HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 102 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Kabupaten Konawe Secara geografis Kabupaten Konawe terletak di bagian selatan garis khatulistiwa dengan posisi koordinat sekitar 02 o 45 hingga 04 o 15 Lintang Selatan dan 121 o 15 hingga 123 o 31 Bujur Timur yang letaknya berada di daratan Pulau Sulawesi yakni Provinsi Sulawesi Tenggara. Luas wilayah Kabupaten Konawe adalah 6.666,52 km 2 atau seluas hektar setelah terjadi pemekaran wilayah Kabupaten Konawe Utara berdasarkan Undang- Undang nomor : 13 Tahun Batas-batas wilayah Kabupaten Konawe, yaitu; sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Konawe Utara, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kolaka, sebelah Timur berbatasan dengan Kotamadya Kendari dan Laut Banda dan merupakan bagian dari gugus wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara administrasi Kabupaten Konawe meliputi 26 wilayah kecamatan yang terdiri atas 338 desa/kelurahan. Batasan wilayah penelitian adalah kecamatan Sentra Produksi Kakao Kabupaten Konawe yakni Kecamatan Uepay, Kecamatan Besulutu, dan Kecamatan Abuki, yang memiliki luas lahan penanaman kakao rakyat terbesar di wilayah Kabupaten Konawe dan menjadi wilayah pengembangan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN). Obyek studi dan unit analisis penelitian pada sampel wilayah desa terpilih dari tiga kecamatan sentra produksi kakao yakni: (1) Desa Panggulawu Kecamatan Uepay, (2) Desa Lawonua Kecamatan Besulutu, dan (3) Desa Sambeani Kecamatan Abuki. Karakteristik wilayah Kabupaten konawe yang memiliki topografi landai, berbukit sampai bergunung menjadi sangat potensial untuk pengembangan sektor pertanian pada umumnya dan khususnya sub sektor perkebunan. Kondisi iklim umumnya hampir sama dengan wilayah lain di Sulawesi yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, dengan suhu udara berkisar 20 o C hingga 33 o C. Musim hujan banyak terjadi pada bulan Desember hingga bulan Maret disebabkan kondisi pergerakan arah angin yang berasal dari angin Barat yang bertiup dari Benua Asia dan yang bertiup dari Samudra Pasifik mengandung banyak uap air,

2 103 sedangkan musim kemarau terjadi mulai bulan April sampai bulan Nopember disebabkan angin Timur yang bertiup dari Benua Australia kurang mengandung uap air. Potensi Pertanian lahan kering Kabupaten Konawe memiliki areal baku (existing area) seluas hektar, dengan areal perkebunan kakao rakyat yang telah diusahakan masyarakat seluas hektar (21,06 % dari existing area yang ada) dengan luas areal tanaman kakao menghasilkan (TKM) seluas ,20 hektar dan areal tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas ,80 hektar. Produktivitas perkebunan kakao rakyat masih di bawah standar rata-rata produktivitas kakao nasional 1,2 ton/ha (Ditjenbun, 2004:51), terlihat dari hasil perkebunan rakyat yang dicapai di daerah penelitian meliputi; produksi kakao 5.769,4 ton, kelapa 2.995,1 ton, lada 1.179,5 ton, kopi 400,4 ton, dan jambu mete 585,1 ton (BPS Kabupaten Konawe, 2008:73-76). Secara rinci mengenai luas areal produksi dan produktivitas tanaman perkebunan Kabupaten Konawe, dapat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Luas Areal Produksi Tanaman Menghasilkan (TM) dan Produktivitas Tanaman Perkebunan di Wilayah Penelitian No Jenis Tanaman Luas Areal TM (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) 1. Kakao 8.690, ,40 0, Kelapa 5.711, ,10 0, Lada 3.273, ,50 0, Kopi 1.053,10 400,40 0, Jambu Mete 6.828,50 585,10 0,085 Jumlah , ,50 0,427 Sumber : Data Sekunder, Konawe Dalam Angka, diolah 2009 Produksi dan produktivitas tanaman perkebunan lahan kering yang dicapai belum optimal (0,427 ton/ha), terutama produktivitas tanaman kakao rata-rata mencapai 0,663 ton/ha, masih 40 persen di bawah standar rata-rata produktivitas kakao nasional (1,2 ton/ha), yang dapat dicapai usahatani kakao di wilayah sentra produksi Kabupaten Konawe. Indikator produksi dan produktivitas tanaman perkebunan rakyat tersebut, menunjukkan bahwa kondisi budidaya tanaman dalam pengembangan perkebunan rakyat, khususnya tanaman kakao masih memerlukan upaya peningkatan kualitas intensifikasi dan penerapan sistim agribisnis yang utuh dalam masyarakat perkebunan di wilayah penelitian.

3 104 Penduduk di Wilayah Penelitian Penduduk Kabupaten Konawe pasca pemekaran wilayah berdasarkan hasil Supas Penduduk Tahun 2006 adalah berjumlah jiwa, yang terdiri atas penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak jiwa (51,39 persen) dan penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak jiwa (48,61 persen). Penduduk yang tercatat di wilayah Kecamatan sentra produksi kakao Kabupaten Konawe yaitu Kecamatan Uepay, Besulutu, dan Abuki adalah jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak KK. Kelompok umur dan jenis kelamin penduduk di wilayah penelitian dapat disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Penduduk di Wilayah Penelitian No Kelompok Umur Penduduk (jiwa) Jumlah Persentase (tahun) Laki-laki Perempuan (jiwa) (%) 1. Di bawah , , , , , , ke atas ,30 Jumlah ,00 Sumber : Data Sekunder Profil Kecamatan, diolah Kelompok penduduk yang terkategori umur produktif (15 55 tahun) sebanyak jiwa (65,66 persen) merupakan penduduk usia muda sekaligus usia kerja yang ada di wilayah penelitian, dan selebihnya umur penduduk yang terkategori non produktif (di bawah 15 tahun dan 56 tahun ke atas) sebanyak jiwa (34,34 persen) adalah umur penduduk yang termasuk usia sekolah dan beban kerja dalam aktivitas kegiatan masyarakat perkebunan. Umur merupakan suatu faktor yang mempengaruhi kemampuan fisik seseorang dalam berpikir maupun dalam bekerja. Komposisi umur penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak jiwa (52,69 persen), masih lebih banyak dibandingkan penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak jiwa (47,31 persen), hal tersebut memberi gambaran bahwa peran laki-laki lebih dominan dalam pencarian nafkah hidup dalam masyarakat perkebunan di wilayah penelitian.

4 105 Kemampuan sumberdaya penduduk juga ditentukan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki dalam masyarakat perkebunan. Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan yang tercatat di wilayah penelitian, disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan di Wilayah Penelitian No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. Belum sekolah/tidak sekolah ,01 2. Tidak tamat SD 413 1,36 3. Tamat SD ,73 4. Tamat SLTP ,46 5. Tamat SLTA ,49 6. Sarjana /PT 289 0,95 Jumlah ,00 Sumber : Data Sekunder Profil Kecamatan, diolah Tingkat pendidikan masyarakat yang dimiliki sebagian besar masih pada tingkat sekolah dasar (SD) yakni sebanyak (36,73 persen), dan sebagian kecil penduduk yang dapat memiliki pendidikan hingga jenjang SLTP (14,46 persen), serta SLTA (13,49 persen) dan Perguruan Tinggi (0,95 persen). Kondisi ini menunjukkan bahwa perhatian masyarakat terhadap pendidikan umum masih kurang sehingga menjadi salah satu penyebab hambatan pengembangan kompetensi petani kakao beragribisnis dalam kegiatan usaha perkebunan rakyat. Kawasan pemukiman penduduk di huni oleh berbagai etnik (suku) baik yang berasal dari etnik lokal atau penduduk asli (suku Tolaki) maupun etnik migran (suku Bugis, Jawa, Bali) yang sebagian besar hidup dari hasil usahatani kakao sebagai petani perkebunan rakyat. Secara rinci mengenai KK penduduk berdasarkan asal etnik, disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah KK Penduduk berdasarkan Asal Etnik di Wilayah Penelitian No Asal Etnik Kec. Uepay (KK) Persen tase (%) Kec. Besulutu (KK) Persen tase (%) Kec. Abuki (KK) Persen tase (%) Jumlah (KK) Persen tase (%) 1. Tolaki (local etnis) , , , ,1 2. Bugis (migrant) , , , ,2 3. Jawa (migrant) 109 6, , , ,2 4. Bali (migrant) ,7 79 4, , ,5 Jumlah , , , ,0 Sumber : Data Sekunder Profil Kecamatan, diolah 2009.

5 106 Keterikatan berbagai asal etnik/suku dalam masyarakat perkebunan, memberikan keragaman tersendiri dalam masyarakat dengan corak pengalaman budaya yang dibawa secara turun temurun dari berbagai etnik masyarakat perkebunan yang ada serta memberi pengaruh terhadap aktivitas petani kakao dalam pengelolaan usahatani kakao di wilayah penelitian. Ikatan asal etnik dominan ditunjukkan oleh suku Tolaki sebanyak 61,1 persen, dan migran suku Bugis sebanyak 18,2 persen, suku Jawa sebanyak 12,2 persen, dan suku Bali sebanyak 8,5 persen dalam masyarakat perkebunan. Akultarasi dan campuran budaya masyarakat yang disebabkan oleh ikatan perkawinan dari penduduk asli dan etnik lainnya menambah kreatifitas masyarakat memanfaatkan potensi sumberdaya lahan untuk pengelolaan usahatani kakao di wilayah penelitian. Sumber mata pencaharian penduduk sebagian besar yang mempunyai jenis pekerjaan berusahatani adalah penduduk yang memperoleh pendapatan dari hasil pertanian di lahan kering mempunyai status sebagai petani. Secara rinci kondisi mata pencaharian KK penduduk berdasarkan jenis pekerjaan dapat disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Kondisi Mata Pencaharian KK Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan di Wilayah Penelitian No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (KK) Persentase (%) 1. Petani Kakao ,37 2. Petani Pangan ,73 3. Peternak ,57 4. PNS /ABRI 171 3,37 5. Pedagang 248 4,89 6. Lain-lain (volunteer) 205 4,05 Jumlah ,00 Sumber : Data Sekunder Profil Kecamatan, diolah Mata pencaharian KK penduduk yang bekerja sebagai petani kakao di lahan kering sangat potensial menjadi sumber pendapatan masyarakat di wilayah penelitian. Artinya masyarakat banyak menggantungkan hidupnya dari pekerjaan berusahatani (petani) dibanding pekerjaan lainnya luar usahatani untuk memperoleh nafkah hidup bagi keluarganya. Sebagian besar mata pencaharian KK penduduk bekerja sebagai petani kakao (40,37 persen), dan selebihnya KK penduduk bekerja sebagai petani padi/palawija, peternak, dan bidang pekerjaan lainnya.

6 107 Prasarana dan Sarana di Wilayah Penelitian Prasarana dan sarana yang tersedia untuk menunjang aktivitas produksi, sosial dan ekonomi masyarakat perkebunan di wilayah penelitian merupakan faktor penunjang aktivitas petani kakao dalam melaksanakan kegiatan usahatani di lahan kering. Menurut Mosher (1981:74) sarana produksi usahatani adalah salah satu faktor pelancar, sedangkan prasarana jalan merupakan syarat pokok dalam pembangunan pertanian. Prasarana jalan dan jembatan yang tersedia di wilayah penelitian masih terbatas, terlihat dari hubungan transportasi antara desadesa dalam kecamatan sentra produksi kakao masih sulit dilalui sarana transportasi. Jalan beraspal yang tersedia sepanjang lebih kurang km adalah satu-satunya jalan protokol provinsi yang menghubungkan batas-batas wilayah kabupaten. Jalan desa dan kecamatan dalam wilayah Kabupaten Konawe sebagian besar belum beraspal sehingga kurang lancar dilalui kendaraan roda empat (mobil/truk) maupun kendaraan roda dua (motor), khususnya pada musim hujan. Secara rinci mengenai pembangunan jalan usahatani (JUT) di wilayah penelitian dalam lima tahun terakhir ( ) dapat disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Pembangunan Jalan Usahatani di Wilayah Penelitian ( ) No Kecamatan Pembangunan JUT (tahun) Jumlah Sponsor Sentra JUT (km) Produksi (km) (km) (km) (km) (km) Kakao 1. Uepay Pemda 2. Besulutu 3*) 5 6, ,5 Pemda + *)Msykat 3. Abuki Pemda Jumlah , ,5 Sumber : Data Sekunder Kantor Bappeda Kabupaten Konawe, diolah Pembangunan sarana jalan usahatani (JUT) dalam lima tahun terakhir ( ) di wilayah penelitian, masih sebagian besar dibangun melalui program pemerintah daerah dari dinas-dinas terkait yakni Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Konawe. JUT yang dilakukan secara partisipatif dengan swadaya masyarakat masih sangat terbatas, yakni sepanjang 3 km (3,97 persen) pada Tahun 2005 di Desa Lawonua Kecamatan Besulutu, selebihnya sepanjang 72,50 km (96,03 persen) dilakukan melalui program Pemda Kabupaten Konawe. Prinsip

7 108 pembangunan yang partisipatif menegaskan masyarakat harus menjadi pelaku utama (subyek) dalam pembangunan (Hikmat, 2001:19). Sarana produksi yang dimiliki masyarakat perkebunan di wilayah penelitian menunjukkan akses petani kakao lahan kering masih terbatas untuk menjangkau kebutuhan sarana produksi yang digunakan dalam proses produksi usahatani (kegiatan on-farm). Selain itu, kondisi ketersediaan sarana produksi usahatani seperti: bibit, pupuk, dan pestisida, serta alat pertanian kecil (APK) masih kurang terpenuhi dalam masyarakat perkebunan karena terbatasnya kemampuan modal finansial untuk menjangkau harga pengadaan saprodi yang terus meningkat dari waktu ke waktu di tingkat petani. Keterbatasan akses penggunaan sarana produksi dalam kegiatan usahatani kakao di lahan kering merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas usahatani kakao mencapai batas optimal di wilayah penelitian. Menurut Ginting (2002:15) petani lahan kering adalah petani yang kurang mampu (miskin) dalam hal permodalan sehingga tidak mampu membeli dan menyediakan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) dan memilih jenis tanaman yang sesuai, sehingga pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak mampu mengadaptasi teknologi usahatani lahan kering yang produktif dan berkelanjutan. Sarana informasi dan komunikasi yang dimiliki masyarakat perkebunan sangat terbatas, di mana fasilitas radio dan televisi (TV) serta media cetak yang ada kurang banyak di akses masyarakat perkebunan sehingga sosialisasi penerapan teknologi tepat guna (TTG) dan informasi harga komoditas pertanian yang banyak tersedia melalui media massa tidak terjangkau oleh komunitas petani pengguna teknologi (audiens). Rendahnya penerimaan informasi TTG dalam masyarakat perkebunan merupakan salah satu penyebab rendahnya pembentukan kompetensi agribisnis dalam masyarakat perkebunan kakao. Menurut Spencer dan Spencer (1993:10) komponen atau elemen yang membentuk kompetensi adalah karakter pribadi (traits) yaitu karakteristik fisik dan reaksi atau respon yang dilakukan secara konsisten terhadap suatu situasi atau informasi. Sarana peralatan usahatani yang dimiliki masyarakat perkebunan di wilayah penelitian menunjukkan masih terbatas pada penggunaan peralatan konvensional dalam menunjang kegiatan produksi usahatani (on-farm) serta belum terintegrasi

8 109 pada kegiatan pengolahan dan prosesing hasil usahatani kakao (off-farm). Peralatan yang digunakan dalam kegiatan produksi umumnya cara-cara biasa seperti; menggunakan alat pacul untuk melakukan pengolahan tanah, penggalian lubang tanam, dan penyiangan tanaman dari gulma yang ada pada lahan usahatani. Sama halnya dengan kegiatan panen dan pengolahan hasil yakni menggunakan peralatan parang dan sabit serta cara manual (memetik dengan tangan) untuk mendapatkan hasil, dan menjemur hasil dengan cara-cara yang sederhana. Kondisi peralatan usahatani yang terbatas dimiliki masyarakat perkebunan membutuhkan banyak waktu dan tenaga kerja untuk melakukan proses produksi, panen, dan pengolahan hasil usahatani kakao dalam setiap musim panen. Di samping itu, terbatasnya sarana peralatan usahatani yang dimiliki petani adalah salah satu hambatan kemampuan agribisnis dan rendahnya kualitas hasil usahatani kakao yang diperoleh dalam setiap musim panen karena petani tidak mampu melakukan proses pengolahan dan prosesing hasil dengan sarana peralatan prosesing yang kurang tersedia di wilayah penelitian. Modal Finansial Masyarakat Perkebunan di Wilayah Penelitian Modal finansial masyarakat perkebunan dapat dilihat dari tingkat pendapatan dan sumber modal usahatani yang diinvestasikan dalam kegiatan usahatani. Tingkat pendapatan masyarakat perkebunan sangat ditentukan dari hasil usahatani yang diperoleh pada setiap musim panen. Musim panen usahatani kakao dalam setahun dalam lingkungan masyarakat perkebunan terjadi sebanyak tiga kali, yakni; (1) panen awal yang terjadi pada bulan April- Mei, di mana kondisi buah kakao sudah dapat di panen sekitar 30 persen dari jumlah buah yang matang secara fisiologis, (2) panen raya terjadi pada bulan Juni- Juli, di mana kondisi buah kakao dapat di panen sekitar 60 persen, dan (3) panen akhir terjadi pada bulan Agustus sampai Nopember, di mana kondisi buah kakao hanya 10 persen yang dapat di panen. Tingkat pendapatan petani kakao sangat ditentukan dari besar- kecilnya hasil panen buah kakao yang diperoleh dalam setahun, sehingga perhitungan pendapatan rata-rata per bulan/minggu/hari hanya dapat ditentukan dari hasil bagi satuan pendapatan per tahun. Perhitungan rata-rata pendapatan petani kakao dalam setahun dari persatuan areal (ha) didapatkan rata-rata pendapatan relatif

9 110 berkisar antara Rp ,00 hingga Rp ,00 dengan tingkat harga kakao yang berlaku dalam periode bulan Agustus 2009 senilai Rp ,00/kg biji kakao kering atau rata-rata pendapatan per bulan sebesar Rp ,00/ha bagi petani yang memiliki tanaman kakao menghasilkan (TKM) sebanyak 1000 pohon/ha. Perhitungan pendapatan rata-rata tersebut, bersumber dari hasil usahatani dan belum termasuk pendapatan anggota keluarga petani yang bersumber dari pendapatan luar usahatani. Tingkat pendapatan rata-rata keluarga petani yang bersumber dari luar usahatani, dapat berkisar antara Rp ,00 hingga Rp ,00/bulan, yang diperoleh dari aktivitas pelayanan jasa keterampilan seperti; mengojek, membuat atap rumbia, buruh bangunan, pengolah batu merah, pengolah pasir, tukang batu, tukang kayu, membuat kerajinan (tembikar, kursi, meja, lemari), dan menokok sagu sebagai bahan pangan alternatif masyarakat etnik lokal setempat. Modal finansial petani yang digunakan dalam usahatani banyak ditentukan dari tabungan atau simpanan yang diperoleh pada setiap musim panen kakao dan pinjaman dari pedagang pengumpul desa, dengan ketentuan pengembalian pinjaman diperhitungkan setelah panen (yarnen). Kelembagaan Masyarakat Perkebunan di Wilayah Penelitian Kelembagaan yang ada pada masyarakat perkebunan kakao rakyat di wilayah penelitian adalah kelembagaan produksi, kelembagaan ekonomi, dan kelembagaan sosial, serta kelembagaan pemerintah daerah. (1) Kelembagaan Produksi Peranan kelembagaan produksi dalam proses produksi usahatani kakao cukup kuat dengan ikatan etnik untuk melakukan aktivitas kegiatan usahatani secara bersama-sama dalam hal; pengolahan tanah, penanaman, pemupukan tanaman, dan pengendalian hama-penyakit tanaman (hapentan). Adanya ikatan sosial petani berdasarkan etnik merupakan kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun untuk mengatasi secara bersama masalah cara berproduksi dengan memberikan bantuan tenaga kerja terhadap komunitasnya dan secara bersamasama melakukan pengendalian hama-penyakit tanaman di lingkungan usahatani mereka.

10 111 Pola kelembagaan produksi masyarakat masih tetap dipertahankan dan dijaga dalam komunitas, dengan masih eksisnya kelembagaan kelompoktani dan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Kelembagaan SLPHT berfungsi sebagai lembaga produksi karena penekanannya pada ikatan-ikatan yang sifatnya kelompok belajar teknis produksi yang terbentuk dari dan oleh masyarakat dengan kerjasama pengadaan sarana produksi seperti; bibit, pupuk, pestisida dan peralatan usahatani di lingkungannya. Selain itu, mereka melakukan kegiatan pengendalian hama PBK secara bersama dan serentak pada waktu-waktu tertentu dalam usahatani mereka untuk mempertahankan produksi yang akan dipanen melalui wadah kelompok Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Model patron-klien dalam kelembagaan produksi komunitas perkebunan banyak ditemukan dalam masyarakat perkebunan, yaitu pemilik lahan luas mempekerjakan petani lainnya yang mempunyai lahan sempit atau tidak memiliki lahan dalam komunitasnya dengan sistem bagi hasil setelah panen. Ketentuan yang diberlakukan dengan model tersebut adalah petani pemilik lahan yang menguasai sumberdaya meminjamkan lahannya kepada pekerja kebun sebagai pengelola kebun dalam batas waktu tertentu (biasanya ketentuan waktu sebanyak 10 kali panen yakni 5 10 tahun), selanjutnya hasil produksi dibagi dua yakni sebagian untuk pemilik lahan dan sebagian untuk pekerja kebun. Pada model ini, pekerja kebun berkewajiban memberi setoran hasil panen (buah kakao) kepada pemilik lahan pada setiap musim panen, dan apabila terjadi resiko akibat gagal panen, maka resiko tersebut tetap menjadi tanggung jawab yang dibebankan kepada pekerja kebun untuk diperhitungkan sebagai beban setoran kepada pemilik lahan pada panen selanjutnya. (2) Kelembagaan Ekonomi Kelembagaan ekonomi dalam masyarakat perkebunan kakao di wilayah penelitian, pembentukan dan fungsinya lebih banyak ditekankan dalam transaksi penjualan hasil dan jalur pemasaran hasil usahatani. Model transaksi penjualan hasil usahatani dapat dilakukan petani secara tidak langsung melalui kelompok usaha bersama (KUBE) dan penjualan hasil usahatani secara langsung melalui pedagang pengumpul dalam komunitas petani kakao pada setiap musim panen.

11 112 Pola KUBE dalam masyarakat perkebunan kakao sudah kurang diminati petani dalam melakukan transaksi penjualan hasil usahatani karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menerima nilai hasil penjualan dari pedagang besar dan eksportir yang berhubungan dengan pengurus KUBE. Selain itu masalah keseragaman mutu dan kualitas hasil sangat diperhatikan oleh pembeli, serta ketentuan biaya tambahan dalam melakukan transaksi penjualan hasil banyak dibebankan kepada anggota komunitas petani produsen kakao, seperti; biaya angkutan, biaya retribusi, dan susutan biji kakao (kg) cukup tinggi yang dikeluarkan sebagai biaya oleh anggota komunitas. Pola transaksi secara langsung dengan pedagang pengumpul dalam penjualan hasil usahatani kakao sangat banyak ditemukan dalam masyarakat perkebunan. Pola ini dilakukan oleh masyarakat perkebunan dengan cara petani menjual langsung hasil usahatani kepada pedagang pengumpul kakao di tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten dengan standar mutu dan harga yang ditentukan oleh pedagang pengumpul. Transaksi penjualan hasil dapat dilaksanakan di kebun saat musim panen atau di tempat penampungan hasil pedagang pengumpul. Penerimaan nilai penjualan hasil usahatani langsung tunai di terima oleh petani dan mutu hasil tidak banyak dipermasalahkan oleh pedagang pengumpul sehingga petani cepat menerima hasil penjualan sesuai kesepakatan harga permintaan dan penawaran yang berlaku saat itu. Pedagang pengumpul menetapkan standar harga pembelian kakao petani, yakni pembelian biji kakao non fermentasi dengan penjemuran sehari (kadar air 21 %) dengan harga Rp ,00 per kg, biji kakao kering dengan penjemuran dua hari (kadar air 14 %) dengan harga Rp ,00 per kg, dan biji kakao kering dengan penjemuran tiga sampai empat hari (kering patah, kadar air 5-7 %) dengan harga Rp ,00 per kg, yang harganya sama dengan biji kakao fermentasi di pasaran umum (kondisi penetapan harga berlaku periode bulan Juli 2009). Jalur pemasaran hasil produksi usahatani kakao sebagian besar (80 %) petani produsen kakao langsung menjual atau memasarkan hasil usahataninya kepada pedagang pengumpul yang ditetapkan menjadi partner business (langganan) dengan pola transaksi penjualan di kebun saat musim panen. Hanya sebagian kecil (20 %) petani produsen kakao yang menggunakan fungsi KUBE

12 113 sebagai wadah kelembagaan ekonomi masyarakat perkebunan sebagai jalur pemasaran hasil usahatani kakao. Pemasaran kakao kurang efektif menggunakan peran kelembagaan ekonomi atau KUBE, disebabkan oleh lambannya traksaksi penjualan hasil usahatani, sedangkan petani ingin cepat memperoleh pertukaran hasil untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan hal tersebut salah satu penyebab lemahnya posisi tawar (bargaining position) komunitas petani produsen kakao dalam menentukan standar harga dan mutu penjualan kakao terhadap konsumen kakao dalam pemasaran hasil produksi usahatani kakao di wilayah penelitian. (3) Kelembagaan Sosial Kelembagaan sosial yang terbentuk untuk mendukung aktivitas sosial masyarakat perkebunan kakao di wilayah penelitian adalah kelompoktani, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan forum antar etnis/suku yang proses pembentukannya dilandasi oleh rasa kesamaan kepentingan dan ikatan sosial masyarakat terhadap kondisi sumberdaya dan lingkungannya. Perbedaan kedudukan dan peranan masing-masing individu dalam komunitas yang cenderung menjadi dasar pelapisan sosial maupun konflik sosial masih pada batas-batas toleransi karena nilai kebersamaan dan pembauran masyarakat yang terjadi melalui ikatan perkawinan antar anggota keluarga dari etnik masyarakat yakni etnik lokal maupun etnik migran sudah menjadi model toleransi sosial masyarakat di wilayah penelitian. Struktur komunitas dalam masyarakat perkebunan terutama ditentukan oleh finansial ekonomi individu anggota komunitas dalam hal kepemilikan luas lahan serta sumberdaya yang dikuasainya dan pada gilirannya akan menentukan hubungan sosial kemasyarakatan. Selain hal tersebut, struktur komunitas sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh individu anggota komunitas. Sifat ketokohan, keteladanan dan kepemimpinan komunitas selalu menjadi pertimbangan utama untuk mendapatkan pengakuan masyarakat perkebunan dan sangat ditentukan dari latar belakang silsilah keturunan, tingkat pendidikan, dan finansial ekonomi yang melekat pada diri individu dalam masyarakatnya. Peran dan fungsi kelompoktani dari bentukan Penyuluh Lapangan Perkebunan Terpadu (PLPT) dalam masyarakat perkebunan diarahkan sebagai

13 114 unit produksi, kelas belajar, dan wadah kerjasama antar individu anggota komunitas yang didasarkan atas kesamaan tempat tinggal, sumberdaya yang dikelola, dan tujuan bersama yang hendak dicapai. Penetapan pengurus yakni ketua dan anggota kelompoktani sebagai kelembagaan sosial masyarakat sifatnya non formal didasarkan atas kesepakatan wilayah hamparan usahatani dan domisili anggota komunitas. Penumbuhan dan pengembangan kelompoktani dalam masyarakat perkebunan yang mempunyai anggota antara orang petani, masih berjalan lambat dan proses pengembangannya belum efektif berperan untuk membina hubungan kerjasama anggota komunitas dalam usaha produksi, pengolahan dan pemasaran hasil usahatani. Kemampuan kelompoktani perkebunan umumnya masih lemah dalam hal; (1) mengakses penyediaan sarana produksi usahatani, (2) mengakses informasi teknologi tepat guna, (3) mengakses penyediaan modal usaha, (4) mengakses pengolahan hasil usahatani, dan (5) mengakses pemasaran hasil usahatani. Kondisi ini menunjukkan bahwa perilaku agribisnis petani kakao sebagai anggota kelompoktani masih lemah untuk mengintegrasikan kegiatan on-farm dan off-farm untuk mencapai produktivitas usahatani kakao yang optimal. Peran dan fungsi kelompok swadaya masyarakat (KSM) dalam masyarakat perkebunan adalah membina hubungan antar kelompok etnis/suku yang beragam dalam masyarakat untuk penanggulangan konflik sosial yang sangat potensial dapat terjadi karena perbedaan sumberdaya lahan, suku, agama, dan masalah sosial lainnya. Selain itu KSM juga berperan sebagai wadah pengembangan kreatifitas masyarakat perkebunan kakao dalam bidang sosial kemasyarakatan yang mempunyai jaringan dengan lembaga sosial luar komunitas seperti; Lembaga Bina Mandiri (LBM), Yayasan Solo Indonesia (YSI), lembaga organisasi ADI-VODCA di Australia dan lembaga organisasi NZAID di New Zaeland. Aktivitas pengurus KSM dalam masyarakat perkebunan banyak ditekankan untuk memfasilitasi terbentuknya forum antar etnik/suku, serta mengawasi pelaksanaan kegiatan sosial dalam masyarakat dengan bantuan dana hibah kepada masyarakat pedesaan yang sumber anggarannya dari non pemerintah. Kelembagaan etnik yang terbentuk dalam masyarakat perkebunan banyak memberi manfaat sosial bagi komunitas etnik yang bermacam-macam

14 115 asalnya dalam hal toleransi dan kebersamaan dalam aktivitas sosial masyarakat perkebunan, dan efektif mencegah konflik masyarakat yang berbeda etnik/suku di wilayah penelitian. (4) Kelembagaan Pemerintahan Kelembagaan pemerintahan dalam masyarakat perkebunan berfungsi untuk melakukan tugas-tugas pelayanan publik dan urusan-urusan pemerintahan serta kemasyarakatan. Struktur kelembagaan pemerintahan berdasarkan batas wilayah administratif dan fungsi lembaga pemerintahan mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, hingga kabupaten sebagai wilayah otonomi daerah Kabupaten Konawe di Provinsi Sulawesi Tenggara. Kelembagaan pemerintahan yang banyak berhubungan dan berperan di lingkungan masyarakat perkebunan adalah pemerintahan desa dan lembaga penyuluhan. Kinerja aparat pemerintahan desa dan petugas penyuluhan di wilayah penelitian merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap masyarakat perkebunan dalam menunjang pelayanan aktivitas pembangunan perkebunan kakao rakyat. Peran aparat pemerintah desa umumnya lebih banyak ditekankan pada urusan pemerintahan, pelayanan pajak bumi dan bangunan (PBB), pengurusan KTP dan kartu rumah tangga warga masyarakat, masalah keamanan dan ketertiban masyarakat (kantibmas) serta perencanaan pembangunan desa bersama anggota Badan Perwakilan Desa (BPD) dan Lembaga Pemberdayaan masyarakat (LPM) sebagai mitra pemerintah desa. Kelembagaan penyuluhan merupakan kelembagaan yang berperan dalam perubahan perilaku masyarakat perkebunan untuk melakukan pengelolaan sumberdaya yang dimiliki masyarakat secara produktif. Kondisi penyuluhan dalam masyarakat perkebunan masih bersifat pelayanan penyuluhan kepada masyarakat petani yang aktif sebagai anggota kelompoktani. Umumnya petugas penyuluhan lapangan (PPL) melakukan pembinaan dan penyuluhan berdasarkan wilayah kerja (wilkel) penyuluhan yang terkonsentrasi pada batas wilayah administrasi desa yakni satu penyuluh satu desa. Hal tersebut, belum efektif dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah, karena jumlah sebaran desa dengan ketersediaan penyuluh yang ada di daerah sangat terbatas, di samping itu sebagian

15 116 besar PPL kurang memiliki bidang kompetensi yang sesuai keahlian teknis dan potensi desa tempat penyuluh bertugas. Secara rinci mengenai keragaan keahlian tenaga fungsional penyuluhan di daerah Kabupaten Konawe, disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Keragaan Keahlian Tenaga Penyuluhan di Wilayah Penelitian No Keahlian Teknis (bidang/sektor) Jumlah Penyuluh (orang) Persentase (%) Tanaman Pangan Perikanan Peternakan Perkebunan Kehutanan ,26 10,05 9,55 17,08 12,56 Jumlah ,00 Sumber : Data Sekunder, Kantor BP4K Kabupaten Konawe, diolah 2009 Keragaan keahlian tenaga penyuluhan di wilayah penelitian masih didominasi oleh penyuluh pertanian tanaman pangan dan perkebunan karena penanganan potensi daerah pada sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan merupakan bidang usahatani yang banyak dikelola dalam masyarakat dibanding bidang usaha/sektor lainnya. Jangkauan tugas pelayanan penyuluhan yang sangat luas dalam masyarakat perkebunan membuat beban tugas penyuluhan semakin berat tantangannya ke depan, oleh sebab itu fokus perhatian utama pemerintah untuk peduli terhadap penyuluhan dengan penyediaan insentif dan fasilitas pendukung kelancaran pelaksanaan tugas-tugas penyuluhan pembangunan di daerah. Tingkat Produktivitas Usahatani Kakao Produktivitas usahatani kakao adalah potensi usahatani kakao untuk menghasilkan keluaran berupa produk kakao dengan masukan sumberdaya tertentu dalam pengelolaan usahatani kakao pada lahan kering. Sejalan dengan pendapat Wibowo (2007:241) menyatakan produktivitas adalah hubungan antara keluaran atau hasil kinerja dengan masukan yang diperlukan. Produktivitas merupakan kombinasi semua faktor produksi dan dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan motivasi kerja. Produktivitas usahatani kakao dalam penelitian ini, diukur dengan

16 117 parameter skor tingkat produksi usahatani, tingkat mutu hasil usahatani, dan nilai tambah produksi usahatani dalam masyarakat perkebunan di wilayah penelitian. Berdasarkan analisis jawaban petani responden mengenai aspek tingkat produktivitas usahatani kakao dalam masyarakat perkebunan di wilayah penelitian (Lampiran 26), maka diperoleh sebaran petani responden seperti pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Petani Responden menurut Tingkat Produktivitas Usahatani Kakao Produktivitas Tingkat Produktivitas Petani Responden (n) Persentase (%) Usahatani Kakao (kg/ha) Sangat rendah < ,0 Rendah > ,8 Sedang > ,2 Tinggi > ,0 Sangat tinggi > ,0 Jumlah ,0 Tabel 13, menunjukkan bahwa tingkat produktivitas usahatani kakao petani responden dalam masyarakat perkebunan, umumnya rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sebaran responden pada kategori tingkat produktivitas usahatani rendah sebanyak 68 petani responden (37,8 persen). Sebaran kategori tingkat produktivitas sangat rendah pada 63 petani responden (35 persen), dan kategori tingkat produktivitas sedang pada 49 petani responden (27,2 persen). Tingkat produksi usahatani kakao persatuan areal sebagai indikator produktivitas usahatani kakao diukur dengan jumlah produksi kakao yang dihasilkan tanaman kakao di pertanaman persatuan areal (kg/ha). Kondisi tingkat produksi kakao umumnya memberikan hasil produksi usahatani kakao yang rendah dalam masyarakat perkebunan. Jumlah produksi kakao sangat ditentukan oleh aspek kemampuan teknis petani dalam pengelolaan usahatani, seperti; penggunaan sarana produksi, pengaturan jarak tanam, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit tanaman (hapentan) dipertanaman. Selain itu dukungan aspek kemampuan manajerial petani sangat menentukan penerapan sistem dan pengembangan usaha agribisnis kakao, seperti; perencanaan usahatani, pengorganisasian sumberdaya, dan kemitraan bisnis kakao.

17 118 Data dan informasi kondisi produksi kakao dalam masyarakat perkebunan menunjukkan jumlah produksi kakao sebanyak kg biji kakao kering dalam setahun dengan luas areal penanaman kakao petani responden seluas 280,5 ha, sehingga kondisi rata-rata produktivitas usahatani baru mencapai 519 kg per hektar setahun atau 0,52 ton biji kakao kering. Tingkat mutu hasil kakao dalam usahatani sebagai indikator pengukuran tingkat produktivitas usahatani diukur dengan mutu produksi usahatani kakao diklasifikasikan dalam bentuk kualitas mutu fermentasi dan non fermentasi yang dihasilkan usahatani kakao dalam masyarakat perkebunan. Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan petani yang terkategori sangat rendah terhadap perlakuan fermentasi biji kakao sehingga mutu kakao dominan mutu asalan. Kondisi tingkat mutu hasil usahatani kakao sangat ditentukan dengan kemampuan teknis petani untuk meningkatkan kualitas mutu hasil usahatani dengan melakukan perlakuan fermentasi biji kakao, dan perlakuan pengeringan biji kakao sesuai standar persentasi kadar air biji kakao. Selain itu, tingkat mutu juga sangat ditentukan dengan perlakuan perbedaan harga pasar kakao berdasarkan standarisasi mutu di pasaran konsumen. Data dan informasi harga kakao petani responden yang teridentifikasi dalam masyarakat perkebunan menunjukkan fluktuasi harga bervariasi saat panen kakao yakni berada pada kisaran harga Rp ,00 hingga Rp ,00 per kg, disamping itu kualitas kakao mutu fermentasi dan non fermentasi tidak menunjukkan perbedaan harga yang nyata pada saat panen. Waktu panen awal (bulan April-Mei) dan panen akhir kakao (bulan September- Oktober) petani menerima harga kakao berada pada kisaran harga Rp ,00 hingga Rp ,00 dan waktu panen raya (bulan Juni-Juli) petani menerima harga kakao berada pada kisaran Rp ,00 hingga Rp ,00 per kg biji kakao kering. kondisi ini terjadi karena harga kakao lebih banyak dikendalikan oleh pedagang kakao dan petani kurang mampu bekerjasama menentukan harga yang layak diterima sehingga bargaining position petani lemah menentukan harga kakao dalam masyarakat perkebunan. Nilai tambah usahatani kakao sebagai indikator pengukuran tingkat produktivitas usahatani kakao diukur dengan tambahan bobot produksi usahatani kakao dalam bentuk pertambahan bobot buah dan bobot biji kakao yang

18 119 dihasilkan dalam usahatani petani responden. Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan petani yang terkategori sangat rendah terhadap tingkat produktivitas usahatani kakao dalam masyarakat perkebunan di wilayah penelitian. Kondisi nilai tambah usahatani kakao dalam masyarakat perkebunan umumnya memiliki nilai tambah usahatani sangat rendah, sangat ditentukan oleh kemampuan teknis petani dalam melakukan pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman kakao di pertanaman dalam usahatani kakao, sehingga dapat meningkatkan volume buah dan bobot berat biji kakao. Informasi satuan nilai tambah produksi kakao yang teridentifikasi pada petani responden menunjukkan volume bobot 100 buah kakao identik dengan 2 kg biji kakao kering. Tingkat Pendapatan Usahatani kakao Pendapatan usahatani kakao merupakan nilai pendapatan yang diperoleh petani dalam setahun yang diperhitungkan dari nilai penerimaan usahatani dikurangi dengan keseluruhan biaya (total cost) yang dikeluarkan selama satu siklus produksi/periode panen di wilayah penelitian. Menurut Soekartawi (2006:58) bahwa pendapatan bersih usahatani dapat diukur nilainya dengan cara menghitung selisih total penerimaan dan total biaya dalam jangka waktu satu tahun, yang dirumuskan secara matematis yakni Pd = TR TC, dimana Pd (pendapatan usahatani), TR (total penerimaan), dan TC (total biaya). Indikator tingkat pendapatan usahatani kakao diukur berdasarkan nilai penerimaan usahatani (Rp), nilai pengeluaran biaya usahatani (Rp), dan nilai pendapatan bersih usahatani kakao (Rp). Berdasarkan jawaban petani responden mengenai tingkat pendapatan usahatani kakao dalam setahun pada masyarakat perkebunan di wilayah penelitian (Lampiran 27), maka diperoleh sebaran petani responden seperti pada Tabel 14.

19 120 Tabel 14. Sebaran Petani Responden menurut Tingkat Pendapatan Usahatani Kakao Pendapatan Tingkat Pendapatan Petani Responden (n) Persentase (%) Usahatani Kakao (Rp ,00) Sangat rendah < 9 juta 70 38,9 Rendah > 9-18 juta 65 36,1 Sedang > juta 28 15,6 Tinggi > juta 8 4,4 Sangat tinggi > 36 juta 9 5,0 Jumlah ,0 Tabel 14, menunjukkan bahwa tingkat pendapatan usahatani kakao petani responden dalam masyarakat perkebunan, umumnya rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sebaran responden pada kategori tingkat pendapatan usahatani sangat rendah sebanyak 70 petani responden (38,9 persen). Sebaran kategori tingkat pendapatan rendah pada 65 petani responden (36,1 persen), dan kategori tingkat pendapatan sedang pada 28 petani responden (15,6 persen). Rendahnya tingkat pendapatan usahatani kakao, banyak disebabkan oleh kurangnya volume produksi yang terjual, rendahnya tingkat mutu hasil produksi yang dipasarkan petani kepada pembeli, serta fluktuasi harga kakao yang bervariasi di tingkat petani pada setiap musim panen kakao. Nilai penerimaan usahatani kakao sebagai indikator pengukuran tingkat pendapatan didasarkan pada nilai penjualan hasil usahatani yang diperoleh petani melalui volume produksi (rata-rata 519 kg/ha) dikalikan dengan harga jual kakao yang dinilai sesuai kandungan kadar air atau tingkat kekeringan biji kakao yakni tingkat harga Rp14.000,00 hingga Rp ,00/kg biji kakao kering. Penerimaan hasil usahatani kakao dalam setahun umumnya rendah yang diterima oleh petani responden dalam masyarakat perkebunan. Hal ini ditunjukkan oleh dominan pernyataan petani yang terkategori sangat rendah. Kemampuan teknis petani berkaitan dengan peningkatan kualitas mutu hasil usahatani, apabila petani mampu melakukan fermentasi biji kakao, dan pengeringan biji kakao akan menarik respon pembelian kakao untuk membeli kakao sesuai standar harga yang berlaku di pasaran konsumen. Selain itu, kemampuan manajerial petani berkaitan dengan kemitraan bisnis usahatani,

20 121 apabila petani mampu bekerjasama dengan pelaku usaha kakao untuk meningkatkan posisi tawar petani dalam pemasaran kakao, maka petani dapat menerima harga pasar kakao yang layak dari konsumen pelaku pasar kakao. Nilai pengeluaran biaya usahatani kakao sebagai indikator pengukuran tingkat pendapatan usahatani kakao diukur berdasarkan penjumlahan biaya tetap (rata-rata Rp ,00/ha) dan biaya tidak tetap (rata-rata Rp ,00/ha) sehingga total biaya rata-rata sebesar Rp ,00 per hektar yang dikeluarkan petani untuk kegiatan usahatani kakao dalam setahun. Rata-rata pernyataan petani terkategori rendah terhadap tingkat pendapatan usahatani kakao dalam masyarakat perkebunan kakao. Kondisi ini, sangat ditentukan oleh kemampuan manajerial petani untuk mengatur penggunaan sumberdaya usahatani dengan memanfaatkan penggunaan input usahatani dan pembagian waktu kerja dalam kegiatan usahatani. Selain itu, diperlukan kemampuan teknis petani untuk menggunakan teknologi tepat guna dalam pengadaan sarana produksi seperti ; pupuk buatan (bukasyi), dan pestisida nabati yang bahan bakunya tersedia dalam lingkungan usahatani untuk menekan pengeluaran biaya sarana produksi usahatani kakao dalam masyarakat perkebunan di wilayah penelitian. Nilai pendapatan bersih sebagai indikator pengukuran tingkat pendapatan usahatani kakao diukur berdasarkan selisih total penerimaan hasil usahatani dengan total pengeluaran biaya usahatani kakao per satuan luas dalam setahun (Rp/ha). Nilai pendapatan bersih usahatani kakao petani responden umumnya sangat rendah. Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan petani yang terkategori sangat rendah (38,9 persen). Hasil pengamatan dan observasi lapang menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan hasil usahatani kakao petani responden dalam setahun sebesar Rp ,00 per hektar, dan rata-rata total biaya usahatani kakao yang dikeluarkan sebesar Rp ,00 per hektar dalam setahun. Perhitungan rata-rata pendapatan bersih hasil usahatani kakao dapat diestimasikan sebesar Rp ,00 per hektar dalam setahun. Jika perhitungan rata-rata pendapatan hasil usahatani kakao persatuan luas (ha) per bulan sebesar Rp ,00 atau (Rp ,00/12 bulan dlam setahun), maka setiap satu pohon kakao menghasilkan hanya memberi kontribusi pendapatan riil sebesar Rp 801,00 per bulan. Dikaitkan dengan sasaran pendapatan petani perkebunan lahan kering yang

21 122 dicanangkan sebelumnya oleh Direktorat Jenderal Perkebunan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe (Visi 2010) untuk pencapaian pendapatan petani kakao rata-rata minimal sebesar US (Rp ,00) per tahun dalam masyarakat perkebunan kakao, maka kelayakan pengelolaan usahatani kakao persatuan luas adalah minimal seluas 1,5 hektar dengan tanaman kakao menghasilkan (TKM) sebanyak 1650 pohon (standar teknis populasi tanaman kakao 1100 pohon/ha) sehingga perhitungan pendapatan usahatani kakao dapat diestimasi sebesar Rp ,00 (1650 pohon x Rp 801,00 x 12 bulan dalam setahun) dalam masyarakat perkebunan kakao. Oleh karena itu, faktor pengembangan model kompetensi agribisnis petani kakao menjadi penting dalam upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani lahan kering di wilayah Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Deskripsi Faktor Internal dan Eksternal Petani Kakao Di Wilayah Penelitian Faktor Internal Suatu masyarakat manapun terdapat faktor internal sebagai daya internal yang mekanismenya bersifat khas (local specific) dan secara nyata berperan dalam mengatasi masalahnya sendiri. Nilai-nilai keunggulan mencirikan seseorang dalam komunitas tertentu khususnya petani kakao yang berusahatani di lahan kering, faktor daya internal yang dimiliki akan menjamin keberlanjutan usaha. Sejalan dengan pendapat Wibowo (2007:104) yang menyatakan bahwa motivasi dan karakteristik kepribadian merupakan faktor-faktor yang dapat digunakan untuk memperbaiki kompetensi yang menghambat pada diri seseorang. (1) Karakteristik Petani Kakao Karakteristik petani kakao merupakan ciri tertentu pada sumberdaya individu yang dimiliki dalam masyarakat perkebunan kakao rakyat di wilayah penelitian, meliputi: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, tanggungan keluarga, pengalaman berusahatani, kekosmopolitan, luas lahan produksi, jumlah tanaman kakao menghasilkan (TKM), pendapatan keluarga, dan keterikatan etnik/suku.

22 123 Umur Petani Umur petani merupakan suatu faktor yang mempengaruhi kemampuan fisik seseorang dalam berpikir maupun dalam bekerja. Menurut Suparno (2001:25) bahwa perkembangan kemampuan berpikir terjadi seiring dengan bertambahnya umur seseorang. Sebaran petani responden berdasarkan umur, disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Sebaran Petani Responden berdasarkan Umur Umur (tahun) Petani Responden (n) Persentase (%) > ,8 30,0 33,3 16,7 2,2 Jumlah ,0 Umur petani kakao umumnya pada kisaran usia cukup produktif yakni sebanyak 60 orang petani (33,3 persen) dengan usia antara 35 sampai 44 tahun, dan usia produktif sebanyak 54 orang petani (30,0 persen) pada kisaran usia antara 25 sampai 34 tahun serta usia sangat produktif sebanyak 32 orang petani (17,8 persen). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar petani kakao berada pada usia produktif, dengan kondisi tenaga dan kekuatan fisik yang kuat serta pikiran dan pertimbangan yang mantap untuk menerima inovasi baru dalam menjalankan aktivitas usahatani kakao. Usia produktif sangat berpengaruh untuk menunjang aktivitas pekerjaan berusahatani kakao, karena kondisi usia yang semakin bertambah dari waktu ke waktu menjadi hambatan petani untuk mengembangkan potensi dirinya (kompetensi) dalam mengelola usahataninya secara baik. Kondisi umur produktif berkaitan dengan karakteristik petani kakao dalam masyarakat perkebunan di wilayah penelitian. Pendidikan Formal Pendidikan formal yang dimiliki petani merupakan salah satu faktor pembentuk kompetensi seseorang untuk mengembangkan intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir dan mengajarkan kepada individu aneka macam kemampuan. Menurut Soekanto (2002:328) pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka cakrawala pemikiran dalam

23 124 menerima hal-hal baru serta bagaimana cara berpikir secara ilmiah. Slamet (2003:20) mengemukakan bahwa pendidikan sebagai usaha untuk menghasilkan perubahan-perubahan pada perilaku manusia. Sebaran petani responden berdasarkan jenjang pendidikan formal, disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran Petani Responden berdasarkan Jenjang Pendidikan Formal Jenjang Pendidikan Formal Petani Responden (n) Persentase (%) Tidak tamat SD SD SLTP SLTA PT ,7 28,9 28,9 39,4 1,1 Jumlah ,0 Pendidikan formal yang dimiliki petani sebagian besar pada jenjang pendidikan dasar yakni SD dan SLTP sebanyak 104 orang petani (57,8 persen) dan tidak tamat SD sebanyak 3 orang petani (1,7 persen), dan petani yang memiliki jenjang pendidikan hingga tingkat SLTA sebanyak 71 orang (39,4 persen). Hal tersebut, menunjukkan jenjang pendidikan formal petani kakao umumnya terkategori rendah. Kondisi jenjang pendidikan formal petani berkaitan dengan karakteristik petani kakao dalam masyarakat perkebunan di wilayah penelitian. Pendidikan Nonformal Pendidikan nonformal yang diikuti petani merupakan salah satu faktor pembentuk kompetensi sesorang untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan tertentu. Sebaran petani responden berdasarkan pendidikan nonformal yang di ikuti, disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Sebaran Petani Responden berdasarkan Pendidikan Nonformal Pendidikan Nonformal (frekuensi ikut pelatihan) Petani Responden (n) Persentase (%) Tidak pernah 75 41,6 1 kali 2 kali 3 kali ,8 27,8 5,0 > 4 kali 5 2,8 Jumlah ,0

24 125 Pendidikan nonformal petani menunjukkan bahwa sebagian besar petani menyatakan tidak pernah mengikuti pelatihan teknis usahatani sebanyak 75 orang petani (41,6 persen), dan selebihnya hanya kadang-kadang 1 kali ikut pelatihan teknis dalam setahun sebanyak 41 orang petani (22,8 persen), ikut pelatihan teknis seringkali 2 kali dalam setahun sebanyak 50 orang petani (27,8 persen). Jenis pelatihan teknis usahatani yang frekuensinya kadang atau sering diikuti oleh petani yakni pelatihan SLPHT dan budidaya kakao yang diselenggarakan melalui kelembagaan penyuluhan. Hal tersebut, menunjukkan umumnya kemampuan petani masih kurang untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan agribisnis kakao dalam pengelolaan usahatani kakao. Kurangnya keikut-sertaan petani dalam pelatihan teknis usahatani kakao yang diselenggarakan kelembagaan penyuluhan, disebabkan karena petani memiliki keterbatasan dalam beberapa hal yakni; waktunya banyak terbuang untuk pekerjaan usahatani bila ikut pelatihan, peserta pelatihan dipersyaratkan memiliki pendidikan formal yang cukup (minimal tamat SLTP, serta bisa membaca dan menulis), memiliki usia masih produktif, memiliki skala lahan dengan luasan areal produktif (> 1,0 hektar) dan aktif terlibat sebagai anggota kelompok tani. Kondisi pendidikan nonformal petani terkait dengan karakteristik petani kakao dalam masyarakat perkebunan di wilayah penelitian. Kekosmopolitan Ciri kekosmopolitan yang dimiliki petani merupakan salah satu indikator kualitas sumberdaya manusia dalam melihat pengayaan wawasan pergaulan petani untuk membuka diri berhubungan dengan pihak luar lingkungannya. Menurut Soekanto (2002:301) ciri orang modern adalah bersifat terbuka dan rasional menerima perubahan nilai-nilai baru dalam lingkungan masyarakat. Sebaran petani responden berdasarkan kekosmopolitan petani, disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Sebaran Petani Responden berdasarkan Kekosmopolitan Kekosmopolitan (frekuensi setahun) Petani Responden (n) Persentase (%) Tidak pernah 1 kali setahun 2 kali setahun 3 kali setahun ,2 83,4 12,2 2,2 Jumlah ,0

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 69 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kerangka berpikir penelitian ini dimulai dengan pendapat Spencer dan Spencer (1993:9-10) menyatakan bahwa setiap kompetensi tampak pada individu dalam

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian sudah selayaknya tidak hanya berorientasi pada produksi atau terpenuhinya kebutuhan pangan secara nasional, tetapi juga harus mampu meningkatkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

METODE PENELITIAN Desain Penelitian 79 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menyajikan kerangka isi penelitian tentang faktor internal dan eksternal petani responden, serta perilaku agribisnis

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN OLEH AMELIA 07 114 027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 i ANALISIS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskrifsi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Popayato Barat merupakan salah satu dari tiga belas Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Kecamatan Popayato

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Perkebunan kakao merupakan salah satu sektor unggulan di bidang pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara dimana sekitar 52% total

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah. Kecamatan Bangun Rejo merupakan pemekaran

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografis Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN 4.. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten PPU secara geografis terletak pada posisi 6 o 9 3-6 o 56 35 Bujur Timur dan o 48 9 - o 36 37 Lintang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan BAB II DESA PULOSARI 2.1 Keadaan Umum Desa Pulosari 2.1.1 Letak Geografis, Topografi, dan Iklim Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : 44 IV. GAMBARAN UMUM A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Raman Utara Kecamatan Raman Utara merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung Timur dan berpenduduk 35.420 jiwa dengan luas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Wilayah 1. Kecamatan Sekampung Udik Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan Sekampung Udik merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan memegang peranan penting di Indonesia. Hal ini didukung oleh faktor letak geografis Indonesia yang mendukung untuk sektor pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Desa Pesawaran Indah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2007 tanggal 10 Agustus 2007 tentang Pembentukan Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pringsewu, secara geografis Kabupaten

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pringsewu, secara geografis Kabupaten 47 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pringsewu, secara geografis Kabupaten Pringsewu terletak pada 140 0 42 0-105 0 8 0 BT dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Topografi Desa Banyuroto terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan batas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat Menurut Lampung Barat Dalam Angka (213), diketahui bahwa Kabupaten Lampung Barat

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Menurut Ciputra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan besar), kehutanan, peternakan, dan perikanan (Mubyarto, 1977 : 15).

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan besar), kehutanan, peternakan, dan perikanan (Mubyarto, 1977 : 15). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan mata pencaharian pokok dan kunci pertumbuhan yang mantap untuk perekonomian secara keseluruhan bagi negara yang sedang berkembang. Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di 63 BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil analisis kesesuaian, pengaruh proses pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dapat dibahas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan mempunyai fungsi tertentu, dimana kegiatan ekonominya, sektor dan produk unggulannya, mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Kawasan

Lebih terperinci

BAB II. KERANGKA TEORITIS

BAB II. KERANGKA TEORITIS 2.1. Pendapatan Petani Tembakau 2.1.1. Pendapatan Usahatani BAB II. KERANGKA TEORITIS Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam sekali periode. Pendapatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Pertumbuhan dan perkembangan sektor usaha perkebunan di Indonesia dimotori oleh usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah dan milik swasta. Di Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 39 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Tanggamus Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 Januari 1997 dan pada tanggal 21 Maret 1997 resmi menjadi salah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Tomoni memiliki luas wilayah 230,09 km2 atau sekitar 3,31 persen dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Desa Cipelang Desa Cipelang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor, desa ini memiliki luas daerah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 84 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 o 14 sampai dengan 105 o 45 Bujur Timur dan 5

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Piyaman merupakan salah satu Desa dari total 14 Desa yang berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Desa Piyaman berjarak sekitar

Lebih terperinci