4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kondisi umum perairan Selat Sunda Perairan Selat Sunda terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa sehingga perairan ini merupakan pertemuan antara perairan Samudera Hindia dan Laut Jawa. Selat Sunda dipengaruhi oleh angin musim tenggara dan musim barat laut. Angin musim tenggara terjadi pada bulan April - September, sedangkan untuk musim barat laut terjadi pada bulan Oktober - Maret. Bulan April - Mei angin yang bertiup berkecepatan 2-8 m/detik dari arah utara dan timur. Sedangkan untuk angin yang bertiup dari barat daya cenderung ke barat pada bulan Desember, ke arah barat pada bulan Januari, dan angin dari arah barat laut cenderung ke barat pada bulan Januari dengan kecepatan bervariasi antara 5-10 m/detik (Birowo 1983 in Amri 2002). Selama musim barat umumnya gelombang cukup besar yaitu sekitar 0,5 m sampai 1,5 m bahkan bisa mencapai 1,5-2 m pada bulan Desember dan Januari. Sedangkan untuk musim timur ketinggian gelombang biasanya antara 0,5-1 m, dan bisa kurang dari 0,5 m pada bulan April, Mei, dan Juni. Di Selat Sunda pergerakan massa airnya merupakan kombinasi pasang surut dan arus musiman. Pada waktuwaktu tertentu arus perairan akan terasa kuat, akan tetapi sirkulasi air antara Laut Jawa dan Samudera Hindia lemah (0,5 x 10 6 m 3 /detik). Sepanjang tahun arah alirannya ke barat daya (S. Hindia), dan pada bulan November arahnya kadang berubah ke timur laut (Wyrtki 1961 in Amri 2002). Rata-rata suhu permukaan air laut Selat Sunda yaitu 29,32 0 C pada bulan Mei, 30,01 0 C pada bulan Juni, 29,19 0 C pada bulan Juli, dan 27,28 0 C pada bulan Agustus (Amri 2002). Menurut Birowo & Uktolseja (1981) in Amri (2002), suhu permukaan laut perairan Selat Sunda akan relatif tinggi pada musim peralihan dan akan lebih rendah pada musim barat dan timur. Rendahnya suhu di musim timur karena tingginya evaporasi, angin yang kuat, dan kelembapan udara yang rendah sehingga energi evaporasi lebih tinggi dari pada radiasi matahari yang diterima. Hal inilah yang menyebabkan pendinginan permukaan laut. Rendahnya suhu dimusim barat disebabkan karena masukan air hujan dan masukan massa air tawar dari timur laut yang dingin (Birowo & Uktolseja 1981 in Amri 2002).

2 Kondisi umum Labuan Labuan terletak di wilayah Kabupaten Pandeglang yang berada pada bagian Barat Daya Provinsi Banten. secara geografis Kabupaten Pandeglang terletak antara LS dan BT dengan batas administrasinya sebelah Utara berbatasan dengan Kab. Serang, sebelah Timur berbatasan dengan Kab. Lebak, sebelah Selatan dengan Samudera Hindia, dan sebelah Barat dengan Selat Sunda. Perairan pesisir Pandeglang mempunyai iklim yang lebih dingin dibandingkan dengan daratannya. Rata-rata curah hujan dikawasan ini 3250 mm/tahun. Kisaran suhu diperairan ini antara 25 0 C 30 0 C dengan kelembapan mencapai 80%-90%. Curah hujan terbesar akan terjadi pada bulan Desember dan Januari yang seringkali disertai dengan badai dan angin kencang. Angin Musim Barat Laut terjadi selama bulan Desember Februari dan Angin Musim Tenggara terjadi antara bulan Juni Agustus. Sedangkan pada bulan Maret - Mei menampilkan periode transisi dari angin Musim Barat Laut ke Tenggara, dan bulan September November adalah peralihan antara musim tenggara ke angin musim barat laut. Selama peralihan ini angin bertiup kencang kearah timur yang menyebabkan hujan besar. Sifat pasang surut di perairan pandeglang adalah mixed semi diurnal (campuran kearah ganda), yaitu mengalami dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Berdasarkan data kedalaman survei lapang dan informasi data kedalaman perairan dari peta (LPI) daerah Labuan (Amri 2002), diperoleh informasi bahwa kedalaman perairan Labuan berkisar antara 0-70 m Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan Banten Hasil tangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan pada umumnya didominasi oleh sumberdaya ikan pelagis dengan hasil tangkapan utamanya yaitu ikan tongkol, banyar, tembang, selar, tenggiri, dan cumi. Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 3.

3 22 tembang 17% cumi 9% tongkol 47% banyar 24% selar 1% tenggiri 2% Gambar 3. Komposisi tangkapan ikan Pelagis dari hasil tangkapan nelayan di PPP Labuan, Banten (berdasarkan data berat) Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa komposisi hasil tangkapan terbesar yaitu ikan tongkol sebesar 47% dan komposisi hasil tangkapan terendah yaitu ikan selar sebesar 1%. Komposisi tangkapan ikan tembang merupakan tangkapan ketiga terbesar di PPP Labuan yang ditangkap dengan menggunakan jaring Purse Seine dengan alat bantu lampu (obor) Hasil tangkapan ikan tembang Hasil tangkapan atau produksi ikan tembang berasal dari data sekunder yang didapat dari Kantor PPP Labuan Banten periode yang disajikan pada Gambar 4. Dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan tembang tahun mengalami fluktuasi. produksi (kg) tahun Gambar 4. Hasil produksi ikan tembang periode

4 23 Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa untuk hasil tangkapan tertinggi terdapat pada tahun 2009 sebesar kg dan untuk hasil tangkapan terendah terdapat pada tahun 2002 sebesar kg Upaya penangkapan (effort) Upaya penangkapan (effort) ikan tembang berasal dari data sekunder yang didapat dari Kantor PPP Labuan Banten periode yang disajikan pada Gambar 5. effort (trip) tahun Gambar 5. Upaya penangkapan ikan Tembang periode Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat mengenai upaya penangkapan ikan tembang periode yang mengalami fluktuasi. Jumlah trip terbanyak terdapat pada tahun 2009 sebanyak trip dan jumlah trip terendah berada pada tahun 2002 sebanyak 15 trip Tangkapan per satuan upaya Besaran atau nilai dari Tangkapan per satuan upaya (TPSU) menggambarkan tingkat produktivitas dari upaya penangkapan (effort). Nilai TPSU semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat produkstivitas alat tangkap yang digunakan semakin tinggi pula. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa sepanjang tahun hasil tangkapan per satuan upaya ikan tembang mengalami fluktuasi.

5 24 TPSU (kg/trip) 200, , , , , , , , , , , ,7932 0, tahun Gambar 6. Tangkapan per satuan upaya ikan tembang tiap tahun Nilai tangkapan per satuan upaya tertinggi terdapat pada tahun 2005 yaitu sebesar 161,7046 kg per trip dan untuk nilai tangkapan per satuan upaya terendah terdapat pada tahun 2010 sebesar 75,7097 kg per trip Pola musim penangkapan Analisis pola musim penangkapan ikan tembang di Labuan Banten menggunakan metode moving average (rata - rata bergerak) dengan menghitung nilai IMP pada setiap bulan. Pergerakan nilai IMP ikan tembang dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar IMPi BULAN Gambar 7. Nilai rata rata IMP Ikan Tembang tahun Berdasarkan nilai rata rata indeks musim penangkapan (IMP) pada tahun (Lampiran 3) musim penangkapan terjadi pada bulan Juli, Agustus,

6 25 September, Januari, Februari, dan Mei. Musim biasa (bukan musim penangkapan) terjadi pada bulan Oktober, November, Desember, April, dan Juni. Sedangkan untuk musim paceklik terjadi pada bulan Maret. Terjadi perbedaan pergerakan nilai IMP ikan tembang antara tahun dengan tahun seperti yang terlihat pada Gambar IMP BULAN Gambar 8. Nilai rata rata IMP Ikan Tembang tahun Berdasarkan nilai rata rata indeks musim penangkapan (IMP) pada tahun (Lampiran 5) musim penangkapan terjadi pada bulan Oktober, November, Februari, Maret, April, dan Juni. Musim biasa (bukan musim penangkapan) terjadi pada bulan Juli, Agustus, September, dan Mei dan untuk musim paceklik terdapat pada bulan Desember dan Januari Daerah penangkapan Daerah penangkapan ikan tembang yang didaratkan di PPP Labuan, Banten diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan setempat khususnya nelayan yang menangkap ikan tembang dengan menggunakan jaring purse seine dengan alat bantu lampu (obor). Penentuan dari daerah penangkapan ini biasanya berdasarkan pada pengetahuan atau tradisi sebelumnya secara turun-temurun. Keberadaan ikan dapat diketahui oleh nelayan berdasarkan gejala alam yang ada seperti gemericik air, warna air yang biru kehijauan, serta banyaknya gerombolan burung diatas permukaan air. Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui persebaran ikan berdasarkan musim penangkapannya.

7 Gambar 9. Peta daerah penangkapan ikan tembang 26

8 27 Tabel berikut menampilkan ukuran panjang dan TKG ikan tembang yang diplotkan berdasarkan bulan dan lokasi penangkapan. Tabel 2. Matriks sebaran spasial, temporal, ukuran panjang dan TKG ikan tembang tahun Kriteria Bulan Lokasi Penangkapan P. Legundi v v P. Rakata v v v P. Liwungan, Tanjung lesung v v v v v v v P. Oar, Sumur v v v P. Papole v v v v v P. Panaitan, P. Peucang v v v v v P. Sebesi, P. Sertung v Tanjung Alang-alang v v Selang Kelas Panjang j j & b j j & b j & b b j & b j & b j & b b j j & b j & b j & b j & b b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b j & b b j & b j & b j & b b b j & b b b TKG betina I 21,82 3, ,32 8,57 II 20 19, ,1 62,86 35,14 III 45,45 17,7 29,3 28,57 64,86 IV 12,73 58,8 2,44 V 4,88 TKG jantan I 38,64 12,2 92,1 9,26 1,82 II 18,18 18,4 7,89 33,3 5,45 4,76 III 29,55 59,2 29,6 85,45 68,25 IV 13,64 10,2 27,8 7,27 20,63 V 6,35 Keterangan : v = keberadaan ikan tembang pada bulan kej = ikan tembang jantan, b = ikan tembang betina * = bukan bulan penelitian

9 28 Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat mengenai lokasi penangkapan ikan tembang di Selat Sunda. Selang kelas ikan tembang yang tertangkap umumnya berkisar antara mm dari TKG 1 sampai 5. Pada bulan Maret dan Mei tidak tersedia data mengenai selang kelas panjang dan TKG ikan dikarenakan penelitian dilakukan saat bulan terang, sehingga tidak ada operasi penangkapan ikan tembang pada saat tersebut Bioekonomi Analisis bioekonomi dengan pendekatan biologi dan ekonomi merupakan salah satu alternatif pengelolaan yang dapat diterapkan dalam salah satu upaya menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan tembang di PPP Labuan Banten. Hasil analisis menggunakan model surplus produksi Walters-Hilbron diperoleh nilai parameter biologi (K, q, r) dan nilai parameter ekonomi (p, c) seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi Parameter satuan Nilai Koefisien kemampuan alat tangkap (q) kg/trip 0,0002 Daya dukung perairan (K) kg/tahun ,5000 Laju pertumbuhan intrinsik (r) kg/tahun 0,6439 Harga (p) Rp/kg 2.427,7780 Biaya (c) Rp/trip ,0470 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa koefisien kemampuan alat tangkap ikan tembang (q) sebesar 0,0002 kg/trip, yang berarti bahwa setiap peningkatan satuan upaya penangkapan purse seine akan mempengaruhi peningkatan hasil tangkapan sumberdaya tembang sebesar 0,0002 kg/trip. Daya dukung perairan (K) sebesar ,5000 kg/tahun, yang berarti bahwa lingkungan mendukung produksi sumberdaya ikan tembang sebesar ,5000 kg/tahun dari aspek biologinya seperti kelimpahan makanan, pertumbuhan populasi, dan ukuran ikan. Laju pertumbuhan intrinsik (r) sebesar 0,6439 kg/tahun, yang berarti bahwa sumberdaya ikan tembang ini akan tumbuh secara alami tanpa gangguan dari gejala alam maupun kegiatan manusia dengan koefisien sebesar 0,6439 kg/tahun. Harga ikan tembang per kg nya didapat Rp 2.427,7780 dan biaya

10 29 penangkapannya sebesar Rp ,0470 per trip. Dari hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi maka dapat ditentukan hasil analisis parameter bioekonomi diberbagai rezim seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil perhitungan bioekonomi ikan tembang dalam berbagai rezim variabel MEY MSY Open access (OA) Aktual Yield (kg) , , , ,00 Effort (trip) Rente (Rp) , , ,83 Nilai yield (hasil tangkapan), effort, dan keuntungan yang didapat dari ketiga rezim memiliki nilai yang berbeda-beda, sedangkan untuk kondisi aktual merupakan kondisi yang terjadi pada saat ini yaitu rata-rata data hasil tangkapan dan upaya tangkapan dari tahun Pembahasan Hasil tangkapan Pelabuhan perikanan pantai Labuan merupakan pelabuhan perikanan yang hasil tangkapannya berasal dari Selat Sunda. Sumberdaya perikanan yang berasal dari Selat Sunda ini meliputi ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar, udang, rajungan, dan cumi cumi. Untuk PPP Labuan sendiri lebih didominasi oleh ikan tongkol, ikan kembung, ikan tembang, ikan selar, ikan tenggiri, dan cumi. Persentase ikan tembang terdapat pada urutan ketiga disebabkan karena ikan tembang bukan merupakan tangkapan utama nelayan di PPP Labuan, Banten. Hasil tangkapan di PPP Labuan menunjukkan fluktuasi setiap tahunnya. Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa hasil tangkapan tertinggi terdapat pada tahun 2009 sebesar kg dan hasil tangkapan terendah terdapat pada tahun 2002 sebesar kg. Tingginya hasil tangkapan pada tahun 2009 dikarenakan data yang tercatat untuk hasil tangkapan ikan tembang di PPP Labuan berasal dari semua TPI yang tersedia di PPP Labuan. Pada tahun-tahun sebelumnya di dapatkan hasil yang sedikit karena hasil tangkapan tidak tercatat untuk setiap bulannya. Pada tahun 2010 terjadi penurunan hasil tangkapan yang sangat drastis, hal ini

11 30 disebabkan oleh pengumpulan data hasil tangkapan sudah dibedakan berdasarkan besarnya ukuran kapal serta jenis tangkapan. Untuk TPI baru khusus untuk kapal yang berukuran besar seperti kapal purse seine yang berukuran lebih dari 12 GT, sedangkan untuk TPI lama dikhususkan untuk pendaratan ikan demersal serta untuk TPI pasar dikhususkan untuk mendaratkan ikan-ikan pelagis kecil. Peningkatan dan penurunan hasil tangkapan ikan tembang juga disebabkan oleh adanya perubahan musim yang tidak menentu di PPP Labuan itu sendiri. Perkiraan cuaca diperoleh dengan pengamatan sendiri berdasarkan berbagai gejala alam, seperti angin besar, gelombang tinggi, dll. Musim merupakan faktor yang sangat berbengaruh pada aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Pada musim penghujan atau musim barat, nelayan pada umumnya tidak pergi melaut. Mereka tidak melakukan aktivitas berlayar karena arah gerak angin yang kurang menguntungkan untuk proses penangkapan ikan, selain itu juga diikuti cuaca yang kurang mendukung dengan turunnya hujan yang biasanya juga disertai badai di tengah laut. Pada musim ini biasanya ikan jarang didaratkan di PPP Labuan. Selain perkiraan cuaca, hal lain yang menyebabkan naik turunnya angka hasil tangkapan yaitu kurangnya kesadaran dari nelayan untuk melaporkan hasil tangkapan mereka ke tempat pendaratan ikan setempat karena ingin mendapatkan keuntungan yang besar sehingga hasil tangkapan nelayan ini tidak tercatat di kantor TPI Labuan. Hal inilah yang menyebabkan hasil tangkapan tahunan di PPP Labuan mengalami fluktuasi Upaya penangkapan Operasi penangkapan kapal purse seine dengan ukuran kapal 6-24 GT di Selat Sunda khususnya di PPP Labuan, Banten selama musim timur dapat melakukan operasi penangkapan selama 3-5 hari termasuk perjalanan menuju fishing ground dan kembali ke PPP Labuan. Namun untuk operasi penangkapan kapal obor (alat bantu penangkapan) yang berukuran 0 5 GT melakukan operasi penangkapan dalam satu hari adalah sekali sehari (one day fishing), sehingga upaya penangkapannya identik atau sama dengan jumlah kapal yang beroperasi saat itu.

12 31 Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa upaya penangkapan ikan tembang mengalami fluktuasi seiring dengan naik turunnya hasil tangkapan ikan tembang (Gambar 4). Semakin tinggi upaya tangakapan maka semakin tinggi pula hasil tangkapan yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perikanan tembang di PPP Labuan belum mengalami tangkap lebih (overfishing). Tinggi rendahnya upaya penangkapan ini juga disebabkan oleh periode bulan dimana pada dasarian ke-1 merupakan periode bulan terang (Amri 2002). Pada saat periode ini nelayan yang menangkap ikan tembang tidak melakukan operasi penangkapan karena pada saat bulan terang ikan ikan pelagis kecil seperti tembang yang menyukai cahaya terang akan tersebar diseluruh perairan sehingga nelayan cenderung untuk tidak melaut pada kondisi ini karena hasil tangkapan yang didapat lebih cenderung sedikit dibandingkan dengan bulan gelap. Namun, untuk sebagian nelayan ada juga yang mengganti alat tangkap nya (purse seine) dengan alat tangkap lain pada saat bulan terang Tangkapan per satuan upaya Tangkapan per satuan upaya mencerminkan ketersediaan dan kelimpahan ikan yang sangat penting dalam pengelolaan perikanan (Mandelssohn R & Curry P. 1989). Menurut Widodo & Suadi (2006), kecenderungan kelimpahan ikan relatif selang beberapa tahun sering dapat diukur dengan menggunakan data hasil tangkapan per satuan upaya yang diperoleh dari suatu perikanan atau dari penelitian penarikan contoh. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa TPSU ikan tembang mengalami fluktuasi dengan nilai yang berbeda-beda. Fluktuasi ini dapat disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan dan kelimpahan ikan di perairan. Berdasarkan nilai TPSU tahunan terjadi peningkatan mulai dari tahun 2002 hingga 2005, hal ini menggambarkan pada masa ini kelimpahan ikan tembang cukup banyak dan musim yang bersahabat dengan nelayan sehingga mendorong banyak nelayan untuk melaut. Widodo & Suadi (2006) menyatakan bahwa semakin banyak ikan disuatu daerah maka semakin banyak unit alat tangkap menangkap ikan per jam, paling tidak bila data TPSU dirata-ratakan selama musim penangkapan atau per tahun.

13 32 Penurunan nilai TPSU dari tahun diduga disebabkan oleh kelimpahan ikan yang cenderung menurun karena sudah ditangkap pada tahuntahun sebelumnya. Namun bila dilihat nilai upaya tangkapan pada tahun tersebut (Gambar 5), upaya tangkapan malah mengalami penurunan juga. Hal ini diduga karena banyaknya nelayan-nelayan pendatang yang melakukan penangkapan disekitar perairan Labuan namun tidak tercatat di PPP Labuan tersebut, sehingga mempengaruhi nilai dari tangkapan per satuan upayanya Pola musim penangkapan Analisis pola musim penangkapan bertujuan untuk melihat musim atau waktu penangkapan ikan tembang yang tepat sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam operasi penangkapan ikan (Dajan 1984 in Bahdad 2006). Indeks musim penangkapan (IMP) ikan tembang dihitung dengan memakai data tangkapan per satuan upaya (TPSU) bulanan ikan tembang di Labuan Banten. Data tersebut diturunkan dari data dan , kemudian dihitung dengan rata-rata bergerak dan setelah itu dilakukan perhitungan dengan prosedur yang berlaku. Kriteria yang dipakai untuk menentukan musim penangkapan ikan tembang adalah jika IMP lebih besar dari 100%. Nilai IMP juga mengindikasikan kehadiran ikan di perairan tersebut. Jika nilai IMP lebih dari 100% maka kehadiran ikan diperairan tersebut cukup melimpah dibandingkan kondisi normal. Apabila nilai IMP dibawah 100% maka jumlah ikan dibawah kondisi normal. Selain musim penangkapan dapat diketahui pula musim paceklik yang ditentukan dengan nilai IMP kurang dari 50%. Berdasarkan Gambar 7 musim penangkapan ikan tembang adalah pada bulan Juli September, Januari, Februari, dan Mei. Selain bulan-bulan tersebut diduga bukan merupakan musim penangkapan ikan tembang karena nilai IMP berkisar antara 50% 100% yaitu pada bulan Oktober Desember, April, dan Juni. Sementara untuk musim paceklik yaitu pada bulan Maret karena nilai IMP berada dibawah 50%. Menurut Amri (2002) angin yang berhembus di perairan Indonesia terutama adalah angin musim (monsoon) yang dalam setahun terjadi dua kali pembalikan arah yang masing-masing disebut angin musim Barat dan musim Timur, sedangkan

14 33 diantara dua kali perubahan musim tersebut terdapat dua kali musim peralihan yaitu musim peralihan Barat Timur dan musim peralihan Timur Barat. Bulan November Januari adalah musim angin di belahan bumi bagian utara dan musim panas di belahan bumi bagian selatan. Pada saat itu terjadilah pusat tekanan tinggi di atas daratan Asia dan pusat tekanan rendah di atas daratan Australia. Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari Asia menuju Australia, yang di Indonesia umumnya dikenal sebagai angin Musim Barat (West monsoon). Sebaliknya pada bulan Mei Juli terjadi pusat tekanan tinggi diatas daratan Australia dan pusat tekanan rendah diatas daratan Asia hingga di Indonesia berhembuslah angin musim Timur (East monsoon). Musim peralihan I (Barat Timur) terjadi pada bulan Februari Maret, sedangkan untuk musim peralihan II (Timur Barat) terjadi pada bulan Agustus Oktober. Dinamakan musim peralihan karena arah angin pada periode ini tidak menentu. Apabila dikaitkan dengan musim perairan di Indonesia maka musim penangkapan ikan tembang di Labuan Banten untuk periode terjadi di semua musim. Pada musim peralihan II terjadi pada bulan Agustus dan Oktober, pada musim barat terjadi pada bulan Januari, pada musim peralihan I bulan Februari, dan musim timur terjadi pada bulan Mei dan Juli. Berdasarkan Gambar 7 juga dapat dilihat bahwa musim paceklik (IMP < 50%) terjadi pada bulan Maret dimana pada musim ini masih dipengaruhi oleh angin barat. Nilai IMP yang kecil juga diduga karena pada bulan tersebut tidak tercatat adanya operasi penangkapan di TPI Labuan (Lampiran 3). Musim penangkapan tertinggi terdapat pada bulan September yang ditandai dengan tingginya nilai IMP pada bulan ini dikarenakan pada saat itu kecepatan arus di Laut Jawa berkurang menjadi 20 cm/s dengan arah dominan ke barat laut (Selat Karimata), sehingga kecepatan arus yang memasuki Selat Sunda juga mulai berkurang dibandingkan bulan Agustus (Amri 2002). Dalam penelitiannya, Amri (2002) juga mencatat bahwa untuk curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei September, dan pada bulan- bulan tersebut terjadi peningkatan upaya penangkapan yang ditandai dengan banyaknya kapal-kapal mini purse seine yang tersebar di Selat Sunda seperti di perairan Tanjung Lesung, P. Panaitan, P. Rakata, Teluk Labuan, dan Sumur. Selain itu, Voulgaridou & Stergiou (2003) in Giannoulaki et al. (2006) mengungkapkan bahwa ikan-ikan pelagis kecil seperti ikan teri dan ikan

15 34 sarden banyak tertangkap pada musim panas di Laut Aegea dan Ionia (Timur Laut Mediterania). Pola musim penangkapan ikan tembang periode dengan periode memiliki persamaan dan perbedaan. Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa musim penangkapan ikan tembang terjadi pada bulan Oktober, November, Februari April, dan bulan Juni. Musim biasa (bukan musim penangkapan) terjadi pada bulan Juli September, dan Mei. Untuk musim paceklik terjadi pada bulan Desember dan Januari. Apabila melihat pengelompokkan musim yang dilakukan oleh Amri (2002) mengenai kondisi oseanografi perairan Selat Sunda maka terdapat persamaan di kedua periode tersebut, dimana musim penangkapan ikan tembang terjadi pada saat musim peralihan II. Perbedaan dari kedua periode yaitu untuk periode pada penelitian ini, musim paceklik berada pada bulan Maret sedangkan untuk periode berada pada bulan Desember dan Januari. Pada periode musim paceklik terjadi pada bulan Maret diduga karena tidak tercatanya hasil tangkapan dan upaya tangkapan di TPI Labuan banten pada saat itu sehingga mempengaruhi hasil perhitungan IMP. Sedangkan untuk periode dikarenakan musim yang terjadi adalah musim barat, sehingga curah hujan yang terjadi di perairan Selat Sunda cukup tinggi. Ketika curah hujan tinggi, hasil pemetaan (Gambar 9) memperlihatkan bahwa keberadaan nelayan purse seine lebih tersebar ke Pulau Rakata, Lampung bagian barat (P. Legundi), dan P. Peucang. Ikan tembang tersebar di sekitar pulau ini karena sifat dari ikan pelagis itu lebih menyenangi daerah-daerah yang terlindungi dan tenang. Dengan adanya curah hujan yang tinggi maka perairan sekitar akan menjadi subur dan langsung berpengaruh terhadap produktivitas perairan (Nanlohy 1997), sehingga nelayan banyak yang beroperasi didaerah tersebut dan mendaratkan hasil tangkapannya ke daerah Lampung atau Binuangen karena lebih dekat dengan daerah tangkapan. Melihat dari pola musiman yang ditunjukkan oleh Gambar 8, sangat sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amri (2002) mengenai kondisi oseanografi perairan Selat Sunda. Ikan tembang akan tertangkap pada bulan Maret (peralihan I) dengan menunjukkan pola menaik pada saat memasuki musim timur dan akan menurun ketikan berakhirnya musim peralihan II (Oktober) yang selanjutnya mencapai titik terendah pada musim barat (Januari) (Lampiran 6).

16 Daerah penangkapan Daerah penangkapan ikan tembang di Selat Sunda yang diamati dalam penelitian ini (berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan setempat) adalah seluruh perairan Selat Sunda yang menjadi daerah operasional alat tangkap purse seine dengan alat bantu yang biasa disebut penganak (obor). Lokasi tersebut meliputi perairan Teluk Labuan, Tanjung Lesung, Sumur, Panaitan, Rakata, Ujung Kulon, Sebesi, Tanjung alang-alang, P. Peucang, dan Lampung (Gambar 9). Umumnya daerah penangkapan berada dalam radius yang dapat ditempuh dalam 1 hari operasi penangkapan (one day fishing). Pemilihan daerah penangkapan ditentukan berdasarkan kondisi perairan serta kemungkinan adanya keberadaan stok ikan yang menjadi tujuan penangkapan dari kapal purse seine. Penyebaran daerah penangkapan ikan pelagis kecil di Selat Sunda diamati berdasarkan lokasi dan hasil tangkapan ikan setiap bulannya. Hasil tangkapan yang tinggi merupakan daerah penangkapan yang baik yang ditemukan pada bulan bersangkutan, ditandai dengan tingginya nilai IMP pada bulan tersebut. Umumnya lokasi ini kembali didatangi keesokan harinya sampai jumlah hasil tangkapan dilokasi tersebut mencapai jumlah yang dinilai tidak ekonomis lagi sehingga penangkapan berpindah ke lokasi lain. Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat juga bahwa dari hasil wawancara dengan nelayan, ternyata nelayan sudah bisa mengelompokkan daerah penangkapan berdasarkan musim walaupun terkadang tidak sedikit dari nelayan itu berpindah tempat ke tempat yang gerombolan ikannya lebih besar. Untuk musim penangkapan ikan dan musim biasa (musim peralihan dan musim timur) operasi penangkapan ikan masih disekitar pulau-pulau yang tidak jauh dari Labuan seperti P. Papole, Tg. Lesung, P. Panaitan, dan Tg. Alang-alang. Musim barat merupakan musim dimana curah hujan sangat tinggi (Amri 2002) sehingga gelombang yang dihasilkan sangat besar maka ikan-ikan pelagis kecil cenderung mencari tempat yang tenang seperti di P. Peucang, P. Rakata, dan P. Legundi. Keberadaan gunung aktif ditengah selat, pulau-pulau kecil, dan juga pertemuan dua masa air yang berbeda akan menjadikan wilayah ini secara geologis maupun oseanografi sangat menarik sehingga secara spesifik akan mempengaruhi populasi, jenis, sebaran, dan kelimpahan populasi perikanan pelagis menjadi meningkat (Wijopriono & Genisa AS 2001).

17 36 Melihat dari hasil pemetaan (Gambar 9) dan juga matriks sebaran spasial (Tabel 3), pada bulan April-Oktober sumberdaya ikan tembang tersebar di sekitar daerah P. Papole, Tg. Lesung, dan Sumur. Berdasarkan penelitian pendahuluan mengenai reproduksi ikan tembang dapat diketahui bahwa untuk bulan-bulan tersebut ikan tembang yang tertangkap mewakili semua ukuran panjang dan TKG ikan. Hal ini disebabkan karena pada bulan-bulan tersebut merupakan akhir dari musim peralihan I dan awal memasuki musim timur, dimana kondisi lingkungan memungkinkan untuk kegiatan penangkapan. Menurut LIPI (1998) in Hidayat (2000) di Laut Jawa dan Selat Sunda daerah penangkapan terjadi pada musim timur dan pada September-November daerah penangkapan akan merata di seluruh pantai Utara Jawa. Berdasarkan penelitian terdahulu mengenai reproduksi ikan tembang di PPP Labuan, Banten diketahui bahwa ikan tembang bersifat partial spawner. Namun, dari hasil matriks berdasarkan TKG ikan tembang yang tertangkap belum bisa dipastikan mengenai pola pemijahan ikan tembang ini karena data yang tersedia hanya beberapa bulan saja. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lanjutan mengenai reproduksi ikan tembang selain bulan Maret-Oktober. Berdasarkan persentase TKG jantan dan betina pada bulan April, Juni, September, dan Oktober merupakan persentase TKG III dan IV terbesar yang tersebar disekitar P.Papole, P. Panaitan, dan Tg. Lesung. Persentase TKG I dan II yang terbesar terdapat pada bulan Juli dan Agustus yang tersebar didaerah P. Liwungan, Tg. Lesung, dan P. Panaitan. Diduga ikan-ikan yang tersebar didaerah ini masih belum matang gonad dan berukuran kecil (Tabel 3) karena berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa ikan betina pertama kali matang gonad pada ukuran panjang 133,74 mm yang berada pada selang kelas mm dan untuk ikan jantan mancapai matang gonad pertama kali pada ukuran panjang 153,34 mm yang berada pada selang kelas panjang mm. Apabila hal seperti ini tetap berlanjut maka untuk tahuntahun kedepannya bisa mengarah terjadinya tangkap lebih untuk ikan dengan ukuran yang kecil, sehingga dapat menyebabkan growth overfishing yaitu ikan ditangkap sebelum mereka sempat tumbuh mencapai ukuran dimana peningkatan lebih lanjut dari pertumbuhan akan mampu membuat seimbang dengan penyusutan stok yang diakibatkan oleh mortalitas alami (Widodo & Suadi 2006). Hal ini bisa

18 37 dicegah dengan pembatasan upaya penangkapan, pengaturan mata jaring, dan menutup musim atau daerah penangkapan. Pembatasan musim atau daerah penangkapan agak sulit untuk dibatasi mengingat masih banyaknya ikan-ikan yang tertangkap memiliki TKG III dan IV selama bulan penelitian. Berdasarkan penelitian terdahulu mengenai reproduksi ikan tembang diketahui juga bahwa ikan tembang mengalami puncak pemijahan pada bula Juni. Berdasarkan kondisi Tabel 4 dapat dilihat bahwa kondisi aktual masih berada dibawah kondisi pemanfaatan MEY, untuk itu perlu adanya penambahan upaya penangkapan agar didapatkan keuntungan yang maksimum, namun tetap mengarah kepada penangkapan ikan yang sudah berukuran besar (sudah pernah mengalami matang gonad). Agar ikan-ikan yang tertangkap dalam ukuran besar maka dilakukan pengaturan mata jaring (mesh size) ikan disetiap lokasi penangkapan kecuali pada bulan Juli, karena pada bulan Juli ikan-ikan yang banyak tertangkap adalah ikan yang masih juvenil (TKG 1 dan 2). Pada saat musim timur (Mei-Juli), ikan-ikan yang tertangkap masih berukuran kecil karena diduga pada saat itu ikan-ikan besar berada pada perairan yang lebih dalam. Pada umumnya semakin besar ukuran ikan dan semakin tua ikan, ada kecenderungan menyukai dan mencari perairan dengan suhu yang lebih rendah di perairan yang lebih dalam (Amri 2002) Bioekonomi Analisis bioekonomi ditujukan untuk menentukan tingkat pengusahaan maksimum bagi pelaku perikanan. Perkembangan usaha perikanan tidak dapat lepas dari faktor harga dan biaya penangkapan yang mempengaruhinya. Analisis bioekonomi melalui pendekatan ekonomi dan biologi merupakan salah satu alternatif pengelolaan yang dapat diterapkan untuk mengoptimalisasikan sumberdaya perikanan tembang secara berkelanjutan. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui mengenai hasil perhitungan bioekonomi ikan tembang dalam berbagai rezim. Dengan mengetahui hasil bioekonomi ini dapat diketahui status pemanfaatan ikan tembang di perairan Selat Sunda yang dilihat dari perbandingan tingkat pemanfaatan kondisi aktual dengan tingkat pemanfaatan pada kondisi MSY, MEY, dan open access. Apabila kondisi aktual

19 38 melebihi kondisi MEY dan MSY maka kondisi perikanan sudah mengalami overfishing baik secara ekonomi maupun biologi. Berdasarkan kondisi aktualnya maka kondisi perikanan ikan tembang di perairan Selat Sunda belum mengalami overfishing baik secara biologi maupun ekonomi Rezim pengelolaan perikanan open accsess Pengelolaan open access (akses terbuka) merupakan bentuk pengelolaan yang lazim pada sumberdaya ikan, begitupun juga dengan ikan tembang di PPP Labuan Banten yang saat ini masih dalam pengelolaan akses terbuka. Open access merupakan suatu kondisi dimana siapa saja dapat berpartisipasi dalam melakukan penangkapan ikan tanpa harus memiliki sumberdaya perikanan tersebut, dimana dalam prinsip pengelolaannya tidak menganut satu kepemilikan tetapi lebih kepada penguasaan bersama yang tidak memiliki aturan-aturan pemanfaatan sehingga setiap individu dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut secara bebas. Berdasarkan hasil analisis (Tabel 4) dapat diketahui bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pada kondisi open access cenderung akan merusak kelestarian sumberdaya ikan yang ada, hal ini ditunjukkan oleh jumlah effort yang sangat tinggi dibandingkan dengan effort pada kondisi MSY dan MEY yaitu sebesar trip per tahun. Karena sifat dari rezim ini terbuka dan bebas maka untuk mendapatkan hasil tangkapan yang diinginkan maka pelaku perikanan akan terus menambah jumlah effort sesuai dengan yang mereka inginkan juga. Apabila dibiarkan maka kondisi ini akan memberikan akses negatif terhadap sumberdaya secara langsung seperti gejala tangkap lebih (overfishing) dan mengarah pada kelangkaan sumberdaya. Hasil tangkapan yang didapat pada rezim pengelolaan open acces yaitu sebesar ,19 kg per tahun dan menghasilkan keuntungan yang sama dengan nol (TR=TC). Apabila dibiarkan dalam waktu yang lama maka kondisi ini menjadi tidak efisien secara ekonomi karena keuntungan yang diperoleh akhirnya akan sama dengan nol dimana biaya akan lebih besar dari pada penerimaan akibat stok ikan tembang yang semakin sedikit.

20 Rezim pengelolaan perikanan MSY Rezim pengelolaan maximum sustainable yield (MSY) merupakan rezim pengelolaan dengan pengusahaan sumberdaya yang mengedepankan aspek produksi lestari. Rezim pengelolaan MSY menggunakan pendekatan biologi dengan indikator tingkat tangkapan maksimum yang lestari. Menurut Fauzi (2004) inti pendekatan penguasaan sumberdaya adalah setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus tersebut dipanen tidak lebih dan tidak kurang maka stok ikan akan mampu untuk bertahan secara berkesinambungan (sustainable). Kondisi pengelolaan MSY menghasilkan produksi yang paling maximum yaitu sebesar ,39 kg per tahun, artinya hasil tangkapan tertinggi yang dapat ditangkap tanpa mengancam kelestarian sumberdaya ikan tembang yang terdapat di perairan Selat Sunda. Produksi pada titik ini disebut sebagai titik MSY karena setelah titik ini produksi akan menurun kembali hingga mencapai nol dengan titik upaya maksimum Rezim pengelolaan perikanan MEY Menurut Widodo & Suadi (2006) Jumlah orang yang memiliki minat (interest) untuk memaksimumkan keuntungan sangat jarang bila dibandingkan dengan mereka yang ingin meningkatkan hasil tangkapan. Kenyataannya orang akan lebih mudah diajak untuk menangkap lebih banyak ikan dibandingkan mengejar nilai-nilai ekonomi yang abstrak. Beberapa keuntungan penggunaan model MEY yakni model ini sangat fleksibel dan dapat diadaptasikan untuk analisis cost and benefits bagi nelayan komersial, rekreasional, para pengolah, konsumen, dan lainnya yang kegiatan usahanya berkaitan dengan perikanan. Selain itu konsep ini dapat diaplikasikan terhadap setiap model biologi dan berbeda dengan konsep MSY, dimana MEY tidak berdasarkan konsep equilibrium. Kelemahan yang paling menonjol dari penggunaan net economic yield sebagai tujuan pengelolaan yaitu model ini bergantung pada harga ikan yang tertangkap serta satuan biaya penangkapan yang bervariasi dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil analisis bioekonomi (Tabel 4) untuk rezim MEY ikan tembang diperoleh nilai rente tertinggi sebesar Rp ,80 per tahun. Nilai

21 40 ini merupakan indikator keuntungan tertinggi yang dapat diperoleh dalam pengelolaan sumberdaya ikan tembang di PPP Labuan Banten, dengan kata lain kondisi ini terjadi akibat pengelolaan yang sudah efisien. Pemanfaatan sumberdaya ikan pada kondisi MEY ini nampak lebih bersahabat dengan lingkungan karena upaya penangkapan yang dibutuhkan lebih kecil dibandingkan MSY dan open acces serta hasil tangkapan yang tidak jauh berbeda dari hasil tangkapan lestari dan memberikan tingkat rente ekonomi yang lebih besar dibanding pemanfaatan pada kondisi open access dan MSY. Bila dibandingkan dengan kondisi aktual pun nilai ini masih jauh untuk dapat dicapai. Oleh sebab itu, berdasarkan hasil analisis bioekonomi hal ini dapat menjelaskan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan tembang yang ideal adalah pada tingkat keuntungan maksimum yang diperoleh nelayan dengan trip per tahun dengan hasil tangkapan ,74 kg per tahun Implikasi bagi pengelolaan ikan tembang Mengamati berbagai pola kebijakan yang selama ini diterapkan terlihat kecenderungan bahwa pengelolaan perikanan di negara berkembang seperti halnya Indonesia mengarah kepada growth oriented dengan produksi hasil perikanan diharapkan terus meningkat dari waktu ke waktu. Pola pengelolaan seperti ini tidak menutup kemungkinan bahwa produksi perikanan akan menuju atau melebihi titik MSY. Apabila pola pemanfaatan berlebihan, pada gilirannya akan mengakibatkan terkurasnya sumberdaya perikanan itu sendiri. Pemanfaatan yang berlebihan juga seringkali diperburuk oleh rezim pengelolaan perikanan dengan akses terbuka yang akan mengakibatkan hilangnya rente sumberdaya. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kondisi perikanan tembang di PPP Labuan, Banten belum mengalami kondisi overfishing. Kondisi aktual yang didapatkan dalam model bioekonomi menunjukkan bahwa upaya penangkapannya masih berada dibawah kondisi MEY dan MSY, sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi atau status pemanfaatan perikanan tembang di PPP Labuan, Banten belum mengalami economical overfishing maupun biological overfishing. Namun apabila kondisi MEY dan MSY dibandingkan dengan hasil tangkapan tiap tahunnya dari tahun maka untuk tahun 2009 kondisi

22 41 pemanfaatan perikanan tembang sudah overcapacity karena upaya aktual pada tahun 2009 sudah melebihi upaya MEY dan MSY. Boer dan Azis (2007) melakukan penelitian mengenai gejala tangkap lebih perikanan pelagis di perairan Selat Sunda dan mengatakan bahwa sudah terlihat adanya gejala lebih tangkap ikan pelagis kecil di perairan Selat Sunda. Berdasarkan penghitungan maka kondisi perikanan tembang di PPP Labuan belum mengalami overcapacity maupun gejala lebih tangkap. Hal ini dikarenakan adanya sifat dapat pulih (renewable) pada sumberdaya perikanan. Selain itu perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai status pemanfaatan perikanan tembang di daerah pelabuhan perikanan selain di PPP Labuan, Banten agar dapat mengetahui status pemanfaatan ikan tembang di perairan Selat Sunda. Nilai rente ekonomi tertinggi dihasilkan pada kondisi MEY yaitu sebesar Rp ,80 dengan upaya penangkapan yang masih berada dibawah kondisi MSY maupun OA, sehingga untuk penangkapan yang ideal dapat dilakukan pada kondisi MEY. Agar di dapatkan hasil yang optimal maka perlu adanya penambahan upaya perikanan sesuai dengan kondisi pemanfaatan yang telah ditentukan, namun masih diperlukan adanya peraturan upaya penangkapan mengingat kondisi perikanan yang berkembang di Indonesia adalah open access. Berdasarkan hasil tangkapan ikan yang tertangkap, diketahui bahwa ikanikan masih banyak ikan kecil atau ikan yang belum mencapai matang gonad (Tabel 3), oleh karena itu dalam upaya penambahan upaya penangkapan harus diarahkan kepada penangkapan ikan yang sudah melewati ukuran pertama kali ikan matang gonad (>, yaitu dengan adanya pengaturan mesh size ikan. Jika dilihat dari TKG nya, ikan tembang yang tertangkap pada bulan Juli masih berada pada TKG I dan II, sehingga aktivitas penangkapan perlu dikontrol dan dijaga secara baik agar dapat memberikan kesempatan untuk memijah terlebih dahulu kepada ikan sebelum tertangkap agar tidak mengganggu proses rekruitmen individu baru didaerah penangkapan tersebut.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum PPP Labuan, Banten Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 0 21-7 0 10 Lintang Selatan dan 104 0 48-106 0 11 Bujur Barat dengan luas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP Labuan secara administratif terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang. PPP Labuan memiliki batas administratif,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004) 3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan dari bulan Maret 2011 hingga Oktober 2011 dengan mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai bulan Februari 2012 dengan interval waktu pengambilan sampel 1 bulan. Penelitian dilakukan di Pelabuhan

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004) 24 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSPi) dan dilaksanakan selama periode bulan Maret 2011 hingga Oktober

Lebih terperinci

Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di Selat Sunda yang diamati dalam

Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di Selat Sunda yang diamati dalam 5. DAERAH PENANGKAPAN DAN HASlL TANGKAPAN 5.1. Peta Daerah Penangkapan Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di Selat Sunda yang diamati dalam penelitian ini adalah di seluruh perairan Selat Sunda yang

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas 30 mm 60 mm PENDAHULUAN Ekonomis & Ekologis Penting R. kanagurta (kembung lelaki) ~ Genus Rastrelliger spp. produksi tertinggi di Provinsi Banten, 4.856,7 ton pada tahun 2013, menurun 2.5% dari tahun 2010-2013

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Selat Sunda secara geografis menghubungkan Laut Jawa serta Selat Karimata di bagian utara dengan Samudera Hindia di bagian selatan. Topografi perairan ini secara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Banten Letak geografis Teluk Banten berada dalam koordinat 05 o 49 45-06 o 02 00 LS dan 106 o 03 20-106 o 16 00 BT. Teluk Banten

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kabupaten Serang 4.1.1 Letak geografis dan kondisi perairan pesisir Pasauran Serang Secara geografis Kabupaten Serang terletak pada koordinassi 5 5 6 21 LS dan 105

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 2 tahapan berdasarkan waktu kegiatan, yaitu : (1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 2 bulan (September- Oktober

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 yang meliputi: observasi lapang, wawancara, dan pengumpulan data sekuder dari Dinas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang 5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna sustainability spesies tertentu, stok yang ada harus lestari walaupun rekrutmen

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Nadia Adlina 1, *, Herry Boesono 2, Aristi Dian Purnama Fitri 2 1

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 14 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April tahun 2012. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan April tahun 2012 sedangkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru. 3 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli 009 di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar - Perairan Selat Bali, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Perairan Selat Bali terletak

Lebih terperinci

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT. 3. METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011. Proses penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

POLA SEBARAN DAN KAJIAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) DI LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN

POLA SEBARAN DAN KAJIAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) DI LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN i POLA SEBARAN DAN KAJIAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) DI LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN FAUZIA RAHMI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA PENENTUAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA DETERMINATION OF FISHING CATCHING SEASON (Decapterus Sp.) IN EAST WATERS OF SOUTHEAST SULAWESI Eddy Hamka 1),

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Umum Kecamatan Labuan 5.1.1 Kondisi Geografis Kecamatan Labuan terletak di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Daerah ini memiliki luas 15,65 Km 2. Kecamatan Labuan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar kondisi kapal perikanan PPP Labuan

Lampiran 1. Gambar kondisi kapal perikanan PPP Labuan LAMPIRAN 45 Lampiran 1. Gambar kondisi kapal perikanan PPP Labuan 46 Lampiran 2. Alat dan bahan yang digunakan 47 48 Lampiran 3. Komposisi hasil tangkapan yang didaratkan di TPI I PPP Labuan, Provinsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 dan MSY adalah: Keterangan : a : Perpotongan (intersept) b : Kemiringan (slope) e : Exponen Ct : Jumlah tangkapan Ft : Upaya tangkap (26) Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi

Lebih terperinci

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga 29 5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga Kandungan klorofil-a setiap bulannya pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Lampiran 3, konsentrasi klorofil-a di perairan berkisar 0,26 sampai

Lebih terperinci

ANALISIS SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN

ANALISIS SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 5, No. 2, November 2014 Hal: 149-154 ANALISIS SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN Analysis

Lebih terperinci

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Hazmi Arief*, Novia Dewi**, Jumatri Yusri**

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 6 0'0"S 6 0'0"S 6 0'0"S 5 55'0"S 5 50'0"S 28 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada Maret 2011. Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee ABSTRACT ANDAN HAMDANI. Analysis of Management and Assessment User Fee on Utilization of Lemuru Resources In Bali Strait. Under direction of MOCH PRIHATNA SOBARI and WAWAN OKTARIZA Lemuru resources in

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan yang akan menjawab berbagai pertanyaan dan tujuan penelitian ini dan juga rekomendasi berupa implikasi kebijakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) MENGGUNAKAN MODEL ANALISIS BIOEKONOMI DI PPP LABUAN, BANTEN

PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) MENGGUNAKAN MODEL ANALISIS BIOEKONOMI DI PPP LABUAN, BANTEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) MENGGUNAKAN MODEL ANALISIS BIOEKONOMI DI PPP LABUAN, BANTEN RANI YULIANIE SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 37 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanfaatan Kapasitas Penangkapan (Fishing Capacity) Dalam menganalisis kapasitas penangkapan purse seine berdasarkan bulan, data adalah data pendaratan ikan dari kapal-kapal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unit Penangkapan Mini Purse Seine di Kabupaten Jeneponto 4.1.1 Kapal Kapal yang dipergunakan untuk pengoperasian alat tangkap mini purse seine di Desa Tanru Sampe dan Tarowang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Fluktuasi Hasil Tangkapan ( Catch ) Ikan Lemuru

5 PEMBAHASAN 5.1 Fluktuasi Hasil Tangkapan ( Catch ) Ikan Lemuru 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Fluktuasi Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Berdasarkan Gambar 4, hasil tangkapan ikan lemuru pada tahun 2004-2008 mengalami peningkatan sejak tahun 2006 hingga mencapai puncak tertinggi

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(1): 1-8, Juni 2015 ISSN 2337-4306 Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung Catch per unit effort

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palabuhanratu merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup tinggi di Jawa Barat (Oktariza et al. 1996). Lokasi Palabuhanratu

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun Cacth (ton) 46 4 HASIL 4.1 Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Jumlah dan nilai produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar dari tahun 24 28 dapat dilihat pada Gambar 4 dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Suhu Permukaan Laut (SPL) di Perairan Indramayu Citra pada tanggal 26 Juni 2005 yang ditampilkan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa distribusi SPL berkisar antara 23,10-29

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid Program Studi Ilmu Kelautan STITEK Balik Diwa Makassar Email : hartati.tamti@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1. 1.Kondisi umum Perairan Utara Jawa Perairan Utara Jawa dulu merupakan salah satu wilayah perikanan yang produktif dan memilki populasi penduduk yang padat. Panjang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapang dilakukan pada bulan Mei 2009. Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Singkil beriklim tropis dengan curah hujan rata rata 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim timur maksimum 15 knot, sedangkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Ikan Kurisi di Perairan Teluk Banten Penduduk di sekitar Teluk Banten kebanyakan memiliki profesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan

Lebih terperinci

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON 6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON Pada dasarnya pengelolaan perikanan tangkap bertujuan untuk mewujudkan usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan. Untuk itu, laju

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PER UPAYA PENANGKAPAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN IKAN TERI (STOLEPHORUS SPP.) DI PERAIRAN PEMALANG

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PER UPAYA PENANGKAPAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN IKAN TERI (STOLEPHORUS SPP.) DI PERAIRAN PEMALANG ANALISIS HASIL TANGKAPAN PER UPAYA PENANGKAPAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN IKAN TERI (STOLEPHORUS SPP.) DI PERAIRAN PEMALANG Analysis of catch per unit effort and the Pattern of anchovies (Stolephorus spp.)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING PROVINSI LAMPUNG

MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING PROVINSI LAMPUNG MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING PROVINSI LAMPUNG (Fishing Season of Large Pelagic Fish in Lempasing Coastal Fishing Port Lampung Province) Setia Agustina 1

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci