ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN PENGEMBANGAN KRITERIA SELEKSI BAGI PEMULIAAN NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DI INDONESIA MUHAMMAD ARIF NASUTION

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN PENGEMBANGAN KRITERIA SELEKSI BAGI PEMULIAAN NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DI INDONESIA MUHAMMAD ARIF NASUTION"

Transkripsi

1 ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN PENGEMBANGAN KRITERIA SELEKSI BAGI PEMULIAAN NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DI INDONESIA MUHAMMAD ARIF NASUTION SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 i

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini menyatakan bahwa Disertasi Analisis Parameter Genetik dan Pengembangan Kriteria Seleksi bagi Pemuliaan Tanaman Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) di Indonesia adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Juli 2008 Muhammad Arif Nasution NIM A ii

3 ABSTRACT MUHAMMAD ARIF NASUTION. GENETIC PARAMETER ANALYSIS AND DEVELOPMENT OF SELECTION CRITERIA FOR PINEAPPLE IMPROVEMENT (Ananas comosus (L.) Merr.) IN INDONESIA. Supervised by ROEDHY POERWANTO, SOBIR, MEMEN SURAHMAN, and TRIKOESOEMANINGTYAS Information of genetic variability, heritability and correlation between quantitative characters with yields is very important to support Pineapple Hybridization Program in Indonesia. This study has been conducted in four topics namely: (1) estimation of genetic parameters at some quantitative characters of pineapple germplasm, (2) study on correlation between some quantitative characters of pineapple germplasm, (3) study on genetic variability of pineapple crosses based on morphology and RAPD markers, (4) multivariate analysis and selection of the PKBT Queen x Smooth Cayenne hybrid collection for superior high yield and fruit quality. The objectives of the first topic were to examined the genetic variability and heritability of the agronomic characters of germplasm collection. A total of 26 accessions of pineapple germplasm collection were used in this study. The results of the research showed that the leaf number, leaf length, number of hapas, days to flowering, days to harvest, peduncle length, peduncle diameter, fruit weight, fruit length, number of spirals, flesh thickness, total acid and vitamin C content have wide genetic variability. The leaf number, leaf length, number of hapas, number of suckers, days of flowering, days to harvest, fruit length, number of spirals, flesh thickness, total acid and vitamin C content have high heritability value. The characters which have high genetic gain (> 50%) were peduncle length and vitamin C content. The objective of the second topic was to study the genetic correlation between morphological characters and fruit components characters base on path analysis. The results of this research showed that the foliage attitude and spines leaf associated with flesh thickness. The correlation analysis showed that plant height, leaf number and wide leaf have positively and significantly correlated with fruit diameter. The fruit diameter together plant height, canopy diameter and leaf width have positive and significant correlation with fruit weight. Based on path analysis, plant height, diameter and leaf width have positive direct effect on fruit weight. The result also showed that number of leaves and leaf length have indirect effect on fruit weight. The foliage attitude and spines leaf characters can be used as selection criteria to improve flesh thickness and canopy diameter, while the number of leaf, and length of leaf can be used as selection criteria to improve fruit weigh. The third topic was aimed to study the genetic variability of pineapple crosses based on morphology and RAPD markers. The study was conducted on 30 genotypes of F 1- pineapple plants from crossing of Smooth Cayenne x Queen by cluster analysis which was computed based on morphological and RAPD data. The results showed that different similarity coefficient of phenotypic ( ) and RAPD ( ) markers. Furthermore, to assess the patterns of variation, principal component analysis have been done using 85 morphological characters, iii

4 105 RAPD band patterns and joint of morphologycal-rapd markers. The concurrence analyses failed to make a similar grouping of RAPD markers with morfological markers (r = ). The result of partial correlation analysis between qualitative traits and DNA profile, at 95-99% confidence showed that DNA fragment OPE7 line 5 tends to associate with silvery-white of sepal colour and golden yellow of fruit colour when ripe. The DNA SBR4 line 4, significantly associated with spine characters which occur irregularly along both margins of leaves. The purpose of the fourth topic was to develop good criteria for increasing yields and improving fruit quality. A total of 195 genotypes obtained from crossing of Queen x Smooth Cayenne were used for multivariate analysis. The results showed that the fruit length, fruit diameter and spiral number can be used as good criteria for improvement of yields. All of the morphological characters controlled by nuclear genes, except the peduncle diameter. Crossing combination between JBSMSC2 and JBBMQH6 resulted in heterosis and heterobeltiosis value for size and fruit quality. There were 39 genotypes of superior variety candidates of pineapple hybrids can be obtained by independent culling level selection, truncation selection, and selection index. Key words: genetic parameter, correlation, morphology marker, RAPD marker, heterosis, good criteria, independent culling level selection, truncation selection, and selection index. iv

5 RINGKASAN MUHAMMAD ARIF NASUTION. Analisis Parameter Genetik dan Pengembangan Kriteria Seleksi bagi Pemuliaan Tanaman Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) di Indonesia. Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO, SOBIR, MEMEN SURAHMAN, dan TRIKOESOEMANINGTYAS. Dalam rangka mendukung program pemuliaan nenas dilakukan serangkaian percobaan mempergunakan 26 aksesi koleksi plasma nutfah nenas PKBT IPB dan 195 nenas hasil persilangan Queen x Smooth Cayenne dari program hibridisasi nenas PKBT IPB. Penelitian bertujuan untuk: (1) menduga parameter genetik dan heritabilitas serta hubungan beberapa karakter agronomi aksesi nenas koleksi plasma nutfah PKBT IPB, (2) mengetahui hubungan kekerabatan antara genotipe hasil persilangan berdasarkan penanda morfologi, penanda RAPD dan penanda gabungan morfologi-rapd dan (3) mempelajari korelasi dan keragaman karakter agronomi hibrida hasil persilangan dan dilanjutkan dengan melakukan seleksi untuk mendapatkan nenas hibrida unggul. Penelitian dilakukan sejak bulan Mei 2003 sampai Desember Hasil karakterisasi terhadap 26 aksesi nenas menunjukkan bahwa beberapa karakter komponen buah yang penting pada tanaman nenas memiliki keragaman genetik dan heritabilitas luas, yaitu diameter pedunkulus, bobot tanaman, panjang buah, jumlah spiral, tebal daging buah, total asam dan kadar vitamin C, kecuali bobot buah memiliki heritabilitas sedang. Terdapat beberapa karakter vegetatif yang dapat dijadikan kriteria seleksi langsung, untuk meningkat bobot buah, yaitu tinggi tanaman, diameter tajuk dan lebar daun, sedangkan kriteria seleksi tidak langsung dapat digunakan jumlah daun dan panjang daun masing-masing melalui tinggi tanaman dan diameter tajuk. Seleksi pada karakter panjang pedunkulus, diameter pedunkulus, panjang buah, jumlah spiral, tebal daging buah dan vitamin C dapat meningkatkan bobot buah dibanding dengan seleksi langsung terhadap bobot buah. Studi korelasi antara karakter morfologi dan karakter komponen buah nenas menggunakan analisis korelasi person dan sidik lintas. Hasil analisis menunjukkan bahwa karakter kedudukan daun dan daun berduri berasosiasi dengan tebal daging buah. Tinggi tanaman, jumlah daun, dan lebar daun berkorelasi positif dan nyata dengan diameter buah. Diameter buah, tinggi tanaman, diameter tajuk, dan lebar daun berkorelasi positif dan nyata terhadap bobot buah. Hasil sidik lintas menunjukan bahwa tinggi tanaman, diameter tajuk, dan lebar daun mempunyai pengaruh langsung positif terhadap bobot buah. Jumlah daun dan panjang daun mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap bobot buah melalui tinggi tanaman dan diameter tajuk. Duduk daun terbuka dan karakter duri pada daun dapat dijadikan kriteria seleksi untuk perbaikan karakter tebal daging buah. Karakter diameter tajuk, jumlah daun dan panjang daun dapat dipilih sebagai kriteria seleksi untuk perbaikan bobot buah. Analisis gerombol dipergunakan untuk mengetahui pola pengelompokan 30 hibrida nenas hasil persilangan. Hasil analisis gerombol keseluruhan genotipe tersebut berdasarkan penanda morfologi, RAPD dan gabungan morfologi-rapd, dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok pada derajat kesamaan genetik masing-masing 30%, 61% dan 47%. Analisis komponen utama dipergunakan v

6 untuk mengetahui pola variasi yang dihubungkan dengan 85 subkarakter morfologi, 105 pola pita RAPD dan gabungan morfologi-rapd. Hasil analisis keselarasan diperoleh bahwa penanda morfologi memiliki nilai r yang sesuai, RAPD memiliki nilai r yang lemah (kurang sesuai), sedangkan data gabungan memiliki nilai r kurang sesuai (lemah). Hasil analisis korelasi parsial antara karakter kualitatif dan profil RAPD (Primer), pada taraf kepercayaan 95-99% menunjukkan bahwa fragmen DNA OPE7 pita 5 cenderung berasosiasi dengan karakter kelopak warna putih perak dan sekaligus berasosiasi dengan warna daging buah kuning emas. DNA SBH8 pita 3 berasosiasi dengan karakter duri yang tidak merata di sepanjang tepi daun. Berdasarkan analisis multivariate terhadap 195 populasi genotipe F 1 hasil persilangan diperoleh bahwa karakter panjang buah, diameter buah dan jumlah spiral dapat digunakan sebagai kriteria yang efektif ke arah perbaikan hasil tanaman nenas. Kecuali diameter pedunkulus, semua karakter yang amati dikendalikan oleh gen-gen yang berada di dalam inti sel. Kombinasi persilangan antara JBSMSC2 x JBBMQH6 menghasilkan nilai heterosis dan heterobeltiosis untuk karakter ukuran dan kualitas buah. Hasil seleksi dengan nenggunakan berbagai model seleksi terhadap 195 hibrida diperoleh 32 kandidat nenas varietas unggul. Prosedur seleksi dimulai dari model seleksi independent culling level dengan seleksi awal berdasarkan bobot buah (tanpa mahkota) yang memiliki ukuran diatas 1000 g. Berdasarkan kriteria bobot buah tersebut diperoleh 121 hibrida terpilih dari 195 hibrida yang ada. Selanjutnya dilakukan truncation selection untuk mendapatkan nilai cut-off dan arah seleksi, yang digunakan untuk menyeleksi beberapa hibrida yang memiliki variabel seleksi rendah untuk menentukan proporsi seleksi yang lebih baik. Variabel bobot buah dengan arah seleksi adalah nilai bobot buah yang lebih besar dari nilai cut-off = 985 g ( lebih dari 985 g). Selanjutnya untuk bobot mahkota, jumlah spiral, diameter buah, panjang buah, tebal daging buah, diameter hati, total asam, vitamin C, TPT, panjang pedunkulus dan diameter pedunkulus, arah seleksi dan nilai cut-offnya masing-masing ( < 190 g, < cm, > 9, > cm, > 13 cm, > 3.8 cm, < 2.92 cm, < 3.73%, > dan > 16.9 o Brix, < 18 cm dan > 2.5 cm). Berdasarkan kriteria diatas, kemudian diperoleh sembilan kandidat nenas unggul. Model seleksi indeks juga digunakan untuk seleksi 195 hibrida, melalui index tidak terboboti diperoleh 23 hibrida kandidat nenas varietas unggul, sedangkan melalui index seleksi terboboti juga diperoleh 23 hibrida, 15 hibrida yang diperoleh sama dengan yang diperoleh melalui indeks seleksi tidak terboboti. Sehingga secara keseluruhan diperoleh 39 hibrida kandidat varietas nenas unggul. Kata kunci: parameter genetik, korelasi, penanda morfologi, penanda RAPD, independent culling level, truncation selection, indeks seleksi, heterosis. vi

7 Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. vii

8 ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN PENGEMBANGAN KRITERIA SELEKSI BAGI PEMULIAAN NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DI INDONESIA MUHAMMAD ARIF NASUTION Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 viii

9 Penguji luar ujian tertutup : Dr.Ir. Yudiwanti W.Endro K, MS. Penguji luar ujian terbuka : 1. Dr.Ir. Neni Rostini, MS. 2. Dr.Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Sc. ix

10 Judul Disertasi Nama NIM : Analisis Parameter Genetik dan Pengembangan Kriteria Seleksi bagi Pemuliaan Tanaman Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) di Indonesia : Muhammad Arif Nasution : A Disetujui Komisi Pembimbing Prof Dr Ir H. Roedhy Poerwanto, MSc Ketua Dr Ir Sobir, MS Anggota Dr Ir Memen Surahman, MSc Anggota Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS Prof Dr Ir H. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 28 Juli 2008 Tanggal lulus : x

11 PRAKATA Alhamdulililah puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul Analisis Parameter Genetik dan Pengembangan Kriteria Seleksi bagi Pemuliaan Tanaman Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) di Indonesia. Disertasi ini disusun berdasarkan empat topik penelitian, yaitu: (1) Pendugaan parameter genetik beberapa karakter kuantitatif plasma nutfah (Ananas comosus L. Merr), (2) Korelasi antar karakter kualitatif dan kuantitatif dengan komponen hasil dan hasil,(3) Studi keragaman genetik nenas hasil persilangan berdasarkan penanda morfologi dan RAPD, (4) Analisis multivariate dan seleksi nenas hibrida unggul pada program hibridisasi PKBT IPB. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. H. Roedhy Poerwanto, M.Sc., Dr. Ir. Sobir, MS., Dr.Ir. Memen Surahman, M.Sc. dan Dr.Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan motivasi yang diberikan kepada penulis mulai perencanaan, pelaksanaan, sampai penyelesaian penulisan disertasi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Aris Munandar, MS yang telah memimpin sidang Ujian Tertutup dan Dr.Ir. Yudiwanti W.Endro K, MS selaku penguji luar komisi pada Ujian Tertutup, Dr.Ir. Neni Rostini, MS dan Dr.Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Sc. selaku penguji luar komisi Ujian Terbuka serta Dr.Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc. selaku penguji Ujian Kualifikasi (Prelim). Penghargaan dan rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Dirjen DIKTI, Gubernur Sulawesi Selatan, Bupati Takalar, dan Ketua Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (DAMANDIRI) Jakarta yang telah memberikan bantuan penyusunan disertasi. Koordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi, Rektor, dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas 45 Makassar yang telah memberikan izin tugas belajar. Rektor Institut Pertanian Bogor serta Dekan dan Ketua Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah menerima penulis untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor. xi

12 Penelitian dan penyelesaian disertasi ini sebagian besar didanai oleh Rusnas Buah Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) IPB Bogor. Untuk itu ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) dan staf yang telah memberikan dana dan lahan serta fasilitas laboratorium untuk pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga disampaikan kepada teknisi dan laboran serta rekanrekan mahasiswa seperjuangan di Laboratorium Pascapanen dan Molekuler PKBT dan Laboratorium Biologi Molekuker PAU IPB, atas kebersamaan dan kesempatan saling berdiskusi selama penelitian berlangsung. Juga kepada semua rekan-rekan sesama mahasiswa Pasacsarjana IPB, khususnya Keluarga besar Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB asal Sulawesi Selatan periode Tak lupa disampaikan terima kasih kepada ayahanda M Pali (Alm) dan Ibunda Hj. Halawati yang telah mendidikku, juga kepada kakak Drs Agus Sudirman, MS, dan adik-adik Ir M. Taufik Anwar, Drs Helmi Irawan, Harzuki Harun, Ir Wahidin Alauddin, Muhammad Iqbal Darmawan, Muhammad Anas Ahmad, SE., dan Muhammad Adnan Ardhie Ananda (Alm) atas semangat dan doanya. Kepada Mertua H. Salimi dan Hj. Murnianur (Alm) serta adik ipar M. Ihsan, M. Sufyan, M. Zainal Aqli dan Rabiatul Adawyah atas perhatian dan doanya. Kepada istri Dr Ir Siti Aslamyah, MS yang setia mendampingiku dan dua orang buah hatiku Dian Rahmawati Arief dan Muhammad Yusuf Tajul Arasy Arief yang selalu memberi semangat padaku. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnuya di bidang pertanian. Amin. Bogor, Juli 2008 Muhammad Arif Nasution xii

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang pada 10 Agustus 1963, merupakan putra kedua dari sembilan bersaudara dari Ayah M Pali dan Hj. Halawati. Penulis menikah dengan Dr Ir Siti Aslamyah, MS dan telah dikaruniai seorang putri Dian Rahmawati Arief dan seorang putra Muhammad Yusuf Tajul Arasy Arief. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1988 dengan gelar Ir. Pada tahun 1994 melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Sistem-sistem Pertanian Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin dan tamat tahun 1998 dengan gelar MP. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S3 pada program studi Agronomi Institut Pertanian Bogor tahun Beasiswa pendidikan diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Sejak September 1988, penulis menjadi staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas 45 Makassar Jurusan Budidaya Pertanian. Pada tahun April 1994, penulis diangkat menjadi Dosen Kopertis Wilayah IX Sulawesi dipekerjakan pada Fakultas Pertanian Universitas 45 Makassar. Sebagian dari Disertasi ini telah dipersentasikan dalam Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI) pada Nopember 2006 di Pasar Minggu Jakarta, DEPTAN dan Seminar Nasional Hasil Penelitian yang dibiayai oleh Hibah Kompetitif pada Agustus 2007 di Bogor serta dipublikasikan dalam Prosiding PERHORTI 2006, Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang dibiayai oleh Hibah Kompetitif pada Agustus 2007 dan Jurnal Agrivigor Volume 7 Nomor 1 halaman Nenas hasil penelitian ini diperoleh dua hibrida nenas yang sudah didaftarkan pada Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Departemen Pertanian pada tanggal 1 Agustus 2007 dengan nomor 25/PVHP/2007 dan 26/PVHP/2007. xiii

14 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii GLOSARI... xix PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Kerangka Pemikiran... 6 Hipotesis... 8 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9 Ruang Lingkup Penelitian... 9 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) Klasifikasi Nenas Daerah Penyebaran Nenas Karakter Vegetatif, Generatif, dan Pembungaan Nenas Karakter Vegetatif Karakter Generatif Genetika dan Pemuliaan Tanaman Nenas Genetika Pemuliaan Tanaman nenas Pendugaan Parameter Genetik Heritabilitas dan Kriteria Seleksi Heterosis Korelasi dan Sidik Lintas Penanda Morfologi dan Molekuler Penanda Morfologi Penanda DNA PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN HERITABILITAS BEBERAPA KARAKTER KUANTITATIF PLASMA NUTFAH NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) KOLEKSI PKBT IPB Abstrak Abstract Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan... 37

15 ANALISIS KORELASI DAN SIDIK LINTAS ANTARA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF DENGAN KOMPONEN BUAH PADA TANAMAN NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) Abstrak Abstract Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan STUDI KERAGAMAN GENETIK NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) HASIL PERSILANGAN BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI DAN RAPD Abstrak Abstract Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan Saran ANALISIS MULTIVARIATE DAN SELEKSI NENAS HASIL PERSILANGAN QUEEN DENGAN SMOOTH CAYENNE KOLEKSI PKBT UNTUK PERBAIKAN HASIL DAN MUTU BUAH Abstrak Abstract Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan Saran PEMBAHASAN UMUM KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

16 DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis dan asal bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian Analisis Ragam Rancangan Acak Kelompok Kisaran, rataan, dan ragam genetik ( σ ) serta standar deviasi ragam g genetik (σ 2 σ ) beberapa karakter dari 26 aksesi nenas g 2 4. Standar deviasi fenotipik, dan heritabilitas arti luas ( h bs ) dan kemajuan genetik ( G) beberapa karakter dari 26 aksesi nenas Koefisien korelasi antara karakter kualitatif (KK) dengan karakter komponen buah Pengaruh langsung dan tak langsung komponen agronomi terhadap bobot buah pada 26 aksesi nenas koleksi PKBT Nilai nisbah respon terkorelasi dan respon seleksi dari beberapa karakter kuantitatif dengan bobot buah pada intensitas seleksi yang berbeda Primer-primer RAPD dan E-RAPD yang digunakan dalam penelitian Nilai akar ciri 3 komponen utama (KU) 87 subkarakter fenotipik Data primer dan jumlah profil DNA hasil analisis RAPD dan E-RAPD Nilai Akar ciri 10 komponen utama profil RAPD Nilai Nilai akar ciri 10 komponen utama data gabungan Nilai koefisien korelasi antar karakter kualitatif yang signifikan Karakter morfologi berkorelasi nyata dengan profil RAPD Nilai koefisien kemiripan tertinggi dan terendah pada penanda fenotipik, RAPD, dan data gabungan Pengelompokan hibrida dan tetuanya berdasarkan penanda fenotipik, RAPD, dan data gabungan dengan analisis gerombol Jumlah hibrida dari 13 kombinasi persilangan antar berbagai aksesi nenas Korelasi antara peubah agronomi hibrida hasil persilangan Nilai akar akar ciri enam komponen utama (KU) berdasarkan 87 subkarakter morfologi Uji pengaruh maternal populasi F 1 dan F 1R untuk beberapa karakter utama nenas Nilai duga heterosis (MP) dan keunggulan hibrida dari nilai tetua terbaik (HP) hasil empat kombinasi persilangan untuk karakter komponen hasil dan hasil nenas... 91

17 2 22. Klassifikasi dan jumlah tanaman pada beberapa karakter utama nenas hibrida hasil persilangan Penampilan karakter agronomi sembilan genotipe hibrida kandidat nenas varietas unggul hasil seleksi independent culling level dan trancution selection Penampilan karakter agronomi 23 genotipe hibrida kandidat nenas varietas unggul hasil seleksi indeks tidak terboboti (unweighted standardized selection index) Penampilan karakter agronomi 24 genotipe hibrida kandidat nenas varietas unggul hasil seleksi indeks terboboti (weighted standardized selection index)

18 3 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian Bagan alir penelitian Hubungan sebab akibat dari karakter bobot buah (Y) dengan (tinggi tanaman(x 1 ), diameter tajuk (X2), jumlah daun(x 3 ), lebar daun (X 4 ), dan panjang daun (X 5 ) serta berbagai karakter lain yang tidak teramati (S=sisaan) Dendrogram kemiripan fenotip hasil analisis gerombol dengan metode pengelompokan UPGMA berdasarkan 87 karakter morfologi Pola pita penanda RAPD yang dibangkitkan menggunakan primer SBN5 pada genotipe tetua (T 1 =JBBMQH6; T 2 = JBSMSC3) dan 30 F 1 hasil persilangan tetua T 1 x T Dendrogram kemiripan genotipik hasil analisis gerombol dengan metode pengelompokan UPGMA berdasarkan 150 pola pita DNA Dendrogram kemiripan data gabungan hasil analisis gerombol dengan metode pengelompokan UPGMA berdasarkan 87 karakter morfologi dan 12 primer RAPD Profil RAPD dari Primer OPE7. Panah menunjukkan fragmen yang berkorelasi dengan 0.70 dengan karakter kelopak warna putih perak dan buah kuning emas Profil RAPD dari Primer SBR4. Panah menunjukkan fragmen yang berkorelasi (r=0.70) dengan warna buah hijau setelah matang Profil RAPD dari Primer SBH8. Panah menunjukkan fragmen yang berkorelasi (0.70) dengan dengan karakter karakter duri tidak merata Keanekaragaman duduk daun nenas: Duduk daun tegak (a) dan duduk daun jatuh (b) Keanekaragaman warna daun: Warna daun hijau (a), hijau bercak kuning (b), dan hijau bercak merah (c) Keanekaragaman warna sepal daun: Warna keungu-unguan (a) dan warna putih kehijauan (b) Keanekaragaman mahkota buah. Mahkota tunggal (a) dan mahkota ganda (b) Perbandingan antara buah normal (unrusseted) dengan buah abnormal (russeted). Foto inset menunjukkan warna kecoklatan pada mata buah

19 4 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Standar pengamatan deskripsi morfologi nenas (IBPGR, 1991) Koefisien korelasi antar karakter kuantitatif pada 26 genotipe nenas koleksi plasma nutfah PKBT IPB Data biner dari 86 subkarakter fenotipik pada 30 hibrida dan tetuanya Data biner 105 pita DNA dari 12 primer RAPD pada 30 hibrida dan tetuanya Matriks koefisien kemiripan fenotipik (KF) antar 30 hibrida dan tetuanya Matriks koefisien kemiripan genetik (KG) antar 30 hibrida dan tetuanya Matriks koefisien kemiripan data gabungan antar 30 hibrida dan tetuanya Penampilan dan deskripsi hibrida nomor P01\09 kandidat nenas varietas unggul Penampilan dan deskripsi hibrida nomor P14\03 kandidat nenas varietas unggul Penampilan dan deskripsi hibrida nomor P16\02 kandidat nenas varietas unggul Penampilan dan deskripsi hibrida nomor P01\09 kandidat nenas varietas unggul

20 5 GLOSARI Aksesi: anggota koleksi yang dilestarikan, dapat berupa klon, varietas maupun nomor persilangan Fenotipe: Penampilan individu (tentang sifat fisis, biokimis, fisiologis dan sebagainya) sebagai hasil interaksi antara genotipe dan lingkungan Genotipe: Susunan genetik individu Hapas: Tunas yang terletak pada tangkai buah Heterosis: Keunggulan hibrida F 1 di atas kisaran tetuanya mengenai sesuatu atau beberapa sifat Hibrida: Hasil persilangan dua tetua yang berbeda Ideotype: Tipe tanaman yang ideal Karakter kualitatif: Karakter dimana variasi tidak terus-menerus tidak diteruskan Karakter kuantitatif: Karakter dimana variasi adalah terus menerus sehingga klasifikasike dalam kategori yang jelas adalah tidak mungkin Keanekaragaman genetik: Keragaman individu dalam suatu populasi ditinjau dari keseluruhan karakternya Kesamaan genetik: Secara luas menunjukkan kesamaan sifat di antara varietasvarietas tanaman, dan merupakan kebalikan dari jarak genetik Klon: Perkembangbiakan organisme secara vegetatif Kultivar: Varietas yang sudah dibudidayakan Mahkota: Batang pendek dengan beberapa daun yang melekat padanya dan terletak di atas puncak buah Peduncle(pedunkulus): tangkai buah Penanda: Sifat yang dapat diturunkan yang berasosiasi dengan genotipe tertentu dan digunakan untuk mengkarakterisasi genotip Plasma nutfah: Sumber genetik dalam satu spesies tanaman yang memiliki keragaman genetik yang luas yang dihasilkan oleh perbedaan varietas, strain, galur, subspesies atau populasi Ragam: Rata-rata kuadrat simpangan baku dari nilai tengah Ragam genetik: Ragam individu dalam suatu populasi yang disebabkan faktor genetik dari setiap karakter yang diamati Segregasi: bila sekelompok keturunan dari suatu persilangan memperlihatkan perbedaan dalam mengekspresikan karakter karena adanya variabilitas genetik antar induk Seleksi: Usaha untuk mendapatkan tanaman yang mempunyai sifat genetik yang baik, yaitu dengan cara memilihnya di antara tanaman lain dengan mengenali ciri-cirinya 5

21 Self-incompatibility (SI): Ketidakmampuan tepung sari untuk membuahi dari bunga yang sama. SI gametofitik: Disebabkan adanya ketidaksesuaian genetik terhadap satu lokus, persilangan terhambat bila gamet membawa s lokus yang sama. SI Sporotifik: Reaksi SI ditentukan oleh genotipe jaringan sporofitik tanaman lain dan didominasi alel s (tanaman homomorfik). Reaksi SI terjadi karena adanya perbedaan morfologi bunga (tanaman heteromorfik) Shoots: Tunas yang keluar dari batang di atas permukaan tanah Slips: Tunas yang tumbuh pada dasar buah Suckers: Tunas yang keluar dari bagian batang yang berada di dalam tanah Uji keturunan: Pengujian terhadap keturunan untuk mengevaluasi tetua Varietas: Suatu grup tanaman yang mempunyai sifat tertentu yang terdefenisikan Varietas hibrida: Varietas tanaman yang diperoleh dari persilangan dua atau lebih galur yang berbeda 6 6

22 PENDAHULUAN Latar Belakang Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan salah satu tanaman buah tropika penting ketiga setelah pisang dan mangga, yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan mempunyai kandungan gizi yang cukup lengkap. Setiap 100 g buah nenas mengandung 45 kalori, 87.8 g air, 0.5 g protein, 0.1 g lemak, 10.6 g karbohidrat, 0.6 g serat, 6.0 mg fosfor, µg beta karoten, 0.7 mg vitamin B1, 0.8 mg vitamin B2, 0.1 mg niacin, dan 15.2 mg vitamin C (Wirakusumah, 1999). Buah nenas juga mengandung serat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan (GMF, 2007). Di dalam batang dan buah nenas terdapat protease yang digunakan sebagai pengempuk daging. Serat daunnya dapat ditenun menjadi kain pina yang halus dan dapat diproses menjadi kertas berkualitas tinggi yang tipis, halus dan lembut (Verheij dan Coronel, 1992; GTR, 2003 ). Produksi nenas Indonesia dibandingkan Thailand dan Philipina masih rendah. Pada tahun 2006 produksi nenas Indonesia sebesar 925 ribu ton, sedangkan Thailand dan Philipina masing-masing mencapai 2705 ribu ton dan 1833 ribu ton. Rendahnya produksi Indonesia antara lain disebabkan tingkat produktivitas yang rendah hanya sebesar ton per hektar, sementara Thailand dan Philipina masing-masing mencapai ton per hektar dan ton per hektar (FAOSTAT, 2007). Produksi dan produktivitas nenas ini dapat ditingkatkan dengan beberapa cara diantaranya: membuka kebun-kebun baru, meremajakan kebun-kebun tua dan penggunaan kultivar-kultivar baru. Penggunaan kultivar baru perlu didukung dengan adanya kultivar nenas yang berdaya hasil tinggi dan mutu lebih baik serta memiliki daya adaptasi yang luas. Namun saat ini kehadiran kultivar nenas unggul tersebut masih sangat terbatas jumlahnya. Sampai saat ini usaha-usaha dan penelitian untuk menemukan varietas unggul dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu: a) introduksi atau mendatangkan varietas/bahan seleksi dari luar negeri, b) mengadakan seleksi terhadap populasi yang telah ada seperti klon lokal atau klon dalam koleksi, c) mengadakan program pemuliaan dengan persilangan.

23 2 Pemuliaan nenas modern ditujukan untuk mendapatkan varietas tanaman nenas unggul, baik sebagai buah segar (fresh market), maupun nenas olahan (processing). Untuk buah segar diharapkan mempunyai karakter antara lain: mahkota buah kecil, warna kulit seragam dan berwarna cerah, ukuran buah kecil sampai sedang, bentuk buah tidak memanjang, mata buah datar dan warna daging buah kuning sampai kuning emas. Kriteria lain seperti tekstur, kadar asam dan gula, aroma dan buah tidak berbiji serta kandungan asam askorbat juga penting. Sedangkan untuk tujuan nenas kalengan selain berproduksi tinggi, juga harus memenuhi kriteria yaitu: tangkai buah kuat, bentuk buah silindris, mata buah datar dan dangkal, permukaan buah keras, empulur dan serat kurang serta mempunyai kandungan asam dan gula tertentu dan aroma menarik serta buah tidak berbiji (Leal dan Coppens, 1996; Py et al. 1987; Broertjes dan Harten, 1988; Verheij dan Coronel, 1992). Tujuan tersebut dapat dicapai antara lain melalui kegiatan persilangan antar kultivar maupun dengan spesies lainnya. Persilangan antar kultivar Comosus dengan spesies lain dari Ananas menghasilkan biji F 1 yang viabel dan tanaman yang fertile (Collins, 1968). Fertilitas dalam A. comosus termasuk rendah, ditunjukkan oleh rendahnya persentase ovule yang menghasilkan biji setelah persilangan, yaitu berkisar 5% - 29% (Leal dan Coppens, 1996). Pembentukan varietas nenas unggul memerlukan waktu yang lama, terlebih lagi nenas secara alami menyerbuk silang (heterozigot). Perakitan nenas hibrida telah dilakukan di beberapa negara. The Malaysian Agricultural Research and Development Institute (MARDI) telah berhasil melepas nenas hibrida komersil Josepina setelah melakukan serangkain kegiatan program pemuliaan nenas selama 12 tahun dengan melibatkan empat tetua, yaitu: kultivar Sarawak (Cayenne), Moris (Queen), Johor (Spanish) dan Masmerah (Spanish) (Chan, 2006). The Centre de Cooperation Internationale en Recherche Agronomic pour le Development (CIRAD) Prancis, telah menghasilkan hibrida baru nenas segar Scarlett yang merupakan hasil seleksi dari turunan persilangan Smooth Cayenne x Manzana (Coppens dan Marie, 2000). Tahun 1978, IRFA memulai suatu program Ivory Coast for improvement of Pineapple Varieties. Persilangan dilakukan antara Smooth Cayenne dan Perolera, 15 tahun kemudian baru 2

24 3 diperoleh varietas hibrida baru (Cabot, 2005). Hasil introduksi Smooth Cayenne dari Hawaii yang diperbanyak melalui teknik kultur jaringan oleh Tim Peneliti Taman Wisata Mekarsari menghasilkan nenas Arnis berair manis dengan karakter buah silindris, mahkota kecil, mata buah datar, bobot buah antara kg, buah manis, segar, tidak gatal, tekstur daging halus, hatinya dapat dikonsumsi, dan kemanisan antara o Brix (Komunikasi pribadi). Tim peneliti Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung bekerjasama dengan RUSNAS Buah PKBT IPB telah menghasilkan nenas hibrida hasil persilangan Cayenne dengan Queen, memiliki karakter TPT cukup tinggi sampai 23 o Brix, dan beberapa karakter kualitatif lain seperti daun tidak berduri dan bentuk buah silindris (Rostini et al., 2007). Masalah pokok yang dihadapi dalam merakit varietas nenas hibrida dengan daya produksi tinggi dan kualitas buah yang baik adalah tersedia plasma nutfah nenas yang memiliki sumber gen produksi tinggi dan kualitas buah yang diharapkan. Selain itu, masalah yang dihadapi program pemuliaan nenas berdasarkan hibridisasi langsung adalah tingginya tingkat heterosigositas dari kultivar nenas yang digunakan dalam hibridisasi dan banyaknya karakter yang dievaluasi selama proses seleksi, menyebabkan tidak efisien dalam membentuk kultivar generasi baru (Cabral et al., 2000). Perbaikan sifat-sifat yang diinginkan sering dihadapkan pada masalah memilih tetua-tetua yang memiliki sumber gen dari karakter yang diinginkan. Untuk mendapatkan hasil persilangan yang diinginkan dan untuk menentukan kegiatan pemuliaan lebih lanjut yang tepat melalui perakitan varietas diperlukan informasi dasar, antara lain sumber keragaman genetik plasma nutfah, hubungan genetik antar karakter, metode seleksi (ragam genetik, heritabilitas), pola pewarisan, dan metode evaluasi (kesesuaian mutu/daya adaptasi). Keragaman genetik sangat menentukan keberhasilan program pemuliaan untuk membentuk varietas unggul. Dengan keragaman genetik yang luas dari suatu karakter akan memberikan peluang yang baik dalam seleksi, karena seleksi akan efektif pada karakter yang mempunyai keragaman genetik yang luas. Menurut Poespodarsono (1988), langkah awal yang harus dilakukan dalam kegiatan pemuliaan tanaman untuk perakitan varietas unggul adalah pembentukan 3

25 4 populasi dasar dengan keragaman tinggi. Keragaman genetik yang luas dari suatu karakter akan memberikan peluang yang lebih besar dalam seleksi karakter terbaik, dibandingkan dengan karakter yang mempunyai keragaman genetik sempit. Karakter yang diseleksi sebaiknya mempunyai heritabilitas (h 2 bs) tinggi, sebab karakter tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. Nilai heritabilitas menunjukkan besarnya proporsi faktor genetik dalam fenotipe suatu karakter (Fehr, 1987; Falconer dan Mackay, 1997), selain itu juga merupakan suatu indikasi terhadap gen-gen pengendali karakter tersebut. Nilai duga heritabilitas yang rendah mengindikasikan karakter tersebut merupakan karakter kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen, dimana karakter semacam ini pengaruh lingkungan terhadap fenotipe sangat besar. Sebaliknya nilai duga heritabilitas tinggi menunjukkan adanya indikasi suatu karakter kualitatif yang dikendalikan oleh sedikit gen-gen mayor. Keragaman genetik nenas dapat diketahui melalui pendekatan penanda morfologi dan molekuler. Pada tanaman nenas karakterisasi yang sering dilakukan adalah berdasarkan pada penanda morfologi. Hume dan Miller (1904) dalam Aradya et al., (1994), mengelompokkan nenas berdasarkan kesamaan morfologi daun, ada/tidaknya duri, warna bunga, serta bentuk dan ukuran buah ke dalam tiga kelompok, yaitu Cayenne, Queen dan Spanish. Py et al., (1987) mengelompokkan nenas ke dalam lima kelompok dengan menambahkan pada kelompok yang sudah ada dengan Abacaxi atau Pernambuco dan Perola. Muljohardjo (1984) membagi Cayenne menjadi dua subkelompok, yaitu Hilo dan Hawaiian Smooth Cayenne (SC). Hilo tidak mempunyai tunas tangkai buah tetapi Hawaian SC mempunyai tunas tangkai buah. Sekarang ini pengelompokan nenas telah digunakan beberapa metode molekuler yang didasarkan polimorfisme DNA dalam memperoleh informasi keragaman genetik. Apriyani (2005), melakukan analisis keragaman genetik 20 aksesi dari koleksi plasma nutfah PKBT IPB dan dua aksesi dari Pantai Gading. Hasil analisis similaritas berdasarkan 23 pita RAPD polimorfis mampu menduga keragaman genetik sebesar dan hasil analisis gerombol pada tingkat koefisien kesamaan 0.67 mampu mengelompokkan 20 aksesi tersebut menjadi tiga kelompok utama dan memisahkan aksesi tipe Queen dari aksesi tipe Smooth 4

26 5 Cayenne. Duval et al., (2001), telah melakukan studi keragaman pada genus Ananas dan Pseudananas menggunakan RFLP. Cecilia et al., (2005), menjelaskan bahwa dengan menggunakan AFLP pada 148 aksesi nenas dan 14 aksesi lainnya diperoleh koefisien kemiripan genetik rata-rata 0.74 dengan rentang dari 0.55 sampai Informasi mengenai hubungan kausal antara hasil dan komponen hasil dalam tanaman nenas telah dilaporkan oleh Garcia dan Consuegra (2005), bahwa berdasarkan hasil metode regresi diperoleh bahwa diameter buah, tinggi buah dan tangkai buah merupakan variabel utama tanaman nenas yang terkait erat dengan berat buah. Di Indonesia kajian terhadap hubungan kausal antara hasil dan komponen hasil pada tanaman nenas belum pernah dilaporkan. Karakter hasil merupakan salah satu karakter yang bersifat kuantitatif, yang nilainya sangat dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk lingkungan tumbuh, sehingga untuk menduga keragamannya diperlukan karakter komponen hasil yang diketahui memiliki hubungan fungsional dengan hasil. Tahap selanjutnya yang dilakukan dalam kegiatan program pemuliaan setelah hibridisasi adalah tahap seleksi. Penggunaan kriteria morfologi semata dalam tahap seleksi kurang akurat, karena adanya sebagian karakter tanaman yang dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Demikian pula penggunaan kriteria agronomi yang berhubungan dengan komponen produksi dan produksi mempunyai kendala yang berhubungan dengan umur tanaman. Nenas merupakan tanaman perennial sehingga untuk kebutuhan seleksi nenas unggul diperlukan waktu lebih dari 10 tahun (Rohrbach dan Johnson. 2003; Chan and Lee 1991). Kemajuan dalam bidang bioteknologi telah memberikan penanda yang lebih akurat yang dapat digunakan lebih dini dengan menganalisis pada tingkat DNA tanaman yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan umur. Kombinasi penggunaan penanda morfologi dan molekuler tersebut, memungkinkan untuk memperoleh hasil seleksi yang lebih akurat, efektif dan efisien. Penggunaan penanda molekuler sebagai Marker Assisted Selection (seleksi berbantuan penanda) telah dilakukan pada tanaman nenas. Soneji et al., (2002), berhasil membedakan secara molekuler varian tidak berduri dan 5

27 6 normal berduri nenas asal regenerasi kultur jaringan dengan menggunakan marka RAPD. Berdasarkan informasi yang telah diperoleh di atas, penelitian ini dilakukan untuk menyusun konsep pemuliaan tanaman nenas di Indonesia. Selain itu dari penelitian ini akan diperoleh calon varietas unggul nenas. Kerangka Pemikiran Langkah awal untuk pemuliaan tanaman nenas adalah tersedianya plasma nutfah, yang berasal dari varietas lokal atau dibentuk oleh pemulia. Plasma nutfah harus memiliki keragaman dan adanya gen yang berhubungan dengan karakter yang diinginkan. Untuk mengetahui potensi genetik dari plasma nutfah diperlukan analisis parameter genetik terhadap karakter-karakter utama nenas. Sebagian besar karakter utama nenas adalah berupa karakter kuantitatif. Penanganan karakter kuantitatif dalam pemuliaan tidak sesederhana karakter kualitatif yang dapat dianalisis dengan mengunakan genetika Mendel. Pendekatan statistika melalui analisis nilai tengah, ragam dan peragam dilakukan terhadap karakter kuantitatif untuk menduga parameter genetik dalam pemuliaan tanaman dengan menggunakan nilai keragaman genetik dan heritabilitas serta nilai korelasi antar karakter tanamam. Apabila dari plasma nutfah tidak diperoleh tanaman yang sesuai dengan ideotype tanaman nenas, maka dilakukan introduksi dan hibridisasi. Introduksi diperlukan sebagai sumber keragaman genetik dan dapat dikembangkan menjadi varietas baru melalui proses adaptasi dan seleksi serta sebagai calon tetua dalam program hibridisasi dengan varietas yang telah beradaptasi. Hibridisasi bertujuan untuk memperoleh kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan dua atau lebih tetua yang berbeda genotipenya. Sumber genotipe program hibridisasi antara lain dari plasma nutfah. Keturunan hasil hibridisasi ini akan mengalami segregasi pada F 1 (hibrida) karena kedua tetuanya heterozigot. Akibat terjadinya segregasi akan menimbulkan keragaman genetik yang selanjutnya dilakukan seleksi dan evaluasi karakter tanaman yang diinginkan (nenas segar atau nenas olahan). 6

28 7 Program pemuliaan tanaman nenas sangat tergantung dari populasi asal dan metode seleksinya. Populasi asal harus memiliki keragaman dan adanya gen yang diinginkan. Sedang seleksi diarahkan untuk memperbesar pengaruh gen yang diinginkan. Keberhasilan hibridisasi ditentukan oleh pemilihan kombinasi persilangan yang tepat. Salah satu metode untuk melakukan pemilihan tetua adalah dilakukan melalui uji keturunan (progeny test). Pengujian ini dimaksud untuk dapat menilai secara genetik tetua yang akan digunakan dalam program pemuliaan melalui nilai pemuliaan progeny. Langkah selanjutnya adalah melakukan seleksi terhadap hibrida hasil persilangan. Efektivitas seleksi dapat dilakukan dengan melakukan pengelompokan terhadap populasi yang akan diseleksi. Untuk menentukan pola pengelompokan yang terdapat pada populasi hibrida hasil persilangan digunakan analisis kemiripan, analisis gerombol, dan analisis komponen utama berdasarkan penanda morfologi dan RAPD. Analisis korelasi antar karakter pertumbuhan dengan karakter hasil/komponen hasil perlu diketahui pada populasi hibrida untuk menentukan apakah antar karakter-karakter tersebut saling berkaitan secara genetik atau secara fisiologis. Pada tanaman nenas, sebagai tanaman menyerbuk silang sering ditemukan heterosis yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki beberapa karakter tanaman yang diinginkan. Untuk melengkapi informasi yang telah diperoleh di atas, perlu dilanjutkan dengan kegiatan seleksi dan evaluasi berdasarkan nilai pemuliaan dari karakterkarakter agronomi dan morfologi dari hibrida. Seleksi individu hibrida dilakukan untuk mendapatkan genotipe yang dapat menjadi kandidat varietas nenas unggul. Metode seleksi yang dapat dilakukan adalah independent culling level dan selection index. Prosedur independent culling level dimulai dengan menentukan karakter penting pertama yang menjadi kriteria seleksi, setelah diperoleh hibrida terpilih berdasarkan karakter tersebut, kemudian dilakukan seleksi terhadap hibrida terseleksi dengan menggunakan karakter penting kedua, dan seterusnya sampai ditentukan kandidat nenas hibrida unggul. 7

29 8 Penyusunan indeks seleksi didasarkan pada kepentingan relatif setiap karakter dengan mempertimbangkan nilai ekonomi, nilai pemuliaan dan nilai korelasi. Untuk penyusunan indeks seleksi pada tanaman nenas terlebih dahulu ditentukan karakter bobot buah yang menjadi perhatian utama, kemudian ditentukan karakter lain yang berhubungan dengan bobot buah. Begitu sebaliknya, jika yang diprioritaskan adalah kualitas hasil, maka ditentukan indeks seleksi yang berhubungan dengan TPT. Bagan alir kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 1. PLASMA NUTFAH PARAMETER GENETIK KRITERIA SELEKSI PEMILIHAN TETUA Hibridisasi Uji Keturunan HIBRIDA KRITERIA SELEKSI Parameter genetik Korelasi antar karakter Independent culling Selection index Nenas Segar Nenas Olahan Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian Hipotesis Dari serangkaian kerangka pemikiran dalam mencari informasi untuk perakitan varietas unggul nenas, dapat ditarik beberapa hipotesis sebagai berikut : 8

30 9 1. Terdapat paling kurang satu pasang genotipe nenas plasma nutfah yang dapat dijadikan tetua untuk perakitan nenas unggul. 2. Terdapat penanda yang memiliki kemampuan untuk membentuk pola pengelompokan pada tanaman nenas hibrida. 3. Terdapat beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif yang berkorelasi terhadap karakter penting utama nenas. 4. Terdapat sedikitnya sepasang tetua yang memiliki efek heterosis untuk karakter-karakter yang diamati, sehingga diharapkan diperoleh keterangan tentang potensi hibrida. 5. Terdapat sekurang-kurangnya satu hibrida yang diperoleh sesuai dengan ideotype tanaman nenas. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan konsep pemuliaan nenas dalam upaya perakitan varietas unggul nenas untuk kebutuhan nenas segar dan olahan. Tujuan khusus 1. Karakterisasi plasma nutfah berdasarkan parameter genetik dan korelasi antara karakter pertumbuhan terhadap hasil dan komponen hasil. 2. Mempelajari pola pembentukan keragaman dan keterkaitan antara penanda morfologi dan penanda molekuler. 3. Mempelajari informasi tentang efek maternal dan heterosis karakter-karakter utama berdasarkan populasi hibrida. 4. Menentukan metode seleksi dan evaluasi hasil persilangan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat diterapkan sebagai strategi seleksi yang efektif dan efisien dalam rangka perakitan varietas nenas untuk memperoleh genotipe tanaman nenas yang berdaya hasil dan berkualitas tinggi. Ruang Lingkup Penelitian 9

31 Disertasi ini disusun berdasarkan empat topik penelitian yaitu: (1) Pendugaan parameter genetik dan heritabilitas beberapa karakter kuantitatif plasma nutfah (Ananas comosus (L.) Merr), (2) Analisis korelasi dan sidik lintas antara karakter kualitatif dan kuantitatif dan komponen buah pada tanaman nenas (Ananas comosus (L.) Merr), (3) Studi keragaman genetik nenas hibrida berdasarkan penanda morfologi dan RAPD (4) Analisis multivariate dan seleksi nenas hibrida hasil persilangan Queen dengan Smooth Cayenne koleksi PKBT untuk perbaikan hasil dan mutu buah. Gambar 2. PLASMA NUTFAH NENAS KOLEKSI PKBT IPB 10 Bagan alir penelitian disajikan pada Populasi Hibrida 1. Pendugaan Parameter Genetik dan Heritabilitas Plasma Nutfah 2. Analisis Korelasi & Sidik Lintas antara Karakter Morfologi & Komponen Buah 3. Kemiripan dan Keragaman Genetik Nenas Hasil Persilangan menggunakan Marka Morfologi dan RAPD. 4. Multivariate dan Seleksi Karakter Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Persilangan antara Queen dan Smooth Cayenne Analisis Ragam Analisis Lintas Analisis Kemiripan dan Keragaman berdasarkan karakter morfologi & RAPD Analisis korelasi Analisis Komponen Utama Analisis Peringkat Agronomi Ragam genetik luas Heritabilitas tinggi Pengaruh langsung & tidak langsung tinggi Korelasi antara karakter Terdapat korelasi primer RAPD dgn karakter. Pengelompokan Hibrida Kandidat Varietas Nenas Metode Seleksi Nenas Varietas Unggul Program Pemuliaan Nenas Unggul Gambar 2. Bagan alir penelitian 10

32 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) Klasifikasi Nenas Nenas (Ananas comosus (L).Merr.) adalah salah satu anggota famili Bromeliaceae. Ada tujuh spesies yang tergolong dalam genus Ananas. yaitu Ananas comosus dan A. bracteatus (pina de playon), dibudidaya sebagai tanaman pagar atau untuk menghasilkan buah, A. lucidus (sebagai sumber serat, A. ananassoides, A. nanus, A. parguazensis, A. fritzmuelleri termasuk spesies liar. Genus yang berhubungan dengan Ananas adalah Pseudonanas,dengan monotipe, yaitu Pseudo sagenarius (Smith dan Down, 1979). Menurut Samson (1980), kultivar nenas ada 6 golongan berdasarkan karakter buah, yaitu Hilo (buahnya padat, berat 2-3 lb, varian Hawaii dari smooth cayenne, buahnya lebih selindris, menghasilkan banyak tunas dan tidak menghasilkan slip), Kona Sugarloaf (berat buah 5-6 lb, daging buah putih tanpa berkayu dibagian tengah, permukaannya silindris, kandungan gula tinggi, tidak asam, dapat dipercaya buahnya enak), Natal Queen (berat buah 2-4 lb, daging buah kuning emas, tektur kering dan aromanya lembut enak, sangat baik untuk konsumsi segar, baik disimpan setelah matang dan daun berduri), Pernambuco (berat buah 2-4 lb, daging buah berwarna kuning putih sampai putih, manis, berair, baik untuk buah segar, kurang cocok untuk dikapalkan, daun berduri), Red Spanish (berat buah 2-4 lb, buah berwarna kuning putih dengan aroma menyenangkan, permukaan persegi, cocok untuk pengapalan sebagai buah segar sampai ketempat pemasaran, daun berduri), dan Smooth Cayenne (berat buah 5-6 lb, daging buah kuning putih sampai kuning, permukaan buah silindris, kandungan gula dan asam tinggi, baik untuk nenas kalengan dan olahan, daun tidak berduri, varietas dari Hawaii dan lebih mudah diperoleh di toko-toko grosir di Amerika Serikat). Daerah Penyebaran Nenas Tanaman nenas berasal dari daerah tropis Amerika Selatan yang telah didomestikasi sebelum masa Kolombus. Pada abad ke-16 orang spanyol membawa nenas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, dan barangkali juga

33 12 ke Indonesia. Tanaman ini kini dipelihara di seluruh daerah tropik dan subtropik. Penghasil buah nenas dunia pada umumnya terletak di daerah tropis yang terletak antara 30 0 LU dan 30 0 LS (Verheij and Coronel, 1992; Muljohardjo, 1983). Di Indonesia, nenas hampir tersebar di seluruh provinsi dan dibudidayakan terutama di daerah dataran rendah. Sentra produksi nenas di Indonesia meliputi: Sumatera Utara (Tapanuli Selatan, Simalungan), Riau (Kampar, Siak, Dumsi), Jambi (Bungo, Batanghari), Sumatera Selatan (Ogan Ilir, Muara Enim, Prabumulih), Lampung (lampung Tengah, Tulang Bawang), Jawa Barat (Subang), Jawa Tengah (Pemalang, Wonosobo), Jawa Timur (Blitar, Kediri), Kalimantan Timur (Kutai Kartanegara), Kalimantan Barat (Sambas, Kota Pontianak), Kalimantan Tengah (Kapus, Kotawaringin), dan Sulawesi Utara (DBTB, 2006). Karakter Vegetatif, Generatif, dan Pembungaan Nenas Nenas termasuk tanaman herbaceous dari klas monokotil yang bersifat perenial. Tergantung pada varietasnya tanaman nenas dewasa dapat mencapai ketinggian cm, dengan diameter tajuk 100 cm 200 cm. Struktur utama morfologi dibedakan menjadi batang, daun, tangkai buah, buah majemuk atau sinkarp, mahkota, tunas dan akar (Coppens dan Leal, 2003). Karakter Vegetatif Batang nenas berbentuk ganda, dengan panjang cm dan lebar 2-5 cm pada bagian dasar dan 5-8 cm pada bagian atas. Pada bagian atas lurus dan tegak, sementara permukaan bagian bawah tergantung bahan tanaman yang digunakan. Tanaman yang berasal dari tunas anakan atau tunas batang, bagian atas tumbuh lurus, bagian bawah tanaman tumbuhnya bengkok (Coppens and Leal, 2003). Batang terdiri dari ruas dan buku. Ruasnya pendek berkisar antara 1-10 cm, ruas yang panjang berada pada bagian tengah batang, yaitu batang yang pertumbuhannya paling cepat. Buku nenas dapat dilihat melalui daun yang dekat batang. Menghasilkan tunas ketiak setiap buku. Tunas ketiak ini dapat menghasilkan tunas dasar buah atau tunas anakan (Verheij dan Coronel, 1997; Nakasone dan Paull, 1998). Pada saat terbentuk buah, beberapa tunas ketiak pada batang tumbuh menjadi tunas batang. Tunas batang yang telah mencapai panjang cm dapat dipotong dan digunakan untuk bibit. Tangkai buah yang merupakan perpanjangan 12

34 13 dari batang adalah tempat melekatnya bunga atau buah. Pada tangkai buah di bawah buah, terdapat sejumlah daun yang pendek dan sempit. Jumlah dan besarnya tunas dasar buah tergantung dari sifat keturunan tanaman nenas, dan kesuburan tanah. Panjangnya dapat mencapai sekitar 26 cm dengan bobot antara gram. Tunas dasar buah batangnya bengkok, dan pada waktu ditanam sebagai sebagai bibit juga masih tetap bengkok (Coppens and Leal, 2003; Verheij dan Coronel, 1997; Nakasone dan Paull, 1998; Collins, 1968). Daun merupakan bagian yang melekat pada bagian batang yang berada di bagian atas permukaan tanah, pada tangkai dan pada batang mahkota. Rata-rata jumlah daun yang berfungsi dan aktif berkisar antara dan berbentuk pedang, panjangnya dapat mencapai 1 m atau lebih, lebarnya 5-8 cm, pinggirannya berduri atau hampir rata, berujung lancip, bagian atas daun berdaging, berserat, beralur, tersusun dalam spiral yang tertutup, bagian pangkalnya memeluk poros utama. Daun di bagian bawah merupakan daun tua dan ukurannya pendek, di bagian tengah tanaman ukuran daun paling panjang dan daun bagian atas umumnya muda dan ukurannya pendek, sehingga tanaman seakan-akan berbentuk hati. Phylllotaxy tanaman menunjukkan 5/13. Warna daun nenas sebelah atas ada hijau mengkilap, hijau tua, merah tua bergaris coklat kemerahan, tergantung dari varietasnya, sedang permukaan daun bagian bawah berwarna putih seperti perak atau putih seperti ketombe. Berdasarkan pengamatan anatomi terdapat jaringan penyimpan air (water-strorage tissue), yang terdiri dari sel-sel yang tidak berwarna, berbentuk tiang, dan terletak di bawah jarigan hypodermal bagian atas dan meluas ke bawah sampai mesofil. Jaringan penyimpanan air apabila terisi air akan menduduki setengah dari tebalnya daun. Pada musim kekeringan, tanaman nenas akan menggunakan air dalam jaringan tersebut (Collins, 1968). Stomata terdapat pada permukaan daun bagian bawah. Jumlah stomata lebih kurang per mm persegi. Jumlah stomata pada daun tanaman nenas jenis Cayenne adalah 180 per mm 2, lebih sedikit dibandingkan hibrida triploid dan tetraploid. Jumlah ini sedikit dibandingkan pisang dan jeruk yang masing-masing berjumlah 220 per mm 2 dan 500 per mm 2. Stomata ini tertutup sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. Mekanisme menutupnya stomata pada nenas 13

35 14 ini disebabkan nenas termasuk mempunyai jalur fotosintesis tipe CAM (Crassulacean Acid Metabolism). Karbondioksida diserap pada malam hari dan diubah menjadi asam yang digunakan dalam sintesis karbohidrat pada siang hari. Jalur fotosintesa memungkinkan stomata tertutup sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. Ada tiga kelompok nenas berdasar keberadaan duri pada daun yaitu : 1) berduri di ujung daun, 2) berduri pada seluruh tepi daun dan 3) tidak berduri sama sekali, daunnya menggulung seperti pipa ( piping ). (Collins, 1968; Verheij dan Coronel, 1997; Samson, 1980). Bagian vegetatif lain dari nenas yang perlu diketahui adalah sistem perakarannya. Berdasarkan cara terbentuknya perakaran nenas dikelompokkan menjadi akar primer, akar sekunder dan akar adventif. Akar primer berasal dari biji sebagai akar tunggang. Pada pertumbuhan bibit selanjutnya akar ini hilang dan berganti dengan akar adventif. Pada akar adventif selanjutnya bercabang menjadi akar sekunder yang dapat berupa rambut akar, epidermis, exodermis, korteks bagian luar dan dalam, endodermis, perisikel, floem, xylem dan sel-sel empulur. Tanaman nenas hanya mempunyai sistem perakaran serabut yang sebarannya ke arah horizontal dan vertikal mencapai ukuran radius 50 cm (Collins, 1968 ; Samson, 1980; Nakasone dan Paull, 1998). Bagian vegetatif tanaman yang tumbuh di atas puncak buah nenas memiliki batang pendek dengan beberapa daun yang melekat padanya disebut mahkota. Mahkota ini merupakan lanjutan meristem sumbu utama dari tanaman sesudah mengalami pembentukan buah. Pertumbuhan mahkota berlangsung selama buah berkembang menjadi besar. Setelah buah masak, mahkota dapat ditanam sebagai bahan bibit tanaman baru. Pada ujung mahkota terdapat meristem pembentuk daun. Peningkatan pertumbuhan mahkota kira-kira hari setelah pertumbuhan buah telah dimulai (Collins, 1968; Nakasone dan Paull, 1998). Karakter Generatif Dari meristem ujung terbentuk tangkai buah dan bunga. Bunga nenas muncul sebanyak 50 sampai 200 bunga pada setiap individu ditandai dengan berubahnya dasar pangkal batang dari merah muda menjadi merah pelut (Okimoto, 1984 dalam Leal dan Coppens, 1996). Bunga nenas termasuk bunga majemuk, mekar sebanyak 5 sampai 10 bunga setiap hari (Samson, 1980). 14

36 15 Masing-masing bunga dibarengi oleh satu daun pelindung (bractea) yang lancip, mempunyai 3 helai daun kelopak, pendek dan berdaging terdapat 3 helai daun mahkota, membentuk tabung yang mengelilingi 6 lembar benangsari dan satu lembar tangkai putik yang sempit berisi kepala putik yang bercabang tiga (Verheij dan Coronel, 1997). Masa reseptif dan anthesis hampir bersamaan, bervariasi pada setiap kultivar mulai satu minggu sampai dua bulan setelah inisiasi bunga, akan tetapi persilangan sendiri tidak terjadi karena adanya self-incompatibilitas karena terhambatnya pertumbuhan pollen tube pada stilus (Kerns et al., 1932) dalam Leal dan Coppens, 1996). Self inkompatibel pada nenas menurut Brewbaker dan Gornes (1967) dalam Leal dan Coppens (1996), tergolong inkompatibilitas gametofitik. Buah nenas termasuk buah senokarp (cenocarfium) yang terbentuk dari penebalan yang luar biasa dari poros pembungaan dan dari peleburan masingmasing bunga yang kecil, kulit buahnya yang keras terbentuk dari kelopakkelopak dan braktea yang tidak rontok. Berat buah meningkat sekitar 20 kali lipat dari pembungaan sampai maturation (pertumbuhan maksimum). Studi perkembangan buah menunjukkan bahwa berat buah dan komponen-komponen buah lainnya (hati, fruitlets, daging keseluruhan, kulit buah) meningkat berupa sigmoid setelah inisiasi pembungaan. Dalam buah yang normal, buah kecil tersusun dalam deretan ke kiri dan ke kanan secara teratur. Dalam deretan yang memutar ke kiri terdapat delapan deretan dan deretan yang memutar kekanan terdapat 13 deretan. Sejak munculnya bunga sampai saat buah masak diperlukan waktu lebih kurang lima sampai enam bulan (Coppens and Leal, 2003; Collins, 1968; Verheij and Coronel, 1997; Nakasone dan Paull, 1998). Genetika dan Pemuliaan Tanaman Nenas Genetika Informasi genetik nenas dimulai dari studi yang diselenggarakan Institut Riset Pineapple Hawaii. Jumlah kromosom dari kulitvar Cayenne, Queen, Spiny Samoa, Ruby dan Hibrid F 1 antara Cayenne dengan tipe liar dari Brasil yang tidak diketahui dan Bromelia pinguin L, menunjukkan kultivarkultivar nenas memiliki suatu kromosom n=25 dan B. Pinguin n=48, dengan ketidakteraturan meiosis (Collins, 1960 dalam Nakasone dan Paull, 1998). 15

37 16 Beberapa tanaman triploid dengan kromosom n=75 ditemukan di antara hibridahibrida F 1. Triploid-triploid nampak hasilnya berkonjugasi antara suatu sel telur yang tidak berkurang dengan kromosom n=50 dan suatu pollen haploid tipe liar Brazilian. Kulitvar komersial Cabezona adalah triploid alami dengan kromosom n=75 (Collins, 1933 dalam Nakasone dan Paull, 1998). Collins dan Kern (1938) dalam Nakasone dan Paull, (1998), menguraikan sekitar 30 turunan bentuk-bentuk mutan dalam Smooth Cayenne di lapangan, kebanyakan tidak diinginkan. Salah satu yang dikehendaki dalam proses pembentukan mutan adalah buah memanjang. Slips merupakan tunas yang tumbuh pada dasar buah, jika berlebihan jumlahnya akan mempengaruhi kuantitas buah. Karakter ini dominan dan terjadi dalam keadaan heterozigot pada Smooth Cayenne. Daun berduri berkaitan dengan gen homozigot resesif dan kondisi daun tidak berduri dari Smooth Cayenne dibawa oleh suatu gen heterozigot dominan. Terjadi ketidakstabilan frekuensi mutasi yang ada pada tipe daun berduri, keadaan berduri lainnya juga demikian. Jenis tepi daun nenas dikendalikan oleh sepasang alel, yaitu S (dominan) dan s (resesif). Oleh karena itu, Ananas comosus yang berduri pada seluruh tepi daun adalah homosigot resesif (ss) dan yang berduri di ujung daun adalah homozigot dominan (SS) atau heterosigot (Ss), dan Smooth Cayenne adalah heterosigot (Ss) (Collin, 1968). Self-incompatibility pada nenas membantu produk komersil sehingga buah tidak berbiji dan mengakibatkan terjadi penyerbukan silang pada nenas jenis tertentu. Viabilitas pollen tampak baik untuk beberapa kultivar, kecuali untuk triploid Cabezona. Suatu lokus S tunggal dengan alel ganda, yang dikendalikan secara gametopitik oleh fenotipe pollen menyebabkan SI (Brewbaker dan Gorrez, 1967 dalam Nakasone dan Paull, (1998). Umumnya yang dimaksud orang nenas adalah Ananas comosus L. (Merr.) yang rasanya manis segar. Kultivar ini pada dasarnya dibagi lima golongan besar (Cayenne, Queen, Spanish, Red Spanish dan Abacaxi-Pernambuco) yang tersebar luas dengan nama yang berbeda di tiap daerah. Sebanyak 70% produksi nenas dunia hasil dari budidaya nenas Smooth Cayenne dan 90% diperdagangkan secara internasional (Coppens and Duval, 1991). 16

38 17 Di Indonesia terdapat berbagai kultivar nenas dengan nama daerah yang berbeda-beda. Hume dan Miller (1904) dalam Aradya et al. (1994) membagi kultivar nenas ke dalam tiga kelompok, yaitu Cayenne, Queen, dan Spanish. Pembagian tersebut didasarkan pada kesamaan morfologi daun, ada/tidaknya duri daun, warna bunga, serta bentuk dan ukuran buah. Py et al., (1987) mengelompokkan nenas ke dalam lima kelompok dengan menambahkan pada kelompok yang sudah ada dengan Abacaxi atau Pemambuco dan Perola. Muljohardjo (1984), membagi Cayenne menjadi dua subkelompok, yaitu Hilo dan Hawaian Smooth Cayenne. Hilo tidak mempunyai tunas tangkai buah, tetapi Hawaian Smooth Cayenne mempunyai tunas tangkai buah. Namun kultivar yang dianjurkan Departemen Pertanian untuk dibudidayakan hanya terdiri dari kelompok Queen (nenas bogor dan palembang) dan kelompok Cayenne (Smooth dan Lisse) untuk buah olahan, sehingga plasma nuftah nenas diduga memiliki keragaman genetik yang rendah (DTP, 1994). Walaupun demikian dijumpai berbagai kultivar nenas dengan penampakan fenotipik yang berbeda. Hasil analisis keragaman genetik berdasarkan analisis isozim diperoleh empat kelompok nenas (klon merah dan hijau, klon merah pagar, klon Queen, dan klon Cayenne) pada kemiripan genetik 0,63 (Hadiati et al., 2002). Pemuliaan Tanaman Nenas Koleksi pertama nenas (saat ini 161 aksesi) terdapat di Kebun Hawaii antara 1914 dan 1975 untuk mendukung kepentingan program pemuliaan di Pineapple Research Institute. Dimulai dengan memperluas import varietas melalui penanaman nenas pioner dan kemudian dilengkapi dengan bahan koleksi dari Amerika Selatan (terutama dari Brasil) melalui Baker dan Collins, Beberapa materi pemuliaan juga dimasukkan. Koleksi-koleksi tersebut telah diganti oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) pada tahun 1986 (Willams dan Fleisch, 1993). Sekarang telah dilestarikan dalam pot, di rumah kaca, dan pada skala in vitro (Coppens dan Duval. 1991). Tujuan pemuliaan seleksi tanaman nenas berbeda-beda di setiap tempat, tetapi biasanya menekankan pada resistensi terhadap hama dan penyakit (Leal dan Coppens, 1996). Saat ini, pengembangan kultivar untuk konsumsi buah segar telah menjadi perhatian utama. Populasi yang diperoleh dari persilangan 17

39 18 untuk memungkinkan di seleksi tipe-tipe yang lebih baik. Dalam seleksi ini melibatkan sifat-sifat yang jelek dalam mutasi dan yang diseleksi tipe superior. Mutasi tetap terjadi pada klon-klon terpilih, pengaruh seleksi tidak permanen dan tanpa seleksi lebih lanjut, klon-klon komersil di lapang dapat kembali ke kondisi seperti populasi yang sebelum diseleksi (Nakasone dan Paull, (1998). Di Hawaii, kemajuan klon-klon hibrida diperoleh dari pemuliaan beberapa tahun dimana sekarang pengembangannya memasuki tahap pengujian dengan penanaman secara individu. Di Australia sumber plasma nuftah terdiri daril klonklon Cayenne yang berasal dari Queensland, populasi hibrida, tanaman kultur meristem dari klon-klon yang diketahui dan introduksi dari negara-negara lain (Winks and Glennie, 1981 dalam Nakasone dan Paull, 1998). Seleksi hibrida yang berasal dari persilangan Cayenne dengan jenis daun yang berduri, seperti Queen, Ripley Queen, MacGregor, Alexandra dan Collard. Tanaman Singapore Spanish tanaman nenas tidak berduri dengan kualitas buah bagus, telah digunakan secara luas dalam program pemuliaan di Australia. Hal yang sama Malaysia menggunakan Smooth Cayenne dan Singapore Spanish dalam program pemuliaan hibridnya (Chan and Lee, 1985). Smooth Cayenne adalah sangat peka terhadap hama yang menyebabkan tanaman layu, walaupun beberapa klon lainnya sudah memperlihatkan resistensinya yang dapat dipindahkan dalam program penggunaan benih. Spanis, Queen dan kultivar-kultivar lain juga memperlihatkan resistensi. Bersamaan dengan pemuliaan resistensi hama dan penyakit telah diusahakan pengembangan kultivar yang sesuai untuk ekspor nenas segar. Ketersediaan klon yang mempunyai hasil tinggi, gula tinggi, keseimbangan gula dan asam, asam askorbik tinggi, dan aroma menarik. Ini harus disatukan ke dalam klon yang mempunyai resistensi terhadap penyakit, bentuk dan berat buah (Nakasone dan Paull, 1998). Kegiatan hibridisasi nenas pertama kali dikerjakan dan mengambil tempat di Florida sebagai usaha untuk menghasilkan cultivar yang adaptif pada kondisi lokal sehingga bisa bersaing dengan nenas impor dari India Barat untuk pasar nenas segar (William dan Feisch, 1993 dalam Leal dan Coppens, 1996). Pemulian nenas dalam skala besar diselenggarakan dari tahun 1914 sampai tahun 18

40 oleh Pineapple Growers Association of Hawaii (PGAH) di station percobaannya, Pineapple Research Institut (PRI), di bawah pimpinan K. Kern dan J.L. Collins. Sasaran awal akan memperlebar dasar genetik dari agroindustrial Hawaiian yang kompleks disebabkan karena resiko penggunaan cultivar tunggal, tetapi itu segera dialihkan untuk pengembangan suatu kultivar yang melebihi Smooth Cayenne. Program ini sangat lengkap dan meliputi studi biologi bunga (sitologi, sitogenetik, self incompatibility), pengembangan uji resistensi hama dan penyakit, pewarisan karakter yang diseleksi, prospek plasma nuftah, dan evaluasi. Hasilnya masih menjadi dasar acuan yang diwajibkan dalam pengetahuan genetika nanas saat ini (Leal dan Coppens, 1996). Nenas yang berkembang paling umum Smooth Cayenne yang telah digunakan sebagai tetua utama dalam program pemuliaan untuk meningkatkan kualitas seperti resisten terhadap hama dan penyakit. Hibridisasi ini menghasilkan lebih dari 17 kultivar hibrida, keduanya interspesifik dan intergenerik, menggunakan Smooth Cayenne, Monte Lorio, dan Rondon dengan spesies yang tersedia pada saat itu. Banyak hibrida yang dihasilkan, tetapi semuanya dibuang sebab umumnya cacat, secara umum berhubungan dengan hama dan penyakit atau penerimaan konsumen (Nakasone dan Paull, 1998). Pendugaan Parameter Genetik Heritabilitas dan Kriteria seleksi Heritabilitas merupakan nisbah ragam genotipe terhadap ragam fenotipe dan tolok ukur untuk menentukan perbedaan penampilan suatu sifat yang disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan (Falconer dan Mackay, 1996). Seleksi terhadap populasi yang memiliki heritabilitas tinggi lebih efektif dibandingkan dengan populasi dengan heritabilitas rendah. Liu (1998), menjelaskan bahwa heritabilitas didefenisikan sebagai perbandingan antara keragaman genotipik dan fenotipik, dengan rumus h 2 =σ 2 g/σ 2 f; σ 2 f = σ 2 g + σ 2 e. Persamaan ini disebut heritabilitas dalam arti luas. Sedangkan heritabilitas dalam arti sempit didefinisikan sebagai proporsi besaran ragam adiktif terhadap ragam fenotipik, dengan rumus h 2 = σ 2 a/ σ 2 f ; σ 2 f = σ 2 a/ (σ 2 a+ σ 2 d+ σ 2 l+ σ 2 e), dimana σ 2 d dan σ 2 l adalah keragaman genotipik yang berhubungan dengan efek dominan dan interaksi epistasi. Jika digunakan rata-rata 19

41 20 fenotipik, kita dapat memperoleh heritabilitas berdasarkan rata-rata. h 2 = (σ 2 g/ σ 2 p) = σ 2 g / (σ 2 g+ σ 2 e/b) dimana b adalah jumlah ulangan. Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan (desimal) atau persentase. Nilai berkisar antara 0 dan 1. Heritabilitas dengan 0 berarti keragaman fenotipe hanya disebabkan lingkungan, sedangkan heritabilitas dengan nilai 1 berarti keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh genotipe (Poespodarsono, 1988). Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa ragam genetik besar dan ragam lingkungan kecil. Dengan makin besarnya komponen lingkungan, heritabilitas makin kecil (Crowder, 1997). Nilai penduga heritabilitas akan kurang bermakna tanpa keterangan tentang populasi, metode yang digunakan serta ragam dari nilai heritabilitas tersebut (Sjamsuddin, 1990; Rachmadi, 1990). Menurut Falconer dan Mackay (1996), bahwa kemajuan genetik diartikan sebagai beda nilai rata-rata populasi yang diseleksi sebagai populasi awal. Makin beragam populasi awal, makin besar beda nilai rata-rata yang dihasilkan antara kedua populasi tersebut. Ada hubungan erat antara kemajuan genetik dengan heritabilitas suatu sifat yang ditangani. Hubungan tersebut terlihat dalam rumus : h 2 = R/S dan i = S/σp. Dalam hal ini heritabilitas adalah perbandingan antara respon seleksi (R) dan deferensial seleksi (S), sedangkan intensitas seleksi (i) adalah hasil bagi deferensial seleksi dengan simpangan baku fenotipenya (σp). Dengan demikian, h 2 = R/iσp dan R = h 2 iσp. Jadi respon seleksi (kemajuan seleksi) adalah hasil kali heritabilitas, intensitas seleksi dan simpangan baku fenotipiknya. Intensitas seleksi merupakan selisih rata-rata populasi hasil seleksi dengan populasi awal dalam bentuk simpangan bakunya. Besarnya nilai intensitas seleksi tergantung persentase tanaman terseleksi dan simpangan baku fenotipiknya (Singh and Chaudary, 1979). Selain itu, intensitas seleksi ditentukan pula oleh keragaman genetik dan jumlah individu dalam populasinya. Seleksi pada populasi dengan keragaman genetik tinggi memerlukan intensitas seleksi rendah. Sebaliknya, populasi dengan keragaman genetik rendah justru intensitas seleksinya harus tinggi (Dudley and Moll 1969; Poepodarsono, 1989). Untuk materi pemuliaan yang diperbanyak secara vegetatif, heritabilitas dalam arti luas dapat digunakan untuk menduga perbaikan harapan dari suatu 20

42 21 seleksi. Alasannya adalah bahwa ragam genetik total tidak mengandung ragam adiktif. Jika klon diseleksi untuk perbanyakan vegetatif, perbaikan dapat diduga secara langsung dari rata-rata klon. Jika klon diseleksi untuk persilangan dalam kaitannya untuk membuat galur-galur baru, maka heritabilitas dalam arti sempit perlu digunakan. Basuki (1995), menjelaskan hubungan antara heritabilitas dengan penentuan metode seleksi sebagai berikut : (1). Bila heritabilitas dalam arti sempit, maka metode seleksi yang paling tepat digunakan adalah seleksi massa. Sebaliknya bila rendah digunakan seleksi silsilah, uji kekerabatan (sibtest), dan uji keturunan (progeny test), (2) bila ragam epistasi tinggi, maka metode seleksi yang lebih tepat adalah seleksi diantar famili dan pemuliaan galur (line breeding), (3) bila peran gen dominan lebih terlalu menonjol, maka program pemuliaan diarahkan untuk pembuatan galur silang-dalam untuk membentuk hibrida, (4) Bila ragam interaksi lingkungan (GE) besar, maka sebaiknya program pemuliaan diarahkan untuk mendapatkan varietas yang sesuai dengan wilayah ekologis tertentu, (5) heritabilitas dalam arti sempit dapat digunakan untuk kemajuan genetik harapan akibat seleksi. Leal dan Coppens (1996), menguraikan untuk perbaikan genetik tanaman nenas dikenal pemuliaan karakter-karakter spesifik, diantaranya karakter yang menyangkut vigor, hasil, ukuran tanaman, jenis tepi daun, pigmen anthocyanin, bentuk mahkota, ukuran buah, dan kualitas buah (kadar gula, kadar asam, nilai Brix, aroma, dan tekstur), serta ketahanan hama dan penyakit. Untuk mendapatkan nenas genotipe baru dengan berbagai karakter di atas, tentu tidak bisa diperoleh dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena keragaman genetik relatif cukup besar dibandingkan dengan spesies tanaman menyerbuk sendiri. Salah satu kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan karakter yang dapat dijadikan kriteria seleksi adalah nilai duga heritabilitas, makin besar nilai heritabilitas makin besar kemungkinan suatu karakter dapat diwariskan ke generasi selanjutnya. Heterosis Salah satu kriteria keberhasilan persilangan pada tanaman menyerbuk silang adalah diperoleh nilai heterosis dari karakter yang diinginkan. Heterosis adalah keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F 1 ) yang melebihi nilai atau kisaran 21

43 22 kedua tetuanya. Sifat unggul ini digunakan untuk memperoleh keuntungan komersil dari tanaman yang diusahakan petani (Poespodarsono, 1988). Konsep heterosis diperkenalkan pertama kali pada jagung hibrida tahun 1904 oleh George Harrison Shull yang menyimpulkan bahwa terjadi heterosis pada jagung, dan menduga adanya fenomena depressing inbreeding dan heterosis (Shull, 1964 dalam Poespodarsono, (1988). Pada tanaman nenas heterosis pertama kali dikenal dari populasi F 1 hasil persilangan Cayenne dengan Santa Marta, varietas yang berasal dari Amerika Tengah. Hybrid Vigor telah diperlihatkan beberapa varietas hibrid dan telah menjadi spesies hibrid. Hibridhibrid dari A. erectifolius sedikit memperlihatkan gejala heterosis dibanding spesies lainnya (Collins, 1968). Persilangan antara aksesi-aksesi unggul masa kini merupakan cara yang tepat untuk melestarikan dan memasukkan hibrid vigor ke dalam plasma nuftah yang dimiliki untuk merakit aksesi-aksesi unggul di masa mendatang. Meskipun persilangan yang dilakukan merupakan persilangan intra spesifik yang mempunyai jarak genetik relatif dekat diharapkan efek heterosis akan muncul. Panhwar et al. (2002), melaporkan bahwa efek heterosis terjadi pada hasil dan komponen hasil seperti jumlah bool, berat boll dari hasil persilangan intra spesifik Gossipium hirsutum L. Untuk tanaman menyerbuk silang yang dikembangkan secara vegetatif (tanaman nenas) metode seleksi untuk heterosis dapat digunakan pengujian silang banyak (polycross). Metode ini diusulkan oleh Tisdal (1942) setelah melakukaan penelitian pada tanaman alfalfa (Poespodarsono, 1988). Korelasi dan Sidik Lintas Nilai korelasi adalah nilai derajat keeratan hubungan antara dua sifat yang langsung diukur. Korelasi antara dua sifat perlu diketahui karena perubahan yang terjadi akibat seleksi terhadap suatu sifat dapat secara simultan berpengaruh terhadap sifat-sifat lain yang berkorelasi. Diketahuinya korelasi suatu sifat dengan sifat lain maka dapat diantisipasi perubahan sifat lain, apabila dilakukan seleksi terhadap sifat tertentu. Korelasi yang tinggi di antara hasil dan komponen-komponen hasil umumnya mendukung studi heritabilitas dengan asumsi bahwa porsi terbesar dari ragam genetik adalah aditif, sehingga seleksi untuk setipa komponen yang 22

44 23 berkorelasi dengan hasil akan memberikan sumbangan untuk perbaikan sifat hasil (Yohe dan Poehlman, 1975). Korelasi genetik antara dua sifat mungkin disebabkan adanya keterpautan antara gen-gen yang mengandalikan sifat-sifat itu, atau dengan gen yang sama benar-benar mengendalikan sifat-sifat (pleiotropy). Pengaruh pleiotropy dapat dijelaskan melalui hubungan fisiologi diantara sifat-sifat. Sebagai contoh, tinggi tanaman dan biomassa dihasilkan dari ekspresi produk gen yang sama. Jika sifat ini dapat diukur pada level produk gen, korelasi genetik harus ditunjukkan sebagai akibat keterpautan genetik (Liu, 1998). Menurut Singh dan Chaudhary (1979), jika hubungan antara sebab dan akibat didefenisikan dengan baik, hal tersebut memungkinkan untuk menyajikan seluruh sistem peubah dalam bentuk diagram, yang dikenal sebagai diagram koefisien lintas. Dalam hal ini bila peubah Y (faktor akibat) merupakan fungsi dari berbagai komponen (faktor sebab) X 1, X 2, X 3 dan sebagainya serta diasumsikan bahwa faktor-faktor tersebut memperlihatkan tipe hubungan satu dengan yang lain. Menurut Mayo (1980), analisis koefisien lintas merupakan suatu bentuk regresi linier yang dilaksanakan pada sistem tertutup. Oleh karena itu analisis koefisien lintas mempunyai keterbatasan seperti pada semua metode linier. Singh dan Chaudary (1979), mengemukakan bahwa koefisien lintas merupakan perbandingan antara simpangan baku pengaruh yang disebabkan oleh suatu sebab terhadap total simpangan baku faktor akibat. Kemampuan model regresi dalam menguraikan pengaruh interaksi relatif kecil namun demikian model regresi mampu memprediksi nilai respon dengan baik yaitu dengan kedekatan berkisar 80 85% (Sumertajaya et al. 1998). Analisis korelasi berbeda dengan analisis regresi, meskipun keduanya tidak dapat dipisahkan. Dalam analisis regresi, hubungan pengaruh antara variabel bebas dan variabel tak bebas terdapat ketergantungan antara dua variabel tersebut yaitu variabel tak bebas bergantung variabel bebas. Dalam analisis korelasi tidak melihat hubungan ketergantungan ini, jadi kedua variabel yang dikorelasikan mempunyai kedudukan yang sama atau tidak mempersoalkan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas (Gaspersz, 1995). 23

45 24 Penanda Morfologi dan Molekuler Penanda Morfologi Secara tradisional, identifikasi tanaman dan analisis hubungan kekerabatan antar tanaman dilakukan secara kombinasi menggunakan penanda morfologi, sifat agronomi atau analsis biokimia seperti isozim (Waugh, 1997). Analisis keragaman morfologi dilakukan dengan menggunakan data hasil pengatamatan atau pengukuran karakter morfologi tertentu (Falconer, 1970). Pada tanaman Panicum coloratum L. karakter lebar daun dan pertumbuhan akar kecambah dapat diwariskan secara konsisten selama dua tahun (Young, 1994). Kelemahan analisis keragaman genetik menggunakan penanda morfologi adalah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, memperlihtkan penurunan sifat dominan-resesif, dan memiliki tingkat keragaman atau polimorfisme yang rendah (Asiedu et al., 1989; Tanksley dan Bernatsky, 1989). Pada tanaman kentang warna batang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan umur. Biasanya pada umur tanaman yang lebih tua batang akan berwarna lebih menyolok. Demikian pula halnya pada tanah yang subur dan kondisi kering. Sedangkan jumlah bunga yang menyusun karangan bunga akan dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan cahaya. Jumlah bunga lebih banyak dalam keadaan cukup cahaya dan suhu tinggi dibandingkan dengan kurang cahaya, suhu rendah dan kelembaban tinggi. Sedangkan kandungan ion besi yang tinggi dapat mengakibatkan tanaman berbunga lambat, jumlah bunga berkurang, dan masa berbunga pendek. Bentuk umbi dipengaruhi oleh cara bertanam, keadaan lingkungan tumbuh dan penyakit (Burton, 1996). Beberapa studi genetika telah menunjukkan adanya keragaman genetik pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif dan generatif. Bahkan seleksi tanaman tersebut telah menghasilkan varietas tanaman baru. Clements et al., (1996), telah mempelajari hubungan keragaman morfologi tanaman Lupinus pilosus dengan daerah geografi asalnya, hasilnya menunjukkan bahwa terdapat keragaman yang nyata pada karakter vegetatif dan reproduktif, seperti pembungaan, percabangan, tinggi rendah produksi polong pada batang utama, dan jumlah biji perpolong. Tipe liar dari Israel memiliki polong sedikit, hasil biji rendah, nodulasi akar kurang, daun pucat dan kecil. Tipe liar Turki pembungaannya lambat, tetapi 24

46 25 pertumbuhannya cepat. Sedang tipe ornamental dari Eropa dan Australia termasuk kelompok yang memiliki bunga putih, ungu, dan merah muda, dengan pertumbuhan awal yang tegar. Disamping itu ditemukan juga tipe biji halus dengan pembungaan lambat dan pendek, serta tipe biji yang kasar dari Syiria. Menurut Collins (1968), walaupun tanaman nenas diperbanyak secara vegetatif, tetapi di dalam klon sering dijumpai adanya variabilitas karakter yang disebabkan oleh mutasi atau dipengaruhi oleh lingkungan yang ekstrim. Oleh karena itu penampilan fenotipik pada kebun koleksi dapat saja memperlihatkan adanya variasi. Penelitian keragaman genetik plasma nuftah nenas koleksi Balai Penelitian Buah Solok telah dilakukan oleh Hadiati et al., (2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter panjang tangkai buah, jumlah spiral, diameter buah, panjang buah, tebal daging, diameter empulur, TSS, total asam, vitamin C dan kadar serat buah dan berat buah memiliki koefisien variabilitas genetik luas dan fenotipik serta heritabilitas tinggi. Karakter panjang tangkai buah, panjang buah dan kandungan vitamin C mempunyai persentase kemajuan genetik yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa koleksi plasma nuftah nenas yang ada di Balitbu Solok berpotensi membentuk varietas nenas baru dengan daya hasil rendah, dengan kualitas buah yang baik. Penanda DNA Informasi mengenai keragaman genetik tanaman merupakan modal dasar bagi para ahli pemuliaan dalam upaya untuk melakukan perbaikan dan pengembangan tanaman. Kemajuan di bidang biologi molekuler telah memberikan sumbangan yang besar dalam studi keragaman genetik, yaitu dengan melakukan analisis pada tingkat molekul DNA. Beberapa metode analisis profil DNA yang dapat digunakan untuk menentukan keragaman genetik antara lain : 1) Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP), 2) Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP). Penemuan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dan automatisasi peralatannya telah memberikan sumbangan yang besar dalam memacu perkembangan bidang biologi molekuler dan genetika. PCR adalah suatu teknik amplifikasi sekuen DNA dengan menggunakan primer utas DNA yang 25

47 26 komplementer. Reaksi ini memerlukan enzimpolimerase DNA untuk sintesis utas DNA yang komplementer dengan DNA cetakan utas tunggal yang arahnya dari ujung 5 ke ujung 3. Pada tahun 1990, dua kelompok yang bekerja secara terpisah menemukan suatu teknik untuk mendeteksi polimorfisme sekuen nukleotida yang merupakan modifikasi PCR dengan menggunakan satu buah primer tanpa perlu mengetahui sekuen DNA (Welsh dan McCleland (1990) menunjukkan terjadinya amplifikasi sebagian dari genom oleh sebuah primer, dan pola pita hasil elektroforesisnya dapat digunakan sebagai jari DNA suatu organisme. Sedangkan Williams et al., (1990) mendapatkan polimorfisme dari ukuran DNA yang teramplifikasi oleh satu primer oligonukleotida dan berlaku seperti marka fenotipe dalam genetika Mendel. Marka hasil amplifikasi dengan PCR ini disebut sebagai Marka RAPD. Selanjutnya banyak peneliti menggunakan teknik ini untuk studi genetika termasuk keragaman genetik. Teknik RAPD memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan teknik lainnya, yakni lebih sederhana. Dengan hanya menggunakan beberapa nanogram DNA total genom telah mampu mendeteksi pola pitanya, serta primer oligonukleotida yang digunakan relatif pendek yaitu hanya 10 sampai 20 mer. Dengan menggunakan teknik PCR maka amplifikasi DNA dapat dilakukan secara cepat dengan hasil yang lebih baik (Tingey et al., 1992). Menurut Liu dan Fumier (1993), penggunaan penanda RAPD memperlihatkan keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan izosim dan RFLP. Namun teknik ini juga masih memiliki kekurangan yakni tidak mampu mengidentifikasi heterozigot (Waugh, 1997). Kini, para peneliti bidang genetika dan biologi molekuler banyak menggunakan teknik RAPD karena beberapa alasan yaitu : 1) tidak perlu mengetahui latar belakang genom yang diteliti, 2) pelaksanaannya lebih cepat dan sederhana dibandingkan teknik lain, seperti RFLP lebih rumit karena memerlukan banyak tahapan, 3) beberapa jenis primer acak yang umum digunakan telah tersedia dan diperjualbelikan, serta dapat digunakan untuk analisis genomik hampir semua organisme (Welsh dan McCleland, 1990; William et al., 1990). Oleh karena itu analisis keragaman genetik dengan teknik RAPD cukup potensil karena selain memiliki kelebihan tersebut juga mampu menghasilkan karakter 26

48 27 yang tidak terbatas jumlahnya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan dikontrol dengan cermat dalam analisis RAPD adalah hal-hal yang mempengaruhi amplifikasi DNA pada waktu proses PCR yaitu konsentrasi DNA contoh, ukuran panjang primer, komposis primer, konsentrasi ion dan jumlah Taq DNApolymerase yang digunakan (Tingey et al., 1992). Analisis keragaman genetik menggunakan RAPD telah dilakukan pada tanaman nenas. Hasil analisis keragaman genetik 22 aksesi nenas koleksi PKBT IPB menunjukkan bahwa dari 4 primer yang digunakan diperoleh total pita polimorfik sebanyak 23 dari 29 total pita secara keseluruhan dan menghasilkan dendrogram dengan koefisien kemiripan berkisar antara 0,62 1,00 (Apriyani, 2005). Selanjutnya Sripaoraya (2001) dengan menggunakan analisis RAPD telah berhasil mengelompokkan bahwa dua tipe liar nenas berada di luar kelompok nenas komersil di Thailand. Meskipun tanaman ini secara ekonomi penting, sangat sedikit yang diketahui dari genetik molekuler nenas. Tidak ada marka molekuler yang dapat digunakan dalam program pemuliaan saat ini. Meskipun besar sekali gunanya, jika dapat dikaitkan dengan karakter-karakter agronomi penting atau hama dan penyakit. Saat ini hanya dimiliki gen-gen yang telah diisolasi, dibuat dan dimanfaatkan dalam program transformasi genetik (Smith et al., 2003). Teknik E-RAPD (Enhanced/emphasized-RAPD) merupakan konversi RAPD bersifat sederhana dan efisien untuk membuat pita minor (samar) menjadi lebih jelas (Tanaka dan Taniguchi, 2002). Teknik E-RAPD menggunakan primer yang sama dengan RAPD tetapi pada ujung 5 atau 3 ditambah 1-2 basa sehingga menjadi mer. DNA templat dapat diamplifikasi dengan primer E-RAPD atau dikombinasikan dengan primer aslinya. Analisis selanjutnya sama dengan teknik RAPD seperti yang dikembangkan William et al., (1990). Kejelasan pita target dapat ditingkatkan dan pita yang samar dapat dikurangi. Hasil penelitian Tanaka dan Taniguchi (2002), memperlihatkan pita hasil E-RAPD lebih jelas dengan reprodusibilitas lebih tinggi dibanding pita dari primer aslinya yang dicobakan pada tanaman teh. Mudah, murah, dan singkat merupakan syarat mutlak untuk melakukan analisis DNA dalam program pemuliaan. Analisis variabilitas genetik, identifikasi genotip, dan seleksi berdasarkan penanda 27

49 28 (marker-assisted selection - MAS) untuk tujuan pemuliaan tanaman membutuhkan penanda DNA yang jelas, alel spesifik, terkait erat dengan karakter tertentu, dan reprodusibilitas yang tinggi. Penanda dominan seperti AFLP dan RAPD dengan mudah dapat dimodifikasi dan dikembangkan dan lebih murah dibanding penanda kodominan. Semenjak diperkenalkan oleh William et al. (1990), teknik RAPD menjadi salah satu cara yang banyak digunakan untuk berbagai penelitian di bidang biologi molekuler dan pemuliaan tanaman. 28

50 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER KUANTITATIF PLASMA NUTFAH NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) KOLEKSI PKBT IPB Abstrak Penelitian bertujuan untuk menduga keragaman genetik, heritabilitas dan kemajuan genetik beberapa karakter kuantitatif 26 aksesi nenas plasma nutfah koleksi PKBT IPB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah daun, panjang daun, jumlah hapas, umur berbunga, umur panen, panjang pedunkulus, diameter pedunkulus, bobot buah, panjang buah, jumlah spiral, tebal daging buah, total asam dan kadar vitamin C memiliki keragaman genetik luas. Jumlah daun, panjang daun, jumlah hapas, jumlah suckers, umur berbunga, umur panen, panjang buah, jumlah spiral, tebal daging buah, total asam, dan kadar vitamin C mempunyai nilai duga heritabilitas tinggi. Karakter yang memiliki kemajuan genetik tinggi (>50%) adalah panjang pedunkulus dan kadar vitamin C. Kata kunci : keragaman genetik, heritabilitas, kemajuan genetik. Abstract The objectives of this research were to estimate the genetic variability, heritability, and genetic gain of some quantitative characters of 26 accessions of pineapple germplasm collection at Centre for Tropical Fruit Studies Bogor Agricultural University (IPB). The results of the research showed that the leaf number, leaf length, number of hapas, days to flowering, days to harvest, peduncle length, peduncle diameter, fruit weight, fruit length, number of spirals, flesh thickness, total acid and vitamin C content have wide genetic variability. The leaf number, leaf length, number of hapas, number of suckers, days of flowering, days to harvest, fruit length, number of spirals, flesh thickness, total acid and vitamin C content have high heritability value. The characters which have high genetic gain (> 50%) were peduncle length and vitamin C content. Key words : genetic variability, heritability, genetic gain. Pendahuluan Masalah yang dihadapi dalam peningkatan dan pengembangan nenas adalah terbatasnya pilihan varietas unggul. Dari sekian banyak nenas yang diusahakan, baru 7 varietas nenas yang telah dilepas Departemen Pertanian (DBTB, 2006), sehingga pembentukan varietas unggul baru masih sangat diperlukan. Oleh karena itu perlu dilakukan serangkaian penelitian dan pengembangan yang lebih intensif antara lain dari segi pemuliaan. Pemuliaan tanaman nenas diarahkan untuk mendapatkan tanaman yang mempunyai pertumbuhan cepat, tidak berduri, daya hasil tinggi, bentuk buah silindris, kemasakan seragam, daging buah berwarna lebih kuning, kandungan

51 30 kalsium oksalat rendah, kandungan bromelin tinggi, serta tahan terhadap hamapenyakit (Py et al., 1987; Broertjes dan van Harten, 1988). Dalam rangka perbaikan genetik tanaman nenas diperlukan adanya plasma nutfah nenas yang mempunyai karakter dengan keragaman genetik yang luas. Keragaman genetik yang luas dari suatu karakter akan memberikan peluang yang lebih besar dalam seleksi karakter terbaik dibandingkan dengan karakter yang mempunyai keragaman genetik sempit (Hadiati et al., 2003). Selain itu keberhasilan seleksi terhadap suatu karakter sangat ditentukan oleh heritabilitas dan kemajuan genetik yang tinggi (Kasno et al., 1983). Plasma nutfah sebagai sumber keragaman genetik perlu mendapat perhatian. Saat ini, Pusat Kajian Buah-Buah Tropika IPB telah mengkoleksi lebih dari 40 aksesi nenas yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan telah memiliki sejumlah aksesi hasil introduksi. Menurut Collins (1968), walaupun tanaman nenas diperbanyak secara vegetatif, tetapi di dalam klon sering dijumpai adanya keragaman karakter yang disebabkan oleh mutasi atau dipengaruhi oleh lingkungan yang ekstrim. Oleh karena itu, penampilan fenotipik pada kebun koleksi tersebut juga memperlihatkan adanya keragaman. Untuk program perbaikan genetik nenas selain karakterisasi dan identifikasi juga diperlukan informasi mengenai parameter genetiknya. Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar seleksi efektif dan efisien, yaitu: keragaman genetik dan heritabilitas (Borojevic, 1990). Seleksi merupakan dasar dari seluruh perbaikan tanaman untuk mendapatkan varietas unggul baru. Keragaman genetik yang luas merupakan salah satu syarat efektifnya program seleksi, dan seleksi untuk suatu karakter yang diinginkan akan lebih berarti jika karakter tersebut mudah diwariskan. Mudah tidaknya pewarisan karakter dapat diketahui dari besarnya nilai heritabilitas (h 2 ) yang dapat diduga dengan membandingkan besarnya ragam genetik terhadap ragam fenotipik (Borojevic, 1990). Pada tanaman nenas hasil perbanyakan secara vegetatif, karakter-karakter yang dimiliki mempunyai nilai heritabilitas berdasarkan pengaruh lingkungan terhadap keragaman fenotipik suatu karakter tanaman 30

52 31 Sampai saat ini belum diketahui seberapa besar keragaman genetik dan heritabilitas beberapa karakter kuantitatif nenas. Sehubungan dengan itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik dan heritabilitas karakter kuantitatif guna menunjang program perakitan genotip yang berdaya hasil dan mutu lebih tinggi. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2003 sampai Desember 2005 di Kebun Percobaan Pasir Kuda Pusat Penelitian Buah-buahan Tropika IPB Bogor. Analisis kualitas buah dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen PKBT Kampus IPB Baranangsiang Bogor. Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan adalah 26 aksesi koleksi nenas plasma nutfah PKBT IPB terdiri atas 26 aksesi dari jenis Smooth Cayenne (SC), Cayenne (C), dan Queen (Q) yang berasal dari beberapa daerah di Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Tabel 1). Tabel 1. Jenis dan Asal bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian No Label Jenis Asal JBSMSC1 JBSMSC2 JBSMSC3 JBSMSC4 JTPLQH8 JBBMQM1 JBKLQH1 JBKLQH6 JTPLQH8 JTPMQM3 SSSPMQH JBBMQH6 JTBLQK SC Cimanglid Subang SC Kumpay Subang SC Curug Rendeng Subang SC Tambakan Subang QH Batu Pemalang QM Curug nangka Bogor QH Cikampek, Karawang QH Karawang QH Batu, Malang QM Purworejo QH Palembang QH Curug nangka QK Blitar N o Label JTPMQM2 JTWHSCM JTWHSC SLLLQH5 JBBMQH7 JBBMCM JTPMQH2 BBBMQH JTBLQU SLLLC3 SLLLQH4 KSPMSC SRPLQH Jenis/Asal QM Purworejo SC Merah Wonosobo SC Leksono, Wonosobo QH Tanjungsari QH Curuq nangka SC Minyak, Bogor QH Purworejo QH bangka QU Blitar Cayenne Tanjungsari QH Gunung Batin SC Paung, Kalsel QH Sumatera Metode Penelitian Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok dengan 26 genotipe nenas sebagai perlakuan dalam tiga ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 5 tanaman nenas, sehingga setiap perlakuan terdapat 15 tanaman. 31

53 32 Pelaksanaan Penelitian Penanaman dilakukan pada bulan Agustus 2003, meliputi kegiatan pengolahan tanah, pembuatan bedengan, lubang tanam, pemberian pupuk kandang, pupuk buatan dan penanaman bahan tanaman serta pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman dilakukan berdasarkan standar budidaya tanaman nenas. Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi: 1. Karakter vegetatif: tinggi tanaman (cm), diameter tajuk (cm), jumlah daun lebar daun (cm), panjang daun (cm), tunas dasar buah (slips), tunas pedunkulus (hapas), tunas batang (shoots), anakan (suckers), dan bobot tanaman (g) 2. Karakter generatif: umur berbunga (hari setelah tanam), umur panen (hari setelah tanam), panjang pedunkulus (cm), diameter pedunkulus (cm), jumlah spiral, diameter buah (cm), panjang buah (cm), diameter empulur (cm), tebal daging buah (cm), bobot mahkota (gram), bobot buah (gram), kedalaman mata (cm), nilai total padatan terlarut buah =TPT( o Brix), total asam daging buah (%), dan kadar vitamin C (mg/100 g sampel). Peubah dua terakhir masing-masing diukur menurut Fardiaz (1986) dan Sudarmadji et al., (1984). Teknik pengamatan terhadap karakter-karakter di atas mengacu pada pedoman Descriptors for pineapple diterbitkan oleh International Board for Plant Genetic Resources (IBPGR, 1991). Pengamatan terhadap peubah vegetatif dilakukan pada saat tanaman nenas memasuki fase generatif dan untuk peubah generatif pengamatan dilakukan pada saat panen. Pengamatan dilakukan pada semua tanaman sampel. Analisis Data Keragaman genetik dan fenotipik diduga dengan menggunakan analisis komponen ragam menurut Steel dan Torrie (1989). Berdasarkan model linier dapat disusun analisis ragam seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis Ragam Rancangan Acak Kelompok Sumber Keragaman Derajat Bebas (db) Ragam MS Nilai Harapan Kuadrat Tengah F hitung Ulangan (r-1) M 3 Genotipe (t-1) M 2 σ 2 e + rσ 2 g M 2 /M 1 Galat (r-1)(g-1) M 1 σ 2 e 32

54 Nilai ragam genetik dan fenotipik untuk setiap karakter diduga melalui analisis dan nilai harapan ragamnya menurut Singh dan Chaudhary (1979). 2 Berdasarkan Tabel 2, dapat dihitung : Ragam genetik ( σ ) = (M 2 M 1 )/r; dan 2 Ragam fenotip ( σ ) = f M 1 = kuadrat tengah galat dan r = jumlah ulangan. g 33 2 σ g + M 1, dimana M 2 = kuadrat tengah genotipe dan Luas sempitnya keragaman genetik ditentukan berdasarkan ragam genetik 2 ( σ g ) dan standar deviasi ragam genetik ( σ 2 ) menurut Anderson dan Brancoff σ g (1952) dalam Daradjat (1987) dengan rumus : Apabila: 2 σ g > 2 σ = 2 2 [( M /( db 2)) + ( M /( 2)) ] 2 db 2 2 g + 1 e + 2 σ g r σ : keragaman genetik luas 2 σ g 2 σ g 2 σ 2 : keragaman genetik sempit σ g Heritabilitas diduga dengan menggunakan analisis komponen ragam dan untuk menduga nilai heritabilitas arti luas persamaan : h = ( σ / σ ) x 100 %, 2 bs 2 g 2 f menurut Allard (1960) dengan Kriteria heritabilitas (%) menurut McWhiter (1979) dan Stanfield (1988). (2003): Kemajuan genetik dihitung dengan menggunakan rumus menurut Roy dimana : 2 G = iσ h p bs G = Kemajuan genetik i = Intensitas seleksi (5%) =2.063 σ = Standar deviasi fenotipik p 2 h bs = Heritabilitas arti luas Hasil dan Pembahasan Keragaman suatu populasi tanaman dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu keragaman yang disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Keragaman yang luas dari suatu karakter akan memberikan peluang yang baik dalam proses seleksi, karena proses perbaikan karakter tanaman dapat sesuai dengan yang diharapkan. Bahar dan Zen (1993), menyatakan bahwa pelaksanaan seleksi secara visual yaitu memilih fenotipe yang baik belum memberikan hasil 33

55 34 yang memuaskan tanpa berpedoman pada nilai parameter genetik yaitu ragam genetik, heritabilitas dan kemajuan genetik. Tabel 3 disajikan hasil analisis deskriptif dan analisis keragaman setiap karakter pada populasi plasma nutfah nenas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Rentang bobot buah berkisar antara g, dengan rata-rata g, total padatan terlarut (TPT) berkisar antara o Brix dengan rata-rata o Brix dan kandungan vitamin C berkisar antara mg/100g sampel - 88 mg/100g sampel dengan rata-rata mg/100g sampel. Dengan adanya rentang nilai yang cukup lebar pada karakter-karakter tersebut memberikan peluang untuk melakukan seleksi terhadap genotipe populasi semua karakter berdasarkan persyaratan yang diinginkan, baik untuk buah segar maupun untuk nenas olahan. Persyaratan untuk buah segar antara lain memiliki diameter buah > 9.5 cm dan TPT > 12, dan nenas kalengan antara lain panjang buah >10 cm, diameter buah > 7.5 cm dan TPT o Brix (Py et al., 1987; dan Soedibyo, 1992). Hasil analisis keragaman genetik setiap karakter menunjukkan bahwa karakter jumlah daun, panjang daun, umur berbunga, umur panen, panjang tangkai buah, diameter tangkai buah, bobot tanaman, bobot buah, panjang buah, jumlah spiral, tebal daging buah, total asam, dan kadar vitamin C memiliki keragaman genetik yang luas (Tabel 3). Keragaman genetik sempit ditunjukkan oleh tinggi tanaman, lebar daun, jumlah slips, jumlah shoots, jumlah suckers, panjang pedunkulus, bobot tanaman, bobot mahkota, diameter buah, tebal empulur, kedalaman mata dan TPT. Adanya keragaman genetik yang luas pada beberapa karakter menggambarkan bahwa populasi yang ada mempunyai latar belakang genetik yang berbeda, hal ini terlihat pada 26 aksesi yang diamati berasal dari jenis yang berbeda, yaitu smooth cayenne, cayenne dan queen (Tabel 1). Keragaman genetik sempit pada beberapa karakter utama buah nenas (diameter buah dan TPT) menunjukkan bahwa beberapa aksesi nenas koleksi plasma nutfah PKBT berasal dari daerah yang sama, sehingga secara genetik aksesi-aksesi tersebut memiliki karakter yang sama. Untuk memperbaiki karakter-karakter yang memiliki keragaman genetik sempit pada koleksi plasma nutfah perlu ditambah aksesiaksesi dari luar, baik hasil eksplorasi maupun introduksi. 34

56 2 Tabel 3. Kisaran, rataan, dan ragam genetik ( σ ) dan standar deviasi ragam g genetik (σ 2 σ ) beberapa karakter dari 26 aksesi nenas. g No Karakter Kisaran Rataan Tinggi tanaman (cm) Diameter tajuk (cm) Jumlah daun Lebar daun (cm) Panjang daun (cm) Jumlah slips Jumlah hapas Jumlah shoots Jumlah suckers Umur berbunga (hari) Umur panen (hari) Panjang pedunkulus (cm) Diameter pedunkulus (cm) Bobot tanaman (g) Bobot mahkota (g) Bobot buah (g) Panjang buah (cm) Jumlah spiral Diameter buah (cm) Tebal daging buah (cm) Tebal empulur (cm) Kedalaman mata (mm) TPT ( o Brix) Total asam (%) Kadar vitamin C)* )* satuan = mg/100 g sampel )** Berdasarkan Anderson dan Brancoff (1952) dalam Daradjat (1987) Hasil penelitian Hadiati (2002) terhadap 24 genotipe nenas di Balai Penelitian Tanaman Buah Solok, menunjukkan bahwa beberapa karakter vegetatif dan generatif juga memiliki keragaman genetik yang luas. Karakter tersebut adalah panjang daun, panjang tangkai buah, bobot tanaman, panjang buah, tebal daging buah, dan total asam. Aksesi yang diamati juga berasal dari beberapa daerah di Indonesia σ 2 2 g σ g Seleksi terhadap karakter yang mempunyai keragaman genetik luas diharapkan akan membawa kemajuan genetik yang besar. Keragaman yang luas dari suatu karakter akan memberikan peluang yang baik dalam proses seleksi, karena proses perbaikan karakter tanaman sesuai yang diharapkan. Sebaliknya, seleksi akan sulit dilakukan terhadap karakter yang mempunyai keragaman genetik sempit. Oleh karena itu, seleksi akan efektif bila dilakukan 35 σ Kriteria)** Sempit Sempit Luas Sempit Luas Sempit Luas Sempit Sempit Luas Luas Luas Luas Sempit Sempit Luas Luas Luas Sempit Luas Sempit Sempit Sempit Luas Luas 35

57 terhadap karakter-karakter yang mempunyai keragaman genetik luas. Seperti yang dikemukakan Fehr (1987), bahwa efektifitas seleksi sangat ditentukan antara lain oleh keragaman genetik. 2 Tabel 4. Standar deviasi fenotipik, dan heritabilitas arti luas ( h bs ) dan kemajuan genetik ( G) beberapa karakter dari 26 aksesi nenas 36 No Karakter σ p Tinggi tanaman (cm) Diameter tajuk (cm) Jumlah daun Lebar daun (cm) Panjang daun (cm) Jumlah slips Jumlah hapas Jumlah shoots Jumlah suckers Umur berbunga (hari) Umur panen (hari) Panjang pedunkulus (cm) Diameter pedunkulus (cm) Bobot tanaman (g) Bobot mahkota (g) Bobot buah (g) Panjang buah (cm) Jumlah spiral Diameter buah (cm) Tebal daging buah (cm) Tebal empulur (cm) Kedalaman mata (mm) TPT ( o Brix) Total asam (%) Kadar vitamin C)* )* satuan = mg/100 g sampel )** menurut McWhiter (1979) dan Stanfield (1988). 2 h bs (%) Kriteria)** Rendah Sedang Tinggi Sedang Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi G (%) Standar deviasi fenotipik, heritabilitas arti luas ( h ) dan kemajuan genetik ( G) beberapa karakter dari 26 aksesi nenas disajikan pada Tabel 4. Nilai duga heritabilitas suatu karakter juga perlu diketahui untuk menentukan apakah keragaman karakter tersebut banyak dipengaruhi faktor genetik atau oleh faktor lingkungan. Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah daun, panjang daun, jumlah hapas, jumlah sukcers, umur berbunga, umur panen, panjang pedunkulus, diameter pedunkulus, bobot tanaman, panjang buah, jumlah spiral, tebal daging buah, total asam, dan vitamin C memiliki heritabilitas tinggi. Karakter yang 2 bs 36

58 37 mempunyai nilai heritabilitas tinggi mengindikasikan bahwa karakter-karakter tersebut dapat dipertahankan jika perbanyakan dilakukan secara vegetatif. Mc Whirter (1979) mengemukakan bahwa karakter yang termasuk dalam kategori heritabilitas sedang sampai tinggi, berarti lingkungan tidak begitu berperan besar dalam penampilan suatu karakter. Nilai duga heritabilitas tinggi adalah pada panjang pedunkulus, yaitu sebesar 99.65%. Nilai duga heritabilitas yang tinggi disebabkan karena penanaman hanya dilakukan satu musim dan satu lokasi, sehingga interaksi genotipe x lingkungan, genotipe x musim, dan genotipe x lokasi x musim dalam percobaan ini tidak dapat dipisahkan (Hadiati et al., 2003). Persentase kemajuan genetik dengan intensitas seleksi 5% berkisar (Tabel 4). Persentase kemajuan genetik tinggi diperoleh dari kadar vitamin C dan panjang pedunkulus masing-masing dengan nilai dan Hal ini menunjukkan bahwa pada populasi plasma nutfah PKBT, seleksi terhadap karakter-karakter tersebut akan memberikan perbaikan genetik pada genotipe yang terseleksi untuk membentuk varietas nenas yang unggul dalam dan kadar vitamin C. Perbaikan terhadap karakter TPT melalui seleksi terhadap populasi plasma nutfah PKBT memberikan perbaikan genetik yang kecil (8.71%). Untuk perbaikan karekter TPT diperlukan penambahan aksesi nenas pada plasma nutfah PKBT melalui introduksi dengan memiliki keragaman genetik luas dan heritabilitas tinggi pada karakter tersebut. Dari uraian di atas, maka seleksi terhadap karakter kandungan vitamin C efektif karena mempunyai variabilitas genetik tinggi, heritabilitas tinggi, serta kemajuan genetik tinggi. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Karakter jumlah daun, panjang daun, jumlah hapas, umur berbunga, umur panen, umur panen, panjang pedunkulus, diameter pedunkulus, bobot buah, panjang buah, jumlah spiral, tebal daging buah, total asam, dan kadar vitamin C memiliki keragaman genetik yang luas. 2. Karakter jumlah daun, panjang daun, jumlah hapas, jumlah suckers, umur berbunga, umur panen, panjang pedunkulus, diameter pedunkulus, bobot 37

59 38 tanaman, panjang buah, jumlah spiral, tebal daging buah, total asam dan vitamin C memiliki heritabilitas tinggi. 3. Persentase kemajuan genetik tinggi diperoleh dari panjang pedunkulus dan kadar vitamin C. 38

60 ANALISIS KORELASI DAN SIDIK LINTAS ANTARA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF DENGAN KOMPONEN BUAH PADA TANAMAN NENAS (Ananas comosus (L). Merr.) Abstrak Penelitian bertujuan untuk mempelajari korelasi genetik antara karakter morfologi dan karakter komponen buah nenas menggunakan sidik lintas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter kedudukan daun dan daun berduri berasosiasi dengan tebal daging buah. Tinggi tanaman, jumlah daun, dan lebar daun berkorelasi positif dan nyata dengan diameter buah. Diameter buah, tinggi tanaman, diameter tajuk, dan lebar daun berkorelasi positif dan nyata terhadap bobot buah. Hasil analisis lintas menunjukan bahwa tinggi tanaman, diameter tajuk, dan lebar daun mempunyai pengaruh langsung positif terhadap bobot buah. Jumlah daun dan panjang daun mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap bobot buah melalui tinggi tanaman dan diameter tajuk. Duduk daun terbuka dan karakter duri pada daun dapat dijadikan kriteria seleksi untuk perbaikan karakter tebal daging buah. Karakter diameter tajuk, jumlah daun dan panjang daun dapat dipilih sebagai kriteria seleksi untuk perbaikan bobot buah. Kata kunci : karakter morfologi, karakter kuantitif, korelasi, pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, kriteria seleksi. Abstract The objectives of this research were to study the genetic correlation between morphological characters and fruit components characters base on path analysis. The results of the research showed that the foliage attitude and spines leaf associated with flesh thickness. The correlation analysis showed that plant height, leaf number and wide leaf have positively and significantly correlated with fruit diameter. The fruit diameter together plant height, canopy diameter and leaf width have positive and significant correlation with fruit weight. Based on path analysis, plant height, diameter and leaf width have positive direct effect on fruit weight. The result also showed that number of leaves and leaf length have indirect effect on fruit weight. The foliage attitude and spines leaf characters can be used as selection criteria to improve flesh thickness and canopy diameter, while the number of leaf, and length of leaf can be used as selection criteria to improve fruit weigh. Key words : morphological characters, correlation, path analysis, direct effect, indirect effec, selection criteria. Pendahuluan Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi nenas adalah melalui pengembangan varietas berdaya hasil tinggi, berkualitas, serta tahan terhadap hama dan penyakit. Karakter daya hasil merupakan karakter kompleks yang

61 40 sangat dipengaruhi oleh karakter pertumbuhan dan karakter komponen hasil. Karakter hasil dan komponen hasil serta karakter pertumbuhan dikendalikan oleh banyak gen yang ekspresinya sangat dipengaruhui oleh faktor lingkungan (Wirnas et al., 2006). Perakitan varietas berdaya hasil tinggi dapat dilakukan melalui seleksi secara langsung terhadap daya hasil atau tidak langsung melalui beberapa karakter lain yang terkait dengan daya hasil (Falconer dan Mackay, 1996). Seleksi secara tidak langsung atau simultan untuk meningkatkan daya hasil berdasarkan indeks seleksi akan lebih efisien dibandingkan dengan seleksi berdasarkan satu atau kombinasi dari dua karakter saja (Moeljopawiro, 2002). Agar dapat melakukan seleksi secara simultan maka karakter yang akan digunakan sebagai kriteria seleksi harus dipilih berdasarkan nilai heritabilitas serta keeratan hubungan dengan karakter yang diinginkan. Dengan menggunakan karakter yang terpilih maka dapat disusun suatu indeks seleksi yang efektif (Wricke dan Weber, 1985). Hubungan karakter hasil dengan karakter lain diketahui melalui analisis korelasi dan analisis sidik lintas. Korelasi antar sifat merupakan fenomena umum yang terjadi pada tanaman. Pengetahuan tentang adanya korelasi antar sifat-sifat tanaman merupakan hal yang sangat berharga dan dapat digunakan sebagai dasar program seleksi agar lebih efisien (Qosim et al., 2000). Menggunakan analisis korelasi tidak cukup menggambarkan hubungan tersebut. Hal ini disebabkan antar komponenkomponen hasil saling berkorelasi dan pengaruh tidak langsung melalui komponen hasil dapat lebih berperan langsung dari pada pengaruh langsung. Dengan analisis lintas (sidik lintas) masalah ini dapat diatasi, karena masingmasing sifat yang dikorelasikan dengan hasil dapat diurai menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung (Singh dan Chaudhary, 1979; Gazpersz (1995). Menurut Mohammadi et al., (2003), dengan menggunakan analisis lintas (path analysis) mampu ditentukan konstribusi relatif, dari komponen tumbuh dan komponen hasil terhadap hasil, baik langsung maupun tidak langsung. Metode ini memecah koefisien korelasi antara masing-masing karakter yang dikorelasikan dengan hasil menjadi dua komponen, yaitu pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung, sehingga hubungan kausal di antara karakter yang dikorelasikan dapat diketahui. 40

62 41 Analisis lintas dapat digunakan untuk mengetahui adanya komponen pertumbuhan, komponen hasil yang mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap bobot buah, dengan demikian seleksi karakter yang berkaitan dengan bobot buah menjadi lebih efektif. Okut dan Akca (1995) berdasarkan analisis lintas mendapatkan bahwa bobot buah Apricot dipengaruhi oleh panjang buah, permukaan buah, bahan kering, dan bobot biji, keempat peubah ini mampu menjelaskan 0.85 persen variasi bobot buah. Haydar et al., (2007) dalam penelitiannya menguraikan bahwa tinggi tanaman pada saat berbunga dan jumlah bunga merupakan karakter yang paling penting kontribusinya terhadap hasil tomat. Ganefianti (2006) menyatakan bahwa seleksi terhadap gugur buah pada tanaman cabai dapat dilakukan melalui seleksi jumlah cabang dikotom yang sedikit, diameter buah yang kecil, diameter tangkai yang kecil dan buah yang pendek. Hasil peneltian Mursito (2003) didapatkan bahwa karakter berat polong isi pertanaman berpengaruh langsung paling besar terhadap berat biji kering per tanaman. Penelitian yang mempelajari seberapa kuat hubungan antar karakter kuantitatif nenas belum pernah terungkap. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mempelajari hubungan antara karakter pertumbuhan dengan komponen buah dan buah, guna menunjang efektifitas kegiatan seleksi sehingga dapat ditentukan karakter pertumbuhan yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi terhadap bobot buah. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2004 sampai Nopember 2006 di Kebun Percobaan Pasir Kuda Pusat Penelitian Buah-buahan Tropika IPB Bogor. Analisis kualitas buah dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen PKBT Kampus IPB Baranangsiang Bogor. Bahan Tanaman Materi genetik yang digunakan adalah 26 aksesi koleksi nenas plasma nutfah PKBT IPB terdiri atas 26 aksesi dari jenis Smooth Cayenne dan Queen yang berasal dari beberapa daerah di Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Tabel 1). 41

63 42 Metode Penelitian Penelitian disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok dengan 26 genotipe nenas sebagai perlakuan dan tiga kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 tanaman nenas, sehingga setiap perlakuan terdapat 15 tanaman nenas. Peubah yang diamati meliputi karakter morfologi dan karakter agronomi. Karakter morfologi yang diamati meliputi: kedudukan daun, warna daun, kehadiran duri pada daun, distribusi duri, warna duri, kekakuan duri, warna sepal, warna petal, bentuk permukaan buah, warna buah sebelum matang, warna buah setelah matang, bentuk permukaan mahkota, orientasi daun mahkota, warna daun mahkota, kehadiran duri pada daun mahkota, orientasi spiral, aroma luar buah, warna daging buah, tekstur daging buah, dan profil mata buah. Standar pengamatan deskripsi morfologi nenas dapat dilihat pada Lampiran 1. Peubah karakter agronomi yang diamati pada penelitian ini meliputi: 3. Komponen vegetatif : tinggi tanaman (cm), diameter tajuk (cm), jumlah daun lebar daun (cm), panjang daun (cm), jumlah anakan (sucker), tunas dasar buah (slips); dan bobot tanaman (g) 4. Komponen generatif : umur berbunga (hari setelah tanam), umur panen (hari setelah tanam), panjang pedunkulus (cm), diameter pedunkulus (cm), jumlah spiral, diameter buah (cm), panjang buah (cm), diameter empulur (cm), tebal daging buah (cm), bobot mahkota (gram), bobot buah (gram), kedalaman mata (cm), nilai total padatan terlarut buah =TPT( o brix), total asam daging buah (%), dan kadar vitamin C (mg/100 g sampel). Peubah dua terakhir masing-masing diukur menurut Ferdiaz (1986) dan Sudarmadji et al., (1984). Analisis Data Analisis korelasi antara karakter morfologi dengan karakter agronomi dilakukan dengan terlebih dahulu data morfologi diskoring. Nilai nol (0) jika tidak ada dan nilai satu (1) jika ada pada karakter morfologi. Untuk data komponen buah, digunakan hasil pengamatan kuantitatif. Hasil pengamatan di lapang kemudian dianalisis dengan menggunakan software MINITAB Release 14. Besarnya koefisien korelasi (r ij ) antara peubah x dan y dapat dihitung dengan rumus : r xy = n x y ( x )( y ) / [( n x ( x ) )( n y ( y ) )] i j i j i i i i 42

64 43 Signikasi koefisien korelasi di atas diuji dengan membandingkan nilai koefisien korelasi (r) hitung dengan nilai r tabel dalam taraf nyata α (Gomez dan Gomez, 1995). Analisis lintas berdasarkan persamaan simultan digunakan rumus sebagai berikut (Singh dan Chaudhary 1979): r11 r r p 1 r r r p 2... r1 p C r 1 1y... r 2 p C2 r2 y = r pp C p rpy R x C i R y Berdasarkan persamaan di atas, nilai C i (pengaruh langsung) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Gaspersz 1995): C i = R 1 x R y dimana: R x = matriks korelasi antar peubah bebas; 1 R x = Invers matriks R x C i = vektor koefisien lintasan yang menunjukkan pengaruh langsung setiap peubah bebas yang telah dibakukan terhadap peubah tak bebas; R = vektor koefisien korelasi antara peubah bebas X i (i=1,2,.p) y dengan peubah tak bebas Y Menurut Hutagalung (1998), koefisien lintas yang kurang dari 0.05 dapat diabaikan. Apabila nilai korelasi antara faktor penyebab dan akibat hampir sama besarnya dengan pengaruh langsungnya (perbedaannya tidak lebih dari 0.05) maka koefisien tersebut menjelaskan hubungan yang sebenarnya dan seleksi tak langsung terhadap variabel tersebut akan sangat efektif. Penentuan karakter-karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi tak langsung yang efektif dapat dilihat dari besarnya pengaruh langsung terhadap hasil (C i ), korelasi antara karakter dengan hasil (r ih ) dan selisih antara korelasi antar karakter dan hasil dengan pengaruh langsung karakter tersebut terhadap hasil (r ih -C i ) < Jika ketiga hal tersebut dipenuhi, maka karakter tersebut sangat efektif sebagai kriteria seleksi untuk menduga hasil. Pengolahan dan 43

65 44 analisis data menggunakan bantuan software SPSS 12 (Santosa dan Ashari, 2005; Sarwono, 2007). Analisis respon terkorelasi dilakukan digunakan rumus (Roy, 2000) sebagai berikut : CR y = R y r xy i i x y h h x y Keterangan : CR y = Respon terkorelasi R y = Respon seleksi r xy = koefisien korelasi antara peubah x dan y i x = intensitas seleksi peubah x i y = intensitas seleksi peubah y h x = heritabilitas peubah x = heritabilitas peubah y h y Kriteria nisbah respon terkorelasi dengan respon seleksi (CR y /R y ), yaitu jika nisbah CR y /R y lebih besar dari 1 (CR y /R y > 1), seleksi tidak langsung terhadap peubah Y akan lebih menguntungkan dan jika nisbah CR y /R y < 1 seleksi langsung terhadap peubah Y lebih baik. Hasil dan Pembahasan Pada tanaman nenas panjang buah, diameter buah, bobot buah, total padatan terlarut dan kandungan asam merupakan karakter-karakter yang menjadi standar perdagangan nenas baik untuk konsumsi segar maupun sebagai buah olahan (Thakur et al dalam Soedibyo, 1992, Py et al., 1987). Karakter komponen buah di atas merupakan karakter kuantitatif yang dikendalikan banyak gen. Oleh karena itu pada seleksi yang ditujukan untuk perbaikan karakter tersebut perlu mempertimbangkan karakter-karakter lain. Dalam menentukan karakter-karakter yang ada kaitannya dengan karakter utama diperlukan informasi tentang korelasi antar karakter morfologi dengan karakter komponen buah. Nilai koefisien korelasi yang menunjukkan hubungan antar karakter kualitatif dengan karakter komponen buah disajikan pada Tabel 5. 44

66 Tabel 5. Koefisien korelasi antara karakter kualitatif (KK) dengan karakter komponen buah. KK Karakter Buah PPE DPE JSP DBB PBB TDB DEM KDM KTA KVC TPT BBB K2_1-0.46** -0.39* K2_ ** - - K3_ * 0.32* 0.37** K4_ * ** 0.39* * - K4_ ** * * K4_ ** 0.36* 0.45** 0.37* K5_ * K5_ ** - - K6_ * * K6_ * ** -0.43** K7_ ** Keterangan : K2_1= warna daun hijau, K2_2= warna daun hijau bercorak kuning, K3_1= warna daun hijau bercorak merah, K4_1= duri daun terletak sebelum ujung dan dekat pangkal, K4_3= duri diseluruh tepi daun, K4_5= tidak berduri, K5_3=warna duri kemerah-merahan, K5_4=warna duri keungu-unguan, K6_1= duri lemah, K6_2= duri agak kaku, K7_1= warna tangkai hijau, K7_2=warna peduncle hijau bercorak merah, PPE=panjang peduncle, DPE=diameter peduncle, JSP=jumlah spiral, DBB=diameter buah, PBB=panjang buah, TDB=tebal daging buah, DEM=diameter empulur, KDM=Kedalaman mata, KTA=kandungan total asam, KVC=Kandungan vitamin C, TPT=total padatan terlarut dan BBB=bobot buah Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa karakter warna daun hijau (K2_1) berkorelasi negatif dan sangat nyata (r= -0.46) dengan panjang peduncle (PPE) dan berkorelasi negatif dan nyata (r= -0.39) dengan kandungan vitamin C. Karakter warna daun hijau bercorak merah (K3_1) berkorelasi positif dan nyata dengan diameter buah (DBB) dan panjang buah (PBB) serta berkorelasi positif dan sangat nyata dengan tebal daging buah (TDB), dengan koefisien korelasi masing-masing 0.32, 0.32, dan Karakter duri terletak sebelum ujung dan pangkal daun (K4_1) berkorelasi positif nyata dengan jumlah spiral (JSP), kedalaman mata buah (KDM) dan total asam (KAS) serta berkorelasi negatif dengan total padatan terlarut (TPT) masing-masing dengan nilai koefisien korelasi 0.33, 0.42, 0.39 dan Karakter duri diseluruh tepi daun (K4_3) berkorelasi positif sangat nyata (r=0.54) dengan diameter peduncle (DPE). Karakter daun tidak berduri (K4_5) berkorelasi positif sangat nyata dengan diameter buah (DBH) dan tebal daging buah (TDB) dengan nilai koefisien korelasi masingmasing 0.41 dan Karakter warna duri keungu-unguan (K5_4) berkorelasi positif (r=0.41) dengan kandungan vitamin C (KVC). Karakter duri agak kaku (K6_2) berkorelasi negatif sangat nyata dengan diameter buah (DBB) dan panjang 45 45

67 46 buah (PBB). Karakter warna peduncle hijau bercorak merah (K7_2) berkorelasi negatif sangat nyata (r=-0.42) dengan kandungan asam (KA). Adanya korelasi antara karakter kualitatif dengan karakter komponen buah dan kualitas buah memberikan peluang digunakan karakter kualitatif sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan karakter komponen buah dan kualitas buah yang dipersyaratkan. Nilai koefisien korelasi yang menunjukkan keeratan hubungan antar karakter kuantitatif pertumbuhan dengan karakter komponen buah dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa tinggi tanaman, diameter tajuk, dan lebar daun berkorelasi positif dan nyata dengan bobot buah dengan nilai koefisien korelasi masing-masing 0.34, 0.28 dan 0.35, Karakter tinggi tanaman dan lebar daun juga berkorelasi positif dan nyata dengan diameter buah dengan nilai koefisien korelasi masing-masing 0.33 dan Karakter pertumbuhan yang berkorelasi positif nyata (r=0.28) dengan kandungan total asam adalah jumlah slipss. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa karakter kuantitatif pertumbuhan dapat dijadikan kriteria seleksi tidak langsung untuk perbaikan karakter komponen buah. Coppens dan Leal (2003), menjelaskan peningkatan bobot buah dari A. comosus var. comosus adalah implikasi dari meningkatnya ukuran dari organ lain, yaitu lebar daun, dan panjang kecilnya pedunkulus. Karakter panjang daun dan lebar daun berkorelasi negatif nyata (r=-0.30 dan r=-0.30) dengan TPT. Ini menunjukkan bahwa pemilihan tanaman nenas yang memiliki TPT tinggi perlu memperhatikan karakter panjang daun dan lebar daun. Sebelum dilakukan analisis lintas (sidik lintas) terlebih dahulu dilakukan analisis korelasi untuk menentukan karakter yang dapat dijadikan peubah bebas. Sehingga analisis lintas dapat dilakukan lebih efisien. Dalam analisis korelasi diasumsikan bahwa selain kedua karakter yang dipasangkan, yang lain dianggap konstan. Asumsi ini jelas kurang berlaku bagi makhluk hidup, karena pada makhluk hidup terjadi berbagai proses yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Demikian juga dengan menggunakan analisis korelasi tidak dapat digunakan untuk menggambarkan besarnya sumbangan dari suatu peubah terhadap peubah yang lain. Dengan analisis lintasan (sidik lintas) masalah ini dapat diatasi, karena masing-masing sifat yang 46

68 47 dikorelasikan dengan hasil dapat diurai menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung. Menurut Mursito (2003) karena banyaknya peubah yang harus dipertimbangkan dalam matriks korelasi, maka kriteria seleksi tak langsung menjadi kompleks dan kurang menentu. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa beberapa karakter kualitatif maupun karakter kuantitatif tidak berkorelasi dengan hasil, namun berkorelasi dengan komponen hasil yang lain. Seperti karakter daun tidak berduri tidak berkorelasi dengan bobot buah, namun berkorelasi dengan diameter buah, panjang buah dan diameter empulur. Ketiga komponen buah ini kemudian berkorelasi dengan bobot buah. Demikian pula karakter kuantitatif, seperti karakter jumlah dan lebar daun tidak berkorelasi dengan bobot buah, namun berkorelasi dengan diameter buah, dimana karakter ini berkorelasi sangat nyata dengan bobot buah. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa selain terdapat pengaruh langsung suatu karakter terhadap karakter lainnya, juga diketahui bahwa terdapat pengaruh tidak langsung melalui karakter lain. Berdasarkan asumsi ini, diperlukan analisis hubungan yang lain, yaitu sidik lintas. Dengan melakukan analisis lintas maka nilai korelasi antara peubah bebas dan peubah tidak bebas dapat dipisahkan menjadi pengaruh langsung suatu peubah bebas dan pengaruh tidak langsung melalui peubah yang lain (Li, 1956 dalam Wirnas, 2006). Nilai koefisien lintas (C) yang menunjukkan pengaruh langsung dan nilai Z yang menunjukkan pengaruh tidak langsung melalui peubah bebas yang telah dibakukan pada karakter vegetatif nenas plasma nutfah terhadap bobot buah dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. menjelaskan bahwa dengan lima karakter vegetatif (tinggi tanaman=x1, diameter tajuk=x2, jumlah daun=x3, lebar daun=x4, dan panjang daun=x5) hanya mampu menjelaskan ragam bobot buah sebesar 20.9%. Pengaruh karakter-karakter lain yang tidak dimasukkan dalam diagram lintas (pengaruh sisaan) sebesar 79.10%. Dari 10 nilai koefisien korelasi antara lima karakter X i ada empat nilai yang nyata, ini memperkuat dugaan bahwa ada kolinearitas antar peubah X i. Pengaruh langsung yang besar ditunjukkan oleh tinggi tanaman, diameter tajuk, dan lebar daun. Jumlah daun dan panjang daun mempunyai pengaruh langsung yang negatif terhadap bobot buah, tetapi mempunyai 47

69 pengaruh tidak langsung yang besar masing-masing melalui tinggi tanaman dan diameter tajuk, sehingga pengaruh tidak langsungnya perlu dipertimbangkan. 48 Gambar 3. Hubungan sebab akibat dari karakter bobot buah (Y) dengan (tinggi tanaman(x 1 ), diameter tajuk (X2), jumlah daun(x 3 ), lebar daun (X 4 ), dan panjang daun (X 5 ) serta berbagai karakter lain yang tidak teramati (S=sisaan). Tabel 6. Pengaruh langsung dan tak langsung komponen agronomi terhadap bobot buah pada 26 aksesi nenas Koleksi PKBT Karakter Pengaruh langsung (C) Pengaruh tidak langsung melalui peubah Pengaruh Total Tinggi tanaman Diameter tajuk Jumlah daun Lebar daun Panjang daun Z 1 Z 2 Z 3 Z 4 Z Peran relatif setiap karakter terhadap bobot buah dapat diukur dari besarnya pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Dari Tabel 6 dapat ketahui bahwa diameter tajuk menunjukkan pengaruh langsung dan pengaruh total masing-masing bernilai dan Begitu juga dengan karakter rata-rata tinggi tanaman masing-masing sebesar dan 0.345, sedang pengaruh tidak 48

70 49 langsungnya bernilai kecil. Berdasarkan pedoman analisis lintas maka seleksi tidak langsung terhadap karakter tersebut akan efektif terhadap seleksi karakter vegetatif lainnya, sebab pengaruh total tersebut menunjukkan hubungan yang sebenarnya. Fenomena yang sama diperoleh dari hasil analisis korelasi sederhana (Lampiran 2). Pedoman ke dua dalam analisis lintas menyatakan, jika pengaruh totalnya besar namun pengaruh langsungnya negatif atau kecil sekali (diabaikan) maka karakter-karakter yang berperan secara tidak langsung harus dipertimbangkan. Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa karakter jumlah daun dan panjang daun menunjukkan pengaruh total positif, namun pengaruh langsungnya negatif. Tampaknya seleksi untuk peningkatan bobot buah harus selalu mempertimbangkan pengaruh tidak langsung kedua karakter tersebut. Karakter jumlah daun berpengaruh langsung terhadap bobot buah melalui tinggi tanaman, dan karakter panjang daun berpengaruh tidak langsung terhadap bobot buah melalui diameter tajuk. Hal ini didukung pula dari hasil analisis korelasi (Tabel 2 ) yang menunjukkan bahwa jumlah daun dan panjang daun berkorelasi nyata dan positif masing-masing dengan tinggi tanaman dan diameter tajuk. Berdasarkan penjelasan di atas, maka kedua karakter tersebut perlu dipertimbangkan secara simultan sebagai kriteria seleksi. Seleksi terhadap suatu karakter dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Seleksi tidak langsung terhadap suatu karakter perlu dilakukan karena seleksi terhadap karakter tersebut lebih mudah dilakukan dan pelaksanaan seleksi lebih awal dapat dilakukan. Persyaratan agar dapat dilakukan seleksi tidak langsung, jika antara karakter terpilih sebagai kriteria seleksi tidak langsung memiliki korelasi kuat dengan karakter hasil. Untuk mengevaluasi metode seleksi yang tepat (seleksi langsung dan tidak langsung) dapat digunakan nilai nisbah respon terkorelasi. Adanya studi ini memberikan informasi metode seleksi langsung dan tidak langsung yang dapat memberikan hasil yang efektif dalam program pemuliaan tanaman secara praktis. Hasil analisis nisbah respon terkorelasi dengan respon seleksi pada beberapa pasang karakter kuantitatif dan karakter komponen buah (Tabel 7) menunjukkan bahwa panjang pedunkulus, diameter pedunkulus, panjang buah, jumlah spiral, 49

71 tebal daging buah memiliki nisbah respon terkorelasi dengan respon seleksi lebih dari 1.0, baik intensitas seleksi sama (I x= I y =5%). 5% maupun pada intensitas seleksi yang berbeda (I x =5%; I y =10%), hanya karakter kadar vitamin C yang memiliki nilai respon terkorelasi lebih dari 1 pada intensitas seleksi yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi pada karakter panjang pedunkulus, diameter pedunkulus, panjang buah, jumlah spiral, tebal daging buah dan vitamin C akan mengakibatkan peningkatan bobot buah nenas. Tabel 7. Nilai nisbah respon terkorelasi dan respon seleksi dari beberapa karakter kuantitatif dengan bobot buah pada intensitas seleksi yang berbeda. 50 No Karakter Tinggi tanaman (cm) Diameter tajuk (cm) Jumlah daun Lebar daun (cm) Panjang daun (cm) Jumlah slips Jumlah hapas Jumlah shoots Jumlah suckers Umur berbunga (hari) Umur panen (hari) Panjang peduncle (cm) Diameter peduncle (cm) Bobot tanaman (kg) Bobot mahkota (kg) Panjang buah (cm) Jumlah spiral Diameter buah (cm) Tebal daging buah (cm) Tebal empulur (cm) TPT ( o Brix) Total asam (%) Kadar vitamin C)* )* = mg/100 g sampel Nilai Nisbah Respon Terkorelasi I x =I y =0.5 I x =0.50; I y = Karakter yang digunakan sebagai kriteria seleksi untuk bobot buah tinggi selain berkorelasi positif dengan bobot buah, juga harus memiliki nilai heritabilitas tinggi sehingga akan dapat dipertahankan jika dilakukan perbanyakan. Dengan demikian perlu dipilih karakter yang mempunyai heritabilitas tinggi. Secara umum karakter jumlah daun dan panjang daun 50

72 51 memiliki nilai heritabilitas tinggi, sedangkan diameter tajuk dan lebar daun memiliki nilai heritabilitas medium (Tabel 4). Seleksi secara simultan dengan melibatkan beberapa karakter lebih efisien dibandingkan dengan seleksi yang didasarkan atas satu karakter atau kombinasi dari dua karakter saja (Moeljopawiro, 2002). Beberapa alasan untuk melakukan seleksi secara simultan adalah beberapa karakter yang diseleksi diharapkan mempunyai batas minimal yang persyaratkan. Seperti pada tanaman nenas, untuk keperluan buah olahan diperlukan bobot buah minimal 1000 g dan nilai TPT minimal 16 o Brix, untuk kepentingan pemuliaan, maka yang dilakukan adalah seleksi simultan. Seleksi simultan terhadap kedua karakter tersebut lebih menguntungkan. Adanya korelasi positif antar karakter lebih menguntungkan dilakukan seleksi simultan, karena peningkatan karakter yang satu diikuti oleh karakter lainnya. Seleksi simultan juga dapat mengurangi intensitas seleksi, karena jika dilakukan seleksi masing-masing karakter akan menambah intensitas seleksi sehingga persentase tanaman yang diambil untuk masing-masing sifat makin tinggi, akibatnya kurang efektif. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Karakter kualitatif yang berkorelasi positif dan sangat nyata dengan komponen buah adalah warna daun hijau bercorak merah, duri daun terletak sebelum ujung dan dekat pangkal, daun tidak berduri, warna duri keunguan. 2. Tinggi tanaman, diameter tajuk dan lebar daun berpengaruh langsung terhadap bobot buah, sedangkan jumlah daun dan panjang daun berpengaruh tidak langsung masing-masing melalui tinggi tanaman dan lebar daun. 3. Seleksi pada karakter panjang pedunkulus, diameter pedunkulus, panjang buah, jumlah spiral, tebal daging buah dan vitamin C dapat meningkatkan bobot buah dibanding dengan seleksi langsung terhadap bobot buah. 51

73 STUDI KERAGAMAN GENETIK NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) HASIL PERSILANGAN BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI DAN RAPD Abstrak Tiga puluh genotipe nenas hibrida dan tetuanya Queen dan Smooth Cayenne dari Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) IPB telah dianalisis keragamannya berdasarkan penanda morfologi dan RAPD. Analisis ini dilakukan untuk mengevaluasi jarak genetik dan pola hubungan antar hibrida tersebut. Di dalam studi ini dilakukan pengamatan terhadap 20 karakter vegetatif-generatif dan digunakan 12 primer (RAPD dan E-RAPD). Hasil analisis similaritas menunjukkan rentang koefisien kemiripan hibrida berbeda berdasarkan penanda morfologi ( ) dan RAPD ( ). Hasil analisis gerombol terhadap 30 hibrida dapat dibentuk dua kelompok hibrida, baik berdasarkan penanda morfologi dan RAPD yang dipisahkan masing-masing pada koefisien kemiripan 0.30 dan Meskipun sama-sama dapat dibentuk 2 kelompok, kedua penanda menunjukkan pola pengelompokan yang berbeda. Masing-masing penanda menunjukkan pengelompokan genotipe yang tidak sesuai dengan komposisi karakternya. Hasil analisis gerombol berdasarkan data gabungan menghasilkan koefisien kemiripan berkisar dan dendrogramnya yang dipisahkan pada koefisien kemiripan 0.47 dapat dibentuk 2 kelompok utama. Pengelompokan berdasarkan data gabungan juga menunjukkan pengelompokan hibrida yang tidak sesuai dengan komposisi karakternya. Berdasarkan hasil analisis komparasi antar matrik koefisien kemiripan dari kedua penanda menunjukkan nilai korelasi yang lemah (r = ). Hasil analisis korelasi parsial antara karakter kualitatif dan profil RAPD (primer) pada taraf kepercayaan 95-99%, menunjukkan bahwa fragmen DNA OPE7 baris 5 yang cenderung berasosiasi dengan karakter kelopak warna putih perak dan buah kuning emas. Sedangkan fragmen SBH8 pita 3 yang cenderung berasosiasi dengan karakter duri tidak merata. Penanda-penanda yang digunakan ini, belum cukup optimum sebagai penanda untuk mengelompokkan berdasarkan genetiknya, dan belum dapat merefleksikan keanekaragaman genetik yang sesungguhnya. Pemilihan karakter morfologi dan primer polimorfik yang tepat mungkin dapat mengelompokkan hibrida ke dalam kelompok genotipik yang sesungguhnya. Kata kunci : morfologi, RAPD, E-RAPD, genotipe, similaritas, gerombol Abstract Genetic diversity analysis were conducted on 30 hybrids Ananas comosus (L).Merr and two parentals, which are collected by The Centre for Tropical and Fruit Studies based on phenotypic performance and RAPD markers to evaluation the genetic distance and relationship pattern among these accessions. Twenty phenotypic traits and 12 (RAPD and E-RAPD) primers had been used in this study. Similarity analysis showed different similarity coefficient of phenotypic ( ) and RAPD ( ) markers. Two primary groups could be distingiused at similarity coeficient of 0.30 dan 0.61, respectively, for phenotypic and RAPD dendrogram. Cluster analysis of integrated data, resulting similarity

74 coefficient ranged from , which fall into Two primary groups at similarity of coefficient 0.52, however, dendrogram, as shown in phenotypic and RAPD, showed any accession excluded from their genomic groups. In general, clustering analysis result based on RAPD seem to be closer to the clustering pattern of its genomic composition than the other clusters. Base on comparison analysis between phenotypic and RAPD similarity matrix indicated a poor fit correlation (r=0.7769). Partial correlation analysis between qualitative traits and DNA profile, at 95-99% confidence revealed OPE7 line 5 tends to associated with silvery-white of sepal colour and golden yellow of fruit color when ripe. DNA SBH8 line 3, significally, associated with spines occur irregularly along both margin of distribution of spines. These markers were not optimum to classify 30 hybrids and its parental, and neither reflects their real genetic diversity yet. Choosing more appropriate traits and polymorphic primers may be able to cluster the hybrids and its parental into the genomic composition groups precisely. Key words : phenotypic, RAPD, E-RAPD,, genotipe, similarity, clustering 53 Pendahuluan Studi keragaman genetik tanaman memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan efektivitas dalam program pemuliaan tanaman. Informasi mengenai keragaman genetik tanaman nenas hasil persilangan sangat diperlukan dalam kegiatan seleksi. Keberhasilan dalam program pemuliaan tanaman nenas sangat ditentukan dari keberhasilan dalam memilih invidu-individu tanaman plus yang digunakan sebagai sumber material genetik yang memiliki keragaman genetik total tinggi. Beberapa metode sering digunakan pada studi keragaman genetik tanaman nenas seperti analisis karakter morfologi, fisiologi dan biokimia serta beberapa marker atau penanda molekuler. Dari sejumlah metode tersebut, jenis penanda yang didasarkan pada tingkat molekuler DNA dianggap cukup handal dan lebih dapat dipercaya karena tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Analisis keragaman pada tanaman nenas oleh beberapa peneliti didasarkan pada penanda morfologi, penanda isozim dan penanda molekuler. Hadiati (2002) telah melakukan analisis kekerabatan pada 24 nomor aksesi nenas dengan mempergunakan penanda morfologi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan derajat kemiripan 0.84 persen dari 24 nomor aksesi yang dipergunakan dapat dikelompokkan menjadi sembilan kelompok. Hadiati dan Sukmajaya (2002) memperoleh empat kelompok kekerabatan dari 30 aksesi nenas yang dianalisis berdasarkan penanda isozim pada derajat kemiripan Duval et al., (2001) 53

75 54 dengan menggunakan RFLP berhasil membuktikan bahwa Ananas comosus dengan spesies lainnya, seperti Pseudananas sagenarius mempunyai polimorfisme yang tinggi, yaitu 58.7 persen, sedangkan Ananas lucidus, Ananas ananassoides dan Ananas parguazensis relatif homogen. Ruas et al., (2001) melalui penanda RAPD telah memperoleh koefisien kemiripan rata-rata aksesi Ananas comosus sebesar 0.85, sementara Ananas lucidus sebesar Popluechai et al., (2007) berhasil mengelompokkan tiga kelompok kultivar nenas di Thailand melalui penanda RAPD dengan kemiripan 0.64 hingga Cecilia et al., ( 2005) dengan penanda AFLP memperoleh koefisien kemiripan genetik sebesar 0.55 hingga 0.97 dari 100 aksesi, 48 aksesi dari Ananas comosus dan 14 aksesi dari spesies yang ada. Metode RAPD (random amplified polymorphic DNA) merupakan salah satu metode yang akhir-akhir ini banyak digunakan dalam analisis keragaman genetik tanaman, karena relatif lebih cepat dan lebih mudah. Selain itu, untuk keperluan analisis keragaman, teknik RAPD cukup potensial karena mampu menghasilkan karakter yang tidak terbatas jumlahnya. Liu dan Furnier (1993) melaporkan bahwa penggunaan analisis RAPD selalu memperlihatkan keragaman yang tinggi dibanding isozim dan RFLP. Beberapa alasan penting lainnya sehingga memilih teknik RAPD ini, yaitu (1) tidak diperlukan pengetahuan latar belakang genom yang dipelajari, (2) secara cepat hasil RAPD dapat diperoleh terutama jika dibandingkan dengan analisis RFLP yang memerlukan banyak tahapan, dan (3) beberapa jenis atau set universal primer acak yang umum secara komersial telah tersedia dan dapat digunakan untuk analisis genomik pada hampir semua jenis organisme (Wels dan McCleland, 1990; William et al., 1990). Teknik ini telah banyak membantu pemulia tanaman seperti seleksi dan evaluasi keragaman genetik nenas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman fenotipik dan genotipik nenas hibrida berdasarkan penanda morfologi dan penanda RAPD melalui analisis similaritas, analisis gerombol, dan analisis komponen utama. 54

76 55 Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dimulai Januari 2005 sampai Desember 2007 yang terdiri dari dua bagian yaitu observasi fenotipik dan observasi genotipik. Observasi fenotipik dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasir Kuda PKBT IPB. Observasi genotipik yang meliputi isolasi, pemurniaan, penetapan kuantitas DNA, seleksi primer dan reaksi amplifikasi dilaksanakan di Laboratorium Molekuler PKBT Kampus IPB Baranangsiang Bogor dan visualisasi hasil elektroforesis dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Bioteknologi PAU IPB, Kampus Darmaga, Bogor. Material Tanaman Material tanaman yang digunakan adalah 30 tanaman nenas hibrida dan sepasang tetuanya JBBMQH6 (Queen) x JBSMSC3 (Smooth Cayenne) yang berasal dari Kebun Percobaan Pasir Kuda PKBT IPB. Metode Penelitian Penelitian terdiri atas dua bagian, yaitu observasi fenotipik di lapang dan observasi genotipik di laboratorium. Observasi fenotipik dilakukan dengan mengamati penampilan morfologi tanaman dan observasi genotipik melalui analisis pola pita DNA dengan menggunakan teknik RAPD. Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan Observasi Fenotipik Observasi fenotipik nenas dimulai dengan penanaman hibrida di lapang, kemudian pemeliharaan dan pengamatan, serta analisis data. Teknik pengamatan pada 21 karakter morfologi dilakukan dengan menggunakan panduan deskriptor nenas (IBPGR, 1991). Pengamatan dilakukan terhadap kedudukan daun, warna daun, kehadiran duri pada daun, distribusi duri, kekakuan duri, warna duri, warna sepal, dan warna petal. Pada saat panen dilakukan pengamatan terhadap bentuk permukaan buah, warna buah sebelum matang, warna buah setelah matang, bentuk permukaan mahkota, orientasi daun mahkota, warna daun mahkota, kehadiran duri pada daun mahkota, orientasi spiral, aroma luar buah, warna daging buah, tekstur daging buah, dan profil mata buah (Lampiran 1). 55

77 56 Observasi Genotipik Observasi genotipik dilakukan dengan menggunakan analisis pola pita DNA berdasarkan teknik RAPD. Tahapan pelaksanaan terdiri dari isolasi, pemurniaan, penetapan kuantitas DNA, reaksi amplifikasi dan seleksi primer. Isolasi DNA Isolasi DNA dilakukan mengikuti metode CTAB Doyle dan Doyle (1987). Bahan yang dianalisis adalah daun muda (bagian pangkal) dari hasil persilangan sebanyak 0.5 g dan dipotong kecil-kecil. Potongan daun dimasukkan ke dalam mortal, lalu ditambah PVPP dan nitrogen cair, kemudian digerus sampai halus. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang telah berisi 600 µl larutan buffer ekstrak CTAB (100 mm Tris-HCl ph 8.0, 1.4 M NaCl, 20 mm ethylene diamine extraacetic acid (EDTA) ph 8.0, 2% (m/v) cetyltrimethylamonium Bromide (CTAB), dan 0,2% β-mercapto-ethanol), campuran dikocok dan dipanaskan dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 65 o C (setiap 10 menit campuran dibolak-balik). Campuran dibiarkan hingga mencapai suhu kamar lalu ditambahkan 600 µl larutan khloroform-isoamil alkohol (24:1) dan dikocok. Sentrifuse campuran pada suhu ruang dengan kecepatan rpm selama 15 menit sehingga terbentuk dua fase cair. Fase cair bagian atas (supernatan) dituang ke dalam tabung baru, kemudian ditambahkan isopropanol dingin dengan volume yang sama dan disimpan dalam frezer selama semalam. Campuran dicairkan pada suhu kamar dan disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 15 menit. Cairan dibuang dengan hati-hati dan pellet ditambah etanol 70% dingin sebanyak 100 µl, kemudian disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 5 menit. Cairan dibuang dan pellet dikeringkan dengan cara membalikkan tabung. Pellet yang telah kering ditambahkan 100 µl air bebas ion dan dikocok sampai larut. Pemurniaan DNA Pemurniaan DNA dengan menggunakan metode Sambrook et al. (1989). Larutan DNA ditambah 1 µl RNAase dan dibiarkan pada suhu kamar selama 2 jam. Selanjutnya tambahkan fenol kloroform isoamilalkohol dingin sebanyak 100 µl dan disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 15 menit. Supernatan dipipet ke dalam tabung baru dan ditambahkan kloroform isoamilalkohol dengan 56

78 57 volume sama, kemudian disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 15 menit. Supernatan dipipet ke dalam tabung baru dan ditambahkan natrium asetat 3 M ph 5.2 sebanyak 1/10 volume dan isopropanol dingin sebanyak 2.5 volume. Larutan dikocok hingga homogen dan disimpan dalam freezer semalam. Larutan disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 15 menit, pellet yang diperoleh ditambah etanol 70% sebanyak 100 µl dan disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 5 menit. Cairan dibuang dan pellet dikeringkan dengan cara membalikkan tabung. Pellet yang telah kering ditambahkan 100 µl air bebas ion. Penetapan kuantitas DNA Penetapan kualitas DNA diestimasi melalui elektroforesis dan dibandingkan dengan standar DNA lamda. Sebanyak 5 µl masing-masing larutan DNA yang diperoleh dicampur dengan 1 µl loading dye (10:2) dimasukkan ke dalam sumur gel agarose 1% dan di running pada bak elektroforesis selama 30 menit dengan tegangan 100 volt. Gel yang telah dielektroforesis direndam dalam larutan ethium bromida 1% selama menit, dibilas dengan aquades, dan selanjutnya pita DNA hasil isolasi divisualisasi pada UV transiluminator, dan dipotret dengan kamera digital. Konsentrasi DNA ditentukan dengan membandingkan ketebalan DNA sampel dengan DNA lamda. DNA cetakan kemudian diencerkan sampai konsentrasi 25 ng dan siap digunakan untuk reaksi amplifikasi. Reaksi amplifikasi dan elektroforesis Amplifikasi DNA nenas dilakukan menurut metode Williams et al. (1990). Reaksi amplifikasi dilakukan menggunakan microtube volume 0.5 nl yang berisi 25 µl campuran larutan yang terdiri atas: 12.5 µl Go tag mix, 10.5 µl air bebas ion (ion free), 1 µl primer acak, dan 1 µl DNA. Volume akhir campuran reaksi amplifikasi adalah 25 µl. Selanjutnya tabung-tabung tersebut dimasukkan ke dalam blok mesin PCR (Applied Biosystem Thermal Cycler version 2.00), yang diprogramkan dengan tahapan sebagai berikut : Tahap I. Pre-PCR : 94 o C selama 4 menit sebanyak satu siklus; Tahap II. PCR : Denaturasi 94 o C selama 30 detik, annealing (penempelan primer) pada suhu 36 o C selama 1 menit; dan extention 57

79 (perpanjangan) pada suhu 72 o C selama 1 menit sebanyak 40 siklus; Tahap III Post PCR : Perpanjangan akhir pada suhu 72 o C selama 5 menit sebanyak satu siklus. Setelah reaksi amplifikasi berakhir produk amplifikasi diberi loading dye, dan selanjutnya dielektroforesis pada 1.2% gel agarose dalam larutan TBE 1x. Elektroforesis dilakukan selama 120 menit pada tegangan 60 volt pada suhu ruang. Pengamatan pita hasil amplifikasi dilakukan menggunakan alat dokumentasi gel (gel dok) dan direkam ke dalam disket. Seleksi primer Seleksi primer bertujuan untuk menyeleksi primer yang dapat menghasilkan produk amplifikasi, yang dilakukan terhadap 40 jenis primer RAPD dan 4 primer e-rapd dengan menggunakan DNA cetakan dari satu sampel tanaman hibrida yang memiliki stok DNA yang cukup. Seleksi primer dilakukan melalui reaksi amplifikasi dan elektroforesis. Primer yang memberikan hasil amplifikasi yang polimorfik berupa pita DNA yang jelas dan tajam, akan dipilih untuk digunakan dalam analisis selanjutnya. Sebanyak sembilan primer RAPD dan tiga primer e-rapd hasil seleksi terhadap 44 primer telah diketahui dapat memberikan amplifikasi yang polimorfis pada tanaman nenas. Hasil disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Primer-primer RAPD dan E-RAPD hasil seleksi yang digunakan dalam penelitian No. Primer 5 to 3 No. Primer 5 to OPE-07 OPE-11 SBR-04 SBR-08 SBN-05 SBN-13 AGATGCAGCC GAGTCTCAGG AATCGGGCTG GTGACGTAGG ACTGAACGCC AGCGTCACTC SBH-02 SBH-07 SBH-08 SOB-01 SOB-02 SOB-03 TCGGACGTGA GGAAGTCGCC ACCTCAGCTC AGATGCAGCCG AGATGCAGCCA AGATGCAGCCT Analisis Data Data Fenotipik Data fenotipik yang diperoleh dianalisis menggunakan program NTSYS-pc (Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis) versi 2.02 (Rohlf, 1993). Analisis kemiripan (Similarity Analysis) digunakan prosedur SIMQUAL 58 58

80 59 (Similarity for Qualitative Data) pada program NTSYS-pc versi 2.02 dan dihitung berdasarkan rumus Nei dan Li (1979) atau koefisien Dice (S) yaitu : S= 2n ab/( n a + n b ); Keterangan: S = Koefisien kemiripan a dan b = dua individu yang dibandingkan n ab = jumlah subkarakter yang sama posisinya baik pada individu a maupun b = jumlah subkarakter pada individu a n a n b = jumlah subkarakter pada individu b Hasil skoring data biner morfologi disajikan pada Lampiran 3. Untuk analisis gerombol (Clustering analysis) dipilih metode Sequential, Agglomerative, Hierarchical, and Nested (SAHN)-UPGMA (Unweighted pair-group method, arithmetic average) pada program NTSYS-pc versi Untuk analisis komponen utama (Principal Componen Analysis) digunakan prosedure analisis Ordination dalam program NTSYS-pc versi Untuk kebutuhan analisis, data fenotipik terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk data biner. Setiap karakter dibagi ke dalam sub karakter yang memungkinkan. Sub karakter yang terdapat pada genotipe tersebut diberi nilai 1 dan yang tidak tampak diberi nilai 0. Penetapan kriteria sub karakter berdasarkan pedoman Descriptors for pineapple diterbitkan oleh International Board for Plant Genetic Resources (IBPGR, 1991). Pembagian karakter menjadi sub karakter dan data binernya disajikan pada Lampiran 3. Selanjutnya untuk mengetahui korelasi antar karakter fenotipik dilakukan analisis korelasi melalui program NTSYS-pc versi 2.02 dengan menggunakan analisis perbandingan (Comparison) fungsi MXCOMP. Data Genotipik Data genotipik yang diperoleh dari visualiasi hasil RAPD adalah pola pita DNA dengan ukuran tertentu. Ukuran potongan DNA genom dilakukan dengan membandingkannya dengan berat molekul standar 1 kb DNA Ladder. Perbedaan antar tanaman ditunjukkan oleh jumlah pita dan jarak migrasinya. Apabila tidak terdapat perbedaan antara pola pita DNA tanaman berarti tidak terdapat keragaman genetik dan apabila sebaliknya berarti terdapat keragaman genetik. Untuk kebutuhan analisis, penilaian (skoring) dilakukan terhadap pita-pita tegas 59

81 dan tipis secara konsisten. Pita-pita yang dimiliki bersama diberi nilai skor 1 (ada), dan jika tidak diberi skor 0. Hasil skoring dalam bentuk data biner disajikan pada Lampiran 4. Analisis similaritas, analisis gerombol dan analisis komponen utama pada data RAPD digunakan prosedur yang sama dengan analisis data fenotipik. Matriks kemiripan genotipik dihitung berdasarkan koefisien Dice dengan n ab Keterangan: S rumus : S= 2n ab /(n a +n b ) = Koefisien kemiripan a dan b = dua individu yang dibandingkan = jumlah pita DNA yang sama posisinya baik pada individu a maupun b n a n b = jumlah pita DNA pada individu a = jumlah pita DNA pada individu b Selanjutnya korelasi antar primer dihitung melalui analisis perbandingan fungsi MXCOMP. Data Gabungan Analisis similaritas, analisis gerombol dan analisis komponen utama pada data RAPD digunakan prosedur yang sama pada analisis data fenotipik dan data genotipik. Untuk mengetahui tingkat keselarasan antara penampilan fenotipik dan pola pita RAPD, matriks kemiripan fenotipik dan matriks kemiripan genetik dibandingkan melalui uji korelasi fungsi MXCOMP pada program NTSYS-pc versi 2.1 (Rohlf, 1993). Nilai korelasi Spearman dihitung berdasarkan rumus berikut (Gasperz, 1995): 60 ρ = x jk y jk = 1 Σ n ( n 2 d i 2 1) Keterangan : d i : selisih setiap pasangan rank yang berkaitan dengan pasangan data (X i, Y i ) n : banyaknya pasangan rank Korelasi antara pasangan dua matriks yang diuji dengan statistik Z Mantel (Mantel, 1967 dalam Beer et al. 1993) sebagai berikut : Z = j k x jk y jk 60

82 61 Keterangan : x jk : elemen baris matrik ke j dan kolom ke k dari X y : elemen baris matrik ke j dan kolom ke k dari Y jk Nilai Z kemudian ditransformasi melalui Z mantel dan diperoleh nilai korelasi sebagai berikut : Z Keterangan : = Hipotesis : H 0 : nilai j k x jk jk x : hasil transformasi x jk jk y : hasil transformasi y jk y jk jk x tidak berkorelasi dengan jk H 1 : nilai x berkorelasi dengan y Dasar pengambilan keputusan : 1. Jika probabilitas > 0.05, maka H 0 diterima 2. Jika probabilitas < 0.05, maka H 0 ditolak 3. Jika t hitung < t(n-2): α/2, maka H 0 diterima 4. Jika t hitung > t(n-2): α/2, maka H 0 ditolak Keselarasan pengelompokan ditentukan dari kriteria goodness of fit, berdasarkan nilai korelasi menurut Rohlf (1993) yaitu : sangat sesuai (r > 0.9 ), sesuai (0.8 < r 0.9), tidak sesuai (0.7 r 0.8), sangat tidak sesuai (r < 0.7). Analisis Korelasi antara Karakter Kualitatif dan Primer Analisis korelasi untuk melihat tingkat kecenderungan terpaut antara karakter kualitatif dan DNA hasil amplifikasi masing-masing primer, dilakukan dengan menggabungkan data kualitatif morfologi dengan data DNA. Analisis dilakukan berdasarkan prosedur analisis similaritas dalam NTSYS-pc versi 2.02, kemudian dilanjutkan dengan analisis korelasi Pearson dalam MINITAB release 14. Hasil analisis korelasi diuji tingkat signifikasinya menggunakan uji t-student Penanda Fenotipik Analisis Kemiripan pada taraf kepercayaan 95-99%. H a s i l Matriks koefisien kemiripan morfologi antara 30 hibrida dan kedua tetuanya diturunkan dari matriks simqual menunjukkan rentang nilai kemiripan berkisar antara (Lampiran 5). Nilai koefisien kemiripan fenotipik (KF) tertinggi yaitu 0.86 diperoleh pada hibrida H05 dengan H06, yang memiliki perbedaan jk y jk 61

83 62 pada duduk daun. Nilai KF terendah diperoleh hibrida H03 dengan H17 yaitu 0.06, yang memiliki perbedaan pada karakter duduk daun, warna daun, keberadaan duri pada daun, warna duri daun, warna kelopak, bentuk buah, warna buah sebelum matang, warna buah setelah matang, bentuk mahkota, duduk daun mahkota, warna daun mahkota, duri pada daun mahkota dan warna daging buah. Hibrida H21 memiliki koefisien kemiripan fenotipik tertinggi sebesar 0.55 dengan tetua JBBMQH6 (T1) yang memiliki kesamaan pada karakter duduk daun, warna daun, kekakuan duri, warna kelopak, warna petal, bentuk buah, duduk daun mahkota, warna daun mahkota, karakter mahkota dan aroma buah. Hibrida H16 memiliki koefisien kemiripan terendah sebesar 0.15 dengan tetua JBBMQH6 (T1) yang memiliki kesamaan pada karakter duduk daun, warna petal dan karakter mahkota. Hibrida H14 dan H19 memiliki koefisien tertinggi sebesar 0.70 dengan tetua JBSMSC3 (T2) yang dimiliki kesamaan pada karakter warna daun, keberadaan duri pada daun, warna duri, kekakuan duri, warna kelopak, warna petal, warna buah setelah matang, duduk daun mahkota, karakter mahkota, warna daging buah dan permukaan kulit buah. Hibrida H07 memiliki koefisien kemiripan terendah sebesar 0.20 dengan tetua JBSMSC3 (T2) yang memiliki kesamaan pada karakter duduk daun, warna daun, warna petal dan warna buah sesudah matang. Nilai koefisien kemiripan yang tingginya antara hibrida nomor H14 dan H19 dengan H17 dengan JBSMSC3 (T2) menunjukkan terjadi segregasi beberapa karakter dari tetua jantan (T2) ke dalam dua hibrida tersebut. Adanya segregasi pada turunan hasil persilangan berarti terjadi keragaman genetik yang selanjutnya perlu diseleksi dan dievaluasi sesuai dengan kebutuhannya (Poespodarsono, 1988). Analisis Gerombol Analisis gerombol terhadap 87 subkarakter morfologi menghasilkan dendrogram dengan koefisien kemiripan berkisar antara 30 86% atau terdapat keragaman morfologi sebesar 14-70% (Gambar 4). Pada koefisien kemiripan 30% dapat dibentuk dua kelompok besar dimana tetua JBBMQH6 memisah dari turunannya (semua hibrida). 62

84 Gambar 4. Dendrogram kemiripan fenotip hasil analisis gerombol dengan metode pengelompokan UPGMA berdasarkan 87 subkarakter morfologi. Pada koefisien kemiripan 43% terbentuk 7 subkelompok yaitu, kelompok pertama (a) hibrida H17 dan H30 yang memiliki kesamaan pada karakter warna daun, warna duri, warna kelopak, warna buah sebelum dan sesudah matang, warna daun mahkota, aroma buah, warna daging buah dan tekstur daging buah. Kelompok kedua (b) hibrida H08, kelompok ketiga (c) hibrida H05, H06 dan H07 yang memiliki kesamaan pada karakter warna daun, keberadaan duri pada daun, warna petal, bentuk buah, warna buah sebelum dan sesudah matang, kedudukan daun mahkota, duri pada mahkota, karakter mahkota, orientasi spiral, warna daging buah, tekstur dan mata buah, kelompok keempat (d) hibrida H01, H04 dan H24 yang memiliki kesamaan pada karakter warna petal, orienatasi spiral, aroma buah dan warna daging buah. Kelompok kelima (e) hibrida H03, H21, H26, H27, H28, dan H29 yang memiliki kesamaan pada karakter warna kelopak, warna petal dan tekstur daging buah g Koefisien Kemiripan f g d b d a b a Kelompok hibrida keenam (f) hibrida H04, H09, H10, H11, H12, H13, H14, H15, H16, H18, H19, H20, H22, H23 dan H25 yang memiliki kesamaan pada h e e f c c 63 JBBMQH6 JBSMSC-3 H14 H19 H10 H15 H16 H25 H12 H20 H11 H13 H04 H09 H22 H18 H23 H03 H21 H27 H26 H29 H28 H01 H02 H24 H05 H06 H07 H08 H17 H30 63

85 karakter kedudukan daun, warna kelopak, bentuk buah, warna buah sebelum matang, kedudukan daun mahkota, warna mahkota, duri pada daun mahkota, orientasi spiral, aroma buah, warna daging buah dan tekstur dagung buah, warna petal dan warna buah sebelum matang dan kelompok ketujuh (g) adalah tetua JBBMQH6. Nilai korelasi matriks kesamaan MxComp r = Artinya dendrogram yang dihasilkan goodness of fit sesuai menggambarkan pengelompokan 30 hibrida tersebut (Rohlf, 1993). Analisis Komponen Utama Analisis komponen utama merupakan teknik eksplorasi data yang digunakan sangat luas ketika menghadapi data peubah ganda. Analisis ini memberikan gambaran berupa besarnya pengaruh persentase nilai keragaman dari beberapa komponen utama (biasanya 3 komponen utama) yang dapat dibentuk dari minimal 70% keragaman yang dimiliki oleh karakter-karakter pada populasi yang dikarakterisasi. Menurut Diyarti, 2003, konsep analisis komponen utama adalah pereduksian dimensi sekumpulan peubah asal menjadi peubah baru yang berdimensi lebih kecil dan saling bebas. Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa hanya 25.20% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan dua komponen utama dan 35.1% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan tiga komponen utama (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa nilai akumulasi keragaman yang diperoleh tidak memenuhi batas minimum 70% untuk tiga komponen pertama utama. Dengan demikian 87 subkarakter yang diamati tidak diperoleh karakter yang dapat dijadikan komponen utama untuk mengelompokkan 30 tanaman nenas hibrida dan kedua tetuanya. Rendahnya akumulasi keragaman pada populasi hibrida ini disebabkan karakter-karakter yang diamati memberikan keragaman yang relatif sama. Tabel 9. Nilai akar ciri tiga komponen utama (KU) 87 subkarakter morfologi KU Nilai ciri % keragaman % akumulasi keragaman

86 65 Penanda Genotipik Analisis DNA Pada Tabel 10 menunjukkan hasil amplifikasi DNA yang dilakukan terhadap 30 nomor nenas hibrida dan tetuanya dengan menggunakan 12 primer yang telah diseleksi untuk melihat polimorfisme DNA pada A. comosus (L.) Merr. Hasil seleksi diperoleh primer OPE7, OPE11, SBR04, SBR08, SBN05, SBN13, SBH02, SBH07, SBH08, SOB01, SOB02, dan SOB03 yang menghasilkan 105 pola pita dengan ukuran fragmen DNA yang teramplifikasi berkisar 150 bp 3000 bp. Ukuran fragmen DNA yang teramplifikasi tergantung daerah yang diapit oleh dua primer dalam arah bolak-balik (McPherson et al. 1992). Berdasarkan hasil yang diperoleh pita DNA terbagi dalam dua kelompok, yakni pita yang menunjukkan polimorfik dan pita monomorfik. Secara umum, hasil amplifikasi dengan 12 primer ini sudah memperlihatkan polimorfisme DNA. Primer yang menghasilkan jumlah pita terkecil adalah primer SOB01, sedangkan yang terbanyak adalah primer SBR04, SBR08, dan SBH08. Jumlah pita yang dihasilkan tergantung pada berapa banyak potongan DNA yang dihasilkan dari PCR. Pola pita yang paling bervariasi ditunjukkan oleh amplifikasi dengan primer SBR04, SBR08, dan SBH08, yakni masing-masing 13 pola pita. Sedangkan pola pita yang keragamannya paling rendah diperoleh dari hasil amplifikasi dengan primer SOB01, yakni 3 pola pita. Keragaman pola pita ini menunjukkan keragaman individu nenas hibrida dan tetuanya pada tingkat DNA. Pada Tabel 10 terlihat bahwa dari 12 primer yang digunakan diperoleh 105 pita DNA. Tingkat polimorfisme primer yang digunakan tinggi, terdapat sembilan primer yang memiliki tingkat polimorfisme 100%. Dari 105 pola pita yang dihasilkan oleh ke 12 primer diperoleh 101 (96.19%) pola pita polimorfik dan 4 (3.81%) pola pita monomorfik. Tapia et al. (2005) dengan menggunakan penanda AFLP memperoleh 95% pita polimorfik dari 100 pita yang dihasilkan dari sampel 40 aksesi nenas koleksi plasma nutfah Campo Experimental del Papaloapan, Veracruz. Menurut McGregor et al., (2000), polimorfisme merupakan gambaran amplifikasi yang diperoleh dari perbedaan fragmen DNA yang terobservasi. 65

87 Tabel 10. Data primer dan jumlah profil DNA hasil analisis RAPD dan E-RAPD Primer OPE07 OPE11 SBR04 SBR08 SBN05 SBN13 SBH02 SBH07 SBH08 SOB01 SOB02 SOB03 Ukuran pita (pb) Contoh pola pita RAPD hasil amplifikasi Jumlah Jumlah Profil DNA pita Monomorfik Polimorfik (100%) 4 (3.81%) 101 (96.19%) 66 primer SBN5 menggunakan DNA tetua JBBMQH6 dan JBSMSC3 serta 30 hibrida dan tetuanya dapat dilihat pada Gambar 5. M T1 T M Gambar 5. Pola pita penanda RAPD yang dibangkitkan menggunakan primer SBN5 pada genotipe tetua (T 1 =JBBMQH6; T 2 = JBSMSC3) dan 30 F 1 hasil persilangan tetua T 1 x T 2. Perbedaan ada tidaknya pita dapat digunakan untuk menduga jumlah pasang kopi basa pada setiap pita RAPD dan e-rapd. Ada tidaknya pita DNA hasil amplifikasi pada setiap primer sangat dipengaruhi: a. Kemurnian dan konsentrasi DNA cetakan (template). DNA cetakan mengandung senyawa-senyawa seperti polisakarida dan senyawa fenolik serta konsentrasi DNA cetakan yang terlalu kecil sering menghasilkan pita DNA amplifikasi yang samar-smar atau tidak jelas. b. Sebaran situs penempelan primer pada DNA cetakan. 66

88 67 c. Adanya kompetisi tempat penempelan primer pada DNA cetakan yang menyebabkan satu fragment diamplifikasi dalam jumlah banyak dan fragment lainnya sedikit Primer yang tidak menghasilkan pita DNA mengindikasikan bahwa primerprimer tersebut tidak mempunyai homologi dengan DNA cetakan, karena terbentuknya fragmen pita DNA bergantung pada sekuen primer dan genotipe dari DNA cetakan. Perbedaan jumlah dan polimorfisme pita DNA yang dihasilkan dari setiap primer menggambarkan kekompleksan genom tanaman yang diamati. Pita RAPD merupakan hasil berpasangannya nukleotida primer dengan nukleotida genom tanaman, maka semakin banyak primer yang digunakan akan semakin terwakili bagian-bagian genom, sehingga semakin tergambar keadaan genom tanaman yang sesungguhnya. Polimorfisme yang dideteksi oleh RAPD pada prinsipnya merupakan hasil dari beberapa tipe peristiwa, yaitu: 1). Insersi DNA di antara dua situs penempelan primer, 2) Delesi pada bagian genom yang mengandung situs penempelan dan 3). Substitusi nukleotida pada situs penempelan primer (Weising et al., 1995). Insersi DNA yang berukuran besar diantara dua situs penempelan primer menyebabkan ketidakmampuan DNA polimerase untuk mensintesis DNA sehingga daerah tersebut tidak dapat diamplifikasi. Delesi pada genom yang mengandung situs penempelan menyebabkan primer tidak dapat menempel pada daerah tersebut, sehingga daerah tersebut tidak dapat diamplifikasi. Delesi di antara dua situs penempelan menyebabkan perubahan panjang dan ukuran daerah yang diamplifikasi. Analisis Kemiripan Matriks koefisien kemiripan genetik antara 30 hibrida dan kedua tetuanya diturunkan dari matriks simqual menunjukkan rentang nilai kemiripan berkisar antara (Lampiran 6). Nilai koefisien kemiripan genotipik (KG) tertinggi yaitu 0.81, diperoleh pada hibrida H25 dengan H27 dan hibrida nomor H27 dengan H28, kemudian disusul hibrida H23 dengan H26 dan H23 dengan H27 dengan nilai Nilai KG terendah diperoleh H01 dengan H30 yaitu Matriks kemiripan genetik dihitung berdasarkan jarak genetik antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lainnya. Nilai kemiripan genetik

89 68 bearti jarak genetik antara hibrida nomor H01 dengan H30 paling jauh, hal ini berarti kedua individu sangat berbeda. Sedangkan nilai 0.81 menunjukkan bahwa antara pasangan hibrida nomor H25 dengan H27 dan pasangan hibrida nomor H27 dengan H28 memiliki jarak genetik yang sama dan rendah, yaitu Hibrida H13 memiliki koefisien kemiripan genetik tertinggi dengan tetua JBBMQH6 (T1) sebesar 0.68 dan hibrida H01 memiliki koefisien kemiripan genetik terendah dengan tetua JBBMQH6 (T1) sebesar Hibrida H22 memiliki koefisien kemiripan genetik tertinggi dengan tetua JBSMSC3 (T2) sebesar 0.73 dan hibrida H30 memiliki koefisien kemiripan genetik terendah dengan tetua JBSMSC3 (T2) sebesar Ini berarti hibrida H13 memiliki karakter yang sama lebih banyak dengan tetua JBBMQH6 (T1) dan hibrida H01 memiliki paling sedikit karakter yang sama dengan tetua JBBMQH6 (T1). Demikian pula hibrida H22 memiliki karakter sama yang lebih banyak dengan tetua JBSMSC3 (T2) dan H30 memiliki karakter yang sama lebih sedikit dengan tetua JBSMSC3 (T2). Analisis Gerombol Analisis gerombol terhadap 105 pola pita DNA menghasilkan dendrogram dengan koefisien kemiripan berkisar antara 61 88% atau terdapat keragaman genetik sebesar 12-39% (Gambar 6). Pada koefisien kemiripan genetik (KKG) 61% terbentuk dua kelompok besar. Kelompok pertama terdapat empat hibrida, sedangkan kelompok kedua terdapat 26 hibrida dan kedua tetuanya. Pada KKG 72% terbentuk tujuh subkelompok. Subkelompok pertama (a) memiliki KKG sekitar 83% atau memiliki kisaran jarak genetik 17% terdiri dari nomor hibrida H05 dan H02, subkelompok kedua (b) memiliki KKG 73% atau meiliki jarak genetik 27% terdiri dari nomor hibrida H01 dan H20. Subkelompok tiga (c) dan keempat (d) masing-masing terdiri dari hibrida 30 dan 24. Sub kelompok lima (e) memiliki KKG 74% memiliki anggota hibrida nomor H15, H16, H17, H18, H19, H22, H23, H25, H26, H27, H28, dan H29. Subkelompok keenam (f) dengan KKG 72% memiliki anggota hibrida nomor H08, H09, H10, H11, H12, H13, H14, H21, dan tetua JBSMSC3. Sedang subkelompok ketujuh (g) dengan KKG 73% memiliki anggota hibrida nomor H03, H04, H06 dan H07 serta 68

90 tetua JBBMQH6. Berdasarkan pola pengelompokan ini terlihat bahwa belum terungkap penciri karakter morfologi tertentu, baik tingkat kelompok maupun pada tingkat subkelompok. Gambar 6. Dendrogram kemiripan genotipik hasil analisis gerombol dengan metode pengelompokan UPGMA berdasarkan 105 pola pita DNA. Nilai korelasi matriks kesamaan MxComp r = Artinya dendrogram yang dihasilkan goodness of fit kurang sesuai menggambarkan pengelompokan Analisis Komponen Utama Koefisien Kemiripan tersebut di atas (Rohlf, 1993). Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa hanya 20.30% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan dua komponen utama dan 28.30% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan tiga komponen utama (Tabel 11). Hal ini menunjukkan bahwa nilai akumulasi keragaman yang diperoleh tidak memenuhi batas minimum 70% untuk tiga komponen utama pertama. Dengan demikian 105 pola pita DNA yang diperoleh d c b c b tidak ada yang dapat dijadikan komponen utama untuk mengelompokkan 30 g f f tanaman nenas hibrida dan tetuanya. e e a a 69 JBBMQH6 H03 H04 H06 H07 JBSMSC-3 H09 H10 H13 H14 H11 H12 H08 H21 H15 H17 H16 H19 H22 H23 H26 H29 H27 H28 H18 H25 H24 H30 H01 H20 H02 H05 69

91 70 Tabel 11. Nilai akar ciri tiga komponen utama (KU) 105 pola pita DNA KU Nilai ciri % keragaman % akumulasi keragaman Penanda Data Gabungan Analisis Kemiripan Analisis kemiripan data gabungan penanda morfologi dan RAPD menghasilkan nilai koefisien kemiripan (KK) dengan kisaran antara 0.29 sampai 0.76 (Lampiran 8). Nilai KK paling rendah terdapat pada pasangan nomor hibrida H01 dengan H30 yakni Selain itu terdapat nilai KK 0.38 dari pasangan nomor hibrida antara H20 dengan H30. Nilai KK data gabungan paling tinggi terdapat pada pasangan H18 dengan H22 dan H26 dengan H29 sebesar 0.76, selain itu terdapat nilai KK 0.75 antara pasangan nomor hibrida H28 dengan H29. Analisis Gerombol Hasil analisis gerombol data gabungan didapatkan rentang koefisien kemiripan 47-76% (Gambar 7) atau terdapat tingkat keragaman Berdasarkan dendrogram ini pada koefisien kemiripan 47% dapat dibentuk 2 kelompok hibrida. Pada koefisien kemiripan 58% dapat dibentuk 10 subkelompok. Subkelompok pertama (a), kedua (b), ketiga (c), keempat (d) dan kelima (e) masing-masing terdapat hibrida nomor H30, H17, H01, H08 dan H24. Subkelompok keenam (f) memiliki kemiripan 59%, terdapat nomor hibrida H03 dan H04. Subkelompok ketujuh (g) memiliki kemiripan 61% terdapat nomor hibrida H09, H12, H18, H19, H20, H21, H22, H23, H25, H26, H27, H28, dan H29. Subkelompok delapan (h) dengan koefisien kemiripan 60% memiliki anggota hibrida nomor H10, H11, H13, H14, H15, H16, dan H19 dan tetua JBSMSC3. Subkelompok sembilan (i) dengan kemiripan genetik 58% terdapat anggota hibrida nomor, H05, H06 dan H07 serta tetua JBSMSC3. Subkelompok kesepeluh (j) terdapat hibrida nomor H02, H05 dan JBBMQH6. 70

92 Berdasarkan data gabungan, pola pengelompokan ini terlihat bahwa belum terungkap penciri karakter morfologi tertentu, baik tingkat kelompok maupun pada tingkat sub kelompok. Gambar 7. Dendrogram kemiripan data gabungan hasil analisis gerombol dengan metode pengelompokan UPGMA berdasarkan 87 karakter morfologi dan 105 pola pita RAPD. Analisis Komponen Utama f b e d c c b a Koefisien Kemiripan Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa hanya 18.00% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan dua komponen utama dan 25.40% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan tiga komponen utama (Tabel 12). Hal ini menunjukkan bahwa nilai akumulasi keragaman yang diperoleh tidak memenuhi batas minimum 70% untuk tiga komponen utama pertama. Dengan demikian data gabungan yang diperoleh tidak ada yang dapat dijadikan komponen utama untuk mengelompokkan 30 tanaman nenas hibrida dan tetuanya. h g j i 71 JBBMQH6 H02 H05 H06 H07 JBSMSC-3 H10 H11 H13 H14 H19 H16 H15 H09 H18 H22 H23 H12 H20 H21 H25 H27 H26 H29 H28 H03 H04 H24 H08 H01 H17 H30 71

93 72 Tabel 12. Nilai akar ciri 3 komponen utama (KU) data gabungan KU Nilai ciri % keragaman % Akumulasi keragaman Analisis Perbandingan antara Penanda Fenotipik dan RAPD Berdasarkan analisis perbandingan antara matriks kemiripan dua penanda (morfologi dan RAPD) menunjukkan nilai korelasi r = Nilai korelasi ini berdasarkan kriteria goodness of fit, yakni tingkat keselarasan nilai matriks pada 2 data, diinterpretasikan (poor fit, 0.7< r <0.8). Berdasarkan uji statistic Z mantel α 0.05 didapatkan korelasi yang sangat tidak nyata, karena pada tingkat korelasi tersebut didapatkan ρ = 1, dimana nilai ρ > 0.05 menunjukkan nilai korelasi yang diperoleh tidak nyata (Rohfl. 1993). Hal ini berarti pola antara keragaman fenotipik tidak selaras dengan pola keragaman profil DNA RAPD. Faktor utama yang menyebabkan ketidakselarasan memungkinkan adalah penanda morfologi yang diamati dan profil DNA RAPD yang teramplifikasi bukan merupakan satu bagian yang saling berhubungan, atau hanya berhubungan sebagian, artinya penanda RAPD yang diperoleh belum tentu merupakan DNA yang menjadi penyandi karakter morfologi yang diamati. Hasil analisis yang tidak selaras yang dihasilkan dalam penelitian ini, terdapat pula pada hasil penelitian Apriani (2005), dengan menggunakan penanda morfologi (berdasarkan data vegetatif dan generatif) plasma nutfah nenas bersama empat primer RAPD, dimana diperoleh tingkat keselarasan yang tidak sesuai antara kedua penanda. Analisis Korelasi antar Karakter Kualitatif Hasil analisis korelasi parsial antar 87 varian subkarakter didapatkan 22 varian nyata saling berkaitan pada taraf nyata 95-99%. Secara khusus didapatkan korelasi yang sangat nyata (99-100% kepercayaan) antar 14 karakter kualitatif (Tabel 13), dimana diperoleh korelasi 100% antara warna duri orange dengan duduk daun mahkota horisontal, antara warna kelopak putih perak dengan warna daging buah emas, dan antara warna buah sebelum matang (kuning pudar) dengan warna buah sesudah matang (kuning dalam sampai jingga tua). 72

94 73 Tabel 13. Nilai koefisien korelasi antar karakter kualitatif yang signifikan Kode Karakter Kode karakter : 14. warna duri orange; 18. duri daun kaku; 19. warna kelopak hijau dengan kuning bercorak merah; 23.kelopak putih perak; 32. Bentuk buah silinder tajam memanjang; 38. warna buah sebelum matang (kuning pudar); 43. Warna buah sesudah matang (hijau pudar); 46. Warna buah sesudah matang (kuning dalam sampai jingga tua); 49. bentuk mahkota kubus membujur; 53. duduk daun mahkota horisontal; 64. mahkota ganda; 65. mahkota tunggal kecil; 77. warna daging buah kuning dalam warna daging buah emas tajam. Analisis Korelasi Primer dengan Karakter Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat 15 varian karakter kualitatif yang nyata berkaitan dengan 8 primer dari 12 primer RAPD dan e_rapd yang digunakan. Delapan primer tersebut diwakili oleh 18 profil pita DNA. Berdasarkan analisis korelasi ini diperoleh 15 varian karakter semuanya sangat nyata (100% kepercayaan) berkorelasi anrtara 60-75% dengan 18 profil RAPD dari 12 primer yang berbeda (Tabel 14). Primer OPE7 pita 5 ukuran 750 pb berkorelasi dengan karakter kelopak warna putih perak (r=0.70), juga berkorelasi dengan warna daging buah kuning emas (r=0.70) yang terdapat pada hibrida H01, primer SBR4 pita 3 ukuran 500 pb berkorelasi dengan warna buah hijau setelah matang (r=0.70) yang terdapat hanya pada hibrida H08, primer SBN5 pita 3 ukuran 500 pb berkorelasi dengan warna buah kuning pudar sebelum matang (r=0.70) dan juga berkorelasi dengan warna buah kuning sampai jingga tua (r=0.70) yang hanya terdapat pada hibrida H21, primer SBH2 pita 8 berkorelasi dengan warna buah hijau setelah matang (r=0.70) yang terdapat pada hibrida H29, primer SBH8 pita 3 ukuran 1500 pb berkorelasi dengan karakter duri tidak merata (r=0.75) yang terdapat pada hibrida H03, H021, H023, H024, H025, H026, H027, dan H028. Profil DNA dari primer OPE7, SBR4, dan SBH8 masing-masing disajikan pada Gambar 8, 9 dan

95 75 Tabel 14. Karakter morfologi berkorelasi nyata dengan profil RAPD Kode Karakter : 3.4-Letak duri tidak merata; 4.2-Warna duri orange; 5.3-Duri kaku; 6.4-Kelopak warna merah keunguan; 6.5-Kelopak warna putih perak; 8.3- Bentuk buah kerucut; 9.4--Warna buah kuning pudar sebelum matang; 10.1-Warna buah hijau setelah matang; 10.7-Warna buah kuning sampai jingga tua setelah matang; 12.2-Daun mahkota semi tegak; 18.1-Warna daging buah putih; Warna daging kuning pucat; Warna daging buah kuning emas; Warna daging buah orange ; 19.3-Tekstur buah kasar

96 Gambar 8 Profil RAPD dari Primer OPE7. Panah menunjukkan fragmen yang berkorelasi (r=0.70) dengan karakter kelopak warna putih perak dan buah kuning emas Gambar 9 Profil RAPD dari Primer SBR4. Panah menunjukkan fragmen yang berkorelasi (r=0.70) dengan warna buah hijau setelah matang Gambar 10. Profil RAPD dari Primer SBH8. Panah menunjukkan fragmen yang berkorelasi (r=0.70) dengan dengan karakter karakter duri tidak merata 75

97 76 Pembahasan Pembadingan Hasil Analisis Kemiripan Hasil analisis penanda morfologi dan RAPD menunjukkan terdapat perbedaan rentang nilai koefisien kemiripan, dimana koefisien penanda morfologi menunjukkan rentang yang lebih besar dibandingkan nilai koefisien kemiripan RAPD (Tabel 15). Tabel 15. Nilai koefisien kemiripan tertinggi dan terendah pada penanda morfologi, RAPD, dan data gabungan. Koefisien Kemiripan Nilai tertinggi (kode nenas hibrida) Data morfologi Data RAPD Data gabungan 0.86 H05- H H25-H27 dan H27- H28, 0.76 H28-H29. Nilai terendah (Kode nenas hibrida) 0.06 H03- H H01-H H01-H30 Analisis terhadap data gabungan menunjukkan adanya perbedaan hasil analisis antara data gabungan dengan masing-masing penanda (Tabel 15). Nilai koefisien tertinggi pada data gabungan mendekati nilai koefisien tertinggi pada data RAPD, demikian pula nilai koefisien terendah pada data gabungan cenderung mendekati nilai koefisien terendah data RAPD. Pembadingan Hasil Analisis Kelompok Hasil analisis gerombol menunjukkan pola pengelompokan yang berbeda antara morfologi, RAPD, maupun data gabungan. Pembandingan hasil pengelompokan masing-masing gerombol menunjukkan pola yang berbeda (Tabel 16). Namun demikian, data gabungan cenderung mengikuti pola pengelompokan penanda RAPD. Hal ini dimungkinkan karena RAPD lebih dominan dalam pembentukan kelompok dibandingkan penanda morfologi dan ada keterkaitan komponen karakter yang dilibatkan dalam pembentukan kelompok pada RAPD dan data gabungan. 76

98 77 Tabel 16. Pengelompokan hibrida dan tetuanya berdasarkan penanda morfologi, RAPD, dan data gabungan dengan analisis gerombol. Morfologi RAPD Data gabungan 1. a.. H17 dan H30 b. H08 2. c. H05, H06, dan H07 d. H01, H04 dan H24 e. H03, H21, H26, H27, H28 dan H29 f. H09, H18, H22 dan H23 g. H04, H10, H11, H12, H13, H14, H15, H16, H19, H20, H25 dan JBSMSC3 h. JBBMQH6 1. a. H05 dan H02 b. H01 dan H c. H24 dan H30 d. H15, H16, H17, H18, H19, H22, H23, H25, H26, H27, H28, dan H29 e. H08, H09, H10, H11, H12, H13, H14, H21, dan tetua JBSMSC3. f. H03, H04, H06 dan H07 serta JBBMQH6 Perbandingan hasil analisis komponen utama. 1 a. H17 dan H30 2 b. H03 dan H04 c. H09, H12, H18, H19, H20, H22, H23, H25, H26, H27, H28, dan H29 d. H10, H11, H13, H14, H15, H16, dan H19 dan tetua JBSMSC3 e. H02, H05, H06 dan H07 serta JBBMQH6 Berdasarkan hasil analisis komponen utama terlihat bahwa baik data morfologi maupun data RAPD menunjukkan bahwa ketiganya tidak mencapai nilai minimum akumulasi 70% keragaman. Dengan demikian analisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis komponen utama tidak diperlukan. Perbandingan antara matriks kemiripan penanda morfologi dan RAPD Hasil analisis gerombol telah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pola pengelompokan nenas hibrida dan tetuanya antara penanda morfologi dan RAPD. Setelah dilakukan analisis komparasi antara matriks koefisien kemiripan kedua penanda didapatkan nilai korelasi keduanya r = yang dikategorikan sebagai korelasi yang lemah. Korelasi yang rendah ini menunjukkan bahwa pola kemiripan di antara dua penanda sangat sedikit yang selaras. Faktor utama yang menyebabkan ketidak selarasan kemungkinan adalah antara penanda morfologi yang diamati dan profil DNA RAPD yang teramplifikasi bukan merupakan satu bagian yang saling berhubungan, atau hanya berhubungan sebagian, artinya penanda RAPD yang diperoleh belum tentu merupakan DNA yang menyandi karakter morfologi yang diamati. Hal ini terlihat jelas pada hasil amplifikasi DNA kedua tetua, dimana sebagian besar primer yang digunakan tidak bisa membedakan antara genotipe tetua berduri dan tidak 77

99 78 berduri. Hasil analisis yang tidak selaras antara morfologi dan DNA yang menyandi karakter morfologi yang dihasilkan pada penelitian ini, terdapat pula pada hasil penelitian Crouch et al. (2002) dan Robi ah (2004). Korelasi Parsial antara Primer dengan Karakter Analisis perbandingan antara matrik kemiripan penanda morfologi dan RAPD menunjukkan tingkat korelasi yang rendah antara keduanya. Hasil ini diperkuat oleh hasil analisis korelasi parsial antara karakter kualitatif dan profil DNA, dimana dari analisis ini menunjukkan bahwa hanya 15 varian karakter kualitatif (dari 87 varian yang dianalisis) yang berkorelasi nyata dengan 7 primer yang digunakan dalam RAPD. Dari hasil analisis ini secara khusus didapatkan satu varians karakter yang sangat berkorelasi 75% dengan 1 profil RAPD, yakni primer SBH8 pita 3 yang berkorelasi dengan letak duri tidak merata pada tepian daun. Kesimpulan Bertdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : 1. Pengelompokan 30 hibrida nenas dan tetuanya berdasarkan penanda morfologi dan RAPD dan gabungan (morfologi dan RAPD) menggunakan analisis kemiripan dan analisis gerombol diperoleh hasil pengelompokan yang berbeda. 2. Penanda morfologi melalui analisis kemiripan diperoleh kisaran koefisien kemiripan antara 0.06 sampai 0.86, penanda RAPD memiliki rentang lebih kecil dibandingkan morfologi, yakni berkisar 0.38 sampai 0.81, sedang data gabungan menghasilkan koefisien kemiripan antara Hasil analisis gerombol dengan menggunakan penanda morfologi terbentuk dua kelompok dan 8 subkelompok dengan kisaran koefisien kemiripan 0.30 sampai 0.86, penanda RAPD terbentuk dua kelompok dan enam subkelompok dengan kisaran koefisien kemiripan antara 0.61 hingga 0.88, dan penanda data gabungan terbetuk dua kelompok dan lima subkelompok dengan kisaran koefisien kemiripan antara 0.47 hingga Hasil analisis keselarasan diperoleh bahwa penanda morfologi memiliki nilai r yang sesuai, RAPD memiliki nilai r yang lemah (kurang sesuai), sedangkan data gabungan memiliki nilai r kurang sesuai (lemah). 78

100 79 5. Belum terungkap karakter yang dapat dijadikan sebagai komponen utama untuk mempelari keragaman genetik dari 30 populasi nenas hibrida dan tetuanya. Saran Disarankan dalam karakterisasi selain melibatkan karakter morfologi, juga melibatkan karakter yang tepat, terutama karakter-karakter yang berasosiasi dengan karakter unggul nenas. Sedangkan karakterisasi yang menggunakan penanda RAPD sebaiknya digunakan primer yang secara spesifik dapat menghasilkan profil DNA yang polimorfik yang juga berasosiasi dengan karakter penting nenas. Dengan melakukan pemilihan penanda yang tepat kemungkinan akan memberikan hasil karakterisasi yang lebih akurat dan dapat mengelompokkan nenas ke dalam kelompok-kelompok karakter utama. 79

101 ANALISIS MULTIVARIATE DAN SELEKSI NENAS HASIL PERSILANGAN QUEEN DENGAN SMOOTH CAYENNE KOLEKSI PKBT UNTUK PERBAIKAN HASIL DAN MUTU BUAH Abstrak Program hibridisasi telah dimulai tahun 2003 di PKBT IPB Bogor. Program hibridisasi tersebut melibatkan 12 kultivar nenas, terdiri dari enam kultivar jenis Smooth Cayenne dan enam kultivar jenis Queen. Persilangan menghasilkan 195 genotipe dengan berbagai kombinasi karakter yang berbeda. Hasil analisis keragaman berdasarkan karakter morfologi diperoleh 33 kelompok hibrida pada derajat kesamaan genetik 50%. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa tinggi tanaman dengan panjang pedunkulus, diameter pedunkulus, panjang buah, jumlah spiral, diameter dan bobot buah nyata dan positif. Korelasi negatif dan nyata ditunjukkan antara bobot buah dan bobot mahkota dengan total padatan terlarut. Sementara bobot buah berkorelasi positif dan nyata dengan kandungan vitamin C. Bobot buah, bobot mahkota, panjang buah, diameter buah, tebal daging buah, diameter empulur, TPT, total asam, kadar vitamin C, ph, tinggi tanaman, dan panjang pedunkulus merupakan karakter-karakter yang dikendalikan oleh gen-gen yang berada di dalam inti sel. Kombinasi persilangan JBSMSC2 x JBBMQH6 menghasilkan nilai heterosis dan keunggulan hibrida dari nilai tetua terbaik yang tinggi untuk karakter ukuran buah dan kualitas buah. Hasil seleksi dari 195 hibrida diperoleh 39 kandidat nenas varietas unggul. Kata kunci: hibridisasi, korelasi, smooth cayenne, queen, genotipe, heterosis Abstract Hybridization program was started in the year of 2003 at PKBT IPB Bogor, entangles of 12 parental cultivars, constisting of five type cultivars Smooth Cayenne and seven type cultivars Queen. The cross yields 195 genotypes with various different character combinations. The result of variance analysis based on morphological characters is obtained by 33 group of hibrids at the degree of genetic similarity of 50%. Correlation analysis between agronomy characters indicates that positive and significant correlation is shown on plant high with peduncle length, peduncle diameter, fruit length, number of spirals, fruit diameter and weight fruit. Existence of correlation between vegetative component with fruit component enables selection to be done more efficiently. The result correlation analysis between fruit weight dan crown weight with total soluble solid (TSS) is negative and significant, while correlation positive and significant between fruit weght with vitamin C contents. Fruit weight, crown weight, fruit length, fruit diameter, flesh thickness, core diameter, TSS, total acid, vitamin C, ph, plant height, and peduncle length, are characters controlled by nuclear genes. Crossing combination between JBSMSC2 and JBBMQH6 resulted in heterosis and heterobeltiosis value for size and quality of fruits. Among all of these genotypes, 30 genotypes can be the superior variety candidates. Key words : hybridization, correlation, smooth cayenne, queen, genotype, heterosis

102 81 Pendahuluan Hibridisasi bertujuan untuk memperoleh kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan dua atau lebih tetua yang berbeda genotipnya (Poepodarsono, 1988). Pada tanaman nenas hibridisasi merupakan salah satu kegiatan pemuliaan tanaman untuk memperoleh genotipe yang memiliki karakter-karakter unggul baik sebagai nenas segar maupun nenas kalengan. Menurut Chan (2006) kultivar nenas adalah heterozigot, hibridisasi antar nenas biasanya menghasilkan genotipe-genotipe yang memiliki keragaman luas. Populasi hasil persilangan ini akan menghasilkan gen rekombinan-rekombinan untuk diseleksi dan dapat menjadi klon baru serta individu-individu superior. Pertimbangan penting di dalam hibridisasi adalah pemilihan tetua, arah persilangan, waktu persilangan dan ukuran populasi hibrida. Seleksi diperlukan untuk memperoleh genotipe unggul yang akan diperbanyak secara vegetatif sehingga diperoleh klon yang unggul. Nenas yang paling banyak ditanam adalah jenis nenas Smooth Cayenne. Industri nenas dunia didominasi kultivar Smooth Cayenne yang digunakan baik sebagai nenas segar maupun nenas kalengan. Smooth Cayenne memiliki bentuk buah simestris berukuran medium ( kg), pedunkulus kuat dan pendek, warna buah ketika masak kuning merata dari dasar sampai ke ujung (Chan et al., 2003). Salah satu nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah nenas Subang dari jenis Smooth Cayenne yang memiliki buah dengan kadar air yang tinggi, berukuran besar, mata buah agak datar, rasanya agak masam dan berbentuk silindris, sehingga mudah dalam proses pengalengan (Rukmana, 1996). Namun nenas yang demikian kurang baik untuk dijadikan sebagai negas segar (buah meja) karena kadar air tinggi, sehingga perlu dilakukan perbaikan karakter yang telah ada pada nenas Subang tersebut. Sejak tahun 2003, Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB telah melaksanakan program persilangan buatan antara genotipe nenas Subang (Smooth Cayenne) dengan nenas Bogor (Queen) dengan tujuan untuk memperoleh kultivar-kultivar komersil (Nasution et al. 2006). Cabral et al., (1995), mencatat untuk mendapatkan kultivar nenas komersil karakter seleksi yang diprioritaskan 81

103 82 adalah daun tidak berduri, panjang pedunkulus tidak lebih 30 cm, buah silindris dengan berat antara 1.0 hingga 2.5 kg, TPT lebih dari 13 o Brix, asam titrasi antara 5.5 hingga 13.0 meq/100 ml dan resisten terhadap Fusarium subglitinans. Chan dan Lee (1991) menambahkan bahwa di Malaysia nenas segar memiliki kriteria bobot buah kg, diameter hati mm, TPT (%), kandungan asam (%), dan tidak berduri. Sementara nenas kalengan memiliki kriteria bobot buah kg, diameter empulur mm, TPT (%), kandungan asam (%) dan daun tidak berduri. Leal dan Coppen (1996) menjelaskan tujuan program pemuliaan nenas untuk buah segar adalah jumlah tunas akar tidak lebih dari dua tunas, umur panen lebih singkat, ukuran mahkota kecil, daun tidak berduri, pedunkulus pendek dan diameter sedang, ukuran buah kecil sampai sedang, bentuk silindris, kulit buah kuning, mata buah rata, daging buah matang seragam dan bertekstur padat, tidak berserat dan memiliki empulur yang sempit dan resisten terhadap hama-penyakit. Sementara pemuliaan tanaman nenas untuk buah kalengan bertujuan antara lain menghasilkan buah dengan ukuran sedang sampai besar, bentuk silindris, dan mata tidak terlalu dalam. Seperti program persilangan lainnya, seleksi diantara hibrida-hibrida hasil persilangan antara Smooth Cayenne dengan Queen diperlukan untuk mendapatkan hibrida unggul. Sejauh ini telah dilakukan evaluasi terhadap hasil persilangan untuk mendapatkan tanaman normal, dengan membuang tanaman yang memiliki karakter ukuran buah sangat kecil, bentuk buah tidak beraturan, pedunkulus panjang, TPT rendah, dan karakter-karakter cacat lainnya. Tanaman nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) termasuk tanaman menyerbuk silang. Sifat self-incompatibility mencegah atau mengurangi nenas menyerbuk sendiri. Bunga nenas biasanya self steril dan buah berkembang menjadi buah parthenocarpic (Py et al. 1987). Berdasarkan sifat ini maka perbanyakan nenas biasanya digunakan bagian vegetatif, karena tidak menghasilkan biji. Menurut Bartholomew et al. (2003) biji yang dihasilkan melalui penyerbukan sendiri perkecambahannnya lambat, vigor rendah, bibit muda rapuh dan terjadi inbreeding depression. Pada tanaman menyerbuk silang, agar hibridisasi berhasil sesuai dengan harapan, perlu dilakukan pemilihan tetua yang memiliki potensi genetik yang 82

104 83 diinginkan. Pemilihan tetua ini sangat tergantung pada karakter yang diinginkan, apakah karakter kualitatif atau kuantitatif. Keberhasilan dalam program hibridisasi ditentukan oleh pemilihan tetua yang tepat. Informasi yang diperlukan untuk menentukan tetua yang tepat adalah keragaman genetik dan ditunjang pengetahuan mengenai pola pewarisan karakter-karakter yang diinginkan. Selain itu pada tanaman nenas dapat dimanfaatkan efek heterosis dari persilangan yang dilakukan. Pada tanaman nenas heterosis pertama kali dikenal dari populasi F 1 hasil persilangan Cayenne dengan Santa Marta, varietas yang berasal dari Amerika Tengah. Pada nenas telah diperlihatkan Hybrid Vigor beberapa varietas hibrida dan telah menjadi spesies hibrida. Hibrida-hibrida dari A. erectifolius sedikit memperlihatkan gejala heterosis dibanding spesies lainnya (Collins, 1968). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi nenas unggul pada populasi hibrida dan melakukan seleksi terhadap populasi tersebut agar dapat diusulkan baik untuk menambah koleksi plasma nutfah nenas maupun untuk dilakukan pengujian lebih lanjut sebelum dilepas sebagai varietas unggul. Sebagai tahap awal untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan penelitian ini dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menggunakan analisis korelasi untuk mendapatkan kriteria seleksi dari karakter fase pertumbuhan dan karakter komponen buah. 2. Menggunakan analisis multivariate untuk mengetahui karakter yang berperan dalam membentuk keragaman pada populasi hibrida. 3. Menguji adanya pengaruh tetua dalam setiap hasil persilangan. 4. Mengkaji kemungkinan terdapatnya efek heterosis dan nilai nilai keunggulan hibrida dari tetua tertinggi pada hasil persilangan tanaman nenas. 5. Melakukan evaluasi dan seleksi untuk mendapatkan kandidat nenas varietas unggul. Bahan dan Metode Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Pasir Kuda PKBT IPB Bogor yang memiliki ketinggian 260 m di atas permukaan laut (dpl). Percobaan dilaksanakan mulai Januari 2005 sampai Desember

105 84 Sebanyak 195 genotipe tanaman hibrida berasal dari 13 kombinasi persilangan (Tabel 17) ditanam tanpa rancangan percobaan, semua tanaman diamati. Tabel 17. Jumlah hibrida dari 13 kombinasi persilangan antar berbagai aksesi nenas No. Kombinasi Persilangan Jumlah hibrida Penanaman dilakukan di lapang, dengan prosedur budidaya standar, yaitu pola tanam yang digunakan adalah single row dilakukan dengan jarak tanam yang digunakan 60 cm x 30 cm. Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, pengendalian gulma, hama dan penyakit. Pemupukan dilakukan secara larikan pada kedalaman 5-10 cm di sekeliling tanaman dengan dosis pupuk sebanyak: Urea 300 kg ha -1 ; SP kg ha -1 dan KCl 50 kg ha -1 dan diberikan pada saat umur tanaman tiga bulan setelah tanam dan Urea 150 kg ha -1 ; SP36 50 kg ha -1 dan KCl 100 kg ha -1 yang diberikan pada saat umur tanaman 10 bulan.). Bahan tanaman yang digunakan dalam pengujian maternal adalah hibrida hasil persilangan tetua JBBMQH6 (Queen) dan JBSMSC3 (Smooth Cayenne) dan resiproknya, lima sampel setiap kombinasi persilangan. Untuk pendugaan heterosis diamati 89 hibrida dari empat kombinasi persilangan, yaitu : JBSMSC2 x JBBMQH6, JBBMQH7 x JTWHSCM, JBSMSC-4 x LNPCBP, dan JBSMSC2 x JBSMSC1, hibrida tersebut berasal dari koleksi nenas plasma nutfah kebun percobaan PKBT IPB. JBBMQH6 X JBSMSC3 JBSMSC3 X JBBMQH6 JBSMSC1 X JBBMQH6 JBSMSC2 X JBBMQH6 JBBMQH6 X JBSMSC1 SLLLQH4 X JTWHSCM JBBMQH7 X JTWHSCM JBKLQH1 X JBBMQH6 LNPCBP X JBBMQH6 JBSMSC2 X LNPCBP JBSMSC4 X LNPCBP JTPMQH2 X SSSPMQH JBSMSC2 X JBSMSC1 Peubah yang diamati meliputi 21 peubah kualitatif berupa karakter morfologi (Lampiran 1) dan 14 peubah kuantitatif (agronomi). Pengamatan data

106 85 morfologi dideskripsikan dengan skoring berdasarkan pedoman Descriptors for pineapple diterbitkan oleh International Board for Plant Genetic Resources (IBPGR, 1991). Peubah kuantitatif (agronomi) yang diamati, yaitu : tinggi tanaman (cm), panjang pedunkulus (cm), diameter pedunkulus (cm), jumlah spiral, diameter buah (cm), panjang buah (cm), diameter empulur (cm), tebal daging buah (cm), bobot mahkota (g), bobot buah (g), kedalaman mata (cm), nilai total padatan terlarut buah = TPT ( o Brix), total asam daging buah (%), dan kadar vitamin C (mg/100 g sampel). Untuk analisis data morfologi digunakan data hasil skoring melalui analisis multivariat. Sementara data agronomi dilakukan analisis deskriptif (distribusi frekuensi), analisis korelasi, analisis pengaruh tetua betina, analisis heterosis dan analisis peringkat. 1. Analisis korelasi menggunakan rumus (Aunuddin, 2005): r = ( xi x x( y i x) 2 i y) ( y j y) 2. Analisis Similaritas, koefisien kesamaan genetik antara hibrida berdasarkan penanda morfologi diolah menggunakan prosedure SIMQUAL (Similarity for Qualitative Data) pada program NTSYS-pc versi 2.02 dan dihitung berdasarkan berdasarkan rumus Nei dan Li (1979) atau koefisien Dice (S) yaitu: S= 2n ab /(n a +n b ) Dimana : S = kesamaan genetik n ab = jumlah pita DNA pada individu a dan b. n a n b = jumlah pita DNA pada invidu a = jumlah pita DNA pada invidu b 3. Analisis Komponen Utama, analisis tiga komponen utama dilakukan dengan mengekstrak 3 eigenvectors dari 3 Eigenvalues utama yang memberikan tingkat keragaman paling tinggi melalui prosedure analisis Ordination dalam program NTSYS-pc versi Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel akar ciri dan vektor ciri. 2 85

107 86 4. Pengujian pengaruh maternal, dilakukan terhadap populasi F 1 dan resiprokalnya (F 1R ) untuk mengetahui pengaruh tetua betina terhadap karakterkarakter utama nenas. Ada atau tidaknya pengaruh maternal yang mengendalikan karakter utama dengan membandingkan nilai tengah F 1 F 1R dengan uji t menurut Steel dan Torrie (1989) pada taraf 5%. Jika uji t memberikan hasil ada perbedaan nilai tengah F 1 dan F 1R disimpulkan ada pengaruh maternal, sebaliknya bila uji t tidak berbeda disimpulkan tidak ada pengaruh maternal. Jika ragam populasi F 1 dan F 1R dan juga homogen, maka kedua populasi dapat digabung dalam analisis selanjutnya. Prosedur uji t dan kehomogenan ragam menggunakan fasilitas SAS versi Pendugaan heterosis, nilai heterosis diduga berdasarkan nilai tengah kedua tetua (mid parent) dan nilai tengah tetua terbaik (best parent). Heterosis (MP) dan keunggulan hibrida dari nilai tetua terbaik (HP) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Fehr, 1987): µ F1 µ MP MP = x100% µ MP µ F1 µ HP HP = x100% µ Keterangan : µ F1 : nilai tengah hibrid µ MP : nilai tengah kedua tetua = ½ ( P 1 + P2 ) µ : nilai tengah tetua tertinggi HP 4. Sebelum dilakukan analisis peringkat, seluruh data agronomi ditransformasi ke sebaran normal baku sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1989): HP Y µ z = Keterangan : Z = nilai sebaran normal Y = nilai pengatan setiap hibrida µ = nilai rataan; S y = galat baku S y Hasil dan Pembahasan Secara visual, keragaman yang terlihat jelas pada bagian vegetatif adalah duduk daun, warna daun, distribusi duri pada daun dan bentuk daun. Pada Gambar 11 ditunjukkan bebebarapa jenis duduk daun. Duduk daun tegak terlihat 86

108 87 pada hibrida nomor 08\04 (Gambar 11a) dan duduk daun jatuh terlihat pada hibrida nomor 04\51 (Gambar 11b). Gambar 12 memperlihatkan jenis warna daun. Warna daun hijau terlihat pada hibrida nomor 02\03 (Gambar 12a) dan warna daun hijau bercorak merah terlihat pada hibrida nomor 04\02 (Gambar 12b) serta warna daun bercak merah terlihat pada hibrida nomor 02\04 (Gambar 12c). a b Gambar 11. Keanekaragaman duduk daun nenas: Duduk daun tegak (a) dan duduk daun jatuh (b). Gambar 12. Keanekaragaman warna daun: Warna daun hijau (a), hijau bercak kuning (b), dan hijau bercak merah (c). Variasi pada karakter generatif yang mudah terlihat secara visual adalah warna kelopak bunga (sepal), bentuk permukaan buah, dan bentuk mahkota. Pada Gambar 13, ditunjukkan dua jenis warna sepal, warna keungu-unguan terlihat pada hibrida nomor 04\02 (Gambar 13a), dan warna krem terlihat pada hibrida nomor 12\13 (Gambar 13b). Gambar 14 memperlihatkan dua karakter mahkota buah, bentuk tunggal terlihat pada hibrida nomor 10\03 (Gambar 14a), dan bentuk mahkota buah ganda terlihat pada hibrida nomor 04\01 (Gambar 14b). a b c 87

109 88 a b Gambar 13. Keanekaragaman warna sepal: Warna keungu-unguan (a) dan warna putih kehijauan (b). a b Gambar 14. Keanekaragaman mahkota buah. Mahkota tunggal (a) dan mahkota ganda (b). Pengamatan karakter komponen hasil, hasil dan kualitas hasil (agronomi) dilakukan setelah buah masing-masing populasi dipanen. Panen buah dilakukan dengan cara memilih buah nenas yang telah menunjukkan tanda-tanda sudah siap dipanen, dengan ciri sebagai berikut : mahkota sudah mulai membuka, pedunkulus sudah mengerut, mata buah tampak lebih mendatar, besar dan bentuknya silindris, warna buah tampak lebih menguning (tergantung jenis nenas), sudah tercium aroma buah nenas yang harus dan khas (Pantastico, 1997; Rukmana, 1996). Analisis Korelasi Tabel 18 menyajikan korelasi antar karakter kuantitatif. Tinggi tanaman berkorelasi sangat nyata dan positif dengan panjang pedunkulus, diameter pedunkulus, jumlah spiral, diameter buah dan panjang buah serta bobot buah masing-masing dengan koefisien korelasi 0.27, 0.18, 0.27, 0.30, 0.34 dan

110 89 Tabel 18. Korelasi antara peubah agronomi hibrida hasil persilangan TT PP DP BM BB JS DB PB TD DE KA KC TPT ph TT PP DP BM BB JS DB PB TD DE KA KC TPT ** 0.18* 0.18* 0.32** 0.27** 0.30** 0.34** * * ** ** ** ** 0.36** 0.27** 0.76** 0.40** ** ** 0.33** ** ** * -0.19* ** 0.80** * ** 0.21** 0.37** ** ** ** * * * Keterangan : TT=Tinggi tanaman, PP=Panjang pedunkulus, DP=Diameter pedunkulus, BM=Bobot mahkota, BB=Bobot buah, JS=Jumlah spiral, DB=Diameter buah, PB=Panjang buah, TD=Tebal daging buah, DE=Diameter empulur, KA= Kadar asam daging buah, KC=Kadar Vitamin C, dan TPT=Total padatan terlarut. Adanya korelasi positif yang nyata antara tinggi tanaman dengan beberapa karakter komponen buah menunjukkan bahwa tinggi tanaman berperan penting dalam perbaikan karakter komponen buah tanaman nenas. Korelasi yang nyata antara tinggi tanaman dengan panjang pedunkulus dan diameter buah berimplikasi positif terhadap panjang buah, diameter buah, jumlah spiral sampai bobot buah. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan melakukan seleksi terhadap tinggi tanaman secara simultan dengan komponen buah yang lain akan diperoleh ukuran buah yang lebih baik. Korelasi negatif dan nyata ditunjukkan antara komponen buah (bobot buah dan bobot mahkota) dengan TPT, namun bobot buah berkorelasi positif dan nyata dengan vitamin C. Sementara kandungan vitamin C dengan ph berkorelasi negatif dan nyata. Korelasi negatif antara TPT dengan bobot mahkota dan bobot buah rendah, ini membuka prospek yang bagus untuk merakit kultivar dengan kombinasi bobot buah yang ideal dengan kualitas buah yang tinggi. Tidak adanya korelasi antara bobot buah dengan bobot mahkota juga memberi harapan bahwa bobot buah dapat ditingkatkan tanpa diikuti bobot mahkota yang tinggi. Hal ini akan memberikan peluang untuk bisa merakit nenas buah segar, dimana ukuran buah bisa ditingkatkan tanpa diikuti dengan ukuran mahkota buah besar. Kadar TPT tidak berkorelasi dengan kadar asam, artinya kadar asam yang tinggi tidak diikuti 89

111 90 dengan kadar TPT yang rendah. Ini menunjukkan bahwa antara kadar asam dan TPT saling bebas. Hal yang sama ditunjukkan oleh Rebin et al. (2002). Analisis Komponen Utama Hasil analisis komponen utama terhadap 195 hibrida (Tabel 19) menunjukkan bahwa hanya 37.0% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan dua komponen utama pertama dan 47.60% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan tiga komponen utama pertama. Hal ini menunjukkan bahwa nilai akumulasi keragaman yang diperoleh tidak memenuhi batas minimum 70% untuk tiga komponen utama pertama. Dengan demikian tidak ada karakter yang dapat dijadikan komponen utama untuk mengelompokkan 195 hibrida hasil persilangan ini. Tabel 19. Nilai akar ciri enam komponen utama (KU) berdasarkan 87 subkarakter morfologi. KU Nilai ciri % keragaman % akumulasi keragaman Uji Pengaruh Maternal Berdasarkan Uji-t yang dilakukan menurut Singh dan Chaudhary (1979) menunjukkan bahwa p-value lebih besar dari p-value=0.05 untuk semua karakter yang diamati kecuali diameter pedunkulus (Tabel 20). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai antara populasi hibrida dan dengan populasi F 1R untuk semua karakter yang diamati, kecuali diameter pedunkulus. Berarti tidak ada gen di luar inti yang mempengaruhi pewarisan sifat dari karakterkarakter tersebut, semuanya dikendalikan oleh gen-gen yang berada di dalam inti. Analisis Heterosis Hasil analisis heterosis dan keunggulan hibrida dari nilai tetua tertinggi pada setiap karakter disajikan pada Tabel 21. Setiap karakter menunjukkan nilai heterosis dan keunggulan hibrida dari nilai tetua terbaik yang berbeda pada kombinasi persilangan. Nilai heterosis (MP) berkisar antara

112 91 Tabel 20. No. Peubah 1. Bobot buah 2. Bobot mahkota 3. Panjang buah 4. Diameter buah 5. Tebal daging buah 6. Diameter empulur 7. TPT 8. Total asam 9. Kadar vitamin C 10. ph 11. Tinggi tanaman 12. Panjang pedunkulus 13. Diameter pedunkulus Karakter Kombinasi Persilangan F 1 Bobot buah Uji pengaruh maternal populasi F 1 dan F 1R untuk beberapa karakter utama nenas JBSMSC2 x JBBMQH6 JBBMQH7 x JTWHSCM JBSMSC4 x LNPCBP JBSMSC2 x JBSMSC1 Populasi F 1 F 1R p-value ± ± tn ± ± tn ± ± tn ± ± tn 3.98 ± ± tn 2.70 ± ± tn ± ± tn 3.12 ± ± tn ± ± tn 3.88 ± ± tn ± tn ± ± tn 2.51 ± ± ** hingga %, dan keunggulan hibrida dari nilai tetua terbaik (HP) berkisar berkisar antara hingga %. Persilangan antara JBSMSC2 dengan JBBMQH6 memiliki nilai MP untuk bobot buah sebesar 37.45%, panjang buah 29.77%, diameter buah 15.56%, tebal daging buah %, TPT 11.29%, total asam %, dan diameter buah 34.43%, demikian pula pada karakter yang sama memiliki nilai keunggulan hibrida dari tetua tertinggi positif. Sementara kombinasi persilangan lainnya terhadap karakter-karakter tersebut yang sama, baik heterosis maupun keunggulan hibrida dari nilai tetua tertinggi umumnya bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi persilangan JBSMSC2 dengan JBBMQH6 ini mampu meningkatkan ukuran buah dan kualitas buah (TTS). Heterosis pada persilangan ini disebabkan adanya keragaman gen di antara kedua tetuanya. JBSMSC2 dari golongan Smooth Cayenne, sedangkan JBBMQH6 nenas dari golongan Queen. Menurut Hadiati et al. (2002), jenis smooth cayenne dan queen berdasarkan penanda fenotip dan isozim memiliki jarak genetik tinggi. Tabel 21. Nilai duga heterosis (MP) dan keunggulan hibrida dari nilai tetua terbaik (HP) hasil empat kombinasi persilangan untuk karakter komponen hasil dan hasil nenas Tetua Heterosis (%) P 1 P 2 MP HP

113 92 Tabel 21. (Lanjutan) Karakter Kombinasi Persilangan F 1 Tetua Heterosis (%) P 1 P 2 MP HP Panjang Bobot buah JBSMSC2 x JBBMQH JBBMQH7 x JTWHSCM JBSMSC4 x LNPCBP JBSMSC2 x JBSMSC Diameter buah Tebal daging buah TPT Total asam Vitamin C Tinggi tanaman Diameter pedunkulus JBSMSC2 x JBBMQH6 JBBMQH7 x JTWHSCM JBSMSC4 x LNPCBP JBSMSC2 x JBSMSC1 JBSMSC2 x JBBMQH6 JBBMQH7 x JTWHSCM JBSMSC4 x LNPCBP JBSMSC2 x JBSMSC1 JBSMSC2 x JBBMQH6 JBBMQH7 x JTWHSCM JBSMSC4 x LNPCBP JBSMSC2 x JBSMSC1 JBSMSC2 x JBBMQH6 JBBMQH7 x JTWHSCM JBSMSC4 x LNPCBP JBSMSC2 x JBSMSC1 JBSMSC2 x JBBMQH6 JBBMQH7 x JTWHSCM JBSMSC4 x LNPCBP JBSMSC2 x JBSMSC1 JBSMSC2 x JBBMQH6 JBBMQH7 x JTWHSCM JBSMSC4 x LNPCBP JBSMSC2 x JBSMSC1 JBSMSC2 x JBBMQH6 JBBMQH7 x JTWHSCM JBSMSC4 x LNPCBP JBSMSC2 x JBSMSC Evaluasi dan Seleksi Hasil karakterisasi melalui analisis deskriptif terhadap 195 hibrida hasil persilangan disajikan pada Tabel 22. Bobot buah populasi hibrida hasil persilangan nenas berkisar antara gram. Frekuensi dominan kelas bobot buah adalah berkisar terdapat 78 tanaman atau 40%. Kelas bobot buah yang ideal untuk kalengan, yaitu berkisar g mencakup 33 tanaman. Sedangkan kelas bobot buah berkisar yang sesuai untuk buah segar, mencakup 78 92

114 93 tanaman. Menurut Chan (1991) nenas ideal untuk kalengan berkisar g, sedangkan nenas yang berukuran kecil hanya untuk buah segar. Bobot buah dapat mencapai kelas bobot buah tertinggi lebih dari 2500 g mencakup 3 nomor hibrida, yaitu 18/06, 06/02 dan 12/19, ketiga nomor ini masing-masing merupakan hasil persilangan JBSMSC4 x LNPCBP. JBSMSC2 x JBSMSC1, JBBMQH6 x JBSMSC1 dan Hal ini menunjukkan bahwa ketiga pasangan tetua persilangan ini dapat meningkatkan hasil. Bobot buah hasil persilangan antara Primavera x Perola diperoleh g (Cabral et al, 2005). Tabel 22. Klassifikasi dan jumlah tanaman pada beberapa karakter utama nenas hibrida hasil persilangan Tabel 22. (Lanjutan) Frekuensi bobot mahkota terbanyak dalam kisaran 100g 200g yang diwakili 76 tanaman. Untuk karakter ini yang ideal adalah yang memiliki bobot mahkota dengan bobot kecil. Terdapat 48 tanaman atau 25% yang memiliki bobot mahkota di bawah 100 g. Hampir semua pasangan persilangan memiliki progeni dengan mahkota buah kecil. Ini menunjukkan semua pasangan persilangan mampu mereduksi bobot mahkota. Buah nenas yang mempunyai bobot mahkota kecil 93

115 94 berasal dari nenas dengan mahkota tunggal. Beberapa tanaman hibrida menunjukkan mahkota ganda (multiple crown). Ada beberapa pendapat terbentuknya mahkota ganda. Sifat mahkota ganda merupakan abnormalitas yang terjadi karena adanya kesalahan kontrol transisi phylotaksi, yaitu 5/13 untuk daun ke 8/21 untuk buah, dan kembali lagi ke 5/13 pada mahkota (Collin, 1968). Mahkota ganda dapat terbentuk karena peningkatan pemberian pupuk (Sutarto (1983), jarak tanam lebar (Williams, 1975), dan disebabkan oleh besarnya hati (Leal and Coppens, 1996). Untuk menguji pendapat di atas, perlu dilakukan pengamatan terhadap pewarisan karakter melalui uji stabilitas, dengan menanam kembali nenas yang memiliki karakter mahkota ganda dan nenas dengan karakter unggul. Jumlah spiral yang kurang, biasanya dikuti oleh panjang buah. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat korelasi positif dan nyata antara jumlah spiral dan panjang buah. Hasil distribusi frekuensi menunjukkan bahwa kelas yang mempunyai kisaran jumlah spiral 5-10 dan cm, umumnya dimiliki oleh hibrida-hibrida dengan panjang buah dengan kelas dengan kisaran cm dan Jumlah spiral dan jumlah mata buah masing-masing mempengaruhi panjang buah. Namun demikian jumlah mata buah dapat mempengaruhi jumlah spiral. Ketidaknormalan mata buah mempengaruhi jumlah spiral. Warna buah kuning kecoklat-coklat (slightly russeted) pada mata buah mempengaruhi ukuran mata buah dan sekaligus mempengaruhi jumlah mata buah, dengan ukuran mata buah tinggi, mengakibatkan jumlah spiral berkurang. Menurut Sanewski (2007), gejala russetting terjadi pada saat post-anthesis, yang diduga disebabkan oleh kekurangan unsur hara boron. Rohrbach dan Johnson, (2003) menyatakan hasil Interfruitlet corking (IFC) memiliki gejala yang sama dengan defisiensi boron. IFC disebabkan oleh infeksi pada saat pembentukan bunga oleh Fusarium atau Penicillium. Perbandingan buah yang memiliki gejala russeted dan unrusseted dapat dilihat pada Gambar 15. Diameter buah hasil persilangan ini pada umumnya berkisar cm, mencakup 87 hibrida atau 45%, sedangkan diameter buah di atas 13.5 cm berjumlah 11 tanaman. Standar kebutuhan diameter buah untuk buah olahan dan nenas kaleng dibagi kedalam empat kelas, yaitu: Standar kebutuhan diameter buah 94

116 95 untuk buah olahan dan nenas kaleng dibagi kedalam empat kelas (grade), yaitu: Kelas I, >12.50 cm; Kelas II, cm; Kelas III, cm; dan Kelas IV, cm. Sedangkan standar perdagangan nenas segar di Indonesia membutuhkan ukuran diameter di atas 9.5 cm. Berdasarkan ukuran diameter buah ini, terlihat bahwa hasil persilangan yang diperoleh terdapat 146 hibrida atau 75% yang memenuhi syarat sebagai buah segar. Gambar 15. Perbandingan antara buah normal (unrusseted) dengan buah abnormal (russeted). Foto inset menunjukkan warna kecoklatan pada mata buah Panjang buah didominasi oleh kelas cm, beranggotakan 95 tanaman atau 49%, untuk panjang buah di atas > 20 cm berjumlah 10 tanaman. Standar panjang buah nenas, yaitu: Kelas I, > cm; Kelas II, cm; Kelas III, cm; dan Kelas IV, cm (Thakur et al. (1980) dalam Soedibyo, (1992). Buah yang mempunyai daging tebal sangat disukai oleh konsumen. Berdasarkan distribusi frekuensi yang dibuat diperoleh empat kelas. Kelas dengan kisaran antara 3-4 dan 4-5 masing-masing mencakup 81 dan 89 tanaman. Salah satu syarat untuk buah nenas olahan adalah ukuran hati (core) kecil (Py et al. 1987). Hibrida yang memiliki diameter hati dominan adalah kisaran mencakup 54 tanaman, diikuti hibrida kisaran yaitu 42 tanaman. Biasanya diameter pedunkulus berhubungan dengan diameter hati. Sangat diharapkan apabila ada diameter pedunkulus yang lebar tetapi diameter hati sempit. Pada saat pembungaan air berlebihan, maka buah yang dihasilkan mempunyai hati yang besar (Williams, 1975). Kandungan asam juga menentukan kualitas buah, terutama untuk buah nenas yang dikonsumsi segar. Walaupun kandungan gula tinggi, tetapi kandungan asam tinggi, maka rasa buah menjadi kurang manis. Menurut Soedibyo (1992), 95

117 96 persyaratan nenas untuk konsumsi segar harus mempunyai kandungan asam %, ternyata kandungan asam hibrida pada umumnya masih di bawah dari standar yaitu: antara % dan % yang diwakili masing-masing 77 dan 100 tanaman. Sebagai perbandingan, Nenas Delika Subang dan Mahkota Bogor yang merupakan dua varietas unggul yang dihasilkan oleh PKBT IPB, - masing-masing mengandung TAT 6.93% dan 11.70%. Terdapat empat nomor hibrida hasil persilangan yang memiliki kadar vitamin C tinggi, yaitu di atas 100 mg/g daging buah. Keempat nenas tersebut, yaitu nomor 14/04, 10/04, 04/25 dan 18/03. Dengan demikian ke empat hibrida tersebut mempunyai prospek yang cukup baik untuk agroindustri kimia sebagai pemasok vitamin C. Pada tanaman mangga kadar vitamin C tertinggi diperoleh berkisar mg/g daging buah mangga sampel (Rebia et al., 2002). Mutu buah nenas antara lain ditentukan oleh total padatan terlarut (TPT). Dari hasil pengamatan terhadap hibrida F 1 hasil persilangan diperoleh bahwa kisaran 10 o Brix 15 o Brix dan 15 o Brix-20 o Brix merupakan kisaran dominan dengan masing-masing mencakup 65 dan 95 tanaman. Chan (1991), menghasilkan TPT sebesar 14.3 o Brix o Brix pada siklus 1 dan mendapatkan nilai TPT sampai 20 o Brix pada tanaman ratoon. Untuk seleksi, digunakan metode independent culling level dengan pemilihan pertama berdasarkan bobot buah (tanpa mahkota) yang memiliki bobot diatas 1000 g. Berdasarkan kriteria bobot buah tersebut diperoleh sebanyak 121 hibrida terpilih dari 195 hibrida yang ada. Selanjutnya dilakukan truncation selection untuk mendapatkan nilai cut-off dan arah seleksi, yang digunakan untuk menyeleksi beberapa hibrida yang memiliki variabel seleksi rendah dan untuk menentukan proporsi seleksi yang lebih baik. Peubah bobot buah dengan arah seleksi adalah nilai bobot buah yang lebih besar dari nilai cut-off = 985 g ( lebih dari 985 g). Selanjutnya untuk bobot mahkota, jumlah spiral, diameter buah, panjang buah, tebal daging buah, diameter hati, total asam, vitamin C, TPT, panjang pedunkulus dan diameter pedunkulus, arah seleksi dan nilai cut-offnya masing-masing ( < 190 g, < cm, > 9, > cm, > 13 cm, > 3.8 cm, < 2.92 cm, < 3.73%, > dan > 16.9 o Brix, < 18 cm dan > 2.5 cm). Selain kriteria di atas, juga dimasukkan karakter daun tidak berduri dan warna daging buah sebagai 96

118 97 kriteria seleksi, akhirnya diperoleh sembilan hibrida kandidat nenas unggul, yaitu P01\09, P02\02, P02\03, P04\03, P08\07, P10\08, P14\05, P14\08 dan P17\03 (Tabel 23). Deskripsi dan penampilan salah satu hasil seleksi ini adalah kandidat nenas varietas unggul P01\09 (V4) disajikan pada Lampiran 8. Hibrida ini telah terdaftar pada Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (PPVT) Pertanian RI. Departemen Tabel 23. Penampilan karakter agronomi sembilan genotipe hibrida kandidat varietas nenas unggul hasil seleksi independent culling level dan truncation selection. Nomor Genotipe P01\09 P02\02 P02\03 P04\03 P08\07 P10\08 P14\05 P14\08 P17\03 Keterangan : BB (g) BM (g) BB=bobot buah, BM= bobot mahkota, JS=jumlah spiral, DB=diameter buah, PB=panjang buah, TD=tebal daging buah, DE=diameter empulur, KA=kandungan total asam, KC=Kandungan vitamin C, dan TPT=total padatan terlarut Selain menggunakan metode seleksi di atas, dalam seleksi juga digunakan metode indeks seleksi. JS DB (cm) Karakter agronomi PB TD DE (cm) (cm) (cm) Seleksi ini termasuk multiple traits selection dengan memperhatikan beberapa karakter secara simultan. Indeks seleksi dapat dibagi dua, yaitu indeks seleksi tidak terboboti (unweighted standardized selection index) dan terboboti (weighted standardized selection index). Dalam menentukan indeks tersebut, digunakan karakter bobot buah, panjang pedunkulus, diameter pedunkulus, bobot mahkota, jumlah spiral, diameter buah, panjang buah, tebal daging buah, diameter hati, total asam, vitamin C dan TPT. KA (%) KC (ml\100g Sampel) TPT o Brix Hasil seleksi berdasarkan nilai indeks tidak terboboti diperoleh 30 hibrida (15% dari 195 hibrida), kemudian dari 30 hibrida ini kembali dilakukan seleksi berdasarkan karakter minimal TPT minimal 16 o Brix diperoleh 23 hibrida (Tabel 24). Peringkat pertama adalah hibrida P16\11 yang memiliki bobot buah tertinggi (2180 g) dengan TPT 20 o Brix, namun karakter lainnya tidak mendukung seperti 97

119 98 daun berduri dan warna daging buahnya kuning pucat, sehingga hibrida ini dapat dijadikan sebagai nenas olahan. Sebaliknya nenas hasil seleksi berdasarkan nilai TPT diperoleh hibrida nomor P02\02 yang mencapai o Brix, dan memiliki karakter daun tidak berduri dan warna daging buah kuning berpeluang dapat dikembangkan menjadi nenas segar. Diameter empulur yang paling kecil ditunjukkan oleh hibrida nomor P18\03 yaitu 1.73 cm, daging berwarna kuning, namun karakter lainnya tidak mendukung. Deskripsi dan penampilan salah satu kandidat nenas varietas unggul hasil seleksi ini adalah P14\03 disajikan pada Lampiran 9. Tabel 24. Penampilan karakter agronomi 23 genotipe hibrida kandidat nenas unggul hasil seleksi indeks tidak terboboti (unweighted standardized selection index). Nomor Genotipe P01\03 P01\07 P01\17 P01\21 P01\24 P02\02 P03\01 P03\05 P04\01 P04\25 P04\33 P04\42 P04\45 P06\06 P08\07 P10\04 P14\03 P01\19 P16\07 P16\08 P16\11 P16\12 P18\03 BB (g) BM (g) JS DB (cm) PB (cm) Karakter Agronomi TD DE (cm) (cm) Hasil sampai peringkat 23 dari 195 hibrida berdasarkan nilai indeks terboboti (Tabel 25) menunjukkan bahwa peringkat pertama adalah P16\11 yang memiliki bobot buah tertinggi (2180 g) dengan nilai TPT 20 o Brix. Nilai TPT tertinggi ditunjukkan oleh P02\02 dengan nilai (hal yang sama ditunjukkan KA (%) KC (ml\100g sampel) TPT Peringkat ( o Brix)

120 99 oleh metode seleksi sebelumnya). Deskripsi dan penampilan salah satu kandidat nenas varietas unggul hasil seleksi ini adalah P16\02 Lampiran 10. yang disajikan pada Kedua metode seleksi memberikan hasil seleksi yang relatif sama. Namun pada dasarnya seleksi dapat dilakukan untuk tujuan tertentu. Apabila sasarannya adalah buah untuk industri maka pemilihan pertama harus berdasarkan ukuran buah yang besar dengan bentuk silindris, akan tetapi untuk keperluan buah segar kriteria seleksi yang digunakan dapat berbeda. Misalkan dapat diseleksi nenas yang manis dengan ukuran kecil dan empulur kecil, warna daging kuning orange. Hal ini ditunjukkan oleh hibrida P01\19 yang memiliki karakter daun tidak berduri, ukuran buah sedang, diameter empulur kecil, nilai TPT 22.1 o Brix dan warna daging buah kuning. Deskripsi dan penampilan disajikan pada Lampiran 11. Hibrida ini telah terdaftar pada Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (PPVT) Departemen Pertanian RI. Tabel 25. Penampilan karakter agronomi 23 genotipe hibrida kandidat nenas unggul hasil seleksi indeks terboboti (weighted standardized selection index). Nomor Genotipe P01\03 P01\21 P01\23 P01\24 P02\02 P02\03 P03\01 P03\05 P04\25 P04\27 P04\29 P04\33 P04\45 P04\50 P06\06 P08\07 P14\03 P14\04 P16\07 P16\08 P16\01 P16\02 P16\12 BB (g) BM (g) JS DB (cm) PB (cm) Karakter Agronomi TD DE (cm) (cm) KA (%) KC (ml\100g sampel) TPT Peringkat ( o Brix)

121 100 Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan analisis korelasi diperoleh bahwa tinggi tanaman dapat dijadikan kriteria seleksi untuk perbaikan beberapa karakter komponen buah dan bobot buah. 2. Belum diperoleh karakter utama yang dapat membentuk keragaman pada populasi nenas hasil persilangan 3. Hasil pengujian pengaruh maternal menunjukkan bahwa kecuali diameter pedunkulus, semua karakter diamati merupakan karakter-karakter yang dikendalikan oleh gen-gen yang berada di dalam inti sel. 4. Kombinasi persilangan yang menunjukkan nilai heterosis dan keunggulan hibrida dari nilai tetua terbaik adalah JBSMSC2 x JBBMQH6 untuk karakter ukuran buah dan kualitas buah. 5. Hasil evaluasi dan seleksi terhadap 195 genotipe hibrida hasil persilangan diperoleh sebanyak 39 hibrida kandidat nenas varietas unggul. Saran Hibrida hasil persilangan yang memiliki karakter superior tertentu yang tidak terpilih dalam seleksi karakter terbaik disarankan digunakan sebagai plasma nutfah, khususnya sebagai alternatif bahan tetua dalam persilangan nenas. 100

122 PEMBAHASAN UMUM Tanaman nenas merupakan tanaman menyerbuk silang (cross-pollinated crops) yang memiliki beberapa perbedaan dengan tanaman budidaya yang menyerbuk silang lainnya antara lain dalam hal: bibit diperbanyak klonal, struktur genetik heterozigot, dan sifat self-incompatibility. Adanya perbedaan ini memungkinkan konsep pemuliaan tanaman nenas berbeda dengan tanaman lainnya. Pada prinsipnya program pemuliaan tanaman nenas diarahkan untuk mendapatkan tanaman nenas yang mempunyai pertumbuhan cepat, daun pendek, tidak berduri, pedunkulus pendek dan kuat, berdaya hasil tinggi, sistem perakaran baik, bentuk buah silindris, kemasakan seragam, daging buah berwarna lebih kuning, kandungan asam oksalat rendah, total padatan terlarut dan kandungan asam berimbang serta tahan terhadap hama-penyakit (Py et al., 1997). Untuk membangun konsep pemuliaan tanaman nenas diperlukan informasi keragaman plasma nutfah, strategi pemilihan tetua, karakter utama nenas yang dikehendaki, strategi seleksi terhadap populasi hibrida dan kemungkinan penggunaan penanda RAPD dalam seleksi serta sistim perbanyakan tanaman hasil pemuliaan yang lebih efisien. Hasil analisis parameter genetik terhadap karakter-karakter dari 26 aksesi plasma nutfah nenas koleksi PKBT IPB, menunjukkan bahwa karakter utama nenas memungkinkan dilakukan seleksi secara efektif. Hal ini membuka jalan perakitan nenas yang memanfaatkan plasma nutfah nenas Indonesia sebagai sumber genotipe. Untuk mengetahui hubungan antar karakter dilakukan analisis korelasi. Diperoleh bahwa karakter jumlah daun berkorelasi positif dan nyata dengan diameter buah, panjang daun berkorelasi positif dan nyata dengan bobot mahkota, dan berkorelasi negatif dan nyata dengan total padatan terlarut (TPT). Meskipun umur berbunga dan umur panen tidak berkorelasi dengan semua karakter komponen buah, namun panjang pedunkulus dan diameter pedunkulus, keduanya berkorelasi dengan bobot buah. Mekanisme korelasi perlu diuraikan lebih lanjut menjadi pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung, mengingat bahwa dari hasil korelasi bivariate nampak bahwa jumlah daun dan panjang daun tidak

123 102 berkorelasi dengan bobot buah. Melalui analisis lintas diperoleh bahwa jumlah daun dan panjang daun berpengaruh tidak langsung terhadap bobot buah masingmasing melalui tinggi tanaman dan diameter tajuk. Adanya korelasi antar karakter menunjukkan bahwa fenomena korelasi ini diduga, bukan karena korelasi genetik, akan tetapi lebih karena korelasi fisiologis. Ini dapat dijelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah daun, maka permukaan tanaman yang melakukan fotosintetsis lebih banyak, sehingga fotosintat akan lebih banyak dihasilkan dan pada akhirnya bagian tanaman lain, termasuk diameter buah akan lebih lebar. Pada penelitian ini selain dilakukan analisis korelasi antara karakter morfologi kuantitatif dengan karakter komponen buah, juga dilakukan uji korelasi antar karakter morfologi kualitatif dengan karakter komponen buah. Karakter warna daun hijau bercorak merah berkorelasi positif dan nyata dengan diameter buah dan panjang buah serta berkorelasi positif dan sangat nyata dengan tebal daging buah, dengan koefisien korelasi masing-masing 0.32, 0.32, dan Karakter daun tidak berduri berkorelasi positif sangat nyata dengan diameter buah dan tebal daging buah dengan nilai koefisien korelasi masing-masing 0.41 dan Adanya korelasi antara karakter morfologi kualitatif dengan karakter komponen buah menunjukkan harapan bahwa dapat dilakukan seleksi lebih awal untuk perbaikan komponen buah tanaman nenas. Adanya korelasi antara karakter morfologi dengan karakter agronomi menunjukkan bahwa terdapat korelasi genetik antar karakter-karakter tersebut. Kemungkinan antar gen-gen yang menyandi karakter di atas, saling berkaitan atau linkage satu sama lain. Fenomena korelasi antara komponen pertumbuhan dengan komponen buah pada plasma nutfah, cenderung sama dengan populasi hibrida. Adanya korelasi positif yang nyata antara tinggi tanaman dengan beberapa karakter komponen buah menunjukkan bahwa tinggi tanaman berperan penting dalam perbaikan karakter komponen buah tanaman nenas. Korelasi yang nyata antara tinggi tanaman dengan panjang pedunkulus dan diameter buah berimplikasi positif terhadap panjang buah, diameter buah, jumlah spiral sampai bobot buah. Meskipun demikian, korelasi yang terjadi antara tinggi tanaman dengan komponen buah ini, lebih karena adanya korelasi fisiologis. Berdasarkan hasil analisis ragam pada percobaan pertama, diperoleh bahwa tinggi tanaman memiliki 102

124 103 keragaman genetik sempit dan keragaman fenotip yang luas, berarti bahwa untuk mengoptimalkan tinggi tanaman untuk mempangaruhi komponen buah agar lebih tinggi diperlukan lingkungan yang optimal. Dengan demikian dapat diartikan bahwa dengan melakukan seleksi terhadap tinggi tanaman secara simultan dengan komponen buah yang lain akan diperoleh ukuran buah yang lebih baik, jika dilakukan penanaman pada kondisi lingkungan yang sesuai. Penentuan kombinasi pasangan tetua persilangan yang akan digunakan dalam program hibridisasi, selain berdasarkan analisis parameter genetik yang telah dilakukan sebelumnya, juga dapat ditentukan berdasarkan uji keturunan dari berbagai kombinasi penelitian yang telah dilakukan. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa nomor hibrida 18\06, 06\02 dan 12\19 memiliki bobot buah besar (> 2500 g), ketiga hibrida tersebut masing-masing merupakan turunan hasil persilangan JBSMSC2 x JBSMSC1, JBBMQH6 x JBSMSC1 dan JBSMSC4 x LNPCBP. Jika diperhatikan karakter TPT ketiga hibrida hasil kombinasi persilangan diatas menghasilkan nilai TPT yang kecil. Sebaliknya jika seleksi awal menggunakan karakter TPT tinggi terhadap hibrida akan diperoleh hibrida yang memiliki bobot buah rendah. Ini ditunjukkan oleh hibrida nomor 04\10, 08\04 dan 14\04 yang memiliki bobot buah masing-masing 770 gram, 507 gram dan 710 gram. Ketiga hibrida tersebut masing-masing merupakan turunan dari hasil persilangan antara JBSMSC2 x JBBMQH6, SLLQH4 x JTWHSCM, dan JBSMSC2 x JBSMSC1. Selain melihat potensi progeni, pemilihan tetua perlu dipertimbangkan pula pola pewarisan sifat yang dimiliki tanaman nenas. Hasil uji maternal menunjukkan bahwa semua karakter yang diamati, kecuali diameter pedunkulus, pewarisan sifat semuanya dikendalikan oleh gen-gen yang berada di dalam inti. Gejala heterosis nampak pada tanaman nenas hibrida. Kombinasi persilangan JBSMSC2 dengan JBBMQH6 mampu meningkatkan ukuran buah, TPT dan total asam. Heterosis pada persilangan ini disebabkan adanya keragaman gen di antara kedua tetuanya. JBSMSC2 dari golongan Smooth Cayenne, sedangkan JBBMQH6 nenas dari golongan Queen. Menurut Hadiati et al. (2002), jenis smooth cayenne dan queen berdasarkan penanda fenotip dan isozim memiliki jarak genetik tinggi. Demikian pula hasil penelitian Apriyani 103

125 104 (2005), aksesi JBBMQH6 dan JBSMSC2 pada tingkat kemiripan 0.68 membentuk kelompok yang berbeda berdasarkan pola pita RAPD. Berdasarkan hasil analisis parameter genetik terhadap plasma nutfah, diperoleh bahwa karakter yang dapat dijadikan kriteria seleksi adalah jumlah daun, panjang daun, umur berbunga, umur panen, panjang pedunkulus, diameter pedunkulus, bobot tanaman, panjang buah, jumlah spiral, tebal daging buah, total asam, dan kandungan vitamin C. Selanjutnya karakter vegetatif yang dapat dijadikan kriteria seleksi berdasarkan korelasi dengan bobot buah/komponen buah pada populasi plasma nutfah dan populasi hibrida adalah tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, diameter tajuk, panjang pedunkulus dan diameter pedunkulus. Pengungkapan kriteria seleksi nenas juga dapat diperoleh dari data polimorfisme pola pita RAPD. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh tiga pola pita RAPD yang berkorelasi dengan karakter penting nenas. Primer OPE7 pita 5 ukuran 750 bp berkorelasi dengan karakter warna daging buah kuning emas, dan primer SBH8 pita 3 ukuran 1500 bp berkorelasi dengan karakter duri tidak merata. Hasil yang diperoleh ini merupakan temuan awal adanya pola pita RAPD yang berassosiasi dengan karakter penting nenas. Pengembangan marka tersebut dapat menjadi awal dibentuknya primer spesifik pada tanaman nenas, sehingga dapat dijadikan marker assisted selection. Berbagai metode seleksi dapat digunakan, tergantung arah dan tujuan seleksi. Jika seleksi hanya memperhatikan satu atau dua karakter saja digunakan tendem selection. Seleksi ini tidak bermanfaat jika antar karakter saling berkorelasi negatif. Berdasarkan analisis hubungan antar karakter tanaman nenas menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang siginifikan dan negatif antara karakter. Hal ini menunjukkan bahwa single trait selection tidak efisien digunakan. Sebaliknya seleksi dapat dilakukan secara simultan, berdasarkan beberapa karakter sekaligus (multitrait selection) ). Multitrait selection dapat dibagi dua tipe: (i) independent culling level dan (ii) selection index. Penggunaan independent culling level dalam seleksi lebih mudah dilakukan, karena seleksi terhadap tanaman berdasarkan pengamatan visual pada sejumlah karakter dengan 104

126 105 mempertimbangkan kepentingan ekonomi, heritabilitas, korelasi antar karakter dan variasi fenotipik dari karakter-karaklter yang berbeda. Metode ini mudah dilakukan karena kapanpun individu-invidu menunjukkan karakter-karakter yang tidak diinginkan akan dibuang. Kegiatan seleksi dilakukan berdasarkan tujuan pemuliaan, untuk tujuan nenas olahan ada 13 karakter nenas yang menjadi perhatian dalam seleksi. Berturut-turut berat buah > 1000 g, diameter buah > 7.50 cm, panjang buah > cm, PTT 16 o Brix, Asam 1.18%, vitamin C tinggi > 40 mg, kadar serat rendah, daun tegak, tepi daun tidak berduri, single crown, pedunkulus pendek, mata dangkal, dan warna daging buah orange sampai kuning. Melalui metode seleksi independent culling level dengan tujuan pemuliaan nenas olahan, tahap awal kriteria seleksi adalah berat buah > 1000 g. Hasil seleksi diperoleh 23 hibrida, dari 23 hibrida kemudian digunakan seleksi diameter buah > 9.5 cm, sembilan hibrida memenuhi syarat, selanjutnya dilakukan seleksi TPT >16 o Brix, semua hibrida memenuhi syarat, namun melalui seleksi total asam 1.18% hanya hibrida nomor 01/09 (V4) yang masuk dalam seleksi, dengan memiliki karakter tepi daun tidak berduri, single crown, mata buah lebar dan datar, ukuran mahkota kecil, dan warna daging buah kuning mempertegas bahwa hibrida tersebut dapat dijadikan kandidat buah olahan. Alternatif metode seleksi lain yang dapat digunakan untuk seleksi adalah indeks seleksi. Melalui indeks seleksi banyak karakter yang dapat diperhatikan sekaligus. Dasar pertimbangan setiap karakter untuk menjadi kriteria seleksi adalah nilai ekonomi, korelasi genotip dan fenotip antara karakter serta heritabilitasnya. Metode ini lebih efisien dibanding dengan metode lainnya, karena dapat memperhitungkan banyak karakter tanaman yang diseleksi. Sehingga kemungkinan akan diperoleh hibrida yang mendekati ideotype tanaman nenas. Dengan menggunakan seleksi indeks terhadap populasi nenas hibrida diperoleh 23 hibrida kandidat varietas unggul. Ini menunjukkan bahwa metode seleksi indeks mampu memdapatkan kriteria seleksi yang lebih banyak dibandingkan dengan seleksi sebelumnya. Tahapan yang paling krusial dalam pemuliaan tanaman nenas adalah perbanyakan. Tidak seperti pada tanaman lainnya, karena diperbanyak melalui biji 105

127 106 memungkinkan diperoleh progeni yang lebih banyak. Sebaliknya pada tanaman nenas, karena sifatnya yang self-incompatibility untuk memperoleh biji tidak dimungkinkan sehingga perbanyakan dilakukan melalui bagian vegetatif (tunas). Tunas yang dapat dijadikan materi perbanyakan tanaman pada nenas dapat berupa suckers, shoots, slips dan crown (Samson, 1980). Pada beberapa golongan nenas, seperti dari jenis smooth cayenne hanya menghasilkan 2-3 tunas anakan. Ini berarti akan menyulitkan varietas unggul untuk segera disebarluaskan. Beberapa usaha telah dilakukan untuk memperoleh bahan klonal yang lebih banyak antara lain dengan pemanfaatan mata dorman pada batang nenas dan mahkota buah. Namun usaha ini masih belum dapat sepenuhnya digunakan karena jumlahnya masih sangat terbatas, satu batang tanaman hanya diperoleh 25 tunas. Pada penelitian ini perbanyakan dilakukan secara generatif, yaitu biji yang diperoleh dari hasil persilangan disemai pada medium pasir, kira-kira hari dipindahkan ke tempat persemaian kedua dalam rumah kaca. Pada saat bibit mencapai tinggi 10 cm dipindah kan ke persemaian ketiga. Pertahankan bibit dipersemaian ketiga sampai dengan umur bulan. Di lapang bibit ini dapat menghasilkan buah masak dan memerlukan waktu bulan. Total waktu yang dibutuhkan dari persemaian pertama sampai tanaman menghasilkan adalah antara bulan. Mengingat proses seleksi dan perbanyakan yang dilakukan membutuhkan waktu yang lama, perlu dipikirkan pengintegrasian penggunaan kultur jaringan dalam program seleksi hasil persilangan tanaman nenas. Melalui kultur jaringan dibutuhkan waktu yang ringkas dan yang lebih penting lagi kontaminasi plantlet lebih mudah dihindari, karena pada tahap awal persemaian biji langsung disemai pada media kultur jaringan. Pengalaman menunjukkan bahwa kontaminasi plantlet tanaman buah-buahan lebih sulit dihindari dibandingkan dengan tanaman semusim. Pengintegrasian kultur jaringan dalam proses perbanyakan bibit nenas, diharapkan dalam waktu singkat diperoleh bibit yang lebih banyak, seragam pertumbuhannya dan bebas penyakit. 106

128 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Plasma nutfah nenas koleksi PKBT IPB dapat dijadikan sebagai sumber tetua dalam program hibridisasi nenas di Indonesia. 2. Metode seleksi yang tepat digunakan pada tanaman nenas dengan populasi yang besar adalah gabungan dari beberapa metode seleksi, mulai truncation selection, independent culling level dan selection index. 3. Kriteria seleksi untuk tujuan seleksi calon tetua persilangan sebaiknya menggunakan karakter vegetatif dan memiliki nilai heritabilitas tinggi berkorelasi dengan hasil, sedangkan seleksi untuk perbanyakan klon sebaiknya seleksi dilakukan langsung terhadap karakter komponen buah dan bobot buah. 4. Gejala heterosis dapat dijadikan salah satu syarat dalam memilih kombinasi tetua untuk menghasilkan nenas varietas unggul. 5. Diperoleh 39 kandidat nenas varietas unggul hasil seleksi dari 195 nomor hibrida hasil persilangan 13 pasang kombinasi tetua. Saran 1. Perlu diintegrasikan antara program hibridisasi dengan kultur jaringan agar diperoleh hasil seleksi yang lebih singkat, seragam, dan jumlah lebih banyak serta bibit bebas patogen. 2. Perlu pengembangan primer OPE7 pita 5 dan primer SBH8 pita 3 untuk mendapatkan primer spesifik.

129 DAFTAR PUSTAKA Allard RW Principles of Plant Breeding. New York: John Willey and Sons. Inc. Apriyani SI Analisis Keragaman Genetik Nenas Koleksi PKBT berdasarkan Penanda Morfologi dan Penanda Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Aradya KM, Zee F, Manshardt RM Isozyme variation in cultivated and wild pineapple. Euphytica 79: Asiedu R., N Ter Kuile, A Mujeeb-Kazi Diagnostic marker in Wheat wide crosses. In : A Muzeeb-Kaze and LA Stich Editor. Review of Advance in Plant Biotechnology, nd International Symposium on Genetics Manipulation in Crops. CYMMIT, Mexico OF. Mexico. hlm Aunuddin Statistika: Rancangan dan Analisis Data. Bogor: IPB Press. Bahar H, Zen S Parameter genetik pertumbuhan tanaman, hasil dan komponen hasil. Zuriat 4(1):4-7. Basuki N Pendugaan Peran Gen. Malang: Fakultas Pertanian Unibraw. Broertjes C, van Harten AM Applied Mutation Breeding for Vegetatively Propagated Crops. Development in Crops Science 12. Elsevier. London. p: Burton WG, The potato. Wageningen: Veenman dan Sonen NV. Cabot C Practice of pineapple breeding [Abstrak]. In: Symposium on Tropical and Subtropical Fruit Breeding. International Pineapple Symposium. ISHS Acta Hort 666. Cabral JRS, Coppens d'eeckenbrugge G. P. de Matos A Introduction of selfing in pineapple breeding. [Abstrak]. In: III International Pineapple Symposium ISHS Acta Hort 529. Cabral JRS, Matos AP de, Coppens d Eeckenbrugge G Variation for main quantitative traits in the seedling dan vegetative cycles of the EMBRAPA pineapple hybridization program. In: Martinez AR. Editor. Proc. IVth ISHS on Pineapple Acta Hort 666. Mexico: Veracruz, Cecilia YK, Nagai C, Moore PH., Zee F, Kim Minna S, Denise L. S dan Ming R Intra-specific DNA polymorphism in pineapple (Ananas comosus (L.) Merr.) assessed by AFLP markers. J Gen Res and Crop Evol. 51(08): Chan YK Hybridization and selection in pineapple improvement: The Experience in Malaysia [Abstrak]. In: V International Pineapple Symposium ISHS Acta Hort 702. Chan YK, Coppens d Eeckenbrugge G, Sanewski GM Breeding and Variety Improvement. In: Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG, Editor. The Pineapple : Botany, Production and Uses. CAB. International.

130 109 Chan YK, Lee HK Potential pineapple selections for fresh fruit and canning. Malaysia : Prosiding Simposium Buah-buahan Kebangsaan. hal Evaluation of three piping leaf pineapple hybrids. J Trop Agric and Fd Sci. 33: 1-8. Clements JC, Buirchell BJ, Cowling WA Relationship between morphological variation and geografical origin of selection history in Lupinus pilosus. Plant Breeding. 115: Collins J.L The pineapple, Botany, Cultivation and Utilization. London: Leonard Hill. Coppens d Eeckenbrugge G, Duval MF Pineapple germplasm conservation: experiences from the Martinique field collection. Field Germplasm Collections. Coppens d Eeckenbrugge G, Leal F Morphology, anatomy and taxonomy. ISHS, Netherlands Coppens d Eeckenbrugge G, Marie F Pineapple breeding at CIRAD. II. Evaluation of Scarlett, a new hybrid for the fresh fruit market, as compared to Smooth Cayenne. [Abstract]. In: III International Pineapple Symposium ISHS Acta Hort 529. Crowder LV Genetika Tumbuhan. Kusdiarti L, Soetarso, penerjemah; Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr. Terjemahan dari: Plant Genetics. Daradjat AA Variabilitas dan adaptasi genotip terigu pada beberapa lingkungan tumbuh di Indonesia. [disertasi]. Bandungr: Program Pascasarjana, UNPAD. [DBTB] Direktorat Budidaya Tanaman Buah Nenas (Ananas comosus). Jakarta: Direktur Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian. [DTP] Dirjen Tanaman Pangan Penuntun budidaya hortikultura (nenas). Proyek peningkatan produksi tanaman pangan. Propinsi Daerah Tingkat I Bengkulu : Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Diyarti, Pengelompokan plasma nutfah padi calon tetua persilangan berdasarkan peubah hasil dan kompone hasil [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Doyle JJ, Doyle JL Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: Duval MF, Noyer JL, Perrier X, Coppens d Eeckenbrugge G., Halmon P Molecular diversity in pineapple assessed by RFLP markers. Springer- Verlag. TAG. 102: Falconer DS Introduction to Quantitative Genetics. Edinburg: Oliver and Boyd. Falconer DS, Mackay TFC Introduction to Quantitative Genetics. Fourth Edition England: Longman Group Ltd. 109

131 110 FAOSTAT Database. Food and Agriculture Organization of the United Nations. [05 Mei 2007] Fehr RW Principles of Cultivar Development. New York: McMillan Inc. 1: Ferdiaz, D Penuntun Praktikum Analisa Pangan. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. hal Ganefianti DW, Yulian, Suprapti AN Korelasi dan sidik lintas antara pertumbuhan, komponen hasil dan hasil dengan gugur buah pada tanaman cabai. J Akta Agro. 9 (1):1-6. Garcia HD, Consuegra RM Determination of the variables to use in the prediction of the pineapple production to cultivate cayena lisa [abstrak]. In: International Pineapple Symposium. ISHS Acta Hort 666. Gaspersz V Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan 2. Bandung: Penerbit Tarsito. [GMF] George Mateljan Foundation, Pineapple. The world s healthiest foods. juni 2007] Gomez KA, Gomez AA Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia. 698 hal. [GTR] Gen Technology Regulator The Biology & Ecology of Pineapple (Ananas comosus var.comosus) in Australia. 24 hal. Hadiati S, Murdaningsih HK, Baihaki A, Rostini N Variasi pita dan hubungan kekerabatan nanas berdasarkan analisis isozim. Bandung: Zuriat.13(2): Parameter genetik karakter komponen buah pada beberapa aksesi nanas. Zuriat. 14(2): Hadiati S, Sukmadjaja D Keragaman pola pita beberapa aksesi nenas berdasarkan analisis izosim. J Biotek Pert. 7(2): Haydar A, Mandal MA, Ahmed MB, Hannan MM, Karim R, Razvy MA, Roy UK, Salahin M Studies on genetic variability and interrelationship among the different traits in Tomato (Lycopersicon esculentum Mill). Middle-East J Sci Res. 2(3): Hutagalung JCSBY Analisis Lintas Komponen Produksi Tanaman Padi (Oriza sativa L.) [skripsi]. Bogor: Jurusan Statistika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. [IBPGR] International Board for Plant Genetic Resources Descriptors for Pineapple. Rome. 33p. Kasno A, Bari AA, Manttjik AA, Subandi, Somaatmadja S Pendugaan parameter genetik sifat-sifat kuantitatif kacang tanah dalam beberapa lingkungan tumbuh dan penggunaanya dalam seleksi. Penelitian Pertanian Bogor. 3(1): Leal F, Coppens d E G Pineapple. In: Janick J, J N Moore, Editor. Fruit Breeding, Volume I. Tree and Tropical Fuits. John Wiley & Sons. Inc. 110

132 111 Liu Z, Furnier GR. (1993). Comparison of Allozym, RFLP, and RAPD markers for revealing genetic variation within and between Trembling aspen and Bigtooth aspen TAG. 87: Liu BH Statistical Genomics. Linkage, Mapping and QTL Analysis. Boca Raton London New York Washington DC: CRC Press. Mayo O The Theory of Plant Breeding. Oxford: Clarendon Press. McGregor CE, Lambert CA, Gryling MM, Louw JH, Warnich L A comparison assesment of DNA finger printing technique (RAPD, ISSR, AFLP, and SSR) in tetraploid potato (Solanium tuberosum L.) germplasm. Euphytica (113): McPherson MJ, Oliver RJ, Gurr SJ The polymerase chain reaction. In: Gur SJ, McPherson MJ, Bowles DJ. Editor. Moleculer Plant Pathology, Practical Approach I. New York: Oxford University Press Mohammadi SA, Prasanna BM, Singh NN Sequential Path Model for Determining Interrelationships among grain yield and related characters in Mize. Crop Sci. 43: Muljohardjo M Nenas dan Teknologi Pengelolaannya (Ananas comosus (L.) Merr.). Yogyakarta: Penerbit Liberty. Mursito D Heritabilitas dan sidik lintas karakter fenotipik beberapa galur kedelai (Glycine max. L. Merrill). J Agrosains 6(2): Nakasone HY, Paull RE Pineapple. International. New York: CABI Publishing. In: Tropical Fruits. CAB Nasution MA. Poewanto R, Sobir, Surahman M, Trykoesoemaningtyas Keragaman karakter morfologi nenas (Ananas comosus L. Merr.) persilangan. Makalah disampaikan pada Seminar Perhorti. Jakarta. Bulan Nopember Nei M, Li W Mathematical model for studying genetic variation in term of restriction endonuclease. USA: Proc. Natl. Acad.Sci 767: Okut H, dan Akca Y Study to determine the causal relations between fruit weight and certain important fruit characteristics with using a path analysis.[abstrak]. In: X International Symposium on Apricot Culture. ISHS Acta Hort 384. Panhwar GN, Kalhoro AD, Soomro AH, Tunio GH, Kalwar GH, Chang MS Heterosis Studies in Varietal Crosses of (Gossypium hirsutum L.) for Certain Economic Characters. As J Pla Sci. 1 (1): Pantastico, ER Fisiologi Pasca Panen. Penanganan dan Pemanfaatan Buahbuahan dan Sayura-sayuran Tropika dan Subtropika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Poespodarsono S Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Bogor: PAU IPB. Popluechai S, Onto S, Eungwanichayapant PD Relationships between some Thai cultivars of pineapple (Ananas comosus) revealed by RAPD analysis. Songklanakarin J. Sci. Technol. 29 (6):

133 112 Py C, Lacoeville JJ, Teisson C The Pineapple, Cultivation and Uses. Paris. Qosim WA, Kurniawan A, Marwoto B, Badriah DS Stabilitas Parameter Genetik Mutan-mutan Krisan Generasi VM 3. Laporan Hasil Penelitian Jatinangor: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Rahmadi M, Hermiati N, Baihaki A, Setiamiharja R Variasi genetik dan heritabilitas komponen hasil dan hasil galur harapan kedelai. Zuriat. 1(1): Rebin, Purnomo S, Hosni S, Effendy AR Evaluasi dan seleksi varietas mangga koleksi di Cukurgondang untuk karakter unggul mutu buah dan efesiensi lahan. J.Hort. 12 (1): 1-10 [Ristek] Riset dan Teknologi, Ananas comosus. http: //waristek.progressio. or.id [15 Desember 2003] Robi ah HR Analisis Keanekaragaman Genetik Pisang Inroduksi (Musa spp.) berdasarkan Penanda Fenotipik dan RAPD (Radom Amplified Polymorphic DNA). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rohrbach KG, Johnson MW Pests, Diseases and Weeds. In : Bartholomew DP, Paull RE, dan Rohrbach KG, Editor. The Pineapple. CABI Publishing 301 hal. Rohlf FJ NTSYS-pc: Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System. Version 2.0. User Guide, Exeeter Software. New York: Rostini N, Bakti C, Muborak S Seleksi nenas hasil persilangan Cayenne dengan Queen di Jatinangor. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang dibiayai oleh Hibah Kompetitif. Bogor 1-2 Agustus. Kerjasama Fakultas Pertanian IPB, Ditjen Pendidikan Tingi DEPDIKNAS dan Pusat Perlindungan Varietas Tanaman DEPTAN. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultur Fakultas Pertanian IPB. hlm Roy D Plant Breeding. Analysis and Exploitation of Variation. Narosa Publishing House. New Delhi. 701 hal. Rukmana R Nenas Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius. Sambrook J, Fritsh EF, Maniatis T Moleculer cloning. New York: Cold Spring. Harbor Laboratory Press. hlm Samson JA Tropical Fruits. The Tropical Agriculture Series. London: Longman. hlm Sanewski GM Skin russeting in the pineapple variety Pineapple News. Issue No.14 Newsletter of The Pineapple Working Goups, ISHS. Santosa PB, Ashari Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Yokyakarta: Penerbit Andi Offset. 281 hal. Sarwono J Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. 321 hal. Singh RK, Chaudhary B.D Biometrical Methods in Quantitative Genetics Analysis. New Delhi: Kalyani Publishers. 112

134 113 Smith LB, Down RJ Bromelioidese (Bromeliaceae). Flor Neotro 14, 3: Smith MK, Ko H-L, Hamill SD, Sanewski GM, Graham MW Biotechnology. In : Bartholomew DP, Paull RE, dan Rohrbach KG, Editor. The Pineapple. CABI Publishing 301 hal. Soedibyo MT Pengaruh umur petik buah nenas Subang terhadap mutu. J Hort, 2(2): Soneji JR, Rao PS, Minat M Suitability of RAPD for analyzing spined and spineless variant regenerants of pineapple (Ananas comosus L., Merr.). Plant Molekuler Biology Reporter. International Society for Plant Moleculer Biology Printed in Canada. 20:307a-307i. Sripaoraya S Relationships in pineapple by random amplified polymorphic. Plant Breeding. 120: Stansfield WD Theory and problem of genetics. 2 nd. New York: Mc. Graw-Hill Inc. Steel RGD, Torrie JH Prinsip dan Prosedur Statistika suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta : Penerbit PT.Gramedia. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics, A Biometrical Approach. Sudarmadji S., B. Haryono, Suhardi Prosedur Analisis bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Press. Sumertajaya, I.M., Aunuddin, A. Mattjik, B. Sunarlim Pendekatan model regresi linier untuk menerangkan pengaruh interaksi pada percobaan lokasi ganda. Forum Statist Komput. 3(1): Sutarto I Beberapa pengamatan keragaman antar klon dan dalam klon pada populasi tanaman nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB. Syamsuddin E Pendugaan heritabilitas kacang tanah (Arachis hypogea L.) tipe virginia di Queensland Australia, Bulletin Agronomi Jur. Budidaya Pertanian. Faperta. IPB. 19(2): 1-7. Tanaka J and Taniguchi F Emphasized-RAPD (e-rapd): a Simple and Efficient Technique to make RAPD Band Clearer, Breed Sci. 52: Tanksley SD, Bernatsky Restriction fragment as moleculer markers for germplasm evaluation and utilization. In: Brown AMD, OH Frankie, DR Marshal, JT. Williams Editor. The Use of Plant Genetics Resources. England: Cambridge Univ. Press. hlm Tapia CE, Gutierrez EMA, Warbourton LM, Uriza AD, Rebolledo MA Characterization of pineapple germplasm (Ananas spp) by mean AFLPs.[Abstrak]. In: IV International Pineapple. ISHS Acta Hort 666. Tingey SV., JA Rafalski, JGK Williams Genetic analysis with RAPD markers. Symposium of The Applcation of RAPD Technology to Plant Breeding. Minneapolis, Minnesota: Joint Plant Breeding Symposium Series. Verheij EWM, Coronel RE, editor Buah-buahan yang dapat dimakan. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2. PROSEA. hlm

135 114 Waugh R RAPD analysis: Use for genome characterization, Tagging Traits and Mapping. In: Clark MS Editor. Plant Molecular Biology-A Laboratory Manual. New York: Springer. hlm Weising K, Nybom H, Wolff K, Meyer W DNA Fingerprinting in Plants and Fungi. Boca Raton: CRC Press. Wels J, McCleland M Fingerprinting genom using PCR with arbitrary primers. Nucleid Acids Res. 18: Williams CN Pineapple. In: The Agronomi of Major Tropical Crops. Kuala Lumpur: Ford University Press. hlm William JGK, Kubelik AR, Livak KJ, Rafalski JA, Tingey SV DNA polymorphism amplified by arbitrary primers are usefull as genetic marker. Nucleid Acids Res. 18: Wirakusumah ES Buah dan Sayur untuk Terapi. Penebar Swadaya. Wirnas D, Widodo I, Sobir, Trikoesoemaningtyas, dan Sopandie D Pemilihan karakter agronomi untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi kedelai generasi F6. Bul. Agron. (34) (1) Wricke G, Weber WE Quantitative Genetics and Selection in Plant Breeding. Berlin: Walter de Gruyter. 406p. Yohe JM, Poehlman JM Regressions, correlations and combining ability in mungbean (Vigna radiata (L.) Wilczek). Trop. Agric. (Trinidad). 52(4) : Young BA Genetic variation in a Panicum coloratum L. population with a limited germplasm base. Euphytica. 75:

136 LAMPIRAN

137 116 Lampiran 1. Standar pengamatan deskripsi morfologi nenas (IBPGR, 1991). 1. Kedudukan daun: 1. tegak, 3. ramping terbuka. 5. terbuka, 7. menjalar 9. terkulai 2. Warna daun: 1. hijau, 2. hijau bercak kuning, 3. hijau bercak merah, 4. orange kemerah-merahan, 5. merah, 6. merah tua, 7. Purplish/pink, 8. merah-ungu tua/pink, 9. putih perak, 10. lainnya 3. Kehadiran duri: 0. tidak ada, 1. ada 4. Distribusi duri: 1. sebelum ujung atau hanya dekat pangkal, 2. sebelum ujung dan dekat pangkal, 3. disepanjang tepi daun, 4. terdapat secara tidak merata disepanjang kedua tepi. 5. Kekakuan duri: 3. lemah, 5. sedang, 7.kaku 6. Warna duri: 1. kekuning-kuningan/agak hijau, 2. orange, 3. kemerahmerahan/merah, 4. keungu-unguan/kemerahan, 5. lainnya. 7. Warna sepal: 1. kehijau-hijauan/hijau, 2. hijau dengan kuning, 3. keunguunguan/kemerah-merahan, 4. seperti perak-putih, 5. lainnya. 8. Warna petal: 1. keputih-putihan, 2. kekuning-kuningan, 3.krem, 4. putihkeunguan, 5. ungu. 9. Permukaan buah: 1. seperti persegi, 2. oval, 3. lingkaran, 4. kerucut, 5. kerucut memanjang, 6. piramid, 7. berbentuk selinder-tipis meruncing, 8. berbentuk silinder-tajam meruncing, 9. bulat (pearshaped), 10. reniform (Gambar 15). 10. Warna buah sebelum matang : 1. perak-hijau, 2. kehijau-hijauan/hijau, 3. kuning dengan berbintik hijau, 4. kuning pudar, 5. kuning terang, 6. kuning emas, 7. kuning dalam-jingga tua, 8. jingga kemerah-merahan, 9. kecoklat-coklatan, 10. lainnya. 11. Warna buah ketika masak : 1. hijau, 2. perak hijau, 3. kuning dengan bercorak, 4. hijau, 5. hijau pudar, 6. kuning terang, 7. kuning emas, 8. kuning dalam sampai jingga tua, 9. jingga tua kemerah-merahan, 10. kecoklat-coklatan, 11. lainnya. 12. Permukaan Mahkota : 1. kerucut, 2. kubus membujur, 3. berbentuk jantung, 4. panjang berbentuk kerucut, 5. panjang berbentuk silinder, 6. panjang berbentuk silinder dengan rangkai atas, 7. lainnya. (Gambar 16). 13. Warna daun mahkota : 1. kehijau-hijauan/hijau, 2. hijau dengan bercorak kuning, 3. hijau dengan bercorak merah, 4. orange kemerah-merahan, 5. merah, 6. merah gelap, 7.keungu-unguan/kemerah muda-unguan, 8. ungumerah gelap/merah muda, 9. putih perak. 116

138 117 Gambar 13. Sketsa variasi permukaan buah (fruit shape) Gambar 14. Sketsa bentuk permukaan mahkota (crown shape) 14. Duduk daun mahkota : 1. tegak, 3. semi tegak, 5. horisontal, 7. terkulai. 15. Duri pada mahkota : 1. halus, 2. duri diujung, 3. duri bergerigi tajam, berduri. 16. Karakter mahkota : 1. normal, 2. Ganda, Tunggal dengan mahkota kecil 17. Orientasi spiral : 3. kiri, 5. kanan, 7. vertikal 18. Aroma luar buah : 1. tidak ada, 3. lembut, 5. menyenangkan, 7. tajam 19. Warna daging buah : 1. putih, 2. krem terang, 3. krem, 4. kuning pucat, 5. kuning, 6. kuning emas, 7. kuning emas dalam, 8. terang/orange normal, 9. orange dalam, 10. lainnya. 20. Tekstur daging buah : 3. lembut, 5. sedang, 7. kasar 21. Mata buah : 3. datar, 5. semi datar, 7. menonjol. 117

139 118 Lampiran 2. Koefisien korelasi antar karakter kuantitatif pada 26 genotipe nenas koleksi plasma nutfah PKBT IPB. Karakter X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 Tinggi tanaman (X1) 1.00 Diameter tajuk (X2) 0.32* 1.00 Jumlah daun (X3) 0.50** Lebar daun (X4) ** Panjang daun (X5) ** Jumlah slips (X6) 0.51** ** * 1.00 Jumlah hapas (X7) Jumlah shoots (X8) * -0.36** Jumlah suckers (X9) ** 1.00 Umur berbunga (X10) Umur panen (X11) ** Panjang pedunkulus (X12) 0.45** * ** ** -0.34* 0.10 Diameter pedunkulus (X13) 0.33* * Bobot mahkota (X14) ** ** Jumlah spiral (X15) Diameter buah (X16) 0.33* * 0.29* * ** Panjang buah (X17) 0.39** ** Tebal daging buah (X18) * Diameter empulur (X19) * -0.38** Total asam (X20) * Kadar Vitamin.C (X21) Total padatan terlarut (X22) * -0.30* Bobot tanaman (X23) 0.51** 0.41** * 0.52** 0.48** * Bobot buah (X24) 0.34* 0.28* * ** Lampiran 2. (Lanjutan) Karakter X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 Umur panen (X11) 1.00 Panjang tangkai buah (X12) Diameter tangkai buah (X13) ** 1.00 Bobot mahkota (X14) ** Jumlah spiral (X15) Diameter buah (X16) ** 0.47** 0.45** 0.49** 1.00 Panjang buah (X17) ** 0.50** ** 0.74** 1.00 Tebal daging buah (X18) * 0.50** 0.37** 0.38** 0.58** 0.65** 1.00 Diameter empulur (X19) ** 0.39** 0.49** Total asam (X20) Kadar Vitamin C (X21) * 0.39** ** Total padatan terlarut (X22) ** ** Bobot tanaman (X23) ** * * 0.28* Bobot buah (X24) ** 0.54** 0.31* 0.62** 0.77** 0.80** 0.69** 0.60** Lampiran 2. (Lanjutan) Karakter X21 X22 X23 X24 Kadar Vitamin.C (X21) 1.00 Total padatan terlarut (X22) Bobot tanaman (X23) * 1.00 Bobot buah (X24)

140 Lampiran 3. Data biner dari 86 subkarakter fenotipik pada 30 hibrida dan tetuanya. Karakter Subkarakter Genotipe T1 T Duduk daun 1. Tegak Ramping terbuka Terbuka Warna daun 4. Hijau Hijau bercak kuning Hijau bercak merah Merah Letak duri 8. Duri sblm &dekat pakl Duri sblm atau dekat pkl Diseluruh tepi daun Tdk merata Tidak ada duri Warna duri 13. Kuning agak hijau Orange Kemerah-merahan Kekakuan 16. Lemah Sedang Kaku Warna 19. Hijau kuning corak merah kelopak 20. Merah Merah tua Merah muda keunguan Putih perak Warna petal 24. Keputih-putihan Putih-keunguan Bentuk Buah 26. Oval Lingkaran Kerucut Kerucut memanjang Piramid Selinder tipis memanjang Selinder tajam memanjang Bulat Reniform

141 119 Lampiran 3. (Lanjutan). Karakter Subkarakter Genotipe T1 T Warna buah 1. Perakhijau sebelum 2. Kehijau-hijauan matang 3. Kuning berbintik hijau Kuning pudar Kecoklat-coklatan Warna buah 6. Hijau sesudah 7. Perak hijau matang 8. Kuning bercorak hijau Hijau pudar Kuning terang Kuning emas Kuning/jingga tua kecoklatcoklatan Bentuk 14. Kerucut mahkota 15. Kubusmembujur Panjang berkerucut Daun 17. Tegak mahkota 18. Semi tegak Horisontal Warna mahkota Duri pada mahkota Karakter mahkota Orientasi spiral 20. Terkulai Kehijau-hijauan Hijau bercorak kuning Hijau bercorak merah Orange kemerahan Halus Duri di ujung Duri bergerigi tajam Berduri Normal Ganda Tunggal kecil Kiri Kanan Vertikal

142 120 Lampiran 3. (Lanjutan). Karakter Aroma Warna daging buah Tekstur daging buah Muka buah Genotipe Subkarakter T1 T Tidak ada lembut menyenangkan tajam putih kremterang krem kuningpucat kuning kuningemas kuningemasdalam orangenormalterang orangedalam lembut sedang kasar flat menonjol Semiflat

143 121 Lampiran 4. Data biner 105 pita DNA dari 12 primer RAPD pada 30 hibrida dan tetuanya. O P E 7 P rim er O P E 11 S B R 4 S B R 8 Pita G enotipe T1 T

144 122 Lampiran 4. (Lanjutan). Genotipe Primer Pita T T SBN `SBN SBH SBH

145 123 Lampiran 4. (Lanjutan). P rim er S B H 8 `S O B 1 S O B 2 S O B 3 G e n o tip e P ita T 1 T

146 124 Lampiran 5. Matriks koefisien kemiripan fenotipik (KF) antar 30 hibrida dan tetuanya T1 T2 H01 H02 H03 H04 H05 H06 H07 H08 H09 H10 H11 H12 H13 H14 H15 H16 H17 H18 H19 H20 H21 H22 H23 H24 H25 H26 H27 H28 H29 H30 T T H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H

147 125 Lampiran 6. Matriks koefisien kemiripan genetik (KG) antar 30 hibrida dan tetuanya

148 126 Lampiran 7. Matriks koefisien kemiripan data gabungan antar 30 hibrida dan tetuanya

149 128 Lampiran 8. Penampilan dan deskripsi hibrida nomor P01\09 kandidat nenas varietas unggul. BERITA RESMI PVT Pendaftaran Varietas Hasil Pemuliaan No. Publikasi : 025/BR/PVHP/8/2007 Tgl. Publikasi : 6 Agustus 2007 Nama Umum Spesies Nama Genus, Spesies, Author(s) Nama Varietas No. Pendaftaran Tanggal Pendaftaran : : : : : Nenas Ananas comosus L. Merr. V4 (P01\09) 25/PVHP/ Agustus 2007 Deskripsi Varietas Tinggi tanaman 74 cm, Diameter tajuk 135 cm, Jumlah daun 58, Lebar daun 6 cm, Panjang daun 71 cm, Umur berbunga 15.8 BST (Bulan Sesudah Tanam), Umur panen BST (Bulan Sesudah Tanam), Panjang tangkai buah 15,3 cm, Diameter tangkai buah 1,5 cm, Bobot buah 1250 gram, Bobot mahkota 180 gram, Jumlah spiral 12, Diameter buah (terlebar) 11,5 cm, Panjang buah 15,3 cm, Tebal daging buah 3 cm, Diameter empulur 2,8 cm, Kedalaman mata 5 mm, Tebal kulit buah 6 mm, Nilai TPT ( Brix) : 21,2 (Pangkal); 17,5 (Tengah) ; 15,2 (Ujung), ph : 4,07 (Pangkal); 3,79 (Tengah) ; 4,25 (Ujung), Total asam daging buah : 4,454 (Pangkal); 4,429 (Tengah) ; 4,580 (Ujung), Kadar vitamin C : 41,536 (Pangkal); 39,427 (Tengah) ; 40,265 (Ujung), Tepi daun tidak berduri, Warna buah matang kuning terang, Warna daging buah kuning emas. :Foto yang disebut dalam Deskripsi : 128

150 129 Lampiran 9. Penampilan dan deskripsi hibrida nomor P14\03 kandidat nenas varietas unggul. Nomor Hibrida : P14/03 Hasil Persilangan : LNPCBP x JBBMQH6 Deskripsi Varietas : Tinggi tanaman 70 cm, Diameter tajuk 152 cm, Jumlah daun 51, Lebar daun 5,5 cm, Panjang daun 95 cm, Umur berbunga 15.0 BST (Bulan Sesudah Tanam), Umur panen 18.8 BST (Bulan Sesudah Tanam), Panjang tangkai buah 18 cm, Diameter tangkai buah 3,50 cm, Bobot buah 1750gram, Bobot mahkota 240 gram, Jumlah spiral 13, Diameter buah 13,35 cm, Panjang buah 15.5 cm, Tebal daging buah 5,15 cm, Diameter empulur 3,15 cm, Kedalaman mata 5 mm, Nilai TPT ( Brix) : 19,3 (Pangkal); 18,1 (Tengah) ; 16,2 (Ujung), Total asam daging buah : (Pangkal); 1,926 (Tengah) ; 1,832 (Ujung), Kadar vitamin C : 35,904 (Pangkal); 42,240 (Tengah) ; 49,280 (Ujung), Tepi daun tidak berduri, Warna buah matang kuning dengan bercorak hijau, Warna daging buah kuning. Foto yang disebut dalam Deskripsi : 129

151 130 Lampiran 10. Penampilan dan deskripsi hibrida nomor P16\02 kandidat nenas varietas unggul. Nomor Hibrida : P16\02 Hasil Persilangan : JBSMSC3 x JBBMQH6 Deskripsi Varietas : Tinggi tanaman 88 cm, Diameter tajuk 182 cm, Jumlah daun 64, Lebar daun 6,20 cm, Panjang daun 119 cm, Umur berbunga 13.7 BST (Bulan Sesudah Tanam), Umur panen BST (Bulan Sesudah Tanam), Panjang tangkai buah 30 cm, Diameter tangkai buah 3,40 cm, Bobot buah 2230 gram, Bobot mahkota 170 gram, Jumlah spiral 12, Diameter buah 14,50 cm, Panjang buah 18.5 cm, Tebal daging buah 5,90 cm, Diameter empulur 2,90 cm, Kedalaman mata 9 mm, Nilai TPT( Brix) : (Pangkal); (Tengah) ; (Ujung),Total asam daging buah : 0,921 (Pangkal); 0,876 (Tengah) ; 1,462 (Ujung), Kadar vitamin C : 19,008 (Pangkal); 24,640 (Tengah) ; 19,712 (Ujung), Tepi daun tidak berduri, Warna buah matang kuning dengan bercorak hijau, Warna daging buah kuning. Foto yang disebut dalam Deskripsi : 130

152 131 Lampiran 11. Penampilan dan deskripsi hibrida nomor P01\19 kandidat nenas varietas unggul. BERITA RESMI PVT Pendaftaran Varietas Hasil Pemuliaan No. Publikasi : 026/BR/PVHP/8/2007 Tgl. Publikasi : 6 Agustus 2007 Nama Umum Spesies : Nenas Nama Genus, Spesies, Author(s) : Ananas comosus L. Merr. Nama Varietas : V49 (P01\19) No. Pendaftaran : 26/PVHP/2007 Deskripsi Varietas : Tinggi tanaman 71 cm, Diameter tajuk 131 cm, Jumlah daun 46, Lebar daun 5,35 cm, Panjang daun 80 cm, Umur berbunga 17.7 BST (Bulan Sesudah Tanam), Umur panen 20.1 BST (Bulan Sesudah Tanam), Umur panen 649 hst, Panjang tangkai buah 24 cm, Diameter tangkai buah 2,21 cm, Bobot buah 970 gram, Bobot mahkota 60 gram, Jumlah spiral 15, Diameter buah 9,73 cm, Panjang buah 16 cm, Tebal daging buah 4,19 cm, Diameter empulur 2,10 cm, Kedalaman mata 7 mm, Nilai TPT ( Brix) : 22,1 (Pangkal); 21,5 (Tengah) ; 19,8 (Ujung), Total asam daging buah : 0,807 (Pangkal); 0,996 (Tengah) ; 1,122 (Ujung), Kadar vitamin C : 24,640 (Pangkal); 26,048 (Tengah) ; 25,344 (Ujung), Tepi daun tidak berduri, Warna buah matang kuning dengan bercorak hijau, Warna daging buah kuning. Foto yang disebut dalam Deskripsi : 131

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan salah satu tanaman buah tropika penting ketiga setelah pisang dan mangga, yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan mempunyai kandungan

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN PENGEMBANGAN KRITERIA SELEKSI BAGI PEMULIAAN NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DI INDONESIA MUHAMMAD ARIF NASUTION

ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN PENGEMBANGAN KRITERIA SELEKSI BAGI PEMULIAAN NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DI INDONESIA MUHAMMAD ARIF NASUTION ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN PENGEMBANGAN KRITERIA SELEKSI BAGI PEMULIAAN NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DI INDONESIA MUHAMMAD ARIF NASUTION SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS MULTIVARIATE DAN SELEKSI NENAS HASIL PERSILANGAN QUEEN DENGAN SMOOTH CAYENNE KOLEKSI PKBT UNTUK PERBAIKAN HASIL DAN MUTU BUAH

ANALISIS MULTIVARIATE DAN SELEKSI NENAS HASIL PERSILANGAN QUEEN DENGAN SMOOTH CAYENNE KOLEKSI PKBT UNTUK PERBAIKAN HASIL DAN MUTU BUAH ANALISIS MULTIVARIATE DAN SELEKSI NENAS HASIL PERSILANGAN QUEEN DENGAN SMOOTH CAYENNE KOLEKSI PKBT UNTUK PERBAIKAN HASIL DAN MUTU BUAH Abstrak Program hibridisasi telah dimulai tahun 2003 di PKBT IPB Bogor.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Nenas (Ananas comosus (L) Merr) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai manfaat ganda, baik sebagai makanan segar, bahan industri makanan seperti pizza, rempah,

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i ABSTRACT ERNI SUMINAR. Genetic Variability Induced

Lebih terperinci

RESPON SELEKSI PADA 12 GENOTIPE KEDELAI MELALUI SELEKSI LANGSUNG DAN SIMULTAN SKRIPSI

RESPON SELEKSI PADA 12 GENOTIPE KEDELAI MELALUI SELEKSI LANGSUNG DAN SIMULTAN SKRIPSI RESPON SELEKSI PADA 12 GENOTIPE KEDELAI MELALUI SELEKSI LANGSUNG DAN SIMULTAN SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Strata Satu (S1) Program Studi Agronomi

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : DINI RIZKITA PULUNGAN 110301079 / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA 060307012 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 EVALUASI

Lebih terperinci

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 i SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

Lebih terperinci

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT SKRIPSI KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT Oleh: Fitri Yanti 11082201730 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

KARAKTERISASI TIGA GENOTIPE NENAS cv. QUEEN (Ananas comosus L. Merr) DI KECAMATAN TAMBANG

KARAKTERISASI TIGA GENOTIPE NENAS cv. QUEEN (Ananas comosus L. Merr) DI KECAMATAN TAMBANG SKRIPSI KARAKTERISASI TIGA GENOTIPE NENAS cv. QUEEN (Ananas comosus L. Merr) DI KECAMATAN TAMBANG Oleh: Juni Safitri 11082200327 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENAMPILAN MORFOFISIOLOGI AKAR BEBERAPA HASIL PERSILANGAN (F1) JAGUNG (Zea mays L.) PADA DUA MEDIA TANAM DI RHIZOTRON SKRIPSI OLEH:

PENAMPILAN MORFOFISIOLOGI AKAR BEBERAPA HASIL PERSILANGAN (F1) JAGUNG (Zea mays L.) PADA DUA MEDIA TANAM DI RHIZOTRON SKRIPSI OLEH: PENAMPILAN MORFOFISIOLOGI AKAR BEBERAPA HASIL PERSILANGAN (F1) JAGUNG (Zea mays L.) PADA DUA MEDIA TANAM DI RHIZOTRON SKRIPSI OLEH: DESY MUTIARA SARI/120301079 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) SKRIPSI Oleh : FIDELIA MELISSA J. S. 040307013 / BDP PET PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas penting kedua dalam ekonomi tanaman pangan di Indonesia setelah padi/beras. Akan tetapi dengan berkembang pesatnya industri peternakan, dimana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIPE TANAMANROSELLA(Hibiscus SabdariffaL.). GENERASI M2 HASIL IRIDIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH:

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIPE TANAMANROSELLA(Hibiscus SabdariffaL.). GENERASI M2 HASIL IRIDIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH: KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIPE TANAMANROSELLA(Hibiscus SabdariffaL.). GENERASI M2 HASIL IRIDIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH: AMALUDDIN SYAHPUTRA 130301037 AGROEKOTEKNOLOGI / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN GENETIK NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) HASIL PERSILANGAN BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI DAN RAPD

STUDI KERAGAMAN GENETIK NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) HASIL PERSILANGAN BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI DAN RAPD STUDI KERAGAMAN GENETIK NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) HASIL PERSILANGAN BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI DAN RAPD Abstrak Tiga puluh genotipe nenas hibrida dan tetuanya Queen dan Smooth Cayenne dari Pusat

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Penanda Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Penanda Morfologi 36 HSIL DN PEMHSN nalisis Penanda Morfologi Penanda morfologi meliputi karakter bentuk, ukuran, warna untuk daun dan buah. Variasi kedudukan daun terlihat pada posisi tegak, terbuka dan terkulai. Letak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Pepaya (Carica papaya L.) termasuk dalam famili Caricaceae dan genus Carica. Famili Caricaceae ini terdiri dari empat genus yaitu Carica, Jarilla dan Jacaratial yang

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN TETUA BETINA IRR 111 DENGAN BEBERAPA TETUA JANTAN TAHUN PADA TANAMAN KARET

SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN TETUA BETINA IRR 111 DENGAN BEBERAPA TETUA JANTAN TAHUN PADA TANAMAN KARET SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN TETUA BETINA IRR 111 DENGAN BEBERAPA TETUA JANTAN TAHUN 2006-2008 PADA TANAMAN KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) SKRIPSI OLEH : SULVIZAR MUSRANDA / 100301155

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK HARAPAN POPULASI F2 PADA TANAMAN CABAI BESAR (Capsicum annuum L.)

HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK HARAPAN POPULASI F2 PADA TANAMAN CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK HARAPAN POPULASI F2 PADA TANAMAN CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) HERITABILITY AND GENETIC GAINS OF F2 POPULATION IN CHILLI (Capsicum annuum L.) Zuri Widyawati *), Izmi

Lebih terperinci

MORFOLOGI TANAMAN DURIAN (Durio zibethinus Murr.) KULTIVAR BELIMBING

MORFOLOGI TANAMAN DURIAN (Durio zibethinus Murr.) KULTIVAR BELIMBING SKRIPSI MORFOLOGI TANAMAN DURIAN (Durio zibethinus Murr.) KULTIVAR BELIMBING Oleh: Rizky Ari Setiawan 11082100056 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar

I. PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar dan banyak dimanfaatkan oleh manusia. Tanaman ini dapat dikonsumsi segar sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) MUHAMMAD IQBAL SYUKRI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH:

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: Dinda Marizka 060307029/BDP-Pemuliaan Tanaman PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

SELEKSI NENAS HASIL PERSILANGAN CAYENNE DENGAN QUEEN DI JATINANGOR

SELEKSI NENAS HASIL PERSILANGAN CAYENNE DENGAN QUEEN DI JATINANGOR SELEKSI NENAS HASIL PERSILANGAN CAYENNE DENGAN QUEEN DI JATINANGOR Neni Rostini, Citra Bakti, dan Syaiful Mubarok Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran ABSTRAK Seleksi terhadap hasil

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER TANAMAN KEDELAI HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M 2

EVALUASI KARAKTER TANAMAN KEDELAI HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M 2 EVALUASI KARAKTER TANAMAN KEDELAI HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M 2 HENRY ARDIANSYAH SIPAHUTAR 060307024 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG SKRIPSI Oleh Dheska Pratikasari NIM 091510501136 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

il-iap (Cucumis melo L.) HASIL RAKITAN PUSAT KAJIAN BUAH-BUAHAN TROPIKA (PKBT) IPB PADA DUA MUSIM

il-iap (Cucumis melo L.) HASIL RAKITAN PUSAT KAJIAN BUAH-BUAHAN TROPIKA (PKBT) IPB PADA DUA MUSIM il-iap %@b %@F UJI STABlLlTAS TUJUH HlBRlDA HARAPAN MELON (Cucumis melo L.) HASIL RAKITAN PUSAT KAJIAN BUAH-BUAHAN TROPIKA (PKBT) IPB PADA DUA MUSIM PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENlH FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH :

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : HENDRI SIAHAAN / 060307013 BDP PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PERAKITAN VARIETAS SALAK :

PERAKITAN VARIETAS SALAK : PERAKITAN VARIETAS SALAK : SARI INTAN 48 : SK Mentan No.3510/Kpts/SR.120/10/2009 SARI INTAN 541 : SK Mentan No.3511/Kpts/SR.120/10/2009 SARI INTAN 295 : SK Mentan No.2082/Kpts/SR.120/5/2010 KERJASAMA ANTARA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN STUMP KARET PADA BERBAGAI KEDALAMAN DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM SKRIPSI OLEH : JENNI SAGITA SINAGA/ AGROEKOTEKNOLOGI-BPP

PERTUMBUHAN STUMP KARET PADA BERBAGAI KEDALAMAN DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM SKRIPSI OLEH : JENNI SAGITA SINAGA/ AGROEKOTEKNOLOGI-BPP PERTUMBUHAN STUMP KARET PADA BERBAGAI KEDALAMAN DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM SKRIPSI OLEH : JENNI SAGITA SINAGA/100301085 AGROEKOTEKNOLOGI-BPP PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

NARWIYAN AET PEMULIAAN TANAMAN

NARWIYAN AET PEMULIAAN TANAMAN SEBARAN NORMAL KARAKTER-KARAKTER PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HASIL PERSILANGAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) VARIETAS ANJASMORO DENGAN GENOTIPA KEDELAI TAHAN SALIN PADA F2 SKRIPSI OLEH : NARWIYAN

Lebih terperinci

DESKRIPSI VARIETAS BARU

DESKRIPSI VARIETAS BARU PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DESKRIPSI VARIETAS BARU Kepada Yth.: Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Kantor Pusat Deprtemen Pertanian, Gd. E, Lt. 3 Jl. Harsono RM No. 3, Ragunan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

HUBUNGAN TRANSPIRASI DENGAN HASIL DAN RENDEMEN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) CHARLES YULIUS BORA

HUBUNGAN TRANSPIRASI DENGAN HASIL DAN RENDEMEN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) CHARLES YULIUS BORA HUBUNGAN TRANSPIRASI DENGAN HASIL DAN RENDEMEN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) CHARLES YULIUS BORA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tersebar ke seluruh penjuru dunia, terutama di sekitar daerah khatulistiwa yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. tersebar ke seluruh penjuru dunia, terutama di sekitar daerah khatulistiwa yaitu II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Klasifikasi Tanaman Nenas Nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan tanaman buah yang berasal dari Amerika tropis yaitu Brazil, Argentina dan Peru. Tanaman nenas telah tersebar

Lebih terperinci

Siti Noorrohmah, Sobir, Sriani Sujiprihati 1)

Siti Noorrohmah, Sobir, Sriani Sujiprihati 1) Keragaan Morfologi dan Kualitas Buah Pepaya Di Empat Lokasi di Wilayah Bogor pada Dua Musim (Morphological Performance and Fruit Quality of Papaya on Four Locations at Bogor Areas in Two Seasons) Siti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 16 PENDAHULUAN Latar Belakang Nenas (Ananas comosus (L) Merr) di Indonesia merupakan salah satu tanaman buah tropika penting ketiga setelah pisang dan jeruk (BPS 2010). Produksi nenas di Indonesia pada

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

Hajroon Jameela *), Arifin Noor Sugiharto dan Andy Soegianto

Hajroon Jameela *), Arifin Noor Sugiharto dan Andy Soegianto KERAGAMAN GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER KOMPONEN HASIL PADA POPULASI F2 BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) HASIL PERSILANGAN VARIETAS INTRODUKSI DENGAN VARIETAS LOKAL GENETIC VARIABILITY AND HERITABILITY

Lebih terperinci

SIMULASI UJI BUSS (BARU, UNIK, SERAGAM, STABIL) TIGA VARIETAS NENAS (Ananas comosus L. Merr) Oleh Efi Mulyati A

SIMULASI UJI BUSS (BARU, UNIK, SERAGAM, STABIL) TIGA VARIETAS NENAS (Ananas comosus L. Merr) Oleh Efi Mulyati A SIMULASI UJI BUSS (BARU, UNIK, SERAGAM, STABIL) TIGA VARIETAS NENAS (Ananas comosus L. Merr) Oleh Efi Mulyati A34404022 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR RAHMI YUNIANTI 1 dan SRIANI SUJIPRIHATI 2 1 Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Pascasarjana,

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

STABILITAS DAN ADAPTABILITAS SEPULUH GENOTIPE KEDELAI PADA DUA BELAS SERI PERCOBAAN DENGAN METODE PERKINS & JINKS

STABILITAS DAN ADAPTABILITAS SEPULUH GENOTIPE KEDELAI PADA DUA BELAS SERI PERCOBAAN DENGAN METODE PERKINS & JINKS STABILITAS DAN ADAPTABILITAS SEPULUH GENOTIPE KEDELAI PADA DUA BELAS SERI PERCOBAAN DENGAN METODE PERKINS & JINKS TESIS Oleh AGUS SULISTYONO NIM : 031520101002 PROGRAM STUDI AGRONOMI PROGRAM PASCA SARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK FEBRIANI BANGUN 060307025 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN GENETIK DAN SELEKSI GENOTIPE S5 KACANG HIJAU (Vigna radiata) MENUJU KULTIVAR BERDAYA HASIL TINGGI DAN SEREMPAK PANEN

KAJIAN GENETIK DAN SELEKSI GENOTIPE S5 KACANG HIJAU (Vigna radiata) MENUJU KULTIVAR BERDAYA HASIL TINGGI DAN SEREMPAK PANEN Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian Agrin, Vol.11 No. 1, April 007 KAJIAN GENETIK DAN SELEKSI GENOTIPE S5 KACANG HIJAU (Vigna radiata) MENUJU KULTIVAR BERDAYA HASIL TINGGI DAN SEREMPAK PANEN Genetic

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA ALLEN WIJAYA 070301024 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani ubikayu: taksonomi dan morfologi Dalam sistematika tumbuhan, ubikayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Ubikayu berada dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman berkaitan erat dengan proses seleksi. Seleksi hanya dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya C. baccatum, C. pubescent,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman asli dari daerah tropis Amerika yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae (Heller 1996). Di Indonesia, jarak pagar dapat

Lebih terperinci

KEMAMPUAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) DI LAHAN GAMBUT

KEMAMPUAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) DI LAHAN GAMBUT SKRIPSI KEMAMPUAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) DI LAHAN GAMBUT Oleh: Julianti 11082201605 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

RESPON KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP KONSENTRASI GARAM NaCl SECARA IN VITRO

RESPON KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP KONSENTRASI GARAM NaCl SECARA IN VITRO RESPON KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP KONSENTRASI GARAM NaCl SECARA IN VITRO S K R I P S I OLEH : JUMARIHOT ST OPS 040307037 BDP-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada penelitian F 5 hasil persilangan Wilis x B 3570 ini ditanam 15 genotipe terpilih dari generasi sebelumnya, tetua Wilis, dan tetua B 3570. Pada umumnya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PULPA KAKAO UNTUK MEMPRODUKSI ASAM ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI DAN AERASI MARGARETHA HAUMASSE

PEMANFAATAN PULPA KAKAO UNTUK MEMPRODUKSI ASAM ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI DAN AERASI MARGARETHA HAUMASSE PEMANFAATAN PULPA KAKAO UNTUK MEMPRODUKSI ASAM ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI DAN AERASI MARGARETHA HAUMASSE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung yang merupakan sumber protein utama bagi masyarakat. Pemanfaatan

Lebih terperinci

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing NIP NIP Mengetahui : Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing NIP NIP Mengetahui : Ketua Program Studi Agroekoteknologi Judul : Seleksi Individu M3 Berdasarkan Karakter Umur Genjah dan Produksi Tinggi Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Nama : Yoke Blandina Larasati Sihombing NIM : 100301045 Program Studi : Agroekoteknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki kawasan hutan tropika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis Leguminosa yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU

FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU Kepada Yth.: Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Gd. E, Lt. 3 Jl. Harsono RM No. 3, Ragunan, Jakarta

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS TOMAT (Lycopersicum esculentum L.) DATARAN RENDAH TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK SKRIPSI.

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS TOMAT (Lycopersicum esculentum L.) DATARAN RENDAH TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK SKRIPSI. RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS TOMAT (Lycopersicum esculentum L.) DATARAN RENDAH TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK SKRIPSI Oleh : ALI ZAINAL ABIDIN/080307049 PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman asli Amerika tropis yang dibawa ke Kepulauan Karibia dan Asia Tenggara semasa penjajahan Spanyol pada abad ke-16.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl SKRIPSI OLEH: DEWI MARSELA/ 070301040 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)

EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) SKRIPSI Oleh: SERI WATI SEMBIRING 050307003 / BDP-PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH : SARWITA LESTARI PANJAITAN 110301064/BUDIDAYA

Lebih terperinci

SELEKSI DUA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) PADA TANAH SALIN

SELEKSI DUA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) PADA TANAH SALIN SELEKSI DUA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) PADA TANAH SALIN SKRIPSI Oleh: RICHA SILVIA 070307013 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : NAZRIAH PRATIWI / AGROEKOTEKNOLOGI PEMULIAAN TANAMAN

SKRIPSI. Oleh : NAZRIAH PRATIWI / AGROEKOTEKNOLOGI PEMULIAAN TANAMAN IDENTIFIKASI KARAKTER MORFOLOGIS DAN HUBUNGAN KEKERABATAN BEBERAPA GENOTIPE DURIAN (Durio zibethinus Murr) DI KECAMATAN TIGALINGGA DAN PEGAGAN HILIR KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : NAZRIAH

Lebih terperinci