DAYA FERTILISASI SPERMATOZOA KAUDA EPIDIDIMIS DOMBA DENGAN ATAU TANPA SWIM UP SEBELUM FERTILISASI NUR AISYAH AMRAH SAFITRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAYA FERTILISASI SPERMATOZOA KAUDA EPIDIDIMIS DOMBA DENGAN ATAU TANPA SWIM UP SEBELUM FERTILISASI NUR AISYAH AMRAH SAFITRI"

Transkripsi

1 DAYA FERTILISASI SPERMATOZOA KAUDA EPIDIDIMIS DOMBA DENGAN ATAU TANPA SWIM UP SEBELUM FERTILISASI NUR AISYAH AMRAH SAFITRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Daya Fertilisasi Spermatozoa Kauda Epididimis Domba dengan atau Tanpa Swim Up Sebelum Fertilisasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Nur aisyah Amrah Safitri B

4

5 RINGKASAN NUR AISYAH AMRAH SAFITRI. Daya Fertilisasi Spermatozoa Kauda Epididimis Domba dengan atau Tanpa Swim Up Sebelum Fertilisasi. Dibimbing oleh NI WAYAN KURNIANI KARJA, MOHAMAD AGUS SETIADI dan MOKHAMAD FAHRUDIN. Penyelamatan materi genetik dari hewan jantan yang telah mati dapat dilakukan dengan pemanfaatan spermatozoa yang dikoleksi dari kauda epididimis. Spermatozoa pada kauda epididimis telah melewati proses pematangan di bagian kaput dan korpus epididimis, serta sudah memiliki kemampuan bergerak (motil) yang sama dengan spermatozoa dari ejakulat. Spermatozoa yang berasal dari kauda epididimis dari hewan mati berhasil dikriopreservasi dan dapat digunakan pada produksi embrio in vitro meskipun terjadi penurunan tingkat fertilisasi akibat penurunan kualitas spermatozoa. Diperlukan suatu metode pemisahan spermatozoa yang hidup untuk meningkatkan persentase spermatozoa motil. Berbagai metode seleksi spermatozoa dilakukan untuk meningkatkan kualitas spermatozoa dalam fertilisasi in vitro, salah satunya dengan penggunaan metode swim up. Swim up merupakan metode yang menyeleksi spermatozoa dengan motilitas tinggi yang dapat mencapai permukaan media setelah diinkubasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan metode swim up untuk persiapan spermatozoa sebelum fertilisasi terhadap tingkat fertilisasi in vitro spermatozoa kauda epididimis pasca penyimpanan selama 48 jam. Kauda epididimis domba disimpan pada suhu 4 o C selama 0 hari (H-0), 1 hari (H-1) dan 2 hari (H-2), kemudian semen dikoleksi dan dibekukan. Spermatozoa ejakulat beku digunakan sebagai kontrol. Oosit yang telah matang difertilisasi secara in vitro dengan spermatozoa asal kauda epididimis pasca penyimpanan dan ejakulat menggunakan metode persiapan sperma dengan dan tanpa swim up. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spermatozoa asal kauda epididimis yang dikoleksi segera setelah kematian hewan (H-0) memiliki kemampuan yang sama dengan spermatozoa ejakulat (P>0,05). Tingkat fertilisasi spermatozoa kauda epididimis pasca penyimpanan selama 2 hari mengalami penurunan seiring bertambahnya waktu simpan. Penggunaan metode swim up dan tanpa swim up menunjukkan kemampuan fertilisasi yang sama pada spermatozoa ejakulat dan spermatozoa kauda epididimis yang disimpan. Dapat disimpulkan bahwa metode swim up dan tanpa swim up menghasilkan pengaruh yang sama terhadap tingkat fertilisasi in vitro spermatozoa asal kauda epididimis yang disimpan pada suhu 4 o C selama 2 hari. Kemampuan fertilisasi spermatozoa asal kauda epididimis domba yang disimpan pada suhu 4 C mengalami penurunan sampai hari kedua, namun spermatozoa tersebut masih mampu membuahi oosit secara in vitro. Kata kunci: domba, fertilisasi in vitro, kauda epididimis, penyimpanan, Swim up

6 SUMMARY NUR AISYAH AMRAH SAFITRI. In Vitro Fertility of Post-Thawed Epididymal Ram Spermatozoa With or Without Swim Up Before Fertilization. Supervised by NI WAYAN KURNIANI KARJA, MOHAMAD AGUS SETIADI dan MOKHAMAD FAHRUDIN. The rescue of genetic materials from dead male animals can be done by using of spermatozoa collected from cauda epididymis. Sperm deposited in the cauda epididymis has passed the maturation process in caput and corpus epididymis, and already has motility similar to ejaculates. Sperm collected from cauda epididymis of dead animals has successfully to be cryopreserved and can be used in production of embryo in vitro, despite the fertilization rate is decline caused by decreased of sperm quality. Therefore a separation is property to seperate the living sperm in order to increase the percentage of required motile sperm. Various methods of spermatozoa selection has been done to improve the quality of spermatozoa for in vitro fertilization. One of them is by using of swim up method. Swim up is a method to select sperm with high motility that can reach the surface of medium after incubation. The aim of the study was to evaluate the using of swim up method for the preparation of sperm before in vitro fertilization of epididymidal spermatozoa after stored for 48h. Epididymides were stored at 4 C for 0 day (H-0), 1 day (H-1) and 2 days (H-2), afterward semen were collected and frozen. Ejaculated semen was used as control group. Matured oocytes were in vitro fertilized by frozenthawed spermatozoa of each group experiments and ejaculated semen prepared using the swim up or without swim up method. The results show of in vitro fertilization ability of cauda epididymis ram spermatozoa collected immediately after the animal s death (H-0) is similar to ejaculated spermatozoa (P>0,05). The fertilizing ability of cauda epididymal sperm after storage for 2 days declined gradually following the increase of storage time. There was similar ability in fertilization rate of stored cauda epididymal spermatozoa between with or without swim up method (P>0,05). It is concluded sperm preparation method with or without swim up performed similar effect to be fertilizing ability of stored cauda epididymides at 4 C for 2 days. The fertilizing ability of spermatozoa collected from cauda epididymis stored at 4 C gradually decreased as the storage period was prolonged, however it still able to be fertilized oocytes in vitro. Key words: cauda epididymis, in vitro fertilization, sheep, storage, swim up

7 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

8

9 DAYA FERTILISASI SPERMATOZOA KAUDA EPIDIDIMIS DOMBA DENGAN ATAU TANPA SWIM UP SEBELUM FERTILISASI NUR AISYAH AMRAH SAFITRI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Reproduksi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr drh Bambang Purwantara, MSc

11 Judul Tesis : Daya Fertilisasi Spermatozoa Kauda Epididimis Domba dengan atau Tanpa Swim Up Sebelum Fertilisasi Nama : Nur aisyah Amrah Safitri NIM : B Disetujui oleh Komisi Pembimbing drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP, PhD Ketua Prof Dr drh Mohamad Agus Setiadi Anggota drh Mokhamad Fahrudin, PhD Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Biologi Reproduksi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr drh Mohamad Agus Setiadi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 28 Januari 2016 Tanggal Lulus:

12

13 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Daya Fertilisasi Spermatozoa Kauda Epididimis Domba dengan atau Tanpa Swim Up Sebelum Fertilisasi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu drh Ni Wayan Kurniani Karja MP, PhD sebagai ketua komisi pembimbing, serta Bapak Prof Dr drh Mohamad Agus Setiadi, dan Bapak drh Mokhamad Fahrudin, PhD sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi masukan, arahan, perhatian dan nasihatnya selama penulis melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah. Terima kasih kepada Bapak Prof Dr drh Bambang Purwantara, MSc selaku penguji luar komisi atas saran dan kritikannya dalam penyempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pimpinan dan staf Rumah Potong Hewan Kambing/Domba yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh materi penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini hingga selesai. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, kepada Dosen-Dosen Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi FKH IPB yang telah membagi ilmu, memberikan arahan dan bimbingan serta para staf kepegawaian yang telah membantu penulis dalam berbagai hal selama penulis menjalankan dan menyelesaikan studi. Terima kasih juga disampaikan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi melalui Hibah Penelitian Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor tahun 2014 yang telah mendanai sebagian dari penelitian ini dan Beasiswa Fresh Graduate 2013 yang telah membantu penulis selama studi. Kepada Ayahanda dan adik-adik, penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian, kasih sayang, serta doanya yang tiada henti, serta kepada Ibunda (Alm) atas semangatnya yang masih mengalir yang menjadi kekuatan bagi penulis selama menyelesaikan studi. Anita Hafid, SPd, MSi yang telah menjadi sahabat dan saudara dikala suka maupun duka, terima kasih untuk motivasi dan kemurahan hati dalam membantu dan mengiringi langkah penulis untuk berjalan bersama menyelesaikan tugas akhir. Thanks for the best friendship. Semoga karya ilmiah ini berkah dan bermanfaat. Bogor, Januari 2016 Nur aisyah Amrah Safitri

14

15 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Kerangka Pemikiran 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Spermatozoa Kauda Epididimis 3 Penyimpanan Kauda Epididimis 4 Kriopreservasi Spermatozoa Asal Kauda Epididimis 4 Metoda Swim Up untuk Persiapan Spermatozoa 6 Fertilisasi Oosit In Vitro 7 3 MATERI DAN METODE 9 Waktu dan Tempat Penelitian 9 Metode 9 Koleksi dan Kriopreservasi Spermatozoa dari Kauda Epididimis 9 Fertilisasi Oosit In Vitro 9 a. Koleksi dan Maturasi Oosit In Vitro 9 b. Fertilisasi Oosit In Vitro 10 c. Evaluasi Tingkat Fertilisasi Oosit In Vitro 10 Analisis Data 10 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 5 SIMPULAN DAN SARAN 14 Simpulan 14 Saran 15 DAFTAR PUSTAKA 16 LAMPIRAN 21 RIWAYAT HIDUP 25 x x

16

17 DAFTAR GAMBAR 1 Teknik pemisahan spermatozoa swim up 6 2 Interaksi antara oosit dan spermatozoa pada proses fertilisasi sapi 8 3 Gambaran pembentukan pronukleus (PN) pada oosit domba setelah fertilisasi in vitro 11 4 Tingkat fertilisasi oosit in vitro spermatozoa asal kauda epididimis dan ejakulat dengan (S) atau tanpa (NS) metode swim up 11 5 Tingkat fertilisasi oosit in vitro dengan spermatozoa kauda epdidimis pasca penyimpanan selama dua hari, dengan (S) atau tanpa (NS) metode swim up 13 DAFTAR LAMPIRAN 1 Komposisi media Niwa and Sasaki Freezing (NSF) untuk kriopreservasi spermatozoa 22 2 Komposisi media transportasi ovarium 23 3 Komposisi media koleksi oosit 23 4 Komposisi media TCM-199 untuk maturasi oosit 23 5 Komposisi media fertilisasi oosit in vitro 24 6 Komposisi media Tyrode Albumin Lactate Pyruvate (TALP) untuk swim up 24

18

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Materi genetik dari hewan yang memiliki nilai genetis unggul, hewan yang populasinya semakin menurun, satwa liar atau hewan yang dilindungi, bisa punah kapan saja akibat kematian yang tidak terduga. Penyelamatan materi genetik dari hewan jantan yang telah mati dapat dilakukan dengan pemanfaatan spermatozoa yang dikoleksi dari kauda epididimis hewan tersebut (Kaabi et al. 2003). Koleksi dan kriopreservasi spermatozoa dari kauda epididimis dapat dijadikan salah satu cara penyelamatan materi genetik dari hewan yang telah mati. Koleksi semen asal kauda epididimis dari rumah potong hewan (RPH) merupakan alternatif yang cepat dan murah serta kauda epdidimis memiliki jumlah spermatozoa hidup yang cukup tinggi (Ehling et al. 2006) Spermatozoa pada kauda epididimis telah melewati proses pematangan di bagian kaput dan korpus epididimis, serta sudah memiliki kemampuan bergerak (motil) yang sama dengan spermatozoa dari ejakulat (Axner et al. 1998). Spermatozoa yang berasal dari kauda epididimis memiliki motilitas, integritas membran plasma dan morfologi yang tidak berbeda dengan spermatozoa dari ejakulat baik sebelum atau setelah dikriopreservasi (Tebet et al. 2006) serta masih memiliki kemampuan untuk membuahi oosit secara in vitro dan menghasilkan keturunan (Jishage et al. 1997; Songsasen et al. 1998). Seperti yang dilaporkan Kaabi et al. (2003) pada domba bahwa spermatozoa beku asal kauda epididimis yang disimpan pada suhu 5 o C selama 24 jam memperlihatkan kemampuan fertilisasi yang sama dengan spermatozoa beku asal ejakulat. Preservasi spermatozoa yang berasal dari kauda epididimis yang disimpan pada suhu 4-5 o C dapat digunakan untuk teknologi reproduksi berbantuan dan fertilisasi in vitro ketika spermatozoa tersebut tidak dapat segera dikoleksi (Hishinuma et al. 2003). Penyimpanan kauda epididimis pada suhu 5 o C mampu menjaga viabilitas dan kemampuan spermatozoa untuk memfertilisasi oosit secara in vitro seperti yang dilaporkan pada rusa merah (Soler et al. 2003) dan kuda (Vieira et al. 2012). Spermatozoa yang berasal dari kauda epididimis dari hewan mati berhasil dikriopreservasi dan dapat digunakan pada produksi embrio in vitro. Beberapa penelitian melaporkan mengenai kemampuan fertilisasi in vitro dari spermatozoa kauda epididimis pasca penyimpanan yang dikriopreservasi seperti pada sapi (Martins et al. 2009) yang memperlihatkan kemampuannya untuk menghasilkan embrio secara in vitro menggunakan spermatozoa yang dikoleksi dari kauda epididimis dan disimpan pada suhu 5 o C. Pada babi (Kikuchi et al. 1998) spermatozoa asal kauda epididimis yang disimpan pada suhu 4 o C sampai tiga hari menunjukkan angka pembentukan pronukleus mencapai 67-70%. Blash et al. (2000) melaporkan pada kambing, kriopreservasi spermatozoa yang dikoleksi dari kauda epididimis mampu memfertilisasi oosit secara in vitro sebesar 40% dengan terjadinya cleavage dan 6% berkembang menjadi blastosis. Di sisi lain, walaupun spermatozoa yang motil dapat dikoleksi dari epididimis 96 jam setelah kematian domba akan tetapi motilitas dan daya fertilisasinya terhadap oosit secara in vitro menurun seiring dengan lamanya periode penyimpanan epididimis (Karja et al. 2013). Motilitas merupakan parameter penting pada kemampuan fertilisasi spermatozoa dan meningkatkan kemampuan spermatozoa untuk menembus zona 1

20 2 pelusida pada oosit (Suarez dan Ho 2003). Oleh karena itu diperlukan suatu metode pemisahan spermatozoa yang hidup untuk meningkatkan persentase spermatozoa motil. Berbagai metode seleksi spermatozoa dilakukan untuk meningkatkan motilitas spermatozoa dalam fertilisasi in vitro, salah satunya dengan penggunaan metode swim up. Swim up merupakan metode yang murah dan mudah dalam pelaksanaannya (Henkel dan Schill 2003) dimana metode ini menyeleksi spermatozoa dengan motilitas tinggi yang dapat mencapai permukaan media setelah diinkubasi (Wolf et al. 2008). Metode swim up dilakukan untuk memisahkan spermatozoa motil dari spermatozoa yang tidak motil dan mati, serta menginisiasi kapasitasi (Centola et al. 1998). Jameel (2008) melaporkan terjadinya peningkatan jumlah motilitas spermatozoa dan tingkat kehamilan setelah menggunakan metoda swim up pada manusia. Pada domba (Marti et al. 2006) melaporkan metoda swim up mampu menyeleksi spermatozoa hidup dan yang tidak mengalami apoptosis. Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan metoda swim up pada proses persiapan spermatozoa sebelum fertilisasi oleh spermatozoa asal kauda epididimis domba yang disimpan terlebih dahulu pada suhu 5 o C. Penerapan metode swim up diharapkan mampu menjadi salah satu metode untuk meningkatkan kemampuan fertilisasi in vitro spermatozoa beku dari kauda epididimis pasca penyimpanan sampai hari kedua. Kerangka Pemikiran Pemanfaatan kauda epididimis dijadikan alternatif sebagai sumber materi genetik dari hewan jantan yang tidak dapat diperoleh semennya melalui ejakulasi. Spermatozoa asal kauda epididimis mampu membuahi oosit karena telah mengalami pematangan dan telah mampu bergerak motil. Kondisi lingkungan kauda epididimis yang tidak lagi sama seperti saat hewan tersebut masih hidup menyebabkan sel spermatozoa cepat mengalami degenerasi. Penyimpanan kauda epididimis pada suhu refrigerator merupakan upaya untuk menjaga kualitas spermatozoa selama belum dapat diolah atau langsung dibekukan. Spermatozoa asal kauda epididimis mengalami penurunan seiring bertambah lamanya waktu penyimapanan. Koleksi semen dilakukan untuk segera dikriopreservasi dan dapat disimpan untuk digunakan kapan saja. Kriopreservasi mengakibatkan terjadinya penurunan motilitas spermatozoa, merusak integritas membran plasma, dan membran akrosom. Oleh karena itu spermatozoa kriopreservasi harus diproses untuk meningkatkan jumlah sel spermatozoa dengan kualitas yang baik. Persiapan spermatozoa sebelum digunakan dalam fertilisasi in vitro dilakukan untuk menyeleksi spermatozoa motil. Metoda swim up akan menyeleksi spermatozoa dengan motilitas tinggi yang dapat mencapai permukaan media setelah diinkubasi. Penyeleksian spermatozoa ini dapat meningkatkan populasi spermatozoa yang memiliki kemampuan untuk memfertilisasi oosit. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan metode swim up untuk persiapan spermatozoa sebelum fertilisasi terhadap tingkat fertilisasi in vitro spermatozoa kauda epididimis pasca penyimpanan selama 48 jam. Sebagai kontrol dalam penelitian ini digunakan spermatozoa beku dari ejakulat domba.

21 3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh penggunaan metoda swim up untuk persiapan spermatozoa sebelum fertilisasi terhadap tingkat fertilisasi in vitro spermatozoa kauda epididimis pasca penyimpanan selama 48 jam. 2 TINJAUAN PUSTAKA Spermatozoa Kauda Epididimis Kauda epididimis merupakan lanjutan dari korpus epididimis dan berada di bagian bawah testis yang selanjutnya bersambung dengan vas deferens. Pada bagian kauda epididimis berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma. Perbedaan spermatozoa asal kauda epididimis dengan spermatozoa ejakulat secara fisik yaitu terdapatnya cytoplasmic droplet pada bagian tengah spermatozoa. Cytoplasmic droplet adalah sisa dari sitoplasma pada saat sel spermatozoa menjadi spermatid dan bertemu dengan cairan plasma semen. Selain itu terdapat perbedaan metabolisme dimana respirasi spermatozoa asal kauda epididimis lebih lambat dibandingkan spermatozoa ejakulat (Cooper 2005). Spermatozoa asal kauda epididimis telah motil dan mampu membuahi oosit yang sama baiknya dengan spermatozoa hasil ejakulasi karena spermatozoa yang ada di bagian kauda epididimis telah melewati proses pematangan di bagian kaput dan korpus epididimis (Hafez dan Hafez 2000; Axner et al. 1998). Selain itu, spermatozoa yang berasal dari kauda epididimis memiliki motilitas, integritas membran plasma dan morfologi yang tidak berbeda dengan spermatozoa dari ejakulat baik sebelum atau setelah dikriopreservasi (Tebet et al. 2006). Dinyatakan bahwa di kaput epididimis memiliki konsentrasi spermatozoa sebesar x 10 6 serta belum memiliki motilitas dan kemampuan membuahi oosit. Pada korpus epididimis, konsentrasi spermatozoa sekitar 8-25 x 10 9 serta sebagian spermatozoa mampu bergerak setelah diencerkan dan memiliki kemampuan membuahi oosit, walaupun kemampuan tersebut masih rendah dibandingkan dengan spermatozoa kauda epididimis dan hasil ejakulasi. Konsentrasi spermatozoa akan semakin meningkat setelah memasuki kauda epididimis, yakni sebesar x 10 9 serta memiliki motilitas dan kemampuan membuahi oosit yang kurang lebih sama dengan spermatozoa hasil ejakulasi (Senger 2005) Spermatozoa secara fungsional matang dalam kauda epididimis namun kehadiran plasma pada saat ejakulasi dapat memodifikasi fungsi dari spermatozoa dan mengubah sifat membran spermatozoa (White 1993). Komponen plasma semen berupa enzim, hormon, protein yang berkontribusi terhadap kompetisi spermatozoa melewati barrier, menyediakan nutrisi bagi spermatozoa, menginisiasi kapasitasi, membantu pengaturan reaksi akrosom, serta berperan dalam motilitas spermatozoa (Poiani 2006). Pada semen ejakulat, plasma semen diikutsertakan selama proses kriopreservasi, namun pada saat proses IVF keberadaan plasma semen dihilangkan melalui sentrifugasi sehingga kondisinya sama dengan spermatozoa dari kauda epididimis. Spermatozoa yang dikumpulkan dari pellet hasil sentrifugasi menunjukkan kerusakan DNA yang rendah (Larson et al. 1999), menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang lebih sedikit dan

22 4 menghilangkan senyawa antioksidan yang terdapat pada plasma semen (Ollero et al. 2001). Harkema et al. (1998) melaporkan bahwa keberadaan plasma semen pada spermatozoa dari ejakulat yang dihilangkan sebelum diinkubasi dalam medium IVF dapat meningkatkan persentase spermatozoa dalam mengikat protein zona pelusida pada membran plasma, sama seperti halnya pada spermatozoa dari kauda epididimis. Penyimpanan Kauda Epididimis Permasalahan utama dalam penyelamatan spermatozoa setelah kematian hewan adalah degenerasi sel yang terjadi dengan cepat setelah kematian (Wildt, 2000). Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan penyimpanan kauda epididimis sebelum spermatozoa dikoleksi. Penyimpanan kauda epididimis dimaksudkan untuk alternatif jika tempat hewan mati yang ditemukan berada di daerah terpencil yang tidak memungkinkan untuk dilakukan koleksi dan pengolahan semen dengan segera. Metode penyimpanan yang telah banyak dilakukan adalaha pada refrigerator dengan suhu 4-5 o C. Kauda epididimis memiliki kondisi yang memadai untuk memperpanjang kelangsungan hidup spermatozoa karena kauda epididimis menyediakan lingkungan optimal bagi kondisi fisiologis gamet yang disimpan (Fernandez- Santos et al. 2009). Spermatozoa yang dikoleksi dari kauda epididimis masih memiliki motilitas yang baik. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil penelitian oleh beberapa peneliti bahwa spermatozoa yang dikoleksi dari kauda epididimis hewan pasca penyimpanan dan telah diolah baik dalam bentuk cair maupun beku, memenuhi syarat kualitas untuk digunakan sebagai sumber gamet jantan dalam penerapan teknologi reproduksi seperti inseminasi buatan (IB) dan fertilisasi in vitro (IVF). Seperti yang dilaporkan Kaabi et al. (2003) bahwa penyimpanan kauda epididimis pada suhu 5 o C sampai 48 jam setelah kematian masih memiliki viabilitas spermatozoa yang baik, meskipun kemampuan fertilisasinya mengalami penurunan. Terjadinya penurunan kualitas spermatozoa seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan epididimis sebelum spermatozoa dikoleksi diduga disebabkan karena kondisi lingkungan mikro epididimis mengalami perubahan dari kondisi alami seperti yang terjadi pada hewan hidup (Rizal dan Nasrullah 2004). Semakin lama penyimpanan kauda epididimis akan mengakibatkan penurunan kualitas spermatozoa. Nazlie (2004) melaporkan pada kucing, terjadi kerusakan sel-sel penyusun kauda epididimis yang disimpan pada suhu 4 o C mulai dari hari kedua. Semakin lama waktu penyimpanan epididimis menyebabkan kerusakan pada sel-sel penyusun epididimis semakin meluas. Hal tersebut mengakibatkan menurunnya daya preservasi epididimis terhadap spermatozoa yang terkandung di dalamnya. Kriopreservasi Spermatozoa Asal Kauda Epididimis Koleksi dan kriopreservasi spermatozoa asal kauda epididimis merupakan metoda yang bermanfaat untuk penyelamatan materi genetik dari hewan yang telah mati dan menghasilkan kembali hewan-hewan yang terancam punah (Garcia-Alvarez et al. 2009). Kriopreservasi merupakan proses kompleks yang melibatkan banyak faktor dalam keberhasilannya. Faktor tersebut adalah

23 pengencer yang tepat, tingkat pengenceran sperma, serta pentingnya pengetahuan mengenai fisiologis sperma pada setiap spesies sehingga dapat memamksimalkan pemulihan spermatozoa setelah dithawing (Purdy 2006). Pemanfaatan spermatozoa asal kauda epididimis dapat dilakukan dengan mengolah dalam bentuk cair maupun beku, sehingga dapat dimanfaatkan dalam keperluan berbagai aplikasi teknologi reproduksi salah satunya seperti fertilisasi in vitro. Meskipun penggunaan spermatozoa yang dikoleksi dari kauda epididimis dapat dijadikan sebagai alternatif, namun kriopreservasi spermatozoa dapat menjadi cara yang lebih efisien dan ekonomis karena bisa dimanfaatkan kapan saja tidak hanya setelah kematian hewan sebagai cadangan keragaman materi genetik hewan (Martins et al. 2007). Proses kriopreservasi juga menimbulkan permasalahan karena proses ini menyebabkan kerusakan spermatozoa akibat pembekuan dan proses thawing sehingga menurunkan kualitas spermatozoa. Penyebab utama terjadinya kerusakan sel pada proses kriopreservasi adalah akibat pembentukan es intraseluler (Anger et al. 2003). Pada proses pembekuan, suhu lingkungan yang menurun drastis menyebabkan air yang terkandung dalam spermatozoa maupun medium akan membentuk kristal es (Rodriguez-Martinez dan Wallgren 2011). Kriopreservasi menyebabkan kerusakan permanen pada organel sperma, dan perubahan fluiditas membran dan aktifitas enzimatik, terkait dengan penurunan motilitas, viabilitas dan fertilitas spermatozoa (Sariozkan et al. 2009). Kerusakan spermatozoa selama proses kriopreservasi terkait dengan tiga komponen utama, yakni stres osmotik, pembentukan kristal es, dan komposisi lipid membran secara langsung berhubungan dengan perubahan fluiditas membran sperma dan kemampuan untuk pertukaran ion dan air melalui membran plasma (Watson 2000). Selama proses kriopreservasi cooling rate harus berjalan lambat untuk memungkinkan air dapat keluar dari dalam sel secara osmosis untuk mencegah terbentuknya kristal es intraseluler yang dapat mengakibatkan kematian sel (Watson 2000). Telah dilaporkan bahwa pembentukan kristal es intraseluler adalah faktor utama yang bertanggung jawab atas kerusakan spermatozoa yang disebabkan oleh proses pembekuan (Johnson et al. 2000). Bahan pengencer berfungsi selain untuk menambah volume semen juga digunakan untuk menjaga kualitas selama penyimpanan hingga semen digunakan. Pengencer Niwa and Sasaki Freezing (NSF) adalah salah satu pengencer yang digunakan pada pembekuan semen domba (Karja et al. 2013). Tujuan dari pengencer pada kriopreservasi adalah melindungi sel dari kerusakan akibat perubahan suhu yang ekstrim, sebagai sumber energi dan memelihara lingkungan yang sesuai untuk keberlangsungan hidup sel spermatozoa (Purdy 2006). Menurut Kikuchi et al. (1998) penggunaan medium NSF dapat melindungi terhadap resiko cold shock pada spermatozoa, hal ini karena kandungan sejumlah besar kuning telur ( %) pada masing-masing pengencer NSF 1 dan 2. Dalam upaya mempertahan viabilitas spermatozoa selama kriopreservasi digunakan krioprotektan dalam media pengencer. Penambahan krioprotektan dapat melindungi spermatozoa dari pengaruh yang merusak selama proses pembekuan berlangsung, dimana krioprotektan akan memodifikasi ikatan hidrogen air sehingga tidak terbentuk kristal-kristal es. Gliserol yang digunakan sebagai krioprotektan, ditambahkan untuk mengurangi kerusakan sel akibat pembekuan dan mengurangi stres osmotik sel (Donnelly et al. 2001). 5

24 6 Metode Swim Up untuk Persiapan Spermatozoa Metode persiapan spermatozoa yang ideal adalah teknik yang melibatkan penghilangan plasma semen secara efisien, cepat dan murah, tidak menyebabkan terjadinya kerusakan pada spermatozoa, mampu mengeliminasi faktor dekapasitasi atau reactive oxygen species (ROS) serta mampu meningkatkan jumlah spermatozoa yang memiliki kemampuan fertilisasi. Meskipun plasma semen melindungi spermatozoa dari kondisi stres, namun plasma semen mengandung faktor-faktor yang menghambat kemampuan fertilisasi spermatozoa dan mengurangi induksi kapasitasi. Proses kriopreservasi dapat menurunkan motilitas, merusak integritas membran, membran akrosom dan kromatin spermatozoa (Donelly et al. 2001; Celeghini et al. 2008). Oleh karena itu metode yang dikembangkan untuk menghilangkan plasma semen atau krioprotektan dan untuk memisahkan spermatozoa yang memiliki kualitas baik pada semen beku yang dithawing sehingga meningkatkan kemampuan fertilisasi spermatozoa tersebut (Henkel dan Schil 2003). Motilitas merupakan parameter penting pada kemampuan fertilisasi spermatozoa dan meningkatkan kemampuan spermatozoa untuk menembus zona pelusida pada oosit (Suarez dan Ho 2003). Metode persiapan spermatozoa dalam fertilisasi oosit in vitro digunakan untuk menyeleksi spermatozoa yang hidup, motil dan memiliki morfologi normal (Batista et al. 2006). Swim up merupakan salah satu metode persiapan spermatozoa dalam fertilisasi in vitro yang menyeleksi spermatozoa dengan motilitas tinggi yang mencapai pemukaan media setelah diinkubasi. Metode swim up berdasarkan pada pergerakan aktif spermatozoa dari pelet pada dasar media menuju permukaan media (Henkel dan Schill 2003). Gambar 1 Teknik pemisahan spermatozoa swim up (Beydola et al. 2013) Keuntungan dari penggunaan metoda swim up adalah dapat menghemat sejumlah langkah teknis sehingga menjadi lebih praktis dan juga dapat menghindari kerusakan membran sitoplasma spermatozoa (Inaudi et al. 2002). Prosedur pada metoda swim up mampu menyeleksi spermatozoa dengan kromatin

25 yang lebih bagus dan dengan kerusakan morfologis yang lebih sedikit sehingga mampu menghasilkan tingkat pembelahan lebih tinggi saat digunakan pada IVF (Gillan et al. 2008). Pada penelitian Shamsuddin et al (1993) menunjukkan hasil motilitas yang tinggi setelah dilakukannya swim up pada media modified Tyrode s lactate solution (TALP) meskipun terjadi penurunan sesaat setelah di sentrifus. Fertilisasi Oosit In Vitro Fertilisasi adalah proses kompleks yang dimulai dengan pengenalan spesifik dan pengikatan spermatozoa terhadap oosit dan kemudian terjadi penyatuan pronukleus jantan dan betina. Fertilisasi in vitro (IVF) merupakan teknik yang dilakukan untuk memproduksi embrio dari penggabungan gamet jantan dan betina. Oosit hewan mamalia secara umum dapat difertilisasi sampai akhirnya berkembang menjadi embrio setelah mengalami pematangan inti dan pematangan sitoplasma terlebih dahulu (Beilby et al. 2009). Proses pematangan oosit merupakan transformasi oosit primer menjadi oosit sekunder matang yang ditandai dengan perubahan inti dari profase pada pembelahan meiosis pertama ke metaphase II (MII). Pematangan sitoplasma ditandai dengan organisasi sitoskeletal dari oosit seperti migrasi kortikal granul ke oolema, peningkatan mitokondria dan lipid droplet, mulai terbentuknya retikulum endoplasma dan peningkatan metabolisme oosit (Rahman et al. 2008). Oosit domba terlebih dahulu harus melalui proses pematangan atau maturasi di dalam inkubator selama 24 jam dengan temperatur sekitar 39 C sebelum digunakan untuk fertilisasi in vitro. Pematangan oosit merupakan salah satu tahap penting yang membantu oosit agar mampu menyelesaikan proses meiosis hingga mencapai tahap metaphase II sehingga dapat difertilisasi (Alomar et al. 2008). Prosedur IVF dilakukan pada medium yang telah diformulasikan menyerupai kondisi yang sebenarnya dari uterus untuk proses kapasitasi spermatozoa dan oviduk untuk pematangan oosit dan akuisisi kompetensi perkembangannya untuk fertilisasi (Elder dan Dale 2003). Kapasitasi merupakan proses penting yang dibutuhkan spermatozoa mamalia untuk mencapai keberhasilan fertilisasi. Selama proses kapasitasi, protein yang melapisi spermatozoa sewaktu di epididimis dan plasma semen dihilangkan bersamaan dengan perubahan glikoprotein membran plasma spermatozoa agar dapat merespon sinyal dari oosit, pola motilitas, penyerapan kalsium dan reaksi akrosom sehingga mampu mengikat dan menembus zona pelusida yang mengelilingi oosit melalui reseptor yang spesifik pada membran plasma (Fazeli et al. 1997). 7

26 8 Gambar 2 Interaksi antara oosit dan spermatozoa pada proses fertilisasi pada sapi (Gordon 2003) Fertilisasi yang normal ditandai dengan terbentuknya dua pronukleus, dua badan kutub, bentuk sel telur yang teratur dengan zona pelusida utuh dan sitoplasma jelas terlihat (Elder dan Dale 2003). Pemanfaatan spermatozoa dari kauda epididimis dalam aplikasi teknologi IVF telah banyak dilaporkan dan menghasilkan keturunan. Herrick et al. (2004) melaporkan adanya penetrasi zona pelusida pada oosit setelah IVF menggunakan spermatozoa dari kauda epididimis kerbau yang diekstraksi setelah 4 jam kematian hewan dan dibekukan. Spermatozoa kauda epididimis rusa merah yang telah dibekukan, juga masih memiliki kemampuan membuahi oosit, walaupun spermatozoa tersebut dikoleksi setelah rusa mati dan dibiarkan pada suhu ruang selama jam (Soler et al. 2003). Kegagalan fertilisasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain yaitu, tingkat pematangan oosit (inti maupun sitoplasma) yang kurang sempurna, kemampuan spermatozoa memfertilisasi oosit (kapasitasi dan reaksi akrosom) yang kurang memadai sehingga menyebabkan spermatozoa tidak mampu membuahi oosit serta kegagalan spermatozoa mengalami kondensasi dalam sitoplasma oosit sehingga terjadi kegagalan pembentukan pronukleus jantan (Bavers et al. 1997; Boediono et al. 2000). Selain kegagalan dalam pembentukan pronukleus jantan, kegagalan fertilisasi juga dipengaruhi oleh terbentuknya pronukleus dengan jumlah lebih dari dua (jantan dan betina) yang dikenal dengan polispermia. Polispermia terjadi akibat kurangnya kemampuan oosit dalam menghalangi penetrasi lebih dari satu spermatozoa. Berkurangnya kemampuan oosit yang matang secara in vitro untuk memblokir polispermia terjadi akibat tertundanya reaksi pada zona pelusida yang disebabkan oleh paparan pada medium FIV dengan komposisi yang tidak seperti pada fertilisasi in vivo (Funahashi 2003). Konsentrasi spermatozoa dalam drop media fertilisasi in vitro yang lebih banyak dari jumlah normal saat fertilisasi in vivo juga dapat mengakibatkan terjadinya polispermia. Konsentrasi spermatozoa yang digunakan dalam metode IVF berkisar antara 0,5-5 x 10 6 spermatozoa/ml (Gordon 2003).

27 9 3 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2015 di Laboraturium Fertilisasi In Vitro, Divisi Reproduksi dan kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Metode Penelitian Koleksi dan Kriopreservasi Spermatozoa dari Kauda Epididimis Spermatozoa asal kauda epididimis diperoleh dari testis domba yang diperoleh dari rumah pemotongan hewan (RPH). Kauda epididimis lalu ditempatkan dalam plastik ziplock pada suhu ruang dan dibawa ke laboraturium. Kauda epididimis kemudian disimpan pada refrigerator dengan suhu 4 o C selama nol hari (H-0), satu hari (H-1) dan dua hari (H-2). Pada setiap akhir periode penyimpanan, spermatozoa dikoleksi dari kauda epididimis dengan cara penyayatan. Hanya sampel yang mempunyai motilitas lebih dari 70% yang digunakan dalam penelitian ini. Sebagai kontrol perlakukan, digunakan spermatozoa ejakulat beku yang diperoleh dari Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Lembang, Bandung. Kriopreservasi spermatozoa dilakukan dengan metode yang dilaporkan oleh Karja et al. (2013). Segera setelah koleksi, spermatozoa diencerkan dengan media Niwa and Sasaki Freezing (NSF) I, lalu diekulibrasi pada suhu 4 C selama 2 jam, kemudian ditambahkan media NSF II dan diekuilibrasi kembali pada suhu yang sama selama 5 menit. Perbandingan penambahan media NSF I dengan NSF II sebesar 1:1 dengan konsentrasi akhir spermatozoa setelah penambahan media NSF sebesar 100 x 10 6 spermatozoa/ml dan konsentrasi akhir gliserol sebesar 3%. Spermatozoa segera dimasukkan ke dalam straw berukuran 0,25 ml (IMV, France), kemudian diletakkan pada sebuah styrofoam plate dalam uap nitrogen cair selama 20 menit (kurang lebih 4 cm dari permukaan nitrogen cair) dan kemudian segera dimasukkan dalam kontainer nitrogen cair untuk penyimpanan sebelum digunakan. Fertilisasi oosit in vitro a. Koleksi dan maturasi oosit in vitro Ovarium domba diperoleh dari rumah potong hewan (RPH). Oosit dikoleksi dengan mencacah (slicing) bagian korteks ovarium menggunakan scalpel ukuran 20. Koleksi oosit dilakukan menggunakan larutan dulbecco s Phosphate Buffer Solution (dpbs; Gibco,Grand Island, NY, USA) disuplementasi dengan 0,3 % Bovine Serum Albumine (BSA; Sigma-Aldrich. Inc, A-7030), 100 IU/mL penicillin (Sigma-Aldrich. St. Louis, MO, USA) dan 0,1 mg/ml streptomycin (Sigma-Aldrich. St. Louis, MO, USA) yang telah diekuilibrasi terlebih dahulu di dalam inkubator. Oosit yang digunakan adalah oosit dengan sitoplasma yang homogen serta memiliki lebih dari beberapa lapis sel-sel kumulus yang kompak (Bilodeau-Goeseels dan Panich, 2002). Selanjutnya oosit dimatangkan dalam media TCM-199 (Sigma, USA) yang disuplementasi dengan 0,3% BSA, 10 µg/ml Follicle Stimulating Hormone (FSH; Teikokuzoki, Tokyo, Japan), 10

28 10 IU/mL human Chorionic Gonadotrophin (hcg; Kyoritsu Seiyaku, Japan), 1 µg/ml estradiol (Intervet international B.V Boxmeer-Holland) dan 50 µg/ml gentamycin (Sigma-Aldrich. St. Louis, MO, USA). Pematangan oosit dilakukan dalam media maturasi dalam bentuk drop masing-masing 100 μl untuk 10`-15 oosit dan ditutup dengan mineral oil (Sigma-Aldrich. St. Louis, MO, USA) dalam inkubator CO 2 5%, 39 o C selama 24 jam. b. Fertilisasi in vitro Persiapan spermatozoa untuk fertilisasi dilakukan dengan dan tanpa swim up. Semen beku di-thawing dalam water bath pada temperatur 35 C selama 30 detik. Persiapan spermatozoa dengan metode swim up, setelah thawing spermatozoa diinkubasi dalam media TALP (Tyrode Albumin Lactate Pyruvate) yang disuplementasi dengan glukosa dan BSA selama 15 menit sebelum disentrifugasi. Selanjutnya lapisan atas media dipindahkan ke tube 15 ml untuk disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm, suhu 28 C selama 5 menit. Sedangkan untuk kelompok spermatozoa tanpa swim up, sampel spermatozoa langsung disentrifugasi dalam media fertilisasi. Setelah sentrifugasi baik pada kelompok swim up atau tanpa swim up, supernatan dibuang dan pellet ditambahkan media fertilisasi sampai konsentrasi akhir spermatozoa adalah spermatozoa/ml, kemudian dibuat drop dan ditutup dengan mineral oil (Sigma-Aldrich. St. Louis, MO, USA). Oosit yang telah dimaturasi dimasukkan ke dalam drop spermatozoa dan diinkubasi selama jam dalam inkubator CO 2 5 % temperatur 39 C. c. Evaluasi tingkat fertilisasi in vitro Evaluasi keberhasilan fertilisasi dilihat jam setelah inkubasi. Sel-sel kumulus yang mengelilingi oosit dihilangkan dengan cara dipipet berulang-ulang. Oosit difiksasi dengan aceto-ethanol selama jam. Oosit yang telah terfiksasi diwarnai dengan aceto-orcein 2 % untuk mengevaluasi pembentukan pronukleus (PN) menggunakan mikroskop fase kontras (Olympus IX 70, Japan). Oosit yang telah mengalami fertilisasi ditandai dengan terbentuknya dua pronukleus (jantan dan betina, 2PN) atau lebih (>2PN) dalam sitoplasma oosit. Analisis Data Data tingkat fertilisasi oosit in vitro disajikan dalam bentuk persentase dan dianalisa menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) taraf nyata 95% dengan lima kali ulangan. Apabila terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Fisher s Protected Least Significant Difference (PLSD). Data diolah menggunakan program Statview (Abacus Concepts Inc., Berkeley, CA, USA).

29 11 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi perkembangan inti oosit setelah fertilisasi in vitro dilakukan dengan mengamati pembentukan pronukleus (PN), dan oosit yang terfertilisasi ditandai dengan terbentuknya dua pronukleus (2PN) atau lebih dari 2 pronukleus (>2PN) (Gambar 3). A B Gambar 3 Gambaran pembentukan pronukleus (PN) pada oosit domba setelah fertilisasi in vitro. A = Oosit dengan 2 PN, B = Oosit dengan >2 PN (Polispermia) Tingkat fertilisasi oosit domba setelah difertilisasi dengan semen dari ejakulat dan kauda epididimis segera setelah hewan mati tanpa disimpan (H-0) dengan dan tanpa metode swim up disajikan pada Gambar 4. 2,54 3,7 8,6 3,85 9,3 3,0 6,9 4,4,6,5,6,06 Gambar 4 Tingkat fertilisasi oosit in vitro spermatozoa asal kauda epididimis dan ejakulat, dengan (S) atau tanpa (NS) metode swim up. E: spermatozoa ejakulat, KE H-0: Spermatozoa kauda epididimis hari ke-0. Huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada bar yang sama.

30 12 Hasil penelitian pada Gambar 4 menunjukkan spermatozoa yang berasal dari kauda epididimis segera setelah kematian hewan (H-0) memiliki kemampuan yang sama untuk memfertilisasi oosit secara in vitro dengan spermatozoa ejakulat (P>0,05). Hasil serupa dilaporkan oleh Blash et al. (2000) pada kambing dan Kaabi et al. (2003) pada domba, bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara spermatozoa beku asal kauda epididimis dan ejakulat yang digunakan untuk fertilisasi in vitro. Hal tersebut dikarenakan spermatozoa yang mencapai kauda epididimis umumnya motil dan telah matang sehingga memiliki kemampuan untuk memfertilisasi (Toshimori 2003). Garcia-Macias et al. (2006) menemukan pada domba bahwa spermatozoa yang berasal dari kauda epididimis, kromatinnya telah mampu terkondensasi dengan baik sama seperti spermatozoa ejakulat. Tingkat fertilisasi yang cenderung lebih tinggi pada spermatozoa asal kauda epididimis (H-0) (93,67% vs 82,54%) kemungkinan terjadi karena kualitas spermatozoa kauda epididimis yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan spermatozoa ejakulat. Sumber sampel semen ejakulat dan kauda epididimis yang diperoleh dari hewan yang berbeda juga dapat menyebabkan munculnya perbedaan kualitas spermatozoa. Seperti yang dilaporkan Garcia-Alvarez et al. (2009) pada domba, dimana persentase viabilitas spermatozoa dari kauda epididimis lebih tinggi dari ejakulat.. Spermatozoa asal kauda epididimis memiliki ketahanan terhadap pengaruh buruk pembekuan dan stres lingkungan lainnya dibandingkan dengan spermatozoa ejakulat. Hal tersebut dikarenakan spermatozoa domba asal kauda epididimis memiliki batas toleransi osmotik yang tinggi dibandingkan dengan spermatozoa ejakulat yang disebabkan oleh beberapa faktor termasuk gradien osmotik pada lingkungan kauda epididimis dan muatan pada membran fosfolipid (Varisli et al. 2009). Seperti yang dilaporkan Yeung et al. (2006) bahwa spermatozoa berada pada keadaan hiperosmotik selama transit pada kauda epididimis. Oleh karena itu, hal tersebut yang diduga menyebabkan spermatozoa asal kauda epididimis dapat mentoleransi tekanan hiperosmotik lebih baik daripada spermatozoa asal ejakulat. Metode swim up merupakan salah satu teknik pemisahan spermatozoa berdasarkan pada pergerakan spermatozoa motil menuju permukaan media setelah diinkubasi. Teknik pemisahan plasma semen atau krioprotektan dan pemisahan spermatozoa motil dari yang tidak motil dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan fertilisasi spermatozoa (Henkel dan Schill 2003). Kemampuan spermatozoa untuk mencapai permukaan media digunakan untuk menyeleksi spermatozoa yang motil. Pada penelitian ini penggunaan metode swim up dan tanpa swim up secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05), dimana metode swim up memberikan pengaruh yang sama terhadap peningkatan kemampuan fertilisasi dengan metode tanpa swim up baik spermatozoa ejakulat maupun spermatozoa asal kauda epididimis. Banyaknya energi yang telah dihabiskan spermatozoa selama proses swim up dan sentrifuge diduga mempengaruhi penurunan motilitas spermatozoa sehingga mengakibatkan tidak berpengaruhnya metode swim up dalam peningkatan persentase tingkat fertilisasi in vitro domba. Persentase polispermia antara spermatozoa ejakulat dan spermatozoa asal kauda epididimis secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Polispermia merupakan kejadian patologis yang menyebabkan kegagalan pada perkembangan pada beberapa jenis mamalia (Park et al. 2009).

31 Salah satu penyebab terjadinya polispermia dalam fertilisasi in vitro adalah tingginya angka konsentrasi spermatozoa yang digunakan (Han et al. 1999). 13 3,7 8, ,4 1,7 8,3 5,5 3,8 5,8 4,6 2,7 2,7 Gambar 5 Tingkat fertilisasi,1 oosit in,3,6 vitro dengan,7 spermatozoa kauda epididimis,3 pasca penyimpanan selama dua hari, dengan (S) atau tanpa (NS) metode swim up. KE H-0: Spermatozoa kauda epididimis hari ke-0 pasca penyimpanan, KE H-1: Spermatozoa kauda epididimis hari ke-1 pasca penyimpanan, KE H-2: Spermatozoa kauda epididimis hari ke-2 pasca penyimpanan. Huruf yang berbeda (a,b,c) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada bar yang sama. Gambar 5 menunjukkan tingkat fertilisasi spermatozoa kauda epididimis yang disimpan pada suhu 4 C sampai hari kedua (H-2). Dari data tersebut menunjukkan bahwa spermatozoa kauda epididimis pasca disimpan selama dua hari masih mampu membuahi oosit dengan terbentuknya pronukleus jantan dan betina meskipun tingkat fertilisasinya mengalami penurunan dari H-0 (93,67%) sampai H-2 (62,67%). Penurunan persentase tingkat fertilisasi terjadi seiring dengan bertambah lamanya waktu penyimpanan kauda epididimis meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan jumlah oosit yang terfertilisasi normal dan total oosit yang terfertilisasi antara penyimpanan kauda epididimis H-1 dengan H-2 (P>0,05). Hasil ini mendukung hasil penelitian yang dilaporkan oleh Karja et al bahwa semakin lama periode penyimpanan kauda epididimis, kemampuan fertilisasi in vitro spermatozoa mengalami penurunan secara bertahap. Semakin lamanya waktu penyimpanan kauda epididimis, spermatozoa mengalami penurunan daya preservasi yang menyebabkan menurunnya viabilitas. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya spermatozoa yang mati selama penyimpanan dan akan menjadi toksik bagi spermatozoa yang masih hidup. Seperti yang dilaporkan Hishinuma et al. (2003) pada rusa sika, persentase viabilitas spermatozoa asal kauda epididimis mengalami penurunan selama

32 14 penyimpanan sampai hari keempat. Garde et al. (1998) melaporkan pada rusa merah viabilitas dan kemampuan fertilisasi spermatozoa menurun akibat semakin lamanya waktu antara kematian hewan dengan waktu pengoleksian semen. Martins et al. (2009) melaporkan bahwa kauda epididimis sapi yang disimpan pada lemari es mampu memperpanjang daya hidup spermatozoa, akan tetapi terjadi penurunan motilitas setelah penyimpanan selama 72 jam. Terjadinya penurunan motilitas selama penyimpanan juga mempengaruhi kemampuan spermatozoa dalam memfertilisasi oosit. Penurunan persentase motilitas pada spermatozoa kucing asal kauda epididimis yang disimpan pada suhu 5 o C mengalami penurunan seiring bertambahnya waktu simpan (Ganan et al. 2009). Sebagai upaya untuk meningkatkan motilitas spermatozoa pada fertilisasi in vitro, dilakukan teknik pemisahan spermatozoa menggunakan metode swim up yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan fertilisasi spermatozoa asal kauda epididimis pasca penyimpanan pada suhu 4 o C. Akan tetapi metode tersebut tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap tingkat fertilisasi spermatozoa kauda epididimis yang disimpan pada suhu 4 o C sampai hari kedua karena tingkat fertilisasi spermatozoa kauda epididimis yang di swim up tidak berbeda dengan yang tanpa swim up (P>0,05) pada setiap kelompok perlakuan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kualitas spermatozoa yang sudah menurun seiring dengan bertambahnya lama periode penyimpanan. Tanphaichitr et al. (1988) melaporkan bahwa pemisahan spermatozoa dengan swim up akan memberikan tingkat fertilisasi yang tinggi apabila sampel semen mempunyai kualitas yang tinggi. Persentase polispermia pada spermatozoa kauda epididimis pasca penyimpaan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (P>0,05) seiring dengan bertambahnya lama waktu penyimpanan. Namun, terjadi penurunan tingkat polispermia pada spermatozoa pasca penyimpanan dengan menggunakan metode swim up. Seperti yang dilaporkan Park et al. (2009), metode swim up berpengaruh terhadap penurunan tingkat polispermia pada fertilisasi in vitro babi. Hal tersebut dikarenakan metode swim up dapat mengontrol jumlah spermatozoa motil yang mencapai oosit serta membatasi jumlah binding spermatozoa terhadap zona pelusida. Polispermia pada fertilisasi dapat terjadi pada beberapa spesies mamalia oleh beberapa alasan seperti penuaan oosit, abnormalitas pada zona pelusida, tingginya jumlah spermatozoa yang telah dikapasitasi pada media fertilisasi, dan kondisi media kultur yang tidak tepat baik sebelum maupun selama IVF (Wang et al. 2003).

33 15 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Metode persiapan spermatozoa dengan swim up memberikan pengaruh yang sama dengan metoda tanpa swim up terhadap tingkat fertilisasi spermatozoa asal kauda epididimis yang disimpan pada suhu 4 o C selama dua hari. Kemampuan fertilisasi spermatozoa asal kauda epididimis domba yang disimpan pada suhu 4 C mengalami penurunan sampai hari kedua, namun spermatozoa tersebut masih mampu membuahi oosit secara in vitro. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hingga tahap kultur embrio untuk melihat kemampuan fertilisasi spermatozoa kauda epididimis pasca penyimpanan dengan metoda swim up maupun tanpa swim up.

34 16 DAFTAR PUSTAKA Alomar M, Tasiaux H, Remacle S, George F, Paul D, Donnay I Kinetics of fertilization and development, and sex ratio of bovine embryos produced using the semen of different bulls. Anim Reprod Sci 107: Anger JT, Gilbert BR, Goldstein M Preservation of sperm: indications, methods, and results: Review Article. J Urol 170: Axner E, SormHolst B, Linde-Forsberg C Morphology of spermatozoa in the cauda epididymis before and after electroejaculation and comparison with ejaculated spermatozoa in the domestic cat. Theriogenology 50 6 : Batista M, Baptista MC, Marques CC, Barbas JP, Vasques MI, Horta AEM, Silva- Pereira M, Pereira RM Effect of Ram Sperm Capacitation by Swim- Up or Percoll on In Vitro Fertilization. Reprod Domes Anim 41: 342. Bavers MM, Dieleman SJ, Van den Hurk R, Radyar F Rugalation and Modulation of Oocytes Maturation in The Bovine. Theriogenology 47: Beilby KH, Grupen CG, Thomson PC, Maxwell WMC, Evans G The effect of insemination time and sperm dose on pregnancy rate using sex-sorted ram sperm. Theriogenology 71: Beydola T, Sharma RK, Lee W, Agarwal A. Sperm preparation and selection techniques In: Rizk B, Aziz N, Agarwal A. editors. Male Infertility Practice. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. pp Bilodeau-Goeseels S, Panich P Effects of oocyte quality on development and transcriptional activity in early bovine embryos. Anim Reprod Sci 71: Blash S, Melican D, Gavin W Cryopreservation of epididymal sperm obtained at necropsy from goats. Theriogenology 54: Boediono A, Rusiyantono Y, Mohamad K, Djuwita I, Herliatien Perkembangan oosit kambing setelah maturasi, fertilisasi dan kultur in vitro. Media Vet 7: Celeghini EC, de Arruda RP, de Andrade AF, Nascimento J, Raphael CF, Rodrigues PH Effects that bovine sperm cryopreservation using two different extenders has on sperm membranes and chromatin. Anim Reprod Sci 104: Centola GM, Herko R, Andolina E, Weisensel S Comparison of sperm separation methods: effect on recovery, motility, motion parameters, and hyperactivation. Fertil Steril 70: Cooper TG Cytoplasmic droplets: The good, the bad or just confusing. Hum Reprod 20: Donnelly ET, Steele EK, McClure N, Lewis SE Assessment of DNA integrity and morphology of ejaculated spermatozoa from fertile and infertile men before and after cryopreservation. Hum Reprod 16: Ehling C, Rath D, Struckmann C, Frenzel A, Schindler L, Niemann H Utilization of frozen-thawed epididymal ram semen to preserve genetic diversity in Scrapie susceptible sheep breeds. Theriogenology 66:

Penelitian Daya Fertilisasi Spermatozoa Kauda Epididimis Domba dengan atau tanpa Swim Up sebelum Fertilisasi

Penelitian Daya Fertilisasi Spermatozoa Kauda Epididimis Domba dengan atau tanpa Swim Up sebelum Fertilisasi ACTA VETERINARIA INDONESIANA ISSN 2337-3202, E-ISSN 2337-4373 Vol. 5, No. 1: 1-7, Januari 2017 Penelitian Daya Fertilisasi Spermatozoa Kauda Epididimis Domba dengan atau tanpa Swim Up sebelum Fertilisasi

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap I. Karakteristik Spermatozoa Domba Sebelum dan Setelah Pembekuan Karakteristik Spermatozoa Domba Sebelum Pembekuan Karakteristik spermatozoa domba dari kauda epididimis dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PRASYARAT GELAR...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv RIWAYAT HIDUP...v UCAPAN TERIMAKSIH...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii RINGKASAN...ix DAFTAR

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi dan Pematangan Spermatozoa

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi dan Pematangan Spermatozoa 5 TINJAUAN PUSTAKA Transportasi dan Pematangan Spermatozoa Produksi spermatozoa terjadi pada saluran reproduksi jantan yang dinamakan testis. Setiap testis tersusun atas tubuli seminiferi yang mengandung

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

Z. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK

Z. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN HEMIKALSIUM DALAM MEDIUM FERTILISASI IN VITRO TERHADAP VIABILITAS DAN AGLUTINASI SPERMATOZOA SAPI [The Usage effect of Hemicalcium in a Medium of In Vitro Fertilization on Viability

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan semakin meningkat pula permintaan masyarakat terhadap bahan pangan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki kebutuhan konsumsi daging sapi yang meningkat setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. Ketersediaan daging sapi ini

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN FERTILISASI IN VITRO SPERMATOZOA DOMBA YANG BERASAL DARI KAUDA EPIDIDIMIS DAN EJAKULAT FITRA AJI PAMUNGKAS

KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN FERTILISASI IN VITRO SPERMATOZOA DOMBA YANG BERASAL DARI KAUDA EPIDIDIMIS DAN EJAKULAT FITRA AJI PAMUNGKAS KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN FERTILISASI IN VITRO SPERMATOZOA DOMBA YANG BERASAL DARI KAUDA EPIDIDIMIS DAN EJAKULAT FITRA AJI PAMUNGKAS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 2 PERNYATAAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Dari hasil penampungan semen yang berlangsung pada bulan Oktober 2003 sampai dengan Juli 2004 dan rusa dalam kondisi rangga keras memperlihatkan bahwa rataan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN (Fertilization and Development of Oocytes Fertilized in Vitro with Sperm after Sexing) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN, SYAHRUDDIN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan babi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Bali masih merupakan peternakan rakyat dalam skala kecil atau skala rumah tangga, dimana mutu genetiknya masih kurang

Lebih terperinci

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING THE EFFECT OF GLYCEROL LEVEL ON TRIS-YOLK EXTENDER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada ternak sapi telah banyak diterapkan di Indonesia. Menurut SNI 4896.1 (2008),

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C Takdir Saili, Hamzah, Achmad Selamet Aku Email: takdir69@yahoo.com Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kambing yang banyak dikembangkan yaitu jenis kambing Peranakan Etawah (PE).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) The effect of Thawing Lenght in Ice Water (3 o C) to viability and motility of Bali

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2016 lebih besar 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging domba dan kambing di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2011 s.d. Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi dan

Lebih terperinci

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer dalam Meningkatkan Kualitas Semen Beku Kerbau Lumpur (Bubalzts bztbalis). Dibimbing oleh MOZES R. TOELlHERE sebagai Ketua, TUTY

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI (The Effect of Thawing Method on Frozen Bull Semen Quality) DAUD SAMSUDEWA dan A. SURYAWIJAYA Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO (The Effects of Spermatozoa Concentration of Postcapacity on In Vitro Fertilization Level) SUMARTANTO EKO C. 1, EKAYANTI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro

Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro Teguh Suprihatin* *Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan Jurusan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis 3 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan salah satu sumber protein yang semakin digemari oleh penduduk Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat dengan bertambahnya warung-warung sate di pinggiran jalan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2010 sampai dengan Januari 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta 2. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong 3

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta 2. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong 3 VIABILITAS DAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KERBAU BELANG PADA PENAMBAHAN MALTOSA DALAM PENGENCER ANDROMED [The Viability and Membrane Integrity of Spotted Buffalo Epididymal Sperm in

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH JARAK DAN WAKTU TEMPUH TERHADAP POST THAWING MOTILITY, ABNORMALITAS DAN SPERMATOZOA HIDUP SEMEN BEKU (The Effect of Travel Distance and

Lebih terperinci

Penambahan Bovine Serum Albumin Mempertahankan Motilitas Progresif Spermatozoa Kalkun pada Penyimpanan Suhu 4 C

Penambahan Bovine Serum Albumin Mempertahankan Motilitas Progresif Spermatozoa Kalkun pada Penyimpanan Suhu 4 C Penambahan Bovine Serum Albumin Mempertahankan Motilitas Progresif Spermatozoa Kalkun pada Penyimpanan Suhu 4 C (THE ADDITION OF BOVINE SERUM ALBUMIN MAINTAIN MOTILITY PROGRESSIVE SPERMATOZOON TURKEYS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat akan daging domba setiap tahunnya terus meningkat.

Lebih terperinci

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME TIPE 1 Sel Sperma ( haploid/ n) Sel telur (haploid/ n) Fertilisasi Zigot (Diploid/ 2n) Cleavage Morfogenesis Individu Sel Sperma ( haploid/

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL I. Tingkat maturasi oosit domba dalam suhu dan waktu penyimpanan yang berbeda Tahapan pematangan inti yang diamati pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 5 tahap yaitu GV

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 72-76 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Nilawati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Ovarium yang dikoleksi dari rumah potong hewan biasanya berada dalam fase folikular ataupun fase luteal. Pada Gambar 1 huruf a mempunyai gambaran ovarium pada fase folikuler dan

Lebih terperinci

Kualitas Spermatozoa Epididimis Kerbau Belang pada Penambahan Raffinosa sebagai Krioprotektan Ekstraseluler

Kualitas Spermatozoa Epididimis Kerbau Belang pada Penambahan Raffinosa sebagai Krioprotektan Ekstraseluler Kualitas Spermatozoa Epididimis Kerbau Belang pada Penambahan Raffinosa sebagai Krioprotektan Ekstraseluler YULNAWATI 1, HERDIS 2, H. MAHESHWARI 3 dan M. RIZAL 4 1 Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga

Lebih terperinci

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C Takdir Saili *, Hamzah, Achmad Selamet Aku Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut. Pemeriksaan

Lebih terperinci

PERBAIKAN TEKNIK PEMBEKUAN SPERMA: PENGARUH SUHU GLISEROLISASI DAN PENGGUNAAN KASET STRAW

PERBAIKAN TEKNIK PEMBEKUAN SPERMA: PENGARUH SUHU GLISEROLISASI DAN PENGGUNAAN KASET STRAW PERBAIKAN TEKNIK PEMBEKUAN SPERMA: PENGARUH SUHU GLISEROLISASI DAN PENGGUNAAN KASET STRAW (The Effect of Temperature of Glycerol and Straw Cassette on Sperm Cryopreservation) F. AFIATI, E.M. KAIIN, M.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kambing Peranakan Etawah Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India yang memiliki iklim tropis/subtropis dan beriklim kering dengan

Lebih terperinci

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MK. ILMU REPRODUKSI 1 SUB POKOK BAHASAN Transport spermatozoa pada organ reproduksi jantan (tubuli seminiferi, epididimis dan ejakulasi) Transport spermatozoa

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Semen merupakan salah satu komponen penting dalam penghantaran spermatozoa baik secara konseptus alami maupun inseminasi buatan (IB). Keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh kualitas

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

KEMAMPUAN FERTILISASI SPERMATOZOA SEXING DAN PERKEMBANGAN AWAL EMBRIO SECARA IN VITRO PADA SAPI ALVIEN NUR AINI

KEMAMPUAN FERTILISASI SPERMATOZOA SEXING DAN PERKEMBANGAN AWAL EMBRIO SECARA IN VITRO PADA SAPI ALVIEN NUR AINI KEMAMPUAN FERTILISASI SPERMATOZOA SEXING DAN PERKEMBANGAN AWAL EMBRIO SECARA IN VITRO PADA SAPI ALVIEN NUR AINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI Oleh : Abdul Rhochim NIM. 135050100111049 PROGRAM STUDI PETERNAKAN

Lebih terperinci

EFEK PENAMBAHAN LAKTOSA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS MARMUT (Cavia cobaya) SELAMA PRESERVASI SKRIPSI

EFEK PENAMBAHAN LAKTOSA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS MARMUT (Cavia cobaya) SELAMA PRESERVASI SKRIPSI EFEK PENAMBAHAN LAKTOSA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS MARMUT (Cavia cobaya) SELAMA PRESERVASI SKRIPSI Oleh: Alvien Nur Aini 091810401001 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN UPAYA KRIOPRESERVASI SEMEN DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI BENIH LELE DUMBO (Clarias gariepinus Burchell 1822) L U T F I

KARAKTERISTIK DAN UPAYA KRIOPRESERVASI SEMEN DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI BENIH LELE DUMBO (Clarias gariepinus Burchell 1822) L U T F I KARAKTERISTIK DAN UPAYA KRIOPRESERVASI SEMEN DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI BENIH LELE DUMBO (Clarias gariepinus Burchell 1822) L U T F I SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO (Effect of Various Diluter on Frozen Semen Quality of Dombos Texel in Wonosobo Regency) YON SUPRI ONDHO, M.I.S.

Lebih terperinci

Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C

Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C IDEAL GLUCOSE DOSAGE ON EGG YOLK PHOSPHATE BUFFER FOR MAINTAINING SEMEN TURKEYS QUALITY IN

Lebih terperinci

Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi Simmental

Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi Simmental Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 43-48 ISSN: 0852-3581 E-ISSN: 9772443D76DD3 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik pun meningkat. Salah satu sumber gizi yang paling penting adalah protein

BAB I PENDAHULUAN. yang baik pun meningkat. Salah satu sumber gizi yang paling penting adalah protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari tahun ke tahun jumlah penduduk di negara Republik Indonesia semakin meningkat yang menyebabkan kebutuhan akan sumber makanan yang memiliki gizi yang

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Pelapisan Spermatozoa Sapi Pada Media TALP yang Disuplementasi bovine serum albumin (BSA) Terhadap Jenis Kelamin Embrio In vitro

Pengaruh Waktu Pelapisan Spermatozoa Sapi Pada Media TALP yang Disuplementasi bovine serum albumin (BSA) Terhadap Jenis Kelamin Embrio In vitro Jurnal Peternakan Indonesia, Juni 2011 Vol. 13 (2) ISSN 1907-1760 Pengaruh Waktu Pelapisan Spermatozoa Sapi Pada Media TALP yang Disuplementasi bovine serum albumin (BSA) Terhadap Jenis Kelamin Embrio

Lebih terperinci

KOMPETENSI PERKEMBANGAN OOSIT DOMBA PADA SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN OVARIUM YANG BERBEDA ARIE FEBRETRISIANA

KOMPETENSI PERKEMBANGAN OOSIT DOMBA PADA SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN OVARIUM YANG BERBEDA ARIE FEBRETRISIANA KOMPETENSI PERKEMBANGAN OOSIT DOMBA PADA SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN OVARIUM YANG BERBEDA ARIE FEBRETRISIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Spermatozoa

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Spermatozoa 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Semen merupakan cairan yang mengandung spermatozoa dan plasma semen yang dihasilkan dari sekresi oleh kelanjar-kelanjar kelamin jantan (Herdis et al. 2003). Adapun

Lebih terperinci

DNA (deoxy ribonucleic acid) yang membawa informasi genetik. Bagian tengah

DNA (deoxy ribonucleic acid) yang membawa informasi genetik. Bagian tengah TINJAUAN PUSTAKA Spermatozoa Spermatozoa adalah sel kelarnin jantan yang dibentuk pada tubuli semineferi testes melalui proses yang disebut spermatogenesis (Toelihere, 1993a dan Salisbury dan VanDemark,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Semen Kambing Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara umum diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN LAMA SIMPAN SEMEN SEGAR TERHADAP MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE)

PENGARUH SUHU DAN LAMA SIMPAN SEMEN SEGAR TERHADAP MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) PENGARUH SUHU DAN LAMA SIMPAN SEMEN SEGAR TERHADAP MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) Enike Dwi Kusumawati, Henny Leondro, Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih, Trinil Susilawati,

Lebih terperinci

Pengaruh metode gliserolisasi terhadap kualitas semen domba postthawing... Labib abdillah

Pengaruh metode gliserolisasi terhadap kualitas semen domba postthawing... Labib abdillah PENGARUH METODE GLISEROLISASI TERHADAP KUALITAS SEMEN DOMBA POSTTHAWING EFFECT OF GLYCEROLISATION METHOD ON THE QUALITY OF RAM SEMEN POSTTHAWING Labib Abdillah*, Nurcholidah Solihati**, Siti Darodjah Rasad**

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

MOTILITAS DAN VIABILITAS SEMEN SEGAR KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DENGAN MENGGUNAKAN PENGENCER CAUDA EPIDIDYMAL PLASMA

MOTILITAS DAN VIABILITAS SEMEN SEGAR KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DENGAN MENGGUNAKAN PENGENCER CAUDA EPIDIDYMAL PLASMA MOTILITAS DAN VIABILITAS SEMEN SEGAR KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DENGAN MENGGUNAKAN PENGENCER CAUDA EPIDIDYMAL PLASMA (CEP-2) PADA LAMA DAN SUHU SIMPAN YANG BERBEDA Philipus Pati Pelang Sekosi, Enike

Lebih terperinci

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH UMUR TERHADAP UKURAN EPIDIDIMIS, ABNORMALITAS SPERMATOZOA DAN VOLUME SEMEN PADA SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN UNGARAN (The

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur <1 tahun 3 tahun

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur <1 tahun 3 tahun 14 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR Oleh : Nilawati Widjaya Dosen Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya ABSTRACT This study

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

Penggunaan Medium CR1aa untuk Produksi Embrio Domba In Vitro

Penggunaan Medium CR1aa untuk Produksi Embrio Domba In Vitro JITV Vol. 11 No. 2 Th. 2006 Penggunaan Medium CR1aa untuk Produksi Embrio Domba In Vitro YULNAWATI 1, M. A. SETIADI 2 dan A. BOEDIONO 3 1 Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI, Jl. Raya Bogor Km 46, Cibinong,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

Kualitas Spermatozoa Epididimis Anjing selama Penyimpanan pada Suhu 4 C

Kualitas Spermatozoa Epididimis Anjing selama Penyimpanan pada Suhu 4 C Kualitas Spermatozoa Epididimis Anjing selama Penyimpanan pada Suhu 4 C M.A. SETIADI 1, YULNAWATI 2 dan A. SUPRAYOGI 3 1 Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Lebih terperinci

PENGGANTIAN BOVINE SERUM ALBUMIN PADA CEP-2 DENGAN SERUM DARAH SAPI TERHADAP KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN PADA SUHU PENYIMPANAN 3-5 o C

PENGGANTIAN BOVINE SERUM ALBUMIN PADA CEP-2 DENGAN SERUM DARAH SAPI TERHADAP KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN PADA SUHU PENYIMPANAN 3-5 o C PENGGANTIAN BOVINE SERUM ALBUMIN PADA CEP-2 DENGAN SERUM DARAH SAPI TERHADAP KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN PADA SUHU PENYIMPANAN 3-5 o C Feri Eka Wahyudi 1), Trinil Susilawati 2) dan Nurul Isnaini 2) 1)

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL DENGAN PERSENTASE YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI. Oleh DIAN DWI ASTUTI

PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL DENGAN PERSENTASE YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI. Oleh DIAN DWI ASTUTI PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL DENGAN PERSENTASE YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI Oleh DIAN DWI ASTUTI 23010111130157 PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN

Lebih terperinci

Kualitas Semen Cair Domba Garut pada Penambahan Sukrosa dalam Pengencer Tris Kuning Telur

Kualitas Semen Cair Domba Garut pada Penambahan Sukrosa dalam Pengencer Tris Kuning Telur Kualitas Semen Cair Domba Garut pada Penambahan Sukrosa dalam Pengencer Tris Kuning Telur YULNAWATI 1 dan HERDIS 2 1 Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Jl. Raya Bogor km. 46, Cibinong, 16911 2 Badan Pengkajian

Lebih terperinci

Kelahiran Anak Sapi Hasil Fertilisasi secara in Vitro dengan Sperma Hasil Pemisahan

Kelahiran Anak Sapi Hasil Fertilisasi secara in Vitro dengan Sperma Hasil Pemisahan Media Peternakan, April 2008, hlm. 22-28 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 31 No. 1 Kelahiran Anak Sapi Hasil Fertilisasi secara in Vitro dengan Sperma Hasil Pemisahan E.

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH

Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH The Influence of Time and Temperature Media Storage on The Quality of The Oocyte

Lebih terperinci

Motility of Spermatozoa Brahman Bull in CEP-D Diluent with Egg Yolk Suplementation of Gallus sp. of Hisex Brown Strain during Refrigerator Storage

Motility of Spermatozoa Brahman Bull in CEP-D Diluent with Egg Yolk Suplementation of Gallus sp. of Hisex Brown Strain during Refrigerator Storage ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Motilitas Spermatozoa Sapi Brahman dalam Pengencer CEP-D dengan Suplementasi Kuning Telur Ayam (Gallus sp.) Strain Hisex Brown Selama Penyimpanan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. ` Bahan dan Peralatan 3.1.1. Objek Penelitian Objek pada penelitian ini yaitu semen yang berasal dari domba yang ada di breeding station Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai 242.013.800 jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya (Anonim,2013). Jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 013 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.. Materi Materi yang digunakan dalam

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA CAUDA EPIDIDIMIDIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) SETELAH PENYIMPANAN EPIDIDIMIS PADA 5 C

KUALITAS SPERMATOZOA CAUDA EPIDIDIMIDIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) SETELAH PENYIMPANAN EPIDIDIMIS PADA 5 C KUALITAS SPERMATOZOA CAUDA EPIDIDIMIDIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) SETELAH PENYIMPANAN EPIDIDIMIS PADA 5 C (Quality of Cauda Epididymides Spermatozoa of Ongole Crossbred Bull after Epididymal Storage at

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 12 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan yaitu semen yang berasal dari lima ekor kambing PE umur 2-3 tahun. 3.1.2 Bahan dan Peralatan

Lebih terperinci