EFEK JARAK DARI HUTAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SERANGGA ISMI ARSILAH RAHMAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEK JARAK DARI HUTAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SERANGGA ISMI ARSILAH RAHMAWATI"

Transkripsi

1 EFEK JARAK DARI HUTAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SERANGGA ISMI ARSILAH RAHMAWATI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 207

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efek Jarak dari Hutan terhadap Keanekaragaman Serangga adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 207 Ismi Arsilah Rahmawati NIM E

4 ABSTRAK ISMI ARSILAH RAHMAWATI. Efek Jarak dari Hutan terhadap Keanekaragaman Serangga. Dibimbing oleh NOOR FARIKHAH HANEDA. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis jenis serangga pada setiap ekosistem yang berbeda, menjelaskan kelimpahan, kekayaan, kesamarataan, dan kesamaan jenis serangga pada setiap ekosistem dengan jarak yang berbeda dari hutan, menjelaskan pengaruh perbedaan karakteristik ekosistem terhadap keanekaragaman serangga. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Runtu, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kota Waringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah dengan metode pitfall trap dan malaise trap dan dilakukan identifikasi serangga di Laboratorium Entomologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian penelitian secara keseluruhan ditemukan sebanyak individu serangga yang termasuk dalam 8 ordo, 87 famili, dan 2 morfospesies. Kelimpahan serangga tertinggi pada ekosistem ecotone sedangkan kesamaan jenis tertinggi pada ekosistem sawit 7 tahun jarak meter dari hutan dan sawit 8 tahun jarak meter dari hutan Kata kunci: Desa Runtu, ekosistem ecotone, ekosistem kelapa sawit, keanekaragaman serangga tanah ABSTRACT ISMI ARSILAH RAHMAWATI. Effect of Forest Againts Insect Diversity. Supervised by NOOR FARIKHAH HANEDA. This study aims to identify the types of insects, abundance, richness, evennes, and the similarity of insect in every ecosystem with different distances and also to describe different characteristics of ecosystems impact to insect diversity. This research was conducted in Runtu village, South Arut, District of West Kotawaringin West, Central Kalimantan province. Pitfall traps and malaise trap methods were used to identify insects in Forest Entomology Laboratory, Department of Silviculture, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University. This study has found that individual insects are included in 8 orders, 87 families, and 2 morphospecies. The highest abundance of insects was occurred in ecotone while highest similarity was occurred in 7 years of oil palm ecosystem situated meters from forest area and 8 years oil palm ecosystem situated meters from the forest area. Keywords: Ecotone ecosystem, insect diversity, oil palm ecosystem, Runtu village.

5 EFEK JARAK DARI HUTAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SERANGGA ISMI ARSILAH RAHMAWATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 207

6

7

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan judul Efek Jarak dari Hutan terhadap Keanekaragaman Serangga. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Noor Farikhah Haneda, MSi selaku pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Syapei dan Ibu Dede yang telah membesarkan dan membimbing dengan penuh cinta dan kasih sayang, serta kepada Qirom, Raja, Ikral dan kepada keluarga besar penulis yang telah membantu dukungan semangat dan doa yang tulus kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Gusti dan Mela, rekan rekan Silvikultur dan Fahutan 49, keluarga Pondok Inspirasi yang telah membantu memberikan dukungan doa dan semangat. Terima kasih pula kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu menyelesaikan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermannfaat. Bogor, Maret 207 Ismi Arsilah Rahmawati

9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii iii iii PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE PENELITIAN 2 Waktu dan Tempat 2 Alat dan Bahan 2 Prosedur 2 Pengolahan Data 5 HASIL 7 Serangga Tanah 7 Serangga di Atas Tanah 0 Kekayaan, Keragaman, dan Kemertaan Serangga Tanah 3 Indeks Kesamaan Jenis 3 Korelasi Kelimpahan Serangga dengan Karakteristik Habitat 4 PEMBAHASAN 5 Kelimpahan dan Komposisi Serangga 5 Keanekaragaman Serangga 6 Hubungan Kelimpahan Serangga dengan Faktor Lingkungan 7 SIMPULAN DAN SARAN 8 Simpulan 8 Saran 8 DAFTAR PUSTAKA 9 LAMPIRAN 2 RIWAYAT HIDUP 38

10 DAFTAR TABEL Jumlah individu yang tertangkap pada empat ekosistem 3 2 Indeks kekayaan (DMg), indeks keragaman (H ), indeks kemerataan (E) pada empat ekosistem 3 3 Indeks kesamaan jenis pada empat ekosistem 4 4 Nilai korelasi serangga dengan karakteristik habitat 4 DAFTAR GAMBAR Sketsa pitfall trap 3 2 Peletakan pitfall trap 3 3 Peletakan malaise trap 4 4 Komposisi serangga dengan metode pitfall trap di ekosistem ecotone 7 5 Komposisi serangga dengan metode pitfall trap di ekosistem sawit berumur 8 tahun berjarak m dari hutan 8 6 Komposisi serangga dengan metode pitfall trap di ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan 9 7 Komposisi serangga dengan metode pitfall trap di ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan 9 8 Komposisi serangga dengan metode malaise trap di ekosistem ecotone 0 9 Komposisi serangga dengan metode malaise trap di ekosistem sawit berumur 8 tahun berjarak m dari hutan 0 Komposisi serangga dengan metode malaise trap di ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan 2 Komposisi serangga dengan metode malaise trap di ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan 2 DAFTAR LAMPIRAN Lokasi Penelitian 2 2 Komposisi serangga dengan metode pitfall trap di ekosistem ecotone 22 3 Komposisi serangga dengan metode pitfall trap di ekosistem sawit berumur 8 tahun berjarak m dari hutan 24 4 Komposisi serangga dengan metode pitfall trap di ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan 26 5 Komposisi serangga dengan metode pitfall trap di ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan 26 6 Komposisi serangga dengan metode malaise trap di ekosistem ecotone 28 7 Komposisi serangga dengan metode malaise trap di ekosistem sawit berumur 8 tahun berjarak m dari hutan 30 8 Komposisi serangga dengan metode malaise trap di ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan 33 9 Komposisi famili dengan metode malaise trap di ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan 35

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan sedangkan kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Salah satu fungsi ekologi hutan adalah hidroorologi, yaitu pengaturan air tanah dan perlindungan tanah terhadap erosi. Tutupan hutan juga memiliki peran penting dalam menyerap karbondioksida dari atmosfir untuk melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Kerusakan hutan berdampak pada rusaknya lingkungan di berbagai tempat di Indonesia, seperti longsor, banjir, dan efek rumah kaca yang mengakibatkan suhu meningkat. Kerusakan hutan cenderung disertai dengan menurunnya tutupan hutan akibat peralihan fungsi hutan (deforestasi), baik untuk pemukiman penduduk maupun untuk perluasan areal pertanian dan perkebunan (Jusmaliani 2008). Alih fungsi lahan hutan adalah perubahan fungsi pokok hutan menjadi kawasan non hutan seperti, pemukiman, areal pertanian dan perkebunan. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-fungsikan menjadi lahan usaha lain (Widianto et al. 2003). Alih fungsi lahan umumnya digunakan untuk areal perkebunan seperti kelapa sawit. Departemen Kehutanan semakin banyak mengeluarkan izin alih fungsi kawasan hutan untuk perkebunan seluas 6.7 juta ha sampai dengan tahun 997. Pengalihan fungsi hutan untuk penggunaan lain sudah terbukti sebagai ancaman terhadap keberadaan wilayah hutan termasuk serangga yang ada di dalamnya. Serangga dijadikan sebagai indikator biologi untuk penilaian terhadap perubahan ekosistem, serangga merupakan aspek yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Serangga merupakan organisme yang banyak ditemukan dengan beragam jenisnya di dunia dan masih belum banyak dari keberagamannya yang terdeskripsikan secara jelas, bahkan belum adanya inventarisasi dasar status keberadaannya. Masih sangat sedikit inventarisasi serangga berhubungan dengan data tentang distribusi serangga, melaporkan mengenai keberadaannya dalam suatu area apakah ada yang jarang, terganggu, atau adanya spesies yang amat penting secara ekologi, adanya spesies baru atau adanya spesies yang hanya dapat ditemukan di ekosistem tertentu. Kajian atau pengetahuan tentang keanekaragaman serangga dalam suatu area dapat memberikan informasi yang berguna untuk perencanaan konservasi. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan peranan hutan sebagai sumber keanekaragaman serangga dengan membandingkan empat ekosistem. Lokasi yang dipilih ialah areal perkebunan kelapa sawit Desa Runtu, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat.

12 2 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah:. Menghitung nilai kekayaan, keanekaragaman, kemerataan, dan kesamaan jenis serangga pada setiap ekosistem di habitat dengan jarak yang berbeda. 2. Mengetahui pengaruh perbedaan karakteristik ekosistem terhadap keanekaragaman serangga. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang Keanekaragaman Serangga pada Empat Ekosistem di Desa Runtu, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 204 untuk pengambilan sampel serangga di lapangan dan bulan Februari Oktober 205 untuk identifikasi serangga, berlokasi di areal perkebunan kelapa sawit Desa Runtu, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah dan Laboratorium Entomologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, sampel serangga hasil pengambilan di areal perkebunan kelapa sawit dengan jarak yang berbeda, alkohol 70 %, perangkap pitfall, perangkap malaise trap, gelas plastik, kapas, skop kecil, mikroskop, cawan petri, pinset, botol film, penyaring, kamera, laptop, sarung tangan, mistar / penggaris 50 cm, pita ukur, cangkul, bak plastik, tali rafia, kertas label, tally sheet, kalkulator, patok kayu, GPS dan buku identifikasi serangga. Pengukuran Sampel Serangga Prosedur Pengukuran keragaman serangga di areal perkebunan kelapa sawit menggunakan metode transek garis (Transect Line Plot) melalui sistem sampling terhadap contoh populasi dengan menggunakan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati tiap tipe penggunaan lahan. Penelitian dilakukan pada

13 3 empat ekosistem (Lampiran ) yaitu (a) ekosistem ecotone, (b) ekosistem sawit berumur 8 tahun berjarak m dari hutan, (c) ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan, (d) ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan, masing masing ekosistem dibuat 5 transek sehingga banyaknya transek yang dibuat yaitu 20 transek dengan panjang tiap transek km. Pengambilan serangga menggunakan metode pitfall trap atau perangkap jebak dan metode malaise trap. Metode ini menggunakan perangkap dari gelas plastik berdiameter 7 cm dan tinggi 0 cm yang diisi dengan 25 ml larutan air sabun untuk mengurangi tegangan permukaan sehingga serangga yang terperangkap, tenggelam dan mati. Pitfall di tanam sedalam 0 cm, setiap transek dibuat dengan 4 subplot berukuran x m dan pada setiap subplot dilakukan pemasangan trap sebanyak 5 trap sehingga diperoleh 20 botol koleksi serangga pada setiap transek. Sketsa pitfall trap terlihat pada Gambar. Peletakan pitfall trap pada setiap plot terlihat pada Gambar 2. Gambar Sketsa pitfall trap Gambar 2 Peletakan pitfall trap pada setiap plot Malaise trap merupakan perangkap yang digunakan untuk menangkap serangga yang berada diatas pemukaan tanah. Metode malaise trap dilakukan

14 4 pada 2 transek, (a) ekosistem ecotone, (b) ekosistem sawit berumur 8 tahun berjarak m dari hutan, (c) ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan, (d) ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan, masing masing ekosistem dibuat 3 transek. Metode malaise trap menggunakan jaring yang bisa dibuat seperti rumah dengan memberi alkohol untuk perangkapnya. Jaring tersebut diikatkan pada pohon tempat pengamatan atau diikatkan pada tiang, kemudian dibentangkan sehingga membentuk menyerupai rumah atau tenda. Posisi botol yang berisi alkohol sebagai perangkap ditempatkan pada posisi dengan ketinggian yang lebih tinggi, sehingga serangga terdorong kearah yang lebih tinggi dan terperangkap ke dalam alkohol. Peletakkan malaise trap terlihat pada Gambar 3 Pengukuran Karakteristik Habitat Gambar 3 Peletakkan malaise trap Pengukuran karakteristik habitat dilakukan untuk mengetahui hubungan karakteristik habitat dengan keanekaragaman serangga. Karakteristik habitat yang dikaji adalah suhu tanah, suhu udara, kelembaban udara dan kerapatan tajuk. Suhu tanah Pengukuran suhu tanah dilakukan dengan menggunakan termometer tanah dengan cara memasukkan termometer tanah tersebut kurang lebih 0 cm dari permukaan tanah kemudian dibaca langsung angka yang tertera setelah mencapai nilai konstan 2. Suhu udara Pengukuran suhu udara dilakukan dengan menggunakan termometer. Pengamatan dilakukan sebanyak 3 kali setiap 5 menit. 3. Kelembaban udara Pengukuran kelembaban udara di peroleh melalui pengukuran suhu udara dengan termometer bola basah dan kering. 4. Kerapatan tajuk Pengukuran kerapatan tajuk menggunakan alat bernama densiometer. Densiometer memiliki 25 kotak persegi dan masing masing

15 5 memiliki skor 0 4. Skala pada densiometer berkisar antara 0 (0 x 25) hingga 00 (4 x 25) selanjutnya dikelompokkan kembali menjadi 5 kelompok yaitu kelompok 0 dengan skor 0, kelompok dengan skor 25, kelompok 2 dengan skor 26 50, kelompok 3 dengan skor 5-75 dan kelompok 4 dengan skor Semakin tinggi skor penutupan tajuk, semakin rendah intensitas yang masuk hingga ke lantai hutan. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan melihat keanekaragman serangga. Analisi yang dilakukan adalah analisis indeks kekayaan spesies Margalef (Richness Index), indeks keanekaragaman Shanon- Wiener (Diversity Index), indeks kemerataan Pielou (Eveness Index) dan indeks kesamaan jenis. Kelimpahan Kelimpahan serangga yang dihitung adalah jumlah ordo, jumlah famili, jumlah morfospesies dan jumlah individu di empat ekosistem. Nilai kekayaan spesies Margalef (Richness Index) Nilai kekayaan spesies Margalef digunakan untuk mengetahui keanekaragaman spesies berdasarkan jumlah spesies pada suatu ekosistem. Nilai kekayaan spesies Margalef dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut: Keterangan : DMg = indeks kekayaan Margalef S = jumlah spesies yang ditemukan N = jumlah individu seluruh spesies g ( ) ln Nilai keanekaragaman Shanon Wiener (Diversity Index) Nilai keanekaragaman spesies merupakan nilai yang mengkombinasikan antara kekayaan spesies dan kemerataan spesies. Indeks yang digunakan adalah indeks keanekaragaman Shanon Wiener dengan rumus berikut: H Keterangan: H indeks keanekaragaman spesies Shanon- Wiener Ni = jumlah individu spesies ke- N = jumlah individu seluruh spesies i

16 6 Nilai kemerataan Pielou (Evenness Index) Indeks kemerataan pielou digunakan untuk menentukan proporsi kelimpahan setiap spesies. Indeks kemerataan Pielou dunyatakan dengan rumus: H E ln Keterangan : E = indeks kemerataan Pielou S = jumlah spesies yang ditemukan H indeks keanekaragaman spesies Shanon- Wiener Indeks kesamaan jenis (indeks Sorenson) IS = 2 C A+B Keterangan IS = indeks Sorenson A = jumlah jenis di lokasi a B = jumlah jenis di lokasi b C = jumlah jenis yang sama pada dua unit contoh yang dibandingkan (Magurran 998) Korelasi kelimpahan serangga dengan habitat (Pearson Product Moment) Rumus yang digunakan untuk menghitung korelassi Pearson adalah sebagai berikut (Pearson Product Moment): r n } } Keterangan: N = Banyaknya pasangan data x dan y Σx Total jumlah dari variabel x Σy Total jumlah dari variabel y Σx₂ = Kuadrat dari total jumlah variabel x Σx₂ = Kuadrat dari total jumlah variabel y Σxy Hasil perkalian dari total jumlah variabel x dan variabel y

17 7 HASIL Serangga Tanah Metode pitfall trap Metode pitfall trap digunakan untuk mengamati serangga tanah. Berdasarkan identifikasi pada empat ekosistem ditemukan individu serangga sebanyak individu yang termasuk dalam 2 morfospesies, 87 famili dan 8 ordo. Formicidae merupakan famili dengan total individu paling banyak dalam penelitian ini yaitu 2 93 individu, diikuti Famili Voctuidae sebanyak 7 individu. Famili Formicidae yang paling banyak ditemukan terdapat pada dua subfamili yaitu Myrmicinae dan Ponerinae. Ordo yang ditemukan pada ekosistem ecotone yaitu Hymenoptera, Coleoptera, Diptera, Orthoptera, Hemiptera, Entomobryomorpha, Aranea, Dermaptera dan Isopoda. Famili yang dominan pada ekosistem ini adalah Famili Formicidae sebanyak 88 individu (Lampiran 2). Famili yang paling sedikit ditemukan yaitu jenis Allydidae, Cerambycidae, Cicandellidae, Cerinnidae, Curculionidae, Dolichopedidae, Elateridae, Hemiptera, Isotomidae, Lymphiidae, Scarabaeidae, Scelionidae, Sciaridae, Scolopendridae, Tetrigidae, dan Tipulidae yang masing masing berjumlah individu. Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem ecotone terlihat pada Gambar Jumlah individu Gambar 4 Komposisi serangga tanah berdasarkan familidi ekosistem ecotone. Alydidae anisolabi anthicidae Blattidae byturidae Ceramby Chrysom Cicandel Coleoptera Corinnidae Curculio Cydnidae olichop drosophil Elateridae Entomob Ephydridae Forficuli formicidae grillidae hemiptera Hymeno Isotomidae Lycosidae Lygiidae Lyniphii miridae mordellidae oonopidae aronelli scarabaei Scelionidae sciaridae colopen scolytidae piroboli taphyli Tetrigidae Tylidae Typulidae Famili

18 8 Jumlah serangga yang ditemukan di ekosistem sawit pada umur 8 tahun dengan jarak m dari hutan 795 individu, 40 morfospesies, 4 famili dan 8 ordo. Ordo yang dominan ditemukan adalah ordo Hymenoptera (Lampiran 3). Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit pada umur 8 tahun dengan jarak m dari hutan terlihat pada Gambar 5. Famili dan morfospesies yang paling dominan ditemukan adalah Formicidae dengan jumlah 498 individu sedangkan untuk jumlah yang paling sedikit ialah Agromyzidae, Anoblidae, Blateliidae, Blattidae, Cecidomiidae, Cerambucidae, Colydiidae, Grillidae sp, Grillidae sp2, Lathridiidae, Nabidae, Scolytidae, Scarabidae, Spaeroceridae, Tetrigidae, Jenis B dengan jumlah individu pada masing masing famili Jumlah individu Agromyzidae Anobiidae Anthribidae Araneae Blatellidae Blattidae Cecidomiidae Cerambucidae Chrysomelidae Colydiidae Curculionidae Drosophilidae Cntomobryidae Ephydridae Formicidae Grillidae Grillidae sp Grillidae sp2 Gryllidae Lathridiidae Ligidae Lycosidae lygaeidae Lygiidae Nabidae Nitidulidae Oonopidae Scelionidae Scolytidae Scrarabidae Spaeroceridae Sphaeroceridae Spharocidae Spirobolidae Staphylinidae Tetrigidae Tipulidae Tylidae jenis A Jenis B Famili Gambar 5 Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit umur 8 tahun dengan jarak m dari hutan. Jumlah serangga yang ditemukan di ekosistem sawit pada umur 7 tahun dengan jarak m dari hutan adalah 398 individu, 4 morfospesies, 4 famili dan 5 ordo. Ordo yang dominan ditemukan adalah Hymenoptera (Lampiran 4). Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit pada umur 7 tahun dengan jarak m dari hutan terlihat pada Gambar 6. Famili dan morfospesies yang paling dominan ditemukan adalah Formicidae dengan jumlah 307 individu sedangkan untuk jumlah yang paling sedikit ialah Aderidae, Aphelinidae, Carabidae, dan Scarabidae dengan jumlah individu pada masing masing famili. Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit pada umur 7 tahun dengan jarak m dari hutan terlihat pada Gambar 6.

19 9 Jumlah individu Aderidae Aphelinidae Carabidae Culicidae Curculionidae Entomobryidae Formicidae Grillidae Ligiidae Muscidae Nitidulidae Oxyopidae Scrarabidae Staphylinidae Famili Gambar 6 Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit umur 7 tahun jarak meter dari hutan. Jumlah serangga yang ditemukan di ekosistem sawit pada umur 7 tahun dengan jarak m dari hutan adalah 288 individu, 25 morfospesies, 25 famili dan 7 ordo. Ordo yang dominan ditemukan adalah Hymenoptera (Lampiran 5). Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit pada umur 7 tahun dengan jarak m dari hutan terlihat pada Gambar 7. Famili dan morfospesies yang paling dominan ditemukan adalah Formicidae dengan jumlah individu 78 sedangkan untuk jumlah yang paling sedikit ialah Aderidae, Encrytidae, Entomobrydae, Gryliidae sp, Gryllinae, Labiidae, Nitidulidae, Oestridae, Pompilidae, Scelionidae dan Simuliidae dengan jumlah individu pada masing masing famili. Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit pada umur 7 tahun dengan jarak m dari hutan terlihat pada Gambar 7. Jumlah individu Gambar 7 Komposisi serangga tanah di ekosistem sawit umur 7 tahun dengan jarak m dari hutan Aderidae Blattidae Encyrtidae Entomobrydae Eulophidae Formicidae Gryllidae Gryllidae sp Gryllinae Labiidae Muscidae Myrmicinae Myrmicinae sp Nemoblinae nntidulidae Oestridae Oxyopidae Pompilidae Ponerinae Rhizopaghidae Scelionidae Silphidae Simuliidae Staphylidae Tetrigidae Famili

20 0 Serangga di Atas Tanah Metode malaise trap Metode pitfall trap digunakan untuk mengamati serangga tanah. Hasil pengamatan serangga dengan menggunakan malaise trap ditemukan 794 individu, 64 morfospesies, 7 famili, 2 ordo.berdasarkan hasil yang diamati, jumlah serangga yang ditemukan di ekosistem ecotone adalah 27 individu, 39 morfospesies, 36 famili dan 9 ordo. Ordo yang dominan ditemukan adalah Hymenoptera. Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem Ecotone terlihat pada Gambar 8. Famili dan morfospesies yang paling dominan ditemukan adalah Noctuidae dengan jumlah individu 39 sedangkan untuk jumlah yang paling sedikit ialah Blattidae, Nitidulidae, Phalacridae, Culicidae, Ephydridae, Phoridae, Pscychodidae, Ichneumonidae, Pergidae, Gelechiidae, Lymantriidae, Nymphalidae, Pieridae, Gryllidae, Cicadellidae, Eulgoridae, Notodontidae, Coccinolidae, Curculionidae, Cecidomyiidae, Chironomidae, Pipunculidae, Tipulidae, Lecithoceridae dan Pyralidae dengan jumlah individu pada masing masing famili (Lampiran 6). Komposisi serangga tanah berdasarkan morfospesies di ekosistem Ecotone terlihat pada Gambar Jumlah individu Gambar 8 Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem Ecotone. Jumlah serangga yang ditemukan di ekosistem sawit umur 8 tahun dengan jarak mseter adalah 53 individu, 26 morfospesies, 46 famili dan ordo. Ordo yang dominan ditemukan adalah Lepidoptera (Lampiran 7). Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit umur 8 tahun dengan jarak meter dari hutan terlihat pada Gambar 9. Famili dan morfospesies yang paling dominan ditemukan adalah Noctuidae dengan jumlah individu sedangkan untuk jumlah yang paling sedikit ialah famili Corinnidae, Carabidae, Phalacridae, Chloropidae, Phoridae, Sciracidae, Fulgoridae, Forticulidae, Chloropidae, Culicidae, Dolichopodidae, Lauxaniidae, Archisotoma sp. Blattidae Cecidomyiidae Ceratopogonidae Chironomidae Chloropidae Cicadellidae Coccinellidae Curculionidae Drosophilidae Entomobrydae Ephydridae Epipsocidae Formicidae Fulgoridae Gelechiidae Gryllidae Heteromurus sp. Ichneumonidae Lauxaniidae Lecithoceridae Lepidoptera Lymantriidae Neptis Sp. Nitidulidae Noctuidae Notodontidae Nymphalidae Pergidae Phalacridae Phoridae Pieridae Pipunculidae Psocoptera Psychodidae Pyralidae Scarabidae Sciaridae Tipulidae Famili

21 Mycetophilidae, Sciaridae, Tephritidae, Braconidae, Vespidae, Lyonetiidae, Acrididae, Gryllidae, Lepidopsocidae dan Caeciliidae dengan jumlah individu pada masing masing famili. Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit umur 8 tahun jarak meter dari hutan terlihat pada Gambar Jumlah individu Gambar 9 Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit umur 8 tahun jarak meter dari hutan. Jumlah serangga yang ditemukan di ekosistem sawit umur 7 tahun dengan jarak meter adalah 22 individu, 36 morfospesies, 28 famili dan 7 ordo. Ordo yang dominan ditemukan adalah Hymenoptera (Lampiran 8). Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit umur 7 tahun dengan jarak meter dari hutan terlihat pada Gambar 0. Famili dan morfospesies yang paling dominan ditemukan adalah formicidae dengan jumlah individu 42 sedangkan untuk jumlah yang paling sedikit ialah Thomisidae, Carabidae, Nitidulidae, Ceratopogonidae, Chloropidae, Culicidae, Lauxaniidae, Phoridae, Tipulidae, Tetrigidae, Lynipidae, Staphilionidae, Mantidae dan Lepidopsocidae dengan jumlah individu pada masing masing famili. Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit umur 7 tahun jarak meter dari hutan terlihat pada Gambar 0. Archisotoma sp. Blattidae Cecidomyiidae Ceratopogonidae Chironomidae Chloropidae Cicadellidae Coccinellidae Curculionidae Drosophilidae Entomobrydae Ephydridae Epipsocidae Formicidae Fulgoridae Gelechiidae Gryllidae Heteromurus sp. Ichneumonidae Lauxaniidae Lecithoceridae Lepidoptera Lymantriidae Neptis Sp. Nitidulidae Noctuidae Notodontidae Nymphalidae Pergidae Phalacridae Phoridae Pieridae Pipunculidae Psocoptera Psychodidae Pyralidae Scarabidae Sciaridae Tipulidae Famili

22 2 Jumlah individu Gambar 0 Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit umur 7 tahun jarak meter dari hutan. Berdasarkan hasil yang diamati, jumlah serangga yang ditemukan di ekosistem sawit umur 7 tahun dengan jarak meter dari hutan adalah 22 individu, 36 morfospesies, 36 famili dan ordo. Ordo yang dominan ditemukan adalah Hymenoptera (Lampiran 9). Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit umur 8 tahun jarak meter dari hutan terlihat pada Gambar. Famili dan morfospesies yang paling dominan ditemukan adalah formicidae dengan jumlah individu 63 sedangkan untuk jumlah yang paling sedikit ialah Curculionidae, Micropezidae, Sphaeroceridae, Tetrigidae, Nitidulidae, Ceratopogonidae, Culicidae, Lauxaniidae, Phoridae, Tipulidae, Scelionidae, Tetrigidae, Lynipidae, Staphilionidae, Apidae, Braconidae, Carabidae, Chloripidae, Thomisidae, Oechoporidae, Mantidae dan Lepidopsocidae dengan jumlah individu pada masing masing famili. Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit umur 8 tahun jarak 5000 meter dari hutan terlihat pada Gambar. Jumlah individu Gambar Komposisi serangga tanah berdasarkan famili di ekosistem sawit umur 7 tahun jarak meter dari hutan Blattellidae Cecidomyiidae Chironomidae Cicadellidae Dolichopodidae Entomobryidae Evaniidae Formicidae Lauxaniidae Lecithoceridae Lepidopsocidae Lyonetidae Mycetophilidae Mycteridae Noctuidae Oechoporidae Oonopidae Oxyopidae Pipunculidae Psychodidae Pyralidae Salticidae Sciaridae Therididae Tiphiidae Tipulidae Famili Apidae Blattellidae Braconidae Carabidae Cecidomyiidae Ceratopogonidae Chironomidae Chloropidae Cicadellidae Culicidae Curculionidae Derbidae Dolichopodidae Entomobryidae Evanidae Formicidae Lauxaniidae Lecithoceridae Lepidopsocidae Lynipidae Lyonetiidae Mantidae Micropezidae Nitidulidae Noctuidae Oechoporidae Phoridae Psychodidae Pyralidae Scelionidae Sciaridae Sphaeroceridae Staphilionidae Tetrigidae Thomisidae Tipulidae Famili

23 3 Kekayaan, Keanekaragaman, dan Kemerataan Serangga Tanah Tabel Jumlah individu yang tertangkap pada empat ekosistem Kategori taxa Ecotone Sawit 7 tahun jarak 5000 m Jumlah ordo Jumlah famili Jumlah morfospesies Jumlah total individu Jumlah individu keseluruhan terlihat bahwa jumlah ordo, jumlah famili, jumlah morfospesies dan total individu yang tertangkap lebih banyak pada ekosistem ecotone dibandingkan dengan ekosistem lain dengan jumlah ordo 9, jumlah famili 76, jumlah morfospesies 87 dan total individu yang tertangkap yaitu 38 individu. Jumlah individu yang tertangkap pada ke empat ekosistem dengan dua metode yang digunakan berbeda-beda. Pitfall trap menangkap serangga lebih banyak dibandingkan malaise trap, jumlah serangga yang terperangkap pada pitfall trap yaitu individu sedangkan pada malaise trap yaitu 794 individu. Tabel 2 Indeks kekayaan (DMg), indeks keanekaragaman (H ), indeks kemerataan (E) pada empat ekosistem Perangkap Indeks Ecotone Sawit 8 tahun jarak m Sawit 8 tahun jarak m Sawit 7 tahun jarak m Sawit 7 tahun jarak m Sawit 7 tahun jarak 5000 m Pitfall trap DMg H E Malaise trap DMg H E Indeks Kesamaan Jenis Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks kesamaan jenis berkisar , nilai kesamaan jenis tertinggi adalah ekosistem sawit 8 tahun jarak meter dari hutan da sawit 7 tahun jarak meter dari hutan dengan nilai indeks kesamaan 0.68 (68%). Data jumlah kesamaan jenis pada empat ekosistem terlihat pada Tabel 3.

24 4 Tabel 3 Jumlah kesamaan jenis pada empat ekosistem Ekosistem Ecotone Sawit 8 tahun jarak m Sawit 7 tahun jarak m Ecotone Sawit 8 tahun jarak m Sawit 7 tahun jarak m Sawit 7 tahun jarak m Korelasi Kelimpahan Serangga dengan Karakteristik Habitat Data korelasi kelimpahan serangga dengan karakteristik habitat seperti suhu tanah, suhu udara, kelembaban udara, kerapatan tajuk dan kelimpahan serangga terlihat pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai korelasi kelimpahan serangga dengan karakteristik habitat Sawit 7 tahun jarak m Ekosistem KS ST SU KU KT Ecotone Pitfall trap -0. tn tn ** tn Malaise trap 0.37 tn ** ** ** 0, Sawit m Pitfall trap ** ** tn tn Malaise trap ** tn ** 0.88 ** Sawit m Pitfall trap ** 0.46 ** tn Malaise trap ** tn ** tn Sawit m Pitfall trap ** ** ** ** Malaise trap ** ** ** ** Keterangan: ST= Suhu tanah, SU= Suhu udara, KU= Kelembaban udara, KT= Kerapatan tajuk, KS= Kelimpahan serangga Hasil uji korelasi menggunakan rumus model pearson menunjukkan bahwa pada ekosistem ecotone dengan metode pitfall trap kelimpahan serangga berkorelasi dengan kelembaban udara sedangkan dengan metode malaise trap kelimpahan serangga berkorelasi dengan suhu udara, kelembaban udara dan kerapatan tajuk. Ekosistem sawit 8 tahun jarak meter dari hutan dengan metode pitfall trap kelimpahan serangga berkorelasi suhu tanah dan suhu udara sedangkan metode malaise trap kelimpahan serangga berkorelasi dengan suhu tanah, kelembaban udara dan kerapatan tajuk. Ekosistem sawit 7 tahun jarak meter dari hutan dengan metode pitfall trap kelimpahan serangga berkorelasi dengan suhu tanah dan suhu udara sedangkan metode malaise trap kelimpahan serangga berkorelasi dengan suhu tanah dan kelembaban udara. Ekosistem sawit 7 tahun jarak meter dari hutan

25 5 dengan metode pitfall trap dan malaise trap kelimpahan serangga berkorelasi dengan suhu tanah, suhu udara, kelembaban serangga dan kerapatan tajuk. PEMBAHASAN Kelimpahan dan Komposisi Serangga Kelimpahan serangga merupakan jumlah keseluruhan individu serangga yang ditemukan di lokasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pitfall trap dan malaise trap. Pitfall trap merupakan metode penangkapan dengan sistem perangkap (perangkap jatuh) khususnya untuk serangga yang hidup di permukaan tanah. Tujuan dari metode pitfall trap adalah untuk menjebak binatang - binatang permukaan tanah agar jatuh kedalamnya sehingga bisa dilakukan identifikasi atau untuk mengoleksi jenis binatang permukaan tanah yang berada pada lingkungan perangkap. Metode pitfall trap tidak digunakan untuk mengukur besarnya populasi namun dari data yang diperoleh bisa didapatkan cerminan komunitas binatang tanah dan indeks diversitasnya ( Swalton 997) dan Malaise trap merupakan perangkap yang digunakan untuk menangkap serangga di atas permukaan tanah. Ekosistem ecotone merupakan zona peralihan antara dua komunitas yang berbatasan yang berbeda dan menunjukkan sifat yang khas (Lampiran ). Daerah transisi antara komunitas rumput dan hutan atau daerah peralihan antara dua komunitas besar seperti komunitas akuatik dan komunitas terestrial merupakan contoh ecotone ( Tim Penyusun 203). Menurut (Holldobler dan Wilson 990) Myrmicinae merupakan jumlah spesies terbanyak di dunia, hal ini seiring dengan hasil penelitian bahwa Myrmicinae memiliki jumlah yang dominan pada komposisi serangga berdasarkan morfospesies. Myrmicinae juga ditemukan dominan pada penelitian sebelumnya yaitu penelitian (Muftiadi 205). Kelimpahan serangga lebih tinggi di ekosistem ecotone dengan metode pitfall trap ( 38 individu) dan malaise trap (948 individu). Lokasi hutan yang dekat dengan ekosistem dapat meningkatkan kelimpahan serangga di ekosistem tersebut (Rizali et al. 2002). Populasi setiap organisme pada setiap ekosistem tidak pernah sama dari waktu ke waktu. Ekosistem fisik berubah dan tumbuh sepanjang waktu (Untung 996). Pengamatan pada setiap ekosistem diperoleh jumlah total individu yang berbeda. Berdasarkan jumlah individu, kelimpahan serangga lebih banyak pada ekosistem ecotone, dibanding dengan ekosistem sawit. Hal ini diduga karena adanya faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga, seperti faktor biotik, abiotik dan aktivitas pekerja di perkebunan kelapa sawit. Ekositem ecotone lebih beragam sehingga memungkinkan untuk adanya komunitas serangga yang lebih banyak, sedangkan sawit hanya ada satu komunitas saja. Hal tersebut didukung oleh pendapat Krebs (978), ada 6 faktor yang saling berkait menentukan derajat naik turunnya keanekaragaman jenis yaitu, waktu, heterogenitas ruang, kompetisi, pemangsaan, kestabilan iklim, dan produktifitas.

26 6 Keanekaragaman Serangga Keanekaragaman jenis merupakan suatu kombinasi dari kekayaan spesies dan penyebaran spesies pada suatu ekosistem atau kesamarataan. Keanekaragaman spesies sangat penting dibicarakan secara konsep maupun aplikasinya di lapangan (Dharmawan 2005). Tabel 2 menunjukkan bahwa indeks kekayaan, kekayaan dan kesamarataan pada masing masing ekosistem berbeda. Indeks kekayaan (DMg) ekosistem ecotone lebih tinggi yaitu 7.9. Terlihat pada Tabel 3 bahwa keragaman dan kemerataan jenis juga terdapat pada ekositem ecotone dengan nilai keragaman 2.9 dan nilai kemerataan 0.8. Tingginya nilai keanekaragaman serangga menunjukkan bahwa habitat hutan lebih stabil dari habitat lainnya (Hidayat et al. 2004). Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan serangga antara lain kelembaban, suhu, intensitas cahaya, dan ketinggian tempat diambil sebagai data pendukung penelitian. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan yang sangat mencolok adalah faktor lingkungan. Hutan alam Kalimantan Timur masih banyak keanekaragaman vegetasi yang sangat diperlukan oleh serangga sebagai sumber makanan atau sebagai sarang. Salah satu peran serangga dalam habitat alami adalah sebagai perombak bahan organik tanah dan sebagai makhluk penyeimbang lingkungan alami (Lachat et al. 2006). Semua jenis serangga memerlukan cahaya dalam kehidupannya. Kondisi seperti ini merupakan tempat yang sesuai untuk kehadiran berbagai jenis serangga. Suhu akan mempengaruhi aktivitas serangga, penyebaran, pertumbuhan, dan perkembangbiakan serangga. Cahaya diperlukan untuk kehidupannya. Cahaya akan memberikan energi sehingga dapat menaikkan suhu tubuh dan metabolisme menjadi lebih cepat sehingga mempercepat perkembangan larva (Akutsu et al. 2007). Berdasarkan hasil analisis indeks nilai keragaman tertinggi pada ekosistem ecotone. Tingginya indeks keragaman jenis dan kemerataan jenis serangga tersebut menunjukkan habitat berpengaruh terhadap keanekaragaman serangga. Serangga memiliki mobilitas yang tinggi dan kemampuan adaptif terhadap faktor lingkungan yang ada. Adanya aliran sungai yang melintasi kawasan hutan diduga berpengaruh terhadap jumlah jenis serangga yang mengunjungi habitat ini dengan variasi lebih beragam yang merupakan makanan serangga. Tumbuhan yang mendominasi habitat ini antara lain kelapa sawit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka perlu dilakukan pelestarian kawasan dan pelestarian jenis serangga di ekosistem kelapa sawit dalam upaya konservasi, perlu dilakukan penelitian khusus mengenai tanaman inang yang ada dalam kawasan hutan Desa Arut. Serangga memegang peranan yang sangat penting dalam jaringan makanan yaitu sebagai herbivor, karnivor, dan detritivor (Strong et al. 984) Kehadiran suatu jenis serangga dalam suatu habitat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan antara lain kemampuan serangga tersebut menyebar, seleksi habitat, kondisi suhu udara, kelembaban udara, kelembaban tanah, cahaya,berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di hutan Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat dengan nilai indeks keanekaragaman 0.84 pada 409 famili yang ditemukan (Ruslan 2009). Menurut Suratmo (974) keragaman jenis serangga dipengaruhi oleh faktor kualitas dan kuantitas makanan, antara lain banyaknya tanaman inang

27 7 yang cocok, kerapatan tanaman inang, umur tanaman inang dan komposisi tegakan. Atkins (980) melaporkan bahwa populasi Formicidae tertinggi ditemukan pada daerah hutan hujan tropik. Ekosistem ecotone memiliki suhu tanah C dengan kerapatan tajuk sebesar 96.40%, ekosistem sawit berumur 8 tahun berjarak m dari hutan memiliki suhu tanah C dengan kerapatan tajuk 99.00%, ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan memiliki suhu tanah 8.8 C dengan kerapatan tajuk sebesar 98.60%, sedangkan ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan memiliki suhu tanah 6.54 C dengan kerapatan tajuk sebesar 96.75%. Kerapatan tajuk di ekosistem ecotone lebih rendah dibandingkan dengan ekosistem lainnya, hal ini akan meningkatkan aktivitas hewan hewan tanah. Hal ini sesuai dengan penelitian Hasbi (205), cahaya matahari dapat dijadikan penanda untuk aktivitas serangga seperti reproduksi dan mencari makan. Kelimpahan serangga pada ekosistem ecotone lebih tinggi dibandingkan dengan ekosistem lainnya. Menurut Jumar (2000) suhu udara yang optimum dapat mendukung kehidupan serangga. Ekosistem ecotone memiliki suhu udara sebesar C,ekosistem sawit berumur 8 tahun berjarak m dari hutan memiliki suhu udara sebesar C, ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan memiliki suhu udara 29.6 C,sedangkan ekosistem sawit berumur 7 tahun berjarak m dari hutan memiliki suhu udara C. Suhu udara yang optimum bagi serangga adalah 25 C, suhu minimum 5 C dan suhu maksimum 45 C, berdasarkan hasil penelitian ke empat ekosistem masih dalam kisaran suhu udara yang sesuai bagi kehidupan serangga. Hubungan Kelimpahan Serangga dengan Faktor Lingkungan Menurut Walpole (995), analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk mengukur besarnya hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Nilai korelasi populasi (p) berkisar pada interval - p. Jika korelasi bernilai positif, maka hubungan antara dua variabel bersifat searah. Sebaliknya, jika korelasi bernilai negative, maka hubungan antara dua variabel berlawanan arah. Hasil uji korelasi menggunkan metode Pearson dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil uji korelasi menggunakan rumus dari model Pearson menunjukkan bahwa pada ekosistem ecotone dengan metode Pitfall karakteristik habitat yaitu suhu udara, suhu tanah dan kerapatam tajuk tidak memiliki kolerasi sedangkan kelembaban udara berkorelasi dengan kelimpahan serangga sebesar yang masuk kategori tinggi sedangkan pada ekosistem ecotone dengan metode malaise trap kerapatan udara, kerapatan tajuk dan suhu udara berpengaruh nyata terhadap kelimpahan korelasi dengan kategori sedang. Korelasi antara kelimpahan serangga terhadap karakteristik habitat diduga karena lingkungan mempengaruhi perkembangbiakkan serangga. Korelasi pada ekosistem sawit 8 tahun jarak meter dari hutan dengan metode fitpall trap kerapatan tajuk dan kerapatan udara tidak berpengaruh nyata sedangkan untuk suhu udara metode malaise trap tidak berpengaruh nyata pula sama hal nya dengan sawit 7 tahun jarak meter dari hutan. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Haneda (203) yang menyatakan bahwa faktor lingkungan (suhu dan kelembaban) akan terlihat

28 8 pengaruhnya terhadap kelimpahan dan keanekaragaman serangga jika pengambilan sampel dilakukan dengan waktu yang lama dan pada musim yang berbeda. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Ruslan & Noor di dalam Tofani (2008) yang melaporkan pada musim kemarau famili Formicidae dan Nitidulidae akan banyak ditemukan pada permukaan tanah, sedangkan pada musim hujan famili Formicidae dan Tenebrionidae akan lebih banyak ditemukan di permukaan tanah. Menurut Krebs (978) menyatakan bahwa derajat naik turunnya kelimpahan serangga yaitu waktu, heterogenitas ruang, kompetisi, pemangsaan, kestabilan iklim, dan produktifitas merupakan syarat mutlak untuk keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem sawit 7 tahun jarak meter dari hutan semua faktor berkorelasi nyata SIMPULAN DAN SARAN Simpulan. Hasil identifikasi menunjukkan secara keseluruhan jumlah individu serangga lebih banyak pada ekosistem Ecotone. Empat ekosistem dengan metode pitfall trap dan ekosistem sawit 7 tahun jarak meter dari hutan juga sawit 7 tahun jarak meter di dominasi ordo hymenoptera jenis Formicidae sedangkan ekosistem Ecotone dan ekosistem sawit 8 tahun jarak meter dari hutan pada metode malaise trap di dominasi oleh ordo lepidoptera jenis Noctuidae 2. Indeks keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan paling tinggi yaitu pada ekosistem ecotone dengan nilai keanekaragaman 2.9, kekayaan 7.9 dan kemerataan 0.8. Indeks kesamaan jenis pada empat ekosistem berkisar dari 0.63 (63%) 0.68 (68%). Saran Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai keberadaan hutan terhadap keanekaragaman serangga dan perlu penelitian di waktu yang berbeda karena akan mempengaruhi hasil data yang diperoleh.

29 9 DAFTAR PUSTAKA Agosti D, Alonso LE Biodivesity Studies, Monitoring, and Ants: An Overview. Di dalam: Agosti D, Majer JD, Alonso LE, Schultz TR, editor. Ants: Standard Methods for Measuring and Monitoring Biodiversity. Chapter. Washington (US): Smithsonian Institution Press. hlm -8. Akutsu K, Khen CV, Toda MJ Assessment of Higher Insect Taxa as Bioindicators for Different Logging Disturbance Regimes in Lowland Tropical Rain Forest 26 in Sabah, Malaysia. Ecol Res 22: Atkins MD Introduction to Insect Behavior. New York: MacMillan. Brockerhoff EG, Hervé Jactel H, Parrotta JA, Christopher P, Quine CP, JeVrey Sayer JV Plantation forests and biodiversity: oxymoron or opportunity. Biodivers Conserv. 7: Dent DR, Walton MP Methods in Ecological and Agricultural Entomology. New York. CAB International. Wallingford. Haneda NF, Kusmana C, Kusuma FD Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove. Jurnal Silvikultur Tropika. 4 () : Hasbi M Peranan Arthopoda di Ekosistem Ekoton dan Kebun Kelapa Sawit [Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Hidayat, Sutarno, Suhara, Sanjaya Dasar-Dasar Entomologi. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia. Holldobler B, Wilson EO The Ants. Springer Verlag: Harvard University Press. Jumar Entomologi Pertanian. Jakarta (ID): Renika Cipta. Jusmaliani Bencana dalam Pandangan Islam. Jakarta (ID): LIPI Kreb CJ Ecology The Experimental Analysis of Distribution and Abudance. Third Edition. New York (US): Harpen and Row Publisher. Lachat T, Attignon S, Djego J, Goergen G, Nagel P, Sinsin B, Peveling R Arthropod Diversity in Lama Forest Reserve (South Benin), a Mosaic of Natural, Degraded and Plantation Forests. Biodivers and Conserv 5:3 23 Magurran AE Ecological Diversity and Its Measurement. Cambridge (US): University Press. Muftiadi M Keberadaan Ekosistem Hutan terhadap Keanekaragaman Serangga di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) [Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Odum EP. 97. Fundamentals of Ecology. Philadelphia (US): WB Sounders Rizali A, Buchori D, Triwidodo H Keanekaragaman Serangga pada Lahan Persawahan Tepian Hutan: Indikator Kesehatan Lingkungan. Hayati. 9 (2): 4-48 Ruslan H Komposisi dan Keanekaragaman di Pusat Pendidikan Konservasi Alam (PPKA) Bodogol Sukabumi, Jawa Barat. Vis Vitalis. 2 (): Strong DR, Lawton JH, Southwood R Insect and Plant. Boston: Harvard University Press. Suratmo FG Hama Hutan di Indonesia. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. Bogor: Fakultas Kehutanan, IPB. Tofani DP Keragaman Serangga di Hutan Alam Resort Cibadak, Gunung Gede Pangrango dan Hutan Tanaman Jati di KPH Cepu [Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

30 20 Untung K Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Walpole RE Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta (ID): Gramedia. Widianto S, Purnomosidi W, Rusiana A, Khasanah K Degradasi Sifat Fisik Tanah Sebagai Akibat Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Sistem Kopi Monokultur: Kajian Perubahan Makroporositas Tanah. Jakarta (ID): Gramedia

31 2 Lampiran Denah Lokasi Penelitian Keterangan: Ekosistem A= Ecotone Ekosistem B= Sawit umur 8 tahun jarak meter dari hutan, Ekosistem C= Sawit umur 7 tahun jarak meter dari hutan, Ekosistem D= Sawit umur 7 tahun jarak 5000 meter dari hutan

32 22 22 Lampiran 2 Komposisi serangga dengan metode pitfall trap di ekosistem Ecotone Kingdom Filum Klas Ordo Famili Jumlah Animalia Arthopoda Insecta Hemiptera Alydidae Animalia Arthopoda Insecta Dermaptera Anisolabididae 2 Animalia Arthopoda Insecta Dermaptera Anthicidae 0 Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Blattidae 3 Animalia Arthopoda Insecta Hemiptera Byturidae 7 Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Cerambycidae Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Chrysomelidae 6 Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Cicandellidae Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Coleoptera 7 Animalia Arthopoda Arachnida Araneae Corinnidae Animalia Arthopoda Insecta Blattodea Curculionidae Animalia Arthopoda Insecta Blattodea Cydnidae 2 Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Dolichopodidae Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Drosophilidae 4 Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Elateridae Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Entomobrydae 28 Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Ephydridae 2 Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Forficulidae 3 Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Formicidae 88 Animalia Arthopoda Collembola Entomobryomorpha Grillidae 37 Animalia Arthopoda insecta Hymenoptera Hemiptera Animalia Arthopoda insecta Hymenoptera Hymenoptera 3 Animalia Arthopoda insecta Hymenoptera Isotomidae

33 23 Animalia Arthopoda insecta Hymenoptera Lycosidae 42 Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera Lygiidae 5 Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera Lyniphiidae Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera Miridae 3 Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera Mordellidae 2 Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera Oonopidae 3 Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera Paronellidae 6 Animalia Arthopoda insecta Hymenoptera Scarabaeidae Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera Scelionidae Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera Sciaridae Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera Scolopendridae Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera Scolytidae 4 Animalia Arthopoda Insecta Orthoptera Spirobolidae 2 Animalia Arthopoda Insecta Orthoptera Staphylinidae 4 Animalia Arthopoda Insecta Orthoptera Tetrigidae Animalia Arthopoda Insecta Orthoptera Tylidae 25 Animalia Arthopoda Arachnida Araneae Typulidae Jumlah 64 23

34 24 24 Lampiran 3 Komposisi serangga dengan metode pitfall trap di ekosistem sawit 8 tahun jarak meter dari hutan Kingdom Filum Klas Ordo Famili Jumlah Animalia Arthopoda Arachnida Araneae Agromyzidae Animalia Arthopoda Insecta Diptera Anobiidae Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Anthribidae 4 Animalia Arthopoda Insecta Orthoptera Araneae 3 Animalia Arthopoda Insecta Orthoptera Blatellidae Animalia Arthopoda Insecta Isopoda Blattidae Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Cecidomiidae Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera Cerambucidae Animalia Arthopoda Insecta Orthoptera Chrysomelidae 42 Animalia Arthopoda Insecta Orthoptera Colydiidae Animalia Arthopoda Insecta Orthoptera Curculionidae 7 Animalia Arthopoda Insecta Orthoptera Drosophilidae 3 Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera Cntomobryidae 20 Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Ephydridae 3 Animalia Arthopoda Insecta Isopoda Formicidae 496 Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera Grillidae 27 Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Grillidae sp Animalia Arthopoda Arachnida Araneae Grillidae sp2 Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Gryllidae 7 Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Lathridiidae Animalia Arthopoda Arachnida Araneae Ligidae Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Lycosidae 5 Animalia Arthopoda Insecta Hymenoptera lygaeidae 2 Animalia Arthopoda Insecta Coleoptera Lygiidae 3 Animalia Arthopoda Arachnida Araneae Nabidae

IDENTIFIKASI FAMILI SERANGGA DAN DOMINANSINYA PADA TANAMAN TEBU TOLERAN KEKERINGAN DI PG DJATIROTO

IDENTIFIKASI FAMILI SERANGGA DAN DOMINANSINYA PADA TANAMAN TEBU TOLERAN KEKERINGAN DI PG DJATIROTO IDENTIFIKASI FAMILI SERANGGA DAN DOMINANSINYA PADA TANAMAN TEBU TOLERAN KEKERINGAN DI PG DJATIROTO SKRIPSI Oleh Devia Istikoma NIM 091810401029 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 9 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga bulan Oktober tahun 2007 dengan mengambil lokasi di dua tempat, yaitu hutan alam (Resort Cibodas, Gunung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kakao milik masyarakat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kakao milik masyarakat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kakao milik masyarakat di desa Candi Rejo dan desa Sidomulyo, Kecamatan Biru-biru, Kabupaten Deli Serdang pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang kompleks untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada

Lebih terperinci

Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove

Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove JURNAL 42 Noor SILVIKULTUR Farikhah Haneda TROPIKA et al. J. Silvikultur Tropika Vol. 04 No. 01 April 2013, Hal. 42 46 ISSN: 2086-8227 Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove Diversity of Insects

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 28 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dimulai dari bulan November- Desember 2011. Lokasi pengamatan disesuaikan dengan tipe habitat yang terdapat di

Lebih terperinci

Hasni Ruslan Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK

Hasni Ruslan Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK ISSN 1978-9513 VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009 KOMPOSISI DAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH PADA HABITAT HUTAN HOMOGEN DAN HETEROGEN DI PUSAT PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM (PPKA) BODOGOL,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif - eksploratif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Perkebunan Teh PTPN XII Bantaran Blitar. Mariatul Qiptiyah ( )

Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Perkebunan Teh PTPN XII Bantaran Blitar. Mariatul Qiptiyah ( ) Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Perkebunan Teh PTPN XII Bantaran Blitar Mariatul Qiptiyah (10620075) Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang PENDAHULUAN

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DI HUTAN TINJOMOYO KOTA SEMARANG, JAWA TENGAH (Insect Diversity of Tinjomoyo Forest Semarang City, Central Java)

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DI HUTAN TINJOMOYO KOTA SEMARANG, JAWA TENGAH (Insect Diversity of Tinjomoyo Forest Semarang City, Central Java) KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DI HUTAN TINJOMOYO KOTA SEMARANG, JAWA TENGAH (Insect Diversity of Tinjomoyo Forest Semarang City, Central Java) Niken Subekti Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 0 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik. 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap serangga

Lebih terperinci

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian 5 salinitas, ph, kandungan bahan-bahan, suhu dll.), dan atmosfer (atmosphere, udara: iklim, cuaca, angin, suhu, dll.) (Tarumingkeng 1991). Tarumingkeng (1991) menambahkan bahwa lingkungan biotik merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH viii ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman serangga (insecta) dan tumbuhan yang digunakan sebagai habitat

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian 11 METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2009. Pengamatan serangga dilakukan di dua lokasi, yaitu pada pertanaman H. multifora di lingkungan Kampus Institut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN No Vol.3. No.4, September (503) : ,

Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN No Vol.3. No.4, September (503) : , Interaksi Tropik Jenis Serangga di atas Permukaan Tanah (Yellow Trap) dan pada Permukaan Tanah (Pitfall Trap) pada Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceum Cav.) di Lapangan Tropic interaction of insect

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biodiversitas Biodiversitas mencakup keseluruhan ekosistem. Konsep tersebut mencoba untuk menekan variasi habitat yang diterapkan pada suatu area. Biodiversitas meliputi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

Lebih terperinci

Interaksi Trofik Jenis Serangga di atas Permukaan Tanah dan Permukaan Tanah Beberapa Pertanaman Varietas Jagung (Zea mays Linn.)

Interaksi Trofik Jenis Serangga di atas Permukaan Tanah dan Permukaan Tanah Beberapa Pertanaman Varietas Jagung (Zea mays Linn.) Interaksi Trofik Jenis Serangga di atas Permukaan Tanah dan Permukaan Tanah Beberapa Pertanaman Varietas Jagung (Zea mays Linn.) Tropic Interaction of Insects on The Soil Surface and Above of Soil Surface

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013), metode penelitian kuanitatif merupakan metode penelitian yang

Lebih terperinci

Lampiran 2. Dominansi spesies serangga penyerbuk di tiap-tiap habitat

Lampiran 2. Dominansi spesies serangga penyerbuk di tiap-tiap habitat AMPIRAN 164 165 ampiran 1. uhu dan kelembaban di seluruh 15 titik pengamatan. Tipe habitat Titik uhu terendah (ºC) uhu tertinggi (ºC) uhu rata-rata (ºC) Kelembaban ratarata (%) Titik abitat N E D Mg Permukiman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena metode deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Nilai Kemerataan Jenis (Evenness Index) Nilai kemerataan jenis menunjukkan derajat kemerataan keanekaragaman individu antar jenis. Rumus yang digunakan adalah nilai evenness modifikasi dari Hill s ratio

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di

TINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di TINJAUAN PUSTAKA I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena metode deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Tabel Pengamatan Tabel 1. jumlah kumulatif serangga yang ditemukan di kebun jeruk

Lampiran 1 Tabel Pengamatan Tabel 1. jumlah kumulatif serangga yang ditemukan di kebun jeruk Lampiran 1 Tabel Pengamatan Tabel 1. jumlah kumulatif serangga yang ditemukan di kebun jeruk No. Ordo Famili Jumlah Kumulatif Semi Organik Anorganik 1 Diptera Tipulidae 37 30 2 Diptera Chironomidae 48

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitan ini adalah penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang dilakukan dengandesain tujuan utama untuk membuat

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN PARASITOID PADA AREAL SAWAH, KEBUN SAYUR, DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR SRI NINGSIH

KEANEKARAGAMAN PARASITOID PADA AREAL SAWAH, KEBUN SAYUR, DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR SRI NINGSIH i KEANEKARAGAMAN PARASITOID PADA AREAL SAWAH, KEBUN SAYUR, DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR SRI NINGSIH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 ii iii PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel langsung dari lokasi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TESIS OLEH VIKTOR HASUDUNGAN SINAMO

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TESIS OLEH VIKTOR HASUDUNGAN SINAMO KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TESIS OLEH VIKTOR HASUDUNGAN SINAMO 087030028 PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember EKOLOGI TEMA 5 KOMUNITAS bag. 2 Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember KOMUNITAS Keanekaragaman Komunitas Pola Komunitas dan Ekoton Keanekaragaman

Lebih terperinci

Keanekaragaman Fauna Tanah dan Peranannya terhadap Laju Dekomposisi Serasah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Keanekaragaman Fauna Tanah dan Peranannya terhadap Laju Dekomposisi Serasah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) JURNAL Vol. 03 Desember SILVIKULTUR 2012 TROPIKA Vol. 03 No. 03 Desember 2012, Hal. 161 167 Keanekaraaman Fauna Tanah dan Peranannya 161 ISSN: 2086-8227 Keanekaragaman Fauna Tanah dan Peranannya terhadap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di areal kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Secara umum, areal yang diteliti adalah

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERKEBUNAN JERUK ORGANIK DAN ANORGANIK DI KOTA BATU SKRIPSI. Oleh: ABU NAIM NIM

STUDI KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERKEBUNAN JERUK ORGANIK DAN ANORGANIK DI KOTA BATU SKRIPSI. Oleh: ABU NAIM NIM STUDI KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERKEBUNAN JERUK ORGANIK DAN ANORGANIK DI KOTA BATU SKRIPSI Oleh: ABU NAIM NIM. 05520011 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Mengumpulkan data kemudian mendeskripsikan keanekaragaman makrofauna tanah yang terdapat

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAWAH DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA DAN KEBUN KELAPA SAWIT, CIKABAYAN KAMPUS IPB RIZKI KURNIA TOHIR E

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAWAH DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA DAN KEBUN KELAPA SAWIT, CIKABAYAN KAMPUS IPB RIZKI KURNIA TOHIR E KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAWAH DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA DAN KEBUN KELAPA SAWIT, CIKABAYAN KAMPUS IPB RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI TIPE TEGAKAN DI AREAL BEKAS TAMBANG SILIKA DI HOLCIM EDUCATIONAL FOREST, SUKABUMI, JAWA BARAT

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI TIPE TEGAKAN DI AREAL BEKAS TAMBANG SILIKA DI HOLCIM EDUCATIONAL FOREST, SUKABUMI, JAWA BARAT Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 08 No. 1, April 2017, Hal 26-34 ISSN: 2086-8227 KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI TIPE TEGAKAN DI AREAL BEKAS TAMBANG SILIKA DI HOLCIM EDUCATIONAL FOREST, SUKABUMI,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH Mucuna bracteata DI PERTANAMAN KELAPA SAWIT DI AREAL PERKEBUNAN PT. TOLAN TIGA KERASAAN ESTATE KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI IIN N. SIDABUTAR

Lebih terperinci

KELIMPAHAN ARTROPODA MUSUH ALAMI DAN HAMA PADA PERTANAMAN DURIAN (Durio zibethinus L.) DI KEBUN WISATA WARSO FARM, BOGOR ELFRIDA OKTAVIANI

KELIMPAHAN ARTROPODA MUSUH ALAMI DAN HAMA PADA PERTANAMAN DURIAN (Durio zibethinus L.) DI KEBUN WISATA WARSO FARM, BOGOR ELFRIDA OKTAVIANI KELIMPAHAN ARTROPODA MUSUH ALAMI DAN HAMA PADA PERTANAMAN DURIAN (Durio zibethinus L.) DI KEBUN WISATA WARSO FARM, BOGOR ELFRIDA OKTAVIANI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus, Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang, dan Hutan Dusun Air

Lebih terperinci

Keanekaragaman Insekta Tanah Pada Berbagai Tipe Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Dan Hubungannya dengan Peubah Lingkungan.

Keanekaragaman Insekta Tanah Pada Berbagai Tipe Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Dan Hubungannya dengan Peubah Lingkungan. Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 05 No. 1 April 2014, Hal 33-42 ISSN: 2086-82 Keanekaragaman Insekta Tanah Pada Berbagai Tipe Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Dan Hubungannya dengan Peubah Lingkungan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

Analisis Keanekaragaman..I Wayan Karmana 1

Analisis Keanekaragaman..I Wayan Karmana 1 ANALISIS KEANEKARAGAMAN EPIFAUNA DENGAN METODE KOLEKSI PITFALL TRAP DI KAWASAN HUTAN CANGAR MALANG I WAYAN KARMANA FPMIPA IKIP Mataram ABSTRAK Analisis terhadap keanekaragaman ( diversity) merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. B. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, karena dalam penelitian ini, Lepidoptera yang menjadi variabel tidak diberi perlakuan khusus

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis Serangga pada Pertanaman Coffea arabica L. Setelah Erupsi Abu Vulkanik Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

Keanekaragaman Jenis Serangga pada Pertanaman Coffea arabica L. Setelah Erupsi Abu Vulkanik Gunung Sinabung di Kabupaten Karo Keanekaragaman Jenis Serangga pada Pertanaman Coffea arabica L. Setelah Erupsi Abu Vulkanik Gunung Sinabung di Kabupaten Karo Diversity of Insects in Coffea arabica L. Plantations After Eruption Volcanic

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTROPODA PADA PERTANAMAN BAWANG DAUN DAN WORTEL YANG DITANAM SECARA MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI NUR AFNI FUTRI

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTROPODA PADA PERTANAMAN BAWANG DAUN DAN WORTEL YANG DITANAM SECARA MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI NUR AFNI FUTRI KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTROPODA PADA PERTANAMAN BAWANG DAUN DAN WORTEL YANG DITANAM SECARA MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI NUR AFNI FUTRI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Keanekaragaman Fauna Tanah dan Perannya Terhadap Laju Dekompodisi Serasah Karet (Hevea brasiliensis) di Kebun Percobaan Cibodas Ciampea Bogor

Keanekaragaman Fauna Tanah dan Perannya Terhadap Laju Dekompodisi Serasah Karet (Hevea brasiliensis) di Kebun Percobaan Cibodas Ciampea Bogor Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 05 No. 1 April 2014, Hal 54-60 ISSN: 2086-82 Keanekaragaman Fauna Tanah dan Perannya Terhadap Laju Dekompodisi Serasah Karet (Hevea brasiliensis) di Kebun Percobaan Cibodas

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R.

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga pada Fase Vegetatif dan Generatif Tanaman Kedelai (Glycine maxmerill) di Lapangan

Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga pada Fase Vegetatif dan Generatif Tanaman Kedelai (Glycine maxmerill) di Lapangan Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga pada Fase Vegetatif dan Generatif Tanaman Kedelai (Glycine maxmerill) di Lapangan Diversity of insects on vegetative and generative phase of soybean (Glycine maxmerill)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN HELVETIA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II ABSTRACT

INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN HELVETIA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II ABSTRACT 1081. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337-6597 INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN HELVETIA PT. PERKEBUNAN

Lebih terperinci

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METOE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan sampel secara langsung dari lokasi pengamatan.

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan sampel secara langsung dari lokasi pengamatan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan 61 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan data, menganalisis data dan menginterprestasikan data yang bertujuan

Lebih terperinci

AKILMAD RIZALI. Keragaman Serangga dan Peranannya pada Daerah Persawahan

AKILMAD RIZALI. Keragaman Serangga dan Peranannya pada Daerah Persawahan AKILMAD RIZALI. Keragaman Serangga dan Peranannya pada Daerah Persawahan di Taman Nasional Gunung Halimun, Desa Malasari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Di bawah bimbingan Damayanti Buchori dan Hermanu Triwidodo).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FAMILI SERANGGA DAN DOMINANSINYA PADA TANAMAN TEBU RENDEMEN TINGGI DI PG DJATIROTO SKRIPSI. Oleh Nur Indah Dwi Fajriyah NIM

IDENTIFIKASI FAMILI SERANGGA DAN DOMINANSINYA PADA TANAMAN TEBU RENDEMEN TINGGI DI PG DJATIROTO SKRIPSI. Oleh Nur Indah Dwi Fajriyah NIM IDENTIFIKASI FAMILI SERANGGA DAN DOMINANSINYA PADA TANAMAN TEBU RENDEMEN TINGGI DI PG DJATIROTO SKRIPSI Oleh Nur Indah Dwi Fajriyah NIM 081810401018 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Diversitas Arthropoda Tanah Di Area Restorasi Ranu Pani Kabupaten Lumajang

Diversitas Arthropoda Tanah Di Area Restorasi Ranu Pani Kabupaten Lumajang Diversitas Arthropoda Tanah Di Area Restorasi Ranu Pani Kabupaten Lumajang Jr Sulthan Ardillah 1)*, Amin Setyo Leksono 2), Lukman Hakim 3) 1,2,3) Departement of Biologi, Faculty of Mathematics dan Science,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Nopember 2010 di PPKA Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 2). Lokasi pengambilan data kupu-kupu di PPKA Bodogol, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis Serangga Di Berbagai Tipe Lahan Sawah

Keanekaragaman Jenis Serangga Di Berbagai Tipe Lahan Sawah Keanekaragaman Jenis Serangga Di Berbagai Tipe Lahan Sawah Insect Diversity In Various Types Of Farms Rice Field Anna Sari Siregar, Darma Bakti*, Fatimah Zahara Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah di Lahan Persawahan Padi Organik dan Anorganik, Desa Bakalrejo Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang

Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah di Lahan Persawahan Padi Organik dan Anorganik, Desa Bakalrejo Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang BIOMA, Juni 2015 ISSN: 1410-8801 Vol. 17, No. 1, Hal. 21-26 Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah di Lahan Persawahan Padi Organik dan Anorganik, Desa Bakalrejo Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Roma

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN OLEH I GEDE SUDIRGAYASA

PANDUAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN OLEH I GEDE SUDIRGAYASA PANDUAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN OLEH I GEDE SUDIRGAYASA 2014 PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI FP MIPA IKIP SARASWATI TABANAN KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan, atas limpahan rakhmat

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda tanah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODOLOGI PENELITAN 49 BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara tropis yang dilalui garis ekuator terpanjang, Indonesia memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya tersebar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Taman Nasional Lore Lindu, Resort Mataue dan Resort Lindu, Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci