BAB II LANDASAN TEORI. Berpikir mengenai diri sendiri adalah aktivitas manusia yang tidak dapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Berpikir mengenai diri sendiri adalah aktivitas manusia yang tidak dapat"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri Pengertian Konsep Diri Berpikir mengenai diri sendiri adalah aktivitas manusia yang tidak dapat dihindari, secara harafiah orang akan berpusat pada dirinya sendiri. Faktor genetik memainkan sebuah peran terhadap identitas diri atau konsep diri yang sebagian besar didasarkan pada interaksi dengan orang lain yang dipelajari mulai dengan anggota keluarga terdekat kemudian meluas ke interaksi dengan mereka diluar keluarga (Baron & Byrne, 2004). Konsep diri merupakan gambaran yang bersifat individual dan sangat pribadi, dinamis dan evaluatif. Setiap individu mengembangkan konsep dirinya didalam transaksi dengan lingkungan dan dibawa dalam perjalanan hidupnya (Burns, 1993). Menurut Hurlock (2005) konsep diri didasarkan atas keyakinan anak mengenai pendapat orang yang penting dalam kehidupan mereka, yaitu orangtua, guru, dan teman sebaya tentang diri mereka. Apabila anak yakin bahwa orangorang yang penting baginya menyenangi mereka, maka mereka akan berpikir secara positif tentang diri mereka dan sebaliknya. Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya yang merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang diri mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial dan emosional, aspirasi dan prestasi. Konsep diri terdiri dari aspek fisik dan psikologis. Keadaan fisik seseorang merupakan salah satu faktor

2 yang turut menentukan dalam pembentukan konsep diri. Aspek fisik terbentuk terlebih dahulu dari pada aspek psikologis dan berkaitan dengan penampilan fisik, seperti: daya tariknya, kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya, pentingnya bagian-bagian tubuh terhadap tingkah laku dan prestasi yang diakibatkan oleh penampilan fisiknya dimata orang lain. Aspek psikologis merupakan konsep mengenai karakteristik-karakteristik tertentu yang didasarkan atas pikiran, perasaan, dan emosi. Aspek psikologis terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan, sifat-sifat seperti: keberanian, kejujuran, kemandirian dan kepercayaan diri serta berbagai jenis aspirasi dan kemampuan. Konsep diri menurut Rogers (Schultz, 1991) adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi dua yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan dua konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gambaran seseorang mengenai dirinya yang bersifat individual, yang merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang diri mereka sendiri. Gambaran ini terbentuk sebagai hasil interaksi dengan orang lain/lingkungan.

3 Perkembangan Konsep Diri Lukman (2006) mengemukakan bahwa secara dinamis, konsep diri akan berkembang karena adanya pengalaman interaksi antara dirinya dengan orang lain. Dasar pengalaman dan interaksi ini kemudian menilai dirinya dan gilirannya menggunakan penilaiannya tersebut menjadi tolak ukur dalam berpikir dan berperilaku. Perkembangan konsep diri menurut Hurlock (2005) bersifat hierarkis, dari yang paling dasar, yaitu konsep diri primer dan kemudian membentuk konsep diri sekunder. Konsep diri primer mencakup citra fisik dan psikologis diri. Citra psikologis diri didasarkan atas hubungan anak dengan saudara kandungnya. Begitu pula konsep awal mengenai peranannya dalam hidup, aspirasi dan tanggung jawabnya terhadap orang lain didasarkan atas ajaran dan tekanan orangtua. Dengan meningkatnya pergaulan dengan orang di luar rumah anak memperoleh konsep yang lain tentang diri mereka, yang kemudian akan membentuk konsep diri sekunder. Konsep sekunder ini berhubungan dengan bagaimana anak melihat dirinya melalui mata orang lain Aspek Konsep Diri Menurut Baron & Byrne (2004), bahwa terdapat 4 (empat) aspek dalam konsep diri diantaranya:

4 a. Self Esteem Mungkin sikap yang paling penting dikembangkan oleh seseorang adalah sikap terhadap diri. Evaluasi terhadap diri sendiri dikenal sebagai self esteem. Sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif-negatif. Baron & Byrne (2004) menyatakan tiga kemungkinan motif dalam evaluasi diri. Orang dapat mencari self assesment (untuk memperoleh pengetahuan yang akurat tentang dirinya sendiri), self enhancement (untuk mendapatkan informasi positif tentang diri mereka sendiri), self verificatoin (untuk mengkonfirmasi sesuatu yang sudah mereka ketahui tentang diri mereka sendiri). Memiliki self esteem yang tinggi berarti seseorang individu menyukai dirinya sendiri. Evaluasi positif ini sebagian berdasarkan opini orang lain dan sebagian berdasarkan dari pengalaman spesifik. Self esteem sering kali diukur sebagai sebuah peringkat dalam dimensi yang berkisar dari negatif sampai positif atau dari rendah sampai tinggi. Sebuah sumber informasi utama yang relevan dengan evaluasi diri adalah orang lain, kita menilai diri sendiri atas dasar perbandingan sosial (social comparisons). b. Self Focusing Menurut Fiske & Taylor (dalam Baron & Byrne, 2004), pada saat kapanpun, perhatian seseorang dapat diarahkan kedalam dirinya sendiri atau pada dunia eksternal. Self focusing didefinisikan sebagai perhatian yang diarahkan pada diri sendiri. Anak-anak yang sangat kecil akan lebih sering memfokuskan diri diri pada dunia eksternal. Namun fokus diri akan meningkat pada anak-anak dan

5 remaja karena pada saat anak memasuki usia remaja mereka akan memperhatikan fisik mereka. c. Self Monitoring Istilah self monitoring merujuk pada kecenderungan untuk mengatur tingkah laku berdasarkan petunjuk eksternal seperti bagaimana orang lain bereaksi (self monitoring tinggi) atau berdasar pada petunjuk internal seperti keyakinan seseorang dan sikapnya (self monitoring rendah). Orang dengan self monitoring yang rendah cenderung bertingkah laku dengan cara yang konsisten terlepas dari situasi yang ia hadapi, sementara orang dengan self monitoring yang tinggi cenderung mengubah tingkah laku saat situasi berubah. d. Self Efficacy Self efficacy adalah keyakinan seseorang akan kemampuan atau kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan, mencapai tujuan, atau mengatasi sebuah hambatan. Self efficacy yang tinggi adalah penting bagi performa tugas yang sukses, tugas-tugas sekolah, latihan fisik, kesehatan, aksi politik, dan menghindari laku pelanggaran. Kuper & Kuper (dalam Fiest & Fiest, 2006) menyebutkan 2 (dua) aspek besar dalam menjelaskan konsep diri, yaitu identitas dan evaluasi diri. a. Konsep identitas, konsep ini terfokus pada makna yang dikandung diri sebagai suatu obyek, memberi struktur dan isi pada konsep diri, dan mengaitkan diri individu pada sistem sosial. Secara umum, identitas mengacu pada siapa atau apa dari seseorang, sekaligus mengacu pada

6 berbagai makna yang diberikan pada seseorang oleh dirinya sendiri dan orang lain. b. Evaluasi diri (atau harga diri) dapat terjadi pada identitas-identitas tertentu yang dianut oleh individu, atau dapat juga terjadi pada evaluasi holistik tentang diri Tunarungu Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya (Somantri, 2006). Dwidjosumarto (dalam Somantri, 2006) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tunarungu merupakan salah satu bentuk kekurangan dalam diri individu yang tersembunyi, maksudnya walaupun mereka memiliki kekurangan dalam hal pendengaran, secara jasmani anak tunarungu tidak terlihat berbeda dibandingkan anak-anak lainnya. Selain itu, keseharian manusia yang lebih mengandalkan indera penglihatan membuat kekurangan pendengaran yang dimiliki anak tunarungu. Hal tersebut kemudian membuat sebagian orang menganggap bahwa tunarungu bukan sebagian hal yang serius dan kurang mendapat simpati dari banyak orang (Bowley & Gardner, 1972). Mufti Salim (dalam Somantri, 2006) menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan

7 mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak. Berdasarkan pendapat ahli diatas disimpulkan bahwa tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari Klasifikasi tunarungu a. Klasifikasi menurut penyebab ketunarunguan. Dalam hal ini penyebab ketunarunguan ada beberapa faktor, yaitu: 1). Pada saat sebelum dilahirkan a) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal, misalnya dominat genes, recesive gen, dan lain-lain. b) Karena penyakit; sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit, terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat kehamilan tri semester pertama yaitu saat pembentukan ruang telinga. Penyakit itu ialah rubella, moribili, dan lain-lain. c) Karena keracunan obat-obatan; pada suatu kehamilan, ibu meminum obat terlalu banyak, ibu seorang pecandu alkohol, atau ibu tidak menghendaki kehadiran anaknya sehingga ia meminum

8 obat penggugur kandungan, hal ini akan menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkan. 2). Pada saat kelahiran a) Sewaktu melahirkan, ibu mengalami mengalami kesulitan sehingga persalinan dibantu dengan penyedotan (tang). b) Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya. 3). Pada saat setelah kelahiran (post natal) a) Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak (meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili, dan lainlain. b) Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak. c) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh. b. Klasifikasi menurut tarafnya Klasiikasi menurut tarafnya dapat diketahui dengan tes audiometris. Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan sebagaimana pendapat Dwidjosumarto (dalam Somantri, 2006) mengemukakan bahwa: Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 db, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus. Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 db, penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara

9 khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus. Tingkat III, Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 db. kehilangan kemampuan mendengar 90 db ke atas. Penderita dari tingkat I dan II dikatakan mengalami ketulian. Dalam kebiasaan sehari-hari mereka sesekali latihan berbicara, mendengar berbahasa, dan memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Anak yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat III dan IV pada hakekatnya memerlukan pelayanan pendidikan khusus Perkembangan Anak Tunarungu Somantri (2006) mengemukakan bahwa ada 4 (empat) perkembangan anak tunarungu yaitu diantaranya: a. Perkembangan Bahasa Dalam perkembangan bahasa, anak tunarungu jelas mengalami hambatan, akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Perkembangan kemampuan bahasa dan komunikasi anak tunarungu terutama yang tergolong tunarungu total tentu tidak mungkin untuk sampai pada penguasaan bahasa melalui pendengarannya, melainkan harus melalui penglihatan dan memanfaatkan sisa pendengarannya. Oleh sebab itu komunikasi bagi anak tunarungu mempergunakan segala aspek yang ada pada dirinya. Adapun berbagai media komunikasi yang dapat digunakan sebagai berikut:

10 1) Bagi anak tunarungu yang mampu bicara, tetap menggunakan bicara sebagai media dan membaca ujaran sebagai sarana penerimaam dari pihak anak tunarungu. 2) Menggunakan media tulisan dan membaca sebagai sarana penerimaannya. 3) Menggunakan isyarat sebagai media. b. Perkembangan Kognitif Pada umumnya inteligensi anak tunarungu secara potensial sama dengan anak normal, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan bahasanya, keterbatasan informasi, dan daya abstraksi anak. Akibat ketunarunguannya menghambat proses pencapaian pengetahuan yang lebih luas. Dengan demikian perkembangan intelegensi secara fungsional terhambat. Perkembangan kognitif anak tunarungu sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, sehingga hambatan pada bahasa akan menghambat perkembangan inteligensi anak tunarungu. Kerendahan tingkat inteligensi anak tunarungu bukan berasal dari hambatan intelektualnya yang rendah, melainkan secara umum karena inteligensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang. Pemberian bimbingan yang teratur terutama dalam kecakapan berbahasa akan dapat membantu perkembangan inteligensi anak tunarungu. Aspek inteligensi yang terhambat perkembangannya ialah yang bersifat verbal, misalnya merumuskan pengertian menghubungkan, menarik kesimpulan, dan meramalkan kajadian.

11 c. Perkembangan Emosi Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah, dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan kepribadiannya dengan menampilkan kebimbangan dan keragu-raguan. Emosi anak tunarungu selalu bergolak disatu pihak karena kemiskinan bahasanya dan dipihak lain karena pengaruh dari luar yang diterimannya. Anak tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak dikenalnya akan tampak resah dan gelisah. d. Perkembangan Sosial Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan kebersamaan dengan orang lain. Demikian pula anak tunarungu, ia tidak lepas dari kebutuhan tersebut. Akan tetapi karena mereka memiliki kelainan dalam segi fisik, biasanya akan menyebabkan suatu kelainan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan. Pada umumnya lingkungan melihat mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seseorang yang kurang berkarya. Dengan penilaian lingkungan yang demikian, anak tunarungu merasa benar-benar kurang berharga Konsep Diri Remaja Tunarungu Menurut Hurlock (2005), kekurangan fisik yang dialami remaja dapat menjadi sumber kesulitan dan rasa rendah diri padanya. Perasaan rendah diri ini timbul dari rasa ketidaksempurnaan seseorang dalam suatu segi kehidupan. Hal

12 ini karena keadaan fisiknya yang tidak normal, maka mereka merasa adanya perasaan kurang percaya diri, tidak diterima bila berhubungan dengan mereka. Powel (dalam Somantri, 2006) mengatakan bahwa remaja yang mengalami ketunarunguan tampak mempunyai kesukaran emosi yang lebih besar dibandingkan dengan teman-teman sebayanya yang normal. Pada anak tunarungu, keterbatasan kecakapan berbahasa mengakibatkan kesukaran dalam berkomunkasi dan akhirnya menghambat perkembangan emosi. Emosi berkembang karena pengalaman dalam berkomunikasi antara anak tunarungu itu sendiri dengan orang-orang disekitarnya. Selain disebabkan kemiskinan bahasa anak tunarungu yang mengakibatkan kedangkalan emosinya, juga sikap masyarakat serta kegagalannya dalam banyak hal mengakibatkan emosi anak tunarungu menjadi tidak stabil. Mereka selalu ragu-ragu dan semua perbuatannya disertai perasaan cemas, sehingga menimbulkan rasa curiga pada lingkungan dan kurang percaya diri. Bunawan (1995) menyatakan bahwa pertemuan faktor-faktor dalam diri anak tunarungu yaitu ketidakmampuan dalam menerima rangsang pendengaran, kemiskinan bahasa, ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan intelektual dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya dapat menghambat perkembangan kepribadiannya. Seorang anak tunarungu yang ditertawakan ketika berkomunikasi dengan orang lain dapat menjadi segan untuk berlatih berbicara dan berbicara. Perasaan bersalah karena ketidaksempurnaan fisik yang ada dalam diri anak tunarungu dapat menimbulkan rasa malu dan takut yang menetap. Anak tunarungu akan memiliki konsep diri yang positif jika ada pengertian, perhatian

13 dan sikap yang membantu dari orang-orang yang ada di dekatnya. Seperti orang tua, guru, dan teman sekolahnya yang selalu membantu anak tersebut dalam mengembangkan konsep diri yang dimilikinya Belajar Pengertian Belajar Hilgard dan Bower (dalam Purwanto, 2006) mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang. Menurut Syah (2005), secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Purwanto (2006) mengemukakan bahwa terdapat elemen-elemen penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu: belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dan tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis Proses Belajar Menurut Bruner (dalam Syah, 2005), dalam proses pembelajaran anak menempuh tiga fase.

14 a. Fase Informasi (tahap penerimaan materi). b. Fase Transformasi (tahap pengubahan materi). c. Fase Evaluasi (tahap penilaian materi). Dalam fase informasi, seorang anak yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. Dalam fase transformasi, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas. Dalam fase evaluasi, seorang anak akan menilai sendiri sampai sejauh manakah pengetahuan (informasi yang telah ditransformasikan) dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain atau memecahkan masalah yang dihadapi. Wittig (dalam Syah, 2005) menjelaskan bahwa setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu: Acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi), pada tingkat ini anak mulai menerima informasi sebagai stimulus dan melakukan respons terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru. Storage (tahap penyimpanan informasi), dalam tingkat ini anak secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses acquisitation. Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi), dalam tingkatan ini anak akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya, misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah.

15 2.5. Prestasi Belajar Pengertian Prestasi Belajar Penilaian terhadap tingkat keberhasilan anak mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program disebut evaluasi belajar/prestasi belajar. Padanan kata evaluasi adalah assessment yang berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang telah dicapai seorang anak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Selain kata evaluasi dan assessment ada pula kata lain yang memiliki arti yang sama dalam dunia pendidikan yakni, tes, ujian, dan ulangan. Ulangan dan Ulangan Umum yang dulu disebut THB (Tes Hasil Belajar) dan TPB (Tes Prestasi Belajar) adalah alat-alat ukur yang banyak digunakan untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah proses belajar-mengajar atau untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah program pengajaran. Prestasi belajar dapat diukur melalui nilai dalam raport. Istilah evaluasi biasanya dipandang dipandang sebagai ujian untuk menilai hasil pembelajaran para anak pada akhir jenjang pendidikan tertentu. Di Indonesia ujian seperti ini disebut Ujian Akhir Nasional (UAN) (Syah, 2005). Menurut Bloom (dalam Winkel, 1996), prestasi belajar adalah proses belajar yang dialami anak untuk menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, daya analisis, sintesis, dan evaluasi. Sedangkan menurut Djamarah (dalam Rusyan, dkk., 1994) prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa yang berkenan dengan penguasaan bahan pelajaran yang telah disajikan.

16 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan anak dalam penguasaan bahan pelajaran yang telah disajikan sehingga menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, daya analisis, sintesis, dan evaluasi yang dapat diukur melalui nilai dalam raport Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar Syah (2006) menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar anak, antara lain: a. Faktor Internal Faktor internal (faktor dari dalam diri anak), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani anak. Faktor ini meliputi dua aspek yakni aspek fisiologis dan aspek psikologis. Aspek fisiologis (kondisi jasmani) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, yang dapat mempengaruhi semangat dan intensitas anak dalam mengikuti pelajaran. Banyak yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran anak yakni, tingkat kecerdasan/inteligensi, sikap, bakat, minat, konsep diri dan motivasi. Tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) tidak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar, maka anak yang memiliki inteligensi yang tinggi akan memiliki peluang yang lebih besar dari pada anak yang berinteligensi rendah untuk meraih kesuksesan dalam belajar. Sikap negatif/positif anak terhadap guru atau mata pelajaran akan mempengaruhi dalam proses dan prestasi belajar anak. Anak yang memiliki sikap negatif terhadap guru atau mata pelajaran akan mengalami kesulitan dalam proses

17 belajarnya dibandingkan dengan anak yang memiliki sikap positif terhadap guru atau mata pelajaran. Bakat yang dimiliki anak akan mempengaruhi tinggirendahnya prestasi yang akan dicapai oleh anak tersebut. Minat anak dalam mata pelajaran akan mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar anak tersebut. Anak yang memiliki konsep diri yang tinggi akan memiliki kesempatan untuk berprestasi dibandingkan dengan anak yang memiliki konsep diri yang rendah. b. Faktor Eksternal Faktor eksternal (faktor dari luar anak), yakni kondisi lingkungan di sekitar anak. Faktor ini terdiri atas dua macam, yakni faktor lingkungan sosial sekolah (para guru, staf administrasi, dan teman-teman sekelas) dan faktor lingkungan nonsosial (gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal anak dan letaknya, alat-alat belajar, dan lain-lain). c. Faktor Pendekatan Belajar Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar anak yang meliputi strategi dan metode yang digunakan anak untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Terdapat tiga pendekatan belajar yang dilakukan anak agar dapat mencapai prestasi yang tinggi, yakni: pendekatan tinggi (speculative dan achieving), pendekatan sedang (analitical dan deep), dan pendekatan rendah (reproductive dan surface). Strategi yang dilakukan anak yang melakukan pendekatan tinggi dalam proses belajar akan menggunakan pendekatan belajar speculative dengan cara mencari kemungkinan dan penjelasan baru, sehingga dapat menciptakan pengetahuan baru dan pendekatan belajar achieving dengan mengoptimalkan pengaturan waktu dan

18 usaha (study skills). Strategi yang dilakukan anak yang melakukan pendekatan sedang dalam proses belajar akan menggunakan pendekatan belajar analitical dengan cara berpikir kritis, mempertanyakan, berargumen dan pendekatan belajar deep dengan memaksimalkan pemahaman dengan berpikir, banyak membaca, dan diskusi. Strategi yang dilakukan anak yang menggunaka pendekatan rendah dalam proses belajar akan menggunakan pendekatan belajar reproductive dengan cara menghafal, meniru, menjelaskan, meringkas dan pendekatan surface dengan memusatkan pada rincian-rincian materi dan mereproduksi secara persis Hipotesa Penelitian Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ha : Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan prestasi belajar pada remaja tunarungu di SLB/B. Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan prestasi belajar pada remaja tunarungu di SLB/B.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tunarungu 1. Pengertian Tunarungu Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Korelasi Kinerja Pengawas PAI Dengan Kinerja Guru PAI di Sekolah Dasar Negeri Se -Kecamatan Basarang Kabupaten Kuala Kapuas.

BAB V PEMBAHASAN. A. Korelasi Kinerja Pengawas PAI Dengan Kinerja Guru PAI di Sekolah Dasar Negeri Se -Kecamatan Basarang Kabupaten Kuala Kapuas. BAB V PEMBAHASAN A. Korelasi Kinerja Pengawas PAI Dengan Kinerja Guru PAI di Sekolah Dasar Negeri Se -Kecamatan Basarang Kabupaten Kuala Kapuas. Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Ada sebuah. ungkapan yang mengatakan bahwa manusia tidak ada yang sempurna dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Ada sebuah. ungkapan yang mengatakan bahwa manusia tidak ada yang sempurna dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Ada sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa manusia tidak ada yang sempurna dan kesempurnaan hanya dimiliki

Lebih terperinci

2015 PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN MINAT BELAJAR MAHASISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR

2015 PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN MINAT BELAJAR MAHASISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan berlangsung melalui tahaptahap berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penerimaan a. Pengertian Penerimaan Orang tua dalam hal ini adalah lingkungan terdekat dan utama dalam kehidupan mereka. Selain bertanggung jawab terhadap keluarganya, orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan hasil belajar ditunjukkan dalam bentuk berubah pengetahuannya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan secara sengaja, teratur dan terprogram dengan tujuan untuk mengubah dan mengembangkan perilaku maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h. 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h. 12) menyatakan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar 5 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam proses pembelajaran, berhasil tidaknya pencapaian tujuan banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (www.pikiran-rakyat.com).

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (www.pikiran-rakyat.com). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Penyandang cacat terdapat di semua bagian dunia, jumlahnya besar dan senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (www.pikiran-rakyat.com). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil bagi suatu kelompok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu bangsa merupakan proses yang berkesinambungan dan melibatkan keseluruhan lapisan masyarakat. Generasi muda sebagai salah satu unsur lapisan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Menurut Guidena (2011) prestasi belajar merupakan suatu kemampuan atau keberhasilan belajar individu terhadap materi pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang unik, tidak ada seorang individu yang sama persis dengan individu yang lain. Salah satunya adalah dalam hal kecepatan dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Keterampilan Mengajar Guru 2.1.1 Pengertian Keterampilan Mengajar Guru. Keterampilan adalah kemampuan seseorang dalam mengubah sesuatu hal menjadi lebih bernilai dan memiliki

Lebih terperinci

BAB II METODE MATERNAL REFLEKTIF (MMR) SEBAGAI METODE MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI SISWA TUNARUNGU. penguasaan struktur dan tata bahasa.

BAB II METODE MATERNAL REFLEKTIF (MMR) SEBAGAI METODE MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI SISWA TUNARUNGU. penguasaan struktur dan tata bahasa. 9 BAB II METODE MATERNAL REFLEKTIF (MMR) SEBAGAI METODE MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI SISWA TUNARUNGU A. DESKRIPSI TEORI Ada beberapa macam metode dalam penerapan pembelajaran kepada anak tunarungu, diantaranya:

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahwa laki-laki dan perempuan memiliki struktur otak yang berbeda (Wood

I. PENDAHULUAN. bahwa laki-laki dan perempuan memiliki struktur otak yang berbeda (Wood 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Secara alamiah telah diketahui bahwa laki-laki dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan suatu kata majemuk yang terdiri dari kata prestasi dan belajar. Belajar adalah suatu aktivitas atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil Belajar. Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku siswa

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil Belajar. Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku siswa 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku siswa terbentuk dan berkembang seiring dengan proses pembelajaran. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak setiap orang. Begitu pula pendidikan untuk orang orang yang memiliki kebutuhan khusus. Seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Minat 1. Pengertian Minat yaitu suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciriciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginankeinginan atau kebutuhan-kebutuhannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang menjelaskan mengenai asal sekolah, kemampuan Bahasa Inggris, serta pengertian belajar dan hasil belajar. A. Asal Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak peserta didik yang berkualitas dari segi jasmani maupun rohani, mandiri sesuai dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang keberhasilan siswa di kelas maupun di sekolah. Ini bertujuan agar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan merupakan pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan, yang berlanjut sepanjang rentang hidup (Santrock, 2007 : 7). Perkembangan adalah hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Model Pembelajaran Cooperative Script

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Model Pembelajaran Cooperative Script 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Model Pembelajaran Cooperative Script Model pembelajaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penyelenggaraan proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diberikan. Setiap anak merupakan individu yang unik, dimana masing-masing dari. menceritakan hal tersebut dengan cara yang sama.

BAB 1 PENDAHULUAN. diberikan. Setiap anak merupakan individu yang unik, dimana masing-masing dari. menceritakan hal tersebut dengan cara yang sama. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia membutuhkan pendidikan dan sekaligus pembelajaran. Pendidikan dan pembelajaran dapat diberikan sejak anak masih kecil sampai anak menjadi dewasa.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

Hubungan Antara Pemberian Motivasi Belajar Dari Orangtua Dengan Prestasi Belajar IPS/ Sejarah Bagi Peserta Didik

Hubungan Antara Pemberian Motivasi Belajar Dari Orangtua Dengan Prestasi Belajar IPS/ Sejarah Bagi Peserta Didik Hubungan Antara Pemberian Motivasi Belajar Dari Orangtua Dengan Prestasi Belajar IPS/ Sejarah Bagi Peserta Didik Umiyatun (0614052) Mahasiswa Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Latar belakang

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi a. Pengertian Minat Menurut Sardiman (2011: 76), minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akhir belajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan awal untuk studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi apabila

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Status Gizi a. Pengertian Status Gizi Status Gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia berharap dilahirkan dalam keadaan yang normal dan sempurna, akan tetapi tidak semua manusia mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Belajar merupakan permasalahan yang umum dibicarakan setiap orang, terutama yang terlibat dalam dunia pendidikan. Belajar menekankan pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Proses Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. Suyono dan Hariyanto (2014) mengatakan belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Tinjauan Sikap Mahasiswa Tentang Kompetensi Dosen Dalam

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Tinjauan Sikap Mahasiswa Tentang Kompetensi Dosen Dalam BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Sikap Mahasiswa Tentang Kompetensi Dosen Dalam Mengajar a. Pengertian Sikap Sikap atau pandangan adalah proses yang digunakan individu mengelola dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, termasuk dalam hal pendidikan. Orangtua berharap anaknya bisa mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kesulitan Balajar 2.1.1 Pengertian Kesulitan Belajar Dalam menempuh proses pembelajaran di sekolah peserta didik tidak luput dari berbagai kesulitan. Tinggi rendahnya hasil belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang berkembang dan mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Picture and Picture Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. akumulasi dari berbagai faktor dimulai dari faktor awal proses sampai denga hasil.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. akumulasi dari berbagai faktor dimulai dari faktor awal proses sampai denga hasil. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Hasil Belajar Hasil belajar merupakan salah satu faktor penting untuk mengukur keberhasilan seseorang dalam belajar, hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 1.1 Kajian Teoritik 2.1.1 Hasil Belajar Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BIMBINGAN PADA SISWA DENGAN HAMBATAN. Sosialisasi KTSP

BIMBINGAN PADA SISWA DENGAN HAMBATAN. Sosialisasi KTSP BIMBINGAN PADA SISWA DENGAN HAMBATAN 1 DEFINISI HEARING IMPAIRMENT (TUNARUNGU) TERKANDUNG DUA KATEGORI YAITU: DEAF (KONDISI KEHILANGAN PENDENGARAN YANG BERAT) DAN HARD OF HEARING (KEADAAN MASIH MEMILIKI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Istilah tunarungu berasal dari dua kata yaitu tuna dan rungu. Tuna berarti

BAB II KAJIAN TEORITIS. Istilah tunarungu berasal dari dua kata yaitu tuna dan rungu. Tuna berarti BAB II KAJIAN TEORITIS A. KONSEP DASAR ANAK TUNARUNGU 1. Pengertian Anak Tunarungu Istilah tunarungu berasal dari dua kata yaitu tuna dan rungu. Tuna berarti kekurangan atau ketidakmampuan dan rungu berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterampilan yang memadai. Mahasiswa bukan hanya mampu

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterampilan yang memadai. Mahasiswa bukan hanya mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakekat belajar di Perguruan Tinggi adalah membangun pola pikir dalam struktur kognitif mahasiswa, bukan sekedar untuk memperoleh materi kuliah sebanyak-banyaknya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan Banyak sekali penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai etnografi komunikasi. Untuk mendukung penelitian ini, penelitian yang sudah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai bangsa. Pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pasangan suami istri umumnya mengharapkan adanya anak dalam keluarga mereka. Mereka tentu menginginkan anak-anak untuk melengkapi kehidupan keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa meraih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu remaja diharapkan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Bangsa dan Negara, karena pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMEN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA. Tugas ini disusun sebagaipengganti Tes Tengah Semester (TTS)

PENGEMBANGAN INSTRUMEN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA. Tugas ini disusun sebagaipengganti Tes Tengah Semester (TTS) 1 PENGEMBANGAN INSTRUMEN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA Tugas ini disusun sebagaipengganti Tes Tengah Semester (TTS) mata kuliah Pengembangan Sistem Evaluasi PAI 2 Dosen Pengampu: Dr. H. Purwanto, M. Pd. Disusun

Lebih terperinci

ARIS RAHMAD F

ARIS RAHMAD F HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DANKEMATANGAN SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ARIS RAHMAD F. 100 050 320

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 40 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Data Hasil Penelitian Penelitian hubungan motivasi berprestasi dengan prestasi belajar siswa dilaksanakan di SMP Negeri 2 Tumijajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan. Melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan. Melalui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan. Melalui pendidikan, individu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan agar dapat maju dan berkembang,

Lebih terperinci

KONSEP BELAJAR. Oleh : Jumari Ismanto, M.Ag 1 BAB I PENDAHULUAN. Ilmu yang berkaitan dengan upaya kependidikan, misalnya psikologi pendidikan.

KONSEP BELAJAR. Oleh : Jumari Ismanto, M.Ag 1 BAB I PENDAHULUAN. Ilmu yang berkaitan dengan upaya kependidikan, misalnya psikologi pendidikan. KONSEP BELAJAR Oleh : Jumari Ismanto, M.Ag 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan kunci yang paling vital dari setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : 1. Konsep dasar bimbingan dan konseling pribadi - sosial : a. Keterkaitan diri dengan lingkungan sosial b. Pengertian BK pribadi- sosial c. Urgensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kesuksesan (keberhasilan, keberuntungan) yang berasal dari dasar kata sukses yang berarti berhasil, beruntung (Kamus Bahasa Indonesia,1998), seringkali menjadi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMUNIKASI SISTEM ISYARAT BAHASA

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMUNIKASI SISTEM ISYARAT BAHASA 92 BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMUNIKASI SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA (SIBI) BAGI PENYANDANG TUNARUNGU DI SMALB-B KARYA MULIA SURABAYA A. Bagaimana proses

Lebih terperinci