BAB I PENDAHULUAN. internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Dinamika

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Dinamika"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Dinamika perdagangan internasional diikuti dengan berbagai permasalahan yang kompleks sebagai konsekuensi dari suatu hubungan perdagangan yang wajar terjadi dalam dunia bisnis. Ciri khas perdagangan internasional adalah adanya hubungan dagang yang dilakukan antar lintas batas-batas negara yang dilakukan oleh para pelaku usaha dengan mengikuti suatu sistem tertentu dan spesifik. Jika berbicara tentang perdagangan internasional, hal itu tidak akan lepas dari eksistensi suatu sistem. Dalam perdagangan internasional, eksistensi suatu sistem merupakan patron yang membentuk dan mengarahkan kegiatan-kegiatan perdagangan ke dalam tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan 1. Dalam upaya membangun hubungan perdagangan lintas negara yang tertib, perlu dibuat ketentuan-ketentuan yang berupa aturan-aturan hukum yang bersifat mengatur yang diterima sebagai suatu kesepakatan bersama yang bertujuan menjamin agar terciptanya suatu perdagangan yang fair. Aturan hukum yang dimaksud berfungsi sebagai acuan (guidance) yang berlaku secara umum yang harus ditaati dan diawasi dan diberlakukan secara tegas untuk mengeliminasi atau mengurangi penyimpanganpenyimpangan yang dapat terjadi dalam hubungan perdagangan internasional. Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah adanya eksistensi lembaga/organisasi yang 1 Christhophorus Barutu, 2007, Sejarah Sistem Perdagangan Internasional (Dari Upaya Pembentukan Internasional Trade Organization, Eksistensi General Agreement On Tariffs and Trade Sampai Berdirinya World Trade Organization), Jurnal Hukum Gloris Juris, Fakultas Hukum Universitas Katholik Atmajaya, Volume 7, Nomor 1, 1 Januari 2007, April, Jakarta,(Selanjutnya disebut Christhophorus Barutu 1), h.5.

2 memiliki kekuatan hukum yang mampu mengatur segala masalah yang terkait dalam perdagangan internasional. Keinginan lahirnya suatu organisasi perdagangan yang bersifat multilateral telah lama timbul untuk mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan perdagangan global yang melibatkan kepentingan negara-negara di dunia yang memiliki komitmen bersama mewujudkan perdagangan internasional yang fair dan adil. Untuk mewujudkan integrasi sistem perdagangan dunia, beberapa negara besar mencoba untuk membentuk organisasi perdagangan dunia yang berfungsi untuk mengatur dan mengawasi suatu sistem perdagangan dunia yang ideal, yang dimualai dari upaya pembentukan Internasional Trade Organization (ITO), General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1947, sampai terbentuknya World Trade Organization (WTO). Upaya pembentukan organisasi perdagangan dunia ini mencerminkan adanya keinginan yang kuat untuk mewujudkan suatu sistem perdagangan yang fair. The World Trade Organization ( the succecor to the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), was established in 1995 as the principle international body administering trade agreement among member states. The WTO acts as a forum for trade negotiations, seek to resolve trade disputes, and oversees national trade policies. It is governed by a ministerial conference, which meets every two year, while most operations are handled by its general counsil 2. Membajirnya barang impor ilegal telah membuat produsen domestik menjadi kurang bersemangat untuk berproduksi, dan karena alasan inilah yang menjadikan mereka berubah menjadi importir. Barang-barang ilegal tersebut masuk ke Indonesia bagaikan air hujan yang membanjiri pasar domestik dalam jumlah yang sangat besar. Para produsen domestik merasa terjepit dengan adanya perdagangan yang tidak adil 2000, h Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 2000, Legal Research In A Nutshell, ST.Paul, Min,

3 (unfair Trade) kompetisi seperti ini, mereka merasa adanya ketidak adilan dan merasa adanya perebutan pasar domestik oleh para importir ilegal 3. Walaupun semua negara anggota WTO telah sepakat untuk menciptakan perdagangan dunia yang bebas, dimana semua hambatan perdagangan baik berbentuk tarif maupun non tarif dihapuskan. Maka arus barang dapat masuk ke semua negara dengan bebas, persaingan dalam merebut pasar menjadi semakin ketat, kemungkinan praktek perdagangan yang tidak sehat seperti dumping, subsidi dan manipulasi dokumen dapat saja terjadi, walaupun anggota WTO diwajibkan untuk melakukan suatu perdagangan yang sehat (Fair Trade). Globalisasi perdagangan menuntut kesiapan setiap anggota untuk bersaing secara sehat dan terbuka 4. Pesatnya dinamika perkembangan perdagangan internasional menyisakan sejumlah permasalahan sebagai implikasi dari kegiatan perdagangan internasional itu sendiri. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat mengkristal dan menjadi hambatan (barrier) yang dapat mendorong terjadinya degradasi hubungan yang harmonis dalam hubungan perdagangan internasional. Dalam hubungan perdagangan internasional antarnegara, komitmen dalam mewujudkan perdagangan yang jujur dan fair merupakan tuntutan sangat penting yang tidak boleh diabaikan. Masalah-masalah terbesar yang mudah diidentifikasi dan yang paling sering terjadi adalah justru terkait dengan pelanggaran prinsip kejujuran dan fair yang mengakibatkan terjadinya praktik dagang yang tidak sehat (Unfair Trade Practices) dalam melaksanakan aktifitas perdagangan internasional 5. 3 Direktorat Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri, 2003, Sosialisasi Mal Praktek/ Unfair Trade, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 29 Juli 2003, h.1. 4 Ibid. 5 Christhophorus Barutu, 2007, Antidumping dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan pengaruhnya terhadap peraturan Antidumping Indonesia, Mimbar Hukum, Jurnal Berkala Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Volume 19, Nomor 1, Februari 2007, Yogyakarta, (Selanjutnya disebut Christhophorus Barutu 2),h.53.

4 Ada banyak praktik perdagangan yang tidak sehat yang terjadi dalam hubungan perdagangan internasional dan yang paling banyak disorot adalah masalah dumping. Praktik dumping telah lama ditempatkan sebagai salah satu praktik dagang yang curang yang terjadi dalam konteks perdagangan internasional yang menimbulkan kerugian dan dapat memukul dunia usaha suatu negara tempat praktik dumping itu terjadi. Dengan menjual suatu jenis barang produksi ekspor dengan harga lebih rendah dari harga pasar dalam negeri, (negara pengimpor) mengakibatkan matinya pasar barang sejenis dalam negeri. Hal ini membuat barang-barang sejenis tersebut tidak lagi dapat bersaing secara kompetitif dan fair akibat perbedaan harga yang sangat drastis. Namun, dibalik itu semua hanya praktik dumping yang menimbulkan kerugian yang dapat dikategorikan sebagai unfair trade practices. Bagi pelaku usaha yang melakukan ekspor yang terkena tuduhan dumping dapat berakibat berkurangnya ekspor, berkurangnya omzet penjualan, berkurangnya keuntungan yang didapat, wajib menanggapi serta memberikan informasi dan datadata yang diperlukan dalam penyelesaian sengketa dumping melalui World Trade Organization (WTO). Kemerosotan pendapatan, lebih jauh dapat mengakibatkan penurunan daya bayar perusahaan terhadap ongkos tenaga kerja, penurunan pembiayaan perusahaan, akhirnya penurunan daya produksi dan daya ekspor 6. Praktik dumping merupakan tindakan yang jelas-jelas dapat menimbulkan kerugian yang sangat serius terhadap perekonomian setiap negara yang mana setiap negara memerlukan perlindungan (protection) yang memadai, sehingga lahirlah suatu instrument kebijaksanaan perdagangan yang dikenal dengan istilah antidumping. Dumping adalah suatu praktik penjualan barang di suatu pasaran ekspor dengan lebih 6 Ida Bagus Wyasa Putra, 1997, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Bisnis Internasional, Refika Adiatma, Bandung, h. 14.

5 rendah dari harga penjualan di pasar domestik, atau di bawah biaya produksi 7. Kebijaksanaan anti dumping merupakan ketentuan-ketentuan yang menyoroti praktik dumping dan penjatuhan sanksi/hukuman terhadap pelaku praktik dumping dalam konteks perdagangan internasional. Ketentuan GATT / WTO tahun 1994 mengatur kesepakatan menghapus hambatan perdagangan tersebut. Namun demikian masih ada juga perusahaan yang melakukan kegiatan curang, dengan menjual barang yang harganya ditekan serendah mungkin untuk dijual di negara lain yang mana barang tersebut juga diproduksi oleh perusahaan lain, tetapi untuk penjualan dalam negeri harga yang ditawarkan masih sama dengan perusahaan pesaingnya. Hal ini bertujuan untuk merebut pangsa pasar luar negeri atau negara lain agar memilih untuk bekerja sama tentunya dengan perusahaan mana yang menjual barang dengan harga yang lebih rendah dari pesaingnya. Kini ditambah lagi dengan semakin berkembang dan terbukanya pasar bebas yang mengharuskan negara Indonesia juga terbuka dengan dunia perdagangan bebas yang terkadang menjatuhkan harga-harga barang yang sama di pasaran dengan harga barang perusahaan pesaingnya. Tujuan inilah yang sering dikenal dengan praktek dumping. Dumping dalam perdagangan internasional dipandang sebagai perbuatan curang, yakni merupakan persaingan yang tidak jujur (unfair competition). Dumping merupakan strategi persaingan yang biasa ditempuh oleh pengusaha, yakni strategi persaingan harga (price competition). Pengusaha menjual hasil produksinya di luar negeri dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga penjualan di dalam negeri. Agar dapat merebut konsumen sebanyak-banyaknya maka pengusaha 7 Direktorat Jendral Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 1992, Anti Dumping Code Latar Belakang Penafsiran dan Tinjauan atas Sejumlah Tuduhan Terhadap Indonesia, Proyek Pengembangan Perdagangan Luar Negeri pusat, Departement Perdagangan Republik Indonesia, Jakarta, h. 1

6 menempuh strategi persaingan harga dengan menekan harga serendah mungkin untuk barang sejenis dengan perusahaan lain. Selain strategi persaingan harga, dikenal pula strategi persaingan bukan harga (non price competition) persaingan bukan harga ini dapat ditempuh dengan advertasi, kualitas, atau atribut lainnya seperti kemasan, warna, aroma, dan lain-lain. Dampak persaingan yang tidak jujur (unfair competition) dapat merugikan berbagai pihak / negara dalam perdagangan internasional. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk mengembangkan persaingan yang jujur dalam perdagangan internasional. Untuk mencapai hal tersebut maka munculah GATT (General Agrement on Tariff and Trade) GATT merupakan suatu persetujuan multilateral yang menentukan peraturan perdagangan internasional dengan tujuan untuk menciptakan perdagangan internasional yang bebas, terbuka dan kompetitif. Anggota GATT terdiri dari negaranegara yang ikut menandatangani dan menerapkan peraturan-peraturan yang telah ditandatangani (contracting parties). Prinsip utama GATT adalah tidak ada diskriminasi (non discrimination) yang tercantum dalam klausa Most Favoured Nation (MFN). Prinsip ini mengharuskan setiap negara penandatangan persetujuan peraturan GATT memberikan perlakuan yang sama dalam kebijakan perdagangan internasional kepada negara penandatangan lain. Kelonggaran tarif yang diberikan kepada suatu negara atas dasar perjanjian bilateral, haruslah diberikan juga kepada negara penandatangan lain tanpa adanya perjanjian terlebih dahulu. Apabila terjadi perselisihan di antara negara penandatangan, GATT merupakan forum untuk konsultasi dalam penyelesaian sengketa (dispute settlement) dan juga mengawasi pelaksanaan peraturan-peraturan yang telah ditandatangani.

7 Indonesia merupakan salah satu negara anggota organisasi perdagangan dunia (The World Trade Organization/WTO), karena telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization sebagaimana diwujudkan dalam UU No. 7 tahun Sebagai negara anggota WTO, Indonesia harus mematuhi peraturan peraturan organisasi perdganan dunia tersebut. Keanggotaan tersebut membawa konsekuensi dikenakannya persetujuan-persetujuan yang ada dalam WTO. Salah satu persetujuan dalam WTO adalah persetujuan tentang pelaksanaan pasal IV dari persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan Isi persetujuan tersebut berkenaan dengan dumping dan anti dumping. Indonesia termasuk negara yang mendapat tuduhan melakukan praktik dumping dari berbagai negara dalam perdagangan internasional. Berdasarkan data dari pusat data bisnis indonesia, pada tahun 1996 ada tiga puluh empat komoditi ekspor indonesia yang dituduh melakukan praktek dumping. Tuduhan praktek dumping paling banyak dilakukan oleh Australia, hal tersebut tidaklah mengherankan karena dalam skala internasional Australia merupakan negara pengaju anti-dumping terbesar (kompas, edisi 11 Oktober 1996). Kejayaan jepang sebagai raksasa perdagangan dunia saat ini, disebabkan karena keberhasilannya dalam memproteksi produksi dalam negeri sembari melakukan praktek dumping. Amerika Serikat yang menjadi pelopor dan lokomotif dari perdagangan dunia yang bebas, menurut James Bovard dalam bukunya The Fair Trade Fraud, sesungguhnya menerapkan berbagai proteksi tarif maupun non tarif terhadap perusahaan-perusahaan Amerika dari saingannya. Dengan adanya kesepakatan multilateral tentang penghapusan rintangan dagang baik berupa tarif maupun non tarif berakibat pada terbukanya pasar masing-masing negara. Dalam memanfaatkan peluang pasar tersebut banyak pemerintah memberikan insentif yang

8 berlebihan dan perusahaan melakukan praktik-praktik dagang yang tidak sehat (unfair trade practice) yang bertentangan dengan kesepakatan WTO. Seiring dengan semakin liberalnya pasar global, praktik dagang yang tidak sehat semakin marak dan setiap negara mulai sadar dan merasa perlu untuk memberi perlindungan terhadap industri dalam negeri dan perdagangan dalam negerinya. Praktik perdagangan yang tidak sehat, termasuk praktik dumping dan atau subsidi yang dilakukan negara eksportir mengakibatkan kerugian (injury) bagi dunia usaha dan industri dalam negeri barang sejenis di negara pengimpor. Guna melindungi industri dalam negeri dari serbuan tuduhan praktik dumping, maka dibentuklah Komite Anti Dumping Indonesia (selanjutnya disingkat dengan KADI). Tugas pokok KADI yaitu melakukan penyelidikan terhadap dugaan adanya barang dumping dan atau barang mengandung subsidi yang menimbulkan kerugian bagi industri dalam negeri barang sejenis. Mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi mengenai dugaan adanya barang dumping dan atau barang mengandung subsidi. Mengusulkan pengenaan bea masuk anti dumping dan atau bea masuk imbalan kepada menteri perdagangan, sedangkan fungsi KADI yaitu merumuskan kebijakan penanggulangan impor barang dumping dan atau barang mengandung subsidi. Meneliti dan melakukan konsultasi penyelesaian berbagai permasalahan yang berkaitan dengan impor barang dumping dan atau barang mengandung subsidi. Mengawasi pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan impor barang dumping dan atau barang mengandung subsidi. Fakta yang sekarang terjadi adalah perdagangan internasional sudah menjadi tulang punggung bagi negara untuk menjad makmur, sejahtera dan kuat 8. h.2. 8 Huala Adolf, 2005, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

9 Dengan adanya KADI diharapkan dapat membantu industri dalam negeri Indonesia yang berhadapan dengan barang impor yang masuk ke Indonesia dengan cara yang tidak fair yaitu dengan dumping maupun dengan perolehan subsidi dari pemerintah negara pengekspor. Manfaat adanya instrumen anti dumping dan anti subsidi bagi Indonesia yakni dapat melindungi industri dalam negeri yang menghadapi barang impor yang diduga dumping maupun mengandung subsidi. Di lain pihak instrumen tersebut juga dapat digunakan negara lain untuk menghambat barang ekspor Indonesia yang masuk ke negaranya 9. Bilamana produsen / eksportir indonesia berhadapan dengan tuduhan dumping dan subsidi dari suatu negara maka selain produsen / eksportir indonesia harus membela diri, pemerintah indonesia juga memberikan pembelaan. Institusi pemerintah yang mempunyai tugas melakukan pembelaan terhadap tuduhan dumping, subsidi maupun safeguard yaitu Departemen Perindustrian dan perdagangan c.q direktorat pengamanan perdagangan, Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional (KIPI) 10. Pemerintah diminta lebih serius dalam melindungi industri dalam negeri, terutama dalam menggunakan berbagai instrumen kebijakan impor, untuk memberikan proteksi bagi produksi dalam negeri. Sekalipun indonesia terikat dengan WTO dan mendukung perdagangan bebas, bukan berarti menjadi halangan untuk melakukan proteksi. Masih banyak cara yang bisa dilakukan tanpa harus melanggar perjanjian WTO. Kehadiran Undang-undang anti dumping sangat di harapkan dalam menghadapi perdagangan bebas walaupun selamana ini sejak tahun 1996 Indonesia telah mempunyai ketentuan yang mengatur tentang bea masuk anti dumpig dan bea masuk imbalan (Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1996). Namun perlu diketahui bahwa Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1996 merupakan salah satu peraturan 9 Direktorat Pengamanan Perdagangan, 2003, Unfair Trade Practices dumping & Subsidy, nurlaila, Yogyakarta 28 Juli 2003, h Ibid, h.4

10 pelaksana dari Undang-undang No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, sedangkan masalah dumping merupakan masalah yang kompleks, yaitu tidak hanya berkaitan dengan masalah kepabeanan tetapi masih banyak keterkaitan dengan masalah lain, misalnya masalah mutu barang, politik, keuangan, kebijakan, dan sebagainya. Dalam menerapkan ketentuan anti dumping berdasarkan GATT-WTO, Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1996 kurang mengakomodasi semua ketentuan GATT-WTO tentang anti dumping. Prosedur penyelesaian sengketa GATT pada dasarnya mempunyai tiga tujuan, yaitu realisasi dari tujuan GATT, perlindungan keuntungan yang berasal dari perjanjian, dan untuk penyelesaian sengketa itu sendiri 11, sehingga masih adanya kekaburan yang perlu penafsiran-penafsiran terutama dalam penentuan harga normal, kerugian (Injury), dan Causal Link sehingga tidak memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada produsen dalam negeri dimana dalam kasus tindakan dumping sering kali merugikan produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis. Pada penelitian perlindungan industri dalam negeri dari praktik dumping ini ternyata belum ada peraturan perundang-undangannya yang secara khusus mengatur mengenai masalah dumping sebagai hukum nasional dalam arti terdapat kekosongan hukum, atau lebih tepatnya lagi disebut kekosongan undang-undang Orisinilitas Penelitian. Penelitian tentang Perlindungan Industri Dalam Negeri Dari Praktik Dumping dilakukan untuk mengetahui : (1). Bentuk pengaturan perlindungan terhadap ndustri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik dumping, (2). Cara penentuan kerugian (Injury) bagi industri dalam negeri yang 11 Faisal Salam, 2007, Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional dan Internasional, Mandar Maju, Bandung, h. 442.

11 memproduksi barang sejenis, (3). Upaya yang dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang dirugikan akibat terjadinya praktik dumping. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum normatif dengan tujuan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Jenis pendekatan yang digunakan adalah : (1). Pendekatan perundang-undangan (statue Approach), (2). Pendekatan perbandingan (Comparative Approach), (3). Pendekatan analisis konsep hukum (Analitical and Conseptual Approach), (4). Pendekatan konsep (conseptual Approach). Dari hasil penelusuran yang dilakukan terhadap tulisan atau hasil penelitian yang berkaitan dengan dumping adalah dapat dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Umi martina dalam rangka penulisan tesis untuk penyelesaian studi Pada Program Studi Magiter (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana Konsentrasi Hukum Bisnis (2011). Umi martina menuis tentang Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Pelaku Usaha Indonesia Dalam Kasus Dumping permasalahan yang diangkat dan dibahas adalah : (1). Apakah pengaturan penyelesaian sengketa dumpinf menurut World Trade Organization (WTO) telah menjamin perlindungan hukum bagi kepentingan pelaku usaha Indonesia yang terkena tuduhan dumping. (2). Bagaimakah pengaturan putusan penyelesaian sengketa dumping melalui World Trade Orgaization (WTO) agar pengaturan tersebut dalam praktik secara nyata dapat melindungi kepentingan pelaku usaha Indonesia. 12 Penelitian yang dilakukan oleh Umi martina bertujuan : (1). Untuk mengetahui pengaturan penyelesaian sengketa duping menurut World Trade Organization (WTO) telah menjamin perlindungan hukum bagi pelaku usaha Indonesia yang terkena tuduhan dumping. (2). Untuk mengethaui pengaturan putusan 12. Ni Wayan Umi Martina, 2011, Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Pelaku Usaha Indonesia dalam Kasus Dumping. Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana Konsentrasi Hukum Bisnis, h

12 penyelesaian sengketa dumping melalui World Trade Organization (WTO) agar pengaturan tersebut dalam praktik secara nyata dapat melindungi kepentingan hukum pelaku usaha Indonesia. 13 Dari hasil penelitian dan pembahasannya disimpulkan, bahwa : (1). Hukum material dan hukum formal yang tersedia dalam skema perjanjian World Trade Organization (WTO) ternyata belum mampu menjamin rasa keadilan dan kepastian hukum posisi pelaku usaha indonesia dalam berbagai kasus dumping. (2). Pengaturan putusan penyelesaian sengketa dumping melalui WTO Agreement yang hanya menyediakan kewenangan memutus sengketa dumping, hendaknya WTO Agreement diberikan penambahan norma yang mencakup kewenangan untuk mengawasi putusan dan kewenangan melaksanakan putusan (eksekusi), yang justru merupakan kewenangan yang paling menentukan dalam perlindungan hukum bagi kepentingan pelaku usaha Indonesia dalam kasus dumping. Potensi perlindungan hukum bagi pengusaha Indonesia yang dihasilkan oleh skema preventif dan skema represif hukum, baik dalam pengaturan domestik maupun internasional sangat dipengaruhi oleh posisi politik suatu negara dalam konstelasi perdagangan internasional. Dalam kasus tertentu skema perlindungan demikian itu dapat berfungsi cukup baik, namun dalam keadaan lainnya dapat tidak berfungsi sama sekali. 14 Penelitian yang dilakukan oleh umi martina mengangkat dan membahas permasalahan yang sangat berbeda dengan permasalahan yang diangkat dan dibahas peneliti. Demikian juga latar belakang masalah, rumusan masalah yang diteliti dan dibahas, tujuan penelitian maupun pembahasannya jauh berbeda dengan latar belakang masalah, rumusan masalah yang diteliti dan dibahas, tujuan penelitian maupun pembahasannya dengan penelitian yang dilakukan peneliti. 13 Ibid, h Ibid, h

13 Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Edrianto malrano tentang Perlindungan Hukum Anti Dumping Bagi Industri Domestik Terkait Dengan Anti Dumping Duties Dalam Mengantisipasi Era Pasar Bebas (Free Trade) di Indonesia, ditulis dalam bentuk tesis dalam rangka penyelesaian Program Magister Ilmu Hukum Pada Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Penelitian yang dilakukan Edrianto bertujuan untuk mengetahui : (1). Pelaksanaan perlindungan anti dumping terhadap industri dalam negeri Indonesia. (2). Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan anti dumping yang terjadi akibat lemahnya perangkat hukum yang ada. Hasil penelitian tesebut menunjukan bahwa : (1). Pelaksanaan perlindungan hukum anti dumping dapat dilakukan dengan tindakan pengamanan bea masuk anti dumping, tindakan safeguard serta sosialisasi-sosialisasi instrumen anti dumping yang dilaksanakan oleh KADI-KPPI di bawah kordinasi Deperindag dan Depkeu. (2). Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam megaasi permasalahan anti dumping, terkait dengan faktor perangkat hukum, faktor pihak pemerintah, faktor dunia industri, dan faktor pihak luar. Proteksi anti dumping yang telah ada belum mampu memberikan hasil yang maksimal seperti yang kita kira. Jika masalah ini tidak ditangani segera maka ini akan menjadi masalah serius kedepannya dan tentu saja hal ini akan menyebabkan kehancuran industri nasional 15. Penelitian yang dilakukan oleh Edrianto membahas masalah yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Edrianto memfokuskan penelitiannya pada pelaksanaan perlindungan anti dumping terhadap industri dalam negeri Indonesia, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatsi permasalahan anti dumping yang 15 Malrano, Edrianto, Perlindungan Hukum Anti Dumping Bagi Industri Domestik Terkait Dengan Anti Dumping Duties Dalam Mengantisipasi Era Pasar Bebas (Free Trade) Di Indonesia. http// programpascasarjanaugm.blogspot.com/pdf. Artikel diakses pada hari selasa tanggal 28 Juni pukul

14 terjadi akibat lemahnya perangkat hukum yang ada. Penelitian yang dilakukan peneliti menitik beratkan pada bentuk pengaturan perlindungan industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik dumping, cara penentuan kerugian (Injury) bagi Industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang kurang jelas dan terlalu luas, sehingga mengalami kesulitan dalam menentukan adanya kerugian (Injury) atau untuk membuktikan adanya kerugian, hal tersebut menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda bagi KADI, dan upaya yang dilakukan produsen dalam negeri yang mengalami kerugian akibat praktik dumping yaitu mengajukan permohonan perlindungan kepada KADI dan jika terbukti adanya dumping atau subsidi dan kerugian atau ancaman kerugian akan ditetapkan besarnya perlindungan yang dapat diberikan dengan menaikan bea masuk impor. Dengan demikian penelitian yang dilakukan peneliti memiliki kekhususan yang menunjukan orisinilitas penelitian. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan atas latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang akan diteliti dan dibahas lebih lanjut dalam tesis ini. Adapun maslah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah bentuk pengaturan perlindungan terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik dumping. 2. Bagaimanakah cara penentuan kerugian (Injury) bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis. 3. Upaya apakah yang dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang dirugikan akibat terjadinya praktik dumping.

15 1.4. Ruang Lingkup Masalah Agar pembahasan tidak keluar dari permasalahan, maka ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada pengaturan perlindungan terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik Dumping, cara yang digunakan dalam penentuan kerugian (Injury) bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis, dan upaya yang dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang dirugikan akibat terjadinya praktik dumping Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum terkait dengan paradigma science as a proses (Ilmu sebagai proses). Dengan paradigma ini ilmu tidak akan pernah mandeg (final) dalam penggaliannya atas kebenarannya 16. Dari paradigma tersebut tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum terutama yang berkaitan dengan dumping Tujuan Khusus Di samping tujuan umum tersebut di atas, penelitian ini secara spesifik bertujuan untuk : 16 Pogram Study Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, 2008, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis Hukum Normatif. h.10.

16 a. Mengungkapkan bentuk landasan-landasan yuridis sistem perlindungan hukum terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik dumping. b. Untuk mengetahui cara penentuan kerugian (Injury) bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis c. untuk mengetahui Upaya yang dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang dirugikan akibat terjadinya praktik dumping Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna untuk : Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan substansi disiplin ilmu hukum, khususnya dalam praktik dumping yang berkaitan dengan industri dalam negeri Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan pemikiran yang selanjutnya dapat dijadikan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap industri dalam negeri dari praktik dumping Landasan Teoritis. Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum dan lain-lain yang akan

17 dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian 17. Sebagai suatu pemahaman yang cukup tentang persoalan-persoalan, teori-teori hukum dipandang sebagai landasan yang mutlak diperlukan untuk pembuatan kajian ilmiah terhadap hukum positif konkret 18. Teori hukum secara essensial bersifat interdisipliner, hal ini mengandung arti bahwa Teori Hukum dalam derajat yang besar akan menggunakan hasil-hasil penelitian dari berbagai disiplin yang mempelajari hukum 19. Penyelesaian sengketa dumping menurut World Trade Organization (WTO) dapat diselesaikan melalui konsultasi, konsiliasi, apabila konsiliasi gagal. Maka Dispute Settlement Body (DSB) membentuk panel untuk memeriksa kasus tersebut. First, Negotiation in an international legal context often involves cultural barriers that may make it more difficult to reach an agreement, second, it often is complicated by language barriers, which increases the changes of misunderstanding; these barriers are often compounded by the use of translator, third, it is often influenced by political consideration 20. Pada tangal 4 Juni 1998 pemerintah mengeluarkan paket deregulasi yang mencakup sasaran yang cukup luas, yaitu meliputi sebelas langkah yang terdiri atas kelanjutan penjadwalan penurunan tarif bea masuk, perubahan tarif bea masuk barang modal, penghapusan bea masuk tambahan, penyederhanaan tata niaga impor, ketentuan anti dumping, kemudahan ekspor, kemudahan pelayanan bagi perusahaan eksportir tertentu di sektor tertentu, penyederhanaan perijinan bagi ndustri, penyelenggaraan tempat penimbunan berikat/gudang, kelonggaran kegiatan 17 Supasti Darmawan, 2006, Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Makalah Kedua, dipresntasikan pada Loka Karya Pascasarjana Universitas Udayana, 18 Jan Gijssels dan Mark Van Hoecke, 2000, Apakah Teori Hukum Itu, Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, h H.R Otje Salman dan Anton F. Susanto, 2004, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT. Refika Aditama, Bandung, h Larry L. Teply, 1992, Legal Negotiation In A Nutshell, ST. Paul, Mina, West Publishing CO, USA, h.30.

18 ekspor dan impor bagi perusahaan PMA manufaktur, penyederhanaan prosedur impor limbah untuk bahan baku industri. Prinsip-prinsip dasar GATT/WTO jelas mendukung terciptanya sistem perdagangan internasional yang harmonis, fair, dan terbuka. Namun di sisi lain untuk mengeliminasi terjadinya penyimpangan-penyimpangan sebagai implikasi dari hubungan bisnis internasional, maka perlu dibentuk ketentuan-ketentuan sebagai instrumen pengamanan perdagangan yang dapat dipergunakan oleh seluruh negara anggota untuk melidungi kepentingannya dari praktik-praktik perdagangan curang yang dilakukan mitra bisnis nya. Jika dilihat dari beberapa pengecualian dari prinsipprinsip dasar GATT/WTO terdapat beberapa unsur yang terkait dengan pengamanan perdagangan, antara lain, antidumpig, subsidi, dan safeguard. Tindakan anti dumping, safeguard, dan subsidi merupakan tiga instrumen kebijakan pengamanan perdagangan yang diakui oleh GATT/WTO dan negara-negara anggota diperkenankan untuk mempergunakan ketiga instrumen ini untuk melindungi industri dalam negerinya (domestic industry) dari persaingan curang yang dapat menghancurkan dan merusak tatanan sistem perdgangan yang fair. Pengaturan antidumping, subsidi dan safeguard mulai diakomodasi dalam GATT 1947 dan kemudian dipertegas lagi dalam GATT Putaran Uruguay yang kemudian membentuk berdirinya WTO mengakomodasi masalah-masalah antidumping, subsidi, dan safeguard dan merupakan bagian dari persetujuan-persetujuan yang dihasilkan yang menjadi lampiran dari WTO agreement, yaitu terdapat dalam lampiran 1A : pesetujuan dalam perdagangan barang, dimana berturut-turut sebagai berikut : persetujuan tentang pelaksanaan pasal VI antidumpig, persetujuan tentang subsidi dan tindakan imbalan, dan selanjutnya persetujuan tentang tindakan pengamanan.

19 Instrumen anti dumping dan anti subsidi oleh WTO tidak dibolehkan untuk dijadikan alat proteksi. Instrumen tersebut hanya bertujuan untuk mencegah atau menghapuskan perdagangan yang tidak fair. Meskipun demikian, sebagian besar negara-negara anggota WTO telah menyalahgunakan instrumen tersebut untuk tujuan proteksi industri dalam negeri mereka. Hal tersebut ditunjukan oleh fenomena beberapa tahun terakhir ini, dimana anti dumping menjadi sangat populer. Subsidi dibandingkan anti dumping tidak terlalu banyak mengingat semakin kedepan pemberian subsidi oleh pemerintah semakin berkurang. Indonesia merupakan salah satu negara anggota organisasi perdagangan Dunia berkewajiban untuk berperan aktif dalam mewujudkan tatanan perdagangan dunia yang adil dan saling menguntungkan. Ketentuan tentang anti dumping sebagaimana tersebut dalam huruf e, diatur dalam peraturan pemerintah No. 34 tahun pada Bab II PP tersebut disebutkan tentang komite anti dumping Indonesia (KADI). KADI dibentuk untuk mengganti permasalahan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan. Dumping dan barang mengandung subsidi. Komite ini dibentuk oleh Menteri perindustrian dan perdagangan. KADI dipimpin oleh seorang ketua beranggotan unsur-unsur dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Keuangan, dan Departemen atau lembaga Non Departemen terkait lainnya. Adapun tugas Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) adalah melakukan penelitian terhadap barang dumping dan barang mengandung subsidi. Mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi. Mengusulkan pengenaan bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan. Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh menteri prindustrian dan perdagangan dan, membuat laporan pelaksanaan tugas. Komite anti dumping dapat melakukan penyelidikan atas barang impor yang diduga sebagai barang dumping dan atau barang mengandung subsidi atas

20 permohonan industri dalam negeri. Disamping itu komite ini juga dapat melakukan penyelidikan tanpa adanya permohonan dari industri dalam negeri. Dengan bedirinya WTO pada tahun 1995, maka semua kesepakatan perjanjian GATT 1947 kemudian diatur di dalam WTO plus isu-isu baru yang sebelumnya tidak diatur seperti perjanjian TRIPs (Hak atas Kekayaan Intelektual yang terkait dengan perdagangan), Jasa (GATS) dan aturan investasi (TRIMs) tugas utama WTO adalah mendorong perdagangan bebas, dengan mengurangi dan menghilangkan hambatanhambatan perdagangan seperti tariff dan non tariff (misalnya regulasi) serta menyediakan forum perundingan perdagangan internasional, penyelesaian sengketa dagang dan memantau kebijakan perdagangan di negara-negara anggotanya. Meskipun dalam unsur pokok WTO tersebut penurunan tariff merupakan hal yang menjadi perhatian utama tetapi kenyataannya masih banyak negara anggota WTO yang menggunakan hambatan non tariff dalam rangka melindungi industri dalam negerinya seperti penerapan trade remedy (dumping, subsidi, dan safeguard) serta berbagai hambatan perdagangan lainnya. Sejak dibentuknya WTO, dinamika perkembangan penggunaan trade remedy semakin meningkat dan menunjukan trend yang positif. Penggunaan trade remedy tidak hanya dilakukan oleh negara maju tetapi juga oleh negara berkembang. Bahkan diantara sesama negara ASEAN pun penerapan trade remedy sudah tidak terelakan lagi. Untuk kasus-kasus tertentu beberapa negara sangat protektif terhadap industri dalam negerinya sehingga menggunakan segala celah yang ada dalam Agreement baik dumping, subsidi, dan safeguard untuk menjustifikasi penerapan trade remedy tersebut. Pada intinya GATT mengatur hambatan-hambatan tariff dan non tariff dalam perdagangan internasional. Yang dimaksud dengan hambatan yang bersifat tariff

21 adalah hambatan terhadap arus barang ke dalam suatu negara, baik yang disebabkan oleh diberlakukannya tariff bea masuk maupun taiff lainnya yang tinggi oleh suatu negara terhadap suatu barang. Barang yang dikenakan tariff tinggi oleh suatu negara akan menjadikan harga jual barang tersebut di negara tujuan menjadi sangat mahal sehingga dapat dipastikan barang tersebut menjadi tidak kompetitif dibanding dengan barang sejenis lain yang diproduksi dalam negeri, sedangkan yang dimaksud dengan hambatan non tariff adalah hambatan terhadap arus barang ke dalam suatu negara yang di sebabkan oleh tindakan-tindakan selain penerapan tarif atas suatu barang. Hambatan ini, misalnya berupa penerapan standar tertentu atas suatu barang ekspor yang sedemikian sulit dicapai oleh para eksportir sehingga barang impor yang tidak memenuhi standar tersebut akhirnya tidak dapat masuk dan dijual di negara importir. 21 Dalam persetujuan-persetujuan yang dibentuk oleh GATT dan WTO terdapat beberapa prinsip-prinsip dasar, yaitu perlakuan yang sama untuk semua anggota, prinsip ini diatur dalam artikel I GATT 1994, berdasarkan prinsip ini suatu kebijakan perdagangan antara negara-negara anggota harus dilakukan atas dasar nondiskriminasi. Artinya semua negara terikat untuk memberikan perlakuan yang sama dalam kebijakan impor dan ekspor produk-produk termasuk biaya lainnya. Perlakuan yang sama tersebut harus dilakukan seketika tanpa syarat terhadap produkproduk yang berasal atau yang ditujukan ke semua negara anggota GATT 22. Misalnya, suatu negara tidak diperkenankan untuk menerapkan tingkat tariff yang berbeda pada 21 A. Setiadi, 2001, Antidumping: Dalam Perspektif Hukum Indonesia, S&R Legal Co.,Jakarta,.h Astim Riyanto, 2003, World Trade Organization (organisasi Perdagangan Dunia), Yapemdo, Bandung, h.54.

22 suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya 23. atau keringanan tariff masuk impor yang diberikan pada suatu negara harus diberikan pula pada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya. Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan segera dan tanpa syarat (immediately and unconditionally) terhadap produk yang berasal atau yang ditunjukan kepada semua anggota GATT. Karena itu sesuatu negara tidak boleh memberikan perlakuan istimewa kepada negara lainnya atau melakukan tindakan dikriminasi terhadapnya. Namun dalam prinsip perlakuan yang sama untuk semua anggota ini ada beberapa pengecualian terhadap prinsip ini, beberapa pengecualian diperbolehkan, seperti negara-negara yang berada dalam suatu wilayah dapat membentuk persetujuan perdagangan bebas di mana tidak berlaku untuk barang-barang dari luar kelompok ini. Sebuah negara dapat mengenakan hambatan terhadap produk-produk negara tertentu yang dinilai tidak adil (fair) dalam melakukan perdagangan. Pada bidang jasa, sebuah negara diperbolehkan melakukan diskriminasi dalam batas-batas tertentu. Pengeculian ini hanya diizinkan untuk kondisi-kondisi tertentu. 24 Pengecualian lainnya adalah apa yang disebut dengan ketentuan pengamanan (safeguard rule). Pengecualian ini mengakui bahwa suatu pemerintah apabila tidak mempunyai upaya lain, dapat melindungi atau memproteksi untuk sementara waktu industri dalam negerinya. Prinsip lain yang diatur dalam Article III GATT 1994 yaitu perlakuan internasional (National treatment), dalam prinsip ini mengatur tentang ketentuan bahwa suatu produk /barang yang diimpor dari negara lain tidak boleh diberi perlakuan yang berbeda dengan maksud untuk memberikan proteksi pada produksi 23 Departemen Perindustrian dan Perdagangan, WTO dan Sistem Perdagangan Dunia, artikel diakses pada tanggal pukul Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral, Direktorat Jendral multilateral Ekonomi Keuangan dan Pembangunan, Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2002, Sekilas WTO (World Trade Organization), Jakarta,,h.41.

23 dalam negeri 25. Negara-negara anggota diwajibkan memberikan perlakuan yang sama atas barang-barang impor dan lokal. Dengan kata lain, tidak diperkenankan melakukan diskriminasi antara produk impor dn produk dalam negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi. Jenis-jenis tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini, antara lain adalah pungutan dalam negeri, undang-undang, peraturan dan persyaratan mempengaruhi penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi, distribusi atau penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran, dan pemrosesan atau penggunaan produk-produk dalam negeri 26. Pada dasarnya negara-negara maju mengakui bahwa negara-negara berkembang perlu mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan peranannya dalam perdagangan dunia. Prinsip ini bertujuan untuk mendorong negara-negara berkembang ikut proaktif berpartisipasi dalam berbagai perundingan perdagangan internasional. Semua persetujuan WTO memiliki ketentuan mengatur perlakuan khusus bagi negara-negara berkembang yang bertujuan untuk memberikan kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang angota WTO untuk melaksanakan persetujuan WTO. Prinsip-prinsip dasar GATT/WTO jelas mendukung terciptanya sistem perdagangan internasional yang harmonis, fair dan terbuka. Namun di sisi lain untuk mengeliminasi terjadinya penyimpangan-penyimpangan sebagai implikasi dari hubungan bisnis internasional, maka perlu dibentuk ketentuan-ketentuan sebagai instrumen pengamanan perdagangan yang dapat dipergunakan oleh seluruh negara anggota untuk melindungi kepentingannya dari praktik-praktik perdagangan curang yang dilakukan mitra bisnisnya. WTO adalah organisasi perdagangan dunia yang 25 Maria Emelia Retno K, 1994, Dampak Implementasi GATT/WTO terhadap Ekspor-Impor Indonesia, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, h Departemen Perindustrian dan Perdagangan, WTO dan Sistem Perdagangan Dunia, artikel diakses pada tanggal pukul 13.30

24 berfungsi untuk mengatur dan memfasilitasi perdagangan internasional. Sistem perdagangan internasonal diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan itu bersifat mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangan. WTO mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995, yaitu dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization, yaitu persetujuan pembentukan organisasi perdaangan dunia yang ditanda tangani para menteri perdagangan negara-negara anggota WTO pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh, Maroko 27. Sebelum WTO berdiri, perdagangan multilateral diatur oleh the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1947 yang berlaku secara sementara yang terdiri atas 38 pasal dan hanya mengatur perundingan di bidang tarif. WTO adalah organisasi perdagangan dunia penerus GATT GATT dan WTO sama-sama merupakan wadah dalam mendorong terciptanya perdagangan internasional yang fair dengan menghilangkan unsur-unsur penghambat yang dapat merusak sistem perdagangan yang ideal. Dengan mengusung misi liberalisasi melalui kesepakatan internasional, setiap negara anggota wajib tunduk pada kesepakatan dan menjalankan sistem perdagangan sesuai ketentuan GATT atau WTO. Lahirnya WTO menjanjikan harapan akan masa depan perdagangan internasional untuk meletakan kegiatan perdagangan internasional dalam suatu koridor hukum yang mengusung prinsip-prinsip yang adil dan fair. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan-tindakan yang dapat merusak perdagangan. Persetujuan-persetujuan WTO yang mengatur masalah-masalah 27 Christhophorus Barutu, 2007, Ketentuan Antidumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan (Safeguard) dalam GATT dan WTO,Citra Aditya Bakti, Bandung, (Selanjutnya disebut Christhophorus Barutu 3 ), h.2

25 perlindungan yang ditunjukan terhadap perlindungan industri, yaitu persetujuan tentang pelaksanaan anti dumping, persetujuan tentang subsidi dan tindakan imbalan dan persetujuan tentang tindakan pengamanan. Ketiga instrumen pengamanan perdagangan ini dikenal pula dengan nama Trade Remedies. Ketiganya berperan penting untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik-praktik kecurangan di bidang perdagangan sebagai konsekuensi dari perdagangan bebas. Tindakan antidumping diberlakukan terhadap tindakan menjual suatu barang di pasar luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga di pasar dalam negeri (harga normal) dimana selanjutnya pemerintah negara pengimpor dapat mengenakan bea masuk anti dumping untuk menutupi kerugian sebagai dampak dari dumping tersebut. Demikian pula mengenai subsidi di mana produk dijual dengan harga murah karena mendapat subsidi oleh negara pengekspor, pada prinsipnya tindakan subsidi dilarang jika hal tersebut dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan menimbulkan kerugian bagi negara pengimpor dan negara-negara pengimpor dapat memberlakukan tindakan-tindakan imbalan terhadap barang-barang yang dituduh mendapat subsidi dari negara pengekspor. Kedua instrumen ini, baik anti dumping maupun subsidi digolongkan sebagai intrumen untuk mencegah terjadinya perdagangan yang curang yang dapat menimbulkan kerugian yang serius terhadap industri dalam negeri di negara pengimpor. Dalam WTO keberadaan ketentuan antidumping diatur dalam Anti dumping Agreement (ADA). Dalam persetujuan ini, diatur cara dan mekanisme untuk melakukan investigasi dan jangka waktu pengenaan antidumping yang bertujuan untuk mengatur agar negara-negara pengguna instrumen ini untuk melakukan praktik penyalahgunaan instrumen ini untuk melakukan prokteksi yang berlebihan dan tidak perlu yang dapat menimbulkan ketidakpastiaan dalam perdagangan internasional.

26 Berbeda dengan antidumping dan dan subsidi, safeguard merupakan salah satu instrumen pengamanan perdagangan yang hampir mirip dengan antidumping dan subsidi yang sama-sama diperblehkan dalam aturan WTO. WTO mengatur mengenai masalah safeguard dalam Safeguard Agreement. Safeguard sama sekali tidak ada kaitannya dengan praktik dumping dan subsidi, tetapi beredarnya barang impor yang masuk ke pasar domestik telah mengakibatkan terjadinya kerugian terhadap industri serupa di dalam negeri. Jadi, perbedaan antara anti dumping, anti subsidi, dan safeguard terletak pada dasar pertimbangan pengenaan instrumen tersebut. Sama dengan tindakan antidumping, subsidi, safeguard juga dapat disalahgunakan oleh suatu negara demi memberikan perlindungan terhadap industri tertentu di dalam negeri. Penyalahgunaan pemberlakuan ketentuan anti dumping. Misalnya, terjadinya kerugian industri dalam negeri bukan karena barang dumping impor, melainkan karena kesalahan manajemen produksi, tetapi suatu negara tetap melakukan tindakan anti dumping terhadap barang impor tersebut dan hal ini merupakan penyimpangan prinsip ketentuan anti dumping karena kerugian industri disebabkan oleh kesalahan manajemen, bukan karena barang dumping. Dalam kasus subsidi, negara menjatuhkan tindakan-tindakan imbalan terhadap suatu produk impor, padahal produk impor ini tidak terbukti nyata mendapat subsidi dari negara asalnya yang menyebabkan kerugian pada industri dalam negeri negara pengimpor, dan kerugian yang dialami industri dalam negeri negara importir bukan karena adanya subsidi dari negara pengekspor terhadap barang ekspor, melainkan karena sebab lain. Begitu pula tindakan safeguard dapat disalahgunakan oleh suatu negara, misalnya, suatu sektor industri tertentu mengalami kebangkrutan karena tidak efesien yang mengakibatkan terjadi lonjakan impor untuk mensubsidi supply yang sebelumnya diperoleh dari industri yang bangkrut tersebut. Atas dasar lonjakan impor

27 ini, maka pemerintah suatu negara mengambil tindakan safeguard untuk melindungi industri tersebut, padahal kebangkrutan industri tersebut secara tidak efesien, jadi bukan karena adanya lonjakan impor 28. Untuk lebih memahami secara kongkret penyimpangan penggunaan instrumen pengamanan perdagangan salah satunya yaitu, anti dumping dapat dikaitkan dengan pengenaan bea masuk Antidumping (BMAD). Terkait masalah dumping, setiap produsen yang produknya terbukti dumping dikenakan Bea Masuk Anti dumping. Pengenaan BMAD merupakan salah satu instrumen yang diakui WTO untuk mencegah praktik perdagangan yang tidak sehat sehingga berdampak negatif bagi industri suatu negara. Namun instrumen ini juga dapat digunakan sebagai trik-trik perdagangan untuk melindungi industri di dalam negeri di suatu negara atau bahkan mematikan industri di suatu negara. Jika hal tersebut menjadi kenyataan, sudah terjadi gejala suatu paham perlindungan untuk melindungi produsen dalam negeri dari persaingan asing dengan melarang impor atau memberlakukan tarif bea masuk yang tinggi. Dengan demikian, produsen dalam negeri atau industri di dalam negeri cenderung meminta proteksi atau mengajukan petisi anti dumping kepada pemerintah untuk menahan produk impor 29. Suatu negara perlu berhati-hati dalam memutuskan pemberlakuan tarif BMAD dan harus dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan industri dalam negeri secara luas di mana hal ini untuk menghindari jangan sampai pemberlakuan BMAD hanya menjadi instrumen untuk membuat industri dalam negeri menjadi manja di mana industri dalam negeri takut kalah bersaing dengan produk impor karena tidak dapat meningkatkan produktivitas dan menigkatkan efisiensinya. Pemberlakuan BMAD juga jangan sampai menjadi instrumen untuk melindungi industri tertentu 28 Christhophorus Barutu 3, op.cit, h Chritophorus Barutu 3, op.cit, h

28 sehingga terbuka peluang monopoli atau praktek kartel 30. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam penggunaan instrumen-instrumen tersebut diatas, maka WTO membuat suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang disebut Dispute Settlement Body (DSB) di mana negara-negara anggota WTO dapat mengajukan keberatan melalui DSB jika merasa dirugikan oleh penggunaan instrumen anti dumping, anti subsidi dan, safeguard secara tidak proporsional oleh negara anggota lainnya 31. Menurut catatan WTO, dari ketiga instrumen tersebut tindakan anti dumping merupakan tindakan yang paling sering digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap industri dalam negeri. Alasannya adalah bahwa instrumen ini paling fleksibel dan paling kecil resikonya. Negara-negara yang saat ini sangat banyak melakukan tindakan anti dumping adalah Uni Eropa, Amerika Serikat, Australia, India, Afrika Selatan, Argentina, Brazil, Mexico dan, Kanada. Dibandingkan tindakan anti dumping, maka tindakan subsidi jarang dilakukan karena negara-negara anggota WTO pada umumya tidak lagi memberikan subsidi ekspor pada industri. Subsidi saat ini sangat banyak diberikan pada sektor-sektor pertanian yang sifatnya green subsidies dan untuk tujuan tertentu, seperti untuk kepentingan penelitian, lingkungan hidup, dan mendorong pembangunan di daerah terpencil 32. Jika dicermati, ada hal yang menarik yang berhubungan dengan masalah subsidi, yaitu subsidi pertanian. Pada saat dimulainya putaran Doha pada tahun 2001, WTO mengeluarkan usulan agar negara-negara anggota mengurangi subsidi yang diberikan kepada petani untuk mengurangi distorsi perdagangan dan memperbesar volume perdagangan global. Tindakan safeguard dilakukan lebih sedikit dibanding 30 Chritophorus Barutu 3, op.cit, h Chritophorus Barutu 3, loc.cit.. 32 Gusmardi Bustami, WTO dan Perlindungan Industri Dalam Negeri, et2001/wtoperlindunganindustri.pdf ; artikel diakses pada tanggal pukul 15.55

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTIK DUMPING

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTIK DUMPING TESIS PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTIK DUMPING DEWA GEDE PRADNYA YUSTIAWAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011 TESIS PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTIK DUMPING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan perjanjian internasional yang berkenaan dengan masalah ekonomi yang mengarah pada perdagangan bebas dapat mengakibatkan implikasi positif dan negatif bagi

Lebih terperinci

DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh: Ni Wayan Ella Apryani Ayu Putu Laksmi Danyathi Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws INDIKASI PRAKTIK DUMPING MENURUT KETENTUAN PERUNDANGAN INDONESIA oleh Putu Edgar Tanaya Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Indications Dumping Practices Legislation

Lebih terperinci

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN *34762 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 34 TAHUN 1996 (34/1996) Tanggal: 4 JUNI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. adalah akumulasi keuntungan yang sebesar-besarnya (optimum profit). Tujuan ini

Bab I. Pendahuluan. adalah akumulasi keuntungan yang sebesar-besarnya (optimum profit). Tujuan ini Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) (TINJAUAN TERHADAP GUGATAN INDONESIA KEPADA KOREA SELATAN DALAM PENGENAAN

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection

Lebih terperinci

(Suci Hartati, SH, M.Hum) Abstrac

(Suci Hartati, SH, M.Hum) Abstrac (Suci Hartati, SH, M.Hum) Abstrac Anti dumping yang ada di Indonesia diatur dalam GATT (General Agreement on Tariff and Trade) dimana sebagai awal dari pada falsafahnya di ilhami dengan landasan perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 2

KAJIAN YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 2 KAJIAN YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 2 PENDAHULUAN A. Latar belakang Hubungan dagang antar Negara yang di kenal dengan perdagangan internasional,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) BAHAN KULIAH PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 PRINSIP-PRINSIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini, perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana negara-negara di dunia saat ini

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO WTO (World Trade Organization) adalah organisasi perdagangan dunia yang berfungsi untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO

BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO A. Sejarah Terbentuknya GATT WTO Pada akhir Perang Dunia II, negara-negara pemenang Perang Dunia II berupaya menciptakan berbagai

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 DUMPING

Lebih terperinci

ANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form Turkish)

ANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form Turkish) PENYELESAIAN PERKARA ANTIDUMPING DI INDONESIA (Dalam Kasus Impor Terigu Asal Turki Oleh Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) ANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form

Lebih terperinci

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 Pengantar Hukum WTO Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 PRAKATA Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pak Adolf Warauw S.H., LL.M. dan Prof. Hikmahanto Juwana S.H., LL.M.,

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GATT DALAM PERLINDUNGAN MEREK TERKENAL DI INDONESIA. Oleh : Eddhie Praptono, SH.MH. (Ketua sentra HKI UPS)

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GATT DALAM PERLINDUNGAN MEREK TERKENAL DI INDONESIA. Oleh : Eddhie Praptono, SH.MH. (Ketua sentra HKI UPS) PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GATT DALAM PERLINDUNGAN MEREK TERKENAL DI INDONESIA Oleh : Eddhie Praptono, SH.MH. (Ketua sentra HKI UPS) A. PENDAHULUAN Salah satu ciri khas dari globalisasi adalah borderless

Lebih terperinci

PRINSIP WTO IKANINGTYAS

PRINSIP WTO IKANINGTYAS PRINSIP WTO IKANINGTYAS PERLAKUAN YANG SAMA UNTUK SEMUA ANGGOTA (MOST FAVOURED NATIONS TREATMENT-MFN). Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitman yang dibuat atau ditandatangani

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa 64 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa DSB WTO dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang saling mempengaruhi atau memperkuat satu dengan yang lainnya. Kedua hal tersebut pun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 2010 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses gobalisasi sudah melanda hampir di semua negara di dunia,termasuk di Indonesia. Globalisasi berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia dan juga negara-negara,tidak

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement.

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement. BAB IV KESIMPULAN World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan

Lebih terperinci

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 6 GENERAL AGREEMENT on TARIFF and TRADE (GATT) A. Sejarah GATT Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING DI BALI ( STUDY PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI ) Oleh : I Made Ferry Gunawadi I Wayan Novy Purwanto Bagian

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

Disampaikan Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum

Disampaikan Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum Disampaikan Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. www.jamalwiwoho.com 1 RIWAYAT HIDUP IDENTITAS DIRI: Prof Dr. JAMAL WIWOHO,SH,MHum Magelang 8 Nopember 1962 Tempat tinggal: Jl Manunggal 1/43 Solo,

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 BAHAN KULIAH WORLD TRADE ORGANIZATION Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 SEJARAH TERBENTUKNYA GATT (1) Kondisi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir kondisi ekonomi seperti globalisasi ekonomi, perdagangan barang selain produk seperti perdagangan jasa secara signifikan meningkat dengan pesat,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Kebijakan ekonomi internasional dalam arti luas semua kegiatan ekonomi pemerintah suatu negara yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1298, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Penyelidikan. Antidumping. Imbalan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/M-DAG/PER/12/2012

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : A Dosen : Huala Adolf,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS

PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS Budi Nugroho Widyaiswara Muda Balai Diklat Keuangan Yogyakarta Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA

BAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA BAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA A. Ketentuan Anti Dumping dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 Secara struktur General Agreement on

Lebih terperinci

UPAYA MENGURANGI POTENSI KERUGIAN NEGARA DARI PENYIMPANGAN IMPOR CBU

UPAYA MENGURANGI POTENSI KERUGIAN NEGARA DARI PENYIMPANGAN IMPOR CBU UPAYA MENGURANGI POTENSI KERUGIAN NEGARA DARI PENYIMPANGAN IMPOR CBU 1. Pendahuluan Sebagaimana diketahui bahwa tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.32

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PERLINDUNGAN MEREK BAGI PEMEGANG HAK MEREK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK YAYUK SUGIARTI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep Yayuksugiarti66@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan

BAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan 114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan penyelidikan dumping terhadap perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia

Presiden Republik Indonesia PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN Presiden Republik Indonesia Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KOMODITI EKSPOR INDONESIA ATAS TUDUHAN DUMPING

JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KOMODITI EKSPOR INDONESIA ATAS TUDUHAN DUMPING i JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KOMODITI EKSPOR INDONESIA ATAS TUDUHAN DUMPING BERDASARKAN KETENTUAN AGREEMENT ON THE IMPLEMENTATION OF ARTICLE VI GATT 1994 Oleh : AHMAD URVAFI D1A0121025 FAKULTAS

Lebih terperinci

Restrukturisasi Perusahaan Akibat Krisis Perekonomian Global

Restrukturisasi Perusahaan Akibat Krisis Perekonomian Global Restrukturisasi Perusahaan Akibat Krisis Perekonomian Global DISUSUN OLEH : Wiji Pramadjati, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 A. Latar Belakang Proses globalisasi

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) 1. Pembahasan HAKI Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

Praktek Dumping. Abstraksi

Praktek Dumping. Abstraksi Praktek Dumping Oleh Drs. Djoko Hanantijo, MM (Dosen PNS dpk Fakultas Ekonomi Universitas Surakarta) Abstraksi Dumping merupakan suatu bentuk diskriminasi harga. Untuk menangani masalah dumping dibentuk

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, keterbukaan, keterkaitan, ketergantungan, serta persaingan antar negara khususnya dalam bidang ekonomi semakin tidak dapat dihindari.adanya

Lebih terperinci

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, bahwa yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia mengamanatkan pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada negara untuk digunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana IMPLIKASI HUKUM PERSETUJUAN GENERAL AGREEMENT ON TRADE IN SERVICES (GATS) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) TERHADAP PENGATURAN KEPARIWISATAAN DI INDONESIA Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) A. Sejarah WTO World Trade Organization (WTO) adalah suatu organisasi perdagangan antarbangsabangsa dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 427 /MPP/Kep/10/2000 T E N T A N G KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 427 /MPP/Kep/10/2000 T E N T A N G KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 427 /MPP/Kep/10/2000 T E N T A N G KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Membantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak Adil dan Lonjakan Impor

Membantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak Adil dan Lonjakan Impor RI N G K ASA N KEG IATA N MARET 20 22, 2017, JAKARTA TPSA CANADA INDONESIA TRADE AND PRIVATE SECTOR ASSISTANCE PROJECT Membantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PRODUK DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR TUNGGAL ASEAN BERDASARKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

BAB II KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PRODUK DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR TUNGGAL ASEAN BERDASARKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) BAB II KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PRODUK DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR TUNGGAL ASEAN BERDASARKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) A. Sejarah Perdagangan Bebas Perdagangan adalah kegiatan transaksi barang

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK H SECTION DAN I SECTION DARI

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi 329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi

BAB III PENUTUP. Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi 66 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi internasional yaitu World Trade Organization. Sektor pertanian merupakan salah satu bidang yang menjadi

Lebih terperinci

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Melya Sarah Yoseva I Ketut Westra A.A Sri Indrawati Hukum Bisnis

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN VI.1 Proses Perancangan Kebijakan Proses perancangan kebijakan industri sari buah didasarkan pada arah kebijakan pembangunan nasional yang kemudian dijabarkan dalam visi dan

Lebih terperinci

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh : Indah Astutik Abstrak Globalisasi ekonomi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistim ekonomi global yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena selalu terdapat kepentingan yang berbeda bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek sebagai salah satu bentuk dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mempunyai peranan yang penting dalam hal perdagangan terutama dalam menghadapi era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

PRAKTEK DUMPING DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA O le h : DR. SUKARMI, S.H.,M.H.

PRAKTEK DUMPING DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA O le h : DR. SUKARMI, S.H.,M.H. A. Latar Belakang PRAKTEK DUMPING DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA O le h : DR. SUKARMI, S.H.,M.H. Proses globalisasi dalam berbagai bidang serta perkembangan teknologi dan informasi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menjadi suatu kenyataan yang dihadapi setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Proses interaksi dan saling pengaruh memengaruhi, bahkan pergesekan

Lebih terperinci

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari RESUME Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari penandatanganan Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) oleh pemerintahan Indonesia yaitu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.969, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Bea Masuk Anti Dumping. Impor. Canai Lantaian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dilakukan negara untuk menjalin kerjasama perdagangan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dilakukan negara untuk menjalin kerjasama perdagangan. Hal ini BAB I PENDAHULUAN Saat ini, pembentukan Free Trade Agreement (FTA) menjadi salah satu opsi utama yang dilakukan negara untuk menjalin kerjasama perdagangan. Hal ini menjadikan evaluasi dampak terhadap

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI BAHAN KULIAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 HUBUNGAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 PENANAMAN MODAL TERKAIT PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (THE TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES-TRIMs) A. Agreement on Trade

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN MARRAKESH MENGENAI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan di bidang ekonomi diarahkan dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERDAGANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERDAGANGAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERDAGANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2014 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang ekonomi diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanisme perdagangan yang lebih kondusif, agresif dan progresif. 4

BAB I PENDAHULUAN. mekanisme perdagangan yang lebih kondusif, agresif dan progresif. 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional berkembang kearah perdagangan yang lebih bebas dan terbuka. Negara-negara secara bilateral, regional, maupun global mengadakan kerja sama dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang ekonomi diarahkan dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN TRIPS YANG DIKELUARKAN OLEH WTO DAN RATIFIKASI INDONESIA

BAB II PERJANJIAN TRIPS YANG DIKELUARKAN OLEH WTO DAN RATIFIKASI INDONESIA BAB II PERJANJIAN TRIPS YANG DIKELUARKAN OLEH WTO DAN RATIFIKASI INDONESIA Bab ini akan menjelaskan mengenai awal mula lahirnya suatu perjanjian TRIPs yang dikeluarkan oleh WTO. Dimana di bab ini lebih

Lebih terperinci