Hasni Ruslan Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hasni Ruslan Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK"

Transkripsi

1 ISSN VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009 KOMPOSISI DAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH PADA HABITAT HUTAN HOMOGEN DAN HETEROGEN DI PUSAT PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM (PPKA) BODOGOL, SUKABUMI, JAWA BARAT Hasni Ruslan Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial dalam mendukung keanekaragaman flora dan fauna. Salah satu sumber daya yang ada di hutan adalah serangga permukaan tanah. Kehadiran serangga permukaan tanah dibutuhkan untuk membantu dalam proses dekomposisi.tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui komposisi dan keanekaragaman serangga permukaan tanah pada dua habitat yang berbeda yaitu hutan homogen dan hutan heterogen. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal Juli 2008 di pusat penelitian konservasi alam (PPKA) Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Sukabumi, Jawa Barat. Pengambilan serangga permukaan tanah dilakukan dengan menggunakan pitfall trap yang dipasang selama tiga hari. Identifikasi dan analisa sampel dilakukan sampai tingkat suku. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan komposisi serangga permukaan tanah pada hutan homogen didapatkan 8 ordo, 18 Famili (409 individu). Pada lokasi hutan heterogen didapatkan 8 ordo, 16 Famili (992 individu). Indeks keanekaragaman pada hutan homogen{0, lebih tinggi dibandingkan hutan heterogen. Indeks kesamaan pada kedua habitat didapatkan sebesar 76%. Kata Kunci: Serangga permukaan tanah, hutan homogen, hutan heterogen PENDAHULUAN Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial dalam mendukung keanekaragaman flora dan fauna, Salah satu sumber daya hutan adalah serngga tanah. Serangga tanah adalah serangga yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin,1997 ) Serangga permukaan tanah, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup, tetapi juga memakan tumbuhtumbuhan yang sudah mati. Serangga permukaan tanah berperan dalam proses dekomposisi. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan serangga permukaan tanah. Keberadaan serannga permukaan tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi serangga permukaan tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas serangga permukaan tanah akan berlangsung baik. Burges dan Raw (1967) dalam Rahmawaty (2000), menjelaskan bahwa secara garis besar proses perombakan berlangsung sebagai berikut : pertamatama perombak yang besar atau Ruslan H 43

2 makrofauna meremah-remah substansi habitat yang telah mati, kemudian materi ini akan melalui usus dan akhirnya menghasilkan butiran-butiran feses. feses juga dapat juga dikonsumsi lebih dahulu oleh mikrofauna dengan bantuan enzim spesifik yang terdapat dalam saluran pencernaannya. Penguraian akan menjadi lebih sempurna apabila hasil ekskresi fauna ini dihancurkan serangga pemakan bahan organik yang mambusuk, membantu merubah zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis serangga yang sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan seringkali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan tubuhtubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya (Borror dkk., 1992). Wallwork (1976), menegaskan bahwa serangga tanah juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu. Szujecki (1987) dalam Rahmawaty (2000), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan, adalah, struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi, kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup, suhu tanah mempengaruhi peletakan telur,cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya. PPKA Bodogol adalah salah satu kawasan hutan hujan tropis yang menyediakan sumber kehidupan bagi satwa yang terdapat di dalamnya, termasuk serangga permukaan tanah. Kondisi hutannya yang memiliki kelembaban tinggi merupakan salah satu habitat yang disukai oleh serangga permukaan tanah. PPKA Bodogol didirikan atas kerjasama Conservation International (CI) Indonesia Program Yayasan Alam Mitra Indonesia (Alami) dan Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. PPKA Bodogol merupakan hutan hujan tropis yang berada di kaki Gunung Gede Pangrango dengan ketinggian 8000 meter dpl. Secara administrasi pemerintah, PPKA Bodogol termasuk kedalam wilayah Kabupaten Sukabumi, meliputi Desa Benda dan Purwasari Kecamatan Cicurug, Desa Watesjaya dan Desa Bodogol Kecamatan Caringin. Secara geografis, PPKA Bodogol terletak antara 6 o 32-6 o 34 LS dan 106 o o 56 BT (Wisnubudi, 2002). Penelitian di kawasan PPKA Bodogol tentang serangga sudah pernah dilakukan (Himabio Raflesia UIA, 2002) dan untuk melengkapi data mengenai serangga, khususnya serngga permukaan tanah perlu dilakukan penelitian, yang bertujuan untuk melihat komposisi dan keanekaragaman serangga permukaan tanah pada habitat hutan homogen dan hutan heterogen. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaaan komposisi dan keanekaragaman serangga permukaan tanah pada hutan homogen dan heterogen. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal Juli 2008, di Pusat Pendidikan Konservasi Alam (PPKA) Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Sukabumi, Jawa Barat. PPKA Bodogol didirikan atas kerjasama Conservation International (CI) Indonesia Program Yayasan Alam Mitra Indonesia (Alami) dan Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. PPKA Bodogol Ruslan H 44

3 merupakan hutan hujan tropis yang berada di kaki Gunung Gede Pangrango dengan ketinggian 8000 meter dpl. Secara administrasi pemerintah, PPKA Bodogol termasuk kedalam wilayah Kabupaten Sukabumi, meliputi Desa Benda dan Purwasari Kecamatan Cicurug, Desa Watesjaya dan Desa Bodogol Kecamatan Caringin. Secara gegrafis, PPKA Bodogol terletak antara 6 o 32-6 o 34 LS dan 106 o o 56 BT (Wisnubudi, 2002). Vegetasi yang ada pada hutan homogen diantaranya adalah Pinus merkusii (Pinus), Sellaginela sp (Paku Rane), Graminae (rumput-rumputan). Sedangkan pada hutan heterogen vegetasi yang ada diantaranya Agathis damara (Damar), Schima wallicii (Puspa), Lycopodium sp (Paku Ekor Monyet) dan Graminae (rumput-rumputan). B. Alat dan bahan Dalam penelitian ini digunakan beberapa alat dan bahan. Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan perangkap jebak yaitu gelas plastik (luas permukaan 51,5 cm 2 ), lidi, styrofoam, sekop, alat tulis, kertas label, alkohol 70% dan larutan asam asetat 5%. Untuk mengukur faktor lingkungan digunakan ph meter, higrometer, termometer (Yenaco) dan mistar. Dalam pengumpulan sampel, alat yang digunakan yaitu pinset, kantung plastik dan karet. Dalam identifikasi sampel serangga digunakan mikroskop dengan perbesaran 20 x. Untuk dokumentasi digunakan kamera digital (Sony DSC-S730). C. Cara Kerja 1. Penentuan Lokasi Lokasi pengambilan sampel dipilih pada 2 (dua) kondisi habitat yang berbeda yaitu hutan homogen dan hutan heterogen. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di jalur Cikaweni dan pengumpulan data dilakukan menggunakan metode perangkap jebak (pit fall trap). 2. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memasang sepuluh perangkap jebak pada kedua habitat. Perangkap diisi dengan larutan alkohol 70% dan ditambahkan larutan asam asetat 5% sebanyak 1 tetes pada masing-masing perangkap. Perangkap dipasang secara random dan dibiarkan selama 3 hari kemudian sampel yang tertangkap dikumpulkan. Ruslan H 45

4 Gambar 1. Pemasangan Perangkap Jebak 3. Pengukuran Faktor Lingkungan Pengambilan data faktor lingkungan dilakukan pada pagi hari, siang hari dan sore hari. Data yang diambil meliputi suhu udara, kelembaban udara, kelembaban tanah, ph tanah dan ketebalan serasah pada tiap perangkap jebak. 4. Identifikasi Sampel Sampel yang didapat kemudian dibawa ke laboratorium Zoologi Universitas Nasional untuk diidentifkasi,dengan mengunakan buku identifikasi,pictorial Keys To Soil Animals Of China (Yin Wenying et al, 2000), The Insects Of Australia Volume I&II (Anonymous, 1991) dan Pengenalan Pelajaran Serangga edisi keenam (Borror et al, 1992). D. Analisis Data 1. Untuk mengetahui indeks keanekaragaman digunakan rumus Shannon-Wienner (Magurran, 1988) : H = - Pi ln Pi Keterangan : H = indeks keanekaragaman ni = jumlah suku yang didapat N = jumlah total suku yang didapat 2. Untuk mengetahui ada/tidaknya perbedaan indeks keanekaragaman antara dua habitat dihitung dengan Uji Hutchinson (Magurran, 1988) : 3. Indeks kesamaan suku serangga pada dua habitat dihitung dengan Uji Sorenson : IS = 2 C x 100% A + B Keterangan : IS = indeks kesamaan. C = jumlah suku serangga yang ada di kedua habitat A = jumlah suku serangga yang hanya ada di habitat pertama B = jumlah suku serangga yag hanya ada di habitat kedua Pi = ni/n Ruslan H 46

5 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komposisi serangga permukaan tanah Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap serangga permukaan tanah pada hutan homogen dan hutan heterogen didapatkan hasil seperti yang terlihat pada Tabel. 1. Jumlah famili dan individu serangga permukaan tanah yang dikoleksi pada hutan homogen dan heterogen bervariasi. Serangga permukaan tanah yang dikoleksi pada hutan homogen tergolong ke dalam 8 ordo dengan 18 famili (409 individu) sedangkan pada hutan heterogen didapatkan 8 ordo dengan 16 famili (992 individu). Berdasarkan tabel tersebut, jumlah famili dan individu serangga permukaan tanah dari Ordo Coleoptera, Diptera dan Hymenoptera lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan ordo yang lain. Hal ini dapat disebabkan karena serangga tersebut merupakan serangga yang umum dan banyak jumlah suku yang beraktivitas di permukaan tanah (Borror dkk., 1992). Tabel 1. Jumlah famili (F) dan jumlah individu (I) serangga permukaan tanah yang didapatkan di hutan homogen dan hutan heterogen di PPKA, Bodogol, Jawa Barat No. Taksa Hutan Homogen Hutan Heterogen F I F I 1 Blattodea Coleoptera Dermaptera Diptera Hemiptera Hymenoptera Lepidoptera Ortoptera Thysanura Jumlah Tabel 1 memperlihatkan bahwa pada hutan homogen jumlah famili serangga permukaan tanah yang ditemukan lebih banyak dibanding dengan hutan heterogen. Banyaknya jumlah famili serangga yang didapatkan terjadi karena lingkungan yang sesuai untuk mendukung kehidupannya. Keberadaan serangga permukaan tanah di suatu tempat tergantung dengan faktor lingkungannya yaitu biotik dan abiotik (Suin, 1989). Bila dilihat dari jumlah individu serangga permukaan tanah pada masingmasing lokasi, ternyata pada lokasi hutan heterogen jumlah individunya lebih banyak dibandingkan dengan hutan homogen. Hal tersebut dapat terjadi karena pada lokasi hutan heterogen, terdapat vegetasi dan serasah yang lebih banyak dibandingkan Ruslan H 47

6 lokasi hutan homogen. Faktor vegetasi dapat mempengaruhi penyediaan habitat bagi serangga permukaan tanah. Menurut Suhardjono dkk (1997), serangga permukaan tanah sangat tergantung pada tersedianya bahan organik berupa serasah atau lainnya yang terdapat di atas permukaan tanah. B. Keanekaragaman famili serangga permukaan tanah Pada hutan homogen didapatkan keanekaragaman yang dinyatakan dalam indeks Shannon-Wienner sebesar (Tabel 2). Nilai keanekaragaman Famili pada hutan homogen lebih tinggi bila dibandingkan dengan hutan heterogen yaitu sebesar (Tabel 2). Hasil perbandingan keanekaragaman pada hutan homogen dan heterogen disebabkan oleh perbedaan jumlah Famili dan individu yang terdapat pada kedua habitat tersebut. Untuk mendapatkan hasil uji keanekaragaman famili serangga yang lebih akurat dilakukan uji lanjutan dengan uji Hutchinson (Lampiran 2). Uji ini digunakan untuk membandingkan indeks keanekaragaman serangga dari hutan homogen dengan indeks keanekaragaman dari hutan heterogen. Berdasarkan hasil perhitungan uji Hutchinson (lampiran), hutan homogen dan hutan heterogen terdapat perbedaan signifikan dari keanekaragaman famili. Pada hutan homogen keanekaragam lebih tingi dibanding hutan heterogen Tingginya indeks keanekaragaman pada hutan homogen hal ini disebabkan pada hutan homogen vegetasi herba yang merupakan tempat hidup dan sumber makanan bagi serangga permukaan tanah, lebih beragam dan rimbun bila dibandingankan dengan vegetasi heterogen. Pada hutan homogen tutupan kanopi dari vegetasi kurang rapat sehinga penetrasi sinar matahari lebih banyak, sehingga vegetasi herba atau rumput yang membutuhkan sinar matahari untuk kehidupan dapat dipenuhi. Sedangkan pada hutan heterogen tutupan kanopi lebih rapat, penetrasi sinar matahari lebih kurang. Hal ini yang menyebabkan indeks keanekaragaman lebih tinggi. Menurut Suhardjono dkk (1997 faktor vegetasi dapat mempengaruhi penyediaan habitat bagi serangga permukaan tanah. Tabel 2. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kesamaan Family Serangga Permukaan Tanah pada Hutan Homogen dan Hutan Heterogen di PPKA, Bodogol, Jawa Barat Habitat ndeks Keanekaragaman Family Indeks Kesamaan Family Hutan Homogen Hutan Heterogen Hasil uji Sorrensen (Tabel lampiran 3) untuk mengetahui indeks kesamaan famili serangga, didapat sebesar 0,588. Hal ini menunjukan sekitar 58% famili yang ditemukan pada dua lokasi yaitu hutan homogen dan heterogen adalah sama. Dari hasil yang didapat, kesamaan famili serangga yang ditemukan baik pada hutan homogen maupun hutan heterogen diantaranya adalah Staphylinidae, Tenebrionidae (Coleoptera) Labiduridae (Dermaptera). Phoridae, Drosophilidae (Diptera) Formicidae (Hymenoptera), Cicadellidae, Miriidae (Hemiptera), Lycaenidae (Lepidoptera) dan Tetrigidae (Orthoptera). Ruslan H 48

7 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan,dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Serangga permukaan tanah pada hutan homogen didapatkan 8 ordo dengan 18 Famili (409 individu), pada lokasi hutan heterogen didapatkan 7 ordo dengan 16 Famili (992 individu). 2. Keanekaragaman serangga pada hutan homogen(0,842) lebih tinggi dibandingkan hutan heterogen.(0,224) Dari hasil uji statistik Hutchinson pada kedua habitat terdapat perbedaan indeks keanekaragaman signifikan. 3. Indeks kesamaan Sorrensen pada hutan homogen dan hutan heterogen sebesar 58%. B. Saran Perlu dilakukan penelitian jangka panjang terhadap serangga permukaan tanah di Pusat Pendidikan dan Konservasi Alam Bodogol, Sukabumi Jawa Barat sehingga didapat data yang lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Borror, D.J., C.A. Triplehorn dan N. F. Johnson. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi keenam. Soetiono Porto Soejono. Gajah mada university Press. Yogyakarta Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (Division of Entomology). The Insects Of Australia Volume I & II. Cornell University Press. Ithaca, New York Elzingga, R.J. Fundamentals Of Entomology. Prentice Hall Of India, Private limited, New Delhi Himpunan Mahasiswa Biologi Raflesia. Survei Keanekaragaman Hayati di Stasiun Penelitian Bodogol Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Universitas Islam As-Syafiah. Jakarta Magurran, Anne E. Ecological Diversity and Its Measurement. Princeton University Press. New Jersey Rahmawaty. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada Komunitas Rhizopora spp. Dan Komunitas Ceriops tagal Di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara. Tesis program pascasarjana IPB. Bogor Suin, N.M Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Suin, N.M Metoda Ekologi. Universitas andalas. Padang Suhardjono Y. R. Serangga Serasah : Keanekaragaman Takson dan Perannya di Kebun Raya An pr, J.A The Distribution And Diversity of Soil Fauna. Academic PressBogor, Museum Zoologi Bogor. Puslitbang Biologi-LIPI. Biota Vol. III (I) Wisnubudi, G. Kajian penerapan prinsipprinsip ekoturisme dan peranannya terhadap upaya konservasi keanekaragaman hayati di pusat pendidikan konservasi alam (PPKA) Bodogol. Institut Pertanian Bogor Ruslan H 49

8 Lampiran1. Komposisi serangga permukaan tanah yang didapat pada hutan homogen dan heterogen di PPKA, Bodogol, Jawa Barat No Ordo Family Homogen Heterogen 1 Blattodea Blattidae Coleoptera Staphylinidae 9 5 Histeridae 1 0 Scolytidae 2 0 Anthicidae 0 1 Anthribidae 1 0 Tenebrionidae Dermaptera Labiduridae Diptera Phoridae 11 2 Dolichopodidae 2 0 Cecidomyiidae 1 0 Drosophillidae 3 3 Muscidae 0 1 Syrphidae Hymenoptera Formicidae Diapriidae 1 0 Evaniidae Hemiptera Cicadellidae 1 1 Membracidae 0 1 Miridae Lepidoptera Lycaenidae Orthoptera Gryllidae 0 1 Tetrigidae Thysanura Lepidotrichidae Ruslan H 50

9 Lampiran 2. Indeks keanekaragaman serangga permukaan tanah pada hutan homogen di PPKA, Bodogol, Jawa Barat. Bangsa Suku I K Pi ln Pi Pi ln Pi (Pi ln Pi)^2 (Pi (ln Pi)^2 Dermaptera Labiduridae Hymenoptera Formicidae Diapriidae Evaniidae Hemiptera Cicadellidae Miridae Coleoptera Staphylinidae Histeridae Scolytidae Anthribidae Tenebrionidae Diptera Phoridae Dolichopodidae Cecidomyiidae Drosophillidae Lepidoptera Lycaenidae Orthoptera Tetrigidae Thysanura Lepidotrichidae VAR H Ruslan H 51

10 \ Lampiran 3. Indeks keanekaragaman serangga permukaan tanah pada hutan heterogen di PPKA, Bodogol, Jawa Barat. Ordo Famili I K Pi ln Pi Pi ln Pi (Pi ln Pi)^2 Pi (ln Pi)^2 Dermaptera Labiduridae Hymenoptera Formicidae Hemiptera Cicadellidae E Membracidae E Miridae E Coleoptera Staphylinidae Anthicidae E Tenebrionidae Orthoptera Gryllidae E Tetrigidae E Diptera Phoridae Drosophillidae Muscidae E Syrphidae E Lepidoptera Lycaenidae E Blattodea Blattidae E JUMLAH VAR H H1-H (Var H1+Var H2)^ Var H1+Var H Var H1^2/N E-07 t Var H2^2/N E-09 df Berdasarkan hasil dari table distribusi t, tampak dengan derajat kebebasan dan nilai t seperti di atas maka di peroleh p< Oleh karena itu, kedua jenis hutan berbeda signifikan dari sisi keanekaragaman spesiesnya. Hutan homogen memiliki jumlah keanekaragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan hutan heterogen Ruslan H 52

11 Tabel 4. Kesamaan famili serangga antara hutan homogen dan hutan heterogen Hutan Homogen Labiduridae Formicidae Diapriidae Evaniidae Cicadellidae Miridae Staphylinidae Histeridae Scolytidae Anthribidae Tenebrionidae Tetrigidae Phoridae Hutan Heterogen Labiduridae Formicidae Cicadellidae Membracidae Miridae Staphylinidae Anthicidae Tenebrionidae Gryllidae Tetrigidae Phoridae Drosophillidae INDEKS KESAMAAN Ruslan H 53

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif - eksploratif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013), metode penelitian kuanitatif merupakan metode penelitian yang

Lebih terperinci

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian 11 METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2009. Pengamatan serangga dilakukan di dua lokasi, yaitu pada pertanaman H. multifora di lingkungan Kampus Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel langsung dari lokasi

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan ragam jenisnya. Serangga memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda tanah

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH DI SEKITAR PERKEBUNAN DESA COT KAREUNG KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH DI SEKITAR PERKEBUNAN DESA COT KAREUNG KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH DI SEKITAR PERKEBUNAN DESA COT KAREUNG KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR Syarifah Farissi Hamama 1, Irma Sasmita 1 1 Program Studi Pendidikan Biologi Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Nopember 2010 di PPKA Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 2). Lokasi pengambilan data kupu-kupu di PPKA Bodogol, meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan 61 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan data, menganalisis data dan menginterprestasikan data yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Mengumpulkan data kemudian mendeskripsikan keanekaragaman makrofauna tanah yang terdapat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI 15-133 IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI Identification of Land Macrofauna Place in the Final Disposal Zone Passive Klotok City Kediri Budhi Utami,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik. 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap serangga

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODOLOGI PENELITAN 50 BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian,

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 0 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Fauna Tanah dan Peranannya terhadap Laju Dekomposisi Serasah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Keanekaragaman Fauna Tanah dan Peranannya terhadap Laju Dekomposisi Serasah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) JURNAL Vol. 03 Desember SILVIKULTUR 2012 TROPIKA Vol. 03 No. 03 Desember 2012, Hal. 161 167 Keanekaraaman Fauna Tanah dan Peranannya 161 ISSN: 2086-8227 Keanekaragaman Fauna Tanah dan Peranannya terhadap

Lebih terperinci

Analisis Keanekaragaman..I Wayan Karmana 1

Analisis Keanekaragaman..I Wayan Karmana 1 ANALISIS KEANEKARAGAMAN EPIFAUNA DENGAN METODE KOLEKSI PITFALL TRAP DI KAWASAN HUTAN CANGAR MALANG I WAYAN KARMANA FPMIPA IKIP Mataram ABSTRAK Analisis terhadap keanekaragaman ( diversity) merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara tropis yang dilalui garis ekuator terpanjang, Indonesia memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya tersebar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan sampel secara langsung dari lokasi pengamatan.

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan sampel secara langsung dari lokasi pengamatan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, akuades, dan larutan gliserin. 1.1.2. Alat

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PERMUKAAN TANAH DI BAWAH TEGAKAN VEGETASI PINUS (Pinus merkusii) TAHURA POCUT MEURAH INTAN Lisa Fatmala 1), Samsul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. segala cara untuk menetapkan lebih teliti atau seksama dalam suatu

BAB III METODE PENELITIAN. segala cara untuk menetapkan lebih teliti atau seksama dalam suatu 41 BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian,

Lebih terperinci

BAB IV. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Rimbo Panjang Kecamatan. Desa Rimbo Panjang merupakan salah satu Desa di Kecamatan

BAB IV. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Rimbo Panjang Kecamatan. Desa Rimbo Panjang merupakan salah satu Desa di Kecamatan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Rimbo Panjang Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar, yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2000

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 9 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga bulan Oktober tahun 2007 dengan mengambil lokasi di dua tempat, yaitu hutan alam (Resort Cibodas, Gunung

Lebih terperinci

DIVERSITAS SERANGGA PERMUKAAN TANAH PADA PERTANIAN HORTIKULTURA ORGANIK DI BANJAR TITIGALAR, DESA BANGLI, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN-BALI

DIVERSITAS SERANGGA PERMUKAAN TANAH PADA PERTANIAN HORTIKULTURA ORGANIK DI BANJAR TITIGALAR, DESA BANGLI, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN-BALI Jurnal Biologi XVIII (1) : 28-32 ISSN : 1410-5292 DIVERSITAS SERANGGA PERMUKAAN TANAH PADA PERTANIAN HORTIKULTURA ORGANIK DI BANJAR TITIGALAR, DESA BANGLI, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN-BALI THE

Lebih terperinci

1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. peroleh dari lahan pertanian organik dan lahan pertanian intensif di Desa

1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. peroleh dari lahan pertanian organik dan lahan pertanian intensif di Desa 16 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian A. Materi a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah yang di peroleh dari lahan pertanian organik dan lahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan atau pengambilan sampel secara langsung pada lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan tropis adalah maha karya kekayaaan species terbesar di dunia. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya flora dan faunanya.

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN FAUNA TANAH PADA PERKEBUNAN JAMBU BIJI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA BUMIAJI KOTA BATU. Aniqul Mutho

KEANEKARAGAMAN FAUNA TANAH PADA PERKEBUNAN JAMBU BIJI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA BUMIAJI KOTA BATU. Aniqul Mutho KEANEKARAGAMAN FAUNA TANAH PADA PERKEBUNAN JAMBU BIJI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA BUMIAJI KOTA BATU Aniqul Mutho Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena metode deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati merupakan jutaan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, termasuk yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka bentuk menjadi lingkungan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FAMILI SERANGGA DAN DOMINANSINYA PADA TANAMAN TEBU TOLERAN KEKERINGAN DI PG DJATIROTO

IDENTIFIKASI FAMILI SERANGGA DAN DOMINANSINYA PADA TANAMAN TEBU TOLERAN KEKERINGAN DI PG DJATIROTO IDENTIFIKASI FAMILI SERANGGA DAN DOMINANSINYA PADA TANAMAN TEBU TOLERAN KEKERINGAN DI PG DJATIROTO SKRIPSI Oleh Devia Istikoma NIM 091810401029 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena metode deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapangan dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu bulan Agustus 2015 sampai dengan September 2015. Lokasi penelitian berada di Dusun Duren

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODOLOGI PENELITAN 49 BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik eksplorasi yaitu segala cara untuk menetapkan lebih teliti atau seksama dalam suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia (Rahmawaty,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan Tropis di dunia, walaupun luas daratannya hanya 1.32% dari luas daratan di permukaan bumi, namun demikian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis yang dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk juga keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kepadatan Populasi dan Biomassa Fauna Tanah Populasi fauna tanah pada lahan tebu transgenik PS IPB 1 menunjukkan kepadatan tertinggi pada lahan PS IPB 1-8 sebesar 4268 individu/m

Lebih terperinci

Interaksi Trofik Jenis Serangga di atas Permukaan Tanah dan Permukaan Tanah Beberapa Pertanaman Varietas Jagung (Zea mays Linn.)

Interaksi Trofik Jenis Serangga di atas Permukaan Tanah dan Permukaan Tanah Beberapa Pertanaman Varietas Jagung (Zea mays Linn.) Interaksi Trofik Jenis Serangga di atas Permukaan Tanah dan Permukaan Tanah Beberapa Pertanaman Varietas Jagung (Zea mays Linn.) Tropic Interaction of Insects on The Soil Surface and Above of Soil Surface

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasll penelitian disajikan dengan memaparkan hasil pengukuran faktor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasll penelitian disajikan dengan memaparkan hasil pengukuran faktor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasll penelitian disajikan dengan memaparkan hasil pengukuran faktor fisik, kimia terlebih dahulu agar diperoleh gambaran kondisi mikroklimat tanah gambut pada areal penelitian.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat III. MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di areal kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Identifikasi serangga dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kakao milik masyarakat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kakao milik masyarakat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kakao milik masyarakat di desa Candi Rejo dan desa Sidomulyo, Kecamatan Biru-biru, Kabupaten Deli Serdang pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis dan Topografi 1 Gambar 4.1 Peta TWA Bkit Tangkiling 2 Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling merupakan salah satu kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan,

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan, BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dan dilakukan dengan menggunakan metode observasi. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, karena dalam penelitian ini, Lepidoptera yang menjadi variabel tidak diberi perlakuan khusus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biodiversitas Biodiversitas mencakup keseluruhan ekosistem. Konsep tersebut mencoba untuk menekan variasi habitat yang diterapkan pada suatu area. Biodiversitas meliputi

Lebih terperinci

Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Perkebunan Teh PTPN XII Bantaran Blitar. Mariatul Qiptiyah ( )

Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Perkebunan Teh PTPN XII Bantaran Blitar. Mariatul Qiptiyah ( ) Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Perkebunan Teh PTPN XII Bantaran Blitar Mariatul Qiptiyah (10620075) Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Pinus Hutan pinus (Pinus merkusii L.) merupakan hutan yang terdiri atas kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Kingdom Divisio Classis Ordo

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METOE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian 5 salinitas, ph, kandungan bahan-bahan, suhu dll.), dan atmosfer (atmosphere, udara: iklim, cuaca, angin, suhu, dll.) (Tarumingkeng 1991). Tarumingkeng (1991) menambahkan bahwa lingkungan biotik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai 19 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitiana Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai April 2012, pengamatan dan pengambilan data dilakukan pada malam hari

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SPESIES INSEKTA PADA TANAMAN RAMBUTAN DI PERKEBUNAN MASYARAKAT GAMPONG MEUNASAH BAK U KECAMATAN LEUPUNG KABUPATEN ACEH BESAR

KEANEKARAGAMAN SPESIES INSEKTA PADA TANAMAN RAMBUTAN DI PERKEBUNAN MASYARAKAT GAMPONG MEUNASAH BAK U KECAMATAN LEUPUNG KABUPATEN ACEH BESAR Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Biologi, Volume 1, Issue 1, Agustus 2016, hal 71-77 KEANEKARAGAMAN SPESIES INSEKTA PADA TANAMAN RAMBUTAN DI PERKEBUNAN MASYARAKAT GAMPONG MEUNASAH BAK U KECAMATAN LEUPUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia, luasnya mencapai 130.609.014,98 ha (Departemen Kehutanan, 2011). Ekosistem tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Serangga merupakan makhluk hidup yang mendominasi bumi dan berjumlah lebih kurang setengah dari total spesies tumbuhan dan hewan yang ada di bumi (Ohsawa 2005)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH viii ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman serangga (insecta) dan tumbuhan yang digunakan sebagai habitat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 28 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dimulai dari bulan November- Desember 2011. Lokasi pengamatan disesuaikan dengan tipe habitat yang terdapat di

Lebih terperinci

Tabel 3 Bobot badan, bobot lambung, dan beberapa ukuran tubuh dan diameter lambung cicak

Tabel 3 Bobot badan, bobot lambung, dan beberapa ukuran tubuh dan diameter lambung cicak Analisis Isi Lambung Lambung cicak dikeluarkan dan ditampung ke dalam botol penampung yang berisi etanol 7 % kemudian dibedah dalam cawan petri dibawah mikroskop. Makanan dalam lambung kemudian dipilah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kepadatan Populasi Fauna Tanah Populasi fauna tanah diamati pada 2 lokasi, yaitu pada lahan yang ditanami padi gogo dengan kemiringan 5% dan lahan dengan kemiringan 15%.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERKEBUNAN APEL SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DESA PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERKEBUNAN APEL SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DESA PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG Jurnal Ekologi: Tahun 2012 1 KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERKEBUNAN APEL SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DESA PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG Yogama Tetrasani Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Deskriptif yaitu penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan secara sistematik, faktual,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Perhitungan Indeks Keanekaragaman (H ) dan Indek Dominasi (C)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Perhitungan Indeks Keanekaragaman (H ) dan Indek Dominasi (C) 114 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Indeks Keanekaragaman (H ) dan Indek Dominasi (C) Tabel 1. Indeks Keanekaragaman (H ) dan Indek Dominasi (C) Fauna Tanah Pengamatan Langsung pada Perkebunan Jambu Biji

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan BAB III METODOLOGI PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan ketinggian 700-1000 m dpl,

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI TIPE TEGAKAN DI AREAL BEKAS TAMBANG SILIKA DI HOLCIM EDUCATIONAL FOREST, SUKABUMI, JAWA BARAT

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI TIPE TEGAKAN DI AREAL BEKAS TAMBANG SILIKA DI HOLCIM EDUCATIONAL FOREST, SUKABUMI, JAWA BARAT Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 08 No. 1, April 2017, Hal 26-34 ISSN: 2086-8227 KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI TIPE TEGAKAN DI AREAL BEKAS TAMBANG SILIKA DI HOLCIM EDUCATIONAL FOREST, SUKABUMI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitan ini adalah penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang dilakukan dengandesain tujuan utama untuk membuat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang 23 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survai, yaitu pengambilan sampel semut pada tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif,

Lebih terperinci

ANALISIS BIODIVERSITAS SERANGGA DI HUTAN KOTA MALABAR SEBAGAI URBAN ECOSYSTEM SERVICES KOTA MALANG PADA MUSIM PANCAROBA

ANALISIS BIODIVERSITAS SERANGGA DI HUTAN KOTA MALABAR SEBAGAI URBAN ECOSYSTEM SERVICES KOTA MALANG PADA MUSIM PANCAROBA ANALISIS BIODIVERSITAS SERANGGA DI HUTAN KOTA MALABAR SEBAGAI URBAN ECOSYSTEM SERVICES KOTA MALANG PADA MUSIM PANCAROBA ANALYSIS OF INSECTS BIODIVERSITY IN MALABAR URBAN FOREST AS URBAN ECOSYSTEM SERVICES

Lebih terperinci