BAB I PENDAHULUAN. 1 Arno Maierbrugger, Planned Common ASEAN Visa Expected to Boost Visits from Mideast,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1 Arno Maierbrugger, Planned Common ASEAN Visa Expected to Boost Visits from Mideast,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, semakin berkembang pula tujuan dan motivasi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata. Tidak hanya sebatas hiburan melainkan meliputi kepentingan bisnis, pendidikan, pengobatan, kunjungan maupun kepentingan lain. Keadaan ini menjadikan negara di dunia berlomba-lomba untuk meningkatkan serta mengembangkan kondisi pariwisata negara mereka, di mana berbagai cara terus dilakukan sebagai salah satu upaya meningkatkan daya tarik dan kedatangan wisatawan asing. Begitu juga yang terjadi di kawasan ASEAN, salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kondisi pariwisata regional adalah dengan meningkatkan konektivitas antar negara anggota dan mempromosikan pariwisata secara bersama. Upaya meningkatkan konektivitas kawasan tersebut salah satunya dilakukan ASEAN dengan menerapkan kebijakan bebas visa. Kebijakan dengan memberikan pembebasan izin visa yang diterapkan secara regional bagi sesama negara anggota ASEAN yang hendak melakukan perjalanan di kawasan Asia Tenggara. Kebijakan tersebut terbukti berhasil dalam meningkatkan konektivitas kawasan, bahkan secara lebih luas meningkatkan kedatangan wisatawan. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, ASEAN ingin meningkatkan kondisi tersebut menjadi lebih luas jangkauannya kepada wisatawan non-asean dengan menggunakan single visa. Rencana penerapan single visa bagi wisatawan asing ini disebut dengan ASEAN Single Visa. Pada saat ini contoh dari penerapan single visa yang terbukti berhasil telah dilaksanakan di Uni Eropa melalui Visa Schengen. Keberhasilan dari penerapan Visa Schengen tersebut menginsipirasi Thailand untuk menerapkan hal yang sama di kawasan Asia Tenggara. Sehingga mekanisme penerapan single visa ASEAN rencananya akan mengikuti jejak sistem visa Schengen yang telah diterapkan di negara anggota Uni Eropa dan negara non-anggota dalam memfasilitasi wisatawan asing untuk datang ke negara-negara Eropa hanya dengan satu visa. 1 Melalui penerapan ASEAN single visa ini diharapkan 1 Arno Maierbrugger, Planned Common ASEAN Visa Expected to Boost Visits from Mideast, Gulf Times, 11 Mei 2014, < bus.%20news/256/details/391637/planned-common-asean-visa-expected-to-boost-visits-frommideast>, diakses pada 26 Januari

2 nantinya dapat meningkatkan mobilitas para wisatawan asing agar lebih mudah untuk melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain di dalam kawasan regional Asia Tenggara. Di sisi lain, kebijakan tersebut turut diyakini dapat memberikan dampak positif bagi seluruh negara anggota ASEAN, khususnya dalam meningkatkan keberadaan sektor pariwisata. Rencana kebijakan ASEAN Single Visa mulai digagas dalam pertemuan ASEAN Tourism Forum (ATF). Sebelumnya perlu diketahui bahwa ATF merupakan suatu wadah untuk mendukung keberlangsungan pariwisata di kawasan Asia Tenggara yang sudah digagas sejak tahun 1981 dan direalisasikan secara tertulis melalui ASEAN Tourism Agreement (ATA) pada 4 November ATF sendiri merupakan upaya regional untuk mempromosikan wilayah ASEAN sebagai tujuan wisata dengan pesona alam dan keragaman budaya sebagai daya tarik utama. Di samping itu, ATF turut membahas persoalan yang dihadapi oleh negara-negara anggota ASEAN dalam bidang pariwisata. Secara rutin kegiatan ini diselenggarakan setiap tahunnya dengan melibatkan semua sektor industri pariwisata dari seluruh negara anggota ASEAN. Pada tahun 2011, pertemuan ATF yang diselenggarakan di Phom Penh, Kamboja menyepakati beberapa strategi khusus di bidang pariwisata yang bertujuan untuk menjadikan ASEAN sebagai single destination bagi wisatawan asing. Strategi tersebut tercantum di dalam ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP). 3 Salah satu hal yang dibahas di dalam strategi tersebut adalah terkait dengan penerapan single visa. Rencana kebijakan single visa merupakan bagian dari strategi pariwisata terkait dengan peningkatan dan percepatan fasilitas perjalanan serta konektivitas ASEAN. Kebijakan tersebut dibentuk untuk dapat mewujudkan ASEAN sebagai single destination bagi negara-negara non-anggota. Sejak dimasukkannya single visa kedalam rancangan strategi pariwisata tahun 2011, rancangan ini mendapatkan sambutan baik serta dukungan dari negara anggota ASEAN, yang mana 2 Association of South East Asia Nation, Plan of Action on ASEAN Cooperation in Tourism, < diakses 22 Januari Association of Southeast Asian Nation, ASEAN Tourism Strategic Plan , < Final.pdf>, diakses pada 22 Januari

3 rencananya kebijakan tersebut akan direalisasikan setelah persiapan strategi khusus pariwisata selesai dilaksanakan. 4 Pada awalnya sebelum menuju kepada rencana penerapan ASEAN single visa, Thailand melalui Perdana Menteri Thaksin Shinawatra telah mengusulkan gagasan penerapan single visa pada sub-region ASEAN yakin ACMECS (Ayeyawaday-Chao Phraya- Mekong Economic Cooperation Strategy). 5 Dengan tema Five Countries-One Destination, Thailand mengharapkan bahwa single visa dapat mempromosikan pariwisata kelima negara (Thailand, Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam). Sebagai salah satu langkah penerapan single visa tersebut, Thailand mengawalinya dengan pelaksanaan single visa dengan Kamboja. 6 Melalui penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) diantara kedua negara, serta melalui berbagai proses dan upaya yang dilakukan, akhirnya single visa kedua negara dapat dilaksanakan. 7 Berawal dari sana, Thailand kemudian mengharapkan bahwa rencana tersebut dapat dilaksanakan secara lebih luas dalam lingkup regional Asia Tenggara dengan mengangkat isu tersebut ke dalam ASEAN dan mendesak agar rencana dapat segera terwujud. Hingga akhirnya single visa masuk ke dalam salah satu fokus strategi pariwisata dalam ATSP. Dalam hal ini, Thailand sangat mendukung dan mendorong negara-negara lain untuk mempersiapkan diri guna menyambut penerapan kebijakan tersebut. Terbukti bahwa setiap KTT ACMECS diselenggarakan, Thailand selalu mengingatkan dan menegaskan kembali komitmen negara-negara sub regional dalam ACMECS untuk segera bergabung mengambil bagian ke dalam rencana single visa. 8 Thailand terus mendesak negara-negara untuk mempersiapkan keadaan negara mereka menyambut kebijakan yang telah disepakati 4 Anonim, PH, Three Nations Agree to Work on ASEAN Common Smart Visa, Association of Southeast Asian Nations: Aseanvisa.com (online), 5 Juni 2013, < diakses pada 13 Januari Anonim, The Second ACMECS Summit in Bangkok, 28 Oktober 2005, < diakses pada 10 Februari AEC Tourism Thailand, Single Visa Among Asean Members, < diakses pada 26 Januari Anonim, ACMECS Single Visa, < pdf >, diakses pada 10 Februari Ministry of Foreign Affairs of The Kingdom of Thailand, PM Endorses ACMECS Single Production Base and Connectivity to Enhance Competitiveness, 13 Maret 2013, < diakses pada 9 Februari

4 sebelumnya. Di samping itu, Thailand turut bekerjasama dan membantu negara-negara dalam rangka mempercepat pelaksanaan rencana single visa di seluruh kawasan Asia Tenggara. Sedangkan dalam pelaksanaanya, untuk dapat mewujudkan rencana kebijakan single visa masih terdapat banyak hal yang perlu dipersiapkan secara khusus oleh Thailand. Mulai dari kondisi negara yang harus mampu mendukung bagi terciptanya suatu kebijakan, hingga hubungannya dengan negara lain di kawasan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa akan ditemui banyak hambatan bagi negara-negara, khususnya Thailand dalam menerapkan kebijakan single visa. Hal inilah yang kemudian menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut terkait dengan pelaksanaan single visa. Berawal dari kepentingan Thailand dalam rangka menginisasi penerapan single visa, hingga kepada peluang dan hambatan yang mungkin dihadapi oleh Thailand dalam mewujudkan kebijakan tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, pertanyaan penelitian ini dapat diformulasikan sebagai berikut : 1. Apa kepentingan Thailand dalam mendorong rencana penerapan kebijakan ASEAN single visa? 2. Apa peluang dan tantangan bagi Thailand di dalam penerapan kebijakan ASEAN single visa? C. Landasan Konseptual Pertanyaan di atas akan dijawab menggunakan dua landasan konseptual utama: 1. National Interest Kepentingan nasional (national interest) menurut Hans J. Morgenthau berkaitan erat dengan power. 9 Sehingga dapat diartikan bahwa kepentingan nasional yang dimiliki oleh setiap negara adalah untuk mengejar kekuasaaan. Dalam hal ini kekuasaan tersebut adalah berbagai macam hal yang dapat digunakan untuk melakukan, membentuk, mengembangkan dan memelihara kontrol suatu negara atas negara lain. Menciptakan hubungan yang terbentuk antara kekuasaan atau kontrol atas negara lain dapat dilakukan melalui adanya kerjasama maupun paksaan. 9 Scott Burcill, [et. al.], Theories of International Relations, 2nd edition, Great Britain, Creative Print & Design (Wales) Ebbw Vale, 2001, p.79. 4

5 Selain itu konsep kepentingan nasional juga menyerupai konsep kesejahteraan umum dan hak perlindungan hukum. Kedua hal tersebut meliputi keberlangsungan hidup dari suatu negara, yang mana mencakup berbagai sektor baik politik, ekonomi, identitas, maupun budaya negara. Mempertahankan identitas suatu bangsa, dengan mempertahankan sejarah dan menjaga kondisi politik dan ekonomi di dalamnya merupakan suatu hal yang paling penting. Hal ini dapat menghindarkannya dari berbagai ancaman yang berasal dari negara lain. Dengan begitu suatu negara dapat semakin bijak dalam menentukan sikap terhadap negara lain baik itu untuk bekerjasama atau justru berkonflik. Pada pelaksanaannya, kepentingan nasional menjadi dasar perilaku suatu negara serta sebagai parameter bagi para pengambil keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan. 10 Keberadaan dari kepentingan nasional dianggap cukup penting dan digunakan sebagai landasan dalam menetapkan kebijakan luar negeri suatu negara. Pencapaian dari kepentingan nasional merupakan suatu hal yang diidentifikasi akan memberikan dampak positif. Realisasi utama dari kepentingan nasional adalah dapat mewujudkan peningkatan ekonomi, politik, lingkungan dan atau moral pada rakyat dan negara (aktor) atau keuntungan pada perusahaan yang dimiliki oleh negara. 11 Dalam pencapaian kepentingan nasional tersebut, suatu negara harus menyesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya. Negara harus dapat mengukur dan menilai kemampuan, kebutuhan, serta keinginan mereka, sekaligus dengan seksama menyeimbangkannya dengan kebutuhan dan keinginan aktor lain. 12 Tidak hanya sekedar mengetahui dan memahami kepentingan sendiri, melainkan juga memahami kepentingan negara lain. Dalam hal ini Morgenthau berasumsi bahwa dalam sistem internasional ini kemungkinan terjadinya ancaman dan perang dapat dihindari atau dikurangi dengan cara menyesuaikan kepentingan antar negara. Maka pemahaman yang baik atas kepentingan nasional yang dimiliki negaranya maupun negara lain sangat diperlukan. Keadaan tersebut dapat menjadi salah satu cara untuk tetap dapat melangsungkan hidup, atau dengan kata lain cara bagi negara untuk tetap survive atau bertahan di dalam politik internasional. 10 Scott Burcill, [et.al.], Theories of International Relations, p Robert D. Blackwill, A Taxonomy for Defining US National Security Interests in the 1990s and Beyond: in Europe in Global Change, Bertelsmann Foundation Publisher, Germany, 1993, p David M. Keithly, The USA & The World : The World Today Series ,USA, The Rowman & Littlefield, 2014, p

6 Apabila kepentingan nasional ini dikaitkan dengan kepentingan regional, keberadaan kepentingan nasional berada di atas kepentingan regional. 13 Sehingga dalam pelaksanaan dan pencapaiannya, kepentingan nasional mendapatkan urutan terdepan. Begitu juga dalam kelompok regional, kepentingan nasional dari negara anggota adalah penting untuk dapat dipahami dan dipenuhi. Hal ini merupakan salah satu kunci yang dapat menjadikan kelompok regional tersebut dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Keuntungan yang didapatkan dari kepentingan itulah yang menjadi landasan bagi adanya suatu kelompok regional. Sedangkan ketika kelompok regional tidak dapat memenuhi kepentingan negara anggotanya, maka keberadaannya tidak akan berjalan lama dan efektif. Secara umum, kepentingan nasional merupakan kepentingan-kepentingan yang ingin diwujudkan oleh negara dalam mencapai tujuan fundamental negara yang dibuat berdasarkan keuntungan nasional. Dalam hal ini keuntungan nasional tersebut adalah suatu hal yang dapat dijelaskan secara kongkrit, tidak hanya berdasarkan pada hal yang abstrak seperti hukum, ideologi, dan moralitas. 14 Teori ini akan digunakan untuk melihat kepentingan dari Thailand di dalam menginisiasi kebijakan single visa ASEAN. Sebagai pencetus rencana kebijakan single visa, tentunya kebijakan tersebut tidak terjadi begitu saja. Melainkan terdapat alasan atau tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh Thailand di dalam menginiasai kebijakan. Khususnya tujuan atau kepentingan tersebut diindikasikan dapat membawa dampak positif terhadap kondisi negara, baik dalam mewujudkan peningkatan ekonomi, pembangunan negara, dan kesejahetaraan masyarakatnya, maupun dalam bidang politik. 2. Strength, Weakness, Opportunities, and Threats (SWOT) SWOT merupakan teknik yang digunakan untuk mengidentifikasikan suatu keadaan secara sistematis dengan menggunakan kerangka yang menghubungkan keadaan dengan faktor eksternal dan faktor internal yang sedang dihadapi pada saat itu. 15 Faktor internal tersebut meliputi Strengths (Kekuatan) dan Weakness (Kelemahan), sedangkan pada faktor eksternal meliputi Opportunities (Peluang) dan Threats (Ancaman) yang memiliki kemungkinan memberikan dampak terhadap keadaan yang terjadi. Di dalam melakukan 13 David M. Keithly, The USA & The World : The World Today Series , p David M. Keithly, The USA & The World : The World Today Series , p Francois Vellas dan Lionel Becherel, Pemasaran Pariwisata Internasional : Sebuah Pendekatan Strategis, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008, p

7 analisis dengan menggunakan SWOT, untuk mendapatkan suatu hasil yang jelas harus didasarkan kepada data yang tepat dari sumber eksternal dan internal dibandingnya dengan persepsi yang ada. Melalui teknik SWOT, dalam menganalisis suatu keadaan dapat juga digunakan untuk mengevaluasi posisi para pesaing dan mengidentifikasi kelemahan yang mereka miliki untuk dapat memanfaatkan keadaan. Begitu juga untuk melihat adanya ancaman yang akan ditimbulkan. Apabila diterapkan di dalam konteks industri pariwisata sebuah negara, di dalam buku Pemasaran Pariwisata Internasional dijelaskan bahwa analisis tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kondisi yang ada di dalam sektor atau lingkungan pariwisata yang kompetitif. 16 Selain itu dapat digunakan untuk memahami tingkat kesiapan yang dimiliki disetiap sektor dari keseluruhan komponen pariwisata yang diperlukan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan. Kemudian dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal baik yang mendukung maupun tidak mendukung dalam pencapaian tujuan. Komponen di dalam SWOT tersebut meliputi: Strength (Kekuatan) merupakan suatu keunggulan sumber daya atau kapabilitas yang dimiliki atau tersedia bagi suatu negara yang membuat negara tersebut relatif lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya dalam rangka mencapai suatu tujuan. 17 Pada bagian ini akan digunakan untuk mengetahui kekuatan atau keunggulan yang dimiliki oleh Thailand. Khususnya dengan melihat kondisi pariwisata di dalam negara yang mendukung dan memungkinkan terciptanya single visa di Thailand. Weakness (Kelemahan) merupakan keterbatasan atau kekurangan yang dimiliki dalam satu atau lebih sumber daya maupun kapabilitas suatu negara terhadap para pesaingnya. Dalam hal ini keterbatasan tersebut dapat menjadi hambatan di dalam memenuhi atau mewujudkan tujuan. 18 Berdasarkan pada konteks, bagian ini akan digunakan untuk melihat kekurangan kondisi di dalam negara Thailand yang dirasa kurang mendukung dalam terwujudnya pelaksanaan single visa. Mengingat bahwa tidak semua komponen atau sektor 16 Francois Vellas dan Lionel Becherel, Pemasaran Pariwisata Internasional : Sebuah Pendekatan Strategis, p Pearce dan Robinson, Manajemen Strategis Formulasi Implementasi dan Pengendalian, 10th edn, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2008, p Pearce dan Robinson, Manajemen Strategis Formulasi Implementasi dan Pengendalian, p

8 di dalam pariwisata Thailand telah menunjukkan keadaan yang baik dan memadai dalam mewujudkan kebijakan. Opportunities (Peluang) merupakan situasi utama yang menguntungkan di dalam suatu lingkungan atau keadaan. 19 Pada bagian ini akan digunakan untuk melihat keadaan yang berada di luar negara Thailand yang mendukung adanya pencapaian terhadap tujuan utama Thailand mewujudkan pelaksanaan single visa. Keadaan tersebut akan dilihat pada kawasan ASEAN terkait dengan tanggapan yang diberikan terhadap rencana kebijakan tersebut. Threats (Ancaman) merupakan situasi utama yang tidak menguntungkan di dalam suatu lingkungan atau keadaan. 20 Ancaman adalah bagian dari penghalang bagi suatu negara atau kawasan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan pada konteks, bagian ini akan digunakan melihat keadaan yang dapat mengancam keberadaan Thailand dalam rangka mewujudkan pelaksanaan kebijakan single visa. Berbagai ancaman tersebut dapat datang dari negara lain yang berada di kawasan ASEAN. Empat komponen tersebut pada dasarnya akan digunakan untuk melihat adanya peluang dan tantangan yang dihadapi oleh Thailand dalam mewujudkan single visa. Dalam hal ini untuk melihat adanya peluang, akan melibatkan komponen Strength (Kekuatan) dan Opportunities (Peluang). Sedangkan untuk melihat adanya tantangan akan menggunakan komponen Weakness (Kelemahan) dan Threats (Ancaman). D. Argumen Utama Menurut rumusan masalah yang kemudian dikorelasikan dengan landasan konseptual di atas, penulis beragumen bahwa tujuan Thailand dalam menginisiasi kebijakan single visa dapat terbagi menjadi kepentingan politik dan kepentingan ekonomi-sosial. Kepentingan Thailand dalam bidang politik dapat dilihat pada lingkup domestik dan internasional. Dalam lingkup internasional, Thailand ingin meningkatkan keberadaan kawasan ASEAN yang dapat diwujudkan secara nyata dengan meningkatkan hubungan antar negara dan kerjasama dalam berbagai bidang. Selain itu, Thailand ingin dapat menambah pengaruh negaranya terhadap 19 Pearce dan Robinson, Manajemen Strategis Formulasi Implementasi dan Pengendalian, p Pearce dan Robinson, Manajemen Strategis Formulasi Implementasi dan Pengendalian, p

9 negara lain terutama di bidang pariwisata. Sedangkan di dalam negara, Thailand berharap dapat menjadi pintu gerbang utama atau pusat bagi kedatangan wisatawan di kawasan ASEAN. Selanjutnya dalam bidang ekonomi-sosial, kepentingan Thailand adalah untuk memberikan jawaban atau solusi terhadap keluhan para wisatawan yang menganggap bahwa mengurus surat izin visa di kawasan ASEAN cukup rumit. Kemudian, dengan kemudahan tersebut Thailand ingin meningkatkan jumlah kedatangan wisatawan yang semakin banyak khususnya di dalam negaranya. Selain itu, Thailand menginginkan adanya peningkatan jumlah devisa di dalam negara. Serta tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan pemerataan pembangunan di seluruh tempat di berbagai daerah dalam negaranya. Kemudian sehubungan dengan pertanyaan kedua, peluang Thailand dalam mewujudkan single visa dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama adalah kondisi infrastruktur pariwisata Thailand yang telah mendukung. Peluang kedua adalah ide Thailand terkait single visa mendapatkan respon yang baik dari negara anggota ASEAN. Bahkan respon tersebut ditunjukkan dengan banyaknya dukungan yang diberikan dari negara lain bagi Thailand. Ketiga adalah adanya upaya Thailand untuk membangun akses perbatasan dengan negara lain sebagai salah satu tindakan nyata untuk mewujudkan pelaksanaan single visa. Sedangkan tantangan yang dihadapi Thailand dalam mewujudkan pelakasanaan single visa dapat dilihat dari, pertama adanya kompetisi diantara negara ASEAN. Kedua adalah berkurangnya length of stay dari para wisatawan di Thailand. Ketiga adalah berkurangnya devisa negara. Keempat adalah kondisi keamanan Thailand yang kurang mendukung. Kelima adalah sudah adanya penerapan bebas visa bagi negara-negara non-asean. E. Jangkauan Penelitian Dalam melakukan tinjauan terkait kepentingan, peluang dan tantangan Thailand dalam mewujudkan single visa akan dilihat mulai tahun 2003 hingga tahun Rencana kebijakan single visa ini pertama kali mulai dicetuskan oleh Thailand pada tahun 2003 di subregional ASEAN yaitu ACMECS. Sehingga Thailand sudah berusaha mempersiapkan keberadaan negaranya untuk menghadapi kebijakan baru. Mulai saat itu tentu banyak usaha dan cara yang dilakukan oleh Thailand dalam mewujudkan kebijakan single visa, baik yang dilakukan di dalam negara maupun usahanya mendorong negara lain dalam mewujudkan kebijakan tersebut. Kemudian pada tahun 2011 rencana kebijakan tersebut mulai masuk ke dalam ATSP. Sehingga pada saat itu negara-negara ASEAN menjadi memiliki tanggung 9

10 jawab untuk mempersiapkan juga keberadaan dari negara masing-masing. Berbagai upaya mulai dilakukan dan berbagai tantangan dihadapi oleh negara-negara ASEAN khususnya Thailand guna mewujudkan kebijakan. Usaha tersebut terus dilakukan sampai saat ini hingga proses persiapan selesai dilaksanakan. Sehingga tahun 2014 merupakan tahun terkini dalam rangka persiapan menuju penerapan kebijakan ASEAN single visa. F. Metode Penelitian Dalam proses penulisan skripsi yang membahas terkait kepentingan, peluang dan tantangan Thailand dalam mewujudkan pelaksanaan single visa, metode yang akan digunakan adalah metode kualitatif yang di dukung dengan data jenis kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data atau informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi literatur/kajian pustaka. Adapun bahan bacaan diperoleh dari berbagai sumber seperti artikel internet dan media massa, jurnal, buku, terbitan pemerintah, laporan organisasi internasional dan sumber terkait lainnya baik online maupun cetak. Data kualitatif yang diperlukan dalam melengkapi penelitian ini meliputi kebijakan single visa di kawasan sub-regional ACMECS dan kebijakan single visa di ASEAN dalam ATSP. Sedangkan data kuantitatif yang diperlukan antara lain meliputi data kunjungan wisatawan mancanegara ke Thailand, data pendapatan devisa Thailand, serta laporan hasil Travel dan Tourism Competitiveness Index di ASEAN. Data-data tersebut akan digunakan untuk menyimpulkan kepentingan Thailand beserta dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan pelaksanaan single visa. Adapun proses yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian adalah menggunakan data dan informasi berdasarkan fenomena yang terjadi untuk dikaji dan dianalisis secara lebih lanjut dengan menggunakan landasan konseptual. Pada awal penjelasan akan dipaparkan awal mula Thailand menginisiasi kebijakan single visa. Data yang dibutuhkan dalam penelitian tersebut antara lain sejarah single visa untuk pertama kalinya, yang kemudian menginspirasi Thailand untuk mewujudkan rencana kebiajkan tersebut di dalam kawasan sub-regional ACMECS. Hingga masuknya kebijakan tersebut menjadi fokus pariwisata ASEAN. Kemudian dari sana akan dilihat kepentingan yang dimiliki oleh Thailand dalam menginisiasi kebijakan tersebut. Selanjutnya penulis akan melihat adanya peluang dan tantangan yang dihadapi oleh Thailand di dalam mewujudkan pelaksanaan single visa. Dari sana penulis akan mengumpulkan data terkait dengan kondisi yang mendukung dan dimiliki oleh Thailand 10

11 yang berpotensi untuk mewujudkan pelaksanaan single visa. Selain itu penulis juga akan mengumpulkan data terkait dengan keadaan yang menjadi hambatan bagi Thailand dalam mewujudkan kebijakan tersebut. Melalui data-data yang ada diharapkan dapat menjawab kepentingan Thailand di dalam menginisiasi kebijakan single visa, serta dapat mengelaborasikan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan kebijakan tersebut. G. Sistematika Penulisan Penelitian yang berjudul Inisiasi Thailand dalam Mewujudkan ASEAN Single Visa : Kepentingan, Peluang dan Tantangan akan di bagi menjadi 5 Bab. Bab I : Pendahuluan Pada bab ini penulis akan membahas terkait dengan pendahuluan penelitian yang didalamnya meliputi pemaparkan latar belakang permasalahan, rumusan masalah, landasan konseptual, argumentasi utama, jangkauan penelitian, metode penulisan, serta sistematika penulisan.dalam bab ini secara umum akan menggambarkan arah penjelasan dari penelitian yang akan dilakukan khususnya dalam menjawab rumusan masalah dengan menggunakan sistematika yang ada. Bab II : Awal Mula Thailand Mendorong Kebijakan single visa A. Sejarah Munculnya Single Visa untuk Pertama Kalinya di Dunia B. Dorongan Kebijakan Single Visa oleh Thailand Negara-Negara Sub Regional ASEAN (ACMECS) C. Dorongan Kebijakan Single Visa oleh Thailand di ASEAN Pada bab ini akan menjelaskan terkait dengan perjalan awal mula kebijakan single visa dapat menjadi fokus pariwisata di kawasan ASEAN. Dalam hal ini akan dijelaskan mulai dari sejarah single visa pertama kali, hingga perjalanannya dapat menjadi bagian dalam strategi pariwista ASEAN yang sebelumnya telah diinisiasi oleh Thailand di dalam subregional ACMECS. Bab III : Kepentingan Thailand dalam Mendorong Kebijakan ASEAN Single Visa Pada bab ini akan menganalisa kepentingan yang dimiliki oleh Thailand, yang hendak diwujudkan di dalam menginisiasi kebijakan single visa. Di dalam menjelaskan kepentingan tersebut akan dilihat dari sisi politik, ekonomi dan sosial. 11

12 Bab IV : Peluang dan Tantangan Bagi Thailand dalam Pelaksanaan ASEAN Single Visa A. Peluang B. Tantangan Pada bab ini akan menganalisa terkait dengan berbagai macam peluang dan tantangan yang hendak dihadapi Thailand dalam rangka pelakaaan kebijakan single visa. Peluang dan tantangan tersebut dilihat dari dalam kondisi negara Thailand beserta kaitannya dengan negara lain di kawasan ASEAN baik yang mendukung maupun tidak mendukung. Kemudian penulis akan menganalisa data-data tersebut dengan menghubungkannya menggunakan landasan konseptual yang ada. Bab V : Kesimpulan Pada bab ini berisi penjelasan yang berisi rangkuman hasil penelitian dari seluruh data yang telah dianalisis sebelumnya, yang berfungsi dalam memberikan jawaban pertanyaan terkait kepentingan Thailand dalam menginisiasi single visa dan peluang serta tantangan yang dihadapinya dalam mewujudkan kebijakan tersebut 12

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

MEMANFAATKAN KERJASAMA PARIWISATA ASEAN UNTUK MENDORONG INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA

MEMANFAATKAN KERJASAMA PARIWISATA ASEAN UNTUK MENDORONG INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA MEMANFAATKAN KERJASAMA PARIWISATA UNTUK MENDORONG INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA Oleh: Suska dan Yuventus Effendi Calon Fungsional Peneliti Badan Kebijakan Fiskal Pertumbuhan pariwisata yang cukup menggembirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. mengalami peningkatan dengan prakira total jumlah wisatwan akan mencapai 10.3 %

BAB V KESIMPULAN. mengalami peningkatan dengan prakira total jumlah wisatwan akan mencapai 10.3 % BAB V KESIMPULAN Perkembangan pariwisata ASEAN sejak tahun 2009 hingga tahun 2013 mengalami peningkatan, peningkatan tersebut didorong dengan meningkatnya jumlah wisatawan baik wisatawan dari negara anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selama beberapa dekade terakhir, pariwisata telah mengalami perkembangan dan perubahan yang membuat pariwisata menjadi salah satu industri tercepat dan terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 maka ada beberapa kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia, di antaranya: (1)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2015 lalu, sektor pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2015 lalu, sektor pariwisata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata telah menjadi salah satu sektor perekonomian utama di Indonesia selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2015 lalu, sektor pariwisata telah menyumbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme.

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada akhir abad ke 20 hingga awal abad ke 21 telah ditandai dengan adanya suatu proses penyatuan dunia yang menjadi sebuah ruang tanpa batasan tertentu. Proses

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan internasional (international tourism) telah mengalami perkembangan yang pesat dalam satu dekade terakhir. Satu miliar manusia bepergian di seluruh

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN PENUGASAN PENUGASAN WAKIL PRESIDEN KEPPRES NO. 1 TAHUN KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN ABSTRAK : - bahwa untuk menjaga lancarnya pelaksanaan pemerintahan

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, distirbusi informasi serta mobilitas manusia menjadi lebih mudah. Hal ini merupakan dampak langsung dari adanya pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata merupakan industri terbesar dalam penggerak perekonomian yang tercatat mengalami pertumbuhan positif diseluruh dunia ditengah-tengah ketidakpastian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/M-DAG/PER/3/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, berlibur merupakan salah satu keinginan banyak orang, atau bahkan ada yang menganggap sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Hal ini dapat dikarenakan

Lebih terperinci

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Senin, 14 Februari 2011 PIDATO DR. R.M MARTY M. NATALEGAWA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. -Peter M. Haas. Council on Foreign Relations, <http:www.jstor.org/stable/ >, diakses pada , 1993, p.78.

BAB IV KESIMPULAN. -Peter M. Haas. Council on Foreign Relations, <http:www.jstor.org/stable/ >, diakses pada , 1993, p.78. BAB IV KESIMPULAN Control over knowledge and information is an important dimension of power and that the diffusion of new ideas and information can lead to new patterns of behavior and prove to be an important

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang konstruksi berperan membangun struktur dan infra struktur di suatu negara. Infrastruktur yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South Asia Nations atau yang lebih dikenal dengan ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. Association of South Asia Nations atau yang lebih dikenal dengan ASEAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Association of South Asia Nations atau yang lebih dikenal dengan ASEAN didirikan dan terbentuk pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok Thailand, yang ditandai dengan

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 segera dimulai. Tinggal setahun lagi bagi MEA mempersiapkan hal ini. I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara saat ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalam mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan sosial (Social Walfare) bagi

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang PASAR BEBAS Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis pengolahan data, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. Dapat diketahui faktor eksternal dan internal Hotel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ende merupakan sebuah kabupaten yang tepat berada di tengah Pulau Flores yang dijuluki Kaum Portugis dengan sebutan Nusa Bunga, dan membelah pulau menjadi 2 bagian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ciri itulah yang menandai pola kehidupan manusia. Mobilitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ciri itulah yang menandai pola kehidupan manusia. Mobilitas merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya kegiatan perjalanan telah lama dilakukan oleh manusia. Di dalam hidupnya manusia selalu bergerak, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, ciri itulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik, Kementrian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif, Survey Pengeluaran Wisatawan Mancanegara, 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik, Kementrian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif, Survey Pengeluaran Wisatawan Mancanegara, 2015. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun 2000 hingga 2014 pariwisata di Indonesia selalu mengalami peningkatan dalam hal kunjungan wisatawan baik

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengesankan dalam hal total kunjungan turis internasional. Jumlah kunjungan

BAB I PENDAHULUAN. mengesankan dalam hal total kunjungan turis internasional. Jumlah kunjungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.1.1 Perkembangan Industri Pariwisata Dunia Industri pariwisata dunia pada tahun 2015 mengalami perkembangan yang mengesankan dalam hal total kunjungan turis internasional.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pengembangan pariwisata dan olahraga di Indonesia. Sport tourism merupakan perpaduan antara olahraga dan rekreasi (wisata)

BAB V KESIMPULAN. pengembangan pariwisata dan olahraga di Indonesia. Sport tourism merupakan perpaduan antara olahraga dan rekreasi (wisata) 54 BAB V KESIMPULAN Olahraga dan pariwisata merupakan dua disiplin ilmu yang dapat dipadukan sehingga memiliki kekuatan dan efek ganda bagi kampus UPI. Oleh sebab itu olahraga pariwisata saat ini mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain oleh masing-masing destinasi pariwisata. melayani para wisatawan dan pengungjung lainnya 1

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain oleh masing-masing destinasi pariwisata. melayani para wisatawan dan pengungjung lainnya 1 1 BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Aktivitas wisata dalam hakekatnya merupakan salah satu kebutuhan tersier untuk menghilangkan kepenatan yang diakibatkan oleh rutinitas. Umumnya orang berlibur ketempat-tempat

Lebih terperinci

MEMBANGUN TIM EFEKTIF

MEMBANGUN TIM EFEKTIF MATERI PELENGKAP MODUL (MPM) MATA DIKLAT MEMBANGUN TIM EFEKTIF EFEKTIVITAS TIM DAERAH DALAM MEMASUKI ERA ASEAN COMMUNITY 2016 Oleh: Dr. Ir. Sutarwi, MSc. Widyaiswara Ahli Utama BPSDMD PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

Kampus Bina Widya JL HR. Subrantas Km. 12,5 Simp. Baru Pekanbaru Telp/Fax ABSTRACT

Kampus Bina Widya JL HR. Subrantas Km. 12,5 Simp. Baru Pekanbaru Telp/Fax ABSTRACT KEBIJAKAN PEMERINTAH THAILAND BERPARTISIPASI DI ASEAN TOURISM FORUM (ATF) DALAM MENINGKATKAN INDUSTRI PARIWISATA TAHUN 2011-2015 Oleh : Dwi Putri Fajryani 1 putrifajryani@gmail.com Pembimbing: Drs.Syafri

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perdagangan internasional penting dalam ekonomi terutama sebagai sumber devisa negara. Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA

MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA By: DR SUTRISNO IWANTONO Board Member of Indonesian Hotel and Restaurant Association Dialogue

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata terus dikembangkan dan menjadi program pembangunan nasional Sumber : World Tourism Organization (2015)

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata terus dikembangkan dan menjadi program pembangunan nasional Sumber : World Tourism Organization (2015) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan suatu Negara, wilayah, maupun daerah. Melalui perkembangan pariwisata, Negara, wilayah,

Lebih terperinci

Peningkatan Kerjasama Indonesia India

Peningkatan Kerjasama Indonesia India Peningkatan Kerjasama Indonesia India Tulisan ini dimuat dalam buletin Atase Pendidikan KBRI New Delhi Edisi VI, ditampilkan di blog dengan harapan agar bisa berbagi informasi bagi teman-teman yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perkembangan industri kreatif di Kota Bandung menunjukkan peningkatan yang cukup memuaskan. Kota Bandung memiliki kawasan produksi yang strategis diantaranya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber daya devisa yang besar bagi suatu negara. Menurut World Tourism Organization (UNWTO) (2013, p10) Kekuatan pariwisata diakui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat dikatagorikan sebagai salah satu negara yang maju dari benua Eropa. Republik Perancis saat ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penenlitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penenlitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penenlitian Industri pariwisata merupakan sektor terpenting untuk setiap Negara karena dapat meningkatkan perekonomian dan devisa negara. Banyaknya penduduk disuatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Para pemimpin ASEAN setuju untuk mempercepat integrasi perekonomian dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada ASEAN Summitbulan Januari 2007

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pemasaran Pengertian manajemen pemasaran menurut American Marketing Association adalah perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian operasi pemasaran total, termasuk perumusan

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Bahasa adalah salah satu alat perhubungan paling utama untuk berkomunikasi karena dengan adanya bahasa seseorang akan mampu

I. Pendahuluan Bahasa adalah salah satu alat perhubungan paling utama untuk berkomunikasi karena dengan adanya bahasa seseorang akan mampu I. Pendahuluan Bahasa adalah salah satu alat perhubungan paling utama untuk berkomunikasi karena dengan adanya bahasa seseorang akan mampu berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat lainnya. Seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

Gambar 1 Kunjungan Wisatawan Mancanegara Bulanan ke Indonesia Tahun (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, 2013)

Gambar 1 Kunjungan Wisatawan Mancanegara Bulanan ke Indonesia Tahun (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, 2013) 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan berbagai macam budaya dan etnik serta beberapa gugusan pulau. Oleh sebab itu, Indonesia menjadi daya tarik tersendiri

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kerja Sama Sub-kawasan sebagai Pendukung Pariwisata ASEAN

BAB V PENUTUP Kerja Sama Sub-kawasan sebagai Pendukung Pariwisata ASEAN BAB V PENUTUP Kebijakan pemerintah negara-negara Asia Tenggara untuk melakukan kerja sama luar negeri merupakan salah satu langkah untuk menunjukkan diri ke percaturan internasional. Eksistensi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bobonaro merupakan sebuah kabupaten yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan banyaknya potensi

Lebih terperinci

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG Negara-negara ASEAN juga bekerja sama dalam bidang ekonomi dan sosial budaya. Dalam bidang ekonomi meliputi : 1. Membuka Pusat Promosi ASEAN untuk perdagangan, investasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN.... ABSTRAK... ABSTRACT... i iii v vi vii viii ix x BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ASEAN yang Berkelanjutan melalui Pembangunan SDM, Penguatan UMKM, dan Pariwisata. Dr. Alwiyah, SE.,MM. PUSAT STUDI ASEAN UNIVERSITAS WIRARAJA

ASEAN yang Berkelanjutan melalui Pembangunan SDM, Penguatan UMKM, dan Pariwisata. Dr. Alwiyah, SE.,MM. PUSAT STUDI ASEAN UNIVERSITAS WIRARAJA ASEAN yang Berkelanjutan melalui Pembangunan SDM, Penguatan UMKM, dan Pariwisata. Dr. Alwiyah, SE.,MM. PUSAT STUDI ASEAN UNIVERSITAS WIRARAJA 1. Judul ASEAN yang Berkelanjutan melalui Pembangunan SDM,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara dengan sumberdaya yang begitu melimpah ternyata belum mampu dikelola untuk menghasilkan kemakmuran yang adil dan merata bagi rakyat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Smart tourism telah banyak dikembangkan dan diterapkan di berbagai negara. Smart tourism atau pariwisata cerdas merupakan gagasan yang dikembangkan berdasarkan infrastruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pendorong utama perekonomian dunia pada abad ke-21, dan menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pendorong utama perekonomian dunia pada abad ke-21, dan menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, sektor pariwisata merupakan industry terbesar dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi global. Sektor pariwisata akan menjadi pendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 14.572 pulau baik pulau besar ataupun pulau-pulau kecil yang tersebar dari Sabang sampai Merauke yang tentunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata nasional Indonesia tumbuh sangat luar biasa. Frekuensi bepergian menggunakan alat transportasi udara, darat dan laut sangat tinggi yang didominasi

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Bali Tahun 2013-2018 peranan Bali dengan sektor unggulan pariwisata telah memiliki posisi strategis pada

Lebih terperinci

Sistematika presentasi

Sistematika presentasi Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan Wiwik D Pratiwi Sistematika presentasi Mengapa? Apa prinsipnya? Apa pertimbangannya? Apa elemen-elemen strategisnya? Apa hal-hal yang diperlukan bila berdasar pada

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu industri yang memiliki pertumbuhan pembangunan yang cepat. Saat ini sektor pariwisata banyak memberikan kontribusi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Sapta Nirwandar selaku Wakil

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Sapta Nirwandar selaku Wakil BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Sapta Nirwandar selaku Wakil Menteri Pariwisata dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan analisis lingkungan eksternal, internal, analisis posisi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan analisis lingkungan eksternal, internal, analisis posisi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan analisis lingkungan eksternal, internal, analisis posisi perusahaan serta melakukan analisis strategi perusahaan berdasarkan metode SWOT Matrix

Lebih terperinci

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 STATE Miriam Budiardjo: Negara sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat sekaligus menjadi Ibu Kota provinsi Jawa Barat. Kota yang terletak di 140 km sebelah

Lebih terperinci