BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana
|
|
- Suryadi Kusumo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini, perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana negara-negara di dunia saat ini telah menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara dan telah mengarah pada pola perdagangan bebas. Perdagangan internasional yang mengarah pada pasar bebas ini pada dasarnya akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif dan sebaliknya juga akan membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik. Hal ini dapat memungkinkan para pelaku usaha di satu negara berlomba-lomba untuk mendapatkan akses pasar dan mendominasi pasar dari negara lain. 1 Meskipun demikian, hubungan perdagangan internasional antarnegara tersebut tetap harus dilakukan dengan tertib dan adil. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan di bidang perdagangan internasional, diperlukan aturan-aturan yang mampu menjaga serta memelihara hak-hak dan kewajiban para pelaku perdagangan internasional ini. Perangkat hukum internasional yang mengatur hubungan dagang antarnegara terkandung dalam dokumen GATT yang ditandatangani negara-negara tahun 1947, dan mulai diberlakukan sejak tahun Dari waktu ke waktu ketentuan 1 Yulianto Syahyu, Hukum Anti Dumping di Indonesia, Analisis dan Panduan Praktis, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 8. 1
2 2 GATT disempurnakan lewat berbagai putaran perundingan, terakhir lewat perundingan-perundingan Putaran Uruguay ( ) yang berhasil membentuk sebuah Organisasi Perdagangan Dunia yaitu World Trade Organization (WTO). Badan inilah yang selanjutnya akan melaksanakan dan mengawasi aturan-aturan perdagangan internasional yang telah dirintis GATT sejak tahun Pembentukan WTO memberikan prospek yang baik bagi seluruh negara khususnya negara-negara anggota untuk menempuh kebijakan perdagangan bebas dalam batas-batas rule of law. 3 Namun, berangkat dari kondisi dan perkembangan ekonomi yang berbeda pada negara-negara yang ambil bagian dalam perjanjianperjanjian internasional maka sebenarnya tidak semua negara siap untuk menghadapi era perdagangan bebas yang disepakati pada GATT WTO, terutama negara-negara berkembang khususnya Indonesia. 4 Bagi semua negara khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia, pola perdagangan bebas ini telah menimbulkan ketergantungan dan integrasi ekonomi nasional ke dalam ekonomi global. 5 Hal ini dapat menciptakan mekanisme pasar yang memiliki persaingan yang tinggi. Tindakan persaingan antara pelaku usaha tersebut tidak jarang mendorong dilakukannya persaingan curang, baik dalam bentuk harga maupun bukan harga (price or nor price competition). Dalam bentuk harga misalnya terjadi diskriminasi harga (price discrimination) yang dikenal dengan istilah dumping. Dumping merupakan salah 2 Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional (dalam Kerangka Studi Analitis), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm Ibid., hlm Yulianto Syahyu, op. cit., hlm Ibid., hlm. 16.
3 3 satu bentuk hambatan perdagangan yang bersifat nontarif, berupa diskriminasi harga. 6 Praktik dumping merupakan praktik dagang yang tidak adil, karena bagi negara pengimpor, praktik dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri. 7 Tindakan dumping tersebut jelas-jelas dapat menimbulkan kerugian yang sangat serius terhadap perekonomian setiap negara. Oleh karena itu, setiap negara memerlukan perlindungan yang memadai dan demi melindungi industri dalam negeri dari praktik dumping, maka lahirlah suatu instrumen kebijaksanaan perdagangan yang dikenal dengan istilah antidumping. Ketentuan mengenai antidumping tersebut sudah lama tercantum sejak disepakatinya GATT pada tahun 1947 dan pengaturannya terdapat dalam Article VI The General Agreement on Tariffs and Trade 1947 (Pasal VI GATT 1947) yang isinya mengatur tentang Antidumping and Countervailing Duties. Sebagai tindak lanjut dalam mengimplementasikan ketentuan pasal VI GATT, maka pada tahun 1979, dalam Tokyo Round telah disepakati Antidumping 6 Sukarmi, Regulasi Antidumping di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm Daniel Suryana, Harmonisasi Ketentuan Anti Dumping ke dalam Hukum Nasional Indonesia, diakses 18 Maret 2012.
4 4 Code 1979 yang disepakati dan mengikat sejumlah 22 negara yang berlaku efektif sejak 1 Januari Antidumping Code 1979 ini kemudian digantikan oleh Antidumping Code 1994 yang dihasilkan oleh Uruguay Round dengan nama Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994 yang merupakan Multilateral Trade Agreement (MTA), di mana instrumen hukum tersebut ditandatangani bersamaan dengan penandatanganan Agreement Establishing the World Trade Organization di Marrakesh (Maroko) pada tanggal 15 April Dengan demikian, Antidumping Code 1994 sudah merupakan suatu paket yang inklusif atau integral dari Agreement Establishing the WTO, suatu institusi yang bertujuan antara lain untuk memajukan perdagangan bebas dunia di antara negaranegara anggotanya sesuai dengan MTA. 8 Sebagai negara yang turut ambil bagian dalam perdagangan Multilateral, Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the WTO melalui Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564). Dengan meratifikasi Agreement Establishing the WTO ini, Indonesia secara sekaligus telah meratifikasi pula Antidumping Code Konsekuensi dari diratifikasinya Agreement Establishing the WTO oleh Indonesia, Indonesia kemudian membuat ketentuan dasar tentang antidumping dengan cara menyisipkannya dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Nomor 3612) Tanggal 30 Desember 1995 sebagaimana 8 Yulianto Syahyu, op. cit., hlm Ibid.
5 5 telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93) Tanggal 15 November Ketentuan antidumping dalam Undang-Undang tersebut diakomodasi di dalam Bab IV mengenai Bea Masuk Anti-Dumping, Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan, dan Bea Masuk Pembalasan, Pasal 18 dan Ketentuan inilah yang kemudian menjadi dasar bagi pembuatan peraturan pelaksanaan tentang antidumping Indonesia yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan yang kini telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan dan beberapa Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Indonesia sebagai salah satu negara yang selalu ikut serta dalam melakukan perdagangan internasional dan merupakan anggota WTO, juga tidak dapat terhindar dari praktik dumping yang dilakukan oleh produk impor di Indonesia. Sehingga untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik dumping tersebut, Pemerintah akan berpedoman pada ketentuan-ketentuan sebagaimana yang telah disebutkan di atas untuk kemudian diterapkan terhadap praktik dumping tersebut. Salah satu produk impor yang dituduh melakukan praktik dumping di Indonesia adalah produk impor tepung terigu asal Turki. Kasus ini bermula ketika APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) yang mewakili tiga 10 Christhophorus Barutu, Ketentuan Antidumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan (Safeguard) dalam GATT dan WTO, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 130.
6 6 perusahaan di dalam negeri yakni PT Eastern Pearl FM, PT Sriboga, dan PT Panganmas Inti Persada mengajukan permohonan ke KADI untuk melakukan penyelidikan antidumping atas terigu impor asal Turki, Srilanka dan Australia pada tanggal 16 Oktober Atas permohonan tersebut KADI melakukan penyelidikan dan rekomendasi dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) atas hasil penyelidikan kasus tersebut telah disampaikan ke Menteri Perindustrian dan Perdagangan sejak Desember Dalam rekomendasinya, KADI menduga adanya dumping terigu asal Turki dan untuk itu perlu dikenakan BMAD. Ketua KADI, Halida Miljani, menyatakan bahwa berdasarkan investigasi ditemukan terigu impor dari Turki terbukti ada hubungan kausal dumping. 11 Rekomendasi KADI tersebut telah ditindaklanjuti oleh Menteri Perdagangan melalui surat dengan No. 2017/M.DAG/12/2009 kepada Menteri Keuangan tertanggal 31 Desember 2009 yang isinya merekomendasikan agar mengenakan BMAD kepada para eksportir terigu asal Turki. Meskipun KADI telah merekomendasikan pengenaan BMAD terhadap tepung terigu Turki, namun Menteri Keuangan sampai sekarang belum menetapkan surat keputusan tentang bea masuk anti dumping (BAMD) terhadap terigu impor asal Turki. 12 Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: Penerapan Hukum Anti Dumping di Indonesia 11 Heri Susanto, Ada Intervensi atas Kasus Dumping Terigu?, diakses 21 Februari Ibid.
7 7 atas Tuduhan Praktik Dumping Tepung Terigu Impor asal Turki oleh APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia). B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep dan pengaturan dumping serta anti dumping dalam kerangka GATT WTO? 2. Bagaimana ketentuan anti dumping dalam hukum nasional Indonesia? 3. Bagaimana penerapan hukum anti dumping di Indonesia dalam perkara tuduhan praktik dumping tepung terigu impor asal Turki oleh APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia)? C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan Berdasarkan pokok-pokok permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dan pengaturan dumping serta anti dumping dalam kerangka GATT WTO. 2. Untuk mengetahui dan memahami ketentuan anti dumping dalam hukum nasional Indonesia. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan hukum anti dumping di Indonesia dalam perkara tuduhan praktik dumping tepung terigu impor asal Turki oleh APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia). Selain tujuan yang diuraikan di atas, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:
8 8 1. Secara teoritis Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis sebagai bahan pengembangan kajian ilmu hukum pada umumnya, dan khususnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan penerapan hukum anti dumping di Indonesia atas tuduhan praktik dumping suatu produk impor. 2. Secara praktis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau pemikiran lebih lanjut bagi hukum nasional di Indonesia dan Pemerintah agar Pemerintah lebih meningkatkan kebijakannya dalam menangani kasus-kasus tuduhan praktik dumping produk impor di Indonesia guna memberikan perlindungan hukum terhadap produk dalam negeri yang dilakukan melalui upaya penegakan hukum anti dumping, baik secara preventif dalam upaya mencegah praktik dumping maupun secara represif yaitu berupa pemberian sanksi pengenaan bea masuk anti dumping terhadap pelaku ekonomi yang memasukkan produk berindikasi dumping. Selain itu skripsi ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi para pelaku usaha dalam mengambil tindakan terkait tuduhan praktik dumping suatu produk impor. Bagi mahasiswa, skripsi ini juga diharapkan mampu memberikan serangkaian informasi dan penjelasan sebagai bahan kajian dalam mengkaji suatu isu yang terjadi pada masyarakat internasional khususnya mengenai isu praktik dumping.
9 9 D. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penulis di Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU diketahui bahwa penulisan skripsi tentang: Penerapan Hukum Anti Dumping di Indonesia atas Tuduhan Praktik Dumping Tepung Terigu Impor Asal Turki oleh APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) belum pernah dilakukan. Meskipun demikian, ada beberapa penulisan skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa terdahulu terkait Anti Dumping, antara lain: 1. Johan Elvin Saragih, Penerapan Anti Dumping dalam Rangka Perlindungan Perdagangan Barang. 2. Halimatus S Marpaung, Tinjauan Hukum terhadap Anti Dumping dalam Perdagangan Internasional menurut GATT WTO Implementasinya di Indonesia. 3. Chandra Tri Kesuma, Tinjauan terhadap Pelaksanaan Ketentuan Anti Dumping di Indonesia dalam Rangka Menghadapi AFTA Skripsi ini berbeda substansi pembahasannya dengan ketiga penulisan skripsi di atas yang juga berkaitan dengan Anti Dumping. Skripsi ini fokus pada sejauh mana dan bagaimana penerapan hukum anti dumping di Indonesia dalam perkara tuduhan praktik dumping tepung terigu impor asal Turki oleh APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia). Dengan demikian, penulisan skripsi ini merupakan hasil karya sendiri yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan atau merupakan judul skripsi yang pernah diangkat sebelumnya oleh orang lain karena penulisannya telah sesuai
10 10 dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan terbuka yang ditulis secara objektif dan ilmiah melalui pemikiran para pakar dan praktisi, referensi, undangundang, buku-buku, makalah, bahan seminar, koran, dan internet serta bantuan dari berbagai pihak. Sehingga hasil penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka terhadap semua kritikan serta masukan yang sifatnya membangun guna menyempurnakan hasil penulisan skripsi ini. E. Tinjauan Kepustakaan Ketentuan antidumping sudah lama tercantum sejak disepakatinya GATT pada tahun 1947, yang secara simultan telah diadakan beberapa perjanjian tambahan (Side Agreement) mengenai suatu pasal dalam GATT, dimana perjanjian tambahan tersebut dikenal dengan code dan antidumping diatur dalam Pasal VI GATT 1947 (Article VI GATT 1947) yang merekomendasikan kepada setiap negara anggota untuk mengimplementasikan ketentuan GATT dalam sistem hukum nasional masing-masing. 13 Dan sebagai tindak lanjut dalam mengimplementasikan ketentuan pasal VI GATT tersebut, maka pada tahun 1979 dalam Tokyo Round telah disepakati Antidumping Code 1979 oleh 22 negara yang berlaku efektif sejak 1 Januari 1980, yang kemudian diperbaharui dengan Antidumping Code 1994 dalam Uruguay Round yang secara resmi berjudul Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994, di mana instrumen hukum tersebut ditandatangani bersamaan dengan penandatanganan Agreement Establishing the World Trade Organization di 13 Yulianto Syahyu, op. cit., hlm. 18.
11 11 Marrakesh (Maroko) pada tanggal 15 April Sehingga dengan demikian Antidumping Code 1994 menjadi bagian yang integral dan tidak terpisahkan dari GATT 1994 dan Agreement Establishing the WTO, oleh karena itu harus ditaati oleh semua negara yang telah meratifikasinya. 14 Dalam Pasal VI ayat (1) GATT 1947 (Article VI GATT 1947), dumping didefenisikan sebagai: The contracting parties recognize that dumping, by which products of one country are introduced into the commerce of another country at less than the normal value of the products, is to be condemned if it causes or threatens material injury to an established industry in the territory of a contracting party or materially retards the establishment of a domestic industry. 15 (Terjemahan bebas dari Pasal VI GATT di atas adalah Para pihak dalam perjanjian mengakui bahwa dumping, dimana barang-barang dari suatu negara diperdagangkan ke negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga normal dari barang tersebut, dilarang apabila dumping tersebut dapat menimbulkan kerugian materiil baik terhadap industri yang sudah berdiri maupun telah menimbulkan hambatan pada pendirian industri domestik ). Sedangkan pengertian dumping yang diatur dalam Article 2.1 Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994, yaitu: For the purpose of the agreement,a product is to be concidered as being dumped i.e introcduced into the commerce of another country at less than its normal value, if the export price of the product exported from one country to another is less than the comparable price, in the ordinary course of trade, for the like product when destined for consumption in the exporting country. 16 Article 2.1 di atas menjelaskan bahwa suatu produk dianggap sebagai dumping apabila harga barang yang diperdagangkan dari suatu negara ke wilayah negara lain lebih rendah dibandingkan nilai normal di negara barang tersebut, 14 Ibid., hlm The General Agreement on Tariffs and Trade 1947, Article VI point Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994, Article 2.
12 12 pada tingkat perdagangan yang wajar. Barang tersebut harus serupa dan ditujukan untuk dikonsumsi di negara tujuan ekspor. Menurut Kamus Lengkap Perdagangan Internasional, dumping adalah penjualan suatu komoditi di suatu pasar luar negeri pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai yang wajar, biasanya dianggap sebagai tingkat harga yang lebih rendah daripada tingkat harga di pasar domestiknya atau di negara ketiga. 17 Sedangkan pengertian dumping dalam Kamus Hukum Ekonomi diartikan sebagai praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual komoditi di pasaran Internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor. 18 Jadi secara singkat dumping dapat dikatakan barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara pengekpor. Suatu negara dapat dikatakan dumping apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: Adanya barang yang sejenis yang diekspor ke suatu negara; 2. Adanya penjualan dengan harga ekspor yang di bawah harga normal atau dengan kata lain adanya dumping; 3. Adanya kerugian atau ancaman kerugian terhadap industri dalam negeri; 17 Departernen Perindustrian dan Perdagangan, Kamus Lengkap Perdagangan Internasianal, (Jakarta: Direktorat Jenderal Perdagangan Internasional, 1997), hlm A.F. Elly Erawati, J.S. Badudu, Kamus Hukum Ekonomi, Inggris Indonesia, (Jakarta: Proyek ELIPS, 1996), hlm Yulianto Syahyu, op. cit., hlm
13 13 4. Adanya hubungan sebab akibat antara penjualan dengan harga ekspor yang di bawah nilai normal dengan terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri. Keempat kriteria tersebut harus terpenuhi agar penyelidikan dumping dapat ditindaklajuti, sekalipun demikian tidak ada yang salah terhadap dumping apabila terbukti bahwa hanya dumping satu-satunya bukti, maksudnya meskipun telah menjadi produk impor dengan harga dumping apabila tidak menimbulkan kerugian pada produk-produk sejenis di negara pengimpor, tindakan dumping tidak dapat dikenakan terhadap barang dengan harga dumping tersebut. Bahkan sebaliknya konsumen diuntungkan karena dapat memilih produk-produk alternatif lainnya dengan harga relatif lebih murah. Demikian halnya dengan faktor keempat harus dibuktikan adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan ancaman kerugian materil yang timbul dikarenakan adanya impor dengan harga dumping. Sebab tanpa dapat dibuktikan adanya hubungan sebab akibat antara kedua faktor itu, kerugian atau ancaman kerugian materil yang diderita industri dalam negeri mungkin saja disebabkan oleh faktor-faktor lain misal menurunnya daya beli masyarakat, berkurangnya minat masyarakat terhadap produk yang ada di pasaran dan lain sebagainya. Terhadap tindakan dumping yang telah memenuhi empat kriteria tersebut maka pemerintah suatu negara pengimpor dapat mengenakan tindakan balasan berupa antidumping dengan menetapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). 20 Bea Masuk Anti Dumping adalah pungutan yang dikenakan terhadap barang 20 Sukarmi, op. cit., hlm. 27.
14 14 impor untuk dipakai di dalam daerah pabean, sedangkan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) adalah bea masuk antidumping yang dikenakan untuk sementara waktu menunggu hasil final investigasi. Jika hasil final investigasi menunjukkan praktik dumping telah terbukti dan praktik tersebut telah merugikan industri dalam negeri, BMADS akan diteruskan dan ditetapkan menjadi BMAD, tetapi jika tidak terbukti maka BMADS akan dicabut. 21 F. Metode Penulisan Metode penulisan ilmiah merupakan realisasi dari rasa ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan. Seseorang akan yakin bahwa ada sebab bagi setiap akibat dari gejala yang tampak dan dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Oleh karena itu perlu bersikap objektif, karena kesimpulan yang diperoleh hanya akan dapat ditemukan bila dilandasi dengan bukti-bukti yang meyakinkan dan data dikumpulkan melalui prosedur yang jelas, sistematis dan terkontrol. 22 Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data tersebut maka penulis menggunakan metode penelitian yang mencakup hal-hal sebagai berikut: Tipe Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini, tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang mengacu kepada normanorma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sehingga penelitian hanya difokuskan untuk mengkaji dan mengetahui penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma hukum positif tentang anti dumping di Indonesia dalam perkara tuduhan praktik dumping tepung 21 Christhophorus Barutu, op. cit., hlm H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm Ibid., hlm. 105.
15 15 terigu impor Turki oleh APTINDO melalui peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan perkara tersebut, dalam hal ini antidumping. 2. Sifat Penelitian Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum. 24 Jadi penelitian ini bersifat menggambarkan, menjelaskan dan menganalisa segala mekanisme penerapan hukum anti dumping di Indonesia dalam perkara tuduhan praktik dumping tepung terigu impor Turki oleh APTINDO. 3. Sumber Bahan Hukum Data pokok yang digunakan sebagai bahan analisa di dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi: a. Bahan Hukum Primer Yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian yaitu: The General Agreement on Tariffs and Trade (GATT 1947); Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994 (Antidumping Code 1994); Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995; Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 6.
16 16 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan; Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 216/MPP/Kep/7/2001 tentang Perubahan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 261/MPP/Kep/9/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengajuan Penyelidikan Atas barang Dumping dan Barang Mengadung Subsidi; Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 427/MPP/Kep/10/2000 tentang Komite Antidumping Indonesia; dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 428/MPP/Kep/10/2000 tentang Penunjukan dan Pengangkatan Anggota Komite Antidumping Indonesia. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti berbagai tulisan ilmiah hukum, jurnal, makalah dari pakar hukum dan buku-buku yang dianggap berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini. c. Bahan Hukum Tertier Merupakan bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan sumber-sumber lain dari internet sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini.
17 17 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang bersumber dari peraturan perundangundangan, buku-buku, dokumen resmi, surat kabar dan hasil penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. 5. Metode Analisis Data Berdasarkan sifat penelitian skripsi ini yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, maka analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data sekunder. Kualitatif yakni mengumpulkan peraturan perundang-undangan dan bahan kepustakaan lainnya yang relevan dengan penelitian, mengelompokkan peraturan perundang-undangan dan bahan hukum yang ada, melakukan interpretasi terhadap peraturan perundang-undangan terkait, menguraikan bahan-bahan hukum sesuai dengan masalah yang dirumuskan, dan kemudian menarik kesimpulan. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari V Bab yang masing-masing bab memiliki sub-bab dan keseluruhan sistematika penulisan skripsi ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
18 18 BAB I Pendahuluan Bab ini akan menguraikan secara umum mengenai keadaankeadaan yang berhubungan dengan objek penelitian yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Konsep dan Pengaturan Dumping serta Anti Dumping dalam Kerangka GATT WTO Bab ini menguraikan tentang sejarah terbentuknya GATT WTO, sejarah perkembangan ketentuan anti dumping, pengertian dan pengaturan dumping dan anti dumping dalam kerangka GATT WTO, jenis jenis dumping dalam praktik perdagangan internasional, dampak praktik dumping terhadap negara importir dan eksportir, serta pengaruh ketentuan anti dumping terhadap perlindungan industri dalam negeri. BAB III Ketentuan Anti Dumping Dalam Hukum Nasional Indonesia Bab ini memberikan pemahaman dan gambaran tentang dasar hukum ketentuan anti dumping di Indonesia, lembaga-lembaga pelaksanaan peraturan anti dumping Indonesia, prosedur permohonan dan tahapan proses penyelidikan anti dumping, indikator yang digunakan dalam analisis praktik dumping, dan penentuan bea masuk anti dumping sebagai tindakan anti dumping.
19 19 BAB IV Penerapan Hukum Anti Dumping di Indonesia dalam Perkara Tuduhan Praktik Dumping Tepung Terigu Impor Asal Turki oleh APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) Bab ini menguraikan tentang kronologis kasus tuduhan praktik dumping tepung terigu impor asal Turki oleh APTINDO, penerapan hukum anti dumping di Indonesia terhadap kasus dumping tepung terigu turki yang meliputi prosedur permohonan penyelidikan kasus tepung terigu menurut hukum Anti Dumping Indonesia, penyelidikan oleh KADI, rekomendasi penerapan BMAD oleh KADI dan Menteri Perdagangan dan tindakan Menteri Keuangan atas rekomendasi Menteri Perdagangan. Selain itu bab ini juga memberikan pemahaman tentang dampak apabila kebijakan BMAD terigu Turki diterapkan atau tidak diterapkan dan fungsi serta peranan Pemerintah dalam kebijakan Antidumping. BAB V Kesimpulan dan Saran Bab terakhir ini berisi kesimpulan yang diambil oleh penulis terhadap bab-bab sebelumnya yang telah penulis uraikan dan yang ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang penulis anggap perlu dari kesimpulan yang diuraikan tersebut.
Bab I. Pendahuluan. adalah akumulasi keuntungan yang sebesar-besarnya (optimum profit). Tujuan ini
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian
Lebih terperinciBAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO
BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO A. Sejarah Terbentuknya GATT WTO Pada akhir Perang Dunia II, negara-negara pemenang Perang Dunia II berupaya menciptakan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan perjanjian internasional yang berkenaan dengan masalah ekonomi yang mengarah pada perdagangan bebas dapat mengakibatkan implikasi positif dan negatif bagi
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO
BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO WTO (World Trade Organization) adalah organisasi perdagangan dunia yang berfungsi untuk mengatur dan
Lebih terperinciANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form Turkish)
PENYELESAIAN PERKARA ANTIDUMPING DI INDONESIA (Dalam Kasus Impor Terigu Asal Turki Oleh Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) ANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form
Lebih terperinciDUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh: Ni Wayan Ella Apryani Ayu Putu Laksmi Danyathi Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DUMPING. Dumping merupakan suatu kebijakan negara atau perusahaan dari suatu
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DUMPING A. Pengertian Dumping Dumping merupakan suatu kebijakan negara atau perusahaan dari suatu negara untuk menjual produk di luar negeri dengan harga yang lebih rendah
Lebih terperinciKAJIAN YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 2
KAJIAN YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 2 PENDAHULUAN A. Latar belakang Hubungan dagang antar Negara yang di kenal dengan perdagangan internasional,
Lebih terperinciKey Words: Indications, Practice of Dumping, Laws
INDIKASI PRAKTIK DUMPING MENURUT KETENTUAN PERUNDANGAN INDONESIA oleh Putu Edgar Tanaya Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Indications Dumping Practices Legislation
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap
Lebih terperinciPERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION
PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang
Lebih terperinciPP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN *34762 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 34 TAHUN 1996 (34/1996) Tanggal: 4 JUNI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang
Lebih terperinciRestrukturisasi Perusahaan Akibat Krisis Perekonomian Global
Restrukturisasi Perusahaan Akibat Krisis Perekonomian Global DISUSUN OLEH : Wiji Pramadjati, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 A. Latar Belakang Proses globalisasi
Lebih terperinciBAB II HUKUM ANTI DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
BAB II HUKUM ANTI DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Tinjuan Umum Mengenai Antidumping 1. Konsep dan Pengertian Dumping Dumping adalah istilah yang digunakan dalam perdagangan internasional yakni
Lebih terperinciMEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION
MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) (TINJAUAN TERHADAP GUGATAN INDONESIA KEPADA KOREA SELATAN DALAM PENGENAAN
Lebih terperinciJURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KOMODITI EKSPOR INDONESIA ATAS TUDUHAN DUMPING
i JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KOMODITI EKSPOR INDONESIA ATAS TUDUHAN DUMPING BERDASARKAN KETENTUAN AGREEMENT ON THE IMPLEMENTATION OF ARTICLE VI GATT 1994 Oleh : AHMAD URVAFI D1A0121025 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA
BAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA A. Ketentuan Anti Dumping dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 Secara struktur General Agreement on
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa
64 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa DSB WTO dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang sangat tajam. Para pelaku pasar di satu negara berlomba-lomba
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional dalam era global dewasa ini telah mengalami peningkatan yang sangat tajam. Para pelaku pasar di satu negara berlomba-lomba untuk mendapatkan
Lebih terperinciDisampaikan Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum
Disampaikan Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. www.jamalwiwoho.com 1 RIWAYAT HIDUP IDENTITAS DIRI: Prof Dr. JAMAL WIWOHO,SH,MHum Magelang 8 Nopember 1962 Tempat tinggal: Jl Manunggal 1/43 Solo,
Lebih terperinciPraktek Dumping. Abstraksi
Praktek Dumping Oleh Drs. Djoko Hanantijo, MM (Dosen PNS dpk Fakultas Ekonomi Universitas Surakarta) Abstraksi Dumping merupakan suatu bentuk diskriminasi harga. Untuk menangani masalah dumping dibentuk
Lebih terperinci(Suci Hartati, SH, M.Hum) Abstrac
(Suci Hartati, SH, M.Hum) Abstrac Anti dumping yang ada di Indonesia diatur dalam GATT (General Agreement on Tariff and Trade) dimana sebagai awal dari pada falsafahnya di ilhami dengan landasan perekonomian
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 2010 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciHUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping
BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 DUMPING
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1298, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Penyelidikan. Antidumping. Imbalan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/M-DAG/PER/12/2012
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. Perdagangan ini merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional
Lebih terperinciUPAYA MENGURANGI POTENSI KERUGIAN NEGARA DARI PENYIMPANGAN IMPOR CBU
UPAYA MENGURANGI POTENSI KERUGIAN NEGARA DARI PENYIMPANGAN IMPOR CBU 1. Pendahuluan Sebagaimana diketahui bahwa tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.32
Lebih terperinciPRAKTEK DUMPING DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA O le h : DR. SUKARMI, S.H.,M.H.
A. Latar Belakang PRAKTEK DUMPING DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA O le h : DR. SUKARMI, S.H.,M.H. Proses globalisasi dalam berbagai bidang serta perkembangan teknologi dan informasi menimbulkan
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.
ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan
Lebih terperinciLex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016
ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN ANTIDUMPING 1 Oleh : Refly R. Umbas 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana keberadaan kebijakan antidumping jika dianalisis dari
Lebih terperinci2014, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Nega
No.925, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Komite. Anti Dumping Indonesia. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/6/2014 TENTANG
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERUNDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI. NOMOR 546/MPP/Kep/7/2002 TANGGAL 24 JULI 2002 TENTANG PEMBENTUKAN TIM BEA MASUK ANTI DUMPING
KEPUTUSAN MENTERI PERUNDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI NOMOR 546/MPP/Kep/7/2002 TANGGAL 24 JULI 2002 TENTANG PEMBENTUKAN TIM BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR TEPUNG TERIGU Menimbang : a. bahwa komoditi
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 427 /MPP/Kep/10/2000 T E N T A N G KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 427 /MPP/Kep/10/2000 T E N T A N G KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir kondisi ekonomi seperti globalisasi ekonomi, perdagangan barang selain produk seperti perdagangan jasa secara signifikan meningkat dengan pesat,
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum OLEH:
PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN (SAFEGUARD) DITINJAU DARI UU NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang lazim disebut globalisasi ekonomi. Proses globalisasi ekonomi adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia sekarang sedang mengalami perubahan yang disebut globalisasi. Globalisasi tersebut terjadi diberbagai aspek, salah satunya pada aspek ekonomi yang lazim disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekutu, maka dimulailah upaya membentuk lembaga-lembaga ekonomi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada pasca perang dunia kedua yang ditandai dengan kemenangan pihak sekutu, maka dimulailah upaya membentuk lembaga-lembaga ekonomi internasional. Pembentukan
Lebih terperinciANALISIS KOMPARATIF YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING ANTARA INDONESIA DAN FILIPINA. Novie Andriani Kesuma Suhaidi Mahmul Siregar Jelly Leviza
ANALISIS KOMPARATIF YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING ANTARA INDONESIA DAN FILIPINA Novie Andriani Kesuma Suhaidi Mahmul Siregar Jelly Leviza novieandriani73@yahoo.co.id ABSTRACT Dumping is the practice of
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin berkembang pesat ini, kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan karena adanya saling ketergantungan antara
Lebih terperinciTINJAUAN UMUM TENTANG DUMPING. masuk ke semua negara anggota dengan bebas. Indonesia merupakan salah satu
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DUMPING 2.1. Pengertian Dumping Sebagaimana diketahui bahwa semua negara anggota WTO telah sepakat untuk menciptakan perdagangan dunia yang bebas, di mana semua hambatan perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 Konsumen sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa asing,
Lebih terperinciTUGAS MATA KULIAH HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL. Aprilia Gayatri A Femita Adriani A
TUGAS MATA KULIAH HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tuduhan Praktek Dumping yang Dilakukan Indonesia Pada Sengketa Anti-dumping Produk Kertas dengan Korea Selatan Dikerjakan Oleh : Aprilia Gayatri A10.05.0201
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING DI BALI ( STUDY PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI ) Oleh : I Made Ferry Gunawadi I Wayan Novy Purwanto Bagian
Lebih terperinciSISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA
SISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA Oleh : Sunarno *) Pendahuluan Nilai pabean adalah nilai yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung Bea Masuk. Pasal 12 UU
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Penyusunan Melengkapi pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: WAA
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai
65 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian tesis ini dilakukan di Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin maju harus menjamin perlindungan dalam dunia usaha. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai usaha yang terus berkembang di segala
Lebih terperinciKata Kunci: Dumping, price undertaking, KADI, UMKM, BMAD.
DAMPAK DUMPING TERHADAP USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM): Suatu Kajian Dalam Perspektif Hukum Dagang Internasional Oleh. IKARINI DANI WIDIYANTI 1 Abstrak Praktek Dumping termasuk Unfair Bussiness Practices.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha
Lebih terperinci2 d. bahwa hasil pembahasan Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional telah memutuskan untuk mengenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan berupa kuota terha
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2014 KEMENDAG. Kuota. Pengamanan. Impor Tepung Gandum. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/M-DAG/PER/4/2014 TENTANG KETENTUAN PENGENAAN KUOTA
Lebih terperinciSKRIPSI PERANAN KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA DALAM PENCEGAHAN PRAKTIK DUMPING TERHADAP BARANG IMPOR OLEH : IMAN ARNAN B
SKRIPSI PERANAN KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA DALAM PENCEGAHAN PRAKTIK DUMPING TERHADAP BARANG IMPOR OLEH : IMAN ARNAN B 111 09 320 BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN MARRAKESH MENGENAI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan
Lebih terperinciBAB III ISI PUTUSAN DALAM SENGKETA DAGANG ANTARA INDONESIA DENGAN KOREA SELATAN. argumentasi dari penggugat dan tergugat, akhirnya Panel mengeluarkan
69 BAB III ISI PUTUSAN DALAM SENGKETA DAGANG ANTARA INDONESIA DENGAN KOREA SELATAN A. Putusan Panel DSB WTO Setelah Panel melakukan evaluasi atas semua laporan tertulis dan argumentasi dari penggugat dan
Lebih terperinciDAMPAK DUMPING TERHADAP UMKM (USAHA MIKRO,KECIL DAN MENENGAH):Suatu kajian dalam perspektif Hukum Dagang Internasional. Oleh Ikarini Dani Widiyanti*
1 DAMPAK DUMPING TERHADAP UMKM (USAHA MIKRO,KECIL DAN MENENGAH):Suatu kajian dalam perspektif Hukum Dagang Internasional Oleh Ikarini Dani Widiyanti* 2 Abstrak Dampak Dumping Terhadap UMKM (Usaha Mikro,Kecil
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam. Hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah pemeluk
Lebih terperinciMENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN
MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK H SECTION DAN I SECTION DARI
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK SPIN DRAWN YARN (SDY) DARI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan perekonomian Indonesia baik dibidang perbankan, industri, real estate, properti, eksport import dan lain sebagainya menumbuhkan banyak perusahaan-perusahaan
Lebih terperinciLatar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015
WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian dan penegakan hukum yang tepat dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. Terjadinya peredaran rokok ilegal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciKEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Kebijakan ekonomi internasional dalam arti luas semua kegiatan ekonomi pemerintah suatu negara yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan
Lebih terperinciPERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS
PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS Budi Nugroho Widyaiswara Muda Balai Diklat Keuangan Yogyakarta Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata
Lebih terperinciPresiden Republik Indonesia
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN Presiden Republik Indonesia Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan
114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan penyelidikan dumping terhadap perusahaan-perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menjadi suatu kenyataan yang dihadapi setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Proses interaksi dan saling pengaruh memengaruhi, bahkan pergesekan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PMK.010/2015 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK PARTIALLY ORIENTED YARN (POY)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah
38 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah secara yuridis normatif, yaitu dengan cara melihat dan menelaah perbandingan asas
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003 TENTANG TATA CARA DAN PERYSARATAN PERMOHONAN PENYELIDIKAN ATAS PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24
III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga
III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika jaman perdagangan menjadi semakin luas dan persaingan usaha menjadi semakin kuat, merek mempunyai arti yang sangat penting, baik bagi produsen maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi Ekonomi dan liberalisasi perdagangan semakin berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkembangan dunia dewasa ini ditandai arus globalisasi disegala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI PERATURAN NASIONAL DIKAITKAN DENGAN UPAYA SAFEGUARDS DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION T E S I S SYLVIANA
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi
66 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi internasional yaitu World Trade Organization. Sektor pertanian merupakan salah satu bidang yang menjadi
Lebih terperinciBab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5
Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian negara tersebut. Apabila membahas tentang perekonomian suatu negara, maka tidak lepas
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PRODUK DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR TUNGGAL ASEAN BERDASARKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
BAB II KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PRODUK DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR TUNGGAL ASEAN BERDASARKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) A. Sejarah Perdagangan Bebas Perdagangan adalah kegiatan transaksi barang
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 55
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada akhirnya dapat meraih keberhasilan. Selain itu pemanfaatan pasar kerja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki era globalisasi khususnya di sektor ketenagakerjaan akan menghadapi tantangan yang cukup besar, persaingan antara dunia usaha akan semakin ketat dan penggunaan
Lebih terperinci