POLA SEBARAN DAN KAJIAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) DI LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA SEBARAN DAN KAJIAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) DI LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN"

Transkripsi

1 i POLA SEBARAN DAN KAJIAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) DI LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN FAUZIA RAHMI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Pola Sebaran dan Kajian Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) di Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks serta dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2012 Fauzia Rahmi C

3 iii RINGKASAN Fauzia Rahmi. C Pola Sebaran dan Kajian Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) di Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Dibawah bimbingan Achmad Fachrudin dan Zairion. Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan sumberdaya ikan pelagis kecil yang merupakan salah satu komoditas penting dalam perikanan dan salah satu sumberdaya perikanan yang melimpah di perairan Indonesia, termasuk di Selat Sunda. Permasalahan utama yang dihadapi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan laut adalah sulitnya menentukan daerah potensial sebagai lokasi penangkapan ikan. Sebagai akibatnya, pada daerah tertentu terjadi pengeksploitasian secara berlebihan (over fishing) dan sebaliknya pada daerah yang memiliki potensi ikan yang cukup besar justru tidak dimanfaatkan secara optimal, sehingga perlu adanya analisis mengenai pola sebaran ikan tembang (Sardinella fimbriata) di PPP Labuan, Banten. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji sebaran spasial dan musim tangkapan ikan tembang di Labuan Banten, mengestimasi hasil tangkap ikan dan nilai ekonominya, serta implikasinya bagi pengelolaan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Oktober 2011 di PPP Labuan, Banten. Data dikumpulkan melalui survei dengan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data meliputi penghitungan TPSU, analisis pola musim penangkapan ikan menggunakan indeks musim penangkapan (IMP), matriks sebaran spasial dan temporal terhadap selang kelas panjang dan TKG ikan, pemanfaatan stok ikan, serta analisis bioekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan tembang di Selat Sunda yang di daratkan di PPP Labuan belum mengalami overfishing. Hal ini ditandai dengan upaya penangkapan yang berbanding lurus dengan hasil tangkapan ikan tembang. Selain itu, tangkapan aktual ikan tembang saat ini masih jauh dibawah kondisi tangkapan lestari. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan lestari yaitu sebesar ,39 kg dan trip, sedangkan untuk hasil tangkapan aktual sebesar ,00 kg dengan upaya tangkapannya 539 trip. Rente ekonomi terbesar didapat pada rezim MEY sebesar Rp ,80 dengan hasil tangkapan dan upaya penangkapan berturut-turut sebesar ,74 kg dan trip. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa ikan tembang betina mencapai matang gonad pada ukuran panjang 133,74 mm dan ikan tembang jantan pada panjang 152,34 mm dengan musim pemijahan terjadi pada bulan Juni, September, dan Oktober. Penangkapan ikan tembang difokuskan pada ukuran ikan lebih dari 155 mm agar sumberdaya perikanan tembang dapat lestari, karena pada ukuran tersebut ikan sudah mengalami ukuran matang gonad dan diperkirakan sudah memijah serta sudah layak untuk ditangkap. Hal ini dapat ditunjang dengan pengaturan ukuran ikan yang sudah layak tangkap yaitu dengan pengaturan mesh size ikan yang dapat dilakukan di seluruh lokasi penangkapan, kecuali pada bulan Juli. Kata kunci : Ikan tembang, distribusi spasial dan temporal ikan, bioekonomi.

4 iv POLA SEBARAN DAN KAJIAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) DI LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN FAUZIA RAHMI C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 v PENGESAHAN SKRIPSI Judul Penelitian : Pola Sebaran dan Kajian Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten Nama Mahasiswa : Fauzia Rahmi Nomor Pokok : C Departemen : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui : Pembimbing 1 Pembimbing 2 Dr. Ir. Achmad Fachrudin, M. Si Ir. Zairion, M. Sc NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Manjamen Sumberdaya Periran Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc. NIP Tanggal lulus:

6 vi PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pola Sebaran dan Kajian Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) di Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten ; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Mei-Oktober 2011 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan yang dimiliki penulis. Namun demikian, penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Bogor, Juli 2012 Penulis

7 vii UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Achmad Fachrudin, M. Si selaku pembimbing skripsi pertama serta Ir. Zairion, M. Sc selaku pembimbing skripsi kedua atas bimbingan dan dukungannya kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Dr. Ir. Etty Riani, MS. selaku dosen penguji tamu dan Dr. Ir. Yonvitner, M.Si selaku anggota komisi pendidikan program S1 atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis. 3. Dr. Ir. Enan Mulyana Adiwilaga selaku pembimbing akademik atas segala dukungan dan bimbingannya dalam menjalankan kegiatan akademik selama di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 4. Kedua orang tua saya Bapak Rusdi dan Mama Indra Yetti atas segala dukungan moril dan materil kepada penulis selama kegiatan perkuliahan hingga penulisan skripsi, kepada kakak Habibi Irawadi dan Ismail Mubarak serta adik Khairul Zikri dan Abdul Rahman Khalidi. 5. Seluruh staf Tata Usaha MSP, staf UPT Labuan, dan TPI Labuan atas bantuan selama penelitian penulis. 6. Melda Angelia atas semangat dan dukungan selama ini kepada penulis, serta teman-teman Wisma Gajah dan teman-teman MLB atas suka dukanya selama ini. 7. Teman-teman yang memberikan dukungan dan semangat semasa perkuliahan, Yessy, Yona Maifitri, Kanti, Diara, Pionius, Bagas, Jiwen, Nur, Hendri, Rikza, Hilda, Ibad, dan Putri. 8. Teman-teman penelitian Ayu, Rani, Rena, Elfrida, Fair, Ria, Dilla, Rina, Yuli, Rizal, dan Nissa serta teman-teman MSP 45 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan suka-dukanya selama ini.

8 viii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Balai Tengah pada tanggal 5 Maret 1991 dan merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan suami istri Rusdi dan Indra Yetti. Pendidikan formal ditempuh di SDN 50 Pasa Laweh ( ). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan formal di SMPN 3 Lintau Buo Utara ( ) dan SMAN 1 Lintau Buo Utara ( ). Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (Himasper) ( ) dan anggota Divisi PBOS Himasper ( ), serta berkesempatan menjadi ketua Mahasiswa Lintau-Bogor (MLB) (2010). Selain itu, penulis juga berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Metode Penarikan Contoh ( ), dan Pengkajian Stok Ikan ( ). Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Pola Sebaran dan Kajian Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) di Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten.

9 ix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Ikan Tembang Klasifikasi dan deskripsi Penyebaran dan tingkah laku ikan Alat Tangkap Ikan Tembang Pola Musim Penangkapan Tangkapan per Satuan Upaya Bioekonomi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Pengumpulan Data Analisis Data Tangkapan per satuan upaya Analisis pola sebaran penangkapan ikan Analisis pola musim penangkapan ikan Model bioekonomi perikanan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi umum perairan Selat Sunda Kondisi umum Labuan Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan Hasil tangkapan ikan tembang Upaya penangkapan (effort) Tangkapan per satuan upaya Pola musim penangkapan Daerah penangkapan Bioekonomi Pembahasan Hasil tangkapan Upaya penangkapan xi xii xiii

10 Tangkapan per satuan upaya Pola musim penangkapan Daerah penangkapan Bioekonomi Rezim pengelolaan perikanan open access Rezim pengelolaan perikanan MSY Rezim pengelolaan perikanan MEY Implikasi bagi pengelolaan ikan tembang KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tembang Matriks sebaran spasial, temporal, ukuran panjang, dan TKG ikan Tembang tahun Hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi Hasil Perhitungan bioekonomi dalam berbagai rezim xi

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan tembang (Sardinella fimbriata) Peta lokasi penangkapan ikan tembang Komposisi tangkapan ikan pelagis dari hasil tangkapan nelayan di PPP Labuan, Banten Hasil produksi ikan tembang periode Upaya penangkapan ikan tembang periode Tangkapan per satuan upaya ikan tembang tiap tahun Nilai rata-rata IMP ikan tembang tahun Nilai rata-rata IMP ikan tembang tahun Peta daerah penangkapan ikan tembang xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Contoh hasil wawancara nelayan purse seine Perhitungan Rgi, RGPi, dan Rbi Perhitungan indeks musim penangkapan (IMP) Perhitungan Rgi, RGPi, dan Rbi Perhitungan indeks musim penangkapan (IMP) Fluktuasi dan komposisi tangkapan ikan pelagis di Selat Sunda bulan Agustus 2000 sampai juli Data CPUE dan effort ikan tembang tahun Analisis regresi menggunakan model Walters-Hilbron... 55

14 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan sumberdaya ikan pelagis kecil yang merupakan salah satu komoditas penting dalam perikanan dan salah satu sumberdaya perikanan yang melimpah di perairan Indonesia, termasuk di Selat sunda, Banten. Ikan tembang ini sangat digemari masyarakat untuk dikonsumsi dengan nilai jual yang relatif terjangkau bagi semua kalangan ekonomi masyarakat. Selain dalam pemenuhan gizi, ikan tembang juga berperan dalam peningkatan lapangan kerja masyarakat sekitar melalui jasa pengolahan maupun perdagangannya. Namun tuntutan permintaan kebutuhan akan sumberdaya ikan tersebut akan diikuti oleh adanya tekanan eksploitasi sumberdaya ikan yang semakin intensif (Widodo & Suadi 2006). Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di dunia dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, maka permintaan akan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun termasuk ikan tembang. ADB (2002) in Widodo & Suadi (2006) mencatat permintaan ikan di Asia meningkat mencapai 69 juta ton pada tahun 2010 atau setara dengan 60% dari total permintaan ikan dunia. Adanya permintaan ikan yang meningkat ini tentunya harus diimbangi dengan upaya tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan di beberapa wilayah tertentu khususnya Labuan Banten. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan tembang adalah purse seine. Selain itu untuk daerah Labuan sendiri juga menggunakan rampus dengan alat bantu pancing obor (penganak). Alat-alat tangkap ini tidak dikhususkan untuk menangkap ikan tembang melainkan ikan pelagis kecil dan terkadang ikan pelagis besar seperti tongkol juga ikut tertangkap. Ikan tembang juga bisa tertangkap dengan menggunakan dogol yang pada dasarnya untuk menangkap ikan-ikan demersal. Penangkapan ikan tembang dengan menggunakan alat tangkap rampus dan alat bantu penganak termasuk kedalam perikanan tradisional. Perikanan seperti ini dicirikan dengan sedikitnya modal yang digunakan, teknologi penangkapan yang sederhana, daerah penangkapan di sekitar pantai, dan trip operasinya bersifat harian. Dengan banyaknya upaya penangkapan ikan tembang tidak menutup

15 2 kemungkinan adanya penambahan produksi tangkapan ikan tembang tiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 mengenai produksi ikan tembang di Kabupaten Pandeglang. Tabel 1. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tembang Tahun Upaya tangkap (trip) Hasil tangkapan (ton) , , , , ,0 Sumber : Dinas Kabupaten Pandeglang ( ) Meningkatnya hasil produksi tiap tahunnya, tidak menutup kemungkinan adanya tangkap lebih ikan tembang pada masa yang akan datang. Oleh karena itu perlu adanya kajian daerah penangkapan ikan agar bisa mengetahui sebaran serta musim penangkapan ikan sehingga bisa mengetahui kondisi aktual sumberdaya tersebut dan dapat mengambil kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan demi menjaga kelestarian sumberdaya alam. 1.2 Perumusan Masalah Sumberdaya perikanan memiliki sifat dapat pulih (renewable), namun harus dipertimbangkan tingkat pemanfaatannya agar tidak menimbulkan dampak negatif seperti adanya penangkapan yang berlebihan baik sekarang maupun masa yang akan datang. Untuk itu perlu adanya pengetahuan mengenai daerah penangkapan ikan agar dapat mengetahui pola sebaran dan musiman ikan, sehingga dapat mengetahui daerah yang sudah atau belum tereksploitasi serta mengupayakan pengelolaan terhadap keberadaan stok ikan. Ikan tembang tergolong ikan pelagis yang hidup di perairan pantai dan bersifat bergerombol pada area luas yang memanfaatkan plankton sebagai makanannya (Giannoulaki et al. 2006). Penyebaran plankton di perairan di pengaruhi oleh angin dan arus, sehingga keberadaan ikan tembang ini juga akan berpindah-pindah apabila sedang mencari makan maupun memijah. Selain arus penyebaran ikan tembang ini juga akan dipengaruhi oleh musim sehingga diperlukan kajian mengenai pola sebaran ini.

16 3 Pada periode sebelumnya, kajian stok ikan lebih didasarkan pada pendekatan biologi dan belum ada dilakukan dengan pendekatan ekonomi (Maximum Economic Yield, MEY) maka adanya estimasi potensi, sebaran, dan status pemanfaatan mengenai suatu jenis usaha perikanan melalui suatu bentuk pendekatan bioekonomi yang memadukan antara aspek ekonomi yang mempengaruhi industri penangkapan dan faktor biologis yang menentukan produksi dan suplai ikan sangat diperlukan. Dengan mengetahui area penangkapan (fishing ground) ikan tembang maka pola sebaran ikan tembang secara spasial dapat diketahui dan kontrol terhadap sumberdaya pun akan lebih tepat dilakukan bila mengetahui bagaimana pola sebarannya. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji sebaran spasial dan musim tangkapan ikan tembang di Labuan Banten, mengestimasi hasil tangkap ikan dan nilai ekonominya, serta implikasinya bagi pengelolaan. 1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola sebaran dari ikan tembang di perairan Labuan, Banten serta sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan agar dapat menjaga kelestarian sumberdaya ikan dengan mempertimbangkan faktor bioekonominya.

17 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Ikan Tembang Klasifikasi dan deskripsi Klasifikasi ikan Tembang (Gambar 1) menurut (2012) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Clupeiformes Famili : Cluipeidae Subfamili : Clupeinae Genus : Sardinella Spesies : Sardinella fimbriata, Valenciennes (1847) Nama inggris : Fringescale sardinella Gambar 1 : Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) memiliki bentuk badan yang memanjang dan pipih. Lengkung kepala bagian atas sampai di atas mata agak hampir lurus dan setelah mata sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Tinggi badan lebih besar dari pada panjang kepala. Mata tertutup oleh kelopak mata. Awal dasar sirip punggung sebelum pertengahan badan. Dasar sirip dubur sama panjang dengan dasar sirip punggung. Kepala dan badan bagian atas hijau kebiruan, sedangkan bagian bawah putih keperakan. Sirip-sirip berwarna keputihan. Sirip punggung (dorsal) mempunyai 18 jari-jari lemah, sirip dada

18 5 (pectoral) mempunyai 15 jari-jari lemah, sirip dubur (anal) memiliki 18 jari-jari lemah dan sirip perut (ventral) memiliki 8 jari-jari lemah (Lelono et al., 1998 in Bintoro 2005) Bentuk badan fusiform, pipih dengan sisik duri di bagian bawah badan, awal sirip punggung sebelum pertengahan badan dan berjari-jari lemah 17-20, dasar sirip dubur pendek dan jauh di belakang dasar sirip dorsal serta berjari-jari lemah 16-19, tapisan insang halus, berjumlah pada busur insang pertama bagian bawah, pemakan plankton. Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama lainnya, tapi ada yang mempunyai beberapa perbedaan morfologis, yang menandakan bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo 1982) Penyebaran dan tingkah laku ikan Ikan tembang adalah ikan permukaan yang hidup di perairan pantai serta suka bergerombol pada area yang luas sehingga sering tertangkap bersama ikan lemuru sampai pada kedalaman sekitar 200 meter (Nybakken 1988). Ikan ini sering disalah artikan sebagai spesies lain yaitu S. gibossa dan S. albella karena bentuk nya yang sangat mirip. Ikan tembang biasanya hidup pada kisaran 0-30 m. Panjang tubuh ikan tembang mencapai 13 cm. Telur dan larva ikan tembang ditemukan di sekitar perairan mangrove atau bakau. Menurut Pradini (1998) in Rosita (2007) ikan tembang seperti ikan clupeid lainnya yang memanfaatkan plankton sebagai makanannya. Menurut Robiyanto (2006) makanan utama ikan tembang di ujung pangkah pada bulan Juli Desember adalah Bacillariophieae, makanan pelengkap terdiri dari kelompok Crustacea, serta makanan tambahan berupa Cilliata dan Dinophyceae. Dari jenis tersebut maka ikan tembang tergolong omnivora cenderung herbivora. Menurut Hanson in Pratiwi (1991) faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran suatu jenis ikan diantaranya adalah kompetisi antar spesies dan intra spesies, heterogenitas lingkungan fisik, reproduksi, ketersediaan makanan, arus air, dan angin. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bakun Md (1980); Laevastu & Hayes (1981) in Mandelssohn R & Curry P (1989). Ikan yang berada didaerah tropik akan melakukan ruaya dengan atau tanpa adanya persiapan. Seperti halnya pada saat mencari makan maka ikan akan beruaya dengan adanya persiapan, namun

19 6 apabila keadaan perairan disekitarnya berubah secara mendadak ( masuknya pollutant ) maka tidak ada kesempatan bagi ikan untuk melakukan persiapan. Demikian juga kalau di pantai yang terjadi angin ribut, maka ikan akan berenang ketengah untuk menghindarinya. Pergerakan ruaya ikan ke daerah pemijahan mengandung tujuan penyesuaian dan peyakinan tempat yang paling menguntungkan untuk perkembangan telur dan larva ikan. Ikan Sardinella aurita betina yang sudah dewasa ditemukan hampir setiap tahun di pantai Afrika Barat dari Mediterania ke Cape Frio. Pada saat pemijahan ikan Sardinella akan berada pada Continental Shelf, kemudian larva akan hanyut ke pantai yang lebih dangkal (Troadec & Garcia 1980 in Brainerd TR 1991). Penyebaran ikan tembang meliputi perairan Indonesia sampai ke utara Taiwan, ke selatan sampai ke ujung utara Australia dan ke barat sampai Laut Merah. Penyebaran di Indonesia meliputi Laut Jawa, Sulawesi Selatan, Selat Malaka, dan Laut Arafura ( Alat Tangkap Ikan Tembang Ikan tembang (S. fimbriata) termasuk ke dalam jenis ikan pelagis kecil yang ditangkap dengan berbagai macam alat tangkap seperti purse seine, gillnet, payang, bagan dan jaring insang hanyut. Menurut Aziz (1989) in Monintja et al. (1994), alat penangkap ikan yang termasuk selektif adalah gillnet, ukuran ikan yang tertangkap akan memiliki nilai maksimum pada beberapa ukuran ikan optimum dan menurun untuk ukuran yang lebih besar maupun lebih kecil dari ukuran tersebut. Selektivitas gillnet dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu yang pertama adalah dengan cara membandingkan hasil tangkapannya terhadap alat penangkapan lain yang tidak selektif (trawl) yang sudah diketahui selektivitasnya. Cara kedua adalah dengan membandingkan hasil tangkapan dari dua atau lebih gillnet dengan ukuran mata jaring yang berbeda. Rousenfell (1975) in Monintja et al. (1994), menyatakan gillnet tidak efektif dioperasikan apabila ikan dapat melihat jaring, sehingga sebagian besar gillnet dioperasikan pada malam hari, terutama jenis drift gillnet. Gillnet adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang, mempunyai ukuran mata jaring sama pada seluruh badan jaring, dimana lebar jaring lebih pendek dari panjangnya. Pemilihan

20 7 ukuran mata jaring merupakan faktor yang penting dalam pengoperasian gillnet karena besarnya ukuran mata jaring akan mempengaruhi ukuran ikan yang tertangkap secara terjerat. Terdapat kecenderungan bahwa ukuran mata jaring tertentu hanya menjerat ikan-ikan yang mempunyai kisaran ukuran fork length tertentu. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa ukuran mata jaring 1,75 inch; 2,0 inch; dan 2,25 inch dengan panjang ikan tembang yang tertangkap adalah antara 9 cm hingga 14 cm (Monintja et al. 1994) Pola Musim Penangkapan Informasi yang tepat diperlukan untuk melakukan operasi penangkapan yang efisien seperti informasi mengenai musim penangkapan yang baik. Informasi mengenai pola musim penangkapan digunakan untuk menentukan waktu yang tepat dalam pelaksaan operasi penangkapan (Dajan 1984 in Bahdad 2006). Penggunaan pendekatan metode rata-rata bergerak (moving average) dapat dilakukan untuk perhitungan operasi penangkapan menggunakan data hasil penangkapan seperti hal nya data lainnya yang bersifat musiman. Pendekatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan variasi musiman, residu, dan adakalanya sebagian dari variasi siklus agar diperoleh trend yang bercampur dengan siklus. Variasi musim adalah fluktuasi-fluktuasi di sekitar trend yang berulang secara teratur tiap tahun, residu merupakan jenis fluktuasi yang disebabkan oleh faktor-faktor random. Trend (kecenderungan) menggambarkan gerakan deret berkala secara rata-rata dan variasi siklus adalah variasi deret berkala yang meliputi periode setahun lebih, dengan lama dan amplitudo siklus tidak pernah sama. Nilai trend bercampur siklus ini akan digunakan sebagai pembagi deret berkala asal untuk memperoleh data berkala yang bebas dari trend dan siklus. Variasi musim murni diperoleh dengan cara merata-ratakan deret berkala yang bebas dari trend dan siklus. Metode rata-rata bergerak (moving average) memiliki keuntungan yaitu dapat mengisolasi fluktuasi musiman sehingga dapat menetukan saat yang tepat untuk melakukan operasi penangkapan dan kecenderungan yang biasa terdapat pada metode deret waktu dapat dihilangkan. Kerugian dari metode rata-rata bergerak

21 8 (moving average) adalah tidak dapat menghitung pola musim penangkapan sampai tahun terakhir data (Bahdad 2006) Tangkapan per Satuan Upaya Tangkapan per satuan upaya (TPSU) merupakan jumlah atau bobot hasil tangkapan yang diperoleh dari satuan alat tangkap atau dalam waktu tertentu, yang merupakan indeks kelimpahan suatu stok ikan (UU No. 45 tahun 2009). TPSU dapat dipengaruhi oleh satuan waktu, besarnya stok, kegiatan penangkapan, dan kondisi lingkungan di daerah penangkapan ikan. Apabila satuan waktu yang digunakan adalah tahun, perubahan kondisi lingkungan perairan dalam satu tahun tertentu memiliki kecenderungan pola yang sama pada tahun-tahun berikutnya (DKP DKI Jakarta 2005 in Damayanti 2007) Bioekonomi Istilah bioekonomi diperkenalkan oleh seorang ekonom dari Kanada yaitu Scott Gordon. Gordon pertama kali menggunakan pendekatan ekonomi untuk menganalisa pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal, dengan menggunakan basis biologi yang sebelumnya diperkenalkan oleh Schaefer seorang biolog sehingga kemudian dikenal dengan istilah pendekatan bioekonomi atau model Gordon Schaefer. Model Gordon Schaefer ini dibangun dari model produksi surplus yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Graham (1935). Pada model produksi surplus pertumbuhan populasi ikan diasumsikan mengikuti fungsi pertumbuhan logistik dimana perubahan stok ikan tergantung dari pertumbuhan alamiah (r), stok ikan (x), dan daya dukung lingkungan (k). Pendekatan bioekonomi Gordon Schaefer merupakan pendekatan sederhana dalam pengelolaan sumberdaya ikan yang bertujuan untuk melihat aspek ekonomi dengan kendala aspek biologi sumberdaya ikan, yaitu berapa tingkat input (jumlah kapal, GT, trip, dan sebagainya) yang harus dikendalikan untuk menghasilkan manfaat ekonomi yang maksimum ( Fauzi 2010). Didalam akses tidak terbatas, net benefit atau rente ekonomi perikanan adalah positif ketika tingkat upaya aktual kurang dari tingkat upaya open

22 9 access dan menjadi nol ketika biaya total sama dengan penerimaan total. Daerah dibawah kurva penerimaan total dan diatas kurva biaya total menggambarkan rente ekonomi yang mana akan maksimal pada kondisi MEY dan berkaitan dengan tingkat upaya MEY, dimana perbedaan antara kurva penerimaan total dan biaya total paling besar. Posisi kurva biaya total adalah tergantung dari perubahan tingkat MEY dan open access ( Seijo et al in 2.6. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Dalam Undang undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dijelaskan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan Hasanuddin 2005). adalah semua upaya yang dilakukan bertujuan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan secara optimal dan terus menerus. Dwiponggo (1983) in Pranggono (2003) mengatakan bahwa tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dicapai dengan beberapa cara, yaitu : 1. Pemeliharaan proses sumberdaya perikanan, dengan memelihara ekosistem penunjang bagi kehidupan sumberdaya ikan. 2. Menjamin pemanfaatan berbagai jenis ekosistem secara berlanjut. 3. Menjaga keanekaragaman hayati (plasma nuftah) yang mempengaruhi ciriciri, sifat dan bentuk kehidupan. 4. Mengembangkan perikanan dan teknologi yang mampu menumbuhkan industri yang mengamankan sumberdaya secara bertanggung jawab. Sutono (2003) menyebutkan beberapa pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan, yaitu : 1. Pendekatan dengan pengaturan musim penangkapan Pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pengaturan musim penangkapan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada sumberdaya ikan untuk berkembang biak. Secara biologi ikan mempunyai siklus untuk memijah, bertelur, telur menjadi larva, ikan muda dan baru kemudian menjadi ikan dewasa. Bila salah satu dari siklus tersebut terpotong, misalnya karena penangkapan, maka sumberdaya ikan tidak dapat melangsungkan daur hidupnya. Hal ini dapat menyebabkan ancaman kepunahan sumberdaya ikan tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu pengaturan musim penangkapan ikan.

23 10 Pengaturan musim penangkapan ikan dapat efektif pada negara negara yang sistem hukumnya dilaksanakan dengan ketat. Bila penegakan hukum tidak dapat dilaksanakan, maka pengaturan musim penangkapan ikan tidak dapat efektif, karena tentu terjadi banyak pelanggaran. Dalam pengaturan musim penangkapan ikan juga perlu diketahui terlebih dahulu sifat biologi dari sumberdaya ikan tersebut. Sifat biologi dimaksud meliputi siklus hidup, lokasi dan waktu terdapatnya, serta bagaimana reproduksinya. Pengaturan musim penangkapan dapat dilaksanakan secara efektif bila telah diketahui antara musim ikan dan bukan musim ikan dari jenis sumberdaya ikan tersebut. Selain itu juga perlu diketahui musim ikan dari jenis ikan yang lain, sehingga dapat menjadi alternatif bagi nelayan dalam menangkap ikan. Misalnya, bila terhadap suatu jenis ikan dilarang untuk ditangkap pada waktu tertentu, maka nelayan dapat menangkap jenis lain pada waktu yang sama. 2. Pendekatan dengan penutupan daerah penangkapan Penutupan daerah penangkapan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada sumberdaya ikan yang mendekati kepunahan untuk berkembang kembali sehingga stoknya dapat bertambah. Guna menentukan suatu daerah penangkapan ditetapkan untuk ditutup, maka perlu dilakukan penelitian tentang stok sumberdaya ikan yang ada pada daerah tersebut, dimana dan kapan terdapatnya, serta karakteristik lokasi yang akan dilakukan penutupan daerah penangkapan. Penutupan daerah penangkapan juga dapat dilakukan terhadap daerah daerah yang merupakan habitat vital, seperti daerah hutan bakau dan daerah terumbu karang. Seperti diketahui bahwa daerah vital tersebut merupakan daerah berpijah (spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground). Penutupan daerah penangkapan untuk daerah vital dimaksudkan agar telur telur ikan, larva dan ikan yang masih kecil dapat tumbuh menjadi ikan dewasa. Untuk mendukung kebijakan penutupan daerah penangkapan, diperlukan pengawasan yang ketat oleh pihak aparat. Demikian pula halnya dengan peraturan yang ada, perlu ditetapkan peraturan yang bersifat represif. Upaya ini dilakukan demi menjaga kelestarian sumberdaya ikan jenis tertentu yang mengalami ancaman kepunahan. 3. Pendekatan dengan selektifitas alat tangkap Kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan selektifitas alat tangkap bertujuan untuk mencapai atau mempertahankan struktur umur atau

24 11 struktur ukuran ikan dalam suatu stok pada suatu daerah. Selektifitas alat tangkap dilakukan untuk menyeleksi ikan yang akan ditangkap. Dengan demikian hanya ikan ikan yang telah mencapai ukuran tertentu saja yang ditangkap. Sementara ikan ikan yang lebih kecil tidak tertangkap, sehingga dapat memberi kesempatan bagi ikan ikan kecil untuk tumbuh menjadi besar. Contoh penerapan pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan selektifitas alat tangkap ialah : a. Penentuan ukuran minimum mata jaring (mesh size) pada alat tangkap gill net, purse seine dan alat tangkap tarik, misalnya payang, pukat dan sebagainya. b. Penentuan ukuran mata pancing pada longline. c. Penentuan lebar bukaan pada alat tangkap perangkap Dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan selektifitas alat tangkap ini, peran nelayan sangat penting. Pengetahuan dan kesadaran nelayan akan pentingnya pelestarian sumberdaya ikan merupakan faktor utama keberhasilan kebijakan pengelolaan ini. Kendala pelaksanaan kebijakan dengan selektifitas alat tangkap yaitu diperlukan biaya yang tinggi untuk memodifikasi alat tangkap yang sudah ada. Sehingga peran nelayan untuk memodifikasi alat tangkapnya sangat diharapkan sesuai dengan keadaan lokasi penangkapannya. 4. Pendekatan dengan pelarangan alat tangkap Pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan pelarangan alat tangkap didasarkan pada adanya penggunaan bahan atau alat berbahaya dalam menangkap ikan baik bagi ekosistem perairan maupun berbahaya bagi yang menggunakan, misalnya penggunaan racun ikan dan bahan peledak (bom ikan). Tujuan dari pelarangan penggunaan alat atau bahan berbahaya ini adalah melindungi sumberdaya ikan dan ekosistem yang ada yang bermanfaat bagi kehidupan biota air. Sebagai contoh penggunaan racun ikan, selain menyebabkan kematian ikan sasaran, juga menyebabkan kematian pada ikan ikan yang masih kecil dan telur ikan. Penggunaan bahan peledak dapat menyebabkan kerusakan habitat ikan dan kematian biota air lainnya yang bukan merupakan sasaran penangkapan. Seringkali pelanggaran terhadap peraturan pelarangan penggunaan alat atau bahan berbahaya ini tidak ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini menyebabkan pelaksanaan peraturan pelanggaran penggunaan alat atau bahan berbahaya ini tidak efektif. Oleh karena itu efektifitas pengelolaan sumberdaya

25 12 perikanan dengan pendekatan pelarangan alat tangkap ini sangat tergantung pada penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat. Dalam pelaksanaan pengelolaan perikanan dengan pendekatan pelarangan alat tangkap ini, kepedulian nelayan dan masyarakat pesisir menjadi faktor yang sangat penting. Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dalam pelaksanaannya sangat membantu aparat untuk menindak secara tegas pelanggaran yang terjadi. 5. Pendekatan dengan kuota penangkapan Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan kuota penangkapan adalah upaya pembatasan jumlah ikan yang boleh ditangkap (Total Allowable Catch = TAC). Kuota penangkapan diberikan oleh Pemerintah kepada industri atau perusahaan penangkapan ikan yang melakukan penangkapan pada suatu perairan di wilayah negara Indonesia.Untuk menjaga kelestarian sumberdaya suatu jenis ikan, maka nilai TAC harus di bawah Maximum Sustainable Yield (MSY) nya. Sehingga sebelum nilai TAC ditentukan, perlu diketahui terlebih dahulu nilai MSY nya. Implementasi dari kuota penangkapan dengan TAC ialah, (1) penentuan TAC secara keseluruhan pada skala nasional atas suatu jenis ikan di perairan tertentu, kemudian diumumkan kepada semua nelayan sampai secara total mencapai TAC yang ditentukan, bila telah tercapai TAC, maka aktifitas penangkapan terhadap jenis ikan tersebut dihentikan dengan kesepakatan bersama; (2) membagi TAC kepada semua nelayan dengan keberpihakan kepada nelayan atas dasar keadilan, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial akibat perbedaan pendapatan nelayan; (3) dengan membatasi atau mengurangi efisiensi penangkapan ikan sehingga TAC tidak terlampaui. 6. Pendekatan dengan pengendalian upaya penangkapan Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan pengendalian upaya penangkapan didasarkan pada hasil tangkapan maksimum agar dapat menjamin kelestarian sumberdaya ikan tersebut. Pengendalian upaya penangkapan dapat dilakukan dengan membatasi jumlah alat tangkap, jumlah armada, maupun jumlah trip penangkapan. Untuk menentukan batas upaya penangkapan diperlukan data time series yang akurat tentang jumlah hasil tangkapan suatu jenis ikan dan jumlah upaya penangkapannya di suatu daerah penangkapan. Mekanisme pengendalian upaya penangkapan yang paling efektif adalah dengan membatasi izin usaha penangkapan ikan pada suatu daerah penangkapan.

26 13 Pengelolaan perikanan harus dilakukan dengan baik, dengan salah satu upaya dalam suatu pengelolaan adalah monitoring sehingga kondisi sumberdaya dapat terus terpantau dengan baik. Tujuan pengelolaan sumberdaya perikananan adalah tercapainya kesejahteraan para nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, penghasil devisa, dan mengetahui porsi optimum pemanfaatan oleh armada penangkapan ikan serta menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan tangkapan maksimum lestari. Menurut Widodo & Suadi (2006) secara umum tujuan pengelolaan perikanan dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial dimana tujuan sosial mencakup tujuan politik dan budaya. Beberapa contoh yang termasuk dalam setiap kelompok tujuan meliputi : Menjaga spesies target berada ditingkat atau diatas tingkat yang diperlukan untuk menjamin produktivitas yang berkelanjutan. Meminimalkan berbagai dampak penangkapan atas lingkungan fisik dan non target (by catch) Mamaksimalkan pendapatan bersih bagi nelayan yang terlibat dalam perikanan (tujuan ekonomi) Memaksimumkan kesempatan kerja bagi mereka yang tergantung pada perikanan bagi kelangsunga hidup mereka (tujuan sosial) Widodo & Suadi (2006) juga menyatakan bahwa pengelolaan perikanan dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya : 1) Pengaturan ukuran mata jaring 2) Pengaturan batas ukuran ikan yang boleh ditangkap, didaratkan atau dipasarkan 3) Kontrol terhadap musim penangkapan ikan 4) Kontrol terhadap daerah penangkapan ikan 5) Pengaturan terhadap alat tangkap serta kelengkapannya 6) Perbaikan dan peningkatan sumberdaya hayati 7) Pengaturan hasil tangkapan total per jenis, kelompok jenis, atau bila memungkinkan per lokasi atau wilayah 8) Setiap tindakan langsung yang berhubungan dengan konservasi semua jenis ikan dan sumberdaya hayati lainnya dalam wilayah tertentu.

27 3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan dari bulan Maret 2011 hingga Oktober 2011 dengan mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSPi). Pengambilan contoh dilakukan dengan interval 1 bulan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten (Gambar 2). Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004) 3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kuisioner, peta, alat dokumentasi, dan ikan tembang. Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data panjang total ikan tembang, produksi, biaya per trip, harga ikan, biaya operasional per trip,

28 15 dan daerah penangkapan. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi produksi hasil tangkapan dan data upaya penangkapan ikan (trip) selama 8 tahun Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini pengumpulan data primer diperoleh dari pengambilan contoh ikan yang dilakukan secara acak terhadap ikan tembang yang hanya tertangkap di perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pengambilan ikan contoh dilakukan selama delapan bulan dengan interval waktu pengambilan satu bulan sekali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran panjang total ikan dan penentuan tingkat kematangan gonad ikan berdasarkan penelitian terdahulu mengenai reproduksi ikan tembang yang nantinya akan diplotkan dalam bentuk matriks yang ditemukan ditiap bulan pengamatan. Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan metode Penarikan Contoh Acak Berlapis (PCAB). Pada masing-masing gundukan ikan tembang dipilih secara acak sebanyak kurang lebih 100 ekor, dimana ikan contoh yang diambil proporsional terhadap masing-masing kelas ukuran panjang. Pengumpulan data dan informasi lain yang terkait dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara langsung kepada para nelayan yang menangkap ikan tembang (purposive sampling) dan pejabat pemerintah setempat dengan menggunakan kuisioner (Lampiran 1). Wawancara kepada nelayan dilakukan setiap 1 kali dalam 1 bulan yang bertujuan untuk mengetahui jumlah dan jenis tangkapan nelayan per trip dalam kurun waktu tertentu, rata-rata biaya operasional penangkapan per trip, jumlah trip selama 1 tahun, serta musim dan daerah penangkapan ikan tembang. Selain itu pengambilan data primer ini juga bertujuan untuk mengetahui daerah penangkapan ikan tembang serta frekuensi penangkapan dalam beberapa kurun waktu tertentu yang nantinya digunakan dalam analisis pola sebaran spasial dari ikan tembang. Data sekunder diperoleh dari Unit Pelaksanaan Teknis di PPP Labuan. Data yang dikumpulkan meliputi jumlah produksi dan upaya penangkapan ikan tembang. Dari data produksi dan upaya ini akan dianalisa tangkapan per satuan upaya (TPSU) atau CPUE, dimana hasil analisis ini akan digunakan dalam

29 16 penentuan pola musim penangkapan ikan serta bioekonominya sehingga dapat menentukan strategi pengelolaan perikanan untuk kedepannya Analisis Data Tangkapan per satuan upaya Data tangkapan dan upaya ikan Tembang dapat dikaji dengan menghitung nilai hasil tangkapan per upaya penangkapan, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : TPSU adalah jumlah tangkapan per satuan upaya, T adalah jumlah tangkapan tahunan ikan Tembang (ton) dan U adalah jumlah upaya tahunan ikan Tembang. Selanjutnya TPSU ini disajikan dalam satuan kg, sedangkan data upaya penangkapan (effort) yaitu alat tangkap purse seine, dan gillnet yang disajikan dalam satuan trip Analisis pola sebaran penangkapan ikan Analisis pola sebaran penangkapan ikan tembang dilakukan dengan teknik sebagai berikut : 1. Wawancara Analisis pola sebaran penangkapan ikan digunakan untuk mengetahui informasi mengenai daerah penangkapan ikan serta musim penangkapan ikan melalui hasil wawancara dengan nelayan setempat. Data yang diperlukan dalam menganalisis pola sebaran ini seperti arah atau posisi nelayan saat menangkapa ikan dan frekuensi trip nelayan saat berada di daerah penangkapan yang sama. Dari hasil yang diperoleh kemudian dilakukan pemetaan sehingga dapat dilihat daerah penangkapan ikan tembang yang bagus bagi kesejahteraan nelayan serta pola sebaran dari ikan tembang itu sendiri. 2. Matriks sebaran spasial dan temporal ikan Analisis pola sebaran penangkapan ikan selanjutnya dianalisis berdasarkan matriks sebaran sapsial dan temporal ikan tembang. Informasi yang digunakan dalam matriks ini diantaranya daerah atau lokasi penangkapan ikan tembang, selang kelas panjang ikan, dan tingkat kematangan gonad ikan selama penelitian.

30 17 Langkah awal yang dilakukan adalah dengan menentukan selang kelas panjang ikan tembang jantan dan ikan tembang betina yang didapat dari pengukuran panjang total ikan contoh yang diplotkan berdasarkan bulan penelitian. Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui informasi mengenai tingkat kematangan gonad (TKG) ikan yang tertangkap selama bulan penelitian. Informasi ini dapat menentukan sebaran dan waktu pemijahan ikan tembang yang dilihat berdasarkan persentase TKG 3 dan 4 tertinggi selama bulan penelitian. Dari penentuan selang kelas panjang dan TKG ikan juga dapat menentukan kapan ukuran ikan tembang mencapai matang gonad pertama kali. Hasil matriks sebaran ini dapat memberikan solusi mengenai upaya pengelolaan perikanan tembang di wilayah Selat Sunda, khususnya PPP Labuan, Banten untuk masa yang akan datang Analisis pola musim penangkapan ikan Pola musim penangkapan dianalisis dengan menggunakan metode rata-rata bergerak (moving average) seperti yang dekemukakan oleh Dajan (1986) in Taeran (2007) dengan langkah sebagai berikut : a) Menyusun deret TPSU i bulan Januari 2008 hingga Desember 2011 Keterangan : i : 1, 2, 3,..., 108 n i : TPSU urutan ke-i b) Menyusun rata-rata bergerak TPSU selama 12 bulan (RG) Keterangan : Rg i : Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i TPSU i : CPUE urutan ke-i i : 1, 2, 3,..., 108 i : 7, 8, 9,..., 103 c) Menyusun rata-rata bergerak TPSU terpusat (RGP) d) Rasio rata-rata bulan (Rb)

31 18 Keterangan : Rb i : Rasio rata-rata bulan ke-i TPSU i : CPUE urutan ke-i i : 1, 2, 3,..., 103 e) Menyusun nilai rata-rata dalam suatu matriks berukuran i x j yang disusun untuk setiap bulannya, dimulai dari bulan Juli. Kemudian menghitung nilai total rasio rata-rata tiap bulan, menghitung total rasio rata-rata secara keseluruhan, dan menghitung indeks musim penangkapan. 1) Rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RRB i ) Keterangan : RRB i : Rata-rata RB ij untuk bulan ke-i RB ij : Rasio rata-rata bulanan dalam matriks ukuran i x j i : 1, 2, 3,..., 12 j : 1, 2, 3,..., n 2) Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRRB) Keterangan : JRRB i : Jumlah rasio rata-rata bulan RRB i : Rata-rata RB ij untuk bulan ke-i (i : 1, 2, 3,..., 12) 3) Menghitung faktor koreksi : Keterangan : FK : Nilai faktor koreksi JRRB : Jumlah rasio rata-rata bulanan 4) Indeks musim penangkapan Keterangan : IMP i : Indeks musim penangkapan bulan ke-i RBB i : Rasio rata-rata untuk bulanan ke-i (i: 1, 2, 3,..., 12) Kriteria Indeks Musim Penangkapan (IMP) : IMP < 50 % : Musim paceklik IMP 50%<IMP<100% IMP>100% : Bukan musim penangkapan : Musim penangkapan

32 Model bioekonomi perikanan Model bioekonomi merupakan salah satu cara pendekatan yang paling mudah dan sederhana untuk mengetahui MSY,,, MEY dan open access. Pendekatan analisis bioekonomi dalam penelitian ini menggunakan model Walters- Hilbron. Model Walters-Hilbron dikenal sebagai suatu model yang berbeda dari model Schaefer. Perbedaan antara model Walters-Hilbron dengan model Schaefer adalah model Walters-Hilbron dapat memberikan dugaan masing-masing untuk parameter fungsi produksi surplus r, q, dan K dari tiga koefisien regresi (Walters dan Hilbron 1992 in Tinungki 2005). Walters-Hilbron menggambarkan persamaannya sebagai berikut :... (1) Prosedur model Walters-Hilbron adalah sebagai berikut :, jika... (2) maka diperoleh : yang menyatakan CPUE atau tangkapan per satuan upaya Persamaan dasar model surplus produksi dapat diformulasikan kembali sebagai berkut :... (3) Penyusunan kembali persamaan diatas dengan memindahkan kesisi kiri dan mengalikan persamaan dengan sehingga diperoleh persamaan model Walters-Hilbron sebagai berikut :... (4) Persamaan diatas digunakan dalam regresi linear dalam peubah tidak bebas yang merupakan laju perubahan biomassa dan peubah bebas merupakan (Walters dan Hilbron 1992 in Tinungki 2005). Secara umum bentuk persamaan regresi diatas dapat dituliskan sebagai berikut :... (5) dimana,,,,,, merupakan error dari persamaan regresi. Error ini diasumsikan mempunyai rataan nol dan ragam yang konstan, sehingga regresi OLS dapat digunakan (Fauzi 1998 in Tinungki 2005). dan

33 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kondisi umum perairan Selat Sunda Perairan Selat Sunda terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa sehingga perairan ini merupakan pertemuan antara perairan Samudera Hindia dan Laut Jawa. Selat Sunda dipengaruhi oleh angin musim tenggara dan musim barat laut. Angin musim tenggara terjadi pada bulan April - September, sedangkan untuk musim barat laut terjadi pada bulan Oktober - Maret. Bulan April - Mei angin yang bertiup berkecepatan 2-8 m/detik dari arah utara dan timur. Sedangkan untuk angin yang bertiup dari barat daya cenderung ke barat pada bulan Desember, ke arah barat pada bulan Januari, dan angin dari arah barat laut cenderung ke barat pada bulan Januari dengan kecepatan bervariasi antara 5-10 m/detik (Birowo 1983 in Amri 2002). Selama musim barat umumnya gelombang cukup besar yaitu sekitar 0,5 m sampai 1,5 m bahkan bisa mencapai 1,5-2 m pada bulan Desember dan Januari. Sedangkan untuk musim timur ketinggian gelombang biasanya antara 0,5-1 m, dan bisa kurang dari 0,5 m pada bulan April, Mei, dan Juni. Di Selat Sunda pergerakan massa airnya merupakan kombinasi pasang surut dan arus musiman. Pada waktuwaktu tertentu arus perairan akan terasa kuat, akan tetapi sirkulasi air antara Laut Jawa dan Samudera Hindia lemah (0,5 x 10 6 m 3 /detik). Sepanjang tahun arah alirannya ke barat daya (S. Hindia), dan pada bulan November arahnya kadang berubah ke timur laut (Wyrtki 1961 in Amri 2002). Rata-rata suhu permukaan air laut Selat Sunda yaitu 29,32 0 C pada bulan Mei, 30,01 0 C pada bulan Juni, 29,19 0 C pada bulan Juli, dan 27,28 0 C pada bulan Agustus (Amri 2002). Menurut Birowo & Uktolseja (1981) in Amri (2002), suhu permukaan laut perairan Selat Sunda akan relatif tinggi pada musim peralihan dan akan lebih rendah pada musim barat dan timur. Rendahnya suhu di musim timur karena tingginya evaporasi, angin yang kuat, dan kelembapan udara yang rendah sehingga energi evaporasi lebih tinggi dari pada radiasi matahari yang diterima. Hal inilah yang menyebabkan pendinginan permukaan laut. Rendahnya suhu dimusim barat disebabkan karena masukan air hujan dan masukan massa air tawar dari timur laut yang dingin (Birowo & Uktolseja 1981 in Amri 2002).

34 Kondisi umum Labuan Labuan terletak di wilayah Kabupaten Pandeglang yang berada pada bagian Barat Daya Provinsi Banten. secara geografis Kabupaten Pandeglang terletak antara LS dan BT dengan batas administrasinya sebelah Utara berbatasan dengan Kab. Serang, sebelah Timur berbatasan dengan Kab. Lebak, sebelah Selatan dengan Samudera Hindia, dan sebelah Barat dengan Selat Sunda. Perairan pesisir Pandeglang mempunyai iklim yang lebih dingin dibandingkan dengan daratannya. Rata-rata curah hujan dikawasan ini 3250 mm/tahun. Kisaran suhu diperairan ini antara 25 0 C 30 0 C dengan kelembapan mencapai 80%-90%. Curah hujan terbesar akan terjadi pada bulan Desember dan Januari yang seringkali disertai dengan badai dan angin kencang. Angin Musim Barat Laut terjadi selama bulan Desember Februari dan Angin Musim Tenggara terjadi antara bulan Juni Agustus. Sedangkan pada bulan Maret - Mei menampilkan periode transisi dari angin Musim Barat Laut ke Tenggara, dan bulan September November adalah peralihan antara musim tenggara ke angin musim barat laut. Selama peralihan ini angin bertiup kencang kearah timur yang menyebabkan hujan besar. Sifat pasang surut di perairan pandeglang adalah mixed semi diurnal (campuran kearah ganda), yaitu mengalami dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Berdasarkan data kedalaman survei lapang dan informasi data kedalaman perairan dari peta (LPI) daerah Labuan (Amri 2002), diperoleh informasi bahwa kedalaman perairan Labuan berkisar antara 0-70 m Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan Banten Hasil tangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan pada umumnya didominasi oleh sumberdaya ikan pelagis dengan hasil tangkapan utamanya yaitu ikan tongkol, banyar, tembang, selar, tenggiri, dan cumi. Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 3.

35 22 tembang 17% cumi 9% tongkol 47% banyar 24% selar 1% tenggiri 2% Gambar 3. Komposisi tangkapan ikan Pelagis dari hasil tangkapan nelayan di PPP Labuan, Banten (berdasarkan data berat) Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa komposisi hasil tangkapan terbesar yaitu ikan tongkol sebesar 47% dan komposisi hasil tangkapan terendah yaitu ikan selar sebesar 1%. Komposisi tangkapan ikan tembang merupakan tangkapan ketiga terbesar di PPP Labuan yang ditangkap dengan menggunakan jaring Purse Seine dengan alat bantu lampu (obor) Hasil tangkapan ikan tembang Hasil tangkapan atau produksi ikan tembang berasal dari data sekunder yang didapat dari Kantor PPP Labuan Banten periode yang disajikan pada Gambar 4. Dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan tembang tahun mengalami fluktuasi. produksi (kg) tahun Gambar 4. Hasil produksi ikan tembang periode

36 23 Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa untuk hasil tangkapan tertinggi terdapat pada tahun 2009 sebesar kg dan untuk hasil tangkapan terendah terdapat pada tahun 2002 sebesar kg Upaya penangkapan (effort) Upaya penangkapan (effort) ikan tembang berasal dari data sekunder yang didapat dari Kantor PPP Labuan Banten periode yang disajikan pada Gambar 5. effort (trip) tahun Gambar 5. Upaya penangkapan ikan Tembang periode Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat mengenai upaya penangkapan ikan tembang periode yang mengalami fluktuasi. Jumlah trip terbanyak terdapat pada tahun 2009 sebanyak trip dan jumlah trip terendah berada pada tahun 2002 sebanyak 15 trip Tangkapan per satuan upaya Besaran atau nilai dari Tangkapan per satuan upaya (TPSU) menggambarkan tingkat produktivitas dari upaya penangkapan (effort). Nilai TPSU semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat produkstivitas alat tangkap yang digunakan semakin tinggi pula. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa sepanjang tahun hasil tangkapan per satuan upaya ikan tembang mengalami fluktuasi.

37 24 TPSU (kg/trip) 200, , , , , , , , , , , ,7932 0, tahun Gambar 6. Tangkapan per satuan upaya ikan tembang tiap tahun Nilai tangkapan per satuan upaya tertinggi terdapat pada tahun 2005 yaitu sebesar 161,7046 kg per trip dan untuk nilai tangkapan per satuan upaya terendah terdapat pada tahun 2010 sebesar 75,7097 kg per trip Pola musim penangkapan Analisis pola musim penangkapan ikan tembang di Labuan Banten menggunakan metode moving average (rata - rata bergerak) dengan menghitung nilai IMP pada setiap bulan. Pergerakan nilai IMP ikan tembang dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar IMPi BULAN Gambar 7. Nilai rata rata IMP Ikan Tembang tahun Berdasarkan nilai rata rata indeks musim penangkapan (IMP) pada tahun (Lampiran 3) musim penangkapan terjadi pada bulan Juli, Agustus,

38 25 September, Januari, Februari, dan Mei. Musim biasa (bukan musim penangkapan) terjadi pada bulan Oktober, November, Desember, April, dan Juni. Sedangkan untuk musim paceklik terjadi pada bulan Maret. Terjadi perbedaan pergerakan nilai IMP ikan tembang antara tahun dengan tahun seperti yang terlihat pada Gambar IMP BULAN Gambar 8. Nilai rata rata IMP Ikan Tembang tahun Berdasarkan nilai rata rata indeks musim penangkapan (IMP) pada tahun (Lampiran 5) musim penangkapan terjadi pada bulan Oktober, November, Februari, Maret, April, dan Juni. Musim biasa (bukan musim penangkapan) terjadi pada bulan Juli, Agustus, September, dan Mei dan untuk musim paceklik terdapat pada bulan Desember dan Januari Daerah penangkapan Daerah penangkapan ikan tembang yang didaratkan di PPP Labuan, Banten diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan setempat khususnya nelayan yang menangkap ikan tembang dengan menggunakan jaring purse seine dengan alat bantu lampu (obor). Penentuan dari daerah penangkapan ini biasanya berdasarkan pada pengetahuan atau tradisi sebelumnya secara turun-temurun. Keberadaan ikan dapat diketahui oleh nelayan berdasarkan gejala alam yang ada seperti gemericik air, warna air yang biru kehijauan, serta banyaknya gerombolan burung diatas permukaan air. Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui persebaran ikan berdasarkan musim penangkapannya.

39 Gambar 9. Peta daerah penangkapan ikan tembang 26

40 27 Tabel berikut menampilkan ukuran panjang dan TKG ikan tembang yang diplotkan berdasarkan bulan dan lokasi penangkapan. Tabel 2. Matriks sebaran spasial, temporal, ukuran panjang dan TKG ikan tembang tahun Kriteria Bulan Lokasi Penangkapan P. Legundi v v P. Rakata v v v P. Liwungan, Tanjung lesung v v v v v v v P. Oar, Sumur v v v P. Papole v v v v v P. Panaitan, P. Peucang v v v v v P. Sebesi, P. Sertung v Tanjung Alang-alang v v Selang Kelas Panjang j j & b j j & b j & b b j & b j & b j & b b j j & b j & b j & b j & b b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b b j & b j & b j & b b b j & b b b TKG betina I 21,82 3, ,32 8,57 II 20 19, ,1 62,86 35,14 III 45,45 17,7 29,3 28,57 64,86 IV 12,73 58,8 2,44 V 4,88 TKG jantan I 38,64 12,2 92,1 9,26 1,82 II 18,18 18,4 7,89 33,3 5,45 4,76 III 29,55 59,2 29,6 85,45 68,25 IV 13,64 10,2 27,8 7,27 20,63 V 6,35 Keterangan : v = keberadaan ikan tembang pada bulan kej = ikan tembang jantan, b = ikan tembang betina * = bukan bulan penelitian

41 28 Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat mengenai lokasi penangkapan ikan tembang di Selat Sunda. Selang kelas ikan tembang yang tertangkap umumnya berkisar antara mm dari TKG 1 sampai 5. Pada bulan Maret dan Mei tidak tersedia data mengenai selang kelas panjang dan TKG ikan dikarenakan penelitian dilakukan saat bulan terang, sehingga tidak ada operasi penangkapan ikan tembang pada saat tersebut Bioekonomi Analisis bioekonomi dengan pendekatan biologi dan ekonomi merupakan salah satu alternatif pengelolaan yang dapat diterapkan dalam salah satu upaya menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan tembang di PPP Labuan Banten. Hasil analisis menggunakan model surplus produksi Walters-Hilbron diperoleh nilai parameter biologi (K, q, r) dan nilai parameter ekonomi (p, c) seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi Parameter satuan Nilai Koefisien kemampuan alat tangkap (q) kg/trip 0,0002 Daya dukung perairan (K) kg/tahun ,5000 Laju pertumbuhan intrinsik (r) kg/tahun 0,6439 Harga (p) Rp/kg 2.427,7780 Biaya (c) Rp/trip ,0470 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa koefisien kemampuan alat tangkap ikan tembang (q) sebesar 0,0002 kg/trip, yang berarti bahwa setiap peningkatan satuan upaya penangkapan purse seine akan mempengaruhi peningkatan hasil tangkapan sumberdaya tembang sebesar 0,0002 kg/trip. Daya dukung perairan (K) sebesar ,5000 kg/tahun, yang berarti bahwa lingkungan mendukung produksi sumberdaya ikan tembang sebesar ,5000 kg/tahun dari aspek biologinya seperti kelimpahan makanan, pertumbuhan populasi, dan ukuran ikan. Laju pertumbuhan intrinsik (r) sebesar 0,6439 kg/tahun, yang berarti bahwa sumberdaya ikan tembang ini akan tumbuh secara alami tanpa gangguan dari gejala alam maupun kegiatan manusia dengan koefisien sebesar 0,6439 kg/tahun. Harga ikan tembang per kg nya didapat Rp 2.427,7780 dan biaya

42 29 penangkapannya sebesar Rp ,0470 per trip. Dari hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi maka dapat ditentukan hasil analisis parameter bioekonomi diberbagai rezim seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil perhitungan bioekonomi ikan tembang dalam berbagai rezim variabel MEY MSY Open access (OA) Aktual Yield (kg) , , , ,00 Effort (trip) Rente (Rp) , , ,83 Nilai yield (hasil tangkapan), effort, dan keuntungan yang didapat dari ketiga rezim memiliki nilai yang berbeda-beda, sedangkan untuk kondisi aktual merupakan kondisi yang terjadi pada saat ini yaitu rata-rata data hasil tangkapan dan upaya tangkapan dari tahun Pembahasan Hasil tangkapan Pelabuhan perikanan pantai Labuan merupakan pelabuhan perikanan yang hasil tangkapannya berasal dari Selat Sunda. Sumberdaya perikanan yang berasal dari Selat Sunda ini meliputi ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar, udang, rajungan, dan cumi cumi. Untuk PPP Labuan sendiri lebih didominasi oleh ikan tongkol, ikan kembung, ikan tembang, ikan selar, ikan tenggiri, dan cumi. Persentase ikan tembang terdapat pada urutan ketiga disebabkan karena ikan tembang bukan merupakan tangkapan utama nelayan di PPP Labuan, Banten. Hasil tangkapan di PPP Labuan menunjukkan fluktuasi setiap tahunnya. Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa hasil tangkapan tertinggi terdapat pada tahun 2009 sebesar kg dan hasil tangkapan terendah terdapat pada tahun 2002 sebesar kg. Tingginya hasil tangkapan pada tahun 2009 dikarenakan data yang tercatat untuk hasil tangkapan ikan tembang di PPP Labuan berasal dari semua TPI yang tersedia di PPP Labuan. Pada tahun-tahun sebelumnya di dapatkan hasil yang sedikit karena hasil tangkapan tidak tercatat untuk setiap bulannya. Pada tahun 2010 terjadi penurunan hasil tangkapan yang sangat drastis, hal ini

43 30 disebabkan oleh pengumpulan data hasil tangkapan sudah dibedakan berdasarkan besarnya ukuran kapal serta jenis tangkapan. Untuk TPI baru khusus untuk kapal yang berukuran besar seperti kapal purse seine yang berukuran lebih dari 12 GT, sedangkan untuk TPI lama dikhususkan untuk pendaratan ikan demersal serta untuk TPI pasar dikhususkan untuk mendaratkan ikan-ikan pelagis kecil. Peningkatan dan penurunan hasil tangkapan ikan tembang juga disebabkan oleh adanya perubahan musim yang tidak menentu di PPP Labuan itu sendiri. Perkiraan cuaca diperoleh dengan pengamatan sendiri berdasarkan berbagai gejala alam, seperti angin besar, gelombang tinggi, dll. Musim merupakan faktor yang sangat berbengaruh pada aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Pada musim penghujan atau musim barat, nelayan pada umumnya tidak pergi melaut. Mereka tidak melakukan aktivitas berlayar karena arah gerak angin yang kurang menguntungkan untuk proses penangkapan ikan, selain itu juga diikuti cuaca yang kurang mendukung dengan turunnya hujan yang biasanya juga disertai badai di tengah laut. Pada musim ini biasanya ikan jarang didaratkan di PPP Labuan. Selain perkiraan cuaca, hal lain yang menyebabkan naik turunnya angka hasil tangkapan yaitu kurangnya kesadaran dari nelayan untuk melaporkan hasil tangkapan mereka ke tempat pendaratan ikan setempat karena ingin mendapatkan keuntungan yang besar sehingga hasil tangkapan nelayan ini tidak tercatat di kantor TPI Labuan. Hal inilah yang menyebabkan hasil tangkapan tahunan di PPP Labuan mengalami fluktuasi Upaya penangkapan Operasi penangkapan kapal purse seine dengan ukuran kapal 6-24 GT di Selat Sunda khususnya di PPP Labuan, Banten selama musim timur dapat melakukan operasi penangkapan selama 3-5 hari termasuk perjalanan menuju fishing ground dan kembali ke PPP Labuan. Namun untuk operasi penangkapan kapal obor (alat bantu penangkapan) yang berukuran 0 5 GT melakukan operasi penangkapan dalam satu hari adalah sekali sehari (one day fishing), sehingga upaya penangkapannya identik atau sama dengan jumlah kapal yang beroperasi saat itu.

44 31 Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa upaya penangkapan ikan tembang mengalami fluktuasi seiring dengan naik turunnya hasil tangkapan ikan tembang (Gambar 4). Semakin tinggi upaya tangakapan maka semakin tinggi pula hasil tangkapan yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perikanan tembang di PPP Labuan belum mengalami tangkap lebih (overfishing). Tinggi rendahnya upaya penangkapan ini juga disebabkan oleh periode bulan dimana pada dasarian ke-1 merupakan periode bulan terang (Amri 2002). Pada saat periode ini nelayan yang menangkap ikan tembang tidak melakukan operasi penangkapan karena pada saat bulan terang ikan ikan pelagis kecil seperti tembang yang menyukai cahaya terang akan tersebar diseluruh perairan sehingga nelayan cenderung untuk tidak melaut pada kondisi ini karena hasil tangkapan yang didapat lebih cenderung sedikit dibandingkan dengan bulan gelap. Namun, untuk sebagian nelayan ada juga yang mengganti alat tangkap nya (purse seine) dengan alat tangkap lain pada saat bulan terang Tangkapan per satuan upaya Tangkapan per satuan upaya mencerminkan ketersediaan dan kelimpahan ikan yang sangat penting dalam pengelolaan perikanan (Mandelssohn R & Curry P. 1989). Menurut Widodo & Suadi (2006), kecenderungan kelimpahan ikan relatif selang beberapa tahun sering dapat diukur dengan menggunakan data hasil tangkapan per satuan upaya yang diperoleh dari suatu perikanan atau dari penelitian penarikan contoh. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa TPSU ikan tembang mengalami fluktuasi dengan nilai yang berbeda-beda. Fluktuasi ini dapat disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan dan kelimpahan ikan di perairan. Berdasarkan nilai TPSU tahunan terjadi peningkatan mulai dari tahun 2002 hingga 2005, hal ini menggambarkan pada masa ini kelimpahan ikan tembang cukup banyak dan musim yang bersahabat dengan nelayan sehingga mendorong banyak nelayan untuk melaut. Widodo & Suadi (2006) menyatakan bahwa semakin banyak ikan disuatu daerah maka semakin banyak unit alat tangkap menangkap ikan per jam, paling tidak bila data TPSU dirata-ratakan selama musim penangkapan atau per tahun.

45 32 Penurunan nilai TPSU dari tahun diduga disebabkan oleh kelimpahan ikan yang cenderung menurun karena sudah ditangkap pada tahuntahun sebelumnya. Namun bila dilihat nilai upaya tangkapan pada tahun tersebut (Gambar 5), upaya tangkapan malah mengalami penurunan juga. Hal ini diduga karena banyaknya nelayan-nelayan pendatang yang melakukan penangkapan disekitar perairan Labuan namun tidak tercatat di PPP Labuan tersebut, sehingga mempengaruhi nilai dari tangkapan per satuan upayanya Pola musim penangkapan Analisis pola musim penangkapan bertujuan untuk melihat musim atau waktu penangkapan ikan tembang yang tepat sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam operasi penangkapan ikan (Dajan 1984 in Bahdad 2006). Indeks musim penangkapan (IMP) ikan tembang dihitung dengan memakai data tangkapan per satuan upaya (TPSU) bulanan ikan tembang di Labuan Banten. Data tersebut diturunkan dari data dan , kemudian dihitung dengan rata-rata bergerak dan setelah itu dilakukan perhitungan dengan prosedur yang berlaku. Kriteria yang dipakai untuk menentukan musim penangkapan ikan tembang adalah jika IMP lebih besar dari 100%. Nilai IMP juga mengindikasikan kehadiran ikan di perairan tersebut. Jika nilai IMP lebih dari 100% maka kehadiran ikan diperairan tersebut cukup melimpah dibandingkan kondisi normal. Apabila nilai IMP dibawah 100% maka jumlah ikan dibawah kondisi normal. Selain musim penangkapan dapat diketahui pula musim paceklik yang ditentukan dengan nilai IMP kurang dari 50%. Berdasarkan Gambar 7 musim penangkapan ikan tembang adalah pada bulan Juli September, Januari, Februari, dan Mei. Selain bulan-bulan tersebut diduga bukan merupakan musim penangkapan ikan tembang karena nilai IMP berkisar antara 50% 100% yaitu pada bulan Oktober Desember, April, dan Juni. Sementara untuk musim paceklik yaitu pada bulan Maret karena nilai IMP berada dibawah 50%. Menurut Amri (2002) angin yang berhembus di perairan Indonesia terutama adalah angin musim (monsoon) yang dalam setahun terjadi dua kali pembalikan arah yang masing-masing disebut angin musim Barat dan musim Timur, sedangkan

46 33 diantara dua kali perubahan musim tersebut terdapat dua kali musim peralihan yaitu musim peralihan Barat Timur dan musim peralihan Timur Barat. Bulan November Januari adalah musim angin di belahan bumi bagian utara dan musim panas di belahan bumi bagian selatan. Pada saat itu terjadilah pusat tekanan tinggi di atas daratan Asia dan pusat tekanan rendah di atas daratan Australia. Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari Asia menuju Australia, yang di Indonesia umumnya dikenal sebagai angin Musim Barat (West monsoon). Sebaliknya pada bulan Mei Juli terjadi pusat tekanan tinggi diatas daratan Australia dan pusat tekanan rendah diatas daratan Asia hingga di Indonesia berhembuslah angin musim Timur (East monsoon). Musim peralihan I (Barat Timur) terjadi pada bulan Februari Maret, sedangkan untuk musim peralihan II (Timur Barat) terjadi pada bulan Agustus Oktober. Dinamakan musim peralihan karena arah angin pada periode ini tidak menentu. Apabila dikaitkan dengan musim perairan di Indonesia maka musim penangkapan ikan tembang di Labuan Banten untuk periode terjadi di semua musim. Pada musim peralihan II terjadi pada bulan Agustus dan Oktober, pada musim barat terjadi pada bulan Januari, pada musim peralihan I bulan Februari, dan musim timur terjadi pada bulan Mei dan Juli. Berdasarkan Gambar 7 juga dapat dilihat bahwa musim paceklik (IMP < 50%) terjadi pada bulan Maret dimana pada musim ini masih dipengaruhi oleh angin barat. Nilai IMP yang kecil juga diduga karena pada bulan tersebut tidak tercatat adanya operasi penangkapan di TPI Labuan (Lampiran 3). Musim penangkapan tertinggi terdapat pada bulan September yang ditandai dengan tingginya nilai IMP pada bulan ini dikarenakan pada saat itu kecepatan arus di Laut Jawa berkurang menjadi 20 cm/s dengan arah dominan ke barat laut (Selat Karimata), sehingga kecepatan arus yang memasuki Selat Sunda juga mulai berkurang dibandingkan bulan Agustus (Amri 2002). Dalam penelitiannya, Amri (2002) juga mencatat bahwa untuk curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei September, dan pada bulan- bulan tersebut terjadi peningkatan upaya penangkapan yang ditandai dengan banyaknya kapal-kapal mini purse seine yang tersebar di Selat Sunda seperti di perairan Tanjung Lesung, P. Panaitan, P. Rakata, Teluk Labuan, dan Sumur. Selain itu, Voulgaridou & Stergiou (2003) in Giannoulaki et al. (2006) mengungkapkan bahwa ikan-ikan pelagis kecil seperti ikan teri dan ikan

47 34 sarden banyak tertangkap pada musim panas di Laut Aegea dan Ionia (Timur Laut Mediterania). Pola musim penangkapan ikan tembang periode dengan periode memiliki persamaan dan perbedaan. Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa musim penangkapan ikan tembang terjadi pada bulan Oktober, November, Februari April, dan bulan Juni. Musim biasa (bukan musim penangkapan) terjadi pada bulan Juli September, dan Mei. Untuk musim paceklik terjadi pada bulan Desember dan Januari. Apabila melihat pengelompokkan musim yang dilakukan oleh Amri (2002) mengenai kondisi oseanografi perairan Selat Sunda maka terdapat persamaan di kedua periode tersebut, dimana musim penangkapan ikan tembang terjadi pada saat musim peralihan II. Perbedaan dari kedua periode yaitu untuk periode pada penelitian ini, musim paceklik berada pada bulan Maret sedangkan untuk periode berada pada bulan Desember dan Januari. Pada periode musim paceklik terjadi pada bulan Maret diduga karena tidak tercatanya hasil tangkapan dan upaya tangkapan di TPI Labuan banten pada saat itu sehingga mempengaruhi hasil perhitungan IMP. Sedangkan untuk periode dikarenakan musim yang terjadi adalah musim barat, sehingga curah hujan yang terjadi di perairan Selat Sunda cukup tinggi. Ketika curah hujan tinggi, hasil pemetaan (Gambar 9) memperlihatkan bahwa keberadaan nelayan purse seine lebih tersebar ke Pulau Rakata, Lampung bagian barat (P. Legundi), dan P. Peucang. Ikan tembang tersebar di sekitar pulau ini karena sifat dari ikan pelagis itu lebih menyenangi daerah-daerah yang terlindungi dan tenang. Dengan adanya curah hujan yang tinggi maka perairan sekitar akan menjadi subur dan langsung berpengaruh terhadap produktivitas perairan (Nanlohy 1997), sehingga nelayan banyak yang beroperasi didaerah tersebut dan mendaratkan hasil tangkapannya ke daerah Lampung atau Binuangen karena lebih dekat dengan daerah tangkapan. Melihat dari pola musiman yang ditunjukkan oleh Gambar 8, sangat sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amri (2002) mengenai kondisi oseanografi perairan Selat Sunda. Ikan tembang akan tertangkap pada bulan Maret (peralihan I) dengan menunjukkan pola menaik pada saat memasuki musim timur dan akan menurun ketikan berakhirnya musim peralihan II (Oktober) yang selanjutnya mencapai titik terendah pada musim barat (Januari) (Lampiran 6).

48 Daerah penangkapan Daerah penangkapan ikan tembang di Selat Sunda yang diamati dalam penelitian ini (berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan setempat) adalah seluruh perairan Selat Sunda yang menjadi daerah operasional alat tangkap purse seine dengan alat bantu yang biasa disebut penganak (obor). Lokasi tersebut meliputi perairan Teluk Labuan, Tanjung Lesung, Sumur, Panaitan, Rakata, Ujung Kulon, Sebesi, Tanjung alang-alang, P. Peucang, dan Lampung (Gambar 9). Umumnya daerah penangkapan berada dalam radius yang dapat ditempuh dalam 1 hari operasi penangkapan (one day fishing). Pemilihan daerah penangkapan ditentukan berdasarkan kondisi perairan serta kemungkinan adanya keberadaan stok ikan yang menjadi tujuan penangkapan dari kapal purse seine. Penyebaran daerah penangkapan ikan pelagis kecil di Selat Sunda diamati berdasarkan lokasi dan hasil tangkapan ikan setiap bulannya. Hasil tangkapan yang tinggi merupakan daerah penangkapan yang baik yang ditemukan pada bulan bersangkutan, ditandai dengan tingginya nilai IMP pada bulan tersebut. Umumnya lokasi ini kembali didatangi keesokan harinya sampai jumlah hasil tangkapan dilokasi tersebut mencapai jumlah yang dinilai tidak ekonomis lagi sehingga penangkapan berpindah ke lokasi lain. Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat juga bahwa dari hasil wawancara dengan nelayan, ternyata nelayan sudah bisa mengelompokkan daerah penangkapan berdasarkan musim walaupun terkadang tidak sedikit dari nelayan itu berpindah tempat ke tempat yang gerombolan ikannya lebih besar. Untuk musim penangkapan ikan dan musim biasa (musim peralihan dan musim timur) operasi penangkapan ikan masih disekitar pulau-pulau yang tidak jauh dari Labuan seperti P. Papole, Tg. Lesung, P. Panaitan, dan Tg. Alang-alang. Musim barat merupakan musim dimana curah hujan sangat tinggi (Amri 2002) sehingga gelombang yang dihasilkan sangat besar maka ikan-ikan pelagis kecil cenderung mencari tempat yang tenang seperti di P. Peucang, P. Rakata, dan P. Legundi. Keberadaan gunung aktif ditengah selat, pulau-pulau kecil, dan juga pertemuan dua masa air yang berbeda akan menjadikan wilayah ini secara geologis maupun oseanografi sangat menarik sehingga secara spesifik akan mempengaruhi populasi, jenis, sebaran, dan kelimpahan populasi perikanan pelagis menjadi meningkat (Wijopriono & Genisa AS 2001).

49 36 Melihat dari hasil pemetaan (Gambar 9) dan juga matriks sebaran spasial (Tabel 3), pada bulan April-Oktober sumberdaya ikan tembang tersebar di sekitar daerah P. Papole, Tg. Lesung, dan Sumur. Berdasarkan penelitian pendahuluan mengenai reproduksi ikan tembang dapat diketahui bahwa untuk bulan-bulan tersebut ikan tembang yang tertangkap mewakili semua ukuran panjang dan TKG ikan. Hal ini disebabkan karena pada bulan-bulan tersebut merupakan akhir dari musim peralihan I dan awal memasuki musim timur, dimana kondisi lingkungan memungkinkan untuk kegiatan penangkapan. Menurut LIPI (1998) in Hidayat (2000) di Laut Jawa dan Selat Sunda daerah penangkapan terjadi pada musim timur dan pada September-November daerah penangkapan akan merata di seluruh pantai Utara Jawa. Berdasarkan penelitian terdahulu mengenai reproduksi ikan tembang di PPP Labuan, Banten diketahui bahwa ikan tembang bersifat partial spawner. Namun, dari hasil matriks berdasarkan TKG ikan tembang yang tertangkap belum bisa dipastikan mengenai pola pemijahan ikan tembang ini karena data yang tersedia hanya beberapa bulan saja. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lanjutan mengenai reproduksi ikan tembang selain bulan Maret-Oktober. Berdasarkan persentase TKG jantan dan betina pada bulan April, Juni, September, dan Oktober merupakan persentase TKG III dan IV terbesar yang tersebar disekitar P.Papole, P. Panaitan, dan Tg. Lesung. Persentase TKG I dan II yang terbesar terdapat pada bulan Juli dan Agustus yang tersebar didaerah P. Liwungan, Tg. Lesung, dan P. Panaitan. Diduga ikan-ikan yang tersebar didaerah ini masih belum matang gonad dan berukuran kecil (Tabel 3) karena berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa ikan betina pertama kali matang gonad pada ukuran panjang 133,74 mm yang berada pada selang kelas mm dan untuk ikan jantan mancapai matang gonad pertama kali pada ukuran panjang 153,34 mm yang berada pada selang kelas panjang mm. Apabila hal seperti ini tetap berlanjut maka untuk tahuntahun kedepannya bisa mengarah terjadinya tangkap lebih untuk ikan dengan ukuran yang kecil, sehingga dapat menyebabkan growth overfishing yaitu ikan ditangkap sebelum mereka sempat tumbuh mencapai ukuran dimana peningkatan lebih lanjut dari pertumbuhan akan mampu membuat seimbang dengan penyusutan stok yang diakibatkan oleh mortalitas alami (Widodo & Suadi 2006). Hal ini bisa

50 37 dicegah dengan pembatasan upaya penangkapan, pengaturan mata jaring, dan menutup musim atau daerah penangkapan. Pembatasan musim atau daerah penangkapan agak sulit untuk dibatasi mengingat masih banyaknya ikan-ikan yang tertangkap memiliki TKG III dan IV selama bulan penelitian. Berdasarkan penelitian terdahulu mengenai reproduksi ikan tembang diketahui juga bahwa ikan tembang mengalami puncak pemijahan pada bula Juni. Berdasarkan kondisi Tabel 4 dapat dilihat bahwa kondisi aktual masih berada dibawah kondisi pemanfaatan MEY, untuk itu perlu adanya penambahan upaya penangkapan agar didapatkan keuntungan yang maksimum, namun tetap mengarah kepada penangkapan ikan yang sudah berukuran besar (sudah pernah mengalami matang gonad). Agar ikan-ikan yang tertangkap dalam ukuran besar maka dilakukan pengaturan mata jaring (mesh size) ikan disetiap lokasi penangkapan kecuali pada bulan Juli, karena pada bulan Juli ikan-ikan yang banyak tertangkap adalah ikan yang masih juvenil (TKG 1 dan 2). Pada saat musim timur (Mei-Juli), ikan-ikan yang tertangkap masih berukuran kecil karena diduga pada saat itu ikan-ikan besar berada pada perairan yang lebih dalam. Pada umumnya semakin besar ukuran ikan dan semakin tua ikan, ada kecenderungan menyukai dan mencari perairan dengan suhu yang lebih rendah di perairan yang lebih dalam (Amri 2002) Bioekonomi Analisis bioekonomi ditujukan untuk menentukan tingkat pengusahaan maksimum bagi pelaku perikanan. Perkembangan usaha perikanan tidak dapat lepas dari faktor harga dan biaya penangkapan yang mempengaruhinya. Analisis bioekonomi melalui pendekatan ekonomi dan biologi merupakan salah satu alternatif pengelolaan yang dapat diterapkan untuk mengoptimalisasikan sumberdaya perikanan tembang secara berkelanjutan. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui mengenai hasil perhitungan bioekonomi ikan tembang dalam berbagai rezim. Dengan mengetahui hasil bioekonomi ini dapat diketahui status pemanfaatan ikan tembang di perairan Selat Sunda yang dilihat dari perbandingan tingkat pemanfaatan kondisi aktual dengan tingkat pemanfaatan pada kondisi MSY, MEY, dan open access. Apabila kondisi aktual

51 38 melebihi kondisi MEY dan MSY maka kondisi perikanan sudah mengalami overfishing baik secara ekonomi maupun biologi. Berdasarkan kondisi aktualnya maka kondisi perikanan ikan tembang di perairan Selat Sunda belum mengalami overfishing baik secara biologi maupun ekonomi Rezim pengelolaan perikanan open accsess Pengelolaan open access (akses terbuka) merupakan bentuk pengelolaan yang lazim pada sumberdaya ikan, begitupun juga dengan ikan tembang di PPP Labuan Banten yang saat ini masih dalam pengelolaan akses terbuka. Open access merupakan suatu kondisi dimana siapa saja dapat berpartisipasi dalam melakukan penangkapan ikan tanpa harus memiliki sumberdaya perikanan tersebut, dimana dalam prinsip pengelolaannya tidak menganut satu kepemilikan tetapi lebih kepada penguasaan bersama yang tidak memiliki aturan-aturan pemanfaatan sehingga setiap individu dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut secara bebas. Berdasarkan hasil analisis (Tabel 4) dapat diketahui bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pada kondisi open access cenderung akan merusak kelestarian sumberdaya ikan yang ada, hal ini ditunjukkan oleh jumlah effort yang sangat tinggi dibandingkan dengan effort pada kondisi MSY dan MEY yaitu sebesar trip per tahun. Karena sifat dari rezim ini terbuka dan bebas maka untuk mendapatkan hasil tangkapan yang diinginkan maka pelaku perikanan akan terus menambah jumlah effort sesuai dengan yang mereka inginkan juga. Apabila dibiarkan maka kondisi ini akan memberikan akses negatif terhadap sumberdaya secara langsung seperti gejala tangkap lebih (overfishing) dan mengarah pada kelangkaan sumberdaya. Hasil tangkapan yang didapat pada rezim pengelolaan open acces yaitu sebesar ,19 kg per tahun dan menghasilkan keuntungan yang sama dengan nol (TR=TC). Apabila dibiarkan dalam waktu yang lama maka kondisi ini menjadi tidak efisien secara ekonomi karena keuntungan yang diperoleh akhirnya akan sama dengan nol dimana biaya akan lebih besar dari pada penerimaan akibat stok ikan tembang yang semakin sedikit.

52 Rezim pengelolaan perikanan MSY Rezim pengelolaan maximum sustainable yield (MSY) merupakan rezim pengelolaan dengan pengusahaan sumberdaya yang mengedepankan aspek produksi lestari. Rezim pengelolaan MSY menggunakan pendekatan biologi dengan indikator tingkat tangkapan maksimum yang lestari. Menurut Fauzi (2004) inti pendekatan penguasaan sumberdaya adalah setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus tersebut dipanen tidak lebih dan tidak kurang maka stok ikan akan mampu untuk bertahan secara berkesinambungan (sustainable). Kondisi pengelolaan MSY menghasilkan produksi yang paling maximum yaitu sebesar ,39 kg per tahun, artinya hasil tangkapan tertinggi yang dapat ditangkap tanpa mengancam kelestarian sumberdaya ikan tembang yang terdapat di perairan Selat Sunda. Produksi pada titik ini disebut sebagai titik MSY karena setelah titik ini produksi akan menurun kembali hingga mencapai nol dengan titik upaya maksimum Rezim pengelolaan perikanan MEY Menurut Widodo & Suadi (2006) Jumlah orang yang memiliki minat (interest) untuk memaksimumkan keuntungan sangat jarang bila dibandingkan dengan mereka yang ingin meningkatkan hasil tangkapan. Kenyataannya orang akan lebih mudah diajak untuk menangkap lebih banyak ikan dibandingkan mengejar nilai-nilai ekonomi yang abstrak. Beberapa keuntungan penggunaan model MEY yakni model ini sangat fleksibel dan dapat diadaptasikan untuk analisis cost and benefits bagi nelayan komersial, rekreasional, para pengolah, konsumen, dan lainnya yang kegiatan usahanya berkaitan dengan perikanan. Selain itu konsep ini dapat diaplikasikan terhadap setiap model biologi dan berbeda dengan konsep MSY, dimana MEY tidak berdasarkan konsep equilibrium. Kelemahan yang paling menonjol dari penggunaan net economic yield sebagai tujuan pengelolaan yaitu model ini bergantung pada harga ikan yang tertangkap serta satuan biaya penangkapan yang bervariasi dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil analisis bioekonomi (Tabel 4) untuk rezim MEY ikan tembang diperoleh nilai rente tertinggi sebesar Rp ,80 per tahun. Nilai

53 40 ini merupakan indikator keuntungan tertinggi yang dapat diperoleh dalam pengelolaan sumberdaya ikan tembang di PPP Labuan Banten, dengan kata lain kondisi ini terjadi akibat pengelolaan yang sudah efisien. Pemanfaatan sumberdaya ikan pada kondisi MEY ini nampak lebih bersahabat dengan lingkungan karena upaya penangkapan yang dibutuhkan lebih kecil dibandingkan MSY dan open acces serta hasil tangkapan yang tidak jauh berbeda dari hasil tangkapan lestari dan memberikan tingkat rente ekonomi yang lebih besar dibanding pemanfaatan pada kondisi open access dan MSY. Bila dibandingkan dengan kondisi aktual pun nilai ini masih jauh untuk dapat dicapai. Oleh sebab itu, berdasarkan hasil analisis bioekonomi hal ini dapat menjelaskan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan tembang yang ideal adalah pada tingkat keuntungan maksimum yang diperoleh nelayan dengan trip per tahun dengan hasil tangkapan ,74 kg per tahun Implikasi bagi pengelolaan ikan tembang Mengamati berbagai pola kebijakan yang selama ini diterapkan terlihat kecenderungan bahwa pengelolaan perikanan di negara berkembang seperti halnya Indonesia mengarah kepada growth oriented dengan produksi hasil perikanan diharapkan terus meningkat dari waktu ke waktu. Pola pengelolaan seperti ini tidak menutup kemungkinan bahwa produksi perikanan akan menuju atau melebihi titik MSY. Apabila pola pemanfaatan berlebihan, pada gilirannya akan mengakibatkan terkurasnya sumberdaya perikanan itu sendiri. Pemanfaatan yang berlebihan juga seringkali diperburuk oleh rezim pengelolaan perikanan dengan akses terbuka yang akan mengakibatkan hilangnya rente sumberdaya. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kondisi perikanan tembang di PPP Labuan, Banten belum mengalami kondisi overfishing. Kondisi aktual yang didapatkan dalam model bioekonomi menunjukkan bahwa upaya penangkapannya masih berada dibawah kondisi MEY dan MSY, sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi atau status pemanfaatan perikanan tembang di PPP Labuan, Banten belum mengalami economical overfishing maupun biological overfishing. Namun apabila kondisi MEY dan MSY dibandingkan dengan hasil tangkapan tiap tahunnya dari tahun maka untuk tahun 2009 kondisi

54 41 pemanfaatan perikanan tembang sudah overcapacity karena upaya aktual pada tahun 2009 sudah melebihi upaya MEY dan MSY. Boer dan Azis (2007) melakukan penelitian mengenai gejala tangkap lebih perikanan pelagis di perairan Selat Sunda dan mengatakan bahwa sudah terlihat adanya gejala lebih tangkap ikan pelagis kecil di perairan Selat Sunda. Berdasarkan penghitungan maka kondisi perikanan tembang di PPP Labuan belum mengalami overcapacity maupun gejala lebih tangkap. Hal ini dikarenakan adanya sifat dapat pulih (renewable) pada sumberdaya perikanan. Selain itu perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai status pemanfaatan perikanan tembang di daerah pelabuhan perikanan selain di PPP Labuan, Banten agar dapat mengetahui status pemanfaatan ikan tembang di perairan Selat Sunda. Nilai rente ekonomi tertinggi dihasilkan pada kondisi MEY yaitu sebesar Rp ,80 dengan upaya penangkapan yang masih berada dibawah kondisi MSY maupun OA, sehingga untuk penangkapan yang ideal dapat dilakukan pada kondisi MEY. Agar di dapatkan hasil yang optimal maka perlu adanya penambahan upaya perikanan sesuai dengan kondisi pemanfaatan yang telah ditentukan, namun masih diperlukan adanya peraturan upaya penangkapan mengingat kondisi perikanan yang berkembang di Indonesia adalah open access. Berdasarkan hasil tangkapan ikan yang tertangkap, diketahui bahwa ikanikan masih banyak ikan kecil atau ikan yang belum mencapai matang gonad (Tabel 3), oleh karena itu dalam upaya penambahan upaya penangkapan harus diarahkan kepada penangkapan ikan yang sudah melewati ukuran pertama kali ikan matang gonad (>, yaitu dengan adanya pengaturan mesh size ikan. Jika dilihat dari TKG nya, ikan tembang yang tertangkap pada bulan Juli masih berada pada TKG I dan II, sehingga aktivitas penangkapan perlu dikontrol dan dijaga secara baik agar dapat memberikan kesempatan untuk memijah terlebih dahulu kepada ikan sebelum tertangkap agar tidak mengganggu proses rekruitmen individu baru didaerah penangkapan tersebut.

55 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara spasial ikan tembang tersebar di sekitar P. Rakata dan P. Legundi ketika musim barat dan di sekitar P.Papole, P. Panaitan, dan Tg. Lesung ketika musim timur dan musim peralihan. Musim penangkapan ikan tembang terjadi sepanjang tahun, namun untuk penangkapan yang baik adalah pada bulan Oktober, November, Februari, Maret, April, dan Juni. Hasil tangkapan maksimum berada pada kondisi MSY sebesar ,39 kg dan keuntungan maksimum berada pada kondisi MEY, sehingga pemanfaatan yang ideal adalah pada kondisi MEY karena rente ekonomi yang di dapatkan lebih besar dibanding kondisi pemanfaatan lainnya. Implikasi pengelolaan yang dapat dilakukan adalah dengan menangkap ikan yang panjangnya lebih dari 155 mm karena pada kondisi tersebut ikan sudah pernah mencapai matang gonad (, dan operasi penangkapan ikan tembang dapat dilakukan sepanjang tahun. Agar ukuran ikan tembang yang sudah layak tangkap dapat tertangkap, maka perlu adanya pengaturan mata jaring (mesh size) ikan diseluruh lokasi penangkapan kecuali pada bulan juli Saran Status pemanfaatan ikan tembang sebaiknya dikaji dengan melakukan pengelolaan ikan tembang dari berbagai tempat pendaratan yang melakukan aktivitas penangkapan di Selat Sunda. Selain itu perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai reproduksi ikan tembang selain bulan Maret-Oktober agar dapat mengetahui pola pemijahan ikan tembang, karena sangat bermanfaat bagi pengelolaan ikan tembang di PPP Labuan, Banten selanjutnya.

56 DAFTAR PUSTAKA Amri K Hubungan Kondisi Oseanografi ( Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a, dan Arus) dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Selat Sunda [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Analisis Hubungan Kondisi Oseanografi dengan Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Sunda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Vol, 14(1): Brainerd TR The Sardinella Fishery Off The Coast Of West Africa:The Case Of A Common Property Resource. Fisheries Economist Intern Agriculture, Food and Nutrition Sciences Division/ International Development Research Centre (AFNS/IDRC) P.O. Box 8500, Ottawa, Ontario, CANADA RiG 3H9. Bintoro G Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) di Selat Madura Jawa Timur [disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Boer M & Azis KA Gejala Tangkap Lebih Perikanan Pelagis Kecil di Perairan Selat Sunda (Jilid 14 Nomor 2 : Indonesian Journal of Aquatic Sciences and Fisheries) [Laporan Penelitian]. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Bahdad Analisis dan Pendugaan Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Damayanti PA Analisis Tangkapan Per Satuan Upaya (TPSU) Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) di Kepulauan Seribu [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dwiponggo A Beberapa Aspek Biologi Ikan Lemuru, Sardinella spp.p In : Prosiding : Seminar Perikanan Lemuru Banyuwangi Januari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. Fauzi A Ekonomi Perikanan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Giannoulaki M Machias A Koutsikopoulos C & Somarakis S The Effect of Coastal Topography on The Spatial Structure of Anchovy and Sardine.e ICES Journal of Marine Science,63: 650e662. Hassanuddin CN Analisi Bioekonomi Perikanan Pelagis Besar di Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Mandelssohn R &Curry P Temporal and Spatial Dynamics Of A Coastal Pelagic Species, Sardinella maderensis Off The Ivory Coast. Can. I. Fish. Aquat. Sci. 46: Monintja D Zulkarnaen R & Mawardi W Studi tentang Kelimpahan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Pelabuhan Ratu (tahap I:

57 44 recruitment dan fishing mortality) [Laporan Penelitian]. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 104 hlm. Nanlohy A Studi tentang Distribusi Spasial dan Perubahan Musiman Kelimpahan Ikan Pelagis di Perairan Teluk Ambon [tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nybakken JW Biologi laut: suatu pendekatan ekologis. [Terjemahan dari Marine biology: An ecological approach]. Eidman HM, Koesoebiono, Bengen DG, Hutomo M, & Sukardjo S (penerjemah). PT Gramedia. Jakarta. 579 hlm. Pranggono H Analisis Potensi dan Pengelolaan Ikan Teri di Perairan Kabupaten Pekalongan [tesis]. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Pratiwi NTM Studi Kebiasaan Makanan dan Preferensi Makanan Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata, Blkr) di Daerah Aliran Sungai Cisadane, Kabupaten Tanggerang dan Waduk Saguling, Kabupaten Bandung [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Robiyanto M Kebiasaan Makanan Ikan Tembang (Clupea fimbriata) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rosita R Studi Kebiasaan Makanan Ikan Tembang (Clupea fimbriata) Pada Bulan Januari - Juni 2006 di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutono DHS Analisis Manajemen Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri dengan Panjang Jabur di Perairan Pantai Jawa Tengah [tesis]. Manajemen Sumberdaya Pantai. Universitas Diponegoro, Semarang. Taeran I Tingkat Pemanfaatan dan Pola Musim Penangkapan Beberapa Jenis Ikan Ekonomis Penting di provinsi Maluku Utara [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 126 hlm. Thanh NV Thesis Bioeconomic Analysis of The Shrimp Trawl Fisheries in The Tonkin Gulf, Vietnam. Departement of Economic The Norwegian College of Fisheries Science University of Tromso, Norway. Tinungki GM Evaluasi Model Produksi Surplus dalam Menduga Hasil Tangkapan Maksimum Lestari untuk Menunjang Kebijakan Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali [disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Undang - Undang Republik Indonesia Undang - Undang Republik Indonesia nomor 31 tentang Perikanan. Jakarta. Undang - Undang Republik Indonesia Undang - Undang Republik Indonesia nomor 45 tentang Perikanan. Jakarta. 53 hlm.

58 45 Widodo J & Suadi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 252 hlm. Tembang. [terhubung berkala]. pipp2/species.html?idkat=2&idsp=274 [April 2011]. Sardinella fimbriata. [terhubung berkala]. sname=sardinella&speciesname=fimbriata [Februari 2012]. Yuwana EK Pengelolaan Sumberdaya Ikan Temabang (Sardinella fimbriata) di Teluk Banten yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Serang, Provinsi Banten [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

59 LAMPIRAN

60 L 47 Lampiran 1. Contoh hasil wawancara nelayan purse seine No. Nama,status, pendidikan Umur Alat tangkap Kapal Fishing ground Bulan Trip/hari Trip/bln Puncak Biasa Paceklik Puncak Biasa Paceklik Puncak Biasa Paceklik 1 Wahdi 1 buah, 6 inch 1 buah, 14 GT, 25 ABK Kalianda,bakau,bin uangen (andon). Sumur,Jelalang Panaitan 6,7 4 1,11,12 2 Dayat. Nikah. SMP buah, p 125 m, l 144 m, t 40 m, 2 3/4 inch 1 buah, 22 ABK Panaitan plg jauh. Angin bagus : P. umang. Gelombang : rakata 2,3 10 2, banyar (4) Jaya Rahmat. Single. SMK GT Krakatau, Panaitan, Batu iden, karang kabua, kelapakoneng, liat arus. 9,10,11, Rumadi. Nikah 37 1 buah, t 70 m, p 200 m, 1 inch 1,25 inch 0,5 inch 1 buah, 20 ABK, 13 GT, puso 140 ps Sumur :2-6 jam, 3 mil, 3 hari. P. Pucang, Ujung kulon. Paceklik : Lampung 3 malam Jajat 30 p 15 m, l 3,5-4 m 2 buah (15 GT, 13 GT), 12 Ps, 20 ABK Paceklik : babang lampung. Puncak : Panaitan, ujung kulon 4 jam 3,4,5 6,7,8 1,2,12 min 2 hari 15 10

61 48 Lampiran 2. Perhitungan RGi (rata-rata bergerak TPSU selama 12 bulan), RGPi (rata-rata bergerak TPSU terpusat), dan Rbi (Rasio rata-rata bulan) tahun Tahun Bulan CPUE Rgi RGPi Rbi Januari 0,0000 Februari 0,0000 Maret 20,0000 April 132,6667 Mei 101,7500 Juni 115,7857 Juli 0, ,8502 Agustus 0, , ,8502 0,0000 September 0, , ,8502 0,0000 Oktober 0, , ,0168 0,0000 Nopember 0, , ,6557 0,0000 Desember 0, , ,2155 0,0000 Januari 0, , ,8889 0,0000 Februari 0, , ,9232 0,0000 Maret 0, , ,8200 0,0000 April 0, , ,7758 0,0000 Mei 151, , ,2831 2,3622 Juni 153, , ,2831 2,3932 Juli 154, , ,0331 2,2748 Agustus 154, , ,0467 1,9829 September 156, , ,3102 1,8524 Oktober 0, , ,3102 0,0000 Nopember 0, , ,9983 0,0000 Desember 90, , ,0331 0,9180 Januari 150, , ,9694 1,6345 Februari 0, , ,1108 0,0000 Maret 0, , ,9686 0,0000 April 160, , ,5075 2,1836 Mei 160, , ,5209 1,9891 Juni 0, , ,3015 0,0000 Juli 0, , ,5515 0,0000 Agustus 162, , ,5380 2,2044 September 161, , ,7745 2,2537 Oktober 162, , ,2745 2,1335 Nopember 0, , ,5864 0,0000 Desember 0, , ,2245 0,0000

62 49 Lampiran 2. (lanjutan) Tahun Bulan CPUE Rgi RGPi Rbi Januari 0,0000 9,0000 4,5000 0,0000 Februari 108, , ,8300 6,8224 Maret 0, , ,6600 0,0000 April 0, , ,9100 0,0000 Mei 0, , ,1600 0,0000 Juni 0, , ,6875 0,0000 Juli 163, , ,6317 3,0564 Agustus 0, , ,2798 0,0000 September 150, , ,4696 2,1285 Oktober 0, , ,4280 0,0000 Nopember 156, , ,4280 2,1932 Desember 130, , ,4280 1,8200 Januari 125, , ,4280 1,7577 Februari 131, , ,5980 2,0279 Maret 0, , ,7679 0,0000 April 0, , ,5179 0,0000 Mei 0, , ,2679 0,0000 Juni 0, , ,7404 0,0000 Juli 0, , ,7963 0,0000 Agustus 0, , ,1481 0,0000 September 0,0000 0,0000 5,4583 0,0000 Oktober 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 Nopember 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 Desember 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

63 50 Lampiran 3. Perhitungan indeks musim penangkapan (IMP) tahun Bulan Juli juni2004 Juli juni 2005 Juli juni 2006 Juli juni 2007 Total RRBi Rata-rata Juli 0,00 2,27 0,00 3,06 5,33 1,33 163,69 Agustus 0,00 1,98 2,20 0,00 4,19 1,05 128,57 September 0,00 1,85 2,25 2,13 6,23 1,56 191,43 Oktober 0,00 0,00 2,13 0,00 2,13 0,53 65,51 Nopember 0,00 0,00 0,00 2,19 2,19 0,55 67,34 Desember 0,00 0,92 0,00 1,82 2,74 0,68 84,07 Januari 0,00 1,63 0,00 1,76 3,39 0,85 104,16 Februari 0,00 0,00 1,92 2,03 3,94 0,99 121,08 Maret 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 April 0,00 2,18 0,00 0,00 2,18 0,55 67,05 Mei 2,36 1,99 0,00 0,00 4,35 1,09 133,61 Juni 2,39 0,00 0,00 0,00 2,39 0,60 73,48 JRRB 9,77 FK 122,82 IMPi

64 51 Lampiran 4. Perhitungan RGi (rata-rata bergerak TPSU selama 12 bulan), RGPi (rata-rata bergerak TPSU terpusat), dan Rbi (Rasio rata-rata bulan) tahun Tahun Bulan CPUE Rgi RGPi Rbi Januari 160,8696 Februari 162,1359 Maret 162,0787 April 0,0000 Mei 163,2035 Juni 163,6245 Juli 45, ,9079 Agustus 44, , ,0384 0,4401 September 23, , ,6606 0,2536 Oktober 150, , ,7802 1,7980 Nopember 152, , ,6667 1,7834 Desember 66, , ,7728 0,7862 Januari 20, , ,6427 0,2609 Februari 29, , ,8237 0,4111 Maret 129, , ,8758 1,7720 April 78, , ,1145 1,0412 Mei 63, , ,8909 0,8053 Juni 68, , ,3455 0,8813 Juli 48, , ,5915 0,6816 Agustus 42, , ,9810 0,6231 September 79, , ,3092 1,1117 Oktober 185, , ,7565 2,5427 Nopember 81, , ,1653 1,1270 Desember 0, , ,0576 0,0000 Januari 0, , ,1262 0,0000 Februari 129, , ,6973 1,6288 Maret 64, , ,8027 0,7823 April 129, , ,3672 1,5310 Mei 58, , ,1541 0,6892 Juni 123, , ,1286 1,5204 Juli 79, , ,6581 0,9369 Agustus 62,3673 September 120,8182 Oktober 138,3462 Nopember 55,3750 Desember 110,6667

65 52 Lampiran 5. Perhitungan indeks musim penangkapan (IMP) tahun Bulan Juli Juli Juli 2011-juni Total juni2010 juni RRBi rata-rata IMPi Juli 0,00 0,68 0,94 1,62 0,54 82,97 Agustus 0,44 0,62 0,00 1,06 0,35 54,50 September 0,25 1,11 0,00 1,37 0,46 70,00 Oktober 1,80 2,54 0,00 4,34 1,45 222,52 Nopember 1,78 1,13 0,00 2,91 0,97 149,20 Desember 0,79 0,00 0,00 0,79 0,26 40,30 Januari 0,26 0,00 0,00 0,26 0,09 13,38 Februari 0,41 1,63 0,00 2,04 0,68 104,58 Maret 1,77 0,78 0,00 2,55 0,85 130,95 April 1,04 1,53 0,00 2,57 0,86 131,86 Mei 0,81 0,69 0,00 1,49 0,50 76,62 Juni 0,88 1,52 0,00 2,40 0,80 123,12 JRRB 7,80 FK 153,79 Keterangan : Rgi : Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i RGPi : Rata-rata bergerak TPSU terpusat ke-i Rbi : Rasio rata-rata bulan ke-i RRBi : Rata-rata Rbij untuk bulan ke-i IMPi : Indeks musim penangkapan bulan ke-i

66 Lampiran 6. Fluktuasi hasil tangkapan dan komposisi hasil tangkapan bulanan ikan pelagis di Selat Sunda bulan Agustus 2000 sampai Juli

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Ikan Tembang Klasifikasi dan deskripsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Ikan Tembang Klasifikasi dan deskripsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Ikan Tembang 2.1.1 Klasifikasi dan deskripsi Klasifikasi ikan Tembang (Gambar 1) menurut www.fishbase.org (2012) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004) 3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan dari bulan Maret 2011 hingga Oktober 2011 dengan mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004) 24 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSPi) dan dilaksanakan selama periode bulan Maret 2011 hingga Oktober

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai bulan Februari 2012 dengan interval waktu pengambilan sampel 1 bulan. Penelitian dilakukan di Pelabuhan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Selat Sunda Perairan Selat Sunda terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa sehingga perairan ini merupakan pertemuan antara perairan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 14 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April tahun 2012. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan April tahun 2012 sedangkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum PPP Labuan, Banten Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 0 21-7 0 10 Lintang Selatan dan 104 0 48-106 0 11 Bujur Barat dengan luas

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru. 3 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli 009 di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar - Perairan Selat Bali, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Perairan Selat Bali terletak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP Labuan secara administratif terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang. PPP Labuan memiliki batas administratif,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 2 tahapan berdasarkan waktu kegiatan, yaitu : (1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 2 bulan (September- Oktober

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2009) taksonomi ikan tembang (Gambar 3) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum :

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Banten Letak geografis Teluk Banten berada dalam koordinat 05 o 49 45-06 o 02 00 LS dan 106 o 03 20-106 o 16 00 BT. Teluk Banten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Gambar 3). 3.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian Tahapan-tahapan pelaksanaan

Lebih terperinci

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Nadia Adlina 1, *, Herry Boesono 2, Aristi Dian Purnama Fitri 2 1

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010) 37 3 METODOLOGI UMUM Penjelasan dalam metodologi umum, menggambarkan secara umum tentang waktu, tempat penelitian, metode yang digunakan. Secara spesifik sesuai dengan masing-masing kriteria yang akan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH RINA SARI LUBIS 090302054 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN TEMBANG

PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN TEMBANG 1 PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI TELUK BANTEN, YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI KARANGANTU, SERANG, PROVINSI BANTEN EKA KEMAL YUWANA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas 30 mm 60 mm PENDAHULUAN Ekonomis & Ekologis Penting R. kanagurta (kembung lelaki) ~ Genus Rastrelliger spp. produksi tertinggi di Provinsi Banten, 4.856,7 ton pada tahun 2013, menurun 2.5% dari tahun 2010-2013

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 yang meliputi: observasi lapang, wawancara, dan pengumpulan data sekuder dari Dinas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Menurut www.fishbase.org, klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

POLA MUSIMAN IKAN KUNIRAN (Upeneus spp.) YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG BANTEN

POLA MUSIMAN IKAN KUNIRAN (Upeneus spp.) YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG BANTEN POLA MUSIMAN IKAN KUNIRAN (Upeneus spp.) YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG BANTEN APRIYANTI SULPARAHMAH SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kurau Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus eleutheronema dan Species Eleutheronema

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Riduwan (2004) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA PENENTUAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA DETERMINATION OF FISHING CATCHING SEASON (Decapterus Sp.) IN EAST WATERS OF SOUTHEAST SULAWESI Eddy Hamka 1),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid Program Studi Ilmu Kelautan STITEK Balik Diwa Makassar Email : hartati.tamti@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung TINJAUAN PUSTAKA Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) Ikan Kembung merupakan salah satu ikan pelagis yang sangat potensial di Indonesia dan hampir seluruh perairan Indonesia ikan ini tertangkap dalam jumlah

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

3.3 Pengumpulan Data Primer

3.3 Pengumpulan Data Primer 10 pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Satu trip penangkapan hanya berlangsung selama satu hari dengan penangkapan efektif sekitar 10 hingga 12 jam. Sedangkan untuk alat tangkap pancing

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun Cacth (ton) 46 4 HASIL 4.1 Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Jumlah dan nilai produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar dari tahun 24 28 dapat dilihat pada Gambar 4 dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1. 1.Kondisi umum Perairan Utara Jawa Perairan Utara Jawa dulu merupakan salah satu wilayah perikanan yang produktif dan memilki populasi penduduk yang padat. Panjang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT. 3. METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011. Proses penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapang dilakukan pada bulan Mei 2009. Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga 29 5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga Kandungan klorofil-a setiap bulannya pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Lampiran 3, konsentrasi klorofil-a di perairan berkisar 0,26 sampai

Lebih terperinci

Produksi (Ton) Trip Produksi (Ton) Pukat Cincin ,

Produksi (Ton) Trip Produksi (Ton) Pukat Cincin , Lampiran 1. Produksi per alat tangkap per tahun Tabel 11. Produksi ikan tembang per upaya penangkapan tahun 2008-2012 Jenis Alat 2008 2009 2010 2011 2012 Tangkap Upaya Penangkapan Produksi (Ton) Upaya

Lebih terperinci

c----. Lemuru Gambar 1. Perkembangan Total Produksi Ikan Laut dan Ikan Lemuru di Indonesia. Sumber: ~tatistik Perikanan Indonesia.

c----. Lemuru Gambar 1. Perkembangan Total Produksi Ikan Laut dan Ikan Lemuru di Indonesia. Sumber: ~tatistik Perikanan Indonesia. Latar Belakanq Indonesia adalah negara maritim, lebih dari 70% dari luas wilayahnya, seluas 3,l juta km2, terdiri dari laut. Setelah deklarasi Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) pada tanggal 21 Maret

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM PENANGKAPAN DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYUR (TRICHIURUS SP) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT

ANALISIS MUSIM PENANGKAPAN DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYUR (TRICHIURUS SP) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT ANALISIS MUSIM PENANGKAPAN DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYUR (TRICHIURUS SP) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT Analysis of Fishing Season and Exploitation Rate of Hairtail Fish (Trichiurus

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian 21 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan dan pengumpulan data di lapangan dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan April 2009. Penelitian dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

POLA MUSIMAN IKAN KURISI (Nemipterus japonicus, Bloach 1791) DI PERAIRAN SELAT SUNDA, KECAMATAN LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN

POLA MUSIMAN IKAN KURISI (Nemipterus japonicus, Bloach 1791) DI PERAIRAN SELAT SUNDA, KECAMATAN LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN POLA MUSIMAN IKAN KURISI (Nemipterus japonicus, Bloach 1791) DI PERAIRAN SELAT SUNDA, KECAMATAN LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN YULI HANDAYANI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 dan MSY adalah: Keterangan : a : Perpotongan (intersept) b : Kemiringan (slope) e : Exponen Ct : Jumlah tangkapan Ft : Upaya tangkap (26) Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi

Lebih terperinci