BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini, perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana negara-negara di dunia saat ini telah menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara dan telah mengarah pada pola perdagangan bebas. Perdagangan internasional yang mengarah pada pasar bebas ini pada dasarnya akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif dan sebaliknya juga akan membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik. Hal ini dapat memungkinkan para pelaku usaha di satu negara berlomba-lomba untuk mendapatkan akses pasar dan mendominasi pasar dari negara lain. 1 Meskipun demikian, hubungan perdagangan internasional antarnegara tersebut tetap harus dilakukan dengan tertib dan adil. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan di bidang perdagangan internasional, diperlukan aturan-aturan yang mampu menjaga serta memelihara hak-hak dan kewajiban para pelaku perdagangan internasional ini. Perangkat hukum internasional yang mengatur hubungan dagang antarnegara terkandung dalam dokumen GATT yang ditandatangani negara-negara tahun 1947, dan mulai diberlakukan sejak tahun Dari waktu ke waktu ketentuan 1 Yulianto Syahyu, Hukum Anti Dumping di Indonesia, Analisis dan Panduan Praktis, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 8. 1

2 2 GATT disempurnakan lewat berbagai putaran perundingan, terakhir lewat perundingan-perundingan Putaran Uruguay ( ) yang berhasil membentuk sebuah Organisasi Perdagangan Dunia yaitu World Trade Organization (WTO). Badan inilah yang selanjutnya akan melaksanakan dan mengawasi aturan-aturan perdagangan internasional yang telah dirintis GATT sejak tahun Pembentukan WTO memberikan prospek yang baik bagi seluruh negara khususnya negara-negara anggota untuk menempuh kebijakan perdagangan bebas dalam batas-batas rule of law. 3 Namun, berangkat dari kondisi dan perkembangan ekonomi yang berbeda pada negara-negara yang ambil bagian dalam perjanjianperjanjian internasional maka sebenarnya tidak semua negara siap untuk menghadapi era perdagangan bebas yang disepakati pada GATT WTO, terutama negara-negara berkembang khususnya Indonesia. 4 Bagi semua negara khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia, pola perdagangan bebas ini telah menimbulkan ketergantungan dan integrasi ekonomi nasional ke dalam ekonomi global. 5 Hal ini dapat menciptakan mekanisme pasar yang memiliki persaingan yang tinggi. Tindakan persaingan antara pelaku usaha tersebut tidak jarang mendorong dilakukannya persaingan curang, baik dalam bentuk harga maupun bukan harga (price or nor price competition). Dalam bentuk harga misalnya terjadi diskriminasi harga (price discrimination) yang dikenal dengan istilah dumping. Dumping merupakan salah 2 Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional (dalam Kerangka Studi Analitis), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm Ibid., hlm Yulianto Syahyu, op. cit., hlm Ibid., hlm. 16.

3 3 satu bentuk hambatan perdagangan yang bersifat nontarif, berupa diskriminasi harga. 6 Praktik dumping merupakan praktik dagang yang tidak adil, karena bagi negara pengimpor, praktik dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri. 7 Tindakan dumping tersebut jelas-jelas dapat menimbulkan kerugian yang sangat serius terhadap perekonomian setiap negara. Oleh karena itu, setiap negara memerlukan perlindungan yang memadai dan demi melindungi industri dalam negeri dari praktik dumping, maka lahirlah suatu instrumen kebijaksanaan perdagangan yang dikenal dengan istilah antidumping. Ketentuan mengenai antidumping tersebut sudah lama tercantum sejak disepakatinya GATT pada tahun 1947 dan pengaturannya terdapat dalam Article VI The General Agreement on Tariffs and Trade 1947 (Pasal VI GATT 1947) yang isinya mengatur tentang Antidumping and Countervailing Duties. Sebagai tindak lanjut dalam mengimplementasikan ketentuan pasal VI GATT, maka pada tahun 1979, dalam Tokyo Round telah disepakati Antidumping 6 Sukarmi, Regulasi Antidumping di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm Daniel Suryana, Harmonisasi Ketentuan Anti Dumping ke dalam Hukum Nasional Indonesia, diakses 18 Maret 2012.

4 4 Code 1979 yang disepakati dan mengikat sejumlah 22 negara yang berlaku efektif sejak 1 Januari Antidumping Code 1979 ini kemudian digantikan oleh Antidumping Code 1994 yang dihasilkan oleh Uruguay Round dengan nama Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994 yang merupakan Multilateral Trade Agreement (MTA), di mana instrumen hukum tersebut ditandatangani bersamaan dengan penandatanganan Agreement Establishing the World Trade Organization di Marrakesh (Maroko) pada tanggal 15 April Dengan demikian, Antidumping Code 1994 sudah merupakan suatu paket yang inklusif atau integral dari Agreement Establishing the WTO, suatu institusi yang bertujuan antara lain untuk memajukan perdagangan bebas dunia di antara negaranegara anggotanya sesuai dengan MTA. 8 Sebagai negara yang turut ambil bagian dalam perdagangan Multilateral, Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the WTO melalui Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564). Dengan meratifikasi Agreement Establishing the WTO ini, Indonesia secara sekaligus telah meratifikasi pula Antidumping Code Konsekuensi dari diratifikasinya Agreement Establishing the WTO oleh Indonesia, Indonesia kemudian membuat ketentuan dasar tentang antidumping dengan cara menyisipkannya dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Nomor 3612) Tanggal 30 Desember 1995 sebagaimana 8 Yulianto Syahyu, op. cit., hlm Ibid.

5 5 telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93) Tanggal 15 November Ketentuan antidumping dalam Undang-Undang tersebut diakomodasi di dalam Bab IV mengenai Bea Masuk Anti-Dumping, Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan, dan Bea Masuk Pembalasan, Pasal 18 dan Ketentuan inilah yang kemudian menjadi dasar bagi pembuatan peraturan pelaksanaan tentang antidumping Indonesia yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan yang kini telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan dan beberapa Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Indonesia sebagai salah satu negara yang selalu ikut serta dalam melakukan perdagangan internasional dan merupakan anggota WTO, juga tidak dapat terhindar dari praktik dumping yang dilakukan oleh produk impor di Indonesia. Sehingga untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik dumping tersebut, Pemerintah akan berpedoman pada ketentuan-ketentuan sebagaimana yang telah disebutkan di atas untuk kemudian diterapkan terhadap praktik dumping tersebut. Salah satu produk impor yang dituduh melakukan praktik dumping di Indonesia adalah produk impor tepung terigu asal Turki. Kasus ini bermula ketika APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) yang mewakili tiga 10 Christhophorus Barutu, Ketentuan Antidumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan (Safeguard) dalam GATT dan WTO, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 130.

6 6 perusahaan di dalam negeri yakni PT Eastern Pearl FM, PT Sriboga, dan PT Panganmas Inti Persada mengajukan permohonan ke KADI untuk melakukan penyelidikan antidumping atas terigu impor asal Turki, Srilanka dan Australia pada tanggal 16 Oktober Atas permohonan tersebut KADI melakukan penyelidikan dan rekomendasi dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) atas hasil penyelidikan kasus tersebut telah disampaikan ke Menteri Perindustrian dan Perdagangan sejak Desember Dalam rekomendasinya, KADI menduga adanya dumping terigu asal Turki dan untuk itu perlu dikenakan BMAD. Ketua KADI, Halida Miljani, menyatakan bahwa berdasarkan investigasi ditemukan terigu impor dari Turki terbukti ada hubungan kausal dumping. 11 Rekomendasi KADI tersebut telah ditindaklanjuti oleh Menteri Perdagangan melalui surat dengan No. 2017/M.DAG/12/2009 kepada Menteri Keuangan tertanggal 31 Desember 2009 yang isinya merekomendasikan agar mengenakan BMAD kepada para eksportir terigu asal Turki. Meskipun KADI telah merekomendasikan pengenaan BMAD terhadap tepung terigu Turki, namun Menteri Keuangan sampai sekarang belum menetapkan surat keputusan tentang bea masuk anti dumping (BAMD) terhadap terigu impor asal Turki. 12 Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: Penerapan Hukum Anti Dumping di Indonesia 11 Heri Susanto, Ada Intervensi atas Kasus Dumping Terigu?, diakses 21 Februari Ibid.

7 7 atas Tuduhan Praktik Dumping Tepung Terigu Impor asal Turki oleh APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia). B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep dan pengaturan dumping serta anti dumping dalam kerangka GATT WTO? 2. Bagaimana ketentuan anti dumping dalam hukum nasional Indonesia? 3. Bagaimana penerapan hukum anti dumping di Indonesia dalam perkara tuduhan praktik dumping tepung terigu impor asal Turki oleh APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia)? C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan Berdasarkan pokok-pokok permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dan pengaturan dumping serta anti dumping dalam kerangka GATT WTO. 2. Untuk mengetahui dan memahami ketentuan anti dumping dalam hukum nasional Indonesia. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan hukum anti dumping di Indonesia dalam perkara tuduhan praktik dumping tepung terigu impor asal Turki oleh APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia). Selain tujuan yang diuraikan di atas, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:

8 8 1. Secara teoritis Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis sebagai bahan pengembangan kajian ilmu hukum pada umumnya, dan khususnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan penerapan hukum anti dumping di Indonesia atas tuduhan praktik dumping suatu produk impor. 2. Secara praktis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau pemikiran lebih lanjut bagi hukum nasional di Indonesia dan Pemerintah agar Pemerintah lebih meningkatkan kebijakannya dalam menangani kasus-kasus tuduhan praktik dumping produk impor di Indonesia guna memberikan perlindungan hukum terhadap produk dalam negeri yang dilakukan melalui upaya penegakan hukum anti dumping, baik secara preventif dalam upaya mencegah praktik dumping maupun secara represif yaitu berupa pemberian sanksi pengenaan bea masuk anti dumping terhadap pelaku ekonomi yang memasukkan produk berindikasi dumping. Selain itu skripsi ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi para pelaku usaha dalam mengambil tindakan terkait tuduhan praktik dumping suatu produk impor. Bagi mahasiswa, skripsi ini juga diharapkan mampu memberikan serangkaian informasi dan penjelasan sebagai bahan kajian dalam mengkaji suatu isu yang terjadi pada masyarakat internasional khususnya mengenai isu praktik dumping.

9 9 D. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penulis di Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU diketahui bahwa penulisan skripsi tentang: Penerapan Hukum Anti Dumping di Indonesia atas Tuduhan Praktik Dumping Tepung Terigu Impor Asal Turki oleh APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) belum pernah dilakukan. Meskipun demikian, ada beberapa penulisan skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa terdahulu terkait Anti Dumping, antara lain: 1. Johan Elvin Saragih, Penerapan Anti Dumping dalam Rangka Perlindungan Perdagangan Barang. 2. Halimatus S Marpaung, Tinjauan Hukum terhadap Anti Dumping dalam Perdagangan Internasional menurut GATT WTO Implementasinya di Indonesia. 3. Chandra Tri Kesuma, Tinjauan terhadap Pelaksanaan Ketentuan Anti Dumping di Indonesia dalam Rangka Menghadapi AFTA Skripsi ini berbeda substansi pembahasannya dengan ketiga penulisan skripsi di atas yang juga berkaitan dengan Anti Dumping. Skripsi ini fokus pada sejauh mana dan bagaimana penerapan hukum anti dumping di Indonesia dalam perkara tuduhan praktik dumping tepung terigu impor asal Turki oleh APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia). Dengan demikian, penulisan skripsi ini merupakan hasil karya sendiri yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan atau merupakan judul skripsi yang pernah diangkat sebelumnya oleh orang lain karena penulisannya telah sesuai

10 10 dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan terbuka yang ditulis secara objektif dan ilmiah melalui pemikiran para pakar dan praktisi, referensi, undangundang, buku-buku, makalah, bahan seminar, koran, dan internet serta bantuan dari berbagai pihak. Sehingga hasil penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka terhadap semua kritikan serta masukan yang sifatnya membangun guna menyempurnakan hasil penulisan skripsi ini. E. Tinjauan Kepustakaan Ketentuan antidumping sudah lama tercantum sejak disepakatinya GATT pada tahun 1947, yang secara simultan telah diadakan beberapa perjanjian tambahan (Side Agreement) mengenai suatu pasal dalam GATT, dimana perjanjian tambahan tersebut dikenal dengan code dan antidumping diatur dalam Pasal VI GATT 1947 (Article VI GATT 1947) yang merekomendasikan kepada setiap negara anggota untuk mengimplementasikan ketentuan GATT dalam sistem hukum nasional masing-masing. 13 Dan sebagai tindak lanjut dalam mengimplementasikan ketentuan pasal VI GATT tersebut, maka pada tahun 1979 dalam Tokyo Round telah disepakati Antidumping Code 1979 oleh 22 negara yang berlaku efektif sejak 1 Januari 1980, yang kemudian diperbaharui dengan Antidumping Code 1994 dalam Uruguay Round yang secara resmi berjudul Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994, di mana instrumen hukum tersebut ditandatangani bersamaan dengan penandatanganan Agreement Establishing the World Trade Organization di 13 Yulianto Syahyu, op. cit., hlm. 18.

11 11 Marrakesh (Maroko) pada tanggal 15 April Sehingga dengan demikian Antidumping Code 1994 menjadi bagian yang integral dan tidak terpisahkan dari GATT 1994 dan Agreement Establishing the WTO, oleh karena itu harus ditaati oleh semua negara yang telah meratifikasinya. 14 Dalam Pasal VI ayat (1) GATT 1947 (Article VI GATT 1947), dumping didefenisikan sebagai: The contracting parties recognize that dumping, by which products of one country are introduced into the commerce of another country at less than the normal value of the products, is to be condemned if it causes or threatens material injury to an established industry in the territory of a contracting party or materially retards the establishment of a domestic industry. 15 (Terjemahan bebas dari Pasal VI GATT di atas adalah Para pihak dalam perjanjian mengakui bahwa dumping, dimana barang-barang dari suatu negara diperdagangkan ke negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga normal dari barang tersebut, dilarang apabila dumping tersebut dapat menimbulkan kerugian materiil baik terhadap industri yang sudah berdiri maupun telah menimbulkan hambatan pada pendirian industri domestik ). Sedangkan pengertian dumping yang diatur dalam Article 2.1 Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994, yaitu: For the purpose of the agreement,a product is to be concidered as being dumped i.e introcduced into the commerce of another country at less than its normal value, if the export price of the product exported from one country to another is less than the comparable price, in the ordinary course of trade, for the like product when destined for consumption in the exporting country. 16 Article 2.1 di atas menjelaskan bahwa suatu produk dianggap sebagai dumping apabila harga barang yang diperdagangkan dari suatu negara ke wilayah negara lain lebih rendah dibandingkan nilai normal di negara barang tersebut, 14 Ibid., hlm The General Agreement on Tariffs and Trade 1947, Article VI point Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994, Article 2.

12 12 pada tingkat perdagangan yang wajar. Barang tersebut harus serupa dan ditujukan untuk dikonsumsi di negara tujuan ekspor. Menurut Kamus Lengkap Perdagangan Internasional, dumping adalah penjualan suatu komoditi di suatu pasar luar negeri pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai yang wajar, biasanya dianggap sebagai tingkat harga yang lebih rendah daripada tingkat harga di pasar domestiknya atau di negara ketiga. 17 Sedangkan pengertian dumping dalam Kamus Hukum Ekonomi diartikan sebagai praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual komoditi di pasaran Internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor. 18 Jadi secara singkat dumping dapat dikatakan barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara pengekpor. Suatu negara dapat dikatakan dumping apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: Adanya barang yang sejenis yang diekspor ke suatu negara; 2. Adanya penjualan dengan harga ekspor yang di bawah harga normal atau dengan kata lain adanya dumping; 3. Adanya kerugian atau ancaman kerugian terhadap industri dalam negeri; 17 Departernen Perindustrian dan Perdagangan, Kamus Lengkap Perdagangan Internasianal, (Jakarta: Direktorat Jenderal Perdagangan Internasional, 1997), hlm A.F. Elly Erawati, J.S. Badudu, Kamus Hukum Ekonomi, Inggris Indonesia, (Jakarta: Proyek ELIPS, 1996), hlm Yulianto Syahyu, op. cit., hlm

13 13 4. Adanya hubungan sebab akibat antara penjualan dengan harga ekspor yang di bawah nilai normal dengan terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri. Keempat kriteria tersebut harus terpenuhi agar penyelidikan dumping dapat ditindaklajuti, sekalipun demikian tidak ada yang salah terhadap dumping apabila terbukti bahwa hanya dumping satu-satunya bukti, maksudnya meskipun telah menjadi produk impor dengan harga dumping apabila tidak menimbulkan kerugian pada produk-produk sejenis di negara pengimpor, tindakan dumping tidak dapat dikenakan terhadap barang dengan harga dumping tersebut. Bahkan sebaliknya konsumen diuntungkan karena dapat memilih produk-produk alternatif lainnya dengan harga relatif lebih murah. Demikian halnya dengan faktor keempat harus dibuktikan adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan ancaman kerugian materil yang timbul dikarenakan adanya impor dengan harga dumping. Sebab tanpa dapat dibuktikan adanya hubungan sebab akibat antara kedua faktor itu, kerugian atau ancaman kerugian materil yang diderita industri dalam negeri mungkin saja disebabkan oleh faktor-faktor lain misal menurunnya daya beli masyarakat, berkurangnya minat masyarakat terhadap produk yang ada di pasaran dan lain sebagainya. Terhadap tindakan dumping yang telah memenuhi empat kriteria tersebut maka pemerintah suatu negara pengimpor dapat mengenakan tindakan balasan berupa antidumping dengan menetapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). 20 Bea Masuk Anti Dumping adalah pungutan yang dikenakan terhadap barang 20 Sukarmi, op. cit., hlm. 27.

14 14 impor untuk dipakai di dalam daerah pabean, sedangkan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) adalah bea masuk antidumping yang dikenakan untuk sementara waktu menunggu hasil final investigasi. Jika hasil final investigasi menunjukkan praktik dumping telah terbukti dan praktik tersebut telah merugikan industri dalam negeri, BMADS akan diteruskan dan ditetapkan menjadi BMAD, tetapi jika tidak terbukti maka BMADS akan dicabut. 21 F. Metode Penulisan Metode penulisan ilmiah merupakan realisasi dari rasa ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan. Seseorang akan yakin bahwa ada sebab bagi setiap akibat dari gejala yang tampak dan dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Oleh karena itu perlu bersikap objektif, karena kesimpulan yang diperoleh hanya akan dapat ditemukan bila dilandasi dengan bukti-bukti yang meyakinkan dan data dikumpulkan melalui prosedur yang jelas, sistematis dan terkontrol. 22 Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data tersebut maka penulis menggunakan metode penelitian yang mencakup hal-hal sebagai berikut: Tipe Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini, tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang mengacu kepada normanorma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sehingga penelitian hanya difokuskan untuk mengkaji dan mengetahui penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma hukum positif tentang anti dumping di Indonesia dalam perkara tuduhan praktik dumping tepung 21 Christhophorus Barutu, op. cit., hlm H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm Ibid., hlm. 105.

15 15 terigu impor Turki oleh APTINDO melalui peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan perkara tersebut, dalam hal ini antidumping. 2. Sifat Penelitian Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum. 24 Jadi penelitian ini bersifat menggambarkan, menjelaskan dan menganalisa segala mekanisme penerapan hukum anti dumping di Indonesia dalam perkara tuduhan praktik dumping tepung terigu impor Turki oleh APTINDO. 3. Sumber Bahan Hukum Data pokok yang digunakan sebagai bahan analisa di dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi: a. Bahan Hukum Primer Yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian yaitu: The General Agreement on Tariffs and Trade (GATT 1947); Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994 (Antidumping Code 1994); Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995; Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 6.

16 16 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan; Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 216/MPP/Kep/7/2001 tentang Perubahan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 261/MPP/Kep/9/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengajuan Penyelidikan Atas barang Dumping dan Barang Mengadung Subsidi; Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 427/MPP/Kep/10/2000 tentang Komite Antidumping Indonesia; dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 428/MPP/Kep/10/2000 tentang Penunjukan dan Pengangkatan Anggota Komite Antidumping Indonesia. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti berbagai tulisan ilmiah hukum, jurnal, makalah dari pakar hukum dan buku-buku yang dianggap berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini. c. Bahan Hukum Tertier Merupakan bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan sumber-sumber lain dari internet sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini.

17 17 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang bersumber dari peraturan perundangundangan, buku-buku, dokumen resmi, surat kabar dan hasil penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. 5. Metode Analisis Data Berdasarkan sifat penelitian skripsi ini yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, maka analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data sekunder. Kualitatif yakni mengumpulkan peraturan perundang-undangan dan bahan kepustakaan lainnya yang relevan dengan penelitian, mengelompokkan peraturan perundang-undangan dan bahan hukum yang ada, melakukan interpretasi terhadap peraturan perundang-undangan terkait, menguraikan bahan-bahan hukum sesuai dengan masalah yang dirumuskan, dan kemudian menarik kesimpulan. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari V Bab yang masing-masing bab memiliki sub-bab dan keseluruhan sistematika penulisan skripsi ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

18 18 BAB I Pendahuluan Bab ini akan menguraikan secara umum mengenai keadaankeadaan yang berhubungan dengan objek penelitian yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Konsep dan Pengaturan Dumping serta Anti Dumping dalam Kerangka GATT WTO Bab ini menguraikan tentang sejarah terbentuknya GATT WTO, sejarah perkembangan ketentuan anti dumping, pengertian dan pengaturan dumping dan anti dumping dalam kerangka GATT WTO, jenis jenis dumping dalam praktik perdagangan internasional, dampak praktik dumping terhadap negara importir dan eksportir, serta pengaruh ketentuan anti dumping terhadap perlindungan industri dalam negeri. BAB III Ketentuan Anti Dumping Dalam Hukum Nasional Indonesia Bab ini memberikan pemahaman dan gambaran tentang dasar hukum ketentuan anti dumping di Indonesia, lembaga-lembaga pelaksanaan peraturan anti dumping Indonesia, prosedur permohonan dan tahapan proses penyelidikan anti dumping, indikator yang digunakan dalam analisis praktik dumping, dan penentuan bea masuk anti dumping sebagai tindakan anti dumping.

19 19 BAB IV Penerapan Hukum Anti Dumping di Indonesia dalam Perkara Tuduhan Praktik Dumping Tepung Terigu Impor Asal Turki oleh APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) Bab ini menguraikan tentang kronologis kasus tuduhan praktik dumping tepung terigu impor asal Turki oleh APTINDO, penerapan hukum anti dumping di Indonesia terhadap kasus dumping tepung terigu turki yang meliputi prosedur permohonan penyelidikan kasus tepung terigu menurut hukum Anti Dumping Indonesia, penyelidikan oleh KADI, rekomendasi penerapan BMAD oleh KADI dan Menteri Perdagangan dan tindakan Menteri Keuangan atas rekomendasi Menteri Perdagangan. Selain itu bab ini juga memberikan pemahaman tentang dampak apabila kebijakan BMAD terigu Turki diterapkan atau tidak diterapkan dan fungsi serta peranan Pemerintah dalam kebijakan Antidumping. BAB V Kesimpulan dan Saran Bab terakhir ini berisi kesimpulan yang diambil oleh penulis terhadap bab-bab sebelumnya yang telah penulis uraikan dan yang ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang penulis anggap perlu dari kesimpulan yang diuraikan tersebut.

Bab I. Pendahuluan. adalah akumulasi keuntungan yang sebesar-besarnya (optimum profit). Tujuan ini

Bab I. Pendahuluan. adalah akumulasi keuntungan yang sebesar-besarnya (optimum profit). Tujuan ini Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO

BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO A. Sejarah Terbentuknya GATT WTO Pada akhir Perang Dunia II, negara-negara pemenang Perang Dunia II berupaya menciptakan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan perjanjian internasional yang berkenaan dengan masalah ekonomi yang mengarah pada perdagangan bebas dapat mengakibatkan implikasi positif dan negatif bagi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO WTO (World Trade Organization) adalah organisasi perdagangan dunia yang berfungsi untuk mengatur dan

Lebih terperinci

ANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form Turkish)

ANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form Turkish) PENYELESAIAN PERKARA ANTIDUMPING DI INDONESIA (Dalam Kasus Impor Terigu Asal Turki Oleh Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) ANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form

Lebih terperinci

DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh: Ni Wayan Ella Apryani Ayu Putu Laksmi Danyathi Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DUMPING. Dumping merupakan suatu kebijakan negara atau perusahaan dari suatu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DUMPING. Dumping merupakan suatu kebijakan negara atau perusahaan dari suatu BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DUMPING A. Pengertian Dumping Dumping merupakan suatu kebijakan negara atau perusahaan dari suatu negara untuk menjual produk di luar negeri dengan harga yang lebih rendah

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 2

KAJIAN YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 2 KAJIAN YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 2 PENDAHULUAN A. Latar belakang Hubungan dagang antar Negara yang di kenal dengan perdagangan internasional,

Lebih terperinci

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws INDIKASI PRAKTIK DUMPING MENURUT KETENTUAN PERUNDANGAN INDONESIA oleh Putu Edgar Tanaya Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Indications Dumping Practices Legislation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN *34762 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 34 TAHUN 1996 (34/1996) Tanggal: 4 JUNI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang

Lebih terperinci

Restrukturisasi Perusahaan Akibat Krisis Perekonomian Global

Restrukturisasi Perusahaan Akibat Krisis Perekonomian Global Restrukturisasi Perusahaan Akibat Krisis Perekonomian Global DISUSUN OLEH : Wiji Pramadjati, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 A. Latar Belakang Proses globalisasi

Lebih terperinci

BAB II HUKUM ANTI DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB II HUKUM ANTI DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL BAB II HUKUM ANTI DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Tinjuan Umum Mengenai Antidumping 1. Konsep dan Pengertian Dumping Dumping adalah istilah yang digunakan dalam perdagangan internasional yakni

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) (TINJAUAN TERHADAP GUGATAN INDONESIA KEPADA KOREA SELATAN DALAM PENGENAAN

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KOMODITI EKSPOR INDONESIA ATAS TUDUHAN DUMPING

JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KOMODITI EKSPOR INDONESIA ATAS TUDUHAN DUMPING i JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KOMODITI EKSPOR INDONESIA ATAS TUDUHAN DUMPING BERDASARKAN KETENTUAN AGREEMENT ON THE IMPLEMENTATION OF ARTICLE VI GATT 1994 Oleh : AHMAD URVAFI D1A0121025 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA

BAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA BAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA A. Ketentuan Anti Dumping dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 Secara struktur General Agreement on

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa 64 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa DSB WTO dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang sangat tajam. Para pelaku pasar di satu negara berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang sangat tajam. Para pelaku pasar di satu negara berlomba-lomba BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional dalam era global dewasa ini telah mengalami peningkatan yang sangat tajam. Para pelaku pasar di satu negara berlomba-lomba untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Disampaikan Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum

Disampaikan Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum Disampaikan Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. www.jamalwiwoho.com 1 RIWAYAT HIDUP IDENTITAS DIRI: Prof Dr. JAMAL WIWOHO,SH,MHum Magelang 8 Nopember 1962 Tempat tinggal: Jl Manunggal 1/43 Solo,

Lebih terperinci

Praktek Dumping. Abstraksi

Praktek Dumping. Abstraksi Praktek Dumping Oleh Drs. Djoko Hanantijo, MM (Dosen PNS dpk Fakultas Ekonomi Universitas Surakarta) Abstraksi Dumping merupakan suatu bentuk diskriminasi harga. Untuk menangani masalah dumping dibentuk

Lebih terperinci

(Suci Hartati, SH, M.Hum) Abstrac

(Suci Hartati, SH, M.Hum) Abstrac (Suci Hartati, SH, M.Hum) Abstrac Anti dumping yang ada di Indonesia diatur dalam GATT (General Agreement on Tariff and Trade) dimana sebagai awal dari pada falsafahnya di ilhami dengan landasan perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 2010 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 DUMPING

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1298, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Penyelidikan. Antidumping. Imbalan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/M-DAG/PER/12/2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor.

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. Perdagangan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional

Lebih terperinci

UPAYA MENGURANGI POTENSI KERUGIAN NEGARA DARI PENYIMPANGAN IMPOR CBU

UPAYA MENGURANGI POTENSI KERUGIAN NEGARA DARI PENYIMPANGAN IMPOR CBU UPAYA MENGURANGI POTENSI KERUGIAN NEGARA DARI PENYIMPANGAN IMPOR CBU 1. Pendahuluan Sebagaimana diketahui bahwa tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.32

Lebih terperinci

PRAKTEK DUMPING DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA O le h : DR. SUKARMI, S.H.,M.H.

PRAKTEK DUMPING DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA O le h : DR. SUKARMI, S.H.,M.H. A. Latar Belakang PRAKTEK DUMPING DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA O le h : DR. SUKARMI, S.H.,M.H. Proses globalisasi dalam berbagai bidang serta perkembangan teknologi dan informasi menimbulkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016 ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN ANTIDUMPING 1 Oleh : Refly R. Umbas 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana keberadaan kebijakan antidumping jika dianalisis dari

Lebih terperinci

2014, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Nega

2014, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Nega No.925, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Komite. Anti Dumping Indonesia. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/6/2014 TENTANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERUNDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI. NOMOR 546/MPP/Kep/7/2002 TANGGAL 24 JULI 2002 TENTANG PEMBENTUKAN TIM BEA MASUK ANTI DUMPING

KEPUTUSAN MENTERI PERUNDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI. NOMOR 546/MPP/Kep/7/2002 TANGGAL 24 JULI 2002 TENTANG PEMBENTUKAN TIM BEA MASUK ANTI DUMPING KEPUTUSAN MENTERI PERUNDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI NOMOR 546/MPP/Kep/7/2002 TANGGAL 24 JULI 2002 TENTANG PEMBENTUKAN TIM BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR TEPUNG TERIGU Menimbang : a. bahwa komoditi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 427 /MPP/Kep/10/2000 T E N T A N G KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 427 /MPP/Kep/10/2000 T E N T A N G KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 427 /MPP/Kep/10/2000 T E N T A N G KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir kondisi ekonomi seperti globalisasi ekonomi, perdagangan barang selain produk seperti perdagangan jasa secara signifikan meningkat dengan pesat,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum OLEH:

SKRIPSI. Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum OLEH: PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN (SAFEGUARD) DITINJAU DARI UU NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lazim disebut globalisasi ekonomi. Proses globalisasi ekonomi adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang lazim disebut globalisasi ekonomi. Proses globalisasi ekonomi adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia sekarang sedang mengalami perubahan yang disebut globalisasi. Globalisasi tersebut terjadi diberbagai aspek, salah satunya pada aspek ekonomi yang lazim disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekutu, maka dimulailah upaya membentuk lembaga-lembaga ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sekutu, maka dimulailah upaya membentuk lembaga-lembaga ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada pasca perang dunia kedua yang ditandai dengan kemenangan pihak sekutu, maka dimulailah upaya membentuk lembaga-lembaga ekonomi internasional. Pembentukan

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPARATIF YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING ANTARA INDONESIA DAN FILIPINA. Novie Andriani Kesuma Suhaidi Mahmul Siregar Jelly Leviza

ANALISIS KOMPARATIF YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING ANTARA INDONESIA DAN FILIPINA. Novie Andriani Kesuma Suhaidi Mahmul Siregar Jelly Leviza ANALISIS KOMPARATIF YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING ANTARA INDONESIA DAN FILIPINA Novie Andriani Kesuma Suhaidi Mahmul Siregar Jelly Leviza novieandriani73@yahoo.co.id ABSTRACT Dumping is the practice of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin berkembang pesat ini, kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan karena adanya saling ketergantungan antara

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM TENTANG DUMPING. masuk ke semua negara anggota dengan bebas. Indonesia merupakan salah satu

TINJAUAN UMUM TENTANG DUMPING. masuk ke semua negara anggota dengan bebas. Indonesia merupakan salah satu BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DUMPING 2.1. Pengertian Dumping Sebagaimana diketahui bahwa semua negara anggota WTO telah sepakat untuk menciptakan perdagangan dunia yang bebas, di mana semua hambatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 Konsumen sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa asing,

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL. Aprilia Gayatri A Femita Adriani A

TUGAS MATA KULIAH HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL. Aprilia Gayatri A Femita Adriani A TUGAS MATA KULIAH HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tuduhan Praktek Dumping yang Dilakukan Indonesia Pada Sengketa Anti-dumping Produk Kertas dengan Korea Selatan Dikerjakan Oleh : Aprilia Gayatri A10.05.0201

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING DI BALI ( STUDY PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI ) Oleh : I Made Ferry Gunawadi I Wayan Novy Purwanto Bagian

Lebih terperinci

SISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA

SISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA SISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA Oleh : Sunarno *) Pendahuluan Nilai pabean adalah nilai yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung Bea Masuk. Pasal 12 UU

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Penyusunan Melengkapi pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: WAA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai 65 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian tesis ini dilakukan di Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin maju harus menjamin perlindungan dalam dunia usaha. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai usaha yang terus berkembang di segala

Lebih terperinci

Kata Kunci: Dumping, price undertaking, KADI, UMKM, BMAD.

Kata Kunci: Dumping, price undertaking, KADI, UMKM, BMAD. DAMPAK DUMPING TERHADAP USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM): Suatu Kajian Dalam Perspektif Hukum Dagang Internasional Oleh. IKARINI DANI WIDIYANTI 1 Abstrak Praktek Dumping termasuk Unfair Bussiness Practices.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

2 d. bahwa hasil pembahasan Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional telah memutuskan untuk mengenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan berupa kuota terha

2 d. bahwa hasil pembahasan Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional telah memutuskan untuk mengenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan berupa kuota terha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2014 KEMENDAG. Kuota. Pengamanan. Impor Tepung Gandum. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/M-DAG/PER/4/2014 TENTANG KETENTUAN PENGENAAN KUOTA

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA DALAM PENCEGAHAN PRAKTIK DUMPING TERHADAP BARANG IMPOR OLEH : IMAN ARNAN B

SKRIPSI PERANAN KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA DALAM PENCEGAHAN PRAKTIK DUMPING TERHADAP BARANG IMPOR OLEH : IMAN ARNAN B SKRIPSI PERANAN KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA DALAM PENCEGAHAN PRAKTIK DUMPING TERHADAP BARANG IMPOR OLEH : IMAN ARNAN B 111 09 320 BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN MARRAKESH MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

BAB III ISI PUTUSAN DALAM SENGKETA DAGANG ANTARA INDONESIA DENGAN KOREA SELATAN. argumentasi dari penggugat dan tergugat, akhirnya Panel mengeluarkan

BAB III ISI PUTUSAN DALAM SENGKETA DAGANG ANTARA INDONESIA DENGAN KOREA SELATAN. argumentasi dari penggugat dan tergugat, akhirnya Panel mengeluarkan 69 BAB III ISI PUTUSAN DALAM SENGKETA DAGANG ANTARA INDONESIA DENGAN KOREA SELATAN A. Putusan Panel DSB WTO Setelah Panel melakukan evaluasi atas semua laporan tertulis dan argumentasi dari penggugat dan

Lebih terperinci

DAMPAK DUMPING TERHADAP UMKM (USAHA MIKRO,KECIL DAN MENENGAH):Suatu kajian dalam perspektif Hukum Dagang Internasional. Oleh Ikarini Dani Widiyanti*

DAMPAK DUMPING TERHADAP UMKM (USAHA MIKRO,KECIL DAN MENENGAH):Suatu kajian dalam perspektif Hukum Dagang Internasional. Oleh Ikarini Dani Widiyanti* 1 DAMPAK DUMPING TERHADAP UMKM (USAHA MIKRO,KECIL DAN MENENGAH):Suatu kajian dalam perspektif Hukum Dagang Internasional Oleh Ikarini Dani Widiyanti* 2 Abstrak Dampak Dumping Terhadap UMKM (Usaha Mikro,Kecil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam. Hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah pemeluk

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK H SECTION DAN I SECTION DARI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK SPIN DRAWN YARN (SDY) DARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan perekonomian Indonesia baik dibidang perbankan, industri, real estate, properti, eksport import dan lain sebagainya menumbuhkan banyak perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu.

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian dan penegakan hukum yang tepat dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. Terjadinya peredaran rokok ilegal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Kebijakan ekonomi internasional dalam arti luas semua kegiatan ekonomi pemerintah suatu negara yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS

PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS Budi Nugroho Widyaiswara Muda Balai Diklat Keuangan Yogyakarta Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia

Presiden Republik Indonesia PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN Presiden Republik Indonesia Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan

BAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan 114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan penyelidikan dumping terhadap perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menjadi suatu kenyataan yang dihadapi setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Proses interaksi dan saling pengaruh memengaruhi, bahkan pergesekan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PMK.010/2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PMK.010/2015 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK PARTIALLY ORIENTED YARN (POY)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah 38 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah secara yuridis normatif, yaitu dengan cara melihat dan menelaah perbandingan asas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003 TENTANG TATA CARA DAN PERYSARATAN PERMOHONAN PENYELIDIKAN ATAS PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika jaman perdagangan menjadi semakin luas dan persaingan usaha menjadi semakin kuat, merek mempunyai arti yang sangat penting, baik bagi produsen maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi Ekonomi dan liberalisasi perdagangan semakin berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkembangan dunia dewasa ini ditandai arus globalisasi disegala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI PERATURAN NASIONAL DIKAITKAN DENGAN UPAYA SAFEGUARDS DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION T E S I S SYLVIANA

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi

BAB III PENUTUP. Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi 66 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi internasional yaitu World Trade Organization. Sektor pertanian merupakan salah satu bidang yang menjadi

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian negara tersebut. Apabila membahas tentang perekonomian suatu negara, maka tidak lepas

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PRODUK DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR TUNGGAL ASEAN BERDASARKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

BAB II KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PRODUK DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR TUNGGAL ASEAN BERDASARKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) BAB II KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PRODUK DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR TUNGGAL ASEAN BERDASARKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) A. Sejarah Perdagangan Bebas Perdagangan adalah kegiatan transaksi barang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 55

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 55 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada akhirnya dapat meraih keberhasilan. Selain itu pemanfaatan pasar kerja

BAB I PENDAHULUAN. pada akhirnya dapat meraih keberhasilan. Selain itu pemanfaatan pasar kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki era globalisasi khususnya di sektor ketenagakerjaan akan menghadapi tantangan yang cukup besar, persaingan antara dunia usaha akan semakin ketat dan penggunaan

Lebih terperinci