Key words : biofilm formation, MRSA. Intisari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Key words : biofilm formation, MRSA. Intisari"

Transkripsi

1 Biofilm formation properties of Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) strains isolated in Microbiology Laboratory, Faculty of Medicine, UGM, Yogyakar ta Titik Nuryastuti, Praseno, Muchammad Mustafa Department of Microbiology, Faculty of Medicine, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta t.nuryastuti@ugm.ac.id Abstract Today, Staphylococcus aureus, especially MRSA isolates, developed into a major pathogenic agent of nosocomial infection and sepsis worldwide. Infections caused by these bacteria are oftenly difficult to treat due to the development of antibiotic resistance. Biofilm formation is an important factor in the pathogenicity of Staphylococcus infections, where bacteria can attach to and colonizes the biomaterial devices. Biofilms also one of the factors of antibiotic therapy failure. In this study, the ability of 14 clinical isolates of MRSA to produce biofilm forming were studied in vitro using Congo Red Agar (CRA) inoculation and microtiter plate assay. The results showed that 12 out of 14 (85.8 %) MRSA isolates tested are not able to form biofilms, and 2 of them (14.2 %) is a weak biofilm-forming isolates. There is no difference result of biofilm forming between CRA and microtiter plate assay. Key words : biofilm formation, MRSA Intisari Dewasa ini, Staphylococcus aureus, terutama isolat MRSA, berkembang menjadi agen patogen utama pada infeksi nosokomial 1

2 dan sepsis di seluruh dunia. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini seringkali sangat berat dan sulit diterapi karena perkembangan resistensi antibiotik yang sangat cepat dan luas. Pembentukan biofilm merupakan faktor penting dalam patogenitas infeksi Staphylococcus, dimana bakteri bisa menempel dan berkolonisasi pada alat-alat biomaterial. Biofilm juga merupakan salah satu faktor gagalnya terapi antibiotik. Dalam penelitian ini, kemampuan 14 isolat klinik MRSA dalam membentuk biofilm diteliti dengan menginokulasikan isolat ke dalam media congo red agar dan uji plate mikrotiter. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 12 dari 14 (85.8%) isolat MRSA tidak mampu membentuk biofilm, dan 2 diantaranya (14.2%) merupakan isolat pembentuk biofilm yang lemah. Tidak ada perbedaan hasil antara uji biofilm menggunakan CRA dan uji mikrotiter plate. Kata kunci : pembentukan biofilm, MRSA Latar Belakang Munculnya strain bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik termasuk bakteri Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan bakteri ini dalam membentuk biofilm sehingga menyebabkan agen antimikroba dan sistem imun tidak efektif dalam mengeliminasi sel biofilm. Di Yogyakarta, prevalensi isolat methicillin resistance Staphylococus aureus (MRSA) pada tahun 2008 sebesar 31 % (Dewi Santosaningsih et al. 2008), dan merupakan bakteri Gram positip yang sering terlibat dalam berbagai macam infeksi mulai dari foliculitis sampai pneumonia, osteomyelitis dan endokarditis. Berbagai infeksi tersebut diperantarai oleh kemampuan S. aureus untuk melekat dan berkolonisasi membentuk biofilm pada bahan organik atau anorganik, termasuk alat-alat biomedis. Biofilm juga merupakan salah satu faktor gagalnya terapi antibiotik, karena hal-hal sebagai berikut: a) terhambatnya penetrasi antibiotik; b) bakteri ada dalam keadaan pertumbuhan yang lambat (slow growth), dan c) 2

3 adanya ekspresi gen-gen resisten (Kim Lewis 2001). Pembentukan biofilm ini juga dapat menyebabkan bakteri terlindungi dalam suatu matriks polisakarida sehingga tidak dapat dicapai oleh sistem imun hospes (fagositosis). Kemampuan bakteri dalam memproduksi biofilm merupakan salah satu faktor virulensi dari S. aureus yang akan mempersulit manajemen pengobatan (Kim Lewis 2001). Menurut data yang diumumkan WHO, lebih dari 60 % infeksi mikroba disebabkan oleh biofilm (NIH 2002). Produksi biofilm pada S. aureus difasilitasi oleh adanya gen ica, yang merupakan suatu gen operon terdiri atas ica A, B, C dan D (O Neil E et al. 2007). Banyak kasus sederhana yang disebabkan biofilm seperti infeksi saluran kencing (ISK), ISK pada pemakai kateter (sering disebabkan E. coli, S. aureus), infeksi telinga tengah (penyebab terbanyak P. aeruginosa), plak gigi/caries dental, ginggivitis. Kasus-kasus ini sulit diobati dan sering menimbulkan kekambuhan. Infeksi yang lebih serius oleh karena biofilm dapat terjadi pada pasien yang memakai alat-alat biomaterial/ protesa misalnya protesa sendi, katub jantung, kateter, lensa kontak dan alat hemodialisa/ambulatoir (Reig G 1999). Tingginya resistensi dan penyebaran infeksi sel biofilm bakteri dari tempat infeksi ke seluruh sistem tubuh merupakan masalah serius dalam manajemen infeksi biofilm. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisa kemampuan pembentukan biofilm pada isolat S. aureus, terutama isolat resisten methicillin yang diisolasi dari spesimen klinik dari beberapa rumah sakit di Yogyakarta. Penelitian ini diarahkan untuk memperoleh gambaran tentang patogenesis dan faktor virulensi pembentukan biofilm pada S. aureus, sehinggga diharapkan dapat menambah wawasan dalam manajemen penyakit infeksi nosokomial dan penyakit infeksi yang terkait dengan S. aureus. Metode Penelitian ini merupakan penelitian observasional untuk mengetahui kemampuan pembentukan biofilm pada 14 isolat MRSA 3

4 yang dikumpulkan di Laboratorium Mikrobiologi FK UGM dalam kurun waktu 1 tahun (Januari 2012-Januari 2013). Uji pembentukan biofilm pada penelitian ini dilakukan dengan mengamati karakteristik fenotip bakteri pada media Congo Red Agar (CRA, terdiri dari 0,8 g Congo Red; 30 g sakarosa ditambahkan BHI agar sampai volume1 liter) setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0 C dan dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam (T Mathur et al. 2006, Titik Nuryastuti et al. 2008). Pada media ini strain yang mampu membentuk biofilm akan memberikan gambaran koloni berwarna hitam, sedangkan strain yang tidak mampu membentuk biofilm akan nampak sebagai koloni berwarna merah. Untuk mendapatkan data kuantitatif kemampuan pembentukan biofilm pada S. aurues dilakukan uji kuantitatif adherence menggunakan uji plate mikrotiter dengan cara sebagai berikut : bakteri ditumbuhkan dalam media Trypticase Soy Broth selama 24 jam pada 37 0 C, kemudian 2 ml suspensi bakteri dimasukkan ke dalam sumuran (microtiter polystirene plate) yang telah diisi dengan 198 media TSB ml, diinkubasikan 37 0 C selama 90 menit. Selanjutnya sumuran dicuci 2x dengan PBS 200 ml, Sel yang adherent dicat dengan 0,1 % crystal violet, dicuci dengan akuades, dan diresuspensi dengan 200 ml acid isopropanol 5%, dan selanjutnya absorbansi diamati pada l 595 nm Sebagai kontrol positip digunakan S. epidermidis RP62A (ATCC 35954) yang merupakan strain pembentuk biofilm, dan kontrol negatipnya digunakan S. carnosus TM 300. Sel bakteri dikatakan mampu membentuk biofilm dengan sangat kuat (strongly biofilm positive) bila OD (Optical Density) 595 ³ 1; mampu membentuk biofilm tetapi lemah kapasitasnya bila 0,1 OD 595 < 1 (low grade biofilm positive); dan tidak mampu membentuk biofilm (biofilm negative) bila OD 595 < 0,1(Annet E.J.van Merode 2006). Hasil Karakteristik pembentukan biofilm diteliti dengan menggunakan uji mikrotiter plate dan inokulasi pada media CRA. Penanaman koloni 4

5 bakteri ke dalam media CRA menunjukkan hasil bahwa hanya 2 dari 14 (14.2 %) isolat MRSA yang mempunyai kemampuan membentuk biofilm, hal ini diamati dari pertumbuhan koloni pada media CRA yang tampak sebagai koloni berwarna hitam dengan permukaan kasar. Dua belas dari 14 isolat (85.8 %) menghasilkan koloni yang berwarna merah dengan permukaan halus (Gambar 1). Gambar 1. Gambaran koloni dari beberapa isolat MRSA pada media CRA yang diinkubasi selama 2x24jam. Koloni dengan tanda panah menunjukkan isolat yang mampu membentuk biofilm. Selanjutnya uji mikrotiter plate digunakan untuk mengamati karakteristik pembentukan biofilm pada kedua kelompok isolat ini, sebagaimana yang disampaikan oleh Afrenish et al bahwa uji mikrotiter plate lebih terpercaya dan dianggap sebagai tes standar untuk deteksi pembentukan biofilm. Dengan uji miktotiter plate, didapatkan hasil bahwa 85,8 % isolat MRSA yang diuji pada penelitian ini (12 dari 14 isolat) mempunyai nilai absorbansi yang sangat rendah (kurang dari 0,1) dan menunjukkan bahwa sebagian besar isolat MRSA tidak membentuk biofilm, hanya 2 isolat (14.2 %) yang mampu membentuk biofilm. 5

6 Gambar 2. Hasil uji mikrotiter plate pada isolat MRSA dengan pewarnaan kristal violet 1%. Data ini merupakan hasil rata-rata 9 sumuran dari tiga kali pengulangan. Sumbu X mewakili isolat MRSA yang diuji, Sumbu Y merupakan nilai absorbansi pada panjang gelombang 575nm. Dari penelitian ini juga diperoleh data, bahwa terdapat kesesuaian hasil dalam hal penentuan pembentukan biofilm pada isolat MRSA dengan menggunakan uji inokulasi pada media CRA dan uji mikrotiter plate (Gambar 3). Korelasi kesesuaian antara kedua uji ini masih diperdebatkan, dilaporkan bahwa metode CRA mempunyai kelemahan karena hanya mendeteksi matriks biofilm yang berupa amyloid atau polisakarida saja yang mampu berikatan dengan congo red, sementara itu apabila matriks biofilm tersusun atas protein atau ekstraseluler DNA yang dominan, maka CRA tidak akan dapat mendeteksi pembentukan biofilm (Stepanovic S et al. 2000, Hannig C et al. 2010, F.Pantanella et al. 2013). Meskipun begitu, beberapa peneliti juga melaporkan bahwa CRA merupakan uji deteksi awal pembentukan biofilm yang cukup sederhana, murah dan mudah dikerjakan (N.S.Mariana et al. 2009, Peterson SB et al. 2011) 6

7 Gambar 3. Distribusi isolat MRSA dalam pembentukan biofilm berdasarkan uji CRA dan uji mikrotiter plate. Pembahasan S. aureus memiliki beragam faktor virulensi, termasuk produk toksin ekstraseluler dan protein permukaan yang memfasilitasi kolonisasi jaringan, penghindaran dari sistem imunitas, dan kerusakan jaringan. Produksi dari banyak faktor ini dikendalikan oleh alur jaringan pengaturan dari gen regulator, seperti Agr dan Sar a, yang mengkoordinasikan ekspresi gen yang tepat untuk berbagai tahap infeksi (Gordon RJ and Lowy FD 2008). Selain penyakit akut, S. aureus dapat menyebabkan infeksi kronis, terutama yang dimediasi oleh kemampuan patogen ini untuk melekat pada peralatan medis dan membentuk biofilm. Per tumbuhan S. aureus dalam biofilm membutuhkan respon adaptif oleh organisme (Gordon RJ and Lowy FD 2008). Kapasitas pembentukan biofilm diakui merupakan faktor virulensi penting dalam menentukan infeksi Staphylococi terkait peralatan medis (O gara JP 2007). Produksi polisakarida adhesin, atau sering disebut polisakarida interseluler adhesin (PIA) atau polimer N-asetil-glukosamin (PNAG) pada Staphylococcus oleh enzim yang sintesisnya dikode ica 7

8 operon, saat ini merupakan mekanisme yang banyak dipahami sebagai dasar terbentuknya biofilm (O gara JP 2007). Beberapa penelitian melaporkan bahwa frekuensi isolat MRSA yang mempunyai kemampuan membentuk biofilm sangat bervariasi. Studi di Scotlandia (Smith K et al., 2008) menyatakan bahwa 74% isolat MRSA mampu membentuk biofilm. Sementara itu laporan lain menyatakan bahwa dalam kondisi laboratorium standar menggunakan medium BHI, hanya 8% dari 114 MRSA yang mampu membentuk biofilm. Dari penelitian menggunakan isolat MRSA ini, hanya 12% isolat MRSA mampu membentuk biofilm. Berbagai sinyal dari lingkungan eksternal, seperti kadar CO 2, kondisi anaerob, kadar glukosa, dan stres osmotik, dapat mengubah regulasi ekspresi gen pembentukan biofilm (Rachid O et al., 2000, O gara JP, 2007, Nuryastuti T et al., 2009, Nuryastuti T et al. 2011). Karakteristik resistensi terhadap methicilin pada S. aureus, disebabkan oleh keberadaan gen meca pada kromosom bakteri yang merupakan bagian dari Staphylococcal cassette chromosome mec (SCCmec), suatu elemen DNA yang mudah berpindah, dan panjangnya kurang lebih Kbp (Rice L.B, 2006). Tingginya tingkat resistensi MRSA terhadap banyak antibiotik ini dimungkinkan karena di dalam SSC mec terdapat suatu sekuen yang disebut regio J, yang merupakan tempat insersi gen penyandi resistensi antibiotik yang lain, termasuk transposon, plasmid dan kaset kromosom rekombinanase (ccr); sehingga memudahkan isolat MRSA membawa sifat resistensi terhadap berbagai golongan antibiotik (Henry F Chambers, 1997, Rice L.B, 2006). Kesimpulan Data penelitian ini mendukung teori yang dikemukan oleh peneliti sebelumnya (Clarissa Pozzi et al., 2012) bahwa sifat resistensi terhadap antibiotik yang disebabkan keberadaan gen meca, akan memperlemah virulensi S. aureus (MRSA) dalam perlekatannnya terhadap sel inang atau permukaan biomaterial, dalam hal ini berkaitan dengan pembentukan biofilm. Keadaan ini akan memberikan manfaat bagi MRSA untuk beradaptasi dalam situasi klinis dimana paparan antibiotik 8

9 sangat tinggi dan bakteri MRSA harus memperhitungkan energi untuk metabolisme dan memilih jalur adaptasi yang harus diutamakan untuk bertahan dalam situasi yang mengancam (O Neil E et al., 2007, Clarissa Pozzi et al., 2012). Daftar Pustaka Annet E.J.van Merode Role of surface charge heterogeneity in Enterococcus faecalis adhesion and biof ilm formation. Rijksuniversiteit Groningen. Clarissa Pozzi, Elaine M.Waters, Justine K.Rudkin, Schaeffer CR, Lohan AJ, Pin Tong, Loftus BJ, Pier GB, Paul D.Fey, Massey R.C, and James P.O gara Methicillin Resistance Alters the Biofilm Phenotype and Attenuates Virulence in Staphylococcus aureus Device- Associated Infections. PLoS Pathogens 8:1-15. Dewi Santosaningsih, H.A.Verbreugh, Anis Kurniawati, and Titik Nuryastuti The first multicenter study of methicillin resistance Staphylococus aureus in Indonesian hospitals. 1:1-2. F.Pantanella, P.Valenti, T.Natalizi, D.Passeri, and F.Berlutti Analytical techniques to study microbial biofilm on abiotic surfaces: pros and cons of the main techniques currently in use. Ann Ig 25: Gordon RJ, and Lowy FD Pathogenesis of Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus Infection. Clinical Infectious Diseases 46: Hannig C, Follo M, Hellwig E, and Al-Ahmad A Visualization of adherent micro-organisms using different techniques. J of Med Microb 59:1-7. Henry F Chambers Methicillin Resistance in Staphylococci: Molecular and Biochemical Basis and Clinical Implications. Clin Microb Rev 10: Kim Lewis Riddle of Biofilm Resistance. Antimicrob Agents and Chemother 45:1007. N.S.Mariana, S.A.Salman, V.Neela, and S.Zamberi Evaluation of modified Congo red agar for detection of biofilm produced by 9

10 clinical isolates of methicillin-resistance Staphylococcus aureus. African Journal of Microbiology Research 3: NIH, N. H. L. a. B. I Research on microbial biofilms. O gara JP ica and beyond:mmechanisms and regulation in Staphylococcus epidermidis and Staphylococcus aureus. FEMS Microbiol Lett 270: O Neil E, Pozzi C, Houston P, Smyth D, Humphreys H Robinson A, and O gara JP Association between Methicillin Susceptibility and Biofilm Regulation in Staphylococcus aureus Isolates from Device- Related Infections. J of Clin Microb 45: Peterson SB, Irie Y, Borlee BR, Murakami K, Harrison JJ, Colvin KM, and Parsek MR Different Methods for Culturing Biofilms In Vitro, p In Bjamsholt T, Moser C, Jensen PO, and Hoiby N [eds.], Biofilm Infections. Springer Publisher, Denmark. Rachid O, Ohlsen K, Witte W, Hacker J, and Ziebuhr W Effect of subinhibitory antibiotic concentrations on polysaccharide intercellular adhesin expression in biofilm-forming Staphylococcus epidermidis. Antimicrob Agent Chemother 44: Reig G Biofilms in infectious disease and on medical devices. Int J Antimirob Agent 11: Rice L.B Antimicrobial resistance in Gram-positive bacteria. Am J Med 119:S11-S19. Smith K, Perez A, Ramage G, Lappin D, Gemmell CG, and Sue Lang Biofilm formation by Scottish clinical isolates of Staphylococcus aureus. J of Med Microb 57: Stepanovic S, Vukovic D, Dakic I, Savic B, and Svabic-Vlahovic M.A A modified microtiter-plate test for quantification of staphylococcal biofilm formation. J Microbiol Methods 40:179. T Mathur, S Singhal, S Khan, DJ Upadhyay, T Fatma, and A Rattan Detection of biofilm formation among the clinical isolates of staphylococci: An evaluation of three different screening methods. Indian Journal of Medical Microbiology 24: Titik Nuryastuti, Bastiaan P.Krom, Abu T.Aman, Henk J.Busscher, and Henny C.van der Mei Ica-expression and gentamicin 10

11 susceptibility of Staphylococcus epidermidis biofilm on orthopedic implant biomaterials. J Biomed Mater Res Part A 96A: Titik Nuryastuti, Bastiaan P.Krom, Abu T.Aman, Henk J.Busscher, and Henny C.van der Mei Effect of Cinnamon Oil on icaa Expression and Biofilm Formation by Staphylococcus epidermidis. Appl and Environment Microb 75: Titik Nuryastuti, Henny C van der Mei, Henk J Busscher, Roel Kuijer, Abu T Aman, and Bastiaan P Krom reca mediated spontaneous deletions of the icaadbc operon of clinical Staphylococcus epidermidis isolates: a new mechanism of phenotypic variations. Antonie van Leeuwenhoek 94:

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya strain bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik termasuk bakteri Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

Lebih terperinci

Ringkasan. Ringkasan

Ringkasan. Ringkasan Ringkasan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen nosokomial yang sering dikaitkan dengan infeksi sehubungan dengan pemakaian implant biomaterial. Kemampuan untuk menempel dan membentuk biofi lm pada

Lebih terperinci

Enviromental signals affecting ica-expression in Staphylococcus epidermidis Nuryastuti, Titik

Enviromental signals affecting ica-expression in Staphylococcus epidermidis Nuryastuti, Titik University of Groningen Enviromental signals affecting ica-expression in Staphylococcus epidermidis Nuryastuti, Titik IMPORTANT NOTE: You are advised to consult the publisher's version (publisher's PDF)

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik.

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik. Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik. Dengan semakin luasnya penggunaan antibiotik ini, timbul masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang. Kolonisasi tidak menimbulkan gejala klinis hingga infeksi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersusun seperti buah anggur. Dikenal dua spesies Staphylococcus, yaitu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersusun seperti buah anggur. Dikenal dua spesies Staphylococcus, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Staphylococcus adalah bakteri gram negatif yang berbentuk bulat tersusun seperti buah anggur. Dikenal dua spesies Staphylococcus, yaitu S. aureus dan S.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan. infeksi telinga tengah kronis berdurasi lebih dari tiga

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan. infeksi telinga tengah kronis berdurasi lebih dari tiga BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi telinga tengah kronis berdurasi lebih dari tiga bulan yang diawali oleh episode otitis media akut, ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah suatu. infeksi kronis pada telinga tengah yang diikuti

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah suatu. infeksi kronis pada telinga tengah yang diikuti BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah suatu infeksi kronis pada telinga tengah yang diikuti perforasi pada membran timpani dengan riwayat keluarnya cairan bening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri Staphylococcus yang paling sering ditemui dalam kepentingan klinis. Bakteri

Lebih terperinci

ABSTRAK. Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia

ABSTRAK. Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia ABSTRAK Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia Kirby Saputra, 2008 Pembimbing I : Ernawati Arifin Giri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dengan praktik kedokteran modern. Saat ini penggunaan kateter

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dengan praktik kedokteran modern. Saat ini penggunaan kateter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan kateter intravena sudah menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dengan praktik kedokteran modern. Saat ini penggunaan kateter intravena merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu memproduksi matriks ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu memproduksi matriks ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biofilm merupakan koloni bakteri yang terstruktur, saling menempel dan mampu memproduksi matriks ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric Substance (EPS)

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH UMUR KULTUR TERHADAP EFEKTIFITAS SODIUM HIPOKLORIT 1% DAN HIDROGEN PEROKSIDA 3% PADA BIOFILM STAPHYLOCOCCUS AUREUS

ABSTRAK PENGARUH UMUR KULTUR TERHADAP EFEKTIFITAS SODIUM HIPOKLORIT 1% DAN HIDROGEN PEROKSIDA 3% PADA BIOFILM STAPHYLOCOCCUS AUREUS ABSTRAK PENGARUH UMUR KULTUR TERHADAP EFEKTIFITAS SODIUM HIPOKLORIT 1% DAN HIDROGEN PEROKSIDA 3% PADA BIOFILM STAPHYLOCOCCUS AUREUS Latar Belakang Pembentukan biofilm merupakan salah satu faktor virulensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan penyakit infeksi ini dapat memberikan pengaruh terhadap penggunaan

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN IDENTIFIKASI DAN POLA KEPEKAAN BAKTERI YANG DIISOLASI DARI URIN PASIEN SUSPEK INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN Oleh : ESTERIDA SIMANJUNTAK 110100141 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Staphylococcus aureus merupakan salah satu penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas, baik di negara maju maupun negara berkembang. Sebagian besar virulensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan protein yang tinggi masyarakat Indonesia yang tidak disertai oleh kemampuan untuk pemenuhannya menjadi masalah bagi bangsa Indonesia. Harper dkk.

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SECARA IN VITRO

ABSTRAK. EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SECARA IN VITRO ABSTRAK EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SECARA IN VITRO Maysella Suhartono Tjeng, 2011 Pembimbing: Yenni Limyati,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. patogen pada manusia. Sekitar 30% dari populasi manusia dikolonisasi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. patogen pada manusia. Sekitar 30% dari populasi manusia dikolonisasi oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri komensal dan patogen pada manusia. Sekitar 30% dari populasi manusia dikolonisasi oleh Staphylococcus aureus, umumnya

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratoris in-vitro dengan rancangan penelitian post test control group only design. 4.2 Sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal,bersifat komensal pada permukaan kulit dan membran mukosa saluran napas atas manusia. Bakteri ini diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan. suatu kondisi di mana terjadi peradangan pada mukosa

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan. suatu kondisi di mana terjadi peradangan pada mukosa BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan suatu kondisi di mana terjadi peradangan pada mukosa telinga bagian tengah (auris media), tuba eustachius, dan antrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri. gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri. gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati sebagai organisme individu, berpasangan, dan ireguler serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius. Pneumonia ditandai dengan konsolidasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Michael Jonathan, 2012; Pembimbing I : dr. Fanny Rahardja, M.Si Pembimbing II: dr. Rita Tjokropranoto, M.Sc

ABSTRAK. Michael Jonathan, 2012; Pembimbing I : dr. Fanny Rahardja, M.Si Pembimbing II: dr. Rita Tjokropranoto, M.Sc ABSTRAK INTERAKSI AIR PERASAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DENGAN GENTAMISIN DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN KOLONI Staphylococcus aureus SEBAGAI BAKTERI PENYEBAB INFEKSI NOSOKOMIAL PADA LUKA BAKAR SECARA

Lebih terperinci

ABSTRAK AKTIVITAS TEH HIJAU SEBAGAI ANTIMIKROBA PADA MIKROBA PENYEBAB LUKA ABSES TERINFEKSI SECARA IN VITRO

ABSTRAK AKTIVITAS TEH HIJAU SEBAGAI ANTIMIKROBA PADA MIKROBA PENYEBAB LUKA ABSES TERINFEKSI SECARA IN VITRO ABSTRAK AKTIVITAS TEH HIJAU SEBAGAI ANTIMIKROBA PADA MIKROBA PENYEBAB LUKA ABSES TERINFEKSI SECARA IN VITRO Agnes Setiawan, 2011. Pembimbing 1: Fanny Rahardja, dr., M.si. Pembimbing 2: Roys A. Pangayoman

Lebih terperinci

Efek Pasca Antibiotik Ciprofloxacin terhadap Staphylococcus aureus ATCC dan Escherichia coli ATCC 25922

Efek Pasca Antibiotik Ciprofloxacin terhadap Staphylococcus aureus ATCC dan Escherichia coli ATCC 25922 JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA, September 2009, hal. 99-03 ISSN 693-83 Vol. 7, No. 2 Efek Pasca Antibiotik Ciprofloxacin terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922 SHIRLY

Lebih terperinci

TERISOLASI DARI SPESIMEN KLINIS DI INSTALASI MIKROBIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN

TERISOLASI DARI SPESIMEN KLINIS DI INSTALASI MIKROBIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN SKRIPSI KARAKTERISASI MOLEKULER GEN KAPSUL Klebsiella pneumoniae YANG TERISOLASI DARI SPESIMEN KLINIS DI INSTALASI MIKROBIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN 2013 I MADE SUTHA SASKARA NIM 1102005055

Lebih terperinci

Keywords : P. aeruginosa, gentamicin, biofilm, Chronic Supurative Otitis Media

Keywords : P. aeruginosa, gentamicin, biofilm, Chronic Supurative Otitis Media Keywords : P. aeruginosa, gentamicin, biofilm, Chronic Supurative Otitis Media xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah dampak dari episode otitis media akut

Lebih terperinci

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh :

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh : POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER 2014 Oleh : DASTA SENORITA GINTING 120100251 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ABSTRAK AKTIVITAS ANTIMIKROBA MADU IN VITRO TERHADAP ISOLASI BAKTERI DARI LUKA

ABSTRAK AKTIVITAS ANTIMIKROBA MADU IN VITRO TERHADAP ISOLASI BAKTERI DARI LUKA ABSTRAK AKTIVITAS ANTIMIKROBA MADU IN VITRO TERHADAP ISOLASI BAKTERI DARI LUKA Alvita Ratnasari, 2011,Pembimbing 1 : Triswaty Winata, dr., M.Kes Pembimbing 2: Roys A. Pangayoman, dr., SpB., FInaCS. Madu,

Lebih terperinci

Donna Mesina R. Pasaribu. Staf Pengajar Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UKRIDA Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Donna Mesina R. Pasaribu. Staf Pengajar Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UKRIDA Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Laporan Penelitian Konsentrasi Hambat Minimal Moxyfloxacin dan Ciprofloxacin pada Methicillin Resisten Staphylococcus aureus dan Metisilin Sensitif Staphylococcus aureus Donna Mesina R. Pasaribu Staf Pengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama dalam bidang ilmu kedokteran saat ini terkait erat dengan kejadian-kejadian infeksi. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya data-data yang memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang S.aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga merupakan flora

Lebih terperinci

Kata Kunci: MRSA, Infeksi, Resistensi

Kata Kunci: MRSA, Infeksi, Resistensi 117 Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA): Ancaman Serius Pada Penatalaksanaan Pasien Infeksi Yuwono Departemen Mikrobiologi FK Unsri-Palembang Abstrak Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam PENDAHULUAN Latar Belakang Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam menghasilkan daging. Daging ayam merupakan jenis daging yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinosinusitis kronis (RSK) adalah penyakit inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Pengobatan RSK sering belum bisa optimal

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR

ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR Sulitnya penanggulangan infeksi pneumonia nosokomial oleh Acinetobacter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media Agar

Lebih terperinci

Setiawan B, Soleha TU, Rukmono P. Medical Faculty of Lampung University

Setiawan B, Soleha TU, Rukmono P. Medical Faculty of Lampung University IDENTIFICATION OF Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) IN CLINICIANS AND PARAMEDICS IN THE PERINATOLOGY AND OBSTETRIC GINECOLOGIC ROOM OF ABDUL MOELOEK REGIONAL HOSPITAL Setiawan B, Soleha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

THE POSSIBILITY OF USING VACCINE TO CONTROL BOVINE SUBCLINICAL MASTITIS AND HUMAN NEONATAL INFECTION CAUSED BY GROUP B STREPTOCOCCI

THE POSSIBILITY OF USING VACCINE TO CONTROL BOVINE SUBCLINICAL MASTITIS AND HUMAN NEONATAL INFECTION CAUSED BY GROUP B STREPTOCOCCI THE POSSIBILITY OF USING VACCINE TO CONTROL BOVINE SUBCLINICAL MASTITIS AND HUMAN NEONATAL INFECTION CAUSED BY GROUP B STREPTOCOCCI PELUANG PENGGUNRAN VAKSIN UNTUK PENGENDALIAN MASTITIS SUBKLINIS PADA

Lebih terperinci

ANGKA KEJADIAN KLEBSIELLA PNEUMONIAE PENYANDI KLEBSIELLA PNEUMONIAE CARBAPENEMASE PADA PASIEN INFEKSI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG SKRIPSI

ANGKA KEJADIAN KLEBSIELLA PNEUMONIAE PENYANDI KLEBSIELLA PNEUMONIAE CARBAPENEMASE PADA PASIEN INFEKSI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG SKRIPSI ANGKA KEJADIAN KLEBSIELLA PNEUMONIAE PENYANDI KLEBSIELLA PNEUMONIAE CARBAPENEMASE PADA PASIEN INFEKSI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

Bentuk Makalah: Presentasi Oral Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah PAMKI Hotel Inna Garuda JogJakarta November 2009.

Bentuk Makalah: Presentasi Oral Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah PAMKI Hotel Inna Garuda JogJakarta November 2009. Bentuk Makalah: Presentasi Oral Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah PAMKI Hotel Inna Garuda JogJakarta 12-14 November 2009. KESESUAIAN TIPE STAPHYLOCOCCAL CASSETTE CHROMOSOME MEC (SCCmec) ISOLAT METHICILLIN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. (True experiment-post test only control group design). Dalam penelitian yang

BAB 4 METODE PENELITIAN. (True experiment-post test only control group design). Dalam penelitian yang ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan penelitian menggunakan desain eksperimental (True experiment-post test only control group

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lain (Jawetz dkk., 2013). Infeksi yang dapat disebabkan oleh S. aureus antara lain

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lain (Jawetz dkk., 2013). Infeksi yang dapat disebabkan oleh S. aureus antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan bakteri komensal pada manusia yang ditemukan di kulit, kuku, hidung, dan membran mukosa. Bakteri ini dapat menjadi patogen

Lebih terperinci

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik Dra. Magdalena Niken Oktovina,M.Si.Apt. Farmasi klinik Instalasi Farmasi dan Anggota Sub.Komite Program Pengendalian Resistensi Antibiotik Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh, kemudian terjadi kolonisasi dan menimbulkan penyakit (Entjang, 2003). Infeksi Nosokomial

Lebih terperinci

ABSTRAK. PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTIMIKROBA BAWANG PUTIH (Allium sativum) DAN CABAI MERAH (Capsicum annuum) TERHADAP Staphylococcus aureus IN VITRO

ABSTRAK. PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTIMIKROBA BAWANG PUTIH (Allium sativum) DAN CABAI MERAH (Capsicum annuum) TERHADAP Staphylococcus aureus IN VITRO ABSTRAK PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTIMIKROBA BAWANG PUTIH (Allium sativum) DAN CABAI MERAH (Capsicum annuum) TERHADAP Staphylococcus aureus IN VITRO Vicka Levia S., 2011, Pembimbing I : Triswaty Winata,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan global. International Diabetes Federation (IDF) memprediksi jumlah orang dengan DM akan meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh

Lebih terperinci

GAMBARAN POPULASI BAKTERI PADA CHEST PIECE STETOSKOP DI RUANGAN ICU DAN HCU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG DAN SENSITIVITASNYA TERHADAP MEROPENEM

GAMBARAN POPULASI BAKTERI PADA CHEST PIECE STETOSKOP DI RUANGAN ICU DAN HCU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG DAN SENSITIVITASNYA TERHADAP MEROPENEM ABSTRAK GAMBARAN POPULASI BAKTERI PADA CHEST PIECE STETOSKOP DI RUANGAN ICU DAN HCU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG DAN SENSITIVITASNYA TERHADAP MEROPENEM Puspa Saraswati, 2013, Pembimbing I : Widura, dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. melioidosis (Udayan et al., 2014). Adanya infeksi B. pseudomallei paling sering

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. melioidosis (Udayan et al., 2014). Adanya infeksi B. pseudomallei paling sering 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Burkholderia pseudomallei merupakan bakteri penyebab utama penyakit melioidosis (Udayan et al., 2014). Adanya infeksi B. pseudomallei paling sering menyebabkan sepsis,

Lebih terperinci

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi ABSTRAK ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi Patrisia Puspapriyanti, 2008. Pembimbing I : Ernawati A.Girirachman, Ph.D. Pembimbing II : Johan Lucianus, dr., M.Si. Salmonella

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

25 Universitas Indonesia

25 Universitas Indonesia 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) untuk mengetahui pola resistensi bakteri terhadap kloramfenikol, trimethoprim/ sulfametoksazol,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : Widura, dr., MS. Pembimbing II : Yenni Limyati, dr., Sp.KFR., S.Sn., M.Kes. Selly Saiya, 2016;

ABSTRAK. Pembimbing I : Widura, dr., MS. Pembimbing II : Yenni Limyati, dr., Sp.KFR., S.Sn., M.Kes. Selly Saiya, 2016; ABSTRAK Efek Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Miana (Coleus atropurpureus Benth.) Terhadap Staphylococcus aureus Dan Streptococcus pyogenes Secara In Vitro Selly Saiya, 2016; Pembimbing I : Widura, dr.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar selama atau sesudah perawatan endodontik. Infeksi sekunder biasanya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar selama atau sesudah perawatan endodontik. Infeksi sekunder biasanya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan endodontik merupakan bagian dari perawatan pulpa gigi yang bertujuan untuk menjaga kesehatan pulpa baik secara keseluruhan maupun sebagian serta menjaga kesehatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif. yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif. yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem 1 BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem pencernaan manusia, dan juga bisa menjadi patogen yang menyebabkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI VANCOMYCIN RESISTANT Staphylococcus aureus (VRSA) PADA MEMBRAN STETOSKOP DI RUMAH SAKIT MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

IDENTIFIKASI VANCOMYCIN RESISTANT Staphylococcus aureus (VRSA) PADA MEMBRAN STETOSKOP DI RUMAH SAKIT MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO IDENTIFIKASI VANCOMYCIN RESISTANT Staphylococcus aureus (VRSA) PADA MEMBRAN STETOSKOP DI RUMAH SAKIT MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO Dwi Utami Anjarwati 1, Anton Budi Dharmawan 1 1 Fakultas Kedokteran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat mortalitas di dunia. Infeksi nosokomial menempati urutan keempat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi di lingkungan Rumah Sakit. P. aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif

Lebih terperinci

PORGRAM NASIONAL STANDAR 4 PENYELENGARAAN PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

PORGRAM NASIONAL STANDAR 4 PENYELENGARAAN PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA PORGRAM NASIONAL STANDAR 4 PENYELENGARAAN PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1 EFEKTIF TANGGAL 1 JANUARI 2018 GAMBARAN UMUM Resistensi terhadap antimikroba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN SEPSIS DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN SEPSIS DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN SEPSIS DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2011 ANTIBIOTIC SENSITIVITY OF SEPSIS PATIENTS IN THE INTENSIVE CARE UNIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakteri memiliki dua formasi kehidupan, yaitu formasi sel sesil (sel yang melekat pada permukaan) dan planktonik (Paraje, 2011). Bakteri yang melekat ini akan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Staphylococcus adalah bakteri gram positif berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus merupakan bakteri koagulase negatif, kecuali Staphylococcus aureus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang sejarah manusia, jutaan orang dilaporkan meninggal dunia akibat infeksi bakteri. Infeksi dapat menular dari satu orang ke orang lain atau dari hewan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi saluran kemih paska kateterisasi urin pada anak Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau kontaminasi dari uretra, vagina ataupun

Lebih terperinci

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008 ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008 Nita Kristiani, 2010; Pembimbing I : Penny Setyawati.

Lebih terperinci

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif, tidak bergerak ditemukan satu-satu, berpasangan, berantai pendek atau bergerombol, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, dan dinding

Lebih terperinci

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006 ABSTRAK OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006 Hadi Sumitro Jioe, 2008. Pembimbing I : Ernawati Arifin Giri Rachman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi

BAB I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi serius mulai dari sistitis hingga pyelonephritis, septikemia, pneumonia, peritonitis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi 21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi semakin meningkat, termasuk angka kejadian infeksi nosokomial. 1 Infeksi nosokomial merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Xylitol, populasi bakteri aerob, plak gigi.

ABSTRAK. Xylitol, populasi bakteri aerob, plak gigi. ABSTRAK Plak gigi mengandung berbagai macam mikroorganisme. Bakteri aerob yang paling kariogenik dan dominan pada plak gigi adalah Streptococcus mutans. Salah satu pemanis buatan nonkariogenik yang efektif

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 Maria F. Delong, 2013, Pembimbing I : DR. J. Teguh Widjaja, dr., SpP.,

Lebih terperinci

H Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract. Ismail Fajri 1, Erly 2, Elly Usman 3

H Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract.  Ismail Fajri 1, Erly 2, Elly Usman 3 431 H Artikel Penelitian Perbedaan Efek Antibakteri Kapsul Minyak Bawang Putih (Garlic Oil) dan Kapsul Bubuk Bawang Putih (Garlic Powder) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi paru paru yang berperan dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun

Lebih terperinci

Pola Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotik pada Pasien Unit Perawatan Intensif Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta

Pola Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotik pada Pasien Unit Perawatan Intensif Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Pola Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotik pada Pasien Unit Perawatan Intensif Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Riza Mansyoer, Ivan R. Widjaja Unit Perawatan Intensif Anak RSUD Koja Jakarta Latar

Lebih terperinci

INTISARI. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma Heyneana Val) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella Dysentriae SECARA IN VITRO

INTISARI. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma Heyneana Val) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella Dysentriae SECARA IN VITRO INTISARI UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma Heyneana Val) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella Dysentriae SECARA IN VITRO Ria Hervina Sari 1 ; Muhammad Arsyad 2 ; Erna Prihandiwati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

Infeksi jamur yang mampu membentuk biofilm biasanya sulit disembuhkan dengan

Infeksi jamur yang mampu membentuk biofilm biasanya sulit disembuhkan dengan biofilm pada bakteri, sedangkan biofilm pada jamur yang berkaitan dengan kedokteran masih sedikit. Infeksi jamur yang mampu membentuk biofilm biasanya sulit disembuhkan dengan terapi konvensional karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klebsiella pneumonia Taksonomi dari Klebsiella pneumonia : Domain Phylum Class Ordo Family Genus : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales : Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media

Lebih terperinci

POTENSI BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI NIRA AREN DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI PATOGEN ASAL PANGAN

POTENSI BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI NIRA AREN DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI PATOGEN ASAL PANGAN POTENSI BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI NIRA AREN DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI PATOGEN ASAL PANGAN SKRIPSI Skripsi ini diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Resistensi antibiotik memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan manusia, setidaknya 2 juta orang terinfeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik

Lebih terperinci