Aida Minropa* ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Aida Minropa* ABSTRAK"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESIKO OSTEOPOROSIS PADA LANSIA DI KENAGARIAN API-API WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASAR BARU KECAMATAN BAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2013 Aida Minropa* ABSTRAK Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan menjadi masalah yang memerlukan perhatian khusus. Prevalensi osteoporosis di Indonesia mencapai 19,7%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan resiko osteoporosis pada lansia di kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Jenis penelitian yang adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian telah dilakukan pada tanggal Januari 2013, jumlah responden 48 orang lansia dan jenis data adalah data primer. Teknik pengambilan sampel random sampling. Data diolah menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan 68,8% responden berjenis kelamin perempuan. 70,8% responden umur 55 tahun. 58,3% responden memiliki tipe tubuh gemuk. 70,8% responden mempunyai aktivitas fisik rendah. 79,2% responden diet tidak cukup kalsium. 75,0% responden resiko positif osteoporosis. Terdapat hubungan: antara jenis kelamin, umur, tipe tubuh, aktivitas fisik dan diet dengan resiko osteoporosis. Disarankan kepada Puskesmas untuk memberikan penyuluhan kesehatan kepada lansia tentang resiko osteoporosis dan modifikasi gaya hidup. Dapat menjadi pedoman bagi peneliti selanjutnya dalam desain dan alat ukur yang berbeda. Kata Kunci : Faktor resiko, Osteoporosis, lansia Alamat Korespondensi : Aida Minropa,SKM.,M.Kes Dosen Prodi D III Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang Jl. Jamal Jamil Pondok Kopi Siteba Padang

2 PENDAHULUAN Pelaksanaan pembangunan Nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur bedasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin baik dan usia harapan hidup yang makin meningkat, sehingga jumlah Lanjut Usia (Lansia) semakin bertambah (Wijaya, 2010). Saat ini penduduk di Indonesia mempunyai umur harapan dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun (Depkes RI, 2012). Pada tahun 2010 jumlah lansia mengalami peningkatan mencapai 9,58% dan pada tahun 2020 diprediksi mengalami peningkatan sebesar 11,20%. Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan pola distribusi penyakit bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Salah satu penyakit degeneratif yang semakin tinggi angka prevalensinya dan perlu di waspadai adalah Osteoporosis (Depkes RI, 2008). Osteoporosis adalah penyakit metabolik tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah disertai mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan tulang dan menyebabkan fraktur. Osteoporosis disebut sebagai silent desease karena proses kepadatan tulang bekurang secara perlahan dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa disadari disertai tanpa adanya gejala. Bahkan pasien Osteopororsis yang dapat diidentifikasi setelah terjadi fraktur hanya kurang dari 25% (Cosman, 2009). Penderita Osteoporosis beresiko mengalami fraktur yang meningkatkan beban sosioekonomi berupa perawatan biaya ynag besar. Selain itu juga menyebabkan kecacatan, ketergantungan pada orang lain yang menyebabkan gangguan aktivitas hidup, fungsi sosial, dan gangguan psikologis sehingga terjadi penurunan kualitas hidup bahkan sampai menyebabkan kematian. Resiko kematian bagi pria yang menderita Osteoporosis sama dengan orang yang menderita kanker prostat. Sedangkan resiko kematian bagi wanita sama dengan orang yang menderita kanker payudara bahkan lebih tinggi dari orang yang menderita kanker rahim (Tandra, 2009). Penyakit kerapuhan tulang ini melanda seluruh dunia dan telah melumpuhkan jutaan orang. Fakta dari lembaga National Osteoporosis Foundation di Amerika menunjukkan hasil yang memprihatinkan. Lebih dari 1.5 juta orang di Amerika menderita tulang patah setiap tahunnya yang diakibatkan oleh osteoporosis dan hampir 34 juta orang lainnya diperkirakan mengalami kerendahan densitas tulang (kerapuhan tulang) yang mengakibatkan mereka berada dalam kondisi terancam menderita osteoporosis (Clupster, 2009). International Osteoporosis Foundation (IOF) mencatat 20% pasien patah tulang Osteoporosis meninggal dalam waktu satu tahun. Sepertiga diantaranya harus terus berbaring di tempat tidur, sepertiga lainnya harus dapat dibantu untuk dapat berdiri dan berjalan. Hanya sepertiga yang dapat sembuh dan beraktivitas optimal (Suryati, A Nuraini, 2006). Faktor resiko Osteoporosis dklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor resiko primer dan faktor resiko skunder. Faktor resiko primer adalah faktor yang tidak dapat di ubah termasuk usia, jenis kelamin, ras, genetik, menopause/andropause dan ukuran kerangka yang kecil. Faktor resiko skunder yaitu faktor yang dapat di ubah atau dimodifikasi termasuk kurang asupan kalsium dan vitamin D, olah raga tidak teratur, kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol dan kopi yang berlebihan dan penggunaan obat-obatan penyebab osteoporosis dalam jangka panjang (Junaidi, 2007). Prevalensi Osteoporosis di Indonesia sudah mencapai 19,7%. Berdasarkan hasil analisis data resiko osteoporosis oleh Puslitbang Gizi Depkes bekerja sama dengan

3 Fonterra Brand Indonesia yang dipublikasikan tahun 2006 menyatakan 2 dari 5 orang Osteoporosis. Hal ini juga didukung oleh Indonesian White Paper yang dikeluarkan oleh Perhimpunan osteoporosis Indonesia (Perosi) pada tahun 2007 yaitu Osteoporosis pada wanita yang berusia di atas 50 tahun mencapai 32,3% dan pada pria di usia diatas 50 tahun mencapai 28,85. Secara keseluruhan percepatan proses penyakit Osteoporosis pada wanita sebesar 80% dan pria 20% (Suryati, A Nuraini, 2006). Dengan bertambahnya usia maka angka kejadian Osteoporosis akan semakin meningkat, seperti yang ditunjukkan data di Indonesia antara lain Lima Provinsi dengan resiko Osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%0, Jawa Tengah (24,02 %), Yogyakarta (23,5 %), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur (10,5%) (Pranoto, 2011). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Barat pada bulan Februari 2009, PT Fontera Brands Indonesia melakukan pemeriksaan densitas massa tulang dengan alat densitometry di berbagai tempat di Sumatera Barat dengan hasilnya yaitu dari 4521 orang yang diperiksa didapatkan kejadian Osteoporosis sebanyak 15,43% Osteoporosis, 35,96% Osteoponia, 48,59% normal. Osteoporosis dapat menyerang semua orang, meskipun tingkat risikonya berbedabeda. Adapun faktor risiko terjadinya osteoporosis dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan seperti jenis kelamin, umur, ras, riwayat keluarga, tipe tubuh dan menopause. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan yaitu aktivitas fisik (olah raga), diet, kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol (Wirakusumah, 2007). Dari laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan jumlah lansia pada tahun 2010 sebanyak orang dan tahun 2011 sebanyak orang. Di Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang sendiri jumlah Lansia sebanyak orang dengan rincian orang perempuan dan orang laki-laki. Indonesia memiliki resiko orang umur tahun, orang umur tahun dan sisanya umur lebih dari 70 tahun sebanyak orang Pada lansia, seiring dengan pertambahan usia fungsi organ tubuh justru menurun, tubuh mengalami kehilangan tulang trabekular dan penyerapan kalsium menurun pula sehingga resiko osteoporosis semakin besar. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita, hal ini disebabkan pengaruh penurunan kadar hormon estrogen yang membantu pengangkutan kalsium ke dalam tulang. Perawakan yang kecil dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan, padahal tulang akan giat membentuk sel bila di tekan oleh bobot yang berat. Sedangkan seseorang yang kurang gerak dan berolahraga otot-ototnya tidak terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat mempercepat penururunan tahanan dan kekuatan pada tulang. Pengaruh diet terhadap resiko osteoporosis, bila makanan yang mengandung cukup kalsium di konsumsi sejak usia dini dapat membantu memperkuat massa tulang, mencegah pengaruh negatif dari berkurangnya keseimbangan kalsium dan mengurangi tingkat kehilangan kalsium pada tahun-tahun berikutnya. Studi pendahuluan selama dua hari pada tanggal 5-6 Juni 2012 di Posyandu lansia Api- Api dari 10 orang lansia yang diwawancarai yaitu enam orang lansia berjenis kelamin perempuan dan empat orang laki-laki. Empat orang lansia berumur tahun dan enam orang lansia berumur 50 tahun keatas. Sementara itu dari pengukuran antropometri tiga orang lansia memiliki ukuran rangka yang kecil, dua orang lansia tidak pernah meminum susu kalsium atau suplemen kalsium dan dua orang lansia tidak pernah melakukan olahraga rutin. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor- Faktor yang berhubungan dengan resiko Osteoporosis pada lansia di wilayah posyandu lansia Api-Api Puskesmas Pasar Baru Kecamatan tahun 2012.

4 METODE PENELITIAN Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Lansia yang ada di wilayah Kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Tahun 2013 yang berjumlah 480 orang. Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Jika populasi besar dari maka sampel diambil 10-15% dari jumlah populasinya, kecil dari maka sampel yang diambil semua populasi (Arikunto, 2006). Pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu sebanyak 10% dari populasi. Jumlah lansia di Kenagarian Api-Api Wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru dalam penelitian ini yaitu 480 orang dan jumlah sampel dalam penelitian menurur rumus di atas yaitu 48 orang dengan criteria sampel : a. Lansia yang berumur 45 tahun keatas b. Lansia ada di tempat pada saat penelitian c. Bersedia menjadi responden d. Mampu berkomunikasi dengan baik. e. Lansia yang tidak sedang dalam keadaan sakit terbaring f. Lansia yang didampingi anggota keluarga lain pada saat penelitian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal Januari 2013 tentang faktor faktor yang berhubungan dengan resiko osteoporosis pada lansia di 1.Jenis Kelamin kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2013, didapatkan hasil penelitian sebagai berikut : Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Tahun 2013 No. Jenis Kelamin f % 1. Pria Wanita Jumlah 48 Dari tabel 1 terlihat bahwa lebih dari separoh (68,8%) responden berjenis kelamin wanita. Wanita mempunyai resiko terkena osteoporosis lebih besar dari pada pria. Secara umum wanita memiliki resiko osteoporosis empat kali lebih banyak dari pria. Hal ini terjadi antara lain karena massa tulang wanita lebih kecil dari pria (Wirakusumah, 2007). Pada perempuan, hormon estrogen sangat berpengaruh dalam mempertahankan kepadatan tulang. Saat kadar estrogen menurun pasca menopause, maka penurunan kepadatan tulang akan semakin cepat. Selama 5-10 tahun pertama setelah menopause, perempuan bisa mengalami penurunan massa tulang sebesar 2-4% per tahun. Artinya mereka

5 akan kehilangan massa tulang sebesar 25-30% dalam masa ini. Percepatan penurunan massa tulang pasca menopause ini merupakan penyebab utama terjadinya osteoporosis pada perempuan (Guyton, 2000). Asumsi peneliti pada wanita lebih beresiko mengalami osteoporosis karena pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun akibat dari penurunan fungsi ovarium pada masa menopause akan mempengaruhi proses remodelling tulang Yang bertujuan untuk mempertahankan tulang yang sehat, sebagai proses pemeliharaan tulang dengan mengganti tulang yang tua dengan tulang yang baru. Ketika tingkat estrogen menurun, siklus remodelling tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang akan dimulai yang beresiko menimbulkan osteoporosis. 2. Umur Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Tahun 2013 No. Umur f % < 55 Tahun 55 Tahun Jumlah 48 Dari table 2 terlihat lebih dari separoh (70.8%) responden berumur 55 Tahun. Semakin tua umur seseorang, resiko terkena osteoporosis menjadi semakin besar. Proses densitas (kepadatan) tulang hanya berlangsung sampai seseorang berumur 25 tahun. Selanjutnya, kondisi tulang akan tetap konstan hingga usia 40 tahun. Setelah umur 40 tahun, densitas tulang mulai berkurang secara perlahan. Oleh karenanya, massa tulang akan berkurang seiring dengan proses penuaan. Berkurangnya massa tulang ini akan berlangsung terus sepanjang sisa hidup (Wirakusumah, 2007). Asumsi peneliti, responden yang memiliki umur 55 tahun memiliki resiko osteoporosis karena pada lansia akibat proses penuaan terjadi penurunan kemampuan tubuh dalam penyerapan kalsium. Osteoporosis erat kaitannya dengan proses penuaan di mana cadangan kalsium menipis dengan bertambahnya usia. Selain itu penurunan massa tulang dapat terjadi akibat proses penyusutan tulang yang cepat dibanding proses pembentukan tulang.

6 3. Tipe Tubuh Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tipe Tubuh di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 No. Tipe Tubuh f % Gemuk Kurus Jumlah 48 Dari tabel 3 terlihat lebih dari separoh (58.3%) responden memiliki tipe tubuh Kurus. Menurut Cosman (2009), badan yang gemuk dapat memberikan beban berat setiap hari pada tulang untuk mendorong pembentukan tulang, sama dengan olahraga. Badan yang gemuk juga dapat mempermudah produksi hormon estrogen dari jaringan lemak. Ini adalah satu-satunya manfaat badan yang sedikit gemuk pada kesehatan. Rangka tubuh atau bentuk tubuh dari wanita menopause. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separoh responden memiliki tipe tubuh kurus. Hal ini karena berdasarkan hasil kuesioner penelitian, didapatkan banyak responden dengan berat badan kurus dengan indeks masa tubuh di bawah 18,5. Estrogen tidak hanya dihasilkan oleh ovarium, namun juga di hasilkan oleh kelenjer adrenal dan dari jaringan lemak. Jaringan lemak atau adiposa dapat mengubah hormon androgen menjadi estrogen. Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki oleh wanita semakin banyak hormon estrogen yang di produksi. Penurunan massa tulang pada wanita yang kelebihan berat badan dan memiliki kadar lemak yang tinggi, pada umumnya akan lebih kecil. Adanya penumpukan jaringan lunak dapat melindungi rangka tubuh dari trauma patah tulang (Lane, 2012). Asumsi peneliti, responden dengan tipe tubuh kurus memiliki resiko osteoporosis lebih besar dari pada responden dengan tipe tubuh normal atau lebih karena massa tulang pada tubuh yang kurus cenderung kurang terbentuk sempurna sehingga tulang menjadi kurang padat dan beresiko untuk terjadi osteoporosis. 4. Aktifitas Fisik (olahraga) Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aktifitas Fisik (olahraga) di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 No. Aktivitas Fisik f % Tinggi Rendah Jumlah 48 Dari tabel 4 terlihat bahwa lebih dari separoh (70.8%) responden memiliki aktivitas fisik (olahraga) yang rendah. Menurut Wirakusumah (2007), semakin rendah aktivitas fisik dan intensitas olahraga semakin besar resiko terkena osteoporosis. Hal ini terjadi karena aktivitas fisik dan olahraga dapat membangun tulang dan otot menjadi lebih kuat.

7 Asumsi peneliti rendahnya aktivitas fisik pada responden disebabkan kebiasaan responden melakukan olahraga yang tidak teratur padahal menurut teori Joging dan jalan cepat yang dilakukan secara teratur atau rutin sangat baik untuk mencegah osteoporosis. dengan intensitas ringan dengan durasi menit lakukan minimal 3x seminggu (Purwoastuti, 2009). 5. Diet Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Diet di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 No. Diet Kalsium f % Cukup Tidak Cukup Jumlah 48 Dari tabel 5 terlihat bahwa lebih dari separoh (79.2%) responden memiliki diet yang tidak cukup kalsium dan fosfor. Menurut Wirakusumah (2007), pola makan yang tidak memperhatikan kecukupan asupan kalsium dan fosfor beresiko osteoporosis. Makanan sumber Kalsium dan Fosfor dapat membantu memperkuat massa tulang, mencegah pengaruh negatif dari berkurangnya keseimbangan kalsium dan mengurangi tingkat kehilangan tulang pada tahun-tahun selanjutnya. Asumsi peneliti rendah asupan Kalsium pada responden disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang tinggal di tepi pantai cenderung mengkonsumsi ikan laut yang tinggi. Akan tetapi jenis ikan yang di konsumsi kemungkinan adalah jenis ikan yang di konsumsi tidak dengan tulangnya seperti ikan teri yang lazim di kionsumsi dengan tulangnya. Kandungan Kalsium pada gr ikan teri adalah mg, sedangkan pada ikan tongkol hanya 92 mg. 6. Resiko Osteoporosis Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Resiko Osteoporosis di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 No. Resiko Osteoporosis f % Resiko Negatif Resiko Positif Jumlah 48 Dari tabel 6 terlihat bahwa lebih dari separoh (75.0%) responden memiliki resiko positif osteoporosis. Osteoporosis adalah hilangnya massa tulang penipisan dari tulang yang mengakibatkannya menjadi kurang padat. Salah satu penyebabnya adalah berkurangnya estrogen sesudah menopause. Sesudah menopause, wanita dapat kehilangan 2-5 % massa tulang pertahun selama 5 tahun. Hal ini mendatangkan risiko tinggi, karena tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Hutapea, 2005).Osteoporosis adalah suatu penyakit dengan tanda utama berupa berkurangnya kepadatan tulang, yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang dan

8 meningkatnya resiko patah tulang (Junaidi, 2007). Penilaian resiko osteoporosis dilakukan dengan menggunakan formulir tes semenit resiko osteoporosis yang di keluarkan oleh IOF (International Osteoporosis Foundation) berupa 10 item pertanyaan yaitu pernah menderita patah tulang, riwayat orang tua pernah didiagnosa mengalami osteoporosis atau pernah mengalami patah tulang,, pernah minum obat kortikosteroid, tinggi badan berkurang lebih dari 3 cm, secara teratur minum minuman beralkohol, merokok lebih dari 20 batang sehari, sering menderita diare, mengalami menopause sebelum usia 45 tahun (khusus untuk wanita), haid pernah terhenti selama 12 bulan kecuali karena hamil dan menopause (khusus wanita), pernah menderita impotensi, libido menurun atau gejala lain yang berhubungan dengan tingkat testoteron yang rendah (khusus pria). Jika salah satu jawaban adalah Ya ini berarti seseorang beresiko terkena osteoporosis (Depkes RI, 2008). Dari tabel 6 terlihat bahwa lebih dari separoh (75.0%) responden memiliki resiko osteoporosis. Hal ini disebabkan oleh banyak responden yang memiliki riwayat menopuase sebelum umur 45 tahun, memiliki riwayat fraktur akibat terjatuh, memiliki orang tua yang mengalami riwayat fraktur dan riwayat merokok. 7. Hubungan Jenis Kelamin dengan resiko Osteoporosis Tabel 7 Hubungan Jenis Kelamin dengan Resiko Osteoporosis Pada Lansia di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 Resiko Osteoporosis Jenis Kelamin Resiko Negatif Resiko Positif Total % F % F % Pria Wanita Jumlah ρ value = Dari tabel 7 terlihat bahwa dari 33 responden yang berjenis kelamin wanita terdapat 29 responden (87.9%) memiliki resiko positif osteoporosis sedangkan yang memiliki resiko negatif osteoporosis sebanyak 4 responden (12.1%). Secara statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan nilai ρ value = (ρ < 0.05) yang berarti ada hubungan antara jenis kelamin dengan resiko osteoporosis. Wanita mempunyai risiko terkena osteoporosis lebih besar dari pada pria. Sekitar 80% diantara penderita osteoporosis adalah wanita. Secara umum, wanita menderita osteoporosis empat kali lebih banyak daripada pria. Satu dari tiga wanita memiliki kecendrungan untuk menderita osteoporosis. Adapun kejadian osteoporosis pada pria lebih kecil yaitu satu dari tujuh pria. Hal ini terjadi antara lain karena massa tulang wanita 4 lebih kecil dibandingkan dengan pria. Nilai massa tulang wanita umumnya hanya sekitar 800 gram lebih kecil dibandingkan dengan pria yaitu sekitar gram. Karena nilai massa tulang yang rendah itulah maka kehilangan massa tulang yang diikuti dengan kerapuhan tulang sangat mungkin terjadi (Wirakusumah, 2007). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Fatmah (2008) dimana didapatkan temuan lansia wanita 4 kali lebih beresiko

9 mengalami osteoporosis di banding lansia laki-laki. Asumsi peneliti resiko lansia wanita lebih tinggi mengalami osteoporosis daripada pria karena wanita mengalami menopause. Menurunnya hormon estrogen saat menopause berkontribusi pada peningkatan absorpsi kalsium dan berperan dalam percepatan hilangnya otot-otot rangka wanita saat menopause. Setelah menopause akibat penurunan fungsi ovarium, keseimbangan antara proses pembentukan tulang (osteoblast) dan proses penghancuran tulang (osteoklas) mulai mengalami gangguan, fungsi osteoblas menurun dan pembentukan tulang baru pun mulai berkurang padahal osteoklast berlangsung dengan sangat cepat. Selain itu wanita lebih beresiko dari pada pria karena wanita memiliki massa tulang yang lebih kecil dari pada pria. 8. Hubungan umur dengan resiko osteoporosis Tabel 8 Hubungan Umur dengan Resiko Osteoporosis Pada Lansia di Kenagarian Api- Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 Resiko Osteoporosis Umur Resiko Negatif Resiko Positif Total % F % f % < 55 Tahun 55 Tahun Jumlah ρ value = Dari tabel 8 terlihat bahwa dari 34 responden yang berumur 55 tahun terdapat 30 responden (88.2%) memiliki resiko positif osteoporosis sedangkan yang memiliki resiko negatif osteoporosis sebanyak 4 responden (11.8%). Dari 14 responden yang berumur < 55 tahun terdapat 8 responden (57.1%) tidak memiliki resiko osteoporosis. Secara statistik dengan uji Chi- Square menunjukkan nilai ρ value = (ρ < 0.05) yang berarti ada hubungan antara umur dengan risiko osteoporosis. Semakin tua umur seseorang, risiko terkena osteoporosis menjadi semakin besar. Proses densitas (kepadatan) tulang hanya berlangsung sampai seseorang berumur 25 tahun. Selanjutnya, kondisi tulang akan tetap konstan hingga usia 40 tahun. Setelah umur 40 tahun, densitas tulang mulai berkurang secara perlahan. Oleh karenanya, massa tulang akan berkurang seiring dengan proses penuaan. Berkurangnya massa tulang ini akan berlangsung terus sepanjang sisa hidup. Dengan demikian, osteoporosis pada usia lanjut terjadi akibat berkurangnya massa tulang. Pada lansia, kemampuan tulang dalam menghindari keretakan akan semakin menurun. Kondisi ini juga diperparah dengan kecendrungan rendahnya konsumsi kalsium dan kemampuan penyerapannya. Timbulnya berbagai penyakit pada lansia juga akan semakin menurunkan kemampuan penyerapan kalsium maupun meningkatnya pengeluaran kalsium. (Wirakusumah, 2007). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mamat Lukman (2008) di Desa Cijambu, dimana terdapat hubungan antara usia dengan resiko osteoporosis. Asumsi peneliti, adanya hubungan antara umur responden dengan resiko

10 osteoporosis, hal ini disebabkan oleh umur seseorang sangat berpengaruh terhadap kekuatan tulangnya. Usia akhir 30-an tulang kehilangan kalsium lebih cepat dari pada asupan kalsium. Dengan makin bertambah usia, kemampuan tubuh menyerap kalsium dari makanan yang dimakan makin menurun. Berkurangnya penyerapan kalsium menyebabkan menurunnya kepadatan dan massa tulang sehingga berisiko pengeroposan. Osteoporosis erat kaitannya dengan proses penuaan di mana cadangan kalsium menipis dengan bertambahnya usia. Selain itu penurunan massa tulang dapat terjadi akibat proses penyusutan tulang yang cepat dibanding proses pembentukan tulang. 9. Hubungan tipe tubuh dengan resiko osteoporosis Tabel 9 Hubungan Tipe Tubuh dengan Resiko Osteoporosis Pada Lansia di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 Resiko Osteoporosis Tipe Tubuh Resiko Negatif Resiko Positif Total % F % f % Gemuk Kurus Jumlah ρ value = Dari tabel 9 terlihat bahwa dari 28 responden yang memiliki tipe tubuh kurus terdapat 26 responden (92.9%) memiliki resiko positif osteoporosis sedangkan dari 20 responden yang memiliki tipe tubuh gemuk terdapat 10 responden (50.0%) memiliki resiko positif osteoporosis. Secara statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan nilai ρ value = (ρ < 0.05) yang berarti ada hubungan antara tipe tubuh dengan resiko osteoporosis. Semakin kecil rangka tubuh maka semakin besar resiko terkena osteoporosis. Demikian pula dengan wanita yang mempunyai tubuh kurus cenderung mempunyai resiko yang lebih tinggi terkena osteoporosis dari pada yang mempunyai berat badan lebih besar. Faktor resiko yang dapat dikendalikan berat badan adalah faktor yang menentukan kepadatan tulang, tetapi bisa juga berfungsi memberikan perlindungan mekanis (Wirakusumah, 2007). Badan yang gemuk dapat memberikan beban berat setiap hari pada tulang untuk mendorong pembentukan tulang, sama dengan olahraga. Badan yang gemuk juga dapat mempermudah produksi hormon estrogen dari jaringan lemak. Ini adalah satu-satunya manfaat badan yang sedikit gemuk pada kesehatan. Rangka tubuh atau bentuk tubuh dari wanita menopause. Alat ukur yang digunakan adalah antropometri dengan skala interval (Cosman, 2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Fatmah (2008) dimana didapatkan adanya hubungan antara tipe tubuh dengan risiko osteoporosis. Asumsi peneliti, terdapatnya hubungan antara tipe tubuh dengan resiko osteoporosis, hal ini disebabkan oleh karena perawakan yang kurus memiliki bobot tubuh cenderung ringan, padahal tulang akan giat membentuk sel bila ditekan oleh bobot yang berat. Karena

11 posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada daerah pinggul dan panggul. Selain itu indeks massa tubuh yang kurang menyebabkan jaringan lemak yang rendah padahal jaringan lemak dapat menghasilkan estrogen yang dapat berfungsi dalam pemeliharaan tulang. 10. Hubungan aktivitas fisik dengan resiko osteoporosis Tabel 10 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Resiko Osteoporosis Pada Lansia di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 Resiko Osteoporosis Aktivitas Fisik Resiko Negatif Resiko Positif Total % F % f % Tinggi Rendah Jumlah ρ value = Dari tabel 10 terlihat bahwa dari 34 responden yang memiliki aktivitas fisik rendah terdapat 33 responden (97.1%) memiliki resiko positif osteoporosis sedangkan dari 14 responden yang memiliki aktivitas tinggi terdapat 11 responden (78.6%) memiliki resiko negatif osteoporosis. Secara statistik dengan uji Chi- Square menunjukkan nilai ρ value = (ρ < 0.05) yang berarti ada hubungan antara aktivitas fisik (olahraga) dengan resiko osteoporosis. Semakin rendah aktivitas fisik, semakin besar risiko terkena osteoporosis. Hal ini terjadi karena aktivitas fisik (olahraga) dapat membangun tulang dan otot menjadi lebih kuat, juga meningkatkan keseimbangan metabolisme tubuh (Wirakusumah, 2007). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Fatmah (2008) dimana terdapat tingginya persentase resiko osteoporosis pada responden dengan tingkat aktivitas fisik rendah. Asumsi peneliti, terdapatnya hubungan antara aktivitas fisik dengan resiko osteoporosis, karena kegiatan fisik (olahraga) yang kurang menyebabkan pembentukan tulang tidak maksimal. Kurangnya berolahraga juga dapat menghambat proses pembentukan tulang sehingga kepadatan tulang akan berkurang. 11. Hubungan diet dengan resiko osteoporosis Tabel 11 Hubungan Diet dengan Resiko Osteoporosis Pada Lansia di Kenagarian Api- Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 Diet Resiko Osteoporosis Resiko Negatif Resiko Positif Total %

12 Cukup Kalsium & Fosfor Tidak Cukup Kalsium & Fosfor F % f % Jumlah ρ value = Dari tabel 11 terlihat bahwa dari 38 responden yang memiliki diet yang tidak cukup kalsium dan fosfor terdapat 33 responden (86.8%) memiliki resiko positif osteoporosis sedangkan dari 10 responden yang memiliki diet cukup kalsium dan fosfor terdapat 3 responden (30%) memiliki resiko positif osteoporosis. Secara statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan nilai ρ value = (ρ < 0.05) yang berarti ada hubungan antara diet dengan resiko osteoporosis Secara statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan nilai ρ value = (ρ < 0.05) yang berarti ada hubungan antara diet dengan resiko osteoporosis. Pola makan yang tidak seimbang yang kurang memperhatikan kandungan gizi seperti kalsium, fosfor dan vitamin D dapat beresiko menimbulkan osteoporosis.. Makanan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin D yang dikonsumsi cukup sejak usia dini dapat membantu memperkuat massa tulang, mencegah pengaruh negatif dari berkurangnya keseimbangan kalsium dan mengurangi KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian tentang penelitian yang telah dilakukan pada bulan Januari 2013 tentang faktor faktor yang berhubungan dengan resiko osteoporosis pada lansia di kenagarian Api-Api Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Lebih dari separoh (68,8%) responden berjenis kelamin perempuan pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 2. Lebih dari separoh (70,8%) responden berumur 55 tahun pada lansia di tingkat kehilangan massa kalsium pada tahun-tahun selanjutnya (Wirakusumah, 2007). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Prihartini,dkk (2010) dimana terdapat tingginya proporsi resiko osteoporosis pada responden dengan asupan kalsium dan fosfor < 70 %. Asumsi peneliti, terdapatnya hubungan antara diet dengan resiko osteoporosis, karena Kalsium merupakan komponen utama pembentuk tulang, yang akan memicu tekanan mekanik pada tulang, meningkatkan aktivitas osteoblas sehingga meningkatkan kepadatan massa tulang. Selain itu diet yang kurang kalsium yang kurang menyebabkan tubuh kekurangan kalsium sehingga tubuh mengkompensasi pengeluaran hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh yang lain termasuk dari tulang sehingga beresiko terhadap pengeroposan tulang. kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 3. Lebih dari separoh (58,3%) responden memiliki tipe tubuh kurus pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 4. Lebih dari separoh (70,8%) responden memiliki aktivitas fisik rendah pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 5. Lebih dari separoh (79,2%) responden memiliki diet tidak cukup kalsium pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah

13 kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 6. Lebih dari separoh (75,0%) responden memiliki resiko positif osteoporosis pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan 7. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan resiko osteoporosis pada pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 8. Ada hubungan antara umur dengan resiko osteoporosis pada pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 9. Ada hubungan antara tipe tubuh dengan resiko osteoporosis pada pada lansia di kenagarian wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Api-Api Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan 10. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan resiko osteoporosis pada pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 11. Ada hubungan antara diet dengan resiko osteoporosis pada pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian maka peneliti menyarankan : 1. Kepada masyarakat agar dapat memodifikasi pola hidup khususnya lansia dengan cara memperhatikan asupan zat gizi utama tulang yaitu kalsium dan fosfor, berolahraga secara teratur, menghentikan kebiasaan merokok sehingga dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat osteoporosis dengan cara menyebarkan leaflet-leaflet yang berisikan informasi tentang pencegahan osteoporosis. 2. Kepada Puskesmas khususnya program Promkes dan Perkesmas agar dapat memberikan penyuluhan kesehatan pada lansia tentang osteoporosis terutama tentang cara mempertahankan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi zat gizi tinggi kalsium dan fosfor, melakukan aktifitas olahraga secara teratur serta dengan menghindari faktor resiko dan melakukan skrining faktor resiko khususnya kepada lansia agar kejadian osteoporosis dapat dicegah secara dini. 3. Kepada Peneliti Lain agar data ini dapat dijadkan data awal dalam penelitian selanjutnya yang lebih mendalam yang berhubungan dengan faktor resiko osteoporosis dalam desain, sampel dan alat ukur yang berbeda dan tidak terbatas pada variabel-variabel yang tercantum dalam penelitian saja sehingga dapat diketahui faktor-faktor lain yang berhubungan dengan resiko osteoporosis. DAFTAR PUSTAKA Budiarto, Eko Biostatistik untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta : EGC Cosman, Felicia Osteoporosis: Panduan Lengkap agar Tulang Anda Tetap Sehat. Yogyakarta: B- First Hutapea, Ronald Sehat dan Ceria di Usia Senja. Jakarta: Rineka Cipta

14 Junaidi, Iskandar Osteoporosis. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer Notoatmodjo, Soekidjo Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Suharsimi Arikunto, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta Purwoastuti, Endang Waspada Osteoporosis. Yogyakarta : Kanisius Sutanto, Luciana B Menopause. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Waluyo, Srikandi Questions & Answers Menopause atau Mati Haid. Jakarta:Elek Media Komputindo Wirakusumah, Emma S Mencegah Osteoporosis Lengkap dengan 39 Jus dan 38 Resep Masakan. Jakarta: Penebar Plus Tandra, Hans Segala Sesuatu Yang harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis, Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama Noorkasiani, S. Tamher Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika Clupster Bahaya Osteoporosis. 9/10/12/bahaya-osteoporosis/. Diakses tanggal 10 November 2011 Depkes RI Berdiri Tegak, Bicara Lantang, Kalahkan Osteoporosis. p/berita/press-release/404-berdiritegak-bicara-lantang-kalahkanosteoporosis.html. Diakses tanggal 11 november osteoporosis-denganberolahraga-secara-teratur. Diakses tanggal 15 November akit-kesehatan/ mengenal-osteoporosis.html /2011/12/Anatomi-Tulang- Manusia.Html.Diakses Tanggal 20 Desember 2011 Ode, Sharif La Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai kemajuan dalam segala aspek kehidupan manusia saat ini telah meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi maupun dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA HIDUP TERHADAP KEJADIAN BUNGKUK OSTEOPOROSIS TULANG BELAKANG WANITA USIA LANJUT DI KOTA BANDAR LAMPUNG Merah Bangsawan * Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya kepadatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daur hidup manusia akan melewati fase usia lanjut (proses penuaan). Proses penuaan merupakan hal yang tidak dapat dihindari, dimana mulai terjadi perubahan fisik dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA 1 Yasinta Ema Soke, 2 Mohamad Judha, 3 Tia Amestiasih INTISARI Latar Belakang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembentukan tulang didalam tubuh disebut Osteogenesis. Pembentukan tulang terdiri dari penyerapan dan pembentukan yang terjadi secara terus menerus atau selalu

Lebih terperinci

Faktor Risiko Terjadinya Osteoporosis Pada Wanita Menopause

Faktor Risiko Terjadinya Osteoporosis Pada Wanita Menopause Faktor Risiko Terjadinya Osteoporosis Pada Wanita Menopause Renidayati a,clara a,sunardi a Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Abstrak : Two out of five Indonesian women have an increased risk of osteoporosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik kasus menopause..., Herdiana Christanty Sihombing, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik kasus menopause..., Herdiana Christanty Sihombing, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan masalah kesehatan dunia (global issue). Hal ini dikarenakan, meskipun prevalensi osteoporosis tertinggi diderita oleh wanita usia lanjut, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada tulang, penyakit ini ditandai dengan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. Osteoporosis merupakan penyakit ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup pada masa dewasa awal sebagai masa transisi dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu perhatian khusus adalah masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejadian Osteoporosis terutama pada lansia akan mempunyai dampak yang sangat buruk bagi penderitanya. Osteoporosis pada lansia akan mengakibatkan terjadinya fraktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai dengan pengurangan massa tulang yang disertai kemunduran mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas

Lebih terperinci

LEMBARAN KUESIONER. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis

LEMBARAN KUESIONER. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis LEMBARAN KUESIONER Judul Penelitian : Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis pada wanita premenopause di Komplek Pondok Bahar RW 06 Karang Tengah Tangerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

II. PENGETAHUAN RESPONDEN Petunjuk pengisian: Berilah tanda (x) pada jawaban yang saudara anggap benar.

II. PENGETAHUAN RESPONDEN Petunjuk pengisian: Berilah tanda (x) pada jawaban yang saudara anggap benar. KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA WANITA USIA SUBUR DI KELURAHAN JATI MAKMUR KECAMATAN BINJAI UTARA TAHUN 2010 I. IDENTITAS RESPONDEN Nama :...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis sering menyerang mereka yang telah berusia lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya (WHO, 2004). Jumlah populasi

BAB I PENDAHULUAN. memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya (WHO, 2004). Jumlah populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut (lansia) merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya (WHO, 2004). Jumlah populasi lansia di Indonesia meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang yang sehat adalah tulang yang kuat dan tidak mudah patah. Kekuatan tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus terjadi seiring

Lebih terperinci

Hubungan Antara Status Gizi Dengan Usia Menarche Dini pada Remaja Putri di SMP Umi Kulsum Banjaran Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2016

Hubungan Antara Status Gizi Dengan Usia Menarche Dini pada Remaja Putri di SMP Umi Kulsum Banjaran Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2016 Hubungan Antara Status Gizi Dengan Usia Menarche Dini pada Remaja Putri di SMP Umi Kulsum Banjaran Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2016 Fahmi Fuadah 1 1 Mahasiswa Program Pascasarjana Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eplanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih dengan rancangan

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Universitas Indonesia

BAB V HASIL. Universitas Indonesia 40 BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Puskesmas Teluk Pucung Puskesmas Teluk Pucung terletak di Jl. Perjuangan No.1 Bekasi Utara, Kota Bekasi. Wilayah kerja Puskesmas ini, terdiri dari 2 kelurahan, yaitu kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi pola konsumsi gizi dan aktivitas fisik

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi pola konsumsi gizi dan aktivitas fisik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja mengalami peningkatan kebutuhan gizi karena pertumbuhan yang sangat cepat. Tetapi masukan zat gizi mereka sering tidak sesuai dengan kebiasaan makan karena kelompok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Fadhil Al Mahdi STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin *korespondensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perimenopause adalah suatu fase dalam proses menua (aging) yaitu ketika seorang wanita mengalami peralihan dari masa reproduktif ke masa nonreproduktif. Pada fase ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi, dimana dua pertiganya terdapat di negara berkembang. Hipertensi menyebabkan 8 juta penduduk di

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan seseorang dapat dapat diindikasikan oleh meningkatkatnya usia harapan hidup (UHH), akibatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) semakin bertambah banyak

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Kartika 7

Jurnal Kesehatan Kartika 7 HUBUNGAN OBESITAS DENGAN DIABETES MELLITUS DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSU CIBABAT CIMAHI TAHUN 2010 Oleh : Hikmat Rudyana Stikes A. Yani Cimahi ABSTRAK Obesitas merupakan keadaan yang melebihi dari berat

Lebih terperinci

BAB II PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA USIA DEWASA Definisi Osteoporosis

BAB II PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA USIA DEWASA Definisi Osteoporosis BAB II PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA USIA DEWASA 1.1 Perihal Osteoporosis 2.1.1 Definisi Osteoporosis Kata osteoporosis berasal dari bahasa yunani yaitu osteo yang berarti tulang dan porous yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan global dan telah muncul sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko untuk kanker, hipertensi, hiperkolesterolemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Osteoporosis merupakan masalah kesehatan nomor dua di dunia seperti yang dinyatakan oleh WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Osteoporosis merupakan masalah kesehatan nomor dua di dunia seperti yang dinyatakan oleh WHO (World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Osteoporosis merupakan masalah kesehatan nomor dua di dunia seperti yang dinyatakan oleh WHO (World Health Organization) (Salma, 2013: 9). Osteoporosis berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit & BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk di dunia. Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolic

Lebih terperinci

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BUOL

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BUOL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BUOL 1) Rustam I. Laboko 1) Dinas Kesehatan Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah ABSTRAK Penyakit

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DENGAN PRAKTIK PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA REMAJA PUTRI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DENGAN PRAKTIK PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA REMAJA PUTRI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DENGAN PRAKTIK PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA REMAJA PUTRI Indah Risnawati STIKES Muhammadiyah Kudus, Jl. Ganesha

Lebih terperinci

Konsep Kampanye Osteoporosis Melalui Desain Komunikasi Visual

Konsep Kampanye Osteoporosis Melalui Desain Komunikasi Visual KARYA ILMIAH JUDUL KARYA : Konsep Kampanye Osteoporosis Melalui Desain Komunikasi Visual PENCIPTA : Cokorda Alit Artawan, S.Sn.,M.Sn FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2013

Lebih terperinci

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mendapatkan gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian di dunia, yang bertanggung jawab atas 68% dari 56 juta kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradaban manusia telah melewati berbagai macam waktu, hal ini diikuti dengan segala macam perkembangannya. Seiring dengan berkembangnya waktu, manusia melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan (Soekirman, 2000). Di bidang gizi telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU Yeni Mulyani 1, Zaenal Arifin 2, Marwansyah 3 ABSTRAK Penyakit degeneratif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan semakin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol merupakan konstituen utama membrane plasma dan lipoprotein plasma. Senyawa ini sering ditemukan sebagai ester kolesteril, dengan gugus hidroksil di posisi

Lebih terperinci

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI PERSYARATAN UNTUK MENDAPATKAN GELAR SARJANA SAINS ILMU TERAPAN FISIOTERAPI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 Suriani Ginting, Wiwik Dwi Arianti

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK Lexy Oktora Wilda STIKes Satria Bhakti Nganjuk lexyow@gmail.com ABSTRAK Background. Prevalensi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG 7 Anik Eka Purwanti *, Tri Nur Hidayati**,Agustin Syamsianah*** ABSTRAK Latar belakang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya arus globalisasi disegala bidang dengan perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada prilaku dan gaya hidup pada masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 53 BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Departemen Pendidikan Nasional Departemen Pendidikan Nasional merupakan suatu lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab pada usaha pencerdasan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif. 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Walaupun perempuan, umumnya, memiliki umur harapan hidup (UHH) lebih tinggi daripada pria, mereka menghadapi masalah kesehatan yang lebih rumit. Secara kodrati, perempuan mengalami

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 31 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional, yaitu pengambilan data yang dilakukan dalam satu kurun waktu, maksimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronik menahun yang banyak mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit degeneratif tersebut antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Penyakit hipertensi merupakan penyakit nomor satu di Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American Heart Association (2001) terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2011) secara global hampir mencapai satu milyar orang memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) dan dua pertiga ada di negara berkembang. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik 140 mmhg dan Diastolik 85 mmhg merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya berbagai fasilitas dan pelayanan kesehatan serta kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan hidup (UHH) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg pada dua kali pengukuran selang waktu lima

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MENSTRUASI DINI DAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA DI RUANG EDELWIS RSUD ULIN BANJARMASIN

HUBUNGAN ANTARA MENSTRUASI DINI DAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA DI RUANG EDELWIS RSUD ULIN BANJARMASIN HUBUNGAN ANTARA MENSTRUASI DINI DAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA DI RUANG EDELWIS RSUD ULIN BANJARMASIN Indah Nur aini *, Rizqy Amelia 1, Fadhiyah Noor Anisa 1 1 AKBID Sari Mulia Banjarmasin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1-30 November 2014 di Puskesmas Sukaraja Kota Bandar Lampung yang memiliki wilayah

Lebih terperinci

KUISIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI KELURAHAN LEDENG RW 01 KOTAMADYA BANDUNG TAHUN 2009

KUISIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI KELURAHAN LEDENG RW 01 KOTAMADYA BANDUNG TAHUN 2009 Lampiran 1 KUISIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI KELURAHAN LEDENG RW 01 KOTAMADYA BANDUNG TAHUN 2009 Identitas responden : 1. Nama : 2. Alamat : 3.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan- perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN PERTUMBUHAN BAYI DI DESA PAKIJANGAN KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN PERTUMBUHAN BAYI DI DESA PAKIJANGAN KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN PERTUMBUHAN BAYI DI DESA PAKIJANGAN KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES Sri Nani Prawiraningrum 1, Agi Erlina 2 dan Rokhani Oktalistiani 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala utama nyeri (Dewi, 2009). Nyeri Sendi merupakan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala utama nyeri (Dewi, 2009). Nyeri Sendi merupakan penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia suatu saat pasti akan mengalami proses penuaan. Salah satu perubahan kondisi fisik karena menua adalah pada sistem muskuloskeletal yaitu gangguan

Lebih terperinci

Osteoporosis, Konsumsi Susu, Jenis Kelamin, Umur, dan Daerah, Di DKI Jakarta, Jawa Barat,

Osteoporosis, Konsumsi Susu, Jenis Kelamin, Umur, dan Daerah, Di DKI Jakarta, Jawa Barat, Osteoporosis, Konsumsi Susu, Jenis Kelamin, Umur, dan Daerah, Di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur Tuesday, April 29, 2014 http://www.esaunggul.ac.id/article/osteoporosis-konsumsi-susu-jenis-kelamin-umur-dan-daerah-di-dki-ja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di suatu negara dapat dinilai melalui derajat kesehatan masyarakat. Indikator yang digunakan untuk menilai kesehatan masyarakat ialah angka kesakitan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di dunia saat ini telah mengakibatkan berbagai perubahan pola penyakit, yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 43 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian cross sectional. Desain ini dipilih sesuai dengan kegunaan dari desain studi cross sectional,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014 HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014 Herlina 1, *Resli 2 1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Prima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alat kontrasepsi hormonal merupakan alat kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dan progesteron yang dapat mencegah ovulasi dan kehamilan. Alat kontrasepsi non

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menopause bukanlah suatu penyakit ataupun kelainan dan terjadi pada akhir siklus

BAB 1 PENDAHULUAN. Menopause bukanlah suatu penyakit ataupun kelainan dan terjadi pada akhir siklus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dalam perjalanan hidup seorang perempuan dan suatu proses alamiah sejalan dengan bertambahnya usia. Menopause bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi atau yang dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang mencapai lebih dari 140/90 mmhg. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang menjadi salah satu penyebab kematian di dunia. Penderita hipertensi setiap tahunnya terus menerus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Geografis Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota negara Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN SENAM OSTEOPOROSIS DENGAN KEJADIAN OSTEOPOROSIS PADA PESERTA SENAM DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA. Farida Umamah, Faisal Rahman

HUBUNGAN SENAM OSTEOPOROSIS DENGAN KEJADIAN OSTEOPOROSIS PADA PESERTA SENAM DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA. Farida Umamah, Faisal Rahman HUBUNGAN SENAM OSTEOPOROSIS DENGAN KEJADIAN OSTEOPOROSIS PADA PESERTA SENAM DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA Farida Umamah, Faisal Rahman Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka konsep : Berdasarkan tujuan penelitian diatas, kerangka konsep gambaran tingkat pengetahuan dan sikap terhadap osteoporosis dan asupan kalsium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi terbanyak keempat setelah China, India,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan usia banyak terjadi proses pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan usia banyak terjadi proses pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pertambahan usia banyak terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan pada manusia, namun pada suatu saat pertumbuhan dan perkembangan tersebut berhenti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu kelompok penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data American Heart Association

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat maka pola penyakit pun mengalami perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi

Lebih terperinci

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT Tulang yang kuat benar-benar tidak terpisahkan dalam keberhasilan Anda sebagai seorang atlet. Struktur kerangka Anda memberikan kekuatan dan kekakuan yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup masyarakat menjadi pola hidup tidak sehat telah mendorong terjadinya berbagai penyakit yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Penyakit akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehatlah manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnyausia harapan hidup penduduk akibatnya jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

Vol. 10 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Medika Respati ISSN :

Vol. 10 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Medika Respati ISSN : Vol. Nomor Januari Jurnal Medika Respati ISSN : 97-7 HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN ASMA PADA ANAK USIA 6 TAHUN DI PUSKESMAS RAWAT INAP WAIRASA SUMBA TENGAH

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA MAKASSAR HERIANI

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA MAKASSAR HERIANI ABSTRAK FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA MAKASSAR HERIANI Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar Program Studi Ilmu Keperawatan Tekanan darah tinggi biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pengunyahan atau sistem mastikasi merupakan suatu proses penghancuran makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini adalah

Lebih terperinci