BAB III TENTANG EVOLUSI AGAMA MENURUT E.B TYLOR. E.B.Tylor termasuk tokoh yang beraliran klasik. Dia mendapatkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III TENTANG EVOLUSI AGAMA MENURUT E.B TYLOR. E.B.Tylor termasuk tokoh yang beraliran klasik. Dia mendapatkan"

Transkripsi

1 BAB III TENTANG EVOLUSI AGAMA MENURUT E.B TYLOR A. Biografi E.B. Tylor dan Karya-Karyanya E.B.Tylor termasuk tokoh yang beraliran klasik. Dia mendapatkan pendidikan secara privat dan tidak pernah memasuki dunia Perguruan Tinggi. Pada tahun 1856 dia pergi bersama Henry Christy seorang ahli prasejarah ke Meksiko, dan kemudian pada tahun 1861 dia menerbitkan bukunya yang merupakan karya pertamanya yaitu Anahuac, Or Mexico And Mexicants, Ancient And Modern. Karyanya yang sangat terkenal adalah yang berjudul Primitive Culture: Researches into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Language. Art and Custom yang terbit pada tahun Dalam karyanya ini, salah satu lembaga yang ditelitinya dalam perkembangan evolusi adalah evolusi religi. Dalam uraiannya, E.B.Tylor mendahului analisisnya dengan suatu statemen bahwa tidak ada satu bangsa di dunia ini yang tidak mengneanl agama. Minimum adalah animisme yaitu kepercayaan akan adanya spiritual being. 1 Karena pembahasan utamanya mengenai animisme, maka yang merupakan hal paling pokok adalah jiwa (soul) di mana orang-orang primitif sangat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu pertama, apakah yang menyebabkan manusia hidup dan mati, demikian juga yang menyebabkan manusia tidak sadar, bangun atau terjaga, sakit dan mati. Kedua, apa yang muncul pada 1 Zakiah Daradjat, Perbandingan Agama, Jilid I, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm

2 35 waktu orang sedang tidur atau mimpi. Dari sini kemudian dia menyimpulkan adanya dua hal yang ada pada manusia yaitu kehidupannya dan bayangannya. Kemudian pendapatnya meningkat pada uraiannya tentang soul. Menurut E.B. Tylor, soul adalah gambaran, bayangan dari manusia yang sangat lembut dan halus, seolah-olah uap. Soul tidak tergatung pada pemiliknya baik dahulu maupun sekarang. Soul ini mempunyai kesadaran pribadi yang dapat meninggalkan jasad atau badan dan dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Soul ini tidak dapat dilihat, namun dapat menyebabkan daya kekuatan fisik dan dapat muncul pada saat manusia, dalam keadaan bangun atau terjaga (tidak tidur), maupun dalam keadaan tidur, dalam bentuk seolah-olah seperti hantu atau setan. Soul ini sekalipun sudah meninggalkan jasad atau badan lain baik manusia, hewan, maupun bendabenda, dan mampu menggerakkan yang ditempatinya. Definisi atau batasan soul ini dapat digunakan untuk meneliti fenomena animisme pada semua bangsa. Mengenai spirit, diuraikannya bahwa setelah manusia meninggalkan, maka soulnya pergi ke dunia atau alam spirit dan menjadi makhluk-makhluk halus. Spirit dapat merasuk dan menempati benda-benda, kita harus mengingat bahwa kepercayaan tentang fetish, fetishisme memberi pengertian adanya spirit dan soul tersebut menimbulkan kepercayaan dan pemujaan serta penyembahan terhadap arwah para leluhur, pemujaan terhadap patung-patung dan benda-benda yang mempunyai jiwa.

3 36 Dalam tahapan kedua mengenai evolusi religi, manusia percaya bahwa semua fenomena alam yang bergerak adalah disebabkan oleh spirit, dan kemudian dipersonifikasikan sebagai makhluk-makhluk atau pribadi-pribadi yang mempunyai kemauan, pikiran dan kehendak. Dalam perkembangan selanjutnya, makhluk-makhluk yang ada dibalik fenomena alam ini disebut sebagai dewa-dewa alam. Kemudian dalam tahapan ketiga evolusi Religi, ternyata bertautan dan berjalan dengan perkembangan suatu masyarakat yang terwujud dalam susunan dan tata pemerintahan, yaitu muncul kepercayaan bahwa tokoh-tokoh leluhur atau dewa-dewa tadi juga hidup dalam suatu susunan lapisan-lapisan tata pemerintahan yang serupa dengan dunia manusia yang masih hidup. Tokoh-tokoh leluhur atau dewa-dewa mempunyai pangkat-pangkat kedudukan tertentu, berlapis-lapis, bertingkat-tingkat, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi, sehingga dalam perkembangannya kemudian muncullah satu tokoh atau satu dewa yang tertinggi saja dan ini sangat berpengaruh serta menentukan baik terhadap alamnya maupun terhadap manusia yang masih di dunia ini. Pendapat-pendapat dan konsep maupun teori E.B. Tylor ini kemudian ternyata tidak dapat bertahan, karena ternyata evolusi klasik dihadapkan pada suatu suasana sosial di mana di Barat sendiri, perkembangan masyarakat secara mekanis bergerak ke arah kemajuan yang menyeluruh. Demikian juga timbulnya pengaruh dari filsafat tentang Relatifisme Kultur. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa dalam perkembangannya kemudian teori

4 37 evolusi klasik ini digoyahkan oleh perubahan pandangan dan filsafat masyarakat sendiri. Dalam bidang antropologi sendiri, teori evolusi mendapat kritik yang santer juga sehingga pada sekitar abad kedua puluh banyak ahliahli antropologi yang meninggalkannya. 2 Edward Burnett Tylor yang sering disingkat dengan nama E.B. Tylor ( ) adalah orang Inggris yang mula-mula mendapatkan pendidikan dalam kesusastraan dan peradaban Yunani serta Rum klasik dan baru kemudian tertarik akan ilmu arkeologi. 3 Karena ia mendapat kesempatan untuk turut dengan keluarganya berkelana ke Afrika dan Asia, ia menjadi tertarik untuk membaca etnografi. 4 E.B Tylor sebagai orang yang dianggap memiliki kemahiran dalam ilmu arkeologi, maka dalam tahun 1856 ia turut dengan suatu ekspedisi Inggris untuk menggali benda-benda arkeologi di Mexico. Walaupun ia hanya turut sebagai asisten saja, namun ia dapat menghasilkan sebuah buku sendiri mengenai kebudayaan Mexico kuno dibandingkan dengan kebudayaan Mexico masa kini, berjudul Anahuac, or Mexico and the Mexicans, Ancient and Modern (1861). Buku ini merupakan hasil karya Tylor yang pertama, dan beratus-ratus buku serta karangan yang lain terbit kemudian, baik dari waktu sebelum ia diangkat menjadi guru besar di Universitas Oxford dalam tahun 2 Zakiah Daradjat, Perbandingan Agama Bagian I, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm Arkeologi adalah ilmu tentang kehidupan dan kebudayaan zaman kuno berdasarkan benda peningglannya, seperti patung dan perkaks rumah tangga (ilmu purbakala). Lihat Tim Penyusuhn Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, hlm Etnografi adalah deskripsi tentang kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup; atau ilmu tentang pelukisan kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup tersebar dimuka bumi. Lihat Sutan Muhammad Zaen, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Yayasan Darma, tt, hlm. 309.

5 , maupun setelah itu merupakan sumbangannya terhadap perkembangan antropologi. 5 Dari karangan-karangan itu, terutama dari buku yang tebalnya dua jilid berjudul Researches into the Early History of Mankind (1871), tampak pendiriannya sebagai penganut cara berpikir evolusionisme. Menurut uraiannya sendiri, seorang ahli antropologi bertujuan mempelajari sebanyak mungkin kebudayaan yang beranekaragam di dunia, mencari unsur-unsur persamaan dalam kebudayaan-kebudayaan itu, dan kemudian mengkelaskannya berdasarkan unsur-unsur persamaan itu sedemikian rupa, sehingga tampak sejarah evolusi kebudayaan manusia itu dari satu tingkat ketingkat yang lain. Suatu penelitian serupa itu dilakukan sendiri dengan mengambil sebagai pokok, unsur-unsur kebudayaan seperti sistem religi, kepercayaan, kesusastraan, adat istiadat, upacara, dan kesenian. Penelitian itu menghasilkan karyanya yang terpenting, yaitu dua jilid Primitive Culture: Researches into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Language. Art and Custom (1874). Dalam buku itu ia juga mengajukan teorinya tentang asal mula religi yang berbunyi sebagai berikut: asal mula religi adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa. Kesadaran akaan paham jiwa itu karena dua hal, yaitu 1. perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dsan halhal yang mati.satu organisma pada satu saat bergerak-gerak, artinya hidup, tetapi tak lama kemudian organisma itu tak bergerak lagi, artinya 5 Kuntjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi, Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta, 1987, hlm

6 39 mati.maka manusia mulai sadar akan adanya suatu kekuatan yang menyebabkan gerak itu, yaitu jiwa. 2. Peristiwa mimpi dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempattempat lain (bukan di tempat di mana ia sedang tidur). Maka manusia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada di tempat tidur, dan suatu bagian lain dari dirinya yang pergi ke tempat-tempat lain. Bagian lain itulah yang disebut jiwa B. Pendapat E.B. Tylor Tentang Evolusi Agama Sebagaimana telah diterangkan dalam biografinya, bahwa dalam penelitiannya yang dilakukan sendiri dengan mengambil sebagai pokok penelitian, dengan unsur-unsur kebudayaan seperti sistem religi, kepercayaan, kesusastraan, adat istiadat, upacara, dan kesenian. Penelitian itu menghasilkan karyanya yang terpenting, yaitu dua jilid Primitive Culture: Researches into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Language. Art and Custom (1874). Dalam buku itu E.B. Tylor mengajukan teori tentang asal mula agama, yang berbunyi sebagai berikut: asal mula agama adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa. Kesadaran akan paham jiwa itu disebabkan karena dua hal, yaitu: 1. Perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan halhal yang mati. Satu organisma pada suatu saat bergerak-gerak, artinya hidup, tetapi tak lama kemudian organisma itu tak bergerak lagi, artinya mati. Dalam kondisi seperti ini, manusia mulai sadar akan adanya suatu kekuatan yang menyebabkan gerak itu, yaitu jiwa.

7 40 2. Peristiwa mimpi dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempattempat lain (bukan di tempat di mana ia sedang tidur). Maka manusia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada di tempat tidur, dan suatu bagian lain dari dirinya yang pergi ke tempat-tempat lain. Bagian lain itulah yang disebut jiwa. 6 Dalam Ensiklopedi Agama dan Filsafat dijelaskan bahwa animisme berasal dari kata anima artinya nyawa atau ruh. Di dalam artian teknis artinya kepercayaan terhadap adanya ruh dan nyawa pada setiap isi alam ini. Manusia, pohon, sungai, gunung atau lautan mempunyai nyawa atau roh. Inilah animisme yang pertama kali diperkenalkan pertama kali oleh E.B.Tylor Tahun oleh karena itu kadang-kadang sukar dibedakanantara animisme dengan politheisme. Animisme itu meliputi berbagai kepercayaan. 7 (1) Di dunia ini tidak ada benda yang tidak berjiwa; (2) Yang terpenting adalah jiwa dan bukan benda (materi) karena tanpa jiwa maka semuanya akan mati; (3) Matahari, bulan, bintang bergerak dan bercahaya karena mempunyai jiwa. Itulah sebabnya ia menganggap animisme adalah paham, semua benda mempunyai roh. 8 Sifat abstrak dari jiwa itu menimbulkan keyakinan pada manusia bahwa jiwa dapat hidup langsung, lepas dari tubuh jasmaninya. Pada hidup, jiwa itu masih tersangkut kepada tubuh jasmani, dan hanya dapat meninggalkan tubuh waktu manusia tidur atau pingsan. Karena pada saat-saat 6 Kuntjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakyat, 1977, hlm Mochtar Effendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Entri A-B, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2000, hlm Ibid

8 41 serupa itu kekuatan hidup pergi melayang, maka tubuh dalam keadaan lemah. Tetapi E.B. Tylor berpendirian bahwa walaupun sudah melayang, hubungan jiwa dengan jasmani pada saat tidur atau pingsan tetap ada. Hanya apabila manusia mati, jiwa maleyang terlepas, dan terputuslah hubungan dengan tubuh jasmani untuk selama-lamanya. Hal itu jelas terlihat apabila tubuh jasmani sudah hancur, berubah menjadi debu di dalam tanah atau hilang berganti menjadi abu di dalam api upacara pembakaran mayat. Jiwa yang telah merdeka terlepas dari jasmaninya itu dapat berbuat sekehendaknya. Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa merdeka itu, yang oleh E.B. Tylor tidak disebut soul atau jiwa lagi, tetapi disebut spirit (makhluk halus atau roh). Dengan demikian pikiran manusia telah mentransformasikan kesadarannya akan adanya jiwa menjadi keyakinan kepada makhluk-makhluk halus. 9 Pada tingkat tertua dalam evolusi agamanya, manusia percaya bahwa makhluk-makhluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggalnya. Makhluk-makhluk halus yang tinggal dekat tempat tinggal manusia itu, yang bertubuh halus sehingga tidak dapat tertangkap oleh panca indera manusia, mendapat tempat yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga menjadi obyek penghormatan dan penyembahannya, yang disertai berbagai upacara berupa doa, sajian atau korban. Agama serupa itulah yang oleh E.B. Tylor disebut animism Hilman Hadi Kusuma, Antropologi Agama Bagian I (Pendekatan Budaya Terhadap Aliran Kepercayaan, Agama Hindu, Budha, Kong Hukum Cu, di Indonesia), PT Citra aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm Zakiah Daradjat, Perbandingan Agama, Jilid I, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm

9 42 Kemudian E.B. Tylor melanjutkan teorinya tentang asal mula agama dengan suatu uraian tentang evolusi agama, yang berdasarkan cara berpikir evolusionisme. Katanya, animisme yang pada dasarnya merupakan keyakinan kepada roh-roh yang mendiami alam semesta sekeliling tempat tinggal manusia merupakan bentuk religi yang tertua. Pada tingkat kedua dalam evolusi religi, manusia yakin bahwa gerak alam yang hidup itu juga disebabkan adanya jiwa dibelakang peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala alam itu. Sungai-sungai yang mengalir dan terjun ke laut, gunung-gunung yang meletus, gempa bumi, angin topan, gerak matahari, tumbuhnya tumbuhan; pokoknya seluruh gerak alam disebabkan oleh makhluk-makhluk halus yang menempati alam. 11 Jiwa alam itu kemudian dipersonifikasikan dan dianggap seperti makhluk-makhluk yang memiliki suatu kepribadian dengan kemauan dan pikiran, yang disebut dewa-dewa alam. Pada tingkat ketiga dalam evolusi religi, bersama dengan timbulnya susunan kenegaraan dalam masyarakat manusia, timbul pula keyakinan bahwa dewa-dewa alam itu juga hidup dalam suatu susunan kenegaraan, serupa dalam dunia makhluk manusia. Maka terdapat pula suatu susunan pangkat dewa-dewa, mulai dari raja dewa-dewa sebagai dewa tertinggi, sampai pada dewa-dewa yang terendah pangkatnya. Susunan serupa itu lambat laun menimbulkan kesadaran bahwa semua dewa itu pada hakekatnya hanya merupakan penjelmaan dari satu dewa saja, yaitu dewa yang tertinggi. Akibat dari keyakina itu adalah berkembangnya 11 E.E Evan Pritchard, Teori-Teori Tentang Agama Primitif, PLP2M, Pusat Latihan Penelitian dan Pengembangan Masyarakat, Yogyakarta, 1984, hlm. 32.

10 43 keyakinan kepada satu Tuhan dan timbulnya agama-agama yang bersifat monoteisme sebagai tingkat yang terakhir dalam evolusi religi manusia. 12 Penelitian E.B. Tylor mengenai tingkat-tingkat evolusi kebudayaan manusia telah menimbulkan padanya konsep survivals. Para sarjana penganut teori tentang tingkat-tingkat evolusi kebudayaan tentu mempunyai suatu konsepsi tentang bentuk kebudayaan bagi tiap-tiap tingkat. Dengan demikian tiap tingkat mempunyai kebudayaan teladan masing-masing. 13 Walaupun demikian di antara kebudayaan-kebudayaan yang ditelitinya tidak ada satu pun yang seratus persen cocok atau memenuhi syarat-syarat dari contoh-contoh kebudayaan yang dikonstruksikan secara teoritis oleh para ahli evolusionisme sendiri. Dalam kenyataan, pada semua kebudayaan itu ada beberapa unsur yang tidak terdapat dalam kebudayaan teladan, sehingga secara teori tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu tingkat evolusi tertentu. E.B. Tylor memecahkan persoalan itu dengan suatu pendirian bahwa unsur-unsur itu adalah unsur-unsur sisa-sisa dari kebudayaan-kebudayaan yang berasal dari suatu tingkat evolusi sebelumnya. Unsur-unsur itu merupakan survivals. Dengan demikian, paham suvivals itu menjadi alat yang penting sekali bagi 12 Robert Brow, Asal Mula Agama (Religion, Original, Ideas), terj. Stanley Heath, Ruth Rahmat, Iskandri K. Iskandar, Tonis, Bandung, 1986, hlm Kebudayaan menurut Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya rasa dan cipta masyarakat. Lihat Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, edisi Pertama, Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1964, hlm lihat juga Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, CV Rajawali, Jakarta, 1984, hlm. 167.

11 44 para penganut evolusionisme dalam menganalisa kebudayaan-kebudayaan dan dalam menentukan tingkat-tingkat evolusi dari tiap kebudayaan itu. 14 Kecuali sebagai survivals, E.B. Tylor sering juga menerangkan adanya unsur-unsur kebudayaan yang tidak termasuk kebudayaan teladan sebagai akibat persebaran dan pengaruh kebudayaan lainnya. Terutama dalam bukunya mengenai perkembangan agama tersebut di atas dan juga dalam beberapa karangan kecil lainnya, E.B. Tylor menerangkan adanya unsur-unsur kebudayaan seperti motif dengan mitologi, permainan, bentuk bajak, bentuk tiang keramat (tiang totem), motif perhiasan, alat pertanian dan sebagainya, sebagai akibat dari persebaran pengaruh kebudayaan-kebudayaan tetangga. 15 Di antara beratus-ratus karangan E.B. Tylor, maka salah satunya menjadi pangkal dari suatu metode penelitian baru, yang kurang lebih empat puluh tahun kemudian berkembang dalam ilmu antropologi, yaitu karangannya On a Method of Investigating the Development of Institutions; Applied to the Laws of Marriage and Decent (1889). Dalam karangan itu antara lain mencoba menunjukkan dengan bukti angka-angka statistika bagaimana tingkat matriarchate berevolusi ke tingkat patriarchate (suatu pendirian yang mula-mula berasal dari J.J. Bachofen). Ia mengambil tiga ratus masyarakat yang tersebar di berbagai tempat di dunia, dan khusus memperhatikan adat istiadat yang bersangkutan dengan perkawinan, lalu mencoba menghitung berapa kali sesuatu unsur dalam adat istiadat 14 Francisco Jose Moreno, Agama dan Akal Fikiran Naluri Rasa Takut dan Keadaan Jiwa Manusiawi, terj. M. Amin Abdullah, CV Rajawali, Jakarta, 1989, hlm Koenjtaraningrat, Sejarah Teori Antropologi, Universitas Indonesia (UI Perss), Jakarta, 1987, hlm. 51.

12 45 perkawinan berdampingan dengan unsur yang lain dalam ketiga ratus masyarakat itu. Mengenai adat couvade misalnya ia mendapatkan bahwa adat itu tidak pernah berdampingan dengan sistem matriarchate, sedangkan ada delapan masyarakat di mana couvade berdampingan dengan patriarchate, dan ada duapuluh masyarakat di mana couvade berdampingan dengan sistem patriarchate yang masih mengandung ciri-ciri matriarchate. Oleh E.B. Tylor angka-angka serupa itu dianggap sebagai bukti bahwa adat couvade dimaksudkan untuk memperkuat hubungan antara ayah dengan si anak di dalam masa perubahan dari tingkat matriarchate ke tingkat patrirchate. Demikian juga ia memperhitungkan hubungan-hubungan korelasi lain yang disebutnya adhesions antara unsur kebudayaan yang bersangkutan dengan sistem kekerabatan dengan menggunakan metode-metode statistik. Lepas dari kesimpulan-kesimpulan dari tiap perhitungan yang selalu dihubungkan oleh E.B. Tylor dengan perkembangan evolusi masyarakat, metode untuk membandingkan unsur-unsur kebudayaan dalam jumlah kebudayaan yang besar (misalnya tiga ratus buah), diterapkan secara luas oleh para sarjana antropologi yang melakukan penelitian-penelitian cross-culttural.. 16 Dalam uraiannya, E.B. Tylor mendahului analisisnya dengan suatu statemen bahwa tidak ada satu bangsa di dunia ini yang tidak mengenal agama. Minimum adalah animisme yaitu kepercayaan akan adanya Spiritual Being. 16 Ibid, hlm

13 46 Karena pembahasan utamanya mengenai animisme, maka yang merupakan hal pokok adalah pada jiwa (soul) di mana orang-orang primitif sangat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu pertama, apakah yang menyebabkan manusia hidup dan mati, demikian juga yang menyebabkan manusia tidak sadar, bangun atau terjaga, sakit dan mati. Kedua, apa yang muncul pada waktu orang sedang tidur atau mimpi. Dari sini kemudian dia menyimpulkan adanya dua hal yang ada pada manusia yaitu kehidupannya dan bayangannya. Kemudian pendapatnya meningkat pada uraiannya tentang soul. Menurut E.B. Tylor, soul adalah gambaran, bayangan dari manusia yang sangat lembut dan halus, seolah-olah uap. Soul tidak tergatung pada pemiliknya baik dahulu maupun sekarang. Soul ini mempunyai kesadaran pribadi yang dapat meninggalkan jasad atau badan dan dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Soul ini tidak dapat dilihat, namun dapat menyebabkan daya kekuatan fisik dan dapat muncul pada saat manusia, dalam keadaan bangun atau terjaga (tidak tidur), maupun dalam keadaan tidur, dalam bentuk seolah-olah seperti hantu atau setan. Soul ini sekalipun sudah meninggalkan jasad atau badan lain baik manusia, hewan, maupun bendabenda, dan mampu menggerakkan yang ditempatinya. Definisi atau batasan soul ini dapat digunakan untuk meneliti fenomena animisme pada semua bangsa. Mengenai spirit, diuraikannya bahwa setelah manusia meninggalkan, maka soulnya pergi ke dunia atau alam spirit dan menjadi makhluk-makhluk halus. Spirit dapat merasuk dan menempati benda-benda, kita harus mengingat

14 47 bahwa kepercayaan tentang fetish, fetishisme memberi pengertian adanya spirit dan soul tersebut menimbulkan keprcayaan dan pemujaan serta penyembahan terhadap arwah para leluhur, pemujaan terhadap patung-patung dan benda-benda yang mempunyai jiwa, dan syamanisme. Dalam tahapan kedua mengenai evolusi religi, manusia percaya bahwa semua fenomena alam yang bergerak adalah disebabkan oleh spirit, dan kemudian dipersonifikasikan sebagai makhluk-makhluk atau pribadi-pribadi yang mempunyai kemauan, pikiran dan kehendak. Dalam perkembangan selanjutnya, makhluk-makhluk yang ada dibalik fenomena alam ini disebut sebagai dewa-dewa alam. Kemudian dalam tahapan ketiga evolusi Religi, ternyata bertautan dan berjalan dengan perkembangan suatu masyarakat yang terwujud dalam susunan dan tata pemerintahan, yaitu muncul kepercayaan bahwa tokoh-tokoh leluhur atau dewa-dewa tadi juga hidup dalam suatu susunan lapisan-lapisan tata pemerintahan yang serupa dengan dunia manusia yang masih hidup. Tokoh-tokoh leluhur atau dewa-dewa mempunyai pangkat-pangkat kedudukan tertentu, berlapis-lapis, bertingkat-tingkat, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi, sehingga dalam perkembangannya kemudian muncullah satu tokoh atau satu dewa yang tertinggi saja dan ini sangat berpengaruh serta menentukan baik terhadap alamnya maupun terhadap manusia yang masih di dunia ini. Pendapat-pendapat dan konsep maupun teori E.B. Tylor ini kemudian ternyata tidak dapat bertahan, karena ternyata evolusi klasik dihadapkan pada

15 48 suatu suasana sosial di mana di Barat sendiri, perkembangan masyarakat secara mekanis bergerak ke arah kemajuan yang menyeluruh. Demikian juga timbulnya pengaruh dari filsafat tentang Relatifisme Kultur. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa dalam perkembangannya kemudian teori evolusi klasik ini digoyahkan oleh perubahan pandangan dan filsafat masyarakat sendiri. Dalam bidang antropologi sendiri, teori evolusi mendapat kritik yang santer juga sehingga pada sekitar abad kedua puluh banyak ahliahli antropologi yang meninggalkannya. 17 C. Latar Belakang dan Alasan E.B. Tylor Mengemukakan Evolusi Agama Sarjana yang dianggap pertama kali mengemukakan pendapat bahwa asal mula dari agama yaitu animisme (paham tentang jiwa atau roh) adalah sarjana Antropologi Inggris E. B. Tylor dalam bukunya Primitive Culture, Researches Into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Language, Art and Custom (1873). Ia berpendapat asal mula agama adalah kepercayaan manusia tentang adanya jiwa. Mengapa manusia sederhana itu menyadari tentang adanya jiwa atau roh, maka dalam hal ini E.B.Tylor membuat alasan bahwa dikarenakan yang nampak dan dialaminya sebagai berikut: 1. Peristwa hidup dan mati Bahwa adanya hidup karena adanya gerak, dan gerak itu terjadi karena adanya jiwa. Selama jiwa itu ada dalam tubuh maka nampak tubuh Zakiah Daradjat, Perbandingan Agama Bagian I, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm.

16 49 itu bergerak, apabila jiwa itu lepas dari tubuh berarti mati dan tubuh tidak bergerak lagi. 2. Peristiwa mimpi Bahwa ketika manusia itu tidur atau pingsan ia mengalami mimpi di mana tubuh itu diam dan masih ada gerak (nafas), tetapi ia tidak sadar karena sebagian dari jiwanya terlepas dan gentayangan ke tempat lain, sehingga jiwa yang terlepas itu bertemu dengan jiwa yang lain, baik jiwa manusia yang masih hidup atau yang sudah mati, mungkin juga dengan jiwa makhluk yang lain. Kemudian setelah jiwa itu kembali ke dalam tubuh maka ia menjadi sadar, ingat dan bergerak kembali. 18 Dalam konteksnya dengan pendapat E. B. Tylor di atas yang pembahasan utamanya mengenai animisme, maka yang paling merupakan hal yang pokok adalah pada jiwa (soul) di mana orang-orang primitif sangat di pengaruhi oleh dua hal yaitu pertama apakah yang menyebabkan manusia hidup dan mati, demikian juga yang menyebabkan manusia tidak sadar bangun atau terjaga, sakit dan mati. Kedua, apa yang muncul pada orang sedang tidur atau mimpi. Dari sini kemudian dia menyimpulkan adanya dua hal yang ada pada manusia yaitu kehidupannya dan bayangannya. 19 Sebagai fenomena religius, animisme tampaknya bersifat universal, terdapat dalam semua agama, bukan pada orang-orang primitif saja, meskipun penggunaan populer dari istilah itu sering dikaitkan dengan agama-agama 18 H. Hilman Hadi Kusuma, Antropologi Agama Bagian I (Pendekatan Budaya terhadap Aliran Kepercayaan, Agama Hindu, Budha, Kong Hu Cu, di Indonesia), PT. Citra Adtya Bakti, Bandung, 1993, hlm Zakiah Daradjat, dkk., Perbandingan Agama I, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 81.

17 50 primitif atau masyarakat kesukuan. Animisme dapat kita definisikan sebagai kepercayaan pada makhluk-makhluk adikodrati yang dipersonalisasikan. Manifestasinya adalah dari Roh yang Mahatinggi hingga pada roh halus yang tak terhitung banyaknya, roh leluhur, roh dalam obyekobyek alam. 20 Jika dikaji teori E. B. Tylor, bahwa pada intinya ia menganggap asal mula dari agama adalah animisme (paham tentang jiwa atau roh). Alasannya: (1) Di dunia ini tidak ada benda yang tidak berjiwa; (2) Yang terpenting adalah jiwa dan bukan benda (materi) karena tanpa jiwa maka semuanya akan mati; (3) Matahari, bulan, bintang bergerak dan bercahaya karena mempunyai jiwa. Itulah sebabnya ia menganggap animisme adalah paham, semua benda mempunyai roh. 20 Mariasusai Dhavamony, terj. A. Sudiarja et.al, Fenomenologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1995, hlm. 67.

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut. BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT Bab ini merupakan pembahasan atas kerangka teoritis yang dapat menjadi referensi berpikir dalam melihat masalah penelitian yang dilakukan sekaligus menjadi

Lebih terperinci

D I A N K U R N I A A N G G R E T A, S. S O S, M. S I 1

D I A N K U R N I A A N G G R E T A, S. S O S, M. S I 1 D I A N K U R N I A A N G G R E T A, S. S O S, M. S I 1 Fisik, lingkungan dan metafisik: Pandangan masyarakat primitif tentang manusia hidup serasi dengan lingkungan Filsafat hidup modern di Barat setelah

Lebih terperinci

Teori Evolusi Kebudayaan

Teori Evolusi Kebudayaan Teori Evolusi Kebudayaan Pengatar Antropologi Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Teori Evolusi Kebudayaan J.J. Bachoven Lewis H. Morgan Teori Evolusi Religi E.B. Taylor J.G. Frazer Evolusi Kebudayaan

Lebih terperinci

Teori Sosio-Historis Evolusionisme

Teori Sosio-Historis Evolusionisme Teori Sosio-Historis Evolusionisme Teori Evolusi 1. Evolusi didefinisikan sebagai suatu perubahan atau perkembangan dari sederhana menjadi kompleks. 2. Evolusionisme, berarti cara pandang yang menekankan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DATA PENELITIAN. A. Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pohon, Jembatan dan Makam Keramat

BAB IV PEMBAHASAN DATA PENELITIAN. A. Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pohon, Jembatan dan Makam Keramat BAB IV PEMBAHASAN DATA PENELITIAN A. Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pohon, Jembatan dan Makam Keramat Dalam masyarakat kita, apabila terjadi pada diri seseorang atau sesuatu yang dianggap luar biasa maka

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

Ota Rabu Malam. Musik Ritual. Disusun oleh Hanefi

Ota Rabu Malam. Musik Ritual. Disusun oleh Hanefi Ota Rabu Malam Musik Ritual Disusun oleh Hanefi MUSIK RITUAL Disusun oleh Hanefi Sistem Kepercayaan Pendekatan Sosiologis Tokoh: Emile Durkheim (1858-19170 Bentuk agama yang paling elementer dapat ditemukan

Lebih terperinci

Modul 3 OBYEK DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA

Modul 3 OBYEK DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA Obyek dan Metode Penelitian Psikologi Agama Modul 3 OBYEK DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan ghaib, luar biasa atau supernatural yang berpengaruh terhadap kehidupan

Lebih terperinci

C. TOPIK :TEORI SOSIAL TENTANG AGAMA

C. TOPIK :TEORI SOSIAL TENTANG AGAMA C. TOPIK :TEORI SOSIAL TENTANG AGAMA 1. Ilmuwan Sosial mencari Asal-usul Agama. Agama banyak dipandang sebagai wahyu yang turun dan langit, secara dogmatika hal ini tidak dapat dibantah. Dunia ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia senantiasa mengalami suatu perubahan-perubahan pada kehidupan. tak terbatas (Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 193).

TINJAUAN PUSTAKA. manusia senantiasa mengalami suatu perubahan-perubahan pada kehidupan. tak terbatas (Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 193). 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perubahan Perubahan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti, hal (keadaan) berubah, peralihan, pertukaran. Dalam hal ini perubahan didefinisikan

Lebih terperinci

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) A. Latar Belakang Masalah Setiap agama bagi para pemeluknya merupakan

Lebih terperinci

RELIGI. Oleh : Firdaus

RELIGI. Oleh : Firdaus RELIGI Oleh : Firdaus Pertemuan ini akan Membahas : 1. Konsep Religi 2. Komponen sistem Religi 3. Teori Berorintasi Keyakinan Pertanyaan untuk Diskusi Awal: 1. Apa Konsep Religi 2. Apa Komponen Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tergabung dalam suku-suku, baik suku yang besar maupun. kepercayaan yang melandasi tata aturan hidup keseharian.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tergabung dalam suku-suku, baik suku yang besar maupun. kepercayaan yang melandasi tata aturan hidup keseharian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia dengan bentangan wilayahnya yang luas mengandung banyak budaya dan adat istiadat yang beragam, hal ini terlihat dalam bentuk kehidupan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. animisme dan dinamisme. Masyarakat tersebut masih mempercayai adanya rohroh

BAB I PENDAHULUAN. animisme dan dinamisme. Masyarakat tersebut masih mempercayai adanya rohroh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum Islam masuk ke Indonesia khususnya di Kalimantan Selatan masyarakatnya sudah menganut agama dan kepercayaan tertentu, seperti memeluk agama Budha, Hindu

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif 2. Fungsi tari Tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis tari dalam kategori tari tradisional dan tari non trasional disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT E.B. TYLOR. A. Analisis Terhadap Pendapat E.B. Tylor Tentang Teori Evolusi Agama

BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT E.B. TYLOR. A. Analisis Terhadap Pendapat E.B. Tylor Tentang Teori Evolusi Agama BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT E.B. TYLOR A. Analisis Terhadap Pendapat E.B. Tylor Tentang Teori Evolusi Agama E.B.Tylor menyelidiki agama-agama bangsa primitif, serta bagaimana

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH Pokok Bahasan : Pengantar Perkuliahan /Silabus mata kuliah Pengertian Ruang lingkup antropologi. Pertemuan ke- : 1 dan 2 Pengertian dan Ruang Lingkup Antropologi 1. Pengertian. 2. Antropologi: ilmu tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak

BAB II KAJIAN TEORI. Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaan Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budhi atau akal. Kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

Makalah. Disajikan dalam diskusi Jurusan Pendidikan Sejarah. FPIPS UPI Bandung. Oleh : Drs. Syarif Moeis NIP :

Makalah. Disajikan dalam diskusi Jurusan Pendidikan Sejarah. FPIPS UPI Bandung. Oleh : Drs. Syarif Moeis NIP : SURVIVALS SEBAGAI KONSEP EVOLUSI KEBUDAYAAN E.B. TYLOR ANALISA TEORI EVOLUSIONISME KLASIK DALAM KAJIAN KEBUDAYAAN Makalah Disajikan dalam diskusi Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung Oleh : Drs.

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa

Lebih terperinci

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 Agus sudarsono 1 VII. KEBUDAYAAN 2 A. BUDAYA DAN KEBUDAYAAN Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi

Lebih terperinci

PERGULATAN MANUSIA MENCARI TUHAN

PERGULATAN MANUSIA MENCARI TUHAN PERGULATAN MANUSIA MENCARI TUHAN Taslim HM. Yasin Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry Kopelma Darussalam, Kota Banda Aceh, 23111 ABSTRAK Sejauh ini telah banyak para ahli memusatkan perhatiannya kepada

Lebih terperinci

BAB II AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS

BAB II AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS 21 BAB II AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS A. Profan dan Sakral 1. Pengertian Profan dan Sakral Profan adalah sesuatu yang biasa, yang bersifat umum dan dianggap tidak penting. Sedangakan sakral adalah

Lebih terperinci

Surono, S.Ant., M.A.

Surono, S.Ant., M.A. Surono, S.Ant., M.A. Sejarah FASE PERTAMA ( Sebelum 1800 ) - Bangsa Eropa (akhir ke-15) berlomba menjelajahi Afrika, Asia, dan Amerika. Kira-kira 4 abad kemudian pengaruh Eropa Barat pun mulai menyebar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sudah tersebar diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Tembikar atau keramik atau porselen

BAB II LANDASAN TEORI. sudah tersebar diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Tembikar atau keramik atau porselen BAB II LANDASAN TEORI Cina adalah Negara komunis yang terdiri dari hampir seluruh kebudayaan, sejarah dan geografis. Negara Cina memiliki banyak kebudayaan, namun salah satu kebudayaan yang paling terkenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam buku Tri Widiarto yang berjudul Psikologi Lintas Budaya

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam buku Tri Widiarto yang berjudul Psikologi Lintas Budaya BAB II KAJIAN TEORI A. Kebudayaan Kebudayaan mencakup pengertian sangat luas. Kebudayaan merupakan keseluruhan hasil kreativitas manusia yang sangat kompleks, di dalamnya berisi struktur-struktur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

MAKNA PERAYAAN LIMBE DALAM MASYARAKAT DENGKA DULU DAN SEKARANG

MAKNA PERAYAAN LIMBE DALAM MASYARAKAT DENGKA DULU DAN SEKARANG MAKNA PERAYAAN LIMBE DALAM MASYARAKAT DENGKA DULU DAN SEKARANG [Sebuah Penjelajahan Sosio-Antropologi Terhadap Perayaan Limbe di Nusak Dengka, Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur] TESIS Diajukan kepada Program

Lebih terperinci

AGAMA: FENOMENA UNIVERSAL

AGAMA: FENOMENA UNIVERSAL AGAMA: FENOMENA UNIVERSAL Bukti-buktinya: Banyaknya orang yang beragama atau semua orang (tanpa kecuali) memeluk agama. Robert M. Bellah menyebut adanya agama yang dinamakan Pseudo Religion atau Civil

Lebih terperinci

BAB IV. Makna Slametan Bagi Jemaat GKJW Magetan. 4.1 Pemahaman jemaat GKJW Magetan melakukan slametan

BAB IV. Makna Slametan Bagi Jemaat GKJW Magetan. 4.1 Pemahaman jemaat GKJW Magetan melakukan slametan BAB IV Makna Slametan Bagi Jemaat GKJW Magetan 4.1 Pemahaman jemaat GKJW Magetan melakukan slametan Jika kita kembali melihat kehidupan jemaat GKJW Magetan tentang kebudayaan slametan mau tidak mau gereja

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT Y E S I M A R I N C E, S. I P

KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT Y E S I M A R I N C E, S. I P KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT Y E S I M A R I N C E, S. I P Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

MANUSIA DAN BUDAYA. A. MANUSIA 1. Pengertian Manusia. Ringkasan Tugas Ilmu Budaya Dasar:

MANUSIA DAN BUDAYA. A. MANUSIA 1. Pengertian Manusia. Ringkasan Tugas Ilmu Budaya Dasar: MANUSIA DAN BUDAYA Ringkasan Tugas Ilmu Budaya Dasar: A. MANUSIA 1. Pengertian Manusia Makhluk Yang Tidak Bisa Hidup Sendiri. Ilmu Filsafat Memandang Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya Yang Diciptakan Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

dianut oleh sekelompok suku atau sub-suku ataupun gabungan beberapan suku;

dianut oleh sekelompok suku atau sub-suku ataupun gabungan beberapan suku; PENGERTIAN AGAMA Menurut teori Evolusi [yang sampai kini belum ada bukti-bukti utuh dan lengkap tentang kebenarannya], manusia modern atau homo sapiens ada karena suatu proses perkembangan yang panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa perkembangan seni rupa Indonesia dimulai sejak zaman prasejarah. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut juga seni primitif.

Lebih terperinci

MISTERI TUHAN ANTARA ADA DAN TIADA

MISTERI TUHAN ANTARA ADA DAN TIADA ADAADNAN ABDULLA ADNAN ABDULLAH MISTERI TUHAN ANTARA ADA DAN TIADA Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com DAFTAR ISI Daftar Isi 3 Pendahuluan.. 5 1. Terminologi Tuhan. 10 2. Agama-agama di Dunia..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan satu ekspresi mengenai apa yang sekelompok manusia pahami, hayati, dan yakini baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak keanekaragaman budaya tradisional termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman juga telah membawa perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman juga telah membawa perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman juga telah membawa perubahan pada kebudayaan-kebudayaan yang ada disuatu daerah. Kebudayaankebudayaan yang dulu dipegang teguh oleh para leluhur

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 22 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kebudayaan Apabila kita berbicara tentang kebudayaan maka kita akan langsung berhadapan dengan makna dan arti tentang budaya itu sendiri, seiring dengan berjalannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang memiliki keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki suatu bangsa dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baik

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. Dalam Al Quran dalam Surat At Tin Allah berfirman: Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baik

Lebih terperinci

Kekerabatan dan Keturunan

Kekerabatan dan Keturunan Kekerabatan dan Keturunan Lewis Henry Morgan (1818-1881) Latar belakang Guru besar Antropologi Amerika Utara abad ke- 19 yang dipandang sebagai perintis studi tentang kekerabatan. Dalam bukunya yang berjudul:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Simbol merupakan tanda yang muncul dari kesepakatan sosial, misal pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol sangat erat dengan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena, masyarakat adalah pencipta sekaligus pendukung kebudayaan. Dengan demikian tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Senakin kabupaten Landak Kalimantan Barat. Teori-teori tersebut dalah sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Senakin kabupaten Landak Kalimantan Barat. Teori-teori tersebut dalah sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam Bab II ini penulis akan menjelaskan kajian teori yang akan digunakan dalam menganalisis data hasil penelitian yang berjudul pergeseran makna Tangkin bagi masyarakat Dayak Kanayatn

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. 1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang merupakan landasan ilmiah dalam

Lebih terperinci

BAB III BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN HINDU DAN BUDHA

BAB III BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN HINDU DAN BUDHA BAB III BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN HINDU DAN BUDHA A. Pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha Koentjaraningrat (1997) menyusun uraian, bahwa tanda-tanda tertua dari adanya pengaruh kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebelum agama-agama besar (dunia), seperti Agama Islam, katolik, Hindu dan Budha masuk ke Indonesia, ternyata di Indonesia telah terdapat agama suku atau

Lebih terperinci

B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA

B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA 1. Pendekatan Sosiologi Terhadap Agama. Beberapa cara melihat agama; menurut Soedjito (1977) ada empat cara, yaitu: memahami atau melihat sejarah perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia sangat luas, juga mempunyai puluhan bahkan ratusan adat budaya. Begitu juga dengan sistem kekerabatan yang dianut, berbeda sukunya maka berbeda pula

Lebih terperinci

MANUSIA DAN AGAMA KOMPETENSI DASAR

MANUSIA DAN AGAMA KOMPETENSI DASAR MANUSIA DAN AGAMA KOMPETENSI DASAR : Menganalisis religiositas manusia Mendeskripsikan teori, unsur, pengertian, dan klasifikasi agama INDIKATOR : Mendeskripsikan hubungan manusia dan agama Mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Do Tenu Hatu. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Nes Do Male atau

BAB I PENDAHULUAN. Do Tenu Hatu. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Nes Do Male atau BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Rote adalah sebuah pulau yang dahulu dikenal dengan sebutan Lolo Neo Do Tenu Hatu. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Nes Do Male atau Lino Do Nes yang berarti pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Budaya kebudayaan

1.1 Latar Belakang Budaya kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang masing-masing memiliki ciri khasnya sendiri, mulai dari lagu kedaerahan, pakaian adat, rumah adat sampai ke makanan

Lebih terperinci

Dampak Perubahan Sosial Budaya

Dampak Perubahan Sosial Budaya Dampak Perubahan Sosial Budaya Terhadap Kesehatan dr.taufik Suryadi,SpF (abiforensa@yahoo.com) Ahli Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Lulusan FK USU Lulusan Program Bioetika, Hukum Kedokteran dan HAM

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1 1. Bangunan megalithikum yang berbentuk batu bertingkat berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap nenek moyang disebut...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. heterogen, keberagaman suku, budaya dan agama menciptakan pluralisme

BAB I PENDAHULUAN. heterogen, keberagaman suku, budaya dan agama menciptakan pluralisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dengan ragam masyarakat yang sangat majemuk, beragam suku, ras, bahasa, kebudayaan, adat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa anak-anak, remaja, nikah, masa tua, dan mati (Koenthjaraningrat, 1977: 89). Masa pernikahan

Lebih terperinci

Kebudayaan (2) Pengantar Antropologi. Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1

Kebudayaan (2) Pengantar Antropologi. Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Kebudayaan (2) Pengantar Antropologi Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Unsur-unsur Kebudayaan Integrasi Kebudayaan Kerangka Teori Tindakan Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 2 Sebagaimana yang telah dipelajari

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA

KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA Oktavianus Patiung Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya yang menghubungkan dan mengikat anggota masyarakat satu dengan yang lain. Tradisitradisi

Lebih terperinci

PERTEMUAN 3 PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA

PERTEMUAN 3 PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA PERTEMUAN 3 PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA Perkembangan Antropologi A. Sejarah Antropologi Sebagai Ilmu B. Ruang Lingkup Antropologi:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tinjauan sosiologis mengenai lingkungan berarti sorotan yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tinjauan sosiologis mengenai lingkungan berarti sorotan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan tinjauan sosiologis mengenai lingkungan berarti sorotan yang didasarkan pada hubungan antar manusia, hubungan antar kelompok serta hubungan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu system yang

BAB I PENDAHULUAN. bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu system yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut pandangan yang popular, masyarakat dilihat sebagai kekuatan impersonal yang mempengaruhi, mengekang dan juga menentukan tingkah laku anggota-anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasejarah. Pada zaman yunani kuno misalnya, sudah mulai mempertanyakan

BAB I PENDAHULUAN. prasejarah. Pada zaman yunani kuno misalnya, sudah mulai mempertanyakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama merupakan fenomena universal yang dapat kita temui disetiap kehidupan manusia. Eksistensi agama telah ada sejak lama, bahkan sejak zaman prasejarah. Pada zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu. buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu. buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang yang oleh penduduknya sendiri disebut Nippon atau Nihon merupakan negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: 649-658). Barisan pulau-pulau

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI BUDAYA

SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI BUDAYA SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI BUDAYA Pengertian Antropologi Antropologi adalah semua hal tentang manusia, dan merupakan tanggung jawab antropologi untuk menjelaskan semua cerita tentang manusia, dari

Lebih terperinci

PENGERTIAN DASAR SEJARAH KEBUDAYAAN

PENGERTIAN DASAR SEJARAH KEBUDAYAAN PENGERTIAN DASAR SEJARAH KEBUDAYAAN Pengertian dasar sejarah kebudayaan yang dimaksudkan di sini adalah pembahasan umum mencakup pembahasan mengenai istilah dan definisi kebudayan, perbedaan kebudayaan

Lebih terperinci

Antropologi Psikologi

Antropologi Psikologi Modul ke: Antropologi Psikologi Wujud dan Unsur Kebudayaan Fakultas PSIKOLOGI Wenny Hikmah Syahputri, M.Psi., Psi. Program Studi Psikologi Wujud Kebudayaan Koentjaraningrat menyebutkan kebudayaan ada tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan hukum kekayaan/harta benda yang dapat diwariskan. alasan timbulnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam pewarisan, namun

BAB I PENDAHULUAN. lapangan hukum kekayaan/harta benda yang dapat diwariskan. alasan timbulnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam pewarisan, namun BAB I PENDAHULUAN Harta warisan adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan pasiva yang berpindah kepada ahli waris 1. Pada asasnya hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya MODUL PERKULIAHAN Masyarakat & Budaya FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ MK 42005 Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 5 Abstract Dalam pokok bahasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam ritual yang menjadi ciri khasnya. Masyarakat Karo pada masa dahulu percaya akan kekuatan mistis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara kasat mata. Untuk mengungkapkan sesuatu kadang tabu untuk

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis 1. Hakikat Tradisi dan Kebudayaan Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, kebudayaan meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Sesuai dengan yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah suatu Negara yang berbentuk Republik, dengan banyak Pulau di dalamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan di dalamnya tumbuh berbagai

Lebih terperinci