HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 11 Nilai Kemerataan Jenis (Evenness Index) Nilai kemerataan jenis menunjukkan derajat kemerataan keanekaragaman individu antar jenis. Rumus yang digunakan adalah nilai evenness modifikasi dari Hill s ratio (Ludwig dan Reynolds 1988): E5 = N2 1 Dimana N2 = 1 dan N1 = eh N1 1 λ E5 = Indeks Kemerataan Jenis N1 = Nilai dari kelimpahan N2 = Ukuran nilai dari kelimpahan jenis pada sampel λ = Simpson s indeks, λ = Pi 2 s i=1 Nilai E5 berkisar antara 0 1. Nilai E5 yang mendekati 0 menunjukan bahwa suatu jenis menjadi dominan dalam komunitas. Jika nilai E5 mendekati 1, seluruh jenis memiliki tingkat kemerataan jenis yang hampir sama. Nilai Kesamaan (Similarity Index) Jenis Serangga antar Tipe Tegakan Nilai kesamaan jenis dihitung menggunakan Indeks Kesamaan Jaccard dirumuskan dengan: CJ J a b CJ = J/(a + b J) = Indeks Kesamaan Jaccard = jumlah spesies yang ditemukan pada habitat a & b = jumlah spesies yang ditemukan pada habitat a = jumlah spesies yang ditemukan pada habitat b Menurut Magurran (1988), nilai indeks kesamaan jenis Jaccard (Cj) mendekati 1 menunjukkan tingkat kesamaan jenis antar habitat tinggi. Jika nilai indeks kesamaan jenis Jaccard (Cj) mendekati 0 menunjukkan tingkat kesamaan jenis antar habitat rendah. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Hutan Lindung Angke Kapuk Menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 220/Kpts-II/2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Wilayah Provinsi DKI Jakarta, luas Hutan Lindung Angke Kapuk adalah ha. Wilayah tersebut masuk dalam dua wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Berdasarkan tata batas, wilayah Hutan Lindung Angke Kapuk berbatasan dengan PT Mandara Permai (Pantai Indah Kapuk) di sebelah selatan, sebelah utara berbatasan dengan

2 Laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Kali Kamal, dan sebelah timur berbatasan dengan Kali Angke dan perkampungan nelayan Muara Angke. Secara geografis Hutan Lindung Angke Kapuk terletak diantara Lintang Selatan dan Bujur Timur. Hutan Lindung Angke Kapuk terbentang mulai dari batas Hutan Wisata Kamal sampai batas Suaka Margasatwa Muara Angke. Kondisi permukaan tanah relatif datar. Elevasi permukaan tanah di bagian selatan lebih tinggi kemudian menurun dengan kemiringan yang rendah ke arah utara sampai ke pantai, di bagian selatan ketinggian permukaan tanah permukaan tanahnya disebabkan oleh kemiringan alami, yang juga berfungsi sebagai daerah penyangga dari batas hutan. Secara keseluruhan kawasan ini dahulu merupakan daratan empang dengan sungai-sungai kecil yang bermuara di Teluk Jakarta. Umumnya, bagian utara dataran rendah ini merupakan hutan mangrove. Hutan mangrove yang kini menjadi hutan lindung merupakan pantai dari Muara Sungai Angke Kapuk sampai di sebelah timur Sungai Kamal. Semakin ke baratdaya ketinggian daratan semakin tinggi. Di bagian selatan, ketinggian tempat mencapai 5 meter di atas permukaan laut. Keadaan tanah di Hutan Lindung Angke Kapuk di bagian utara sampai dengan pantai Jawa, terdiri dari alluvial kelabu tua dan gley humus rendah. Batuan induk tanah ini berupa endapan tanah liat daratan pantai. Pada bagian selatan terdiri dari regosol cokelat yang terbentuk dari endapan pasir vulkanik, daerah ini merupakan tanah lempung berpasir dengan topografi datar. Pada bagian tenggara terdiri dari alluvial kelabu tua. Keadaan tambak rawa, sungai dan pasang surut sekitar hutan sangat mempengaruhi kondisi hidrologi kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk. Hal ini nampak pada kondisi air yang berkadar garam Pasang tertinggi terjadi pada bulan Juni setinggi 1.25 meter dan surut terendah setinggi 0.25 meter terjadi pada bulan Juli. Secara umum, kondisi iklim kota Jakarta termasuk kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk memiliki iklim tropis dengan curah hujan rata-rata tahunan 2000 mm. suhu udara di Muara Angke cukup tinggi. Suhu udara maksimum berkisar 35 C dan minimum berkisar 19 C pada malam hari. Kelembaban udara maksimum mencapai 89% dan minimum 76%. Pada bulan November sampai April, kawasan ini dipengaruhi angin musim barat, sedangkan angin musim timur bertiup pada bulan Mei sampai bulan Oktober. Jenis tumbuhan didominasi oleh api-api (Avicennia sp.), hampir membentuk tegakan murni, sehingga dapat dikatakan bahwa Hutan Lindung Angke Kapuk didominasi oleh jenis api-api. Jenis tumbuhan yang dapat ditemukan di kawasn ini adalah pidada (S. alba), buta-buta (Excoecaria agallocha), dan waru laut (Hibiscus tiliaceus). Jenis bakau (Rhizophora sp.) merupakan jenis yang ditanam, baik di areal yang berdekatan dengan tambak di luar hutan lindung maupun di dalam hutan lindung. Jenis pohon lain yang ditanam adalah akasia, mahoni, dan flamboyan. Fauna yang dapat ditemui di kawasan ini antara lain adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), burung-burung seperti kuntul, cangak, camar, trinil, gajahan dan jenis reptil seperti kadal, biawak, ular, dan katak. 12

3 13 Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo memiliki hutan mangrove dengan luas 95.5 ha. Wilayah tersebut termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pluit, Kecamatan Panjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Berdasarkan tata batas, wilayah Kawasan Mangrove jalan Tol Sedyatmo berbatasan dengan Pantai Indah Kapuk di sebelah selatan, sebelah utara berbatasan dengan Jalan Tol Soekarno-Hatta, sebelah barat berbatasan dengan Pantai Kapur Timur, dan sebelah timur berbatasan dengan Jalan Pluit Barat. Secara geografis, Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo terletak pada ;35 Lintang Selatan dan Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 0 1 meter di atas permukaan laut. Kawasan Delta Muara Angke berada diantara 2 anak sungai, yaitu Kali Angke di sebelah timur dan Kali Adem di sebelah barat. Geomorfologi Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo dipengaruhi hasil endapan sungai yang mengalir di wilayah tersebut. Endapan sungai membentuk endapan alluvial pantai dengan permukaan tanah datar dan subur karena dipegaruhi oleh endapan sungai yang mengandung sedimen bahan organik dengan tekstur tanah lunak (tidak solid). Hal ini yang menyebabkan daya dukung tanah rendah dan proses intrusi air laut tinggi. Topografi pada Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo memiliki kontur permukaan tanah yang datar. Ketinggian dari permukaan laut adalah 0 1 meter dengan kondisi air permukaan berupa payau, kolam tambak, dan rawa-rawa. Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo merupakan delta yang diapit oleh dua anak sungai, yaitu Kali Adem dan Kali Angke. Saat curah hujan tinggi, terjadi peningkatan ketinggian pasang air yang mencapai 0.3 m/hari. Namun, saat musim kemarau panjang, air akan surut hingga ± 0.5 m/hari. Kedalaman kawasan yang berupa kolam atau tambak ini bervariasi, yakni antara 0.82 sampai 1.5 meter. Secara umum, kondisi iklim kota Jakarta termasuk Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo memiliki iklim tropis dengan curah hujan sepanjang tahun mm/tahun. Suhu udara di Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo cukup tinggi. Suhu udara maksimum berkisar 31.4 C pada siang hari dan berkisar 25.4 C pada malam hari. Kelembaban udara rata-rata sebesar 77% dan kecepatan angin ratarata sebesar 7 knots/jam dengan arah angin yang selalu berubah-ubah sesuai musim pada tiap tahunnya. Flora di Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo didominasi oleh jenis bakau (R. mucronata), sedangkan jenis tumbuhan mangrove yang tumbuh alami di pematang-pematang tambak adalah jenis api-api (A. marina), tancang (Bruguiera sp.), pedada (S. alba), dan Nypa fruticans. Di samping itu, ditemukan pula jenis fauna di kawasan tersebut, antara lain burung air seperti pucuk padi (Phalacrocorax niger), cangak laut (Ardea sumatrana), bambangan merah (Ixobrychus cinnamomeus), raja udang meninting (Alcedo meninting), dan reptil, yaitu kadal (Mabuya multifasciata), katak (Polypedates leucomystax), kodok (Limnonectes macrodan), dan biawak (Varanus rudicollis).

4 14 Hasil Komposisi Tegakan dan Keanekaragaman Jenis Mangrove Dominansi Jenis Jens-jenis pohon mangrove yang ditemukan berdasarkan hasil analisis vegetasi pada tiga tipe tegakan yakni tegakan monokultur A. marina (A) dan tegakan campuran A. marina dan R. mucronata (B) yang berada di hutan lindung Angke Kapuk, serta tegakan campuran S. alba dan R. mucronata (C) yang berada di Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Indeks Nilai Penting jenis mangrove untuk setiap tingkat pertumbuhan di lokasi penelitian Tingkat Pertumbuhan Indeks Nilai Penting (%) A B C Pohon A. marina (300%) A. marina (300%) S. alba (300 %) Pancang A. marina (200%) A. marina (123.34%) S. alba (114.5 %) R. mucronata (76.66%) R. mucronata (85.5 %) Semai A. marina (200%) A. marina (113.29%) S. alba (200 %) R. mucronata (86.71%) campuran S. alba dan R. mucronata Tabel 1 menunjukkan bahwa tipe tegakan A pada tingkat pohon, pancang, dan semai didominasi oleh jenis A. marina. Tipe tegakan B pada tingkat pohon, pancang, dan semai didominasi oleh jenis A. marina, sedangkan pada tingkat semai dan pancang ditemukan jenis kodominan yaitu R. mucronata. Tipe tegakan C pada tingkat pohon, pancang, dan semai didominasi oleh jenis S. alba, sedangkan pada tingkat pancang ditemukan jenis kodominan yaitu R. mucronata. Kerapatan Tegakan pada Setiap Tipe Tegakan Mangrove Nilai kerapatan untuk berbagai tingkat pertumbuhan dari hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.

5 15 Tabel 2 Nilai kerapatan pada setiap tingkat pertumbuhan di berbagai tipe tegakan mangrove di lokasi penelitian Tegakan Tingkat Pertumbuhan Kerapatan (ind/ha) A Pohon Pancang Semai B Pohon Pancang Semai C Pohon Pancang Semai campuran S. alba dan R. mucronata Tabel 2 menjelaskan bahwa pada tipe tegakan A, B, dan C kerapatan tertinggi terdapat pada tingkat pertumbuhan semai dan kerapatan jenis terendah terdapat pada tingkat pohon. Semakin besar ukuran diameter batang, maka semakin berkurang jumlah individunya. Keanekaragaman Jenis Mangrove Keanekaragaman jenis mangrove tertinggi terdapat pada tegakan B sebesar 0.62 dan tertinggi kedua terdapat pada tegakan C sebesar Tegakan A nilai keanekaragaman jenis mangrove bernilai nol dikarenakan hanya terdapat satu jenis mangrove yang terdapat pada tegakan tersebut. Hasil analisis indeks Keanekaragaman jenis mangrove disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai indeks keanekaragaman jenis mangrove pada berbagai tipe tegakan di lokasi penelitian Tegakan H' A 0.00 B 0.62 C 0.29 campuran S. alba dan R. mucronata Komposisi, Kelimpahan, dan Keanekaragaman Serangga Komposisi dan Kelimpahan Serangga pada Setiap Tipe Tegakan Mangrove Komposisi dan kelimpahan serangga dari tiga tipe tegakan disusun oleh 10 ordo dan 55 famili dengan total kelimpahan sebanyak individu/ha.

6 16 Contoh serangga yang tertangkap dengan metode yellow pan trap dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 5. A B C D E GF Gambar 5 Serangga yang tertangkap dengan metode yellow pan trap: (A) Pipunculidae (Diptera) 10x; (B) Psychodidae (Diptera) 20x; (C) Gryllidae (Orthoptera) 10x; (D) Miridae (Hemiptera) 10x; (E) Ephydridae (Diptera) 10x; (F) Elasmidae (Hymenoptera) 10x Data komposisi dan kelimpahan serangga berdasarkan ordo hasil pemisahan dan identifikasi pada setiap tipe tegakan di lokasi penelitian tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 Kelimpahan serangga berdasarkan ordo di setiap tipe tegakan Ordo Kelimpahan serangga (individu/ha) A B C Coleoptera Diptera Embiidina Hemiptera Hymenoptera Lepidoptera Odonata Orthoptera Blattaria Homoptera campuran S. alba dan R. mucronata Tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah ordo terbanyak yaitu ditemukan pada tipe tegakan B. Komposisi dan kelimpahan serangga pada tegakan monokultur A. marina (A) disusun oleh 22 famili dan 6 ordo dengan kelimpahan serangga sebanyak individu/ha dan pada tegakan campuran S. alba dan R. mucronata (C) disusun oleh 30 famili dan 8 ordo dengan kelimpahan serangga sebanyak individu/ha. Komposisi dan kelimpahan serangga tertinggi terdapat pada tegakan campuran A. marina dan R. mucronata (B) disusun oleh 33 famili dan 8 ordo dengan kelimpahan serangga sebanyak individu/ha. Pada ketiga habitat tersebut jenis serangga yang mendominasi yaitu dari ordo Diptera.

7 17 Tipe tegakan A dan B didominasi oleh famili Ephydridae dari ordo Diptera (Gambar 5E), sedangkan tipe tegakan C didominasi oleh famili Psychodidae dari ordo Diptera (Gambar 5B). Keanekaragaman Serangga pada Setiap Tipe Tegakan Hasil analisis data kelimpahan indeks keanekaragaman dan kemerataan serangga pada setiap tipe tegakan mangrove yang diperoleh tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah morfospesies, nilai indeks keanekaragaman, dan indeks kemerataan serangga di setiap tipe tegakan Keterangan Tegakan A B C Jumlah morfospesies H' E campuran S. alba dan R. mucronata; H =indeks keanekaragaman Shannon-Wiener; dan E5=indeks kemerataan modifikasi Hill s ratio Nilai Keanekaragaman (Diversity Index) Serangga Hasil analisis pada Tabel 5 diketahui bahwa serangga yang diperoleh pada tiga tipe tegakan mangrove mempunyai keanekaragaman jenis yang berbeda. Jumlah individu jenis tertinggi adalah pada tegakan B, tetapi nilai keanekaragaman jenis serangga (H ) tertinggi terdapat pada tegakan C sebesar Tegakan A dan B mempunyai nilai keanekaragaman jenis serangga (H ) masing-masing adalah 1.68 dan Nilai Kemerataan (Evennes Index) Serangga Tabel 5 menunjukan tidak ada dominansi jenis serangga pada tegakan A, B serta C dengan besarnya nilai Evennes index (E5) dari masing-masing lokasi yang tidak bernilai nol. Namun, pada tegakan B cenderung mendekati nol, artinya ada kelompok serangga yang lebih mendominasi yaitu famili Ephrydidae dari ordo Diptera. Nilai Kesamaan (Similarity Index) Jenis Serangga antar Tipe Tegakan Hasil analisis data untuk mengetahui tingkat kesamaan jenis serangga antara tipe tegakan mangrove dengan menggunakan rumus kesamaan Jaccard tersaji dalam Tabel 6. Hasil analisis indeks kesamaan jenis Jaccard memperlihatkan bahwa kesamaan jenis serangga antar tipe tegakan berbeda satu sama lain.

8 18 Tabel 6 Nilai indeks kesamaan jenis serangga antar tipe tegakan Tegakan Similarity Index A vs B 26% A vs C 25% B vs C 21% campuran S. alba dan R. mucronata Faktor Lingkungan Serangga Keanekaragaman dan kelimpahan serangga secara umum akan ditentukan pula oleh faktor lingkungan. Setiap jenis serangga mempunyai kesesuaian terhadap lingkungan tertentu. Oleh karena itu, faktor fisik lingkungan sangat mempengaruhi. Pengukuran faktor fisik lingkungan yang dilakukan adalah suhu dan kelembaban udara. Hasil pengukuran faktor lingkungan pada tiga tipe tegakan didapatkan data yang tersaji pada Tabel 7. Tabel 7 Kondisi rata-rata suhu dan kelembaban pada tegakan monokultur A. marina, campuran A. marina dan R. mucronata, dan campuran S. alba dan R. mucronata Kondisi Lingkungan Tipe Tegakan A B C Suhu ( C) RH (%) campuran S. alba dan R. mucronata Tabel 7 menunjukan bahwa faktor suhu dan kelembaban udara pada tegakan B lebih tinggi dibandingkan tegakan A dan C, sedangkan kelembaban udara pada tegakan A lebih tinggi dibandingkan tegakan B dan C. Kondisi lingkungan yang berbeda menyebabkan kelimpahan serangga tiap tipe tegakan berbeda. Pembahasan Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa tipe tegakan monokultur A. marina pada tingkat pohon, pancang, dan semai didominasi oleh jenis A. marina. Tipe tegakan campuran A. marina dan R. mucronata pada tingkat pohon, pancang, dan semai didominasi oleh jenis A. marina, sedangkan pada tingkat semai dan pancang ditemukan jenis kodominan yaitu R. mucronata. Tipe tegakan campuran A. alba dan R. mucronata merupakan tegakan hasil penanaman yang didominasi oleh tumbuhan yang masih muda. Tipe tegakan campuran S. alba dan R. mucronata pada tingkat pohon, pancang, dan semai didominasi oleh jenis S. alba, sedangkan pada tingkat pancang ditemukan jenis kodominan yaitu R. mucronata. Tipe tegakan campuran S. alba dan R. mucronata merupakan tegakan yang tumbuh pada delta yang diapit oleh dua anak sungai, yaitu Kali Adem dan Kali

9 19 Angke. Menurut Kusmana et al. (2008), flora mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi zonasi mangrove yaitu pasang surut, tipe tanah, kadar garam dan cahaya. Kerapatan tegakan tertinggi pada tipe tegakan monokultur A. marina, tipe tegakan campuran A. marina dan R. mucronata, dan tipe tegakan campuran S. alba dan R. mucronata terdapat pada tingkat pertumbuhan semai. Tegakan campuran A. marina dan R. mucronata mempunyai nilai keanekaragaman jenis mangrove lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan monokultur A. marina dan campuran S. alba dan R. mucronata. Komposisi serangga dengan menggunakan metode yellow-pan trap menunjukkan hasil yang berbeda pada ketiga tipe tegakan. Menurut Godfray (1994) dalam Perdana (2010), serangga ordo Hymenoptera yang terperangkap pada yellow-pan trap kemungkinan besar merupakan serangga yang bersifat tertarik terhadap warna kuning. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, serangga yang banyak tertangkap yellowpan-trap adalah famili Ephydridae (Gambar 5E) dan Psychodidae (Gambar 5B) dari ordo Diptera. Perbedaan ini diduga karena perbedaan habitat. Komposisi serangga pada tegakan campuran A. marina dan R. mucronata lebih tinggi, baik dibandingkan dengan tegakan monokultur A. marina maupun tegakan campuran S. alba dan R. mucronata. Faktor yang mempengaruhi perbedaan komposisi serangga pada ketiga tipe tegakan tersebut antara lain adalah sifat serangga itu sendiri (misalnya cara hidup, makan, dan berkembang biak) dan faktor lingkungan dari masing-masing tegakan. Pernyataan ini dipertegas oleh Tofani (2008), komposisi dan kelimpahan jenis serangga dipengaruhi oleh kelimpahan jenis tumbuhan, baik pohon maupun tumbuhan bawah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kelimpahan tumbuhan mempengaruhi komposisi serangga pada ketiga tipe tegakan tersebut. Menurut Kahono et al. (2003), jumlah individu pada setiap ordo serangga atau kelompok serangga tertentu memiliki kecenderungan fluktuasi yang bervariasi sepanjang tahun. Fluktuasi serangga dari waktu ke waktu sangat dipengaruhi oleh dinamika lingkungannya yang terjadi di dalam hutan. Perubahan fenologi tumbuhan hutan, kondisi fisik, iklim dan cuaca dari waktu ke waktu mempengaruhi reproduksi, pertumbuhan, dan mortalitas serangga. Perubahan ini secara langsung dan tidak langsung akan menyebabkan perubahan jumlah serangga dari waktu ke waktu. Tegakan campuran A. marina dan R. mucronata mempunyai kerapatan tumbuhan dan keanekaragaman jenis mangrove lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan monokultur A. marina dan campuran S. alba dan R. mucronata. Perbedaan komposisi jenis mangrove mempengaruhi penyediaan makanan (serasah) bagi serangga. Semakin melimpah serasah, maka semakin melimpah pula individu serangga permukaan tanah (Tofani 2008). Selain faktor lingkungan, sifat serangga (misalnya cara hidup, makan dan berkembang biak) juga memiliki peranan penting dalam menentukan keberadaan serangga pada suatu tegakan. Pada ketiga tipe tegakan, kelimpahan serangga tertinggi didominasi oleh ordo Diptera. Ordo ini dapat ditemukan di semua habitat dan makan berbagai tumbuhan. Banyak jenis Diptera sebagai pemakan cairan tumbuhan (nektar), serta cairan-cairan hewan (darah), dan pemakan zat organik

10 yang membusuk. Beberapa jenis Diptera berperan sebagai vektor penyakit manusia, predator dan polinator (Borror et al. 1996). Menurut Daly et al. (1978), larva Diptera hidup di lokasi yang lembab dan berair, jarang yang hidup di daerah kering. Jenis serangga yang mendominasi tegakan campuran A. marina dan R. mucronata dan tegakan monokultur A. marina adalah famili Ephydridae dari ordo Diptera (Gambar 5E). Famili Ephydridae merupakan lalat pantai dengan ukuran kecil sampai sangat kecil. Famili ini banyak ditemukan di daerah akuatik dan ada beberapa jenis yang hidup di air payau bahkan daerah akuatik yang mempunyai kadar garam tinggi (Borror et al. 1996). Persyaratan hidup dari famili Ephydridae sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada pada tegakan campuran A. marina dan R. mucronata serta monokultur A. marina. Kedua tipe habitat tersebut merupakan komunitas mangrove yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai, laguna, dan muara sungai yang terlindung) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut, yang tumbuhannya toleran terhadap garam (kondisi salin) (Kusmana et al. 2008). Tegakan campuran S. alba dan R. mucronata, didominasi oleh famili Psychodidae dari ordo Diptera (Gambar 5B). Famili Psychodidae merupakan lalat berukuran kecil sampai sangat kecil dan biasanya berambut serta hidup di tempattempat teduh yang lembab. Larva dari famili ini biasanya terdapat pada bagian tumbuh-tumbuhan yang membusuk, lumpur, lumut dan air (Borror et al. 1996). Menurut hasil penelitian Rachmawati (2005), serangga tanah yang ditemukan di Hutan Lindung Angke Kapuk yaitu famili Staphylinidae dari ordo Coleoptera, famili Formicidae dari ordo Hymenoptera dan famili Dolichopodidae yang ditemukan dalam bentuk larva dari ordo Diptera. Banyaknya sampah di Hutan Lindung Angke Kapuk mempengaruhi keberadaan dari famili Staphylinidae. Keanekaragaman jenis serangga dipengaruhi oleh faktor kualitas dan kuantitas makanan, antara lain banyaknya tanaman inang yang cocok, kerapatan tanaman inang, umur tanaman inang, dan komposisi tegakan (Suratmo 1974). Hasil analisis indeks keanekaragaman jenis serangga menunjukkan bahwa tegakan campuran S. alba dan R. mucronata mempunyai nilai indeks keanekaragaman tertinggi dibandingkan tegakan monokultur A. marina dan tegakan campuran A. marina dan R. mucronata. Hasil ini menunjukan bahwa banyaknya jumlah individu serangga yang tertangkap pada tiga habitat tersebut tidak diikuti dengan tingginya indeks keragaman jenis Shannon-wiener. Hal ini disebabkan dalam perhitungan indeks keanekaragaman jenis tidak hanya jumlah individu yang menentukan besarnya nilai indeks, tetapi kekayaan jenis juga sangat menentukan. Nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H ) dipengaruhi oleh kemerataan jenis dalam suatu komunitas. Nilai kemerataan jenis cenderung rendah bila komunitas tersebut didomninasi oleh satu jenis saja (Magurran 1988). Menurut Ludwig dan Reynolds (1988), H maksimum hanya ketika semua jenis (jumlah total jenis dalam komunitas) diwakili oleh jumlah individu yang sama, yang merupakan distribusi kelimpahan yang sempurna. Berdasarkan hasil penelitian Perdana (2010) yang meneliti serangga Hymenoptera (khususnya parasitoid) pada areal persawahan, kebun sayur, dan hutan di daerah Bogor, lahan hutan mempunyai total jumlah individu lebih tinggi 20

11 21 dibandingkan sawah dan kebun sayur, namun nilai indeks keanekaragaman jenis serangga paling tinggi habitat kebun sayur (Tabel 8). Tabel 8 Jumlah individu, jumlah famili, dan indeks keanekaragaman Hymenoptera di tiga lokasi pengamatan Peubah Lokasi Sawah Kebun sayur Hutan Total Jumlah individu Jumlah famili H' H =indeks keanekaragaman jenis serangga Sumber : Perdana (2010) Menurut Soegianto (1994) diacu dalam Perdana (2010), suatu komunitas dapat dikatakan mempunyai nilai keanekaragaman jenis tinggi jika pada komunitas tersebut terdapat serangga dengan tingkat kelimpahan jenis yang seimbang atau hampir sama. Namun jika pada suatu komunitas terdapat banyak jenis dan beberapa jenis saja yang dominan, maka nilai keanekaragaman jenis akan menurun. Keanekaragaman jenis akan berubah dan berbeda seiring berjalannya waktu dan terjadi alih fungsi dari tempat tersebut. Jumlah morfospesies dan individu serangga tertinggi adalah pada tegakan campuran A. marina dan R. mucronata (Tabel 5). Kondisi ini didukung oleh faktor lingkungan. Hasil analisis vegetasi untuk ketiga tipe habitat menunjukkan nilai kerapatan tegakan yang cukup tinggi terdapat pada tegakan campuran A. marina dan R. mucronata, kondisi ini akan mempengaruhi sumber makanan untuk serangga. Tegakan campuran A. marina dan R. mucronata mempunyai nilai keanekaragaman jenis mangrove lebih tinggi dibandingkan tegakan monokultur A. marina dan tegakan campuran S. alba dan R. mucronata. Menurut Latumahina dan Anggraeni (2010), jumlah jenis dan individu serangga ordo Coleoptera di hutan lindung Sirimau dipengaruhi oleh jumlah individu dan jenis serta keanekaragaman vegetasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis serangga yang ditemukan pada ketiga tipe tegakan mempunyai penyebaran yang merata. Hal ini ditunjukkan oleh nilai evenness index dari masing-masing tegakan yang tidak bernilai nol. Namun, pada tegakan campuran A. marina dan R. mucronata cenderung mendekati nol, yaitu sebesar 0.35 yang artinya ada kelompok serangga yang lebih mendominasi pada tegakan tersebut yaitu famili Ephrydidae dari ordo Diptera (Gambar 5E). Kemerataan jenis ini didukung oleh kondisi dari masing-masing tegakan (tersedianya sumber makanan untuk hidup serangga) dan kondisi serangga itu sendiri (misalnya cara makan dan hidup). Nilai kemerataan menunjukkan pola sebaran suatu spesies dalam suatu komunitas, semakin besar nilainya maka akan semakin seimbang pola sebaran suatu jenis di dalam komunitas, dan sebaliknya (Perdana 2010). Tingkat kesamaan jenis antar tegakan dapat dikatakan rendah, dikarenakan nilai indeks kesamaan jenis (Jaccard index) mendekati nol. Kerapatan tegakan dan kondisi tegakan menyebabkan kelimpahan dan keanekaragaman serangga yang berbeda. Hal ini menunjukan adanya hubungan yang erat antara serangga dengan kerapatan tegakan dan kondisi tegakan. Menurut Haneda (2004) yang

12 meneliti komunitas serangga pada tiga habitat di Hutan Simpan Sungai Lalang yaitu pada habitat hutan primer, hutan bekas tebangan berumur lima tahun, dan hutan bekas tebangan berumur sepuluh tahun menjelaskan bahwa komposisi ordo Hymenoptera dan Diptera yang tertangkap dengan metode yellow-pan trap dari kedua habitat yaitu hutan primer dan hutan bekas tebangan berumur sepuluh tahun mempunyai nilai kesamaan jenis serangga lebih tinggi dibandingkan dengan hutan bekas tebangan berumur lima tahun. Hal ini disebabkan adanya perbedaan habitat, yaitu pada hutan bekas tebangan berumur lima tahun dipengaruhi oleh curah hujan dan semak belukar, pada hutan bekas tebangan berumur sepuluh tahun dipengaruhi oleh curah hujan dan kedalaman serasah, serta pada hutan primer dipengaruhi oleh curah hujan, semak belukar, tumbuhan bawah, dan kedalaman serasah. Kondisi habitat mempengaruhi kehidupan serangga. Menurut Tarumingkeng (1991), keadaan lingkungan hidup mempengaruhi keanekaragaman bentuk-bentuk hayati dan banyaknya jenis makhluk hidup (biodiversitas) dan sebaliknya, keanekaragaman dan banyaknya makhluk hidup juga menentukan keadaan suatu lingkungan. Perkembangan serangga dipengaruhi oleh faktor lingkungan habitatnya. Faktor lingkungan pada suatu habitat mempunyai pengaruh yang berbeda pada setiap jenis serangga. Menurut Wolda (1978) dalam Kahono dan Noerdjito (2001), banyak jenis serangga yang populasinya berfluktuasi seirama dengan perubahan curah hujan tetapi beberapa jenis yang lainnya tidak seirama atau berbalikan. Suhu berpengaruh terhadap aktivitas serangga, penyebaran geografis dan lokal, serta perkembangan. Kelembaban mempengaruhi penguapan cairan tubuh serangga dan pemilihan habitat yang cocok. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa suhu pada ketiga tipe tegakan berada pada kisaran suhu optimal serangga. Hal yang sama pada hasil pengukuran kelembaban, pada ketiga tipe tegakan mendekati kisaran kelembaban optimal serangga. Faktor lingkungan (suhu dan kelembaban) akan terlihat pengaruhnya terhadap kelimpahan dan keanekaragaman serangga jika pengambilan sampel dilakukan dengan waktu yang lama dan pada musim yang berbeda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ruslan dan Noor (2007) diacu dalam Tofani (2008), Formicidae dan Nitidulidae akan banyak ditemukan pada permukaan tanah pada musim kemarau, sedangkan famili Formicidae dan Tenebrionidae yang akan lebih banyak ditemukan di permukaan tanah pada musim hujan. Menurut hasil penelitian Haneda (2004) dengan menggunakan metode yellow-pan trap menunjukkan bahwa musim sangat berpengaruh terhadap keberadaan serangga. Pada hutan bekas tebangan berumur lima tahun ordo Collembola, Diptera dan Hymenoptera melimpah pada musim kering (April-Juli), sedangkan ordo Coleoptera melimpah pada musim hujan (Oktober) dan pada hutan tebangan berumur sepuluh tahun serta hutan primer ordo Collembola, Coleoptera dan Hymenoptera banyak ditemukan pada musim kering (April-Juli) sedangkan Diptera jumlahnya melimpah pada musim hujan (Oktober). 22

Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove

Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove JURNAL 42 Noor SILVIKULTUR Farikhah Haneda TROPIKA et al. J. Silvikultur Tropika Vol. 04 No. 01 April 2013, Hal. 42 46 ISSN: 2086-8227 Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove Diversity of Insects

Lebih terperinci

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian 5 salinitas, ph, kandungan bahan-bahan, suhu dll.), dan atmosfer (atmosphere, udara: iklim, cuaca, angin, suhu, dll.) (Tarumingkeng 1991). Tarumingkeng (1991) menambahkan bahwa lingkungan biotik merupakan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota 23 IV. GAMBARAN UMUM A. Status Hukum Kawasan Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan surat keputusan Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun 1995. Hutan Kota Srengseng dalam surat keputusan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian secara umum berada di Kabupaten Indramayu tepatnya di Desa Brondong Kecamatan Pasekan. Wilayah pesisir di sepanjang pantai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Mangrove 2.1.1. Pengertian mangrove Hutan mangrove secara umum didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi 05 33 LS dan 105 15 BT. Pantai Sari Ringgung termasuk dalam wilayah administrasi Desa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan mangrove mencapai 2 km. Tumbuhan yang dapat dijumpai adalah dari jenis Rhizopora spp., Sonaeratia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indramayu merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang mempunyai potensi perikanan dan kelautan yang cukup tinggi. Wilayah pesisir Indramayu mempunyai panjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biodiversitas Biodiversitas mencakup keseluruhan ekosistem. Konsep tersebut mencoba untuk menekan variasi habitat yang diterapkan pada suatu area. Biodiversitas meliputi

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 0 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai

METODE PENELITIAN. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai METODE PENELITIAN Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2010.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT Ana Dairiana, Nur illiyyina S, Syampadzi Nurroh, dan R Rodlyan Ghufrona Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Analisis vegetasi

Lebih terperinci

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada ) Mangal komunitas suatu tumbuhan Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terletak didaerah teluk dan muara sungai dengan ciri : tidak dipengaruhi iklim, ada pengaruh pasang surut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

4 KERUSAKAN EKOSISTEM 4 KERUSAKAN EKOSISTEM 4.1 Hasil Pengamatan Lapangan Ekosistem Mangrove Pulau Weh secara genetik merupakan pulau komposit yang terbentuk karena proses pengangkatan dan vulkanik. Proses pengangkatan ditandai

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN 135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Desa Dabung

Bab III Karakteristik Desa Dabung Bab III Karakteristik Desa Dabung III.1. Kondisi Fisik Wilayah III.1.1. Letak Wilayah Lokasi penelitian berada di Desa Dabung yang merupakan salah satu desa dari 18 desa yang terdapat di Kecamatan Kubu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI

IV. KONDISI UMUM LOKASI IV. KONDISI UMUM LOKASI 4.1. Letak dan Luas Kawasan hutan BKPH Cikiong terletak di tiga wilayah administratif pemerintahan, yakni: Kecamatan Pakisjaya, Batujaya, dan Cibuaya, Kabupaten Karawang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diversitas atau keanekaragaman makhluk hidup termasuk salah satu sumber daya lingkungan dan memberi peranan yang penting dalam kestabilan lingkungan. Semakin tinggi

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo yang terletak pada

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. Siregar (2009), menyebutkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga polinator adalah serangga yang berfungsi sebagai agen menempelnya serbuk sari pada putik (Erniwati, 2009). Menurut Prakash (2008) serangga yang berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perencanaan Lanskap Lanskap dapat diartikan sebagai bentang alam (Laurie, 1975). Lanskap berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat hubungan totalitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengetian Mangrove Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama Mangrove diberikan kepada jenis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem hutan lain bila dinilai dari keberadaan dan peranannya dalam ekosistem sumberdaya alam, yaitu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH Tanah adalah salah satu bagian bumi yang terdapat pada permukaan bumi dan terdiri dari massa padat, cair, dan gas. Tanah

Lebih terperinci

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai sekitar 80.791,42 km (Soegianto, 1986). Letak Indonesia sangat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fauna Tanah 4.1.1. Populasi Total Fauna Tanah Secara umum populasi total fauna tanah yaitu mesofauna dan makrofauna tanah pada petak dengan jarak pematang sempit (4 m)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki peranan sangat penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, amfibi berperan sebagai

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU

KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU CORRELATION BETWEEN DENSITY OF AVICENNIA WITH SEDIMENT CHARACTERISTIC IN

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ekosistem Mangrove

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ekosistem Mangrove 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ekosistem Mangrove Istilah mangrove tidak diketahui secara pasti asal-asulnya. Ada yang mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari bahasa

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas

Lebih terperinci

Tabel 8. Frekuensi Persepsi Responden Mengenai Ekosistem Hutan Mangrove Kategori Persepsi Jumlah Responden (orang) Presentase (%)

Tabel 8. Frekuensi Persepsi Responden Mengenai Ekosistem Hutan Mangrove Kategori Persepsi Jumlah Responden (orang) Presentase (%) BAB VI PERSEPSI RESPONDEN MENGENAI HUTAN MANGROVE Persepsi responden dalam penelitian ini adalah penilaian dan pandangan responden mengenai hutan mangrove berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR PETA... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis memiliki sebagian besar wilayahnya berupa pesisir dan pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya interaksi/peralihan

Lebih terperinci

STRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

STRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):1-8 STRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN NATURAL MANGROVE VEGETATION STRUCTURE IN SEMBILANG NATIONAL PARK, BANYUASIN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Mangrove Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh gerakan pasang surut perpaduan antara air sungai dan

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara tropis yang dilalui garis ekuator terpanjang, Indonesia memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya tersebar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR EDI RUDI FMIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA Ekosistem Hutan Mangrove komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu untuk tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan A. Hasil 1. Keanekaragaman vegetasi mangrove Berdasarkan hasil penelitian Flora Mangrove di pantai Sungai Gamta terdapat 10 jenis mangrove. Kesepuluh jenis mangrove tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Hutan Mangrove Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Amna dajafar, 2 Abd Hafidz Olii, 2 Femmy Sahami 1 amanjadjafar@yahoo.co.id 2 Jurusan Teknologi Perikanan,

Lebih terperinci