DEWI SRI HARTANTI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEWI SRI HARTANTI H"

Transkripsi

1 IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TERHADAP PENDAPATAN PETANI MANGGA GEDONG GINCU DI KECAMATAN SEDONG, KABUPATEN CIREBON JAWA BARAT SKRIPSI DEWI SRI HARTANTI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 RINGKASAN DEWI SRI HARTANTI. Implikasi Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Terhadap Pendapatan Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan WAHYU BUDI PRIATNA). Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan komoditas pertanian, salah satunya adalah buah-buahan. Mangga merupakan salah satu buah Indonesia yang mengalami peningkatan baik dalam produktivitas maupuk ekspornya. Buahbuahan Indonesia diminati oeh pasar luar negeri. Akan tetapi hal ini belum diimbangi dengan kualitas buah-buahaan Indonesia yang sesuai dengan standar negara importir. Hal ini disebabkan oleh masih tradisionalnya teknis budidaya di tingkat petani. Sentra mangga di Indonesia peringkat pertama adalah Jawa Timur, kemudian peringkat kedua adalah Jawa Barat. Sentra di Jawa Barat ada di wilayah Kabupaten Cirebon, Majalengka, dan Indramayu dengan varietas mangga yaitu mangga gedong gincu, dermayu, kidang, dan arumanis. Mangga Gedong Gincu adalah salah satu varietas mangga yang memiliki kekhasan dalam karakteristiknya. Kabupaten Cirebon menjadikan mangga gedong gincu sebagai komoditas unggulan daerah. Komitmen tersebut diwujudkan dengan penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) spesifik komoditas, spesifik area, dan spesifik pasar pada tahun Kecamatan Sedong merupakan kecamatan di Kabupaten Cirebon yang memiliki jumlah pohon dan jumlah petani mangga terbesar di antara kecamatan lainnya. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Sedong. Waktu penelitian dilakukan selama bulan Februari hingga April Responden penelitian adalah petani mangga gedong gincu yang menerapkan Standar Operasional Prosedur dan tidak menerapkan Standar Operasional Prosedur sebanyak 10 petani untuk petani SOP dan 20 petani untuk petani Non SOP. Penelitian ini menggunakan Analisis Pendapatan R/C Rasio dan Analisis Keuntungan Parsial. Keragaan usahatani mangga gedong gincu antara Petani SOP dan Petani Non SOP terdapat beberapa perbedaan. Aktivitas pemupukan, petani SOP menggunakan pupuk, baik organik maupun organik dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan petani Non SOP. Aktivitas pemangkasan, petani SOP seluruhnya melakukan pemangkasan produksi. Aktivitas penyiangan, petani SOP seluruhnya menggunakan herbisida dalam penyiangan sedangkan beberapa petani Non SOP tidak menggunakan herbisida. Aktivitas pengairan anatara petani SOP dan Petani Non SOP sama, yaitu mengandalkan air dari sumber air hujan, sumur resapan, dan sungai. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) oleh petani SOP dilakukan lebih intensif dibandingkan Petani Non SOP. Pemanenan petani SOP lebih banyak dilakukan sendiri dibandingkan dengan Petani Non SOP. Kegiatan pasca panen petani SOP dan Petani Non SOP yaitu sortasi dan pengeranjangan. Perbedaan dalam aktivitas usahatani ini adanya penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) pada petani SOP. Akan tetapi, petani SOP belum menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) secara keseluruhan dalam budidaya mangga gedong gincu sesuai dengan standar yang telah i

3 ditetapkan. Akan tetapi, penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh petani SOP belum dilakukan seutuhnya sesuai standar yang telah ditetapkan. Petani SOP mengeluarkan biaya usahatani, baik tunai maupun non tunai, lebih tinggi dibandingkan dengan Petani Non SOP. Penerimaan yang diperoleh oleh Petani SOP lebih besar dibandingkan dengan Petani Non SOP. Hal ini disebabkan Petani SOP dapat melakukan pemanenan pada luar musim (off season) karena penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP). Pengembalian atas biaya tunai dan non tunai Petani SOP lebih besar dibandingkan dengan Petani Non SOP. Hal ini terlihat dari nilai R/C Rasio Petani SOP atas biaya tunai sebesar 4,77 sedangkan untuk Petani Non SOP sebesar 1,63. Untuk R/C Rasio atas biaya total Petani SOP dan Petani Non SOP adalah 3,57 dan 1,39. Dengan demikian dapat dikatakan usahatani mangga gedong gincu berdasar Standar Operasional Prosedur (SOP) lebih efisien dibandingkan dengan usahatani mangga gedong gincu teknik konvensional (tradisional). Dalam analisis parsial, Petani Non SOP yang akan berpindah metode produksi dari konvensional ke Standar Operasional Prosedur (SOP) akan mendapatkan keuntungan tambahan sebesar Rp ,28. Akan tetapi Petani Non SOP perlu memperhatikan pertimbangan-pertimbangan, yaitu adanya kebutuhan tambahan modal sebesar Rp ,33, peningkatan kebutuhan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) sebesar 16,973 HOK Pria, dan tanggung jawab petani untuk menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) secara keseluruhan. Penerapan Standar Operasional Prosedur secara nyata mempengaruhi pendapatan petani mangga gedong gincu. Hasil analisis statisik menunjukkan pada taraf nyata 95 persen penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) akan meningkatkan pendapatan petani mangga gedong gincu. Hal ini dapat dijadikan dasar para petani Non SOP agar kemudian dapat menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP). ii

4 IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TERHADAP PENDAPATAN PETANI MANGGA GEDONG GINCU DI KECAMATAN SEDONG, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT Dewi Sri Hartanti H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 iii

5 Judul Skripsi Nama NIM : Implikasi Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Terhadap Pendapatan Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat : Dewi Sri Hartanti : H Disetujui, Pembimbing Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus: iv

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Implikasi Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Terhadap Pendapatan Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidakdari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir. Bogor, Juni 2010 Dewi Sri Hartanti H v

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 17 April Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Suharto dan Ibu Imiyati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Kebon Baru IV pada tahun 2000 dan pendidikan menengah di SMPN 1 Cirebon pada tahun Pendidikan menengah atas di SMAN 1 Cirebon diselesaikan pada tahun Penulis diterima pada Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Masuk IPB (USMI) pada tahun Kemudian penulis masuk pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui program Mayor Minor pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Departemen Sosial Lingkungan Masyarakat (Soslingmas) periode vi

8 KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Allah SWT. Atas segala berkah dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Implikasi Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Terhadap Pendapatan Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaan usahatani mangga gedong gincu oleh petani yang menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan yang tidak menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP), menganalisis pendapatan usahatani petani mangga gedong gincu, dan menganalisis kelayakan penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP). Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Juni 2010 Dewi Sri Hartanti vii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT., penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada : 1. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS dan Yeka Hendra Fatika, SP selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Dwi Rachmina, MS yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. 4. Yeka Hendra Fatika, SP selaku dosen Departemen Agribisnis atas diskusi, waktu, dan sarannya selama penyusunan skripsi. 5. Bapak Suharto dan Ibu Imiyati tercinta untuk setiap cinta, doa, dan dukungan yang telah diberikan. Semoga ini bisa jadi persembahan terbaik. 6. Sugiyanto, Beny Iswanto, Handi Suryono, Ipah Latifah untuk semua dukungan dan motivasi yang diberikan. 7. Pihak Pemerintah Kabupaten Cirebon dan Kecamatan Sedong atas bantuan, izin, waktu, dan kesempatan yang diberikan. 8. Pak Haerudin dan Bu Nung selaku petani mangga gedong gincu atas semua bantuan yang diberikan selama penelitian. 9. Kru Dokter Computer untuk semua dukungan dan pengertian yang telah diberikan. 10. Teman-teman Agribisnis seperjuangan angkatan 43 atas semangat dan kenangan selama perkuliahan dan penelitian. 11. Dwi Febiyanti, Rieska Rahmawati, Maika Fitriana, Vharessa Aknesia atas persahabatan, dukungan, dan doa yang diberikan. 12. Dan untuk semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Bogor, Juni 2010 Dewi Sri Hartanti viii

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup... 9 II TINJAUAN PUSTAKA Keragaan Usahatani Penelitian Terdahulu III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Fungsi Produksi Teknologi dalam Usahatani Usahatani Penerimaan Usahatani Biaya Usahatani Pendapatan Usahatani Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) Analisis Pendapatan Parsial Konsep Mutu Konsep Standar Kerangka Pemikiran Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Metode Penentuan Sampel Desain Penelitian Data dan Instrumentasi Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Usahatani Analisis Perbandingan Rata-Rata Analisis Keuntungan Parsial V GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN RESPONDEN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Karakteristik Responden VI HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Usahatani Analisis Pendapatan Usahatani xi xiv xv ix

11 6.2.1 Penerimaan Usahatani Biaya Usahatani Pendapatan Usahatani Mangga Gedong Gincu Pengaruh Penerapan SOP Terhadap Pendapatan Petani Responden Analisis Keuntungan Parsial VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produksi Buah-Buahan Indonesia Tahun Perkembangan Luas Areal dan Tingkat Produksi Buah Mangga Indonesia Rata-Rata Harga Per Kilogram Mangga Kualitas Ekspor (Grade A) di Tingkat Petani Penelitian Terdahulu Penduduk Menurut Mata Pencaharian Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon, Jawa Barat Tahun Jumlah Petani, KTB, dan Gapoktan Wilayah Sentra Mangga di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun Potensi Pengembangan Agribisnis Buah Mangga di Enam Wilayah Sentra Mangga di Kabupaten Cirebon Tahun Sebaran Responden Menurut Usia Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun Sebaran Responden Menurut Pendidikan Non Formal Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun Sebaran Responden Menurut Status Usahatani Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun Sebaran Responden Menurut Status Kepemilikan Pohon Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun Sebaran Responden Menurut Jumlah Kepemilikan Pohon Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun Sebaran Responden Menurut Jumlah Penyewaan Pohon Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, xi

13 Kabupaten Cirebon Tahun Sebaran Asal Bibit Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun Sebaran Jarak Tanam Pohon Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun Sebaran Aktivitas Pemangkasan Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun Sebaran Frekuensi Pemupukan Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun Penggunaan Jenis Pupuk Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong Per Hektar Per Tahun, Kabupaten Cirebon Tahun Sebaran Aktivitas Penyiangan Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun Sebaran Aktivitas Pengairan Usahatani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun Sebaran Frekuensi Penyemprotan Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun Penggunaan Pestisida dalam Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong Per Hektar Per Tahun Kabupaten Cirebon Tahun Sebaran Aktivitas Penjarangan Buah pada Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun Sebaran Aktivitas Pembungkusan Buah pada Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun Persentase Hama dan Penyakit Mangga Gedong Gincu di Wilayah Sentra Kabupaten Cirebon Rata-Rata Harga (dalam Rupiah) Mangga Gedong Gincu Per Tingkat Kematangan (Disortir) di Tingkat Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun Sebaran Aktivitas Pemanenan Buah pada Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun xii

14 30. Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) Per Hektar Per Tahun dalam HOK (Hari Orang Kerja) pada Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) Per Hektar Per Tahun dalam HOK (Hari Orang Kerja) pada Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh Petani SOP di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon Tahun Lanjutan Penerimaan Usahatani Mangga Gedong Gincu Per Hektar Per Tahun, Tahun Biaya Usahatani Mangga Gedong Gincu Per Hektar Per Tahun, Tahun Lanjutan Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Mangga Gedong Gincu Per Hektar Per Tahun Group Statistik untuk Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, tahun Anggaran Parsial Usahatani Mangga Gedong Gincu Per Hektar Per Tahun xiii

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva Fungsi Produksi Pengaruh Teknologi Baru Terhadap Produksi Kerangka Pemikiran Operasional xiv

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Uji Perbandingan Rata-Rata Pendapatan Antara Kelompok SOP vs Non SOP Daftar Nomor Registrasi Kebun Buah Petani Mangga Gedong Gincu Kabupaten Cirebon Daftar Jumlah Pohon Mangga Gedong Gincu Menurut Kecamatan di Kabupaten Cirebon Tahun Lanjutan Daftar Responden Petani SOP Daftar Responden Petani Non SOP Kuisioner Petani Permentan Standard Operational Procedure (SOP) Mangga Gedong Gincu Kabupaten Cirebon xv

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan kondisi alam yang subur untuk pertanian. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai peluang yang sangat baik untuk memposisikan diri sebagai salah satu produsen komoditas pertanian bagi dunia. Iklim tropis menjadikan Indonesia sebagai salah satu tempat bagi ketersediaan berbagai jenis kebutuhan komoditas pertanian yang khas dari wilayah tropis. Salah satu komoditas pertanian yang menjadi unggulan Indonesia adalah buah-buahan, yang lebih dikenal dengan sebutan buah-buahan tropis. Indonesia memiliki keunggulan sumberdaya alam seperti tanah yang subur dengan wilayah daratan yang luas. Akan tetapi pada kenyataannya Indonesia belum mampu untuk menjadi negara eksportir buah-buahan terbesar di dunia. Nilai ekspor buah-buahan Indonesia masih sangat jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Thailand yang memiliki luas wilayah lebih kecil dibandingkan Indonesia (CSIS, 2007). Peran Indonesia dalam memasok buahbuahan tropis segar dunia sangat kecil yakni 0,13 persen (Bank Indonesia, 2007). Buah-buahan tropis Indonesia sangat banyak ragamnya seperti alpukat, pisang, jambu biji, mangga, manggis, jeruk, papaya, markisa, nenas, dan belimbing. Produktivitas buah-buahan tropis Indonesia cenderung stabil selama tiga tahun terakhir ( ), kecuali mangga dan pisang yang mengalami peningkatan cukup signifikan (Tabel 1). Buah-buahan Indonesia diminati oleh pasar luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kegiatan ekspor buahbuahan Indonesia ke pasar luar negeri. Akan tetapi permintaan pasar yang tinggi ini belum diimbangi dengan kualitas produk buah-buahan Indonesia yang sesuai dengan standar mutu negara importir, baik secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Hal ini disebabkan oleh teknik budidaya masih dilakukan secara tradisional dan musiman sehingga volume ekspor buah-buahan Indonesia menunjukan fluktuasi. (Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian, 2006). Produksi dan volume ekspor buah-buahan Indonesia per komoditas dapat ditunjukan oleh Tabel 1.

18 Tabel 1. Produksi Buah-Buahan Indonesia Tahun Komoditas Produksi (Ton) Volume ekspor (kg) * Pisang 5,037,472 5,454,226 6,004, Jeruk 2 565, ,884 2,467, Mangga 1 621, ,619 2,105, Nenas 1 427, ,858 1,433, Rambutan 801, , , Durian 747, , , Pepaya 643, , , Manggis 72, ,722 78, Sumber : BPS dan Pusdatin, Tahun 2006 (diolah) Salah satu buah tropis Indonesia yang mengalami peningkatan baik dari produksi maupun volume ekspor adalah mangga. Mangga dikenal sebagai The Best Loved Tropical Fruit golongan buah eksotik, yaitu buah-buahan khas daerah tropis yang mahal harganya dan banyak peminatnya di pasaran luar negeri selain manggis dan pisang. Oleh karena itu, mangga merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki prospek cerah karena disamping menghasilkan devisa negara juga berperan dalam meningkatkan pendapatan petani, memfungsikan sebagian lahan yang tersedia dan berguna untuk konservasi tanah dan air (Direktorat Budidaya Tanaman Buah Deptan RI, 2006). Produksi mangga dunia pada tahun 2003 tercatat ton (sekitar 40% dari total produksi buah tropika dunia dan 77% diantaranya berasal dari Asia. Pada periode Indonesia merupakan penghasil mangga urutan ke-6 dunia dan urutan ke-38 dalam perdagangan internasional (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Deptan RI, 2006). Ekspor mangga dari Indonesia lebih banyak diserap oleh pasar dari negara-negara di Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Dari tahun ke tahun permintaan mangga asal Indonesia di negara-negara tujuan ekspor cenderung terus meningkat terutama dari negara Singapore, Brunei, Taiwan, China, dan Timur Tengah (Arab Saudi, Dubai, dan Kuwait). 2

19 Pada kurun waktu , perkembangan luas areal dan tingkat produksi tanaman mangga di Indonesia telah memperlihatkan hasil yang positif dan mengalami peningkatan seperti diperlihatkan (Tabel 2). Hal ini disebabkan pengembangan usaha budidaya tanaman buah mangga di Indonesia terus dilakukan melalui berbagai upaya, seperti sejak tahun pemerintah Indonesia melalui Proyek Pengembangan Agribisnis Hortikultura yang lebih dikenal dengan proyek IHDUA/JBIC-IP 477 telah mengembangkan kebun mangga di daerah sentra produksi agribisnis mangga yang yang difokuskan di Kabupaten Majalengka (500 ha gedong gincu), Indramayu (1.000 ha gedong gincu), dan Cirebon (1.000 ha gedong gincu) (Direktorat Budidaya Tanaman Buah Deptan RI, 2006). Tabel 2. Perkembangan Luas Areal dan Tingkat Produksi Buah Mangga Indonesia Tahun Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (ton) Sumber : Direktorat Budidaya Tanaman Buah Deptan RI (2007) Tanaman mangga di wilayah Indonesia terutama ditanam di pulau Jawa (70 %) dan yang lainnya di Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, dan Bali. Daerah sentra produksi di pulau Jawa ialah : Indramayu, Cirebon, Semarang, Kudus, Pasuruan dan Probolinggo. Jawa Barat merupakan produsen mangga terbesar kedua di Indonesia, dengan kontribusi 19,99% dari total hasil panen mangga di Indonesia. Sedangkan peringkat pertama ditempati Jawa Timur dengan kontribusi 38,5% (Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, dan Banyuwangi) dengan varietas mangga 3

20 unggulan lalujiwo. Disusul pada posisi ketiga adalah Jawa Tengah (Rembang dan Pemalang) 17,2%. Berikutnya Sulawesi 3,5%, Bali (Buleleng) 3,8%, NTB (Lombok Barat) 3,5% dan NTT (Sumba Barat) 2,5%. Wilayah sentra produksi mangga di Jawa Barat adalah Cirebon, Indramayu, dan Majalengka. Varietas mangga yang dihasilkan wilayah ini antara lain gedong gincu, harumanis, dermayu, dan kidang. Mangga gedong gincu merupakan primadona mangga Indonesia karena karakteristiknya yang khas dengan aroma sangat tajam, warna buah merah menyala, dan masih mengandung banyak serat. Mangga Gedong Gincu diminati pasar internasional serta mempunyai harga jual di tingkat petani yang tinggi dibandingkan dengan varietas mangga lainnya (Tabel 3). Sekarang ini, pangsa pasar mangga gedong gincu masih didominasi oleh pasar domestik (99 persen) dari total pemasaran, sisanya sudah masuk pasar internasional (1 persen) yaitu ke Hongkong, Singapura, dan Arab Saudi. Tabel 3. Rata-Rata Harga Per Kilogram Mangga Kualitas Ekspor (Grade A) di Tingkat Petani di Kecamatan Sedong Tahun 2007 No. Musim Panen Bulan Rata-Rata Harga Kualitas Ekspor/ Grade A (dalam Rupiah) per kg Harumanis Dermayu Gedong Gincu 1. Awal Panen Raya Oktober Puncak Panen Raya Nopember Akhir Panen Raya Desember Awal Panen Off Season April Puncak Panen Off Season Mei Akhir Panen Off Season Juni Sumber: Distanbunnakhut Kabupaten Cirebon Tahun 2007 Perlakuan masa panen tanaman mangga yang berbeda dapat menghasilkan dua produk mangga yang berbeda, yaitu gedong dan gedong gincu. Mangga gedong gincu dapat dipanen ketika buah mencapai kematangan 70% hingga 95% (dipanen masak), ditandai dengan mulai munculnya warna merah pada penangkal 4

21 buah. Perbedaan waktu panen mangga gedong gincu sekitar 10 sampai 15 hari dari panen mangga gedong biasa. Kabupaten Cirebon menjadikan mangga gedong gincu sebagai komoditas unggulan daerah. Pemerintah fokus untuk mengembangkan mangga gedong gincu di wilayahnya baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas melalui peningkatan produksi, pembudidayaan, pengembangan varietas dan kegiatan pasca panen. Salah satu program yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon, khususnya Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon adalah melalui Program Penerapan Standard Operasional Procedure (SOP) dan Good Agricultural Practice (GAP) yang spesifik komoditas, wilayah, dan pasar pada tahun 2005 (Distanbunnakhut Kabupaten Cirebon, 2007). 1.2 Perumusan Masalah Produk buah-buahan tropis sangat diminati pasar internasional. Salah satunya yaitu mangga gedong. Permasalahan yang dihadapi oleh mangga gedong gincu adalah kualitas yang belum mampu menembus beberapa pasar internasional, meskipun produktivitasnya tinggi dan cenderung meningkat. Selama ini mangga gedong gincu telah mampu menembus negara-negara Timur Tengah, Amerika, Malaysia, Singapura, dan beberapa negara di Asia. Salah satu peluang pasar yaitu permintaan dari negara-negara maju seperti Eropa, Jepang, Kanada dan Amerika. Permintaan dari negara-negara tersebut cukup tinggi tetapi syarat masuk impornya pun menuntut kualitas yang tinggi. Pada tahun 2005 Kabupaten Cirebon mempunyai luas areal untuk mangga ha, dengan populasi sebanyak pohon. Dari jumlah luas dan jumlah pohon mangga yang ada, terdapat kebun mangga varietas gedong gincu seluas ha dengan jumlah pohon yang produktif sebanyak pohon. Produksi gedong gincu pada tahun 2005 sebanyak ton. Sebagian besar produksi dan mutu buah yang dihasilkan di Kabupaten Cirebon masih rendah (ukuran buah, warna,rasa buah, tingkat kematangan buah tidak seragam, produktivitas buah/pohon rendah dan permukaan kulit buah tidak mulus). Hal ini diakibatkan belum diterapkannya teknologi budidaya yang baik dan benar di lapangan. 5

22 Sebagian besar produksi masih bersumber dari kebun produksi tradisional yang belum menerapkan teknologi budidaya modern. Budidaya yang tradisional memberikan produksi buah mangga gedong gincu yang sangat beragam, baik kualitas (mutu), dan tingkat kematangan. Rendahnya kualitas mangga gedong gincu pada usahatani tradisional disebabkan perlakuan pada usahatani yang tidak maksimal. Hal ini mengakibatkan pada kualitas yang rendah, ukuran yang beragam, dan rendahnya harga jual mangga gedong gincu dari kebun tradisional. Dengan diterapkannya Standar Operasional Prosedur (SOP), aktivitas usahatani diarahkan pada peningkatan kualitas dan produktivitas buah mangga gedong gincu. Melalui rangkaian aktivitas usahatani dari proses pemupukan hingga pemanenan, maka akan terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas pada hasil buah. Peningkatan pada kualitas (mutu buah) dan hasil produksi akan berimplikasi pada harga yang diterima petani. Perubahan teknis budidaya dari cara konvensional menuju cara dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) tidak berubah secara frontal. Teknologi budidaya dengan SOP bersifat compatibility yang merupakan perbaikan dari cara tradisional. Teknologi budidaya berdasar Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan teknologi yang memberikan pedoman pada petani dalam penggunaan input yang optimal untuk mendapatkan produksi yang optimal. Pemerintah Kabupaten Cirebon mempunyai komitmen untuk mengembangkan komoditas mangga gedong gincu menjadi komoditas unggulan daerahnya menetapkan Program Penerapan Standard Operasional Procedure (SOP) dan Good Agricultural Practice (GAP) yang spesifik komoditas, spesifik wilayah, dan spesifik sasaran pasar pada tahun Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas mangga gedong gincu dari Kabupaten Cirebon agar mampu memperluas pasar ekspor. Dasar hukum penerapan GAP di Indonesia adalah Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/OT.160/11/2006, tanggal 28 November 2006 untuk komoditi buah (Terlampir). Dengan demikian penerapan GAP oleh pelaku usaha mendapat dukungan legal dari pemerintah pusat maupun daerah. Departemen Pertanian (2008) menerangkan bahwa penerapan GAP melalui Standar Operasional Prosedur (SOP) yang spesifik lokasi, spesifik komoditas dan 6

23 spesifik sasaran pasarnya, dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan petani agar memenuhi kebutuhan konsumen dan meningkatkan pendapatan petani mangga gedong gincu. Penerapan SOP/GAP mangga gedong gincu ini telah berjalan selama empat tahun di kecamatan-kecamatan sentra mangga gedong gincu di Cirebon dan telah menunjukkan produktivitasnya. Pada tahun 2005, jumlah produktivitas mangga gedong adalah 3.812,12 ton menjadi 7.535, 80 ton pada tahun Kecamatan sentra tersebut diantaranya Sedong, Beber, Astanajapura, Lemahabang, Sumber, dan Dukupuntang. Kecamatan sentra mangga gedong gincu yang telah dianggap berhasil menerapkan SOP/GAP ini adalah Kecamatan Sedong. Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon merupakan salah satu sentra mangga gedong gincu. Jumlah pohon mangga gedong gincu dan jumlah petani mangga merupakan terbesar di antara kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Cirebon. Sepuluh orang petani telah melakukan sertifikasi kebun berdasarkan penerapan SOP/GAP pada budidaya mangga gedong gincu. Keberhasilan para petani mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon tersebut diperoleh melalui teknik perbaikan sistem budi daya melalui penerapan GAP/SOP (Good Agriculture Practise/Standard Operating Procedure). Sistem tersebut sebagai salah satu upaya mendongkrak harga jual komoditas mangga gedong gincu melalui peningkatan kualitas dan kuantitas, yang disosialisasikan Dinas Pertanian Jawa Barat dan Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon sejak Dari hektar kebun mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon, sekitar 2 persen (50 hektar) yang telah terdaftar di Departemen Pertanian. Sertifikasi merupakan syarat untuk masuk ke pasar ekspor. Pendaftaran kebun mangga sangat penting sebab untuk menembus pasar ekspor, importir mensyaratkan buah mangga dengan asal-usul yang jelas agar bisa diketahui jaminan kualitasnya. Bahkan beberapa negara mengharuskan kebun dan rumah pengemasan buah-buahan disertifikasi. Namun, tidak semua kebun mangga sertamerta bisa didaftarkan. Sebab, selain punya lahan minimal satu hektar, petani yang membudidayakan mangga juga harus memahami dan menerapkan SOP/GAP. 7

24 Manfaat yang dapat diperoleh petani SOP, yaitu harga yang lebih tinggi, produksi yang meningkat, dan mutu buah yang baik dapat menjadi alasan petani yang belum menerapkan Standar Operasional Prosedur menjadi Petani SOP. Akan tetapi jumlah petani SOP yang masih berjumlah sedikit memberikan gambaran adanya permasalahan di lapangan mengenai kondisi petani dan kondisi usahatani mangga gedong gincu, baik SOP maupun Non SOP. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu : 1) Bagaimana keragaan usahatani mangga gedong gincu yang menerapkan SOP (Standar Operasional Prosedur) dan yang tidak menerapkan Standar Operasional Prosedur (Non SOP)? 2) Bagaimana pendapatan petani mangga gedong gincu yang menerapkan SOP dan yang tidak menerapkan SOP di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat? 3) Bagaimana pengaruh penerapan Standar Operasional Prosedur terhadap keuntungan usahatani mangga gedong gincu di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon? 1.3 Tujuan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah ; 1) Mengidentifikasi dan menganalisis keragaan usahatani mangga gedong gincu yang menerapkan SOP/GAP mangga gedong gincu. 2) Menganalisis pendapatan petani mangga gedong gincu yang menerapkan SOP dan yang tidak menerapkan SOP. 3) Menganalisis pengaruh penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap keuntungan usahatani mangga gedong gincu di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon. 8

25 1.4 Manfaat Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini : Peneliti 1) Mengetahui usahatani dan aktivitas petani mangga gedong gincu Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon. 2) Mengetahui penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) mangga gedong gincu pada petani yang menerapkan SOP dalam usahataninya. 3) Mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan SOP terhadap pendapatan petani. Pemerintah Daerah 1) Mengetahui kendala petani dalam penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP). 2) Mengetahui kinerja petani yang menerapkan SOP dan yang tidak menerapkan SOP. 3) Memberikan solusi berupa kebijakan dan lainnya, baik dalam peningkatan kinerja penerapan SOP mangga gedong gincu maupun peningkatan jumlah petani yang menerapkan SOP. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ini terbatas wilayah Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon. Aktivitas yang diamati adalah aktivitas yang dilakukan petani dalam usahatani mangga gedong gincu. Penelitian ini fokus pada aktivitas usahatani mangga gedong gincu yang dilakukan secara langsung oleh petani. Batasan petani untuk menjadi responden adalah petani yang mengusahakan mangga gedong gincu, baik secara miliki maupun sewa. Petani yang menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan telah tercatat nama dan sertifikasinya atas penerapan SOP tersebut merupakan responden untuk petani SOP. Sedangkan petani yang tidak tercatat dan tersertifikasi atas kebun dan aktivitas budidayanya termasuk pada petani Non SOP. 9

26 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaan Usahatani Identifikasi terhadap keragaan usahatani perlu diteliti untuk melihat adanya perbedaan dan persamaan dalam aktivitas usahatani antara satu petani dengan petani lain dalam komoditas yang sama. Petani yang berusahatani dalam komoditas yang sama, memiliki keragaman dalam melakukan aktivitas usahataninya. Berikut adalah beberapa aktivitas petani dalam satu komoditas dan memiliki keragaan dalam proses aktivitas usahataninya Pembedengan Pembedengan merupakan aktivitas usahatani yang Dalam Skripsi Fristiana Merliza Siregar (2008) meneliti keragaan usahatani meliputi pengolahan tanah yang dilakukan menggunakan cangkul dengan kedalaman antara cm. Bila sudah gembur, bedengan dapat langsung dibuat. Bedengan dibuat setinggi cm, lebar bedengan kurang lebih 100 cm, serta jarak tanam antar bedengan ratarata 40 cm dengan tujuan agar bias dilalui petani. Selain itu, perlu dibuatkan saluran air sebagai tempat untuk penampungan dan pembuangan air yang berlebihan. Ini dibuat agar pada musim kering, air pada saluran penampungan tersebut dapat dimanfaatkan. Aktivitas pembuatan bedengan yang berbeda, baik sesama komoditas maupun beda komoditas merupakan hal yang dapat diteliti untuk melihat perbedaan keragaan petani dalam aktivitas pembedengan Bibit Dalam Skripsi Fristiana Merliza Siregar (2008) meneliti keragaan usahatani pengadaan benih. Untuk budidaya cabai merah, benih diadakan sendiri oleh petani. Petani mengambil biji atau benih dari buah tanaman induk. Tanaman induk harus berasal dari tanaman yang sehat dan buah yang baik. Tanaman cabai yang dijadikan induk pun perlu dipilih yang berjenis murni. Jenis murni artinya tanaman yang tidak berbaur dengan tanaman sama atau dari jenis lain. Selain harus berasal dari tanaman induk pilihan, buah cabai yang akan diambil bijinya

27 harus berbentuk sempurna, tidak cacat, bebas hama penyakit, dan umurnya cukup tua. Menurut petani syarat lainnya adalah kelopak buahnya tidak pecah. Dalam penelitian Bayu Sumbara (2008) tentang keragaan usahatani tembakau dan virginia di kabupaten garut, varietas tembakau Virginia dilakukan oleh beberapa pihak seperti petani tembakau Virginia, Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, dan perwakilan dari CV. Tresno Adi. Bibit tembakau Virginia belum tersedia di Kabupaten Garut sehingga petani harus membeli ke CV. Tresno Adi yang dikoordinir oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Garut apabila ingin menanam pada musim selanjutnya. Sedangkan pada usahatani tembakau Mole, pemilihan tanaman tembakau yang akan dijadikan bibit diseleksi terlebih dulu dengan memilih tanaman tembakau yang bagus pertumbuhannya dan bebas dari hama penyakit. Adanya perbedaan pemilihan, sumber, dan asal bibit menyebabkan keragaan usahatani untuk bibit akan dijadikan objek penelitian Pemupukan Pemupukan merupakan objek keragaan usahatani yang dapat diteliti karena teknik, bahan, dan cara pemupukan pada tiap komoditas, varietas dalam satu komoditas berbeda-beda. Dalam usahatani cabai merah (Fristiana Merliza Siregar, 2008), pemupukan dilakukan sebanyak dua kali. Pemupukan pertama dilakukan bersamaan proses pengolahan lahan dengan 1 kg pupuk kandang/kompos setiap lubangnya. Pemupukan susulan dilakukan pada saat awal pertumbuhan, pembentukan bunga, dan buah serta saat proses pematangan. Waktu pemberiannya adalah saat tanaman berumur 1, 3, 5 minggu. Pupuk yang biasa digunakan petani adalah pupuk cair organic yang terbuat dari kotoran ternak (urine kambing, domba, dan sapi) atau bias juga terbuat dari kulit udang, bulu ayam, ikan busuk. Pemupukan pada usahatani tembakau Mole dan Virginia berbeda dalam intensitas pemupukan. Pada tembakau Mole, intensitas pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali (pemupukan bedengan persemaian, dan pemupukan pada saat pemeliharaan tanaman) sedangkan pada tembakau Virginia dilakukan sebanyak dua kali (pada saat pemeliharaan tanaman). 11

28 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian Mengenai Mangga Gedong Gincu Penelitian Shilvia Agung Dhiany (2009) dengan judul Analisis Daya Saing usahatani Mangga Gedong Gincu (Mangifera Indica L) Kasus di Desa Sliyeg Lor, Kec. Sliyeg, Kab. Indramayu, Jawa Barat. Usahatani memiliki nilai Rasio Biaya Privat dan Rasio Sumberdaya Domestik kurang dari 1. Nilai tersebut mengindikasikan usahatani memiliki daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif). Meskipun tanpa bantuan dan intervensi pemerintah, komoditas Mangga Gedong Gincu memiliki daya saing dan bertahan di pasar persaingan sempurna. Usahatani mangga gedong gincu di Desa Sliyeg, Kab Indramayu memiliki keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial positif. Nilai tersebut mengindikasikan usahatani menghasilkan keuntungan, baik secara financial maupun ekonomi. Penerapan kebijakan pemerintah berupa subsidi pada input usahatani Mangga Gedong Gincu memberikan keuntungan pada petani karena mampu mengurangi biaya input tradable dan input non tradable sedangkan kebijakan pemerintah pada output berupa distorsi harga berdampak pada berkurangnya penerimaan petani. Penelitian Yeyen Eryani (2006) dengan judul Analisis Pemasaran Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica. L) di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa proses pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon melibatkan beberapa lembaga tataniaga, seperti petani, pedagang, pengumpul kecil, pengumpul besar, pedagang pengecer, pedagang di Pasar Induk, supermarket, dan eksportir. Struktur pasar yang terjadi cenderung mengarah pada pasar bersaing tidak sempurna. Struktur pasar yang terjadi antara petani mangga gedong gincu, pedagang pengumpul besar, dan pedagang pengumpul kecil adalah struktur pasar oligopsoni. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengumpul besar dan pedagang di pasar bersifat oligopoli. Struktur pasar yang terjadi antara pengumpul besar dan eksportir dan supermarket adalah olgopsoni. Dari kedelapan saluran pemasaran yang ada di Kabupaten Cirebon,saluran pemasaran 2 (petani-pedagang pengumpul besar-pedagang pengecer-di pasar local-konsumen) merupakan saluran pemasaran yang paling 12

29 efisien berdasarkan nilai farmer s share terbesar yang diterima petani mangga gedong gincu yaitu sebesar 61,07% Penelitian Mengenai Pengaruh Teknologi Terhadap Pendapatan Petani Penelitian Valentinus Ladja Dede (1985) dengan judul Tesis Pengaruh Teknologi Pola Tanam pada Pendapatan Petani di Daerah yang Beriklim Kering, Kasus Wilayah Pengembangan Pertanian AROKI di Nusa Tenggara Timur. Dalam penelitiannya, adanya teknologi baru seperti penggunaan pupuk,varitas unggul,pengaturan waktu tanam telah meningkatkan penerimaan petani antara 21% walaupun dengan curah hujan yang terbatas antara 4-5 bulan dalam setahun dan kesuburan tanah yang marjinal. Penelitian Akbar Zamani (2008) dengan judul Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Produksi Usahatani Belimbing Depok Varietas Dewa Dewi (Averrhoa Carambola). Hasil penelitian tersebut menyebutkan, pengeluaran biaya terbesar untuk petani SOP dan non SOP adalah biaya untuk Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Biaya TKLK yang dikeluarkan petani SOP yaitu sebesar Rp atau sekitar 30,97% dari biaya total produksi dan untk petani non SOP mengeluarkan biaya tersebut sebesar Rp atau 30,98% dari total biaya produksi. Penerimaan Tunai yang diterima petani SOP dan non SOP yaitu masing-masing Rp dan Rp Pendapatan petani SOP atas biaya tunai dan biaya total untuk satu musim panen masing-masing Rp dan Rp sedangkan untuk petani non SOP masing-masing sebesar Rp dan Rp Sehingga R/C rasio atas biaya tunai dan total untuk petani SOP masing-masing 2,43 dan 1,56 sedangkan R/C rasio atas biaya tunai dan total yang diperoleh petani non SOP yaitu sebesar 2,42 dan 1, Penelitian Mengenai Pendapatan Usahatani Penelitian Teguh Purwadi (2009) dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon melalui Program Primatani. Hasil analisis biaya usahatani menunjukkan bahwa pada tahun 2008 total biaya usahatani pisang per hektar sebesar Rp ,49 yang terdiri dari biaya tunai Rp ,48 13

30 dan biaya tidak tunai sebesar Rp ,01. Dari Struktur biaya yang dikeluarkan petani dapat dilihat bahwa dalam budidaya pisang ini petani telah menjadikan pisang sebagai usahatani komersial dimana petani lebih banyak menggunakan factor produksi yang dibeli secara tunai. Hasil analisis penerimaan usahatani menunjukkan bahwa pada tahun 2008 petani di Desa Talaga per hektar produksi yang dihasilkan sebesar ,48 kg, dari jumlah produksi petani mendapatkan penerimaan tunai sebesar Rp ,18. Pendapatan yang diperoleh selama satu tahun dari luas lahan satu hektar adalah sebesar Rp ,69. Hasil analisis efisiensi menunjukkan bahwa budidaya yang dilakukan petani menguntungkan untuk dijalankan dengan nilai imbangan biaya dan penerimaan sebesar 3,00 terhadap biaya tunai dan 2,00 terhadap biaya total. Penelitian Rosana Podesta (2009) dengan judul Pengaruh Penggunaan Benih Sertifikat terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi Pandan Wangi. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani padi Pandan Wangi benih sertifikat lebih efisien secara teknis dibandingkan usahatani dengan benih non sertifikat. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan tunai maupun pendapatan total usahatani padi Pandan Wangi benih bersertifikat baik MT I maupun MT II lebih besar daripada usahatani padi Pandan Wangi dengan benih non sertifikat. Akan tetapi, nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani padi pandan wangi benih non sertifikat MT II lebih besar dibandingkan nilai R/C rasio yang lain. Hal ini karena komponen terbesar biaya tunai berasal dari benih dan benih yang digunakan adalah benih non sertifikat yang harganya lebih murah jika dibandingkan dengan benih bersertifikat. Beberapa alasan tersebut yang mengakibatkan petani lebih memilih menggunakan benih non sertifikat dibandingkan benih yang bersertifikat. 14

31 Tabel 4. Penelitian Terdahulu No. Nama Tahun Penelitian Judul Skripsi 1. Teguh Purwadi 2009 Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon melalui Program Primatani 2. Rosana Podesta 2009 Pengaruh Penggunaan Benih Sertifikat terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi Pandan Wangi 3. Akbar Zamani 2008 Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Produksi Usahatani Belimbing Depok Varietas Dewa Dewi (Averrhoa Carambola) Alat Analisis R/C Rasio R/C Rasio Analisis Frontier R/C Rasio Analisis Efisiensi Penelitian yang telah dilakukan memiliki kesamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan dengan penelitian oleh Akbar Zamani yang meneliti mengenai tanaman tahunan dengan menggunakan Analisis Pendapatan R/C Rasio. Perbedaannya adalah dalam penelitian ini menggunakan analisis parsial dengan Metode Keuntungan Parsial untuk mengevaluasi penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap pendapatan petani. 2.2 Definisi Operasional Mangga Gedong Gincu adalah mangga jenis gedong yang dipanen pada kematangan antara 70% hingga 95%. Petani SOP adalah petani yang telah tersertifikasi oleh Departemen Pertanian Jawa Barat atas kebun buah mangga gedong gincu. Petani Non SOP adalah petani yang tidak tersertifikasi oleh Departemen Pertanian Jawa Barat atas kebun buah mangga gedong gincu. Proses sertifikasi adalah proses pendaftaran kebun buah mangga yang telah menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP). 15

32 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Fungsi Produksi Produksi dapat didefinisikan sebagai proses menciptakan barang atau jasa ekonomi dengan menggunakan barang atau jasa lainnya. Dasar pemikiran ini memberikan pengertian bahwa untuk menghasilkan output suatu komoditas tertentu dibutuhkan dua atau lebih faktor produksi. Fungsi produksi didefinisikan sebagai hubungan teknis antara input dan output yang ditandai jumlah output maksimal yang dapat diproduksikan dengan satu set kombinasi input tertentu (Halcrow 1992, diacu dalam Nur Yulistia 2009). Menurut Doll dan Orazem dalam Nur Yulistia 2009, dalam bentuk matematika sederhana, fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Y = F (X 1,X 2,X 3,...,X n ) Keterangan : Y X 1,X 2,X 3,...,X n = hasil produksi (output) = faktor-faktor produksi (input) Berdasarkan fungsi di atas, petani dapat melakukan tindakan yang mampu meningkatkan produksi (Y) dengan cara menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan atau menambah beberapa jumlah input (lebih dari satu) yang digunakan. Dalam produksi pertanian, hasil fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu tanah, modal, dan tenaga kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menganalisis peranan masing-masing faktor produksi, maka dari sejumlah faktor-faktor produksi itu salah satu faktor produksi dianggap sebagai variabel yang berubah-ubah, sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan.

33 (y) 0 (x) Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Sumber : Halcrow 1992 diacu dalam Nur Yulistia Teknologi dalam Usahatani Menurut Hernanto (1989, diacu dalam Nur Yulistia 2009) mengemukakan bahwa penggunaan teknologi baru atau adopsi teknologi baru pada pertanian akan berpengaruh terhadap biaya usahatani. Selain akan mempengaruhi biaya, penggunaan teknologi baru juga berpengaruh terhadap penerimaan petani. Peningkatan produksi yang terpenting pada dasarnya adalah adanya kenaikan produktivitas per satuan luas dan waktu. Bentuk-bentuk teknologi tersebut dapat berupa cara budidaya yang baik, introduksi teknologi kimia seperti pupuk dan obat-obatan, introduksi teknologi biologis seperti bibit-bibit unggul dan teknologi mekanis meliputi penggunaan alat-alat pertanian yang dapat meredusir tenaga kerja. Dengan demikian teknologi itu dapat menyentuh segenap aspek kegiatan produksi. Penggunaan teknologi pada dasarnya adalah akan memperbesar pengeluaran biaya tetap, biaya pemeliharaan, dan tambahan tenaga kerja. Ini berarti dapat mengubah komposisi biaya tetap maupun variabel. Hal yang berbeda dikemukakan oleh Halcrow (1992, diacu dalam Nur Yulistia 2009), yang menyatakan bahwa ada dua kemungkinan yang dapat terjadi dari adanya pengaruh teknologi baru, yaitu: 1) Menaikan fungsi produksi sehingga output yang lebih tinggi dapat dihasilkan dengan menggunakan input yang sama. 17

34 2) Menggeser ke kiri kurva Total Produksi (TP) (seperti yang disajikan pada Gambar 2) yaitu jumlah output yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumberdaya yang lebih sedikit. Secara umum dapat dikatakan bahwa dari teknologi baru dapat dihasilkan output yang lebih besar dengan penggunaan input yang sama atau dalamkata lain dapat menaikkan produktivitas. Kenaikan ini tidak saja menyangkut kuantitas tetapi juga kualitas. Baik kualitas input maupun kualitas output. Teknologi baru secara kualitatif maupun kuantitatif dapat merubah fungsi produksi dan perubahan ini lebih menguntungkan pada berbagai tingkat sumberdaya. Hal terpenting dari penggunaan teknologi baru adalah menaikkan output pada penggunaan input yang sama (Gambar 2A) atau penghematan sumberdaya untuk mencapai output tertentu (Gambar 2.B). Y Y X X Gambar 2.A Gambar 2.B Keterangan : 1 = TP (Teknologi Baru) 2 = TP (Teknologi Lama) Gambar 2. Pengaruh Teknologi Baru Terhadap Produksi Sumber : Halcrow 1992 diacu dalam Nur Yulistia 2009 Hadirnya teknologi baru tentunya akan mendorong seorang petani untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Petani selalu mengandalkan asas memaksimumkan keuntungan (profit maximization) menurut Soekartawi (1989) dapat dicirikan sebagai berikut: 1) Cepatnya mengadopsi inovasi hal-hal yang baru dan karenanya petani tersebut seiring disebut sebagai adpters yang cepat (early adopters). 2) Derajat kosmopolitannya tinggi, yaitu mobilitas yang cepat, pergi kesanakemari untuk memperoleh informasi. 18

35 3) Mampu dan mau mencoba hal-hal atau teknologi baru, karenanya di samping mereka digolongkan sebagai petani maju juga umumnya petani komersial Usahatani Menurut Ken Suratiyah, ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Menurut Daniel, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga, dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil maksimal dan kontinyu. Menurut Vink (1984, diacu dalam Ken Suratiyah 2009), ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya. Menurut Prawirakusumo (1990, diacu dalam Ken Suratiyah 2009), ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, dan perikanan. Menurut Soekartawi et al. (1986) tujuan berusahatani adalah memaksimalkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Ciri usahatani Indonesia: 1) sempitnya lahan milik petani, 2) kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, dan 4) tingkat pendapatan petani yang rendah Penerimaan Usahatani Dalam Soekartawi et al (1986), pendapatan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual 19

36 maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan, digudangkan pada akhir tahun. Pendapatan kotor disebut juga dengan penerimaan Biaya Usahatani Soekartawi et al. (1986) biaya usahatani meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan, dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya tergantung dari jumlah produksi. Pengelompokkan biaya usahatani yang lain adalah biaya tunai dan biaya tidak tunai (Hernanto 1995, diacu dalam Teguh Purwadi 2009). Biaya tunai dan tidak tunai berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran irigasi dan pajak tanah. Biaya diperhitungkan atau tidak tunai yang merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja keluarga. Sedangkan yang termasuk biaya variabel yaitu sewa lahan Pendapatan Usahatani Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjamanyang diinvestasikan ke dalam usahatani yang dapat digunakan untuk membandingkan beberapa penampilan usahatani (Soekartawi et al. 1986) Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu, pendapatan usahatani merupakan keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk 20

37 membandingkan keragaan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (R/C). Rasio ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk produksi. Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penelitian terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1,00. Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C < 1) maka dikatakan bahwa setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan kurang dari Rp. 1,00 sehingga usahatani dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C semakin menguntungkan usahatani tersebut (Gray et al. 1992) Analisis Pendapatan Parsial Analisis pendapatan parsial dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi akibat-akibat yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam metode produksi atau organisasi usahatani. Dalam analisis anggaran parsial hanya diperhatikan faktor-faktor yang ada kaitannya dengan perubahan tersebut. Pendekatan dengan anggaran parsial memiliki beberapa manfaat yaitu tidak memerlukan banyak data yang tidak perlu bila dibandingkan dengan anggaran usahatani keseluruhan (whole-farm budgeting). Analisis anggaran parsial tidak memerlukan informasi mengenai segi-segi usahatani yang tidak dipengaruhi oleh perubahan yang sedang diamati karena keragaan bagian-bagian ini tidak akan berubah. Karena itu, analisis anggaran parsial umumnya lebih sederhana dari pada analisis usahatani keseluruhan. Juga karena sifatnya, anggaran parsial dapat diterapkan pada keadaaan usahatani yang lebih luas dari pada anggaran usahatani keseluruhan Anggaran Keuntungan Parsial Anggaran keuntungan parsial sangat tepat untuk dipakai mengevaluasi pengaruh perubahan-perubahan kecil dalam organisasi usahatani atau metode 21

38 produksi. Anggaran parsial memberikan cara yang tepat dan mudah membandingkan keuntungan alternatif-alternatif tersebut. Langkah pertama adalah menjelaskan perubahan yang terjadi dalam organisasi usahatani atau metode produksi, secara hati-hati dan tepat. Langkah kedua adalah mendaftar dan menghitung keuntungan dan kerugian yang diakubatkan oleh perubahan tersebut. Kerugian dapat digolongkan menjadi dua kelompok, pertama yaitu pengeluaran atau biaya tambahan yang terjadi akibat perubahan, kedua yaitu pendapatan kotor atau penghasilan yang hilang dan tidak akan diterima lagi sebagai akibat terjadinya perubahan. Kerugian ini harus ditambahkan pada kelompok yang pertama. Keuntungan dapat juga digolongkan menjadi dua kelompok. Pertama, tiap pengeluaran atau biaya yang dihemat sebagai akibat perubahan tersebut. Kedua, tambahan pendapatan kotor atau penghasilan yang timbul sebagai akibat adanya perubahan tersebut. Keuntungan ini harus ditambahkan pada kelompok yang pertama. Perubahan keuntungan usahatani yang berkaitan dengan perubahan anggaran dapat dihitung dengan cara mengurangi keuntungan total dan kerugian total. Apabila keuntungan total lebih besar dibandingkan dengan kerugian total, maka anggaran jelas menunjukkan bahwa perubahan yang diusulkan itu menguntungkan. Apabila terjadi sebaliknya, maka perubahan yang diusulkan tidak menguntungkan. Tentu saja penilaian perubahan keuntungan usahatani ini bergantung kepada kebenaran data yang digunakan dalam anggaran Konsep Mutu J.M Muran mendefinisikan mutu sebagai Fitness for Use (cocok atau layak digunakan). Artinya suatu produk atau jasa harus memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan (Tunggal 1993). Menurut Philips B. Crosby mendefinisikan mutu sebagai Conformance to Requirement. Dengan definisi ini, Crosby menitikberatkan kegiatan mutu perusahaan untuk (1) mencoba mengerti harapanharapan konsumen, (2) memenuhi harapan-harapan tersebut sehingga (3) perlu pandangan eksternal mengenai mutu agar penyususnan sasaran mutu lebih 22

39 realistis dan sesuai dengan permintaan atau keinginan (Tenner 1992, dalam Tjahja Muhandri dan Darwin Kadarisman 2006). Dari berbagai definisi mutu yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa semua ahli sepakat, mutu harus berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Hal ini membawa dampak pada persaingan yang semakin ketat (akibat kemajuan teknologi informasi, produksi, dan transportasi) menyebabkan persaingan antar industri benar-benar ditentukan oleh kemampuan mutu mereka. Namun usaha pemenuhan spesifikasi mutu yang diinginkan oleh konsumen kadang-kadang sulit untuk dilakukan oleh sebuah perusahaan. Hal ini disebabkan oleh : 1) Konsumen sulit mendefinisikan spesifikasi keinginannya secara benar, jelas, dan lengkap. 2) Produsen tidak mudah menerjemahkan kebutuhan konsumen dengan baik Konsep Standar Menurut International Organization for Standardization (ISO), standar adalah spesifikasi teknis atau dokumen setara yang tersedia untuk masyarakat, dihasilkan dari konsensus atau persetujuan umum yang didasarkan kepada IPTEK atau pengalaman agar dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat serta diakui oleh badan yang berwenang baik tingkat nasional, regional, atau internasional. Mengacu pada definisi tersebut, maka standar bersifat dinamis, meningkat seiring dengan peningkatan teknologi dan tuntutan konsumen. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya standar, diantaranya: 1) Adanya perbaikan produk yang menyesuaikan dengan standar 2) Mencegah dan menghilangkan hambatan perdagangan 3) Meningkatkan daerah penjualan produk 4) Memudahkan terjadinya kerja sama IPTEK Industri penghasil produk dapat mengikuti standar yang ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga yang diakui, tetapi dapat pula membuat dan menetapkan sendiri standar yang akan digunakan (sesuai dengan permintaan konsumen). Pembuatan dan penetapan standar mempunyai tujuan utama agar suatu produk 23

40 atau jasa yang diterima konsumen sudah layak untuk digunakan (fitness for use). Selain itu, penetapan standar mempunyai tujuan lain, yaitu : 1) Pengendalian keragaman (mengurangi variasi) Dengan standar yang ada, batas toleransi prosuk yang diterima konsumen menjadi jelas. Produk yang berada di luar batas toleransi tidak akan diterima oleh konsumen (menjadi waste). 2) Untuk compatibility (kecocokan) Standar dibuat dengan berbagai pertimbangan (segi konsumen, kemampuan produsen, IPTEK, lingkungan, dan sebagainya). Dengan standar tersebut maka diharapkan produk atau jasa akan sesuai (cocok) dengan konsumen yang akan menggunakan. 3) Kemampuan penjualan Dengan mengikuti standar yang telah ada, maka produk akan diakui oleh konsumen sehingga produk atau jasa akan diterima konsumen. 4) Meningkatkan kesehatan dan keamanan produk Upaya untuk melindungi konsumen dari bahaya yang disebabkan oleh produk merupakan salah satu isu yang paling gencar dari tujuan pembuatan standar oleh pemerintah (lembaga yang ditunjuk). Produsen yang menghasilkan produk di luar standar tidak hanya mengalami risiko yang tidak laku, tetapi juga akan mendapat sanksi hukum. 5) Meningkatkan kelestarian lingkungan Keterbatasan daya dukung lingkungan terhadap berbagai pencemaran yang timbul dari adanya aktivitas industri mendorong dibuatnya standar untuk tujuan perlindungan lingkungan. Bahkan untuk negara-negara tertentu, kepedulian terhadap lingkungan telah menjadi syarat wajib yang harus dipenuhi jika industri ingin mengirimkan produknya. Secara teoritis, pembagian jenis standar dilakukan dengan cara beragam, sesuai dengan dasar yang digunakan 1) Berdasarkan lingkungan penerapannya (Standar Internasional, Nasional, Regional, Perusahaan) 24

41 2) Berdasarkan kategori subyek (Standar Produk, Standar Bahan Mentah, Standar Proses). Standar Proses adalah urutan, tahapan, termasuk kondisi tiap tahap yang harus dilalui oleh bahan sebelum menjadi produk dan dikirim ke konsumen. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kondisi sumber daya alam Indonesia sebagai negara tropis yang subur untuk pertanian, mempunyai peluang yang sangat baik untuk memposisikan diri sebagai salah satu produsen komoditas pertanian bagi dunia. Iklim yang sedemikian rupa telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu tempat bagi ketersediaan berbagai komoditas pertanian, khususnya buah-buahan tropis. Permintaan pasar internasional akan mangga Gedong Gincu cukup tinggi. mangga dikenal sebagai The Best Loved Tropical Fruit dan mangga termasuk ke dalam golongan buah eksotik, yaitu buah-buahan khas daerah tropis yang mahal harganya dan banyak peminatnya di pasaran luar negeri. Ekspor mangga dari Indonesia lebih banyak diserap oleh pasar dari negara-negara di Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Selanjutnya peluang pasar lainnya yang dapat diraih produsen mangga termasuk Indonesia antara lain : Amerika, Kanada (4,2%), Eropa (24%), Timur Tengah (14%), Jepang (3%) dan Singapura (5%). Selain itu mangga Gedong Gincu merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki prospek cerah, karena disamping menghasilkan devisa negara juga berperan dalam meningkatkan pendapatan petani, memfungsikan sebagian lahan yang tersedia dan berguna untuk konservasi tanah dan air. Saat ini kita telah memasuki era globalisasi ekonomi yang memaksa petani sebagai produsen utama produk-produk pertanian secara langsung dan tidak langsung memasuki persaingan dengan banyak produsen lain ditingkat global. Produk-produk pertanian tidak hanya bersaing dengan produk-produk pertanian luar negeri di pasar global tetapi juga di pasar domestik. Maka dari itu, perbaikan kualitas buah nasional merupakan suatu tuntutan, baik untuk memenuhi konsumsi domestik yang semakin ditantang oleh saingan buah impor, maupun untuk tujuan ekspor. 25

42 Produksi gedong gincu pada tahun 2005 sebanyak ton. Sebagian besar produksi dan mutu buah yang dihasilkan di Kabupaten Cirebon masih rendah (ukuran buah, warna,rasa buah, tingkat kematangan buah tidak seragam, produktivitas buah/pohon rendah dan permukaan kulit buah tidak mulus). Hal ini diakibatkan belum diterapkannya teknologi budidaya yang baik dan benar di lapangan. Sebagian besar produksi masih bersumber dari kebun produksi tradisional yang belum menerapkan teknologi budidaya mangga yang baik dan benar. Berdasarkan pertimbangan di atas Pemerintah Kabupaten Cirebon yang mempunyai komitmen untuk mengembangkan komoditas mangga Gedong Gincu menjadi komoditas unggulan daerahnya menetapkan Program Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Good Agricultural Practice (GAP) yang spesifik komoditas, spesifik wilayah, dan spesifik sasaran pasar pada tahun Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas mangga Gedong Gincu dari Kabupaten Cirebon agar mampu menembus pasar ekspor. Dasar hukum penerapan GAP di Indonesia adalah Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/OT.160/11/2006, tanggal 28 November 2006 untuk komoditi buah. Penerapan SOP/GAP Mangga Gedong Gincu akan memberikan perlakuan tambahan yang berbeda untuk menghasilkan mangga yang berkualitas. Penambahan perlakuan SOP/GAP ini diharapkan akan meningkatkan pendapatan petani karena panen di luar musim dan kualitas yang baik. Implikasi lain yang turut menyertainya adalah meningkatnya biaya produksi untuk budidaya mangga Gedong Gincu yang menerapkan SOP/GAP ini dibandingkan dengan budidaya secara tradisional. Penerapan ini telah dilakukan sejak tahun 2005 dan telah memperlihatkan produktivitasnya. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan kajian lebih lanjut mengenai peningkatan pendapatan petani gedong gincu dari penerapan SOP/GAP. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Keuntungan Parsial. Dalam metode ini dapat mengamati segi-segi usahatani yang dipengaruhi oleh perubahan. Langkah terakhir dalam analisis adalah memberikan rekomendasi kepada petani mangga gedong gincu di Kecamatan Sedong mengenai penerapan SOP/GAP pada budidaya mangga gedong gincu. Rekomendasi ini akan meliputi peran pemerintahan, mitra usaha, dan kelembagaan petani. Skema pemikiran operasional ditunjukan oleh Gambar 3. 26

43 Kondisi Sumber Daya Alam yang cocok untuk budidaya Mangga Gedong Gincu (Sentra di wilayah Cirebon, Indramayu, dan Majelengka di dunia). Permintaan pasar domestik dan ekspor. Berperan dalam menghasilkan devisa negara (harga jual tinggi), meningkatkan pendapatan petani, memfungsikan sebagian lahan yang tersedia dan berguna untuk konservasi tanah dan air. Kualitas mangga Gedong Gincu masih rendah Produktivitas masih rendah, Belum stabilnya produksi karena budidaya masih tradisional dan musiman. Program Peningkatan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produksi sesuai standar mutu untuk ekspor Penerapan SOP/GAP mangga Gedong Gincu (Nomor : 61/Permentan/OT.160/11/2006 Analisis Keuntungan Parsial Penerapan SOP Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani Kerugian Keuntungan Analisis R/C rasio Tambahan Keuntungan/Tambahan Kerugian dan Pertimbangan REKOMENDASI Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional 27

44 IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April Kecamatan Sedong merupakan sentra penghasil Mangga Gedong Gincu terbesar di Kabupaten. Kecamatan Sedong memiliki jumlah pohon mangga gedong gincu terbesar dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Cirebon. Jumlah pohon mangga gedong gincu di Kecamatan Sedong berjumlah pohon. Jumlah petani mangga di Kecamatan Sedong berjumlah yang tergabung dalam 21 Kelompok Tani Buah (KTB). Selain itu pula, Kecamatan Sedong memiliki peluang pengembangan untuk kebun mangga gedong gincu seluas 165 hektar. 4.2 Metode Penentuan Sampel Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra produksi mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan kepada petani mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong. Pemilihan petani responden dilakukan dengan menggunakan metode sensus untuk petani yang menerapkan SOP dan metode snowball untuk yang tidak menerapkan SOP. Metode snowball dilakukan karena sulitnya menentukan populasi petani yang tidak menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP). Jumlah petani yang menerapkan SOP/GAP di Kecamatan Sedong berjumlah 10 orang. Data ini berdasarkan data sekunder yang didapat dari Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon. Jumlah petani responden untuk yang tidak menerapkan Standar Operasional Prosedur (Non SOP) sebanyak 20 orang. 4.3 Desain Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif (metode survey), yaitu dengan teknik pengumpulan data secara sensus dan sampel. Sensus dilakukan terhadap populasi petani di Kecamatan sedong yang telah menerapkan Standar

45 Operasional Prosedur (SOP) pada usahatani mangga gedong gincunya. Data populasi petani yang menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) berasal dari Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon. (Data Terlampir). 4.4 Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara, pengisian kuesioner serta pengamatan langsung di lapangan. Wawancara akan dilakukan kepada petani mangga gedong gincu. Data sekunder akan dikumpulkan dari literatur-literatur yang relevan seperti buku untuk memperoleh definisi, teori, dan konsep keilmuan. Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon dan BPS Pusat dalam informasi data mengenai luas lahan, produktivitas, jumlah pohon, kondisi ekspor dan impor,dan lainnya. Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB untuk artikel-artikel dan berita-berita terkini mengenai hortikultura buah-buahan, situs resmi departemen terkait, perpustakaan IPB, serta instansi lainnya yang dapat membantu untuk ketersediaan data. 4.5 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data, baik primer dan sekunder dilakukan selama tiga bulan, dimulai Bulan Februari hingga Bulan April Data primer diambil di lokasi penelitian yaitu Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Data primer merupakan data usahatani selama setahun musim yaitu tahun Lama penelitian dalam mengumpulkan data primer adalah satu bulan, yaitu Bulan Maret Pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti. Teknik pengumpulan data yang dilakukan antara lain wawancara langsung, pengisian kuisioner, pengamatan langsung, browsing internet, dan observasi data sekunder lainnya. 4.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data Pendekatan analisis secara kualitatif dititikberatkan pada keragaan usahatani mangga Gedong Gincu yang menerapkan SOP/GAP. Untuk melihat perbandingan 29

46 pendapatan petani yang menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan yang tidak menerapkan SOP, serta Analisis Keuntungan Parsial akan dibantu menggunakan alat bantu hitung seperti SPSS 15.0, Microsoft Exel 2007, kalkulator, dan lainnya Analisis Usahatani Biaya Usahatani Dalam Ken Suratiyah (2009), rumus yang dapat digunakan untuk menghitung biaya biaya total adalah sebagai berikut : TC = FC + VC Yaitu : TC = Total pengeluaran FC = Biaya Tetap VC = Biaya variabel Penerimaan Usahatani Dalam Ken Suratiyah (2009), rumus yang dapat digunakan untuk menghitung penerimaan adalah sebagai berikut : (1) TR = Y x P(y) Keterangan : TR = Total Penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y Bila macam tanaman yang diusahakan adalah lebih dari satu, maka rumus (1) berubah menjadi : (2) Keterangan : n = jumlah macam tanaman yang diusahakan. 30

47 Pendapatan Usahatani Dalam Soekartawi et al. (1989), Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya. Pd = TR + TC Keterangan : Pd = Pendapatan Usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya Pendapatan atas biaya tunai: Pd = TR BT Keterangan : Pd = Pendapatan Usahatani TR = Total Penerimaan BT = Biaya Tunai Analisis R/C Rasio Secara teoritis manfaat ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Keterangan : Y = Total Produksi Py = Harga Produk BT = Biaya Tunai BD = Biaya Diperhitungkan Analisis Perbandingan Rata-Rata Analisis perbandingan rata-rata digunakan untuk melihat adakah perbedaan rata-rata. Dalam hal ini, yang akan dilihat adalah perbedaan rata-rata pendapatan yang diterima oleh petani SOP dan petani Non SOP. 31

48 Berdasarkan Walpole 1982, hipotesis dapat dibuat sebagai berikut : Hipotesis : H 0 : tidak terdapat perbedaan rata-rata pendapatan antara kelompok SOP dan Non SOP H 1 : terdapat perbedaan rata-rata pendapatan antara kelompok SOP dan Non SOP. Apabila p-value < α = 0,05, maka Tolak H 0. Artinya terdapat perbedaan rata-rata pendapatan antara kelompok SOP dan Non SOP, pada taraf nyata 95 persen. Apabila p-value > α = 0,05,maka Terima H 0. Artinya tidak terdapat perbedaan rata-rata pendapatan antara kelompok SOP dan Non SOP, pada taraf nyata 95 persen Analisis Keuntungan Parsial Kerugian dalam digolongkan dalam dua kelompok, yaitu pengeluaran atau biaya tambahan yang terjadi karena adanya perubahan dan pendapatan kotor atau penghasilan yang hilang karena perubahan. Kerugian ini harus ditambahkan pada kelompok yang pertama. Keuntungan dapat digolongkan dalam dua kelompok. Pertama, tiap pengeluaran yang dihemat perubahan. Kedua, tambahan pendapatan kotor atau penghasilan yang timbul akibat perubahan tersebut.. Perubahan yang ditinjau : Biaya Tambahan Total Biaya Tambahan KERUGIAN A B A+B KEUNTUNGAN Biaya yang dihemat Total Biaya yang Dihemat C D C+D Penghasilan yang Hilang E Penghasilan Tambahan F TOTAL TOTAL KERUGIAN (A+B)+E KEUNTUNGAN (C+D)+F Keuntungan Tambahan = TOTAL KEUNTUNGAN TOTAL KERUGIAN 32

49 33

50 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Sedong merupakan daerah yang secara geografis termasuk salah satu wilayah Kabupaten Cirebon. Secara administratif Kecamatan Sedong terdiri dari 10 desa dengan batas-batas administrasi sebagai berikut : - Sebelah Utara : Kecamatan Lemahabang - Sebelah Selatan : Kabupaten Kuningan - Sebelah Barat : Kecamatan Beber - Sebelah Timur : Kecamatan Susukan Lebak Adapun 10 desa di Kecamatan Sedong sebagai berikut : 1) Desa Karangwuni 2) Desa Sedong Kidul 3) Desa Sedong Lor 4) Desa Windujaya 5) Desa Winduhaji 6) Desa Kertawangun 7) Desa Panambangan 8) Desa Putat 9) Desa Panongan 10) Desa Panongan Lor Kecamatan Sedong bersuhu C dengan curah hujan rata-rata 160,1 mm per tahunnya. Jenis tanah di Kecamatan sedong adalah latosol coklat kemerahan dengan topografi berbukit dan ph tanah 5-7. Kecamatan Sedong memiliki jumlah pohon mangga gedong gincu sebanyak dan untuk jenis mangga lainnya (mangga harumanis dan dermayu). Sampai dengan tahun 2010, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang ada di Kecamatan Sedong berjumlah satu, yaitu Gapoktan Samimulya yang terletak di Desa Sedong Lor. Dalam Gapoktan Samimulya terdapat Kelompok Tani Buah (KTB Mangga) sebanyak 21 dengan jumlah total petani mangga Jumlah petani di Kecamatan Sedong merupakan terbesar di antara kecamatankecamatan lain di Kabupaten Cirebon.

51 Mata pencaharian warga Kecamatan Sedong didominasi oleh buruh tani dan petani. Terdapat orang yang menjadi petani dan sebagai buruh tani (Tabel 5). Tabel 5. Penduduk Menurut Mata Pencaharian Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon, Jawa Barat Tahun 2007 Desa Mata Pencaharian Petani Pedagang Buruh Tani Peternak Karangwuni Sedong Kidul Sedong Lor Windujaya Winduhaji Kertawangun Panambangan Putat Panongan Panongkan Lor Total Sumber : Monografi Kecamatan Sedong Tahun 2007 (diolah) Dari tingkat pendidikan, sebagian besar penduduk Kecamatan Sedong hanya mengenyam bangku SD. Sebanyak orang atau sebesar 59, 64% penduduknya hanya tamat SD, sebesar 4,99% tamat SLTP, 9,14% tamat SLTA, dan sebesar 6,79% tidak tamat SD. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon masih terbilang rendah karena sebagian besar warganya hanya mampu bersekolah hingga tingkat Sekolah Dasar (SD). Di Kecamatan Sedong hanya terdapat satu Bank, yaitu Bank BRI yang terletak dekat dengan Pasar Sedong dan Kantor Pemerintahan Kecamatan Sedong. Letak pasar berada pada Desa Sedong Lor dan berjarak tidak jauh dari pasar Sindang Laut. Pada masing-masing pasar, terdapat pedagang pupuk dan sarana produksi pertanian lainnya. Di Desa Sedong Lor, terdapat dua kios input produksi yang menjual pupuk, obat, dan alat pertanian. Hal ini memudahkan para petani untuk memperoleh input pertanian. Desa Panongan memiliki satu KUD yang juga 34

52 menjual input pertanian seperti obat-obatan dan pupuk. KUD ini memiliki pelanggan yang merupakan anggota KUD tersebut. Kios-kios kecil yang menjual input-input pertanian banyak ditemukan di Kecamatan Sedong. Kecamatan Sedong memiliki jumlah petani mangga lebih besar dbandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Cirebon. Hal ini menunjukkan bahwa di Kecamatan Sedong, warganya lebih tertarik pada usahatani buah, khususnya buah mangga. Jenis mangga yang biasa diusahakan oleh para petani adalah jenis mangga gedong gincu, arumanis, kidang, dan dermayu. Tabel 6. Jumlah Petani, KTB, dan Gapoktan Wilayah Sentra Mangga di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun 2007 No. Kecamatan Jumlah Gapoktan Jumlah Jumlah Buah Mangga Kelompok Tani Petani Buah (KTB) Mangga 1. Sedong Beber Astanajapura Lemahabang Sumber Dukupuntang Jumlah Sumber : Distanbunnakhut Kabupaten Cirebon, Tahun 2007 Kecamatan Sedong masih memiliki areal yang berpotensi untuk pengembangan kebun buah mangga gedong gincu. Luas areal yang diusahakan adalah hektar (94,23 persen) dari seluruh areal yang dapat diusahakan (2.710 hektar). Terdapat peluang pengembangan 165 hektar (6,08 persen). 35

53 Tabel 7. Potensi Pengembangan Agribisnis Buah Mangga di Enam Wilayah Sentra Mangga di Kabupaten Cirebon Tahun 2007 No. Kecamatan Luas Wilayah Yang Telah Peluang Potensia (Ha) Diusahakan (Ha) Pengembangan (Ha) 1. Sedong Beber Astanajapura Lemahabang Sumber Dukupuntang Jumlah Sumber : Distanbunnakhut Kabupaten Cirebon, Tahun 2007 Warga Kecamatan Sedong memanfaatkan kelebihan produksi mangga pada saat panen raya dengan mengolahnya menjadi dodol. Terdapat dua warga yang memproduksi dodol. Akan tetapi, keduanya sedang menghentikan produksinya karena beratnya pekerjaan untuk mengolah dodol mangga. Hal ini disebabkan proses pengolahan biasanya terdapat pada bulan panen sehingga tenaga kerja pria banyak yang bekerja di kebun buah mangga untuk aktivitas pemanenan. 5.2 Karakteristik Petani Responden Responden dalam penelitian ini adalah Petani SOP (yang menerapkan SOP) dan Petani Non SOP (tidak menerapkan SOP). Petani SOP di Kecamatan Sedong berjumlah 10 orang. Petani yang menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) umumnya memperoleh pengetahuan mengenai Standar operasional Prosedur (SOP) dari pelatihan dan sekolah pertanian yang diadakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon. Namun, tidak seluruh petani yang menerapkan SOP paham dan mengerti secara tepat pengertian akan Standar Operasional Prosedur (SOP). Bahkan, terdapat petani yang tidak mengetahui secara pasti proses dan keberadaan sertifikasi tanaman mangga gedong gincu miliknya. Akan tetapi, namanya telah tercantum pada daftar petani yang telah diakui dalam penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP). 36

54 Kondisi berbeda dialami oleh petani Non SOP. Petani Non SOP mengalami beberapa hambatan untuk menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan melakukan sertifikasi kebun. Hambatan yang dihadapi antara lain akses informasi mengenai proses penerapan Standar Operasional (SOP). Petani Non SOP tidak memahami apa itu SOP dan bagaimana mengawali penerapan SOP. Hal ini terkait dengan kenonaktifan petani Non SOP pada kelompok tani atau keanggotaannya pada Gapoktan yang ada. Hambatan berikutnya adalah kebutuhan modal yang tinggi apabila petani menerapkan SOP. Selama menjadi petani mangga, petani belum memiliki informasi mengenai cara mengakses permodalan dari lembaga keuangan. Petani hanya mengelola permodalan yang dimiliki sehingga membatasi kemampuan petani dalam menerapkan SOP. Hambatan lainnya adalah lamanya masa pertumbuhan tanaman mangga menuju umur yang produktif (7 tahun ke atas) dan biaya yang menyertainya sangat membebani. Hal ini menyebabkan petani lebih memfokuskan diri pada pekerjaan lainnya, seperti berdagang, bertani padi, dan pekerjaan lainnya. Petani yang mendapatakan jatah pohon mangga gedong gincu pada program tanam pohon mangga gedong gincu tetap menanam akan tetapi tidak seluruhnya melanjutkan usahatani mangga gedong gincu ini. Beberapa petani yang memiliki pohon mangga gedong gincu program pemerintah telah lanjut usia dan tidak bekerja lagi di pertanian. Mereka umumnya memilih untuk menyewakan pohon mangga gedong gincunya kepada petani lain. Beberapa petani lainnya membiarkan pohon mangga gedong gincunya tanpa menyewakan dan mengurus usahatani mangga gedong gincunya. Petani lainnya tetap mengusahakan mangga gedong gincu miliknya dengan kemampuan seadanya, tanpa menyewa pohon mangga gedong gincu milik petani lain. Karakteristik responden yang akan dijelaskan diklasifikasikan menurut usia, tingkat pendidikan formal dan non formal, status usahatani, pengalaman usahatani mangga, status kepemilikan pohon mangga. Keragaman karakteristik tersebut akan mempengaruhi keputusan petani responden dalam melakukan keputusan usahatani. Petani yang menjadi responden berusia antara tahun. Tabel 8 menujukkan petani yang menerapkan SOP lebih didominasi oleh petani dengan 37

55 usia tahun dan tahun. Petani Non SOP lebih banyak didominasi oleh petani dengan usia tahun dan di atas 65 tahun. Hal ini menunjukkan petani Non SOP dan SOP berada pada usia yang kurang produktif. Tabel 8. Sebaran Responden Menurut Usia Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 NON SOP SOP Usia Jumlah Persen Jumlah Persen Total Tabel 9 menunjukkan tingkat pendidikan formal petani responden mayoritas tidak tamat SD yakni sebanyak 17 orang. Tingkat pendidikan formal ini akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan usahatani. Hal ini terkait dengan adopsi teknologi yang baik untuk peningkatan produksi dan kualitas mangga gedong gincu. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani responden maka transfer ilmu dan teknologi relatif akan lebih mudah diterima. Akan tetapi hal ini juga akan sangat berkaitan dengan status usahatani. Tabel 9. Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 NON SOP SOP Pendidikan Formal Jumlah Persen Jumlah Persen Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Sarjana Total Dinas Pertanian Kabupaten melaksanakan program sekolah pertanian kepada seluruh petani mangga di Kecamatan Sedong. Sekolah pertanian ini adalah 38

56 jenis pelatihan untuk petani mangga yang mem Berdasarkan Tabel 8. petani SOP maupun Non SOP mengikuti pelatihan yang diberikan pihak Dinas Pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun petani responden mayoritas tidak tamat SD namun masih memiliki kemauan yang kuat untuk menuntut ilmu pertanian meskipun sudah berumur. Namun petani SOP yang mengikuti pelatihan lebih besar persentasenya dibandingkan dengan petani Non SOP. Hal ini menunjukkan bahwa petani SOP lebih antusias untuk menuntut ilmu yang erat kaitannya dengan usahatani mangga gedong gincu. Tabel 10. Sebaran Responden Menurut Pendidikan Non Formal Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun 2009 NON SOP SOP Pendidikan Non Formal Jumlah Persen Jumlah Persen Ya Tidak Total Tabel 11 menunjukkan sebanyak 15 orang atau sebesar 75% petani Non SOP dan 9 orang atau sebesar 80% petani SOP mengusahakan usahatani sebagai mata pencaharian utama. Pekerjaan sampingan petani responden bervariasi, mulai dari PNS, pedagang, petani padi, dan buruh tani. Perbedaan status usahatani berkaitan dengan tingkat prioritas dan banyaknya jam kerja yang dicurahkan pada usahatani mangga gedong gincu dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Tabel 11. Sebaran Responden Menurut Status Usahatani Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun 2009 NON SOP SOP Status Usahatani Jumlah Persen Jumlah Persen Pekerjaan Utama Pekerjaan Sampingan Total

57 Petani mangga gedong gincu di Kecamatan Sedong telah menerima bibit pohon mangga gedong gincu semenjak tahun Hal ini menyebabkan banyak petani yang mulai menanam pohon mangga gedong gincu setelah program pemerintah tersebut. Ada pula petani yang telah memiliki pohon mangga gedong gincu secara turun temurun dari keluarganya. Pengalaman bertani mangga gedong gincu akan sangat mempengaruhi kemampuan petani dalam berbudidaya mangga gedong gincu. Tabel 12 menunjukkan bahwa petani mangga gedong gincu telah memiliki pengalaman bertani lebih dari 5 tahun. Sebesar 50% petani SOP dan 90% petani Non SOP memiliki pengalaman usahatani mangga 6-15 tahun. Hal ini berkaitan dengan program pemerintah penanaman pohon mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon Tahun Banyak petani di Kabupaten Cirebon yang mulai menanam pohon mangga gedong gincu sejak Tahun 1997 sehingga umur pohonnya hingga saat ini telah mencapai 13 tahun. Umur pohon ini menunjukkan pengalaman bertani mangga gedong gincu petani responden. Lamanya pengalaman bertani akan menunjukkan kebiasaan aktivitas usahatani para petani mangga gedong gincu. Tabel 12. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani Mangga Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun 2009 NON SOP SOP Pengalaman Usahatani Mangga Jumlah Persen Jumlah Persen 5 tahun tahun tahun tahun Total Dalam usahatani mangga gedong gincu, sistem sewa ditetapkan per pohon bukan per luas lahan. Petani dapat menyewa pohon mangga gedong gincu milik petani lain dengan harga dan lama sewa sesuai kesepakatan keduanya. Harga sewa per pohon biasanya didasarkan pada besar dan umur pohon. Hal ini disebabkan 40

58 pohon yang memiliki umur yang semakin tua dan besar akan memberikan hasil buah yang lebih banyak. Tabel 13 menunjukkan bahwa petani responden mengusahakan pohon milik, pohon sewa, atau keduanya. Petani SOP lebih banyak yang mengusahakan pohon milik dan menyewa pohon dari petani lainnya dibandingkan dengan petani Non SOP. Keputusan menyewa pohon akan berpengaruh pada jumlah pengusahaan pohon (skala penguasaan pohon) yang akan berimplikasi pada hasil produksi dan biaya produksi atas sewa pohon yang dilakukan. Tabel 13. Sebaran Responden Menurut Status Kepemilikan Pohon Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun 2009 NON SOP SOP Status Kepemilikan Pohon Jumlah Persen Jumlah Persen Pohon Milik Pohon Sewa Pohon Milik dan Menyewa Total Tabel 14. menunjukkan kepemilikan pohon petani responden Non SOP lebih kecil dibandingkan dengan petani SOP. Petani Non SOP didominasi dengan kepemilikan pohon di bawah 100 pohon. Jumlah pohon milik yang sedikit dapat menunjukkan bahwa skala penguasaan petani Non SOP terhadap kepemilikan pohon masih kecil. 41

59 Tabel 14. Sebaran Responden Menurut Jumlah Kepemilikan Pohon Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun 2009 NON SOP SOP Kepemilikan Pohon Jumlah Persen Jumlah Persen Tidak punya pohon milik Total Pada Tabel 15. dapat dilihat bahwa 80% petani SOP melakukan penyewaan pohon di atas atau sama dengan 100 pohon untuk meningkatkan skala penguasaan pohon. Sedangkan petani Non SOP menyewa pohon umumnya di bawah 100 pohon. Jumlah pohon sewa di bawah 100 pohon ini dapat disebabkan faktor modal petani yang minim. Sistem pembayaran sewa pohon dilakukan di awal masa penyewaan dan pada umumnya pemilik pohon menginginkan pohonnya disewa dalam waktu lebih dari satu tahun. Biaya sewa yang besar di awal masa penyewaan ini yang dirasakan sangat berat oleh para petani Non SOP sehingga memutuskan untuk tidak menyewa atau menyewa pohon dengan jumlah yang sedikit. Sistem penyewaan pohon antara satu petani dengan petani lain tidak menggunakan surat sewa menyewa secara resmi. Petani hanya menggunakan sistem kepercayaan satu sama lain. 42

60 Tabel 15. Sebaran Responden Menurut Jumlah Penyewaan Pohon Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 NON SOP SOP Sewa Pohon Jumlah Persen Jumlah Persen Tidak sewa Total

61 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keragaan Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Non SOP dan Petani SOP Asal Bibit Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam hal ini Dinas Pertanian telah fokus dalam mengembangkan usahatani mangga gedong gincu. Dalam upaya tersebut, pihak Dinas Pertanin telah membantu para petani dalam akses bibit mangga gedong gincu berlabel biru (tersertifikasi) yang telah diresmikan oleh Menteri Pertanian. Bibit dibagikan melalui Gabungan Kelompok Tani Mangga yang ada di wilayah Kecamatan Sedong dan disesuaikan dengan lahan yang dimiliki petani. Bibit tersebut merupakan hasil okulasi. Ada pula petani yang telah mengusahakan mangga gedong gincu sebelum adanya program pemerintah dan usahanya telah bersifat turun temurun keluarganya. Bibit pohon mangga gedong gincu dapat dibeli di produsen bibit yang ada di wilayah Kecamatan Sedong maupun Kabupaten Cirebon. Tabel 16. Sebaran Asal Bibit Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 Asal bibit NON SOP SOP Jumlah Persen Jumlah Persen Dinas Pertanian Sendiri Keduanya Total Keseluruhan petani SOP, bibit mangga gedong gincunya berasal dari Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon sebagai program bibit mangga gedong gincu dimulai dari tahun Hingga saat ini, Dinas Pertanian masih memberikan akses bibit pohon mangga gedong gincu untuk penyulaman tanaman. Bibit pohon mangga gedong gincu yang diberikan oleh Dinas Pertanian memiliki tinggi centimeter dengan diameter 1-1,5 centimeter dan berumur 6 bulan. Bibit diberikan pada Gapoktan Samimulya dan boleh diakses oleh petani mangga 44

62 gedong gincu lainnya. Akan tetapi, tidak keseluruhan petani mangga gedong gincu di Kecamatan Sedong yang memiliki informasi bibit gratis ini sehingga tidak dapat mengakses bibit tersebut untuk proses penyulaman. Hal ini berkaitan dengan kenonaktifan petani pada kelompok tani buah maupun Gapoktan di wilayahnya. Petani yang pohon mangga gedong gincunya mati tidak melakukan penyulaman dengan bibit dari Dinas Pertanian Jarak Tanam Untuk aktivitas penanaman pohon mangga gedong gincu, satu hal yang paling mencolok adalah jarak tanam yang diterapkan petani. Petani SOP seluruhnya menerapkan jarak tanam 10 x 10 m pada tanaman mangga sesuai dengan pedoman SOP. Hal ini disebabkan petani menanam pohon mangga atas program pemerintah yang diawasi penerapannya, yaitu program penanaman pohon mangga gedong gincu Tahun Pada petani Non SOP jarak tanam tidak semuanya 10 x 10 meter karena adanya petani yang telah mengusahakan mangga gedong gincu sebelum program pemerintah masuk wilayah Kecamatan Sedong. Jarak tanam pohon akan berpengaruh pada jumlah pohon per hektarnya. Dengan jarak tanam 10 x 10 meter maka dalam satu hektar terdapat 100 pohon. Sedangkan jarak tanam 8 x 8 meter, maka terdapat 156 pohon untuk per hektarnya. Dengan jarak tanam 10 x 10 meter, pertumbuhan pohon mangga akan dapat maksimal. Akar dan tajuk pohon yang semakin lebar membutuhkan rentang jarak yang besar. Terlebih lagi, pada Standar Operasional Prosedur (SOP), pohon mangga gedong gincu sebaiknya memiliki tinggi tidak lebih dari 3 meter. Hal ini untuk memudahkan pemeliharaan pohon. Daun yang melebar kesamping akan memudahkan petani dalam melakukan pemupukan daun dan buah. Penyemprotan dengan pengasapan umumnya menggunakan mesin manual atau otomatis yang berat sehingga akan sangat menyulitkan petani menjangkau daun dan buah yang berada di atas apabila tinggi pohon lebih dari tiga meter. Untuk kepentingan panen berdasarkan SOP, bahwa buah dipetik dengan menyisakan tangkainya sepanjang 10 cm. Hal ini berarti, petani harus mampu menjangkau buah dengan 45

63 menggunakan tangga. Tinggi pohon yang terlalu tinggi akan menyulitkan proses tersebut sehingga akan sulit menerapkan SOP. Tabel 17. Sebaran Jarak Tanam Pohon Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 NON SOP SOP Jarak Tanam (meter) Jumlah Persen Jumlah Persen 10 x x Total Bedengan/ Guludan Guludan adalah tanah di sekitar akar pohon mangga. Pembuatan Guludan pada tiap petani tidak selalu sama. Pembuatan guludan pun tergantung dari kontur tanah. Pada tanah sawah yang berkontur miring dan berbentuk sengkedan, guludan lebih mudah dibuat dibandingkan dengan lahan kebun datar. Di wilayah Kecamatan Sedong, terdapat kebun mangga yang berlokasi pada lahan sawah dan kebun datar. Pada lokasi kebun datar, tidak terlihat guludan yang khusus dibuat sedangkan pada lokasi lahan sawah guludan khusus dibuat. Ukuran guludan berbeda-beda. Idealnya, guludan dibuat seluas tajuk daun pohon mangga. Tajuk daun adalah lebar daun terluar yang berbentuk melingkar. Beberapa petani membuat guludan sebesar tajuk daun dan beberapa petani lainnya membuat guludan tidak selebar tajuk daun pohon mangga. Alasan petani yang membuat guludan selebar tajuk daun adalah lebar tajuk daun pohon mangga menunjukkan lokasi akar serabut terluar dari suatu pohon. Pemberian pupuk cair akan dilakukan pada akar serabut terluar untuk upaya penyerapan yang cepat. Petani yang justru memperkecil guludan beralasan lebih menguntungkan menggunakan lahan untuk lahan sawah padi. Beberapa petani mangga gedong gincu pada lahan sawah menerapkan sistem tumpang sari antara pohon mangga dan padi. Padi akan ditanam pada celah jarak tanam pohon mangga. Sistem tumpangsari ini tidak seluruhnya dilakukan oleh petani mangga tersebut. Beberapa petani menyewakan celah jarak tanam pohon mangga kepada petani khusus padi dengan sistem sewa. Bahkan terdapat 46

64 petani yang membolehkan petani padi menanami celah jarak tanam tanpa memungut biaya Pemangkasan Produksi Pemangkasan adalah proses merangsang tunas baru dan membebaskan tanaman dari cabang negatif (cabang yang daunnya tidak terkena sinar matahari), tunas air, ranting yang sudah mati. Pemangkasan bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan produktivitas buah serta kontinuitas pembuahan. Pemangkasan dilakukan setelah panen raya. Petani memanfaatkan kayu hasil pemangkasan untuk digunakan sebagai kayu bakar atau diberikan kepada para buruh tani. Dalam SOP, kayu ranting maupun dahan hasil pemangkasan harus dibakar pada tempat yang disediakan. Pemangkasan dilakukan pada seluruh petani SOP sedangkan hanya 55% pada petani Non SOP. Petani, baik SOP maupun Non SOP yang tidak melakukan pemangkasan beralasan ranting mati pada pohon mangga akan jatuh dengan sendirinya tanpa perlu dipangkas secara sengaja. Pemangkasan produksi pada pedoman SOP memiliki prosedur pelaksanaan tersendiri (SOP Terlampir). Pemangkasan dilakukan pada cabang dan dahan yang mati dan terserang penyakit, tunas air, cabang yang bersudut kecil, dahan dan ranting yang rapat, dan bersilangan. Akan tetapi, pada pelaksanaannya, petani SOP tidak melakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan dalam pedoman SOP. Hal ini menunjukkan bahwa petani SOP belum secara kesuluruhan menerapkan prosedur pemangkasan sesuai SOP. Tabel 18. Sebaran Aktivitas Pemangkasan Pohon Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 NON SOP SOP Pemangkasan Jumlah Persen Jumlah Persen Ya Tidak Total

65 6.1.5 Pemupukan Pemupukan dilakukan dalam dua tahap, pemupukan organik dan pemupukan anorganik. Pemupukan organik dilakukan setelah panen raya atau pemangkasan. Pemberian pupuk organik tiap pohon berbeda disesuaikan umur dan besar pohon. Pohon yang lebih tua dan besar memerlukan asupan nutrisi yang lebih banyak pula. Terdapat petani yang menyesuaikan banyaknya pupuk dengan lingkar pohon. Perbedaan lingkar batang pohon akan mempengaruhi jumlah kebutuhahan akan pupuk dan nutrisi. Pada umumnya, petani mangga gedong gincu Kecamatan Sedong memperoleh pupuk dari kios-kios yang berda di wilayah kecamatan. Sebuah KUD di Desa Panongan, salah satu desa di Kecamatan Sedong, menyediakan pupuk dan obat-obatan untuk kebutuhan pertanian. Pedagang input pada skala kecil menjual pupuk pada tingkat eceran kilogram, sedangkan kios-kios besar menjual pupuk pada tingkat karung anatar kilogram per karungnya Untuk pupuk organik, petani, baik SOP dan Non SOP melakukannya dengan cara memendam pupuk organik melingkar pada akar serabut terluar pohon mangga. Petani Non SOP yang memberikan pupuk organik hanya sebesar 40% dan 80% untuk pupuk anorganik. Hal disebabkan minimya modal yang dimiliki petani. Tabel 19. Sebaran Frekuensi Pemupukan Pohon Mangga Gedong Gincu Petani Responden Per Hektar Per Tahun di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 NON SOP SOP Frekuensi Pemupukan Per Tahun Jumlah Persen Jumlah Persen Pupuk Organik Tidak x x Total Pupuk Anorganik Tidak x x Total

66 Pemberian pupuk anorganik dilakukan 1-1,5 bulan dari pemberian pupuk organik. Petani, baik SOP dan Non SOP lebih menyukai menggunakan pupuk majemuk dibandingkan dengan pupuk tunggal. Pemberian pupuk anorganik pada petani SOP tidak seluruhnya sesuai dengan pedoman SOP. Dalam pedoman SOP, pupuk diberikan secara bertahap setelah pemangkasan, menjelang berbunga, dan saat buah sebesar kelereng dengan komposisi anjuran masing-masing tiap jenis pupuknya. Umumnya petani SOP memberikan pupuk pada menjelang berbunga. Dosisnya pun tidak seluruhnya sesuai dengan pedoman. Petani SOP memberikan pupuk baik Urea, Ponska, NPK sebanyak 0,5-1 kilogram pada tiap pohon. Sedangkan pada pedoman SOP, proporsi pupuk yang diberikan adalah Urea > 600 gram, KCl 600 gram dan SP gram tiap pemberian pupuk untuk pohon berumur lebih dari 8 tahun. Tabel 20. Penggunaan Jenis Pupuk Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong Per Hektar Per Tahun, Tahun 2009 Jenis Pupuk Satuan Non SOP SOP Pupuk Kandang Kg 937, NPK Kg 58, Ponska Kg 102, ZA Kg 11,051 0 KCl Liter 7,835 0 TS Kg 0,00 12,5 Urea Kg 16,254 2,5 ZPT Kg 0,105 75,3 Dari Tabel 20. menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik (pupuk kandang) petani SOP lebih banyak dibandingkan dengan petani Non SOP. Hal ini terkait dengan aktivitas pemupukan kandang dilakukan oleh seluruh petani SOP. Penggunaan pupuk yang mengandung Nitrogen (N), Posfat (P), dan Kalium (K) oleh petani berbeda pada jenis pupuk. Petani Non SOP lebih banyak menggunakan pupuk Phonska sedangkan petani SOP menggunakan pupuk NPK. Kedua jenis pupuk tersebut sama-sama memiliki komposisi N, P, dan K dengan kadar yang hampir sama. Pupuk Phonska mengandung N 15%, P 15%, dan K 49

67 15%. Pupuk NPK memiliki jenis-jenis tertentu yang berbeda kandungan N, P, dan K. NPK Bintang memiliki kandungan N 15%, P 15%, dan K 15%, NPK Mutiara memiliki kandungan N 16%, P 16%, dan K 16%. Penggunaan pupuk jenis majemuk ini tidak sesuai dengan jenis pupuk yang dianjurkan dalam SOP, yaitu pupuk tunggal (SP 36, KCl, dan Urea). Jenis pupuk SP 36 merupakan pupuk dengan kadar Posfat yang tinggi yaitu 36%. Penggunaan pupuk dengan kadar Nitrogen yang dianjurkan adalah Urea. Urea merupakan jenis pupuk yang mengandung Nitrogen 45%. Akan tetapi, petani SOP tidak banyak yang menggunakan pupuk Urea sebagai pupuk dengan kandungan N tinggi. Terlihat dari penggunaan pupuk Urea yang tidak sesuai dengan anjuran Standar Operasional Prosedur (SOP) Penyiangan Penyiangan dilakukan setelah pemberian pupuk pertama. Penyiangan diakukan karena umumnya banyak rumput tumbuh setelah pemberian pupuk organik pada awal musim. Penyiangan dapat dilakukan secara manual dengan cangkul dan secara kimia dengan obat (herbisida). Pemberian obat kimia disesuaikan dengan tinggi rumput yang ada. Penggunaan obat ini perlu kehatihatian karena obat bersifat panas sehingga sangat tidak baik jika obat tersebut mengenai bagian akar pohon yang muncul pada permukaan. Terdapat 25% petani Non SOP yang tidak melakukan penyiangan karena alasan penyiangan hanya akan menyebabkan biaya untuk tenaga kerja dan pembelian obat herbisida. Tabel 21. Sebaran Aktivitas Penyiangan Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 NON SOP SOP Penyiangan Jumlah Persen Jumlah Persen Tidak Dengan Obat Manual Total

68 6.1.7 Pengairan Lokasi kebun mangga gedong gincu di wilayah Kecamatan Sedong berada pada lahan sawah dan tegalan. Kebun mangga gedong gincu yang berlokasi pada lahan sawah umumnya mengikuti kontur tanah yang berbukit. Pada setiap hamparan lahan sawah terdapat tempat air sebagai tempat penampungan air yang berasal dari Situ Pengasinan. Pada kebun mangga gedong gincu yang berlokasi pada tegalan terdapat sumur-sumur yang sengaja dibuat sebagai tempat penampungan air. Masyarakat Kecamatan Sedong hanya menggantungkan irigasi yang bersumber dari Situ Pengasinan, hujan, dan air resapan (sumur). Petani yang memiliki lahan dekat dengan sumber air irigasi akan melakukan pengairan dengan cara setengah teknis yakni mengalirkan air menggunakan selang dengan tenaga diesel dan melakukan penyiraman dengan tenaga manusia (pengairan ½ teknis). Petani yang letak kebun mangganya agak jauh dari sumber air, melakukan pengairan dengan membawa air menggunakan ember, jirigen, atau drum, baik dari sungai, Situ Pengasinan, sumur, maupun dari rumah (cara tradisional). Adapun petani yang tidak melakukan pengairan beralasan bahwa pohon mangga gedong gincu akan mampu bertahan hidup dalam kondisi kurang air. Pengairan yang dilakukan petani SOP belum sesuai dengan pedoman SOP yang ditetapkan. Hal ini karena petani SOP tidak melakukan pengairan pada fase pertumbuhan buah mangga yang telah ditetapkan pada pedoman SOP. Pada pedoman SOP, pengairan atau pemberian air dilakukan pada fase buah sebesar pingpong, dua minggu sebelum panen, dan setelah panen dengan volume air yang telah ditentukan. Tabel 22. Sebaran Aktivitas Pengairan Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 NON SOP SOP Pengairan Jumlah Persen Jumlah Persen Pengairan Tradisional Pengairan Alami Pengairan ½ Teknis Total

69 6.1.8 Pengendalian Hama dan Penyakit Pada proses produksi mangga gedong gincu, tahapan yang merupakan tahapan paling rentan pada penyakit dan hama adalah tahapan bunga hingga buah. Pengontrolan pada tahap ini dilakukan setiap hari untuk melihat langkah pengendalian seperti apa yang akan dilakukan. Terlebih lagi pada produksi bunga di luar musim (off season) yang tahap bunganya tepat pada musim hujan. Penyemprotan dalam mengendalikan penyakit dan hama dilakukan petani pada pagi dan sore hari pada pukul dan Pada waktu siang hari, bunga mangga sedang merekah sehingga tidak boleh terkena bahan kimia. Bahan kimia akan menyebabkan bunga menghitam dan mati. Penyemprotan pada siang hari tidak dianjurkan karena terik matahari siang akan mempercepat proses penguapan obat-obatan dan pupuk cair yang disemprotkan pada daun maupun bunga. Penyemprotan antara musim hujan dan musin kemarau memiliki perbedaan. Penyemprotan pada musim hujan menggunakan perekat lebih banyak dibandingkan pada musim kemarau untuk mempertahankan obat menempel pada bunga dan tidak luntur terkena air hujan. Pada kondisi musim hujan, penyemprotan dilakukan pada pagi hari sebelum turun hujan. Apabila pada malam harinya turun hujan, maka pagi selanjutnya dilakukan penyemprotan kembali. Hal ini terus berlanjut hingga bunga telah menjadi buah sebesar pingpong. Frekuensi penyemprotan sangat tergantung oleh banyak hal, seperti kondisi cuaca dan kondisi modal petani. Petani yang memiliki modal kecil sangat terbatas dalam melakukan pengendalian hama. Pengendalian hama dan penyakit merupakan tahapan produksi yang membutuhkan modal besar karena frekuensi dan banyaknya penggunaan obat kimia. Pada Tabel 21. menunjukkan 75% petani Non SOP melakukan penyemprotan kurang dari 15 kali penyemprotan dalam setahun musim dan 20% tidak melakukan penyemprotan. Hanya 5% petani Non SOP atau 1 orang petani yang melakukan penyemprotan lebih dari 20 kali penyemprotan. 52

70 Tabel 23. Sebaran Frekuensi Penyemprotan Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong Per Hektar Per Tahun, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 NON SOP SOP Frekuensi Penyemprotan Per Tahun Jumlah Persen Jumlah Persen Tidak x x x x x Total Setelah buah mangga sebesar telur ayam, petani telah memasang perangkap hama. Perangkap hama dibuat dari botol minuman bekas yang telah dilubangi dan dipasang kapas yang telah ditetesi cairan petrogenol. Pada bagian bawah botol diberikan bubuk Furadan. Cairan petrogenol memiliki bau yang menyengat dan dapat menarik hama tanaman mangga, seperti kupu-kupu dan lalat. Bubuk furadan berguna untuk membunuh hama yang telah terperangkap dan jatuh pada permukaan bawah botol. Perangkap ini dipasang menggantung pada ranting pohon mangga gedong gincu dan berselang beberapa pohon sesuai kebutuhan dan banyaknya hama. Pemeriksaan dilakukan setiap hari untuk membuang hama yang telah terperangkap. Penetesan petrogenol kembali dilakukan umumnya 2 hari sekali untuk menjaga aroma menyengat. Penggantian botol paling banyak dilakukan 2 kali dalam setahun musim. 53

71 Tabel 24. Penggunaan Pestisida dalam Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden Kecamatan Sedong Per Hektar Per Tahun, Tahun 2009 Jenis Pestisida Satuan Non SOP SOP 1. Insektisida Furadan Kg 0 0,768 Decis Liter 0,251 90,02 Cedric Liter 0,117 0 Simethrin Liter 0,020 0 Sidamethrin Liter 0 0,825 Hamacid Liter 0 0,325 Fenomil Liter 0 9,8 2. Fungisida Antracol Kg 1,329 0,398 Mantarin Liter 0,338 0 Amistar Liter 0,824 1,249 Mankoseb Liter 0 2,675 Musuh terbesar mangga gedong gincu adalah lalat buah. Lalat buah pada penyerangannya tidak meninggalkan bekas pada permukaan buah mangga tetapi akan mempercepat pembusukan daging mangga. Lalat buah mulai menyerang buah satu bulan sebelum buah dipanen. Pada waktu ini, pengontrolan dan pengawasan petani terhadap perangkap hama semakin intensif dilakukan. Penggunaan bubuk furadan hanya oleh petani SOP. Petani Non SOP mengandalkan cairan petrogenol untuk atraktannya. Insektisida yang digunakan yaitu Decis, Cedric, Simethrin, Sidamethrin, Hamacid, dan Fenomil. Keseluruhannya adalah merk dagang dengan bahan aktif yang berbeda tetapi memiliki sifat yang sama sebagai insektisida racun kontak. Fungisida yang digunakan oleh Petani SOP lebih banyak. Hal ini disebabkan petani SOP melakukan penyemprotan pada luar musim (off season) yang berada pada musim hujan. Air hujan akan memberikan suhu yang cocok untuk tumbuhnya fungi, baik pada daun maupun buah sehingga diperlukan komposisi fungisida yang lebih banyak. Merk dagang fungisida sistemik yang digunakan oleh petani mangga gedong gincu adalah Amistar, Mantarin, Mankoseb, dan Antracol. Pengendalian organisme pengganggu tanaman oleh petani SOP belum seluruhnya sesuai SOP. Dalam SOP, menganjurkan petani untuk menggunakan sisitem pengendalian, baik secara mekanik, biologis, maupun kultur teknis. Pada 54

72 realisasinya, petani SOP lebih memilih langkah mudah dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman dengan cara kimiawi. Hal ini disebabkan faktor kecepatan penanganan dan keefektifan hasil pengendalian Penjarangan Buah Penjarangan buah adalah proses mengurangi jumlah buah per malai dengan membuang buah yang dianggap tidak baik untuk dipelihara dan hanya dipelihara 2 3 buah per malai. Buah yang dianggap tidak baik dibuang untuk menjaga pertumbuhan dan kualitas buah lainnya dalam satu malai. Bakal buah yang dirasa sangat kecil diantara yang lain sebaiknya dibuang. Penjarangan buah akan memperbesar ukuran buah karena nutrisi yang dihantarkan akan disalurkan untuk bakal buah yang telah dipilih (melalui proses penjarangan buah). Sebanyak 24 petani mangga gedong gincu yang menjadi responden penelitian tidak melakukan penjarangan. Hal ini disebabkan karena pada anggapan bahwa pada dasarnya tanaman mangga gedong gincu dapat melakukan penjarangan secara alami. Jika buah pada satu malai bertumpukkan, akan secara alami beberapa buahnya akan rontok dan jatuh. Petani Non SOP umumnya menyayangkan bakal buah untuk dibuang (dijarangkan) karena akan mengurangi jumlah buah yang dapat dipanen. Tabel 25. Sebaran Aktivitas Penjarangan Buah pada Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 NON SOP SOP Penjarangan Buah Jumlah Persen Jumlah Persen Ya Tidak Total

73 Pembungkusan Buah Pembungkusan buah dilakukan untuk mencegah gangguan Organisme Penganggu Tanaman (OPT). Pembungkusan bertujuan untuk meningkatkan kualitas penampilan buah, melindungi buah dari benturan dan gesekan antar buah, melindungi buah dari serangan hama penyakit, dan melidungi buah dari kerusakan pada saat panen. Pembungkusan dilakukan menggunakan kertas khusus buah dan dibedakan warnanya disesuaikan pada umur buah. Hanya satu petani SOP yang melakukan pembungkusan buah sedangkan petani lain memilih untuk tidak memberongsong buah mangganya. Proses pembungkusan yang dilakukan belum sesuai dengan SOP. Petani yang melakukan pembungkusan hanya melakukan pembungkusan secara sederhana dengan menggunakan kertas koran biasa, bukan kertas khusus pembungkus buah. Pembungkusan juga tidak diterapkan perbedaan warna pembungkus sesuai umur buah. Beberapa petani beralasan pembungkusan akan mengakibatkan warna mangga tidak secerah mangga yang tidak dibungkus sehingga tidak menarik. Petani lainnya beralasan pembungkusan hanya membuat biaya semakin tinggi karena adanya tambahan biaya pada pembelian bahan pembungkusan dan tenaga kerja. Tabel 26. Sebaran Aktivitas Pembungkusan Buah pada Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 NON SOP SOP Pembungkusan Buah Jumlah Persen Jumlah Persen Ya Tidak Total Pemanenan Pemanenan mangga gedong gincu umumnya dimulai pada bulan Agustus hingga Desember. Petani yang melakukan off season (luar musim) telah dapat memanen buah mangga pada Bulan April. Panen Raya musim terjadi pada Bulan Oktober hingga Desember. Terdapat empat petani SOP yang melakukan pemanenan off season (luar musim). 56

74 Petani melakukan pemanenan disesuaikan dengan beberapa faktor, seperti harga dan permintaan. Pada off season atau luar musim, petani SOP lebih memilih memanen buah mangga pada umur buah 100 hari (tingkat kematangan 70%). Hal ini dilakukan karena pada luar musim (off season) harga buah mangga tua (tingkat kematangan 70%) rata-rata Rp ,- hingga Rp ,- per kilogram. Pemanenan buah mangga gedong gincu tingkat kematangan 90-95% hanya dilakukan jika terdapat permintaan dari pembeli yang memesan. Pada off season (luar musim), pemanenan pada tingkat kematangan 85-95% (umur buah hari) sangat berisiko. Waktu pemanenan yang berada pada musim hujan akan membuat buah rentan terkena hujan dan penyakit akibat air hujan sehingga buah akan cepat membusuk. Hal ini selaras dengan data penelitian oleh Dinas Pertanian mengenai gambaran serangan penyakit pada tiap periode waktu panen. Tabel 27. Persentase Hama dan Penyakit Mangga Gedong Gincu di Wilayah Sentra No. Musim Panen Bulan Pest and Disease (%) Total Antrak Nose Lalat Buah Stemend root Busuk buah 1. Awal Panen Raya Oktober 2,6 4,9 6,0 4,2 17,7 2. Puncak Panen Raya Nopember 8,5 9,1 8,3 5,2 31,1 3. Akhir Panen Raya Desember 11,9 9,7 8,7 5,9 36,2 4. Awal Panen Off Season 5. Puncak Panen Off Season 6. Akhir Panen Off Season April 1,6 2,4 3,1 2,0 9,1 Mei 4,1 4,6 4,2 2,0 14,9 Juni 6,5 3,7 4,3 2,5 17,0 Sumber : Distanbunnakhut Kabupaten Cirebon Tahun 2007 Pada panen raya (Bulan Oktober hingga Desember), pemanenan pada tingkat kematangan di atas 80% lebih banyak dilakukan. Dari bulan Juni hingga Desember, harga mangga dengan tingkat kematangan di bawah 70% semakin 57

75 menurun. Hal ini disebabkan mulai banyaknya petani mangga (mangga gedong gincu dan mangga lain) yang memanen buahnya. Kondisi ini akan disikapi oleh beberapa petani untuk melakukan pemanenan mangga gedong gincu pada tingkat kematangan 85-90% karena kondisi harga yang lebih baik dibandingkan harga mangga pada tingkat kematangan 70%. Tabel 28. Rata-Rata Harga (dalam Rupiah) Mangga Gedong Gincu Per Tingkat Kematangan (Disortir) di Tingkat Petani di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 No. Musim Panen Bulan Petani SOP Petani Non SOP 70% >80% 70% >80% 1. Awal Panen Raya Agustus Puncak Panen Raya Nopember Akhir Panen Raya Desember Awal Panen Off Season 5. Puncak Panen Off Season 6. Akhir Panen Off Season April Mei Juni Pemanenan mangga pada tingkat kematangan 85-95% (umur buah hari) dilakukan secara berkala 1-2 hari sekali. Hal ini disebabkan masa kematangan antara satu buah dengan buah lain baik dalam satu pohon maupun pohon lain berada pada waktu yang tidak selalu bersamaan. Pemanenan mangga gedong gincu pada tingkat kematangan 85-95% ini dilakukan pada pagi hari pukul Waktu panen ini untuk menghindari tindakan pencurian mangga di kebun. Dalam SOP, pemanenan buah memiliki prosedur pelaksanaan yang telah ditentukan, yaitu menyisakan 10 centimeter tangkai pada setiap buah yang dipanen, menggunakan kertas sebagai pelapis pada boks plastik. Pada realisasinya, petani SOP belum menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) 58

76 sesuai standar yang ditentukan. Penyisaan tangkai hanya pada buah-buah yang dapat dijangkau dengan tangan atau tangga. Letak buah pada bagian atas akan dipanen dengan menggunakan caduk besi. Cara ini tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Hal ini disebabkan pemanenan dengan caduk besi akan mengakibatkan buah berisiko untuk terkena benturan, getah buah, dan luka. Ini akan berpengaruh pada harga jual di tingkat petani. Sebesar 25% dari Petani Non SOP melakukan pemanenan secara borongan. Menurut petani yang melakukan sistem borong, sistem borong memudahkan pekerjaan petani karena akan mengurangi biaya tenaga kerja. Biaya pemanenan, yaitu biaya tenaga kerja, transportasi, dan keranjang yang tidak sedikit membuat petani lebih memilih memborongkan buah mangganya. Kesepakatan pemborongan biasanya sudah dilakukan sebelum masa penen dilakukan. Hal ini dilakukan untuk memberi kepastian pada petani mengenai hasil mangganya. Pada proses borongan, penyedia alat dan tenaga kerja adalah pemborong. Pemilik pohon tidak sedikitpun mengeluarkan biaya untuk itu. Hal inilah yang membuat petani lebih tertarik pada sistem borong. Borongan biasanya dilakukan petani pada puncak panen raya mangga. Hal ini disebabkan harga mangga pada saat puncak panen raya (Bulan November) sangat jatuh, sekitar Rp ,00 Rp ,00. Rendahnya harga mangga menyebabkan petani tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan untuk memanen buah mangga. Pemanenan yang dilakukan sendiri pada kondisi ini akan memberikan laba negatif bagi petani. Tabel 29. Sebaran Aktivitas Pemanenan Buah pada Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 NON SOP SOP Pemanenan Jumlah Persen Jumlah Persen Borongan Sendiri Sendiri kemudian borongan Total

77 Pasca Panen Petani SOP melakukan aktivitas pasca panen seperti sortasi dan pengeranjangan untuk distribusi selanjutnya. Di tingkat petani, sortasi dilakukan pada mangga gedong gincu berdasarkan baik dan buruk. Penanganan pasca panen ini dilakukan secara langsung setelah buah mangga dipetik dari kebun. Pemetikan pada pagi hari dilanjutkan dengan penanganan pasca panen. Pengeranjangan pada keranjang ini tidak dilindungi dengan koran atau jerami. Distribusi dari petani ke bandar untuk dijual dilakukan pada hari yang sama. Distribusi menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua. Penggunaan alat transportasi disesuaikan dengan jarak rumah petani ke rumah bandar dan kondisi keuangan petani. Penjualan hasil panen di bandar buah dilakukan dengan sistem penimbangan. Pada buah mangga yang telah melalui sortir di tingkat petani, biasanya akan dikenakan PL sebesar 10% dari setiap total penjualan. PL merupakan sebuah bentuk potongan atas setiap total penjualan. Sebaga contoh, seorang petani yang menjual 4 kwintal mangga gedong gincu seharga Rp per kilogramnya. Maka petani tersebut dianggap menjual mangganya sebesar 360 kilogram (40 kilogram dianggap sebagai potongan atau PL 10%) dan menerima hasil penjualan senilai harga jual petani dikalikan jumlah penjualan yang telah dikurangi PL 10%. Bandar Buah akan melakukan proses sortasi ulang pada buah mangga yang telah dibeli dari petani Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani mangga gedong gincu dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). TKDK merupakan anggota keluarga sendiri seperti suami, anak, dan sitri yang bekerja pada usahatani mangga gedong gincu yang tidak diberikan upah secara tunai oleh pemilik usahatani (petani). Sedangkan TKLK merupakan tenaga kerja upahan yang berasal dari penduduk sekitar. Jam kerja per hari terhitung dari pukul dan (7 jam per hari). Upah rata-rata tenaga kerja pria usahatani mangga gedong gincu pada petani SOP dan petani Non SOP sebesar Rp ,46 dan Rp ,73. Upah tersebut sudah termasuk sarapan, minum (ngewedang), dan rokok. 60

78 Tabel 30. menunjukkan penggunaan HOK maupun jam kerja petani SOP lebih besar dibandingkan dengan petani Non SOP. Hal ini karena aktivitas usahatani petani SOP lebih banyak dibandingkan dengan petani Non SOP sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak. Tabel 30. Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) Per Hektar Per Tahun dalam HOK (Hari Orang Kerja) pada Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Tahun 2009 Aktivitas Usahatani Non SOP (HOK) SOP (HOK) Sanitasi Guludan 0 3,842 Pemangkasan 2,839 15,078 Pemupukan 8,824 5,119 Pengendalian Hama Penyakit 11,727 14,189 Penyiangan 1,438 2,212 Pengairan 0 0,231 Penjarangan Buah 0 0,069 Pembungkusan Buah 0 0,483 Panen 36, ,538 Total 61, ,759 Kebutuhan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) paling banyak adalah untuk aktivitas pemanenan, baik pada petani SOP maupun petani Non SOP. Pemanenan dilakukan pada frekuensi setiap hari atau minimal dua kali dalam sebulan. Proses pemanenan oleh petani dilakukan minimal dalam dua bulan, yakni pada puncak musim (November Desember). Kebutuhan Tenaga Kerja yang besar selanjutnya adalah pada aktivitas Pengendalian Hama Penyakit. Pada aktivitas ini terdapat kegiatan penyemprotan, baik pestisida maupun fungisida dan pemasangan perangkap. Hal ini dapat dilihat dari besarnya frekuensi pengendalian HPT (Hama Penyakit Tanaman), terlebih lagi pada petani yang melakukan luar musim (off season), frekuensi penyemprotan lebih banyak dilakukan karena kondisi cuaca. 61

79 Tabel 31. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) Per Hektar Per Tahun dalam HOK (Hari Orang Kerja) pada Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun 2009 Aktivitas Usahatani Non SOP (HOK) SOP (HOK) Guludan 0 1,010 Pemangkasan 3,148 3,769 Pemupukan 10,279 4,500 Pengendalian Hama Penyakit 9,058 13,671 Penyiangan 1,470 2,088 Pengairan 0 0 Penjarangan Buah 0 0,088 Pembungkusan Buah 0 0,613 Panen 6,928 22,119 Total 30,884 47,857 Pada penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK), kebutuhan tenaga kerja pada petani SOP lebih besar dibandingkan dengan petani Non SOP. Hal ini disebabkan, pada budidaya berdasarkan SOP dibutuhkan pengawasan yang lebih dibandingkan dengan petani Non SOP Kegiatan Pencatatan SOP/ GAP Mangga Gedong Gincu Setiap petani SOP berkewajiban unutk melakukan pencataan terhadap seluruh aktivitas usahatani mangga gedong gincu pada buku kendali yang telah ditetapkan. Buku kendali telah disediakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon dan diberikan pada setiap petani SOP. Buku tersebut meliputi catatan kegiatan utama dan pendukung. Kegiatan utama antara lain persiapan dan pengolahan lahan, penyiapan dan penanaman benih, pemangkasan, pengairan, dan sanitasi kebun, pemupukan, pengendalian organism pengganggu tanaman (OPT), penjarangan dan pemanenan buah, penanganan hasil panen. Catatan kegiatan pendukung pembelian pupuk/pestisida, penggunaan dan stok pupuk/pestisida, dan penjualan produk. Pencatatan setiap aktivitas sangat penting dilakukan untuk melihat rekam aktivitas petani terhadap pohon mangga gedong gincu. Ini sangat diperlukan apabila terjadi sesuatu dengan buah mangga gedong gincu yang diperjualbelikan. 62

80 Akan mudah menelusuri sebab musababnya dengan melihat pencatatan aktivitas usahatani. Dari sepuluh petani yang menerapkan SOP (Standar Operasional Prosedur), hanya satu orang yang melakukan pencatatan secara rutin. Petani lain beralasan tidak melakukan pencatatan karena pencatatan hanya akan membuang waktu dan tenaga dan tidak ada manfaatnya. Tidak disiplinnya petani untuk melakukan pencatatan juga dapat disebabkan petani kesulitan memahami isi buku pencatatan karena kurangnya informasi mengenai cara dan teknis pengisian dari pihak terkait, seperti penyuluh. Secara umum penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh Petani SOP dijelaskan pada Tabel 30. Tabel 32. Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh Petani SOP, Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Tahun 2009 Aktivitas Standar Operasional Prosedur Realisasi oleh Petani SOP Pemangkasan Pangkas cabang yang bersudut kecil, dahan dan ranting yang rapat, ranting yang terserang hama, lalu bakar pada tempat yang sudah disediakan Pemupukan Dilakukan pada saat menjelang berbunga, saat buah sebesar kelereng, awal musim dengan komposisi pupuk Urea (N), SP 36, KCl, dan pupuk kandang Penyiangan Penyiangan dengan mencabut dan membersihkan gulma dengan herbisida Memangkas cabang yang mati dan digunakan sebagai bahan bakar Dilakukan pada awal musim dengan pupuk kandang, dan pupuk kimia lainnya (Urea, Ponska, NPK, ZPT, TSP, ZA). Pemupukan dilakukan 1-2 bulan setelah awal musim. Dilakukan dengan mencabut dan menggunakan herbisida 63

81 Tabel 33. Lanjutan Pengairan Dilakukan pada pasca panen, saat buah sebesar pingpong, dan sebelum panen dengan volume tertentu. Secara alami, tradisional dan ½ teknis dilakukan bersamaan dengan penyemprotan dengan volume air secukupnya Penjarangan Buah Pembungkusan Buah Pengendalian OPT Dilakukan pada saat buah berukuran sebesar pingpong dan menyisakan 2-3 buah dan memotong tangkai buah yang tidak baik Membungkus buah dengan kain pembungkus. Warna kain pembungkus dibedakan sesuai umur buah dan ditandai untuk memudahkan pemanenan Memantau dan melakukan tindakan sesuai dengan OPT (Operasi Pengganggu Tanaman). Menggunakan caa kultur teknis, biologis, mekanik, dan kimiawi dalam pengendalian. Dilakukan dengan membuang buah yang kecil dan berpotensi untuk tidak berkembang Hanya satu petani yang melakukan pembungkusan. Memantau dan melakukan tindakan sesuai dengan OPT (Operasi Pengganggu Tanaman). Hanya menggunakan cara kimiawi dalam pengendalian. Panen Brongsong dan tangkai buah diikutkan. Tangkai disisakan sepanjang 10 cm Pasca Panen Meliputi pengumpulan, sortasi, grading, pelabelan, Pengemasan, Penyimpanan, dan Distribusi Dilakukan dengan caduk besi dan gunting sesuai letak buah. Hanya melakukan pengumpulan, sortasi, dan distribusi. Grading, pelabelan, dan pengemasan ulang dilakukan oleh Bandar Buah Analisis Pendapatan Usahatani Gedong Gincu Penerimaan Usahatani Mangga Gedong Gincu Penerimaan usahatani meliputi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang langsung diterima, berasal dari hasil produksi yang dijual. Sedangkan penerimaan tidak tunai berupa hasil penerimaan yang berasal dari hasil produksi yang dikonsumsi sendiri dan 64

82 pemanfaatan kayu hasil pemangkasan untuk kayu bakar. Gabungan dari penerimaan tunai dan tidak tunai menghasilkan penerimaan total. Berdasarkan Tabel 32. penerimaan tunai usahatani mangga gedong gincu dengan SOP yaitu Rp ,61 sedangkan penerimaan tunai usahatani mangga gedong gincu Non SOP yaitu Rp ,33. Terjadi perbedaan penerimaan yang signifikan antara usahatani mangga gedong gincu dengan SOP dan Non SOP. Perbedaan demikian terjadi karena adanya perbedaan teknik budidaya. Untuk penerimaan non tunai, usahatani mangga gedong gincu dengan SOP dan Non SOP adalah Rp ,00 dan Rp ,67. Petani SOP mengkonsumsi hasil panen lebih banyak daripada petani Non SOP. Hal ini dikarenakan petani SOP umumnya memiliki banyak hubungan baik dengan Dinas Pertanian maupun stakeholder usahatani mangga gedong gincu Kabupaten Cirebon. Petani SOP memberikan sedikit hasil panennya kepada pihak-pihak stakeholder yang menurut mereka berjasa pada usahatani mangga gedong gincu mereka. Tabel 34. Penerimaan Usahatani Mangga Gedong Gincu Per Hektar Per Tahun 2009 (dalam Rupiah) Komponen NON SOP SOP Penerimaan Tunai , ,61 Penerimaan Non Tunai Konsumsi ,30 Kayu Bakar , ,70 Penerimaan Total , , Biaya Usahatani Komponen biaya usahatani dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya non tunai. Biaya tunai yakni biaya yang langsung dikeluarkan seperti biaya input, tenaga kerja luar keluarga (TKLK), pajak, sewa pohon. Sedangkan biaya non tunai meliputi biaya penyusutan dan tenaga kerja luar keluarga (TKDK). Biaya non tunai merupakan biaya yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai. 65

83 Nilai biaya terbesar pada komponen tunai baik petani SOP maupun Non SOP adalah biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Hal ini dikarenakan setiap aktivitas usahatani mulai dari pemangkasan, pemupukan, penyemprotan, penyiangan, pengairan hingga pemanenan didominasi tenaga kerja luar keluarga. Upah tenaga kerja yang diterima adalah Rp selama tujuh jam per hari. Biaya terbesar selanjutnya setelah tenaga kerja luar keluarga adalah pupuk. Penggunaan pupuk pada usahatani mangga gedong gincu ini terdiri dari tiga jenis pupuk, yaitu pupuk kandang (organik), pupuk anorganik (Phonska, NPK, Urea, KCl, ZA), dan Pupuk Pelengkap Cair/ PPC (Golstar, Grow, Gandasil D, Gandasil B). Pupuk pelengkap cair digunakan dengan dicampur dengan campuran fungisida, pestisida, dan perekat dalam penyemprotan. Proporsi biaya terkecil dalam biaya tunai adalah pajak lahan. Pajak lahan telah ditetapkan oleh pemerintah dan tarifnya disesuaikan dengan golongan lahan. Mayoritas lahan atau tanah yang dimiliki petani adalah pajak dengan golongan empat. Hal ini disebabkan lahan milik petani umumnya berada jauh dari jalan besar. Kecamatan Sedong merupakan salah satu kecamatan yang memiliki wajib pajak yang sangat patuh membayar pajak. Pencatatan pemerintahan Kecamatan Sedong menunjukkan bahwa seluruh wajib pajaknya membayar pajak sesuai dengan ketetapan pemerintah (Monografi Kecamatan Sedong, 2006). Biaya terbesar pada biaya non tunai adalah konsumsi hasil panen. Konsumsi hasil panen ini tidak hanya ditujukan untuk konsumsi rumah tangga petani, tetapi juga untuk konsumsi tetangga, saudara, bahkan kenalan petani. Telah menjadi kebiasaan beberapa petani untuk mengirimkan hasil panennya kepada tetangga, saudara, dan kerabat sebagai bentuk rasa syukur terhadap rezeki panen yang diperoleh. Tabel 35. Biaya Usahatani Mangga Gedong Gincu Per Hektar Per Tahun 2009 (dalam Rupiah) Pupuk Komponen SOP % Non SOP % 1. Pupuk Kandang ,00 3, ,00 1,55 2. Urea ,00 0, ,00 0,28 3. NPK ,00 6, ,14 2,84 66

84 Tabel 36. Lanjutan 4. KCl ,00 0,19 5. ZA 8.400,00 0, ,00 0,15 6. Ponska ,00 0, ,00 2,28 7. TS ,00 0, ,00 0,02 8. ZPT ,00 1, PPC 1. Golstar ,00 1, ,00 4,42 2. Gandasil D ,00 0, ,00 0,20 3. Gandasil B ,00 0, ,00 2,76 4. Grow ,00 0, ,00 2,23 5. Topsil D 4.000,00 0, Kultar ,00 1,29 Pestisida 1. Sidamethrin ,00 0, ,00 0,03 2. Furadan ,00 0, Supermatrin ,00 0, Decis ,00 0, ,00 1,24 5. Hamacid ,00 3, Amistar ,00 6, ,00 6,48 7. Fenomil 1.715,00 0, Cedric ,00 0,10 Fungisida 1. Antracol ,00 0, ,50 1,41 2. Mankosep ,00 3, Mantarin ,00 0,46 Herbisida Roundup ,14 1, ,00 1,94 Perekat ,71 1, ,00 1,26 Petrogenol ,00 2, ,25 Alat Perangkap ,00 0, ,48 0,34 Pajak ,00 0, ,87 0,28 Sewa ,00 4, ,33 15,54 TKLK ,33 45, ,22 37,21 Keranjang ,02 10, ,55 4,92 Kertas ,65 1, ,72 0,54 Transportasi ,50 2, ,22 4,78 TOTAL ,35 100, ,55 100,00 67

85 Biaya yang dikeluarkan petani untuk pengendalian hama relatif tinggi. Hal ini disebabkan frekuesi penyemprotan rata- rata lebih dari 10 kali penyemprotan dalam setahun musim, dengan waktu penyemprotan pagi dan sore. Penggunaan pestisida petani SOP lebih besar dibandingkan petani Non SOP karena petani SOP melakukan pengendalian secara lebih sistemik dibandingkan dengan petani Non SOP. Penggunaan pestisida pada petani Non SOP adalah sebesar Rp ,50 dan sebesar Rp ,00 untuk petani SOP. Petani Non SOP terkendala permasalahan modal karena mahalnya harga obat-obatan dan sistem pembayaran langsung. Penggunaan petrogenol pada petani Non SOP lebih tinggi dibandingkan dengan petani SOP, yaitu sebesar Rp ,52 dan Rp ,00. Hal ini disebabkan lama pemasangan perangkap petrogenol oleh petani Non SOP lebih lama dibandingkan dengan petani Non SOP. Penetesan petrogenol yang berulang menyebabkan kebutuhan petrogenol yang semakin besar. Petani Non SOP hanya mengandalkan pengendalian hama dan memasang perangkap petrogenol semenjak fase bunga. Sedangkan petani SOP memasang perangkap petrogenol satu bulan sebelum panen karena sebelumnya terus melakukan pengendalian secara sistemik menggunakan obat cair. Ini terlihat dari biaya perekat dan fungisida petani SOP yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SOP. Dari hasil analisis Tabel 35. Dan Tabel 36. menunjukkan bahwa biaya tunai yang dikeluarkan usahatani mangga gedong gincu dengan SOP lebih besar dibandingkan dengan usahatani mangga gedong gincu Non SOP. Biaya tunai yang dikeluarkan usahatani mangga gedong gincu dengan SOP dan Non SOP masingmasing sebesar Rp ,35 Rp ,55. Hal ini menunjukkan, usahatani mangga gedong gincu dengan SOP membutuhkan lebih banyak modal Pendapatan Usahatani Mangga Gedong Gincu Pendapatan merupakan selisih penerimaan dengan biaya total usahatani. Komponen pendapatan usahatani meliputi pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai adalah selisih penerimaan setelah dikurangi biaya tunai. Sedangkan pendapatan total adalah pendapatan setelah dikurangi biaya total. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya 68

86 (C) yang dikeluarkan (R/C). Rasio ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk produksi. Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam keputusan petani dalam menjalankan usahatani mangga gedong gincu. Tabel 37. menunjukkan nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani mangga gedong gincu dengan SOP sebesar 4,77 dan usahatani mangga gedong gincu Non SOP sebesar 1,63. Hal ini mengartikan untuk setiap seribu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani mangga gedong gincu maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp ,00 (dengan SOP) dan Rp ,00 (Non SOP). Sedangkan untuk R/C rasio atas biaya total, usahatani mangga dengan SOP sebesar 3,57 dan usahatani mangga gedong gincu Non SOP sebesar 1,39. Hal tersebut mengartikan bahwa setiap seribu rupiah biaya total yang dikeluarkan pada usahatani mangga gedong gincu, maka akan memperoleh Rp ,00 (dengan SOP) dan Rp ,00 (Non SOP). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usahatani mangga gedong gincu dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) memberikan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik konvensional (Non SOP). Tabel 37. Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong Per Hektar Per Tahun 2009 (dalam Rupiah) Komponen NON SOP SOP Penerimaan Tunai , ,61 Penerimaan Non Tunai , ,00 Total Penerimaan , ,61 Biaya Tunai , ,35 Biaya Non Tunai , ,76 Total Biaya , ,11 Pendapatan atas Biaya Tunai , ,26 Pendapatan atas Biaya Total , ,50 R/C atas Biaya Tunai 1,63 4,77 R/C atas Biaya Total 1,39 3,57 69

87 6.2.4 Pengaruh Penerapan SOP Terhadap Pendapatan Petani Responden Penerapan Standar Operasional Prosedur telah mempengaruhi struktur biaya usahatani, jumlah hasil panen mangga, dan harga jual mangga gedong gincu di Kecamtan Sedong. Dengan peningkatan produksi mangga dan harga jual di tingkat petani, maka akan meningkatkan pula pendapatan yang diperoleh petani. Petani SOP menerima pendapatan rata-rata sebesar Rp ,61 sedangkan petani Non SOP menerima pendapatan rata-rata Rp ,3. Tabel 38. Group Statistics untuk Usahatani Mangga Gedong Gincu Petani Responden di Kecamatan Sedong, Tahun 2009 Status N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Pendapatan SOP , , ,020 Non SOP , , ,932 Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan rata-rata pendapatan antara petani SOP dan petani Non SOP. Hasil menunjukkan bahwa p- value yang diperoleh adalah 0,000 lebih kecil dibandingkan dengan taraf nyata (α = 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan Standar Operasional Prosedur menyebabkan adanya perbedaan rata-rata pendapatan antara petani SOP dan petani Non SOP (Tolak H 0 ). Hal ini menunjukkan penerapan Standar Operasional secara nyata dan signifikan mempengaruhi tingkat pendapatan petani mangga gedong gincu. 6.3 Analisis Pendapatan Parsial Analisis keuntungan parsial digunakan untuk mengevaluasi pengaruh karena adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam usahatani. Dalam hal usahatani mangga gedong gincu, perubahan tersebut adalah perubahan teknis usahatani (metode berproduksi) yang disesuaikan dengan pedoman Standar Operasional Prosedur (SOP). Pada kondisi perubahan teknologi budidaya, akan terdapat beberapa faktor dalam budidaya yang berubah. Dalam kasus usahatani mangga gedong gincu ini, perubahan terjadi pada teknis budidaya yang menyeluruh dari penanaman hingga 70

88 pasca panen. Teknis budidaya yang baru adalah teknis budidaya yang ditetapkan sesuai pedoman Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah disusun oleh Departemen Pertanian secara langsung. Biaya yang tidak berubah adalah biaya pajak. Hal ini disebabkan, petani Non SOP yang hendak berubah metode produksi sesuai SOP tidak perlu meningkatkan kepemilikan lahan karena dapat melakukan penyewaan pohon mangga gedong gincu dari petani lainnya. Dalam suatu perubahan teknis budidaya, terdapat efek positif (keuntungan) dan efek negatif (kerugian). Keuntungan meliputi biaya yang dihemat dan tambahan penghasilan. Biaya yang dihemat adalah biaya yang dikeluarkan petani saat petani melakukan usahatani mangga gedong gincu secara konvensional. Keuntungan tambahan adalah keuntungan yang diperoleh petani apabila petani menerapkan teknis budidaya dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Efek negatif (Kerugian) meliputi biaya tambahan dan penghasilan yang hilang. Biaya tambahan adalah biaya yang dikeluarkan petani apabila melakukan teknis budidaya mangga gedong gincu dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Penghasilan yang hilang merupakan penghasilan petani yang hilang karena petani berpindah dari teknis budidaya konvensional (Non SOP) menjadi teknis budidaya dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Dalam hal ini petani Non SOP akan kehilangan penghasilannya dari hasil usahataninya dengan teknis konvensional (Non SOP). Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) akan dapat mempengaruhi seluruh faktor pada aktivitas usahatani. Hal ini disebabkan setiap tahapan aktivitas usahatani akan berkaitan dengan aktivitas usahatani selanjutnya. Tabel 36. menunjukkan bahwa petani akan mengalami kerugian total sebesar Rp ,68 apabila akan melakukan perubahan teknis budidaya dari konvensional menjadi secara Standar Operasional Prosedur (SOP). Petani akan mendapatakan keuntungan total sebesar Rp ,96 karena adanya biaya yang dihemat dan penghasilan tambahan yang didapat akibat perubahan teknis budidaya tersebut. Secara keseluruhan, maka petani akan dapat mengalami keuntungan tambahan senilai Rp ,28 apabila petani berpindah dari 71

89 teknis budidaya konvensional (Non SOP) menjadi teknis budidaya dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Tabel 39. Anggaran Parsial Usahatani Mangga Gedong Gincu Per Hektar Per Tahun 2009 Perubahan yang ditinjau : Perubahan teknologi budidaya mangga gedong gincu KERUGIAN (dalam Rupiah) Biaya Tambahan KEUNTUNGAN (dalam Rupiah) Biaya yang dihemat Pupuk ,00 Pupuk ,14 Insektisida ,00 Insektisida ,00 Fungisida ,00 Fungisida ,50 Herbisida Roundup ,14 Herbisida Roundup ,00 Perekat ,71 Perekat ,00 Petrogenol ,00 Petrogenol ,52 Alat Perangkap ,00 Alat Perangkap ,48 Sewa Pohon ,33 Sewa Pohon ,00 TKLK ,33 TKLK ,22 Keranjang ,02 Keranjang ,55 Kertas ,65 Kertas ,72 Transportasi ,50 Transportasi ,22 Total Biaya yang Total Biaya Tambahan ,68 Dihemat ,35 Penghasilan yang Hilang ,00 Penghasilan Tambahan ,61 Total Kerugian ,68 Total Keuntungan ,96 Keuntungan Tambahan = ,28 Pertimbangan lain : 1)Modal tambahan sebesar kurang lebih Rp ,33 untuk menerapkan pada Standar Operasional Prosedur. 2) Tambahan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) sebesar 16,973 HOK Pria. 3)Tanggung jawab petani untuk menerapkan Standar Operasional Prosedur sesuai pedoman yang ditetapkan. Dalam perubahan metode produksi dari konvensional ke berdasar Standar Operasional Prosedur (SOP) perlu dipertimbangkan beberapa hal, yaitu permodalan, kebutuhan tenaga kerja (TKDK) dan tanggungjawab. Untuk melakukan perubahan, petani memerlukan tambahan permodalan kurang lebih Rp 72

90 ,33. Permodalan tambahan dapat lebih besar atau lebih kecil dari perhitungan sesuai kondisi permodalan petani saat ini. Untuk kebutuhan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK), pertimbangan perlu melihat ketersediaan sumber daya manusia dalam keluarga yang dapat mendukung perubahan metode produksi. Kebutuhan TKDK ini terkait dengan pengawasan dan pengontrolan oleh petani terhadap usahataninya yang lebih intensif. Pertimbangan lainnya adalah tanggung jawab petani. Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) membutuhkan tanggung jawab petani untuk menerapkan SOP sesuai dengan pedoman SOP yang telah ditetapkan. 73

91 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1) Dari penelitian dapat dilihat terdapat beberapa perbedaan pada keragaan usahatani mangga gedong Gincu di Kecamatan Sedong antara petani SOP dan petani Non SOP. Aktivitas pemupukan, petani SOP menggunakan pupuk, baik organik maupun organik dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan petani Non SOP. Aktivitas pemangkasan, petani SOP seluruhnya melakukan pemangkasan produksi. Aktivitas penyiangan, petani SOP seluruhnya menggunakan herbisida dalam penyiangan sedangkan beberapa petani Non SOP tidak menggunakan herbisida. Aktivitas pengairan anatara petani SOP dan Petani Non SOP sama, yaitu mengandalkan air dari sumber air hujan, sumur resapan, dan sungai. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) oleh petani SOP dilakukan lebih intensif dibandingkan Petani Non SOP. Pemanenan petani SOP lebih banyak dilakukan sendiri dibandingkan dengan Petani Non SOP. Kegiatan pasca panen petani SOP dan Petani Non SOP yaitu sortasi dan pengeranjangan. Perbedaan dalam aktivitas usahatani ini adanya penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) pada petani SOP. Akan tetapi, petani SOP belum menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) secara keseluruhan dalam budidaya mangga gedong gincu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 2) Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan tunai maupun pendapatan total usahatani mangga gedong gincu dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) lebih besar dibandingkan dengan usahatani mangga gedong gincu Non SOP. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh dalam usahatani mangga gedong gincu dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) lebih besar dibandingkan dengan usahatani Non SOP. Hal ini disebabkan hasil mangga gedong gincu dengan Standar Operasional Prosedur lebih besar karena petani dapat melakukan panen di luar musim (off season). Biaya yang dikeluarkan usahatani mangga gedong gincu juga lebih besar dibandingkan Non SOP. 3) Hasil analisis keuntungan parsial manunjukkan bahwa perubahan teknis usahatani dari konvensional (Non SOP) menjadi SOP (Standar Operasional

92 Prosedur) mendapat tambahan keuntungan yang positif. Peningkatan jumlah biaya yang dikeluarkan mampu memberikan pendapatan yang jauh lebih besar dibandingkan tanpa penggunaan Standar Operasional Prosedur (SOP). Akan tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan petani yang ingin berpindah teknis usahatani menjadi petani SOP, seperti tanggung jawab untuk melaksanakan pedoman Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan termasuk pencatatan, peningkatan penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK), peningkatan permodalan untuk biaya usahatani. Adanya penerapan Standar Operasional Prosedur secara nyata dan signifikan mempengaruhi pendapatan petani mangga gedong gincu. 7.2 Saran 1) Perlu dilakukan pemberian informasi yang lengkap mengenai penerapan dan manfaat Standar Operasional Prosedur (SOP) kepada seluruh petani mangga gedong gincu di Kecamatan Sedong melalui pelatihan dan pertemuan secara rutin dan menyeluruh, baik petani SOP maupun Non SOP. 2) Pengawasan terhadap penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) agar dalam prakteknya petani dapat menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) secara konsisten sesuai pedoman yang telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian. 3) Pemberian informasi dan pembekalan pada petani mangga gedong gincu mengenai informasi akses permodalan, baik perbankan maupun lembaga keuangan lainnya untuk membantu proses peningkatan permodalan petani mangga gedong gincu sehingga memudahkan proses petani Non SOP dalam penerapan SOP dan petani SOP untuk menjalankan SOP dengan konsisten. 75

93 DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia BPS Indonesia. Dede, Valentinus Ladja Pengaruh teknologi pola tanam pada pendapatan petani di daerah yang beriklim kering, kasus wilayah pengembangan pertanian AROKI di Nusa Tenggara Timur [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [DEPTAN] Departemen Pertanian Republik Indonesia Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Deptan Republik Indonesia. [DEPTAN] Departemen Pertanian Republik Indonesia Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Direktoran Jenderal Hortikultura. Standar Operasional Prosedur (SOP) Mangga Gedong Gincu Kabupaten Bogor. [DEPTAN] Departemen Pertanian Republik Indonesia Direktorat Pupuk dan Pestisida. Pestisida untuk Tanaman Pertanian dan Kehutanan. [DISTANBUNNAKHUT] Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan Kehutanan Kabupaten Cirebon Potensi Investasi Hortikultura (Komoditi Mangga) Kabupaten Cirebon. Dhiany, Shilvia Agung Analisis daya saing usahatani mangga gedong gincu (Mangifera Indica L) Kasus di Desa Sliyeg Lor, Kec. Sliyeg, Kab. Indramayu, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Eryani, Yeyen Analisis pemasaran mangga gedong gincu (Mangifera indica. L) di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Habibullah, Mardhany Kajian pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Padi SRI (System of Rice Intensification) di Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lingga, Pinus Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Penebar Swadaya. Muhandri, Tjahja dan Darwin Kadarisman Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor : IPB Press.

94 Purwadi, Teguh Analisis pendapatan usahatani pisang ambon melalui program primatani [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Podesta, Rosana Pengaruh penggunaan benih sertifikat terhadap efisiensi dan pendapatan usahatani Padi Pandan Wangi [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saefudin Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung : Pustaka Buana. Siregar, Fristiana Merliza Analisis usahatani cabai merah organik (Studi Kasus Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, dkk Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI Press Soekartawi Analisis Usahatani. Jakarta : UI Press. Sumbara, Bayu Analisis pendapata usahatani tembakau Mole dan Virginia di Kabupaten Garut [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.. Suratiyah, Ken Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya. Zamani, Akbar Analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan produksi usahatani Belimbing Depok Varietas Dewa Dewi (Averrhoa Carambola) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 77

95 Lampiran 1. Hasil uji perbandingan rata-rata pendapatan antara kelompok SOP vs Non SOP Group Statistics status N Mean Std. Deviation Std. Error Mean pendapatan SOP , , ,020 Non SOP , , ,932 Tabel di atas menerangkan statistik deskriptif untuk data, mulai dari mean, standar deviation, dan standar error mean Independent Samples Test Pendapatan Equal variances assumed Equal variances not assumed Levene's Test for Equality of Variances F Sig. t df Sig. (2- tailed) t-test for Equality of Means Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower 54,640,000 3,249 28, , , , ,915 2,360 9,544, , , , ,624 Hipotesis : H0 : tidak terdapat perbedaan rata2 pendapatan antara kelompok SOP dan Non SOP. H1 : terdapat perbedaan rata2 pendapatan antara kelompok SOP dan Non SOP. Karena nilai signifikansinya (p-value) = 0,000 < α = 0,05 maka tolak H 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata pendapatan antara kelompok SOP dan Non SOP.

96 Lampiran 2. Daftar Nomor Registrasi Kebun Buah Petani Mangga Gedong Gincu Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat Nama Alamat Luas Lahan (Ha) Komoditas No. Registrasi Tanggal Registrasi Arrohim Ds. Windu Haji RT/RW 01/03 3 Mangga Gedong Gincu GAP I Februari 2009 Haerudin Ds. Sedong Lor 5 Mangga Gedong Gincu GAP I.036 Mei 2008 Surroman Ds. Panongan Dusun 2 RT/RW 02/03 1 Mangga Gedong Gincu GAP I Februari 2009 Caca Sumarsa Ds. Karang Wuni RT/RW 06/05 1 Mangga Gedong Gincu GAP I Oktober 2008 Djahri Ds. Sedong Lor RT/RW 01/03 1 Mangga Gedong Gincu GAP I Oktober 2008 Ade Amin Ds. Panongan 2 Mangga Gedong Gincu GAP I Februari 2009 Sebon Ds. Putat Blok Banjar RT/RW 06/03 2 Mangga Gedong Gincu GAP I Oktober 2008 Samo Ds. Panambangan RT/RW 03/02 3 Mangga Gedong Gincu GAP I Oktober 2008 Karma Ds. Karang Wuni Blok I RT/RW 02/03 1 Mangga Gedong Gincu GAP I Oktober 2008 Basuni Ds. Panongan 3 Mangga Gedong Gincu GAP I Februari 2009 Sumber : Departemen Pertanian Propinsi Jawa Barat Tahun 2009 (diolah)

97 Lampiran 3. Daftar Jumlah Pohon Mangga Gedong Gincu Menurut Kecamatan di Kabupaten Cirebon Tahun 2006 No. Kecamatan Gedong Gincu (pohon) Mangga Lainnya (pohon) Jumlah Keseluruhan (pohon) 1. Waled Pesaleman Ciledug Pabuaran Losari Pabedilan Babakan Gebang Karangsembung Karangwereng Lemahabang Susukan Lebak Sedong Astanajapura Pangenan Mundu Beber Cirebon Selatan Sumber Dukupuntang

98 Lampiran 4. Lanjutan 21. Palimanan Gempol Plumbon Depok Weru Plered Kedawung Tengah Tani Cirebon Utara Kapetakan Klangenan Arjawinangun Panuragan Ciwaringin Susukan Gegesik Kaliwedi Jumlah

99 Lampiran 5. Daftar Responden Petani yang Menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Nama Responden Alamat Pendidikan Umur Jenis Kelamin Status Pekerjaan Organisasi Arrohim Ds. Windu Haji RT/RW 01/03 Tamat SD 49 L Utama K.T Sri Makmur Haerudin Ds. Sedong Lor Tamat SMA 48 L Utama K.T Sukamulya Surroman Ds. Panongan Dusun 2 RT/RW 02/03 Tamat SMA 60 L Sampingan Caca Sumarsa Ds. Karang Wuni RT/RW 06/05 Tamat SMP 44 L Utama K.T Samoja Djahri Ds. Sedong Lor RT/RW 01/03 Tamat SMP 60 L Sampingan K.T Sukamulya Ade Amin Ds. Panongan Tidak Tamat SD 52 L Utama K.T Makmur Jaya Sebon Ds. Putat Blok Banjar RT/RW 06/03 Tidak Tamat SD 55 L Utama K.T Sugihmukti Samo Ds. Panambangan RT/RW 03/02 Tidak Tamat SD 60 L Utama K.T Pakembaran Karma Ds. Karang Wuni Blok I RT/RW 02/03 Tidak Tamat SD 65 L Utama K.T Datar Indah Basuni Ds. Panongan Tidak Tamat SD 75 L Utama K.T Subur Makmur

100 Lampiran 6. Daftar Responden yang Tidak Menerapkan Standar Operasional Prosedur Nama Responden Alamat Pendidikan Umur Jenis Kelamin Status Pekerjaan Organisasi H. Saleh Ds. Sedong Kidul Dusun 2 RT/RW 04/04 Tidak Tamat SD 70 L Sampingan K.T Astana Taryuni Ds.Panongan Tidak Tamat SD 80 L Sampingan K.T Barokah Jaya Usman Ds. Kertawangun Dusun 2 RT/RW 02/03 Tamat SD 65 L Sampingan K.T Cikondang Indah Maksum Ds. Winduhaji RT/RW 01/01 Tamat SD 60 L Utama K.T Sri Makmur Sukarmin Ds. Panongan Dusun 4 RT/RW 04/04 Tidak Tamat SD 55 L Utama K.T Subur Makmur Ratma Ds.Putat Dusun 2 RT/RW 01/03 Tamat SMP 54 L Utama K.T Sugihmukti Suja Ds. Putat Dusun 3 RT/RW 03/06 Tidak Tamat SD 44 L Utama K.T Sugihmukti Sarka Ds.Putat RT/RW 06/03 Tidak Tamat SD 58 L Utama K.T Sugihmukti Casma Ds. Putat RT/RW 06/03 Tidak Tamat SD 60 L Utama K.T Sugihmukti H. Dahlan Ds. Sedong Lor Dusun 1 RT/RW 02/01 Tidak Tamat SD 57 L Sampingan K.T Sukamulya Casbun Ds. Karangwuni Dayeuh Widara RT/RW 04/01 Tidak Tamat SD 64 L Sampingan K.T Sukamulya Ruta Ds. Sedong Lor RT/RW 01/02 Tidak Tamat SD 76 L Sampingan K.T Sukamulya Casyani Ds. Sedong Lor Tamat SD 36 L Utama K.T Sukamulya Asnoto Ds. Sedong Lor Dusun 3 Tamat SD 46 L Utama K.T Sukamulya Karna Ds. Sedong Lor Tidak Tamat SD 55 L Utama K.T Sukamulya Tamat Perguruan Sukarsa Ds. Sedong Kidul Dusun 1 RT/RW 01/02 Tinggi 50 L Sampingan - Sartono Ds. Panongan RT/RW 03/04 Tamat SD 60 L Sampingan - Kunata Ds. Karang Wuni Bulak Punduh Tidak Tamat SD 43 L Sampingan - H. Hasan Ds. Putat Dusun 2 RT/RW 08/03 Tamat Sekolah Guru 74 L Utama - Wasmad Ds. Karangwuni RT/RW 01/01 Tidak Tamat SD 40 L Utama -

101 Lampiran 7. Kuesioner KUESIONER USAHATANI MANGGA GEDONG GINCU, KECAMATAN SEDONG, KABUPATEN CIREBON No. Responden : Nama Responden : Alamat : Desa/Kelurahan : Kecamatan : Kabupaten : Cirebon Provinsi : Jawa Barat Tanggal Wawancara : Nama Enumerator : Tanda tangan enumerator : FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

102 DAFTAR PERTANYAAN UNTUK RESPONDEN PETANI A. Identitas dan Karakteristik Responden 1. Nama responden : 2. Alamat : 3. Jenis Kelamin : 4. Umur responden : tahun 5. Pendidikan formal responden: Tahun 6. Pendidikan non formal yang terkait dengan pertanian: 1) Tidak Sekolah, 2) Tidak Tamat SD, 3) Tamat SD, 4) Tamat SMP, 5) Tamat SMA, 6) Tamat Pergurua Tinggi, 7) Lainnya 7. Budidaya di luar mangga : 8. Status usahatani mangga*) : 1. Pekerjaan utama 2. Pekerjaan sampingan *) pekerjaan dilihat dari curahan waktu kerja 9. Jika sebagai usaha sampingan, sebutkan pekerjaan utamanya 1 = Usaha Pertanian Hortikultura; 2 = Usaha Peternakan; 3 = Usaha Perikanan 4= Usaha Perkebunan ; 5= Buruh Pertanian; 6 = Perdagangan; 7 = Usaha Angkutan; 8= Jasa; 9 = Usaha industri; 10 = Buruh/karyawan Non Pertanian; 11 = Ibu rumah tangga; 12 = PNS/ TNI / POLRI ; 14 = Pensiunan ; 14 = Lainnya 10. Pengalaman bertanam mangga : Jenis mangga: 1 selama, tahun, jumlah pohon : 2. selama, tahun, jumlah pohon : 3. selama, tahun, jumlah pohon : 11. Pengalaman Berorganisasi: No Nama Organisasi Lama (bulan) Posisi Intensitas per tahun 85

103 Menerapkan SOP/GAP Mangga Gedong Gincu : YA/TIDAK Jika TIDAK, alasan: Jika YA, Lama menerapkan SOP/GAP : No. Sertifikasi : Tahun Sertifikasi : Sumber Modal *) : 1) Sendiri 2) Kredit Modal (Bank 3) Kredit Program 4) Pinjaman dari pedagang input 5) Pelepas uang 6) Hibah pemerintah 7) Saudara 8) Lainnya, sebutkan Motivasi : 1) Diajak Teman, 2) Mengikuti pertemuan/pelatihan, 3) Lainnya 86

104 B. Pengusahaan Lahan Pertanian Total pengusahaan lahan 1. Lahan milik (termasuk yang digarap orang lain): ha 2. Lahan sewa : ha 3. Sakap/bagi hasil: ha 4. Gadai : ha 5. Total penguasaan lahan : ha (jumlah 1-4) 6. Lahan lain yang belum diusahakan mangga: ha C. Gambaran Umum Usahatani a) Pemilihan Varietas dan bibit 1) Sumber Bibit : 2) Varietas Bibit : 3) Umur Bibit `: 4) Asal Bibit : 5) Persediaan :.untuk (musim/bulan/tahun) 6) Proses pemilihan bibit : b) Tanaman Mangga 1) Penguasaan Pohon 2) Pohon Milik Status Pohon Umur Pohon Jumlah pohon Sewa/tahun Pohon Milik Pohon Sewa 3) Jarak Tanam No Jarak tanam Luas Lahan 87

105 c) Pemangkasan 1) Waktu Pemangkasan : 2) Proses pemangkasan : d) Pemupukan 1) Sumber perolehan Pupuk : i. Kios ii. KUD iii. Kelompok tani iv. Distributor pupuk v. Lainnya. 2) Waktu Pemupukan : 3) Intensitas Pemupukan : 4) Cara Pemupukan : e) Penyiangan 1) Waktu penyiangan : 2) Intensitas Penyiangan : 3) Proses Penyiangan : f) Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman 1. Waktu pengendalian : 2. Secara teknik budidaya : 3. Secara biologis (predator alami) : 4. Secara fisik (perangkap) : 5. Secara kimia (pestisida kimia) : 6. Bahan yang digunakan : 7. Proses pengendalian hama dan penyakit : g) Pengairan 88

106 1. Waktu pengairan : 2. Sumber Air : 3. Sistem irigasi : a. Sistem basin b. Sistem border c. Sistem furro/alur 4. Intensitas Pengairan Waktu Irigasi Musim I Musim II Interval Waktu Debit air Ket Interval Waktu Debit air Ket h) Penjarangan Buah Waktu penjarangan : Proses penjarangan : i) Pemberongsongan Buah 5. Waktu pemberongsongan : 6. Proses Pemberongsongan : 1) PANEN 1. Waktu Panen : 2. Yang Melakukan Panen : 1) Sendiri, 2) Borongan 3. Disimpan untuk Konsumsi : 4. Cara penjualan yang dominan dilakukan dan alasannya 89

107 No Cara penjualan Harga/kg Alasan 1. Ijon 2. Tebasan 3. Jual sekaligus setelah panen 4. Setelah panen, bertahap Hasil Panen Waktu Panen Musim I Musim II Sistem Jual Bulan Jumlah (kg) Bulan Jumlah (kg) 2) Pasca panen 1. Pengumpulan a. Proses pengumpulan : 2. Sortasi 90

108 Hasil panen tanpa sortir/sortir No Musim Panen (Bulan) Intensitas Panen/bulan Gedong Kapasitas Harga (Rp) (kg) Hasil Panen Gedong Gincu Kapasitas Harga (Rp) (kg) a. Proses Sortasi 3. Grading a. Proses Grading 4. Pelabelan a. Proses Pelabelan 5. Pengemasan a. Proses Pelabelan 6. Penyimpanan a. Lama Penyimpanan : b. Proses Penyimpanan : 7. Distribusi 91

109 Uraian Jumlah (kg) Harga (Rp) 1. Pedagang Pengumpul Eksportir Retail Gapoktan... 5 Lainnya... TOTAL Biaya usahatani lainnya Jenis Pengeluaran Musim I (Rp) Musim II (Rp) a. Iuran irigasi/beli air b. Iuaran desa c. PBB d. Sewa lahan Peralatan yang digunakan No. Jenis alat Jumlah (buah) Total penyusutan Nilai Pembelian (Rp) Tahun Pembelian 92

110 Kebutuhan Tenaga Kerja dalam Satu Tahun AKTIVITAS Intensitas Per Musim Pemangkasan Pemangkasan Produksi Pemupukan 1. Pupuk Dasar (I) 2. Pupuk II Penyemprotan 1. Penyemprotan Daun 2. Penyemprotan Bunga 3. Penyemprotan Buah Penyiangan Pengairan Penjarangan Buah Pembungkusan Buah Pengendalian OPT Panen Pasca Panen 1.Pengumpulan 2.Sortasi 3.Grading 4.Pelabelan 5.Pengemasan 6.Distribusi Waktu Kerja (jam) Hari Kerja (hari) Asal dan Jumlah Tenaga Kerja Sistem Bayar Dalam Keluarga Luar Keluarga Upah Borongan L P L P

111 Kebutuhan Pupuk Pada dalam Satu Tahun Jenis Pupuk Pupuk Dasar (I) Jenis Pupuk Pupuk II Fisik (kg/ltr)/ pohon Harga (Rp) Sistem Bayar Fisik (kg/ltr)/pohon Harga (Rp) Sistem Bayar

112 Penyemprotan dalam Satu Tahun Penyemprotan Bahan Jenis Bahan* Penyemprotan Daun (Penyemprotan I) Intensitas Penyemprotan Fisik (kg/ltr) Penggunaan Air (Liter) Jumlah Pohon/Tank Harga (Rp)/unit Sistem Bayar Penyemprotan Bunga (Penyemprotan II) Penyemprotan Buah (Penyemprotan III) Keterangan : * PPC (Pupuk Pelengkap Cair), Pestisida, Fungisida, dll Kendala Usahatani Mangga Gedong Gincu :

113 No Musim Panen (Bulan) Hasil Panen Gedong Gedong Gincu Kapasitas (kg) Harga (dalam 000 Rp) Kapasitas (kg) Harga (dalam 000 Rp) A B C D A B C D A B C D A B C D

114 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/OT.160/11/2006 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA BUAH YANG BAIK (GOOD AGRICULTURE PRACTICES) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka mendorong pertumbuhan dari pengembangan usaha agribisnis buah-buahan perlu suatu acuan dalam proses produksi dan penanganan pascapanen buah-buahan. b. bahwa pangan yang aman bermutu dan bergizi sangat penting bagi peningkatan kesehatan dan kecerdasan masyarakat dalam rangka memberi perlindungan masyarakat dari aspek keamanan pangan hygiene dan kelestarian lingkungan. c. Bahwa atas dasar hal tersebut di atas dan sekaligus sebagai tindaklanjut Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan dipandang perlu menetapkan Pedoman Budidaya Buah Yang Baik; : 1. Undang-undang Nomor 12c Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karatina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482); 3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99 Tambahan Lembaran Negara 3656); 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 5. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun

115 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821); 6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 12); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3586); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3616); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4079); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424); 15. Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1986 tentang Peningkatan Pasca Panen Hasil Pertanian; 16. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Kabinet Indonesia Bersatu; 17. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan

116 Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia juncto Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005; 18. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I kementerian Negara Republik Indonesia; 19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299Kpts/ OT.140/7/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian; 20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341Kpts/ OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KESATU : Menetapkan Pedoman Budidaya Buah Yang Baik (Good Agriculture Practices), sebagaimana tercantum pada Lampiran Peraturan ini. KEDUA KETIGA : Pedoman Budidaya Buah Yang Baik (Good Agriculture Practices) sebagaimana dimaksud diktum KESATU tersebut merupakan acuan dalam proses produksi dan penanganan Pasca panen buah-buahan. : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Nopember 2006 MENTERI PERTANIAN, ttd. ANTON APRIYANTONO

117 SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Menteri Dalam Negeri; 2. Gubernur Propinsi seluruh Indonesia; 3. Pejabat Eselon I lingkup Departemen Pertanian; 4. Bupati/Walikota seluruh Indonesia; 5. Kepala Dinas yang membidangi Pertanian di Propinsi seluruh Indonesia; 6. Kepala Dinas yang membidangi Pertanian di Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.

118 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.160/11/2006 TANGGAL : 28 Nopember 2006 PEDOMAN BUDIDAYA BUAH YANG BAIK (GOOD AGRICULTURE PRACTICES) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era pasar global yang mulai berlaku pada akhir abad xx produk yang dihasilkan oleh suatu negara dapat dipasarkan ke negara lain, sejauh memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh negara tersebut. Kondisi ini menyebabkan terjadinya persaingan dari negara-negara produsen, termasuk di dalamnya produsen buahbuahan, untuk tidak lagi mengandalkan hambatan berupa tarif tetapi lebih menekankan persyaratan mutu, keamanan pangan, sanitary dan phytosanitary. Menghadapi tuntutan persyaratan tersebut dan dalam rangka menghasilkan produk buah-buahan yang bermutu baik dan aman dikonsumsi. Departemen Partanian bersama-sama masyarakat perbuahan Indonesia perlu menyusun ketentuan cara berproduksi buah yang baik dan benar, mengacu kepada ketentuan GAP yang relevan dengan kondisi Indonesia Good Agriculture Practice (GAP) mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, penjagaan kesehatan dan peningkatan kesejahteraan pekerja, pencegahan penularan OPI dan prinsip traceability (suatu produk dapat ditelusuri asal-usulnya dari pasar sampai kebun. B. Maksud Maksud diterbitkannya Pedoman Budidaya Buah yang Baik/Good Agriculture Practices ini adalah untuk menjadi panduan dalam melaksanakan budidaya tanaman buah secara benar dan tepat sehingga diperoleh produktivitas tinggi, mutu produk yang baik keuntungan optimum ramah lingkungan dan memperhatikan aspek keamanan kesehatan dan kesejahteraan petani serta usaha produksi yang berkelanjutan.

119 C. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penerapan Pedoman Budidaya Buah yang Baik adalah : 1. Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman buah 2. Meningkatkan mutu hasil buah-buah termasuk keamanan konsumsi buah 3. Meningkatkan etisiensi produksi dan daya saing tanaman buah 4. Memperbaiki etisisensi penggunaan sumberdaya alam 5. Mempertahankan kesuburuan lahan kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan. 6. Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan 7. Meningkatkan daya saing dan peluang penemuan oleh pasar internasional maupun domestik 8. Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen D. Ruang lingkup Ruang Lingkup Pedoman Budidaya Buah yang Baik meliputi 1. Lahan 2. Penggunaan Benih dan Varietas Tanaman 3. Penamaan 4. Pemupukan 5. Perlindungan Tanaman 6. Pengairan 7. Pengelolaan/Pemeliharaan Tanaman 8. Panen 9. Penanganan Pasca Panen 10. Alat dan Mesin Pertanian 11. Pelestarian Lingkungan 12. Tenaga Kerja 13. Fasilitas Kebersihan 14. Tempat Pembuanagan 15. Pengawasan Pencatata dan Penelusuran Balik 16. Sertifikasi 17. Pembinaan

120 E. Pembinaan Dalam Pedoman Budidaya Buah yang Baik dimaksud dengan 1. tanaman buah adalah tanaman budidaya yang terdiri dan tanaman buah pohon, tanaman buah merambat dan semusim, tanaman buah terna dan tanaman buah perdu: 1.1. Tanaman buah pohon adalah tanaman buah tahunan berbentuk pohon (misalnya mangga, jeruk besar dan lainlain) 1.2. Tanaman buah meramabat dan semusim adalah tanaman buah musiman yang berumur di bawah 1 tahaun atau tanaman yang tumbuh merambat (misalnya melon, semangka markisa strawbrry dan lain-lain) 1.3. tanaman buah terna adalah tanaman buah yang memiliki batang lunak (misalnya pepeaya pisang, nenas dan lain-lain) 1.4. Tanaman buah perdu adalah tanaman buah yang tumbuh berbentuk perdu (misalnya jeruk, salak, sirsak dan laian-lain) 2. Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman. 3. Varietas adalah bagian dari satu jenis tanaman buah yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lainyang dapat dibedakan dalam jenis yang sama. 4. Varietas unggul adalah varietas tenaman buah yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya dan mampu memproduksi hasil dan mutu yang tinggi. 5. Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman buah yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan. 6. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian pada tumbuhan. 7. Pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman. 8. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung.

121 II. LAHAN. 9. Pewilayahan komoditas adalah penentuan wilayah yang diperuntukkan bagi pengembangan suatu komoditas karena dinilai sesuai dengan pertimbangan agroekologi, sosio ekonomi dan pemasaran serta ketersediaan prasarana, sarana dan teknologinya. 10. Konservasi lahan adalah semua kegiatan untuk mencegah penurunan daya dukung lahan, menghindari erosi dan terbawanya unsur hara lahan, sehingga dapat melestarikan kualitas tanah dan tingkat kesuburannya. 11. Penilaian benih hanya diterapkan untuk benih tanaman yang digunakan sejak tahun Standar yang digunakan dalam Pedoman Budidaya Buah Yang Baik ada tiga kelompok, yaitu : 12.1 Dianjurkan/A (*) yaitu dianjurkan untuk dilaksanakan Sangat dianjurkan/sa (**) yaitu sangat dianjurkan untuk dilaksanakan Wajib/W (***) yaitu harus dilaksanakan. 13. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat sistem budidaya tanaman buah dan produk yang dihasilkan setelah melalui pemeriksaan, pengujian, dan pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk mendapatkan label produk Prima Satu (P-1), Prima Dua (P-2), dan Prima Tiga (P-3). 14. Prima Satu (P-1) adalah peringkat penilaian ya ng diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi, bermutu baik serta cara produksinya ramah terhadap lingkungan. 15. Prima Dua (P-2) adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik. 16. Prima Tiga (P-3) adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi. A. Pemilihan Lokasi. Pemilihan lokasi budidaya tanaman buah harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1. Tanaman pada kebun lama tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD); (A) 2. Rencana penanaman pada kebun baru tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD); (SA)

122 3. Lokasi sesuai dengan peta pewilayahan komoditas yang akan diusahakan; (SA) 4. Apabila peta pewilayahan komoditas belum tersedia, lokasi harus sesuai dengan Agro Ecology Zone (AEZ) untuk menjamin produktivitas dan mutu yang tinggi; (SA) 5. Lahan sangat dianjurkan jelas status kepemilikannya dan hak penggunaannya; (SA) B. Riwayat Lokasi Dilakukan pencatatan terhadap riwayat penggunaan lahan; (A) C. Pemetaan Lahan Sebelum dilaksanakan usaha produksi tanaman buah khususnya tanaman semusim, dilakukan pemetaan penggunaan lahan sebagaidasar perencanaan rotasi, pembibitan dan penanaman; (A). D. Kesuburan Lahan 1. Lahan untuk budidaya tanaman buah memiliki kesuburan tanah yang cukup baik; (A) 2. Kesuburan tanah yang rendah diatasi melalui pemupukan, menggunakan pupuk organik dan atau pupuk anorganik; (SA) 3. Untuk mempertahankan kesuburan lahan, dilakukan rotasi tanaman, khususnya bagi pengusahaan tanaman buah semusim dan tanaman buah terna; (SA) E. Penyiapan Lahan 1. Lahan harus bebas dari pencemaran limbah beracun; (W) 2. Dilakukan penyiapan lahan/media tanam dengan baik agar struktur tanah menjadi gembur dan beraerasi baik sehingga perakaran dapat berkembang secara optimal; (SA) 3. Penyaiapan lahan harus menghindarkan terjadinya erosi permukaan tanah, kelongsoran tanah, dan atau kerusakan sumber daya lahan; (W) 4. Penyiapan lahan merupakan bagian integral dari upaya pelestarian sumber daya lahan, dan sekaligus sebagai tindakan sanitasi dan penyehatan lahan; (SA) 5. Apabila diperlukan, penyiapan lahan disertai dengan pengapuran, penambahan bahan organik, pembenahan lahan (soll amelloration), dan atau teknik perbaikan kesuburan tanah; (A)

123 F. Lubang Tanam dan Media Tanam 1. Lubang tanam dipersiapkan sesuai dengan jenis tanaman buah; (SA) 2. Media tanam yang digunakan tidak mengandung cemaran bahan beracun berbahaya; (W) G. Pola Pemanfaatan Lahan 1. Usaha produksi tanaman buah semusim dilakukan mengikuti pola rotasi tanam yang terencana; (A) 2. Untuk tanaman tahunan, pola tanam sangat dianjurkan terdiri atas tanaman satu jenis (monokultur), dan bukan tanaman campuran dari dua atau lebih jenis tanaman tahunan lain, kecuali apabila kedua jenis tanaman tumbuhan serasi dan atau fungsi tanaman lain adalah sebagai penaung; (SA) H. Konservasi Lahan 1. Lahan untuk budidaya tanaman buah yaitu lahan datar sampai dengan lahan berkemiringan (30%) yang diikuti dengan upaya tindakan konservasi; (SA) 2. Untuk kemiringan lahan >40% wajib dilakukan tindakan konservasi; (W) 3. Pengelolaan lahan dilakukan dengan tepat untuk mencegah terjadinya erosi tanah, pemadatan tanah, perusakan struktur dan drainase tanah, serta hilangnya sumber kelembaban tanah; (SA) 4. Lahan yang lapisan olah tanahnya dangkal, dilakukan perbaikan dengan pembuatan lubang tanam; (SA) 5. Lahan yang kondisi airnya menggenang dipermukaan, atau tanah dalam kondisi jenuh air, harus dibuat saluran drainase/pengaliran air permukaan, sehingga lahan sesuai untuk budidaya tanaman buah secara berkelanjutan; (SA) III. PENGGUNAAN BENIH DAN VARIETAS TANAMAN 1. Varietas yang dipilih untuk ditanam yaitu varietas unggul atau varietas yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian; (SA) 2. Dipilih benih atau bahan tanaman yang memiliki lanel (jelas nama varietasnya, daya tumbuh, tempat asal) dan berasal dari perusahaan/penangkar yang terdaftar; (SA) 3. Benih atau bahan tanaman harus sehat, memiliki vigor yang baik, tidak membawa dan atau menularkan OPT di lokasi usaha produksi; (SA)

124 4. Apabila diperlukan, sebelum ditanam benih mendapat perlakuan (seed treatment); (A) IV. PENANAMAN 1. Penanaman benih atau bahan tanaman dilakukan dengan mengikuti teknik baku/anjuran, dalam hal jarak tanam, cara tanam dan kebutuhan benih per hektar, sesuai dengan persyaratan spesifik bagi setiap jenis tanam, varietas, dan tujuan penanaman; (SA) 2. Penanaman dilakukan pada musim tanam yang dinilai tepat atau sesuai dengan jadwal tanam dalam manajemen produksi tanaman yang bersangkutan; (SA) 3. Pada saat penanaman, diantisipasi agar tanaman tidak menderita cekaman kekeringan, kebanjiran, tergenang, atau cekaman faktor abiotik lainnya; (A) 4. Untuk menghindari serangan OPT pada daerah endemis dan eksprosil, benih atau bahan tanaman diberi perlakuan pestisida yang sesuai sebelum ditanam; (SA) 5. Dilakukan pencatatan tanggal penanaman pada buku kerja, guna memudahkan jadwal pemeliharaan, penyulaman, pemanenan, dan hal-hal lainnya. Untuk benih berlabel, label harus disimpan; (SA) V. PEMUPUKAN A. Jenis Pupuk 1. Pupuk anorganik yang digunakan yaitu jenis pupuk yang terdaftar, disahkan atau direkomendasikan oleh pemerintah; (SA) 2. Pupuk organik yaitu pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan bilogi tanah; (SA) 3. Pembenah tanah yaitu bahan-bahan sintetis atau alami, organik atau mineral berbentuk padat atau cair yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah; (SA) B. Penggunaan Pupuk 1. Pemupukan diusahakan memberikan manfaat yang sebesarbesarnya dengan dampak negatif sekecil-kecilnya, serta memenuhi kriteria 5 (lima) tepat yaitu : a. Tepat jenis, yaitu jenis pupuk mengandung unsur hara makro atau mikro sesuai dengan kebutuhan tanaman serta kesuburan dan kondisi lahan; (SA)

125 b. Tepat mutu, yaitu harus menggunakan pupuk yang bermutu baik, sesuai standard yang ditetapkan; (SA) c. Tepat waktu, yaitu diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan dan stadia tumbuh tanaman serta kondisi lapangan yang tepat; (SA) d. Tepat dosis, yaitu jumlah yang diberikan sesuai dengan anjuran/rekomendasi spesifik lokasi; (SA) e. Tata cara aplikasi, yaitu disesuaikan dengan jenis pupuk, tanaman, dan kondisi lapangan. (SA) 2. Pemberian pupuk mengacu pada hasil analisis kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman; (A) 3. Penyemprotan pupuk cair pada tajuk tanaman/foliar sprays tidak boleh meninggalkan residu zat-zat kimia berbahaya pada saat tanaman dipanen; (W) 4. Mengutamakan penggunaan pupuk organik untuk usaha produksi tanaman buah dan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman; (SA) 5. Penggunaan pupuk organik dan atau anorganik tidak boleh mengakibatkan terjadinya pencemaran air baku (waduk, telaga, embung; bendungan; empang) atau air tanah dan sumber air; (SA) 6. Tidak boleh menggunakan limbah kotoran manusia yang tidak diberi perlakuan; (W) C. Informasi Ketersediaan Pupuk 1. Informasi stok pupuk dimasing-masing wilayah selalu diperbaharui dan diinformasikan kepada pihak-pihak terkait untuk pembinaan lebih lanjut di tempat usaha produksi tanaman pangan. 2. Dinas Pertanian setempat agar berkoordinasi dengan produsen pupuk sebagai penanggung jawab dalam pengamanan ketersediaan pupuk dengan menginformasikan lokasi dan jadwal tanam dimasing-masing wilayahnya. D. Penyimpanan Pupuk 1. Tempat penyimpanan pupuk harus bersih, aman, kering, dan di tempat tertutup; (A) 2. Penyimpanan pupuk tidak disatukan (terpisah) dengan penyimpanan pestisida atau stok benih dan produk segar; (A) 3. Dalam hal penyimpanan pupuk dilakukan bersama pestisida, dilakukan pemisahan secara fisik yang disertai dengan pemberian label; (A) 4. Pupuk organik disimpan pada tempat yang sesuai untuk menghindari pencemaran; (A)

126 E. Kompetensi 1. Petani dan penyuluh sangat dianjurkan mempunyai keahlian tentang pupuk dan pemupukan; (A) 2. Aplikasi cara pemupukan mengacu pada rekomendasi penyuluh yang ahli di bidangnya; (A) F. Pencatatan 1. catatan stok pupuk selalu diperbaruhi dan tersedia di tempat usaha produksi buah; (A) 2. Semua pemakaian pupuk dianjurkan untuk dicatat. Catatan mencakup lokasi, tanggal pemakaian, jenis pupuk, jumlah pupuk, dan cara pemupukan; (SA) VI. PERLINDUNGAN TANAMAN A. Prinsip Perlindungan Tanaman 1. Perlindungan tanaman dilaksanakan sesuai dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT), menggunakan sarana dan cara yang tidak mengganggu kesehatan manusia, serta tidak menimbulkan gangguan dan kerusakan lingkungan hidup; (SA) 2. Perlindungan tanaman dilaksanakan pada masa pra tanam, masa pertumbuhan tanaman dan atau masa pascapanen, disesuaikan dengan kebutuhan; (SA) B. Pengendalian OPT 1. Tindakan pengendalian OPT dilaksanakan sesuai anjuran. Penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir apabila caracara yang lain dinilai tidak memadai; (SA) 2. Tindakan pengendalian OPT tersebut pada butir 1, dilakukan atas dasar hasil pengamatan terhadap OPT dan faktor yang mempengaruhi perkembangan serta terjadinya serangan OPT; (A) 3. Penggunaan sarana pengendalian OPT (pestisida, agens hayati, serta alat dan mesin), dilaksanakan sesuai dengan anjuran baku dan dalam penerapannya telah mendapat bimbingan/latihan dan penyuluh atau para ahli di bidangnya; (SA) 4. Dalam menggunakan pestisida petani harus sudah mendapat pelatihan; (SA) C. Pestisida

127 Pestisida yang digunakan yaitu pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian untuk tanaman yang bersangkutan, dan efektif terhadap OPT yang menyerang; (W) D. Penggunaan Pestisida Penggunaan pestisida harus diusahakan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan dampak sekecil-kecilnya. 1. Penggunaan pestisida wajib memenuhi kriteria 6 (enam) tepat serta memenuhi ketentuan baku lainnya sesuai dengan Pedoman Umum Penggunaan Pestisida yaitu : a. Tepat jenis; (SA) b. Tepat mutu; (SA) c. Tepat dosis/konsentrasi; (SA) d. Tepat waktu; (SA) e. Tepat OPT target; (SA) f. Tepat cara; (SA) 2. Penggunaan pestisida diupayakan seminimal mungkin meninggalkan residu pada hasil panen, sesuai dengan Pedoman Penggunaan Pestisida dengan Residu minimum; (SA) 3. Pestisida Hayati, pestisida yang mudah terurai dan pestisida yang tidak meninggalkan residu pada hasil panen serta pestisida yang kurang berbahaya terhadap manusia dan unsur lingkungan hidup lebih diutamakan; (SA) 4. Penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan pekerja atau aplikator pestisida; (SA) 5. Penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup antara lain meliputi pencemaran tanah dan air, keracunan ternak hewan piaraan, keracunan tanaman, serta kerusakan unsur lingkungan hidup lainnya terutama tentang keracunan dan kematian biota tanah dan bola air; (A) 6. Penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup antara lain meliputi pencemaran tanah dan air, keracunan ternak hewan piaraan, keracunan tanaman, serta kerusakan unsur lingkungan hidup lainnya terutama tentang keracunan dan kematian biota tanah dan biota air; (A) 7. Tata cara aplikasi pestisida harus mengikuti aturan yang tertera pada label; (SA) 8. Pestisida yang residunya berbahaya bagi manusia tidak boleh diaplikasikan menjelang panen dan saat panen dan penggunaannya harus sesuai anjuran; (W) E. Pencatatan Penggunaan Pestisida

128 1. Pestisida yang digunakan dicatat yang meliputi jenis, waktu, dosis, konsentrasi, dan cara aplikasinya; (SA) 2. Setiap penggunaan pestisida harus selalu dicatat yang mencakup nama pestisida, lokasi, tanggal aplikasi, nama distributor dan nama penyemprot (operator); (SA) 3. Catatan penggunaan pestisida disimpan selama 3 tahun; (SA) F. Penyimpanan Pestisida Penyimpanan pestisida harus memenuhi persyaratan standart sebagai berikut : 1. Pestisida harus disimpan di tempat yang baik dan aman, berventilasi baik dan tidak bercampur dengan material lainnya; (A) 2. Harus terdapat fasilitas yang cukup untuk menakar dan mencapur pestisida; (SA) 3. Tempat penyimpanan sebaiknya mampu menahan tumpahan (antara lain untuk mencegah kontaminasi air); (A) 4. Terdapat fasilitas untuk mengatasi keadaan darurat, seperti tempat untuk mencuci mata dan anggota tubuh lainnya, persediaan air yang cukup, pasir untuk digunakan apabila terjadi kontaminasi atau terjadi kebocoran; (SA) 5. Akses ke tempat penyimpanan pestisida terbatas hanya pada pemegang kunci yang telah mendapat pelatihan; (A) 6. Terdapat pedoman/tata cara penanggulangan kecelakaan akibat keracunan pestisida yang terletak pada lokasi yang mudah dijangkau; (A) 7. Tersedia catatan tentang pestisida yanng disimpan; (A) 8. Semua pestisida harus disimpan dalam kemasan aslinya; (W) 9. Tanda-tanda peringatan potensi bahaya pestisida diletakkan pada pintu-pintu masuk; (SA) G. Pembuangan Pestisida 1. Kemasan pestisida kosong a. Wadah bekas pestisida tidak boleh digunakan untuk keperluan lain, pembuangan wadah pestisida kosong tidak boleh membahayakan manusia atau mencemari lingkungan; (W) b. Wadah bekas pestisida harus dirusak untuk mencegah penggunaan ulang; (W) c. Wadah pestisida kosong harus dibuang ke tempat pembuangan; (SA) 2. Pestisida Kadaluarsa/sisa

129 a. Pembuangan pestisida yang kadaluarsa dilakukan sesuai dengan pedoman yang ada; (SA) b. Apabila terjadi kelebihan pestisida dalam tabung penyemprot, maka pestisida tersebut harus dibuang dengan menyemprotkan pada tanaman sejauh dosisnya tidak melebihi batas aman atau dibuang ke lahan kosong atau dibuang ke tangki pembuangan atau dibuang sesuai pedoman; (SA) Pembuangan Kemasan pestisida kosong dan pestisida kadaluwarsa dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. H. Analisis Residu Pestisida 1. Analisis residu pestisida mengacu pada penilaian resiko; (A) 2. Hasil analisis dapat ditelusuri kepada lokasi produk; (A) 3. Penanam atau pemasok pestisida mampu untuk memeberikan bukti dan penguaian pestisida; (A) 4. Laboratorium yang digunakan untuk analisis residu merupakan lembaga yang telah memperoleh akreditasi atau lembaga yang telah ditunjuk oleh Menteri; (SA) VII. PENGAIRAN 1. Setiap budidaya tanaman buah hendaknya didukung dengan penyediaan air sesuai kebutuhan dan peruntukannya; (SA) 2. Air hendaknya dapat disediakan sepanjang tahun, baik bersumber dari air hujan, air tanah, air embung, tandon, bendungan ataipun sistem irigasi/pengairan; (SA) 3. Air yang digunakan untuk irigasi memenuhi baku mutu air irigasi, dan tidak menggunakan air limbah berbahaya; (A) 4. Air yang digunakan untuk proses pascapanen dan pengolahan buah memenuhi baku mutu air yang sehat; (SA) 5. Pemberian air untuk tanaman buah dilakukan secara efektif, efisien, hemat air dan manfaat optimal, menggunakan teknik maju yang tersedia, dengan mempertimbangkan curah hujan dan kebutuhan air; (A) 6. Apabilaair irigasi tidak mencukupi kebutuhan tanaman guna pertumbuhan optimal, harus diberikan tambahan air pada tanaman dengan berbagai teknik irigasi; (A) 7. Penggunaan air pengairan tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat di sekitarnya dan mengacu pada peraturan yang ada; (A)

130 8. Pengairan tidak boleh mengakibatkan terjadinya erosi lahan maupun tercucinya unsur hara, pencemaran lahan oleh bahan berbahaya, dan keracunan bagi tanaman dan lingkungan hidup; (A) 9. Kegiatan pengairan sebaiknya dicatat sebagai bahan dokumentasi; (A) 10. Penggunaan alat dan mesin pertanian untuk irigasi/penyediaan air dari berbagai sumber, memenuhi ketentuan sesuai peraturan/perundang-undangan dan dapat diterima oleh masyarakat setempat; (A) VIII.PENGELOLAAN/PEMELIHARAAN TANAMAN A. Tanaman buah harus dikelola/dipelihara sesuai karakteristik dan kebutuhan spesifik tanaman, agar dapat tumbuh dan berproduksi optiomal serta menghasilkan produk buah bermutu tinggi, melalaui kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. Pemangkasan/pewiwilan (pemotongan tunas liar), dan perompesan untuk pembentukan kanopi ideal; (A) 2. Pemangkasan produksi agar tanaman berpropduksi optimal; (A) 3. Perambatan (staking) pada para-para (untuk tanaman merambat dan semusim); (A) 4. Pengurangan anakan; (SA) 5. Penjarangan buah untuk menghasilkan buah dengan ukuran optimal; (SA) 6. Pembungkusan buah untuk menghasilkan buah dengan mutu optimal; (SA) B. Tanaman buah dijaga, agar terlindung dari gangguan hewan ternak, binatang liar, dan atau lainnya; (A) IX. PANEN 1. Tersedia peraturan tentang kebersihan bagi pekerja untuk menghindari terjadinya kontaminasi terhadap produk buahbuahan segar; (SA) 2. Sebelum menangani produk buah segar, pekerja telah mendapat intruksi (arahan) dari atasannya atau pekerja telah mengetahui apa yang akaan dikerjakannya sesuai dengan prosedur atau tata cara kerja yang ada; (SA) 3. Pemanenan harus dilakukan pada umur/waktu yang tepat, sehingga produk buah hasil panen mutunya optimal pada saat tiba di konsumen; (A)

131 4. Penentuan saat panen optimal masing-masing komoditas buah mengikuti pedoman standard tingkat kematangan yang mengacu pada tujuan penggunaan dan permintaan pasar; (A) 5. Cara pemanenan buah sesuai dengan teknik, anjuran baku untuk masing-masing jenis tanaman. Sehingga diperoleh mutu hasil panen yang tinggi, tidak rusak, tetap segar dalam waktu lama, dan produk memberi kepuasan kepada konsumen; (A) 6. Apabila pada satu batang dijumpai buah yang tingkat ketuaannya tidak sama, panen harus dipilih, hanya buah ynag telah siap panen saja yang dipanen saat itu; (SA) 7. Panen hanya dilakukan terhadap hasil panen yang memenuhi syarat dan pantas untuk dikonsumsi atau untuk bahan olahan; (A) 8. Kemasan (wadah) yang akan digunakan harus disimpan (diletakkan) di tempat yang aman untuk menghindari terjadinya kontaminasi; (SA) 9. Kemasan yang akan digunakan ulang harus dalam keadaan bersih. (SA) X. PENANGANAN PASCA PANEN A. Hasil penen buah yang berupa produk segar, tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung dalam waktu lama, agar produk tetap segar; (SA) B. Hasil panen buah dipilah-pilah antara yang baik atau memenuhi syarat dan yangrusak karena kerusakan fisik, serangan OPT serta yang terlalu muda dan terlalu matang; (SA) C. Hasil panen buah dipilah-pilah antara yang baik atau memenuhi syarat dan yang rusak karena kerusakan fisik, serangan OPT serta yang terlalu muda dan terlalu matang; (A) D. Produk yang cacat, luka, rusak, ukuran tidak memenuhi syarat pasar, terlalu muda, terlalu tua/matang, atau terserang OPT, harus dipisahkan; (A) E. Pembersihan Hasil Panen 1. Hasil panen buah dibersihkan dari kotoran dan OPT dengan cara pencucian, penyikatan, pengelapan, pembuangan kotoran, atau cara-cara lain disesuaikan dengan karakteristik hasil panen; (SA) 2. Pencucian hasil panen buah harus menggunakan air yang bersih, sesuai baku mutu air bersih. Pencucian diikuti tindakan menghilangkan sisa air di permukaan buah; (SA) 3. Pembersihan harus dilakukan dengan hati-hati agar produk tidak rusak, luka, memar, membusuk atau menjadi cacat; (SA)

132 F. Pengkelasan 1. Hasil panen buah yang telah dibersihkan dikelaskan sesuai dengan standard yang berlaku. Hasil panen terpilih selanjutnya diklasifikasi sesuai dengan kelas standard mutu buah yang telah ditentukan untuk masing-masing produk buah dan pasar; (SA) 2. Apabila standard mutu/sni bagi produk buah yang bersangkutan belum tersedia, pengkelasan dilakukan sesuai permintaan pasar; (A) G. Pengepakan dan Pengemasan 1. Produk hasil panen dikemas sesuai dengan kelas produk, mengikuti ketentuan standard kelas (grade) produk yang bersangkutan, atau sesuai dengan kelas yang berlaku di pasar atau yang dikehendaki konsumen khusus; (A) HALAMAN 13 BELUM DIKETIK ALIAS ENGGAK ADA HAL k. Tempat Bangunan Pengepakan 1. Tempat proses pengepakan dan penyimpanan terlindung dari hama dan pengganggu lainnya; (SA) 2. Tempat penyimpanan terpisah dari tempat pupuk dan pestisida; (SA) XII. ALAT MESIN PERTANIAN 1. Untuk usaha budidaya tanaman buah perlu disediakan alat dan mesin pertanian (alsintan) yang sesuai dengan kebutuhan tanaman buah; (A) 2. Penggunaan alsintan harus dilakukan secara tepat, sehingga tidak berdampak terhadap pemadatan tanah, erosi tanah, pelongsoran tanah atau kerusakan tanah dan tidak berdampak negatif terhadap sosial ekonomi masyarakat; (A) 3. Untuk peralatan yang sensitif perlu dilakukan kalibrasi secara berkala; (SA) XIII. PELESTARIAN LINGKUNGAN 1. Usaha budidaya tanaman buah perlu memperhatikan aspek usaha tani yang berkelanjutan, ramah lingkungan dan keseimbangan ekologi; (SA)

133 2. Upaya mempertahankan keseimbangan ekologi dalam budidaya tanaman buah mengacu pada upaya meningkatkan daya pulih lingkungan terutama dari segi kelestarian tanah dan air serta keseimbangan hayati; (A) XIV. TENAGA KERJA A. Tenaga kerja usaha produksi buah-buahan perlu mengetahui cara budidaya komoditas yang diusahakan, terutama aspek persyaratan tumbuh, adaptasi varietas, cara bertanam, kebutuhan pupuk, pengendalian OPT, cara pembuahan (apabila relevan), dan teknik panen dan pascapanen; (SA) B. Tenaga kerja/pelaku usaha yang belum menguasai teknik budidaya komoditas buah yang diusahakan, dianjurkan untuk mengikuti magang, pelatihan, atau berkonsultasi; (A) C. Tenaga kerja pada usaha produksi buah-buahan harus memenuhi Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan, dari aspek batasan umur, jam kerja, keselamatan kerja dan upah kerja; (SA) D. Tenaga kerja pada usaha produksi buah-buahan wajib menjamin mutu dan keamanan konsumsi produk buah yang dihasilkan; (A) E. Keselamatan dan Kesehatan Pekerja : 1. Bagi pekerja yang mengoperasikan peralatan yang berbahaya harus diberikan pelatihan; (W) 2. Catatan pelatihan pekerja perlu disimpan secara baik; (SA) 3. Perlu petugas yang terlatih terhadap Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di tempat kerja; (SA) 4. Prosedur penanganan kecelakaan perlu dipajang di tempat kerja secara visual; (SA) 5. Tersedia fasilitas P3K di tempat kerja; (SA) 6. Peringatan bahaya perlu diidentifikasi secara jelas; (SA) 7. Pekerja perlu mengetahui bahaya pestisida, ketentuan peraturan tentang keselamatan kerja, persyaratan dan tata cara mencegah keracunan pestisida terhadap dirinya maupun orang lain; (SA) 8. Pekerja perlu menggunakan perlengkapan pelindung sesuai anjuran baku; (SA) 9. Pekerja mampu mendemonstrasikan bahwa mereka mampu menggunakan perlengkapan pelindung sesuai dengan instruksi (anjuran baku); (SA) 10. Baju dan peralatan pelindung ditempatkan secara terpisah; (A) 11. Pekerja yang menangani pestisida perlu mendapatkan pengecekan kesehatan secara rutin setiap tahunnya; (SA) 12. Pekerja pada saat melaksanakan pekerjaan tidak dalam keadaan sakit dan atau tidak mengidap penyakit menular; (W)

134 XV. FASILITAS KEBERSIHAN 1. Tersedianya tata cara/aturan tentang kebersihan bagi pegawai untuk menghindari terjadinya kontaminasi terhadap produk buah segar; (SA) 2. Tersedianya toilet yang bersih dan fasilitas pencucian di sekitar tempat kerja; (SA) XVI. TEMPAT PEMBUANGAN Untuk menghindari berkembangbiaknya hama dan penyakit, maka bangunan harus bebas dari sampah dan limbah serta mempunyai tempat untuk pembuangan sampah; (SA) XVII. PENGAWASAN, PENCATATAN, DAN PENELUSURAN BALIK A. Sistem Pengawasan dan Pencatatan 1. Pelaku usaha budidaya buah-buahan hendaknya melaksanakan sistem pengawasan secara internal pada proses produksi, terutama pada titik krisis sejak pra tanam sampai dengan pascapanen, guna mencegah dan mengendalikan kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam penerapan pedoman budidaya yang direkomendasikan sehingga mempengaruhi mutu produk; (A) 2. Hasil pengawasan ini didokumentasikan, dicatat dan disimpan dengan baik untuk menunjukkan bukti bahwa aktivitas produksi telah sesuai dengan ketentuan; (A) 3. Instansi yang berwenang melaksanakan pengawasan hendaknya melakukan pengawasan pada usaha produksi buah-buahan, baik pada usaha budidaya, panen dan pascapanen, terhadap penerapan pelaksanaan manajemen mutu produk buah yang dilakukan mengacu pada Pedoman Budidaya Buah Yang Baik (Good Agriculture Practices); (SA) 4. Usaha budidaya tanaman buah diharuskan melakukan pencatatan (Farm Recording) terhadap segala aktivitas produksi yang dilakukan. Catatan tersebut disimpan dengan baik, minimal selama 3 (tiga) tahun, meliputi : a. Nama perusahaan atau usaha agribisnis buah-buahan; b. Alamat perusahaan/usaha; c. Jenis tanaman buah dan varietas yang ditanam; d. Produksi per hektar; e. Pendapatan per hektar; f. Penggunaan sarana produksi; dan g. Serangan OPT dan pengendaliannya.

135 B. Penelusuran Balik Semua produk yang dihasilkan harus dapat ditelusuri ke lahan usaha tani dimana produk tersebut ditanam; (A) XVIII. SERTIFIKASI 1. Sertifikasi dilaksanakan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan malaksanakan penilaian terhadap proses produksi usaha budidaya tanaman buah; (SA) 2. Produk bersertifikat menunjukkan bahwa produk tersebut telah mengacu pada Pedoman Budidaya Buah Yang Baik/GAP, dan telah menerapkan tahapan-tahapan yang tertuang dalam Standard Prosedur Operasi (SPO) dari masing-masing komoditas buah; (SA) XIX. FORMULIR PENGADUAN 1. Tersedia catatan tentanng keluhan/ketidakpuasan konsumen terhadap produk buah yang di hasilkan; (A) 2. Terdapat dokumen tindak lanjut dari pengaduan; (A) XX. PEMBINAAN Instansi pembina melaksanakan pembinaan dan bimbingan terhadap pelaksanaan Panduan Budidaya Buah Yang Benar; (A) XXI. PENUTUP Panduan Budidaya Buah Yang Benar (Good Agriculture Practices) bersifat umum, belum spesifik komoditi dan bersifatdinamis. Panduan akan disesuaikan kembali apabila terjadi perubahan, sesuai dengan perkembangan dan kemajuan teknologi. MENTERI PERTANIAN, ttd. ANTON APRIYANTONO

136 PRIMA TIGA DAFTAR ASESI PENERAPAN GOOD AGRICULTURE PRACTICES I. LAHAN D.1 Lahan untuk budidaya tanaman buah sebaiknya memiliki kesuburan tanah yang cukup baik: (A) E.1 Penyiapan lahan petani harus bebas dari pencemaran limbah beracun: (W) E.3 Penyiapan lahan harus menghindarkan terjadinya erosi permukaan tanah, kelongsoran tanah, dan atau kerusakan sumber daya tahan: (W) F.2 Media tanam yang digunakan tidak mengandung cemaran bahan beracun berbahaya (B3): (A) H.1 Lahan untuk budidaya tanaman buah adalah lahan datar sampai dengan lahan berkemiringan (30%) yang diikuti dengan upaya tindakan konservasi: (SA) H.2 Untuk kemiringan lahan > 40% wajib dilakukan tindakan konservasi: (W) II. PENGGUNAAN BENIH DAN VARIETAS TANAMAN III. IV. PENANAMAN PEMUPUKAN B.3 Penyemprotan pupuk cair pada tajuk tanaman/foliar sprays tidak boleh meninggalkan residu zat-zat kimia berbahaya pada saat tanaman dipanen: (W) B.5 Penggunaan pupuk organik dan atau anorganik tidak boleh mengakibatkan terjadinya pencemaran air beku (waduk: telaga: embung: bendungan: empang) atau air tanah dan sumber air: (SA) B.6 Tidak boleh menggunakan limbah kotoran manusia yang tidak boleh diberi perlakuan: (W) V. PERLINDUNGAN TANAMAN A.1 Perlindungan tanaman dilaksanakan sesuai dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT), menggunakan sarana dan cara yang tidak menggangu kesehatan manusia, serta tidak menimbulkan gangguan dan kerusakan lingkungan hidup: (SA) A.2 Perlindungan tanaman dilaksanakan pada masa pra tanam, masa pertumbuhan tanaman dan atau massa pascapanen, disesuaikan dengan kebutuhan: (SA) B.1 Tindakan pengendalian OPT dilaksanakan sesuai anjuran. Penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir apabila caracara yang lain dinilai tidak memadai: (SA)

137 VI. B.3 Penggunaan sarana pengendalian OPT (pestisida, agens hayati, serta alat dan mesin), dilaksanakan sesuai dengan anjuran baku dan dalam penerapannya telah mendapat bimbingan/latihan dari penyuluh atau para ahli di bidangnya: (SA) B.4 Bila tidak ada penyuluh, maka dalam menggunakan pestisida petani harus sudah mendapat pelatihan: (SA) C.1 Pestisida yang digunakan adalah pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian untuk tanaman yang bersangkutan dan efektif terhadap OPT yang menyerang: (W) D.1a Pestisida yang digunakan memenuhi kriteria tepat jenis: (SA) D.1b Pestisida yang digunakan memenuhi kriteria tepat mutu: (SA) D.1c Menggunakan pestisida dengan dosis yang tepat: (SA) D.1d Menggunakan pestisida pada waktu yang tepat: (SA) D.1e Menggunakan pestisida dengan konsentrasi yang tepat: (SA) D.1f Pestisida yang digunakan memenuhi kriteria tepat OPT target: (SA) D.1g Menggunakan pestisida dengan cara yang tepat: (SA) D.1h Pestisida yang digunakan memenuhi kriteria tepat alat aplikasi: D.4 D.5 (SA) Penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan pekerja (misalnya dengan menggunakan pakaian pelindung) atau aplikator pestisida: (SA) Penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup terutama tentang keracunan dan kematian biota tanah dan biota air: (A) D.6 Tata cara aplikasi pestisida harus mengikuti aturan yang tertera pada label: (SA) D.7 Pestisida yang residunya berbahaya bagi manusia tidak boleh diaplikasikan menjelang panen dan saat panen. Dan penggunaannya harus sesuai anjuran: (W) F.1 Pestisida harus disimpan di tempat yang baik dan aman, berventilasi baik tidak bercampur dengan material lainnya: (A) F.8 Semua pestisida haarus disimpan dalam kemasan aslinya: (W) G.1a Wadah bekas pestisida tidak boleh digunakan untuk keperluan lain, pembuangan wadah pestisida kosong tidak boleh membahayakan manusia atau mencemari lingkungan: (W) G.1b Wadah bekas pestisida harus dirusak untuk mencegah penggunaan ulang. (W) PENGAIRAN 1 Setiap budidaya tanaman buah hendaknya didukung dengan penyediaan air sesuai kebutuhan dan peruntukannya: (SA) 7 Penggunaan air pengairan tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat di sekitarnya dan mengacu pada peraturan yang ada: (A)

138 VII. VIII. IX. 8 Pengairan tidak boleh mengakibatkan terjadinya erosi lahan maupun tercucinya unsur hara, pencemaran lahan oleh bahan berbahaya, dan keracunan bagi tanaman dan lingkungan hidup: (A) PENGELOLAAN/PENGOLAHAN TANAMAN A.1 Lakukan pemangkasan/pewiwilan (pemotongan tunas liar), dan perompesan untuk pembentukan kanopi ideal: (A) A.2 Lakukan pemangkasan produksi agar tanaman berproduksi optimal: (A) A.3 Lakukan perambatan (staking) pada para-para (untuk tanaman merambat dan semusim): (A) A.4 Lakukan pengurangan anakan: (SA) A.5 Lakukan penjarangan buah untuk menghasilkan buah dengan ukuran optimal: (SA) B Tanaman buah dijaga, agar terlindung dari gangguan hewan ternak, binatang air, dan atau lainya. (A) PANEN 9 Kemasan yang akan digunakan ulang harus dalam keadaan bersih. (SA) PENANGANAN PASCA PANEN A B C D Hasil panen buah yang berupa produk segar, tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung dalam waktu lama, agar produk tetap segar: (SA) Hasil panen buah diperlakukan secara hati-hati, agar buah tidak memar, luka, kotor, membusuk atau mengering: (SA) Hasil panen buah dipilah-pilah antara yang baik atau memenuhi syarat dan yang rusak karena kerusakan fisik, serangan OPT serta yang terlalu muda dan terlalu matang: (A) Produk yang cacat, luka, rusak, ukura tidak memenuhi syarat pasar, terlalu muda, terlalu tua/matang, atau terserang OPT, harus dipisahkan: (A) E.3 Pembersihan harus dilakukan dengan hati-hati agar produk tidak rusak, luka, memar, membusuk atau menjadi cacat: (SA) F.2 Apabila standard mutu/sni bagi produk buah yang bersangkutan belum tersedia, pengkelasan dilakukan sesuai permintaan pasar: (A) X. ALAT DAN MESIN PERTANIAN XI. XII. PELESTARIAN LINGKUNGAN TENAGA KERJA A Tenaga kerja usaha produksi buah-buahan perlu mengetahui cara budidaya komoditas yang diusahakan, terutama aspek persyaratan tumbuh, adaptasi varietas, cara bertanam, kebutuhan pupuk, pengendalian OPT, cara pembuangan (apabila relevan), dan teknik panen dan pascapanen: (SA)

139 XIII. XIV. XV. XVI. B Tenaga kerja/pelaku usaha yang belum menguasai teknik budidaya komoditas buah yang diusahakan, dianjurkan untuk mengikuti magang, pelatihan, atau berkonsultasi: (A) E.1 Bagi pekerja yang mengoperasikan peralatan yang berbahaya harus diberikan pelatihan: (W) E.12 Pekerja pada saat melaksanakan pekerjaan tidak dalam keadaan sakit dan atau tidak mengidap penyakit menular: (W) FASILITAS KEBERSIHAN TEMPAT PEMBUANGAN PENGAWASAN, PENCATATAN, DAN PENELUSURAN BALIK A.3 Instansi yang berwenang melaksanakan pengawasan hendaknya melakukan pengawasan pada usaha produksi buah-buahan, baik pada usaha budidaya, panen dan pascapanen, terhadap penerapan pelaksanaan manajemen mutu poduk buah yang dilakukan mengacu pada Panduan Budidaya Buah yang Benar (Good Agriculture Practices): (SA) SERTIFIKASI 2 Produk bersertifikat menunjukkan bahwa produk tersebut telah mengacu pada Panduan Budidaya Buaah yang Benar/GAP, dan telah menerapkan tahapan-tahapan yang tertuang dalam Standard Prosedur Operasi (SPO) dari masing-masing komoditas buah. (SA) XVII. FORMULIR PENGADUAN XVIII. PEMBINAAN 1 Instansi pembina melaksanakan pembinaan dan bimbingan terhadap pelaksanaan Panduan Budidaya Buah yang Benar. PRIMA DUA Semua kegiatan yang termasuk dalam Produk P-3 ditambah dengan kegiatan berikut : I. LAHAN A.1 Tanaman pada kebun lama tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD); (A) A.2 Rencana penanaman pada kebun baru tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD): (SA) A.4 Apabila peta pewilayahan komoditas belum tersedia, lokasi sesuai dengan Agro Ecology Zone (AEZ) untuk menjamin produktivitas dan mutu yang tinggi: (SA) D.2 Kesuburan tanah yang rendah diatasi melalui upaya pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik dan/atau pupuk organik: (SA)

140 II. III. IV. E.2 Lakukan penyiapan lahan/media tanam agar struktur tanah menjadi gembur dan beraerasi baik sehingga perakaran dapat berkembang secara optimal: (SA) F.1 Siapkan lubang tanaman, sesuai ukuran lubang tanam dengan jenis tanaman buah: (SA) G.1 Usaha Produksi tanaman buah semusim hendaknya dilakukan mengikuti pola rotasi tanam yang terencana: (A) H.5 Lahan yang kondisi airnya menggenang di permukaan, atau tanah dalam kondisi jenuh air, harus dibuat saluran drainase/pengaliran air permukaan, sehingga lahan sesuai untuk budidaya tanaman buah secara berkelanjutan. (SA) PENGGUNAAN BENIH 1 Varietas yang dipilih untuk ditanam adalah varietas unggul atau varietas yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian: (SA) 3 Benih atau bahan tanaman harus sehat, memiliki vigor yang baik, tidak membawa dan atau menularkan OPT di lokasi usaha produksi: (SA) PENANAMAN 2 Lakukan penanaman pada semusim tanam yang dinilai tepat atau sesuai dengan jadwal tanam dalam manajemen produksi tanaman yang bersangkutan: (A) 3 Pada saat penanaman, diantisipasi agar tanaman tidak menderita cekaman kekeringan, kebanjiran, tergenang, atau cekaman faktor abiotik lainnya: (A) PEMUPUKAN A.1 Pupuk anorganik yang digunakan adalah jenis pupuk yang terdaftar, disyahkan atau direkomendasikan oleh pemerintah: (SA) A.2 Pupuk organik terdiri dari pupuk kandang yang telah matang (telah mengalami dekomposisi), kompos, bokashi, pupuk hijau, pupuk organik cair, atau pupuk organik bentuk lainnya: (SA) B.4 Utamakan penggunaan pupuk organik untuk usaha produksi tanaman buah, dan sesuaikan dengan kebutuhan tanaman: (SA) C.1 Catatan stok pupuk selalu diperbaharui dan tersedia di tempat usaha produksi buah: (A) C.4 Dalam hal penyimpanan pupuk dilakukan bersama pestisida, lakukan pemisahan secara fisik yang disertai dengan pemberian label: (A) C.5 Simpan pupuk organik pada tempat yang sesuai untuk menghindari pencemaran: (A) D.1 Petani dan penyuluh sangat dianjurkan mempunyai keahlian dalam hal pupuk dan pemupukan: (A) D.2 Aplikasi cara pemupukan mengacu pada rekomendasi penyuluh yang ahli di bidangnya: (A)

141 V. PERLINDUNGAN TANAMAN B.2 Tindakan pengendalian OPT tersebut pada butir B1, dilakukan atas dasar hasil pengamatan terhadap OPT dan faktor yang mempengaruhi perkembangan serta terjadinya serangan OPT: (A) D.3 Pestisida hayati, pestisida yang mudah terurai dan pestisida yang tidak meninggalkan residu pada hasil panen serta pestisida yang kurang berbahaya terhadap manusia dan unsur lingkungan hidup lebih diutamakan; (SA) E.1 Pestisida yang digunakan dicatat yang meliputi jenis waktu, dosis, konsentrasi, dan cara aplikasinya; (SA) E.2 Setiap penggunaan pestisida harus selalu dicatat yang mencakup nama pestisida, lokasi, tanggal aplikasi, nama distributor dan nama penyemprot (operator); (SA) F.2 Harus terdapat fasilitas yang cukup untukl menakar dan mencampur pestisida; (SA) F.3 Tempat penyimpanan sebaiknya mampu menahan tumpahan antara lain untuk mencegah kontaminasi air; (A) F.7 Tersedia catatan tentang pestisida yang disimpan; (A) G.2a Pembuangan pestisida yang kadaluarsa dilakukan sesuai dengan pedoman yang ada; (SA) H.3 Penanam dan/atau pemasok pestisida mampu untuk memberikan bukti dari pengujian pestisida; (A) VI. PENGAIRAN 2 Air hendaknya dapat disediakan sepanjang tahun, baik bersumber dan air hujan, air tanah, air embung, tandon, bendungan ataupun sistem irigasi/pengairan; (SA) 5 Pemberian air untuk tanaman buah dilakukan secara efektif, efisien, hemat air dan manfaat optimal, menggunakan teknik maju yang tersedia; dengan mempertimbangkan curah hujan dan kebutuhan air; (A) 6 Apabila air hujan tidak mencukupi kebutuhan tanaman guna pertumbuhan optimal, harus diberikan tambahan air pada tanaman dengan berbagai teknik irigasi; (A) VII. PENGELOLAAN/PEMELIHARAAN TANAMAN A.6 Lakukan pembungkusan buah untuk menghasilkan buah dengan mutu optimal. (SA) VIII. PANEN 2 Sebelum menangani produk buah segar pekerja telah mendapat instruksi (arahan) dari atasannya atau pekerja telah mengetahui apa yang akan dikerjakannya sesuai dengan prosedur atau tata cara kerja yang ada; (SA) 3 Pemanenan harus dilakukan pada umur/waktu yang tepat, sehingga produk buah hasil panen mutunya optimal pada saat tiba dikonsumen; (A) 5 Cara pemanenan buah sesuai dengan teknik, anjuran baku untuk masing-masing jenis tanaman, sehingga diperoleh mutu

142 IX. 5 Cara pemanenan buah sesuai dengan teknik, anjuran baku untuk masing-masing jenis tanaman, sehingga diperoleh mutu hasil panen yang tinggi, tidak rusak, tetap segar dalam waktu lama, dan produk memberi kepuasan kepada konsumen; (A) 7 Panen hanya dilakukan terhadap hasil panen yang memenuhi syarat dan pantas untuk dikonsumsi atau untuk bahan olahan; (A) PENANGANAN PASCA PANEN E.1 Hasil panen buah dibersihkan dari kotoran dan OPT dengan cara pencucian, penyikatan, pengelapan, pembuangan kotoran, atau cara-cara lain disesuaikan dengan karakteristik hasil panen; (SA) E.2 Pencucian hasil panen buah harus menggunakan air yang bersih, sesuai baku mutu air bersih. Pencucian diikuti tindakan menghilangkan sisa air di permukaan buah; (SA) F.1 Hasil panen buah yang telah dibersihkan dikelaskan sesuai dengan standar yang berlaku. Hasil panen terpilih selanjutnya diklasifikasi sesuai dengan kelas standard mutu buah yang telah ditentukan untuk masing-masing produk buah dan pasar; (SA) G.2 Kemasan harus dapat melindungi produk buah dan kerusakan dalam proses pengangkutan, goncangan, distribusi, penyimpanan, bongkar muat, penumpukan, penjualan eceran, sehingga produk buah tetap segar sampai ditangan konsumen; (SA) I.3 Produk buah hasil panen yang dipajang perlu dilindungi dari udara panas atau terkena sinar matahari secara langsung; (SA) J.1 Penggunaan bahan kimia pada saat pasca panen harus ditekan seminimal mungkin, dengan mengikuti petunjuk pada label produk dan produk kimia yang digunakan telah terdaftar; (SA) J.2 Pekerja yang mengaplikasikan bahan kimia untuk prose pasca panen telah terlatih; (SA) K.1 Tempat proses pengepakan dan penyimpanan terlindung dari hama dan pengganggu lainnya; (SA) K.2 Tempat penyimpanan terpisah dari tempat pupuk dan pestisida. (SA) X. ALAT DAN MESIN PERTANIAN 3 Peralatan dan mesin pertanian perlu dijaga dan dirawat dengan baik untuk peralatan yang sensitif perlu dilakukan kalibrasi secara berkala. (SA) XI. PELESTARIAN LINGKUNGAN 2 Upaya mempertahankan keseimbangan ekologi dalam budidaya tanaman buah mengacu pada upaya meningkatkan daya pulih lingkungan terutama dari segi kelestarian tanah dan air serta keseimbangan hayati. (A)

143 XII. XIII. XIV. XV. XVI. XVII. TENAGA KERJA E.6 Peringatan bahaya perlu diidentifikasi secara jelas; (SA) E.7 Pekerja perlu mengetahui bahaya pestisida, ketentuan peraturan tentang keselamatan kerja, persyaratan dan tata cara mencegah keracunan pestisida terhadap dirinya maupun orang lain; (SA) E.8 Pekerja perlu menggunakan perlengkapan pelindung sesuai anjuran baku; (SA) E.9 Pekerja mampu mendemonstrasikan bahwa mereka mampu menggunakan perlengkapan pelindung sesuai dengan instruksi (anjuran baku); (SA) E.10 Baju dan peralatan pelindung ditempatkan secara terpisah; (A) FASILITAS KEBERSIHAN 1 Tersedianya tata cara/aturan tentang kebersihan bagi pegawai untuk menghindari terjadinya kontaminasi terhadap produk buah segar; (SA) TEMPAT PEMBUANGAN PENGAWASAN, PENCATATAN, DAN PENELUSURAN BALIK A.1 Pelaku usaha budidaya buah-buahan hendaknya melaksanakan sistem pengawasan secara internal pada proses produksi, terutama pada titik-titik kritis sejak pra tanam sampai dengan pasca panen, guna mencegah dan mengendalikan kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam penerapan panduan budidaya yang direkomendasikan sehingga mempengaruhi mutu produk; (A) A.4 Usaha budidaya tanaman buah diharuskan melakukan pencatatan (Farm Recording) terhadap segala aktivitas produksi yang dilakukan. Catatan ini disimpan dengan baik, minimal selama 3 (tiga) tahun; (A) SERTIFIKASI 1 Sertifikasi dilaksanakan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan melaksanakan penilaian terhadap proses produksi usaha budidaya tanaman buah; (SA) FORMULIR PENGADUAN 1 Tersedia catatan tentang keluhan/ketidakpuasan konsumen terhadap produk buah yang dihasilkan; (A) 2 Terdapat dokumen tindak lanjut dari pengaduan. (A) PRIMA SATU Seluruh aktifitas yang ada dalam buku ini termasuk dalam P-1.

144 I. PENDAHULUAN. Kabupaten Cirebon merupakan salah satu sentra produksi buah mangga di Indonesia. Salah satu produk unggulannya adalah mangga Gedong Gincu yang merupakan unggulan nasional karena memiliki daya saing komparatif maupun kompetitif. Pengembangan mangga Gedong Gincu selain yang dilakukan masyarakat secara swadaya dilahan pekarangan dengan skala luas yang relatif kecil, juga telah dilaksanakan melalui kerjasama Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Jepang ( JBIC, IP-477) seluas 1000 ha dari tahun 1997/1998 sampai dengan Pada tahun 2005 Kabupaten Cirebon mempunyai luas areal untuk mangga ha, dengan populasi sebanyak pohon. Dari jumlah luas dan jumlah pohon mangga yang ada, terdapat kebun mangga varietas Gedong Gincu seluas ha, dengan jumlah pohon yang produktif sebanyak pohon. Produksi gedong gincu pada tahun 2005 sebanyak ton Sebagian besar produksi dan mutu buah yang dihasilkan di Kabupaten Cirebon masih rendah (ukuran buah, warna,rasa buah, tingkat kematangan buah tidak seragam, produktivitas buah/pohon rendah dan permukaan kulit buah tidak mulus). Hal ini diakibatkan belumditerapkannya teknologi budidaya yang baik dan benar di lapangan. Sebagian besar produksi masih bersumber dari kebun produksi i

145 tradisional yang sama sekali belum menerapkan teknologi budidaya mangga yang baik dan benar. Untuk mengatisipasi hal tersebut, diperlukan buku pedoman Standar Prosedur Operasional (SPO) mangga Gedong Gincu spesifik lokasi sebagai acuan dalam meningkatkan mutu dan produksi mangga Gedong Gincu untuk Kabupaten Cirebon.. II. TARGET Target yang akan dicapai dengan menerapan SPO ini adalah tercapainya produksi optimal, kualitas produksi mangga sesuai standar mutu untuk ekspor. a. Target produksi yang akan dicapai untuk mangga Gedong Gincu adalah 50 kg/pohon (tanaman berumur 10 tahun). b. Target mutu buah mangga Gedong Gincu yang akan dicapai dengan penerapan SPO ini antara lain : Varietas seragam. Tingkat kematangan buah seragam Buah utuh, tidak pecah, terbelah atau terkelupas. Berat buah yang dihasilkan 35 % grade A, 35% grade B dan 40 % grade C. Grade A : gram. Grade B : gram. Grade C : gram. Kekerasan buah seragam, mutu super (keras), mutu 1 (keras) dan mutu II (cukup keras) Buah bebas dari bercak atau bekas hitam pada permukaan kulit Bebas memar karena benturan Buah mangga aman dikonsumsi Kesegaran buah terjaga baik Tingkat kemanisan (kadar gula terlarut/mass SUCROSE) pada saat petik ± 14 brix (tingkat kematangan 75 %. ii iii

146 KEGIATAN Untuk peningkatan produksi dan mutu buah mangga Gedong Gincu, diperlukan penanganan khusus yang meliputi perbaikan manajemen dan aplikasi budidaya pra-panen dan pasca panen di lapangan pada tanaman usia produktif. Sub kegiatan yang dinilai berkaitan erat pada tujuan dan target yang telah ditetapkan adalah tahap persipan lahan, persipan benih, penanaman, pemangkasan, pemupukan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit, penjarangan buah, panen dan penanganan pasca panen. Dalam hal ini pemerintah daerah Kabupaten Cirebon telah menetapkan mangga varietas Gedong Gincu sebagai tanaman unggulan daerah, sehingga pemerintah daerah saat ini sudah mengalokasikan sebagian dana untuk pengembangan tanaman mangga varietas Gedong Gincu. Dukungan dari pemerintah daerah Kabupaten Cirebon tidak bertepuk sebelah tangan, karena masyarakat setempat menyambut kebijakan pemerintah daerah dengan mengembangkan kebun secara swadaya, namun demikian pengetahuan budidaya tanaman mangga Gedong Gincu petani masih perlu ditingkatkan. Untuk itu Pemerintah pusat melalui Direktorat Budidaya Tanaman Buah memfasilitasi pembuatan buku Standar Prosedur Operasional (SPO) mangga untuk meningkatkan pengetahuan petugas dan menjadi acuan dalam membudidayakan tanaman mangga varietas Gedong Gincu. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Standar Prosedur Operasional Persiapan Lahan Nomor SPO. M.G C Halaman I/4 Tanggal Revisi I. Persiapan Lahan A. Definisi : Kegiatan penyiapan lahan untuk digunakan sebagai media pertumbuhan yang optimal bagi tanaman. B. Tujuan : Mempersiapkan lahan yang baik agar pertanaman mendapatkan zone/ruang perakaran yang baik. Karakteristik kesesuaian lahan bagi tanaman mangga C. Validasi 1. Pengalaman PT. Trigatra Rajasa 2. Kelompok tani mangga P2AH (JBIC)Kabupaten Cirebon. 3. Kelompok tani andalan Kecamatan Lemah Abang Cirebon. D. Alat dan Bahan a. Kertas/alat tulis/penggaris b. Bambu/golok/pisau/palu besar c. Altimeter d. Cangkul/sekop/garpu e. sgerobak dorong. iv I-1

147 Standar Prosedur Operasional Persiapan Lahan Nomor SPO.M.G.C Halaman 2/4 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Persiapan Lahan Nomor SPO.M.G.C Halaman 3/4 Tanggal Revisi f. Meteran. g. Kompas. h. Pupuk kandang dan pupuk an-organik. i. Blencong. E. Fungsi Bahan dan Alat a. Kertas/alat tulis/penggaris, digunakan sebagai alat tulis dalam rangka pembuatan desain kebun. b. Bambu/golok/pisau/palu besar, digunakan sebagai bahan dan alat membuat ajir. c. Altimeter digunakan sebagai alat mengukur ketinggian lahan. d. Cangkul/sekop/garpu digunakan sebagai alat dalam proses pengolahan tanah. e. Gerobak dorong digunakan untuk mengangkut sisasisa kotoran/material lain pada saat pengolahan lahan. f. Meteran digunakan sebagai alat pengukur luas lahan dan jarak tanam. g. Kompas digunakan untuk menentukan arah tanaman (Barat,Timur, Utara, Selatan dan Timur). h. Pupuk kandang dan pupuk an organik digunakan untuk menambah nutrisi tanah sebagai media tumbuh tanaman mangga. i. Blencong digunakan untuk membabat rumput dan gulma lainnya F. Prosedur Pelaksanaan : a. Lakukan pemetaan dan pengukuran luas kebun. b. Kaplingkan setiap blok lokasi kebun. c. Tentukan lokasi pengairan/irigasi, bak penampung air, jalan masuk dan keluar kebun, tempat pengumpulan buah/hasil panen. d. Tebang pohon besar dan kecil serta lakukan pencabutan akar tanaman yang masih tersisa. e. Babat serta dongkel akar pada lahan yang masih banyak akar pohon. f. Potong pohon menjadi bagian bagian kecil untuk memudahkan pengangkutan dan pembersihan lahan dari lokasi. g. Kumpulkan sampah kayu, tumpuk memanjang garis sesuai kontur. h. Buat teras bila kemiringan lahan >10 %. i. Tetapkan titik-titik calon lubang tanam dengan jarak antar lubang 10x10 meter dan dibuat lubang tanam berukuran 70x70x70 cm untuk tanah gembur, untuk tanah berbatu buat ukuran 100x100x100 cm. j. Pisahkan tanah bagian atas (kedalaman 0-30 cm) dengan tanah bagian bawah (kedalaman cm). I-2 I-3

148 Standar Prosedur Operasional Persiapan Lahan Nomor SPO.M.G.C Halaman 4/4 Tanggal Revisi k. Lubang tanam dibiarkan terbuka selama ± 2 minggu sebelum penanaman dilaksanakan. l. Campur tanah bagian atas dengan pupuk kandang : kg, SP- 36 : 200 gr. m. Catat setiap kegiatan persiapan lahan. Standar Prosedur Operasional Persiapan Benih Nomor SPO M.G.C Halaman 1/3 II. Persiapan benih (bibit) Tanggal Revisi A. Definisi : Persiapan benih (bibit) merupakan rangkaian kegiatan menyediakan benih mangga bermutu dari varietas unggul bebas penyakit serta dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang tepat. B. Tujuan : a. Menyediakan benih (bibit) bermutu varietas unggul sesuai dengan kebutuhan b. Menjamin benih (bibit) bebas dari hama dan penyakit c. Agar dapat tumbuh baik dan berproduksi optimal C. Validasi a. Rujukan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2004 b. Balai Penelitian Sertifikasi Benih Provinsi Jawa Barat.. D. Bahan dan Alat a. Benih b. Pisau/gunting c. Gerobak dorong II-1

149 Standar Prosedur Operasional Persiapan Benih Nomor SPO.M.G.C Halaman 2/3 Tanggal Revisi E. Fungsi Bahan dan Alat a. Benih digunakan sebagai bahan tanaman b. Pisau/gunting untuk memotong polybag c. Gerobak dorong digunakan untuk mengangkut benih ke lokasi lahan. Standar Prosedur Operasional Persiapan Benih Nomor SPO M.G.C Halaman 3/3 Tanggal Revisi c. Benih harus berasal dari penangkar benih yang terdaftar dan berlabel, berasal dari pohon induk yang diterminasi dan mempunyai batang bawah yang kuat dan tahan terhadap penyakit. d. Catat tanggal pada label benih mangga Gedong Gincu yang digunakan. F. Prosedur Pelaksanaan : a. Hitung benih disesuaikan dengan luas lahan ( pohon/ha) ditambah 10 % cadangan untuk penyulaman b. Benih harus bermutu dan berlabel (biru-merah jambu) dari klon yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian (Gedong Gincu) dengan spesifikasi sebagai berikut : - Tinggi benih antara cm dan diameter 1-1,5 cm - Warna batang hijau tua kecoklatan, bentuk batang lurus dan tidak bercabang. - Warna daun hijau mengkilap dan telah membentuk 3 flush - Benih yang dipilih sebaiknya telah berumur 6 bulan atau lebih setelah disambung.. - Benih bebas dari serangan hama dan penyakit - Benih berasal dari perbanyakan vegetatif (okulasi atau sambung pucuk/grafting) II-2 II-3

150 Standar Prosedur Operasional Penanaman III. PENANAMAN Nomor SPO M..G. C Halaman 1/4 Tanggal Revisi A. Definisi : Merupakan rangkaian kegiatan menanam hingga tanaman berdiri tegak dan siap tumbuh subur di lapangan. B. Tujuan : Menjamin benih yang ditanam tumbuh optimal C. Validasi a. Kelompok Tani Buah peserta proyek P2AH Kabupaten Cirebon. b. Pengalaman Petani Maju Jaya Kecamatan Lemah Abang Cirebon. D. Bahan dan Alat a. Benih mangga berkualitas b. Cangkul/Sekop/garpu c. Gerobak dorong d. Pupuk kandang dan pupuk an-organik e. Pisau/gunting Standar Prosedur Operasional Penanaman Nomor SPO M.G.C Halaman 2/4 Tanggal Revisi E. Fungsi Bahan dan Alat a. Benih mangga bermutu/berlabel, digunakan sebagai bahan yang akan ditanam pada lubang tanam yang telah disiapkan b. Cangkul/sekop/garpu digunakan sebagai alat bantu dalam penanaman c. Gerobak dorong digunakan untuk mengangkut benih dan sisa-sisa kotoran pada saat penanaman. d. Pupuk kandang/pupuk anorganik digunakan sebagai nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhan awal tanaman. e. Pisau/gunting digunakan untuk memotong kantong plastik/polybag. F. Prosedur Pelaksanaan : a. Tanam benih mangga Gedong Gincu pada saat musim hujan. b. Periksa kondisi lobang tanam. c. Hitung jumlah benih yang akan ditanam. d. Hitung jumlah pekerja yang dibutuhkan sesuaikan dengan lahan yang digarap (5 HOK/hektar). III-1 III-2

151 Standar Prosedur Operasional Penanaman Nomor III Halaman ¾ Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pemangkasan Nomor IV Halaman 1/4 Tanggal Revisi e. Siapkan pupuk kandang sebanyak 40 kg/lubang tanam, pupuk SP-36 sebanyak kg/ha. f. Berikan pengarahan kepada pekerja sebelum penanaman dimulai. g. Gunting polybag bagian bawah setelah itu bagian samping secara hati-hati. h. Periksa Benih dengan baik, batang benih harus tumbuh lurus dan perakarannya banyak. i. Letakkan benih secara tegak lurus. Benih okulasi dihadapkan kearah datangnya angin agar tunas tempelan tidak patah. Bila benih sambung arah celah sambungan tegak lurus dengan arah angin. j. Tanam benih + 5 cm di atas pangkal batang, + 25 cm di bawah okulasi. k. Tutup lubang tanam dengan tanah galian yang dibiarkan terbuka selama 1-2 minggu sebelumnya dan tekan sedikit disamping tanah bekas polybag. l. Tancapkan bambu disisi tanaman sebagai ajir, agar tanaman dapat tumbuh tegak lurus ke atas. m. Ikat ajir dengan tali, ikatan jangan terlalu kencang. n. Buat naungan dari daun kelapa atau jerami padi, rumput kering atau anyaman bambu sebagai pelindung tanaman selama 1-2 bulan. o. Siram benih secukupnya p. Catat waktu penanaman pada kartu kendali. III-3 III-4

152 Standar Prosedur Operasional Pemangkasan IV. Pemangkasan. Nomor SPO M.G.C Halaman 1/8 Tanggal Revisi Pemangkasan tanaman mangga dibagi dua jenis yaitu : 1. Pemangkasan bentuk. 2. Pemangkasan pemeliharaan/produksi. Standar Prosedur Operasional Pemangkasan D. Bahan dan Alat a. Gunting pangkas. b. Gergaji pangkas. c. Meni/oli bekas. d. Kuas halus. e. Tangga. Nomor SPO.M.G.C Halaman 2/8 Tanggal Revisi Pemangkasan Bentuk A. Definisi Merupakan rangkaian kegiatan memangkas cabang/ ranting tanaman dalam rangka pembentukan kanopi. Kanopi tanaman terbentuk dengan pola , yakni 1 batang utama, 3 cabang primer, 9 cabang sekunder dan 27 cabang tersier. B. Tujuan : Untuk membentuk kerangka dasar tanaman agar mendukung tanaman mempunyai produktivitas tinggi. C. Validasi a. Roedhy Poerwanto. (2003). Bahan Ajar Budidaya Buah-buahan. Institut Pertanian Bogor. b. Asosiasi Petani buah mangga Suka Mulya Kecamatan Sedong, Cirebon E. Fungsi : a. Gunting pangkas digunakan untuk memotong tunas, ranting dan cabang kecil. b. Gergaji pangkas digunakan untuk memotong cabang besar. c. Meni atau oli bekas digunakan sebagai pelapis/penutup luka bekas pangkasan. d. Kuas halus digunakan untuk mengoleskan meni atau oli bekas pada batang yang telah dipangkas. e. Tangga digunakan untuk mencapai bagian tanaman yang tidak bisa dijangkau oleh tangan untuk dilakukan pemangkasan. F. Prosedur Pelaksanaan: a. Pangkas benih mangga mengikuti pola b. Lakukan pangkas bentuk I sejak tanaman masih muda (benih setinggi cm). c. Pelihara 3 cabang primer yang membentuk sudut seimbang (120º) antar yang berbeda. Cabang lain yang tidak dikehendaki dipangkas sampai ± 1 cm dari pangkal cabang. IV-1 IV-2

153 Standar Prosedur Operasional Pemangkasan Nomor SPO.M.G.C Halaman 3/8 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pemangkasan Nomor SPO.M.G.C Halaman 4/8 Tanggal Revisi d. Dari cabang primer tersebut masing-masing dipelihara 3 cabang sekunder, demikian seterusnya sampai terbentuk percabangan yang kompak dan kanopi pohon diarahkan membentuk setengah kubah dengan penyebaran daun merata. e. Ulangi pemangkasan batang utama jika tunas yang tumbuh pada bidang pangkasan hanya 1 atau 2 cabang saja f. Lakukan pemangkasan berikutnya jika cabang yang dipelihara telah mencapai 1 meter atau 3-6 bulan setelah pemangkasan pertama, seperti syarat dan tata cara pemangkasan pertama. g. Catat semua kegiatan pemangkasan pada kartu kendali pemangkasan agar diketahui kapan pemangkasan berikutnya. Gambar 1. Pemangkasan bentuk pada tanaman mangga IV-3 IV-4

154 Standar Prosedur Operasional Pemangkasan Pemeliharaan Nomor SPO.M.G.C Halaman 5/8 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pemangkasan Pemeliharaan Nomor SPO M.G.C Halaman 6/8 Tanggal Revisi Pemangkasan Pemeliharaan/Produksi. A. Definisi Membuang cabang/ranting yang tidak bermanfaat, merangsang munculnya tunas vegetatif pada rantingranting yang sebelumnya berbuah, sekaligus mengendalikan pertumbuhan tanaman yang berlebihan dan mendukung kontinuitas produksi. B. Tujuan Untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan produktivitas buah serta kontinuitas pembuahan. C. Validasi a. Roedhy Poerwanto Bahan Ajar Budidaya Buah-buahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. b. Kelompok tani Tegal Reso desa Beber, Cirebon c. Rujukan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat tahun D. Bahan dan Alat a. Gunting pangkas e. Tangga b. Gergaji pangkas c. Meni/ oli bekas d. Kuas halus E. Fungsi : a. Gunting pangkas digunakan untuk memotong tunas, ranting dan cabang kecil. b. Gergaji pangkas digunakan untuk memotong cabang besar. c. Meni digunakan sebagai pelapis/penutup luka bekas pangkasan. d. Kuas halus digunakan untuk mengoleskan meni atao oli bekas pada bekas bagian tanaman yang dipangkas e. Tangga digunakan untuk mencapai bagian tanaman yang tidak bisa dijangkau oleh tangan untuk dilakukan pemangkasan. F. Prosedur Pelaksanaan : a. Lakukan pemangkasan (pemeliharaan) pada tanaman usia produktif pada cabang atau tunas air b. Pangkas cabang yang bersudut kecil, cabang dan ranting yang terserang hama dan penyakit, lalu bakar pada tempat yang sudah disediakan c. Pangkas dahan dan ranting yang rapat, bersilangan atau tersembunyi/terlindung. d. Pangkas tajuk bagian atas yakni mundur satu ruas ujung ranting (terminal) bekas buah dipangkas, agar dapat mempertahankan ketinggian optimal tanaman (3 m) IV-5 IV-6

155 Standar Prosedur Operasional Pemangkasan Pemeliharaan Nomor SPO M.G.C Halaman 7/8 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pemangkasan Pemeliharaan Nomor SPO M.G.C Halaman 8/8 B Tanggal Revisi e. Pangkas dahan dan ranting yang pertumbuhannya kearah dalam tajuk atau yang kearah bawah f. Catat semua kegiatan pemangkasan. A C D Gambar 2 b. Pemangkasan setelah panen pada mangga Gambar 2 a. Pemangkasan pemeliharaan. Keterangan 2 a. A = Cabang atau ranting mati, lemah serta yang diserang hama dan penyakit B = Tunas air C = Cabang yang melebar D = Cabang yang rapat, berseling atau terlindung E = Tajuk Keterangan gambar : A = Cabang atau ranting mati dan lemah serta yang diserang hama dan penyakit B = Tunas air C = Cabang yang melebar D = Cabang yang rapat, bersilang atau mengarah kedalam E = Bekas tangkai buah IV-7 IV-8

156 Standar Prosedur Operasional Pemupukan Nomor SPO M.G.C Halaman 1/7 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pemupukan Nomor SPO M.G.C Halaman 2/7 Tanggal Revisi V. Pemupukan. Pemupukan pada tanaman mangga dibedakan menjadi 2 bagian yaitu : 1. Pemupukan untuk tanaman belum menghasilkan (fase juvenil) 2. Pemupukan untuk tanaman sudah menghasilkan Pemupukan untuk tanaman belum menghasilkan : A. Definisi Proses kegiatan pemberian nutrisi pada tanaman agar kondisi unsur hara dalam tanah yang dibutuhkan tanaman dapat memenuhi kebutuhan. Dosis pemupukan mangga Gedong Gincu yang belum produksi/menghasilkan setiap pohon. B. Tujuan Untuk mendapatkan pertumbuhan optimal tanaman serta mempertahankan status hara tanah. C. Validasi a. Pusat Kajian Buah Tropika IPB Pedoman Penerapan Jaminan Mutu Terpadu Mangga. b. Kelompok Tani buah Proyek P2AH(JBIC) Kabupaten Cirebon. c. Rujukan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat d. Kelompok Tani buah Matang Pohon Kecamatan Lemah Abang Kabupaten Cirebon.. D. Bahan dan Alat a. Pupuk kandang (organik) dan pupuk pabrik (pupuk anorganik) b. Cangkul c. Ember/gayung E. Fungsi : a. Pupuk kandang (organik) dan pupuk pabrik (pupuk anorganik), digunakan sebagai unsur tambahan hara/nutrisi yang dibutuhkan tanaman. b. Cangkul berfungsi untuk menggali tanah c. Ember/gayung sebagai tempat/wadah air F. Prosedur Pelaksanaan: a. Hitung pupuk berdasarkan jumlah tanaman b. Sediakan pupuk yang akan digunakan, sesuai kebutuhan c. Dosis pemupukan berdasarkan hasil analisis tanah dan daun d. Pemupukan pada tanaman belum menghasilkan dilakukan 2 kali setahun e. Berikan pupuk organik 1 kali setahun pada awal musim hujan sebanyak kg per pohon V-1 V-2

157 Standar Prosedur Operasional Pemupukan f. Cara pemupukan - Buat alur melingkar tanaman selebar tajuk tanaman. - Buat alur dikanan dan kiri tanaman selebar tajuk/membuat lubang parit (bentuk L) di 2 sisi kanopi. g. Catat kegiatan pemupukan pada kartu kendali. Tabel 1. Pedoman perkiraan dosis pemupukan mangga (Gedong Gincu) belum produksi/menghasilkan setiap pohon Umur (Tahun) Pupuk organik (blek) Nomor SPO.M.G.C Halaman 3/7 Urea (gram) SP-36 (gram) Tanggal Revisi KCl/ZK (gram) 1 0, Sumber: Pedoman Pengelolaan Kebun Buah Percontohan Direktorat Tanaman Buah Catatan :1 blek = 20 kg Standar Prosedur Operasional Pemupukan Pemupukan untuk tanaman menghasilkan A. Definisi Proses kegiatan pemberian nutrisi pada tanaman agar kondisi unsur hara dalam tanah yang dibutuhkan tanaman dapat memenuhi kebutuhan. B. Tujuan : Untuk mendapatkan pertumbuhan, produksi tanaman optimal dan mempertahankan status hara tanah. C. Validasi a. Kumpulan buku buah-buahan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat b. Pengalaman petugas Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon. c. Pengalaman BPTP Jawa Barat D. Bahan dan Alat - Pupuk - Timbangan - Gayung - Cangkul - Selang air Nomor SPO M.G.C Halaman 4/7 Tanggal Revisi V-3 V-4

158 Standar Prosedur Operasional Pemupukan Nomor SPO M.G.C Halaman 5/7 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pemupukan Nomor SPO M.G.C Halaman 6/7 Tanggal Revisi E. Fungsi a. Pupuk digunakan sebagai bahan nutrisi tanaman yang diperlukan b. Timbangan digunakan sebagai alat untuk mengukur berat atau dosis pupuk yang diberikan pada tanaman c. Gayung digunakan sebagai alat untuk menyiram tanaman sebelum/setelah pemupukan. d. Cangkul digunakan untuk membuat lubang/parit tempat meletakkan pupuk. e. Selang air digunakan untuk menyiramkan air pada permukaan tanah di sekitar tanaman. F. Prosedur pelaksanaan : a. Lakukan penyiraman dengan air untuk mendapatkan kapasitas lapang. b. Lakukan pemupukan setelah panen dan pemangkasan. Pupuk diberikan (aplikasi 1) seperti berikut : Urea (N) 2/3 bagian, atau 450 gram - SP 36 2/3 bagian atau 300 gram - KCl 2/3 bagian atau 450 gram Pupuk organik / kandang 1 bagian dari dosis. c. Menjelang berbunga. - Urea 1/4 bagian atau 150 gram - KCl 1/4 bagian atau 100 gram - SP-36 2/3 bagian atau 150 gram c. Berikan pupuk saat buah sebesar kelereng - Urea 1/3 bagian atau 198 gram - SP 36 1/3 bagian atau 132 gram - KCl 1/4 bagian atau 198 gram f. Berikan pupuk organik (kandang) setiap tahun pada awal musim hujan sebanyak 2-10 bakul per pohon ( kg). g. Lakukan pemupukan dengan cara : - Membuat lingkaran parit dibawah kanopi - Khusus untuk pupuk organik, diberikan dibawah lingkar luar kanopi. h. Catat kegiatan pemupukan pada kartu kendali V-5 V-6

159 Standar Prosedur Operasional Pemupukan Nomor SPO M.G.C Halaman 7/7 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Penyiangan Nomor SPO M.G.C Halaman 1/2 Tanggal Revisi Tabel 2. Pedoman perkiraan dosis pemupukan mangga yang sudah menghasilkan setiap pohon : Umur (Tahun) Pupuk organik (bakul) Urea (gram) SP-36 (gram) KCl/ZK (gram) 5 2, , >8 >4,5 > Sumber: Pedoman Pengelolaan Kebun Buah Percontohan Direktorat Tanaman Buah Catatan :1 bakul = 10 kg VI. Penyiangan A. Definisi : Rangkaian kegiatan menyiangi gulma yang tumbuh di sekitar batang tanaman dengan mengkored, mencangkul dan atau penyemprotan herbisida. B. Tujuan Meningkatkan daya saing tanaman dalam memperoleh unsur hara dan air agar diperoleh pertumbuhan tanaman mangga yang optimal. C. Validasi Pengalaman petani Asosiasi Petani Buah Mangga SukaMulya Kabupaten Cirebon. D. Bahan dan Alat a. Kored/cangkul b. Herbisida c. Knapsack sprayer E. Fungsi Bahan dan Alat a. Kored/cangkul digunakan untuk menyiangi gulma yang tumbuh di bawah tajuk. V-7 VI-1

160 Standar Prosedur Operasional Nomor SPO M.G.C Halaman Tanggal Revisi Penyiangan 2/2 b. Herbisida digunakan sebagai bahan pemberantas gulma c. Knapsack Sprayer digunakan sebagai alat untuk penyemprotan herbisida F. Prosedur Pelaksanaan : a. Amati populasi rumput/gulma di sekitar tanaman. b. Lakukan penyiangan dengan cara mencabut atau memotong rumput serta mencangkul c. Cabut dan bersihkan gulma yang tumbuh di bawah tajuk pohon. d. Biarkan gulma tumbuh diluar kanopi untuk mengurangi penguapan terutama pada musim kemarau e. Catat semua kegiatan penyiangan Standar Prosedur Operasional Pengairan VII. Pengairan Nomor SPO M.G.C Halaman 1/3 Tanggal Revisi A. Definisi Kegiatan yang dilakukan untuk memberikan air sesuai dengan kebutuhan tanaman/sesuai fase pertumbuhan. B. Tujuan Untuk menyediakan air yang cukup dalam rangka memenuhi kebutuhan air bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. C. Validasi : a. Roedhy Poerwanto. Pengelolaan Irigasi Kebun Buah-Buahan Bahan Ajar Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. b. Pengalaman kelompok tani buah proyek P2AH (JBIC) Kabupaten Cirebon. c. Sri Yuniastuti Rekomendasi Aplikasi Budidaya Mangga. BPTP Jawa Timur. D. Bahan dan Alat : Bahan dan alat yang digunakan diantaranya pompa air, pipa air (paralon)/selang air, keran air, bak penampungan. VI-2 VII-1

161 Standar Prosedur Operasional Pengairan Nomor SPO M.G.C Halaman 2/3 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pengairan Nomor SOP.M.G.C Halaman 3/3 Tanggal Revisi E. Fungsi Bahan dan Alat : a. Pompa air, berfungsi sebagai alat pemompa air dari sumber air. Pipa air (paralon) berfungsi sebagai alat penyalur/distribusi air. b. Keran air berfungsi sebagai pengatur aliran air dari pompa. c. Bak penampungan air berfungsi sebagai alat menampung/wadah air sebelum didistribusikan. F. Prosedur Pelaksanaan : a. Siram tanaman dengan irigasi semi manual yang menggunakan pipa lateral atau selang plastik yang dapat dipindahkan b. Buat sistim irigasi permukaan yang sesuai kebutuhan kebun dengan cara : 1). Sistem basin, 2). Sistem border, 3). Sistim furro/alur (air dialirkan melalui parit-parit disetiap sisi pada alur tanaman sesuai kebutuhan misalnya 2-3 minggu sekali. c. Amati pada pemberian air pada kebun, jangan sampai air menggang pada lahan kebun d. Berikan air pada tanaman umur > 6 tahun dengan volume liter/pohon/minggu. e. Berikan air pada saat buah sebesar buah pingpong yaitu liter/pohon/minggu. f. Kurangi pengairan secara perlahan-lahan dua minggu sebelum panen dengan volume 40 liter/pohon dan menjelang buah tua pengairan tidak diberikan untuk membentuk mutu buah yang diinginkan (rasa manis, kematangan). g. Setelah panen, pohon perlu banyak air untuk memulihkan diri dari keadaan stres ke keadaan normal. Pelaksanaannya segera diikuti dengan pemupukan berkadar N yang tinggi. h. Lakukan penyiraman pada sore hari agar tidak terjadi penguapan. i. Catat setiap kegiatan penyiraman pada kartu kendali. VII-2 VII-3

162 Standar Prosedur Operasional Penjarangan Buah VIII. Penjarangan buah Nomor SPO M.G.C Halaman 1/2 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Nomor SPO M.G.C Halaman Tanggal Revisi Penjarangan Buah 2/2 c. Galah digunakan untuk memotong tangkai buah yang tidak terjangkau oleh tangan. A. Definisi Rangkaian kegiatan mengurangi jumlah buah per malai, dengan membuang buah yang dianggap tidak baik untuk dipelihara dan hanya dipelihara 2-3 buah per malai. B. Tujuan Untuk memperoleh jumlah dan kualitas buah yang optimal. C. Validasi Pengalaman petani Asosiasi Petani Buah di Kabupaten Cirebon F. Prosedur Pelaksanaan : a. Lakukan penjarangan buah pada saat buah berukuran sebesar bola pingpong b. Pilih buah yang akan dibuang (ukuran kecil, tidak sehat, abnormal) dalam satu malai. c. Pelihara buah yang mempunyai bentuk buah baik dan bebas dari hama dan penyakit serta menyisakan 2-3 buah d. Potong tangkai buah yang tidak baik dengan menggunakan gunting pangkas e. Catat setiap kegiatan penjarangan buah pada kartu kendali. D. Bahan dan Alat a. Gunting pangkas, b. Tangga c. Galah E. Fungsi a. Gunting pangkas digunakan untuk memotong tangkai buah. b. Tangga digunakan untuk mencapai bagian tanaman yang tidak bisa dijangkau VIII-1 VIII-2

163 Standar Prosedur Operasional Pembungkusan Buah IX. Pembungkusan buah Nomor SPO M.G.C Halaman 1/3 Tanggal Revisi A. Definisi Rangkaian kegiatan pembungkusan/pembrongsongan buah agar tidak tergangngu oleh OPT. B. Tujuan: a. Untuk meningkatkan kualitas penampilan buah. b. Melindungi buah dari benturan, sengatan sinar matahari dan gesekan antar buah c. Melindungi buah dari serangan hama dan penyakit (penggerek buah, kumbang buah dan lalat buah) d. Melindungi buah dari kerusakan dan gesekan pada saat panen serta melindungi permukaaan kulit buah dari getah. C. Bahan dan Alat a. Gunting/pisau b. Kain pembungkus c. Bahan pewarna d. Tali rafia/kawat Standar Prosedur Operasional Nomor SPO M.G.C Halaman Tanggal Revisi Pembungkusan Buah 2/3 c. Bahan pewarna digunakan sebagai tanda waktu pembungkusan buah pada kertas pembungkus buah. d. Tali rafia/kawat digunakan untuk mengikat bagian atas kantong E. Prosedur Pelaksanaan : a. Bungkus buah setelah penjarangan buah selesai dilakukan. b. Kain pembungkus berwarna untuk membedakan umur buah, sehingga memudahkan saat panen c. Tentukan waktu petik dan warna kain yang sudah diberi tanda warna tertentu d. Amati kantong pembungkus yang telah ditandai dengan pewarna kantong /pembungkus untuk diketahui waktu panennya e. Bersihkan kain pembungkus buah yang tidak terpakai lalu disimpan dengan baik. f. Catat kegiatan pembungkusan buah pada kartu kendali pembungkusan buah. D. Fungsi a. Gunting/pisau digunakan untuk memotong kertas sesuai ukuran buah yang akan dibungkus b. Kain pembungkus pembungkus buah. IX-2 IX-1

164 Standar Prosedur Operasional Pembungkusan Buah Nomor SPO M.G.C Halaman 3/3 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO M.G.C Halaman 1/25 X. Pengendalian Organisme Tanaman (OPT). Gambar 3. Buah mangga sedang dibrongsong dengan kain pembungkus. Tanggal Revisi Penggangu A. Definisi : Kegiatan untuk mengendalikan hama/penyakit dan gulma agar tanaman tumbuh optimal, produksi tinggi dan mutu buah baik. B. Tujuan a. Untuk menghindari kerugian ekonomi berupa kehilangan hasil (kuantitas) dan penurunan mutu (kualitas) produk. b. Menjaga kesehatan tanaman lingkungan hidup. dan kelestarian C. Validasi a. Pengalaman Kelopok Tani buah Gedong Gincu Kabupaten Cirebon. b. Rosmahani dan Budiono Pengendalian Hama dan Penyakit didasarkan pada konsep dan strategi PHT. c. Pedoman Pengelolaan Kebun Buah Percontohan, Direktorat Tanaman Buah, halaman tahun 2004 X-1 IX-3

165 Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO M.G.C Halaman 2/25 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO M.G.C Halaman 3/24 Tanggal Revisi d. Rekomendasi Pengendalian OPT Buah-buahan. Direktorat Perlindungan Hortikultura D. Bahan dan Alat : a. Bahan - Pestisida (insektisida, fungisida, herbisida) yang terdaftar dan diizinkan, sesuai dengan Daftar Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan tahun Bio pestisida : bahan pengendalian yang bahan aktifnya berasal dari organisme (tumbuhan, hewan dan mikroba) - Air - Minyak tanah - Deterjen - Formalin 4-8%, alkohol 70%, kloroks 1% (Bayclin) dan lysol b. Alat - Hand sprayer dan power sprayer (alat aplikator) - Fogger - Ember - Pengaduk - Takaran (skala ml dan liter) - Kuas - Pisau - Minyak tanah, air - Gunting pangkas - Gergaji - Alat/sarana pelindung: sarung tangan, masker, topi, sepatu boot, baju lengan panjang. E. Fungsi Bahan dan Alat a. Pestisida (pestisida kimiawi, biopestisida, pestisida nabati) untuk mengendalikan OPT (menurunkan populasi dan intensitas serangan OPT). b. Musuh alami : untuk pengendalian cara biologi, dalam rangka menekan perkembangan OPT dan menjaga keseimbangan ekosistem secara alami. X-2 X-3

166 Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO M G.C Halaman 4/24 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO M.G.C Halaman 5/24 Tanggal Revisi c. Air sebagai bahan pencampur pestisida dan bahan pembersih; d. Alat aplikator pestisida untuk mengaplikasikan pestisida pada tanaman. e. Ember untuk mencampur pestisida dan air; - Pengaduk untuk mengaduk pestisida dan air. - Takaran (gelas ukur) untuk menakar pestisida dan air (skala cc/ml, dan liter). - Kuas untuk mengoleskan bahan pengendalian (pestisida, kapur tohor, bubur kalifornia, bubur bordo) pada bagian tanaman yang terserang/ terinfeksi. - Minyak tanah : untuk membakar sisa-sisa/ bagian tanaman yang terserang OPT. - Deterjen : Untuk mencuci alat aplikator; Untuk mengendalikan hama dan penyakit tertentu; Untuk pencampur bahan pestisida nabati. - Alkohol 70%, formalin 4-8%, kloroks 1% (Bayclin) dan lysol. Untuk mensucihamakan (desinfektan) alat-alat pertanian (pisau, gunting pangkas dan gergaji); - Pisau, gunting pangkas, gergaji : untuk memotong bagian tanaman yang terserang OPT. - Alat pelindung untuk melindungi bagian tubuh dari cemaran bahan kimiawi (pestisida). F. Prosedur Pelaksanaan. a. Amati OPT secara berkala (seminggu sekali). b. Identifikasi gejala serangan, jenis OPT, dan musuh alaminya. c. Perkirakan OPT yang perlu diwaspadai dan dikendalikan (hama lalat buah dan penyakit antraknose) d. Tentukan ambang batas pengendalian dengan cara membuat ambang batas yang masih ditolerir. Untuk lalat buah tidak < 5% (5 sampel pohon/ha) sedangkan penyakit antraknosa tingkat serangan pada buah tidak <5% (5 pohon/ha sebagai sampel)pengalaman PT Trigatra Rajasa. X-4 X-5

167 Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO M.G.C Halaman 6/24 Tanggal Revisi e. (5 pohon/ha sebagai sampel). Pengalaman PT. Trigatra Rajasa f. Tetapkan alternatif pengendalian untuk hama dan penyakit : - Pengendalian hayati/biologis (pengendalian hama dan penyakit menggunakan musuh alami) - Perbaikan teknik budidaya (mengatur jarak tanam ideal yaitu 10 m x 10 m, memperbaiki sistem pengairan dan sanitasi kebun) - Membuang bagian tanamam yang terserang kemudian memusnahkannya dan membuat perangkap untuk hama lalat buah. - Penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir, Bila melewati ambang batas ekonomi, maka pestisida dapat digunakan secara berkala g. Catat kegiatan pengendalian hama penyakit pada kartu kendali pengendalian hama dan penyakit. Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Hama yang menyerang tanaman mangga : Kutu putih (Rastrococcus spinosus) Gejala : Nomor SPO M.G.C Halaman 7/24 Hama ini menghisap cairan sel. Daun yang terserang mengering dan gugur. Kutu mengeluarkan cairan madu yang menjadi makanan cendawan penyebab penyakit embun jelaga dan umumnya menyerang pada musim penghujan. Pengendalian penyakit dilakukan dengan cara : - Pengendalian cara kultur teknis Memotong cabang dan daun yang terserang dan membakarnya. - Pengendalian cara kimiawi Tanggal Revisi Kutu putih dikendalikan dengan insektisida berbahan aktif lambdacyhalothrin atau deltametrin, misalnya insektisida Lebaycid 550 EC dengan konsentrasi 0,2 %. Semut merah merupakan vektor hama ini, agar tidak menyebar kebagian tanaman lain, sebaiknya semut merah dikendalikan dengan insektisida berbahan aktif lambdacyhalothrin atau deltametrin misalnya lebaycid 550 dengan konsentrasi 0,2 %. X-6 X-7

168 Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO M.G.C Halaman 8/24 Tanggal Revisi Stand ar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO M.G.C Halaman 9/24 Tanggal Revisi Gambar 4. Hama kutu putih Ulat perusak daun (Ortega melanoporalis Hamson) Gejala : Hama ini merusak daun dan kadangkala pucuk muda. Akibat serangan hama ini daun menjadi patah, layu dan ahirnya mati. Hama/ulat biasanya membuat sarang dari daun mangga dan pucuk muda, biasanya menyerang pada masa peralihan musim hujan dan musim kemarau. Hama ini dapat dikendalikan dengan cara : - Pengendalian cara mekanis/kultur teknis Memotong bagian tanaman yang erserang kemudian dimusnahkan. Pengasapan dengan membakar sampah kering dan bagian atasnya ditutupi sampah basah, agar dapat dihasilkan asap dan tidak sampai terbakar. Kepulan asap yang menyebar keseluruh bagian tanaman akan mengusir keberadaan hama berupa ngengat. - Pengendalian cara kimiawi. Lakukan penyemprotan dengan insetisida berbahan aktif lambdacy-halothrin atau fenalerat, misalnya monocrotophos 15 WSC dengan dosis 6ml/pohon. Kepik penghisap daun (Mictis longicormis) Gejala : Hama ini merusak tanaman dengan jalan menghisap cairan daun muda, tunas atau cabangnyang masih muda pada bagian tanaman terserang menjadi coklat, layu kering dan akhirnya gugur. Pengendaliannya dapat dilakukan sebagai berikut : - Pengendalian cara kultur teknis. X-8 X-9

169 Standar Prosedur Operasional Nomor SPO M.G.C Halaman Tanggal Revisi Pengendalian OPT 10/24 Memotong cabang dan daun yang tyerserang dan memusnahkannya (bakar) - Pengendalian cara kimia Kepik dikendalikan dengan insektisida berbahan aktif lambdacyhalothrin atau deltametrin, misalnya insektisida lebaycid 550 EC dengan dosis 0,2 %. Wereng mangga (Idiocerus niveosparsus) Gejala serangan : Hama ini menghisap cairan pada daun mangga, pucuk-pucuk muda, tangkai bunga dan buah muda, sehingga mudah rontok. Hama ini muncul pada saat peralihan musim kemarau ke musim hujan dan umumnya menyerang tanaman yang sudah produksi. Standar Prosedur Operasional Nomor SPO M.G.C Halaman Tanggal Revisi Pengendalian OPT 11/24 menyebar ke seluruh bagian tanaman akan mengusir keberadaan hama. - Pengendaliaan cara biologis Hama ini dapat dikendalikan dengan penggunaan predator Lycosa sp, parasitoid Epipyros (Hymenop), Pipunculus sp. Predator terlebih dahulu dibiakkan kemudian disebarkan pada lokasi kebun. - Pengendalian cara kimia Pengendalian secara kimia dilakukan pada saat pembentukan flush terakhir sebelum berbunga. Penginfusan dengan cara menyuntik pohon pada awal pembungaan dengan insektisida monocroptophos dosis cc/pohon dapat dilihat pada gambar 7. Pengendalian : - Pengendaliaan cara mekanis Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan memotong dan memusnahkan bagian tanaman yang terserang. Pengasapan dengan membakar sampah kering dan bagian atasnya ditutupi sampah basah, agar dapat dihasilkan asap dan tidak sampai terbakar. Kepulan asap yang Gambar 5. Hama wereng mangga (Sumber Foto : Balitbu Solok) X-10 X-11

170 Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Gambar 6.Penyuntikan batang tanaman mangga untuk mengendalikan hama wereng mangga Trips (Tripidae Thysanoptera). Gejala : Nomor SPO M.G.C Halaman 12/24 Tanggal Revisi Hama ini menyerang permukaan bawah daun, malai bunga dan buah muda. Sehingga daun menjadi berkerut-kerut (keriting) dan mengakibatkan proses pembungaan sering gagal. Hama ini biasanya menyerang pada saat peralihan musim hujan ke musim kemarau. Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Pengendalian : Nomor SPO. M.G.C Halaman 13/24 - Pengendalian cara kultur teknis Memangkas bagian tanaman yang terserang dan dimusnahkan dengan cara dibakar. - Pengendalian cara fisik/mekanis Memangkas bagian tanaman terserang dan dimusnahkan dengan cara dibakar. - Pengendalian cara biologi Tanggal Revisi Dengan pemanfaatan musuh alami: Tripoctenus bohi - Pengendalian cara kimiawi Lakukan penyemprotan insektisida yang berbahan aktif protiofos seperti Tokuthion 500 EC dengan dosis 1,5 grm /l air X-12 X-13

171 Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO.M.G.C Halaman 14/24 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO.M.G.C Halaman 15/24 Tanggal Revisi Gambar 7. Hama trips mangga Lalat buah (Dacus dorsalis.) Gejala : Pada permukaan kulit buah terdapat titik-titik hitam, titik hitam tersebut akibat tusukan lalat buah. Daging buah menjadi busuk, akibatnya buah tidak dapat dipanen karena rusak atau gugur Pengendalian : - Pengendalian cara kultur teknis 1. Sanitasi lingkungan, yaitu pengumpulan buah-buah yang terserang, baik yang jatuh maupun yang masih di pohon. Kemudian dimusnahkan dengan menimbun yang terserang kedalam tanah (pastikan bahwa kedalaman tanah tidak memungkinkan larva dapat berkembang menjadi pupa). 2. Tanaman perangkap, yaitu menanam selasih di sekeliling kebun. 3. Pengasapan dengan membakar sampah kering dan bagian atasnya ditutupi sampah basah, agar dapat dihasilkan asap dan tidak sampai terbakar. Kepulan asap yang menyebar ke seluruh bagian tanaman akan mengusir keberadaan hama - Cara fisik/mekanis 1. Pembungkusan buah dengan kertas atau kantong 2. Penggunaan perangkap atraktan (bahan penarik lalat buah) dalam alat perangkap yang terbuat dari botol bekas air minum mineral yang diberi lubang untuk masuknya lalat buah. bahan atraktan: metil eugenol (ME), protein hidrolisa, atau selasih. Pemanfaatan musuh alami: Parasitoid: Famili Braconidae (Biosteres sp. dan Opius sp.). X-14 X-15

172 Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO M.G.C Halaman 16/24 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO M.G.C Halaman 17/24 Tanggal Revisi Gambar 8. Lalat buah Penggerek buah (Noorda albizonalis Hampson) Gejala : Pada permukaan buah terdapat bintik-bintik, yang diakibatkan isapan hama. Pada saat hama menghisap buah bersamaan dengan meletakkan telurnya. Larva menggerek buah dan memakan jaringan di bawah kulit buah. Area yang dirusak larva menjadi busuk dan buah gugur. Penggerek buah biasanya menyerang pada saat buah sebesar bola pimpong (55-60 hari setelah induksi bunga). Pengendalian : - Pengendalian cara kultur teknis Buah yang gugur dikumpulkan dan dikubur dalam tanah - Pengendalian cara fisik/mekanis Pembungkusan buah setelah buah sebesar bola pingpong. - Pengendalian cara biologi Memanfaatkan predator larva Rhynchium attrisium. - Pengendalian cara kimiawi Penyemprotan dengan insektisida berbahan aktif ethofenprox atau deltametrin seperti Decis 2,5 EC atau betasiflutrin (Buldok 25 EC) dengan dosis 2 cc/liter pada sore hari. Serangga dewasa aktif pada sore hari. Gambar 10. Hama penggerek buah X-16 X-17

173 Standar Prosedur Nomor Operasional SPO.M.G.C Halaman Pengendalian OPT 18/24 Penyakit tanaman mangga : Tanggal Revisi Penyakit Layu Benih (Phythium vexans) Gejala : Penyakit ini menyerang tanaman pada saat di pembibitan (poly bag). Penyakit diakibatkan olesh serangan cendawan (Phythium vexans). Gejala yang terlihat daun menjadi lembek dan lemah, berwarna hijau terang. Pada gejala lanjut daun akan mengering dan bercak coklat pada pangkal daun. Selanjutnya tanaman mati. Apabila diperiksa dengan teliti maka akan terlihat akar menjadi busuk. Pengendalian : - Pengendalian cara kultur teknis Menjaga jarak antar tanaman dalam polybag agar tidak terlalu rapat, sehingga benih cukup mendapat sinar matahari. Pemberian air hanya bila diperlukan - Pengendalian cara fisik/mekanis Media tanah yang digunakan terlebih dahulu di pasteurisasi dengan cara di kukus. - Pengendalian cara kimia Pada gejala awal dilakukan penyemprotan dengan fungisida berbahan aktif 0,5g/l air Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Penyakit Antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides) Gejala : Nomor SPO.M.G.C Halaman 19/24 Tanggal Revisi Pada daun terdapat bercak bulat hingga angular berwarna coklat dan kelabu ditengahnya, kadang-kadang kekuningan di tepi atau berlubang (shot hole). Pada malai bunga terdapat bercak kecil pada pucuk, panikel dan tangkai. Selanjutnya bunga menjadi kehitaman, pada buah terdapat bercak berwarna coklat hingga berwarna gelap, pada buah yang sudah matang akan menjadi busuk. Kerusakan pada awalnya terjadi pada daun muda dan mengakibatkan terminal cabang tidak produktif, bunga mengering, gagalnya pembentukan pentil buah, buah gugur dan menjadi busuk. Penyakit ini biasanya menyerang pada awal musim hujan. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan cara : - Pengendalian cara kultur teknis 1. Sanitasi kebun dengan memusnahkan gulma pada saat pertunasan sampai saat panen. 2. Kumpulkan daun-daun yang jatuh di tanah dan dibakar. X-18 X-19

174 Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO.M.G.C Halaman 20/24 Tanggal Revisi 3. Pemangkasan setelah panen atau sebelum pertunasan. Pemangkasan dilakukan pada daun atau cabang yang menunjukkan gejala. Pemangkasan pada kanopi bagian tengah dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi udara dan penetrasi cahaya matahari. Hindari pemangkasan yang drastis. Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO.M.G.C Halaman 21/25 - Pengendalian cara fisik/mekanis Tanggal Revisi Sebagai tindakan preventif, di lakukan pembungkusan buah agar terlindung dari kemungkinan adanya serangan, pembungkusan dilaksanakan pada saat buah sebesar bola pingpong. - Cara kimiawi Penyemprotan dengan fungisida kombinasi 0,25 % mancozeb + 0,2 % dicotophos + 2 g pupuk daun/liter air dalam selang waktu 7-10 hari sekali dari saat pembentukan tunas bunga hingga fase pemasakan buah. Gambar 10. Serangan Antraknosa pada buah mangga Embun Jelaga (Capnodium mangiferae) Gejala : Pada permukaan daun dan ranting terdapat lapisan tipis berwarna hitam. Lapisan berwarna hitam merupakan cendawan yang memperoleh makanan karena cairan madu yang dikeluarkan oleh hama seperti wereng mangga, kutu sisik, dan kutu putih. Embun jelaga biasanya menyerang pada musim hujan. X-20 X-21

175 Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO.M.G.C Halaman 22/25 Tanggal Revisi Pengendalian : - Cara kultur teknis Memotong daun dan cabang yang telah terinfeksi kemudian dibakar pada tempat yang sudah disediakan. - Pengendalian cara kimiawi Penyemprotan Fungsida berbahan aktif Morestan 1,5 g/l air Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO.M.G.C Halaman 23/25 Tanggal Revisi Penyakit ini biasanya menyerang pada musim hujan, ketika buah sebesar kelereng. Pengendalian : - Pengendalian cara kultur teknis Potong daun dan cabang yang terserang - Cara kimiawi. Penyemprotan fungisida Dipoliatan 4 F dengan dosis 0,2 cc /l air Gambar 11. Penyakit embun jelaga Kudis buah (Elsinoe mangiferae) Gejala : Pada permukaan buah terdapat struktur yang tidak beraturan berwarna coklat tua. Setelah buah dipanen meninggalkan bercak coklat yang keras dan mengering hingga mengurangi penampilan buah. Penyakit Diplodia (Diplodia natalensis) Gejala : Tanaman yang terserang mengeluarkan blendok yang berwarna kuning emas dari batang atau cabang, pada kulit terjadi luka yang tidak teratur. Cendawan berkembang di antara kulit dan kayu serta merusak lapisan kambium tanaman. Kayu yang telah mati berwarna hijau sampai hitam. Serangan diplodia kering umumnya lebih berbahaya karena gejala permukaan sukar diketahui. Kulit batang atau cabang tanaman yang terserang mengering, terdapat celah-celah kecil pada permukaan kulit, pada bagian kulit dan batang yang ada di bawahnya berwarna hitam kehijauan. X-22 X-23

176 Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Pada bagian celah-celah kulit terlihat adanya massa spora cendawan berwarna putih atau hitam. Penyakit ini biasanya menyerang pada musim hujan. Pengendalian : 1. Pengendalian cara kultur teknis - Potong pohon/cabang/ranting yang terserang berat, buang kulit yang terinfeksi. - Lakukan pemangkasan untuk mengurangi kelembaban tanaman. - Pemupukan berimbang - Bersihkan gulma Nomor SPO.M.G.C Halaman 24/25 2. Pengendalian cara mekanis/fisik Tanggal Revisi - Mengumpulkan sisa-sisa tanaman dan memotong cabang-cabang yang terserang berat lalu dibakar pada tempat yang sudah disediakan. - Membongkar tanaman yang terserang berat dan dibakar pada tempat yang sudah disediakan. Standar Prosedur Operasional Pengendalian OPT Nomor SPO.M.G.C Halaman 25/25 3. Pengendalian cara biologi. Mengoleskan dengan kuas agens antagonis Trichoderma spp., Gliocladium spp., Pseudomonas fluorescens atau Bacillus subtilis pada batang atau pangkal batang. 4. Pengendalian cara kimiawi Tanggal Revisi a. Mengoleskan bubur California (bordo) atau fungisida berbahan aktif benomil seperti Benlate dengan dosis 0,5 g/l air. b. Perlakuan buah setelah panen dengan uap panas (VHT) pada suhu o C selama 10 menit. Gambar 112. Serangan diplodia pada batang mangga Gedong Gincu X-24 25

177 Standar Prosedur Operasional Panen XI. Panen Nomor SPO.M.G.C Halaman 1/4 Kegiatan panen mangga dibagi menjadi dua bagian : 1. Waktu dan kriteria panen 2. Cara panen A. Definisi Merupakan rangkaian kegiatan pemungutan hasil. B. Tujuan : Untuk mendapatkan buah dengan tingkat kematangan sesuai permintaan pasar dengan mutu buah yang baik sesuai standar pasar yang dituju. C. Bahan dan Alat a. Gunting panen b. Galah c. Boks plastik, d. Kertas e. Kain halus f. Gudang g. Tangga segitiga/steiger Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Panen Nomor SPO.M.G.C Halaman 2/4 Tanggal Revisi D. Fungsi Bahan dan Alat a. Gunting panen digunakan untuk memotong tangkai buah. b. Galah digunakan untuk memetik buah pada ketinggian yang tidak bisa dicapai dengan tangan. c. Boks plastik digunakan sebagai wadah buah. d. Kertas digunakan sebagai pelapis/alas pada boks plastik e. Kain halus digunakan untuk mel ap/ membersihkan buah f. Gudang digunakan sebagai tempat menyimpan buah. g. Tangga segitiga/steiger digunakan untuk menjangkau tangkai buah yang tidak bisa dijangkau oleh tangan. E. Prosedur Pelaksanaan a. Perhatikan kriteria panen mangga Gedong Gincu: - Bekas tangkai buah yang rontok kelihatan mengering seluruhnya - Lekukan ujung buah rata/hampir hilang - Warna kulit buah hijau kebiruan - Pori-pori merata - Lapisan lilin mulai menebal pada permukaan buah. XI-1 XI-2

178 Standar Prosedur Operasional Panen Nomor SPO.M.G.C Halaman 3/4 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Panen Nomor SPO.M.G.C Halaman 4/4 Tanggal Revisi - Cabang tangkai buah telah kering 65 % - Buah tidak berbunyi nyaring bila disentil - Umur buah hari setelah bunga mekar b. Perhatikan waktu Panen Waktu petik diupayakan mulai jam d. Catat waktu dan lokasi panen serta jumlah buahnya pada kartu kendali panen buah Gambar 13. Tingkat kematangan mangga Gedong Gincu c. Perhatikan cara panen Gunakan alat yang sesuai (gunting pangkas, galah berjaring dan dilengkapi keranjang/kantong). Saat pemetikan, brongsong dan tangkai buah diikutkan. Tangkai buah disisakan sepanjang + 10 cm (untuk mencegah agar buah tidak terkena getah) Buah yang masih dibungkus diletakkan dalam boks plastik tanpa alas kertas (alat pengumpul sementara di lapangan) dengan posisi tangkai buah menghadap ke bawah sampai getah habis. Usahakan getah dari tangkai tidak mengotori buah Buah dalam wadah kemudian bungkusnya dibuka dan diletakkan pada boks plastik (< 20 kg) yang beralas kertas ditata serta diletakkan ditempat yang teduh dan ditutup (posisi buah : tangkai menghadap kebawah). Warna daging buah masih pucat, buah belum masak Warna daging buah merah ke kuningan buah sudah masak, umur buah 108 hr Warna daging buah kuning kemerahan, buah mulai masak, umur buah 100 hr Warna daging buah merah, buah sudah masak, umur buah 112 hr Warna daging buah merah sekali, buah sudah masak sekali, umur buah hr XI-3 XI-4

179 Standar Prosedur Operasional Pasca - Panen Nomor SPO.M.G.C Halaman 1/11 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pasca - Panen Nomor SPO.M.G.C Halaman 2/11 Tanggal Revisi XII. Pasca-Panen A. Definisi Merupakan rangkaian kegiatan penanganan buah sejak dipanen hingga buah siap didistribusikan ke konsumen. B. Tujuan a. Menjamin keseragaman ukuran buah b. Menjamin keseragaman mutu buah c. Menjamin buah yang dihasilkan bebas dari hama dan penyakit d. Menjamin mutu buah yang dihasilkan terjamin sesuai dengan permintaan pasar domestik dan ekspor e. Menjamin buah aman konsumsi C. Validasi a. Pengalaman petani cirebon. b.pengalaman pasca-panen PT Indofresh, PT Hydrofresh. c. Pengalaman pasca-panen di PT. Sata Harum. D. Bahan dan Alat a. Gudang b. Timbangan c. Paku d. Label /sticker e. Peti kayu/kardus f. Sapu g. Martil h. Termometer i. Hygrometer j. Refraktometer k. Penethrometer l. Partisi irisan kertas m. Lakban n. Keranjang plastik E. Fungsi a. Gudang sebagai tempat penyimpanan buah b. Timbangan berfungsi sebagai alat pengukur berat buah berdasarkan grade c. Label untuk memberikan indentitas buah, kualitas. c. Peti kardus/kayu untuk kemasan buah d. Paku sebagai alat penguat tutup wadah kemasan kayu. e. Martil sebagai alat untuk mengetuk paku. f. Termometer digunakan sebagai alat untuk mengukur suhu ruangan XII-2 XII-1

180 Standar Prosedur Operasional Nomor SPO.M.G.C Halaman Tanggal Revisi Pasca - Panen 3/11 g. Hygrometer alat untuk mengukur kelembaban udara h. Refrakometer digunakan untuk mengukur tingkat kemanisan (kadar gula terlarut/mass SUCROSE) i. Penethrometer digunakan untuk mengukur kekerasan buah j. Partisi irisan kertas digunakan untuk melapisi wadah kemasan buah k. Lakban digunakan untuk memperkuat kemasan kardus. Standar Prosedur Operasional Pasca - Panen Nomor SPO M.G.C Halaman 5/11 XII. 1. Pengumpulan di Gudang Tanggal Revisi A. Definisi Rangkaian kegiatan setelah panen sebelum buah diproses lebih lanjut, dikumpulkan dan disimpan dalam suatu tempat B. Tujuan : a. Buah terhindar dari pengaruh buruk fisik/ lingkungan (angin, panas, hujan dsb), b. Buah segera bisa diproses lebih lanjut C. Prosedur Pelaksanaan : a. Bersihkan gudang yang akan dipakai b. Perhatikan sirkulasi udara di ruang penyimpanan c. Keranjang ditumpuk secara hati-hati (maksimum 8 tumpuk) beri pembatas antara keranjang. d. Catat semua kegiatan pengumpulan buah pada kartu kendali pengumpulan buah Gambar 14. Pengumpulan Gedong Gincu di gudang. XII-3 XII-5

181 Standar Prosedur Operasional Pasca Panen Nomor SPO.M.G.C Halaman 6/11 Tanggal Revisi Standar Prosedur Operasional Pasca Panen Nomor SPO.M.G.C Halaman 7/11 Tanggal Revisi XII. 2. Sortasi A. Definisi Kegiatan menyeleksi dan memisahkan buah antara yang baik dan jelek. B. Tujuan Memisahkan buah yang baik dan tidak baik serta buah matang dan belum matang. C. Prosedur pelaksanaan : a. Pisahkan antara buah mangga yang baik dengan buah yang tidak baik, kemudian memotong tangkai buah yang disisakan pada saat pemetikan/panen. b. Pilih buah matang dengan cara dimasukkan ke dalam bak penampung berisi air, bila buah tenggelam artinya buah telah matang %, buah melayang artinya buah belum begitu matang (80 85 %). c. Kelompokkan buah yang tenggelam terpisah dengan buah yang melayang d. Buah yang terseleksi letakkan di keranjang yang beralas kertas koran e. Ditata maksimum 8 tumpukan, posisi tangkai buah menghadap kebawah XII. 3. Grading A. Definisi Kegiatan memilah dan mengelompokkan buah berdasarkan kriteria tertentu. B. Tujuan : Untuk mendapatkan ukuran buah dan tingkat kematangan yang seragam. C. Prosedur Pelaksanaan : a. Kelompokkan buah yang telah disortir berdasarkan bentuk buah, tingkat kematangan harus buah keseragaman buah. b.buah ditimbang dan dipisahkan sesuai klasnya. Grade kualitas berdasarkan beratnya adalah sebagai berikut : A : > gram; B : <450 gram; C : < 350 gram per buah. c. Catat setiap kegiatan grading pada kartu kendali grading XII-6 XII-7

182 Standar Prosedur Operasional Pasca Panen XII. 4. Pelabelan. Nomor SPO.M.G.C Halaman 8/11 Tanggal Revisi A. Definisi Kegiatan menempelkan label pada buah dan kemasannya B. Tujuan : Menunjukkan identitas produk (jenis, jumlah, berat, saat masak dan nama produsen) C. Prosedur Pelaksanaan : 1. Tempelkan label pada kotak kemasan, yang menginformasikan berat buah, grade/kelas/tanggal petik, tanggal masak. Standar Prosedur Operasional Pasca Panen XII. 5. Pengemasan Nomor SPO.G.M.C Halaman 9/11 Tanggal Revisi A. Definisi Kegiatan pengemasan/penyusunan buah dalam suatu wadah. B. Tujuan : Melindungi buah dari kerusakan fisik selama proses penyimpanan dan pengangkutan C. Prosedur Pelaksanaan : a. Siapkan kemasan sesuai kelas/grade buah yang diinginkan b. Masukan buah kedalam wadah/kardus/kemasan secara hati-hati dengan posisi punggung buah menghadap kebawah, c. Lengkapi dengan partisi dan irisan kertas/ jaring buah yang terbuat dari styrofoam Gambar 15 Kemasan mangga Gedong Gincu untuk ekspor. XII-8 XII-9

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan kondisi alam yang subur untuk pertanian. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaan Usahatani Pembedengan Bibit

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaan Usahatani Pembedengan Bibit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaan Usahatani Identifikasi terhadap keragaan usahatani perlu diteliti untuk melihat adanya perbedaan dan persamaan dalam aktivitas usahatani antara satu petani dengan petani

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. = hasil produksi (output) = faktor-faktor produksi (input)

III. KERANGKA PEMIKIRAN. = hasil produksi (output) = faktor-faktor produksi (input) III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Fungsi Produksi Produksi dapat didefinisikan sebagai proses menciptakan barang atau jasa ekonomi dengan menggunakan barang atau jasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) III

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) III BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya mangga merupakan salah satu dari lima rencana pengembangan Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) III Cirebon, adapun WKPP ini merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Metode Penentuan Sampel Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Metode Penentuan Sampel Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2010. Kecamatan Sedong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) SKRIPSI TEGUH PURWADI H34050065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan memegang peranan penting di Indonesia. Hal ini didukung oleh faktor letak geografis Indonesia yang mendukung untuk sektor pertanian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PISANG INDONESIA SKRIPSI. Oleh : DEVI KUNTARI NPM :

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PISANG INDONESIA SKRIPSI. Oleh : DEVI KUNTARI NPM : ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PISANG INDONESIA SKRIPSI Oleh : DEVI KUNTARI NPM : 0824010021 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JATIM

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berusaha di pedesaan (Abdurrahman et al, 1999). Hampir sebagian besar. dalam arti sebagai sumber pendapatan (Sumaryanto, 2002).

I. PENDAHULUAN. berusaha di pedesaan (Abdurrahman et al, 1999). Hampir sebagian besar. dalam arti sebagai sumber pendapatan (Sumaryanto, 2002). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Pertanian tanaman pangan dan hortikultura merupakan bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan bagi keluarga petani.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan masalah kemiskinan dan tantangan dampak krisis ekonomi yang ditandai dengan tingginya tingkat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

I PENDAHULUAN.  [Diakses Tanggal 28 Desember 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian semakin penting karena sebagai penyedia bahan pangan bagi masyarakat. Sekarang ini masyarakat sedang dihadapkan pada banyaknya pemakaian bahan kimia di

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pertanian Padi Organik dan Padi Konvensional Ada dua pemahaman tentang pertanian organik, yaitu pertanian organik dalam arti sempit dan dalam artisan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA. Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA. Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A07400606 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam

Lebih terperinci

Good Agricultural Practices

Good Agricultural Practices Good Agricultural Practices 1. Pengertian Good Agriculture Practice Standar pekerjaan dalam setiap usaha pertanian agar produksi yang dihaslikan memenuhi standar internasional. Standar ini harus dibuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH S u w a n d i DASAR PEMIKIRAN Bawang merah merupakan salah satu komoditi strategis dan ekonomis untuk pemenuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis, oleh karena itu Indonesia memiliki keanekaragaman buah-buahan tropis. Banyak buah yang dapat tumbuh di Indonesia namun tidak dapat tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas Dayasaing sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu industri karena dayasaing merupakan kemampuan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN 5.1 Komoditas Perkebunan Komoditi perkebunan merupakan salah satu dari tanaman pertanian yang menyumbang besar pada pendapatan nasional karena nilai ekspor yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang peranan penting bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Fungsi buah-buahan sangat penting bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

AGRIBISNIS PANEN TANAMAN BUAH GEDONG GINCU DI LUAR MUSIM. Oleh : Medi Humaedi

AGRIBISNIS PANEN TANAMAN BUAH GEDONG GINCU DI LUAR MUSIM. Oleh : Medi Humaedi AGRIBISNIS PANEN TANAMAN BUAH GEDONG GINCU DI LUAR MUSIM Oleh : Medi Humaedi BAB I 1.1. 1.2. 1.3. DAFTAR ISI PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan. Rumusan Masalah.. 1 1 2 3 BAB II 2.1. 2.2. TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seperti China Asia Free Trade Area (CAFTA) dapat memperparah keadaan krisis

I. PENDAHULUAN. seperti China Asia Free Trade Area (CAFTA) dapat memperparah keadaan krisis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan masalah kemiskinan dan tantangan dampak krisis ekonomi yang ditandai dengan tingginya tingkat

Lebih terperinci

STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN Oleh: Oktafianti Kumara Sari A34303035 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu

Lebih terperinci

VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI

VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI 6.1. Keragaan Usahatani Jambu biji Usahatani jambu biji di Desa Cimanggis merupakan usaha yang dapat dikatakan masih baru. Hal ini dilihat dari pengalaman bertani jambu

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi Indonesia untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI JAMBU BIJI MELALUI PENERAPAN IRIGASI TETES DI DESA RAGAJAYA KEC. BOJONG GEDE, KAB. BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI JAMBU BIJI MELALUI PENERAPAN IRIGASI TETES DI DESA RAGAJAYA KEC. BOJONG GEDE, KAB. BOGOR ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI JAMBU BIJI MELALUI PENERAPAN IRIGASI TETES DI DESA RAGAJAYA KEC. BOJONG GEDE, KAB. BOGOR FADIL DHIKAWARA A14103535 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan. Sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Peningkatan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditi. commit to user

I. PENDAHULUAN. Komoditi. commit to user digilib.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan akan konsumsi buah-buahan di Indonesia semakin meningkat. Suhendra (2011) mengatakan bahwa setiap tahun konsumsi buah di Indonesia terus tumbuh

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil rempah utama di dunia. Rempah yang dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah lada, pala, kayu manis, vanili, dan cengkeh. Rempah-rempah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

PELUANG PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PETANI DI KOTA PONTIANAK DAN KABUPATEN KUBURAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PELUANG PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PETANI DI KOTA PONTIANAK DAN KABUPATEN KUBURAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PELUANG PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PETANI DI KOTA PONTIANAK DAN KABUPATEN KUBURAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Tommy Purba dan Abdullah Umar Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, dimana sektor pertanian dalam tatanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, dimana sektor pertanian dalam tatanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, dimana sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting dalam menyediakan pangan bagi seluruh

Lebih terperinci

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional.

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional. Pisang selain mudah didapat karena

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih memegang peranan penting di dalam perekonomian Indonesia, karena alasan-alasan tertentu yaitu: sektor pertanian mampu meyediakan lapangan kerja

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KAPAS

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai keanekaragaman sumberdaya hayati yang berlimpah. Terdapat banyak sekali potensi alam yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci