BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. APPENDISITIS A.1. Definisi Appendisitis akut adalah peradangan dari appendiks yaitu organ seperti kantung yang tak berfungsi pada bagian inferior dari sekum dan merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen serta penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Appendisitis merupakan penyakit prototipe yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi. 10,11 Appendisitis perforasi adalah komplikasi utama dari appendisitis akut, dimana appendiks mengalami ruptur atau telah berlubang sehingga isi appendiks keluar menuju rongga peritoneum yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses. 5,10,11 A.2. Etiologi Etiologi dari appendisitis akut bersifat multifaktorial. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. diantaranya adalah : a. Peranan Lingkungan, Diet, dan Higiene Kebiasaan makan makanan rendah serat serta konstipasi berperan terhadap kejadian appendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Diet menjadi peranan utama pada pembentukan sifat feses yang mempengaruhi pembentukan fekalit. Diet tinggi serat menghasilkan konsistensi feses lebih lembek, sedangkan diet rendah serat dan menghasilkan feses dengan konsistensi keras. Semuanya ini memudahkan timbulnya appendisitis. 5,10,11,12 5

2 b. Peranan Obstruksi Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam appendisitis akut. Penyebab obstruksi antara lain timbunan fekalit, hiperplasia jaringan limfoid, tumor appendiks, striktur, benda asing, dan cacing askaris. Namun, penyebab paling sering adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. Fekalit adalah penyebab obstruksi lumen appendiks pada 20% anak appendisitis. Fekalit terpadat pada 40% kasus appendisitis akut, 65% pada appendisitis gangren dan 90% pada appendisitis perforasi. Jaringan limfoid pada bagian submukosa appendiks yang mengalami edema dan hipertrofi sebagai respon infeksi virus di sistem gastrointestinal atau sistem respiratorius, dapat menyebabkan obstruksi lumen appendiks. Megakolon congenital yaitu obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan ke dalam lumen appendiks merupakan salah satu alasan terjadinya appendisitis pada neonatus. 5,10,11,12 c. Peranan Flora Bakterial Ditemukannya beragam bakteri aerob dan anaerob pada kasus appendisitis menunjukkan bakteri yang terlibat dalam appendisitis sama dengan penyakit kolon lainnya. Kultur bakteri dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap appendisitis akut tanpa komplikasi. Namun, pada appendisitis supurativa, banyak ditemukan bakteri aerob terutama Escherichia coli, dan saat gejala semakin berat banyak organisme seperti Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Sebagian besar penderita appendisitis gangrenosa atau perforasi banyak ditemukan bakteri anaerob terutama Bacteroides fragilis. Penyebab lain yang mungkin adalah erosi mukosa appendiks karena parasit seperti Entamuba histolitica dan benda asing mungkin tersangkut di appendiks dalam jangka waktu lama tanpa menimbulkan gejala, namun dapat menimbulkan risiko terjadinya perforasi. 5,10,11,12 6

3 A.3. Klasifikasi Klasifikasi appendisitis berdasarkan perjalanan alaminya adalah : 5 Appendisitis mukosa Akut Appendisitis flegmonosa Appendisitis dengan nekrosis setempat Appendisitis supurativa Perforasi Appendisitis ganggrenosa Gambar.2.1 Bagan klasifikasi appendisitis A.4. Patogenesis dan Patofisiologi Patogenesis dan patofisiologi appendisitis dapat dilihat dari perjalanan penyakitnya, yaitu : a. Appendisitis Mukosa Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Saat dalam keadaan normal, lendir dicurahkan ke dalam lumen dan mengalir ke sekum. Namun, karena obstruksi, sekresi mukosa akan terbendung, lalu menyebabkan distensi lumen akut. Kemudian terjadi kenaikkan tekanan intraluminer yang dapat mengganggu drainase limfe dan menekan pembuluh darah. Keadaan tersebut menyebabkan mukosa appendiks menjadi edema, resistensi selaput lendir berkurang, terjadi kongesti vena dan iskemia arteri. Appendiks rentan mengalami iskemia karena pembuluh darahnya merupakan end artery. Kondisi ini dapat menimbulkan luka atau ulserasi mukosa appendiks yang mengundang invasi bakteri dari usus besar dan menyebabkan proses radang akut yang 7

4 disebut appendisitis mukosa, terjadi proses irreversibel meskipun faktor obstruksi telah dihilangkan. 5,11-14 b. Appendisitis supuratif Tekanan dalam lumen yang terus bertambah menimbulkan trombosis pembuluh darah appendiks dan memperberat iskemia serta edema. Invasi bakteri terus terjadi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa. Selanjutnya, eksudasi netrofil pada dinding appendiks semakin banyak sampai lapisan muskularis yang disebut appendisitis akut flegmonosa, pada kondisi ini terdapat fokus-fokus purulen dan nekrosis pada mukosa. Bertambah buruknya reaksi inflamasi menyebabkan pembentukan abses pada dinding dan pus dalam lumen serta terjadi ulserasi. Tahap ini lapisan serosa dilapisi oleh eksudat fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal dan disebut appendisitis supuratif akut. 5,11-14 c. Appendisitis ganggrenosa Kelanjutan dari reaksi diatas adalah pada appendiks terjadi hiperemi berlebihan dan edema dengan tanda-tanda perdarahan dibawah lapisan serosa, dari luar tampak eksudat bercampur fibrin dan mesoappendiks yang membengkak. Iskemia dan nekrosis sepanjang dinding sampai lapisan serosa akan semakin parah yang kemudian mengakibatkan terjadinya infark. Infark pun terus berlanjut menjadi gangren warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur, tahap ini disebut appendisitis akut gangrenosa. 5,11-14 d. Appendisitis perforasi Tahap ini appendiks telah ruptur, pecah atau berlubang, dan pus yang terdapat didalam lumen dapat keluar menyebar ke organ-organ lain maupun di dalam fossa appendiks vermiformis yang dapat mengakibatkan peritonitis. Pus yang tercurah ke rongga peritoneum menyebabkan terjadinya peradangan peritoneum parietale. 5,

5 A.5. Manifestasi klinis Hubungan patofisiologi dan manifestasi klinis appendisitis tergambar dalam bagan berikut: 5 Tabel 2.1. Hubungan patofisiologi dan manifestasi klinis appendisitis Peradangan awal Kelainan Patologi Keluhan dan Tanda Kurang enak ulu hati/ daerah pusat, mungkin kolik Appendisitis Mukosa nyeri tekan kanan bawah (rangsangan autonomik) Radang diseluruh ketebalan dinding appendiks nyeri sentral pindah ke kanan bawah, mual dan muntah Appendisitis komplit dan radang peritoneum parietal appendiks rangsangan peritoneum local (somatik), nyeri pada gerak aktif dan pasif, defans muskuler lokal Radang alat/jaringan yang menempel pada appendiks genitelia interna, ureter, m.psoas mayor, kantung kemih, rectum Appendisitis gangrenosa Demam sedang, takikardi, mulai toksik, leukositosis Perforasi Nyeri dan defans muskuler seluruh perut Pembungkusan Tidak berhasil demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik Berhasil Abses masa perut kanan bawah, keadaan umum berangsur membaik demam remiten, keadaan umum toksik, keluhan dan tanda setempat Sumber : Riwanto, Ign. Usus Halus, Appendiks, Kolon dan Rektum dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, editor R.Sjamsuhidajat, Wim de Jong dan John Pieter. Jakarta : EGC

6 Terdapat beberapa gejala lain dari appendisitis yang dapat ditemukan. Gejala tersebut dipengaruhi oleh letak appendiks ketika meradang, gejala tersebut antara lain : 5 a. Letak appendiks retrosekal retroperitoneal, atau di belakang sekum, nyeri perut kanan bawah tidak terasa begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri akan timbul saat melakukan gerakan seperti bernapas dalam, batuk, mengedan dan berjalan yang disebabkan karena kontraksi musculus psoas mayor yang menegang dari dorsal. Appendiks yang dekat dengan uretra pada lokasi retrocaecal ini, dapat menyebabkan frekuensi urinasi bertambah dan bahkan hematuria. 5 b. Letak appendiks di rongga pelvis, kadang menimbulkan gejala seperti gastroenteritis akut. Appendiks yang berada menempel atau di dekat rektum, dapat menimbulkan gejala serta rangsang sigmoid, akan terjadi peningkatan peristalsis, sehingga pengosongan rektum menjadi lebih cepat dan berulang-ulang yang mengakibatkan diare. Bila appendiks berada menempel atau di dekat kandung kemih, karena rangsangannya dindingnya, dapat menyebabkan peningkatan frekuensi kemih. 5 A.6. Penegakan diagnosis A.6.1. Anamnesis a. Nyeri perut Gejala khas dari keluhan utama ini adalah, nyeri awal di perut bagian tengah atau epigastrium dan intensitasnya meningkat pada 24 jam pertama, berpindah dan menetap di kuadran kanan bawah tepatnya di titik McBurney. Nyeri pertama kali merupakan nyeri alih akibat inervasi visceral dari usus tengah yang terjadi karena hiperperistaltik akibat obstruksi, hal ini dapat terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Nyeri juga timbul karena kontraksi 10

7 appendiks, distensi lumen appendiks ataupun karena tarikan dinding appendiks meradang. Nyeri lokal di perut kanan bawah disebabkan oleh peradangan sekitar 4-6 jam dan iritasi langsung peritoneum parietalis akibat peradangan lanjut. Biasanya penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik, lebih tajam, terlokalisir, dan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki. 7,11,12,13 b. Mual dan muntah Muntah terjadi akibat rangsangan terhadap nervus vagus. Rasa mual, muntah dan anoreksia terjadi pada % kasus dan terjadi setelah nyeri muncul. Hampir 75% penderita disertai dengan muntah, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan muntah hanya sekali atau dua kali. Muntah yang berat mungkin menandakan onset awal peritonitis generalisata akibat perforasi appendiks. Sebaliknya muntah jarang dijumpai pada appendiks non perforasi. 7,11,12,13 c. Obstipasi Obstipasi biasanya terjadi karena penderita takut mengejan. Keluhan obstipasi biasanya muncul sebelum rasa nyeri dan beberapa penderita sebaliknya dapat mengalami diare. Terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. 7,11,12,13 d. Panas (infeksi akut) Terkadang appendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah. Suhu tubuh sedikit naik, kira-kira 37,2-38 o C, bila suhu tubuh diatas 38 o C dapat menjadi pertanda perforasi. 12,

8 A.6.2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi : Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler. 7,12,13 b. Auskultasi : didapat peristaltik normal. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis appendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. 7,12,13 c. Palpasi : di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal, yaitu : 7,12,13 1. Nyeri tekan di Mc. Burney : Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari appendisitis. 2. Nyeri lepas : Pada perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri, serta saat tekanan dilepas juga akan terasa nyeri 3. Defans muscular lokal : Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang. 4. Rovsing Sign : Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan 5. Blumberg Sign : Apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga terasa nyeri pada perut kanan. 6. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan. d. Perkusi : Saat dilakukan perkusi biasa pasien merasa nyeri. 12

9 e. Uji colok dubur : merupakan kunci diagnosis pada appendisitis pelvika. Jika saat dilakukan colok dubur terasa nyeri, kemungkinan appendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. 7,12,13 f. Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Nyeri akan terasa bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor. 7,12,13 g. Uji obturator : dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, nyeri akan terasa bila appendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. 7,12,13 A.6.3. Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium. Gambaran lekositosis dengan peningkatan granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendisitis akut karena leukosit merupakan marker inflamasi yang sensitif, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat. Sensitivitas pemeriksaan ini diatas 76%. Umumnya, jumlah leukosit untuk appendisitis akut adalah >10.000/mm 3 dengan pergeseran kekiri pada hemogramnya (>70% netrofil). Pada penderita appendisitis akut dapat juga ditemukan jumlah leukosit antara /mm 3 dan bila terjadi perforasi atau peritonitis jumlah leukosit antara /mm 3. 6 Namun pendapat lain menyatakan jika angka leukosit lebih dari /mm 3 saja maka sudah dapat terjadi perforasi dan peritonitis, tetapi bila lebih dari /mm 3 perlu dilakukan reevaluasi diagnosis. 6,7 Penelitian Ferguson tahun

10 menyatakan bila angka leukosit sudah diatas /mm 3, maka harus segera dilakukan apendektomi. 8 Perbedaan pendapatpendapat tersebut menunjukkan bahwa belum ada batas pasti angka leukosit yang dapat membedakan appendisitis akut dan appendisitis perforasi. Penelitian Imam Sofii pada tahun 2009 didapatkan titik potong (cut off point) nilai leukosit /mm 3 yang membedakan antara appendisitis akut dan perforasi pada anak, dengan nilai sensitivitas 87,9%, spesifisitas 82,4%, dan akurasi 84,9%. 9 Walaupun banyak sumber memperlihatkan perbedaan, hitung leukosit tetap sangat bermanfaat dalam diagnosa appendisitis akut dikombinasi dengan pemeriksaan riwayat sakit dan pemeriksaan fisik pasien. Marker peradangan lain yang dapat digunakan dalam diagnosis appendisitis akut adalah C-reactive protein (CRP). Nilai senstifitas dan spesifisitas CRP cukup tinggi, yaitu 80-90% dan lebih dari 90%. Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap rumah sakit di daerah, tidak memerlukan waktu yang lama (5-10 menit), dan murah. Appendiks yang mengalami peradangan akut dan menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis ditemukan jumlah sel lekosit sel tiap lapangan pandang b. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu dalam diagnosa appendisitis akut. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen kanan bawah sesuai dengan lokasi appendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus. Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong pus, maka akan 14

11 tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level) yang menunjukkan adanya obstruksi. 21 A.6.4. Skor Alvarado Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan appendisitis. 13 Tabel 2.2. Skor Alvarado Nyeri berpindah Anoreksia Mual-muntah Nyeri fossa iliaka kanan Nyeri lepas Gejala dan Tanda Peningkatan suhu > 37,5 0 C Jumlah leukosit > 10x10 3 /L Jumlah neutrofil > 75% Skor Total skor: 10 Sumber : Mike Hardin Jr. Acute Appendicitis: Review And Update. American Family Physician Volume 60, 1 November 1999 Keterangan : a) Dinyatakan appendisitis akut bila > 7 point b) Modified Alvarado score :

12 2 4 dipertimbangkan appendisitis akut (observasi) 5 6 possible appendicitis tidak perlu operasi (antibiotik) 7 9 appendisitis akut perlu pembedahan (operasi) A.7. Penatalaksanaan Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Appendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik, kecuali pada appendisitis gangrenosa atau appendisitis perforasi Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Appendisitis perforasi perlu dilakukan laparotomi dengan insisi panjang supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin dengan mudah, begitu pula untuk pembersihan kantong nanah. Penderita dengan diagnosa tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat membantu menentukan akan dilakukan operasi atau tidak. 5 B. Leukosit B.1. Definisi Leukosit atau sel darah putih adalah sel darah yang mengandung inti. Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-lain. Bayi baru lahir jumlah leukositnya tinggi, sekitar /mm 3. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 16

13 /mm 3. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur 21 tahun dengan jumlah leukosit berkisar antara /mm 3. Saat keadaan normal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara /mm 3. Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari /mm 3. 15,26 B.2. Peranan leukosit Leukosit adalah unit pertahanan tubuh yang mobile, sebagian dibentuk dalam sumsum tulang (granulosit, monosit, dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi dalam jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Sel-sel kemudian diangkut mengikuti aliran darah. Sebagian besar leukosit ditransportasikan khusus pada daerah yang meradang untuk menyediakan pertahanan terhadap agen-agen infeksius. Granulosit dan monosit mempunyai kemampuan khusus mencari dan merusak setiap benda asing yang menyerang. Dalam keadaan normal, pada sumsum tulang terdapat berbagai leukosit imatur dan matur yang disimpan sebagai cadangan untuk dilepas dalam sirkulasi darah. Jumlah tiap jenis leukosit dalam sirkulasi darah perifer sangat terbatas namun dapat berubah sesuai kebutuhan. 16,17 B.3. Jenis-jenis leukosit Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular. Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen, dan intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit granular mengandung granula spesifik (yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair) dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang memperlihatkan banyak variasi dalam bentuknya. Terdapat 2 jenis leukosit agranular yaitu; limfosit yang terdiri dari sel-sel kecil dengan sitoplasma sedikit, dan monosit yang terdiri dari sel-sel yang agak besar dan 17

14 mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat 3 jenis leukosit granular yaitu neutrofil, basofil, dan asidofil (eosinofil). 15 Gambar 2.2. Jenis-Jenis Leukosit B.3.1 Golongan granural a. Neutrofil Polimorfonuklear Jam-jam pertama peradangan, neutrofil pertama kali muncul dalam jumlah besar di dalam eksudat dan mendanakan adanya infeksi akut. Inti sel ini mempunyai lobus tidak teratur atau polimorf. Sel-sel ini memerlukan waktu 2 minggu untuk berkembang lengkap. Kira-kira terdapat neutrofil 5000/mm 3 darah yang ada di dalam sirkulasi pada setiap waktu, dengan 100 kali jumlah ini tertahan di dalam sum-sum tulang sebagai cadangan dalam bentuk sel-sel matur, siap dilepas jika ada sinyal. Jika sel-sel ini dilepas kedalam sirkulasi darah, waktu paruhnya sekitar 6 jam. PMN mampu bergerak aktif seperti amuba dan mampu menelan berbagai zat melalui suatu proses yang disebut fagositosis. 17,

15 b. Eosinofil Polimorfonuklear Sel ini hampir sama dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih merah gelap karena mengandung protein basa dan jarang terdapat lebih dari tiga lobus inti. Waktu perjalanan dalam darah untuk eosinofil lebih lama daripada neutrofil. Eosinofil berespons terhadap stimulus kemotaktik khas tertentu yang timbul selama reaksi alergik dan eosinofil mengandung zat-zat yang toksik terhadap parasit tertentu dan zat-zat yang memediasi reaksi peradangan seperti pengeluaran fibrin yang terbentuk selama peradangan. Selain itu, eosinofil cenderung berkumpul dalam konsentrasi yang signifikan di tempat infestasi parasit dan reaksi-reaksi alergik. 17,18 c. Basofil Polimorkonuklear Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi normal. Jumlahnya 1% dari total sel darah putih. Basofil memiliki banyak granula sitoplasma yang menutupi inti dan mengandung heparin dan histamin. Dalam jaringan, basofil menjadi mast cells. Basofil memiliki tempat-tempat perlekatan IgG dan degranulasinya dikaitan dengan pelepasan histamin. Fungsinya berperan dalam respon alergi. Basofil darah dan sel mast jaringan dirangsang untuk melepaskan kandungan granulanya ke lingkungan sekelilingnya pada berbagai keadaan cidera, termasuk baik reaksi imunologik maupun reaksi nonspesifik. Sel-sel mast merupakan sumber utama histamin pada awal reaksi peradangan akut. 17,

16 B.3.2. Golongan agranular a. Monosit dan Makrofag Monosit juga berasal dari sumsum tulang, tetapi siklus hidupnya 3 sampai 4 kali lebih lama daripada granulosit. Sel yang sama di dalam sirkulasi darah disebut makrofag. Makrofag merupakan sel yang bergerak aktif yang berespons terhadap rangsang kemotaktik, yang secara aktif bersifat fagositik aktif, dan mampu membunuh serta mencerna berbagai agen. 17,18 b. Limfosit Kira-kira 10% limfosit yang beredar merupakan sel yang lebih besar dengan banyak sitoplasma dan mengandung sedikit granula azuropilik. Bentuk yang lebih besar ini dipercaya dirangsang oleh antigen, misalnya virus atau protein asing. Limfosit umumnya terdapat di dalam eksudat dalam jumlah yang sangat sedikit hingga waktu yang cukup lama, yaitu sampai reaksi-reaksi peradangan menjadi kronis. Karena fungsi-fungsi limfosit yang diketahui semuanya berada dalam imunologik. 17,18 Tabel 2.3. Nilai Normal Komponen Sel Darah Putih. Jenis Leukosit Sel /mm 3 (rata-rata) Kisaran Nilai Normal (mm 3 ) (%) Leukosit total Granular : Neutrofil Eusinofil Basofil ,4 Agranular : Limfosit Monosit Sumber : Ganong, William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta : EGC

17 C. Kerangka Teori Peran Lingkungan, Diet, dan Higiene (Pola makan, konstipasi, pembentukan feses dan fekalit) Peran Obstruksi (Timbunan fekalit, hyperplasia jaringan limfoid, tumor appendiks, striktur, benda asing, cacing askaris, dll) Peran Flora Bakterial ( E.Colli, Proteus, Klebsiella, Streptococcus, Pseudomonas, Bakteroides Fragilis, dll ) Bendungan Cairan Sekresi Appendiks Peningkatan Tekanan Intraluminer dan Iskemia Arteri Appendiks Inflamasi Appendiks Nyeri Epigastrium / Mc Burney / seluruh perut Peningkatan Leukosit (dan neutrofil) Umur Penyimpangan keadaan basal Aktifitas fisk Appendisitis akut Appendisitis perforasi Apendektomi Laparotomi Apendektomi D. Kerangka Konsep Appendisitis akut Appendisitis perforasi Angka Leukosit 21

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap APENDISITIS PENGERTIAN Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering 1. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu

Lebih terperinci

A. Pemeriksaan Fisik

A. Pemeriksaan Fisik A. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi Pada apendisitis akut sering ditemukan adanyaabdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. - tidak ditemukan gambaran spesifik.

Lebih terperinci

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c. APPENDISITIS I. PENGERTIAN Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997) II. ETIOLOGI Appendisitis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus priyanto,2008). Apendisitis merupakan

Lebih terperinci

SAKIT PERUT PADA ANAK

SAKIT PERUT PADA ANAK SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertian Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Rata-rata jumlah leukosit dalam darah manusia normal adalah 5000-9000/mm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

K35-K38 Diseases of Appendix

K35-K38 Diseases of Appendix K35-K38 Diseases of Appendix Disusun Oleh: 1. Hesti Murti Asari (16/401530/SV/12034) 2. Rafida Elli Safitry (16/401558/SV/12062) 3. Zidna Naila Inas (16/401578/SV/12082) K35 Acute Appendicitis (Radang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apendisitis akut merupakan radang akut pada apendiks vermiformis, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apendisitis akut merupakan radang akut pada apendiks vermiformis, yang 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendisitis akut 2.1.1 Definisi Apendisitis akut merupakan radang akut pada apendiks vermiformis, yang disebabkan oleh bakteri yang terjadi karena penyebaran mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, penggunaan antibiotik profilaksis untuk infeksi luka operasi (ILO) pada pembedahan harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Apendisitis 3.1.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan kasus paling sering dilakukan pembedahaan pada anak, walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi keterlambatan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks 2.1.1. Anatomi apendiks Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasarnya adalah suatu saluran (tabung) dengan panjang sekitar 30 kaki (9m).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks diartikan sebagai bagian tambahan, aksesori atau bagian tersendiri yang melekat ke struktur utama dan sering kali digunakan untuk merujuk pada apendiks vermiformis.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Histologi Apendiks Apendiks merupakan suatu evaginasi dari sekum yang ditandai dengan sebuah lumen kecil, sempit, dan tidak teratur. Struktur tersebut disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999).

BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999). BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Appendiksitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999). Appendiksitis adalah peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini apendisitis merupakan penyebab terbanyak dilakukannya operasi pada anak-anak. Selain itu apendisitis yang ditandai dengan keluhan nyeri perut kanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks, obstruksi limfoid, fekalit, benda asing, dan striktur karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi apendiks vermiformis Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Beberapa sumber yang menyebutkan tentang pengertian dari Apendisitis yaitu sebagai berikut : Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002) BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Appendiks adalah organ tambahan kecil yang mempunyai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002) Appendisitis adalah peradangan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Apendicitis merupakan kasus gawat bedah abdomen yang tersering dan memerlukan tindakan bedah segera untuk menghindari komplikasi yang serius. Apendicitis akut yang terlambat ditangani

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang memerlukan tindakan pembedahan. Diagnosis apendisitis akut merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian A.1. Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah Ilmu Bedah khususnya tentang appendisitis. A.2. Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan

BAB II KONSEP DASAR. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendisitis Akut 2.1.1 Definisi Menurut Ellis (1997) dan Riwanto et al. (2010) dalam Junias (2009), apendisitis akut berasal dari kata apendiks yaitu suatu organ berbentuk tabung,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 0 Desa Lenek Kec. Aikmel EVALUASI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS LENEK 06 GASTROENTERITIS AKUT. Konsistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar

Lebih terperinci

APPENDICITIS (ICD X : K35.0)

APPENDICITIS (ICD X : K35.0) RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA MATARAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) SMF ILMU BEDAH TAHUN 2017 APPENDICITIS (ICD X : K35.0) 1. Pengertian (Definisi) 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan Fisik 4. Kriteria Diagnosis

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Appendiks 19, 24 2.1.1. Anatomi Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa BAB 4 HASIL Hasil pengamatan sediaan patologi anatomi apendisitis akut dengan menggunakan mikroskop untuk melihat sel-sel polimorfonuklear dapat dilihat pada gambar 6,7 dan tabel yang terlampir Gambar

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens apendisitis akut di Negara

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN GANGGUAN SISTIM PENCERNAAN : POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI KE-2 DI RUANG ANGGREK RSUD SUKOHARJO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN GANGGUAN SISTIM PENCERNAAN : POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI KE-2 DI RUANG ANGGREK RSUD SUKOHARJO ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN GANGGUAN SISTIM PENCERNAAN : POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI KE-2 DI RUANG ANGGREK RSUD SUKOHARJO Disusun oleh : JUNANDAR FAJAR DEWANTARA J.200.090.067 KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apendisitis akut merupakan penyebab terbanyak dari suatu akut abdomen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apendisitis akut merupakan penyebab terbanyak dari suatu akut abdomen. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Apendisitis akut merupakan penyebab terbanyak dari suatu akut abdomen. Penyakit ini dapat mengenai semua umur tetapi paling banyak ditemukan pada usia 20-30 tahun,

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian kanan bawah (Anderson, 2002).Komplikasi utama pada apendisitis adalah

BAB I PENDAHULUAN. bagian kanan bawah (Anderson, 2002).Komplikasi utama pada apendisitis adalah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum ( cecum ). Infeksi ini bisa mengakibatkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi 2.1.1. Apendiks Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1907 ).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Apendisitis Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering. Sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam menjaga kelangsungan hidup seseorang. Jika seseorang sedang tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penyakit usus buntu adalah saluran usus yang terjadinya pembusukan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Penyakit usus buntu adalah saluran usus yang terjadinya pembusukan dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Penyakit Usus Buntu Penyakit usus buntu adalah saluran usus yang terjadinya pembusukan dan menonjol dari bagian awal usus besar atau seku. Penyakit usus buntu timbul

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GOLONGAN DARAH SISTEM ABO DENGAN KEJADIAN APENDISITIS AKUT DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009

HUBUNGAN ANTARA GOLONGAN DARAH SISTEM ABO DENGAN KEJADIAN APENDISITIS AKUT DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009 HUBUNGAN ANTARA GOLONGAN DARAH SISTEM ABO DENGAN KEJADIAN APENDISITIS AKUT DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERIODE 1 JANUARI 2009-31 DESEMBER 2009 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara kongenital yang memberi

Lebih terperinci

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4. KONSEP MEDIK A. Pengertian Mastoiditis Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan

Lebih terperinci

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG Osteomielitis adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang, infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi menjadi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

KATA PENGANTAR. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. KATA PENGANTAR Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan nikmat yang telah diberikan, yang mengizinkan peneliti untuk belajar hingga tepat pada waktunya peneliti harus menuliskan

Lebih terperinci

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

KONSEP TEORI. 1. Pengertian KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Apendiks Apendiks vermiformis adalah organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid di dalam dindingnya. Apendiks melekat

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS A. Definisi Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer,

Lebih terperinci

1.2. Batasan Masalah Case ini membahas tentang etiologi, patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan apendisitis.

1.2. Batasan Masalah Case ini membahas tentang etiologi, patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan apendisitis. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenali masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Organ apendiks

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Blastocystis hominis 2.1.1 Epidemiologi Blastocystis hominis merupakan protozoa yang sering ditemukan di sampel feses manusia, baik pada pasien yang simtomatik maupun pasien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Apendiks Appendix vermiformis atau yang sering disebut apendiks merupakan organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu penyebab paling umum pada kasus akut abdomen yang memerlukan tindakan pembedahan.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB II KONSEP DASAR. rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002) BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Apendiks makanan yang mengosongkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA USG APPENDISITIS AKUT DENGAN JUMLAH LEUKOSIT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANTARA USG APPENDISITIS AKUT DENGAN JUMLAH LEUKOSIT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA USG APPENDISITIS AKUT DENGAN JUMLAH LEUKOSIT SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran WEGIG AMANU G 0008038 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung 16 HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung memiliki kelainan hematologi pada tingkat ringan berupa anemia, neutrofilia, eosinofilia,

Lebih terperinci

APENDISITIS PADA ANAK

APENDISITIS PADA ANAK REFRAT BEDAH ANAK APENDISITIS PADA ANAK OLEH : Allivia Firdahana G0006176 PEMBIMBING : dr. Suwardi, SpB. SpBA KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2012 TINJAUAN

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tukak lambung merupakan salah satu gangguan gastrointestinal utama, yang dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari faktor agresif (asam lambung dan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS OLEH NUR RAHMI NIM. 201520461011092 PROGRAM PROFESI S.I KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMMADIYAH MALANG 2016 LAPORAN PENDAHULUAN 1 APENDISITIS A. Pengertian Apendisitis adalah

Lebih terperinci

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez. Author : Liza Novita, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.tk GLOMERULONEFRITIS AKUT DEFINISI Glomerulonefritis Akut (Glomerulonefritis

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis (umbai cacing). 1,2 Penyakit ini diduga inflamasi dari caecum (usus buntu) sehingga disebut typhlitis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium yang melapisi saluran kemih karena adanya invasi bakteri dan ditandai dengan bakteriuria dan

Lebih terperinci

PENANGANNYA : Antibiotika cervicitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman dalam AgNO3 10 % dan irigasi

PENANGANNYA : Antibiotika cervicitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman dalam AgNO3 10 % dan irigasi RADANG GENITALIA SERVISITIS Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis. karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel selindris sehingga

Lebih terperinci

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN A. PENGERTIAN Nyeri abdomen merupakan sensasi subjektif tidak menyenanngkan yang terasa disetiap regio abdomen (Pierce A. Grace &Neil R.Borley, 2006). Nyeri abdomen ada

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang menggunakan desain prospektif. Analisis statistik bivariat menggunakan uji Pearson chi square bila

Lebih terperinci

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2. PROTOZOA Entamoeba coli E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm 2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci