ANALISIS AROMA BC 5 F 2 CIHERANG AROMATIK JAP MAI CING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS AROMA BC 5 F 2 CIHERANG AROMATIK JAP MAI CING"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI GEN AROMA (badh2 TERMUTASI) DAN ANALISIS AROMA BC 5 F 2 CIHERANG AROMATIK JAP MAI CING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Gen Aroma (badh2 Termutasi) dan Analisis Aroma BC 5 F 2 Ciherang Aromatik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2017 Jap Mai Cing G *Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

4 RINGKASAN JAP MAI CING. Identifikasi Gen Aroma (badh2 Termutasi) dan Analisis Aroma BC 5 F 2 Ciherang Aromatik. Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO HAMI SENO dan TRI JOKO SANTOSO. Padi varietas aromatik yang ada saat ini memiliki beberapa kelemahan yaitu produktivitas yang rendah, serta kurang tahan terhadap hama dan penyakit. Introduksi sifat aroma dari padi aromatik ke padi unggul nonaromatik dilakukan untuk memperoleh padi aromatik dengan sifat agronomi sebaik padi nonaromatik. Introduksi dilakukan dengan metode persilangan terarah (site-directed crossing) karena sifat yang diintroduksikan dapat dikontrol, waktu lebih singkat, serta dapat menghindari produk transgenik. Padi nonaromatik Ciherang digunakan sebagai tetua pemulih, sedangkan padi aromatik Mentik Wangi digunakan sebagai tetua donor. Persilangan dilakukan hingga BC 5 F 2 karena diharapkan dapat menghasilkan tanaman dengan sifat 98.4% mendekati tetua pemulih dan beraroma wangi. Penelitian ini bertujuan memperoleh galur BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi homozigot resesif yang mengandung gen aroma (badh2 termutasi) melalui identifikasi gen badh2 termutasi dengan menggunakan marka Bradbury. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan memperoleh galur BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi yang berkarakter wangi melalui analisis aroma dengan metode KOH. DNA dari lima galur tanaman padi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi yang telah berumur 3 minggu diisolasi dengan metode CTAB yang telah dimodifikasi. Selanjutnya, ekstrak DNA hasil isolasi ditentukan konsentrasi dan kemurniannya menggunakan spektrofotometer nanodrop. Konsentrasi DNA ditentukan pada panjang gelombang 260 nm, sedangkan kemurnian DNA ditentukan dengan perbandingan panjang gelombang 260/280 nm. Penelitian ini mendapatkan ekstrak DNA dengan konsentrasi yang beragam sehingga dilakukan pengenceran hingga 100 ng µl -1. Nilai kemurnian yang diperoleh antara Kontaminasi protein dan polisakarida relatif kecil sehingga dapat diabaikan berdasarkan batas-batas menurut Sambrrok & Russel (2001) yaitu Apabila nilainya kurang dari 1.8 maka sampel DNA masih mengandung kontaminan protein dan untuk menghilangkannya ditambahkan protease. Apabila nilainya lebih dari 2.0 maka sampel DNA masih mengandung kontaminan RNA, dan untuk menghilangkannya ditambahkan ribonuklease. Seleksi molekuler berbasis PCR dilakukan dengan menggunakan primer Bradbury (EAP, INSP, IFAP, ESP). Pasangan primer yang digunakan mengikuti seperti yang diuraikan dalam Bradbury et al.(2005). Pasangan primer EAP dan ESP akan menghasilkan fragmen berukuran 580 bp sebagai kontrol positif untuk masing-masing sampel. Pasangan primer IFAP dan ESP akan menghasilkan fragmen alel aromatik berukuran 257 bp. Pasangan primer INSP dan EAP akan menghasilkan fragmen alel nonaromatik berukuran 355 bp. Hasil PCR menunjukkan ada 66 sampel dari 250 sampel yang memiliki fragmen DNA berukuran sama dengan Mentik Wangi yaitu 257 bp, 67 sampel memiliki fragmen DNA berukuran sama dengan Ciherang yaitu 355 bp, dan 117 sampel memiliki fragmen DNA keduanya yaitu 257 bp dan 355 bp. Tanaman yang membawa fragmen DNA berukuran 257 bp diuji aroma daunnya menggunakan KOH 1.7%. Uji aroma dilakukan oleh tiga orang panelis

5 dengan skor evaluasi 0-3. Skor dari ketiga panelis dirata-rata dan dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Skor >1.0 digolongkan beraroma, skor digolongkan sedikit beraroma, dan skor <0.5 digolongkan tidak beraroma. Hasil yang diperoleh sebanyak 42 sampel positif beraroma dari 66 sampel. Ketidaksesuaian hasil PCR dengan uji aroma ini disebabkan oleh keterbatasan panelis dalam membedakan aroma. Selain itu, hal ini juga bisa disebabkan oleh senyawa volatil 2AP yang dapat langsung menguap di udara sebelum panelis memberikan skor. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Rizkiany (2013). Sampel yang positif pada uji aroma daun diuji lagi aroma berasnya. Sampel yang positif pada analisis aroma daun sebagian besar juga positif pada analisis aroma beras, yaitu sebanyak 35 sampel. Penelitian ini berhasil mendapatkan galur BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi homozigot resesif yang mengandung gen aroma (badh2 termutasi) dan berkarakter wangi. Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui aroma secara kuantitatif, namun untuk itu perlu disiapkan sampel dalam jumlah yang cukup banyak. Kata kunci: padi, aromatik, badh2, Ciherang

6 SUMMARY JAP MAI CING. Identification of Aroma Gene (Mutated badh2) and Aroma Analysis in Aromatic Ciherang BC 5 F 2. Supervised by DJAROT SASONGKO HAMI SENO and TRI JOKO SANTOSO. Aromatic rice varieties today have several weaknesses such as low productivity and less resistant to pests and diseases. Introduction of aroma properties of aromatic rice to superior non-aromatic rice is conducted to produce aromatic rice with good agronomic properties as in non-aromatic rice. Introduction is done through method of site-directed crossing since the properties introduced can be controlled, shorter time to apply, and can avoid transgenic products. Ciherang non-aromatic rice was used as recurrent parent, while Mentik Wangi aromatic rice was used as donor parent. Crossing was done until BC 5 F 2 because it is expected to produce plants with 98.4% of properties close to recurrent parent and have aroma. This study was aimed to obtain strain of homozygous recessive BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi containing aroma gene (mutated badh2) through identification of mutated badh2 gene using Bradbury marker. Moreover, this study was also aimed to obtain strain of BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi with aroma characteristics through aroma analysis with KOH method. DNA from five strains of 3 weeks-old BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi rice plants were isolated using the modified CTAB method. Furthermore, concentration and purity of the isolated DNA extract was determined using NanoDrop spectrophotometer. DNA concentration was determined at a wavelength of 260 nm, while the purity of DNA was determined by the wavelength ratio of 260/280 nm. This research produced various concentrations of DNA extracts that dilution to 100 ng µl -1 was performed. Purity value obtained was between Contamination of proteins and polysaccharides was relatively low that can be ignored by range according to Sambrrok & Russel (2001) that is If the value is less than 1.8, it means that DNA sample still contains protein contaminant thus protease is added to remove it. If the value is more than 2.0 then DNA sample still contains RNA contaminant, and ribonuclease is added to remove it. PCR-based molecular selection was done using Bradbury primers (EAP, INSP, IFAP, and ESP) following the description in Bradbury et al. (2005). Primer pairs of EAP and ESP will produce a 580 bp-sized fragment as positive control for each sample. Primer pairs of IFAP and ESP will produce aromatic allele fragment with size of 257 bp. Primer pairs of INSP and EAP will produce non-aromatic allele fragment with 355 bp of size. PCR results showed that among 250 samples, 66 samples had similar size of DNA fragments to Mentik Wangi that was 257 bp, 67 samples had similar size of DNA fragments to Ciherang that was 355 bp, and 117 samples had both DNA fragments, those were 257 bp and 355 bp. Leaf aroma of plant containing 257 bp-sized DNA fragment was tested using 1.7% KOH. Aroma test was conducted by three panelists with evaluation score of 0-3. Scores from the three panelists were averaged and divided into three groups. Score of >1.0 was classified as aromatic, score of was slightly aromatic, and score of <0.5 was classified as non-aromatic. Fourty-two samples

7 out of 66 samples were positively classified as aromatic. Difference finding between PCR results and fragrance test was due to limitation of panelist in distinguishing fragrance. In addition, 2AP volatile compound which can evaporate in the air before the panelists scoring may also play role. Similar results were shown by research conducted by Rizkiany (2013). Sample found to be positive on leaf fragrance test was tested again for its rice aroma. Most samples (35 samples) which were positive on leaf test analysis were also positive on rice aroma analysis. This research successfully obtained strain of homozygous recessive BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi containing aroma gene (mutated badh2) and aroma characteristics. Recommendation from this study is the need to conduct further research to quantitatively determine the aroma, yet it is necessary to prepare sample in considerable amounts. Keywords: rice, aromatic, badh2, Ciherang

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 IDENTIFIKASI GEN AROMA (badh2 TERMUTASI) DAN ANALISIS AROMA BC 5 F 2 CIHERANG AROMATIK JAP MAI CING Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biokimia SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr drh Maria Bintang, MS

11 Judul Tesis Nama NIM : Identifikasi Gen Aroma (badh2 Termutasi) dan Analisis Aroma BCsFz Ciherang Aromatik : Jap Mai Cing : G Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Drs Djarot Sasongko HS. MS Ketua Dr Tri Joko Santoso. SP. MSi Anggota Di&etahui oleh Ketua Program Studi Biokimia -t4,t/,-.///7/ /: / / t //tt,f f / rtlctf I -'flt q lt -- /, u -/\ / Dr drh Hasim, DEA ffi fowl Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 29 Maret 2017 ranggal Lulus: 0 3 tlv,1yy17

12 Judul Tesis : Identifikasi Gen Aroma (badh2 Termutasi) dan Analisis Aroma BC 5 F 2 Ciherang Aromatik Nama : Jap Mai Cing NIM : G Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Drs Djarot Sasongko HS, MS Ketua Dr Tri Joko Santoso, SP, MSi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Biokimia Dekan Sekolah Pascasarjana Dr drh Hasim, DEA Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 29 Maret 2017 Tanggal Lulus:

13 PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Sepetember 2013 sampai Februari 2014 ini berjudul Identifikasi Gen Aroma (badh2 Termutasi) dan Analisis Aroma BC 5 F 2 Ciherang Aromatik. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Drs Djarot Sasongko HS, MS dan Dr Tri Joko Santoso, SP, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan saran selama penulisan karya ilmiah ini. Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf laboratorium Biologi Molekuler-BB Biogen Bogor yang telah membantu selama penelitian ini dilaksanakan. Ungkapan terima kasih juga di sampaikan kepada mama, papa, serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini. Namun demikian, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bogor, Mei 2017 Jap Mai Cing

14 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Hipotesis Penelitian 2 2 METODE 3 Alat 3 Bahan 3 Waktu dan Tempat 3 Prosedur Penelitian 3 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Site-directed Crossing 6 Konsentrasi dan Kemurnian DNA 7 PCR Berbasis Marka Bradbury 10 Hasil Uji Aroma pada Daun dan Beras 14 4 SIMPULAN DAN SARAN 19 Simpulan 19 Saran 19 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 23 RIWAYAT HIDUP 41 vi vi vi

15 DAFTAR TABEL 1 Skor evaluasi aroma padi menggunakan metode KOH 5 2 Konsentrasi dan kemurnian DNA hasil isolasi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur Konsentrasi dan kemurnian DNA hasil isolasi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur Konsentrasi dan kemurnian DNA hasil isolasi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur Konsentrasi dan kemurnian DNA hasil isolasi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur Konsentrasi dan kemurnian DNA hasil isolasi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur Pola fragmen DNA BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi 14 8 Hasil evaluasi aroma daun BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur Hasil evaluasi aroma beras BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur Rekapitulasi evaluasi aroma beras pada keempat galur BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi Sampel BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi yang terpilih berdasarkan seleksi dengan marka Bradbury dan uji KOH 19 DAFTAR GAMBAR 1 Persentase progeni gen pada site-directed crossing 6 2 Elektroforegram hasil seleksi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur Elektroforegram hasil seleksi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur Elektroforegram hasil seleksi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur Elektroforegram hasil seleksi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur Elektroforegram hasil seleksi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur Jalur pembentukan 2-asetil-1-pirolin 16

16 DAFTAR LAMPIRAN 1 Diagram alir penelitian 24 2 Konsentrasi dan kemurnian DNA 25 3 Elektroforegram hasil seleksi tanaman padi BC5F2 Ciherang x Mentik Wangi dengan menggunakan primer Bradbury 32 4 Hasil evaluasi aroma daun BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi menggunakan KHO 1.7% 36 5 Hasil evaluasi aroma beras BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi menggunakan KHO 1.7% 39

17

18 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Aroma pada beras memegang peranan penting dalam mempengaruhi harga pasar dan selera konsumen (Nadaf et al. 2014, Vanavichit & Yoshihashi 2010). Padi aromatik (Mentik Wangi) memiliki kelebihan di antaranya sifat aroma yang menyerupai pandan, teksturnya yang pulen, dan harganya yang mahal di pasaran (Lang & Buu 2008). Padi jenis aromatik ini juga banyak diminati oleh penduduk kawasan Asia. Sekitar penduduk di Negara Asia menyukai beras aromatik (LITBANG 2006). Namun, padi varietas aromatik memiliki produktivitas yang rendah, kurang tahan terhadap hama dan penyakit. Introduksi sifat aroma dari padi aromatik ke padi unggul nonaromatik dilakukan dalam rangka ketahanan pangan, sehingga akan diperoleh padi varietas baru dengan sifat agronomi sebaik padi nonaromatik beserta aroma dari padi aromatik. Introduksi sifat aroma dapat dilakukan melalui beberapa metode di antaranya pemuliaan konvensional (conventional breeding) dan rekayasa genetik. Namun, metode-metode tersebut memiliki beberapa kelemahan di antaranya sifat yang diintroduksikan tidak terkontrol, memerlukan waktu yang lama dan teknik khusus serta kemungkinan menghasilkan tanaman transgenik (Mackill et al. 2007). Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut pada penelitian ini introduksi sifat aroma dilakukan melalui persilangan terarah (site-directed crossing) untuk menghindari produk transgenik. Metode site-directed crossing merupakan alternatif yang dapat mengintroduksi sifat aromatik secara spesifik tanpa melalui rekayasa genetik, sehingga tidak menghasilkan produk tanaman transgenik (Xu et al.2004, Mackill et al. 2007). Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya. Induk betina Ciherang digunakan sebagai tetua pemulih, sedangkan induk jantan Mentik Wangi digunakan sebagai tetua donor. Aroma Mentik Wangi diintroduksikan ke Ciherang dengan dilakukannya silang balik (backcross) hingga BC 5 F 1, lalu dilakukan pembuahan sendiri (selfing). Proses ini dilakukan sampai backcross yang ke-5 (BC 5 F 1 ) agar mendapatkan tanaman hasil persilangan yang stabil jika dilakukan selfing karena sifat yang dihasilkan 98.4% mendekati tetua induk (Mackill et al. 2007). Selfing dilakukan untuk mendapatkan turunan homozigot resesif (BC 5 F 2 ) karena aroma timbul jika gen aroma berada dalam keadaan homozigot resesif (Bradbury et al. 2005a). Tanaman BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi homozigot resesif diseleksi dengan menggunakan PCR berbasis marka Bradbury (Bradbury et al. 2005a, 2005b) dan uji aroma dengan metode KOH (Dong et al. 2001). Seleksi menggunakan PCR berbasis marka Bradbury dilakukan terhadap tanaman hasil persilangan untuk menyeleksi tanaman yang positif mengandung gen aroma yaitu gen badh2. Marka Bradbury digunakan karena dapat membedakan padi aromatik dan nonaromatik melalui identifikasi alel homozigot aroma, homozigot nonaroma, serta heterozigot dalam suatu populasi yang bersegregasi (Bradbury et al. 2005b).

19 2 Perumusan Masalah Introduksi sifat aroma dari padi aromatik ke padi unggul nonaromatik dilakukan untuk memperoleh padi aromatik dengan produktivitas tinggi serta tahan terhadap hama dan penyakit. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah perlunya mendapatkan galur sampel Ciherang aromatik melalui identifikasi gen badh2 termutasi dan analisis karakter wangi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan memperoleh galur BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi homozigot resesif yang mengandung gen aroma (badh2 termutasi) melalui identifikasi gen badh2 termutasi dengan menggunakan marka Bradbury. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan memperoleh galur BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi yang berkarakter wangi melalui analisis aroma dengan metode KOH. Manfaat Penelitian Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah benih Ciherang aromatik (BC 5 F 2 ) dapat menjadi varietas padi unggul yang membawa sifat-sifat positif Ciherang serta berkarakter wangi seperti Mentik Wangi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi penelitian-penelitian lain, terutama untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menyumbangkan suatu varietas unggul baru yang mudah ditanam sehingga dapat menguntungkan petani. Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah galur BC 5 F 2 Ciherang aromatik yang mengandung gen aroma berhasil didapatkan melalui identifikasi gen badh2 termutasi dengan menggunakan marka Bradbury. Karakter wangi pada galur BC 5 F 2 Ciherang aromatik ini dapat dianalisis dengan menggunakan metode KOH.

20 3 2 METODE Alat Alat-alat yang digunakan adalah cawan Petri, bak plastik, ember, tabung mikro, tabung reaksi, satu set pipet mikro, tip pipet mikro, sentrifus (Beckman rotor 12), inkubator, oven, spektrofotometer Nanodrop, PCR PTC-100, tangki elektroforesis, dan UV Illuminator ChemiDoc EQ Biorad. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi (CM) yang terdiri atas galur 1.2, 2.3, 3.1, 4.13, dan 5.6 masing-masing berjumlah 50 sampel, benih kontrol tanaman padi yang terdiri atas tetua (padi Ciherang), benih padi pendonor (padi Mentik Wangi), nitrogen cair, bufer ekstrak (Tris-HCl (ph 8.0), etilen diamin tetraasetat (EDTA), setiltrimetil amonium bromida (CTAB), dan merkaptoetanol, isopropanol, etanol 70%, bufer Tris-EDTA (TE) yang mengandung ribonuklease, PCR master mix (KAPA2G Fast Ready Mix PCR kit), primer Bradbury (External Sense Primer/ESP, External Antisense Primer/EAP, Internal Fragrant Antisense Primer/IFAP, dan Internal Nonfragrant Sense Primer/INSP), cetakan DNA, dimetil sulfoksida (DMSO), ddh 2 O, bubuk agarosa, bufer Tris HCl asam asetat-edta (TAE), pewarna DNA (GelRed), loading dye, DNA standar (1 kb ladder), serta KOH 1.7%. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2013 hingga Februari 2014 di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jalan Tentara Pelajar No.3A, Bogor-Jawa Barat. Prosedur Penelitian Preparasi Sampel Lima galur padi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi (CM) yakni 1.2, 2.3, 3.1, 4.13, dan 5.6 merupakan galur-galur terpilih yang didapatkan dari penelitian BC 5 F 1 sebelumnya. Galur 1.2 artinya galur ke-1 tanaman ke-2 yang terpilih dari generasi BC 5 F 1. Galur 2.3 artinya galur ke-2 tanaman ke-3 yang terpilih dari generasi BC 5 F 1. Galur 3.1 artinya galur ke-3 tanaman ke-1 yang terpilih dari generasi BC 5 F 1. Galur 4.13 artinya galur ke-4 tanaman ke-13 yang terpilih dari generasi BC 5 F 1. Galur 5.6 artinya galur ke-5 tanaman ke-6 yang terpilih dari generasi BC 5 F 1. Masing-masing galur terdiri dari 50 sampel. Penetapan jumlah sampel ini didasarkan pada kemampuan analisis molekuler dan organoleptic serta segregasi dan kesempatan pemilihan sampel yang membawa alel aromatik. Semua sampel ditanam di rumah kaca dan dibiarkan tumbuh hingga usia 3 minggu untuk diisolasi DNA-nya.

21 4 Isolasi DNA Genom Padi (Doyle & Doyle 1987) Tanaman padi yang telah berumur 3 minggu diisolasi DNA-nya dengan metode CTAB. Daun padi sepanjang 10 cm dipotong kecil-kecil, lalu dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 ml. Tabung tersebut direndam dalam nitrogen cair kemudian daun padi digerus menggunakan sumpit. Hasil gerusan ditambahkan 200 µl bufer CTAB dan diinkubasi di dalam penangas air pada suhu 65 o C selama 15 menit. Selama inkubasi sampel dibolak-balik setiap 5 menit sekali. Setelah inkubasi selesai, sampel didiamkan pada suhu ruang selama beberapa saat, kemudian ditambahkan sebanyak 100 μl natrium asetat 3 M dan 1000 μl pelarut kloroform isoamilalkohol (Chisam). Campuran larutan pada tabung mikro digoyang-goyang perlahan untuk menghomogenkan semua larutan. Tabung mikro yang berisi campuran kemudian disentrifugasi pada kecepatan g selama 5 menit. Sebanyak lebih kurang 600 μl supernatan dipindahkan ke tabung mikro 2 ml yang baru. Supernatan yang sudah dipindahkan kemudian ditambahkan dengan natrium asetat 3 M sebanyak 60 μl dan larutan isopropanol sebanyak 400 μl. Campuran larutan kemudian digoyanggoyang perlahan untuk menghomogenkan campuran larutan. Tabung disentrifugasi pada kecepatan g selama 5 menit. Supernatan dibuang dan endapan DNA (pelet) dicuci dengan 50 μl etanol 70%. Tabung disentrifugasi lagi pada kecepatan g selama 3 menit dan kemudian supernatan dibuang. Endapan DNA dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 o C selama lebih kurang 10 menit dan dilarutkan kembali dalam 50 μl bufer TE yang mengandung RNAse. Tabung diinkubasi pada 37 o C selama 30 menit. Pengukuran Kualitas dan Kuantitas DNA (Sambrook & Russel 2001) Ekstrak DNA padi hasil isolasi dihitung konsentrasinya menggunakan alat spektrofotometer nanodrop. Lubang optik dibersihkan terlebih dahulu dengan tissue. Blanko yang digunakan adalah larutan TE. Selanjutnya sebanyak 2 µl larutan TE dimasukkan ke dalam lubang optik. Setelah itu lubang optik dibersihkan kembali sebelum sampel dimasukkan. Sebanyak 2 µl sampel DNA dimasukkan ke dalam lubang optik. Hasil pengukuran akan muncul konsentrasi dalam satuan ng µl -1 dan kemurnian DNA dengan perbandingan panjang gelombang 260/280 nm. DNA yang murni mempunyai (A 260/280 ) = Apabila nilainya kurang dari 1.8 maka sampel DNA masih mengandung kontaminan protein dan untuk menghilangkannya ditambahkan protease. Apabila nilainya lebih dari 2.0 maka sampel DNA masih mengandung kontaminan RNA, dan untuk menghilangkannya ditambahkan ribonuklease. Amplifikasi DNA (Rizkiany 2013) Reaksi PCR dilakukan dengan mesin PCR PTC-100 menggunakan program CKX-fast. Total volume yang digunakan adalah 10 μl, berisi 2.0 μl ddh 2 O, 5 μl 2XKapa 2G, 0.5 μl masing-masing primer (ESP, EAP, INSP, dan IFAP), 0.5 μl DMSO dan 0.5 μl cetakan DNA 100 ng μl -1. Reaksi amplifikasi dilakukan sebanyak 30 siklus, yang terdiri atas denaturasi awal selama 3 menit pada suhu 95ºC, denaturasi selama 15 detik pada suhu 95ºC, penempelan primer selama 15 detik pada suhu 55ºC, dan perpanjangan primer selama 20 detik pada suhu 72ºC. Perpanjangan primer terakhir terjadi selama 10 menit pada suhu 72ºC.

22 5 Pasangan primer yang digunakan mengikuti seperti yang diuraikan dalam Bradbury et al.(2005). Pasangan primer eksternal EAP dengan sekuen 5 - AGTGCTTTACAAAGTCCCG-3 dan ESP dengan sekuen 5 - TTGTTTGGAGCTTGCTGATG-3 akan menghasilkan fragmen berukuran 580 bp sebagai kontrol positif untuk masing-masing sampel. Pasangan primer IFAP dengan sekuen 5 -CATAGGAGCAGCTGAAATATATACC-3 dan ESP akan menghasilkan fragmen alel aromatik berukuran 257 bp. Pasangan primer INSP dengan sekuen 5 - CTGGTAAAAAGATTATGGCTTCA-3 dan EAP akan menghasilkan fragmen alel nonaromatik berukuran 355 bp. Elektroforesis DNA (Sambrook & Russell 2001) Gel agarosa 1% dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 0.4 gram agarosa dengan 40 ml bufer TAE dan dipanaskan dengan microwave selama 1 menit. Setelah gel agarosa memadat, gel dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis yang diberi 1 x bufer TAE. Sebanyak 5 μl produk PCR ditambahkan dengan 1 μl Gel Red + loading dye dan dicampur sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel. Marker 1 kb ladder sebanyak 1 μl disertakan untuk melihat ukuran DNA. Tahap selanjutnya sampel DNA dialiri arus dengan voltase 75 V selama 40 menit. Gel agarosa selanjutnya divisualisasi dengan chemidoc gel system. Uji Aroma (Dong et al. 2001) Sampel daun padi BC 5 F 2 Ciherang aromatik, sampel daun padi Ciherang, serta sampel daun padi Mentik Wangi diuji aromanya menggunakan KOH 1.7%. Daun padi yang masih muda dipotong-potong dengan ukuran 0.5 cm, lalu dimasukkan ke dalam plastik tertutup. Plastik yang berisi sampel selanjutnya disimpan di dalam freezer pada suhu -20 o C. Padi yang telah membeku ditimbang sebanyak 0.8 g, dibungkus dengan aluminium foil, kemudian direndam dalam nitrogen cair selama dua menit. Setelah dua menit, daun padi dimasukkan ke dalam tabung yang telah berisi 5 ml 1.7% KOH, ditutup rapat, lalu diinkubasi pada suhu 50 o C selama 10 menit. Tutup tabung dibuka satu per satu dan aroma yang dikeluarkan diuji oleh tiga orang panelis dengan skor evaluasi 0-3 (Tabel 1). Tabel 1 Skor evaluasi aroma padi menggunakan metode KOH Skor Evaluasi aroma 0 Tidak ada aroma 1 Aroma lembut/ agak beraroma 2 Sedikit beraroma 3 Aroma kuat Skor dari ketiga panelis dirata-rata dan dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Skor >1.0 digolongkan beraroma, skor digolongkan sedikit beraroma, dan skor <0.5 digolongkan tidak beraroma

23 6 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Site-directed Crossing Penelitian ini menggunakan padi Ciherang (nonaromatik lokal) sebagai tetua pemulih dan padi Mentik Wangi (aromatik lokal) sebagai tetua donor. Padi Ciherang memiliki karakteristik umur tanamannya cukup singkat yaitu 116 hingga 125 hari, tekstur nasi pulen, produktivitas tinggi (rata-rata produksi 6 ton/ha), dan tahan terhadap hama (Suprihatno et al. 2010). Selain itu, padi Ciherang juga dapat dibudidayakan di berbagai lokasi (Krisnamurthi 2006). Sebaliknya, padi Mentik Wangi usia tanamnya mencapai hari, tingkat produktivitas rendah (ratarata produksi 4 ton/ha), kurang tahan hama, serta lokasi budidaya yag spesifik (Krisnamurthi 2006). Persilangan padi Ciherang sebagai induk betina dan padi Mentik Wangi sebagai induk jantan melalui metode site-directed crossing dapat menghasilkan varietas padi dengan sifat agronomi seperti padi Ciherang ditambah dengan sifat aroma dari padi Mentik Wangi. Persilangan antara Ciherang dengan Mentik Wangi hingga menghasilkan turunan pertama (F1) telah dilakukan oleh Hami Seno et al. (2009). Peneliti tersebut juga telah melakukan persilangan balik antara F1 dan tetua Ciherang, kemudian dilanjutkan hingga silang balik yang ke-5 (BC 5 F 1 ). Proses ini diharapkan dapat menghasilkan tanaman hasil persilangan yang stabil saat dilakukan selfing karena sifat yang dihasilkan 98,4% mendekati tetua induk (Mackill et al. 2007) (Gambar 1). Penyerbukan sendiri pada generasi BC 5 F 1 juga diperlukan untuk memunculkan sifat-sifat dalam keadaan homozigot dominan, homozigot resesif dan heterozigot. Hal ini dikarenakan penyerbukan sendiri pada tanaman BC 5 F 1 akan menyebabkan adanya segregasi. Gen homozigot resesif seperti karakter wangi akan didapatkan pada tanaman BC 5 F 2 yang telah mengalami segregasi. Gambar 1 Persentase progeni gen pada site-directed crossing.

24 7 Konsentrasi dan Kemurnian DNA Organ tanaman padi yang diambil untuk isolasi DNA adalah daun. Daun dipilih karena merupakan organ penting dalam kehidupan tanaman serta lebih mudah dihancurkan bila dibandingkan dengan organ tanaman yang lainnya. Daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun muda dan sehat. Pemilihan daun muda ini dikarenakan daun sedang aktif melakukan pembelahan dan pertumbuhan sel sehingga diharapkan akan mengandung banyak DNA. DNA daun tanaman padi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi diisolasi menggunakan metode CTAB yang mengacu pada Doyle & Doyle (1987). Metode ini digunakan karena hanya membutuhkan sampel dalam jumlah sedikit dan waktu pengerjaannya tidak lama. Metode ini juga memiliki tahapan-tahapan yang relatif mudah sehingga akan mempercepat proses isolasi DNA. Bufer CTAB ditambahkan karena memiliki kemampuan untuk memisahkan DNA dan RNA dari pengotor seperti protein dan polisakarida. Bufer CTAB juga dapat mendegradasi senyawa-senyawa yang merupakan metabolit sekunder yang mungkin terdapat dalam tanaman tersebut sehingga kemurnian DNA yang diperoleh akan lebih tinggi. Metode isolasi berbasis CTAB ini tidak hanya dapat digunakan pada tanaman padi, tanaman lain seperti pepaya dan jeruk juga dapat diisolasi DNA-nya dengan metode ini (Ardiana 2009). Metode CTAB yang digunakan dalam penelitian ini dimodifikasi dengan menggunakan nitrogen cair. Hal ini juga dilakukan oleh Rizkiany (2013) untuk mengisolasi DNA daun tanaman padi BC 3 F 2 Ciherang x Mentik Wangi. DNA tanaman padi BC 5 F 2 yang diperoleh selanjutnya diuji secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer nanodrop. Hasil pengukuran kuantitas dan kemurnian (Lampiran 2) menunjukkan bahwa DNA yang diperoleh utuh dan telah murni. Isolasi DNA pada perwakilan sampel galur 1.2 (Tabel 2) menunjukkan bahwa nilai kemurnian yang diperoleh antara Tabel 2 Konsentrasi & kemurnian DNA hasil isolasi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 1.2 No Sampel Konsentrasi (ng µl -1 ) 260/280 1 Ciherang Mentik Wangi Kontaminasi protein dan polisakarida relatif kecil dan dapat diabaikan berdasarkan batas-batas menurut Sambrook & Russell (2001) yaitu Oleh karena itu, DNA dapat digunakan untuk analisis PCR. Hasil isolasi DNA pada

25 8 tanaman padi BC 3 F 2 Ciherang x Mentik Wangi juga menunjukkan kontaminan yang relatif kecil (Rizkiany 2013). Hal ini menunjukkan metode Doyle & Doyle (1987) cocok dan baik untuk isolasi DNA. Metode lain yang dapat digunakan untuk isolasi DNA tanaman adalah dengan metode berbasis sodium dodecyl sulphate (SDS), namun kuantitas DNA yang dihasilkan tidak sebaik penggunaan CTAB (Maftuchah & Agus 2006). Selain itu, isolasi DNA tanaman juga dapat dilakukan dengan menggunakan Qiagen Kit, namun membutuhkan biaya yang mahal. Konsentrasi DNA yang diperoleh berada pada kisaran ng µl -1 hingga ng µl -1 (Tabel 2). Oleh karena konsentrasi DNA yang didapatkan dari proses isolasi tidak seragam, maka perlu dilakukan pengenceran. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa jumlah DNA yang akan diamplifikasi dengan PCR mempunyai konsentrasi yang sama sehingga diharapkan hasil amplifikasinya seragam. Konsentrasi DNA dari seluruh sampel diseragamkan menjadi 100 ng ml -1 melalui proses pengenceran agar saat amplifikasi menggunakan PCR bisa didapatkan jumlah gen yang sama. Isolasi DNA pada perwakilan sampel galur 2.3 (Tabel 3) menunjukkan bahwa nilai kemurnian yang diperoleh antara Kontaminasi protein dan polisakarida relatif kecil dan dapat diabaikan berdasarkan batas-batas menurut Sambrook & Russell (2001) yaitu Oleh karena itu, DNA dapat digunakan untuk analisis PCR. Konsentrasi DNA yang diperoleh berada pada kisaran ng µl -1 hingga ng µl -1. Oleh karena konsentrasi DNA yang didapatkan dari proses isolasi tidak seragam, maka perlu dilakukan pengenceran. Tabel 3 Konsentrasi & kemurnian DNA hasil isolasi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 2.3 No Sampel Konsentrasi (ng µl -1 ) 260/280 1 Ciherang Mentik Wangi Isolasi DNA pada perwakilan sampel galur 3.1 (Tabel 4) menunjukkan bahwa nilai kemurnian yang diperoleh antara Kontaminasi protein dan polisakarida relatif kecil dan dapat diabaikan berdasarkan batas-batas menurut Sambrook & Russell (2001) yaitu Oleh karena itu, DNA dapat digunakan untuk analisis PCR. Konsentrasi DNA yang diperoleh berada pada kisaran ng µl -1 hingga ng µl -1. Oleh karena konsentrasi DNA yang didapatkan dari proses isolasi tidak seragam, maka perlu dilakukan pengenceran.

26 9 Tabel 4 Konsentrasi & kemurnian DNA hasil isolasi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 3.1 No Sampel Konsentrasi (ng µl -1 ) 260/280 1 Ciherang Mentik Wangi Isolasi DNA pada perwakilan sampel galur 4.13 (Tabel 5) menunjukkan bahwa nilai kemurnian yang diperoleh antara Kontaminasi protein dan polisakarida relatif kecil dan dapat diabaikan berdasarkan batas-batas menurut Sambrook & Russell (2001) yaitu Oleh karena itu, DNA dapat digunakan untuk analisis PCR. Konsentrasi DNA yang diperoleh berada pada kisaran ng µl -1 hingga ng µl -1. Oleh karena konsentrasi DNA yang didapatkan dari proses isolasi tidak seragam, maka perlu dilakukan pengenceran. Tabel 5 Konsentrasi & kemurnian DNA hasil isolasi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 4.13 No Sampel Konsentrasi (ng µl -1 ) 260/280 1 Ciherang Mentik Wangi Isolasi DNA pada perwakilan sampel galur 5.6 (Tabel 6) menunjukkan bahwa nilai kemurnian yang diperoleh antara Kontaminasi protein dan polisakarida relatif kecil dan dapat diabaikan berdasarkan batas-batas menurut Sambrook & Russell (2001) yaitu Oleh karena itu, DNA dapat digunakan untuk analisis PCR. Konsentrasi DNA yang diperoleh berada pada kisaran ng µl -1 hingga ng µl -1. Oleh karena konsentrasi DNA yang didapatkan dari proses isolasi tidak seragam, maka perlu dilakukan pengenceran.

27 10 Tabel 6 Konsentrasi & kemurnian DNA hasil isolasi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 5.6 No Sampel Konsentrasi (ng µl -1 ) 260/280 1 Ciherang Mentik Wangi PCR Berbasis Marka Bradbury Marka molekuler seringkali dikenal sebagai sidik jari DNA karena mengacu pada pita polimorfisme berupa fragmen DNA. Keunggulan utama marka molekuler adalah keakuratan tinggi dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan yang mempengaruhi ekspresi gen. Marka molekuler dapat diuji pada semua tingkat perkembangan tanaman. Penggunaan marka molekuler pada pengujian hama dan penyakit ridak bergantung pada organisme pangganggu. Selain itu, penggunaan marka molekuler pada kegiatan seleksi pemuliaan tanaman juga dapat mempercepat proses seleksi serta lebih hemat pada pengujian selanjutnya di lapangan (Kasim & Azrai 2004). Ketersediaan sekuens genom padi menciptakan suatu kesempatan untuk menemukan gen yang bertanggung jawab terhadap aroma padi dengan membandingkan sekuens genotipe pada padi aromatik dan nonaromatik (Kibria et al. 2008). Seleksi tanaman padi BC 5 F 2 Ciherang X Mentik Wangi dilakukan dengan menggunakan PCR berbasis marka Bradbury. Marka merupakan suatu metode penunjuk keberadaan rangkaian nukleotida (DNA) yang dapat menyandikan suatu sifat atau memberikan informasi tentang keberadaan posisi suatu sekuens konservasi di dalam genom atau nonfungsional. Penggunaan marka Bradbury didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Seno et al. (2009). Menurut Nasihin et al. (2015), marka spesifik Bradbury merupakan marka yang paling baik untuk deteksi aroma jika dibandingkan dengan RM223 dan RM515 yang juga dapat mendeteksi aroma. Menurut Lang & Buu (2008), marka Bradbury yang digunakan terdiri atas dua primer eksternal (EAP dan ESP) dan dua primer internal (IFAP dan INSP). Primer EAP dan ESP akan menempel pada kedua jenis padi (nonaromatik dan aromatik) yang akan mengamplifikasi DNA dan membentuk kontrol positif dengan ukuran 580 bp. Pasangan primer EAP dan INSP akan menempel pada padi nonaromatik dan menghasilkan pita DNA yang berukuran 355 bp, sedangkan pasangan primer ESP dan IFAP akan menempel pada padi aromatik dan

28 menghasilkan pita DNA yang berukuran 257 bp. Ukuran amplikon pada padi aromatik lebih kecil karena adanya delesi 8 basa yang terjadi pada ekoson nomor 7 pada kromosom nomor 8 (Bradbury et al. 2005a). Dengan demikian, padi tetua Ciherang akan menghasilkan dua pita DNA yang masing-masing berukuran 580 bp dan 355 bp, sedangkan padi tetua Mentik Wangi akan menghasilkan dua pita DNA yang masing-masing berukuran 580 bp dan 257 bp. Hasil persilangan dari padi Ciherang dan Mentik Wangi yang homozigot dominan (N) akan mengikuti pola fragmen tetua Ciherang dengan menghasilkan pita DNA yang berukuran 580 bp dan 355 bp. Hasil persilangan dari padi Ciherang dan Mentik Wangi yang heterozigot (H) akan menghasilkan tiga pita DNA dengan ukuran 580 bp, 355 bp dan 257 bp, sedangkan hasil persilangan dari padi Ciherang dan Mentik Wangi yang homozigot resesif (A) akan mengikuti pola fragmen Mentik Wangi dengan menghasilkan pita DNA yang berukuran 580 bp dan 257 bp. Selain marker Bradbury, ada juga marker lain yang dibuat berdasarkan delesi 8 basa pada ekson nomor 7 kromosom nomor 8, yaitu marker Allele Specific Amplification (ASA) yang menggunakan pasangan primer Arm1 (Asadollah et al. 2010). Marker ASA hanya terdiri atas sepasang primer, berbeda dengan marker Bradbury yang terdiri atas dua pasang primer. Pasangan primer Arm1 pada marker ASA mengapit daerah delesi 8 bp. Jumlah pita yang didapatkan dengan marker ASA berbeda bila dibandingkan dengan marker Bradbury. Marker Bradbury menghasilkan tiga pita dalam PCR, sedangkan marker ASA hanya menghasilkan dua pita, yaitu pita 103 bp untuk padi aromatik dan pita 111 bp untuk padi nonaromatik. Konsentrasi gel agarosa yang digunakan hasil amplifikasi DNA tanaman padi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi adalah 1%. Pemilihan konsentrasi ini berdasarkan ukuran pita DNA yang dihasilkan. Hasil PCR dengan marka Bradbury menghasilkan perbedaan pita DNA yang lebih besar sehingga cocok menggunakan konsentrasi gel agarosa yang lebih kecil. Visualisasi pita DNA pada gel agarosa menggunakan GelRed sebagai pengganti Ethidium bromida (EtBr). GelRed dapat mendeteksi asam nukleat pada elektroforesis gel agarosa dengan dengan spektrum yang sama dengan EtBr, namun memiliki sensitivitas yang lebih baik serta tidak mutagenik seperti EtBr (Huang et al. 2010). Hasil seleksi dengan menggunakan primer Bradbury menunjukkan bahwa 250 sampel tanaman padi Ciherang x Mentik Wangi dapat dibedakan pola fragmen DNAnya menjadi homozigot dominan (N), homozigot resesif (A) dan heterozigot (H). DNA tanaman padi yang positif membawa alel homozigot resesif atau seperti padi Mentik Wangi (257 bp) ukurannya lebih kecil dibandingkan DNA tanaman padi yang membawa alel homozigot dominan atau seperti padi Ciherang (355 bp). Hal ini terjadi karena adanya delesi basa pada ekson nomor 7 di kromosom 8, sedangkan pada padi non-aromatik tidak terjadi delesi basa di kromosom nomor delapan (Bradbury et al. 2005a). Pola hasil amplifikasi pada tanaman BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi bersifat homozigot resesif karena tanaman BC 5 F 2 telah mengalami segregasi. Pola yang berbeda didapatkan pada tanaman BC 4 F 1 Ciherang x Mentik Wangi (Nasodikin 2013, Anshary 2014). Menurut Nasodikin (2013), keberhasilan introgesi gen aroma dari padi Ciherang ke padi Mentik Wangi ditunjukkan dengan terbentuknya pita heterozigot. Seleksi dengan primer Bradbury menghasilkan 66 sampel homozigot resesif (A). Penampakan pada gel agarosa menunjukkan adanya dua pita berukuran

29 12 bp dan 257 bp yang menandakan bahwa sampel-sampel ini mengikuti pola fragmen Mentik Wangi. Hasil ini didukung oleh pernyataan Bradburry et al. (2005b) dan penelitian-penelitian sebelumnya (Padmadi 2009; Fatahajudin 2011, Rizkiany 2013). Elektroforegram hasil seleksi tanaman padi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 1.2 dapat dilihat pada Gambar 2. Empat tanaman membawa alel homozigot resesif (A31, A33, A35, A39), empat tanaman membawa alel heterozigot (A32, A34, A36, A40), serta dua tanaman membawa alel homozigot dominan (A37, A38). Gambar 2 Elektroforegram hasil seleksi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 1.2. A: aromatik, N: nonaromatik, H: heterozigot. Marker: DNA 1 Kb ladder, Sampel: Ciherang (Cih), Mentik Wangi (MW), Padi BC 5 F 2 Cih/MW (A31-A40) atau ( ) Elektroforegram hasil seleksi tanaman padi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 2.3 dapat dilihat pada Gambar 3. Empat tanaman membawa alel homozigot resesif (B36, B37, B41, B42) dan enam tanaman membawa alel heterozigot (B35, B38, B39, B40, B43, B44). Gambar 3 Elektroforegram hasil seleksi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 2.3. A: aromatik, N: nonaromatik, H: heterozigot. Marker: DNA 1 Kb ladder, Sampel: Ciherang (Cih), Mentik Wangi (MW), Padi BC 5 F 2 Cih/MW (B35-B44) atau ( ).

30 13 Elektroforegram hasil seleksi tanaman padi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 3.1 dapat dilihat pada Gambar 4. Semua tanaman pada galur ini membawa alel homozigot dominan (C18-C27). Gambar 4 Elektroforegram hasil seleksi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 3.1. A: aromatik, N: nonaromatik, H: heterozigot. Marker: DNA 1 Kb ladder, Sampel: Ciherang (Cih), Mentik Wangi (MW), Padi BC 5 F 2 Cih/MW (C18-C27) atau ( ). Elektroforegram hasil seleksi tanaman padi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 4.13 dapat dilihat pada Gambar 5. Satu tanaman membawa alel homozigot resesif (D21), tiga tanaman membawa alel heterozigot (D19, D25, D26), serta enam tanaman membawa alel homozigot dominan (D18, D20, D22, D23, D24, D27). Gambar 5 Elektroforegram hasil seleksi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur A: aromatik, N: nonaromatik, H: heterozigot. Marker: DNA 1 Kb ladder, Sampel: Ciherang (Cih), Mentik Wangi (MW), Padi BC 5 F 2 Cih/MW (D18-D27) atau ( ). Elektroforegram hasil seleksi tanaman padi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 5.6 dapat dilihat pada Gambar 6. Tujuh tanaman membawa alel homozigot resesif (E1, E3, E4, E5, E7, E8, E10 ) dan tiga tanaman membawa alel homozigot dominan (E2, E6, E9).

31 14 Gambar 6 Elektroforegram hasil seleksi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 5.6. A: aromatik, N: nonaromatik, H: heterozigot. Marker: DNA 1 Kb ladder, Sampel: Ciherang (Cih), Mentik Wangi (MW), Padi BC 5 F 2 Cih/MW (E1-E10) atau ( ). Hasil analisis dari 250 tanaman padi didapatkan 66 tanaman padi positif membawa alel homozigot resesif yang ditandai dengan terbentuknya fragmen DNA berukuran 580 bp dan 257 bp, sebanyak 67 tanaman padi membawa alel homozigot dominan yang ditandai dengan terbentuknya fragmen DNA berukuran 580 bp dan 355 bp, serta sebanyak 117 tanaman padi membawa alel keduanya atau heterozigot yang ditandai dengan terbentuknya fragmen DNA berukuran 580 bp, 355 bp, dan 257 bp (Tabel 7). Tanaman padi yang positif membawa alel homozigot resesif menandakan bahwa tanaman tersebut mengikuti fragmen DNA padi Mentik Wangi. Di antara 66 tanaman padi yang membawa alel homozigot resesif, sebanyak 11 tanaman berasal dari galur 1.2, sebanyak 17 tanaman berasal dari galur 2.3, sebanyak 13 tanaman dari galur 4.13, dan sebanyak 25 tanaman dari galur 5.6. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Rizkiany (2013). Hasil analisis dari total 266 tanaman padi BC 3 F 2 Ciherang x Mentik Wangi diperoleh 55 tanaman yang positif membawa alel homozigot resesif. Tabel 7 Pola fragmen DNA BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi No Galur Jumlah pola fragmen DNA Mentik Wangi (Homozigot resesif) Ciherang (Homozigot dominan) Keduanya (Heterozigot) Total Hasil Uji Aroma pada Daun dan Beras Aroma pada padi disebabkan oleh senyawa kimia yang mudah menguap. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 114 senyawa pada padi

32 aromatik, namun senyawa utama yang menyebabkan aroma wangi pada padi aromatik adalah 2-asetil-1-pirolin (2AP) (Lin et al. 1990). Kandungan senyawa 2AP pada padi aromatik ( ppm) lebih tinggi bila dibandingkan dengan padi nonaromatik ( ppm) (Buttery et al. 1983). Senyawa 2AP pada padi aromatik 15 kali lebih besar kadarnya dibandingkan dengan padi nonaromatik. Kandungan senyawa 2 AP pada beragam jenis padi aromatik juga berbeda-beda jumlahnya (Itani et al. 2004). Hal ini dipengaruhi oleh penanganan waktu panen dan suhu saat pematangan. Jewel et al. (2011) juga mengemukakan bahwa kuantitas aroma pada beras dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Sifat aroma pada padi aromatik tidak hanya dapat dicium pada nasi, aromanya juga sudah mulai tercium saat tanaman padi berbunga di lahan (Mittal et al. 1995). Senyawa 2AP terdapat pada semua bagian tanaman padi, kecuali akar (Chen et al. 2008, Lorieux et al. 1996). Senyawa tersebut terbentuk akibat delesi 8 bp pada ekson 7 kromosom 8 (gen badh2). Delesi ini terjadi akibat produksi stop kodon prematur yang menyebabkan hilangnya fungsi gen badh2 (Gaur et al. 2016). Delesi 8 bp pada ekson 7 ini merupakan mutasi yang paling sering ditemukan pada varietas padi aromatik. Mutasi yang jarang ditemukan adalah insersi pada ekson 14 dan 13 yang terkait dengan tingginya kandungan senyawa 2AP. Mutasi lainnya ditemukan pada padi dari Bangladesh dan Myanmar berupa penambahan satu gugus asam amino (Kovach et al. 2009). Senyawa 2AP dapat ditemukan di seluruh bagian tanaman padi kecuali pada bagian akar. Senyawa 2AP mencapai kadar maksimal saat tahap pembibitan dan akan menurun secara bertahap pada fase reproduksi dan pematangan (Hinge et al. 2016). Kandungan senyawa 2AP lebih tinggi pada bagian ujung daun padi daripada bagian pangkal daun. Kandungan senyawa 2AP pada daun muda juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan daun tua (Lourieux et al. 1996). Oleh karena itu, uji aroma dengan metode KOH menggunakan daun padi yang masih muda sehingga diharapkan kandungan senyawa 2AP lebih mudah terdeteksi. Selain menggunakan daun padi, uji aroma juga dilakukan dengan menggunakan beras yang dipanaskan dalam air. Detail lintasan biosintesis 2AP belum sepenuhnya diketahui (Bradbury et al. 2005a), tetapi telah ditemukan bahwa prekursor dan sumber nitrogen 2AP pada varietas aromatik Thai Hom Mali adalah senyawa osmoprotektan prolin (Yoshihashi et al. 2002). Biosintesis senyawa 2AP ditunjukkan oleh Gambar 7. Pembentukan 2AP dimulai dari pemecahan prolin menjadi putresin, kemudian membentuk ɣ-aminobutiraldehid (GABald). GABald merupakan substrat bagi enzim BADH2 yang merupakan faktor penting dalam pengaturan level biosintesis 2AP (Chen et al. 2008). Jika enzim BADH2 aktif, maka enzim ini dapat mengubah GABald menjadi asam-ɣ-aminobutirat (GABA). Sebaliknya, jika enzim BADH2 tidak aktif, maka GABald akan mengalami asetilasi (penambahan gugus asetil) membentuk 2-asetil-1-pirolin (Bradbury 2005b). Srivong et al. (2008) melakukan pengamatan terhadap aktivitas BADH2 dari pemurnian ekstrak daun padi. Hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas BADH2 pada padi nonaromatik lebih tinggi daripada padi aromatik. Analisis kinetik secara tidak langsung menyatakan bahwa BADH2 yang kehilangan fungsi pada padi aromatik memainkan peranan penting dalam sintesis aroma. Namun, penelitian terbaru menyebutkan bahwa bukan hanya gen badh2 yang bertanggung jawab dalam 15

33 16 menentukan aroma pada tanaman padi. Peneliti menyatakan adanya kemungkinan jalur lain untuk biosintesis senyawa 2AP (Ishak 2016). Gambar 7 Jalur pembentukan 2-asetil-1-pirolin (Bradbury et al. 2005b) Seleksi padi dengan menggunakan uji aroma ini telah membantu petani dalam menyeleksi padi aromatik dan padi nonaromatik. Namun demikian, metode ini memiliki keterbatasan saat memproses sampel dalam jumlah banyak. Beberapa orang panelis akan digunakan untuk mendeteksi aroma pada beberapa sampel, namun kemampuan setiap panelis perlahan akan berkurang karena indera penciuman menjadi jenuh atau terjadi kerusakan pada rongga nasal di hidung. Walaupun demikian, metode ini tetap digunakan dalam uji kualitas aroma padi karena dianggap cukup untuk membedakan padi aromatik dan nonaromatik (Garland et al. 2000). Metode ini juga merupakan prinsip untuk mengidentifikasi berbagai aroma dalam program pemeliharaan di seluruh dunia. Metode lain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi 2AP adalah kromatografi gas. Metode ini tidak bersifat subjektif, namun membutuhkan jaringan sampel dalam jumlah besar dan waktu analisis yang relative lama (Lorieux et al. 1996).

34 17 Semua tanaman padi yang positif membawa alel homozigot resesif (seperti tetua Mentik Wangi) diseleksi pada tahap selanjutnya yaitu uji aroma daun dengan menggunakan KOH 1.7%. Uji aroma juga mengikutsertakan beberapa tanaman yang membawa alel homozigot dominan (seperti tetua Ciherang) dan heterozigot (campuran pita Ciherang dan Mentik Wangi). Tanaman padi Ciherang digunakan sebagai kontrol nonaromatik, sedangkan tanaman padi Mentik Wangi digunakan sebagai kontrol aromatik. Hasil uji aroma daun tanaman padi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi pada salah satu galur ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil evaluasi aroma daun BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 1.2 No Galur Seleksi dengan PCR Skor rata-rata aroma Hasil evaluasi aroma daun 1 CIH N 0.0 Tidak beraroma 2 MW A 3.0 Beraroma H 0.3 Tidak beraroma A 1.7 Beraroma H 0.7 Sedikit beraroma N 0.7 Sedikit beraroma N 0.3 Tidak beraroma A 2.3 Beraroma A 2.3 Beraroma A 1.7 Beraroma A 2.0 Beraroma Keterangan: Skor >1.0 = beraroma; = sedikit beraroma; <0.5 = tidak beraroma Hasil evaluasi aroma daun yang lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan uji aroma daun, tanaman yang positif membawa alel homozigot resesif sebagian besar menunjukan skor beraroma, yakni 42 sampel beraroma dari 66 sampel yang diamati. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Rizkiany (2013). Hasil pengujian juga menunjukkan adanya galur-galur yang secara molekuler positif membawa fragmen Mentik Wangi pada lokus Bradbury, tetapi pada skor evaluasi tidak beraroma. Ketidaksesuaian hasil PCR dengan uji aroma ini kemungkinan disebabkan oleh senyawa volatil 2AP yang mudah menguap sehingga aromanya sudah tidak terdeteksi saat panelis memberikan skor. Penelitian Setyanisa (2013) pada padi BC 5 F 2 Ciherang x Pandan Wangi juga menemukan hal yang sama. Peneliti juga menemukan adanya galur-galur yang mengikuti pola fragmen tetua Ciherang, namun mendapatkan skor sedikit beraroma. Hal ini dapat terjadi karena ada kemungkinan sifat aroma yang berasal dari Mentik Wangi juga terintrogresi pada lokus yang berbeda, akan tetapi yang menjadi fokus seleksi atau target pada penelitian ini adalah pada lokus Bradbury. Jadi hanya galur-galur padi yang terseleksi positif mengikuti tetua Mentik Wangi pada lokus Bradbury saja yang akan dipilih dan dipelihara untuk dikembangkan pada generasi berikutnya. Uji aroma dengan menggunakan KOH ini juga dilakukan oleh Karami et al. (2016). Hasil uji aroma dengan metode KOH sama dengan hasil yang didapatkan dengan menggunakan PCR. Menurut Sarhadi et al. (2009), penggunaan larutan KOH 1.7% pada uji aroma disebabkan larutan ini dapat membantu senyawa aromatik mengeluarkan aroma.

35 18 Tanaman padi yang dinyatakan beraroma pada uji aroma daun diuji lanjut aroma berasnya. Namun, sampel yang diuji lanjut hanya 41 sampel karena terdapat satu sampel yang mati akibat terserang hama. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan tanaman hasil backcross yang tidak membawa sifat tahan hama dari tetua pemulihnya. Hasil uji aroma beras pada tanaman padi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi pada salah satu galur ditunjukkan pada Tabel 9. Berdasarkan uji aroma beras, tanaman yang berkarakter wangi pada uji aroma daun sebagian besar juga berkarakter wangi pada uji aroma beras. Tabel 9 Hasil evaluasi aroma beras BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi galur 1.2 No Galur Evaluasi aroma daun Skor rata-rata aroma Hasil evaluasi aroma beras 1 CIH N 0.0 Tidak beraroma 2 MW A 3.0 Beraroma A 1.3 Beraroma A 2.3 Beraroma A 2.0 Beraroma A 1.7 Beraroma A 2.3 Beraroma A 2.0 Beraroma A 1.3 Beraroma A 2.0 Beraroma Keterangan: Skor >1.0 = beraroma; = sedikit beraroma; <0.5 = tidak beraroma Penelitian ini mendapatkan 35 sampel yang beraroma (Tabel 10). Delapan sampel tersebut berasal dari galur CM 1.2, delapan sampel dari galur CM 2.3, sembilan sampel dari galur CM 4.13, dan sepuluh sampel dari galur CM 5.6. Tabel 10 Rekapitulasi evaluasi aroma beras pada keempat galur BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi Sampel Jumlah sampel Skor evaluasi aroma yang diamati Beraroma Sedikit beraroma Tidak beraroma CM * - - CM * - - CM CM * 4 - CM * 2 - Total Keterangan: * Sampel yang lolos seleksi aroma Seluruh sampel yang lolos seleksi aroma, baik secara molekuler dengan marka Bradbury maupun dengan uji KOH ditampilkan pada Tabel 11.

36 19 Tabel 11 Sampel BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi yang terpilih berdasarkan seleksi dengan marka Bradbury dan uji KOH No Galur ke-1 Galur ke-2 Galur ke-4 Galur ke SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Galur BC 5 F 2 Ciherang aromatik yang mengandung gen aroma berhasil didapatkan. Identifikasi gen badh2 termutasi dengan menggunakan marka Bradbury menunjukkan 66 sampel yang mengandung amplikon 257 bp homozigot. Karakter wangi pada sampel-sampel tersebut dapat dianalisis dengan metode KOH. Hasil analisis aroma terhadap daun dan beras menunjukkan 35 sampel yang beraroma seperti Mentik Wangi. Saran Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui aroma secara kuantitatif, namun untuk itu perlu disiapkan sampel dalam jumlah yang cukup banyak.

37 20 DAFTAR PUSTAKA Ahmadikhah A, Arkhy A, Ghafari A Development of an allele specific amplification (ASA) co-dominant marker for fragrance genotyping of rice cultivars. Arch Appl Sci Res 2(1): Ahn SN, Bollisch CN, Tanksley SD RFLP tagging of a gene for aroma in rice. Theor Appl Genet 84: Anshary HRA Identifikasi gen badh2 termutasi pada padi BC 4 F 1 Ciherang- Mentik Wangi (CM) dan BC 5 F 1 Ciherang-Pandan Wangi (CP) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Ardiana DW Teknik isolasi DNA genom tanamanpepaya dan jeruk dengan menggunakan modifikasi buffer CTAB. Buletin Teknik Pertanian 1: Bradbury LM, Fitgerald TL, Henry RJ, Jin Q, Waters DLE. 2005a. The gene for fragrance in rice. Plant Biotech. J. 3: Bradbury LMT, Henry RJ, Jin Q, Reinke RF, Waters DLE. 2005b. A perfect marker for fragrance genotyping in rice. Mol Breed 16: Buttery RG, LC Ling, BO Juliano, JG Turnbaugh Cooked rice aroma and 2-asetil-1-pirolin. Agric Food Chem 31: Chen S et al Badh2, encoding betaine aldehyde dehydrogenase, inhibits the biosynthesis of 2-acetyl-1-pyrroline, a major component in rice fragrance. The Plant Cell 20: Cordeiro GM, Christopher MJ, Henry RJ, and Reinke RF Identification of microsatellite markers for fragrance in rice by analysis of the rice genome sequence. Mol Breed 9: Dong, Y, E Tsuzuki, and H.Terao Genetic analysis of aroma in three rice cultivars (Oryza sativa L.). J Genet Breed 55: Doyle JJ, Doyle JL Isolation of plant DNA from fresh tissue. Foccus 12: Fatahajudin MT Introduksi gen aroma (badh2 termutasi) dari varietas Pandan Wangi atau Mentik Wangi ke Ciherang [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Garland S, Lewin L, Blakeney A, Reineke R, Henry R PCR-based molecular markers for the fragrance gene in rice (Oryza sativa L.). Theor Appl Genet 101: Gaur A et al Understanding the fragrance in rice. J Rice Res 4(1):1-4. Gupta PK, Varshney RK, Sharma, PC, Ramesh B Molecular markers and their application in wheat breeding. Plant Breeding 118: Hermanto Padi Ciherang makin populer. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28: [terhubung berkala]. [24 Mei 2013]. Hinge VR, Patil HB, Nadaf AB Aroma volatile analyses and 2AP characterization at various developmental stages in Basmati non-basmati scented rice (Oryza sativa L.) cultivars. Rice 9(38):1-22. Huang Q, Baum L, Fu WL Simple and practical staining of DNA with GelRed in agarose gel electrophoresis. Clin Lab 56: Ishak I Identification of the second mutation of BADH2 gene derived from rice mutant lines induced by gamma rays. Atom Indonesia 42:39-44.

38 Itani T, Tamaki M, Hayata Y, Fushimi T, Hashizume K Variation of 2- acetyl-1-pyrroline concentration in aromatic rice gfrains collected in the same region in Japan and factors affecting its concentration. Plant Prod Sci 7(2): Jewel ZA, Patwary AK, Maniruzzaman S, Barua R, Begum SN Physicochemical and genetic analysis of aromatic rice (Oryza sativa L.) germplasm. The Agriculturists 9(1&2): Karami N, Aalami A, Lahiji HS, Rabiei B, Alahgholipour M Analysis and comparison fragrant gene sequence in some rice cultivars. Genetika 48(2): Kasim F, Azrai M Ulasan pemuliaan tanaman dengan bantuan marka molekular. Lokakarya Teknik Dasar Molekular Untuk Pemuliaan Tanaman, Bogor Juli Maros: Balai Penelitian Serealia. Kibria K, Islam MM, Begum SN Screening of aromatic rice lines by phenotypic and molekular markers. Bangladesh J Bot 37(2): Kovach MJ, Calingacion MN, Fitzgerald MA, McCouch SR The origin and evolution of fragrance in rice (Oryza sativa L.). Proceedings of the National Academy of Sciences 106(34): Krisnamurthi B Produksi padi nasional naik minimum sama dengan kenaikan penduduk 1,5%. Sinar Tani. [14 Maret 2006]. Lang NT dan Buu BC Development of pcr-based markers for aroma (fgr) gene in rice (Oryza sativai L.). Omonrice 16: Lin CF, Hsieh RCY, Hoff BJ Indentification and quantification of the popcorn-like aroma in lousiana aromatic della rice (Oryza sativa). Food Science 35: [LITBANG] Balai Penelitian Bahan Pangan Mengenal padi VUTB Fatmawati. J Litbang 12:1-6. Lorieux M, Petrov M, Huang N, Guiderdoni E, Ghesquiere A Aroma in rice: genetic analysis of a quantitative trait. Theor App Genet 93: Mackill DJ, Septiningsih E, Pamploma AM, Sanches D, Iftekhar A, Masudussaman AS, Collard B, Neeraja C, Vergara G, Maghirang-Rodriquez, R, Heuer S, Ismail AM Marker assisted selection for submergence tolerance in rice. Mol Plant Breeding 5: Maftuchah, Agus Z Pengembangan metode isolasi DNA genom pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas). Hayati 1: Mittal, UK, Preet K, Singh D, Shukla KK, Saini RG Variability of aroma in some land races and cultivars of scented rice. Crop Improv. 22: Nadaf AB, Wakte KV, Zanan RL acetyl-1-pyrroline biosynthesis: from fragrance to a rare metabolic disease. J Plant Sci Res 1(1): Nasihin SR, Rizky WH, Carsono N Pengujian kemurnian genetik benih padi galur F 3 (Pandan Wangi x PTB33) terseleksi menggunakan marka molekuler Simple Sequence Repeats (SSR). Jurnal Agrikultura 26(2): Nasodikin M Identifikasi gen aroma pada padi BC 5 F 1 Ciherang-Pandan Wangi dan BC 4 F 1 Ciherang-Mentik Wangi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Nur M, Adijuwana H Teknik separasi dalam analisis pangan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 21

39 22 Padmadi B Identifikasi sifat aroma tanaman padi menggunakan marka berbasis gen aromatik [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Rizkiany HN Identifikasi karakter aromatik secara molekuler dan kimia pada galur padi BC 3 F 2 Ciherang X Mentikwangi [skripsi] Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sambrook J, Russell DW Molecular Cloning: A Laboratory Manual 3 rd Ed. New York: Cold-Spring Harbor Laboratory Pr. Sarhadi et al Characterization of aroma and agronomics traits in Afghan ative rice cultivar. Plant Prod Sci. 12(1): Seno DSH, Santoso TJ, Tri Jatmiko KR, Padmadi B, Praptiwi D Konstruksi padi nonaromatik yang beraroma wangi menggunakan PCR berbantuan marka gen badh2. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB 2009, ISBN: , Setyanisa MD Identifikasi karakter aromatik secara molekuler dan organoleptic pada galur padi BC 5 F 2 hasil persilangan Ciherang dan Pandan Wangi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sobir et al Komparasi keanekaragaman genetik tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) Indonesia dan kerabat dekatnya dengan penanda isoenzim dan AFLP. Biodiversitas 10:1-6. Srivong P, Wangsomnuk P, Pongdontri P Characterization of a fragrant gene and enzymatic activity of betaine aldehyde dehydrogenase in aromatic and nonaromatic Thai rice cultivars. KKU Sci J 36(4): Suprihatno et al Deskripsi Varietas Padi. Subang: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Vanavichit A, Yoshihashi T Molecular aspect of fragrance and aroma in rice. Advances in Botanical Research 56: Xu K, Deb R, Mackill DJ A microsatellite Marker and a Codominant PCR- Based Marker for Marker-assistedselection of Submergence Tolerance in Rice. Crop Sci. 44: Yoshihashi T, Huong NTT, Inatomi H Precursors of 2-acetyl-1-pyrroline, a potent flavour compound of an aromatic rice variety. J Agric Food Chem. 50:

40 LAMPIRAN 23

41 24 Lampiran 1 Diagram alir penelitian

42 25 Lampiran 2 Konsentrasi dan kemurnian DNA Sampel Konsentrasi (ng.µl -1 ) λ 260/280 Ciherang Mentik Wangi

43 26 Sampel Konsentrasi (ng.µl -1 ) λ 260/

44 Sampel Konsentrasi (ng.µl -1 ) λ 260/

45 28 Sampel Konsentrasi (ng.µl -1 ) λ 260/

46 Sampel Konsentrasi (ng.µl -1 ) λ 260/

47 30 Sampel Konsentrasi (ng.µl -1 ) λ 260/

48 Sampel Konsentrasi (ng.µl -1 ) λ 260/

49 32 Lampiran 3 Elektroforegram hasil seleksi tanaman padi BC 5 F 2 Ciherang x Mentik Wangi dengan menggunakan primer Bradbury

50 33

51 34

52 Ket: A: aromatik, N: nonaromatik, H: heterozigot, MW: Mentik Wangi, Cih: Ciherang, A1-50: galur 1.2, B1-50: galur 2.3, C1-50: galur 3.1, D1-50: galur 4.13, E1-50: galur

Current Biochemistry Volume 2 (1): 42-51

Current Biochemistry Volume 2 (1): 42-51 Current Biochemistry Volume 2 (1): 42-51 CURRENT BIOCHEMISTRY ISSN: 2355-7877 Homepage: http://biokimia.ipb.ac.id E-mail: current.biochemistry@ipb.ac.id Identification of Aroma Gene (Mutated badh2) and

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTER AROMATIK BERDASARKAN PCR DAN ORGANOLEPTIK BC 3 F 2 CIHERANG x MENTIKWANGI HILDA NUR RIZKIANY

IDENTIFIKASI KARAKTER AROMATIK BERDASARKAN PCR DAN ORGANOLEPTIK BC 3 F 2 CIHERANG x MENTIKWANGI HILDA NUR RIZKIANY IDENTIFIKASI KARAKTER AROMATIK BERDASARKAN PCR DAN ORGANOLEPTIK BC 3 F 2 CIHERANG x MENTIKWANGI HILDA NUR RIZKIANY DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Kuantifikasi DNA dengan Spektrofotometer (Sambrook et al ) Elektroforesis DNA Seleksi PCR dengan Marka Bradbury (Bradbury et al .

Kuantifikasi DNA dengan Spektrofotometer (Sambrook et al ) Elektroforesis DNA Seleksi PCR dengan Marka Bradbury (Bradbury et al . 7 Kuantifikasi DNA dengan Spektrofotometer (Sambrook et al. 1989) Hasil isolasi DNA selajutnya dianalisis dengan spektrofotometeri untuk melihat konsentrasi dan kemurnian DNA. Sebanyak 2 µl DNA ditambahkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GEN AROMA PADA PADI BC5F1 CIHERANG-PANDAN WANGI DAN BC4F1 CIHERANG- MENTIK WANGI MOCHAMAD NASODIKIN

IDENTIFIKASI GEN AROMA PADA PADI BC5F1 CIHERANG-PANDAN WANGI DAN BC4F1 CIHERANG- MENTIK WANGI MOCHAMAD NASODIKIN IDENTIFIKASI GEN AROMA PADA PADI BC5F1 CIHERANG-PANDAN WANGI DAN BC4F1 CIHERANG- MENTIK WANGI MOCHAMAD NASODIKIN DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GEN badh2 TERMUTASI PADA PADI BC4F1 CIHERANG-MENTIK WANGI (CM) DAN BC5F1 CIHERANG- PANDAN WANGI (CP) HELMY RAMADHAN AL ANSHARY

IDENTIFIKASI GEN badh2 TERMUTASI PADA PADI BC4F1 CIHERANG-MENTIK WANGI (CM) DAN BC5F1 CIHERANG- PANDAN WANGI (CP) HELMY RAMADHAN AL ANSHARY IDENTIFIKASI GEN badh2 TERMUTASI PADA PADI BC4F1 CIHERANG-MENTIK WANGI (CM) DAN BC5F1 CIHERANG- PANDAN WANGI (CP) HELMY RAMADHAN AL ANSHARY DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN DAN SELEKSI F 1 PADI CIHERANG- PANDAN WANGI DAN FATMAWATI MENTIK WANGI MENGGUNAKAN MARKA AROMATIK DEWI PRAPTIWI

PEMBENTUKAN DAN SELEKSI F 1 PADI CIHERANG- PANDAN WANGI DAN FATMAWATI MENTIK WANGI MENGGUNAKAN MARKA AROMATIK DEWI PRAPTIWI PEMBENTUKAN DAN SELEKSI F 1 PADI CIHERANG- PANDAN WANGI DAN FATMAWATI MENTIK WANGI MENGGUNAKAN MARKA AROMATIK DEWI PRAPTIWI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

SELEKSI MENGGUNAKAN PCR BERDASARKAN MARKA GEN badh2 PADA PEMBENTUKAN BC2F1 CIHERANG/MENTIK WANGI DAN BC3F1 CIHERANG/PANDAN WANGI TAUFIQ

SELEKSI MENGGUNAKAN PCR BERDASARKAN MARKA GEN badh2 PADA PEMBENTUKAN BC2F1 CIHERANG/MENTIK WANGI DAN BC3F1 CIHERANG/PANDAN WANGI TAUFIQ 1 SELEKSI MENGGUNAKAN PCR BERDASARKAN MARKA GEN badh2 PADA PEMBENTUKAN BC2F1 CIHERANG/MENTIK WANGI DAN BC3F1 CIHERANG/PANDAN WANGI TAUFIQ DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTER AROMATIK SECARA MOLEKULER DAN ORGANOLEPTIK PADA GALUR PADI BC 5 F 2 HASIL PERSILANGAN CIHERANG DAN PANDANWANGI

IDENTIFIKASI KARAKTER AROMATIK SECARA MOLEKULER DAN ORGANOLEPTIK PADA GALUR PADI BC 5 F 2 HASIL PERSILANGAN CIHERANG DAN PANDANWANGI IDENTIFIKASI KARAKTER AROMATIK SECARA MOLEKULER DAN ORGANOLEPTIK PADA GALUR PADI BC 5 F 2 HASIL PERSILANGAN CIHERANG DAN PANDANWANGI MUVITA DIAH SETYANISA DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT AROMA TANAMAN PADI MENGGUNAKAN MARKA BERBASIS GEN AROMATIK BAMBANG PADMADI

IDENTIFIKASI SIFAT AROMA TANAMAN PADI MENGGUNAKAN MARKA BERBASIS GEN AROMATIK BAMBANG PADMADI IDENTIFIKASI SIFAT AROMA TANAMAN PADI MENGGUNAKAN MARKA BERBASIS GEN AROMATIK BAMBANG PADMADI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

TOPIK HIDAYAT dan ANA RATNA WULAN ABSTRAK ABSTRACT

TOPIK HIDAYAT dan ANA RATNA WULAN ABSTRAK ABSTRACT BEBERAPA MODIFIKASI PERLAKUAN UNTUK MENGEKSTRAKSI DNA DARI BAHAN HERBARIUM (Several modifications of treatment in extracting DNA from herbarium material) TOPIK HIDAYAT dan ANA RATNA WULAN Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA 6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Septiningsih et al. 2009), 0.16 µl Taq

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Septiningsih et al. 2009), 0.16 µl Taq 10 mm, 1 µl masing-masing primer AEX1F ukuran 231 bp sebagai forward dengan sekuen 5 AGGCGGAGCTACGAGTACCA 3 dan primer AEX1R sebagai reverse dengan sekuen 5 GCAGAGCGGCTGCGA 3 (Septiningsih et al. 2009),

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

Seleksi Tanaman Padi Generasi F 2 Hasil Persilangan IR-64 X Pandan Wangi untuk Karakter Aroma Berdasarkan Marka Molekuler dan Uji Sensori

Seleksi Tanaman Padi Generasi F 2 Hasil Persilangan IR-64 X Pandan Wangi untuk Karakter Aroma Berdasarkan Marka Molekuler dan Uji Sensori Agric. Sci. J. Vol. I (4) : 208-214 (2014) Seleksi Tanaman Padi Generasi F 2 Hasil Persilangan IR-64 X Pandan Wangi untuk Karakter Aroma Berdasarkan Marka Molekuler dan Uji Sensori (Selection on F 2 Progeny

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

TATA CARA PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2017 di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

Current Biochemistry ISJD ~. ~ Volume II Issue I April 2015 BOGOR AGRICULTURAL UNIVERSITY..;

Current Biochemistry ISJD ~. ~ Volume II Issue I April 2015 BOGOR AGRICULTURAL UNIVERSITY..; Current Biochemistry ISSN : 2355-7877 elssn : 2355-7931 Volume II Issue I April 2015 OPEN @ ACCESS ISJD., -.- ~. ~ :...,,,,. BOGOR AGRICULTURAL UNIVERSITY..; Bioethanol Production by Using Detoxified Sugarcane

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012, yang bertempat di Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI GEN flic DENGAN METODE PCR UNTUK DETEKSI Salmonella typhi GALUR INDONESIA

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI GEN flic DENGAN METODE PCR UNTUK DETEKSI Salmonella typhi GALUR INDONESIA ABSTRAK OPTIMASI AMPLIFIKASI GEN flic DENGAN METODE PCR UNTUK DETEKSI Salmonella typhi GALUR INDONESIA T. Robertus, 2007. Pembimbing I : Johan Lucianus, dr., M.Si. Pembimbing II : Ernawati Arifin Giri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen STX1A. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA

POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah berlangsung sejak bulan Januari 2012 - Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi, Lab. Optik, Lab. Genetika dan Lab. Biologi Molekuler Jurusan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

KUMPULAN LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI. Disusun Oleh: Nama : Anatasia NIM : Kelompok : Selasa Asisten : Nimas Ayu

KUMPULAN LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI. Disusun Oleh: Nama : Anatasia NIM : Kelompok : Selasa Asisten : Nimas Ayu KUMPULAN LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI Disusun Oleh: Nama : Anatasia NIM : 125040200111140 Kelompok : Selasa 09.15-11.00 Asisten : Nimas Ayu UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 56 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen FNBP1L. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ISOLASI DNA DENGAN METODE DOYLE AND DOYLE DAN ANALISIS RAPD PADA SAWO SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

Uji Stabilitas Integrasi Gen CryIAc dalam Transforman Jagung R3 dan R4

Uji Stabilitas Integrasi Gen CryIAc dalam Transforman Jagung R3 dan R4 Uji Stabilitas Integrasi Gen CryIAc dalam Transforman Jagung R3 dan R4 Toto Hadiarto, Sutrisno, dan Tri J. Santoso Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian ABSTRAK Tanaman yang sudah

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama bulan Januari hingga April 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai Februari 2016. Isolasi dan visualisasi RNA Colletrotichum dilaksanakan di Laboratorium Hama Penyakit

Lebih terperinci

PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH

PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x 144 PEMBAHASAN UMUM Penelitian introgresi segmen Pup1 ke dalam tetua Situ Bagendit dan Batur ini memiliki keunikan tersendiri. Kasalath dan NIL-C443 yang sebagai tetua sumber segmen Pup1 memiliki karakteristik

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi

Lebih terperinci

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI Metode Pemuliaan Introduksi Seleksi Hibridisasi penanganan generasi bersegregasi dengan Metode silsilah (pedigree) Metode curah (bulk) Metode silang balik (back

Lebih terperinci

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan membuat gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang digunakan hanya primer GE 1.10 dengan suhu annealing sebesar 49,5 o C yang dapat dianalisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang dibuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kerjasama Bioteknologi Indonesia- Belanda (BIORIN) dan Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman (BMST), Pusat

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan III. 2 Alat

Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan III. 2 Alat Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan Pada penelitian ini, sampel yang digunakan dalam penelitian, adalah cacing tanah spesies L. rubellus yang berasal dari peternakan cacing tanah lokal di Sekeloa, Bandung.

Lebih terperinci

BAB III METODE A. Jenis Penelitian B. Populasi dan Sampel C. Waktu dan Lokasi Penelitian D. Alat dan Bahan Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB III METODE A. Jenis Penelitian B. Populasi dan Sampel C. Waktu dan Lokasi Penelitian D. Alat dan Bahan Rizki Indah Permata Sari,2014 34 BAB III METODE A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni atau pure research yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Waktu Kegiatan dan Judul Percobaan 2 Februari 2018 Penjelasan Awal Praktikum di Lab. Biokimia Dasar 9 Februari 2018 23 Februari 2018 2 Maret 2018 9 Maret 2018 16 Maret 2018 23

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci