SEGI-SEGI DJURNALISTIK D4KIPADA PERS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEGI-SEGI DJURNALISTIK D4KIPADA PERS"

Transkripsi

1 SEMINAR PERS KEDUA LEMBAGA PERS DAN PENDAPAT UMUM DJAKARTA HAL O FLAHERTY^ SEGI-SEGI DJURNALISTIK D4KIPADA PERS rchmbaga PERS DAN PENDAPAT UMUM DJAKARTA

2 Perpustaiasn Soedirnan Kartohadiprodjo FHUI Buka ini harus dikembakkanpada: (KetedambatHn pengtmbalim pads tanggal dibswah. ini djkenakan denda Up (perhari/1 buku)

3 SEMINAR PERS KEDUA '..,.ry L E M B A G A PERS DAN PENDAPAT UMUM DJAKARTA * J * ~v, & SEGI-SEGI DJURNALISTIK DAKIFADA PERS / cp / / * / EMPAT\ REFERAT ^ / dengan diskusi oleh HAL O FLAHERTY /J 4 C?) M f o i h '<% Universitas Indonesia v f V p^rp, >... PENERBITAN <2, JAJASAN LEMBAGA PERS DAN PENDAPAT UMUM PEGANGSAAN TIMUR 19/B DJAKARTA 1957

4 r P E R P U S T A K A A n F A K L L T A S H lik t r f t J u. i. t Ta n g g a l No m o r S il A s a l B uku jsnsm. r f e t d l g h

5 Halaman. Kata pengantar... 5 Tjatatan ringkas Seminar Pers ke-ii. Segi-Segi Djurnalistik daripada Pers... 7 Riwajat hidup Hal 0 Flaherty Dasar-Dasar Djurnalistik Tjatatan diskusi atjara : Dasar-Dasar Djurnalistik Berita jang pantas disiankan Tjatatan diskusi atjara : Berita jang pantas disiarkan Apakah pola jang ideal bagi hubungan antara Pers dan Pemerintah? Tjatatan diskusi atjara : Apakah pola jang ideal bagi hubungan antara Pers dan Pemerintah? Apakah pola jang ideal untuk hubungan antara Penerbit dan Peminpin Redaksi? Tjatatan diskusi atjara: Apakah pola jang ideal untuk hubungan antara Penerbit dan Pemimpin R edak si? Professional training for Journalists and Principles of Journalism News that is fit to print What is the ideal pattern fo r Press-Governm ent relationship? An ideal pattern for Editor-Publisher relationship... 79

6

7 Djurnalistik dalam arti tehnik pekerdjaan redaksionil jang orang lakukan pada pers mempunjai sifat-sifat universil. Kalaupun terdapat perbedaan antara djurnalistik negara jang satu dengan djurnalistik negara jang lainnja, maka perbedaan itu tidaklah prinsipiil. Melainkan hanja bersifat sematjam cou leu r lo cale jang ditentukan oleh watak serta sedjarah bangsanja dan oleh tjor2ik masjarakatnja. Ini telah terbukti djuga didalam seminar pers jang diselenggarakan oleh Lembaga Pers dan Pendapat Umum, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pusat dan Serikat Perusahaan Suratkabar (SPS) pada bulan-bufan Pebruari dan Maret 1956 dengan mendapat bantuan iberupa seorang tenaga wartawan Amerika berpengalaman jang sanggup membawakan persoalan-persoalan pers dan djurnalistik untuk di-seminar^kan. Hal O'Flaherty demikian nama wartawan Amerika jang telah diundang ke Indonesia didalam rangka kerdja-sama tersebut diatas itelah mengemukakan persoalan-persoalan jang sebenarnja chusus Amerika. Tapi anehnja ialah bahwa para peserta dan pendengar seminar dengan mudah dapat menangkapnja, bahkan dalam banjak hal dapat merasakannja pula sebagai pers o a la n-p er s o aia nn j a sendiri. Oleh karena itupun tidaklah begitu mengherankan, bahwa diskusi-diskusi jang terdjadi disekitar persoalan-persoalan tersebut pada uimumnja berdjalan dengan lantjar. Lebih-lebih kalau diingat bahwa bahasa Inggeris sebagai bahasa seminar tak sedikit dapat merupakan penghalang bagi djalannja dis-kusi-diskusi. Dengan demikian dapat dikatakan djuga kiranja, bahwa pers dan djurnalistik adalah suatu bidang dimana tanpa pandang bahasa dan bangsa orang mudah dapat bertukar piikiran. Pembukuan daripada referat-referat Hal O'Flaherty ini dengan disertai diskusi-diskusinja mudah-mudahan dapat memberikan sekedar bahan perbandingan bukan sadja bagi kita jang aktif didalam djurnalistik, melainkan djuga bagi kita jang menaruh minat pada pertumbuhan pers Indonesia. Djakarta, achir Desember 1957 Lembaga Pers dan Pendapat Umum

8 Sekretaris-Djenderal Kementerian Luar Negeri Roeslan Abdulgani sedang' menguraikan tjeramahnja Pers dan Diplo.'nasi pada peringatan iilang taliun ke-10 P.W.I. di Solo. Duduk dari kiri kek^nan : Sekretaris-Ujenderal Kementerian Penerangan Harjoto, Mr. Moll. Yamin, Ketua P.W.I. Pusat T. Sjahril dan S. Taiisin (Penulis P.W.I. Pusat). (Clichelfotn KEM PEN )

9 TJATAT ViY RIIVGKAS SEMINAR PERS K E-II SEGI-SEGI DJURNALISTIK DARI PAD A PERS Pendahuluan. Sesuai dengan saran-saran jang diadjukan dalam seminar pers jang pertama jang dilangsungkan di-tugu Bogor pada bulan Djuli 1955 maka oleh pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (P.W.I.) Pusat, Serikat Perusahaan Surat Kabar (S.P.S.) dan Lembaga Pers dan Pendapat Umum telah diputuskan untuk melaksanakan bersama seminar pers jang kedua dengan bantuan seorang tenaga-ahli dari luar negeri. Dengan bantuan The Asia Foundation jang mendatangkan tenaga-ahli tersebut dan Kementerian Penerangan jang memberikan bantuan berupa tenaga dan uang, maka rentjana seminar seluruhnja itu telah dapat dilaksanakan. Sebagai tenaga-ahli didatangkan tuan Hal O Flaherty dari Amerika Serikat, seorang bekas wartawan jang mempunjai pengalaman djurnalistik jang luas sekali. Penjelenggaraan seminar didaerah-daerah dilakukan oleh panitia-panitia setempat jang terdiri dari wakil-wakil P.W.I., S.P.S., Djawatan Penerangan, Radio Republik Indonesia, Perpustakaan Lembaga Pers dan lain-lain. Berkat bantuan jang berharga dari panitia-panitia itu maka seminar didaerah dapat berdjalan lantjar dan memuaskan. Urusan pelaltsanaan seminar seluruhnja dipimpin oleh Lembaga Pers dan Pendapat Umum di-djakarta. Dalam perdjalanan di-indonesia tuan O Flaherty selain oleh petugas dari Kementerian Penerangan jang merangkap pula sebagai penterdjemah, ditemani djuga oleh wakil dari Lembaga Pers. Dari Kementerian Penerangan jang mengikuti perdjalanan adalah Saudara-Saudara Soekarno, A. Madjid dan T.M. Siregar, sedang dari Lembaga Pers Saudara-saudara Drs. Marbangun, Khouw Giok Po dan Soegijanto.

10 Rentjana dan atjara Pebruari 1956 : Seminar di-solo, 14 id : Tjeramah di-jogjakarta* 20 id : Tjeramah di-surabaja, id : Seminar di-makasar, id : Seminar di-bandjarmasin. 29 id : Seminar di-medan, 1 Maret 1956 : id id 7 id : Tjeramah di-djakarta. Atjara sem inar: a) Apakah pola jang ideal bagi hubungan antara Pers dan Pemerintah? b) Dasar-dasar djurnalistik. c) Berita jang pantas disiarkan. Atjara tjeram ah: d) Pendidikan wartaioan. e) Apakah pola jang ideal bagi hubungan antara penerbit dan pemimpin redaksi? Para pengundjung seminar dibagi dalam dua golongan: peserta dan pendengar. Peserta adalah pemimpin redaksi harian atau wakilnja, sedang lain-lain pengundjung merupakan pendengar. Jang ikut berdiskusi hanja para peserta. Pembatasan ini dilakukan untuk kelantjaran sidang-sidang. Umumnja djuga para pendengar dapat mengadjukan pertanjaan atau pandangan dengan perantaraan para peserta. Djumlah pengundjung pada sidang-sidang seminar dan tjeramah memuaskan. Pembukaan seminar di-solo. Pembukaan resmi seminar pers seluruhnja dilangsungkan di Solo pada tanggal 12 Pebruari 1956 bertepatan dengan perajaan peringatan 10 tahun berdirinja P.W.I. dan seminar ini memang sengadja dimasukkan dalam rangka peringatan tersebut. Kepada semua pimpinan surat kabar harian diseluruh Indonesia dikirimkan surat undangan untuk mengundjungi seminar pers di-solo itu. Semula diharapkan kedatangan mereka dari daerah-daerah,

11 jang sambil merajakan peringatan P.W.I. tersebut djuga dapat mengikuti seminar sekali. Walaupun kundjungan mereka tidak seperti jang diharapkan, tetapi djumlah pengundjung seminar seluruhnja tjukup memuaskan. Sebagai peserta dalam seminar tersebut tampak para pemimpin redaksi atau wakilnia dari berbagai-bagai surat kabar harian jang terbit di-djaikarta, Pontianak, Surabaja, Jogjakarta dan Semarang dan dari Kantor Berita ANTARA. Baik sebagai pende ngar maupun sebagai penindjau hadir selain beberapa wartawan surat kabar harian dan madjalah djuga petugas-petugas dari Kementerian Penerangan, Djawatan-Djawatan Penerangan propinsi Djawa-Tengah, Kotabesar Surakarta dan Kesatuan Penerangan Mobil, Radio Republik Indonesia pusat dan dari Studio-Studionja di Semarang, Solo dan Jogjakarta, beberapa mahasiswa Universitas Gadjah Mada di-jogjakarta dan lain-lain. Sidang-sidang seminar pertama ini dipimpin sendiri oleh Direktur Lembaga Pers dan Pendapat Umum, Drs. Marbangun. Sebagai interpreter bertindak Nona Samijati Ali Sjahbana, M.A. Seminar di daerah. Pada umumnja sebagai eksperimen jang pertama kali seminar didaerah berdjalan dengan memuaskan. Sidang-sidang selain oleh para wartawan, dikundjungi djuga oleh beberapa orang wakil dari Djawatan-Djawatan Penerangan propinsi, kotapradja atau kabupaten, dari Kesatuan-Kesatuan Angkatan Perang setempat, dari Penerangan/Public Relations Kepolisian dan lainlain instansi, dari Radio Republik Indonesia dan lain-lainnja. Penjelenggaraan seminar didaerah diserahkan pada kebidjaksanaan panitia setempat dan sifat serta udjudnja tergantung pada usaha panitia dan keadaan setempat. Makasar. Tem pat: Balai Perwira. Ketua : Sdr. Hasan Usman, selaku wakil tjabang P.W.I. Sidang pertama jang dilangsungkan pada malam hari didahului dengan pertemuan perkenalan. Tampak dalam pertemuan itu beberapa wakil instansi. Diantara para peserta terdapat seorang wartawan dari Menado. Bandjarmasin. Tem pat: Kantin Tentara. Ketua : Sdr. Gt A. Soegian Noor, selaku wakil tjabang P.W.I. Sebelum sidang jang pertama pada malam hari dimulai, maka pada sore-harinja diadakan pertemuan perkenalan, pada perte-

12 muan mana diberikan sambutan-sambutan oleh residen A. P. A floes sebagai wakil gubernur Kalimantan jang tidak ada ditempat dan oleh walikota Bandjarmasin. Selandjutnja hadir pula residen Kalimantan, ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Sementara Kotabesar Bandjarmasin dan wakil Kepala Kepolisian propinsi Kalimantan. Medan. Tem pat: Gedung Nasional. K etua: Sdr. Amanillah O. Lubis selaku wakil tjabang P.W.I. Sidang pertama dilangsungkan pada siang-hari sedang pada malam sebelumnja diselenggarakan resepsi bertempat di-gedung Nasional dengan mendapat perhatian besar dari masjarakat setempat. Tampak hadir beberapa wakil dari Pemerintah Daerah, dari Korps Konsuler dan lain-lain. Tjeramah. Tjeramah-tjeramah diadakan di Jogjakarta, Suarabaja dan Djakarta. Di-Jogjakarta dan di-surabaja jang dibitjarakan adalah sekitar pendidikan wartawan dandasar-dasar djurnalistik, sedang di-djakarta jang dibahas adalah ; hubungan antara pemimpin redaksi harian dengan penerbitnja. Di-Jogjakarta mendapat kundjungan dari beberapayoran^ mahasiswa Universitas Gadjah Mada sedang di-surabaja/r^siften Surabaja memerlukan djuga hadir pada malam tjeramaji., Tjeramah di-djakarta selain oleh beberapa pemimpin redaksi surat kabar harian Indonesia dan asing serta kantor-kantor berita, dikundjungi djuga oleh wakilwakil dari Kementerian Penerangan, Radio Republik Indonesia dan beberapa press-officer Kedutaan asing. Pertemuan dipimpin sendiri oleh direktur Lembaga Pers. Perpisahan. Pada tanggal 8 Maret 1956 bertempat digedung Lembaga Pers dan Pendapat Umum, Djalan Pegangsaan Timur Djakarta dilangsungkan malam resepsi perpisahan jang mendapat kundjungan dari beberapa pemimpin redaksi surat-surat kabar harian dan kantor berita Indonesia dan asing, para press-officer, wakil-wakil Kementerian Penerangan dan lain-lain dan tidak ketinggalan pula sudah tentu wakil-wakil pengurus pusat PWI dan SPS. Sebagai tanda-mata oleh Drs. Marbangun diterimakan kepada tuan Hal O Flaherty dua buah wajang-kulit buatan Solo, disertai utjapan-utjapan terima kasih. FAK. HUK. J

13 Dengan diantarkan oleh wakil-wakil Kementerian Penerangan, PWI Pusat, SPS dan staf Lembaga Pers tuan Hal O Flaherty pada tanggal 15 Maret 1956 meninggalkan lapangan-terbang Kemajoran Djakarta menudju ketanah-airnja setelah lebih dari satu bulan lamanja menunaikan tugasnja di-indonesia.

14 R IW AJAT H IDUP'H AL O FLAHERTY. Nama : HAL O 'FLA H ER T Y Lahir : 1890 Pengalaman djurnalistik : Tempat : ORINDA tinggal (CALIFO RN IA). U.S.A. Hal O Flaherty adalah seorang bekas wartawan jang mempunjai pengalaman luas dilapangan djurnalistik. Djabatan terachir jang dipangku ialah Managing-Editor dari surat kabar harian Chicago Daily News, djabatan mana ditinggalkan pada tahun 1952 sebagai penutup karierenja dari dunia pers. Sebagai seorang pemuda jang baru berumur 19 tahun ia telah mentjeburkan diri dalam lapangan djurnalistik, suatu lapangan pekerdjaan jang pertama-tama ia pilih untuk disetiainja selamaiamanja. Pada waktu itu Perguruan-Perguruan Tinggi Djurnalistik di- Amerika Serikat baru dalam taraf nertumbuhan. Pemuda O Flaherty tidak mengikuti pendidikan formil djurnalistik, tetapi namun demikian dalam waktu-waktu selandjutnja ia berusaha sendiri menambah pengetahuannja dengan mengikuti kuliahkuliah Universitas. Dengan demikian maka ia termasuk salah seorang djurnalis jang dibesarkan dari dan dalam praktek. Ada dua hal jang istimewa baginja jang patut ditjatat: a) masa-kerdja pada satu surat kabar, Chicago Daily News tersebut, ialah selama 33 tahun, dari seorang koresponden biasa sampai mendjadi seorang Managing-Editor ; b) 43 tahun lamanja ia mengabdi pada pers, dari tahun 1909 sampai tahun 1952.

15 Baik sebagai wartawan biasa maupun sebagai Managing-Editor ja mempunjai pengalaman jang luas, mitsalnja sebagai wartawan surat kabar harian dan kantor berita di-amerika Serikat dan di- Eropah, sebagai wartawan perang jang mengikuti pertempuran pertempuran dalaim perang dunia jang kedua dimedan pertempuran Pasifik, diantaranja di-irian bagian Australia (New-Guinea) sebagai Editor dan Managing-Editor suatu surat kabar harian besar. Hal O Flaherty termasuk pula salah seorang pendiri dari International Press Institute (IPl) jang pada waktu sekarang kantor pusatnja berkedudukan di-zurich. IPI adalah sebuah Lembaga jang anggota-anggotanja terdiri dari para pemimpin redaksi surat-surat kabar harian dari seluruh dunia, sebagian besar dari negara-negara Blok Barat dan beberapa negara Asia, termasuk Indonesia. Berkeliling diberbagai-bagai negara untuk mengadakan konperensi bagi O Flaherty bukanlah hal jang asing. Disertai oleh 4sterinja ia telah mengadakan pertemuan-pertemuan dengan para pemimpin redaksi harian diberbagai tempat di-eropah sampai sebelas kali, pertemuan-pei'temuan mana diselenggarakan oleh Institute of Curent World Affairs. Daftar ringkas djabatan-djabatan jang dipangku : 1909 : Reporters Des Moines, 1912 : Wartawan Kantor Berita United Press di-amerika Serikat, 1917 : Korresponden luar negeri di-london dari harian New York Sun, 1919 : Korresponden luar negeri di-skandinavia, 1922 : Korresponden luar negeri di-london, 1924 : Manager untuk Eropah, Chicago 1926 : Foreign Editor/Dir. News/Foreign Ser- > Daily Nexos vice, 1932 : Ass. Managing-Editor, 1946 : Managing-Editor,

16 Referat Hal O'FIaherty: DASAR-DASAR DJURNALISTIK. Pekerdjaan djurnalistik. Menurut pendapat saja, jang saja akui agak berat sebelah, djabatan djurnalistik itu tidak sadja jang paling bersemangat, tapi djuga jang paling menarik dan memuaskan. Pekerdjaan itu terutama meliputi suatu pengubahan idee-idee jang ada dalam kalbu mendjadi bentuk abadi, ialah perkataan-perkataan tertulis. Lapangannja luas sekali, ialah dari soal-soal mengenai keindahan kehidupan sampai soal-soal jang menggelikan h a ti; dari ketjintaan sampai kesedihan dan keburukan dalam kehidupan seharihari. Memilih pekerdjaan sebagai wartawan adalah sama dengan mengambil bagian dalam pelajanan vital kepada masjarakat dan negara. Ikut-serta dalam pekerdjaan mentjatat kedjadian-kedjadian sehari-hari dengan teliti, sesuai dengan kenjataan dan setjara menarik akan memberi ikepuasan jang sama besarnja seperti menjembuhkan seorang sakit, atau bekerdja sebagai ahli hukum atau sebagai pegawai negeri. Masjarakat modern makin lama makin banjak memerlukan wartawan. Permintaan akan wartawan muda, baik laki-laki maupun wanita, dari kalangan industri, dari pemerintah, dari pers dan radio hampir tidak terbatas. Sekolah-sekolah di-amerika jang mendidik orang-orang muda mendjadi wartawan, tidak dapat memenuhi kebutuhan jang ada. Djumlah lowongan dalam lapangan ini lebih besar dari pada djumlah pelamar-pelamar jang tjakap. Sjarat-sjarat ketjakapan wartawan. Sjarat-sjarat apakah jang harus dipenuhi hingga seorang wartawan dapat dikatakan tjakap? Basil L. Walters, jang mendjabat Exucutive Editor dari lima surat kabar dari persekutuan suratsurat kabar Knight, waktu ditanja oleh American Newspaper Publishers Association, mengemukakan beberapa sjarat. Antara lain ia mengatakan seperti berik u t: Keinginan untuk menge-

17 tahui dan ketjakapan meng-observir dengan teliti adalah sjaratsjarat pertama bagi seorang reporter atau editor jang baik. Kehausan akan pengertian tentang segala soal diikuti oleh ketjakapan untuk menjiarkan kebenaran jang telah diselidiki, bersemangat dan tegas. Seorang wartawan jang tjakap harus menjelidiki sesuatu, ia tidak boleh menerima sesuatu begitu sadja, akan tetapi sebaliknja ia harus mendjaga supaja tidaklah mendjadi seorang tukang korek kesalahan jang cynis. Ia harus menaruh perhatian besar akan sedjarah ; ia harus selalu hidup dalam waktu sekarang dengan penuh kejakinan, bahwa ia sedang mentjatat sedjarah dari satu zaman jang paling menarik. Seorang pengarang jang telah lama meninggal pernah mengaiakan : Waktu kita dilahirkan kita menerima dua ketjakapan, jalah ketjakapan untuk mengetahui dan ketjakapan untuk mengingat apa jang diketahui. Djika kedua ketjakapan ini dilatih, 'naka kita mendapat ketjakapan baru lagi ialah ketjakapan untuk berpikir, dan djika ketjakapan untuk berpikir sudah terlatih, maka kita mempunjai kebidjaksanaan. Seorang wartawan dapat tjepat memperkembangkan perasaannja untuk mengetahui dan djuga memperbaiki ingatannja, djika ia sudah berlatih untuk mengingat apa jang telah dilihat, didengar atau dipikirkan. Gerak-gerik dan orientasi penulis. Selama saja bekerdja disurat kabar saja, ialah Chicago Daily News, saja selalu mengawasi rekan-rekan saja tjara bagaimana mereka duduk didepan mesin tulis dan melewati proces mengumpulkan pikiran-pikiran mereka. Kadang-kadang gerakgerik mereka menggelikan hati, dan kadang-kadang perbuatan mereka mendjengkelkan, hingga kita tidak tahan lagi untuk mengawasi mereka lebih lama. Seorang reporter dalam staf saja, djika ia sedang berpikir selalu menggaruk-garuk kepalanja hingga ditempat itu rambutnja mendjadi botak. Seorang reporter lain merobek-robek sehelai surat kabar hingga mendjadi polongan kertas ketjil-pandjang. Saja sendiri tidak dapat memulai karangan saja djika saja tidak lebih dulu menggosok-gosok tangan saja. Orang lain lagi tidak dapat memikir djika tidak merokok. Biar bagaimanapun djuga seorang reporter atau editor harus dapat melihat apa jang dipikir dalam bentuk perkataan dan perkataan-perkataan itu dalam bentuk kolom-kolom jang tertjetak atau dalam bentuk halaman-halaman dari surat kabar. Ketjaikapan untuk melihat gambaran itu setjara tjepat dan tegas memang merupakan satu kesenian.

18 Dalam mengarang satu karangan terdapatlah satu fase jang dapat dikatakan orientasi. Tiap pengarang mempunjai suatu sudut penglihatan. Sudut itu boleh djadi dari atas atau dari bawah, atau dari tempat jang sama tingginja, atau dari dalam atau sebagai X-rays menembuskan sesuatu, biar bagaimanapun djuga ia mempunjai satu sudut. Dalam menulis tentang politik atau soal internasional, saja sendiri mengalami bahwa sudut penglihatan saja adalah dari atas, tjukup tinggi untuk mendapat suatu gambaran jang agak luas. Dari sudut itu saja memilih orang-orangnja jang tersangkut dalam kedjadian-kedjadian jang bersangkutan. Orang-orang itu saja lukiskan setjara singkat dalam kedudukannja, selandjutnja saja melaporkan apa-apa jang mereka katakan, saja tjeritakan gerak-geriknja, lagu dari perkataan-perkataan jang mereka utjapkan dan effectnja dari utjapan-utjapan mereka pada orang-orang disekitarnja. Tanggung djawab wartawan. Apa jang saja tjeritakan tadi hanja mengenai soal detail dari pekerdjaan sulit untuk mengumpulkan kenjataan-kenjataan (facts), membandingkan 'kenjataan-kenjataan itu hingga mendjadi sebuah karangan jang menarik untuk dibatja. Kesukarankesukaran jang harus kita atasi dalam pekerdjaan ini merupakan sumbangan kita kepada drama manusia jang terdjadi tiap hari, dan kita berlaku sebagai penulis atau pentjatat. Saja sangsikan, apakah seorang dokter jang menjiapkan satu pembedahan atau seorang ahli hukum jang mengutjapkan pembelaannja didepan hakim, memikul satu beban jang lebih berat. Tjobalah pikirkan sadja apa jang akan terdjadi djika tuan-tuan tidak berhasil untuk melaksanakan pekerdjaan tuan-tuan sebaik-baiknja. Diruangan lain ahli-ahli opmak dan mesin-mesin tjetak sedang menunggu karangan tuan-tuan. Djika tuan-tuan membuat kechilafan ketjil sadja, kechilafan tuan itu akan diperlipatgandakan hingga mendjadi djumlah jang amat besar. Didalam surat kabar saja, kechilafan saja itu diulangi kali. Bagaimana lagi djika pers-tpers itu digunakan untuk memperlipatgandakan suatu kebohongan jang disengadja? Hal ini telah ditjoba dan telah memusnakan masjarakat jang diwakili oleh surat kabar jang bersangkutan. (Djanganlah sekali-kali djurnalistik mengchianati alat untuk mengeluarkan pendapat jang terbaik ini.

19 Pemusatan berita. Di-Chicago kami merasa beruntung, bahwa kami mempunjai satu kantor berita pusat jang dimiliki dan diusahakan oleh semua harian-harian dikota itu. Kantor berita pusat ini mempekerdjakan reporter-reporter dari colleges dan universitas-universitas. Mereka dididik untuk mengumpulkan beiita seharihari dalam kota Chicago sebagai pekerdjaan routine mereka. Berita-berita jang mereka kumpulkan ialah tentang angkaangka statistik penting, kelahiran, kematian, perkawinan, penangkapan-penangkapan, perkara-perkara ketjil didepan pengadilan dan kabar-kabar routine dari pengadilan, seperti pengaduan-pengaduan, keputusan-keputusan hakim dalam perkaraperkara ketjil dan kadang-kadang djuga perkara-perkara penting. Tjatatan tentang kedjadian sehari-hari jang berdjumlah sangat besar ini meliwati kantor berita pusat dan sampai dimedja editor. Bilamana sebuah surat kabar memerlukan pertolongan editorial, ia dapat berhubungan dengan pemimpin kantor berita pusat itu dan kepadanja akan dipindjamkan seorang reporter jang telah mendapat didikan chusus hingga ia mengenal tempat-tempat, djalan-djalan dikota atau tempat-tempat dari kantor-kantor polisi tjabang, kantor pembesar-pembesar kota, pendek kata semua tempat-tempat dalam kota Chicago. Pemindjaman reporter ini banjak menghemat waktu dan tenaga untiik niendidik wartawan muda sendiri. Bilamana disatu tempat terdapat banjak surat-surat kabar, maka* usaha bersama untuk mengumpulkan berita-berita routine adalah usaha jang terbaik. Pekerdjaan Reporter. Saja sendiri selalu menganggap bahwa pekerdjaan disebuah surat kabar adalah jang terbaik bagi seorang reporter. Ia dapat merasakan irama kehidupan, ia berdiri dekat pada soal-soal jang merupakan dorongan baginja, ialah kedjadian-kedjadian jang menggerakkan hatinja. Ia mengetahui apa jang sedang terdjadi. la hidup ditengah-tengah masjarakat. Itulah kehidupan jang amat besar. Tiap pagi waktu ia bangun, ia dapat mengatakan:,hari ini saja akan mengalami suatu peristiwa jang menarik. Djarang ia diketjewakan. Kemudian ia harus menahan siksaan dari pekerdjaannja untuk mentjiptakan sebuah karangan jang achirnja ia menikmati kepuasan, jang datang dari penjiaran hasil pekerdjaannja. Kepuasan itu adalah upah jang sangat besar.

20 Pekerdjaan korresponden luar negeri. Dari semua pekerdjaan-pekerdjaan djurnalistik, saja rasa pekerdjaan korresponden luar negeri adalah jang paling menarik. Setelah bekerdja hampir setengah abad dalam persuratkabaran, hati saja masih tergerak oleh kemungkinan-kemungkinan untuk dikirim keternpat-tempat djauh diseluruh dunia untuk melihat-lihat dan menulis untuk sebuah surat kabar. Hanja sedjumlah ketjil dari surat-surat kabar di-amerika mempunjai korresponden diluar negeri. Biajanja sangat besar dan masing-masing surat kabar merasa berat untuk membajar luxe ini. Surat kabar saja, Chicago Daily News, sudah mempunjai koresponden luar negeri sedjak tahun Dari pengalaman saja, saja berpendapat bahwa tiap wartawan harus diberi kesempatan untuk berkeliling. Mereka harus tjakap untuk menulis berita-berita jang didapat dari sumber-sumber aseli jang terletak dipelosok-pelosok dunia. Pemerintah saja telah menjokong usaha ini dengan mengurtdang ke-amerika wartawan-wartawan dari berbagai bangsa. Saja harap usaha ini dapat dilandjutkan dan diperluas. Pekerdjaan korresponden perang. Saja rasakan sebagai satu kerugian, bahwa dalam kehidupan saja, telah dua kali petjah perang dunia dan bahwa saja ditugaskan untuk mentjatat perbuatan-perbuatan manusia jang terburuk, ialah penjelesaian perbedaan paham dengan kekuatan sendjata. Saja harap akan masih dapat mengalami, bahwa kesalahan demikian itu dapait diberantas. Saja harap dengan perantaraan pers dunia jang luas pikirannja, supaja semua bangsa didunia ini dapat dididik umtuk bisa hidup dalam kerukunan satu dengan jang lain. Memang pekerdjaan koresponden perang mempunjai daja penarik dan mempunjai detik-detik jang bersedjarah, akan tetapi koresponden dalam zaman damai tidak kurang,,opwindend - nja. Koresponden diluar negeri mendapat kesempatan untuk mendjumpai orang-orang ternama, untuk berkeliling dan untuk beladjar. Sering kali mereka mempunjai lebih banjak informasiinformasi tentang keadaan politik dari pada reporter-reporter setempat, karena ia sudah biasa berkeliling, mendjumpai dan bertjakap-tjakap dengan lebih banjak orang. Saja ingin sekali melihat surat-surat kabar mengirimkan koresponden-korespondennja keluar negeri, karena saja jakin mereka itu dapat mem-

21 bantu mempersatukan dunia dan mengurangi ketegangan-ketegangan dan dapat pula memudahkan hidup bersama. Menurut perasaan saja, tugas jang terbesar jarfg dapat dibenikan kepada seorang korresponden adalah ditempatkan pada Perserikatan BangsaBangsa. Tjeramah pers digedung Adhuc Stat Djakarta. Dari kiri kekanan : Hal O Flaherty, Drs. Marbangun (dlrektur Lembaga Pers), T. Sjahril (ketna PW I-Pusat). (Clichclfoto KEMPEN}

22 Tjatatan diskusi atjara : D AS4R-D ASA R DJURNALISTIK. Tjatatan diskusi atjara ini dan lain-lain atjara selandjutnja adalah keterangan-keterangan dan djawaban-djawaban jang diberikan oleh Hal O Flaherty atas pandangan-pandangan dan pertanjaan- pertanjaan jang dikemukakan oleh para peserta seminar disemua tempat, pertanjaan-pertanjaan mana pada umumnja banjak jang sama. Untuk mendapatkan gambaran jang agak terang mengenai tiap-tiap persoalan, maka keterangan dan djawaban tersebut kami susun soal demi soal. Dasar djurnalistik. Redaksi. Dimana-mana pada umumnja tidak terdapat perbedaan tentang dasar djurnalistik karena dasar itu sama, ialah mentjari kebenaran. Oleh karena itu maka dasar tersebut adalah lepas dari tjoraknja Pemerintah dari masing-masing negara. Dasar-dasar itu sama iisemua negara, baik di-amerika maupun di-indonesia, di-inggeris, di-rusia ataupun dilain-lain negara. Perbedaan memang ada, tetapi hanja diluarnja sadja, sedang didalam batin sesungguhnja tidak ada perbedaan, karena dasarnja ialah mentjari kebenaran. Dalam sesuatu konflik kebenaran akan selalu menang dan salah satu fihak mesti ada iang benar. Seperti halnja dilain-lain negara, maka djuga di-amerika Serikat terdapat wartawan-wartawan jang suka menjiarkan kebohongan. Dalam hubungan ini dapat dikatakan, bahwa wartawanwartawan surat-surat kabar komunis di-amerika Serikat relatif lebih banjak menjiarkan kebohongan. Pada umumnja dimana-mana tidak ada demokrasi jang sesungguhnja dan ini adalah ideal belaka. Tjatatan. O Flaherty memberikan pendjelasan-pendjeln.san tersebut diatas itu bergandengan dengan perlanjaan-perta-

23 njaan dan pendapat-pendapat jang diadjukan dalam diskusi jang antara lain adalah seperti berikut. Kebenaran jang dilihat oleh Amerika Serikat belum tentu sama dengan jang dilihat oleh Rusia. Fungsi pers di- Blok Timur mungkin berlainan dari pada di-blok Barat. Jang mendjadi pokok perbedaan ialah adanja pandangan jang berlainan mengenai pengertian terhadap kem erdekaan mengeluarkan pendapat Menjatakan pendapat di-rusia akan berlainan dari pada di-amerika Serikat. Dengan terdapatnja perbedaan anggapan itidah maka dasar djurnalistik dari satu negara akan berlainan pula dengan lain negara, karena dipengaruhi atau dibatasi oleh tjorak pemerintahan masing-masing negara. Demokrasi di-amerika adalah kenjataan dan bagi orangorang Amerika demokrasi m ereka itu adalah suatu kebenaran dan kebenaran mereka itidah jang disiarkan oleh Pers Amerika. Diktatur proletariat di-rusia adalah pula suatu kenjataan dan itu adalah satu kebenaran pida bagi Pers Rusia. Tanggung-djawab wartawan. Editor dan reporter harus saling mengerti dan mereka harus mempunjai rasa tanggung-djawab. Wartawan jang tidak mempunjai rasa tanggung-djawab terhadap masjarakat adalah sangat berbahaja. Oleh karena itu sangatlah perlu wartawan mendapat latihan dan pendidikan jang diperlukan. Wartawan harus djudjur dan mempunjai kesadaran akan rasa susila. Latihan mengingat-ingat sangat penting untuk dapat menulis sesuatunja diluar kepala dan untuk dapat mentjari hubungan antara peristiwa jang satu dengan jang lain. Seorang wartawan jang baik harus dapat membebaskan diri dari sentimen dan ini tergantung pada kesadaran dan rasa tanggung-djawabnja terhadap masjarakat. Hati murninja akan berbitjara, kalau ia menulis tentang hal-hal jang tidak benar. Hati murninja itulah jang membedakan manusia dari machluk lain. Kedjudjuran, kesadaran dan rasa susila harus dimiliki oleh setiap wartawan. Kalau seorang wartawan dari pers pendukung Pemerintah menginterpiu seorang itokoh opposisi dan tokoh tersebut dalam interpiunja mentjela atau mengritik Pemerintah tanpa alasan,

24 maka siwartawan harus mempertimbangkan betul-betul hasil mterpiunja itu. Disamping itu dia harus insaf pula, bahwa seorang wartawan harus membela jang benar. Objektivitet. Objektivitet jang mutlak tidak mungkin ada, tetapi dalam tulisan-tulisan dapat diusahakan untuk memberikan pandanganpandangan jang objektif. Seorang penulis pada umumnja mengambil untuk tulisan-tulisannja melakukan penindjauan dari satu sudut dengan memperhatikan benar-benar fact-factnja. Pemberitaan. Pemberitaan hendaknja djangan berat sebelah, sebab kaiau berat sebelah dapat memberikan gambaran jang tidak benar dan dapat menimbulkan kekatjauan didalam masjarakat. Oleh karena itu maka segala sesuatunja terutama tergantung pada kesadaran para wartawan. Berita harus objektif. Dia harus memuat facts dan didalamnja tidak boleh dimasukkan,,opinion ; dengan demikian maka pendirian seorang wartawan tidak boleh dimuat dalam berita. Fact adalah kenjataan. Mengenai sebuah peristiwa kebakaran umpamanja ada desas-desus, bahwa djumlah korban jang meninggal banjak. Dalam pada itu reporter jang menjaksikan peristiwa itu menulis dalam beritanja bahwa jang meninggal hanja dua orang sadja. Dalam hal demikian si-reporter harus dapat mengatakan kepada pemimpin redaksinja, bahwa dia sendiri benarbenar telah hadir ditempat kebakaran dan dengan matanja sendiri telah melihat pula, bahwa djumlah orang jang mati hanja dua. Seorang reporter jang mengumumkan keterangan dari seseorang mengenai sesuatu fact, harus menjebutkan sumber berita itu supaja dia djangan dituduh menjiarkan kabar bohong, kalau keterangan itu tidak benar. Di-Amerika Serikat setiap kedjadian dapat disiarkan. Tadjuk rentjana. Tadjuk rentjana mungkin tidak dapat objektif dan memang boleh subjektif menurut penglihatan dan pendirian penulisnja. Tadjuk rentjana dapat memimpin suatu lingkungan dalam masjarakal dan karena itu harus prang berhati-hati dalam menulisnja.

25 Fungsi surat kabar didalam masjarakat sebagai penghubung massa adalah sangat penting. Berlainan dengan lain-lain alat penghubung massa, seperti radio, film dan tele.visi, maka surat kabar dapat dibatja berulang-ulang dan dibawa kemana-mana. Sjarat mutlak untuk.dapat mempengaruhi pembatja jalah adanja kesungguhan pada penulis tadjuk rentjana. isi surat kabar. Pada umumnja Pers Amerika memperhatikan scmua persoalan, dari soal-soal jang seketjil-ketjilnja sampai pada soal-soal pemerintahan, pembangunan negara dan lain-lain. karena suratsurat kabar Amerika itu terbit dengan djumlah hajaman jang banjak, maka dengan sendirinja dapatlah dimuat banjak berita dan tulisan jang beraneka vvarna tjorak ragarnnja, termasuk pula tulisan-tulisan hiburan ringan, comic-strips dan lain-lain. Tjatatan. Keterangan tersebut diberikan oleh O Flaherty bergandengan dengan pandangan-pandanga-i berikut, jang diadjukan oleh pihak peserta. Tjara menghidangkan berita oleh pers dibeberapa negara agaknja berlainan dan banjak jang dipengaruhi oleh keadaan negaranja masing-masing. Dinegara-negara jang masih atau setengah didjadjah tulisan-tulisan dalam pers banjak meliputi soal-soal politik, ekonomi dan sosial. Tetapi Pers Amerika banjak jang memperhatikan kepribadian seseorang, misalnja mengenai bintang-bintang film, gangster dan lain-lain. Jang mendjadi pertanjaan ialah apakah itu terbaioa oleh kepribadiannja para wartawan Am erika ataukah oleh filsafah hidup mereka. Pers diwaktu perang. Waktu perang adalah waktu jang memperkosa kebenaran. Hubungan Pers dengan Angkatan Perang Amerika Serikat, baik dalam waktu damai maupun dalam waktu perang, adalah selalu baik dan tidak pernah terdapat ketegangan. Banjak wartawan Amerika menggabungkan diri dalam Angkatan Perang diwaktu perang dan selama itu hubungan selalu memuaskan. Wartawanwartawan perang mendapat status sipil tetapi didalam mess atau dalam pengangkutan-pengangkutan mereka mendapat prioritet dan kedudukannja disamakan dengan kapten. Di-Amerika selama perang belum pernah ada pembreidelan surat kabar.

26 Mengenai kabar bahwa dalam perang Korea jang terachir ini banjak berita pers jang menguntungkan pihak Korea Utara, OrFlaherty menjatakan bahwa dia sendiri tidak mengetahui hal itu tetapi dia mengetahui dengan pasti, bahwa sensur pada waktu perang itu amat keras dilakukan. Pers dan kepartaian. Tjaranja wartawan Amerika jang mendjadi anggota sesuatu partai politik menulis ialah tergantung pada dirinja sendiri. Kalau ia menulis karangan-karangan, maka namanja harus disebutkan. Sebagai reporter sebaliknja ia harus bekerdja setjara anonim dan harus berusaha membuat berita jang objektif. Sebagai pengarang ia leluasa untuk menulis sesuka hatinja. Menurut kata orang surat-surat kabar di-amerika Serikat sebagian besar memihak partai Republik, tetapi sungguhpun demikian selama pemilihan umum terdapat pemberitaan jang fair. Surat kabar dapat dipergunakan oleh suatu aliran politik, tetapi surat kabar jang baik harus memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menjiarkan pendapatnja. Seperti halnja dilain-lain negara djuga di-amerika Serikat terdapat suratsurat kabar jang merupakan alat partai politik dan para reporternja menulis sesuai dengan kehendak editornja. Sebenarnja tidak mengapa kalau sesuatu surat kabar dipengaruhi oleh aliran politik tertentu, asal sadja dia tidak mengabaikan sendi-sendi djurnalistik. Surat kabar Daily Herald dari Partai Buruh di-inggeris umpamanja memuat berita-berita mengenai kaum konservatif disamping berita-berita dari Labour Party sendiri. Diberbagai-bagai negara terdapat surat-surat kabar jang dipengaruhi oleh partai-partai politik, geredja dan lain-lain. Dalam perdebatan-perdebatan politik di-amerika Serikat para redaksi surat kabar tidak lupa melihat kenjataan-kenjataan dan membanding-bandingkan dengan keadaan-keadaan jang sesungguhnja. Seorang pemimpin redaksi tidak selalu mengambil 01 angorang jang sealiran politiknja. Karena itu maka berbagai-bagai surat kabar mempunjai wartawan-wartawan dari kedua partai, jalah partai Demokrat dan partai Republik. Biasanja mereka hanja menulis berita-berita sadja, sedang editorlah jang menulis opinion. Walaupun demikian pada umumnja seorang editor tidak akan meaolak suatu tulisan jang objektif dari seorang

27 wartawannja, sekalipun wartawan itu bertentangan dengan dia mengenai faham politiknja. Pers dan komunisme. Di-Amerika Serikat surat kabar Komunis diperbolehkan terbit clan terhadap surat kabar Komunispun tidak ada ketjurigaan. Daily W orker adalah surat kabar kaum Komunis jang diterbitkan ditiga tempat dan selama mereka itu tidak mentjoba merobohkan kekuasaan, maka mereka tidak akan dihalang-halangi penerbitannja. Di-Amerika tidak ada Partai Komunis kai'ena untuk mendirikan partai tersebut sjarat-sjaratnja tidak dapat dipenuhi. Menurut Undang-Undang sesuatu partai politik harus sedikitnja mendapatkan 10% suara dari rakjat Amerika. Dan kaum komunis di-amerika Serikat tidak bisa mendapatkan djumlah 10% suara jang dibutuhkan itu, sehingga larangan pendirian Partai Komunis itu adalah kehendak rakjat Amerika sendiri, artinja menurut Undang-Undang. Tjatatan. Keterangan ini diberikan oleh O Flaherty berhubung dengan dikemukakannja pendapat dari pihak peserta, bahwa larangan pembentukan Partai Komunis di-amerika Serikat itu adalah bertentangan dengan sendi-sendi demokrasi. Pengaruh pemerintah. Suasana didalam negeri mempunjai effek djuga pada kemerdekaan pers. Untuk keselamatan negara, sesuatu Pemerintah selalu dapat menjampaikan sesuatu hal kepada pers sebagai saran atau sugesti untuk meminta bantuan pers dalam membela kepentingan negara dalam keadaan jang dianggap perlu. Antara Pers dan Pemerintah di-amerika Serikat tidak ada kelegangan dan tidak ada ketjurigaan, baik diwaktu damai maupun diwaktu perang. Dalam kata pers tersebut termasuk djuga surat kabar dari kaum Komunis di-amerika Serikat. Kritik dari pers terhadap Pemerintah memang ada dan kritik jang membangun itu diharapkan pula oleh Pemerintah. Pemerintah Amerika Serikat adalah sebagian dari rakjat dan mewakili rakjat sedang Pers Amerika djuga mewakili rakjat, sehingga kelua-duanja mempunjai kewadjiban jang sama pula.

28 Pendidikan wartawan. Sjarat-sjarat untuk mendjadi wartawan jang baik diantaranja ialah mempunjai pengetahuan umum jang luas, terutama tentang hukum, sedjarah, politik dan lain-lain sebagainja supaja dengan pengetahuan itu dia dapat menulis setjara jang bertanggung-djawab. Bagi tiap wartawan adalah suatu keharusan untuk selalu menambah pengetahuannja. Di-Amerika terdapat banjak Perguruan-Perguruan Tinggi Djurnalistik jang biasanja disebut School of Journalism dan jang merupakan salah satu bagian dari Universitet-Universitet. Pada umumnja memang benar bahwa kebanjakan dari para akademikus tidak mau mentjeburkan diri didalam djurnalistik karena pertimbangan-pertimbangan materiil. Lain-lain. 1) Di-Amerika terdapat banjak wartawan jang pekerdjaannja melulu menulis,,orientation untuk berbag'ai-bagai surat kabar. Dengan dimuatnja tulisan-tulisan dari para ahli itu, maka suratsurat kabar dapat menjadjikan berbagai-bagai pandangan. 2) Mengutip isi lain-lain surat kabar merupakan suatu kebiasaan jang baik sekali dan O Flaherty sendiri mengandjurkan supaja koran-.koran di-indonesia djuga melakukan hal tersebut. 3) Pengaruh para pemasang adpertensi terhadap surat-surat kabar tidak ada walaupun njatanja ikemadjuan pada penerbit surat kabar memang kebanjakan tergantung dari pada para pemasang adpertensi. 4) Para wartawan Amerika bekerdjanja bebas dan dalam kebebasan ini mereka menganggap dirinja sama sadja seperti ncgawai-pegawai sesuatu Djawatan.

29 Referat Ha! O'Flaherty: BERITA JANG PANTAS DISIARKAN. Penjaringan berita. Berapa banjaknja berita-berita jang pantas untuk disiarkan jang sampai dimedja redaksi dari suatu surat kabar modern *7 Djawab sa ja : Hampir semua ; hanja sebahagian keljil sadja tidak disiarkan. Reporter jang menjusun berita-berita setempat djarang sekali menulis tentang hal-hal jang melanggar norma-norma kesusilaan atau jang merupakan penghinaan atau fitnahan. Berita jang mengalir dari kantor berita, sebelumnja dikawatkan keseluruh dunia, lebih dahulu disusun dengan sangat teliti dan oleh karena itu pantas disiarkan menurut kesukaan masingmasing redaktur. Seorang redaktur, djika ia ingin mendapat nama baik, tidak akan sengadja-menjiarkan suatu berita bohong, penghinaan atau mentjemarkan nama baiknja suatu organisasi. Hukuman- hukuman atas perbuatan demikian terlalu berat. Siksaan djiwa jang dirasakan oleh seorang wartawan, djika ia melihat suatu kechilafan dalam surat kabarnja, tidak asing lagi bagi mereka jang telah berpengalaman dalam djurnalistik. Akan tetapi diantara kesalahan dan kebenaran terdapat banjak soal-soal jang tidak dapat dimasukkan kesalah satu golongan ini, misalnja berita tentang kemungkinan-kemungkinan siapa jang akan menang dalam suatu pertaruhan dan berita-berita tentang kuda-kuda jang besar kemungkinannja untuk menang dalam patjuan jang akan diadakan. Pada waktu dulu banjak suratsurat kabar Amerika tidak mau memuat berita-berita tentang hasil-hasil patjuan kuda, apalagi mengenai kuda-kuda jang mungkin akan menang. Berita-berita tentang soal-soal jang dapat dianggap melanggar norma-norma kesusilaan atau perasaan halus memang tidak terbatas djumlahnja. Ditiap masjarakat memang terdapat orangorang jang rendah perbuatannja. Ditiap kantor polisi tersimpan

30 daftar pandjang tentang soal-soal jang menarik perhatian dari orang-orang jang rendah perasaannja. Maka tugasnja seorang redaktur ialah mendjaga agar surat kabarnja bersih dari beritaberita demikian atau djika dirasa perlu berita-berita jang sematjam itu dimuat djuga, tetapi susunannja dan perkataannja dipilih begitu rupa sehingga tidak menjinggung perasaan pembatja. Norma-norma kesusilaan. Surat kabar saja, The Chicago Daily Neivs, masih terkenal sebagai surat kabar..keluarga. Maksud mereka jang mendirikan surat kabar itu ialah agar surat kabarnja dapat dibatja ditengahtengah keluarga. Tiap anggota keluarga, baik orang tua maupun anak-anak, dapat mendengarkan isi surat kabar itu kalau dibatjakan. Demikianlah diwaktu dulu. Pada waktu sekarang membatja tiap halaman dari surat kabar saja memerlukan beberapa djam. Maka tidak ada pembatja lagi jang ingin membatja semua halaman-halamannja. Tapi biar bagaimana djuga, sikan tentang tjorak-tjorak berita jang dimuat tetap sama dan penjusunan berita-berita masih sama nilainja. Mereka jang ditugaskan untuk memilih berita-berita tetap memperhatikan norma-norma kesusilaan, kehormatan dan kebenaran. Dalam bahasa Inggeris terdapat lima perkataan jang tidak dapat dimuat dalam surat ikabar. Kami jang menggunakan bahasa Inggeris tidak sadar bahwa kami tidak menggunakan perkataanperkataan itu. Perkataan-perkataan itu tidak dapat ditjetak dan kalau sekali-sekali masuk didalam halaman-halaman surat kabar, maka itu adalah karena kechilafan. Akan tetapi perkataan-perkataan itu, biasa dipakai oleh rakjat Inggeris, apalagi diantara anggota-anggota tentara pada waktu mereka berada dimedan pertempuran. Dalam perang dunia kedua kelima perkataan itu sering kali dipakai dalam suatu kalimat. Tapi djikalau tentara itu telah pulang kerumah, seketika itu djuga bahasa jang mereka pakai berubah mendjadi lebih pantas dan sopan. Saja pertjaja bahwa tiap orang mempunjai penghargaan kesusilaan. Saja belurn pernah mendjumpai seorang wartawan jang menjetudjui suatu artikel jang melanggar norma-norma kesusilaan disiarkan atau jang mengupas soal-soal prive seseorang djika keadaan tidak memaksa ; atau sengadja menjiarkan suatu

31 artikel dengan perkataan-perkataan hysteris atau dengan penkataan-perkataan jang berlebih-leboian, kalau ia masih dapat menggunakan perkataan-perkataan jang lunak. Saja tidak ingin mengemukakan bahwa tidak ada wartawan-wartawan jang melanggar balas-batas kesopanan. Memang surat-surat kabar jang bernilai rendah ada, akan tetapi surat-surat kabar demikian itu merupakan suatu ketjualian. Berita-berita kedjahatan. Djurnalistik Amerika seringkali sangsi tentang tjaranja menjiarkan berita-berita mengenai kedjahatan. Di-Amerika memang ada tendens jang tjondong pada sensasi dalam berita-berita kedjahatan dan sering kali sebelum persakitan diperiksa didepan pengadilan. Disuratjsurat kabar telali dimuat laporan-laporan jang mengedjutkan tentang kedjahatan jang diperbuat olehnja. Ahli-ahli huikum sering kali menuduh surat-surat kabar telah mengadili client-clientnja sebelum mereka itu didengar oleh hakim. Sering kali kritik-kritik matjam ini beralasan. Kita sudah menjimpang kesatu djurusan dimana surat-surat kabar telah biasa mentjari bukti-bukti tanpa perantaraan polisi atau pembesarpembesar jang bersangkutan. Bukti ini disadjikan kepada chalajak umum seolah-olah perkara itu telah diperiksa dalam pengadilan. Karena pers sendiri sadar akan kemerdekaannja jang sering disalah gunakan, maka saja rasa kesalahan sematjam ini dapat diperbaiki. Kalau tidak dan kalau pers terus berdjalan kearah jang tidak baik ini, saja jakin bahwa nanti dari kalangan ahli-ahli hukum aikan terdengar protes keras dan djuga dai i chalajak umum sendiri. Pengalaman persdelik. Selama 7 tahun saja memegang djabatan Managing Editor disebuah surat kabar metropolitan ; dalam waktu itu hanja satu kali saja mengalami surat kabar saja dituntut karena melakukan penghinaan dan saja merasa puas bahwa surat kabar saja mengakui bahwa dalam artikel itu terdapat unsur-unsur penghinaan. Maka dalam edisi kedua artikel itu dikeluankan. Esok harinja dimuat satu koreksi dan satu permintaan maaf. Artikel jang mengandung penghinaan itu dimuat oleh seorang wartawan muda jang lupa menjelidiki kebenaran informasi jang telah diterimanja. Wartawan itu tidak dipetjat, tapi saja jakin bahwa ia tidak akan melupakan makian-makian jang diterimanja dari

32 Managing Editor. Inilah tjara jang terbaik untuk mendidik wartawan. Comic-Strips dan tofo. Tuan-tuan tentu sudah mendengar kritik-kritik terhadap apa jang dinamakan Comic-strips. Satu waktu Comic-strips itu tidak lain dari pada menggambarkan pembunuhan-pembunuhan, keganasan-keganasan dan keburukan-keburukan manusia. Tapi mulanja Comic-strips itu memang lutju. Waktu saja masih muda saja suka membatja Comic-strips karena saja dapat tertawa. Perubahan tentang gambaran kedjahatan datangnja lambat laun. Perubahan itu telah mengandung unsur-unsur jang dapat memusnahkan dirinja, karena orang-orang tua meinberontak dan editor-editor sendiri jang kalah karena djuga desakan dari Circulation Manager. Semua strip sekarang telah dibikin lunak dan strips-strips jang paling buruk diberantas. Dalam pengalaman kami dengan foto-foto terdapat beberapa fase. Satu waktu tjorak foto-foto itu sangat sensasionil dan kemudian titik beratnja diletakkan pada sex (kelamin). Surat-surat kabar jang baik mendapat satu code mengenai tjorak foto-foto jang boleh dimuat. Foto muika seorang mati sekarang dianggap tidak pantas dimuat, foto-foto jang menggambarkan luka-luka berat sekarang sudah lebih sukar diterima untuk dimuat dari pada beberapa tahun jang laiu. Persoaian tentang dapat tidaknja dimuat foto tanpa persetudjuan dari orang jang bersangkutan, sekarang rupanja telah dilupakan. Dulu soal ini adalah soai jang hangat. Banjak surat-surat kabar dituntut karena mereka dianggap mengganggu kehidupan prive perseorangan dengan memuat fotonja. Tapi beberapa pengadilan telah menjetudjui, bahwa muka dan foto orang tidak dapat diperlindungi oleh Ha'c Tjipta. Pemasangan ikian. Pemasang-pemasang iklan sangat memusingkan redaksi-redaksi surat kabar. Mereka membeli ruangan dari halaman-halaman surat kabar, dan oleh karena itu mereka merasa bahwa sedikit banjak mereka mempunjai hak untuk turut menentukan soal-soal apa jang boleh atau jang tidak boleh dimuat. Saja sendiri tidak banjak memperdulikan tjelaanntjelaan dari pemasang iklan, tapi pada suatu waktu saja mendjadi marah ketika saja

33 diminta memuat artikel-artikel dalam kolom jang disediakan untuk berita, sedang artikel-artikel itu tidak lain maksudnja dari pada mendjual barang-barang belaka. Djuga terdapat pemasang-pemasang iklan jang bersedia memberi premi djika m e reka diberi hak untuk menulis artikel tentang barang-barang mereka, sedang kwalitet barang-barang itu biasanja rendah atau tidak berharga. Surat kabar saja tidak memuat iklan-iklan dari dokter-tukang-obat atau iklan-iklan tentang obat-obat jang kefaedahannja masih disangsikan. Banjak surat kabar lain menolak pemasangan iklan-iklan whiskey, bukan karena mereka anti minuman keras, akan tetapi karena ada hubungar. rapat antara pendjualan whiskey dan kalangan gelap didalam masjarakat. Surat-surat kabar jang terbaiik mempunjai satu laboratorium sendiri untuk memeriksa kwalitet barang-barang jang diiklankan. Koran-koran ini djuga mengawasi dengan teliti tjara pendjualan barang-barang jang diiklankan. Objektivitet dalam pemberitaan. Soal-soal jang sangat ipenting bagi editor-editor adalah tjoraknja headlines (kepala-kepala berita), tjara-tjara menulis tentang kenjataan2 dan soal kedjudjuran dalam menjadjikan berita-berita. Semua pengarang sadar akan ikeharusan untuk berhati-hati dalam menjusun berita; semua kenjataan-kenjataan harus disadjikan seobjektip-objektipnja. Saja sangsikan kemungkinan untuk menulis benar-benar objektip, tapi kita semua tjakap untuk memisahkan pendapat pribadi dari pada berita-berita. Begitu djuga kita semua sadar bahwa kita tidak boleh memasukkan pendapatpendapat tentang politik, agama atau keadaan masjarakat kedalam berita-berita. Objektivitet sewadjarnja memang hanja suatu ideal. Tapi kita dapat menghara-p bahwa kolom-kolom untuk berita djuga diisi dengan berita, bukanlah dengan artikel jang merupakan editorial. Kemungkinan-kemungkman terdjadinja kechilafan-ikechilafan memang tetap ada, sehingga berita-berita jang harus objeiktip mendjadi tjondong kesalah satu pihak. Saja rasa memang tidak dapat ditjegah bahwa dikolom-kolom untuk berita termasuk djuga pendapat-pendapat. Tiap pendjelasan sudah merupakan pengurangan objektivitet. Tiap orang jang memberi pendjelasan tidak berbuat lain dari pada mengeluarkan pendapat atau pikiran sendiri atau berfilsafat. Ini memang suatu kekurangan jang tidak dapat dielakan.

34 Pada tahun achir-achir ini surat-surat kabar Amerika dapat menambah oplahnja karena memuat karangan columnist jang ternama. Bagian terbesar dari columnist-columnist ini dapat dikatakan mendjual,,editorial-editorial dalam kaleng jang seharusnja dimuat terpisah dari berita-berita, ialah sebagai editorial dalam surat-surat kabar daerah. Tapi sajang sekali karangan-karangan sindikat sematjam ini begitu populer sehingga dimuat dihalaman pertama atau dihalaman berita-berita. Terdapat beberapa surat kabar jang memuat sampai lima atau enam columnist, meskipun karangan-karangan itu dalam mempersoalkan sesuatu tjondong kesalah satu pihak. Sebagai alasan dikemukakan oleh surat-surat kabar itu bahwa mereka ingin memberikan semua pendapat tentang sesuatu. Saja rasa djumlah karangan-karangan matjam ini harus dibatasi dan hanja dimuat dalam kolom-kolom editorial, sedang karangan jang dimuat harus disaring dulu. Jang dimuat ialah hanja karangan-fkarangan jang bernilai, bukanlah oleh karena haluan politiknja. Keadilan dan tugas Pers. Soal terachir tentang berita-berita adalah hal mengemukakan hanja satu sudut sadja dari suatu persoalan, pada chususnja mengenai soal-soal politik. Salah satu tjara untuk mentjegah kesalahan jang timbul dari penjiaran jang tidak lengkap, adalah menjiarkan pendapat kedua belah pihak dalam perdebatan tentang sesuatu. Dalam satu kampanje pemilihan, djika dua tjalon sedang berebut suara dan chalajak umum berada dalam suasana panas, saja rasa surat kabar jang baik harus memuat pidato-pidato dari kedua tjalon-tjalon itu. Pidato-pidato itu diberi kepala jang sama besarnja dan dimuat dihalaman jang sama. Menurut pengalaman saja tjara ini adalah jang paling memuaskan dan pada waktu sekarang surat-surat kabar Amerika lebih banjak berbuat demikian dari pada dulu-dulu. Pembatja-pembatja lekas mengetahui djika dalam suatu konflik politik hanja satu pihak jang ditondjol-tondjolkan. Kaiena saja pertjaja bahwa lugas pokok dari c>atu surat kabar ac alah memberi penerangan, maka saja tidak menietudjui tekanan-lekanan terhadap editor-editor supaja tulisan-tulisannja

35 meliputi semua lapangan. Ada kalangan-kalangan jang menasehatkan supaja pers djuga melakukan pendidikan dan menggunakan kolom-kolomnja untuk memberi peladjaran. Ada kalangan lain lagi jang ingin melihat supaja pers terutama memberi hiburan. Tugasnja pers ialah memberikan penerangan dan mentjatat kedjadian-kedjadian sehari-hari. Kita harus merasa puas djika tugas kita hanja berbatas sampai disitu sadja. Pemandangan pada Seminar Pers di Solo. Kedua dari kiri Hal O Flaherty jang- sedang membatja referatnja. (Clichelfoto KEMPEN)

36 Tjatatan diskusi atjara : BERITA JANG PANTAS DISIARKAN Norma-norma kesusilaan. Perkataan-perkataan jang buruk dapat merusakkan hubungan antara orang jang satu dengan orang jang lain. Pada zamannja George Washington surat-surat kabar di-amerika Serikat leluasa melemparkan kritik-kritik dengan mempergunakan kata-kata jang tidak baik. Kemudian hal sematjam itu tidak disukai oleh masjarakat sendiri. Lalu dibuatlah undang-undang jang melarang tjatjian-tjatjian dan fitnahan-fitnahan. Tulisan-tulisan mengenai soal sex harus dipikirkan benar-benar, apakah didalamnja tidak terdapat pelanggaran kesusilaan. Demikian pula halnja dengan tulisan-tulisan mengenai kedjahatan, pemerasan, fitnahan dan lain-lain sebagainja. Ramalan tentang perdjalanan bintang-bintang djuga tidak baik dimuat dalam surat kabar, karena ramalan-ramalan itu kebanjakan tidak benar. Dalam menjadjikan tulisan mengenai sex orang sebaiknja supaja menjingkiri pemakaian perkataan-perkataan jang tidak sopan. Penuturan tentang sesuatu kedjahatan, pelanggaran kesusilaan dan sebagainja djanganlah dilakukan selengkap-lengkapnja, karena ada bahajanja hal itu akan ditiru oleh para pemuda. O Flaherty pernah berusaha untuk menghapuskan berita-berita sematjam itu dari surat kabarnja, tetapi tidak berhasil, karena pemberitaan itu merupakan sematjam kewadjiban sosial djuga terhadap masjarakat. Berita demikian harus disusun sebegitu rupa, supaja djangan merupakan suatu andjuran bagi kanakkanak dan djanganlah dipergunakan kata-kata jang tidak senonoh. Sebagai tjontoh dikemukakan tulisan-tulisan kaum Komunis di-amerika Serikat jang selalu melantjarkan fitnahan dan tjatjian, jang kemudian ternjata hal itu tidak disukai oleh masjarakat dan menimbulkan kemunduran pada surat-surat kabar jang bersangkutan, sehingga achirnja tulisan-tulisan seperti itupun tidak dimuat lagi.

37 Berita tentang bunuh diri mendapat perhatian penuh dari Pers Amerika dan telah diputuskan oleh para wartawan supaja dalam berita sematjam itu tidak disebutkan nama-nama ratjun jang dipergunaikan untuk bunuh diri. Dakm hubungan itu diterangkan bahwa pernah disiarkan nama sebuah pil jang dipergunakan dalam peristiwa pembunuh diri seorang gadis. Setelah berita tersebut tersiar, maka ternjata kemudian ada gadis-gadis jang membunuh diri dengan mempergunakan pil jang sama. Tentang terdjadinja pembunuh diri boleh dikabarkan tetapi dengan tidak menjebut tjara-tjaranja jang dapat ditiru oleh orang lain. Diketjualikan ialah bunuh diri dengan menggantung atau melompat kedalam sungai, karena hal-hal sematjam itu adalah terlalu mudah untuk dimengerti dan dilakukan. Berita-berita jang dapat menimbulkan kerusuhan-kerusuhan sebaiknja djangan dimuat. Umpamanja berita mengatakan bahwa seorang pedagang membakar rumahnja untuk mendapatkan uang assuransinja dapat menimbulikan malapetaka, karena orang itu dapat dibunuh oleh orang-orang lain sebelum perkaranja diputus oleh Pengadilan. Kalau ada seorang pendjahat jang kepalanja tertembak sampai hantjur, maka pemberitaan persitiwa itu adalah baik sekali karena pendjahat adalaih musuh umum. Foto-foto jang menimbulkan ngeri supaja djuga djangan dimuat. Kalau mau memuat gambarnja orang mati sebaiknja badannja sadja, djanganlah mukanja. Untuk memberikan definisi tentang,,berita jang pantas dimuat, adalah sangat sulit. Semua hal sekitar penghidupan manusia, segala kedjadian didalam masjarakat dan sebagainja dapat disiarkan, asal sadja didalam batas-batas kesopanan, kehormatan dan kesusilaan. Mengenai soal pemberitaan dalam Pers Inggeris jang menjinggung pertunangan Puteri Margaret, O Flaherty menerangkan bahwa hal itu di-inggeris sangat diperhatikan tapi di-amerika tidak. Tjerita-'tjerita sematjam itu seringkali djuga dibikin sendiri oleh para wartawan. Di-Amerika Serikat tjerita-tjerita tentang pribadi Presiden biasanja dapat diselidiki akan kebenarannja pada Sekertaris

38 Presiden. Ada djuga surat-surat kabar di-amerika Serikat jang menjiarkan berita-berita tentang kesediaan Presiden untuk clitjalonkan kembali pada waktu jang akan datang, meskipun para wartawan sendiri belum mengetahui bagaimana pendirian Presiden dalam hal itu. Tulisan-tulisan sematjam itu biasanja masuk dalam golongan komentar. Code etik dan moral. Code etak dan moral merupakan pedoman berharga dalam djurnalistik. Seorang pemimpin surat kabar harus berpegang tidak sadja pada hukum tetapi djuga kepada moral dan perasaan. Di-Amerika Serikat terdapat code moral dan kesusilaan dan code ini diadjarkan diperguruan-perguruan tinggi supaja para mahasiswa itu mengerti batas-batas kesopanan. Di-Amerika Serikat terdapat suatu badan jang menerima laporan-laporan tentang pelanggaran-pelanggaran code kesusilaan dari surat-surat kabar, baiik jang mengenai bahasanja, gambarnja atau beritaberitanja dan lain-lain sebagainja. Pelanggaran-pelanggaran itu kemudian diumumkan dihadapan para Editor lainnja sehingga surat-surat kabar jang bersangkutan itu dengan sendirinja merasa malu. Menurut code di-amerika Serikat, dalam berita kedjahatan tidak boleh disebutkan asal suku bangsa dan asal daerah dan kalau ada surat-surat kabar jang menjebutkan asal suku bangsa, seperti orang Negro, maika hal tersebut adalah bertentangan dengan code. Walaupun itu adalah suatu fact, tetapi kalau mendatangkan keburukan didalam masjarakat maika hal tersebut tidak baik untuk dimuat. Selama O Flaherty bekerdja di-chicago Daily News jang terbit ditengah-tengah berdjenis-djenis suku bangsa dengan adat istiadat dan kebudajaan jang berlainan, ia selalu berhati-hati djangan sampai menjinggung perasaan salah satu suku bangsa itu untuk mendjaga djangan timbul kekatjauan didalam masjarakat. Mendjawab pertanjaan tentang perbedaaan antara morai bordjuis dan moral proletar menurut pengertian ikaum Komunis, O Flaherty mengatakan bahwa di-amerika Serikat tidak terdapat perbedaan itu.

39 Tentang pemberitaan soal-soal prive seseorang, wartawan harus memperhatikan kenjataan-kenjataan disamping mendengarkan kabar-kabar angin jang kadang-kadang mempunjai maksudmaksud tertentu, jakni untuk memburukkan nama orang. Ini dianggap sebagai,,black mail dan untuk itu orang dapat dihadapkan dimuka Pengadilan. Tanggung-djawab Editor. Seorang Editor harus mempunjai rasa tanggung-djawab jang besar karena mempunjai peranan jang penting, jalah dapat menentukan tindakan dan kelakuan masjarakat. Editor jang mempergunakan kata-kata jang tidak sopan dapat merusak pula moral masjarakat. Untuk berita jang tidak benar, terutama jang menjinggung kesusilaan, maka wartawan dari surat kabar jang bersangkutan harus meminta maaf didalam surat kabarnja. Kewadjiban para wartawan jalah memberikan berita-berita sebanjak-banjaknja kepada para pembatja dan djanganlah mereka selalu mendasai'kan pemuatan tulisan-tulisan Ikarena desakandesakan dari pihak luar ataupun dari pihak direksi surat kabarnja sendiri. O Flaherty pernah menolak memuat banjak comicstrips, sekalipun ada tekanan^tekanan dari pihak direksinja. Pun desakan-desakan dari lain-lain pihak, umpamanja dari kalangan film, selamanja ia tolak walaupun misalnja ia dibajar. Seorang Managing Editor turut djuga menentukan apakah sesuatu tulisan dapat dimuat atau tidak, karena umumnja ia mengetahui apakah tulisan-tulisan itu disukai atau.tidak oleh para pembatja surat kabarnja. Dalam menentukan mengenai dimuat atau tidaknja ia selalu harus berpegang pada code etik dan moral. Hal-hal jang walaupun benar, tetapi kalau diberitakan dapat merugikan rakjat dan negara, tentu tidak akan disiarkan. Tetapi umpamanja ada saluran air jang botjor sehingga menimbulkan penjakit disentri sehingga lebih dari 100 orang diserang penjakit itu, maka hal tersebut harus diberitakan karena kalau tidak diumumkan masjarakat dapat lebih banjak lagi dirugikan. Tetapi ada kalanja suatu, berita, walaupun dapat menimbulkan huru-hara, terpaksa djuga dimuat karena rakjat harus mengetahuinja.

40 Keringkasan berita dan tulisan. Tulisan-tulisan umumnja harus dapat dimengerti oleh semua pembatja. Menurut pengalamannja O Flaherty selama ia bekerdja di-the Chicago Daily News, maka tulisan-tulisan mengenai soal-soal dalam negeri jang hanja dimengerti oleh kaum intelektuil, ternjata tidak disiikai oleh sebagian besar pembatjanja. Hendaklah para wartawan mempergunakan kata-kata jang sederhana seperti jang dimuat dalammadjalah TIME jang menjadjikan tulisan-tulisan pendek tetapi djelas dan mudah dimengerti. Tulisan-tulisan sematjam itu disukai oleh masjarakat dan mengakibatkan tambahnja sirkulasi. Tjara-tjara menjusun berita dan tulisan selama sepuluh tahun terachir ini sudah banjak berobah di-amerika Serikat. Menurut pengalamannja O Flaherty menjatakan bahwa para pembatja tidak dapat mengikuti tulisan-tulisan djika digunakan kalimat-kalimat jang terlalu pamdjang atau kata-kata jang samar-samar. Oleh karena itu maka kalimat-kalimat harus disusun sedemikian rupa, hingga lebih kurang setaraf dengan kata-kata jang dipergunakan disekolah-sekolah menengah. Di-Amerika Serikat terdapat perusahaan-perusahaan jang membuat service perkataan-perkataan jang memudahkan orang membuat berita-berita disurat kabar. Perusahaan-perusahaan tersebut menghimpun suatu daftar dari perkataan-perkataan jang dapat dimengerti oleh orang-orang seder ad j at dengan tamatan college. O Flaherty mentjeritakan pengalamannja sewaktu ia mendjadi wartawan di-london, pada waktu mana ia mengirimkan beritaberita dengan djumlah perkataan lebih dari Sesudah tahun 1925 timbul kebiasaan untuk menjingkat berita-berita dan jang ditjeritakan hanjalah apa-apa jang betul-betul njata dan terdjadi. Di-metropolitan newspaper sekarang sudah mendjadi kebiasaan, bahwa semua redaktur memeriksa kolom-kolom surat kabarnja supaja jang penting sadja dimuat, agar pembatja dapat mengikuti dengan tjepat isinja tulisan-tulisan itu. Sebelum tahun 1913 beium ada kebiasaan pemasangan gambar-gambar dalam surat kabar tetapi lambat laun pemasangan gambar-gambar dengan teks bertambah banjak. Dengan demikian tulisan-tulisan dan tadjuk-tadjuk rentjana dapat disingkat, hal mana membikinnja lebih mudah untuk dimengerti.

41 Pers dan kepartaian. Sekalipun sudah berpengalaman lebih dari 180 tahun, namun dalam lapangan pertentangan partai, lebih-lebih dalam masa pemilihan umum, di-amerika Serikat masih sadja dipergunakan kata-kata jang keras dan jang menjinggung pribari seseorang, hal mana tentu tidak pada tempatnja. Untuk mengatasinja maka perlulah diadakan pendidikan jang baik dikalangan wartawan dan dikalangan tokoh-tokoh politik. Dalam suasana politik jang hangat seperti jang seringkali kita djumpai dalam kampanje pemihhan para tjalon dalam pidatonja jang bernjala-njala mempergunakan kata-kata jang kurang sopan. Kalau pidato itu dimuat dalam surat.kabar, maka redaksi mempunjai hak untuk membuang kata-kata jang dapat menimbulkan hal-ha-1 jang kurang baik. Kalau ada seorang politikus menuduh, maka soalnja harus diperiksa benar-benar. Seperti halnja di-indonesia djuga di-amerika Serikat umumnja para wartawan memihak kepada golongannja atau partainja sendiri dan hal itu diperlihatkan dalam tjara pemberitaannja masing-masing. Dibagian Selatan umpamanja orang lebih mementingkan Partai Demokrat, tetapi dibagian Utara orang lebih banjak memberikan kesempatan kepada kedua partai. Ini tidak berarti bahwa para wartawan berusaha menghindari paham politik tetapi supaja para pembatja mendapat gambaran sendiri. Pada umumnja surat kabar dari sesuatu partai mengambil anggota-anggota redaksinja dari partainja sendiri. Gambaran Pers Amerika. O Flaherty menerangkan bahwa apa jang dikemukakannja mengenai surat kabarnja Chicago Daily News bukanlah merupakan gambaran dari seluruh surat kabar Amerika, tetapi kira-kira ada 9/10 dari djumlah surat kabar Amerika jang djumlahnja tidak kurang dari 1500 m enjetudjui pendirian surat kabarnja. Surat kabar harus dapat dibatja ditengah-tengah keluarga, dan kalau tidak dapat maka surat kabar itu akan mengalami kemun duran. Dalam hal pemasangan banjak gambar dan karikatur didalam surat kabar harus ditjegaih djangan sampai surat kabar itu mendjadi koran gambar sadja, tetapi terutama untuk memuat berita.

42 Lelutjon didalam surat kabar djuga baik. Salah satu surat kabar Amerika jang memuat karikatur-karikatur jang baik adalah The New York Times. Surat kabar ini memuat lebih banjak berita dari pada gambar-gambar. Dari bagian Tengah Amerika Serikat menudju ke-barat orang suka pada gambar-gambar, karikatur-karikatur dan tulisan-tulisan hiburan. The New York Times adalah sebuah surat kabar jang terbanjak halamannja sedang The Daily News di-new York m em punjai oplah jang terbanjak, ialah lebih dari satu djuta. Lain-lain. 1) Tentang penolakan adpertensi minuman whisky oleh banjak surat kabar Amerika, O Flaherty menerangkan bahwa minuman itu didjual dirumah-rumah jang memakai tanda lampu merah dan rumah-rumah jang memakai tanda itu bukanlah rumah biasa. Dan whisky diasosiakan dengan orang-orang dari rumah-rumah lampu merah tersebut. Chicago Daily News adalah surat kabar jang pertama-tama mempunjai pendirian menolak pemasangan adpertensi minuman whisky, sehingga radja-radja whisky bersedia membajar sampai dollar untuk pemasangan adpertensinja. Meskipun demikian tawaran tersebut tetap ditolak. 2) Penetapan status wartawan di-amerika tidak ada, tetapi dengan adanja pendidikan wartawan di-universitas-universitas, maka djelaslah termasuk golongan mana para wartawan itu. Gadji wartawan ditentukan dengan peraturan jang disetudjui oleh para madjikan dan organisasi-organisasi kewartawanan. Dalam hal-hal jang luar biasa, maka direksi surat kabar dapat menentukan sendiri gadji itu. Tingkatan gadji wartawan jang sudah bekerdja 5 tahun adalah lebih tinggi dari pada mereka jang belum mentjapai waktu kerdja tersebut. 3) Mula-mula orang mengira bahwa dengan datangnja televisi akan timbul kemunduran didalam persuratkabaran. Tetapi kini ternjata bahwa hal itu adalah sebaliknja dan oplah suratsuratiikabar mendjadi bertambah, Tetapi dengan kemadjuannja

43 televisi jang begitu pesat itu maka sekarang ada djuga kechawatiran, jalah kemungkinan adanja usaha-usaha untuk membikin siaran sematjam surat kabar lewat televisi. 4) Mengenai podjok jang dikenal dalam Pers Indonesia, O Flaherty berpendapat bahwa,,podjok itu tidak merupakan berita dan orang tahu bahwa maksudnja adalah,,lelutjon. Dalam hubungan itu dikatakan baihwa para colomnist di-amerika boleh menulis setjara subjektif, karena tuliisan itu tidak merupakan berita. 5) Atas pertanjaan apakah Amerika Serikat kini sedang menudju ke-diktatur partai dan apakah di-rusia sekarang berlaku diktatur partai, O Flaherty menerangkan bahwa ia tidak melihat tanda-tanda itu di-amerika dimana sampai sekarang terdapat dua partai jang ikut dalam pemilihan umum. Pada zamannja Roosevelt pernah orang mau mengemukakan diktatur. Pemandangan pada Seminar Pers di Solo. Baris muka kedua dari kiri Drs* Marbantrun jang1 bertindak sebagai pemimpin Seminar. (Clicheifoto KEMPEN)

44 Referat Hal O'Flaherty: APAKAH POLA JANG IDEAL BAGI HUBUNGAN ANTARA PERS D 4N PEMERINTAH? Piagam hak-hak manusia. Dasar dari segala perhubungan antara Pemerintah dan Pers harus diletakkan atas iperundang-undangan. Undang-Undanglah jang merupakan pendjelmaan dari tjita-tjita tersutji dari suatu bangsa jang mentjintai kemerdekaan. Waktu Bapak-bapak Pengalas Negara United States of Amerika sedang memperbintjangkan dan menjusun Konstitusi, mereka dibimbing oleh orang-orang jang sangat bidjaksana seperti George Washington, Benjamin Franklin dan Thomas Jefferson. Benjamin Franklin bukan sadja diplomat kami jang terbesar pada waktu itu, tetapi oleh dunia ia djuga dipandang sebagai seorang scientist, ahli filsafat dan wartawan. Djiwa Benjamin Franklin dan djiwa Thomas Jeffersonlah jang melahirkan perkataan jang termaktub dalam Declaration of Independence (Proklamasi Kemerdekaan) dan Bill of Rights (Piagam Hak-hak Manusia). Marilah kita bersama-sama menindjau fasal pertama dari Bill of Rights. Fasal itu mendjadi amandemen pertama dalam Konsstitusi kami. Bagi saudara-saudara dan bagi saja fasal itu merupakan perundang-undangan pokok. Walaupun fasal itu mengandung aspek-aspek negatip dalam perhubungan antara Pemerintah dan Pers, akan tetapi dengan demikian fasal itu, baik bagi pemerintah maupun bagi direksi-direksi dan redaksi-redaksi mendjadi pedoman tertegas jang pernah ditjiptakan. Fasal itu berbunji: Congress shall make no law respecting an establishment of religion, or prohibiting the free exercise there of ; or abridging freedom of speech or of the press ; or the right of the people peacebly to assemble and to petition the government for a redress of grievances (Congress tidak akan membuat suatu undang-undang tentang penetapan suatu agama; atau melarang kebebasan untuk memeluk suatu agam a; atau untuk mengurangi kemerdekaan berbitjara atau kem erdekaan

45 pers; atau untuk mengurangi hak manusia untuk berkumpul setjara damai dan hak untuk memadjukan petisi kepada pemerintah untuk mempex-baiki hal-hal jang menjakiti hati). Congress bukan sadja dilarang menjinggung soal itu, bahkan pertjobaan untuk menjinggung sudah terlarang. Agama, pengeluaran pendapat, termasuik tulisan dan hak untuk berkumpul, adalah soal-soal jang tidak pantas dibitjarakan dalam Congress. Sudah terang bahwa Bapak-bapak Pengalas Negara U.S.A. bermaksud untuk mentjegah Congress membitjarakan hal-hal tentang kemerdekaan berbitjara atau kemerdekaan pers. Soal-soal ini dikesampingkain dan dipisahkan dari lapangan pekerdjaan Pemerintah. Ini bukan berarti bahwa pers di-united States bebas untuk berbuat dan mengatakan sesuatu menurut sesukanja sendiri. Tata-susila dalam penerbitan. Para penerbit harus bertanggung-djawab atas tiap-tiap penerbitan jang keluar dari mesin--mesin tjetaknja ; dan djika tulisantulisan itu merugikan orang-orang lain, maka pengadilanlah tempatnja untuk mengganti kerugian kepada pihak jang dirugikan. Telah banjak dimuat undang-undang tentang kedjahatan, penghinaan, mentjemarkan nama haik seseorang, fitnahan dan lain-lain perbuatan ]buruk denigan perantaraan pertjetakan. Faktor jang terpenting dalam menerbitkan suatu surat kabar jang baik dan buku-buku jang baik adalah tabiatnja si-penerbitpenerbit. Laki-laki maupun wanita-wanita jang mendapat pendidikan dalam keluai'ga baik-baik, pada umumnja mempunjai perasaan halus. Sedjak dari lahirnja mereka sudah mempunjai perasaan jang dapat menentukan apa jang pantas dan apa jang tidak, dan pada chususnja dalam hal memilih apa jang dapat ditjetak dibawah namanja. Bahwa di-united States dan di-indonesia terdapat demikian banjak surat kabar jang bermutu tinggi, adalah lebih banjak disebabkan oleh perasaan halus dari pada oleh perasaan patuh pada undang-undang. Dimana perasaan halus atau maksud baik ini tidak ada dan chalajak ramai dikonfronitir dengan seorang penerbit jang tidak memperdulikan tata-susila, maka menurut hemat saja, penerbitpenerbit sendirilah jang pertama-tama harus bersama-sama berichtiar untuk menginsjafkan orang jang berbuat salah itu. Djika terbuk-ti bahwa mereka tidak dapat memegang teguh disiplin antara mereka sendiri, barulah Pemerintah bertindak.

46 Telah sering diusahakan untuk menjusun suatu code etik dan aturan-aturan mengenai moral untuk pers, tapi usaha-usaha itu kebanjakan tidak berhasil, karena bentuk jang dipilih adalah suatu paksaan sewenang-wenang. Kepertjajaan saja sendiri adalah : bahwa pers di-united States harus lebih baik memegang teguh disiplin dalam fungsi-fungsinja, djika ia tidak mengingini adanja suatu undang-undang dari pemerintah untuk mentjegah perbuatan-perbuatan salah. Lambang Negara Amerika Serikat. Dalam pada itu saja rasa perlu untuk memeriksa lebih dalam djiwa Bapak-bapak Pengalas Negara Amerika dan setiap rakjat Amerika terhadap Pemerintahannja dan terhadap bangsa-bangsa lain supaja dapat diketemukan prinsip-prinsip, atas dasar mana baik Pemerintah maupun pers harus bekerdja. Washington, Franklin dan Jefferson menganggap bahwa sistim federasi jang mereka turut tjiptakan adalah pelopor dari federasi-federasi lain jang akan dibentuk diseluruh dunia. Kepertjajaan ini diterakan dalam tulisan oleh mereka sendiri. Mereka jakin bahwa dalam aibad-abad jang telah lampau pada sistim-sistim politik Eropah tampak suatu kegagalan dalam memberi penjelesaian jang memuaskan bagi rakjat biasa. Mereka pertjaja bukan karena ikebetulan sadja Western World diketemukan dan dibuka untuk diduduki. Mereka jakin bahwa kedjadian itu memang telah ditakdirkan Tuhan Jang Maha Tahu dan Ia telah memilih benua Amerika sebagai suatu tempat tinggal untuk segolongan orang jang datang dari segenap pendjuru dunia. Suatu tempat tinggal dimana mereka dapat hidup dalam,,perimbangan-perimbangan foaru jang ditjiptakan dalam kebebasan dan didasarkan kepada pendirian, bahwa semua manusia dilahirkan dalam keadaan bebas dan sama. Perkataan-perkataan jang terachir ini diutjapkan oleh Abraham ILincoln dan adalah pendjelmaan abadi dari konsepsi-kosepsi Pengalas-pengalas Amerika. Bukti apalagi dari pendapat Bapak-bapak Pengalas jang ada pada kita sekalian daripada tulisan-tulisan ini? Bukti itu tentu kita dapatkan dalam djiwa Declaration sendiri, tapi bolehkah saja memperingatkan satu kedjadian pada hari itu djuga, ialah dalam bulan Djuli tahun 1776 waktu Declaration diterima baik dan ditandatangani oleh patriot-patriot. Pada hari itu dimadjuitan suatu usul supaja ditundjuk suatu panitia untuk melukis-

47 kan Great Seal of the United States (Lambang Negara) jang akan ditempel pada dokumen-dokumen seperti Declaration itu. G. Washington sebagai ketua sidang, ketika itu djuga menundjuk satu panitia, jang terdiri dari Benjamin Franklin, Thomas Jefferson dan John Adams. Mereka berapat pada malam itu djuga dan dengan inspirasi jang masih hangat pada kedjadian bersedjarah itu. mereka menetapkan spesifikasi-spesifikasi tentang Great Seal seperti jang mereka pertjaja, terdorong oleh semangat besar dan harapan mereka akan dunia dikemudian nari dan untuk dapat diturunkan kepada generasi-generasi jang aikan datang vi9i mereka tentang pemerintahan. Disatu sebelah dari Great Seal ada burung Radjawali jang dengan satu kaki memegang beberapa anak-panah dan dengan kaki lainnja setangkai zaitun. Diliain sebelah terdapat suatu pyramide jang tidak lengkap. Diatas pyramide ini terlihatlah the eye of God in a Glory dengan tulisan Annuit Coeptis Novus Ordo Seclorum jang berarti: suatu permulaan baik dari perimbangan baru. Dalam rentjana pertama pyramide itu terdiri dari 13 batu sebagai lambang dari 13 negara djadjahan asal, akan tetapi Franklin sendiri, disokong oleh Jefferson berusaha supaja pyramide itu dilukis dengan lebih banjak batu, karena menurut pendapat mereka perimbangan baru itu adalah persaudaraan dari seluruh ummat manusia. Mereka pertjaja bahwa manusia diseluruh dunia dapat hidup damai dibawah sistim federal, dalam mana tiap negara-bagian mempertahanikan kedaulatannja akan tetapi mengakuii perlunja satu badan agung untuk mempertahankan suatu keberesan antara negara-negara bagian itu. Dengan singkat, Great Vision (Penglihatan Sutji) itu adalah tentang World State (Negara Sedunia). Dalam anggapan mereka kegiatan-kegiatan dan pikiran-pikiran dalam tahun 1776 adalah,,a Great Rehearsal, jang mentjiptakan suatu tudjuan baru jang dapat ditjita-tjitakan oleh seluruh manusia. Salah satu hasil dari usaha mereka dapat dilihat dalam P.B.B. Sadjak dibawah ini jang ditulis pada waktu itu mengandung didalamnja semua keinginan mereka aikan suatu dunia jang bersatu: God, let war's tempest cease To all the world bring peace, Under Thy Wings. Make All the nations one. All hearts beneath the sun.

48 Till Thou shallst rule alone, Great King of Kings! * Ja Tuhan, hentikanlah kiranja keganasan peperangan Berikanlah kepada seluruh dunia perdamaian Dibawah perlindungan-mu. Mempersatukan semua bangsa-bangsa. Kukuhkanlah segala hati dibawah sinar matahan Hingga Tuhan sendirilah jang berkuasa, Oh Radja dari segala Radja! Perhubungan penerbit dengan Pemerintah. Demikianlah penglihatan dan pola dari autonomi jang berdasar atas kesutjiannja individu dan hanja untuk berbitjara atau untuk menjiarkan pendapatnja. Seorang penerbit bertanggungdjawab atas obor kemerdekaan jang dipegangnja. Perhubungannja dengan Pemerintah adalah sebagai djurubitjara dari pembatjanja, sebagai pemimpin satu golongan, sebagai pendukung ideal-ideal tentang kepantasan dan keberesan. Selama ia men djalankan peranan ini setjara terhormat, ia berhak untuk mengeritik Pemerintah, ia berhak untuk menentang perbuatanperbuatan Pemerintah jang melanggar hak-hak umum. Berhubung dengan tanggung-djawab ini seorang penerbit harus selalu dipandang sebagai pemimpin dari satu badan penting. Ia bukan hanja pendjual belaka jang mendjual barangnja seperti seorang tukang sajur. Ia adalah alat untuk meneruskan ideal-ideal. Dalam penjaluran pikiran dar.i orang-orang jang beradab suatu pekerdjaan sangat sukar, bahkan berbahaja ia memiknj.«a1u beban jang amat mengerikan diatas bahunja, akan teoapi jang djuga memberi kepuasan. Saja sengadja menggunakan perkataan penjaluran pikiran manusia. Itulah sebafcnja baik surat kabar maupun Pemerintah tidaik berhak untuk mendesakkan idee-idee kepada rakjat. Hak sutji untuk membentuk suatu pendapat tidak boleh dilanggar oleh kedua pihak. Thomas Jefferson-lah jang menulis perkataan-perkataan jang sampai sekarang masih tertera ditanda-peringatannja di-washington :,,I have sworn upon the altar of God, eternal hostelity against every form of tyranny over the mind of mand (saj'a telah bersumpah dihadapan mezbah Tuhan untuk melakukan permusuhan abadi terhadap tiap bentuk tirani atas djiwa manusia). Dari, zaman Jefferson sampai zaman (kita wartawan-wartawan meng-

49 gunakan perkataan-perkataan itu sebagai peringatan. Tirani dalam bentuk apapun djuga adalah musuhnja penerbit dan wartawan jang tjakap. Perhubungan antara Pemerintah dan penerbit hanja dapat mendjadi memuaskan djika mereka itu berdjalan dibawah pandji bersama Kemerdekaan dibawah Tuhan. Keadaan Pers di-amerika Serikat dan di-eropah. Dalam sedjarah Republik Amerika Serikat pernah ditjoba untuk menaruh pers dibawah ipenilikan Undang-Undang tentang hasutan dari tahun Undang-Undang ini tidak sadja melarang untuk membohong, akan tetapi djuga melarang menjiarkan hal-hal jang toenar djika didalam berita itu terdapat tulisantulisan jang kurang menghormati Presiden atau pembesar-pembesar lain. Reaksi terhadap Undang-Undang ini demikian keras hingga partai jang mengusulkan djatuh namanja dan keinginannja untuk meruntuhkan pers harus dikubur. Sudah tentu Pers Amerika djuga tidak sempurna dan mempunjai banjak kesalahannja, hingga perhubungan dengan pemerintah masih mempunjai banjak persoalan. Antara lain misalnja soad hak Congress untuk menundjuk suatu panitia untuk memeriksa dan mengeritik satu surat kabar tertentu tentang kesalahan-kesalahan jang dibuat djuga oleh surat-surat kabar la in ; hak eksekutip dari Pemerintah untuk memerintahkan supaja beberapa informasi-informasi dirahc " - -an untuk kepentingan n egara; mengadakan rintangan t e ^ ^.a p pers oleh Pemerintah L okal; memilih satu surat kabar tertentu sebagai terompet Pemerintah; mengelabkan memberi djawaban positip atau sengadja memberi keterangan tidak benar untuk membela Pemerintah. Untuk membandingkan dengan keadaan di-eropah saja telah menjelidiki keadaan pers disebelas negara Eropah ditahuntahun 1951 dan Di-lnggeris pers pada umumnja tidak mempunjai keberatankeberatan penting terhadap sikap Pemerintah. Dibeberapa negara Eropah lainnja pers telah berkembang kearah suatu djurusan jang sukar diterima di-u.s.a. Sebabnja ialah dinegara ketjil itu rakjatnja homogeen atau merupakan kesatuan jang tidak mengandung perbedaan-perbedaan. Di-Swedia Parlemen

50 telah menjetudjui suatu Undang-Undang Pers jang menetapkan code untuk pers dalem praktek. Undang-Undang ini memberi hak kepada Pemerintah untuk menilik pers. Karena masjarakat di-swedia telah mempunjai peradaban tinggi, peis masih dapat mendjalankan fungsinja diibawah Undang-Undang demikian, karena Undang-Undang itu didjalankan oleh orang-orang jang luas pandangannja. Di-Amerika pers tidaik mempunjai perimbangannja djika haik demikian ditaruh didalam tangan Pemerintah. Di-negara-negara lain di-eropah TJtara, pers telah hanjut dalam arus sosialistis dan telah menerima sematjam pers jang sukar dapat dinamakan pers merdeka. Saja sangat iketjewa oleh Pers Perantjis. Setelah pendudukan Djerman saja menduga Pers Perantjis akan mendjadi lebih merdeka dan lebih baik dari pada keadaan sebelum perang. Tetapi keadaan politik di-perantjis menjebabkan pers djatuh ditangan partai politik atau perserikatan-perserikatan iburuh. Dengan singfkat dapat dikatakan: pers telah membantu mengadakan pemerintahan jang tidak stabil di-perantjis. Spanjol tidak mempunjai pers merdeka. Pers tidak boleh mendjadi budaknja Pemerintah dan djika diadakan sensur, maka pers tidak lain mendjadi budaknja Pemerintah. Benteng pembela kemerdekaan. Pers jang pernah disebut Fourth Estate sebetulnja adalah kekuasaan besar dalam iperhiubungan istimewa dengan rakjat dan sebagai pemimpin dalam pendaipat-pendapat bangsa-bangsa. J-Cita tahu bahwa Bapalk-hapak Pengalas Amerika menganggap pers sebagai benteng untuk membela kemerdekaan. Mereka itu, seperti djuga patriot-patriot tuan, Sukarno dan Hatta, menjerahkan.kehidupannja, hartanja dan kehormatannja kepada perdjuangan, supaja rakjat djuga mempunjai suatu pers merdeka, salah satu kenikmatan kemerdekaan. Sekarang, 180 tahun kemudian, terdapat satu Republik lagi, ialah Republik Indonesia jang turut melaksanakan kewadjiban untuk mengedjar kenjataan bahwa: memerintah dengan persetudjuan dari pihak -diperintah adalah lebih kuat dari suatu keradjaan. Hiduplah Republik Indonesia!

51 Tjatatan diskusi atjara : APAKAH POLA JANG IDEAL BAGI HUBUNGAN ANTARA PERS DAN PEMERINTAH? Code Etik Djurnalistik. Undang-Undang jang memuat code etik dan moral tidak berarti mengekang kemerdekaan pers. Dengan adanja Undang-Undang itu maka Pemerintah dan Pers bersama-sama memikul tanggung-djawab terhadap kesedjahteraan umum. Di-Swedia terdapat Undang-Undang sematjam itu dan dapat berlaku dengan baik, karena civilisasi dinegara tersebut sudah tinggi dan djuga karena djumlah penduduknja tidak begitu besar dan tidak pula beraneka warna. Daerahnja ketjil, bahasa dan agamanja sama. Di-Amerika Serikat sendiri djuga sulit untuk mengadakan code etik jang umum, karena daerahnja sangat luas dan apa jang baik bagi bagian Utara belum tentu baik bagi bagian Selatan. Rentjana code etik jang diadjukan didalam sidang UNESCO djuga ditolak oleh Amerika Serikat, karena adanja kemungkinan bahwa code itu tidak diterima oleh sebagian rakjat Amerika Serikat. Di-Indonesia kiranja djuga demikianlah halnja. Kesulitankesulitan tidak terletak pada masih rendahnja civilisasi disini, tetapi karena luasnja negara dan banjaknja penduduk dan jang beraneka warna pula. Masing-masing daerah mempunjai adat istiadat dan etiknja sendiri, sehingga akan sukarlah membikin suatu code etik jang dapat berlaku umum untuk seluruh negara. Di-Amerika Serikat pertentangan faham mengenai code etik djurnalistik pernah kuat sekali. Djumlah koran sensasi waktu itu tak seditat. Sjukur sekarang djumlahnja sudah sangat berkurang. Orang jang pertama-tama berusaha untuk menghentikan koran-koran sensasi itu jalah Pulitzer. Mengenai salah satu surat kabar Amerika Serikat jang pada permulaan Perang Dunia Kedua menghina almarhum Presiden Roosevelt, O Flaherty mengatakan bahwa hal sematjam itu tidak

52 dapat dianggap sebagai sesuatu jang ideal bagi kemerdekaan pers. Dimanapun djuga suatu pernjataan jang mentjap seorang kepala negara sebagai pengchianat tidaklah ideal. Persaingan antara surat kabar dengan surat kabar, hal mana. ering terdjadi di-amerika Serikat, tidak pernah dibawa kemuka Pengadilan, karena hal sematjam itu adalah soal biasa didalam dunia persuratkabaran. Jang selalu harus diperhatikan jalah supaja orang djangan sampai melanggar kesopanan dan itu sudah tentu tergantung pada pribadi para wartawan orang seorang. Tentang terbentuknja suatu Dewan Kehormatan Wartawan di-indonesia O Flaherty menjatakan bahwa hal itu sudah terang baik. Tuntutan terhadap Pers. Pemerintah Amerika Serikat dapat menuntut surat kabar jang menulis sesuatu jang bertentangan dengan hukum. Kalau ada berita jang menjinggung kepentingan nasional, maika dibentuklah suatu ikomisi untuk menjelidiiki hal itu. Surat kabar jang bersangkutan diwadjibkan menjiarkan hasil-hasil penjelidikan tersebut disertai dengan pendjelasan-pendjelasannja. Djuga mengenai soal-soad ketjil surat kabar dapat dituntut, misalmja tentang berita fitnahan, penghinaan, merusak nama baik seseorang dan sebagainja. Tuntutan kepada pers dapat dilakukan oleh Pemerintah Negara Bagian atau oleh Pemerintah Federal. Jang memeriksa seorang wartawan jang diperkarakan karena hal-hal tersebut jalah buikan sembarang orang alat Negara, melainkan seorang djaksa. Adapun kalau perkaranja bersifat kriminil, maka barulah polisi tjampur tangan. Tanggung-djawab Penerbit dan Editor. Suatu kebiasaan di-amerika Serikat jalah bahwa Penerbitlah jang bertanggung-djawab terhadap Pemerintali atas tulisan-tulisan dalam surat kabarnja, sedang Editor bertanggung-djawab kepada Penerbit. Mengenai kesalahan-kesalahan dalam surat-kabarnja Penerbit harus memberikan ipendjelasan-pendjelasannja dan meminta maaf kepada pembatjanja. Tetapi kalau kesalahannja bersifait sebuah fitnahan, maka Editorlah jang dihaidapkan dimuka Pengadilan. Tjatatan : Oleh pihak peserta dikemukakan bahwa di-indonesia oleh sebagian Penerbit diadakan perdjandjian diba-

53 wah tangan dengan Editornja tentang pertanggungan djawab itu dan ada kalanja djuga Penerbit bertanggungdjaiuab atas tulisan Editornja. Pernah soal tersebut dibitjarakan dalam kongres P.W.I., tetapi tidak dapat diambil keputusan mengenai hal tersebut, karena para wartawan tidak man ditentukan oleh para Penerbit mengenai apa jang mereka boleh dan tidak boleh menulis. Sebaiknja Editorlah jang bertanggung-djawab untuk tulisan-tulisan dalam surat kabarnja, sedang Penerbit bertanggung-djawab atas djalannja perusahaannja. Kemerdekaan Pers. Di-Amerika Serikat pers tidak mengalami kekangan dari Pemerintah. Congress tidak boleh mengeluarkan Undang-Undang jang melarang kemerdekaan pers. Hak untuk mengeluarkan pendapat didjamin oleh undang-undang. Di-Amerika Serikat orang menuntut supaja ikemerdekaan pers itu didjalankan. Kalau ada seorang wartawan misalnja jang membenarkan pendapat, bahwa R.R.T.-lah jang memiliki Taiwan, hal mana tidak dibenarkan oleh Pemerintah Amerika Serikat sendiri, maka siwartawan itu tidak akan dihadapkan dimuka Pengadilan, selama dia tidak menulis dengan maksud untuk mendjatuhkan Pemerintah. Sumber berita. Tiap wartawan berhak untuk tidak memberikan keterangan tentang sumber berita, tetapi hakim mempunjai djuga hak untuk memasukkan( wartawan dalam pendjara dan ini adalah risiko dari pekerdjaan djurnalistik. Tentang pengakuan Hak Ingkar wartawan di-amerika Serikat semata-mata terletak pada pendapat hakim. Wartawan jang mendapat hukuman, karena menolak untuk menjebutkan sumber beritanja dapat naik appel, supaja perkaranja diperiksa lagi oleh Pengadilan jang lebih tinggi. Dan hukuman jang didjatuhkan itu, adil atau tidak, tentunja didasarkan atas Undang-Undang jang berlaku. Hakim di-amerika Serikat akan berpikir pandjang, sebelum ia mendjatuhkan hukuman kepada seorang wartawan dalam perkara-perkara serupa itu.

54 Dalam ikeadaan perang (di-amerika Serikat diadakan sensur pers oleh Pemerintah, karena didalam keadaan perang sensur adalah mutlak dem i kepentingan perang. Dalam pekerdjaan sensur itu pers menjumbangkan para wartawan-wartawannja sendiri pada Biro Sensur. Pada umumnja para wartawan mengetahui berita-berita mana jang harus dimintakan pertimbangan Biro Sensur, umpamanja berita-berita jang dapat mengandung hal-hal jang harus dirahasiakan. Berita tentang bom atom umpamanja tidak bisa didjadikan berita begitu sadja, sebagaimana djuga halnja dengan berita mengenai strategi militer. Ada kalanja memang berita-berita jang sifatnja umum oleh sementara orang ditjap sebagai rahasia, tapi sebenarnja adalah berita-berita biasa sadja. Para wartawan jang dikirim kemedan perang biasanja mengetahui dan insjaf pula berita-berita mana jang tidak boleh disiarkan, umpamanja tentang datangnja kapal-kapal, perdjalanan pasukan-pasukan tentara, pengiriman sendjata dan lain-lain sebagainja. Perintah jang tertentu dari pimpinan Angkatan Perang tentang apa jang boleh dan apa jang tidak boleh diberitakan, tidak ada. Para wartawan harus dapat meredakan dengan sendirinja berita-berita mana jang membahajakan penduduk dan mana jang tidak. Berita-berita jang dibikin sendiri oleh O Flaherty sewaktu dia mendjadi wartawan perang, sedikit sekali jang dipotong oleh sensur. Ia djuga pernah menulis berita tentang Angkatan Udara dan berita tersebut tidak dipotong oleh sensur, walaupun tulisan itu harus melalui Sensur Angkatan Perang sampai tiga tingkatan. Mengenai hal-hal jang bergandengan dengan soal-soal tehnis pertjetakan atau soal graphisnja, umpamanja mengenai pemakaian letter ketjil kalau memberitakan musuh (tjontoh : serdadu djerman, pada hal seharusnja serdadu Djerman!) dan lain-lain sebagainja, sensur tidak turut tjampur tangan dan redaksi leluasa dan bebas untuk menjelesaikan pekerdjaan itu. Djaminan Pemerintah Amerika Serikat mengenai wartawanwartawan perang jang mendjadi korban peperangan tidak ada sama sekali, tetapi semua wartawan Amerika mempunjai asuransi diiwa.

55 Mengenai pengusiran-pengusiran mahasiswa-mahasiswa Negro dari beberapa Universitas di-amerika dan lain-lain masalah diskriminasi terhadap orang-orang Negro, maka pendirian Pers Amerika berbeda-beda dan kelainannja satu sama lainnja ditentukan oleh politik redaksionil jang dianut oleh masing-masing surat kabar. Tentang adanja wartawan-wartawan Amerika jang mendiskriminasikan orang-orang Negro, O Flaherty menerangkan lebih landjut bahwa dalam hubungan itu orang harus ingat pula, bahwa dalam Demokrasi hak orang untuk mengeluarkan pendapat didjamin. Bergandengan dengan itu maka orang tidak boleh menjamaratakan semua surat kabar di-amerika Serikat. Pendirian Bagian Utara Amerika Serikat berbeda dari pada pendirian Bagian Selatan. Ada sementara orang jang mengatakan bahwa Bagian Selatan Amerika Serikat itu masih ketinggalan djaman dan banjak dilakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap azas-azas Demokrasi. Lain-lain. 1) Mengenai kurangnja perhatian pers Amerika kepada masalah Irian Barat, O Flaherty mengatakan bahwa djanganlah orang dalam hal itu mentjampur-adukkan soal-soal politik luar negeri Pemerintah Amerika dengan Pers Amerika. Kalau Pers Amerika tidak banjak memperhatikan masalah Irian Barat ketika soal tersebut diadjukan dalam sidang P.B.B., maka djanganlah itu diartikan bahwa Pers Amerika membuntut politik Pemerintahnja. Soalnja jalah bahwa masalah Irian Barat pada waktu itu belum begitu dimengerti oleh Pers Amerika dan para wartawannja umumnja mentjurahkan perhatiannja kepada soal-soal jang mereka pandang lebih besar atau pada soal-soal jang lebih dekat. 2) Tentang gedjala-gedjala jang tidak sehat didalam masjarakat terhadap pers, umpamanja dengan main hakim-hakiman sendiri terhadap para wartawan, merusak alat-alat kantor dan pertjetakan surat-surat kabar dan lain-lain sebagainja, O Flaherty menjatakan bahwa segala sesuatunja itu seharusnja disalurkan melewati dan menurut hukum. Pada waktu dahulu di-amerika djuga terdjadi main hakimhakiman sendiri itu terhadap orang-orang surat kabar. Djiwa manusia pada waktu itu seakan-akan tidak ada harganja, sehingga terdjadi djuga penembakan-penembakan pada wartawan-wartawan oleh orang-orang jang tidak bertanggung-djawab.

56 3) Bergandengan dengan pernjataan fihak peserta seminar bahwa di-indonesia terdapat larangan bagi para tahanan politik untuk membatja beberapa surat kabar tertentu, maka O Flaherty m enerangkan bahwa larangan sematjam itu tidak ada di-amerika. Para tahanan politik di-amerika bebas untuk membatja surat-surat kabar jang mereka kehendaki. 4) Pemerintah Amerika Serikat tidak memberikan subsidi berupa apapun kepada sesuatu Persbiro, baik jang ada di-amerika maupun jang ada diluar negeri. 5) Tentang hubungan antara Pers dan Pemerintah dinegaranegara,,dibelakang Tirai Besi, O Flaherty menjatakan bahwa dinegara-negara tersebut hanja terdapat satu suara sail j a, jaitu suara dari Partai Komunis, sedang kepada suarasuara dari faham-faham atau aliran-aliran lain tidak diberi tempat sama sekali. Hal itu adalah sangat berlainan dengan negara-negara Demokrasi jang memberi kesempatan bersuara seluas-luasnja kepada semua faham dan aliran.

57 Referat Hal O'Flaherty : APAKAH POLA JANG IDEAL UNTUK HUBUNGAN ANTARA PENERBIT D\N PEMIMPIN REDAKSI? Djabatan dan kedudukan Editor and Publisher". Djabatan jang paling dihargai didalam pekerdjaan persuratkabaran di-amerika adalah Editor and Publisher. Djabatan Publisher mempunjai prestige jang sangat tinggi, karena nama artinja lebih luas dari pada hanja berharta dan berhasilan jang lumajan djuga. Akan tetapi djika djabatan Editor digabungkan dengan djabatan Publisher, kombinasi dua djabatan itu memberi kepada seseorang suatu kebesaran dan kehormatan. Tidak semua publisher tjakap mengarang. Banjak antara mereka, hanja memiliki sebuah surat kabar dan menggadji seorang editor jang ditugaskan untuk berpikir dan menulis baginja. Ada djuga publisher-publisher, jang tidak bernama demikian sadja, akan tetapi mereka sesungguhnja djuga berpikir, menulis dan memimpin pikiran-pikiran chalajak ramai. Sebagai reporter dan editor saja telah bekerdja dibawah banjak publisher. Didalam djangka waktu 33 tahun, tiga diantara publisher dari Chicago Daily News meninggal dalam djabatannja dan tiap kali hak miliknja didjual kepada orang lain maka seorang publisher baru muntjul. Diantara mereka itu ada seorang jang tidak berpengalaman dalam hal karang-mengarang sedang seorang lagi memang besar ketjakapannja untuk menulis. Pada ketiga kedjadian itu sajalah jang ditugaskan untuk raemelihara suasana baik antara anggota staf redaksi pada waktu sebelum publisher jang baru memulai pekerdjaannja. Pertukaran dari seorang publisher jang telah kami pertjajai dan dengan siapa kami telah bergaul sebagai saudara, kepada seorang publisher jang belum kita kenal, jang membawa ideeidee dan tjara-tjara baru dalam karang-mengarang dan efficiency dalam pekerdjaan, selalu mengakibatkan kesulitan-kesulitan dan ketjapaian hati. Sudah tentu dalam formasi pegawai akan terdjadi perubahan-perubahan pula. Pemilik baru mungkin ingin

58 memperketjil staf redaksinja atau mungkin ingin memperbesarkannja. Biar bagaimanapun djuga ditiap bagian dari kantor beberapa pegawai harus meninggalkan pekerdjaannja dan orangorang baru masuk bekerdja. Djangka waktu jang tidak berketentuan, ialah antara pendjualan perusahaan surat kabar dan datangnja publisher baru dan pada waktu mana para pegawai menunggu-nunggu, adalah sangat membimbangkan hati. Huburigan Publisher dan Editor. Rubungan antara publisher dan editor pada umumnja adalah sebagai madjikan dan pegawai. Oleh karena publisher memiliki perusahaan, maka da mengharapkan bahwa editor taat kepada perintahnja dan kepada petundjuk-petundjuk jang ia berikan. Semua publisher jang saja kenal meminta supaja kepadanja diberikan laporan harian dari semua pekerdjaan-pekerdjaan jang dilakukan oleh staf redaksi. Setiap waktu ia berhak untuk merubah haluan jang sebegitu djauh idipegang oleh surat kabarnja, Salah satu bagian dalam hubungan antara publisher dan staf redaksi harus ditetaplkan sedjelas-djelasnja. Terlepas dari keadaan apapun djuga publisher tidak boleh memerintah seorang reporter atau seorang koresponden luar negeri supaja menulis tentang sesuatu sesuai dengan haluan surat kabarnja. Hal ini pemah terdjadi. Di-Amerika Serikat terdapat surat-surat kabar jang mengisi halaman-halaiman warta-berita dengan tulisan tentang pendapat-pendapat redaksi, atau berita-berita jang berat sebelah dan berita-berita tentang kenjataan-kenjataan jang diputar-balikkan. Surat-surat kabar demikian itu hanja merupakan ketjualian. Pada umumnja Pers Amerika bebas dari perbuatanperbuatan jang harus ditjela itu. Sepandjang pengalaman saja sendiri, belum pernah seorang publisher meminta pada saja supaja saja menulis sesuai dengan haluan jang dipegang oleh redaksi, malah suatu kali sebuah surat kabar memuat karangan saja meskipun karangan itu langsung bertentangan dengan haluannja. Itulah terdjadi pada tahun 1919, waktu saja bekerdja bekerdja sebagai koresponden The New York Sun dan ditempatkan di-london. Saja sendiri sangat mengagumkan Presiden kami pada waktu itu, ialah W oodrow Wilson. Saja sangat menjetudjui diadakannja League of Nations. Publisher New York Sun pada waktu itu bekerdja-sama dengan Senator United States, Henry Cabot Lodge, jang bukan sadja menentang diadakannja League of Nations, akan tetapi

59 meskipun hanja bersendirian dalam haluan ini, ia hampir berhasil untuk mentjegah, bahwa Amerika masuk sebagai anggota dalam League of Nations. Laporan-laporan jang saja kirim dari London antara lain djuga memberitakan dibentuknja League of Nations Union, jang saja lukiskan dengan perkataan-perkataan penuh perasaan kagum. Artikel-artikel saja itu semua dimuat, meskipun sering kali dibubuhi tjatatan diatasnja jang menjatakan, bahwa artikel-artikel itu tidak mewakili haluan redaksi New York Sun. Saja tjeritakan soal ini sebagai bukti dari sikap jang pantas dari sebuah surat kabar besar terhadap seorang reporternja. JMunsey memang berdaja-upaja untuk mematikan?,league, akan tetapi ia tidak nanti mematikan artikel korespondennja jang bekerdja djauh dari rumah dan jang tidak dapat berhadapan mata dengan mata. Kepartaian dalam Pers Amerika Serikat. Biasanja para publisher hanja memilih editor-editor jang dalam hubungan politik bersamaan dengan mereka sendiri, tapi dalam pekerdjaan sehari-hani diredaksi, sering kali harus diambil ikeputusan-,keputusan jang bertentangan dengan haluan partai jang disokong dan sering kali bertentangan djuga dengan haluan publisher sendiri, bahkan telah mendjadi satu kebiasaan bagi seorang editor untuk memperlihatkan sikap berhati-hati dan kebidjaksanaan dalam menulis tentang soal-soal politik daerah atau negara bagian, akan tetapi sikap ini dilepaskan dalam soai-soal jang meliputi negara Amerika seluruhnja. Dalam soal politik nasional editor harus berhaluan sama dengan publisher, djika tidaik maka ia lebih baik meletakkan djabatannja. Pada tingkat soal-soal negara bagian, surat-surat kabar Am e rika sering kali mempunjai sikap bipartisan atau kedwipartaian. Dalam pemilihan Gubernur Negara Bagian Illinois, Adlai Stevenson mendjadi tjalon Democrat. Ia menerima sokongan kuat dari Chicago Daily News jang berhaluan Republikein. Sebabnja ialah karena editornja berhasil membudjuk publishernja dengan mengemukakan kepandaian-kepandaian besar jang ada pada Mr. Stevenson, sedang tjalon Republikein sendiri tidak mempunjai ketjakapan-ketjakapan istimewa. Kedwipartaian ini bukanlah merupakan keadaan luar biasa didaerah sebelah Utara dari Amerika. Dibagian Selatan orang lebih banjak memihak satu partai sadja.....

60 Kekuasaan Publisher dan kedudukan Editor. Hubungan jang ideal antara publisher dan editor adalah pembagian kekuasaan. Editor harus mempunjai kebebasan sepenuhnja dalam hal mengarang dan menjiar, sedang publisher memperhatikan soal-soal lainnja dari perusahaan. Didalam praktek keadaan tidak sedemikian. Orang-orang jang mempunjai tjukup uang untuk membeli sebuah perusahaan surat kabar mengeluarkan uang itu bukan sebagai kesukaan atau suatu hobby sadja. Maksud mereka adalah mentjari keuntungan. Mereka menuntut supaja editor-editor taat kepada mereka; djika tidak, baik minta berhenti sadja. Mengasuh sebuah surat kabar langsung dibawah kekuasaan seorang publisher jang baik, meskipun banjak keberatan-keberatannja, adalah pekerdjaan jang paling memuaskan. Djika publisher terpaksa meninggalkan pekerdjaannja dan kekuasaannja harus diserahkan kepada seorang wakil, maka sebagian besar dari kesenangan kerdja dan kepuasan itu akan hilang. Pada permulaan perang dunia ke-ii publisher saja, Frank Knox, diangkat sebagai Secretary of the Navy (Menteri Angkatan Laut) dibawah Franklin Delano Roosevelt. Untuk sementara waktu kami terpaksa menerbitkan Daily New dibawah pimpinan sebuah panitia dari tiga orang, jang mewakili bagian-bagian terpenting dari perusahaan surat kabar. Peraturan ini gagal karena ketiga anggota panitia itu tidak selalu sefaham, sehingga tidak dapat mengambil keputusan-keputusan tjepat. Dengan demikian perusahaan surat kabar tertahan dalam pekerdjaannja hingga wakil presiden dari perusahaan ditundjuk sebagai general manager, akan tetapi sesudah penundjukkan itu pekerdjaan masih tetap belum dapat berdjalan lantjar. Pada umumnja surat-surat kabar dapat diumpamakan sebagai bajangan seseorang. Adanja seseorang itu dalam organisasi merupakan tundjangan kuat bagi semua orang jang berusaha untuk menerbitkan bukan sebuah surat kabar sadja, akan tetapi sebuah surat kabar jang baik. Sebuah pudjian dari publisher sendiri jang diutjapkan dihadapan staf redaksi, bagi orang jang dipudji itu mempunjai effect demikian besar sehingga melampaui penghargaan dari pemberian bintang djasa. Bagian terbe-.sar dari anggota-anggota redaksi lebih suka bekerdja untuk mendapat pudjian dari rekan-rekannja dari pada untuk mendapat gadji besar. Mereka tidak dapat mengharapkan mendjadi kaja, mereka mendapatkan kepuasan-kepuasan lebih besar dari

61 kesenangan-kesenangan dalam mentjiptakan sesuatu dan dari penghargaan-penghargaan dari rekan-rekannja. Monopolisasi persuratkabaran. Pada tahun-tahun achir ini terdapat satu tendens dalam persuratkabaran Amerika untuk memonopolisir. Hampir ditiap kota dimana saja dahulu bekerdja sebagai reporter muda, sekarang hanja ditjetak satu surat kabar sadja, sedang dulu terdapat empat atau lima buah. Sebagian orang menganggap ihal itu sebagai akibat dari,.sur vival o f the fittest atau kemenangan dari jang kuat dan pandai dalam persaingan. Anggapan iini memang ada kebenarannja. Biaja untuk mentjetak selalu membumbung, harga kertas dan upah buruh memberaitkan persaingan. Perusahaan jang lemah akan melebuxikan diri dengan jang kuat sehingga tinggal hanja satu surat kabar sadja. Perkembangan demikian tidak baik bagi mereka jang ada hubungannja dengan persuratkabaran. Lowongan pekerdjaan mendjadi makin kurang. Dan menurut. pendapat saja nil ad pekerdjaan djuga mendjadi mundur. Dorongan dan persaingan hebat tidaik ada. Surat kabar jang bermonopoli dapat menentukan sendiri pesatnja pekerdjaan dan publishernja 'dapat menentukan harga iklan dan besarnja oplah sesukanja. Kemadjuan tehnik dan harapan. Saja harap nanti aikan datang satu waktu jang memungkinkan kita menerbitlkan sebuah surat kabar tanpa mesin-mesin jang mahal. Ahli-ahli tehnik kita telah mendapatkan tjara-tjara untuk mengesampingkan composing-room, dan mungkin dikemudian hari kita dapat mengganti mesin-mesin tjetak raksasa jang sangat mahal dengan mesin jang sederhana dan murah. Saja pertjaja bahwa masjarakat akan lebih beruntung djika ada lebih banjak surat-surat kabar dari pada lebili sedikit. Saja ingin melihat lebih banjak orang laki-iaki dan wanita jang baru lulus dari colleges langsung bekerdja dalam persuratkabaran. Kita semua insjaf akan perubahan-perubahan jang akan datang. Kita telah menjaksikan bagaimana radio berkembang dan meluas, hingga selkarang meminta pelajanan dari satu golongan baru diantara pengarang^pengarang. Televisi pun membutuhkan tenaga dari siswa-siswa jang tjakap jang dulu menerdjun kelapangan persuratkabaran. Siapa tahu, ditahun jang akan datang mungkin alat televisi akan diper-

62 lengkapi dengan alat tambahan jang dapat mentjetak surat kabar; suatu alat jang djika diputar knopnja sadja akan m entjetak sebuah surat kabar jang bernilai tinggi, lengkap dengan illustrasi, iklan-iiklan dan features, seperti apa jang diberikan djuga oleh surat-surat kabar sekarang jang ditjetak dimesin tjetak dengan biaja besar dan diantarkan kerumah tuan-tuan. Djiika waktu itu <tiba maka kita akan menjaksikan bahwa pe rusahaan-perusahaan radio dan televisi mendjadi publisher, sedangkan staf redaksi akan bekerdja disamping camera-camera dan projector-projector. Bagaimana perhubungan antara publisher dan editor akan mendjadi, sekarang tidak seorangpun dapat meramalkan. Tapi dengan pasti kita dapat mengatakan bahwa djabatan editor dan reporter dan djuru portret tetap akan ada, karena harus ada orang-orang jang menulis warta-berita dalam ibentuk tulisan dan menjiarkan berita-berita itu kepada langganan dalam bentuk semi permanent. Kebutuhan akan tjatatan-tjatatan tertulis dan gambar-gambar tertjetak tidak akan berkurang, karena berita-berita jang diutjapkan setjara lisan dengan perantaraan radio dan gambar-gambar dengan alat televisi akan hilang lagi dalam beberapa detik bukan dari mata sadja, tetapi djuga dari ingaitan kita. Sebegitu djauh dapat dipastikan radio dan televisi tidak akan merupakan suatu bahaja bagi persuratkabaran seperti dulu kita kirakan. Djika kita dapat memenuhi suatu sumber kertas koran lebih murah dan lebih kaja, kita akan mempunjai lebih banjak publisher, bukan lebih sedikit.

63 Tjatatan diskusi atjara : APAKAH POLA JANG IDEAL UNTUK HUBUNGAN ANTARA PENERBIT DAN PEMIMPIN REDAKSI? 1) Mengenai perkembangan persuratkabaran di-indonesia dewasa ini, O Flaherty menjatakan bahwa hal itu mirip dengan perkembangan persuratkabaran di-amerika pada waktu dahulu kala. 2) Menurut O Flaherty di-indonesia nampak suatu perhatian besar terhadap pers dan ini menandakan suatu harapan baik bagi kemadjuan pers Indonesia. 3) Hubungan antara publisher dan editor di-amerika Serikat umumnja seperti madjikan terhadap pegawainja. 4) Publisher menurut adat kebiasaan tidak boleh memerintahkan seorang wartawannja, baik jang ada didalam maupun diluar negeri, untuk menulis tentang sesuatunja menurut kehendaknja si-publisher atau jang sesuai dengan haluan politik surat kabarnja. 5) Pertikaian antara penerbit dan pemimpin redaksi biasanja tidak timbul karena perbedaan faham tentang beleid politik pemberitaan atau lain-lain tulisan, tetapi biasanja karena soal-soal tehnis perusahaan belaka. 6) O Flaherty berpendapat bahwa pers jang monopolistis merugikan mutu pewartaan karena tidak ada saingan jang tjukup hebat. 7) Memuat gambar tubuh manusia jang telah rusak anggota badannja didalam surat kabar, menurut O Flaherty tidak ada faedahnja, jang berarti tidak perlu dimuat gambargambar sematjam itu. Kalau salah satu surat kabar memuat djuga gambar seorang korban ketjilakaan, code etik kewartawanan Amerika menuntut supaja sikorban itu di-

64 potretnja demikian rupa hingga mukanja tidak dapat dilihat. Di-Amerika Serikat terdapat surat-surat kabar besar jang mempunjai laboratorium sendiri jang menjelidiki obatobat jang ditawarkan didalam adpertensi-adpertensi surat kabarnja. Penjelidikan itu dilakukan agar dapat dipertanggung-djawabkan akan kebenarannja obat-obat itu m enurut segi-segi keilmiahan. Kantor berita hanja memberikan pedoman bagi berita-beritanja dan bukan memberikan headlines.,.headlines jang mengandung pendapat didalamnja atau jang dinamakan slanted tidak dapat dibenarkan. Mengenai kedudukan pers dalam hubungan hukum O Flaherty menjatakan bahwa pers bukanlah berada diatas hukum (the press is not above the law). Djuga di-amerika Serikat comic-strips jang mengandung sifat-sifat kedjahatan dan kekerasan (horor-comics) mendapat perlawanan dari masjarakat terutama dari kaum Ibu. Horor-comics itu dilihat dari sudut pendidikan sangat kurang baik bagi pendidikan kanak-kanak. Di-Amerika Serikat terdapat djuga surat-surat k a b a r: a) jang memasukkan didalam berita-beritanja pendapatpendapat redaksi sendiri sehingga facts dan opinion ditjampuradukkan; b) jang memutar balikkan kenjataan-kenjataan; c) jang berat sebelah dalam pemberitaannja. Surat-surat kabar sematjam itu termasuk uitzonderingen dan pada umumnja tidaklah demikian udjudnja Pers Amerika. Pada umumnja sekarang ini para wartawan jang berpendidikan Sekolah Tinggi lebih tjepat madjunja dari pada mereka jang hanja berpendidikan Sekolah Menengah sadja. Jang disebut terdahulu itu memiliki ilmu-ilmu pengetahuan jang lebih luas dasarnja sehingga dengan demikian mereka itu dapat lebih tjepat mengolah bahan-bahan tulisannja. Seorang wartawan misalnja harus mengetahui tentang soal-soal agama dengan dasar-dasarnia, dasar ketata-nega-

65 raan dari berbagai-bagai negara terutama mengetahui betul tentang tata-negaranja sendiri. Didalam kemadjuan sekarang ini dengan sendirinja Perguruan-Perguruan Tinggi Djurnalistik dihargai oleh masjarakat terutama oleh dunia persuratkabaran sendiri. Tjatatan: Sebagian dari apa jang dikemukakan dalam diskusi ini terdapat djuga dalam lainlain tjatatan diskusi, sehingga tidak dimuat lagi dalam tjatatan i'.ii. Fcmandangan dalam tjeramah pers digedung Adhuc Stat Djakarta. (Clichelfoto KEMPEN)

66 PRINCIPLES OF JOURNALISM. By Hal O'Flaherty. The profession of journalism, in my op inion _ and obviously this is a biased opinion, is not only the liveliestof all professions but the most rewarding and interesting. It deals primarily with the conversion of ideas into the permanent form of the printed word. It ranges in soope from the sublime qualities of beauty, laughter, and love to the appaling daily record of human tragedy and degradation. To engage journalism is to partake in a vital service to the community and to the nation. To take your part in recording each day s events accurately, truthfully, and interestingly brings as great a satisfaction as healing the sick, or practicing law, or administering government. Modern society needs more and more journalists. The demand of industry, government, the press, radio, television for young men and women capable of converting ideas rapidly into print are well nigh infinite. With all the schools and facilities available in the United States for educating young people in journalism, the need cannot be filled. There are more jobs than there are qualified applicants. What are the qualifications of a good journalist? Basil L. Walters, Executive Editor of five Knight newspaper> was asked by the American Newspaper Publishers Association to define these qualifications. He says: Inquisitiveness and a keenly developed ability for accurate observation are primary requisites for a good reporter or editor. The thirst for knowledge about all things must be combined with ability to convey interestingly, onthusiastically, and clearly the truth learned through careful inquiry. A good newspaperman must question everything, taking nothing for granted, but he must avoid becoming a cynical fault-finder. He must be a student of the past but must live constantly in the present realizing he is recording the history of the most interesting of all eras.,.there is no educational..formula for the development of top editorial talent. Some of our best reporters and editors did not attend college but the quickest and most efficient way to prepare for a journalistic career is in a good college. A college degree must be regarded as one step in a journalist s education.

67 in my own experience, I found that college-trained men and women moved fater and were better prepared for their work than those who came directly from high school. For one thing, they had a better knowledge of their rights and responsibilities as good citizens and were better able to organize their facts, visualize those facts in a column of type, and proceed to the writing of a news article or an editorial. Also; they were more self-assured and, consequently, more courageous in talking to the public. They felt themselves fitted to meet their fellow citizens on a basis of intellectual equality. I believe that all journalists should have a course in comparative religion. They should know and respect the basis tenets of all religions. They should understand the various systems of government and most especially they should understand the organization and operation of their own gor vernment. What this all boils down to is my opinion that journalists should have a course in liberal arts first and finish with a course in journalism. The usual division is two years of liberal arts and two years o f journalism. A writer long dead once said that nature provides us with two great inborn faculties-curiosity and memory. When these are perfected they create reason and when reason is perfected we have wisdom. The journalist quickly develops his sense of curiosity and perfects his memory b y recalling what he sees and hears and thinks. This faculty of complete recall is a product of reporting and editing. The school of journalism should teach the student how to collect material fo r a news story; how to question private citizens and elected officials; how to take a mental look back of the facts and construct causes, reasons, and at times underlying motives. The student also should be taught how to return to his typewriter and without.too long a preparation begin the lonely, difficult task of composition. All through my newspaper years, I have watched my colleagues sit down to their typewriters and go through this process of collecting their thoughts^ Sometimes they are amusing, at other times they are distressing to the point where one cannot continue to observe. A reporter on my first staff scratched all the hair off the back of his head in this effort at concentration. Another tore a newspaper page into small strips. I found that I could not begin to write until I had rubbed my hands vigorously together. Others find that a cigarette helps in the procedure- But no matter what the method, the reporter or the editor must evoke the image of the ideas in the form of words and the words in the form of the printed column of page. To do this rapidly and well is a great art. In all writing there is what is known as,,orientation, the writer has his point of view. It may be from above, or below, or level with the eye, or from within or through as in X-rays, but always there is a point o f

68 looking from above, high enough to produce an easy angle but still high enough to secure a fairly broad sweep of an area whether it was a hall, or an entire countryi or a group of nations. From that vantage point I selected the persons involved in the action, described them briefly in their setting and proceded to a report of their words, their tone of voice, and their effect upon those around them. These are minor details of the intricate work of securing facts, verifying them, and then converting them into a readable newspaper article. The anguish that goes into this work is the price we pay for taking part in the great human drama of every day affairs and acting as the scribe or recorder. I doubt whether the surgeon preparing to operate or the lawyer rising to address a jury endures a greater stress. For think what will happen if you fail to do your work well. Waiting for your copy are the compositors and the high speed presses. One little slip and you have the untold agony of seeing an error repeated, as in the case of my own paper, a half a million times. What if those presses were to be used for the multiplication of a deliberate lie? It has been tried and has destroyad the society that it represented. Journalism must never betray this most marvelous of all mechanical articulations. In Chicago we have had the benefit for many years of a central news bureau, owned and operated by all of the daily newspapers in the city. This central bureau hires reporters from the colleges and universities and trains them to cover the routine news of Chicago. They collect the vital statistics, births, deaths, marriages, arrests, petty trials, routie court news such as the filing of law cases, decisions in minor trials and sometimes major ones. The vast minutae of the day s affairs pass through the central bereau to the city editor s desk. When a newspaper requires editorial help, it calls the director of the city news bureau and is supplied with a reporter whe has been taught the names of places, of city streets, the location of police stations, city offices, and in fact the entire geography of the metropolitan area. It saves the newspapers the time and effort of training the beginner. Wherever there are many newspapers in an area, this method of covering routine news is the best. The training -of the young reporters is rough but thorough. I have always felt that the reporter had the best job on the newspaper. He is in the swing of affairs, close to stimulating, exciting events. He is aware of what is happening. He lives in the pulsating heart of the community. This is the great life. Each morning when he awakes, he can say:,.today, I shall have an adventure. The city seldom fails him. Then comes the anguish of creation followed by the joy of publication. It is a rich reward.

69 Of all the fields of journalistic effort, I hold the foreign assignment to be the most fascinating. After nearly half a centry in newspaper work, I still thrill to the prospect of being sent to some distant place on the earth to observe and to write for a newspaper. Only a few newspapers in the United States maintain staffs of correspondents in foreign lands. It is an expensive activity and the individual newspaper finds it increasingly difficult to afford this luxury. My newspaper, The Chicago Daily News, has had its own foreign staff since I have felt through the years that journalists should be given an opportunity for travel. They should De able to write from first hand knowledge of the events in far corners of the world: My government has tried to help in this way by bringing to our shores journalists from every nation. I hope that this practice can be maintained and extended. It has been my misfortune to live through two world wars and to be assigned to write the record of man s most hideous error-the settlement of differences by the force of arms. I hope this error can be eliminated in my life time. I hope that through the medium of an enlightened world press, the peoples of the earth can be taught to live peacefully together. War correspondence has its thrill and its moments of grandeur but peace-time correspondence also carries a large measure of excitement and interest. The newspaper correspondent working in a foreign country has privileges and opportunities for meeting great personalities, for travel and study. Frequently, the foreign correspondent is better informed than many of the local reporters on political matters largely because he is more widely traveled and makes it his business to talk to more people. I would like to see all newspapers assign reporters to some forign country because I am certain it would help bind the world together, reduce the frictions and make coexistence' easier. The great assignment, in my estimation, is to cover the United Nations.

70 NEWS THAT IS FIT TO PRINT. By Hal O Flaherty. How much of the news that comes to the editor of a modern newspaper is fit to print? The answer is : Nearly all of it but only a small proportion of the daily grist of news ever gets into print. The reporters who write the local news seldom submit material that is beyond the pale of decency or of a libelous or defamatory character. That vast flood of news that comes from ihe press associations is carefully edited before it goes on the wires andi consequently, is fit to print if the editor so desires. j>to editor worth his salt is going to print a deliberate falsehood, or libel a person, or. hold up to ridicule a reputable organization. The penalties are too great. The mental anguish caused by the occasional error in a newspaper is known to all who are experienced in the profession of journalism. But there are items of news that occupy a middle ground. For instance, the publication of betting odds and the selection of probable winners of tommorow s horse races. In the early days of American ;ournalism many editors would not even print the accounts of horse races much less the handicapper s selections. Time and the invention of the parimutual board have changed this attitude, although in many states horse racing is illegal. Then there are the endless items of news that violate the canons of good taste, of ordinary decency, or human delicacy. Every community has its degraded elements. The police blotters of every city are filled with reports that can only appeal to the morbidly surious or the degenerate. It is the task of the editor to eliminate them entirely or see to it that they are reported in such a way that they will not offend his readers. My own newspaper, The Chicago Daily News, is still known as a home newspaper. It was the intention of the founder to produce a newspaper that could be read by every member of the family or read aloud by parents to their children. That was in the days when a whole newspaper could be read aloud in the evening hours. To^ay, the reading of every word in the Daily News would require more hours than any reader would be willing to devote to the task.

71 However, the same attitude toward the character of the news persists, and the editing is of the same quality and those who are entrusted with task of selecting the material that goes into every edition are chosen because they have a nigh regard for decency and dignity and the truthfulness of a newspaper. There are five unmentionable English monosyllables that never appear in a decent newspaper any place under any circumstances. We who use this language are not consciously aware of this avoidance. They simply are not used and are printed only by accident. Yet they are in common use in the spoken words of our people, and they seem to be used by all men who are inducted into the armed services and go off to fight wars. In the recent World War it was not uncommon to hear a soldier use all five unmentionable monosyllables in one sentence. But once these men are returned to their homes, their language reverts instantly to the decency of civilized usage. I believe there is in all human being a sense of decency. I have never known an editer who would willingly pass for publication an article that would offend the canons of good taste or unnecesarily invade the privacy of a citizen or present an idea in hysterical or intemperate words that could as well be told in the calm usage of the local news room. I do not suggest there are no such editors because I know only too well there bad newspapers. As a matter of fact, there are some notorius stinkers. They are the rare exception. American journalism frequently is assailed by doubts and questioning over the manner in which we report criminal trials. Our tendency has been toward sensationalizing crime stories and too often the most lurid accounts of crime come out before the acused can be brought to trial, even before they are indicted. Lawyers accuse the press of trying their clients before they have a hearing and, to some extent, this criticism is justified. We have drifted into the habit of getting all the evidence with or without the aid of the police or the proper authorities and then presenting this evidence to the public with all the assurance that could be given a thoroughly prepared case in court. Because the press is aware of this misuse of freedom, I feel that it will be corrected; but should it proceed much further, I am equally certain there will be an outery from the legal profession if not the public itself. During the seven years that I was managing editor of a metropolitan newspaper, only one suit was brought against us for libel; and I am happy to state that the libelous article was recognized, thrown out after running one edition and a correction published' immediately with an editorial apology the following day. The libel was written by a young reporter who did not stop to check the facts as given him. He was not discharged, but I ll venture to say he has never forgotten the rebuke he

72 received from his managing editor. That is the way good newspapermen are made. No doubt many of you have heard of the tide of criticism coused by our so-called comic strips. There was a peiicd s.eveial yt.ais ago when these alleged comic strips seemed to revel in manslaughter, cruelty, vice, and degeneracy. They once were really funny, i read them in my youth and enjoyed them because we could laugh over each and every one. The turn to voilence and crime came only slowly and held within itself the seeds of its own destruction for the parents of the country revolted and the editors, who had drifted with the demands of the circulation managers for more and more gruesome strips, also revolted. All of the strips are being.toned down and the worst of them eliminated. Our experience with photographs has gone through many phases including the era of blatant sensationnalism and the era of unnecessary emphasis on sex. The better newspapers have a sort of code regarding the character of news photos passed for publication. The picturing of the faces of the dead is now frowned upon and the publication of photos purely f o T their morbid portrayal of violent injury is far less acceptable than it was a few years ago. The old argument over whether the newspaper had the right to publish a person s photograph without permission seems to have been forgotten. It was once a very live issue. Many newspapers were sued for invasion of the citizen s privacy, but the courts eventually came to agreement that we cannot copyright cur faces or our personal appearance. Advertisers have always been a dreadful headache to the editors cf newspapers. Because they buy space in the newspaper, the advertisers not infrequently feel they have some say about what can or cannot be peinted. I was never greatly impressed by the complaints that reached me from the advertisers but my gorge rose when I was asked to run articles in the news columns that clearly were intended to sell goods. Also, there were advertisers who were willing to pay a premium price for the right to describe their products and usually they were low-grade or fraudulent. My newspaper would never publish the advertising of socalled,,quack doctors or cf the medicines that obviously were worthless or harmful. Many newspapers will not accept advertising for whiskey not because they are against the use of alcohol but because of the relationship between the sale of spirits and the worst elements in the community. The foremost newspapers maintain their own laboratories far the analysis of products advertised and generally are strict in the surveillance of the things offered for sale and the methods of selling. The one great question in the minds cf editors relates to the-character of the headlines and the style of writing used in factual, truthful presentation of news. Writers are wel aware of the need for care in the handling

73 of news to see to it that all items are as objective as it is possible to make them. I doubt whether any reporter can be completely objective, but certainly all of us are capable of keeping our personal opinions out of a news report. Similarly, we are well aware that in the writing of a news item, we are not supposed to inject into it the editorial opinion of the newspaper or the religious, political, or social beliefs of the publisher. Pure objectivity is an ideal. We hope when wc begin each day s work that we can prevent the news columns being perverted into an editorial page. But there are always tiie slips that change a straight news story into a biased 01,,slanted' statement of the facts. I am not sure that the news columns can be kept clinically pure. The use of the by-line tends to injure objectivity. Anyone writing under a by-line is inclined to drift from reporting into expression of opinion or to become reflective, sometimes philosophical. It is a human failing. Of recent years, the newspapers have found the columnists of nationwide fame a great circulation builder. Most of these columnists are selling,.canned editorials that should be kept out of the news columns and used only on the editorial page with the local editorial. Unfortunately, the popularity of many syndicated columns is so great that they become of page one value and appear in the news columns. Some publishers will buy and use: as many as five or six of these columns despite the fact of their leanings to one side or another on every public question. The justification is that the publisher is trying to give all sides of the question. I feel that only a limited number should be used on the editorial page and so far as possible they should be selected for their inherent worth, not for their political angles. A final problem in the handling of news is the printing of only one side of a question of public interest, especially of a political problem. One way of avoiding injury by deletion is to print both sides of a debatable issue side by side. In some political campaigns where two candidates are fighting for votes and the public interest is at white heat, I feel the good newspaper should print the speeches of both men with equal headlines and in equal length in the same port of the paper. I have found this a satisfactoz y solution, and I believe it is being done more frequently in every part of the United States than it was in my early days. Publishers now are taken to task if they let their political beliefs override their good editorial judgment. The reading public is quick now to recognize an unjust emphasis on one side of the political conflicts. Because I believe that the basic function of the newspaper is to inform, I dislike the pressures that are brought to bear upon editors to invade all other fields. Some untutored advisors of the press would like to see the newspapers become educators and use their columns to teach. Some would have the newspapers provide mostly amusement and entertaiment.

74 The good newspaper is not in the business of education nor is it a theater. Its function is to inform truthfully and to record the day's events. We all should be satisfied to rest our efforts there. Pertemuan ramah-taniah digedung Lembaga Pers dan Pendapat Umum Djakarta. Dari kiri kekanan : Hal O Flaherty, T. Sjahril (ketua PWI-Pusat), Drs. Marbangun, Asa Bafagih (Wakil SPS), Soegijanto (Lembaga Pers). (Clichelfoto KEMPEN)

75 WHAT IS THE IDEAL PATTERN FOR PRESS-GOVERNMEXT RELATIONSHIP? By Hal O Flaherty. The foundation of all relations between government and the press must be built upon law-just law embodying the most sacred aspirations of a freedomloving people. When the founding fathers of the United States of America were debating this issue during the writing of our Constitution, they had the profound wisdom of George Washington, Benjamin Franklin, and Thomas Jefferson to guide them. Benjamin Franklin was not only our greatest diplomat at that time but was revered by the world as a scientist, as a philosopher, and also as a Journalist. From his mind and that of Thomas Jefferson sprang the words that were incorporated in the Declaration of Independence and the Bill of Rights. Let us examine- the first article of the Bill of Rights. It became the first amendment to our Constitution and to you and me it represents basic law. It take up the negative aspect of the relationship between government and the press, but in so doing it has become the most explicit directive yet produced as a guide both to government and to publishers and editors. : It reads : Congress shall make no law respecting an establishment of religion, or prohibiting the free exercise thereof; or abridging freedom o f speech or of the press; or the right of the people peaceably to assemble and to petition the government for a redress of grievances. Congress is not merely forbidden to touch these things, it is forbidden even to try touch them. Religion, speech, including printed speech, and right of assembly are not proper subjects for discussion by Congress. It is clear the founding fathers intended te prevent Congress from even talking about freedom of speech or of the press. They are separated and removed from the field of government. This does not mean that the press of the United States is free to do or say anything it chooses. Those who publish are responsible for the character of the material coming from their presses; and if it is harmful to others, the courts are open for the redress of the wrong. There are

76 many laws dealing with criminal libel, defamation of character, slander, and other forms of wrong doing through the printed word. But the greatest factor in the publishing of decent newspapers and decent books lies in the character of the publishers. Men and women reared in decent homes of honest parents are possessed of natural good taste and inborn sense of the fitness of things, especially in the choice cf items to be printed in their name. It is this good taste rather than fear of the law that produces so many excellent newspapers both in the United States and here in Indonesia. Where good taste or good intention does not exist and the public is confronted with a publisher who flouts all decency, then, it seems to me, the publishers themselves should first of all exercise a concerted effort to reform the misbehaved. If they prove they cannot discipline their own people, then the government must take a hand. Many efforts have been made to write a code of ethics and morals for the press, but most have failed because they assumed the form of arbitrary dictation. My own belief is that the press of the United States must exei'cise a greater discipline over its own functions or face legislation at the state level to prevent wrong-doing. And at this point in our discussion, it necessary that we probe the minds of the founding fathers in America and the present attitude of the American people toward their government and toward the other peoples of the world to find the principles upon which both government and press should operate. Washington, Franklin, and Jefferson looked upon the federal system they helped establish as being the forerunner of many to come throughout the world. They themselves wrote of this belief. They were convinced that the political systems of Europe had failed over many centuries to find a solution satisfactory to the common people. They believed that it was not by accident that the Western World had been discovered and opened to occupation. They felt that it had been decreed by a Divine Providence and that God Himself had selected the Americans for the home of all peoples from every quarter of the world, a home in which they could live under a new order conceived in liberty and dedicated to the proposition that all men are born free and equal. These last words are Abraham Lincoln s, but they embody for all time the conception of the founders. What evidence, besides the written word, do we have of this vision on the part of the founding fathers? We have it, of course, in the spirit of the Declaration itself, but let me recall briefly an occurrence of that same day in July, 1776 when the Declaration had been adopted and the signatures of the patriots had been attached. A motion was mads that a committee be appointed to draw up a Great Seal of the United Sta4.es

77 which could be attached to documents such as the one just completed. General Washington who was presiding, immediately appointed a committee to do this work. It was composed of Benjamin Franklin, Thomas Jefferson, and John Adams. They met in these solemn hours late that same day and still with the inspiration of the moment they drew up the specifications for the Great Seal which they believed with their pent-up ardor and hope for the future would carry down to coming generations their vision of government. We still have this evidence. The Great Seal on one side shows the Eagle with the arrows in one claw and the olive branch in the other, but on the other side it shows an imcomplete pyramid, capped by the eye of God in a Glory with this inscription in Latin :,(Annuit Coeptis Novus Ordo Seclorum. It means : A good beginning of a new order. In the first draft, the pyramid was drawn with thirteen stones to represent the original thirteen colonies but Franklin himself with Jefferson s concurrence saw to it that the pyramid was made of many stones because the new order they envisioned was the brotherhood of man. They believed the people of the entire world could live peacefully under a federal system in which each state maintained its sovereignty but acknowledged the need of a supreme body to maintain a decent order between the individual states. In brief, the Great Vision was that of a World State. The activity and the thought of 1776 was, in their minds, a Great Sehearsal. establishing a new goal to which all men could aspire. One result of their labor is visible in the United Nations. The following verse written at that time sums up their longing for a united world : God, let war s tempest cease. To all the world bring paece, Under Thy Wings. Make All the nations one. All hearts beneath the sun. Till Thou shallst rule alone, Great King of Kings! Here then is the vision and the pattern of self g o v e r n m e n t based the sanctity of the individual and his right to speak or to publis thoughts. A publisher carries the responsibility of bearing the toic o freedom. His relationship to government is that of a speaker for ms readers, a community leader, an upholder of ideals, of order. So long as he honorably fulfills that role, he is also entitled to critsize governmen, to oppose acts of government where they infringe the public rights.

78 Because of this responsibility, the publisher is and always should be considered the head of an important instititution. He is not a mere vender of goods to be sold over the counter as green vegetables. He is an instrument for the conveyanne of ideas. In the delicate, process of guiding the thought of civileized man, he has on his shoulders an awesome but rewarding burden. I use the word,,guiding the thought of man because neither the newspaper nor government has the right to impose its ideas on the people. The sacred right of forming an opinion is not be infringed by either side. It was Thomas Jefferson who wrote the words that arc today inscribed on his monument in Washington : I have sworn upon the alter of God, eternal hostility against every form of tyranny over the mind of man. From his day to this in which we live, editors have had that statement framed over their desks. Tyranny of any sort has been the enemy of the good publisher or the inspired editor. In sny satisfactory relationship between publisher and government, the two march together bearing a common standard inscribed..freedom under God. Early in the history of the Amei ican Republic an attempt was made to control the press. The sedition laws of 1798 made it a crime not only to iell lies but also to speak disrespectfully of the President, of Congress, and various other elected office holders. Even if you told the truth, it could still be disrespecful and if so it was criminal. The reaction against this law was so terrible that it destroyed the party that proposed it and buried successfully the desires on the pert of government to control or destroy the freedom of the press. I would not dare to hold up the press of the United States as fualtless or above criticism. We have our weaknesses but for one hundred and eighty years we have defended the right of the people to have a free press even though it falls far short of their ideals. It stands ever ready to fly to their defense. It correctly reflects the moods of people and is considered an institution of great worth in every community. Our daily life would be dull indeed without it. There are many problems current in the relations between government and the press in the United States of America. I shall list briefly some that may have come to your notice, and in the ensuing discussions I shall be glad to elaborate on them. The right of a congressional committee to single out one newspaper unfairly as a target for criticism of a general fault. The right of the executive branch of government to order the withholding of information on the ground of necessary secrecy. The erection of barriers to the press by local governments. The selection of one newspaper as the mouthpiece of government. The use of evasion or deliberate falsehood in protecting elements of government.

79 For the purposes of comparison, I would like to tell of some observations I made in 1951 and 1952 during a study of the attitudes of eleven governments in Europe toward the press. I began my study in England where I talked with the editors and publishers of the principal newspapers and asked them whether government-then a Lobar governmentshowed any tendency to infringe their rights. Here was no complaint. They had no peacetime censorship of any kind. They had complete access to information within the reasonable limits of security and departmental responsibility to the people as a whole. The British press has enjoyed the blessings of freedom since 1688 when William and Mary were called to the throne but were confronted with a document called the,,bill of rights and were not allowed to rule until they had acccepted it. There can be no question about the relationship between government and the press in Great Britain. They both know their rights and guard the n jealously. Elsewhere in Europe some curious attitudes toward the press have developed, some that are entirely inacceptable to our w ay of life in the United States but seemingly satisfactory to the peoples c f the smaller countries with a homogeneous population. For instance, in Sweden, a law was passed by their parliament wich ostensibly establishes a code of practice and usage for the press but which in fact gives the government the right to license publication and keep a strict surveillance over all elements o f the press. In a country as civilized and cultured as Sweden, the press is able to function under such an arrangement with only relative freedom because the administration of^the law is in the hands o f liberalminded men and women. But from the viewpoint of an Am erican newspaperman, the setting up of government license and control is an infringement o f natural rights and could not ibq countenanced. It would require an admission that government is not by consent o f the governed but the reverse; that government is the state in which the individual is merged; that the individual must submit to the will of the state in all things including that o f expressing his thought in the printed word. To that w could never subscribe. The other Northern states in Europe, it seemed to me, had drifted into a socialistic attitude toward the press and accented a type of n e w s p a p e r that hardly measures up to the standards of a free Dress. So many of the newspapers are owned outright by trade unions and political parties that one looks closely before finding a newspaper owned by an individual and edited without bias for the readers or aii political colors and religious beliefs. There can be no question as to the right of a trade union, a political party, a church, or a cooperative society to owr. and operate a news paper; but I woulci be most unhappy were I deprived of everything but that type of house organ. Especially would it be distressing to read a

80 daily newspaper which refused to print any but one party's vieuwpoint on important issues of the day, or to read one that contained only the vieuws of organized labor and excluded completely all news of ownership and management except that which held these up to ridicule or contempt. Perhaps the greatest disappointment I had in my study of the European newspapers was in France. There I had hope the new deal allowed the people cf that country after the German occupation ended would result in the establishment cf a free and far better press than existed prior to the war. However, I found that the French government had take over all of the equipment and had offered it for sale to anyone who could find the money to buy, and it went in large measure to political parties and trade unions. The result is a highly partisan press, each newspaper rigidly following the affairs of its own party and withholding or giving the scantest space to the activities of political opponents. To some extent this tendency to print only one point of view in c. newspaper has affected France politically, has produced an unwillingness to compromise, and a multiplicity of political parties. In brief, it has contributed to the chronic governmental instability in France. Spain does not beleve in a free press and unless things have changed since I was there in the winter of 1952, the people read what the censorship allows them to read. All news is passed by the government censors and editors do not publish without proper clearance. I felt that here indeed was a tyranny over the mind of man. One thing the press should never be is the servant of government and under censorship that is what the press becomes. In war time, the press should voluntarily put itself under an acceptable form of censorship, but in peacetime such restrictions should be completely withdrawn. The press has been described as a Fourth Estate which indeed it is and a very powerful estate in its singular relation to the people, in its leadership of a nation s thought. We know that the American founders looked upon the press as a bulwark of strength in the fight for freedom. They, like your own patriots, Sukarno and Hatta, pledged their lives, their property, and their secred honor that the people might have a free press among other blessings of independence. Now one hundred and eighty years later, we have another Republic on Indonesia joining in the task of teaching that rule by the consent of the governed is mightier than Empire, long- live Indonesia

81 a n IDEAL PATTERN FOR EDITOR-PUBLISHER RELATIONSHIP. By Hal O Flaherty. The most treasured title in American newspaper work is that of,.editor and Publisher. Great prestige attaches to the title cf publisher because it represents more than average wealth or income. But the title..editor combined with that cf..publisher lends weight and lustre and distinction. Some publishers are not writers. They simply own a newspaper and hire an editor who docs the thinking and the writing. The other kind, and I prefer them, are not only publishers but they think and write and lead in public thought. I have worked under many publishers as a reporter and as an editor. Three of the publishers of the Chicago Dally News died during 33 years with that newspaper, and in each instance the property was sold and a new publisher appeared, one with no writing background, the others with great writing ability. It was my duty in all three Instances to help hold the editorial staff together until the new publisher was in office. It is a trying, even nerve-wracking process, the change over from a trusted, friendly publisher to the unknown approaching with new ideas, new needs in the way cf style and new ideas of efficient operation. There are always some changes in personnel. The new owner may want fewer editorial employees or more, but invariably some had to leave and there were new faces in nearly every departments That period of uncertainty and insecurity while the employees wait to see their newspaper sold and a new publisher arrive really is most distressing. The relationship between publisher and editor is, as a rule, that of employer and employee. The publisher being the owner expects the editoi to be subject to and obedient to his orders and directions. All of the publishers I have known demanded a daily report of editorial activity and reserved the right to intervene at any time with changes and revisions of policy. One relationship' between the publisher and his editorial staff s ou be made quite clear. At no time should a publisher order a r e p o r t e r 0 1 a foreign correspondent to write his articles to fit the editorial policy the paper. It has been done. There have been newspapers in the m States whose news columns were filled with editorial e x p r e s s i o n s, slan news items, and doctored facts. Such newspapers have been

82 exception, and in general the American press is free of this distasteful practice. In my own experience, the publishers have never asked me to write to editorial policy; and, as a matter of fact, one printed my articles despite the fact they dealt with material in direct conflict with his policy. It was in 191S while I was the London correspondent of the New York Sun. I was a great admirer of our then President Woodrow Wilson. I was passionately devoted to the League of Nations. The publisher was working with United States Senator, Henry Cabot Lodge, who not only opposed the League of Nations but almost singlehandedly prevented the United States from joining. My reports from London dealt at one point with the formation of the League of Nations Union which I described in terms of excited adminiration. All of my articles were published although frequently with a note at the top saying they did not represent the editorial opinion of the New York Sun. I cite this as evidence of the fairness of a great newspaper toward its reporters. Munsey was out to kill the League and yet he would not kill the articles of a correspondent laboring in a distant field who did not see eye to eye with him. As a rule, publishers employ editors who believe in the things dear to the publisher s heart. They certainly hire editors of the same political leanings, but there are almost daily decisions made by the editor that cross party lines and fail to adhere strictly) to the editorial policy agreed to with the publisher. It is even customary for the editor to have a large measure of discretion in writing of local or states politics, but this discretionary power ends at the state level. On national politics the editor and publisher either agree or part company. At the local state levels, American newspapers frequently adopt a bipartisan attitude. An instance of this occurred in the 1950 elections in Illinois when Adlai Stevenson ran for governor. He received the enthusiastic support of the Chicago Daily News, a Republican paper. This came about through the influence of the editor of the paper who persuaded the publisher of the great worth of Mr. Stevenson as against the mediocre qualities of the Republican candidate. It is not unusual to find this bipartisanship in the North of the United States. There is much less in the South where the one party- is preeminent. The ideal relationship between publisher and editor would be a division of authority in which the editor would have an entirely free hand to write and print as he pleased, with the publisher looking after the other phases of the enterprise. It just doesn t work out that way. The men with enough money to buy a newspaper do not go into the venture as a whim or a hobby. They are looking for a profit. They insist upon obedience on the pert of the editor who must obey or quit.

83 Operating a newspaper under the direct authority of a good publisher is, by all odds, the most satisfactory method of publication. Where the publisher is absent and is forced to delegate authority, much of the joy and satisfaction of the work evaporates. At the beginning of World War II my publisher, Frank Knox, was made Secretary of the Navy under Franklin Delano Roosevelt. We were forced for some time to operate the Daily News under a committee of three representing the main departments. The plan failed because the three committeemen could not agree and decisions could not be promptly taken. The enterprise languished until a vice president was named as general manager and even then, under the single authority, the work never seemed to move properly. Most newspapers are the long shadow of one man. His presence in the organization is of enormous -aid to all who strive to publish not just another newspaper but a great newspaper. The effect of a personal commendation from the publisher bestowed in the presence of the editorial staff is of greater effect that an award of a high official decoration. Most editorial employees work more for the commendation of their colleagues than for the money in their pay envelopes. They can never expect to get rich, but they find a greater compensation in the joys of creation and in the respect and admiration of their fellow workers. A tendency toward monopoly in American newspaper work has evolved in recent years. In nearly every city where I worked as a young reporter, only one newspaper is being printed where there ware as many as four or five. Some hold this to be the operation of the law of the survival of the fittest. To some extent this is true. Mounting costs of print, paper, and labor makes survival difficult. The weaker tends to be absorbed in the stronger newspaper until only one remains in the field. It is not a good thing for those involved in the profession of journalism. Jobs are scarcer and it seems to me, the quality of the work suffers. The incentive of keen competition is lacking. The monopoly newspaper can set its own pace, and the publisher can fix his own prices for advertising and circulation. I hope a day will come when it will be possible to publish a newspaper without the costly equipment now involved. Our inventers have given us the meens already of by-passing the composing room, and it may be the huge, fearfully expensive printing presses will be supplanted by a simpler and inexpensive prosess of reproduction. I believe it would be beneficial to the entire community if there were more newspapers rather than less. I would like to see more young men and women come from our colleges directly into the business of producing a newspaper. All of us are aware that changes are imminent. We have seen radio came into existence demanding the services of a whole new corps of special writers. Television is making demands upon our colleges for talent

Undang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang-undang 1946, No. 22 PENTJATATAN NIKAH. Peraturan tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1) bahwa peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk seperti

Lebih terperinci

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN PEMUNGUTAN SUMBANGAN IURAN UNTUK MEMBANTU PEMBIAJAAN PENJELENGGARAAN RADIO REPUBLIK INDONESIA KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk mendjamin bagian jang lajak dari

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN No. 180 TAHUN 1953 TENTANG PERATURAN TENTANG PEMERIKSAAN-KAS PADA PARA BENDAHARAWAN JANG MENERIMA UANG UNTUK DIPERTANGGUNG DJAWABKAN DARI KANTOR-KANTOR PUSAT PERBENDAHARAAN OLEH PARA

Lebih terperinci

Varia No. 406 Hal (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi

Varia No. 406 Hal (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi Hasil ketik ulang dari dokumen asli (dokumen asli terlampir di bawah) : Varia No. 406 Hal. 4 1966 (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi

Lebih terperinci

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun TENTANG PEMADAM API

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun TENTANG PEMADAM API Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des.1952. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun 1952. TENTANG PEMADAM API DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 12/1968 30 Agustus 1968 No. 1/DPRD.GR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 215 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN JAJASAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 215 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN JAJASAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 215 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN JAJASAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa dalam penjelesaian Revolusi Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 1/1968 20 Januari 1968 No. 2/D.P.R.D.G.R./1967. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 22/1968 18 Nopember 1968 No. 1/SK/DPRD-GR/1968 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN GIANYAR K E P U T U S A

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun 1969 28 Mei 1969 No. 6 a 1/DPRDGR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. :18/1969. 2 Mei 1969 No.5/DPRD-GR/1966 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI Menetapkan Peraturan Daerah sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa perlu diadakan peratuaran tentang penggunaan Lambang Negara

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8 No.10/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA

SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA Kencana, No. 2 Hal. 6 Th I - 1958 Drs. Asrul Sani SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA Tjatatan: Drs. Asrul Sani adalah terkenal sebagai seorang essays jang djuga termasuk salah seorang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI )

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) NO. 7/1963 27 Pebruari 1963 No. : 6/DPRD-GR/1962,- Keputusan :Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Daerah Tingkat II Buleleng

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1.

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1. No.6/ 1959. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. menetapkan peraturan-daerah sebagai berikut : PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1. (1) Dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 3 / 1966 14 Desember 1966 No. 1/DPRD.GR./1962. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANGLI Menetapkan

Lebih terperinci

FILM & SENSOR. Ditindjau dari sudut kreasi

FILM & SENSOR. Ditindjau dari sudut kreasi Sumber : Aneka No. 25/VIII/1957 Berikut ini dihidangkan buat para pembatja Aneka sebuah naskah jang tadinja adalah prasarana jang di utjapkan oleh sdr. Asrul Sani dalam diskusi besar masalah sensor, diselenggarakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 13 tahun 1970 29 April 1970 No. 2/DPRDGR/A/Per/15. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 9 tahun 1969 24 Pebruari 1969 No. 1/DPRDGR/67. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BANGLI Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 5 tahun 1969 27 Pebruari 1969 No. : 6/Kep/D.P.R.D.G.R./1968 Keputusan : Dewan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kabupaten Djembana Tanggal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 30/1963 5 Juli 1963 No : 2/DPR/1962 DEWAN PERWKAILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BULELENG Menetapkan peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 25/1963. 8 Djuni 1963. No. 12/DPRD/1962. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Status : Mendjadi UU No.3 Th.1951 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk mengawasi berlakunja Undang-undang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah 1950 No. 37

Peraturan Pemerintah 1950 No. 37 Peraturan Pemerintah 1950 No. 37 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITEIT GADJAH MADA Peraturan tentang Universiteit Gadjah Mada. Menimbang : bahwa perlu mengadakan peraturan tentang Universitit Negeri

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 6 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 6 TAHUN 1954. Tjetakan ke 2 tgl. 1 Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 6 TAHUN 1954. Tentang TAMAN PEMAKAIAN PEMELIHARAAN DAN

Lebih terperinci

BAB I OBJEK, DJUMLAH DAN TERUTANGNJA PADJAK. Pasal 1

BAB I OBJEK, DJUMLAH DAN TERUTANGNJA PADJAK. Pasal 1 III. I. ORDONANSI PADJAK PERSEROAN 1925. Stbl. 1925 No. 319; Stbl. 1927 No. 137; Stbl. 1930 No. 134; Stbl. 1931 No. 168; Stbl. 1932 No. 196 dan 634; Stbl. 1934 No. 106 dan 535; Stbl. 1938 No. 155 dan 319;

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO 129 TAHUN 1957 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO 129 TAHUN 1957 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NO 129 TAHUN 1957 KAMI, PRESIDEN Menimbang : bahwa berhubung dengan diadakannja Kementerian Peladjaran perlu menindjau kembali susunan dan lapangan pekerdjaan Kementerian Perhubungan.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun Oktober 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun Oktober 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun 1969 16 Oktober 1969 No.6/DPRDGR/A/Per/23 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1970 TENTANG PEMBENTUKAN STAF PELAKSANA PEMILIHAN UMUM DI IRIAN BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1970 TENTANG PEMBENTUKAN STAF PELAKSANA PEMILIHAN UMUM DI IRIAN BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1970 TENTANG PEMBENTUKAN STAF PELAKSANA PEMILIHAN UMUM DI IRIAN BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk kepentingan kelantjaran pelaksanaan

Lebih terperinci

Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa Nasehat akan hidup ditengah terang dengan kebenaran, mendjadi tanda persekutuan dengan Allah

Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa Nasehat akan hidup ditengah terang dengan kebenaran, mendjadi tanda persekutuan dengan Allah Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa 1 Maka barang jang sudah ada daripada mulanja, barang jang telah kami dengar, barang jang telah kami tampak dengan mata kami, barang jang telah kami

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 10/1963 13 April 1963 No.5 /DPRDGR/1963. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BADUNG Meretapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 31/1968 31 Desember 1968 No. 5/DPRD.GR.//1968- DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR Menetapkan Peraturan Daerah Sebagai Berikut : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR TENTANG PADJAK

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 1972 TENTANG PENJEMPURNAAN ORGANISASI PERTAHANAN SIPIL DAN ORGANISASI PERLAWANAN DAN KEAMANAN RAKJAT DALAM RANGKA PENERTIBAN PELAKSANAAN SISTIM HANKAMRATA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930)

UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930) UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930) Mengubah Peraturan Uap No. 342 tahun 1924 Menimbang bahwa dianggap perlu untuk menindjau kembali Peraturan Uap jang ditetapkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1972 TENTANG PENJEMPURNAAN ORGANISASI PERTAHANAN SIPIL DAN ORGANISASI PERLAWANAN DAN KEAMANAN RAKJAT DALAM RANGKA PENERTIBAN PELAKSANAAN SISTIM HANKAMRATA

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar segala kegiatan jang akan menundjang pengembangan kepariwisataan jang merupakan faktor potensiil

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 43 Tahun 1970 1 September 1970 No: 8/P/LK/DPRD-GR/1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KARANGASEM Menetapkan

Lebih terperinci

TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964

TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964 TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964 Harian Rakjat Djum at, 30 Oktober 1964 Para Sdr. Kuliah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR Menetapkan Peraturan Daerah Jang Berikut : PERATURAN DAERAH TENTANG MENGADAKAN

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1954, TENTANG SURAT MENGEMUDI KENDARAAN TIDAK BERMOTOR. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954. Tjetakan ke 2 tgl. Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni 1954. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1954. Tentang PERIZINAN MEMBUAT REKLAME DAN PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 11/1968 21 April 1968 No. 510 a/dprdgr/a/ii/4/23. LAMPIRAN dari surat keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 51 tahun Oktober 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 51 tahun Oktober 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 51 tahun 1969 16 Oktober 1969 No. 4/DPRDGR/A/Per/23 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG 1950 No. 4 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG 1950 No. 4 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG 1950 No. 4 Berita Negara RI No... Tahun 1950 PENGADJARAN. Peraturan tentang dasar pendidikan dan pengadjaran disekolah. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:bahwa perlu ditetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 16/1963 20 April 1963 No. 7/DPRD-GR/1963.- DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BADUNG Menetapkan

Lebih terperinci

Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI

Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI Menurut surat undangan jang diedarkan, maka tugas jang harus saja pikul hari ini, ialah: membitjarakan Kedudukan sastra dalam

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 9 TAHUN 1953 TENTANG PENDJUALAN MINUMAN KERAS DAN PEMUNGUTAN PADJAK ATAS IZIN PENDJUALAN

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953.

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953. Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli. 1953 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953. TENTANG PEMERIKSAAN DAN PEMBANTAIAN HEWAN, PEMERIKSAAN DAGING

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 9/1968 19 April 1968 No. 3/P/DPRDGR/1968 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KARANGASEM Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI MUDA AGRARIA NOMOR 15 TAHUN 1959 TENTANG

PERATURAN MENTERI MUDA AGRARIA NOMOR 15 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN MENTERI MUDA AGRARIA NOMOR 15 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN DAN PEMBAHARUAN BEBERAPA HAK ATAS TANAH SERTA PEDOMAN MENGENAI TATA-TJARA KERDJA BAGI PEDJABAT-PEDJABAT JANG BERSANGKUTAN Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 63 tahun 1970 10 November 1970 No: 2/PD/DPRD-GR/1970. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BANGLI Menetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 5 / 1966 14 Desember 1966 No. 4/D.P.R.D.G.R./1964. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan. 1955. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1955. Tentang TANDA-NOMOR DAN SURAT-TANDA-NOMOR BAGI KENDARAAN BERMOTOR DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND

HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND Suatu tindjauan singkat oleh Dr. Dieter Bartels Karangan ini adalah berdasarkan penelitian anthropologis jang dilaksanakan oleh penulis selama tahun 1974-75

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5 No. 5 Tahun 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 No.11/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN - NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN - NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia, DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN - NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 40, 1955. BEA-MASUK DAN BEA-KELUAR-UMUM. PEMBEBASAN. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1955, tentang peraturan pembebasan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 66 tahun 1970 20 November 1970 No: 11/DPRD-GR/A/Per/29 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA N o.135 TAHUN KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA N o.135 TAHUN KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN N o.135 TAHUN 1951. KAMI, PRESIDEN Menimbang : bahwa dipandang perlu sekali Indonesia, sebagai anggauta "INTERNATIONAL TELECOMMUNICATION UNION" (I. T. U.), ikut serta dalam "KONPERENSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 24 tahun 1970 17 Djuni 1970 Keputusan : Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kab. Gianyar Tanggal : 18 Nopember 1969 Nomer

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa perlu mengeluarkan petundjuk Pelaksanaan penjelenggaraan urusan hadji jang dimaksud dalam Keputusan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 7 / 1966 14 Desember 1966 No. : 11 / DPRD G.R. / 1964. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA No. 237 TAHUN 1960 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA No. 237 TAHUN 1960 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN No. 237 TAHUN 1960 KAMI, PRESIDEN Menimbang : a. bahwa berhubung dengan keanggotaan Republik Indonesia pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, dianggap perlu untuk mengirimkan suatu Delegasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 27 tahun 1970 17 Djuli 1970 Keputusan : Dewan Pewakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Propinsi Bali. Tanggal : 3 Djuli 1969. Nomor

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA Menetapkan peraturan daerah sebagai berikut :

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA Menetapkan peraturan daerah sebagai berikut : TJETAKAN KE II TANGGAL 1 MARET 1958 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke III tg. 1 2-1953. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1953. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 59 tahun Desember 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 59 tahun Desember 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 59 tahun 1969 18 Desember 1969 Keputusan : Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kabupaten Tabanan. Tanggal : 2 Agustus

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 37/1968 31 Desember 1968 No. 4/D.P.R.D.-G R./1965 Pasal 1. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke II tg. 15 Ag. 51 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 tahun 1952.

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke II tg. 15 Ag. 51 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 tahun 1952. Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke II tg. 15 Ag. 51 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 tahun 1952. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan 1 UNDANG-UNDANG GRASI (Undang-Undang tgl. 1 Djuli 1950 No. 3.) LN. 50-40: (mulai berlaku. 6-7-'50.) Anotasi: Dg. UU ini, dicabut: Gratie Regeling, S. 1933-2; PP No. 67 th. 1948 tentang permohonan grasi;

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1970 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERBEKALAN DAN PERHUBUNGAN PADA LEMBAGA PEMILIHAN UMUM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1970 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERBEKALAN DAN PERHUBUNGAN PADA LEMBAGA PEMILIHAN UMUM KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1970 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERBEKALAN DAN PERHUBUNGAN PADA LEMBAGA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk kepentingan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 5 th. Ke V tg. 1 Mei No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1955

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 5 th. Ke V tg. 1 Mei No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1955 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 5 th. Ke V tg. 1 Mei. 1955 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1955 TENTANG KANTOR PERKREDITAN DAERAH. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerdja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1950 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DI DJAWA TIMUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1950 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DI DJAWA TIMUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1950 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DI DJAWA TIMUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa telah tiba saatnja untuk membentuk daerah-daerah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerdja berhak mendapat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 1 / 1966 14 Desember 1966 No. 8/D.P.R.D.G.R./1962 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 25 tahun 1970 17 Djuli 1970 No. 43/PD/DPRDGR/1969. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI Menetapkan peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1945 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH. KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1945 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH. KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1945 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH. KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa sebelumnya diadakan pemilihan umum perlu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1950 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN PROPINSI DJAWA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1950 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN PROPINSI DJAWA BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1950 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN PROPINSI DJAWA BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa telah tiba saatnja untuk membentuk

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 2

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 2 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 2 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 8 TAHUN 1953 TENTANG TUGAS BELADJAR. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1970 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERDJA BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENTJANA NASIONAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1970 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERDJA BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENTJANA NASIONAL KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1970 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERDJA BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENTJANA NASIONAL PREISDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Program

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT, UNDANG-UNDANG REPUBLIK SERIKAT NOMOR 7 TAHUN 1950 TENTANG PERUBAHAN KONSTITUSI SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT MENDJADI UNDANG- UNDANG DASAR SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1970 TENTANG TATA-TJARA PENTJALONAN UNTUK PEMILIHAN ANGGOTA- ANGGOTA D.P.R., D.P.R.D. I DAN D.P.R.D II. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA No. 95 TAHUN KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA No. 95 TAHUN KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN No. 95 TAHUN 1956. KAMI, PRESIDEN Menimbang : a. bahwa berhubung dengan terpilihnja Indonesia mendjadi Anggota E.C.O.S.O.C. mulai tahun 1956 untuk masa waktu 3 (tiga) tahun, maka diangap

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 32 tahun 1970 19 Agustus 1970 No. 3/PD/26/1970. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KLUNGKUNG Menetapkan peraiuran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 16/1968 17 Oktober 1968 No. 7/PD/DPRDGR/KLK/1968 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KLUNGKUNG Menetapkan

Lebih terperinci

PENGUSAHA NASIONAL SWASTA, DJADILAH PENJUMBANG KONSTRUKTIF UNTUK JPENJELESAIAN REVOLUSI!

PENGUSAHA NASIONAL SWASTA, DJADILAH PENJUMBANG KONSTRUKTIF UNTUK JPENJELESAIAN REVOLUSI! PENGUSAHA NASIONAL SWASTA, DJADILAH PENJUMBANG KONSTRUKTIF * UNTUK JPENJELESAIAN REVOLUSI! ersitas Indonesia nkultasssastra a jf Perpustakaamf 7 a :r p u xs t a k a.a n [ j^ J L T A S S A S T R \ jjfcpakxbmen

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 3 Tahun Ke VI Tanggal 27 Agustus 1956 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1956

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 3 Tahun Ke VI Tanggal 27 Agustus 1956 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1956 Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 3 Tahun Ke VI Tanggal 27 Agustus 1956 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1956 TENTANG SETASIUN OTOBIS DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEMENTARA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 48 TAHUN 1951 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 48 TAHUN 1951 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 48 TAHUN 1951 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dianggap perlu mengirimkan suatu perutusan Republik Indonesia sebagai penindjau (observer)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 1971 TENTANG TUNDJANGAN CHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA KEPADA PEGAWAI DEPARTEMEN KEUANGAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha peningkatan dan pengamanan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuatan ekonomi potensiil jang dengan

Lebih terperinci

Mendajung Antara Dua Karang: Peletakan Sebuah Dasar. Oleh: Shohib Masykur

Mendajung Antara Dua Karang: Peletakan Sebuah Dasar. Oleh: Shohib Masykur Mendajung Antara Dua Karang: Peletakan Sebuah Dasar Oleh: Shohib Masykur (Seorang diplomat muda sederhana jang memiliki tjita-tjita besar tentang Indonesia) Dalam tulisan ini saja ingin mengulas sebuah

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH PERALIHAN DAERAH SWATANTRA TINGKAT KE-II GARUT. Menetapkan Peraturan Daerah jang berikut:

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH PERALIHAN DAERAH SWATANTRA TINGKAT KE-II GARUT. Menetapkan Peraturan Daerah jang berikut: DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH PERALIHAN DAERAH SWATANTRA TINGKAT KE-II GARUT Menetapkan Peraturan Daerah jang berikut: PERATURAN DAERAH, DAERAH SWATANTRA TINGKAT KE-II GARUT TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 159 TAHUN KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 159 TAHUN KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NO. 159 TAHUN 1957. KAMI, PRESIDEN Memperhatikan : a. surat undangan jang diterima dengan perantaraan Kedutaan Besar Kanada di Djakarta tanggal 14 Djuni 1956 No. 91, mengenai Kongres

Lebih terperinci

KEPUTUSAN-KEPUTUSAN KONGRES NASIONAL LEKRA I

KEPUTUSAN-KEPUTUSAN KONGRES NASIONAL LEKRA I KEPUTUSAN-KEPUTUSAN KONGRES NASIONAL LEKRA I I Resolusi atas Lapiran Umum Setelah bersidang 5 hari lamanja dan mempertimbangkan setjara mendalam dan seksama Laporan Umum Pimpinan Pusat Lekra jang disampaikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1969 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI SERTA TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN URUSAN LOGISTIK

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1969 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI SERTA TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN URUSAN LOGISTIK KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1969 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI SERTA TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN URUSAN LOGISTIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa struktur organisasi,

Lebih terperinci