BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Smart tourism telah banyak dikembangkan dan diterapkan di berbagai negara. Smart tourism atau pariwisata cerdas merupakan gagasan yang dikembangkan berdasarkan infrastruktur informasi dan komunikasi yang canggih serta kemampuan peningkatan manajemen pariwisata dan pemerintahan, memfasilitasi inovasi produk dan layanan, meningkatkan pengalaman wisata, mencapai keunggulan kompetitif bagi perusahaan pariwisata dan terutama berperan sebagai alat yang strategis untuk pengembangan pariwisata[1]. Beberapa negara telah mengembangkan dan menerapkan smart tourism dengan implementasi yang berbeda untuk menarik wisatawan datang berkunjung. Korea Tourism Organization (KTO) membangun sistem smart tourism yang meliputi website, SNS dan aplikasi smarthone dalam 8 bahasa yang semuanya terkoneksi dan bisa mudah diakses oleh masyarakat domestik maupun luar negeri[2]. Sedangkan pengembangan smart tourism di Thailand difokuskan pada Unique Thai Local Experiences yang bertujuan menciptakan pengalaman yang berharga dan mengesankan bagi wisatawan serta mempromosikan pariwisata kreatif melalui budaya dan cara hidup Thailand[3]. Penerapan smart tourism yang lain adalah dengan pengembangan ecotourism (ekowisata). Ecotourism dianggap sebagai bentuk smart tourism karena membantu untuk melestarikan sumber daya alam, pemeliharaan kesehatan fisik dan mental wisatawan, serta membawa manfaat bagi masyarakat lokal[4]. Definisi ecotourism menurut International Ecotourism Society adalah pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan pelestarian alam, menopang kesejahteraan masyarakat setempat, serta melibatkan aspek pembelajaran dan pendidikan[5]. Ecotourism biasanya dikembangkan oleh negara-negara yang memiliki daya tarik sumber daya alam, sosial budaya, dan kearifan masyarakat lokal. Salah satu contoh negara di ASEAN yang mengusung ecotourism dalam pengembangan sektor pariwisata adalah negara Laos. Laos mempromosikan pelestarian budaya, lingkungan, konservasi tanaman, dan margasatwa sehingga wisatawan dapat menikmati alam tropis, populasi satwa liar yang beragam, serta tradisi kelompok etnis yang keunikan budayanya masih terjaga[6]. 1

2 Pemerintah Indonesia juga mengembangkan ecotourism melalui pendekatan Community Based Tourism (CBT). CBT menjadi salah satu strategi pemerintah untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan yaitu pembangunan pariwisata yang memperhitungkan penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini dan masa depan, memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan dan masyarakat setempat[7]. Strategi tersebut bertujuan untuk mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan. CBT merupakan pariwisata yang memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial, dan budaya serta menekankan pada partisipasi masyarakat lokal[8]. CBT diterapkan di desa-desa wisata karena kelestarian potensi alam yang dimiliki dan masih terjaganya keaslian budaya masyarakat sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan. Dampak positif dari pengembangan desa wisata antara lain menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat setempat, dan dapat menjadi desa yang mandiri[8]. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak 2009 telah melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata dengan target mengembangkan desa wisata di Indonesia[9]. Sejak tahun 2016, Kemenpar berkolaborasi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menjalankan program Desa Wisata yang disambungkan dengan rencana pembangunan homestay di desa wisata pada tahun 2017[10]. Program tersebut bertujuan untuk menarik wisatawan dan membangun desa wisata yang berstandar global[10]. Berdasarkan data Kemenpar, desa wisata muncul pertama kali di Indonesia pada tahun 2009 dan jumlahnya semakin meningkat menjadi 561 desa pada tahun 2014[11]. Provinsi D.I. Yogyakarta yang terkenal akan wisata alam dan budayanya juga gencar mempopulerkan desa wisata untuk menarik minat wisatawan. Jumlah desa wisata yang tercatat di Dinas Pariwisata Provinsi D.I. Yogyakarta mengalami peningkatan dari 80 desa pada tahun 2014 menjadi 122 desa pada tahun Walaupun jumlah desa wisata meningkat, tapi ada berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan desa wisata di Provinsi D.I. Yogyakarta. Renstra Dinas Pariwisata DIY tahun mencatat beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan desa wisata, antara lain[12]: 1) Manajemen pengelolaan daya tarik desa wisata masih konvensional dan belum optimal. 2) Aksesbilitas dan fasilitas desa wisata belum terpenuhi. 2

3 3) Kuantitas dan kualitas pemasaran desa wisata yang masih rendah baik secara langsung maupun melalui media massa. 4) Sebagian masyarakat desa belum memahami dan melaksanakan sadar wisata dan sapta pesona secara maksimal. 5) Beberapa desa wisata belum memiliki kelembagaan yang terorganisir dengan baik. 6) Pengetahuan, kemampuan, dan kreatifitas masyarakat dalam pengelolaan desa wisata masih rendah. 7) Minat berinvestasi dan Corporate Social Responsibility (CSR) dari para stakeholder selain pemerintah untuk terlibat dalam pengembangan desa wisata masih rendah. Survei prapenelitian dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui kondisi dan permasalahan yang dialami oleh desa wisata saat ini. Survei prapenelitian dilakukan dengan mengambil sampel 2 desa wisata yang ada di Kabupaten Sleman yaitu Desa Wisata Pentingsari dan Desa Wisata Pulesari. Kedua desa wisata tersebut dipilih sebagai sampel karena prestasi masing-masing desa yang pernah menjadi juara desa wisata terbaik dalam lomba Desa Wisata se-provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun yang berbeda. Survei prapenelitian yang telah dilakukan oleh peneliti menemukan beberapa permasalahan yaitu masih rendahnya penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) oleh pengelola desa wisata dalam pemasaran produk wisata serta untuk bertransaksi secara online dengan wisatawan. Sebagian pengelola desa wisata masih mengandalkan cara konvensional (dari mulut ke mulut dan brosur), walaupun mereka sudah memiliki media online seperti instagram, facebook, twitter, dan website tetapi media online yang mereka miliki tidak selalu up to date. Permasalahan lain adalah masih kurangnya pengetahuan dan pemahaman sebagian pengelola/pemandu/masyarakat desa wisata mengenai TIK dan penggunaannya. Beberapa permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya bisa menjadi faktor penghambat kesiapan desa wisata untuk dapat bersaing secara global. Hal ini menyebabkan desa wisata tidak bisa berkembang sesuai dengan harapan. Desa wisata menjadi tidak bisa dikenal secara global oleh masyarakat sehingga berakibat pada menurunnya jumlah kunjungan dan mempengaruhi pendapatan masyarakat desa. Untuk bisa bersaing secara global, desa wisata perlu menerapkan smart tourism yang tidak hanya smart dalam pengelolaan sumber daya (alam, budaya, manusia) tetapi juga smart dalam pemanfaatan teknologi informasi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka perlu dilakukan pengukuran kesiapan (readiness) desa wisata sehingga dapat melihat peluang dan tantangan yang dihadapi dalam penerapan smart tourism. 3

4 Penerapan dan pengembangan smart tourism di suatu desa wisata melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) yang ada dalam industri pariwisata. Menurut Trully (1999), stakeholders dalam industri pariwisata[13] meliputi organisasi bisnis lokal, organisasi pemerintah (pusat/daerah), pekerja/pengelola tempat wisata. masyarakat di tempat wisata, wisatawan, pesaing-pesaing dalam pengelolaan pariwisata, organisasi bisnis di luar industri pariwisata, dan pihak-pihak lain yang berminat (grup/aktivis) di sektor pariwisata. Pengelola desa wisata merupakan stakeholders yang terlibat secara langsung dalam pembangunan dan pengembangan desa wisata. Pengelola desa wisata biasanya merupakan masyarakat setempat yang ditunjuk untuk mengkoordinir dalam pengelolaan desa wisata karena desa wisata dibangun dan dikembangkan dengan mengutamakan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat mengandung arti bahwa semua masyarakat berperan aktif dalam pertunjukan/atraksi kesenian, penyediaan akomodasi, dan penyiapan sumber daya manusia di desa wisatanya. Beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat biasanya diwujudkan melalui keterlibatan dalam pertemuan, pendampingan, bantuan modal, pembangunan sarana dan prasarana, pembentukan organisasi desa wisata, kerja bakti, dan pemasaran[14]. Dengan demikian, seluruh pelaku dalam kegiatan pariwisata di desa wisata baik pengelola, pemandu, penampil atraksi maupun penyedia produk barang/jasa merupakan masyarakat setempat di desa wisata. Berdasarkan survei prapenelitian diketahui bahwa pengelola desa wisata juga berperan penting dalam mengkoordinir semua transaksi yang terjadi di desa wisata. Semua transaksi yang dilakukan oleh wisatawan seperti pemesanan produk makanan, paket wisata, pertunjukan kesenian, maupun homestay dikoordinir melalui pengelola desa wisata untuk kemudian didelegasikan secara merata kepada masyarakat setempat sehingga akan tercipta pemerataan pendapatan. Dengan demikian, kesejahteraan masyarakat dapat meningkat secara bersamaan dan kecil kemungkinan terjadi kesenjangan pendapatan. Keberadaan desa wisata sangat tergantung pada keaktifan pengelola[15]. Pengelola desa wisata merupakan penggerak utama desa wisata untuk menuju lebih baik atau untuk menuju kemunduran karena kalah saing dengan desa wisata lain. Sehingga dalam penelitian ini, pengukuran kesiapan desa wisata ditekankan pada pengukuran ICT readiness pengelola desa wisata dalam rangka pemanfaatan teknologi informasi untuk menerapkan smart tourism di desa wisata. ICT readiness pengelola desa wisata yang tinggi dalam pemanfaatan teknologi informasi dapat menjadikan desa wisata berkembang lebih pesat dan dapat memaksimalkan pelayanan kepada wisatawan yang akhirnya akan 4

5 berdampak pada meningkatnya kunjungan wisatawan dan meningkatnya pendapatan masyarakat setempat[16]. Pengukuran ICT readiness terhadap pengelola desa wisata dalam penerapan smart tourism akan dilakukan di beberapa desa wisata yang berlokasi di Kabupaten Sleman sebagai sampel penelitian. Kabupaten Sleman memperoleh peringkat keempat dalam Indeks Pariwisata Indonesia (IPI) pada tahun Terdapat dua kabupaten/kota di Provinsi D.I. Yogyakarta yang masuk peringkat sepuluh besar IPI Selain Kabupaten Sleman, ada Kabupaten Bantul yang meraih peringkat sepuluh. Pengukuran IPI dilakukan terhadap 500 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. IPI dikembangkan oleh Kementerian Pariwisata untuk mengukur kesiapan daerah tujuan pariwisata menjadi motor pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional[17]. IPI bisa dijadikan dasar untuk melihat secara umum potensi industri pariwisata di Indonesia. Ada 4 aspek yang digunakan untuk mengukur IPI yaitu aspek infrastruktur pendukung pariwisata, aspek tata kelola, aspek lingkungan pendukung, dan aspek potensi wisata. Berdasarkan IPI, Kabupaten Sleman unggul pada aspek lingkungan pendukung yang terdiri atas lima pilar penilaian yaitu lingkungan bisnis, keselamatan dan keamanan, sarana kesehatan dan kebersihan, sumber daya manusia, serta kesiapan infrastruktur teknologi informasi[17]. Kabupaten Sleman memiliki jumlah desa wisata terbanyak jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi D.I. Yogyakarta. Jumlah desa wisata yang dimiliki Provinsi D.I. Yogyakarta berdasarkan data Dinas Pariwisata Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2016 sebanyak 122 desa dengan sebaran 38 desa di Kabupaten Sleman, 33 desa di Kabupaten Bantul, 27 desa di Kota Yogyakarta, 14 desa di Kabupaten Gunung Kidul, dan 10 Desa di Kulon Progo[18]. Pengembangan desa wisata di Kabupaten Sleman menjadi salah satu program dan kegiatan Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman pada tahun Beberapa program pengembangan tersebut diwujudkan melalui kegiatan peningkatan pembangunan sarana prasarana desa wisata, peningkatan kapasitas pengelolaan dan kerjasama desa wisata, serta pengembangan daya tarik desa wisata[19]. Kabupaten Sleman juga mempunyai banyak prestasi yang telah diraih oleh beberapa desa wisatanya baik yang bertaraf nasional maupun internasional. Beberapa prestasi tersebut antara lain Best Practice Tourism Ethic at Local Level dari World Committee on Tourism Ethics (2011) dan Best Performance Travel Club Tourism Award dalam bidang pengembangan Desa Wisata (2011 dan 2013)[20]. Selain itu, pada tahun 2015 ada dua desa wisata di Kabupaten Sleman yang meraih juara dua dan juara harapan tiga dalam lomba desa wisata tingkat Provinsi D.I. Yogyakarta[21]. Sedangkan pada lomba desa 5

6 wisata se-provinsi DIY tahun 2016, terdapat satu desa wisata di Kabupaten Sleman yang menjadi juara dalam kategori produk paket wisata terbaik[22]. Beberapa hal mengenai Kabupaten Sleman yang telah disebutkan sebelumnya menjadi alasan bagi peneliti untuk menjadikan kabupaten tersebut sebagai lokasi penelitian. Pengukuran ICT readiness pengelola desa wisata di Kabupaten Sleman dalam pemanfaatan teknologi informasi untuk penerapan smart tourism pada penelitian ini mengacu pada konsep Travel & Tourism Competitiveness Index (TTCI) atau Indeks Daya Saing Pariwisata yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF). TTCI mengukur seperangkat kebijakan yang memungkinkan pembangunan berkelanjutan dari sektor travel dan pariwisata, yang pada gilirannya, memberikan kontribusi untuk pengembangan daya saing suatu negara[23]. TTCI digunakan untuk mengukur daya saing pariwisata yang dimiliki suatu negara. Selama ini, TTCI juga digunakan sebagai acuan oleh Kemenpar untuk menghitung Indeks Pariwisata Indonesia (IPI). Selain itu, strategi pengembangan smart tourism di Indonesia juga didasarkan pada indeks tersebut. TTCI terdiri atas 4 aspek, 14 pilar, dan 90 indikator[23]. Keempat aspek TTCI meliputi aspek lingkungan dan pendukung bisnis, aspek tata kelola, aspek potensi wisata alam dan wisata buatan, serta aspek infrastruktur pendukung. Sedangkan 14 pilar TTCI meliputi lingkungan bisnis, keselamatan dan keamanan, kesehatan dan kebersihan, SDM dan pasar tenaga kerja, ICT readiness, prioritas perjalanan dan pariwisata, keterbukaan internasional, daya saing harga, keberlanjutan lingkungan, infrastruktur bandara, infrastruktur pelabuhan dan darat, infrastruktur jasa pariwisata, sumber daya alam, serta budaya dan travel bisnis[23]. Indikator ICT Readiness dalam TTCI yang akan digunakan untuk mengukur kesiapan pengelola desa wisata dalam pemanfaatan teknologi informasi disesuaikan dengan kondisi di Kabupaten Sleman. Tujuan pengukuran ICT readiness pengelola desa wisata adalah untuk memberikan gambaran mengenai sejauh mana pengelola desa wisata telah menerapkan konsep smart tourism dan untuk mengetahui indikator ICT readiness mana saja yang perlu ditingkatkan agar desa wisata bisa bersaing secara global. Selama ini, belum pernah dilakukan pengukuran indikator ICT readiness terhadap desa wisata terutama pengelolanya. Sehingga hal ini bisa memberikan informasi dan rekomendasi bagi pengelola desa wisata dan pemerintah daerah dalam pengembangan desa wisata. 6

7 1.2 Perumusan Masalah Berbagai permasalahan pengembangan desa wisata terutama dalam penggunaan TIK seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bisa menghambat desa wisata untuk dapat bersaing secara global. Sehingga perlu dilakukan pengukuran ICT readiness pengelola desa wisata untuk dapat melihat kondisi saat ini, peluang, dan tantangan yang dihadapi. Selama ini, pengukuran ICT readiness terhadap pengelola desa wisata belum pernah dilakukan. 1.3 Keaslian Penelitian Peneliti melakukan studi literatur dari peneliti-peneliti sebelumnya yang meneliti mengenai sektor pariwisata. Pada latar belakang telah disebutkan bahwa implementasi smart tourism berbeda-beda di setiap negara. Ada yang menekankan pada aplikasi teknologi canggih untuk membantu wisatawan, tapi ada juga yang menekankan pada pelestarian sumber daya alam dan lingkungan, pelestarian tradisi budaya, serta peningkatan pengalaman wisatawan. Walaupun terdapat perbedaan penekanan implementasi smart tourism, tetapi setiap negara memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan daya saing pariwisata negaranya secara global. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Jovanovic, et. al[24] yang menganalisis health and hygiene (kesehatan dan kebersihan) dan dampaknya terhadap daya saing pariwisata negara-negara Eropa Tenggara selama tahun Metode yang digunakan adalah analisa regresi dan korelasi. Hasil analisanya menunjukkan bahwa nilai pilar kesehatan dan kebersihan negara Serbia meningkat dari tahun ke tahun walaupun masih kalah dibandingkan dengan beberapa negara di Eropa Tenggara. Penghitungan korelasi Spearman menunjukkan ada korelasi positif antara kesehatan dan kebersihan dengan daya saing pariwisata. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kenaikan kesehatan dan kebersihan mempengaruhi daya saing pariwisata. Indikator kepadatan dokter menjadi komponen paling berpengaruh terhadap kesehatan dan kebersihan. Jovanovic, et.al[25] juga menganalisa hubungan antara nilai daya saing pariwisata di negara-negara Eropa Tenggara dengan infrastruktur pariwisata selama tahun Penelitiannya menggunakan metode korelasi Pearson dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hubungan antara daya saing pariwisata dan infrastruktur pariwisata memiliki hubungan positif yang kuat. Infrastruktur pariwisata yang berlevel tinggi dapat berkontribusi terhadap peningkatan efisiensi produksi dan distribusi dalam layanan 7

8 pariwisata sehingga akan berdampak pada meningkatnya daya saing pariwisata. Diketahui juga bahwa indikator yang memberikan dampak terbesar pada meningkatnya pilar infrastruktur di negara-negara Eropa Tenggara adalah bertambahnya jumlah kamar hotel dari tahun ke tahun di sebagian besar negara-negara tersebut. Ana-Maria Nica[26] melakukan penelitian tentang hubungan warisan budaya dengan daya saing pariwisata di wilayah Eropa Tengah dan Timur dengan menganalisis evolusi sektor pariwisata pada tiga waktu yang berbeda yaitu tahun 2009, 2011, dan Penelitiannya difokuskan pada T&T human, cultural and natural resources dalam TTCI karena mencakup unsur-unsur warisan budaya. Analisis korelasi pilar T&T human, cultural and natural resources dalam hal kontribusi pariwisata menunjukkan bahwa fitur unik suatu negara memainkan peran penting dalam daya saing suatu negara. Martinovic dan Miletic[27] meneliti tentang ICT readiness sebagai faktor daya saing pariwisata di Serbia. Analisis yang digunakan adalah analisis benchmark pada kesiapan TIK Serbia dan negara pesaing yang terdiri dari negara-negara yang mempunyai sumber daya dan daya tarik serupa dengan Serbia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Serbia telah memiliki infrastruktur dan kesiapan TIK yang solid dibandingkan dengan negara pesaing tetapi kemajuan infrastruktur TIK Serbia sedikit tertinggal. Serbia tidak memiliki kemampuan serta kapasitas yang memadai untuk mencapai dampak nyata dari TIK yang telah diterapkan dalam mengubah ekonomi dan masyarakatnya serta manfaat potensial dari TIK dalam hal mengembangkan dan meningkatkan kualitas pariwisata domestik. Penelitian Goral[28] melakukan analisa tentang peringkat daya saing harga suatu negara dan memeriksa hubungan antara daya saing harga dengan perimntaan pariwisata dan juga penerimaan pariwisata. Pengetahuan dan data dalam penelitiannya mengacu pada Indeks Daya Saing Harga Pariwisata. Metode penelitiannya menggunakan analisis korelasi SPSS dan hasilnya menunjukkan bahwa Indeks Daya Saing Harga Pariwisata memiliki hubungan negatif dengan jumlah wisatawan dan pendapatan wisatawan. Meskipun harga berperan dalam memilih tujuan wisata, tapi faktor-faktor lain seperti nilai tukar mata uang, tingkat efisiensi berbagai shareholders di sektor pariwisata, dan faktor kualitatif yang mempengaruhi daya tarik dengan diferensiasi harga juga berperan penting dalam keputusan pemilihan tujuan wisata. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah mengukur kesiapan pengelola desa wisata di Kabupaten Sleman dalam pemanfaatan TIK (ICT readiness) untuk penerapan 8

9 smart tourism. Pada latar belakang telah disebutkan bahwa, untuk bisa bersaing secara global maka desa wisata perlu menerapkan smart tourism yang tidak hanya smart dalam pengelolaan sumber daya (alam, budaya, manusia) tetapi juga smart dalam pemanfaatan TIK. Penelitian ini mengacu pada indikator ICT readiness dalam Travel & Tourism Competitiveness Index (TTCI) atau Indeks Daya Saing Pariwisata yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF). ICT readiness dalam TTCI mengukur keberadaan infrastruktur modern (cakupan jaringan seluler dan kualitas pasokan listrik) dan kapasitas bisnis serta individu dalam menggunakan dan menyediakan layanan online. Indikator dalam pilar ini meliputi penggunaan teknologi informasi untuk transaksi bisnis, penggunaan internet untuk transaksi bisnis ke konsumen, individu menggunakan internet, pelanggan internet broadband, langganan ponsel, langganan broadband ponsel, cakupan jaringan seluler, dan kualitas pasokan listrik[23]. Keunggulan indikator ICT readiness dalam TTCI adalah tidak hanya mengukur keberadaan infrastruktur TIK tapi juga mengukur tingkat penggunaan TIK dan internet oleh sektor bisnis dengan sektor bisnis lain maupun dengan konsumen. Terdapat 2 indikator untuk mengukur tingkat penggunaan TIK oleh sektor bisnis dalam ICT readiness di TTCI yaitu ICT use for business-to-business transactions dan Internet use for businessto-consumer transactions. Kedua indikator tersebut sangat penting karena dalam era transformasi digital saat ini, TIK tidak lagi hanya sebagai pendukung dalam bisnis tapi sudah menjadi bagian integral strategis dari bisnis itu sendiri[29]. Sektor bisnis menjadikan teknologi dan koneksi/internet sebagai alat untuk membangun model bisnis baru, strategi bisnis baru, optimasi proses internal, peningkatan pengalaman pelanggan, dan pendorong kualitas kinerja karyawan[30]. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti juga mengukur ICT readiness pengelola desa wisata berdasarkan kategori desa wisata yaitu desa wisata tumbuh, desa wisata berkembang, dan desa wisata mandiri di Kabupaten Sleman. Pengukuran tersebut bertujuan untuk melihat sejauh mana adopsi TIK oleh pengelola desa wisata untuk setiap kategori (tumbuh, berkembang, mandiri). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, kemudian peneliti membuat level ICT readiness pengelola desa wisata dengan menggunakan kriteria yang mengacu pada indikator ICT readiness pengelola desa wisata yang menjadi sampel penelitian. 9

10 Indikator ICT readiness dalam TTCI yang digunakan dalam penelitian ini dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi desa wisata di Kabupaten Sleman berdasarkan hasil prapenelitian. Modifikasi tersebut perlu dilakukan karena indikator ICT readiness dalam TTCI digunakan untuk mengukur kondisi kesiapan TIK di suatu negara sehingga datanya lebih bersifat global dan lebih lengkap. Sedangkan, objek yang diukur dalam penelitian ini adalah desa wisata yang memiliki ukuran wilayah yang lebih kecil dan ketersediaan data yang dibutuhkan kurang lengkap. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengukur ICT readiness pengelola desa wisata di Kabupaten Sleman untuk penerapan smart tourism sehingga dapat memberikan gambaran mengenai sejauh mana pengelola desa wisata telah menerapkan konsep smart tourism dengan teknologi informasi dan untuk mengetahui indikator ICT readiness mana saja yang perlu ditingkatkan agar desa wisata bisa bersaing secara global. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Mengetahui indikator-indikator ICT readiness pengelola desa wisata di Kabupaten Sleman untuk penerapan konsep smart tourism. 2. Memberikan informasi dan rekomendasi kepada pengelola desa wisata dan pemerintah daerah khususnya Kabupaten Sleman dalam memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi untuk pengembangan desa wisata dalam penerapan konsep smart tourism. 10

BAB I PENDAHULUAN. antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan budaya tradisional, keindahan

BAB I PENDAHULUAN. antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan budaya tradisional, keindahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan budaya tradisional, keindahan bentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan daerah maupun bagi devisa negara, bahkan negara-negara maju

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan daerah maupun bagi devisa negara, bahkan negara-negara maju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kepariwisataan dunia telah mengalami peningkatan yang pesat dalam beberapa dekade terakhir. Sektor pariwisata merupakan alternatif pemasukan bagi pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Transportasi merupakan salah satu hal penting yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Transportasi merupakan salah satu hal penting yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu hal penting yang menjadi kebutuhan masyarakat, mulai dari transportasi lewat darat menggunakan mobil, motor, atau kereta api, transportasi

Lebih terperinci

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata JOKO PRAYITNO Kementerian Pariwisata " Tren Internasional menunjukkan bahwa desa wisata menjadi konsep yang semakin luas dan bahwa kebutuhan dan harapan dari permintaan domestik dan internasional menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan guna untuk mencapai hasil yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan guna untuk mencapai hasil yang diinginkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi informasi pada saat ini menjadi bagian yang sangat penting di dalam kehidupan manusia. Hal tersebut didasarkan pada perkembangan jaman menuju arah yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata utama di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasis budaya

BAB I PENDAHULUAN. wisata utama di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasis budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasis budaya dan dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sistem CBT (Community Based Tourism) terhadap kondisi berdaya

BAB I PENDAHULUAN. dengan sistem CBT (Community Based Tourism) terhadap kondisi berdaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penelitian ini membahas tentang dampak atau pengaruh pengelolaan destinasi wisata Gunung Api Purba Nglanggeran yang dalam hal ini dikelola dengan sistem CBT (Community

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG Presentation by : Drs. BUDIHARTO HN. DASAR HUKUM KEPARIWISATAAN Berbagai macam kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang

Lebih terperinci

Mewujudkan Ekosistem e-tourism di Indonesia Oleh: Donatus Fernanda Putra

Mewujudkan Ekosistem e-tourism di Indonesia Oleh: Donatus Fernanda Putra Mewujudkan Ekosistem e-tourism di Indonesia Oleh: Donatus Fernanda Putra Pariwisata merupakan harapan bagi kesejahteraan bangsa di masa depan. Karakter pariwisata yang terus mengalami ekspansi dan diversifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modal sosial merupakan syarat yang harus terpenuhi dalam pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Modal sosial merupakan syarat yang harus terpenuhi dalam pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Modal sosial merupakan syarat yang harus terpenuhi dalam pembangunan. Berbagai permasalahan dan penyimpangan yang terjadi di berbagai negara faktor utamanya adalah

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 VISI DAN MISI Visi adalah kondisi yang dicita-citakan untuk di wujudkan. Secara ontologis, visi merupakan das sollen, yaitu apa yang sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kepariwisataan pada umumnya diarahkan sebagai sektor potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian

Lebih terperinci

DUKUNGAN PROYEK SREGIP DALAM PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL

DUKUNGAN PROYEK SREGIP DALAM PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL DUKUNGAN PROYEK SREGIP DALAM PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL Disampaikan Oleh: Depu0 Bidang Pengembangan Regional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Dalam Acara Seminar Penutupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata internasional yang sangat terkenal di dunia. Sektor kepariwisataan telah menjadi motor penggerak perekonomian dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. 1. Proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata di

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. 1. Proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata di 149 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan 1. Proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata di desa Brayut Pandowoharjo Sleman melalui tiga tahap yaitu sosialisasi, transformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan menarik bagi sebagian orang adalah mencoba berbagai makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga merupakan

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Indonesia termasuk salah satu negara berkembang yang mengandalkan sektor pariwisata

Lebih terperinci

JURNAL 1 : POTENSI ADOPSI STRATEGI E-COMMERCE UNTUK DI LIBYA.

JURNAL 1 : POTENSI ADOPSI STRATEGI E-COMMERCE UNTUK DI LIBYA. Nama : Sapto N. Setiawan Jurusan : 42SIB JURNAL 1 : POTENSI ADOPSI STRATEGI E-COMMERCE UNTUK DI LIBYA. Penerapan electronic commerce (e-commerce) telah menjadikan hubungan bisnis yang sehat antara produsen

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 6.1 Kesimpulan. 1. Rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulon Progo dapat

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 6.1 Kesimpulan. 1. Rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulon Progo dapat BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan 1. Rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulon Progo dapat dipengaruhi oleh; (1) daya tarik produk-produk wisata yang dimilik; (2) biaya yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di wilayah tropis dan terletak di garis khatulistiwa. Oleh karena itu, Indonesia memiliki potensi pertanian yang sangat

Lebih terperinci

Conventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi

Conventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi STRATEGI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN WISATA PANTAI DAN LAUT (Ekowisata Berbasis Masyarakat) Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Conventional vs Sustainable Tourisms

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAYA DUKUNG DAN PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN. Oleh : M. Liga Suryadana

PENGELOLAAN DAYA DUKUNG DAN PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN. Oleh : M. Liga Suryadana PENGELOLAAN DAYA DUKUNG DAN PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN Oleh : M. Liga Suryadana KLASIFIKASI WISATA Wisata alam (nature tourism), merupakan aktifitas wisata yang ditujukan pada pemanfaatan terhadap

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Rencana program dan kegiatan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang mendasarkan pada pencapaian Prioritas

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 115 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KAMPUNG WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Muta ali (2012) menjelaskan bahwa pengembangan wilayah adalah salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya wilayah untuk dimanfaatkan sebesarbesarnya demi kemakmuran rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa terbesar di bawah minyak dan gas bumi, batu bara, minyak

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa terbesar di bawah minyak dan gas bumi, batu bara, minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang sangat strategis dan memiliki trend kontribusi positif terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia. Menurut data BPS,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah suatu kegiatan sebagai industri pelayanan dan jasa yang akan menjadi andalan Indonesia sebagai pemasukan keuangan bagi negara. Kekayaan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. V, maka penulis menarik kesimpulan dan merumuskan beberapa saran atau

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. V, maka penulis menarik kesimpulan dan merumuskan beberapa saran atau 177 BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil pembahasan penelitian seperti telah diuraikan pada Bab V, maka penulis menarik kesimpulan dan merumuskan beberapa saran atau rekomendasi, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. Kurangnya Jumlah Hotel di Kabupaten Kulon Progo Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang belum memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta penggerak ekonomi masyarakat. Pada tahun 2010, pariwisata internasional tumbuh sebesar 7% dari 119

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu pulau yang terletak di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia serta dua samudera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini semakin pesat dan semakin tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Salah satu perkembangan pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selama beberapa dekade terakhir, pariwisata telah mengalami perkembangan dan perubahan yang membuat pariwisata menjadi salah satu industri tercepat dan terbesar

Lebih terperinci

BAB III PROFIL DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA YOGYAKARTA. A. Sejarah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta

BAB III PROFIL DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA YOGYAKARTA. A. Sejarah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta 32 BAB III PROFIL DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA YOGYAKARTA A. Sejarah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta dibentuk berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan BAB V KESIMPULAN Mencermati perkembangan global dengan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan arus perjalanan manusia yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pemerintah daerah. Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pemerintah daerah. Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan berbagai macam kegiatan wisata dan di dukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia setelah Bali. Aliran uang yang masuk ke provinsi DIY dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia setelah Bali. Aliran uang yang masuk ke provinsi DIY dari sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta masih menjadi destinasi pariwisata favorit di Indonesia setelah Bali. Aliran uang yang masuk ke provinsi DIY dari sektor pariwisata sangat

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata dan Pemberdayaan Masyarakat disekitar 15 Danau Prioritas

Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata dan Pemberdayaan Masyarakat disekitar 15 Danau Prioritas Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata dan Pemberdayaan Masyarakat disekitar 15 Danau Prioritas Di presentasikan pada : Konferensi Nasional Danau Indonesia (KNDI) II MINISTRY OF CULTURE AND TOURISM REPUBLIC

Lebih terperinci

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya BAB III Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya Potensi pariwisata di Indonesia sangat tinggi, dari Aceh hingga Papua dengan semua macam obyek pariwisata, industri pariwisata Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pariwisata bukan hal yang asing untuk masyarakat. Banyak wisatawan baik domestik maupun asing yang datang berlibur untuk menghabiskan waktu dan menikmati keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi saat ini berkaitan erat dengan semua aspek kehidupan manusia, mulai dari ekonomi, pendidikan hingga kesehatan. Adanya teknologi dan

Lebih terperinci

oleh semua pihak dalam pengembangan dunia pariwisata.

oleh semua pihak dalam pengembangan dunia pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keindahan alam dan budaya Indonesia memberikan sumbangan yang sangat besar khususnya pendapatan dari bidang kepariwisataan. Kepariwisataan di Indonesia telah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu produk yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara cepat dalam hal kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup yaitu dengan mengaktifkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Ekowisata Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Bentuknya yang khusus itu menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari wisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. devisa negara. Salah satu Visi Pariwisata Indonesia yaitu, industri pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. devisa negara. Salah satu Visi Pariwisata Indonesia yaitu, industri pariwisata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, salah satu bidang potensi yang digalakkan di Indonesia adalah sektor pariwisata yang merupakan salah satu sumber penting bagi penghasil devisa negara. Salah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Sapta Nirwandar selaku Wakil

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Sapta Nirwandar selaku Wakil BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Sapta Nirwandar selaku Wakil Menteri Pariwisata dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar penyelenggaraan kepemerintahan di Indonesia mengamanatkan bahwa salah satu tujuan didirikan Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buatan dan peninggalan sejarah. Wilayah Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB I PENDAHULUAN. buatan dan peninggalan sejarah. Wilayah Kabupaten Sleman terdapat banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah yang kaya akan objek wisata baik wisata alamnya yang sangat menarik, wisata budaya, wisata buatan dan peninggalan sejarah.

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BATAM BATAM, 8 DESEMBER 2011

PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BATAM BATAM, 8 DESEMBER 2011 PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BATAM 3 BATAM, 8 DESEMBER 2011 VISI TATANAN PERADABAN Pendorong kesejahteraan: OPTIMALISASI DAN PENGEMBANGAN BANDAR INTERNASIONAL. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya hayati tropis yang tidak hanya sangat beragam tetapi juga unik. Keragaman

BAB I PENDAHULUAN. daya hayati tropis yang tidak hanya sangat beragam tetapi juga unik. Keragaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam terutama sumber daya hayati tropis yang tidak hanya sangat beragam tetapi juga unik. Keragaman dan keunikannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Pariwisata Menurut Suyitno (2001) dalam Tamang (2012) mendefinisikan pariwisata sebagai berikut : a. Bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Molinda Hotmauly, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Molinda Hotmauly, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman dalam hal kebudayaan dan sumber daya alamnya. Hal ini merupakan daya tarik yang sangat kuat yang dimiliki oleh Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan Pantai Samas dahulu merupakan daerah yang terkenal dan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan Pantai Samas dahulu merupakan daerah yang terkenal dan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Pantai Samas dahulu merupakan daerah yang terkenal dan banyak dikunjungi orang, namun semenjak dengan dibangunnya jembatan penghubung ke Pantai Parangtritis,

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Kepariwisataan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara berkembang (developing country) pada tiga dekade terakhir. Hal ini jelas terlihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ciri itulah yang menandai pola kehidupan manusia. Mobilitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ciri itulah yang menandai pola kehidupan manusia. Mobilitas merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya kegiatan perjalanan telah lama dilakukan oleh manusia. Di dalam hidupnya manusia selalu bergerak, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, ciri itulah

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 VISI DAN MISI Visi adalah kondisi yang dicita-citakan untuk di wujudkan. Secara ontologis, visi merupakan das sollen, yaitu apa yang sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia kepariwisataan menjadi perhatian berbagai negara dan organisasi, karena sektor ini telah menjadi industri penting. Pariwisata diperkirakan akan menjadi

Lebih terperinci

2016 PENGARUH CULTURAL VALUE PADA DAYA TARIK WISATA PURA TANAH LOT BALI TERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG

2016 PENGARUH CULTURAL VALUE PADA DAYA TARIK WISATA PURA TANAH LOT BALI TERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan Pariwisata dunia berdasarkan data yang dikeluarkan oleh UNWTO, World Tourism barometer pada tahun 2014 bahwa wilayah Asia Pasifik merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: masyarakat, keamanan yang baik, pertumbuhan ekonomi yang stabil,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: masyarakat, keamanan yang baik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor ekternal yang berupa peluang dan ancaman yang dapat digunakan berdasarkan penelitian ini yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hanisa Aprilia, 2014 Analisis Preferensi Wisatawan Terhadap Pengembangan Atraksi Wisata Di Cipanas Cileungsing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hanisa Aprilia, 2014 Analisis Preferensi Wisatawan Terhadap Pengembangan Atraksi Wisata Di Cipanas Cileungsing 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang diapit oleh dua Samudra dan juga dua Benua. Pada bagian barat laut Indonesia berbatasan dengan Benua

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Bab VI. Penutup. Berdasarkan hasil temuan dan analisis yang telah dipaparkan, menunjukkan bahwa wisata MICE menjadi salah satu wisata yang menjanjikan

Bab VI. Penutup. Berdasarkan hasil temuan dan analisis yang telah dipaparkan, menunjukkan bahwa wisata MICE menjadi salah satu wisata yang menjanjikan Bab VI Penutup 1.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan dan analisis yang telah dipaparkan, menunjukkan bahwa wisata MICE menjadi salah satu wisata yang menjanjikan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta. Faktor-faktor

Lebih terperinci

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR Oleh: TUHONI ZEGA L2D 301 337 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang kepariwisataan, pengembangan dan

I. PENDAHULUAN. Menurut Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang kepariwisataan, pengembangan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada di ujung pulau Sumatera memiliki beberapa pulau di sekitarnya yang membuat Provinsi Lampung menjadi salah satu dari beberapa provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan upaya membangun sistem manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 14.572 pulau baik pulau besar ataupun pulau-pulau kecil yang tersebar dari Sabang sampai Merauke yang tentunya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, berlibur merupakan salah satu keinginan banyak orang, atau bahkan ada yang menganggap sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Hal ini dapat dikarenakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki keanekaragaman seni dan budaya. Hal ini yang menjadi salah satu daya tarik wisata di Indonesia. Salah satu daerah di Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, hal ini terjadi karena pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara-negara

Lebih terperinci

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH Nama Instansi : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Alamat : Jalan Tgk. Chik Kuta Karang No.03 Banda Aceh Kode Pos 23121 Telp : (+62 651) 26206, 23692, Fax

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan akhir dari studi yang dilakukan dan beberapa saran dan rekomendasi terhadap studi lanjutan pengembangan pariwisata daerah studi. Kesimpulan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan bisnis secara online atau e-commerce yang. akses dalam bertransaksi menjadi pilihan yang efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan bisnis secara online atau e-commerce yang. akses dalam bertransaksi menjadi pilihan yang efektif dan efisien. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan sektor bisnis online atau (e-commerce, electronic commerce) sangat merebak dimasyarakat dan menjadi tren yang dominan di era digital media. Sehingga

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berkembangnya era modern saat ini khususnya di bidang era komunikasi memberikan dampak yang cukup signifikan dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang perekonomian.

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PROGRAM SREGIP DALAM MENDUKUNG PENCAPAIAN TARGET PEMBANGUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KONTRIBUSI PROGRAM SREGIP DALAM MENDUKUNG PENCAPAIAN TARGET PEMBANGUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KONTRIBUSI PROGRAM SREGIP DALAM MENDUKUNG PENCAPAIAN TARGET PEMBANGUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA BARAT! bappeda.ntbprov.go.id Kemajuan Nyata,Tantangan Baru 38 36 36 36 37 36 33 31 Gini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara pada saat ini lebih fokus berorientasi kepada industri non migas seperti industri jasa yang didalamnya termasuk industri pariwisata,

Lebih terperinci

RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA II.L.040.1

RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA II.L.040.1 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU Berdasarkan analisis serta pembahasan sebelumnya, pada dasarnya kawasan studi ini sangat potensial untuk di kembangkan dan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara universal, teknologi informasi (e-commerce) sekarang menjadi alat

BAB I PENDAHULUAN. Secara universal, teknologi informasi (e-commerce) sekarang menjadi alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara universal, teknologi informasi (e-commerce) sekarang menjadi alat yang penting untuk meningkatkan daya saing ekonomi sebuah negara (Nurhadi et al., 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB V. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB V. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN BAB V. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN Menurut RPJPD Kabupaten Kampar 2005-2025, berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1, maka RPJM ke-2 (2011-2016) ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu industri yang memiliki pertumbuhan pembangunan yang cepat. Saat ini sektor pariwisata banyak memberikan kontribusi terhadap

Lebih terperinci

PARIWISATA PERDESAAN. Geopolitik dan Geostrategi Pembangunan Pariwisata Indonesia Ke Depan. Roby Ardiwidjaja

PARIWISATA PERDESAAN. Geopolitik dan Geostrategi Pembangunan Pariwisata Indonesia Ke Depan. Roby Ardiwidjaja PARIWISATA PERDESAAN Kampung Sampireun Garut Sumber: bumikuningan.blogdetik.com Geopolitik dan Geostrategi Pembangunan Pariwisata Indonesia Ke Depan Kampung Naga Tasikmalaya Sumber: indonesia.travel Roby

Lebih terperinci

MEMBANGUN MIMPI DIKAMPUNG SENDIRI

MEMBANGUN MIMPI DIKAMPUNG SENDIRI MEMBANGUN MIMPI DIKAMPUNG SENDIRI Langkah kecil untuk sebuah perubahan besar Doto Yogantoro Desa Wisata Pentingsari, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta MENGAPA HARUS BERMIMPI (sebelum tahun 2000-an)

Lebih terperinci

DPD ASITA BALI PROGRAM KERJA PERIODE

DPD ASITA BALI PROGRAM KERJA PERIODE DPD ASITA BALI PROGRAM KERJA PERIODE 2016-2020 A. Bidang Organisasi Perekrutan anggota baru dengan cara melakukan pendekatan persuasif diperlukan untuk keberlangsungan hidup organisasi dikarenakan masih

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan di bab sebelumnya tentang hasil temuan serta analisa penelitian tentang pelaksanaan program pelatihan TIK di Broadband Learning Center (BLC) pada

Lebih terperinci

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata merupakan industri terbesar dalam penggerak perekonomian yang tercatat mengalami pertumbuhan positif diseluruh dunia ditengah-tengah ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Dengan semakin meningkatnya penyelenggaraan pariwisata yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Dengan semakin meningkatnya penyelenggaraan pariwisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mengembangkan sektor pariwisata, hal ini dilihat dari pertumbuhan sektor pariwisata yang tumbuh pesat. Dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Alasan Pemilihan Judul. Kebudayaan daerah merupakan aset yang cukup penting bagi pengembangan

BAB I PENDAHULUAN Alasan Pemilihan Judul. Kebudayaan daerah merupakan aset yang cukup penting bagi pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Kebudayaan daerah merupakan aset yang cukup penting bagi pengembangan kepariwisataan di Indonesia. Hal ini karena kebudayaan Nasional merupakan puncak dari

Lebih terperinci