HUBUNGAN ANTARA USG APPENDISITIS AKUT DENGAN JUMLAH LEUKOSIT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA USG APPENDISITIS AKUT DENGAN JUMLAH LEUKOSIT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA USG APPENDISITIS AKUT DENGAN JUMLAH LEUKOSIT SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran WEGIG AMANU G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011

2 digilib.uns.ac.id ii

3 digilib.uns.ac.id PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, Wegig Amanu NIM. G iii

4 digilib.uns.ac.id ABSTRAK Wegig Amanu, G , Hubungan USG Appendisitis Akut dengan Jumlah Leukosit. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan USG appendisitis akut dengan jumlah leukosit. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Mei 2011 di RSUD Dr. Moewardi. Pengambilan sampel dilaksanakan secara purposive random sampling dengan kriteria inklusi adalah (1) Rekam medik pasien appendisitis dengan riwayat pemeriksaan USG (2) Rekam medik pasien appendisitis dengan pemeriksaan darah lengkap (3) Rekam medik pasien dengan jenis kelamin laki laki (4) Rekam medik pasien dengan riwayat operasi. Sampel tidak dapat dipilih jika (1) Rekam medik pasien apendisitis tanpa riwayat pemeriksaan USG (2) Rekam medik pasien apendisitis tanpa pemeriksaan darah lengkap (3) Rekam medik pasien apendisitis dengan jenis kelamin perempuan (4) Rekam medik pasien yang tanpa riwayat operasi. Diperoleh 42 data dan dianalisis menggunakan uji Chi Square Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara USG appendisitis dengan jumlah leukosit. Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p = Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan antara USG appendisitis dengan jumlah leukosit Kata kunci : USG, appendisitis akut, jumah leukosit iv

5 digilib.uns.ac.id ABSTRACT Wegig Amanu, G , The Correlation between Acute Appendicitis USG and Total Leukocytes. Medical Faculty of Sebelas Maret University Surakarta. Research Purpose: This research aims to determine the correlation of acute appendicitis USG by the number of leukocytes. Research Methods: This research is a descriptive analytic cross sectional approach implemented in May 2011 in RSUD Dr. Moewardi. Sampling was conducted in purposive random sampling with inclusion criteria were (1) The medical records of patients with a history of appendicitis ultrasonography examination (2) The medical records of patients with appendicitis which has a complete blood count (3) The medical records of male patients (4) Medical records patients with a history of surgery. Samples can not be selected if (1) The medical records of patients without a history of appendicitis ultrasonography examination (2) The medical records of appendicitis patients without complete blood count (3) The medical records of female appendicitis patients(4) Medical records of patients without a history of surgery. 42 data obtained and analyzed using Chi Square test. Research Result: This research showed a significant correlation between appendicitis USG and the number of leukocytes. Chi Square test results demonstrate the value of p = 0,013. Research Conclusion: There is a correlation between Acute Appendicitis USG and Total Leukocytes Key words: USG, acute appendicitis, the number of leukocytes v

6 digilib.uns.ac.id PRAKATA Alhamdulillaah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta ala yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul Hubungan USG Appendisitis Akut dengan Jumlah Leukosit. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi beserta Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Prof. Dr. Suyono, dr. Sp. Rad (K), selaku Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasihat. 4. Dr. Ida Bagus Metria, dr., Sp.B KBD, selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasihat. 5. Dr. Widiastuti,dr., Sp. Rad (K), selaku Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan dan nasehat. 6. Ipop Syarifah, Dra., M.Si, selaku Anggota Penguji yang telah memberikan bimbingan dan nasehat. 7. Bapak, Ibu, kakak serta seluruh keluarga yang telah memberi dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini. 8. Teman-teman Kost Techno House yang selalu memotivasi penulis dengan tawa dan semangatnya. 9. Teman-teman mahasiswa angkatan Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan. Surakarta, Wegig Amanu vi

7 digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI PRAKATA... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 2 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 3 BAB II. LANDASAN TEORI... 4 A. Tinjauan Pustaka Appendiks Appendisitis Ultrasonografi Leukosit B. Kerangka Berpikir C. Hipotesis vii

8 digilib.uns.ac.id BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Lokasi Penelitian C. Subjek Penelitian D. Teknik Sampling E. Identifikasi Variabel Penelitian F. Definisi Operasional Variabel Penelitian G. Rancangan Penelitian H. Alat, Bahan dan Cara Kerja I. Teknik Analisis Data BAB IV. HASIL PENELITIAN BAB V. PEMBAHASAN BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur...33 Tabel 4.2 Analisis tentang USG Appendisitis dengan Jumlah Leukosit...35 Tabel 4.3 Analisis tentang USG Appendisitis dengan Sel Polomorfonuklear...36 Tabel 4.4 Analisis tentang USG Appendisitis dengan Sel Netrofil Segmen...38 ix

10 digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Anatomi Appendiks... 5 Gambar 2.2 Appendisitis Akut... 9 Gambar 2.3 Appendisitis Akut Purulenta Gambar 2.4 Appendisitis Akut Gangrenosa Gambar 2.5 Appendisitis Infiltrat Gambar 2.6 Appendisitis Abses Gambar 2.7 Appendisitis Perforasi Gambar 2.8 Appendisitis Kronis Gambar 4.1 Presentase Sampel Berdasarkan Umur Gambar 4.2 Grafik Presentase Antara USG Appendisitis dengan Jumlah Leukosit Gambar 4.3 Presentase Antara USG Appendisitis dengan Jumlah Sel PMN.. 37 x

11 digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran Lampiran 2. Surat Izin Peminjaman Data Rekam Medik Lampiran 3. Surat Izin Peminjaman Data Foto Rontgen Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dari RSUD Dr. Moewardi Lampiran 5. Data Sampel Penelitian Lampiran 6. Hasil Analisis Data Penelitian xi

12 digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditjen Bina Yanmedik Depkes RI, penyakit saluran pencernaan menempati urutan ke tiga dari 10 penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kematian dari kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) 2,93% tahun 2007 dan dari kasus dengan CFR 2,91% tahun 2008 (Depkes, 2008). Salah satu penyakit pada saluran pencernaan adalah infeksi pada appendiks yang disebut dengan appendisitis (Gipson, 2003). Appendisitis menyebabkan abdomen akut dan memerlukan tindakan bedah (Tambunan,1994). Penelitian di Amerika Serikat terdapat kasus appendisitis dengan Incidence Rate (IR) 25 per penduduk (Hardin,1995). Appendisitis dapat terjadi pada semua umur, paling sering pada dewasa muda umur tahun dengan rasio pria : wanita sebanding. Gejala appendisitis berupa abdomen akut memberikan gambaran klinis yang sama dengan gangguan penyakit lain sehingga sulit untuk dibedakan (Schwartz, 2000). Hal ini mengakibatkan appendisitis sulit didiagnosis dan terlambat untuk ditangani sehingga terjadi komplikasi berupa perforasi, peritonitis, dan abses. Gejala appendisitis pada anak-anak, orang tua, dan wanita hamil tidak spesifik dan biasanya diketahui setelah terjadi komplikasi (Schrock, 1995). 1

13 digilib.uns.ac.id 2 Leukosit merupakan unit sistem pertahanan tubuh yang mobile. Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfe. Setelah dibentuk, sel sel ini diangkut dalam darah menuju ke berbagai bagian tubuh yang membutuhkan. Manfaat leukosit yang sesungguhnya adalah sebagian besar diangkut ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius, dengan demikian menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap agen agen infeksius ( Guyton, 2007). Leukositosis adalah keadaan bila jumlah leukosit meningkat, yaitu melebihi 10000/mm³. Dalam prakteknya leukositosis berarti peningkatan jumlah leukosit netrofil, sehingga melebihi 60% jumlah seluruh leukosit. Jumlahnya bisa sampai 80% dari seluruh leukosit. Leukositosis terjadi bila ada jaringan cidera atau infeksi, sehingga pada tempat cidera atau radang dapat terkumpul banyak leukosit untuk turut membendung infeksi (Sutisna, 1998). Pemeriksaan jumlah leukosit dan pemeriksaan USG membantu menegakkan diagnosis appendisitis akut. Berdasarkan pada tingginya angka insiden, prevalensi dan mortalitas akibat apendisitis di Indonesia, maka peneliti merasa tertarik untuk melakuan penelitian tentang hubungan antara USG appendisitis akut dengan jumlah leukosit. B. Perumusan Masalah Adakah hubungan antara USG appendisitis akut dengan jumlah leukosit?

14 digilib.uns.ac.id 3 C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui adanya hubungan antara USG appendisitis akut dengan jumlah leukosit. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris adanya hubungan antara USG appendisitis akut dengan jumlah leukosit. Bagi dunia penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan acuan untuk penelitian yang akan datang. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam penegakkan diagnosis appendisitis akut.

15 digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Appendiks a. Definisi Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal (Sjamsuhidajat, 2005). b. Anatomi Appendiks pada bayi berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens appendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik appendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal commit (di to depan user usus halus) 1%, dan postileal 4

16 digilib.uns.ac.id 5 (di belakang usus halus) 0,4% (Sjamsuhidajat, 2005). Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua minggu setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya berjumlah sekitar 200 folikel antara usia tahun dan menetap saat dewasa. Setelah itu, mengalami atropi dan menghilang pada usia 60 tahun (Sjamsuhidajat, 2005). Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus. Appendiks divaskularisasi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka appendiks mengalami ganggren (Gambar 2.1) (Sjamsuhidajat, 2005). Gambar 2.1 Anatomi Appendiks (Omran, 2007)

17 digilib.uns.ac.id 6 c. Fisiologi Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis (Guyton, 2007). Imunoglobulin sekretoaris yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks adalah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan limfoid sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh ( Guyton, 2007). 2. Appendisitis a. Definisi Appendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis (Kumar, 2007).

18 digilib.uns.ac.id 7 Penelitian di Amerika Serikat pada kasus, 50% ditemukan adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan limfoid submukosa 60%, fekalith 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1% (Collin, 1990). b. Patofisiologi Appendisitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendisitis. Obstruksi intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi mukosa dan menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada dinding appendiks akan terganggu. Adanya kongesti vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding appendiks. Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses radang akut, kemudian terjadi proses irreversible meskipun faktor obstruksi telah dihilangkan (Price, 1995). Appendisitis dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub mukosa, dan muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi sel radang neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerah-merahan dan ditutupi granular membran. Pada perkembangan selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal disebut appendisitis

19 digilib.uns.ac.id 8 akut supuratif. Edema dinding appendiks menimbulkan gangguan sirkulasi darah sehingga terjadi ganggren, warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua dinding appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan pembuluh darah kongesti (Tambunan, 1994). Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi (Sjamsuhidajat, 2005). c. Klasifikasi 1) Appendisitis Akut a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis) Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menjadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri didaerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada appendisitis kataral terjadi

20 digilib.uns.ac.id 9 leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa (Gambar 2.2) (Thomson, 1997). Gambar 2.2 Appendisitis Akut Diunduh dari: b. Appendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis) Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen (Thomson,1997). Gejalanya ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti commit nyeri to tekan, user nyeri lepas di titik Mc Burney,

21 digilib.uns.ac.id 10 defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda tanda peritonitis umum (Gambar 2.3) (Thomson, 1997). Gambar 2.3 Appendisitis Akut Purulenta Diunduh dari: c. Appendisitis Akut Gangrenosa Bertambahnya tekanan dalam lumen, akan berakibat aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tandatanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen (Gambar 2.4) (Thomson, 1997).

22 digilib.uns.ac.id 11 Gambar 2.4 Appendisitis Akut Gangrenosa Diunduh dari: d. Appendisitis Infiltrat Appendisitis infiltrate adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya (Gambar 2.5) (Thomson, 1997). Gambar 2.5 Appendisitis Infiltrat Diunduh dari:

23 digilib.uns.ac.id 12 e. Appendisitis Abses Appendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic (Gambar 2.6) (Thomson, 1997). Gambar 2.6 Appendisitis Abses Diunduh dari: f. Appendisitis Perforasi Appendisitis perforasia dalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik (Gambar 2.7) (Thomson, 1997).

24 digilib.uns.ac.id 13 Gambar 2.7 Appendisitis Perforasi Diunduh dari: 2) Appendisitis Kronis Appendisitis kronis merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada submukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi (Gambar 2.8) (Thomson, 1997).

25 digilib.uns.ac.id 14 Gambar 2.8 Appendisitis Kronis Diunduh dari: d. Gejala Appendisitis 1) Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau di kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien bergerak. 2) Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan. 3) Demam tidak tinggi (kurang dari 38ºC), kekakuan otot, dan konstipasi. 4) Appendisitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa

26 digilib.uns.ac.id 15 nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa nyeri terasa lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan biasanya. 5) Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan juga di daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak retrocaecal. Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum apabila posisi appendiks di pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri (Schrock, 1995). e. Pemeriksaan Fisik Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 C. Jika suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Dapat terjadi perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1 C (De Jong, 2004). 1) Inspeksi Dapat terlihat disaat penderita berjalan sambil membungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler (De Jong, 2004). 2) Palpasi Palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tandatanda peritonitis lokal yaitu : a. Nyeri tekan di Mc. Burney

27 digilib.uns.ac.id 16 b. Nyeri lepas c. Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal (De Jong, 2004). Appendiks yang terletak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, akan tetapi bisa ditemukan adanya nyeri pinggang. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung. a. Nyeri tekan kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing) b. Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg) c. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan (De Jong, 2004). Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah (Gartner, 2002). 3) Auskultasi Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata (De Jong, 2004). Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam Colok dubur pada anak tidak dianjurkan.

28 digilib.uns.ac.id 17 Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan musculus psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di musculus psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan musculus obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri (De Jong, 2004). Psoas sign ditandai dengan nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul paha kanan (De Jong, 2004). Dasar anatomi dari tes psoas adalah appendiks yang mengalami peradangan kontak dengan musculus psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan) (De Jong, 2004). f. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan darah : didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendicitis akut terutama pada kasus dengan

29 digilib.uns.ac.id 18 komplikasi, C-reaktif protein meningkat. Pada appendikular infiltrat, LED akan meningkat (Craig, 2011). b. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis (Craig, 2011). 2) Abdominal X Ray Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak (Humes, 2007). 3) Ultrasonografi Pemeriksaan USG dilakukan apabila hasil pemeriksaan fisik meragukan, terutama pada wanita dan jika dicurigai adanya abses. USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya (Humes, 2007). 4) Barium enema Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai

30 digilib.uns.ac.id 19 metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis kronis. Dimana akan tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh fekalit (Craig, 2011). 5) CT-Scan Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses (Humes, 2007). 6) Laparoscopi Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks (Humes, 2007). g. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan operasi. 1) Penanggulangan konservatif Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita

31 digilib.uns.ac.id 20 appendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik (Dudley, 1992). 2) Operasi Bila diagnosis sudah tepat dan jelas ditemukan appendisitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah) (Oswari, 2000). 3. Ultrasonografi a. Definisi Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu imaging diagnostic (pencitraan diagnostik) untuk pemeriksaan alat alat tubuh, dimana dapat mempelajari bentuk, ukuran, anatomis, gerakan, serta hubungan dengan jaringan sekitar (Iwan, 2005). 1) Prinsip Ultrasonografi Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih tinggi dari pada kemampuan pendengaran telinga manusia, sehingga tidak bisa mendengarnya sama sekali. Suara yang bisa didengar manusia mempunyai frekuensi antara Hz. Pemeriksaan USG ini menggunakan gelombang suara yang frekuensinya 1-10 MHz (Iwan,

32 digilib.uns.ac.id ). Gelombang suara frekuensi tinggi tersebut dihasilkan dari kristal-kristal yang terdapat dalam suatu alat yang disebut transduser. Perubahan bentuk akibat gaya mekanis pada kristal, akan menimbulkan tegangan listrik. Fenomena ini disebut efek piezo-electric, yang merupakan dasar perkembangan USG selanjutnya. Bentuk kristal juga akan berubah bila dipengaruhi oleh medan listrik. Sesuai dengan polaritas medan listrik yang melaluinya, kristal akan mengembang dan mengkerut, maka akan dihasilkan gelombang suara frekuensi tinggi (Iwan, 2005). 2) Cara Kerja Alat Ultrasonografi Transduser bekerja sebagai pemancar dan sekaligus penerima gelombang suara. Pulsa listrik yang dihasilkan oleh generator diubah menjadi energi akustik oleh transduser, yang dipancarkan dengan arah tertentu pada bagian tubuh yang akan dipelajari. Sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi akan merambat terus menembus jaringan yang akan menimbulkan bermacam macam eko sesuai dengan jaringan yang dilaluinya (Iwan, 2005). Pantulan eko yang berasal dari jaringan- jaringan tersebut akan membentur transduser, dan kemudian diubah

33 digilib.uns.ac.id 22 menjadi pulsa listrik lalu diperkuat dan selanjutnya diperlihatkan dalam bentuk cahaya pada layar osiloskop (oscilloscops). Dengan demikian bila transduser digerakkan seolah-olah melakukan irisan-irisan pada bagian tubuh yang diinginkan, dan gambaran irisan-irisan tersebut akan dapat dilihat pada layar monitor (Iwan, 2005). Jaringan tubuh mempunyai impendance acustic tertentu. Dalam jaringan yang hiterogen akan ditimbulkan bermacam-macam eko, jaringan tersebut dikatakan echogenic. Sedang pada jaringan yang homogeny hanya sedikit atau sama sekali tidak ada eko, disebut anechoic atau echofree atau bebas eko. Suatu rongga berisi cairan bersifat anechoic, misalnya: kista, asites, pembuluh darah besar, pericardial atau pleural efusion. Dengan demikian kista dan suatu masa solid dapat dibedakan (Iwan, 2005). 3) Pemakaian Klinis USG digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dalam berbagai kelainan organ tubuh. USG digunakan antara lain : a. Menemukan dan menentukan letak massa dalam rongga perut dan pelvis b. Membedakan kista dengan massa yang solid c. Mempelajari pergerakan organ (jantung, aorta,

34 digilib.uns.ac.id 23 vena kava), maupun pergerakan janin dan jantungnya d. Pengukuran dan penentuan volume e. Biopsi jarum terpimpin f. Menentukan perencanaan dalam suatu radioterapi (Iwan, 2005). 4) Ultrasonografi pada appendisitis Penggunaan Ultrasonografi (USG) untuk evaluasi pasien dengan keluhan nyeri perut di UGD sudah demikian luas. Terutama yang di dapat pada USG terdiri dari tervisualisasinya appendiks yang non compressible, dengan diameter antara dinding terluar lebih dari 6-7 mm, diameter single wall lebih dari 2 mm, lumen dilatasi dan adanya cairan periappendiceal (Jeffrey, 1998). Tiga kriteria untuk diagnosis appendicitis melalui USG, yaitu : appendiks yang non compressible, tidak adanya peristaltic di appendiks, diameter keseluruhan lebih dari 6 mm (Jeffrey, 1998). Menggunakan USG dengan resolusi tinggi (5-7 Mhz) dan dengan teknik kompresi daerah abdomen bagian bawah, scaning dimulai dari atas titik tendon maksimal, berangsurangsur menaikkan tekanan pada ke dalaman struktur yang di scan baik pada potongan longitudinal maupun transversal.

35 digilib.uns.ac.id 24 Ultrasonografer juga harus dapat mendeteksi usus besar, katub ileosekal, ilium dan juga kasus-kasus pada appendiks. Ultrasonografer yang terampil dapat menemukan lebih dari 70% kasus pada appendiks, biasanya terlihat colap, tubulus tidak terisi cairan dan ukuran diameter kurang dari 6 mm dan tebal dinding kurang dari 2 mm (Murtala, 2011). Kriteria ultrasonografi pada kasus appendisitis akut adalah appendiks tidak dapat dikompresi sehingga diameter lebih dari 7 mm dengan tebal dinding lebih dari 2 mm, tipe eko pada lumen adalah hypoechoid. Kemungkinan terdapatnya batu pada appendiks, dan cairan disekitar ujung appendiks sehingga terjadi ruptur. Gambaran peristaltik dapat membedakan antara secum dan ileum. Jika appendiks terletak di retrosecal maka ultrasonografer sangat sulit untuk mengambil gambaran. Pada color doppler ultrasonografi, appendiks normal tidak terlihat. Hanya sedikit sinyal color doppler yang terjadi, ini menandakan adanya kenaikan vaskularitas pada dinding appendiks atau fossa iliaca kanan pada appendisitis akut (Murtala, 2011). Dengan menggunakan frekuensi ultrasonografi resolusi tinggi diharapkan dapat mengurangi angka appenditomi tanpa appendisitis dan juga perforasi. Untuk mendapatkan keakuratan

36 digilib.uns.ac.id 25 ultrasonografi yang baik maka ultrasonografer harus memiliki banyak pengalaman dan juga keterampilan (Murtala, 2011). Sensitivitas pada orang dewasa dilaporkan antara 75-89%, spesifisitasnya 95%, dan tingkat akurasi mencapai 87-96% (Jeffrey, 1998). Keuntungan dari penggunaan USG adalah cepat, non invansif, berisiko rendah dan akurat. Sedangkan kerugiannya, diagnosis sulit ditegakkan bila appendisitis tidak terlihat, terlebih pada pasien dengan obesitas (Hals, 2000). 4. Leukosit Leukosit, disebut juga sel darah putih, merupakan unit sistem pertahanan tubuh yang mobil. Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfe. Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju ke berbagai bagian tubuh yang membutuhkan (Guyton, 2007). Manfaat leukosit yang sesungguhnya ialah sebagian besar diangkut secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius, dengan demikian menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap agen-agen infeksius (Guyton, 2007). Enam macam sel darah putih yang biasa ditemukan dalam darah. Keenam sel tersebut adalah netrofil polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, basofil polimorfonuklear, monosit, limfosit, dan

37 digilib.uns.ac.id 26 kadang-kadang, sel plasma. Ketiga sel pertama ini, yaitu sel-sel polimorfonuklear, seluruhnya mempunyai gambaran granular, karena alasan itu sel-sel tersebut disebut granulosit. Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang utama dengan cara memakannya, yaitu fagositosis. Fungsi limfosit dan sel plasma terutama berhubungan dengan sistem imun (Guyton, 2007). Manusia dewasa mempunyai sekitar 7000 sel darah putih per mikroliter darah. Presentase normal berbagai jenis sel darah putih dari jumlah total sel darah putih kira kira sebagai berikut: netrofil polimorfonuklear 62,0%, eosinofil polimorfonuklear 2,3%, basofil polimorfonuklear 0,4%, monosit 5,3%, limfosit 30,0% (Guyton, 2007). Sel polimorfonuklear berasal dari mielosit sumsum tulang. Sel yang muda, intinya tidak terbagi (nonsegmented), sedangkan sel yang dewasa intinya terbagi (segmented) menjadi beberapa lobus (polinukleus). Dalam darah normal sel muda (nonsegmented) ini hanya merupakan 3-6% dari seluruh leukosit, sedangkan yang dewasa (segmented) merupakan lebih kurang 60% dari seluruh leukosit (Sutisna, 1998). Leukositosis adalah keadaan bila jumlah leukosit meningkat, yaitu melebihi 10000/mm³. Dalam prakteknya leukositosis berarti peningkatan jumlah leukosit netrofil, sehingga melebihi 60% jumlah seluruh leukosit. Jumlahnya bisa sampai 80% dari seluruh leukosit. Leukositosis terjadi bila ada jaringan cidera atau infeksi, sehingga

38 digilib.uns.ac.id 27 pada tempat cidera atau radang dapat terkumpul banyak leukosit untuk turut membendung infeksi (Sutisna, 1998). Peradangan ditandai oleh (1) vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan; (2) peningkatan permeabilitas kapiler, memungkinkan kebocoran banyak sekali cairan di dalam ruang interstisial; (3) sering kali terjadi pembekuan cairan di dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah yang besar; (4) migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan (5) pembengkakan sel jaringan. Beberapa dari sekian produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamine, bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitasi (guyton, 2005). Tanda-tanda makroskopik radang yaitu membengkak (tumor), berwarna kemerah-merahan (rubor), nyeri (dolor), menjadi agak hangat (calor) dan daya geraknya berkurang (functio laesa) (Sutisna, 1998).

39 digilib.uns.ac.id 28 B. Kerangka Berpikir USG Apendisitis Apendisitis akut Inflamasi 1. Kemotaksis 2. Peningkatan permiabel vaskuler Akumulasi Leukosit C. Hipotesis leukosit. Terdapat hubungan antara USG appendisitis akut dengan jumlah

40 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Rancangan cross sectional adalah suatu rancangan penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan yang paling sering digunakan karena secara metodelogik paling mudah dilakukan dan hanya diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Taufiqurrahman, 2004). B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Rekam Medik Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. C. Subyek Penelitian 1. Populasi Sumber Rekam Medik Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2010, dengan riwayat penyakit Appendisitis. 2. Kriteria inklusi sebagai berikut: a. Rekam medik pasien appendisitis dengan riwayat pemeriksaan USG b. Rekam medik pasien appendisitis dengan pemeriksaan darah lengkap c. Rekam medik pasien dengan jenis kelamin laki laki d. Rekam medik pasien dengan riwayat operasi 3. Kriteria esklusi sebagai berikut: a. Rekam medik pasien appendisitis tanpa riwayat pemeriksaan USG 29

41 digilib.uns.ac.id 30 b. Rekam medik pasien appendisitis tanpa pemeriksaan darah lengkap c. Rekam medik pasien appendisitis dengan jenis kelamin perempuan d. Rekam medik pasien yang tanpa riwayat operasi e. Rekam medik pasien dengan riwayat : lymphadenitis mesenteric, entero-klitis, ileitis terminalitis, ureter kolik dextra, pecahnya folikel ovarium dextra, salphingitis dextra, torsi kista ovarium dextra, KET, pyelonephritis, batu ginjal kanan, ulcus pepticum, cholecystitis, pancreatitis, divert iculitis, pneuritis, infark myocard, menstruasi, desminorea D. Teknik Sampling Penelitian ini mengambil sampel dengan menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu suatu teknik pemilihan sampel yang dipilih berdasarkan kelompok yang sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian subjek dipilih secara acak, sehingga setiap subjek dalam populasi yang telah dikelompokkan memiliki kemungkinan yang sama untuk dipilih (Hadi, 2000). E. Identifikasi Variabel Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas : Jumlah leukosit 2. Variabel terikat : USG apendisitis F. Definisi Operasional Variabel 1. Jumlah leukosit adalah jumlah sel leukosit pada penderita appendisitis akut, yang diperoleh dari hasil rekam medis penderita. Skala pengukuran : nominal.

42 digilib.uns.ac.id 31 2) USG appendisitis akut adalah gambaran appendisitis akut pada penderita yang di diagnosis berdasarkan pemeriksaan USG. Skala pengukuran : nominal. G. Rancangan penelitian Appendisitis USG appendisitis akut positif USG appendisitis akut negatif Leukosit meningkat Leukosit Normal Leukosit meningkat Leukosit Normal Analisis data (Chi Square ) H. Alat, Bahan dan Cara Kerja 1. Alat dan Bahan : Rekam medik penderita appendisitis akut. 2. Cara Kerja : a. Mengumpulkan rekam medis penderita appendisitis akut berdasarkan gambaran USG. b. Membaca jumlah leukosit penderita. c. Menganalisis hasil.

43 digilib.uns.ac.id 32 I. Analisis Penelitian Data yang diperoleh dianalisis dengan Chi Square test untuk menentukan nilai signifikasi hubungan dari kedua variabel.

44 digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian mengenai Hubungan antara USG Appendisitis Akut dengan Jumlah Leukosit dilaksanakan di Bagian Rekam Medik Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Sampel penelitian berjumlah 42 orang terdiri dari 26 sampel dengan pemeriksaan USG appendisitis akut positif dan 16 sampel dengan pemeriksaan USG appendisits akut negatif. Berikut ini disampaikan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. A. Karakteristik sampel penelitian Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur No. Kelompok Umur Frekuensi Persen (%) tahun tahun tahun tahun tahun tahun 4 10 Jumlah

45 digilib.uns.ac.id 34 Gambar 4.1 Presentase Sampel Berdasarkan Umur Tabel dan gambar 4.1 menunjukkan bahwa selama penelitian, subjek penelitian untuk appendisitis paling banyak pada umur tahun ( 28 % ), sedangkan kasus paling sedikit adalah pada umur 0 9 tahun ( 5 % ). B. Analisis Bivariat Uji Tabulasi silang atau Chi Square Data dalam penelitian ini dianalisis dengan uji Chi Square, dengan uji tersebut dapat diketahui apakah hubungan yang teramati antara kedua variabel secara statistik bermakna. Penelitian ini mengamati hubungan antara variabel bebas jumlah leukosit dengan variabel terikat USG appendisitis akut. Setelah hasil Chi Square didapat maka dapat dilihat nilai signifikasinya. Hubungan signifikan jika p < 0.05.

46 digilib.uns.ac.id 35 Tabel 4.2 Analisis tentang USG Appendisitis dengan Jumlah Leukosit Jumlah Leukosit Variabel meningkat Tidak meningkat Total P n (%) n (%) USG appendisitis 7 (43.7) 9 (56.3) 16 (100) - akut negatif USG appendisitis akut positif 21 (80.7) 5 (19.3) 26 (100) Gambar 4.2 Grafik Persentase antara USG Appendisitis dengan Jumlah Leukosit

47 digilib.uns.ac.id 36 Tabel dan gambar 4.2 menunjukkan kelompok pemeriksaan USG appendisitis akut positif dengan peningkatan jumlah leukosit sebanyak 20 orang (80.7%) dan tanpa disertai peningkatan leukosit sebanyak 5 orang (19.3%). Pada kelompok pemeriksaan USG appendisitis akut negatif dengan peningkatan jumlah leukosit sebanyak 7 orang (43.7%) dan tanpa disertai peningakatan jumlah leukosit sebanyak 9 orang (56.3%). Analisis bivariat terhadap hubungan antara USG appendisitis dengan jumlah leukosit, menunjukkan hubungan yang signifikan (p = 0.013). Tabel 4.3 Analisis tentang USG Appendisitis dengan Jumlah Sel Polimorfonuklear (PMN) Variabel USG appendisitis USG appendisitis Jumlah akut positif akut negative Sel PMN meningkat 20 (76.9) 5 (31.2) 25 Sel PMN tidak meningkat 2 (7.7) 4 (25) 6 Tanpa pemeriksaan 4 (15.4) 7 (43.8) 11 Jumlah 26 (100) 16 (100) 42

48 digilib.uns.ac.id 37 Gambar 4.3 Grafik Persentase antara USG Appendisitis dengan Jumlah Sel PMN Tabel dan gambar 4.3 menunjukkan kelompok pemeriksaan USG appendisitis akut positif dengan peningkatan jumlah sel PMN sebanyak 20 orang (76.9%), tanpa disertai peningkatan sel PMN sebanyak 2 orang (7.7%) dan tanpa pemeriksaan sebanyak 4 orang (15.4%). Pada kelompok pemeriksaan USG appendisitis akut negatif dengan peningkatan jumlah sel PMN sebanyak 5 orang (31.2%), tanpa disertai peningakatan jumlah sel PMN sebanyak 4 orang (25%) dan tanpa pemeriksaan sebanyak 7 orang (43.8%).

49 digilib.uns.ac.id 38 Tabel 4.4 Analisis tentang USG Appendisitis dengan Jumlah Sel Netrofil Segmen Variabel USG appendisitis USG appendisitis Jumlah akut positif akut negatif Sel netrofil segmen 7 (26.9) - 7 meningkat Sel netrofil segmen tidak meningkat Tanpa pemeriksaan 19 (73.1) 16 (100) 35 Jumlah 26 (100) 16 (100) 42 Tabel 4.3 menunjukkan kelompok pemeriksaan USG appendisitis akut positif dengan peningkatan jumlah sel netrofil segmen sebanyak 7 orang (26.9%) dan tanpa pemeriksaan sebanyak 19 orang (73.1%). Pada kelompok pemeriksaan USG appendisitis akut negatif tanpa pemeriksaan sel netrofil segmen sebanyak 16 orang (100%).

50 digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Penelitian yang berjudul Hubungan USG Appendisitis Akut dengan Jumlah Leukosit dilakukan sejak bulan Juni sampai dengan September 2011 di Bagian Rekam Medis Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan didapatkan 42 sampel yang terdiri dari 26 sampel dengan hasil pemeriksaan USG appendisitis akut positif dan 16 sampel dengan hasil pemeriksaan USG appendisitis akut negatif. Sampel dalam penelitian ini seluruh berjenis kelamin laki - laki. Hal ini dikarenakan untuk mengendalikan faktor perancu yang ada. Penyakit appendisitis akut mempunyai rasio yang sebanding pada kasus wanita maupun pria (Schwartz, 2000). Berdasarkan distribusi responden menurut jenis umur dengan menempati prosentase tertinggi pada rentang umur tahun dengan perincian, rentang umur 0 9 tahun sebesar 5%, umur tahun sebesar 28%, umur tahun sebesar 21%, umur tahun sebesar 26%, umur tahun sebesar 10% dan umur 50 tahun sebesar 10%. Hal ini sesuai dengan penelitian Jehan (2001) bahwa penderita appendisitis berusia diatas 15 tahun didapat prosentase sebesar 48,3%, kelompok umur tahun 68,3%, umur tahun 23,3%, tahun 6,7% dan tahun 1,7%. Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara USG appendisitis akut dengan jumlah leukosit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sebesar 80,7% responden menunjukkan peningkatan jumlah leukosit pada USG 39

51 digilib.uns.ac.id 40 appendisitis akut positif sedangkan sampel dengan USG appendisitis akut negatif menunjukkan nilai sebesar 43,7% untuk peningkatan leukosit. Hasil pengolahan data menggunakan uji Chi Square juga menunjukkan nilai yang signifikan antara hubungan USG appendisitis akut dengan jumlah leukosit dengan nilai p = 0,013. Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan yang paling sering dipilih sebagai modalitas diagnostik appendisitis karena mempunyai beberapa keunggulan, yaitu: non invasif, aman, efek radiasi tidak ada (aman bagi wanita hamil dan anak-anak), relatif murah dan mudah dilakukan, waktu yang diperlukan singkat. Kekurangannya pemeriksaan USG sangat tergantung ketrampilan pemeriksa, lokasi appendiks yang bervariasi untuk tiap orang sehingga teknik pemeriksaan USG sangat penting diperhatikan. Penilaian klinik merupakan bagian yang paling penting sebagai evaluasi awal pada kasus suspek appendisitis, sedang imaging radiologi merupakan penunjang diagnostik untuk membantu menegakkan diagnosis appendisitis yang penting dilakukan sebelum menentukan tindakan operasi terutama penderita yang gejala klinisnya meragukan. Pada orang dewasa sensitivitasnya dilaporkan antara 75-89%, spesifisitasnya 95%, dan tingkat akurasi mencapai 87-96% (Jeffrey, 1998). Pertahanan imun terdiri atas sistem imun alamiah atau imun spesifik (natural/ innate/ native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Pertahanan non spesifik terdiri atas pertahanan fisik/mekanik, pertahanan biokimia, pertahanan humoral, pertahanan selular. Pertahanan spesifik terdiri atas

52 digilib.uns.ac.id 41 pertahanan humoral (IgG, IgA, IgM, IgD, IgE) dan pertahanan selular (Th1, Th2, Th3, Tdth, Tc) (Baratawidjaja, 2006). Salah satu sistem pertahanan non spesifik selular adalah leukosit. Leukosit merupakan unit sistem pertahanan tubuh yang mobile. Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfe. Setelah dibentuk, sel sel ini diangkut dalam darah menuju ke berbagai bagian tubuh yang membutuhkan. Manfaat leukosit yang sesungguhnya ialah sebagian besar diangkut secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius, dengan demikian menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap agen-agen infeksius (Guyton, 2007). Salah satu fungsi dari leukosit adalah fungsi fagositosis. Sel-sel ini berperan sebagai sel yang menangkap antigen, mengolah dan selanjutnya mempresentasikan kepada sel T, yang dikenal sebagai sel penyaji atau APC. Fagositosis yang efektif pada invasi kuman dini akan dapat mencegah timbulnya infeksi. Dalam kerjanya, sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat yaitu kemotaksis, menangkap, memakan, fagositosis, memusnahkan dan mencerna (Baratawidjaja, 2006). Hasil penelitian menunjukkan peningkatan jumlah leukosit yang signifikan pada kasus appendisitis akut dengan pemeriksaan USG. Dalam penelitian ini, responden dengan kenaikan jumlah leukosit sebanyak 21 orang dan tanpa disertai kenaikan leukosit sebanyak 5 orang. Dari hasil tersebut terdapat peningkatan leukosit relatif, dimana sesungguhnya peningkatan jenis leukosit

53 digilib.uns.ac.id 42 didominasi oleh sel PMN. Peningkatan sel PMN menunjukkan presentase sebesar 76,9% pada hasil USG apendisitis. Sel PMN merupakan 60-70% dari seluruh jumlah sel darah putih normal. Hasil pengamatan terhadap peningkatan netrofil segmen menunjukkan presentase sebesar 100% pada responden yang mempunyai riwayat pemeriksaan jumlah netrofil segmen. Sejumlah besar netrofil segmen dari darah mulai menginvasi daerah peradangan setelah peradangan dimulai. Oleh karena itu netrofil segmen bertanggung jawab terhadap lini pertahanan awal dari tubuh.

54 digilib.uns.ac.id BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara USG appendisitis dengan jumlah leukosit B. Saran 1. Berdasarkan hasil penelitian, dalam pemeriksaan laboratorium terhadap appendisitis akut perlu adanya perhatian terhadap jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit yaitu jumlah netrofil segmen. 2. Pemeriksaan Ultrasonografi sangat menunjang dalam proses mendiagnosis appendisitis akut maupun kronik. 43

A. Pemeriksaan Fisik

A. Pemeriksaan Fisik A. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi Pada apendisitis akut sering ditemukan adanyaabdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. - tidak ditemukan gambaran spesifik.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Appendiks 19, 24 2.1.1. Anatomi Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak

Lebih terperinci

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap APENDISITIS PENGERTIAN Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering 1. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu

Lebih terperinci

K35-K38 Diseases of Appendix

K35-K38 Diseases of Appendix K35-K38 Diseases of Appendix Disusun Oleh: 1. Hesti Murti Asari (16/401530/SV/12034) 2. Rafida Elli Safitry (16/401558/SV/12062) 3. Zidna Naila Inas (16/401578/SV/12082) K35 Acute Appendicitis (Radang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. APPENDISITIS A.1. Definisi Appendisitis akut adalah peradangan dari appendiks yaitu organ seperti kantung yang tak berfungsi pada bagian inferior dari sekum dan merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa BAB 4 HASIL Hasil pengamatan sediaan patologi anatomi apendisitis akut dengan menggunakan mikroskop untuk melihat sel-sel polimorfonuklear dapat dilihat pada gambar 6,7 dan tabel yang terlampir Gambar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Histologi Apendiks Apendiks merupakan suatu evaginasi dari sekum yang ditandai dengan sebuah lumen kecil, sempit, dan tidak teratur. Struktur tersebut disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus priyanto,2008). Apendisitis merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan kasus paling sering dilakukan pembedahaan pada anak, walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi keterlambatan

Lebih terperinci

SAKIT PERUT PADA ANAK

SAKIT PERUT PADA ANAK SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

APPENDICITIS (ICD X : K35.0)

APPENDICITIS (ICD X : K35.0) RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA MATARAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) SMF ILMU BEDAH TAHUN 2017 APPENDICITIS (ICD X : K35.0) 1. Pengertian (Definisi) 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan Fisik 4. Kriteria Diagnosis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian A.1. Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah Ilmu Bedah khususnya tentang appendisitis. A.2. Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi apendiks vermiformis Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens apendisitis akut di Negara

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang memerlukan tindakan pembedahan. Diagnosis apendisitis akut merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks, obstruksi limfoid, fekalit, benda asing, dan striktur karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks 2.1.1. Anatomi apendiks Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasarnya adalah suatu saluran (tabung) dengan panjang sekitar 30 kaki (9m).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar

Lebih terperinci

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c. APPENDISITIS I. PENGERTIAN Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997) II. ETIOLOGI Appendisitis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apendisitis akut merupakan radang akut pada apendiks vermiformis, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apendisitis akut merupakan radang akut pada apendiks vermiformis, yang 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendisitis akut 2.1.1 Definisi Apendisitis akut merupakan radang akut pada apendiks vermiformis, yang disebabkan oleh bakteri yang terjadi karena penyebaran mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999).

BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999). BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Appendiksitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999). Appendiksitis adalah peradangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks diartikan sebagai bagian tambahan, aksesori atau bagian tersendiri yang melekat ke struktur utama dan sering kali digunakan untuk merujuk pada apendiks vermiformis.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penyakit usus buntu adalah saluran usus yang terjadinya pembusukan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Penyakit usus buntu adalah saluran usus yang terjadinya pembusukan dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Penyakit Usus Buntu Penyakit usus buntu adalah saluran usus yang terjadinya pembusukan dan menonjol dari bagian awal usus besar atau seku. Penyakit usus buntu timbul

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Apendisitis 3.1.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu penyebab paling umum pada kasus akut abdomen yang memerlukan tindakan pembedahan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum ( cecum ). Infeksi ini bisa mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, penggunaan antibiotik profilaksis untuk infeksi luka operasi (ILO) pada pembedahan harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Apendisitis Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering. Sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini apendisitis merupakan penyebab terbanyak dilakukannya operasi pada anak-anak. Selain itu apendisitis yang ditandai dengan keluhan nyeri perut kanan

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 Adelia, 2012, Pembimbing 1: Laella K.Liana, dr., Sp.PA., M.Kes Pembimbing 2: Hartini Tiono, dr.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduknya memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduknya memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan serta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai dengan penduduknya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendisitis Akut 2.1.1 Definisi Menurut Ellis (1997) dan Riwanto et al. (2010) dalam Junias (2009), apendisitis akut berasal dari kata apendiks yaitu suatu organ berbentuk tabung,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi 2.1.1. Apendiks Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1907 ).

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA JUMLAH LEUKOSIT DARAH PADA PASIEN APENDISITIS AKUT DENGAN APENDISITIS PERFORASI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG

PERBEDAAN ANTARA JUMLAH LEUKOSIT DARAH PADA PASIEN APENDISITIS AKUT DENGAN APENDISITIS PERFORASI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG PERBEDAAN ANTARA JUMLAH LEUKOSIT DARAH PADA PASIEN APENDISITIS AKUT DENGAN APENDISITIS PERFORASI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Beberapa sumber yang menyebutkan tentang pengertian dari Apendisitis yaitu sebagai berikut : Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Apendiks Appendix vermiformis atau yang sering disebut apendiks merupakan organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002) BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Appendiks adalah organ tambahan kecil yang mempunyai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002) Appendisitis adalah peradangan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB II KONSEP DASAR. rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002) BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Apendiks makanan yang mengosongkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Karla Kalua G0011124 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI BCG PADA BAYI USIA 0-2 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEBAKKRAMAT I KARANGANYAR SKRIPSI Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 Christian, 2009 Pembimbing I : Freddy Tumewu Andries, dr., M.S. Pembimbing II : Ellya Rosa Delima,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium yang melapisi saluran kemih karena adanya invasi bakteri dan ditandai dengan bakteriuria dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANEMIA DENGAN HIPOTERMIA PADA NEONATUS DI RSUD DR MOEWARDI. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANEMIA DENGAN HIPOTERMIA PADA NEONATUS DI RSUD DR MOEWARDI. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN ANEMIA DENGAN HIPOTERMIA PADA NEONATUS DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Ardiningsih G0009026 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan

BAB II KONSEP DASAR. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS A. Definisi Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS Definisi Diverticulitis Diverticulitis adalah suatu kondisi dimana diverticuli pada kolon (usus besar) pecah. Pecahnya berakibat pada infeksi pada jaringan-jaringan yang mengelilingi

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran CAKRADENTA YUDHA POETERA G

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran CAKRADENTA YUDHA POETERA G PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN NEKROSIS PULPA DENGAN ABSES APIKALIS KRONIS ANTARA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DAN NON DIABETES MELLITUS DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG Osteomielitis adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang, infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi menjadi

Lebih terperinci

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran OLEH : EKA DEWI PRATITISSARI

Lebih terperinci

PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu divertikulum pada caecum yang menyerupai cacing, panjangnya bervariasi dari 7 sampai 15 cm, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sirosis hati adalah merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai dengan fibrosis. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara kongenital yang memberi

Lebih terperinci

PERBEDAAN BAKTERIURIA PADA PASIEN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA DENGAN VOLUME PROSTAT TINGGI DAN TIDAK TINGGI SKRIPSI

PERBEDAAN BAKTERIURIA PADA PASIEN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA DENGAN VOLUME PROSTAT TINGGI DAN TIDAK TINGGI SKRIPSI PERBEDAAN BAKTERIURIA PADA PASIEN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA DENGAN VOLUME PROSTAT TINGGI DAN TIDAK TINGGI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Multazam Hanif G0012141

Lebih terperinci

APENDISITIS PADA ANAK

APENDISITIS PADA ANAK REFRAT BEDAH ANAK APENDISITIS PADA ANAK OLEH : Allivia Firdahana G0006176 PEMBIMBING : dr. Suwardi, SpB. SpBA KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2012 TINJAUAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN HERNIA INGUINALIS DI POLI BEDAH RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN HERNIA INGUINALIS DI POLI BEDAH RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN HERNIA INGUINALIS DI POLI BEDAH RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran Diajukan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA HARI RAWAT PASIEN POST APPENDECTOMY DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H.A SULTHAN DG.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA HARI RAWAT PASIEN POST APPENDECTOMY DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H.A SULTHAN DG. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA HARI RAWAT PASIEN POST APPENDECTOMY DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H.A SULTHAN DG. RADJA BULUKUMBA SKRIPSI Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat meraih gelar

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan adalah penyakit Tuberkulosis Ekstra Paru di. bagian Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Pulmologi

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan adalah penyakit Tuberkulosis Ekstra Paru di. bagian Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Pulmologi BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan adalah penyakit Tuberkulosis Ekstra Paru di bagian Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Pulmologi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR.

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusununtuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu apendisitis atau sering di sebut usus buntu. Apendisitis diduga disebabkan oleh bacteria,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KELEMBABAN UDARA YANG TINGGI DENGAN RASIO FEV 1 SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KELEMBABAN UDARA YANG TINGGI DENGAN RASIO FEV 1 SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KELEMBABAN UDARA YANG TINGGI DENGAN RASIO FEV 1 SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran IVAN JAZID ADAM G.0009113 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. vermiformis. Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari

BAB 1 PENDAHULUAN. vermiformis. Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis merupakan peradangan akut pada apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari 7 sampai 15 cm (Dorland, 2000)

Lebih terperinci

PENGANTAR USG. Dr. Dewi Rosmana Tatasiwi

PENGANTAR USG. Dr. Dewi Rosmana Tatasiwi PENGANTAR USG Dr. Dewi Rosmana Tatasiwi PENGENALAN GELOMBANG Prinsip Gelombang Berdasarkan medium perambatannya gelombang dibedakan menjadi 1. Gelombang mekanik. Gelombang mekanik merupakan gelombang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis yang terletak di perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan penyakit urutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian kanan bawah (Anderson, 2002).Komplikasi utama pada apendisitis adalah

BAB I PENDAHULUAN. bagian kanan bawah (Anderson, 2002).Komplikasi utama pada apendisitis adalah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

KATA PENGANTAR. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. KATA PENGANTAR Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan nikmat yang telah diberikan, yang mengizinkan peneliti untuk belajar hingga tepat pada waktunya peneliti harus menuliskan

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 VALIDITAS APENDIKOGRAFI DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS APENDISITIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE 2011-2012 Oleh: MARIA JHENY FP 100100119 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 VALIDITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit menular dan penyakit tidak menular atau degeneratif.penyakit Tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit menular dan penyakit tidak menular atau degeneratif.penyakit Tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan yang dihadapi pada saat sekarang ini adalah masalah penyakit menular dan penyakit tidak menular atau degeneratif.penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan

Lebih terperinci

1.2. Batasan Masalah Case ini membahas tentang etiologi, patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan apendisitis.

1.2. Batasan Masalah Case ini membahas tentang etiologi, patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan apendisitis. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenali masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Organ apendiks

Lebih terperinci

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

KONSEP TEORI. 1. Pengertian KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci