BAB IV KESIMPULAN. -Peter M. Haas. Council on Foreign Relations, < >, diakses pada , 1993, p.78.

Transkripsi

1 BAB IV KESIMPULAN Control over knowledge and information is an important dimension of power and that the diffusion of new ideas and information can lead to new patterns of behavior and prove to be an important determinant of international policy coordinator. -Peter M. Haas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai sebuah integrasi ekonomi regional dalam hubungan internasional banyak diteliti menggunakan perspektif neoliberal. Regionalisme sering dipandang sebagai konsekuensi logis dari adanya globalisasi dan perkembangan liberalisasi yang tidak bisa dihindari. Ohmae menyebutkan mengenai region states merupakan hal yang penting saat ini karena negara sekarang tidak lagi berfungsi dalam mengorganisasikan kegiatan manusia dan mengatur ekonomi dalam dunia yang sekarang tanpa batas. 1 Dalam konteks ekonomi regional yang terjadi di ASEAN bukanlah merupakan konsekuensi logis dari struktur ataupun globalisasi yang ada, melainkan dipengaruhi oleh berbagai ide atau gagasan yang berkompetisi dan diperjuangkan oleh berbagai aktor agar dapat diterima dalam kerangka regional ASEAN. Dalam tesis ini secara spesifik membuktikan bahwa munculnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sangat dipengaruhi oleh peran penting ide atau pun gagasan yang dibanyak diperjuangkan oleh para epistemic community. Pertanyaan penelitian yang digunakan adalah Bagaimana terbentuknya gagasan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)? serta bagaimana peran epistemic community dalam memberikan pengaruh kepada para pembuat kebijakan yang akhirnya membuat MEA dapat diterima oleh para pemimpin ASEAN? Seperti yang dijelaskan oleh Risse-Kappen bahwa pembuat kebijakan selalu dihadapkan dengan berbagai pilihan kebijakan yang ada. Ketika terdapat suatu ide atau kebijakan yang diterima oleh negara anggota ASEAN yakni Masyarakat Ekonomi ASEAN. Ide tersebut dapat masuk karena diperjuangkan oleh para aktoraktor atau dalam hal ini epistemic community yang membawa ide tersebut. Ditekankan disini bahwa ideas do not float freely. Gagasan yang masuk merupakan ide-ide yang diperjuangkan dan dipromosikan sehingga akhirnya dapat diterima oleh para pembuat kebijakan. Ide yang terus menerus diperjuangkan dan dipromosikan 1 Kenichi Ohmae, The Rise of the Region State, Foreign Affairs, Vol. 72, No.2 (Spring, 1993), Council on Foreign Relations, < diakses pada , 1993, p.78.

2 akhirnya mampu meyakinkan pembuat kebijakan untuk mengadopsi ide yang tawarkan. Dalam proses pembentukan ide Masyarakat Ekonomi ASEAN, McKinsey sebagai epistemic community memiliki peran dalam mendeskripsikan masalah, potensi dan solusi yang dihadapi oleh ASEAN dalam rangka mewujudkan integrasi ekonomi regional. Kondisi ketidakpastian yang dialami oleh ASEAN mengguntungkan berbagai epistemic community untuk masuk dan memberikan pengaruh pada kebijakan, terutama ketika isu yang dibicarakan merupakan isu yang penting. Hasil riset awal yang dikemukakan oleh McKinsey mengenai kondisi ASEAN kurang pasar yang terintegrasi sehingga mengakibatkan tingginya biaya produksi di ASEAN membuat para pemimpin ASEAN terkejut dan mulai meminta McKinsey untuk mendalami riset mengenai kesiapan ASEAN untuk menjalankan integrasi ekonomi regional. Hasil riset yang dilakukan oleh McKinsey berhasil meyakinkan para pembuat kebijakan bahwa integrasi ekonomi regional harus dilakukan karena ASEAN telah siap untuk menjalankan integrasi tersebut dan ASEAN akan mendapatkan keuntungan dari proses integrasi ekonomi regional yang dilakukan. Gagasan McKinsey dapat terus bertahan dan diterima oleh para pembuat kebijakan di ASEAN tidak lepas dari dukungan para think tank domestik yang ada di ASEAN. Think tank domestik yang juga termasuk dalam jaringan epistemic community yan dimaksud adalah ISEAS dan ASEAN-ISIS berhasil meyakinkan para pembuat kebijakan (HTLF dan AEM) bahwa kebijakan untuk melakukan integrasi ekonomi melalui MEA dapat memberi keuntungan bagi regionalisme di ASEAN. Dapat dikatakan bahwa elemen-elemen kunci ekonomi domesti ASEAN dibangun dengan tidak efisien dan secara politik memiliki ikatan erat dengan elit-elit politik dan birokrasi. 2 McKinsey, ISEAS, dan ASEAN-ISIS memiliki kesamaan gagasan untuk mendukung ASEAN memiliki intergarsi ekonomi regional yang lebih mendalam. Hanya terdapat beberapa perbedaan skema regionalisme yang dikembangkan oleh masing-masing epistemic community. McKinsey mengembangkan gagasan fasttracking hanya melakukan liberalisasi dibeberapa sektor saja. Menurut McKinsey sulit untuk seluruhnya meliberalisasikan perdangan barang di ASEAN. ISEAS 2 Jayasuriya, p.26.

3 mengusulkan ide mengenai FTA Plus karena dianggap merupakan tahapan integrasi ekonomi memungkinkan untuk dilakukan melihat level keterbukaan ekonomi dan tingkat ekonomi yang berbeda. Namun ISEAS juga mengajukan beberapa elemen common market seperti pergerakan bebas modal dan tenaga kerja profesional yang ada di ASEAN. Sedangkan menurut ASEAN-ISIS mengajukan untuk bentuk akhir dari regionalisme ASEAN adalah Common Market Minus. Menurut ASEAN-ISIS kondisi prekonomian ASEAN telah siap untuk menjalankan integrasi ekonomi. Mekanisme common market minus yang dimaksud adalah ketika ada negara anggota ASEAN yang tidak siap dengan liberalisasi mereka dapat melakukan liberalisasi dikemudian hari, negara-negara seperti ASEAN6 yang sudah siap dapat menjalankan integrasi terlebih dahulu. Common Market Minus memiliki ciri seperi harmonisasi kebijakan seperti standar gaji, pajak, harga barang, serta berbagai peraturan beacukai, peraturan perdangan sampai dengan terdapat pembicaraan untuk memiliki sistem finansial tunggal dan mata uang yang sama. Sehingga dari berbagai pendapat para epistemic community ini kita dapat melihat bagaimana ide Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan suatu gagasan yang dikonstruksikan secara politik dan bukan sekedar konsekuensi logis dari globalisasi yang ada saat ini. ISEAS untuk mempromosikan idenya banyak mengeluarkan publikasi dan melakukan diskusi yang disebut sebagai diskusi meja bundar yang bertemakan Roadmap to an ASEAN Economic Community. Diskusi tersebut diikuti berbagai pihak dan juga Konrad Adenauer Stiftung yang merancang ide Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), serta secara spesifik mendiskusikan hambatan dalam pembentukan MEA. Sedangkan ASEAN-ISIS dengan jaringannya yang luas meliputi berbagai pusat riset di sepuluh negara anggota ASEAN juga terus menerus mengeluarkan publikasi guna mendukung gagasan Masyarakat Ekonomi ASEAN, Hadi Soesastro merupakan salah satu peneliti ASEAN-ISIS yang banyak mengeluarkan publikasi mendukung MEA. Dalam sejarah pembentuk integrasi ekonomi regional di ASEAN, nampak peranan epistemic community dalam perumusan gagasan sangat wajar digunakan. Dari kerjasama Greater Mekong Subregion (GMS) yang awalnay diinisiasi oleh ASEAN Development Bank (ADB), berbagai kerjasama regional ASEAN yang banyak diinisiasi oleh para pemimpin negara seperti Mantan Perdana Menteri Singapura Goh Cok Tong dan Mantan Perdana Menteri Malaysia Dr. Mahathir Mohamad. Berbagai

4 think tank dan akademisi juga turut memiliki andil dalam proses pembentukan berbagai kerjasama ekonomi regional. Melihat berbagai kerjasama ekonomi regional ASEAN, pada tingkatan komitmen pemerintah negara anggota ASEAN dalam implementasi kebijakan selalu saja menemui hambatan dan menjadi masalah. Dalam MEA terdapat inovasi kebijakan dalam pemantuan proses implementasi MEA, pada KTT ASEAN yang ke 26 pada April 2015 disampaikan bahwa proses implementasi cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN yang ditetapkan pada tahun 2007 telah mencapai targetnya sekitar 90,5 persen dan banyak studi yang mempertanyakan penggunaan scorecard dalam pelaksanaan cetak biru tersebut. Dikarenakan data yang disampaikan tersebut tidak mampu mencerminkan hasil dari integrasi ekonomi regional yang ada dilapangan. Seperti contoh, walaupun sudah terdapat pengurangan tariff diantara negara anggota ASEAN, hambatan non-tariff tetap diterapkan, termasuk juga skema tanpa lisensi, regulasi teknis, standar benchmarked, dan biaya administrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak dari target yang ditetapkan dalam cetak biru MEA yang hendak dicapai pada tahun 2015 belum sepenuhnya terlaksana. 3 Melihat berbagai macam kerjasama ekonomi yang telah dilakukan oleh ASEAN sebelumnya, implementasi kerjasama ekonomi tidak dapat berjalan secara maksimal karena kurangnya kemauan politik dari pada negara anggota ASEAN. Walaupun merupakan inisiatif regional namun dalam pelaksanaannya masih sangat bergantung dari kemauan dari masing-masing negara anggota ASEAN. Belajar dari proses integrasi ekonomi yang dilakukan oleh Uni Eropa seperti dalam kasus European Economic Community, Uni Eropa pada saat itu membutuhkan waktu kurang lebih 40 (empat puluh) tahun untuk mencapai target single market. 4 Dari proses integrasi yang dilakukan oleh Uni Eropa kita dapat menyimpulkan bahwa proses MEA untuk mencapai pasar tunggal dan basis produksi harus melawati proses yang panjang. Ditambah lagi pembentukan regionalisme ekonomi regional di Uni Eropa memiliki sifat yang sangat formal dan memiliki dasar hukum yang kuat dalam pembentukannya, sedangkan di ASEAN mengikuti logika open regionalisme yang diperoleh melalui jaringan yang sifatnya informal tidak mengikat serta ASEAN 3 Tham Siew Yean and Sanchita Basu Das, The ASEAN Economic Community and Conflicting Domestic Interests : An Overview, Journal of Southeast Asian Economies Vol. 32, No. 2 (2015), pp Tham Siew Yean and Sanchita Basu Das, p. 190.

5 memiliki konsepnya tersendiri dalam membangun gagasan Masyarakat Ekonomi ASEAN. ASEAN memiliki aspek yang unik dalam proses pembentukan regionalisme yakni ASEAN Way dengan kondisi negara anggota ASEAN yang sangat beragam seperti Indonesia yang memiliki populasi besar dan negara kaya seperti Singapore dapat bekerjasama dengan negara seperti Laos dan Kamboja. ASEAN dilihat mampu mempertahankan kedaulatan negara masing-masing dan bebas dari pengaruh negara lain. Cara-cara konsensus digunakan untuk menyelesaikan permasalahan regional, dan permasalahan diselesaikan secara pribadi dari pada di ruang publik. 5 Penggunaan cara konsensus dalam pengambilan kebijakan oleh para pemimpin negara ASEAN berpengaruh terhadap pembentukan kerjasama ekonomi regional ASEAN. Sehingga peranan epistemic communities menjadi relevan dan banyak digunakan dalam koordinasi kebijakan internasional termasuk dalam pembentukan kerjasama ekonomi regional ASEAN. Epistemic community yang memiliki jangkauan meliputi negaranegara anggota ASEAN banyak digunakan untuk mengikat kebijakan, pasar serta aktor-aktor agar mampu diimplementasikan dalam kerangka kebijakan regional. 6 Ketika epistemic community dapat meyakinkan para pembuat kebijakan untuk menjalankan sebuah kebijakan tertentu, cara-cara konsensus yang menjadi ciri khas dari ASEAN tetap dapat dipertahankan. Gagasan Masyarakat Ekonomi ASEAN sampai saat ini terus berkembang, terbukti dengan negara anggota ASEAN mengadopsi AEC Blueprint 2025 pada November Peranan dari epistemic community masih terlihat jelas dalam pembentukkan cetak biru 2025 tersebut. Disebutkan bahwa cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025 menerima beberapa rekomendasi dari Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), dan Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS). Sangat menarik melihat perkembangan MEA dan bagaimana epistemic community atau dalam hal ini think tank transnasional terus dipertahankan perannya untuk membentuk ide Masyarakat Ekonomi ASEAN. Menarik untuk dikaji lebih jauh terdapat perubahan antara think tank pembentukan cetak biru MEA 2015 dengan cetak biru MEA Nick Thomas, p Nick Thomas, p. 91.