida (SiC) dari Silika Sekam Padi dan Karbon Kayu dengan Metode Reaksi Fasa Padat : Suparman : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Akhiruddin,S.Si,M.Si Ketua Dr. Gustan Pari,M.Si,APU Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biofisika Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Agus Kartono, M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 18 Maret 2010 Tanggal Lulus:

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Irmansyah, M.Si

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian adalah sintesis silikon karbida dari silika sekam padi dan karbon kayu dengan metode reaksi fasa padat. Penelitian ini memanfaatkan limbah industri pertanian berupa sekam padi dan limbah meubel berupa serbuk kayu gergaji. Penelitian dilaksanakan sejak Juli 2009 hingga Februari 2010 di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB, Laboratorium Terpadu Puslitbang Hasil Hutan, BATAN Serpong, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (PPGL) Bandung. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si dan Bapak Dr. Gustan Pari, M.Si, APU selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Irzaman Ketua Departemen Fisika Fakultas MIPA beserta staf yang banyak memberikan saran dan motivasi, Kepala Lab.Terpadu Puslitbang Hasil Hutan beserta staf terkhusus Bapak Didik, Dadang, dan Mahfudin. Bapak Direktur PT BIN BATAN Serpong beserta staf dan secara khusus Bapak Drs. Sulistyoso, MT atas segala bantuannya. Penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bulungan atas bantuan dana pendidikan dan penelitian. Ungkapan terima kasih teristimewa disampaikan kepada ayahanda Haru Mappong (alm) dan ibunda Hafila (alm), istri tercinta Faridah, dan kedua buah hatiku Akhlak Muhammad Ihsan dan Rahmania Nur Hafidzah, ibu mertua Sakka atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa Mayor Biofisika Sekolah Pascasarjana IPB dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung selama penelitian hingga selesainya tesis ini Penulis menyadari adanya kekurangan dan kelemahan dalam penulisan tesis ini. Oleh karena itu, penulis terbuka menerima saran dan kritik dari pihak lain yang sifatnya membangun demi perbaikan pada masa-masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2010 Suparman

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Patobong/Pinrang Sulawesi Selatan pada tanggal 5 Oktober 1973 dari ayah Haru Mappong dan ibu Hafila. Penulis merupakan putra ketujuh dari sepuluh bersaudara. Tahun Ajaran 1992/1993 penulis menjadi siswa kelas khusus Balai Pelatihan Guru Ujung Pandang. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri Langnga dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk UNHAS melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, lulus tahun Selama menjadi mahasiswa pernah menjadi asisten mata kuliah Mineralogi/Kristalografi dan mata kuliah Geologi Dasar. Tahun 1996 s/d 1997 aktif mengajar di Bimbingan Belajar KMP Unhas. Penulis menempuh pendidikan Akta Mengajar Universitas Terbuka, lulus tahun Tahun 1998 penulis menjadi tenaga pendamping Program Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani Menuju Ketahanan Pangan Nasional. Tahun 2000 s/d 2004 penulis bekerja sebagai guru honorer SMP YPKU, MTs Al Khairaat dan MA Alkhairaat Pulau Bunyu. Tahun 2003 s/d 2006 menjadi guru bantu SMP Negeri 2 Bunyu. Tahun 2004 s/d 2008 penulis bekerja sebagai Ketua UPK Program Pengembangan Kecamatan di Kecamatan Bunyu. Tahun 2006 menjadi guru tetap (PNS) di SMP Negeri 2 Bunyu Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur. Tahun 2008 mendapat beasiswa dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bulungan melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Bulungan untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarja Institut Pertanian Bogor Program Mayor Biofisika, lulus Maret 2010.

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman DAFTAR LAMPIRAN... xv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan masalah... 2 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 Ruang Lingkup Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan... 4 Silikon Karbida... 5 Cacat Kristal Milling Sintering Hidrotermal Karakterisasi Silikon Karbida METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Tahapan Penelitian Isolasi Silika dari Sekam Padi Isolasi Karbon dari Serbuk Kayu Lembasung Milling Silika dan Karbon Sintesis Silikon Karbida (SiC Milling Hidrotermal Sintering Kode Sampel HASIL DAN PEMBAHASAN Silika Hasil Isolasi dari Sekam Padi Karbon Hasil Isolasi dari Serbuk Kayu Lembasung Karakterisasi Hasil Sintesis KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dan saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii xiii

13 DAFTAR TABEL 1 Politipe umum SiC Data struktur silikon karbida pada temperatur 298 K Hubungan struktur antara SiC, Si dan C... 9 Halaman 4 Kandungan senyawa-senyawa oksida logam dan non logam pada abu sekam Nilai resistivitas sampel hasil kombinasi milling dan sintering HEM6SPS Perbandingan nilai resistivitas sampel terhadap sinar UV... 47

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram atom karbon dalam keadaan dasar (ground state) Skema orbital-orbital s dan p Awan ikatan orbital hybrid sp 3 menunjukkan ikatan kovalen Struktur β-sic Skema unit sel silikon karbida Urutan lapisan ABCABC Struktur β-sic sepanjang bidang (112) Urutan lapisan struktur 6H αsic sepanjang bidang (112) Skema struktur α-sic (2H) Hubungan struktur rombohedral dengan kubik dan heksagonal Cacat titik dalam sebuah kristal Cacat kristal dislokasi Slip akibat dislokasi melalui kristal yang mengalami tegangan Skema dasar percepatan dalam sebuah planetary mill Milling untuk reduksi ukuran butir partikel abu sekam dan arang Mesin milling dan kelengkapannya Hubungan antara butir-butir partikel pada proses sintering Susunan dasar sistem SPS Nilai resistivitas berbagai bahan Diagram alir tahapan penelitian Diagram alir isolasi silika dari sekam padi Pengabuan sekam padi Pengasaman abu sekam dengan HCl pekat... 23

15 23 Abu sekam setelah pemanasan hingga 1000 C selama 1 jam Pengayakan abu sekam untuk mengurangi kandungan oksida pengotor Diagram alir Isolasi Karbon dari Serbuk Kayu Lembasung Reaktor arang dan kelengkapannya Uap cair hasil proses pengarangan serbuk kayu Lembasung Diagram alir sintesis SiC Pola difraksi untuk karbon kayu, silika sekam padi dan amplas (SiC) Citra mikroskopis arang kayu setelah milling 3 jam Morfologi permukaan campuran silika dan karbon setelah milling. Perbandingan silika dan karbon 5/3 (a) dan perbandingan silika dan karbon 1/3 (b). Perbesaran 200 kali Material keramik hasil sintering Pola difraksi untuk sampel ML144. SPS3, MLSPS144 dan SiC (amplas) Pola XRD pada sampel HEM6, HEM6SPS, HEM6HDSPS dan HD Morfologi permukaan keramik sampel SPS3. Perbesaran 1000 kali Morfologi permukaan keramik sampel MLSPS144 Perbesaran 5000 kali Morfologi permukaan keramik sampel HEM6SPS Perbesaran kali Morfologi permukaan sampel SPS3. Perbesaran kali Kurva EDS sampel MLSPS Kurva EDS sampel HEM6HDSPS Pemetaan unsur sampel HEM6HDSPS Pemetaan unsur sampel HEM6SPS Spektrum reflektansi keramik SPS3 dan MLSPS

16 44 Spektrum absorbansi sampel HEM6HDSPS Karakteristik arus-tegangan sampel HEM6SPS Karakteristi arus-tegangan sampel HEM6HDSPS Karakteristik I-V keramik berbeda terhadap sinar UV... 47

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peralatan yang digunakan dalam penelitian Perhitungan ukuran kristal sampel Hasil perhitungan ukuran kristal pada perbandingan reaktan SiO 2 : C = 5 : Hasil perhitungan ukuran kristal pada perbandingan reaktan SiO 2 : C = 1 : Data kristalinitas sampel Perhitungan parameter kisi Tabel perbandingan Data Peak dan sudut 2 Theta silika dan hasil Sintesis Data Joint Commite on Powder Diffraction Standars (JCPDS) Untuk Struktur Kristal... 71

18 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat telah melahirkan temuan-temuan baru yang mendorong munculnya disiplin ilmu Biofisika yang dapat dipelajari oleh orang-orang dari berbagai disiplin ilmu yang telah ada sebelumnya. Salah satu kajian ilmu Biofisika yang menarik adalah bidang Biomaterial yang meliputi material sintesis maupun material alami. Banyak material yang dibutuhkan dalam bidang industri, kedokteran/medis maupun berbagai bidang lainnya didatangkan dari luar negeri sehingga harganya menjadi mahal. Sementara Indonesia adalah salah satu negara kaya dengan berbagai kekayaan alam yang melimpah tapi pengelolaan dan pemanfaatannya belum maksimal. Karena itu penelitian dan pengembangan material yang tersedia melimpah di Indonesia perlu dilakukan, dengan harapan ditemukannya materialmaterial baru bernilai ekonomi tinggi. Penelitian biomaterial telah mendorong penemuan-penemuan material baru. Dalam bidang industri elektronik telah dilakukan penelitian-penelitian untuk mendapatkan material-material baru yang bersifat semikonduktor. Bahan semikonduktor dapat berupa unsur maupun senyawa kimia tertentu. Salah satu yang paling penting adalah silikon (Si). Bahan silikon adalah bahan semikonduktor yang mendominasi teknologi elektronik dan fotonik. Bahan semikonduktor lainnya adalah germanium (Ge). Sedangkan bahan semikonduktor senyawa bahkan jauh lebih banyak seperti senyawa Zn (ZnO, ZnS, ZnSe), GaAs, dan beberapa senyawa kimia lainnya. Beberapa senyawa silikon juga merupakan bahan semikonduktor yang banyak diteliti seperti siliko nitrida (SiN) dan silikon karbida (SiC). Sintesis SiC selama ini banyak menggunakan sumber karbon dalam bentuk grafit, karbon black maupun batu bara dan mineral-mineral alamiah seperti kuarsa dari batuan sebagai sumber silika untuk mendapatkan silikon. Karbon dalam bentuk grafit, karbon black, dan batu bara serta mineral-mineral kuarsa dari batuan merupakan sumber alam yang tak dapat diperbaharui sehingga suatu saat

19 2 akan habis. Oleh karena itu para ilmuan telah memikirkan cara mendapatkan karbon dan silika dari bahan alam yang dapat diperbaharuhi sebagai bahan dasar untuk mensintesis SiC. Salah satu cara mendapatkan karbon adalah mengisolasi karbon dari kayu dan silika dapat diisolasi dari sekam padi. Sekam padi dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk mensintesis SiC seperti yang dilakukan pertama kali oleh Cultler (1973). Sejak itu penelitian SiC berbasis sekam padi telah dilakukan oleh banyak ahli dengan berbagai cara diantaranya Mansour dan Hanna (1979); Nutt (1988); Patel (1991); Ray et al (1991); Singh et al (1993, 1995); Romera dan Reinso (1996); Moustafa et al(1997); Krishnarao (1998); Padmaja dan Mukunnda (1999); Janghorban dan Tazesh (1999); Panigrahi et al (2001) dan sintesis SiC dari sekam padi dalam sebuah reaktor plasma telah dilakukan oleh Singh et al (2002). SiC dihasilkan dari pirolisis langsung sekam padi sebagai material dasar memperlihatkan partikel sangat halus atau bentuk serat (Limthongkul P et al, 2005). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong perkembangan ilmu biofisika khususnya di Indonesia. Program Biofisika IPB telah melakukan berbagai penelitian yang diarahkan pada Biofisika Teori dan komputasi, membran biologi dan sintesis biomaterial, bahan biologi dan pangan, bioelektronik dan biofotonik, dan bioenergi. Penelitian yang penulis lakukan mengarah pada penelitian biofisika material yaitu sintesis SiC berbasis sekam padi dan serbuk kayu. Perumusan Masalah Sintesis SiC selama ini dilakukan secara konvesional melalui proses karbotermal yang dikenal sebagai proses Acheson. Proses ini melibatkan reaksi antara kuarsa dengan tingkat kemurnian tinggi atau pecahan-pecahan kuarsit dengan karbon (grafit, karbon black atau batu bara pada temperatur antara 1600 C C). SiC yang dihasilkan mempunyai ukuran partikel kasar sampai beberapa millimeter. Sintesis SiC dengan cara ini menggunakan sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui sehingga suatu saat akan habis. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sintesis SiC dengan menggunakan bahan dasar alami yang dapat diperbaharui dengan biaya yang lebih

20 3 murah. Karbon dapat diisolasi dari kayu dan silika dapat diisolasi dari sekam padi. Serbuk kayu dan sekam padi merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, mudah diperoleh sebagai limbah industri kayu dan industri pertanian dengan biaya yang relatif murah. SiC yang dihasilkan berukuran lebih halus dan disintesis pada temperatur lebih rendah. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mensintesis silikon karbida (SiC) dari silika sekam padi dan karbon kayu yang kemudian dikarakterisasi dengan XRD, SEM dan EDS, UV-Vis spektrometer, I-V meter. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Memanfaatkan limbah pertanian menjadi bahan fungsional. 2. Mengetahui cara mensintesis silika (SiO 2 ) dari sekam padi. 3. Mendapatkan karbon dan hasil sampingannya (uap cair) dari serbuk kayu 4. Mengetahui cara melakukan reaksi kimia fasa padat pada temperatur tinggi. 5. Mendapatkan material keramik SiC. 6. Mengetahui berbagai cara karakterisasi material dengan analisis spektroskopi Ruang Lingkup Penelitian Dalam melakukan penelitian perlu adanya batasan-batasan yang harus diperhatikan agar pembahasan tidak keluar dari topik penelitian. Penelitian ini dibatasi pada : 1. Mengisolasi silika (SiO 2 ) dari sekam padi. 2. Menngisolasi karbon dari serbuk kayu Lembasung 3. Mereaksikan SiO 2(s) dan C (s) pada temperatur tinggi menurut reaksi berikut ; SiO 2(s) + 2C (s) SiC (s) + CO 2 (g) dan SiO 2(s) + 3C (s) SiC (s) + 2CO (g) 4. Karakterisasi dengan analisis difraksi sinar-x (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM), Energy Disversive Spectrometry (EDS), UV-Vis spektrometer, dan I-V meter).

21 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Salah satu produk pertanian yang tersedia cukup melimpah adalah sekam padi. Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan padi. Sekitar 20% dari bobot butir padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15% dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali pembakaran sekam padi (Harsono H, 2002). Abu sekam mengandung sekitar 94% - 96% silika. Silika yang terdapat dalam sekam ada dalam bentuk amorf terhidrat. Tapi jika pembakaran dilakukan secara terus-menerus pada suhu di atas 650 C akan menaikkan kristalinitasnya dan akhirnya akan terbentuk fasa kristobalit dan tridimit dari silika sekam. Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas, mulai bidang elektronik, mekanik, medis, seni dan bidang lainnya (Harsono H, 2002). Sementara itu karbon banyak di temukan dalam bentuk arang baik arang tempurung kelapa maupun arang kayu sebagai hasil pembakaran tempurung dan kayu. Carbon black, grafit dan batu bara adalah bentuk lain dari karbon. Karbon kayu dapat dibuat dengan mudah dan dalam jumlah yang banyak dengan melakukan pembakaran pada kayu. Silikon karbida (SiC) merupakan satu-satunya material keramik non-oksida paling penting, dihasilkan pada skala besar dalam bentuk bubuk (powder), bentuk cetakan, dan lapisan tipis. Aplikasi silikon karbida (SiC) dalam industri karena sifat mekaniknya yang sangat baik, konduktivitas listrik dan termal tinggi, ketahanan terhadap oksidasi kimia sangat baik, dan SiC berpotensi untuk fungsi keramik atau semikonduktor temperatur tinggi (Niyomwas S. 2008). Silika sekam padi dan karbon kayu adalah dua material yang akan digunakan untuk mensintesis silikon karbida (SiC). Kombinasi atau persenyawaan antara dua atau lebih unsur atau bahan (material) dapat menghasilkan bahan atau material fungsional. Persenyawaan antara silikon dan karbon misalnya dapat menghasilkan atau membentuk bahan semikonduktor silikon karbida (SiC). Sintesis SiC telah banyak dilakukan diluar

22 5 negeri tapi di Indonesia masih kurang. Hal ini disebabkan sintesis SiC dilakukan pada suhu tinggi ( 1000 C) sehingga membutuhkan biaya yang besar. Selain itu untuk mendapatkan bahan baku silikon (Si) murni relatif sulit, silika (SiO 2 ) diperoleh setelah melalui proses yang panjang. Dalam penelitian ini silika diperoleh dari sekam padi melalui pengeringan, pembakaran, pengabuan dan pemurnian. Bubuk silika yang diperoleh dari sekam padi direaksikan dengan bubuk karbon yang berasal dari kayu dengan metode sintering. Reaksi berlangsung pada suhu tinggi kisaran 1300 C C dalam reaktor Spark Plasma Sintering (SPS). Karena reaksi terjadi dalam kondisi padat pada suhu tinggi sehingga disebut metode solid state sintering. Silikon Karbida Silkon karbida terbentuk melalui ikatan kovalen antara unsur Si dan C. Unsur C memiliki nomor atom 6 dengan jari-jari atom 0,078 nm. Nomor atom unsur Si adalah 14 dengan jari-jari atom 0,117 nm (Pierson, 1996). Konfigurasi elektron atom karbon adalah 1s 2 2s 2 2p 2, dimana dua elektron di kulit K (1s) dan empat elektron di kulit L (dua elektron di orbital 2s dan dua di orbital 2p). Notasi 1s 2 (atau 2s 2, atau 2p 2 ) mewakili bilangan-bilangan kuantum, penting untuk menjelaskan suatu orbital. Angka 1 mewakili kulit K atau kulit pertama (bilangan kuantum utama) dan huruf s mewakili subkulit s (bilangan kuantum momentum sudut) dan angka 2 atas mewakili jumlah elektron dalam subkulit. Kulit K memiliki hanya satu orbital (orbital s) dan tidak dapat memiliki lebih dari dua elektron. Selanjutnya, 2s 2 dan 2p 2, mewakili empat elektron di kulit L. Elektron-elektron kulit L mengisi dua subkulit yang berbeda yaitu subkulit s dan p, dimana elektron 2s dan 2p mempunyai tingkat-tingkat energi yang berbeda (angka 2 mewakili kulit L dan huruf s atau p mewakili orbital). Dua elektron 2s mempunyai spin berlawanan, sedangkan dua elektron 2p mempunyai spin parallel (Gambar 1). Ground state adalah suatu keadaan dimana elektron-elektron berada dalam orbit-orbit minimum mereka, makin dekat dengan inti tingkat energi elektron paling rendah.

23 6 Gambar 1 Diagram atom karbon dalam keadaan dasar (ground state) Orbital-orbital atom karbon dalam keadaan dasar dapat digambarkan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 Orbital-orbital s dan p Perhitungan fungsi gelombang menggambarkan orbital s sebagai sebuah lingkaran dengan tepi tidak jelas atau kabur yang mewakili karakteristik semua orbital. Karena berbentuk lingkaran, orbital s tanpa arah. Orbital 2p diwakili oleh sebuah barbell memanjang yang simetri sekitar sumbunya dan sebagai akibatnya mempunyai arah tertentu. Elektron-elektron yang berada pada orbital bagian luar hanya satu-satunya tersedia untuk mengikat pada atom-atom lain. Elektron ini dikatakan elektron valensi. Dalam kasus atom karbon yang berada pada keadaan dasar, elektronelektron valensi ada dua orbital 2p. Karbon dalam keadaan ini dikatakan divalent, karena hanya dua elektron ini yang tersedia untuk mengikat. Ikatan kovalen dapat

24 7 terbentuk karena atom karbon mengalami hibridisasi membentuk konfigurasi sp 3 karena terbentuk dari satu orbital s dan tiga orbital p. Keadaan valensi meningkat dari dua menjadi empat dan dapat menerima empat elektron dari atom lain. Kebutuhan energi untuk menyempurnakan hibridisasi sp 3 dan menaikkan atom karbon dari keadaan dasar ke keadaan valensi empat V 4 adalah 230 kj mol -1. Pembentukan ikatan sp 3 dilukiskan pada Gambar 3. Arah orbital misalnya sp 3 disebut orbital sigma (σ) dan ikatannya disebut ikatan sigma. Arah empat ikatan menghasilkan simetri tetrahedral yang ditemukan dalam struktur silikon karbida dimana empat atom karbon terikat pada empat atom silikon. Ikatan kovalen kuat karena atom karbon kecil dan empat diantara enam elektron membentuk ikatan. Konfigurasi elektron atom silikon adalah 1s 2 2s 2 2p 6 3s 2 3p 2, dimana dua elektron di kulit K (1s), delapan elektron di kulit L dan empat elektron di kulit M (dua elektron di orbital 3s dan dua di orbital 3p). Sebagaimana atom karbon, atom silikon membentuk konfigurasi empat orbital 3sp 3 yang juga tersusun dalam tetrahedron teratur. Gambar 3 Awan ikatan orbital hybrid sp 3 menunjukkan ikatan kovalen Setiap unsur membagi pasangan elektron dengan unsur lain (empat orbital 2sp 3 karbon dan empat orbital 3sp 3 silikon). Skema Kristal SiC diperlihatkan pada Gambar 4. Atom karbon Atom silikon Gambar 4 Struktur β-sic

25 8 Gambar 5 Unit sel silikon karbida Setiap unit sel memiliki delapan atom yang ditempatkan sebagai berikut : 1/8 x 8 (silikon) pada sudut-sudut, ½ x 6 (silikon) pada bagian muka dan 4 (karbon) di bagian dalam unit kubik sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5. Tabel 1 Politipe umum SiC Gambar 6 Urutan lapisan ABCABC Struktur β-sic sepanjang bidang (112) Gambar 7 Urutan lapisan struktur 6H αsic sepanjang bidang (112)

26 9 Gambar 8 Struktur α-sic (2H) Tabel 2 Data struktur silikon karbida pada temperatur 298 K Tabel 3 Hubungan struktur antara SiC, Si dan C Pada kondisi normal, proses kompaksi SiC sulit dilakukan karena ikatan kovalennya. Partikel nano SiC dapat disinter pada kondisi temperatur dan atmosfir sintering yang sesuai. Pola difraksi sinar-x sampel dari peneliti terdahulu pada temperatur 1400 C, puncak-puncak difraksi pada 2θ~35,8 ; 42 ; 60,5 ; 76 memperlihatkan fase kristal β-sic struktur kubik secara berturut-turut

27 10 berhubungan dengan bidang-bidang (111), (200), (220), (311) (Vyshnyakova K, 2006). Struktur kristal lain SiC adalah heksagonal dan rhombohedral. Secara umum, 3C-SiC dikenal sebagai politipe temperatur rendah. Sebaliknya, 4H-SiC dan 6H-SiC dikenal sebagai politipe temperatur tinggi (Feng ZC, Zhao JH. 2004). Foto SEM memperlihatkan pori-pori berbentuk tabung dengan diameter 5-20μm, macrochannel bervariasi dari bentuk bulat panjang hingga mendekati bentuk empat persegi panjang. Ketebalan dinding antara 1μm hingga 5μm, menunjukkan struktur nanokristalin porous dengan ukuran butir nm (Vyshnyakova K, 2006). SiC merupakan calon ideal khususnya untuk aplikasi-aplikasi berdayaguna tinggi, seperti mesin-mesin keramik dan lebih banyak aplikasi-aplikasi keteknikan, termasuk aplikasi struktural temperatur tinggi (Bandyopadhyay AK. 2008). SiC digunakan secara intensif dalam piranti elektronik dan optoelektronik, seperti sel surya, detektor, modulator dan laser semikonduktor secara khusus pada kondisi frekuensi tinggi, radiasi intensif, atau temperatur tinggi. α-sic murni adalah semikonduktor intrinsik dengan energi celah pita (band gap) cukup besar (1,90±0,1eV) membuatnya sebagai konduktor listrik sangat jelek (~10-13 Ω -1.cm -1 ). Kehadiran ketakmurnian membuatnya semikonduktor ekstrinsik berharga (0, Ω -1.cm -1 ) dengan koefisien temperatur positif. Kombinasi mekanik dan stabilitas kimia membuat SiC digunakan dalam kelistrikan unsur-unsur panas. β- SiC murni diterima sebagai semikonduktor temperatur tinggi dengan aplikasi dalam transistor, dioda penyearah, dioda electro-luminescent (Hamadi, et al, 2005) Terdapat peningkatan permintaan material-material berdayaguna tinggi yang dapat bertahan terhadap beberapa kondisi seperti abrasi, temperatur tinggi, tekanan dan atmosphere pada bermacam-macam aplikasi sebagai berikut : mesinmesin panas temperatur tinggi, reaktor-reaktor fusi nuklir, industri pengolahan kimia, dan industri penerbangan dan angkasa. SiC memiliki sifat-sifat penting sebagai berikut : unggul tahan oksidasi, unggul tahan rayapan, kekerasan tinggi, kekuatan mekanik baik, Modulus Young sangat tinggi, karatan baik dan tahan erosi, dan berat relatif rendah. Materialmaterial mentah SiC relatif murah, dan dapat dibuat dalam bentuk-bentuk

28 11 kompleks, dimana memungkinkan disiasati melalui proses fabrikasi konvensional seperti dry pressing, extrusion and injection moulding. Hasil akhir mempunyai harga kompetitif disamping menawarkan keuntungan-keuntungan teknis yang unggul berdayaguna lebih dari material-material lainnya (Bandyopadhyay AK. 2008). Optik fonon energi tinggi, sebesar mev, konduktivitas thermal tinggi (4.9 W/K cm) ( Feng ZC, Zhao JH. 2004). Pengukuran film tipis SiC diperoleh bahwa spektrum transmisi pada interval panjang gelombang nm. Pada awalnya (interval UV), transmisi meningkat dengan cepat dari 53,1% hingga 80% dengan interval nm. Selanjutnya, pada interval visible ( nm), peningkatan transmisi menjadi lambat dari 80% hingga 92,5% dan panjang gelombang terputus dalam interval ini. Hasil pengukuran Seeback memperjelas bahwa film SiC adalah semikonduktor tipe-n. Sifat resistansi dan konduktivitas film tipis SiC adalah konstan diatas 70 C dicirikan oleh sifat tetap jika temperatur dinaikkan. Koefisien absorpsi menurun dengan cepat dengan interval panjang gelombang foton nm menentukan panjang gelombang cut-off (λ cut-off ) sekitar 448nm, nilai energi band-gap (E g ) SiC sekitar 3 ev, koefisien absopsi (α) sekitar 3,4395 x 10cm -1 dan koefisien pemadaman (k ex ) 0,154 pada absorpsi minimum (448nm)(Hamadi, et al, 2005). Singh, et. al, telah membuat nano kristalin partikel-partikel silikon karbida dari sekam padi dengan cara thermal melalui proses plasma thermal, Chen membuat nano kristalin silikon karbida dengan cara chemical vapour deposition (CVD), Martin sukses membuat nano kristalin silikon karbida melalui carbo-thermal reduction dari silica sol dan gula. Pembuatan partikelpartikel silikon karbida dengan butiran berukuran nanometer dibuat dari chlorine berisi polysilane/polycarbosilanes (PS/PCS) juga telah dilaporkan (Bandyopadhyay AK. 2008). Metode lain yang telah digunakan adalah metode sol-gel (Meng, 2000), microwave (Satapathy, 2005), dan self-propagating high temperature synthesis (SHS) pada temperatur 1800ºC hingga 4000ºC(Feng dan Munir, 1994; Gadzira,1998; Morancais, 2003)(Niyomwas S. 2008).

29 12 (a) Gambar 9 Hubungan struktur rombohedral dengan kubik (a) dan heksagonal (b) (b) Cacat Kristal Cacat dalam kristal disebabkan oleh kehilangan atom, atom berada bukan pada tempatnya, atau kehadiran atom asing. Sifat dan konsentrasi cacat kristal mempengaruhi struktur kristal dan sifat listrik dalam semikonduktor. Cacat kristal paling sederhana adalah cacat titik. Cacat titik dapat berupa kekosongan, interstisial, dan ketidakmurnian (Beiser A, 1982). (a) (b) (c) (d) Gambar 10 Cacat titik dalam sebuah kristal. (a) Interstisial, (b) Kekosongan (vakansi), (c) Ketakmurnian Interstisial (d) Ketakmurnian substitusional

30 13 Cacat kristal lain adalah dislokasi yaitu cacat kristal dimana sebaris atom tidak berada pada kedudukan yang sebenarnya. Terdapat dua bentuk dislokasi yaitu dislokasi tepi dan dislokasi skrup. (a) (b) Gambar 11 Cacat kristal dislokasi. (a) Dislokasi tepi, (b) Dislokasi skrup. Dopant utama ketidakmurnian pada SiC adalah Nitrogen, Aluminium, Boron, Gallium dan Indium. Tipe lain ketidakmurnian pada SiC yaitu Berryllium, Magnesium, Scandium, Titanium, Tantalum, Kromium, Molibdenum, Mangan, Seng, Kadmium, Germanium, Fosfor, Oksigen, Argon, Erbium Gambar 12 Slip akibat gerak dislokasi melalui kristal yang mengalami tegangan. (a) Konfigurasi-awal kristal. (b) Dislokasi bergerak ke kanan ketika atom pada lapisan dibawahnya berturut-turut bergeser ikatannya ke lapisan atas satu baris setiap kali. (c) Kristal telah mengalami deformasi permanen.

31 14 Milling Reaksi milling adalah suatu proses dimana reaksi kimia dan milling terjadi bersama-sama yang ditempatkan dalam lingkungan energi sangat tinggi. Dapat dikerjakan dalam planetary mills dimana medan gaya dapat dibuat berubah-ubah dari satu sampai dua order besarnya dibandingkan dengan ukuran sama ball mills. Reaksi milling menggunakan proses mekanik untuk menyebabkan reaksi kimia. Proses mekanik kimia dapat digunakan menghasilkan bubuk sangat halus, proses mineral dan pembuangan, menyuling logam, reaksi-reaksi pembakaran dsb. Ciri penting pada proses mekanokimia adalah perbaikan mikrostruktur dengan deformasi unsur atau partikel bersama-sama proses memecah, dan menyambung yang menyertai terjadinya tumbukan bola atau bubuk. Energi dipancarkan ke bubuk kristalin selama milling bisa menghasilkan dislokasi struktur sel yang berkembang menjadi butir-butir nano struktur secara acak dengan menambah waktu milling. Planetary milling dapat menyebabkan reaksi-reaksi kimia dalam berbagai campuran bubuk. Pada faktanya bahwa aktivasi mekanik pada hakekatnya meningkatkan kinetika reaksi-reaksi kimia kondisi padat (Schwarz et al., 1989)(Chaira). Gambar 13 Skema dasar percepatan dalam sebuah planetary mill. Milling terjadi dalam tabung baja berdiameter dalam 4 cm dan diameter luar 5 cm. Sedangkan bola-bola alumina yang digunakan berdiameter 4,6 mm dan 5,7 mm masing-masing sebanyak 16 buah. Milling berlangsung selama 3 jam, 2 jam

32 15 pertama dengan kecepatan 500 rpm dilanjutkan 600 rpm selama 1 jam untuk mereduksi ukuran butir arang kayu Lembasung dan silika. Milling campuran silika dan karbon berukuran 75μm dengan perbandingan massa 5 : 3 dilakukan selama 144 jam bertujuan mereduksi ukuran butir sekaligus diharapkan terjadinya reaksi menghasilkan silikon karbida. Gambar 14 Milling untuk reduksi ukuran butir partikel abu sekam dan arang. Milling dengan tingkat energi lebih tinggi disebut HEM dilakukan pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan massa 1 : 3 berlangsung selama 6 jam berkecepatan 1400 rpm. Milling terjadi dalam tabung baja sama tetapi dengan bola-bola alumina berdiameter 9,8 mm sebanyak 10 buah. Perangkat HEM dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15 Mesin Milling dan kelengkapannya Sintering Pemadatan keramik kompak dilakukan dengan berbagai cara, umumnya dengan cara sintering. Proses sintering mengakibatkan material kompak

33 16 mempunyai mobilitas cukup untuk membebaskan energi permukaan bubuk, sehingga berikatan satu sama lain. Bila terjadi difusi hanya pada kondisi padat, proses ini disebut solid-state sintering. Bila peningkatan mobilitas dibantu oleh sedikit material dalam fase cair, maka proses disebut sintering fase cair (liquid phase). Penggunaan tekanan eksternal selama sintering disebut sintering tekan atau penekanan-panas (hot pressing). Sintering dapat mereduksi energi bebas benda. Seringkali reduksi energi berkaitan dengan penurunan volume, akibat dari ketidakteraturan partikel asal, dan adanya volume kosong (void) yang dihilangkan (Peng H. 2004). Gambar 16 Hubungan antara butir-butir partikel pada proses sintering Solid-state sintering terjadi pada temperatur dibawah titik leleh beberapa tahap unsur pokok dan melibatkan transport material dengan difusi. Reaksi sintering memerlukan perlakuan panas pada campuran homogen dua atau lebih reaktan, memberi struktur padat yang dibentuk melalui hasil reaksi (Peng H. 2004). Lingkungan sangat berpengaruh pada proses sintering, karena sampel terdiri dari partikel berukuran kecil dan memiliki daerah permukaan yang luas. Oleh karena itu, dalam melakukan sintering pada sampel harus dijaga agar tidak terkontaminasi oleh lingkungan sekitar. Selama proses sintering terjadi perubahan dimensi baik berupa pemuaian maupun penyusutan, bergantung pada bentuk dan distribusi ukuran partikel, komposisi bubuk dan proses sintering. Proses sintering dilakukan dalam spark plasma sintering (SPS) pada kondisi vakum.

34 17 Gambar 17 Susunan dasar sistem SPS (Peng H, 2004) Hidrotermal Hidrotermal adalah proses yang melibatkan air panas atau cairan panas lainnya yang mudah menguap karena adanya hubungan dengan sebuah sumber panas. Endapan hidrotermal adalah endapan yang terbentuk karena pengendapan mineral-mineral dari air panas atau cairan-cairan lainnya secara komparatif (Rogers, 1966). Reaksi metamorf terjadi karena penambahan komponen cairan yang mudah menguap seperti air dan karbon dioksida. Metasomatism jenis ini biasanya dihubungkan dengan aliran air panas. Mineral-mineral yang stabil dalam lingkungan kimia yang baru mengkristal (Hamblin WK, 2004). Karakterisasi Silikon Karbida Karakterisasi material dilakukan sebelum dan sesudah reaksi pembentukan silikon karbida. Karakterisasi yang dilakukan menggunakan metode, XRD dan EDS, SEM, UV Vis Spektrometer serta I - V Meter. Difraksi sinar-x memberikan informasi tentang satuan asimetris dan kisi ruang. Satuan asimetris merupakan atom, ion, atau molekul (atau bagian molekul atau gugusan molekul) yang membentuk sebuah kristal. Kisi ruang yaitu pola yang dibentuk oleh titik-titik yang merepresentasikan lokasi satuan asimetris. Kisi ruang merupakan kerangka abstrak bagi struktur kristal. Keseluruhan kristal dengan pergeseran translasi murni dibentuk oleh satuan dasar yang disebut satuan sel. Sel satuan digolongkan menjadi satu dari tujuh sistem kristal, berkenaan dengan unsur simetri rotasi yang dimilikinya. Tujuh sistem kristal yang dikenal

35 18 yaitu Kubus, Monoklin, Triklin, Ortorhombik, Rhombohedral, Tetragonal, Heksagonal. Metode Energy Dispersive Spektroscopy (EDS) digunakan untuk analisis unsur-unsur kimia penyusun suatu senyawa. Jika energi garis kulit K, L atau M yang diberikan diukur, maka nomor atom unsur yang menghasilkan garis itu dapat ditentukan. Sinar-X deretan kulit K, L dan M meningkat energinya dengan meningkatnya nomor atom. Jadi unsur dapat direkam secara serempak selama scan dilakukan. Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk melihat morfologi permukaan, ukuran partikel obyek yang diamati, dan keseluruhan perilaku dapat dipelajari. Ukuran partikel dapat di pakai untuk pengukuran kuantitatif gambar dalam rekaman fotografis SEM. UV-Vis spektrometer digunakan untuk mengetahui transisi elektron antara dua tingkat energi elektron pada molekul, gugus atom yang menyebabkan terjadinya reflektansi cahaya, dan struktur senyawa dengan pertolongan spektrum ultraviolet. I-V meter digunakan untuk mengetahui karakteristik arus tegangan. Pengukuran sifat listrik dengan menggunakan I-V meter akan memberikan informasi mengenai nilai arus dan tegangan listrik yang dilewatkan oleh suatu bahan. Berdasarkan nilai arus dan tegangan dapat diketahui nilai hambatan listrik bahan sesuai dengan persamaan V = I.R atau R = V/I. Nilai resistivitas bahan diketahui dengan menggunakan persamaan R = ρ( /A) atau ρ = (R.A)/. Suatu bahan tergolong konduktor, isolator atau semikonduktor tergantung pada nilai resistivitasnya. Nilai resistivitas dari berbagai bahan konduktor, semikonduktor, dan isolator (Iida M, 1982) dapat dilihat pada Gambar 18. Ω.cm SiO Intan Bakelit Ce Si Ge Sn Pb Ag Cu Au Gambar 18 Nilai resistivitas berbagai bahan

36 19 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu 8 bulan, dimulai bulan Juli 2009 hingga Februari Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB, Balitbang Kehutanan Republik Indonesia, dan BATAN Serpong, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (PPGL) Bandung. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Timbangan 2. Gelas piala dan gelas ukur 3. Spatula 4. Pipet 5. Kertas saring 6. Corong 7. Botol semprot 8. Aluminium foil 9. Tanur (Furnace) dan keramik 10. Ayakan 11. Jangka sorong 12. Cetakan dan Alat tekan 13. Pemanas (heat plate) 14. Tabung hidrothermal 15. Termometer digital 16. XRD 17. UV-Vis Spektroskopi 18. I-V Meter 19. XRF 20. Mikroskop digital 21. Mesin milling dan bola-bolanya 22. Spark Plasma Sintering (SPS). 23. SEM dan EDS 24. Lampu visible dan UV Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Sekam padi sebagai sumber silika (SiO 2 ) 2. Serbuk Kayu Lembasung sebagai sumber karbon ( C ) 3. HCl pekat (37%) 4. Aquadest 5. Amoniak

37 20 Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian terdiri atas tahap persiapan meliputi pengumpulan literatur sesuai dengan tema, pembuatan proposal, penyiapan alat dan bahan; tahap isolasi silika, tahap isolasi karbon, tahap sintesis silikon karbida meliputi milling dengan kecepatan 600 rpm dan 1400 rpm, hidrotermal, sintering dan kombinasinya; tahap karakterisasi meliputi XRD, SEM dan EDS, I-V meter dan UV-Vis Spektrometer; tahap penyusunan tesis meliputi analisa data, seminar dan ujian tesis. Persiapan Milling Hidrotermal Sintering Karakterisasi Penyusunan Tesis Gambar 19 Diagram Alir Tahapan Penelitian Tahap isolasi silika terdiri atas penimbangan, pencucian, pengeringan pengarangan, pengabuan, dan pemurnian abu sekam dan milling selama 3 jam (Gambar 20). Tahap isolasi karbon dari serbuk kayu Lembasung (Shorea

38 21 atrinervosa) terdiri atas pengarangan, pengayakan dan milling selama 3 jam (Gambar 25). Tahap sintesis SiC terdiri atas milling, hidrotermal, sintering, dan kombinasinya. Milling dilakukan pada campuran silika dan karbon dalam dua variasi. Pertama milling selama 144 jam pada campuran silika dan karbon perbandingan 5 : 3 dengan kecepatan 600 rpm menggunakan bola-bola alumina berdiameter 4,6 mm dan 5,7 mm masing-masing 9 buah. Kedua milling dengan energi mekanik yang lebih tinggi pada campuran silika dan karbon perbandingan 1 : 3 dengan kecepatan 1400 rpm menggunakan bola-bola alumina berdiameter 9,8 mm 9 buah. Hidrotermal dilakukan dalam tabung hidrotermal kondisi vakum selama 24 jam di atas sumber panas bertemperatur hingga 240 C. Temperatur dalam tabung hidrotermal 97 C C dan tekanan 2,7 3 Mpa. Proses sintering terjadi pada tekanan ± 30 Mpa dengan temperatur 1300 C dalam spark plasma sintering DR. Sinter Lab. Pada tahap karakterisasi dilakukan uji XRD, SEM dan EDS, UV-Vis spektrometer, dan I-V meter. Tahap akhir adalah penyusunan laporan. Pada tahap ini dilakukan analisa data kualitatif maupun kuantitatif dari hasil yang diperoleh selama penelitian dan ditunjang oleh data-data dari peneliti sebelumnya. Isolasi Silika dari Sekam Padi Silika diperoleh setelah melalui proses penimbangan, pencucian, pengeringan pengarangan, pengabuan, dan pemurnian. Massa sekam padi yang digunakan adalah 1200 gram. Pencucian dilakukan sebanyak lima kali, empat kali dengan air ledeng dan satu kali dengan aquadest. Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan zat-zat pengotor berupa debu dan pasir yang menempel pada sekam padi tersebut. Pengeringan melalui penjemuran di bawah sinar matahari menyebabkan penyebaran panas kedalam bahan berlangsung secara bertahap dan menyeluruh sehingga penyerapan air ke udara lebih merata sementara pengeringan yang menggunakan oven tidak demikian halnya. Ketika bahan mulai dikenai energi panas dari oven temperatur 190 C laju pengeringan sangat cepat, hingga pada saat masih tersisa sejumlah kandungan air, laju pengeringan mulai menurun. Menurunnya laju pengeringan tersebut menyebabkan difusi air ke permukaan berjalan lambat, sementara proses penguapan dipermukaan telah

39 22 berhenti. Akibatnya masih ada molekul-molekul air yang terperangkap didalam bahan. Hal tersebut mengakibatkan kandungan air dalam bahan tidak seluruhnya diuapkan (Harsono, 2002). Berdasarkan pendapat tersebut, maka pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari. Setelah pengeringan massa sekam yang tersisa sekitar 92,61%, artinya 7,39% adalah pengotor yang tereliminasi pada saat pencucian. Tahap pengarangan dilakukan dengan menggunakan tungku dengan laju pemanasan 7 C per menit dan ditahan pada temperatur 350 C selama 30 menit. Massa arang sekam yang diperoleh 452,497 gram atau 40,72% dari massa sekam padi kering, sisanya menjadi gas terbuang. Gambar 20 Diagram alir isolasi silika dari sekan padi Tahap pengabuan dilakukan dalam tungku (furnace) dengan laju pemanasan 5 C /menit dan ditahan pada temperatur 1000 C selama 60 menit. Total abu sekam yang diperoleh 120,595 gram atau 26, 65% dari massa arang atau 10,85% dari massa sekam padi kering. Tahap akhir untuk mendapat silika adalah pemurnian abu sekam. Pemurnian dilakukan dengan menggunakan HCl pekat untuk menghilangkan oksida-oksida logam dan non logam yang masih ada pada abu sekam karena asam klorida yang diberikan akan mengikat oksida logam yaitu P 2 O 5, K 2 O, MgO, Na 2 O,CaO dan Fe 2 O 3 menjadi kloridanya dan oksida non logam kecuali silika diubah menjadi asamnya. Oksida-oksida logam tidak dapat dihilangkan sepenuhnya dari dalam

40 23 abu sekam padi mengingat kuatnya ikatan-ikatan yang terbentuk antara oksidaoksida pengotor tersebut sehingga menyulitkan asam klorida untuk menguraikannya. Setelah pengasaman, dilakukan pencucian dengan aquadest hingga bersih dari HCl yang ditandai dengan perubahan warna larutan. Proses berikutnya adalah penyaringan dengan kertas saring untuk mendapatkan endapan silika. Endapan silika yang diperoleh dipanaskan lagi dalam tungku (furnace) hingga 1000 C dan ditahan selama 60 menit. (a) (b) (c) Gambar 21 Pengabuan sekam padi. Sekam padi kering (a), arang sekam padi (b), abu sekam padi (c) (a) (b) (c) (a) (b) Gambar 22 Pengasaman abu sekam dengan HCl Pekat (a), penyaringan (b) Gambar 23 Abu sekam setelah pemanasan hingga 1000 C selama 1 jam

41 24 Setelah pemurnian dengan HCl pekat dilanjutkan dengan pemanasan hingga 1000 C selama 1 jam. Hasil yang diperoleh berupa butiran silika berwarna putih halus dan sisa-sisa oksida (warna coklat) pada bagian atas endapan silika dan sebagian menempel pada keramik (Gambar 23) Proses selanjutnya adalah penganyakan untuk mendapatkan keseragaman ukuran butir. Sebagian oksida yang masih tersisa tersaring pada mesh 150 dan mesh Pada bagian dasar ayakan atau butiran yang melewati mesh 200 diperoleh butiran silika berukuran lebih kecil dari 75 μm. Gambar 24 Pengayakan abu sekam untuk mengurangi kandungan oksida pengotor Analisis kuantitatif abu sekam dengan metode X-Ray Fluorescence untuk mengetahui kandungan abu sekam setelah proses pengayakan. Beberapa senyawa oksida masih dijumpai. Hal ini karena sulitnya melepaskan ikatan-ikatan oksida logam. Kandungan silika abu sekam sekitar 95,14% dan lainnya berupa oksidaoksida logam dan non logam (Tabel 4). Isolasi Karbon dari Serbuk Kayu Lembasung Serbuk kayu Lembasung diambil dari limbah industri meubel di Pulau Bunyu yang kemudian diolah menjadi serbuk arang. Kayu Lembasung (Shorea atrinervosa) termasuk jenis kayu keras khas Kalimantan yang terdapat di Kalimantan Timur dan Barat serta Sabah Malaysia (Newman MF, et. al, 1998). Pengarangan dilakukan dalam reaktor arang selama ±5 jam hingga mencapai temperatur 500 C (Gambar 26). Massa serbuk kayu yang dimasukkan dalam reaktor adalah 1300 gram dengan kadar air serbuk kayu 7,5 dan serbuk arang yang diperoleh 368 gram. Selain arang diperoleh uap cair sebagai hasil sampingan

42 25 dari proses pengarangan serbuk kayu Lembasung sebanyak 585 gram. Kering oven (2,5/7,5) x 100% = 33%, contoh kering [1300 / (100% + 33%)] x 100% = 977 gram, kering udara (368 / 1300) x 100% = 28,31%, rendemen arang kering (368 / 977) x 100% = 37,67%, rendemen destilat kering (585/977) x 100% = 59,88%, rendemen destilat basah = (585/1300) x 100% = 45% Gambar 25 Diagram alir Isolasi Karbon dari Serbuk Kayu Lembasung c b d a e Gambar 26 Reaktor arang dan kelengkapannya (a) reaktor, (b) saklar, (c) termometer, (d) ampermeter, (e) labu destilasi

43 26 Gambar 27 Uap cair hasil proses pengarangan serbuk kayu Lembasung Serbuk arang mempunyai ukuran butir bervariasi sehingga dilakukan penyeragaman ukuran butir melalui pengayakan. Setelah proses pengayakan diperoleh serbuk arang dengan ukuran butir relatif seragam. Serbuk arang berukuran terkecil berada pada bagian bawah melewati mesh 200 sehingga berukuran kurang dari 75μm. Untuk proses lebih lanjut digunakan serbuk arang berukuran kurang dari 75μm. Milling Silika dan Karbon Milling silika dan karbon dilakukan untuk mendapatkan partikel-partikel yang lebih halus. Milling dilakukan dalam tabung stainless dengan bola-bola alumina berkecepatan 600 rpm selama tiga jam(gambar 14). Sintesis Silikon Karbida (SiC) Sintesis silikon karbida dilakukan dengan tiga cara yaitu milling, sintering, dan kombinasi milling dan sintering. Ketiga cara tersebut dilakukan sebagai variasi reaksi fasa padat dalam sintesis silikon karbida. Reaksi-reaksi yang mungkin selama proses dapat ditulis sebagai berikut: C(s) + SiO 2 (s) SiO(g) + CO(g), SiO 2 (s) + CO(g) SiO(g) + CO 2 (g) C(s) + CO 2 (g) 2CO(g), 2C(s) + SiO(g) SiC(s) + C(g). Reaksi yang diharapkan selama proses adalah SiO 2 (s) + 2C(s) SiC(s) + CO 2 (g) atau SiO 2 (s) + 3C(s) SiC(s) + 2CO(g).

44 27 Perbandingan stoikiometri reaksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Bobot atom Si (28), O(16), C(12), sehingga SiO 2 : C = (28 + 2(16)) : (2(12)) = 60 : 24, menghasilkan SiC dan CO 2 dengan perbandingan SiC : CO 2 = ( ) : (12 + 2(16)) = 40 : 44 atau reaksi kedua 60 : 36 = 40 : 56. Dari perbandingan stoikiometri diketahui bahwa massa sebelum dan sesudah reaksi adalah sama sesuai hukum kekekalan massa. Perbandingan SiO 2 dan C yang digunakan dalam penelitian adalah 5 : 3. Selain perbandingan massa juga dilakukan reaksi berdasarkan perbandingan koefisien reaksi antara SiO 2 dan C yaitu 1 : 3. Milling Hidrotermal Sintering Gambar 28 Diagram alir sintesis SiC

45 28 Milling Sintesis silikon karbida dengan proses milling dilakukan selama 144 jam secara terus-menerus tanpa henti. Milling dilakukan dalam sebuah tabung baja dengan berdiameter dalam 4 cm dan diameter luar 5 cm. Bola-bola alumina berdiameter 4,6 mm dengan massa 0,4388 gram dan diameter 5,7 mm bermassa 0,8569 gram sebagaimana terlihat pada gambar 10. Kecepatan putar milling adalah 600 rpm. Milling dengan energi yang lebih tinggi disebut HEM menggunakan mesin milling (Mixer/Mill PW 700i). Reaksi terjadi dalam tabung stainless yang sama tetapi bola alumina berdiameter 9,8 mm dengan massa 4,0795 gram. Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1 : 3 dilakukan selama 6 jam. Kecepatan putar milling sebesar 1400 rpm. Hidrotermal Proses hidrotermal terjadi dalam tabung hidrotermal yang dipasangi alat pengukur tekanan dan temperatur, diatas sumber panas berupa piringan panas (hot plate) seperti pada Gambar 29. Cairan yang digunakan adalah campuran amoniak dan air sehingga menjadi amonium hidroksida sebagaimana reaksi NH 3 + H 2 O NH 4 OH. Amonium hidroksida berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat terjadinya reaksi antara SiO 2 dan C. Temperatur dan tekanan uap berfungsi sebagai agen terjadinya reaksi. Hidrotermal dilakukan dalam tabung hidrotermal kondisi vakum selama 24 jam di atas sumber panas bertemperatur hingga 240 C. Temperatur dalam tabung hidrothermal 97 C C dan tekanan 2,7 3 Mpa. Hidrotermal dilakukan pada perbandingan campuran SiO 2 : C = 1 : 3 yang sebelumnya digerus dan dimilling dengan energi tinggi 1400 rpm selama 6 jam. Sintering Sintering dilakukan pada campuran silika hasil milling selama 3 jam dan karbon hasil milling 3 jam dengan perbandingan silika dan karbon 5 : 3; sintering campuran silika dan karbon dengan perbandingan sama hasil milling selama 144

46 29 jam secara terus menerus. Sebelum disinter kedua campuran dibuat pellet terlebih dahulu dengan tekanan 8 MPa. Sintering dilakukan dalam spark plasma sintering (SPS) menggunakan tegangan listrik 2,7 volt dan arus listrik 800 A selama 17 menit. Untuk mencapai temperatur hingga 1300 C dibutuhkan waktu selama 12 menit. Temperatur 1300 C dipertahankan selama 5 menit. Energi listrik terpakai selama sintering dihitung menggunakan persamaan 1. Energi listrik = V x I x t (1) dimana : V = Tegangan listrik (volt) I = Arus listrik (amper) t = Waktu (sekon) Energi listrik yang digunakan sebesar J = 2,2032 x 10 6 J. Tekanan sintering dihitung menggunakan persamaan 2. P = F/A (2) dimana : P = Tekanan (Pa) F = Gaya tekan (Newton) A = Luas permukaan sampel (m 2 ) = πr 2 = ¼ πd 2 Tekanan sintering sekitar 30 Mpa, sedangkan energi panas diberikan oleh persamaan 3. Energi Panas (Ep) = kt (3) dimana: k = konstanta Boltzman = 8,64x10-5 ev/k. T = Temperatur ( K) Energi panas yang digunakan selama sintering sebesar 0,14 ev. Sintering dilakukan pada perbandingan campuran SiO 2 : C = 5 : 3 dan 1 : 3. Sinering untuk perbandingan 5/3 dilakukan pada serbuk silika dan karbon yang telah dimilling selama 3 (sampel SPS3) dan campuran silika dan karbon yang telah dimilling selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm. Sintering untuk perbandingan 1/3 dilakukan pada bubuk hasil milling dengan energi tinggi

47 30 berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam dan bubuk hasil kombinasi perlakuan millling energi tinggi berkecepatan 1400 rpm dengan hidrotermal selama 24 jam. Sampel Sampel yang dibuat sebanyak 7 buah dan diberi kode berdasarkan jenis perlakuan. Semua sampel diberikan kode sebagai berikut : 1. ML144 : Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5 : 3 selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm. 2. MLSPS144 : Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5 : 3 selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm kemudian sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300 C dan tekanan 30 Mpa selama 5 menit. 3. SPS3 : Milling 3 jam dengan kecepatan 600 rpm pada silika dan karbon secara terpisah kemudian dicampur dengan perbandingan silika dan karbon 5 : HEM6 : Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1 : 3 selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm. 5. HEM6SPS : Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1 : 3 selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm kemudian sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300 C dan tekanan 30 Mpa selama 5 menit. 6. HEM6HDSPS : Kombinasi perlakuan milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1 : 3 selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm kemudian diberi perlakuan hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100 C dengan tekanan 2,7 3 Mpa, selanjutnya perlakuan sintering 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300 C dan tekanan 30 Mpa selama 5 menit. 7. HD24 : Proses hidrotermal selama 24 jam pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1 : 3 tanpa perlakuan milling dan sintering

48 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Silika Hasil Isolasi dari Sekam Padi Analisis kuantitatif dengan metode X-Ray Fluorescence dilakukan untuk mengetahui kandungan silika abu sekam dan oksida-oksida lainnya baik logam maupun non logam. Dari hasil analisa diketahui silika dengan tingkat kemurnian 95,14% dan sisanya 4,86% berupa senyawa-senyawa oksida yang sulit dihilangkan(tabel 4). Tabel 4. Kandungan senyawa-senyawa oksida logam dan non logam pada abu sekam berdasarkan analisa metode XRF No Senyawa Prosentase Berat Unsur Prosentase Berat 1 SiO 2 95,14 Si 44,48 2 Al 2 O 3 1,69 Al 0,897 3 Na 2 O 0,647 Na 0,48 4 CaO 0,602 Ca 0,431 5 K 2 O 0,449 K 0,373 6 MgO 0,362 Mg 0,218 7 Fe 2 O 3 0,262 Fe 0,183 8 MnO 0,207 Mn 0,161 9 As 2 O 3 0,119 As 0,09 10 Cs 2 O 0,117 Cs 0,11 11 P 2 O 5 0,113 P 0, ZnO 0,0853 Zn 0, Ar 0,055 Ar 0, Cl 0,048 Cl 0, Rb 2 O 0,0179 Rb 0, Yb 2 O 3 0,0169 Yb 0, CuO 0,0118 Cu 0,0094 Hasil karakterisasi silika dengan metode difraksi sinar-x memperlihatkan sudut 2θ 20,89 ; 21,89 ; 21,99 ; 22,87 ; 22,93 ; 31,36 ; 31,47 ; 36,10 ; 36,21 ;48,52 ; 56,99 ; 57,11 (Gambar 29b). Tingkat kristalinitas silika sekitar 78,68% - 80,63% (Lampiran 5)

49 32 c b c a b c Gambar 29 Pola difraksi untuk karbon kayu, silika sekam padi, dan amplas (SiC) Karbon Hasil Isolasi dari Serbuk Kayu Lembasung Analisa kandungan arang kayu Lembasung dilakukan untuk mengetahui kadar karbon arang. Dari hasil analisa diketahui kandungan arang kayu Lembasung berupa zat terbang (volatile matter) 14,135%, kadar abu (fly ash) 0,5%, dan karbon 85,365%. Pola difraksi arang kayu Lembasung,menunjukkan bahwa arang sebagian besar masih bersifat amorf, kecuali pada 2θ 44 terdapat dalam bentuk kristal dengan intesitas kecil (Gambar 29c). Dari data difraksi sinar- X diketahui tingkat kristalinitas arang kayu sekitar 44,41% (Lampiran 5). Distribusi ukuran partikel-partikel arang kayu setelah proses milling selama 3 jam memperlihatkan variasi ukuran butir dari 10 μm - 75 μm (Gambar 30). Ini menunjukkan bahwa proses milling selama tiga jam tidak mereduksi ukuran butir secara menyeluruh. Tumbukan bola-bola alumina dengan partikel-partikel maupun antara partikel-partikel itu sendiri menyebabkan pecahnya partikel arang menjadi partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Hasilnya diperoleh ukuran butir partikel-partikel arang yang heterogen (Gambar 30).

50 33 Gambar 30 Citra mikroskopis arang kayu setelah milling selama 3 jam Karakterisasi Hasil Sintesis Campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5/3 yang dimillling selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm dan perbandingan 1/3 yang dimillling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm memperlihatkan adanya perbedaan. Pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5/3 masih sulit terlihat dibawah mikroskop optik sedangkan pada pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1/3 sudah terlihat adanya SiC yang terbentuk (Gambar 31). Hal ini berhubungan dengan tingkat energi yang digunakan berbeda. (a) (b) Gambar 31 Morfologi permukaan campuran silika dan karbon setelah milling. Perbandingan silika dan karbon 5/3 (a) dan perbandingan silika dan karbon 1/3 (b) perbesaran 200 kali

51 34 Pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5/3, milling dilakukan dengan kecepatan 600 rpm (ML) sedangkan pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1/3, milling dilakukan dengan kecepatan 1400 rpm (HEM). Energi mekanik yang dihasilkan berbanding lurus dengan kecepatan milling. Makin besar kecepatan milling makin besar energi mekanik yang dihasilkan. Milling dengan kecepatan 1400 rpm menghasilkan energi mekanik yang jauh lebih besar dibanding milling dengan kecepatan 600 rpm. Energi mekanik yang lebih besar pada milling dengan kecepatan 1400 rpm sudah mampu memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon membentuk SiC. Energi mekanik yang dihasilkan pada milling dengan kecepatan 600 rpm belum cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon sehingga belum terbentuk senyawa SiC (Gambar 31). Hal ini sesuai dengan pola difraksi sinar-x, dimana sudut-sudut 2θ pada milling 600 rpm menghasilkan puncak-puncak dominan yang relatif berdekatan dengan struktur awal silika. Sintering pada temperatur 1300 C dan tekanan sekitar 30 Mpa menghasilkan material keramik dalam bentuk pellet (Gambar 32). Material keramik yang dihasilkan mempunyai sifat listrik yang berbeda dengan sifat listrik silika. Silika tidak dapat menghantarkan arus listrik (isolator) sedangkan material keramik hasil sintering mampu menghantarkan listrik. Gambar 32 Material keramik hasil sintering Perlakuan sintering memberikan pengaruh besar pada material ditandai dengan perubahan 2θ membentuk 2θ yang baru yaitu 26,1 ; 26,5 ; 44,5 ; dan 45,5 ; 64,8 ; dan 77,8 pada sampel MLSPS 144 (Gambar 33d) sedangkan sintering tanpa milling membentuk puncak baru pada sudut 44,5 ; 64,8 ; dan 77,8 pada sampel SPS3 (Gambar 33c).

52 35 a b c d a b c d (1 0 31) (0 1 38) (009) (1 2 12) (1 0 31) (0 1 38) Gambar 33 Pola difraksi untuk sampel ML144, SPS3, MLSPS144 dan SiC (amplas) Pola difraksi sinar-x sampel dibandingkan dengan Joint Committe on Powder Diffraction Standards (JCPDS), hasil peneliti terdahulu pada sudut 2θ~35,8 ; 42 ; 60,5 ; 76 memperlihatkan fase kristal β-sic struktur kubik dan pola difraksi sinar-x silikon karbida (amplas). JCPDS yang digunakan nomor dan tahun Perlakuan milling selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm belum terbentuk SiC ditandai dengan pola difraksi yang relatif sama dengan pola difraksi silika (Gambar 33b). Hal ini disebabkan oleh tidak cukupnya energi yang dihasilkan untuk membentuk SiC pada milling dengan kecepatan 600 rpm. Pola difraksi hasil sintering pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5 : 3 memperlihatkan adanya 2θ baru yang bersesuaian dengan 2θ SiC pada sudut 64,82 dan 77,88 menandai terbentuknya SiC. Hal ini menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan pada proses sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300 C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit telah cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon membentuk senyawa SiC (SPS3) (Gambar 33c). Pola difraksi kombinasi perlakuan milling

53 36 selama 144 jam dan kecepatan 600 rpm dengan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300 C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit memperlihatkan munculnya 2θ yang baru pada 26,08 C; 26,5 C; 45,5 C; 64,82 dan 77,86 bersesuaian dengan 2θ SiC. Kombinasi dua perlakuan tersebut menghasilkan energi yang lebih besar lagi sehingga membentuk SiC lebih banyak (Gambar 33d). Campuran silika dan karbon pada perbandingan 1 : 3 dengan perlakuan hidrotermal selama 24 jam menghasilkan pola difraksi yang relatif sama dengan pola difraksi awal silika dan arang. Hal ini menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan pada proses hidrotermal selama 24 jam belum cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon membentuk SiC (HD24) (Gambar 34d). Perlakuan milling selama 6 jam dan kecepatan 1400 rpm menghasilkan pola difraksi yang relatif sama dengan puncak-puncak dan 2θ silika, tetapi muncul puncak baru pada sudut 64,96 dengan intesitas yang relatif kecil bersesuaian dengan 2θ SiC. Ini berarti energi yang dihasilkan pada proses milling dengan kecepatan 1400 rpm telah cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon untuk membentuk senyawa SiC (HEM6)(Gambar 34a). SiC dapat terbentuk lebih banyak jika waktu atau kecepatan milling ditingkatkan. Kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300 C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit memperlihatkan munculnya 2θ yang baru pada sudut 26,6 dan 45,07 dengan intesitas relatif sama, juga sudut 64,79 dan 77,82 dengan intesitas yang juga relatif sama tetapi dengan intesitas yang lebih sedikit dibandingkan dengan 2θ sebelumnya. Keempat 2θ tersebut bersesuaian dengan 2θ SiC. Walaupun demikian puncak-puncak yang bersesuaian dengan 2θ material reaktan masih terlihat yaitu pada sudut 22,07 bersesuaian dengan 2θ silika dan sudut 44,47 bersesuaian dengan 2θ karbon. Hal ini menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan oleh kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300 C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit telah cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan

54 37 karbon membentuk senyawa SiC tetapi proses reaksi belum sempurna saat energi sintering dihentikan akibatnya fasa kristal silika dan karbon masih tersisa atau belum berubah seluruhnya menjadi SiC (HEM6SPS) (Gambar 34b). Selanjutnya, kombinasi tiga perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm, perlakuan hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100 C bertekanan 2,7-3 MPa dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300 C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit menghasilkan 2θ baru berbeda dengan 2θ silika dan karbon pada pola difraksi sinar-x. Sudut 26,49 ; 45,25 ; 64,80 dan 77,88 merupakan 2θ yang baru berbeda dengan 2θ reaktan tetapi bersesuaian dengan 2θ SiC. Hal ini membuktikan bahwa kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm, perlakuan hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100 C bertekanan 2,7-3 MPa dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300 C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit menghasilkan energi cukup bagus untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbaon membentuk senyawa baru silikon karbida (HEM6HDSPS) (Gambar 34c). a b c d e e d 0 0 9) c b a (1 2 12) (1 0 31) (0 1 38) Gambar 34 Pola XRD pada sampel HEM6, HEM6SPS, HEM6HDSPS, HD24

55 38 Perlakuan kombinasi milling dan sintering menghasilkan kristal-kristal SiC yang mana proses pembentukannya belum sempurna energi sintering dihentikan (sampel HEM6SPS dan MLSPS 144). Proses hidrotermal memberikan energi tambahan untuk memicu reaksi silika dan karbon membentuk senyawa SiC. Indeks Miller berguna untuk menyatakan pemisahan bidang (d hkl ). Pemisahan bidang (hkl) dalam kisi kubus atau rhombohedral dinyatakan dengan persamaan 4. (4) Perhitungan parameter kisi menggunakan persamaan (5) untuk sistem kristal kubus dan rombohedral dimana unsur a = b = c. (5) dimana : a = parameter kisi d = pemisahan bidang (Å) hkl = indeks Miller. Parameter kisi bidang hkl (0 0 9), (1 2 11), (1 0 31) dan (0 1 38) secara berturut-turut adalah 30,26 Å; 22,73 Å; 44,59 Å; 46,59Å. Rata-rata ukuran kristal sampel bervariasi dari 38 nm hingga 89 nm. Rata-rata ukuran kristal sampel ML144, MLSPS144, SPS3, HEM6, HEM6SPS, HEM6HDSPS, HD24 berturutturut 38,88nm; 42,77nm; 50,60nm; 88,96nm; 78,51nm; 51,36nm; 39,45nm. Gambar 35 Morfologi permukaan keramik sampel SPS3. Perbesaran kali

56 39 Gambar 36 Morfologi permukaan keramik sampel MLSPS144. Perbesaran kali Gambar 37 Morfologi permukaan keramik sampel HEM6SPS. Perbesaran kali

57 40 Gambar 38 Morfologi permukaan sampel SPS3. Perbesaran kali. Kenampakan morfologi material keramik hasil kombinasi milling kecepatan 1400 rpm dengan sintering lebih kompak dan tidak terlihat adanya pori-pori (Gambar 37). Material keramik hasil sintering tanpa milling memperlihatkan retakan-retakan dan kurang kompak tetapi terlihat adanya bidang permukaan yang saling berhubungan membentuk sudut tertentu (Gambar 35dan 38). Kombinasi milling 144 jam dan sintering pada perbandingan campuran SiO 2 dan C 5/3 memperlihatkan adanya pori (Gambar 36). Sampel-sampel mempunyai tingkat kristalinitas yang berbeda tergantung perlakuan yang diberikan. Perlakuan hidrotermal pada perbandingan campuran silika dan karbon 1/3 mempunyai tingkat kristalinitas paling rendah yaitu 34,69%. Milling energi tinggi berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas 54,85%. Milling berkecapatan 600 rpm selama 144 jam pada perbandingan campuran silika dan karbon 5/3 menghasilkan tingkat kristalinitas 70,92%. Hal ini menandakan bahwa selain tingkat energi, lamanya waktu milling berpengaruh pada tingkat kristalinitas yang dihasilkan. Kombinasi

58 41 milling berkecepatan 600 rpm selama 144 jam dan sintering pada perbandingan campuran silika dan karbon 5/3 menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas 75,92%. Perlakuan milling selama 3 jam pada serbuk silika dan serbuk karbon sebelum sintering pada perbandingan campuran silika dan karbon 5/3 menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas 81,42%. Hal ini membuktikan bahwa ukuran butir reaktan ikut menentukan tingkat kristalinitas hasil reaksi. Makin kecil ukuran butir reaktan makin tinggi tingkat kristalinitas hasil reaksi. Kombinasi perlakuan milling energi tinggi berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam dan sintering pada perbandingan campuran silika dan karbon 1/3 menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas paling tinggi yaitu 90,34%. Perlakuan hidrotermal hasil milling energi tinggi pada perbandingan campuran silika dan karbon 1/3 sebelum sintering membentuk kristal yang lebih stabil tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dengan tingkat kristalinitas 87%. Analisis EDS pada sampel MLSPS 144 menunjukkan bahwa perbandingan campuran SiO 2 dan C setelah milling dan sintering adalah 52,83 : 47,17 = 0,893. Campuran silika dan karbon pada sampel MLSPS 144 sebelum reaksi adalah 5 : 3 = 1,667 artinya sebagian senyawa SiO 2 telah bereaksi dengan karbon membentuk senyawa SiC. Perbandingan atom unsur Si : C = 15,14% : 84,86% pada sampel MLSPS144 menunjukkan bahwa unsur Si lebih sedikit dibandingkan dengan unsur C dalam keramik (Gambar 39). Puncak energi sebesar 1,739 kev indikasi adanya unsur Si dan puncak energi sebesar 0,277 kev indikasi adanya unsur C dalam keramik (Gambar 39). Gambar 39 Kurva EDS sampel MLSPS144

59 42 Gambar 40 Kurva EDS sampel HEM6HDSPS Hasil analisis EDS pada sampel HEM6HDSPS menunjukkan adanya puncak energi sebesar 1,739 kev indikasi adanya unsur Si dan puncak energi sebesar 0,277 kev indikasi unsur C dalam keramik. Perbandingan atom unsur Si : C = 12,48% : 48,93% pada sampel HEM6HDSPS, hal ini menunjukkan bahwa unsur Si lebih sedikit dibandingkan dengan unsur C dalam keramik Perbandingan unsur Si dan C tidak sesuai dengan perhitungan stoikiometri mengindikasikan adanya unsur-unsur pengotor dalam keramik (Gambar 41). Gambar 41 Pemetaan unsur sampel HEM6HDSPS

60 43 Gambar 42 Pemetaan unsur sampel HEM6SPS Berdasarkan data pemetaan unsur-unsur penyusun material keramik HEM6HDSPS dan HEM6SPS, diketahui bahwa unsur Si berdekatan dengan unsur C menandakan unsur Si berikatan dengan C membentuk SiC. Selain itu terlihat masih adanya unsur-unsur pengotor seperti Fe dan Ca. Unsur pengotor mempengaruhi sifat listrik keramik SiC (Gambar 42). Sifat optik material keramik SiC diuji dengan UV-Vis spektroskopi menunjukkan daerah reflektansi meningkat cepat pada panjang gelombang 350 nm hingga 400 nm pada sampel SPS3 dan bergeser ke 365 hingga 390 nm pada sampel MLSPS144. Nilai prosentase reflektans sampel SPS 3 sekitar 7% pada daerah panjang gelombang 350 nm hingga 400 nm, selanjutnya pada panjang gelombang diatas 400 nm reflektansi menjadi lambat hingga terputus. Sampel MLSPS 144 pada panjang gelombang yang sama hanya sekitar 3%, selanjutnya pada panjang gelombang diatas 400 nm reflektansi menjadi lambat hingga terputus. Nilai reflektansi sampel MLSPS144 lebih rendah dibanding sampel SPS3 (Gambar 43). Hal ini membuktikan bahwa lamanya waktu milling dan sintering berpengaruh pada kualitas SiC yang dihasilkan.

61 44 a b b a Gambar 43 Spektrum reflektansi material keramik SPS3 dan MLSPS144 Gambar 44 Spektrum absorbansi sampel HEM6HDSPS Keramik hasil kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm, hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100 C dengan tekanan 2,7-3 MPa dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan selama 5 menit pada temperatur 1300 C dan tekanan sekitar 30 MPa memperlihatkan serapan maksimum pada panjang gelombang nm yaitu pada ultra violet (Gambar 44).

62 45 Hasil uji karakteristik arus-tegangan menunjukkan bahwa material keramik hasil kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm dan perlakuan sintering pada temperatur 1300 C dan tekanan 30 MPa memberikan respon terhadap cahaya. Pengukuran arus tegangan memperlihatkan adanya perubahan nilai arus dan tegangan jika diberikan cahaya lampu dan UV (Gambar 45). Perubahan nilai arus tegangan menyebabkan nilai resistivitas meningkat dalam merespon cahaya lampu dan UV secara berturut-turut sebagai terlihat pada tabel 5. Perhitungan nilai resistivitas material keramik hasil reaksi menggunakan persamaan berikut : R = ρ ( /A) atau ρ = (R.A)/ (6) Dimana : R = hambatan (Ohm) A = luas (m 2 atau cm 2 ) panjang m atau cm Ρ hambatan jenis Ohm.m atau Ohm.cm a b c a b c Gambar 45 Karakteristik arus-tegangan sampel HEM6SPS Sedangkan uji karakteristik arus tegangan sampel hasil kombinasi perlakuan milling, hidrothermal dan sintering (sampel HEM6HDSPS) hanya memberikan respon terhadap UV. Pemberian sinar UV pada sampel akan meningkatkan nilai resistivitas. Sebaliknya pemberian cahaya lampu tidak direspon oleh sampel ditandai dengan grafik yang dihasilkan berimpit (sama) dengan grafik tanpa pemberian cahaya lampu (Gambar 46a dan 46b)

63 46 Tabel 5 Nilai resistivitas sampel hasil kombinasi milling dan sintering HEM6SPS Perlakuan V (volt) Arus (A) R (Ohm) A (cm2) Panjang (cm) Resistivitas (ρ) (Ω.cm) Tanpa lampu Dengan lampu Dengan UV 0,4 0,5 0,8 1,77 0,3 4,72 0,5 0,5 1 1,77 0,3 5,9 0,55 0,5 1,1 1,77 0,3 6,49 a b c a=b c Gambar 46 Karakteristik arus-tegangan sampel HEM6HDSPS Perlakuan yang berbeda mempengaruhi sifat listrik sampel dalam merespon sinar UV, kombinasi perlakuan milling 144 jam dan sintering pada perbandingan campuran SiO2 dan karbon 5/3 memperlihatkan perubahan resistivitas paling besar dalam merespon sinar UV (Tabel 6). Sampel MLSPS144 lebih kuat merespon UV dari sampel SPS3 jika keduanya diberikan sinar UV. Hal ini berhubungan dengan ukuran kristal sampel MLSPS144 lebih kecil dan kristal SiC lebih banyak dari sampel SPS3. Jika dibandingkan dengan hasil

64 47 millling energi mekanik tinggi pada perbandingan SiO2 : C = 1 : 3, maka hasil milling pada perbandingan SiO2 : C = 5 : 3 memberikan respon yang lebih baik (Gambar 47). a b c d b a d c Gambar 47 Karakteristik I-V keramik berbeda terhadap sinar UV Tabel 6 Perbandingan nilai resistivitas Sampel terhadap sinar UV Sampel V R A Panjang Resistivitas I (A) (volt) (ohm) (cm 2 ) (cm) (Ω.cm) MLSPS144 0,8 0,5 1,60 1,77 0,4 7,08 SPS3 0,8 0,6 1,33 1,77 0,4 5,90 HEM6SPS 0,8 0,7 1,14 1,77 0,3 6,74 HEM6HDSPS 0,8 0,76 1,05 1,77 0,3 6,21 Berdasarkan hasil perhitungan dibandingkan dengan nilai resistivitas berbagai bahan, maka material keramik SiC yang dihasilkan termasuk bahan semikonduktor. Kehadiran bahan pengotor unsur besi (Fe), kalsium (Ca), atau unsur lainnya membuat material keramik SiC yang dihasilkan tergolong semikonduktor ekstrinsik.

65 48 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Silika dapat diisolasi dari sekam padi dengan tingkat kemurnian 95,14%. 2. Kadar karbon dari arang kayu Lembasung adalah 85, 365% 3. Silikon karbida dapat disintesis dari silika sekam padi dan karbon kayu melalui reaksi fasa padat. 4. Keramik SiC stabil pada bidang hkl (0 0 9), (1 2 11), (1 0 31) dan (0 1 38) dengan struktur kristal rombohedral dan tingkat kristalinitas 87% sebagai hasil kombinasi milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm, hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100 C dan tekanan 2,7 3 MPa, dan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300 C dengan tekanan sekitar 30 MPa selama 5 menit. 5. Daerah serapan maksimum material keramik SiC yaitu panjang gelombang 300 nm hingga 400 nm pada daerah sinar ultra violet. 6. Nilai resistivitas SiC berbanding lurus dengan energi cahaya yang diberikan. 7. Keramik SiC merupakan bahan semikonduktor ekstrinsik yang dapat digunakan dalam bidang elektronik. Saran-Saran 1. Proses Milling dilakukan hingga mendapatkan partikel-partikel berukuran nano meter dengan menambah waktu dan kecepatan milling sehingga lebih banyak partikel SiC terbentuk. 2. Waktu dan temperatur sintering perlu ditingkatkan untuk mendapatkan kristal SiC yang lebih baik. 3. Penelitian sebaiknya difokuskan pada satu metode reaksi fasa padat.

66 49 DAFTAR PUSTAKA Anggono J, dkk Reduksi Ukuran Serbuk Kayu Meranti dan Serbuk Silikon Untuk pembuatan Silikon Karbida (SiC) Temperatur <1500 C. Universitas Kristen Petra. Surabaya. Atkins PW Kimia Fisika. I.I. Kartohadiprodjo, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Bandyopadhyay AK Nano Materials. New Age International (P) Limited, New Delhi, India. Beiser A, Konsep Fisika Modern. Liong H, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari : Concepts Of Modern Physics. Chaira D, Mishra BK, Sangal S. Synthesis of Silicon Carbide by Reaction Milling in a Dual-drive Planetary Mill. Indian Institute of Technology Kanpur. India Chakrabarti OP, Maiti HS, Majumdar R Biomimetic synthesis of cellular SiC based ceramics from plant precursor. Bull Mater Sci 27: Chandrasekhar S, Pramada PN, Majeed Jisha Effect of calcinations temperature and heating rate on the optical properties and reactivity of rice husk ash. J Mater Sci 41: Springer Culliti BD. Element of X-Ray Diffraction, Third Edition. New Jersey. Prentice Hall 2001 Feng ZC, Zhao JH Silicon Carbide Material, Processing, and Devices. Vol. 20. Taylor and Francis Inc. New York. USA Gupta A, Paramanik D, Varma S, Jacob C CVD growth and characterization of 3C-SiC thin films. Bull Mater Sci 27: Hamadi OA, Yahia KZ, Jassim ONS Properties of Inclined Silicon Carbide Thin Films Deposited by Vacuum Thermal Evaporation. School of Applied Science, University of Technology, Baghdad, Iraq. Hamblin WK Earth s Dynamic Systems. Prentice-Hall, Inc. United States of America. Harsono H Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi. J Ilmu Dasar 3[2]: Limthongkul P, Dateraksa K, Suchatjaroenying B, Sujirote K Effect of Processing Conditions on The Phase and Microstructure of Nano-SiC Produced From Rice Husks. Materials Forum 29: Newman MF, et. al Borneo Island Medium and Heavy Woods. Cifor. Royal Botanic Garden Edinburgh. United Kingdom.

67 50 Niyomwas S The effect of carbon mole ratio on the fabrication of silicon carbide from SiO 2 -C-Mg system via self-propagating high temperature synthesis. J Song Sci Technol 30: Peng H Spark Plasma Sintering of Si 3 N 4 -Based Ceramics. Thesis. Department of Inorganic Chemistry. Stockholm University. Pierson HO Handbook of Refractory Carbides and Nitrides. Noyes Publications, New Jersey. U.S.A. Rogers JJW dan Adams JAS Fundamentals of Geology. United States of America. Saddow SE, et. al, Advances in Silicon Carbide Processing and Applications. Artech House, Inc. Boston. London Shi D Biomaterials and Tissu Engineering. Spinger Sing SK, Mohanty BC, Basu S Synthesis of SiC from rice husk in a plasma reactor. Bull Mater Sci 25: Sundaram KB, Alizadeh Z, Chow L The effects of oxidation on the optical properties of amorphous SiC films. Mater Sci and Eng. Elsevier. Stephen E, Saddow, et. al Advances in Silicon Carbide Processing and Applications. Artech House, Inc. Boston. London Vyshnyakova K, Yushin G, Pereselentseva L, Gogotsi Y Formation of Porous SiC Ceramics by Pyrolysis of Wood Impregnated with Silica. Int J Appl Ceram Technol 3[6]: Yang Y, Lin ZM, Li JT Synthesis of SiC silicon and carbon combustion in air. J Eur Ceramic soc 29: Zhang Z, Wang F, Yu X, Wang Y, Yan Y Porous Silicon Carbide Ceramics Produced by a Carbon from Mixtures of Mesophase Pitch and Si Particles. Soc Ceram Am J 92(1)

68 LAMPIRAN 51

69 Lampiran 1 Peralatan yang digunakan dalam penelitian Milling/HEM I-V Meter Pemurnian abu sekam Milling Spark Plasma Sintering UV-Vis Spektrometer Pipet dan gelas piala (HCl) Timbangan Alat Hidrotermal SEM dan EDS Furnace/Tungku Reaktor XRD 52

70 Lampiran 2 Perhitungan ukuran kristal sampel (sampel ML144) Nomor Puncak 2θ θ θ (deg.) (deg.) (rad) k λ (nm) kλ FWHM (deg) FWHM (rad) β (FMHM/2) Cos θ β Cos θ D (nm) 1 20, ,377 0, ,9 0, , , , , , , , , ,931 0, ,9 0, , , , , , , , , ,225 0, ,9 0, , , , , , , , , ,525 0, ,9 0, , , , , , , , , ,764 0, ,9 0, , , , , , , , , ,148 0, ,9 0, , , , , , , , , ,670 0, ,9 0, , , , , , , , , ,041 0, ,9 0, , , , , , , , , ,291 0, ,9 0, , , , , , , , , ,475 0, ,9 0, , , , , , , ,6414 Perhitungan ukuran kristal menggunakan persamaan:,. β θ, Dimana : λ = Panjang gelombang (Cu) = 1,5406 Å = 0,15406 nm β = ½FWHM (dalam satuan radian) θ = 2θ bagi 2 (dalam satuan radian) 53

71 Lanjutan... sampel SPS 3 Nomor Puncak 2θ θ θ (deg.) (deg.) (rad) k λ (nm) kλ FWHM (deg) FWHM (rad) β (FMHM/2) Cos θ β Cos θ D (nm) 1 20,95 10,48 0, ,9 0, , , ,0088 0, , , , ,00 11,00 0, ,9 0, , , , , , , , ,55 11,28 0, ,9 0, , , , , , , , ,99 11,49 0, ,9 0, , , , , , , , ,48 14,24 0, ,9 0, , , , , , , , ,46 15,73 0, ,9 0, , , , , , , , ,20 18,10 0, ,9 0, , , , , , , , ,70 21,35 0, ,9 0, , , , , , , , ,50 22,25 0, ,9 0, , , , , , , , ,98 23,49 0, ,9 0, , , , , , , , ,60 24,30 0, ,9 0, , , , , , , , ,13 28,57 0, ,9 0, , , , , , , , ,82 32,41 0, ,9 0, , , , , , , , ,88 38,94 0, ,9 0, , , , , , , ,900 54

72 Lanjutan... (sampel MLSPS144) Nomor Puncak 2θ θ θ (deg.) (deg.) (rad) k λ (nm) kλ FWHM (deg) FWHM (rad) β (FMHM/2) Cos θ β Cos θ 1 20,97 10,49 0, ,9 0, ,14 0,74 0, , , , , ,93 10,97 0, ,9 0, ,14 0,4355 0, , , , , ,57 11,29 0, ,9 0, ,14 0,38 0, , , , , ,08 13,04 0, ,9 0, ,14 0,92 0, , , , , ,50 13,25 0, ,9 0, ,14 0,32 0, , , , , ,39 14,20 0, ,9 0, ,14 0,396 0, , , , , ,36 15,68 0, ,9 0, ,14 0,405 0, , , , , ,12 18,06 0, ,9 0, ,14 0,4514 0, , , , , ,57 21,29 0, ,9 0, ,14 0,35 0, , , , , ,50 22,25 0, ,9 0, ,14 0,2971 0, , , , , ,51 22,75 0, ,9 0, ,14 0,311 0, , , , , ,87 23,43 0, ,9 0, ,14 0,48 0, , , , , ,50 24,25 0, ,9 0, ,14 0,3467 0, , , , , ,05 28,53 0, ,9 0, ,14 0,5633 0, , , , , ,82 32,41 0, ,9 0, ,14 0,3483 0, , , , , ,86 38,93 0, ,9 0, ,14 0,3383 0, , , , ,37 D (nm) 55

73 Lanjutan... (sampel HEM6) Nomor Puncak 2θ θ θ (deg.) (deg.) (rad) k λ (nm) kλ FWHM (deg) FWHM (rad) β (FMHM/2) Cos θ β Cos θ D (nm) 1 12,13 6,07 0,11 0,9 0, , , , , , , , ,96 6,48 0,11 0,9 0, , , , , , , , ,36 10,18 0,18 0,9 0, , , , , , , , ,85 10,43 0,18 0,9 0, , , , , , , , ,29 10,65 0,19 0,9 0, , , , #DIV/0! 6 21,86 10,93 0,19 0,9 0, , , , , , , , ,47 11,24 0,20 0,9 0, , , , , , , , ,83 11,41 0,20 0,9 0, , , , #DIV/0! 9 23,11 11,55 0,20 0,9 0, , , , , , , , ,73 13,87 0,24 0,9 0, , , , , , , , ,34 14,17 0,25 0,9 0, , , , , , , , ,31 15,65 0,27 0,9 0, , , , , , , , ,09 18,04 0,31 0,9 0, , , , , , , , ,57 18,29 0,32 0,9 0, , , , , , , , ,39 21,70 0,38 0,9 0, , , , , , , , ,99 21,99 0,38 0,9 0, , , , , , , , ,63 22,32 0,39 0,9 0, , , , , , , , ,37 22,68 0,40 0,9 0, , , , #DIV/0! 19 48,50 24,25 0,42 0,9 0, , , , , , , , ,84 28,42 0,50 0,9 0, , , , , , , , ,25 32,13 0,56 0,9 0, , , , , , , , ,95 32,48 0,57 0,9 0, , , , , , , , ,42 32,71 0,57 0,9 0, , , , , , , ,

74 Lanjutan... (sampel HEM6SPS) Nomor 2θ θ θ FWHM FWHM k λ (nm) kλ Puncak (deg.) (deg.) (rad) (deg) (rad) β (FMHM/2) Cos θ β Cos θ D (nm) 1 21, ,8461 0, ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , ,7625 0, ,9 0, , , , #DIV/0! 5 25, , , ,9 0, , , , #DIV/0! 6 25, , , ,9 0, , , , #DIV/0! 7 26, , , ,9 0, , , , #DIV/0! 8 26, ,3017 0, ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , ,2716 0, ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , ,8768 0, ,9 0, , , , , , , , , ,0986 0, ,9 0, , , , , , , , , ,1096 0, ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , ,3645 0, ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , ,142 0, ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , ,584 0, ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , ,3953 0, ,9 0, , , , , , , , , ,7836 0, ,9 0, , , , , , , , , ,9108 0, ,9 0, , , , , , , ,

75 Lanjutan... (sampel HEM6HDSPS) Nomor Puncak 2θ θ (deg.) (deg.) (rad) θ k λ (nm) kλ FWHM (deg) FWHM (rad) β (FMHM/2) Cos θ β Cos θ D (nm) 1 26, , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , ,

76 Lanjutan... (sampel HD24) Nomor Puncak 2θ θ (deg.) (deg.) (rad) θ k λ (nm) kλ FWHM (deg) FWHM (rad) β (FMHM/2) Cos θ β Cos θ D (nm) 1 20, , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , ,4249 0, ,9 0, , , , #DIV/0! 4 23, , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , ,7237 0, ,9 0, , , , , , , , , ,103 0, ,9 0, , , , , , , , , ,5698 0, ,9 0, , , , , , , ,

77 Lanjutan... (sampel Amplas (SiC)) Nomor Puncak 2θ θ θ FWHM (rad) β (FMHM/2) (deg.) (deg.) (rad) k λ (nm) kλ FWHM Cos θ β Cos θ D (nm) (deg) 1 21, , , ,9 0, , , , , , , , , ,0457 0, ,9 0, , , , #DIV/0! 3 22, ,1355 0, ,9 0, , , , #DIV/0! 4 22, ,2253 0, ,9 0, , , , #DIV/0! 5 22, ,4149 0, ,9 0, , , , #DIV/0! 6 22, , , ,9 0, , , , #DIV/0! 7 23, ,5746 0, ,9 0, , , , #DIV/0! 8 23, , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , ,4308 0, ,9 0, , , , , , , , , ,8586 0, ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , ,0359 0, ,9 0, , , , , , , , , ,1207 0, ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , ,6843 0, ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , , , , , ,9 0, , , , , , , ,

78 Lampiran 3 Hasil perhitungan ukuran kristal pada perbandingan reaktan SiO₂ : C = 5 : 3 Nomor urut MLSPS 144 ML 144 SPS ,7 27,4 32,1 2 21,8 34,9 34,6 3 32,1 35,2 41,4 4 36,1 36,6 43,5 5 37,0 37,7 44,7 6 37,2 40,2 45,9 7 40,7 42,2 46,0 8 41,4 42,7 51,2 9 42,6 45,3 51, ,7 46,6 56, ,3 58, ,0 61, ,0 69, ,4 70, , ,4 U k u r a n K r i s t a l ( n m ) MLSPS 144 ML 144 SPS Urutan Kristal 61

79 Lampiran 4 Hasil perhitungan ukuran kristal pada perbandingan reaktan SiO₂ : C = 1 : 3 No. Urut HEM 6 HEM 6 SPS HEM 6 HD24 SPS GHD ,9 41,7 33,9 31,1 2 33,4 49,6 34,2 31,5 3 34,9 51,0 39,8 36,9 4 40,7 55,5 47,1 38,1 5 42,8 56,5 49,7 39,3 6 45,0 58,0 54,1 42,6 7 45,0 60,1 54,2 46,0 8 47,6 61,1 56,2 50,2 9 55,0 63,7 65, ,0 65,5 78, ,3 66, ,4 67, ,9 69, ,2 70, ,0 74, ,0 74, ,6 76, ,0 87, ,7 89, ,7 99, , , , , ,7 U k u r a n K r i s t a l ( n m ) HEM6 HEM 6 SPS HEM6 HDSPS GHD Urutan kristal 62

80 Kristalinitas Silika (sampel Ag144An367) Lampiran 5 Data kristalinitas sampel Kristalinitas Silika (sampel Ag 144 An368) 63

81 Lanjutan... Kristalinitas amplas (SiC) Kristalinitas arang kayu Lembasung 64

82 Lanjutan... Kristalinitas sampel ML144 Kristalinitas sampel MLSPS144 65

83 Lanjutan... Kristalinitas sampel SPS3 Kristalinitas sampel HEM6 66

84 Lanjutan... Kristalinitas sampel HEM6SPS Kristalinitas sampel HEM6HDSPS 67

85 Lanjutan... 68

86 Lampiran 6 Perhitungan Parameter Kisi Rumus yang digunakan : Nomor peak d(a) h k l h k l (h + k + l ) nm Amstrong 1 26,5 3, , , ,7 2, , , , ,8 1, , , , ,9 1, , , ,59 69

87 Lampiran 8 Tabel Perbandingan Data Peak dan sudut 2Theta silika dan hasil sintesis No. Peak Sudut 2q Ag144An367 I/I1 Sudut 2q Ag144An368 I/I1 Sudut 2q SiC (amplas) I/I1 Sudut 2q SPS 3 I/I1 Sudut 2q ML 144 I/I1 Sudut 2q MLSPS 144 I/I1 Sudut 2q HEM 6 I/I1 Sudut 2q HEM 6SPS I/I1 Sudut 2q HEM6HDSPS 1 20, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,82 18 I/I1 Sudut 2q HD24 I/I1

88 SiC 2θ Int h k l Silicon Carbide 33, , Rad.CuKa λ. 1,54059 Filter d,sp. Calculated 38, Cut off Int. Calculated I/Icon 49, Ref. Bind. J. Mater. Res. Bull (1978) 59, , Sys. Hexagonal SG 70, a: 3,0815 b: c: A: C: 1, , α: β: γ: Ζ mp 73, Ref. Ibid 75, , Dx: Dm: SS/FOM F21 88( ) 95, , Deleted by: Mwt: Volume [CD]: , , , JCPDS. International Centre for Diffraction Data. All rights reserved 110, PCPDFWIN v , , , , , Lam piran 7 Data Joint Committe on Powder Diffraction Stan dards (JCPDS) untuk Struktur Kristal

89 Page Wavelength = 1,54059 SiC 2θ Int h k Silicon Carbide 34, , Rad.CuKa λ. 1,54059 Filter d sp. Calculated 38, Cut off Int. Calculated I/Icon 41, Ref. Bind. J. Mater. Res. Bull (1978) 45, , Sys. Hexagonal SG 60, a: 3,0815 b: c: A: C: , α: β: γ: Ζ mp 65, Ref. Ibid 70, , Dx: Dm: SS/FOM F21 88( ) 71, , , Deleted by: Mwt: Volume [CD]: , , , JCPDS. International Centre for Diffraction Data. All rights reserved 100, PCPDFWIN v , , , l Lanjutan......

90 Page Wavelength = 1,5418 2θ Int h k l Lan juta n Silicon Carbide 26, , Rad.CuKa λ. 1,5418 Filter d-sp. Calculated 34, Cut off Int. Estimation I/Icon 34, Ref. Alekseev. Yu. Frank-Kamenetskava. O., Sov. Phys 35, Crystallogr ( Engl. Trans ) (1987) 41, , Sys. Rhombohedral S.G R 44, a: 9,24 b: c: A: C: , a: b: g: Z: 87,3 mp 60, Ref. Ibid 71, , Dx: Dm: SS/FOM F20 75,

91 75, PHASE FOUND on twin boundaries of cubic SiC. PSC. hr , Mwt Volume[CD] , , , JCPDS. International Centre for Diffraction Data. All rights reserved 100, PCPDFWIN v , , , , Page Wavelength = 1,5418 2θ Int h k l Silicon Carbide 34, , Rad.CuKa λ. 1,5418 Filter d sp. Calculated 36, Lanju tan......

92 Cut off Int. Estimation I/Icon 37, Ref. Shaffer. Acta Crystalogr., Sec. B (1969) 38, , , Sys. Rhombohedral S.G. R3m (160) 45, a: 3,073 b: c: 52,78 A: C: 17, , α: β: γ: Ζ: 21 mp 56, Ref. Ibid 60, , Dx: 3,239 Dm: SS/FOM F30 2( ) 64, , CAS # Polytype 21R. Formerly type IV. PSC. hr14 70, Mwt Volume[CD] , , , JCPDS. International Centre for Diffraction Data. All rights reserved 77, PCPDFWIN v , , ,

93

94 Lampiran Kumpulan Foto Penelitian 66

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 19 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu 8 bulan, dimulai bulan Juli 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biofisika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan

TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Salah satu produk pertanian yang tersedia cukup melimpah adalah sekam padi. Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Silika Hasil Isolasi dari Sekam Padi Analisis kuantitatif dengan metode X-Ray Fluorescence dilakukan untuk mengetahui kandungan silika au sekam dan oksida-oksida lainnya aik logam

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen secara langsung. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit pelet CSZ-Ni

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini terlihat dari banyaknya komponen semikonduktor yang digunakan disetiap kegiatan manusia.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012 26 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012 sampai Desember 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 3 Pendahuluan ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki lebar pita energi 3,37 ev pada suhu ruang dan 3,34 ev pada temperatur rendah dengan nilai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 sampai April 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Paduan Fe-Al merupakan material yang sangat baik untuk digunakan dalam berbagai aplikasi terutama untuk perlindungan korosi pada temperatur tinggi [1]. Paduan ini

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di 24 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Silikon dioksida merupakan elemen terbanyak kedua di alam semesta dari segi massanya setelah oksigen, yang paling banyak terdapat pada debu, pasir, platenoid dan planet

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Al yang terbentuk dari 2 (dua) komponen utama yakni silika ( SiO ) dan

I. PENDAHULUAN. Al yang terbentuk dari 2 (dua) komponen utama yakni silika ( SiO ) dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 3 3 Mullite ( AlO.SiO ) merupakan bahan keramik berbasis silika dalam sistem Al yang terbentuk dari (dua) komponen utama yakni silika ( SiO ) dan O3 SiO alumina ( Al

Lebih terperinci

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Yuliani Arsita *, Astuti Jurusan Fisika Universitas Andalas * yulianiarsita@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silikon dioksida (SiO 2 ) merupakan komponen utama di dalam pasir kuarsa yang terdiri dari unsur silikon dan oksigen, biasanya di temukan di alam pada pasir kuarsa,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. dibutuhkan suatu material yang memiliki kualitas baik seperti kekerasan yang

I. PENDAHULUAN. Seiring kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. dibutuhkan suatu material yang memiliki kualitas baik seperti kekerasan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin pesat, dibutuhkan suatu material yang memiliki kualitas baik seperti kekerasan yang tinggi, porositas yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di lab. Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ERFAN PRIYAMBODO NIM : 20506006

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban manusia di abad ini. Sehingga diperlukan suatu kemampuan menguasai teknologi tinggi agar bisa

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN III.1 Umum Penelitian yang dilakukan adalah penelitian berskala laboratorium untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi aditif (additive) yang efektif dalam pembuatan keramik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin menunjukan perkembangan, sarana dan prasarana pendukung yang terkait dengan kemajuan tersebut termasuk fasilitas peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dan pembuatan keramik film tebal CuFe 2 O 4 dilakukan dengan metode srcreen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 31 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober 2010 hingga bulan Juni 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Institut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! Bookmark not ABSTRACT... Error! Bookmark not KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR ISTILAH... v DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

Modul - 4 SEMIKONDUKTOR

Modul - 4 SEMIKONDUKTOR Modul - 4 SEMIKONDUKTOR Disusun Sebagai Materi Pelatihan Guru-Guru SMA/MA Provinsi Nangro Aceh Darussalam Disusun oleh: Dr. Agus Setiawan, M.Si Dr. Dadi Rusdiana, M.Si Dr. Ida Hamidah, M.Si Dra. Ida Kaniawati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya baru

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Proses pembuatan sampel dilakukan dengan menggunakan tabung HEM dan mesin MILLING dengan waktu yang bervariasi dari 2 jam dan 6 jam. Tabung HEM

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Uji

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material.

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sintesis material, beberapa hal yang sangat berpengaruh dalam menentukan kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material. Perbaikan kinerja

Lebih terperinci

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS SKRIPSI Oleh : Ahsanal Holikin NIM 041810201063 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING

AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING Widi Astuti 1, F. Widhi Mahatmanti 2 1 Fakultas Teknik, 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2015 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2015 di Laboratorium Fisika Material Universitas Lampung, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON Maria 1, Chris 2, Handoko 3, dan Paravita 4 ABSTRAK : Beton pozzolanic merupakan beton dengan penambahan material

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian ini dilakukan dengan metode experimental di beberapa laboratorium dimana data-data yang di peroleh merupakan proses serangkaian percobaan

Lebih terperinci

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP LOGO PRESENTASI TESIS STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP. 1109201006 DOSEN PEMBIMBING: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D. JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI Pada bab ini dibahas penumbuhan AlGaN tanpa doping menggunakan reaktor PA- MOCVD. Lapisan AlGaN ditumbuhkan dengan variasi laju alir gas reaktan, hasil penumbuhan dikarakterisasi

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih metode eksperimen. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomassa, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. permukaan (SEM), dan Analisis difraksi sinar-x (XRD),

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah tangga dan bahan bangunan, yang selanjutnya keramik tersebut dikenal

I. PENDAHULUAN. rumah tangga dan bahan bangunan, yang selanjutnya keramik tersebut dikenal 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada mulanya material keramik hanya dikenal sebatas untuk barang seni, peralatan rumah tangga dan bahan bangunan, yang selanjutnya keramik tersebut dikenal sebagai keramik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah industri baja. Peningkatan jumlah industri di bidang ini berkaitan dengan tingginya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI Oleh Yuda Anggi Pradista NIM 101810301025 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KH 2 PO 4 pro analis, CaO yang diekstraks dari cangkang telur ayam dan bebek, KOH, kitosan produksi Teknologi

Lebih terperinci

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 BAB I MATERI Materi adalah sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Materi dapat berupa benda padat, cair, maupun gas. A. Penggolongan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISIS BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Karakterisasi Abu Ampas Tebu ( Sugarcane Ash ) 4.1.1 Analisis Kimia Basah Analisis kimia basah abu ampas tebu (sugarcane ash) dilakukan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keterangan Gambar 7 : 1. Komputer 2. Ocean Optic USB 2000 Spektrofotometer

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keterangan Gambar 7 : 1. Komputer 2. Ocean Optic USB 2000 Spektrofotometer 7 Keterangan Gambar 7 : 1. Komputer 2. Ocean Optic USB 2000 Spektrofotometer 3. Sumber Cahaya (Polikromatis) 4. Fiber Optik 5. Holder 6. Samp 7. Gambar 7 Perangkat spektrofotometer UV-VIS. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan sumber energi merupakan masalah yang harus segera diselesaikan oleh masing-masing negara termasuk Indonesia. Untuk itu perlu dikembangkan suatu teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 3.2 Alur Penelitian Kegiatan penelitian akan dilakukan dengan alur seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dikawasan Asia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dikawasan Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dikawasan Asia Tenggara. Sebagai negara berkembang, Indonesia melakukan swasembada diberbagai bidang, termasuk

Lebih terperinci

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION Yolanda Oktaviani, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas e-mail: vianyolanda@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE

BAB III. BAHAN DAN METODE 10 BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Februari dan berakhir pada bulan Agustus 2011. Proses pembuatan dan pengujian arang aktif dilakukan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN KERAMIK. Bahan keramik merupakan senyawa inorganik dan merupakan logam (non metallic material). Keramik tersusun dari unsur logam

BAB III BAHAN KERAMIK. Bahan keramik merupakan senyawa inorganik dan merupakan logam (non metallic material). Keramik tersusun dari unsur logam BAB III BAHAN KERAMIK Bahan keramik merupakan senyawa inorganik dan merupakan bahan bukan logam (non metallic material). Keramik tersusun dari unsur logam (metallic) dan non logam (non metallic) dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen. 3.1 Tempat Penelitian Seluruh kegiatan dilakukan di Laboratorium pengembangan keramik Balai Besar Keramik, untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V. 10 larutan elektrolit yang homogen. Pada larutan yang telah homogen dengan laju stirring yang sama ditambahkan larutan elektrolit KI+I 2 sebanyak 10 ml dengan konsentrasi 0.3 M tanpa annealing. Setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah berkembang suatu mekanisme fotokatalis yang menerapkan pemanfaatan radiasi ultraviolet dan bahan semikonduktor sebagai fotokatalis, umumnya menggunakan bahan TiO2

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd.

KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd. KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd. m.sukar1982xx@gmail.com A. Keramik Bahan keramik merupakan senyawa antara logam dan bukan logam. Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan atau ikatan kovalen. Jadi sifat-sifatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia. Sehingga para peneliti terus berupaya untuk mengembangkan sumber-sumber energi

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam skala nanometer. Material berukuran nanometer memiliki

Lebih terperinci