6. KARAKTERISTIK SIFAT FISIK KIMIA DAGING DAN ORGANOLEPTIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6. KARAKTERISTIK SIFAT FISIK KIMIA DAGING DAN ORGANOLEPTIK"

Transkripsi

1 6. KARAKTERISTIK SIFAT FISIK KIMIA DAGING DAN ORGANOLEPTIK Pendahuluan Tikus ekor putih merupakan hewan alternatif penghasil daging yang dagingnya hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja yakni masyarakat Sulawesi Utara khususnya di kabupaten Minahasa dan kota Manado Beberapa sifat fisik dan kimia daging erat hubungannya dengan kualitas daging. Hal ini disebabkan sifat-sifat tersebut merupakan faktor penentu dalam penilaian kualitas ataupun mutu daging. Pada dasarnya kualitas daging ditentukan oleh selera konsumen dan nilai gizi dari daging itu sendiri. Kualitas daging di setiap daerah atau negara untuk waktu tertentu bisa berubah-ubah sesuai dengan penilaian (selera) konsumen. Nilai seekor ternak potong ditentukan oleh beberapa faktor antara lain persentase berat karkas, kandungan nilai gizinya antara lain kadar protein, kadar lemak, asam lemak, ph, daya mengikat air daging, dan nilai glikogen dari daging tersebut Sehubungan dengan telah dibudidayakannya tikus ekor putih perlu diketahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap daging tikus ekor putih dibandingkan dengan daging lain, sebab kualitas daging ditentukan juga oleh tingkat kesukaan (preferensi) masyarakat. Preferensi adalah kecenderungan pilihan seseorang terhadap sesuatu dibandingkan dengan yang lain. Preferensi merupakan perwujudan penilaian alternatif yang merupakan tahap ketiga dalam perilaku konsumen setelah tahap pengenalan dan pencarian informasi. Ditinjau dari aspek gizi belum ada penelitian mengenai kandungan zat gizi dari tikus ekor putih dan untuk membuktikan tingkat kesukaan masyarakat di Sulawesi Utara terhadap daging tikus ini, maka telah dilakukan penelitian tentang karakteristik daging tikus ekor putih dan pengujian tingkat kesukaan daging tikus ekor putih dibandingkan dengan daging lain. Penelitian bertujuan menguji sifat fisik kimia daging tikus dan tingkat kesukaan masyarakat di Sulawesi Utara khususnya kota Manado dan Kabupaten Minahasa terhadap daging tikus dibandingkan dengan daging sapi, daging babi, daging anjing, dan daging ayam.

2 58 Bahan dan Metode Materi penelitian terdiri atas daging tikus ekor putih, daging babi, daging ayam, daging anjing, daging sapi, serta akua. Daging tikus ekor putih diperoleh dari 75 ekor. Alat yang digunakan adalah kamera, alat tulis menulis, jam, timbangan, Warner Bratzer Shear, pisau, termometer bimetal, panci, kompor, ph meter, kertas saring, piring, tissue, dll Secara khusus untuk penentuan analisis sifat fisik dan kimia daging digunakan 25 ekor daging tikus yang diambil dari bagian paha, Analisis pengujian organoleptik, menggunakan 50 ekor tikus, yang dipotong dan dibersihkan dari rambutnya, dikeluarkan alat pencernaannya kemudian dipotong-potong berbentuk dadu dan dipanggang. Prosedur yang sama diberlakukan juga untuk jenis daging lainnya. Parameter yang diamati a. Bobot Karkas Segar Bobot karkas segar diperoleh dari tikus yang dipotong dan dikeluarkan darah, rambut, kepala dan kaki serta alat pencernaannya. b. Persentase Karkas Persentase karkas diperoleh dari bobot karkas dibagi bobot hidup dan dikalikan 100 atau dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut : A Persentase Karkas (%) = x 100 B Dimana : A = bobot karkas (g) B = bobot hidup (g) c. Kadar Glikogen Daging Kadar glikogen daging dianalisis dengan metode Seifter et al., (1950), dengan menggunakan bahan-bahan asam sulfat 95% (5 ml H 2 O ditambah 95 ml) 0,2% anthrone (0,2 g anthrone + 95% asam sulfat sehingga volume 100 ml), dan 30% KOH (30 g KOH ditambah H 2 O sampai mencapai volume 100 ml), 95% etanol (ethyl alkohol). Prosedur analisisnya yaitu KOH 30% sebanyak 1 ml ditambahkan pada sampel sebanyak 25 mg dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Setelah itu ditambahkan dengan etanol dan kemudian disentrifus selama 20 menit pada kecepatan 2500 rpm.

3 59 Endapan yang tersisa dipisahkan dari larutan (supernatan) hasil sentrifus yang ada di atas, kemudian ditambahkan 2,5 ml H 2 O dan 3 ml larutan anthrone lalu dihomogenkan dengan vorteks. Setelah itu dibaca dengan spektrometer pada panjang gelombang (λ) 620 nm. Kurva standar untuk glikogen : 250 : 250 µg dari standar µl H 2 O 200 : 200 µg dari standar µl H 2 O 150 : 150 µg dari standar µl H 2 O 100 : 100 µg dari standar µl H 2 O 75 : 75 µg dari standar µl H 2 O 50 : 50 µg dari standar µl H 2 O 25 : 25 µg dari standar µl H 2 O d. Analisis Kadar Abu Analisis kadar abu menggunakan metode Apriyantono et al. (1989), sebanyak 5 sampai 10 g daging tikus segar dimasukkan ke dalam cawan pengabuan; sebelumnya berat cawan sudah ditentukan. Mula-mula sampel dibakar pada pembakar burner untuk menguapkan sebanyak mungkin zat organik yang ada (sampai sampel tidak berasap lagi) kemudian cawan di pindahkan ke dalam tanur dengan suhu 600 o C sampai semua karbon berwarna keabuan, apabila semua sampel berwarna keabuan, cawan pengabuan dimasukan ke dalam desikator untuk didinginkan. setelah dingin ditimbang sampai berat tetap. Perhitungan kadar abu daging tikus adalah : % kadar abu = berat abu (g) x 100 % berat sampel (g) e. Analisis Kadar Air (AOAC, 1989) Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven pada suhu C selama 10 menit, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel seberat 3 g ditimbang dalam cawan kemudian dimasukan ke dalam oven dengan suhu C selama 6 jam. Cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Berat sampel (g) = W1 Berat sampel setelah dikeringkan (g) = W2 Kehilangan bobot (g) = W3 atau (W1-W2) Kadar air (%) = W3/ W2 X 100%

4 60 f. Kadar Protein kasar Kira-kira 0,3 g sampel (x) ditimbang dengan teliti dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Kira-kira 3 sendok kecil katalis campuran Selen serta 20 ml H 2 SO 4 pekat teknis ditambahkan secara homogen. Campuran tersebut dipanaskan dengan alat destruksi mula-mula pada posisi low kira-kira 10 menit, kemudian pada posisi med selama 5 menit dan pada posisi high sampai larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuningan. Proses ini berlangsung di dalam ruang asam. Setelah itu labu destruksi didinginkan dan larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml air yang tidak mengandung N. Ditambahkan beberapa butir batu didih dan larutan dijadikan basa dengan menambahkan 100 ml NaOH 33%. Kemudian labu penyuling dipasang dengan cepat di atas alat penyuling. Proses penyulingan ini diteruskan hingga semua N telah tertangkap oleh H 2 SO 4 yang ada di dalam erlenmeyer atau bila 2/3 cairan dalam labu penyuling telah menguap. Labu erlenmeyer yang berisi hasil sulingan tadi diambil dan kelebihan H 2 SO 4 dititer kembali dengan menggunakan larutan NaOH 0,3 N. Proses titrasi berhenti setelah terjadi perubahan warna dari biru kehijauan yang menandakan titik akhir titrasi. Volume NaOH dicatat sebagai z ml. Kemudian dibandingkan dengan titar blanko. Penentuan kadar protein kasar adalah : ( y - z ) x titar NaOH x 14 x 6,25 Protein kasar = x 100% berat sampel (x ) gram g. Kadar Lemak Kasar Penentuan kadar lemak dengan metode Sochlet. Sebuah labu lemak dengan beberapa butir batu didih di dalamnya dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 sampai 110 o C selama 1 jam. Didinginkan dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang misalnya a g Sampel kira-kira 1 g atau x g, dimasukkan ke dalam selongsong yang terbuat dari kertas saring dan ditutup dengan kapas yang bebas lemak. Selongsong dimasukkan ke dalam alat FATEX-S dan ditambahkan larutan petroleum ether sebagai larutan pengekstrak. Suhu alat tersebut diatur pada 60 o C dan waktu selama 25 menit. Proses ekstraksi dilakukan hingga alat berbunyi. Kemudian larutan petroleum ether bersama lemak yang larut diturunkan, dan dievaporasi dengan mengubah suhu pada 105 o C sampai alat FATEX-S berbunyi.

5 61 Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam alat pengering oven dengan suhu 105 o C selama 1 jam. Setelah itu didinginkan di dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang kembali dengan berat misalnya b g. Penentuan kadar lemak kasar : (b - a) Kadar lemak kasar : x 100% x h. Analisis Komposisi Asam Lemak Analisis komposisi asam lemak dilakukan dengan cara (1) mengekstraksi lemak dengan metode Folsch (2) metilasi untuk memperoleh ester metil dari asam lemak yang kemudian dapat dianalisis lebih lanjut dengan GC 1. Ekstrasi lemak metode Folsch dan Stanly (1957). Sampel yang telah dikeringkan dengan freeze dryer ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dilakukan inaktivasi enzim dengan menambah 10 ml metanol, lalu diaduk selama 5 menit dan disonikasi selama 5 menit. Campuran diinkubasi selama 18 jam pada suhu 15 o C, setelah diinkubasi ditambahkan dengan kloroform jenuh sebanyak 20 ml dan diaduk selama 5 menit. Campuran disaring dengan kertas saring, residu yang tertinggal ditambahkan dengan 30 ml campuran kloroform-metanol (2:1) dan diaduk selama 5 menit kemudian disaring. Ekstraksi diulang sekali lagi. Seluruh filtrat dicampur dan disatukan dalam labu pemisah, kemudian ditambahkan 2 ml NaCl 0,88% kocok dan kemudian dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan bagian bawah (larutan a) dipisahkan dari lapisan atas. Lapisan atas ditambah 10 ml metanol-nacl 0.88% (1:1) lalu dikocok dan dibiarkan sampai terpisah. Lapisan bagian bawah dicampur dengan larutan a sedangkan bagian atas dibuang. Lapisan a kemudian dipekatkan sampai berat tetap, selanjutnya larutan a ini dapat digunakan untuk analisis asam lemak. 2. Metilasi (IUPAC, 1987) Pada prinsipnya trigliserida disabun untuk membebaskan asam-asam lemak yang kemudian diesterifikasi dengan metanol dengan bantuan katalisator BF3 (Boron Triflourida). Untuk kualifikasi digunakan standar internal asam margarat (C17). Prosedur metilasi adalah mula-mula ditimbang sebanyak mg lemak dalam tabung reaksi. Sebanyak 1 ml standar internal (asam margarat = 10 mg asam margarat/10 ml heksan) dan 1 ml larutan NaOH 0,5 N dalam metanol dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Headspace dalam tabung diisi dengan gas N 2. Tabung reaksi dipanaskan dalam air panas selama 5 menit

6 62 untuk melarutkan lemak agar tercampur lebih merata dalam larutan. Selanjutnya tabung reaksi didinginkan dalam air dan ditambahkan campur BF3 dalam metanol sebanyak 2 ml. Tabung reaksi dipanaskan kembali dalam air mendidih selama 30 menit. Setelah itu tabung reaksi didinginkan dan ditambah heksan sebanyak 1 ml serta dipanaskan kembali selama 1 menit untuk menyempurnakan larutan ester metil dalam heksan. Tabung reaksi didinginkan dan ditambah 3 ml Na Cl jenuh guna menyempurnakan pencampuran ester metil dalam metanol dan heksan. Campuran tersebut dikocok dan lapisan atas dipipet. Lapisan atas dimasukkan ke dalam vial yang diberi Na 2 S0 4 anhidrat. Campuran dipekatkan dengan ditiup gas N 2 dan siap disuntik ke kromatografi gas. Asam lemak pada daging tikus diidentifikasi menggunakan kromatografi gas dengan standar internal. Instrumen kromatografi gas yang digunakan adalah tipe GC-9 AM (Shimadzu). Intregrator berupa chromatopac C-R6A (Shimadzu). Prosesor data menggunakan FDD-1A, program versi 1,5 (Shimadzu). Adapun kondisi komatografi gas yang digunakan mengikuti metode Indrawati (1997) dengan menggunakan kolom kapiler DB 23 panjang 60 meter. Diameter dalam 0,25 mm dan ketebalan lapisan 0,25 mikro detektor yang digunakan tipe FID (Flame ionisation Detector). Gas pembawanya heliun dengan tekanan 1 kg/cm2. Gas pembakarnya adalah udara dan H2 dengan tekanan masing-masing 0,5 kg/cm2 suhu detektor 260 o C dan suhu injektor 250 o C. sampel diinjeksi dengan teknik injeksi splitless dengan volume injeksi sebanyak 1 mikro. Suhu diprogram dengan suhu awal 140 o C yang dipertahankan selama 6 menit, kemudian dinaikan suhunya dengan laju kenaikan suhu 30 o C/menit. Suhu terakhir adalah 230 o C ditahan selama 20 menit. Mengidentifikasi asam lemak, dilakukan penyuntikan standar-standar ester metil asam lemak pada kondisi yang sama dengan kondisi sampel dan penentuan nilai RRT (Relative Retention Time). Perhitungan RRT adalah sebagai berikut: Waktu retensi komponen x RRTx = Waktu retensi standar internal RRTx = Relative retention time komponen x Selanjutnya RRTx ini dibandingkan dengan RRT standar etil metil asam lemak yang disuntikkan untuk megidentifikasi komposisi asam lemak pada sampel

7 63 Tabel 11 Komposisi ester metil asam lemak standar 74 Jenis Persentase Waktu Retensi Luas Area Asam Lemak Berat (menit) 8: : : : : : : : : : : : : : : Jumlah luas area Tabel 12 Komposisi ester metil asam lemak standar 84 Jenis Persentase Waktu Retensi Luas Area Asam Lemak Berat (menit) 16: : : : : : : ; : : Jumlah luas area Kuantifikasi Komponen Asam Lemak Kosentrasi masing-masing komponen asam lemak pada sampel dihitung dengan nilai RF (Respons Factor) dari masing-masing komponen tersebut dibandingkan dengan standar internal. Standar internal yang digunakan adalah standar 74 dan standar 84 dengan komposisi ester metil asam lemak tersebut dapat dilihat pada tabel 11 dan 12. Perhitungan RF dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

8 64 RF = area standar internal mg standar internal X mg asam lemak standar area asam lemak standar Setelah diperoleh nilai RF, maka kosentrasi asam lemak (KAL) dapat dihitung dengan persamaan: area asam lemak mg asam lemak standar KAL = X X RF(mg asam lemak/kg lemak) g lemak area standar internal Selain dalam bentuk konsentrasi, kuantifikasi asam lemak juga dapat dinyatakan dalam % relatif area dengan persamaan : area asam lemak % relatif area asam lemak = X 100% total area asam lemak i. ph Daging Pengukuran ph daging dilakukan dengan menggunakan alat ph meter. Sampel daging yang sudah dihaluskan sebanyak 10 g dimasukkan ke dalam gelas beker, dan diencerkan dengan akuades sampai 100 ml kemudian dicampur dengan menggunakan mikser selama 1 menit. Setelah itu diukur phnya dengan ph meter yang telah dikalibrasi. j. Daya Mengikat Air Daging (water holding capacity = WHC) Pengukuran ini dilakukan dengan metode penekanan (press Method) sesuai petunjuk Hamm (1972), yaitu dengan membebani 0.3 g sampel daging pada suatu kertas saring (filter) di antara 2 plat dengan beban 35 kg setelah 5 menit, daerah yang tertutup sampel daging dan luas daerah basah di sekitarnya ditandai dan diukur. Daerah basah diperoleh dengan mengurangkan daerah yang tertutup sampel daging dari luas total (daerah basah + daging) dan luas daerah yang tertutup daging dengan menggunakan planimeter. Kemudian daya mengikat air dapat dihitung dengan menggunakan rumus : daerah basah (cm 2 ) Mg H2O = Nilai kandungan air yang diperoleh berdasarkan rumus, selanjutnya dipersentasekan terhadap bobot sampel yaitu 0.3 g.

9 65 k. Flavor dan Penerimaan Umum (Organoleptik) Pengujian flavor dan penerimaan umum dengan uji organoleptik (Soekarto, 1985) yaitu dilakukan dengan menggunakan uji hedonik. Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Pada uji ini panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan dan ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan dikenal sebagai skala hedonik. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih sebanyak 75 orang. Skala hedonik yang dipakai terdiri atas 5 skala kesukaan dari sangat suka (1) sampai sangat tidak suka (5), seperti yang tercantum pada format uji. Gambar 20 Pengujian organoleptik daging tikus ekor putih 5. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kruskal Wallis (Gibbons 1975). Apabila terdapat perbedaan dilakukan uji lanjut yang dikembangkan oleh Gibbons yaitu Mood Median Test.

10 66 FORMAT UJI Tanggal Pengujian : 16 Oktober 2003 Nama Panelis : Uji Bahan Uji Instruksi : Hedonik : Berbagai jenis daging : Setelah mencicipi semua sampel, nyatakan penilaian dengan tanda (v) terhadap flavor dan penerimaan umum yang anda rasakan No Penilaian 1. Sangat suka 2. Suka 3. Netral 4. Tidak suka 5. Sangat tidak suka Kode Sampel Hasil dan Pembahasan Karakteristik Daging Tikus Ekor Putih. Produksi Karkas Karkas adalah bagian tubuh ternak hasil pemotongan setelah dikurangi bagian kepala, keempat kaki (mulai dari carpus dan tarsus), kulit, darah, organ dalam (hati, jantung paru-paru, limpa, saluran pencernaan beserta isinya dan saluran reproduksi (Berg dan Butterfield, 1976; Lawrie, 1995). Nilai rataan produksi karkas segar tikus ekor putih berdasarkan habitat hidup tercantum dalam Tabel 13. Pada Tabel 13, dapat dilihat bahwa tikus ekor putih yang dibudidaya mempunyai persentase karkas segar lebih tinggi dari pada tikus yang hidup pada habitat aslinya di hutan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas tikus yang hidup di hutan lebih tinggi sehingga energi yang tersedia digunakan untuk beraktivitas sedangkan tikus yang dibudidaya aktivitasnya sedikit karena ruang geraknya dibatasi dalam kandang sehingga energi yang tersedia digunakan untuk meningkatkan bobot badan sehingga bobot badan lebih tinggi dibandingkan tikus yang hidup di hutan.

11 67 Tabel 13 Persentase karkas berdasarkan habitat hidup (%) Tikus Rataan % karkas Hutan 57,67 ± 1,15 Budidaya 62,19 ± 3,62 Selanjutnya (Aberle et al., 2001, Lawrie 1995, Ockerman 1985, Fernandez et al., 1996) menyatakan bahwa ternak yang beraktivitas tinggi menyebabkan cadangan glikogen terbatas, bila dalam keadaan kekurangan glikogen terusmenerus ternak akan memanfaatkan cadangan energi tubuh yang berdampak pada penurunan bobot badan. Hal ini sejalan dengan pendapat Berg dan Butterfield (1976) yang menyatakan bahwa produksi karkas berhubungan dengan bobot badan. Peningkatan bobot badan akan diikuti oleh peningkatan bobot karkas. Komposisi Kimia Daging Komposisi kimiawi daging sangat menentukan nilai nutrisi atau kualitas daging. Gambaran komposisi kimiawi segar tikus ekor putih secara rinci tercantum pada Tabel 14. Tabel 14 Analisis proksimat daging tikus ekor putih,daging napu, daging sapi, daging babi, daging ayam, daging domba, dan daging itik lokal Komposisi Tikus Tikus Napu 2) Sapi 3) Babi 3) Ayam 3) Domba 3) Itik 4) BD 1) Hutan 1) Air (%) 63,27 64,00 76,04 71,50 69,00 73,70 73,00 70,96 Protein (%) 19,11 19,84 22,28 21,00 19,50 21,50 20,00 16,48 Lemak (%) 3,41 1,87 1,43 6,00 10,00 5,50 5,50 6,84 Abu (%) 0,99 0,74 3,17 1,00 1,40 1,00 1,60 1,13 Ca (mg/100g) 6,96 7, P (mg/100g) , Keterangan : 1 Hasil analisis, 2) Hultin (1985), 3) Rini (2001), 4) Arifin (2004). Komponen kimiawi utama penyusun daging terbesar adalah air (61,12% sampai 64%), protein (masing-masing berkisar 16,96% untuk tikus yang dibudidaya dan 19,84% tikus yang ditangkap dari hutan), lemak 3,26% untuk tikus yang dibudidaya dan 1,63% tikus yang ditangkap dari hutan. Hal ini masih sejalan dengan Lawrie (1995) yang menyatakan bahwa komponen utama daging adalah air 75%, protein 19%, dan lemak 3,69%.

12 68 Pada tabel 14 terlihat bahwa kadar air daging tikus paling rendah dibandingkan daging ternak domestik lain. Protein daging tikus ekor putih hampir sama dengan daging itik, daging babi, dan domba namun lebih rendah dari daging napu, daging ayam, dan daging sapi. Kadar lemak daging tikus ekor putih paling rendah dibandingkan dengan kadar lemak daging ternak domestik lainnya kecuali daging napu. Dilihat dari komposisi kimia dagingnya, tikus yang ditangkap dari hutan masih mengungguli tikus hasil budidaya, dimana kadar protein daging tikus yang dibudidaya lebih rendah dari pada tikus yang ditangkap di hutan. Hal ini disebabkan di kandang budidaya, tikus kurang mengkonsumsi pakan sumber protein, sedangkan di hutan, tikus bebas berburu mangsa berupa serangga yang merupakan sumber protein. Lemak tikus budidaya hampir dua kali lebih tinggi dibanding dengan tikus dari hutan hal ini karena aktivitas tikus di hutan sangat tinggi sedangkan tikus budidaya aktivitasnya terbatas hanya dalam kandang saja. Faktor-faktor yang menentukan kandungan lemak daging adalah keadaan serabut otot, jenis ternak, umur, makanan ternak, jenis kelamin, aktivitas yang dilakukan (Lawrie, 1995; Aberle et al., 2001). Meskipun mengkonsumsi lemak yang berlebihan umumnya dianggap sebagai salah satu penyebab terkenanya penyakit jantung koroner, kita tidak dapat meninggalkan lemak dalam makanan. Hal ini karena lemak pangan mempunyai bermacam-macam fungsi yang penting, di antaranya sebagai sumber energi, penyediaan vitamin yang larut dalam lemak yang diperlukan untuk sintesis hormon tertentu, untuk menyusun sel-sel membran, selain itu juga sebagai penentu tekstur dan cita rasa bahan makanan (Djojosoebagio dan Piliang, 2002). Asam laurat, miristat, palmitat dan stearat merupakan kelompok asam lemak jenuh (saturated fatty acids/sfa) yang terdapat pada daging tikus. Kosentrasi asam lemak jenuh yang tertinggi yang terkandung pada daging tikus ekor putih adalah asam palmitat yang diikuti asam stearat, miristat, dan laurat, masing-masing sebesar 31,2% ; 7,08% ; 4,72% dan yang paling kecil asam laurat 0,27% Asam miristat dan palmitat merupakan kelompok asam lemak jenuh yang diduga sebagai penyebab utama hiperkolesterolemia (Scientific Review Committee, 1990) kedua asam lemak tersebut dapat memicu peningkatan produksi LDL (low density lipoprotein) yang merupakan salah satu kolesterol

13 69 jahat, kandungan asam palmitat pada daging tikus ini lebih tinggi dari yang ada di daging babi, daging sapi dan daging napu ( Engel et al., 2001; Laborde et al., 2001; Arifin, 2004). Selanjutnya Aberle et al. (2001) menyatakan bahwa pada daging sapi asam lemak jenuh yang mendominasi lemak intramuscular adalah asam palmitat dan asam stearat. Asam palmitoleat, oleat, linoleat, linolenat, dekosaheksanoat dan arakidonat merupakan kelompok asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid/ufa), yang terdapat pada daging tikus ekor putih. Kosentrasi asam lemak tak jenuh yang tertinggi adalah asam oleat yang lebih dikenal omega 9 sebesar 40,19% dan diikuti oleh linoleat, linolenat, dokosaheksaenoat dan arakidonat yang masing-masing sebesar 4,36%; 1,74%; 1,29% dan 1,25%. Asam linoleat dan asam linolenat merupakan asam lemak essensial karena tubuh tidak dapat mensintesis kedua asam lemak tersebut (Djojosoebagio dan Piliang, 2002). Selain itu linoleat digunakan untuk mensintesis prostaglandin yang mempunyai sifat-sifat hormon serta terlibat dalam banyak fungsi tubuh. (Montgomery et al., 1993; Murray et al.,1999). Komposisi asam lemak daging tikus ekor putih yang dapat dideteksi terdapat dalam tabel 15. Tabel 15 Komposisi asam lemak daging tikus ekor putih, daging babi, daging sapi, dan daging napu Babi 2) Asam Nama Tikus Tikus Sapi 3) Napu 4) Lemak asam lemak budidaya 1) hutan 1) ALJ C12:0 Lauric 0,39 0, ,66 C14:0 Miristat 2,94 4,72 1,51 27,02 2,22 C16:0 Palmitat 31,95 31,2 24,86 27,02 20,71 C18:0 Stearat 6,97 7,08 11,24 13,16 18,67 ALTJ C16:1 Palmitoleic 8,82 7,72 4,38 3,13 1,11 C18:1 Oleat 40,72 40,19 48,57 39,45 15,98 C18:2 Linoleat 3,99 4,36 7,03 3,60 2,50 C18:3 Linolenat 1,4 1,74 0,28 0,51 1,51 C20:4 Arachidonat 1,34 1,25 0,10-2,67 C22:6 Decosahexaenoic 1,27 1,29-0,07 2,08 Keterangan:1) Hasil analisis; 2) Engel et al. (2001); 3) Laborde et al. (2001); 4) Arifin (2004). ALJ) Asam Lemak Jenuh, ALTJ) Asam Lemak Tak Jenuh. Asam linoleat adalah salah satu anggota omega 3 yang diperlukan tubuh untuk memproduksi asam dokosaheksaenoat (DHA) dan asam eikosapentaenoat (EPA). DHA sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan otak (Stone, 1996 dan Simopoulos, 1991). Selain itu juga berfungsi sebagai molekul dasar dalam struktur dan aktivitas membran seluruh sel, mengontrol respon immun,

14 70 mempengaruhi respon pembuluh darah, mempengaruhi metabolisme hormon, efektif menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida (Harris, 1997). Omega 3 yang terkandung dalam daging tikus ekor putih terdiri atas asam linolenat dan asam dokosaheksaenoat. Asam linolenat daging tikus ekor putih lebih tinggi dari pada daging babi, daging sapi dan daging napu. Asam dokosaheksaenoat yang terkandung pada daging tikus lebih tinggi dari pada daging sapi dan daging napu, hal ini disebabkan karena tikus merupakan ternak omnivora apa yang dimakan akan terakumulasi dalam daging tidak terdegradasi dalam rumen seperti pada ruminansia. Omega 6 daging tikus ekor putih terdiri atas asam linoleat dan asam arakidonat, dimana untuk asam linoleat daging tikus ekor putih lebih tinggi dari daging sapi dan daging napu namun lebih rendah dari daging babi. Sedangkan untuk asam arakidonat daging tikus ekor putih lebih tinggi dari daging babi namun lebih rendah dari daging napu. Asam lemak omega 6 dapat digunakan untuk mensintesis asam arakidonat suatu intermediat dalam sintesis eicosanoids, suatu kelompok susbtansi regulator dan asam lemak omega 6 juga memperlihatkan kemampuan menyerap air lewat kulit dan integritas kelenjar pituitari. Kandungan asam oleat (omega 9) pada daging tikus lebih tinggi dibandingkan pada daging sapi dan daging napu tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan daging babi. Asam oleat bukan asam lemak esensial karena tubuh dapat mensintesis asam tersebut (Murray et al.,1999) Menurut Osman et al. (2001), PUFA khususnya omega 3 dan omega 6 sebagai asam lemak essensial untuk menyembuhkan dan mencegah penyakit kardiovaskuler, perkembangan saraf pada bayi, kanker dan kontrol glikemik lemak. Tetapi bilamana omega 6 dalam bentuk tunggal, dapat memiliki sifat negatif karena berkaitan dengan peningkatan produksi eicosanoids (stimulan pertumbuhan tumor pada binatang percobaan). Namun dengan adanya omega 9 dan omega 3 dalam proporsi yang sesuai akan memiliki potensi memblokir produk senyawa eicosanoids tersebut, peran omega 9 mencegah stimulasi negatif omega 6, selanjutnya menurut Muchtadi (2000) mengkonsumsi PUFA (omega 6) yang berlebihan tanpa diimbangi konsumsi omega 3 dapat menurunkan LDL kolesterol, akan tetapi HDL kolesterol juga dilaporkan ikut mengalami penurunan. Demikian pula apabila keseimbangan antara omega 3 dan omega 6 terganggu, menyebabkan darah mudah menggumpal. Kedua hal ini

15 71 tidak menguntungkan karena rasio LDL/HDL Indeks penyakit jantung koroner yang menurun dan mudahnya darah menggumpal tidak dapat mencegah bahkan dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner. Omega 9 memiliki daya perlindungan yang mampu menurunkan LDL kolesterol darah, meningkatkan HDL kolesterol yang lebih besar dibanding omega 3 dan omega 6, MUFA dapat menurunkan kolesterol (LDL-kolesterol) (Muchtadi, 2000). Kadar Glikogen, ph dan Daya Ikat Air Daging Hasil penelitian kadar glikogen, ph dan air bebas daging tikus ekor putih yang dibudidaya dan ditangkap di hutan serta daging napu, daging domba dan daging sapi, dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Kadar glikogen, ph dan kandungan air bebas dari berbagai jenis daging Parameter Tikus Tikus hutan 1) Napu 2) Domba 3) Sapi 4) budidaya 1) Glikogen (%) 0,86 ± 0,06 0,85 ± 0,09-0,80 ± 0,09 - ph 6,22 ± 0,05 6,30 ± 0,10 6,36 6,10 ± 0,10 5,63 ± 0,08 Air Bebas (%) 31,61 ± 2,36 31,42 ± 1,28 45,30 32,20 ± 1,29 39,11 ± 1,09 Keterangan: 1) Hasil analisis; 2) Arifin (2004); 3) Dewi (2004); 4) Wahyuni (1998). Pada Tabel 16 terlihat kadar glikogen daging tikus yang hidup di hutan (0,85%) lebih kecil persentasenya dibandingkan dengan daging tikus hasil budidaya (0,86%), namun bila dibandingkan dengan daging domba (0,80%) kadar glikogen daging tikus lebih tinggi. Selanjutnya nilai ph daging tikus hasil budidaya (6,22) lebih rendah dari daging tikus yang hidup di hutan (6,30), namun bila dibandingkan dengan daging domba (6,10) dan daging sapi (5,63) ph daging tikus lebih tinggi, namun bila dibandingkan dengan daging napu (6,36) daging tikus masih lebih rendah. Persentase air bebas yang rendah menunjukkan nilai daya mengikat air daging oleh protein daging yang tinggi. Persentase air bebas yang tinggi menunjukkan nilai daya mengikat air rendah (Babiker dan Bello, 1986). Pada Tabel 16, dapat dilihat bahwa daging tikus yang hidup di hutan mempunyai kadar air bebas (31,42%) lebih rendah dibandingkan dengan tikus hasil budidaya (31,61%), hal ini berarti daya mengikat air tikus yang hidup di hutan lebih baik dari pada yang dibudidaya. Bila dibandingkan dari semua jenis daging. daya mengikat air daging tikus masih lebih baik kemudian diikuti daging domba (air

16 72 bebas 32,2%), daging sapi (air bebas 39,11%), dan yang paling tinggi adalah daging napu (air bebas 45,30%). Tingginya kadar glikogen tikus budidaya bila dibandingkan dengan tikus di hutan disebabkan aktivitas tikus hutan lebih tinggi, sehingga terjadi pengurasan glikogen akibatnya pada saat dipotong penurunan ph belum sempurna, sehingga ph pada daging tikus yang dari hutan lebih tinggi dari yang dibudidaya. Hal ini sesuai dengan pendapat (Wismer-Pedersen, 1971; Shorthouse dan Withes, 1988; Soeparno, 1994; Fernandez et al., 1996; Aberle et al., 2001) yang menyatakan bahwa ternak yang melakukan aktivitas mengalami pengurasan glikogen otot yang akan meningkatkan nilai ph, dan menurunkan persentase daya mengikat air daging. Organoleptik Uji Flavor di Kabupaten Minahasa Hasil Uji organoleptik dengan menggunakan uji hedonik tingkat kesukaan terhadap flavor dan penerimaan umum daging tikus, daging ayam, daging anjing, daging babi, dan daging sapi dapat dilihat di Lampiran 2. Uji hedonik menilai tingkat kesukaan terhadap berbagai jenis daging yaitu: nilai 1 = sangat suka, 2 = suka, 3 = netral, 4 = tidak suka dan 5 = sangat tidak suka. sedangkan nilai mediannya dapat dilihat pada Gambar 21. Data hasil uji hedonik dianalisis menggunakan Uji Kruskall-Wallis (SAS, 1999) dan hasilnya menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap tingkat kesukaan flavor di kabupaten Minahasa dan kota Manado serta tingkat kesukaan penerimaan umum di kabupaten Minahasa dan kota Manado pada berbagai jenis daging berbeda sangat nyata. Hasil uji median test terhadap tingkat kesukaan flavor jenis daging pada masyarakat di kabupaten Minahasa terlihat pada Gambar 21. Ternyata masyarakat di kabupaten Minahasa, paling menyukai flavor daging anjing sama dengan menyukai flavor daging tikus, dengan mencapai nilai median dua. Untuk daging anjing, kisaran ranking kesukaan flavor yang dipilih panelis adalah berada pada kisaran sangat suka sampai sangat tidak suka. Untuk daging tikus kisaran peringkat yang dipilih panelis adalah mulai peringkat sangat suka sampai peringkat netral (antara suka dan tidak suka). Untuk daging babi dan daging ayam pada posisi kedua dengan nilai median tiga atau netral (antara disukai dan tidak disukai).

17 Flavor Anjing Babi Tikus Ayam Sapi Jenis Daging Gambar 21 Kesukaan flavor tikus ekor putih di kabupaten Minahasa Hasil penelitian daging babi pilihan panelis terhadap ranking kesukaannya, kisarannya adalah antara suka sampai sangat tidak suka. Untuk daging ayam kisaran peringkat yang dipilih panelis adalah dari suka sampai tidak suka yang kisarannya makin sempit. Sangat berbeda dengan daging sapi yang paling terakhir disukai dengan mencapai nilai median empat atau tidak disukai, dimana panelis menempatkan pada posisi ranking kesukaannya adalah mulai peringkat suka sampai peringkat sangat tidak suka. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di kabupaten Minahasa bila disajikan semua jenis daging mereka paling terakhir memilih daging sapi. Uji Flavor di Kota Manado Dari hasil uji hedonik dengan menggunakan Uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap tingkat kesukaan flavor jenis daging berbeda sangat nyata. Hasil uji Median test terhadap tingkat kesukaan flavor terhadap berbagai jenis daging terlihat pada Gambar 22. Daging ayam terdapat pada peringkat pertama paling disukai dengan nilai median dua atau disukai dan dipilih panelis antara kisaran sangat disukai dan netral (antara suka dan tidak suka).

18 Flavor Tikus Babi Ayam Anjing Sapi Jenis daging Gambar 22 Kesukaan flavor tikus ekor putih di kota Manado Jika daging ayam dibandingkan dengan keempat jenis daging lainnya, daging tikus, daging babi, daging sapi dan daging anjing diperoleh hasil dengan nilai median yang sama yaitu tiga atau netral (antara suka dan tidak suka). Untuk daging anjing kisaran pilihan adalah dari suka dan tidak disukai. Untuk daging babi kisaran pilihan adalah antara suka dan sangat tidak suka, dan untuk daging tikus kisaran pilihan adalah dari sangat suka dengan kisaran yang sangat luas. Hal ini sangat nyata berbeda dengan flavor daging sapi, masyarakat memilih peringkat terakhir disukai dengan menduduki nilai median empat atau tidak disukai akan tetapi, nilai kisaran kesukaannya mulai suka sampai sangat tidak suka. Uji Penerimaan Umum Jenis Daging di Kabupaten Minahasa Hasil uji median test terhadap tingkat penerimaan umum jenis daging pada masyarakat di kabupaten Minahasa terlihat pada Gambar 23. Ternyata masyarakat di kabupaten Minahasa penerimaan daging anjing sama dengan penerimaan daging tikus yang mencapai nilai median dua atau disukai. Untuk daging anjing, kisaran ranking penerimaan umum yang dipilih panelis adalah berada pada kisaran sangat suka sampai tidak suka. Untuk daging tikus kisaran peringkat yang dipilih panelis adalah mulai peringkat sangat suka sampai peringkat netral (antara suka dan tidak suka), yang kisarannya makin sempit.

19 75 5 Penerimaan umum Anjing Babi Tikus Ayam Sapi Jenis Daging Gambar 23 Penerimaan umum tikus ekor putih di kabupaten Minahasa Hasil penelitian daging ayam dan daging babi sama adalah pada posisi kedua dengan nilai median tiga atau netral (antara disukai dan tidak disukai). Untuk daging ayam dan daging babi pilihan panelis terhadap penerimaan umumnya juga sama kisarannya adalah antara suka sampai tidak suka. Sangat berbeda dengan daging sapi yang paling terakhir disukai dengan mencapai nilai median empat atau tidak disukai, dimana panelis menempatkan pada posisi ranking penerimaan umum mulai peringkat netral (antara suka dan tidak suka) sampai peringkat sangat tidak suka. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di kabupaten Minahasa bila disajikan semua jenis daging mereka paling terakhir memilih daging sapi. Uji Penerimaan Umum Jenis Daging di Kota Manado Hasil uji median test terhadap tingkat penerimaan umum berbagai jenis daging pada masyarakat kota Manado terlihat pada Gambar 24. Ternyata masyarakat di kota Manado paling menyukai daging ayam yang mencapai nilai median dua. Untuk daging ayam kisaran ranking penerimaan umum yang dipilih panelis adalah berada pada antara sangat suka sampai netral (antara suka dan tidak suka).

20 76 5 Penerimaan umum Tikus Babi Ayam Anjing Sapi Jenis Daging Gambar 24 Penerimaan umum tikus ekor putih di kota Manado Untuk daging anjing, daging babi dan daging tikus pada posisi kedua dengan nilai median tiga atau netral (antara disukai dan tidak disukai). Untuk daging anjing dan babi pilihan panelis terhadap ranking penerimaan umum sama kisarannya adalah antara suka sampai tidak suka. Untuk daging tikus kisaran peringkat yang dipilih panelis adalah mulai dari sangat suka sampai sangat tidak suka yang kisarannya makin luas. Sangat berbeda dengan daging sapi yang paling terakhir disukai dengan mencapai nilai median empat atau tidak disukai, dimana panelis menempatkan pada posisi ranking kesukaannya adalah mulai peringkat netral (antara suka dan tidak suka) sampai peringkat sangat tidak suka. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kota Manado bila disajikan semua jenis daging mereka paling terakhir memilih daging sapi. SIMPULAN 1. Daging tikus ekor putih dilihat dari sifat fisik dan kimia tidak berbeda dibandingkan dengan daging domestik lainnya 2. Daging tikus ekor putih dapat diterima oleh Masyarakat di kabupaten Minahasa dan kota Manado, lebih disukai dibandingkan dengan daging ayam, daging anjing, daging babi,dan daging sapi.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Kampus Penelitian Pertanian, Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. 57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengararuh pemberian ransum dengan suplementasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengararuh pemberian ransum dengan suplementasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang pengararuh pemberian ransum dengan suplementasi tepung ceker ayam terhadap kadar kolesterol dan Asam lemak pada kuning telur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

6) Analisis Serapan N pada Anak Ayam 7) Analisis Kadar Lemak pada Bubuk Teripang

6) Analisis Serapan N pada Anak Ayam 7) Analisis Kadar Lemak pada Bubuk Teripang Setelah itu labu destruksi didinginkan dan larutan dimasukkan ke dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml air. Selanjutnya ditambah beberapa butir batu didih dan larutan dijadikan basa dengan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012 bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan (preparasi sampel dan analisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama LAMPIRAN 1 Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) perlakuan proksimat (% bobot kering) Protein Lemak Abu Serat kasar Kadar air BETN Pakan komersil 40,1376 1,4009 16,3450 7,4173

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi non-aromatik (ciherang dan IR 64), dan padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) yang diperoleh dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan satu faktor (Single Faktor Eksperimen) dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan yaitu penambahan

Lebih terperinci

Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) selama 1 menit dan didiamkan selama 30 menit. diuapkan dengan evaporator menjadi 1 L.

Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) selama 1 menit dan didiamkan selama 30 menit. diuapkan dengan evaporator menjadi 1 L. LAMPIRAN 47 Lampiran 1. Prosedur Kerja Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.),Penetapan Kadar Protein, Penetapan Kadar Lemak, dan Penetapan Kadar Kolesterol Hati Itik Cihateup 48 Ekstraksi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962).

Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962). Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962). Diambil sampel dua telur pada setiap ulangan. Delapan belas sampel dianalisis kolesterolnya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Seafast, Pusat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian 17 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2011 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi, Laboratorium Balai Kesehatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan perlakuan (udang rebon) Tabel 3. Analisis proksimat pelet udang rebon

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan perlakuan (udang rebon) Tabel 3. Analisis proksimat pelet udang rebon Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan perlakuan (udang rebon) Tabel 3. Analisis proksimat pelet udang rebon Proksimat protein lemak abu serat kasar air BETN A ( rebon 0%) 35,85 3,74 15,34 1,94 6,80

Lebih terperinci

Lapisan n-heksan bebas

Lapisan n-heksan bebas Lapisan n heksan Lapisan air Diekstraksi lagi dengan 5 ml n-heksan Dipisahkan 2 lapisan yang terbentuk Lapisan n-heksan Lapisan n-heksan Lapisan air Disatukan dengan lapisan n-heksan pertama Ditambah 500

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemanfaatan Susu Sapi,Susu Kerbau Dan Kombinasinya Untuk Optimalisasi Kadar Air, Kadar Lemak Dan Tekstur Keju Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011. Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asupan lemak yang dianjurkan adalah sebanyak 30% dari total kalori yang dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua aspek yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat 4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat castor oil + MeH Na-methylate H Me CH 4 (32.0) C 19 H 36 3 (312.5) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Reaksi pada gugus karbonil

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel

Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel 1. Pengukuran Kadar Air (AOAC, 1984) Cawan aluminium dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 C selama 15 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

Penentuan Sifat Minyak dan Lemak. Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias

Penentuan Sifat Minyak dan Lemak. Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias ANALISA L I P I D A Penentuan Sifat Minyak dan Lemak Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias Penentuan angka penyabunan - Banyaknya (mg) KOH

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas BAB III METODE PENELITIAN Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas minyak belut yang dihasilkan dari ekstraksi belut, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

P FORTIFIKASI KEJU COTTAGE

P FORTIFIKASI KEJU COTTAGE BAB III METODE 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas, neraca analitik, blender, saringan, botol, heater, rotary evaporator, freeze dryer,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Kadar Air dengan Metode Thermogravimetri (Sudarmadji, dkk., 2007)

LAMPIRAN. Kadar Air dengan Metode Thermogravimetri (Sudarmadji, dkk., 2007) LAMPIRAN Lampiran 1. Kadar Air dengan Metode Thermogravimetri (Sudarmadji, dkk., 2007) Cara kerja: a. Timbang kerupuk samiler yang sudah dihaluskan sebanyak 1-2 gram dalam botol timbang konstan yang sudah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu (uji kimia dan mikrobiologi) dan di bagian Teknologi Hasil Ternak (uji organoleptik), Departemen Ilmu Produksi dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur analisis fisik

Lampiran 1 Prosedur analisis fisik LAMPIRA 50 Lampiran 1 Prosedur analisis fisik 1. Analisis Tekstur (kekerasan dan kekenyalan) Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Penentuan Formulasi Bubur Instan Berbasis Tepung Komposit : Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Tujuan: - Mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu 1. Analisa Proksimat a. Kadar Air (AOAC 1999) Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh di dalam cawan aluminium yang telah diketahui

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Analisis Serat Kasar dengan Metode Analisis. 1. Menyiapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, dicatat

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Analisis Serat Kasar dengan Metode Analisis. 1. Menyiapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, dicatat LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Serat Kasar dengan Metode Analisis Proksimat 1. Menyiapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, dicatat sebagai A gram. 2. Menyiapkan cawan porselen

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering. diulangi hingga diperoleh bobot tetap.

Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering. diulangi hingga diperoleh bobot tetap. LAMPIRAN 53 Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering a. Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 2-5 g sampel serbuk kering dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013. Lokasi pengambilan sampel rumput laut merah (Eucheuma cottonii) bertempat di Perairan Simpenan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan untuk pembuatan produk, menguji total bakteri asam

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai 13 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang dan Laboratorium

Lebih terperinci