BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai makhluk hidup, serta antara makhluk hidup dengan lingkungannya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai makhluk hidup, serta antara makhluk hidup dengan lingkungannya"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Keilmuan 1. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati muncul karena adanya persamaan dan perbedaan cirri serta sifat yang dimiliki oleh makhluk hidup. Perbedaan ini dapat dilihat dari bentuk, penampilan, jumlah, ukuran, serta ciri-ciri lain yang dimiliki makhluk hidup. Mempelajari keanekaragaman hayati dapat dimulai dengan cara mengelompokkan organisme yang memiliki ciri morfologi yang sama dan memisahkannya berdasarkan perbedaan ciri morfologinya. Selanjutnya dapat dilakukan berdasarkan karakteristik yang lebih mendalam dan spesifik (Satino, 2012:2-3). Keanekaragaman hayati adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keanekaan bentuk kehidupan di bumi, interaksi di antara berbagai makhluk hidup, serta antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Bappenas, 2004:6). Keanekaragaman hayati umumnya dianggap memiliki tiga tingkatan yang berbeda yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman ekosistem. Keanekaragaman hayati meningkat ketika variasi genetik baru dihasilkan, spesies baru berevolusi, atau ketika satu ekosistem baru terbentuk. Keanekaragaman hayati akan berkurang dengan berkurangnya spesies, satu spesies punah atau ekosistem hilang maupun rusak. Konsep ini menekankan sifat keterkaitan dunia kehidupan dan proses-prosesnya (Satino, 2012:4).

2 Pembagian keanekaragaman hayati menjadi tiga tingkatan tersebut didasarkan pada keterwakilan dari ranah organisasi molekuler. Dalam mempelajari makhluk hidup dikenal ada tiga pengelompokan yang didasarkan pada ranah yang berbeda, yaitu : a. Pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan Taksonomi Pengelompokan makhluk hidup didasarkan pada persamaan dan perbedaan dan disusun secara bertingkat yang bertujuan untuk mempermudah dalam mempelajarinya dan dikenal dengan istilah tingkatan taksa/taksonomi. Secara umum ada beberapa tingkatan taksa yang telah dikenal antara lain: Kindom, Filum/Devisio, Class (Kelas), Ordo (Bangsa), Famili (Suku), Genus (Marga), dan Spesies (Jenis). Dari pengelompokkan ini lahirlah keanekaragaman hayati tingkat jenis yang dianggap dapat mewakili keanekaragaman organism secara taksonomi. b. Pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan komplektisitas materi penyusun. Pengelompokkan ini didasarkan pada komplektisitas penyusunnya tanpa mempertimbangkan adanya interaksi sebagai sebuah sistem. Hasilnya didapatkan pengelompokkan makhluk hidup dari yang sederhana hingga yang paling kompleks, meliputi: atom, molekul, gen, sel, jaringan, organ, individu, populasi, dan komunitas. Kemudian lahirlah keanekaragaman hayatitingkat gen yang dianggap mewakili keanekaragaman hayati berdasarkan komplektisitas meteri penyusunnya. c. Pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan koplektisitas materi penyusun dan interaksinya. 10

3 Dikenal dengan istilah biosistem, yaitu organisasi kehidupan dipandang sebagai sebuah sistem yang saling berinteraksi dan tidak berdiri sendiri. Secara bertingkat dikenal dengan istilah: sistem atom, sistem molekul, sistem gen, sistem sel, sistem jaringan, sistem organ, sistem individu (organism), sistem populasi, dan sistem komunitas (ekosistem). Dari pengelompokan ini lahirlah keanekaragaman hayati tingkat ekosistem yang dianggap dapat mewakili dalam mempelajari salah satu keanekarahaman hayati. (Satino, 2012:5-10) 2. Keanekaragaman Jenis Capung Keanekaragaman jenis adalah keanekaan spesies organisme yang menempati suatu ekosistem, di darat maupun di perairan. Dengan demikian masing-masing organisme mempunyai ciri yang berbeda satu dengan yang lain (Bappenas, 2004 : 6). Keanekaragaman tingkat jenis ditunjukkan dengan adanya beraneka macam jenis makhluk hidup baik tumbuhan, hewan, maupun mikroba. Keanekaragaman jenis capug ditunjukkan dengan adanya persamaan dan perbedaan yang terdapat pada satu jenis capung dengan jenis lainnya. Perbedaan yang terdapat diantara organise berbrda jenis leboh banyak dibandingkan dengan perbedaan yang terdapat diantara organisme satu jenis. Dua organisme yang berbeda jenis mempunyai susunan gen yang lebih banyak perbedaanya dari pada yang tergolong satu jenis (IGP Suryadharma dkk, 1997 : 27). 3. Capung (Ordo Odonata) a. Morfologi Capung Istilah capung dalam bahasa Indonesia biasa ditujukan kepada kedua sub ordo odonata, yaitu Anisoptera atau capung biasa dan Zygoptera atau capung jarum. Capung termasuk ke dalam kelas Insecta/Serangga. Secara umum, 11

4 serangga merupakan kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang bertungkai enam, oleh karena itu mereka disebut pula Hexapoda atau berkaki enam. Secara morfologi, tubuh serangga dewasa dapat dibedakan menjadi tiga bagian. Ketiga bagian tubuh serangga dewasa tersebut adalah kepala (caput), dada (thoraks), dan perut (abdomen) (Andika Prasetya. 2014) Kepala atau caput capung berbentuk kapsul, merupakan bangunan yang kuat yang dilengkapi dengan mulut, antena, dan mata (Mochamad Hadi. 2009:3). Capung memiliki sepasang mata yang mampu melihat kesegala arah, berukuran besar dan hampir memenuhi seluruh kepala yang terdiri dari mata majemuk dan mata tunggal. Terdapat sepasang antena yang bertipe setaceus berbentuk seperti duri, ruas-ruasnya lebih mengecil pada bagian ujung (Suhara. 2014:11). Mulut capung bertipe pengunyah yang dapat digunakan untuk memegang, menggerakkan, dan mengunyah makanan. Dada atau toraks relatif kecil dengan dilengkapi sayap dan tungkai. Capung memiliki sayap bertipe sayap membran yang terdiri dari dua pasang, biasa disebut sayap depan dan sayap belakang. Bentuk sayap memanjang, berangka, dan berselaput. Pada sub ordo Anisoptera, mempunyai sayap belakang yang lebih lebar. Pada waktu istirahat, sayap diletakkan secara horizontal atau membuka. Sedangkan pada sub ordo Zygoptera atau capung jarum, sayap dapan dan sayap belakang memilik memiliki bentuk yang relatif serupa dengan bagian dasar sayap menyempit. Pada saat istirahat umunya capung jarum meletakkan sayapnya dalam keadaan menutup (Borror. 1992: ). Tungkai capung 12

5 relatif pendek berjumlah 3 pasang yang bertipe raptorial yang berfungsi untuk menangkap mangsa dan hinggap. Perut atau abdomen berbentuk memanjang, agak silindris, beruas-ruas, meruncing dibagian ujung, dan terdapat kelenjar kelamin. Ruas abdomen berjumlah sepuluh yang bersifat fleksibel. Menurut William dan Feltmate (1992 dalam Siti Nurul. 2008:5) ukuran abdomen pada ruas pertama, kedua, kedelapan, dan kesepuluh lebih pendek daripada ruas lain. Kelenjar kelamin dan lubang kelamin berada di ujung abdomen, namun pada capung jantan alat penyampai (penis) dan cantol-cantol pelengkap berada di dasar abdomen pada ruas ke dua dan tiga, sedangkan pada capung betina berada di ujung abdomen (Redaksi Ensiklopedi Indonesia.1989:37) b. Klasifikasi Capung Secara keseluruhan, capung terdiri dari dua sub ordo yaitu Anisoptera dan Zygoptera, keduanya terbagi lagi ke dalam 29 famili, 58 sub famili dan 600 genus. Jumlah nama spesies capung di dunia mencapai 6000 nama (Silsby, Jill : 71). Pembagian Ordo Odonata menjadi Sub Ordo Anisoptera dan Zygoptera didasarkan pada bentuk sayap dan sifat-sifat sayapnya. Pembagian dari sub ordo ke famili didasarkan pada sifat sayap, meliputi susunan vena, corak sayap, dan bentuk sayap. Serta pada mata facet, alat mulut terutama labium, dan lobus pada ruas ke-2 abdomen dari yang jantan. Sub Ordo Anisoptera memiliki tubuh yang kuat dengan panjang berkisar antara 2,5-9 cm. Sayap depan lebih kecil dari pada sayap belakang. Pada saat istirahat, posisi sayap dalam keadaan terbuka/horizontal. Pada jantan 13

6 mempunyai alat tambahan (terminal appendages) sebanyak 3 buah (2 diatas dan 1 dibawah). Sedangkan pada betina mempunyai 2 buah dorsal terminal appendages. Nimfa berukuran besar mempunyai insang di rectum. Sub ordo Zygoptera memiliki bentuk dan ukuran sayap depan dan belakang relatif sama. Pada saat istirahat posisi sayap dalam keadaan tertutup dan tegak lurus dengan tubuh. Abdomen berbentuk ramping. Pada jantan memiliki 4 buah alat tambahan, betina memiliki ovivositor yang berkembang dengan baik. Nimfa Zygoptera mempunyai insang yang berbentuk daun dan berjumlah 3 buah (Mochamad Hadi. 2009: ). c. Habitat Capung Capung dewasa sering terlihat di tempat-tempat terbuka, terutama diperairan tempat mereka berbiak dan mencari makan. Capung dan capung jarum menyebar luas di hutan-hutan, kebun, sawah, sungai, dan danau, hingga ke pekarangan rumah lingkungan perkotaan, tepi pantai hingga ketinggian lebih dari 3000 m dpl. Sebagian besar capung senang hinggap di pucuk rumput, perdu, dan ranting-ranting pohon yang tumbuh di sekitar perairan (Shanti Susanti. 1998:11). Beberapa jenis capung dewasa merupakan penerbang yang sangat kuat, sehingga sering kali dapat ditemukan jauh dari wilayah perairan. d. Siklus Hidup dan Reproduksi Capung Capung merupakan salah satu contoh serangga yang mengalami metamorfosis tidak sempurna atau hemimetabola. Di masa hidupnya, capung mengalami tiga tahap perubahan bentuk yaitu telur, nimfa, dan capung dewasa 14

7 (Shanti Susanti. 1998:14). Saat terjadi kopulasi, capung jantan mengaitkan ujung abdomennya di leher betina kemudian betina akan membengkokkan abdomennya ke atas dan mengaitkan ujung abdomennya ke organ genital jantan yang ada di ruas 2-3 abdomen jantan. Kopulasi bisa terjadi dalam keadaan terbang maupun tengger. Setelah terjadi kopulasi, capung betina akan meletakkan telurnya di air atau disisipkan pada tanaman air (Wahyu Sigit. 2013:23). Telur capung ada yang berbentuk panjang silindris dan ada yang bulat, di salah satu sudut ada satu atau beberapa lubang yang sangat kecil yang digunakan untuk jalan memasukkan sperma sebelum telur diletakkan di air. Telur tersebut kemudian akan menetas menjadi nimfa. Lama masa penetasan ini bervariasi satu jenis dengan jenis lain, antara 1-3 minggu. Predator utama telur capung adalah ikan dan siput. Nimfa capug memilik bentuk yang mirip dengan bentuk capung dewasa, kecuali sayap dan organ reproduksi. Organ reproduksi dan sayap pada nimfa belum berkembang (Aprizal Lukman : 43) Nimfa capung dapat hidup di air selama beberapa bulan hingga tahun dan sangat sensitif terhadap kondisi air yang tercemar. Sebagian besar kehidupan capung dihabiskan dalam tahap ini dan bernafas dengan menggunakan insang. Pada masa perkembangannya sebelum menjadi capung dewasa, nimfa capung akan mengalami pergantian kulit (moulting) sebanyak 6-15 kali, tergantung jenis capungnya, atau yang disebut dengan tahap instar. Nimfa jenis capung 15

8 tertentu dapat mengalami masa istirahat yang menunda perkembangan hingga musim tertentu yang sesuai bagi kehidupannya (Shanti Susanti.1998:16-17). Proses pergantian kulit atau moulting ini dipengaruhi oleh hormon. Serangga memiliki tiga hormon yang berpedan dalam metamorfosis yaitu hormon otak (ecdysiotropin) yang dihasilkan dalam corpora cardiace, hormon moulting atau ecdyson (protoracic gland/pgh) yang dihasilkan oleh kelenjar protoraks, dan hormon juvenil (JH) yangdihasilkan oleh corpora allata yaitu sepasang kelenjar endokrin yang terletak di otak. Capung memiliki kerangka luar yang disebut eksoskleleton yang menutupi seluruh tubunhnya namun tidak bisa mengalami pertumbuhan, sedangkan tubuh nimfa capung terus mengalami pertumbuhan. Akibatnya nimfa capung harus melakukan moulting beberapa kali selama hidupnya (Aprizal Lukman : 43). Secara berkala sel-sel neurosekretori di dalam otak menghasilkan hormon otak/ecdysiotropin. Hormon ini merangsang kelenjar protoraks untuk menghasilkan hormon edyson yang kemudian merangsan pertumbuhan dan menyebabkan epidermis menggetahkan suatu kutikula baru yang menyebabkan dimulainya proses pengelupasan kulit atau moulting. Selain ecdyson, proses moulting juga dipengaruhi oleh hormon juvenil. Selama hormon juvenil masih diproduksi, rangkaian pengelupasan kulit yang terjadi di bawah pengaruh ecdyson hanya akan menghasilkan stadium tidak dewasa (masih tetap menjadi nimfa). Jika saat nimfa capung moulting dan tidak menghasilkan hormin juvenil maka nimfa tersebut akan menjadi bentuk dewasa (capung dewasa) (Aprizal Lukman : 43-44). 16

9 Setelah nimfa tua/matang (mature) dan siap menjadi capung dewasa, nimfa capung akan memanjat tanaman air atau benda lain untuk keluar dari air. Pada waktu tersebut fungsi insang akan terhenti dan digantikan oleh lubang dubur. Proses ini umumnya terjadi di pagi hari sebelum matahari terbit. Capung dewasa keluar dengan merobek kulit nimfa tua, umumnya membutuhkan waktu 1-2 jam untuk bisa terbang. Jenis capung tertentu membutuhkan waktu lebih lama, bisa sampai seharian baru bisa terbang. Periode pematangan reproduksi capung dewasa Zygoptera terjadi selama 2 sampai 30 hari sedangkan subordo Anisoptera berlangsung selama 6 sampai 45 hari yang dipengaruhi oleh jenis spesies, cuaca, lingkungan dan habitat. Masa reproduksi berlangsung selama satu sampai delapan minggu. Periode pematangan berlangsung sejak kemunculan naiad sampai kematangan seksual yang melibatkan; perubahan warna tubuh, warna sayap, perkembangan alat kelamin, ukuran dan kemunculan ektoparasit tertentu dan pertumbuhan jumlah lapisan pada endokutikula (William & Feltmate 1992 dalam Siti Nurul. 2008:6) e. Peran Capung bagi Kehidupan Capung memiliki manfaat secara tidak langsung bagi manusia. Dari sisi kesehatan, nimfa capung berperan sebagai predator jentik-jentik nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit malaria dan demam berdarah. Berdasarkan hasil temuan baru-baru ini telah terungkap bahwa capung merupakan pembasmi yang efektif terhadap nyamuk-nyamuk yang menyebabkan penyakit demam berdarah. Dari sisi pertanian, capung dewasa merupakan predator hama 17

10 tanaman. Makanan capung dewasa antara lain belalang, ngengat, lalat dan serangga lainnya (Susanti : 24-25). Capung dapat digunakan sebagai indikator lingkungan karena capung merupakan cerminan perubahan alam yang sangat nyata. Kehidupan nimfa capung sangat dipenngaruhi oleh kondisi air di tempat hidupnya. Eksistensi capung pada suatu wilayah secara langsung menunjukkan kondisi terkini alam yang sedang dipantau (Dan Brata : 12). 18

11 B. Kajian Kependidikan 1. Hakikat Pembelajaran Biologi Pembelajaran menurut Syamsu Mappa dan Anisah Basleman (1994: 11), merupakan suatu proses usaha untuk memenuhi kebutuhan dan untuk mencapai tujuan. Biologi merupakan ilmu yang mempelajari objek dan persoalan gejala alam. Semua benda dan kejadian alam merupakan sasaran yang dipelajari dalam ilmu biologi. Proses belajar biologi menurut Djohar (1987), merupakan perwujudan dari interaksi subjek (anak didik) dengan objek yang terdiri dari benda dan kejadian, proses dan produk. Pendidikan biologi harus diletakkan sebagai alat pendidikan, bukan sebagai tujuan pendidikan, sehingga konsekuensinya dalam pembelajaran hendaknya memberi pelajaran kepada subyek belajar untuk melakukan interaksi dengan obyek belajar secara mandiri, sehingga dapat mengeksplorasi dan menemukan konsep. Konsep belajar mengajar biologi memiliki tiga persoalan utama, yaitu hakekat mengajar, kedudukan materi meliputi arti dan peranannya, serta kedudukan siswa (Djohar, 1987: 7) Suhardi (2007: 4), mengungkapkan bahwa proses pembelajaran/ proses belajar mengajar biologi merupakan suatu sistem. Sistem pembelajaran tersebut merupakan kesatuan tidak terpisahkan dari empat komponen pembelajaran yang berupa raw input (peserta didik), Instrumental input (masukan instrumental), lingkungan dan out putnya (hasil keluaran) dengan pusat sistem berupa proses pembelajaran. 19

12 Menurut Nuryani Y. Rustaman (2005: 5), dalam proses pembelajaran terkandung kegiatan interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Interaksi dan komunikasi timbal balik antara guru dan siswa merupakan ciri dan syarat utama bagi berlangsungnya proses ini. Perlu dipahami, bahwa interaksi tersebut tidak hanya berupa penyampaian materi pelajaran, melainkan juga menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Selain interaksi antara guru dan siswa, juga interaksi antara siswa dan obyek yang dipelajarinya. Suhardi (2007: 4), menegaskan bahwa hakikat proses belajar adalah interaksi antara siswa dengan obyek yang dipelajarinya sehingga proses pembelajaran tidak tergantung sekali kepada keberadaan guru sebagai pengelola pembelajaran. Hal tersebut menjadi alasan untuk tidak mengesampingkan peranan sumber dan media belajar dalam proses pembelajaran. Lebih lanjut dikatakan oleh Wuryadi (1971: 88), bahwa dalam proses belajar mengajar pada diri siswa akan berkembang tiga ranah yaitu: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tiga ranah tersebut dapat diuraikan menjadi tujuan pendidikan biologi, yaitu: Pengembangan sikap dan pengharagaan, Pengembangan cara berfikir, Pengembangan ketrampilan, baik ketrampilan kerja maupun ketrampilan berfikir, dan Pengembangan pengetahuan dan pengertian serta penggunaan pengetahuan tersebut bagi kepentingan kehidupan manusia. Dalam proses belajar mengajar, guru tidak hanya berfungsi sebagai pemberi ilmu pengetahuan (transmitter of knowledge) tetapi berfungsi juga sebagai pengelola proses belajar mengajar (Prawoto, 1989: 21). 20

13 2. Sumber Belajar Mulyasa (2007: 177) menerangkan, sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat memberi kemudahan belajar, sehingga diperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperlukan. Sumber belajar juga diartikan sebagai daya yang dapat dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagian atau secara keseluruhan. Dari berbagai sumber belajar yang ada, pada garis besarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Manusia, yaitu orang menyampaikan pesan secara langsung, seperti guru, konselor, dan administrator, yang dirancang secara khusus dan disengaja untuk kepentingan belajar (by design). b. Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran, baik yang dirancang secara khusus seperti film pendidikan, peta, grafik, buku, dan lainlain yang disebut media pengajaran (instructional media), maupun bahan yang bersifat umum yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan belajar. c. Lingkungan, yaitu ruang dan tempat di mana sumber-sumber dapat berinteraksi dengan para peserta didik. Ruang dan tempat yang dirancang secara sengaja untuk kepentingan belajar, misalnya perpustakaan, laboratorium, kebun, dan lain-lain. d. Alat dan peralatan, yaitu sumber belajar untuk produksi dan atau memainkan sumber-sumber lain, misalnya: tape recorder, kamera, slide. e. Aktivitas, yaitu sumber belajar yang biasanya merupakan kombinasi antara teknik dengan sumber lain untuk memudahkan belajar. 21

14 Menurut IGP Suryadarma (1997: 5), biologi adalah ilmu yang memiliki ciri menggunakan benda hidup sebagai obyek studinya. Sumber belajar biologi tentunya memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan sumber belajar lainnya. Lebih lanjut Suhardi (2007: 5) menyatakan, sumber belajar biologi adalah segala sesuatu, baik benda maupun gejalanya yang dapat dipergunakan untuk memperoleh pengalaman dalam rangka pemecahan permasalahan biologi tertentu. Keberadaan sumber belajar dapat memungkinkan dan memudahkan terjadinya proses belajar. Sumber belajar dibedakan menjadi dua golongan yaitu sumber belajar yang siap digunakan tanpa ada penyederhanaan dan modifikasi misalnya kebun binatang dan sumber belajar yang disederhanakan atau dimodifikasi misalnya penggunaan sumber belajar menggunakan hasil penelitian. Hasil penelitian apabila akan digunakan sebagai sumber belajar yag digunakan siswa maka harus melalui tahapan-tahapan identifikasi proses dan produk penelitian, seleksi dan modifikasi hasil penelitian dan penerapan dan pengembangan hasil penelitian sebagai sumber belajar. a. Identifikasi proses dan produk penelitian Untuk diangkat sebagai sumber belajar, hasil penelitian harus dikaji berdasarkan kurikulum pendidikan biologi yang berlaku. Tujuan dari pengkajian ini untuk melihat kejelasan potensi ketersediaan objek dan permasalahan yang akan diangkat, kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, sasaran materi dan peruntukan, informasi yang akan diungkap, pedoman eksplorasi dan perolehan yang akan dicapai. 22

15 b. Seleksi dan modifikasi proses dan produk penelitian sebagai sumber belajar. Seleksi dan modifikasi proses dan produk penelitian sebagai sumber belajar dilakukan dengan cara : 1) Menyesuaikan prosedur kerja penelitian dengan kegiatan pembelajaran 2) Menyesuaikan produk penelitian (fakta, konsep dan prinsip) dengan kurikulum c. Penerapan hasil penelitian sebagai sumber belajar ke dalam organisasi instruksional. Penerapan hasil penelitian sebagai sumber belajar dapat berwujud RPP dengan komponen-komponen yaitu konsep, subkonsep, KD, hasil belajar, indikator, uraian materi, sasaran, jenis kegiatan, waktu, metode, sarana dan prasarana, bentuk belajar, sistem interaksi dan alat evaluasi. (Suhardi. 2007:3-17) 3. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Biologi Salah satu sumber belajar yang sangat kaya adalah lingkungan. Menurut UNESCO lingkungan diartikan sebagai faktor-faktor fisik, biologi, sosialekonomi, dan budaya yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung, dan berinteraksi dengan kehidupan seseorang (Mulyasa, 2007: 182). Beberapa contoh lingkungan yang dapat digolongkan sebagai sumber belajar biologi antara lain Kebun Raya, Suaka Marga Satwa, Suaka Alam, Taman Nasional, Taman Laut Asli dan Buatan, dan sebagainya (Suhardi, 2008: 7). Hal yang selaras diungkapkan oleh Sudjoko (1984: 66), lingkungan yang cukup untuk mempelajari IPA dapat menjadi sumber belajar melalui kegiatan 23

16 pengamatan dalam bentuk studi lapangan. Studi lapangan biasanya berjarak cukup jauh dari sekolah dan waktu yang dipergunakan biasanya lebih lama, maka agar waktu dan biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia, dalam arti apa yang dilakukan dalam studi lapangan tetap bernilai bagi siswa yang sedang belajar IPA, persiapan yang matang sangat diperlukan. 4. Research and Development (R&D) Terdapat banyak definisi Research and Development atau Penelitian dan Pengembangan. Secara sederhana R&D bisa di definikan sebagai metode penelitian yang secara sengaja, sistematis, bertujuan/diarahkan untuk mencaritemukan, merumuskan, memperbaiki, mengebangkan, menghasilkan, menguji keefektifan produk, model, metode/strategi/cara, jasa, prosedur tertentu yang lebih unggul, baru, efektif, efisien, produktif, dan bermakna (Nusa Putra. 2015:67). R&D diarahkan untuk mencaritemukan kebaruan dan keunggulan dalam rangka efektifitas, efisiensi, dan produktivitas. Oleh karena itu, R&D selalu dengan tegas dibedakan dari penelitian murni/dasar, walaupun tentu saja tidak dapat dipisahkan dari penelitian murni/dasar. Bahkan sering kali R&D didasarkan pada penelitian murni/dasar. Penelitian dan pengembangan berfungsi untuk memvalidasi dan mengembangkan produk. Memvalidasi produk berarti produk itu telah ada dan peneliti hanya menguji efektivitas atau validitas produk tersebut. Mengembangkan produk dalam arti yang luas dapat berupa memperbarui produk yang telah ada (sehingga menjadi lebih praktis, efektif, dan efisien) atau menciptakan produk baru yang belum pernah ada sebelumnya. Menurut Borg 24

17 and Gall (1989), salah satu jembatan antara penelitian dasar dengan penelitian terapan adalah R & D. Penelitian dasar bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru tentang fenomena yang ada, sedangkan penelitian terapan bertujuan untuk menemukan pengatahuan yang secara praktis dapat diaplikasikan. Metode penelitian dan pengembangan telah banyak digunakan pada bidang-bidang ilmu pengetahuan alam dan teknik. Hampir semua produk teknologi diproduksi dan dikembangkan melalui penelitian dan pengembangan. Penelitian dan pengembangan yang menghsilakn produk tertentu di bidang pendidikan masih sangat rendah. Borg and Gall (2003) mengatakan bahwa penelitian dan pengembangan dalam pendidikan digunakan untuk merancang produk baru dan prosedur, dan selanjutnya diuji lapangan secara sistematis, dievaluasi dan disempurnakan sampai memenuhi kriteria yang spesifik yaitu efektivitas, kualitas, dan memnuhi standar (Sugiyono. 2015:28-34) Berikut ini gambaran langkah-langkah penelitian dan pengembangan dari berbagai penulis. a. Borg and Gall (1989), mengemukakan sepuluh langkah dalam R & D yang telah dikembangkan, yaitu : research and information collecting, Planning, Develop preliminary form a product, Preliminary field testing, Main product revision, Main field testing, Operational product revision, Operational field testing, Final product revision, and Dissemination and implementation. b. Thiagarajan (1974), mengemukakan bahwa ada 4 langkah dalam R & D yang disingkat degan 4D, yaitu : Define, Design, Development, dan Dissemination. 25

18 c. Robert Maribe Branch (2009), mengembangkan desain pembelajaran dengan pendekatan ADDIE, yaitu : Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaliation. d. Richey and Klein (2009), menyatakan bahwa fokus dari perancangan dan penelitian pengembangan bersifat analilis dari awal sampai akhir, yang meliputi Perancangan, Produksi, dan Evaluasi (PPE). (Sugiyono. 2015: 35-39) 5. Lembar Kegiatan Siswa a. Pengertian LKS Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan lembaran-lembaran yang berisikan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembaranlembaran ini biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai (Andi Prastowo : ). b. Bentuk LKS Berdasarkan kelengkapan materi yang dipelajari, LKS dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) LKS Terbuka LKS yang memberikan peluang bagi siswa mengembangkan kreativitas dan daya nalar. Arahan yang diberikan guru biasanya lebih bersifat sebagai stimulasi bagi siswa untuk mengerjakan seuatu kegiatan belajar. Selama kegiatan belajar, guru lebih banyak sebagai fasilitataor dan 26

19 motivator. Sifat menantang dan menumbuhkan sifat keingintahuan siswa menjadi kunci keberhasilan dalam memacu kreativitas belajar siswa. 2) LKS Tertutup LKS yang dikemas sedemikan ketat sehingga tidak memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan daya nalar, kreativitas, minat, dan daya imajinasinya. Siswa dipaksa mengikuti arahan dan mengerjakan tugas-tugas sesuai petunjuk yang telah ditetapkan oleh guru. Penerapan LKS ini biasanya ditujukan kepada siswa yang sedang mulai belajar. 3) LKS Semi Tertutup LKS yang hampir sama denga LKS tertutup namun dibeberapa bagian sengaja diberikan kepada siswa utuk dikembangkan. Bagian-bagian yang diserakhan kepada siswa umunya dirancang guru untuk mengembangkan beberapa kemampuan spesifik pada diri siswa. LKS semacam ini biasanya digunakan untuk belajar secara mandiri atau berkelompok. Peluang yang diberikan guru kepada siswa adalah pengembangan keterampilan melakukan pengamatan, menyusun tabel pengamatan, mendiskusikan dan merumuskan kesimpulan. (Surachman. 2001: 46). c. Syarat Penyusunan LKS Penyusunan LKS yang baik memnurut Hendro dan Kaligis (1992 : 41-46) harus memenuhi persyaratan didaktis, konstruksi, dan teknis. 27

20 1) Syarat Didaktis a) Memperhatikan adanya perbedaan individual, sehingga LKS yang baik adalah yang dapat digunakan oleh siswa yang lamban, sedang, maupun pandai. b) Menekankan ada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga LKS berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk mencari tahu. c) Memperhatikan variasi stimulus siswa melalui berbagai media dan kesempatan kepada siswa untuk menulis, menggambar, berdiskusi, menggunakan alat, dan sebagainya. d) Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, estetika, serta pengalaman belajar yang ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa. 2) Syarat Konstruksi a) Harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan siswa. b) Menggunakan struktur kalimat yang jelas. c) Tata urutan pelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. d) Menghindarkan pernyataan yang selalu terbuka. e) Menggunakan kalimat sederhana dan pendek. f) Menyediakan ruang yang cukup memberikan keleluasaan. g) Menyediakan sumber buku sesuai dengan kemampuan keterbacaan siswa. h) Menggunakan banyak ilustrasi dari pada kata-kata. 28

21 i) Memperhatikan kemampuan berpikir siswa. j) Memiliki tujuan pembelajaran yang jelas. k) Memiliki identitas untuk memudahkan administrasi. 3) Syarat Teknis a) Tulisan dengan menggunakan huruf cetak, huruf tebal, yang agak besar untuk topik, tidak menggunakan lebih dari sepuluh kata dalam setiap kalimat, dan mengusahakan agar perbandingan besar huruf dengan gambar serasi. b) Tata tulis yang pada umumnya memperhatikan ejaan yang telah disempurnakan berdasarkan tata bahasa Indonesia yang berlaku. c) Gambar disajikan dengan memperhatikan kejelasan isi atau pesan dan tingkat sasaran peruntukannya. d) Gambar secara utuh atau tidak, lengkap atau tidak, atau disajikan dengan bagian dipertimbangkan dalam penyajian gambar LKS. e) Penampilan LKS diusahakan menarik bagi penggunanya. Kombinasi antara tata tulisn serta warna disesuaikan dengan tujuan LKS dan sasaran penggunaannya. d. Prosedur Penyusunan LKS 1) Penentuan tujuan instruksional Penentuan tujuan dimulai dengan melalukan analisis siswa yaitu mengenali siapa siswa, perilaku awal dan karakteristik awal yang dimiliki siswa. Tujuan pembelajaran ditulis untuk menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh siswa yang berhasil belajar dengan baik, kompetensi yang 29

22 akan dicapai siswa setelah melalui proses belajar. Tujuan pembelajaran yang baik akan memandu kita dalam memilih topik pembelajaran, menyusun strategi pembelajaran, memilih media dan metode pembelajaran, serta mengembangkan alat evaluasi belajar. 2) Pengumpulan materi Menentukan materi dan tugas yang akan dimuat dalam LKS dan pastikan pilihan ini sejalan dengan tujuan instruksional. Kumpulkan bahan/materi dan buat rincian tugas yang harus dilakukan siswa. Bahan yang akan dibuat dalam LKS dapat dikembangkan sendiri atau memanfaatkan materi yang sudah tersedia. 3) Penyusuna elemen Elemen LKS setidaknya ada unsur materi, tugas, dan latihan. 4) Cek dan penyempurnaan a) Kesesuaian desain dengan tujuan instruksional. b) Kesesuaian materi dengan tujuan konstruksional. c) Kesesuaian elemen dengan tujuan instruksional. d) Memastikan bahwa tugas dan latihan yang diberikan menunjang pencapaian tujuan instruksional. e) Kejelasan penyampaian, meliputi keterbacaan, keterpahaman, dan kecukupan ruang untuk mengerjakan tugas. f) Untuk langkah penyempurnaan dengan meminta tanggapan dan saran siswa kemudian melakukan evaluasi dan perbaikan seperlunya. 30

23 e. Komponen LKS Poppy (dalam Winarsih 2012) menerangkan bahwa sistematika Lembar Kegiatan Siswa secara umum dijabarkan sebagai berikut: 1) Judul, merupakan judul dari kegiatan yang akan dilakukan. 2) Pengantar, berupa uraian singkat yang mengetengahkan bahan pelajaran yang dicakup dalam kegiatan/praktikum. 3) Tujuan, memuat tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang diungkapkan di pengantar. 4) Alat dan bahan, memuat alat dan bahan yang diperlukan. 5) Langkah kegiatan, merupakan instruksi untuk melakukan kegiatan. Dibuat sistematis dan bila perlu menampilan sketsa. 6) Tabel pengamatan, dapat berupa tabel-tabel data untuk mencatat data hasil pengamatan yang diperoleh dari prakktikum. 7) Pengayaan, berupa pertanyaan yang dapat membantu siswa untuk menemukan konsep yang dikembangkan atau untuk mendapatkan kesimpulan. 6. Penilaian Kualitas Produk Berdasarkan Standar Penilaian Buku Pelajaran Sains oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2003, standar penilaian dirumuskan ke dalam tiga aspek yaitu aspek materi, aspek penyajian, dan aspek keterbacaan atau bahasa. 31

24 a. Aspek Materi Standar yang berkaitan dengan aspek materi adalah sebagai berikut : 1) Kelengkapan materi, 2) Keakuratan materi, 3) Kegiatan yang mendukung materi, 4) Kemutahiran materi, 5) Upaya meningkatkan kompetensi sains siswa, 6) Pengorganisasian materi mengikuti sistematika keilmuan, 7) Kegiatan pembelajaran mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir, 8) Materi merangsang siswa untuk melakukan inquiry, dan 9) Penggunaan notasi, simbol, dan satuan. b. Aspek Penyajian 1) Organisasi penyajian umum, 2) Organisasi penyajian perbab, 3) Materi disajikan dengan mempertimbangkan kebermaknaan dan kebermanfaatan, 4) Melibatkan siswa secara aktif mengembangkan prooses pembentukan pengetahuan, 5) Tampilan umum menarik, 6) Variasi dalam cara penyampaian informasi, 7) Meningkaykan kualitas pembelajaran, 8) Anatomi buku pelajaran sains, 32

25 9) Memperhatikan kode etik dan hak cipta, dan 10) Memperhatikan kesetaraan gender dan kepedulian terhadap lingkungan. c. Aspek Bahasa dan Keterbacaan Standar yang berkaitan dengan aspek bahasa atau keterbacaan adalah sebagai berikut : 1) Bahasa Indonesia yangbaik dan benar 2) Peristilahan 3) Kejelasan bahasa 4) Kesesuaian bahasa 33

26 C. Kerangka Berpikir skema: Secara garis besar, berikut adalah kerangka berpikir penelitian dalam bentuk Potensi Jogja Adventure Zone - Salah satu habitat capung yang ada di Yogyakarta. - Keragaman jenis capung yang tinggi - Berbagai persoalan biologi dapat dilihat dan diamati untuk belajar dan menambah pengetahuan. Analisis Studi lebih lanjut potensi capung dan persoalan biologi Identifikasi Masalah di Lapangan: - Pengunjung dari kalangan pendidikan kurang menyadari potensi Jogja Adventure Zone sebagai sumber belajar biologi - Potensi keanekaragaman capung belum diperhatikan oleh sekolah untuk mendukung kegiatan belajar biologi. - Belum adanya panduan yang dapat memandu siswa dalam mempelajari keanekargaman capung di Jogja Adventure Zone Hasil studi dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi bagi Siswa SMA yang berkunjung ke Jogja Adventure Zone Pengembangan hasil studi dalam bentuk LKS Pengintegrasian pendidikan, konservasi, dan wisata di Jogja Adventure Zone Penyusunan LKS Mengamati Capung yang ada di Jogja Adventure Zone bagi siswa kelas X SMA. Gambar 1. Skema kerangka berpikir penelitian keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone sebagai bahan Lembar Kegiatan Siswa bagi siswa kelas X SMA. 34

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

TINJAUAN PUSTAKA. Capung TINJAUAN PUSTAKA Capung Klasifikasi Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ordoodonata, danmemiliki 2 sub ordoyakni sub ordoanisoptera (dragonflies)

TINJAUAN PUSTAKA. ordoodonata, danmemiliki 2 sub ordoyakni sub ordoanisoptera (dragonflies) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Morfologi Capung Capungdiklasifikasikankedalam kingdom animalia, kelasinsekta, ordoodonata, danmemiliki 2 sub ordoyakni sub ordoanisoptera (dragonflies) dansubordozygopteraa (damselflies)

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Proses pembelajaran membutuhkan bahan ajar sebagai salah satu komponen penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar seharusnya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian di Bandar Lampung. Subjek pada tahap studi lapangan adalah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian di Bandar Lampung. Subjek pada tahap studi lapangan adalah III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian di Bandar Lampung. Subjek pada tahap studi lapangan adalah guru dan siswa di tiga SMA Negeri dan tiga SMA Swasta di Bandar Lampung

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian ini di Bandar Lampung. Subjek pada tahap studi lapangan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian ini di Bandar Lampung. Subjek pada tahap studi lapangan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian ini di Bandar Lampung. Subjek pada tahap studi lapangan adalah guru dan siswa di tiga SMA Negeri dan tiga SMA Swasta di Bandar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) LKS merupakan lembaran tempat siswa mengerjakan sesuatu terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN. model pengembangan Research and Development (R&D) yang dikembangkan

BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN. model pengembangan Research and Development (R&D) yang dikembangkan 39 BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 3.1 Model Penelitian Pengembangan Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dan pengembangan, model yang akan dikembangkan dalam pengembangan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi atau Sampel Penelitian Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah salah satu SMA Negeri di kota Bandung, yaitu SMA Negeri 15 Bandung. Populasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D) 46 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D) pada penelitian ini digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab ini akan membahas tentang jenis penelitian yang digunakan, subjek penelitian, desain pengembangan yang dilakukan, teknik dan instrumen pengumpulan data, serta teknik analisis

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) SMP : SMP Negeri 1 Berbah Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) Kelas/Semester : VII/1 Materi Pokok : Makhluk Hidup Submateri : Klasifiasi Makhluk Hidup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian 30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan (Research and Development). Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dan pengembangan atau Research and Development (R&D). Sukmadinata (2011)

III. METODOLOGI PENELITIAN. dan pengembangan atau Research and Development (R&D). Sukmadinata (2011) III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D). Sukmadinata (2011) mengatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS Menurut Dinas Pendidikan Nasional (Prastowo, 2012) Lembar Kerja Siswa (Student Work Sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D). Menurut Sugiyono (01: 407) penelitian dan pengembangan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memenuhi tujuan penelitian, maka penelitian ini didesain dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memenuhi tujuan penelitian, maka penelitian ini didesain dengan 67 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Untuk memenuhi tujuan penelitian, maka penelitian ini didesain dengan pendekatan penelitian pengembangan (Research & Development). Pendekatan ini mengacu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN CAPUNG DI JOGJA ADVENTURE ZONE SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BAGI SISWA KELAS X SMA

KEANEKARAGAMAN CAPUNG DI JOGJA ADVENTURE ZONE SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BAGI SISWA KELAS X SMA 38 Jurnal Prodi Pendidikan Biologi Vol 6 No 1Tahun 2016 KEANEKARAGAMAN CAPUNG DI JOGJA ADVENTURE ZONE SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BAGI SISWA KELAS X SMA DIVERSITY OF DRAGONFLIES IN JOGJA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) IPA BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC. Norma Dewi Shalikhah

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) IPA BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC. Norma Dewi Shalikhah PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) IPA BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC Norma Dewi Shalikhah ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengembangkan LKS IPA berbasis pendekatan scientific pada materi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Suatu hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Suatu hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Potensi Hasil Penelitian Suatu hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi di SMA. Selain itu diharapkan agar proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Mega Biodiversity yang kaya akan keanekaragaman hayati. Menurut Asti, (2010, hlm. 1) bahwa Diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup

A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup B. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Menginventarisasi karakter morfologi individu-individu penyusun populasi 2. Melakukan observasi ataupun pengukuran terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Subjek penelitian ini terdiri dari subjek studi lapangan, subjek penelitian, dan subjek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Subjek penelitian ini terdiri dari subjek studi lapangan, subjek penelitian, dan subjek III. METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini terdiri dari subjek studi lapangan, subjek penelitian, dan subjek uji coba lapangan awal. Subjek studi lapangan adalah 6 guru kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 57 BAB III METODE PENELITIAN Ada beberapa hal yang dibahas dalam metode penelitian, diantaranya adalah () lokasi dan subyek penelitian, () metode penelitian, (3) instrumen penelitian, dan (4) teknik analisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari subjek penelitian studi lapangan, subjek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari subjek penelitian studi lapangan, subjek III. METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini terdiri dari subjek penelitian studi lapangan, subjek penelitian, dan subjek uji coba lapangan awal. Subjek penelitian studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi proses pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi proses pembelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi proses pembelajaran adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini dapat mendukung proses belajar mengajar. Misalnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. peta pikiran mata pelajaran fisika kelas X pada salah satu sekolah menengah atas

III. METODE PENELITIAN. peta pikiran mata pelajaran fisika kelas X pada salah satu sekolah menengah atas 29 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan instrumen penugasan yang berbasis peta pikiran mata pelajaran fisika kelas X pada salah satu sekolah menengah

Lebih terperinci

PENILAIAN LEMBAR KERJA SISWA *) Oleh: Regina Tutik Padmaningrum, MSi**)

PENILAIAN LEMBAR KERJA SISWA *) Oleh: Regina Tutik Padmaningrum, MSi**) PENILAIAN LEMBAR KERJA SISWA *) Oleh: Regina Tutik Padmaningrum, MSi**) regina_tutikp@uny.ac.id Pengertian Lembar Kerja Siswa (LKS) LKS adalah media pembelajaran yang digunakan sebagai media belajar alternatif.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. atau Research and Development (R&D), yang bertujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. atau Research and Development (R&D), yang bertujuan untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D), yang bertujuan untuk mengembangkan produk yang akan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dan pengembangan. Menurut Sugiyono (2010), metode penelitian dan pengembangan

III. METODOLOGI PENELITIAN. dan pengembangan. Menurut Sugiyono (2010), metode penelitian dan pengembangan 24 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan. Menurut Sugiyono (2010), metode penelitian dan pengembangan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LINGKUNGAN DALAM PEMBELAJARAN Yuni Wibowo, S.Pd.

PEMANFAATAN LINGKUNGAN DALAM PEMBELAJARAN Yuni Wibowo, S.Pd. PEMANFAATAN LINGKUNGAN DALAM PEMBELAJARAN Yuni Wibowo, S.Pd. PENDAHULUAN Kurikulum berbasis kompetensi memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sesuai

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Biologi Kelas/ Semester : X (Sepuluh)/ 2 Materi Pokok : Keanekaragaman Hayati Pertemuan : Alokasi Waktu : x 5 menit A. Standar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Bangsa : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dan pengembangan (Research and Development). Menurut Borg and Gall (2003),

III. METODOLOGI PENELITIAN. dan pengembangan (Research and Development). Menurut Borg and Gall (2003), III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan (Research and Development). Menurut Borg and Gall (2003),

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pendahuluan Pendalaman Materi Fisika SMP

PENDAHULUAN. Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pendahuluan Pendalaman Materi Fisika SMP PENDAHULUAN Dengan mengacu kepada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam standar nasional pendidikan, setiap satuan pendidikan (sekolah) diberi kebebasan (harus) mengembangkan Kurikulum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Pengamatan Keempat tempat penelitian terletak di Kebun Raya Bogor. Posisi masingmasing lokasi tertera pada Gambar 1. a. Taman Lebak Sudjana Kassan Taman ini berada di pinggir

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. LKS ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (research

III. METODOLOGI PENELITIAN. LKS ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (research 33 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan LKS berbasis representasi kimia yang meliputi representasi makroskopik, submikroskopik dan simbolik. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Ada beberapa hal yang dibahas dalam metode penelitian, diantaranya adalah lokasi dan subyek penelitian, metode penelitian, diagram alir penelitian, instrumen penelitian, teknik

Lebih terperinci

Fokus Lahan Basah Eksploitasi Satwa Liar di Perairan Hulu Mahakam 3. Konservasi Lahan Basah Potensi Ekowisata Mangrove Pesisir Sawah Luhur 4

Fokus Lahan Basah Eksploitasi Satwa Liar di Perairan Hulu Mahakam 3. Konservasi Lahan Basah Potensi Ekowisata Mangrove Pesisir Sawah Luhur 4 Dari Redaksi Daftar Isi Fokus Lahan Basah Eksploitasi Satwa Liar di Perairan Hulu Mahakam 3 Salam redaksi, Salam sejahtera bagi kita semua. Cukup lama tak bersua, semoga tidak memutuskan ikatan silahturahmi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian dalam Pengembangan Multimedia Interaktif Berbasis Kecerdasan Jamak ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development/R&D)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. (Research and Development). Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. (Research and Development). Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan (Research and Development). Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. mengembangkan produk pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan.

III. METODE PENELITIAN. mengembangkan produk pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan. 51 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan (Research and Development) adalah sebuah proses yang digunakan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

DAUR HIDUP HEWAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KELAS IV SD. Disusun oleh: Taufik Ariyanto /

DAUR HIDUP HEWAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KELAS IV SD. Disusun oleh: Taufik Ariyanto / DAUR HIDUP HEWAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KELAS IV SD Disusun oleh: Taufik Ariyanto / 101134063 P ernahkah kamu melihat perkembangan hewan yang hidup di lingkunganmu? Jika kamu memelihara hewan, kamu pasti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 41 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan untuk mengembangkan instrumen penilaian otentik yang valid dan reliabel dalam pengetahuan dan keterampilan praktikum siswa SMK. Setelah itu, instrumen

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.5. Metagenesis. Metamorfosis. Regenerasi

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.5. Metagenesis. Metamorfosis. Regenerasi SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.5 1. Pada siklus hidup hewan tertentu, terjadi perubahan bentuk tubuh dari embrio sampai dewasa. Perubahan bentuk tubuh ini disebut...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses belajar mengajar mengandung interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Proses

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pengembangan dan validasi produk. Penelitian pengembangan sering dikenal

TINJAUAN PUSTAKA. pengembangan dan validasi produk. Penelitian pengembangan sering dikenal 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Pengembangan Penelitian pengembangan merupakan jenis penelitian yang berorientasi pada pengembangan dan validasi produk. Penelitian pengembangan sering dikenal dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB II. dengan menggunakan media. Karena media adalah salah satu sumber belajar. dalam menyampaikan pesan kepada siswa.

BAB II. dengan menggunakan media. Karena media adalah salah satu sumber belajar. dalam menyampaikan pesan kepada siswa. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Media Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Menurut Gagne (Sadiman,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang dilakukan dengan pendekatan deskriptif. Jenis penelitian ini secara keseluruhan merupakan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Langkah-langkah Penelitian Langkah penelitian yang dilakukan pada penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi teori 1. Kajian Kependidikan a. Proses Pembelajaran Biologi Biologi merupakan ilmu yang mempelajari objek dan persoalan gejala alam. Semua benda dan kejadian alam merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan beriringan,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan beriringan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan beriringan, demikian juga halnya dengan pembelajaran biologi yang dapat dilukiskan dalam suatu sistem. Artinya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaknai pembelajaran dengan baik (Fauzan, 2012). pengembangan aspek sensori-motorik, afektif, dan nilai-nilai (value).

BAB I PENDAHULUAN. memaknai pembelajaran dengan baik (Fauzan, 2012). pengembangan aspek sensori-motorik, afektif, dan nilai-nilai (value). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lingkungan belajar yang memiliki potensi untuk menarik perhatian kelima indera dan dikombinasikan dengan aktivitas fisik, akan membantu perkembangan otak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (educational research and development) yang mengembangkan bahan ajar

BAB III METODE PENELITIAN. (educational research and development) yang mengembangkan bahan ajar BAB III METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan pendidikan (educational research and development) yang mengembangkan bahan ajar pada mata pelajaran IPS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Model Pengembangan Sugiyono (2014) menjelaskan, metode penelitian dan pengembangan adalah penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan

Lebih terperinci

Tim Uji Jumlah Karateristik sampel Proses dan orientasi produk

Tim Uji Jumlah Karateristik sampel Proses dan orientasi produk BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Cihampelas Jln. Raya Sayuran Desa Mekarmukti Kec. Cihampelas, Kab. Bandung Barat 40562. Dipilihnya lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pengembangan diri suatu individu tak lepas dari peran pendidikan. Pengembangan yang dilakukan tidak terbelenggu pada ranah kognitif saja, namun juga

Lebih terperinci

III.METODE PENGEMBANGAN. A. Metode Pengembangan dan Subjek Pengembangan. Metode pengembangan yang digunakan pada pengembangan ini adalah penelitian

III.METODE PENGEMBANGAN. A. Metode Pengembangan dan Subjek Pengembangan. Metode pengembangan yang digunakan pada pengembangan ini adalah penelitian 50 III.METODE PENGEMBANGAN A. Metode Pengembangan dan Subjek Pengembangan Metode pengembangan yang digunakan pada pengembangan ini adalah penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D).

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU TEMA PEMANASAN GLOBAL BERBASIS KOMIK DI SMPN 4 DELANGGU

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU TEMA PEMANASAN GLOBAL BERBASIS KOMIK DI SMPN 4 DELANGGU PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU TEMA PEMANASAN GLOBAL BERBASIS KOMIK DI SMPN 4 DELANGGU Kristanti 1), Widha Sunarno 2), Cari 3) 1 tantiwidodo@gmail.com 2 widhasunarno@gmail.com 3 carinln@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (R&D) bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk berupa Lembar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (R&D) bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk berupa Lembar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Research and Development (R&D) bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS) melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai diterapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai diterapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai diterapkan pada tahun 2006 mengedepankan pengangkatan potensi lokal untuk digunakan sebagai program kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, pengalaman individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, pengalaman individu 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, pengalaman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji kefektifan produk tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji kefektifan produk tersebut. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Penelitian Pengembangan Metode penelitian pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji kefektifan produk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Ilmu Kimia Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Pendidikan merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sesuai dengan tuntutan kurikulum bahwa kompetensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pendekatan Pembelajaran Inquiry 2.1.1.1 Pendekatan Pembelajaran Guru di dalam kelas ialah menggunakan pendekatan pembelajaran sebab kegiatan belajar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN O 1 X O 2. Gambar 3.1 Desain Penelitian One-Group Pretest-Posttest.

BAB III METODE PENELITIAN O 1 X O 2. Gambar 3.1 Desain Penelitian One-Group Pretest-Posttest. 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA negeri di Kota Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA pada tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Definisi penelitian dan pengembangan (R & D) Penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa inggrisnya Research and

BAB III METODE PENELITIAN. A. Definisi penelitian dan pengembangan (R & D) Penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa inggrisnya Research and BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi penelitian dan pengembangan (R & D) Penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa inggrisnya Research and Development (R & D) adalah metode penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab III tesis ini bertujuan menjelaskan metode dan prosedur atau tahapan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab III tesis ini bertujuan menjelaskan metode dan prosedur atau tahapan 62 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab III tesis ini bertujuan menjelaskan metode dan prosedur atau tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu mulai persiapan hingga akhir penelitian serta instrumen

Lebih terperinci

Petunjuk Praktikum. Entomologi Dasar. ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono

Petunjuk Praktikum. Entomologi Dasar. ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono Petunjuk Praktikum Entomologi Dasar ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono Laboratorium Entomologi Dasar Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur keseimbangan alam. Perairan merupakan ekosistem yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur keseimbangan alam. Perairan merupakan ekosistem yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ekosistem perairan memiliki kontribusi dan keterlibatan yang sangat besar dalam mengatur keseimbangan alam. Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting

Lebih terperinci

BAB II PROSES METAMORFOSIS KUPU-KUPU. menetas. Proses ini melibatkan perubahan bentuk atau struktur

BAB II PROSES METAMORFOSIS KUPU-KUPU. menetas. Proses ini melibatkan perubahan bentuk atau struktur BAB II PROSES METAMORFOSIS KUPU-KUPU 2.1 Metamorfosis Metamorfosis adalah suatu proses biologi dimana hewan secara fisik mengalami perkembangan biologis setelah dilahirkan atau menetas. Proses ini melibatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ajar Diknas 2004 (Prastowo, 2012 : 203), lembar kegiatan siswa (student

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ajar Diknas 2004 (Prastowo, 2012 : 203), lembar kegiatan siswa (student 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lembar Kerja Siswa (LKS) a. Pengertian LKS Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu bentuk bahan ajar cetak (printed). Menurut Pedoman Umum Pengembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pengembangan atau research and development. Metode ini digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan diartikan sebagai suatu proses (perbuatan) yang bertujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan diartikan sebagai suatu proses (perbuatan) yang bertujuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengembangan Sistem Pembelajaran Pengembangan diartikan sebagai suatu proses (perbuatan) yang bertujuan untuk mengembangkan sesuatu. Pengembangan senantiasaa didasarkan kepada pengalaman,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. Penerapan pendekatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. Penerapan pendekatan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Kontekstual Pendekatan kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. Penerapan pendekatan kontekstual di kelas kelas yang diselenggarakan di Amerika pertama- tama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. satu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan dan menguji

BAB III METODE PENELITIAN. satu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan dan menguji BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian dan Pengembangan Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and Development). Penelitian dan pengembangan merupakan salah satu

Lebih terperinci