Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia"

Transkripsi

1 EVALUASI KEBIJAKAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PADA WAJIB PAJAK BADAN USAHA MIKRO (Studi Atas KPP Pratama Kebon Jeruk Dua Jakarta) Inda Dwi Fratiwi, Dra. Inayati, M. Si Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Abstract The main focus of this paper is the analysis of policy evaluation at the corporate tax rate micro tax payer Agency to the achievement of objectives based on the Law No.. 20 of 2008 on SMEs and describe the obstacles facing the implementation of the policy on the KPP Pratama Kebon Jeruk Dua Jakarta. This research is a descriptive qualitative research. The conclusions in this study are that the corporate income tax policy on micro businesses are not required to target and achieve government objectives as stipulated in Law No.. 20 of 2008 on SMEs, and there are many obstacles faced KPP Pratama Kebun Jeruk Dua Jakarta in the policy implementation process. Keywords: Income Tax, Micro Taxpayer, tariff reductions, tax policy Pendahuluan Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, definisi usaha mikro yaitu usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang- Undang. Kriteria usaha mikro yang dimaksud oleh Undang-undang tersebut yaitu memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah). Usaha mikro adalah salah satu sektor usaha dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi (lihat tabel 1.3), sehingga dapat dikatakan usaha mikro mampu meningkatkan perekonomian suatu negara. Tabel Distribusi Unit Usaha 2012 Unit Usaha Jumlah Pangsa Usaha Mikro % Usaha Kecil % Usaha Menengah % Usaha Besar % 1

2 Total % Sumber : BPS dan Kementerian Negara Koperasi dan UKM 2013 (diolah) Usaha mikro memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi dan menjadi tumpuan bagi perekonomian di Indonesia karena memberikan kontribusi sebesar 98.79% dalam jumlah usaha yang dilakukan di Indonesia. Usaha Mikro merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang utama dalam mengatasi pengangguran dan kemiskinan karena mudah dilakukan masyarakat dan membutuhkan modal yang tidak terlalu besar. Tabel Daya Serap Tenaga Kerja UMKM Unit Usaha Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah UMKM Usaha Besar Total Sumber : BPS dan Kementerian Negara Koperasi dan UKM 2013 (diolah) Menurut tabel di atas, pada tahun 2012 Usaha Mikro mampu menyerap tenaga kerja sebesar orang atau sebesar 90.12% dari total penyerapan kerja. Jumlah ini meningkat sebesar 10.87% dibandingkan tahun Total penyerapan tenaga kerja oleh Usaha Mikro pada tahun 2012 tercatat sebanyak atau sebesar 90.12% sedangkan usaha kecil menyerap tenaga kerja sebanyak atau sebesar 4.09%, usaha menengah menyerap tenaga kerja sebanyak atau sebesar 2.94%, dan usaha besar hanya dapat menyerap tenaga kerja sebanyak orang atau sebesar 2.84%. Daya serap tenaga kerja usaha mikro menunjukkan peningkatan setiap tahunnya yang memiliki rata-rata peningkatan sebesar 2,58% setiap tahunnya dan berdasarkan tabel di atas peningkatan terbesar terjadi pada periode yang mengalami kenaikan sebesar 4.91% atau sekitar Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jika dilihat dari banyaknya jumlah serap tenaga kerja yang sangat besar pada sektor UMKM, maka sektor UMKM dapat meningkatkan struktur perekonomian Indonesia dan dengan peran tersebut UMKM dianggap sangat berpotensi dalam meningkatkan penerimaan negara melalui pajak. Dengan bertambahnya pendapatan negara dari sektor pajak usaha mikro, pemerintah berharap agar Indonesia menjadi negara yang lebih mandiri dan tidak bergantung pada pinjaman luar negeri dalam melaksanakan programnya dan mengelola pembangunan negara. 2

3 Secara nasional, pilihan strategi dan kebijakan untuk memberdayakan usaha mikro menjadi sangat penting bagi terjaminnya kelangsungan hidup dan perkembangan usaha mikro sebagai penyedia lapangan kerja dan pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pemerintah sebagai pembuat dan pengatur kebijakan diharapkan dapat memberikan keadaan yang mendukung bagi dunia usaha, sehingga lembaga keuangan baik perbankan maupun bukan perbankan serta pelaku usaha di lapangan mampu memanfaatkan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan dapat melaksanakan kegiatan usaha dengan lancar, sehingga dapat mendorong tingginya pertumbuhan ekonomi negara melalui usaha mikro. Sedangkan dalam kebijakan PPh yang berlaku sekarang, tarif pajak sebelumnya menggunakan pajak progresif, dan sekarang kebijakan tersebut berubah menjadi tarif tunggal (flat) secara bertahap dari 28% dan turun menjadi 25% pada tahun 2010 dari setiap penghasilan yang diterima. Di samping itu pemerintah juga memberikan fasilitas pengurangan sebesar 50% dari tarif PPh Badan bagi UMKM yang dituangkan melalui Undang-Undang No.36 Tahun 2008 (UU PPh) Pasal 31E sesuai dengan kriteria usaha tertentu. Dalam pasal tersebut terdapat dua kriteria sebuah jenis usaha yang dikategorikan sebagai UMKM. Kriteria pertama yaitu Wajib Pajak tersebut harus merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri dan kriteria kedua yaitu peredaran bruto dari usaha tersebut hanya sampai dengan Rp 50 miliar. Kedua kriteria tersebut bersifat kumulatif untuk mendapatkan fasilitas berupa pengurangan sebesar 50% dari tarif PPh yang tertera dalam UU PPh Pasal 17. Di sisi lain amanat UU No 20 Tahun 2008 tentang UMKM agar pemerintah dan pemerintah daerah menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundangundangan dan kebijakan yang meliputi aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang dan dukungan kelembagaan belum berjalan optimal jika dilihat dari adanya kebijakan PPh tersebut. Pengenaan pajak penghasilan pada badan usaha mikro dan kecil ini dinilai tidak tepat sasaran ( 19 Februari 2013). Hal ini dikarenakan akan memberatkan bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah terlebih lagi bagi pelaku usaha mikro dan kecil yang baru memulai usahanya dan memerlukan modal yang besar serta belum mendapat penghasilan tetap. Dapat dibayangkan jika ada UMKM yang baru memulai usaha dan kemudian dikenakan PPh dari omsetnya. Hal ini tentu akan sangat memberatkan bagi para pelaku usaha UMKM karena pendapatan awal mereka langsung dikenakan pajak. Penerapan PPh bagi sektor UMKM menunjukkan bahwa pemerintah 3

4 semakin tidak mempunyai keberpihakan terhadap UMKM dan menyimpang dari tujuan yang telah dibuat yaitu untuk melindungi UMKM khususnya usaha mikro. Pertanyaan penelitian yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana evaluasi kebijakan tarif pajak penghasilan pada Wajib Pajak badan usaha mikro bagi KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua? 2. Apakah hambatan yang terjadi dalam implementasi kebijakan pengenaan pajak penghasilan pada wajib pajak badan usaha mikro bagi KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua? Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan evaluasi kebijakan tarif pajak penghasilan pada wajib pajak badan usaha mikro pada KPP Pratama Kebon Jeruk Dua Jakarta dan menganalisis hambatan yang tejadi dalam implementasi kebijakan pengenaan pajak penghasilan pada WP Badan Usaha Mikro KPP Pratama Kebon Jeruk Dua Jakarta Tinjauan Teoritis Robert Eyestone (Robert Eyestone. 1971: hal 18) mengatakan bahwa secara luas kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Akan tetapi, teori yang diberikan oleh Robert Eyestone ini mengandung pengertian yang sangat luas sehingga pengertian kebijakan publik dapat mencakup banyak hal. Sedangkan Nugroho (Riant Nugroho. 2011: hal 96) menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah setiap keputusan yang dibuat oleh Negara, sebagai strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicitacitakan. Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika sosial yang ada dalam masyarakat (Dikutip Thomas Dye, 1981). Hal tersebut menandakan bahwa suatu kebijakan publik harus dapat mengikuti nilai-nilai hidup yang dijalankan dalam kehidupan masyarakat agar saat pengimplementasiannya tidak terjadi banyak kesulitan. Menurut Dunn proses kebijakan publik terbagi menjadi lima tahap yaitu perumusan masalah, formulasi kebijakan, rekomendasi kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan. Penelitian ini terfokus pada evaluasi kebijakan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, dimana dalam Undang-Undang tersebut mengatur tentang pajak penghasilan yang dikenakan pada Wajib Pajak Badan usaha mikro. 4

5 Menurut Mustopadidjaja (Mustopadidjaja, 2002: hal 45) evaluasi merupakan kegiatan pemberian nilai ataus suatu fenomena, didalamnya terkandung pertimbangan nilai (value judgement) tertentu. Sedangkan evaluasi kebijakan menurut Mustopadidjaja (Mustopadidjaja. 2002: hal 47) dilakukan untuk mengetahui sistem dan proses pelaksanaannya, agar dapat dilakukan langkah-langkah tindak lanjut untuk menghindarkan biaya yang lebih besar atau untuk mencapai manfaat yang lebih baik. Kebijakan pajak adalah salah satu bagian dari kebijakan public dan merupakan kebijakan fiskal dalam pengertian yang sempit. Menurut Mansury, kebijakan pajak merupakan kebijakan fiskal dalam arti sempit yang berkaitan dengan penentuan siapa-siapa yang akan dikenakan pajak, apa yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak, bagaimana menghitung besarnya pajak yang harus dibayar dan bagaimana tata cara pembayaran pajak yang terutang. Sedangkan dalam arti luasnya Mansury menjelaskan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan untuk mempengaruhi produksi masyarakat, kesempatan kerja dan inflasi, dengan menggunakan instrumen pemungutan pajak dan pengeluaran belanja Negara. (R. Mansury,1999: hal 1) Terkait masalah kebijakan, dalam merumuskan suatu kebijakan pemerintah hendaknya memenuhi asas-asas perpajakan. Menurut Adam Smith yang dikutip oleh Safri Nurmantu (Safri Nurmantu, 2005: hal 83) asas-asas tersebut adalah Asas Equality supaya tekanan pajak di antara subjek pajak masing-masing hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan negara, asas Certainty yang merupakan asas kepastian hukum. Dengan asas ini dimaksudkan agar pajak yang harus dibayar seseorang harus terang dan pasti tidak dapat dimulur-mulur atau ditawar-tawar, asas Convenience agar dalam memungut pajak, pemerintah hendaknya memperhatikan saat-saat yang paling baik bagi si pembayar pajak, dan asas Efficiencysupaya pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan dengan sehemat-hematnya, jangan sampai biaya-biaya memungut justru lebih tinggi daripada pajak yang dipungut. Dalam sistem perpajakan terdapat tiga unsur pembentuk yaitu kebijakan perpajakan (tax policy), undang-undang perpajakan (tax law), dan administrasi perpajakan (tax administration) (Mansury. 1996: hal 17). Devano dan Rahayu, Le Baube dan L. Vehorn dalam Bird dan Jantscher menyatakan bahwa administasi yang baik adalah yang memiliki sasaran untuk mendukung Wajib Pajak yang patuh dengan meminimalisasi beban compliance dan payment untuk meminimalisasi dana pajak yang seharusnya dibayarkan oleh publik dan private resources 5

6 serta untuk mengedukasi sejumlah Wajib Pajak yang secara potensial akan patuh (Milka Casanegra dan Richard M. Bird.1992: hal 310). Nurmantu (Nurmantu. 2003: hal 11) menyatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Berbicara mengenai pajak, salah satu jenis pajak di Indonesia adalah pajak penghasilan. Mansury berpendapat (Mansury. 1996: hal 11), konsep pajak atas penghasilan adalah penghasilan sebagai objek pajak merupakan konsekuensi dari pemilihan pajak langsung yang dipungut atas penghasilan, sebagi alternatif lain dari pajak langsung atas kekayaan atau pengeluaran konsumsi. Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip perpajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh (yang sudah diakui) Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pada dasarnya terdapat dua pendekatan dalam pengenaan pajak atas penghasilan yaitu Benefit Theory dan Ability to Pay. Benefit Theory menghendaki masyarakat membayar pajak sesuai dengan manfaat yang diterima selama ini. Sedangkan Ability to Pay Pay menyarankan agar pajak itu dibebankan kepada para Wajib Pajak berdasarkan kemampuannya masing-masing. Dalam perumusan kebijakan pajak penghasilan, terdapat pula insenti-insentif pajak yang diberikan pemerintah untuk meringankan beban masyarakat Indonesia. Menurut Suandy (Suandy. 2003: hal 18) insentif pajak adalah suatu pemberian fasilitas perpajakan yang diberikan kepada invertor luar negeri untuk aktivitas tertentu atau untuk wilayah tertentu. Terkait dengan penelitian ini insentif yang diberikan adalah tax cut dimana biasanya berupa pengurangan atau pemotongan tarif agar menjadi lebih rendah. Melalui kebijakan tax cut pemerintah mengharapkan adanya kesadaran dari masyarakat dalam rangka membayar pajak karena pajak yang diterapkan menjadi lebih kecil dan hal tersebut dapat mengurangi beban masyarakat. Berhubungan tax cut, yang seharusnya dikenakan tax cut adalah sektor UMKM khususnya usaha mikro karena penghasilan mereka yang masih belum stabil. Untuk menentukan hutang pajak, yang berbeda dengan aturan biasa yang didasarkan pada pembukuan wajib pajak diterapkan teori presumptive taxation menurut Thuronyi (Thuronyi vol I. 1996: hal 410). Untuk menentukan pihak mana yang pantas menjadi subjek presumptive tax, Musgrave (Musgrave. 1990: hal 299) membagi pembayar pajak menjadi tiga kelompok, adalah pembayar pajak sangat 6

7 kecil, pembayar pajak kecil dan seluruh pembayar pajak lainnya yangdibedakan menjadi dua, yaitu Kelompok the hard to tax dan kelompok yang lain. Scheneider dalam Bird and Wallace (Wallace. 2003: hal 3) mengatakan bahwa kategori hard to tax jarang didefinisikan secara jelas, tetapi tampaknya istilah ini ditujukan untuk sektor ekonomi informal yang merupakan sifat utama dari banyak negara berkembang dan usaha mikro yang menjadi objek penelitian ini merupakan sektor informal. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan pada penciptaan gambaran holistic lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci dan disusun dalam sebuah latar alamiah (Cresweel, 2003: hal 1). Jenis penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dimensi waktu penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data dari penelitian yang bersangkutan. Jenis penelitian berdasarkan tujuan penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskripstif adalah suatu jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti (Kountur, 2003: hal 53). Berdasarkan manfaatnya, jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian murni. Penelitian murni lebih banyak digunakan di lingkungan akademik dan biasanya dilakukan dalam kerangka pengembangan ilmu pengetahuan (Crasweel. 2003: hal 18). Ditinjau dari dimensi waktu penelitian, Jenis penelitian yang dilakukan bersifat cross sectional. Penelitian cross sectional adalah penelitian yang dilakukan dalam waktu tertentu dan hanya dilakukan pada suatu saat tertentu dan bukan disengaja melakukan pengumpulan data pada waktu-waktu yang berbeda untuk dijadikan perbandingan (Cresweel, 2003: hal 43). Dan berdasarkan teknik pengumpulan data, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah satu teknik analisis terhadap berbagai sumber informasi termasuk bahan cetak (buku, artikel, novel, Koran, majalah, dan sebagainya) dan bahan noncetak seperti music, gambar dan bendabenda (Irawan, 2006: hal 60). Sedangakan untuk studi lapangan, penelitian ini dilakukan melalui wawancara. Wawancara dilakukan dengan format tidak terstruktur harus memperhatikan 7

8 bagaimana respon informan dalam menjawab pertanyaan (Irawan, 2006: hal 59). Sedangkan Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, informan merupakan salah satu unsur penting dalam pencarian data. Informan merupakan orang yang memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian. Informan ini sengaja dipilih oleh peneliti karena informan ini mengetahui secara pasti bagaimana situasi dan respon dari subjek yang berkaitan dengan penelitian ini. Informan ini bahkan memiliki hubungan dan berkaitan langsung pekerjaannya dengan objek penelitian yaitu usaha mikro. Informan yang akan diwawancarai yaitu Jamal selaku Wajib Pajak Badan usaha mikro, Agatha Yovita Kristia A. selaku Kepala Kantor KPP Pratama Kebon Jeruk Dua Jakarta, Chairuman Harahap selaku Komisi VI DPR RI, Prof. Dr. Gunadi Ak, MSc selaku Guru Besar Perpajakan Universitas Indonesia, Imam Subekti SE selaku Tax Consultant CFP, Dwi Santoso selaku Subdit Dampak Kebijakan Direktorat Peraturan Perpajakan, dan Toto Sugiono selaku Asdep Urusan Per-UU-an Kementrian Koperasi dan UKM Bidang Kelembagaan Koperasi dan KUKM. Hasil Penelitian dan Pembahasan Pemerintah tetap tidak boleh mengabaikan fungsi regulerendnya dalam melakukan pembuatan kebijakan tersebut yaitu menggunakan pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Pada dasarnya, kebijakan publik dijalankan dengan maksud tertentu untuk meraih tujuan-tujuan tertentu yang berawal dari masalah-masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Evaluasi dilakukan karena tidak semua program kebijakan publik meraih hasil yang diinginkan. Sebagai salah satu kebijakan publik, pengenaan PPh Badan pada Wajib Pajak Badan usaha mikro seharusnya dapat menjunjung tujuan pemerintah dalam menyejahterahkan masyarakatnya. Dengan adanya evaluasi kebijakan, pemerintah berharap agar kesalahan suatu kebijakan yang tidak mencapai tujuan tersebut tidak terulang kembali. Pada awal tahun 2009 merupakan perubahan baru bagi setiap Wajib Pajak baik Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Pribadi. Hal tersebut dikarenakan adanya pemberlakuan Undang-Undang No.36 Tahun Pemerintah melakukan perubahan tersebut untuk mencoba meningkatkan pelayanannya kepada Wajib Pajak di Indonesia. Salah satu perubahan yang terjadi dalam UU No. 36 Tahun 2008 ini adalah perubahan tarif untuk Wajib Pajak Badan yang semula merupakan tarif progresif berdasarkan lapisan PKP tertentu menjadi tarif tunggal. Secara jelas 8

9 dikatakan pada Pasal 17 UU No.36 Tahun 2008 yang berisi tarif Wajib Pajak Badan dan bentuk usaha tetap adalah 28% (diefektifkan pada tahun 2009) dan 25% (diefektifkan pada tahun 2010). Sebenarnya dalam pasal 17 ini tidak dijelaskan secara langsung bahwa kebijakan ini diberikan untuk Wajib Pajak Badan usaha mikro saja, karena sasaran dari pasal tersebut adalah seluruh Wajib Pajak Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Akan tetapi, nyatanya Wajib Pajak Badan usaha mikro adalah merupakan Wajib Pajak Badan dalam negeri dan karena adanya perubahan tarif PPh dari tarif progresif menjadi tarif tunggal maka tarif yang dikenakan pada usaha mikro sama dengan tarif yang dikenakan pada usaha kecil, menengah dan bahkan usaha besar yang omsetnya jauh lebih besar daripada omset usaha mikro. Terkait dengan kebijakan ini Prof. Dr. Gunadi Ak, MSc selaku Akademisi Perpajakan mengatakan bahwa kepada wp badan usaha mikro diberikan suatu keringanan maka dipotong 50% itupun tidak memberikan keringanan 10% yg lalu. Yg tadi nya 15% turun jadi 12,5% dan yang tadinya 10% malah naik jadi 12,5% jadi yang tadinya Cuma kena 10% justru malah merugikan. Kalau kita lihat disini maka kita bisa bilang tidak adil. Kebijakan itu kalau mau adil ya tidak simpel dan kalau mau simpel ya tidak adil (Wawancara, 13 Juni 2013). Perubahan tarif ini diharapkan akan lebih meningkatkan daya saing Indonesia terhadap negara-negara lain dalam menarik perhatian investor asing. Perubahan tarif PPh Badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal dimaksudkan untuk menerapkan prinsip netralitas serta prinsip kesederhanaan dalam pengenaan pajaknya. Akan tetapi, ada faktor lain yang harus kita lihat dalam perumusan suatu kebijakan yaitu keadilan dan dalam kebijakan ini faktor keadilan masih belum terpenuhi. Seperti yang telah diungkapkan Dwi Santoso selaku Subdit Dampak Kebijakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yaitu kalau dilihat dari sisi keadilannya sih dan kalau dibandingkan pengenaan kebijakan ini bagi usaha mikro dan usaha besar sih saya rasa kebijakan 25% kepada usaha mikro ini memang kurang adil karena kita bayangkan saja kalau kita lihat kriteria usaha mikro berdasarkan UU UMKM kan omsetnya dibawah Rp. 300 juta dan kalau kita hitung detail berarti kecil banget dong omset perbulannya dibanding usaha besar tapi mereka dikenakan tarif yang sama (Wawancara, 7 Juni 2013). Hal ini juga diungkapkan Jamal sebagai Wajib Pajak Badan Usaha Mikro yaitu pajak 25% sih kegedean mbak buat kita. Sama aja kaya seperempat hasil jualan kita ilang gitu aja padahal kalau hasil jualan gak dipotong apa-apa juga belum tentu kita untung banyak. Terus kita kapan balik modalnya dong? Belum lagi bayar sewa, 9

10 listrik, dan gaji. Rugi Bandar dong saya. Jadi jelas gak adil lah buat kita (Wawancara, 2 Juni 2013). Sebelum diberlakukan UU No.36 Tahun 2008 Wajib Pajak Badan usaha mikro yang dikenakan tarif pajak penghasilan badan pada lapisan kena pajak yang pertama dengan tarif sebesar 10%. Namun, dengan diberlakukannya UU No.36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan ini pada tahun 2009 maka Wajib Pajak Badan usaha mikro akan dikenakan tarif PPh Badan sebesar 28% atau pada tahun 2010 yang mengalami perubahan tarif lagi menjadi 25%. Dari keterangan di atas tentunya terdapat kenaikan sebesar 18% pada tahun 2009 dan 15% pada tahun Dimana semula Wajib Pajak Badan usaha mikro tersebut dikenakan PPh Badan sebesar 10% namun sekarang dikenakan 25%. Sama halnya jika Wajib Pajak Badan usaha mikro tersebut dikenakan tarif PPh Badan pada lapisan kena pajak yang kedua dengan tarif sebesar 15% maka WP Badan tersebut pada tahun 2010 akan dikenakan tarif PPh Badan sebesar 25% sehingga terdapat kenaikan pajak sebesar 10%. Sedangkan Wajib Pajak Badan yang dikategorikan Wajib Pajak Badan usaha besar yang dikenakan pada lapisan pajak ketiga yaitu dikenakan tarif PPh Badan sebesar 30%, pada tahun 2010 akan dikenakan tarif PPh Badan sebesar 25%. Berdasarkan perhitungan tersebut maka usaha besar akan mengalami penurunan tarif pajak sebesar 5%. Hal tersebut tentunya merupakan hal yang bisa dibilang tidak adil pada Wajib Pajak Badan usaha mikro dan walaupun pemerintah telah mewujudkan pencapaian tujuannya dalam pengembangan iklim yang kondusif. Jika kita melihat dari sisi keadilan maka tentunya hal ini secara tidak langsung akan terkait dengan pendekatan pemungutan pajak Benefit theory dan pendekatan ability to pay. Dalam membuat kebijakan ini seharusnya pemerintah menggunakan pendekatan ability to pay yang menyarankan agar pajak dibebankan kepada setiap Wajib Pajak berdasarkan kemampuan ekonomi tiap Wajib Pajak berdasarkan kriteria tertentu. Karena seperti yang telah dijelaskan bahwa sektor usaha di Indonesia dibagi menjadi usaha mikro, kecil, menengah dan besar sesuai dengan omset masing-masing usaha yang dijalankan. Sehingga kebijakan tarif tersebut dapat dikatakan adil karena dikenakan berdasarkan kemampuan masing-masing usaha. Selain perubahan tarif progresif menjadi tarif tunggal, UU No. 36 Tahun 2008 juga memberikan fasilitas lainnya yang dapat dinikmati oleh seluruh Wajib Pajak Badan. Toto Sugiono selaku Asdep Per-Undang-Undang-an Kementrian Koperasi dan UKM juga mengeaskan pernyataan tersebut dengan mengatakan walaupun dikenakan tarif tunggal sebesar 10

11 25%, pemerintah juga memberikan fasilitas berupa insentif pajak kepada WP Badan usaha mikro melalui pengurangan tarif sebesar 50% sehingga menjadi 12,5% kan tarifnya jadi itu bisa kita bilang strategi pemerintah juga dalam rangka membuat kebijakan UU PPh untuk UMKM untuk mencapai asas keadilan (Wawancara, 3 Juni 2013). Fasilitas yang diberikan oleh pemerintah ini salah satunya adalah pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif umum PPh Badan yang diatur dalam Pasal 31E UU No.36 Tahun Diberlakukannya Pasal 31E ini merupakan salah satu alasan pemerintah untuk mengantisipasi atau melindungi Wajib Pajak Badan mikro tersebut dari penggunaan tarif tunggal pada PPh Badan. Pengurangan tarif sebesar 50% ini juga merupakan salah satu bentuk insentif pajak yang diberikan pemerintah kepada usaha mikro yaitu insentif berupa reduces rate/tax cut karena insentif ini biasanya berupa pengenaan tarif yang lebih rendah dan pada dasarnya tax cut ini merupakan penurunan beban pajak. Fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% tersebut tidak dapat dinikmati oleh seluruh subjek pajak. Terdapat batasan atau syarat bagi suatu Wajib Pajak Badan untuk mendapatkan fasilitas ini. Syarat yang pertama yaitu hanya Wajib Pajak Badan dalam negeri yang dapat menikmati fasilitas ini. Kemudian syarat yang kedua adalah Wajib Pajak Badan tersebut harus memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp. 50 miliar. Sehingga bagi Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran bruto melebih Rp. 50 miliar tentu tidak dapat menikmati fasilitas pengurangan tari sebesar 50% ini dan tetap dikenakan tarif umum yaitu sebesar 28% pada tahun 2009 dan 25% pada tahun Memang tidak dijelaskan secara langsung bahwa fasilitas ini diberikan kepada WP Badan usaha mikro dan telah ditegaskan bahwa syarat untuk mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% ini hanyalah Wajib Pajak Badan dalam negeri. Akan tetapi, jika kita lihat persyaratan kedua secara tidak langsung persyaratan tersebut memang ditujukan untuk Wajib Pajak Badan usaha mikro berdasarkan kriteria tersebut. Akan tetapi walaupun fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% ini sudah menunjukkan upaya pemerintah dalam menyeimbangkan perubahan tarif pajak penghasilan Wajib Pajak Badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal, upaya ini masih belum cukup jika kita lihat dari sudut pandang Wajib Pajak Badan usaha mikro karena sebelum UU No. 36 Tahun 2008 diberlakukan para Wajib Pajak Badan usaha mikro ini masuk ke lapisan kena pajak satu yang dikenakan tarif sebesar 10%. Seperti yang dikemukakan oleh Chairuman Harahap yang menjabat sebagai anggota komisi VI DPR RI yaitu kalau menurut saya pribadi sih pengenaan PPh untuk usaha 11

12 mikro itu gak adil walaupun udah dikasih fasilitas berupa pengurangan tarif karena usaha mikro itu kan pendapatannya kecil sekali terus dikasih pajak lagi ya habis dong modalnya apalagi tarif pajak yang dikenakan juga besar sekali (Wawancara, 8 Juni 2013). Dari argumentasi di atas dapat dijelaskan bahwa walaupun kebijakan pengenaan PPh pada Wajib Pajak Badan usaha mikro ini sudah diberikan fasilitas sebesar 50% sehingga menjadi 14% pada tahun 2009 dan 12,5% pada tahun 2010, hal tersebut masih belum bisa dikatakan adil. Penulis setuju dengan pendapat tersebut karena menurut penulis, Wajib Pajak Badan usaha mikro ini tentu akan merasa dirugikan karena awalnya sektor usaha mikro ini masuk ke lapisan kena pajak pertama yang dikenakan tarif sebesar 10% dan sekarang justru mengalami kenaikan tarif sebesar 4% pada tahun 2009 dan 2,5% pada tahun 2010 walaupun setelah mendapatkan fasilitas pasal 31E berupa pengurangan tarif sebesar 25% sehingga walaupun sudah diberlakukan pengurangan tarif tapi upaya tersebut masih belum dapat dikatakan memberikan perlindungan bagi usaha mikro karena pada nyatanya tarif yang dikenakan kepada Wajib Pajak Badan usaha justru mengalami kenaikan seperti yang dijelaskan diatas. Terkait dengan pelaksanaan kebijakan ini tentu terdapat pula hambatan-hambatan yang terjadi dalam implementasi kebijakan tersebut. Dalam penelitian ini hambatan-hambatan tersebut terfokuskan pada hambatan yang terjadi di KPP Pratama Kebon Jeruk Dua. Hambatan yang pertama yaitu hambatan pada pengertian usaha mikro itu sendiri. Pengertian usaha mikro pada UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM seperti yang telah disebutkan di pendahuluan adalah salah satu jenis pengertian usaha mikro. Selain itu terdapat pula pengertian usaha mikro menurut Usaha mikro adalah industri kerajinan rumah tangga yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang, sedangkan industri kecil mempekerjakan 5-19 orang (lembaga penelitian SMERU 2003, Setiap lembaga tentunya memiliki tujuan tersendiri dalam menciptakan setiap pengertian tersebut. Meskipun perbedaan ini dapat dipahami jika melihat tujuan dari masing-masing lembaga, akan tetapi kalangan yang terlibat dalam usaha mikro seperti konsultan, pembuat kebijakan dan pengambil keputusan tentu akan menghadapi kesulitan dalam menjalankan tugasnya jika terlalu banyak pengertian yang diberikan. Jika dilihat dari banyaknya pengertian yang diberikan maka lembaga pembuat kebijakan pajak harus memakai definisi yang mana untuk menetapkan usaha mikro yang dikenakan pajak itu berdasarkan kriteria apa dan kriteria mana yang paling tepat dari beberapa pengertian tersebut kepada batasan usaha mikro yang dikenakan pajak. 12

13 Hambatan yang kedua adalah hambatan pada Wajib Pajak Badan usaha mikro itu sendiri. Scheneider dalam Bird and Wallace (Wallace. 2003: hal 3) mengatakan bahwa kategori hard to tax jarang didefinisikan secara jelas, tetapi tampaknya istilah ini ditujukan untuk sektor ekonomi informal yang merupakan sifat utama dari banyak negara berkembang. Istilah ini biasanya diarahkan kepada petani-petani kecil dan usaha kecil (Thuronyi. 2003: hal 1). Thuronyi merinci faktor-faktor yang berkontribusi dalam membuat kelompok ini susah dipajaki, seperti jumlah mereka sangat banyak, sehingga tidak mungkin untuk menyelidiki secara mendalam seluruhnya. Usaha mikro ini biasanya digolongkan dalam sektor informal jika kita melihat ciri-ciri sektor informal di atas. Usaha mikro biasanya merupakan kegiatan ekonomi yang memiliki pendapatan yang rendah dan dijalankan oleh masyarakat yang pada umumnya merupakan golongan menengah ke bawah dan menghasilkan pendapatan dengan jumlah yang minim. Karena memiliki penghasilan yang rendah ini maka kebanyakan usaha mikro mengabaikan kewajiban perpajakannya karena merasa mereka masih kekurangan dan memiliki kehidupan yang tergolong susah sehingga menyebabkan potensi adanya penghindaran pajak dari Wajib Pajak. Usaha mikro di Indonesia ini cenderung masih bersifat informal sehingga banyak sekali dari para pelaku usaha mikro ini yang belum mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak di kantor pajak setempat. Hal ini juga disebabkan para pelaku usaha mikro yang biasanya masih belum memiliki tempat yang permanen dalam melakukan kegiatan usahanya karena terbatas dengan modal untuk menyewa usahanya dan para pelaku usaha mikro ini masih mencari tempat yang menurut mereka strategi untuk produk usaha mereka sehingga tentu akan menyulitkan pendataan dan administrasi di KPP tersebut jika mereka mendaftarkan diri di suatu KPP setempat tetapi mereka masih berpindah-pindah tempat sehingga sulit untuk dideteksi. Selain itu, usaha mikro ini pada umumnya memiliki tingkat pengetahuan yang relatif rendah sehingga banyak diantara mereka yang belum mengerti pembukuan. Seperti yang diungkapkan oleh Imam Subekti selaku Tax Partner MUC Consultan Group yaitu ya simpel aja sih karena kan mereka kebanyakan belum pakai pembukuan sedangkan kalau kita hitung dari netto kan pasti ada perhitungan-perhitungannya lagi dan itu ujung-ujungnya pakai pembukuan kan tapi berhubung pengetahuan mereka juga masih relatif rendah ya makanya dihitungnya dari omset aja (Wawancara, 15 Juni 2013). Seperti yang telah diketahui bahwa biasanya ciri-ciri usaha mikro ini masih belum memakai pembukuan dan masih menggunakan teknologi sederhana dalam menunjang pelaksanaan kegiatan usaha mereka sehingga sulit bagi kantor pajak untuk 13

14 menghitung berapa jumlah penghasilan mereka yang sesungguhnya karena banyak dari mereka yang belum melakukan pembukuan dan tidak ada bukti-bukti yang bisa digunakan untuk menghitung berapa penghasilan mereka sesungguhnya. Hambatan yang ketiga adalah hambatan pada kebijakan tarif yang dikenakan. Salah satu unsur yang harus diperhatikan dalam membuat kebijakan adalah unsur keadilan bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Jika dilihat dari unsur keadilan berdasarkan jumlah omset yang diterima tiap sektor usaha baik sektor usaha mikro, kecil, menengah dan besar maka pendekatan Ability to Pay adalah pendekatan yang paling sesuai untuk dijadikan acuan dalam pembuatan kebijakan mengenai pengenaan PPh pada tiap sektor usaha berdasarkan kriterianya. Pendekatan Ability to Pay dalam pembuatan suatu kebijakan juga dapat berfungsi sebagai pemacu tingkat kepatuhan Wajib Pajak karena tarif yang dikenakan terhadap penghasilan Wajib Pajak Badan usaha mikro ini ditentukan agar sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka sehingga diharapkan para Wajib Pajak Badan usaha mikro selalu menyetorkan pajak yang terutang mereka karena para pelaku usaha mikro ini cenderung menghindar dalam pembayaran pajak dengan alasan tarif pajaknya yang terlalu mahal dan merugikan usaha mereka. Hal ini juga diungkapkan oleh Agatha Yovita Kristia selaku Kepala Kantor KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua yaitu hambatannya terhadap kebijakan ini sih karena ini tarifnya agak besar, mereka cenderung tidak bayar pajak terutama usaha mikro. Orang akan berpikir kan penghasilan saya kecil nah kalau saya bayar pajak saya dapat apa?. Sehingga muncul kemungkinan mereka akan menghindari pajak (Wawancara, 12 Juni 2013). Hal ini dikarenakan pada umumnya masyarakat merasa tidak adil dalam tarif pajak yang besar sehingga mereka cenderung melakukan penghindaran pajak. Hambatan yang terakhir adalah hambatan dalam administrasi perpajakan. Sebagai salah satu kebijakan publik, pengenaan PPh Badan pada Wajib Pajak usaha mikro pada dasarnya harus memenuhi persyaratan terselenggaranya administrasi perpajakan yang baik. Pemerintah telah menciptakan sarana untuk melaporkan SPT secara online atau e-filling serta sarana sistem pembayaran pajak secara online sehingga hal tersebut dapat meringankan beban para Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya. Penciptaan sarana dalam bagian administrasi perpajakan seperti e-filling dan sistem pembayaran secara online ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mencapai tujuan yang ada dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, yaitu 14

15 memberikan pengembangan iklim yang kondusif karena memberikan kemudahan baik bagi pihak Wajib Pajak dalam melakukan kewajibannya. Administrasi pajak memiliki peranan yang sama pentingnya dengan kebijakan perpajakan dan undang-undang perpajakan. Hal ini dikarenakan suatu kebijakan pajak tidak akan berjalan dengan baik apabila administrasi perpajakan tidak memiliki kapasitas yang baik. Kapasitas yang baik ini tidak hanya fokus kepada kegiatan yang dibuat dan dilakukan pemerintah seperti e- Filling dan sistem pembayaran secara online, tetapi juga termasuk para petugas pajak yang bekerja di kantor pajak yang bersangkutan. Para petugas pajak di KPP Pratama Kebon Jeruk Dua ini sudah melakukan kerjanya dengan optimal. Akan tetapi, pada umumnya petugas pajak yang bertugas sebagai pemeriksa pajak yang berada di setiap kantor pajak masih belum memiliki kapasitas yang baik. Hal ini dikarenakan kurangnya jumlah para petugas pajak yang bertugas sebagai pemeriksa pajak di KPP Pratama Kebon Jeruk Dua Jakarta yang terdiri atas satu kepala seksi pemeriksaan dan dua pelaksana pemeriksaan. Jika dilihat dari data yang diberikan oleh KPP Pratama Kebon Jeruk Dua, yaitu: Tabel Jumlah Wajib Pajak Terdaftar di KPP Pratama Kebon Jeruk Dua Tahun Jumlah Sumber: KPP Pratama Kebon Jeruk Dua (Diolah) Jika kita melihat jumlah Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Pratama Kebon Jeruk Dua di atas dan melihat jumlah seksi pemeriksaan yang dimiliki oleh KPP Pratama Kebon Jeruk Dua tentu terlihat sulit bagi seksi pemeriksaan tersebut untuk memeriksa keseluruhan Wajib Pajak yang terdaftar tersebut. Pada umumnya tidak semua Wajib Pajak yang terdaftar tersebut melakukan kesalahan sehingga harus dilakukan pemeriksaan. Akan tetapi dari keseluruhan jumlah Wajib Pajak terdaftar tersebut tentu tidak hanya satu atau dua Wajib Pajak yang melakukan kesalahan karena kesalahan tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja terkait faktorfaktor tertentu. 15

16 Jika 1% saja dari Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Kebon Jeruk Dua yaitu sebesar 440 Wajib Pajak melakukan kesalahan baik dalam pelaporan SPT ataupun penyetoran pajak tentu para seksi pemeriksaan ini harus melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak tersebut. Dengan jumlah tersebut saja tentu menimbulkan keadaan yang menyulitkan bagi para pemeriksa pajak ini karena jumlah mereka yang cenderung kecil ini harus melakukan pemeriksaan kepada setiap Wajib Pajak yang memiliki kesalahan tersebut. Melihat dari fenomena di atas tentu dapat dijelaskan bahwa administrasi perpajakan yang terdapat di KPP Pratama Kebon Jeruk Dua belum memiliki kapasitas yang baik. Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa hambatan dalam melakukan pelaksanaa pengenaan kebijakan pajak pada Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Pratama Kebon Jeruk Dua Jakarta. Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab 5 berdasarkan pertanyaan penelitian maka diperoleh simpulan yaitu kebijakan pengenaan pajak penghasilan pada Wajib Pajak usaha mikro ini belum berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut masih memberatkan para Wajib Pajak Badan usaha mikro karena kebijakan tarifnya yang masih terlalu besar jika dilihat dari jumlah penghasilan mereka. Selain itu, terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan kebijakan ini. Hambatan yang dihadapi oleh KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua yaitu pertama, pengertian usaha mikro masih belum jelas jika dari sektor perpajakan sehingga sulit untuk menentukan usaha mikro seperti apa yang seharusnya dikenakan pajak. Kedua, Wajib Pajak Badan usaha mikro cenderung belum memiliki tempat yang permanen sehingga sulit untuk dideteksi keberadaannya. Ketiga, Tarif yang dikenakan untuk Wajib Pajak Badan usaha mikro masih tergolong besar sehingga memungkinkan terjadinya penghindaran pajak. Keempat, Petugas pemeriksaan pajak di KPP Pratama Kebon Jeruk Dua masih terlalu sedikit dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak yang terdaftar sehingga tidak dapat melakukan tugasnya dengan optimal. Saran DPR dan Pemerintah dalam merumuskan kebijakan sebaiknya terlebih dahulu melakukan penelitian terkait subjek pajaknya dan sesuai dengan konsep ability to pay dan memenuhi asas lainnya seperti asas keadilan dan asas kemudahan serta perlu diadakan sosialisasi seperti 16

17 melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman Waijb Pajak Badan usaha mikro mengenai pentingnya pembayaran pajak untuk meningkatkan kesadaran mereka dalam membayar pajak serta menerapkan sanksi yang tegas terhadap Wajib Pajak tidak memenuhi kewajibannya. Pemerintah juga perlu mengadakan sarana dan prasarana yang memadai untuk memudahkan Wajib Pajak Badan usaha mikro dalam melakukan kewajibannya dalam membayar pajak. Kepustakaan Buku Eyestone, Robert The Threads of Policy: A Study in Policy Leadership (Indianapolis: Bobbs-Merril) Irawan, Prasetya Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Depok: FISIP UI Kountur, Ronny. (2003). Metode penelitian untuk penulisan skripsi dan thesis. Jakarta: PPM. Mustopadidjaja, AR Manajemen Proses Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi Kinerja. Jakarta. LAN (Lembaga Administrasi Nasional). Nurmantu, Safri Pengantar Perpajakan edisi 2. Granit. Jakarta R. Mansury Pajak Penghasilan Lanjutan. Ind Hill-Co. Jakarta Kebijakan Fiskal. YP4. Tangerang Suandy, Erly Perencanaan Pajak. Salemba Empat. Jakarta Thuronyi, Victor Tax Law Design and Drafting. International Monetary Fund 17

18 Jurnal dejantscher, Milka Casanegra, Carloas A. Silvani and Charles L. Vehorn Modernizing Tax Administration. International Monetary Fund Publikasi Elektronik 18

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan tax ratio secara bertahap dengan memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan ekonomi dunia. Peningkatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah Rp ,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah Rp ,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak Penghasilan merupakan pajak pemerintah pusat yang dipungut oleh negara berdasarkan sistem self assessment. Pajak Penghasilan berkontribusi sebesar 47,01% dari

Lebih terperinci

Pengaruh Kondisi Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Terhadap Pembayaran Pajak Penghasilan

Pengaruh Kondisi Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Terhadap Pembayaran Pajak Penghasilan Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Public Sector Accounting 2015-12-14 Pengaruh Kondisi Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN PERLAKUAN PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN Dedi Haryanto

ANALISIS PERBEDAAN PERLAKUAN PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN Dedi Haryanto ANALISIS PERBEDAAN PERLAKUAN PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 Oleh : Dedi Haryanto BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembayaran pajak merupakan perwujudan kenegaraan dan peranserta

Lebih terperinci

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 Suryanto Kanadi (Suryanto_Kanadi@yahoo.com) Lili Syafitri (Lili.Syafitri@rocketmail.com) Jurusan Akuntansi STIE MDP Abstrak Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) adalah untuk pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang dimaksud adalah penciptaan akselerasi

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan 1 Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan instrumen penting bagi pemerintah karena merupakan sarana untuk pengumpulan dana dari masyarakat. Dana ini yang kemudian digunakan untuk membiayai pengeluaran

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama yang menjadi andalan bagi. penerimaan kas Negara Indonesia, selain penerimaan negara dari sumber

BABl PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama yang menjadi andalan bagi. penerimaan kas Negara Indonesia, selain penerimaan negara dari sumber BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber utama yang menjadi andalan bagi penerimaan kas Negara Indonesia, selain penerimaan negara dari sumber yang lain. Negara Indonesia memerlukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Beradasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran utama dari kebijaksanaan keuangan negara di bidang penerimaan dalam negeri adalah untuk menggali, mendorong, dan mengembangkan sumbersumber penerimaan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menerus dalam rangka menjamin pembangunan nasional yang berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. menerus dalam rangka menjamin pembangunan nasional yang berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional yang sedang kita laksanakan ini memerlukan tersedianya dana pembangunan yang sangat besar, yang senantiasa tersedia secara terus menerus dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pajak merupakan pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar jika berbagai sumber daya dikelola dengan baik, serta pendapatan nasional negara tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inasius (2014) di Indonesia, jumlah UMKM mencapai 56 juta unit dan

BAB I PENDAHULUAN. Inasius (2014) di Indonesia, jumlah UMKM mencapai 56 juta unit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan usaha mikro, kecil, dan menengah terhadap perekonomian Indonesia belakangan jadi menarik dan ramai diperbincangkan mengingat jumlah lapangan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berada di wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta jiwa 1. Sedangkan usia produktif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. memaksimalkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan seperti ini,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. memaksimalkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan seperti ini, BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori keagenan Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham. Namun disisi lain, manajer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan usaha di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan hal yang positif terutama dalam sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Data Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak yang didefenisikan oleh Rochmat Soemitro adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terealisasikan, penerimaan terbesar berasal dari sektor pajak, karenanya pajak

BAB I PENDAHULUAN. terealisasikan, penerimaan terbesar berasal dari sektor pajak, karenanya pajak BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah Pendapatan negara memiliki peranan penting dalam membangun bangsa dan negara (Ghitha, 2015). Pembangunan dapat terlaksana bila penerimaan dapat terealisasikan,

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN

BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN 4.1 Evaluasi Jumlah Kepemilikan NPWP Terdaftar dari Tahun 2011, 2012, dan 2013 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tigaraksa Semakin beratnya beban pemerintah dalam pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting selain penerimaan bukan pajak. Pembayaran pajak sangat penting bagi negara untuk pelaksanaan

Lebih terperinci

APAKAH TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA SUDAH ADIL? STUDI KASUS PEDAGANG ECERAN MINUMAN DI JAKARTA BARAT

APAKAH TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA SUDAH ADIL? STUDI KASUS PEDAGANG ECERAN MINUMAN DI JAKARTA BARAT APAKAH TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA SUDAH ADIL? STUDI KASUS PEDAGANG ECERAN MINUMAN DI JAKARTA BARAT LAPORAN SKRIPSI Oleh Anne Valerye Janias 1301042045 UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti pula

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti pula BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakan-kebijakan di bidang pajak. Oleh karena itu, pajak merupakan fenomena yang selalu berkembang

Lebih terperinci

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN 1.1 Landasan Teori dan Konsep 1.1.1 Pengertian Pajak Menurut UU KUP No. 28 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 1 bahwa secara garis besar, pajak dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian An Inguiry Into The Nature and Causes of the Wealth of Nation

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian An Inguiry Into The Nature and Causes of the Wealth of Nation BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemerintah suatu Negara, terutama Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya sangat memerlukan dana yang jumlahnya semakin tahun semakin meningkat. Perkembangan

Lebih terperinci

b. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010.

b. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010. Tarif- tariff baru PPh 2009Undang-undang pajak penghasilan yang baru kini sudah disahkan oleh DPR. Beberapa tarif pajak dipotong sehingga diperkirakan potential lost pajaknya mencapai Rp 40 triliun. Wajib

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-02/PJ/2015 TENTANG PENEGASAN ATAS PELAKSANAAN PASAL 31E AYAT (1) UNDANG- UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan utama Negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan utama Negara yang digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber penerimaan utama Negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan

Lebih terperinci

MEY N.NAWAITU 1, ZULKIFLI BOOKIU 2, USMAN 3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo

MEY N.NAWAITU 1, ZULKIFLI BOOKIU 2, USMAN 3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo 1 2 PEMAHAMAN WAJIB PAJAK ATAS PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pembangunan di segala bidang merupakan tanggung jawab pemerintah dan rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negara untuk menunjang pembangunan. Kegiatan kenegaraan sulit

BAB I PENDAHULUAN. warga negara untuk menunjang pembangunan. Kegiatan kenegaraan sulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi informasi umum bahwa salah satu sumber pemasukan negara yang cukup menjanjikan adalah dari sektor pajak. Pajak merupakan salah satu sumber keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelangsungan hidup suatu Negara berarti juga kelangsungan hidup rakyatnya, Negara melakukan aktifitas kenegaraannya untuk dapat mempertahankan kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya keadaan dan kondisi suatu negara, tentunya semakin besar pula pengeluaran-pengeluaran yang dibutuhkan oleh negara tersebut. Semakin besarnya

Lebih terperinci

EVALUASI PENGENAAN KEBIJAKAN PPH FINAL PADA UMKM. Abstrak. Berdasarkan Skema ketentuan mengenai PPh Final dalam PP 46 dan

EVALUASI PENGENAAN KEBIJAKAN PPH FINAL PADA UMKM. Abstrak. Berdasarkan Skema ketentuan mengenai PPh Final dalam PP 46 dan EVALUASI PENGENAAN KEBIJAKAN PPH FINAL PADA UMKM Abstrak Berdasarkan Skema ketentuan mengenai PPh Final dalam PP 46 dan batasan kriteria menurut UU No. 20 Tahun 2008, UMKM akan dipungut 1 persen dari omset.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki anggaran pendapatan bertumpu pada sektor perpajakan. Kementrian Keuangan mempublikasikan komposisi pajak dalam pendapatan

Lebih terperinci

SURVEY KEPATUHAN WAJIB PAJAK PENGUSAHA UKM DI KOTAMADYA DEPOK

SURVEY KEPATUHAN WAJIB PAJAK PENGUSAHA UKM DI KOTAMADYA DEPOK EKONOMI DAN BISNIS VOL 14 NO 1 2015 : 1-6 1 SURVEY KEPATUHAN WAJIB PAJAK PENGUSAHA UKM DI KOTAMADYA DEPOK Ernita Siambaton, Riskon Ginting dan Syamsurizal Jurusan Adm Niaga Politeknik Negeri Jakarta Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN. : Bapak Hamdi Aniza Pertama, SE., Ak., M.Si. Kepala seksi pengawasan dan konsultasi III

LAMPIRAN-LAMPIRAN. : Bapak Hamdi Aniza Pertama, SE., Ak., M.Si. Kepala seksi pengawasan dan konsultasi III LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Hasil Wawancara dengan Kepala S eksi Pengawasan dan Konsultasi III KPP Pratama Jakarta Tebet Narasumber : Bapak Hamdi Aniza Pertama, SE., Ak., M.Si Kepala seksi pengawasan dan konsultasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Tidak banyak yang memahami fungsi dan tujuan keberadaan Bank Indonesia dalam perekonomian nasional. Bank Indonesia seringkali dilihat sebagai bank umum yang bertugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tak dapat diragukan lagi, pajak sebagai mesin penghasil uang negara telah menjadi primadona penerimaan negara semenjak berakhirnya era kejayaan minyak yang dulu memberikan

Lebih terperinci

SITY NURHAYATI Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI

SITY NURHAYATI Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI Hambatan dan Implikasi Beban Pajak Dalam Perubahan Ketentuan Pajak Penghasilan Atas Wajib Pajak Badan Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Studi Kasus PT X) SITY NURHAYATI Program Studi Ilmu Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam menjalankan peran pemerintahan. Pajak menjadi pemegang andil terbesar dalam pembangunan di seluruh

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai persepsi PNS atas pemungutan PPh Pasal 21 sesuai teori The Four Maxim Taxation, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tabel Penerimaan Dalam Negeri Tahun (dalam miliar rupiah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tabel Penerimaan Dalam Negeri Tahun (dalam miliar rupiah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti yang telah diketahui bahwa negara dalam hal menyelenggarakan pemerintahan termasuk membiayai pembangunan membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pemerintah terus berusaha melakukan kegiatan pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pemerintah terus berusaha melakukan kegiatan pembangunan nasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu Negara dapat dikatakan mandiri jika membiayai pembangunannya sendiri. Dalam hal ini pemerintah lah yang berperan untuk menghimpun pemasukan Negara. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan pemerintahan serta pembangunan, negara membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat potensial, selain karena jumlahnya yang relatif stabil juga merupakan cerminan partisipasi aktif masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara, salah satunya pendanaan negara didapatkan dari pajak.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara, salah satunya pendanaan negara didapatkan dari pajak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran pembangunan suatu negara berasal dari berbagai jenis sektor pendapatan negara, salah satunya pendanaan negara didapatkan dari pajak. Pembangunan infrastruktur,

Lebih terperinci

PERANAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA MELALUI PAJAK (PERATURAN PEMERINTAH NO. 46 TAHUN 2013)

PERANAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA MELALUI PAJAK (PERATURAN PEMERINTAH NO. 46 TAHUN 2013) PERANAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA MELALUI PAJAK (PERATURAN PEMERINTAH NO. 46 TAHUN 2013) Oleh: Herman 1), Nurul Hidayah 1), Liana Raharja 2) E-mail: herman_ijan@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal atau kontraprestasi yang langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penerimaan dari sektor pajak adalah penyangga utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, seiring dengan tuntutan pembangunan yang diakomodir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat telah menganggap pajak sebagai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat telah menganggap pajak sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat telah menganggap pajak sebagai salah satu kewajiban

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di tengah krisis yang terjadi di Indonesia sebagai imbas dari krisis Eropa dan Amerika yang melemahkan perekonomian Indonesia, hanya Usaha Mikro, Kecil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber terpenting sebagai penghasilan bagi Negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber terpenting sebagai penghasilan bagi Negara. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang digunakan sebagai modal Negara untuk menjalankan roda pemerintahan. Pajak berasal dari rakyat dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. membiayai pengeluaran pemerintah. Semakin bertambahnya jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. membiayai pengeluaran pemerintah. Semakin bertambahnya jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal maupun eksternal.salah satu sumber penerimaan negara dari sektor internal adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan Menurut Undang-Undang no. 28 th. 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Cabang Tanjung Priok)

ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Cabang Tanjung Priok) ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok) RIZKI WULANDARI Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara ( Milyar rupiah ) Tahun Sumber Penerimaan. Penerimaan.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara ( Milyar rupiah ) Tahun Sumber Penerimaan. Penerimaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara disamping penerimaan bukan pajak seperti migas dan non migas. Peran pajak sebagai sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dan ketertiban negara. Upaya untuk memenuhi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dan ketertiban negara. Upaya untuk memenuhi pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara berkembang yang tidak henti-hentinya melakukan pembangunan di segala bidang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam membenahi semua sektor, terutama sektor perekonomian. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam membenahi semua sektor, terutama sektor perekonomian. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan perekonomian global terutama di Indonesia ikut memacu pemerintah dalam membenahi semua sektor, terutama sektor perekonomian. Dalam membenahi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemakmuran rakyat. Di Indonesia, berbagai macam investasi yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemakmuran rakyat. Di Indonesia, berbagai macam investasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dengan menciptakan iklim investasi atau penanaman modal yang kondusif. Di samping itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi Anggaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi Anggaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2017 penerimaan negara dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan pajak. Akan tetapi, data menunjukkan bahwa sebagian besar penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan pajak. Akan tetapi, data menunjukkan bahwa sebagian besar penerimaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia didominasi oleh kegiatan usaha yang berbasis pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Dominasi ini seharusnya juga tercermin pada penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seperti layaknya manusia yang membutuhkan udara segar untuk hidup sehat, demikian pula halnya dengan negara yang membutuhkan dana segar untuk membiayai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan kontributor terbesar dalam Anggaran Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan kontributor terbesar dalam Anggaran Pendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan kontributor terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemungutan pajak selanjutnya dialokasikan untuk membiayai anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah perpajakan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah perpajakan di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengadaan dana merupakan masalah yang penting bagi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Sumber pembiayaan pembangunan berasal dari dalam negeri dan luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh lembaga independen seperti Masyarakat Transparansi Internasional

BAB I PENDAHULUAN. oleh lembaga independen seperti Masyarakat Transparansi Internasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan reformasi birokrasi melalui restrukturisasi organisasi dan implementasi administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan Negara dan Bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tax reform 1983, melalui self assessment system Wajib Pajak (WP)

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tax reform 1983, melalui self assessment system Wajib Pajak (WP) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak tax reform 1983, melalui self assessment system Wajib Pajak (WP) diberi kepercayaan untuk melaksanakan sendiri kewajiban perpajakannya, mulai dari menghitung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal maupun eksternal. Salah satu sumber penerimaan negara dari sektor internal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah (UMKM) selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Menengah (UMKM) selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peran penting, karena sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pajak 2.1.1.1. Definisi Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh wajib pajak baik orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

Perpajakan 1 UTS Semester Genap 2014/2015

Perpajakan 1 UTS Semester Genap 2014/2015 MOJAKOE MOdul JAwaban KOEliah Perpajakan 1 UTS Semester Genap 2014/2015 t@spafebui fspa FEB UI Dilarang memperbanyak MOJAKOE ini tanpa seijin SPA FEB UI. Official Partners: UJIAN TENGAH SEMESTER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak memiliki peran yang sangat besar dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak memiliki peran yang sangat besar dan semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak memiliki peran yang sangat besar dan semakin diandalkan untuk kepentingan pembangunan dan pengeluaran pemerintah. Penerimaan pajak mengalami peningkatan yang cukup

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Konsep pengenaan pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN. Konsep pengenaan pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak BAB 4 PEMBAHASAN Konsep pengenaan pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 4 ayat (1) yang saat ini berlaku di Indonesia mengandung pengertian bahwa, yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, dimana dana

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, dimana dana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang sedang berkembang baik dari segi pendidikan, infrastruktur, perekonomian, dan sebagainya. Untuk dapat terus berkembang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memberikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memberikan kontribusi besar dalam upaya peningkatan penerimaan negara. Pajak memiliki peran aktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang terbesar dan sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Kewajiban perpajakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan semua hak perpajakannya.

Lebih terperinci

TINDAK LANJUT AMNESTI PAJAK

TINDAK LANJUT AMNESTI PAJAK KETERANGAN PERS DITJEN PAJAK Terkait Penerbitan PP 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan TINDAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penentuan status..., Benny Mangoting, FH UI, 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Penentuan status..., Benny Mangoting, FH UI, 2010 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemajakan atas suatu penghasilan secara bersamaan oleh negara domisili 1 dan sumber 2 menimbulkan pajak ganda internasional (international double taxation). Oleh para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar (Susanto,

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar (Susanto, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1,019 trilyun atau sebesar 79% (http://www.anggaran.depkeu.go.id) berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. 1,019 trilyun atau sebesar 79% (http://www.anggaran.depkeu.go.id) berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semua Negara termasuk Indonesia dalam menjalankan pembangunan memerlukan pendanaan yang sangat besar. Dana didapat dari berbagai sektor penerimaan APBN, salah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3) pajak adalah iuran rakyat

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3) pajak adalah iuran rakyat 25 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3) pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai Negara yang berkembang,sebenarnya Indonesia memiliki berbagai macam potensi untuk menjadi Negara yang lebih maju. Akan tetapi pada kenyataannya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan kehidupan warga negara yang adil dan sejahtera. Dalam hal ini,

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan kehidupan warga negara yang adil dan sejahtera. Dalam hal ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia mempunyai tujuan menciptakan kehidupan warga negara yang adil dan sejahtera. Dalam hal ini, pemerintah membutuhkan dana yang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA

BAB III GAMBARAN DATA BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir kali dengan Undang- Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu. dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut:

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu. dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut: KEPATUHAN PAJAK DAN TAX EVASION Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut: Kepatuhan Wajib Pajak dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Pajak Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat dengan usaha pemerintah dalam melakukan pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: PP no. 46 tahun 2013, pertumbuhan wajib pajak, pertumbuhan penerimaan PPh pasal 4 ayat (2)

Abstrak. Kata kunci: PP no. 46 tahun 2013, pertumbuhan wajib pajak, pertumbuhan penerimaan PPh pasal 4 ayat (2) Judul : Analisis Tingkat Pertumbuhan Wajib Pajak dan Pertumbuhan Penerimaan PPh Pasal 4 Ayat (2) Sebelum dan Sesudah Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Nama : Ida Ayu Lidya Kusuma Dewi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor privat (perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya tersebut akan mempengaruhi daya beli atau kemampuan belanja dari sektor privat. Agar

Lebih terperinci