ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CABAI MERAH KERITING DI DESA CITAPEN, KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CABAI MERAH KERITING DI DESA CITAPEN, KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CABAI MERAH KERITING DI DESA CITAPEN, KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR SKRIPSI NINING MAYANTI SIREGAR H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 i

2 RINGKASAN NINING MAYANTI SIREGAR. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (di bawah bimbingan SUHARNO). Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional, hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional, dimana peranan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia mengalami pertumbuhan dari 14,5 persen pada tahun 2008 menjadi 15,3 persen pada tahun 2009, sehingga sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen. Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berkembang pesat di Indonesia. Saat ini, kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat, dimana hal tersebut ditunjukkan oleh tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia yang mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2005 sebesar 35,30 kg/kapita/tahun, kemudian tahun 2006 sebesar 34,06 kg/kapita/tahun dan tahun 2007 sebesar 40,90 kg/ kapita/tahun serta tahun 2008 meningkat sebesar 51,31 kg/kapita/tahun. Hal ini diikuti pula dengan perkembangan produksi tanaman sayuran Indonesia yang meningkat sebesar 5,6 persen pada tahun Cabai merupakan salah satu jenis sayuran yang penting untuk dibudidayakan di Indonesia. Pada tahun 2009, komoditas cabai mengalami perkembangan produksi yang positif yaitu pada angka sebesar 19,57 persen, angka tersebut merupakan peningkatan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan angka peningkatan produksi sayuran lainnya. Cabai merah keriting adalah jenis cabai yang paling digemari di kalangan masyarakat hal ini dikarenakan hasil pertanian ini sudah menjadi bagian dari budaya makanan kuliner masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa cabai merah keriting sangat potensial untuk dibudidayakan oleh petani Indonesia. Salah satu daerah yang menghasilkan cabai merah keriting di Kabupaten Bogor adalah Desa Citapen. Rata-rata produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen hanya mampu mencapai 7,33 ton perhektar, sedangkan produktivitas optimal cabai merah keriting seharusnya dapat mencapai ton perhektar. Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat selisih sebesar 5,67-9,67 ton perhektar antara produktivitas optimal dengan produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis tingkat pendapatan usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, dan (2) menganalisis faktor- faktor produksi yang mempengaruhi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor pada bulan Mei hingga Juni Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 30 orang, dimana responden diambil dengan menggunakan metode Snowball Sampling. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. ii

3 Analisis deskriptif kualiatitatif meliputi gambaran umum perusahaan, proses produksi atau teknik budidaya cabai merah keriting, dan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani tersebut. Analisis data secara kuantitatif antara lain analisis fungsi produksi Cobb-Douglass untuk menganalisis fungsi produksi dan analisis pendapatan usahatani, penerimaan usahatani dan R/C rasio. Data yang dianalisis secara kuantitatif akan diolah dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 15, kemudian disajikan secara tabulasi dan diinterpretasikan serta diuraikan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa usahatani cabai merah keriting yang dilakukan oleh petani responden di Desa Citapen secara umum dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total menunjukkan nilai yang lebih dari satu, yakni sebesar 2,65 dan 2,46; dengan artian bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden dalam mengusahakan cabai merah keriting dapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan. Hasil penelitian juga mengkonfirmasikan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting di Desa Citapen adalah benih, pupuk kandang, pupuk NPK, petisida, nutrisi dan tenaga kerja, dan seluruh variabel independen tersebut memiliki nilai koefisien regresi yang positif, kecuali pestida dan nutrisi. Benih dan pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan pupuk NPK dan nutrisi berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 90 persen. Dan variabel yang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen adalah pestisi dan dan tenaga kerja, sedangkan variabel lain yaitu pupuk SP-36 dan pupuk KCL tidak berpengaruh nyata terhadap produksi baik pada tingkat kepercayaan 85 persen ataupun 90 persen. Berdasarkan model fungsi produksi Cobb-Douglass, diperoleh nilai R-sq sebesar 86,5 persen. Angka tersebut mengartikan bahwa variabel bebas (benih, pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk SP-36, pupuk KCL, perstisida, nutrisi dan tenaga kerja) dapat menjelaskan sebesar 86,5 persen variabel tidak bebas (hasil produksi), dan sisanya sebesar 13,5 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model (komponen error). Upaya meningkatkan pendapatan usahatani cabai merah keriting salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memperhatikan penggunaan faktorfaktor produksi yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting. Variabel yang memiliki nilai koefisien regresi positif dan berpengaruh nyata seperti benih, pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja penggunaannya masih dapat ditambah lagi. Hal ini dikarenakan setiap penambahan dari penggunaan benih, pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja dapat meningkatkan produksi cabai merah keriting. Sementara untuk variabel yang memiliki nilai koefisien regresi yang negatif dan berpengaruh nyata yaitu pestisida dan nutrisi, sebaiknya penggunaannya tidak ditambah lagi, karena jika penambahan terhadap pestisida dan nutrisi tetap dilakukan, selain akan meningkatkan biaya produksi, juga dapat mengurangi jumlah produksi cabai merah keritingnya. iii

4 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CABAI MERAH KERITING DI DESA CITAPEN, KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR NINING MAYANTI SIREGAR H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 iv

5 Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Nama : Nining Mayanti Siregar NRP : H Disetujui Pembimbing Dr. Ir. Suharno, M.Adev NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus: v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkam maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, Agustus 2011 Nining Mayanti Siregar (H ) vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 19 Maret Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H.Irwansyah Siregar dan Ibunda Hj. Maya Sari Harahap. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pematang Siantar pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri I Pematang Siantar. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Taman Siswa Pematang Siantar diselesaikan pada tahun Penulis menyelesaikan pendidikan diploma pada Program Studi Diploma III Agribisnis Pertanian, Jurusan Budidaya Tanaman Pangan, Politeknik Pertanian Universitas Andalas pada tahun Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada Tahun vii

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-nya yang senantiasa memberkati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta salam senantiasa tercurahkan kepada keluarga dan para sahabat. Puji syukur penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini, namun kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya. Bogor, Agustus 2011 Nining Mayanti Siregar viii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Kedua orangtua Ayahanda H.Irwansyah Siregar dan Ibunda Hj. Maya Sari Harahap, serta kepada kak Sari, Kak wiwik, Bang Ismail, Bang daniel dan Dek Putra untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 2. Dr. Ir. Suharno, M.Adev selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen evaluator pada kolokium penelitian yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran. 4. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS dan Arif Karyadi, SP selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis, yang telah meluangkan waktu serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 5. Ir. Popong Nurhayati, MM yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. 6. Bapak H.Misbah, Pak Jamil, Pak Cecep serta seluruh petani yang telah berkenan menjadi responden dan atas semua bantuan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Sahabat-sahabat tercinta Resha, Nisa, Ika, Helen, Winda, Werry, Riski, Kak Eta, Naiya, Imel, Bang Sofyan, Irfan, Mas Ruslan, Mas Nurdin, Amri yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. 8. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis Angkatan VII atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya. Bogor, Agustus 2011 Nining Mayanti Siregar ix

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Cabai Merah Keriting Kajian Peluang Usaha Agribisnis Cabai Studi Penelitian Terdahulu Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Penerimaan Usahatani Biaya Usahatani Pendapatan Usahatani Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Teori Produksi Fungsi Produksi Cobb-Douglass Konsep Skala Ekonomi Usaha (Return to Scale) Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Responden Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Analisis Pendapatan Usahatani Analisis R/C Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting Definisi Operasional V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian Karakteristik Petani Contoh Status Usaha xii xiv xv x

11 Umur Pendidikan Pengalaman dalam Usahatani Cabai Merah Keriting Luas Areal Usahatani Status Kepemilikan Lahan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Usahatani Cabai Merah Keriting Di Desa Citapen Persemaian Pengolahan Lahan Penanaman Pemeliharaan Panen dan Pascapanen Hama dan Penyakit Tanaman Analisis Pendapatan Usahatani Petani Responden Penerimaan Usahatani Analisis Biaya Usahatani Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C Cabai Merah Keriting Analisis Fungsi Produksi Analisis Model Fungsi Produksi Cabai Merah Keriting Analisis Elastisitas Produksi Cabai Merah Keriting Analisis Skala Usaha (Return to Scale) VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Kontribusi Subsektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga yang Berlaku Menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia Tahun Pertumbuhan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Hortikultura Tahun Produksi Tanaman Sayuran Indonesia Periode Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Kabupaten Bogor Tahun 2004 sampai Produksi, Luas Panen dan Produtivitas Cabai Merah Keriting Desa Citapen Tahun Jumlah Penduduk Desa Citapen Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun Jumlah Penduduk Desa Citapen Berdasarkan tingkat Pendidikan Tahun Jumlah Penduduk Desa Citapen Menurut Mata Pencaharian Tahun Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Berdasarkan Status Usaha Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting Berdasarkan Umur Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting Berdasarkan Tingkat Pendidikan Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting Berdasarkan Pengalaman Bertani Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting Berdasarkan Luas Lahan Karakteristik Responden Petani Cabai Merahk Keriting Status Kepemilikan Lahan Produktivitas, Harga, dan Penerimaan Rata-Rata Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Komponen Biaya Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Penggunaan TKDK dan TKLK dalam Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen xii

13 Nomor Halaman 18. Penyusutan Alat-Alat Pertanian yang Digunakan pada Usahatani Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Analisis Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Rata-Rata Penggunaan Faktor-Faktor Produksi per Hektar pada Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Uji Signifikansi Model Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Hasil Parameter Penduga Fungsi Produksi per Hektar Petani Responden pada Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen xiii

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian xiv

15 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data Karakteristik Petani Responden Desa Citapen Rata-Rata Harga Cabai Merah Keriting di Tingkat Petani dari Tahun 2010 sampai Pertengahan 2011 di Kecamatan Ciawi Data Rata-Rata Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting Per Hektardi Desa Citapen Perhektar untuk Satu Kali Musim Tanam Analisi Biaya Sewa Lahan Tunai dan Diperhitungkan serta Pajak Lahan pada Usahatani Cabai Merah Keriting Per Hektar di Desa Citapen Perhektar untuk Satu Kali Musim Tanam Analisi Biaya Penggunaan Turus, Tali Rapia, Karung dan Polybag pada Usahatani Cabai Merah Keriting Per Hektar di Desa Citapen Perhektar untuk Satu Kali Musim Tanam Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen dengan Metode OLS Uji Normalitas dan Homoskedasitas Fungsi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen xv

16 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki daratan yang sangat luas dimana mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah pada sektor pertanian. Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sektor tersebut adalah salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Peranan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia mengalami pertumbuhan dari 14,5 persen pada tahun 2008 menjadi 15,3 persen pada tahun 2009, sehingga sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen. 1 Kontribusi subsektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga yang berlaku menurut subsektor lapangan usaha pertanian dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kontribusi Subsektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga yang Berlaku Menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia Tahun Lapangan Usaha * 2009 ** Tanaman Bahan Makanan (18,2) Perkebunan (12,3) Peternakan (15,5) Kehutanan (33,3) Perikanan (24,6) (23,7) (28,8) (20,1) (20,3) (31,4) Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Angka dalam kurung menunjukkan pertumbuhan dari tahun sebelumnya Sumber : Badan Pusat Statistik (2010), diolah (32,0) (29,8) (34,8) (11,7) (40,5) (19,8) (6,2) (25,8) (11,3) (29,5) 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. diakses Tanggal 17 Maret

17 Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa PDB subsektor tanaman bahan makanan memberikan kontribusi yang besar dibandingkan dengan subsektor lainnya. PDB tanaman bahan makanan menempati urutan pertama yang menyumbang terhadap PDB sektor Pertanian. Pada tahun 2009, PDB tanaman bahan makanan diperkirakan akan meningkat lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yaitu minimal 19,8 persen. Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memegang peran penting dan strategis karena perannya sebagai komponen utama pada Pola Pangan Harapan (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010). 2 Pertumbuhan tanaman hortikultura sebagian besar mengalami peningkatan pada tahun 2005 sampai tahun 2008, baik dari segi produksi, luas panen dan produktivitas. Tabel 2. Pertumbuhan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Hortikultura Tahun Sayuran Uraian Tahun Pertumbuhan * Produksi (Ton) ,25 Luas panen (Ha) ,71 Produktivitas 9,63 9,45 9,44 9,77 1,42 Buah-buahan Produksi (Ton) ,92 Luas panen (Ha) ,91 Produktivitas 20,61 22,21 22,62 23,07 11,95 Tanaman Hias Produksi (tangkai) ,66 Luas panen (m) ,46 Produktivitas 11,71 26,86 9,52 18,90 61,35 Tan.Biofarmaka Produksi (kg) ,90 Luas panen (m) ,62 Produktivitas 1,76 1,87 1,81 1,75-0,58 Keterangan * Pertumbuhan tahun 2008 atas tahun 2005 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2009), diolah 2 Direktorat Jenderal Hortikultura Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Hortikutura Tahun Hlm 1 2

18 Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan dan tanaman hias mengalami pertumbuhan positif baik dari segi produksi, luas panen dan produktivitas, kecuali luas panen tanaman hias dan produktivitas tanaman biofarmaka. Kelompok komoditi sayuran menunjukkan pertumbuhan produktivitas yang stabil setiap tahunnya yaitu pada angka sembilan persen. Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berkembang pesat di Indonesia. Selain sebagai komoditas yang esensial bagi pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam menyediakan vitamin dan mineral, sayuran juga telah memberikan kontribusi PDB sebesar 38,07 persen pada tahun 2008 terhadap sub sektor hortikultura. 3 Saat ini, kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat, hal tersebut merupakan adanya akibat dari pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Perubahan paradigma menuju pemahaman hidup yang sehat tidak hanya memerlukan protein dan kalori saja, tetapi juga vitamin dan mineral yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan untuk menjalani pola konsumsi gizi yang seimbang. Tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2005 sebesar 35,30 kg/kapita/tahun, kemudian tahun 2006 sebesar 34,06 kg/kapita/tahun dan tahun 2007 sebesar 40,90 kg/ kapita/tahun serta tahun 2008 meningkat sebesar 51,31 kg/kapita/tahun (Departemen Pertanian, 2009). Seiring dengan meningkatnya konsumsi sayuran masyarakat Indonesia diikuti pula dengan peningkatan produksi tanaman sayuran. Data perkembangan produksi sayuran di Indonesia selama tahun dapat dilihat pada Tabel 3. 3 Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat Pedoman Teknis Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk dan Tanaman Obat Berkelanjutan (1771). Hlm 1 3

19 Tabel 3. Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran Indonesia Periode Komoditas Sayuran Produksi (Ton) Perkembangan * (%) Bawang Merah ,07 Kentang ,78 Kubis ,60 Cabai ,57 Sawi/Petsai ,49 Wortel ,48 Bawang Putih ,96 Daun Bawang ,30 Kembang Kol ,29 Lobak ,48 Kacang Merah ,98 Kacang Panjang ,21 Tomat ,51 Terung ,71 Buncis ,17 Ketimun ,96 Labu siam ,60 Kangkung ,50 Bayam ,39 Blewah ,17 Sayuran lainnya ,12 Total ,60 Keterangan : * Perkembangan dari tahun 2008 sampai tahun 2009 Sumber : Badan Pusat Statistik (2009) Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian tanaman sayur mengalami penurunan produksi dari tahun 2008 ke tahun 2009, antara lain sayuran bayam dengan penurunan sebesar 89,39 persen. Tetapi tidak sedikit pula tanaman sayuran yang mengalami kenaikan produksi dari tahun 2008 ke tahun

20 Perkembangan yang cukup baik ditunjukkan oleh cabai, dimana komoditas tersebut menunjukkan perkembangan produksi yang positif pada angka sebesar 19,57 persen. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas cabai merupakan komoditas komersial karena sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Cabai adalah hasil pertanian yang sudah menjadi bagian dari budaya kuliner Indonesia dimana pada umumnya masyarakat Indonesia sangat menyenangi makanan pedas. Pada tahun 2002, 2005 dan 2008 pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap cabai mengalami peningkatan, yaitu masingmasing sebesar 1,42 kg/tahun/kapita, 1,51 kg/tahun/kapita, dan 1,54 kg/tahun/kapita (Ditjen Hortikultura, 2009). Selain dengan meningkatnya pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap cabai, cabai juga dikatakan penting jika dilihat dari total areal pertanaman cabai di Indonesia, dimana pada tahun 2007 areal pertanaman cabai sebesar 20,3 persen dari total areal pertanaman sayuran, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar 20,6 persen dari total luas areal sayuran di Indonesia (Departemen Pertanian, 2009). Cabai merupakan produk hortikultura sayuran yang digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Diantara ketiga jenis cabai tersebut, cabai merah merupakan jenis yang paling banyak diperdagangkan dalam masyarakat. Cabai merah terdiri dari cabai merah besar dan cabai merah keriting. Cabai merah besar memiliki kulit permukaan yang lebih halus dibandingkan cabai merah keriting, sedangkan cabai merah keriting memiliki rasa yang lebih pedas dibandingkan cabai merah besar (Sari, 2009). Cabai merah keriting adalah jenis cabai yang paling digemari di kalangan masyarakat, hal ini dikarenakan hasil pertanian ini sudah menjadi bagian dari budaya makanan kuliner masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa cabai merah keriting sangat potensial untuk dibudidayakan oleh petani Indonesia. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi cabai terbesar di Indonesia pada tahun 2006 sampai Hal ini dapat dilihat dari hasil produksi cabai Provinsi Jawa Barat dari tahun 2006 sampai 2008 masing-masing sebesar (Ton) ; ; dan Angka tersebut merupakan angka produksi cabai tertinggi jika di bandingkan dengan provinsi lain di seluruh Indonesia dengan total produksi cabai Indonesia masing masing sebesar (Ton)

21 tahun 2006; tahun 2007 dan tahun Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Barat memberikan sumbangan produksi cabai pada tahun 2006 sampai 2008 masing-masing sebesar 21,48 persen, 23,43 persen dan 20,93 persen (Departemen Pertanian, 2009). Salah satu daerah yang menghasilkan cabai merah keriting di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Komoditas unggulan di Kabupaten Bogor adalah buah-buahan seperti pisang, manggis raya, papaya dan durian, sedangkan sayuran seperti cabai, buncis, dan sawi, serta tanaman hias seperti anggrek, agrasena dan masih banyak lagi. Produktivitas cabai merah tertinggi di Kabupaten Bogor terjadi pada tahun 2007 yaitu 8,82 ton per hektar, kemudian mengalami penurunan sebesar 2,25 persen pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 mengalami penurunan kembali dari tahun 2008 dengan persentase yang lebih tinggi yaitu sebesar 27,4 persen. Penurunan produktivitas tersebut berlawanan dengan peningkatan luas panen pada tahun Data tentang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Kabupaten Bogor Tahun 2004 sampai 2009 Tahun Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha) , , , , , ,26 Rata-rata 5512,67 746,17 7,47 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010), diolah Dari 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor, Kecamatan Ciawi merupakan salah satu penghasil cabai merah keriting. Kecamatan Ciawi memiliki kemiringan yang relatif tinggi dari 5 persen sampai dengan 40 persen dengan tingkat kesuburan sedang sampai tinggi. Sedangkan curah hujan yang tinggi mengakibatkan udara sejuk alam pegunungan, hal ini di karenakan letaknya diapit oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Pangrango, Gunung Gede dan Gunung 6

22 Salak sehingga Kecamatan Ciawi sangat cocok dijadikan sebagai salah satu daerah sentra produksi sayuran. Desa Citapen merupakan satu dari 13 desa yang ada di Kecamatan Ciawi, dimana saat ini Desa Citapen sedang mengoptimalkan potensi daerahnya sendiri dengan mengembangkan komoditas sayuran bersama gapoktan (gabungan kelompok tani) yang dapat meningkatkan pendapatan desa dalam bidang pertanian. Selain itu daerah ini juga mempunyai kondisi geografis yang sangat mendukung untuk pertumbuhan cabai merah keriting yaitu dengan ketinggian tempat 450 sampai 700 diatas permukaan laut (DPL), ph Tanah 5,0 sampai 7,0 dan beriklim basah (BP3K Wilayah Ciawi, 2010). Kondisi geografis ini sangat mendukung untuk pertumbuhan cabai merah keriting dimana menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) bahwa ketinggian tempat yang sesuai untuk pertumbuhan cabai merah keriting adalah 0 sampai 1000 meter dpl, dengan kondisi tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organik dan PH tanah antara 6 sampai Perumusan Masalah Desa Citapen merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Bogor yang memiliki luas wilayah Ha, dimana sebagian besar penduduknya adalah bermatapencaharian sebagai petani. 4 Saat ini Desa Citapen sedang melakukan pengembangan usahatani guna mengoptimalkan potensi daerahnya, dimana salah satu komoditas yang menjadi unggulan di Desa Citapen adalah cabai merah keriting. Selain karena cabai merah keriting telah dibudidayakan secara turun temurun, Desa Citapen juga memiliki kondisi geografis yang sangat mendukung untuk pertumbuhan cabai merah keriting, hal ini dikarenakan iklim di wilayah desa Citapen adalah beriklim tropis/basah dengan suhu rata rata antara 20 o C sampai 32 o C dengan keasaman tanah (ph) antara 4,5 sampai 7 dengan jenis tanah latosol dan andosol, sehingga cocok untuk ditanami berbagai komoditi tanaman, sedangkan curah hujan yang tinggi mengakibatkan udara sejuk alam pegunungan (BP3K Wilayah Ciawi, 2010). Karakteristik tanah dan iklim seperti 4 Pemerintah Kabupaten Bogor Kecamatan Ciawi Potensi Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Tahun

23 itu sangat potensial dalam membudidayakan produk-produk hortikultura khususnya cabai merah. Permasalahan pada cabang usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen dapat didekati dari produktivitas tanaman, dimana peningkatan produktivitas cabai merah keriting dapat dilakukan dengan meningkatkan produksinya. Meskipun kondisi geografis yang dimiliki oleh Desa Citapen sangat mendukung dalam pertumbuhan cabai merah keriting, tetapi tidak serta merta meningkatkan produksi dari usahatani cabai merah keriting yang dilakukan oleh petani Desa Citapen. Hal ini dikarenakan peningkatan produksi tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi tanah yang subur saja, dimana menurut Rahmat dalam Nurmala (2011) dalam peningkatan produksi dapat ditempuh dengan usaha penanaman varietas hibrida (unggul), penggunaan pupuk dan pestisida yang berimbang serta penanganan pascapanen yang tepat. Data mengenai produksi, luas panen dan produtivitas cabai merah keriting desa citapen tahun dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah Keriting Desa Citapen Tahun Tahun Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha) , , , , , , , , , ,67 Sumber : Gapoktan Rukun Tani (2011), diolah Rata-rata 7,33 Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen hanya mampu mencapai 7,33 ton perhektar, sedangkan produktivitas optimal cabai merah seharusnya dapat mencapai ton perhektar (Nixon MT, 2010). Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat selisih sebesar 5,67-9,67 ton perhektar antara produktivitas optimal dengan produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan adanya kendala yang dihadapi petani dalam pengembangan usahatani cabai merah keritng 8

24 di Desa Citapen. Kesenjangan (Gap) ini dapat berimplikasi terhadap pendapatan yang diperoleh petani. Produktivitas yang tidak optimal diduga dapat mempengaruhi kondisi pendapatan petani cabai merah keriting. Oleh karena itu, untuk melihat dampak dari adanya produktivitas yang tidak optimal tersebut, maka perlu dilakukan suatu analisis terhadap pendapatan petani cabai merah keriting di Desa Citapen, dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usahatani cabai merah keriting memberikan keuntungan bagi petani di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Disamping mempengaruhi pendapatan, produktivitas yang tidak optimal juga sangat erat kaitannya dengan penggunaan faktor produksi. Faktor produksi mempengaruhi jumlah produksi yang akan dihasilkan dalam suatu usahatani. Penggunaan faktor produksi perlu diperhatikan dalam kegiatan usahatani agar tidak terjadi penggunaan yang berlebihan yang dapat merugikan petani atau mempengaruhi pendapatan dan menyebabkan tingkat produksi yang tidak optimal, serta terjadinya peningkatan terhadap biaya produksi. Kendala yang umumnya dihadapi para petani adalah bagaimana mengalokasikan faktor-faktor produksi tersebut untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka yang menjadi pertanyaan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah: 1. Apakah Usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Menguntungkan? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. 9

25 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi petani di Desa Citapen selaku unit pengambil keputusan tentang usahatani cabai merah keriting, dan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya serta pihak lain yang berkepentingan. Bagi peneliti sendiri hasil penelitian ini digunakan sebagai saran untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya membahas tentang komoditas cabai merah keriting yang dibudidayakan oleh petani di Desa Citapen. Objek penelitian untuk analisis usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani cabai merah keriting adalah petani yang ada di Desa Citapen dimana petani yang dipilih adalah petani cabai merah keriting yang melakukan musim tanam pada bulan oktober 2010 sampai dengan januari

26 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Cabai Merah Keriting Cabai merah keriting atau lombok merah (Capsicum annum, L) merupakan tanaman hortikultura sayur sayuran semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai penyedap masakan dan penghangat badan. Cabai merah keriting termasuk dalam famili Solanaceae. Tanaman ini merupakan tanaman herba tegak yang memiliki akar tunggang dengan banyak akar samping yang dangkal. Bagian batang yang muda berambut halus, bercabang banyak, serta bisa mencapai tinggi 1 2.5m. Daunnya tersebar dengan helaian daun bulat telur memanjang atau elips berbentuk lanset, serta pangkal dan ujung meruncing, sedangkan bunga cabai merah mengangguk dengan ukuran tanggai mm. Bentuknya seperti terompet kecil dan umumnya berwarna putih, walau ada juga yang berwarna ungu. Buah cabai merupakan buah buni dengan bentuk garis lanset, merah cerah, dan rasanya pedas. Daging buahnya berupa keping-keping tidak berair. Bijinya berjumlah banyak serta terletak di dalam ruangan buah dan melekat pada plasenta. 5 Pada umumnya tanaman cabai merah keriting dapat ditanam di daerah dataran tinggi maupun di dataran rendah, yaitu lebih dari m di atas permukaan laut, yang terdapat di seluruh Indonesia terutama di Pulau Jawa. Meskipun luasan lahan yang cocok untuk cabai merah keriting masih sangat luas, tetapi penanaman cabai merah keriting di dataran tinggi masih sangat terbatas. Pengembangan tanaman cabai merah, lebih diarahkan ke areal pengembangan dengan ketinggian sedikit di bawah 800 m di atas permukaan laut. Terutama pada lokasi yang air irigasinya sangat terjamin sepanjang tahun. Pola Tanam Budidaya atau usahatani tanaman cabai merah selama ini dilakukan secara monokultur dan pola rotasi tanaman. Pada pola rotasi tanaman maka pola yang lazim dianut para petani adalah dengan melakukan pergiliran tanaman pola 1 : 2 yaitu satu kali tanaman cabai merah dan 2 3 kali tanaman palawija/sayuran lainnya yang tidak sama famili tanamannya dengan cabai merah. Untuk model kelayakan ini 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah. diakses Tanggal 26 April

27 digunakan monokultur cabai merah sepanjang tahun, dengan masa lahan kosong selama 1 bulan di antara siklus tanam. Aspek teknik budidaya keberhasilan usaha produksi cabai merah sangat ditentukan oleh aspek teknis budidaya di lapangan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dengan baik dalam pelaksanaan teknis budidaya tanaman cabai merah adalah sebagai berikut: 1. Pemakaian benih cabai merah yang unggul yang tidak terkontaminasi virus. 2. Ketersediaan air yang cukup sepanjang periode tanam/sepanjang tahun. Pola tanaman yang baik dan sesuai dengan iklim. 3. Pengolahan tanah yang disesuaikan dengan kemiringan lereng dan arah lereng. 4. Pemberantasan hama dan penyakit tanaman cabai merah dilaksanakan secara teratur sesuai dengan kondisi serangan hama dan penyakit. 5. Cara panen serta penanganan pasca panen cabai merah yang baik dan benar Kajian Peluang Usaha Agribisnis Cabai Nixon MT (2010) menyatakan bahwa lemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, justru malah memberikan keuntungan yang berlipat bagi para pelaku usaha di sektor pertanian. Hal ini dikarenakan banyak hasil-hasil usaha sektor agribisnis yang dipasarkan ke pasar luar negeri dengan transaksi penjualan dalam Dolar, sementara biaya produksi yang dikeluarkan dalam memproduksi menggunakan Rupiah. Nixon MT (2010), juga menyebutkan bahwa dari berbagai usaha yang banyak ditawarkan di sektor agribisnis, agribisnis cabai adalah salah satu agribisnis yang cukup menarik investor, dimana dari berbagai jenis sayuran dan buah-buahan, cabai dinilai sebagai produk yang mempunyai harga yang paling tinggi dan umurnya tergolong genjah sehingga modal cepat kembali. Namun ketika banyak petani yang membudidayakan cabai dan menerima keuntungan yang berlipat ganda, di sisi lain ada pula petani yang mengalami kerugian dan menjadi frustasi. Hal ini dikarenakan agribisnis cabai yang menjanjikan keuntungan ternyata juga mempunyai banyak kendala, mulai dari cuaca yang 6 Pupuk Bio Organik Herbafarm Budidaya Cabai Merah. Diakses 12 April

28 tidak bisa ditolerir, serangan hama dan penyakit, pencurian dan penjarahan sampai dengan jatuhnya harga jual karena kelebihan penawaran. Pada umumnya siklus kebutuhan cabai di Indonesia meningkat menjelang waktu-waktu tertentu, misalnya memasuki bulan puasa, lebaran, natal, dan tahun baru. Pada saat-saat tersebut, permintaan cabai yang tinggi diiringi dengan harga yang melambung. Selain faktor tersebut, harga cabai menjadi sangat mahal karena pada waktu-waktu tersebut biasanya bertepatan dengan musim hujan. Biasanya petani yang menanam cabai sedikit dan banyak pula yang gagal panen karena serangan hama dan penyakit, akibatnya keberadaan cabai di pasaran menjadi sangat langka dan secara otomatis harganya melonjak tajam. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pasar cabai untuk luar negeri pun masih luas. Saat ini pasar yang masih bisa dibidik adalah Hongkong, Amerika, Eropa dan yang paling utama adalah RRC, sebab RRC masih memprioritaskan industrinya sehingga sebagian besar sayur-sayuran dan buahbuahan yang dibutuhkan untuk konsumsi terpaksa harus diimpor dari luar (Nixon MT, 2010). Dari gambaran kebutuhan tersebut, jelas bahwa bertanam cabai masih mempunyai prospek yang cukup potensial, baik cabai hibrida, cabai besar, cabai rawit maupun cabai keriting. 2.3 Studi Penelitian Terdahulu Analisis pendapatan usahatani banyak digunakan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usahatani yang dilakukan memberikan manfaat untuk orang yang melakukannya (petani). Studi mengenai analisis pendapatan dilakukan oleh Hendrawanto (2008) dan Siregar (2010), dimana keduanya menganalisis tentang usahatani cabai merah di daerah yang berbeda yaitu di Desa Sukagalih, Kabupaten Bogor dan di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C. Hasil analisis pendapatan usahatani yang dilakukan menunjukkan secara garis besar adalah sama, dimana kegiatan usahatani cabai merah dapat memberikan keuntungan bagi petani. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendrawanto (2008) memperlihatkan bahwa usahatani cabai merah petani per meter persegi di Desa Sukagalih menghasilkan penerimaan total sebesar Rp ,32 dengan biaya tunai 13

29 yang dikeluarkan sebesar Rp ,22 dan biaya total sebesar Rp ,47; sehingga pendapatan kerja petani yang diterima yaitu sebesar Rp ,97; maka diperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 2,59 dan R/C atas biaya total sebesar 1,59. Hasil penelitian Siregar (2010) menunjukkan bahwa, nilai R/C usahatani cabai merah organik lebih tinggi jika dibandingkan nilai R/C pada cabai merah non organik, hal ini dikarenakan terdapat perbedaan harga yang diterima antara petani organik dengan petani non organik. Harga cabai yang diterima petani organik lebih tinggi dibandingkan petani non organik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan untuk cabai merah non organik dengan luasan lahan 1 ha menghasilkan penerimaan sebesar Rp dengan biaya tunai yang dikeluarkan sebesar Rp dan biaya total sebesar Rp ; sehingga pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh yaitu sebesar Rp dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp ; maka diperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 4,14 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 3,04. Sedangkan untuk cabai merah organik dengan luasan lahan 1 ha menghasilkan penerimaan sebesar Rp dengan biaya tunai yang dikeluarkan sebesar Rp dan biaya total sebesar Rp sehingga pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh yaitu sebesar Rp dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp ; maka diperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 6,56 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 4,62. Penelitian yang menganalisis mengenai pendapatan usahatani pada komoditas sayuran dilakukan oleh Nadhwatunnaja (2008) dan Sujana (2010). Hasil penelititian Sujana (2010) menunjukkan bahwa penerimaan yang diterima oleh petani tomat anggota kelompok tani adalah Rp sedangkan total biaya yang dikeluarkan adalah Rp ; sehingga pendapatan atas biaya total sebesar Rp maka nilai R/C atas biaya total yang diperoleh yaitu sebesar 1,44. Untuk petani tomat non anggota kelompok tani, memperoleh penerimaan sebesar Rp dan total biaya yang dikeluarkan adalah Rp ; sehingga pendapatan atas biaya total sebesar Rp sehingga menghasilkan nilai R/C atas biaya total sebesar 1,30. Nadhwatunnaja (2008) menunjukkan bahwa pendapatan petani paprika hidroponik anggota Koptan Mitra Sukamaju lebih tinggi dibandingkan petani non anggota petani paprika hidroponik 14

30 yaitu dengan pendapatan atas biaya tunai dan biaya total petani anggota Koptan Mitra Sukamaju masing-masing sebesar Rp ,12 dan Rp ,12. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani non anggota masing-masing sebesar Rp ,79 dan Rp ,79. Begitu juga dengan nilai R/C, nilai R/C pada petani anggota Koptan Mitra Sukamaju lebih tinggi dibandingkan dengan non anggota, yaitu dengan nilai R/C atas biaya tunai petani adalah 1,74 dan nilai R/C 1,21. Sedangkan nilai R/C petani non anggota adalah 1,62 untuk biaya tunai dan 1.11 untuk biaya total. Walaupun terdapat perbedaan karakteristik produk, namun secara garis besar dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan usahatani sayuran, termasuk cabai merah memberikan keuntungan bagi petani yang dapat dilihat dari hasil analisis pendapatan usahatani yang nilainya lebih dari nol dan nilai R/C yang nilainya lebih dari 1. Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi digunakan untuk mengetahui sejauh mana efisiensi penggunaan faktor produksi (input) yang dapat mempengaruhi produksi (output). Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb- Douglas dan rasio NPM/BKM. Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglass masih dilakukan oleh peneliti yang sama yaitu Nadhwatunnaja (2008) dan Sujana (2010). Hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R 2 ) pada usahatani paprika hidroponik dan usahatani tomat apel menunjukkan nilai lebih dari 50 persen dimana nilai tersebut mengartikan bahwa model yang dihasilkan layak untuk meramalkan kondisi ke depan secara akurat. Selain itu jika dilihat dari uji multikolinieritas melalui nilai VIF yang kurang dari 10, maka tidak terdapat masalah multikolinieritas pada kedua model penelitian tersebut. Melalui uji statistik diperoleh bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi tomat apel pada petani anggota kelompok tani yaitu variabel benih, pupuk kandang, pupuk P, pupuk K, pestisida cair dan tenaga kerja, dan pada petani non kelompok tani variabel yang berpengaruh nyata pada produksi tomat apel yaitu benih, pupuk kandang, pupuk K, pestisida cair dan tenaga kerja. Sedangkan untuk produksi paprika hidroponik dari hasil penelitian menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi pada selang kepercayaan 99 persen adalah nutrisi dan pestisida, dimana pada selang 15

31 kepercayaan 99 persen mengartikan bahwa faktor-faktor produksi tersebut sangat berpngaruh terhadap produksi paprika hidroponik, karena tingkat kesalahannya hanya satu persen. Untuk selang kepercayaan 95 persen faktor produksi yang dianggap berpengaruh adalah faktor produksi luas lahan. Sedangkan faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi paprika adalah tenaga kerja. 2.4 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, penulis mencoba menganalisis pendapatan usahatani cabai merah keriting serta menganalisi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Dengan adanya penelitian terdahulu, maka dapat dilihat bahwa terdapat persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini. Persamaannya adalah sama-sama menganalisis tentang pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani dengan menggunakan alat analisis yang sama yaitu analisis pendapatan, analisis R/C ratio dan analisis faktor fungsi produksi Cobb-Douglass. Untuk perbedaannya yaitu lokasi penelitian yang berbeda, komoditi yang berbeda dan responden/petani yang digunakan juga berbeda, sehingga hasil yang diharapkan juga berbeda. 16

32 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani, diantaranya yang dikemukakan oleh Soekartawi (2006), bahwa yang dikatakan ilmu usahatani yaitu suatu tujuan untuk mencapai keuntungan maksimum dimana seseorang harus melakukan secara efektif dan efisien dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada. Pengertian efektif jika produsen dapat mengalokasikan sumberdaya sebaikbaiknya dan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran yang melebihi masukan. Pada umumnya ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil, pengetahuan petani terbatas, kurang dinamis sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan usahatani (Soekartawi et al, 1986). Menurut Rahim A dan Hastuti RDR (2008), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pertanian, yaitu : 1. Lahan Pertanian Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Pentingnya faktor produksi lahan bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan dan sebagainya) dan topografi (tanah dataran pantai, rendah dan dataran tinggi). 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi inovasi-inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jual tinggi. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. 17

33 Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Usahatani yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil biasanya disebut usahatani skala kecil, dan biasanya pula menggunakan tenaga kerja keluarga. Lain halnya dengan usahatani berskala besar, selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga juga memiliki tenaga kerja ahli. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam harian orang kerja (HOK), sedangkan dalam analisis ketenagakerjaan diperlukan standarisasi tenaga kerja yang biasanya disebut dengan hari kerja setara pria (HKSP). 3. Modal Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal, apalagi kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Dalam kegiatan proses tersebut, modal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap (fixed cost) terdiri atas tanah, bangunan, mesin dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal yang tidak tetap (variable cost) terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Besar kecilnya skala usaha pertanian atau usahatani tergantung dari skala usahatani, macam komoditas dan tersedianya kredit. Skala usahatani sangat menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Makin besar skala usahatani, makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya. Macam komoditas tertentu dalam proses produksi komoditas pertanian juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan usahatani. 4. Pupuk Pupuk sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil akhir dari perubahan atau penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano dan tepung tulang. Sementara itu, pupuk organik atau pupuk buatan 18

34 merupakan hasil industri atau hasil pabrik-pabrik pembuat pupuk, misalnya pupuk urea, TSP dan KCL. 5. Pestisida Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi hama dan penyakit yang menyerangnya. Pestisida merupakan racun yang mengandung zat-zat aktif sebagai pembasmi hama dan penyakit pada tanaman. 6. Bibit Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul biasanya tahan terhadap penyakit, hasil komoditasnya berkualitas tinggi dibandingkan dengan komoditas lain sehingga harganya dapat bersaing di pasar. 7. Teknologi Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh, tanaman padi dapat dipanen dua kali dalam setahun, tetapi dengan adanya perlakuan teknologi terhadap komoditas tersebut, tanaman padi dapat dipanen tiga kali setahun Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, dimana dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu dipisahkan antara analisis parsial usahatani dan analisis simultan usahatani (Rahim A dan Hastuti DRD, 2008). Soekartawi et al. (1986) berpendapat bahwa penerimaan dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku; yang mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih, digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan. Menurut Soeharjo dan Patong (1973) bahwa penerimaan usahatani berwujud pada tiga hal, yaitu : 1. Hasil penjualan tanaman, ternak, ikan atau produk yang akan dijual. Adakalanya yang dijual ialah hasil ternak, misalnya susu, daging dan telur. 19

35 Adakalanya pula yang dijual adalah hasil dari pekarangan yaitu pisang, kelapa, dan lain-lain. 2. Produk yang dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan. 3. Kenaikan nilai inventaris. Nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani, berubah-ubah setiap tahun. Dengan demikian akan ada perhitungan. Jika terjadi kenaikan nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani, maka selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun perhitungan merupakan penerimaan usahatani. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam melihat penerimaan usahatani adalah (1) Penerimaan tunai usahatani (farm receipt), yang didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et al, 1986). Pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Penerimaan tunai tidak mencakup yang berupa benda. Sehingga, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani seperti pinjaman tunai, harus ditambahkan. (2) Penerimaan Tunai luar usahatani, yang berarti penerimaaan yang diperoleh dari luar aktivitas usahatani seperti upah yang diperoleh dari luar usahatani. (3) Penerimaan Kotor Usahatani (gross return), yang didefenisikan sebagi penerimaan dalam jangka waktu (biasanya satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan, ternak). Penerimaan kotor juga sama dengan pendapatan kotor atau nilai produksi Biaya Usahatani Menurut Soekartawi dkk (1986) bahwa biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan. Sedangkan biaya usahatani menurut Rahim A dan Hastuti DRD (2008) merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun 20

36 produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya diartikan sebagai biaya yang besar kecilnya di pengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 2006). Biaya usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal dan nilai kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku. Biaya penyusutan alat-alat pertanian dan sewa lahan milik sendiri dapat dimasukkan kedalam biaya yang diperhitungkan. Biaya dapat juga diartikan sebagai penurunan inventaris usahatani. Nilai inventaris suatu barang dapat berkurang karena barang tersebut rusak, hilang atau terjadi penyusutan Pendapatan Usahatani Pendapatan merupakan balas jasa terhadap penggunaan faktor-faktor produksi. Menurut Soekartawi (2006) Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Adapun fungsi pendapatan memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan kegiatan usahatani selanjutnya. Dijelaskan oleh Soekartawi et all (1986) bahwa selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Soekartawi et all (1986) juga menjelaskan bahwa pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Dimana pendapatan atas biaya tunai merupakan pendapatan yang diperoleh atas biaya-biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total merupakan pendapatan setelah dikurangi biaya tunai dan biaya diperhitungkan Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut: Pd = TR TC TR = Y Py TC = FC + VC 21

37 dimana : Pd = pendapatan usahatani TR = total penerimaan (total revenue) TC = total biaya (total cost) FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variabel (variable cost) Y = produksi yang diperoleh dalam usahatani Py = harga Y Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor-faktor intern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu kesuburan lahan, luas lahan garapan, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan modal dalam usahatani, penggunaan input modern/teknologi, pola tanam, lokasi tanaman, fragmentasi lahan, status penguasaan lahan, cara pemasaran output, efisiensi penggunaan input dan tingkat pengetahuan maupun keterampilan petani dan tenaga kerja. Sedangkan faktorfaktor ekstern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu sarana transpotasi, sistem tataniaga, penemuan teknologi baru, fasilitas irigasi, tingkat harga output dan input, ketersediaan lembaga perkreditan, adat istiadat masyarakat dan kebijaksanaan pemerintah Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio atau R/C ratio). Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan dan biaya (Rahim A dan Hastuti DRD, 2008). Analisis R/C digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani berdasarkan perhitungan finansial, dimana R/C dapat menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Menurut Soekartawi (2006) bahwa R/C adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut : a = R/C 22

38 R = Py Y C = FC + VC a = [ (Py Y) / (FC + VC) ] dimana : R = penerimaan C = biaya Py = harga output Y = output FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variabel (variable cost) R/C menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Analisa R/C dibedakan atas jenis biaya yang dikeluarkan, yaitu R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Adapun kriteria keputusan dari nilai R/C yaitu jika R/C > 1, berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Jika nilai R/C < 1 maka tiap unit yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh. Sedangkan kegiatan usaha yang memiliki nilai R/C = 1 maka kegiatan usaha berada pada kondisi impas atau kondisi dimana kegiatan usaha tersebut tidak mendapatkan keuntungan dan tidak juga mengalami kerugian Teori Produksi Suatu proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan, dimana output usahatani yang berupa produk pertanian tergantung pada jumlah dan macam input yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara input dan output ini dapat dilihat dalam suatu fungsi produksi. Menurut Soekartawi et al. (1986), fungsi produksi adalah hubungan kuantitatif antara masukan (input) dan produksi (output). Fungsi produksi dengan n jenis input X dan satu output Y dinyatakan sebagai berikut : Y = f (X 1, X 2, X 3,...,X n ) 23

39 Menurut persamaan diatas dinyatakan bahwa produksi Y dipengaruhi oleh sejumlah n input, dimana input X 1, X 2, X 3,...,X n dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu input yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas tanah, jumlah pupuk, tenaga kerja dan lainnya; dan input yang tidak dapat dikuasai oleh petani seperti iklim. Menurut Soekartawi (2008) bahwa untuk megukur tingkat produktivitas dari suatu produksi terdapat dua tolak ukur yaitu produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR). Produk marjinal adalah tambahan satu-satuan input X yang dapat menyebabkan pertambahan/pengurangan satu satuan output (Y) sedangkan produk rata-rata adalah perbandingan antara produk total perjumlah input. Untuk mengukur perubahan dari jumlah produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dalam elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Model yang sering digunakan dalam fungsi produksi, terutama fungsi produksi klasik adalah the law of deminishing return. Model ini menunjukkan hubungan fungsional yang mengikuti hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang. Menurut Billas dalam Rahim dan Astuti (2008), bila input dari salah satu sumber daya dinaikkan dengan tambahan yang sama per unit waktu, sedangkan input dari sumber daya yang lain dipertahankan agar tetap konstan, produk akan meningkat diatas suatu titik tertentu, tetapi peningkatan output tersebut cenderung mengecil. Berikut adalah gambar dari kurva fungsi produksi yang menunjukkan elastisitas produksi. 24

40 Output Y TPP I II III Ep >1 0< Ep<1 Ep <0 dy/dx Y/X Input X APP MP Input X Gambar 1. Kurva daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Sumber : Soekartawi, 2003 Keterangan : TPP = Produk Total APP = Produk Rata-rata MPP = Produk Marjinal Y = Produksi X = Faktor Produksi Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dapat dibagi ke dalam tiga daerah (Gambar 1) yaitu sebagai berikut : 1. Daerah produksi I dengan Ep > 1, merupakan daerah yang tidak rasional, karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produk yang selalu lebih besar dari satu persen. Di daerah produksi ini belum tercapai pendapatan yang maksimum karena 25

41 pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan. 2. Daerah produksi II dengan 0 < Ep 1, pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini akan tercapai pendapatan maksimum. Daerah produksi ini disebut dengan daerah produksi rasional. 3. Daerah produksi III dengan Ep < 0, pada daerah ini penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah ini disebut dengan daerah yang tidak rasional. Pemilihan model fungsi produksi yang baik dan benar hendaknya fungsi tersebut memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi, 2003): 1. Sederhana, sehingga mudah ditafsirkan. 2. Mempunyai hubungan dengan persoalan ekonomi. 3. Dapat diterima secara teoritis dan logis. 4. Dapat menjelaskan persoalan yang diamati. Hasil analisis fungsi produksi menurut Soekartawi (1986) merupakan fungsi pendugaan. Analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari aplikasi análisis regresi. Berbagai macam model fungsi produksi menurut Soekartawi (2003), antara lain : Fungsi produksi linear, Fungsi Produksi Kuadratik, Fungsi produksi Transendental dan Fungsi produksi Cobb-Douglass. Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi produksi linier menunjukkan hubungan yang bersifat linier antara peubah bebas dengan peubah tak bebas. Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi produksi linear sederhana dan linear berganda. Fungsi produksi linear sederhana ialah bila hanya ada satu variabel X yang dipakai dalam model. Penggunaan garis regresi linear sederhana banyak dipakai untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena analisisnya dilakukan dengan hasil yang lebih mudah dimengerti secara cepat. Kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya satu yang dipakai dalam model sehingga dengan tidak memasukkan variabel X yang lain, maka peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukkan 26

42 dalam model tersebut. Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti biasanya mengunakan garis linear berganda (multiple regressions). Jumlah variabel X yang dipakai dalam garis regresi berganda ini adalah lebih dari satu. Estimasi garis regresi linear berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan model estimasi tertentu sehingga diperoleh garis estimasi atau garis penduga yang baik. Keunggulan cara ini dibandingkan dengan analisis regresi sederhana ialah dalam prakteknya, faktor yang mempengaruhi suatu kejadian adalah lebih dari satu variabel serta garis penduga yang didapatkan akan lebih baik dan tidak begitu bias bila dibandingkan dengan cara analisis sederhana. Fungsi Produksi Kuadratik Berbeda dengan garis linear (sederhana dan berganda) yang tidak mempunyai nilai maksimum, maka fungsi kuadratik justru mempunyai nilai maksimum. Nilai maksimum akan tercapai bila turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol. Fungsi produksi transendental mampu menggambarkan fungsi dimana produk marjinal dapat menaik, menurun dan menurun dalam negatif (Negative Marginal Product). Kelemahan yang dimiliki oleh fungsi transdental yaitu model tidak dapat digunakan apabila terdapat faktor produksi yang nilainya nol. Fungsi produksi Cobb-Douglass memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu: perhitungannya, b) perhitungannya sederhana karena dapat dibuat dalam bentuk linier, c) pada model ini koefisien pangkatnya menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi, d) dari penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi, dalam fungsi produksi menunjukkan fungsi skala usaha. Kelemahan-kelemahan umum yang ditemukan dalam fungsi produksi Cobb-Douglass diantaranya adalah kesalahan pengukuran variabel akan menyebabkan besarnya elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah, dan data tidak boleh ada yang nol atau negatif (Soekartawi dalam Putra, 2011) Fungsi Produksi Cobb-Douglass Model analisis yang digunakan untuk menduga fungsi produksi di lokasi penelitian adalah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass. Rahim dan Hastuti (2008) mengatakan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel bebas/independent variable dan variabel tidak bebas/dependent variable). 27

43 Menurut Soekartawi (2008) bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu disebut variabel (Y) atau yang dijelaskan dan variabel lain disebut dengan variabel (X) atau yang menjelaskan. Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Pemilihan model fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan pada pertimbangan adanya kelebihan dari model ini, antara lain: a). Koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam menghasilkan output. b). Merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha dari proses produksi yang berlangsung. c). Bentuk linear dari fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan dalam bentuk log e (ln), dalam bentuk tersebut variasi data menjadi sangat kecil. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya heterokedastisitas. d). Perhitungannya sederhana karena persamaannya dapat diubah dalam bentuk persamaan linear. e). Bentuk fungsi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian khususnya bidang pertanian. f). Hasil pendugaan melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas. g). Besaran elastisitas dapat juga sekaligus menggambarkan return to scale. Disamping kelebihan yang dimiliki, fungsi Cobb-Douglas juga memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut menurut Heady dan Dillon (1964) dalam Nugroho (2008) adalah: 1). model menganggap elastisitas produksi tetap sehingga tidak mencakup ketiga tahap yang biasa dikenal dalam proses produksi; 2). Nilai pendugaan elastisitas produksi yang dihasilkan akan bias apabila faktor produksi yang digunakan tidak lengkap; 3). Model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi apabila ada faktor produksi yang taraf penggunaanya adalah nol; dan 4). Apabila digunakan untuk peramalan produksi pada taraf input di atas ratarata akan menghasilkan nilai duga yang berbias ke atas. 28

44 Secara matematis, persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut : Y = ax b1 1 X b2 2 X b3 3...X bn n e u dimana : Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a,b= Besaran yang akan diduga u = kesalahan e = Logaritma natural (e = 2,718) Fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan kedalam bentuk regresi linier, maka model fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Ln Y = ln a + b 1 ln X 1 + b 2 ln X b n ln x n + u Untuk menganalisis hubungan faktor produksi (input) dengan produksi (output) digunakan analisis numerik menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Metode ini dapat dilakukan jika dipenuhi asumsi-asumsi bahwa : 1. Variasi unsur sisa menyebar normal 2. Harga rata-rata dan unsur sisa sama dengan nol, atau bisa dikatakan nilai yang diharapkan bersyarat (conditional expected value). 3. Homoskedasitas atau ragam merupakan bilangan tetap. 4. Tidak ada korelasi diri (multikolinearitas) 5. Tidak ada hubungan linier sempurna antara peubah bebas. 6. Tidak terdapat korelasi berangkai pada nilai-nilai sisa setiap pengamatan Konsep Skala Ekonomi Usaha (Return to Scale) Rahim A dan Hastuti RDR (2008) menyatakan bahwa untuk mengetahui skala usahatani dapat dengan menjumlahkan koefisien regresi atau parameter elastisitasnya, yaitu : β 1 + β β n Dengan mengikuti kaidah return to scale (RTS) yaitu : 1. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale), bila β 1 + β β n > 1, berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. 29

45 2. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale), bila 0 < β 1 + β β n 1, berarti bahwa dalam keadaan demikian, penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan faktor produksi yang diperoleh. 3. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale), bila β 1 + β β n < 0, berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi Kerangka Pemikiran Operasional Tanaman cabai merah keriting sudah cukup lama dibudidayakan dan merupakan salah satu komoditas pertanian yang disukai oleh para petani di Desa Citapen untuk dibudidayakan. Hal ini karena kondisi geografis di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor sangat cocok untuk tanaman cabai merah keriting. Namun kondisi geografis tersebut tidak serta merta meningkatkan produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen, hal ini dikarena dalam peningkatan produktivitas harus di dukung pula dengan penggunaan input-input produksi yang berimbang. Masalah bagi petani di Desa Citapen dalam usahatani cabai merah keriting, lebih banyak dikarenakan permasalahan fluktuasi produktivitas yang masih belum mampu mencapai produktivitas optimal, yakni hanya sebesar 7,33 ton per hektar, dimana produktivitas optimal cabai merah keriting seharusnya mampu mencapai ton per hektar. Secara teoritis, produktivitas dapat menggambarkan penggunaan input (faktor produksi) dalam suatu usahatani. Selain terkait dengan penggunaan input produksi, produktivitas yang belum optimal juga dapat mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani cabai merah keriting Desa Citapen. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan melihat fakta di lapangan untuk menganalisis pendapatan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen. Dengan harapan agar bermanfaat bagi petani atau pihak lain dalam penyajian informasi tentang usahatani padi organik dan sebagai rekomendasi bagi pihak pemerintah dalam pembuatan kebijakan. Pendapatan usahatani petani dapat mengukur tingkat keberhasilan petani. Pendapatan usahatani ini dapat diperoleh setelah analisis penerimaan dan analisis 30

46 pengeluaran dilakukan. Pendapatan merupakan hasil akhir yang diperoleh petani sebagai bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam usahataninya, sehingga petani harus melakukan tindakan yang efisien dalam menggunakan sumberdaya yang ada. Dan analisis faktor-faktor produksi usahatani cabai merah keriting berfungsi untuk melihat input-input apa saja yang dapat mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen. Hasil analisis pendapatan dan faktor-faktor produksi usahatani akan menjadi rekomendasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen masih belum mampu mencapai produktivitas optimal, sehingga diduga mempengaruhi pendapatan usahatani dan sangat erat kaitannya dengan penggunaan faktor-faktor produksi Analisis Pendapatan Usahatani - Penerimaan usahatani - Biaya usahatani - Pendapatan usahatani - R/C Analisi faktor-faktor produksi - Benih (X 1 ) - Pupuk kandang (X 2 ) - Pupuk NPK (X 3 ) - Pupuk SP-36 (X 4 ) - Pupuk KCL (X 5 ) - Pestisida (X 6 ) - Nutrisi (X 7 ) - Tenaga Kerja (X 8 ) Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglass Informasi Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Cabai Merah keriting di Desa Citapen Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 31

47 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan bahwa Desa Citapen telah menjadikan cabai merah keriting sebagai komoditas unggulan dimana hal ini di dukung oleh kondisi geografis yang cocok untuk pertumbuhan cabai merah keriting. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung pada bulan Mei 2011 sampai dengan Juli 2011 dikarenakan pada bulan-bulan tersebut sedang musim panen cabai merah keriting. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan (observasi) dan wawancara langsung di lapangan dengan petani responden. Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kegiatan yang dilakukan oleh para petani baik dari kegiatan budidaya sampai pada tahap pemasaran. Pengambilan data yang diperoleh melalui data primer, menurut waktu penggunaannya adalah menggunakan jenis data cross section dimana data yang diambil adalah data yang menunjukkan titik waktu tertentu, yaitu data yang diambil dari petani cabai merah keriting yang melakukan musim tanam Oktober 2010 sampai dengan Januari Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari laporan atau catatan setiap petani, Perpustakaan Pertanian Kota Bogor, BP3K Kecamatan Ciawi, Biro Pusat Statistik Kabupaten Bogor, artikel dan literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan serta catatan atau laporan dari Gapoktan Rukun Tani yang terletak di Desa Citapen. 4.3 Metode Pengambilan Responden Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani cabai merah keriting Desa Citapen yang membudidayakan cabai merah keriting pada msim tanam Oktober 2010 sampai dengan Januari Pemilihan petani 32

48 responden pertama diperoleh melalui informasi dari Ketua Gapoktan Rukun Tani yang ada di Desa Citapen. Sedangkan untuk petani responden selanjutnya dilakukan dengan metode snowball sampling, yaitu responden dipilih melalui rekomendasi dan saran dari responden sebelumnya, yang diambil sesuai dengan kriteria sebaran normal yakni sebanyak 30 petani. Metode ini dilakukan karena tidak terdapat data mengenai daftar petani cabai merah keriting yang ada di Desa Citapen. 4.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung (obsevasi) dan metode kuesioner. Pengamatan langsung (observasi) dilakukan dengan mengamati proses terjadinya beberapa kegiatan budidaya cabai merah keriting yang berlangsungnya di lokasi penelitian. Peneliti juga melakukan wawancara dengan para petani dan ketua Gapoktan Rukun Tani untuk mengetahui sistem budidaya cabai merah keriting Metode Analisis Data Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh diolah dan disajikan dalam bentuk deskriptif tabulasi dan statistik sederhana dengan bantuan Microsof Office Excel dan bantuan Minitab versi Analisis Pendapatan Usahatani Menurut Rahim dan Hastuti (2008) biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, dimana pendapatan dianalisis berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa besar pengeluaran tunai yang dibutuhkan petani untuk mejalankan kegiatan usahataninya. Biaya tidak tunai digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya 33

49 pendapatan kerja petani jika penyusutan, sewa lahan dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Untuk menghitung pendapatan usahatani dapat digunakan rumus : - Pendapatan (π) = TR - TC - Pendapatan (π) = (P Q) (Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan) dimana : TR = Total Penerimaan TC = Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan Analisis R/C Setelah melakukan analisis penerimaan dan biaya usahatani selanjutnya akan dianalisis efisiensi usahatani dengan menggunakan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C). Analisis R/C bertujuan untuk menguji sejauh mana hasil yang diperoleh dari usaha tertentu (dihitung selama satu periode) cukup menguntungkan. R/C meliputi R/C tunai dan R/C total, R/C tunai merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya tunai sedangkan R/C total merupakan perbandingan penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Formulasi rumus sebagai berikut : Penerimaan Total R/C = = Biaya Total dimana : Q P = Total Produksi (Kg) = Harga Jual Produk (Rp) BT = Biaya Tunai (Rp) BD = Biaya Diperhitungkan (Rp) Q P BT + BD Secara teoritis R/C menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C nya. Apabila nilai R/C > 1 maka usahatani yang dilakukan menguntungkan, namun sebaliknya apabila nilai R/C < 1 maka usahatani yang dilakukan tidak mendatangkan keuntungan atau rugi Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting Penelitian ini menganalisis fungsi produksi dengan menggunakan fungsi produksi Cobb Douglass. Menurut Soekartawi dalam Rahim A dan Hastuti RDR 34

50 (2008) fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel bebas/independent variable dan variabel tidak bebas/dependent variable). Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum seseorang menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan tersebut antara lain 1). tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite) 2). dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective technologies), ini artinya, kalau fungsi Cobb-Douglass yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan; dan bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model katakanlah dua model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut 3). tiap variabel x adalah perfect competition 4). perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan. Pemilihan model fungsi produksi Cobb-Douglass pada penelitian ini didasari dengan alasan 1). bahwa penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain 2). hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas 3). besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran returns to scale. Pada fungsi produksi Cobb- Douglass, untuk menganalisi hubungan antara faktor-faktor produksi digunakan alat analisis regresi dengan Ordinary Least Square (OLS). Metode ini digunakan untuk menguji nilai F-hitung, t-hitung dan R 2. Oleh karena itu, kelayakan model tersebut akan diuji berdasarkan asumsi OLS, meliputi multikolinieritas, homosdekisitas dan normalitas error. Apabila asumsi tesebut dapat dipenuhi maka koefisien regresi (parameter) yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias (Gujarati 1978 dalam Nurmala, 2011). Adapun tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi adalah sebagai berikut : 35

51 1. Identifikasi Variabel Bebas dan Terikat Identifikasi variabel dengan mendaftarkan faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam usahatani cabai merah keriting. Variabel yang menjadi variabel dependent (variabel yang dipengaruhi) adalah produksi cabai merah keriting. Faktor-faktor produksi yang digunakan oleh petani Desa Citapen dalam usahatani cabai merah keriting, antara lain benih, pupuk kandang, Kapur, NPK, ZA, SP-36, KCL, pestisida, nutrisi dan tenaga kerja, dimana dari faktor-faktor produksi tersebut tidak seluruhnya dijadikan sebagai variabel independent (variabel yang mempengaruhi). Adapun variabel yang diduga menjadi variabel independent (variabel yang mempengaruhi) antara lain benih benih, pupuk kandang, NPK, SP-36, KCL, pestisida, nutrisi dan tenaga kerja. Variabel independent tersebut ditentukan berdasarkan pada penggunaan input yang digunakan oleh 30 petani responden, artinya dari seluruh petani responden tidak ada satu pun petani yang tidak menggunakan input-input produksi tersebut. Sedangkan untuk input produksi kapur dan pupuk kimia ZA tidak termasuk ke dalam model fungsi produksi. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa kapur dan pupuk kimia ZA tidak dimasukkan kedalam model, dikarenakan kapur dan pupuk kimia ZA jarang digunakan oleh petani responden, dimana hanya ada 11 orang petani responden yang menggunakan kapur dan untuk pupuk kimia ZA hanya digunakan oleh delapan orang petani responden, sehingga untuk petani responden yang tidak menggunakan input produksi kapur dan pupuk kimia ZA bernilai nol. Kondisi ini tidak memenuhi salah satu persyaratan dalam menganalisis fungsi produksi Cobb Douglas, dimana menurut Soekartawi (1990) bahwa salah satu syarat dalam menganalisis fungsi produksi Cobb Douglas adalah tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab nilai logaritma dari bilangan nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui. 2. Analisis Regresi Secara matematis, persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut : Y = ax b1 1 X 2 b 2 X 3 b 3...X bn n e u dimana : 36

52 Y = Variabel yang dijelaskan (variabel dependent) X = Variabel yang menjelaskan (variabel independent) a,b= Besaran yang akan diduga u = kesalahan e = Logaritma natural (e = 2,718) Fungsi produksi Cobb-Douglass dapat diubah menjadi bentuk regresi linier, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut : Ln Y = ln a + b 1 ln X 1 + b 2 ln X 2 + b 3 ln X 3 + b 4 ln X 4 + b 5 ln X 5 + b 6 ln X 6 + b 7 ln X 7 + b 8 ln X 8 + u dimana : Y = produksi cabai merah keriting (Kg) a = konstanta b 1... b 8 = koefisien arah regresi masing-masing variabel bebas X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 u = benih cabai merah keriting (gr) = pupuk kandang (Kg) = pupuk NPK (Kg) = pupuk SP-36 (Kg) = pupuk KCL (Kg) = pestisida (Lt) = nutrisi (Lt) = tenaga kerja = Gangguan stokhastik atau kesalahan Dengan menggunakan regresi linier ini maka akan diperoleh besarnya nilai t-hitung, F-hitung dan R 2. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing parameter bebas (X n ) yang dipakai, secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila hasilnya menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel, maka parameter yang di uji tersebut berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas, namun apabila nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel, maka parameter tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang digunakan yaitu X 1, X 2, X 3, X 4, X 5, X 6, X 7, X 8 secara bersama-sama berpengaruh 37

53 nyata terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila hasil dari F-hitung lebih besar dari F-tabel, maka parameter bebas tersebut secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas, dan sebaliknya. Koefisien determinasi (R 2 ) adalah besaran yang dipakai untuk menunjukkan sampai sejauh mana keragaman determinasi semakin mendekati satu, maka semakin besar keragaman hasil produksi dapat dijelaskan oleh faktor produksinya. 3. Pengujian Hipotesa Pengujian hipotesa ini dilakukan untuk hasil dari model fungsi produksi yang dihasilkan dari pengolahan data, pengujian yang dilakukan yaitu : a. Pengujian terhadap Model penduga Pengujian terhadap model penduga dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak atau tidak untuk menduga parameter dan fungsi produksi. Prosedur untuk mengevaluasi model penduga dilakukan melalui kriteria : Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi (R 2 ) dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian (goodness of fit) model dugaan, yang merupakan ukuran deskriptif tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya. Koefisien determinasi (R 2 ) mengukur besaranya keragaman total data yang dapat dijelaskan oleh model, sisanya (1- R 2 ) dijelaskan oleh komponen error. Semakin tinggi nilai R 2 berarti model dugaan yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel dependent, atau dengan kata lain tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya semakin tinggi. Koefisien determinasi melihat sampai sejauh mana besar keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y). Uji Signifikansi Model Penduga Pemeriksaan akurasi model dugaan, disamping menggunakan ukuran deskriptif melalui koefisien determinasi (R 2 ), juga dibutuhkan pemeriksaan melalui inferensia statistika yakni uji signifikansi model penduga. Hasil uji signifikansi model dugaan, dapat dilihat di bagian Analysis of Variance, yaitu pada nilai F. Adapun kriteria pengujiannya adalah dengan 38

54 membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel, yaitu apabila nilai F- hitung > F-tabel (n-k-1) pada taraf nyata α maka disimpulkan secara bersama-sama variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap produksi, begitu juga sebaliknya apabila nilai F-hitung < F-tabel (n-k-1) pada taraf nyata α maka disimpulkan variabel yang digunakan secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Uji untuk Masing-masing Parameter Apabila model dugaan disimpulkan signifikan, maka perlu perlu diperiksa lebih lanjut, variabel bebas mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas. t hitung > t-tabel (α, n-k-1), maka tolak H 0 t hitung < t-tabel (α, n-k-1), maka terima H 0 dimana : n = jumlah variabel k = jumlah data Jika H 0 ditolak, maka variabel bebas yang digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi) dan sebaliknya bila terima H 0 maka variable bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi). Apabila tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat dari nilai P, dengan kriteria jika nilai P-value < α, maka variabel yang di uji (faktor produksi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi) dan sebaliknya apabila P-value > α, maka variabel yang di uji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Asumsi OLS Metode pendugaan OLS bersifat BLUE, bila asumsi OLS terpenuhi. Adapun asumsi OLS yang dimaksud adalah : 1) Model linier dalam koefisien (parameter) 2) Tidak terdapat Multikolinier diantara variabel bebas, dimana untuk menguji adanya multikolinieritas, diantaranya menggunakan kriteria Variance Inflation Factor variabel independent ke-j (VIFxj). Apabila nilai VIFxj lebih besar dari 10, maka disimpulkan terdapat masalah multikolinieritas diantara variabel independent. 39

55 3) Komponen Error tidak berpola (acak/random), menyebar normal dengan nilai tengah nol dan ragamnya homogen (Homoskedisitas). b. Hipotesis Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk melaksanakan penelitian adalah bahwa semua faktor produksi yaitu benih (X 1 ), pupuk kandang (X 2 ), NPK (X 3 ), SP-36 (X 4 ), KCL(X 5 ), pestisida (X 6 ), nutrisi (X 7 ), dan tenaga kerja (X 8 ) memiliki nilai koefisien regresi positif dan berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi cabai merah keriting. 4.6 Definisi Operasional 1. Petani cabai merah keriting, adalah petani yang melakukan budidaya tanaman cabai merah keriting, memproduksi dan melakukan penjualan cabai merah keriting. 2. Luas lahan garapan, adalah luas areal usahatani cabai merah keriting yang merupakan lahan yang dipakai untuk menanam cabai keriting dengan tanaman tumpangsari dalam satuan hektar. 3. Modal, adalah barang ekonomi berupa lahan, bangunan, alat-alat dan mesin tanaman di lapangan, sarana produksi dan uang tunai yang digunakan untuk menghasilkan cabai merah keriting diukur dalam satuan rupiah. 4. Tenaga kerja, adalah yang digunakan dalam proses produksi baik untuk persiapan bibit, pengolahan lahan, penanaman dan pemeliharaan, pemanenan dan pengangkutan. Tenaga kerja ini dibedakan menjadi tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Seluruh tenaga kerja disetarakan dengan hari orang kerja (HOK). 5. Produksi total, adalah hasil cabai merah keriting yang didapat dari luas lahan tertentu, diukur dalam satuan kilogram. 6. Biaya tunai, adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk, bibit, insektisida dan pestisida, upah tenaga kerja luar keluarga dan lain-lain dalam satuan rupiah. 7. Biaya yang diperhitungkan, adalah pengeluaran unutk pemakaian input milik sendiri dan pembayaran upah tenaga kerja untuk keluarga, berdasarkan tingkat upah yang berlaku. 40

56 8. Biaya total, merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. 9. Harga produk, adalah harga cabai merah keriting ditingkat petani dalam satu musim panen. Satuan yang digunakan adalah rupiah per kilogram. 10. Penerimaan usahatani, merupakan nilai produksi yang diperoleh dari produk total dikalikan dengan harga jual ditingkat petani. Satuan yang dipakai adalah rupiah. 11. Pendapatan usahatani, merupakan selisih antara penerimaan dan biaya usahatani. Karena ada dua macam biaya, maka perhitungan pendapatan dilakukan atas biaya tunai dan biaya toatal. Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih penerimaan usahatani dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya total. 12. Produktivitas adalah hasil yang diperoleh per luas lahan, diukur dalam kilogram perluas lahan. 13. Harga Tingkat Petani, adalah harga transaksi yang dilakukan antara petani dan pembeli/tengkulak di lokasi produk dihasilkan. 14. Harga Eceran/ Harga Konsumen, adalah harga transaksi antara penjual dan pembeli untuk setiap cabai merah yang diecerkan. 41

57 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, tercatat bahwa Kabupaten Bogor terdiri dari 40 Kecamatan, 428 Desa/Kelurahan, rukun warga, rukun tetangga yang terdapat dalam registrasi. Luas lahan yang dimiliki Desa Citapen menurut ekosistem di WKBP3K Ciawi pada tahun 2009 yaitu seluas 393,0 Ha dengan rincian lahan basah sederhana seluas 115 Ha, lahan basah tadah hujan 38 Ha dan lahan kering iklim basah seluas 240 Ha. Jarak jangkauan ke kantor kecamatan ±10 Km, dan jarak ke ibu kota kabupaten ±25 Km. Sedangkan jarak ke Pasar Teknik Umum (TU) Induk Kemang ±25 Km, jarak ke Pasar Induk Jakarta ±60 dengan alat transportasi lancar. Wilayah desa Citapen berada pada ketinggian tempat antara 450 m dpl sampai dengan 800 mdpl. Drainase baik dan sangat cocok untuk diusahakan berbagai jenis tanaman pangan, hortikultura dan juga pemeliharaan ternak. Secara topografi Iklim di wilayah desa Citapen adalah beriklim tropis/basah dengan suhu rata rata antara 20 o C sampai 32 o C dengan keasaman tanah (ph) antara 4,5 sampai 7. Menurut ekosistem yang ada, pemanfaatan lahan sawah dan darat bisa ditanami sepanjang tahun/tidak ada lahan bera. Jenis tanah latosol, andosol, inseptisol sehingga cocok untuk ditanami berbagai komoditi tanaman. Jumlah penduduk desa Citapen adalah orang yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan. Jumlah Kepala Keluarga (KK) adalah dan jumlah KK Tani KK atau sekitar 80% dari KK yang ada, bermata pencaharian di sektor pertanian. 5.2 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian Penduduk merupakan salah satu indikator penting dari perkembangan dan pembangunan suatu wilayah, sehingga perlu laju pertumbuhan penduduk perlu diperhatikan dengan baik. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mencerminkan laju pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi pula. Salah satu 42

58 indikator keberhasilan pembangunan suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi dan sumber daya manusia yang handal di wilayah tersebut. Jumlah penduduk di Desa Citapen pada tahun 2009 mencapai jiwa, dimana penduduk perempuan berjumlah jiwa dan jumlah penduduk lakilaki sebanyak jiwa. Desa Citapen jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan dengan persentase 52,3 persen untuk laki-laki dan 47,7 persen untuk perrempuan. Sebagian besar penduduk Desa Citapen baik laki-laki maupun perempuan berada pada usia produktif, yaitu usia antara 14 sampai 45 tahun. Jumlah penduduk laki-laki pada usia produktif adalah jiwa atau 55 persen dan penduduk perempuan pada usia produktif berjumlah jiwa atau 54,98 persen. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Penduduk Desa Citapen Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009 Golongan Umur Laki-laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Laki-laki Perssentase (%) Perempuan 0-14 Tahun ,99 24, Tahun ,00 54,98 > 46 Tahun ,02 20,03 Jumlah ,00 100,00 Sumber : Data Kependudukan Kecamatan Ciawi Tahun (2009), diolah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan suatu daerah, serta merupakan faktor utama untuk peningkatan sumber daya manusia (SDM). Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan akan berimplikasi pada keadaan sumber daya manusia baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, karena semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai maka semakin tinggi kemampuan ekonomi, sosial, dan budaya serta kemampuan sumber daya manusianya. Tingkat pendidikan di Desa Citapen dapat digolongkan menjadi beberapa jenjang pendidikan diantaranya adalah belum sekolah, tidak pernah sekolah, SD tidak tamat, SD, SLTP, SLTA, Diploma 1,2,3 dan Sarjana. 43

59 Pada tahun 2009 penduduk di Desa Citapen didominasi oleh penduduk yang tamat SD yaitu sebanyak jiwa atau sebesar 35,06 persen. Sedangkan yang belum sekolah sebanyak 967 jiwa atau sebesar 25,84 persen, jumlah penduduk yang tidak tamat jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) adalah 125 jiwa atau sebesar 3,34 persen, sedangkan jumlah penduduk yang tamat jenjang pendidikan SLTP adalah 783 jiwa atau sebesar 20,92 persen, untuk jumlah penduduk yang tamat jenjang pendidikan SLTA sebanyak 493 jiwa atau sebesar 13,17 persen, kemudian untuk jumlah penduduk yang tamat jenjang pendidikan akademi (DIII) adalah 29 jiwa atau 0,77 persen dan untuk jumlah penduduk yang tamat jenjang pendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 33 jiwa atau sebesar 0,88 persen. Kondisi masyarakat Desa Citapen berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Penduduk Desa Citapen Berdasarkan tingkat Pendidikan Tahun 2009 No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) % 1 Belum Sekolah ,84 2 Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah 0 0,00 3 SD tidak tamat 125 3,34 4 Tamat SD/Sederajat ,06 5 SLTP/Sederajat ,92 6 SLTA/Sederajat ,17 7 Diploma (1,2,3) 29 0,77 8 S-1, S-2, S ,88 Jumlah Penduduk ,00 Sumber : Pemerintah Kabupaten Bogor Kecamatan Ciawi (2009), diolah Mata pencaharian penduduk Desa Citapen sebagian besar adalah sebagai petani tanaman pangan dan buruh tani. Faktor ini disebabkan dengan keadaan alam di wilayah ini yang subur sehingga cocok untuk lahan pertanian dan kondisi alam dengan ketinggian tempat 450 sampai 700 DPL, dimana kondisi ini sangat cocok untuk aktivitas pertanian, khususnya pertanian dataran tinggi termasuk untuk budidaya sayuran dan padi, walaupun terdapat juga beberapa wilayah yang 44

60 dijadikan wilayah perkebunan, perikanan dan peternakan. Sehingga masyarakat Desa Citapen lebih memilih menjadi petani sebagai mata pencaharian. Penduduk di Desa Citapen yang bermata pencaharian sebagai petani adalah sebanyak 535 jiwa atau 24 persen. Maka sektor ini merupakan sumber pendapatan utama yang menopang hidup masyarakat di Desa Citapen. Adapun mata pencaharian dengan persentase terkecil adalah jenis pekerjaan TNI/Polri yaitu sebanyak 2 jiwa atau hanya 0,1 persen. Kondisi penduduk Desa Citapen berdasarkan mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Penduduk Desa Citapen Menurut Mata Pencaharian Tahun 2009 Jenis Pekerjaan Jumlah penduduk (Jiwa) Persentase (%) Petani Tananman Pangan ,0 Peternak 66 3,0 RTP Perikanan 111 5,0 Perkebunan 89 4,0 Pedagang ,0 TNI/Polri 2 0,1 PNS 17 0,8 Jasa ,0 Buruh Tani ,0 Lain-lain ,3 Total ,0 Sumber : Data kependudukan Kecamatan Ciawi (2009), diolah 5.3. Karakteristik Petani Contoh Petani responden dalam penelitian ini adalah petani yang berusahatani cabai merah keriting yang ada di Desa Citapen, dimana responden yang dipilih adalah petani yang melakukan musim tanam antara Oktober 2010 sampai dengan Januari 2011, hal ini dilakukan agar informasi yang diperoleh dari hasil wawancara lebih akurat. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting meliputi status usaha, umur, pendidikan, luas lahan, pengalaman dalam usahatani cabai merah keriting dan kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut dianggap penting karena selain mempengaruhi pelaksanaan usahatani terutama dalam 45

61 pelaksanaan teknik budidaya yang nantinya akan berpengaruh terhadap produksi, juga diperlukan untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani serta produktivitas tanaman cabai merah keriting Status Usaha Seluruh petani yang menjadi responden menjadikan bertani sebagai mata pencaharian utama. Selain karena kondisi lahan yang cocok untuk dijadikan lahan pertanian juga disebabkan karena kebiasaan yang secara turun temurun dari orang tua yang sejak kecil dilatih bertani, maka sebagian besar penduduknya hanya memiliki keahlian sebagai petani. status usahanya dapat dilihat pada Tabel 9. Karakteristik petani responden dilihat dari Tabel 9. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Berdasarkan Status Usaha Status Usaha Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Utama Sampingan 1 3 Jumlah Umur Petani cabai merah keriting di Desa Citapen, berdasarkan tingkat umurnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu responden petani di bawah 20 tahun, tahun, dan kelompok usia 51 tahun keatas. Jumlah petani responden pada usia tahun yakni sebanyak 26 orang atau 87 persen, sedangkan sisanya untuk petani pada usia lebih dari 51 tahun yaitu sebanyak 4 orang atau 13 persen. Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan bertani banyak dilakukan oleh penduduk yang berusia produktif, yang mana pada usia tersebut mereka masih mempunyai kekuatan fisik yang memadai dan semangat yang tinggi, sehingga dapat melakukan kegiatan pertanian dengan baik. Sedangkan untuk usia lebi dari 51 tahun, kemampuan fisiknya sudah terbatas, walaupun apabila dilihat dari segi pengalaman, memungkinkan pada usia ini memiliki 46

62 pengalaman yang jauh lebih banyak. Data mengenai karateristik petani responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting Berdasarkan Umur Kelompok Umur Jumlah Responden (orang) Persentase (%) < > Jumlah Pendidikan Tingkat pendidikan memiliki pengaruh dalam melaksanakan kegiatan usahatani, baik cara terhadap cara pengelolaan secara teknis ataupun terhadap manajemen kegiatan usahatani dan penyerapan teknologi baru, dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan para petani mampu menjalankan kegiatan usahataninya dengan lebih baik, karena didukung oleh pengetahuan dan wawasan yang semakin luas. Tingkat pendidikan cukup berpengaruh dalam pelaksanaan usahatani cabai merah keriting, termasuk dalam tingkat penyerapan teknologi baru. Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang terbatas, pada umumnya menggunakan teknologi secara sederhana dan turun temurun dalam kegiatan usahataninya. Tingkat pendidikan petani responden terdiri dari Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) serta Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebagian besar petani responden yang menjadi petani cabai merah keriting adalah dengan tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 22 orang atau 73 persen, SLTP sebanyak 3 orang atau 10 persen dan SMA sebanyak 5 orang atau 17 persen. Karakteristik dari petani cabai merah keriting yang menjadi responden di Desa Citapen berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel

63 Tabel 11. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (orang) Persentase (%) SD SLTP 3 10 SMA 5 17 Jumlah Pengalaman dalam Usahatani Cabai Merah Keriting Pengalaman dalam usahatani dapat mempengaruhi kemampuan dalam mengelola usahatani, dengan pengalaman yang cukup lama petani memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap usahatani yang dijalankannya. Pemahaman yang lebih baik tersebut dapat berupa kemampuan dalam menentukan dan mengorganisasikan faktor produksi yang digunakan ataupun dalam bentuk penanganan masalah yang dihadapi secara baik. Tingkat pengalaman yang dimiliki oleh seorang petani, dapat dilihat dari berapa lama petani tersebut terjun dalam kegiatan usahatani. Sebagian besar petani memiliki pengalaman dalam usahatani cabai merah keriting cukup lama, karena mata pencaharian bertani adalah usaha turun temurun. Dengan demikian, secara teknis para petani ini sudah sangat mengetahui apa yang harus dilakukan apabila terdapat masalah, baik hama ataupun penyakit yang dihadapi dalam usahatani cabai merah keritingnya. Adapun lama pengalaman bertani pada petani responden Desa Citapen dibagi menjadi tiga yaitu pengalaman bertani kurang dari 5 tahun yakni sebanyak 5 orang atau 17 persen, pengalaman bertani antara 5 sampai dengan 10 tahun yakni sebanyak 9 orang atau 30 persen dan pengalaman bertani lebih dari 10 tahun sebanyak 16 orang atau 53 persen. Karakteristik responden petani cabai merah keriting berdasarkan pengalaman bertaninya dapat dilihat pada Tabel

64 Tabel 12. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting Berdasarkan Pengalaman Bertani Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase (%) < > Jumlah Luas Areal Usahatani Cabai Merah Keriting Petani responden di Desa Citapen memiliki luas lahan yang diusahakan untuk usahatani cabai merah keriting cukup beragam, yaitu antara 0,06 5 hektar dengan rata-rata luas lahan sebesar 0,837 hektar. Persentase luas lahan tertinggi berada pada kategori luas lahan antara 0,5 1 hektar, yaitu sebesar 63 persen atau sebanyak 19 orang dari total petani responden, sedangkan luas lahan kuran dari 0,5 hektar sebesar 10 persen atau sebanyak 3 orang dan untuk luas lahan lebih dari satu hektar sebesar 27 persen atau sebanyak delapan orang. Karakteristik sebaran responden berdasarkan luas lahannya dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting Berdasarkan Luas Lahan Luas Lahan (Hektar) Jumlah (orang) Persentase (%) < 0, , > Jumlah Status Kepemilikan Lahan Sebagian besar petani responden, merupakan petani penyewa dengan persentase 77 persen atau sebanyak 23 orang, dan 23 persen atau sebanyak 7 orang dengan petani dengan status kepemilikan lahan sebagai pemilik. Lahan yang dimiliki oleh petani ada yang berasal dari hasil membeli sendiri dan adapula yang berasal dari warisan yang telah menjadi hak milik. Karakteristik petani 49

65 cabai merah keriting dapat dilihat berdasarkan status kepemilikian lahannya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting Status Kepemilikan Lahan Status Kepemilikan Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Pemilik 7 23 Penyewa Jumlah

66 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Gambaran Umum Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pada umumnya sebagian besar penduduk Desa Citapen adalah bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebesar 24 persen dari total seluruh penduduk Desa Citapen. Petani tersebut terdiri dari petani padi sawah, petani sayuran, petani palawija dan sisanya adalah petani campuran. Untuk kegiatan bertanam sayuran, disamping membudidayakan cabai merah keriting, para petani juga membudidayakan komoditas lain seperti sawi (caisin), mentimun, tomat, daun bawang dan kubis. Sebagian besar petani membudidayakan cabai merah keriting secara monokultur, walaupun terdapat juga petani yang membudidayakan cabai merah keriting secara tumpangsari dengan sawi (caisin). Pada metode tumpangsari, cabai merah keriting merupakan komoditas utama yang dibudidayakan sedangkan sawi (caisin) adalah komoditas sampingan. Pada umumnya para petani melakukan metode tumpang gilir dalam pembudidayaan cabai merah keriting, dalam artian bahwa setelah cabai merah keriting selesai panen maka lahan digunakan untuk membudidayakan komoditas lainnya seperti mentimun dan buncis, namun karena ruang lingkup penelitian terbatas pada komoditas cabai merah keriting, maka yang akan menjadi pembahasan adalah hanya komoditas cabai merah keriting saja. Adapun gambaran kegiatan usahatani cabai merah keriting yang dilakukan oleh petani Desa Citapen dapat dilihat pada penjelasan berikut dibawah ini Persemaian Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menyemai benih cabai adalah menyiapkan media tanam, yakni berupa campuran dua ember tanah subur yang telah diberikan kapur untuk menetralkan PH tanah dan satu ember pupuk kandang. Tanah dan pupuk kandang ini harus diayak terlebih dahulu, kemudian bahan-bahan tersebut dicampur dan diaduk hingga rata. Setelah itu media tanam tersebut dimasukkan ke dalam polybag berukuran 12 8 cm yang sudah dilubangi guna meneruskan kelebihan air siraman. Setelah itu polybag diletakkan di bedengan tersendiri. 51

67 Bedengan pembibitan harus aman dari berbagai gangguan. Salah satu cara yang dilakukan oleh petani adalah dengan membuat atap dari plastik transparan. Tinggi atap plastik dari permukaan bedengan sekitar 0,5 meter. Selain berguna untuk mencegah terpaan dari sinar matahari langsung, atap plastik juga berfungsi menjaga bedengan dari siraman air hujan, perlindungan terhadap hama penyakit dan menjaga kelembaban. Beberapa pekerjaan yang dilakukan petani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah penyiraman dan penyemprotan. Penyiraman dilakukan bila dirasa kelembaban berkurang dan tanah polybag terlihat kering. Alat yang digunakan untuk penyiraman adalah sprayer halus untuk menyemprot bibit cabai, hal ini dikarenakan jika penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor maka dapat merusak bibit tanaman cabai yang masih lemah. Pada saat penyiraman, sungkup plastik dapat dibuka atau digulung. Sedangkan untuk penyemprotan dengan menggunakan puradan dilakukan untuk menghindari bibit dari serangan hama dan penyakit. Penyemprotan dilakukan pada saat umur bibit cabai telah berumur 10 hari setelah tanam Pengolahan Lahan Pengolahan lahan bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah menjadi gembur serta aerasi dan drainase tanah menjadi lebih baik. Pengolahan lahan yang dilakukan meliputi pembersihan lahan, pencangkulan dan pembuatan bedengan. Proses pengolahan lahan di Desa Citapen biasanya dilakukan bersamaan dengan persemaian. Pengolahan lahan dilakukan melalui tiga tahap, tahap pertama yaitu pembersihan lahan dari gulma dan bekas tanaman sebelumnya, pembersihan lahan ini dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga kerja manusia. Tahap kedua adalah membalik tanah dengan cara mencangkul tanah secara tipis-tipis, hal ini dilakukan agar tanah pada lapisan dalam dapat terangkat ke permukaan sehingga tanah menjadi gembur dan akar tanaman mudah menembus tanah untuk mengambil zat-zat makanan. Tahap ketiga adalah pembuatan bedengan, dimana ukuran bedengan cabai merah keriting harus mempertimbangkan beberapa faktor. Saat musim hujan, ukuran bedengan harus lebih lebar untuk mengurangi kelembaban yang tinggi. Pada umumnya, lebar bedengan cm dengan lebar selokan antara 30 sampai dengan 50 cm. Panjang bedengan biasanya 52

68 mengikuti keadaan lahan, apakah berbukit-bukit atau rata. Prinsipnya bedengan yang tidak terlalu panjang akan memudahkan dalam perawatan tanaman. Panjang bedengan yang biasa digunakan petani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah meter. Pembuatan bedengan dilakukan dengan cangkul, tali plastik sebagai patokan agar rapi. Setelah menentukan ukuran bedengan, gali selokan di sekeliling bedengan dan buang tanah galiannya ke atas bedengan. Tanah yang dibuang diatas bedengan harus diratakan juga. Setelah bedengan rata dan tidak ada lagi bongkahan tanah diatasnya, kemudian bedengan di beri pengapuran untuk menaikkan PH tanah yang asam. Kapur ditebarkan merata dipermukaan bedengan. Selanjutnya, tanah dicangkul kembali untuk kedua kalinya. Kapur akan tercampur rata dengan sendirinya karena proses pencangkulan. Tahap selanjutnya adalah pembuatan lubang tanam, lubang tanam dibuat dengan kedalaman 30 cm dengan diameter lingkaran 5 cm. Setelah itu pada lubang tanam diberikan pupuk kandang, Pupuk kimia yaitu SP36 dan KCL. Kemudian bedengan tersebut dibiarkan selama 10 hari sebelum masa tanam dilakukan agar pupuk yang telah ditaburkan mempunyai waktu untuk diserap dan diuraikan oleh tanah Penanaman Penanaman merupakan kegiatan pemindahan bibit hasil persemaian ke lahan pertanaman. Bibit yang siap dipindahkan ke lahan pertanaman haruslah bibit yang sehat. Cara pemindahan bibit yang dilakukan yaitu terlebih dahulu dilepaskan dari polybag dan tanam bibit di lubang tanam. Kembalikan sisa tanah galian ke sekeliling bibit. Bibit cabai merah keriting biasanya ditanam dengan menggunakan jarak tanam yaitu centimeter. Ukuran jarak tanam tersebut digunakan dengan alasan untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah keriting, karena jika tidak menggunakan jarak tanam maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah keriting akan terhambat dan tidak tumbuh maksimal. Waktu penanaman yang baik adalah pada sore hari, karena bibit tdak akan terkena sinar matahari yang terik dan masih bisa beradaptasi dengan keadaan lahan hingga esok pagi. Pada umumnya penanaman bibit dikerjakan oleh banyak 53

69 orang secara serempak. Tujuannya agar pertumbuhan tanaman nantinya bisa seragam dan memudahkan dalam perawatan Pemeliharaan Tanaman yang telah ditanam perlu mendapat perhatian dan pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman cabai merah keriting membutuhkan perhatian yang cukup besar. Kegiatan pemeliharaan cabai merah keriting di Desa Citapen meliputi penyulaman, pengajiran, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Penyulaman dimaksudkan untuk mengganti tanaman yang mati, rusak atau kurang baik pertumbuhannya, kemudian ditanam kembali bibit baru yang berasal dari persemaian yang sama dengan terdahulu. Penyulaman ini dilakukan setelah tanaman ditanam selama satu minggu di lahan. Pengajiran berfungsi untuk membantu tanaman tumbuh tegak, karena tanaman cabai merah keriting mempunyai batang yang kurang kuat untuk menopang buah dan mendukung tegaknya batang. Turus terbuat dari batang bambu yang memiliki panjang 220 centimeter. Bagian bawah turus dibuat meruncing agar mudah untuk ditancapkan. Satu turus diperuntukkan untuk satu tanaman, dan dipasang dengan di lengkungkan ke bagian dalam dan dihubungkan satu sama lain, lalu diikat dengan menggunakan tali pengajiran ini dilakukan setelah tanaman berumur sekitar 20 hingga 25 hari setelah tanam. Penyiangan perlu dilakukan untuk membersihkan gulma (tanaman pengganggu) yang terdapat dibedengan seperti rumput dan tanaman lain yang tidak diinginkan. Selain mengganggu, gulma juga merebut makanan yang seharusnya untuk tanaman utama. Alat yang biasa digunakan untuk melakukan penyiangan adalah cangkul atau koret. Pemupukan dilakukan pada awal penanaman bibit. Pupuk yang digunakan adalah SP36, KCL dan pupuk kandang. Dosis penggunaan pupuk tergantung pengetahuan dan kebiasaan petani. Selain dilakukan pada awal penanaman, pemupukan juga dilakukan untuk tahap lanjutan, dimana pemupukan lanjutan dilakukan dengan cara disemprot yaitu dengan menggabungkan pupuk NPK, KCL, SP-36 dan pupuk kandang. Pencegahan dan pemberantasan terhadap hama dan penyakit tanaman dilakukan untuk melindungi tanaman dari ancaman kerusakan yang ditimbulkan. Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan secara 54

70 intensif, dengan selang waktu antara tiga sampai empat hari sekali dan apabila musim hujan selang waktunya lebih dekat lagi yaitu antara dua hingga tiga hari sekali. Hal tersebut dilakukan karena pada saat musim hujan pestisida mudah tercuci oleh air, selain itu kondisi menjadi lembab sehingga penyakit mudah berkembang Panen dan Pascapanen Panen awal dan lamanya waktu panen tergantung pada jenis atau varietas cabai. Walaupun berasal varietas dan waktu tanam yang sama, panen awal didataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan perbedaan. Tanaman cabai yang ditanam didataran rendah, panen awalnya lebih cepat dibandingkan dengan tanaman cabai yang ditanam didataran tinggi. Umumnya panen cabai merah kertiting yang dilakukan oleh petani Desa Citapen yakni tiga sampai dengan empat hari sekali atau paling lambat seminggu sekali. Rata-rata panen yang dilakukan petani responden sebanyak kali hingga tanaman berumur 6 7 bulan. Keadaan ini sangat bergantung pada keadaan pertanaman dan perawatan yang diberikan. Satu tanaman cabai merah keriting biasanya menghasilkan 300 sampai gram buah mulai dari awal penanaman hingga akhir. Waktu panen biasanya dilakukan pada pagi hari. Penggunaan tenaga kerja untuk panen dan angkut biasanya dibayar oleh petani tomat. Setelah panen selesai, cabai merah keriting dikemas dalam karung dengan kapasitas perkarung hingga 35 kilogram. Seluruh petani responden memasarkan hasil panen cabai merah keritingnya ke Gapoktan Rukun Tani, dan untuk pemasaran selanjutnya dilakukan oleh Gapoktan Rukun Tani untuk dipasarkan ke Pasar TU Induk Kemang Hama dan Penyakit Tanaman Seperti pada tanaman lainnya, keberadaan hama dan penyakit pada tanaman cabai merah keriting juga dapat mendatangkan kerugian pada petaninya. Masalah tersebut umumnya dapat diatasi dengan mengetahui secara pasti hama dan penyakit yang menyerang, sehingga dapat menggunakan jenis pestisida yang sesuai untuk diaplikasikan. Namun sampai saat ini masih banyak petani yang sulit membedakan antara serangan hama dan penyakit, akibatnya sering terjadi kesalahan pemberian obat, juga sebagian besar petani menggunakan pestisida 55

71 hanya berdasarkan pada pengalamannya dan sering tidak memperhatikan aturan pakai yang telah ditentukan, sehingga pemakaian pestisida tersebut melebihi dosis dari aturannya. Hama adalah semua jenis hewan yang mengganggu budidaya tanaman cabai merah keriting. Hama juga dapat menimbulkan kerusakan sehingga penanganannya harus tepat, apabila penanganannya salah maka dapat menyebabkan rendahnya produksi tanaman cabai merah keriting. Penyakit pada tanaman cabai merah keriting dapat disebabkan oleh jamur dan bakteri. Penyakit tidak hanya menyerang tanaman pada saat persemaian, tetapi juga pada saat tanaman sudah besar. Hama yang menyerang usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah : 1. Thrip Thrips ini berwarna kuning kecoklatan. Nimpha berwarna putih dan sangat aktif. Telur berbentuk oval diletakkan dalam jaringan daun. Pada daun muda, gejala serangan ditandai dengan adanya noda keperakan yang tidak beraturan. Luka ini terjadi karena dimakan oleh serangga. Noda keperakan lebih lanjut berubah menjadi cokelat tembaga dan menyebabkan daun mengeriting ke atas. Pada musim kemarau populasi serangga ini sangat tinggi dan penyebarannya dibantu oleh tiupan angin, karena serangga dewasa tidak dapat terbang. Pengendaliannya dilakukan secara kimia dengan menyemprotkan insektisida. 2. Ulat Buah Ulat ini menyerang buah cabai sejak masih hijau. Buah yang terserang kelihatan berlubang. Jika buah cabai dibelah, ulatnya akan terlihat. Ulat hidup dalam buah, membuat buah menjadi busuk dan akhirnya rontok. 3. Lalat Buah Lalat buah termasuk serangga polifag atau mempunyai banyak inang. Serangga ini menyerang buah cabai, ditandai dengan adanya titik hitam di pangkal buah. Buah cabai membusuk dan akhirnya rontok. Serangga betina dewasa meletakkan telurnya dengan jalan menusukkan ovipositor-nya ke dalam buah. Selanjutnya, telur menetas dan menjadi ulat didalam buah. Larva buah memiliki kemampuan melentingkan badannya sehingga mampu meloncat ke mana-mana. 56

72 Pada siang hari, kadang-kadang larva tersebut terlihat di daun dan bunga cabai. Larva ini kemudian keluar dari buah dan membentuk puva didalam tanah. Penyakit yang menyerang tanaman cabai merah keriting adalah : 1. Penyakit Antraknosa Penyakit ini biasa menyerang biji, batang, daun dan buah. Serangan penyakit ini ditandai dengan gejala yaitu biji gagal kecambah, batang kecambah rapuh sehingga mudah rebah, pucuk mati dan infeksinya ke bagian bawah, bercak di permukaan kulit buah melesak ke dalam daging buah dan membentuk lingkaran seperti terkena sengatan terik matahari dan serangan terjadi menjelang buah masak. Keberadaan penyakit busuk buah terutama dipicu oleh iklim mikro di pertanaman yang lembab, temperatur tinggi, cuaca berkabut dan berembun. 2. Bercak Daun Serangan ditangkai buah membuat pertumbuhan dan perkembangan buah terhambat. Daun dan bunga yang diserang rontok. Pada tahap lebih lanjut, calon buah berguguran. Gejala serangan ditandai dengan adanya bercak bulat dengan garis sirkuler. Serangan ini dipicu terutama bila kondisi kelembaban lebih dari 90 persen dan temperatur cukup panas, yakni C. Penyakit ini mampu mengagalkan panen karena daun tanaman rontok. 3. Layu Fusarium Penyakit ini disebabkan oleh cendawan yang berada dalam pembuluh kayu tanaman cabai merah keriting. Infeksi awal terjadi di pangkal leher batang tanaman yang berdekatan dengan tanah. Gejala serangan ditandai dengan layunya tanaman, dari kanopi bawah menjalar ke tajuk atas. Ranting muda berubah warna menjadi cokelat dan mati, dan seluruh tanaman akan layu dalam waktu 14 sampai 90 hari. 6.2 Analisis Pendapatan Usahatani Petani Responden Analisis pendapatan usahatani penting untuk diketahui, untuk memberikan gambaran mengenai keuntungan dari kegiatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani meliputi analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Pada komponen biaya, biaya yang dikeluarkan oleh petani terdiri 57

73 dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya sarana produksi yang digunakan dalam usahatani cabai merah keriting seperti benih, pupuk, pestisida, sewa lahan, pajak lahan, biaya angkut, biaya tenaga kerja luar keluarga dan biaya lain-lain. Sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan termasuk didalamnya adalah biaya penyusutan peralatan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani yang dikelola oleh petani responden di Desa Citapen pada jangka waktu tertentu. Penerimaan hasil penjualan produksi disebut juga sebagai pendapatan kotor karena belum dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada usahatani. Output yang dihasilkan dari usahatani cabai merah keriting di Desa ini adalah cabai merah keriting. Cabai merah keriting yang baru di panen biasanya dijual oleh petani di Gapoktan Rukun Tani yang ada di Desa Citapen dan kemudian oleh gapoktan Rukun Tani dipasarkan lagi ke pasar TU Induk Kemang Bogor. Nilai penerimaan yang diperoleh petani merupakan nilai dari perhitungan hasil panen dari seluruh petani responden yang dikalikan dengan harga jual cabai merah keriting rata-rata yang sudah terlebih dahulu dikonversi ke dalam luasan satu hektar. Analisis penerimaan usahatani petani responden yang dilakukan tidak dikurangi dengan iuran-iuran seperti iuran pengairan, zakat produksi, dan sebagainya, karena hal ini dilakukan bukan atas dasar kewajiban, namun tergantung keiklasan dari para petani, dan biasanya iuran ini berlaku pada petani yang menggarap lebih dari satu ha lahan. Meskipun sebagian besar petani responden bukan anggota Gapoktan Rukun Tani tetapi semua petani responden melakukan penjualan hasilnya ke Gapoktan Rukun Tani, hal ini memberikan keuntungan untuk petani karena harga yang ditawarkan oleh Gapoktan Rukun Tani lebih tinggi daripada harga di tengkulak dan biaya transportasi yang dikeluarkan oleh petani responden menjadi lebih murah dibandingkan dengan jika petani melakukan pemasaran ke pasar, karena letak Gapoktan tersebut masih terletak di Desa Citapen sehingga lebih mudah dijangkau. Harga yang ditetapkan oleh pihak gapoktan adalah sama ke 58

74 seluruh petani. Penerimaan yang diperoleh oleh petani responden dari produktivitas rata-rata adalah sebesar kg per ha (perhitungan pada Lampiran 3) dengan harga rata-rata yang diperoleh dari bulan Januari hingga Juni adalah Rp per kg (perhitungan pada Lampiran 2), sehingga diperoleh penerimaan sebesar adalah Rp Adapun rincian penerimaan cabai merah keriting dari petani responden Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Produktivitas, Harga, dan Penerimaan Rata-Rata Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen No. Uraian Satuan Nilai 1. Produktivitas Kg/Ha 8.374,57 2. Harga Rp/Kg ,00 3. Penerimaan Rp , Analisis Biaya Usahatani Pengeluaran usahatani adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani cabai merah keriting pada suatu periode tanam tertentu. Biaya usahatani pada penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok. Biaya usahatani yang tergolong pada biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai pada usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah biaya benih, pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk SP-36, pupuk KCL, pestisida, nutrisi, Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK), sewa lahan, turus, tali rafia, polybag, karung dan pajak lahan. Sedangkan biaya yang termasuk pada biaya diperhitungkan (tidak tunai) pada usahatani cabai merah keriting ini adalah biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK), sewa lahan milik sendiri yang dikonversikan pada sewa lahan umum, dan penyusutan alat. Biaya tunai dan biaya diperhitungkan pada usahatani tersebut menghasilkan Total biaya seperti yang dapat disajikan pada Tabel

75 Tabel 16. Komponen Biaya Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen No Komponen Jumlah Harga (Rp) Nilai (Rp) (%) A. Biaya Tunai 1. Benih (Gr) ,83 2. Pupuk kandang (Kg) ,77 3. Pupuk NPK (Kg) ,31 4. Pupuk SP-36 (Kg) ,63 5. Pupuk KCL (Kg) ,68 6. Pestisida (Liter) Rubigan 6, ,9 2,00 Decis 5, ,9 1,62 Winder 6, ,5 1,76 Agrimex 9, ,4 3,72 Curacron 5, ,5 1,07 Pelengket 6, ,4 0,30 7. Nutrisi (Liter) Atonik 10, ,2 2,11 Supergo 10, ,2 0,68 Bayfolan 7, ,6 0,70 Gandasil B 8, ,5 0,42 Gandasil D 5, ,8 0,27 8. Tenaga Kerja Luar ,69 Keluarga (HOK) 9. Sewa Lahan , Turus (Batang) , Tali Rafia (Gulung) , Polybag (Kg) , Karung (buah) , Pajak Lahan ,13 Jumlah Total Biaya Tunai B. Biaya Diperhitungkan 1. Tenaga Kerja Dalam ,18 Keluarga (HOK) 2. Sewa Lahan ,84 Diperhitungkan 3. Penyusutan Peralatan ,13 Jumlah Total Biaya Diperhitungkan C. Jumlah Total Biaya ,00 60

76 Biaya tunai pada suatu usahatani cenderung lebih tinggi dibanding biaya diperhitungkan. Berdasarkan Tabel 15, diperoleh biaya tunai sebesar Rp sedangkan biaya diperhitungkan sebesar Rp Total biaya yang diperoleh pada usahatani tersebut adalah Rp Berdasarkan uraian biaya tersebut, maka biaya yang paling tinggi dalam usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja luar keluarga pada biaya tunai, yakni sebesar 50,69 persen dan biaya terkecil adalah pajak lahan dan penyusutan, yakni sebesar 0,13 persen dari total biaya. Benih yang digunakan pada usahatani cabai merah keriting di lokasi penelitian diperoleh dari Gapoktan Rukun Tani, dan varietas yang ditanam oleh petani responden adalah Varietas Seminis (TM 999) dan Ciko 99. Harga beli yang diperoleh petani responden dari Gapoktan Rukun Tani adalah sama untuk setiap varietas, yakni Rp perbungkus dengan berat 10 gram. Biaya yang dikeluarkan untuk benih adalah Rp atau sebesar 1,83 persen dari total biaya yang dikeluarkan. Usahatani cabai merah keriting menggunakan pupuk kandang dan penggunaan pupuk kimia. Pupuk kandang digunakan untuk menambah unsur hara tanah, mengurangi kerusakan tanah, dan khususnya untuk memperbaiki struktur organik tanah yang sudah hilang akibat penggunaan bahan kimia pada usahatani beberapa tahun sebelumnya. Jenis pupuk kandang yang digunakan oleh petani responden adalah jenis pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi dan kotoran ayam. Jika dinominalkan berdasarkan harga yang umumnya berlaku di Desa Citapen, maka harga pupuk kandang perkilogram adalah Rp 500,00. Jumlah pupuk kandang rata-rata yang digunakan oleh petani responden adalah kilogram per hektar (perhitungan pada Lampiran 3), sehingga biaya total yang dikeluarkan untuk pupuk kandang adalah Rp atau sebesar 9,77 persen dari biaya total. Terdapat tiga macam pupuk kimia yang digunakan dalam usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen, yakni pupuk NPK, SP-36 dan KCL. Biaya yang dikeluarkan untuk pupuk NPK lebih Besar dibanding biaya yang digunakan untuk pupuk SP-36 dan KCL. Pupuk NPK yang digunakan petani responden berada 61

77 pada rata-rata sebesar 308 kg per hektar, dan penggunaan pupuk SP-36 adalah 233 kg per ha dan 240 kg untuk pupuk KCL (perhitungan pada Lampiran 3). Jika dilihat berdasarkan biaya total yang dikeluarkan pada usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen, maka pupuk NPK mengkontribusi sebesar 1,31 persen, pupuk SP-36 sebesar 0,63 persen dan KCL sebesar 0,68 persen. Pestisida digunakan untuk membasmi hama dan penyakit secara dan penyakit secara kimia. Pestisida yang digunakan adalah dalam bentuk cair. Berdasarkan wawancara di lapangan, pestisida yang sering digunakan oleh petani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah Rubigan, Decis, Winder, Agrimex, Chorachron dan Pelengket. Jumlah rata-rata pestisida yang digunakan petani responden dalam usahatani cabai merah keriting adalah 40 liter per ha (perhitungan pada Lampiran 3), dengan total biaya yang dikeluarkan petani untuk seluruh pembelian pestisida adalah Rp per ha atau sekitar 9,48 persen dari total biaya seluruhnya. Penggunaan nutrisi sangat dianjurkan dalam penanaman cabai merah keriting. Nutrisi ini berguna untuk merangsang sel-sel tanaman sehingga bekerja lebih giat dalam menyerap unsur hara. Adapun jenis nutrisi yang sering digunakan petani cabai merah keriting adalah Athonic, Supergo, Bayfolan, Gandasil B dan Gandasil C. Jumlah rata-rata nutrisi yang digunakan petani responden dalam usahatani cabai merah keriting adalah 42 liter per ha (perhitungan pada Lampiran 3), dengan biaya yang dikeluarkan petani untuk seluruh pembelian nutrisi adalah Rp per ha atau sekitar 4,20 persen dari total biaya seluruhnya. Tenaga kerja mempunyai peran penting dalam menjamin keberlangsungan usahatani. Tenaga kerja diperlukan dalam setiap tahap dalam usahatani, yakni dari tahap persemaian, tahap persiapan lahan hingga tahap panen. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani cabai merah keriting terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Dalam setiap kelompok tenaga kerja tersebut hanya terdapat tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan. Tenaga kerja yang cenderung digunakan dalam usahatani cabai merah keriting ini adalah tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan telah dikonversikan kedalam satuan yang sama, yaitu HOK. Adapun HOK yang 62

78 digunakan dalam penelitian ini adalah HOK yang berlaku di Desa Citapen, dimana satu HOK sama dengan 5 jam kerja dalam satu hari. Rata-rata upah tenaga kerja yang dikeluarkan oleh ke-30 petani responden adalah sebesar Rp per HOK. Tenaga kerja luar keluarga cenderung lebih banyak digunakan dibanding tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan sekitar 50,69 persen sedangkan tenaga kerja dalam keluarga hanya 6,18 persen dari total biaya. Perbedaan penggunaan jenis tenaga kerja tersebut dalam usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Penggunaan TKDK dan TKLK dalam Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen Uraian Jumlah (HOK) Nilai (Rp) % Tenaga kerja luar keluarga ,129 Tenaga kerja dalam keluarga ,871 Total Tenaga Kerja Lahan yang digunakan oleh petani responden Desa Citapen dalam usahatani cabai merah keriting adalah lahan yang disewa, dan milik sendiri. Lahan yang disewa mengeluarkan biaya sewa pada komponen biaya tunai. Sedangkan lahan milik sendiri dijadikan terpisah pada komponen biaya lain, yakni biaya diperhitungkan sebagai sewa lahan yang dikonversi dari lahan milik sendiri. Biaya yang dikeluarkan dalam menyewa lahan adalah Rp (perhitungan pada Lampiran 4) dengan persentase sebesar 3,62 persen dari total biaya dan biaya sewa lahan milik sendiri sebesar 0,84 persen dengan biaya adalah Rp permusim tanam. Turus yang digunakan pada usahatani cabai merah keriting berfungsi sebagai penopang agar tanaman tetap tegak pada saat rawan angin kencang. Turus terbuat dari bambu yang dibelah kecil-kecil. Panjang ajir yang digunakan oleh petani responden di Desa Citapen adalah 2,20 cm. Turus ditancapkan tegak lurus dengan kedalaman cm kemudian dimiringkan ke setiap batang tanaman. Banyak penggunaan turus sama dengan banyak populasi yang ada dilahan petani responden. Rata-rata penggunaan turus petani responden perhektar adalah sebanyak batang (perhitungan pada Lampiran 5) dengan harga 63

79 untuk setiap petani Rp 200 sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani responden per hektar adalah sebesar Rp atau 5,83 persen dari total biaya. Tali Rafia digunakan pada saat pembuatan bedengan sebagai patokan agar bedengan rapi dan tidak miring, selain itu digunakan juga pada saat pengikatan batang tanaman ke ajir. Rata-rata penggunaan tali Rafia petani responden perhektar adalah sebanyak 11,08 gulung (perhitungan pada Lampiran 5) dengan harga untuk setiap petani Rp sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani responden per hektar adalah sebesar Rp atau 0,46 persen dari total biaya. Sedangkan penggunaan polybag berukuran 12 8 cm dilakukan pada saat persemaian cabai merah keriting, dimana petani responden membeli polybag dengan ukuran per kilogram. Satu kilogram polybag biasanya berjumlah 300 polybag. Adapun rata-rata penggunaan polybag petani responden perhektar adalah sebanyak 58 kg (perhitungan pada Lampiran 5) dengan harga untuk setiap petani Rp sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani responden per hektar adalah sebesar Rp atau 2,43 persen dari total biaya. Hasil panen cabai merah keritiing yang diperoleh oleh petani responden biasanya dikemas dengan karung plastik untuk mempermudah pemasaran. Satu buah karung plastik mampu menampung 35 kg cabai merah keriting dengan harga perkarung sebesar Rp 2000 untuk setiap petani responden. Maka rata-rata penggunaan karung petani responden perhektar adalah sebanyak 239 unit (perhitungan pada Lampiran 5) dengan sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani responden untuk karung per hektar adalah sebesar Rp atau 0,80 persen dari total biaya. Alat-alat yang digunakan oleh petani responden dalam usahatani cabai merah keriting cenderung berasal dari alat yang di bawa oleh petani buruh untuk petani responden yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga, misalnya seperti cangkul, sorongan, garokan, koret, sprayer dan sebagainya. Sehingga alat pertanian yang dimiliki sendiri untuk usahatani seperti cangkul, garu, koret, ember dan sprayer hanya dimiliki dalam jumlah sedikit. Meskipun demikian perhitungan penyusutan alat yang dimiliki petani responden tetap perlu dilakukan. Penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan pada usahatani usahatani cabai 64

80 merah keriting di Desa Citapen pada musim tanam Oktober Januari 2011 dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Penyusutan Alat-Alat Pertanian yang Digunakan pada Usahatani Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen No Nama Alat Jumlah Harga (Rp) Total Biaya (Rp) Umur ekonomis (Tahun) Penyusutan (Tahun) 1 Cangkul Koret Sprayer Ember Garpu Jumlah Penyusutan Pertahun (Rp) Jumlah Penyusutan Permusim Tanam (Rp) Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C Cabai merah keriting Pendapatan merupakan salah satu indikator keberhasilan kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani juga dapat memberikan gambaran mengenai keuntungan dari kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani cabai merah keriting yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan usahatani tersebut. Analisis pendapatan dapat dibedakan berdasarkan biaya yang dikeluarkan, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ini diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya total. Berdasarkan hasil analisis usahatani, penerimaan yang diperoleh dari usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah sebesar Rp ; biaya tunai sebesar Rp ; dan total biaya sebesar Rp ; maka diperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp ; dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp

81 Keberhasilan usahatani petani responden cabai merah keriting di Desa citapen juga dapat digambarkan oleh hasil analisis penerimaan atas biaya yang dikeluarkan (R/C) pada usahatani tersebut. Analisis usahatani ini menunjukkan berapa penerimaan yang akan diperoleh petani dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani cabai merah keriting. Nilai R/C yang diperoleh dibedakan berdasarkan biaya tunai dan biaya total, sehingga dalam analisis R/C usahatani cabai merah keriting terdapat R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. R/C atas biaya tunai diperoleh dari hasil pembagian antara penerimaan dengan biaya tunai, sedangkan R/C atas biaya total dapat diperoleh dari hasil perbandingan antara penerimaan dengan biaya total. Nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total pada penelitian ini dapat dikatakan layak untuk diusahakan karena nilai R/C atas kedua pengelompokan biaya tersebut lebih besar dari satu. Nilai R/C atas biaya tunai yang diperoleh pada usahatani cabai merah keriting adalah 2,65; yang artinya dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani responden sebagai biaya tunai untuk usahataninya dapat menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp 2,65. Sedangkan nilai R/C atas biaya total yang diperoleh adalah 2,46; dengan pengertian setiap pengeluaran biaya sebesar satu rupiah maka akan diperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 3,42. Nilai R/C tersebut menunjukkan bahwa nilai R/C atas biaya tunai lebih tinggi dari R/C atas biaya total. Hal ini dikarenakan oleh biaya tunai lebih kecil dibanding biaya total, biaya tunai hanya terdiri dari biaya tunai sedangkan biaya total terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Hasil analisis pendapatan dan R/C pada usahatani cabai merah keriting dapat dilihat pada Tabel 19. Biaya tunai pada suatu usahatani cenderung lebih tinggi dibanding biaya diperhitungkan. Berdasarkan Tabel 19, diperoleh biaya tunai sebesar Rp sedangkan biaya diperhitungkan sebesar Rp Total biaya yang diperoleh pada usahatani tersebut adalah Rp Berdasarkan uraian biaya tersebut, maka biaya yang paling tinggi dalam usahatani cabai merah keriting adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja luar keluarga pada biaya tunai, yakni sebesar 50,69 persen dan biaya terkecil adalah penyusutan alat dan sewa, yakni sebesar 0,13 persen. 66

82 Tabel 19. Analisis Pendapatan dan R/C Usahatani Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen Komponen Jumlah Harga Nilai (Rp) (%) A. Total Penerimaan B. Biaya Tunai 1. Benih (Gr) ,83 2. Pupuk kandang (Kg) ,77 3. Pupuk NPK (Kg) ,31 4. Pupuk SP-36 (Kg) ,63 5. Pupuk KCL (Kg) ,68 6. Pestisida (Liter) Rubigan 6, ,9 2,00 Decis 5, ,9 1,62 Winder 6, ,5 1,76 Agrimex 9, ,4 3,72 Curacron 5, ,5 1,07 Pelengket 6, ,4 0,30 7. Nutrisi (Liter) Atonik 10, ,2 2,11 Supergo 10, ,2 0,68 Bayfolan 7, ,6 0,70 Gandasil B 8, ,5 0,42 Gandasil D 5, ,8 0,27 8. Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) ,69 9. Sewa Lahan , Turus (Batang) , Tali Rafia (Gulung) , Polybag (Kg) , Karung (buah) , Pajak Lahan ,13 Jumlah Total Biaya Tunai C. Biaya Diperhitungkan 1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) ,18 2. Sewa Lahan Diperhitungkan ,84 3. Penyusutan Peralatan ,13 Jumlah Total Biaya Diperhitungkan D. Jumlah Total Biaya ,00 E. Pendapatan Atas Biaya Tunai F. Pendapatan Atas Biaya Total G. R/C Atas Biaya Tunai 2,65 H. R/C Atas Biaya Total 2,46 67

83 6.3. Analisis Fungsi Produksi Analisis fungsi produksi didasarkan pada data yang terkumpul dari 30 responden. Data yang dikumpulkan meliputi data produksi sebagai variabel yang dijelaskan atau dependen (Y), sedangkan data mengenai jumlah benih, jumlah pupuk pupuk kandang, jumlah pupuk NPK, jumlah pupuk SP-36, jumlah pupuk KCL, jumlah pestisida, jumlah nutrisi dan jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani responden per luasan lahan yang diusahakan dijadikan sebagai variabel yang menjelaskan atau independen (Xi) pada penelitian ini. Faktor produksi yang digunakan dalam usahatani petani responden dikonversi ke dalam luasan lahan yang sama, sehingga perbandingan faktor usahatani yang lebih mempengaruhi pada setiap faktor produksi, layak untuk dibandingkan karena pada satuan yang sama. Data rata-rata penggunaan faktor-faktor produksi per hektar yang digunakan dalam usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Rata-Rata Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen No. Uraian Satuan Jumlah 1. Benih Gram 2. Pupuk Kandang Kilogram Pupuk NPK Kilogram 4. Pupuk SP-36 Kilogram 5. Pupuk KCL Kilogram 6. Pestisida Liter 7. Nutrisi Liter 8. Tenaga kerja HOK Analisis Model Fungsi Produksi Cabai Merah Keriting Berdasarkan hasil olahan minitab dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa hubungan antara faktor produksi berkorelasi dengan hasil produksi pada petani cabai merah keriting di Desa Citapen. Hubungan tersebut dapat dilihat dari nilai F hitungnya, apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabelnya maka dapat dikatakan 68

84 secara bersama-sama faktor-faktor produksi yang digunakan berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting. Uji-F yang diperoleh adalah sebesar 16,85; hal ini menunjukkan bahwa model dugaan nyata pada selang kepercayaan 95 persen, karena nilai F-hitung lebih besar dari nilai F-tabelnya, dimana nilai F-tabel pada selang kepercayaan 95 persen adalah 2,42. Selain itu jika dilihat dari nilai p-value yang diperoleh pada uji ini adalah 0,000; dimana nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan nilai α satu persen maka dapat dikatakan P-value nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi berkaitan atau berkorelasi terhadap produksi cabai merah keriting atau dengan kata lain variabel benih, pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk SP-36, pupuk KCL, perstisida, nutrisi dan tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi petani cabai merah keriting di Desa Citapen. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi ini sangat mempengaruhi produksi cabai merah keriting, yang mana penggunaan dari faktorfaktor produksi ini baik benih, pupuk, pestisida, nutrisi hingga tenaga kerja tidak dapat dilepaskan dari budidaya cabai merah keriting petani responden, karena masing-masing faktor produksi memiliki peranan dalam perkembangan, pertumbuhan, dan produktivfitas tanaman cabai merah keriting. Uji signifikansi model produksi pada petani cabai merah keriting di Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Sumber Ragam Uji Signifikansi Model Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Jumlah Kuadrat Tengah F-Hitung Peluang Regresi 8 3, , ,85 0,000 Galat 21 0, ,02360 Total 29 3,

85 Selain dilihat dari nilai F-hitungnya, model dapat dikatakan akurat atau tidaknya dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R-sq). Koefisien determinasi (R-sq) ini dapat menggambarkan apakah model yang dihasilkan baik atau tidak dalam meramalkan kondisi ke depan, apabila nilai R-sq lebih besar dari 50 persen, maka dapat dikatakan bahwa model ini layak digunakan karena dapat meramalkan kondisi kedepan secara akurat. Berdasarkan model fungsi produksi diperoleh nilai R-sq sebesar 86,5 persen untuk petani responden cabai merah keriting di Desa Citapen. Angka tersebut berarti bahwa variabel bebas (benih, pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk SP-36, pupuk KCL, perstisida, nutrisi dan tenaga kerja) dapat menjelaskan sebesar 86,5 persen variabel tidak bebas (hasil produksi), dan sisanya sebesar 13,5 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model (komponen error). Nilai koefisien korelasi (R-sq adj) menunjukkan akan adanya perubahan apabila terdapat penambahan faktor produksi yang dimasukan ke dalam model. Penambahan faktor produksi tersebut dapat mengakibatkan perubahan pada nilai R-sq nya dan nilai derajat bebasnya, dimana nilai R-sq akan semakin besar. Untuk melihat pengaruh dari masing-masing-masing faktor produksi atau variabel independen terhadap variabel dependen (produksi) yang dihasilkan, dapat dilakukan dengan menggunakan uji-t. Hasil Parameter penduga fungsi produksi tersebut disajikan pada Tabel

86 Tabel 22. Hasil Parameter Penduga Fungsi Produksi pada Petani Responden pada Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen Penduga Koefisien Regresi Simpangan Baku t-hitung Peluang VIF Konstanta 5,25 1,233 4,26 0,000 Benih (X 1 ) 0,10451 ** 0, ,46 0,023 1,26 Pupuk Kandang (X 2 ) 0,16330 ** 0, ,77 0,012 2,04 Pupuk NPK (X 3 ) 0,17400 * 0, ,80 0,086 1,83 Pupuk SP-36 (X 4 ) 0, , ,85 0,403 1,20 Pupuk KCL (X 5 ) 0,0878 0,1228 0,71 0,483 1,56 Pestisida (X 6 ) -0,2499 *** 0, ,95 0,008 1,71 Nutrisi (X 7 ) -0,0619 * 0, ,75 0,095 1,32 Tenaga Kerja(X 8 ) 0,13120 *** 0,4525 2,90 0,009 1,52 R-sq 86,5% R-sq (adjusted) 81,4% t-tabel 1 % 2,518 t-tabel 5 % 1,721 t-tabel 10 % 1,323 Keterangan: * Nyata pada tingkat kepercayaan 90 % ** Nyata pada tingkat kepercayaan 95 % *** Nyata pada tingkat kepercayaan 99 % Berdasarkan data pada Tabel 22 dapat dilihat nilai koefisien regresi masing-masing faktor, nilai t hitung dan nilai p-valuenya. Pada tabel terlihat bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usaha tani cabai merah keriting berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen, 95 persen dan 90 persen. Nyata pada selang kepercayaan 99 persen berarti bahwa faktor produksi tersebut sangat berpengaruh atau responsif terhadap produksi cabai merah keriting, atau faktor produksi tersebut berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting sebesar 99 persen. Nyata pada selang kepercayaan 95 persen berarti bahwa, faktor produksi yang digunakan berpengaruh atau responsif terhadap produksi cabai merah keriting sebesar 95 persen. Faktor-faktor produksi yang 71

87 berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen terhadap produksi cabai merah keriting adalah pestisida dan tenaga kerja. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen terhadap produksi cabai merah keriting adalah benih dan pupuk kandang, dan untuk faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 90 persen adalah pupuk NPK dan nutrisi. Sedangkan faktor-faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata atau tidak mempengaruhi terhadap produksi cabai merah keriting adalah pupuk SP-36 dan pupuk KCL. Uji multikolinieritas dapat dilihat dari nilai VIF yang kurang dari 10, dilihat dari hasil output Minitab pada petani cabai merah keriting di Desa Citapen tidak terdapat masalah multikoliniaritas, karena tidak ada nilai VIFnya yang lebih dari 10. Untuk analisis asumsi homoskedastisitas, dilakukan dengan pendekatan grafik, dimana grafik pencar untuk petani cabai merah keriting di Desa Citapen dapat dilihat pada Lampiran 4, yang menunjukkan bahwa gambar diagram pencar dari petani responden Desa Citapen tidak membentuk pola atau acak, sehingga tidak mengalami gangguan heterokedastisitas. Fungsi produksi usahatani cabai merah keriting petani responden di Desa Citapen diduga sebagai berikut: Ln Y = 5,38 + 0,105 Ln X 1 + 0,163 Ln X 2 + 0,174 Ln X 3 + 0,0747 Ln X 4 + 0,088 Ln X 5-0,250 Ln X 6-0,0619 Ln X 7 + 0,131 Ln X Analisis Elastisitas Produksi Cabai merah keriting Pada fungsi Cobb Douglas, besaran koefisien regresi adalah merupakan nilai dari elastisitas produksinya dari variabel tersebut. Pengaruh dari masingmasing variabel independen (faktor produksi) terhadap variabel dependen (hasil produksi), adalah sebagai berikut: Benih (X 1 ). Nilai koefisien regresi benih adalah 0,10451; dimana nilai ini nyata pada selang kepercayaan 95 persen. Benih memiliki nilai koefisien yang positif serta berpengaruh nyata pada produksi cabai merah keriting, artinya apabila penggunaan benih sebagai salah satu faktor produksi ditambahkan sebanyak satu persen, maka produksi cabai merah keriting akan meningkat sebesar 0,10451 persen cateris paribus, dan tingkat kesalahan dari pendugaan ini adalah sebesar 72

88 lima persen, dimana pada tingkat kesalahan lima persen maka penggunaan benih ini dapat dikatakan cukup responsif terhadap produksi cabai merah keriting yang dihasilkan. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa benih memang berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting, benih sangat menentukan apakah hasil produksi cabai merah keriting akan baik atau tidak serta menentukan tingkat produktivitasnya. Hampir 90 persen petani cabai merah keriting di Desa Citapen menggunakan benih bersertifikat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dimana benih yang digunakan adalah benih hibrida varietas Seminis yang dikeluarkan oleh PT. Panah Merah. Benih ini adalah benih cabai yang sangat adaptif, baik ditanam di daerah dataran rendah maupun dataran sedang, produktivitasnya tinggi, ukuran buah relatif seragam, berbiji banyak, rasa pedas dan mempunyai daya simpan yang relatif lama. Pupuk Kandang (X 2 ) Pupuk kandang memiliki nilai koefisien regresi yang positif dan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen. Pada selang kepercayaan 95 persen ini, berarti faktor produksi pupuk kandang berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting, karena tingkat kesalahannya adalah hanya lima persen. Nilai koefisien regresi untuk pupuk ini adalah 0,16330, nilai positif ini menggambarkan bahwa setiap adanya penambahan penggunaan dari pupuk kandang, maka produksi cabai merah keriting akan bertambah sebesar nilai tersebut cateris paribus. Hal ini berkorelasi positif dengan kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang sangat diperlukan, karena dapat menambah unsur hara dalam tanah serta memperbaiki struktur fisik tanah. Pupuk kandang ini biasanya digunakan pada saat persemaian benih dan pemupukan dasar. Pupuk kandang yang biasanya digunakan adalah kotoran sapi dan kotoran ayam, dimana sebelum ditebarkan diatas bedengan pupuk harus sudah matang. Pupuk yang sudah matang ditandai dengan bentuknya yang remah, kering dan tidak berbau. Pupuk kandang mempunyai kandungan unsur hara yang lebih sedikit dibandingkan dengan pupuk buatan. Namun, pupuk kandang mempunyai keunggulan, yakni mampu mengembalikan kualitas tanah yang jelek karena 73

89 terlalu banyak disuplai pupuk anorganik. Sehingga penggunaan pupuk kandang sangat dianjurkan untuk mengembalikan kesuburan tanah. Pupuk NPK (X 3 ) Berdasarkan nilai p-value yang ditunjukkan pada Tabel 22, pupuk NPK tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen dan selang kepercayaan 95 persen, tetapi jika pada selang kepercayaan 90 persen pupuk NPK beperngaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting karena nilai p-value lebih kecil dari α 10 persen begitu juga dengan nilai t-hitung yang lebih besar dari nilai t-tabel α lima persen. Hal ini menandakan bahwa input produksi NPK masih berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting petani responden Desa Citapen. Nilai koefisien regresi pupuk NPK bernilai positif yakni 0,174; yang artinya apabila penggunaan NPK sebagai salah satu faktor produksi ditambahkan sebanyak satu persen, maka produksi cabai merah keriting akan bertambah sebesar 0,174 ceteris paribus, dengan tingkat kesalahan dari pendugaan ini adalah sebesar 10 persen, dimana pada tingkat kesalahan 10 persen maka produksi cabai merah keriting yang dihasilkan masih dapat dikatakan responsif terhadap penggunaan pupuk ini. Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur makro sekunder Ca, Mg, S, dan unsur mikro Zn, Br, Mo. Ketersediaan unsur tersebut akan memacu tanaman tumbuh cepat dan berproduksi secara optimal. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa penggunaan pupuk NPK yang dilakukan oleh petani responden Desa Citapen memang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan cabai keriting. Selain karena dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan menjadikan tanaman lebih sehat dan kuat, juga lebih praktis, hemat biaya, hemat waktu dan dosis lebih terukur lebih efisien, karena sekali pemberian pupuk sudah sekaligus mencakup unsur hara makro, mikro dan organik yang dibutuhkan tanaman. Pupuk SP-36 (X 4 ) Pupuk SP-36 merupakan salah satu pupuk yang dikategorikan sebagai pupuk P. Pupuk P merupakan sumber unsur Phosphor yang diperlukan untuk memacu pertumbuhan akar, pertumbuhan generatif (pembungaan) dan pemasakan buah. Pertumbuhan generatif tanaman ditunjukkan dengan pertumbuhan bunga 74

90 yang kemudian menjadi buah. Nilai koefisien regresi pupuk SP-36 adalah 0,0747; hal ini menunjukkan bahwa pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting, artinya walaupun penggunaan dari pupuk P telah ditambahkan atau dikurangkan dalam penggunaannya, maka tidak akan bepengaruh terhadap produksi cabai merah keriting. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa penggunaan pupuk SP-36 masih kurang, terutama penggunaannya pada awal penanaman yang membutuhkan kandungan unsur phospor yang cukup tinggi. Rata-rata penggunaan pupuk SP-36 yang dilakukan oleh ke 30 petani responden adalah sebanyak 233 kg per hektar, sementara rekomendasi pupuk SP-36 yang dianjurkan dalam pemupukan cabai merah adalah kg perhektar. 7 Sehingga dari hasil olahan Minitab menginterpretasikan bahwa pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting petani responden Desa Citapen. Pupuk KCL (X 5 ) Pupuk KCL adalah sumber unsur kalium. Kalium berfungsi untuk mengaktifkan aktivitas 60 enzim dalam tanaman, sintesis karbohidrat dan protein serta meningkatkan kadar air dalam tanaman sehingga meningkatkan ketahanan dan kemampuan tanaman terhadap stress kekeringan, dingin dan salinitas. Nilai koefisien regresi pupuk KCL adalah 0,0878 dan bernilai positif, namun jika dilihat dari nilai t-hitung yang lebih kecil dari nilai t-tabel dan nilai p-value yang lebih besar dari nilai α maka variabel pupuk KCL tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting. Karena secara statistik variabel pupuk KCL tidak berpengaruh nyata, maka jika petani responden melakukan penambahan dan pengurangan terhadap pemberian pupuk KCL maka hal ini tidak akan berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting itu sendiri. Kondisi lapangan menunjukkan bahwa para petani responden Desa Citapen tidak menggunakan pupuk KCL sesuai dengan dosis. Para petani menganggap bahwa walaupun penggunaan pupuk tidak sesuai dosis, tetapi pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tidak berbeda jauh jika dibandingkan 7 Sejathi Pemupukan dan Pengairan pada Tanaman Cabai Merah. [28 Juli 2011] 75

91 dengan penggunaan pupuk yang sesuai dosis, hal ini dipicu juga karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh para petani. Dosis yang dianjurkan untuk pemakaian pupuk KCL pada budidaya tanaman cabai keriting perhektarnya adalah 400 kilogram (Nixon MT, 2010), tetapi penggunaan rata-rata yang dilakukan oleh sebagian besar petani responden Desa Citapen adalah kurang dari 400 kilogram perhektar yaitu sebanyak 240 Kg. Pestisida (X 6 ) Faktor produksi pestisida berpengaruh negatif pada produksi cabai merah keriting pada petani responden Desa Citapen. Berdasarkan nilai uji statistiknya pestisida sangat berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting, hal ini dapat dilihat dari nilai t-hitung yang lebih besar dari nilai t-tabel dengan taraf nyata satu persen dan nilai P-value yang lebih kecil dari α sebesar satu persen. Nilai koefisien regresi dari pestisida yakni sebesar 0,249 sehingga jumlah produksi cabai merah keriting akan menurun sebesar 0,249 persen apabila penggunaan pestisida ditingkatkan sebesar satu persen. Pestisida terdiri dari insektisida dan fungisida dalam bentuk cair dengan satuan liter. Insektisida berfungsi untuk membasmi hama dan fungisida berfungsi dalam pengendalian jamur. Berdasarkan aplikasi penggunaannya yang tertera pada label kemasan, insektisida baik digunakan dengan intensitas selang waktu 7 hari sekali sedangkan fungisida baik digunakan dengan intensitas waktu 8 hari sekali. Tapi pada kenyataan, petani cabai merah keriting Desa Citapen sering mengambil langkah praktis, dimana mereka langsung menyemprot dengan pestisida tanpa memperhatikan nilai ambang ekonomi hama, dosis anjuran dan jenis pestisida serta selang waktu aplikasi penggunaannya. Selain itu, dalam menggunakan pestisida petani beranggapan bahwa penggunaan pestisida sama dengan penggunaan pupuk, sehingga penggunaannya tidak dapat dikontrol. Pada umumnya petani Desa Citapen melakukan penyemprotan baik insektisida maupun fungisida dalam selang waktu tiga sampai lima hari, dan hal ini menyebabkan tanaman cabai merah keriting melebihi ambang dosis yang dianjurkan. Hal inilah yang menyebabkan kenapa koefisien pestisida bernilai negatif, disebabkan karena penggunaan pestisida yang berlebihan. Penggunaan pestisida yang berlebihan tersebut akan berdampak pada penurunan produksi dan tentunya juga akan 76

92 meningkatnya biaya produksi yang dikeluarkan. Kerugian lainnya yaitu terjadi kerusakan lingkungan, membahayakan kesehatan petani dan buruh tani, selain itu penyakit-penyakit tanaman yang muncul jadi lebih resisten (kebal), dan sulit untuk dibasmi. Nutrisi (X 7 ) Penggunaan nutrisi sangat dianjurkan dalam penanaman cabai merah keriting secara intensif, dimana kelebihan dari penggunaan nutrisi diantaranya adalah meningkatkan produksi, menambah kualitas produksi atau bobot buah dan meningkatkan daya tahan pascapanen. Jenis nutrisi yang pada umumnya yang digunakan oleh petani responden Desa Citapen yakni Athonic, Supergo, Bayfolan, Gandasil B dan Gandasil D. Nilai koefisien regresi nutrisi bernilai negatif dan uji statistiknya menunjukkan bahwa nutrisi berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai koefisien regresi nutrisi adalah 0,0619 dimana setiap penambahan penggunaan nutrisi sebesar satu persen maka akan menyebabkan berkurangnya produksi sebesar 0,0619 persen cateris paribus. Nutrisi bekerja dengan mekanisme merangsang sel-sel tanaman sehingga bekerja lebih giat dalam menyerap unsur hara. Jadi, semacam obat penambah nafsu makan pada manusia. Aplikasi penggunaan nutrisi yang sesuai dengan anjuran yaitu penyemprotan nutrisi pada periode waktu awal penanaman dan yang dilakukan sebanyak satu sampai dengan dua kali penyemprotan dengan interval 14 hari. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa petani menggunakan dosis pemakaian nutrisi secara berlebihan, penyebabnya yaitu selain karena kurang memperhatikan dosis pemakaian nutrisi, petani juga tidak memperhatikan waktu aplikasi pemakaian nutrisi yang sebaiknya diikuti sesuai dengan petunjuk yang tertera di kemasan. Hal ini dapat dilihat dari intensitas penyemprotan nutirisi yang dilakukan petani Desa Citapen pada umumnya yaitu dengan interval seminggu sekali, yang dilakukan sebanyak lebih dari empat kali penyemprotan. Kondisi tersebut sangat merugikan petani karena mengakibatkan tanaman justru tidak bertambah subur sehingga terjadi penurunan produksi, dan dari segi finansial terjadi peningkatan pada biaya produksi yang akan berdampak pada berkurangnya pendapatan. 77

93 Tenaga Kerja (X 8 ) Tenaga kerja memiliki nilai koefisien regresi yang positif dan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen, artinya faktor produksi tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting, karena tingkat kesalahannya adalah hanya satu persen. Nilai koefisien regresi untuk tenaga kerja adalah 0,1312; dimana nilai positif ini menggambarkan bahwa setiap adanya penambahan penggunaan tenaga kerja sebanyak satu persen maka produksi cabai merah keriting akan meningkat sebesar 0,1312 persen ceteris paribus. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa tenaga kerja memang sangat dibutuhkan dalam budidaya tanaman cabai merah keritig. Tenaga kerja yang diperlukan dalam budidaya tanaman cabai merah keriting sangatlah banyak dimana kegiatan yang paling membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah banyak yaitu pada kegiatan pemeliharaan, mulai dari penyiangan, pemupukan sampai dengan penyemprotan. Oleh karena itu tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting. 6.4 Analisis Skala Usaha (Return to Scale) Pada model fungsi produksi Cobb Douglas, penjumlahan dari koefisien regresi merupakan nilai elastisitas produksi total yang dapat menunjukkan skala ekonomi usaha. Berdasarkan model fungsi produksi diperoleh nilai elastisitas produksi total petani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah sebesar 0,423. Dimana nilai ini berada pada besaran elastisitas produksi 0 < Ep < 1; hal ini menunjukkan bahwa tingkat skala usaha berada pada skala kenaikan hasil yang menurun, artinya bahwa setiap kenaikan satu persen dari masing-masing faktor produksi akan meningkatkan produksi cabai merah keriting yang semakin berkurang, dimana peningkatan produksi yang terjadi sebesar 0,423 persen, atau dengan kata lain proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. 78

94 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian tentang analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting di Desa Citapen ini adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil analisis pendapatan yang diperoleh dari usahatani cabai merah keriting yang dilakukan oleh petani responden di Desa Citapen secara umum dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan. al ini dapat ditunjukkan dari pendapatan/keuntungan bersih rata-rata yang dicapai petani responden yakni Rp Selain itu nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total juga menunjukkan hal yang sama, yakni sebesar 2,65 dan 2,46; dengan artian bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden dalam mengusahakan cabai merah keriting dapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan. 2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting di Desa Citapen adalah benih, pupuk kandang, pupuk NPK, petisida, nutrisi dan tenaga kerja, dan seluruh variabel independen tersebut memiliki nilai koefisien regresi yang positif, kecuali pestida dan nutrisi. Benih dan pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan pupuk NPK dan nutrisi berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 90 persen. Dan variabel yang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen adalah pestisi dan tenaga kerja, sedangkan variabel lain yaitu pupuk SP-36 dan pupuk KCL tidak berpengaruh nyata terhadap produksi baik pada tingkat kepercayaan 85 persen ataupun 90 persen. 7.2 Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan serta kesimpulan, maka disarankan: 1. Dalam upaya meningkatkan pendapatan usahatani cabai merah keriting salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting. Variabel yang memiliki nilai koefisien regresi positif dan berpengaruh nyata 79

95 seperti benih, pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja penggunaannya masih dapat ditambah lagi. Hal ini dikarenakan setiap penambahan dari penggunaan benih, pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja dapat meningkatkan produksi cabai merah keriting. Sementara untuk variabel yang memiliki nilai koefisien regresi yang negatif dan berpengaruh nyata yaitu pestisida dan nutrisi, sebaiknya penggunaannya tidak ditambah lagi, karena jika penambahan terhadap pestisida dan nutrisi tetap dilakukan, selain akan meningkatkan biaya produksi, juga dapat mengurangi jumlah produksi cabai merah keritingnya. 2. Diperlukan pembinaan dan penyuluhan lebih intensif dari Dinas Pertanian melalui petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) mengenai teknik budidaya yang lebih tepat yang dapat mengoptimalkan penggunaan faktorfaktor produksi agar diperoleh hasil dan pendapatan yang optimal, sehingga pengetahuan dan keterampilan petani pun dapat lebih meningkat. 80

96 DAFTAR PUSTAKA Abdina MF Analisis pendapatan usahatani jagung manis dengan pola tanam tumpangsari dan monokultur: kasus Desa Ciapus dan Desa Sukaharja, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [BPPP] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Teknologi budidaya cabai merah. Bandar Lampung: Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. [BPS] Badan Pusat Statistik Produksi Sayuran di Indonesia. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. [17 Maret 2011]. [BP3K] Badan Penyuluh Pertanian Perikanan Peternakan dan Kehutanan Wilayah Ciawi Monografi UPT PTPHPK wilayah Ciawi. Kabupaten Bogor : BP3K wilayah Ciawi. Hendrawanto E Analisis pendapatan dan produksi cabang usahatani cabai merah [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Iriawan N, Astuti PA Mengolah data statistik dengan mudah menggunakan minitab 14. Jakarta: Penerbit Andi. [Ditjen Hortikultura] Direktorat Jendral Hortikultura Konsumsi Per kapita Hortikultura. Jakarta: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian. [Deptan] Departemen Pertanian Ministry of Agriculture Republic of Indonesia. Departemen Petanian. Jakarta. Nadhwatunnaja N Analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nixon MT Panduan lengkap budidaya dan bisnis cabai. Jakarta: Agromedia Pustaka Nugroho MH Analisis pendapatan dan faktor yang mempengaruhi hasil produksi pembenihan ikan gurami petani bersertifikat SNI (kasus di Desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas Jawa Tengah) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Nurmala SN Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar (studi kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 81

97 Putra IWDD Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani jagung manis di Desa Sukajadi, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rahim A, Hastuti RDR Pengantar, teori, dan kasus ekonomika pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta. Sari RM Risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Siregar FBS Analisis pendapatan usahatani Jambu biji Desa Cimanggis, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Siregar FM Anaslisis usahatani cabai merah organik: studi kasus kelopok tani Kaliwung Kalimuncar Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soeharjo dan Patong Sendi-sendi pokok ilmu usahatani. Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB Ilmu usahatani dan penelitian untuk pengembangan petani kecil. Jakarta: Universitas Indonesia Press Soekartawi Teori ekonomi produksi dengan pokok bahasan analisis fungsi Cobb Douglass. PT. Grafindo Persada. Jakarta Soekartawi Analisis usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. UI Press Jakarta. Sujana W Analisis pendapatan dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usahatani tomat di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sumbara B Analisis pendapatan usahatani tembakau mole dan virginia di Kabupaten Garut [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suratiyah K Ilmu usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Wahyudi Panen cabai sepanjang tahun. Jakarta: Agromedia Pustaka. 82

98 LAMPIRAN 83

99 Lampiran 1. Data Karakteristik Petani Responden Desa Citapen Nama Umur (Tahun) Jenis Kelamin Pendi dikan Pekerjaan Utama Pekerjaan Sampingan Pengala man Bertani Cabai (Tahun) Status Lahan Luas Lahan 1. Jamil 47 Laki-laki SMA Petani Pengurus Gapoktan 5 Penyewa 1 2. Dulloh 30 Laki-laki SD Petani - 10 Penyewa 0,5 3. Misbah 40 Laki-laki SD Petani Pedagang 10 Pemilik 1 4. Wawan 45 Laki-laki SD Petani Pedagang 15 Penyewa 0,7 5. Asik 35 Laki-laki SD Petani Pedagang 15 Penyewa 0,5 6. Rohim 27 Laki-laki SLTP Petani Pedagang 2 Pemilik 0,5 7. Didik 37 Laki-laki SD Petani Pedagang 1,5 Penyewa 0,5 8. Uut 60 Laki-laki SD Petani Pedagang 41 Penyewa 0,2 9. Anwar 35 Laki-laki SD Petani Agen Mobil 7 Penyewa Jaja 36 Laki-laki SLTA Petani Pedagang 2 Penyewa Ajoi 27 Laki-laki SD Petani Pedagang 3 Penyewa Surya 39 Laki-laki SLTP Petani - 6 Penyewa 0,5 13. Dudus 42 Laki-laki SD Petani - 6 Penyewa 0,5 14. Iyus 33 Laki-laki SD Petani Ngojeg 1 Penyewa 0,3 15. Ajid 35 Laki-laki SD Petani - 1 Penyewa 0,5 16. Nur 42 Laki-laki SD Petani Pedagang 4 Penyewa 0,7 17. Umar 35 Laki-laki SD Petani - 5 Penyewa 3 18.Jainudin 30 Laki-laki SD Petani Pedagang 5 Penyewa 0,5 19. Udih 45 Laki-laki SD Petani - 7 Penyewa 0, Harun 30 Laki-laki SMP Petani - 4 Penyewa 0,2 21. Acep 39 Laki-laki SD Petani - 12 Penyewa Ujang 35 Laki-laki SD Petani Pedagang 3 Penyewa 0,6 23. Irsan 54 Laki-laki SMA PNS Petani 27 Penyewa 0,5 24. Rahmat 28 Laki-laki SD Petani Ngojeg 3 Penyewa 0, Arun 38 Laki-laki SMA Petani Pedagang 12 Pemilik Icep M 55 Laki-laki SD Petani - 14 Pemilik 0,2 27.Kosasih 70 Laki-laki SD Petani Pedagang 40 Pemilik Hajar 38 Laki-laki SD Petani - 20 Penyewa 0,2 29. Jamil 2 34 Laki-laki SD Petani Pedagang 10 Pemilik Enday 42 Laki-laki SLTA Petani Pedagang 1 Pemilik 0,4 84

100 Lampiran 2. Rata-Rata Harga Cabai Merah Keriting di Tingkat Petani dari Tahun 2010 sampai Pertengahan 2011 di Kecamatan Ciawi Bulan Rata-rata Harga perkilogram (Rp) Tahun 2010 Tahun 2011 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-Rata Sumber : Kelompok Tani Pondok Menteng (2011) 85

101 Lampiran 3. Data Rata-Rata Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting Per Hektar di Desa Citapen Perhektar untuk Satu Kali Musim Tanam Responden Produksi (Y) Benih (X 1 ) P.Kand (X 2 ) NPK (X 3 ) SP-36 (X 4 ) KCL (X 5 ) Pestd (X 6 ) Nutrs (X 7 ) TK (X 8 ) Kg Gr Kg Kg Kg Kg Ltr Ltr HOK 1. Jamil , ,00 2. Dulloh , ,00 3. Misbah , ,00 4. Wawan ,3 369, ,43 5. Asik , ,84 6. Rohim , ,00 7. Didik , ,18 8. Uut , ,71 9. Anwar ,4 203, , Jaja , , , Ajoi , , Surya , , Dudus , , Iyus ,3 193, , Ajid , , Nur ,8 738, , Umar ,6 230, , Jainudin , , Udih , , Harun , , Acep , , , Ujang ,3 4461,6 276, , Irsan , , Rahmat ,6 9416,6 184, , Arun , , Icep M , , Kosasih , , Hajar 6100, , , Jamil , , Enday , ,25 Rata-Rata 8373,5 90, ,9 307, ,

102 Lampiran 4. Analisi Biaya Sewa Lahan Tunai dan Diperhitungkan serta Pajak Lahan pada Usahatani Cabai Merah Keriting Per Hektar di Desa Citapen Perhektar untuk Satu Kali Musim Tanam No Responden Status Penguasaan Lahan Biaya Sewa Lahan Tunai (Rp) Biaya Sewa Lahan Diperhitungkan (Rp) Pajak Lahan (Rp) 1 Jamil Penyewa Dulloh Penyewa Misbah Pemilik Wawan Penyewa Asik Penyewa Rohim Pemilik Didik Penyewa Uut Penyewa Anwar Penyewa Jaja Penyewa Ajoi Penyewa Surya Penyewa Dudus Penyewa Iyus Penyewa Ajid Penyewa Nur Penyewa Umar Penyewa Jainudin Penyewa Udih Penyewa Harun A Penyewa Acep Penyewa Ujang Penyewa Irsan Penyewa Rahmat Penyewa Arun Pemilik Icep M Pemilik Kosasih Pemilik Hajar Pemilik Jamil 2 Pemilik Enday Penyewa Rata-rata Per Tahun Rata-rata Permusim Tanam

103 Lampiran 5. Analisi Biaya Penggunaan Turus, Tali Rapia, Karung dan Polybag pada Usahatani Cabai Merah Keriting Per Hektar di Desa Citapen Perhektar untuk Satu Kali Musim Tanam Responden Luas Lahan (Ha) Penggunaan Alat perluas lahan sebenarnya Tali Karung Rapia (Unit) (Unit) Turus (Batang) Polybag (Kg) Turus (Batang) Penggunaan Alat Per Hektar Tali Rapia (Unit) Karung (Unit) Poly bag (Kg) 1. Jamil Dulloh 0, Misbah Wawan 0, Asik 0, Rohim 0, Didik 0, Uut 0, Anwar Jaja Ajoi Surya 0, Dudus 0, Iyus 0, Ajid 0, Nur 0, Umar Jainudin 0, Udih 0, Harun 0, Acep Ujang 0, Irsan 0, Rahmat 0, Arun Icep M 0, Kosasih Hajar 0, Jamil Enday 0, Rata-rata 0, ,83 8,07 224,58 42, ,08 239,24 57,98 88

104 Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen dengan Metode OLS The regression equation is Produksi = 5,38 + 0,105 Benih + 0,163 Pupuk Kandang + 0,174 Pupuk NPK + 0,0747 Pupuk SP36 + 0,088 Pupuk KCL - 0,250 Pestisida - 0,0619 Nutrisi + 0,131 Tenaga Kerja Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 5,376 1,237 4,35 0,000 Benih 0, , ,46 0,023 1,264 Pupuk Kandang 0, , ,77 0,012 2,046 Pupuk NPK 0, , ,80 0,086 1,830 Pupuk SP36 0, , ,85 0,403 1,206 Pupuk KCL 0,0878 0,1228 0,71 0,483 1,562 Pestisida -0, , ,95 0,008 1,712 Nutrisi -0, , ,75 0,095 1,325 Tenaga Kerja 0, , ,90 0,009 1,521 S = 0, R-Sq = 86,5% R-Sq(adj) = 81,4% PRESS = 1,22747 R-Sq(pred) = 66,62% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 8 3, , ,85 0,000 Residual Error 21 0, ,02360 Total 29 3,67726 Durbin-Watson statistic = 1,

105 Lampiran 7. Uji Normalitas dan Homoskedasitas Fungsi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Normalitas Homoskedisitas 90

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Cabai Merah Keriting Cabai merah keriting atau lombok merah (Capsicum annum, L) merupakan tanaman hortikultura sayur sayuran semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN David Hismanta Depari *), Salmiah **) dan Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah ROZFAULINA. ' Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting, kasus Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI). Salah satu tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lahan Pasir Pantai Lahan pasir pantai merupakan tanah yang mengandung lempung, debu, dan zat hara yang sangat minim. Akibatnya, tanah pasir mudah mengalirkan

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

LEMBAR KATALOG Statistik Sayur-Sayuran Dan Buah-Buahan Kabupaten Penajam Paser Utara 2016 Katalog BPS : 5216.6409 Ukuran Buku : 14,8 x 21 cm Jumlah Halaman : ix + 79 Naskah : BPS Kabupaten Penajam Paser

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Keadaan Geografis Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu dari tujuh anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani yang sebagian besar

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

30% Pertanian 0% TAHUN

30% Pertanian 0% TAHUN PERANAN SEKTOR TERHADAP PDB TOTAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Julukan negara agraris yang kerap kali disematkan pada Indonesia dirasa memang benar adanya. Pertanian merupakan salah satu sumber kehidupan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika karena sebagian besar daerahnya berada di daerah yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa. Di samping pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura yang beraneka ragam. Komoditas hortikultura merupakan komoditas pertanian yang memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang efisiensi dan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi sehingga akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan penting di dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya di negaranegara sedang berkembang yang

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAN MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis LOUR var) MELALUI TENGKULAK (Studi Kasus Desa Wringinagung Kecamatan Gambiran Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor terpenting dalam pembangunan Indonesia, terutama dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK Analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C. Perhitungan usahatani

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya hidup pada sektor pertanian. Saat ini sektor pertanian sangat prospektif untuk dikembangkan, karena

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAGUNG (Zea Mays L) (Suatu kasus di Desa Pancawangi Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya)

ANALISIS USAHATANI JAGUNG (Zea Mays L) (Suatu kasus di Desa Pancawangi Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya) ANALISIS USAHATANI JAGUNG (Zea Mays L) (Suatu kasus di Desa Pancawangi Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya) Oleh: Ade Epa Apriani 1, Soetoro 2, Muhamad Nurdin Yusuf 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani (wholefarm) adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berkawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam upaya peningkatan perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral serta bernilai ekonomi tinggi. Sayuran memiliki keragaman yang sangat banyak baik

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) VARIETAS PARADE (Studi Kasus di Kelurahan Pataruman Kecamatan Pataruman Kota Banjar)

ANALISIS USAHATANI KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) VARIETAS PARADE (Studi Kasus di Kelurahan Pataruman Kecamatan Pataruman Kota Banjar) ANALISIS USAHATANI KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) VARIETAS PARADE (Studi Kasus di Kelurahan Pataruman Kecamatan Pataruman Kota Banjar) Oleh: Alek Hermawan 1, Dini Rochdiani 2, Tito Hardiyanto 3 1)

Lebih terperinci