Mendajung Antara Dua Karang: Peletakan Sebuah Dasar. Oleh: Shohib Masykur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Mendajung Antara Dua Karang: Peletakan Sebuah Dasar. Oleh: Shohib Masykur"

Transkripsi

1 Mendajung Antara Dua Karang: Peletakan Sebuah Dasar Oleh: Shohib Masykur (Seorang diplomat muda sederhana jang memiliki tjita-tjita besar tentang Indonesia) Dalam tulisan ini saja ingin mengulas sebuah buku klasik jang telah mendjadi legenda dalam politik luar negeri dan dunia diplomasi Indonesia: Mendajung Antara Dua Karang. Buku tersebut berisi Keterangan Pemerintah jang disampaikan oleh Bung Hatta, jang waktu itu mendjabat sebagai Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri, di depan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat (B.P. K.N.P., sebuah lembaga jang menjerupai DPR djaman sekarang) pada bulan September Saja akan membagi ulasan tentang buku ini ke dalam dua bagian, sebagaimana isi buku itu sendiri djuga setjara garis besar terbagai ke dalam dua tindjauan: politik luar negeri dan situasi domestik. Dalam tulisan ini saja akan fokus ke masalah politik luar negeri, sementara ulasan tentang situasi domestik akan saja djabarkan dalam tulisan lain. Sebelum berandjak ke isi, saja ingin lebih dulu menjapa kondisi fisik buku tersebut. Kebetulan buku jang saja punjai adalah terbitan Kementerian Penerangan RI di Djokdjakarta tahun 1951 (konon buku ini ditjetak ulang dan diterbitkan oleh Penerbit Bulan Bintang tahun 1988). Saja memperolehnja secara tidak sengadja di sebuah toko buku-buku tua di Blok M Plaza, Jakarta. Tebalnja 92 halaman dengan ukuran pandjang 20 cm dan lebar 15 cm. Warnanja sudah kusam, kuning ketjoklatan. Djilidannja djuga sudah mulai rusak. Djika taksiran saja benar, font jang dipakai adalah Times New Roman ukuran 11 (dulu pastilah ditulis dengan mesin ketik manual). Buku ini berisi tiga pidato jang semuanja disampaikan di depan B.P. K.N.P. Pidato pertama disampaikan Bung Hatta tanggal 2 September Pandjangnja 34 halaman. Pidato kedua disampikan tanggal 16 September tahun jang sama, atau 14 hari kemudian. Pandjangnja 43 halaman. Lalu pidato ketiga disampaikan tanggal 20 September tahun jang sama djuga, atau hanja 4 hari kemudian. Pidato ketiga ini tampaknja buru-buru disampaikan karena menjangkut adanja suatu upaja pemberontakan oleh Partai Komkunis Indonesia pimpinan Muso di Madiun, Djawa Timur. Pandjangnja tjuma 6 halaman, termasuk di dalamnja terdapat Undang-undang tentang Pemberian Kekuasaan Penuh Shohib Masykur, Juni

2 kepada Presiden dalam Keadaan Bahaja jang dimintakan persetudjuannja kepada Badan Pekerdja. Pemberontakan itu, seperti kita bersama ketahui, adalah pemberontakan major kedua oleh kalangan komunis setelah sebelumnja tahun 1926 mereka memberontak kepada Pemerintah Hindia Belanda. Ketegangan faham mendjelang pemberontakan 1948 ini sedikit banjak bisa kita rasakan djika kita mentjermati dua pidato Bung Hatta jang pertama seperti akan saja uraikan di bawah. Dari Mana Datangnja Sembojan? Djika dilihat dari proporsinja, sebenarnja buku ini lebih banjak berisi tentang paparan mengenai situasi domestik. Dari 92 halamannja, pembahasan tentang politik luar negeri hanja mengambil ruang lebih kurang 20 halaman sadja. Sisanja adalah pembahasan pandjang lebar menjangkut situasi domestik, mulai dari rasionalisasi tentera, perpadjakan, perburuhan, korupsi, transmigrasi, dll. Karena itu sebenarnja mendjadi tanda tanja bagi saja mengapa buku ini diberi djudul Mendajung Antara Dua Karang, suatu djudul yang identik dengan politik luar negeri Indonesia. Asumsi saja, barangkali Kementerian Penerangan jang menerbitkan buku ini memang ingin lebih menondjolkan soal-soal politik luar negerinja ketimbang soal-soal domestik. Hal ini bisa dilihat dari adanja penekanan pada bagian pembahasan politik luar negeri dengan tjara mentjetak-miringkan salah satu paragraf jang mendjadi inti argumen Bung Hatta. Dalam pidato pertama, di halaman tertulis: Pemerintah berpendapat bahwa pendirian jang harus kita ambil ialah supaja kita djangan mendjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap mendjadi subjek jang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperdjoangkan tudjuan kita sendiri, jaitu Indonesia Merdeka seluruhnja. Paragraf itulah jang selama ini sering dikutip untuk mendjelaskan tentang dasar-dasar politik luar negeri bebas-aktif jang dipakai Indonesia. Paragraf itu muntjul kembali di pidato kedua di halaman 40 saat Bung Hatta menanggapi bantahan-bantahan jang dilontarkan kalangan komunis atas pidato pertamanja. Shohib Masykur, Juni

3 Belainan dengan sembojan Mendajung Antara Dua Karang jang dimuntjulkan setjara resmi oleh Kementerian Penerangan, istilah bebas-aktif tidak begitu djelas dari mana datangnja. Bung Hatta dalam pidatonja itu tidak pernah menggunakan istilah tersebut. Namun dalam sebuah tulisan di Djurnal Foreign Affairs edisi 1952/1953, Bung Hatta menjinggungnja: Indonesia plays no favorites between the two opposed blocs and follows its own path through the various international problems. It terms this policy independent, and further characterizes it by describing it as independent and active, tulis Bung Hatta. Kalimat jang dipakai Bung Hatta tersebut tidak setjara gambling menjebutkan siapa jang mula-mula mempergunakan istilah bebas aktif. Mungkin Bung Hatta sendiri secara pribadi, mungkin pemerintah, mungkin media massa, atau mungkin djuga politisi atau akademisi. Entahlah. Barangkali kita tidak akan pernah mengetahuinja setjara pasti. Dengan demikian, baik sembojan Mendajung Antara Dua Karang maupun istilah politik bebas aktif kemungkinan sama-sama bukan dimuntjulkan oleh Bung Hatta, meskipun setjara konsep dialah jang merumuskan dan mendjelaskannja kepada publik. Tarik Ulur Faham Bagaimana pendjelasan Bung Hatta terhadap konsepnja ini? Kita bisa menjimaknja dari dua pidato pertama. Dalam pidato tanggal 2 September, Bung Hatta mengawali pendjelasannja tentang prinsip politik luar negeri jang dipegang Pemerintah Republik Indonesia dengan mendjabarkan sikap pemerintah terhadap perdjanjian Renville. Menurut Pemerintah, Republik Indonesia yang saat itu hanja terdiri dari Jawa, Sumatera, dan Madura harus menaati perdjanjian Renville karena telah menjepakatinja. Selain itu realita di lapangan membuat Pemerintah mau tidak mau harus berunding dengan Belanda karena perdjuangan sendjata terus-menerus djustru kontraproduktif dengan upaja mentjapai kemerdekaan. Terhadap perundingan dengan Belanda kita senantiasa mendasarkan politik kita atas keadaan jang njata dan atas tuntutan jang rasionil dimata dunia internasional. Oleh karena persetudjuan Renville sudah diterima oleh negara, delegasi kita mendjalankan politik perundingan jang sebaikbaiknja berdasarkan persetudjuan Renville itu, demikian ungkap Bung Hatta. Isi Perdjanjian Renville itu sendiri intinja ialah Republik Indonesia harus menarik tentaranja dari kantong-kantong wilajah jang sebelumnja dikuasainja hingga pada garis van Shohib Masykur, Juni

4 Mook. Akibat perdjanjian itu, Republik Indonesia kembali kehilangan sebagian dari wilahnja jang sebelumnja sudah menjempit akibat Persetudjuan Linggadjati. Seperti bisa dibatja di kitab-kitab sedjarah Indonesia, bahkan setelah Republik banjak dirugikan pun, Belanda tetap melakukan berbagai upaja untuk melanggar Perdjanjian Renville tersebut. Salah satu aksi destruktifnja adalah penjerangan atas Gedung Pegangsaan Timur 56, sebuah tempat jang dianggap sakral oleh warga Republik karena di sanalah dilangsungkan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus. Aksi lain jang lebih sistemik adalah pembentukan secara unilateral Pemerintah Federal Sementara oleh Belanda. Pada saat jang sama, di kalangan domestik sendiri juga terdapat perpetjahan dalam menjikapi Perdjanjian Renville. Kalangan F.D.R. (Front Demokrasi Rakjat) jang berhaluan komunis jang semula mendukung mengubah sikap dengan mengusulkan pembatalan perdjanjian. Kalangan ini djuga menuntut agar Republik lebih berpihak kepada Uni Soviet jang kala itu mendjadi simbol perlawanan terhadap imperialisme. Nah, untuk mendjawab perpetjahan internal inilah Bung Hatta menegaskan sikap politik jang diambil Pemerintah dengan mengatakan: Tetapi mestikah kita bangsa Indonesia, jang memperdjoangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanja harus memilih antara pro Russia atau pro Amerika? Apakah tak ada pendirian jang lain harus kita ambil dalam mengedjar tjita-tjita kita? Bagi Bung Hatta jawabannja jelas: TIDAK untuk pertanjaan pertama dan ADA untuk pertanjaan kedua. Maka sambungnja: Pemerintah berpendapat bahwa pendirian jang harus kita ambil ialah supaja kita djangan mendjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap mendjadi subjek jang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperdjoangkan tudjuan kita sendiri, jaitu Indonesia Merdeka seluruhnja. Di tengah karut-marutnja kondisi politik domestik dan beratnja tekanan dari Belanda, toh Bung Hatta masih optimis dengan kekuatan jang dimiliki Bangsa Indonesia. Karena itulah dia melandjutkan: Perdjoangan kita harus diperdjoangkan diatas dasar sembojan kita jang lama: Pertjaja akan diri sendiri dan berdjoang atas kesanggupan kita sendiri. Alih-alih memihak, jalan tengah jang ditawarkan Bung Hatta adalah sebuah pragmatisme cerdas: memanfaatkan pertarungan Amerika dan Soviet untuk kepentingan nasional Shohib Masykur, Juni

5 mentjapai kemerdekaan. Maka, sikap tidak berpihak itu tidak boleh disamakan dengan sikap abai terhadap pertjaturan politik internasional. Ini tidak berarti bahwa kita tidak akan mengambil keuntungan daripada pergolakan politik internasional. Memang tiap-tiap politik untuk mentjapai kedudukan negara jang kuat ialah mempergunakan pertentangan internasional jang ada itu untuk mentjapai tudjuan nasional sendiri. Belanda berbuat begitu, ja segala bangsa sebenarnja berbuat sematjam itu, apa sebab kita tidak akan melakukannja? kata Bung Hatta (dalam bayangan saja) dengan berapi-api. Untuk memperkuat argumennja itu, Bung Hatta mengambil tjontoh dari Soviet sendiri. Pada tahun 1935, Soviet melunakkan sikapnja terhadap negara-negara demokrasi Barat dan bekerdja sama dengan negara-negara kapitalis itu demi menghadapi fasisme Nazi- Djerman. Tidak hanja sampai di situ, Soviet bahkan menjarankan kepada bangsa-bangsa jang masih terdjadjah untuk mengurangi perdjuangannja melawan imperialism dan melepaskan sementara waktu tjita-tjita kemerdekaannja demi membantu perlawanan terhadap Djerman. Ini membuktikan bahwa bahkan Soviet pun mempertimbangkan situasi riil di lapangan dan tidak melulu terpaku pada ideolog untuk menentukan sikap politik internasionalnja. Pragmatisme cerdas sematjam itulah jang diadjukan Bung Hatta untuk djuga diterapkan oleh Indonesia dalam menghadapi situasi politik internasional. Selain itu, ada sebab lain mengapa Bung Hatta memilih untuk tidak memihak pada komunisme Soviet. Setjara terang-terangan dia menjatakan kekhawatirannja bahwa kalangan komunis di Indonesia lebih mengutamakan kepentingan Soviet ketimbang kemerdekaan Indonesia. Menurutnja, yang paling utama bagi seorang komunis adalah pengabdiannja terhadap Soviet, dan untuk itu kepentingan bangsanja sendiri bisa dikorbankan. Djika itu terdjadi, maka bahajalah tjita-tjita kemerdekaan yang tengah diperdjuangkan. Bagi seorang komunis Sovjet Russia adalah modal untuk mentjapai segala tjita-tjitanja, karena dengan Sovjet Russia bangun atau djatuh perdjoangan komunisme. Sovjet Russia adalah pelopor dalam menjelenggarakan idealnja, sebab itu kepentingan Sovjet Russia dalam perdjoangan politik internasional diutamakannja. Kalau perlu untuk memperkuat kedudukan Sovjet Russia, segala kepentingan diluar Sovjet Russia dikorbankan, terhitung djuga kepentingan Kemerdekaan Negara2 djadjahan, sebagaimana terdjadi pada tahun 1935 dan seterusnja. Sebab, menurut pendapat mereka, apabila Sovjet Russia jang dibantu tadi sudah mentjapai kemenangannja dalam pertempuran dengan imperialism, kemerdekaan itu akan datang dengan sendirinja, demikian paparnja. Shohib Masykur, Juni

6 Perdebatan jang Sengit Pidato Bung Hatta itu tak pelak menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan, utamanja dari kalangan komunis. Para pengandjur pro-soviet menjerang dengan gentjar. Empat nama tokoh komunis jang disebut secara eksplisit oleh Bung Hatta dalam pidato keduanja pada tanggal 16 September adalah Luat Siregar, Njoto, Tjoegito, dan Tan Ling Djie. Njoto, misalnja, menjebut pidato Bung Hatta itu sebagai pledoi sebuah pembelaan diri untuk menutupi kekurangan-kekurangan Pemerintah. Bagi Njoto, sikap tidak berpihak yang ditundjukkan Pemerintah adalah third weakness, sebuah bentuk kelemahan yang ditundjukkan pihak ketiga di tengah-tengah pertarungan dua pihak besar. Sementara Tan Ling Djie mengkritik pidato Bung Hatta dengan mengatakan bahwa Indonesia jang sedang berdjuang menentang imperalisme setjara otomatis seharusnja berdiri satu haluan dengan Soviet jang juga menentang imperalisme. Maka, pidato kedua ini berisi jawaban Bung Hatta atas serangan-serangan yang ditudjukan atas pidato pertamanja itu. Lagi-lagi, Bung Hatta mentjoba memainkan boomerang lawan dengan memindjam pengalaman Soviet. Dalam sedjarahnja, Soviet telah menerapkan apa jang oleh Bung Hatta disebut sebagai politik gigi gergadji alias politik zigzag. Sikap politik negeri ini berubahubah menyesuaikan dengan kondisi, kadang menjamping kanan kadang menjerong kiri. Secara statistik Bung Hatta menghitung hingga tahun itu Soviet telah 7 kali mengubah haluan politiknja. Dari tahun 1918 hingga 1921, Soviet berada di kiri ketika menjatakan sikap jang sering disebut War Communism. Lalu tahun 1921 hingga 1928, Soviet serong ke kanan ketika membiarkan perusahaan-perusahaan partikelir hidup kembali lewat New Economic Policy (NEP). Selandjutnja ketiga, dari tahun 1928 hingga 1936 Soviet kembali tjondong ke kanan dengan program 5 tahunan-nja dan kolektivikasi dalam pertanian. Berikutnja pada tahun 1936 hingga 1939 Soviet kembali dojong ke kanan saat bekerdja sama dengan negara-negara Barat untuk membendung Hitler. Kemudian Soviet kembali bermanuver ke kiri dari tahun 1939 hingga 1941 dengan mengadakan perdjanjian nonagresi dengan Djerman dan melepaskan persekutuan dengan negara-negara Barat. Keenam, Soviet kembali bergeser ke kanan dari tahun 1943 hingga 1945 dengan bersekutu kembali dengan negara-negara Barat. Terakhir, sedjak 1945 Soviet kembali lagi ke dalam sikap aslinja jang berhaluan kiri. Shohib Masykur, Juni

7 Kalau diperhatikan benar-benar, politik zigzag itu tidaklah terjadi dengan begitu sadja karena pergantian orang-orang jang melakukan rol pada masing-masing masa itu, melainkan dilakukan dengan perhitungan berdasarkan kepada keadaan dan kenjataan jang dihadapi oleh Sovjet Russia, jang mempergunakan semuanja itu untuk memperkuat atau memperbaiki kedudukannja dalam lingkungan dunia internasional. Dalam politik gigi gergadji itu terletak keulangan dan kekuatan politik Sovjet Russia. Politik jang berdasar kepada maxim (dasar) daripada Marx sendiri, menjesuaikan taktik pada keadaan. Suatu opportunism jang diperhitungkan. Haluan politik Russia didasarkan kepada penjataan dan keadaan jang dihadapi oleh Sovjet Russia sendiri, dengan berpedoman kepada kepentingan Sovjet Russia dari waktu ke waktu, kata Bung Hatta. Dalam oportunisme jang diperhitungkan itu, ada dua hal jang menurut Bung Hatta harus didjadikan panduan dalam menentukan sikap politik Indonesia. Pertama, tudjuan nasional. Kedua, kedudukan Indonesia di tengah-tengah dunia internasional. Apa tudjuan Indonesia? Untuk saat itu, sekali lagi untuk saat itu, ialah mentjapai kemerdekaan Indonesia seluruhnja. Seluruhnja di sini dalam artian tidak hanja Republik Indonesia hasil perdjandjian Linggadjati tahun 1947, tetapi djuga daerah-daerah lain jang terlepas dari Republik Indonesia sebagai akibat dari adanja perdjanjian tersebut. Apa konsukensi dari tudjuan itu? Bagi Bung Hatta jelas: berunding. Dalam hal ini kita perlu berunding dengan Belanda, oleh karena daerah Indonesia diluar Republik masih dikuasai oleh Belanda. Bahwa perundingan dihentikan sementara waktu karena pelanggaran dari pehak Belanda, itu tidak merobah keadaan bahwa untuk mentjapai kemerdekaan seluruh Indonesia selekas-lekasnja, kita terpaksa berunding, utjapnja (barangkali) dengan agak getir. Mengenai kedudukan Indonesia di tengah-tengah dunia internasional, Bung Hatta menggunakan argumen geopolitik untuk mendjabarkannja. Kondisi geografis Indonesia berupa kepulauan jang berada di persimpangan djalan dan perhubungan internasional jang dilingkungi oleh negara-negara kapitalis besar. Hal ini menjebabkan Indonesia mendjadi daerah jang gampang diserang dari luar. Ditambah lagi industri pertahanan Indonesia belum tumbuh. Ini berlainan dengan Soviet jang berupa daratan membudjur sehingga tidak gampang diserang serta telah memiliki industri dan pabrik sendjata jang lengkap. Dengan semangat dan alat jang ada pada kita, kita sanggup berdjoang bertahun-tahun dan matimatian dengan Belanda, djika perlu dengan melakukan politik bumi hangus habis-habisan dan segala rupa. Achirnja Belanda akan terpaksa djuga mundur dari sini, dan kita tinggal dengan segala Shohib Masykur, Juni

8 rusak dan hantjur, sehingga tak mudah membangun kembali perekonomian kita dengan tejpat. Keadaan kita sematjam itu akan dipergunakan oleh kapitalisme jang lebih bear untuk menjerbu ke Indonesia, mempergunakan kesukaran hidup rakjat kita sebagai suatu kesempatan untuk menindas dan memeras, papar Bung Hatta. Karena itulah, bagi Bung Hatta, oportunisme yang diperhitungkan itu mendjadi sangat penting bagi Indonesia. Bukan ikut serta dalam perdjoangan Russia dan Amerika, jang harus kita lakukan, tetapi mengambil keuntungan daripada pertentangan itu untuk keselamatan Indonesia, tegasnja. Saja tidak tahu bagaimana perdebatan antara Bung Hatta dengan kalangan komunis itu berujung. Tapi saja bisa membajangkannja. Saja bajangkan pastilah kalangan komunis kembali menjerang Bung Hatta setjara bertubi-tubi. Begitu derasnja serangan itu hingga akhirnja memuntjak sementara pada peristiwa Madiun jang berbuah Undang-undang darurat perang seperti saja sampaikan di atas. Berikut bunji satu-satunja pasal dalam Undang-undang tersebut: Selama tiga bulan, terhitung mulai tanggal 15 September 1948 kepada Presiden diberikan kekuasaan penuh (pleinpouvoir) untuk mendjalankan tindakan-tindakan dan mengadakan peraturan-peraturan, dengan menimpang dari Undang-Undang dan peraturan-peraturan jang ada, guna mendjamin keselamatan Negara dalam menghadapi keadaan bahaja jang memuntjak. Shohib Masykur, Juni

TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964

TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964 TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964 Harian Rakjat Djum at, 30 Oktober 1964 Para Sdr. Kuliah

Lebih terperinci

Undang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang-undang 1946, No. 22 PENTJATATAN NIKAH. Peraturan tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1) bahwa peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk seperti

Lebih terperinci

Varia No. 406 Hal (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi

Varia No. 406 Hal (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi Hasil ketik ulang dari dokumen asli (dokumen asli terlampir di bawah) : Varia No. 406 Hal. 4 1966 (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi

Lebih terperinci

SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA

SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA Kencana, No. 2 Hal. 6 Th I - 1958 Drs. Asrul Sani SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA Tjatatan: Drs. Asrul Sani adalah terkenal sebagai seorang essays jang djuga termasuk salah seorang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk mendjamin bagian jang lajak dari

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REBPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 tahun 1971 TENTANG PERDJANDJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REBPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 tahun 1971 TENTANG PERDJANDJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REBPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 tahun 1971 TENTANG PERDJANDJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DISELAT

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan. 1955. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1955. Tentang TANDA-NOMOR DAN SURAT-TANDA-NOMOR BAGI KENDARAAN BERMOTOR DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN PEMUNGUTAN SUMBANGAN IURAN UNTUK MEMBANTU PEMBIAJAAN PENJELENGGARAAN RADIO REPUBLIK INDONESIA KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun TENTANG PEMADAM API

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun TENTANG PEMADAM API Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des.1952. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun 1952. TENTANG PEMADAM API DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA

Lebih terperinci

[MENDAJUNG ANTARA DUA KARANG]

[MENDAJUNG ANTARA DUA KARANG] PEPORA 2 MENDAJUNG ANTARA DUA KARANG (KETERANGAN PEMERINTAH DIUTJAPKAN OLEH DRS. MOHAMMAD HATTA DIMUKA SIDANG B.P.K.N.P DI DJOKJA PADA TAHUN 1948) KEMENTERIAN PENERANGAN REPUBLIK INDONESIA Shohib Masykur,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 12/1968 30 Agustus 1968 No. 1/DPRD.GR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

PENGUSAHA NASIONAL SWASTA, DJADILAH PENJUMBANG KONSTRUKTIF UNTUK JPENJELESAIAN REVOLUSI!

PENGUSAHA NASIONAL SWASTA, DJADILAH PENJUMBANG KONSTRUKTIF UNTUK JPENJELESAIAN REVOLUSI! PENGUSAHA NASIONAL SWASTA, DJADILAH PENJUMBANG KONSTRUKTIF * UNTUK JPENJELESAIAN REVOLUSI! ersitas Indonesia nkultasssastra a jf Perpustakaamf 7 a :r p u xs t a k a.a n [ j^ J L T A S S A S T R \ jjfcpakxbmen

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 1972 TENTANG PENJEMPURNAAN ORGANISASI PERTAHANAN SIPIL DAN ORGANISASI PERLAWANAN DAN KEAMANAN RAKJAT DALAM RANGKA PENERTIBAN PELAKSANAAN SISTIM HANKAMRATA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1972 TENTANG PENJEMPURNAAN ORGANISASI PERTAHANAN SIPIL DAN ORGANISASI PERLAWANAN DAN KEAMANAN RAKJAT DALAM RANGKA PENERTIBAN PELAKSANAAN SISTIM HANKAMRATA

Lebih terperinci

BAB I OBJEK, DJUMLAH DAN TERUTANGNJA PADJAK. Pasal 1

BAB I OBJEK, DJUMLAH DAN TERUTANGNJA PADJAK. Pasal 1 III. I. ORDONANSI PADJAK PERSEROAN 1925. Stbl. 1925 No. 319; Stbl. 1927 No. 137; Stbl. 1930 No. 134; Stbl. 1931 No. 168; Stbl. 1932 No. 196 dan 634; Stbl. 1934 No. 106 dan 535; Stbl. 1938 No. 155 dan 319;

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI )

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) NO. 7/1963 27 Pebruari 1963 No. : 6/DPRD-GR/1962,- Keputusan :Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Daerah Tingkat II Buleleng

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHAESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa perlu diadakan peratuaran tentang penggunaan Lambang Negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN No. 180 TAHUN 1953 TENTANG PERATURAN TENTANG PEMERIKSAAN-KAS PADA PARA BENDAHARAWAN JANG MENERIMA UANG UNTUK DIPERTANGGUNG DJAWABKAN DARI KANTOR-KANTOR PUSAT PERBENDAHARAAN OLEH PARA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR Menetapkan Peraturan Daerah Jang Berikut : PERATURAN DAERAH TENTANG MENGADAKAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 13 tahun 1970 29 April 1970 No. 2/DPRDGR/A/Per/15. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1.

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1. No.6/ 1959. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. menetapkan peraturan-daerah sebagai berikut : PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1. (1) Dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun 1969 28 Mei 1969 No. 6 a 1/DPRDGR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI

Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI Menurut surat undangan jang diedarkan, maka tugas jang harus saja pikul hari ini, ialah: membitjarakan Kedudukan sastra dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 215 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN JAJASAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 215 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN JAJASAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 215 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN JAJASAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa dalam penjelesaian Revolusi Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 9 tahun 1969 24 Pebruari 1969 No. 1/DPRDGR/67. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BANGLI Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR Menetapkan Peraturan Daerah Sebagai Berikut : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR TENTANG PADJAK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuatan ekonomi potensiil jang dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerdja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannja

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 16/1963 20 April 1963 No. 7/DPRD-GR/1963.- DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BADUNG Menetapkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1945 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH. KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1945 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH. KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1945 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH. KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa sebelumnya diadakan pemilihan umum perlu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerdja berhak mendapat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN-KEPUTUSAN KONGRES NASIONAL LEKRA I

KEPUTUSAN-KEPUTUSAN KONGRES NASIONAL LEKRA I KEPUTUSAN-KEPUTUSAN KONGRES NASIONAL LEKRA I I Resolusi atas Lapiran Umum Setelah bersidang 5 hari lamanja dan mempertimbangkan setjara mendalam dan seksama Laporan Umum Pimpinan Pusat Lekra jang disampaikan

Lebih terperinci

SERI AMANAT 39 PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DIDEPAN SIDANG DPRGR 16 AGUSTUS 1970 REPUBLIK INDONESIA

SERI AMANAT 39 PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DIDEPAN SIDANG DPRGR 16 AGUSTUS 1970 REPUBLIK INDONESIA SERI AMANAT 39 PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DIDEPAN SIDANG DPRGR 16 AGUSTUS 1970 REPUBLIK INDONESIA Presiden Soeharto :...Jang penting adalah sikap kita. Kita harus

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954. Tjetakan ke 2 tgl. Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni 1954. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1954. Tentang PERIZINAN MEMBUAT REKLAME DAN PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SURAT PENTJALONAN UNTUK PEMILIHAN ANGGOTA D.P.R./D.P.R.D.I DAN D.P.RD. II

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SURAT PENTJALONAN UNTUK PEMILIHAN ANGGOTA D.P.R./D.P.R.D.I DAN D.P.RD. II - 5 - SURAT PENTJALONAN UNTUK PEMILIHAN ANGGOTA D.P.R./D.P.R.D.I DAN D.P.RD. II Pentjalonan ini dikemukakan untuk pemilihan Anggota DEWAN PERWAKILAN RAKJAT/DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH TINGKAT I/DEWAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 5 tahun 1969 27 Pebruari 1969 No. : 6/Kep/D.P.R.D.G.R./1968 Keputusan : Dewan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kabupaten Djembana Tanggal

Lebih terperinci

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke II tg. 15 Ag. 51 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 tahun 1952.

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke II tg. 15 Ag. 51 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 tahun 1952. Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke II tg. 15 Ag. 51 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 tahun 1952. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 66 tahun 1970 20 November 1970 No: 11/DPRD-GR/A/Per/29 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan komunis di Indonesia mengalami perubahan yang garis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan komunis di Indonesia mengalami perubahan yang garis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan komunis di Indonesia mengalami perubahan yang garis politiknya. Pada masa awal berdiri, PKI bernama Indische Sociaal Democratische Vereeninging

Lebih terperinci

HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND

HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND Suatu tindjauan singkat oleh Dr. Dieter Bartels Karangan ini adalah berdasarkan penelitian anthropologis jang dilaksanakan oleh penulis selama tahun 1974-75

Lebih terperinci

PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DIDEPAN SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKJAT 16 AGUSTUS 1972

PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DIDEPAN SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKJAT 16 AGUSTUS 1972 PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DIDEPAN SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKJAT 16 AGUSTUS 1972 Presiden Soeharto :,,... pembangunan jang kita kerdjakan adalah pembangunan manusia

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1970 TENTANG TATA-TJARA PENTJALONAN UNTUK PEMILIHAN ANGGOTA- ANGGOTA D.P.R., D.P.R.D. I DAN D.P.R.D II. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

FILM & SENSOR. Ditindjau dari sudut kreasi

FILM & SENSOR. Ditindjau dari sudut kreasi Sumber : Aneka No. 25/VIII/1957 Berikut ini dihidangkan buat para pembatja Aneka sebuah naskah jang tadinja adalah prasarana jang di utjapkan oleh sdr. Asrul Sani dalam diskusi besar masalah sensor, diselenggarakan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1954, TENTANG SURAT MENGEMUDI KENDARAAN TIDAK BERMOTOR. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930)

UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930) UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930) Mengubah Peraturan Uap No. 342 tahun 1924 Menimbang bahwa dianggap perlu untuk menindjau kembali Peraturan Uap jang ditetapkan

Lebih terperinci

Komunisme dan Pan-Islamisme

Komunisme dan Pan-Islamisme Komunisme dan Pan-Islamisme Tan Malaka (1922) Penerjemah: Ted Sprague, Agustus 2009 Ini adalah sebuah pidato yang disampaikan oleh tokoh Marxis Indonesia Tan Malaka pada Kongres Komunis Internasional ke-empat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V, penulis memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara studi literatur yang data-datanya diperoleh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 5 / 1966 14 Desember 1966 No. 4/D.P.R.D.G.R./1964. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5 No. 5 Tahun 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN - NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN - NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia, DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN - NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 40, 1955. BEA-MASUK DAN BEA-KELUAR-UMUM. PEMBEBASAN. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1955, tentang peraturan pembebasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan terlupakan oleh masyarakat kota Madiun, terutama bagi umat Islam di Madiun. Pada bulan September tahun

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT, UNDANG-UNDANG REPUBLIK SERIKAT NOMOR 7 TAHUN 1950 TENTANG PERUBAHAN KONSTITUSI SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT MENDJADI UNDANG- UNDANG DASAR SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Status : Mendjadi UU No.3 Th.1951 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk mengawasi berlakunja Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 1/1968 20 Januari 1968 No. 2/D.P.R.D.G.R./1967. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Kamus Ketjil Istilah Marxis

Kamus Ketjil Istilah Marxis Edi Cahyono s Experience: [ http://www.geocities.com/edicahy ] L. Harry Gould Kamus Ketjil Istilah Marxis Terdjemahan: Rollah Sjarifah Jajasan Pembaruan 1952 A Agitasi Tindakan untuk membangkitkan massa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROPINSI DJAWA-TIMUR Seri A DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI DJAWA TIMUR

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROPINSI DJAWA-TIMUR Seri A DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI DJAWA TIMUR 30 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROPINSI DJAWA-TIMUR Seri A Oktober 1968 6 Peraturan Daerah Propinsi Djawa Timur Nomor 3 tahun 1966 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI DJAWA TIMUR Menimbang

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 No.11/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 1 / 1966 14 Desember 1966 No. 8/D.P.R.D.G.R./1962 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 7 / 1966 14 Desember 1966 No. : 11 / DPRD G.R. / 1964. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 22/1968 18 Nopember 1968 No. 1/SK/DPRD-GR/1968 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN GIANYAR K E P U T U S A

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1970 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERDJA BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENTJANA NASIONAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1970 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERDJA BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENTJANA NASIONAL KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1970 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERDJA BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENTJANA NASIONAL PREISDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Program

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bagian ini merupakan kesimpulan terhadap semua hasil penelitian yang telah diperoleh setelah melakukan pengkajian dan sekaligus memberikan analisis

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1970 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1970 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1970 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untukk memantapkan harga beras dan mentjukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, perlu menetapkan kebidjaksanaan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar segala kegiatan jang akan menundjang pengembangan kepariwisataan jang merupakan faktor potensiil

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun Oktober 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun Oktober 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun 1969 16 Oktober 1969 No.6/DPRDGR/A/Per/23 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode perjuangan tahun 1945-1949 sering disebut dengan masa perjuangan revolusi fisik atau periode perang mempertahankan kemerdekaan. Periode tersebut merupakan

Lebih terperinci

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA A. Sidang PPKI 18 19 Agustus 1945 Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 hanya menyatakan Indonesia sudah merdeka dalam artian tidak mengakui lagi bangsa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 25/1963. 8 Djuni 1963. No. 12/DPRD/1962. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

8 t o i a * H, 3 1 OCT 2WI* 114 DEC tti- SEP 2o,2

8 t o i a * H, 3 1 OCT 2WI* 114 DEC tti- SEP 2o,2 ftan U.l- 2 H 8 t o i a * H, 3 1 OCT 2WI* 114 DEC 2011 tti- SEP 2o,2 CAPITA SELECTA M. NATSIR l & 7 0 CAPITA SELECTA 2 PUSTAKA PENDIS DJAKARTA Dihitnpunkan oleh : D. P. SATI ALIMIN H ak pengarang dilindungi

Lebih terperinci

Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa Nasehat akan hidup ditengah terang dengan kebenaran, mendjadi tanda persekutuan dengan Allah

Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa Nasehat akan hidup ditengah terang dengan kebenaran, mendjadi tanda persekutuan dengan Allah Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa 1 Maka barang jang sudah ada daripada mulanja, barang jang telah kami dengar, barang jang telah kami tampak dengan mata kami, barang jang telah kami

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. :18/1969. 2 Mei 1969 No.5/DPRD-GR/1966 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI Menetapkan Peraturan Daerah sebagai

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah 1950 No. 37

Peraturan Pemerintah 1950 No. 37 Peraturan Pemerintah 1950 No. 37 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITEIT GADJAH MADA Peraturan tentang Universiteit Gadjah Mada. Menimbang : bahwa perlu mengadakan peraturan tentang Universitit Negeri

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1969 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PKI merupakan sebuah Partai yang berhaluan Marxisme-Lenisme(Komunis).

BAB I PENDAHULUAN. PKI merupakan sebuah Partai yang berhaluan Marxisme-Lenisme(Komunis). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Analisis Masalah PKI merupakan sebuah Partai yang berhaluan Marxisme-Lenisme(Komunis). Partai Komunis Indonesia merupakan partai komunis terbesar ketiga di dunia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 3 / 1966 14 Desember 1966 No. 1/DPRD.GR./1962. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANGLI Menetapkan

Lebih terperinci

M * H A m m A» H A T T a

M * H A m m A» H A T T a M * H A m m A» H A T T a y '1 " %. U sjl' JttMrr / p.t. p e m b a n g u n a n d j a k a r t a 1 >< m! n ML' P F ":' jj O! r=!i ;! K.M. I' ;,/'i j A.-:. D I; P L' i:.. MENINDJ AU KOOPERASI MASALAH I: 4>

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO 129 TAHUN 1957 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO 129 TAHUN 1957 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NO 129 TAHUN 1957 KAMI, PRESIDEN Menimbang : bahwa berhubung dengan diadakannja Kementerian Peladjaran perlu menindjau kembali susunan dan lapangan pekerdjaan Kementerian Perhubungan.

Lebih terperinci

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan 1 UNDANG-UNDANG GRASI (Undang-Undang tgl. 1 Djuli 1950 No. 3.) LN. 50-40: (mulai berlaku. 6-7-'50.) Anotasi: Dg. UU ini, dicabut: Gratie Regeling, S. 1933-2; PP No. 67 th. 1948 tentang permohonan grasi;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah selesai, tetapi proklamasi itu harus mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah selesai, tetapi proklamasi itu harus mendapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah sekian lama berada dalam belenggu penjajahan, tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Proklamasi

Lebih terperinci

Daerah Tempat Tinggalku, Negara Kesatuan Republik Indonesia Negaraku

Daerah Tempat Tinggalku, Negara Kesatuan Republik Indonesia Negaraku Bab V Daerah Tempat Tinggalku, Negara Kesatuan Republik Indonesia Negaraku Ayo bersama mencintai NKRI! Sumber: bipa.ut.ac.id Gambar 5.1 Peta Indonesia Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk melalui

Lebih terperinci

Versi elektronik dari buku itu dibuat oleh.

Versi elektronik dari buku itu dibuat oleh. Versi elektronik dari buku itu dibuat oleh http://www.enverhoxha.ru ANWAR HODJA LAPORAN TENTANG PEKERDJAAN COMITE CENTRAL PARTAI BURUH ALBANIA Disampaikan kepada Kongres ke-v Partai Buruh Albania BADAN

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8 No.10/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

MR. ASSAAT PEMANGKU JABATAN (ACTING) PRESIDEN RI

MR. ASSAAT PEMANGKU JABATAN (ACTING) PRESIDEN RI MR. ASSAAT PEMANGKU JABATAN (ACTING) PRESIDEN RI Anggota Kelompok: Ahmad Sidik Wibowo 1111112000101 Febi Ade Ariyani 1111112000086 Koento Pinandito N.I 1111112000055 Roni Yuliansyah 1111112000076 Mr. Assaat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 43 Tahun 1970 1 September 1970 No: 8/P/LK/DPRD-GR/1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KARANGASEM Menetapkan

Lebih terperinci

ASAS - ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

ASAS - ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL ASAS - ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL OLEH ' M r W/R/ONO PRODJODiKORO KETUA AGUNG D / j WDONES/A ^.rfita K A N jie D U A N. V. v/k G. C. f - VAN D or P & Co. 3JAKARTA - B A N D U *^ - s e m ARa n g.

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 6 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 6 TAHUN 1954. Tjetakan ke 2 tgl. 1 Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 6 TAHUN 1954. Tentang TAMAN PEMAKAIAN PEMELIHARAAN DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 47 tahun Djuli 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 47 tahun Djuli 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 47 tahun 1969 18 Djuli 1969 No. : 42/PD/DPRDGR/1969. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 51 tahun Oktober 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 51 tahun Oktober 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 51 tahun 1969 16 Oktober 1969 No. 4/DPRDGR/A/Per/23 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung merupakan sebuah kota yang terletak di Propinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu bagian wilayah di Negara Indonesia. Kota ini dalam sejarahnya

Lebih terperinci

KONSEPSI SENDIRI - DJANGAN MENDJIPLAK!

KONSEPSI SENDIRI - DJANGAN MENDJIPLAK! PRESIDEN SUKARNO PADA PERXNGATAN DE tit 5 DJULI:.» ' ** \ V ' * * - *v, 1. KONSEPSI SENDIRI - DJANGAN MENDJIPLAK! Perpustakaan Fakultas Sastra LTniversitas Indonesia DEPARTBMEN PENERANGAN R.l. P / y A

Lebih terperinci

AKSARA ARAB MELAYU (JAWI) DAN NASKAH MELAYU

AKSARA ARAB MELAYU (JAWI) DAN NASKAH MELAYU AKSARA ARAB MELAYU (JAWI) DAN NASKAH MELAYU Universitas Gadjah Mada 1 PELADJARAN I 1. Huruf Arab Indonesia, semula dinamai huruf Melaju Arab. Sesuai dengan perkembangan bahasa Melaju hingga mendjadi bahasa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DIDEPAN SIDANG DPR-GR 16 AGUSTUS 1968 DEPARTEMEN PENERANGAN R.I. S.A. 11 SERI AMANAT 11 PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 24 tahun 1970 17 Djuni 1970 Keputusan : Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kab. Gianyar Tanggal : 18 Nopember 1969 Nomer

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 2 Tahun Ke VI Tanggal 1 Djuli 1956 Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1956

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 2 Tahun Ke VI Tanggal 1 Djuli 1956 Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1956 Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 2 Tahun Ke VI Tanggal 1 Djuli 1956 Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1956 TENTANG PENJUALAN AIR SUSU DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 63 tahun 1970 10 November 1970 No: 2/PD/DPRD-GR/1970. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BANGLI Menetapkan

Lebih terperinci

dari Pemakaian Butas Sebagai Bahan Konstruksi Lapisan Permukaan Djalan.

dari Pemakaian Butas Sebagai Bahan Konstruksi Lapisan Permukaan Djalan. P 'l.{. 0 G R E S S R E. '1? 0 i:~ T dari ~ekerdjaan Penelitian ~an Penilaian Pemakaian Butas Sebagai Bahan Konstruksi Lapisan Permukaan Djalan. Progress Report dari Pekerdjaan Penelitian dan Penilaian

Lebih terperinci